PROFIL SERUM, HEMATOLOGI, MALONALDEHIDA DAN SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PERCOBAAN YANG DIBERI RANSUM TEPUNG KEDELAI REBUS DAN TEPUNG TEMPE
JEFRIAMAN SIRAIT
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Serum, Hematologi, Malonadehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 20 Oktober 2014
Jefriaman Sirait NIM F24100051
ABSTRAK JEFRIAMAN SIRAIT. Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting dan ekonomis. Selain mengandung protein yang tinggi, kedelai juga kaya akan vitamin dan mineral. Salah satu olahan kedelai yang melalui proses fermentasi dengan kapang Rhizopus sp. yaitu tempe. Proses fermentasi menjadikan komponen kedelai lebih sederhana dan meningkatkan kandungan gizi pada tempe. Kandungan gizi yang tinggi pada tempe dan kedelai menjadikan kedua komoditas ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hematologi (kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit), profil serum (kadar glukosa darah, kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum, asam urat, SGOT, SGPT, protein total dan albumin), superoksida dismutase (SOD) hati dan ginjal dan malonaldehida (MDA) hati dan ginjal tikus percobaan setelah mengonsumsi tepung tempe dan tepung kedelai rebus selama 90 hari perlakuan. Penelitian ini menggunakan tiga kelompok tikus yaitu kelompok kasein 10 %, tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 %. Hasil analisis profil serum, hematologi, SOD dan MDA membuktikan konsumsi kedelai rebus dan tempe baik untuk dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Kata kunci : Hematologi, profil serum, tepung kedelai, tepung tempe
ABSTRACT JEFRIAMAN SIRAIT. Serum profiles, Hematology, Malonaldehide, and Superoxide Dismutase of Rats Fed with Tempe Flour and Boiled Soybean Flour. Supervised by MADE ASTAWAN. Soybean is one of the vegetable protein sources that important and economical. In addition to a high protein, soy is also rich in vitamin and mineral. One of the soy product is fermented with Rhizopus sp. is tempe. The fermentation process make soybean components simpler and increase nutrient content in tempe. High nutrient content in tempe and soybean make these commodities consumed by societies. This study aims to evaluate blood hematology (hemoglobin, erythrocyte, leukocyte, platelet and hematocrit), serum profiles (blood glucose, cholesterol, triglycerides, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum, uric acid, SGOT, SGPT, protein total and albumin), superoxide dismutase (SOD) and malonaldehide (MDA) of liver and kidney after consuming tempe flour and boiled soybean flour during treatment. This study using three group of rats that casein 10 %, tempe flour 10 % and boiled soybean flour 10 %. Analysis of serum profile, hematology, SOD and MDA proving consumption of boiled soy and tempe are good to be consumed in the long time. Keywords: boiled soybean flour, hematology, serum profile, tempe flour
PROFIL SERUM, HEMATOLOGI, MALONALDEHIDA DAN SUPEROKSIDA DISMUTASE TIKUS PERCOBAAN YANG DIBERI RANSUM TEPUNG KEDELAI REBUS DAN TEPUNG TEMPE
JEFRIAMAN SIRAIT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe. Nama
: Jefriaman Sirait
NIM
: F24100051
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Made Astawan M.S. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan pertolongan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini mengenai biokimia pangan yang berjudul profil serum, hematologi, malonaldehida dan superoksida dismutase tikus percobaan yang diberi ransum tepung kedelai rebus dan tepung tempe. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pemberi dana penelitian yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kantor Pusat Jakarta melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No:64/PL.220/I.1/3/2014 K tanggal 10 Maret 2014 atas nama Made Astawan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Made Astawan M.S sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran, nasehat dan ilmu yang dibagikan kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini, dan kepada Prof.Drh.Tutik Wresdiyati, PhD. PAVET yang membimbing dan mengarahkan penulis selama proses pembedahan tikus. Terima kasih kepada Armando, Khalid, Tessa, Pak Yanto, Pak Adi, Pak Iwan, keluarga ITP 47 dan Veronika Yulia atas bantuannya kepada penulis selama melakukan penelitian sampai penulisan karya ilmiah ini. Perhargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang penulis dapatkan selama kuliah dan menjadi modal bagi penulis untuk masa depan. Teristimewa ucapan terima kasih disampaikan kepada papa, mama, adikku terkasih Marissa, Aprianto, Melika serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 20 Oktober 2014
Jefriaman Sirait
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE
9
Bahan
9
Alat
10
Metode Penelitian
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan
15 15
Analisis Proksimat Sampel
15
Analisis Proksimat Ransum
15
Penelitian Utama
16
Kenaikan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum
16
Rasio Berat Badan Organ dengan Berat Badan
18
Analisis Serum Darah Analisis Hematologi Analisis Kadar Malonaldehida Hati dan Ginjal
18 21 22
Analisis Aktivitas Superoksida Dismutase Hati dan Ginjal
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering Rancangan komposisi ransum percobaan Hasil analisis proksimat sampel Komposisi bahan untuk pembuatan ransum basis 1000 g Hasil analisis proksimat ransum Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan selama percobaan Berat relatif organ terhadap berat badan ketiga kelompok tikus Profil biokimia serum tikus setelah 90 hari percobaan Nilai hematologi tikus percobaan
3 12 15 16 16 17 18 19 22
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan berat badan tikus percobaan 2 Kadar MDA hati dan ginjal tikus percobaan 3 Nilai SOD hati dan ginjal tikus percobaan
18 23 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 6
