[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN DALAM TRADISI TIONGHOA BANGKA DAN CINA BENTENG (Tinjauan Semiologi Barthes terhadap Makna Tanda pada Tradisi dan Mitos Leluhur Peranakan Tionghoa Indonesia) Herlika Fransisca Wijaya & Rustono Farady Marta
[email protected]
ABSTRACT The implementation of funeral ceremony has uniqueness, sanctity, and moral values contained in them in the form ceremony as a tradition as well as arts and myths that implied in it. Similarly, in the tradition of funeral ceremony among Peranakan Tionghoa Bangka (Chinese descendants of Bangka Province) and Cina Benteng (Chinese people living in Tangerang, Banten Province) of Indonesia. One of the arts and the myths is exemplified by a bracelet worn by Tionghoa Bangka and Cina Benteng community during the mourning. Even come from two different classes of Chinese society, both have the same view of the significance of the bracelet. This suggests there is a common thread between Tionghoa Bangka and Cina Benteng. The purpose of this study is to determine the meaning contained in the traditions and myths attached to the bracelet as one of the attributes of the death ceremony of Tionghoa bangka and Cina Benteng. This research uses theory of semiotics as formulated by Roland Barthes. This study used qualitative research method with descriptive analysis. The methodology used is semiotics. All data was collected by connecting the visible sign of the mourning bracelet as one of the attributes of the funeral ceremony, combined with literature studies. The research object consists of attributes which are used by Those who are Bangka Chinese and Cina Benteng, then the implied meanings are explored in depth and correlated with the arts in the ceremony tradition as well as the myths which developed as an Indonesian-Chinese’s heritage.
Keywords: Mourning Bracelet, Tradition and Myth, Semiotic Studies
223
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
PENDAHULUAN
Bangka Pos, pada 12 Desember 2010
Sebagai masyarakat yang heterogen,
dinyatakan bahwa Kematian bagi
Indonesia dimiliki oleh berbagai
kalangan Tionghoa, dalam hal ini
macam
misalnya,
Tionghoa yang masih memegang
Sunda, Jawa, Minang, Tionghoa,
teguh tradisi, tabu untuk dibicarakan.
Arab,
Apalagi pada saat seseorang sedang
suku
dan
masing
bangsa,
sebagainya.
memiliki
keragaman
yang
Masing-
keunikan
dan
merencanakan
pernikahan
atau
memperkaya
kelahiran anak. Orang Tionghoa
khasanah budaya negeri kita. Salah
percaya bahwa kematian merupakan
satu
keunikan
sumber malapetaka atau kesialan.
tersebut adalah kehadiran tradisi
Itulah sebabnya upacara kematian
pada setiap suku di Indonesia.
orang Tionghoa begitu rumit dan
aspek
pencipta
detail. Mereka percaya jika upacara Tradisi yang tersebar di Indonesia
kematian dijalankan dengan benar,
sangat beragam, dimulai dari tradisi
maka roh yang meninggal takkan
kelahiran, pernikahan sampai tradisi
mengganggu mereka yang masih
upacara kematian. Dari tradisi ini,
hidup.
fenomena mengenai tradisi upacara kematian
tentu
saja
memiliki
perbedaan dan makna tersendiri, karena tradisi kematian mengandung nilai kesakralan dan nilai moral yang terkandung di dalamnya baik berupa
Konsep
kematian
bagi
orang
Tionghoa senantiasa menuntut agar anak-anak berbakti dan menghormati orang tua. Penghormatan atau bakti terhadap orang tua ini disebut dengan haow (Theo 2014, 64).
upacara sebagai tradisi maupun seni dan mitos yang tersirat di dalamnya.
Etnis Tionghoa di Indonesia dikenal
Salah
dengan Peranakan Tionghoa yang
satu
suku
bangsa
yang
memiliki tradisi kematian yang unik
merupakan
bagian
dari
budaya
karena mengandung kesakralan dan
bangsa Indonesia yang indah dan
nilai moral adalah etnis Tionghoa.
begitu
melimpah dengan makna
sosio-historis. Peranakan Tionghoa Dalam artikel “Kehidupan Sesudah Mati sama dengan Kehidupan di Dunia” yang dipublikasikan dalam 224
kerap
dipandang
sebagai
suatu
komunitas dengan stereotip khas
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Orde Baru: anti sosial, gila uang dan
peranakan
Tangerang
tidak peduli lingkungan.
menyebut
diri
Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami budaya ini secara utuh, karena
terjadinya
serangkaian gelombang politik dan ekonomi dalam perjalanan menuju suatu bangsa
yang sesungguhnya
sangat majemuk (Santosa 2012, 9). Peranakan Tionghoa sudah menyebar di Nusantara, dua diantaranya adalah
mengaku
sebagai
“Cina
Benteng” bukan sebagai “Tionghoa benteng”, apalagi menggunakan kata “China” yang merupakan permintaan resmi
dari
Rakyat
Pemerintah
China
yang
Republik tidak
ada
relevansinya dengan Cina Benteng yang peranakan dan memiliki darah leluhur dari Betawi ataupun Sunda (Santosa 2012,18).
Tionghoa Bangka dan masyarakat
Walaupun masyarakat Cina Benteng
Cina Benteng.
berkulit
Tionghoa
Bangka
merupakan
masyarakat
keturunan
Tionghoa
yang menetap atau yang berasal dari daerah
Pulau
Bangka.
Dengan
kentalnya budaya Tionghoa di Pulau Bangka, rata-rata warga Tionghoa Bangka masih rajin menjalankan adat dan
tradisi
warisan
leluhurnya.
berbeda
lebih
dengan
Hal
ini
kematian
terlihat yang
upacara
dilakukan
oleh
kental dengan tradisi dari Tiongkok. Dalam sebuah upacara kematian,
berbagai
mempersiapkan
dalam
kehidupan,
dari
pada
masyarakat Cina Benteng masih
untuk
dimulai
masyarakat
masih menghormati leluhurnya juga.
mayarakat
penting
sehingga
Tionghoa Bangka, tetapi mereka
Mereka mematuhi ritual Tionghoa momen
hitam
berbeda
Peranakan
dengan
Tionghoa
upacara etnis
yang lainnya
kelahiran hingga kematian (Theo
dimana, mereka memiliki tradisi
2014, 47) sedangkan masyarakat
penguburan tersendiri yang mereka
Cina
percaya secara turun temurun.
Benteng
adalah
keturunan
China Hokkian yang datang ke Tangerang
secara
bergelombang
pada abad ke-15. Sejarahwan Arsip Nasional yang berasal dari komunitas
Dalam proses melakukan upacara penguburan, masyarakat Peranakan Tionghoa di Indonesia menggunakan peti yang terbuat dari kayu yang
225
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
paling terbaik
menurut
keluarga
gelang Tua ha. Istilah
Tua ha ini
mereka semua. Proses lainnya adalah
dikenal juga dengan istilah “balik to”
menyiapkan barang-barang pribadi
yang
milik almarhum untuk diletakkan
berbahan kain blacu terbalik. Bagi
didalam peti,
Masyarakat
yang
dan untuk keluarga
ditinggalkan
mereka
artinya
mengenakan
Cina
baju
Benteng
akan
mengenakan
baju
mengenakan gelang. Gelang pada
menandakan
sedang
tradisi upacara kematian ini menjadi
Oleh karena itu sangat pamali bagi
salah satu atribut upacara sebagai
masyarakat Cina Benteng jika secara
simbol yang memiliki seni dan mitos.
tidak
Meskipun berasal dari dua kelompok Tionghoa yang bermukim di dua
sengaja
terbalik
ini
berdukacita.
mengenakan
baju
terbalik disaat tidak pada waktu berduka.
wilayah berbeda di Indonesia, kedua
Melihat
masyarakat
pandangan
kesakralan dan nilai moral yang
tersendiri terhadap gelang tersebut.
terkandung di dalam gelang dukacita
Hal ini menunjukkan terdapat suatu
Tua ha
benang merah antara masyarakat
peneliti tertarik untuk melakukan
Tionghoa Bangka dan masyarakat
penelitian semiotika (Barthes) untuk
Cina
mengetahui dan memahami makna
memiliki
Benteng.
