perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica ganatum) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
NOVARINA RATNANINGTYAS G0007114
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel NOVARINA RATNANINGTYAS: G0007114: Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 29 Desember 2010
Pembimbing Utama Nama :Isna Qodriyati, dr.,M.Kes. NIP
: 19670130 199603 2 001
...........................................
Pembimbing Pendamping Nama : Arif Suryawan, dr. NIP
: 19580327 198601 1 001
..........................................
Penguji Utama Nama : Enny Ratna S., drg. NIP
: 19521103 198003 2 001
...........................................
Anggota Penguji Nama : Sutarmiadji D.P., Drs. ,M.Kes. NIP
: 19511211 198602 1 001
.............................................
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Muthmainah,dr., M.Kes
Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr.,M.S.
NIP. 19660702 199802 2 001
NIP. 19481107 197310 1 003 ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 29 Desember 2010
Novarina Ratnaningtyas NIM : G0007114
iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik post uji only goup design. Hewan uji yang digunakan adalah 32 ekor tikus putih jantan yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan : (1) Kelompok kontrol; (2) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel; (3) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan dan (4) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama dan sesudah pemaparan. Penelitian ini berjalan selama 41 hari dan berakhir dengan pengambilan darah melalui sinus orbitalis tikus putih jantan. Sampel darah kemudian diberi EDTA, lalu dihitung jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin di Laboratorium PK FK UNS, Surakarta. Data yang diperoleh diolah secara statistik diuji dengan uji t tidak berpasangan menggunakan SPSS for Windows release 16.0. Signifikansi yang digunakan adalah p<0,05. Hasil Penelitian: Jumlah eritrosit pada kelompok perlakuan (1) 695,38±38,311;(2)627,00±42,393; (3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035.Kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489; (3) 11,857 ± 0,378;(4) 11,914 ± 0,598. Analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil yang signifikan antara kelompok (1) dan (2), tetapi tidak signifikan antara kelompok lain. Simpulan Penelitian: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan (p>0,05). Kata kunci: Gelombang elektromagnetik ponsel, kulit buah delima merah, eritrosit dan hemoglobin.
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Novarina Ratnaningtyas, G0007114, 2010. The Effect of Red Pomeganate (Punica ganatum) Peel Extract with Erythrocyte Count and Hemoglobin Level Rats Exposed to Mobile Phone Electromagnetic Radiation. Objective: To examine the effect of red pomeganate (Punica ganatum) peel extract with erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation. Methode: This study was a laboratory experimental post test only control goup design. The subjects used were 32 male rats divided into 4 goups: (1) Control goup; (2) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup; (3) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre and during exposed; (4) Exposed mobile phone electromagnetic radiation goup with red pomeganate peel extract pre, during, and post exposed. After 41 days, blood was collected in clean tube with EDTA from orbitalis sinus rats. Blood used for erythrocyte count and hemoglobin level in Patology Clinic Laboratory, Faculty of Medicine Sebelas Maret University. The data obtained were statistic analyzed by independent t test using SPSS Progamme for Microsoft Windows release 16.0. Significance was set at p<0,05. Result: Erythrocyte count of goup (1) 695,38±38,311;(2)627,00±42,393; (3)661,00±63,833; (4)673,57±42,035. Hemoglobin level of goup (1) 12,425 ± 0,446;(2) 11,600 ± 0,489;(3) 11,857 ± 0,378; (4) 11,914 ± 0,598. Statistical analyses with independent t test showed that the result was significance between goup (1) an (2), but not significance for the other goup. Conclusion: The experiment result showed that red pomeganat peel extract can increase the erythrocyte count and hemoglobin level rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation but statistically insignificance (p>0,05). Keyword: Mobile phone electromagnetic radiation, red pomeganate peel, erythrocyte and hemoglobin.
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel”. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr.H. A.A Subijanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Isna Qodriyati, dr.,M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan bagi penulis. 4. Arif Suryawan, dr., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 5. Enny Ratna S., drg., selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dan saran dalam melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 6. Sutarmiadji D.P., Drs., M.Kes., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan naskah skripsi ini. 7. Seluruh Staf Laboratorium Fisika, Biokimia dan PK Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu proses penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Surakarta, 29 Desember 2010 Novarina Ratnaningtyas vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA........................................................................................................
vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................
1
B. Perumusan Masalah........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian..........................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel ………………………...
5
2. Sel Darah Merah (Eritrosit)……………………………….......
7
3. Hemoglobin …………………………………………………..
10
4. Kulit Buah Delima Merah…………………………………….
12
5. Tikus Putih ………………………………………………........ 18 6. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan Hemoglobin……………………………………..
21
7. Hubungan Gelombang Elektromagnetik Ponsel dengan Mekanisme Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah….
22
B. Kerangka Pemikiran ………………………………………………. 23 C. Hipotesis …………………………………………………………... 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...............................................................................
24
B. Lokasi Penelitian............................................................................
24
vii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Subyek Penelitian...........................................................................
24
D. Teknik Sampling.............................................................................
24
E. Rancangan Penelitian...................................................................... 26 F. Identifikasi Variabel Penelitian......................................................
27
G. Definisi Operasional Variabel........................................................
27
H. Alat dan Bahan Penelitian..............................................................
30
I. Cara Kerja.......................................................................................
31
J. Teknik Analisis Data......................................................................
36
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian...............................................................................
38
B. Analisis Data..................................................................................
40
BAB V PEMBAHASAN..................................................................................
48
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ........................................................................................
54
B. Saran ..............................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
56
LAMPIRAN......................................................................................................
61
viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi………
Tabel 2.
Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima
6
Merah……………... ………………………………………………
14
Tabel 3.
Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)…………………......
19
Tabel 4.
Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok………………….....
38
Tabel 5.
Rerata Kadar Hemoglobin dari Setiap Kelompok…………………
39
Tabel 6.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok……………………………………………...…………..
Tabel 7.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1………………………………………………
Tabel 8.
41
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2………………………………………………
Tabel 9.
41
41
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3………………………………………............
42
Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2………………………………………..........
42
Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3………………………………………..........
43
Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji tTidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3…………………………………………….
43
Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok………………………………………............................
44
Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin pada Kelompok K dan P1………………………….
44
Tabel 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P2..……………………………... ix
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P3.………………………............
45
Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P1 dan P2………………………….........
46
Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P1 dan P3………………………….........
46
Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P2 dan P3……………………………….
x
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit…………………………..
9
Gambar 2. Struktur Hemoglobin…………………………………………
11
Gambar 3. Buah Delima Merah ….……………………………………...
