Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
SOLUSI TERPADU PROGRAM ZERO WASTE EFFLUENT DAN INTEGRASI KEBUN-TERNAK DALAM INDUSTRI CPO (Integrated Solution for zero-waste effluent and animal-estate crop industry of CPO) I G. WENTEN Departemen Teknik Kimia-Institut Teknologi Bandung
[email protected]
ABSTRAK Minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) merupakan penghasil devisa andalan bagi Indonesia dari sektor industri agro. Namun demikian, permasalahan limbah hingga saat ini masih menjadi kendala utama dalam industri CPO. Kendala yang dialami saat ini adalah sulitnya proses degradasi terhadap limbah akibat tingginya kuantitas dan kandungan kontaminan yang dapat mencapai hingga 20.000-60.000 mg/l dan 40.000120.000 mg/l berturut-turut untuk BOD dan COD. Limbah pabrik CPO terutama berasal dari air kondensat perebusan dan heavy phase dari unit dekanter. Sejalan dengan perkembangannya, berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan efesiensi industri CPO dan mengatasi permasalahan limbah ini, salah satu diantaranya adalah dengan solusi terpadu yang mengkombinasikan program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak. Program zero waste effluent mampu mengatasi permasalahan limbah yang sangat krusial saat ini. Di sisi lain, output dari program ini dapat dimanfaatkan langsung untuk mensukseskan program integrasi kebun-ternak. Integrasi kebun ternak telah terbukti mampu memberikan berbagai keuntungan antara lain; pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik, produktivitas panen yang meningkat, dan dapat dihasilkannya energi dari biogas. Pada akhirnya, pembaruan pada tahap pengolahan minyak kelapa sawit, khususnya tahap perebusan, ekstraksi, dan pemisahan dalam rangka peningkatan perolehan minyak, yang disertai dengan implementasi teknologi membran di dalamnya untuk mewujudkan program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak merupakan solusi paling strategis saat ini. Katakunci: CPO, membran, limbah ABSTRACT Crude palm oil (CPO) is the primary devisa generating sector from agro-industry. However, problems of industrial wastes are still being faced recently. The main constraint is the difficulty in degrading the waste due to the bulkiness and pollutant contaminant that reach 20,000 to 60,000 mg/l and 40,000 to 120,000 mg/l, consecutively for BOD and COD. Waste of oil-palm industry is primarily come from the condensation of boiling water and the heavy phase of the decanter unit. Many efforts have been tried to increase the efficiency of CPO industry and to overcome the waste problem, such as the integrated solution to combine the zero waste effluent program and the integration of animal to the estate crop plantation. The zero waste effluent program has been successfully overcome this crucial waste problem. On the other hand, the output of this program can be used to support the integration of animal into the oil-palm plantation which is advantageous for producing organic fertilizer, increased oil-palm production, and the production of bio-gas. Ultimately, the improvement in the boiling, extraction processes and filtering the oil will increase the oil production. Implementation of membrane technology into the above-mentioned process will be appropriate to build zerowaste effluent program with integrated animal-estate crop system. Key words: CPO, membrane, waste.
