PROSPEK PERMINYAKAN INDONESIA PADA ERA GLOBALISASI Rien Handarwati J.U, Sugiatmo Kasmungin, Asri Nnugrahanti A. Universitas Trisakti Jakarta Gedung M lt.9 Jl. Kyai Tapa Grogol Jakarta 11440 Telp. 021-5663232 ext.138
Abstrak Makalah ini merupakan bahagian pertama dalam memanfaatkan AHP (Analytic Hierarchy Process) untuk menilai prospek Migas suatu negara dibandingkan negara lain. AHP adalah salah satu teori umum tentang pengukuran (Saaty, 1980, 2003). Ia dapat digunakan untuk menentukan skala rasio baik dari pasangan yang diskret maupun yang kontinyu. Misalnya masalah energi, kepegawaian, pemilihan produk baru, strategi perang, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Kegiatan industri perminyakan memerlukan padat modal, teknologi tinggi serta memiliki resiko yang sangat tinggi. Persaingan menarik investor antar negara semakin ketat. Pada era tahun 70 hingga 80an, minyak dan gas bumi (Migas) Indonesia masih menjadi primadona perekonomian, tetapi kini tidak bisa dihandalkan lagi. Adanya krisis multidimensional pada akhir tahun 1990an menambah parah perekonomian. Iklim investasi di sektor Migas di Indonesia tidak kondusif lagi, sehingga investor sudah mulai mengalihkan perhatian ke negara lain yang lebih menarik, seperti Vietnam dan Cina. Dengan disahkannya Perpu nomor 22 tahun 2002 tentang Migas diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan yang ada. Dengan AHP dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ke"prospek"an sumber daya Migas Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara tetangganya, misalnya Vietnam, Cina, Malaysia dan Australia. Dalam kajian memperhatikan potensi sumber Migas, resiko penemuan, ukuran penemuan dan aktivitas Migas yang dilakukan. Dari hasil kajian didapati bahwa prospek sumber daya Migas Indonesia masih baik dibanding Cina, Australia, Malaysia dan Vietnam, tetapi perlu kajian lanjut dan peraturan khusus dalam menarik investor agar mau menanamkan modalnya dalam usaha eksplorasi dan produksi Migas di Indonesia. Kata kunci: Globalisasi, perminyakan, prospek, AHP I.
Pendahuluan
Dalam era globalisasi atau dunia tanpa batas ini negara kita tanpa kecuali akan dipengaruhi oleh keadaan perubahan regional ataupun dunia. Perkembangan global tersebut membawa kemajuan teknologi dalam menurunkan berbagai tarif pajak ( Fox et al.1996). Adanya krisis multidimensional yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998 menambah parah perekonomian. Reformasi yang dilakukan oleh Pemerintah berjalan lambat, sehingga iklim investasi di sektor Migas di Indonesia tersendat-sendat (Sitathan, 2003). Akibatnya investor sudah mulai mengalihkan perhatian ke negara lain yang lebih menarik, seperti Vietnam dan Cina. Menurut ramalan pada abad 21 merupakan kebangkitan Asia dan fokus perdagangan dunia akan ke Cina (Mc Rae, 1995). Dapatkah kita bangkit kembali dari
1
keterpurukan ekonomi (sebagai salah satu Harimau Asia) dan meraih peluang di dalam abad Asia pada masa datang tersebut? Dengan disahkannya Perpu no.22 tahun 2002 tentang Migas serta isu otonomi daerah, Indonesia berusaha menata kembali industri Migas. Tujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lebih kompetitif bagi investor usaha Migas di Indonesia. Achmad (2003) telah menerangkan kondisi sebenarnya kegiatan EP dari tahun 1997-2002 yang mengalami pasang surut. Di tengah kelesuan ekonomi dunia dan diperparah dengan meledaknya bom Bali ( 12 Oktober 2002) dan diikuti bom Marriot ( Juli 2003). Apakah setelah bom Bali dan Marriot kondisi Migas Indonesia masih mempunyai prospek dari kacamata investor? Untuk menjawab persoalan ini akan dijelaskan dengan memanfaatkan teori dan analisis AHP. AHP dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ke"prospek"an sumber daya Migas Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara tetangganya, misalnya Australia, Malaysia, China dan Vietnam. Dalam kajian menggunakan data tahun 1987-1996 dengan memperhatikan potensi sumber Migas, resiko penemuan, ukuran penemuan dan aktivitas Migas yang dilakukan. II.