Hasil sidik ragam (ANOVA) konsumsi ransum Hasil sidik ragam (ANOVA) kenaikan berat badan Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot relatif hati, ginjal dan testis Hasil sidik ragam (ANOVA) profil serum dan hematologi Hasil sidik ragam (ANOVA) MDA organ hati dan ginjal Hasil sidik ragam (ANOVA) SOD organ hati dan ginjal
29 29 30 31 37 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan kedelai nasional sangat besar. Pada tahun 2013, kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.2 juta ton (Bappebti 2013). Sebesar 98,4% dari kebutuhan kedelai nasional digunakan sebagai bahan untuk membuat kecap, tauco, tempe dan lain sebagainya. Sekitar 1.2 juta ton digunakan untuk produksi tempe, 650 ribu ton untuk produksi kecap dan selebihnya untuk produksi pangan lainnya. Data dari Departemen Pertanian tahun 1978-2008 laju pertumbuhan konsumsi kedelai mencapai 7.22 % per tahun. Besarnya konsumsi kedelai nasional tidak terlepas dari manfaat yang diperoleh dari komoditi tersebut. Kedelai merupakan sumber protein nabati. Menurut Winarno (1992), jumlah dan mutu protein yang terdapat pada kacang kedelai sangat tinggi bila dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya. Protein yang terkandung pada kedelai sebesar 46.2 gram per 100 gram bahan kering (Astawan 2008). Menurut Winarsi (2007), kedelai memiliki manfaat yang besar sebagai pangan kesehatan (healthy food). Selain mengandung protein yang tinggi, kedelai juga kaya akan vitamin dan mineral. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumsi kedelai dapat menurunkan kolesterol plasma, triasilgliserol, dan glukosa darah serta mengandung antioksidan (Anderson 1995; Lichtenstein 1998; Astuti 2008). Penelitian tentang kedelai semakin berkembang dan diperoleh hasil yang membuktikan bahwa kedelai memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan. Pada penelitian Clarkson (2002) diperoleh hasil bahwa konsumsi kedelai dapat memperbaiki beberapa aspek kesehatan seperti kesehatan jantung. Seperti halnya penelitian pada kedelai yang terus berkembang, penelitian mengenai tempe juga turut berkembang dan semakin mendalam. Tempe yang merupakan produk olahan berbasis kedelai hasil fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. mengandung protein yang tinggi. Astawan (2008) menyebutkan bahwa kandungan protein pada tempe sebesar 46.5 gram per 100 gram bahan kering. Di negara-negara maju maupun berkembang tempe menjadi sumber protein nabati yang diminati. Selain mengandung protein yang tinggi, tempe juga mengandung isoflavon yang dapat menangkal radikal bebas (Utari et al. 2010; Astuti 2008). Banyaknya manfaat yang diperoleh dengan mengkonsumsi tempe menjadikan produk olahan tempe juga berkembang. Saat ini, produk olahan tempe sudah memasuki generasi ketiga. Produk olahan tempe generasi pertama memiliki bentuk dan rasa tempe yang masih segar. Pada generasi kedua, tempe sudah diolah sehingga bentuknya berubah, namun rasanya masih tetap dan tempe generasi ketiga sudah diproses lebih canggih seperti mengisolasi senyawasenyawa bioaktif yang ada pada tempe (Santoso 2008). Hasil penelitian tempe kacang kedelai sebelumnya menyatakan bahwa konsumsi tempe dapat mengurangi risiko terkena penyakit seperti kanker dan arterisklerosis serta dapat menurunkan pembentukan senyawa malonaldehida, menurunkan gula darah, mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes (Desminarti et al. 2012; Ghozali et al. 2010). Seiring dengan perkembangan
2 produk olahan tempe, pertumbuhan konsumsi tempe di tengah masyarakat pun meningkat. Menurut BPS (2011) rata-rata konsumsi tempe nasional mencapai 7.4 kg/kapita/tahun. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang konsumsi tempe semakin meningkatkan, baik yang dikonsumsi dalam bentuk produk generasi pertama sampai generasi ketiga. Belum adanya pembuktian ilmiah mengenai konsumsi kedelai rebus dan tempe terhadap serum darah, hematologi, kadar malonaldehida dan superoksida dismutase hati dan ginjal mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan secara in vivo dengan menggunakan tikus percobaan yang diberikan tepung tempe dan tepung kedelai rebus dan kasein sebagai kontrol.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hematologi (kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit), profil serum (kadar glukosa darah, kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum, asam urat, SGOT, SGPT, total protein dan albumin), malonaldehida dan superoksida dismutase tikus percobaan yang diberi ransum tepung tempe dan tepung kedelai rebus.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah kepada masyarakat bahwa mengkonsumsi kedelai rebus dan tempe secara rutin dalam waktu yang lama tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan. Selain itu diharapkan juga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi kedelai rebus dan tempe sebagai makanan sehari-hari dan minat pengrajin tempe untuk meningkatkan produksinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Di Indonesia, kedelai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Bagian dari kedelai yang paling dimanfaatkan adalah bagian bijinya, yang dapat diolah menjadi berbagai macam bahan pangan seperti : tahu, tempe, kecap, susu dan lainnya. Kedelai kaya protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan lainnya. Kedelai mengandung sekitar 40 % protein, 35 % karbohidrat, dan 20 % lemak pada berat kering (Agostoni 2006), serta sejumlah vitamin, yakni
3 tiamin, niasin, karoten dan mineral. Komponen zat gizi tempe disajikan pada Tabel 1. Protein yang terkandung dalam kedelai lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein yang terdapat pada daging serta kandungan lemak yang lebih rendah, sehingga kedelai dapat dijadikan pengganti protein jika tidak mengonsumsi daging. Selain memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi kedelai juga mengandung isoflavon. Isoflavon yang terdapat pada kedelai berikatan dengan gugus glukosa sehingga disebut glikon. Isoflavon dalam bentuk terikat akan lebih sulit dicerna oleh tubuh dibandingkan dalam bentuk bebas atau aglikon seperti pada tempe (Purwoko 2007).
