perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH (Punica ganatum) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MULKI RAKHMAWATI G0007110
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica granatum) terhadap Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel MULKI RAKHMAWATI, G0007110, Tahun 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Senin, Tanggal 22 Agustus 2011
Pembimbing Utama Nama :Isna Qadriyati, dr., M. Kes. NIP
: 19670130 199603 2 001
.........................................
Pembimbing Pendamping Nama : Lilik Wijayanti, dr., M. Kes NIP
: 19690305 199802 2 001
..........................................
Penguji Utama Nama : Dr. Hartono, dr., M.Si NIP
: 19650727 199702 1 001
...........................................
Anggota Penguji Nama : Enny Ratna S., drg. NIP
: 19521103 198003 2 001
...........................................
Surakarta, 28 November 2011
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah,dr., M. Kes NIP. 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM commit to user NIP. 19510601 197903 1 002
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 28 November 2011
Mulki Rakhmawati NIM : G0007110
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Mulki Rakhmawati, G0007110, 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik the post test only control group design. Hewan uji yang digunakan berjumlah 32 ekor tikus putih jantan yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan : (1) Kelompok kontrol; (2) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel 4 jam/ hari selama 14 hari ; (3) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel 4 jam/ hari selama 14 hari dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum dan selama pemaparan sebanyak 50mg/ kgBB dan (4) Kelompok yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel 4 jam/ hari selama 14 hari dan diberi ekstrak kulit buah Delima Merah sebelum, selama dan sesudah pemaparan sebanyak 50 mg/ kgBB. Penelitian ini berjalan selama 41 hari dan berakhir dengan pengambilan darah melalui sinus orbitalis tikus putih jantan. Sampel darah kemudian diberi EDTA, lalu dihitung jumlah dan hitung jenis leukositnya di Laboratorium Patologi Klinik FK UNS, Surakarta. Data yang diperoleh diolah secara statistik diuji dengan uji t tidak berpasangan menggunakan SPSS for Windows release 16.0. Signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05. Hasil Penelitian: Pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) menunjukkan penurunan jumlah leukosit dibanding kelompok yang hanya dipapar gelombang elektromagnetik. Pemberian ekstrak kulit buah delimah merah pun menunjukkan penurunan untuk eusinofil, limfosit, dan monosit, sedangkan untuk neutrofil, pemberian ekstrak buah delima merah (Punica granatum) menunjukkan kenaikan dibanding kelompok yang hanya dipapar gelombang elektromagnetik. Analisis menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil signifikan antara kelompok P1 dan P3 serta antara kelompok P2 dan P3 untuk jumlah leukosit, tetapi tidak signifikan antara kelompok lain. Sedangkan hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil tidak signifikan untuk semua kelompok hitung jenis leukosit. Simpulan Penelitian: Simpulan penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah dapat menurunkan jumlah leukosit yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel secara signifikan (p < 0,05), tetapi tidak ada perbedaan bermakna pada hitung jenis leukosit (p > 0,05). Kata kunci: Gelombang elektromagnetik ponsel, kulit buah delima merah, leukosit, commit to user hitung jenis leukosit
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Mulki Rakhmawati, G0007110, 2011. The Effect of Red Pomeganate (Punica ganatum) Peel Extract with Leukocyte Count and Different Count Rats Exposed to Mobile Phone Electromagnetic Radiation. Objective: To examine the effect of red pomeganate (Punica ganatum) peel extract with leukocyte count and different count rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation. Methode: This study was a laboratory experimental post test only control group design. The subjects used were 32 male rats divided into 4 goups: (1) Control group; (2) Exposed mobile phone electromagnetic radiation group 4 hour/ day for 14 days; (3) Exposed mobile phone electromagnetic radiation group 4 hour/ day for 14 days with red pomeganate peel extract 50mg/kgweight pre and during exposed; (4) Exposed mobile phone electromagnetic radiation group 4 hour/ day for 14 days with red pomeganate peel extract 50mg/kg weight pre, during, and post exposed. After 41 days, blood was collected in clean tube with EDTA from orbitalis sinus rats. Blood used for leukocyte count and different count in Patology Clinic Laboratory, Faculty of Medicine Sebelas Maret University. The data obtained were statistic analyzed by independent t test using SPSS Progamme for Microsoft Windows release 16.0. Significance was set at p < 0,05. Result: Extending red pomeganate (Punica granatum) peel extract showed decrease the leukocyte count than only exposed to mobile phone electromagnetic radiation group. Extending red pomeganate (Punica granatum) peel extract showed decrease for eusinophyle, limphocyte, monocyte, whereas for neutrophyle, extending red pomeganate (Punica granatum) peel extract showed increase than only exposed to mobile phone electromagnetic radiation group. Statistical analyses with independent t test showed that the result was significant between group P1 and P3 and between group P2 and P3 of leukocyte count, but insignificant for the other group. Whereas independent t test showed that result was insignificant between all group of different count. Conclusion: The experiment result showed that red pomeganate peel extract can significantly decrease the leukocyte count rats exposed to mobile phone electromagnetic radiation (p < 0,05), but insignificant for different count (p > 0,05).
Keyword: Mobile phone electromagnetic radiation, red pomeganate peel, leukocyte, and different count. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
.PRAKATA
Penulis mengucapkan hamdalah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia berupa kesehatan, kekuatan, dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica granatum) terhadap Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Dipapar Gelombang Elektromagnetik Ponsel”. Segala sesuatu yang penulis lakukan dalam upaya menyusun skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M. Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Isna Qadriyati, dr.,M. Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan bagi penulis. 4. Lilik Wijayanti, dr., M. Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 5. DR. Hartono, dr., M.Si., selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dan saran dalam melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 6. Enny Ratna S., drg., selaku Anggota Penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis. 7. Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi. 8. Seluruh dosen, karyawan, karyawati, dan teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Surakarta, 28 November 2011
Mulki Rakhmawati
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel ………...………………...
5
2. Sel Darah Putih (Leukosit) ..……………………………….......
9
3. Kulit Buah Delima Merah …………………….………………. 12 4. Tikus Putih .………………………………………………........ 15 5. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Leukosit ..........................…………………………………….. 16 6. Hubungan Gelombang Elektromagnetik Ponsel dengan Mekanisme Pertahanan Ekstrak Kulit Buah Delima Merah .…. 18 B. Kerangka Pemikiran .....……………………………………………. 19 C. Hipotesis .…………………………………………………………... 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................. 20 B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 20 C. Subjek Penelitian ............................................................................... 20 D. Teknik Sampling ................................................................................ 20 commit to user E. Rancangan Penelitian ......................................................................... 21 vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian ......................................................... 22 G. Definisi Operasional Variabel ........................................................... 23 H. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 25 I. Cara Kerja .......................................................................................... 26 J. Teknik Analisis Data .......................................................................... 31 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian .................................................................................. 33 B. Analisis Data ..................................................................................... 34 BAB V PEMBAHASAN A. Jumlah Leukosit ................................................................................ 40 B. Hitung Jenis Leukosit ....................................................................... 45 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran
........................................................................................ 47
.............................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 48 LAMPIRAN ...................................................................................................... 52
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi ...……… 6
Tabel 2.
Jumlah Leukosit Normal Tikus Putih (Rattus Novergicus) ...……..… 10
Tabel 3.
Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Merah ……………... …………………………………...................… 14
Tabel 4.
Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) ……...……………...... 15
Tabel 5.
Rerata Jumlah Leukosit dari Setiap Kelompok ….....…………….... 33
Tabel 6.
Rerata Hitung Jenis Leukosit pada Setiap Kelompok ...………......… 34
Tabel 7.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Leukosit pada Setiap Kelompok ....... 34
Tabel 8.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit ..... 35
Tabel 9.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Eusinofil pada Setiap Kelompok ...….... 36
Tabel 10.
Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil ............................................. 36
Tabel 11.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Neutrofil pada Setiap Kelompok .....…. 37
Tabel 12.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Hitung Neutrofil ..... 37
Tabel 13.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Limfosit pada Setiap Kelompok …....… 38
Tabel 14.
Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit ...…………………………... 38
Tabel 15.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Monosit pada Setiap Kelompok ............ 39
Tabel 16.
Hasil Uji Mann Whitney Jenis Monosit ............................................... 39
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pembentukan Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit……………
11
Gambar 2. Rancangan Penelitian…………………………………………
21
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil Pengukuran Jumlah Leukosit pada Setiap Kelompok
… 52
Lampiran 2.
Hasil Pengukuran Jumlah Eusinofil pada Setiap Kelompok …..... 53
Lampiran 3.
Hasil Pengukuran Jumlah Neutrofil pada Setiap Kelompok ....... 54
Lampiran 4.
Hasil Pengukuran Jumlah Limfosit pada Setiap Kelompok .....… 55
Lampiran 5.
Hasil Pengukuran Jumlah Monosit pada Setiap Kelompok ....… 56
Lampiran 6.
Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Leukosit pada Setiap Kelompok . 57
Lampiran 7.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok K dan P1 ………………..................……… 58
Lampiran 8.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok K dan P2
Lampiran 9.
.………………………………… 59
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok K dan P3 ..................………………………………… 60
Lampiran 10.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok P1 dan P2 .................………………………………... 61
Lampiran 11.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok P1 dan P3 ...............…………………………………. 62
Lampiran 12.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit Kelompok P2 dan P3 ..................……………………………….. 63
Lampiran 13a. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Eusinofil pada Setiap Kelompok..... 64 Lampiran 13b. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Eusinofil pada Setiap Kelompok yang Datanya Telah Ditransformasi ............................................. 64 Lampiran 14a. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok K dan P1 ..... 65 Lampiran 14b. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok K dan P2 ..... 65 Lampiran 14c. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok K dan P3 ..... 65 Lampiran 14d. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok P1 dan P2 .... 66 Lampiran 14e. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok P1 dan P3 ... 66 Lampiran 14f. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok P2 dan P3 .... 66 Lampiran 15a. Hasil Uji Shapiro-Wilk JenistoNeutrofil pada Setiap Kelompok .... 67 commit user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 15b. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Neutrofil pada Setiap Kelompok yang Datanya Telah Ditransformasi ............................................. 67 Lampiran 16.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok K dan P1 ..................………………………………… 68
Lampiran 17.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok K dan P2 ..................………………………………… 69
Lampiran 18.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok K dan P3 ..................………………………………… 70
Lampiran 19.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok P1 dan P2 ..................………………………………... 71
Lampiran 20.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok P1 dan P3 ...........…………………………………...... 72
Lampiran 21.
Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Neutrofil Kelompok P2 dan P3 ...................……………………………….. 73
Lampiran 22a. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Limfosit pada Setiap Kelompok .... 74 Lampiran 22b. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Limfosit pada Setiap Kelompok yang Datanya Telah Ditransformasi .............................................. 74 Lampiran 23a. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P1 ...... 75 Lampiran 23b. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P2 ...... 75 Lampiran 23c. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P3 ...... 75 Lampiran 23d. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok P1 dan P2 ..... 76 Lampiran 23e. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok P1 dan P3 ..... 76 Lampiran 23f. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok P2 dan P3 ..... 76 Lampiran 24a. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Monosit pada Setiap Kelompok ..... 77 Lampiran 24b. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Monosit pada Setiap Kelompok yang Datanya Telah Ditransformasi ............................................. 77 Lampiran 25a. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P1 ...... 78 Lampiran 25b. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P2 ...... 78 Lampiran 25c. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok K dan P3 ...... 78 Lampiran 25d. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok P1 dan P2 ..... 79 commit to Limfosit user Lampiran 25e. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Kelompok P1 dan P3 ..... 79
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 25f. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok P2 dan P3 ... 79 Lampiran 26.
Surat Keterangan Kelaikan Etik .................................................... 80
Lampiran 27.
Dokumentasi Penelitian ..………………...................................... 81
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penggunaan ponsel pada beberapa tahun terakhir meningkat sangat pesat. Suatu studi yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian Research On Asia Group (ROA) mengungkapkan perkembangan pasar telepon seluler Indonesia yang terus tumbuh pesat. Disebutkan juga pengguna telepon seluler di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006 dan akan tumbuh menjadi 94,7 juta pada tahun 2007. Pada tahun 2010, angka pengguna telepon seluler di Indonesia pun diprediksikan mencapai angka 133 juta. Dengan kata lain, sekitar separuh dari seluruh populasi negeri ini yang diperkirakan mencapai 250 juta jiwa, merupakan pengguna telepon seluler. Dengan demikian, Indonesia pun akan menempati peringkat ketiga pasar telepon seluler terbesar di Asia setelah Cina dan India (Mahardika, 2005). Di Afrika, Eropa, Timur Tengah, dan Asia, provider ponsel memakai frekuensi 900MHz dan 1800 MHz. Sedikit operator memakai frekuensi DCS-1800 dan GSM1800. GSM 900 MHz dipakai secara lebih luas di berbagai daerah (Rappaport, 2002) Peningkatan jumlah pemakai ponsel membuat banyak sekali orang terpapar oleh radiasi gelombang elektromagnetik radiofrequency (RF). Fenomena ini menimbulkan pertanyaan terkait efek biologis dan konsekuensi kesehatan, terutama pada pemaparan dalam jangka waktu yang panjang. Saat ini, hubungan antara risiko kanker dan pemaparan radiasi gelombang elektromagnetik radiofrequency (RF) terus berlanjut menjadi perdebatan (Mashevich, 2003) commit to user
1
digilib.uns.ac.id2
perpustakaan.uns.ac.id
Efek gelombang elektromagnetik tergantung jenis, frekuensi, energi, dan durasi paparan (Balmori, 2005). Energi yang ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik ponsel, secara kuantitas relatif kecil namun bila jarak antara ponsel dengan kepala diperhitungkan maka dampak radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan. Hal ini disebabkan intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin dekat dengan sumber radiasi (ponsel) akan makin besar radiasi yang diterima (Wardhana, 2000). Penelitian
menunjukkan
adanya
hubungan
antara
paparan
gelombang
elektromagnetik yang berasal dari peralatan listrik, seperti televisi, monitor, komputer, microwave oven, telepon seluler dengan terjadinya kanker dan leukemia (Athena dkk, 2000). Liboh et al. tahun 1984 dalam Mansyur (1998) pada penelitiannya melihat adanya peningkatan sintesis DNA pada kultur fibroblas manusia yang terpapar gelombang elektromagnetik. Melihat hasil penelitian Cadossi et al. tahun 1992 dalam Mansyur (1998) berupa peningkatan proliferasi limfosit, diduga hal ini selain sejalan dengan peningkatan sintesis DNA, dan bila tidak terkendali mengarah pada terjadinya keganasan. Untuk memperlambat proses perusakan, diperlukan antioksidan tambahan dari luar tubuh. Namun, penggunaan antioksidan sintetik dewasa ini mulai mendapat perhatian serius karena ada yang bersifat merugikan. Oleh karena itu pengembangan antioksidan yang berasal dari alam, yang relatif lebih mudah didapat dan aman, tengah digalakkan saat ini (Rahman, 2007).
commit to user
digilib.uns.ac.id3
perpustakaan.uns.ac.id
Salah satu sumber antioksidan alami yang banyak diteliti adalah buah delima merah. Buah delima merah diketahui mengandung senyawa polifenol yang berkhasiat sebagai antioksidan (Yasoubi dkk, 2009). Bagian pohon delima merah seperti buah, kulit, dan akarnya mempunyai rasa yang sepat. Rasa yang sepat ini merupakan tanda bahwa di dalam bagian tanaman tersebut mengandung tanin yang merupakan senyawa polifenol (Wiryowidagdo, 2007). Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Lansky (2007) tentang kandungan pada buah delima merah meliputi quercetin, kaempferol, luteolin, dan derivatderivatnya, salah satu atau semuanya. Kandungan polifenol delima merah terdiri dari dua komponen, yaitu antosianin (delphinidin, cyanidin dan pelargonidin) yang memberikan kulit buah dan daging buah berwarna merah, serta tannin larut air seperti punicalagin, pedunculagin, punicalin, gallagic, dan asam ellagic ester dari glukosa, yang menyumbangkan 92% sifat antioksidan. Kandungan tanin yang berfungsi sebagai antioksidan banyak terdapat pada kulit buah yakni sekitar 26% (Ferlina, 2009). Ekstrak buah delima merah terbukti secara in vitro memiliki efek antioksidan yang kuat dan dapat bersifat kemopreventif dan kemoterapis pada sel kanker prostat yang diuji dengan sifat antiproliferatif dan pro-apoptosis (Malik et al., 2005). Karena beberapa hal yang telah penulis paparkan di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik 900 MHz.
commit to user
digilib.uns.ac.id4
perpustakaan.uns.ac.id B. Perumusan Masalah
Adakah pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik 900 MHz?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik 900 MHz.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pengaruh pemberian kulit buah delima merah (Punica granatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Aplikatif Sebagai pertimbangan dalam mengembangkan kulit delima merah (Punica granatum) sebagai antioksidan untuk perlindungan leukosit dari bahaya pemaparan gelombang elektromagnetik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Gelombang Elektromagnetik Ponsel Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terbentuk dari interaksi medan magnetik dan medan listrik. Kedua medan ini bergetar dalam arah yang saling tegak lurus. Medan magnetik dan medan listrik pembentuk gelombang elektromagnetik adalah gelombang transversal, yang arah rambatnya tegak lurus dengan arah getarnya. Bidang listrik terhasil dari perbedaan pada voltase: semakin tinggi voltase, semakin kuat bidang yang terhasil. Bidang magnetik pula terhasil apabila arus listrik mengalir: semakin besar arus, semakin kuat bidang magnetik tersebut (Mahardika, 2005). Radiasi
merupakan
tenaga
yang
dipancarkan
sebagai
gelombang
elektromagnetik atau partikel subatomik. Radiasi elektromagnetik pula merupakan sejenis radiasi yang termasuk cahaya tampak, gelombang radio, sinar gamma dan sinar X (Mahardika, 2005). Radiasi gelombang elektromagnetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 eV yang antara lain commit to user meliputi sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro
5
digilib.uns.ac.id6
perpustakaan.uns.ac.id
(microwave) dan radio frekuensi elektromagnetik. Sedangkan radiasi pengion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi tersebut akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Termasuk dalam kelompok radiasi pengion adalah sinar-x dan sinar gamma (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Berdasarkan panjang gelombang yang berhubungan dengan frekuensi dan energi fotonnya, radiasi non pengion dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu radiasi optik dengan panjang gelombang antara 100 nm sampai 1 mm dan radiasi radiofrekuensi elektromagnetik antara 1 mm sampai sekitar > 100 km (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Gelombang
elektromagnetik
juga
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
frekuensinya. Berikut ini adalah spektrum gelombang elektromagnetik jika dilihat dari frekuensinya (Mahardika, 2005). Tabel 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Menurut Frekuensi Spektrum
Frekuensi
Sinar Gamma
1019 – 1025 Hz
Sinar X
1016 – 1020 Hz
Sinar ultraviolet
1015 – 1018 Hz
Sinar tampak
4 x 1014 – 7,5 x 1014 Hz
Sinar Infra merah
1011 – 1014 Hz
Gelombang mikro
108 – 1012 Hz
Gelombang radio
104 – 108 Hz
Secara umum sistem yang digunakan telepon seluler terbagi menjadi dua yaitu Global Sytem for Mobile Telecommunication (GSM), yang menggunakan frekuensi 800 MHz, 900 MHz, dan 1800 MHz, dan Code Division Multiple Acces (CDMA), yang menggunakan frekuensi 450 MHz, 800 MHz dan 1900 MHz. Berdasarkan commit to user
digilib.uns.ac.id7
perpustakaan.uns.ac.id
rentangan frekuensi yang digunakan oleh ponsel, maka gelombang yang digunakan oleh ponsel berada pada spektrum gelombang mikro (Mahardika, 2005) Radiasi tidak dapat dilihat, dirasa atau diketahui keberadaannya oleh tubuh, sedangkan paparan radiasi yang berlebihan dapat menimbulkan efek yang merugikan tubuh (Alatas, 2003 b). Gelombang mikro memiliki efek terhadap kesehatan. Pada umumnya terjadi akibat panas yang timbul saat interaksi antara energi gelombang mikro dengan materi biologik, disebut efek thermal. Efek ini berbahaya karena terutama merusak mata dan testis yang relatif sangat sensitf terhadap kenaikan suhu jaringan (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Efek non thermal yang ditemukan pada para pekerja yang secara kronik terpajan microwave berupa peningkatan kelelahan, sakit kepala periodik dan konstan, iritasi parah, ketiduran selama bekerja, dan penurunan sensitivitas penciuman (olfactory). Gejala klinik yang timbul antara lain bradikardi, hipotensi, hipertiroid, dan peningkatan tingkat histamin darah. Pada kelompok pekerja yang berada di medan gelombang mikro dijumpai pula efek subjektif seperti sakit kepala, lelah, pusing, tidur tidak nyenyak, perasaan takut, tegang, depresi mental, daya ingat kurang baik, nyeri pada otot dan daerah jantung dan susah bernafas (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Studi epidemiologi menunjukkan memang terdapat hubungan antara gelombang radiofrekuensi elektromagnetik dengan kanker, maka hubungan tersebut lemah dan perlu dukungan penelitian laboratorium (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Efek
