PENGARUH MEDAN ELEKTROMAGNET FREKUENSI EXTREM RENDAH TERHADAP KADAR HIGH DENSITY LIPOPROTEIN-COLESTEROL (HDL-C) DAN KOLESTEROL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Indrayana Sunarso G.0005116
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................................... vi DAFTAR ISI....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x DAFTAR GRAFIK............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN................................................................................ ..1 A. Latar Belakang Masalah................................................................. ..1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... ..3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... ..3 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... ..3 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... ..5 A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ ..5 1. Medan Elektromagnetik Frekuensi Ekstrim Rendah ............... ..5 2. Lipid ........................................................................................ 15 3. Mekanisme ELF-EMF mempengaruhi kadar HDL-C dan kolesterol ................................................................................ 24 B. Kerangka Pemikiran....................................................................... 26 C. Hipotesis......................................................................................... 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 28 A. Jenis Penelitian............................................................................... 28
viii
B. Subjek Penelitian............................................................................ 28 C. Lokasi Penelitian............................................................................ 28 D. Besar sampel .................................................................................. 28 E. Teknik Sampling ............................................................................ 29 F. Rancangan Penelitian..................................................................... 29 G. Identifikasi Variabel....................................................................... 29 H. Definisi Operasional Variabel........................................................ 30 I. Instrumen dan Bahan Penelitian .................................................... 31 J. Cara kerja ...................................................................................... 32 K. Analisis Data ................................................................................. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 36 BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 41 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 49 A. Simpulan ........................................................................................ 46 B. Saran............................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48 LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Medan elektromagnetik adalah medan listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh alam maupun peralatan elektronik yang bermuatan listrik. Manusia sebagai satu sistem biologi diantara sistem biologi lainnya, selalu terpajan oleh medan elektromagnetik (Anies, 2003). Seiring peran listrik yang nyata dalam berbagai prasarana kehidupan manusia antara lain dalam bidang kedokteran, trasnportasi, komunikasi, dan manufaktur, namun terlepas dari kebutuhan manusia akan listrik, sering pula dipertanyakan apakah produk listrik (medan listrik) mempunyai pengaruh biologis yang dapat merusak dan merugikan manusia atau makhluk hidup yang lainnya (Yunardi, 2000). Berdasarkan penelitian dari WHO 2000, ketika listrik dialirkan memalui jaringan transmisi, distribusi, atau digunakan dalam berbagai perlatan, saat itu juga muncul “medan elektromagnetik” di sekitar saluran dan peralatan. Medan ini kemudian menyebar ke lingkungan dan menyebabkan polusi. Seberapa jauh merugikannya, itulah yang kini sedang diteliti WHO, terutama pada Extremly Low Frekuensi (ELF) atau disebut frekuensi rendah (Pikiran Rakyat, 2002). Berdasarkan penelitian oleh Marino, et al. tahun 1976 dalam Yunardi (2000), paparan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan, penurunan berat badan dan meningkatnya laju kematian pada keturunan tikus kenaikan berat badan tikus (Somer, 2004), penurunan jumlah telur dan berat testis pada tikus (Yunardi,
10
2000), peningkatan stres oksidatif pada telur ayam, burung laut, dan eritrosit manusia (Torres-duran, et al., 2007). Penelitian pada manusia menunjukkan peningkatan 2 kali faktor risiko terkena leukimia pada anak yang terpajan medan elektromagnetik (Ahlbom, 2004), dan faktor risiko terjadinya kanker payudara (Anies, 2003). Selain itu juga timbul gejala yang tidak spesifik yaitu berupa gangguan tidur, tinitus, dan gangguan kecemasan (Husss dan Roosli, 2006) Selain bahaya kesehatan diatas, ada kemungkinan efek yang baik yang dapat menguntungkan manusia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Torres-Duran tahun 2007 menyebutkan terjadi kenaikan pada kadar High Density LipoproteinColesterol pada tikus yang dipapar oleh ELF-EMF. Penelitian terhadap kelinci juga menunjukkan penurunan kadar asam lemak bebas dan trigliserida (Bellosi, 1996. Harakawa, 2004). Pada penelitian lain yang juga kelinci didapatkan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida menurun secara signifikan dan kadar HDL meningkat secara signifikan juga (Luo, 2004). Perubahan dalam profil lipid sangat dimungkinkan karena berdasar penelitian yang dilakukan oleh Mustofa tahun 2001 dan Korczala tahun 2005, paparan radiasi radio frekuensi terhadap eritrosit manusia menunjukkan setelah 1 dan 2 jam paparan terjadi peningkatan jumlah lipid peroksidase Berdasar latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui pengaruh medan elektromagnetik frekuensi extrim rendah terhadap kadar High Density Lipoprotein-Colesterol dan kolesterol dalam plasma.
11
B. Perumusan Masalah Apakah paparan medan elektromagnetik extrim rendah memberikan pengaruh terhadap kadar High Density Lipoprotein-Colesterol dan kolesterol di dalam serum tikus putih?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umun Untuk mengetahui apakah paparan medan elektromagnetik extrim rendah memberikan pengaruh terhadap kadar lipid dalam serum tikus putih. 2. Tujuan khusus Untuk mengetahui apakah paparan medan elektromagnetik extrim rendah akan memberikan pengaruh terhadap kadar
HDL-C dan kolesterol pada
serum tikus putih.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh paparan medan elektromagnetik frekuensi extrim rendah terhadap kadar HDL-C dan kolesterol pada tikus putih sehingga dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
12
2.
Manfaat Aplikatif a. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan peralatan yang dapat menghasilkan medan elektromagnetik sehingga dapat lebih aman bagi kesehatan. b. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai pengaruh medan elektromagnetik frekuensi extrim rendah terhadap kesehatan.
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.
Medan Elektromagnetik Frekuensi Extrim Rendah a.
Definisi Dalam perkembangan teknologi kelistrikan dikenal adanya arus listrik bolal-balik (alternating current = AC) yang menghasilkan medan elektromagnetik atau medan elektro dinamik. Selain itu dikenal juga medan yang dihasilkan arus listrik searah (direct curent= DC) yang disebut
medan
elektro
statik
(Yunardi,
2000)
Gelombang
elektromagnetik pada dasarnya adalah suatu gelombang yang dibentuk dari perpaduan antara medan magnet dan medan listrik yang berjalan saling tegak lurus satu sama lain (Prawirosusanto, 1994)
13
b. Radiasi Gelombang Elektromagnetik Spektrum gelombang elektromagnetik sangatlah luas termasuk medan statik, medan radio frekuensi, radisi sinar ultraviolet, sinar tampak dan radiasi sinar X. Radisi gelombang elektromagnetik dikelompokkan berdasarkan frekuensi atau panjang gelombang; panjang gelombang elektromagnetik berbanding terbalik dengan frekuensi. Energi dari radiasi berbanding langsung dengan frekuensi, yang mengikuti hukum Planck. Spektrum elektromagnetik dapat dibedakan kedalam radiasi pengion dan non-pengion (Ahlbom dan Feychting, 2003)
Gambar 2.1. Perbandingan panjang gelombang, frekuensi dari spektrum elektromagnetik (Wikipedia, 2008) Radiasi non-pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang apabila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas elektromagnetik itu tidak mampu menginduksi terjadinya ionisasi dalam media tersebut. Pada radisi non-pengion, energi yang dibawa sangat lemah untuk memecah ikatan kimia dan menjadi
14
ion, dan kebalikanya radiasi pengion membawa cukup banyak energi untuk memutuskan ikatan kimia (Ahlbom dan Feychting, 2003). Istilah radiasi non-pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10eV yang antara lain meliputi sinar ultraviolet, cahaya tampak, inframerah, gelombang mikro (microwave) dan radio frekuensi
elektromagnetik. Selain itu ultrasound juga
merupakan radiasi gelombang elektromagnetik (Alatas dan Lusyanti, 2003). Perbedaan antara radiasi pengion dan non pengion berada pada batas atas akhir dari pita ultraviolet (Ahlbom dan Feychting, 2003).