413
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
PENDAHULUAN Minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) merupakan penghasil devisa andalan bagi Indonesia dari sektor industri agro. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan pasar CPO dimana sekitar 80% minyak kelapa sawit yang beredar di pasaran dunia dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia (DIWYANTO et al., 2003). Pemerintah Indonesia telah menargetkan produksi CPO nasional mencapai 14 juta ton pada tahun 2007 sehingga saat ini meskipun masih berada sebagai produsen CPO di peringkat kedua setelah Malaysia, tidak mustahil Indonesia akan menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia. Hal ini dimungkinkan karena ketersediaan lahan maupun biaya tenaga kerja yang lebih kompetitif. Sejalan dengan perkembangannya, berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja industri CPO, salah satu diantaranya adalah melalui sistem integrasi kebun-ternak atau dikenal sebagai sistem integrasi kelapa sawit-sapi (SISS). Sistem ini telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani dimana keuntungan yang dihasilkan tidak saja sematamata untuk sektor perkebunan sawit tetapi juga sektor peternakan. Namun demikian, permasalahan limbah hingga saat ini masih menjadi kendala utama dalam industri CPO. Harian Kompas terbitan 7 Juli 2004 bahkan menyoroti pencemaran Sungai Siak yang dituding terjadi karena pembuangan limbah sawit langsung ke badan air tanpa diolah terlebih dahulu. Dampak yang diakibatkan sangatlah mencemaskan karena kematian biota sungai yang terjadi merupakan indikasi kepunahan total karena tingkat kematiannya yang terus meningkat. Limbah yang dihasilkan dari industri CPO termasuk kategori limbah berat dengan kuantitas yang tinggi dan kandungan kontaminan yang dapat mencapai hingga 20.000-60.000 mg/l dan 40.000-120.000 mg/l berturut-turut untuk BOD (biochemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand). Limbah terutama dihasilkan dari tahap perebusan, pengendapan, dekantasi, dan sentrifugasi yang dilakukan selama proses klarifikasi CPO. Limbah cair yang dihasilkan dari tahap ini tidak kurang dari 2,5 m3/ton produk CPO. Jika proyeksi produksi yang
414
dicanangkan pada tahun 2005 yaitu sebesar 10 juta ton tercapai maka akan dihasilkan sekitar 25 juta m3 limbah cair. Limbah dalam bentuk heavy phase dan kondensat dengan karakteristik demikian sangat sulit diatasi hanya dengan konsep end-of-pipe treatment semata. Permasalahan utama yang dihadapi kemudian adalah kendala teknologi dimana pengolahan limbah yang ada saat ini sulit untuk menghasilkan keluaran yang mengarah pada industri CPO yang bebas limbah. Daya saing suatu industri tidak hanya ditentukan oleh jumlah, kualitas, dan harga produk yang dihasilkan tetapi juga ditentukan oleh proses produksi yang digunakan terutama untuk produk berorientasi ekspor. Beranjak dari permasalahan yang dijumpai di lapangan, pada makalah ini akan diulas mengenai solusi terpadu program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak dalam industri CPO. Aplikasi teknologi difokuskan pada penggunaan teknologi membran untuk pengolahan limbah heavy phase dan kondensat. Penggunaan membran keramik ditujukan untuk pengutipan (recovery) seluruh solid dari heavy phase sementara pengolahan limbah kondensat dilakukan dengan menggunakan kombinasi teknologi DAF (dissolved air flotation) dengan proses membran UF (ultrafiltrasi). Salah satu keunggulan dari penggunaan teknologi membran adalah potensi dihasilkannya bahan baku pakan ternak dan luaran yang tidak saja memenuhi standar buangan tetapi juga dapat digunakan kembali (reuse) ke dalam proses. PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI CPO Minyak sawit mentah (CPO) dihasilkan dari ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit. Terdapat dua jenis minyak kelapa sawit yaitu minyak yang berasal dari bagian sabut (pulp) kelapa sawit dan minyak yang berasal dari inti/biji kelapa sawit (PKO/palm kernel oil). Kandungan minyak di dalam sabut kelapa dan inti sawit berturut-turut adalah sebesar 50–55% dan 40% (NAIBAHO, 1996). Sekitar 220 kg CPO dan 21 kg PKO dapat dihasilkan dari satu ton tandan buah segar kelapa sawit. Minyak inti sawit atau kernel oil mirip sekali dengan minyak kelapa yang berasal dari kopra, hal ini dapat dilihat dari harga tetapan-tetapan yang
