SKRIPSI
PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID TIKUS PERCOBAAN SETELAH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet)
Oleh
RH. FITRI FARADILLA F24053375
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID TIKUS PERCOBAAN SETELAH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
RH. FITRI FARADILLA F24053375
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
RH. Fitri Faradilla. F24053375. Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan Setelah Pemberian Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Arif Hartoyo, STP, M.Si. 2010. RINGKASAN Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyebabkan kematian sekitar 15 juta jiwa atau sekitar 30% dari total penyebab kematian dan diperkirakan meningkat mencapai 40% pada tahun 2020 (WHO 2001). Salah satu penyebab terjadinya PJK adalah kondisi hiperkolesterolemia yang sangat mendukung terbentuknya aterosklerosis. Tempe kedelai telah diketahui bersifat hipokolesterolemik dan memiliki antioksidan yang tinggi sehingga dapat mencegah PJK (Brata-Arbai 2001). Namun setiap tahunnya Indonesia selalu mengimpor kedelai (Sawit et al. 2006), sehingga dibutuhkan alternatif kacang lain untuk membuat tempe. Kacang komak merupakan kacang yang berpotensi menyubtitusi kacang kedelai. Nugroho (2007) telah membuktikan bahwa kacang komak bersifat hipokolesterolemik seperti halnya kedelai. Namun sifat fungsional tempe kacang komak belum diketahui. Oleh karena itu dibutuhkan uji in vivo untuk mengetahuinya. Akan tetapi uji in vivo tempe kacang komak segar akan mengalami kesulitan pada persiapan sampel. Untuk meningkatkan umur simpan dan memermudah dalam persiapan sampel maka pada penelitian ini tempe kacang komak segar ditepungkan sehingga didapat tepung tempe kacang komak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tepung tempe kacang komak terhadap profil dan peroksidasi lipid. Profil lipid tersebut mencakup total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL. Peroksidasi lipid meliputi kadar malonaldehida pada hati dan limpa tikus. Tahap pertama penelitian ini adalah persiapan sampel, yaitu tepung tempe kacang komak. Tepung tempe dianalisis nilai gizinya yang terdiri dari kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan serat kasar. Data tersebut digunakan untuk merancang komposisi ransum tikus. Setelah sampel disiapkan, tikus mulai dipelihara. Masa adaptasi tikus adalah 1 minggu. Masa perlakuan selama 36 hari. Selama masa perlakuan, secara berkala dilakukan penghitungan jumlah konsumsi ransum dan pengukuran berat badan. Pada akhir perlakuan, dilakukan pembedahan tikus. Serum darah tikus digunakan untuk menentukan total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, dan indeks aterogenik (IA). Hati dan limpa digunakan untuk analisis malonaldehida (MDA). Organ hati, ginjal, dan limpa ditimbang sebagai data pendukung. Nilai gizi tepung tempe kacang komak basis kering yaitu protein 32,81%, air 6,94%, abu 2,86%, lemak 1,74%, karbohidrat 63,28%, dan serat 8,03%. Hingga akhir perlakuan, kontrol negatif (tikus yang diberi ransum standar) maupun kontrol positif (tikus yang diberi ransum standar + 1% kolesterol + PTU (propil tio urasil)) mengalami kenaikan berat badan secara berturut-turut yaitu 65 g dan 30 g. Sebaliknya, tempe (tikus yang diberi ransum dengan tepung tempe kacang komak sebagai pengganti kasein + 1% kolesterol + PTU) mengalami penurunan berat badan sebesar 11 g selama perlakuan.
Berat hati relatif kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturutturut adalah 0,030; 0,032; dan 0,044. Berat organ ginjal relatif semua perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik pada α=0,1. Kontrol negatif memiliki berat ginjal relatif 0,006, kontrol positif 0,0056, dan tempe 0,007. Seperti halnya berat ginjal relatif, berat limpa relatif ketiga kelompok juga tidak berbeda nyata, yaitu kontrol negatif 0,0030, kontrol positif 0,0026, dan tempe 0,0026. Total kolesterol kontrol positif (143,45 mg/dl) paling tinggi, diikuti tempe (122,18 mg/dl), dan paling rendah kontrol negatif (60,23 mg/dl). Kadar trigliserida serum darah tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 42,45 mg/dl, 27,73 mg/dl, dan 19,51 mg/dl. Nilai HDL kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 27,28 mg/dl, 23,50 mg/dl, dan 19,02 mg/dl. Kadar LDL kontrol negatif paling rendah dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL tempe lebih rendah dari pada kontrol positif, walau tidak berbeda nyata. Kadar LDL kontrol positif adalah 114,39 mg/dl dan tempe adalah 99,26 mg/dl. Nilai IA tempe paling tinggi, walau tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Kontrol negatif merupakan kelompok tikus yang memiliki nilai IA paling rendah. Nilai IA kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 1,26; 5,14; dan 5,99. Kadar MDA hati pada kelompok tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,04 pmol/ml, 0,02 pmol/ml, dan 0,04 pmol/ml. Kadar MDA limpa pada kelompok tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,10 pmol/g, 0,09 pmol/g, dan 0,10 pmol/g. Secara statistik, α=0,1, kadar MDA limpa ketiga kelompok tikus ini tidak berbeda nyata. Hasil penelitian yang telah disebutkan, menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak dapat menghambat kenaikan total kolesterol dan LDL, namun tidak dapat meningkatkan HDL. Rendahnya HDL tempe menyebabkan nilai IA tikus ini tinggi. Selain itu dapat disimpulkan bahwa tepung tempe kacang komak tidak mampu menurunkan kadar malonaldehida pada organ hati dan limpa.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1988 di Pekanbaru dari pasangan Drs. Yufrizal, M.Si dan Ir. Henni Syawal, M.Si. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1999 penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 006 Pekanbaru. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 21 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2002. Selama tiga tahun kemudian penulis menimba ilmu di SMAN 4 Pekanbaru dan lulus dengan predikat juara umum pada tahun 2005. Pada tahun itu juga, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Setelah satu tahun di tingkat persiapan bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP). Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjadi pengurus aktif Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Pekanbaru (IKPMR) Bogor, klub fotografi LENSA, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), Food Chat Club (FCC), dan majalah peduli pangan dan gizi EMULSI. Penulis juga aktif dalam kegiatan program kreativitas mahasiswa (PKM). Penulis pernah melakukan tiga judul kegiatan penelitian yang didanai DIKTI. Satu di antaranya membawa penulis bersama tim PKM menjadi salah satu delegasi IPB dalam PIMNAS XXI dan mendapatkan penghargaan setara perunggu dalam presentasi poster. Selain itu, pada PKM bidang penulisan ilmiah, tim penulis pernah menjadi tim yang didanai untuk dua judul karya tulis. Kompetisi non PKM juga pernah penulis ikuti. Penulis bersama tim menjadi juara ke-3 dalam acara National Student Paper Competition. Penulis tergabung dalam tim penerima dana bantuan usaha dari DPKHA IPB. Penulis bersama tim membuka usaha café di sekitar kampus. Nama café tersebut adalah Friends 24. Penulis melakukan penelitian dengan judul Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan Setelah Pemberian Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Arif Hartoyo, STP, M.Si.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan Setelah Pemberian Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet).. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua pembimbing dan penguji penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi M.Si yang telah dengan sabar membimbing penulis sejak semester tiga. Terima kasih kepada Bapak Arif Hartoyo, STP, M.Si yang telah memberi penulis kesempatan untuk melakukan penelitian ini sehingga banyak pengalaman dan ilmu yang penulis dapatkan. Terima kasih kepada Bapak Dr. Sukarno yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian akhir penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Papa, Mama, Aal, dan Uta yang selalu menjadi bagian terpenting dalam hidup penulis.
2.
Tante rina, Tante ridha, Om Yudi, Nantan, Nenek, Uncu, Apuk, Puti, Izza, Tante Mimi, Om Hendro, Inez, dan Alif yang telah menjadi keluarga terdekat penulis selama berkuliah di IPB.
3.
Ayah, almarhumah Ibu, Nenek, Buya, Etek Nan, dan keluarga besar penulis lainnya yang selalu mendoakan penulis.
4.
Guru-guru dan dosen-dosen penulis yang telah mewariskan ilmunya kepada penulis. Semoga penulis dapat mewariskannya kembali dan menerapkannya.
5.
Sahabat-sahabat terbaik yang selalu mewarnai hidup penulis, Diana, Secha, Dini, Wina, Ami, Fani, Nutri, Iin, Susan, Septi, Rika, Riri, Era, Mrs. Umar, Iwik, Resti, Santhy, Nola, Noli, dan Fifi.
6.
Sahabat sepenelitian, Rika, yang telah berjuang bersama dalam semangat dan keceriaan.
7.
Iin untuk bertumpuk bahan kuliah yang rapi dan sangat bermanfaat.
8.
Sahabat satu bimbingan, Retno dan Melisa, yang selalu saling memberikan motivasi dan semangat.
i
9.
Arya untuk sekantong energinya, Ari untuk motor dan seliter bensinnya, Arya, Ari, Riza, dan Adi Leo untuk tenaga dalam mengangkut ransum dan kacang komak.
10. Laboran-laboran yang selalu sabar membantu penulis, Pak Adi, Pak Jun, Pak Deni, Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Gatot, Mas Edi, Pak Taufik, dan Bu Dewi, serta Pak Ganda yang telah membantu dalam eutanasia tikus. 11. Mbak rini untuk baju bersih dan wangi selama tiga tahun. 12. Cocoguters (Iin, Muji, Kak Tomi, Kak Tuko) yang membawa penulis dalam pengalaman-pengalaman baru yang menyenangkan. 13. Keluarga belalang (Nutri, Dita Hui, Kocan, Kak Rahmat) untuk keceriaan dan pengalaman penelitian pertama penulis. 14. Keluarga Friends 24, Fahmi, Risma, Tiwi, Riza, Widya, Widi, Jali, Zul, Tito, dan Rina untuk pengalaman bisnisnya, semoga F24 sukses selalu. 15. Sahabat-sahabat LENSA, IKPMR, EMULSI, dan Himitepa. Dari mereka penulis belajar banyak tentang berorganisasi. 16. Sahabat-sahabat satu kamar penulis di asrama TPB (Ijup, Puti, Satya) yang telah satu tahun menjadi keluarga penulis di asrama. 17. Saudari-saudari sekelompok liqoq penulis (mba Yana, Ike, Galih, Reriel, Retno, Susan, Fitri, Ica, Mike, Upik, dll). 18. Pegawai-pegawai UPT yang sangat baik. 19. Keluarga ITP 42 yang telah memberikan semangat untuk terus maju, memberikan atmosfer kehidupan untuk terus berkarya, dan memberikan arti tanggung jawab dan etos kerja. Semoga angka 42 menjadi doa bagi kebersamaan kita (42 = 4ever 2gether).
Bogor, Januari 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Tujuan ................................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
3
A. Kacang Komak ..................................................................................
3
B. Tempe ................................................................................................
4
C. Tepung Tempe ...................................................................................
6
D. Metabolisme Lipid .............................................................................
6
E. Kolesterol ...........................................................................................
8
F. Malonaldehida ...................................................................................
9
G. Tikus Percobaan .................................................................................
10
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................
12
A. Bahan dan Alat ..................................................................................
12
1. Bahan ............................................................................................
12
2. Alat ...............................................................................................
12
B. Metoda Penelitian ...............................................................................
13
1. Tahap 1 Persiapan Sampel ...........................................................
13
a. Pembuatan Tempe Kacang Komak ........................................
13
b. Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak ...........................
16
c. Analisis Proksimat Tepung Tempe Kacang Komak ..............
17
2. Tahap 2 Pengujian In Vivo ...........................................................
20
a. Persiapan dan Pembuatan Ransum ........................................
20
b. Masa Adaptasi Tikus .............................................................
20
c. Masa Perlakuan ......................................................................
22
d. Persiapan Sampel Darah dan Organ .......................................
22
e. Analisis Serum Darah dan Organ ...........................................
23 iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
27
A. Tempe dan Tepung Tempe .................................................................
27
B. Pertumbuhan dan Konsumsi Ransum ...............................................
27
C. Berat Organ ........................................................................................
32
D. Profil Lipid Tikus ...............................................................................
34
1. Total Kolesterol Serum Darah ......................................................
34
2. Kadar Trigliserida Serum Darah ..................................................
37
3. Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Serum Darah ................
39
4. Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Serum Darah .................
42
5. Indeks Aterogenik (IA) ..............................................................
44
E. Peroksidasi Lipid (Malonaldehida (MDA)) .......................................
45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
50
LAMPIRAN ..................................................................................................
56
iv
DAFTAR TABEL
Komposisi Kimia Kacang Komak Dibandingkan Kacang Kedelai (per 100 g Berat Basah) .................................................................
3
Tabel 2
Nilai Gizi Kedelai dan Tempe Kedelai .........................................
5
Tabel 3
Potensi Senyawa Aktif pada Tempe Kedelai ................................
6
Tabel 4
Komposisi Lipoprotein Plasma Darah (%) ...................................
7
Tabel 5
Komposisi Ransum Tikus .............................................................
21
Tabel 6
Komposisi Vitamin Fitkom ...........................................................
21
Tabel 7
Komposisi Campuran Mineral ......................................................
21
Tabel 8
Komposisi Reagen Kolesterol ....................................................... 23
Tabel 9
Komposisi Reagen Presepitasi ......................................................
Tabel 10
Komposisi Reagen Trigliserida ..................................................... 25
Tabel 11
Kandungan Gizi Tepung Tempe Kacang Komak .........................
Tabel 12
Pertambahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus ............. 29
Tabel 1
24
28
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................
14
Gambar 2
Prosedur Pembuatan Tempe Kacang Komak ...........................
16
Gambar 3
Prosedur Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak .............
17
Gambar 4
Prosedur Analisis Total Kolesterol ........................................... 23
Gambar 5
Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL ....................
24
Gambar 6
Prosedur Analisis Total HDL ...................................................
24
Gambar 7
Prosedur Analisis Total Trigliserida Standar ...........................
25
Gambar 8
Prosedur Analisis MDA pada Organ Hati dan Limpa .............. 26
Gambar 9
Kurva Pertumbuhan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan .....
Gambar 10
Berat Organ Relatif (A) Berat Hati Relatif, (B) Berat Ginjal Relatif, (C) Berat Limpa Relatif Tikus Percobaan ................... 33
Gambar 11
Total Kolesterol Tikus Percobaan ............................................
