i
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Andrias Fany Setiawan F24102062
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
PENGARUH MINUMAN SEDUHAN BUBUK BUNGA KNOP TERHADAP AKTIVITAS ENZIM-ENZIM DETOKSIFIKASI PADA HATI TIKUS
Oleh
ANDRIAS FANY SETIAWAN F24102062
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Andrias Fany Setiawan. F24102062. Pengaruh Minuman Seduhan Bubuk Bunga Knop terhadap Aktivitas Enzim-enzim Detoksifikasi pada Hati Tikus. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Fransiska Zakharia Rungkat. Msc dan Ir Didah Nur Faridah, Msi. RINGKASAN Secara tradisional bunga knop (Gomphrena globosa) berkhasiat untuk mengobati penyakit asma, penambahan nafsu makan, batuk, radang mata, sakit kepala, mimpi buruk, sakit panas dan disentri. Komponen yang terdapat pada ekstrak bunga knop adalah flavonoid, saponin, dan polifenol disamping pigmen utama betacyanin. Komponen termasuk ke dalam kelompok senyawa nongizi, ytang biasanya disebut komponen bioaktif pangan. Dewasa ini telah dilaporkan bahwa komponen bioaktif pangan berperan dalam pencegahan berbagai penyakit terutama penyakit degeneratif. Walaupun dalam bunga knop terdapat berbagai komponen yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan tubuh, keamanannya sebagai bagian dari produk pangan perlu diuji. Tubuh manusia memiliki system pertahanan terhadap masuknya senyawa kimia asing (xenobiotik) dan mikroba patogen. System pertahanan ini terdiri dari mekanisme detoksifikasi dan respon imunologik. Senyawa asing termasuk komponen bioaktif dalam bahan pangan didalam tubuh dimetabolisme oleh dua enzim yang sering dikenal dengan enzim enzim sitokrom P-450 (enzim fase I) dan enzim gluthation S- transferase (enzim fase II) yang terdapat didalam hati. Pengukuran aktivitas kedua enzim ini merupakan salah satu teknik evaluasi keamanan pangan yang sensitive. Teknik ini biasanya digunakan untuk menguji keamanan pangan produk-produk pangan yang baru sebelum dipasarkan sehingga aman untuk dikonsumsi. Penelitian awal yang dilakukan adalah melakukan analisa proksimat pada bubuk bunga knop, kemudian dilakukan pembuatan ekstrak bubuk bunga knop dari bubuk bunga knop yang telah dikeringkan dengan oven dan sinar matahari. Pengamatan kimia yang dilakukan selanjutnya adalah pengukuran aktivitas antioksidan dan total fenol terhadap ekstrak air bubuk bunga knop dari kedua metode pengeringan serta pada bunga knop segar sebagai parameter penentuan metode pengeringan terbaik dalam pembuatan minuman seduhan bubuk bunga knop yang akan diberikan kepada tikus percobaan. Pemeliharaan tikus percobaan disertai pemberian minuman seduhan bubuk bunga knop dan pemberian ransum standar dilakukan selama 4 bulan setelah masa adaptasi secara ad libitum. Pada akhir masa perlakuan dilakukan penimbangan organ hati dan ginjal tikus perlakuan , kemudian dilakukan pengukuran kandungan protein sitosol dan mikrosom hati tikus, kadar sitokrom P420 serta gluthation S-transferase. Hasil yang diperoleh adalah kadar air bubuk bunga knop adalah sebanyak 7.00 %, kadar abu 7.18 %, kadar lemak 0.83%, dan kadar proteinnya 7.16 %. Dari pengujian total fenol dan antioksidan diperoleh hasil bahwa pengeringan terbaik untuk bunga knop adalah metode pengeringan oven. Hal ini karena pengeringan matahari menyebabkan kerusakan pigmen betacyanin dalam bunga knop. Organ ginjal yang ditimbang dari kelompok kontrol, Bk1, Bk2 memiliki nilai rata-rata berat relatif organ yang tidak berbeda nyata yaitu, sedangkan untuk
organ hati pada kelompok kontrol, BK1 dan Bk2 berturut-turut sebesar 0.029, 0.027 dan 0.029 juga tidak berbeda nyata satu dengan lain. Rata-rata kadar sitokrom kontrol (0.759 nmol/mg protein) lebih kecil dibandingkan rata-rata kadar sitokrom dari hati tikus yang diberi perlakuan, yaitu sebesar 1.385 nmol/mg protein dan 2.0105 nmol/mg protein. Hal ini berarti bahwa perlakuan BK 2 lebih menginduksi enzim sitokrom daripada BK1. Semakin tinggi konsentrasi minuman ekstrak air bubuk bunga knop yang dikonsumsi oleh tikus percobaan, semakin mempengaruhi secara nyata kerja hati dengan cara menginduksi enzim sitokrom dalam hati. Penambahan minuman ekstrak air dari bubuk bunga knop konsentrasi rendah (BK1) masih meningkatkan aktivitas enzim GST (Glutation S-Transferase) walau tidak signifikan yaitu 0.054 nmol/mg protein dibandingkan dengan kontrol yaitu 0.049 nmol/mg protein. Nilai GST kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga knop konsentrasi tinggi (BK2) jauh dibawah kelompok BK1 bahkan dibawah kontrol yaitu sebesar 0.037 nmol/mg protein. Peningkatan kadar sitokrom P-420 dan penurunan aktivitas GST pada hati tikus akibat konsumsi minuman ekstrak air bubuk bunga knop merupakan gejala adanya efek toksik dari hasil metabolisme senyawa xenobiotik yang terdapat dalam bunga knop yang menghasilkan metabolit-metabolit radikal reaktif yang berbahaya bagi tubuh sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi minuman ekstrak air bubuk bunga knop sebagai pengganti teh pada konsentrasi tinggi tidaklah aman namun masih relatif aman pada konsentrasi rendah.
ii
BIODATA PENULIS
Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Ir. Roestiadji dan Sri Indrias Tutik, dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1984 di Bangkalan Madura. Penulis telah mengenyam pendidikan di Taman-kanak-kanak Bayangkari Bangkalan, kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Dasar Negeri Pejagan V Bangkalan dan Sekolah Dasar Negeri Patokan VI Situbondo. Setelah lulus Sekolah Dasar, penulis melanjutkan studi di SLTP Kristen Imanuel Situbondo dan kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Umum Negeri I Situbondo sampai tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan mengambil program studi Teknologi Pangan dan Gizi. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan, seminar Buah Merah, pelatihan Human Relationship Skill dan Teamwork Building serta juga menjadi anggota Komisi Pelayanan Siswa PMK IPB sampai tahun 2006. Penulis mengakhiri studi di IPB dengan mengerjakan tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Minuman Seduhan Bubuk Bunga Knop terhadap Aktivitas Enzim-enzim Detoksifikasi pada Hati Tikus” dibawah bimbingan Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria, MSc dan Ir Didah Nur Faridah, MSi.
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur dan Keagungan bagi Tuhan Yesus Kristus yang menjadi Tuhan dan Juruselamat bagi dunia ini karena kasih setia dan kebaikan Nya yang tak pernah berkesudahan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir saya dengan baik. Tanpa perlindungan dan pemeliharaanNya, mustahil semua ini terjadi. Saya juga berterima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang membantu saya dalam mengerjakan tugas akhir saya yaitu: 1. Ibu Prof. Fransiska R. Zakharia, MSc sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Ir Didah Nur Fridah, MSi sebagai dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing saya dalam pelaksanaan penelitian dan memahami setiap kekurangan saya. 2. Ibu Antung Sima F. STP yang bersedia menjadi dosen penguji pada ujian sidang skripsi saya dan banyak memberi masukan pada skripsi saya. 3. Mama, papa juga Anas dan Randi yang menjadi kekuatan dalam setiap saya menghadapi setiap tantangan dan yang membuat saya jadi sering homesick. 4. Om Yesaya Malino dan Ibu Gembala serta seluruh isi pastori GPdI Situbondo yang memberi didikan yang berarti dalam hidup saya. 5. Laboran-laboran Departemen ITP yang baik: pak Wahid, teteh Ida, Pak Gatot, Ibu Rubiyah, Pak Sobirin, pak Rojak, pak Koko dll. Terimakasih buat pertolongannya selama ini. 6. Bapak dan ibu di kantor UPT AJMP yang banyak membantu dalam pengurusan administrasi pengerjaan tugas akhir saya 7. Mbak Nora dan mbak Inggrid sebagai parter penelitian saya. Terimakasih buat bantuan, kesabaran dan nasehatnya dan maafkan saya atas segala kekurangan dan kelemahan saya selama menjadi partner penelitian. 8. Anak KPS angkatan 39 yang banyak membantu saya terutama Eko yang komputernya sering saya pinjam untuk mengerjakan tugas akhir, juga yang teman-teman lain : Tintin, Odhe, Jakle, Herlin, Ape dll. Thanks buat dukungannya.
iv
9. Anak Wisma Novia : Riri, Andri, Novi dan Meli yang juga rajin memberi semangat dalam setiap studi dan pelayanan. Tetap semangat ya!!!! 10. Anggota Tim Pengajar Agama Kristen SLTP Negeri II Bogor. Tetap semangat ya !! Jerih payah kita dalam Tuhan tidak sia-sia. 11. Semua anggota KPS yang belum disebutkan diatas. Terimakasih buat segalanya. Soli Deo!!! 12. Anak ITP 39 yang banyak membantu dalam pelaksanaan tugas akhir 13. Anak ITP 38 yang menjadi teman lab : mas Hadi, Lukman, Deri dll. 14. Pak Adi sebagai teman saya di kandang 15. Pak Nana Lab Virologi Balitvet yang luar biasa banyak membantu dalam fraaksinasi sel. Terimakasih banyak pak!! 16. Pak Mulya yang menolong dalam mengatasi masalah sentrifuse 17. Teman teman Situbondo 39 : Uut, Hairil, Riza, Farid, Niken. Semangat ya!! 18. SCTV sebagai TV yang menyiarkan Piala Dunia 2006.
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix I. Pendahuluan................................................................................................. 1 A. Latar Belakang......................................................................................... 1 B. Tujuan...................................................................................................... 3 C. Manfaat.................................................................................................... 3 II. Tinjauan Pustaka......................................................................................... 4 A. Botani dan Manfaat Bunga Knop........................................................ 4 B. Pengeringan
...................................................................................... 6
C. Mekanisme Detoksifikasi Senyawa Xenobiotik................................... 7 1. Absorbsi Xenobiotik.......................................................................... 8 2. Distribusi Xenobiotik........................................................................ 9 3. Metabolisme Xenobiotik................................................................... 9 a. Reaksi fase satu............................................................................ 10 b. Sitokrom P-450............................................................................ 11 c. Reaksi fase dua............................................................................. 13 d. Gluthation S-transferase............................................................... 14 c. Ekskresi Xenobiotik..................................................................... 16 4. Metabolisme Senyawa Bioaktif........................................................ 17 III. Metodologi Penelitian................................................................................ 20 A. Bahan dan Alat.................................................................................... 20 B. Metode................................................................................................. 21 1. Pembuatan Bubuk Bunga Knop....................................................... 21 2. Pembuatan Ekstrak Air Bubuk Bunga Knop................................... 21 3. Perlakuan terhadap Tikus Percobaan............................................... 22 a. Pembuatan Ransum...................................................................... 22 b. Penanganan Tikus Percobaan...................................................... 23 c. Terminasi Tikus Percobaan......................................................... 24
vi
C. Pengamatan........................................................................................... 24 1. Analisa Proksimat............................................................................. 25 a. Kadar Air....................................................................................... 25 b. Kadar Abu..................................................................................... 25 c. Kadar Lemak................................................................................. 26 d. Kadar Protein.................................................................................26 e. KadarKarbohidrat.......................................................................... 27 2. Analisa Kimia Ekstrak Air Bubuk Bunga Knop................................ 27 a. Pengujian Aktivitas Antioksidan.................................................... 27 b. Pengujian Total Fenol.................................................................... 28 3. Analisis Organ Tikus Percobaan......................................................... 28 a. Fraksinasi Sel.................................................................................. 28 b. Pengukuran Kadar protein.............................................................. 29 c. Determinasi Kadar Sitokrom P-450............................................... 29 d. Pengukuran Aktivitas Glutation S-transferase............................... 30 IV. Hasil dan Pembahasan................................................................................ 31 A. Bubuk Bunga Knop............................................................................... 31 1. Pembuatan Bubuk Bunga Knop........................................................ 30 2. Hasil Analisi Proksimat Bubuk Bunga Knop................................... 32 B. Minuman Ekstrak Air Bubuk Bunga Knop........................................... 35 1. Analisis Aktivitas Antioksidan.......................................................... 36 2. Analisis Total Fenol........................................................................... 38 C. Pengaruh Pemberian Minuman Seduhan Bubuk Bunga Knop terhadap Tikus Percobaan.................................................................................... 41 1. Berat Tikus Percobaan....................................................................... 42 2. Berat Relatif Organ............................................................................ 44 3. Kadar Protein Hati Tikus Percobaan.................................................. 45 4. Kadar Sitokrom P-420........................................................................ 46 5. Aktivitas Glutation S-Transferase...................................................... 49 V. Kesimpulan dan Saran.................................................................................. 52 A. Kesimpulan.............................................................................................. 52 B. Saran......................................................................................................... 53
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Ransum.............................................................................. 22 Tabel 2. Persiapan Analisa Pengukuran Kadar Protein..................................... 29 Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat Bubuk Bunga Knop..................................... 33 Tabel 4. Kadar Protein Hati Tikus.................................................................... 46
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gomphrena globosa L..................................................................... 4 Gambar 2. Struktur kimia betacyanin................................................................ 6 Gambar 3. Tahapan umum biotransformasi xenobiotik............................... .... 10 Gambar 4. Konjugasi GSH dengan 1 chloro 2,4 dinitro benzene..................... 15 Gambar 5. Siklus xenobiotik dalam tubuh......................................................... 16 Gambar 6. Bubuk bunga knop........................................................................... 32 Gambar 7. Penampakan visual ekstrak air bunga knop segar, kering oven dan kering matahari....................................................................... 35 Gambar 8. Grafik aktivitas antioksidan ekstrak air bunga knop segar, bunga knop kering oven, dan kering matahari............................. 37 Gambar 9. Grafik total fenol ekstrak air bunga knop segar, bunga knop kering oven, dan kering matahari............................................... 39 Gambar 10. Minuman ekstrak air bubuk bunga knop konsentrasi tinggi dan rendah.................................................................................... 40 Gambar 11. Tikus galur Sprague dowley dalam kandang perlakuan................ 42 Gambar 12. Kurva peningkatan berat tikus selama perlakuan.......................... 43 Gambar 13.Grafik berat relatif organ hati dan ginjal....................................... 44 Gambar 14. Grafik kadar sitokrom P-420 tikus perlakuan dan kontrol............ 48 Gambar 15. Grafik aktivitas GST (Glutation S-Transferase) pada tikus kelompok kontrol dan perlakuan................................................. 51
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Pembuatan Larutan....................................................................... 59 Lampiran 2. Komposisi kasein.......................................................................... 61 Lampiran 3. Konversi pembuatan ransum tikus percobaan.............................. 61 Lampiran 4. Tabel konversi dosis antar spesies................................................ 63 Lampiran 5. Konversi pembuatan minuman seduhan bubuk bunga knop sebagai perlakuan pada tikus percobaan...................................... 67 Lampiran 6. Berat badan tikus percobaan........................................................ 67 Lampiran 7. Minuman seduhan yang terminum............................................... 69 Lampiran 8. Master data total fenol................................................................. 71 Lampiran 9. Master data aktivitas antioksidan................................................. 73 Lampiran 10. Berat relatif organ...................................................................... 75 Lampiran 11. Hasil absorbansi serapan P-420 dan protein dari fraksi mikrosomal tikus kelompok kontrol......................................... 76 Lampiran 12. Kadar sitokrom tikus kelompok kontrol.................................... 77 Lampiran 13. Kadar sitokrom P-420 dari hati tikus percobaan....................... 78 Lampiran 14. Perhitungan kadar sitokrom P-420..........................................
79
Lampiran 15. Hasil absorbansi protein fraksi sitosol dan kecepatan aktivitas GST/min tikus kelompok kontrol..............................................
80
Lampiran 16. Aktivitas glutation S-transferase tikus kelompok kontrol.........
81
Lampiran 17. Aktivitas glutation S- transferase tikus kelompok perlakuan....
81
Lampiran 18. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova, dan uji Tukey serta Duncan untuk berat relatif ginjal................. 84 Lampiran 19. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk berat relatif hati.................... 86 Lampiran 20. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji
Duncan serta Tukey untuk kadar sitokrom P-450....... 87
Lampiran 21. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk aktivitas GST....................... 89
x
Lampiran 22. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop segar pada 0 jam dan 24 jam................................................................ 91 Lampiran 23. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop matahari pada 0 jam dan 24 jam................................................................. 91 Lampiran 24. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop oven pada 0 jam dan 24 jam................................................................. 92 Lampiran 25. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop segar pada 0 jam dan 24 jam.................................................................................... 93 Lampiran 26. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop matahari pada 0 jam dan 24 jam.................................................................................... 93 Lampiran 27. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop oven pada 0 jam dan 24 jam................................................................................... 95 Lampiran 28. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk perubahan berat badan tikus.... 95
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat sudah semakin sadar dan paham bahwa status kesehatan mereka sangat ditentukan oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi. Berbagai penyakit terlebih penyakit degeneratif seperti jantung koroner, kanker, tekanan darah tinggi, dan diabetes telah diketahui dapat juga dipicu oleh makanan yang dikonsumsi selain faktor fisiologis, lingkungan, serta keturunan. Masyarakat modern lebih menyukai bahan pangan yang instant dan praktis dengan penggunaan bahan-bahan kimia sintetik sebagai bahan tambahan pangan yang terus mengalami perkembangan. Status kesehatan masyarakat juga diperburuk dengan semakin tercemarnya sumber daya alam seperti udara, air dan tanah. Hal ini yang memicu semakin tingginya angka penderita penyakit degeneratif seperti kanker dalam masyarakat. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta telah ditemukannya berbagai komponen dalam sumber daya hayati yang bermanfaat bagi kesehatan kini membuat masyarakat cenderung memilih mengkonsumsi bahan pangan organik dan dipercaya mempunyai khasiat bagi kesehatan. Keanekaragaman sumber daya hayati yang terdapat pada alam Indonesia perlu diteliti serta dikembangkan mengingat berbagai manfaat dapat diperoleh dari sumberdaya hayati tersebut diantaranya yaitu dapat dikembangkan sebagai tanaman obat dan produk yang memiliki khasiat bagi kesehatan masyarakat. Salah satu tanaman berbunga yang juga berfungsi sebagai tanaman obat yang banyak terdapat di Indonesia adalah bunga knop (Ghomprena globosa L). Secara tradisional bunga knop berkhasiat untuk mengobati penyakit asma, batuk, radang mata, sakit kepala, mimpi buruk, sakit panas dan disentri serta dipercaya mampu menambah nafsu makan. Ghomprena globosa merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari famili Amaranthaceae. Bunga knop banyak mengandung komponen pigmen alami yaitu dari kelompok betacyanin. Betacyanin merupakan pigmen alami yang dapat larut didalam air dan berwarna merah violet. Betacyanin dari
2
bunga knop berpotensi untuk dijadikan pigmen alami pada bahan pangan. Komponen lain yang terdapat pada ekstrak bunga knop adalah flavonoid, saponin dan polifenol. Komponen tersebut termasuk ke dalam kelompok senyawa nongizi, yang biasanya disebut komponen bioaktif pangan. Dewasa ini telah dilaporkan bahwa komponen bioaktif pangan berperan dalam pencegahan berbagai penyakit terutama penyakit degeneratif. Walaupun dalam bunga knop terdapat berbagai komponen bioaktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan tubuh, namun keamanannya sebagai bagian dari produk pangan
perlu diuji terlebih dahulu. Tubuh manusia
memiliki sistem pertahanan terhadap masuknya senyawa kimia asing atau yang disebut sebagai xenobiotik serta mikroba patogen. Sistem pertahanan ini terdiri dari mekanisme detoksifikasi dan respon imunologik. Metabolisme senyawa asing atau detoksifikasi dapat diartikan sebagai perubahan hayati atau biotransformasi zat kimia non toksik menjadi suatu metabolit yang secara nyata berbeda dengan zat kimia induknya. Tempat metabolisme detoksifikasi yang utama adalah hati yang berfungsi mengeluarkan senyawa xenobiotik dari dalam tubuh. Zat-zat kimia non gizi baik yang berasal dari polusi udara maupun bahan pangan akan dimetabolisme oleh tubuh, terutama organ hati agar dapat dikeluarkan dari dalam tubuh, khususnya melalui urin dan cairan empedu. Dalam proses pengeluaran senyawa xenobiotik ini, sel-sel hati memprosesnya melalui sistem enzim monooksigenase atau enzim fase I yang mengoksidasi senyawa asing agar dapat dikonjugasi oleh enzim-enzim fase II. Senyawa asing termasuk komponen bioaktif
dalam bahan pangan didalam tubuh
dimetabolisme oleh dua enzim yang sering dikenal dengan enzim sitokrom P450 pada fase I dan enzim gluthation S-transferase pada fase II yang terdapat didalam hati. Pengukuran aktivitas kedua enzim ini merupakan salah satu teknik evaluasi keamanan pangan yang sensitif. Teknik ini biasanya digunakan
untuk menguji keamanan produk-produk pangan yang baru
sebelum dipasarkan sehingga aman untuk dikonsumsi.
3
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minuman ekstrak air bubuk bunga knop terhadap pertumbuhan berat badan, berat relatif organ serta
aktivitas enzim-enzim detoksifikasi yaitu enzim sitokrom P-450 dan
gluthation S-transferase secara in vivo yaitu dengan menggunakan hati tikus sebagai langkah pengujian toksisitas bunga knop terhadap manusia dengan konsentrasi atau dosis yang berbeda.
C. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui peluang atau prospek dikembangkannya minuman fungsional ekstrak bubuk bunga knop sebagai langkah diversifikasi produk minuman sejenis teh bagi masyarakat mengingat khasiat-khasiat yang dimilikinya dengan tetap memperhatikan keamanan minuman tersebut untuk dikonsumsi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI DAN MANFAAT BUNGA KNOP (Gomphrena globosa. L). Gomphrena globosa merupakan salah satu tanaman berbunga yang tumbuh pada daerah tropik. Tanaman ini banyak dijumpai di Panama dan Guatemala, tetapi di Indonesia juga telah banyak dibudidayakan. Nama daerah dari bunga knop di Sumatera adalah bunga knop dan di daerah Jawa adalah bunga kancing. Di beberapa daerah lain dikenal dengan nama kembang puter, adas-adasan dan kembang gundul. Daun mahkota pada tanaman ini ada beberapa warna yaitu putih, merah jambu, orange dan ungu. Tanaman ini tidak berbuah serta termasuk kedalam tanaman tahunan, hanya berbunga dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan taksonominya (Anonim (a), 2005), tata nama bunga knop adalah sebagai berikut Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Caryophyllales
Suku
: Amaranthaceaeae
Marga
: Gomphrena
Jenis
: Gomphrena globosa. L
a. Bunga knop merah
b. Bunga knop ungu c. Bunga knop merah jambu
Gambar 1. Gomphrena globosa L.(Anonim (c), 2006) Bunga dari suku Amaranthaceae memiliki ciri-ciri semak atau perdu, daun berhadapan atau tersebar, tunggal tanpa daun menumpu.
Bunganya
kebanyakan berkelamin dua dan jarang yang berkelamin satu, berkelompok atau
5
sendiri dalam ketiak daun pelindung, tenda bunga kering seperti selaput, jarang serupa herba, berbagi lima, pada pangkal bersatu menjadi berbentuk cawan atau tabung, kadang-kadang dengan alat tambahan antara bagian bebas dari benang sari, bakal buah menumpang, berlubang satu dengan jumlah bakal biji yang berganti-ganti (Steenis, 1978). Bunga knop adalah herba dengan batang tegak atau sebagian batang merayap, tinggi tumbuhan 0,1-0,6 m. Daun berhadapan, memanjang atau bulat, telur terbalik memanjang, tangkai dengan pangkal lebar, bunga dalam bongkol yang berbentuk bola yang panjangnya 17-27 mm, daun pelindung bertunas, bentuk perahu, bunga seluruhnya diselubungi, panjang 7-8 mm, daun tenda bunga lima, lebih pendek daripada daun pelindung, sempit, sangat runcing, dari luar rapat dan berambut serupa wol putih. Tanaman ini bisa dikatakan tanaman hias tetapi kerap kali bisa menjadi liar (1-1,3 m) (Steenis, 1978). Kandungan kimia daun, bunga dan batang bunga knop adalah saponin dan polifenol (Anonim (b), 2005). Tanaman atau spesies yang berasal dari suku
Amaranthaceae
memiliki pigmen alami betacyanin berwarna merah ungu, salah satunya adalah tanaman bunga knop. Bunga knop banyak mengandung komponen pigmen alami yaitu dari kelompok
betacyanin sebesar 1,3 mg/g sampel segar.
Betacyanin ini terdiri dari komponen gomphrenin I (betanidin 6-O-β-glukosida) sebesar 16,9 % isogomphrenin I (isobetanidin 6-O-β-glukosida) sebesar 8,8 %, gomphrenin II (betanidin 6-O-(6’-O-E-4-coumarooyl)-β-glukosida) sebesar 11,1 %, isogomphrenin II (isobetanidin 6-O(6’-O-E-4-coumarooyl)-β-glukosida) sebesar 3,5 %, gomphrenin III (betanindin 6-O-(6’-O-E-4-feruroyl)-βglukosida) sebesar 40,8 %, isogomphrenin III (isobetanindin 6-O-(6’-O-E-4feruroyl)-β-glukosida). Komponen yang paling sedikit adalah amaranthin. Pigmen betacyanin dikenal juga dengan nama betalain. Betalain adalah grup komponen warna yang mendekati warna visual flavonoid yaitu kuning dan antocyanin yaitu kemerah-merahan. Betalain terdapat juga pada buah kaktus, bunga bougenville dan amaranthus. Lebih kurang 70 jenis betalain yang telah dikenal dan semuanya mempunyai struktur yang sama yaitu 1,7-diazoheptamethyn (Cai et al., 2001).
6
Gambar 2. Struktur kimia betacyanin Secara tradisional
bunga knop memiliki khasiat menyembuhkan
penyakit asma broncial, buang air kecil tidak lancar, panas pada anak karena gangguan liver, disentri, bronchitis kronis, menambah nafsu makan, anti batuk dan peluruh dahak. Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut cukup dengan merebus bunga segar dan air rebusannya diminum. Salah satu aspek farmakologis dari bunga knop adalah
sebagai anti asma. Penyakit asma
merupakan salah satu penyakit alergi yang disebabkan oleh adanya antigen yang terhisap (Anonim (a), 2005).
B. PENGERINGAN Pengeringan diperlukan untuk menghilangkan air dalam bahan pangan supaya diperoleh umur simpan yang lebih panjang. Pengeringan produk pangan dapat menurunkan kelembaban dan mencegah berkembangnya mikroba. Pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya adalah metode modern dan tradisional. Penggunaan alat-alat modern seperti oven, drum drier, frezee drier, vaccum drier merupakan ciri-ciri dari pengeringan secara modern. Setiap alat yang digunakan tersebut disesuaikan dengan karakteristik bahan yang akan dikeringkan, kecepatan proses pengeringan dan hasil yang diinginkan dari setiap proses pengeringan tersebut. Sedangkan pengeringan tradisional dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari (Parker, 2003). Menurut Fellow (1990), ketika udara panas berada diatas suatu produk pangan, panas akan langsung ditransfer pada permukan produk. Pengeringan makanan merupakan suatu proses yang lambat. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan dapat mencapai 6 sampai 8 jam bahkan lebih dan juga ditentukan oleh jenis produk (Parker, 2003).
7
C. MEKANISME DETOKSIFIKASI SENYAWA XENOBIOTIK Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup (Ariens et al, 1986). Toksikologi dapat dijabarkan sebagai kajian tentang pendeteksian senyawasenyawa asing yang masuk kedalam tubuh yang memungkinkan adanya efek yang merugikan secara biologis (Derelanko dan Hollinger, 1995).
Menurut
Donatus (2001), toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi dengan pusat perhatiannya terletak pada aksi berbahaya zat kimia tersebut. Menurut Hodgson dan Levi (2000), toksik atau racun merupakan senyawa yang secara alamiah dapat menyebabkan efek berbahaya baik itu secara sengaja atau tidak pada tubuh. Tingkat ketoksikan ditentukan oleh dosis senyawa yang masuk dalam tubuh serta dari segi makhluk hidup dipengaruhi gen, umur, jenis kelamin, diet, kondisi fisiologis dan status kesehatan organisme tersebut. Sedangkan xenobiotik merupakan senyawa asing yang tidak diperlukan tubuh dan metabolismenya dalam tubuh belum terlalu jelas sehingga tubuh cenderung mengeluarkannya. Detoksifikasi adalah sistem pertahanan tubuh terhadap masuknya senyawa kimia asing atau xenobiotik. Jika xenobiotik masuk ke dalam tubuh maka akan mengalami jalur detoksifikasi sistem enzim fase I dan fase II. Senyawa xenobiotik memiliki kemungkinan menjadi toksik apabila tidak termetabolisme dengan baik atau berhasil lolos pada
jalur detoksifikasi
tersebut. Selanjutnya senyawa xenobiotik yang tidak dapat dikeluarkan tubuh ini akan memiliki sifat toksik. Secara alami tubuh makhluk hidup akan menolak dan mengekresikan xenobiotik dan toksikan atau metabolitnya yang masuk kedalam tubuhnya. Namun bila kapasitas xenobiotik dan toksikan melebihi sistem pertahanan tubuh maka xenobiotik yang berlebih tersebut selanjutnya akan bereaksi dengan sel sasaran atau reseptor dimana reaksi antara xenobiotik atau metabolitnya dengan sel sasaran atau reseptor dapat bersifat dapat balik (reversible) maupun tidak dapat balik (irreversible). Akibatnya akan timbul efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001).
8
Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik xenobiotik terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup mengalami paparan dengan xenobiotik. Berikutnya setelah mengalami absorbsi dari tempat paparannya, maka xenobiotik atau metabolitnya
akan
terdistribusi ketempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada didalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi xenobiotik atau metabolitnya
antara
dengan komponen penyusun sel sasaran atau
reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Toksisitas xenobiotik ditentukan oleh sifat alaminya, keberadaan xenobiotik ditempat aksi dan keadaan ini tergantung pada keefektifan absorbsi, distribusi serta eliminasi xenobiotik tersebut (Donatus, 2001).
1. Absorbsi Xenobiotik Proses atau perjalanan xenobiotik hingga
dapat memberikan
pengaruh toksik tertentu adalah pertama, xenobiotik tersebut harus memiliki kontak terlebih dahulu dengan makhluk hidup, kemudian masuk dalan sirkulasi darah, dan tersebar ke tempat aksi tertentu didalam tubuh. Absorbsi atau penyerapan merupakan suatu proses perpindahan xenobiotik dari tempat paparannya lalu secara ekstravaskuler masuk kedalam tubuh sampai akhirnya masuk kedalam sirkulasi darah melalui beberapa jalur penyerapan xenobiotik diantaranya saluran cerna, paru-paru dan kulit (Donatus, 2001). Hodgson dan Levi (2000) mengemukakan bahwa mekanisme absorbsi xenobiotik dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu transport pasif, filtrasi membran, transpor aktif serta endositosis. Filtrasi
terjadi untuk xenobiotik yang memiliki
molekul kecil dan biasanya terjadi di ginjal. Transpor pasif merupakan mekanisme absorbsi yang paling penting bagi xenobiotik dan berlangsung jika senyawa xenobiotik bersifat larut lipid dan dalam bentuk tidak terion, contohnya mekanisme senyawa xenobiotik melewati membran lemak. Transpor aktif melibatkan karier (suatu protein) untuk memindahkan molekul melewati membran melawan perbedaan muatan, contohnya pada saluran gastrointestinal, sedangkan endositosis adalah mekanisme dimana partikel-
9
partikel dapat ditelan oleh sel, contohnya adalah pada jantung dan absorbsi karagenan. Apabila partikel tersebut adalah benda padat, proses disebut fagositosis dan bila cairan disebut pinositosis (Lu, 1995).
2. Distribusi Xenobiotik Donatus (2001) menyatakan bahwa apabila xenobiotik telah masuk kedalam sirkulasi darah, xenobiotik tersebut akan didistribusikan atau disebar ke seluruh jaringan tubuh. Laju distribusi xenobiotik ke tiap-tiap alat tubuh berhubungan dengan aliran darah di alat tersebut, mudah atau tidaknya zat kimia dari xenobiotik tersebut melewati dinding kapiler dan membran sel, serta afinitas komponen alat tubuh terhadap xenobiotik tersebut. Cairan tubuh yang meliputi plasma, cairan interstitial, dan cairan intraseluler memegang peranan penting dalam penyebaran atau pendistribusian xenobiotik yang telah diabsorbsi oleh tubuh (Hodgson dan Levi, 2000). Pada umumnya, biofase tidak terdapat didalam sirkulasi darah, melainkan berada di jaringan tertentu. Karena itu untuk memberikan pengaruh berbahaya atau efek toksiknya, suatu xenobiotik harus melewati banyak membran (Donatus, 2001).
3. Metabolisme Xenobiotik Metabolisme
xenobiotik
dapat
diartikan
sebagai
perubahan
(biotransformasi) xenobiotik menjadi suatu metabolit yang secara kimia berbeda dengan zat kimia induknya. Hal ini dapat berarti a) terjadi perubahan struktur molekul melalui mekanisme reaksi tertentu, b) terjadi perubahan sifat fisika-kimia dari xenobiotik, c) dihasilkannya senyawa metabolit yang memiliki sifat kimia-fisika yang berbeda dengan senyawa induknya, dan d) terjadi perubahan ketoksikan senyawa induk. Meskipun demikian, masih ada resiko bahwa metabolisme xenobiotik tersebut justru menghasilkan senyawa yang jauh lebih berbahaya daripada senyawa induknya. (Donatus, 2001). Hodgson dan Levi (2000) menyatakan bahwa bagaimanapun juga proses metabolisme xenobiotik ini sudah dilakukan tubuh sejak xenobiotik tersebut masuk sampai terdistribusikan oleh cairan tubuh. Berlangsungnya
10
metabolisme xenobiotik didalam tubuh dapat terjadi pada hati, ginjal usus, kulit, kelenjar kelamin, dan mungkin
plasenta. Meskipun demikian, hati
merupakan tempat metabolisme utama karena fungsi hati diantaranya mengelola sistem pembuluh darah dan sistem parenkim hati (Donatus, 2001). Menurut Murray et al (1999), sebagian besar senyawa toksik dan xenobiotik akan mengalami metabolisme dalam tubuh manusia, dan hati menjadi organ utama yang terlibat. Sekitar 30 jenis enzim yang berbeda akan mengkatalisis berbagai reaksi yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik. Metabolisme xenobiotik terdiri dari dua fase, yakni fase satu dan fase dua. Pada fase satu, xenobiotik yang umumnya bersifat lipofilik akan ditransformasikan oleh enzim-enzim fase satu menjadi metabolit yang bersifat polar reaktif, selanjutnya pada fase dua metabolit yang terbentuk ini akan dikonjugasikan oleh enzim-enzim fase dua sehingga dihasilkan senyawa yang bersifat hidrofilik dan mudah diekskresikan ke luar tubuh makhluk hidup (Hodgson dan Levi, 2000). Fungsi utama reaksi fase satu adalah mengubah struktur xenobiotik melalui reaksi oksidasi, reduksi maupun hidrolisis guna memasukkan gugus fungsional yang sesuai bagi reaksi fase dua. Namun terdapat pengecualian untuk tahapan ini yaitu bila struktur xenobiotik tersebut telah sesuai untuk reaksi fase dua maka xenobiotik tersebut akan terkonjugasi tanpa melalui fase satu terlebih dahulu (Blaauboer, 1996). Xenobiotik bersifat lipofilik
Fase satu : Oksidasi, reduksi, hidrolisis
Fase Dua : Konjugasi
Ekskresi Gambar 3. Tahapan umum biotransformasi xenobiotik (Blaauboer, 1996). a. Reaksi Fase Satu Reaksi fase satu merupakan tahap awal dari metabolisme xenobiotik. Semua reaksi fase satu menghasilkan metabolit atau merubah bentuk xenobiotik menjadi lebih polar sehingga dapat dikonjugasikan dalam
11
reaksi-reaksi fase dua meskipun tidak semua metabolit tersebut dapat dikonjugasikan dengan sempurna pada reaksi fase II (Hodgson dan Levi, 2000). Reaksi fase satu meliputi monooksigenasi mikrosomal, oksidasi sitosol dan mitokondrial, kooksidasi dalam reaksi sintesis prostaglandin, reaksi reduksi, hidrolisis, dan hidrasi epoksida (Hodgson dan Levi, 2000). Lu (1995) menyederhanakan lingkup reaksi fase satu sebagai kumpulan dari reaksi-reaksi degradasi yang meliputi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi oksidasi terjadi sebagai hasil penyisipan atom oksigen ke dalam ikatan karbon-hidrogen secara langsung. Reaksi oksidasi dibedakan menjadi dua macam, yakni reaksi oksidasi mikrosomal dan oksidasi non mikrosomal. Oksidasi mikrosomal diantaranya meliputi oksidasi alifatik serta hidroksilasi aromatik sedangkan oksidasi nonmikrosomal meliputi oksidasi amin dan dehidrogenasi alkohol (Lu, 1995). Reaksi reduksi meliputi reaksi reduksi azo, reduksi nitro dan reduksi karbonil. Reaksi ini kurang aktif pada jaringan mamalia namun lebih aktif pada bakteri atau mikroflora usus (Blaauboer,1996). Reaksi reduksi juga dikatalisis oleh sitokrom P-450 mikrosomal. Reaksi hidrolisis terjadi pada senyawa xenobiotik yang strukturnya mengandung ikatan jenis ester dan amida. Reaksi ini meliputi reaksi hidrolisis ester aromatik, ester alifatik, dan ester-ester-ester dengan molekul alkoholnya berupa kolin maupun asam asetat (Lu, 1995 ; Donatus, 2001).
b. Sitokrom P-450 Sistem terpenting yang mengkatalisis oksidasi reaksi-reaksi fase satu terhadap berbagai xenobiotik adalah sistem enzim sitokrom P-450 mikrosomal yang meliputi sitokrom P-450, NADPH, sitokrom P-450 reduktase, dan fosfolipid yang terikat pada retikulum endoplasma (Lu, 1995, dan Donatus, 2001). Favreau et al. (1986) menyatakan bahwa jumlah dari sitokrom P-450 didalam tubuh ditentukan oleh berbagai faktor yakni umur, jenis kelamin, dan kontak terhadap bahan-bahan kimia.
12
Menurut Lu (1995), monooksigenase yang berikatan dengan sistem sitokrom berada dalam retikulum endoplasma. Pada homogenat sel, retikulum endoplasma pecah menjadi vesikel kecil yang dikenal sebagai mikrosom. Oksidasi sejumlah xenobiotik dikatalisis oleh oksidoreduktase nonmikrosom yang berada dalam fraksi mitokondria. Menurut Scenkman et al. (1991), salah satu sifat penting dari sitokrom P-450 adalah kemampuan merespon dengan cara menolak senyawa
xenobiotik. Sitokrom P-450
terdapat dengan kadar yang tinggi didalam hati terutama terdapat dalam membran retikulum endoplasma halus yang merupakan bagian fraksi mikrosomal. Dalam mikrosomal sel hati, sitokrom P-450 bisa menyusun sampai 20% total protein (Murray et al., 1999). Sitokrom P-450 adalah suatu protein heme yang mengandung satu molekul besi-protoporfirin IX sebagai gugus prostetik atau gugus aktifnya (Omura dan Sato, 1964). Protein heme ini bertindak sebagai tempat ikatan oksigen dan substrat dalam daur katalitik reaksi oksidasi sistem oksidasi sitokrom P-450 (Donatus, 2001) Nama sitokrom P-450 diperoleh dari kenyataan bahwa sitokrom tersebut bila tereduksi dan terkompleks dengan karbon monoksida akan memberikan suatu spektra serapan maksimum pada panjang gelombang 450 nm (Porter dan Coon, 1991 ; Hodgson dan Levi, 2000 ; Donatus, 2001). Terdapat berbagai jenis isoenzim dari sitokrom P-450 dimana sebagian besar dari isoenzim tersebut dapat terinduksi oleh berbagai bahan kimia (Etter et al.; 1991; Porter dan Coon, 1991). Hodgson dan Levi (2000) mengingkapkan bahwa lebih dari 400 gen sitokrom P-450 telah berhasil dikarakterisasikan. Sitokrom P-450 juga dikenal dengan istilah monooksigenase atau mixed-function oxidase (MFO). Istilah ini berasal dari hasil reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh sitokrom P-450 dimana terjadi reduksi satu atom oksigen menjadi molekul H2O sedangkan satu atom oksigen yang lainnya bergabung dengan substrat (Lu, 1995 ; Blaauboer, 1996; Hodgson dan Levi, 2000 ; Donatus, 2001). RH + O2 + NADPH + H+
NADP+ + ROH + H2O
13
NADPH dalam persamaan diatas berfungsi sebagai penyumbang elektron. Transfer elektron dari NADPH tersebut dikatalis oleh NADPHsitokrom P-450 reduktase (Blaauboer, 1996; Hodgson dan Levi, 2000). Menurut Blaauboer (1996), sitokrom P-450 memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan enzim-enzim yang lain. Keistimewaan dari sitokrom P-450 adalah kemampuannya untuk terlibat dalam siklus oksidasi serta hubungannya dengan pengikatan substrat dan aktivitas molekul oksigen. Reaksi monooksigenasi
dimulai dengan adanya substrat yang
terikat pada molekul besi protoforfirin IX atau gugus aktif dari sitokrom P450. Selanjutnya sebuah elektron akan ditransfer dari NADPH sehingga menyebabkan Fe3+ pada gugus aktif sitokrom P-450 tereduksi menjadi Fe2+. Molekul oksigen akan bergabung dengan kompleks enzim yaitu Fe tereduksi-substrat. Kompleks ini kemudian menerima elektron kedua yang ditransfer oleh NADH. Proses reduksi yang kedua ini menyebabkan aktifasi pada molekul oksigen dimana pada akhirnya memecah kompleks enzim substrat-oksigen menjadi molekul air (H2O), substrat teroksidasi (ROH), dan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe
3+
(Blaauboer, 1996). Dengan daur
katalitik seperti ini, sitokrom P-450 mampu mengkatalisis berbagai macam reaksi oksidasi (Donatus, 2001). Pengaruh kadar sitokrom P-450 terhadap toksisitas adalah apabila semakin tinggi kadar sitokrom P-450, maka semakin banyak metabolit polar reaktif yang dihasilkan untuk kemudian dikonjugasikan oleh enzim-enzim fase dua dan smakin tinggi kecenderungan senyawa tersebut bersifat toksik (Hodgson dan Levi, 2000).
c. Reaksi Fase dua Reaksi fase dua atau yang umum dikenal dengan reaksi konjugasi meliputi reaksi-reaksi konjugasi asam glukoronat, sulfat, glisin dan glutation. Reaksi fase dua juga mencakup reaksi asetilasi dan metilasi (Blaauboer, 1996).
14
Pada fase dua, xenobiotik atau metabolitnya yang mengandung grup fungsional seperti hidroksil, amino, karboksil, epoksida dan halogen dapat mengaktifkan reaksi konjugasi oleh
metabolit endegenous tubuh.