13
Gambar 4. Ellagic Acid…………………………………………………..
15
Gambar 5. Punicalagin……………………………………………………
16
Gambar 6. Rancangan Penelitian…………………………………………
26
Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit……………………..
39
Gambar 8. Diagam Batang Rerata Kadar Hemoglobin …….…………...
40
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok……
61
Lampiran 2. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok 62 Lampiran 3. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1…………………………………… 63 Lampiran 4. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2…………………………………… 64 Lampiran 5. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3…………………………………… 65 Lampiran 6. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2…………………………………... 66 Lampiran 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3………………………………….. 67 Lampiran 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3………………………………….. 68 Lampiran 9. Hasil Pengukuran Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok.... 69 Lampiran 10. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok……………………………………………………….. 70 Lampiran 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P1……………………………… 71 Lampiran 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P2……………………………… 72 Lampiran 13. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P3……………………………… 73 Lampiran 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P1 dan P2……………………………... 74 Lampiran 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P1 dan P3…………………………… xii
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok P2 dan P3……………………………
76
Lampiran 17. Surat Keterangan Kelaikan Etik.................................................
77
Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian………………......................................
78
xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi komunikasi telah banyak membantu memenuhi kebutuhan manusia. Ponsel sebagai bagian dari kemajuan teknologi menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai medianya sehingga praktis dan bisa digunakan di manapun (Mahardika, 2009). Potensi radiasi ponsel tersebut semakin besar, mengingat penggunaan ponsel telah demikian luas di masyarakat. Paling tidak ke depan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta jiwa, sudah 25 juta pelanggan yang menggunakan ponsel (Swamardika, 2009). Efek gelombang elektromagnetik tergantung jenis, frekuensi, energi dan durasi paparan (Balmori, 2005). Energi yang ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik ponsel, secara kuantitas relatif kecil namun bila jarak antara ponsel dengan kepala diperhitungkan maka dampak radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan begitu saja. Hal ini disebabkan intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin dekat dengan sumber radiasi (ponsel) akan makin besar radiasi yang diterima (Wardhana, 2000).
1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Pada
penelitian
yang
menggunakan
pemaparan
gelombang
elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus), didapatkan penurunan sistem antioksidan yang ditunjukkan dengan peningkatan stres oksidatif pada hati dan otak (Achudume dkk, 2009). Penelitian yang dilakukan Devrim (2002) memperoleh hasil gelombang elektromagnetik ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada eritrosit, hati, jantung, dan ovarium tikus putih (Rattus norvegicus) dan vitamin C sebagai antioksidan, terbukti dapat melindunginya stres oksidatif. Menurut Yurekli dkk (2006), radiasi mempuyai efek terhadap struktur dan fungsi sel terutama sel yang mempunyai membran lipid. Eritrosit memiliki struktur membran yang salah satu komposisinya adalah lipid. Komponen di dalamnya, yakni hemoglobin mempuyai fungsi penting untuk membawa oksigen ke jaringan. Perubahan struktur dan fungsi membran sel pada eritrosit dapat menyebabkan hal yang mengganggu bahkan membahayakan (Muray dkk, 2003). Antioksidan sangat penting untuk menjaga kerusakan sel yang disebabkan oleh stres oksidatif. Untuk memperlambat proses oksidasi, diperlukan penambahan antioksidan dari luar tubuh. Berdasarkan jenisnya, antioksidan ada yang berbentuk sintetik, yaitu diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, dan ada yang alami, yaitu hasil ekstraksi bahan alami. Beberapa contoh antioksidan sintetik antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG), Tert-Butil Hidrokuinon (TBHQ), dan tokoferol. Antioksidan sintetik seperti BHA, BHT, PG, dan TBHQ
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
diketahui dapat meningkatkan terjadinya kanker sehingga penggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan. Antioksidan alami adalah antioksidan yang terdapat dalam makanan, seperti sayuran, buah, atau susu sapi (Amarowicz dkk, 2000). Salah satu sumber antioksidan alami adalah Delima Merah (Amalia dan Balittro, 2009). Bagian pohon Delima Merah seperti buah, kulit, dan akarnya mempunyai rasa yang sepat. Rasa yang sepat ini merupakan tanda bahwa di dalam bagian tanaman tersebut mengandung senyawa polifenol (Wiryowidagdo, 2007). Kandungan polifenol pada ekstrak kulit buah Delima Merah yang berfungsi sebagai antioksidan mencapai 26% dari seluruh kandungan kimia yang terdapat di dalamnya (Ferlina, 2009). Namun manfaat kulit buah Delima Merah kurang banyak diketahui oleh masyarakat sehingga penggunaan kulit Delima Merah masih minimal. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.
B. Perumusan Masalah Adakah pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
2. Manfaat aplikatif Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan buah Delima Merah (Punica ganatum) sebagai antioksidan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terbentuk dari medan magnetik dan medan listrik. Kedua medan ini bergetar dalam arah yang saling tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik pembentuk gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal, yang arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya (Mahardika, 2005). Berdasarkan
kemampuannya
dalam
membentuk
ion,
radiasi
gelombang elektromagnetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi tersebut akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Termasuk dalam kelompok radiasi pengion adalah sinar-x dan sinar gamma. Sedangkan radiasi non pengion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
tersebut. Contoh gelombang elektromagnetik nonpengion antara lain sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan gelombang radio (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Gelombang elektromagnetik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensinya. Berikut ini adalah spektrum gelombang elektromagnetik jika dilihat dari frekuensinya (Mahardika, 2005). Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi Spektrum Sinar gamma
Frekuensi 10 – 1025 Hz
Sinar-x Sinar ultraviolet
1016 – 1020 Hz 1015 – 1018 Hz
Sinar tampak
4 x 1014 – 7,5 x 1014 Hz
Sinar infra merah
1011 – 1014 Hz
Gelombang mikro
108 – 1012 Hz (102-106 MHz)
Gelombang radio
104 – 108 Hz
19
Secara umum sistem yang digunakan telepon seluler terbagi menjadi dua yaitu Global Sytem for Mobile Telecommunication (GSM), yang menggunakan frekuensi 800 MHz = 8 x 108 Hz , 900 MHz = 9 x 108 Hz dan 1800 MHz = 1,8 x 109 Hz, dan Code Division Multiple Acces (CDMA), yang menggunakan frekuensi 450 MHz = 4,5 x 108 Hz, 800 MHz = 8 x 108 Hz dan 1900 MHz =1,9 x 109 Hz (Mahardika, 2005). Berdasarkan kemampuanya dalam membentuk ion, gelombang elektromagnetik
ponsel
termasuk
elektromagnetik
nonpengion.
dalam
Berdasarkan
commit to user
kelompok rentangan
gelombang frekuensi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
gelombang yang digunakan oleh ponsel berada pada spektrum gelombang mikro (Mahardika, 2005).