Gambar 12
Kadar Trigliserida Tikus Percobaan ......................................... 38
Gambar 13
Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan .............................
Gambar 14
Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan .............................. 42
Gambar 15
Indeks Aterogenik Tikus Percobaan ......................................... 44
Gambar 16
Kadar MDA Hati dan Limpa Tikus Percobaan ........................
28
35
40
46
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Contoh Perhitungan Penyusunan Ransum Tempe .................
56
Lampiran 2
Analisis Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan ..................
57
Lampiran 3
Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum .............................
58
Lampiran 4
Analisis Sidik Ragam Berat Hati Relatif ...............................
59
Lampiran 5
Analisis Sidik Ragam Berat Ginjal Relatif ............................
60
Lampiran 6
Analisis Sidik Ragam Berat Limpa Relatif ............................ 61
Lampiran 7
Analisis Sidik Ragam Total Kolesterol Serum Darah ...........
62
Lampiran 8
Analisis Sidik Ragam Kadar Trigliserida Serum Darah ........
63
Lampiran 9
Analisis Sidik Ragam Kadar HDL Serum Darah ................... 64
Lampiran 10
Analisis Sidik Ragam Kadar LDL Serum Darah Tikus .........
65
Lampiran 11
Analisis Sidik Ragam Indeks Aterogenik ............................
66
Lampiran 12
Kurva Standar TEP ................................................................
67
Lampiran 13
Analisis Sidik Ragam MDA Hati ........................................... 68
Lampiran 14
Analisis Sidik Ragam MDA Limpa .......................................
69
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit
jantung
koroner
(PJK)
merupakan
penyakit
yang
menyebabkan kematian sekitar 15 juta jiwa atau sekitar 30% dari total penyebab kematian dan diperkirakan meningkat mencapai 40% pada tahun 2020 (WHO 2001). Salah satu penyebab terjadinya PJK adalah kondisi hiperkolesterolemia yang sangat mendukung terbentuknya aterosklerosis. Hiperkolesterolemia adalah kondisi kolesterol di dalam darah meningkat melebihi batas ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan kolesterol total (Montgomery et al. 1993). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa LDL yang teroksidasi berperan pada terjadinya aterosklerosis (Langseth 1995). Fenomena PJK dan hubungannya dengan distribusi kolesterol dalam lipoprotein sangat penting untuk diketahui karena konsentrasi total kolesterol yang tinggi belum tentu menyebabkan aterosklerosis bila diimbangi dengan peningkatan jumlah HDL (high density lipoprotein). Sitepoe (1993) menyatakan bahwa nisbah LDL/HDL dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat aterosklerosis. Rekomendasi diet anti aterogenik menurut Wolf (1996) hendaknya lebih ditekankan pada penurunan LDL daripada menghindari penurunan HDL, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah kolesterol tidak hanya menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL dan demikian juga sebaliknya. Tempe kedelai telah diketahui dapat menurunkan kolesterol dan LDL serta dapat meningkatkan HDL darah dan status antioksidan tubuh (BrataArbai 2001). Namun kedelai yang merupakan bahan baku tempe kedelai merupakan tanaman subtropis yang tidak dapat tumbuh optimum di Indonesia, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai. Setiap tahunnya, Indonesia ratarata mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta ton (1996-2005). Hampir 50% dari total impor kedelai Indonesia didominasi oleh Amerika Serikat (Sawit et al. 2006). Oleh karena itu dibutuhkan kacang lain yang mirip kedelai baik secara
1
morfologi maupun fungsional dan merupakan tanaman tropis untuk menyubtitusi kedelai agar mengurangi jumlah impor kedelai. Kacang komak merupakan kacang yang berpotensi menyubtitusi kacang kedelai. Kacang komak yang dapat tumbuh optimal di Indonesia, selain memiliki penampakan seperti kedelai, juga telah dibuktikan dapat menurunkan kadar kolesterol, LDL, dan trigliserida serum darah tikus seperti halnya kedelai (Nugroho 2007). Kacang komak juga dapat dijadikan tempe (tempe kacang komak). Namun sifat fungsionalnya, terutama kemampuan dalam memperbaiki profil lipid darah dan status antioksidan tubuh belum diketahui. Oleh karena itu dibutuhkan uji in vivo untuk mengetahuinya. Namun uji in vivo tempe kacang komak segar akan mengalami kesulitan pada persiapan sampel. Hal ini karena tempe kacang komak belum dijual di pasaran dan umur simpannya singkat. Untuk meningkatkan umur simpan dan mempermudah dalam persiapan sampel maka pada penelitian ini tempe kacang komak segar ditepungkan sehingga didapat tepung tempe kacang komak. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe kacang komak terhadap profil lipid darah tikus, yaitu total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL. 2. Mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe kacang komak terhadap produk peroksidasi lipid (malonaldehida) pada hati dan limpa tikus.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Komak Kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) termasuk ordo leguminoseae dan sub kelas dikotiledon. Kacang komak diduga berasal dari India, Asia Tenggara, dan Afrika. Kacang komak diyakini dapat membantu dalam usaha mengatasi kekurangan protein, karena kacang komak mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, berupa protein, lemak, zat-zat gizi lainnya dan komposisi asam amino yang baik. Kadar protein kacang komak sebesar 21,5% dengan susunan asam amino yang mendekati pola protein kedelai (Martoyuwono 1984). Nilai gizi kacang komak menempati urutan ketiga setelah kacang tanah dan kedelai. Kandungan lemak dan serat biji kacang komak terendah di antara kacang-kacangan yang banyak ditanam di Indonesia. Hal tersebut membuat kacang komak berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh bahan baku pangan, misalnya kedelai. Tempe, tauco, kecap, tepung komposit, makanan bayi, dan konsentrat protein adalah produk yang dapat dihasilkan dari kacang komak (Utomo et al. 1991). Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi kacang komak dan kacang kedelai. Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Komak Dibandingkan Kacang Kedelai (per 100 g Berat Basah) Komponen Kacang komak (g) Kacang kedelai (g) Air 12,1 12,7 Energi (kal) 334,0 381,0 Protein 21,5 40,0 Lemak 1,2 16,7 Karbohidrat 61,4 24,9 Serat 6,9 3,2 Abu 3,8 5,3 Sumber : Kay (1979) Protein pada kacang-kacangan dapat digolongkan dengan beberapa cara. Berdasarkan sumbernya, protein kacang-kacangan termasuk protein biji yang terbagi menjadi protein embrio dan protein endosperm. Berdasarkan kelarutan, kacang-kacangan dan biji-bijian dikelompokkan menjadi empat 3
macam (fraksi) protein yaitu albumin, globulin, glutelin, dan prolamin. Albumin adalah protein yang larut dalam air dan garam encer serta dapat terkoagulasi karena panas. Globulin adalah protein yang tidak larut air tetapi larut dalam garam encer dan juga terkoagulasi bila dipanaskan. Glutein adalah protein yang tidak larut dalam semua pelarut yang netral, tetapi larut dalam asam dan basa yang sangat encer. Prolamin adalah protein yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol 70-80%. Penggolongan protein tersebut termasuk jenis protein sederhana yaitu protein yang bila dihidrolisis hanya menghasilkan asam amino α. Berdasarkan golongan protein konjugasi, protein kacang-kacangan
termasuk
anak
golongan
glikoprotein
karena
bila
terhidrolisis menghasilkan karbohidrat sebagai gugus prostetik selain asam amino. Berdasarkan fungsi atau sifat fisiologinya, protein kacang-kacangan yang dimasukkan dalam anak golongan glikoprotein dikelompokkan lagi menjadi protein simpanan (Robinson 1995). Protein yang dikategorikan protein simpanan adalah protein yang terakumulasi pada waktu proses pembentukan biji, kaya kandungan nitrogen, dan tersimpan dalam protein bodies pada sel kotiledon. Protein simpanan utama pada tanaman leguminosae adalah globulin (Ersland et al. 1983). Kacang komak kering umumnya mengandung protein sebesar 21-29 g per 100 g (Tabel 1). Komposisi asam amino esensial kacang komak bila dibandingkan dengan pola FAO/WHO kaya asam amino lisin dan defisiensi asam amino metionin dan sistin, seperti kebanyakan tanaman leguminosae. Protein utama kacang komak adalah globulin, yaitu dolichosin (Kay 1979; Duke 1983). B. Tempe Tempe di Indonesia biasa diidentikkan dengan kacang kedelai. Syarief et al. (1999) menyatakan tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan melalui proses fermentasi biji kedelai oleh berbagai mikroorganisme dan khususnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Namun demikian, tempe juga dapat dibuat dari berbagai jenis kacang lain. Tempe dengan bahan baku selain kedelai biasa disebut dengan nama bahan bakunya, seperti tempe gembus, tempe lamtoro, tempe benguk, tempe koro, tempe 4
bongkrek, dan tempe gude (Sapuan dan Sutrisno 1996). Tempe yang dibuat dari bahan baku kacang komak dapat pula disebut sebagai tempe kacang komak atau tempe komak. Proses fermentasi pada tempe menyebabkan komponen-komponen kacang dihidrolisa menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan mudah
dicerna.
Pengolahan
kacang-kacangan
menjadi
tempe
akan
meningkatkan kandungan protein, asam amino esensial, mutu protein, dan kandungan zat gizi lainnya, seperti terlihat pada Tabel 2. Selain itu tempe juga mengandung beberapa senyawa aktif. Senyawa-senyawa tersebut dihasilkan melalui proses transformasi dan sintesa oleh mikroorganisme pada proses pembuatan tempe dan khususnya pada perendaman dan proses pemeraman. Tabel 3 menunjukkan hasil identifikasi sejumlah senyawa aktif pada tempe, baik menurut jenis maupun potensinya (Syarief et al. 1999). Tabel 2. Nilai Gizi Kedelai dan Tempe Kedelai Zat Gizi dan Faktor Mutu Kedelai Gizi Mentah Kadar zat gizi (% bk) Protein (g) 42,2 Lemak (g) 19,1 Karbohidrat (g) 28,5 Serat (g) 3,7 Abu (g) 6,1 Kalsium (mg) 254,0 Fosfor (mg) 781,0 Besi (mg) 11,0 Faktor mutu gizi Nilai cerna 75-89 (82) Nilai biologis 41-47 PER 0-16 NPV standar 48-61 Sumber : Syarief et al. (1999).
