UJI COBA /DEMONSTRASI FORMULASI PAKAN MURAH BERKUALITAS UNTUK TERNAK SAPI DI KABUPATEN SINJAI Amirullah, dkk PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Paradigma pembangunan peternakan pada era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan
tangguh berbasis sumber daya lokal. Program aksi untuk
mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pegembangan agribisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah
Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) dan zero waste. Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat. Umumnya limbah pertanian termasuk limbah biologi, karena ditimbulkan sebagai sisa pengusahaan tumbuhan, salah atau benda biologi. Oleh karenanya, limbah pertanian merupakan sumber bahan organik, terutama karbon dalam bentuk karbohidrat. Selain itu, sering didapat bahan berguna lain dalam jumlah yang masih memadai, seperti protein, lemak, vitamin dan mineral serta serat. Oleh karena itu teknologi tentang pengolahan limbah pertanian perlu diupayakan agar dapat membantu peternak dalam menyediakan pakan ternaknya sehingga usahanya dapat berkembang dengan baik. Pengolahan limbah pertanian dalam bentuk complete feed akan dapat membantu
dalam
memenuhi
kebutuhan
ternak
karena
complete
feed
merupakan pakan lengkap untuk ternak rumenansia yang memiliki kandungan zat-zat makanan disusun dan diformulasi secara lengkap dan seimbang sesuai www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dengan kebutuhan ternak.
Penting untuk diperhatikan dalam pembuatan
complete feed adalah memperhatikan kandungan dari bahan yang akan digunakan serta memiliki nilai ekonomis. Dengan memperhatikan hal tersebut maka peternak dapat menekan biaya produksi berupa pakan dan akan memperoleh keuntungan yang maksimal. Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi. Perlu dipahami bersama bahwa ” tidak ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan sapi potong yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas”. Untuk itu diperlukan introduksi teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak sapi.
Upaya tersebut dapat ditempuh dengan
meningkatkan keterampilan peternak-peternak menyusun formulasi pakan melalui pemanfaatan bahan baku lokal.
Efektivitas dan efisiensi usaha tersebut
sangat tergantung pada : ketersediaan bahan, kandungan nutrisi (zat gizi yang diperlukan ternak), harga, anti nutrisi/racun (aflatoxin), tekstur bahan (apakah perlu diolah sebelum digunakan). Upaya untuk mempercepat penyebarluasan teknologi formulasi pakan murah untuk ternak sapi
dengan cara mendekatkan, memperkenalkan dan
memperagakannya ditingkat peternak melalui kegiatan demonstrasi plot. Dengan demonstrasi plot peternak tidak saja melihat dan melakukannya akan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tetapi berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya. Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya. Demplot merupakan tempat bagi peternak-peternak belajar sambil berbuat untuk menjadi tau dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya secara lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab peternak dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami sendiri, selama peternak menjadi pelaku dalam kegiatan demplot. Agar peternak lebih mendalami dan memahami proses pembelajaran ini diperlukan berbagai media penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya pikir dan daya nalar peternak. Di antaranya adalah dengan metode demonstrasi, dan cara demonstrasi adalah suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan cara dan penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna. Demonstrasi bukan suatu percobaan atau pengujian, tetapi suatu pendidikan lewat suatu percontohan.
2. TUJUAN Untuk memperkenalkan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk sapi dengan memanfaatkan limbah pertanian di Kabupaten Sinjai Untuk memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi dan sosial
teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk sapi di
Kabupaten Sinjai 3. PERKIRAAN KELUARAN Peternak mengetahui dan mampu menyusun formulasi
pakan murah
berkualitas untuk sapi di Kabupaten Sinjai Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya peternak dengan teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak sapi di Kabupaten Sinjai 4.
PERKIRAAN HASIL Peternak-peternak pada 3 FMA beserta anggotanya memahami, menerima dan terampil menformulasi pakan murah berkualitas untuk sapi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Peternak-peternak
berpartisipasi dalam proses pembelajaran sesuai
dengan daya pikir dan daya nalarnya Peternak dapat menggunakan metode dan media penyuluhan pertanian yang sesuai untuk melakukan transfer teknologi 5.
PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK MANFAAT Peternak-peternak mampu menformulasi dan memproduksi pakan murah berkualitas untuk ternak sapi di Kabupaten Sinjai DAMPAK Tersedianya pakan murah dan berkualitas untuk ternak sapi di Kabupaten Sinjai sebagai suatu peluang usaha bisnis
TINJAUAN PUSTAKA Menurut Salfina, dkk (2004) bahwa pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha penggemukan sapi, baik hijauan (pakan dasar), konsentrat maupun adiktif. Sejalan dengan hasil penelitian Gunawan, et al,. (1996), bahwa pemberian konsentrat dapat meningkatkan PBBH sapi bali , PO, dan Madura hingga mencapai 660, 750, dan 650 gr/ekor/hari. Ransum untuk penggemukan sapi tidak cukup hanya dipenuhi dari pakan hijauan saja, melainkan perlu dukungan pakan konsentrat yang memadai. Kebutuhan pakan konsentrat ini tergantung jenis sapi yang dipelihara, untuk sapisapi lokal yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan < 1 kg/hari, memerlukan pakan konsentrat yang lebih kecil. Lain halnya untuk sapi-sapi peranakan unggul yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan > 1 kg/hari, maka memerlukan pakan konsentrat yang lebih tinggi (Nuschati et al.,2007) Soeparno (1998) dan Tillman et al. (1998) melaporkan bahwa faktor genetis dan asupan nutrisi sangat mempengaruhi terhadap kecepatan pertumbuhan ternak. Sapi eks-impor yang memiliki kecepatan pertumbuhan tinggi (misal sapi peranakan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Simmental, Limousin, Frishian Holstein), tidak akan mampu memberikan PBBH sesuai kemampuan genetisnya apabila asupan nutrisi yang diberikan sama seperti penggemukan pada sapi lokal. Demikian sebaliknya untuk sapi lokal (misal sapi Peranakan Ongole/PO) yang secara genetis memiliki kecepatan pertumbuhan rendah sampai sedang, juga tidak akan mampu memberikan PBBH seperti sapi eks-impor walaupun diberikan asupan nutrisi lebih dari kebutuhannya (Tillman et al.,1998 dan Aryogi et al.,2005). Oleh karena itu dalam usaha sapi kereman perlu teknologi pemberian pakan sesuai kebutuhan (adequate), sehingga dapat menghindari terjadinya pemborosan biaya produksi pakan sekaligus dapat meningkatkan konversi pakan yang dideposisi dalam daging sapi (Prawirodigdo et al.,2004). Pemberian pakan hijauan meskipun bisa diprediksi dengan rumusan yang ada, sebaiknya tidak terlalu dibatasi melainkan perlu dilebihkan dari yang semestinya dikonsumsi. Hal ini untuk memberikan keleluasaan pada ternak yang mengkonsumsi karena tingkat konsumsi ransum pada sapi kereman di Indonesia cukup beragam. (Anggraeny et al., 2005; Wijono dan Mariyono, 2005 dan Nuschati et al., 2005). Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula (Umiyasih, 2007). Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah teknologi pakan lengkap (complete feed) merupakan salah satu metoda/teknik pembuatan pakan yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian/ perkebunan dan limbah agroindustri melalui proses pengolahan dengan perlakuan fisik dan suplementasi untuk produksi pakan ternak ruminansia. Proses pengolahannya meliputi pemotongan untuk merubah ukuran partikel, pengeringan, penggilingan/ penghancuran, pencampuran antara bahan serat dan konsentrat yang berupa padatan
maupun
cairan,
serta
pengemasan.