2. Sel Darah Merah (Eritrosit) Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan 2,5 mikrometer diukur dari bagian yang paling tebal, dan di tengahnya mempunyai tebal 1 mikrometer atau kurang (Guyton dan Hall, 2007). Proses pembentukan eritrosit (eritropoesis) bersifat sangat aktif. Sekitar 2,5 juta eritrosit diproduksi setiap detiknya. Faktor utama yang dapat merangsang produksi eritrosit adalah hormon eritropoetin yang disekresi oleh ginjal terutama pada saat kadar O2 dalam darah menurun (Fox, 2002). Sel pertama yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian pembetukan sel darah merah adalah proeritroblas. Proeritroblas adalah sel yang terbesar dari rangkaian pembentukan sel darah merah, dengan diameter sekitar 15-20 µm, inti mempunyai pola kromatin yang seragam, dan satu atau dua anak inti yang mencolok. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma proeritroblas bersifat basofilik sedang (berwarna biru muda). Proeritroblas kemudian menjadi eritroblas basofil. Eritroblas basofil agak lebih kecil dari pada proeritroblas dan diameternya rata-rata 10µm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti biasanya tidak jelas. Setelah pewarnaan Leishman atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Giemsa, sitoplasma eritroblas basofil bersifat basofilik (berwarna biru tua). Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah ribosom bebas dan polirobosom.
Pada
stadium
eritroblas
basofil
mulai
disentesis
hemoglobin di mitokondria (Guyton dan Hall, 2007). Eritroblas basofil membelah berkali-kali secara mitosis dan menghasilkan eritroblas polikromatofil. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma eritroblas polikromatofil warnanya berbedabeda, dari biru ungu sampai lila atau abu-abu. Jadi mereka adalah polikromatofil. Inti eritroblas polikromatofil mempunyai jala kromatin lebih padat dari pada eritroblas basofil, dan selnya lebih kecil.. Eritroblas polikromatofil membelah beberapa kali secara mitosis. Sifat basofil sitoplasma berkurang dan jumlah hemoglobin bertambah sampai mencapai suatu jumlah sehingga sitoplasmanya terpulas kurang lebih merah seperti eritrosit dewasa. Sel-sel yang menunjukkan derajat asidofil yang demikian disebut normoblas (Guyton dan Hall, 2007). Normoblas lebih kecil dari pada eritroblas polikromatofil dan mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofagmakrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang. Normoblas kemudian menjadi retikulosit. Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam eritrosit manusia sekitar 1%. Retikulosit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
berkembang dan matang di sumsum tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi eritrosit. Seperti eritrosit, retikulosit tidak memiliki inti sel (nukelus). Sel ini disebut retikulosit karena memiliki jaringan seperti retikuler pada ribosom RNA. Retikuler ini hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan tertentu seperti perwarnaa supravital dengan metilen biru baru (Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Eritrosit Jumlah eritrosit normal pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada wanita 4,2-5,4 juta/mm3. Eritrosit memiliki struktur yang lebih sederhana dibandingkan dengan sel manusia yang lain.
Walaupun tidak
mempunyai inti, lisosom (apparatus golgi) dan mitokondria, eritrosit mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang sanggup mensintesis ATP dari proses glikolisis (Muray dkk, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Eritrosit dibungkus oleh membran dengan permeabilitas yang selektif dan berfungsi sebagai sawar untuk mempertahankan perbedaan komposisi antara bagian dalam dan bagian luar. Perubahan nyata pada struktur membran dapat mempengaruhi keseimbangan air serta aliran ion, dan demikian pula segala proses di dalamnya (Muray dkk, 2003). Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak. Membran eritrosit dapat ditembus air dan mudah dilalui ion H+, OH-, NH4, PO42-, HCO3-, glukosa, asam amino, urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik dan protein plasma
(Indera dkk,2006). Enzim-enzim
dalam eritrosit berfungsi mempertahankan kelenturan membran sel, mempertahankan transport ion melalui membran, menjaga besi hemoglobin agar tetap dalam bentuk fero, dan mencegah oksidasi protein di dalam eritrosit (Guyton dan Hall, 2007). NADPH, yang diproduksi dalam reaksi yang dikatalis oleh enzim glikosa 6-fosfat dehidrogenase, memainkan peran penting dalam memasok ekuivalen pereduksi di dalam eritrosit (Muray dkk, 2003).
3. Hemoglobin Sintesis hemoglobin terjadi di mitokondria dalam stadium eritroblas basofil (Guyton dan Hall, 2007). Proses pembentukan hemoglobin dimulai dengan suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin (Guyton dan Hall, 2007). Dalam tiap molekul hemoglobin terkandung 4 Fe. Salah satu fungsi hemoglobin yaitu mengangkut oksigen. Hemoglobin membawa 20 ml oksigen dalam setiap 100 ml darah (Ganong, 2002). Proses penguraian hemoglobin sangat kompleks. Hemoglobin yang dilepaskan saat eritrosit lisis, akan difagosit oleh sel-sel makrofag dalam tubuh, terutama oleh sel-sel Kuplffer hati, makrofag limpa, dan makrofag sumsum tulang. Makrofag melepaskan besi dari hemoglobin untuk pembentukan eritrosit yang baru, sedangkan bagian purpirin akan menjadi pigmen empedu bilirubin (Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 2. Struktur Hemoglobin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
4. Kulit Buah Delima Merah Delima Merah atau Punica ganatum adalah salah satu pohon kecil atau semak belukar, termasuk dalam keluarga Punicaceae. Pohon ditemukan tumbuh liar di Arabia, Afghanistan dan Pakistan. Berbagai bagian pohon Delima Merah bermanfaat untuk kesehatan manusia (Wiryowidagdo, 2007). a. Taksonomi buah Delima Merah menurut Yuniarti (2008). Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Klasis
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Familia
: Punicaceae
Genus
: Punica
Spesies
: Punica ganatum L
Varietas yang dipakai dalam penelitian adalah Delima Merah
b. Nama lokal Delima mempunyai nama berbeda di beberapa daerah di Indonesia, antara lain disebut delima oleh Melayu di Sumatera, glima (Aceh), glineu mekah (Gayo), dalimo (Batak), gangsalan (Jawa), dalima (Sunda), dhalima (Madura), jeliman (Sasak), talima (Bima), dila dae lok (Roti), lele kase dan rumu (Timor), dan sedang di daerah Kisar disebut dilimene (Yuniarti, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
c. Morfologi Pohon Delima Merah berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-5 m. Batang berkayu, percabangan banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, berwarna cokelat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun bentuknya lonjong sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan mengilap, panjang 1-9 cm, lebar 0,5-2,5 cm, warnanya hijau (Dalimartha, 2007). Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar dari ujung ranting atau ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih atau ungu. Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni bentuknya bulat dengan diameter 5-12 cm, warna kulitnya beragam seperti hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan atau ungu kehitaman. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu atau putih (Dalimartha, 2007).
