ANALISIS TRADISI UPACARA KEMATIAN MASYARAKAT CINA BENTENG Cyinthia, ,Jane Ratini Puspa, ,Linda Jurusan Sastra China, Fakultas Humaniora, Universitas Bina Nusantara, Jln. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat, 021-5327630
[email protected];
[email protected];
[email protected] ABSTRACT So far the Chinese Benteng have maintained the tradition of funeral ceremonies entirely, from here can be seen also a strong vitality. This research analyzes the contents of the Chinese Benteng funeral, including lian li ceremony, corpses departure, funeral ceremony and other sessions. Each stage of the meaning and prohibition funeral has special meaning. Generally to show devotion and respect for the deceased. The purpose of this research is through Chinese Benteng funerals is expected to understand the cultural characteristics associated. In the analysis the authors get data through interviews with the people, added with the documents and theoretical basis. The conclusion is that although the Chinese Benteng funeral had a minor changes, but they still retain every funeral ceremony and derived culture. This proves the heritage characteristics, stability, cultural change. Keywords : Chinese Benteng, Funeral Ceremony, Tradition, Folklore Characteristics ABSTRAK Sejauh ini masyarakat Cina Benteng telah mempertahankan tradisi upacara kematian secara utuh, dari sini bisa dilihat juga daya hidup tradisi yang kuat. Penulisan ini menganalisis isi upacara kematian masyarakat Cina Benteng, termasuk prosesi lian li, pemberangkatan jenazah, dan upacara pemakaman dan sesi lainnya. Setiap prosesi dan pantangan upacara kematian memiliki makna khusus. Umumnya untuk menunjukkan rasa bakti dan rasa hormat terhadap orang yang meninggal. Tujuan dari penulisan ini adalah melalui upacara kematian masyarakat Cina Benteng diharapkan dapat mengerti mengenai karakteristik adat yang terkait. Dalam melakukan analisis penulis mendapatkan data melalui wawancara dengan masyarakat Cina Benteng setempat, dipadukan dengan referensi dan landasan teori dari bahan yang terkait. Kesimpulan dai penulisan ini adalah walaupun upacara kematian masyarakat Cina Benteng terjadi perubahan kecil, tetapi mereka masih mempertahankan setiap prosesi upacara kematian dan adat yang diturunkan. Hal ini membuktikan karakteristik adat yang bersifat diwariskan, bersifat stabil, dan memiliki perubahan kebudayaan. Kata Kunci : Cina Benteng, Upacara Kematian, Tradisi, Karakteristik Adat
1
2
PENDAHULUAN Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keanekaragaman budayanya, ini merupakan sebagai salah satu ciri khas dari bangsa Indonesia yang unik. Sangat unik karena ketika pada umumnya sekelompok masyarakat membentuk sebuah bangsa atau Negara berdasarkan kesamaan budaya, Indonesia justru terbentuk dari sebuah kebersamaan hati yang melampaui segala macam perbedaan, salah satunya adalah perbedaan budaya. Di antara puluhan ribu budaya yang ada di bumi pertiwi ini, ada budaya yang dikenal dengan nama budaya Peranakan Tionghoa. Peranakan Tionghoa adalah bagian dari budaya bangsa Indonesia yang indah dan begitu melimpah dengan makna sosio-historis. Peranakan Tionghoa kerap dipandang sebagai suatu komunitas dengan stereotip khas Orde Baru: anti sosial, gila uang dan tidak peduli lingkungan. Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami budaya ini secara utuh, karena terjadinya serangkaian gelombang politik dan ekonomi dalam perjalanan menuju suatu bangsa yang sesungguhnya sangat majemuk. (Santosa, 2012:9) Peranakan Tionghoa sudah menyebar di Nusantara, salah satunya adalah masyarakat Cina Benteng. Walaupun masyarakat Cina Benteng berkulit lebih hitam sehingga berbeda dengan masyarakat Tionghoa lainnya, tetapi mereka masih menghormati leluhurnya. Masyarakat Cina Benteng masih memelihara budaya yang telah diturunkan, termasuk upacara kematian. Dalam menjalankan penelitian ini, tujuan dari penulis adalah untuk mengetahui mengenai tiap-tiap tahap dari prosesi upacara kematian masyarakat Cina Benteng dan untuk mengetahui makna dari upacara kematian masyarakat Cina Benteng, dan juga untuk mengetahui karakteristik adat yang terdapat pada upacara kematian masyarakat Cina Benteng. Penulis berharap setelah mengetahui tentang karakteristik adat dari masyarakat Cina Benteng, bisa menambah kesadaran penduduk setempat dalam mempertahankan kesadaran budaya. Agar penelitian ini tidak meluas, penulis menempatkan ruang lingkup penelitian pada prosesi upacara kematian masyarakat Cina Benteng di Tangerang, termasuk proses isi dan makna dari upacara kematian masyarakat Cina Benteng. Penulis mengumpulkan data dengan cara melaksanakan wawancara dengan penduduk setempat di kota Tangerang tepatnya di desa Selapajang. Eunike Febrianka Silas (2012) dalam skripsinya yang berjudul Perancangan Komunikasi Visual Animasi Dokumenter “Hitaci – Sejarah Tentang Cina Benteng” menyatakan bahwa walaupun masyarakat Cina Benteng berkulit hitam dan sudah kawin – campur dengan masyarakat Pribumi, namun mereka masih menjunjung tinggi dan tetap melestarikan kebudayaan leluhur mereka yang tetap mereka jaga dan mereka wariskan secara turun temurun. Kekuatan yang terletak pada etnis Tionghoa khusunya warga Cina Benteng adalah bagaimana mereka mempertahankan budaya serta tradisi nenek moyang mereka dengan mati-matian. Crowder (2000) melalui jurnalnya yang berjudul Chinese Funerals in San Fransisco Chinatown: American Chinese expressions in mortuary ritual performance juga menyatakan bahwa upacara kematian merupakan cara bagaimana masyarakat China untuk memelihara simbol “China” mereka. Gupta dan Yicks(2002) dalam jurnalnya yang berjudul Chinese cultural dimensions of death,dying, and bereavement:Focus group findings sama dengan Victor Chandra(2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa landasan dari upacara kematian masyarakat China adalah menunjukkan rasa bakti kepada orang tua. Yang Cuntian(1994:41) dalam bukunya menyatakan bahwa walaupun miskin , untuk menghindari dianggap tidak berbakti oleh orang-orang, semua melakukan yang terbaik untuk kematian orang tua. Begitu juga yang dinyatakan oleh Cooper(1998) dalam jurnalnya yang berjudul Life-cycle rituals in Dongyang County: Time, affinity, and exchange in rural China bahwa kematian yang mendadak, demi uang yang dibutuhkan, berhutang sering tidak dapat dihindari. Zhong Jingwen(2009:11) menyatakan dalam karakteristik adat terdapat beberapa macam karakteristik. Perbedaan wilayah, perbedaan suku, perbedaan adat dari suatu negara, memiliki suatu persamaan dan juga memiliki karakteristik masing-masing. Zhong Jingwen akan membahas mengenai keseluruhan dari karakteristik adat, tepatnya jenis persamaan karakteristik adat. Karakteristik adat bersifat diwariskan adalah karakteristik adat yang terus diturunkan dengan seiring berjalannya waktu, merupakan salah satu cara untuk menyampaikan suatu budaya. Sejak kecil hingga dewasa, setiap orang tidak akan bisa terhindar dari pengajaran budaya. Semua pengajaran budaya akan dijalankan secara perlahan-lahan, hingga tidak akan merasakan bahwa di dalam proses warisan budaya akan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan.