c. Medan Elektromagnetik Frekuensi Extrim Rendah Gelombang
elektromagnetik
gelombang elektromagnetik
dapat
frekuensi
digolongkan
menjadi
rendah apabila berada pada
frekuensi antara 0 sampai 300GHz. Dalam frekuensi ini termasuk frekuensi yang dihasilkan pada proses produksi, transmisi, distribusi dan penggunaan sehari-hari dari energy listrik. Frekuensi yang dihasilkan
frekuensi extrim rendah (Extrem Low Frequency
Electromagnetic Field) (Ahlbom dan Feychting, 2003). 30 Hz
300 Hz
3 kHz
30 kHz
300 kHz
3 MHz
Radio spectrum MF HF VHF
ELF
SLF
ULF
VLF
LF
3 Hz
30 Hz
300 Hz
3 kHz
30 kHz
300 kHz
30 MHz
3 MHz
15
300 MHz
30 MHz
3 GHz
30 GHz
300 GHz
UHF
SHF
EHF
300 MHz
3 GHz
30 GHz
Tabel 2.1 Spektrum frekuensi gelombang elektromagnetik (wikipedia, 2008)
ELF di lingkungan dikarakteristikkan menurut kepadatan medan magnetnya. Biasanya diukur dengan unit Tesla atau micro tesla (Ahlbom dan Feychting, 2003). d. Pengaruh Radiasi ELF-EMF Terhadap Kesehatan ELF memilik panjang gelombang yang sangat panjang. ELF dengan frekuensi 50 Hz memiliki panjang gelombang 3500 km, yang setara dengan radius bumi. Konsekuesinya, apabila gelombang tersebut mengenai tubuh tidak akan mendepositkan energi (Ahlbom dan Feychting, 2003)
Tabel 2.2 Acuan paparan berlaku (WHO) frekuensi 50/60 Hz (Tumiran, 2005) European power
Mobile phone base
Microwave
frequency
station frequency
oven frequency
Frequency
Public
50 Hz
50 Hz
900
1,8
MHz
GHz
Electric
Magnetic
Power
Power
Power
field
field
density
density
density
(V/m)
(µT)
(W/m2)
(W/m2)
(W/m2)
5 000
100
4,5
9
10
10 000
500
22,5
45
exposure limit Occupational
2,45 GHz
16
exposure lilits
e.
Mekanisme Gelombang Elektromagnetik Mempengaruhi Sistem Biologik Mekanisme
mengenai
bagaimana
Radiasi
ELF-MF
bisa
mempengaruhi kesehatan masih belum dapat dengan jelas diterangkan (Torres dan Duran, 2007). Mekanisme yang memungkinkan dibangun adalah interaksi tubuh manusia dengan ELF akan menginduksi arus listrik. Hal itu jelas terlihat pada study laboratorium dan perhitungan dari teori bahwa densitas yang tinggi dari arus listrik internal akan menyebabkan efek biologis akut (Ahlbom dan Feychting, 2003). Crumpton 2005 mengatakan bahwa mekanisme yang paling mungkin pengaruh elektromagnetik terhadap kesehatan adalah adanya perubahan keseimbangan kadar radikal bebas dalam sistem biologik. Radikal bebas adalah kemungkinan yang paling besar karena radikal bebas dapat mentranduksi physical force, ada secara alami dalam tubuh, sangat rektif, dan mutagenik.
17
Gambar 2.2 The radical-pair mechanism (Crumpton 2005)
Pada mekanisme radical-pair strating point adalah sebuah molekul yang dapat terpisah oleh kekuatan alami untuk membentuk sebuah bagian dari radikal bebas, yang disebut dengan keadaan singlet yang memiliki putaran elektron yang berlawanan. Apabila radikal ini berada dekat dengan molekul lain, kemudian berkombinasi untuk membentuk molekul asalnya, dimana bila mereka terpisah lagi, mereka akan membentuk radikal bebas. Radikal bebas dalam kondisi singlet dapat mengalami interconvert menjadi “kondisi triplet’, memiliki putaran paralel. Pada kondisi triplet radikal tidak dapat di rekombinasi, jadi molekul ini sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan molekul lain. Teori memprediksikan bahwa paparan elektromagnetik akan memacu interkonversi dari singlet menjadi triplet dan menaikkan proporsi triplet dan kadar dari radikal bebas (Crumpton, 2005) Robin dan Kumar tahun 1992 menyebutkan agen fisik berupa radiasi dapat menyebabkan ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung di dalam sel dan juga ionisasi air sel yang menghasilkan radikal bebas yang secara tidak langsung bereaksi dengan komponen sel. f. Studi pada Hewan Coba Beberapa penelitian mengenai medan listrik telah dilakukan para ahli dengan menggunakan hewan coba sebagai model diantaranya
18
seperti yang dilakukan oleh Marino et al. pada tahun 1976 mereka telah memberikan pajanan medan listrik terhadap mencit selama tiga generasi secara vertikal dan horisontal secara terus menerus. Hasilnya berupa penurunan berat badan dan meningkatnya laju kematian keturunannya (Yunardi, 2000). Efek pemaparan selam 4 dan 48 jam medan elektromagnet 60 hz dengn densitas 0,01 mT
akan
meningkatkan pemutusan rantai DNA single dan double-strand pada sel otak tikus (Lai dan Singh, 2004). Dalam Lai dan Singh tahun 2004, Philips, et al. juga menemukan bahwa pemaparan 50 Hz, 0,2-2 mT meningkatkan pemutusan rantai DNA single strand pada sel sel limfosit manusia. Pengaruh medan elektromagnetik terhadap fungsi reproduksi telah diteliti dengan menggunakan hewan coba seperti mencit. Hasil penelitian
tersebut
mengungkapkan
bahwa
selain
menghambat
pertumbuhan dan meningatkan jumlah kematian pada keturunan yang dihasilkan, ternyata medan listrik juga menyebabkan produksi telur menurun secara nyata. Pada penelitian dengan menggunakan medan listrik elektrostatik pada tikus jantan mengakibatkan perubahan sebaran stadia epitel seminiferus, penurunan jumalah sel germinal, dan penurunan berat testis (Yunadi, 2000). Studi juga dilakukan secara invitro oleh Cecconi, et al. 2000 tentang
pembentukkan folikel, release estradiol dan proliferasi sel
granulosa yang dipapar deng ELF-EMF dengan frekuensi 33 dan 50 Hz.
19
Dari studi tersebut didapat pre-antral folllicle pada 3 hari periode kultur tidak didapat efek pada pertumbuhannya tetapi pada hari ke-5 pertumbuhan pada folikel yang dipapar dengan 33 Hz secara signifikan berkurang jika dibandingkan dengan kontrol dan pada paparan 50 hz tidak signifikan terpengaruh. Tetapi, beberapa formasi antrum dirusak oleh ELF-EMF dikedua frekuensi, dengan 79 ± 3% dari folikel yang dibentuk cavitas antral pada kontrol, bandingkan dengan folikel yang terpapar 33 dan 50 Hz dengan 30 ± 6% dan 51,6 ± 4% yang terbentuk. Folikel dengan pembentukkan antrum yang gagal menunjukaan release estradiol yang lebih rendah dan sintesis DNA sel granulosa, tetapi efek tersebut tidak berhubungan dengan apoptosis sel granulosa. Paparan medan elektromagnetik dengan frekuensi 75 Hz dan dengan amplitudo rendah (0,75 – 2.20 mT)
pada telur urchin laut
(Paracentrotus lividus) yang telah dibuahi, menyebabkan kehilangan sinkronisasi pada siklus sel yang pertama, dengan formasi embrio yang tersambung aneh ke cromatid yang tersebar secara tidak teratur selama proses mitosis (Ravera, et al., 2006). Paparan medan elektromagnet frekuensi extrim rendah juga diketahui meningkatkan stres oksidatif pada beberapa percobaan dengan embrio ayam, kultur sel mamalia dan eritrosit manuasia. (Torres-duran, et al., 2007). Selain itu, penelitian terhadap otot tikus yang dilakukan oleh meriem et al. melaporkan bahwa tikus yang dipajan dengan medan elektromagnetik terjadi kerusakkan pada otot dan tulangnya (Yunardi, 2000).
20
g. Studi Pada Pada Manusia Fokus penelitian yang utama selama kira-kira 20 tahun terakhir adalah untuk menjelaskan apakah dan bagaimana, tenaga medan elektromagnetik meningkatkan risiko dari kanker, terutama leukimia pada anak-anak (Brain et al., 2003. Huss dan Roosli, 2006). Dari analisis hasil pooling ditemukan hal yang prinsip bahwa paparan medan elektromagnetik dengan densitas 0,4 µT dapat meningkatkan risiko terhadap angka kejadian leukimia pada anak-anak (Ahlbom dan Feychting, 2003). Sagredo dan Monteagondo pada tahun 1991 melakukan penelitian dengan kultur limfosit pekerja kelistrikan di stasiun transmisi di Swedia dengan tegangan sebesar 400kV, dan didapatkan peningkatan mikronukleus maupun aberasi kromosom yang nyata (Yunardi, 2000). Selain kanker pada sistem hematopetik pengaruh pajanan medan elektromagnetik dapat mempengaruhi metabolisme serotonin dan melantonin pada kelenjar pineal yang bertugas menekan timbulnya “tumorigenesis” pada payudara. Rendahnya produksi melantonin akan sangat berpotensi menimbulkan kanker payudara (Anies, 2003). Pada studi kasus kontrol yang dilakukan pada pekerja perlatan listrik di Quebec (Canada) dan Perancis yang sedikit terpajan gelombang elektromagnetik ditemukan kejadian yang signifikan dari kanker paru(Ahlbom, et al. 2004).