Tempe Tempe merupakan salah satu sumber protein nabati. Kacang kedelai merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat tempe. Umumnya tempe dibuat dari kacang kedelai karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan jenis kacang lainnya serta mengandung komponen gizi yang bermanfaat untuk kesehatan. Tahap fermentasi yang dilakukan pada pembuatan tempe dapat mengubah komponen gizi pada kedelai menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh. Fudiyansyah et al. (1995) melaporkan bahwa selama fermentasi kedelai mengalami perubahan kimia dan fisik menjadi tempe. Komponen karbohidrat, protein dan lemak pada kedelai akan dipecah menjadi monosakarida, peptida atau asam amino dan asam lemak. Hal ini juga didukung oleh Astawan (2008) yang menjelaskan bahwa kapang yang tumbuh pada tempe menghasilkan enzim protease yang menguraikan protein menjadi asam amino dan peptida. Tabel 1. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering Zat gizi Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Asam pantotenat (mg) Piridoksin (mg) Vitamin B12 (mcg) Biotin (mcg) Sumber : Astawan (2008)
Kedelai 6.1 46.2 19.1 28.2 3.7 254 781 11 0.48 0.15 0.67 0.43 0.18 0.2 35
Tempe 3.6 46.5 19.7 30.2 7.2 347 724 9 0.28 0.65 2.52 0.52 0.1 3.9 53
4 Komponen zat gizi yang terkandung pada tempe disajikan pada Tabel 1. Selain mengandung komponen zat gizi tempe juga mengandung isoflavon yang berbeda dengan kedelai. Tempe memiliki isoflavon dalam bentuk aglikon yaitu isoflavon yang tidak terikat dengan gugus glukosa akibat adanya proses fermentasi (Purwoko 2007). Dengan bentuk yang bebas, isoflavon pada tempe lebih mudah diserap oleh tubuh. Proses fermentasi pada tempe juga menyebabkan tempe memiliki masa simpan singkat. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan tempe adalah dengan mengolahnya menjadi tepung tempe. Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan ataupun diolah menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe merupakan produk industri tempe generasi kedua. Produk akhir secara fisik tidak berwujud seperti tempe dan rasa khas tempe menjadi tidak terasa lagi.
Darah Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh yang dapat mengangkut nutrisi, oksigen dan pembawa sinyal kimiawi. Selain sebagai alat transportasi darah juga berfungsi sebagai jaringan pertahanan dari penyakit dan infeksi. Darah terdiri dari 55 % plasma darah dan 45 % sel darah. Sebagian besar plasma darah tersusun atas air sebesar 92 % dan sisanya adalah protein (albumin, globulin dan fibrinogen), ion (Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, HPO42-, dan SO42-) dan metabolit seperti lemak, glukosa, asam amino dan sisa nitrogen (Martini 1992). Pada bagian 45 % sel penyusun darah, terdapat sel darah merah sebesar 99 %, sisanya terdiri dari trombosit, dan sel darah putih yang tersusun atas neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil.
Glukosa Darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Lee 2007). Setelah makanan yang mengandung banyak glukosa dicerna pada sistem pencernaan maka kadar glukosa darah akan meningkat. Banyak hormon yang ikut serta dalam mempertahankan kadar glukosa darah, baik dalam kondisi normal maupun stres. Pengukuran glukosa darah sering dilakukan untuk melihat penyimpangan yang terjadi. Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi atau rendah menandakan terjadinya gangguan homeostatis (Sacher et al 2004).
5 Kolesterol Kolesterol dibutuhkan tubuh untuk membentuk membran sel, memproduksi hormon dan membentuk asam empedu. Bila kadar kolesterol di dalam darah terlalu tinggi akan terjadi pengendapan pada dinding pembuluh yang mengakibatkan risiko penyakit jantung (Vella et al 2001). Menurut Dawson (1999), keseimbangan diet kolesterol yang terabsorpsi (eksogen) dan sintesis kolesterol (endogen) mempertahankan kolesterol darah dalam keadaan normal.
Trigliserida Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh. Menurut Bangun (2003), substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak adalah trigliserida. Lipid ini memiliki peran yang hampir sama dengan karbohidrat (Guyton 1991). Trigliserida sangat erat hubungannya dengan obesitas. Kemungkinan besar bahwa kadar trigliserida yang tinggi juga menyebabkan serangan jantung karena membuat darah lebih mudah menggumpal.
Kreatinin Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin relatif konstan (Sodeman 1995). Menurut Corwin (2001) kadar kreatinin yang lebih besar dari nilai normal menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari.
