SKRIPSI
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
Oleh ENDAR SUTRISNO F24101055
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Endar Sutrisno. F24101055. Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ir. Darwin Kadarisman, MS dan Tjahja Muhandri, STP, MT. 2006 RINGKASAN Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4 persen per tahun. Industri tempe memiliki peran yang sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan. Industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesannya di lokasi penelitian, mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen dan mengidentifikasi faktorfaktor kunci sukses industri tempe. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian survei, pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Masalah yang diteliti adalah profil dan faktor-faktor kunci sukses dari industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Proses pengkajian masalah khusus ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dimulai dengan penentuan tujuan penelitian, studi pustaka, pemilihan lokasi dan waktu penelitian, pengambilan sampel, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, tabulasi data, analisis data, dan pembuatan laporan. Untuk mendapatkan faktor kunci sukses dari wirausaha tempe maka perlu diketahui tingkat kesuksesannya. Dalam mengidentifikasi kesuksesan industri kecil tempe indikator yang digunakan adalah perkembangan pemakaian bahan baku. Setelah diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden maka selanjutnya menentukan posisi industri kecil tempe. Salah satu cara yang digunakan dalam menentukan posisi industri kecil tempe adalah dengan menggunakan diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku. Industri kecil tempe yang berada pada kuadran I (berpeluang sukses) adalah Casmani, Mito, Kartubi, Warniah, Karsiban, dan Sarwo. Industri yang berada pada kuadran II (sangat sukses) adalah Tambar. Industri yang berada pada kuadran III (sukses) adalah Rutaji, Carsian, Rayubi, H. Abdul Karim, Udi Susanto, Sumitro, dan Sukarnen. Industri kecil yang berada pada kuadran I (kurang sukses) adalah Caridi, Tasheri, Sigit, Suheri, Syawal, dan H. Munaji.
Dari Dari 22 faktor yang diidentifikasi, dianalisa dan dilakukan verifikasi di lapangan maka faktor-faktor yang diduga menjadi faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe di lokasi penelitian adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga. Sedangkan faktor lain yang tidak berpengaruh terhadap kesuksesan industri kecil tempe adalah tingkat pendidikan pengusaha, keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan keanggotaan KOPTI, asal kedelai, sumber modal, pembinaan terhadap karyawan, Penambahan modal dari keuntungan, anggaran biaya pemeliharaan peralatan, alat transportasi pemasaran, evaluasi kegiatan pemasaran, cara pembayaran bahan baku, jarak tempat membeli kedelai dengan lokasi usaha, pemisahan uang pribadi dan uang usaha, modal awal, dan persyaratan kedelai. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 kelompok industri kecil tempe di lokasi penelitian, dimana dari 20 responden yang dijadikan sampel, 30% responden tergolong industri berpeluang sukses, 5% responden tergolong industri sangat sukses, 35% responden tergolong industri sukses dan 30% responden tergolong industri kurang sukses. Industri kecil tempe sukses dan sangat sukses memiliki profil yang relatif sama, diantaranya dalam hal pencatatan keuangan usaha, target pemasaran, pembagian peran sumberdaya manusia, cara menentuan harga tempe , dan sudah terdapat tenaga pemasar khusus yang tetap, sedangkan hal yang membedakan adalah dalam hal jumlah dan perkembangan pemakaian bahan baku kedelai, lama usaha dan aktivitas penambahan modal. Halhal yang diduga menjadi faktor kunci sukses dari industri tempe di lokasi penelitan adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ENDAR SUTRISNO F24101055
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ENDAR SUTRISNO F24101055
Dilahirkan Di Sragen pada tanggal 25 Maret 1982 Tanggal lulus :
Juni 2006
Menyetujui, Bogor,
Juni 2006
Tjahja Muhandri, STP, MT
Ir. H. Darwin Kadarisman, MS
Dosen Pembimbing II
Dosen Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 25 maret 1982 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Supardi dan Rusmini. Pada tahun 1989 penulis memulai Pendidikannya di SDN Pringanom III Masaran hingga tahun 1995. Pada tahun 1995 – 1998 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 1 Sidoharjo. Pada tahun 1998 – 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Sragen. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis pernah aktif di beberapa organisasi diantaranya di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan beberapa kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta, Baur HIMITEPA, dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan HIMITEPA. Untuk menyelesaikan studi di Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB penulis melaksanakan penelitian survei dengan judul: “ Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)”.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam perekonomian di Indonesia, karena sektor ini mampu menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar nilainya. Sejak tahun 1991 sektor perindustrian telah mampu melewati sektor pertanian dalam menyumbang pembentukan PDB Indonesia (Sarah, 2001). Sektor industri memiliki peran yang penting dalam memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita, menumbuhkan keahlian, menunjang pembangunan daerah, serta memanfaatkan sumber daya alam (SDA), energi dan sumber daya manusia (SDM). Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor perindustrian perlu terus ditingkatkan dengan mengembangkan agroindustri. Pengembangan agroindustri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan industri kecil sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan. Sejarah membuktikan bahwa keberhasilan ekonomi sebuah negara tidak hanya tertumpu pada industri manufaktur dan jasanya tetapi juga tangguh dalam agroindustrinya seperti Amerika Serikat dan Australia, sedangkan negara yang menomorduakan sektor pertanian mengalami kekurangan pangan yang cukup besar sehingga mengalami kemunduran perekonomian seperti yang dialami oleh Rusia. Menurut Darwis et al (1983), agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan seperti mesin dan alat-alat pertanian serta menciptakan jasa untuk kegiatan tersebut dalam hal ini kegiatan pemasarannya. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa. Salah satu agroindustri yang cukup potensial adalah industri tempe. Umumnya tempe digunakan sebagai lauk-pauk dan sebagai makanan tambahan atau jajanan. Potensi tempe dalam meningkatkan kesehatan dan harganya relatif murah memberikan alternatif pilihan dalam pengadaan makanan bergizi yang dapat dijangkau oleh segala lapisan masyarakat.
Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4 persen per tahun (Solahudin, 1998). Industri tempe memiliki peran yang sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan. Menurut Ambarwati (1994), industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan. Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Penjualan yang dilakukan pengrajin tempe belum mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harganya yang murah, dan disisi lain biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku semakin besar dengan adanya krisis ekonomi. Keberadaan ini sangat mempengaruhi efisiensi usaha pengrajin tempe, sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu berproduksi lagi (Sari, 2002). Penelitian yang dilakukan Sebayang (1994) di Bogor menunjukkan bahwa kondisi tempe cenderung bersifat statis artinya pengusaha industri tempe merasa cukup dengan kondisi yang ada, serta berusaha dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari keluarga maupun kenalannya. Meskipun demikian, kesimpulan ini belum tentu tepat, karena ada kemungkinan bahwa sifat statis lebih disebabkan oleh karakteristik usaha itu sendiri. Posisi industri tempe kian terpuruk akibat sistem penjualan secara tradisional dengan kemasan yang kurang menarik dan tempat penjualan yang kurang bersih dan kurang strategis. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap penjualan tempe sehingga kegiatan usaha tempe belum mampu memberikan keuntungan yang optimal.
Usaha tempe sangat tergantung pada kedelai impor. Ketergantungan dari kedelai impor ini terjadi karena tempe yang dihasilkan dari kedelai impor memiliki penampilan dan rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan bau langu atau bau khas yang terdapat pada tempe yang menggunakan kedelai lokal dan tidak menghasilkan rasa pahit (Nurhayati, 2001). Peningkatan harga kedelai impor memberikan dampak yang besar terhadap industri tempe dimana biaya bahan baku ini mengambil porsi sebanyak 82,99 persen dari total biaya produksi (Dermawan, 1999). Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan pengrajin tempe di beberapa wilayah tidak berproduksi lagi dan pindah ke usaha lain. Hal ini diduga terjadi karena modal yang dimiliki terbatas untuk membeli kedelai akibat fluktuasi harga kedelai. Namun kondisi seperti ini ternyata masih dapat disiasati oleh beberapa pengrajin tempe di beberapa tempat di Indonesia. Beberapa pengrajin masih dapat bertahan dan bahkan berkembang. Berdasarkan hasil penelitian dibeberapa daerah memang telah dijumpai pengusaha tempe yang memiliki kapasitas produksi riel jauh berada di atas rata-rata industri tempe yaitu diatas 2.000 kilogram bahan baku kedelai untuk setiap harinya, sementara sebagian besar pengrajin masih berada dibawah 100 kilogram perhari (Soetrisno dan Sapuan, 1996). Dari uraian di atas, masalah yang akan diteliti adalah kondisi usaha tempe sekarang ini di lokasi penelitian, kunci sukses dari pengrajin tempe yang masih dapat bertahan dan bahkan berkembang ditengah kondisi sekarang ini.
B. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan
pengelompokan
industri
tempe
berdasarkan
tingkat
kesuksesannya di lokasi penelitian 2. Mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci sukses industri tempe.
C. Manfaat Penelitian 1. Bagi para pengrajin tempe merupakan bahan masukan dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. 2. Bagi pembuat kebijakan (lembaga/instansi) merupakan bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri kecil tempe. 3. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan sektor industri kecil tempe.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEADAAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA 1. Definisi dan Kriteria Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa (BPS, 1995). Sedangkan kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian industri kecil merupakan perusahaan atau unit usaha industri yang melakukan kegiatan ekonomi dalam skala kecil. Menurut
surat
keputusan
Menteri
Perindustrian
Nomor
:
13/M/SK/3/1990 dinyatakan bahwa industri kecil adalah industri yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam kriteria bidang usaha yaitu kelompok industri yang mempunyai investasi tidak lebih dari 600 juta rupiah (mencakup bangunan, mesin dan peralatan) dan pemiliknya adalah warga negara Indonesia. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mendefinisikan perusahaan kecil adalah badan usaha yang karena terbatasnya kemampuan mengelola dan berorganisasi, modal serta keterampilan, hanya mampu melakukan kegiatan usaha di bidang tertentu yang kecil dan terbatas. Selanjutnya dikatakan ciri umum dari industri kecil adalah modal usaha terbatas, manajemen dan administrasi yang belum baik, sarana dalam mengelola pemasaran masih terbatas, dan pengetahuan pemasaran yang masih kurang Menurut Departemen Koperasi dan Usaha kecil Menengah usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat beskala kecil dengan kriteria sebagai berikut : 1) kekayaan bersih maksimal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2) penjualan tahunan maksimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) 3) milik warga negara Indonesia 4) berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah maupun usaha besar. Dilihat dari sistem manajemen kelompok ini biasanya masih berbentuk
organisasi
tradisional
yang
didasarkan
pada
sistem
kekeluargaan, efisiensi produk sangat rendah, sistem administrasi keuangan kurang tertata baik. Dari segi pemasaran, pengusaha belum mengembangkan produknya pada mutu dan standar yang baku, kemampuan mendesain produk yang masih rendah, pengiriman kurang tepat, serta belum dapat memenuhi kuantitas produk yang diinginkan oleh konsumen. Kendala teknologi juga menjadi faktor yang menyebabkan produk yang dihasilkan bersifat monoton dan sulit berkembang (Susidarto, 1995).
2. Jumlah Industri Kecil Data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2003 memperlihatkan bahwa jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 42.326.519 unit yang terdiri dari 24.735.693 unit pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan, 379.141 unit pada sektor pertambangan dan penggalian, 2.560.846 unit pada sektor industri pengolahan, 9.185 unit pada sektor listrik, gas dan air bersih, 170.359 unit pada sektor bangunan, 8.456 unit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, 2.963.768 unit pada sektor pengangkutan dan komunikasi, 29.508 unit pada sektor keuangan, persewaan jasa perusahaan, dan 3.021.955 unit pada sektor jasajasa.
Industri
tempe
termasuk
dalam
kategori
industri
pengolahan non migas. Data jumlah industri kecil berdasarkan sektor
ekonomi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah industri kecil berdasarkan sektor ekonomi tahun 1999 s/d Tahun 2003 Tahun 1999
Sektor
Tahun 2000
Pertanian, peternakan dan 23.174.579 23.516.865 perikanan Pertambangan dan 132.617 150.495 panggalian Industri 2.526.163 2.536.886 pengolahan Listrik,gas dan air 4.492 3.868 bersih Bangunan
Tahun 2001 24.012.534
Tahun 2002
Tahun 2003
24.619.874 24.735.693
199.382
285.752
379.141
2.551.347
2.556.693
2.560.846
4.372
8.099
9.185
102.332
120.750
111.033
187.360
170.359
Perdagangan,hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, perseroan, jasa perusahaan
8.688.215
8.675.045
8.477.380
8.466.650
8.456.064
1.707.762
1.868.081
1.779.150
2.295.984
2.963.768
24.143
25.034
25.667
27.392
29.508
Jasa-jasa
1.499.206
1.699.416
1.692.876
2.258.472
3.021.955
Jumlah
37.859.509 38.669.355 38..853.741 40.705.676 42.326.519
Sumber : Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2004 (diolah)
3. Permasalahan Yang Dihadapi Permasalahan yang timbul dalam pengembangan industri kecil dan rumah tangga (khususnya agroindustri) adalah pengadaan bahan baku, modal, manajemen dan pemasaran. Menurut Apretty (2000), permasalahan dalam pengadaan bahan baku disebabkan karena berbagai hal, antara lain sifat produk pertanian yang musiman, tingkat keragaman yang tinggi, jumlah produksi yang melimpah pada suatu waktu, mudah rusak dan tidak tahan lama.
Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh usaha kecil dan rumah tangga adalah rendahnya kemampuan dalam mengakses kepada sumbersumber permodalan, baik yang berbentuk lembaga keuangan bank maupun bukan-bank. Ketidakseimbangan akses bagi usaha kecil dan rumah tangga dalam mendapatkan sumber-sumber permodalan untuk mengembangkan usahanya menyebabkan produk usaha kecil dan rumah tangga kurang mampu bersaing di pasar. Sistem perbankan dengan persyaratanpersyaratan teknis yang diberlakukan bagi calon peminjam tidak berkesesuaian dengan kondisi sebagian besar usaha kecil dan rumah tangga yang ada. Pemasaran pada industri kecil umumnya kurang atau tidak mengetahui jenis produk yang sedang gencar di pasaran. Terkadang pengusaha tidak menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar dan selera konsumen dan juga kurang mampu untuk memproduksi dalam jumlah yang besar dalam waktu yang cepat sehingga permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Selain itu strategi pemasaran yang dijalankan relatif sangat sederhana serta wilayah pemasaran yang terbatas pada daerah yang dekat dengan lokasi usaha (Apretty, 2000). Masalah manajemen usaha bagi industri kecil merupakan unsur penting bagi pengembangan usaha. Menurut Sarah (2001), pengelolaan industri kecil umumnya masih bersifat tradisional dan belum berorentasi pada manajemen usaha yang profesional. Pola manajemen tradisional biasanya ditandai dengan masih sulitnya memisahkan antara aktivitas keluarga dengan aktivitas perusahaan. Selain itu manajemen usaha pada industri kecil umumnya juga belum bisa mengembangkan manajemen keuangan dan personalia dengan baik.
B. KEADAAN INDUSTRI KECIL PANGAN DI INDONESIA 1. Jumlah Industri Kecil Pangan Industri pangan berskala kecil dan rumah tangga terus berguguran dan gulung tikar karena tidak mampu meningkatkan daya saing. Ketidakmampuan usaha berskala kecil dan rumah tangga meningkatkan daya saing itu lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak kepada pengusaha kecil (Anonim, 2004). “Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, jumlah industri pangan, khususnya yang berskala kecil dan rumah tangga, turun sejak tahun 2000 sampai 2002,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan di Jakarta, akhir pekan lalu (Anonim, 2004). Thomas menjelaskan, jumlah industri pangan berskala kecil tahun 2002 sebanyak 49.530 industri. Jumlah ini menurun dari tahun 2001 yang mencapai 60.020 industri dan tahun 2000 berjumlah 63.613 industri. Sementara jumlah industri pangan berskala rumah tangga tahun 2002 sebanyak 789.251. Tahun 2001 jumlah industri tersebut sebanyak 798.201 dan tahun 2000 sebanyak 814.037 (Anonim, 2004).
2. Permasalahan Yang Dihadapi Penurunan jumlah industri pangan berskala kecil dan rumah tangga disebabkan beberapa faktor, diantaranya kebijakan pemerintah untuk melindungi komoditas pertanian melalui penerapan tarif yang tinggi dan tata niaga, beredarnya produk pangan impor ilegal, dan masuknya perusahaan multinasional dalam industri pangan (Anonim, 2004). Selain itu juga biaya yang tinggi seperti untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM), serta penerapan standar produk yang kurang dapat dipenuhi industri kecil. Sebagai contoh ketentuan tata niaga impor gula. Dengan ketentuan itu, industri besar dapat mengimpor gula dengan volume yang besar. Dengan demikian, harga pun menjadi lebih murah. Sementara itu, industri kecil yang tidak mampu mengimpor tetap harus
membeli gula dari pasar dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi (Anonim, 2004). Selain itu, dengan masuknya investasi asing, beberapa industri kecil semakin terjepit. Misalnya, kehadiran hipermarket yang menjual banyak produk termasuk produk pangan dari luar negeri. Ada juga perusahaan multinasional yang mengakuisisi perusahaan lokal sehingga industri lokal tidak tumbuh. Dengan penurunan jumlah industri pangan berskala kecil, jumlah tenaga kerja pun berkurang. Jumlah tenaga kerja industri pangan berskala kecil pada tahun 2002 sebanyak 391.450 orang dan tahun 2001 sebanyak 474.356 orang. Sementara jumlah tenaga kerja industri pangan berskala rumah tangga pada tahun 2002 sebanyak 1.623.568 orang dan pada tahun 2001 sebanyak 1.641.979 orang (Anonim, 2004).
C. KRITERIA KEBERHASILAN INDUSTRI KECIL Keberhasilan perusahaan dapat dinilai dari analisis keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Data keuangan yang digunakan adalah dari laporan neraca keuangan, laporan laba rugi serta laporan pendapatan (Riyanto, 1990). Menurut Departemen Perindustrian (1990) di dalam Asri (1994), keberhasilan usaha dapat dilihat dari perkembangan usaha. Usaha yang berkembang dapat diketahui melalui beberapa elemen yang mendukung pada aktivitas perkembangan usaha, yaitu perkembangan pemasaran, perkembangan pembeli, perkembangan tenaga kerja, perkembangan modal kerja, perkembangan keuntungan, perkembangan pemakaian bahan dan perkembangan hasil produksi. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yakni bersifat padat karya. Menurut Nurhayati (1984) di dalam Diano (1990), kriteria keberhasilan suatu perusahaan dapat diartikan secara kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan kuantitatif diantaranya adalah perkembangan omset dan jumlah tenaga kerja pada periode tertentu. Perkembangan kualitatif diantaranya adalah peningkatan dari mutu produk, peningkatan kualitas moral pimpinan atau buruh. Peningkatan mutu produk
yang dihasilkan industri kecil dapat diketahui melalui persentase pemenuhan standar produk menurut permintaan konsumen. Dalam pengertian semakin besar tingkat persentase pemenuhan standar produk, maka mutu produk industri kecil meningkat. Menurut Asri (1994), sikap kewiraswastaan memiliki hubungan positif dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil. Indikator keberhasilan usaha yang biasa ditinjau dari nilai penjualan, sangat dipengaruhi oleh sikap kewiraswastaan pengusaha. Sikap kewiraswastaan pengusaha itu meliputi pembinaan modal, faktor manajemen, faktor kesediaan dalam mengambil resiko dan faktor inovasi. Dalam pembinaan modal ditandai dengan pemanfaatan keuntungan untuk mengembangkan usaha seperti pembelian alat dan peningkatan pemasaran, sedangkan dari faktor manajemen ditandai dengan adanya sikap mengkoordinir, merencanakan, dan menyusun jadwal dari berbagai kegiatan produksi. Sikap kepemimpinan dapat juga dilihat dari sikap pengusaha dalam kegiatan kemasyarakatan. Dari faktor kesediaan dalam mengambil resiko dicirikan oleh keinginan pengusaha untuk berprestasi tinggi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam berwiraswasta, tetapi tidak menyukai kegiatan yang hasilnya sama sekali diluar kemampuan atau kegiatan yang mengandung resiko sangat tinggi. Dari faktor inovasi dicirikan oleh sikap pengusaha yang bersedia menerima perubahan, dan selalu mencoba berbagai alternatif serta mengembangkan inovasi untuk barang dan jasa dalam bidang usaha lain.
D. KEADAAN INDUSTRI TEMPE DI BOGOR 1. Jumlah dan Sebaran Industri Tempe Industri tempe umumnya merupakan sektor informal yang jumlahnya sulit diketahui secara pasti. Hanya sedikit industri tempe yang mendaftarkan usahanya ke Departemen Perindustrian. Akan tetapi kebanyakan industri tempe tercatat dalam keanggotaan KOPTI ( Koperasi Tahu Tempe Indonesia). Berdasarkan data yang diperoleh dari KOPTI, sampai saat ini di Kabupaten Bogor terdapat 786 penggrajin tempe dengan persentase peningkatan 10% pertahun sampai dengan tahun 1999.
Sedangkan di wilayah kotamadya terdapat 165 pengrajin tempe. Berbeda dengan Kabupaten Bogor, kotamadya Bogor mengalami penurunan jumlah pengrajin tempe sebesar 50%. Penurunan ini terjadi karena beberapa wilayah pelayanan yang dulu tergabung dalam KOPTI kotamadya Bogor sekarang berpindah ke KOPTI daerah masing-masing seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Industri tempe yang tergabung dalam keanggotaan KOPTI Kotamadya Bogor tersebar dalam 17 wilayah pelayanan yang terdapat dalam 5 kecamatan yaitu Bogor barat, Bogor timur, Bogor tengah, Bogor selatan dan Bogor utara, sedangkan di Kabupaten Bogor tersebar kedalam 19 wilayah pelayanan. Setiap wilayah pelayanan dikepalai oleh seorang kepala wilayah pelayanan kedelai (KWP) yang ditetapkan dari KOPTI. Wilayah pelayanan kedelai di Kabupaten Bogor meliputi Cimanggis, Citeureup, Cibinong, Sawangan 1 dan 2, Parung 1 dan 2, Depok 1 dan 2, Semplak, Kedung Halang, Cimanggu 1 dan 2, Ciawi, Caringin, Pancasan, Cikreteg, Leuwiliang, dan Ciampea. Jumlah industri tempe yang terdapat pada Kabupaten bogor dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi jumlah Anggota KOPTI Kabupaten Bogor No Wilayah pelayanan Jumlah anggota 1 Cimanggis 65 2 Citeureup 107 3 Cibinong 56 4 Sawangan 1 63 5 Sawangan 2 17 6 Parung 1 62 7 Parung 2 42 8 Depok 1 69 9 Depok 2 120 10 Semplak 28 11 Kedung Halang 21 12 Cimanggu 1 18 13 Cimanggu 2 22 14 Ciawi 8 15 Caringin 2 16 Pancasan 7 17 Cikreteg 16 18 Leuwiliang 30 19 Ciampea 33 Jumlah 786 Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor tahun 1999 (diolah)
2. Skala Pemakaian Bahan Baku Sebelum monopoli BULOG atas kedelai impor dicabut para pengrajin tempe mendapatkan kedelai dari KOPTI. Setiap anggota KOPTI berhak memperoleh jatah
yang telah ditetapkan. Untuk mempermudah
pengambilan jatah, setiap wilayah memiliki seorang kepala wilayah pelayanan yang akan mendistribusikan kedelai dari KOPTI. Akan tetapi setelah monopoli BULOG dicabut para pengrajin tempe mendapatkan kedelai dari luar KOPTI yaitu di toko-toko Cina. Dari semua anggota KOPTI, 70% pengrajin tempe membeli kedelai dari pedagang Cina dan 30% pengrajin tempe memperoleh kedelai dari KOPTI. Pada akhir tahun 2005 KOPTI melakukan pendataan pemakain bahan baku ke wilayahwilayah pelayanan. Dari hasil pendataan diperoleh skala kebutuhan kedelai di Kabupaten Bogor antara 50-800 kg/hari dengan rata-rata pemakaian 75 kg/hari. Dalam sebulan kedelai yang dipakai untuk produksi tempe sekitar
875 ton. Sedangkan di Kotamadaya Bogor skala kebutuhan bahan baku antara 10-150 kg/hari dengan rata-rata pemakaian 75 kg/hari. Dalam sebulan kebutuhan bahan baku kedelai di Kotamadya Bogor sebesar 300 ton. Hampir sama dengan di Kabupaten sumber perolehan bahan baku kedelai pengrajim berasal dari pedagang Cina, hanya 10% pengrajin tempe yang mengambil bahan baku kedelai dari KOPTI.
3. Permasalahan Industri Tempe di Bogor Masalah utama yang dihadapi para pengrajin tempe adalah biaya produksi yang semakin tinggi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadikan harga kedelai dan harga bahan-bahan seperti kemasan baik plastik maupun daun, ragi dan minyak tanah menjadi naik. Kenaikan harga barang-barang tersebut telah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga semakin besar. Kondisi ini sangat dirasakan oleh para pengrajin tempe yang mempunyai modal pas-pasan sehingga jalan keluar yang terbaik untuk bertahan dalam industri tempe adalah dengan mengurangi volume produksi. Pemasaran untuk menyalurkan tempe dari produsen ke konsumen pada industri tempe masih merupakan masalah. Hal ini dikarenakan kurang dikuasainya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik jenis, jumlah, mutu dan harga produk. Selain itu kurangnya kemampuan dalam strategi pemasaran serta terbatasnya wilayah pemasaran juga menjadi masalah di industri tempe. Masalah lain dari industri tempe adalah kurangnya rasa memiliki anggota terhadap KOPTI. Padahal dengan partisipasi anggota terhadap KOPTI maka peran-peran KOPTI seperti pembinaan, penyuluhan, adanya simpanan kesejahteraan, dan tunjangan kesejahteraan akan sangat membantu kesejahteraan pengrajin tempe.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran Industri tempe
Eksplorasi 6 aspek pendukung sukses Diagram cartesius Perkembangan pemakaian bahan baku Kelompok industri I
Pengelompokan Industri
Kelompok industri II
Kelompok industri III
Kelompok industri IV
Pembandingan
Verifikasi di lapangan
Keterangan : Faktor kunci sukses
I : industri kecil tempe berpeluang sukses II : industri kecil tempe sangat sukses III : industri kecil tempe sukses IV : industri tempe kurang sukses
Gambar 1 . Kerangka berfikir penelitian
Industri tempe merupakan salah satu agroindustri rumah tangga yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan industri tempe telah mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan
perekonomian
masyarakat
pedesaan.