21
Dipercaya bahwa ada hubungan antara paparan radiofrekuensi elektromagnetik dengan konsepsi yang tertunda, aborsi spontan, kematian setelah lahir, kelahiran awal setelah terpapar, kecacatan sejak lahir akibat agegrasi dan peningkatan rasio laki-laki dan perempuan. Namun semua itu belum didukung oleh penelitian yang berkualitas dan masih perlu di teliti lebih lanjut(Ahlbom, et al., 2004). Berdasar penelitian fisiologis menunjukkan bahwa pajanan ELFEMF berefek terhadap bervariasinya hearth rate. Penelitian ini diikuti oleh studi kerja yang menunjukkan kematian akibat penyakit jantung kronis tidak berhubungan dengan pajanan ELF tetapi karena aritmia dan infark miokard. Tetapi, studi lanjutan yang tertuju pada masalah di atas gagal untuk mereplikasi hasil di atas (Ahlbom dan Feychting, 2003) Gejala dari pasien yang terpajan EM tidak spesifik. Gejala biasanya lebih dari satu dan didalamnya termasuk ganguan tidur (43% dari kasus), sakit kepala (39% dari kasus), kelelahan (14 %),dan beberapa pengaduan gangguan kesehatan termasuk kegelisahan, susah berkonsentrasi, tinitus, kecemasan, tumor dan aritmia (Huss dan Roosli, 2006)
Tabel 2.3 Acuan paparan berlaku (IRPA) frekuensi 50/60 (tumiran, 2005) Klasifikasi
Paparan
22
kuat
medan
Paparan kerapatan
listrik
medan
magnet,
miliTesla (mT) 1.
2.
Daerah Kerja Sepanjang hari
10 KV/m
0,5 = 500 µT
Waktu singkat
20 kV/m
5 = 5000 µT
5 kV/m
0,5 = 500 µT
10 kV/m
5 = 5000 µT
Lingkungan Umum Sampai
24
jam/hari Hanya
beberapa
jam
h. Pengaruh ELF-EMF terhadap Lipid dalam Serum Berdasarkan penelitian Harakawa tahun 2006 tentang efek dari paparan medan magnet 50 Hz kadar laktat, Glukosa, FFA, TG dan Creatin Phosphokinase Plasma pada Tikus yang iskhemik dilaporkan bahwa kadar asam lemak bebas dan trigliserida secara signifikan lebih rendah pada tikus yang iskhemik dan diberi pajanan elektromagnet dari pada kontrol. Pada pemaparan selama lima belas menit dengan densitas 1,5 dan 12 mT menunjukkan penurunan yang paling tinggi pada kadar kolesterol dan trigliserida dalam plasma (Bellossi, 1996) Pada penelitian menggunakan kelinci didapatkan bahwa kadar kolesterol dan trigliserida menurun secara signifikan dan kadar HDL meningkat secara signifikan (Luo, 2004). Penelitian mengenai waktu efektif pengaruh ELF-EMF terhadap kadar HDL dan Asam lemak bebas juga pernah dilakukan. Dari penelitian tersebut diketahui pada 48 jam
23
setelah pemaparan kadar HDL-C lebih tinggi pada tikus yang terstimulasi (48,2 ± 4,3 mg/dl) daripada pada kelompok kontol (38,7 ± 7,1 mg/dl). Tetapi kadar HDL turun secara signifikan pada 96 jam setelah paparan. Kadar asam lemak bebas meningkat 24 jam setelah paparan (20 ± 2,25 mg/dl) dibanding dengan kontrol (16,6 ± 3 mg/dl), pada 48 dan 96 jam tidak ada perubahan yang signifikan (Torres-duran, et al., 2007). Perubahan dalam profil lipid sangat dimungkinkan karena berdasar penelitian yang dilakukan oleh Mustofa tahun 2001 dan Korczala tahun 2005, paparan radiasi radio frekuensi terhadap eritrosit manusia menunjukkan setelah 1 dan 2 jam paparan terjadi peningkatan jumlah lipid peroksidase. Konsentrasi Tiobarbituric acid recative substance bervariasi pada pemaparan ELF-EMF terhadap tikus. TBARS naik pada 24 jam setelah pemaparan dan pada 48 dab 96 jam setelah pemaparan tidak menunjukkan perubahan (Torres-duran, et al., 2007).
2.
Lipid Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang umumnya hidrofobik: tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Sacher dan McPherson, 2004). Secara biologis lipid digolongkan menjadi lemak netral, lipid terkonjugasi (lilin) dan sterol (Kumala, 1998. Sacher dan McPherson, 2004). Lemak netral terdiri dari asam lemak (terutama
molekul, linoleat, stearat, arakhidonat, dan palmitat) dalam
24
bentuk trigliserida (yaitu, tiga molekul asam lemak terestrifikasi menjadi satu molekul gliserol)(Sacher dan McPherson, 2004). Jaringan adiposa memiliki simpanan trigliserida yang berfungsi (Murray, et al. 2003). Lipid terkonjugasi terbentuk dari pengikatan gugus fosfat atau gula ke molekul lemak (Guyton, 1990). Fosfolipid dan glikolipid ini merupakan konstituen integral struktur dinding sel yang sangat penting (Sacher dan McPherson, 2004). Dalam pemenuhannya timbul permasalahan tentang pengangkutannya di media akuosa (plasma darah), karena lipid bersifat tak larut dalam air (Murray, et al. 2003). Permasalahan pengangkutan ini dapat dipecahkan dengan mengaitkan senyawa lipid nonpolar (triasilgliserol dan esterkolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) dan protein untuk membentuk lipoprotein yang bisa bercampur dengan air. (Murray, et al. 2003. Ganong, 2003). a. Lipoprotein 1). Definisi Lipid dalam sirkulasi tersusun menjadi partikel-partikel lipoprotein besar dengan berbagai golongan apolipoprotein. Apoliprotein ini membantu kelarutan lipid serta pengangkutannya dari saluran cerna ke hati, yang memiliki reseptor khusus untuk apolipoprotein (Shacer dan McPherson, 2003). Lipoprotein plasma merupakan partikel dengan daerah inti yang bersifat hidrofobik yang mengandung ester kolestril dan trigliserida. Suatu kolesterol satu lapis yang tidak diesterifikasi dan
25
fosfolipid-fosfolipid mengelilingi inti tersebut, dan apoprotein berada di permukaannya (Katzung, 2002). 2). Pembagian Lipoprotein Lemak murni memiliki densitas yang lebih rendah daripada air, karena itu semakin tinggi proporsi lemak terhadap protein dalam lipoprotein,semakin menurun densitasnya (Murray, et al., 2003). Dengan menggunakan ultra sentrifugasi, pada manusia dapat dibedakan enam jenis liprotein yaitu high density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein (VLDL), intermedietedensity lipoprotein (IDL), kilomikron, lipoprotein Lp(a) (tabel 2) (Adam, 2006).
Tabel 2.4. Daftar lipoprotein yang berperan dalam pengankutan lipid (katzung, 2003)
Densitas Tinggi (HDL)3 Densitas Rendah (LDL) Densitas Menengah (IDL) Densitas Sangat Rendah (VLDL) Kilomikeron
Mobilitas Elektrofo resis dalam gel agarose Alfa Beta Beta Parabeta, “parabeta lambat) Tetap pada asalnya Prebeta
Lipoprotein Lp.(a)
Interval densita s (g/cm3)
Lipid inti
Diameter (nm)
Apolipoprotein dalam urutan kepentingan kuantitatif
1,0631,21 1,0191,06 1,0061,019
Ester kolestril Ester kolestril Ester kolestril, trigliserid Beberapa ester kolestril Trigliserida, beberapa ester kolestriil Ester kolestril
7,5-10,5 21-22 25-30
A-1, A-II,C, E B-100 B-100, E, C
39-100
Spesies-spesies C, B-100, E B-48, C, E, A-I, A-II B-100, Lp(a)
<1,006 <1,006 1,041,08
c. High Density Lipoprotein (HDL)
26
80-500 21-30
HDL disintesis dan disekresikan oleh hati maupun intestinum (Katzung, 2002. Murray, et al. 2003). Meskipun demikian, HDL nascent (HDL yang baru disekresikan) dari intestinum tidak mengandung apolipoprotein C atau E, tetapi hanya apolipoprotein A. Jadi apolipoprotein C dan E disintesis di hati dan dipindahkan ke HDL tempat penyimpanan untuk apoC dan apoE yang dibutuhkan untuk metabolisme kilomikron dan VLDL (Murray, et al. 2003). Sebagian besar lipid dalam HDL berasal dari permukaan satu lapis kilomikron dan VLDL selama lipolisis (Katzung, 2002). HDL nascent terdiri atas lapisan ganda fosfolipid berbentuk cakram yang mengandung apo-A dan kolesterol bebas (Murray, et al. 2003). HDL juga mendapatkan kolesterol dari jaringan perifer dari suatu jalur yang melidungi homeostasis kolesterol. Pada proses tersebut, kolesterol bebas dipindahkan dari sitosol ke membran sel melalui suatu transpoter, ABC1 (Katzung, 2002). Tabel 2.5. Propertis dari HDL (Murray, et al. 2003) fraksi
HDL1
HDL2
HDL3
Pre βHDL
Sumber
Hati, usus. VLDL, kilomikron.