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
berlaku seperti misalnya iodine value dan saponification value, dan kandungan asam lauratnya. Pada umumnya, minyak kelapa sawit mengandung lebih banyak palmitat, oleat, dan linoleat dibandingkan dengan minyak inti sawit. Beberapa parameter yang biasa digunakan untuk menentukan standar mutu CPO adalah kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida. Parameter lain yang juga perlu diperhatikan adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas, spreadability, kejernihan, kandungan logam berat, dan saponification value. Mutu CPO yang baik adalah kadar air kurang dari 0,1%, kadar kotoran kurang dari 0,013%, kandungan asam lemak bebas kurang dari 2,7%, bilangan peroksida di bawah 2, tidak berwarna merah atau hijau dan kandungan logam berat serendah mungkin (NAIBAHO, 1980). Untuk menghasilkan mutu CPO yang baik maka teknologi proses pengolahannya merupakan faktor yang sangat penting. Secara umum, proses pengolahan kelapa sawit dari bentuk tandan buah segar (TBS) hingga menjadi crude palm oil (CPO) melewati beberapa tahapan yaitu penerimaan dan penimbunan TBS, sterilisasi, threshing, pelumatan buah, dan proses pengempaan. Minyak mentah yang dihasilkan masih harus dimurnikan lebih lanjut melalui proses klarifikasi yang terdiri dari pengenceran minyak dan penghilangan pasir serta serat. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan menggunakan ayakan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang masih tersisa. Tahapan terakhir dari keseluruhan proses adalah sentrifugasi untuk memisahkan minyak dari pengotor halus serta proses dewatering untuk memisahkan air yang masih tersisa. Diagram alir proses untuk produksi CPO dapat dilihat pada Gambar 1. UNADI (2003) menyatakan bahwa berdasarkan lokasi pembentukannya, limbah yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu limbah di lapangan dan limbah di tempat pengolahan. Contoh limbah di tempat pengolahan berdasarkan wujudnya adalah bahan padat (lumpur dari dekanter pada pengolahan buah kelapa sawit) dan bahan cair (limbah cair pabrik kelapa sawit dan air
cucian). Limbah di lapangan seperti tandan maupun pelepah sawit dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos ataupun pengganti hijauan pakan sapi. Serat perasan sawit (sabut) di sisi lain dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sementara limbah padat heavy phase keluaran dekanter dan limbah cair kondensat hingga saat ini belum berhasil dimanfaatkan. Peluang pemanfaatan teknologi membran difokuskan pada pengolahan heavy phase keluaran dekanter dan kondensat yang berasal dari tahap sterilisasi sehingga dihasilkan output yang dapat dimanfaatkan seperti akan dibahas pada bagian selanjutnya dari makalah ini. PROGRAM ZERO WASTE EFFLUENT Selama ini pengolahan limbah industri CPO terutama ditujukan untuk memenuhi standar buangan melalui sistem pengolahan biologis. Keluaran dari proses biologis dapat pula dimanfaatkan sebagai pupuk (land application) namun tentunya setelah melalui pengawasan yang ketat terhadap kualitas luaran. Namun demikian kendala yang dialami saat ini adalah sulitnya proses degradasi terhadap limbah akibat tingginya kuantitas dan kandungan kontaminan yang dapat mencapai hingga 20.000-60.000 mg/l untuk BOD dan 40.000-120.000 mg/l untuk COD. Tingginya kandungan organik menyebabkan dibutuhkan waktu yang relatif panjang bagi proses biologis untuk mampu mendegradasi limbah dengan sempurna. Produksi CPO yang berlangsung secara kontinu menyebabkan tingginya kebutuhan ruang untuk sistem pengolahan limbah ini. Seringkali kasus yang terjadi adalah ketidakmampuan sistem untuk menghasilkan luaran yang memenuhi baku mutu. Hal ini diperparah pula oleh keberadaan industri yang langsung membuang limbah tanpa melewati proses pengolahan terlebih dahulu. Salah satu contoh upaya yang telah dicoba dilakukan untuk meminimasi limbah adalah modifikasi pada sistem pengolahan CPO yaitu penggunaan filterpress untuk mengutip solid dari heavy phase. Pengutipan solid memungkinkan berkurangnya kandungan kontaminan limbah sementara solid ini sendiri dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pakan ternak. Akan tetapi berdasarkan uji coba yang