HDL HDL atau high density lipoprotein sering disebut dengan istilah kolesterol baik. HDL mengandung jumlah protein yang lebih tinggi dan persentase triasilgliserolnya lebih rendah daripada lipoprotein darah lainnya. HDL disintesis dalam bentuk nasens (imatur) di hati dan usus. Setelah HDL disekresikan ke dalam darah, HDL akan mengalami perubahan akibat berinteraksi dengan kilomikron dan VLDL (very low density lipoprotein). HDL berperan menyerap kolesterol dari permukaan sel dan dari lipoprotein lain serta mengubahnya menjadi ester kolesterol. Ester kolesterol akan dikembalikan ke hati, sehingga HDL berperan dalam transpor kolesterol terbalik (Marks et al 2000). HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dan mengandung banyak protein. Dengan membawa kelebihan kolesterol yang dibawa oleh LDL, maka HDL membantu mencegah terjadinya pengendapan dan mengurangi terjadinya plak di pembuluh
6 darah yang dapat mengganggu peredaran darah dan membahayakan tubuh. Karena itu kolesterol HDL ini disebut kolesterol baik (Graha 2010).
LDL LDL atau low density lipoprotein sering disebut dengan kolesterol jahat karena mengangkut paling banyak kolesterol dan lemak di dalam darah. LDL adalah produk akhir dari metabolisme Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Fungsi LDL membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang akan digunakan untuk pembentukan membran atau hormon steroid. Kadar LDL yang tinggi dan pekat akan menyebabkan kolesterol lebih banyak melekat pada dinding pembuluh darah saat transportasi dilakukan. Sehingga meningkatkan risiko penyakit seperti stroke, jantung koroner dan lain sebagainya (Graha 2010).
Ureum Ureum merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen yang penting pada manusia, yang disintesis dari amonia, karbondioksida dan nitrogen amida aspartat (Rodwell 1999). Dalam keadaan normal, kadar ureum darah selalu konstan. Jika terjadi produksi ureum yang berlebihan maka ginjal akan bekerja lebih keras untuk mengeluarkan ureum dari tubuh. Kadar ureum yang terlalu tinggi dalam darah dapat menyebabkan koma (Bastiansyah 2008). Menurut Bruyne et al (2008) tingginya kadar ureum dalam darah merupakan akibat asupan protein yang tinggi.
Asam Urat Asam urat merupakan salah salah satu indikator untuk mengetahui fungsi ginjal. Asam urat merupakan produk metabolisme akhir dari purin di dalam tubuh. Tingginya kadar asam urat dalam darah dapat menimbulkan risiko terjadinya hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Menurut Albar et al (2006) dengan diet rendah purin dapat mencegah peningkatan asam urat dalam darah.
SGOT SGOT merupakan enzim yang terdapat di hati, otot, jantung, otak, ginjal dan otot-otot rangka. Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak ginjal dan rangka dapat dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Peningkatan serum glutamic
7 oxaloacetic transaminase (SGOT). Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaannya 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Pemeriksaan SGOT merupakan salah satu yang mengindikasi terjadinya gangguan hati. Gangguan hati ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas serum SGOT, SGPT, glutamil transferase, alkali fosfatase, serum bilirubin, cholinesterase dan protein total (Bastiansyah 2008).
SGPT SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase, sering disebut juga dengan istilah ALT (alanin aminotransferase). SGPT dianggap lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT sebab SGPT akan meningkat jika terjadi kerusakan hati kronis dan hepatitis. Nilai SGPT dikatakan abnormal jika hasil pemeriksaan 2-3 kali lebih besar dibandingkan nilai normalnya (Bastiansyah 2008).
Total Protein Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin. Albumin sepenuhnya diproduksi di hati dan globulin diproduksi hanya sebagian di hati dan selebihnya diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Perubahan kadar keduanya dapat mengindikasikan adanya gangguan hati atau organ lain seperti ginjal (Bastiansyah 2008).
Albumin Albumin merupakan salah satu protein yang terdapat dalam plasma darah yang memiliki ukuran terkecil dan jumlah terbanyak. Jumlah albumin sebagai protein plasma sebesar 60 % dan memiliki peran yang besar dalam tekanan osmotik pada plasma darah sehingga mencegah merembesnya cairan berlebihan ke dalam matriks ekstrasel jaringan. Albumin dapat mengikat beberapa molekul yang tidak larut dalam serum darah. Albumin berperan penting dalam mentranspor molekul kecil dalam darah (Fawcett 2002).
Hematologi Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah. Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang, tempat sel-sel tumbuh dan jaringan limfoid tempat darah disimpan jika tidak bersirkulasi.
8 Hemoglobin Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin. Sintesis hemoglobin membutuhkan kecukupan zat besi yang berasal dari konsumsi pangan seperti daging, buncis, bayam dan lainnya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang berada pada paru-paru dan membawa ke jaringan. Juga mengikat CO2 yang berada pada jaringan tubuh dan membawa kembali ke paru-paru (Silverthorn 2008). Leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Leukosit membantu pertahanan tubuh dari sel-sel patogen dan menghilangkan racun yang masuk ke darah. Menurut Martini (1992) leukosit terdiri dari neutrofil (50-70 %), limfosit (20-30%), monosit (2-8 %), eosinofil (2-4 %) dan basofil (kurang dari 1 %). Bila nilai leukosit berada diatas normal keadaan ini disebut sebagai leukositosis dan bila kurang disebut leukopenia (Effendi 2003). Trombosit Trombosit atau juga dikenal dengan keping darah berfungsi dalam proses pembekuan darah. Dengan menempel pada dinding pembuluh dan bagian-bagian yang terluka, trombosit membentuk hemostatic plug. Jumlah trombosit yang berada dibawah normal disebut trombositopenia, biasanya disebabkan kerusakan trombosit yang berlebihan atau produksi trombosit yang kurang mencukupi. Jumlah trombosit yang berada diatas normal disebut trombositosis, biasanya disebabkan produksi trombosit yang berlebihan akibat adanya infeksi inflamasi atau kanker (Martini 1992). Hematokrit Hematokrit menggambarkan perbandingan antara sel darah merah, sel sel darah putih dan trombosit dengan volume seluruh darah. Semakin tinggi persentase hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental. Analisis hematokrit dilakukan untuk menentukan keadaan anemia, kehilangan darah, anemia hemolitik dan polisitemia (Stockham dan Scott 2008). Eritrosit Eritrosit atau sel darah merah yang diproduksi di sumsum tulang memiliki bentuk yang datar, bulat dan tidak memiliki nukleus. Adanya hemoglobin di eritrosit menyebabkan warna merah pada darah. Sel darah merah berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Jumlah eritrosit dalam sel darah sebesar 99 %.
