PENGARUH PEMBERIAN PERAS AN RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) TERHADAP KERUS AKAN S EL HATI TIKUS PUTIH YANG DIINDUKS I KARBON TETRAKLORIDA (CCl 4)
S KRIPS I
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar S arjana Kedokteran
WILLIAM LOUIS G0005209
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERS ITAS S EBELAS MARET S URAKARTA 2010
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 3 M aret 2010
WILLIAM LOUIS NIM . G0005209
ii
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Kerusakan Sel Hati Tikus Putih yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4) William Louis, NIM / SEM ESTER : G 0005209, Tahun : 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Pada Hari ......................, Tanggal .......................................2010
Pembimbing Utama Nama NIP
: Isdaryanto, dr., MARS : 19500312 197610 1 001
(...............................)
Pembimbing Pendamping Nama NIP
: Nanang Wiyono, dr., MKes : 19760530 200212 1 002
(...............................)
Penguji Utama Nama NIP
: M. Arief Taufiqurrochman, dr., M.S : 19500913 198003 1 002
(...............................)
Anggota Penguji Nama NIP
: Yulia Lanti Retno Dewi, dr., Msi : 19610320 199203 2 001
(...............................)
Surakarta, ........................................... Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
S ri Wahjono, dr., MKes 19450824 197310 1 001
Prof. Dr. A.A. S ubijanto, dr., MS . 19481107 107310 1 003
iii
ABS TRAK William Louis, G0005209, 2009. Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Kerusakan Sel Hati Tikus Putih yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas M aret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Karbon Tetraklorida adalah agen perusak hati yang terutama disebabkan oleh metabolitnya yaitu CCl3COO-. Temu putih yang kaya akan antioksidan alami (kurkumin) mengurangi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan gambaran struktur histologis sel hati tikus putih tanpa/setelah diberi CCl4 dengan atau tanpa perasan rimpang temu putih. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan Penelitian Eksperimental Laboratorik. Desain penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih strain Wistar yang dibagi dalam 3 kelompok, masing 10 ekor tikus putih. Semua tikus putih diberi diberi diet standar selama 12 hari dan minyak kelapa 0,5 ml/ 200g BB pada hari ke-8. Kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan diberi CCl4 3,85 mg/ g BB pada hari ke-8. Akan tetapi untuk kelompok p erlakuan juga diberi perasan rimpang temu putih peroral sebanyak 1,97 mg/ kg BB selama 12 hari. Pada hari ke-12, semua tikus putih dikorbankan, kemudian diambil organ heparnya untuk selanjutnya dibuat preparat kemudian diamati jumlah sel hati yang normal, piknotoik, karioreksis, dan kariolisis. Data yang diperoleh akan dibandingkan menggunakan uji Oneway ANOVA kemudian uji LSD untuk mengetahui letak perbedaannya. Hasil Penelitian: Hasil uji statistik Oneway ANOVA didapatkan hasil perbedaan bermakna (p<0,05) antara ketiga kelompok. Hasil uji LSD memperlihatkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) diantara masing-masing kelompok. S impulan Penelitian: Simpulan yang didapat adalah bahwa pemberian perasan rimpang temu putih secara peroral sebanyak 1,97 mg/ kg BB dapat mengurangi kerusakan sel hati tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4) secara peroral sebesar 3,85 mg/ g BB.
Kata kunci: Temu putih, CCl4, kerusakan sel hati.
iv
ABS TRACT William Louis, G0005209, 2009. The Effect of White Tumeric’s Rhizome Distillation (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) to Destroyed Hepatocyte of M ouse Induced by Carbon Tetrachloride (CCl4). Transcription, UNS M edical Faculty, Surakarta. -
Aim: Carbon Tetrachloride is especially through it’s metabolite CCl3COO cause liver injury. White tumeric that rich of natural antioxidant (curcumin) can reduce and repair the injury. This research’s purpose is for observing the difference liver histologic structure between mouse those were rhizome distillation of white tumeric or not and CCl4 induced or not. Method: This research was an Experimental Laboratoric Research. The research used Post Test Only Control Group Design. It used 30 Wistar strain mouses as the subject of the research. They were separated into 3 groups, 10 mouses each. All of mouses were standard diet fed for about 12 days and 0,5 ml/ 200g mouse’s weight palm oil in the 8th day. The positive control group and the treatment group were 3,85 mg/ g mouse’s weight CCl4 fed in the 8th day. But for the treatment group were also 1,97 mg/ kg mouse’s weight white tumeric’s rhizome distilation fed for 12 days. In the 12th day, all of the mouses were killed to get the livers. The livers were made into histoligical preparats. And then they were counted how much hepatocyte with normally, picnotic, karioreksis, and kariolisis core. The data were compared by Oneway ANOVA then LSD to know where the differences placed. Result: The result of Oneway ANOVA show magnificience differences (p<0,05) between 3 groups. The result of LSD show magnificience differences (p<0,05) between each group. Conclution: The conclution is 1,97 mg/ kg mouse’s weight white tumeric’s rhizome distilation fed can reduce destroyed hepatocyte caused by sebesar 3,85 mg/ g mouse’s weight mouse CCl4 fed.
Keyword: White tumeric, CCl4, destroyed hepatocyte.
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YM E karena limpahan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Temu Puti h (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Kerusakan S el Hati Tikus Putih yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl 4)”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Surakarta. Dengan selesainya penulisan ini, penulis menyam[aikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M .S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Surakarta. 2. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Surakarta yang telah memberikan informasi dalam penulisan skripsi. 3. Isdaryanto, dr, M ARS, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini. 4. Nanang Wiyono, dr., M .Kes, selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini. 5. M . Arief Taufiqurrochman, dr, M .S, selaku Penguji I yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini. 6. Yulia Lanti Retno Dewi, dr., M si, selaku Penguji II yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini. 7. Bagian Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Surakarta, M as Kidi, Bu Kus, dan Bu Dal yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 8. Keluargaku, Daddy, M ami, Cicik, Angel, dan Vio yang selalu membantu dan mendukung skripsiku. 9. Sahabat-sahabatku Whendy, Paulus, Andry, Trimanto, Rendi, Rut, Wuri, dan Janet yang telah banyak membantu dan memberi semangat dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak ketidaksempurnaan dalam penelitian dan penulisan ini yang disebabkan oleh keterbatasan penulis. Semua kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna bagi semua yang memanfaatkannya.
