KADAR NH3 4DAN CH4CO SERTA CO2 DARI PETERNAKAN KADAR NH SERTA BROILER PADA 3 DAN CH 2 DARI PETERNAKAN BROILER PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI RATNA PATIYANDELA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
12
RINGKASAN Ratna Patiyandela. D14063281. 2013. Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si. Peningkatan populasi ayam broiler disamping memberikan dampak positif bagi ketersediaan daging di Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif bagi ayam Broiler, manusia dan lingkungan akibat meningkatnya jumlah manur yang dihasilkan oleh peternakan ayam broiler. Manur ini dapat menyebabkan timbulnya polusi udara dan bau yang tidak sedap akibat adanya gas-gas dan partikel lain yang dihasilkan. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida (CO2) merupakan contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara (udara di dalam kandang maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam broiler pada lingkungan yang berbeda. Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (berada pada ketinggian 520 m dpl) dan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (berada pada ketinggian 170 m dpl) selama 1 minggu. Metode penangkapan udara untuk NH3 dan CO2 menggunakan metode impinger, sedangkan untuk CH4 menggunakan syringe. Analisis kadar NH3 dilakukan dengan menggunakan metode indofenol, kadar CO2 menggunakan metode titrasi dan kadar CO2 menggunakan metode Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID). Rataan suhu udara harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 26,75-28,20 ºC dan di luar kandang adalah 27,73-29,63 ºC, sedangkan pada Peternakan Ikhtiar Farm, rataan suhu udara harian di dalam kandang adalah 25,5827,03 ºC dan di luar kandang adalah 25,93-27,85 ºC. Rataan kelembaban udara harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 81%-92% dan di luar kandang adalah 77%-87%, sedangkan pada Peternakan Ikhtiar Farm di dalam kandang adalah 70%-85% dan di luar kandang adalah 67%-84%. Rataan kecepatan angin harian di Peternakan Bagus Farm adalah 0,87-1,50 m/det dan di Peternakan Ikhtiar Farm adalah 0,37-3,27 m/det. Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,0745-0,8971 ppm lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm yang berada pada kisaran 0,00810.0862 ppm. Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm adalah 0,0957-0.1202 µg/mm3 lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm dengan kadar CH 4 sebesar <0,001 µg/mm3. Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm berkisar antara <5-26,550 µg/mm3 lebih tinggi daripada kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm (<5 µg/mm3). Namun, kadar NH3, kedua lokasi peternakan ayam broiler masih berada di bawah standar baku mutu. Kadar NH3, CH4, dan CO2 di kedua lokasi peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin), nutrien dalam manur (terutama
i
protein), manajemen perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan dan performa ayam broiler. Kata kunci : peternakan ayam broiler, mikroklimat kandang, tipe kandang, kadar NH3, CH4, dan CO2
ii
ABSTRACT Levels of NH3 and CH4 also CO2 from Broiler Chicken House at Different Environmental Condition and Management in Bogor Regency Patiyandela, R., M. Ulfah, and S. B. Rushayati The development of broiler population may cause negative impact such as gases emission including of NH3, CH4, and CO2, for broiler, human and environment. The levels of NH3, CH4, and CO2 resulted from broiler house can be affected by microclimate condition. Information about the levels of NH 3, CH4, and CO2 in broiler house in Bogor regency is still limited. The purpose of this research is to estimate the levels of NH3, CH4 dan CO2 inside and outside broiler houses at different environmental condition. This research was conducted on Bagus Farm that located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 m above see level) and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor Regency (520 m above sea level). This research was conducted during October until November 2010. The result shows that the levels of NH3, CH4, and CO2 in Bagus Farm was higher than Ikhtiar Farm. The level of NH3 is lower than standard of NH 3 consisted in ambient air. The differentiation of NH3, CH4, and CO2 levels between Bagus Farm and Ikhtiar Farm can be influenced by some factors such as microclimate condition (temperature, humidity, and air velocity), housing management, feed nutrient, manure management and composition. Keyword : broiler chicken farm, microclimate condition, house type, level of NH 3, CH4, and CO2
iii
KADAR NH3 4DAN CH4CO SERTA CO2 DARI PETERNAKAN KADAR NH SERTA BROILER PADA 3 DAN CH 2 DARI PETERNAKAN BROILER PADA KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR
RATNA PATIYANDELA D14063281
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
iv
Judul
: Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari Petrnakan Broiler pada Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda di Kabupaten Bogor
Nama
: Ratna Patiyandela
NIM
: D14063281
Menyetujui, Pembimbing Utama,
(Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.) NIP. 19761101 199903 2 001
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.) NIP. 19650704 200003 2 001
Mengatahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 21 Maret 2013
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1988 di Bondowoso, Jawa Timur. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Samik Rufiadi dan Ibu Sumiwarti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Dabasah 3 Bondowoso dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bondowoso. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bondowoso pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan) periode 2007-2008 sebagai pengurus Klub Budidaya dan Produksi dan pada periode 2008-2009 sebagai Badan Pengawas HIMAPROTER. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PT. Tanduran Sari (Feedlot) dan BPPT Sapi Potong di Ciamis serta peternakan lebah madu Sari Bunga di Sukabumi.
vi
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Sang Pencipta alam semesta dan Pemilik ilmu pengetahuan, Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan alam ini mempunyai banyak rahmat bagi makhluk-Nya. Rasa syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi yang berjudul Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari Peternakan Broiler pada Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda di Kabupaten Bogor sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Dunia peternakan khususnya peternakan broiler yang merupakan salah satu sumber ketersediaan pangan bagi manusia juga merupakan salah satu penyumbang gas-gas rumah kaca penyebab terjadinya global warming sejak beberapa tahun terakhir. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui besarnya kadar gas-gas rumah kaca yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai landasan dalam menyusun strategi untuk meminimalkan produksi gas-gas rumah kaca dari peternakan ayam broiler. Penelitian ini merupakan penilitian awal untuk penelitian selanjutnya mengenai gas-gas yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dibidang peternakan dan bermanfaat bagi banyak pihak terutama dalam peningkatan kualitas lingkungan di dalam dan sekitar peternakan kearah yang lebih baik. Bogor, Mei 2013 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN......................................................................................
i
ABSTRACT ........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................
vi
KATA PENGANTAR .........................................................................
vii
DAFTAR ISI .......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xi
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................. Tujuan .......................................................................................... Manfaat ........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
3
Manur Ayam ................................................................................. Gas Rumah Kaca .......................................................................... Amonia (NH3) ................................................................... Metana (CH4) .................................................................... Karbondioksida (CO2) ....................................................... Kualitas Udara .............................................................................. Faktor Meteorologis ...................................................................... Suhu Udara ........................................................................ Kecepatan dan Arah Angin ................................................ Analisis Kualitas Udara.................................................................
3 4 4 6 6 7 8 8 8 9
MATERI DAN METODE ...................................................................
11
Lokasi dan Waktu ......................................................................... Materi .......................................................................................... Prosedur ........................................................................................ Penentuan Lokasi Penelitian .............................................. Pengukuran Mikroklimat ................................................... Pengambilan Sampel ......................................................... Analisis Sampel ................................................................. Rancangan dan Analisis Data ........................................................ Peubah yang diamati .....................................................................
11 11 11 11 12 13 14 16 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
17
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Bagus Farm .......................................................................................... Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Ikhtiar Farm ..........................................................................................
17 18
viii
Performa Ayam Broiler dan Kandungan Nutrien dalam Pakan dan Manur .......................................................................................... Performa Ayam Broiler ..................................................... Kandungan Nutrien dalam Pakan Ayam Broiler ................. Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler ................
19 19 21 22
Kondisi Mikroklimat di Peternakan Ayam Broiler ...............................
24
Ketinggian Lokasi Peternakan Ayam Broiler ..................... Suhu Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler ................ Kelembaban Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler..... Kecepatan dan Arah Angin di Lokasi Peternakan ............... Kadar NH3, CO2 dan CH4 di Peternakan Ayam Broiler ................. Kadar NH3 ......................................................................... Kadar CH4 ......................................................................... Kadar CO2 ......................................................................... Diskusi Umum ..............................................................................
24 25 27 28 29 29 32 34 35
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
41
Kesimpulan ................................................................................... Saran ..........................................................................................
41 41
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................
42
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
43
LAMPIRAN ........................................................................................
47
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Populasi Ayam Broiler di Pulau Jawa dan Bali ...........................
1
2.
Karakter dan Produksi Kotoran Segar Ayam Broiler per 1000 kg Bobot Hidup/Hari .......................................................................
3
3.
Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler ...........................
5
4.
Karakteristik Kondisi Peternakan ................................................
12
5.
Karakteristik Perkandangan ........................................................
12
6.
Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm......................................................
15
Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor ...........................................................
20
Kandungan Nutrien Pakan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm................................................................................
22
Hasil Pengukuran Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm................................................................................
30
Hasil Pengukuran Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm................................................................................
33
Hasil Pengukuran Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm................................................................................
34
Perbedaan Kadar Emisi, Performa Broiler, Kandungan Nutrien dalam Pakan dan Manur Ayam Broiler ......................................
38
7. 8. 9. 10. 11. 12.
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Denah Kandang di Peternakan Bagus Farm.................................
17
2.
Denah Kandang di Peternakan Ikhtiar Farm ................................
19
3.
Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Ayam Broiler selama 1 Minggu: (A) Peternakan Bagus Farm dan (B) Peternakan Ikhtiar Farm ........................................
26
Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Ayam Broiler Selama 1 Minggu : (A) Peternakan Bagus Farm (B) Peternakan Ikhtiar Farm……… .....
27
(A) Diagram Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Kegiatan Manusia dan (B) Diagram Sumber Gas Rumah Kaca (US EPA, 2007) ..........................................................................................
36
Diagram Hubungan Kondisi Mikroklimat, Performa Ayam Broiler, Kualitas Pakan dan Manur Serta kondisi Perkandangan terhadap Produksi NH3 , CH4, CO2 .............................................
37
4.
5.
6.
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Bagus Farm ...........................................................................................
48
Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Ikhtiar Farm. ...............................................................................
49
Rataan Suhu Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu................................................
50
Rataan Kelembaban Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu .........................................
51
Rataan Kecepatan Angin Harian dan Arah Angin Dominan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu ...
51
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan ayam broiler merupakan salah satu subsektor peternakan dengan tingkat permintaan yang cukup tinggi di Indonesia. Peningkatan permintaan konsumen terhadap daging ayam memicu meningkatnya jumlah populasi ayam broiler di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Bali, yang secara umum terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1. Populasi Ayam Broiler di Pulau Jawa dan Bali Provinsi
Tahun (ekor) 2009
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali
2010
2011*
137.100
132.200
131.827
455.258.895
497.814.154
526.931.620
58.350.965
64.332.799
64.397.132
5.276.897
5.435.521
5.556.967
147.006.266
56.993.631
58.494.332
80.023.212
41.146.851
45.508.417
5.263.645
5.404.657
5.444.653
Keterangan : * angka sementara Sumber : Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)
Peningkatan populasi ayam broiler disamping memberikan dampak positif bagi ketersediaan daging di Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif bagi ayam broiler, manusia dan lingkungan akibat meningkatnya jumlah manur yang dihasilkan oleh peternakan ayam broiler. Manur ini dapat menyebabkan timbulnya polusi udara dan bau yang tidak sedap akibat adanya gas-gas dan partikel lain yang dihasilkan. Menurut Patterson dan Adrizal (2005) keberadaan gas-gas tersebut menyebabkan penurunan pada performa dan produktivitas ayam broiler, seperti penurunan laju pertumbuhan dan konversi pakan, serta timbulnya penyakit tetelo (New Castle Disease/ND). Dampak bagi manusia diantaranya mata berair, bersinbersin, sakit leher, batuk kronis, sesak nafas, sakit kepala, dan mual (Golbabei dan Islami, 2000). Peternakan juga menyumbangkan gas rumah kaca sebanyak 18% dari keseluruhan kegiatan manusia (Court dan Lane, 2007). Penumpukan gas-gas ini akan
1
menyebabkan sinar infra merah yang dipancarkan kembali ke bumi semakin besar sehingga dapat meningkatkan suhu bumi (Cicerone, 1987). Gas-gas rumah kaca ini menimbulkan efek rumah kaca. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida (CO2) merupakan contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler dan berpengaruh terhadap timbulnya efek rumah kaca yang berdampak pada peningkatan suhu di sekitar lokasi peternakan. Data mengenai gas-gas tersebut masih terbatas hingga saat ini, terutama pada peternakan ayam broiler dengan kandang konvensional yang banyak ditemui di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kadar gas-gas tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara (udara di dalam kandang maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam broiler pada lingkungan yang berbeda. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk melakukan perkiraan terhadap kadar gas-gas tersebut (NH3, CH4 dan CO2) yang dihasilkan oleh peternakan-peternakan ayam broiler lain di Indonesia yang dioperasikan dengan sistem pemeliharaan yang sama dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan strategi-strategi baru dalam menurunkan kadar gas-gas tersebut di peternakan broiler.