pajanan
elektromagnetik
radiofrekuensi
terhadap
sel
telah
to user dipertimbangkan dalam 4 tahap commit utama pembentukan kanker yaitu inisiasi, konversi,
digilib.uns.ac.id8
perpustakaan.uns.ac.id
promosi dan progresi. Inisiasi tumor dianggap sebagai hasil kerusakan genetik sedangkan konversi berhubungan dengan perubahan genetik berskala besar. Karena tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa pajanan menginduksi perubahan genetik maka tampaknya pajanan tidak memberikan efek baik inisiasi rnaupun konversi. Tidak adanya efek pada struktur kromosom menunjukkan bahwa jika medan frekuensi rendah mempunyai efek pada proses karsinogenesis, paparan gelombang elektromagnetik radiofrekuensi lebih berperan sebagai promotor daripada sebagai inisiator, dengan meningkatkan laju proliferasi sel terubah secara genetik daripada menyebabkan kerusakan awal pada DNA atau kromatin (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Terdapat bukti yang menunjukkan adanya perubahan pada jalur informasi kimia antarsel yang mungkin berhubungan dengan promosi tumor, meskipun pengaruhnya sangat kecil. Pengaruhnya pada pertumbuhan tumor dapat terjadi melalui efek epigenetik dari medan ini seperti perubahan pada jalur cell signalling atau pada ekspresi gen. Laporan tentang efek terhadap permukaan sel yang mungkin berhubungan dengan progresi tumor sangat spekulatif. Oleh karena itu, sampai saat ini tidak ada mekanisme yang jelas menerangkan pengaruh radiofrekuensi elektromagnetik terhadap karsinogenesis (Alatas dan Lusiyanti, 2003). Energi yang terkandung dalam gelombang elektrmagnetik terlebih pada frekuensi ekstrim rendah sebenarnya terlalu kecil untuk dapat menyebabkan efek biologi. Akan tetapi, dengan adanya radiosensitivitas berbagai sel yang membentuk jaringan organ tubuh dan dihubungkan dengan dosis paparan yang mungkin diterima, memungkinkan terjadinya gangguan yang tidak diinginkan (Mansyur, 1998)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id9
2. Sel Darah Putih (Leukosit) Pertahanan tubuh melawan infeksi merupakan peran dari leukosit. Jumlah normal sel darah putih adalah 4000-10000/mm3 . Lima jenis sel darah putih yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil, eisonofil, basofil, monosit dan limfosit. Ketiga jenis pertama adalah granulosit artinya terdapat granula di sitoplasmanya, sedangkan yang lainnya adalah agrunulosit (Price dan Wilson, 2006) a. Jenis Leukosit Jenis leukosit yang merupakan sistem pertahanan tubuh yang primer melawan infeksi bakteri adalah neutrofil yakni dengan fagositosis. Eusinofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas, Eusinofil kelihatannya berfungsi pada reaksi antigen antibodi dan meningkat pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu. Basofil membawa heparin, faktor-faktor pengaktifan histamin dan trombosit dalam granula – granulanya. Kadar basofil meningkat pada gangguan mieloproliferatif. Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang sel-sel cidera dan mati, fragmenfragmen sel, dan mikroorganisme. Sedangkan limfosit dibagi menjadi dua jenis yang berfungsi berbeda yakni limfosit T (bergantung timus, dibentuk di sana, berumur panjang) bertanggungjawab atas respon kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen, sedangkan limfosit B jika dirangsang dengan semestinya berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang mnenghasilkan immunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral (Price dan Wilson, 2006). Neutrofil berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas padat terdiri dari commit to user atas sitoplasma pucat di antara 2 sampai 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengandung banyak granula mera jambu (azurofilik) atau merah lembayung. Monosit berdiameter 16-20 mm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang berlimpah berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti kaca (Hoffbrand and Pettit, 2006) Eusinofil serupa dengan neutrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Basofil hanya kadang-kadang terlihat dalam darah tepi normal. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin (Hoffbrand and Pettit, 2006) Limfosit hanya berdiameter 10 mm, tapi sekitar 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16mm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan berbatas tidak tegas. Sitoplasmanya berwarna biru langit dan dalam kebanyakan sel terlihat sebagai bingkai halus sekitar inti (Hoffbrand and Pettit, 2006). Tabel 2. Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Normal Tikus Putih (Rattus Novergicus) Leukosit
Jumlah
Leukosit total
6-18 x 103/mm3
Neutrofil
14-20%
Limfosit
69-86%
Monosit
1-6%
Eusinofil
1-4%
Basofil
Langka
(Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988)
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id b. Granulopoiesis dan Limfopoesis
Diferensiasi dini sel stem hematopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem commited diperlihatkan dalam gambar 1.
Gambar 1. Pembentukan Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit Sel- sel stem ini selain membentuk sel darah merah , juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih, silsilah mielositik (pada bagian bawah) yang dimulai dengan mieloblas sedangkan pada bagian atas terdapat silsilah limfositik yang dimulai dengan limfoblas (Guyton dan Hall, 2007). Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang . Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen khususnya di kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di mana saja dalam tubuh seperti sumsum tulang dan plak payeri di bawah epitel dinding usus (Guyton dan Hall, 2007). Sel darah putih yang dibentuk di sumsum tulang disimpan dalam commit to user sumsum sampai diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian bila kebutuhan sel
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
darah putih ini muncul, berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Sedangkan limfosit sebagian besar disimpan disimpan di berbagai area jaringan limfoid, kecuali sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah untuk sementara waktu (Guyton dan Hall, 2007).
3. Kulit Buah Delima Delima merah atau Punica granatum adalah salah satu pohon kecil atau semak belukar, termasuk dalam keluarga Punicaceae. Pohon ditemukan tumbuh liar di Arabia, Afghanistan dan bagian dari Pakistan. Berbagai bagian pohon delima merah bermanfaat untuk kesehatan manusia (Wiryowidagdo, 2007). a.
b.
Taksonomi buah delima menurut Yuniarti (2008) Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Klasis
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Familia
: Punicaceae
Genus
: Punica
Spesies
: Punica granatum
Nama lokal Delima mempunyai nama berbeda di beberapa daerah di Indonesia, antara lain disebut delima oleh Melayu di Sumatera, glima (Aceh), glineu mekah (Gayo), dalimo (Batak), gangsalan (Jawa), dalima (Sunda), dhalima (Madura), jeliman (Sasak), talima (Bima), dila dae lok (Roti), lele kase dan rumu (Timor), dan sedang di daerah Kisar disebut dilimene (Yuniarti, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
13 digilib.uns.ac.id
Morfologi Berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2-5 m. Batang berkayu, ranting bersegi, percabangan banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, cokelat ketika masih muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok. Helaian daun bentuknya lonjong sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan mengilap, panjang 1-9 cm, lebar 0,5-2,5 cm, warnanya hijau (Dalimartha, 2007). Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar dari ujung ranting atau ketiak daun yang paling atas. Biasanya terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih atau ungu. Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni bentuknya bulat dengan diameter 5-12 cm, warna kulitnya beragam seperti hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan atau ungu kehitaman. Kadang, terdapat bercak-bercak yang agak menonjol berwarna lebih tua. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu atau putih (Dalimartha, 2007).
d.
Kandungan kimia kulit buah delima merah Kulit buah (shi liu pi) mengandung alkaloid pelletierene, granatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat danpati (Dalimartha, 2007). Selain itu terdapat kandungan seperti betasitosterol, casuarin, casuarinin, D-mannitol, ellagic acid, ellagitanin, commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id friedelin,
isopelletierine,
methyl-isopelletierine,
methyl-pelletierine,
psuedopelletierine, punicacorteins, dan punigluconin (Duke, 2010).
e.
Efek farmakologis kulit buah delima merah Masyarakat sudah banyak menggunakan kulit buah (shi lu pi) untuk sakit perut karena cacing, buang air besar mengandung darah dan lendir (disentri amoeba), diare kronis, perdarahan (wasir berdarah, muntah datah, batuk darah, perdarahan rahim, perdarahan rectum), prolaps rektum, radang tenggorokan, radang telinga, keputihan, dan nyeri lambung (Dalimartha, 2007). Berdasarkan Phytochemical and Ethnobotanical Databases (Duke, 2010), kandungan kulit delima merah yang mempunyai efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima Kandungan Kimia Pelletierene Granatin betulic acid
ursolic acid
Elligatanin beta-sitosterol
Casuarin ellagic acid
Friedelin Isopelletierine
Efek Farmakologis Antihelmintes Antihepatotoksik, antiperoksidan Anthelmintes, antibakterial, antikanker, antiinflamasi, antimalaria, antiviral Analgesik, antialzeimer, antiarthritis, antibakterial, antikanker, antihelmintes, antimalaria, antiinflamasi, antioksidan Antialergik, antioksidan Antibakterial, antikanker, antiinflamasi antigonadotropik, , antioksidan Antiperoksidan Ankanker, antianafilaksis, antikatarak, antiinflamasi, antiseptik, antiviral, antiperoksidan Antiinflamasi, diuretic Midriasis, laksatif commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id 4. Tikus Putih
Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu spesies tikus yang dijumpai di perkotaan dan digunakan sebagai hewan percobaan (Abel, 2008).
a.
Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Classis
: Mammalia
Subclassis : Placentalia
b.