Surakarta, 3 M aret 2010
William Louis
vi
DAFTAR IS I Halaman PRAKATA .................................................................................................. vi DAFTAR IS I ............................................................................................... vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang M asalah ........................................................... 1 B. Perumusan M asalah .................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3 D. M anfaat Penelitian .................................................................... 3 BAB II LANDAS AN TEORI ..................................................................... 5 A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 5 B. Kerangka Pemikiran .................................................................. 17 C. Hipotesis .................................................................................... 18 BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 19 A. Jenis Penelitian .......................................................................... 19 B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 19 C. Subjek Penelitian ....................................................................... 19 D. Teknik Sampling ....................................................................... 19 E. Rancangan Penelitian ................................................................ 20 F. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................. 21 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 21 H. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................... 24 I. Cara Kerja .................................................................................. 25 J. Teknik Analisis Data Statistik ................................................... 27 BAB IV HAS IL PENELITIAN ................................................................... 28 A. Data Hasil Penelitian ................................................................. 28 B. Analisis Data .............................................................................. 29 BAB V PEMBAHAS AN .............................................................................. 31 BAB VI S IMPULAN DAN S ARAN ............................................................ 35 A. Simpulan ..................................................................................... 35 B. Saran ........................................................................................... 35 DAFTAR PUS TAKA ..................................................................................... 36 LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Nilai Konversi Dosis M anusia ke Hewan
Tabel 2.
Daftar Volume M aksimal Bahan Uji pada Pemberian Secara Oral
Tabel 3.
Jumlah Sel Hepar yang Dikelompokkan M enurut Derajat Kerusakan dan Jumlah Skor M asing-masing Kelompok dengan Perbesaran 1000 Kali
Tabel 4.
Uji ANOVA
Tabel 5.
Post HOC Test menggunakan uji LSD
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar Bentuk Keton Dari Kurkumin Gambar 2. Grafik Perbandingan Jumlah Sel Hepar Antara Kelompok Kontrol, Perlakuan 1, dan Perlakuan 2 Gambar 3. Gambar Tanaman Temu Putih Gambar 4. Gambar Rimpang Temu Putih Gambar 5. Gambar Histologis Sel Hati Tikus Putih Pada Kelompok Kontrol Gambar 6. Gambar Histologis Sel Hati Tikus Putih Pada Kelompok Perlakuan 1 Gambar 7. Gambar Histologis Sel Hati Tikus Putih Pada Kelompok Perlakuan 2
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel 1 Lampiran 2. Tabel 2 Lampiran 3. Tabel 3 Lampiran 4. Tabel 4 - Tabel 5 Lampiran 5. Gambar 3 – Gambar 4 Lampiran 6. Foto Preparat
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan. Alam Indonesia telah menyediakan berbagai solusi dalam memelihara kesehatan, salah satunya melalui terapi tumbuhan berkhasiat obat. Indonesia
memiliki
sekitar
30.000-40.000
jenis
tumbuhan,
dan
beberapa di antaranya diketahui memiliki khasiat sebagai tumbuhan obat (Wijayakusuma, 2005). Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) merupakan tanaman obat yang sudah dikenal. Akhir-akhir ini menurut pengalaman dan penelitian para ahli, temu putih ternyata sangat bermanfaat sebagai makanan atau suplemen pendamping pada pengobatan kanker atau tumor (Prakoso, 2007). Seperti keluarga jahe-jahean lainnya, temu putih juga kaya dengan kandungan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas (Nugroho, 2008). Tanaman temu putih sering dimanfaatkan sebagai obat stimultan, obat cacing, karminatif, diuretik, anti diare, anti piretik dan kanker dengan cara direbus atau diseduh bahkan dalam bentuk campuran serbuk kering atau simplisia (Hardian, 2008). Senyawa kimia yang terkandung dalam temu putih diantaranya adalah monoterpen, sesquiterpen, zedoarone, epicurcuminol, kurkuminol, serta
1
kurkumin. Komponen epicurcuminol dan zedoarone berkhasiat sebagai anti tumor. Senyawa monoterpen yang terkandung dalam minyak atsiri berkhasiat sebagai antineoplastik (antikanker) dan telah terbukti dapat menonaktifkan pertumbuhan sel kanker payudara. Kurkumin berkhasiat sebagai anti radang dan antioksidan yang dapat mencegah kerusakan gen (Novalina, 2003). Karbon Tetraklorida (CCl4) adalah salah satu model paling baik jejas radikal bebas oleh karena keracunan yang terjadi pada hati (Robbins dan Kumar, 1995). Banyak informasi telah terkumpul sejak pertengahan tahun 1970 mengenai aksi CCl4 sebagai perusak organ hepar, yang memiliki pengaruh perubahan ireversibel pada protein dan lemak hepar. Perubahan ini disebabkan oleh bentuk lanjutan yang reaktif selama metabolisme (Hodgson dan Levi, 2000). Toksisitas yang dihasilkan oleh CCl4 diperkirakan disebabkan
oleh
metabolit
triklorometilperoksida
yang lebih reaktif yaitu radikal bebas
(CCl3COO-).
Radikal
bebas
ini
menyebabkan
peroksidasi lemak polifenol dari reticulum endoplasmic. Peroksidasi lemak ini menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi membran sel (Goodman dan Gilman, 2001). Berdasarkan kandungan kimia yang terkandung dalam temu putih, didapati kegunaan temu putih sebagai hepatoprotektor. Namun, di Indonesia, penelitian untuk mengkaji lebih dalam mengenai khasiat ini belumlah banyak dilakukan. M aka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran apakah temu putih memiliki efek sebagai hepatoprotektor dengan cara mengamati struktur histologis sel hati tikus putih yang diberi paparan
2
hepatotoksikan CCl4. Dan diharapkan dengan adanya penelitian ini, temu putih sebagai salah satu dari tanaman obat alami Indonesia dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal dalam bidang medis.
B. Perumusan Masalah Apakah pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) secara peroral dapat mengurangi kerusakan sel hati tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4)?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) secara peroral dapat mengurangi kerusakan sel hati tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).
D. Manfaat Penelitian 1. M anfaat teoritis
: Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
informasi ilmiah mengenai efek hepatoprotektif temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terhadap induksi Karbon Tetraklorida (CCl4) pada tikus putih (Rattus norvegicus). 2. M anfaat aplikatif
: Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengolah temu putih menjadi suatu bentuk yang mudah
3
diambil
manfaatnya
untuk
melindungi
hepar
terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh racun.