2
TINJAUAN PUSTAKA Manur Ayam Manur merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari pakan tidak tercerna dalam saluran pencernaan dan sisa hasil metabolisme (Ensminger, 1992). Jumlah dan komposisi manur yang diproduksi berbeda-beda tergantung jenis unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis dan jumlah pakan, serta cuaca (Muller, 1980; Ensminger, 1992). Manur ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas 60%-75% berupa asam urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein tidak tercerna (Patterson dan Adrizal, 2005). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam manur menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat terabsorpsi tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam manur (Rohaeni, 2005). Karakter dan jumlah ekskreta yang dihasilkan oleh ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakter dan Produksi Kotoran Segar Ayam Broiler per 1000 kg Bobot Hidup/Hari Parameter
Satuan *
Jumlah
Kg
85 ± 13
kg /m³
1.000
Total solids (TS)
Kg
22 ± 1,4
Volatile solids (VS)
Kg
17 ± 1,2
COD
Kg
16 ± 1,8
BOD5
Kg
-
Total Kjeldahl nitrogen
Kg
1,1 ± 0,24
Total fosfor
Kg
0,30 ± 0,053
Potassium
Kg
0,40 ± 0,064
Kalsium
Kg
0,41
Magnesium
Kg
0,15
Sulfur
Kg
0,085
Sodium
Kg
0,15
Zinc
G
3,6
Copper
G
0,98
Bobot Kepadatan
Keterangan : * Semua nilai berdasarkan bobot basah Sumber : ASAE (2003)
3
Gas Rumah Kaca Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat menyerap dan memancarkan kembali radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi sehingga mengkibatkan panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Gas berbahaya yang sering ditemukan dalam kandang antara lain NH3, H2S, CO2, dan CH4. Pada konsentrasi tertentu, gasgas tersebut dapat menyebabkan kematian (North dan Bell, 1990). Amonia (NH3) Amonia atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi Norganik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993).
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005) Amonia pada peternakan ayam broiler berasal dari penguraian asam urat. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan nitrogen pada unggas. Penguraian asam urat adalah sebagai berikut (Patterson dan Adrizal, 2005) : C5H4O3N4 + 1,5O2 + 4H2O
5CO2 + 4NH3
Pembentukan NH3 dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi temperatur, kelembaban, pH, kandungan N dalam litter atau manure, serta populasi mikroorganisme. Hasil penelitian Vucemilo et al. (2007) menunjukkan bahwa nilai rata-rata konsentrasi NH3 di dalam kandang ayam broiler pada minggu keempat adalah 8,67 ppm. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 23,67 °C dan 52,20%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan selama musim semi di tahun 2006 di peternakan ayam broiler berkapasitas 5.300 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah hobb. Hasil penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Vucemilo et al. (2008) menunjukkan bahwa nilai ratarata konsentrasi NH3 di dalam kandang ayam broiler pada minggu keempat adalah 18,87 ppm. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 24,17 °C dan 65,45%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s.
4
Penelitian dilakukan selama musim semi di peternakan ayam broiler berkapasitas 22.000 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah Ross-308 breed. Kadar NH3 yang berlebihan di dalam kandang dapat mempengaruhi kesehatan ayam broiler dan pekerja kandang. Kadar NH3 di dalam kandang sebaiknya tidak lebih dari 25 ppm dan ambang batas kadar NH3 bagi manusia adalah 25 ppm selama 8-10 jam (Ritz et al., 2004). Batas toleransi kadar NH3 pada ayam broiler disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Ambang Batas Kadar NH3 pada Ayam Broiler Kadar NH3 (ppm) 20
Pengaruh Mengganggu
kesehatan
dan
performa
ayam
broiler,
meningkatnya penyakit tetelo (New Castle Disease/ND) dan kerusakan sistem pernafasan (dalam waktu lama) 25
Pertambahan bobot badan yang rendah, penurunan efisiensi pakan (selama 42 hari), menyebabkan timbulnya airsacculitis yang diikuti oleh infectious bursal disease (setelah 56 hari)
25-125
Penurunan konsumsi pakan dan efisiensi pakan, menimbulkan gejala keracunan pada ayam broiler meliputi iritasi pada trachea, radang kantong udara, conjunctivity, dan dyspnea
75-100
Perubahan epithelium pernafasan, termasuk hilangnya silia dan meningkatnya jumlah sel pengeluaran lender
46-102
Menyebabkan
kerusakan
pada
mata
dalam
bentuk
keratokonjunctivitis Sumber: Ritz et al. (2004)
Sumber emisi NH3 dari kegiatan manusia diperkirakan 50% berasal dari kegiatan peternakan. Produksi peternakan ayam diperkirakan menghasilkan emisi amonia sebanyak 1,9 juta metric ton per tahun atau 2,1 Tg (tera gram) per tahun (Ritz et al., 2004). Emisi NH3 dapat dengan cepat bereaksi dengan komponen asam yang terdapat di atmosfer, seperti asam nitrit dan asam sulfur, dan berubah menjadi partikel aerosol amonium, seperti amonium sulfat dan amonium nitrat (Ritz et al., 2004). Jumlah emisi amonia di atmosfer diantaranya dipengaruhi oleh umur ternak, sistem pemeliharaan, temperatur dan kelembaban lingkungan, kecepatan angin, dan hujan. Perbedaan kondisi iklim, seperti suhu, frekuensi dan intensitas curah hujan,
5
kecepatan angin, topografi, dan tanah, mempengaruhi emisi yang dihasilkan dari peternakan (National Research Council, 2002). Gates et al. (2004) melakukan penelitian selama musim dingin dan musim semi dan menunjukkan bahwa angka emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan kapasitas 20.000 ekor adalah 0,27 g NH3/ekor/hari. Angka emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan kapasitas 25.000 ekor adalah 0,45 g NH3/ekor/hari. Metana (CH4) Metana merupakan salah satu gas rumah kaca. Metana, paling besar disebabkan oleh bakteri yang merombak bahan organik pada kondisi anaerobik. Aktifitas manusia diperkirakan menyumbang 60%-80% dari total emisi CH4. Metana yang dilepaskan ke atmosfer, sebagian besar melalui proses oksidasi oleh hidroksil (OH) dan diperkirakan dapat bertahan di atmosfer antara 9-15 tahun (Pipatti, 1998). Peternakan ayam diperkirakan menyumbangkan emisi metana sebesar 1,28 Tg/tahun (Khalil, 2000). Karbondioksida (CO2) Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang mengatur energi panas yang dapat dipancarkan bumi kembali ke angkasa. Gas rumah kaca dapat ditembus radiasi matahari yang baru masuk ke atmosfer, dan menjerap radiasi sinar inframerah sehingga tidak dapat dipancarkan kembali ke angkasa. Gas-gas rumah kaca, seperti karbondioksida ini mengakibatkan panas matahari tertahan dekat dengan permukaan bumi, sehingga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim lainnya (Griffin, 2003). Karbondioksida dianggap sebagai penyumbang paling banyak pada pemanasan global sejak lebih dari 250 tahun terakhir. Jumlah CO 2 yang dihasilkan dari proses pernafasan pada peternakan mencapai 3.000 Tg/tahun (Pitesky et al., 2009). Konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara relatif rendah yaitu sekitar 0,03%. Konsentrasi yang relatif rendah ini disebabkan oleh absorbsi CO 2 oleh tumbuhan selama fotosintesis dan karena kelarutan CO2 di dalam air. Tumbuhan berperan sebagai produsen pertama dalam ekosistem yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk hidup lain dan mengubah CO2 menjadi O2, sehingga penghijauan dapat menangani krisis lingkungan di perkotaan karena dapat berperan
6
mengrangi CO2 dan zat pencemar lainnya. Konsentrasi CO2 yang berlebihan dalam suatu lingkungan dapat menimbulkan efek sistematik, karena meracuni tubuh dengan cara pengikatan oleh hemoglobin yang merupakan bagian amat vital dalam proses oksigenasi jaringan tubuh, dan apabila otak kekurangan oksigen maka dapat menimbulkan kematian. Dalam jumlah sedikit dapat menimbulkan gangguan berfikir, gerakan otot, maupun gangguan jantung (Farida, 2004). Konsentrasi CO2 di atmosfer ternyata telah meningkat lebih dari seabad lalu, peningkatan konsentrasinya mencapai 1 ppm/tahun. Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer yang terus menerus akan menyebabkan perubahan yang besar pada iklim global (Shakhashiri, 2008). Vucemilo et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata konsentrasi CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,07%. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 23,67 °C dan 52,20%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan selama musim semi di tahun 2006 di peternakan ayam broiler berkapasitas 5.300 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah hobb. Penelitian lain yang dilakukan oleh Vucemilo et al. (2008) menyatakan bahwa Nilai rata-rata konsentrasi CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,21%. Suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 24,17 °C dan 65,45%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan selama musim semi di peternakan ayam broiler berkapasitas 22.000 ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah ross-308 breed. Kualitas Udara Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien (Biro Peraturan Perundangundangan, 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat, energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Salah satu yang mempengaruhi kualitas udara ambien adalah keberadaan polutan.
7
Kadar polutan yang terdapat di suatu lokasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1) jarak sumber polutan dengan lokasi, 2) faktor penurun kadar polutan (vegetasi), dan 3) kondisi meteorologi dan topografi lokasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar polutan di atmosfer adalah : 1) jumlah total cemaran yang dikeluarkan atau dipancarkan, 2) kondisi meteorologi di suatu lokasi pencemar dan sekitarnya, 3) keadaan topografi di suatu lokasi pencemar dan sekitarnya, dan 4) sifat dan karakteristik zat pencemar (Soedomo, 2001). Faktor Meteorologis Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Menurut Soedomo (2001) kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti : 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya. Suhu Udara Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan. Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu lingkungan, maka massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan. Kecepatan dan Arah Angin Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara disekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).