Ordo
: Rodentia
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: Rattus norvegicus (Sugiyanto, 1995)
Sifat biologi tikus putih (Rattus norvegicus) Tabel 4. Sifat Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) menurut Mangkoewidjojo dan John Smith (1988) Sifat Biologis Tikus Putih Keterangan Hidup Dalam penangkaran 2-3,5 tahun Liar <1 tahun Berat badan Kelahiran 5-6 g Menyapih 30-55 g Pubertas 150-200 g Usia12 minggu (jantan) 200-400 g Dewasa (jantan) 300-800 g Perkembangan Mantel bulu 9 hari Gigi seri muncul 8-10 hari Geraham pertama muncul 19 hari Turunya testis 15-50 hari Pubertas (jantan) 39-47 hari Fisiologi Suhu rektal 38-39 º C Denyut jantung 320-480 bpm Tekanan darah sistolik commit to user 75-120 mm Hg Tekanan darah diastolik 60-90 mm Hg
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Respiratory rate Konsumsi makanan Makanan Minuman Urine out put perhari Darah Volume darah Volume plasma Jumlah eritrosit Hemoglobin Leukosit total Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Trombosit
85-110 napas / menit 5 g/100 g BB 8-11 ml/100 g BB 5,5 ml/100g BB 5,6-7,1 ml/100 gr BB 3,08-3,67 ml/100 gr BB 7-10 x 106 eritrosit/mm3 11-19 gr / dl 6-18 x 103/mm3 14-20% 69-86% 1-6% 1-4% Langka 500-1,000 x 103/mm3
5. Pengaruh Gelombang Elektromagnetik terhadap Leukosit Radiasi gelombang elektromagnetik radiofrekuensi mempengaruhi mitosis melalui jalur sistem metabolisme asam arakhidonat dan menstimulasi aktivitas adenilat siklase sehingga meningkatkan cAMP intraseluler. Meningkatnya cAMP akan menstimulasi sintesis DNA (Kolomytseva, 2002) Banyak faktor penyebab stres yang diketahui mempunyai dampak terhadap kesehatan, antara lain: suhu, kelembaban, radiasi, kecepatan angin, polusi udara, ketersediaan makanan dan minuman, bising, kepadatan, interaksi interspesies, dan penyakit (Supardi, 2003). Hampir setiap jenis stres fisik dan psikologis dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat meningkatkan sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan meningkat (Guyton and Hall, 1997) Paparan gelombang elektromagnetik mengakibatkan stes fisik (Turana, 2004). Pengaruh respon stres pada fungsi sistem imun terjadi melalui peptida hipothalamus dan hipofise, yaitu Corticotropin Releasing Factor (CRF) dan commit to user Adenocorticotropic Hormone (ACTH). CRF merambatkan sinyal stressor ke sistem
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
imun. CRF mengakibatkan aksis hipothalamus hipofise menjadi aktif, berupa peningkatan ACTH yang akan merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Semua leukosit mempunyai reseptor untuk kortisol, maka kortisol dapat memodulasi sistem imun sehingga jumlah leukosit berubah (Putra, 2005) Leukosit mononuklear, sel korteks adrenal, dan limfosit memiliki reseptor untuk ACTH. In vitro, ACTH menghambat produksi sitokin parakrin seperti IL-4 dan IL-5 yang diperlukan untuk diferensiasi sel B. ACTH merangsang produksi glukokortikoid oleh kelenjar adrenal. Glukokortikoid merupakan faktor regulasi utama yang mengontrol baik jumlah maupun kemampuan leukosit untuk berpartisipasi dalam respon imun (Baratawidjaja, 2006) Pengaruh respon stres pada fungsi sistem imun terjadi melalui peptida hipothalamus dan pituitari, yaitu Corticotropin Releasing Factor (CRF) dan Adenocorticotropic Hormone (ACTH). CRF merupakan substansi utama yang merambatkan sinyal stressor ke sistem imun. CRF merangsang pituitari untuk mensekresi ACTH. Kemudian ACTH ditangkap oleh sel di korteks adrenal mengeluarkan glukokrtikoid dan di medula adrenal mengeluarkan Epinephrine (EPI)
dan
Norepinephrine
(NE).
Limfosit
mempunyai
reseptor
untuk
glukokortikoid, EPI, dan NE sehingga dapat memodulasi limfosit (Suhartono, 2005). Selain itu, CRF dapat ditangkap langsung oleh reseptor CRF-R1 limfosit, sehingga perilaku limfosit berubah (Elyana, 2005) Sistem saraf simpatis juga mencegah beberapa aktivitas sistem imun. Sel T mengekspresikan reseptor untuk epinephrine. Rangsangan yang menurunkan ekspresi reseptor tersebut akan menghasilkan sel T yang tidak dapat bermigrasi ke jaringan (Baratawidjaja, 2006) commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id 6. Hubungan
Gelombang
Elektromagnetik
Ponsel
dengan
Mekanisme
Pertahanan Ekstrak Buah Delima Merah Ekstrak delima merah terbukti secara in vitro memiliki antioksidan yang kuat dan dapat bersifat kemopreventif dan kemoterapis pada sel kanker prostat yang diuji dengan sifat antiproliferatif dan pro-apoptosis (Malik et al., 2005). Kecenderungan kemampuan penghambatan proliferasi sel disebabkan oleh kandungan senyawa yang bersifat antiproliferatif maupun yang toksik terhadap sel. Senyawa tersebut mungkin berupa senyawa fenolik yang selain bersifat antiproliferatif yaitu dengan menghambat sintesis DNA, juga dapat bersifat toksik yaitu dengan bereaksi dengan membran sel sehingga membran sitoplasma rusak yang mengakibatkan keluarnya komponen sitoplasma sel (Yuana, 1998). Pengaruh penghambatan proliferasi sel pada suatu senyawa tertentu biasanya menekan pertumbuhan dan menimbulkan toksisitas, yaitu dengan menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat (Gan dan Nafrialdi, 2007). Selain itu, diduga mekanisme efek penghambatan terhadap proliferasi sel yang diberi perlakuan ekstrak kulit delima merah ini mirip dengan efek penghambatan dari pengobatan dengan cara kemoterapi. Pemberian ekstrak tersebut mempunyai sifat toksik yaitu adanya kontak langsung sel dengan zat aktif ekstrak. Zat aktif ekstrak tersebut akan masuk ke dalam sistem aliran darah dan bertemu dengan sel yang sedang proliferasi sehingga dapat memberikan sifat toksik. Toksisitas tersebut dapat berupa pemecahan dinding sel, sitoplasma sel, inaktivasi DNA sel, serta inaktivasi senyawa-senyawa yang meningkatkan pertahanan tubuh sel seperti sitokin dan limfokin (Seeram et al., 2008)
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran
Paparan gelombang elektromagnetik ponsel
Hipotalamus (CRF)
Sel-sel progenitor dan prekursor Limfosit (peka terhadap agen fisik/ kimia)
HPA Axis
Sympathetic Nervous System (SNS) Katekolamine
CRF
Hipofise Anterior (ACTH)
Medula Adrenal
cAMP Korteks Adrenal Sintesis Sekresi Kortisol
Mitosis Sel
Sekresi Epinephrine
Sekresi Norepinephrine
Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit berubah
Antiproliferasi dan pro-apoptosis
: memicu
Kulit buah delima merah
: menghambat C. Hipotesis Ada pengaruh pemberian ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit tikus (Rattus norvegicus) yang dipapar commitpada to user gelombang elektromagnetik 900 MHz.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik (Arief, 2004)
B. Lokasi Penelitian Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
Biokimia
Fakultas
Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan umur kurang lebih 2 bulan jenis kelamin jantan dan berat ±
200 gram yang
dikembangkan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM, Yogyakarta.
D. Teknik Sampling Pengelompokkan sampel dilakukan dengan teknik sampel simple random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu per satu kertas itu sejumlah ukuran sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004) commit to user
20
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sampel akan dibagi menjadi empat kelompok secara random. Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer seperti yang ditulis oleh Sastrosupadi (Wiryawan dan Wahyuniari, 2009). (n-1)(t-1)
> 15
(n-1)(4-1)
> 15
3n
> 18
n
>6
Keterangan: n = jumlah sampel tiap kelompok t = jumlah kelompok Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 6 ekor tikus putih untuk setiap kelompok. Maka di sini peneliti memakai 8 tikus dalam tiap kelompok. Sehingga besar sampel yang digunakan adalah 32 ekor tikus.
E. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan The Post Test Only Control Group Design (Arief, 2004).
Sampel tikus 32 ekor diadaptasi selama 7 hari
K
HK
P1
HP1
P2
HP2
P3
HP3
commit to user Gambar 2. Rancangan Penelitian
Bandingkan dengan uji statistik
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: K
= Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun gelombang elektromagnetik ponsel. = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. Lama pemaparan mengacu pada penelitian oleh Mailankot dkk (2009) yang dimodifikasi. = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah delima merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. Waktu pagi berdasarkan Ganiswarna (1995),
P1
P2
mengatakan bahwa hormon kortisol tinggi ketika pagi.
P3
HK HP1 HP2 HP3
F.
= Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah delima merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 = Perhitungan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus putih kelompok kontrol. = Perhitungan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus putih kelompok perlakuan I. = Perhitungan jumlah jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus putih kelompok perlakuan II. = Perhitungan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus putih kelompok perlakuan III.
Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: ekstrak kulit delima merah (Punica granatum)
2. Variabel terikat
: jumah leukosit dan hitung jenis leukosit.
3. Variabel luar a. Variabel terkendali
: genetik, makanan, minuman, jenis kelamin, jenis ponsel.
b. Variabel tak terkendali
: hormonal, stres.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Ekstrak kulit buah delima merah
Ekstrak kulit delima merah dibuat dengan ekstraksi ethanol dengan dosis 50 mg/kgBB mengacu pada penelitian Toklu dkk. (2009). Tikus pada kelompok perlakuan III diberikan sebelum, selama, dan sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Pemberian dengan dosis yang sama pada kelompok perlakuan II diberikan sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Kelompok perlakuan I dan kontrol tidak diberikan ekstrak delima. Skala yang digunakan adalah nominal (Arief, 2004)
2. Variabel terikat a. Perhitungan jumlah leukosit tikus (Rattus norvegicus) Perhitungan jumlah leukosit dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mkrokapiler berukuran 1,5ml. Jumlah leukosit dihitung dalam 4 kotak sedang kamar hitung Improved Neubeur. Jumlah leukosit yang didapat kemudian dikalikan 50. Satuan yang digunakan adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 (Gandasoebrata, 2001). Jumlah leukosit normal tikus putih 6-18 x 103/mm3 (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. b. Perhitungan jenis leukosit Perhitungan jenis leukosit dilakukan dengan cara mengambil darah tikus melalui sinus orbitalis dengan menggunakan tabung mkrokapiler berukuran 1,5ml. Lalu dibuat apusan darah. Pengecatan yang digunakan adalah commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengecatan Giemsa. Satuan yang digunakan adalah jumlah jenis leukosit dalam 100 leukosit (Gandasoebrata, 2001). Kadar normal neutrofil tikus putih 14 - 20%, limfosit 69 – 86%, monosit 1 – 6%, eusinofil 1 -4%, dan basofil langka ditemukan.