Pemanfaatan
limbah
pertanian/perkebunan yang tersedia secara lokal di masingmasing wilayah, ditambah dengan penggunaan limbah agroindustri, merupakan salah satu upaya dalam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
mengembangkan produksi pakan dengan kualitas standar dan sekaligus murah. Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.
Tinggi
rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
Beberapa
tentang bahan baku pakan : Sumber serat adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan serat kasar (SK) >18%, contohnya limbah pertanian, kulit biji polong-polongan dll. Sumber energi adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau dinding selnya kurang dari 35%, contohnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, umbi-umbian
dan
limbah
sisa
penggilingan. Sumber protein adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan protein kasar >20% baik bahan yang berasal dari tumbuhtumbuhan seperti bungkil, bekatul maupun yang berasal dari hewan seperti silase ikan. Sumber mineral adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi, misalnya garam dapur, kapur makan, tepung ikan, tepung kulit bekicot, tepung kulit kerang dan tepung kulit ikan. Sumber vitamin adalah bahan-bahan yang memiliki kandungan vitamin cukup tinggi, misalnya makanan berbutir dan umbiumbian. Pakan tambahan adalah bahan-bahan tertentu yang ditambahkan kedalam ransum, seperti obat-obatan, anti biotika, hormon, air, dan zat pengharum. Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya (Umiyasih, 2007).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri. Difusi
didefinisikan
sebagai
suatu
proses
dimana
suatu
inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: 1) keunggulan relatif (relative advantage), 2) kompatibilitas (compatibility), 3) kerumitan
(complexity), 4) kemampuan
diuji cobakan
(trialability) dan
5)
kemampuan diamati (observability). Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
METODE PELAKSANAAN PROSEDUR a. Bahan Pakan yang digunakan adalah pakan hijauan dan bahan pakan lokal yang dapat digunakan sesuai dengan ketersediaan bahan yang ada di setiap wilayah, adapun bahan baku pakan yang digunakan untuk menformulasi pakan murah antara lain : 1. Sumber Serat Kasar ; kulit kacang tanah, tongkol jagung
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2. Sumber Energi
; dedak.
3. Sumber Protein
; tepung ikan
4. Sumber Mineral
; pikuten
b. Pendekatan Kegiatan Demonstrasi Plot (Demplot) akan dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dalam menunjukkan teknologi formulasi pakan murah dan berkualitas untuk sapi melalui pendayagunaan limbah pertanian dan agroindustri untuk mendukung ketersediaan pakan yang kontinue. c. Tahapan Pelaksanaan Persiapan 1)
Penelusuran hasil-hasil penelitian teknologi pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri sebagai sumber pakan sapi yang potensial
2)
Identifikasi sebaran teknologi formulasi pakan murah berkualitas untuk ternak sapi di Kabupaten Sinjai;
3)
Identifikasi FMA
yang membutuhkan teknologi formulasi pakan murah
berkualitas di Kabupaten Sinjai; 4)
Identifikasi dan inventarisasi potensi sumberdaya limbah pertanian dan agroindustri yang tersedia untuk formulasi pakan murah berkualitas di Kabupaten Sinjai;
Pembentukan Tim Pelaksana Pelaksana kegiatan adalah Tim yang terdiri dari Penyuluh , Peneliti dan Teknisi BPTP Sulawesi Selatan yang bidang keahliannya sesuai dengan
teknologi
yang di Uji Coba/didemonstrasikan, serta melibatkan penyuluh di tingkat kabupaten Penyediaan Bahan Diseminasi Jenis media yang disediakan adalah Juknis pelaksanaan demplot dalam bentuk folder. yang memuat informasi tentang limbah pertanian dan agroindustri yang potensial sebagai bahan baku pakan murah berkualitas Koordinasi Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelolah P3TIP/FEATI, Dinas terkait, BPP dan Gapoktan untuk penyampaian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kegiatan yang akan dilaksanakan,
data lokasi dan Gapoktan pengelolah FMA FEATI, jadwal tanam yang telah disepakati oleh kelompok serta pengadaan sarana produksi Penetapan Lokasi dan Peternak Pelaksana Penetapan lokasi Uji Coba/Demonstrasi dilakukan bersama sama pengelolah FEATI Kabupaten dan Penyuluh lapangan dengan persyaratan bahwa. : 1) Lokasi
kegiatan
Uji Coba/demonstrasi adalah lokasi
P3TIP/FEATI; 2)
letaknya berada dipinggir jalan; 3) mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh peternak sekitar; 4) bebas dari banjir, kekeringan; 5) tidak jauh dari jalan yang
dilewati kendaraan roda 2 atau roda 4. Persyaratan peternak
pelaksana/kooperator adalah : 1) ketua Gapoktan pengelola FMA FEATI atau anggota
Gapoktan
didemonstrasikan
dan
yang
dominan
membutuhkan
mengusahakan teknologi
komoditi
tersebut;
2)
yang
Peternak
kooperator sebaiknya inovatif; 2) mudah diajak kerjasama dalam pelaksanaan kegitan ; 3) dan dapat menggerakkan kelompok tani lainnya. Pelaksanaan 1)
Waktu Waktu pelaksanaan kegiatan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011.
2)
Lokasi Desa Lamatti Riaja Kec. Bulu Poddo Kab. Sinjai dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi FEATI/P3TIP.
3)
Peternak Pelaksana H. JUmri (ketua kelompoktani Sicirinnae 2 tergabung dalam FMA Lamattti Jaya)
4)
Sosialisasi/Apresiasi Awal kegiatan Sosialisasi teknologi dilakukan mengawali kegiatan demonstrasi bertujuan untuk menyampaikan teknologi yang akan diintroduksi. dilakukan di lokasi kegiatan
Pertemuan ini
sebagai nara sumber yaitu
Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan dihadiri oleh peternak peternak anggota Gapoktan/Gapoktan
Peneliti dan pelaksana,
lain yang mengusahakan sapi,
para penyuluh, petugas dari Instansi terkait dan Pemda. Pada pertemuan ini interaksi yang dilakukan melalui media cetak dan dialog antara nara
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sumber dan peternak-peternak
Kegiatan ini melibatkan
3 (tiga)
kelompoktani sapi yang tergabung dalam FMA Lamatti Jaya 5)
FGD (Focus Group Discussion) Kegiatan ini bertujuan menggali informasi kemampuan/ penguasaan teknologi, kebiasaan peternak dalam mengelola usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi.
Hasil
pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang pilihan jenis bahan pakan dari limbah pertanian untuk diformulasi menjadi pakan murah berkualitas.