Tempe Kedelai 46,5 19,7 30,2 7,2 3,6 347,0 729,0 9,0 83 2,12 -
Proses pembuatan tempe menggunakan laru (inokulum). Inokulum berisi spora kapang Rhizopus sp yang dalam pertumbuhannya akan menghasilkan enzim yang akan menguraikan substrat menjadi komponenkomponen yang lebih kecil dan sederhana, sehingga lebih mudah larut dan menghasilkan flavor dan aroma yang diinginkan. Syarat utama inokulum untuk pembuatan tempe (makanan) adalah : (1) mikroba tidak berbahaya bagi 5
Tabel 3. Potensi Senyawa Aktif pada Tempe Kedelai Senyawa Aktif Potensi / Fungsi No 1 Isoflavon: daidzein, glisitein, Antioksidan, antihemolisis, genistein, dan faktor-2 antibakteri, antifungi, antikanker 2 Asam lemak tidak jenuh: asam oleat, Antioksidan, hipokolesterolemik asam linoleat, dan asam linolenat 3 Vitamin larut dalam lemak: vitamin E Antioksidan, antihemolisis, pembelahan sel, melindungi dan β-karoten dinding sel, metabolisma 4 Glikoprotein Antibakteri 5 Ergosterol Hipokolesterolemik, provitamin D 6 Vitamin B komplek: tiamin, Metabolisma (koenzim) riboflavin, niasin, asam pantotenat, sianokobalamin, folasin 7 Enzim: protease, lipase, amilase, dan Metabolisma/hidrolisa lain-lain Sumber : Pawiroharsono (1995) kesehatan, (2) dapat tumbuh dengan cepat, dan (3) tahan terhadap kontaminan. Jenis kapang yang biasa ada pada tempe adalah R. oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, dan R. Arrhizus (Syarief et al. 1999). C. Tepung Tempe Tempe merupakan produk fermentasi yang tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan mengalami pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan masakan namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan (Syarief et al. 1999). Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi tepung tempe. Manfaat pembuatan tepung ini antara lain mudah dicampur dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai gizinya dan mudah disimpan dan diolah menjadi makanan yang cepat dihidangkan (Syarief et al. 1999). Hasil penelitian secara in vivo menunjukkan nilai gizi protein tepung tempe hampir sama dengan kasein (Mardiah 1994). D. Metabolisme Lipid Lipid yang bersifat nonpolar tidak dapat disirkulasikan secara bebas dalam medium cair seperti plasma. Dalam setiap peredarannya lipid selalu bergabung dengan protein membentuk komposisi larut air yang disebut 6
lipoprotein (Soetardjo 1990) sehingga dapat didistribusikan dalam fluida tubuh. Lipoprotein adalah partikel berbentuk sferis yang terdiri dari ratusan molekul lipid dan protein. Lipid utama dalam lipoprotein adalah kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Trigliserida dan bentuk esterifikasi kolesterol adalah lemak non polar yang tidak larut air (hidrofobik) yang membentuk inti lipoprotein. Fosfolipid dan sejumlah kecil kolesterol bebas yang larut dalam lipid dan air, menutupi permukaan partikel dan bertindak sebagai pembatas antara komponen inti dan plasma. Apolipoprotein menempati permukaan lipoprotein dan berfungsi sebagai pemisah antara lipid dengan lingkungan berair, serta mempunyai peran sangat penting dalam pengaturan transpor lipid dan metabolisme protein (Ginsberg dan Goldberg 1998). Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dikelompokkan menjadi empat yaitu: kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Komposisi lipoprotein dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Lipoprotein Plasma Darah (%) Kolesterol Total Total TG FL Jenis Densitas protein lipid Ester Bebas Kilomikron < 0,95 2 98 88 8 3 1 VLDL 0,9510 90 56 56 15 8 1,006 LDL 1,01921 79 13 28 48 10 1,063 HDL 1,12557 43 13 46 29 6 1,210 Sumber : Mann dan Skeaff (2002) Keterangan : TG = trigliserida, FL = fosfolipid, ALB = asam lemak bebas
ALB 1 1 6
Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus halus dari trigliserida yang dipecah melalui metabolisme dalam usus. Kilomikron berfungsi membawa trigliserida ke jaringan tubuh sebagai sumber asam lemak yang dapat segera digunakan atau untuk disimpan sebagai cadangan (Soetardjo 1990). VLDL disintesis di dalam hati dan juga terdiri dari banyak trigliserida yang berasal dari dalam tubuh (endogen). VLDL berfungsi membawa trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol dari hati ke jaringan lain dalam tubuh. 7
Trigliserida diambil dari VLDL dengan bantuan enzim lipoprotein lipase, kemudian masuk ke dalam jaringan sebagai sumber energi yang dapat segera dipakai atau disimpan kembali (Mann dan Skeaff 2002). LDL adalah produk akhir dari metabolisme VLDL, namun terdapat bukti bahwa sebagian diproduksi langsung oleh hati (Mayes 1996). LDL berfungsi membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang akan digunakan untuk konstruksi membran atau untuk pembentukan hormon steroid. LDL membawa sekitar 70% kolesterol dalam plasma (Mann dan Skeaff 2002). HDL disintesis di hati dan usus halus. HDL berperan dalam membawa kolesterol dari jaringan tubuh ke hati untuk kemudian diubah menjadi asam empedu dan selanjutnya disimpan atau dibuang melalui empedu ke usus besar sebagai rute utama mekanisme pembuangan dari tubuh. Sehingga, HDL memegang peranan penting dalam mengatur jumlah kolesterol yang tinggal dalam jaringan tubuh, termasuk dalam dinding arteri (Soetardjo 1990). E. Kolesterol Kolesterol merupakan komponen esensial dari membran sel dan merupakan komponen utama sel-sel otak dan jaringan syaraf (Krause dan Mahan 1984). Sedangkan menurut Mayes et al. (1987) kolesterol adalah produk khas dari metabolisme hewan dan oleh karenanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging, hati, otak, dan kuning telur. Sebagian besar kolesterol berasal dari sintesis (kira-kira 1 g/hari) sedangkan sekitar 0.3 g/hari dilengkapi dari konsumsi makanan. Menurut Sitepoe (1993) bila ditinjau dari sudut kimiawi, kolesterol diklasifikasikan ke dalam golongan lipid (lemak), berkomponen alkohol steroid, sebagian besar berfungsi sebagai sumber kalori serta memberikan nilai tambah terhadap cita rasa makanan. Menurut Martin et al. (1984) kolesterol di dalam tubuh manusia dapat berasal dari dua sumber yaitu dari makanan dan biosintesa de novo. Kolesterol yang bersumber dari makanan berasal dari bahan pangan hewani. Kolesterol yang berasal dari makanan memegang peranan penting karena merupakan sterol utama di dalam tubuh manusia serta komponen permukaan sel dan membran intraseluler. Biosintesa de novo kolesterol terjadi hampir pada 8
semua sel yang mengandung nukleus, tetapi yang terbesar terjadi pada hati, usus, korteks, adrenal, dan jaringan produktif. Pada kondisi normal kolesterol disintesa di dalam tubuh sebanyak dua kali dari kadar kolesterol di dalam makanan yang dimakan (Sitepoe 1993). Jumlah laju sintesis kolesterol de novo berhubungan dengan jumlah kolesterol yang berasal dari makanan, jika jumlah kolesterol di dalam diet meningkat maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan menurun. Sebaliknya jika jumlah kolesterol dari makanan berkurang maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat (Muchtadi et al. 1993). Kolesterol yang disintesa diubah menjadi jaringan, hormon, dan vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui darah (Sitepoe 1993). Namun demikian kolesterol ada yang kembali ke hati untuk diubah menjadi asam empedu dan garam. Dalam keadaan normal bila terjadi gangguan konsumsi kolesterol, maka akan terjadi mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan kolesterol dengan semua faktor sebagai mekanisme pertahanan. Linder (1992) menyatakan kadar kolesterol normal dalam plasma pada orang dewasa normal sebesar 3,1-5,7 mmol/l (120-220 mg/dl). Biasanya kadar kolesterol yang melebihi batas ini dianggap sebagai hiperkolesterolemia. Terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah penurunan kalori yang dikonsumsi, penurunan konsumsi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh, penurunan konsumsi kolesterol, penurunan kadar lipoprotein, konsumsi serat pangan larut air (SDF), dan konsumsi beberapa jenis bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang diindikasikan memiliki potensi hipokolesterolemik tersebut adalah sitosterol, niasin, vitamin C, vitamin E, dan karoten (Sitepoe 1993). F. Malonaldehida Malonaldehida (MDA) menurut Bird dan Draper (1984), merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan sebagai indeks ketengikan oksidatif dalam makanan. MDA di dalam material biologi terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai kompleks dengan unsur pokok berbagai jaringan. MDA terutama dihasilkan pada reaksi penguraian sel. Secara biologis MDA dihasilkan dari berbagai macam reaksi. Reaksi-reaksi tersebut misalnya 9
kebocoran sistem mitokondria, oksidasi lipida, exercise (olah raga), dan dekomposisi asam amino serta komponen karbohidrat. Salah satu metode pengukuran MDA adalah dengan thiobarbituric acid reactivity test. Metode ini didasarkan pada reaksi antara MDA dan TBA (thiobarbituric acid) dalam suasana asam. MDA dapat melakukan reaksi penambahan nukleofilik dengan TBA membentuk kompleks MDA-TBA. Kompleks MDA-TBA yang terbentuk memiliki warna merah jambu dan absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm (Conti et al. 1991). Menurut Nawar (1985), metode uji TBA merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur keberadaan radikal bebas dan peroksida lipid dikarenakan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi, mudah diaplikasikan untuk berbagai sampel pada berbagai tahap oksidasi lipid, dan biayanya tidak mahal. G. TIKUS PERCOBAAN Tikus atau rat (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu, salah satunya adalah galur sparguedawley. Spargue-dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari pada badannya (Malole dan Pramono 1989). Tikus tidak memiliki kantong empedu. Seperti rodentia lainnya, tikus terutama yang muda memiliki jaringan lemak berwarna coklat di bagian leher sampai scapula yang jumlahnya berkurang setelah dewasa. Tikus dapat dikandangkan bersama dalam satu kelompok besar yang terdiri dari jantan dan betina dari berbagai tingkat tanpa terjadinya perkelahian yang berarti. Tikus yang lepas dari kandang umumnya akan kembali ke kandangnya. Tikus dapat hidup lebih dari tiga tahun (Malole dan Pramono 1989). Tikus biasanya dipelihara dalam kandang kotak terbuat dari metal atau plastik atau kayu yang ditutup dengan kawat yang dianyam dengan lubang anyaman 1,6 cm2. Luas lantai kandang yang dibutuhkan oleh tikus dewasa 250 10
cm2/ekor (berat tikus sekitar 300 g). Tinggi kandang harus lebih dari 18 cm. Temperatur kandang yang ideal adalah 18-27oC dengan rata-rata 22oC dan kelembaban relatif 40-70%. Pemberian penerangan cukup selama 12 jam/hari, karena bila lebih dari 12 jam akan mempengaruhi siklus birahi. Rodensia umumnya, terutama rodensia yang aktif di malam hari (nocturnal) seperti tikus, senang pada cahaya remang-remang. Perlu diperhatikan agar alas kandang selalu kering dan tidak berbau untuk mencegah gangguan respirasi serta alat-alat dalam kandang harus dibersihkan 1-2 kali seminggu (Malole dan Pramono 1989). Seekor tikus dewasa membutuhkan 5 g makanan dan 10 ml air minum per hari per 100 g berat badan. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh temperatur kandang, kelembaban, kesehatan tikus, dan kualitas makanan itu sendiri. Sebagai hewan nocturnal, tikus aktif makan di malam hari (Malole dan Pramono 1989).
11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan yaitu kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) yang didapat dari petani di Probolinggo, Jawa Timur. b. Tikus Percobaan Tikus percobaan yang digunakan merupakan tikus jantan jenis spargue dawley umur 40 hari. c. Bahan Makanan Tikus Bahan yang digunakan sebagai makanan tikus dalam penelitian ini adalah pati jagung, kasein, sukrosa, minyak kedelai, CMC, mineral mix, vitamin mix, kolesterol, PTU (propiltiourasil), dan tepung tempe kacang komak. d. Bahan Analisis Bahan-bahan untuk analisis proksimat antara lain K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator biru metilen, HCl, dan pelarut n-heksana. Bahan untuk analisis total kolesterol dan HDL yaitu reagen kit cholesterol FS dan HDL precipitant FS dengan metode CHOD-PAP. Bahan analisis trigliserida yaitu tryglyserides FS dengan metode GPO-PAP. Bahan-bahan untuk analisis malonaldehida yaitu larutan PBS, larutan TCA 15%, dan larutan TBA 0,37% dalam HCl 0,25 N. 2. Alat a.
Alat Pemeliharaan Tikus Alat yang digunakan untuk memelihara tikus dan membuat makanan tikus adalah kandang metabolik, botol minum, timbangan, baskom plastik, varimixer, dan blender. 12
b.
Alat Pembedah Tikus Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus adalah gunting, pinset, jarum suntik, papan pembedahan, dan alat-alat gelas.
c.
Alat Analisis Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, tanur, ekstraktor soxhlet, labu kjeldahl, alat-alat gelas, cawan aluminium, cawan porselen. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, dan malonaldehida meliputi spektrofotometer, sentrifuse, penangas air, tabung reaksi, tabung sentrifuse, pipet mikro, kuvet, dan kuvet mikro.
B. Metoda Penelitian Tahap pertama penelitian ini adalah persiapan sampel, yaitu tepung tempe kacang komak. Tepung tempe dianalisis nilai gizinya yang terdiri dari kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan serat kasar. Data tersebut digunakan untuk merancang komposisi ransum tikus. Setelah sampel disiapkan, tikus mulai dipelihara. Masa adaptasi tikus adalah 1 minggu. Masa perlakuan selama 36 hari. Selama masa perlakuan, secara berkala dilakukan penghitungan jumlah konsumsi ransum dan pengukuran berat badan. Pada akhir perlakuan, dilakukan pembedahan tikus. Serum darah tikus digunakan untuk menentukan total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, dan indeks aterogenik. Hati dan limpa digunakan untuk analisis MDA (malonaldehida). Organ tikus hati, ginjal, dan limpa ditimbang sebagai data pendukung. Secara garis besar, rancangan penelitian yang dilakukan beserta output yang diharapkan dapat dilihat pada Gambar 1. 1. Tahap 1 Persiapan Sampel a. Pembuatan Tempe Kacang Komak (Harnani 2009) Kacang komak kering direbus dalam larutan abu 5% dari berat kacang selama 30 menit, kemudian direndam selama 48 jam. Setelah direndam, lendir dihilangkan dan dikupas kulitnya. Kacang komak tanpa kulit kemudian dikukus selama 15 menit dan ditiriskan lalu
13
Tujuan
Mengetahui profil lipid darah tikus. Profil lipid tersebut mencakup total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL.
Tahapan Penelitian
Luaran
Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak
Tepung Tempe Kacang Komak Data kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan serat kasar sampel
Analisis Proksimat dan serat kasar Pengujian In Vivo • Masa adaptasi • Masa perlakuan
Mengetahui kadar produk peroksidasi lipid (malonaldehida) pada hati dan limpa tikus.
Data berat badan dan jumlah konsumsi ransum
Pembedahan Tikus
Darah
Hati, limpa
ginjal
Ditimbang Analisis kadar total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, indeks aterogenik
Analisis malonaldehida
Data berat organ Data kadar kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, indeks aterogenik , dan malonaldehida
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.
14
didinginkan pada suhu ruang. Kacang komak yang sudah dingin kemudian diinokulasi dengan ragi tempe RAPRIMA sebanyak 0,5% dari berat kacang kukus. Kacang komak yang telah diinokulasi tersebut kemudian dibungkus dalam plastik dan diberi lubang dengan jarak 2 cm. Kacang komak yang telah dikemas tersebut kemudian diinkubasi pada suhu kamar (25-30oC) selama 36 jam sehingga dihasilkan tempe kacang komak segar. Prosedur pembuatan tempe kacang komak disajikan pada Gambar 2. Kacang
Direbus (+abu 5% berat kacang, 30 menit) Direndam (48 Dicuci dan dikupas Dikukus 15 menit
Didinginkan dan diinokulasi dengan ragi (0,5% berat kacang kukus) Dikemas plastik dan diberi lubang dengan Diinkubasi (25-30oC, 36 jam) Tempe kacang komak
Gambar 2. Prosedur Pembuatan Tempe Kacang Komak b. Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak (Harnani 2009) Tempe segar dipotong dengan ketebalan sekitar 0,5 cm, kemudian dikeringkan selama 5-6 jam pada suhu 75oC. Tempe kering ini kemudian digiling dengan pin disc mill dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh sehingga dihasilkan tepung tempe. Prosedur pembuatan tempe kacang komak disajikan pada Gambar 3. 16
Tempe kacang komak Dipotong (ketebalan 0,5 Dikeringkan (75oC, 5-6 Digiling dan diayak (60
Tepung tempe kacang komak Gambar 3. Prosedur Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak c. Analisis Proksimat Tepung Tempe Kacang Komak 1) Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi
pada
suhu
100oC.
Cawan
aluminium
kosong
dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0,003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator. Ditimbang berat akhirnya. Dihitung kadar air dengan persamaan berikut:
Kadar air (% b/b) = 100% Keterangan : x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g) 2) Analisis Kadar Abu (AOAC 1995) Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang. Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu 17
diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang. Perhitungan : Kadar abu (%b/b) =
W2 W1
×100%
Keterangan : W1 = berat sampel (g) W2 = berat abu (g) 3) Analisis Kadar Protein (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0,1-0,2 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus % Nitrogen =
V HCl – V blanko mlN HCl14,007faktor konversi mg contoh
×100%
4) Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian kondensor dan labu dipasang pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh berat tetap. Kemudian Labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang.