Diameter (nm) dan densitas
Komposisi Protei Total n (%) lipid (%)
Presentasi total lipid Triasil fosfolipid gliserol
Kolesteril ester
Kolesterol bebas
20-25, 1,0191,063 10-20, 1,0631,125 5-10, 1,1251,210 <5, >1,21
32
68
2
53
34
11
Asam lemak bebas ...
33
67
16
43
31
10
...
57
43
13
46
29
6
6
70
30
...
83
...
17
...
27
Siklus HDL pernah dikemukakan untuk menjelaskan pengangkutan kolesterol dari jaringan ke hati pada proses yang dikenal sebagai pengangkutan-balik kolestrol (Murray, et al. 2003). HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein (apo) A, C, dan E; dan disebut HDL nascent. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag, HDL nascent akan berubah menjadi HDL dewasa yang berbetuk bulat. Agar dapat di ambil oleh HDL nascent, kolesterol bebas di bagian dalam makrofag harus di bawa ke permukaan membran sel makrofag oleh suatu transpoter yang disebut Adenosin Triphosphate-binding cassette transpoter-1 (ABC1) (Adam, 2006).
28
Gambar 2.3. Metabolisme High Density Lipoprotein (HDL) pada pengangkutan-balik kolesterol (Murray, et al. 2003)
Metabiolisme High Density Lipoprotein (HDL) pada pengangkutanbalik kolesterol. (LCAT. Lesitin kolesterol asiltransferase; LPL, lipoprotein lipase; C, kolesterol; CE, Ester kolesterol; PL, fosfolipid ; A-I, apolipoprotein A-I) gambar tersebut melukiskan peranan 3 enzim, yaitu lipase hepatik, LCAt dan lipoprotein lipase pada siklus HDL untuk pengangkutan kolesterol dari jaringan ke hati (pengangkutan-balik kolesterol). Preb-HDL,HDL2, HDL3,- lihat tabel 2. Disamping triasil gliserol, lipase hepatik menghidrolisis fosfolipid pada permukaan HDL2, dengan melepaskan kolesterol untuk ambilannya kedalam hati, yang memungkinkan pembentukkan HDL3 yang lebih kecil dan lebih rapat, plus Apo A-I bebas. Aktivitas lipase hati ditingkatkan oleh hormon androgen dan diturunkan oleh hormon estrogen, yang membuat konsentrasi HDL2 wanita lebih tinggi. (Murray, et al. 2003) Konsentrasi HDL bervariasi secara timbal balik dengan konsentrasi triasil gliserol plasma dan secara langsung dengan aktivitas lipoprotein lipase. Konsentrasi HDL (HDL2) berhubungan secara terbalik dengan insiden aterosklerosis koroner (Murray, et al. 2003). Menurut Santos et al. pada journal of lipid research tahun 2006 penurunan kadar HDL dalam
29
plasma (<40 mg/dl pada laki-laki dan <50 mg/dl pada perempuan) akan menaikan risiko terjadinya gagal jantung kronis. c. Kolesterol Kolesterol terdapat di dalam jaringan dan lipoprotein plasma, yang bisa dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester-kolestril. Kolesterol disintesis di banyak jaringan, bahan utamanya adalah asetil-KoA dan kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui garam empedu (Murray et al. 2003). Kolesterol merupakan lipid amfipatik, pada keadaan demikian kolesterol menjadi komponen struktural esensial yang membentuk membran serta lapisan eksterna lipoprotein plasma (Guyton, 1997). Ester-kolesteril merupakan bentuk penyimpanan kolesterol yang ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh (shacer dan McPhearson, 2003). Ester-kolesteril diangkut sebagai muatan di dalam inti hidrofobik lipoprotein. LDL merupakan perantara ambilan kolesterol dan ester-kolesteril ke dalam banyak jaringan. Kolesterol bebas dikeluarkan dari dalam jaringan oleh HDL dan kemudian diangkut kedalam hati, prosesnya dinamakan reverse cholesterol transport (Murray et al. 2003). Kolesterol dalam tubuh sebagian besar berasal dari sintesis endogen dan sisanya berasal dari makanan (Guyton, 1997). Sintesis endogen kolesterol sektar sebesar 700 mg/hari. Dalam proses sintesis kolesterol pada hakikatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal dan sitsol sel terutama
30
bertanggungjawab atas sintesis kolesterol. Hati menyumbang kurang lebih 10% dari total sintesis kolesterol (Murray et al. 2003). Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahapan. 1). Mevalonat, yang merupakan senyawa enam karbon, disintesis dari asetil-KoA. 2). Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO2. 3). Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membetuk intermediet, skualen. 4). Skualen mengalami siklisasi untuk menghsilkan senyawa steroid induk, yaitu laosterol. 5). Kolesterol dibentuk dari lanosterol, dengan mengkonversinya dan menghilangkan tiga gugus metil. Regulasi sintesis kolesterol dilakukan dekat awal lintasan, yakni tahap HMG-KoA reduktase (saat pembentukkan Mevalonat). Pada hewan yang dipuasakan akan terjadi penurunan nyata aktivitas HMG-KoA reduktase dan peristiwa ini menjelaskan penurunan sintesis koesterol pada keadaan puasa. Terdapat mekanisme umpan balik, yaitu HMG-KoA reduktase di hati dihambat oleh mevalonat dan kolesterol. Sintesis kolesterol juga dihambat oleh LDL-Kolesterol yang diambil lewat reseptor LDL. Variasi diurnal terdapat pada sintasis kolesterol maupun aktivitas reduktase. Pemberian hormon insulin atau tiroid akan meningkatkan aktivitas HMG-KoA reduktase, sedangkan hormon glukagon dan hormon glukokortikoid akan
31
menyebabkan penurunan aktivitas dari HMG-KoA reduktase (Murray et al. 2003). Efek keanekaragaman jumlah kolesterol di dalam makanan terhadap produksi endogen kolesterol telah diteliti pada tikus. Ketika pada diet hanya 0,05% kolesterol maka 70-80% kolesterol dihati, diusus halus dan kelenjar adrenal akan disintesis dalam tubuh. Bila kolesterol dalam makan tersebut di dinaikkan sampai 2%, produksi endogen akan turun. Dari percobaan tersebut diketahui hanya sintesis hepatik yang dihambat oleh kolesterol dalam diet (Murray et al. 2003). Kolesterol makanan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengimbangi kolesterol di dalam plasma dan beberapa minggu untuk mengimbangi kolesterol dalam jaringan. Pergantian kolesterol dalam hati berlangsung relatif lebih cepat bila dibandingkan usia paruh total kolesterol tubuh. Kolesterol yang tidak teresterifikasi dalam plasma dan hati akan seimbang dalam beberapa jam saja, mengingat pertukaran dan pemindahan kolesterol antar memberan sel, lipoprotein plasma serta membran eritrosit terjadi dengan mudah. Ester kolestril di dalam makanan dihidrolisis menjadi kolesterol, yang kemudian bercampur dengan kolesterol yang tidak tereterifikasi dari makanan dan kolesterol empedu sebelum penyerapan dari usus bersama dengan unsur lipid laiinya. Senyawa ini bercampur dengan kolesterol yang disintesis di usus dan kemudian diserap, 80-90% akan mengalami esterifikasi dengan asam lemak panjang dimukosa usus.
32
Gambar 2.4 alur sirkulasi kolesterol (Murray et al. 2003). 3.