Focus Group Discussion yang melibatkan peternak
kooperator dan anggotanya. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh kesepakatan rakitan teknologi dengan peternak koopertaor. 6)
Aplikasi Teknologi Memperkenalkan
limbah-limbah
pertanian
yang
dapat
dijadikan
sumber pakan murah berkualitas dan kandungan nutrisinya Menunjukkan cara formulasi pakan murah berkualitas Melibatkan peternak-peternak
secara aktif dalam setiap aktivitas
demonstrasi teknologi formulasi pakan murah berkualitas Setiap tahapan aplikasi teknologi, menghadirkan beberapa FMA untuk melihat secara langsung formulasi pakan murah berkualitas Formulasi pakan murah berkualitas untuk 100 kg adalah :
7)
Dedak padi 31,5 kg
Tepung Kulit kacang 31,5 kg
Tepung Tongkol jagung 31,5 kg
Tepung ikan 5 kg
Tepung mineral Pikuten 0,5 kg
Pengamatan Data yang dikumpulkan adalah : Ketersediaan bahan pakan berupa limbah pertanian Jenis limbah pertanian Jumlah limbah pertanian yang tersedia Waktu ketersediaannya Palatabilitas (tingkat kesukaan sapi)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Nilai ekonomi jenis-jenis limbah pertanian yang dijadikan sumber pakan Karateristik peternak anggota FMA yang terlibat Alokasi waktu berdasarkan komponen aktivitas
dalam demonstrasi
teknologi formulasi pakan murah berkualitas (tingkat partisipasi peternak-peternak ) Alokasi kemampuan penginderaan (telinga, mata, tangan) menyerap informasi teknologi dalam proses belajar melalui demonstrasi (tingkat partisipasi peternak-peternak) Respon, tanggapan teknologi
yang
dan komentar peternak-peternak terhadap
didemonstrasikan
melalui
dialog,
wawancara
menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi : Tingkat pengetahuan, pemahaman,
kemampuan teknis,
dalam
menerapkan teknologi yang didemonstrasikan Masalah yang ada jika teknologi diterapkan Kemungkinan untuk dilanjutkan musim berikutnya Data
tingkat kepuasan peternak-peternak
terhadap
teknologi yang di
anggota kelompok
Uji Coba/Demonstrasi terkait dengan
karakter teknologi introduksi, yang meliputi : Kelebihan teknologi yang diintroduksi Kekurangan teknologi yang diintroduksi Data penggunaan Dana Non APBN/LOAN dalam pembiayaan kegiatan Demonstrasi 8)
Analisa Data Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis : Analisis statistik sederhana untuk melihat kelayakan teknis teknologi Kelayakan financial pakan murah berkualitas ditentukan berdasarkan imbangan antara tambahan penerimaan dengan tambahan biaya akibat penerapan teknologi introduksi atau Marginal benefit cost ratio (MBCR).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P) MBCR :
Total Biaya (B) – Total Biaya (P)
Keterangan : B : Teknologi Baru ; P : Teknologi Peternak Analisis deskriptif untuk melihat tingkat partisipasi FMA terkait dengan alokasi waktu, alokasi kemampuan penginderaan, faktor internal dan faktor eksternal peternak Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan peternak terkait preferensinya
dan
hasil
karakterisasi
teknologi
yang
didemonstrasikan Analisis respon peternak-peternak dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya peternak dengan teknologi yang didemonstrasikan Analisis porsi dana non APBN/LOAN :pembiayaan demonstrasi Temu Lapang Kegiatan ini dilakukan pada setiap tahapan aplikasi teknologi dan menjelang akhir kegiatan, untuk lebih meningkatkan pemahaman
peternak dan
kemungkinan penerapannya lebih lanjut. Pelaporan dan Seminar Hasil Kegiatan ini dilakukan menjelang akhir kegiatan. Setelah data primer terkumpul, diolah dan dianalisis, untuk penyusunan laporan dan selanjutnya dilakukan seminar untuk menampung saran dan perbaikan, sehingga laporan dianggap layak dan dapat dipahami oleh yang memerlukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sumberdaya Hasil analisis secara komprehensif sumberdaya alam untuk pelaksanaan kegiatan Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi merupakan indikator dalam penentuan lokasi yaitu antara lain ; temperature, kelembaban, curah hujan dsb. www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Kecamatan Bulupoddo memiliki
temperature yang relative baik bagi pertumbuhan sapi potong terbukti dengan meningkatnya laju pertumbuhan yang diakibatkan oleh konsumsi pakan yang meningkat. Curah hujan di wilayah ini juga cukup tinggi yaitu 800 mm/tahun sehingga berkorelasi tinggi dengan ketersediaan pakan hijauan. Selain
itu pula karena
tingginya curah hujan mengakibatkan temperature potensial bagi pertumbuhan sapi potong. Demikian juga dengan kondisi topografi lokasi akan mempengaruhi temperature, curah hujan, dan kelembababan lingkungan.
Dalam hal ini
kecamatan Bulupoddo sedikit berbukit sehingga bisa menghambat arah angin sehingga menjadi pertimbangan pembuatan kandang. Selain itu juga arah sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang. Melihat kondisi tersebut
masa yang tepat untuk penggemukan sapi
adalah mulai dilakukan pada bulan Desember sampai dengan bulan Juli, karena dapat menjamin kualitas maupun kuantitas pakan yang diberikan pada masa penggemukan
sehingga
akan
memberikan
pertumbuhan
optimal
serta
mempercepat periode produksi. Hal ini akan menjadi lebih efisien baik dari tenaga ataupun biaya lain dibutuhkan dalam proses produksi. Yasa, dkk (2006) menyatakan bahwa pertambahan bobot sapi pada bulan Maret sampai Juni laju pertumbuhannya mulai menurun dari bulan Juli sampai Agustus. Kondisi ini seiring dengan menurunnya ketersediaan pakan khususnya untuk hijauan serta kurang baiknya kondisi lingkungan dengan rendahnya curah hujan pada saat itu. Hal tersebut dapat dijadikan referensi untuk, penggemukan sebaiknya diawali pada bulan Desember selanjutnya dipasarkan pada bulan MeiJuni tahun berikutnya.
Namun demikian
pengalaman menunjukkan bahwa
penggemukan yang dilakukan mulai pada bulan Mei-Juli memberikan hasil yang tidak mengecewakan. Strategi lain yang dapat dilakukan berupa peningkatan 1) volume pemberian pakan konsentrat ditingkatkan, namun dengan perhitungan secara ekonomis terlebih dahulu; 2) memperbesar bobot badan awal sapi yang akan digemukkan, yakni
paling
yang dibutuhkan untuk
mencapai
tidak
300 kg
bobot potong
supaya waktu pemeliharaan menjadi
lebih singkat
(5
bulan); dan 3) meningkatkan sumber pakan hijauan bermutu melalui penananam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
hijauan pakan bermutu tahan kering seperti lamtoro yang telah terbukti berproduksi sepanjang tahun. Eksistensi kelembagaan pertanian di wilayah ini meliputi kelembagaan peternak yaitu kelompoktani dan Gapoktan, kelembagaan keuangan berupa BRI Unit, kelembagaan penyuluhan berupa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan berinteraksi baik dengan peternak di wilayahnya, kelembagaan pemasaran berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 3 kali seminggu. Di pasar ini juga sebagian besar peternak melakukan transaksi pembelian sarana produksi dan penjualan hasil produksi. 2. Karakteristik Peternak Karakteristik peternak perlu menjadi pertimbagan dalam proses transfer teknologi karena kondisi internal ersebut berperan dalam berbagai proses yang dilalui seseorang dalam
berinteraksi dengan hal-hal inovatif.
Karakteristik
secara internal digambarkan oleh umur, tingkat pendidikan formal, luas pemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman dalam berusaha ternak sapi secara berturut-turut akan dibahas dan disajikan dalam tabel-tabel berikut . Umur Peternak Kemampuan fisik seorang peternak dalam melaksanakan usahataninya sangat dipengaruhi oleh kemampuan fisik. Demikian juga dengan kinerja seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur.
Semakin tinggi umur seseorang,
maka kemampuan bekerja akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu.
Secara detail akan diurai
dan dibahas kemudian disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1. Distribusi Peternak Menurut Umur pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
Umur (thn)
Jumlah Peternak (org)
Prosentase (%)
1.
< 40
8
32
2.
40 – 45
11
44
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3.
46 – 51
4
16
4.
52 – 57
2
8
Jumlah
25
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
berada pada usia 40 – 45 tahun.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada umumnya peternak berada pada usia produktif yaitu kisaran usia 17 – 65 tahun,
sehingga secara fisik masih
memiliki kemampuan yang
cukup baik untuk melakukan aktivitas usahatani dan usaha ternaknya. Termasuk di dalamnya menerapkan meningkatkan kinerja usahanya.
berbagai teknologi yang tersedia untuk
Namun demikian masih perlu bimbingan
lebih lanjut untuk menerapkan suatu komponen teknologi, karena tingkat ketrampilan seseorang akan dapat dicapai dengan meningkatkan frekuensi aktivitas yang sama. Tingkat Pendidikan Formal Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kapasitas sumberdaya manusia.
