1
PELATIHAN DOUBLE LEG BOX BOUND LEBIH MENINGKATKAN VERTICAL JUMP DARI PADA PELATIHAN SQUAT JUMP PADA ATLET BOLA VOLI Oleh : Domingos Soares Pinto*,I Made Jawi**,Oktovianus Fufu*** *SMAN1 Kupang **Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana *** FKIP PGRI Kupang, NTT. ABSTRAK Suatu usaha untuk meningkatkan vertical jump adalah pelatihan double leg box bound dan pelatihan squat jump. Untuk mengetahui sejauhmana pelatihan yang lebih baik meningkatkan vertival jump maka diadakan penelitian dengan randomized pre and post test control group design. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi diambil dari siswa kelas X SMAN1 Kupang Timur. Sampel berjumlah 20 orang diambil secara acak sederhana dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini ialah pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set (Kelompok I) dan pelatihan squat jump 10 repetisi 3 set (Kelompok II), 3 kali seminggu selama 6 minggu. Data berupa hasil vertical jump diambil sebelum dan sesudah pelatihan. Data rerata vertical jump kemudian dibandingkan dengan menggunakan uji t-paired untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan antara masing-masing kelompok, sedangkan uji t-test independent untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara ke dua kelompok. Hasil yang didapat sebelum dan sesudah pelatihan Kelompok I sebesar 62,90 cm menjadi 74,50 cm dengan presentase peningkatan 18,44 % dan Kelompok II sebesar 63,00 cm menjadi 68,70 cm dengan presentase peningkatan 9,04%. Hasil uji t-test independent didapat bahwa ke dua kelompok sebelum pelatihan 0,90 yakni tidak menunjukkan berbedaan karena nilai (p > 0,05), sedangkan setelah pelatihan hasilnya meningkat 0,00 sehingga terdapat berbedaan yang bermakna karena nilai (p < 0,05). Ke dua Kelompok setelah pelatihan selama 6 minggu sama-sama meningkatkan vertical jump dengan selisih peningkatan Kelompok I sebesar 11,6000 cm dan Kelompok II 5,7000 cm. Simpulannya bahwa pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set lebih meningkatkan vertical jump dari pada pelatihan squat jump 10 repetisi 3 set 3 kali seminggu selama 6 minggu di SMAN 1 Kupang Timur. Kata Kunci: Pelatihan double leg box bound, vertical jump, squat jump
2
DOUBLE LEG BOX BOUND EXERCISE 10 TIMES REPETITION, 3 SETS IS BETTER ON IMPROVING VERTICAL JUMP THAN SQUAT JUMP EXERCISE 10 TIMES REPETITION, 3 SETS AMONG VOLLEYBALL ATHLETES By: Domingos Soares Pinto*,I Made Jawi**,Oktovianus Fufu*** *SMAN1 Kupang Timur ** Magister Program of Sport Physiology Udayana University *** FKIP PGRI Kupang, NTT. ABSTRACT An effort to improve vertical jump is double leg box bound and squat jump exercises. To determine the extent to which better training improves vertical jump, the study was carried out with a randomized pre and post test control group design. This study applied experimental method. Population was taken from students of class X SMAN 1 East Kupang. Numbers of samples were 20 students who simple randomly chosen from the population who met inclusion and exclusion criteria. Samples were divided into two groups of each 10 students. The exercises given in this study were double leg box bound exercise of 10 times repetition 3 sets (for group I) and squat jump exercise of 10 times repetition 3 sets (for group II), 3 times a week for 6 weeks. The data obtained were value of vertical jump before and after exercise. Next, data of average vertical jump were compared using paired t-test to find out the difference before and after exercise of each group, and independent t-test to find out difference of average value between the two groups. The result showed the value before and after exercise of group I was 62.90 cm and 74.50 cm respectively with percentage of improvement 18.44 %. Group II indicated 63.00 cm before exercise that improved to 68.70 cm after exercise with percentage of improvement 9.04 %. The result of independent t-test showed values of both groups before exercise 0.90 which did not indicate difference that value of p > 0.05, while after exercise the result improved to 0.00 that indicated significant difference with p < 0.05. The two groups improved vertical jump after six-week-training with difference value of 11.6000 cm (group I) and 5.7000 cm (group II). The conclusion is double leg box bound exercise of 10 times repetition 3 sets better to improve vertical jump than squat jump exercise of 10 times repetition 3 sets of 3 times a week for 6 weeks at SMAN 1 East Kupang. Key words: Exercise Double leg box bound ,vertical jump, squat jump
3
PENDAHULUAN Bola voli merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang cukup popular di masyarakat, sehingga permainan bola voli ini banyak dimainkan oleh masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Salah satu teknik dasar yang dimiliki oleh setiap pemain bola voli adalah spike. Karena spike merupakan teknik menyerang yang sempurna untuk mendapatkan point serta meraih kemenangan (Nuril Ahmadi, 2007). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 1 Kupang Timur, terdapat penurunan prestasi selama 3 tahun terakhir selalu gagal di babak pengisian pada tahap seleksi O2SN atlet bola voli tingkat Kabupaten Kupang (Pinto, 2014). Hal terpenting yang didapat berdasarkan pengamatan yang dilakukan adalah kurangnya pembinaan kondisi fisik yang diberikan khususnya untuk melatih daya ledak otot tungkai (Anne, 2010). Pada olahraga bola voli peluang besar untuk mematikan bola adalah melakukan pukulan smash, dengan demikian pemain harus ditunjang oleh kemampuan vertical jump dan daya ledak otot tungkai pada saat hendak melakukan tolakan. Daya ledak otot tungkai ini terjadi akibat saling memendek dan memanjang otot tungkai atas bawah yang didukung oleh dorongan otot kaki dengan kekuatan dan kecepatan maksimal (Sajoto, 2002).