8
Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991). Analisis Kualitas Udara Metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) tergolong dalam senyawa karbon yang mudah menguap. Metode yang sering digunakan dalam menganalisis senyawa karbon ini adalah metode kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala / flame ionization detector (FID) (Nahas et al., 2008). Kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala atau Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID) memiliki fase stasioner atau fase diam berupa cairan dan fase bergerak berupa gas yang sering disebut sebagai kromatografi gas-cair (GLC) serta menggunakan jenis detektor pengionan nyala atau flame ionization detector (FID). Kelebihan dari kromatografi jenis ini adalah stabil, linier pada rentang zat terlarut yang besar, cepat, peka, responsif terhadap hampir semua senyawa organik. Kekurangannya adalah tidak responsif pada hampir semua senyawa inorganik termasuk air, bersifat menghancurkan komponen sampel, dan lebih mahal (Day dan Underwood, 2002). Metode yang digunakan dalam menganalisis amonia (NH3) adalah menggunakan metode spektroskopi. Analisis spektroskopi pada dasarnya mengukur jumlah radiasi yang dihasilkan atau diserap oleh molekul atau atom yang lebih spesifik (Skoog et al., 1999). Spektrometer adalah alat spektroskopik yang menggunakan monokromator atau polikromator bersama dengan tansduser mengubah intensitas pancaran menjadi sinyal listrik. Spektrofotometer adalah spektrometer yang memungkinkan untuk mengukur rasio kekuatan radiasi dari dua sinar yang dibutuhkan untuk mengukur absorbansi. Fotometer menggunakan sebuah filter untuk memilih panjang gelombang bersama dengan transduser radiasi (Skoog et al., 1999). Pengukuran NH3 dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 400 – 425 nm (Agustini et al., 2005). Panjang gelombang 400 – 425 nm berada pada daerah spektrum warna violet sehingga jenis spektro-
9
fotometer yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (UVVIS) (Day dan Underwood, 2002).
10
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengumpulan sampel udara dilakukan di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Analisis kandungan NH3, CH4 dan CO2 dilaksanakan di Laboratorium PPLH-LPPM (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat), Kampus IPB Darmaga, Bogor. Penelitian masing-masing dilakukan selama 1 minggu di peternakan Bagus Farm (19-25 Oktober 2010) dan di peternakan Ikhtiar Farm (5-11 November 2010). Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel udara ambien di dalam kandang ayam broiler dan di sekitar peternakan ayam broiler. Materi pendukung adalah komposisi nutrisi dari ransum komplit yang digunakan pada masing-masing peternakan, dan manur ayam dari setiap peternakan. Peralatan yang digunakan adalah impinger portable, digital electronic thermo hygrometer LS-207, anemometer RS 232 BTU – Psychrometer, syringe, flowmeter, altimeter, kompas, botol sampel, alat tulis, dan kamera digital. Peralatan yang digunakan untuk menganalisis sampel udara adalah spektrofotometer UV-VIS dan kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala. Prosedur Penentuan Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pertimbangan yang digunakan sehingga kedua lokasi tersebut dipilih menjadi lokasi penelitian adalah kedua lokasi tersebut berada pada kondisi lingkungan yang berbeda (berhubungan dengan ketinggian tempat). Peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Lumbung memiliki karakteristik peternakan dan
11
perkandangan yang berbeda dengan peternakan ayam broiler yang terletak di Desa Cikoneng Talang. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 : Tabel 4. Karakteristik Kondisi Peternakan No. 1. 2. 3. 4.
Karakteristik Kondisi Peternakan Strain ayam Broiler Jenis ransum Jumlah populasi (ekor) Ketinggian Tempat
Peternakan Bagus Farm Cobb TN 3.500 170 m dpl
Ikhtiar Farm MB-202 S SB 3.500 520 m dpl
Tabel 5. Karakteristik Perkandangan No. 1.
Karakteristik Kondisi Peternakan Tipe perkandangan
2. 3.
Tipe atap kandang Bahan atap kandang
4.
Posisi kandang
5.
Lingkungan sekitar kandang 1) Utara 2) Selatan 3) Timur 4) Barat
Peternakan Bagus Farm Kombinasi postal dan panggung Tipe A Kombinasi asbes dan rumbia Membujur dari utara ke selatan
Lahan pertanian (umbiumbian) Kebun jambu biji Kebun jambu biji Lahan pertanian (padi)
Ikhtiar Farm Panggung* Tipe A Rumbia Membujur dari utara ke selatan
Kolam ikan Kebun papaya Lahan pertanian Kolam ikan dan lahan pertanian
Keterangan : * Tinggi kandang dari tanah sekitar 1,5 meter
Pengukuran Mikroklimat Kondisi iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin. Pengukuran terhadap kondisi mikroklimat dilakukan tiga kali dalam sehari selama satu minggu dan dilakukan ketika ayam Broiler berumur 22-28 hari. Pengukuran suhu udara menggunakan digital electronic thermo hygrometer LS-207. Pengukuran suhu udara dilakukan pada ketinggian 1,5 meter di atas permukaan tanah. Suhu udara harian rata-rata dihitung dengan persamaan berikut (Tjasyono, 2004) :
12
T rata-rata harian = (2 × T7) + T13 + T18 4 Keterangan: T rata-rata harian = suhu harian rata-rata; T7, T13, T18 = pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB.
Kelembaban udara diukur dengan menggunakan digital electronic thermo hygrometer LS-207 juga. Kelembaban udara rata-rata harian dihitung dengan persamaan : RH rata-rata harian = (2 × RH7) + RH13 + RH18 4 Keterangan : RH rata-rata harian = kelembaban harian rata-rata; RH7, RH13, RH18 = pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB.
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer RS 232 BTU – Psychrometer, sementara arah angin diukur menggunakan metode sederhana, yaitu dengan bantuan asap dan kompas. Pengukuran kecepatan angin dilakukan pada ketinggian sekitar dua meter di atas permukaan tanah. Pengukuran terhadap suhu dan kelembaban dilakukan di dalam kandang dan di luar kandang. Pengukuran kecepatan dan arah angin hanya dilakukan di luar kandang. Pengambilan Sampel Sampel Udara.
Pengambilan sampel udara untuk analisis NH3, CH4, dan CO2
dilakukan melalui penangkapan udara di lapangan dengan bantuan pereaksi kimia. Metode penangkapan udara untuk NH3 dan CO2 menggunakan metode impinger (Agustini et al., 2005). Prinsip dari metode ini adalah menjerap udara terkontaminasi ke dalam larutan penangkap dalam impinger. Penangkapan sampel udara untuk CH4 menggunakan syringe. Sampel udara tersebut kemudian dianalisis di laboratorium untuk dapat diketahui konsentrasi dari NH3, CH4, dan CO2. Pengambilan sampel udara di dalam kandang dilakukan di satu titik, yaitu tepat di tengah kandang (K). Pengambilan sampel udara di luar kandang dilakukan pada dua titik, sesuai dengan arah angin pada jarak 15 m dari kandang. Alat pengambil sampel udara ditempatkan pada ketinggian 1,5 m sampai 2 m dari permukaan tanah (Badan Standarisasi Nasional, 2005a). Proses pengambilan sampel udara di tiap titik pengambilan sampel dilakukan selama satu jam.
13
Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel manur ayam broiler dilakukan tiga kali (pagi, siang, dan sore) per hari selama satu minggu dari setiap peternakan. Pengambilan contoh manur ayam dilakukan secara acak. Manur ayam dikumpulkan dalam botol sampel dan kemudian disimpan pada suhu freezer (sekitar -10 °C) kemudian dikeringkan pada suhu 120 °C dan selanjutnya dianalisis. Pengambilan sampel pakan juga dilakukan untuk dianalisis. Data analisis manur dan pakan digunakan sebagai data pendukung. Analisis Sampel Analisis Kadar NH3 (Amonia). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode indofenol menggunakan spektrofotometer (Badan Standarisasi Nasional, 2005b). Prinsip dari metode ini adalah amonia dari udara ambien yang telah dijerap oleh larutan penjerap asam sulfat, kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa, membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm (Badan Standarisasi Nasional, 2005b). Konsentrasi NH3 dalam dalam udara dihitung dengan rumus sebagai berikut: C = (a / V) x 1000 Keterangan : C a V 1000
= = = =
Analisis
Konsentrasi NH3 di udara (µg/m3); Jumlah NH3 dalam contoh uji berdasarkan kurva standar (µg); Volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (L); Konversi dari L ke m3.
Kadar
CO2
(Karbondioksida).
menggunakan metode titrasi.
Analisis
ini
dilakukan
dengan
Prinsip dari metode titrasi adalah prinsip asam basa
dan pewarnaan. Bahan yang digunakan adalah Na2CO3 (sodium kabonat) sebagai larutan penjerap, PP merah sebagai pemberi warna, dan HCl 0,02N sebagai titran. Larutan uji (campuran antara larutan penjerap dan gas CO2) dimasukkan ke dalam tabung uji. Larutan ditetesi HCl 0,02N hingga larutan yang berwarna merah menjadi tidak berwarna. Proses titrasi juga dilakukan pada blanko. Jumlah HCl 0,02N yang digunakan untuk menjernihkan larutan uji dicatat, untuk kemudian dimasukkan ke dalam rumus perhitungan kadar CO2. Konsentrasi CO2 dalam dalam udara dihitung dengan rumus sebagai berikut :
14
C=a/V Keterangan : C = konsentrasi CO2 di udara (µg/m3); a = jumlah CO2 dalam contoh uji berdasarkan kurva standar (µg); V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (L).
Analisis Kadar CH4 (Metana).
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID) (Nahas et al., 2008). Gas Chromatography – Flame Ionization Detector (GC-FID) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis senyawa karbon seperti CH4. Instrumen ini akan mendeteksi analit dengan mengukur arus listrik yang ditimbulkan oleh elektron saat partikel karbon dalam sampel terbakar (Nahas et al., 2008). Analisis Pakan dan Manur. Analisis yang dilakukan pada pakan dan manur ayam broiler adalah untuk mengetahui kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kalsium, fosfor, gross energi dan nitrogen bebas. Analisis kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dilakukan dengan menggunakan metode analisis proksimat. Metode yang digunakan untuk menganalisis gross energi dan nitrogen bebas masing-masing adalah Bomb Kalorimeter dan Kjehdal. Analisis ini dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan dan Ternak (BPMPT) di Bekasi. Data analisis proksimat manur ayam Broiler masing-masing dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Komponen Kadar Air (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Gross Energi (kkal/kg) Nitrogen Bebas (%) Jumlah Manur * Sumber
Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm 12,06 11,86 11,30 12,60 30,88 33,72 5,20 3,04 17,33 11,87 3718,31 3359,11 0,89 0,53 2.817,50 2.747,50
: Prasetyanto (2011).
15
Rancangan dan Analisis Data Data tentang kadar NH3, CH4, dan CO2 selanjutnya dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu yang terdapat dalam PP RI No.41 Tahun 1999 (Biro Peraturan Perundang-undangan, 1999). Data kadar NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan kemudian dikaitkan dengan kondisi umum dari lokasi peternakan, kondisi iklim (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin serta ketinggian lokasi peternakan) pada saat pengambilan sampel udara, dan sistem pemeliharaan yang diterapkan di peternakan ayam broiler tersebut. Peubah yang diamati Peubah-peubah yang diamati adalah kadar NH3, CH4, dan CO2 dan data penunjang berupa suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, serta ketinggian dari lokasi peternakan. Pengukuran terhadap peubah-peubah tersebut dilakukan pada minggu ke-4 pemeliharaan ayam broiler. Waktu pengambilan sampel udara dilakukan pada tanggal 22 Oktober (peternakan Bagus Farm) dan 8 November 2010 (peternakan Ikhtiar Farm) pada pukul 10.00-13.30, baik di dalam kandang maupun di luar kandang.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Bagus Farm Peternakan ayam broiler Bagus Farm terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor pada ketinggian 170 m dpl. Tata letak kandang peternakan Bagus Farm dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat posisi kandang ayam broiler membujur dari utara ke selatan sehingga menyebabkan hanya salah satu sisi kandang yang terkena sinar matahari pada pagi hari maupun sore hari. Posisi kandang seperti ini sangat memungkinkan panas matahari langsung masuk ke dalam kandang sehingga berdampak pada peningkatan suhu yang cepat di dalam kandang. Posisi kandang yang ideal adalah membujur dari timur ke barat karena dapat menurunkan pengaruh langsung dari sinar matahari ke dalam kandang (Lesson dan Summers, 2001).