Mekanisme ELF-EMF mempengaruhi kadar HDL-C dan Kolesterol
33
Crumpton 2005 mengatakan bahwa mekanisme yang paling mungkin pengaruh elektromagnetik terhadap kesehatan adalah adanya perubahan keseimbangan kadar radikal bebas dalam sistem biologik. Ketidak seimbangan kadar radikal bebas akan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Robin dan Kumar tahun 1992 menyebutkan radiasi dapat menyebabkan jejas fisik berupa ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung di dalam sel dan juga ionisasi air sel yang menghasilkan radikal bebas yang secara tidak langsung bereaksi dengan komponen sel. Guyton and Hall pada tahun 1997 menyebutkan bahwa hampir setiap stress fisik dan psikologis dalam waktu beberapa menit saja sudah dapat meningkatkan sekresi ACTH dan akibatnya sekresi kortisol juga akan meningkat. Peningkatan kadar kortisol akan menyebabkan penurunan aktivitas HMG-Coa Reductase yang secara langsung berpengaruh pada sintesis kolesterol. Penurunan aktivitas tersebut akan menyebabkan penurunan kadar kolesterol endogen (Murray et al. 2003) Lipogenesis terjadi paling banyak di hati (terutama di sitosol dan mitokondria) dan jaringan adiposa. Dalam tubuh sintesis asam lemak melalui dua sistem enzim yang terdapat dalam sitosol sel, yaitu; asetil-KoA karboksilase dan sintase asam lemak (Murray et al., 2003). Sel hati dan sel lemak Sangat aktif dan peka terhadap perubahan fisik/kimia (Sugondo, 2006).
34
B. Kerangka Pemikiran
Medan Elektromagnetik Frekuensi Extrim Rendah
Suhu, penyakit, Kelembaban, Bising, cahaya, Angin
Sel Adiposit, Sel Hati (sangat aktif, peka terhadap perubahan fisik/kimia)
Stres Fisik
SSP Neurotrasmiter Kompleks enzim HMG-KoA Reduktase Serta Lipoprotein Lipase
-
Interaksi interspesies Kepadatan kandang Ketersediaan makan
Stres Psikis
SSO Asetilkolin (parasimpatis) Adrenalin (simpatis)
Hiptalamus (CRF) Hipofisis Anterior
GH, TSH, Oksitosin, MSH 35
Korteks Adrenal (ACTH)
C. Hipotesis Paparan medan elektromagnetik extrem rendah memberikan pengaruh penurunan kadar High Density Lipoprotein-Colesterol dan kolesterol di dalam serum tikus putih.
36
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental quasi, dengan rancangan Post Test Only With Control Group Design karena peneliti memberikan perlakuan pada sampel dan kemudian hasilnya dianalisis.
B. Populasi Populasi penelitian adalah tikus galur Wistar dengan umur 6-8 minggu dengan jenis kelamin jantan dan berat kurang lebih 200 gram.
C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
D.
Besar Sampel Sampel di bagi dalam empat kelompok. Besar kelompok akan dihitung dengan rumus Federer: (n-1)(t-1) > 15 Keterangan: n = jumlah sampel t = banyaknya perlakuan Hasil penghitungan (n-1)(4-1) > 15 3n-3
> 15
37
n Peneliti
> 6
menggunakan sampel sebesar 7 ekor tikus putih untuk tiap
kelompok. E. Teknik Sampling Dalam penelitian ini digunakan teknik random sampling. F.
Rancangan penelitian Post Test With Control Group Design Xn-0
analisis
Control, sampel diambil pada jam ke-0
Paparan gelombang elektromagnetik dengan dosis tunggal sebesar 2,4 mT selama 2 jam
E
Xn-24
analisis
Kel. paparan, sampel diambil pada 24 jam setelah paparan
Xn-48
analisis
Kel. paparan, sampel diambil pada 48 jam setelah paparan
Xn-96
analisis
Kel. paparan, sampel diambil pada 96 jam setelah paparan
X
Setiap kelompok tikus sebesar 7 ekor, dengan jumlah total 28 ekor.
G. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas
: paparan medan elektromagnetik frekuensi extrim rendah
38
2. Variabel terikat
: a. High Density Lipoprotein-Colesterol (HDL-C) b. kolesterol total
4. Variabel luar a. Variabel terkendali
: :
makanan,
minuman,
genetik,
jenis
kelamin, umur, berat badan, dan suhu udara. b.Variabel tak terkendali
H.
: kondisi psikologis hewan percobaan.
Definisi Operasional Variabel 1. Paparan Medan elektromagnetik frekuensi extrim rendah Hewan coba di papar dengan medan elektromagnetik dosis tunggal selama 2 jam sebesar 2,4 mT dengan frekuensi 50Hz. Medan elektromagnetik dihasilkan oleh hemhotz coil yang terdiri dua buah lilitan masing-masing 150 lilitan dialiri listrik 8.6 volt 7.0 A. Intensitas medan magnet diukur dengan tesla meter. Satuan yang digunakan adalah mT. Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan (diambil darahnya pada jam ke-0) dan kelompok dengan perlakuan yang diambil darahnya pada jam ke-24, jam ke-48 serta jam ke-96 (yang mendapat paparan gelombang elektromagnetik), sehingga skala pengukuran berupa skala nominal. 2. Kadar Kolesterol
39
Kadar kolesterol diukur dari dari serum darah tikus putih. Pengambilan dilakukan dengan pungsi supra orbital sebanyak 0,7 cc setiap pungsi. Pemeriksaan kadar kolesterol dilaksanakan dengan metode CHOD-PAP di laboratorium medik. Satuan yang digunakan adalah mg/dL (skala pengukuran rasio).
3. Kadar HDL-C Pengukuran Kadar HDL-C diukur dari serum darah tikus putih. Pengambilan dilakukan dengan pungsi supra orbital sebanyak 0,7 cc setiap pungsi. Pemeriksaan kadar HDL-C dilaksanakan dengan metode nonimmunologikal di laboratorium medik. Satuan yang digunakan adalah mg/dL (skala pengukuran rasio).
I.
Instrumen dan Bahan Penelitian 1. Instrumen a.
Kandang hewan percobaan (tikus putih)
b.
Kandang pemaparan
c.
EDTA
d.
Sonde lambung
e.
Mikrokapiler
f.
Tabung penampung darah
g.
Tabung reaksi
h.
Gelas ukur dan pengaduk
40
i.
Becker glass 250cc
2. Bahan a. Helmholtz coil b. Makanan hewan percobaan (pelet dan air PAM) c. Reagen pengukuran kadar HDL-C dan kolesterol
J.
Cara Kerja 1. Persiapan Percobaan a. Hewan Coba Sampel diperoleh dari CV. Central Wistar Yogyakarta Kemudian dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta selama 7 hari dan dilakukan pengelompokan secara random menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok 7 ekor. Pada minggu I dilakukan penimbangan dan penandaan. b. Helmholtz coil Medan magnetik frekuensi extrim rendah dihasilkan dalam ruangan pemaparan berasal dari helmholtz coil berbentuk lingkaran dengan dimeter dalam 36 cm dan dililit dengan kawat tembaga sebanyak 150 lilitan. Dua buah lilitan tersebut di sambungkan secara paralel untuk mengurangi hambatan total, dan dihubungkan dengan travo 8.6 volt 7.0 ampere. Medan magnet ditentukan dengan menggunakan perhitungan,
41
B = µµoH ≈ 8,99 x 10-7µ NI/R
B
= medan magnet (tesla)
µ
= Permeabilitas relatif
µo
= Permeabilitas konstan
N
= Jumlah lilitan kabel
I
= Arus listrik (Ampere)
R
= Radius dari coil (meter) (EMC Test System, L.P. 2001) Medan magnet diukur dengan menggunakan tesla meter dan menggunakan satuan mT (miliTesla). Paparan diberikan ke tikus hanya satu kali pada 06.00 WIB sampai 08.00 WIB. Kandang diisi dengan 7 ekor tikus putih untuk setiap pemaparan. Suhu dalam kandang pemaparan dijaga sekitar 27,5 ± 1 ºC dan dengan peneranggan yang cukup (Torres-duran, et al. 2007)
c. Kandang pemaparan Hewan coba di tempatkan dalam kandang yang terbuat dari kayu dengan luas 900 cm2 (30x30x15 cm). Setiap kandang dapat menampung 7 ekor hewan coba dengan perhitungan setiap ekor tikus mendapat ruang sebesar 225 cm2 (Ngatidjan, 1991).
42
d. Makanan Tikus Makanan dapat mempengaruhi kolesterol darah tikus putih. Selama penelitian, semua kelompok tikus deberikan pakan pellet standar BR-2.