Namun peningkatan kapasitas seseorang
dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal, dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal peternak akan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami fenomena yang ada, yang selanjutnya akan menanamkan pengertian, sikap dan mempengaruhi kemampuan peternak untuk bertindak lebih terhadap suatu inovasi teknologi.
Untuk lebih meyakini bahwa tingkat
pendidikan formal seseorang sangat mempengaruhi
pembentukan opini,
pembentukan sikap, akan diuraikan dalam tabel berikut. Tabel 2. Distribusi Peternak Menurut Pendidikan Formal pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No. 1.
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tanggap
Jumlah Peternak (org) -
Prosentase (%) -
2.
Tamat SD
2
8
3.
SMP
15
60
4.
SMA
8
32
Jumlah
25
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas
sudah pada tingkat pendidikan menengah sehingga memberikan gambaran kapasitas yang cukup optimal untuk melakukan interaksi dengan dunia luar. Kapasitas tersebut salah satunya adalah kemampuan mengakses informasi dan teknologi relatif lebih baik. Meskipun dalam berkomunikasi masih sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga masih terdapat kendala dalam transfer teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dialogis untuk berinteraksi sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan memudahkan upaya transfer teknologi ke depan.
Kualitas interaksi yang
baik akan menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan terjadi umpan balik secara alami. Pengalaman Berusahatani Pengalaman merupakan ujung tombak dari suatu proses penemuan, dimana pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam hal ini peternak-peternak akan menjadi referensi bagi pengembangan usahatani-ternaknya ke depan.
Oleh
sebab itu sangatlah penting menggambarkan pengalaman karena merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki, pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah.
Hal tersebut akan diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 3. Distribusi Peternak Menurut Pengalaman Berusahatani pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
Pengalaman Berusahatani (thn)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Jumlah Peternak (org)
Prosentase (%)
1.
< 5 tahun
3
12
2.
5 – 10 tahun
12
48
3.
11 – 20 tahun
5
20
4.
> 20 tahun
5
20
Jumlah
25
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak-peternak memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak yaitu 5 – 10 tahun, yang menjadi indikator bahwa banyak pengetahuan yang sudah dimiliki mereka dalam pemeliharaan sapi potong, melakukan
interaksi
dan
komunikasi
yang
berlansungnya proses transfer teknologi. formulasi
pakan
murah
berkualitas
akan
lebih
mudah
Namun demikian teknologi
yang
merupakan hal baru bagi mereka sehingga
baik
sehingga dengan
menggunakan
bahan
lokal
akan membawa dampak pada
peningkatan mutu pemeliharaan sapi potong. Kondisi usaha ternak sapi potong
yang dikelola Peternak
masih
sangat tradisional, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi dan pendapatran masih terbuka lebar yang didukung dengan ketersediaan sumberdaya pertanian yang memiliki potensi limbah yang cukup banyak. Kepemilikan Sapi Syarat utama penggemukan sapi adalah ternak sapi yang akan digemukkan, dan merupakan salah satu faktor produksi.
Pada umumnya
peternak memiliki 1 – 3 ekor per rumah tangga tani. Kepemilikan ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemampuan mengelola usaha dan kepemilikan modal. Di samping itu juga pada umumnya peternak masih berusahatani di persawahan untuk menopang kebutuhan pangan keluarga. Secara tradisional pengembangan sapi potong mengandalkan pakan hijauan, pakan
yang
murah
penggemukan sapi.
dan
peternak hanya
sehingga perlu pengembangan formulasi berkualitas
untuk
mendukung
Sapi sebagai aset usahatani peternak,
program namun
demikian untuk lebih meningkatkan produktivitasnya perlu dikelola dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
optimal dan bijaksana. Hal tersebut terkait dengan kelestarian sumberdaya. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi Peternak Menurut Kepemilikan Ternak Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
Kepemilikan ternak (ekor)
Jumlah Peternak (org) 5
Prosentase (%) 20
1.
1
2.
2-3
12
48
3.
>3
8
32
Jumlah
25
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan
bahwa tingkat
kepemilikan yang masih relatif kecil ini berpotensi untuk dikembangkan dalam suatu kelompok untuk lebih mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan teknologi.
Hal tersebut ditempuh agar dapat diperhitungkan tingkat
kelayakan usaha penggemukan sapi di tingkat
peternak.
Dalam
mengoptimalkan manfaat teknologi formulasi pakan murah dan berkualitas dapat diketahui juga nilai tambah dari investasi. Kondisi Awal Peternak (Pengetahuan) Proses bagaimana suatu
inovasi disampaikan (dikomunikasikan)
melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem social, membutuhkan waktu yang relative cukup.
Hal
tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Keputusan inovasi tersebut dapat diperkuat oleh data awal yang diperoleh melalui identifikasi pengetahuan awal yang dimiliki peternak tentang teknologi yang akan di introduksi melalui kegiatan ujicoba/demonstrasi. Pengetahuan awal peternak dalam kegiatan ini diuraikan secara jelas dalam tabel berikut : Tabel 5. Pengetahuan Awal Peternak Tentang Teknologi Introduksi pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Uraian Informasi Teknologi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Pakan Potensi Bahan Baku yang tersedia Potensi Dedak Padi sebagai bahan baku pakan Potensi Limbah Kacang Tanah sebagai bahan baku pakan Potensi Limbah Tongkol Jagung sebagai bahan baku pakan Potensi Limbah ikan sebagai bahan baku pakan Potensi Keong Mas sebagai bahan baku pakan Jumlah Rata-rata
Pengetahuan (N=25) Ya Tidak 2 23
Prosentase (%) Ya Tidak 8 92
1
24
4
96
15
5
60
40
-
25
-
100
-
25
-
100
8
17
32
68
-
25
-
100
26
144
104
596
3,71
20,57
14,86
85,14
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan peternak tentang potensi limbah pertanian sebagai bahan baku pakan maupun jenis-jenis limbah pertanian yang dapat dijadikan bahan baku pakan relatif kurang (85,14%).
Meskipun
potensi bahan baku pakan lokal yang dapat
dimanfaatkan tersedia cukup banyak di lokasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Hal tersebut merupakan
indikator bahwa teknologi yang akan didemonstrasikan memiliki peluang untuk dapat diterima dan diterapkan karena ketersediaan bahan demonstrasi cukup baik dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya terjamin. Sumber energi, termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : (a) kelompok hasil sampingan serealia (tongkol jagung dan kulit kacang tanah); dan (b) limbah penggilingan (dedak padi). Sumber protein Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman).
Pada kegiatan ini sumber protein dalam formulasi pakan
murah digunakan bahan
yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung
tulang dan sebagainya). Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan
pakan
akan
mempengaruhi konsentrasi kandungan
vitamin
dan
mineralnya. Sumber vitamin dan mineral, yang digunakan dalam kegiatan ini diharapkan berasal dari keong mas yang akan digiling menjadi tepung, karena cukup tersedia. Namun karena setelah dicoba dijemur untuk kemudian digiling, isi keong mas ikut mencair sehingga tidak memungkinkan untuk diolah, selain itu pula kandungan gizinya sudah berkurang.
Untuk itu digunakan bahan
pengganti berupa mineral yang sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya pikuten. C. Kinerja Teknis Teknologi Introduksi Melalui
teknologi yang diaplikasikan dalam kegiatan ini, menunjukkan
bahwa antusias peternak dalam
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
mempelajari kandungan gizi pakan,
pencampuran pakan
sangat tinggi sehingga memberikan efek yang baik
terhadap pertambahan bobot badan harian sapi yang digemukkan. Kinerja teknis teknologi yang akan diurai dan dibahas meliputi penimbangan sapi untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH).