415
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
dilakukan, penggunaan filterpress kurang efektif untuk pengutipan solid terutama dari ekonomi dan operasionalnya yang kurang praktis. Teknologi membran sebagai salah satu teknik pemisahan memunculkan peluang pengolahan tidak saja terhadap pengutipan solid dari heavy phase tetapi juga pengolahan terhadap kondensat. Selama ini pengolahan kondensat lebih ditujukan pada pengolahan untuk mencapai standar buangan. Penggunaan membran khususnya membran ultrafiltrasi (UF) yang dikombinasikan dengan dissolved air flotation (DAF) membuka peluang untuk pemanfaatan kembali luaran membran sebagai
air proses sedangkan padatannya digunakan sebagai bahan baku pupuk kompos untuk pembibitan seperti terlihat pada Gambar 2. Sistem DAF telah dikenal sangat efektif untuk pemisahan minyak dan solid dengan berat jenis yang relatif lebih rendah dari air. Aplikasi DAF disamping sebagai pretreatment unit membran, juga diharapkan dapat menurunkan temperatur air secara signifikan. Hal ini menjadi sangat penting karena temperatur yang lebih rendah memungkinkan digunakannya membran polimer yang jauh lebih murah dibandingkan dengan membran keramik. Kombinasi DAFUF ini pada akhirnya diharapkan mampu mengatasi permasalahan buangan kondensat.
FFB (Fresh Fruit Bunch)
Calyx leaves and dirt
LOADING RAMP FFB Condensate
STERILISER
Dirt, oil and water Sterilised FFB
STRIPPER
Land application
Stalks Digested Fruit Oily fibre
DIGESTER Digested fruit
Dilution water
PRESS Press Cake (nuts and fibre)
Crude oil
NUT/FIBRE SEPARATOR
SCREEN
Wet nuts
Sceened oil Oil
SILO DRYER
SETTLING TANK
DEKANTER
Dried nuts
Water vavor
Clear oil
Sludge
Fibre
Oily sand
NUT CRACKERS CENTRIFUGE uncracked nuts
Sludge Oil
CENTRIFUGE Water and dirt
Cracked mixture FLOOR DRAINS
Water adn dirt
OIL TRAP Low grade oil
Cracked mixture dust and shell
C.M. BLOWER
VACUUM DRYER
HYDROCYCLONE OIL TRAP
Wet Kernels
Shell
SCREEN
PONDS
shell
low grade oil (secondary product) Liquor to drain or land disposal
SILO DRYER
OIL
Dried Kernels
Fibre and shell
KERNEL
Gambar 1. Diagram alir proses produksi CPO dari buah kelapa sawit
416
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
PI
Skimmer Module Membran Ultrafiltrasi
Retentat
Reaction Zone
Umpan Kondensat Terkoagulasi
Kembali ke Proses
Regulator valve
PI PI
Pompa Backwash
Pompa Filter
Flotation Zone
Udar a
Screen Filter Mesh 200
M
Check valve
Regulato r valve
Tangki Backwash
M
DAF Pump
Gambar 2. Skema sistem kombinasi DAF-UF untuk pengolahan limbah kondensat
Gambar 3. Struktur asimetris membran MF keramik
Total solid recovery heavy phase decanter Dekanter merupakan salah satu alat utama yang terlibat dalam proses pengolahan CPO khususnya untuk proses klarifikasi. Keluaran dekanter terdiri atas cake, light phase, dan heavy phase. Cake selama ini telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak sementara light phase diproses lanjut di dalam purifier menjadi CPO. Hingga saat ini heavy phase belum dimanfaatkan dan praktis menjadi limbah berat (high-strength wastewater) karena tingginya kandungan solid didalamnya. Proses pemisahan konvensional yang ada selama ini tidak dapat mengutip solid yang terdapat di dalam heavy phase karena ukuran solid yang terlalu halus sehingga tidak tertahan oleh media filter. Namun demikian, penggunaan
membran MF dengan pori yang berukuran submikron memungkinkan dilakukannya pengutipan seluruh solid dari heavy phase. Heavy phase keluaran dekanter memiliki temperatur yang tinggi (95oC) sehingga dalam proses pengolahannya digunakan membran MF keramik dengan struktur asimetrik seperti terlihat pada Gambar 3. Pada membran asimetris terdapat lapisan atas yang sangat tipis (skin) dengan tebal 0,1-1 µm dan merupakan membran berpori sempit yang menentukan selektivitas membran. Untuk memberikan kekuatan mekanik, lapisan skin ini ditunjang oleh lapisan berikutnya atau biasa dikenal sebagai support. Lapisan support memiliki ketebalan berkisar antara 50-150 µm (khususnya untuk membran polimer) dan sangat berpori.