4
BAB II LANDAS AN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Temu Putih a. Deskripsi Tamanan temu putih di berbagai Negara dikenal dengan nama White Tumeric (Inggris), Kencur atau Ambhalad (India), dan Cedoaria (Spanyol) (CCRC Farmasi UGM , 2008). Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe
(Dio, 2008). Curcuma zedoaria Rosc. di Indonesia disebut temu putih atau temu kuning. M enurut Hong Kim Lee, tumbuhan ini berasal dari Himalaya, India, dan terutama tersebar di negara-negara Asia meliputi
5
China, Vietnam, dan Jepang. Curcuma zedoaria Rosc. tumbuh liar di Sumatra (Gunung Dempo), di hutan jati Jawa Timur, banyak dijumpai di Jawa Barat dan Jawa Tengah, di ketinggian sampai 1000dpl (CCRC Farmasi UGM , 2008). Tumbuhan ini berupa semak, tingginya mencapai 2 m, tumbuh tidak berkelompok. Batangnya semu, bentuk silindris, lunak, batang yang berada di dalam tanah membentuk rimpang dan berwarna hijau pucat. Daun tunggal, berbentuk lanset (lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul), panjangnya 0,6-1 m, lebarnya 10-20 cm, tulang daun menyirip tipis, berbulu halus, berwarna hijau bergaris ungu. Bunga majemuk, berbentuk tabung, keluar dari ketiak daun, menjulang ke atas membentuk bongkol bunga yang besar, panjangnya 7-15 cm, benang sari sepanjang ± 0,5 cm melekat pada mahkota, tangkai putik panjangnya ± 2 cm dan berwarna putih. M ahkota bunga berwarna putih, panjangnya ± 2 cm, bentuk lonjong dengan tepi bergaris merah tipis atau kuning. Buah berbentuk kotak bulat, diameter 2-4 mm, berwarna hijau. Biji bulat, berwarna hitam. Rimpang berwarna putih atau kuning muda, dan memiliki rasa yang sangat pahit (Dio, 2008). Beberapa penelitian farmakologis menemukan khasiat temu putih yang ternyata multi manfaat. Penelitian di Fakultas Farmasi Universitas Widya M andala beberapa tahun lalu menemukan, infus rimpang temu putih 30% pada kelinci yang telah diberikan Karbon
6
Tetraklorida dapat mempercepat turunnya enzim SGOT, SGPT, dan Gamma GT pada serum kelinci (Nugroho, 2008). Temu putih juga memiliki efek antimikroba. Ekstrak etanol Curcuma
zedoaria
Rosc.
mampu
menghambat
pertumbuhan
Micrococus luteus dan Enterococci faecalis ATCC 29213, tetapi tidak menghambat pertumbuhan Eschericia coli ATCC 2922 dan ATCC 35213. M inyak atsiri rimpang Curcuma zedoaria Rosc. menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Staphilococcus aureus, Vibrio comma dan Escherichia coli. Ekstrak etanol rimpang kering Curcuma zedoaria Rosc. menunjukkan efek antifungi, dengan senyawa aktifetilp-metoksisinamat (EPMS) (CCRC Farmasi UGM , 2008). Selain itu,
temu putih memiliki manfaat sebagai insektisida.
Ekstrak diklormetan rimpang Curcuma zedoaria Rosc. menunjukkan aktivitas insektisida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti, larva Plutella xylostella dan Callosobruchus maculatus dewasa (CCRC Farmasi UGM , 2008).
b. Kandungan Kimia Di dalam temu putih terkandung barbagai macam zat. Satu diantaranya adalah kurkumin. Selain itu dalam temu putih juga terkandung minyak atsiri. Minyak atsiri tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti curzerenone (zedoarin) yang merupakan komponen
terbesar.
Kandungan
7
lainnya
adalah
curzerene,
pyrocurcuzerenone, isocurcumenol,
curcumemone,
procurcumenol
epicurcumenol,
(Nugroho,
2008),
curcumol, kurkuminoid
(diarilheptanoid), demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin (CCRC Farmasi
UGM ,
2008),
dehydrocurdone,
furanodienone,
isofuranodienone, furanodiene, zederone, curdione (Nugroho, 2008), monoterpen, sesquiterpen
(Novalina, 2003), dan
1,7 bis (4-
hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on (CCRC Farmasi UGM , 2008). Selain itu mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak. Curcumol dan curdione berkasiat antikanker (Nugroho, 2008). Kurkumin adalah bahan aktif yang berada dalam rimpang temu putih. Zat ini merupakan polifenol dengan rumus kimia C21H206. Kurkumin dapat memiliki dua bentuk tautomer: keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Kurkumin dikenal karena sifat antitumor dan antioksidan yang dimilikinya (Wikimedia Foundation Inc, 2008 1). Aktifitas antiradang kurkumin pertama kali dilaporkan oleh Grieve pada tahun 1971. pada percobaan tersebut dilaporkan bahwa kurkumin sangat aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun kronis pada model hewan percobaan (CCRC Farmasi UGM , 2008). Kurkumin juga meningkatkan proses penyembuhan luka pada proses penyembuhan luka yang terganggu pada penderita penyakit
8
diabetes. Kurkumin juga dapat dikembangkan sebagai obat-obatan dalam kondisi klinik (Afaf et all., 2006). Di dalam kurkumin terkandung RIP (ribosome inacting protein). RIP berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa merusak jaringan sekitarnya, memblokir pertumbuhan sel kanker (Liza, 2008). Surh (1999) melaporkan bahwa kurkumin dapat mematikan sel kanker dengan proses yang disebut apoptosis (kematian sel) (Parodi dan Darmono, 2006). Kereaktifan antioksidan kurkumin pertama kali dilaporkan oleh Sharma pada tahun 1972 melalui uji in vitro maupun in vivo, membuktikan
kemampuan
kurkumin
dalam
menghambat
lipid
peroksidase (LPO) tanpa dan dengan karagenin. Selanjutnya kurkumin menunjukkan pula aktivitas yang baik sebagai penangkap superoksid, lebih dibanding aktivitas analognya demetoksikurkumin. Hal ini menunjukkan pula bahwa gugus fenolik memberi sumbangan yang nyata sebagai penangkap superoksid, dan keberadaan gugus metoksi pada posisi ortho terhadap gugus fenolik akan menaikkan aktivitas penangkap radikal superoksid (CCRC Farmasi UGM , 2008).
Gambar 1: bentuk keton dari kurkumin
9
(Wikimedia Foundation Inc. 2008 1).
2. Karbon Tetraklorida (CCl 4) Karbon Tetraklorida merupakan salah satu model paling baik jejas radikal bebas yang terjadi pada hati (Robbins dan Kumar, 2007). Karbon Tetraklorida
termasuk
dalam
zat
kimia
kelompok
hidrokarbon
terhalogenasi. Pertama kali dibuat tahun 1849. Dahulu digunakan sebagai obat anestesi, obat cacing, dan untuk sampo. Namun sekarang semua kegunaan itu sudah ditinggalkan karena Karbon Tetraklorida dapat menimbulkan
keracunan
yang
sangat
hebat.