Teori Pengambilan Keputusan AHP Herbert A. Simon pemegang Nobel ekonomi, mengatakan bahwa para manejer atau pengambil keputusan tidak lagi berusaha mengoptimumkan suatu tujuan tunggal, seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya, tetapi mereka telah berubah untuk beruasaha mencapai suatu tingkat kepuasan atas terahinya berapa tujuan, misalnya saja tingkat keuntungan yang memuaskan. Saaty telah mensarankan penggunaan AHP (Analytic Hierarchy Process) untuk mengambil keputusan dengan banyak variabel (kompleks). Penggunaan AHP telah digunakan begitu luas di beberapa bidang. Misalnya masalah energi baru (Kabir, 2003), perdagangan (Iwan, 2000), kepegawaian, produk baru, strategi perang, politik, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Gambar 1 menunjukkan contoh suatu proses hirarki.
Fokus
:
Penentuan prospek sumber daya mineral
Kriteria
:
PSDM
Alternatip
:
Negara A
UP
Negara B
RP
Negara C
Gambar 1. Contoh hirarki proses
2
LA
Negara D
Langkah-langkah yang dilakukan dalam AHP, yang dikembangkan Saaty, adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan keputusan permasalahan dan menentukan obyektifnya 2. Mendefinisikan kriteria pengambil keputusan dalam bentuk hierarki obyektif. Struktur hierarki terdiri dari tingkat-tingkat yang berbeda. Tingkat tertinggi adalah obyektif yang harus dicapai. Tingkat tertinggi ini terdiri dari kriteria tingkat intermediate dan sub kriteria, yang bergantung tingkat. Tingkat terendah terdiri dari daftar alternatifalternatif. 3.
Untuk membuat perbandingan pair-wise, dipakai suatu matriks dengan ukura (n x n). Jumlah justifikasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu set matriks adalah n(n – 1) / 2
4.
Membuat perbandingan pair-wise kriteria dan sub kriteria dengan judgment secara ahli. Perbandingan ini dibuat untuk semua tingkat (Tabel 1). Menentukan bobot dari tiap kriteria ( Tabel 2). Selanjutnya dilakukan dengan sintesa hirarki dihitung skala prioritasnya.
5.
Tabel 1. Skala perbandingan Pair-wise untuk AHP Preferences Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Reciprocal
Definisi Sama pentingnya dibandingkan yang lain Moderat pentingnya dibandingkan yang lain Kuat pentingnya dibandingkan yang lain Sangat kuat pentingnya dibandingkan yang lain Ekstrim pentingnya dibandingkan yang lain Nilai di antara dua penelian yang berdekatan Jika elemen I memiliki salah satu angka di atas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan elemen i.