Keterangan : 1. Kandang 2. Kebun jambu 3. Lahan pertanian (padi, umbiumbian) 4. Permukiman penduduk
Gambar 1. Denah Kandang di Peternakan Bagus Farm Kandang dengan kapasitas 3.500 ekor ini adalah kombinasi antara tipe kandang postal dan panggung dengan bambu sebagai bahan utama kandang. Kombinasi tipe kandang ini dilakukan karena kondisi dataran yang tidak rata (dataran sebelah timur kandang lebih tinggi dari sebelah barat). Alas kandang di peternakan Bagus Farm menggunakan karung yang bagian atasnya dilapisi litter sekam. Penggunaan karung berguna untuk menutupi celah-celah pada alas kandang sehingga sekam serta manur tidak berjatuhan ke bagian bawah kandang dan mencegah kaki ayam broiler tidak terperosok ke dalam celah-celah. Atap kandang yang digunakan oleh Bagus Farm merupakan kombinasi antara asbes dan rumbia. Kelemahan dari penggunaan atap asbes adalah dapat menyebabkan suhu di dalam
17
kandang menjadi lebih panas di siang hari dan lebih dingin di malam hari, dikarenakan atap dengan bahan asbes mudah menyerap panas dan kemudian meneruskannya ke dalam kandang (Wibisono, 2010). Kondisi sekitar kandang dapat dilihat pada Tabel 5. Kebun jambu biji berada di sebelah timur dan selatan kandang Peternakan Bagus Farm dengan tinggi pohon berkisar antara 2-2,5 m dan jarak pohon terdekat sekitar 2 m dari kandang. Keberadaan pohon/tanaman di sekitar kandang dapat mempengaruhi kondisi mikroklimat di dalam kandang. Tanaman dapat digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari, dapat menurunkan suhu udara di sekitar bangunan, serta efek bayangan dari tanaman dapat menghalangi pemanasan permukaan bangunan dan tanah dibawahnya, serta dapat dimanfaatkan sebagai pengatur aliran udara ke dalam bangunan (Talarosa, 2005). Fungsi lain dari tanaman adalah dapat menyerap dan menjerap debu serta unsur pencemar udara lainnya yang berasal dari kandang ayam broiler. Sekumpulan pohon, dalam hal ini adalah kebun jambu biji, dapat dimanfaatkan pula sebagai wind break (pemecah angin), sehingga kecepatan angin yang masuk kedalam kandang dapat berkurang. Pemukiman penduduk berada di sebelah timur dan selatan kandang dengan jarak sekitar 200 m dari kandang. Jarak antara kandang ayam broiler dan permukiman sudah memenuhi anjuran dari Fadilah et al. (2007) yang mengungkapkan bahwa jarak ideal antara kandang ayam broiler dan permukiman warga, minimal adalah 50 m. Jarak kandang yang cukup jauh dari permukiman dapat menghindari kebisingan, penyebaran penyakit, polusi serta bau dari peternakan ayam Broiler ke wilayah permukiman penduduk. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Ikhtiar Farm Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan dengan populasi ayam broiler sebanyak 3.500 ekor. Peternakan tersebut berlokasi di lereng Gunung Salak pada ketinggian 520 m dpl. Kondisi lingkungan sekitar kandang di Peternakan Ikhtiar Farm dapat dilihat pada Tabel 5 dan tata letak kandang dapat dilihat pada Gambar 2. Kandang ayam broiler dikelilingi oleh lahan pertanian (sebelah timur dan selatan) dan kolam ikan (sebelah barat dan utara). Permukiman penduduk yang terletak di sebelah timur laut kandang berjarak sekitar 100 m dari kandang ayam broiler.
18
Keterangan : 1. Kandang 2. Lahan pertanian (padi, pepaya) 3. Kolam ikan 4. Penggilingan padi 5. Permukiman penduduk 6. Jalan
Gambar 2. Denah Kandang di Peternakan Ikhtiar Farm Bangunan kandang ayam broiler Ikhtiar Farm juga membujur dari utara ke selatan sehingga hanya salah satu sisi kandang juga yang terkena sinar matahari pada saat pagi hari maupun sore hari. Tipe kandang yang digunakan adalah tipe panggung dengan bambu sebagai bahan utama bangunannya. Jarak alas kandang dari tanah adalah sekitar 1,5 m. Tipe kandang ini memungkinkan kotoran tidak menumpuk di alas kandang tetapi langsung jatuh ke tanah. Tipe kandang panggung juga beresiko bagi ayam broiler karena dapat menyebabkan cidera pada kaki akibat terperosok pada celah-celah bambu yang sengaja dibuat sebagai tempat jatuhnya kotoran ayam. Atap kandang menggunakan rumbia. Menurut Wibisono (2010) atap berbahan rumbia dapat meminimalkan peningkatan suhu di dalam kandang karena kemampuan bahan ini dalam menyerap dan memantulkan panas cukup rendah, selain itu harganya lebih ekonomis. Kekurangan dari atap dengan bahan rumbia adalah daya tahan dari atap relatif lebih singkat dan seringkali menjadi tempat bersarang bagi tikus dan hewan lain. Performa Ayam Broiler dan Kandungan Nutrien dalam Pakan dan Manur Performa Ayam Broiler Data mengenai performa ayam broiler dari peternakan Bagus Farm di Desa Semplak Barat dan peternakan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang disajikan pada Tabel 7. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa dalam pengelolaan ayam broiler, performa produksi yang harus diamati diantaranya meliputi bobot badan
19
hidup, pertambahan bobot badan, akumulasi konsumsi ransum, konsumsi pakan setiap minggu, akumulasi konversi pakan, dan konversi pakan setiap minggu. Tabel 7. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor Komponen
Satuan
Jumlah Populasi Awal Umur Panen Mortalitas Jumlah populasi akhir Rataan Berat Panen Konsumsi Pakan FCR*
Ekor Hari % Ekor kg/ekor Kg
Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm 3.500 3.500 32-33 31-32 20 1,7 2.800 3.441 1,67 1,51 8.050 7.850 1,72 1,48
Standar 321 ≤ 4%2 1,751 9.4431 1,541
Keterangan : 1Cobb Vantress (2008); 2Bell & Weaver (2002); *Mortalitas tertinggi terjadi pada minggu ke-4 hingga umur panen
Jumlah populasi ayam broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 3.500 ekor. Rataan berat panen ayam broiler dari Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm, masing-masing adalah 1,67 kg/ekor dan 1,51 kg/ekor. Perbedaan rataan berat panen ayam broiler dari kedua peternakan diantaranya dapat disebabkan oleh jumlah konsumsi pakan dan lama pemeliharan (Tabel 7) serta kondisi mikroklimat dari kedua lokasi peternakan. Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler di Peternakan Bagus Farm mencapai 8.050 kg lebih tinggi dari jumlah pakan yang dikonsumsi di Peternakan Ikhtiar Farm yaitu 7.850 kg. Konsumsi ransum setiap ternak berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh bobot badan, strain, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan sekitar (North dan Bell, 1990). Perbedaan jumlah konsumsi pakan antara Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm salah satunya disebabkan oleh lamanya waktu pemeliharaan yang selanjutnya mempengaruhi lamanya masa pemberian pakan pada ayam broiler. Umur panen ayam broiler di Peternakan Bagus Farm (32-33 hari) lebih lama daripada umur panen di Peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan ayam. Menurut Kartadisastra (1997), berat badan badan berbanding lurus dengan konsumsi pakan, semakin tinggi berat badan semakin tinggi pula konsumsi pakannya. Lacy dan Veast (2000) menyatakan bahwa konversi pakan berguna untuk mengukur produktivitas ternak yang didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi
20
pakan dan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu. Peternakan Ikhtiar Farm memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik (1,48) bila dibandingkan dengan nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm (1,72). CJ Feed Indonesia (2011) menyatakan bahwa konversi pakan untuk ayam broiler dengan strain Cobb adalah 1,65. Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Tingginya nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm diantaranya dipengaruhi oleh tingkat mortalitas. Angka mortalitas yang tinggi mengakibatkan total berat panen di Peternakan Bagus Farm lebih rendah dari Peternakan Ikhtiar Farm, dan nilai konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm juga lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm sehingga menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi. Tingkat mortalitas di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masingmasing adalah 20% dan 1,7%. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa persentase kematian selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 4%. Angka kematian pada minggu pertama selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 1%, kematian selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai hari terakhir minggu tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pemeliharaan. Tingkat mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm kemungkinan disebabkan oleh tingginya suhu udara pada siang hari yang dapat mencapai hingga 36,3 °C. Appelby et al. (2004) menyatakan bahwa suhu lingkungan yang baik dalam pemeliharaan ayam Broiler adalah 19-23 °C. Kandungan Nutrien dalam Pakan Ayam Broiler Kandungan nutrien pakan ayam broiler dari peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm disajikan pada Tabel 8. Sebagian besar kandungan nutrien dalam pakan di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm sudah memenuhi standar nutrien pakan dari Badan Standardisasi Nasional Indonesia (Badan Standarisasi Nasional, 2011) kecuali nilai energi metabolis yang lebih rendah dari standar National Research Council (3.200 kkal/kg) serta yang dikemukakan oleh Bell dan Weaver (3.166 kkal/kg). Nilai energi metabolis pakan dari Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm yang masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg (Tabel 8).
21
Tabel 8. Kandungan Nutrien Pakan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kandungan Nutrien
Standar
Lokasi Peternakan Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Air (%)
Maks. 131
11,00
11,00
Abu (%)
Maks. 81
4,90
5,30
Protein Kasar (%)
Min. 151
21,10
22,70
Lemak Kasar (%)
Min. 31
6,60
6,80
Serat Kasar (%)
Maks. 61
3,20
2,50
Ca (%)
0,9 - 1,21
0,89
0,96
4.0002
4.217,84
4.124,61
3.2002/3.1664
3.057,93
2.990,34
0,37
0,89
Energi Bruto (kkal/kg) Energi Metabolis (kkal/kg)3 Nitrogen Bebas (%) 1
2
3
4
Keterangan : BSN (2011), NRC (1994), EM = 0,725 x Energi Bruto, Bell & Weaver (2002)
Konsumsi pakan pada unggas pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis, semakin tinggi energi dalam pakan maka konsumsi akan menurun (Rose, 1997). Berdasarkan data konsumsi pakan pada Tabel 10, jumlah konsumsi pakan ayam broiler dari peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm lebih rendah dari standar (9.646 kg), masing-masing adalah 8.050 kg dan 7.850 kg. Rendahnya jumlah konsumsi pakan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi mikroklimat di dalam kandang ayam Broiler. Kandungan Nutrien dalam Manur Ayam Broiler Berdasarkan data analisis nutrien manur pada Tabel 6, hasil analisis protein kasar dari manur di Peternakan Bagus Farm (33,72%) lebih tinggi dari manur di Peternakan Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein dalam manur di Peternakan Bagus Farm, dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah manur bercampur dengan litter (sekam) dan protein dalam pakan yang tidak dapat tercerna dengan baik sehingga banyak protein yang terbuang melalui manur. Manur ayam terdiri dari feses yang berasal dari usus besar dan urin yang berasal dari ginjal (Ensminger, 1992) yang di dalamnya mengandung sisa ransum tidak tercerna, sisa sekresi dari saluran pencernaan, bakteri yang hidup dan mati, sel-sel epitel yang rusak dan asam-asam amino yang tidak dapat diserap tubuh (North dan Bell, 1990).