Ditengah-tengah
persaingan dengan industri rumah tangga lain baik yang dalam bidang pangan maupun non pangan serta iklim usaha yang semakin sulit menuntut industri tempe untuk lebih kreaktif dalam menjalankan usaha. Agar dapat bertahan dan berkembang industri tempe perlu mengetahui faktor kunci sukses dalam berwiraswasta tempe. Pengetahuan faktor kunci sukses berwirausaha tempe akan membantu para pengrajin tempe dalam menjalankan usaha. Selain itu pengetahuan faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe juga akan membantu pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan untuk membina para pengrajin tempe secara efektif dan efisien. Untuk mengetahui informasi tentang faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe perlu diadakan suatu penelitian survei. Faktor kunci sukses diperoleh dengan mengeksplorasi enam faktor pendukung kesuksesan yang meliputi aspek umum, pengadaan bahan baku, SDM, finansial, produksi dan pemasaran. Dari eksplorasi akan diketahui kondisi umum industri tempe di lokasi penelitian. Setelah diketahui kondisi umum industri tempe, kemudian industri tempe dikelompokkan kedalam empat kelompok industri yaitu industri berpeluang sukses, industri sangat sukses, industri sukses dan industri kurang
sukses.
Pengelompokan
menggunakan
diagram
cartesius
perkembangan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir. Alasan pemakaian bahan baku digunakan sebagai parameter adalah karena bahan baku merupakan faktor yang sangat kritis dalam industri tempe. Ketersediaan kedelai impor sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha tempe. Dari kelompok-kelompok industri tempe tersebut kemudian akan dibandingkan faktor pendukung kesuksesan usaha. Untuk memperkuat dugaan terhadap halhal yang menjadi faktor kunci sukses, maka dilakukan verifikasi di lapangan.
B. Langkah-langkah Penelitian Penentuan tujuan penelitian Studi pustaka ( metode penelitian survei, cara penyusunan kuesioner, penyebaran industri tempe)
Pemilihan lokasi dan waktu penelitian Pengambilan sampel
Pembuatan kuesioner Pengumpulan data
Tabulasi data
Analisa data
Pembuatan laporan
Gambar 2. Langkah-langkah penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian survei, pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Masalah yang diteliti adalah profil dan faktor-faktor kunci sukses dari industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Proses pengkajian masalah khusus ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dimulai dengan penentuan tujuan penelitian, studi pustaka, pemilihan lokasi dan waktu penelitian, pengambilan sampel, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, tabulasi data, analisis data, dan pembuatan laporan. Langkah-langkah penelitian secara terperinci ialah : 1. Penentuan tujuan penelitian Tujuan penelitian merupakan hal yang mendasari landasan berfikir untuk menentukan langkah-langkah penelitian dan pemecahan masalah yang ingin dicapai sehingga penelitian akan menjadi terarah. 2. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai topik yang dikaji dalam hal ini berkaitan dengan profil industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesannya. Selain itu studi pustaka juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang metode penelitian, yaitu metode survei. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku, internet, skripsi maupun laporan-laporan lain yang berhubungan dengan topik penelitian. 3. Pemilihan lokasi dan waktu penelitian Pemilihan lokasi pada penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Dalam penentuan lokasi ini berdasarkan pada pertimbangan : (1) daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi tempe di Kabupaten Bogor ; (2) daerah tersebut relatif dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga dapat menekan biaya penelitian. Waktu penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama mengumpulkan data sekunder yang diperlukan dan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2005, sedangkan tahap kedua mengumpulkan data primer di
lapang yang dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2005. Tahap akhir yaitu pengolahan dan analisa data, serta pembuatan laporan. 4. Pengambilan sampel Industri kecil tempe yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor yang terdaftar di Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor maupun yang tidak terdaftar pada instansi tersebut. Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang memenuhi kriteria Undang-Undang no 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk bangunan tempat usaha dan memiliki omset tahunan paling banyak Rp 1 milyar. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 responden dari 104 responden pengrajin tempe yang ada di Kecamatan Parung (19 persen dari populasi). Cara pengambilan sampel ini didasarkan pada pendapat Gay (1981) di dalam Ruseffendi (1994) yang menyatakan bahwa ukuran sampel minimum yang dapat diterima dalam penelitian survei atau deskriptif adalah 10 persen dari jumlah populasi yang besar (lebih dari 50) sedangkan untuk populasi kecil (kurang dari 50) minimum 20 persen dari jumlah populasi. Pengambilan sampel tersebut dilakukan secara acak sederhana, yaitu sebuah sampe yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi, 1989). Namun dari penelitian ini juka suatu industri kecil tempe tidak berhasil diwawancarai, baik karena industri sudah tutup, pindah maupun tidak bersedia, maka diganti dengan industri lain sebagai sampel. 5. Pembuatan kuesioner Kuesioner merupakan salah satu instrumen dalam penelitian, terutama penelitian survei. Pembuatan kuesioner disesuaikan dengan tujuan dari penelitian yakni untuk mengkaji profil industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan, (dilihat dari enam aspek yang telah disebutkan diatas).
Keenam aspek tersebut dijabarkan menjadi 22 faktor pendukung sukses, sehingga kuesioner yang disusun memuat pertanyaan-pertanyaan : a. Kondisi umum meliputi lama usaha, investasi, sumber modal, dan legalitas dari pemerintah. b. Pengadaan bahan baku meliputi jenis kedelai, sistem pembayaran, asal kedelai, jarak lokasi usaha dengan tempat pembelian, cara pembayaran bahan baku, dan persyaratan kedelai. c. Sumber daya manusia meliputi perkembangan jumlah tenaga kerja, pendidikan tenaga kerja, sistem pengupahan, dan pembagian peran. d. Finansial meliputi pencatatan keuangan , pemisahan uang pribadi dan uang usaha, penambahan modal dari setiap keuntungan, dana khusus untuk pemilik, dan penentuan harga produk. e. Produksi meliputi kapasitas produksi, penanganan terhadap limbah, perhatian terhadap peralatan dan penanganan terhadap produk yang tidak terjual ataupun produk rijek. f. Pemasaran meliputi wilayah pemasaran, sasaran pasar, tenaga pemasar, alat transportasi, dan evaluasi kegiatan pemasaran. Pertanyaan yang disusun terdiri dari pertanyaan yang bersifat semi terbuka (jawaban sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban). 6. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap responden dengan menggunakan kuesioner serta pengamatan langsung ke industri. Wawancara dilakukan dengan mendatangi satu persatu ke responden pengrajin tempe. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan Parung, Dinas Perindustrian, Dinas Kesatuan Bangsa serta Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kotamadya dan Kabupaten Bogor. 7. Tabulasi data Data yang diperoleh dari hasil survei, diskusi dan pengamatan langsung akan ditabulasikan dengan menggunakan perangkat komputer
(program microsoft office word) sehingga diharapkan akan mempermudah dalam melakukan analisa data. 8. Analisa data Analisis data terdiri dari : a. Pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan Dalam menentukan tingkat kesuksesan dari industri tempe, masing-masing industri tempe dipetakan ke dalam diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku, dimana sumbu mendatar (X) menunjukkan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku responden, sedangkan sumbu tegak (Y) menunjukkan rata-rata kenaikan jumlah pemakaian bahan baku responden.
Rata-rata kenaikan/penurunan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir (kg/4 tahun)
Y tinggi
berpeluang sukses
sangat sukses
(I)
(II)
Y rendah
kurang sukses
sukses
(IV)
rendah
(III)
X
tinggi
X
Rata-rata jumlah pemakaian bahan baku per hari selama empat tahun terakhir (kg/hari) Gambar 3. Diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku
Keterangan :
X = Rata-rata pemakaian bahan baku seluruh responden pengrajin tempe selama empat tahun terakhir
Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku seluruh responden selama empat tahun terakhir.
Rumus X dan Y adalah sebagai berikut : n = jumlah responden n
n
∑ Xi X =
∑Yi
i =1
Y
n
=
i =1
n
Dari gambar 3 tersebut dapat dijelaskan pengelompokkan industri tempe berdasarkan tingkat keberhasilannya sebagai berikut : I. Industri berpeluang sukses Industri yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan berpeluang sukses karena walaupun rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang rendah, namun memiliki rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi. II. Industri sangat sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini merupakan industri kecil yang sangat sukses. Hal ini ditandai dengan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang tinggi dan rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang juga tinggi. III. Industri sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan sukses, karena
memiliki rata-rata jumlah pemakaian
bahan baku yang tinggi, walaupun tidak ada peningkatan pemakaian bahan baku.
IV. Industri kurang sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini ditandai dengan rendahnya rata-rata jumlah pemakaian bahan baku dan rendahnya rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku. Pada kelompok ini juga ditandai dengan penurunan pemakaian bahan baku. b. Penentuan faktor kunci sukses dari industri kecil tempe Faktor kunci sukses diperoleh dengan cara membandingkan antara industri kecil tempe yang tergolong sangat sukses dan sukses dengan industri kecil tempe yang lainnya. Pembandingan dilakukan dengan melihat hal yang membedakan antar kelompok industri, dari enam aspek yang dijabarkan menjadi 22 faktor. Hal-hal yang dilakukan oleh industri yang sangat sukses dan sukses, yang umumnya tidak dilakukan industri yang kurang sukses ditentukan sebagai faktor kunci sukses industri kecil tempe. 9. Pembuatan laporan Hasil penelitian ini akan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis yakni laporan skripsi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI TINGKAT KESUKSESAN INDUSTRI KECIL TEMPE Dalam mengidentifikasi kesuksesan industri kecil tempe indikator yang digunakan adalah perkembangan pemakaian bahan baku. Penentuan kriteria ini mengambil asumsi bahwa perkembangan pemakaian bahan akan berpengaruh terhadap perkembangan omset dan juga keuntungan dari indsutri kecil tempe. Berdasarkan kriteria Departemen Perindsutrian perkembangan pemakaian bahan juga merupakan salah satu indikator keberhasilan industri kecil. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa para pengrajin tempe sangat tergantung kepada kedelai impor yang harganya semakin naik setelah terjadinya krisis ekonomi dan subsidi dari pemerintah dicabut sejak September 1998. Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan beberapa pengrajin tempe di lokasi penelitian tidak berproduksi lagi. Berdasarkan hal tersebut maka kemampuan mengakses dan menggunakan bahan baku kedelai impor merupakan salah satu indikator kesuksesan industri kecil tempe. Perkembangan pemakaian bahan baku kedelai impor selama empat tahun dari setiap responden dapat dilihat pada tabel 3 .
Tabel 3. Perkembangan pemakain bahan baku No
Nama
Pemakaian bahan baku (kg/hari) pada tahun
responden
2002
2003
2004
2005
1
Rutaji
150
150
150
150
2
Carsian
300
300
300
300
3
Casmani
25
25
35
100
4
Caridi
50
50
50
50
5
Mito
15
30
40
100
6
Tasheri
80
100
80
75
7
Rayubi
125
125
125
125
8
Kartubi
80
100
80
100
9
40
55
40
40
200
200
200
200
11
Sigit H. Abdul Karim Warniah
20
40
90
70
12
Suheri
100
100
100
100
13
Karsiban
60
60
80
75
14
Syawal
100
100
100
100
15
H. Munaji
80
60
80
20
16
Sarwo
40
50
60
80
17
Udi Susanto
150
150
100
100
18
Tambar
170
180
190
200
19
Sumitro
250
250
250
250
20
Sukarnen
150
150
150
150
10
Untuk mengetahui tingkat kesuksesan dari setiap responden pengrajin tempe, terlebih dahulu harus diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku. Sedangkan kecenderungan pemakain bahan baku diperoleh dengan cara regresi linier. Rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata pemakaian bahan baku dan kenaikan pemakaian bahan baku dari setiap responden No
Nama
X
Y
responden
(kg/hari)
(kg / 4 tahun)
1
Rutaji
150
0
tetap
2
Carsian
300
0
tetap
3
Casmani
46.25
17.63
naik
4
Caridi
50
0
tetap
5
Mito
46.25
19.88
naik
6
Tasheri
83.75
-2.63
turun
7
Rayubi
125
0
tetap
8
Kartubi
90
3
naik
9
Sigit
43.75
-1.13
turun
10
H. Abdul Karim
200
0
tetap
11
Warniah
55
15
naik
12
Suheri
100
0
tetap
13
Karsiban
68.75
4.88
naik
14
Syawal
100
0
tetap
15
H. Munaji
60
-12
turun
16
Sarwo
57.5
9.75
naik
17
Udi Susanto
125
-15
turun
18
Tambar
185
7.5
naik
19
Sumitro
250
0
20
Sukarnen Rata-rata
150
0
tetap tetap
114 ( X )
2.19 ( Y )
Kecenderungan
Keterangan : X = Rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir setiap responden pengrajin tempe. Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir dari setiap responden pengrajin tempe.