Suatu usaha untuk meningkatkan vertical jump adalah pelatihan double leg box bound dan pelatihan squat jump. Untuk mengetahui sejauhmana pelatihan yang lebih baik meningkatkan vertical jump maka diadakan penelitian dengan randomized pre and test control group design. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Post Test Control Group Design (Pocock, 2008). Masing -masing kelompok terdiri dari 10 orang. Semua kelompok diberikan tes awal. Antara perlakuan satu dengan perlakuan lainnya diberikan pelatihan bersamaan, kemudian masing-masing perlakuan diobservasi. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lapangan SMA Negeri 1 Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan April 2015. Dalam pelaksanaan latihan, kedua kelompok eksperimen dilatih pada hari yang berbeda yaitu Kelompok 1 hari senin, rabu, jumat dan Kelompok 2 hari selasa, kamis, sabtu.Pelaksanaan latihan dimulai pada jam dan tempat yang sama yakni mulai Pkl. 15.30 – 17.00 Wita, bertempat di halaman SMA. C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 10 pada SMA
4
Negeri 1 Kupang Timur,Nusa Tenggara Timur. Sampel penelitian didapat dari populasi yang memenuhii kriteria inklusi yaitu: 1)Jenis kelamin lakilaki.2)Umur 15-17 tahun.3) Siswa kelas10. 4)Sehat tidak ada penyakit/kelainan fisik.5)Kebugaran fisik kategori baik. 6)Bersedia menjadi subjek penelitian dari awal sampai selesai. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu: 1)Ada riwayat patah tulang. 2)Berdomisili di
luar kecamatan kupang timur.3)Menarik diri dari subjek penelitian. D.Analisis Data Uji beda rerata vertical jump dengan tTest independent, untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antar Kelompok I (pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set) dengan Kelompok II (pelatihan squat jump 10 repetisi 3 set) sebelum dan sesudah perlakuan, pada batas kemaknaan 0,05. Data dapat dilihat pada Tabel 5.5.2
Tabel 5.5.2 Uji rerata vertical jump menggunakan Test independent Perlakuan Sebelum Perlakuan
Kelompok I Rerata ± SB (cm)
Kelompok II Rerata ± SB (cm)
62,9000 ± 1,91195
63,0000 ± 1,76383
-0,122
0,905
t
p
Sesudah Perlakuan
74,5000 ± 1,95789
68,7000 ± 1,88856
6,742
0,000
Selisih
11,6000 ± 0,51640
5,7000 ± 0,48305
26,386
0,000
Persentase (%)
18,44%
Tabel 5.5.2 menunjukkan bahwa beda rerata vertical jump sebelum perlakuan antara Kelompok I sebesar 62,900 ± 1,91195 dan Kelompok II sebesar 63,000 ± 1,76383. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai t = -0,122 dan nilai p = 0,905. Hal ini berarti bahwa antara Kelompok I dan Kelompok II sebelum diberi perlakuan tidak berbeda bermakna karena ke dua kelompok perlakuan memiliki nilai p > 0.05.
9,04%
Pada beda rerata vertical jump sesudah perlakuan antara Kelompok I sebesar (74,500 ± 1,95789) cm dan Kelompok II sebesar (68,700 ± 1,88856)cm. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan nilai t = 6,742 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa antara Kelompok I dan Kelompok II setelah perlakuan nilai p < 0,05. Dengan demikian ke dua kelompok sesudah perlakuan selama 6 minggu, Kelompok I lebih meningkatkan vertical jump dari pada Kelompok II.