2. Pelaksanaan Percobaan Percobaan mulai dilakukan pada minggu II, dan percobaan berlangsung selama 4 hari. Pengelompokan subjek: Xn-0 = Kelompok kontrol, tanpa paparan gelombang elektromagnetik sebesar 2,4 mT selama 2 jam dan sampel diambil pada jam ke-0. Xn-24 = Kelompok perlakuan, dengan paparan gelombang elektromagnetik sebesar 2,4 mT selama 2 jam dan sampel diambil pada jam ke-24 setelah paparan. Xn-48 = Kelompok perlakuan, dengan paparan gelombang elektromagnetik sebesar 2,4 mT selama 2 jam dan sampel diambil pada jam ke-48 setelah paparan.
43
Xn-96 = Kelompok perlakuan, dengan paparan gelombang elektromagnetik sebesar 2,4 mT selama 2 jam dan sampel diambil pada jam ke-96 setelah paparan. Untuk menjaga gelombang elektromagnetik tetap sebesar 2.4 mT selama pemaparan dikontrol setiap 15 menit dan apabila ada perubahan pada ampere dan volt meter akan segera di kembalikan ke nilai semula.
K.
Analisis Data Data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji Oneway ANOVA untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan di antara ketiga
kelompok perlakuan. Jika teradapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons test untuk mengetahui letak perbedaan terdapat di antara kelompok yang mana. Derajad kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Data diolah menggunakan program komputer SPSS versi 16.
44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. HDL-C Hasil penelitian pengaruh paparan medan elektromagnetik extrim rendah terhadap High Density Lipoprotein-Cholesterol di dalam serum tikus putih, dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.1
Kolesterol HDL-C
Hasil hitung rerata kadar Kolesterol dan HDL-C pada 0, 24, 48, 96 jam setelah paparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah sebesar 2,4 mT selama 2 jam. 0 jam 24 jam 60.29±8.597a 52.86±9.045
48 jam 56.57±4.894
96 jam 53.86±4.845
a
a
a
26.57±3.457
24.29±3.302
24.86±3.848
23.43±3.101
a
a
a
a
Keterangan : - Huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan menggunakan uji ANOVA - Kadar normal rata-rata kolesterol pada tikus putih adalah 50-140 mg/dL (Kritenevsky, 1996). Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar HDL-C setelah paparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah sebesar 2,4 mT mulai dari jam ke-0 sampai jam ke-96 mengalami penurunan pada jam ke-24. Pada jam ke48 terjadi peningkatan tetapi masih dibawah harga jam ke-0, dan pada jam ke-96 terjadi penurunan yang lebih tinggi dari pada jam ke-24 Perbandingan rata hitung dari kadar HDL-C tiap lama waktu setelah paparan dapat dilihat pada grafik berikut
45
Grafik 4.1 Grafik rerata hitung hasil pengukuran kadar HDL-C setelah pemaparan gelombang elektromagentik frekuensi ekstrim rendah sebesar 2,4 mT selama 2 jam.
Pada grafik 4.1 di atas terlihat bahwa setelah pemaparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah kadar HDL-C mengalami perubahan yaitu penurunan pada jam ke-24 kemudian peningkatan pada jam ke-48 dan terjadi penurunan lagi pada jam ke-96. Selanjutnya untuk membandingkan antara keempat kelompok selang waktu yaitu kelompok 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 96 jam, data dianalisis dengan uji kemaknaan menggunakan Oneway Anova dengan SPSS 16.0 for Windows. Perubahan kadar HDL-C dari jam ke-0 sampai jam ke-96 tidak signifikan secara statistik. Setelah dilakuan uji Oneway Anova yaitu membandingkan perubahan kadar HDL-C pada keempat kelompok perlakuan, didapat nilai p
46
sebesar 0.391 sedang dengan taraf signifikansi 0.05. Pada penelitian ini nilai p lebih besar dari 0.05, hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara keempat kelompok perlakuan. Analisis tidak dilanjutkan dengan melakukan perbandingan multiple untuk mengetahui kemungkinan ada perbedaan kadar HDL-C antara masing-masing kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (jam ke-0), kelompok jam ke-24, kelompok jam ke-48, dan kelompok jam ke-96 karena hasil analisis anova menunjukkan hasil tidak signifikan secara statistik. B. Kolesterol Hasil penelitian pengaruh paparan medan elektromagnetik extrim rendah terhadap kadar kolesterol di dalam serum tikus putih, dapat dilihat dalam grafik berikut.
Grafik 4.2 Grafik rata hitung hasil pengukuran kadar kolesterol setelah pemaparan gelombang elektromagentik frekuensi ekstrim rendah sebesar 2,4 mT selama 2 jam.
47
Pada grafik 4.2 di atas terlihat bahwa setelah pemaparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah menyebabkan perubahan kadar kolesterol yaitu penurunan pada jam ke-24 kemudian meningkat lebih tinggi dari jam ke-0 pada jam ke-48 dan kembali menurun tetapi kadar lebih tinggi dari jam ke-24 pada jam ke-96. Selanjutnya untuk membandingkan antara keempat kelompok selang waktu yaitu kelompok 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 96 jam, data dianalisis dengan uji kemaknaan menggunakan Oneway Anova dengan SPSS 16.0 for Windows. Perubahan kadar kolestrol dari jam ke-0 sampai jam ke-96 tidak signifikan secara statistik. Setelah dilakuan uji Oneway Anova yaitu membandingkan perubahan kadar kolesterol pada keempat kelompok perlakuan, didapat nilai p sebesar 0.234 sedang dengan taraf signifikansi 0.05. Pada penelitian ini nilai p lebih besar dari 0.05, hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara keempat kelompok perlakuan. Analisis tidak dilanjutkan dengan melakukan perbandingan multiple untuk mengetahui kemungkinan perbedaan kadar HDL-C antara masingmasing kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol (jam ke-0), kelompok jam ke-24, kelompok jam ke-48, dan kelompok jam ke-96, karena hasi analisis anova menunjukkan hasil tidak signifikan secara statistik.
48
BAB V PEMBAHASAN
Gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah berinterakasi dengan hewan coba dengan menginduksi gelombang elektrik yang ada dalam tubuh (Miller, 2000). Pada hewan yang hidup, gelombang elektromagnetik internal sangat bervariasi. Gelombang ini dihasilkan oleh aktivitas fisiologis oleh tubuh. Gelombang elektrik internal akan berinteraksi dan mendapatkan tambahan kekuatan medan akibat paparan gelombang elektromagnetik dari luar. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efek fisiologis dari paparan gelombang elektromagnetik frekuensi 50-60 Hz pada tikus dan juga binatang percobaan yang lain (Morris, 1999 dan Babit, 2000). Penelitian secara in situ mengenai paparan gelombang elektromagnetik menggunakan manusia secara langsung tidak dapat dilakukan, maka pada penelitian digunakan hewan coba dan perbandingan
dosis
paparan
(Caputa,
2002).
Pemaparan
gelombang
elektromagnetik yang mengenai seluruh tubuh dapat menstimulasi beberapa jaringan. Jaringan yang paling mungkin terpengaruh adalah otak, darah, dan juga hati (Harakawa, 2005). Hasil dari penelitian ini pada tabel 4.1 dapat dilihat adanya perubahan berupa penurunan dari HDL-C dan Kolesterol pada jam ke-24 setelah paparan. Dan adanya sedikit peningkatan tetapi tidak melampaui kadar pada jam ke-0. Penurunan kembali kadar HDL-C dan Kolesterol terlihat pada jam ke-96.