X = Rata-rata pemakaian bahan baku seluruh responden pengrajin tempe selama 4 tahun terakhir.
Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku seluruh responden selama 4 tahun terakhir.
Setelah diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden maka selanjutnya menentukan posisi industri kecil tempe. Salah satu cara yang digunakan dalam menentukan posisi industri kecil tempe adalah dengan menggunakan diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku. Pada sumbu vertikal yang menjadi ukuran adalah rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir, sedangkan sumbu horizontal yang menjadi ukuran adalah rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir. Industri kecil yang berada pada kuadran I adalah Casmani, Mito, Kartubi, Warniah, Karsiban, dan Sarwo. Responden pada posisi ini dapat dikatakan berpeluang sukses, karena walaupun rata-rata pemakaian bahan baku rendah tetapi memiliki rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi. Industri kecil tempe yang berada pada kuadran ini jika dapat terus mengoptimalkan pemakaian bahan bakunya pada waktu-waktu mendatang tentu akan sukses. Industri yang berada pada kuadran II adalah Tambar. Responden di posisi ini dikatakan sangat sukses karena dengan rata-rata pemakaian bahan baku yang tinggi juga disertai rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi juga atau diatas rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yaitu diatas 2.19. Pada waktu mendatang jika kenaikan pemakain bahan baku terus bertambah dan dapat memperluas pasar serta konsumen maka industri akan berkembang semakin pesat.
Industri kecil yang berada pada kuadran III adalah Rutaji, Carsian, Rayubi, H. Abdul Karim, Udi Susanto, Sumitro, dan Sukarnen. Industri tempe yang berada pada posisi ini tergolong sukses karena memiliki rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir yang tinggi atau diatas rata-rata responden industri kecil tempe yaitu diatas 114 kg/hari, walaupun tidak ada kenaikan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir atau jika ada rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku berada dibawah rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku responden di lokasi penelitian. Kondisi pemakaian bahan baku yang tetap yang ini dikarenakan konsumen dan pasar yang tidak berubah. Para pengrajin pada kuadran ini umumnya takut tidak terjual produknya ketika pemakaian bahan baku dinaikkan. Industri kecil yang berada pada kuadran IV ditandai dengan jumlah pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir yang rendah atau dibawah rata-rata pemakaian bahan baku responden industri kecil tempe di lokasi penelitian, serta tidak ada kenaikan pemakaian bahan baku atau pun jika ada rendah dan bahkan mengalami penurunan. Pada kuadran ini yang menempati adalah Caridi, Tasheri, Sigit, Suheri, Syawal, dan H. Munaji. Pada kondisi ini industri kecil dikatakan kurang sukses. Hal ini dikarenakan selama kurun empat tahun terakhir tidak dapat menaikan pemakaian bahan baku dan ratarata pemakaian bahan baku juga rendah. Kondisi ini selain disebabkan pasar yang tetap, juga karena kalah bersaing dengan industri kecil tempe yang sukses. Hasil pemetaaan responden ke dalam diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.
22
Rata-rata perkembnagan pemakaian bahan baku (kg/4 tahun) selama 4 tahun terakhir
20
5
18 16
I 3
II
11
14 12 10
16
8
18
6
13
4 2
4
0 -2
9 20
40
60
80
8 12/14 6 100
7 120
10
1/20 140
160
180
200
19 220
240
260
Rata-rata pemakaian bahan baku (kg/hari) selama 4 tahun terakhir
-4 -6 -8 -10 -12
2
IV
15
III
-14
17
-16 -18
X
Gambar 4. Posisi kesuksesan industri kecil tempe Keterangan : 1. Rutaji 2. Carsian 3. Casmani 4. Caridi 5. Mito 6. Tasheri 7. Rayubi 8. Kartubi 9. Sigit
10. H. Abdul karim 11. Warniah 12. Suheri 13. Karsiban 14. Syawal 15. H. Munaji 16. Sarwo 17. Udi susanto 18. Tambar
I. Industri kecil tempe berpeluang sukses II. Industri kecil tempe sangat sukses III. Industri kecil tempe sukses IV. Industri kecil tempe kurang sukses
19. Sumitro 20. Sukarnen
280
300
Y 320
B. PROFIL INDUSTRI TEMPE DAN IDENTIFIKASI FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI KUNCI SUKSES Deskripsi profil industri tempe diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang dibantu dengan kuesioner, yang dilakukan pada pengrajin tempe, baik yang terdaftar sebagai anggota KOPTI maupun bukan anggota KOPTI di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Dalam mendiskripsikan profil, industri tempe yang tergolong sukses dan sangat sukses dikelompokan menjadi satu kedalam kelompok industri tempe sukses sedangkan industri tempe berpeluang sukses dan kurang sukses dikelompokan menjadi industri tempe kurang sukses. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi faktor kunci sukses. Profil industri tempe yang didentifikasi meliputi 22 faktor seperti yang tertera pada tabel 5. Tabel 5. Profil masing-masing kelompok industri kecil tempe No
1
2
Faktor pendukung sukses Tingkat pendidikan pengusaha
4
Keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan Keanggotaan KOPTI Asal kedelai
5
Sumber modal
3
Industri berpeluang tidak tamat SD (2) SD (3) SLTP (1)
Industri sangat sukses SD (1)
ya (1) tidak (6)
ya (1)
ya (2) tidak (4) importir Cina (4) pedagang kedelai (2)
ya (1)
sendiri (5) pinjaman (1)
sendiri dan pinjaman (1)
Industri sukses
Industri kurang sukses
tidak tamat SD (1) SD (5) SLTA (1) ya (3) tidak (4)
tidak tamat SD ( 2) SD (3) SLTP (1)
ya (7)
ya (4) tidak (2) importr Cina (3) koperasi (1) pedagang kedelai (2) sendiri (6)
pedagang importir kedelai (1) Cina (7)
sendiri (5) sendiri dan pinjaman (2)
ya (1) tidak (5)
Lanjutan tabel 5. Profil masing-masing kelompok industri kecil tempe No
6
7
8
9
Faktor pendukung sukses Pembinaan terhadap karyawan Penambahan modal dari keuntungan Anggaran biaya pemeliharaan peralatan Target pemasaran
10
Alat transportasi pemasaran
11
Evaluasi kegiatan pemasaran Cara pembayaran bahan baku Jarak tempat beli kedelai dengan lokasi usaha Pemisahan uang pribadi dan uang usaha Lama usaha
12
13
14
15
Industri berpeluang ya (3) tidak (3)
Industri sangat sukses ya (1)
Industri sukses
Industrikurang sukses
ya (6) tidak (1)
ya (3) tidak (3)
ya (2) tidak (4)
ya (1)
ya (2) tidak (5)
ya (1) tidak (5)
ya (3) tidak (3)
tidak (1)
ya (2) tidak (5)
ya (2) tidak (4)
Pedagang sayur dan konsumen akhir (1) Pedagang sayur (5)
Pedagang sayur, warteg, perumahan, konsumen akhir(1)
Pedagang sayur, warteg, perumahan, konsumen akhir (4) Pedang sayur dan konsumen akhir(3)
gerobak (3), motor (1), motor dan gerobak (1), mobil pick up (1) ya (5) tidak (1)
motor (1)
gerobak (4) motor (1) mobil pick up (2)
Konsumen akhir (1) Pedagang sayur dan konsumen akhir (1) dititipkan ke warung (2) pedagang sayur (2) sepeda (1) gerobak (4) motor (1)
ya (1)
ya (6) tidak (1)
ya (4) tidak (2)
kredit(5) tunai (1)
kredit (1)
kredit (5) tunai (2)
kredit (5) tunai (1)
> 10 km (3) < 1 km (2) 1-5 km (1)
1-5 km (1)
< 1 km (2) 1-5 km (1) > 10 km (3)
ya (4) tidak (2)
ya (1)
> 10 km (2) 5-10 km (1) < 1 km (1) 1-5 km (3) ya (6) tidak (1)
< 10 tahun (4) 10-15 tahun (1) > 20 tahun (1)
15-20 tahun (1)
ya (5) tidak (1)
15-20 tahun (1) 5-10 tahun (2) 15-20 tahun (1) >20 tahun (6) > 20 tahun (3)
Lanjutan tabel 5. Profil masing-masing kelompok industri kecil tempe No
Faktor pendukung sukses Modal awal
Industri berpeluang
Pencatatan keuangan Pembagian peran SDM
belum ada (6) belum ada (3) sudah ada (3), tetapi masih sering bergantian
19
Persyaratan kedelai
tidak meminta syarat mutu khusus (5) meminta syarat mutu khususu (1)
20
Anggaran dana khusus pemilik
21
Tenaga pemasar khusus
22
Cara penentuan harga
belum ada (5) sudah ada (1) sudah ada (4), tetapi masih sering bergantian dengan bagian produksi belum ada (2) tergantung harga pasar (5) berdasarkan biaya produksi (1)
16
17 18
< 1 juta (5) 1-2 juta (1)
Industri sangat sukses < 1 juta (1) sudah ada (1) sudah ada , sudah bersifat kontinyu terutama bagian pemasaran dan produksi (1) meminta syarat mutu khusus seperti kedelai utuh, besar dan tidak banyak kotoran (1) sudah ada (1)
Industri sukses
Industri kurang sukses
< 1 juta (3) 1-2 juta (3) > 2 juta (1) sudah ada (6) belum ada (1) sudah ada (7), sudah bersifat kontinyu terutama bagian pemasaran dan produksi
1-2 juta (4) < 1 juta (2)
meminta syarat mutu khusus (6) tidak meminta syarat mutu khusus (1)
meminta syarat mutu khusus (3) tidak meminta syarat mutu khusus (3)
belum ada (4) sudah ada (3)
belum ada (6)
sudah ada (4) belum ada (2) belum ada (3) sudah ada (3), tetapi masih sering bergantian
sudah ada dan sudah ada dan bersifat bersifat kontinyu (1) kontinyu (7)
sudah ada (4), tetapi masih bergantian dengan bagian produksi belum ada (2)
berdasarkan biaya produksi (1)
tergantung harga pasar (6)
berdasarkan biaya produksi (7)
1. Tingkat Pendidikan Pengusaha Tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan, pola pikir, sikap dan cara pengambilan keputusan. Namun demikian, di lokasi penelitian pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan industri kecil tempe. Dari data diketahui bahwa baik industri tempe sukses maupun kurang sukses umumnya berpendidikan SD.
2. Keikutsertaan Dalam Pelatihan Kewirausahaan Dilihat dari segi keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan, 50 % responden pengrajin tempe sukses pernah mengikuti pelatihan kewirausahaan sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses, hanya 16.67% yang pernah mengikuti pelatihan kewirausahaan. Walaupun demikian, pelatihan tidak begitu berpengaruh terhadap kesuksesan
usaha. Hal ini
dikarenakan pelatihan yang diikuti biasanya ketika diselenggarakan oleh KOPTI saja. Padahal semenjak tahun 1998 pelatihan sudah jarang diselenggarakan karena banyak anggota KOPTI yang sudah tidak aktif lagi. Selain itu keahlian yang dimiliki oleh para pengrajin umumnya berasal dari orang tua, teman atau magang di pengrajin tempe yang lain.
3. Keanggotaan KOPTI Dari hasil wawancara diketahui semua responden pengrajin tempe yang sukses terdaftar sebagai anggota KOPTI, sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses hanya 50% yang mendaftarkan diri sebagai anggota KOPTI. Alasan yang dikemukakan ketika mereka mendaftarkan diri sebagai anggota KOPTI adalah mudah mendapatkan bahan baku, mendapatkan pinjaman modal, pembinaan, mendapatkan bonus sembako tiap akhir bulan dan mendapatkan simpanan uang setiap membeli bahan baku. Kondisi KOPTI berubah dan cenderung menurun perannya terhadap anggota ketika pemerintah mencabut subsidi kedelai impor sejak 1 September 1998. Hal ini menyebabkan KOPTI tidak mampu lagi menjual kedelai impor
dengan harga seperti ketika mendapatkan subsidi dari pemerintah. Ditambah lagi dengan maraknya pedagang kedelai impor di pasar. Para pedagang kedelai impor tersebut dapat menjual kedelai impor dengan harga yang lebih murah dari KOPTI. Sehingga beberapa responden yang memulai usahaya setelah pemerintah mencabut subsidi, tidak ada yang mendaftar sebagai anggota KOPTI. Alasan mereka adalah mahalnya harga kedelai yang ada di KOPTI bila dibandingkan di luar KOPTI. Sejak tahun 2000 hampir sebagian besar anggota KOPTI tidak aktif lagi, sehingga keanggotaan KOPTI tidak berpengaruh terhadap kesuksesan usaha tempe.