Produk akhir dari reaksi konjugasi ini cukup bersifat hidrofilik serta dapat diekskresikan ke luar tubuh (Hodgson dan Levi, 2000). Lebih lanjut Hodgson dan Levi (2000) mengutarakan bahwa terdapat dua tipe umum dari reaksi konjugasi yakni tipe satu dan tipe dua. Pada tipe satu, agen konjugasi yang telah teraktifkan akan berkonjugasi dengan substrat sehingga menghasilkan produk konjugasi sedangkan pada tipe dua, substrat yang telah teraktifkan akan berkonjugasi dengan asam amino sehingga dihasilkan produk konjugasi. Reaksi fase dua melibatkan enzim-enzim yang meliputi enzim-enzim sitosolik dan enzim mikrosomal. Yang termasuk enzim-enzim sitosolik adalah sulfotransferase, epoksida hidrolase,
metiltransferase,
dan
glutation
transferase
sedangkan
glukoroniltransferase termasuk kedalam enzim mikrosomal (Donatus, 2001).
d. Gluthation S-Transferase Glutation
S-transferase
merupakan
famili
enzim
yang
mengkatalisis reaksi konjugasi xenobiotik atau metabolitnya dengan metabolit endogenous tubuh yaitu glutation. Reaksi yang dikatalisis oleh glutation S-transferase merupakan reaksi awal dari pembentukan asam merkapturat yang dapat diekskresikan
keluar tubuh melalui urin
(Blaauboer,1996; Hodgson dan Levi, 2000). Glutation S-Transferase memegang peranan penting dalam tahap inisiasi reaksi detoksifikasi dari senyawa xenobiotik. Enzim ini mengkatalis reaksi dari komponen xenobiotik atau metabolitnya dengan grup SH dari grup glutation. Hal ini dapat menetralkan sifat elektrofil dari xenobiotik atau metabolitnya sehingga makromolekul seluler tubuh dapat dilindungi. (Habig et al., 1974; Hsieh, et al., 1999). Habig et al. (1974) berhasil mempurifikasi empat tipe dari glutation S-transferase yakni tipe A, B, C, dan D. Keempat tipe glutation S-
15
transferase memiliki berat molekul 45.000 dalton. Lebih lanjut Habig et al. (1974) menyatakan bahwa meskipun keempat tipe dari glutation Stransferase tersebut memiliki sifat fisik yang serupa dan saling tumpang tindih dalam hal spesifik substrat namun hanya tipe A dan C saja yang berhubungan dalam bidang imunologi. Untuk tujuan analisis terdapat bermacam-macam substrat bagi glutation S-transferase yakni 1-chloro-2,4dinitrobenzene, 1,2-dichloro-4-nitrobenzene, p-nitrobenzyl chloride, 4nitropyridine-N-oxide,
1,2-epoxy-3-(p-nitrophenox)
propane,
1,2-
naphtalene oxide, iodomethane, 1-menaphtyl sulfat, trans-4-phenyl 3-buten2-one, p-nitrophenethyl bromide, dan bromosulfophthalein (Habig et al.,1974). Konjugasi glutation berlangsung dengan cara pengikatan karbon elektrofil yang ada pada substrat oleh gugus sulhidril nukleofil yang ada pada glutation. Reaksi anion tiolat glutation kemudian membentuk ikatan tioeter antara atom karbon
dengan gugus sulhidril glutation. Konjugat
glutation yang terbentuk selanjutnya secara berturut-turut akan dipecah oleh enzim γ- glutamiltranspeptidase dan sisteinil glisinase menjadi turunan sisteina. Turunan sisteina ini kemudian oleh enzim N-asetil transferase akan diasetilasi menjadi N-asetil-sisteina atau umumnya dikenal dengan nama asam merkapturat yang bersifat hidrofilik sehingga dapat diekskresikan keluar tubuh melalui urin (Hodgson dan Levi, 2000; Donatus, 2001). NO2
NO2 GST
Cl
NO2 + GSH
SG
N02 HCl
Gambar 4. Konjugasi GSH dengan 1 chloro 2,4 dinitro benzene (Hodgson dan Levi, 2000) Aktivitas GST mempengaruhi tingkat toksisitas karena dengan semakin rendahnya aktivitas GST, semakin sulit metabolit hasil reaksi fase I
16
dikonjugasikan dan kemungkinan besar metabaolit radikal tersebut bereaksi terlebih dahulu dengan makromolekul seperti protein, DNA, RNA sehingga mengakibatkan sifat toksik pada tubuh (Hodgson dan Levi, 2000).
e. Ekskresi Xenobiotik Donatus (2001) menyatakan bahwa ekskresi adalah perpindahan xenobiotik dan toksikan dari sirkulasi darah ke organ ekskresi. Setelah tahapan absorbsi dan distribusi dalam tubuh, xenobiotik dapat dikeluarkan dari tubuh dengan cepat atau perlahan. Semakin cepat xenobiotik dan metabolitnya diekskresikan
berarti keberadaannya didalam tubuh akan
semakin singkat. Dengan demikian kemungkinan untuk terjadinya efek toksik terhadap tubuh akan berkurang. Xenobiotik dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk asal, sebagai metabolit, dan sebagai konjugat. Jalur utama ekskresi adalah urin dan empedu namun hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting untuk zat kimia jenis tertentu (Lu,1995 ; Donatus, 2001). Xenobiotik (senyawa induk) Intravaskuler
Absorbsi
Extravaskuler
Sirkulasi Darah Distribusi
Eliminasi
Sel sasaran
Metabolisme
Efek toksik
Metabolit toksik
Ekskresi Metabolit tak toksik
Gambar 5. Siklus xenobiotik dalam tubuh ( Hodgson dan Levi, 2000).
17
4. Metabolisme Senyawa Bioaktif Metabolisme senyawa bioaktif seperti senyawa flavonoid dalam tubuh dipengaruhi oleh struktur kimia dan perlunya molekul itu mengalami konjugasi. Meskipun bioavailabilitas flavonoid bervariasi antara flavonoid tipe satu dan yang lain, mulai dari antocyanin yang sangat sedikit diserap dan isoflavon yang dengan mudah diserap, jalur dalam mekanisme absorbsi pada umumnya sama untuk semua flavonoid. Perubahan melalui jalur metabolisme ditentukan oleh spesifitas dan aktivitas transporter, spesifitas dan aktivitas enzim metabolisme; dan stabilitas flavonoid (Meskin et al., 2004). Senyawa flavonoid dalam tanaman biasanya dalam bentuk glikosida. Glikosida flavonoid yang diasup tubuh mencapai usus halus melalui jalur pencernaan. Senyawa flavanol seperti cathecin dan proantocyanidin oligomer sebagian besar tidak terglikosilasi dan secara alami berbentuk aglikon. Di dalam usus halus, sebelum diserap flavonoid yang terglikosolasi harus dideglikosilasi. Deglikosilasi dapat terjadi pada beberapa tempat dalam duodenum dan jejunum dalam lumen intestinal, brush border atau hydrolase intraseluler setelah terjadinya transport flavonoid ke dalam enterosit. Deglikosilasi adalah perlakuan awal sebelum konjugasi oleh enzim yang terdapat dalam usus dan transport sampai serosal atau sisi mukosal. Hal yang sama juga berlaku unuk isoflavon, aglikonnya dapat diserap dalam usus halus. Tahap awal proses absorbsi untuk flavonoid terglikosilasi
dan isoflavon
adalah deglikosilasi oleh lactase phlorizin hydrolase (LPH) yang merupakan enzim yang terletak
dalam bagian brush border dari usus halus yang
bertanggung jawab dalam hidrolisis laktosa (Meskin et al., 2004). Hasil dari reaksi deglikosilasi adalah aglikon bebas yang dapat berdifusi kedalam sel-sel epitel secara pasif atau secara difusi fasilitatif. Reaksi deglikosilasi ini adalah reaksi yang spesifik dan memiliki kapasitas yang besar. Reaksi selanjutnya yang terjadi adalah penyerapan atau absorbsi. Penyerapan glikosida flavonoid tidak dipengaruhi oleh perlakuan awal menggunakan β-glukosidase dari mikroba diduga karena enzim LPH dalam usus halus mengkatalis reaksi yang sama. Absorbsi aglikon dalam lumen tergantung pada keberadaaan komponen-komponen lain dan juga karena
18
kelarutan atau koefisien partisi dari flavonoid. Mekanisme absorbsi alternatif yang terjadi melibatkan transport glikosida flavonoid kedalam enterosit dalam bentuk serapan melalui fungsi transporter gula. Kedua jalur absorbsi menaikkan jumlah aglikon intraseluler dan aglikon bebas intraseluler transient yang ditemukan dalam jaringan usus halus tikus setelah reaksi fusi in vitro dengan glukosida quarcetin atau isoflavon (Meskin et al., 2004). Reaksi yang terjadi selanjutnya adalah konjugasi. Usus memiliki kapasitas konjugasi tertentu termasuk oleh glucuronosyl transferase atau UGTs dan glutathion transferase. Absorbsi di usus halus menentukan transfer flavonoid dari mukosa usus sampai darah (Kuhnle et al., 2000). Ditemukan bahwa quarcetin, catechin, dan genistein sebagaian besar adalah dalam bentuk glukorinase. Enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi konjugasi dalam usus halus dan juga hati manusia adalah UGT1A1 dan 1A8.
Sebagian kecil
flavonoid seperti catechin galloylasi dan isoflavon melewati konjugasi usus namun hanya dalam keadaan, dosis dan waktu tertentu (Meskin et al., 2004). Pada reaksi glukorinidasi selama absorbsi, beberapa flavonoid mengalami metabolisme lebih lanjut. Pada tahap ini residu glukuronida dikeluarkan dan diganti dengan sulfat. Reaksi sulfatisasi ini pada umumnya terjadi di liver. Hati menerima flavonoid dari darah termasuk darah dari usus halus pada awal metabolisme. Berdasarkan percobaan perfusi in vivo dan in vitro pada tikus, flavonoid dari usus halus terutama glukuronida yang mencapai liver secara keseluruhan terkonjugasi. Semua flavonoid yang telah terkonjugasi kemudian disalurkan kedalam empedu dan kembali ke usus halus tanpa mengalami dekonjugasi lagi dan kemudian dikirim ke kolon serta diikuti deglukuronidasi atau sulfasi oleh mikroba dalam ileum atau kolon dan terjadi reabsorbsi flavonoid dalam siklus enterohepatik (Meskin et al., 2004). Darah menyalurkan flavonoid ke jaringan-jaringan tubuh. Apabila terdapat dalam plasma, aglikon dapat memasuki jaringan perifer dengan difusi pasif atau terfasilitasi. Konjugat glukuronida perlu disalurkan
kedalam
jaringan perifer karena senyawa tersrbut bersifat hidrofilik dan berdifusi melewati membran dengan
lambat. Untuk dekonjugasi dalam jaringan,
banyak sel memiliki aktivits β-Glukuronidase dalam fraksi lisosom dan lumen
19
dalam retikulum endoplasma. Dalam hati, enzim ini aktif terhadap quarcetin glukuronida. Tahap terakhir dari metabolisme senyawa flavonoid adalah ekskresi yang merupakan ekskresi di ginjal. Meskipun demikian kandungan flavonoid dalam urin tidak dapat menentukan bioavailabilitas dari asupan sehari-hari terhadap flavonoid karena pemecahan deglikosilasi flavonoid juga terjadi di kolon oleh mikroba (Meskin et al., 2004).
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga knop (Gomphrena globosa L.) yang diperoleh dari taman rektorat IPB dan dari kebun pribadi, tikus galur Sprague dawley sebagai hewan percobaan yang diperoleh dari PUSLIT GIZI Bogor. Bahan yang digunakan dalam analisis proksimat bunga knop adalah H2SO4, NaOH, K2SO4 10%, alkohol 95%, HgO, campuran NaOH-Na2SO4, H3BO3, metil merah, metilen blue, HCl, heksan, dan akuades. Bahan yang digunakan dalam pengambilan organ tikus adalah alkohol dan buffer fosfat salin (PBS) yang diperoleh dari Sigma Singapura. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam persiapan sampel antara lain Tris-Aminomethane, HCl, sukrosa, dan EDTA. Dalam pengukuran kadar protein dari fraksi sitosol dan mikrosomal hati tikus digunakan BSA standar, larutan folin,CuSO4, NaK-Tartarat, dan Na2CO3. 10H2O. Untuk analisa kadar sitokrom P-450 digunakan gas monooksida (CO) yang diperoleh dari CV. Krakatau Raya Bogor, K2HPO4, KH2PO4 dan natrium dithionate (Na2S2O4). Sedangkan untuk analisa aktivitas glutation S-transferase diperlukan 1-chloro-2,4-dinitrobenzene (CDNB) dan glutation tereduksi yang diperoleh dari Sigma Singapura, Etanol 90%, K2HPO4, serta KH2PO4. Peralatan yang digunakan adalah oven dan blender kering. Untuk keperluan analisa kimiawi digunakan oven, tanur, labu soxhlet, dan alat destilasi Kjehldahl. Fraksinasi sel menggunakan ultrasentrifus (Sorvall Ultra Pro 80). Peralatan utama saat pengukuran kandungan protein fraksi sitosol dan mikrosomal hati tikus, analisa kadar sitokrom P-450 serta analisa glutation Stransferase adalah mikropipet (Eppendorf) dan spektrofotometer UV-VIS double beam (Shimadzu UV 160).
21
B. METODE 1. Pembuatan Bubuk Bunga Knop Bunga knop dikeringkan dengan menggunakan 2 metode yang diujikan yaitu metode oven dan pengeringan menggunakan sinar matahari sampai kadar airnya menjadi 7%. Hal ini berdasarkan pada kadar air bubuk seduhan pada umumnya seperti teh seduh. Berdasarkan SNI 01-3836-2000, kadar air teh kering dalam kemasan adalah maksimal 8%. Pengeringan bunga knop dengan sinar matahari adalah dengan cara menjemur bunga knop tersebut langsung dibawah sinar matahari diatas wadah-wadah lebar sedangkan pengeringan dengan oven dilakukan dalam oven pada suhu 4050°C. Hasil dari pengeringan tersebut kemudian dihaluskan menggunakan blender kering hingga diperoleh bubuk bunga knop
2. Pembuatan Minuman Ekstrak Air Bubuk Bunga Knop (Anonim (b), 2005 ; Aquarini, 2005) Dosis yang direkomendasikan Anonim (b) (2005) untuk digunakan adalah dosis untuk menambah nafsu makan manusia yaitu sebanyak 20 gr bunga segar yang diseduh dalam 3 gelas air mendidih yang kemudian direbus sampai tersisa dua gelas (440 ml). Karena ternyata dosis ini terlalu pekat, maka diambil dosis untuk pengobatan asthma broncial sebanyak 10 kuntum. Berdasarkan Aquarini (2005), untuk konsumsi sehari-hari, bubuk yang digunakan adalah 9.533 g/hari/50 kg BB manusia. Hasil tersebut dikonversikan kedalam 70 kg BB manusia berdasarkan tabel yang terdapat pada Lampiran 5 kemudian dikonversikan untuk kebutuhan tikus percobaan. Minuman perlakuan yang digunakan adalah minuman hasil seduhan dari bubuk bunga knop dari metode pengeringan terbaik hasil pengamatan visual, total fenol, dan antioksidan. Proses pembuatan minuman seduhan diawali dengan penimbangan sampel bubuk bunga knop. Jumlah bubuk bunga knop dihitung berdasarkan berat badan tikus percobaan yang telah ditimbang sebelumnya. Berdasarkan hasil perhitungan dosis bubuk bunga knop yang diberikan kepada manusia yang kemudian dikonversikan untuk kebutuhan
22
tikus percobaan, diperoleh dosis rendah (BK1) adalah 2 kali dosis normal yaitu 0.6 gr bubuk bunga knop/hari/160 gr berat tikus sedangkan dosis tinggi (BK2) adalah 4 kali dosis normal yaitu 1.2 gr bubuk bunga knop/hari/160 gr berat tikus (Lampiran 5). Setelah ditimbang kemudian bubuk bunga knop diseduh dengan air mendidih sebanyak 40 ml per 160 gr berat tikus dan didiamkan selama 5 menit dalam gelas piala yang ditutup alumunium foil. Lalu seduhan tersebut disaring menggunakan kertas saring whatman 41. Minuman perlakuan diberikan setiap hari sebanyak 40 ml per tikus ke dalam botol minum untuk mencegah kekurangan minum pada tikus.
3. Perlakuan terhadap Tikus Percobaan a. Pembuatan Ransum (AOAC, 1995) Ransum diberikan kepada tikus dengan komposisi tertentu untuk mendukung pertumbuhan tikus. Ransum yang digunakan memiliki komposisi karbohidrat (maizena), lemak (minyak jagung), vitamin, protein (kasein), mineral mix, serat dan air dengan jumlah komposisi bahan-bahan tersebut diatas per seratus gram. Tabel 1. Komposisi ransum Komposisi
Persen (%)
Vitamin
1
Mineral mix
4.56
Serat
0.96
Lemak (minyak)
7.94
Air
3.61
Protein
12.45
Pati (maizena)
Jumlah untuk menjadikan 100
Vitamin yang digunakan untuk membuat ransum adalah vitamin merk FITKOM yang tersedia di berbagai swalayan di Bogor dan mineral mix yang digunakan diperoleh dari toko Setya Guna Bogor. Serat yang
23
digunakan adalah serat selulosa dari toko Setya Guna Bogor yang terlebih dahulu dihidrolisis menggunakan H2SO4. Minyak yang digunakan adalah minyak jagung dan protein yang digunakan adalah protein murni kasein yang diperoleh dari toko Setya Guna Bogor. Pertama-tama harus disediakan 2 wadah besar yaitu wadah a dan wadah b. Pembuatan ransum diawali dengan
mencampurkan vitamin,
mineral, selulosa, air dan sedikit pati dalam wadah a, sedangkan pada wadah b dicampurkan minyak, kasein, dan sisa pati. Setelah itu campuran dalam wadah b tersebut dituang ke dalam wadah a, lalu diaduk rata sampai lembut. Ransum perlakuan tersebut kemudian dibagi dalam jumlah-jumlah kecil yaitu masing-masing 21 gram dalam wadah plastik LDPE yang telah diberi kode sesuai kode tikus perlakuan kemudian disimpan dalam refrigerator untuk kemudian diberikan pada tikus percobaan setiap hari.
b. Penanganan Tikus Percobaan Tikus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Sprague dowley yang diperoleh dari PUSLIT GIZI Bogor. Umur tikus yang digunakan pada penelitian ini 1.5 bulan. Tikus percobaan
dibagi
menjadi 3 kelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 7 ekor jantan dan dikandangkan secara
individual. Pengelompokan tikus dibedakan atas
jumlah bubuk bunga knop yaitu kontrol, dosis rendah dan dosis tinggi yang diekstrak dan dijadikan minuman tikus percobaan setiap hari. Kelompok pertama diberi minuman kontrol atau air putih biasa sebanyak masingmasing 40 ml air putih, kelompok kedua diberi minuman seduhan bubuk bunga knop dosis rendah yaitu sebanyak 0.6 gr bubuk bunga knop/160 gr berat tikus dalam 40 ml air putih, dan kelompok ketiga diberi minuman seduhan bubuk bunga knop dosis tinggi yaitu sebanyak 1.2 gr bubuk bunga knop/160 gr berat tikus dalam 40 ml air. Sebelum diberi perlakuan, tikus percobaan diadaptasikan terlebih dahulu selama 15 hari. Pada saat itu semua tikus diberi perlakuan ransum dan minuman sama yaitu ransum dan minuman kontrol. Setelah 15 hari, tikus percobaan mulai diberi perlakuan sesuai dengan kelompok yang telah
24
ditentukan selama 4 bulan. Pemberian ransum dilakukan secara ad libitum minimum sepersepuluh dari berat tikus. Pemberian perlakuan juga minuman dilakukan secara ad libitum sebanyak 40 ml setiap hari berdasarkan hasil rata-rata sisa minum tikus percobaan selama masa adaptasi. Tikus ditimbang setiap dua hari sekali, dan sisa minuman diukur setiap hari untuk mengetahui berapa minuman perlakuan yang diminum setiap hari .
c. Terminasi Tikus Percobaan (Arisudana, 2003) Terminasi tikus percoban dilakukan sebelum organ-organ tikus diambil untuk dianalisis. Diupayakan tikus tidak mengalami stress selama masa terminasi ini supaya tidak mempengaruhi organ yang akan dianalisis. Tikus percobaan diterminasi dengan cara menarik pangkal ekor sehingga tulang belakang terputus atau yang sering disebut Servicalis dislocation. Tikus lalu ditelentangkan dan dibersihkan dengan alkohol. Selanjutnya lapisan peritonealnya dibuka. Untuk memudahkan pengambilan organorgan, terlebih dahulu dilakukan pengambilan darah dengan menggunakan siring. Organ yang telah diambil kemudian dicuci dalam larutan PBS (buffer fosfat salin), ditiriskan, dan ditimbang. Organ-organ tersebut kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan pada freezer pada suhu -20º C.
C. PENGAMATAN Pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu analisis proksimat bubuk bunga knop, analisis kimia minuman seduhan bubuk bunga knop dan analisis organ tikus percobaan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak dan karbohidrat. Analisis kimia pada minuman seduhan bubuk bunga knop adalah analisis terhadap aktivitas antioksidan dan total fenol. Analisis terhadap organ tikus percobaan meliputi fraksinsi sel, pengukuran kadar protein, determinasi kadar sitokrom P-450 dan pengukuran aktivitas glutation S-transferase.