417
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Membran MF keramik secara umum dipabrikasi dalam bentuk tubular. Dalam aplikasinya, membran digunakan dalam bentuk modul-modul yang ditempatkan dalam suatu housing. Satu modul membran keramik untuk aplikasi industri biasanya terdiri dari 19 saluran. Dimensi dan konfigurasi housing sangat bervariasi. Untuk aplikasi skala industrial, satu buah housing dapat menampung sampai dengan 19 buah modul membran keramik dengan dimensi diameter 30 mm dan panjang 1 m. Jumlah ini setara dengan luasan membran sekitar 4,5 m2. Konfigurasi modul membran keramik dan housing yang digunakan untuk pengutipan solid dari heavy phase dapat dilihat pada Gambar 4. Pada proses pengutipan solid dari heavy phase, membran dioperasikan dengan menggunakan pola aliran cross-flow. Pada pola
aliran cross flow, umpan dialirkan dengan arah sejajar dengan permukaan membran. Konsentrat disirkulasikan pada kecepatan yang lebih tinggi dengan tujuan menciptakan turbulensi di permukaan membran. Dengan perlakuan seperti ini, pembentukan lapisan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang diakibatkan oleh aliran crossflow umpan. Pada setiap operasi cross-flow, kecepatan aliran umpan sangat menentukan besarnya perpindahan massa dalam modul. Kelebihan sistem ini adalah tendensi fouling dapat dikurangi karena laju cross-flow yang tinggi akan meminimumkan ketebalan lapisan cake. Fluks permeat akan menurun di awal proses dan akan menuju pada kondisi stabil dalam kurun waktu tertentu ketika ketebalan lapisan foulant di permukaan membran tidak meningkat lagi seperti ditunjukkan Gambar 5.
Gambar 4. Modul membran MF keramik, penampang melintang, dan housing-nya
Fluks
J (fluks)
δ (tebal cake)
Waktu
Gambar 5. Skema operasi membran secara cross-flow pada membran MF keramik
418
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Proses filtrasi terhadap heavy phase dengan menggunakan membran keramik menunjukkan hasil yang menggembirakan dimana seluruh solid dapat dikutip. Selama ini cake yang berasal dari dekanter telah terbukti dapat digunakan sebagai pakan ternak. Uji coba pemberian pakan pada ternak sapi dengan menggunakan cake yang berasal dari dekanter telah dilakukan di Sumatera Utara dan telah mencapai hingga empat generasi (Manurung, 2004). Pada proses filtrasi dengan membran keramik ini, selain dihasilkan solid yang telah terpekatkan, dihasilkan pula aliran permeat berupa air yang telah terpisah dari solid dan dapat dipergunakan kembali sebagai air proses (Gambar 6). Dengan demikian, seluruh keluaran dari proses filtrasi dapat dimanfaatkan. Gambar 7 menunjukkan kurva kinerja filtrasi heavy phase dengan membran mikrofiltrasi keramik skala pilot pada berbagai
(a) heavy phase
kecepatan crossflow. Secara umum, fluks pada awalnya tinggi kemudian menurun akibat terjadinya peristiwa fouling. Pengaruh fouling terhadap fluks tunak sangat bergantung pada kecepatan cross-flow. Kecepatan cross-flow yang makin tinggi pada rentang tertentu akan memberikan gaya geser di permukaan membran yang semakin tinggi pula. Gaya geser yang dihasilkan akan mengikis partikelpartikel yang terdeposisi di permukaan membran sehingga transfer massa dapat ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa fouling pada membran lebih dinominasi oleh deposisi lumpur sawit di permukaan membran. Pada kecepatan cross-flow 1 m/s, fluks tunak yang dihasilkan mencapai 27 LMH setelah 360 menit operasi. Fluks yang cukup tinggi ini memberikan peluang sangat besar untuk aplikasi membran mikrofiltrasi keramik untuk pengutipan solid dari heavy phase.