49
Berdasarkan hasil tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perubahan kadar HDLC dan kolesterol yang diakibatkan pemaparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah dapat memiliki efek menurunkan kadar HDL-C dan Kolesterol yang tertinggi pada 24 jam pertama setelah paparan. Setelah dilakukan analisis data statistik (Tabel 4.2 dan 4.3) untuk membandingkan rata hitung antara kelompok jam ke-0, jam ke-24, jam ke-48, dan jam ke-96, didapat bahwa tidak ada perbedaan secara statistik rata-rata hitung kadar HDL-C dan kolesterol diatara keempat kelompok tersebut. Penelitian pada tikus putih dengan paparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah dengan lama paparan 2 jam, frekuensi 60 Hz dan kuat medan 2.4 mT dilakukan Torres-Duran (2007) menunjukkan kadar HDL-C meningkat pada jam ke-24 dan jam ke-48 tetapi kemudian turun lebih rendah dari keadaan semula pada jam ke-96. Pada penelitian kami kadar HDL-C menurun secara bertahap mencapai kadar paling rendah pada jam ke-96 dengan mengalami kenaikan kadar HDL-C pada jam ke-48, sedangkan pada penelitian Torres-durran disebutkan bahwa kadar kolesterol tidak menunjukkan perubahan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan berdasar data penelitian kami kadar kolesterol mengalami penurunan dari kelompok jam ke-24 dan mengalami kenaikan pada kelompok jam ke-48 kemudian menurun kembali pada kelompok jam ke-96. Torres-Duran (2007) hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan respon adaptasi sementara dari sistem metabolism lipid akibat pemamaparan gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah. Paparan gelombang elektromagnetik
50
dapat menyebabkan stres fisik maupun psikis. Dimana tubuh merespon dengan mengeluarkan hormon-hormon terutama dari hipotalamus. Respon tersebut dibagi dalam 3 fase yaitu fase alarm, resistance dan exhaustion. Fase alarm terjadi enam sampai empat puluh delapan jam setelah terjadi perlukaan atau stress. Pada fase ini terjadi peningkatan kerja dari kelenjar andrenal akibat disekresikannya ACTH dari hipofisis yang menyebabkan bertambahnya sekresi produk-produknya, termasuk sekresi glukokortikoid. Apabila steressor tidak dihilangkan maka akan dilanjutkan dengan pase resistance, pada fase ini kadar kortisol dan adrenalin sangat tinggi. Apabila sters berlangsung lama maka akan masuk ke fase exhaustion dimana tubuh sudah tidak bisa menahan dari stress tersebut dan gejalagejala dari sakit mulai muncul (Seyfarath, 2007). a. Kadar HDL-C
b. Kadar Kolesterol
51
Grafik 5.1. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Hasil Penelitian Torres-Duran (2007)
Penurunan kadar kolesterol pada serum tikus putih dapat dikaitkan dengan mekanisme jalur stres fisik maupun psikis. Pada penelitian ini jika dikaitkan dengan mekanisme General Adaptation Syndrome maka masuk kedalam fase alarm yang akan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon-hormon di hipotalamus. Peningkatan sekresi hormone di hipotalamus mengakibatkan peningkatan kadar hormon glukokortikoid. Kenaikan kadar kortisol akan menyebabkan penurunan kadar HMG KoA Reduktase (Murray et al. 2003). Penurunan kadar HMG KoA reduktase akan menyebabkan penurunan laju sintesis endogen dari kolesterol. Penurunan sintesis endogen akan meyebabkan penurunan kadar kolesterol di dalam plasma. Penelitian Bellosi (1998) menunjukkan papaparan medan elektromagnetik frekuensi 12 Hz 6mT akan menurunkan kadar kolesterol dan trigliserid dalam pasma tikus. Penurunan terjadi paling banyak pada 24 jam pertama setelah paparan, apabila dosis dinaikkan menjadi 12 mT penurunan terjadi pada 60 menit pertama setelah paparan. Penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian kami dimana penurunan paling banyak terjadi pada 24 jam setelah paparan dan selanjutnya penuruan yang terjadi bila dibandingkan antar kelompok 48 jam dengan kelompok 96 jam. Selain mekanisme di atas penuruan kadar kolesterol dan HDL-C juga dapat dikarenakan kerusakan dari hepar akibat stres oksidatif akibat radikal bebas
52
yang terbentuk. Kerusakan ini akan menyebabkan penurunan jumlah enzim di hati. Harakawa (2005) mengatakan paparan medan elektromagnetik dapat menyebabkan perubahan pada kadar peroksida dalam hati. Pada penelitian TorresDuran (2007) penurunan aktifitas antioksidan dan peningkatan kadar radikal bebas menyebabkan peningkatan Tiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS) dalam hati. Perubahan kadar enzin di hati akan menyebabkan perubahan yang signifikan pada metabolisme dari lipid karena hati merupakan tempat metabolisme utama dari senyawa lipid (Murray et al. 2003). Mekanisme penurunan HDL-C masih belum memiliki jalur yang jelas. Mekanisme yang dimungkinkan adalah terjadinya kerusakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme HDL-C. Kerusakan dapat dikarenakan adanya heat effect dari paparan medan elektromagnetik dan juga karena pembentukkan dari nitrit oksida (Torres-Duran, 2007). Enzim dalam tubuh akan bekerja secara optimal bila dalam temperatur dan keadaan tertentu (Guyton, 1997, Murray et al. 2003). Perubahan suhu akibat heat effect dari paparan medan elektromagnetik dapat mengganggu aktifitas dari enzim dan juga dapat merusak enzim. Hasil pengukuran kadar HDL-C memang sedikit berbeda dari penelitian penelitian terdahulu. Luo tahun 2004 dan Torres-Duran tahun 2007 dimana hasil pengukuran kadar HDL-mengalami peningkatan dari kadar semula. Tetapi dari keduanya juga memiliki persamaan yaitu setelah kenaikkan terjadi penurunan dibawah kadar semula pada 96 jam setelah paparan. Proses penurunan kadar HDL-C masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Perbedaan hasil dimungkinkan karena kondisi pemaparan ELF-EMF yang kurang homogen, perbedaan jenis
53
asupan atau menu pakan, dan juga perbedaan kondisi awal hewan coba, dimana pada penelitian ini tidak dilakukan pretest terlebih dahulu. Selain faktor di atas perubahan pada kadar HDL-C dan kolesterol pada penelitian ini bisa dikarenakan faktor teknis. Faktor teknis yang dimungkinkan adalah adanya siklus diurnal dari kolesterol (Murray et al. 2003) dan irama sirkardian kortisol. Kortisol mencapai sekresi paling banyak antara pukul enam pagi sampai pukul delapan pagi. Pada penelitian ini paparan dilakukan selama 2 jam dengan kapasitas kandang pemaparan 7 ekor, jadi ada 4 waktu. Pengambilan sampel tidak bisa dilakukan secara serentak 1 waktu karena adanya perbedaan jam paparan. Faktor makan dan kandang dapat juga memicu stres dari hewan coba. Berdasarkan
pengamatan
setelah
tikus
dipapar
dengan
gelombang
elektromagnetik nafsu makan berkurang. Pengurangan nafsu makan diindikasikan dengan tidak habisnya makanan yang sebelumnya selalu habis pada jam pemberian makan. Penurunan asupan dari makanan dimungkinkan berefek pada penurunan jumlah asupan kolesterol dan lipid kedalam tubuh tikus. Penurunan asupan ini dapat berakibat penurunan kadar kolesterol dan HDL-C apalagi ditambah dengan penurunan sintesis endogen dari kolesterol. Menurut Murray tahun 2003 perubahan kadar asupan kolesterol dari 0.05% menjadi 2% akan menyebabkan penurunan sintesis endogen dari kolesterol. Penelitian ini secara deskriptif menunjukkan terjadinya pola penurunan kadar HDL-C dan kolesterol, tetapi secara statistik penurunan tersebut tidak bermakna. Hal yang memungkinkan penurunan tidak bermakna secara statistik tersebut dapat dikarenakan densitas dari medan yang kurang besar. Pada
54
penelitian yang dilakukan oleh Bellosi tahun 1998 dengan menggunakan densitas 6 mT, efek yang timbul membutuhkan waktu lebih lama di bandingkan dengan pemaparan dengan densitas 12 mT. Selain densitas yang dimungkinkan lagi adalah lama waktu pemaparan selama 2 jam belum dapat memberikan efek yang maksimal terhadap sistem metabolisme lipid pada tikus putih. Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui paparan medan elektromagnetik dapat mempengaruhi proses dalam tubuh. Paparan medan elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah dengan lama paparan 2 jam dan densitas 2.4 mT memberikan pengaruh berupa penurunan kadar HDL-C dan kolesterol walaupun secara statistik penurunan tersebut tidak bermakna. Mekanisme penurunan kadar kolesterol dan HDL-C dimungkinkan akibat dari stres fisik yang diakibatkan pembentukkan radikal bebas yang dapat merusak atau menurunkan aktivitas enzim metabolisme lipid di hati, tetapi mekanisme secara pasti pengaruh elektromagnetik terhadap metabolisme lipid masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
55
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Paparan selama 2 jam gelombang elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah dengan intensitas 2.4 mT, frekuensi 50 hz terhadap tikus putih menunjukkan terjadi penurunankadar HDL-C dan kolesterol pada serum tikus tetapi
penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik
(nilai p untuk HDL-C adalah 0.391 dan Kolesterol adalah 0.234).
B. SARAN Setelah dilakukan penelitian Pengaruh Medan Elektromagnetik Frekuensi Ekstrim Rendah Terhadap Kadar High Density LipoproteinCholesterol (HDL-C) dan Kolesterol pada Tikus Putih (Rattus norvegigicus), maka peneliti menganjurkan: 1. Penggunaan medan elektromagnetik sebagai terapi dalam penurunan profil lipid masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak dan juga dosis yang tepat. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kronis dan penggunaan parameter lain yang dapat memprediksi akibat dari paparan medan elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah terhadap profil lipid.