18
Perhitungan : W
Kadar lemak (%b/b) = W2 ×100% 1
Keterangan : W2 = Berat sampel (g) W1 = Berat lemak (g) 5) Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dengan rumus : Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (k.air + k.protein + k.lemak + k.abu) (%) 6) Analisis Serat Kasar (Apriyantono et al. 1989) Sebanyak 2 g sampel bebas lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih. Setelah itu 200 ml H2SO4 mendidih ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer kemudian diletakkan di dalam pendingin balik. Sampel di dalam erlenmeyer didihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyang. Setelah selesai, suspensi disaring dengan kertas saring. Residu dicuci dengan air mendidih hingga air cucian tidak bersifat asam (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan cara mencuci residu dengan 200 ml NaOH mendidih. Larutan tersebut kemudian didihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin balik. Setelah itu larutan disaring dengan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%, air mendidih, kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven hingga berat konstan. Setelah didinginkan di desikator, residu ditimbang. Serat kasar didapat dari rumus Kadar serat kasar
g W W 100 100g contoh W
Keterangan : W2 = Berat residu dan kertas saring kering (g) W1 = Berat kertas saring (g) W = Berat sampel yang dianalisis (g)
19
2. Tahap 2 Pengujian In Vivo Penelitian tahap 2 dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian tepung tempe kacang komak terhadap profil lipid darah dan peroksidasi lipid tikus dengan melakukan pengukuran kandungan total kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL dalam serum darah. Tikus yang digunakan sebanyak 15 ekor jenis spargue dawley jantan. Tikus tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol positif, kelompok kedua kontrol negatif, dan kelompok ketiga adalah kelompok tempe (diberi tepung tempe kacang komak). Rancangan penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 1. a. Persiapan dan Pembuatan Ransum Ransum yang diberikan kepada tikus percobaan mengacu pada AIN (American Institute of Nutrition) (Reeves et al. 1993). Komposisi ransum tikus setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, perhitungan komposisi ransum kelompok tempe dapat dilihat pada Lampiran 1. Ransum standar terdiri atas pati jagung, kasein, sukrosa, minyak kedelai, CMC, vitamin mix merek Fitkom (Tabel 6), dan mineral mix (Tabel 7). Kelompok kontrol positif diberi ransum standar dengan penambahan kolesterol 1% dan PTU (propiltiourasil). Kelompok kontrol negatif hanya diberi ransum standar. Kelompok tempe diberi ransum standar dengan penambahan kolesterol dan PTU serta mengganti kasein ransum standar dengan sampel (tepung tempe kacang komak). b. Masa Adaptasi Tikus (Arafah 1994) Lama masa adaptasi adalah tujuh hari dengan pemberian ransum standar (komposisi sama dengan kontrol negatif). Air diberikan secara ad libitum. Tikus ditempatkan secara individual dalam kandang pada ruangan dengan sirkulasi gelap terang masing-masing 12 jam dengan suhu berkisar 22-24oC.
20
Tabel 5. Komposisi Ransum Tikus (Reeves et al. 1993) Komposisi Ransum Dalam % Bahan
Pati Jagung Tepung Tempe Kasein Sukrosa Minyak Kedelai Selulosa Mineral Mix Vitamin Mix Kolesterol PTU
Kontrol Positif Kontrol Negatif (ransum standar + (ransum standar) kolesterol + PTU) 61,4 14,0 10,0 4,0 5,0 3,5 1,0 -
62,5 14,0 10,0 4,0 5,0 3,5 1,0 1,0 0,1
Tabel 6. Komposisi Vitamin Fitkom Jenis Jumlah Vitamin A 1000 IU Vitamin B1 1,4 mg Vitamin B2 1,6 mg Vitamin B6 2 mg Vitamin B12 3 mcg Vitamin C 60 mg Vitamin D3 100 IU Vitamin E 5 mg Nicotinadium 9 mg Kalsium pantotenat 5 mg
Tempe (sumber protein kasein diganti tepung tempe kacang komak + kolesterol + PTU) 33,9 45,6 10,0 3,3 1,6 2,3 1,0 1,0 0,1
% AKG 333,33 116,67 123,08 153,85 125,00 100,00 20,00 50,00 56,25 0,06
Tabel 7. Komposisi Campuran Mineral Jenis Vitamin Jumlah (g/500g) NaCl 69,99 KH2PO4 194,53 MgSO4 28,65 CaCO3 190,73 FeSO4.7H2O 13,50 MnSO4.H2O 2,01 KI 0,40 ZnSO4.7H2O 0,27 CuSO4.5H2O 0,24 CuCl2.6H2 0,01
21
c. Massa Perlakuan Masa perlakuan adalah 36 hari. Selama masa perlakuan, tikus diberi ransum sesuai dengan kelompok perlakuannya (Tabel 5) dan pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan yang dilakukan yaitu jumlah konsumsi ransum dan berat badan tikus percobaan. Banyaknya ransum yang dikonsumsi dihitung setiap hari dengan menimbang sisa ransum yang tidak dikonsumsi oleh tikus. Pengamatan berat badan masing-masing tikus dalam tiga kelompok perlakuan dilakukan tiga hari sekali selama perlakuan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan antar kelompok. d. Persiapan Sampel Darah dan Organ Pengambilan sampel darah dan organ dilakukan pada hari ke-37. Sebelum dibedah, selama 12 jam tikus dipuasakan agar data yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh konsumsi terakhir. Tikus yang akan dibedah harus dalam keadaan hidup. Eutanasia dilakukan dengan cara menarik ekor tikus sehingga tulang belakangnya lepas. Cara ini dapat menghilangkan rasa sakit tikus, namun jantung masih tetap berdetak selama beberapa menit. Tikus kemudian dipindahkan ke papan pembedahan yang dialasi aluminium foil. Kemudian tikus ditelentangkan dan digunting bagian perutnya secara vertikal ke arah leher sampai jantung tikus terlihat. Alat suntik ditusukkan ke jantung tikus dan secara perlahanlahan ditarik ke atas. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan diletakkan dalam posisi miring selama satu jam pada suhu kamar sampai terbentuk dua lapisan, lapisan bening di bagian atas dan lapisan berwarna merah di bagian bawah. Darah kemudian disentrifuse pada 894 x g selama 10 menit. Lapisan atas yang bening diambil dengan menggunakan pipet dan untuk selanjutnya dianalisis. Organ tikus (hati, ginjal, dan limpa) diambil dengan gunting bedah dan pinset, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Hati dan limpa kemudian disimpan untuk analisis (Nugroho 2007).
22
e. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus 1) Analisis Total Kolesterol (Metode CHOD-PAP) Prinsip pengujian ini adalah mereaksikan kolesterol secara hidrolisis enzimatis dan oksidasi. Hasil reaksi tersebut menghasilkan senyawa quinine yang berwarna merah, sehingga dapat dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Prosedur analisis disajikan pada Gambar 2. Komposisi reagen kolesterol terdapat di Tabel 8. Nilai kadar kolesterol didapat dari persamaan berikut : A sampel mg mg 200 Kadar kolesterol ! # dl A standar dl 0,01 ml serum/standar ditambah 1 ml reagen kolesterol Dicampur Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm Gambar 4. Prosedur Analisis Total Kolesterol. Tabel 8. Komposisi Reagen Kolesterol Komposisi Jumlah Good’s buffer pH 6,7 50 mmol/l Phenol 5 mmol/l 4-aminoantipyrine 0,3 mmol/l Kolesterol esterase >_ 200 U/I Kolesterol oksidase >_50 U/I Poroksidase >_ 3 kU/I Standar 200 mg/dl (5,2 mmol/l) 2) Analisis High Density Lipoprotein (HDL) (Metode CHOD-PAP) Prinsip penentuan HDL yaitu mengendapkan kilomikron, VLDL, dan LDL dengan menambahkan asam fosfotungstat dan ion Mg. Proses sentrifugasi akan menghasilkan hanya HDL dalam supernatan
yang
kemudian
ditentukan
secara
enzimatis
menggunakan DSI cholesterol FS. Prosedur analisis disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Komposisi reagen presepitasi terdapat di Tabel 9. Nilai kadar HDL didapat dari persamaan berikut : 23
*+
. /*01-
Kadar HDL ! ,- # . /23,4 200
*+ ,-
200 µl serum ditambah 500 µl reagen presipitasi Dicampur Diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit Disentrifuse 3578 x g, 10 menit Supernatan siap dianalisis Gambar 5. Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL. 100 µl supernatan/standar ditambahkan 1 ml pereaksi kolesterol Dicampur Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm Gambar 6. Prosedur Analisis Total HDL. Tabel 9. Komposisi Reagen Presepitasi Komposisi Jumlah Asam fosfotungstat 1,4 mmol/l Magnesium klorida 8,6 mmol/l Standar kolesterol 0,3 mmol/l Standar kolesterol 200 mg/dl (5,2 mmol/l) 3) Analisis Trigliserida (Metode GPO-PAP) Analisis kandungan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 5. Komposisi reagen trigliserida yang digunakan tertera pada Tabel 10. Kadar trigliserida didapat dari hasil perhitungan berikut : *+
. /*01-
Kadar TG ! ,- # . /23,4 200
*+ ,-
4) Analisis Low Density Lipoprotein (LDL) (Friedward et al. 1972) Kadar LDL dihitung secara langsung menggunakan rumus : 24
*+
Kadar LDL ! ,- # total kolesterol !HDL 7
89 :
#
Asumsi: TG/5 merupakan VLDL. 0,01 ml Serum/standar trigliserida ditambah 1 ml reagen trigliserida Dicampur Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm Gambar 7. Prosedur Analisis Total Trigliserida Standar. Tabel 10. Komposisi Reagen Trigliserida Komposisi Jumlah Good’s buffer pH 7,2 50 mmol/l 4-klorofenol 4 mmol/l ATP 2 mmol/l 2+ Mg 15 mmol/l glycerokinase ≥0,4 kU/I peroksidase ≥2 kU/I Lipoprotein lipase ≥2 kU/I 4-Aminoantipyrine 0,5 mmol/l Glycerol-3-phosphate-oxidase ≥ 0,5 kU/I Standar 200 mg/dl (2,3 mmol/l) 5) Indeks Aterogenik (Balsinska 1998) Indeks Aterogenik (IA) dihitung dengan rumus : IA
total kolesterol HDL HDL
6) Analisis Malonaldehida (MDA) (Conti et al. 1999) Analisis MDA ini dilakukan pada organ hati dan limpa tikus. Prinsip analisis MDA yaitu bahwa pemanasan akan menghidrolisis peroksida lipid sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan akan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah. Intensitas warna merah tersebut dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Prosedur analisis MDA pada hati dan limpa dapat dilihat pada Gambar 6. 25
Organ hati ditimbang sebanyak 1g
Organ limpa ditimbang dan dicatat beratnya
Ditambah larutan PBS dingin sebanyak 9 ml Dihancurkan dengan cara digerus Disentrifuse pada 2012 x g selama 15 menit Diambil supernatan 4 ml Ditambah 1 ml larutan TCA 15% Ditambah 1 ml TBA 0,37% dalam HCL 0,25 N Dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 oC selama 15 menit Didinginkan sampai suhu ruang Disentrifuse pada 2012 x g selama 15 menit Diukur absorbansi supernatan pada λ 532 nm Gambar 8. Prosedur Analisis MDA pada Organ Hati dan Limpa. Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana (TEP). Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Penentuan kurva standar dilakukan sama dengan penentuan sampel. Perhitungan kadar MDA sampel berdasarkan hasil ploting nilai absorbansi pada kurva standar. Konsentrasi TEP yang digunakan yaitu 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10-3 pmol/ml.
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tempe dan Tepung Tempe Pembuatan tempe kacang komak dilakukan dengan merujuk Syarif et al. (1999) yang telah dimodifikasi oleh Harnani (2009). Pembuatan tempe dengan prosedur ini menghasilkan rendemen tempe segar sebanyak 115140%. Modifikasi dilakukan pada penambahan abu. Penambahan abu sebanyak 5g/100g bahan dilakukan untuk mengurangi aroma langu. Aroma langu disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase. Enzim tersebut menghidrolisis asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap seperti keton (Sugiyono 2008). Enzim lipoksigenase merupakan suatu protein yang dapat didegradasi dengan pemanasan. Pengggunaan larutan abu yang bersifat basa dapat meregangkan struktur protein sehingga lebih mudah didegradasi (Kinsella 1979). Tempe kacang komak kemudian dijadikan tepung tempe kacang komak sebagai sampel dan diberikan kepada tikus percobaan. Prosedur pembuatan tepung tempe kacang komak memodifikasi prosedur Harnani (2009). Tahapan yang dimodifikasi yaitu suhu pengeringan. Harnani (2009) melakukan pengeringan pada suhu 50oC selama 24 jam. Pada penelitian ini, tempe kacang komak dikeringkan pada suhu 75oC selama 5-6 jam. Suhu dan waktu pengeringan tersebut dipilih dengan mempertimbangkan ketersediaan alat di laboratorium. Rendemen tepung tempe kacang komak dengan metode Harnani (2009) adalah 50%, sedangkan dengan metode yang telah dimodifikasi adalah 49,6%. Kandungan gizi tepung tempe kacang komak dianalisis untuk menyusun komposisi ransum yang akan diberikan kepada tikus. Tabel 11 menyajikan data kandungan gizi tepung tempe kacang komak. B. Pertumbuhan dan Konsumsi Ransum Masa perlakuan tikus percobaan adalah 36 hari. Selama masa perlakuan, tikus diberi makan sesuai kelompoknya seperti yang tertera pada
27
Tabel 5. Gambar 9 menggambarkan pertumbuhan tikus yang terjadi selama masa perlakuan Tabel 11. Kandungan Gizi Tepung Tempe Kacang Komak Zat Gizi Jumlah (%BB) Jumlah (%BK) Protein 30,68 32,81 Air 6,49 6,94 Abu 2,67 2,86 Lemak 1,62 1,74 Karbohidrat 58,53 63,28 Serat kasar 7,50 8,03 .