Tionghoa
Pada
Bangka
masyarakat gelang
kekayaan
akan
dan Dai hao
nilai
membuat
itu
yang terkandung dalam tradisi dan
dinamakan gelang Dai hao (ta;hao),
mitos yang melekat pada gelang
bila diambil dari kosakata bahasanya
sebagai salah satu atribut upacara
“dai” diartikan sebagai berduka dan
kematian
“hao“ dimaksudkan besar, sehingga
Bangka dan Cina Benteng.
dapat diartikan menjadi dua (2) hal, yaitu: suatu tanda dukacita yang teramat besar dan/atau tanda berduka bagi orang tua yang dihormati karena telah membesarkan anaknya. Berbeda dengan masyarakat Cina Benteng gelang tersebut dinamakan
226
Melalui
masyarakat
kajian
membongkar
Tionghoa
Semiotika
sendi-sendi
dapat makna
tanda yang tersirat pada gelang dukacita Tua ha dan Dai hao.
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Rumusan Penelitian
yang dipercayai oleh kedua golongan
Berdasarkan latar belakang tersebut
masyarakat
maka
pada
tersebut melalui semiologi Barthes.
bagaimana
Menurut Roland Barthes, semiologi
makna yang terkandung pada gelang
hendak mempelajari kemanusiaan
dukacita sebagai salah satu atribut
(humanity)
upacara
(things). Memaknai berarti bahwa
rumusan
penelitian
ini
masalah adalah
kematian
dalam
tradisi
Peranakan
Tionghoa
memaknai
masyarakat Tionghoa Bangka dan
objek-objek
Cina
membawa informasi, namun hendak
Benteng
melalui
tinjauan
semiologi Roland Barthes?
itu
hal-hal
tidak
hanya
berkomunikasi dan mengkonstitusi struktur tanda. Semiotika Barthes melihat ‘things’ melalui struktur
Tujuan Penelitian
konotasi
Adapun tujuan dari penelitian ini
denotasi, sehingga dapat menguatkan
adalah untuk mengetahui makna
pembacaan makna gelang dalam
yang
tekstualnya.
terkandung
pada
gelang
yang
dukacita sebagai salah satu atribut
teorinya,
upacara
mitologi
kematian
dalam
tradisi
dikaitkan
Selain Barthes
sebagai
dengan
itu
dalam
menambahkan pijakan
utama
masyarakat Tionghoa Bangka dan
teoritisasinya.
Cina
tersebut mengandung mitos, yaitu
Benteng
melalui
tinjauan
semiologi Roland Barthes.
pesan
yang
Dalam
mitologi
dikembangkan
dari
konotasi dan telah terbentuk lama di masyarakat. Keterbatasan Penelitian Dalam
penelitian
ini
peneliti
membahas tentang tradisi pemakaian
KAJIAN TEORI
gelang dukacita yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa Bangka (dai hao) dan masyarakat Cina Benteng (tua ha) yang digunakan saat ada keluarga yang meninggal. Peneliti melakukan
perbandingan
makna
Semiologi Roland Barthes Roland Barthes (1915-1980) dikenal sebagai
salah
strukturalis
seorang
pemikir
yang
kerap
mempraktekan model liguistik dan semiologi
Saussurean.
Ia
juga
227
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
meruakan seorang intelektual dan
makna
kritikus sastra Prancis yang ternama
perasaan dan emosi serta nilai-nilai
(Sobur 2006, 63).
kebudayaan dan ideologi (Piliang
Roland Barthes juga terkenal sebagai
yang
berkaitan
dengan
2003, 16).
ahli semiotika yang mengembangkan
Tujuan penelitian semiologis adalah
kajian yang sebelumnya mempunyai
mengkonstruksi lebih pada sistem
warna kental strukturalisme kepada
penandaan ketimbang bahasa sesuai
semiotika
teorinya,
dengan proses yang berlaku khusus
Barthes menjelaskan dua tingkat
dalam aktivitas strukturalis, yaitu
pertandaan
dan
membangun simulakrum dari objek-
konotasi. Denotasi adalah hubungan
objek yang diobservasi (Barthes
ekslisit antara tanda dengan refrensi
2012, 199). Barthes menciptakan
atau
pemetaan tentang bagaimana tanda
teks.
yaitu
realitas
sedangkan
Dalam
denotasi
dalam
konotasi
pertandaan, adalah
asek
bekerja.
TABEL 2.1 PETA TANDA ROLAND BARTHES 1. Penanda
2. Petanda
(signifier)
(signified)
3. Tanda denonatif (denotative sign) 4. Penanda konotatif
5. petanda konotatif
(connotative sign)
(connotative signified)
Tanda konotatif (connotative sign) Sumber: (Alex Sobur 2003, 69) Tanda denotatif (3) terdiri dari
kata lain, hal tersebut merupakan
penanda (1) dan petanda (2) namun,
unsur material hanya jika anda
pada saat bersamaan, tanda denotatif
mengenal tanda “singa”, barulah
adalah petanda konotatif (4). Dengan
konotasi
228
seperti
harga
diri,
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta kegarangan, dan keberanian menjadi
tatkala interpretant dipengaruhi sama
mungkin. Dan penanda konotatif
banyaknya oleh penafsir dan objek
haruslah
atau tanda (Fiske 2007, 119).
terkait
dengan
sebuah
petanda konotatif (5). Keduanya kemudian
mengonstruksi
tanda
konotatif (6) (Cobey 2002, 51).
Mitos Mitos adalah operasi-operasi yang membentuk
bahasa-bahasa ilmiah
Denotasi
yang berperan untuk menetapkan
Dalam semiologi Roland Barthes,
sistem rill, dan dipahami sebagai
denotasi adalah tingkat petandaan
petanda, di luar kesatuan penanda-
yang menjelaskan hubungan antara
penanda asli, di luar alam deskritif
penanda dan petanda, atau antara
(Kurniawan
tanda dan rujukannya ada realitas,
menjelaskan beberapa aspek tentang
yang menghasilkan makna yang
realitas atau gejala alam, mitos juga
eksplisit, langsung, dan pasti.
merupakan suatu wahana dimana
2001,
68).
Mitos
ideologi terwujud. Tatanan denotasi ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di
Kerangka Pemikiran
dalam tanda dan antara tanda dengan
Adapun
referenya dalam realitas eksternal.
dipersiapkan oleh peneliti untuk
Barthes
memudahkan proses penelitian dari
menyebutnya
sebagai
kerangka
pemikiran
denotasi, yaitu makna yang paling
persiapan
nyata dari tanda (Fiske 2007, 118).
diperolehnya hasil dan kesimpulan penelitian.
penelitian
ini
Berikut
ini
hingga
adalah
Konotasi
kerangka pemikiran penelitian untuk
Konotasi menggambarkan interaksi
memahami makna yang terkandung
yang
tanda
pada gelang dukacita sebagai salah
bertemu dengan perasaan atau emosi
satu atribut upacara kematian dalam
penggunanya
nilai-nilai
tradisi masyarakat Tionghoa Bangka
kulturalnya, ini terjadi tatkala makna
dan Cina Benteng melalui tinjauan
bergerak
semiologi Roland Barthes sebagai
berlangsung
tatkala
dan
menuju
subjektif
atau
setidaknya intersubjektif. Ini terjadi
berikut:
229
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
TABEL 2.2 KERANGKA BERPIKIR Fenomena Seni dan Tradisi Pada Atribut Upacara Kematian Masyarakat Peranakan Tionghoa Di Indonesia
Gelang Dai Hao Pada Masyarakat Tionghoa Bangka
Gelang Tua Ha Pada Masyarakat Cina Benteng Makna Denotasi
Makna Denotasi Perbandingan
Makna Konotasi
Persamaan & Perbedaan
Analisis Mitologi
Makna Konotasi Analisis Mitologi
Mengetahui Persamaan dan Perbedaan Makna yang Terkandung Pada Gelang Dukacita Sebagai Salah Satu Atribut Upacara Kematian Pada Masyarakat Tionghoa Bangka dan Cina Benteng.