25
1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 102º C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Kedalam cawan tersebut diisi sampel (bunga knop) sekitar 1.5 gram. Cawan dikeringkan dalam oven selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator. Setelah dingin kemudian cawan ditimbang. Perhitungan : (Wcawan-sampel awal) - (Wcawan-sampel % kadar air (bk) =
kering )
__________________________________ x 100 (Wcawan-sampel kering ) - ( Wcawan ) (Wcawan-sampel awal) – (Wcawan-sampel
% kadar air (bb) =
kering )
________________________________ x 100 ( Wsampel )
b. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989) Cawan porselin diletakkan didalam tanur suhu 400º C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang ( Wcawan ). Sampel ditimbang sebanyak 1.5 gram dalam cawan (Wcawan-sampel
awal)
kemudian diletakkan dalam tanur 400º C selama 4 jam. Setelah itu cawan berisi abu (Wcawan-abu) didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perhitungan : (Wcawan-abu) – (Wcawan ) % Kadar Abu (bb) = ________________________________ x 100 (Wcawan-sampel awal) - (Wcawan )
26
c. Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989) Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (Wlabu). Sampel sekitar 1.5 g (Wsampel) dibungkus dengan kertas saring dimasukkan dalam labu soxhlet, ditambah heksan dan direfluks selama kurang lebih 6 jam. Labu lemak hasil refluks dipanaskan dalam oven sampai pelarut menguap dan didinginkan. Labu yang telah dingin tersebut kemudian ditimbang (Wlemak). Perhitungan : (Wlemak) - (Wlabu) Kadar lemak (bb) = ----------------------- x 100% (Wsampel).
d. Kadar Protein (Apriyantono et al., 1989) Sebanyak 0.1 g sampel (Wsampel), 1.9 g K2SO4, 4.0 mg HgO 2 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam labu Kjehldahl lalu didestruksi sampai cairan menjadi jernih. Selanjutnya ditambahkan sejumlah air dan didinginkan. Isi labu dipindahkan ke alat destilasi Kjeldahl dan hasilnya (NH3) ditangkap dengan H3BO3. Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan asam borat jenuh dengan 2-3 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dengan 1 bagian biru metil 0,2 % dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Destilasi dilakukan setelah penambahan
8 ml NaOH-Na2S2O3
kedalam alat destilasi. Setelah tertampung kira-kira 20 ml destilat berwarna hijau, tabung kondensor dibilas dan destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu Perhitungan :
27
(A-B) x N HCl x 14.007 x 100 x 6.25 Kadar Protein (bb) = -------------------------------------------------- x 100 (Wsampel) Keterangan : A = ml HCl sebagai peniter contoh B = ml HCl sebagai peniter blanko
e. Kadar Karbohidrat (Apriyantono et al., 1989) Kadar karbohidrat pada bubuk bunga knop yang diamati dihitung secara by different, yaitu diketahui dengan cara 100% dikurangkan dengan nilai total kadar air, kadar abu, kadar protein dan lemak. Karbohidrat = 100% - ( kadar air + kadar abu + kadar protein +
kadar
lemak)
2. Analisa Kimia Ekstrak Air Bubuk Bunga Knop Analisa kimia terhadap ekstrak air bubuk bunga knop dilakukan sebanyak 2 tahap yaitu pada tahap awal dilakukan terhadap ekstrak air bunga knop yang belum mengalami masa penyimpanan dan pada tahap kedua adalah terhadap ekstrak air yang telah mengalami masa penyimpanan 24 jam untuk mengetahui kestabilan komponen fenol yang terdapat pada ekstrak air bubuk bunga knop dan aktivitas antioksidannya selama 24 jam. a. Pengujian Aktivitas Antioksidan (Kubo et al., 2001) Buffer asetat 100 mM 1 ml (pH 5.5), 1.87 ml etanol dan 0.1 ml radikal bebas DPPH (1.1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) 3 mM dalam metanol dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian sebanyak 0.03 ml larutan sampel (penyimpanan 0 dan 24 jam) ditambahkan kedalam tabung tersebut dan diinkubasi 25°C selama 20 menit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang
517 nm. Standar yang digunakan adalah Trolox,
sehingga satuannya dinyatakan dalam TEAC (Trolox Equivalent
28
Antioxidant Capacity). Pembuatan blanko adalah
sama dengan diatas
tetapi tanpa sampel dan DPPH namun diganti dengan metanol b. Pengukuran Total Fenol dengan Metode Chandler dan Doodds yang dimodifikasi (Shetty et al., 1995) Sebanyak 1 ml larutan seduhan bubuk bunga knop (penyimpanan 0 dan 24 jam) ditempatkan dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol 95%, selanjutnya 5 ml air bebas ion ditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut, kemudian 0.5 ml folin ciocalteau reagent 50% ditambahkan pada setiap sampel. Setelah 5 menit, ditambahkan 1 ml dari 5% Na2CO3 ke dalam tabung, lalu divorteks dan kemudian disimpan selam 60 menit didalam ruang gelap. Sampel tersebut diambil serta divorteks kembali
dan diukur absorbansinya pada λ 725 nm. Kurva
standar dipersiapkan dengan menggunakan asam tanat didalam 95% etanol. Larutan asam tanat dibuat dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50, 100, 150 dan 200 mg/ml air bebas ion.
3. Analisis Organ Tikus Percobaan a. Fraksinasi Sel (Lumbanbatu et al., 1994) Hati ditambahkan larutan sukrosa 0.25 M - buffer Tris HCl 10 mM (pH 7.5) dengan perbandingan 4 kali lipat berat hati lalu dihomogenasi dengan menggunakan mortar. Kemudian disentrifuse pada 11.000 x g selama 30 menit. Dihasilkan supernatan dan endapan. Supernatan yang terbentuk disentrifuse kembali pada 105.000 x g selama 60 menit sehingga dihasilkan supernatan kedua yang selanjutnya disebut sitosol,
sedangkan endapan yang terbentuk dilarutkan dalam
sukrosa 0.25 M - buffer Tris-HCl 10 mM - buffer EDTA 0.1 mM (pH 7.5) disebut fraksi mikrosomal. Fraksi sitosol dan mikrosomal dianalisis kadar proteinnya dengan menggunakan metode Lowry.
29
b. Pengukuran Kadar Protein (Lowry et al., 1951) Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein dari fraksi mikrosom dan sitosol hati tikus. Pengukuran ini menggunakan standar BSA (Bovine Serum Albumin). Analisa diawali dengan pembuatan kurva standar. Mula-mula disiapkan larutan protein BSA dengan konsentrasi
1000 μg/ml sebanyak 50 ml. Kemudian
diencerkan menjadi 800, 600, 400, 200, 100 μg/ml. Kemudian disiapkan pula larutan CuSO4 alkalis dengan mencampurkan 1 ml CuSO45H2O 1%, 1 ml Na-Ktartarat 2% dan 98 ml Na2CO3 2% dalam 0.1 N NaOH. Kemudian disiapkan 8 tabung reaksi. Satu tabung diisi dengan akuades sebanyak 1.2 ml (blanko) dan tabung lainnya diisi larutan protein sebagai berikut: Tabel 2. Persiapan analisa pengukuran kadar protein Tabung
Larutan Protein
Larutan Cu alkali
1
1000 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
2
800 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
3
600 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
4
400 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
5
200 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
6
100 μg/ml ; 1.2 ml
6 ml
7
Protein sampel;1,2 ml
6 ml
Setelah dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang, kedalam setiap tabung ditambahkan 0.3 ml pereaksi Folin, divorteks dan dibiarkan selama 30 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 650 nm dan dibuat kurva standar sehingga konsentrasi larutan protein sampel dapat ditentukan.
c. Determinasi Kadar Sitokrom P-450 (Omura dan Sato, 1964) Ke dalam masing-masing tabung (tabung sampel dan baseline) dimasukkan 2 ml fraksi mikrosomal dan ditambahkan 2 ml 0.1 M buffer fosfat (pH 7.6). Khusus untuk tabung sampel dialirkan 25 gelembung gas
30
CO dengan kecepatan alir gas sebesar 1 gelembung per detik. Setelah itu, kedalam masing-masing tabung ditambahkan
1-3 mg Na2S2O4. Isi
masing-masing tabung dituangkan ke dalam kuvet dan diukur pada panjang gelombang 500-400 nm. Perhitungan: (A450- A490) tereduksi - (A450- A490) baseline Kadar sitokrom P-450 = --------------------------------------------------------91 cm-1mM-1 (A420- A490) tereduksi - (A420- A490) baseline Kadar sitokrom P-420 = --------------------------------------------------------111 cm-1mM kadar sitokrom (nmol/ml) Kadar sitokrom = --------------------------------------------------------kadar protein (mg/ml) d. Pengukuran Aktivitas Glutation S-Transferase (Habig et al., 1974) Aktivitas Glutation S-transferase diukur dari fraksi sitosol hati tikus dengan menggunakan dua substrat yakni 1-chloro-2,4-dinitrobenzene (CDNB) dan glutation dalam bentuk tereduksi (GSH). Menurut Habig et al.(1974), CDNB yang dibutuhkan mempunyai konsentrasi 1 mM dan GSH yang dibutuhkan 1 mM dalam 0.1 M buffer fosfat (pH 6.5). Ke dalam masing-masing kuvet dimasukkan 2700 μL buffer fosfat pH 6.5. Kedalam
kuvet sampel dimasukkan fraksi sitosol 100 μL
sedangkan untuk kuvet blanko dimasukkan akuades 100 μL. Selanjutnya masing-masing kuvet ditambahkan 100 μL 30 nM GSH dalam buffer fosfat. Sebelum diukur, ditambahkan
100 μL 30 mM CDNB dalam
etanol. Total volume akhir dalam kuvet sebesar 3 ml. Aktivitas GST diukur pada panjang gelombang 340 nm selama 3 menit. (Δ Abs/menit) Aktivitas GST = -----------------------------------------εGSDBN x kadar protein saat pengujian εGSDBN = 9.6 mM-1.cm-1
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. BUBUK BUNGA KNOP 1. Pembuatan Bubuk Bunga Knop Bubuk bunga knop yang dihasilkan dalam penelitian ini dibuat dengan cara pengeringan sinar matahari dan oven hingga kadar airnya mencapai 7%. Hal ini berdasarkan pada kadar air bubuk seduhan pada umumnya seperti teh seduh. Berdasarkan SNI 01-3836-2000, kadar air teh kering dalam kemasan adalah maksimal 8%. Demikian juga produkproduk bubuk atau tepung lainnya, maksimal memiliki kadar air sekitar 10%. Dengan memperhatikan kadar air tersebut, produk ini dapat dibuat sebagai alternatif minuman seduhan yang banyak dikonsumsi seperti layaknya teh. Pengeringan dilakukan untuk meningkatkan umur simpan produk. Pengeringan bunga knop dengan sinar matahari adalah dengan cara menjemur bunga knop tersebut langsung dan pengeringan dengan oven dilakukan pada suhu 40-50°C. Bunga knop tersebut diletakkan diatas wadah datar dan disebar merata tanpa ada penumpukan supaya panas yang diterima merata. Hal ini dilakukan untuk mencapai
kecepatan
pengeringan yang sama untuk bunga knop tersebut sehingga semua bunga benar-benar mencapai kadar air 7% dalam waktu yang seragam (Aquarini, 2005). Setelah mencapai kadar air 7%, bunga knop tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender kering.
Penggunaan blender kering
memberi beberapa keuntungan yaitu produk yang dihasilkan dapat benarbenar halus, sedikit bubuk yang terbuang meskipun waktu yang diperlukan sedikit lama dibandingkan dengan penggilingan menggunakan grinder atau mill karena kapasitas blender kering sedikit sekali untuk melakukan sekali penghalusan (Fellow, 1995). Bunga knop yang diblender memiliki penampakan merah keputih-putihan. Warna merah ditimbulkan oleh pigmen betacyanin dalam bunga knop sedangkan warna
32
putihnya berasal dari kapas-kapas dalam bunga yang terurai karena penggilingan Bubuk bunga knop yang telah dihaluskan menjadi bubuk memiliki umur simpan yang lebih panjang daripada bunga knop segar. Hal ini menandakan bahwa adanya pengaruh air terhadap kerusakan bahan. Penampakan bubuk bunga knop hasil pengeringan oven lebih baik dan memberikan warna yang intensitasnya lebih pekat daripada bubuk bunga knop hasil pengeringan sinar matahari. Hal ini karena selama pengeringan dengan matahari, bagian dalam bongkol bunga kurang mendapat panas sehingga ada bagian yang mengalami pembusukan dan mengakibatkan kerusakan bunga. Rusaknya pigmen
juga diakibatkan adanya kontak
dengan sinar matahari yang lama menyebabkan rusaknya pigmen betacyanin pada bunga knop yang dikeringkan dengan sinar matahari karena pigmen betacyanin dapat terdegradasi oleh adanya kontak dengan sinar matahari (Cai et al., 1998).
Bunga knop segar
Kering matahari
Kering oven
Gambar 6. Bubuk bunga knop
2. Hasil Analisis Proksimat Bubuk Bunga Knop Analisa proksimat bubuk bunga knop dilakukan dengan mengukur kadar air, abu, protein dan lemak. Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by different. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :
33
Tabel 3. Hasil analisa proksimat bubuk bunga knop Analisa
Jumlah (%)
Kadar air
7.00
Kadar abu
7.18
Kadar lemak
0.83
Kadar protein
7.16
Kadar Karbohidrat
77.83
Pengukuran kadar air dilakukan untuk semua bahan pangan karena berhubungan dengan daya simpan bahan pangan
serta karakteristik
sensori yang ada dalam bahan pangan tersebut (Winarno, 1997). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar air menggunakan
metode
oven. Menurut Apriyantono et al. (1989), metode oven dapat digunakan untuk seluruh produk makanan kecuali jika produk tersebut mengandung komponen-komponen volatil atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100°C. Bila dalam bahan pangan mengandung
komponen-komponen
volatil
dan
atau
mengalami
dekomposisi pada suhu 100°C, maka metode pengukuran kadar air yang dipakai adalah metode destilasi. Bunga knop segar memiliki kadar air sebesar 73 %. Kadar air bunga knop segar tersebut cukup tinggi, sehingga agar dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama diperlukan pengurangan kadar air dengan cara pengeringan. Bunga knop kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air 7% sesuai dengan syarat produk teh dalam SNI yaitu memiliki kadar air maksimal sebesar 8%. Kadar abu dalam analisa proksimat perlu diukur untuk mengetahui kandungan mineral makanan. Pengukuran kadar abu dapat dilakukan dengan cara pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah ( wet digestion). Pada penelitian ini dilakukan pengabuan kering dengan metode tanur. Prinsipnya adalah penetapan abu dalam bahan pangan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
34
sekitar 550°C (Apriyantono et al., 1989). Hasil pengukuran kadar abu menunjukkan bahwa bubuk bunga knop memiliki kadar abu sebesar 7.18 %. Protein merupakan senyawa nutrien yang ada di semua makhluk hidup karena fungsinya yang vital bagi metabolisme semua makhluk hidup. Sherrington dan Gaman (1994) menyatakan bahwa protein dapat ditemukan dalam sitoplasma pada semua sel hidup, baik hewan maupun tanaman. Kandungan protein dalam bahan pangan kering biasanya diukur dengan
metode
Kjeldahl-mikro.
Metode
ini
merupakan
metode
perhitungan kasar dimana perhitungan kadar proteinnya diperoleh dengan mengkonversi kadar nitrogen yang diperoleh dengan metode ini. Prinsip metode ini adalah berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat yang kemudian dititrasi menggunakan HCl untuk memperoleh jumlah nitrogen bebasnya. Hasil perhitungan ini kemudian dikali 6.25 untuk memperoleh kadar protein bahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein bubuk bunga knop sebesar 7.16 % berat basah atau 7.6 % berat kering. Nilai ini lebih kecil daripada kandungan protein teh pada umumnya yaitu sekitar 16% berat kering. Lemak merupakan nutrisi yang juga penting bagi metabolisme sel makhluk hidup. Pada umumnya untuk mengukur kadar lemak bahan padat atau bubuk digunakan metode soxhlet. Prinsip dari metode ini adalah pengekstrakan lemak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung persentasenya (Apriyantono et al., 1989). Dari hasil pengukuran kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet pada bubuk bunga knop diperoleh hasil 0.83% lemak. Dari hal tersebut dapat diketahui lemak merupakan komponen penyusun yang paling sedikit pada bunga knop. Kadar karbohidrat pada bubuk bunga knop dihitung dengan metode by different. Kadar karbohidrat dalam bubuk bunga knop
35
merupakan komponen yang terbanyak yaitu sebesar 77.83%. Karbohidrat pada bunga knop dapat berupa serat-serat selulosa dan serat lain yang umum terdapat dalam bunga seperti hemiselulosa, pektin, lignin, dan gum.
B. MINUMAN EKSTRAK AIR BUBUK BUNGA KNOP Bubuk bunga knop diproses lebih lanjut untuk menghasilkan minuman ekstrak air bunga knop. Bubuk bunga knop diseduh dengan air panas yang telah mendidih, kemudian didiamkan
selama 5 menit dengan tujuan
kandungan komponen bioaktif bubuk bunga knop tersebut terekstrak secara sempurna. Hasil ekstrak air yang diperoleh dari bubuk bunga knop kering matahari maupun oven dianalisis aktivitas antioksidan dan total fenolnya serta diamati penampakan visualnya. Ketiga pengujian ini digunakan untuk menentukan perlakuan minuman seduhan yang akan diberikan kepada tikus. Percobaan yang dilakukan
terutama
berdasarkan nilai total fenol dan
aktivitas antioksidan tertinggi.
BKS = Bunga Knop Segar BKO = Bunga Knop Oven BKM = Bunga Knop Matahari Gambar 7. Penampakan visual ekstrak air bunga knop segar, kering oven dan kering matahari Dari penampakan visual setiap ekstrak air bunga knop pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa ekstrak air bubuk bunga knop hasil pengeringan oven memiliki warna yang paling cerah. Hal ini karena pigmen betacyanin pada bunga knop hasil pengeringan matahari mengalami degradasi akibat kontak
36
dengan sinar matahari sedangkan bunga knop segar tidak mampu mempertahankan kestabilan pigmennya karena tingginya kandungan air dalam bunga tersebut sehingga mempercepat kerusakan pigmen dalam bunga knop (Winarno, 1997).
1. Analisis Aktivitas Antioksidan Analisis antioksidan merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk menentukan perlakuan minuman seduhan bubuk bunga knop yang diberikan kepada tikus percobaan. Yang dikehendaki dari penelitian ini adalah minuman seduhan bunga knop yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara
kedua metode pengeringan yang digunakan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan untuk ekstrak air bunga knop segar pada saat 0 jam adalah 24.231 mM/g b.k sampel, sedangkan aktivitas antioksidan ekstrak air bubuk bunga knop oven sebesar 108.343 mM/g b.k sampel dan ekstrak air bubuk bunga knop kering matahari adalah 56.072 mM/g b.k sampel. Minuman ekstrak air yang berupa seduhan bubuk bunga knop diberikan setiap hari kepada tikus secara ad libitum. Untuk itu kestabilan aktivitas antioksidan minuman seduhan bunga knop selama 24 jam perlu diamati. Stabilitas antioksidan menentukan khasiat dan kegunaan dari minuman seduhan bubuk bunga knop tersebut. Setelah 24 jam penyimpanan pada suhu ruang dapat dilihat bahwa aktivitas antioksidan pada ekstrak air bunga knop segar mengalami kenaikan secara tidak nyata (Lampiran 22) dan
aktivitas antioksidan ekstrak air
bubuk bunga knop dengan perlakuan pengeringan oven dan matahari mengalami penurunan juga secara tidak nyata ( Lampiran 23 dan 24). Nilai aktivitas antioksidan setelah penyimpanan 24 jam suhu ruang ekstrak air bunga knop segar, bubuk kering matahari, dan kering oven berturut-turut adalah 40.413 mM/g b.k sampel, 43.204 mM/g b.k sampel, 88. 825 mM/g b.k sampel. Peningkatan
aktivitas
antioksidan
bunga
knop
segar
selama
penyimpanan 24 jam dipengaruhi oleh pH, oksigen, cahaya, suhu
37
lingkungan namun tidak diakibatkan pemanasan. Peningkatan aktivitas antioksidan selama penyimpanan juga terjadi pada wortel dan bir dimana terjadi pelepasan asam fenolat dan senyawa feruloyl yang aktif sebagai antioksidan selama penyimpanan beberapa hari (Anonim (d), 2005)
mM/g b.k sampel
Aktivitas Antioksidan 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
108.343 88.825 56.072
40.413
43.204
24.231
BKS
BKO
0 Jam 24 Jam
BKM
Gambar 8. Grafik aktivitas antioksidan ekstrak air bunga knop segar, bunga knop kering oven, dan kering matahari. Beberapa senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak dapat bersifat labil pada suhu tinggi dan proses pemanasan dapat menurunkan aktivitas antioksidan (Bauzaite et al, 2003). Meskipun demikian dari hasil penelitian diketahui bahwa terjadi kenaikan aktivitas antioksidan setelah proses pengeringan. Hal ini terjadi karena pengeringan ternyata mampu mempertahankan bahkan meningkatkan aktivitas antioksidan komponenkomponen yang terdapat dalam bunga knop. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Pokorny et al. (2001) bahwa antioksidan tidak rusak namun mengalami regenerasi selama pengeringan dan evaporasinya bersifat moderat serta adanya pemanasan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan tertentu dengan mekanisme transformasi antioksidan menjadi senyawa yang lebih aktif diantaranya : glikosida menjadi aglikon yang terjadi pada pigmen antocyanin dan betacyanin, pembentukan senyawa novel seperti yang dihasilkan dari reaksi Maillard, dan destruksi prooksidan. Pada uji ini, nilai aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh ekstrak air bubuk bunga knop hasil pengeringan oven yaitu sebesar 88.825 mM/g b.k sampel
38
2. Analisis Total Fenol Aktivitas antioksidan pada umumnya berhubungan dengan total fenol dalam bahan pangan sehingga perlu juga dilakukan pengujian total fenol dalam minuman seduhan bunga knop. Keefektifan total fenol sebagai antioksidan memiliki rentang tertentu sehingga dapat terjadi pada konsentrasi rendah fenol menjadi kurang efektif
berperan sebagai
antioksidan namun pada konsentrasi tinggi fenol dapat bersifat sebagai prooksidan (Fardiaz, 1996). Nilai aktivitas antioksidan yang tinggi pada suatu bahan pangan tidak selalu menandakan bahwa bahan pangan tersebut memiliki nilai total fenol yang tinggi. Telah diketahui bahwa banyak senyawa lain yang dapat bersifat antioksidan selain fenol, seperti asam askorbat, asam sitrat, tokoferol, dan lain-lain (Halliwell, 2002). Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada 0 jam ekstrak air bunga knop segar memiliki total fenol yang paling tinggi yaitu 3.491 mg fenol/g sampel dibandingkan dengan ekstrak air bubuk bunga knop hasil pengeringan oven dan matahari masing-masing sebesar 3.068 mg fenolik/g sample dan 1.907 mg fenolik/g sampel. Setelah 24 jam, total fenol ekstrak air bunga knop segar, kering oven dan matahari berturut-turut adalah 1.995 mg fenolik/g sampel, 2.911 mg fenolik/g sampel, dan 1.907 mg fenolik/g sampel. Pigmen betacyanin yang merupakan senyawa fenol yang terbanyak pada bunga knop terdegradasi diantaranya oleh oksigen, perubahan pH, air dan kontak dengan cahaya (Cai et al., 1998). Nilai total fenol ekstrak air bubuk bunga knop dengan metode oven pada 0 jam
lebih tinggi dari
ekstrak air bubuk bunga knop dengan sinar matahari karena rusaknya sejumlah komponen betacyanin yang terdapat dalam bunga knop akibat kontak langsung dengan sinar matahari. Pada
penelitian
tentang
metode
pengeringan
terbaik
untuk
menghasilkan bubuk daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) oleh Kusumaningrum (2005), diperoleh hasil bahwa metode pengeringan terbaik berdasarkan total fenolnya adalah pengeringan matahari karena total fenol bubuk daun kumis kucing dari pengeringan matahari meningkat dari
39
61.61 hingga 87.62 ug/g bk sampel dibandingkan dengan total fenol menggunakan
metode oven dan daun kumis kucing segar yang justru
mengaalami penurunan pada penyimpanan suhu ruang selama 24 jam.
mg fenol/g sampel
Total Fenol 4.000 3.000 2.000
3.491
3.0682.911 2.2381.907
1.995
0 Jam 24 Jam
1.000 0 BKS
BKO
BKM
Gambar 9. Grafik total fenol ekstrak air bunga knop segar, bunga knop kering oven, dan kering matahari Meskipun ekstrak air bunga knop segar yang memiliki kandungan total fenol awal yang paling tinggi, namun mengalami penurunan yang nyata setelah 24 jam sebesar 1.496 mg fenol/ g sampel ( Lampiran 25). Hal ini karena pengeringan 40°-50°C mampu mempertahankan senyawasenyawa fenol yang ada dalam bunga knop. Senyawa fenol yang banyak terdapat dalam bunga knop adalah pigmen betacyanin yang dapat mengalami regenerasi setelah kontak dengan panas. Degradasi betacyanin sangat dipengaruhi oleh adanya air. Pengurangan air dapat meningkatkan kestabilan pigmen betacyanin (Hutchings, 1994). Hal ini yang dapat menjelaskan mengapa total fenol ekstrak air bubuk bunga knop hasil pengeringan dengan metode oven dan matahari mengalami penurunan yang tidak nyata (Lampiran 26 dan 27). Total fenol air seduhan bunga knop kering oven memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain setelah 24 jam dan nilainya tidak berbeda jauh dengan total fenolnya pada 0 jam.