(b) solid
(c) permeat
Gambar 6. Hasil filtrasi heavy phase dengan menggunakan membran mikrofiltrasi 40
Flux (LMH)
V1= 0.1 m/s 35
V2= 0.2 m/s
30
V3= 0.5 m/s V4= 1 m/s
25 20 15 10 0
50
100
150
200
250
300
350
400
Waktu (menit)
Gambar. 7. Pengaruh kecepatan cross-flow terhadap fluks pada proses filtrasi heavy phase dengan membran MF keramik
419
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
40.0 35.0
Flux (LMH)
30.0 25.0 20.0
Batch 1
15.0
Batch 2
10.0
Batch 3 Batch 4
5.0 0.0 1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20
2.40
2.60
VCR
Gambar 8. Hubungan antara fluks terhadap VCR pada filtrasi heavy phase dengan membran MF keramik
Gambar 8 menunjukkan kebergantungan fluks terhadap faktor pemekatan. Penggunaan membran mikrofiltrasi yang terbuat dari bahan keramik memungkinkan operasi berlangsung pada temperatur tinggi. Filtrasi terhadap heavy phase berlangsung pada temperatur 90oC. Pengujian dilakukan sampai pemekatan 2,5 kali. Fluks yang dihasilkan masih mencapai 20 LMH pada pemekatan 2,5 kali. Untuk empat kali pengujian, hasil yang diperoleh sangat konsisten. Gambar 9 menunjukkan sistem pengutipan solid dari heavy phase pada skala besar. Sistem
ini digunakan untuk mengolah keluaran heavy phase dari dekanter dengan laju alir sampai dengan 12 m3/jam dan dapat dihasilkan 6 m3/jam air permeat untuk digunakan kembali ke dalam proses, serta 6 m3/jam solid sebagai bahan baku pakan ternak. INTEGRASI KEBUN-TERNAK Sistem integrasi kebun-ternak merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kinerja industri CPO. Penurunan kualitas lahan
Gambar 9. Instalasi sistem pengutipan solid dari heavy phase dengan membran MF keramik di PT Agricinal (under construction)
420
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
perkebunan yang disebabkan penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus merupakan salah satu permasalahan yang dapat diatasi dengan sistem integrasi kebun-ternak. Hal ini sekaligus membantu meningkatkan produktivitas ternak (sapi) yang selama ini mengalami penurunan akibat penyusutan lahan yang beralih fungsi. Integrasi sawit-ternak dapat dilakukan dalam dua model usaha ekonomi yaitu “cow calf operation” (bakalan) dan “penggemukan” (AWALUDIN dan MASURNI, 2003). Meskipun pada awalnya integrasi kelapa sawit-sapi ditujukan untuk penyediaan tenaga kerja ternak pada saat panen sebagai alat transportasi dan perbaikan struktur tanah dengan aplikasi pupuk kandang, berdasarkan pada hasil-hasil penelitian maupun uji lapangan menunjukkan adanya keuntungan lain yang didapat seperti pemanfaatan produk samping kebun maupun limbah pengolahan CPO sebagai alternatif pakan ternak. Tingginya potensi keberhasilan pada sistem integrasi antara kebun dan ternak tidak terlepas dari terjaminnya ketersediaan pakan melalui pemanfaatan produk samping kebun. Produk samping kebun seperti daun kelapa sawit, pelepah kelapa sawit, dan tandan kosong dapat dijadikan sebagai sumber pakan bagi ternak sapi, demikian pula halnya produk samping yang dihasilkan dari proses produksi CPO seperti lumpur sawit dan bungkil kelapa sawit. ELISABETH dan GINTING (2003) melaporkan bahwa pakan dengan komposisi pelepah sawit 60%, lumpur dan bungkil inti sawit masingmasing sebesar 18% dan dedak padi 4% merupakan jenis pakan yang cukup baik untuk sapi potong. SUHARTO (2003) menyatakan bahwa serat perasan buah sawit dan daun kelapa sawit dapat dijadikan sebagai