Fenomena
mengenai
upacara
Selanjutnya,
penelitian
ini
kematian pada masyarakat Peranakan
menggunakan analisis semiotik yang
Tionghoa
menarik
digagas oleh Rolland Barthes yang
perhatian peneliti untuk mengkaji
menguraikan makna tanda kedalam
lebih dalam mengenai makna tanda
tingkatan
yang terdapat dalam seni dan tradisi
pertama, makna denotasi dilihat oleh
pada upacara kematian tersebut.
peneliti dengan cara memperhatikan
Pada
di
Indonesia
penelitian
ini,
peneliti
membingkai fokus penelitian pada atribut gelang dukacita dai hao yang terdapat pada masyarakat Tionghoa Bangka dan gelang dukacita tua ha pada 230
masyarakat
Cina
Benteng.
makna
yaitu
meliputi
gelang dukacita secara eksplisit dan empiris dengan melihat beberapa unsur utama yaitu jenis bahan, simpul, warna, dan bentuk. Kedua adalah
tahapan
menggambarkan
konotasi,
yang
interaksi
yang
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta berlangsung tatkala gelang dukacita
persamaan dan perbedaan tersebut
telah bercampur dengan perasaan
dalam sebuah kesimpulan yang jelas.
atau emosi penggunanya dan nilainilai kultural masyarkat Tionghoa Bangka dan Cina Benteng, disinilah proses
penafsiran
makna
secara
intersubjektif karena tergantung pada nilai yang dianut masing-masing orang
untuk
dukacita.
memaknai
Selanjutnya
diperoleh
makna
gelang setelah
denotasi
dan
konotasi, peneliti akan mengkaitkan makna
tersebut
dengan
analisis
mitologi yaitu untuk mengetahui mitos yang ada di gelang dukacita sebagai tanda yang menjadi objek penelitian. Analsis terhadap mitos hingga diperoleh sistem bahasa yang dipakai
bersama
pada
gelang
dukacita tersebut dianggap sebagai mitos
atau
kepercayaan
pada
masyarakat Tionghoa Bangka dan Cina Benteng.
METODE PENELITIAN Paradigma Penelitian Paradigma
penelitian
ini
paradigma
konstruktivis,
adalah karena
analisis semiotika yang merupakan kajian mengenai pemahaman dan penafsiran akan makna suatu teks media.
Paradigma
merupakan
memuat pandangan-pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam seseorang.
orientasi Dengan
pikir demikian
paradigma membawa konsekuensi praktis bagi perilaku, cara berpikir, interpretasi, dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Seperti halnya anggapan bahwa suatu masalah yang memiliki posisi yang berbeda akan memerlukan tingkat perlakuan yang
menguraikan
berbeda pula. Maka paradigma pada
persamaan dan perbedaan masing-
dasarnya memberi representasi dasar
masing makna dari tiga tingkatan
yang sederhana dari suatu pandangan
makna yaitu denotasi, konotasi dan
yang
mitos yang terkandung dalam gelang
dapat memilih untuk bersikap atau
dukacita tersebut. Setelah diperoleh
mengambil keputusan (Agus Salim
uraian makna yang cukup dalam
2006, 97).
Peneliti
kemudian
kompleks, sehingga orang
berikutnya peneliti membandingkan
231
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Paradigma konstruktivisme, adalah
Konstruktivisme menolak pengertian
salah satu filsafat pegetahuan yang
ilmu sebagai yang "terberi" dari
menekankan bahwa pengetahuan kita
objek pada subjek yang mengetahui.
adalah konstruksi (bentukan) kita
Unsur subjek dan objek sama-sama
sendiri dan juga individu itu sendiri
berperan dalam mengkonstruksi ilmu
menginterpretasikan
beraksi
pengetahuan. Konstruksi membuat
menurut kategori konseptual dari
cakrawala baru dengan mengakui
pikiran.
adaya hubungan antara pikiran yang
dan
Realitas
menggambarkan
tidak
diri
individu,
membentuk
ilmu
namun harus disaring melalui cara
dengan
pandangan orang terhadap realitas
manusia.Paradigma
tersebut. Cara pemahaman pribadi
mencoba
seseorang
objektivisme-subjektivisme
dilakukan
dengan
ojek
pengetahuan
atau
eksistensi konstruktivis
menjembatani
dualisme dengan
pengelompokan peristiwa menurut
mengafimasi peran subjek dan objek
persamaan dan perbedaannya.
dalam konstruksi ilmu pengetahuan.
Prinsip dasar kontruktivisme, bahwa
Penelitian
tindakan ditentukan oleh kontruk diri
konstruktivis tidak melihat realitas
sekaligus juga konstruk lingkungan
secara rill, tetapi melihat yang ada
luar
sesungguhnya atau suatu realitas.
dari
diri.
Konstruktivisme
dengan
meyakini bahwa segala sesuatu ada
Realitas
karena konstruksi tertentu. Pada
bergantung
komunikasi berbasis diri, kita sudah
pemahaman
melihat
bagaimana
peristiwa dan realitas yang sama bisa
tidaklah
netral
suatu
pesan
melainkan
dalam
paradigma
pada
paradigma
ini
penafsiran
dan
seseorang,
menghasilkan
konstruksi
sehingga
realitas
dikonstruksi oleh sistem kognitif
yang berbeda-beda. Realitas bahkan
tertentu.
bisa
Menurut
kalangan
disentuh
oleh
instrumen
kontruktivis, satu hubungan yang
penelitian yang dibuat oleh peneliti
bersifat
akan
dan konstruksi yang diterapkan pada
lebih
objek penelitian (Eriyanto 2001, 40).
menghasilkan berbasis diri.
232
individual pesan
yang
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Tipe Penelitian
dalam
Penelitian makna yang terkandung
mengisolasikan
pada gelang dukacita sebagai salah
organisasi ke dalam variable atau
satu atribut upacara kematian dalam
hipotesis,
tradisi masyarakat Tionghoa Bangka
memandangnya sebagai bagian dari
dan Cina Benteng ini menggunakan
sesuatu keutuhan. (Hariwijaya 2007,
pendekatan kualitatif yang bersifat
48).
deskriptif. Analisis semiotika Roland Barthes
juga
digunakan
untuk
mengkaji petanda-penanda, makna konotasi-denotasi
pada
gelang
dukacita sebagai salah satu atribut upacara
kematian
dalam
tradisi
masyarakat Tionghoa Bangka dan Cina Benteng.
hal
ini
tidak
boleh
individu
atau
tetapi
perlu
Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menekankan
pengetahuan
yang
terhadap
objek
seluas-luasnya
penelitian pada suatu saat tertentu. Tujuan utama dalam menggunakan metode
deskriptif
adalah
untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan
Pendekatan kualitatif yang berifat
yang sementara berjalan pada saat
deskriptif, ciri-cirinya adalah data-
penelitian dilakukan, dan memeriksa
data yang dikumpulkan berupa kata-
sebab dari suatu gejala tertentu.
kata, gambar, dan bukan angkaangka. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan situasi dan peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan atau menguji hipotesis atau membuat prediksi.
Penelitian
kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan
perilaku
yang
mereka dapat amati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi
Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan
suatu
keadaan
(objek) yang di dalamnya terdapat upaya deskripsi, pencatatan, dan analisa, yang di mana data tersebut berasal
dari
naskah
sumber
kepustakaan yang dapat membantu peneliti
mengkaji
lebih
dalam
mengenai makna gelang dukacita. Pada penulisan laporan demikian, peneliti
menganalisis
data
yang
sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal
233
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
itu
hendaknya
dilakukan
seperti
maksud tertentu, karena itu akan
orang merajut sehingga setiap bagian
memunculkan
di telaah satu demi satu.