Sekarang,
Karbon
Tetraklorida hanya digunakan untuk industri, ilmu pengetahuan, dan penggunaan non rumah tangga (Goodman dan Gilman, 2001). Pada awalnya, hidrokarbon berhalogen ini digunakan luas dalam industri pembersihan kering (Robbins dan Kumar, 2007). Karbon Tetraklorida banyak digunakan sebagai bahan pelarut yang tidak mudah terbakar, pembersih, dan penghilang minyak. Sangat berbahaya bila dihirup, ditelan, ataupun diserap lewat kulit (M eyers et al., 1993). Karbon Tetraklorida bila dihirup akan diabsorbsi dari paru. Ingesti oral Karbon Tetraklorida diabsorbsi dari traktus gastrointestinal. Absorbsi ini akan meningkat dengan pemberian lemak atau alkohol. Karbon Tetraklorida juga diabsorbsi melalui kulit, namun tidak menimbulkan keracunan sistemik yang penting (Goodman dan Gilman, 2001).
10
Pemberian lokal Karbon Tetraklorida pada kulit menyebabkan kulit teriritasi. Pada ingesti oral akan menyebabkan rasa hangat di perut dan menstimulus gerakan peristaltik usus. Dalam konsentrasi tinggi, akan meracuni jantung dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, Karbon Tetraklorida juga menyebabkan depresi sistem saraf pusat (Goodman dan Gilman, 2001). Efek toksik Karbon Tetraklorida yang paling serius adalah pada sel hepar dan tubulus renalis. Kerusakan sel hepar yang terjadi ditandai dengan kerusakan mitokondria dan nekrosis sentrolobular (Goodman dan Gilman, 2001). Toksisitas Karbon Tetraklorida disebabkan oleh konversi menjadi radikal Triklorometil (CCl3-) yang diaktivasi oleh Sitokrom P-450. -
Kemudian berubah menjadi radikal Triklorometilperoksida (CCl3O2 ). Radikal ini akan menginisiasi peroksidasi lipid (Hodgson dan Levi, 2000). Oksidasi lipid secara signifikan merusak fungsi dan kestabilan membran sel akibat ikatan silang yang terbentuk dalam lipoprotein (Simamora, 2003) yang menghasilkan lipid peroksida (Agus, 2002). Kerusakan yang diinduksi oleh Karbon Tetraklorida paling banyak terjadi pada daerah sentrolobular sel hati yang mengandung konsentrasi Sitokrom P-450 paling tinggi (Hodgson dan Levi, 2000).
11
3. S truktur Histologis S el Hati
a. Lobulus Hati Pembagian lobulus hati sebagai unit fungsional dibagi menjadi tiga zona: Zona 1
: merupakan zona aktif, sel-selnya paling dekat dengan
pembuluh darah. Zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk, disebut juga “Zone of
permanent
function”. Zona 2
: merupakan zona intermedia, sel-selnya memberi respon
kedua terhadap darah, disebut juga “Intermediet zone”. Zona 3
: merupakan zona pasif, aktifitas sel-selnya rendah dan
tampak aktif bila kebutuhan meningkat, disebut juga “Zone of permanent respon” (Leeson et al., 1990).
b. Parenkim Hati Parenkim hati tersusun dari hepatosit yang tersusun radier, bertumpukan satu sama lain membentuk lapisan sel yang tebal. Parenkim hati tersusun dalam lempeng-lempeng, bercabang dan beranastomose secara bebas membentuk struktur seperti busa. Hepatosit bentuknya poligonal berukuran sekitar 20-30 µm dengan membran sel yang jelas. Intinya bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi untuk setiap sel. Setiap inti mempunyai
12
granula kromatin yang tampak jelas dan tersebar dengan satu atau lebih anak inti (Leeson et al., 1990).
c. Triad Portal Triad portal merupakan tempat dimana tiga atau lebih unit lobulus bertemu. Di daerah ini terdapat akumulasi jaringan pengikat. Triad portal mengandung cabang dari vena porta, arteri hepatica, dan duktus biliverus (Juncqueira dan Carneiro, 1995).
d. S inusoid Hati Sinusoid hati merupakan pembuluh darah yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapisan sel-sel endotel yang tidak kontinyu. Sinusoid kapiler hati mempunyai pembatas yang tidak sempurna dan memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke sel-sel hati dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut retikuler halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya (Juncqueira dan Carneiro, 1995).
e. Daya Regenerasi Hati Hati
mempunyai
kemampuan
regenerasi
yang
sangat
mengagumkan. Daya regenerasi hati setelah trauma atau terpapar zat zat toksik sangat tinggi (Leeson et al., 1990). Kehilangan jaringan hati akibat kerja zat-zat toksik atau pembedahan memacu mekanisme
13
pembelahan sel hati dan hal ini akan terus berlangsung sampai perbaikan massa jaringan semula tercapai (Jubcqueira dan Carneiro, 1995).
4. Mekanisme
Temu
Putih
dalam
Melindungi
Hepar
dari
Hepatotoksisitas Karbon Tetraklorida Hepar adalah organ tubuh yang berperan penting dalam proses metabolisme dan detoksifikasi. Pemaparan oleh berbagai bahan toksik akan mempertinggi kerusakan hepar. Hepar
potensial mengalami
kerusakan karena merupakan organ pertama setelah saluran pencernaan yang terpapar oleh bahan-bahan yang bersifat toksik. Proses metabolisme oleh hepar akan mendetoksifikasi bahan-bahan tersebut, tetapi proses tersebut dapat menghasilkan metabolit yang bersifat lebih toksik daripada bahan induknya (Dewi, 2006). Aktivitas hepatoprotektor kurkumin dapat diketahui dengan cara membandingkan aktivitas metabolisme hepar yang dirusak oleh senyawasenyawa hepatotoksik, misalnya CCl4 dengan hepar yang telah dilindungi oleh zat hepatoprotektor (CCRC Farmasi UGM . 2008). Dampak racun CCl4 bukan disebabkan oleh molekul CCl4 itu sendiri, melainkan
oleh
karena
konversi molekul menjadi radikal bebas
Triklorometil (CCl3-) dalam retikulum endoplasma halus (SER) oleh interaksi dengan transport elektron NADPH-Sitokrom P-450 sistem enzim oksidase yang berperan dalam metabolisme obat-obatan yang larut dalam
14
lemak dan senyawa-senyawa lainnya (Robbins dan Kumar, 2007). Radikal bebas ini akan segera bereaksi dengan oksigen membentuk metabolit yang -
lebih reaktif yaitu Triklorometil Peroksida (CCl3O2 ). Radikal bebas ini akan bereaksi dengan asam lemak polienolik menghasilkan peroksida lipid (Hodgson dan Levi, 2000). Jejas sel hati sebagai akibat CCl4 terjadi sangat cepat dan hebat. Kurang dari 30 menit didapati pengurangan sintesis protein hati, protein plasma dan enzim-enzim protein endogen, dan dalam waktu 2 jam, pembengkakan SER dan pemisahan ribosom dari retikulum endoplasma kasar. Kemudian timbul penimbunan lemak, karena ketidakmampuan sel melakukan sintesis lipoprotein dari trigliserida dan protein penerima lemak. Jejas mitokondria terjadi setelah jejas pada retikulum endoplasma, dan ini diikuti oleh pembengkakan progresif sel-sel karena peningkatan permeabilitas selaput plasma. Kerusakan membran plasma diduga disebabkan oleh aldehida lemak yang relatif mantap (stabil), yang dihasilkan oleh peroksidasi lemak di dalam SER tetapi dapat bekerja pada tempat-tempat yang jauh. Hal ini disusul oleh influks masif kalsium dan kematian sel (Robbins dan Kumar, 2007). M ekanisme temu putih dalam melindungi hepar dapat diterangkan sebagai berikut. Kurkumin yang terkandung dalam temu putih berperan sebagai antioksidan yang memangsa radikal bebas serta menghambat peroksidasi lipid dan kerusakan DNA oksidatif. Selain itu, derivat kurkumin yaitu kurkuminod (Heng, 2000) merupakan penghambat
15
potensial dari sitokrom P-450. Hal ini akan menyebabkan molekul CCl4 tidak terkonversi menjadi radikal bebas Triklorometil (CCl3-) dan tidak -
akan terbentuk Triklorometil Peroksida (CCl3O2 ) yang berakibat tidak terjadinya peroksidasi lipid. Akibatnya tidak banyak asam lemak tak jenuh yang diubah menjadi peroksida lipid dan fungsi membran plasma tetap terjaga. Efek kurkumin sebagai antikanker juga akan menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker tanpa efek sitotoksik pada sel sehat (Wikimedia Foundation Inc, 2008 2).