Dimana tingkat
efektivitasnya ditunjukkan oleh besarnya tingkat kenaikan.
Secara detailnya
akan diuraikan dalam tabel berikut :. Tabel 6. Kinerja Teknis Teknologi pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. ID Sapi/ I II Periode Penimbangan 363 A1-1 390 351 A1-2 377 268 A1-3 293 Sumber : Hasil Olahan Data Primer
III
IV
V
VI
417 404 319
450 432 347
479 462 377
520 510 406
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot badan setiap kali penimbangan, bervariasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
namun demikian laju peningkatannya sangat
Grafik 1. Hasil Penimbangan Sapi yang Diberi Pakan Murah Hasil kegiatan penggemukan sapi potong ini juga membrikan rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi sebesar 1,7 kg/ekor/hari. Uraian
data PBBH sapi yang
digemukkan dituangkan dalam tabel berikut : Tabel 7. Data Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. ID Sapi/ Komponen pengukuran A1-1
BB AWAL (kg)
BB AKHIR (kg)
SELISIH (kg)
PBBH (kg/hari)
363
520
157
1,75
A1-2
351
510
159
1,76
A1-3
268
406
138
1,53
Jumlah
982
1.436
454
5,04
Rata-rata
327,3
478,6
151,3
1,68
Sumber : Analisis Data Primer
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Grafik 2. PBBH Sapi yang Digemukkan Pada tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa dalam penggemukan sapi sangat ditentukan oleh sistem atau pola yang dikembangkan. Dalam hal ini bahwa setiap pola atau model penggemukan sapi yang dikembangkan perlu perencanaan yang matang sehingga seluruh komponen yang berpengaruh dalam berlangsungnya penggemukan dapat dikendalikan dengan baik. Pembelajaran penting dalam usaha penggmukan sapi adalah penerapan sistem manajemen yang baik yang disertai dengan kemampuan manajerial pengelola. Dalam penggemukan sapi semua komponen manajeman diterapkan, mulai
dari
perencanaan,
pengaturan,
pelaksanaan,
dan
pengendalian/pengawasan mutlak harus dilakukan. Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh peternak, penyuluh dan peneliti sebagi nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam yang akan diujicoba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan kemampuan peternak secara teknis untuk menerapkan teknologi. Apabila kita mengharapkan peternak akan mengadopsi teknologi tersebut, harus diyakini bahwa hal itu merupakan kebutuhan yang benar-benar diingikan oleh peternak. Suatu teknologi akan menjadi kebutuhan apabila dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi peternak. Sehingga dibutuhkan identifikasi masalah yang tepat; karena sesuatu yang kita anggap masalah,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
belum tentu menjadi masalah pula bagi orang lain, kemudian jikapun permasalahan itu benar dirasakan oleh peternak, belum tentu penyelesaian yang ditawarkan melalui intervensi teknologi sesuai dengan kondisi peternak secara ekonomi, teknis, social dan budayanya. Dari kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan kegiatan FGD untuk memperoleh rancangan dan desain teknologi yang disepakati dan siap untuk di demonstrasikan kepada peternak.
Kesepakatan yang dicapai melalui
hasil musyawarah dan diskusi tentang kandungan gizi bahan pakan, ketersediaan bahan pakan di lokasi dari aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya, dan teknis pengolahannya. Secara jelas akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 8. Ketersediaan Bahan Baku Pakan Murah pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
Bahan Baku Pakan Dedak
Waktu Palatabilitas Nilai Ekonomi Ketersediaannya (Rp/kg) 1. Sepanjang Suka 1.500 waktu 2. Kulit Kacang Tergantung Suka 500 Musim 3. Tongkol Jagung Sepanjang Suka 500 Waktu 4. Limbah Ikan Sepanjang Suka 15.000 Waktu 5. Pikuten Sepanjang Suka 35.000 Waktu Sumber : Hasil Olahan Data Primer Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku pakan yang dipilih untuk menformulasi pakan murah cukup banyak tersedia di lokasi, namun pemanfaatannya masih relatif rendah.
Penelitian (Syamsu, 2006)
menunjukkan hanya 37.88% peternak di Sulawesi Selatan yang menggunakan limbah pertanian sebagai pakan. Beberapa faktor yang menyebabkan peternak tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah Liana & Febrina (2011) : a) umumnya peternak membakar limbah tanaman pangan terutama jerami padi karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah, b) limbah tanaman pangan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
bersifat kamba sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga membutuhkan biaya dalam pengangkutan, c) tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran, d) peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak. Di sentra-sentra penghasil padi, banyak jerami yang dibuang atau dibakar begitu saja setelah bulir-bulir padi dipanen. Padahal jerami tersebut setelah dikeringkan dan disimpan dengan baik digudang dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak ruminansia andalan. Jaminan ketersediaan limbah pertanian mengikuti pola musim tanam yang berlangsung, namun untuk antisipasi pada saat krang dapat dilakukan dengan penyimpanan, dimana sebelumnya perlu
penjemuran untuk mengurangi
kandungan kadar air sehingga memudahkan penggilingan pakan juga akan meningkatkan kualitas pakan yang dibuat. Selanjutnya, setelah dicapai kesepakatan tentang jenis bahan baku yang digunakan maka dilakukan formulasi pakan dengan pengaturan sesuaio dengan karakteristik bahan baku tersebut dan kebutuhan sapi yang akan diberi pakan dengan mempertimbangkan pertambahan bobot badan sapi yang diinginkan. Selanjutnya akan diuraikan secara jelas karakteristik teknologi yang diintroduksi berdasarkan komponen-komponen aktivitas yang menjadi bagian dari teknologi tersebut, dalam tabel berikut ini : Tabel 9. Karakteristik Teknologi Introduksi pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No. 1.
Paket/Komponen Teknologi Pengumpulan bahan Baku pakan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Karakter Teknologi Introduksi Kelebihan Kekurangan Bahan baku pakan berupa limbah pertanian banyak tersedia Memiliki kandungan gizi yang baik
Membutuhkan tempat penyimpanan yang aman dan baik
2.
Penggilingan Bahan Baku pakan
Teksrturnya lebih lembut Mudah dicerna oleh sapi Memudahkan penyimpanan Bahan baku pakan memiliki kandungan gizi yang lengkap dan seimbang Bahan baku pakan memiliki nilai ekonomi yang murah
Butuh peralatan khusus Butuh biaya untuk penggilingan Membutuhkan pengetahuan untuk menghitung kesesuaiannya dengan kebutuhan ternak
3.
Menformulasi Pakan Murah
4.
Penimbangan Bahan Baku Pakan
Takaran yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan ternak
Kesulitan penimbangan dalam jumlah banyak
5.
Pencampuran Pakan Murah
Formulasi pakan yang lengkap dan seimbang
Kesulitan pencampuran dalam jumlah banyak Butuh biaya tambahan untuk pengemasan
6.
Pengemasan Pakan Murah Sumber : Hasil Olahan Data Primer
Pakan lebih aman dan bisa bertahan
Berdasarkan uraian tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik teknologi yang dilakukan berdasarkan pada kelebihan dan kekurangan masingmasing komponen aktivitas.
Untuk itu dibutuhkan strategi dalam memilih
teknologi yang akan diterapkan, demikian juga dengan seorang peternak membutuhkan strategi dalam memilih teknologi yang tepat guna antara lain dengan melakukan karakterisasi terhadap teknologi tersebut. Hasil karakterisasi teknologi menunjukkan bahwa suatu teknologi yang ditawarkan akan memberikan keuntungan yang relative lebih besar, dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka adopsi akan berjalan lebih cepat. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara; bandingkan kelebihan dan kekurangan teknologi introduksi dengan teknologi yang sudah ada, kemudian identifikasi teknologi dengan biaya rendah atau teknologi yang produksinya tinggi. Gambaran ini menunjukkan bahwa indikator diterimanya suatu teknologi oleh peternak sebagai pengguna teknologi.