Skala yang
digunakan adalah skala rasio (Mangkoewidjojo dan John Smith, 1988) 3. Variabel Luar a. Variabel Luar Terkendali 1) Genetik Faktor genetik berperan dalam menentukan jumlah leukosit. Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara menggunakan tikus dari strain yang sama, yakni strain Wistar sehingga sampel bersifat homogen. 2) Makanan dan Minuman Faktor ini dapat dikendalikan dengan cara pemberian makanan pada kelompok perlakuan dibuat sama jenisnya, yaitu makanan buatan pallet BR2. Pemberian makanan buatan pallet BR2 dan air minum pada perlakuan disebut sebagai diet standar. 3) Jenis Kelamin Jumlah leukosit pada jantan dan betina berbeda. Oleh karena itu peneliti menggunakan sampel tikus putih (Rattus novergicus) yang berjenis kelamin jantan. 4) Jenis Ponsel Jenis ponsel mempengaruhi jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit. Penelitian ini menggunakan jenis ponsel yang sama, jenis GSM berfrekuensi 900 MHz. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
b. Variabel Luar Tak Terkendali 1) Hormonal Hormon tiroksin, hormon pertumbuhan, epinefrin dan kortisol meningkatkan jumlah leukosit. Hormon-hormon ini disekresi dalam tubuh pada keadaan normal dan dapat berfluktuasi dalam keadaan tertentu, misalnya dalam keadaan sakit, stres, dan hipoksia. Faktor ini tidak dapat dikendalikan. 2) Stres Stres tidak mungkin dapat dihindari pada tikus yang mendapat perlakuan. Faktor ini tidak dapat dikendalikan.
H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat a. Timbangan dan wadah untuk menimbang berat badan tikus b. Kandang tikus berbentuk kotak ( 60 x 30 x 30 cm) dilengkapi tempat makan dan minum. c. Ponsel 900 MHz 3 buah. d. Tabung mikrokapiler berukuran 1,5 ml e. Tabung reaksi untuk menampung sampel darah f. Rak tabung reaksi g. Pipet h. Mikroskop i. Bilik hitung Improved Neuber j. Sonde lambung commit to user k. Object glass dan cover glass
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
2. Bahan a. Makanan dan minuman hewan percobaan (pallet dan air PAM) b. Ekstrak buah delima merah c. EDTA d. Larutan Turk e. Larutan Giemsa dan Metilalkohol f. Aquades
I. Cara Kerja 1. Persiapan Percobaan a. Sampel Sampel adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan umur kurang lebih 2 bulan jenis kelamin jantan dan berat ± 200 gram. Kemudian dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 7 hari dan dilakukan pengelompokkan dengan teknik simple random sampling. Setiap subjek penelitian diberi nomor urut terlebih dahulu kemudian ditulis pada secarik kertas dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dikocok. Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali kertas yang telah terambil. Setiap subjek yang nomor urutnya terambil menjadi anggota kelompok sampel (Arief, 2004). Sampel dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok 8 ekor. Pada hari I dilakukan penimbangan dan penandaan. b. Ekstrak Kulit Delima Merah Ekstraksi kulit buah delima merah dilakukan di LPPT UGM dengan commit to user menggunakan metode ekstraksi ethanol dengan cara maserasi. Kulit buah
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
delima merah halus dimasukkan ke dalam sebuah bejana kemudian menambahkan ethanol 90% ditutup rapat dan dibiarkan selama 3 hari, terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk sesekali setiap hari. Ekstrak ethanol cair sampel tersebut dipekatkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat ethanol (Darmawan, 2004). Bentuk akhir ekstrak kulit buah Delima Merah adalah pasta atau semisolid. Dosis yang diberikan sebesar 50 mg/Kg BB tikus/hari (Toklu dkk, 2009). Bila setiap tikus mempunyai berat 200 gam, maka : Dosis 1 ekor tikus =
50 mg x 200 gram BB = 10 mg 1000 gr BB
Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/100 g BB tikus (Ngatijan, 1991), disarankan takaran pemberian tidak melebihi setengah kali volume maksimalnya.
Oleh karena itu dilakukan
pengenceran ekstrak, dengan rincian 1 gram ekstrak dilarutkan dalam 100 ml Pengencera n ekstrak =
1 gr ekstrak 1000 mg ekstrak = 100 ml larutan 100 ml larutan
= 10 mg ekstrak dalam 1 ml larutan Bila dosis tiap tikus adalah 10 mg maka volume ekstrak yang diberikan adalah 1 ml tiap tikus. Berdasarkan perhitungan dosis, jumlah sampel, dan lama pemberian, maka ekstrak kulit buah delima yang dibutuhkan selama penelitian adalah: (10 mg x 8 tikus x 35 hari) + (10 mg x 8 tikus x 25 hari) = 4800 mg Bahan dasar yang digunakan untuk mendapatkan 4800 mg ekstrak kulit buah delima adalah buah delima sebanyak 3 kg. Penyimpanan ekstrak selama pemakaian adalah di dalam freezer, dengan commit to user suhu di bawah 0 derajat Celcius, agar bakteri tidak berkembang dan unsur-
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
unsur aktif ekstrak kulit delima merah tidak berubah atau memburuk kualitasnya. c.
Ponsel Ponsel GSM dengan frekuensi 900 MHz diletakkan di dalam kandang tikus. Setiap kelompok satu ponsel. Ponsel ditelepon selama 4 jam/hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari pada kelompok P1, P2, dan P3.
d.
Kandang Pemaparan Hewan coba ditempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu dengan luas 3600 cm2 (60 x 30 x 30 cm). Setiap kandang dapat menampung setiap kelompok (8 ekor hewan coba).
2. Pelaksanaan Percobaan Pada minggu I, keempat kelompok perlakuan diberi pellet BR2 dan air PAM agar semua tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada minggu II, mulai diberikan perlakuan yang berbeda pada masing-masing kelompok. Sebelumnya masing-masing tikus ditimbang untuk menentukan dosis perlakuan. Pada minggu II, kelompok P1 dipapar gelombang elektromagnetik yang berasal dari ponsel selama 4 jam setiap hari selama 14 hari. Kelompok P2 dan P3 diberi ekstrak buah Delima Merah terlebih dahulu selama 10 hari, kemudian pada hari ke sebelas dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dan ekstrak buah Delima Merah tetap diteruskan. Setelah pemaparan, pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah pada kelompok P2 dihentikan sedangkan pada kelompok P3 pemberian ekstrak buah Delima Merah masih diteruskan sampai 10 hari setelah pemaparan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan perhitungan jumlah leukosit dengan papan bilik Improved Bauer dan pembacaan hemogram leukosit darah dengan metode apusan dari sampel darah. a. Perhitungan Jumlah Leukosit 1)
Menghisap darah (yang sudah dicampur EDTA) dengan pipet darah sampai tanda 0,5.
2)
Memasukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk sambil menahan darah tetap pada garis 0,5. Memegang pipet dengan arah 45o dan memasukkan larutan Turk hingga tanda 11.
3)
Mengangkat pipet dari cairan, menutup ujung pipet dengan ujung jari, lalu melepas karet penghisap.
4)
Mengocok pipet selama 15-30 detik. Setelah itu, menaruh pipet secara horizontal.
5)
Setelah pengisian pipet leukosit, menyiapkan kamar hitung.
6)
Meletakkan kamar hitung yang bersih dan benar dengan kaca penutupnya terpasang mendatar di atas meja.
7)
Mengocok pipet yang telah dipersiapkan tadi selama 3 menit secara terus menerus.
8)
Membuang semua cairan yang ada di dalam batang kapiler pipet (3-4 tetes) dan segera menyentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30o pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Membiarkan kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya sendiri. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id 9)
Membiarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit supaya leukosit dapat mengendap.
10)
Memakai lensa objektif pembesaran 10 kali.
11)
Menghitung leukosit yang terdapat dalam keempat bidang, dari sudut ke sudut, dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah.
12)
Pengenceran yang terjadi dalam pipet ialah 20 kali. Cara Hitung
:
Volume
= pengenceran x n
Luas satu bidang besar
= 1 x 1 mm2
Tinggi bilik hitung
= 0,1 mm
Vol satu bidang besar
= 1 x 0,1 mm3 = 0,1 mm3
Vol empat bidang besar
= 4 x 0,1 mm3 = 0,4 mm3
Jadi
n = Σ leukosit
= 1 mm2
:
Vol empat bidang besar 0,4
mm3
= pengenceran x n = 20 n
n
= 1/50 mm3
1 mm3
= 50 n leukosit
b. Perhitungan Jenis Leukosit 1)
Mengambil darah dengan pipet, lalu menaruh pada pinggir kanan object glass dengan diameter kurang lebih 2cm.
2)
Dengan tangan kanan, meletakkan object glass lain di sebelah kiri tetesan darah tadi dan menggerakkan ke kanan, maka tetesan darah akan menyebar pada sisi kaca penggeser itu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3)
31 digilib.uns.ac.id
Menggeserkan dengan segera kaca itu ke kiri sambil memegangnya miring dengan sudut antara 30-45o. Jangan ditekan.
4)
Membiarkan sediaan itu kering di udara.
5)
Setelah sediaan kering, meletakkan sediaan tersebut di atas rak pulas dengan lapisan darah di bagian atas.
6)
Meneteskan sekian banyak metilalkohol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis darah tertutup semuanya. Biarkan selama 5 menit.
7)
Menuang kelebihan metilalkohol dari kaca.
8)
Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyanggah dan biarkan selama 20 menit.
9)
Membilas dengan air suling.
10)
Meletakkan sediaan secara vertikal dan biarkan mongering di udara.