16
B. Kerangka Pemikiran CCl4
Temu Putih Sitokrom P-450
-
Kurkumin
CCl3 O2
-
Kurkuminoid
CCl3O2
Peroksidasi Lipid
Antioksidan Penghambat Peroksidasi Lipid
Kerentanan M embran Sel
Peroksidasi Lipid Berkurang
M embran Sel Rusak Peroksidasi Lipid M enurun Degenerasi Sel Fungsi M embran Tetap Terjaga Nekrosis Kerusakan Sel Hati Dapat Dikurangi
Nb:
: M engandung : M erupakan, berubah menjadi, derivat, mengakibatkan : Bereaksi dengan : M enghambat : Reaksi komplek
17
C. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah “Pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) secara peroral dapat mengurangi kerusakan sel hati yang diinduksi CCl4 pada hepar tikus putih”.
18
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas M aret Surakarta.
C. S ubjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus novergicus) strain Wistar sehat dan mempunyai aktivitas normal, berumur 2-3 bulan dengan berat badan + 200 gram sebanyak 30 ekor. Banyaknya subjek penelitian dihitung dengan rumus Federer yaitu : (t-1) (r-1) 15 ,dimana t = banyak kelompok perlakuan dan r = jumlah sampel tiap kelompok. Dan didapatkan 30 ekor tikus putih yang dibagi menjadi 3 kelompok. M asing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor tikus putih.
D. Teknik sampling Pengambilan subjek penelitian dilakukan secara incidental sampling.
19
E. Rancangan Penelitian Rancangan eksperimental murni “post test only control group design”.
X
X0
N0
X1
N1
X2
N2
Bandingkan
Keterangan : X
:
X0 :
Jumlah tikus putih yang dipakai Kelompok kontrol negatif, hanya diberi diet standar selama 12 hari dan pada hari ke-8 diberi minyak kelapa 0,5 ml/200g BB tikus putih.
X1 :
Kelompok kontrol positif, diberi diet standar selama 12 hari berturutturut dan pada hari ke-8 diberi dosis tunggal CCl4 3,85 mg/g BB tikus putih peroral dan minyak kelapa 0,5 ml/200g BB tikus putih.
X2 :
Kelompok perlakuan, diberi diet standar temu putih dosis 1,97 mg/kg BB peroral selama 12 hari berturut-turut. Pada hari ke-8 diberikan dosis tunggal CCl4 3,85 mg/g BB tikus putih peroral dan minyak kelapa 0,5 ml/200g BB tikus putih.
N0 :
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis dari lobulus hepar pada kelompok kontrol negatif oleh peneliti.
N1 :
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis dari lobulus hepar pada kelompok kontrol positif oleh peneliti.
N2 :
Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis dari lobulus hepar pada kelompok perlakuan oleh peneliti.
20
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dari penelitian ini adalah perasan rimpang temu putih. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dari penelitian ini adalah derajad kerusakan histologis hati tikus putih. 3. Variabel Luar Variabel luar dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel luar yang dapat dikendalikan Variabel luar yang dapat dikendalikan dari penelitian ini adalah makanan, minuman, galur mencit, umur tikus putih, jenis kelamin tikus putih, berat badan tikus putih, suhu udara, minyak kelapa. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan Variabel luar penelitian yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi psikologis tikus putih, keadaan awal hati tikus putih, patogenesis suatu zat yang dapat merusak hepar selain radikal bebas (efek toksik dan hipersensitivitas), daya regenerasi sel hati, dan imunitas masingmasing hewan percobaan.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas: perasan rimpang temu putih. Perasan rimpang temu putih diberikan secara per oral dengan sonde lambung satu kali sehari selama 12 hari berturut-turut dengan dosis
21
sebesar 1,97 mg/kgBB. Skala pengukuran variabel bebas ini adalah skala nominal. 2. Variabel Terikat: kerusakan sel hepatosit. Kerusakan sel hepatosit adalah gambaran mikroskopis sel hepatosit yang diinduksi karbon tetraklorida setelah diberi perasan rimpang temu putih. Pada setiap preparat dipilih satu daerah di sekitar vena centralis yang dipilih secara random. Dengan perbesaran 1000 kali dihitung 100 sel hepatosit dengan cara hitung leukosit yaitu dimulai dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan dari kanan ke kiri, lalu turun lagi ke bewah dan dimulai lagi dari kiri ke kanan (Gandasoebrata, 2001). Inti piknotik ditandai dengan adanya inti sel yang tampak mengecil dan hiperkromasi. Inti karioreksis ditandai dengan adanya inti sel yang robek dan terbagi atas fragmen-fragmen. Inti kariolisis ditandai dengan adanya inti sel yang tidak lagi mengambil zat warna, tampak pucat dan tidak nyata. Skala pengukuran variabel menggunakan skala rasio. 3. Variabel luar a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. 1) M akanan dan M inuman M akanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM yang diberikan tidak terbatas. 2) Variasi Genetik Jenis hewan coba yang digunakan adalah tikus putih dengan galur Wistar.