Gambar 3. Buah Delima Merah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
d. Kandungan kimia kulit buah Delima Merah Kulit buah Delima Merah mengandung alkaloid pelletierene, ganatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat dan pati. (Dalimartha, 2007). Selain itu terdapat kandungan seperti beta-sitosterol, casuarin, casuarinin, D-mannitol, ellagic
acid,
ellagitanin,
isopelletierine,
friedelin,
isopelletierine,
methyl-pelletierine,
methyl-
psuedopelletierine,
punicacorteins, dan punigluconin (Duke, 2010). e. Efek farmakologis kulit buah Delima Merah Masyarakat sudah banyak menggunakan kulit buah Delima Merah untuk sakit perut karena cacing, buang air besar yang mengandung darah dan lendir (disentri amoeba), diare kronis, perdarahan (wasir berdarah, muntah darah, batuk darah, perdarahan rahim, perdarahan rektum), prolaps rektum, radang tenggorok, radang telinga, keputihan, dan nyeri lambung (Dalimartha, 2007). Menurut Duke (2010) kandungan kulit buah Delima Merah yang mempunyai efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah Kandungan Kimia
Efek Farmakologis
pelletierene
Antihelmintes
ganatin
Antihepatotoksik
betulic acid
Anthelmintes, antibakterial, antikanker, antiinflamasi, antimalaria, antiviral
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Tabel 2. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah (lanjutan) Kandungan Kimia
Efek Farmakologis
ursolic acid
Analgesik, antialzeimer, antiarthritis, antibakterial, antikanker, antihelmintes, antimalaria, antiinflamasi
elligatanin
Antialergik
beta-sitosterol
Antibakterial, antikanker, antiinflamasi antigonadotropik,
ellagic acid
Ankanker, antianafilaksis, antikatarak, antiinflamasi, antiseptik, antiviral, antioksidan
punicalagin
Antioksidan
Antioksidan ellagic acid dan punicalagin termasuk senyawa polifenol (Carballo dkk, 2009). Ellagic acid berdasarkan IUPAC (International Union of Pure and Apllied Chemistry) mempunyai nama
2,3,7,8-Tetrahydroxy-chromeno [5,4,3-cde]chromene-5,10-
dione. (Ardhi, 2010).
Gambar 4. Ellagic acid (Thomas, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Senyawa polifenol lain yang adalah punicalagin. Punicalagin mempunyai nama IUPAC 2,3-(S)-hexahydroxydiphenoyl-4,6-(S,S)gallagyl-D-glucose (Shaanxi, 2000).
Gambar 5. Punicalagin (Thomas, 2009)
Polifenol (polyphenol) merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Sifat antioksidan polifenol 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas (Khomsan, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Bila terjadi reaksi oksidasi pada membran eritrosit di mana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas (OH-) maka tanpa adanya kehadiran antioksidan, radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas yang lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Tanpa adanya antioksidan Reaktan → Produk + OHOH- + (DNA,protein, lipid) →Produk + Radikal bebas yang lain Radikal bebas yang lain akan memulai reaksi yang sama dengan molekul yang ada di sekitarnya. Berbeda halnya bila terdapat antioksidan. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya. Reaksi radikal bebas dengan molekul sel tubuhpun berhenti sampai di sini. Dengan adanya antioksidan Reaktan → Produk + OHOH-+ H+ →Produk yang stabil Senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan sifat radikalnya (Bravo, 1998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
5. Tikus Putih Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu spesies tikus yang dijumpai di perkotaan dan digunakan sebagai hewan percobaan (Abel, 2008). a. Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Sugiyanto (1995) Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Classis
: Mammalia
Subclassis : Placentalia Ordo
: Rodentia
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: Rattus norvegicus
b. Morfologi tikus putih (Rattus norvegicus) Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar mempunyai ciri kepala lebar, telinga panjang, dan mempunyai ekor yang panjangnya tidak melebihi panjang tubuhnya, berbulu putih, mata berwarna merah, moncong tumpul, telinga dan mata kecil. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar memiliki sifat pemalu, gugup jika ada sesuatu yang baru. Memakan segala (omnivora) namun lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
menyukai daging dan kacang, ahli berenang, bisa memanjat namun tidak ahli (Sugiyanto, 1995). c. Sifat biologi tikus putih (Rattus norvegicus) Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988) Sifat Biologis Tikus Putih
Keterangan
Berat badan
Kelahiran
5-6 g
Menyapih
30-55 g
Pubertas Usia12 minggu (jantan) Dewasa (jantan) Perkembangan Mantel bulu Gigi seri muncul Geraham pertama muncul Turunya testis Pubertas (jantan) Fisiologi Suhu rektal Denyut jantung Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik Respiratory rate Konsumsi makanan Makanan Minuman Urine out put perhari Darah Volume darah Volume plasma Jumlah eritrosit Hemoglobin
150-200 g 200-400 g 300-800 g 9 hari 8-10 hari 19 hari 15-50 hari 39-47 hari 38-39 º C 320-480 bpm 75-120 mm Hg 60-90 mm Hg 85-110 napas / menit 5 g/100 g BB 8-11 ml/100 g BB 5,5 ml/100g BB 5,6-7,1 ml/100 g BB 3,08-3,67 ml/100 g BB 7-10 x 106 eritrosit/mm3 11-19 g / dl
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Tabel 3. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988) (lanjutan) Sifat Biologis Tikus Putih
Keterangan
Leukosit total Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Trombosit
9 (6-18) x 103/mm3 14-20% 69-86% 1-6% 1-4% Langka 500-1,000 x 103/mm3
d. Karakteristik tikus putih (Rattus norvegicus) Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit (Mus musculus) dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988). Tikus putih jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih menguntungkan (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988). Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Sugiyanto, 1995).
6. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Eritrosit dan Hemoglobin Menurut
penelitian
Achudume
(2009),
gelombang
elektromagnetik ponsel dapat menyebabkan stres oksidatif pada hati dan otak tikus putih (Rattus norvegicus). Sedangkan menurut penelitian Devrim (2002), radiasi gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih selama 40 menit perhari selama 28 hari didapatkan peningkatan stes oksidatif yang ditandai dengan adanya peroksidasi lipid eritrosit. Indera dkk (2006) mengemukakan bahwa peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis dan menyebabkan hemoglobin terbebas. Destruksi hemoglobin akan menghasilkan heme dan globin, sehingga hemoglobin yang terbebas tidak dapat diukur atau kadar hemoglobin dalam darah menjadi rendah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
7. Hubungan Gelombang Elektomagnetik Ponsel dengan Mekanisme Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah Telah
diketahui
bahwa
gelombang
elektromagnetik
dapat
menyebabkan peroksidasi lipid. Dalam proses peroksidasi lipid, akan terbentuk radikal bebas hidroksil (OH-) (Yasoubi dkk, 2007). Radikal hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal hidroksil tersebut dapat bereaksi dengan hampir semua substrat biologik (Gitawati, 1995). Antioksidan yang paling banyak terdapat di buah Delima Merah adalah polifenol (Amalia dan Balittro, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Toklu dkk (2009) membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima Merah yang diekstrak dengan methanol mengandung antioksidan polifenol yang dapat menurunkan stes oksidatif pada ilueum tikus putih (Rattus norvegicus). Senyawa polifenol mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas hidroksil. Dalam hal ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Dengan demikian reaksi oksidasi dapat dihambat sehingga kerusakan sel darah merah akibat stres oksidatif dapat dicegah (Winarsi, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
B. Kerangka Pemikiran Paparan gelombang elektromagnetik ponsel pada tikus putih (Rattus norvegicus) Hormonal Stress Stres oksidatif pada membran eritrosit
Kulit buah Delima Merah (Punica ganatum)
Peroksidasi lipid b i i Fragilitas membran eritrosit meningkat
Hemolisis eritrosit
Genetik Makanan, minuman Jenis kelamin, jenis
Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin menurun
ponsel
Keterangan : : memacu : menghambat
C. HIPOTESIS Terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik (Arief, 2004).
B. Lokasi Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan umur kurang lebih 2 bulan jenis kelamin jantan dan berat ± 200 gam. D. Teknik Sampling Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sedangkan pengelompokan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran sampel 24
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004). Sampel akan dibagi menjadi empat kelompok. Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer. Penelitian ini membagi sampel menjadi 4 kelompok sehingga t=4. (n-1)(t-1)
> 15
(n-1)(4-1)
> 15
3n
> 18
n
>6
(Federer, 1974)
Keterangan: n = jumlah sampel tiap kelompok t = jumlah kelompok
Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 6 ekor tikus putih untuk setiap kelompok percobaan. Peneliti memakai 8 tikus dalam tiap kelompok percobaan. Sehingga besar sampel yang digunakan adalah 32 ekor tikus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
E. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan The Post Uji Only Control Goup Design (Arief, 2004). K
HK
P1
HP1
Sampel tikus 32 P2
HP2
P3
HP3
Bandingkan dengan uji statistik
Gambar 6. Rancangan Penelitian Keterangan: K
= Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel. P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi. P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. HK = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok kontrol. HP1 = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan I. HP2 = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan II.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
HP3 = Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus kelompok perlakuan III. F. Idetifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum). 2. Variabel terikat : jumah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus). 3. Variabel luar a. Variabel luar terkendali
: genetik, makanan, minuman, jenis kelamin, jenis ponsel.
b.Variabel luar tak terkendali : hormonal, stres saat perlakuan.
G. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas : ekstrak kulit buah Delima Merah Ekstrak kulit buah Delima Merah dibuat dengan ekstraksi ethanol dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari mengacu pada penelitian Toklu dkk (2009). Tikus putih (Rattus norvegicus) pada kelompok perlakuan II diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Pemberian dengan dosis yang sama pada kelompok perlakuan III diberikan pada tikus putih sebelum, selama, dan sesudah pemaparan. Tikus putih pada kelompok perlakuan I dan kontrol tidak diberikan ekstrak kulit buah Delima Merah. Skala yang digunakan adalah nominal (Arief, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
2. Variabel terikat a. Perhitungan jumlah eritrosit tikus putih (Rattus norvegicus) Perhitungan eritrosit dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml. Jumlah eritrosit dihitung dalam 5 kotak sedang kamar hitung Improved Neubeur. Jumlah eritrosit yang didapat kemudian dikalikan 10.000. Satuan yang digunakan adalah jumlah eritrosit dalam 1 mm3 (Gandasoebrata, 2001). Jumlah eritrosit normal tikus putih 7-10 x 106 eritrosit/ mm3 (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio (Arief, 2004).
b. Perhitungan kadar hemoglobin Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mikrokapiler
berukuran
1,5
ml.
Kadar
hemoglobin
diukur
menggunakan metode Sahli. Satuan yang digunakan adalah g/dl (Gandasoebrata, 2001). Kadar hemoglobin normal tikus putih 11-19 g/dl (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988) .Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio (Arief, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
3. Variabel luar a. Variabel luar terkendali 1) Genetik Faktor genetik seperti adanya sel benih hematopoietik yang mengalami proliferasi (pada polisitemia), pembentukan eritrosit dalam kuantitas atau kualitas yang rendah (anemia) menentukan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara menggunakan tikus dari strain yang sama, yakni strain Wistar sehingga sampel bersifat homogen. 2) Makanan dan Minuman Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara pemberian makanan pada kelompok perlakuan dibuat sama jenisnya, yaitu makanan buatan pellet BR2. Pemberian makanan buatan pellet BR2 dan air minum pada perlakuan disebut sebagai diet standar. 3) Jenis kelamin Jumlah eritrosit pada pria dan wanita berbeda. Oleh karena itu peneliti menggunakan sampel tikus putih (Rattus norvegicus) yang berjenis kelamin jantan. 4) Jenis Ponsel Jenis ponsel mempengaruhi jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Penelitian ini menggunakan jenis ponsel yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
b. Variabel luar tak terkendali 1) Hormonal Hormon tiroksin, hormon pertumbuhan, epinefrin dan kortisol meningkatkan eritropoesis sehingga dapat meningkatkan jumah eritrosit. Hormon-hormon ini disekresi dalam tubuh dapat berfluktuasi dalam keadaan tertentu misalnya dalam keadaan sakit, stres dan hipoksia. Faktor ini tidak dapat dikendalikan. 2) Stres Stres tidak mungkin dapat dihindari pada tikus yang mendapat perlakuan. Faktor ini tidak dapat dikendalikan.