Tabel 2. Rata-rata konsistensi acak Ukuran matriks Konsistensi acak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
0
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Tujuan makalah ini untuk mengetahui perbandingan secara relatif tingkat keprospekan sumber daya Migas di negara Australia, Indonesia, Malaysia, China dan Vietnam. Manfaat dari analisis ini adalah: a. bagi perusahaan Eksplorasi dan Produksi (E&P) Migas, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menanamkan investasi dalam kegiatan usaha eksplorasi, eksploitasi dan produksi Migas. b. bagi negara pemilik sumber daya Migas, dapat mengetahui posisi tawarnya dalam menarik para investor dibandingkan negara pesaing di sekitarnya dan juga sebagai bahan pertimbangan pemerintah negara tersebut dalam pengambilan keputusan bagaimana mengelola Migas yang dimilikinya dan lain-lain. Pengembangan suatu lapangan Migas merupakan titik akhir dari suatu proses yang sangat panjang mulai dari pengumpulan data, analisis dan pengambilan keputusan. Proses ini bermula dengan tahap Pre- dan Post Eksplorasi, diikuti tahap Appraisal, dan kemudian dilanjutkan dengan tahap Pengembangan dari suatu prospek dan seterusnya. Titik awal dari mata rantai proses EP adalah tahap Pre-Ekplorasi. Dalam tahap ini, berbagai analisis perlu
3
dilaksanakan agar investasi dalam EP Migas sukses, salah satu diantaranya menganalisis suatu prospek sumber daya Migas pada suatu basin atau negara (Yuritz 1999). Prospek sumber daya Migas yang mencukupi dan berkelanjutan sangat penting untuk kelangsungan hidup dan keuntungan usaha EP. Makin tinggi prospek sumber daya Migas, berarti makin tinggi kemungkinan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan EP. Demikian juga halnya makin tinggi prospek sumber daya Migas yang dimiliki suatu negara akan memperkuat daya tawarnya pada pemilihan sistem fiskal maupun dalam hal negosiasi kontrak. Prospek suatu sumber daya Migas dipengaruhi tidak hanya besarnya reserves/resources Migas yang dimiliki saja, namun juga tergantung pada berbagai faktor sebagai berikut: 1. Potensi sumber daya Migas (PSDM) 1.1. Current Production (CP) 1.2. Total Reserve Addition (TRA) 1.3. Remaining Discovered Reserves (RDR) 1.4. Reserve / Production Ratio (R/P) 2. Resiko penemuan (RP) 2.1. Geological Success Ratio (GSR) 2.2. Reserve Addition per Well (RAW) 2.3. Drilling Density (DD) 3. Ukuran penemuan (Mean Discovery Field Size) (MDFS) 4. Aktivitas lisensi (Licensing Activity) Migas (LA) Faktor pertama yang perlu dianalisis adalah besarnya potensi sumber daya Migas, yang diukur berdasarkan 4 sub faktor yaitu: a. Current Production, adalah besarnya produksi tahunan suatu negara saat dilakukan analisis. Makin tinggi current production, semakin besar prospek sumber daya Migasnya. Sebaliknya semakin kecil produksi belum tentu semakin kecil potensi sumber daya migas yang dimiliki, harus dilihat juga bagaimana penambahan reserve ataupun berapa besar remaining discovered reserve-nya. b. Total Reserve Addition pada 10 tahun terakhir, adalah penambahan besarnya reserve Migas 10 tahun terakhir dari setiap negara baik proved maupun probable. Semakin besar total reserve addition, makin besar ketersediaan pasokan migas, diharapkan akan dapat semakin panjang waktu produksinya, c. Remaining Discovered Reserves. Untuk membandingkan keatraktifan dari tiap negara, kami digunakan ukuran dari the remaining discovered reserves (yang siap diproduksi). Definisi dari the remaining discovered reserves: Total Discovered Hydrocabons less Total Cumulative Production Data ini sangat penting untuk melihat kemungkinan peluang farm-in atau lisensi. Semakin besar remaining discovered reseves yang dimiliki, semakin besar peluang untuk investasi yang menarik. d. Reserve / Production Ratio (R/P) menunjukkan jumlah lamanya tahun produksi dimasa depan bila kecepatan produksi sama dengan current production dengan mengabaikan penurunan atau penambahan reserve. Dan didefinisikan sebagai, Remaining Reserves / Annual Production Semakin tinggi R/P dapat semakin panjang lamanya produksi migas, semakin kecil R/P akan memperkecil lamanya produksi migas.