22
3) Umur, Jenis Kelamin, dan Berat Badan Umur tikus putih pada penelitian ini adalah ± 2-3 bulan, berjenis kelamin jantan dengan berat ± 200 gram. 4) Suhu Udara Hewan percobaan ditempatkan dalam ruangan dengan suhu udara berkisar antara 25-28 0C. 5) M inyak Kelapa Semua kelompok penelitian diberi minyak kelapa agar kerusakan yang terjadi pada kelompok perlakuan benar-benar disebabkan oleh CCl4 6) Efek Toksik Pemberian CCl4 dilakukan pada hari ke-8 dan pengambilan preparat dilakukan pada hari ke-12 supaya kerusakan yang disebabkan oleh efek toksik CCl4 sudah hilang dan kerusakan yang terjadi adalah benar-benar karena proses oksidasi b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan. 1) Kondisi Psikologis Tikus Putih Kondisi psikologis tikus putih dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang berulang
kali,
dan
perkelahian
antar
tikus
mempengaruhi kondisi psikologis tikus putih.
23
putih
dapat
2) Keadaan Awal Hati Tikus Putih Keadaan awal hati tikus putih tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada tikus putih yang sebelum perlakuan hatinya sudah mengalami kelainan. 3) Patogenesis suatu zat yang dapat merusak hepar selain radikal bebas yaitu hipersensitifitas atau alergi. 4) Daya regenerasi sel hati masing-masing hewan percobaan tidaklah sama. 5) Imunitas masing-masing hewan percobaan tidaklah sama.
H. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat-alat yang digunakan a. Kandang hewan percobaan b. Timbangan c. Sonde lambung d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, piset, gunting, jarum, meja lilin) e. Alat untuk pembuatan preparat histologi f. M ikroskop cahaya g. Gelas ukur 2. Bahan-bahan yang Digunakan a. Temu putih b. Karbon tetraklorida c. M inyak kelapa (sebagai pelarut CCl4)
24
d. M akanan hewan percobaan (pellet dan air PAM ) e. Aquadest f. Bahan untuk pembuatan preparat histologi
I. Cara Kerja Langkah 1 : Pembuatan perasan rimpang temu putih dilakukan dengan cara memasukkan rimpang temu putih ke dalam juicer sehingga akan didapatkan air perasan murni dari rimpang temu putih tersebut. Proses pembuatan perasan rimpang ini tidak menggunakan penambahan air maupun zat-zat lainnya. Rimpang temu putih dipilih secara homogen yang memiliki bentuk dan ukuran yang hampir sama untuk menyeragamkan dosis perasan rimpang yang terbentuk. Langkah 2 : Sampel tikus putih sebanyak 30 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Histologi FK UNS dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor tikus putih dengan cara random. Kemudian dilakukan proses adaptasi dengan lingkungan Laboratorium Histologi FK UNS selama 7 hari. Pada hari ke-8 dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan mulai dilakukan percobaan. Langkah 3 : Kelompok kontrol negatif hanya diberi diet standar selama 12 hari berturut-turut dan pada hari ke-8 diberi minyak kelapa 0,5 ml/ 200g BB tikus putih. Kelompok kontrol positif diberi diet standar selama 12 hari berturut-turut dan pada hari ke-8 diberi CCl4 dosis tunggal 3,85 mg/ g BB tikus putih peroral. Kelompok perlakuan diberi diet standar dan perasan
25
rimpang temu putih peroral sebanyak 1,97 mg/ kg BB tikus putih selama 12 hari, dimana pada hari ke-8 setelah diberikan perasan rimpang temu putih diberikan dosis tunggal CCl4 sebesar 3,85 mg/ g BB tikus putih peroral. Dalam penelitian ini, minyak kelapa digunakan sebagai pelarut CCl4 karena CCl4 tidak dapat larut dalam air. M inyak kelapa dipilih sebagai pelarut karena minyak kelapa tidak mempunyai efek toksik terhadap hepar dan tidak mempengaruhi efek toksik CCl4 itu sendiri. Karbon Tetraklorida (CCl4) diberikan dalam dosis 3,85 mg/g BB tikus putih peroral. Penghitungan dosis CCl4 adalah sebagai berikut: 3
ρ CCl4 = 1,59 g/cm
m CCl4 = 3,85 . 10-3 g v CCl4 = m/ρ -3
3
= 3,85 . 10 g/ 1,59 g/cm = 2,421 . 10-3 ml
Jadi CCl4 yang diberikan pada tikus putih adalah sebesar 2,421 . 10-3 ml/g BB tikus putih. Potensi hepatoprotektif perasan rimpang temu putih pada tikus putih yang terangsang oleh CCl4 terbesar pada dosis 1,97 mg/kg BB (CCRC Farmasi UGM , 2008). Penghitungan dosis perasan rimpang temu putih adalah sebagai berikut: m temu putih
= 1,97 mg/kg BB -3
= 1,97 . 10 mg/g BB
26
Jadi dosis perasan rimpang temu putih yang diberikan pada tikus putih adalah sebesar 1,97 . 10-3 mg/g BB. Langkah 4 : Pada hari ke-12 setelah perlakuan pertama diberikan, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation, kemudian organ hepar / hati kanan diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok paraffin dan pengecatan HE. Irisan dilakukan pada bagian tengah dari hati kanan dengan ketebalan irisan 5 μm. Pengambilan hati bagian kanan hanya untuk penyeragaman sampel. Dari setiap hati mencit diambil tiga preparat histologi, sehingga total jumlah preparat yang didapat adalah 90 preparat histologi. Langkah 5 : Pengamatan preparat dilakukan dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian dipilih satu daerah di sekitar vena centralis yang dipilih secara random. Dengan perbesaran 1000 kali dihitung jumlah inti yang piknotoik, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel hepatosit dengan cara hitung leukosit. Langkah 6 : Data yang diperoleh akan diuji dengan uji statistik.
J. Analisis S tatistik Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji Oneway ANOVA (Analysis of Variant) dan perbandingan gambaran histologis sel hepatosit antara kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, kontrol negatif dan perlakuan, serta kontrol positif dan perlakuan akan dianalisis dengan uji LSD (Least Significant Difference). (Riwidikdo, 2007).