9 Malonaldehida Salah satu senyawa yang sering dijadikan petunjuk adanya kerusakan akibat radikal bebas adalah malonaldehida (MDA). MDA merupakan salah satu senyawa yang menggambarkan aktivitas oksidan (radikal bebas) dalam sel (Jones et al 2000). Mekanisme pembentukan MDA melalui peroksidasi lipid diawali dengan hilangnya atom hidrogen (H) dari molekul lipid tak jenuh rantai panjang oleh gugus radikal hiroksil (*OH), sehingga lipid bersifat radikal. Kemudian radikal lipid bereaksi dengan atom oksigen (O2) membentuk peroksil (*OO), yang selanjutnya menghasilkan MDA. MDA dapat digunakan untuk mengetahui derajat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid. Radikal bebas hasil peroksidasi lipid akan membentuk reaksi yang terus berlanjut sampai radikal bebas tersebut dihilangkan oleh radikal bebas lain oleh sistem antioksidan dari tubuh maupun dari asupan pangan.
Superoksida Dismutase Superoksida dismutase merupakan salah satu antioksidan endogenous. Enzim ini berpartisipasi pada proses degradasi senyawa radikal bebas intraseluler. Enzim ini bekerja dengan beberapa cara berinteraksi langsung dengan radikal bebas, oksidan, mencegah pembentukan oksigen reaktif, atau mengubah senyawa reaktif menjadi kurang reaktif (Winarsi 2007). Enzim SOD melindungi sel-sel tubuh dan mencegah terjadinya proses peradangan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Enzim ini membutuhkan mangan (Mn), seng (Zn) dan tembaga (Cu) untuk dapat bekerja. Sehingga mineral-mineral tersebut harus cukup, agar SOD dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif (Winarsi 2007). Berdasarkan adanya logam yang berperan sebagai kofaktor pada sisi aktif enzim, SOD dikelompokkan menjadi Cu/Zn-SOD, Mn-SOD dan Fe-SOD. Secara subseluler, isoenzimisoenzim tersebut terdistribusi di tempat yang berbeda Mn-SOD ditemukan dalam mitokondria dan peroksisom. Cu/Zn SOD ditemukan pada sitosol dan kloroplas dan Fe-SOD ditemukan di kloroplas (Winarsi 2007).
METODE
Bahan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah kacang kedelai (Glycine max) varietas Grobogan yang diperoleh dari petani di Grobogan, Jawa Tengah.
10 Tikus Percobaan Tikus percobaan yang digunakan berupa tikus putih jantan galur Sprague dawley lepas sapih yang diperoleh dari BPOM Jakarta.
Bahan Pembuatan Ransum Bahan yang digunakan dalam pembutan ransum tikus adalah pati jagung, kasein, minyak jagung, carboximethylcelulose (CMC), campuran mineral, campuran vitamin, tepung kedelai rebus, dan tepung tempe.
Bahan Analisis Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator biru metilen, HCl, pelarut n-heksana, asam borat jenuh, indikator merah metil dan biru metil, kapas bebas lemak, dan etanol . Bahan untuk analisis serum darah dan hematologi adalah diilluent, batu es, larutan lyse, tube yang berisi larutan EDTA dan reagen analisis kolesterol lengkap. Bahan untuk analisis malonaldehida adalah hati tikus, ginjal tikus, pereaksi PBS (phosphat buffer saline) pH 7.4 yang mengandung 11.5 KCl/L kemudian disimpan pada 2 - 5 °C, HCl 0.25 N yang mengandung 15 % TCA, 0.38% TBA dan 0.5 % BHT. Bahan untuk analisis aktivitas superoksida dismutase adalah buffer fosfat pH 7, kloroform, etanol 96 %, buffer natrium karbonat pH 10.2, larutan epinefrin, HCl dan air bebas ion.
Alat Alat Pemeliharaan Tikus Alat yang digunakan untuk memelihara tikus dan membuat makanan tikus adalah kandang, botol minum, timbangan, baskom plastik, sendok dan blender. Alat Preparasi Sampel dan Pembuatan Ransum Alat yang digunakan dalam preparasi sampel adalah wadah merendam kedelai, baskom, sendok, timbangan, kompor, oven, disc mill, penggiling kedelai, slicer, blansir dan blender. Alat Pembedah Tikus Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus adalah gunting, pinset, jarum suntik, papan pembedahan dan alat-alat gelas.
Alat Analisis Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, labu lemak, hotplate, tanur, ekstraktor Soxhlet, labu Kjeldahl, labu Erlenmeyer, labu takar, desikator, cawan aluminium, kertas saring, buret, pH meter, cawan porselen. Alat-alat yang digunakan untuk analisis profil serum darah dan hematologi
11 meliputi clinical chemistry analyzer, sentrifuse, vortex, penangas air, tabung sentrifuse, pipet mikro, dan alat-alat gelas. Alat yang digunakan untuk analisis malonaldehida (MDA) adalah sentrifus, waterbath, spektrofotometer, neraca analitik, alat penggerus dan desikator. Alat yang digunakan untuk analisis superoksida dismutase (SOD) meliputi sentrifus, alat penggerus, tabung reaksi, spektrofotometer dan vortex.