40
Dari semua keunggulan-keunggulan yang dimiliki ekstrak air hasil pengeringan oven, dapat disimpulkan bahwa pengeringan oven merupakan metode pengeringan yang terbaik untuk membuat minuman ekstrak air bubuk bunga knop berdasarkan penampakan visual, kestabilan total fenol dan aktivitas antioksidan sehingga pada perlakuan minuman seduhan pada tikus, diberikan minuman seduhan bubuk bunga knop dari hasil pengeringan oven. Minuman yang diberikan kepada tikus percobaan dibedakan atas tiga macam minuman sesuai dengan perlakuan yang diberikan, yaitu kontrol (air putih), BK 1 (0.6 g bubuk/hari/160 g berat tikus atau 0.0152 g/ml) dan BK2 (1.2 g bubuk/hari/200 g berat tikus atau 0.0304 g/ml). Minuman seduhan dibuat berdasarkan dosis pengobatan asma broncial lalu dikonversikan terhadap
kebutuhan
tikus
percobaan
dan
konsentrasinya
ditentukan
berdasarkan konsentrasi bubuk bunga knop dalam darah hasil penelitian Aquarini (2005). Detail penentuan dosis dapat dilihat pada Lampiran 5.
BK 2
BK 1
BK 2 : Ekstrak air bubuk bunga knop dosis tinggi BK 1 : Ekstrak air bubuk bunga knop dosis rendah Gambar 10. Minuman ekstrak air bubuk bunga knop konsentrasi tinggi dan rendah Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa ekstrak air bubuk bunga knop dosis tinggi atau BK 2 memiliki warna yang lebih pekat daripada ekstrak air bubuk bunga knop dosis rendah atau BK 1. Semakin tinggi konsentrasi bubuk bunga knop dalam larutan, semakin pekat warna merah pigmen betacyanin yang dihasilkan (Cai et al., 2001). Dari hasil pengamatan setiap hari selama perlakuan yaitu 4 bulan untuk tikus BK1 dan BK2 serta 1 bulan untuk tikus kontrol, diketahui bahwa rata-
41
rata minum tikus kelompok kontrol adalah sebesar 21.17 ml/hari, kelompok BK1 sebesar 26.23 ml/hari yang sebanding dengan 0.321 g/hari bubuk bunga knop. Sedangkan untuk kelompok BK2 yang memiliki rata-rata minum sebesar 26.60 ml/hari sebanding dengan 0.808 g bubuk bunga knop/hari.
C. PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN SEDUHAN BUBUK BUNGA KNOP TERHADAP TIKUS PERCOBAAN Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah jenis tikus Sprague dawley berkelamin jantan. Umur tikus percobaan adalah 1.5 bulan. Sebelum tikus
percobaan
dikelompokkan,
terlebih
dahulu
dilakukan
seleksi
berdasarkan berat badan sehingga rata-rata variasi berat badan diperoleh antar kelompok 5 gram dan variasi berat antar tikus dalam satu kelompok adalah 10 gram. Tikus-tikus percobaan dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu 7 tikus kelompok kontrol, 7 tikus kelompok perlakuan minuman seduhan bubuk bunga knop konsentrasi rendah dan 7 tikus kelompok perlakuan minuman seduhan bubuk bunga knop konsentrasi tinggi. Ransum yang diberikan selama masa adaptasi adalah sebanyak 19.5 gram, selanjutnya diberikan ransum sebanyak 21 gram karena ada tikus yang jumlah konsumsi ransumnya lebih dari 19 gram. Sedangkan minuman air putih yang diberikan kepada tikus selama masa adaptasi adalah 50 ml. Karena jumlah minum rata-rata tikus setiap hari sebanyak 20-25 ml, maka pada masa perlakuan minuman yang diberikan sebanyak 40 ml untuk mencegah kekurangan air. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian bukan tentang makanan juga harus diberi makanan yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan pembiakan yang normal dan dapat membantu menjaga keseimbangan gizi dalam tubuh tikus. Oleh karena itu pemberian ransum yang memenuhi standar AOAC tahun 1995 harus diberikan kepada tikus percobaan setiap hari. Wadah ransum dan botol minum juga diusahakan tetap bersih agar tidak mempengaruhi jumlah makan dan minum tikus.
42
Selain makanan dan minuman, kondisi tikus juga dapat ditentukan dari kandang yang digunakan. Kandang harus dibersihkan setiap 2-3 hari sekali serta sekamnya juga harus diganti untuk menjaga kelembaban lingkungan. Tikus percobaan ditempatkan pada rak-rak kayu dan posisinya diganti-ganti setiap hari
agar udara panas pada siang hari dan udara malam
dapat dirasakan tikus percobaan secara merata. Udara yang lembab dan sirkulasinya yang tidak baik dapat mengakibatkan tikus terserang kutu dan penyakit atau mengalami stress sehingga hal ini dapat mempengaruhi pola makan dan minum tikus yang pada akhirnya mempengaruhi hasil penelitian (Kusumaningrum, 2005)
Gambar 11. Tikus galur Sprague dowley dalam kandang perlakuan
1. Berat Tikus Percobaan Berat tikus percobaaan diukur setiap dua hari sekali, penimbangan dilakukan sejak tikus berada pada masa adaptasi sampai masa perlakuan sebelum dilakukan terminasi. Penimbangan berat selama masa perlakuan dilakukan untuk mengetahui peningkatan berat selama masa perlakuan dan untuk menghitung berat relatif organ, yaitu hati dan ginjal. Setiap bahan pangan dapat menambah, menurunkan, atau sama sekali tidak mempengaruhi pertumbuhan berat badan tikus percobaan. Nugraheny (2003) melaporkan bahwa pemberian minuman seduhan teh cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifera Merr.) mampu meningkatkan pertumbuhan berat badan secara nyata tikus percobaan sedangkan Kusumaningrum (2005) melaporkan bahwa pemberian minuman
43
seduhan bubuk daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus Benth) terhadap tikus percobaan mengurangi secara nyata pertumbuhan berat badan tikus percobaan. Hal ini dipengaruhi komponen yang terkandung dalam minuman seduhan atau teh tersebut apakah bersifat diutretik atau tidak. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui adanya penambahan berat tikus selama masa perlakuan dengan ekstrak air bubuk bunga knop yang dihitung dari akhir masa adaptasi. Peningkatan berat badan dapat dilihat pada Gambar 12. Perubahan berat badan selama 31 hari pada kelompok tikus yang diberi perlakuan memiliki nilai peningkatan yang relatif tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak air bubuk bunga knop tidak begitu mempengaruhi pola makan atau minum dari tikus percobaan. Perubahan berat badan tikus kontrol sebelum terminasi adalah 36.14 gram. Sedangkan untuk kelompok tikus BK1 dan BK2 adalah 38,57 gram dan 36,14 gram. Dari hasil pengolahan statistik menggunakan analisis of variance, uji Duncan dan uji Tukey, diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan nyata perubahan berat badan antar kelompok tikus perlakuan dan kelompok tikus kontrol (Lampiran 28). Berat weight Body Tikus 250
PERTUMBUHAN TIKUS
(gram)
200 (gram) Control kontrol
150
Bk 1 Bk 2
100 50 0
1
3
5
7
9
11
13
15
17 19
21
23
25
27
29
31
Day during treatment
Hari selama perlakuan Gambar 12. Kurva peningkatan berat tikus selama perlakuan
44
2. Berat Relatif Organ Berat relatif organ perlu diketahui untuk mengetahui
ada tidaknya
kelainan pada organ-organ tubuh tikus akibat pemberian minuman seduhan bubuk bunga knop. Kelainan-kelainan pada organ hewan dapat berupa pembengkakan hati dan ginjal. Apabila hal tersebut terjadi, dapat disimpulkan bahwa hewan tersebut telah mengalami keracunan. Menurut Donatus (2001), hati dan ginjal merupakan gudang penyimpan racun yang potensial karena keduanya memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia. Keadaan ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa hati dan ginjal merupakan terpenting bagi eliminasi, berturut-turut metabolisme dan ekskresi racun dari dalam tubuh. Berat relatif organ diperoleh dengan membagi berat organ per berat badan tikus. Grafik berat relatif organ dapat dilihat pada Gambar 13. 0,035 0,03
0,029
0,029 0,027
Berat Relatif
0,025 0,02
Hati Ginjal
0,015 0,01
0,006
0,006
0,006
0,005 0 Kontrol
Bk1
Bk2
Kelom pok tikus
Gambar 13.Grafik berat relatif organ hati dan ginjal Organ ginjal yang ditimbang dari kelompok kontrol, BK1, dan BK2 memiliki nilai rata-rata berat relatif organ yang tidak berbeda nyata yaitu 0.006 dimana signifikansinya lebih besar dari 0.05 (Lampiran 18), sedangkan untuk organ hati pada kelompok kontrol, BK1, dan BK2
berturut-turut
sebesar 0.029, 0.027 dan 0.029 juga tidak berbeda nyata satu dengan lain (signifikansi > 0.05 pada Lampiran 19). Dari data tersebut diketahui bahwa pemberian minuman seduhan bubuk bunga knop tidak menimbulkan kelainan seperti pembengkakan pada organ-organ tikus percobaan. Hal ini juga berarti
45
bahwa secara nyata tikus yang diberi ekstrak air bubuk bunga knop tidak mengalami keracunan (Donatus, 2001).
3. Kadar Protein Hati Tikus Percobaan Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kadar protein hati tikus untuk mengetahui jumlah atau kadar protein yang berasal dari fraksi sitosol dan mikrosomal. Hasil fraksinasi sel hati tikus diperoleh dua fraksi yaitu fraksi sitosol dan fraksi mikrosomal. Pada tahap awal, hati dihancurkan bersama sukrosa-buffer kemudian disentrifus agar tercampur homogen dan diperoleh supernatannya. Supernatan disentrifus kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan supernatan yang merupakan fraksi sitosol dan endapan
Yang akan menjadi fraksi
mikrosomal. Tahap akhir untuk memperoleh fraksi mikrosomal adalah penambahan larutan sukrosa-buffer tris EDTA pada endapan. Setelah proses fraksinasi sel kemudian dilakukan pengukuran kadar protein (Lumbanbatu et al., 1994) . Pengukuran kadar protein fraksi sitosol dan mikrosom pada hati tikus digunakan metode Lowry. Metode ini merupakan metode yang paling sensitif untuk mengukur kadar protein yang berupa cairan untuk keperluan analisa biokimia (Nielsen, 1998). Pada metode ini digunakan pereaksi FolinCiocalteau Fenol serta reduksi dari protein dengan asam fosfotingstatfosfomolibdat (Lowry et al.,1951). Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD (optical density) yang biasanya digunakan protein standar bovine serum albumin (BSA) (Sudarmaji et al., 1989). Pada umumnya kadar protein dari fraksi sitosol memiliki nilai yang jauh lebih tinggi daripada kadar protein dari fraksi mikrosomal baik pada kelompok tikus kontrol maupun perlakuan. Hal ini seperti yang terdapat pada penelitian Arisudana (2003) tentang toksisitas bubuk cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifera Merr) terhadap tikus percobaan secara in vivo dan Kusumaningrum (2005) tentang toksisitas minuman seduhan bubuk kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) terhadap tikus percobaan secara in
46
vivo. Kadar protein mikrosom hati tikus percobaan Arisudana (2003) berkisar antara 3.175 sampai 4.300 mg/ml sedang kadar protein sitosol hatinya berkisar antara 75.258 sampai 87.389 mg/ml. Kadar protein mikrosom hati tikus Kusumaningrum (2005) berkisar antara 1.508 sampai 3.003 mg/ml sedangkan kadar protein sitosol hatinya berkisar antara 43.155 sampai 55.126 mg/ml. Kadar protein rata-rata dari fraksi sitosol dan mikrosomal hati tikus perlakuan dengan ekstrak air bubuk bunga knop dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kadar protein hati tikus Kelompok Perlakuan
Sitosol( mg/ml)
Mikrosomal (mg/ml)
Kontrol
43.150
3.003
Bk1
56.589
3.847
Bk2
55.673
2.420
Dapat dilihat bahwa kadar protein fraksi sitosol
jauh lebih tinggi
daripada fraksi mikrosom. Dapat dilihat juga bahwa setiap kelompok perlakuan memiliki kadar protein yang berbeda terlebih dengan kelompok kontrol. Hal ini yang menjadi acuan untuk penentuan kadar sitokrom pada fraksi mikrosom dan aktivitas glutation S-transferase pada fraksi sitosol.
4. Kadar Sitokrom P-420 Sitokrom P-450 merupakan enzim dalam hati yang mampu mengkatalis reaksi reduksi pada fase I. Reaksi tersebut berlangsung dengan efektif dalam kondisi tegangan oksigen yang rendah. Bila tidak demikian, oksigen molekuler akan bersaing dengan substrat senyawa asing dalam proses perpindahan elektron yang dikatalisir oleh sistem enzim tersebut (Donatus, 2001).
Pada proses reaksi ini, komponen-komponen yang ada didalam
minuman air ekstrak air bunga knop dapat tereduksi menjadi anion radikal yang kemudian terbentuk radikal bebas karena pecahnya suatu ikatan. Meningkatnya aktivitas sitokrom P-450 dapat diakibatkan oleh banyaknya xenobiotik yang terekspos oleh tubuh. Senyawa xenobiotik ini merupakan
47
substrat bagi monooksigenase yang proses selanjutnya disebut induksi (Debethizy dan Hayes, 1989). Sitokrom P-450 merupakan sistem enzim yang terikat pada membran fosfolipid. Apabila ikatan dengan membran itu terlepas maka sistem P-450 akan berubah menjadi bentuk yang tidak aktif yaitu sitokrom P-420. Omura dan Sato (1964) menyatakan bahwa perubahan bentuk ini disebabkan antara lain oleh phospolipase, beberapa alkohol, keton, deoksikolat, dan deterjen. Pada saat isolasi membran dengan menggunakan protease, sitokrom P-450 akan terkonversi ke suatu bentuk dengan puncak serapan pada 420 nm bila tereduksi dan terkomplek dengan CO. Bentuk sitokrom P-420 lebih mudah larut dan bersifat inaktif dalam metabolisme dibandingkan dengan sitokrom P450. Pada penelitian ini diperoleh asbsorbansi maksimum pada panjang gelombang 420 nm. Substrat berikatan dengan grup heme pada enzim maka substrat tersebut akan menyebabkan panjang gelombang maksimum terdapat pada 420 nm dan disebut sebagai substrat tipe II (Schenkman, 1991). Sitokrom yang terdeteksi pada penelitian in adalah yang bertipe II, yaitu yang berikatan dengan hemeprotein. Hal ini menunjukkan bahwa komponen bioaktif pada minuman ekstrak air bubuk bunga knop berinteraksi dengan hemeprotein dari enzim sitokrom P-450. Pada penentuan kadar sitokrom, pertama-tama dilakukan persiapan sampel hati dari fraksi mikrosomal. Disiapkan 2 tabung reaksi untuk penempatan baseline (blanko) dan sampel. Setelah tabung baseline dan tabung sampel ditambahkan fraksi mikrosomal, kedua tabung tersebut ditambahkan larutan buffer fosfat pH 7.6. tabung sampel kemudian dialirkan gas CO untuk menjenuhkan larutan mikrosomal. Tahap terakhir dari pengujian ini adalah penambahan Na2S2O4 untuk mereduksi sitokrom P-420 kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-500 nm. Penentuan kadar sitokrom P-420 sebagai enzim fase I dan kemudian pengukuran aktivitas enzim GST sebagai enzim fase II merupakan uji yang lebih jauh lebih sensitif daripada pengamatan terhadap berat relatif organ karena meskipun secara nyata tidak terjadi kelainan pada organ seperti hati
48
dan ginjal, namun hal tersebut tidak mengindikasikan ketoksikan pada tingkat metabolisme sel yang secara akurat dapat ditentukan oleh aktivitas kedua sistem enzim detoksifikasi yaitu enzim fase I dan fase II.
Grafik Kadar Sitokrom P-420 2,5 (nmol/mg protein)
2,0105 2 1,385
1,5 1
0,759
0,5 0 Kontrol
Bk1
Bk2
Gambar 14. Grafik kadar sitokrom P-420 tikus perlakuan dan kontrol Rata-rata kadar sitokrom kontrol (0.759 nmol/mg protein) lebih kecil dibandingkan rata-rata kadar sitokrom dari hati tikus yang diberi perlakuan, yaitu sebesar 1.385 nmol/mg protein dan 2.0105 nmol/mg protein. Hal ini berarti bahwa perlakuan BK 2 lebih menginduksi enzim sitokrom daripada BK1. Dari Lampiran 20 diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata yang signifikan untuk
kadar sitokrom antar kelompok perlakuan. Dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minuman ekstrak air bubuk bunga knop yang dikonsumsi oleh tikus percobaan, semakin mempengaruhi secara nyata kerja hati dengan cara menginduksi enzim sitokrom dalam hati. Pada penelitian tentang penambahan bubuk cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifra Merr) terhadap ransum tikus oleh Arisudana (2003) diketahui bahwa tikus percobaan yang diberi ransum yang ditambah bubuk cincau hijau memiliki kadar sitokrom P-420 dalam hati yang tidak berbeda nyata dengan tikus yang tidak diberi bubuk cincau hijau.. Kusumaningrum (2005) melaporkan bahwa minuman seduhan bubuk daun kumis kucing menginduksi hati dengan cara meningkatkan secara nyata
49
sitokrom P-420 hati tikus yang diberi minuman seduhan bubuk daun kumis kucing pada konsentrasi tinggi yaitu sebesar 1.207 nmol/mg protein dari tikus kontrol 0.759 nmol/mg protein. Tingginya kadar sitokrom dalam hati menandakan bahwa ada kemungkinan banyaknya metabolit radikal yang dihasilkan dari reaksi fase I terhadap senyawa-senyawa xenobiotik dalam bunga knop. Senyawa xenobiotik dalam bunga knop besar meliputi pigmen betacyanin, polifenol, saponin dan flavonoid. Struktur xenobiotik pada bunga knop tersebut berbeda dengan struktur xenobiotik pada teh atau jenis tanaman atau bunga lainnya sehingga menyebabkan perbedaan metabolisme detoksifikasi oleh enzim-enzim detoksifikasi dalam tubuh. Pada umumnya tingginya jumlah metabolit radikal yang dihasilkan ditandai dengan tingginya kadar sitokrom P-420 meyebabkan toksik pada tubuh dan memerlukan laju konjugasi yang lebih tinggi pada fase II. (Hodgson dan Levi, 2000).
5. Aktivitas Glutation S-Transferase (GST) Metabolisme reaksi fase II yang paling penting adalah reaksi konjugasi dengan substrat glutation. Reaksi ini terlibat dalam penghilangan zat atau metabolit perantara yang reaktif atau yang bersifat elektrofil. Berlangsungnya reaksi ini dikatalisir oleh enzim glutation–S-transferase. Jika konsentrasi elektrofil tinggi maka dapat menghancurkan sel dari glutation dan menyebabkan sel mati (Jones, 2002). Pengukuran
aktivitas
glutation–S-transferase
diawali
dengan
perhitungan kadar protein sitosol dalam kuvet. Pengukuran glutation-Stransferase dimulai pada saat penambahan larutan 1 chloro 2,4 dinitro benzene (CDNB) ke dalam sampel yang telah ditambahkan larutan glutation tereduksi (GSH) terlebih dahulu. Oleh karena itu penambahan CDNB langsung dilakukan di kuvet. Aktivitas GST diukur dengan memperhitungkan nilai perubahan dari absorbansi produk hasil konjugasi GSH dengan CDNB yang terbentuk selama 3 menit. Dari pembacaan kecepatan selama 3 menit tersebut maka diperoleh nilai koefisien ekstinsi molar pada sampel (ε). Nilai ekstinsi
50
yang telah diperoleh maka dihitung per kandungan protein hati dari fraksi sitosol. Menurut Jones (2002), penambahan GSH akan menstimulir reaksi konjugasi dan dengan adanya penambahan elektrofil model CDNB dapat diketahui seberapa besar aktivitas glutation-S-transferase (GST) dalam mengeliminasi senyawa reaktif dari minuman ekstrak air bubuk bunga knop. Semakin tinggi aktivitas GST, komponen bioaktif pada minuman ekstrak air bubuk bunga knop mudah terkonjugasi pada sistem kerja reaksi fase II. Pada penelitian tentang penambahan bubuk cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifra Merr) terhadap ransum tikus oleh Arisudana (2003) diketahui bahwa tikus percobaan yang diberi ransum yang ditambah bubuk cincau hijau dalam hati mengalami kenaikan aktivitas GST secara tidak nyata dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi bubuk cincau hijau.. Kusumaningrum (2005) melaporkan bahwa minuman seduhan bubuk daun kumis kucing meningkatkan secara tidak nyata aktivitas GST hati tikus yang diberi minuman seduhan bubuk daun kumis kucing pada konsentrasi rendah
yaitu sebesar 0.062 nmol/mg protein dibandingkan dengan tikus
kontrol 0.049 nmol/mg protein dan nilainya turun pada konsentrasi tinggi yaitu 0.053 nmol/mg protein. Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas glutation S-transferase dapat dilihat bahwa penambahan minuman ekstrak air dari bubuk bunga knop konsentrasi rendah (BK1) masih meningkatkan aktivitas enzim GST atau Glutation S-Transferase walau tidak signifikan yaitu 0.054 nmol/mg protein dibandingkan kontrol yaitu 0.049 nmol/mg protein dengan signifikansi uji Tukey 0.069>0.05 (Lampiran 21).