5
Berdasarkan data rerata Vertical Jump menunjukkan bahwa selisih peningkatan sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok I (double leg box bound) sebesar 62,900 menjadi 74,500 dengan peningkatan 11,6000 sehingga rerata peningkatan vertical jump sesudah pelatihan selama 6 minggu pada Kelompok I (pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set) memberi efek lebih baik dengan persentase peningkatan 18,44 %. Sedangkan Kelompok II (pelatihan Squat Jump 10 repetisi 3 set) rerata peningkatan sebelum dan sesudah pelatihan sebesar 63,00 menjadi 68,700 terjadi penigkatan 5,7000 dengan persentase 9,04 %. Pelatihan pada Kelompok I (double leg box bound 10 repetisi 3 set) dan Kelompok II (Squat Jump 10 repetisi 3 set) dengan frekuensi latihan 3 kali seminggu selama 6 bulan sama-sama meningkatkan vertical jump. Namun setelah perlakuan pelatihan selama 6 minggu berdasarkan hasil test menunjukkan bahwa pelatihan double leg box bound pada Kelompok I lebih meningkatkan vertical jump dari pada pelatihan Squat Jump Kelompok II pada atlet bola voli SMA Negeri 1 Kupang Timur. E.
Karakteristik subjek Penelitian Subjek penelitian adalah 20 orang siswa kelas X SMAN 1 Kupang Timur. Subjek ini dipilih secara acak sederhana dari populasi seluruh siswa kelas X seluruhnya 120 orang. Kedua kelompok perlakuan diberikan latihan 3 kali seminggu pada hari yang berbeda
yakni Kelompok I hari senin, rabu, jumat dan Kelompok II hari selasa, kamis, sabtu selama 6 minggu. Pelaksanaan latihan dimulai pada jam dan tempat yang sama yakni pukul 15.30 – 17.00 Wita di halaman SMAN 1 Kupang Timur. Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: umur, berat badan, tinggi badan, panjang tungkai dan kebugaran fisik pada kelompok pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set dan squat jump 10 repetisi 3 set menunjukan uji homogenitas ke dua kelompok pelatihan (p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa kondisi subjek penelitian tidak menimbulkan efek yang berarti terhadap hasil penelitian ini, Bawiling dkk, (2014). F. Hasil Uji t-paired (paired-t test), pada kedua kelompok sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan Hasil peningkatan rerata vertical jump pada Kelompok I ( pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set) dan Kelompok II (pelatihan squat jump 10 repetisi 3 set) yang bermakna merupakan efek pelatihan 3 kali seminggu selama 6 minggu. Pelatihan yang diberikan untuk pemula dalam jangka waktu 6-8 minggu dengan frekuensi 3-4 kali seminggu akan memperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh dapat teradaptasi dengan pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti, Nala (2011). Pelatihan ini menggunakan sistem energi anaerobik karena rentang waktu
6
pelaksanaan pelatihan antara 0-2 menit. Metabolismen energi dominan anaerobik akan menghasilkan produk berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat menghambat kontraksi otot sehingga menimbulkan gerakan yang bertenaga tetapi tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang maka harus diselingi dengan interval istirahat (Irawan, 2007). Penggunaan energi anaerobik pelatihan ini dalam jumlah yang besar dan waktu yang singkat dengan gerakan-gerakan yang eksplosif (Nala, 2011). Fokus dalam pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set dan squat jump 10 repetisi 3 set adalah daya ledak dan daya tahan. Daya ledak yang digunakan yaitu daya ledak eksplosif (explosive power), dan daya tahan (endurance power). Dalam kepentingan olahraga daya ledak yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif yaitu daya ledak anaerobik dan daya tahan aerobik (Nala, 2002). Program pelatihan untuk meningkatkan kinerja atlet membutuhkan pengetahuan tentang prinsip sistem energi yang dipergunakan selama berolahraga. Secara garis besar sistem memproduksi energi ini dapat dibagi atas dua buah yakni 1) sistem energi cepat atau sistem metabolisme anaerobik; dan 2) sistem energi lambat atau metabolisme aerobik. Sistem energi anaerobik ini merupakan suatu rentetan reaksi kimia yang tidak membutuhkan oksigen.