J. Teknik Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel pada kelompok yang tidak berpasangan dengan data berupa data numerik maka dilakukan
uji t tidak
berpasangan. Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro Wilk untuk mengetahui distribusi data. Data yang diperoleh harus berdistribusi normal (nilai p > 0,05) sebagai syarat uji t tidak berpasangan. Namun, jika ternyata hasil Uji Shapiro Wilk menunjukkan hasil distribusi data tidak normal, maka uji hipotesis yang dipakai adalah salah satu jenis tes nonparametrik yang sesuai, yaitu uji Mann Whitney. Varians data diuji menggunakan uji Levene’s. Varians data boleh sama (p > 0,05), boleh juga berbeda (p < 0,05). Untuk menentukan nilai significancy (p) pada uji t tidak berpasangan terlebih dahulu dilihat hasil significancy pada kotak uji Levene’s.
commit user maka untuk melihat uji t tidak Bila varians data sama (p >to 0,05),
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berpasangan memakai hasil pada baris pertama (equal variances assumed). Sedangkan bila varians data berbeda (p < 0,05), maka untuk melihat uji t tidak berpasangan memakai hasil pada baris kedua (equal variances not assumed). Nilai p < 0,05 berarti terdapat pengaruh ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit tikus putih (Rattus norvegicus). Sedangkan nilai p > 0,05 menunjukkan tidak ada pengaruh ekstrak kulit buah delima merah (Punica ganatum) terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit tikus putih (Rattus norvegicus) (Sopiyudin, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data rasio yaitu jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit yang dihitung dari tiap sampel darah hewan uji. Kemudian dicari rerata untuk setiap kelompok perlakuan. Hasil perhitungan rerata jumlah leukosit dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 1 akan disajikan dalam tabel 4. Tabel 5. Rerata Jumlah Leukosit dari Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan Rerata ± SD (x103/mm3) K 10, 4 ± 4,39 P1 11, 01 ± 2, 38 P2 10, 91 ± 1, 21 P3 8,56 ± 1, 7 Keterangan: K
= Kelompok kontrol, tanpa diberi ekstrak kulit buah Delima Merah maupun paparan gelombang elektromagnetik ponsel. P1 = Kelompok perlakuan I, dipapar gelombang elektromagnetik ponsel selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00 selama 14 hari. P2 = Kelompok perlakuan II, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum dan selama pemaparan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dipaparkan pada hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. P3 = Kelompok perlakuan III, diberi ekstrak kulit buah Delima Merah peroral 50 mg/Kg BB tikus/hari selama 10 hari sebelum pemaparan, selama pemaparan, dan 10 hari sesudah pemaparan gelombang elektromagnetik. Paparan gelombang elektromagnetik ponsel diberikan mulai hari ke 11 sampai hari ke 24 selama 4 jam setiap hari pada pukul 7.00 sampai 11.00. commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Sedangkan hasil perhitungan rerata hitung jenis leukosit dari setiap kelompok perlakuan berdasarkan data pada lampiran 2 sampai lampiran 5 akan disajikan dalam tabel 5.
Kelo mpok K P1 P2 P3
Tabel 6. Rerata Hitung Jenis Leukosit pada Setiap Kelompok Rerata ± Rerata ± SD Rerata ± SD Rerata ± SD Rerata ± SD SD Basofil Eusinofil Neutrofil Limfosit Monosit 0 1,75 ± 1,98 25,5 ± 13,68 71 ± 12, 84 1,75 ± 1,03 0 3 ± 2,39 24,25 ± 13,31 71 ± 12,94 1,75 ± 0,71 0 1,14 ± 0,9 32,71 ± 10,19 64,57 ± 10,03 1,57 ± 0,53 0 1,71 ± 1,25 32 ± 6,08 64, 71 ± 5,99 1,57 ± 0,79
B. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t tidak berpasangan menggunakan progam SPSS for Windows Release 16.0 dan p < 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya. 1.
Jumlah Leukosit Sebelumnya dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) dan didapatkan nilai signifikansi jumlah leukosit untuk semua kelompok p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi kelompok tersebut adalah normal. Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk berdasarkan lampiran 6, disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jumlah Leukosit pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p K 0,176 P1 0,394 P2 0,751 P3 0,683 commit to user
Sel Muda 0 0 0 0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 berdasarkan data pada lampiran 7 sampai lampiran 12, disajikan dalam tabel 7. Untuk hasil uji Levene’s p > 0,05, berarti varians data kelompok tersebut sama. Oleh karena itu, hasil uji t yang dipakai adalah Equal Variances Assumed (EVA). Sedangkan jika hasil uji Levene’s p < 0,05, berarti varians data kelompok tersebut berbeda. Sehingga, hasil uji t yang dipakai adalah Equal Variances Not Assumed (EVNA) Tabel 8. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Jumlah Leukosit t test sig. Levene’s test sig. EVA EVNA K – P1 0,016 0,734 0,735 K – P2 0,001 0,770 0,758 K – P3 0,03 0,317 0,3 P1 – P2 0,349 0,923 0,920 P1 – P3 0,727 0,041 0,038 P2 – P3 0,362 0,011 0,013 Keterangan : EVA = Equal variances assumed EVNA = Equal variances not assumed 2.
Hitung Jenis Leukosit Sedangkan data hitung jenis leukosit didapat hasil sebagai berikut: a.
Eusinofil Untuk melakukan uji t tidak berpasangan data harus terdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi jenis eusinofil tidak semua kelompok p > 0,05, yaitu pada kontrol. Karena kelompok kontrol p < 0,05, berarti tidak normal, maka commit nilai to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
dilakukan transformasi data pada kelompok data eusinofil, memakai fungsi logaritma. Selanjutnya dilakukan kembali uji normalitas data untuk data eusinofil yang sudah ditransformasi. Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk berdasar data pada lampiran 13a dan 13b. Tabel 9. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Eusinofil pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p p trans K 0,02 0,015 P1 0,215 0,115 P2 0,062 0,001 P3 0,429 0,086 Namun nilai p eusinofil kelompok K dan P2 di bawah 0,05, berarti distribusi data tetap tidak normal. Karena tidak bisa memakai uji t tidak berpasangan, maka akan dipakai uji Mann Whitney. Berikut ini hasil uji Mann Whitney berdasarkan data pada lampiran 14a sampai 14e. Tabel 10. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Eusinofil Kelompok p K – P1 0,278 K – P2 0,63 K – P3 0,712 P1 – P2 0,067 P1 – P3 0,184 P2 – P3 0,475 b.
Neutrofil Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi jenis neutrofil tidak semua kelompok p > 0,05, yaitu pada kelompok P1. Karena kelompok P1 nilai commit p < 0,05, berarti tidak normal, maka dilakukan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
transformasi data pada kelompok data neutrofil, memakai logaritma. Selanjutnya dilakukan kembali uji normalitas data untuk data neutrofil yang sudah ditransformasi. Berikut ini hasil uji nomalitas Shapiro-Wilk berdasarkan data pada lampiran 15a dan 15b. Tabel 11. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Neutrofil pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p p trans K 0,133 0, 556 P1 0,027 0, 530 P2 0,1 0,133 P3 0,647 0, 535 Karena semua p > 0,05 berarti distribusi data normal, sehingga uji hipotesis yang dipakai dalam kondisi ini adalah uji t tidak berpasangan. Selanjutnya dilakukan uji varians data sekaligus uji t tidak berpasangan untuk setiap antarkelompok berdasarkan data pada lampiran 16-21 disajikan dalam tabel 11. Tabel 12. Hasil Uji Levene’s dan Uji t Tidak Berpasangan Hitung Neutrofil. Levene’s test sig. t test sig. EVA EVNA K – P1 0,643 0,854 0,854 K – P2 0,289 0,152 0,143 K – P3 0,049 0,121 0,113 P1 – P2 0,698 0,094 0,088 P1 – P3 0,211 0,069 0,064 P2 – P3 0,063 0,992 0,992 c.
Limfosit Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi jenis limfosit tidak semua kelompok p > 0,05, yaitu pada kelompok P1. Karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
kelompok P1 nilai p < 0,05, berarti distribusi data tidak normal, maka dilakukan transformasi data pada kelompok data limfosit, memakai fungsi logaritma. Selanjutnya dilakukan kembali uji normalitas untuk data limfosit yang sudah ditransformasi. Berikut ini hasil uji normalitas Shapiro-Wilk berdasarkan data pada lampiran 22 a dan 22 b. Tabel 13. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Limfosit pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p p trans K 0,165 0,078 P1 0,041 0,01 P2 0,49 0,042 P3 0,387 0,416 Namun nilai p kelompok P1 dan P2 setelah ditransformasi adalah 0,01 dan 0,042, berarti distribusi data tetap tidak normal. Karena tidak bisa memakai uji t tidak berpasangan, maka akan dipakai uji Mann Whitney. Berikut ini hasil uji Mann Whitney berdasarkan data pada lampiran 23. Tabel 14. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Limfosit Kelompok p K – P1 0,916 K – P2 0,105 K – P3 0,092 P1 – P2 0,118 P1 – P3 0,082 P2 – P3 0,846 d.