3 Karakteristik adat bersifat stabil, kestabilan adat istiadat suatu rakyat menunjuk pada ketika suatu adat istiadat muncul, maka akan terus mengikuti kelahiran manusia dan gaya hidup yang dalam jangka waktu panjang mulai menetap, dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari manusia. Jika masyarakat stabil, kelahiran manusia dan gaya hidup masyarakat tidak mengalami perubahan drastis, kestabilan dari kebudayaan akan semakin kuat. Karakteristik adat terbentuk berdasarkan kesamaan politik, ekonomi,masyarakat, dan ideologi. Asalkan ekonomi dan ideologi masyarakat tidak mengalami perubahan, walaupun masyarakat terjadi perubahan yang besar, kebudayaan akan tetap memiliki kestabilan. Oleh karena itu, budaya akan mengalami perubahan kecil. Karakteristik adat bersifat stabil juga saling bertolak belakang dengan karakteristik adat bersifat perubahan. Karakteristik adat perubahan akan terjadi di dalam proses karakteristik adat bersifat diwariskan. Jika tidak ada karakteristik perubahan, maka kebudayaan tidak akan ada. Karakteristik adat bersifat perubahan juga tidak akan berhenti menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Tradisi upacara kematian masyarakat Cina Benteng sesuai dengan beberapa karakteristik adat yang dijabarkan diatas.
METODE PENULISAN Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penulisan kualitatif dengan bantuan studi pustaka yaitu dari bantuan buku, artikel, jurnal, dan hasil-hasil wawancara yang berhubungan dengan topik penulisan penulis. Pengumpulan data hasil wawancara dilakukan dari Maret sampai April 2013. Penulis melalui wawancara mengumpulkan bahan yang terkait. Dan referensi bahan yang terkait adalah acuan pendukung untuk penulis. Penulis menggabungkan data lapangan dan referensi, baru berlandaskan data tersebut membuat analisa. Penulis mengambil data dari masyarakat Cina Benteng di Tangerang tepatnya desa Selapajang. Penulis mengumpulkan data tentang tradisi upacara kematian masyarakat Cina Benteng, termasuk upacara kematian, pemberangkatan jenazah, dan upacara pemakaman dan sesi lainnya.
HASIL DAN BAHASAN Orang Tionghoa menganggap kematian merupakan salah satu bagian penting dalam hidup. Mereka juga percaya bahwa arwah tidak bisa meninggal. Karena orang Tionghoa percaya bahwa setelah meninggal, Almarhum akan melanjutkan kehidupan di dunia selanjutnya, maka mereka menjalankan upacara kematian dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, bagi orang Tionghoa upacara kematian memiliki makna yang khusus. 1. Proses Tradisi Upacara Kematian Masyarakat Cina Benteng (1) Lian li Pada tahap ini masyarakat Cina Benteng memiliki dua upacara: a. Prosesi Pembersihan Jenazah Dalam prosesi pembersihan jenazah terdapat satu upacara yang dinamakan Poapoan. Jika salah satu keluarga ada yang meninggal, anggota keluarga akan mengadakan satu upacara yang dinamakan Poapoan. Dalam upacara ini jenazah akan diletakkan diatas dipan dan diberi bantalan yang terbuat dari kertas perak, seluruh tubuh jenazah akan ditutupi dengan kain putih. Anggota keluarga juga akan menyiapkan sebuah meja kecil, diletakkan di tengah depan dipan, dan menyiapkan semangkuk nasi dengan telor ayam rebus, segelas teh, dan satu gelas berisikan beras yang digunakan untuk menancapkan dupa. Di kedua sisi akan diletakkan dua buah lilin putih dan dua batang dupa hijau, yang akan terus dinyalakan hingga pemberangkatan jenazah. Jika Almarhum berumur lebih dari 80 tahun, maka akan menggunakan lilin dan dupa berwarna merah. Anggota keluarga akan membakar kertas