4. Asal Kedelai Para pengrajin tempe membeli kedelai dari berbagai tempat. Berdasarkan hasil wawancara, ada tiga tempat pembelian kedelai yang dilakukan oleh responden. Ada yag berasal dari importir Cina, pedagang kedelai non Cina dan koperasi. Responden pengrajin tempe sukses maupun yang kurang sukses umumnya membeli kedelai dari importir Cina. Hal ini sangat berbeda ketika koperasi masih mendapatkan subsidi kedelai impor dari pemerintah, hampir semua pengrajin membeli kedelai dari KOPTI. Alasan para pengrajin membeli kedelai di luar KOPTI adalah karena harga kedelai di luar KOPTI lebih murah. Selain itu mereka mendapatkan kemudahan dalam pelayanan dan tidak jarang mereka mendapatkan bonus pada waktu-waktu tertentu misalnya pada hari raya. Dari temuan di lapangan ini maka asal kedelai diduga bukan merupakan faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe.
5. Sumber Modal Modal merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi industri kecil. Modal usaha tempe diperoleh pengrajin dengan berbagai macam cara. Sebagian pengrajin memodali usahanya dengan modal milik sendiri dan sebagian lagi menggunakan modal pinjaman baik dari tetangga, teman, saudara dan beberapa dari KOPTI. Kelompok industri tempe yang sukses maupun kelompok kurang sukses umumnya menggunakan modal yang berasal
dari milik sendiri, sehingga sumber modal tidak berpengaruh terhadap kesuksesan industri kecil tempe dan diduga bukan merupakan faktor kunci sukses.
6. Pembinaan terhadap Karyawan Pembinaan atau pelatihan diberikan secara tidak langsung kepada para pekerja yang mayoritas dari anggota keluarga. Para pekerja diajari bagaimana cara membuat tempe dan bisnis tempe secara umum. Hal ini dengan harapan kelak mereka dapat mandiri. Terhadap karyawan yang sering absent atau malas biasanya pemilik hanya akan menegur dan hal ini jarang terjadi, karena pekerja mayoritas berasal dari anggota keluarga dan tinggal satu rumah sehingga mudah dalam melakukan pengontrolan. Dari data didapatkan ada beda antara industri kecil tempe yang sukses dan kurang sukses berkenaan dengan pembinaan terhadap karyawan. Perbedaan yang terjadi antara industri sukses dan kurang sukses disebabkan karena terdapat beberapa industri kurang sukses yang tidak mempekerjakan karyawan atau usaha tempe ditangani sendiri. Pembinaan yang dilakukan industri tempe cukup sederhana seperti yang disebutkan diatas dan tidak ada program khusus dari pemilik usaha untuk pekerjanya , sehingga pembinaan terhadap karyawan diduga bukan merupakan faktor kunci sukses usaha tempe.
7. Penambahan Modal dari Keuntungan Dari segi penambahan modal, para responden pengrajin tempe, baik yang sukses maupun kurang sukses umumnya tidak melakukan penambahan modal dari keuntungan yang didapatkan. Hanya 37.5% responden pengrajin tempe sukses yang melakukan penambahan modal, sedangkan industi tempe kurang sukses sebesar 25% yang melakukan penambahan modal. Tidak dilakukannya penambahan modal ini terkait dengan konsumen dan pasar yang relatif sama/tetap. Para pengrajin takut ketika produknya tidak terjual jika modal mereka ditambah, yang berarti juga meningkatkan skala produksi. Dari data ini maka aktivitas penambahan modal dari keuntungan yang diperoleh diduga bukan merupakan faktor kunci sukses.
8. Anggaran Biaya Pemeliharaan Peralatan Dalam pembuatan tempe peralatan sebagian besar diperoleh dengan membeli di pasar atau di toko. Alat-alat yang dipakai adalah drum besar untuk merebus, bak untuk merendam, ayakan untuk mengeringkan, sipatan untuk mencetak, kompor atau tungku, mesin pengupas kedelai, rak fermentasi, plastik dan daun pisang sebagai pembungkus. Para pengrajin tempe masih lemah dalam manajemen pengalokasian dana pemeliharaan atau penggantian peralatan. Dari hasil wawancara diketahui 62.5% responden pengrajin tempe sukses tidak menganggarkan biaya pemeliharaan atau penggantian peralatan dan hanya 35% responden pengrajin tempe yang menganggarkan dana untuk pemeliharan atau penggantian peralatan. Sedangkan 58.33% responden industri tempe kurang sukses juga tidak menganggarkan dana untuk pemeliharaan atau pergantian peralatan. Seacara umum baik industri tempe yang sukses maupun kurang sukses tidak menganggarkan dana untuk biaya pemeliharaan atau penggantian peralatan. Jika terjadi kerusakan alat biasanya akan diganti dengan yang baru atau diperbaiki tapi tidak ada anggaran dana khusus untuk penggantian. Sehingga dari data ini diduga angggaran dana untuk pemeliharaan atau penggantian peralatan bukan merupakan faktor kunci sukses dari wiarausaha tempe.
9. Target Pemasaran Pemasaran merupakan merupakan aspek yang sangat penting dalam industri kecil tempe. Hal ini dikarenakan karakteristik industri tempe yang hampir sama yaitu yang berkaitan dengan bahan baku kedelai yang umumnya berasal dari Amerika Serikat, produk yang dihasilkan adalah tempe segar, dan pengetahuan dan ketrampilan yang hampir sama. Karakteristik dari industri tempe yang sama ini menyebabkan para pengrajin tempe harus bersaing dalam pemasaran. Wilayah pemasaran dari industri tempe umumnya tidak jauh dari lokasi usaha atau berada di pasar dalam satu wilayah Kecamatan. Tetapi terdapat terdapat juga beberapa pengrajin yang menjual tempe di pasar-pasar wilayah Kecamatan lain. Terdapat perbedaan target pemasaran antara industri tempe yang tergolong sukses dengan yang kurang sukses.
Industri tempe sukses memiliki target pemasaran yang lebih banyak dari industri tempe yang kurang sukses. Industri tempe yang sukses umumnya memiliki target pemasaran para pedagang sayur, warteg, perumahan, dan konsumen akhir. Dari data ini diduga target pemasaran merupakan salah satu faktor kunci sukses dalam wirausaha tempe.
10. Alat Transportasi Pemasaran Alat transportasi pemasaran industri tempe di lokasi penelitian terdiri dari gerobak, sepeda, sepeda motor dan mobil pick up. Alat transortasi pemasaran diduga bukan merupakan faktor kunci sukses wirausaha tempe. Karena pada umumnya baik industri tempe yang sukses maupun kurang sukses memakai gerobak sebagai alat tarnsportasi pemasaran. Hal ini dikarenakan lokasi pasar yang dekat dengan lokasi usaha sehingga akan menghemat biaya.
11. Evaluasi Kegiatan Pemasaran Sebagian besar responden pengrajin tempe baik yang tergolong sukses maupu kurang sukses umumnya sudah melakukan evaluasi kegiatan pemasaran, walaupun tidak secara rutin. Evaluasi dilakukan ketika ada gejolak di pasar saja., misalnya pada musim panen jengkol, buah-buahan atau terjadi peristiwa khusus seperti ketika terjadi krisis moneter atau kenaikan harga BBM. Sehingga dari data ini, evaluasi kegiatan pemasaran diduga bukan merupakan faktor kunci sukses industri tempe.
12. Cara Pembayaran Bahan Baku Sistem pembayaran kedelai dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan cara tunai dan kredit. Sistem kredit yang dilakukan di industri tempe adalah dengan Pembayaran dibelakang setelah tempe terjual. Mayoritas pengrajin tempe, baik yang tergolong sukses maupun kurang sukses membayar kedelai dengan cara yang kedua yaitu membayar setelah tempe terjual. Sehingga cara pembayaran kedelai diduga bukan merupakan faktor
kunci sukses, karena semua kelompok industri umumnya melakukan hal yang sama.
13. Jarak Tempat Membeli Kedelai dengan Lokasi Usaha. Jarak lokasi penjual kedelai atau importir kedelai dengan lokasi usaha dari setiap responden bervariasi. Jarak tempat pembelian kedelai dengan lokasi usaha mayoritas kelompok industri tempe sukses adalah 1-5 km, sedangkan kelompok industri tempe kurang sukses jarak tempat pembelian kedelai dengan lokasi usaha umumnnya adalah > 10 km. Dari data ini terdapat perbedaan antara industri tempe sukses dan kurang sukses, namun demikian jarak tempat pembelian dengan lokasi usaha diduga bukan merupakan faktor kunci sukses. Hal ini dikarenakan untuk jarak yang jauh para pedagang kedelai bersedia mengantar sampai ke tempat pengrajin tempe. Jarak tidak berpengaruh terhadap kelancaran proses produksi, walaupun terdapat pengrajin yang mengambil kedelainya dari Ciputat atau Jakarta. Selain itu sistem pembayaran dibelakang yang dilakukan kebanyakan pengrajin juga cukup memudahkan mereka dalam memproduksi tempe.
14. Pemisahan Uang Pribadi dan Uang Usaha Dari segi pemisahan uang pribadi dan uang usaha mayoritas resonden pengrajin tempe sudah memisahkan antara uang pribadi dan uang usaha walaupun sangat sederhana. Biasanya pemisahan dilakukan pada dana untuk modal dan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Namun terkadang ketika kebutuhan mendesak uang modal terpaksa dipakai dahulu untuk menutupinya. Dari temuan data ini aktivitas pemisahan uang pribadi dan usaha diduga bukan merupakan faktor kunci sukses.
15. Lama Usaha Dari hasil wawancara dan diskusi diketahui bahwa 75% responden pengrajin tempe sukses sudah memulai usahanya > 20 tahun, sedangkan responden industri tempe kurang sukses umumnya (50%) < 10 tahun. Dari data ini terlihat perbedaan antar dua kelompok industri. Menurut Ningsih
(2004) Pengalaman berusaha di suatu bidang akan memberikan tambahan pengetahuan yang akan mempengaruhi sikap pengusaha dalam menjalankan usahanya. Pengalaman ini diperoleh langsung saat menjalankan usaha. Wilayah pemasaran industri tempe di lokasi penelitian relatif sama antar kelompok industri yaitu di pasar Parung atau pasar yang dekat dengan lokai usaha, hal ini menjadikan kelompok industri tempe sukses yang umumnya sudah memulai usaha lebih dahulu dapat menguasai pasar dan pelanggan, sehingga diduga lama usaha menjadi salah satu faktor kunci sukses.
16. Modal Awal Ketika memulai usaha, 50% responden pengrajin tempe sukses menyatakan bahwa modal awal mereka < 1 juta, sedangkan responden pengrajin tempe kurang sukses sebanyak 58% juga menggunakan modal < 1 juta ketika memulai usaha. Data ini menunjukkan bahwa antar kedua kelompok industri tempe relatif sama dalam menggunakan modal awal, sehingga dari data ini diduga bahwa penggunaan modal awal bukan merupakan faktor kunci sukses usaha tempe. Selain itu modal utama bagi usaha tempe adalah bahan baku, dan umumnya dibeli dengan sistem kredit. Banyak sedikit modal terutama untuk memproduksi kedelai sangat tergantung dari banyaknya pelanggan dan luasan pasar yang dimiliki.
17. Pencatatan Keuangan Dari segi pencatatan keuangan, 87.5% responden pengrajin tempe sukses sudah melakukan pencatatan keuangan dalam usahanya, sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses hanya 33.33% yang melakukan pencatatan keuangan. Industri sukses memiliki pembukuan keuangan terutama untuk bahan baku kedelai, modal, omset, keuntungan serta pengeluaran setiap hari, sedangkan industri tempe kurang sukses umumnya belum melakukan pembukuan keuangan. Pengelolaan keuangan usaha hanya berdasarkan perkiraan saja. Dari data ini terlihat perbedaan antar kedua kelompok industri, sehigga pencatatan keuangan diduga menjadi faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe.
18. Pembagian Peran Sumberdaya Manusia Pembagian peran tenaga kerja di industri tempe tergolong sangat sederhana. Sumberdaya manusia umumnya terbagi menjadi sumberdaya manusia bagian produksi dan pemasaran. Di bidang produksi biasanya dikerjakan secara bersama-sama dan kadang-kadang juga bergantian. Dari data terlihat perbedaan antara industri yang tergolong sukses dan kurang sukses. Kelompok industri sukses semua melakukan pembagian peran sumberdaya manusia sedangkan kelompok industri kurang sukses hanya 50% yang melakukan pembagian peran sumberdaya manusia. Aktivitas usaha tempe sangat padat dari mulai produks sampai dengan pemasaran. Aktivitas yang padat ini membutuhkan sumberdaya manusia yang memedahi dan bisa lebih fokus. Sehingga pembagian peran sumberdaya manusia diduga menjadi faktor kunci sukses usaha tempe.
19. Persyaratan Kedelai Dalam hal persyaratan bahan baku kedelai, 87.5% responden pengrajin tempe mensyaratkan adanya persyaratan-persyaratan tertentu seperti besar dan utuh, sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses hanya 33.33% yang meminta persyaratan mutu kedelai. Dari data ini terlihat perbedaan antara kelompok industri sukses dan kurang sukses. Namun demikian setelah dilakukan verifikasi kembali di lapangan ternyata walaupun tidak meminta persyaratan mutu kedelai, hal ini tidak begitu berpengaruh terhadap mutu dari tempe. Hal ini disebabkan antara kelompok industri tempe yang sukses dan kurang sukses sama-sama memakai kedelai impor dari Amerika Serikat. Mutu tempe sangat tergantung dari kemampuan pengrajin dalam proses pembuatan tempe, sehingga persyaratan kedelai diduga bukan merupakan faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe.