Monosit Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk (karena jumlah sampel kurang dari 50) didapatkan nilai signifikansi jenis monosit tidak semua kelompok p >to0,05, commit user yaitu pada kelompok K, P2, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
P3 . Karena selain kelompok P1 nilai p < 0,05, berarti distribusi data tidak normal, maka dilakukan transformasi data pada kelompok data monosit, memakai fungsi logaritma. Selanjutnya dilakukan kembali uji normalitas data untuk data monosit yang sudah ditransformasi. Berikut ini hasil uji normalitas Shapiro-Wilk berdasarkan data pada lampiran 24 a dan lampiran 24 b. Tabel 15. Hasil Uji Shapiro-Wilk Jenis Monosit pada Setiap Kelompok Kelompok Perlakuan p p trans K 0,01 0,001 P1 0,099 0,052 P2 0,01 0,001 P3 0,02 0,019
Namun nilai p kelompok K, P2, dan P3 setelah ditransformasi adalah 0,01, 0,01, dan 0,019, berarti distribusi data tetap tidak normal. Karena tidak bisa memakai uji t tidak berpasangan, maka akan dipakai uji Mann Whitney. Berikut ini hasil uji Mann Whitney berdasarkan data pada lampiran 25. Tabel 16. Hasil Uji Mann Whitney Jenis Monosit Kelompok p K – P1 0,819 K – P2 0,949 K – P3 0,843 P1 – P2 0,648 P1 – P3 0,569 P2 – P3 0,83
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Jumlah Leukosit Hasil uji t tidak berpasangan jumlah leukosit pada kelompok K dan P1 (tabel 10) menunjukkan bahwa paparan gelombang elektromagnetik menaikkan jumlah leukosit, namun tidak bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang elektromagnetik ponsel mampu menyebabkan terjadinya stres fisik dan berefek pada jumlah leukosit, meski tidak bermakna secara statistik. Hal ini dimungkinkan akibat paparan radiasi gelombang elektromagnetik ponsel yang diterima subjek pada kelompok P1 masih dalam fase alarm reaction, dimana sel masih bisa bertahan menghadapi stressor. Pernyataan di atas sesuai dengan pendapat (Kolomytseva, 2002; Putra, 2005; Elyana, 2005; Supardi, 2003; Guyton and Hall, 1997) yang mengungkapkan
bahwa
gelombang
elektromagnetik
ponsel
dapat
menginduksi terjadinya stres fisik dan perubahan pada leukosit . Stres yang menimpa individu berdampak pada berbagai sel tubuh termasuk sel-sel
dan saraf. Stres menstimulasi pembentukan sitokin
proinflamasi seperti IL-1β, IL-2, IL-6, TNF-α, dan IFNγ oleh sel imun tubuh. Stres juga secara langsung menyebabkan neuron aktif mensintesis berbagai neurotransmitter. Pembentukan neurotransmitter oleh neuron ini juga distimulasi oleh adanya sitokin proinflamasi. Semua sinyal terkait stres commit40to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
termasuk neurotransmitter dan sitokin tersebut akan mengalami integrasi di hipothalamus khususnya nukleus paraventrikuler, dimana neurotransmitter dan sitokin tersebut bekerja untuk merangsang atau menghambat sekresi Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF merupakan substansi utama yang merambatkan sinyal stressor ke sistem imun. CRF merangsang pituitari untuk sekresi ACTH. Kemudian ACTH ditangkap oleh sel di korteks adrenal yang kemudian mengeluarkan glukokortikoid dan di medula adrenal mengeluarkan epinephrine (EPI) dan norepinephrine (NE) (Putra, 2005) Di perifer, sistem imun dapat dipengaruhi secara langsung oleh sistem saraf
otonom.
Katekolamin
yang
dihasilkan
saraf
simpatis
dapat
menginduksi pengosongan noradrenaline (NA) di Sistem Saraf Otonom (SSO) dan merusak sistem imun. Sistem saraf parasimpatis juga memiliki peran yang penting pada neuromodulasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa asetilkolin (kolinergik) secara signifikan meningkatkan proliferasi sel T. Kerja saraf NA berlawanan dengan sistem kolinergik, hal ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan yang harmonis (Baratawidjaja, 2006) Kemampuan individu untuk tetap mempertahankan kondisi tubuhnya ketika terpapar stres tergantung pada kemampuannya dalam mengelola stressor. Mekanisme dalam mengelola stressor disebut sebagai coping mechanism. Coping mechanism merupakan usaha dari individu untuk mengurangi atau bertahan terhadap perubahan-perubahan baik internal maupun eksternal yang disebabkan oleh stressor (Moeljono, 2005) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Teori Selye menyebutkan bahwa adaptasi individu terhadap stressor bervariasi. Menurut teori Selye, terdapat fase-fase reaksi psikologis yang disebut general adaptation syndrome. General adaptation syndrome terdiri dari 3 fase. Fase pertama adalah fase alarm reaction, yang analog dengan mekanisme fight or flight. Pada fase ini tubuh berusaha untuk bertahan dari stressor melalui sistem endokrin. Fase kedua adalah fase stage of resistance. Pada fase ini tubuh berusaha untuk bertahan dan beradaptasi dengan stressor. Fase terakhir adalah stage of exhaustion. Fase ini dimulai ketika sistem imun melemah dan menghabiskan energi tubuh sampai pertahanan tubuh sangat terbatas (Sarafino, 1994) Hasil uji t tidak berpasangan jumlah leukosit (tabel 7) pada kelompok K dan P2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah selama paparan dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menaikkan jumlah leukosit dibandingkan dengan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan. Sedangkan pada kelompok K dan P3 menunjukkan pemberian ekstrak kulit buah delima merah selama dan setelah paparan dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menurunkan jumlah leukosit dibandingkan dengan kelompok kontrol tetapi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit delima merah memberikan efek antiproliferatif pada P2 dan P3 yang terpapar gelombang elektromagnetik, tapi efeknya kurang bermakna secara statistik. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah leukosit pada pada kelompok P1 dan P2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah selama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
paparan dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menurunkan jumlah leukosit
dibandingkan
dengan
kelompok
terpapar
gelombang
elektromagentik tanpa pemberian ekstrak delima merah, tetapi tidak signifikan. Hasil uji t tidak berpasangan jumlah leukosit pada pada kelompok P1 dan P3 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah selama dan sesudah paparan dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menurunkan jumlah leukosit dibandingkan dengan kelompok
terpapar
gelombang elektromagentik tanpa pemberian ekstrak delima merah dan penurunannya signifikan. Sedangkan hasil uji t tidak berpasangan jumlah leukosit pada pada kelompok P2 dan P3 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah delima merah selama dan sesudah paparan dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari dapat menurunkan jumlah leukosit dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi ekstrak delima selama pemaparan dan hasilnya juga signifikan. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemberian ekstrak delima merah dengan dosis 50 mg/Kg BB tikus/hari sebelum, selama, dan sesudah pemaparan dapat menurunkan proliferasi leukosit akibat paparan gelombang elektromagnetik ponsel. Hal ini sesuai dengan pendapat Manian et al. (2000) dan Negi et al. (2003) bahwa aktivitas penghambatan radikal bebas sangat bergantung pada konsentrasi dan jumlah antioksidan yang digunakan. Pada umumnya, semua ekstrak menunjukkan korelasi positif antara konsentrasi dan jumlah ekstrak sampai angka optimal dengan aktivitas antioksidannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Kulit buah delima merah yang selama ini tidak pernah dimanfaatkan ternyata menunjukkan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Ricci et al. (2006) menunjukkan bahwa aktivitas ekstrak daging delima lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak kulit delima. Kurang optimalnya penelitian ini diduga karena metode penyimpanan ekstrak yang tidak memakai botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara, sehingga kualitas zat aktif ekstrak kulit buah delima merah kurang terjaga dengan baik. Dan sebaiknya menggunakan pelarut non polar. Diduga antioksidan yang terlarut dalam kompleks etanol hanya sedikit dalam membantu dalam efek penghambatan proliferasi sel, karena zat aktif larut pada etanol yang sifatnya polar. Pelarut air dan methanol, pelarut non polar, cenderung mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menghambat proliferasi sel dibanding ekstrak dengan pelarut yang lain. Ini disebabkan karena komponen atau senyawa yang berpotensi terhadap penghambatan proliferasi sel diduga larut dalam pelarut polar dan sulit larut pada pelarut non polar (Yuana, 1998). Kecenderungan
kemampuan
penghambatan
proliferasi
sel
yang
ditunjukkan oleh ekstraksi dengan pelarut non polar mungkin disebabkan oleh kandungan senyawa yang bersifat antiproliferatif maupun yang toksik terhadap sel. Senyawa tersebut mungkin berupa senyawa fenolik yang selain bersifat antiproliferatif yaitu dengan menghambat sintesis DNA, juga dapat bersifat toksik yaitu dengan bereaksi dengan membran sel sehingga membran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
sitoplasma rusak yang mengakibatkan keluarnya komponen sitoplasma sel (Yuana, 1998). Pengaruh penghambatan proliferasi sel pada suatu senyawa tertentu biasanya menekan pertumbuhan dan menimbulkan toksisitas, yaitu dengan menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat (Gan dan Nafrialdi, 2007). Sel yang sedang berada pada tahap proliferasi lebih peka terhadap senyawa kimia toksik daripada sel yang tidak berproliferasi. Pengaruh yang ditimbulkan kurang lebih sama dengan senyawa antiproliferatif yang dimiliki oleh bahan pangan lain seperti anggur merah, blueberry, cranberry, teh hijau, dan teh hitam (Seeram et al., 2008). Selain itu, diduga mekanisme efek penghambatan terhadap proliferasi sel yang diberi perlakuan ekstrak kulit delima merah ini mirip dengan efek penghambatan dari pengobatan dengan cara kemoterapi. Pemberian ekstrak tersebut mempunyai sifat toksik yaitu adanya kontak langsung sel dengan zat aktif ekstrak. Zat aktif ekstrak tersebut akan masuk ke dalam sistem aliran darah dan bertemu dengan sel yang sedang proliferasi sehingga dapat memberikan sifat toksik. Toksisitas tersebut dapat berupa pemecahan dinding sel, sitoplasma sel, inaktivasi DNA sel, serta inaktivasi senyawa-senyawa yang meningkatkan pertahanan tubuh sel seperti sitokin dan limfokin (Seeram et al., 2008)
B. Hitung Jenis Leukosit Rata-rata jumlah eusinofil pada kelompok P1 naik dari jumlah kelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
kontrolnya, limfosit dan monosit tetap, sedangkan neutrofil turun. Namun, hasil Uji t tidak berpasangan untuk kelompok K dan P1 neutrofil dan Uji Mann Whitney untuk kelompok K dan P1 limfosit, eusinofil, dan monosit menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak ada perbedaan bermakna. Selain itu, neutrofil, eusinofil, limfosit, dan monosit yang ditemukan adalah sel-sel matur, tidak ditemukan sel-sel muda dalam lapang pandang sampel. Rata-rata jumlah eusinofil, limfosit, dan monosit kelompok P2 dan P3 menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada rata-rata eusinofil, limfosit, dan monosit kelompok K dan P1. Hal ini bisa disebabkan karena sifat antiproliferatif dari ekstrak delima. Sedangkan hasil pada neutrofil sebaliknya, yaitu kelompok K dan P1 lebih rendah daripada kelompok P2 dan P3. Namun, hasil Uji t tidak berpasangan untuk seluruh kelompok neutrofil dan Uji Mann Whitney untuk seluruh kelompok limfosit, eusinofil, dan monosit menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak ada perbedaan bermakna. Penurunan jumlah cukup terlihat pada limfosit antara kelompok yang terpapar tapi tidak diberi ekstrak dengan yang diberi ekstrak, hal ini diduga terjadi karena limfosit adalah sel imun yang bekerja aktif ketika stres fisik terjadi. CRF dapat ditangkap langsung oleh reseptor CRF-R1 limfosit, sehingga perilaku limfosit berubah (Elyana, 2005)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Simpulan penelitian ini adalah ada pengaruh pemberian ekstrak kulit buah Delima Merah (Punica granatum) terhadap jumlah leukosit tikus putih (Rattus novergicus) yang dipapar gelombang elektromagnetik ponsel dengan hasil bermakna (p < 0,05). Namun, untuk hitung jenis leukosit, tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05).