56
3. Medan elektromagnetik frekuensi ekstrim rendah memiliki pengaruh terhadap sistem biologi tubuh manusia, sehingga
perlindungan
terhadap paparan perlu dilakukan, terutama pada orang yang berisiko terkena paparan medan elektromagnetik. 4. Penelitian selanjutnya harus memperhatikan intensitas paparan dan lamanya waktu paparan. Karena lamanya paparan akan memberikan pengaruh atau respon yang berbeda pada tubuh.
57
DAFTAR PUSTAKA
Adam, John MF. 2006. Dislipidemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI, p:1926-1932 Ahlbom, Anders., Maria Feychting. 2003. Electromagnetic radiation. British Medical Bulletin. 68:157-165 _______, Anders., Maria Feychting. 2004. Epidemiologi Of Health Effects of Radiofrequency Eposure. Environmental Health Perspectives. Vol. 112:1741-54 Alatas, Zubaidah, Yanti Lusiyanti. 2003. Efek Kesehatan Radisi Non Pengion pada Manusia. Cermin Dunia Kedoteran No. 138 Anies. 2003. Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Radiasi Medan Elektromagnetik. Media Medika Indonesia. Vol. 38 No. 4 : 213 – 219. Anonim. Energi Listrik Pengaruhi Kesehatan Manusia. Pikiran Rakyat Kamis, 25 November 2004 Aprikian, Olivier, Virgile Duclos, Sylvain Guyot, Catherine Besson, Cla.udine Manach,Annick Bernalier*, Christine Morand, Christian Rémésy and Christian Demigne. 2003. Apple Pectin and a PolyphenolRich Apple Concentrate Are More Effective Together Than Separately on Cecal Fermentations and Plasma Lipids in Rats. J. Nutr. 133:18601865 Arief TQ, Mochammad. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta, CSGF. Babbit JT, Kharazi AI, Taylor JM, Boods CB, Mirell SG, Frumkin E, Zhuang D, Hahn TJ. 2000.Hematopoietic neoplasia in C57BL/6 mice exposed to split-dose ionizing radiation and circularly polar- ized 60 Hz magnetic fields. Carcinogenesis, 21:1379-1389. Bellossi A, Pouvreau-Quillien V, Rocher C, Ruelloux M. 1996. Effect of pulsed magnetic fields on cholesterol and tryglyceride levels in rats study of field intensity and length of exposure. Z Naturforsch 51(7-8):603-6.
58
________, Pouvreau-Quillien V, Rocher C, Ruelloux M.1998. Effect of pulsed magnetic fields on triglyceride and cholesterol levels in plasma of rats. Panminerva Med, 40(4):276-279.
Caputa K, Dimbylow PJ, Dawson TW, Stuchly MA. 2002. Modelling fields induced in humans by 50/60 Hz magnetic fields: reliability of the results and effects of model variations. Phys Med Biol, 47:1391-1398. Cecconi, Sandra, Giancaterino Gualtiero, Angela Di Bartolomeo, Giulia Troiani, Maria Grazia Cifone dan Rita Canipari. 2000. Evaluation of the Effect of Extremly Low Frequency Electromagnetic Field on Mammalian Follicle Development. Human Reproduction 15 (no.11): 2319-2325. Crumpton, Michael J. 2005. The Bernal Lecture 2004 Are low-frequency electromagneticfields a health hazard?. Phi. Trans. R. Soc. B. 360: 12231230. EMC Test System, L.P. 2001. Helmholtz Coil Manual. ETS Lindergen Catalog 45: 123-30 Ganong, F.W., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-20. Editor Bahasa Indonesia : Djauhari Wijayakusumah. Jakarta : EGC. Hal : 293-296. Gunawan, K. Adi. 2001. Kamus Lengkap Inggris Indonesia. Surabaya: Kartika Guyton, Arthur C. Dan Hall. 1997. Fisiologi Manusia. Jakarta:EGC Harakawa, Shinji, et. al. 2005. Effects of Exposure to a 50 Hz Electric Field on Plasma Levels of Lactate, Glucose, Free Fatty Acids, Triglycerides and Creatine Phospokinase Activity in Hind-Limd Ischemic Rats.J Vet Med Sci. 67:969-974 Huss, Ankle, Martin Roosli. 2006. Consultations in Prymari care for Symptoms Attributed to Electromagnetic Field- a Survey Among General Practitioners. BMC Public Health. 6:267 Joseph D. Brain, Peter A. Valberg, Robert Kavet, David L. McCormick, R. A. Van Etten, Charles Poole, and James C. Weaver, Lewis B. Silverman,Thomas J. Smith. 2003. Childhood Leukemia: Electric and Magnetic Fields as Possible Risk Factors. Environmental Health Perspectives. 111:7
59
Kaztung, Bertram G. 2002. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jakata: Salemba Medika, p:421-488 Kumala, poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC Kritenevsky.1996. Animal techniques for Evaluating Hipocholesterolemic Drug in Animal and Clinical Pharmacology Techniques in Drug Evaluation. Edited by Nodine. P: 193-197 Luo, Er-Ping, Li-Cheng Jiao, uang-Hao Shen, Xiao-Ming Wu, Yun-Xin Cao. 2004. Effect of Exposing Rabbits to Low-intensity Pulsed Electromagnetic Field on Level of Bood Lipid and Properties of Hemorheology. ChineseJournal of Clinical Rehabilitation. 8:18 Miller DL, Creim JA. 1997. Comparison of cardiac and 60 Hz magnet- ically induced electric fields measured in anesthetized rats. Bioelectromagnetics, 18:317-323. Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC, p:217-281 Ngatidjan. 1991. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Yogyakarta : UGM Perss Prawirosusanto, Soemartono dr, M.Sc. 1994. Fisika Untuk Ilmu-Ilmu Hayat. UGM Press Ravera, Silvia, Carla Falugi, Daniela Calzia, Isidoro M. Pepe, Isabella Panfoli, and Alessandro Morelli. 2006. First Cell Cycles of Sea Urchin Pa racentrotus lividus Are Dramatically Impaired by Exposure to Extremely Low-Frequency Electromagnetic Field. Biology of Reproduction. 75: 948–953. Robins, Satanley L., Vinay Kumar. 1992. Buku Ajar Patologi Jilid I. Jakarta: EGC Sacher, Roanald A., Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Pemerikasaan Laboratorium. Jakarta: EGC, p:300-307 Santos, Raul D., Ernst J. Schaefer, Bela D. Asztalos, Eliana Polisecki, Jian Wang, Robert A. Hegele, Lilton R. C. Martinez, Marcio H. Miname, Carlos E. Rochitte, Protasio L. Da Luz, and Raul C. Maranhao. 2007. Characterization of high density lipoprotein particles in familial
60
apolipoprotein A-I deficiency with premature coronary atherosclerosis, tuboeruptive and planar xanthomas. J. Lipid Res. 49, 349-357 Seyffarath, Hendrik. The Conception of “stress” as Submitted by Hans Selye. Allergy. Volume 15 Issue 6, Pages 532 - 543 Somer, M Angela, Joachim Streckert, Andreas K Bitz, Volkert W Hasen, and Alexander Lerchl. 2004. No effect of GSM-modulated 900 MHz Electromagnetic Fields on Survival rate and Spontaneus Development of Lymphoma in Female AKR/J Mice. BMC Cancer. 4:77 Stunig, Thomas M., Markus berger, Michael Roden, Harald Stingl, Daniel Raederstorff dam Werner Waldha. 2000. Elevated serum Free Fatty Acid Consentration Inhibit T Lympocyte signaling.FASJEB Journal. 14: 93947 Sugondo, Sidartawan. 2006. Obesitas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI, p:1919-1925 Torres- Duran, Patricia V. 2007. Effects of whole body exposure to extremely low frequency electromagnetic fields (ELF-EMF) on serum and liver lipid levels, in the rat. Lipids in Health and Disease. 6:31 Tumiran. 2005. Sutet. Peretemuan para Pakar tentang SUTET. Yogyakarta: Teknik Elektro UGM Yurnadi. 2000. Medan Listrik dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 50 No. 8 : 393 – 397. 138 : 41 – 45. ZwirakA-Korczala, K., J. Jochem, M. Adamczyk-Sowa, P. Sowa, R. Polaniak, E. Birkner, M. Latocha, K. Pilc, R. Suchanek. 2005. Efek of Extemly Low Frequency Electromagnetic Field onn Cell Proliferation, Antioksidative Enzyme Activities and Lipid Peroxidation in 3T3-L1 Preadipocytes-an Invitro Study. J Physiol Pharmacol. 56 (6):101-108
61
62