20. Anggaran Dana Khusus Pemilik Anggaran dana khusus pemilik diduga menjadi faktor kunci sukses wirausaha tempe. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan antara industri tempe yang sukses dan kurang sukses. Responden pengrajin tempe sukses
sudah ada anggaran dana khusus pemilik sebanyak 50%, sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses hanya 8.33% yang menganggarkan dana khusus pemilik. Anggaran dana khusus pemilik berkaitan dengan pencatatan keuangan usaha, yang juga diduga menjadi salah satu faktor kunci sukses usaha tempe. Selain itu anggaran dana khusus pemilik juga merupakan wujud penghargaan terhadap pekerjaan pemilik usaha yang umumnya jarang mendapatkan perhatian dari pengrajin tempe yang kurang sukses.
21. Tenaga Pemasar Tetap Pemasaran merupakan faktor yang paling penting dari wirausaha tempe di lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan karakteristik usaha yang sama yaitu produk yang dijual adalah tempe segar, ruang lingkup pasar yang sama dan target pemasaran yang hampir sama juga. Dengan karakteristik yang hampir sama tersebut menuntut sistem pemasaran yang baik, dan sumberdaya manusia memegang peranan cukup penting dalam pemasaran di industri kecil tempe. Tenaga pemasar biasanya langsung dipegang oleh pemilik usaha, karena berhubungan dengan keuangan dan kepercayaan dari konsumen. Dari hasil wawancara diketahui bahwa semua responden pengrajin tempe sukses sudah memakai tenaga pemasar khusus dan bersifat kontinyu. Hal ini berbeda dengan responden pengrajin tempe yang belum semua memakai tenaga pemasar khusus, dimana hanya sebesar 66.67% yang memakai tenaga pemasar khusus dan itu pun masih sering bergantian dengan yang lain. Di kelompok industri tempe sukses, tenaga pemasar bertanggung jawab terhadap penjualan tempe yang ada di pasar, merespon terhadap kondisi pasar dan permintaan konsumen. Jika pemasar yang tetap berhalangan, maka pemasar tersebut akan memberitahu kepada pelanggan agar tetap percaya terhadap tempe yang dijual..
22. Cara Penentuan Harga Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Penentuan harga jual dari setiap produk tempe sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh para pengrajin tempe.
Dalam wirausaha tempe persaingan harga antar pengrajin cukup ketat dan tidak terdapat standar harga. Dari hasil wawancara diketahui semua responden pengrajin tempe sukses mendasarkan harga tempe pada biaya produksi yang dikeluarkan dan bahkan terkadang berani menjual dengan harga yang lebih miring, Sedangkan responden pengrajin tempe yang kurang sukses umumnya (91.67%) menentukan harga tempe hanya berdasarkan pada tren pasar yang ada. Para pengarajin tempe yang sukses umumnya memiliki skala produksi yang besar, sehingga walaupun menjual tempe dengan harga yang miring para pengrajin masih mendapatkan keuntungan. Disamping itu para pengrajin tempe yang sukses umumnya juga memiliki usaha sampingan seperti menjaul kedelai, plastik dan ragi yang dapat menambah keuntungan usaha. Dari perbedaan ini diduga cara menentukan harga tempe merupakan salah satu faktor kunci sukses. Dari 22 faktor yang diidentifikasi, dianalisa dan dilakukan verifikasi di lapangan maka faktor-faktor yang diduga menjadi faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe di lokasi penelitian adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Terdapat 4 kelompok industri kecil tempe di lokasi penelitian, dimana dari 20 responden yang dijadikan sampel, 30% responden tergolong industri berpeluang sukses, 5% responden tergolong industri sangat sukses, 35% responden tergolong industri sukses dan 30% responden tergolong industri kurang sukses. 2. Industri kecil tempe sukses dan sangat sukses memiliki profil yang relatif sama, diantaranya dalam hal pencatatan keuangan usaha, target pemasaran, pembagian peran sumberdaya manusia, cara menentuan harga tempe , dan sudah terdapat tenaga pemasar khusus yang tetap, sedangkan hal yang membedakan adalah dalam hal jumlah dan perkembangan pemakaian bahan baku kedelai, lama usaha dan aktivitas penambahan modal. 3. Hal-hal yang diduga menjadi faktor kunci sukses dari industri tempe di lokasi penelitan adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.
B. SARAN Berdasarkan penelitian, maka beberapa hal yang dapat disarankan adalah : 1. Melakukan penelitian lanjutan dari masing-masing faktor kunci sukses secara mendalam dan spesifik, baik di lokasi yang sama atau berbeda. 2. Melakukan penelitian lanjutan tentang strategi pengembangan industri tempe
dilihat
dari
beberapa
aspek
secara
komprehensif
serta
memperhatikan karakteristik khusus dari industri kecil tempe. 3. Melakukan penelitian lanjutan tentang pemasaran industri tempe serta strategi pengembangannya.
4. Industri tempe perlu memperhatikan dan menerapkan faktor-faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe agar dapat terus berkembang dan mampu bersaing. 5. Pemerintah sebaiknya memfokuskan pembinaan pada hal-hal yang menjadi faktor kunci sukses dalam wirausaha tempe seperti target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, S. R. R. 1994. Beberapa Aspek Ekonomi pada Industri Tahu dan Tempe, Studi Kasus Industri Tahu dan Tempe di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 2004. Semakin Banyak Industri Pangan Skala Kecil Gulung Tikar www.kompas.com. (Senin 1 maret 2004). Apretty, J. B. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi Pada Industri Tempe Skala Kecil (Studi Kasus : Di desa Citereup, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asri, P. 1994. Studi Porfil dan Pola Pengembangan Pembinaan Kewiraswastaan Pengusaha Kecil (Studi Kasus Industri Tahu Tempe di Kotamadya Bogor). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 1995. Statistika Pertanian. Jakarta. Darwis A. A., B. Djatmiko, Eriyatno, D. Somaatmadja, A. T. Tajib, Soedarmo, S. Harjo, S. Widjandi, Kuswandi dan E. G. Said. 1983. Pengembangan Agroindustri Indonesia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Departemen Perindustrian. 1990. Undang-Undang dan Peraturan di bidang Perindustrian. Biro Perencanaan Departemen Perindustrian, Jakarta. Di dalam Asri, P. 1994. Studi Profil dan Pola Pengembangan Pembinaan Kewiraswastaan Pengusaha Kecil (Studi Kasus Industri Tahu Tempe di kotamadya Bogor). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dermawan, Ahmad. 1999. Analisa Pendapatan Usaha Tani Kedelai Serta Nilai Tambah Industri Tahu danTempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gay. 1981. Di dalam Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Penididikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press. Semarang. Ningsih, E. 2004. Mempelajari Strategi Pemasaran industri Kecil Keripik di Wilayah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhayati. 1984. Mencari Variabel Struktur Organisasi Yang Mempengaruhi Keberhasilan Dengan Analisa Komponen Utama. Skripsi. Fakultas Teknik Industri. ITB, Bandung. Di dalam : Candra, D. 1990. Analisa Faktor Eksternal dan Internal yang berpengaruh pada Keberhasilan Industri Kecil Rotan (Studi Kasus Di Sentra Industri Kecil Rotan Tegalwangi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nurhayati, W. 2001. Identifikasi dan Karakterisasi Komponen Pahit Pada Tempe Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Riyanto, B. 1990. Dasar-dasar Pembelanjaan. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Sarah, N. 2001. Studi Profil Industri (Studi Kasus Industri Tahu Di Jakarta Timur). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Sari, Y. P. 2002. Analisis Efisiensi dan Pendapatan Pengrajin Tempe Anggota KOPTI Kotamadya Bogor Propinsi Jawa Barat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sebayang, B. N. 1994. Keragaan Ekonomi Industri Kecil Pengolahan Kedelai Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singarimbun, M dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta. Soetrisno, N dan Sapuan. Bunga Rampai Tempe Indonesia. 1996. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. 151-168. Solahudin, S. 1998. Visi Pembangunan Pertanian. IPB Press. Bogor. Susidarto, 1995. Mencari Bentuk Keterkaitan Dalam Pembiayaan Industri Kecil. Harian Bisnis Indonesia. No 2996 Tahun X. 16 Januari 1995.
Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara BAGIAN I Informasi tentang diri responden dan informasi umum dari industri tempe. A. Latar Belakang responden 1. Nama industri
:..........................................................
2. Nama pemilik
:...........................................................
3. Alamat
:........................................................... :.............................................................
4. Nomor Telephone / HP
:...........................................................
5. Umur : ( ) 20-25 tahun
( ) 25-30 tahun
( ) 30-35 tahun
( ) 35-40 tahun
( ) > 40 tahun 6. Pendidikan terakhir : ( ) tidak tamat SD
( ) SD
( ) SLTP
( ) SLTA
( ) Sarjana 7. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan tentang kewirausahaan ? ( ) ya
( ) tidak
B. Informasi Umum Industri 1. Berapa lama anda sudah menjalankan usaha ini ? ( ) 0-5 tahun
( ) 5-10 tahun
( ) 10-15 tahun
( ) 15-20 tahun
( ) > 20 tahun 2. Berapa modal awal yang diperlukan untuk mendirikan usaha ini ? ( ) <1 juta
( ) 1-2 juta
( ) > 2 juta
3. Darimana anda memperoleh modal awal usaha ? emperoleh modal awal usaha ? ( ) pinjaman ( ) patungan/ kerjasama
( ) sendiri dan pinjaman
4. Apakah anda mendaftarkan usaha anda ke instansi pemerintah terkait ? ( ) ya
( ) tidak (lanjut ke no 7)
5. Jika ya, ke instansi mana : ( ) Dinas Perindustrian dan Perdagangan ( ) Dinas Kesehatan ( ) Koperasi (KOPTI) ( ) lainnya, sebutkan...............
6. Jika menjawab ya, apakah alasan utama anda mendaftar ke instansi tersebut ? ( ) mendapatkan pembinaan
( ) mudah mendapatkan bahan baku
( ) mendapatkan pinjaman modal
( ) lainnya, sebutkan..................
7. Apakah alasan utama anda tidak mendaftar ke instansi tersebut ? ( ) kendala biaya
( ) birokrasi yang sulit
( ) lainnya, sebutkan................. BAGIAN II Informasi mengenai bahan baku 1. Jenis kedelai apakah yang anda gunakan sebagai bahan baku ? ( ) kedelai impor
( ) kedelai lokal
( ) campuran 2. Apakah alasan utama anda menggunakan jenis bahan baku tersebut ? ( ) mutu
( ) harga murah
( ) mudah didapat
( ) lainnya, sebutkan.........
3. Dari manakah anda mendapatkan bahan baku untuk membuat tempe ? ( ) koperasi
( ) pasar
( ) petani
( ) lainnya, sebutkan...................
4. Apakah alasan utama anda mendapatkan bahan baku dari tempat tersebut ? ( ) mutu
( ) harga murah
( ) mudah didapat
( ) lainnya, sebutkan.........
5. Apakah pembelian tersebut untuk satu kali produksi atau untuk persediaan produksi berikutnya ? ( ) satu kali produksi
( ) untuk persediaan produksi berikutnya
6. Bagaimana cara pembayarannya ? ( ) cash (tunai)
( ) kredit
( ) lainnya, sebutkan..............
7. Apakah ada persyaratan tertentu dalam penerimaan bahan baku ? ( ) ya
( ) tidak
8. Apa tindakan yang dilakukan jika bahan baku yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan ? ( ) dikembalikan ke suplier ( ) digunakan untuk membuat produk lain ( ) mencari supplier baru ( ) lainnya, sebutkan.................... 9. Berapa jarak lokasi sumber bahan baku yang terdekat dengan usaha anda ? ( ) < 1 km
( ) 1-5 km
( ) 5-10 km
( ) > 10 km
10. Bagaimana pengaruh lokasi sumber bahan baku yang ada sekarang terhadap kelancaran proses produksi ? ( ) biasa saja
( ) tidak berpengaruh
( ) berpengaruh
( ) sangat berpengaruh
11. Apakah anda mempunyai cara untuk menjamin ketersediaan bahan baku ? ( ) ya
( ) tidak
12. Jika ya, bagaimana caranya ? ( ) membeli bahan baku dari beberapa tempat (supplier) ( ) menampung dalam gudang
( ) lainnya, sebutkan................