Metode Penelitian
Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung kedelai rebus, pembuatan tempe, pembuatan tepung tempe, pembuatan ransum, dan analisis proksimat sampel. Pembuatan Tepung Kedelai Rebus Pembuatan tepung kedelai rebus dimulai dari pembersihan atau penyortiran kedelai, kemudian direndam selama 6 jam. Kedelai yang telah direndam kemudian direbus selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan penggilingan kedelai dan pemisahan kulit ari dari kedelai, selanjutnya kedelai rebus didinginkan dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 °C Terakhir dilakukan proses penepungan dengan menggunakan disc mill dengan ukuran saringan 60 mesh. Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe dimula dengan pembersihan atau penyortiran kedelai. Perendaman menggunakan air selama 1 jam perebusan selama 30 menit, perendaman kembali selama 12 jam agar mendapatkan pH sekitar 4.0-4.5 dan dilakukan penggilingan untuk memecah biji, dicuci dan pemisahan kulit ari. Kedelai yang telah dikupas kulit arinya dibersihkan dan dipisahkan dari tunas yang telah tumbuh. Pencucian kedelai dengan air panas dilakukan setelah diperoleh kedelai bersih. Setelah itu, kedelai didinginkan lalu diberi ragi secara merata kemudian dikemas dan diinkubasi selama 48 jam. Pembuatan Tepung Tempe Pembuatan tepung tempe dilakukan dengan cara tempe diiris dengan menggunakan slicer sehingga diperoleh tempe dengan ukuran tipis, kemudian tempe diblansir dengan uap panas selama 2 menit dengan tekanan 1 bar. Kemudian tempe dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60 °C selama 8 jam dan digiling menggunakan disc mill dengan ukuran saringan 60 mesh. Pembuatan Ransum Pembuatan ransum tikus percobaan dibedakan berdasarkan sumber protein, yaitu tepung kedelai rebus, tepung tempe dan kasein sebagai
12 kontrol. Jumlah ransum yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan harian tikus dan komposisinya disesuaikan dengan standar Association of Official Analytical Chemists (AOAC) dengan kadar protein ransum sebesar 10 %. Komposisi ransum tikus percobaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rancangan komposisi ransum percobaan Komponen Protein
Jumlah 10%
Serat
Sumber Protein standar/ protein uji Minyak jagung Campuran mineral Campuran vitamin CMC
Air
Air minum
5%
Karbohidrat
Pati jagung
% sisanya
Lemak Mineral Vitamin
Perhitungan
8%
(
)
5%
(
)
1% 1%
1% (
) (
)
Sumber : AOAC (2005) Analisis Proksimat Sampel Analisis proksimat dilakukan pada kasein, tepung kedelai rebus dan tepung tempe. Hasil analisis akan menjadi acuan dalam formulasi ransum tikus percobaan. Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air metode oven (AOAC 2005), analisis kadar abu metode pengabuan kering (SNI 012891-1992), analisis kadar lemak metode Soxhlet (AOAC 2005), analisis kadar protein kasar metode Kjedhal (AOAC 2005) dan analisis karbohidrat (by difference). Penelitian Utama Penelitian utama akan mengevaluasi pengaruh pemberian tepung kedelai rebus dan tepung tempe terhadap bobot organ, profil serum, nilai malonaldehida dan kadar superoksida dismutase pada hati dan ginjal tikus percobaan. Masa Adaptasi Tikus Percobaan Tikus yang akan digunakan dalam penelitian utama diadaptasikan terlebih dahulu selama tiga hari dengan pemberian ransum kasein (standar) dan air minum secara ad libitum. Tikus ditempatkan dalam kandang secara individual dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang cukup pada suhu ruang (sekitar 20-25 °C). Masa adaptasi bertujuan untuk membiasakan tikus terhadap lingkungan percobaan.