substitusi rumput sementara lumpur sawit (palm oil sludge) dan bungkil sawit dapat dijadikan sebagai bahan konsentrat untuk unggas dan ruminansia. Pengolahan secara mekanik, kimiawi ataupun biologis juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas limbah sawit sehingga layak digunakan sebagai pakan ternak. Dari segi kesuburan lahan, kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik sehingga efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan. DIWYANTO et al. (2003) menyatakan bahwa efisiensi pemupukan dapat dilakukan apabila jumlah pemberian pupuk
dapat dikurangi namun dengan tetap menjaga kesuburan lahan melalui aplikasi pupuk organik. Selain dimanfaatkan sebagai pupuk, terdapat potensi lain untuk memanfaatkan kotoran sapi yaitu untuk menghasilkan biogas sebagai alternatif sumber energi. DIWYANTO et al. (2003) juga menyatakan bahwa introduksi sapi dalam perkebunan sawit telah mampu meningkatkan kinerja pemanen yang semula hanya mampu memanen tandan buah segar (TBS) untuk luasan 10 ha/orang menjadi 15 ha/orang seperti yang telah dilakukan di PT. Agricinal, Bengkulu. Penggunaan sapi pada saat panen membantu meringankan beban kerja tenaga panen pada saat pengumpulan hasil terutama pada areal yang mempunyai topografi bergelombang (SITOMPUL, 2003). Sementara AWALUDIN dan MASURNI (2003) menyebutkan mengenai potensi penggunaan sapi sebagai agen biologis untuk pengendalian gulma di perkebunan. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada hasil lokakarya nasional “Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi” (2003). Penerapan teknologi membran memunculkan peluang untuk mencapai industri CPO bebas limbah sekaligus mendukung keberhasilan sistem integrasi kebun-ternak. Hal ini berkaitan dengan potensi pengutipan seluruh solid dari limbah heavy phase keluaran dekanter untuk kemudian dijadikan sebagai pakan ternak. SITOMPUL (2003) menyatakan bahwa sistem produksi ternak pada perkebunan sangat ditentukan pada ketersediaan pakan yang berkesinambungan terutama yang tersedia pada areal. Keuntungan yang didapat dari penggunaan teknologi membran tidak saja dimungkinkannya pengutipan solid sebagai alternatif pakan ternak dengan kadar air yang lebih rendah secara berkesinambungan tetapi juga permeat (air) yang dapat digunakan kembali sebagai air proses. Secara ekonomi, aplikasi teknologi membran untuk pengutipan solid sebagai bahan baku pakan ternak sangat kompetitif. Untuk kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam atau setara dengan kuantitas heavy phase 12 m3/jam, total investasi yang dibutuhkan sekitar 3 Milyar rupiah. Sistem ini mampu menghasilkan bahan baku pakan sekitar 6m3/jam atau sekitar 43.200 ton/tahun. Dengan estimasi nilai bahan baku pakan 500 rupiah/kg, total nilai produksi bahan pakan per tahun adalah 216 milyar rupiah. Ini berarti, pay
421
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
back period untuk investasi sistem ini sangat singkat. Analisis ini menunjukkan bahwa secara teknik dan ekonomis, aplikasi sistem membran keramik untuk pengutipan solid dalam kerangka implementasi program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak sangat kompetitif. PENUTUP Pengembangan secara berkesinambungan di industri CPO merupakan kunci sukses dalam era kompetisi global saat ini. Solusi terpadu yang mengkombinasikan program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak merupakan terobosan