Berat Badan (g)
Kontol Negatif
Kontol Positif
Tempe
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
Lama Perlakuan (hari)
Gambar 9. Kurva Pertumbuhan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan. Gambar 9 menunjukkan baik kelompok kontrol negatif maupun kontrol positif mengalami kenaikan berat badan. Artinya terjadi pertumbuhan yang positif pada kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, kelompok tempe mengalami penurunan berat badan selama masa perlakuan. Besarnya kenaikan maupun penurunan berat badan tikus disajikan pada Tabel 12. Kontrol negatif mengalami pertambahan berat badan paling tinggi, yaitu 65 g. Kontrol positif mengalami kenaikan berat badan sebesar 30 g atau lebih kecil dari pada kontrol negatif. Tempe mengalami penurunan berat badan sebesar 11 g selama perlakuan. Kenaikan dan penurunan berat badan tikus selaras dengan tingkat konsumsi ransum. Kontrol negatif yang mengalami pertambahan berat badan paling tinggi, mengonsumsi ransum paling banyak, yaitu 10,37 g. Sebaliknya, 28
tempe yang mengalami penurunan berat badan mengonsumsi ransum paling rendah, yaitu 5,79 g. Tabel 12. Pertambahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus Pertambahan berat Konsumsi ransum Efisiensi Kelompok badan (g) (A) per hari (g) (B) ransum (B/A) Kontrol Negatif 10,37c 0,16 65c (ransum standar) Kontrol Positif 30b 7,97b 0,26 (ransum standar + kolesterol + PTU) Tempe (sumber protein kasein diganti -11a 5,79a -0,52 tepung tempe kacang komak + kolesterol + PTU) Keterangan:
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 2 dan Lampiran 3).
Lebih rendahnya konsumsi kontrol positif dan tempe apabila dibandingkan kontrol negatif, kemungkinan disebabkan terdapatnya PTU (propiltiourasil) pada ransum kontrol positif dan tempe. PTU ditambahkan untuk meningkatkan kadar kolesterol tikus dengan cara menghambat sintesis hormon tiroid (Mahfouz dan Kummerow 2000). Rasa PTU yang pahit kemungkinan merupakan penyebab rendahnya konsumsi ransum. Penurunan berat badan akibat pemberian PTU juga terjadi pada beberapa penelitian terdahulu. Hasil penelitian Joyce et al. (1993) menunjukkan tikus yang diberi PTU memiliki berat badan 57% lebih rendah daripada kontrol yang tidak diberi PTU. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Cooke dan Meisami (1991), terjadi penurunan berat badan tikus sebesar 15% pada tikus yang diberi PTU. Alternatif selain penggunaan PTU untuk membuat tikus menjadi hiperkolesterolemik
adalah
dengan
menambahkan
0,5%
natrium
tauroglikokolat pada ransum. Ramakrishna et al. (2007) menggunakan natrium tauroglikokolat pada ransum tikus. Setelah penambahan natrium tauroglikokolat selama delapan minggu, kadar kolesterol plasma tikus meningkat hingga 178,5 mg/dl tanpa terjadi penurunan berat badan.
29
Konsumsi ransum pada kelompok tempe lebih kecil dari pada kontrol positif diduga karena tepung tempe juga menyumbangkan rasa pahit pada ransum. Hal ini karena pengeringan tempe dengan suhu di atas 80oC dapat menimbulkan rasa pahit. Rasa pahit timbul akibat pembebasan asam amino dan interaksi antara asam amino dengan karbohidrat sederhana (Syarief et al. 1999). Hasil penelitian Nugroho (2007) menunjukkan terjadi penurunan berat badan sebesar 39% pada tikus yang diberi fraksi protein kacang komak dan kenaikan berat badan sebesar 7% pada tikus yang diberi fraksi non protein kacang komak. Tingkat konsumsi kedua kelompok tersebut juga berbeda. Konsumsi ransum fraksi protein kacang komak lebih rendah dari pada fraksi non protein kacang komak. Fenomena ini menunjukkan bahwa protein pada kacang komak kemungkinan dapat menurunkan selera makan tikus. Hal ini dapat dijelaskan dari uraian Nishi et al. (2003) bahwa fraksi 7S globulin (βconglicinin) dapat menekan konsumsi ransum dan pengosongan lambung dengan cara meningkatkan level plasma kolesistokinin (CCK) pada tikus. Kolesistokinin (CCK) adalah mediator fisiologis yang penting dalam mengatur kepuasan dan pengosongan lambung. Kacang komak mengandung fraksi globulin sebanyak 55,2%. Fraksi globulin tersebut terdiri atas sebagian besar 7S globulin (β-conglicinin) yaitu sebesar 20,5% (Subagio 2006). Kemampuan protein kacang komak dalam mengatur kepuasan dan pengosongan lambung menjadi peluang bagi kacang ini sebagai pangan yang dikhususkan untuk orang yang sedang melakukan usaha penurunan berat badan. Kacang kedelai juga merupakan kacang yang kaya akan protein globulin. Namun kandungan fraksi globulin 7S lebih kecil dibandingkan kacang komak, yaitu berkisar 6,40-9,70% (Wijaya dan Rohman 2001). Hal ini mengakibatkan kacang kedelai tidak memiliki efek yang sama dengan kacang komak. Hasil penelitian Reza et al. (2008) mempertegas fenomena ini. Pada penelitian tersebut, tikus yang diberi ransum protein kacang kedelai memiliki berat badan yang tidak jauh berbeda dari tikus yang diberi ransum standar (sumber protein adalah kasein).
30
Tabel 12 juga memperlihatkan rasio konsumsi ransum terhadap kenaikan berat badan (B/A). Nilai ini menunjukkan efisiensi dari ransum tersebut. Tepung tempe kacang komak memiliki nilai B/A negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak tidak efisien dalam mendukung pertumbuhan. Kemungkinan penyebabnya adalah karena kacang komak kekurangan asam amino esensial, yaitu metionin, dan masih terdapat zat anti nutrisi yang tidak hilang secara sempurna selama pengolahan. Menurut Murphy dan Colucci (1999), kacang komak memiliki anti nutrisi tanin, fitat, dan anti tripsin. Ory (1981) menambahkan, kacang komak juga memiliki hemaglutinin sebagai anti nutrisi. Tanin telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan tikus percobaan. Pengaruh tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan availabilitas karbohidrat, protein, dan lipid akibat penghambatan aktivitas enzim tripsin, kimotripsin, amilase, dan lipase. Fitat dapat menurunkan availabilitas makanan karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein sehingga protein sulit dicerna oleh enzim pencernaan. Selain itu fitat juga dapat mengikat mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, besi, dan seng. Seperti halnya tanin dan fitat, anti tripsin juga dapat menurunkan bioavailabilitas protein. Anti tripsin mampu membentuk ikatan dengan enzim tripsin sehingga enzim ini tidak dapat memecah protein (Muchtadi 1989). Nafi et al. (2007) menduga kadar anti tripsin kacang komak lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai. Hal ini berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan tidak terdeteksinya daya cerna tepung kaya protein kacang komak terhadap enzim tripsin. Hemaglutinin tersebar pada berbagai tanaman, terutama kacangkacangan. Telah dibuktikan bahwa hemaglutinin yang telah diisolasi dari bermacam-macam kacang-kacangan bersifat toksik bila diinjeksikan pada hewan percobaan. Bila dicampur dalam ransum, senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan hewan percobaan (Muchtadi 1989). Proses pembuatan tempe yang melibatkan proses pemanasan, perendaman, dan fermentasi, kemungkinan telah menurunkan sebagian besar zat anti nutrisi maupun zat toksik pada kacang komak. Osman (2007) 31
mendapatkan hasil bahwa kacang komak Saudi Arabia yang direndam selama satu hari dapat menurunkan fitat sebesar 22,19%. Selama fermentasi, kapang tempe juga memproduksi fitase yang dapat mereduksi asam fitat (Pawiroharsono 2001). Pada contoh kacang hijau, proses perebusan selama 25 menit mampu menurunkan tanin sebesar 67,36% dan anti tripsin sebesar 85,62% (Estiasih 1993). Selain itu Koswara (1989) menyebutkan, perebusan pada suhu 100oC selama 15 menit pada kacang jogo dan tunggak dapat menghilangkan aktivitas hemaglutinin hingga tidak terdeteksi secara in vitro dengan darah sapi. C. Berat Organ Organ hati, ginjal, dan limpa ditimbang pada akhir masa perlakuan. Nilai berat organ tersebut kemudian dibandingkan dengan bobot tubuh untuk mendapatkan berat relatif. Gambar 10 (A) memperlihatkan rasio berat hati terhadap berat badan tikus. Dari gambar tersebut tampak berat hati relatif tempe mempunyai nilai paling besar dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan kedua kontrol. Nilai berat hati relatif kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,030; 0,032; dan 0,044. Gambar 10 (B dan C) memperlihatkan berat relatif organ ginjal dan limpa. Dari data tersebut terlihat bahwa semua kelompok tikus memiliki nilai berat ginjal dan limpa relatif yang tidak berbeda nyata secara statistik. Hasil penelitian Nugroho (2007) memperlihatkan tikus yang diberi perlakuan dengan protein kacang komak memiliki berat hati dan ginjal relatif yang lebih besar jika dibandingkan fraksi non protein kacang komak dan kontrol. Hal ini menunjukkan fraksi protein kacang komak menyebabkan kerja hati dan ginjal lebih berat karena ukuran suatu organ berbanding lurus dengan tingkat beban kerja organ tersebut (Panjaitan et al. 2007). Hati dan ginjal merupakan organ yang berfungsi dalam detoksifikasi zat non gizi. Fungsi detoksifikasi inilah yang kemungkinan terjadi lebih besar pada tikus yang diberi ransum fraksi protein kacang komak, sehingga dapat disimpulkan sebagian besar zat non gizi terikat pada fraksi protein kacang komak.
32
Berat Hati/Berat Badan (10-2)
A
4,4 b 5 4
3,2 a
3a
3 2 1 0 Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
B
Berat Ginjal/Berat Badan (10-3)
Kelompok Tikus
7a 8 7 6 5 4 3 2 1 0
6
a
Kontrol negatif
5,6 a
Kontrol positif
Tempe
C
Berat Limpa/Berat Badan (10-3)
Kelompok Tikus
3a 2,6 a
2,6 a
3 2 1 0 Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus
Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 ((A) Lampiran 4, (B) Lampiran 5, (C) Lampiran 6).
Gambar 10. Berat Organ Relatif (A) Berat Hati Relatif, (B) Berat Ginjal Relatif, (C) Berat Limpa Relatif Tikus Percobaan Apabila hasil penelitian Nugroho (2007) dibandingkan dengan hasil penelitian ini, terlihat bahwa proses pembuatan tepung tempe kacang komak 33
dapat mengurangi kandungan zat non gizi. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa ginjal tikus tempe tidak dipengaruhi oleh tepung tempe kacang komak. Namun pengurangan ini tidak cukup besar untuk tidak mempengaruhi organ hati tikus. D. Profil Lipid Tikus 1. Total Kolesterol Serum Darah Total kolesterol serum darah tikus dianalisis pada akhir perlakuan . Berdasarkan penelitian Mahfouz dan Kummerow (2000), tikus percobaan tidak sensitif terhadap efek aterogenik akibat diet tinggi kolesterol dibandingkan dengan kelinci. Oleh karena itu, selain ditambahkan kolesterol murni pada ransum kontrol positif dan tempe, ditambahkan juga PTU (propiltiourasil) yang berfungsi meningkatkan kadar kolesterol dengan cara menghambat sintesis hormon tiroid. Peningkatan hormon tiroid dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan tingkat sekresi kolesterol menuju empedu dan selanjutnya dibuang bersama feses. Mekanisme penurunan kadar kolesterol oleh hormon tiroid yaitu hormon tiroid menginduksi peningkatan jumlah reseptor LDL pada sel-sel hati menyebabkan pembuangan yang cepat (rapid removal) LDL dari plasma oleh hati, dimana kolesterol yang tadinya ada pada LDL disekresi lewat empedu menuju feses (Guyton dan Hall 2006). Gambar 11 memperlihatkan total kolesterol serum darah tikus masing-masing kelompok. Dari gambar tersebut terlihat bahwa total kolesterol kontrol positif (143,45 mg/dl) paling tinggi, diikuti tempe (122,18 mg/dl), dan paling kecil kontrol negatif (60,23 mg/dl). Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa pemberian tepung tempe kacang komak mengakibatkan penghambatan kenaikan total kolesterol serum sebesar 21,27 mg/dl (14,82%). Hasil penelitian Nugroho (2007) juga memperlihatkan bahwa fraksi protein dan non protein kacang komak dapat menghambat kenaikan total kolesterol serum tikus. Tikus yang diberi fraksi protein kacang komak dapat menghambat 91,1 mg/ml (44,6%). Nilai penghambatan ini jauh lebih besar dari pada kemampuan penghambatan tepung tempe kacang komak. 34
Hal ini karena pada penelitian Nugroho (2007) waktu perlakuannya lebih lama, yaitu 75 hari, sehingga tikus kelompok kontrol positif telah mengalami hiperkolesterol hingga 204 mg/dl.
Total Kolesterol (mg/dl)
143,45 c 122,18 b
150 100
60,23 a
50 0 Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1(Lampiran 7).
Gambar 11. Total Kolesterol Tikus Percobaan. Khayrani (2008) juga membuktikan bahwa tikus diabetes yang diberi kolesterol dan ditambah konsentrat protein kacang komak dapat menghambat kenaikan kolesterol sebesar 41,94 mg/dl (46,98%) apabila dibandingkan dengan kontrol. Pengahambatan kolesterol ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Brata-Arbai (1994). Pada penelitan tersebut, manusia yang mengalami hiperlipidemia mengonsumsi 150 g tempe kedelai selama dua minggu. Hasilnya total kolesterol menurun sebesar 8,38%. Penurunan total kolesterol kolesterol yang lebih tinggi terjadi pada kelompok manusia yang diberi tepung tempe kedelai yang sudah dimodifikasi, yaitu 18,59%. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan membuat minuman yang mengandung tepung tempe, lesitin, serat, campuran minyak sayur, dan aspartam. Mekanisme penurunan kolesterol akibat konsumsi kacang komak belum diketahui secara pasti. Khayrani (2008) telah meneliti kolesterol pada feses tikus. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar kolesterol feses kontrol dengan kelompok tikus yang diberi konsentrat protein kacang komak, walau total kolesterol serumnya berbeda. Hal ini 35
menunjukkan bahwa penurunan kolesterol akibat pemberian konsentrat protein kacang komak tidak melalui pembuangan feses. Chen et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat lima kemungkinan cara suatu pangan atau obat-obatan menurunkan kolesterol. Empat diantaranya adalah melalui penghambatan enzim HMG-CoA (3-hidroksi3-metilglutaril-CoA) reduktase, aktivasi reseptor LDL, penghambatan ACAT (asil-koenzim A kolesterol asiltransferase), dan penghambatan penyerapan asam empedu. Salah satu atau beberapa dari keempat mekanisme itu kemungkinan yang menjadi cara tepung tempe kacang komak dalam menghambat kenaikan kolesterol serum. Enzim HMG-CoA reduktase merupakan enzim yang dibutuhkan dalam pembuatan kolesterol. Oleh karena itu, jika kerja enzim ini dihambat maka sintesis kolesterol pun dapat dihambat. Aktivasi LDL reseptor dapat menurunkan kolesterol serum karena reseptor LDL membantu dalam pembuangan LDL-C dari darah. Fitoesterogen yang terdapat dalam tanaman dapat mengaktivasi reseptor ini. Di dalam tubuh, ACAT berfungsi membantu penyerapan kolesterol di usus dan sekresi VLDL dari hati ke darah. Artinya, penghambatan aktivitas ACAT akan menurunkan kolesterol plasma dengan menurunkan absorpsi kolesterol di usus dan produksi VLDL di hati (Chen et al. 2008). Asam empedu merupakan hasil metabolisme utama kolesterol. Pengikatan asam empedu di usus mencegah asam empedu diserap kembali, pada akhirnya asam empedu ini dibuang ke feses. Ekskresi ini memicu hati untuk membuat asam empedu baru dari kolesterol yang diambil dari darah, sehingga kolesterol darah menurun (Chen et al. 2008). Serat dalam bahan pangan dapat berperan dalam pengikatan asam empedu di usus (Walker 1994). Merujuk pada tempe kedelai, Brata-Arbai (2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen tempe kedelai yang memiliki efek menurunkan
kolesterol.