27
BAB IV HAS IL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa jumlah sel hepar diberikan skor. Yaitu skor 0 untuk sel normal, skor 1 untuk sel piknotik, sel 2 untuk sel yang mengalami karioreksis, dan skor 3 untuk sel yang mengalami kariolisis. Apabila dirumuskan maka akan membentuk rumus histologis skor sebagai berikut:
Rumus Histologis S kor: 0xN + 1xP + 2xKr + 3xKl Keterangan: N:
jumlah sel hepar dengan inti normal
P:
jumlah sel hepar dengan inti piknotik
KR:
jumlah sel hepar yang mengalami inti karioreksis
KL:
jumlah sel hepar yang mengalami inti kariolisis
Hasil pengamatan rata-rata jumlah sel hepar yang dikelompokkan menurut derajat kerusakan masing-masing kelompok akan disajikan dalam diagram berikut ini.
28
90 80 70 60
Normal Piknotik Karioreksis Kariolisis
50 40 30 20 10 0 K
P1
P2
Gambar 2: grafik perbandingan jumlah sel hepar antara kelompok kontrol, perlakuan 1, dan perlakuan 2
Keterangan: K:
kelompok kontrol
P 1:
kelompok perlakuan 1
P 2:
kelompok perlakuan 2
B. Analisis Data Dari hasil perhitungan uji Annova didapatkan nilai Sig. untuk uji Annova adalah 0,000 dimana nilai ini lebih kecil dari nilai alpha (0,05), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor kerusakan hepar yang bermakna antara kelompok kontrol, perlakuan 1 dan perlakuan 2. Dari hasil uji Post HOC test (LSD) didapatkan bahwa nilai Sig. antar kelompok kontrol – perlakuan 1 = 0.000, lebih kecil dari alpha (0,05), nilai Sig. antar kelompok kontrol – perlakuan 2 = 0.000, lebih kecil dari alpha
29
(0,05), dan nilai Sig. antar kelompok perlakuan 1 – perlakuan 2 = 0.000, lebih kecil dari alpha (0,05). M aka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor kerusakan hepar yang bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan 1, terdapat perbedaan rata-rata skor kerusakan hepar yang bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan 2, dan terdapat perbedaan rata-rata skor kerusakan hepar yang bermakna antara kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2.
30
BAB V PEMBAHAS AN
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian setelah diuji dengan uji statistik One Way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji LSD, terlihat adanya pengaruh pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) terhadap kerusakan sel hati tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4). Data hasil penelitian akan dibahas seperti di bawah ini. Pada hasil uji statistik Oneway ANOVA didapatkan hasil perbedaan bermakna (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat kerusakan selsel hati yang cukup berarti diantara ketiga kelompok. Setelah dilanjutkan dengan uji statistik LSD, didapatkan hasil yang bermakna antara kelompok K dengan P1, kelompok K dan P2 dan antara kelompok P1 dan P2 (p<0,05). Hal ini dapat dijelaskan karena dalam penelitian ini kelompok P1 diberikan CCl4 sebagai faktor perusak hepar yang menyebabkan kerusakan hepar hebat tanpa adanya faktor pertahanan. Faktor pertahanan dalam hal ini adalah pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) yang mengandung curcumin yang diberikan pada kelompok P2. Sedangkan kelompok K tidak mendapatkan penambahan faktor perusak maupun faktor pertahanan. Perbedaan yang signifikan antara kelompok K dan P1 menunjukkan adanya pebedaan antara kelompok kontrol yang merupakan gambaran sel hati normal dengan kelompok P1 yang merupakan gambaran sel hati tikus putih yang
31
mengalami kerusakan. Hal ini juga berarti bahwa CCl4 merupakan zat agresif yang dapat menginduksi terjadinya kerusakan hati. Hal ini sesuai dengan teori bahwa CCl4 merupakan faktor perusak yang dapat memicu terjadinya kerusakan hepar. Kerusakan hati dapat berupa struktur hati yang berubah, susunan sel yang tidak teratur lagi dan nekrosis sel yang ditandai dengan degenerasi sel berupa perubahan inti menjadi piknotik yaitu hilangnya gambaran kromatin, karioreksis yaitu inti terpecah menjadi beberapa fragmen, dan kariolisis yang berarti inti tidak lagi mengambil banyak zat warna sehingga inti tampak pucat dan tidak nyata (Saleh, 1979). M ekanisme CCl4 merusak organ secara ringkas adalah CCl4 -
diaktivasi oleh sitokrom P-450 membentuk radikal bebas CCl3 (Triklorometil) yang kemudian diubah menjadi CCl3O2- (Triklorometil Peroksida). Radikal bebas CCl3O2- sangat reaktif terhadap biomolekul seperti lemak, protein, karbohidrat, dan nukleotida. Akibatnya, fungsi biologis molekul tersebut akan terganggu oleh karena radikal bebas ini akan bereaksi dengan asam lemak tak jenuh jamak/polienolik dan menghasilkan peroksida lipid (Hodgson and Levi, 2000). Peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan terjadinya kerentanan membran dan dapat menyebabkan kerusakan membran dan terjadi nekrosis, inaktifasi enzim, meningkatkan
permeabilitas
kapiler,
meningkatkan
agregasi
trombosit
membentuk tautan silang dengan protein, menurunkan sintesa DNA, serta menurunkan aktifitas enzim (Lu, 1995). Pada kelompok K gambaran histologis sel-sel hati mencit sebagian besar menunjukkan hasil yang normal yaitu terdapat rata-rata 83 sel hati normal, 13 sel hati piknotik, 4 sel hati yang mengalami karioreksis, dan 1 sel hati yang
32
mengalami kariolisis. Hal ini dapat disebabkan karena berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti keadaan awal mencit, yaitu kondisi hati mencit yang mungkin telah mengalami kerusakan sebelumnya, dan kondisi psikologis mencit yang dapat diakibatkan karena stress selama penelitian, dimana stress menekan nafsu makan yang dapat menyebabkan malnutrisi yang merupakan predisposisi nekrosis hati akibat hepatotoksin. Selain itu pada kelompok kontrol perubahan inti menjadi inti piknotik bisa juga diakibatkan karena penuaan dan kematian sel yang secara fisiologis dialami oleh semua sel-sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru melalui proses regenerasi (Iber dan Latham, 1994). Perbedan diantara kelompok P1 dan P2 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Pada kelompok P1 didapatkan rata-rata 42 sel hati normal, 37 sel hati piknotik, 12 sel hati yang mengalami karioreksis, dan 9 sel hati yang mengalami kariolisis. Sedangkan pada kelompok P2 didapatkan rata-rata 65 sel hati normal, 23 sel hati piknotik, 8 sel hati yang mengalami karioreksis, dan 5 sel hati yang mengalami kariolisis. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari radikal bebas CCl4 dapat dikurangi dengan pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) yang mengandung antioksidan berupa kurkumin. Kurkumin yang terdapat pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) memiliki manfaat sebagai antioksidan yang memangsa radikal bebas serta menghambat peroksidasi lip id dan kerusakan DNA oksidatif. Antioksidan berperan mengikat berbagai jenis oksidan dan secara biologis bersifat reaktif karena bersifat mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki
33
kerusakan yang diakibatkannya (Widjaja, 1997). Selain itu, derivat kurkumin yaitu kurkuminod (Heng, 2000) merupakan penghambat potensial dari sitokrom P-450. Hal ini akan menyebabkan molekul CCl4 tidak terkonversi menjadi radikal bebas Triklorometil (CCl3-) dan tidak akan terbentuk Triklorometil Peroksida (CCl3O2-) yang berakibat tidak terjadinya peroksidasi lipid. Perbedaan antara kelompok K dan P2 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dapat mengurangi tingkat kerusakan dari sel hati secara signifikan seperti yang telihat pada uji statistik diantara kelompok P1 dan P2 tetapi tidak bisa melindungi sel hati secara total untuk tidak terkena efek radikal bebas dari CCl4. Dari hasil uji statistik LSD dimana didapatkan hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna diantara kelompok K dan kelompok P1, kelompok P1 dan kelompok P2, serta kelompok K dan P1 menunjukkan bahwa pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) yang mengandung kurkumin sebagai zat antioksidan
dapat
mengurangi tingkat kerusakan sel hati tikus putih yang diakibatkan oleh zat radikal bebas dari CCl4 tetapi belum sebanding dengan efek kerusakan hati yang ditimbulkan oleh radikal bebas dari CCl4. Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adanya human error, kondisi tikus putih (fisik, imunitas, psikologis), daya regenerasi sel hati tikus putih, patogenitas suatu zat, dan faktor idiopatik. Semua faktor tersebut turut mempengaruhi kesahihan data penelitian.