BAGIAN III Informasi mengenai sumberdaya manusia yang ada di industri tempe 1. Apakah ada perkembangan jumlah tenaga kerja di industri dari tahun ke tahun ? ( ) ya
( ) tidak
2. Jika ya, berapa jumlah perkemnbangan tenaga kerja dalam 4 tahun terakhir ? Tahun 2002 :...................orang Tahun 2003 :...................orang Tahun 2004 :....................orang Tahun 2005 :....................orang 3. Berapa jumlah tenaga kerja di industri anda berdasarkan pendidikan terakhirnya ? ( ) tidak tamat SD :..............orang
( ) SD :..................orang
( ) SLTP :...................orang
( ) SLTA :.................orang
( ) Sarjana :...................orang 4. Apakah ada pembagian peran tenaga kerja di industri anda ? ( ) ya
( ) tidak
5. Apakah ada program pelatihan bagi para pekerja di industri anda ? ( ) ya
( ) tidak
6. Bagaimana sistem pengupahan bagi tenaga kerja di industri anda ? ( ) per-hari
( ) per-minggu
( ) per-bulan
( ) Lainnya, sebutkan..............................
7. Adakah ada persyaratan pendidikan khusus untuk menjadi tenaga kerja baru di industri anda ? ( ) ya
( ) tidak
8. Jika ya (ada), apakah syarat pendidikan minimal tenaga kerja baru di industri anda ? ( ) tidak tamat SD
( ) SD
( ) SLTP
( ) SLTA
( ) Sarjana
9. Apakah kebanyakan tenaga kerja di industri anda berasal dari keluarga ? ( ) ya
( ) tidak
10. Bagaimanakah sikap / tindakan anda jika terdapat karyawan yang sering absent / tidak masuk kerja : ( ) diperingatkan / ditegur
( ) diberikan sanksi
( ) di keluarkan dari kerja
( ) lainnya, sebutkan....................
BAGIAN IV Informasi tertentu mengenai aspek finansial 1. Berapa omset penjualan (Rp/tahun) di industri anda 4 tahun terakhir ? Tahun 2002
:
Tahun 2003
:
Tahun 2004
:
Tahun 2005
:
2. Apakah anda selalu melakukan pencatatan dari setiap penggunaan keuangan dalam usaha anda ? ( ) ya
( ) tidak
3. Apakah anda selalu memisahkan antara uang pribadi dan uang usaha ? ( ) ya
( ) tidak
4. Apakah di industri anda ada anggaran dana khusus (gaji) untuk pemilik usaha ? ( ) ya
( ) tidak
5. Jika ya, apakah gaji tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anda sehari-hari ? ( ) ya
( ) tidak
6. Apakan anda selalu melakukan penanaman modal dari setiap keuntungan yang diperoleh ? ( ) ya
( ) tidak
7. Faktor utama apakah yang mendasari penentuan harga produk di industri anda ? ( ) biaya produksi ( ) jumlah permintaan
( ) tergantung harga pasar ( ) lainya, sebutkan..........................
8. Apakah anda melakukan strategi potongan harga ? ( ) ya
( ) tidak
9. Jika ya, bagaimana hal tersebut dilakukan ? ( ) ke pelanggan tertentu
( ) pada waktu tertentu
( ) ke agen / distributor
( ) jika pembelian melebihi jumlah tertentu
( ) lainnya, sebutkan....................
BAGIAN V Informasi tertentu mengenai produksi 1. Darimanakah anda memperoleh pengetahuan tentang cara pembuatan tempe ? ( ) orang tua
( ) teman
( ) kerja di industri tempe orang lain
( ) pelatihan
( ) belajar sendiri
( ) lainnya, sebutkan.....................
2. Apakah anda mengalokasikan dana khusus untuk pemeliharaan peralatan ? ( ) ya
( ) tidak
3. Jika ada masalah dalam hal teknologi, kemanakah anda bertanya ? ( ) KOPTI
( ) industri tempe lain
( ) lainnya, sebutkan........................ 4. Apakah anda melakukan tindakan khusus dalam penanganan limbah produksi anda ? ( ) ya
( ) tidak
5. Jika ya, bagaimanakah penanganan limbah di industri anda ? a. Cair ( ) dibuang ke tempat khusus
( ) dibuang di sungai
( ) lainnya, sebutkan........................ b. padat ( ) dibuang ke tempat khusus
( ) dibuang di sungai
( ) dijual untuk pakan ternak
( ) lainnya, sebutkan...................
6. Produksi yang anda lakukan beradasarkan apa ? ( ) setiap hari
( ) per-minggu
( ) pesanan
( ) lainnnya, sebutkan......................
7. Adakah variasi produk yang anda hasilkan ? ( ) ya
( ) tidak
8. Apa jenis kemasan utama yang digunakan dalam mengemas produk anda? ( ) plastik
( ) lainnnya, sebutkan......................
( ) daun pisang 9. Pernahkah suatu waktu produk anda tidak terjual ? ( ) ya
( ) tidak
10. Jika ya, apakah yang anda lakukan jika produk yang sudah dipasarkan tetapi tidak terjual ? ( ) dibuang
( ) diolah jadi produk lain
( ) dijual untuk pakan ternak
( ) lainnya, sebutkan................
11. Adakah produk rijek (cacat) dalam suatu produksi di industri anda ? ( ) ya
( ) tidak
12. Jika ya, apakah yang anda lakukan terhadap produk rijek (cacat) ? ( ) dibuang
( ) dibuat pakan ternak
( ) lainnya, sebutkan...................................
BAGIAN VI Informasi tertentu mengenai pemasaran 1. Sejauh mana wilayah pemasaran produk anda ? ( ) desa
( ) kecamatan
( ) kabupaten
( ) kotamadya dan kabupaten
( ) diluar kotamaya dan kabupaten
( ) lainnya, sebutkan....................
2. Kemanakah mayoritas produk anda dipasarkan ? ( ) dijual langsung ke konsumen
( ) dibeli agen / distributor
( ) dititipkan ke warung
( ) lainnya, sebutkan.......................
3. Apakan anda memakai tenaga pemasar khusus ? ( ) ya
( ) tidak
4. Alat transportasi apa yang paling banyak digunakan dalam menyalurkan produk anda ? ( ) mobil / truk
( ) motor
( ) sepeda
( ) lainnya, sebutkan......
5. Apakah anda selalu mengevaluasi setiap kegiatan pemasaran yang dilakukan ? ( ) ya
( ) tidak
Lampiran 2. Hasil wawancara terhadap setiap responden
No
Nama pemilik industri
Lama usaha
Modal awal
Sumber modal
Mendaftar instansi / tidak
1
2
3
4
5
6
1
Rutaji
>20 tahun
< 1 juta
sendiri
ya (KOPTI)
2
Carsian
> 20 tahun
< 1 juta
sendiri
ya (KOPTI)
3
Casmani
< 5 tahun
< 1 juta
sendiri
tidak
4
Caridi
5-10 tahun
1-2 juta
sendiri
tidak
Alasan mendaftar / tidak mendaftar 7 mendapatkan pinjaman modal dan bahan baku mendapatkan pinjaman modal dan pembinaan harga kacang kedelai di KOPTI lebih tinggi daripada di luar harga kacang kedelai di KOPTI lebih tinggi daripada di luar
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
5
6
2
Mito
Tasheri
3
5-10 tahun
> 20 tahun
4
< 1 juta
< 1 juta
5
sendiri
sendiri
6
7
tidak
harga kacang kedelai di KOPTI lebih tinggi daripada di luar
ya (KOPTI)
7
Rayubi
> 20 tahun
1-2 juta
sendiri
ya (KOPTI)
8
Kartubi
> 20 tahun
< 1 juta
sendiri
ya (KOPTI)
mudah mendapatkan bahan baku, modal dan simpanansimpanan mudah mendapatkan bahan baku, modal dan pembinaan mudah mendapatkan bahan baku dan simpanansimpanan
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
9
2
Sigit
H. Moh. Abdul Karim
3
5-10 tahun
15-20 tahun
4
1-2 juta
1-2 juta
10
5
sendiri
sendiri dan pinjaman
6
7
tidak
harga kacang kedelai di KOPTI lebih tinggi daripada di luar
ya (KOPTI)
mudah mendapatkan bahan baku, modal dan pembinaan
11
Warniah
< 5 tahun
< 1 juta
sendiri
tidak
12
Suheri
15-20 tahun
< 1 juta
sendiri
Ya (KOPTI)
13
Karsiban
10-15 tahun
< 1juta
sendiri
ya (KOPTI)
harga kacang kedelai di KOPTI lebih mahal mudah mendapatkan bahan baku mendapat pinjaman modal dan bahan baku
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
14
Syawal
> 20 tahun
1-2 juta
sendiri
Ya (KOPTI)
15
H. Munaji
> 20 tahun
1-2 juta
sendiri
ya (KOPTI)
16
Sarwo
5-10 tahun
1-2 juta
pinjaman
Tidak
17
Udi Susanto
> 20 tahun
1-2 juta
sendiri dan pinjaman
ya (KOPTI)
7 mendapat pinjaman modal dan bahan baku mendapatkan pinjaman modal, simpanansimpanan dan sembako setiap bulan. harga kacang kedelai di KOPTI lebih mahal mendapat pinjaman modal
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
8
Tambar
15-20 tahun
< 1 juta
sendiri dan pinjaman
ya (KOPTI)
19
Sumitro
> 20 tahun
> 2 juta
sendiri
ya (KOPTI)
20
Sukarnen
> 20 tahun
< 1 juta
sendiri
ya (KOPTI)
7 mudah mendapatkan bahan baku, pembinaan, dan cara pembuatan tempe yang baik mendapatkan pinjaman modal, bahan baku pembinaan, dan cara pembuatan tempe yang baik mudah mendapatkan bahan baku dan modal
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
Jenis kedelai
Alasan penggunaan
Asal kedelai
1
2
3
4
5
Alasan menganbil dari tempat tersebut 6
1
Rutaji
impor
mutu
pedagang Cina
harga murah
2
Carsian
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat
3
Casmani
impor
mutu
pedagang Cina
penjual mudah diajak kompromi
4
Caridi
impor
mutu
pedagang lokal
mudah didapat
5
Mito
impor
mutu
pedagang lokal
mudah didapat
mutu 6 7
Tasheri Rayubi
impor
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat
pedagang Cina
harga murah
Skala pembelian 7 untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya
untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
8
Kartubi
impor
mudah didapat
pedagang Cina
harga murah
9
Sigit
impor
mutu
mudah didapat pedagang lokal
7 untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya
10
H. Moh. Abdul Karim
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
11
Warniah
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
12
Suheri
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
13
Karsiban
impor
mutu
pedagang lokal
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
14
Syawal
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
15
H. Munaji
impor
mutu
koperasi
mutu kedelai
untuk produksi berikutnya
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
16
Sarwo
impor
mudah didapat
pedagang Cina
harga murah
17
Udi Susanto
impor
18
Tambar
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
19
Sumitro
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
20
Sukarnen
impor
mutu
pedagang Cina
mudah didapat dan langganan
untuk produksi berikutnya
mutu
mudah didapat pedagang lokal
7 untuk produksi berikutnya untuk produksi berikutnya
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
1
2
1
Rutaji
2
Carsian
3
Casmani
4
Caridi
5
Mito
6 7
Tasheri Rayubi
Cara pembayaran 3 bayar setelah tempe terjual cash bayar setelah tempe terjual bayar setelah tempe terjual
Persyaratan kedelai 4 ya ya tidak tidak
Tindakan jika tidak sesuai syarat 5 dikembalikan ke suplier dikembalikan ke suplier dikembalikan ke suplier dikembalikan ke suplier
Jarak tempat pembelian kedelai dengan lokasi usaha 6 5-10 km .> 10 km > 10 km < 1 km
Pengaruh terhadap usaha 7 tidak berpengaruh tidak berpengaruh tidak berpengaruh tidak berpengaruh
bayar setelah tempe terjual
tidak
dikembalikan ke suplier
< 1 km
tidak berpengaruh
bayar setelah tempe terjual
ya
dikembalikan ke suplier
1-5 km
tidak berpengaruh
bayar setelah tempe terjual
ya
jarang terjadi
< 1 km
tidak berpengaruh
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5 dikembalikan ke suplier
6
8
Kartubi
cash
ya
9
Sigit
kredit
ya
potongan harga
.< 1km
10
H. Moh. Abdul Karim
bayar setelah tempe terjual
ya
dikembalikan ke suplier
1-5 km
tidak berpengaruh
11
Warniah
bayar setelah tempe terjual
tidak
dikembalikan ke suplier
> 10 km
tidak berpengaruh
12
Suheri
bayar setelah tempe terjual
tidak
dikembalikan ke suplier
> 10 km
tidak berpengaruh
13
Karsiban
bayar setelah tempe terjual
tidak
dikembalikan ke suplier
.< 1km
tidak berpengaruh
14
Syawal
cash
ya
dikembalikan ke suplier
> 10 km
tidak berpengaruh
15
H. Munaji
kredit
tidak
dikembalikan ke suplier
> 10 km
tidak berpengaruh
> 10 km
7 tidak berpengaruh tidak berpengaruh
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3 bayar setelah tempe terjual bayar setelah tempe terjual
4
16
Sarwo
6
7
1-5 km
berpengaruh
17
Udi Susanto
1-5 km
tidak berpengaruh
18
Tambar
bayar setelah tempe terjual
ya
tetap produksi
1-5 km
tidak berpengaruh
19
Sumitro
cash
ya
dikembalikan ke suplier
> 10 km
tidak berpengaruh
20
Sukarnen
bayar setelah tempe terjual
tidak
potongan harga
1-5 km
tidak berpengaruh