51
Grafik Aktivitas GS T 0,06
nmol/mg protein
0,05
0,054 0,049 0,037
0,04 0,03 0,02 0,01 0 Ko n tro l
Bk1
Bk2
Gambar 15. Grafik aktivitas GST (Glutation S-Transferase) pada tikus kelompok kontrol dan perlakuan Semakin tinggi konsentrasi minuman seduhan yang diberikan maka akan menurunkan aktivitas GST. Hal ini dapat dilihat dari nilai GST kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga knop konsentrasi tinggi (BK2) dimana aktivitas GST hati tikus kelompok ini jauh dibawah kelompok BK1 bahkan dibawah kelompok kontrol yaitu sebesar 0.037 nmol/mg protein (pada Lampiran 21 signifikansi terhadap 2 kelompok lainnya <0.05). Dapat dikatakan bahwa pada konsentrasi tinggi, pemberian minuman ekstrak air bubuk bunga knop secara nyata menurunkan aktivitas glutation S-transferase. Mekanisme konjugasi terhadap metabolit radikal dihasilkan dari reaksi fase I
yang reaktif yang
merupakan reaksi eliminasi yang cepat dan
merupakan inaktivasi senyawa-senyawa yang berpotensi toksik. Toksisitas seluler merupakan suatu keseimbangan fungsi laju pembentukan metabolit radikal terhadap biotransformasinya sehingga akhirnya dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Penurunan aktivitas GST merupakan gejala dimana telah terjadi ketidakseimbangan
pembentukan
metabolit
radikal
terhadap
reaksi
eliminasinya. Hal ini disebabkan tingginya metabolit radikal yang terbentuk dan strukturnya yang tidak mampu dikonjugasikan secara sempurna oleh GST. Metabolit reaktif bebas yang tidak terkonjugasikan tadi akhirnya dapat berikatan dengan makromolekul seperti protein, polipeptida, RNA, dan DNA yang merupakan pemicu berbagai proses toksik seperti mutagenesis, karsinogenesis dan nekrosis seluler (Hodgson dan Levi, 2000).
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil yang diperoleh adalah kadar air bubuk bunga knop adalah sebanyak 7.00 %, kadar abu 7.18 %, kadar lemak 0.83%, dan kadar proteinnya 7.16 %. Dari pengujian total fenol dan antioksidan diperoleh hasil bahwa pengeringan terbaik untuk bunga knop adalah metode pengeringan oven. Hal ini karena pengeringan matahari menyebabkan kerusakan pigmen betacyanin dalam bunga knop. Organ ginjal yang ditimbang dari kelompok kontrol, Bk1, Bk2 memiliki nilai rata-rata berat relatif organ yang tidak berbeda nyata yaitu, sedangkan untuk organ hati pada kelompok kontrol, BK1 dan Bk2 berturutturut sebesar 0.029, 0.027 dan 0.029 juga tidak berbeda nyata satu dengan lain. Rata-rata kadar sitokrom kontrol (0.759 nmol/mg protein) lebih kecil dibandingkan rata-rata kadar sitokrom dari hati tikus yang diberi perlakuan, yaitu sebesar 1.385 nmol/mg protein dan 2.0105 nmol/mg protein. Hal ini berarti bahwa perlakuan BK 2 lebih menginduksi enzim sitokrom daripada BK1. Semakin tinggi konsentrasi minuman ekstrak air bubuk bunga knop yang dikonsumsi oleh tikus percobaan, semakin mempengaruhi secara nyata kerja hati dengan cara menginduksi enzim sitokrom dalam hati. Penambahan minuman ekstrak air dari bubuk bunga knop konsentrasi rendah (BK1) masih meningkatkan aktivitas enzim GST (Glutation STransferase) walau tidak signifikan yaitu 0.054 nmol/mg protein dibandingkan dengan kontrol yaitu 0.049 nmol/mg protein. Nilai GST kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga knop konsentrasi tinggi (BK2) aktivitas GSTnya jauh dibawah kelompok BK1 bahkan dibawah kontrol yaitu sebesar 0.037 nmol/mg protein. Peningkatan kadar sitokrom P-420 dan penurunan aktivitas GST pada hati tikus akibat konsumsi minuman ekstrak air bubuk bunga knop merupakan gejala adanya efek toksik dari hasil metabolisme senyawa xenobiotik yang terdapat dalam bunga knop yang menghasilkan metabolit-metabolit radikal reaktif yang berbahaya bagi tubuh sehingga dapat dikatakan bahwa konsumsi
53
minuman ekstrak air bubuk bunga knop sebagai pengganti teh pada konsentrasi tinggi tidak aman namun masih relatif aman pada konsentrasi rendah.
B. SARAN Saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan dosis minuman seduhan bunga knop yang paling aman serta metode penyimpanan yang paling sesuai untuk mempertahankan mutu bubuk bunga knop.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2005. Khasiat Bunga Knop. http //.iptek.net.id (8 Februari 2005). Anonimb. 2005. Materi Pelatihan Profesional Tanaman Obat (Kelas Profesional Tanaman Obat 2). Edisi Baru. Jakarta. Yayasan Pengembangan Tanaman Obat Karyasari Mengabdi Bagi Pengembangan Tanaman Obat Indonesia. Anonimc. 2006. Gomphrena globosa. http// Flickr.com. photo.gne. Anonimd. 2005. Antioxidant Activity of Beer Feruloyl Increase During Storage. http//. Scientific societies.org. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis on the Association of Official Agricultural Chemist. Association of Agric. Chem., Washington, D.C. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, Budiyanto.1989. Analisis Pangan. IPB Press. Bogor.
dan
S.
Aquarini, T.H., 2005. Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon staminneus Benth) dan Bunga Knop (Gomphrena globosa L.) Meningkatkan Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Arisudana, I G. 2003. Pengaruh Bubuk Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifera Merr.) terhadap Toksisitas pada Hati Tikus.. Skripsi. Fakulatas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ariens, E.J., E. Mutschler, and A.M. Simonis. 1986. Pengantar Toksikologi Umum. UGM Press. Jogyakarta. Bauzaite, R.,P. R. Venskutonis., D. Gruzdiene., D. Tirzite., G Tirzitis. 2003. Radical Scavenging and Antioxidant Activity of Various Plants Grown in Lithuania. Di dalam : Dris, R.,Arun. S(eds). Food Technology and Quality Evaluation. (183). Science Publisher, Inc. USA. Blaauboer, B.M. 1996. Toxicology : Principles and Applications. CRC Press, Inc. New York.
55
Cai.Y., Mei Sun, Harold Corke. 1998. Colorant Properties and Stability of Amaranthus Betacyanin Pigments. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol 46. No 46. pp 4491-4495. Published by the American Chemical Society. Cai.Y., Mei Sun, Harold Corke. 2001.Identification and Distribution of Simple and Acylated Betacyanins in the Amaranthaceae. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol 49. No 4.pp 1971-1978. Published by the American Chemical Society. Craig,W.J. 1999. Health-Promoting of Common Herbs.Am. J. Clin.Nutr. 70 (3) : 419S-499S. Debethizy, J.D. dan J.R. Hayes. 1989. Metabolism : A Determinant of Toxicity. Di dalam A. W. Hayes (ed). Principles and Methods of Toxicology, p.29. Raven Press, Ltd. New York. Derelanko, M.J dan Hollinger, M.A. 1995. CRC Handbook of Toxicology. CRC Press. New York. Deshpande,S.S. 2002. Handbook of Food Toxicology. Marcel Dekker. Inc. New York. Donatus, I.A.2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi Dan Toksikologi. UGM. Jogyakarta. Etter, H.U., C. Richter, Y. Ohta, K.H. Winterhalter, H. Sasabe, and S. Kawato. 1991. Rotation and Interaction with Epoxide Hydrase of Cytochrome P450 in Proteoliposomes. J.Biochem. Vol. 266 No. 28 pp. 18600-18605. Fardiaz, 1996. Antioksidan Non Gizi Bahan Pangan Pengikat Senyawa Radikal. Di dalam : Zakaria, F.R., R. Dewanti., Y. Sedarnawati. (eds). Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan. Pusat Studi Pangan dan Gizi. IPB dan Kedutaan Prancis-Jakarta. Favreau, L. V., D.M Malchoff, J.E. Mole, and J.B. Schenkman. 1986. Responses to Insulin by Two Forms of Rat Hepatic Microsomal Cytochrome P-450 that Undergo Major (RLM6) and Minor (RLM5B) Elevations in Diabetes. J Bio chem. Vol. 262 No. 29, pp. 14319-14326. Fellows, P J. 1990 Food Processing Technology (Principles and Practice). Department Catering Management, Oxford Polytevhnic. Ellis Horwood. London. Habig, W.H., M.J. Pabst, dan W.B. Jakoby.1974. Glutathione S-Transferase. J. Biochem. Vol. 249 No. 22, pp.7130-7139.
56
Halliwell, B. 2002. Food Derived Antioxidants : How to Evaluate Their Importance in Food and In Vivo. Di dalam : Cedenes, Enrique., Lester Packer (eds). Handbook of Antioxidants. (1). Second edition revised and expanded. University of Southern California School of Pharmacy Los Angeles. California. Hodgson. E. dan P.E. Levi. 2000. Modern Toxicology. Mc Graw Hill. Singapore. Hsieh, C.H., L.F. Liu, S.P. Tsai dan M.F. Tam. 1999. Characterization and Cloning of Avian-Hepatic Glutathione S- Transferase. J. Biochem. Vol 343. pp. 87-93. Hutchings. John B. 1994. Food Colour and Appearence. Blackie Academic and Professional. New York. Jones, D.P.2002. Bioavailibility of Glutathione. Di dalam : Cedenes, Enrique., Lester Packer (eds). Handbook of Antioxidants. (549). Second edition revised and expanded. University of Southern California School of Pharmacy Los Angeles. California. Kubo, I.N., Masuoka P., Xiao., Haraguchi. 2002. Antioxidant Activity of Dodecyl Gallate.J. Agr. Food Chem Vol. 50 : (3533-3539). Kuhnle, G., Spenser, J.P., Schroeter, H., Shenoy, B., Debnam, E.S., Srai, S.K., Rice Evans, C., and Hahn, U. 2000. Epicatechin and Catechin are Omethylated and Glucuronidated in the Small Intestine. Biochem. Biophys. Res. Comm., 277, 507. Kusumaningrum, 2005. Mempelajari Toksisitas Minuman Seduhan Bubuk Daun Kumis Kucing ( Orthosiphon stamineus Benth.) terhadap Tikus Percobaan Secara In Vivo. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Laurence, D. R dan A. L. Bacharah. 1964. Evaluation of Drug Activities. Pharmacometrics. Volume I. Academic Press. London and New York. 161P. Lowry, O.H., N.J. Rosebrough, A.L. Farr, and R.J. Randall. 1951. Protein Measurement with The Folin Phenol Reagent. Department of Pharmacology, Whasington University School of Medicine, St Louis. Missouri. Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar. Penerjemah : Edi N. Edisi ke-2. UI Press. Jakarta. Lumbanbatu, D.F, Y. Naulita, E.Riani H. 1994. Studi Aktivitas Enzim pada Fraksi Mikrosom dan Sitosol dari Ikan Ekonomis Penting. Laporan hasil Penelitian. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
57
Malole, M. B. M dan Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Meskin, Mark S, Wayne R. Bidlack, Audra J. D., Douglas S.L, R. Keith R. 2004. Phytochemicals : Mechanisms Of Action. CRC Press. . Washington DC. Murray, Robert. K., Daryl K. Granner., Peter A. Mayes., Victor W. Rodwell. 1999. Biokimia Harper. Diterjemahkan oleh : Andy H., Alexander H. Santoso. Harpers’s Biochemistry. 24/E. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Nielsen, S. Suzanne. 1998. Food Analysis. Plenum Publishers Kluwer Academic. New York. Nugraheny, D. 2003. Pengaruh Seduhan Teh Cincau Hijau (Cyclea barbata L Miers dan Premna oblongiolia Merrs terhadap Kadar Sitokrom P 420 dan Glutation S-transferase dari Hati Tikus. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Omaye, S.T. 2004. Food and Nutritions Toxicology. Swetrlzeland. Omura, T. dan R. Sato. 1964. The Carbon Monoxide-binding Pigment of Liver Microsomes. J. Biochem. Vol. 239 No. 7pp. 2370-2385. Parker, Rick. 2003. Introduction to Food Science. Delmar, a division of Thomson Learning, Inc. USA. Pokorny, Ian, Nedyalka Yanishlieva, and Michael Gordon. 2001. Antioxidants in Food. Woodhead Publishing Limited Cambridge. England. Porter, T.D. dan M.J. Coon. 1991. Cytochrome P-450. J. Biochem. Vol 266 No21 pp. 13469-13472. Schenkman, J.B. 1991. Cytochrome P-450-Dependent Monooxygenase. Di dalam :Arinc, Emel., John B. Schenkmen, Ernest Hodgson. (eds). Molecular Aspects of Monooxigenases and Bioactivation of Toxic Compounds (1). Plenum Press. Published in cooperation with NATO Scientific Affairs Division. New York. Sherrington, K.B dan Gaman, P.M 1994. Ilmu Pangan (Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobioogi). Diterjemahkan oleh : Murdijati G, Sri Naruki M. S., Agnes M. Sardjono. The Science of Food (An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology). Second Edition. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
58
Shetty, K., O.R. Curbs., R.E. Levin., R. Witkowsky., W Ang. 1995. Prevention of Vitrification with In Vitro Shoot Culture of Oregano (Origanum vulgare) by Pseudomonas sp. J Plant Physiol (147 : 447-451). SNI. 2000. 01-3839-2000. Teh Kering Dalam Kemasan. Badan Standar Nasional Indonesia. Jakarta. Steenis. Van.,C.,G.,J. 1978. Flora. Diterjemahkan oleh : Ir Moeso Surjowinoto., Drs. Soenarto Hrdjo Suwarno., Ir Soerjo Sodo Adikewojo., Ir Wibisono., Ir Marjono Partodidjojo., Soemantri Wirjahardja B.S. Jurusan Botani. UGM. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Pangan Makanan Dan Pertanian. PAU UGM-Penerbit Liberty. Yogjakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan. Gramedia. Jakarta.
59
Lampiran 1. Pembuatan Larutan 1. Pembuatan 0.25 M sukrosa 10 mM buffer Tris HCl (pH 7.5) Sukrosa memiliki BM = 342.3 g./mol Untuk membuat 0.25 sukrosa dibutuhkan = 0.25 x 342.3 = 85.575 g sukrosa/liter Dibutuhkan Tris sebanyak 1.21 g/liter Cara membuat Tris dan sukrosa dilarutkan dalam akuades sebanyak 1000 ml, lalu diukur
pHnya menjadi 7.5 dengan menggunakan HCl
2. Pembuatan 0.25 M sukrosa- 10 mM Tris HCl-0.1 mM EDTA (pH 7.5) Sukrosa memiliki BM = 342.3 g./mol Untuk membuat 0.25 sukrosa dibutuhkan = 0.25 x 342.3 = 85.575 g sukrosa/liter Dibutuhkan Tris sebanyak 1.21 g/liter Dibutuhkan EDTA sebanyak 292.25 mg/liter Cara membuat Tris, EDTA, dan sukrosa dilarutkan dalam akuades sebanyak 1000 ml, lalu diukur pHnya menjadi 7.5 dengan menggunakan HCl. 3. Pembuatan buffer fosfat 0.1M ( pH 7.6 ) Larutan A : Larutan 0.1 M KH2PO4 ( pH < 7 ) KH2PO4 sebanyak 13.6 g dalam 1 liter akuades Larutan B : Larutan 0.1 M K2HPO4 sebanyak 17.4175 g dalam 1 liter akuades Cara membuat : Mengukur pH larutan B ditepatkan sampai pH 7.6 dengan menggunakan larutan A
60
Lampiran 1. Lanjutan 4. Pembuatan buffer fosfat 0.1M ( pH 6.5 ) Larutan A : Larutan 0.1 M KH2PO4 ( pH < 7 ) KH2PO4 sebanyak 13.6 g dalam 1 liter akuades Larutan B : Larutan 0.1 M K2HPO4 sebanyak 17.4175 g dalam 1 liter akuades Cara membuat : Mengukur pH larutan B ditepatkan sampai pH 6.5 dengan menggunakan larutan A 5. Pembuatan 30 mM CDNB BM : 202.6 g/mol Untuk membuat 30 mM dibutuhkan 6.078 g CDNB per liter. CDNB dilarutkan dalam etanol. 6. Pembuatan 30 mM GSH BM : 307.3 g/mol Untuk membuat 30 mM dibutuhkan 9.219 g CDNB per liter. GSH dilarutkan
dalam buffer fosfat pH 6.5.
7. Pembuatan larutan CuSO4 alkalis dilakukan dengan mencampurkan : 1 ml CuSO4.5H2O 1% 0.1 g CuSO4 dilarutkan dalam 10 ml akuades 1 ml Na-K tartarat 2% 0.2 g Na-K tartarat dilarutkan dalam 10 ml akuades 98 ml Na2CO3 2% dalam 0.1 N NaOH : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 0.1 NaOH 0.1 N NaOH = 0.4 g NaOH (BM=40) dilarutkan dalam 100 ml akuades
61
Lampiran 2. Komposisi kasein Komposisi
Kadar (%)
Protein
80.3
Lemak
0.5
Air
11.2
Abu
3.5
Serat
0.3
Lampiran 3. Konversi pembuatan ransum tikus percobaan (AOAC, 1995) Æ Perhitungan dilakukan untuk pembuatan ransum 100 gram %N
= % protein
= 80.3% = 12.85%
6.25 Protein
=
6.25
1.6 x 100 g
= 12.45 g
12.85 % Lemak
= 8-
12.45 x 0.5
= 7.94 g
100 Mineral = 5 -
12.45 x 3.5
= 4.56 g
100 Vitamin
=1g
Selulosa = 1 -
12.45 x 0.3
= 0.96 g
100 Air
=5 -
12.45 x 11.2
= 3.61 g
100 Pati
= 100 – (Protein + lemak + mineral + vitamin + selulosa + air ) = 100 – (12.45 + 7.94 + 4.56 + 1 + 0.96 + 3.61) = 69.48 g
Æ Perhitungan total ransum yang dibutuhkan (untuk 3 hari )
62
−> a ekor tikus x b hari x c ransum yang akan diberikan = d g −> 35 ekor tikus x 3 hari x 21 g = 2205 g Lampiran 3. Lanjutan Æ Untuk pembuatan ransum 2205 g dibutuhkan (konversi dari 100 g) : contoh kebutuhan protein
= 12.4 5 g x 2205 g
= 274.523 g kasein
100 g contoh kebutuhan lemak
= 7.94 g x 2205 g
= 175.077 g minyak
100 g contoh kebutuhan mineral
=
4.5 g x 2205 g
= 100.548 g mineral
100 g contoh kebutuhan vitamin
=
1 g x 2205 g
= 22.05 g vitamin
100 g contoh kebutuhan selulosa
=
0.96 g x 2205 g
= 21.168 g selulosa
100 g contoh kebutuhan air
=
3.61 g x 2205 g
= 79. 601 g air
100 g contoh kebutuhan pati
= 69.48 g x 2205 g
= 1532.034 g maizena
100 g
Lampiran 4. Tabel konversi dosis antar spesies untuk penetapan dosis pada suatu spesies hewan/manusia Mencit
Tikus
Marmut
Kelinci
Kera
Anjing
Manusia
63
20 g 1.0
200 g 7.0
400 g 12.25
1.5 kg 27.8
4 kg 64.1
12 kg 124.2
70 kg 387.9
Tikus 200 g
0.14
1.0
1.74
3.9
9.2
17.8
56.0
Marmut 400 g
0.08
0.57
1.0
2.25
5.2
10.2
31.5
Kelinci 1.5 kg
0.04
0.25
0.44
1.0
2.4
4.5
14.2
Kera 4 kg
0.016
0.11
0.19
0.42
1.0
1.9
6.1
Anjing 12 kg
0.008
0.06
0.10
0.22
0.52
1.0
3.1
Manusia 70 kg
0.0026
0.018
0.031
0.07
0.16
0.32
1.0
Mencit 20 g
Sumber : (Laurence dan Bacharah, 1964) Lampiran 5. Konversi pembuatan minuman seduhan bubuk bunga kenop sebagai perlakuan pada tikus percobaan Dosis yang digunakan berdasarkan Anonim (2005) yaitu dosis bunga segar yang digunakan untuk menambah nafsu makan (sama dengan untuk seduhan bunga segar). •
20 gr bunga segar (33 kuntum) diekstrak dalam 3 gelas air mendidih direbus sampai tersisa 2 gelas (440 ml).