22
Kadar air dalam manur ayam dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Lesson et al., 1995). Kadar air dalam manur di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing adalah 12,06% dan 11,86%. Kadar air dalam manur dari Peternakan Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm. Tingginya kadar air dalam manur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kadar protein dalam pakan dan suhu lingkungan yang tinggi. Sujono et al. (2001) menyatakan bahwa kadar protein yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan kadar air pada feses, karena kelebihan nitrogen tidak dapat disimpan di dalam tubuh maka kelebihan nitrogen dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin sehingga pada proses ini ayam akan memerlukan air yang banyak untuk membuang nitrogen. Kadar nitrogen dalam manur dari Peternakan Bagus Farm (0,89%) pun lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm (0,53%). Menurut Patterson dan Adrizal (2005) manur ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas 60%-75% berupa asam urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein tidak tercerna. Asam urat sebagai penyusun terbesar dalam manur, merupakan sumber utama dalam pembentukan NH3. Hasil perhitungan jumlah manur dari Peternakan Bagus Farm adalah 2.817,5 kg lebih banyak dari jumlah manur dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu 2.747,5 kg. Jumlah manur yang tinggi di Peternakan Bagus Farm menyebabkan ketersediaan nitrogen terutama dalam bentuk asam urat lebih tinggi bila dibandingkan dengan Peternakan Ikhtiar Farm. Kondisi ini memungkinkan proses pembentukan NH 3 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan Peternakan Ikhtiar Farm. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kadar nitrogen dan kadar air dalam manur dari Peternakan Bagus Farm lebih tinggi. Kadar air yang tinggi pada manur dapat menyebabkan litter menjadi basah sehingga dapat memicu meningkatnya proses perombakan asam urat menjadi amonia, karena kondisi litter yang lembab merupakan tempat yang cocok bagi bakteri pembentuk amonia. Ritz et al. (2004) menyatakan bahwa pembentukan NH3 (amonia) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, kelembaban, pH, dan kandungan nitrogen di dalam manur.
23
Kondisi Mikroklimat di Peternakan Ayam Broiler Tingkat kenyamanan ayam Broiler selama proses pemeliharaan salah satunya dipengaruhi oleh kondisi mikroklimat. Beberapa faktor mikroklimat tersebut diantaranya adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin. Ketinggian Lokasi Peternakan Ayam Broiler Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm memiliki ketinggian tempat yang berbeda, masing-masing adalah 170 m dpl dan 520 m dpl. Peternakan Bagus Farm berada di daerah dataran rendah, sedangkan Peternakan Ikhtiar Farm berada di dataran sedang. Perbedaan ketinggian tempat ini tentu berpengaruh terhadap suhu udara dan kelembaban di setiap lokasi, semakin tinggi lokasi dari suatu tempat maka suhu udara akan semakin menurun. Setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu udara akan berkurang antara 0,5-0,6 oC (Lakitan, 1994). Ketinggian tempat dari kedua lokasi peternakan sebenarnya tidak berada dalam ketinggian tempat yang ideal bagi peternakan ayam broiler. Widodo (2010) menyatakan bahwa lokasi peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk pertumbuhan ayam broiler karena dapat memberikan rasa nyaman. Lokasi Peternakan Bagus Farm yang berada di daerah dataran rendah menyebabkan ayam broiler mudah mengalami cekaman panas bila dibandingkan dengan ayam broiler di Peternakan Ikhtiar Farm, karena suhu di daerah dataran rendah yang lebih tinggi. Lokasi Peternakan Ikhtiar Farm yang berada di dataran sedang dengan ketinggian tempat 520 m dpl memiliki performa ayam broiler yang lebih baik bila dibandingkan dengan ayam broiler yang berada di Peternakan Bagus Farm yang berlokasi di dataran rendah (170 m dpl). Berdasarkan hasil penelitian Suarjaya dan Nuriyasa (1995) ayam yang dipelihara pada ketinggian tempat 300 m dpl (dataran sedang) memiliki performa yang lebih baik daripada yang dipelihara pada ketinggian tempat 50 m dpl (dataran rendah). Ayam yang dipelihara pada ketinggian tempat 300 m dpl (dataran sedang) memiliki nilai FCR yang lebih baik daripada yang dipelihara pada ketinggian tempat 50 m dpl (dataran rendah).
24
Suhu Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler Suhu udara merupakan salah satu unsur cuaca yang penting dalam proses pemeliharaan ayam broiler. Suhu udara yang nyaman sangat dibutuhkan selama proses pemeliharaan. Rataan suhu harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama penelitian pada Gambar 3. Hasil pengukuran suhu udara di kedua lokasi peternakan menunjukkan bahwa suhu udara di dalam kandang lebih rendah dari suhu udara di luar kandang. Kisaran suhu udara di dalam kandang Peternakan Bagus Farm adalah 26,8-28,2 °C dan suhu udara di luar kandang adalah 27,7-29,6 °C (Gambar 3). Sedangkan, kisaran suhu di dalam kandang Peternakan Ikhtiar Farm adalah 25,6-27,0 °C dan suhu udara di luar kandang adalah 25,9-27,9 °C (Gambar 3). Kisaran suhu dari kedua lokasi peternakan ternyata tidak berada pada kisaran suhu udara yang nyaman bagi ayam broiler. Appelby et al. (2004) menyatakan suhu lingkungan yang baik dalam pemeliharaan ayam ayam broiler adalah 19-23 °C, sedangkan Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum pada ayam ayam broiler adalah berkisar antara 18-23 °C. Kisaran suhu udara yang tinggi di Peternakan Bagus Farm baik di dalam kandang maupun di luar kandang daripada Peternakan Ikhtiar Farm dikarenakan oleh penggunaan asbes sebagai bahan atap kandang dan lokasi peternakan yang berada di dataran rendah. Atap berbahan asbes memiliki kemampuan menghantarkan panas matahari yang tinggi bila dibandingkan dengan atap berbahan rumbia. Santoso (1996) mengemukakan bahwa bahan asbes memiliki kemampuan dengan baik dalam menghantarkan panas dari matahari ke lingkungan mikroklimat kandang. Kondisi ini menyebabkan suhu udara di dalam kandang dengan atap berbahan asbes lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandang beratapkan rumbia.
25
Gambar 3. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Ayam Broiler selama 1 Minggu: (A) Peternakan Bagus Farm dan (B) Peternakan Ikhtiar Farm………………………………………. Rataan suhu udara dalam kandang pada siang hari di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu hingga mencapai 30,26 ºC. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler mudah terserang cekaman panas (heat stress). Salah satu respon nyata dari ayam broiler yang mengalami cekaman panas adalah dengan melakukan panting. Suhu lingkungan yang panas disertai kelembaban yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses metabolisme sehingga berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi (Syamsuhaidi, 1997). Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi penggunaan ransum. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka dapat menyebabkan angka mortalitas menjadi tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari angka mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan di peternakan Ikhtiar Farm (1,7%).
26
Kelembaban Udara di Lokasi Peternakan Ayam Broiler Kelembaban lingkungan merupakan salah satu faktor cuaca yang juga diperhatikan selama pemeliharaan ayam broiler. Rataan kelembaban udara selama penelitian dari kedua lokasi peternakan dapat dilihat dari Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Rataan Kelembaban Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Ayam Broiler Selama 1 Minggu : (A) Peternakan Bagus Farm (B) Peternakan Ikhtiar Farm………………………………… Kelembaban udara di dalam kandang Bagus Farm memiliki kisaran antara 8192% sedangkan kelembaban di luar kandang adalah 77%-87% (Gambar 4). Kisaran kelembaban udara di dalam kandang Ikhtiar Farm adalah 70%-85% sedangkan kelembaban di luar kandang adalah 67%-84% (Gambar 4).
Kelembaban udara
paling rendah, baik di dalam kandang maupun di luar kandang dicapai pada siang hari, dan kelembaban yang tinggi dicapai pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kelembaban relatif (RH) akan lebih kecil bila suhu udara meningkat dan sebaliknya jika suhu udara lebih rendah maka RH akan tinggi. Kelembaban udara di kedua lokasi peternakan tidak berada pada kisaran kelembaban udara ideal untuk pertumbuhan dan kenyamanan ayam broiler.
27
Vucemillo et al. (2008) menyarankankan kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan ayam broiler adalah berkisar antara 60%-75%. Peternakan Bagus Farm memiliki kisaran kelembaban udara dalam kandang yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kisaran kelembaban di Peternakan Ikhtiar Farm. Kelembaban udara yang tinggi di Peternakan Bagus Farm dikarenakan lokasi peternakan yang berada di dataran rendah dengan suhu yang tinggi. Suhu udara yang tinggi menyebabkan proses penguapan air ke udara juga menjadi meningkat. Selain itu, penggunaan asbes sebagai bahan atap juga menjadi pemicu peningkatan suhu dan kelembaban di dalam kandang. Santoso (1996) mengemukakan bahwa bahan asbes memiliki kemampuan dengan baik dalam menghantarkan panas dari matahari ke lingkungan mikroklimat kandang. Karakteristik bahan asbes menyebabkan suhu dalam kandang meningkat dengan cepat, sehingga menyebabkan proses penguapan air dalam kandang juga semakin meningkat. Tingginya kelembaban udara di dalam kandang Bagus Farm juga dipengaruhi oleh mekanisme penguapan secara panting yang dilakukan oleh ayam broiler. Amrullah (2004) menyatakan uap air dari proses pernapasan tidak mudah diserap oleh udara sehingga kelembaban udara menjadi cekaman ikutan dari cekaman panas. Kelembaban udara dalam kandang di Peternakan Bagus Farm yang tinggi menyebabkan konsumsi pakan menurun. Amrullah (2004) menyatakan bahwa kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan konsumsi pakan menurun sebanyak 50%. Konsumsi pakan yang semakin menurun menyebabkan penurunan kualitas performa ayam broiler. Kecepatan dan Arah Angin di Lokasi Peternakan Kecepatan angin dan arah angin merupakan faktor mikroklimat yang juga dibutuhkan dalam proses pemeliharaan ayam broiler. Data kecepatan dan arah angin di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm disajikan pada Lampiran 3. Kecepatan angin di peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,8-1,5 m/detik dan di peternakan Ikhtiar Farm adalah 0,4-3,3 m/detik. Arah angin di peternakan Ikhtiar Farm dominan menuju utara. Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya dan arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin yang semakin tinggi
28
menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004). Arah angin dominan di peternakan Bagus Farm adalah dari utara menuju selatan dan timur laut. Penentuan arah tujuan angin di peternakan Bagus Farm agak sulit dilakukan karena lokasi peternakan berada di sekitar area persawahan. Angin dominan yang berhembus dari utara ini akan langsung masuk ke dalam kandang ayam broiler dikarenakan di sebelah utara kandang berbatasan langsung dengan lahan persawahan dan tidak terdapat tanaman/kanopi yang berfungsi sebagai wind break. Arah angin dominan di peternakan Ikhtiar Farm adalah menuju utara. Sebelah utara kandang merupakan daerah pegunungan dan sebelah selatan adalah daerah lembah. Selain itu lokasi peternakan Ikhtiar Farm yang terletak pada ketinggian 520 m dpl dan terletak di lereng Gunung Salak, menyebabkan lokasi peternakan sering dilalui angin lembah pada siang hari dan angin gunung pada malam hari. Pengumpulan angin lembah terjadi pada siang hari yang menyebabkan penaikan massa udara, penurunan suhu udara, dan penurunan suhu pengembunan kabut yang relatif banyak, sebaliknya pada malam hari terjadi angin gunung yang menyebabkan menurunnya masa udara dan pendinginan suhu udara (Subaid, 2002). Kadar NH3, CO2 dan CH4 di Peternakan Ayam Broiler Perkembangan di bidang peternakan ayam broiler serta meningkatnya jumlah ayam broiler tidak hanya memberikan dampak positif terhadap ketersediaan daging tetapi juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif ini berupa meningkatnya emisi yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler, berupa gas-gas seperti NH3, CO2 dan CH4 yang dapat mencemari lingkungan khususnya udara. Kadar NH3 Peternakan ayam broiler merupakan salah satu sumber penghasil NH 3 ke lingkungan. Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi yang tinggi, bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik, atau dari reduksi substansi nitrogen oleh bakteri. Amonia dapat larut dalam air dan
29
dapat terserap oleh partikel debu, litter serta oleh mukosa membran pada mata dan saluran pernafasan (Sujono et al., 2001). Hasil pengukuran kadar NH3 pada dua lokasi peternakan ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pengukuran Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Lokasi
Baku Mutu*
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
2,0
Ppm
0,0761
0,8971
0,0745
Ikhtiar Farm (I)
2,0
Ppm
0,0627
0,0862
0,0081
Keterangan : *KLH (1996), U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang, D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Hasil pengukuran pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar NH3 di kedua lokasi peternakan baik pada titik U, K, dan D berada di bawah standar baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Ritz et al. (2004) mengemukakan bahwa kadar NH3 di dalam kandang sebaiknya tidak melebihi 25 ppm dan ambang batas kadar NH3 bagi manusia adalah 25 ppm selama 8-10 jam. Apabila kadar NH3 di dalam kandang melebihi ambang batas, maka akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia serta dapat menurunkan produktivitas ayam broiler dan meningkatkan peluang terserangnya penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit pernafasan. Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,0745-0,8971 ppm. Kadar NH3 terendah diperoleh di titik DB yaitu 0,0745 ppm dan kadar tertinggi diperoleh di titik KB yaitu 0,8971 ppm. Kadar NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm berada pada kisaran 0,0081-0,0862 ppm. Kadar NH3 terendah diperoleh di titik D I yaitu 0,0081 ppm dan kadar tertinggi diperoleh di titik KI yaitu 0,0862 ppm. Amonia atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi Norganik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993).