perak disamping jenazah, anggota keluarga akan duduk beralaskan tikar sambil membakar kertas perak secara terus-menerus hingga jenazah diberangkatkan. Kertas perak dianggap sebagai pengganti uang di dunia arwah, Almarhum diharapkan dapat menggunakannya di dunia selanjutnya dan sebagai penerang jalan Almarhum. Pemimpin upacara akan memandu anggota keluarga untuk memandikan jenazah menggunakan lima macam bunga, arak putih dicampur air bersih. Lima macam bunga mewakilkan lima unsur, lima unsur tersebut adalah logam, kayu, air, api, tanah. Lima unsur ini dianggap mewakili proses kehidupan manusia. Air melambangkan awal kehidupan manusia, api
4 melambangkan proses perkembangan manusia, logam melambangkan proses pada saat manusia bekerja, kayu melambangkan pada saat manusia mecapai kemapanan, dan tanah melambangkan kematian, manusia setelah meninggal akan kembai ke tanah. Begitupun yang dinyatakan Zhong Wen(2011:150) bahwa anggota keluarga harus memandikan dan merapikan jenazah. Setelah dimandikan jenazah akan dikeringkan dan akan dikenakan baju terbaik, dipakaikan sarung tangan, kaos kaki dan juga sepatu. Jika Almarhum belum menikah maka akan dikenakan baju pengantin. Pernikahan merupakan saat yang bahagia, karena itu walaupun Almarhum belum menikah Almarhum akan dikenakan baju pengantin agar Almarhum juga bisa merasakan perasaan bahagia pada saat pernikahan. Baju pengantin yang dikenakan adalah baju terusan putih minimalis. Sedangkan jika Almarhum sudah menikah hanya akan dikenakan baju terbaik. b. Upacara Pemasukan Jenazah ke Dalam Peti Di dalam upacara pemasukan jenazah ke dalam peti terdapat beberapa upacara yaitu upacara masuk peti, upacara penutupan peti, dan Mai Song. Masyarakat Cina Benteng menyebut upacara masuk peti sebagai Jit Bok. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam peti, rohaniawan akan memimpin anggota keluarga untuk berdoa. Dengan tujuan agar Almarhum mendapat kelancaran menuju dunia selanjutnya dan Almarhum mendapat tempat yang layak. Anggota keluarga akan menyiapkan 12 macam sayur di atas meja abu. Ketupat dan lepet akan menjadi makanan utama, karena ketupat dan lepet merupakan simbol akulturasi dari masyarakat Tionghoa dan masyarakat pribumi dan diharapkan anggota keluarga yang ditinggalkan akan tetap stabil dan harmonis seperti ketupat dan lepet. Lepet yang disediakan tidak boleh berisikan kacang karena menandakan Almarhum baru meninggal. Setelah 3 tahun baru boleh menyiapkan lepet yang berisi kacang. Sepuluh macam sayur lainnya merupakan makanan yang disukai oleh Almarhum semasa hidupnya. Sedangkan masyarakat Cina Benteng modern hanya menyiapkan lima macam sayur, ketupat dan lepet masih tetap menjadi makanan utama, dan makanan lainnya merupakan makanan kesukaan Almarhum semasa hidup. Setelah memasukkan jenazah ke dalam peti mati, jenazah akan ditutup dengan menggunakan sehelai kain putih. Anggota keluarga dan kerabat akan mengelilingi peti mati untuk menuangkan minyak wangi dan akan memasukkan baju serta barang yang disukai Almarhum semasa hidupnya ke dalam peti mati, baju yang tersisa dapat diberikan kepada orang lain atau disimpan untuk menjadi kenang-kenangan. Selanjutnya anggota keluarga akan memasangkan mutiara pada tujuh lubang panca indera Almarhum (dua lubang telinga, dua ujung mata, dua lubang hidung dan dibawah lidah). Mutiara-mutiara itu meggantikan panca indera Almarhum agar Almarhum mendapat jalan yang terang dan agar Almarhum mendapat kelancaran untuk sampai di dunia selanjutnya. Setelah itu anggota keluarga akan