BABI.1. BAB
PENDAHULUAN
Latar Belakang Nama Akademi Tehnik Mesin Industri (ATMI) cukup populer di dunia pendidikan kejuruan di Indonesia. Didirikan pada tahun 1968 di Surakarta/Solo oleh Misionaris Jesuit dari Swiss, ATMI yang kini ada di Surakarta (Politeknik ATMI Solo) dan Cikarang (Akademi Teknik Mesin Industri Cikarang) telah meluluskan setidaknya 200 orang tenaga terampil (Diploma 3) Mekanik, Mekatronika, dan Perancangan Mekanik dan Mesin ke pasar pekerja industri manufaktur di Indonesia dan manca negara. Pasar lulusan ATMI cukup baik, setidaknya lima tawaran pekerjaan diterima lulusan ATMI saat kelulusannya. Lulusan bekerja di industri kecil, menengah, besar, internasional, dan berwirausaha. Dunia industri meminati lulusan ATMI karena mereka dinilai siap kerja. Saat ini ATMI-Group memiliki 2 buah Perguruan Tinggi, 1 Sekolah Menengah Kejuruan, dan 10 Perseroan Terbatas. Perguruan Tinggi dan Sekolah menjadi Unit Karya dalam ATMI–Group terkait dengan visi korporasi. ATMIGroup dikendalikan oleh dua yayasan: Yayasan Karya Bakti (YKBS) yang secara khusus membawahi Unit Karya Politeknik ATMI Surakarta dan SMK Katolik St. Mikael, serta Yayasan Karya ATMI (YKA) yang secara khusus membawahi Unit Karya ATMI Cikarang. Di luar kedua Unit Karya, YKBS dan YKA memiliki share dengan persentase berlainan pada setiap SBU. Kesepuluh SBU perseroan terbatas tersebut memiliki berbagai macam bidang usaha. Mayoritas SBU perseroan
1
berbisnis di bidang manufaktur seperti pembuatan Special Purpose Machine, Hospital Equipment, dan Office Equipment. Unit bisnis yang lain bergerak di bidang konstruksi, perdagangan, pelatihan, konsultasi, dan layanan energi. Menilik bervariasinya bidang usaha tersebut dapat kita simpulkan bahwa ATMI Group telah memilih strategi diversifikasi dalam pengembangan usahanya. Diversifikasi usaha menyebabkan bertambah luasnya lingkungan bisnis. Dengan semakin luasnya lingkungan bisnis, semakin tinggi pula efek perubahan lingkungan pada kinerja korporasi. Kompleksitas proses pengambilan keputusan korporasi juga meningkat dalam kondisi terdiversifikasi. Dalam kondisi yang makin kompleks ini juga, setiap perusahaan anggota korporasi tidak hanya dituntut untuk berpikir bagi kemakmuran diri sendiri, tetapi juga bagi kemakmuran korporat. Tanpa strategi yang jelas, diversifikasi biasanya justru menurunkan kinerja korporasi yang bisa berujung pada kegagalan operasi korporasi apabila kondisinya sangat parah. Hal tersebut diindikasikan dengan adanya ketidak jelasan alokasi sumber daya, konflik internal antar SBU dalam memperebutkan sumber daya, dan kegagalan menjalin sinergi dalam operasi sehingga unit bisnis kehilangan keunggulan korporat (Collis & Montgomery, 2005). Merefleksikan kasus ini, ATMI Group yang dinilai belum memiliki strategi korporasi, mengalami beberapa indikasi yang disebutkan di atas. Indikasi pertama adalah tidak adanya strategi investasi penelitian dan pengembangan yang terpusat. Dengan tidak adanya strategi yang terkonsolidasi, penelitian dan pengembangan yang terjadi lebih bersifat insidental, terfragmentasi dalam unit bisnis, dan bisa jadi dilakukan berulang-ulang oleh unit-unit bisnis tanpa diketahui oleh unit bisnis yang
2
lain. Hal tersebut juga menyebabkan beberapa unit usaha yang pada awalnya berpotensi menjadi Star (dalam BCG Matrix) dengan produk-produk unggulan tidak mendapat sumber daya yang dibutuhkan sedangkan di unit yang lain sumber daya yang dibutuhkan tersebut memiliki utilitas rendah. Dengan kata lain, ATMI Group belum mengaplikasikan dengan optimal strategic fit dan resource fit antara unit-unit bisnis yang ada di bawahnya. Teraplikasinya dengan baik konsep strategic fit dan resource fit menjadi indikasi bahwa alokasi sumber daya dan investasi terkoordinasi secara konsisten mulai dari level korporasi sampai kepada level bisnis dan operasi. Konsistensi strategi alokasi sumber daya dan investasi ini yang menjamin sebuah strategi dapat membawa korporasi pada kemakmuran di masa depan (Venkatraman & Walker, 1989). Indikasi yang lain adalah adanya beberapa unit bisnis yang menjual produk dan atau layanan dengan kategori produk dan basis pasar yang sama. Akibatnya unit bersaing dengan unit yang lain untuk memperebutkan pelanggan yang sama. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa rencana strategis group tidak koheren dengan strategi unit-unit bisnis. Pada kondisi koheren, strategi masing-masing unit bisnis mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan korporasi. Korporasi dapat menyusun strategi portofolio dengan melihat lebih dekat kinerja masa kini dan harapan kinerja masa depan setiap unit bisnis. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat kita ketahui bahwa strategi diversifikasi ATMI Group bisa jadi menempatkan korporasi pada kondisi yang
3
tidak baik tanpa strategi yang tepat. Adanya inkoherensi strategi dan kurangnya koordinasi dalam operasi cukup memberikan indikasi untuk perlunya dilakukan analisis pada strategi diversifikasi yang sudah dilakukan oleh ATMI Group supaya strategi tersebut dapat meningkatkan kinerja korporasi. Analisis dapat difokuskan pada pertanyaan penelitian berikut: 1. Apa pola manajemen portofolio unit-unit bisnis ATMI Group? 2. Apakah Unit-unit Bisnis ATMI Group mempunyai strategic fit satu dengan yang lain? 3. Apakah Unit-unit Bisnis ATMI Group mempunyai resource fit satu dengan yang lain? 4. Apakah strategi unit-unit bisnis ATMI Group koheren dengan strategi korporatnya?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola manajemen portofolio unit-unit bisnis ATMI Group. 2. Mengetahui strategic fit unit-unit bisnis ATMI Group satu dengan yang lain. 3. Mengetahui resource fit unit-unit bisnis ATMI Group satu dengan yang lain.
4
4. Menganalisis koherensi strategi unit-unit bisnis dengan strategi korporasi ATMI Group. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi: 1. ATMI-Group Dengan adanya rencana strategis maka anggota-anggota ATMI-Group dapat bersinergi untuk memaksimalkan nilai korporasi. ATMI-Group juga dapat memilih dengan lebih selektif konfigurasi industri dalam korporasi nya. Dengan demikian diharapkan resiko ke-tidak-berlangsungan hidup ATMI-Group menurun. 2. Private Technopark Rencana strategis yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dijadikan model pengelolaan usaha dan pendidikan yang berdampingan untuk pengembangan daerah berbasis private technopark. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ke-12 organisasi yang disebutkan namanya berikut: Politeknik ATMI Surakarta, SMK Katolik St. Mikael, PT ATMI Solo, PT ATMI IGI-Center Solo , PT ATMI BizDEC (Business Development and Ethic Center), PT ATMI Kreasi Prima, PT Almik Kurnia Bersama, PT ATMI Kreasi Agro, PT ATMI Kreasi Energi, PT ATMI Duta Engineering, Akademi Teknik Mesin Industri Cikarang, PT ATMI Cikarang - dan tidak termasuk semua
5
anak perusahaan dan segala bentuk penggabungan operasi dari ke-12 anggota ATMI Group tersebut. Dalam ruang lingkup tersebut, penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Penelitian ini tidak memasukkan di dalamnya proses penilaian manajer setiap organisasi dan segala jenis perlakuan terkait pengembangan sumber daya manusia dan pemindahan jabatan. 2. Penelitian ini tidak melakukan valuasi terhadap usaha-usaha dalam korporasi. 3. Penelitian ini tidak menyarankan merger and acquisition entitas amatan kecuali kesemua perusahaan pelaku merger and acquisition adalah anggota ATMI Group. 4. Industri yang diamati untuk setiap entitas amatan adalah industri lokal dan dalam negeri kecuali apabila entitas amatan memiliki histori dan rencana strategis untuk melakukan bisnis dengan negara lain.
6