strategis dalam pengembangan industri CPO. Program zero waste effluent mampu mengatasi permasalahan limbah yang sangat krusial saat ini. Di sisi lain, output dari program ini dapat dimanfaatkan langsung untuk mensukseskan program integrasi kebunternak. Integrasi kebun ternak telah terbukti mampu memberikan berbagai keuntungan antara lain; pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik, produktivitas panen yang meningkat, dan dapat dihasilkannya energi dari biogas. Pada akhirnya, pembaruan pada tahap pengolahan minyak kelapa sawit, khususnya tahap perebusan, ekstraksi, dan pemisahan dalam rangka peningkatan perolehan minyak, yang disertai dengan implementasi teknologi membran di dalamnya untuk mewujudkan program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak merupakan solusi paling strategis saat ini. Gambar 10 menunjukkan konfigurasi tahap pengolahan minyak kelapa sawit dalam format baru dalam rangka implementasi program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh PT Agricinal melalui Kontrak Kerjasama antara PT. Agricinal dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung Nomor 020/DU/SBL/03 tentang Kegiatan Penelitian, Supervisi, dan Konsultasi “Proses Pengutipan Minyak dan Solid dari
422
Juice CPO Hasil Ekstraksi Screw Press”, Tahun 2003 dan Kontrak Kerjasama antara PT. Agricinal dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung Nomor 020/DU/SBL/04 tentang Kegiatan Penelitian, Supervisi, dan Konsultasi “Implementasi Program Zero Waste Effluent pada Pabrik Minyak Kelapa Sawit”, Tahun 2004. DAFTAR PUSTAKA AWALUDIN, R., dan S.H. MASURNI. 2003. Systematic beef cattle integration in oil palm plantation with emphasis on the utilization of undergrowth. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. DIWYANTO, K., D. SITOMPUL, I. MANTI, I W. MATHIUS dan SOENTORO. 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. ELISABETH, J. dan S.P. GINTING. 2003. Pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. NAIBAHO, P.M. 1980. Beberapa faktor yang berperan pada proses klarifikasi minyak sawit. Bull. BPP Medan. NAIBAHO, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. 1996. SITOMPUL, D. 2003. Desain pembangunan kebun dengan sistem usaha terpadu ternak sapi Balesia. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. SUHARTO. 2003. Pengalaman pengembangan usaha sistem integrasi sapi-kelapa sawit di Riau. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. UNADI, A. 2003. Teknologi alat dan mesin untuk agribisnis peternakan di kawasan perkebunan sawit. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. MANURUNG, N. M. 2004. Personal Communication.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tan d an B u ah Seg ar
50 oC
K o lam B u ah
Pad atan
U n it Pen g o lah an K o mp o s
D AF-U F
Pemb ib itan
Vacu u m D r yer Pen cacah an Tan d an
Air 90 o C
Steam Air Pan as Pu rifier
250/to n TB S
Air Pan as Per eb u san I
U n it Pelep as B u ah
U n it Pen cu cian B u ah
Per eb u san II
K o n d en sat
Steam
C PO
120 oC
Oil R eco very U n it
L ig h t Ph ase
C lear Oil U n it Pemisah B iji B erku lit
Press
C ST
150/to n TB S
D ekan ter
H eavy Ph ase
C ake
U n it Pen g o lah an Pakan Ter n ak
Pakan Ter n ak 100/to n TB S
C ake
Membran K eramik
Per meat
Gambar 10. Skema proses pengolahan minyak kelapa sawit dalam implementasi program zero waste effluent dan integrasi kebun-ternak di PT Agricinal
423