(Kriyantono 2006, 39).
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metodologi adalah prinsip, proses,
Studi kepustakaan ditempuh sebagai
dan prosedur yang kita gunakan
metode pengumpulan data penelitian
untuk
mencari
ini, diantaranya skripsi yang disusun
lain
tahun 2014 oleh Fanny Alvionita dari
mendekati
jawaban,
dan
dengan
kata
metodologi adalah suatu pendekatan
Universitas
umum
mengambil
untuk
penelitian
mengkaji
(Mulyana
topik
2008,
68).
makna
Bunda
yang
“Tradisi
penggunaan Gelang Dai Hao pada Upacara
Kematian
penelitian
Tionghoa
Buddha
Penelitian
Mulia
judul
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
tertentu
Masyarakat dengan
studi
kualitatif adalah penelitian yang
deskriptif pada keluarga masyarakat
menggunakan latar ilmiah dengan
Tionghoa yang berduka di desa
maksud menafsirkan fenomena yang
kampung Kuday Sungailiat, Bangka
terjadi
dengan
(Alvionita, 2014). Mengenai tradisi
melibatkan berbagai metode yang
gelang Tua Ha diperoleh dari hasil
ada, metode yang dimaksud adalah:
observasi pada komunikasi budaya
wawancara,pengamatan,pemanfaatan
masyarakat sekitar Cina Benteng,
dokumen (Denzin 2009,4).
tempat dimana peneliti kedua tinggal
dan
dilakukan
Data-data kualitatif berasal dari teks-
dan dibesarkan.
teks tertentu, biasanya digunakan
Selain itu, berbagai buku yang
pada penelitian
mempunyai teori atau hubungan
sistem
tanda.
komunikasi,
yang membahas Dalam
segala
jenis
kajian
yang relevan dengan penelitian ini
tanda
diambil
oleh
peneliti
sebagai
adalah teks yang didalamnya terdapat
pelengkap atau memperkuat data
simbol-simbol yang sengaja dipilih,
seperti serta buku dengan judul
dimana pemilihan, penyusunan, dan
“Kisah, Kultur, dan Tradisi Tionghoa
penyampaian
Bangka” karya Rika Theo dan
234
tidak
bebas
dari
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Fennie
Lie
yang
menjelaskan
Unit Analisis
keberadaan Tionghoa Bangka dan
Penelitian ini difokuskan pada salah
tradisi yang dipegang teguh oleh
satu atribut upacara kematian dalam
masyarakat
Bangka
dua (2) tradisi masyarakat Tionghoa
kematian
di Indonesia, yaitu: gelang dukacita
masyarakat Tionghoa Bangka dan
pada masyarakat Tionghoa Bangka
buku
disebut Dai Hao dan masyarakat
Tionghoa
termasuk
upacara
Peranakan
TIonghoa
Di
Nusantara karya Iwan Santosa yang memaparkan
keberadaan
Cina Benteng disebut Tua Ha.
Cina
Benteng beserta realitas tradisinya. Sumber-sumber
tersebut
dapat
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
berupa buku-buku yang berhubungan
Deskripsi Gelang Dai Hao
dengan komunikasi budaya pada
Gelang dai hao merupakan gelang
peradaban Tionghoa Indonesia serta
dukacita dalam tradisi turun temurun
metode
kualitatif,
yang dijalankan oleh masyarakat
khususnya pustaka yang membahas
Tionghoa yang bermukim di Bangka.
mengenai berbagai kajian semiotika.
Hal
penelitian
tersebut
dipercaya
akan
membawa kebaikan karena dianggap sebagai bakti kepada orang tua serta menghormati almarhum yang telah
Teknik Analisis Data Mengumpulkan
mengenai
merawat dirinya dari masa kanak-
tampilan pesan non-verbal (kinestik,
kanak hingga dewasa. Gelang dai
sentuhan, parabahasa, penampilan
hao
fisik, objek, orientasi ruang, dan
kemungkinan untuk putus karena
waktu), data tersebut diolah secara
gelang dai hao terbuat dari benang
kualitatif
dihubungkan
kapas dan bagi orang yang sering
dikelompokan
kali bekerja berhubungan dengan air,
untuk
data
kemudian
selanjutnya
menggunakan
semiologi
ini
juga
tidak
menutup
Roland
pasti akan putus dan tidak perlu
Barthes untuk mengetahui apa saja
khawatir itu tidak menandakan apa-
yang menjadi denotasi, konotasi, dan
apa. Jadi gelang dai hao itu harus
mitos.
putus dengan sendirinya atau tidak disengaja.
235
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Pemakaian gelang dai hao memiliki
pasti
norma-norma yang sudah ada dari
warna-warna yang melambangkan
dulu yang masih ditaati sampai saat
kebahagiaan baik itu dari segi baju
ini. Terdapat beberapa hal yang harus
serta make up. Hal ini menjadi
diperhatikan selama menggunakan
sesuatu yang tidak diperbolehkan
atau terikat dengan gelang dai hao
ketika masih memakai gelang dai
tersebut yaitu warna pakaian sehari-
hao.
hari.
Orang
yang
sedang
menggunakan gelang dai hao tidak boleh memakai warna-warna yang mencolok kuning,
seperti coklat.
warna
merah,
Adapun
warna-
warna pakaian yang boleh digunakan seperti warna putih, hijau, biru dan hitam.
Jadi
akan
dalam
berhubungan
tradisi
dengan
masyarakat
Tionghoa yang bermukim di Bangka, orang yang bersangkutan atau orang yang sedang memakai gelang dai hao diperbolehkan melepas gelang dai hao tersebut jika sudah melalui hari ketujuh. Bahkan seandainya gelang dai hao itu putus tanpa
Selama masih menggunakan gelang
disengaja, tidak perlu di khawatirkan
dai hao, mereka yang berduka tidak
karena hal itu tidak menandakan apa-
boleh mengadakan perayaan dan
apa karena gelang dai hao itu terbuat
diusahakan tidak menghadiri pesta
dari bahan dasar kapas yang mudah
pernikahan atau acara ulang tahun.
putus. Hanya saja gelang dai hao itu
Hal ini karena ditakutkan ada hal-hal
harus disimpan kembali di tempatnya
yang tidak diinginkan terjadi dengan
hingga satu tahun dan kemudian baru
keluarga
diperbolehkan untuk di musnahkan
pemakai
gelang
dan
keluarga orang lain. Selain itu selama berduka dimulai hari pertama, kedua dan ketiga, pemakai gelang dai hao tidak boleh bertamu ke rumah orang lain serta dilarang untuk membantu proses pemakaman orang lain.
dengan cara dibakar. Tradisi pemakaian dilakukan dengan cara mengukur gelang dai hao tersebut
sesuai
besar
lingkaran
tangan anggota keluarga yang akan memakai
gelang
dai
hao
lalu
Demikian pula dengan mereka yang
diikatkan dengan simpul. Orang yang
ingin menikahi anaknya, mereka
dipercaya sebagai penanggung jawab
236
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta jenazah,
dialah
yang
akan
memakaikan gelang dai hao ke tangan anggota keluarga sebab dia yang lebih memahami dan dipercaya supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemakaiannya.