13 Seleksi Tikus dan Kelompok Perlakuan Setelah masa adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan keseragaman bobot tubuh dan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok tikus yang diberi pakan kasein 10%, tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 %. Setiap kelompok tikus memiliki perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan antar tikus dalam setiap kelompok memiliki perbedaan maksimal 5 gram. Pembedahan Tikus Percobaan Sebelum Perlakuan Pembedahan dilakukan terhadap tikus percobaan pada awal penelitian, (sebagai base line) dan 90 hari setelah pemberian tepung kedelai rebus dan tepung tempe. Masa Perlakuan Selama masa perlakuan, tikus diberikan ransum sesuai dengan kelompok perlakuannya dan air minum secara ad libitum. Tikus dikandangkan secara individual dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang cukup pada suhu ruang (sekitar 20 - 25 °C). Selama 90 hari masa perlakuan dilakukan pengamatan terhadap konsumsi ransum setiap hari dan berat badan tikus setiap enam hari sekali. Persiapan Sampel Serum Darah dan Organ untuk Analisis Pada akhir masa perlakuan, dilakukan pembedahan terhadap tikus percobaan, yang sebelumnya tikus dipuasakan selama satu malam. Tikus dibius menggunakan campuran larutan ketamine dan xylazine. Darah diambil dari jantung dengan menggunakan syringe. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifus pada 3000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serumnya. Serum yang diperoleh kemudian dipipet ke dalam tabung eppendorf untuk dianalisis. Organ tikus (ginjal, testis dan hati) diambil dengan gunting bedah dan pinset. Kemudian organ ditimbang dengan neraca analitik, dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dibekukan untuk keperluan analisis selanjutnya. Analisis Hematologi dan Biokimia Serum Analisis hematologi dilakukan menggunakan alat hematology analyzer. Analisis meliputi analisis kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit dan hematokrit. Profil serum meliputi kadar glukosa darah, kolesterol, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein, ureum, asam urat, SGOT, SGPT, protein total dan albumin. Analisis Kadar Malonaldehida (MDA) Organ Hati dan Ginjal (AOAC 2005) Pembuatan kurva standar tetraetoksi propana (TEP) dilakukan dengan pembuatan larutan induk yaitu 0.404 mol TEP / 100 ml. Disimpan pada suhu dingin dan gelap. Kemudian larutan induk diencerkan 1000 kali sehingga menjadi 4.04 × 10 3 µmol/ L. Setelah itu dibuatkan larutan kerja TEP sehingga konsentrasinya sbb : 0, 0.404, 0.808, 1.616, dan 2.424 µmol/ml. Dilakukan preparasi hati dengan mengambil sebanyak 1 gram hati kemudian dihancurkan dalam kondisi dingin dengan 5 ml larutan PBS
14 (Phosphat Buffer Saline) yang mengandung 11.5 gram KCl/L. Homogenat yang diperoleh kemudian disentrifus pada 4,000 rpm selama 10 menit sampai diperoleh supernatan jernih . Selanjutnya 1 ml supernatan hati, ginjal atau larutan kerja (standar) TEP dicampur dengan 4.0 ml larutan HCl 0.25 N dingin yang mengandung TCA, TBA, dan BHT kemudian divortex. Campuran yang diperoleh dipanaskan pada suhu 80 °C dengan menggunakan penangas selama 1 jam. Setelah dingin, campuran disentrifus 3,500 rpm selama 10 menit. Supernatan jernih diukur absorbansinya pada 532 nm dan diplotkan ke kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA sampel. Analisis Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD) Organ Hati dan Ginjal (Misra 1972) Sampel hati atau ginjal dihancurkan dan diekstrak dengan buffer fosfat pH 7, dengan perbandingan 1 : 10. Hasil ekstraksi disentrifus dengan kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit dalam keadaan dingin. Sebanyak 1 ml homogenat hati atau ginjal ditambahkan dengan 1.6 ml campuran kloroform dan etanol 96 %, dengan perbandingan 3 : 5. Kemudian homogenat hati atau ginjal divorteks 1 menit dan disentrifus pada 3,000 rpm selama 10 menit pada 4 °C . Supernatan disimpan pada suhu -15 °C hingga siap dianalisis. Pengukuran serapan dilakukan dengan cara memasukkan 2,800 µl buffer natrium karbonat pH 10.2, 100 µl sampel yaitu supernatan yang mengandung SOD dan 100 µl larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi. Serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2, 3, dan 4 setelah penambahan epinefrin 0.003 M. Sebagai faktor pengoreksi atau blanko digunakan campuran HCl dan air bebas ion. Larutan tanpa sampel yaitu larutan yang diberi pereaksi seperti pereaksi sampel, namun sampel diganti air bebas ion, lalu diukur absorbansinya. Pembuatan larutan tanpa sampel ini dilakukan dengan menambahkan 2,800 µl buffer natrium karbonat konsentrasi 0.05 M pH 10.2 ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 100 µl larutan epinefrin yang memiliki konsentrasi 0.003 M dan 100 µl air bebas ion. Serapan diukur setelah penambahan epinefrin pada panjang gelombang 480 nm. Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan unit/mg protein dengan cara mengukur % hambatan : % hambatan Selanjutnya nilai % hambatan ini dikonversikan ke dalam kurva standar SOD dengan % hambatan (sumbu Y) dan aktivitas SOD dalam unit/ mg protein (sumbu X ) telah diketahui.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan
Tahapan dalam penelitian pendahuluan adalah analisis proksimat sampel dan ransum. Tujuan dilakukannya analisis proksimat sebelum perlakuan adalah untuk menentukan komposisi ransum yang diberikan kepada tikus percobaan.