Sedangkan sistem energi aerobik merupakan rangkaian reaksi kimia yang memerlukan oksigen (Pardjiono, 2008).Sistem metabolismen anaerobik, energinya berasal dari adenosin tri fosfat – kreatin posfat (ATP – KP) dan asam laktat (AL). Sistem anaerobik ATP-KP sering disebut dengan sistem phospagen dan sistem AL disebut sistem glikolisis anaerobik. Permainan bola voli sangat membutuhkan daya tahan kardiovaskular, oleh karena itu dengan melakukan pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set dan pelatihan squat jump 10 repetisi 3 set, 3 kali seminggu selama 6 minggu dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular (Nala, 2002). Dengan melakukan pelatihan double leg box bound 10 repetisi 3 set dan squat jump 10 repetisi 3 set, 3 kali seminggu selama 6 minggu dapat menyebabkan pembesaran serabut otot yang dapat meningkatkan kekuatan otot yang berpengaruh terhadap vertical jump atlet bola voli, karena bola voli membutuhkan daya tahan otot yang lebih lama (Rogers, 2009). Pada otot yang dilatih dengan pelatihan anaerobic, akan terjadi peningkatan pada serabut otot tipe cepat sehingga mempengaruhi peningkatan daya ledak ototnya (Guyton dan Hall, 2007). Pelatihan vertical jump dilakukan dari posisi berdiri tegak langsung ke sikap jongkok dengan sudut 90 0 antara tungkai atas dan tungkai bawah
7
terus menolak ke atas bertumpu pada kedua kaki secara bersamaan dan salah satu tangan menyentuh batas ketinggian. Saat melakukan gerakan jongkok tersebut terjadi peregangan otot. Peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas saraf sensoris dan motoris atau mendorong terjadinya kontraksi otot, sehingga energi pelatihan dalam waktu singkat akan menghasilkan gerakan-gerakan yang eksplosif (Sharkey, 2011). Berdasarkan hasil uji t-Test independent menunjukkan bahwa ke dua kelompok sebelum melakukan pelatihan tidak berbeda karena nilai (p > 0,05). Hasil uji t-independent terhadap ke dua kelompok menunjukkan ada perbedaan vertical jump antara Kelompok I dan Kelompok II karena nilai (p < 0,05). Dengan demikian pelatihan double leg box bound lebih meningkatkan vertical jump dari pada pelatihan squat jump. Peningkatkan vertical jump tergantung besar kecilnya daya ledak yang dihasilkan oleh otot tungkai sebagai kekuatan eksplosif yang dominan terhadap kontraksi otot cepat dan kuat. G.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada siswa putra SMA Negeri I Kupang Timur maka dapat disimpulkan penelitian sebagai berikut : 1. Pelatihan double leg box bound meningkatkan kemampuan vertical
jump atlet bola voli dari 62,900 cm menjadi 74,500 cm. 2. Pelatihan squat jump meningkatkan kemampuan vertical jump atlet bola voli dari 63,000 cm menjadi 68,700 cm. 3. Pelatihan double leg box bound lebih meningkatkan vertical jump daripada pelatihan squat jump atlet bola voli dengan selisih peningkatan sebesar 11,6000 cm pada Kelompok I dan 5,7000 cm pada Kelompok II. 2 Saran 1. Kepada pembina pelatih dan guru olahraga serta atlet bola voli menggunakan pelatihan double leg box bound karena lebih baik untuk meningkatkan vertical jump. 2. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan meningkatkan vertical jump atlet bola voli dengan repetisi dan set yang sama. DAFTAR PUSTAKA Anne, A. 2010. Mengenal Cabang Atletik Lompat Jauh.[Cited 2011 jan 5].Available from: http/www.anneahira.com/Atlet ik Lompat Jauh.htm. Bawiling, N.S., Adiputra, N., Tirtayasa, K. 2014. Pelatihan Senam Ayo Bergerak, Senam Bugar Indonesialebih Meningkatkan Kebugaran Fisik Daripada
8
Senam
Ayo Bersatu Pada Wanita Anggota Klub Senam Lala Studio Denpasar. ISSN: Sport and Fitness Journal Volume 2, No. 1 : 150 – 161. from: http//weightraining.about.co m. (Accedssed: 2010, March 3th Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Irawan. A.2007. Metabolisme Energi Tubuh dan Olahraga. [cited 2011 Juni 21]. Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Dempasar: Komite Olahrga Nasional Nala, N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Udayana University Press.
Nuril A. (2007). Panduan Olahraga Bola Voli. Solo: Era Pustaka Utama. Pardjiono, 2008. Hipertropi otot skelet pada olahraga. Jurnal ilmu keolahragaan.5(2):111-119 Pinto, D.S. 2014. Wasit BPVSI Kupang. Kupang: Nusa Tenggara Timur. Pocock, S.J. 2008. Clinical Trial Practical Approach. New York: A. Willey Medical Publication Rogers, P. 2009. Basic Strength and Muscle Weight Training Program. Available Sajoto, M. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Semarang: Effhar dan Dahara Prize Sharkye, J.B. 2011. Kebugaran dan Kesehatan.Raja Grafindo Persada Jakarta