Jika
ayah
yang
meninggal, maka gelang dai hao akan dipakai dan melingkar di tangan sebelah kiri sebaliknya jika ibu yang meninggal maka gelang dai hao akan melingkar di tangan sebelah kanan.
bentuk penghormatan kepada orang tua yang telah meninggal. Didalam
tradisi
kematian
Cina
Benteng, terdapat dua istilah yang memberi
perbedaan
tanda
penghormatan yaitu “Pakai Putih” dan “Pakai Biru”. “Pakai Putih” adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa anak tersebut telah
berkomitmen
untuk
tidak
mengenakan warna pakaian yang mencolok selama satu tahun atau tiga tahun, tergantung dari keputusan
Deskripsi Gelang Tua Ha Pada
tradisi
upacara
kematian
masyarakat Cina Benteng, istilah gelang tua ha merupakan salah satu atribut
upacara
kematian
yang
mengandung makna bahwa keluarga tersebut
sedang
berkabung
dan
tertimpa musibah. Musibah dalam hal ini adalah keluarga sedang berdukacita karena orang tuanya meninggal.
Gelang
tua
ha
merupakan gelang berwarna putih berbahan dasar kain blacu yang diikatkan ke pergelangan tangan
yang ia berikan pada malam tiga hari upacara
kematian
tradisi
Cina
Benteng. Artinya selama satu tahun atau tiga tahun kedepan ia hanya boleh memakai pakaian berwarna gelap dan tidak mengandung unsur warna
merah
Selanjutnya
anak
dan
kuning.
yang
memilih
untuk melakukan tradisi “Pakai Biru” hanya tidak menggunakan warna cerah seperti merah dan kuning selama tiga hari atau tujuh hari saja sejak orang tua meninggal.
anak kandung dari almarhum. Bagi
Dalam
masyarakat
Benteng,
masyarakat Cina Benteng, gelang tua
pemakaian atribut kematian pada
ha dikenakan pada malam jenazah
tradisi upacara kematian masyarakat
dimasukan
Cina
pelepasan gelang dilakukan setelah
Benteng
Cina
merupakan
suatu
tradisi
upacara
kedalam
kematian
peti
dan
237
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
tujuh hari dari jenazah dimakamkan.
sebaliknya jika ibu yang meninggal
Gelang tua ha hanya dikenakan
maka gelang tua ha akan dipakai di
untuk anak yang ingin melakukan
pergelangan tangan sebelah kanan.
tradisi “Pakai Putih”. Jadi dengan
Dalam kepercayaan tradisi upacara
adanya pemakaian gelang tua ha,
kematian, jika gelang tersebut putus
kita dapat mengetahui bahwa ia
tidak menjadi persoalan namun tidak
hendak
boleh diikatkan kembali tetapi harus
Putih”
mengikuti tradisi “Pakai dan
berkomitmen
untuk
disimpan sampai upacara peringatan
mengenakan pakaian dengan warna
tujuh hari meninggalnya jenazah
yang tidak mencolok selama satu
untuk dibakar. Upacara ini menjadi
atau tiga tahun setelah kepergian
simbol pelepasan atribut tanda tua ha
almarhum.
dan sebagai hasil keputusan berapa
Dalam proses pemakaian, gelang tua ha harus dipimpin oleh seorang biokong.
Biokong
merupakan
lama anak yang meninggal akan melakukan tradisi “Pakai Putih”. Analisis Makna Denotasi
seorang pemimpin upacara kematian
Dalam
masyarakat Cina Benteng. Biokong
gelang dukacita dapat diamati secara
merupakan
sangat
empiris yaitu sesuai dengan apa yang
memahami serangkaian prosesi yang
terlihat dengan panca indera, seperti
harus dilaksanakan dalam upacara
warna, bahan dasar kain, bentuk
kematian
gelang,
orang
pada
yang
masyarakat
Cina
tanda
denotasi,
simpul
penanda
dan
letak
Selanjutnya
petanda
Benteng. Dalam prosesi pemakaian
penggunaan.
gelang
telah
dapat diamati melalui pandangan
menyiapkan gulungan tali blukat
dalam melihat sebuah gelang secara
yang selanjutnya akan mengukur
fiosiologis. Jadi dalam penelitian ini,
pergelangan
tangan
dari
peneliti mengamati gelang dukacita
almarhum,
kemudian
diputuskan
kemudian mencatat seluruh makna
dengan gunting dan disimpul kuat
tanda masing-masing barang (gelang
untuk mencegah gelang tersebut
suka cita). Hal ini sudah kurang lebih
putus. Jika ayah yang meninggal,
berjalan. Oleh karya
maka gelang tua ha akan dipakai di
adalah
tua
ha,
biokong
anak
pergelangan tangan sebelah kiri,
238
peta
tanda
Berikut ini denotasi.
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Tabel 4.1 Tanda Denotasi Gelang Dai Hao
Penanda Berwarna putih Berbahan benang kapas Tali berbentuk silinder Simpul beraturan Dilingkarkan di pergelangan tangan
Petanda Tangan manjadi salah satu bahasa nonverbal manusia. merupakan anggota tubuh yang bekerja lebih dominan dalam kegiatan sehari-hari dan pemakaian gelang dai hao di tangan ini mudah dilihat oleh orang lain.
Tanda Denotasi Gelang dai hao merupakan gelang dukacita masyarakat Tionghoa Bangka yang dilingkarkan di pergelangan tangan berwarna putih dengan bahan benang kapas yang tidak mengganggu aktifitas seharihari, penggunaan gelang pada tangan karena tangan merupakan anggota tubuh yang paling dominan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Tabel 4.2 Tanda Denotasi Gelang Tua Ha
Penanda Berwarna putih Berbahan kain blacu Tali berbentuk persegi panjang Simpul tidak beraturan Dilingkarkan di pergelangan tangan
Petanda Secara fisiologis tangan merupakan anggota tubuh yang bekerja lebih dominan dalam kegiatan sehari-hari dan pemakaian gelang tua ha di tangan ini mudah dilihat oleh orang lain.
Tanda Denotasi Gelang tua ha merupakan gelang dukacita masyarakat Cina Benteng yang dilingkarkan di pergelangan tangan berwarna putih dengan bahan kain blacu yang tidak mengganggu aktifitas sehari-hari, penggunaan gelang pada tangan karena tangan merupakan anggota tubuh yang paling dominan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
239
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Persamaan
Makna
Penanda
bentuk pipih persegi panjang yang melingkari tangan dan di potong
Denotasi Persamaan penanda denotasi
yang
diikatkan dengan simpul yang tidak
ada pada gelang dai hao dan gelang
begitu rapi dan tidak beraturan
tua ha terlihat pada warnanya dan
namun kuat dan tidak rentan putus.
letak penggunaanya. Gelang dai hao dan gelang tua ha berwarna putih. Warna putih ini merupakan warna
Persamaan
asli
Makna
Petanda
dari
kain
yang
digunakan
Denotasi
meskipun
kain
yang
digunakan
Persamaan makna petanda denotasi
antara gelang dai hao dan gelang tua
ini
ha
hao
fisiologis yang dimiliki kedua gelang
kapas
tersebut yaitu gelang dai hao dan
sedangkan gelang tua ha berbahan
gelang tua ha. Jika diamati, gelang
kain blacu. Selain itu persamaan
tangan merupakan aksesoris tubuh
lainnya adalah letak penggunaanya
yang mudah terlihat orang lain dapat
yaitu dilingkarkan pada pergelangan
dengan
tangan manusia.
tersebut karena tangan merupakan
berbeda,
menggunakan
gelang
dai
benang
terlihat
pada
mudah
arti
dari
melihat
sisi
gelang
anggota tubuh yang paling dominan dalam melakukan aktivitas sehariPerbedaan
Makna
Penanda
hari. Tanggan melakukan banyak kegiatan dan tangan juga memiliki
Denotasi Perbedaan penanda denotasi
yang
makna nonverbal yang mendalam.