Komponen
tersebut
antara
lain
protein,
polyunsaturated fatty acid (PUFA), serat, niasin, vitamin E, karetonoid, isoflavon, dan kalsium. Protein, serat, dan kalsium dapat menghambat 36
penyerapan asam empedu di usus. Selain itu protein dan PUFA juga meningkatkan aktivasitas reseptor LDL. Niasin dapat menurunkan kolesterol karena dapat meningkatkan katabolisme VLDL oleh enzim lipoprotein lipase dan menghambat lipolisis jaringan adiposa yang merupakan bahan baku VLDL. Vitamin E, karetonoid, dan isoflavon merupakan antioksidan yang dapat menjaga sel dari serangan radikal bebas. Hal ini membuat sel dapat bekerja dengan baik, sehingga dapat menjaga metabolisme lipid tubuh tetap dalam kondisi normal. Selain itu vitamin E juga dapat menghambat kerja HMG-CoA reduktase. Komponen-komponen pada tempe kedelai yang dapat menurunkan kolesterol tersebut kemungkinan juga terdapat pada kacang komak. Syarifudin (2003) telah membuktikan bahwa kacang komak memiliki fraksi protein globulin 7S dan 11S yang mirip dengan kacang kedelai. Untuk mengetahui ada atau tidak komponen lainnya di kacang komak atau di tepung tempe kacang komak, perlu dilakukan analisis lebih lanjut. Zat anti nutrisi yang terdapat pada kacang komak kemungkinan juga memiliki peran dalam penghambatan kenaikan kolesterol serum. Anti nutrisi yang terdapat di kacang komak antara lain tanin, fitat, dan anti tripsin (Colucci 1999). Ketiga anti nutrisi tersebut memiliki kemampuan dalam mengikat asam empedu di usus dan dibuang melalui feses. Hal ini dapat menurunkan total kolesterol darah (Johansson et al. 1992; Nakamura et al. 2001; Hyeon Lee et al. 2007). 2. Kadar Trigliserida Serum Darah Kadar trigliserida serum tikus dapat dilihat pada Gambar 12. Apabila dibandingkan kontrol positif, kadar trigliserida tempe lebih kecil yaitu 19,51 mg/dl untuk tempe dan 27,73 mg/dl untuk kontrol positif, walau tidak berbeda nyata secara statistik pada α=0,1. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian Chau et al. (1998) yang mendapatkan hasil bahwa kadar trigliserida hamster yang mengonsumsi ransum konsentrat protein kacang komak lebih rendah dibandingkan hamster kelompok kontrol positif. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Nugroho (2007) yang mendapatkan kadar trigliserida tikus yang mengonsumsi fraksi 37
protein kacang komak lebih besar walau tidak berbeda nyata dibandingkan
Trigliserida (mg/dl)
kontrol positif.
50
42,45 a
40
27,73 ab 19,51 a
30 20 10 0 Kontrol negatif Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1(Lampiran 8).
Gambar 12. Kadar Trigliserida Tikus Percobaan. Penurunan yang tidak signifikan terjadi pada manusia yang mengalami hiperlipidemia yang diberi 150 g tempe kedelai selama dua minggu. Penurunan yang terjadi sebesar 9,19% (Brata-Arbai 1994). Penelitian lain menunjukkan bahwa protein kacang kedelai secara n yata menghambat kenaikan trigliserida plasma darah tikus pada akhir masa perlakuan (11 minggu) apabila dibandingkan kontrol yang diberi kasein
(Reza 2008). Kontrol negatif memiliki kandungan trigliserida paling besar, yaitu 42,45 mg/dl. Nilai ini juga tidak berbeda nyata terhadap kontrol positif
pada α=0,1. Nugroho (2007) mendapatkan kadar trigliserida kontrol negatif juga paling tinggi dibandingkan kelompok tikus lainnya. Tingginya kadar trigliserida kontrol negatif kemungkinan karena konsumsi kelompok tikus ini paling tinggi. Tingginya konsumsi ransum menyebabkan semakin besarnya lemak yang disimpan dalam bentuk trigliserida. Selain itu, jika terdapat kelebihan karbohidrat dan protein maka akan diubah diubah juga menjadi trigliserida. Trigliserida ini disintesis di hati dan diangkut melalui darah menuju jaringan adiposa (Guyton 1987). Hal inilah yang menjadi kemungkinan penyebab tingginya trigliserida
serum darah kontrol negatif. 38
Alasan yang sama juga menjadi kemungkinan rendahnya trigliserida kelompok tikus tempe. Tikus kelompok tempe memiliki tingkat konsumsi paling rendah, sehingga penyimpanan lemak, karbohirat, dan protein dalam bentuk trigliserida juga kecil. Kemungkinan lain penyebab rendahnya trigliserida tempe adalah karena kemampuan protein tepung tempe kacang komak dalam menghambat penyerapan asam empedu. Merujuk pada hasil penelitian Syarifudin (2003) yang mendapatkan hasil bahwa protein kacang komak mirip dengan protein kedelai. Yu-Hsin (2008) menyatakan bahwa protein kacang kedelai dapat mengikat asam empedu di usus. Pengikatan asam empedu ini mengakibatkan penyerapan lemak melalui kilomikron terhambat. Kilomikron itu sendiri kaya akan trigliserida (Marinetti 1990). Tanin dan fitat yang terdapat pada kacang komak kemungkinan juga berperan dalam menurunkan kadar trigliserida serum. Park et al. (2002), melaporkan bahwa tanin dapat menurunkan kadar trigliserida plasma darah. Tanin dapat menghambat kerja HMG–CoA dan asilkoenzim A kolesterol asiltransferase (ACAT) yang merupakan enzim untuk mensintesis kolesterol dan absorpsi kolesterol serta pelepasannya ke darah. Hasil penelitian Hyen Lee et al. (2007), menunjukkan kadar
trigliserida serum darah tikus tua (umur 15 bulan) yang diberi fitat tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun kadar trigliserida di hati turun secara signifikan. Mekanisme penurunan kadar trigliserida ini melalui sekresi asam empedu melalui feses. Hal ini terbukti dari tingginya kadar trigliserida feses tikus yang diberi fitat apabila dibandingkan dengan kontrol. 3. Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Serum Darah Kadar HDL kontrol negatif lebih besar dari pada kontrol positif walau tidak berbeda nyata pada α=0,1. Kadar HDL tempe paling kecil apabila dibandingkan dengan kedua kontrol, namun tidak berbeda nyata pada α=0,1 terhadap kontrol positif. Nilai HDL kontrol negatif, kontrol 39
positif, dan tempe berturut-turut adalah 27,28 mg/dl, 23,50 mg/dl, dan 19,02 mg/dl. Gambar 13 menyajikan data Kadar HDL serum darah tikus ketiga perlakuan tersebut.
Kadar HDL (mg/dl)
27,28 b
23,50 ab
30 25 20 15 10 5 0
19,02 a
Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 9).
Gambar 13. Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Khayrani (2008)
dan Chau et al. (1994). Pada penelitian Khayrani (2008) yang menggunakan tikus diabetes, tikus yang diberi protein kacang komak memiliki HDL serum 37,65% lebih rendah dari pada kontrol positif. Chau
et al. (1994) meneliti protein kacang komak dari Cina, hasilnya konsentrat protein kacang komak dapat menurunkan kolesterol tetapi tidak memiliki kemampuan menaikkan kadar HDL. Hasil yang berbeda didapat oleh Nugroho (2007). Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa tikus yang diberi ransum protein kacang komak memiliki HDL serum 44,2% lebih banyak dari pada kontrol positif. Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kondisi tikus dan cara pengolahan kacang komak yang berbeda akan menghasilkan efek yang berbeda pada kadar HDL serum. Tikus dengan kondisi diabetes, cara pembuatan konsentrat protein metode Khayrani (2008), dan pengolahan kacang komak menjadi tepung tempe kacang komak pada penelitian ini, tidak dapat meningkatkan kadar HDL serum darah tikus. Berbeda dengan kacang komak, kacang kedelai yang dibuat tempe dapat
menaikkan
kadar
HDL
darah.
Brata-Arbai
(1994)
telah 40
membuktikan manusia yang mengalami hiperlipidemia jika mengonsumsi tempe sebanyak 150 g per hari selama dua minggu dapat menaikkan HDL plasma sebanyak 8,47%. Zat pada tempe kedelai yang dapat meningkatkan kadar HDL darah salah satunya adalah isoflavon. Sanders et al. (2002) membandingkan efek peningkatan HDL kacang kedelai yang mengandung isoflavon dengan kacang kedelai yang telah dihilangkan isoflavonnya. Hasil penelitian tersebut yaitu kacang kedelai yang mengandung isoflavon dapat menurunkan 4% kolesterol plasma dan meningkatkan 6% apolipoprotein A-I dibandingkan kacang kedelai tanpa isoflavon. Apolipoprotein A-I merupakan protein utama penyusun HDL. Keberadaan isoflavon di kacang komak belum diketahui. Namun demikian terdapat kemungkinan keberadaan isoflavon di tempe kacang komak. Hal ini karena selama proses fermentasi, beberapa bakteri dapat mensintesis isoflavon. Isoflavon yang disintesis oleh mikroba ini disebut isoflavon faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) (Pawiroharsono 2001). Bakteri yang dapat mensintesis isoflavon faktor II antara lain Brevibacterium epidermides, Micrococcus luteus, dan Microbacterium arborescens (Borger-Papendorf dan Barz 1991). Oleh karena itu rendahnya kadar HDL kelompok tikus yang diberi tepung tempe kacang komak kemungkinan disebabkan tiga faktor, (1) kacang komak memang tidak memiliki isoflavon seperti kedelai dan selama proses fermentasi tidak terbentuk isoflavon faktor II, (2) selama proses fermentasi terbentuk isoflavon faktor II namun kadarnya sangat kecil, (3) proses pengeringan tempe untuk menjadi tepung tempe menyebabkan isoflavon yang terdapat di tempe rusak. Tensiska et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak antioksidan isoflavon relatif tidak tahan panas baik suhu pasteurisasi maupun sterilisasi yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas sampai 50 %. Ketiga kemungkinan ini perlu analisis lanjutan untuk membuktikannya. Tingginya kadar HDL pada kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan khusus apapun, kemungkinan disebabkan oleh tingginya konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang tinggi artinya asupan protein yang masuk ke tubuhnya juga lebih tinggi. HDL merupakan lipoprotein 41
dengan komposisi dominan yaitu protein (Marinetti 1990). Oleh karena itu kemampuan tubuh tikus kontrol negatif untuk memproduksi HDL lebih tinggi karena ketersediaan protein di dalam tubuhnya juga lebih tinggi dari pada kedua kelompok tikus lainnya.
4. Kadar Low Density Liporotein (LDL) Serum Darah Gambar 14 menunjukkan kadar LDL serum darah dari ketiga kelompok tikus. Dari gambar tersebut tampak tampak kadar LDL kontrol negatif paling kecil dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL tempe lebih kecil 13,23% dari pada kontrol positif, walau tidak berbeda nyata pada α=0,1. =0,1. Kadar LDL kontrol negatif adalah 114,39 mg/dl dan tempe adalah
99,26 mg/dl. Penurunan LDL darah juga ditemukan pada penelitian Nugroho (2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) mendapatkan hasil tikus yang diinduksi kolesterol dan mengonsumsi protein kacang komak mampu menghambat kenaikan LDL sebesar 67,52%. Tikus diabetes yang diberi protein kacang komak pada penelitian Khayrani (2008) menunjukkan kemampuan menghambat kenaikan LDL sebesar 54,40%.
114,39 b 99,26 b
Kadar LDL (mg/dl)
120 100
80 60 40
24,45 a
20 0 Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 10).
Gambar 14. Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan. Kadar LDL tempe walau lebih kecil dari pada kontrol positif, namun selisihnya tidaklah terlalu besar jika dibandingkan hasil penelitian
Nugroho (2007) 2007) dan Khayrani (2008). Hal ini menunjukkan bahwa tepung 42
tempe kacang komak tidak secara nyata menurunkan LDL serum. Masih tingginya kandungan LDL serum tikus kelompok tempe dibandingkan kelompok kontrol negatif, kemungkinan karena konsumsi ransum kelompok ini yang sangat rendah. Rendahnya konsumsi ransum menyebabkan tikus kekurangan kalori. Pada saat sel-sel di dalam tubuh tikus membutuhkan tambahan kalori, sedangkan asupan makanan kurang, maka hati akan memproduksi VLDL yang mengandung 56% triasilgliserol dan 23% kolesterol ke dalam darah. Triasilgliserol kemudian dipecah menjadi asam lemak untuk memenuhi kebutuhan sel. VLDL yang telah berkurang triasilgliserolnya akan menjadi LDL (13% triasilgliserol dan 58% kolesterol). LDL yang tersisa selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor dan dibawa kembali ke hati (Marinetti 1990). Kecepatan produksi VLDL dan pembongkaran triasilgliserol VLDL yang tidak seimbang dengan pengembalian LDL ke hati inilah yang kemungkinan menyebabkan LDL serum di tempe masih cukup tinggi apabila dibandingkan kontrol negatif. Penurunan kadar LDL sebesar 13,23% pada tikus tempe tersebut apabila dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan protein kacang komak memang relatif sangat rendah. Namun jika dibandingkan dengan tempe kedelai nilai ini masih lebih besar. Brata-Arbai (1994) meneliti efek tempe kedelai terhadap profil lipid manusia yang mengalami hiperlipidemia.