34
BAB VI S IMPULAN DAN S ARAN
A. S impulan Pemberian perasan rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) secara peroral dapat mengurangi kerusakan sel hati tikus putih yang diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4).
B. S aran 1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan memanfaatkan efek zat-zat lainnya selain kurkumin yang terkandung dalam rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang berbeda untuk mencari dosis dengan efek terapeutik yang lebih baik.
35
DAFTAR PUS TAKA
Afaf, El-Ansary K., Sarnia A., Ahmed, Aly SA. 2006. Biochemical studies on the hepatoprotective effect of Curcuma longa on some glycolytic enzymes in mice. Journal of Applied Sciences. 6:2991-3003. Agus ZAN. 2002. Stress oksidatif dan penyakit degeneratif : suatu tinjauan biokimia. Jurnal Kedokteran Yarsi. 10:69-73. CCRC Farmasi UGM . 2008. Temu Putih. http://ccrcfarmasiugm.wordpress. com/ensiklopedia/ensiklopedia-8/temu-putih/. Dewi L. 2006. Efek Protektif dari Lesitin terhadap Hepatotoksisitas Akibat Induksi Karbon Tetraklorida pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). www.adln.lib.unair.ac.id. (24 februari 2006). Dio. 2008. Bobcat Reviews Natural. http://bobcatreviewnat.blogspot/2008_ 02_01_archieve.html. (Februari 2008). Gandasoebrata R. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. pp:15-18. Goodman L. dan Gilman A. 2001. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 10’th edition. New York: M acmillan Publishing Co.,Inc. pp:1885. Hardian D. 2008. Pusat Penelitian Obat Tradisional. http://lppm. wima.ac.id/ ppot/ABSTRAK_PEN_PPOT_WEB_analisa.html. Heng C.Y., M andalene. 2000. Method for Using Soluble Curcumin to Inhibit Phosphorylase Kinase in Inflamatory Diseases. http://www. wipo.int/pctdb/en/wo.jsp?wo=2000070949. (30 November 2000). Hodgson E. dan Levi PE. 2000. A Text Book of Modern Toxicology. 2’nd edition. USA: M c. Graw-Hill Companies Inc. pp:146. Iber F.L., Latham P.S. 1994. Pathologic Physiology Mechanism of Disease. Jakarta: EGC. pp: 565. Juncqueria L.C. dan Carneiro J. 1995. Histologi Dasar. Alih Bahasa: Adji Dharma. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp:342-354. Leeson CR., Thomas S., Paparo AA. 1990. Buku Ajar Histologi (Text Book of Histology). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp:383-395.
36
Lu F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko. Penerjemah : Edi Nugroho. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. pp: 206-223. Liza. 2008. Kalahkan Kanker dengan Temu Putih & Mahkota Dewa. http://www.lizaherbal.com/main/index.php?option=com_content&task =view&id=97&Itemid=36. M eyers FH., Jawets E., Goldfien, A. 1993. Toksikologi Cara Mengatasi Berbagai Akibat Keracunan. Jakarta: Penerbit Andes Utama. pp:84-85. Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM . Novalina. 2003. Penggunaan Tanaman Obat Sebagai Upaya Alternatif Dalam Terapi Kanker. http://tumoutou.net/702_07134/novalina.htm. (Desember 2003). Nugroho A. 2008. Khasiat Temu Putih. http://www.fitnessindonesia.com/ info/ khasiattemuputih.htm. Parodi D. dan Darmono. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak kering rimpang temu putih (Curcuma zedoaria. Rosc.) per oral terhadap beberapa parameter gangguan ginjal pada tikus putih jantan. Majalah Farmasi Indonesia. 17:19-24. Prakoso B. 2007. Temu Putih (Curcuma Zedoaria Rosc.). http://sehat herbal. blogspot.com/2007/08/temu-putih-curcuma-zedoaria-rosc.html. (1 Agustus 2007). Riwidikdo H. 2007. Statistik Kesehatan, Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: M itra Cendikia Press, pp: 39-76. Robbins SL. dan Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi I. Edisi IV. Alih Bahasa: Staff Pengajar Lab. Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp:8-10. Saleh S. 1979. Kelainan Retrogresif dan Progresif. Kumpulan Kuliah Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp: 10-12 Simamora A. 2003. Efek tokoferol pada peroksida lipid. Meditek. 11:44-55.
37
Widjaja S. 1997. Antioksidan : Pertahanan Tubuh Terhadap Efek Oksidan dan Radikal Bebas, M ajalah Ilmiah Fakultas Kedokteran USAKTI 16(1). pp: 59-72. Wijayakusuma H. 2005. Mencegah & Mengatasi Gangguan Kesehatan Dengan Bahan-bahan alami. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg18499.html. (19 April 2005). Wikimedia Foundation Inc. 2008 1. Kurkumin. http://id.wikipedia.org/wiki/ Kurkumin. (17 Juli 2008). Wikimedia Foundation Inc. 2008 2. Curcumin. http://en.wikipedia.org/wiki/ Curcumin. (30 Juli 2008).
38