H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat a. Kandang tikus berbentuk kontak ( 60 x 30 x 30 cm) dilengkapi tempat makan dan minum. b. Timbangan dan wadah untuk menimbang berat badan tikus c. Ponsel d. Tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml e. Tabung reaksi untuk menampung sampel darah f. Rak tabung reaksi g. Pipet air h. Mikroskop
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
i. Hemositometer : bilik hitung Improved Neuber dan pipet darah eritrosit j. Satu set haemometer Sahli k. Sonde lambung
2. Bahan a. Makanan dan minuman hewan percobaan (pellet BR2 dan air PAM) b. Ekstrak kulit buah Delima Merah c. EDTA d. Larutan Hayem untuk meghitung jumlah eritrosit e. HCl 0,1 N f. Aquades
I. Cara kerja 1. Persiapan Percobaan a. Sampel Sampel yang sudah diperoleh dengan metode purposive sampling yakni pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 7 hari dan dilakukan pengelompokkan dengan teknik simple random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004). Sampel dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok 8 ekor. Pada hari I dilakukan penimbangan dan penandaan. b. Ekstrak Kulit Buah Delima Merah Ekstraksi kulit buah Delima Merah dilakukan di LPPT UGM dengan menggunakan metode ekstraksi ethanol dengan cara maserasi. Kulit buah Delima Merah halus dimasukkan ke dalam sebuah bejana kemudian menambahkan ethanol 90% ditutup rapat dan dibiarkan selama 3 hari, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk sesekali setiap hari. Ekstrak ethanol cair sampel tersebut dipekatkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat ethanol (Darmawan, 2004). Bentuk akhir ekstrak kulit buah Delima Merah adalah pasta atau semisolid. Dosis yang diberikan sebesar 50mg/Kg BB tikus /hari (Toklu dkk, 2009). Bila setiap tikus mempunyai berat 200 gam, maka : Dosis 1 ekor tikus =
50 mg x 200 gram BB = 10 mg 1000 g BB
Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/100g BB tikus (Ngatijan, 1991), disarankan takaran pemberian tidak melebihi setengah kali volume maksimalnya. Oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
karena itu dilakukan pengenceran ekstrak, dengan rincian 1 gam ekstrak dilarutkan dalam 100 ml .
Pengenceran ekstrak =
1 g ekstrak 1000 mg ekstrak = 100 ml laru tan 100 ml laru tan
= 10 mg ekstrak dalam 1 ml larutan Bila dosis tiap tikus adalah 10 mg maka volume ekstrak yang diberikan adalah 1 ml tiap tikus.
c. Ponsel Ponsel diletakkan di dalam kandang tikus. Setiap kelompok satu ponsel. Ponsel ditelepon selama 4 jam/hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari pada kelompok P1, P2, dan P3.
d. Kandang Pemaparan Hewan coba ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu dengan luas 3600 cm2 (60 x 30 x 30 cm). Setiap kandang dapat menampung setiap kelompok (8 ekor hewan coba).
2. Pelaksanaan Percobaan Pada minggu I, keempat kelompok perlakuan diberi pellet BR2 dan air PAM agar semua tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada minggu II, mulai diberikan perlakuan yang berbeda pada masing-masing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
kelompok. Sebelumnya masing-masing tikus ditimbang untuk menentukan dosis perlakuan. Pada minggu II, kelompok P1 dipapar gelombang elektromagnetik yang berasal dari ponsel selama 4 jam setiap hari selama 14 hari. Kelompok P2 dan P3 diberi ekstrak buah Delima Merah terlebih dahulu selama 10 hari, kemudian pada hari ke sebelas dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan ekstrak buah Delima Merah
tetap diteruskan. Setelah
pemaparan, pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah pada kelompok P2 dihentikan sedangkan pada kelompok P3 pemberian ekstrak buah Delima Merah masih diteruskan sampai 10 hari setelah pemaparan.
3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan jumlah eritrosit dengan hemositometer dan pembacaan kadar hemoglobin darah dengan metode Sahli dari sampel darah. a. Perhitungan jumlah eritrosit menurut Gandasoebrata (2001). 1) Menghisap darah dengan pipet darah eritrosit sampai tanda 0,5. 2) Dengan pipet darah yang sama, cairan Hayem dihisap sampai tanda 101. 3) Menggerak-gerakkan pipet darah eritrost tegak lurus dengan sumbu pipet untuk mencampur darah dengan larutan Hayem. 4) Membuang beberapa tetes cairan darah yang telah diencerkan dengan menempatkan pada kertas tisue.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
5) Meneteskan larutan darah tersebut ke dalam kamar hitung neubauer yang sudah ada kaca penutupnya.
6) Melihat di bawah mikroskop pada kotak eritrosit mula-mula dengan pembesaran lemah, kemudian dengan pembesaran kuat. 7) Memastikan larutan tidak masuk (luber) ke kanal hemositometer atau terbentuk gelembung udara di bawah kaca penutupnya. 8) Menghitung jumlah eritrosit dalam 5 kotak sedang dalam bilik hitung Improved Neuber. Darah dihisap sampai tanda 0,5 diteruskan penghisapan larutan Hayem sampai tanda 101 berarti terjadi pengenceran 200 kali. Berarti eritrosit yang didapat hanya 1/100 dari jumlah yang sebenarnya. Luas 1 kotak sedang = 1/5 x 1/5 mm2 Luas 5 kotak sedang = 5 x 1/5 x 1/5= 5/25= 1/5 mm2 Tinggi kamar hitung = 0,1 mm2 Volume 5 kotak sedang= 1/5 mm x 0,1 mm =1/50 mm3 Bila dalam 5 kotak sedang didapatkan n eritrosit, berarti dalam 1/50 mm3= 200 n (pengenceran 200 kali). Dapat dikatakan bahwa dalam 1 mm3= 10.000 n eritrosit.
b. Perhitungan kadar hemoglobin dengan metode Sahli menurut Gandasoebrata (2001). 1) Mengisi ke dalam tabung pengukur haemometer dengan HCl 0,1 N sampai angka 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
2) Menghisap darah dengan pipet penghisap haemometer sampai tepat pada garis 0,02 ml. 3) Darah yang tercecer pada ujung pipet diserap dengan kertas tisue. 4) Meniupkan darah ke dalam tabung pengukur haemometer yang telah diisi HCl 0,1 N. 5) Mencampurkan larutan tersebut dengan batang pengaduk supaya darah dan HCl 0,1 N bereaksi. 6) Membiarkan selama 3 menit. 7) Meneteskan aquades dengan pipet air dan mengaduk pelan-pelan dengan batang pengaduk sampai warna coklat sama dengan warna standart di sebelah kiri dan kanan tabung pengukur. 8) Membaca tinggi permukaan cairan dalam tabung pengukur dalam g/dl.