B. Saran 1. Kulit buah Delima Merah (Punica ganatum) dapat dikembangkan sebagai antioksidan. 2. Menggunakan metode ekstraksi dan kondisi operasional (jenis pelarut, volume pelarut, waktu ekstraksi, suhu, dan tekanan) yang menghasilkan aktivitas antioksidan kulit buah Delima Merah yang paling baik. 3. Untuk menjaga kualitas ekstrak, penyimpanan ekstrak harus memenuhi standar, yaitu disimpan dalam botol berwarna gelap yang steril dan kedap udara.
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA
Abel. 2008. Macam-macam Tikus. http://www.kaskus.us/showthread.php? t=2992738 (16 April 2010). Alatas, Z. dan Lusiyanti, Y. 2003. a. Efek Kesehatan Radiasi Non Pengion pada Manusia. Cermin Dunia Kedokteran. 138 :34-40. Alatas, Z. 2003. b. Indikator Biologik Kerusakan Tubuh Akibat Pajanan Radiasi. Cermin Dunia Kedokteran. No. 138: 41–5. Arief Mochammad T.Q. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan.Klaten : The Community of Self Help Group Forum (CSGF). pp : 68-9. Athena, A.T.T., dan Sujur, S. O.S. 2000. Kuat Medan Listrik dan Medan Magnet pada Peralatan Rumah Tangga dan Kantor. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 27 No. 01 : 170-9 Balmori, A. 2005. Possible Effects of Electromagnetic Fields from Phone Masts on a Population of White Stork (Ciconia ciconia). Electromagnetic Biology and Medicine.24: 109-19. Baratawidjaja, K. G. 2006. Immunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. pp : 115-6. Dalimartha, S. 2007.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3.Jakarta : Puspa Swara. pp : 8-9. Darmawan, A., Sundowo, A., Fajriah, S., Artanti, N. 2004. Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu. Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK, Serpong – Tangerang. pp: 7-8 Duke, J.A. 2010. List of chemical of Acalyphaindica Linn. In : Phytochemical and Ethnobotanical Databases . http://sun.arsgrin.gov:8080/npgspub/xsql/duke/pl_act.xsql?taxon=16 (4 Maret 2010). Elyana, S.A. dalam Putra, S.T. 2005. Psikoneuroimunologi Kedokteran (Modulasi Imunitas Sebagian Respon Terhadap Renjatan Listrik, Sutu Pendekatan Psikoimunologi). Surabaya, Graha masyarakat Ilmiah FK UNAIR. pp : 128 Ferlina, S. 2009. Khasiat Delima. http://www.khasiatku.com/tag/khasiat-delima (9 April 2010) Gan, S. dan Nafrialdi. 2007. Antikanker dantoImunosupresan. Di dalam Gan, S (ed. 5) commit user Farmakologi dan Terapi., hal 732-756. FK-UI, Jakarta.
48
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gandasoebrata, R. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat. pp : 114,19-21 Ganiswarna, G.S. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Balai penerbit FKUI,1995 ; 484-500 Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th. pp:439-91. Hoffbrand A. V., J.E. Pettit. 2006. Kapita Selekta Haematlogi. 2nd. Jakarta : EGC. pp 102-5 Kim, N.D.R., Mehta, W.Y.I., Neeman, T., Livney, A., Amichay, D., Poirier, P., Nicholls, A., Kirby, W., Jiang, R., Mansel, C., Ramachandran, T., Rabi, B., Chalpan, E., Lansky. 2002. Chemopreventive and Adjuvant Therapeutic Potential of Pomegranate (Punica Granatum) From Human Breast Cancer. Breast Cancer Research and Treatment 71: 203-17. Kolomytseva. 2002. Supression of Nonspesific Resistance f the Body under the Effect of Extremely High Freuency Electromagnetic Radiation of Low Intensity. Biofizika. 47(1): 71-7 Kulkarni, A.P., Aradhya S.M., dan Divakar, S. 2004. Isolation and Identification of a Radical Scavenging Antioxidant-Punicalagin from Pith and Carpellary Membran of Pomegranate Fruit. Food Chemistry 87: 551-7. Lansky E.P. dan Newman. 2007. Punica granatum (Pomegranat) and Its Potensial for Prevention and Treatment If Iflammation and Cancer. J. Ethnofarmacol . 109(2):177-206. Mahardika I. P. 2009. Efek Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel terhadap Kesehatan Manusia. http://mahardikaholic.files.wordpress.com/2009/12/efekradiasi-gelombang-elektromagnetik-pada-ponsel.pdf (4 Maret 2010) Mailankot M., Kunnath A.P., Jayalekshmi H., Koduru B., Valsalan R. 2009. Radiofrequency Electromagnetic Radiation (RF-EMR) from GSM (0.9/1.8 GHz) Mobile Phones Induces Oxidative Stress and Reduce Sperm Motility In Rats. Clinics. 64 (6): 561-5 Malik, A., F. Afaq, S. Safaraz, V.M. Adhami, D.N. Syed, dan H. Muckhtar. 2005. Pomegranate Fruit Juice for Chemoprevention and Chemotherapy of Prostate Cancer. PNAS, 102: 14813-818. Mangkoewidjojo, Smith, J. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta :UI Press. pp: 37-9. Manian, R., Nagarajan, A., Perumal, S., Sellamuthu, M. 2000. The Antioxidant Activity and Free Radical Scavenging Potential of Two Different Solvent Extracts of Camellia sinensis (L.) O. Kuntz, Ficus bengalensis L. and Ficus racemosa L. Food Chemistry 107: 1000–7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
Mansyur, M. 1998. Dampak Medan Elektromagnetik terhadap Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 48 No. 7 : 264 – 9 Maschevich, M., Dan, F., Amit, K., Alexander, B., Rafi, K., Eli, J., Lydia, A. 2003. Exposure of Human Peripheral Blood Lymphocytes to Electromagnetic Fields Associated with Cellular Phones Leads to Chromosomal Instability. 24: 82-90 Moeljono, N. Dalam Putra, S.T. 2005. Psikoneuroimunologi (Psikologi Sebagai Dasar Psikoneuroimunologi). Surabaya. Graha Masyarakat Ilmiah FK UNAIR, pp: 155 Negi, P.S., Jayaprakasha, G.K, Jena, B.S. 2003. Antioxidant and Antimutagenic Activities of Pomegranate Peel Extract. Food Chemistry 80: 393-7
Ngatijan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta :Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM. pp:94-152. Putra, S.T. 2005. Psikoneuroimunologi Kedokteran. Surabaya. Gramik FK UNAIR. pp : 30 - 5 Price, S.A., dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th. Jakarta : EGC. Vol. 1 pp 268-70. Rahman, A. 2007. Analisis Kandungan Antioksidan dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Uji Aktivitasnya pada Asam Oleat. http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76579 (4 Maret 2010) Rappaport, T.S., 2002. Wireless Communications: Principles and Practices, 2nd Ed. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. p: 554. Ricci, D., Giamperi, L., Bucchini, A., Fraternale, D. 2006. Antioxidant Activity of Punica granatum Fruits. Fitoterapia 77: 310-2 Sarafino, E. P. 1994. Health Psychology. USA. John Wiley and Sons Inc, pp: 73 – 81 Seeram, N.P., Aviram, M., Zhang, Y., Henning, S.M., Feng, L. Dreher, M., Heber, D. 2008. Comparison of Antioxidant Potency of Commonly Consumed PolyphenolRich Beverages in the United States. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 56: 1415-22 Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. ARKANS Entertaiment & Education in Harmony. pp : 60-5 Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmasi Edisi IV. Laboratorium Farmasi dan Taksonomi UGM. pp: 2-11 Supardi, A., dan Al Rosid, H. 2003. Pengaruh Perubahan Konfigurasi Saluran Transmisi Terhadap Intensitas Magnet. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, 3 (2). Pp 41-4. Swamardika, I.B.A. 2009. Pengaruh Radiasi Gelombang Elektromagnetikterhadap commit to user Kesehatan Manusia (Suatu Kajian Pustaka). Teknologi Elektro. 8 (1): 106-9.
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Toklu H.Z., Seherli O., Ozyurt H., Mayadagli A.A., Eksioglu-Demiralp E., Cetinel S., Sahin H., Yegen, B.C., Dumlu M.U., Gokmen V., Sener, G. 2009. Punica Granatum Peel Extract Protects Against Ionizing Radiation-Induced Enteritis And Leukocyte Apoptosis In Rats. J Radiat Res. 50: 345-353. Turana, Y. 2004. Dampak Medan Elektromagnetik Terhadap Kesehatan. Jogjakarta : PATN-BATAN. pp : 153-5 Wardhana, W.A. 2000. Dampak Radiasi Gelombang Elektromagnetik Ponsel.http://elektroindonesia.com/elektro/ut32.html ( 4 Maret 2010) Wiryawan, I.G.N.S. dan Wahyuniari, I.A.I. 2009. Ekstrak Biji Klabet Menurunkan Jumlah Sel Spermatozoa Pada Kelinci. Jurnal Veteriner. 10 (2): 71-6 Wiryowidagdo, S. 2007. Delima (Punica granatum L.) Obat Tradisional Indonesia yang Merupakan Sumber Antioksidan. http://www.isfinational.or.id/pt-isfipenerbitan/126/474-delima-punica-granatum-l-obat-tradisional-indonesia.html (25 Maret 2010) Yasoubi P., Barzegarl, M., Sahari, M.A., Azizi, M.H. 2007. Total Phenolic Content and Antioxidant Activity of Pomegranate (Punica granatum L) Peel Extracts. J.Agric.Sci. Technol. 9: 35-42. Yuana. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe Terhadap Proliferasi Sel Limfosit dan Beberapa Alur Sel Kanker secara in vitro. Skripsi. Fateta. IPB Bogor. pp : 11-3. Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Jakarta : PT Buku Kita. p:103 Yurekli A.O.M., Kalkan T., Saybasili H. 2006. GSM Base Station Electromagnetic Radiation and Oxidative Stress in Rats. Electromagnetic Biology and Medicine. 25:177-88.
commit to user