mengenakan baju berkabung, tetapi baju berkabung tersebut akan dikenakan terbalik. Baju berkabung tersebut akan dikenakan selama proses upacara. Berdasarkan hasil wawancara dengan Oey Tjin Eng baju berkabung harus dikenakan terbalik karena melambangkan anggota keluarga dalam suasana berduka sehingga tidak ada waktu untuk mengurus diri sendiri. Keluarga yang mengenakan baju berkabung ini hanya istri dan garis keturunan laki-laki, sedangkan garis keturunan perempuan akan ditanyakan terlebih dahulu ingin mengenakannya atau tidak. Begitupun yang dinyatakan oleh Nio Joe Lan(2013:261) bahwa anggota keluarga harus mengenakan pakaian berkabung berwarna putih, pakaian berkabung tersebut akan dikenakan terbalik, bagian luar menjadi bagian dalam. Jika istri yang meninggal dan belum memiliki anak maka tidak ada anggota keluarga yang mengenakan baju berkabung. Tetapi masyarakat Cina Benteng modern sudah tidak mengenakan baju berkabung, mereka hanya mengenakan kaos putih. Sebelum penutupan peti mati, rohaniawan akan memimpin anggota keluarga untuk berdoa. Setelah peti mati ditutup, putra sulung atau menantu laki-laki akan bertanggung jawab untuk memukul paku. Pemimpin upacara akan memandu putra sulung atau menantu laki-laki untuk memukul paku di empat sudut. Tiap paku hanya dipukul satu kali, dari paku pertama sampai paku terakhir. Jika Almarhum belum menikah, peti mati hanya diikat dengan menggunakan tali besar. Upacara selanjutnya adalah malam sebelum upacara pemakaman, anggota keluarga akan mengadakan upacara yang dinamakan Upacara Malam Kembang yang biasa disebut Mai Song. Dalam menjalankan upacara ini akan ada banyak tamu yang datang termasuk kerabat dan teman, selanjutnya rohaniawan akan memimpin anggota keluarga untuk berdoa.
5 (2) Pemberangkatan Jenazah Keesokkan harinya, sebelum jenazah diberangkatkan, rohaniawan akan memimpin anggota keluarga untuk berdoa. Lalu pemimpin upacara akan membantu anggota keluarga untuk mempersiapkan pemberangkatan jenazah. Jika anak yang meninggal, orang tua tidak diperbolehkan ikut mengantar jenazah ke pemakaman. Begitupun dengan istri yang meninggal,
,
orang tua dan suami tidak diperbolehkan ikut mengantar jenazah ke pemakaman untuk menghindari melangkahi yang lebih senior. Pemimpin upacara akan melilitkan kain putih di leher menantu laki-laki, jika tidak memiliki menantu laki-laki boleh diwakilkan oleh adik laki-laki atau keponakan, untuk membawa sebuah nampan yang berisikan foto Almarhum dan tempat pendupaan. Lalu putra sulung akan membawa tongkat keturunan yaitu sebatang kayu atau bambu yang salah satu ujungnya dibungkus oleh kain putih dan kain merah, biasa masyarakat Cina Benteng menyebutnya tang teng. Jika yang meninggal adalah laki-laki, tongkat kayu tersebut akan diletakkan di bahu sebelah kiri, yang meninggal adalah perempuan akan diletakkan di bahu sebelah kanan. Jika Almarhum tidak memiliki anak maka tongkat kayu tersebut tidak perlu dibuat. Sebelum pemberangkatan jenazah pemimpin upacara akan membanting sebuah semangka. Semangka memiliki banyak biji maka diharapkan keturunan Almarhum akan mendapatkan keberuntungan dan memiliki banyak keturunan. Demikian halnya dengan yang dinyatakan Marcus A.S. (2009:228) sebelum pemberangkatan jenazah, pemimpin upacara akan membanting semangka. (3) Upacara Pemakaman Sesampainya di tempat pemakaman, sebelum penurunan jenazah, rohaniawan akan memimpin anggota keluarga untuk berdoa, yang bertujuan agar Almarhum mendapatkan kelancaran untuk sampai di dunia selanjutnya dan Almarhum mendapatkan tempat yang layak. Pemimpin upacara akan mengadakan upacara yang dinamakan Upacara Tabur Bibit, yang biasa disebut Ngo Kok. Upacara ini merupakan upacara penyebaran lima macam bibit dan koin. Bibitbibit tersebut adalah kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, jagung dana beras. Bibit-bibit tersebut akan disebar ke empat penjuru mata angin. Setelah penyebaran bibit peti mati jenazah baru akan diturunkan. 