Karena terlalu pekat, maka
diambil dosis untuk pengobatan asthma broncial sebanyak 10 kuntum. ⇒ Berdasarkan Aquarini (2005) : Berdasarkan ekstrak air bunga segar (kadar air bunga segar 73.13%), maka didapatkan bubuk (kadar air 7%) sebesar : N x 93 = 3 gr x 26.87
Lampiran 5. Lanjutan N = 0.8667 gr bubuk
64
Jadi perbandingan yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak air adalah : 0.8667 gr bubuk : 80 ml air • Jadi perbandingan yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak air adalah 0.8667 g bubuk : 80 ml air. • Konversi ke manusia (untuk kultur) : 1. Digunakan 2 x dosis, menjadi 1.7334 g bubuk bunga kenop dalam 80 ml air 2. Ekstrak dikeringkan dengan freeze dry, jumlah ekstrak yang diinginkan sebanyak 110 ml air ≈ 2.3834 g bubuk bunga kenop 3. Hasil freeze dry sebanyak 0.247 g ⇒ Konsentrasi ekstrak bubuk bunga kenop yang dikonsumsi sehari-hari • Asumsi konsumsi ekstrak air bubuk bunga kenop per hari/50 kg BB manusia = 440 ml • Dari 2.3834 g bubuk bunga kenop yang diekstrak dengan 110 ml air mendidih didapatkan 0.247 g hasil freeze dry . • Untuk konsumsi sehari-hari bubuk yang digunakan untuk pembuatan ekstrak air adalah : 2.3834 g x 440 ml = 9.5336 g 110 ml ⇒ Dosis normal bunga kenop yang dapat dikonsumsi manusia • 9. 5336 gr/hari/50 kg BB manusia • 9.5336 gr/hari (dikonversikan ke dalam 70 kg BB manusia) 50 kg BB • 9.5336 gr/hari 50 kg BB
≈ 13.34704 gr/hari 70 kg BB
Lampiran 5. Lanjutan ⇒ Dikonversi untuk perhitungan kebutuhan tikus percobaan (Berdasarkan tabel konversi berat manusia terhadap berat tikus)
65
• Dikonversi ke tikus maka dikalikan 0.018 • 13.34704 gr/hari x 0.018 = 0.24 gr/hari • 13.34704 gr/hari
≈
70 kg BB manusia
0.24 gr/hari 200 gr BB tikus
⇒ Dosis minuman seduhan dihitung berdasarkan berat badan tikus yang ditimbang setiap dua hari sekali • Misalkan rata-rata berat badan BK1 = 160 gr, maka : 0.24 gr/hari 200 gr
≈
a gr/hari ⇒ a = 0.19 gr/hari 160 gr
∴ Dosis yang diperlukan untuk kelompok tikus BK1 yang memiliki berat rata-rata 160 gr, membutuhkan bubuk bunga kenop sebanyak 0.19 gr/hari. ⇒ Diasumsikan rata-rata minum tikus/hari sebanyak 25 ml • 0.19 gr/hari : 25 ml/hari = 0.0076 gr/ml ⇒ Perhitungan untuk 7 ekor tikus (1 ekor tikus diberikan 40 ml) • 7 x 40 ml = 280 ml • 280 ml x 0.0076 gr/ml = 2.128gr bubuk bunga kenop ∴ Jadi untuk kelompok BK1 dengan rata-rata berat 160 gr dibutuhkan bubuk bunga kenop sebesar 2.128 dalam 280 ml air. ⇒ Pemberian minuman perlakuan pada tikus : 1
Kelompok BK1 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman seduhan bubuk bunga kenop dosis rendah (2 x dosis normal), maka dosis yang diberikan ke tikus untuk kelompok BK1 adalah : 2.128 x 2 = 4.256 gr dalam 280 ml air ≈ 0.6 gr bubuk bunga kenop/hari/ekor 160 gr
2
Kelompok BK2 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman seduhan bubuk bunga knop dosis tinggi (4 kali dosis normal atau 1.2 gr bubuk bunga knop /hari/ekor/160 g)
66
Lampiran 6. Berat badan tikus percobaan (g ) 2h 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
1 110 124 132 136 140 140 140 145 146 138 145 150 157 162 163 168 175 174 181 187 191 194 200 261
2 126 127 135 139 141 142 145 149 151 140 136 157 158 159 162 159 165 165 169 173 180 181 187 157
Kontrol 3 4 5 140 160 184 149 164 192 157 170 202 132 169 206 164 162 210 160 173 207 160 162 206 156 165 205 156 169 202 153 155 185 150 146 189 150 165 201 151 172 205 151 167 205 155 173 209 158 169 211 169 179 218 167 165 220 176 178 223 188 190 231 193 196 240 194 197 245 195 197 246 215 182 206
6 115 119 132 139 146 150 153 159 159 155 149 169 169 167 179 177 188 184 192 203 210 211 217 175
7 130 129 139 144 146 148 150 155 158 150 139 164 160 164 172 173 177 177 182 189 192 194 195 198
Bunga Knop Dosis rendah 1 2 3 4 5 6 7 139 187 151 160 146 120 139 126 176 137 144 140 117 127 145 196 158 175 152 125 144 150 206 165 186 155 135 154 158 210 166 188 156 141 155 157 210 164 192 156 145 156 157 219 172 195 160 147 160 157 220 169 194 160 160 158 157 221 166 200 164 166 156 148 200 159 180 153 165 159 156 207 169 186 155 166 162 164 220 172 200 165 173 165 163 221 179 205 165 178 165 160 219 175 206 164 180 165 170 221 182 214 170 186 171 169 219 184 210 157 181 171 179 224 189 221 170 190 177 175 216 189 216 173 188 178 184 231 193 220 176 200 180 190 241 205 226 183 205 187 194 246 214 234 188 211 193 200 244 213 236 191 210 197 202 255 218 243 187 214 199 193 207 219 222 220 218 191 197 237 209 240 184 218 200 207 251 217 254 194 225 203 203 248 216 255 195 228 206 199 246 213 251 198 230 205 206 245 215 256 200 226 204 209 250 216 241 209 235 207 211 255 218 265 206 239 205 209 262 206 264 209 242 211 215 261 219 270 210 240 213 219 271 221 271 217 236 218 221 274 220 266 215 242 220 221 270 218 271 214 237 219 226 272 222 275 218 248 224 222 266 222 270 218 253 226 220 266 214 256 215 245 217 221 270 215 261 224 260 228 203 206 255 254 253 262 231 225 268 225 275 222 260 227 225 250 217 249 221 257 227 225 265 221 260 222 260 228 221 255 212 245 221 257 227 220 235 220 265 219 255 228 222 220 222 269 224 261 233
Bunga Knop dosis tinggi 1 2 3 4 5 6 7 172 150 122 154 159 106 146 165 145 120 140 145 103 135 185 157 133 165 175 121 161 185 164 142 173 182 131 169 187 167 147 179 190 140 174 186 173 149 183 189 145 178 184 175 155 183 192 150 170 181 175 153 187 195 155 179 180 176 158 186 192 155 183 165 161 155 190 182 145 176 168 158 169 180 176 145 178 183 172 176 192 190 162 176 186 176 180 195 192 170 179 186 179 177 193 195 173 175 189 185 187 202 200 182 183 186 183 184 191 194 176 179 181 190 187 198 195 189 183 186 188 185 196 192 191 182 183 191 189 204 191 193 185 188 200 200 211 203 208 195 190 202 208 215 309 212 193 189 206 211 221 212 216 194 192 205 218 225 218 224 194 200 211 214 247 197 217 197 199 197 213 223 224 221 193 210 210 225 229 220 229 199 212 209 228 230 229 226 200 211 209 226 229 227 228 201 207 207 229 227 231 228 196 205 210 235 231 234 237 202 210 216 241 234 238 237 203 211 214 239 238 237 240 204 212 220 241 237 235 238 206 213 223 246 245 241 241 205 215 220 249 248 240 238 210 210 219 249 250 245 249 204 217 222 255 253 245 258 210 200 223 254 256 246 253 208 210 170 241 251 246 249 205 220 222 258 237 250 266 212 227 260 225 251 221 263 204 195 194 243 279 219 254 194 210 210 249 245 235 261 209 213 210 254 249 243 240 212 212 215 255 252 238 234 210 206 203 242 250 225 241 204 208 193 243 236 233 253 209
67
Lampiran 6. Lanjutan 2h 1 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
2
3
Kontrol 4 5
6
7
Bunga Knop dosis tinggi Bunga Knop Dosis rendah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 223 260 233 277 230 269 237 216 220 258 245 245 262 215 219 252 220 281 237 268 248 257 256 270 220 280 237 279 249 261 255 277 223 296 247 280 253 262 266 289 229 292 243 290 255 274 269 292 230 275 230 275 242 275 263 278 275 290 291 245 251 262 270 295 232 292 243 290 251 275 270 293 231 290 245 293 254 270 275 294 230 295 242 305 253 272 275 291 232 265 228 258 241 267 242 262 200 285 246 273 248 242 247 264 216 270 224 250 235 257 248 254 220 285 246 273 248 237 247 264 216 270 224 250 235 257 248 254 220 292 248 284 259 237 285 285 237 280 251 289 263 267 288 285 244 305 254 302 265 262 300 288 245 325 261 300 277 275 310 300 250 332 270 307 280 284 286 302 248 338 175 308 286 281 281 289 230 339 270 310 282 287 296 296 237 335 260 315 287 285 315 308 260
68
Lampiran 7. Minuman seduhan yang terminum (ml)
h 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
1 9 11 32 10 20 16 22 20 26 21 29 16 22 26 23 25 24 23 15 28 23 18 32 22 19 24 25 25
2 15 10 39 4 27 16 20 28 22 17 23 16 18 17 19 18 20 17 13 19 15 14 20 18 17 16 20 24
Kontrol 3 4 5 31 8 26 28 10 7 39 36 34 18 2 2 17 40 25 13 18 15 19 39 26 16 37 21 25 23 27 21 22 30 22 18 29 17 21 20 21 18 14 17 17 27 24 23 26 21 17 27 23 13 28 17 6 23 23 17 23 30 29 33 21 25 24 19 18 20 29 19 31 23 25 25 20 20 26 22 21 22 23 18 24 25 20 24
6 9 17 39 3,5 23 26 23 23,5 22,5 19 28 20 21 16 27,5 19 39 18 21,5 27 21 16,5 24,5 25,5 18 19 20,5 22
7 8 15 38 34 31 20 19 14 32 20 19 20 16 19 19 18 20 18 19 23 17 16 24 19 18 18 16 20
Bunga Knop Dosis Rendah 1 2 3 4 5 6 7 13 15 25 13 17 50 16 34 20 12 13 12 9 19 17 15 32 16 14 32 23 25 36 30 38 39 39 22 13 8 22 5 6 14 12 39 38 25 34 13 22 16 24 29 23 28 19 22 17 25 37 40 30 38 32 22 28 28 27 23 31 21 16 29 35 28 27 37 28 20 28 37 31 31 40 33 23 32 30 36 29 27 30 28 22 38 25 32 40 25 19 22 35 30 21 19 16 22 29 27 26 30 38 30 28 29 33 33 28 40 29 21 24 18 24 23 26 23 25 33 35 37 29 39 28 26 27 23 36 27 39 23 26 29 36 28 22 15 23 20 30 28 29 23 27 25 25 22 18 22 17 21 20 17 19 29 23 17 24 20 19 27 30 29 23 23 31 24 23 28 28 28 28 24 17 25 20 22 17 21 16 22 20 16 27 23 24 22 22 25 26 25 24 25 22 27 22 23 26 22 24 18 23 26 27 25 24 21 25 25 25 7 25 25 25 27 25 25 39 24 22 21 23 24 21 40 27 22 20 26 26 22 31 35 23 30 23 29 30 32 18 30 29 21 22 23 29 23 32 22 25 30 29 32 26 29 20 29 28 32 31 32 32 25 33 34 29 22 23 29 20 32 26 38 37 21 29 24 36 26 33 24 28 26 28 29 30 28 33 19 18 20 29 29 25 32 24 20 28 32 23 29 25 16 28 20 35 20
Bunga Knop Dosis Tinggi 1 2 3 4 5 6 7 16 11 16 17 14 12 14 8,5 12 16 28 13 8 32 9,5 33 35 28 33 13 32,5 19 38 39 39 34 39 38 6,5 6,5 27 6 5,5 5 22 32 31 18 40 31 28 16,5 20 15 21 27 21 24 16,5 25 20 20 27 27 24 20 23 17 17 20 18 20 16 26 24 22 27 32 24 23 24 25 26 27 31 28 22 28 27 28 29 32 27 24 21 21 21 18 20 24 19 19 19 17 24 19 20 18 19 25 27 20 29 29 20 13 29 22 16 30 34 23 12 26 24 18 21 22 20 20 28 28 22 27 31 23,5 20 23 22 20 25 20 16 18 22 30 27 25 26 24,5 15 27 25 22 20 25 25 12 22 19 18 19 20 23 15 23 22 19 20 22 24 21 25 28 26 29 29 22,5 14 22 24 15 23 28 20 13 19 22 23 18 28 20,5 18 25 22 23 19 29 20 21 24 26 21 25 29 21 15 24 25 22 19 26 21 22 26 30 20 24 25 26,5 18 27 28 22 27 28 23 26 17 13 19 20 13 17 26 23 25 23 30 25 25 27 22 19 19 21 24 37 23 22 22 19 16 24 28 23 23 25 24 32 28 35 32 24 25 30 29 27 28 32 29 30 28 31 35 39 26 26 22 27 28 26 31 14 25 27 24 26 30 32,5 24 25 20 22 28 30 25 26 28 26 30 24 30 27 16 24 26 25 27 34 28 24 24 21 23 20 22 22
69
Lampiran 7. Lanjutan h 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Bunga Knop Dosis Rendah 1 2 3 4 5 6 7 35 40 34 19 31 35 22 27 27 33 21 19 34 19 22 21 27 19 25 19 18 22 20 23 16 32 36 21 23 23 33 27 27 32 27 17 29 28 29 21 33 20 31 27 25 21 20 24 19 31 21 23 22 19 15 14 3 17 19 22 18 27 20 29 26 10 22 27 40 22 33 30 27 25 25 35 22 27 30 23 23 24 37 23 28 33 30 15 18 31 17 21 19 29 22 25 34 28 25 27 37 32 30 31 30 26 32 36 39 25 33 23 31 23 33 40 8,5 40 40 29 37 31 40 28 38 40 26 33 37 27 25 30 24 33 26 30 19 22 9 36 29 17 32 29 32 40 29 34 32 30 28 28 38 31 32 25 35 29 32 39 35 30 29 30 30 29 31 31 22 34 30 28 20 33 28 27 15 29 22 34 28 31 32 26 27 29 27 34 27 34 31 33 40 32 37 35 31 31 40 38 24 37 34 35 29 35 27 29 3 29 34 28 33 36 11 2 19 17 18 18 19 21 1 19 21 21 27 25 16 37 14 23 19 27 15 15 34 20 21 15 26 20 25 40 26 33 26 32 30 24 34 27 30 23 32 23 28 18 32 19 15 23 22 17 17 25 32 26 23 19 30 16 15 26 21 27 29 23 31 21 18 22 30 21 16 19 27 22 15 35 35 28
Bunga Knop Dosis Tinggi 1 2 3 4 5 6 7 26 32 32 32 34 34 24 34 24 25 26 28 27 20 20 20 21 23 20 27 21 19 22 22 23 17 21 16 31 32 28 28 24 21 27,5 33 25 29 30 25 33 28 25 31 25 24 28 26 24 22 22 22 26 24 31 20 23 19 19 24 17 24 31,5 22 22 22 36 28 30 21 31 24 27 30 21 34 39 26 23 29 28 27 33 23 30 26 26 23 24 31 23 21 20 20 19 29 29 19 14 27 29 35 37 32 35 30 25 29 26 22 29 36 27 23 18 23 32 28 32 26 26 28 28 25 34 35 37 31 35 29 25 35 26 16 13 24 21 23 4 27 18 18 31 33 31 28 37 29 29 30 37 0 10 33 29 23 40 29 40 40 36 33 32 31 40 32 38 40 30 30 28 33 34 32 32 26 24 29 23 22 21 19 27 19 21 29 31 24 26 32 34 28 30 30 24 29 32 33 32 32 28 16 31 30 31 34 23 25 21 31 34 28 31 40 30 31 34 20 26 27 35 24 25 23 17 0 21 22 22 18 27 23 35 35 30 15 22 19,5 20 28 31 25 29 26 25 29 29 35 39 32 29 25,5 33 30 32 28 21 40 28 18 1 21 20 24 34 32 29 22 22 24 30 27 32 25 20 18 26 21 21 32 33 33 17 25 27 24 21 27 26 23 23 20 25 21 31 28 36 27
70
Lampiran 7. Lanjutan
h 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131
Bunga Knop Dosis Rendah 4 5 6 7 29 20 35 27 22 28 40 25 18 24 29 20 16 18 26 26 31 26 26 29 18 17 35 26 26 26 40 29 23 17 19 28 17 16 28 28 26 19 20 26 39 34 39 38 35 30 38 19 31 25 19 22 33 36 34 35 35 35 37 3 30 39 30 33 30 39 30 33 28 36 22 28 29 40 36 27 37 30 34 25 40 40 27 24 40 35 36 29 36 14 20 24 36 17 31 24 17 31 19 15 18 19 30 28 19 30 25 12 24 17 31 17 20 9 22 22 14 16 29 34 32 9 40 20 33 37 28 21 22 15 26 21 30 38 40 26 24 21 40 19 36 21 40 22 30 25 21 29 31 27 26 19 33 17 40 17 33 19 40 18 31
10
32
21
Bunga Knop Dosis Tinggi 4 5 6 7 32 35 36 29 26 26 23 21 27 22 24 29 25 25 29 29 28 30 35 39 37 28 33 33 28 31 32 29 27 26 36 29 21 19 19 34 20 29 31 29 38 35 39 39 31 30 37 37 29 31 37 37 37 39 35 35 40 40 35 25 29 36 34 36 29 36 28 36 37 37 33 33 28 33 23 32 31 35 20 24 27 35 10 32 40 33 27 37 29 25 27 24 22 26 30 25 19 17 28 19 25 38 19 23 15 17 24 17 21 26 36 32 28 21 14 21 30 23 15 36 20 13 24 17 37 20 24 34 34 26 30 40 35 33 40 15 10 32 38 16 29 40 40 35 21 25 40 29 18 37 38 31 25 27 26 33 23 26 34 23 24
20
27
31
71
Lampiran 8. Master data total fenol Absorbansi total fenol bunga knop Absorbansi (725 nm) 0 jam 1 0,368 Bunga knop segar 2 0,378 1 Bunga knop 0,192 2 kering matahari 0,185 1 Bunga knop 0,253 2 kering oven 0,274 Absorbansi (725 nm) 24 jam 1 0,193 Bunga knop segar 2 0,220 1 Bunga knop 0,170 2 kering matahari 0,147 1 Bunga knop 0,233 2 kering oven 0,265 Absorbansi untuk asam tanat No
Asam Tanat (ug/ml)
Absorbansi
1
5
0.0580
2
10
0.0745
3
25
0.1775
4
50
0.4185
5
100
0.9430
6
150
1.4445
7
200
1.7785
0,373 0,189 0,264
0,207 0,159 0,249
72
Absorbansi
Lampiran 8. Lanjutan 2.0000 1.8000 1.6000 1.4000 1.2000 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
y = 0.0093x - 0.0147
1.7785
2
R = 0.9957 1.4445 0.9430
0.4185 0.1775 0.0745 0.0580 0
50
100
150
200
Asam Tanat (ug/ml)
Kurva Standar Asam Tanat Total fenol ekstrak air bubuk bunga knop 2 kali pengulangan Perlakuan
0 jam
24 jam
BKS1 BKS2 BKM1 BKM2 BKO1 BKO2
3.446 3.536 2.277 2.200 2.950 3.187
1.874 2.117 2.035 1.781 2.735 3.088
Total fenol ekstrak air bubuk bunga knop rata-rata Total fenol (mg fenolik/gr bk sampel) 0 jam 24 jam Bunga knop segar 3,491 1,995 Bubuk bunga knop 2,239 1,908 kering matahari Bubuk bunga knop 3,069 2,911 kering oven
250
73
Lampiran 9. Master data aktivitas antioksidan Absorbansi untuk Trolox (mM) Absorbansi
1
Trolox (mM) 0.00
2
1.25
0.0315
3
2.50
0.2025
4
5.00
0.4575
0.5000 0.4000 Absorbansi (nm)
No
0.0000
y = 0.0966x - 0.0384
0.4575
2
R = 0.9679
0.3000 0.2025
0.2000 0.1000 0.0000 0.0000 0.00 1.00 -0.1000
0.0315 2.00
3.00 [Trolox] mM
Kurva standar Trolox
4.00
5.00
6.00
74
Lampiran 9. Lanjutan Absorbansi blanko dan sampel Perlakuan
Blanko
Bunga knop segar Bunga knop kering matahari Bunga knop kering oven
N 1 2 3 4 1 2 1 2 1 2
Absorbansi (517 nm) 0 jam 1.061 1.051 0.998 1.009 1.043 1.020 0.923 0.943 0.812 0.851
1.056*
Rataan blangkorataan sampel 0.000
1.004**
0.000
1.032
0.024
0.933
0.071
0.832
0.172
Rata-rata
Rataan blangko-
Absorbansi Perlakuan
Blanko
Bunga knop segar Bunga knop kering matahari Bunga knop kering oven
n 1 2 3 4 1 2 1 2 1 2
(517 nm) 24 jam 0.997 1.027 1.032 1.024 0.947 0.944 0.989 0.976 0.895 0.892
Rata-rata
rataan sampel 1.012*
0.000
1.028**
0.000
0.946
0.066
0.983
0.045
0.894
0.134
Keterangan : * = Blangko yang digunakan untuk bunga kenop segar. ** = Blangko yang digunakan untuk bunga kenop kering matahari dan oven.