J. Teknik Analisis Statistik
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada kelompok yang tidak berpasangan dengan data berupa data numerik maka dilakukan uji t tidak berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk untuk mengetahui distribusi data. Data yang diperoleh harus berdistribusi normal (nilai p> 0,05) sebagai syarat uji t tidak berpasangan. Varians data diuji menggunakan uji Levene’s. Varians data boleh sama (p> 0,05), boleh juga berbeda (p< 0,05). Untuk menentukan nilai significancy (p) pada uji t tidak berpasangan terlebih dahulu dilihat hasil significancy pada kotak uji
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Levene’s. Bila varians data sama (p> 0,05), maka untuk melihat uji t tidak
berpasangan memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Sedangkan bila varians data berbeda (p< 0,05), maka untuk melihat uji t tidak berpasangan memakai hasil pada baris kedua (equal variances not assumed). Nilai p< 0,05 berarti terdapat pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus). Sedangkan nilai p>0,05 menunjukkan tidak ada pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus norvegicus) (Sopiyudin, 2008). .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data rasio yaitu jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang dihitung dari tiap sampel darah hewan uji. Kemudian dicari rerata untuk setiap kelompok perlakuan. Hasil perhitungan rerata jumlah eritrosit dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 1 akan disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Rerata Jumlah Eritrosit dari Setiap Kelompok
Rerata ± SD (x104) 695,38 ± 38,311 627,00 ± 42,393 661,00 ± 63,833 673,57 ± 42,035
Kelompok Perlakuan K P1 P2 P3 Keterangan: K
= Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel. P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi. P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.
38
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
P3 =
Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00.
Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan didapatkan : 720 700 680
K
660 P1 640 P2 620 P3 600 580 jumlah eritrosit
Gambar 7. Diagam Batang Rerata Jumlah Eritrosit
Sedangkan hasil perhitungan rerata kadar hemoglobin dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 9 akan disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Rerata Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok
Kelompok Perlakuan K P1 P2 P3
commit to user
Rerata ± SD (g/dl) 12,425 ± 0,446 11,600 ± 0,489 11,857 ± 0,378 11,914 ± 0,598
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Bila digambarkan dalam bentuk diagam akan terlihat : 12.6 12.4 12.2
K
12
P1
11.8
P2
11.6
P3
11.4 11.2 11
KADAR HEMOGLOBIN
Gambar 8. Diagam Batang Rerata Kadar Hemoglobin
B. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t tidak berpasangan menggunakan progam SPSS for Windows Release 16.0 dan p<0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya. Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50). Didapatkan nilai signifikansi jumlah eritrosit untuk semua kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok tersebut adalah normal. Berikut ini hasil uji nomalitas ShapiroWilk berdasarkan lampiran 2, disajikan dalam tabel 6.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Tabel 6.Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Eritrosit pada Setiap Kelompok
Kelompok Perlakuan K P1 P2 P3
p 0,360 0,068 0,120 0,201
Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 3 disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P1.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,976
t test sig. 0,004 0,005
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,976. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,004.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 4, disajikan dalam tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,167
commit to user
t test sig. 0,221 0,244
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,167. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,221.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 5, disajikan dalam tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,550
t test sig. 0,312 0,316
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,550. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,312.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 6, disajikan dalam tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,927
commit to user
t test sig. 0,794 0,794
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,927. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,794.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 7, disajikan dalam tabel 11. Tabel 11. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1dan P3.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,641
t test sig. 0,053 0,053
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,641. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,053.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 8, disajikan dalam tabel 12. Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,196
commit to user
t test sig. 0,866 0,872
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,196. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,866.
Untuk melakukan uji t tidak berpasangan data harus terdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi kadar hemoglobin
untuk semua
kelompok p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok tersebut adalah normal.Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk berdasarkan data pada lampiran 10. Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Kadar Hemoglobin pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p K 0,094 P1 0,384 P2 0,567 P3 0,943
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 11, disajikan dalam tabel 14. Tabel 14. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Kadar Hemoglobin Kelompok K dan P1
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,716
commit to user
t test sig. 0,011 0,011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,716. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,011.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P2 berdasarkan data pada lampiran 12, disajikan dalam tabel 15. Tabel 15. Hasil Uji Levene’s dan Uji Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P2
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,999
t test sig. 0,068 0,066
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,999. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,068.
Setelah itu dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P3 berdasarkan data pada lampiran 13, disajikan dalam tabel 16. Tabel 16. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok K dan P3
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,267
commit to user
t test sig. 0,198 0,212
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,267. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,198.
Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P2 berdasarkan data pada lampiran 14, disajikan dalam tabel 17. Tabel 17. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P2
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,695
t test sig. 0,281 0,273
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,695. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,281.
Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P1 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 15, disajikan dalam tabel 18. Tabel 18. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P1 dan P3.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,461
commit to user
t test sig. 0,283 0,292
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,461. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0, 283.