4
Faktor kedua yang perlu dikaji adalah resiko penemuan, makin besar resikonya, tentunya makin tinggi profit yang diharapkan. Faktor kedua ini tergantung pada 3 sub faktor: a. Geological Success Ratio. Analisis terhadap finding rate & risk dalam term geologi dengan mengukur: Geological Success Ratio (GSR) in %. GSR didefinisikan, Total NFWs Discoveries / Total NFWs Drilled GSR menggambarkan besarnya keberhasilan pengeboran eksplorasi migas, semakin besar GSR, diharapkan semakin besar perkiraan penambahan reserve migas, namun masih membutuhkan berapa penambahan reserve per satu pengeboran eksplorasi (Reserve addition per NFW well) . b. Reserve addition per NFW well adalah aspek lain yang dipakai untuk mengukur besarnya finding rate & risk dalam term geologi. Pada intinya, ini akan memberikan estimasi pertambahan besarnya reserve yang ditambahkan oleh satu pengeboran eksplorasi. c. Historical drilling density adalah jumlah pengeboran eksplorasi yang telah dilakukan dinegara tertentu per 1000 km2. Bila peningkatan jumlah ini secara bersama juga diikuti dengan penambahan reserve secara signifikan, akan didapatkan gambaran yang baik prospek Migas dari negara terakit. Faktor ketiga adalah Mean Discovery Field Size yang mengindikasikan ukuran relatif penambahan dari fields atau reservoir dan didefinisikan: Total Reserves added / Total NFWs Discoveries Kemudian faktor keempat adalah Licensing Activity. Analisis Aktivitas lisensi untuk mengetahui seberapa banyak pengetahuan mengenai negara dan bagaimana hubungan kerja dengan pemerintah negara terkait. Semakin banyak aktivitas licensing semakin besar pengetahuan mengenai negara dan hubungan dengan pemerintah. Namun disini bukan berarti bila licensing activity rendah, berarti tidak ada kegiatan, sebab kemungkinan kegiatan E&P Migas dilakukan oleh pemerintah negara terkait sendiri. Penilaian prospek sumber daya Migas dilakukan dengan menggunakan faktor-faktor tersebut di atas. Faktor-faktor tersebut dinilai dengan menggunakan data-data yang didapatkan dari publikasi database Migas yang ada seperti Petroconsultant tahun 1997 (data terakhir tahun 1996), data-data press release dan informasi serta publikasi Pertamina, Dirjen Migas, US Embassy Petroleum Report, World oil dan lain-lain yang berkaitan dengan Migas. Dengan data-data yang didapat dilakukan dilakukan analisis perbandingan prospek sumber daya Migas dari Indonesia dengan beberapa negara tetangganya yaitu Australia, Malaysia, China dan Vietnam. Hasil analisis data-data yang di dapat tersebut di atas sebagai berikut: 1. Current Production. Dari data yang didapat, Current production disini merupakan data produksi pada tahun 1996. Gambar 2. menunjukkan data current production per negara. China yang mempunyai current production minyak tertinggi dengan 3,426 mboe/d, dimana 91%. Diikuti Indonesia yang merupakan negara penghasil gas tertinggi dengan rasio produksi minyak : gas adalah 53 : 47, kemudian diikuti Malaysia, Australia dan Vietnam. 2. Total Reserve Addition. Digunakan reserve added in the last 10 years (1987 – 1996) untuk membandingkan ukuran reserve dari setiap negara, proved maupun probable. Gambar 3 menunjukkan data reserve added in the last 10 years per
5
3.
4. 5. 6. 7.
8. 9.