2. Makna Spesifik Dari Sesi Upacara Kematian Masyarakat Cina Benteng Setiap tahap dari upacara kematian pasti memiliki arti dan tujuan yang khusus. Umumnya untuk menunjukkan rasa bakti anak terhadap orang tua dan menjamin Almarhum mendapatkan kelancaran untuk sampai ke dunia selanjutnya. Perkins(1999:171) juga menyatakan bahwa dalam kebudayaan Tionghoa, tujuan dari upacara kematian adalah menjamin Almarhum mendapat kelancaran untuk sampai ke dunia selanjutnya dan Almarhum mendapatkan tempat yang pantas di dunia arwah. Demikian juga yang dinyatakan oleh Olga Lang(1946:18) bahwa tujuan dari upacara kematian adalah untuk memberikan rasa aman kepada Almarhum. (1) Poapoan Sesi karakteristik dari upacara Poapoan adalah Almarhum yang berumur lebih dari 80 tahun akan mengenakan akan menggunakan dupa dan lilin berwarna merah. Karena Almarhum yang berumur 80 tahun ke atas sudah sangat lama hidup di dunia dan termasuk panjang umur, maka bisa dikatakan sesuatu yang bahagia, diharapkan Almarhum tidak meninggalkan penyesalan di hidupnya. Upacara ini bertujuan untuk menyadarkan Almarhum dan anggota keluarga bahwa Almarhum telah meninggal. (2) Upacara Masuk Peti Makna dari upacara ini adalah menunjukkan rasa bakti anak terhadap orang tua. Dari kecil hingga dewasa orang tua yang menjaga anaknya, sekarang giliran anak yang menjaga orang tuanya. Memasukkan baju Almarhum, barang yang disukai Almarhum ke dalam peti, juga memasangkan mutiara ke tujuh lubang adalah untuk mempersiapkan barang yang dibutuhkan Alamrhum. Jika Almarhum belum menikah, Almahum masih tanggung jawab orang tua. Sedangkan yang suami yang meninggal merupakan kewajiban dari seorang istri. (3) Upacara Penutupan Peti Ketika menjalankan upacara ini putra sulung bertanggung jawab memukul paku di empat sudut peti mati. Karena putra sulung adalah pewaris keturunan dari Almarhum. Memukul paku harus sesuai arah jarum jam. Dari kanan atas, kanan bawah, kiri bawah dan terakhir kiri atas. Hal ini diharapkan anggota keluarga bisa terus maju. Setiap paku pun memiliki makna tersendiri. Paku pertama di kanan atas melambangkan anggota keluarga mendapatkan banyak berkah. Paku kedua
6 di kanan bawah melambangkan anggota keluarga mendapatkan kekayaan yang berlimpah. Paku ketiga di kiri bawah melambangkan anggota keluarga mendapatkan keberuntungan. Dan terakhir paku keempat di kiri atas melambangkan anggota keluarga dijauhi dari musibah. (4) Mai Song Malam sebelum upacara pemakaman anggota keluarga akan mengadakan upacara yang dinamakan Mai Song, bisa disebut juga Upacara Malam Kembang. Tujuan dari Mai Song adalah meningkatkan rasa persaudaraan dan menjaga hubungan baik, karena pada saat Mai Song akan banyak kerabat dan teman yang akan datang. (5) Pemberangkatan Jenazah Di masyarakat Cina Benteng ketika akan memberangkatkan jenazah ke pemakaman, sebelum jenazah diberangkatkan, putra sulung akan membawa Tang Teng. Tang Teng adalah sebuah tongkat keturunan yang terbuat dari sebatang kayu atau bambu, yang salah satu ujungnya dibungkus dengan kain putih dan kain merah. Kain putih dan kain merah melambangkan Yin dan Yang, Yin dan