Hasil
penelitian
tersebut
menunjukkan,
setelah
mengonsumsi tempe kedelai selama dua minggu hanya menurunkan LDL darah sebesar 8,29%. Kemampuan menghambat kenaikan kadar LDL tepung tempe kacang komak kemungkinan karena sampel ini masih mengandung beberapa zat anti nutrisi. Anti nutrisi yang terdapat di kacang komak antara lain tanin, fitat, dan anti tripsin (Colucci 1999). Yugarani et al. (1992) menyatakan bahwa tanin mampu menurunkan kadar LDL dan trigliserida tanpa mempengaruhi kadar HDL. Hasil penelitian Hyen Lee et al. (2007)
menunjukkan bahwa tikus tua (15 bulan) yang diberi diet 1,5% asam fitat, mengalami penurunan kadar LDL serum secara signifikan. 43
Wright (1998) mendapatkan paten atas penemuannya, yaitu kemampuan α1-antitripsin untuk meningkatkan jumlah reseptor LDL dan meningkatkan sintesis asam empedu di hati. 5. Indeks Aterogenik (IA)
Indeks Atherogenik
5,99 b 5,14 b
6 5 4 3 2
1,26 a
1 0
Kontrol negatif
Kontrol positif
Tempe
Kelompok Tikus Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 11).
Gambar 15. Indeks Aterogenik Tikus Percobaan. Indeks aterogenik (IA) merupakan indikator untuk mengetahui
resiko aterosklerosis (Sihombing 2003). Semakin tinggi nilai IA, maka semakin tinggi pula resiko terkena aterosklerosis. Nilai IA normal yaitu ≤
5 (Vidyadaran et al. 1997). Gambar 15 memperlihatkan nilai IA ketiga kelompok tikus yang dianalisis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai IA tempe paling tinggi, walau tidak berbeda nyata dengan kontrol positif pada α=0,1.
kontrol negatif memiliki nilai IA paling kecil. Nilai IA kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 1,26; 5,14; dan 5,99. Tidak adanya perbedaan nilai IA tempe terhadap kontrol positif secara statistik, sejalan dengan rendahnya kadar HDL kelompok tikus ini
apabila dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar 13). Ginsberg dan Karmally (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
aterosklerosis adalah karena rendahnya kadar HDL darah. HDL diketahui dapat menurunkan resiko aterosklerosis melalui dua hipotesis mekanisme. Pertama, melalui mekanisme pengangkutan balik 44
kolesterol dari jaringan ke hati. Kedua, kemampuan antiaterogenik HDL terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan dan atau antiagregasi di saluran darah. Secara in vitro Apo A-I dapat melindungi LDL dari serangan oksidasi. Apo A-I merupakan protein utama penyusun HDL (Ginsberg dan Karmally 2000). E. Peroksidasi Lipid (Malonaldehida (MDA)) Malonaldehida ditemukan di jaringan manusia dan hewan sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid (IARC 1985). Kadar MDA dalam suatu jaringan dapat menjadi indikator tingkat serangan radikal bebas terhadap lipid di jaringan tersebut. Selain itu, kadar MDA juga dapat menjadi indikator keefektifan antioksidan dalam suatu pangan di dalam tubuh. Kadar MDA pada penelitian ini dianalisis pada organ hati dan limpa. Hati dan limpa dipilih karena kedua jaringan ini memiliki fungsi dalam metabolisme lemak. Limpa memiliki peran dalam penyerapan lemak dari usus halus ke darah (Nigam 2008). Hati juga memiliki peran dalam mendegradasi asam lemak menjadi energi, mensintesis trigliserida dari karbohidrat dan protein, dan memproduksi lemak lainnya seperti kolesterol dan fosfolipid. Selain itu, hati juga memiliki kemampuan untuk melakukan desaturasi asam lemak sehingga trigliserida yang ada di hati umumnya dalam bentuk tidak jenuh (Guyton 1987). Keberadaan asam lemak tidak jenuh di hati membuat lipid hati menjadi sensitif terhadap oksidasi. Penentuan kadar MDA organ hati dan limpa dilakukan secara spektrofotometrik. Sebagai standar digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana (TEP) dengan konsentrasi 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10-3 pmol/ml. Persamaan kurva standar yang didapat yaitu y = 0,008x + 0,030 dengan R² = 0,956, dimana y = absorbansi dan x = konsentrasi MDA (10-3 pmol/ml). Kurva standar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Gambar 16 menunjukkan kadar MDA hati dan limpa ketiga kelompok tikus. Dari gambar tersebut diketahui kadar MDA hati kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 0,04; 0,02; dan 0,04 pmol/ml. Kadar MDA limpa kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 0,1; 0,09; 0,1 pmol/ml. Nilai MDA ini relatif sangat kecil bila dibandingkan 45
dengan hasil Nugroho (2007). Kadar MDA hati dan darah pada penelitian Nugroho (2007) memiliki satuan µmol/ml. Perbedaan ini kemungkinan
karena berbedanya jenis dan lama perlakuan tikus. Perbedaan jenis tikus kemungkinan juga diikuti dengan perbedaan metabolisme. Perbedaan lama perlakuan mengakibatkan perbedaan paparan oksidatif sehingga semakin lama perlakuan semakin besar kemungkinan tikus mengalami mengalami stres oksidatif. Nugroho (2007) menggunakan tikus wistar dengan lama perlakuan 75 hari, sedangkan pada penelitian ini digunakan tikus jenis spargue dawley dengan lama perlakuan 36 hari. Selain itu, Nugroho (2007) juga mendapati kadar MDA darah jauh lebih besar dibandingkan hati. Oleh karena itu darah lebih sensitif dan lebih baik untuk dijadikan sampel dibandingkan hati. Kontrol Negatif
Kontrol Positif
0,10 a 0,09 a 0,10 a
0,12 Kadar MDA (pmol/g)
Tempe
0,10 0,08 0,06
0,04 b 0,02 a 0,04 b
0,04 0,02 0,00 Hati
Limpa
Jenis Organ Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 13 dan Lampiran 14).
Gambar 16. Kadar MDA Hati dan Limpa Tikus Percobaan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa tepung tempe kacang komak tidak mampu menurunkan kadar MDA hati dan limpa tikus. Hal ini diperkuat oleh Nugroho (2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) meneliti efek protein kacang komak terhadap kadar MDA hati dan darah tikus yang diberi
kolesterol yang hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol. Khayrani (2008) juga mendapatkan hasil yang sama ketika meneliti efek protein kacang komak terhadap kadar MDA MDA serum darah tikus yang mengalami diabetes. 46
Tidak adanya pengaruh tepung tempe dan fraksi protein kacang komak terhadap kadar MDA hati, serum, dan limpa, menunjukkan tidak adanya aktivitas antioksidan yang nyata dari sampel tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Yulia (2007) dan Harnani (2009). Hasil penelitian Yulia (2007) secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak kacang komak memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari pada asam askorbat dengan metode DPPH. Khusus untuk ekstrak fraksi protein memiliki aktivitas antioksidan 7,1 kali lebih besar dibandingkan dengan asam askorbat. Total fenol kacang komak juga relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kacang kedelai. Kacang komak mengandung total fenol sebesar 23.285,6 ppm, sedangkan kedelai hanya 11.330 ppm. Kapasitas antioksidan tepung tempe kacang komak yang diekstrak dengan air dan dinalisis secara in vitro dengan metode DPPH memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dari pada kacang komak. Tepung tempe kacang komak yang diekstrak dengan air memiliki kapasitas antioksidan sebesar 964,5 AEAC, sedangkan kacang komak hanya 216,7 AEAC (Harnani 2009). Terdapat dua kemungkinan alasan dari tidak adanya korelasi antara kandungan antioksidan dengan kemampuan penghambatan MDA pada tepung tempe dan protein kacang komak. Pertama bioavailabilitas antioksidan tersebut kecil. Kedua, khusus untuk tepung tempe kacang komak, antioksidan yang terdapat pada sampel ini kemungkinan rusak akibat pemanasan selama pengeringan. Hal ini didasarkan pada sampel yang dianalisis kapasitas antioksidannya oleh Harnani (2009) dikeringkan pada suhu 50oC, sedangkan tempe kacang komak pada penelitian ini dikeringkan pada suhu 75oC.
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
F. Kesimpulan Konsumsi ransum berkolerasi positif terhadap pertumbuhan berat badan. Tikus kelompok Tempe yang mengkonsumsi ransum paling rendah, mengalami peningkatan berat badan yang paling kecil bila dibandingkan dengan kedua kontrol. Tikus kelompok Tempe memiliki berat hati relatif yang lebih besar dari pada Kontrol Positif dan Kontrol Negatif. Berat relatif ginjal dan limpa tidak berbeda nyata untuk semua kelompok. Tepung tempe kacang komak mampu menghambat kenaikan total kolesterol secara signifikan sebesar 14,82%. Kadar trigliserida dan HDL serum Tempe paling kecil bila dibandingkan dengan kedua kontrol. Walau tidak signifikan secara statistik, LDL tikus Tempe 13,23% lebih rendah dibandingkan Kontrol Positif. Indeks atherogenik Tempe tidak berbeda nyata dengan Kontrol Positif. Kadar malonaldehida (MDA) diukur sebagai indikator tingkat peroksidasi lipid. Hasil pengukuran menunjukkan tepung tempe kacang komak tidak mampu menurunkan kadar MDA baik pada organ hati maupun limpa. G. Saran Hal-hal yang dapat disarankan untuk penelitian berikutnya adalah: 1. Mengoptimasi proses pembuatan tepung tempe kacang komak untuk menghilangkan rasa pahit, misalnya dengan menggunakan suhu di bawah 75oC pada tahap pengeringan 2. Untuk
mendapatkan
hasil
yang
lebih
akurat
dilakukan
analisis
malonaldehida darah karena kenaikan kadar malonaldehida darah lebih cepat terjadi dibandingkan organ hati maupun limpa 3. Menganalisis kolesterol feses tikus untuk menduga mekanisme penurunan kolesterol serum
48
4. Melakukan penelitian serupa dengan penelitian ini, namun dengan sampel tempe kacang komak untuk mengetahui pengaruh proses penepungan terhapap profil dan peroksidasi lipid tikus 5. Meneliti konsentrasi zat-zat anti nutrisi yang dikandung kacang komak, tempe kacang komak, dan tepung tempe kacang komak.
49
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC: AOAC Intl. Arafah E. 1994. Ketersediaan hayati β-karoten dan interaksinya dengan mineral besi (Fe) pada bayam (Amaranthus hybridus L.) [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Balasinska B. 1998. Hypocholesterolemic effect of food dietary evening primerose (Oenothera paradoxa) cake extract in rats. Food Chemistry 63(4):453-459. Bird RP, Draper HH. 1984. Comparative study on different methods of malonaldehyde determination. In: Method in Enzimology. p: 105-299. Borger-Papendorf G, Barz W. 1991. Metabolism of isoflavones and formation of factor-II by tempe-producing microorganisms (Part I). Cologne: Tempe workshop TUV Rheinland. [21 Okt 1991]. Brata-Arbai AM. 1994. Efek normolipidemik ‘tempe A5’ dan ‘tempe’ terhadap profil lipid penderita dislipidemia [disertasi]. Program pascasarjana, Universitas Airlangga. Brata-Arbai AM. 2001. Cholesterol lowering effect of tempe. In: Agranoff J, editor. The Complete Handbook of Tempe. 2nd ed. American Soybean Association. hlm 51-70. Chau CF, Cheung PTK, Wong YS. 1998. Hypocholesterolemic effect of protein concentrates from three chinese indigenous legume seeds. J. Agric. Food Chem 46:3698-3701. Chen ZY, Jiao R, Ma KY. 2008. Cholesterol-lowering nutraceuticals and functional foods. J Agric Food Chem 56:8761-8773. Cooke PS, Meisami E. 1991. Early hypothyroidism in rats increases adult testis and reproductive organ size but does not change testosterone levels. Endocrinology 129:237-243. Conti M, Moramd PC, Levillaind P, Lemonnier A. 1991. Improve fluorometric determination of malonaldehyde. J Clin Chem Soc 103:6472-6477. Duke JA. 1983. Handbook of Legumes of World Economic Importance. New York: Plenum Press. Ersland DR, John WSB, Rod C, Timothy CH. 1983. The storage protein of Phaseolus vulgaris L., Vicia faba L., dan Pisum sativum L. In: Gottschalk, 50
Muller, editor. Seed Protein, Biochemistry, Genetics, Nutritive Value. London: Martinus Nijhoff Publishers. p 355-370. Estiasih T. 1993. Pengaruh cara pembuatan tepung kacang hijau (Vigna radiata (L) Wilezck) terhadap kandungan gizi dan antinutrisi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Friedwald WT, Levy RI, Fredrikson DS. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without use of the preparative ultra-centrifuge. Clin Chem 18:499-502. Ginsberg HN, Goldberg IJ. 1998. Disorder of intermediary metabolism. In: Ziegler EE, Filer LJ, editor. Present Knowledge in Nutrition 7th Edition. Washington DC: International Life Science Institute Press. Ginsberg HN, Karmally W. 2000. Nutrition, lipids, and cardiovascular disease. In: Stipanuk MH, editor. Biochemistry and Physiological Aspects of Human Nutrition. Philadelphia: Saunders. p 945-960. Guyton AC. 1987. Human Physiology and Mechanisms of Disease Fourth Edition. Philadelphia: W.B. Sauders Company. Guyton, Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. eBook. Elsevier Inc. Harnani S. 2009. Studi karakteristik fisikokimia dan kapasitas antioksidan tepung tempe kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hyen Lee S et al. 2007. Dietary phytic acid improves serum and hepatic lipid levels in aged ICR mice fed a high-cholesterol diet. J Nutr Res 27:505–510. IARC. 1985. Allyl compounds, aldehydes, epoxides and peroxides, lyon. IARC Monographs on the Evaluation of the Carcinogenic Risk of Chemicals to Humans. Vol 36. p 163–177. Johansson J, Grondal S, Sjovall J, Jornvall H, Curstedt T. 1992. Identification of hydrophobic fragments of α1-antitrypsin and Cl protease inhibitor in human bile, plasma and spleen. Febs Letters 299:146-148. Joyce KL, Porcelli J, Cooke PS. 1993. Neonatal goitrogen treatment increases adult testis size and sperm production in the mouse. J Andrology 14:448-455. Kay ED. 1979. Food Legumes. London: Tropical Products Isntitute. Khayrani AC. 2008. Pengaruh konsentrat protein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) terhadap kadar glukosa darah, profil lipid, dan peroksidasi lipid tikus diabetes [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
51
Kinsella JE. 1979. Functional properties of soy proteins. J Amer Oil Chem Soc 56:242-258. Krause MV, Mahan LK. 1984. Food Nutrition and Diet Theraphy. Canada: Sunders Company. Koswara S. 1989. Mempelajari senyawa toksik dan antinutrisi pada kacang jogo (Phaseolus vulgaris L) dan kacang tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp.) serta cara inaktivasinya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Langseth L. 1995. Oxidant, Antioxidant and Disease Prevention. Belgium: ILSI Europe. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI Press. Mahfouz MM, Kummerow FA. 2000. Cholesterol-rich diets have different effects on lipid peroxidation, cholesterol oxides, and antioxidant enzymes in rats and rabbits. J Nutr Biochem 11:293-302. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Bahan Pengajaran Penggunaan HewanHewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Mann J, Skeaff M. 2002. Lipids. In: Man J, Truswell A, editor. Essential of Human Nutrition 2nd. Oxford. Mardiah. 1992. Mempelajari Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pengembangan Produk Olahannya sebagai Makanan Tambahan bagi Anak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Marinetti GV. 1990. Disorders of Lipid Metabolism. New York: Plenum Press. Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1984. Review of Biochemistry. California: Lange Medical Publication. Martoyuwono T. 1984. The utilization of lablab bean for human food [Thesis]. Kensington: Univ of New South Wales. Mayes PA, Danyl KG, Victor WR, David WM. 1987. Review of Biochemistry. 20th ed. California: Lange Medical Publication. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia: Satu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2 Ed Ke-4. Ismadi M, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 52
Murphy AM, Colucci PE. 1999. A tropical forage solution to poor quality ruminant diets: A review of Lablab purpureus. Livestock Research for Rural Development (11) 2. http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd11/2/colu.htm [28 Okt 2009]. Nawar W. 1985. Lipids. In: Fenema OR. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker. Navi A, Susanto T, Subagio A. 2007. Pengembangan tepung kaya protein (TKP) dari koro komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) dan koro kratok (Phaseolus lunatus). J Teknologi dan Industri Pangan XVII(3):159-165. Nigam Y. 1 Apr 2008. The lymphatic http://www.nursingtimes.net [9 Nov 2009].