negara. Indonesia memiliki reserve added in the last 10 years tertinggi sebesar 7,768 mmboe ( 75% gas), China (55% gas), Australia (74% gas) dan Malaysia (65% gas). Remaining Discovered Reserves. Dari Gambar 4 dapat dilihat the remaining discovered reserves per negara pada akhir tahun1996. China memiliki remaining discovered reserves tertinggi sebesar 38,849 mmboe (dimana 83% oil reserves), Indonesia dengan reserves gas tertinggi, dan diikuti Australia dan Malaysia. Reserve / Production Ratio. Gambar 5. menunjukkan R/P ratio per negara pada akhir tahun 1996. R/P rasio untuk minyak adalah, dan untuk gas adalah Australia, diikuti Vietnam, Malaysia dan China Geological Success Ratio. Gambar 6. menunjukkan GSR 10 tahun terakhir ( 1987 – 1996) per negara. Negara yang memiliki GSR tertinggi Malaysia(43%), diikuti Indonesia dan China. Reserve addition per NFW well (1987 – 1996). Gambar 7.menunjukkan the reserve added per NFW selama 10 tahun terakhir (1987 – 1996) per negara. memiliki reserve added per NFW tertinggi Vietnam, diikuti Malaysia dan China. Drilling Density 1987 – 1996. Gambar 8. menunjukkan drilling density dalam 10 tahun terakhir per negara. Negara yang memiliki drilling density tertinggi: Australia (1072 sumur), Indonesia (716 wells), China (345 wells) dan Malaysia (190 wells). Mean Discovery Field Size. Gambar 9. menunjukkan mean discovery field size per negara. Vietnam memiliki mean discovery size tertinggi diikuti oleh Malaysia dan China. Licensing Activity. Gambar 10 menunjukkan aktivitas licensing dalam term of new exploration awards, total exploration licensed, licensed area (10000km2) and jumlah perusahan yang aktif per negara. Australia memiliki licensing activity tertinggi diikuti oleh Indonesia, dan China.
6
III.
Analisis AHP: Prospek Sumber Daya Migas
Mengikuti standar AHP, analisis perbandingan prospek sumber daya Migas Indonesia, Australia, Malaysia, China dan Vietnam satu sama lain menggunakan sub kriteria dan kriteria yang lebih tinggi dengan bobot yang telah ditentukan. Kriteria dan sub kriteria dalam menilai prospek sumber daya Migas suatu negara dapat digambarkan dalam bentuk hierarki sebagai terlihat pada Gambar 11. Current Production. Total Reserve Addition
Potensi Sumber Daya Migas
Remaining Discovered Reserves Reserve / Production Ratio (R/P)
Prospek Sumber Daya Migas
Geological (GSR) Resiko Penemuan
Success
Ratio
Reserve Addition per Well Drilling Density
Ukuran penemuan (Mean Discovery Field Size) Aktivitas lisensi Migas (Licensing Activity)
Gambar 11. Hierarki Kriteria Penilaian Prospek Sumber Daya Migas Dengan menggunakan data yang ada 1987-1996 dan menggunakan sofware AHP, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Hasil perhitungan dengan AHP
Negara Australia Cina Indonesia Malaysia Vietnam
Minyak berdasarkan data tahun 19871996
Gas berdasarkan data tahun 19871996
Total
0.2231 0.2460 0.2163 0.1713 0.1433
0.2611 0.1452 0.2688 0.1786 0.1452
0.4842 0.3912 0.4851 0.3499 0.2885
Jika Kondisi Penemuan Minyak turun 10% 0.2358 0.2501 0.1962 0.1721 0.1455
Kajian ini belumlah lengkap, tetapi akan dicoba disempurnakan memasukkan datadata baru ke dalam perhitungan.