tidak ya
5 dikembalikan ke suplier dikembalikan ke suplier
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
Cara menjamin bahan baku
1
2
1
Rutaji
2
Carsian
3
Casmani
4
Caridi
3 menampung di gudang menampung di gudang menampung di gudang menampung di gudang
5
Mito
6 7
Tasheri Rayubi
Jumlah tenaga kerja (tahun 2002) 4
tahun 2003
tahun 2004
tahun 2005
5
6
7
3
3
3
3
4
4
4
4
1
1
2
3
1
1
1
1
menampung di gudang
4
4
4
4
menampung di gudang
3
3
3
3
menampung di gudang
3
3
3
3
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
8
Kartubi
9
Sigit
3 menampung di gudang menampung di gudang
4
5
6
7
3
3
3
3
2
2
2
2
10
H. Moh. Abdul Karim
menampung di gudang
5
5
5
5
11
Warniah
menampung di gudang
2
2
2
2
12
Suheri
menampung di gudang
3
3
3
3
13
Karsiban
menampung di gudang
2
2
2
2
14
Syawal
menampung di gudang
3
3
3
3
15
H. Munaji
menampung di gudang
3
3
3
3
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
16
Sarwo
17
Udi Susanto
18
Tambar
19 20
3 menampung di gudang menampung di gudang
4
5
6
7
2
2
2
2
4
4
6
5
menampung di gudang
4
4
4
4
Sumitro
menampung di gudang
5
5
5
5
Sukarnen
menampung di gudang
2
2
3
3
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
1
Nama pemilik industri 2
Pendidikan (tidak tamat SD) 3
SD
SLTP
SMU
4
5
6
Syarat pendidikan 7
1
Rutaji
0
2
0
1
tidak
2
Carsian
0
2
2
0
tidak
3
Casmani
0
3
0
0
tidak
4
Caridi
0
0
1
0
tidak
5
Mito
0
2
1
1
tidak
2
1
0
0
tidak
0
1
2
0
tidak
No
6 7
Tasheri Rayubi
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
7
8
Kartubi
0
2
1
0
tidak
0
1
1
0
tidak
9
Sigit
10
H. Moh. Abdul Karim
0
2
3
0
tidak
11
Warniah
0
2
0
0
tidak
12
Suheri
0
2
1
0
tidak
13
Karsiban
1
1
0
0
tidak
14
Syawal
3
3
3
3
tidak
15
H. Munaji
2
0
1
1
tidak
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1 16 17
2 Sarwo Udi Susanto
3 0 0
4 1 1
5 1 2
6 0 2
7 tidak tidak
18
Tambar
0
4
0
0
tidak
19
Sumitro
0
2
1
2
tidak
20
Sukarnen
0
3
0
0
tidak
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
Pembarian THR
1
2
3
Pemakaian kedelai (kg/hari) tahun 2002 4
1
Rutaji
ya
2
Carsian
3
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
5
6
7
150
150
150
150
ya
300
300
300
300
Casmani
ya
25
25
35
100
4
Caridi
tidak
50
50
50
50
5
Mito
ya
15
30
40
100
ya
80
100
80
75
ya
125
125
125
125
6 7
Tasheri Rayubi
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
7
8
Kartubi
tidak
80
100
80
100
tidak
40
55
40
40
9
Sigit
10
H. Moh. Abdul Karim
ya
200
200
200
200
11
Warniah
ya
20
40
90
70
12
Suheri
ya
100
100
100
100
13
Karsiban
tidak
60
60
80
75
14
Syawal
tidak
100
100
100
100
15
H. Munaji
tidak
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1 16 17
2 Sarwo Udi Susanto
3 ya tidak
4 40 150
5 50 150
6 60 100
7 80 100
18
Tambar
ya
170
180
190
200
19
Sumitro
ya
250
250
250
250
20
Sukarnen
ya
150
150
150
150
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
Pencatatan keuangan
1
2
3
Pemisahan uang pribadi dan uang usaha 4
5
Penambahan modal dari keuntungan 6
1
Rutaji
ya
ya
tidak ada
tidak ada
biaya produksi
2
Carsian
ya
ya
ya
tidak ada
biaya produksi
3
Casmani
tidak
tidak
tidak ada
ya
4
Caridi
tidak
tidak
tidak ada
tidak ada
biaya produksi tergantung harga pasar
5
Mito
tidak
ya
tidak ada
tidak ada
tergantung harga pasar
ya
ya
tidak ada
ya
tergantung harga pasar
ya
ya
ya
tidak ada
biaya produksi
6 7
Tasheri Rayubi
Anggaran khusus pemilik
faktor penentu harga tempe 7
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
8
Kartubi
tidak
ya
ya
tidak ada
ya
ya
tidak ada
tidak ada
9
Sigit
7 tergantung harga pasar tergantung harga pasar
10
H. Moh. Abdul Karim
ya
ya
tidak ada
tidak ada
biaya produksi
11
Warniah
tidak
tidak
tidak ada
tidak ada
tergantung harga pasar
12
Suheri
tidak
ya
ya
tidak ada
tergantung harga pasar
13
Karsiban
tidak
ya
tidak ada
tidak ada
tergantung harga pasar
14
Syawal
ya
ya
ya
tidak ada
tergantung harga pasar
15
H. Munaji
ya
ya
tidak ada
tidak ada
tergantung harga pasar
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
4
5
6
16
Sarwo
tidak
ya
tidak ada
ya
17
Udi Susanto
tidak
tidak
tidak ada
tidak ada
7 tergantung harga pasar biaya produksi
18
Tambar
ya
ya
ya
tidak ada
biaya produksi
19
Sumitro
ya
ya
ya
ya
biaya produksi
20
Sukarnen
ya
ya
tidak ada
ya
biaya produksi
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
Pemberian bonus kepada pembeli
Pengetahuan cara membuat tempe
1
2
1
Rutaji
2
Carsian
3
Casmani
4
Caridi
3 ya (ke pelanggan tetap) ya (ke pelanggan tetap) ya (ke pelanggan tetap) ya (ke pelanggan tetap)
4 kerja di industri tempe orang lain kerja di industri tempe orang lain kerja di industri tempe orang lain kerja di industri tempe orang lain
5
Mito
ya (ke pelanggan tetap)
6 7
Tasheri Rayubi
Anggaran biaya Rujukan jika pemeliharaan peralatan rusak peralatan 5 6 beli alat yang tidak baru beli alat yang tidak baru
Penanganan terhadap limbah cair 7 dibuang ke sungai dibuang ke sungai dibuang ke sungai dibuang ke sungai
ya
bengkel
tidak
bengkel
kerja di industri tempe orang lain
ya
bengkel
dibuang ke sungai
ya (ke pelanggan tetap)
belajar sendiri
ya
beli alat yang baru
dibuang ke sungai
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
ya
industri tempe orang lain
dibuang ke sungai
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
8
Kartubi
9
Sigit
3 ya (ke pelanggan tetap) ya (ke pelanggan tetap)
4 kerja di industri tempe orang lain kerja di industri tempe orang lain
5
6
tidak
perbaiki sendiri
tidak
beli alat yang baru
7 dibuang ke sungai dibuang ke sungai
10
H. Moh. Abdul Karim
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
industri tempe orang lain
dibuang ke sungai
11
Warniah
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
bengkel
dibuang ke sungai
12
Suheri
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
beli alat yang baru
dibuang ke sungai
13
Karsiban
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
perbaiki sendiri
dibuang ke sungai
14
Syawal
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
perbaiki sendiri
dibuang ke sungai
15
H. Munaji
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
perbaiki sendiri
dibuang ke sungai
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
16
Sarwo
17
Udi Susanto
18
3 ya (ke pelanggan tetap)
4
5
6
orang tua
ya
bengkel
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
perbaiki sendiri
Tambar
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
tidak
bengkel
19
Sumitro
ya (ke pelanggan tetap)
kerja di industri tempe orang lain
ya
perbaiki sendiri
20
Sukarnen
ya (ke pelanggan tetap)
teman
tidak
bengkel
7 dibuang ke sungai diendapkan dan disaring dengan alat tertentu ( musim kemarau), dibuang ke sungai pada musim hujan dibuang ke tempat khusus ( musim kemarau), dibuang ke sungai (musim hujan) diberikan perlakuan khusus agar tidak berbau dibuang ke tempat khusus
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden
No
Nama pemilik industri
1
2
1
Rutaji
2
Carsian
3
Casmani
4
Caridi
5
Mito
6 7
Tasheri Rayubi
Penanganan terhadap limbah padat 3 dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak
Frekuensi produksi
Variasi harga
4
5
setiap hari
ya
setiap hari
ya
setiap hari
ya
setiap hari
ya
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak
Jenis kemasan 6 plastik
Penangan terhadap tempe yang tidak terjual 7 dibuang
plastik dan daun pisang plastik dan daun pisang plastik dan daun pisang
dijual lagi dan dibagibagikan secara gratis
ya
plastik dan daun pisang
sebagian dibuang dan sebagian dijual untuk pakan lele
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
dijual lagi pada hari berikutnya
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
dibuang
dibuang
semua terjual
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
8
Kartubi
9
Sigit
3 dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak
4
5
setiap hari
ya
setiap hari
ya
6 plastik dan daun pisang plastik dan daun pisang
7 dijual lagi pada hari berikutnya dijual lagi pada hari berikutnya
plastik
dijual lagi dan dikasih ke tetangga
10
H. Moh. Abdul Karim
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
11
Warniah
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
dijual lagi pada hari berikutnya
12
Suheri
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
semua terjual
13
Karsiban
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
14
Syawal
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
dijual lagi pada hari berikutnya
15
H. Munaji
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
plastik dan daun pisang
dijual lagi pada hari berikutnya
plastik
semua terjual
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
16
Sarwo
17
Udi Susanto
18
Tambar
19 20
3 dijual untuk pakan ternak dijual untuk pakan ternak
4
5
setiap hari
ya
setiap hari
ya
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
Sumitro
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
Sukarnen
dijual untuk pakan ternak
setiap hari
ya
6 plastik dan daun pisang plastik
7 dijual lagi pada hari berikutnya dibagi-bagikan ke tetangga
plastik
dijual lagi pada hari berikutnya
plastik dan daun pisang
dijual lagi dan dikasih ke tetangga
plastik
dijual lagi pada hari berikutnya
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden Pemakaian tenaga pemasar khusus 6
Alat transportasi dalam pemasaran 7
ya
gerobak
ya
ya
gerobak
tidak
Pedagang sayur
tidak
gerobak
ya
dititipkan di warung-warung
tidak
motor
ya
dalam 1 kabupaten
Pedagang sayur dan konsumen akhir
ya
motor dan gerobak
ya
dibuang
dalam 1 kecamatan
Pedagang sayur
ya
gerobak
ya
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan
Pedagang sayur, warteg, konsumen akhir
ya
gerobak
ya
No
Nama pemilik industri
Penanganan terhadap tempe cacat
1
2
3
1
Rutaji
dibuang
2
Carsian
dibuang
3
Casmani
dibuang
4
Caridi
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan dalam 1 kecamatan
5
Mito
tidak ada yang cacat
6 7
Tasheri
Rayubi
wilayah pemasaran 4 dalam 1 kecamatan dalam 1 kecamatan
target pasar 5 konsumen akhir, pedagang sayur Pedagang sayur, konsumen akhir dan warteg
Evaluasi kegitan pemasaran 8
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
3
8
Kartubi
dibuang
9
Sigit
tidak ada yang cacat
4 dalam 1 kabupaten dalam 1 kecamatan
5
6
7
8
Pegang sayur
ya
mobil pick up
ya
Pedagang sayur
ya
gerobak
ya
ya
mobil pick up
ya
Pedagang sayur dan konsumen akhir
10
H. Moh. Abdul Karim
dibuang
dalam 1 kecamatan
11
Warniah
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan
Pedagang sayur
ya
gerobak
tidak
12
Suheri
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan
distributor dan konsumen di pasar
ya
gerobak
tidak
13
Karsiban
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan
Pedagang sayur
tidak
gerobak
ya
14
Syawal
tidak ada yang cacat
dalam 1 kecamatan
konsumen di pasar
ya
gerobak
ya
15
H. Munaji
dimasak sendiri
dalam 1 kecamatan
dititipkan di warung-warung
tidak
sepeda
tidak
Lanjutan lampiran hasil wawancara dengan reseponden 1
2
16
Sarwo
17
Udi Susanto
3 tidak ada yang cacat dijual dengan harga murah
4 dalam 1 kecamatan dalam 1 kecamatan
18
Tambar
dibuang dan dijual untuk pakan ternak
dalam 1 kecamatan
19
Sumitro
diproses lagi menjadi tempe
dalam 1 kecamatan
20
Sukarnen
dibagikan ke tetangga
dalam 1 kecamatan
5
6
7
8
distributor di pasar
ya
motor
ya
konsumen di pasar
ya
mobil pick up
ya
ya
motor
ya
ya
gerobak
ya
ya
motor
ya
Pedagang sayur, warteg, perumahan, konsumen akhir Pedagang sayur, warteg, perumahan, konsumen akhir Pedagang sayur, warteg, perumahan, konsumen akhir