ada pada gelang dai hao dan gelang
Misalnya
tua ha terlihat pada bahan, bentuk
menggungkapkan
gelang, dan simpul. Pada gelang dai
perkenalan atau tanda persetujuan;
hao bahan yang digunakan adalah
melambaikan
benang kapas, memiliki bentuk tali
mengungkapkan
silinder dan disimpul rapi sehingga
menyerah, mengucapkan perpisahan
mudah untuk diperbesar dan perkecil
atau memenggil orang yang berada
ukurannya sedangkan gelang tua ha
dikejauhan;
berbahan kain blacu,
dengan jari tangan; memegang benda
240
memiliki
berjabat sapaan,
tangga salam
tangan tidak
menghitung
tahu,
angka
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta dan sebagainya tergantung konteks
hari, penggunaan gelang menjadi
komunikasi yang dilakukan.
aksesoris
yang
menonjol
bagi
manusia karena tangan merupakan Perbedaan
Makna
Petanda
Denotasi Perbedaan makna petanda denotasi antara gelang dai hao dan gelang tua ha terlihat pada lama pemakaian gelang dukacita tersebut. Dalam tradisi upacara kematian masyarakat Tionghoa Bangka, gelang dai hao dipakai oleh anak almarhum selama satu tahun. Jika gelang putus maka wajib disimpan untuk dibakar pada hari peringatan satu tahun almarhum. Pada gelang tua ha, gelang dukacita dipakai hanya tujuh hari sejak proses pemakaman
jenazah
selanjutnya
anggota tubuh yang paling dominan dalam melakukan kegiatan seharihari. Gelang tua ha merupakan salah satu atribut upacara kematian pada masyarakat
Cina Benteng yang
dilingkarkan di pergelangan tangan berwarna putih dengan bahan kain blacu
yang
aktifitas gelang
tidak
sehari-hari, menajadi
menonjol
bagi
mengganggu penggunaan
aksesoris manusia
yang karena
tangan merupakan anggota tubuh yang
paling
dominan
dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Makna denotasi merupakan makna
pada upacara kematian perigatan
yang
sebenarnya
dalam
melihat
tujuh hari gelang tersebut dilepas
objek terlihat secara visual terlebih
untuk dibakar bersamaan dengan
dahulu
atribut upacara lainnya.
persepsi menjadi pengalaman diri
selanjutnya mengakibatkan
dari masing-masing orang. Selain itu di latar belakangi oleh kepercayaan Tanda Denotasi Gelang Dukacita
masyarakat dan konsep pengetahuan
Tanda denotasi pada gelang dai hao
yang telah diterimanya sehingga
merupakan salah satu atribut upacara
menimbulkan persepsi pada gelang
kematian pada masyarakat Tionghoa
dukacita ini, persepsi yang terlibat
bangka
di
adalah keterkaitan tradisi dan budaya
pergelangan tangan berwarna putih
yang melekat pada gelang dukacita
dengan bahan benang kapas yang
tersebut yang menandakan pemakai
yang
dilingkarkan
tidak mengganggu aktifitas sehari-
241
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
gelang sedang berdukacita karena
Bangka
orangtuanya meninggal.
Benteng
dan
masyarakat
Cina
mempercayainnya
sedangkan petanda konotasi melihat gelang dukacita dengan menggali Analisis Makna Konotasi
alasan-alasan petanda denotasi yaitu
Makna
apa yang menjadi alasan penggunaan
konotasi
menggambarkan
interaksi yang berlangsung tatkala
gelang
tanda bertemu dengan perasaan atau
kematian
emosi penggunanya dan nilai-nilai
pergelangan tangan sehingga secara
kulturalnya, ini terjadi tatkala makna
fisiologis dalam menjadi simbol
bergerak
atau
upacara kematian. Selain itu, waktu
(Fiske
pemakaian dalam tradisi upacara
2007, 118). Dalam tanda konotasi,
kematian Tionghoa Bangka dan Cina
diawali dari penanda dan petanda
Benteng
denotasi yang membentuk tanda
tersendiri dalam penentuan waktu
denotasi dari gelang dukacita yang
pelepasan
secara
dukacita pada masyarakat Tionghoa
menuju
setidaknya
subjektif
intersubjektif
bersamaan
penanda
konotasi
membentuk dan
petanda
konotasi. Dalam
sebagai
yang
juga
dikenakan
memiliki
penggunaan
dan
atribut
masyarakat
di
makna
gelang
Cina
Benteng. Semua makna konotasi ini penelitian
ini,
penanda
konotasi diteliti dengan menggali makna yang ada dibalik warna, bahan dasar kain, bentuk, simpul dan letak penggunaan gelang sukacita. Petanda
denotasi
pasti
makna
tersendiri
dalam
memiliki melihat
gelang dukacita tergantung pada bagaimana
242
Bangka
dukacita
masyarakat
Tionghoa
terjadi tatkala masyarakat Tionghoa Bangka Benteng
dan
masyarakat
sebagai
Cina
interpretant
dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda pada gelang dukacita. Berikut ini adalah peta tanda konotasi menurut Rolland Barthes jika dikaitkan dengan gelang dukacita.
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Tabel 4.3 Tanda Konotasi Gelang Dai Hao
Tabel 4.4 Tanda Konotasi Gelang Tua Ha
Penanda Petanda Warna putih Diletakan berarti sakral dipergelangan tangan kanan Berbahan menandakan benang kapas ibu yang bermakna agar meninggal keluarga yang sedangkan di ditinggalkan pergelangan tetap menjalin tangan kiri tali menandakan persaudaraan ayah yang Tali berbentuk meninggal silinder mudah dalam membuat Dipakai selama satu tahun simpul atau sebagai bentuk mudah dalam bakti kepada menjalin ikatan orang tua. keluarga. Simpul beraturan memudahkan dalam menjalin hubungan baik antar anggota keluarga Dilingkarkan di pergelangan tangan, jika kita berdiri tegak, tangan berada di tengah antara bagian tubuh atas dan bagian tubuh bawah. Tanda Konotasi Gelang dai hao merupakan gelang dukacita masyarakat Tionghoa Bangka dianggap sakral, dipakai selama satu tahun sebagai bentuk bakti kepada almarhum orang tua.
Penanda Petanda Warna putih yang Diletakan berarti sakral dipergelangan tangan kanan Berbahan kain menandakan blacu karena kuat ibu yang dan tahan lama serta mudah kering meninggal sedangkan di jika terkena air pergelangan berarti keluarga tangan kiri yang banyak menandakan masalah dapat ayah yang dihadapi karena meninggal mudah dalam menjalin Dipakai kehidupan tanpa selama tiga orang tua. hari terhitung sejak jenazah Tali berbentuk dimasukan ke pipih persegi dalam peti panjang memberi sebagai bentuk arti jalan bakti kepada kehidupan orang tua. Simpul tidak beraturan namun kuat dan tidak mudah lepas Dilingkarkan di pergelangan tangan yang jika kita berdiri tegak, tangan berada di tengah antara bagian tubuh atas dan bagian tubuh bawah. Tanda Konotasi Gelang tua ha merupakan gelang dukacita masyarakat Cina Benteng dianggap sakral dan digunakan selama tiga hari atau satu tahun sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua yang sudah meninggal.
243
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Selain itu, pada saat melakukan Persamaan
Makna
Penanda
sembahyang,
keluarga
Konotasi
ditinggalkan
Persamaan makna penanda konotasi
tangan untuk memegang hio atau
pada gelang dai hao dan gelang tua
melakukan soja akan meggunakan
ha terletak pada makna warna putih
tangan sebagi tanda menghormati
serta letak penggunaan gelang di
orang tua.
pergelangan
tangan.
akan
yang
menggunakan
Upacara
kematian bagi masyarakat Tionghoa Bangka
dan
masyarakat
Cina
Perbedaan
Makna
Penanda
Benteng dianggap sebagai peristiwa
Konotasi
yang sakral sehingga warna putih
Perbedaan makna penanda konotasi
menjadi
terletak
pilihan
warna
yang
mewakilkan suasana sakral tersebut.
pada
filosofi
mengenai
bahan, bentuk dan simpul yang ada pada gelang dukacita. Gelang dai
Gelang
menjadi
atribut
upacara
kematian yang mudah dilihat karena digunakan di tanggan yang jika diamati penggunaan tangan secara dominan
kita
gunakan
dalam
kehidupan sehari-hari.
hao menggunakan bahan benang kapas
berbentuk
silinder
dan
disimpul dengan rapi menandakan bagaimana sebuah ikatan keluarga itu harus menjalin hubungan baik, tidak terputus
dan
saling
menguatkan
Selain itu pada saat kita berdiri
seperti bentuk benang kapas yang
tegak, posisi pergelangan tanggan
saling berikatan untuk membentuk
berada di tengah keseluruhan tubuh
sebuah tali.
kita. Hal ini menandakan bahwa tangan menjadi bagian tengah antara bagian atas dengan bagian bawah yang menandakan hubungan antara orang tua yang telah meninggal dengan anak masih terdapat jalinan hubungan yang masih terjalin.