7
V. Rumusan dan penelitian lanjut Dari hasil analisis AHP di atas dapat dirumuskan bahwa : Potensi sumber daya Migas total (minyak dan gas bumi) Indonesia masih cukup potensial, yaitu memiliki potensi sumber daya gas bumi tertinggi dari lima negara yang di analisis. Potensi sumber daya minyak bumi lebih baik dibandingkan Malaysia dan Vietnam. Meskipun dilakukan asumsi terjadi penurunan penemuan minyak sekitar 10 %. Untuk penelitian lanjut kajian akan difokus dalam meningkatkan daya tarik investor migas di Indonesia misalnya: 1. Perlu dilakukan analisis peluang investasi Migas lebih lanjut yang memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan investasi E&P Migas, seperti sistem fiskal Migas, harga Migas, biaya eksplorasi/pengembangan/produksi, indikator ekonomi investasi (NPV, IRR, POT, PIR, Contractor Take dan lain-lain), resiko sosial-politik negara, pajak, inflasi dan lain-lain. 2. Kepastian hukum di daerah operasi Migas Simbol AHP = Analytic hierarchy process EP = Eksplorasi dan produksi LA = Lisensi aktivitas PSDM = Potensi sumber daya Migas RP = Resiko penemuan UP =Ukuran penemuan Kata penghargaan Ucapan terima kasih kepada Prof. M. DR. Abdul Aziz bin Buang ( UTM, Malaysia) dan kepada Prof. DR. Iwan Jaya Azis (Cornel University, USA) yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penulisan makalah ini. Daftar Pustaka 1. Abdel-Aal, et.al. (1992).”Petroleum Economic and Engineering.” Editor, 2nd edition, Marcel Dekker Inc., New York. 2. Achmad, Zainal (2003). “Exploration and Exploitation Oil and Gas on 2002. ” IPA Lunch Talk , March 5, 2003. 3. Azis, Iwan (1996).”Resolving Possible Tensions in ASEAN’s Future Trade: Using Analytical Hierarchy Process.” Asean Economic Bulletin Vol. 12, No. 3, 1996.309323 4. Aziz, Iwan and Isard, Walter (1996).” The Use of the Analytic Hierarchy Process in Conflict Analysis and an Extension.” Peace Economics, Peace Sience, and Public Policy, Vol.3. No. 3, 1996. 15-27 5. Bhargava, R.K.(2003).” How Recent Trends Are Affecting Global Energy Resources.” Gulf Publishing Company, World Oil. March.64-67. 6. Forman, E.H and Selly, M.A. (2001).”Decision By Objectives- How to Convince Others that You a Right.” World Scientific, New Jersey USA 7. Fox, C.E., Cooper, J.C., Ward, J.B. and Anderson, S.R.(1996).” Improved Technology and Field Application Profits Back to CO2 EOR.” JPT. March. 200-202.
8
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Kabir, Zohrul A B M (2003), Selection of Renewable Energy Sources Using Analytic Hierarchy Process, ISAHP 2003, Indonesia, August 7-9,2003.265-276 Mc Rae, H. (1995).”World in 2020.“ Harpers Collins. Petroconsultants (UK) Ltd., 1997.” World Petroleum Trends 1997, Available : Petroconsultants (UK) Ltd, Europa House, London. Saaty, T.L. (1980). “The Analytic Hierarchy Process.” New York. N.Y. Mc. Graw Hill. Saaty, T.L. (2003).”Decision Making in A Complex World.” Workshop- PPM Institute of Management, Jakarta 4-6 August 2003. Sekertariat Negara RI, Perpu no.22 tahun 2002 tentang Migas. Simon, J.L.(2000). “ Developing Decisions Making Skills For Business.” M.E Sharpe Inc, Armonk, New York. Simon, H.A. (1960).” The New Science of Management Decision.” Harper and Brothers, New York, N.Y. Sitathan, T. (2003). “Oil and Gas The Capitals”. World Oil May, 23. Rien, H. J.U. (1997), “Petroleum Prospectivity: Analysis in South East Asia Countries and Australia”, MINDAGI, edition I/XI/1997, Universitas Trisakti, Jakarta. Juritz, M. G.(1999).” Upstream Investment Opportunities: Analysis in Latin America, Dissertation of Doctor Engineering, Texas A&M University, May 1999.