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005). Amonia pada peternakan ayam broiler berasal dari penguraian asam urat. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan nitrogen pada unggas. Faktor-faktor yang turut berperan dalam pembentukan NH3 diantaranya adalah suhu, kelembaban, pH dan kandungan nitrogen di dalam litter atau manur ayam broiler (Ritz et al., 2004).
30
Suhu, kelembaban dan pH memiliki pengaruh langsung terhadap lingkungan hidup mikroorganisme pengubah asam urat menjadi NH3 . Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berasal dari titik KB, yaitu titik pengambilan sampel di dalam kandang, sebesar 0,8971 ppm lebih tinggi dari kadar NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm yang diperoleh dari titik KI yaitu sebesar 0,0862 ppm. Perbedaan kadar NH3 ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kandungan protein dalam manur, suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin, dan kondisi perkandangan. Manur ayam broiler di Peternakan Bagus Farm memiliki kadar protein yang lebih tinggi, yaitu sebesar 33,72%, bila dibandingkan dengan manur ayam Broiler di Peternakan Ikhtiar Farm, yaitu sebesar 30,88% (Tabel 9). Kadar protein yang tinggi dalam manur memberikan peluang yang lebih besar dalam terbentuknya NH3. Penyusun protein yang dapat terurai dengan cepat menjadi NH 3 adalah asam urat. Pembentukan asam urat menjadi NH3 dilakukan oleh Bacillus pasteurii, yang merupakan bakteri utama pembentuk NH3. Proses penguraian membutuhkan reaksi antara asam urat, air dan oksigen untuk menghasilkan NH 3 dan CO2. Proses penguraian juga melibatkan beberapa enzim, seperti uricase dan ureasae. Uricase mengubah asam urat menjadi allantoin, yang selanjutnya diubah menjadi glyoxylate dan urea. Urease dengan penambahan air (kelembaban), memecah urea menjadi NH3 dan CO2 (Ritz et al., 2004). Kadar NH3 yang tinggi di Peternakan Bagus Farm juga dipengaruhi oleh kelembaban udara harian yang cukup tinggi serta alas kandang yang basah (12,6%). Kelembaban udara harian pada saat pengukuran adalah sebesar 90%. Kondisi ini memicu peningkatan aktifitas mikroba pembentuk NH3. Kelembaban udara memiliki pengaruh langsung terhadap kelembaban litter. Peningkatan kelembaban udara ratarata dari 45%-75%, mengakibatkan kadar NH3 menjadi lebih bervariasi dan pada umumnya meningkatkan (Weaver dan Meijerhof, 1991). Suhu udara di dalam kandang turut mempengaruhi kadar NH3 yang dihasilkan dari suatu lokasi peternakan. Suhu udara yang tinggi di dalam kandang menyebabkan peningkatan aktifitas bakteri pembentuk NH3 sehingga menyebabkan jumlah NH3 yang dihasilkan juga meningkat. Peningkatan suhu 1 hingga 2 ºC memberikan efek yang cukup besar terhadap kadar NH3 (Ritz et al., 2004). Suhu harian rata-rata dalam kandang pada saat proses pengukuran di Peternakan Bagus Farm adalah 27,30 ºC sementara di
31
Peternakan Ikhtiar Farm adalah 26,08 ºC. Penggunaan atap berbahan asbes mempengaruhi peningkatan suhu udara dalam kandang dengan cepat karena atap berbahan asbes mudah menyerap panas dan meneruskannya ke dalam kandang. Kadar NH3 di titik DI (0,0081 ppm) lebih rendah dari DB (0,0745 ppm) dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin pada saat proses pengukuran. Kecepatan angin harian rata-rata selama penelitian di Peternakan Ikhtiar Farm lebih tinggi, yaitu berkisar antara 0,4-3,3 m/detik, daripada di Peternakan Bagus Farm yang berkisar antara 0,8-1,5 m/detik. Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004). Namun secara keseluruhan, kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar NH3 di Peternakan Ikhtiar Farm, baik di dalam maupun di luar kandang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan angin serta jumlah dan karakteristik manur. Suhu udara harian rata-rata tertinggi di Peternakan Bagus Farm adalah 29,6 ºC sedangkan di Peternakan Ikhtiar Farm adalah 27,85 ºC. Ketinggian lokasi peternakan yang berbeda menjadi salah satu penyebab adanya perbedaan suhu lingkungan di antara kedua lokasi peternakan. Peternakan Bagus Farm terletak di dataran rendah dengan ketinggian lokasi 170 m dpl menyebabkan suhu udara lingkungan di sekitar kandang lebih tinggi. Rasyaf (1994) mengemukakan bahwa kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian, sehingga semakin rendah suatu daratan maka suhu lingkungan akan semakin tinggi. Kadar CH4 Hasil pengukuran CH4 dari Peternakan Bagus Farm dan Peternakan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 10. Metana (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca.
Penyumbang emisi CH4 terbesar di dunia peternakan adalah hewan
ruminansia, namun hewan non-ruminansia juga dapat memproduksi CH4 walaupun tidak sebanyak hewan ruminansia. CH4 dihasilkan dari proses fermentasi enterik serta proses nitrifikasi/denetrifikasi dari manur dan urin (Pitesky et al., 2009). Satu-
32
satunya sumber CH4 dari sektor peternakan unggas adalah manur dikarenakan dalam sistem pencernaan unggas tidak terjadi proses fermentasi enterik (Verge et al., 2009). Tabel 10. Hasil Pengukuran Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Lokasi
Standar
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
-
µg/mm3
0,0846
0,0957
0,1202
Ikhtiar Farm (I)
-
µg/mm3
<0,001
<0,001
< 0,001
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang, D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Kadar CH4 di peternakan Bagus Farm adalah 0,0957-0,1202 µg/mm3. Kadar CH4 tertinggi di peternakan Bagus Farm diperoleh di titik DB yaitu 0,1202 µg/mm3 dan yang terendah diperoleh di titik U B yaitu 0,0846 µg/mm3. Kadar CH4 di peternakan Ikhtiar Farm adalah <0,001 µg/mm3 baik yang diperoleh dari titik UI, KI maupun DI. Nilai tersebut muncul dikarena alat yang digunakan untuk mengukur CH4 memiliki batas minimum pengukuran 0,001 µg/mm3. Kadar CH4 di peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar CH4 di peternakan Ikhtiar Farm. Hal ini diduga disebabkan oleh bentuk bangunan kandang yang berpengaruh terhadap proses pembuangan manur ayam Broiler. Kandang peternakan Bagus Farm menggunakan tipe postal dengan alas yang dilapisi karung sehingga menyebabkan penumpukan manur ayam Broiler yang berlangsung selama proses produksi. Penambahan sekam dilakukan apabila litter basah. Kondisi ini menyebabkan penguraian manur yang berada di lapisan bawah berlangsung pada kondisi anerobik yang menghasilkan CH4. Perombakan bahan organik oleh mikroba (proteolitik dan methanogenik) pada kondisi anorganik menyebabkan terbentuknya CH4 dan CO2 (Kelleher et al., 2002). Kadar CH4 tertinggi di peternakan Bagus Farm diperoleh di titik D B yaitu 0,1202 µg/mm3. Titik DB merupakan titik tujuan angin. Tingginya kadar CH4 di titik ini selain dikarenakan CH4 yang terbawa angin dari kandang, juga diduga karena proses pengambilan sampel udara yang dilakukan di lahan persawahan. Lahan persawahan merupakan salah satu sumber penghasil CH4 karena adanya penggunaan bahan organik (pupuk), keberadaan bahan organik di dalam tanah dan pengolahan tanah. Sedangkan, hasil pengukuran kadar CH4 di peternakan Ikhtiar Farm adalah <0,001 µg/mm3. Kadar CH4 yang yang rendah diduga karena konstruksi kandang di
33
peternakan Ikhtiar Farm yang bertipe panggung. Kandang bertipe panggung meminimalkan penumpukan kotoran ayam broiler di dalam panggung, sehingga proses perombakan manur secara anaerobik dapat diminimalkan. Kecepatan angin juga turut mempengaruhi pengangkutan dan penyebaran pencemar dari sumber pencemar ke lokasi di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004). Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991). Kadar CO2 Hasil pengukuran kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm disajikan pada tabel 11. Tabel 11. Hasil Pengukuran Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Lokasi
Standar
Satuan
U
K
D
Bagus Farm (B)
-
µg/mm3
26,550
8,358
<5
Ikhtiar Farm (I)
-
µg/mm3
<5
<5
<5
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang, D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Patterson dan Adrizal (2005) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang sangat mendukung proses perombakan asam urat secara aerobik oleh bakteri, diantaranya suhu lebih dari 20 ºC, pH berkisar antara 5,5-9,0 dan kelembaban litter antara 40%-60%. Rataan suhu udara harian dan kelembaban udara harian (Lampiran 1 dan 2), ketersediaan manur, serta kadar protein dalam manur (Tabel 6) di Peternakan Bagus Farm yang lebih tinggi daripada di Ikhtiar Farm menjadi beberapa faktor penyebab meningkatnya proses perombakan asam urat secara aerobik oleh mikroba. Kondisi tersebut turut memicu tingginya kadar CO 2 di dalam kandang Bagus Farm (KB) yaitu sebesar 8,358 µg/mm3. Menurut Miles et al. (2006) kadar CO2 di dalam kandang cenderung meningkat seiring dengan pertumbuhan ayam broiler dan meningkatnya proses respirasi, CO2 juga dihasilkan melalui proses perombakan asam urat secara aerobik. Suhu harian di Peternakan Bagus Farm rata-rata berada di atas 28 ºC (Gambar 3 dan
34
Lampiran 1). Lesson dan Summers (2001) menyatakan bahwa ayam akan panting pada suhu 28 °C. Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan kesehatan ternak terganggu. Suhu lingkungan yang panas disertai kelembaban yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses metabolisme sehingga berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi (Syamsuhaidi, 1997). Suhu lingkungan yang terus meningkat akan mengakibatkan ayam mengalami stress panas dan melakukan proses homeostasis dengan cara panting, sehingga akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang sedikit dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan produktivitas. Peningkatan proses panting pada ayam broiler dapat menjadi salah satu pemicu tingginya kadar CO 2 di dalam kandang Bagus Farm. Kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm adalah <5 µg/mm3 baik di titik U, K, maupun D. Selain dipengaruhi oleh proses perombakan asam urat, tipe kandang di Peternakan Bagus juga turut mempengaruhi kadar CO2 di dalam kandang. Kandang panggung sangat membantu meminimalkan penumpukan manur ayam broiler di dalam kandang, karena manur akan langsung jatuh ke tanah melalui celah-celah lantai kandang, sehingga proses perombakan asam urat secara aerobik sebagian besar tidak terjadi di dalam kandang. Selain itu, frekuensi proses panting pada ayam broiler di Peternakan Ikhtiar Farm tidak terlalu tinggi seperti di Peternakan Bagus Farm, karena suhu harian rata-rata di Peternakan Bagus Farm baik di dalam kandang maupun di luar kandang adalah kurang dari 28 ºC (Gambar 3 dan Lampiran 1). Diskusi Umum Sektor peternakan, saat ini menjadi sorotan karena diduga sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar bila dibandingkan dengan sumbersumber emisi lainnya seperti industri, hutan dan transportasi karena keberadaan gas metan yang dihasilkan dari kotoran ternak. Namun, berdasarkan data yang dikemukakan oleh US EPA (2007), sektor pertanian dimana peternakan juga termasuk di dalamnya, berada pada peringkat ke 4 sebagai penyumbang gas rumah kaca sebesar 14% dari keseluruhan sumber emisi gas rumah kaca (Gambar 5). Salah satu komoditas peternakan yang mendapat perhatian cukup besar berkaitan dengan emisi gas ini adalah peternakan ayam broiler.