Setelah itu uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok P2 dan P3 berdasarkan data pada lampiran 16, disajikan dalam tabel 19. Tabel 19. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Eritrosit Kelompok P2 dan P3.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Levene’s test sig. 0,226
t test sig. 0,824 0,835
Pada kotak Uji Levene’s nilai sig = 0,226. Karena nilai p >0,05 maka varians data kedua kelompok sama. Karena varians data sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Angka significancy pada baris pertama adalah 0,824.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Pada
gambar
7,
didapatkan
bahwa
pada
pemaparan
gelombang
elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata jumlah eritrosit kelompok perlakuan 1 menjadi (627,00 ± 42,393) x 104 dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berkisar (695,38 ± 38,311) x 104. Pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan pada kelompok perlakuan 2 menunjukkan peningkatan
rerata jumlah eitrosit dari (627,00 ±
42,393) x 104 menjadi (661,0 ± 63,833) x 104. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama, dan sesudah pemaparan juga menunjukkan peningkatan menjadi (673,57 ± 420,035) x 104 bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2. Pada
gambar
8,
didapatkan
bahwa
pada
pemaparan
gelombang
elektromagnetik ponsel 4 jam/hari selama 14 hari, menurunkan rerata kadar hemoglobin kelompok perlakuan 1 menjadi 11,6 ± 0,489 g/dl dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berkisar 12,425 ± 0,446 g/dl. Pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan
pada kelompok
perlakuan 2 menunjukkan peningkatan rerata kadar hemoglobin dari 11,6 ± 0,489 g/dl menjadi 11,857 ± 0,378 g/dl. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama, dan sesudah pemaparan juga menunjukkan
48
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
peningkatan menjadi 11,914 ± 0,598 g/dl bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2. Dari kedua diagam batang (gambar 7 dan 8) tersebut menunjukkan bahwa pemaparan gelombang elektromagnetik ponsel dapat menurunkan rerata jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan 1. Sedangkan pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah meningkatkan rerata jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan 2 dan 3. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eritrosit pada kelompok K dan P1 (tabel 7) dan kadar hemoglobin (tabel 14) menunjukkan hasil yang signifikan, analisis statistik ini membuktikan bahwa paparan gelombang elektromagnetik dapat menurunkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin secara bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik ponsel mampu menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan berefek pada eritrosit dan hemoglobin. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat (Achudume, 2009; Devrim, 2002; Mailankot dkk., 2009 dan Yurekli dkk, 2006) yang mengungkapkan bahwa gelombang elektromagnetik ponsel dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif. Terjadinya stres oksidatif di dalam tubuh tikus putih (Rattus norvegicus), kemungkinan akan membentuk radikal bebas berikutnya yakni di membran eritrosit. Apabila radikal bebas yang bersifat reaktif tidak dihentikan maka akan merusak membran sel eritrosit dan terjadi peroksidasi lipid.. Adanya peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis yang menyebabkan hemoglobin terbebas, sehingga jumlah hemoglobin semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat (Indera dkk, 2006) yang mengatakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya permeabilitas membran dan meningkatkan kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis. Bila tidak ada asupan antioksidan di dalam tubuh, dimungkinkan akan terjadi penurunan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang semakin besar sehingga dapat terjadi anemia. Kemungkinan perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel dengan terjadi rangkaian proses sebagai berikut : 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma, sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu; 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA = poly unsaturated fatty acid). Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung
terhadap kerusakan membrane sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, crosslinking, struktur dan fungsi membran (Yurekli dkk, 2006).
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang mampu menghentikan radikal bebas reaktif dengan cara menyumbangkan elektron hidrogen kepada radikal bebas untuk menjadi radikal bebas stabil yang sifatnya tidak merusak. Pada penelitian ini antioksidan yang digunakan adalah kulit buah Delima Merah. Di Indonesia tanaman ini digunakan untuk mengobati sakit perut karena cacing, diare kronis, perdarahan, radang tenggorok, radang telinga, keputihan, dan nyeri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
lambung (Dalimartha, 2007). Menurut Duke (2010) senyawa yang terkandung dalam kulit Delima Merah antara lain ellagic acid dan punicalagin, keduanya termasuk dalam senyawa polifenol. Sedangkan menurut Bravo (1998) senyawa polifenol sebagai senyawa antioksidan mampu menyumbangkan atom hidrogen ke radikal bebas untuk menetralkan sifat radikalnya. Penelitian Reynertson (2007) juga membuktikan bahwa ekstrak kulit buah Delima Merah berperan sebagai antioksidan eksogen yang mampu menetralkan radikal bebas pada tikus putih (Rattus norvegicus). Pada penelitian Toklu dkk (2009) telah dibuktikan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah 50 mg/Kg BB tikus/hari pada tikus putih (Rattus norvegicus) dapat menurunkan stes oksidatif ileum. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada kelompok K dan P2 (tabel 8) dan kadar hemoglobin (tabel 15), jumlah eritrosit kelompok K dan P3 (tabel 9) dan kadar hemoglobin (tabel 16) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah memberika efek protektor sehingga jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada P2 dan P3 dapat mendekati jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada kelompok kontrol namun efeknya kurang bermakna. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P1 dan P2 (tabel 10) dan kadar hemoglobin (tabel 17), jumlah eritrosit kelompok P1 dan P3 (tabel 11) dan kadar hemoglobin (tabel 18) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dibandingkan dengan kelompok yang hanya dipapar gelombang elektromagnetik tetapi kenaikkannya tidak signifikan. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah eitrosit pada pada kelompok P2 dan P3 (tabel 12) dan kadar hemoglobin (tabel 19), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari yang diberikan dengan rentan waktu yang berbeda dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun hasilnya juga tidak signifikan. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak signifikan walaupun dosis yang diberikan sama dengan penelitian Toklu dkk (2009). Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kadar antioksidan di dalam ekstrak yang digunakan. Utami dkk (2009), menyebutkan bahwa hasil aktivitas antioksidan ekstrak dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan kondisi saat ekstraksi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan). Pada penelitian Toklu dkk (2009) digunakan ekstraksi methanol sedangkan pada penelitian ini digunakan ekstraksi ethanol. Selain itu ekstrak kulit buah Delima Merah yang sudah diencerkan tidak disimpan dengan baik. Menurut Chevallier (1996) ekstrak yang telah diencerkan, sebaiknya disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara. Hal lain yang mingkin perlu dipertimbangkan adalah dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Pada penelitian ini juga terdapat kelemahan dalam perhitungan eritrosit dan kadar hemoglobin. Perhitungan hanya dilakukan oleh 1 orang sehingga hasil yang didapat kurang objektif. Seharusnya perhitungan dilakukan minimal 2 orang kemudian dirata-rata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian ini didapatkan simpulan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin namun tidak bermakna secara statistic (p>0,05).
B. Saran
1. Buah Delima Merah (Punica ganatum) dapat dikembangkan sebagai antioksidan. 2. Perlu dilakukan pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kulit buah Delima Merah untuk mengetahui efektivitas ekstrak. 3. Menggunakan metode ekstraksi dan kondisi operasi (volume pelarut, ukuran serbuk daun, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan) yang menghasilkan aktivitas antioksidan kulit buah Delima Merah yang paling baik. 4. Untuk menjaga kualitas ekstrak, penyimpanan ekstrak harus memenuhi standar, yaitu disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara. 54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
5. Perhitungan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dilakukan minimal 2 orang untuk menjamin objektivitas data.
commit to user