9
Lampiran No Country
1996 Current Production/day Total Reserve addition 1987 - 1996
Rem. Discovered Reserves (1996)
Oil
Gas
Total
Oil
Gas
Total
% Oil % Gas Oil
Gas
Total
% Oil % Gas
1
Australia
535
436
971
1,529
4,434
5,963
26%
74%
3,937
16,377
20,314
19%
81%
2
China
3,120
306
3,426
2,896
3,480
6,376
45%
55%
32,249
6,601
38,849
83%
17%
3
Indonesia 1,503
1,311
2,814
1,945
5,823
7,768
25%
75%
9,499
23,385
32,885
29%
71%
4
Malaysia
685
492
1,177
1,453
2,677
4,130
35%
65%
4,190
13,053
17,243
24%
76%
5
Vietnam
170
16
186
830
1,488
2,317
36%
64%
1,030
1,675
2,705
38%
62%
total
6,254
3,135
9,388
8,653
17,902 26,554
33%
67%
mean
1,203
512
1,715
1,731
3,580
5,311
54,318
72,988
127,306
10,181
12,218
22,399
st.dev.
1,178
483
1,352
764
1,655
2,119
12,709
8,447
21,156
maks
3,120
1,311
3,426
2,896
5,823
7,768
32,249
23,385
55,634
min
170
16
186
830
1,488
2,317
1,030
1,675
2,705
world
67,601
38,745
106,346
230,732
945,043 840,237 1,785,280
% world
9%
8%
9%
12%
6%
No Country
1999R/P
GSR(%)
Oil
Gas
av. 87-96
Av.Res.ad/NFW Expl.drill.dns
Mean Disc.Siz
New Expl.
Tot.Expl.
9%
Licen.Area # Active
av.87-96
av.87-96
av.87-96
Awards
Licensed (10000 km2) Company
1
Australia
20
101
27
6
1,072
21
455
361
182
2
China
28
59
39
18
345
48
71
28
22
43
3
Indonesia 17
49
39
11
716
28
89
88
93
110
4
Malaysia
17
73
43
22
190
51
37
24
22
32
5
Vietnam
17
101
36
26
89
72
29
14
10
38
681
515
328
459
20
77
37
17
482
44
136
103
66
92 87
total mean
2,661
236
st.dev.
4
21
6
8
407
20
180
147
73
maks
28
101
43
26
1,072
72
455
361
182
236
min
17
49
27
6
89
21
29
14
10
32 n/a
world
38
59
24
6
39,001 24
3,962 3,407
13,802
% world
52%
130%
153%
277%
7%
17%
2%
183%
10
15%
7%
Figure 2. Current Production (1996) 4,000
3,500
Oil (mbo/d)
Gas (mboe/d)
3,000
mmboe
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Figure 3. Total Reserves Addition 9,000
Total Reserve addition 1987 - 1996 Gas (mmboe)
8,000 7,000
Total Reserve addition 1987 - 1996 Oil (mmbo)
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Figure 4. 1996 Remaining Discovered Reserves Remaining Discovered Reserves (1996) Gas (mmboe) Remaining Discovered Reserves (1996) Oil (mmbo) 45,000 40,000 35,000 30,000
mmboe
mmboe
6,000
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0
Australia
China
Indonesia Country
Malaysia
Vietnam
Figure 5. 1996 Reserve Production Ratio 1996 Reserves / Production Ratio Oil 1996 Reserves / Production Ratio Gas
120 100
% R/P
80 60 40 20 0
Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Geological Success Ratio (%)
Figure 6. Geological Success Ratio (%) 1987-1996 Geological Success Ratio (%) 1987-1996
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Reserves added/NFW (mmboe)
Figure 7. Finding Rate 30
Reserve added/NFW (mmboe) 1987-1996
25
20
15
10
5
0
Australia
China
Indonesia Country
Malaysia
Vietnam
Figure 8. Drilling Density
Drilling density
1,200 1,000 800 600 400 200 0 Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Figure 9. Mean Discovery Size
Mean Discovery Size
80
Mean Discovery Size
70 60 50 40 30 20 10 0
Australia
China
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Country
Figure 6.10. Lincensing Activity 500 450
New Exploration Awards
400
Total Exploration Licensed Licensed Area (10000 km2)
Licencing
350 300
# Active Company
250 200 150 100 50 0 Australia
China
Indonesia Country
Malaysia
Vietnam