35
Gambar 5. (A) Diagram Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Kegiatan Manusia dan (B) Diagram Sumber Gas Rumah Kaca (US EPA, 2007) Keberadaan peternakan ayam broiler selain memberikan dampak positif dalam hal ketersediaan daging, juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar yaitu menimbulkan polusi udara dan bau. NH3, CH4 dan CO2 merupakan contoh gas polutan yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Proses pembentukan NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin), ketinggian tempat, nutrien dalam manur (terutama protein), manajemen perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan dan performa ayam broiler (Gambar 6). Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm merupakan contoh peternakan ayam broiler yang memiliki manajemen peternakan dan kondisi mikroklimat yang berbeda serta terletak pada ketinggian tempat yang berbeda. Berdasarkan penjelasan pada bab hasil dan pembahasan menunjukan bahwa perbedaan ketinggian tempat dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar 350 m atau 67,31%. Perbedaan ketinggian tempat ini mempengaruhi perbedaan kondisi mikroklimat di kedua lokasi peternakan, seperti suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan serta arah angin. Peternakan Bagus Farm memiliki rataan suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi dari peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang. Rasyaf (1994) mengemukakan bahwa kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian, sehingga semakin rendah suatu daratan maka suhu lingkungan akan semakin tinggi.
36
Ketinggian Tempat
Kelembaban Udara
Tipe Kandang
Suhu Udara
Kecepatan dan Arah Angin
Pakan
Performa Broiler
Manur Mikroba
NH3 , CH4, CO2 Gambar 6. Diagram Hubungan Kondisi Mikroklimat, Performa Ayam Broiler, Kualitas Pakan dan Manur Serta kondisi Perkandangan terhadap Produksi NH3 , CH4 , CO2……………………………………………………………….. Perbedaan suhu dan kelembaban udara di kedua lokasi peternakan ayam broiler dapat mempengaruhi performa akhir ayam broiler (terutama mortalitas), konsumsi pakan dan jumlah manur yang dihasilkan serta proses pembentukan NH3, CH4 dan CO2 (Gambar 6).
Tipe dan bahan konstruksi kandang juga turut
mempengaruhi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang (Gambar 6). Atap kandang di Peternakan Bagus Farm adalah kombinasi antara asbes dan rumbia, sedangkan kandang di Peternakan Ikhtiar Farm hanya menggunakan atap berbahan rumbia. Atap berbahan asbes mudah menyerap panas dan meneruskan ke dalam kandang (Wibisono, 2010). Suhu udara yang tinggi di dalam kandang menyebabkan ayam broiler mudah mengalami cekaman panas yang selanjutnya dapat menurunkan produktivitas ayam broiler serta dapat meningkatkan angka mortalitas.
Angka
mortalitas di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Bagus Farm dengan perbedaan sebesar 91,50%.
37
Tabel 12. Perbedaan Kadar Emisi, Performa Broiler, Kandungan Nutrien dalam Pakan dan Manur Ayam Broiler Parameter
Bagus Farm
Kadar NH3 dalam kandang (ppm)
Ikhtiar Farm
% Perbedaan
0,8971
0,0862
90,39
Kadar CH4 dalam kandang (µg/mm )
0,0957
< 0,0010
98,95
Kadar CO2 dalam kandang (µg/mm3)
8,3580
< 5,0000
40,18
20
1,7
91,50
Konsumsi pakan (kg)
8.050
7.850
2,48
Protein kasar dalam pakan (%)
21,10
22,70
7,05
3.057,93
2.990,34
2,21
Kadar air dalam manur (%)
12,06
11,86
1,66
Protein kasar dalam manur (%)
33,72
30,88
8,42
2.817,50
2.757,50
2,13
170
520
67,31
3
Mortalitas (%)
Energi metabolis dalam pakan (kkal/kg)
Jumlah manur (kg) Ketinggian tempat (m dpl)
Suhu udara juga mempengaruhi konsumsi pakan ayam broiler (Gambar 6). Ayam broiler cenderung menurunkan konsumsi pakannya apabila suhu udara tinggi. Namun, konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Peternakan Ikhtiar Farm, walaupun suhu dan kelembaban harian rata-rata di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Hal ini diduga karena perbedaan umur panen ayam broiler dari kedua lokasi peternakan. Perbedaan jumlah konsumsi pakan dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar 2,48%. Konsumsi pakan selanjutnya dapat mempengaruhi jumlah manur yang dihasilkan oleh ayam broiler. Jumlah manur yang dihasilkan dari kedua lokasi peternakan memiliki perbedaan sebesar 2,13%. Ketersediaan manur ayam menjadi salah satu faktor penting dalam pembentukan gas NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler (Gambar 6). Jumlah manur di Peternakan Bagus Farm yang lebih banyak, kadar protein dalam manur yang tinggi serta suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya proses perombakan asam urat dan bahan organik lainnya yang lebih besar daripada di Peternakan Ikhtiar Farm baik secara aerobik maupun anaerobik. Perombakan asam urat oleh bakteri terjadi pada saat suhu lebih dari 20 ºC, pH antara 5,5-9,0, dan kelembaban litter antara 40%-60% (Patterson dan Adrizal,
38
2005). Kadar NH3, CH4, dan CO2 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang (Tabel 9, 10, dan 11). Perbedaan tipe kandang ayam broiler juga akan berpengaruh terhadap akumulasi NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang ayam broiler (Gambar 6). Kandang di Peternakan Bagus Farm merupakan kombinasi tipe panggung dan postal, namun konsep yang digunakan adalah tipe postal karena lantai kandang ditutup dengan karung dan dilapisi oleh litter sekam. Tipe kandang di Peternakan Ikhtiar Farm adalah tipe panggung. Penggunaan kandang tipe panggung dapat meminimalkan penumpukan manur di dalam kandang bila dibandingkan dengan kandang postal. Penumpukan manur pada kandang bertipe postal diduga dapat menyebabkan tingginya perombakan asam urat dan bahan organik lainnya secara anaerobik. Kandang bertipe postal memungkinkan seluruh proses dekomposisi manur ayam broiler dan perombakan asam urat terjadi di dalam kandang, sedangkan pada kandang panggung, sebagian besar dekomposisi manur terjadi di luar kandang, sehingga kadar NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Perbedaan kadar NH3 di dalam kandang dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar 90,39%, sedangakan untuk kadar CH 4 adalah 98,95% dan CO2 sebesar 40,18%. Upaya untuk mengurangi kadar NH3, CH4 dan CO2 di Peternakan Bagus Farm yang lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm perlu dilakukan. Strategistrategi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi tersebut dari peternakan ayam broiler menurut Patterson dan Adrizal, 2005 adalah : 1) mengurangi stress dan menjaga kesehatan ayam broiler melalui pengaturan suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan lingkungan termoneutral ayam broiler serta pengaturan ventilasi kandang dan pemilihan teknologi pakan yang tepat, 2) manajemen litter dan manur dengan menjaga kelembaban litter hingga kurang dari atau sama dengan 30% melalui pemilihan teknologi pemberian air minum (penggunaan nipple drinkers lebih baik daripada bell drinkers) serta menyeimbangkan antara kecepatan aliran udara dalam kandang dengan suhu udara dalam kandang, 3) penggunaan manur dan litter amendments, seperti NaHSO4, FeCl3, FeSO4, H3PO4, Ca(H2PO4)2, dan Al2(SO4)3 untuk mengurangi penguapan amonia dari litter serta ZnSO4, CuSO4, MgSO4, dan MnCl2 untuk mengurangi aktifitas mikroba penghasil uricase, 4) pengomposan pada
39
kondisi kelembaban udara, rasio C/N dan suhu udara yang tepat sehingga dapat mengurangi kehilangan amonia, 5) pemilihan sistem perkandangan yang tepat, berdasarkan penelitian ini, penggunaan kandang tipe panggung lebih baik daripada kandang tipe postal karena dapat meminimalkan penumpukan manur dalam kandang dan akumulasi emisi dalam kandang 6) penggunaan teknologi biofilter dan water filter pada kandang ayam broiler, serta 7) pananaman pohon/kanopi di lingkungan sekitar kandang ayam broiler.
40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Peternakan Bagus Farm menghasilkan kadar NH3, CH4, dan CO2 lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Kadar NH3 di kedua lokasi peternakan ayam broiler masih berada di bawah standar baku mutu udara ambien. Kadar NH 3, CH4, dan CO2 di kedua lokasi peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin), nutrien dalam manur (terutama protein), manajemen perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan, dan performa ayam broiler. Saran Penelitian lanjutan mengenai kadar NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler pada daerah yang berbeda perlu dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai kadar NH3, CH4, dan CO2 pada peternakan broiler di kota/kabupaten Bogor.
41
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan atas rahmat dan karunia yang telah Allah SWT limpahkan, serta nikmat kekuatan dan keteguhan hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga beserta para sahabatnya. Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, serta dengan segala ketulusan hati Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr. dan Ibu Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku pembimbing utama dan anggota, atas segala nasehat, arahan, masukan, kritik, dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr selaku pembimbing akademik atas segala bimbingan, nasehat dan dukungan moril. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji pada seminar proposal, Bapak Ahmad Yani, S.TP, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS. selaku dosen penguji pada ujian sidang serta Bapak M. Sriduresta Soenarno, S.Pt, M.Si selaku perwakilan dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada orang tua tercinta, Bapak Samik Rufiadi dan Ibu Sumiwarti, Wida Damayanti dan keluarga, Angga Prayana dan keluarga serta seluruh keluarga besar untuk kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada seluruh Dosen dan staf di Fakultas Peternakan atas nasehat dan ilmu yang diberikan. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Peternakan Ikhtiar Farm dan Peternakan Bagus Farm atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian serta staf dan laboran di Laboratorium PPLH atas saran, dukungan, dan bantuan dalam menganalisa sampel udara. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan di IPTP43 atas dukungan, bantuan dan kenangan indah yang diberikan, serta teman-teman di Griya Ayu dan Villa Cempaka atas dukungan maupun semangat yang diberikan kepada penulis. Terima kasih pula saya ucapkan kepada saudara Furqon atas bantuan dan dukungannya.