Selain itu juga, suatu teknologi
juga harus memiliki kompatibilitas yaitu mempunyai keterkaitan dengan sosial budaya, kepercayaan dan gagasan yang dikenalkan sebelumnya dan keperluan yang dirasakan oleh pengguna.
Selain itu teknologi harus mudah untuk
diamati, sehingga banyak adopter yang mampu menggunakannya dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
meniru tata pelaksanaannya tanpa bertanya kepada para ahlinya. Dengan demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah adopter akan meningkat. Selanjutnya akan dilihat dan dianalisis hasil pengumpulan data tentang tingkat kepuasan pengguna (petani) terhadap pelayanan diseminasi teknologi yang
telah
dilakukan
BPTP
Sulawesi
Selatan
melalui
kegiatan
ujicoba/demonstrasi teknologi formulasi pakan murah dan berkualitas untuk ternak sapi di Kabupaten Sinjai, yang secara rinci akan diuraikan dalam tabel berikut :
Tabel 10. Tingkat Kepuasan Peternak pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No. 1. 2. 3. 4.
Uraian
Tingkat Kepuasan (%) N= 25 Sangat Puas
Puas
Kurang Puas
Penyediaan Informasi Teknologi yang dibutuhkan Temu Lapang Teknik Pelaksanaan ujicoba Bimbingan Lapangan pelaksanaan ujicoba Nara sumber
50
30
20
80
20
-
80
20
-
80
20
-
Jumlah
290
90
20
Rata-rata
72,5
22,5
5
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pengguna terhadap pelayanan diseminasi yang dilakukan BPTP sangat baik dengan nilai 72,5%, sebagai indikator bahwa tingkat kepuasan yang sangat baik tersebut merupakan garansi bagi BPTP bahwa teknologi yang di introduksikan memiliki progress yang baik pula dalam tingkat difusi dan adopsi ke depan.
Berdasarkan kepuasan
yang dirasakan pengguna akan menggiring masuk ke tahapan pengambilan keputusan yang lebih baik.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Untuk melihat partisipasi peternak maka perlu direkam waktu yang tercurah pada aktivitas selama pelaksanaan ujicoba/demonstrasi teknologi. Partisipasi peternak khususnya anggota poktan Sicirinnae 2 cukup tinggi, karena adanya ketertarikan terhadap teknologi yang diintroduksi, selain mudah dilakukan secara teknis, secara ekonomis efisien dan secara sosial budaya sesuai dengan kebiasaan peternak setempat. Secara jelas akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 11. Partisipasi Peternak Berdasarkan Komponen Aktivitas pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No. 1.
Sosialisasi
Partisipasi (N=25) Ya Tidak 25 -
2.
FGD
25
-
50
50
3.
5
20
20
80
2
23
8
92
3
22
12
88
5
20
20
80
7.
Pengumpulan bahan baku pakan Penjemuran Bahan baku pakan Penggilingan Bahan Baku Pakan Formulasi Pakan Murah berkualitas Penimbangan Pakan
25
-
100
-
8.
Pencampuran Pakan
25
-
100
-
9.
Penimbangan sapi
25
-
100
-
10.
Temu Lapang
25
-
100
-
Jumlah
165
85
610
390
Rata-rata
16,5
8,5
61,0
39,0
4. 5. 6.
Uraian
Prosentase (%) Ya Tidak 100 -
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan uraian dalam tabel di atas, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peternak secara keseluruhan cukup baik (61,0%) dan tingkat partisipasi tertinggi pada 6 (enam) komponen aktivitas, sementara yang terendah pada komponen aktivitas yaitu penjemuran (8,0%) karena penjemuran www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kemudian
disusul
oleh
aktivitas
penggilingan
(12,0%)
karena
masih
menggunakan jasa penggilingan yang jaraknya cukup jauh dari lokasi, dan terkendala oleh transportasi.
Hal ini juga menjadi masalah dalam penerapan
teknologi pakan murah ini, karena terbatasnya jangkauan peternak terhadap mesin penggiling bahan baku pakan. Selain partisipasi peternak berdasarkan komponen aktivitasnya, maka akan diamati pula partisipasi berdasarkan kemampuan penginderaannya dalam setiap tahapan pelaksanaan aktivitas secara lebih jelas akan diuraiakan dalam tabel berikut. Tabel 12. Partisipasi Berdasarkan Kemampuan Penginderaan Peternak pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
Uraian
Partisipasi (N=25) Melihat Mendengar Bicara Melakukan
1.
Sosialisasi
25
25
5
-
2.
Pengumpulan Bahan Baku Pakan Penjemuran Bahan Baku Pakan Penggilingan Bahan Baku Pakan Menformulasi Pakan Murah Penimbangan Bahan Baku Pakan Pencampuran Pakan Murah Pengemasan Pakan Murah Jumlah
5
25
-
5
2
25
-
2
3
25
7
3
25
25
10
5
25
25
8
4
25
25
12
3
25
25
8
5
135
200
45
27
16,88
25
5,62
3,38
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Rata-rata
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Berdasarkan uraian dalam tabel di atas menunjukkan bahwa partisipasi peternak berdasarkan kemampuan penginderaan dalam setiap komponen aktivitas yang
dilakukan
menunjukkan
kemampuan mendengar (25) www.sulsel.litbang.deptan.go.id
partisipasi tertinggi hanya pada
disusul dengan kemampuan melihat (16,88)
sementara kemampuan ikut memberikan pertanyaan hanya (5,62) dan ikut terlibat melakukan aktivitas relatif masih rendah (3,38).
Namun harapan ke
depan para peternak diharapkan dapat menerapkan informasi teknologi yang telah diperolehnya. Selanjutnya akan diuraikan dalam tabel respon, tanggapan dan komentar peternak terhadap teknologi yang diuji cobakan yang meliputi pengetahuan, pemahaman,
kemampuan
teknis,
masalah
yang
dihadapi
dan
peluang
keberlanjutannya. D. Kinerja Ekonomi Teknologi Introduksi Kebutuhan pakan dalam formulasi
pakan murah berkualitas ini
tergantung jenis sapi yang dipelihara, untuk sapi-sapi lokal yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan < 1 kg/hari, memerlukan pakan konsentrat yang lebih kecil.
Lain halnya untuk sapi-sapi peranakan
unggul yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan > 1 kg/hari, maka memerlukan pakan konsentrat yang lebih tinggi. pakan sapi yang digemukkan 6 kg/ekor/hari.
Kebutuhan
Hasil yang diperoleh selama
periode penggemukan 90 hari menunjukkan PBBH sapi 1,8 kg/ekor/hari. Analisis finansial dalam formulasi pakan murah per 100 kg pakan yang akan diuraikan berikut ini terdiri dari beberapa input antara lain : (1) Biaya sarana produksi yang terdiri dari formulasi pakan komplit; (2) Biaya tenaga kerja.
Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan
serta keuntungan yang diperoleh.
Adapun biaya produksi yang dikeluarkan,
penadapatan yang diperoleh dan keuntungan yang bisa diraup, secara rinci disajikan dalam tabel berikut ini
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 13. Analisis Usahatani pada Ujicoba/Demonstrasi Plot Teknologi Formulasi Pakan Murah di Kab. Sinjai , 2011 No.
Uraian
A.