Yang melambangkan keselarasan, diharapkan anggota keluarga dapat stabil dan harmonis. (6) Ngo Kok Sesampainya di tempat pemakaman anggota keluarga akan berdoa, lalu pemimpin upacara akan meyebarkan lima macam bibit dan koin, upacara ini disebut Ngo Kok. Bibit-bibit tersebut adalah kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, jagung dan beras. Bibit-bibit ini merupakan jenis tanaman kecambah, terus berkembang, diharapkan anggota keluarga dapat terus berkembang seperti kelima macam bibit tersebut. Bibit ini akan disebarkan di empat penjuru mata angin. Tujuan dari upacara ini adalah diharapkan apapun yang dilakukan anggota keluarga akan berhasil. Sedangkan anggota keluarga akan menyimpan koin tersebut agar diharapkan keluarga yang ditinggalkan bisa berkecukupan dalam segala hal. 3. Pantangan Masyarakat Cina Benteng Saat Masa Duka Pada saat berduka, masyarakat Cina Benteng memiliki beberapa pantangan. Tujuan dari beberapa pantangan ini adalah untuk menghormati Almarhum. Oleh karena alasan ini penulis akan menjelaskan pantangan pada saat upacara kematian. Sebelum upacara pemakaman anggota keluarga tidak diperbolehkan memakan makanan yang dicubit dengan menggunakan tangan dan pada saat makan tidak diperbolehkan menggunakan kecap. Karena masyarakat Cina Benteng menganggap memakan makanan yang dicubit berarti memakan daging Alamrhum. Sedangkan memakan menggunakan kecap berarti meminum darah Almarhum. Setelah pemakaman anggota keluarga tidak boleh mengenakan baju berwarna merah, tidak boleh pergi bertamu ke rumah orang lain dan juga tidak boleh menerima tamu. Masyarakat Cina Benteng menganggap anggota keluarga yang sedang berduka tidak menandakan hal baik, jika pada saat itu pergi ke rumah orang lain bertamu ataupun menerima tamu juga dianggap tidak menandakan hal baik kepada orang lain tersebut. Oleh karena masih suasana duka, maka dari itu anggota keluarga tidak boleh mengenakan baju berwarna merah, karena merah melambangkan kebahagiaan. Paling terakhir adalah tidak boleh memakan mi agar kesedihan anggota keluarga tidak berkepanjangan. Walaupun beberapa pantangan ini terlihat tidak masuk akal, tidak ada logika, bahkan terlihat sedikit tahayul tapi beberapa pantangan ini untuk menunjukkan rasa hormat dan rasa perduli terhadap Almarhum.
SIMPULAN DAN SARAN Upacara kematian masyarakat Cina Benteng mencerminkan beberapa karakteristik adat. Masyarakat Cina Benteng sejak beberapa ratus tahun lalu sampai sekarang masih mempertahankan tradisi upacara kematian mereka, yang menyatakan bahwa masyarakat Cina Benteng masih memelihara tradisi mereka yang diturunkan secara turun temurun. Hal ini mencerminkan karakteristik adat yang bersifat diwariskan. Tetapi seiring dengan perkembangan sosial, tradisi upacara kematian masyarakat Cina Benteng mengalami sedikit perubahan kecil. Beberapa perubahan kecil yang terjadi dikarenakan orang-orang mendapatkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan orang-orang lebih menyukai kepraktisan. Masyarakat Cina Benteng sekarang mendapat tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan banyak masyarakat Cina Benteng yang sudah bekerja di luar Tangerang. Karena itu pikiran mereka lebih realistis. Oleh karena itu, beberapa sesi upacara kematian tidak dapat terhindar dari penyederhanaan. Tetapi ini tidak menyatakan bahwa mereka meninggalkan tradisi upacara kematian. Masyarakat Cina Benteng masih menjalankan seluruh prosesi upacara kematian merupakan sebuah fakta, walaupun mereka menjalankannya lebih praktis dan lebih cepat.