Sama seperti keluarga yang harus saling berikatan membangun tali persaudaraan meskipun orang tua telah meninggal. Sedangkan pada gelang tua ha berbahan dasar kain blacu,
berbentuk
pipih
persegi
panjang dan diikatkan tidak teratur tetapi kuat memberi makna bahwa
244
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta meskipun orang tua telah tiada, anak-
pada
anak yang ditinggalkan harus tetap
penopang keluarga.
kuat menghadapi kehidupan tanpa kehadiran orang tua. Bentuk pipih dan
memanjang
mengibaratkan
kehidupan yang masih panjang dan benang pada kain yang berantakan mengibaratkan
masalah
dalam
kehidupan. Oleh karena itu, anggota keluarga harus saling menguatkan kuat
dan
sanggup
menjalani
kehidupan tanpa kehadiran orang tua.
kebaikan
Perbedaan
Makna
Petanda
sebagai
Makna
Petanda
Konotasi Perbedaan makna petanda konotasi terletak pada lama pemakaian gelang dukacita. Pada masyarakat Tionghoa Bangka gelang dai hao
dipakai
selama satu tahun. Pemakaian selama satu tahun ini dihitung berdasarkan perhitungan kalender cina. Pemakaian
Persamaan
ayah
selama
satu
memaknai
penutupan
rangkaian
upacara
tahun seluruh
kematian.
Konotasi
Pelepasan gelang dai hao selama
Persamaan petanda konotasi terletak
satu tahun menandai berakhirnya
pada letak penggunaan gelang di
ritual-ritual
pergelangan tangan kanan dan kiri.
Berbeda dengan gelang dai hao,
Penggunaan gelang dukacita pada
gelang tua ha dipakai hanya tujuh
pergelangan tanggan sebelah kanan
hari terhitung jenazah dimakamkan.
menandakan ibu yang meninggal. Tangan kanan merupakan tangan yang
paling
dominan,
hal
ini
mengingatkan bahwa tangan kanan sebagai tangan yang paling dominan bekerja demikian seorang ibu yang melahirkan dan merawat anaknya. Sebaliknya
gelang
dukacita
upacara
kematian.
Perhitungan tujuh hari ini dianggap menjadi
hari
akhir
dari
proses
kematian jenazah. Gelang tua ha yang dilepaskan juga pada hari ketujuh ini menandakan berakhirnya upacara
kematian
dan
untuk
selanjutnya melaksanakan kewajiban “Pakai
Putih”
sebagai
bentuk
diiletakan di pergelangan tangan kiri
komitmen menghormati orang tua
menandakan ayah yang meninggal
yang meninggal.
karena tangan kiri mengingatkan
245
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Tanda Konotasi Gelang Dukacita
mengkomunikasikan
Masyarakat
generasi ke generasi.
Peranakan
Tionghoa
tradisi
dari
Bangka dan Cina benteng meyakini bahwa gelang dukacita dalam tradisi kematian merupakan gelang yang menjadi simbol mengenai keadaan mereka yang sedang berdukacita dan sebagai
tanda
bakti
atau
penghormatan untuk orang yang ditinggalkan.
Analisis Mitos Analisis Mitos Denotasi Analisis
mitos
dengan kepercayaan yang ada pada masyarakat
secara
Masyarakat
tata
gelang
berpakaian
pengguna
sehari-hari
gelang
Masyarakat
mempercayai
tersebut. bahwa
makna
denotasi melihat gelang dukacita
Selain itu gelang ini juga mengatur cara
terhadap
melihat
sebagai
umum. penggunaan
aksesoris
yang
dikenakan di pergelangan tangan. Adapula
yang
pergelangan
dipakai sembarangan harus di pimpin
dengan gelang kaki. Biasanya yang
oleh pemimpin upacara kematian.
menggunakan
Jadi makna konotasi Gelang dai hao
adalah wanita saja karena dianggap
merupakan atribut upacara kematian
gelang memiliki sisi feminim namun
pada upacara kematian Tionghoa
saat ini telah banyak masyarakat baik
Bangka sedangkan gelang tua ha
wanita
merupakan atribut upacara kematian
mengenakan gelang.
kedua-duanya memiliki arti sebagai benda yang sakral.
yang
di
gelang dukacita ini tidak boleh
pada masyarakat Cina Benteng yang
kaki
digunakan
gelang
ataupun
disebut
tangan
pria
ini
yang
Seiring perkembangan teknologi, ada gelang
yang
kesembuhan
atau
dibuat
untuk
alat
terapi.
Gelang ini digunakan di tangan
Penggunaan gelang menjadi luas
menjadi simbol hubungan yang akrab
tidak hanya bagi kaum wanita saja.
dalam berinteraksi dengan sesama serta
dapat
memfasilitasikan
komunikasi individu dengan individu lainnya
246
termasuk
dalam
Berkaitan dengan gelang tangan yang dikenakan di dipergelangan tangan, masyarakat melihat tangan sebagai salah satu alat dalam komunikasi
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta nonverbal.
Misalnya
berjabat
tanggan menggungkapkan sapaan, salam
perkenalan
persetujuan;
atau
tanda
melambaikan
tangan
mengungkapkan
tidak
tahu,
hubungan yang harus tetap terjalin sebagai anggota keluarga.
Analisis
Mitos
dalam
Tradisi
menyerah, mengucapkan perpisahan
Upacara Kematian
atau memanggil orang yang berada
Penghormatan kepada orang tua tak
dikejauhan;
hanya
menghitung
angka
dituntut
ketika
yang
dengan jari tangan; memegang benda
bersangkutan masih hidup, tetapi
dan sebagainya tergantung konteks
juga ketika mereka sudah berpulang.
komunikasi yang dilakukan.
Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal akan berubah status
menjadi
dewa.
Bahkan
Analisis Mitos Konotasi
umurnya boleh ditambah tiga tahun,
Analisis makna dalam mitos konotasi
yaitu satu tahun untuk bumi, satu
mengacu pada kepercayaan terhadap
tahun untuk udara, dan satu tahun
bagaimana sebuah gelang dukacita
untuk laut. Oleh sebab itu, orang
memiliki
tersebut harus disembah terutama
mitos
yang ada
pada
pemaknaan tanda konotasi. Tanda
oleh mereka
konotasi seperti warna putih yang
termasuk anak dan cucunya.
dipandang sakral, makna warna putih yang dianggap sakral ini mengacu pada warna putih yang identik dengan warna netral dan dianggap suci
misalnya
pernikahan
pada
yang
pakaian didominasi
penggunaan gaun berwarna putih.
yang lebih muda,
Tua ha dan Dai hao merupakan gelang dukacita merupakan salah satu tanda atau simbol dalam tradisi upacara
kematian
Peranakan
Tionghoa khususnya pada upacara kematian Bangka
masyarakat dan
Cina
Tionghoa Benteng
di
Selain itu, gelang yang diikatkan ke
Indonesia. Gelang dukacita sebagai
pergelangan tangan sebagai atribut
sebuah
upacara kematian dianggap sebagai
memiliki makna seni dan mitos yang
simbol yang melingkarkan suatu
tersirat didalamnya.