system.
NT
104(13):52-54.
Nishi T, Hara H, Tomita F. 2003. Soybean β-conglycinin peptone supresses food intake and gastric emptying by increasing plasma cholecytokinin levels in rats. American Society for Nutritional Sciences. Nugroho P. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan Non Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L) Sweet) terhadap Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tinggi Kolesterol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ory RL. 1981. Antinutrients and Natural Toxicants in Foods. Wesport: Food and Nutrion Press inc. Panjaitan RGP et al. 2007. Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal tikus. Makara Kesehatan 11(1):11-16. Park SY et al. 2002. Effect of rutin and tannic acid supplements on cholesterol metabolism in rats. J Nutr Res 22(3):283–295. Pawiroharsono S. 1995. Potensi Tempe dan Pengembangan Industri Tempe Generasi III. Di dalam : Prosiding Simposium Sehari. Pengembangan Industri Makanan dari Kedelai. Jakarta. Pawiroharsono S. 2001. Microbiological aspects of tempe. In: Agranoff J, editor. The Complete Handbook of Tempe. 2nd ed. American Soybean Association. p 93-115. Ramakrishna V, Rani PJ, Rao PR. 2007. Hypocholesterolemic effect of diet supplemented with Indian bean (Dolichos lablab (L.) var lignosus) seeds. Nutr Food Sci 37(6):452-456. Reeves PG, Nielsen FH, Fahey GC. 1993. AIN-93 Purrified Diets for Laboratory Rodents: Final Report of the American Institute of Nutrition Ad Hoc Writing Committee on the Formulation of the AIN-76 A Rodent Diet. Urbana: University of Illinois. 53
Reza NM, Fatemeh BR, Fahimeh MT, Fatemeh GN, Morteza BR. 2008. Hypocholesterolemic effects of dietary soybean vs. casein protein in a crossed over diets in rat. Pakistan J Bio Sci 11(11):1467-1471. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sapuan, Sutrisno N. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia. Sawit MH, Bachri S, Nuryanti S, Dabukke FBM. 2006. Fleksibilitas penerapanan special safeguard mechanism (SSM) dan kaji ulang kebijakan domestik support (DS) untuk special product (SP) Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Sihombing ABH. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Sumber Serat Pangan dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sitepoe M. 1993. Kolesterol FOBIA: Keterkaitan dengan Penyakit Jantung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Soetardjo S. 1990. Pengaruh Diit pada Lipida Darah dan Penyakit Jantung Koroner. Di dalam: Anonim. Gizi Menuju Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Jakarta: Prosiding Khusus Pangan Ilmu Gizi dan Kongres VIII PERSAGI. hlm 174-180. Subagio A. 2006. Characterization of hyacinth bean (Lablab purpureus (L) Sweet) seeds from Indonesia and their protein isolate. J Food Chem 95:65-70. Sugiyono. 2008. Kedelai, dari tempe sampai tahu. http://www.kompas.com [24 Apr 2009]. Murphy AM, Colucci PE. 1999. A tropical forage solution to poor quality ruminant diets: A review of Lablab purpureus. Livestock Research for Rural Development (11) 2. http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd11/2/colu.htm [28 Okt 2009]. Syarief R et al. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala. Syarifudin RA. 2003. Mempelajari sifat-sifat deformasi protein globulin 7S dan 11S dari kacang komak (Lablab purpureus (L) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tensiska, Marsetio, Yudiastuti SON. 2007. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kasar isoflavon dari ampas tahu. Hasil penelitian.
54
Sanders TAB, Dean TS, Grainger D, Miller GJ, Wiseman H. 2002. Moderate intakes of intact soy protein rich in isoflavones compared with ethanolextracted soy protein increase HDL but do not influence transforming growth factor β1 concentrations and hemostatic risk factors for coronary heart disease in healthy subjects. Am J Clin Nutr 76:373–7. Utomo JS, Astanto K, Tri W. 1999. Nilai Gizi dan Prospek Pengembangan Kacang Komak di Lahan Kering Beriklim Kering. Makalah Balittan Malang No. 91-13/SM-46. Di dalam: Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1991. hlm 339-345. Vidyadaran MK et al. 1997. A critical evaluation of high density lipoprotein cholesterol as an index of coronary artery disease risk in Malaysians. Mal J Nutr 3:61-70. Walker R. 1994. Hyperlipidaemia In Clinical Pharmacy and Therapeutics. Walker R, Edward C, editor. New York: Churchill Livingstone. [WHO] World Health Organization. 2001. Heart Disease. www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en/-24k [22 Januari 2009]. Wijaya SKS, Rohman L. 2001. Fraksinasi dan karakterisasi protein utama biji kedelai J Ilmu Dasar 2(1):49-54. Wolf G. 1996. High fat, high cholesterol diet raises plasma HDL cholesterol : studies on the mechanism of this effect. J Nutr 54:34-35. Wright TH, penemu; Virginia Commonwealth University. 8 Nov 1998. Method and composition for lowering low density lipoprotein cholesterol. United States Patent 5792749. Yugarani T, Tan BKH, The M, Das NP. 1992. Effects of polyphenolic natural products on the lipid profiles of rats fed high fat diets. Lipids 27(3):181–186. Yu-Hsin L. 2008. Effect of soybean protein hydrolysate on hypocholesterolemic activity. http://140.121.155.217/seminar/D95320002-4.pdf [1 Nov 2009]. Yulia O. 2007. Pengujian kapasitas antioksidan ekstrak polar, nonpolar, fraksi protein dan nonprotein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
55
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Penyusunan Ransum Tempe Kelompok tempe adalah kelompok tikus yang diberi ransum dengan sumber protein tepung tempe kacang komak ditambah kolesterol dan PTU (propil tio urasil). Penyusunan komposisi ransum kelompok tikus tempe didasarkan pada kandungan zat gizi tepung tempe kacang komak (TTKK). Contoh perhitungan : Basis 100g 1. Protein : Kadar protein TTKK (dianalisis dengan metode kjeldahl) = 30,68 % Kadar protein ransum = 14 % TTKK yang harus ditambahkan ke dalam ransum
<<<,> <,?<@A
45,6 g x
2. Lemak : Kadar lemak TTK (dianalisis dengan metode soxhlet) = 1,62 % Kadar lemak ransum = 4 % Kadar lemak 45,6 g TTK
>:,@,@ <<
0,7 g
Jumlah minyak kedelai yang harus ditambahkan =
<<> <<
0,7 3,3 g
3. Mineral: Kadar abu TTK (dianalisis dengan menggunakan tanur) = 2,67 % Kadar mineral ransum = 3,5 % Kadar abu 45,6 g TTK
>:,@,@G <<
1,2 g
Jumlah mineral mix yang harus ditambahkan =
<<?,: <<
1,2 2,3 g
4. Serat : Kadar serat kasar TTK = 7,5 % Kadar serat ransum = 5 % Kadar serat 45,6 g TTK
>:,@G,: <<
3,42 g
Jumlah selulosa yang harus ditambahkan =
<<: <<
3,42 1,6 g
56
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan
Oneway ANOVA pertambahan_berat
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 14318,400 3255,600 17574,000
df 2 12 14
Mean Square 7159,200 271,300
F 26,388
Sig. ,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets pertambahan_berat Duncan
a
sampel tempe kontrol_positif kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 3 -10,8000 30,0000 64,8000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
57
Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum
Oneway ANOVA konsumsi
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 52,435 17,789 70,224
df 2 12 14
Mean Square 26,217 1,482
F 17,685
Sig. ,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets konsumsi Duncan
a
sampel tempe kontrol_positif kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 3 5,7920 7,9720 10,3700 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
58
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Berat Hati Relatif
Oneway ANOVA hati_relatif
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,001 ,000 ,001
df 2 12 14
Mean Square ,000 ,000
F 8,600
Sig. ,005
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets hati_relatif Duncan
a
sampel kontrol_negatif kontrol_positif tempe Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 ,0300 ,0320 ,0440 ,594 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
59
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Berat Ginjal Relatif
Oneway ANOVA ginjal_relatif
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,000 ,000 ,000
df 2 12 14
Mean Square ,000 ,000
F 1,814
Sig. ,205
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets ginjal_relatif Duncan
a
sampel kontrol_positif kontrol_negatif tempe Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 ,00560 ,00600 ,00700 ,103
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
60
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Berat Limpa Relatif
Oneway ANOVA limpa_relatif
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,000 ,000 ,000
df 2 12 14
Mean Square ,000 ,000
F ,308
Sig. ,741
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets limpa_relatif Duncan
a
sampel kontrol_positif tempe kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 ,00260 ,00260 ,00300 ,531
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
61
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Total Kolesterol Serum Darah
Oneway ANOVA kolesterol_serum
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 18693,515 3254,114 21947,629
df 2 12 14
Mean Square 9346,758 271,176
F 34,467
Sig. ,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets kolesterol_serum Duncan
a
sampel kontrol_negatif tempe kontrol_positif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 3 60,2300 122,1840 143,4500 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
62
Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Kadar Trigliserida Serum Darah
Oneway ANOVA TG_serum
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1351,320 2490,829 3842,148
df 2 12 14
Mean Square 675,660 207,569
F 3,255
Sig. ,074
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets TG_serum Duncan
a
sampel tempe kontrol_positif kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 19,5100 27,7300 27,7300 42,4540 ,385 ,132
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
63
Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Kadar HDL Serum Darah
Oneway ANOVA HDL_serum
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 171,067 259,024 430,091
df 2 12 14
Mean Square 85,533 21,585
F 3,963
Sig. ,048
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets HDL_serum Duncan
a
sampel tempe kontrol_positif kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 19,0200 23,5040 23,5040 27,2820 ,153 ,223
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
64
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Kadar LDL Serum Darah Tikus
Oneway ANOVA LDL_serum
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 23191,795 3217,043 26408,838
df 2 12 14
Mean Square 11595,897 268,087
F 43,254
Sig. ,000
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets LDL_serum Duncan
a
sampel kontrol_negatif tempe kontrol_positif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 24,4520 99,2620 114,3940 1,000 ,170
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
65
Lampiran 11. Analisis Sidik Ragam Indeks Atherogenik
Oneway ANOVA indeks_atherogenik
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 63,623 40,864 104,488
df 2 12 14
Mean Square 31,812 3,405
F 9,342
Sig. ,004
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets indeks_atherogenik Duncan
a
sampel kontrol_negatif kontrol_positif tempe Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 1,2560 5,1400 5,9860 1,000 ,482
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
66
Lampiran 12. Kurva Standar TEP
0,250 y = 0,008x + 0,030 R² = 0,956
Absorbansi
0,200
0,150
0,100
0,050
0,000 0
5
10
15
20
25
30
Konsentrasi standar (10-3 pmol/ml)
67
Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam MDA Hati
Oneway ANOVA mda_hati
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,002 ,001 ,003
df 2 12 14
Mean Square ,001 ,000
F 13,364
Sig. ,001
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets mda_hati Duncan
a
sampel kontrol_positif tempe kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 2 ,0160 ,0380 ,0420 1,000 ,474
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
68
Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam MDA Limpa
Oneway ANOVA mda_limpa
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 255,731 11831,549 12087,279
df 2 12 14
Mean Square 127,865 985,962
F ,130
Sig. ,880
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets mda_limpa Duncan
a
sampel kontrol_positif tempe kontrol_negatif Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = .1 1 91,22860 96,42860 101,34120 ,637
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
69