7 Beberapa perubahan kecil ini terlihat pada makanan yang disajikan dan baju berkabung yang dikenakan. Dalam makanan yang disajikan, masyarakat Cina Benteng tradisional akan menyiapkan 12 macam sayur, sedangkan masyarakat Cina Benteng modern hanya akan menyiapkan 5 macam sayur. Dalam baju berkabung yang dikenakan, masyarakat Cina Benteng tradisional akan mengenakan pakaian berkabung, sedangkan masyarakat Cina Benteng modern hanya mengenakan kaos putih. Ini mencerminkan karakteristik adat mengalami perubahan. Tetapi di dalam perubahan tersebut juga mencerminkan upacara kematian masyarakat Cina Benteng memiliki karakteristik adat bersifat stabil. Sejarah tradisi upacara kematian sudah melewati beberapa abad tetapi masih dipertahankan oleh masyarakat Cina Benteng secara utuh, yang merupakan sebuah bukti karakteristik adat bersifat stabil.
REFERENSI Daftar Pustaka Mandarin
柯玲. 中国民俗文化[M]. 北京:北京大学出版社,2011 宋兆麟,冯莉. 中国远古文化[M]. 宁波:宁波出版社,2006 杨存田. 中国风容概观[M]. 北京:北京大学出版,1994 赵杏根,陆湘怀. 中国民俗学通识[M]. 南京:东南大学出版社,2010 钟敬文. 民俗学概论[M]. 上海:上海文艺出版社,2009 钟文. 中国民俗文化大观[M]. 北京:外文出版社,2010 Daftar Pustaka Inggris Cooper, G. (1998). Life-cycle rituals in Dongyang County: Time, affinity, and exchange in rural
,
China. Ethnology Vol. 37 No. 4, 373-394 Crowder, L.S. (2000). Chinese Funerals in San Fransisco Chinatown. The Journal of American Folklore, Vol. 113 No. 450, 451-463 Perkins, D. (1999). Encyclopedia of China:The Essential Reference to China, Its History and Culture. Chicago: Fitzroy Dearbon Yick, A.G., Gupta, R. (2002). Chinese cultural dimensions of death, dying, and bereavement: Foxus group findings. Journal of Cultural Diversity. Vol.9 No.2, 32-42 Daftar Pustaka Indonesia Chandra, V. (2006). Analisa Ritual Upacara Kematian Masyarakat Cina Keturunan Hakka di Jakarta. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta Marcus, A.S. (2009). Hari-hari Raya Tionghoa. Jakarta: PT. Suara Harapan Bangsa Nio, J.L. (2013). Peradaban Tionghoa Selayang Pandang. Jakarta: PT Gramedia Santosa, I. (2012). Peranakan Tionghoa di Nusantara:Catatan Perjalanan dari Barat ke Timur. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Silas, E.F. (2012). Perancangan Komunikasi Visual Animasi Dokumenter Hitaci – Sejarah Tentang Cina Benteng. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta
RIWAYAT PENULIS Cyinthia. Lahir di Bekasi pada tanggal 29 Agustus 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Jurusan Sastra Cina pada tahun 2013 atau menamatkan pendidikan SMA di SMA Kristen Yusuf Jakarta pada tahun 2009. Saat ini bekerja sebagai Treasure Executive di PT. Bank DBS Indonesia.
8 Jane Ratini Puspa. Lahir di kota Jakarta pada tanggal 2 Oktober 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Jurusan Sastra Cina pada tahun 2013 atau menamatkan pendidikan SMA di SMA YADIKA Tangerang pada tahun 2009. Saat ini bekerja sebagai Treasure Executive di PT. Bank DBS Indonesia. Linda. Lahir di Palembang pada tanggal 14 Agustus 1984. Beliau menamatkan pendidikan S2 di Universitas Indonesia dalam bidang Jurusan Hubungan Internasional pada tahun 2011 atau menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Jurusan Sastra Cina pada tahun 2007. Saat ini bekerja di Binus Internasional School Serpong sebagai guru.