42
DAFTAR PUSTAKA [ASAE] American Society of Agricultural Engineers. 2003. ASAE D384. 1 FEB03 : Manure Production and Characteristics. Niles Rd., St. Joseph. Agustini, T., A. Gunawan, & S. Imamkhasani. 2005. Pembuatan Peralatan Sampling Gas dalam Udara Ambien. Warta Kimia Analitik, Jakarta. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler Edisi Ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Appelby, M.C., J.A. Mench, & B.O. Hughes. 2004. Poultry behavior and Welfare. CABI. Publishing. Wallingford. Oxfordshire, London. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam Ras Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI 7652.3:2011. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2005a. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien. SNI 19-7119.6-2005. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2005b. Udara Ambien – Bagian 1: Cara Uji Kadar Amoniak (NH3) dengan Metode Indofenol Menggunakan Spektrofotometer. SNI 19-7119.1-2005. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bell, D.D. & W.D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th ed. Spinger Science Bussiness Inc. Springing Street, New York. Biro Peraturan Perundang-undangan. 1999. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Tentang: Pengendalian Pencemaran Udara. Republik Indonesia, Jakarta. Cicerone, R. J. 1987. Changes in stratospheric ozone. Science. 237: 35-42. CJ
Feed Indonesia. 2011. Karakteristik Strain Broiler dan Layer. http://cjfeed.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemi d=156. [13 Juni 2011].
Cobb Vantress. 2008. Cobb Broiler Management Guide. Cob-vantress.com. [4 Februari 2013]. Court, R. & M. Lane. 2007. Global warning: Climate change and farm animal welfare, a report by compassion in world farming. Guarantee, Godalming. Day, R. A. Jr & A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6. Terjemahan: Iis Sopyan. Erlangga, Jakarta. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. CV. Karya Cemerlang, Jakarta. Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd ed. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis. Fadilah, R., A. Polana, S. Alam, & E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. P.T. Agromedia Pustaka, Jakarta. Farida. 2004. Pencemaran udara dan permasalahannya. Makalah pribadi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
43
Gates, R. S., K. D. Kasey, E. F. Wheeler, H. Xin, A. J. Prescatore, J. L. Jazackkwoski, J. R. Bicudo, P. A. Topper, Y. Liang, & M. Ford. 2004. Broiler house amonia emissions: U.S. baseline data. Multi-State Poultry Meeting. Golbabei, F. & F. Islami. 2000. Evaluation of worker’s exposure to dust, ammonia and endotoxin in poultry industries at the province of Isfahan, Iran. Industrial Health. 38 : 41-46. Griffin, J. M. 2003. Climate Change: The Science, Economics and Politics. Edward Elgar Publishing Limited, Cheltenham. Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Hasnaeni, B. 2004. Fungsi Pengaman dan Estetika Jalur Hijau Jalan (Studi Kasus di Jalan Pajajaran – Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. James, R. G. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th ed. Thomson Delmar learning Inc., FFA Activities. Jenie, B. S. L. & M. P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius, Yogyakarta. Kartadisastra, H. F. 1997. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta. Kelleher, B. P., J. J. Leahy, A. M. Henihan, T. F. O’Dwyer, D. Sutton, & M. J. Leahy. 2002. Advance in poultry litter disposal technology – a review. Bioresource Technology. 83: 27-36. Kementrian Lingkungan Hidup. 1996. Baku Mutu berdasarkan Kep Men 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta. Khalil, M. A. K. 2000. Atmospheric Methane: Its Role in The Global Environment. Springer, Berlin. Korner, I., H. Roper, & R. Stegman. 2005. Chicken Manure Treatment and Application in Europe and Asia. In : I. KÖrner, R. Stegman, M. N. Hassan, A. M. Abdullah, J. Huijsmans, & N. Ogink (Eds). CHIMATRA – Chicken Manure Treatment and Application : Proceedings of The International Workshop Hamburg, January 2005. Verlag Abfall Aktuell, Stuttgart. Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler. JITV. 11(4): 249-253. Lacy, M. & L.R.Veast. 2000. Improving Feed Conversion in Broiler : A Guide for Growers. Springer Science and Business Media Inc., New York. Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lesson, S., G. Diaz, & J. D. Summer. 1995. Poultry Metabolic Disorders and Mycotoxins. University Book, uleph, Ontarion, Canada. Lesson, S. & J. D. Summers. 2001. Commercial Poultry Nutrition 4th ed. University Book, uleph, Ontarion, Canada.
44
Miles, D. M., P. R Owen, & D. E. Rowe. 2006. Spatial variability of litter gaseous flux within a commercial broiler house : ammonia, nitrous oxide, carbon dioxide and methane. Poultry Science. 85: 167-172. Muller, Z. O. 1980. Feed from Animal Waste: State of Knowledge. Food and Agriculture Organization of The Nations, Rome. Nahas, C. A., B. Setiawani, Herizal, E. J. Dlugokencky, & T. J. Conway. 2008. Analisis Konsentrasi Metana Atmosferik di Stasiun Pembantu Atmosfer Global Bukit Kototabang. Makalah. BMG, Kototabang. National Research Council. 2002. The Scientific Basis for Estimating Air Emissions from Animal Feeding Operations: Interim Report. National Academy Press, Washington D.C. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9 th Revised Edition. National Academy Press, Washington DC. North, M. O & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th ed. An AVI Book. Van Nostrand Reinhold, New York. Patterson, P. H. & Adrizal. 2005. Management strategies to reduce air emissions: Emphasis – dust and ammonia. J. Appl. Poult. Res. 14 : 638-650. Pipatti, R. 1998. Emission Estimates for Some Acidifying and Greenhouse Gasses and Options for Their Control in Finland. VTT Publications, Espoo. Pitesky, M. E., K. R. Stackhouse, & F. M. Mitloehner. 2009. Clearing The Air: Livestocks Contribution to Climate Change. In: Sparks, D. (Ed.). Livestocks Contribution to Climate Change. Academic Press, Burlington. Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler dengan kondisi lingkungan yang berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. Ritz, C. W, B. D. Fairchild, & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonias production and emissions from commercial poultry facilities: a review. J. Appl. Poult. Res. 13 : 684-692. Rohaeni, E. S. 2005. Dampak pencemaran lingkungan dan upaya mengatasinya. Poultry Indonesia. Maret 2005. 58-61. Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International, London. Santoso, A.B. 1996. Pengaruh lingkungan mikro terhadap respon fisiologis sapi dara peranakan Fries Holland. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut pertanian Bogor, Bogor. Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta. Shakhashiri. 2008. Carbon Dioxide, CO2. General Chemistry. www.scifun.org. [29 November 2010]. Skoog, D. A., M. W. Donald, F. J. Holler, & R. C Stanley. 1999. Analytical Chemistry: An Introduction. 7th ed. Thomson Learning Inc., Brooks.
45
Soedomo, M. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara. Penerbit ITB, Bandung. Suarjaya, M. & M. Nuriyasa. 1995. Pengaruh ketinggian tempat (altitude) dan tingkat energi ransum terhadap penampilan ayam buras super umur 2 – 7 minggu. Laporan Penelitian Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Udayana, Bali. Subaid, M. S. 2002. Pengaruh suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin terhadap fluktuasi konsentrasi gas-gas NO2, O3, dan SO2 di area PLTP Gunung Salak, Sukabumi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sujono, Widarti, & Ramziah. 2001. Pengaruh pemberian feed additive Joster-HE (High Efficiency) terhadap kadar amonia ekskreta dan retensi nitrogen pada ayam oedaging. Jurnal protein. 16 : 971-976. Syahputra, B. 2005. Telaah Studi AMDAL pada Tahap Operasional Pabrik Peleburan Timah (Smelter) PT. Laba-laba Multindo Pangkal Pinang – Bangka Belitung. Fakultas Teknik UNISSULA, Semarang. Syamsuhaidi. 1997. Penggunaan duckweed (family Lemnaceae) sebagai pakan serat sumber protein dalam ransum ayam pedaging. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Talarosa, B. 2005. Menciptakan kenyamanan thermal dalam bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 6: 148-158. Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB, Bandung. [US EPA] United States Environmental Protection Agency. 2007. Global Greenhouse Gass Emissions Data. http://www.epa.gov/climatechange /ghgemissions/global.html. [27 Maret 2013] Verge, X. P. C., J. A. Dyer , R. L. Desjardins, & D. Worth. 2009. Long-term trends in greenhouse gas emissions from the Canadian poultry industry. J. appl. Poult. Res. 18: 210–222. Vucemilo, M., K. Matkovic, B. Vinkovic, J. Macan, V. M. Varnai, L. J. Prester, K. Granic, & T. Orct. 2008. Effect of microclimate on the airborne dust and endotoxin concentration in a ayam Broiler house. Czech J. Anim. Sci. 2 : 170-174. Vucemilo, M., K. Matkovic, B. Vinkovic, S. Jaksic, K. Granic, & N. Mas. 2007. The effect of animal age on air pollutant concentration in a broiler house. Czech J. Anim. Sci. 6 : 170-174. Weaver, W. D. & R. Meijerhof. 1991. The effect of different levels of relative humidity and air movement on litter conditions, ammonia levels, growth, and carcass quality for broiler chickens. Poultry Science. 70: 746-755. Wibisono, A. W. 2010. Kandang Ternak Sapi Potong. http://duniasapi.com/id/praproduksi-potong/1487-atap-kandang-ternak-sapi.html. [13 Juni 2011] Widodo, W. 2010. Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
46
LAMPIRAN
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Bagus Farm.
48
Lampiran 2. Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Ikhtiar Farm.
49
Lampiran 3. Alat-alat yang Digunakan Selama Penelitian
Digital electronic thermo hygrometer LS207
Anemometer RS 232 BTU – Psychrometer
Impinger Portable
Spektrofotometer UV-VIS
Lampiran 4. Rataan Suhu Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu Rataan Suhu Udara Harian (ºC) Umur Broiler Dalam Kandang Luar Kandang Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm 22 28,18 26,58 29,60 26,65 23 28,20 25,98 28,75 26,45 24 28,00 25,58 29,63 25,93 25 27,30 26,08 29,28 26,35 26 27,48 26,95 29,53 27,85 27 26,75 27,03 27,73 26,88 28 27,18 26,58 28,33 27,13
50
Lampiran 5. Rataan Kelembaban Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu Rataan Kelembaban Udara Harian (%) Umur Broiler Dalam Kandang Luar Kandang Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm 22 81 84 77 84 23 84 81 84 81 24 85 85 79 84 25 90 83 87 80 26 89 70 82 67 27 92 81 86 81 28 91 82 87 81 Lampiran 6. Rataan Kecepatan Angin Harian dan Arah Angin Dominan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Dalam Satu Minggu Umur Rataan Kecepatan Angin Harian (m/det) Arah Angin Dominan Broiler Bagus Farm Ikhtiar Farm Bagus Farm Ikhtiar Farm 22 0,87 0,63 Selatan Utara 23 1,00 1,23 selatan Utara 24 1,33 0,37 Tenggara Selatan 25 1,33 0,90 Utara Utara 26 0,77 3,27 Selatan Utara 27 1,50 0,93 Timur Laut Selatan 28 0,97 0,90 Timur Laut Selatan
51