Biaya Produksi
1
Pakan Komplit
Teknologi Introduksi Volume Harga Sat. Nilai (Kg) (Rp) (Rp)
Dedak Padi
510.3
1.500
765.450
Tepung Kulit Kacang Tanah
510.3
500
255.150
Tepung Tongkol Jagung
510.3
500
255.150
81
15.000
1.215.000
8.1
35.000
283.500
15
25.000
375.000
Tepung Ikan Mineral Pikuten 2
Biaya Tenaga Kerja Tenaga Kerja (HOK)
3.
2.774.250
Total Biaya Produksi (1 + 2)
3.149.250
Biaya Produksi Per kg
1
3.150
Estimasi Harga Jual
1
4.000
B.
Penerimaan
1.
Produksi Pakan
3.
Total Penerimaan
6.480.000
C.
Keuntungan (B-A)
3.330.750
1.620
4.000
6.480.000
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam formulasi pakan murah selama periode peggemukan 90 hari sebesar Rp.3.149.250,- sehingga untuk memproduksi biaya sebesar Rp. 3.150/kg, sehingga Rp. 4.000/kg.
dapat
pakan
yaitu
murah membutuhkan
diestimasi harga jual sebesar
Berdasarkan estimasi untuk penjualan pakan murah, maka
penerimaan petani sebesar Rp. 6.480.000,-, .
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 14. Analisis Usahatani Penggemukan Sapi Tanpa Pakan Murah di Kab. Sinjai , 2011 No.
Uraian
A.
Biaya Produksi
1
Pakan Hijauan
2
Teknologi Harga Sat. (Rp)
Volume (Kg)
Nilai (Rp)
Rumput Gajah
2.500
600
1.500.000
Jerami Padi
1.500
600
900.000
15
25.000
375.000
Biaya Tenaga Kerja Tenaga Kerja (HOK)
3.
Total Biaya Produksi (1 + 2)
2.775.500
B.
Penerimaan
3.387.500
1.
PBBH (ekor/hari)
0.25
50.000
12.500
2.
Nilai 3 ekor sapi (3 x 0.25 x 90)
67.5
50.000
3.375.000
C.
Keuntungan (B-A)
599.500
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Dari hasil MBCR yang diperoleh sebesar 8.27 menunjukkan bahwa dengan menerapkan
teknologi
formulasi
pakan
murah
yang
diintroduksi
akan
memberikan penambahan pendapatan sebesar Rp.8.27,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-.
Angka ini juga memberikan keyakinan kepada
petani bahwa dengan teknologi ini akan memberikan peningkatan pendapatan dan keuntungan.
Selanjutnya apabila suatu usaha penggemukan akan
dikembangkan dalam skala yang lebih besar sangat layak dengan referensi MBCR tersebut.
MBCR
:
MBCR
:
MBCR
:
Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Total Biaya (B) – Total Biaya (P) 6.480.000 – 3.387.500 3.149.250 – 2.775.500 3.092.500
373.750
MBCR
:
8.27
E. Analisis Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi yang diujicobakan/demonstasikan dalam Penggemukan sapi.
Gambaran respon
petani menunjukkan sangat baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa FMA lainnya khususnya di Kecamatan Bulupoddo.
Secara detail tentang respon
petani terhadap teknologi formulasi pakan murah akan dibahas dalam tabel berikut ini berdasarkan tahapan proses pengambilan keputusan inovasi : antara lain ; (1) tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi; (2) tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik; (3) tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi; (4) tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi; (5) tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 15. Respon Petani Terhadap Teknologi Formulasi Pakan Murah di Kab. Sinjai , 2011.
No. 1.
Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembentukan Pengetahuan
Komponen Teknologi (%) Bahan Baku Pakan
Penggilingan Pakan
Formulasi Pakan
Pencampuran pakan
80
100
50
50
2.
Persuasi
70
80
50
50
3.
Keputusan
60
50
40
40
4.
Implementasi
60
50
40
40
5.
Konfirmasi
20
20
20
20
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Grafik 5. Respon Petani Thd Teknologi Formulasi Pakan Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa respon atau tanggapan petani terhadap teknologi formulasi pakan murah untuk ternak sapi.
Keadaan
ini menggambarkan faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi dalam demonstrasi teknologi adalah kemampuan untuk diuji cobakan suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu www.sulsel.litbang.deptan.go.id
inovasi
sebaiknya
harus
mampu
menunjukan
(mendemonstrasikan)
keunggulannya. Tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses pengambilan keputusan inovasi diawali dengan tahap pembentukan pengetahuan pada umumnya baik artinya respon awal melalui sosialisasi teknologi berupa pengetahuan tentang komponen-komponen yang diintroduksikan.
Tahapan selanjutnya akan
cenderung menurun seiring dengan proses mental yang dilalui petani.
Tahapan
implementasi yang dicapai dalam kegiatan ini berkisar antara 40 – 60% kemudian menurun pada tahap konfirmasi. Pada saat semua tahapan proses pengambilan keputusan telah dilalui maka dapat disimpulkan bahwa adopsi teknologi formulasi pakan murah baru pada sekitar 20% dari responden.
Tindak lanjut yang cukup efektif yang
lebih memungkinkan adalah memberikan informasi teknologi sehingga
pencarian
petani
sebagai
pengguna
tidak
melalui media, berhenti
pada
keterlibatannya sebagai partisipan dalam kegiatan demonstrasi plot. Dari respon yang ditunjukkan, hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan secara teknis dapat petani raih apabila diikuti oleh kemauan keras untuk berubah dan komitmen tinggi dalam menerapkan aturan-aturan teknis suatu teknologi.
Kedisiplinan tersebut perlu disepakati khusus dalam
penggunaan ternak sapi yang sedang dalam proses penggemukan. Komunikasi dan interaksi yang berlangsung sangat ditentukan oleh peran sumber teknologi
untuk mempelajari dan berusaha melakukan penyesuaian
karakteristik program dan kebutuhan petani dengan pelayanan jasa penelitian dan penyuluhan menjadi suatu keharusan dan dikembangkan sebagai suatu strategi pemberdayaan petani dan keluarganya pada masa yang akan datang. Selain karena sifatnya yang dinamis, juga sebagai konsekuensi terhadap penyediaan jasa penelitian dan penyuluhan sebagai solusi.
Seberapa besar
peluang terjadinya konflik dan dinamika konflik yang terjadi dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan
secara cermat perlu dilakukan.
Sehingga perlu
dilakukani kajian khusus mengeksplorasi kebutuhan petani secara riel dan mendetail.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Hal lain yang menjadi sorotan petani dalam kaitannya introduksi teknologi dengan kesesuaian kebutuhan petani adalah materi penyuluhan,
dimana
penyesuaian yang dilakukan tidak terlepas dari kondisi internal dan eksternal sasaran.
Penyesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani sangat
penting karena perbedaan persepsi dan interpretasi simbol sangat menentukan kualitas interaksi dan komunikasi yang dilakukan yang dapat mengarah pada kerjasama atau konflik. Setelah melihat respon dan posisi pengguna dalam proses pengambilan keputusan,
analisis
dapat
dilanjutkan
lagi
untuk
melihat
peningkatan
pengetahuan yang diperoleh pengguna (peternak) setelah seluruh rangkaian kegiatan berakhir.
Menurut Kotler dalam Fandy (2000 : 90), Kepuasan
pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang telah ia dapatkan dibandingkan dengan harapannya.
Berdasarkan
itu pula maka dapat diyakini bahwa telah terjadi proses persepsi terhadap teknologi yang di introduksi melalui pengungkapan kinerja teknis dan ekonomi teknologi tersebut yang telah dilakukan,
sebagai rangkaian pelayanan BPTP
kepada penggunanya dalam hal ini peternak sapi pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Sinjai. Pelayanan berhubungan erat dengan keputusan peternak. Tingkat kualitas yang lebih tinggi akan menghasilkan keputusan yang lebih tinggi pula. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 16. Peningkatan Pengetahuan Peternak Tentang Teknologi Introduksi pada Ujicoba/DemonstrasiFormulasi Pakan Murah dan Berkualitas Untuk Ternak Sapi di Kabupaten Sinjai , 2011. No.