atribut upacara kematian,
247
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
Masyarakat Tionghoa Bangka dan
Bagi
Cina
gelang
gelang tua ha memiliki mitos sebagai
dukacita yang dikenakan menjadi
salah satu atribut upacara yang
sebuah simbol dalam penghormatan
menandakan
kepada almarhum orangtua yang
sedang tertimpa musibah karena
telah meninggal. Mitos yang terdapat
sedang
pada
gelang tua ha
Benteng
meyakini
kepercayaan
Tionghoa
masyarakat
masyarakat
Cina
Benteng
keluarga
berdukacita.
tersebut
Penggunaan
dianggap sebagai
Bangka
maupun
bentuk
Cina
Benteng
berkomitmen
beranggapan bahwa gelang dukacita
menggunakan
sebagai salah satu atribut upacara
mencolok selama satu atau tiga
kematian
tahun.
masyarakat
yang
dikenakan
untuk
penghormatan
dengan
untuk pakaian
tidak berwarna
mengingat kebaikan dan kisha hidup almarhum yang telah menjaga dan merawat dirinya sejak bayi sampai dewasa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Penggunaan gelang dukacita yang
Berdasarkan analisis penelitian ini
dianggap sakral menjadi salah satu
diperoleh
tradisi pentig yang dilakukan pada
dukacita
upacara kematian tradisi Tionghoa
atribut
Bangka dan Cina Benteng. Bagi
kematian
tradisi Tionghoa Bangka, mitos pada
Bangka
tali gelang dai hao yang diikatkan
Benteng, dimana pemahaman makna
pada pergelangan tangan memberi
gelang dukacita sangat terkait antara
ideologi sebagai tanda bakti anak
seni dan mitos yang ada pada
kepada almarhum yang diwujudkan
upacara kematian tersebut ditambah
dengan tidak menggunakan pakaian
ideologi yang ada pada masyarakat.
berwarna
mencolok
mengikuti
perayaan selama satu
tahun.
dan
tidak
hasil,
bahwa
merupakan dalam
salah
tradisi
masyarakat dan
gelang satu
upacara Tionghoa
masyarakat
Cina
Gelang dukacita dai hao maupun tua ha
memiliki
persamaan
dan
perbedaan dalam makna konotasi dan makna denotasi. Persamaan denotasi
248
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta terlihat
pada
warna
dan
letak
masyarakat
Tionghoa
penggunaan gelang dukacita, yaitu
maupun
berwarna putih dan diletakkan di
dukacita dai hao maupun tua ha
pergelangan tangan.
memiliki sebuah mitos, yaitu sebagai
Perbedaan penanda denotasi yang ada pada gelang dai hao dan gelang tua ha terlihat pada bahan, bentuk gelang, dan simpul. Gelang dai hao berbahan benang kapas, berbentuk silinder dan simpul lebih rapih dan teratur sedangkan gelang tua ha berbahan kain blacu, berbentuk pipih dan simpul tidak beraturan. Selanjutnya
persamaan
konotasi
warna dan penggunaan gelang di tangan, yaitu melambangkan sakral atau suci pada upacara kematian yang dianggap sangat menghormati orang yang sudah meninggal.
lama pemakaian gelang, yaitu pada gelang dai hao dipakai selama satu tahun sedangkan gelang tua ha dipakai selama tiga hari saja. perbedaaan
dalam makna denotasi dan konotasi pada gelang dukacita selanjutnya peneliti mengkaji sebuah mitos yang dan
tanda
penghormatan
Gelang
bakti
kepada
dan
almarhum
orangtua yang meninggal serta suatu tanda bahwa si pemakai gelang tersebut harus mengenakan pakaian dengan warna yang tidak mencolok selama kurun waktu yang ditentukan oleh masing-masing tradisi.
dipercayai
bahwa walau berada di dua wilayah yang berbeda di Indonesia namun ada akar budaya yang serupa dan terjadi (sedikit) perubahan makna semiosis, karena proses akulturasi budaya terkait beda geografis. Terdapat satu kepercayaan
Perbedaan konotasi terletak pada
dibentuk
Benteng.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan
terlihat pada kesamaan makna dari
Dari persamaan dan
sebuah
Cina
Bangka
oleh
yang
sama dalam menggunakan gelang dukacita
pada
tradisi
upacara
kematian meskipun secara visual bentuk
gelang
dan
durasi
pemakaiannya berbeda. Masyarakat Tionghoa Bangka dan Cina Benteng memiliki ideologi yang sama dalam menganggap gelang dukacita
sebagai
bentuk
penghormatan atau bakti. Konsep kematian menjadi suatu hal yang
249
Semiotika, Volume. 9, Nomor 1, Juni 2015
menuntut agar anak-anak senantiasa berbakti dan menghormati orang tua. 3. Perkembangan
Saran dan Rekomendasi
teknologi
dan
Adapun saran dan rekomendasi yang
internet dapat kita manfaatkan
diberikan peneliti dalam penelitian
bersama sebagai sarana sumber
ini diajukan untuk beberapa pihak
informasi
terkait antara lain:
masyarakat luas, khususnya lebih
1. Masyarakat Peranakan Tionghoa secara khusus untuk masyarakat Tionghoa Bangka maupun Cina Benteng
diharapkan
menjadikan gelang
hasil
dukacita
mampu
pemaknaan
edukasi
bagi
mengenal budaya suatu daerah termasuk adanya tradisi upacara kematian di masyarakat Tionghoa Bangka dan masyarakat Cina Benteng;
sebagai
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat
menghayati
mengembangkan ide penelitian
tradisi upacara kematian, sehingga
mengenai seni dan tradisi yang
tradisi ini dapat dikomunikasikan
terdapat
secara turun-temurun;
Tionghoa maupun Cina Benteng
preferensi
ini
dan
dalam
2. Pemerintah dapat menjadi salah satu lembaga sarana komunikasi dalam menjaga dan melestarikan budaya, khususnya seni tradisi upacara kematian. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian pada budaya
masyarakat
Tionghoa
dengan
pada
sudut
berbeda,
masyarakat
pandang
misalnya
yang
mengenai
derasnya arus globalisasi serta membawa kecenderungan proses modernisasi yang membuat tradisi upacara
kematian
mengalami
degradasi.
Bangka dan masyarakat Cina Benteng;
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitaif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
250
Cobey, Paul dan Litza Jansz. 2002. Mengenal Semiotika For Beginners. Bandung: Mizan Pustaka.
[MITOLOGI BUDAYA PADA GELANG DUKACITA Herlika Fransisca W SEBAGAI ATRIBUT UPACARA KEMATIAN] Rustono Farady Marta Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media. Yogyakarta: LKIS.
Roland Barthes. 2012. ElemenElemen Semiologi. Yogyakarta: Jalan Sutra. Salim, agus. MS. 2006. Teori dan paradigma penelitian sosial. Yogyakarta: Tiara wacana.
Fiske, John. 2007. Cultural And Communication Studies. Yogyakarta: Jalan Sutra.
Santosa, Iwan. 2012. Peranakan Tionghoa di Nusantara:Catatan Perjalanan dari Barat ke Timur. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Hariwijaya, M. 2007. Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Sobur, Alex. 2006. Semotika Komunikasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Theo, Rika dan Fennie Lie. 2014. Kisah, Kultur dan Tradisi Tionghoa Bangka. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesiatera.
SKRIPSI: Alvionita, Fanny. 2014. “Tradisi penggunaan Gelang Dai Hao pada Upacara Kematian Masyarkat Tionghoa Buddha (studi deskriptif pada keluarga masyarakat Tionghoa yang berduka di desa kampung Kuday Sungailiat, Bangka)”. Skripsi. Jakarta: Universitas Bunda Mulia.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalan sutra.
Vera, Nawiroh. 2006. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
251