75
Lampiran 9. Lanjutan Aktivitas antioksidan ekstrak air bubuk bunga knop 2 kali pengulangan Perlakuan BKS1 BKS2 BKM1 BKM2 BKO1 BKO2
mM Trolox 24 0 jam jam 19.803 39.836 28.664 40.990 61.080 39.750 51.060 46.450 118.363 88.036 98.329 89.575
Aktivitas antioksidan ekstrak air bubuk bunga knop rata-rata Perlakuan Analisa Antioksidan (mM/g b.k sampel) 0 Jam 24 Jam BKM 56.072 43.204 BKS 24.231 40.413 BKO 108.343 88.825
Lampiran 10. Berat relatif organ 1. Berat relatif hati Ulangan Kontrol 1 0.030 2 0.027 3 0.029 4 0.031 5 0.029 6 0.030 Rata-rata 0.029
BK 1 0.029 0.028 0.023 0.027 0.023 0.031 0.027
Bk 2 0.032 0.025 0.034 0.027 0.027 0.029 0.029
2. Berat relatif ginjal Ulangan Kontrol 1 0.006 2 0.006 3 0.007 4 0.006 5 0.006 6 0.006 Rata-rata 0.006
BK 1 0.006 0.005 0.006 0.007 0.006 0.006 0.006
Bk 2 0.006 0.005 0.007 0.006 0.005 0.007 0.006
76
Lampiran 11. Hasil absorbansi serapan P-420 dan protein dari fraksi mikrosomal tikus kelompok kontrol N
Absorbansi P-420
Absorbansi protein fraksi mikrosomal
1
0.025
0.453
2
0.023
0.436
3
0.028
0.471
Keterangan : Pengenceran fraksi mikrosomal = 10 x Contoh perhitungan ulangan 1 & Persamaan dari kurva standar BSA untuk kontrol Æ y = 0.0014x + 0.0329 0.453 = 0.0014x + 0.0329 x = 300.071 µg/ml Pengenceran 10 x Æ x = 3000.71 µg/ml x = 3.00 mg/ml
77
Lampiran 12. Kadar sitokrom tikus kelompok kontrol Kadar Sitokrom P-420 (nmol/mg protein) I
II
0.750
III
0.720
Rata-rata
0.806
0.759
Contoh perhitungan : A420 Kadar Sitokrom P-420 = --------------------------------------------------------111 cm-1mM-1 Contoh perhitungan pada kelompok kontrol ulangan 3 0.028 x 10* x mmol x 1 liter x 106 nmol Kadar sitokrom P 420 =
------------------------------------------------------------111 cm-1mM Liter x 1 cm** x 1000 ml x 1 mmol = 2.522 nmol/ml
* **
: Pengenceran pada waktu pengukuran : Tebal kuvet kadar sitokrom (nmol/ml) Kadar sitokrom = --------------------------------------------------------kadar protein (mg/ml)
2.522 nmol/ml =
------------------------ = 0.806 nmol/mg protein 3.00 mg/ml
78
Lampiran 13. Kadar sitokrom P-420 dari hati tikus percobaan dengan perlakuan Kelompok 1 Absorbansi Protein (pengenceran 50x)
Kadar Protein (mg/ml)
Absorbansi P.420
1.1.1
0.193
4.895
0.062
Kadar Sitokrom P420 (nmol/mg protein) 1.141
1.1.2
0.148
3.221
0.044
1.230
1.2.1
0.163
3.779
0.069
1.644
1.2.2
0.198
5.081
0.068
1.200
1.3.1
0.163
3.779
0.065
1.549
1.3.2
0.124
2.328
0.040
1.547
Ulangan
Rata-rata
1.385
Kelompok 2 Ulangan
Absorbansi Protein
Kadar
Absorbansi
Kadar
(pengenceran 10x)
Protein
P.420
Sitokrom
(mg/ml)
P420 (nmol/mg protein)
2.1.1
0.390
2.444
0.052
1.916
2.1.2
0.390
2.444
0.053
1.956
2.2.1
0.346
2.117
0.042
1.787
2.2.2
0.423
2.690
0.056
1.875
2.3.1
0.410
2.593
0.070
2.434
2.3.2
0.362
2.236
0.052
2.095
Rata-rata Kadar rata-rata Sitokrom P 420 Kontrol 0.759 nmol/mg protein
2.0105
79
Lampiran 14. Perhitungan kadar sitokrom P-420 Pembuatan kurva standar [ ] (mg/ml)
Absorbansi
0.1
0.098
0.2
0.389
0.4
0.658
0.6
0.905
0.8
1.092
1
1.394
Persamaan kurva standar : y = 1.344x + 0.0614 Contoh Perhitungan: Kadar protein dari fraksi mikrosomal kelompok BK2 Ulangan 1.1 Persamaan dari kurva standar
Y = 1.344X + 0.0614 0.390 = 1.344X + 0.0614 X = 0.244 mg/ml
Pengenceran 10x
X = 2.444 mg/ml A420
Kadar sitokrom P-420 = --------------------------------------------------------111 cm-1mM Contoh perhitungan pada kelompok BK2 Ulangan 1.1 0.052 x 10* x mmol x 1 liter x 106 nmol Kadar sitokrom P 420 =
------------------------------------------------------------111 cm-1mM Liter x 1 cm** x 1000 ml x 1 mmol =
4.684 nmol/ml
80
Lampiran 14. Lanjutan * **
: Pengenceran pada waktu pengukuran : Tebal kuvet kadar sitokrom (nmol/ml) Kadar sitokrom = --------------------------------------------------------kadar protein (mg/ml)
4.684 nmol/ml = ------------------------ = 1.916 nmol/mmg protein 2.444 mg/ml Lampiran 15. Hasil absorbansi protein fraksi sitosol dan kecepatan aktivitas GST/min tikus kelompok kontrol N
V aktivitas GST/min
Absorbansi protein fraksi mikrosomal (650 nm)
1
0.021
0.659
2
0.018
0.561
3
0.022
0.691
Keterangan : Pengenceran fraksi sitosol 100 x Contoh perhitungan : Kadar protein dari fraksi sitosol kelompok kontrol ulangan 3 : Persamaan dari kurva standar adalah Æ y = 0.0014 + 0.0329 0.691 = 0.0014x + 0.0329 x = 470.071 µg/ml x = 47.007 mg/ml
81
Lampiran 16. Aktivitas glutation S-transferase tikus kelompok kontrol Aktivitas Glutation S-transferase ( nmol/min/mg protein) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-rata
0.0489
0.0497
0.0488
0.0491
Contoh perhitungan pada kontrol ulangan 3
Aktifitas GST =
=
=
0.022/menit ------------------------------9.6/cm (mmol/L)-1x 54.00
0.022 menit-1 x mmol x 1L x 106 nmol x1 ---------------------------------------------------------------9.6 cm-1 L x 54.00 mg/ml x 1000 ml x 1mmol x 1cm 0.0488 nmol/min/mg protein
Lampiran 17. Aktivitas glutation S- transferase tikus kelompok perlakuan Absorbansi glutation S- Transferase m/bk 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 v
1.1.1 0.105 0.144 0.169 0.185 0.191 0.194 0.195 0.028
1.1.2 0.104 0.144 0.170 0.186 0.190 0.194 0.195 0.028
1.2.1 0.107 0.145 0.172 0.186 0.198 0.199 0.200 0.029
1.2.2 0.100 0.151 0.179 0.195 0.201 0.211 0.215 0.034
1.3.1 0.106 0.144 0.171 0.186 0.195 0.198 0.205 0.030
1.3.2 0.107 0.146 0.172 0.186 0.196 0.198 0.199 0.028
2.1.1 0.204 0.240 0.254 0.261 0.271 0.273 0.274 0.021
2.1.2 0.321 0.355 0.369 0.376 0.382 0.388 0.394 0.021
2.2.1 0.232 0.277 0.295 0.305 0.310 0.313 0.315 0.024
2.2.2 0.222 0.239 0.257 0.265 0.278 0.286 0.290 0.022
2.3.1 0.300 0.333 0.343 0.350 0.354 0.357 0.360 0.017
2.3.2 0.301 0.334 0.344 0.350 0.355 0.357 0.362 0.017
82
Lampiran 17. Lanjutan Kelompok 1 Ulangan Absorbansi Protein
V aktivitas GST/min
Kadar Protein (mg/ml)
(pengenceran 100x)
1.1 1.2 2.1 2.2 3.1 3.2
0.601 0.601 0.605 0.727 0.603 0.602 Rata-rata
0.028 0.028 0.029 0.034 0.030 0.028
54.000 54.000 54.499 68.625 54.260 54.150
Aktivitas GST (nmol/min/mg protein)
0.054 0.054 0.055 0.051 0.057 0.053 0.054
Kelompok 2 Ulangan
Absorbansi Protein
V aktivitas
Kadar
Aktivitas GST
(pengenceran 100x)
GST/min
Protein
(nmol/min/mg
(mg/ml)
protein)
1.1
0.630
0.021
57.380
0.038
1.2
0.635
0.021
57.960
0.037
2.1
0.635
0.024
57.960
0.043
2.2
0.637
0.022
58.190
0.039
3.1
0.585
0.017
52.210
0.033
3.2
0.569
0.017
50.340
0.035
Rata-rata Aktivitas GST kontrol : 0.049 nmol/min/mg protein
0.037
83
Lampiran 17. Lanjutan Perhitungan aktivitas GST Pembuatan kurva standar [ ] (mg/ml)
Absorbansi
0.1
0.132
0.2
0.381
0.4
0.483
0.6
0.697
0.8
0.823
1
0.967
Persamaan Kurva Standar : y = 0.8657x + 0.1332 Kadar protein dari fraksi sitosol kelompok BK 1 ulangan 1.1: Persamaan kurva standar adalah
y = 0.8657x + 0.1332 0.601 = 0.8657x + 0.1332 = 0.54 mg/ml
Pengenceran 100x
= 54 mg/ml (Δ Abs/menit)
Aktivitas GST =
-----------------------------------------εGSDBN x kadar protein saat pengujian
Contoh perhitungan pada kelompok BK 1 ulangan 1.1 0.028/menit Aktivitas GST =
------------------------------9.6/cm (mmol/L)-1x 54.00 0.028 menit-1 x mmol x 1L x 106 nmol x1
=
---------------------------------------------------------------9.6 cm-1 L x 54.00 mg/ml x 1000 ml x 1mmol x 1cm
=
0.054 nmol/min/mg protein
84
Lampiran 18. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova, dan uji Tukey serta Duncan untuk berat relatif ginjal. Descriptives BERAT N
0 1 2 Total
6 6 6 18
Mean
,00617 ,00600 ,00600 ,00606
95% Std. Std. Error Confidenc Deviation e Interval for Mean Lower Bound ,000408 ,000167 ,00574 ,000632 ,000258 ,00534 ,000894 ,000365 ,00506 ,000639 ,000151 ,00574
Minimum Maximum
Upper Bound ,00660 ,00666 ,00694 ,00637
,006 ,005 ,005 ,005
Test of Homogeneity of Variances BERAT Levene Statistic 1,311
df1
df2
Sig.
2
15
,299 ANOVA
BERAT
Between (Combined Groups ) Linear Term Within Groups Total
Sum of Squares ,000
df
Contrast Deviation
F
Sig.
2
Mean Square ,000
,122
,886
,000
1
,000
,183
,675
,000 ,000
1 15
,000 ,000
,061
,808
,000
17
,007 ,007 ,007 ,007
85
Lampiran 18. Lanjutan
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BERAT Mean Std. Error Difference (I-J)
Sig.
95% Confidenc e Interval Lower Bound ,905 -,00085
(I) TIKUS (J) TIKUS Tukey HSD
0
1 2 LSD
0 1 2
1
,00017
,000390
2 0 2 0 1 1 2 0 2 0 1
,00017 -,00017 ,00000 -,00017 ,00000 ,00017 ,00017 -,00017 ,00000 -,00017 ,00000
,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390 ,000390
,905 ,905 1,000 ,905 1,000 ,675 ,675 ,675 1,000 ,675 1,000
Homogeneous Subsets BERAT
Tukey HSD
TIKUS 1
N Subset for alpha = .05 1 6 ,00600
2 6 ,00600 0 6 ,00617 Sig. ,905 Duncan 1 6 ,00600 2 6 ,00600 0 6 ,00617 Sig. ,691 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. .
-,00085 -,00118 -,00101 -,00118 -,00101 -,00066 -,00066 -,00100 -,00083 -,00100 -,00083
Upper Bound ,00118 ,00118 ,00085 ,00101 ,00085 ,00101 ,00100 ,00100 ,00066 ,00083 ,00066 ,00083
86
Lampiran 19. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk berat relatif hati Descriptives BERAT N
0 1 2 Total
6 6 6 18
Mean
,02933 ,02683 ,02900 ,02839
95% Std. Std. Error Confidenc Deviation e Interval for Mean Lower Bound ,001366 ,000558 ,02790 ,003251 ,001327 ,02342 ,003406 ,001390 ,02543 ,002893 ,000682 ,02695
Minimum Maximum
Upper Bound ,03077 ,03024 ,03257 ,02983
,027 ,023 ,025 ,023
Test of Homogeneity of Variances BERAT Levene Statistic 2,418
df1
df2
Sig.
2
15
,123 ANOVA
BERAT
Between (Combined Groups ) Linear Term
Sum of Squares ,000
df
Contrast Deviation
Within Groups Total
F
Sig.
2
Mean Square ,000
1,380
,282
,000
1
,000
,042
,841
,000 ,000
1 15
,000 ,000
2,718
,120
,000
17
Upper Bound ,00674 ,00458 ,00174 ,00208 ,00391 ,00641 ,00598 ,00382 ,00098 ,00132 ,00315 ,00565
Multiple Comparisons Dependent Variable: BERAT Mean Std. Error Difference (I-J)
1
,00250
,001634
95% Confidenc e Interval Lower Bound ,306 -,00174
2 0 2 0 1 1 2 0 2 0 1
,00033 -,00250 -,00217 -,00033 ,00217 ,00250 ,00033 -,00250 -,00217 -,00033 ,00217
,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634 ,001634
,977 ,306 ,403 ,977 ,403 ,147 ,841 ,147 ,205 ,841 ,205
(I) TIKUS (J) TIKUS Tukey HSD
0
1 2 LSD
0 1 2
Sig.
-,00391 -,00674 -,00641 -,00458 -,00208 -,00098 -,00315 -,00598 -,00565 -,00382 -,00132
,031 ,031 ,034 ,034
87
Lampiran 19. Lanjutan
Homogeneous Subsets BERAT
Tukey HSD
TIKUS 1
N Subset for alpha = .05 1 6 ,02683
2 6 ,02900 0 6 ,02933 Sig. ,306 Duncan 1 6 ,02683 2 6 ,02900 0 6 ,02933 Sig. ,167 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
Lampiran 20. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk kadar sitokrom P-450. Descriptives P450 N
0 1 2 Total
3 3 3 9
Mean
,75867 1,38500 2,01033 1,38467
95% Std. Std. Error Confidenc Deviation e Interval for Mean Lower Bound ,043650 ,025201 ,65023 ,184307 ,106410 ,92716 ,225868 ,130405 1,44925 ,561670 ,187223 ,95293
Minimum Maximum
Upper Bound ,86710 1,84284 2,57142 1,81640
,720 1,185 1,831 ,720
Test of Homogeneity of Variances P450 Levene Statistic 2,895
df1
df2
Sig.
2
6
,132 ANOVA
P450
Between (Combined Groups ) Linear Term Within Groups Total
Sum of Squares 2,350
df
F
Sig.
2
Mean Square 1,175
40,568
,000
Contrast
2,350
1
2,350
81,137
,000
Deviation
,000 ,174
1 6
,000 ,029
,000
,997
2,524
8
,806 1,548 2,264 2,264
88
Lampiran 20. Lanjutan
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: P450 Mean Std. Error Difference (I-J) (I) TIKUS (J) TIKUS Tukey HSD
0
1
-,62633
,138957
2 -1,25167 ,138957 0 ,62633 ,138957 2 -,62533 ,138957 2 0 1,25167 ,138957 1 ,62533 ,138957 LSD 0 1 -,62633 ,138957 2 -1,25167 ,138957 1 0 ,62633 ,138957 2 -,62533 ,138957 2 0 1,25167 ,138957 1 ,62533 ,138957 * The mean difference is significant at the .05 level. 1
Sig.
95% Confidenc e Interval Lower Bound ,010 -1,05269
Upper Bound -,19998
,000 ,010 ,010 ,000 ,010 ,004 ,000 ,004 ,004 ,000 ,004
-,82531 1,05269 -,19898 1,67802 1,05169 -,28632 -,91165 ,96635 -,28532 1,59168 ,96535
Homogeneous Subsets P450
Tukey HSD
TIKUS 0
N Subset for alpha = .05 1 3 ,75867
2
3
1 3 1,38500 2 3 2,01033 Sig. 1,000 1,000 1,000 Duncan 0 3 ,75867 1 3 1,38500 2 3 2,01033 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
-1,67802 ,19998 -1,05169 ,82531 ,19898 -,96635 -1,59168 ,28632 -,96535 ,91165 ,28532
89
Lampiran 21. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk aktivitas GST Descriptives GST N
0 1 2 Total
3 3 3 9
Mean
,04913 ,05400 ,03750 ,04688
95% Std. Std. Error Confidenc Deviation e Interval for Mean Lower Bound ,000493 ,000285 ,04791 ,001000 ,000577 ,05152 ,003500 ,002021 ,02881 ,007568 ,002523 ,04106
Minimum Maximum
Upper Bound ,05036 ,05648 ,04619 ,05270
,049 ,053 ,034 ,034
Test of Homogeneity of Variances GST Levene Statistic 2,256
df1
df2
Sig.
2
6
,186 ANOVA
GST
Between (Combined) Groups Linear Term Contrast Deviatio n Within Groups Total
Sum of Squares ,000
df
F
Sig.
2
Mean Square ,000
47,942
,000
,000 ,000
1 1
,000 ,000
45,134 50,751
,001 ,000
,000
6
,000
,000
8
,050 ,055 ,041 ,055
90
Lampiran 21. Lanjutan
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: GST Sig.
95% Confidenc e Interval Lower Bound ,069 -,01018
Mean Std. Error Difference (I-J) (I) TIKUS (J) TIKUS Tukey HSD
0
1
-,00487
,001732
2 ,01163 ,001732 0 ,00487 ,001732 2 ,01650 ,001732 2 0 -,01163 ,001732 1 -,01650 ,001732 LSD 0 1 -,00487 ,001732 2 ,01163 ,001732 1 0 ,00487 ,001732 2 ,01650 ,001732 2 0 -,01163 ,001732 1 -,01650 ,001732 * The mean difference is significant at the .05 level.
,001 ,069 ,000 ,001 ,000 ,031 ,001 ,031 ,000 ,001 ,000
1
Homogeneous Subsets GST
Tukey HSD
TIKUS 2
N Subset for alpha = .05 1 3 ,03750
2
0 3 ,04913 1 3 ,05400 Sig. 1,000 ,069 Duncan 2 3 ,03750 0 3 ,04913 1 3 Sig. 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
3
,05400 1,000
,00632 -,00045 ,01119 -,01695 -,02181 -,00910 ,00740 ,00063 ,01226 -,01587 -,02074
Upper Bound ,00045 ,01695 ,01018 ,02181 -,00632 -,01119 -,00063 ,01587 ,00910 ,02074 -,00740 -,01226
91
Lampiran 22. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop segar pada 0 jam dan 24 jam.
T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
AKHIR 40,41300 AWAL 24,23350
Pair 1 AKHIR & AWAL
N
Std. Std. Error Mean Deviation 2 ,816001 ,577000 2 6,265673 4,430500
Paired Samples Correlations N Correlation Sig. 2 1,000 ,000
Paired Samples Test t df Sig. (2tailed)
Paired Difference s Mean
Pair 1
Std. Std. Error 95% Deviation Mean Confidenc e Interval of the Difference Lower Upper AKHIR - 16,17950 5,449672 3,853500 -32,78386 65,14286 4,199 AWAL
1
Lampiran 23. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop matahari pada 0 jam dan 24 jam.
T-Test
Pair 1
Paired Samples Statistics Mean N Std. Std. Error Mean Deviation AKHIR 43,14300 2 4,676804 3,307000 AWAL 56,07000 2 7,085210 5,010000
,149
92
Lampiran 23. Lanjutan Paired Samples Correlations N Correlation Sig. 2 -1,000 ,000
Pair 1 AKHIR & AWAL
Paired Samples Test t
Paired Difference s Mean
Std. Std. Error 95% Deviation Mean Confidenc e Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 AKHIR - -12,92700 11,762014 8,317000 - 92,75050 -1,554 AWAL 118,60450
df Sig. (2-tailed)
1
,364
Lampiran 24. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan aktivitas antioksidan bunga knop oven pada 0 jam dan 24 jam.
T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
AKHIR 88,80500 AWAL 108,34600
N
Std. Std. Error Mean Deviation 2 1,087530 ,769000 2 14,166177 10,017000
Paired Samples Correlations Pair 1 AKHIR & AWAL
N Correlation 2 -1,000
Sig. ,000
Paired Samples Test Paired t df Differences Mean Std. Deviation Std. Error 95% Mean Confidenc e Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 AKHIR - -19,54100 15,253707 10,786000 - 117,50812 -1,812 1 AWAL 156,59012
Sig. (2tailed)
,321
93
Lampiran 25. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop segar pada 0 jam dan 24 jam
T-Test
Pair 1
AKHIR AWAL
Paired Samples Statistics Mean N Std. Std. Error Deviation Mean 1,99550 2 ,171827 ,121500 3,49100 2 ,063640 ,045000 Paired Samples Correlations N Correlation Sig. 2 1,000 ,000
Pair 1 AKHIR & AWAL
Paired Samples Test Paired Differences
t df
Mean
Pair 1
AKHIR AWAL
Std. Std. Error 95% Deviation Mean Confidenc e Interval of the Differenc e Lower Upper -1,49550 ,108187 ,076500 -2,46752 -,52348 -19,549
Sig. (2tailed)
1
,033
Lampiran 26. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop matahari pada 0 jam dan 24 jam.
T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
AKHIR AWAL
1.90800 2.23850
N
Std. Std. Error Mean Deviation 2 .179605 .127000 2 .054447 .038500
Paired Samples Correlations Pair 1 AKHIR & AWAL
N Correlation 2 1.000
Sig. .000
94
Lampiran 26. Lanjutan Paired Samples Test Paired Difference s Mean
Pair 1
AKHIR AWAL
Sig. (2tailed)
t df
Std. Std. Error 95% Deviation Mean Confidenc e Interval of the Difference Lower Upper -.33050 .125158 .088500 -1.45500 .79400 -3.734
1
.167
Lampiran 27. Pengolahan data statistik menggunakan Paired Sample T Test untuk perubahan total fenol bunga knop oven pada 0 jam dan 24 jam.
T-Test
Pair 1
AKHIR AWAL
Paired Samples Statistics Mean N Std. Std. Error Mean Deviation 2.91150 2 .249609 .176500 3.06850 2 .167584 .118500
Pair 1 AKHIR & AWAL
Paired Samples Correlations N Correlation Sig. 2 1.000 .000
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1 AKHIR AWAL
-.15700
t df Std. Deviation
.082024
Std. Error 95% Mean Confidence Interval of the Difference Lower Upper .058000 -.89396 .57996 -2.707
1
Sig. (2tailed)
.225
95
Lampiran 28. Pengolahan data statistik menggunakan one way anova dan uji Duncan serta Tukey untuk perubahan berat badan tikus Descriptives BB N
0 1 2 Total
7 7 7 21
Mean
36.143 38.571 36.143 36.952
95% Std. Std. Error Confidenc Deviation e Interval for Mean Lower Bound 40.0809 15.1491 -.926 15.7888 5.9676 23.969 23.8148 9.0011 14.118 26.9861 5.8888 24.668
Minimum Maximum
Upper Bound 73.211 53.174 58.168 49.236
4.0 16.0 5.0 4.0
Test of Homogeneity of Variances BB Levene Statistic 2.271
df1
df2
Sig.
2
18
.132 ANOVA
BB
Between (Combined Groups ) Linear Term Within Groups Total
Sum of Squares 27.524
df
Contrast Deviation
F
Sig.
2
Mean Square 13.762
.017
.983
.000
1
.000
.000
1.000
27.524 14537.429
1 18
27.524 807.635
.034
.856
14564.952
20
115.0 56.0 62.0 115.0
96
Lampiran 28. Lanjutan
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BB Mean Std. Error Difference (I-J) (I) GROUP Tukey HSD
0
1 2 LSD
0 1 2
(J) GROUP 1
-2.429
15.1906
2 0 2 0 1 1 2 0 2 0 1
.000 2.429 2.429 .000 -2.429 -2.429 .000 2.429 2.429 .000 -2.429
15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906 15.1906
Sig.
95% Confidenc e Interval Lower Bound .986 -41.197 1.000 .986 .986 1.000 .986 .875 1.000 .875 .875 1.000 .875
Homogeneous Subsets BB
Tukey HSD
GROUP 0
N Subset for alpha = .05 1 7 36.143
2 7 36.143 1 7 38.571 Sig. .986 Duncan 0 7 36.143 2 7 36.143 1 7 38.571 Sig. .882 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 7.000.
-38.769 -36.340 -36.340 -38.769 -41.197 -34.343 -31.914 -29.486 -29.486 -31.914 -34.343
Upper Bound 36.340 38.769 41.197 41.197 38.769 36.340 29.486 31.914 34.343 34.343 31.914 29.486
97
98
99
xi