1. 2. 3. 4.
Uraian
Informasi Teknologi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Pakan Potensi Bahan Baku yang tersedia Potensi Dedak Padi sebagai bahan baku pakan Potensi Limbah Kacang Tanah sebagai bahan baku
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pengetahuan (N=25) Ya Tidak 25 -
Prosentase (%) Ya Tidak 100 -
15
10
60
40
25
-
100
-
25
-
100
-
5. 6. 7.
pakan Potensi Limbah Tongkol Jagung sebagai bahan baku pakan Potensi Limbah ikan sebagai bahan baku pakan Potensi Keong Mas sebagai bahan baku pakan Jumlah Rata-rata
25
-
100
-
25
-
100
-
10
15
40
60
150
25
600
100
21,4
3,5
85,7
14,2
Sumber : Hasil Olahan Data Primer Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan peternak tentang beberapa komponen penting teknologi formulasi pakan murah, berupa pembelajaran yang diperoleh secara empiris melalui keterlibatan dalam berbagai aktivitas.
Pembelajaran bersama (Share Learning) melalui
peningkatan partisipasi peternak
akan menjadikan individu peternak sebagai
mitra yang memiliki komitmen kuat terhadap tarnsfer teknologi yang dilakukan untuk
keberlanjutannya.
Komitmen
perubahan
tersebut,
dalam
siklus
pembelajaran bersama, diharapkan akan terus memperbesar dan meningkatkan lingkaran pemahaman, dan kesadaran peternak secara bertahap. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Ketersediaan
bahan baku pakan yang dipilih untuk menformulasi pakan
murah cukup banyak tersedia di lokasi, namun pemanfaatannya masih relatif rendah. Hasil
kegiatan
menunjukkan
bahwa
secara
teknis
teknologi
yang
diintroduksikan memiliki karakter yang dibedakan atas kelebihan dan kekurangan dari teknologi tersebut diperoleh Kelebihan teknologi introduksi berdasarkan
komponen
aktivitas
sebanyak
10
poin
sementara
kekurangannya hanya 7 poin. Tingkat
partisipasi peternak secara keseluruhan cukup baik (61,0%) dan
tingkat partisipasi tertinggi pada 6 (enam) komponen aktivitas, sementara yang terendah pada komponen aktivitas yaitu penjemuran (8,0%) karena penjemuran kemudian disusul oleh aktivitas penggilingan (12,0%) karena www.sulsel.litbang.deptan.go.id
masih menggunakan jasa penggilingan yang jaraknya cukup jauh dari lokasi, dan terkendala oleh transportasi. Tingkat
partisipasi FMA terkait dengan kemampuan penginderaan dalam
setiap komponen aktivitas yang dilakukan menunjukkan partisipasi tertinggi hanya pada kemampuan mendengar (25)
disusul dengan kemampuan
melihat (16,88) sementara kemampuan ikut memberikan pertanyaan hanya (5,62) dan ikut terlibat melakukan aktivitas relatif masih rendah (3,38). Kelayakan financial pakan murah berkualitas berdasarkan nilai MBCR yang diperoleh sebesar 8.27 menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknologi formulasi pakan murah yang diintroduksi akan memberikan penambahan pendapatan sebesar Rp.8.27,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-. Faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi dalam demonstrasi teknologi adalah kemampuannya untuk diuji cobakan, berdasarkan tahapantahapan yang dilalui dalam proses pengambilan keputusan inovasi pada umumnya baik khususnya respon awal melalui sosialisasi teknologi berupa pengetahuan.
Tahapan selanjutnya cenderung menurun seiring dengan
proses mental yang dilalui petani.
Pada saat semua tahapan proses
pengambilan keputusan telah dilalui maka dapat disimpulkan bahwa adopsi teknologi formulasi pakan murah baru pada sekitar 20% dari responden. Kemampuan secara teknis dapat petani raih apabila diikuti oleh kemauan keras untuk berubah dan komitmen yang tinggi untuk disiplin menerapkan aturan-aturan teknis suatu teknologi. Kedisiplinan tersebut perlu disepakati khusus dalam penggunaan ternak sapi sebagai tenaga kerja dalam pengolahan tanah sementara dalam proses penggemukan. 2. Saran Upaya yang ditempuh dalam transfer teknologi melalui demonstrasi teknologi membutuhkan proses yang sangat terkait dengan proses mental yang dilalui petani sehingga butuh pengetahuan sosio humanis dan pendekatan dalam memahami kondisi internal petani secara utuh agar mereka dapat membuka diri untuk kepentingan pengembangan wawasan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Hal tersebut dapat
ditempuh dengan jalan melakukan kegiatan yang sifatnya partisipatif dengan memberikan ruang dan kesempatan petani melibatkan diri.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous,. 2007. Selatan.
Laporan Tahunan 2007.
Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi
Anggraeny, Y.N., Uum Umiyasih dan D. Pamungkas. 2005. Pengaruh Suplementasi Multinutrien terhadap Performan Sapi Potong yang memperoleh Pakan Basal Jerami Jagung. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor. Aryogi, Sumadi dan W. Hardjosubroto. 2005. Performan Silangan Peranakan Ongole Di Dataran Rendah (Studi Kasus di Kecamatan Kota Anyar Kab. Probolinggo Jawa Timur). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor. National Research Council (NRC). 2000. Nutrients Requirements of Beef Cattle. National Academy of Science. Washington D.C. Darmono,. 1993. Yogyakarta
Tatalaksana Usaha Sapi Kereman.
Penerbit Kanisius.
Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Gunawan M., A. Yusron, Aryogi dan A. Rasyid. 1996. Peningkatan Produktivitas Pedet Jantan Sapi Perah Rakyat melalui Penambahan Pakan Konsentrat. Prosiding Seminar Peternakan dan Veteriner, Bogor 7 – 8 November 1995. Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 561 – 566. I.G.Putu., K.Diwyanto., P.Sitepu., dan T.D. Soedjana,. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 7 – 8 Januari 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 50 – 62. Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Pembangunan. Jakarta. Matheus, S,. 2006. Integrasi Padi – Ternak. Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Sulawesi Selatan di Makassar 5 Nopember 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. National Research Council. 1989. Dairy Cattle Requirement. 6th Revised Ed. National Academy Press. Washington, DC.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Nuschati, U. Subiharta, Ernawati, G. Sejati dan Soepadi,W. 2005. Gelar Teknologi Pengelolaan Pakan Sapi Kereman di Wilayah Desa Miskin Kab. Blora. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jateng, Ungaran. (Tidak dipublikasikan). Prawirodigdo, S., U. Nuschati, A. Prasetyo, Herwinarni, E.M., G. Sejati dan Soepadi,W. 2004. Introduksi adequate feed untuk Peningkatan Efisiensi Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely, “International Encyclopedia of Educational Technology”, (Cam-bridge, UK: Elsevier Science Ltd., 1996) Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press. Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press. Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press. Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimntan Tengah. Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Salfina, N., Ahmad, Deddy D. Siswansyah, dan Dewa K.S.Swastika,. 2004. Kajian Sistem Usaha Ternak Sapi Potong di Kalimantan Tengah. Jornal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Volume 7 Nomor 2, Juli 2004. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Umiyasih U., Anggraeny Y N. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan Pada Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong Grati. Wijono,D.E dan Mariyono. 2005. Review hasil penelitian model low-external input di Loka Penelitian Sapi Potong th 2002-2004. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor Wiyono,D.B. dan Aryogi. 2006. Petunjuk Teknis Sistim Perbibitan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Pasuruan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id