Analisis Proksimat Sampel Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi pada sampel. Hasil analisis proksimat ketiga sampel disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein, kedelai, abu, serat kasar dan air pada kedelai hampir sama dengan tempe. Perbedaan antara tempe dan kedelai terdapat pada kualitas kandungan zat gizi. Tempe memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan kedelai, hal ini disebabkan adanya proses fermentasi yang mengubah komponen karbohidrat, protein dan lemak pada kedelai menjadi lebih sederhana (Nout 2005). Wang et al. (2003) melaporkan bahwa fermentasi pada kedelai dapat meningkatkan daya cerna karbohidrat karena adanya enzim α-galaktosidase yang mendegradasi rafinosa, stakiosa dan beberapa oligosakarida. Tabel 3 Hasil analisis proksimat sampel (basis kering) Parameter
Kasein
Tepung tempe
Kadar protein (%)
89.44
51.73
Tepung kedelai rebus 51.06
Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Kadar serat kasar (%) Kadar air (%)
0.30 0.59 0.52 9.88
25.36 1.80 6.46 4.34
25.26 2.62 7.65 5.49
Analisis Proksimat Ransum Dengan diperolehnya hasil analisis proksimat sampel, kemudian dapat ditentukan formulasi bahan untuk ransum yang akan diberikan kepada tikus percobaan. Formulasi bahan yang digunakan untuk penyusunan ransum masing-masing kelompok tikus dapat dilihat pada Tabel 4. Pada ransum kelompok tikus yang diberi tepung kedelai rebus dan tepung tempe tidak ditambahkan CMC karena tepung tempe dan tepung kedelai rebus sudah mengandung jumlah serat yang cukup untuk kebutuhan harian tikus percobaan. Selanjutnya ketiga jenis ransum tersebut dianalisis untuk melihat homogenitas kandungan zat gizi ransum yang dibuat. Dilakukan analisis proksimat terhadap ransum yang telah diformulasi untuk setiap kelompok tikus. Untuk mengetahui kesesuaian kandungan zat gizi yang diberikan
16 dengan formulasi. Hasil analisis proksimat dari ketiga jenis ransum yang diberikan disajikan pada Tabel 5. Tabel 4 Komposisi bahan untuk pembuatan ransum basis 1000 g Komponen penyusun (g)
Kelompok perlakuan
Sampel Minyak Mineral Vitamin Pati CMC Air protein jagung mix mix jagung Kasein 10 % 112 80 49 10 9 39 701 Tepung tempe 10 %
193
31
46
10
-
42
678
Tepung kedelai rebus 10%
196
30
45
10
-
39
680
Hasil analisis proksimat ransum pada Tabel 5 menunjukkan kadar protein untuk setiap kelompok tikus sebesar 10 %. Terlihat pada tabel, ransum tepung kedelai rebus kurang dari 10 % namun tidak terlalu jauh. Hal ini sudah sesuai dengan yang diinginkan yaitu menyiapkan ransum dengan kadar protein yang sama untuk setiap kelompok tikus percobaan. Tabel 5 Hasil analisis proksimat ransum (basis basah)
Kadar protein (%)
10.62
Tepung tempe 10 % 10.56
Kadar lemak (%)
8.76
7.12
7.08
Kadar abu (%)
4.17
3.77
3.89
Kadar air (%)
13.69
13.76
11.98
Kadar karbohidrat (%)
62.76
64.79
67.67
Parameter
Kasein 10 %
Tepung kedelai rebus 10 % 9.38
Penelitian Utama
Kenaikan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum Pada masa perlakuan, tikus diberi ransum dan minum setiap hari secara ad libitum dan dilakukan penimbangan berat badan setiap enam hari sekali. Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan ketiga kelompok tikus percobaan selama 90 hari masa perlakuan disajikan pada Tabel 6. Konsumsi ransum setiap kelompok perlakuan berbeda-beda, disebabkan oleh perbedaan berat badan masing-masing tikus. Tabel 6 menunjukkan jumlah konsumsi ransum terbesar terdapat pada kelompok tikus yang diberi pakan kasein 10 % . Hal ini dapat dikarenakan
17 kedelai dan tempe memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga dapat mempertahankan glukosa darah stabil serta tikus menjadi tidak mudah lapar. Selain itu juga mengandung serat pangan yang cukup tinggi sehingga membuat lebih cepat kenyang. Semakin besar jumlah konsumsi ransum pada masa perlakuan seharusnya memberikan kenaikan berat badan yang semakin besar pula. Namun hasil yang diperoleh berbeda, terlihat pada Tabel 6 kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 % yang memiliki jumlah konsumsi ransum terbesar tidak mengalami kenaikan berat badan yang paling besar meskipun kadar protein ransum telah dibuat sama. Tabel 6 Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan selama ` percobaan Perlakuan Parameter selama Tepung Tepung kedelai percobaan Kasein 10 % tempe 10 % rebus 10 % Jumlah konsumsi 1983 ± 109 b 1813 ± 81 a 1797 ± 51 a ransum (g) Kenaikan berat 239 ± 26 ab 271 ± 26 b 231 ± 20 a badan (g) Feed Convertion 12.0 ± 1.0 a 15.0 ± 2.0 b 12.9 ± 1.0 a Efficiency (%) Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05). Kenaikan berat badan yang tertinggi terdapat pada kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 %, hal ini disebabkan oleh kualitas protein pada tempe lebih baik dibandingkan pada tepung kedelai rebus dan tempe memiliki kualitas protein yang sama dengan kasein. Istilah “Gold Standar” sering digunakan pada kedelai untuk membandingkan kualitas dari sumber yang berbeda (Cromwell 2013). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suwarno (2013) mengenai keamanan tempe yang berasal dari kedelai hasil rekayasa genetika, melaporkan bahwa tempe sebagai sumber protein nabati memiliki kualitas protein yang sama baiknya dengan protein hewani (kasein). Terlihat pada Tabel 6 konsumsi tempe dapat meningkatkan berat badan yang lebih besar dibandingkan konsumsi susu (kasein) dan kedelai rebus. Hal ini membuktikan konsumsi tempe dengan kadar protein yang sama dapat meningkatkan berat badan lebih besar dibandingkan dengan mengonsumsi susu (kasein). Semakin tinggi nilai FCE maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransum demikian sebaliknya. Data Feed Convertion Efficiency (FCE) yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan efisiensi penggunaan ransum tepung tempe 10 % lebih tinggi dibandingkan kasein 10 % dan tepung kedelai rebus 10 %. Dari data FCE yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi tempe dapat meningkatkan berat badan lebih efisien dibandingkan dengan mengkonsumsi kasein atau kedelai rebus dalam jumlah yang sama. Hal ini dapat mendukung konsumsi tempe sebagai pangan alternatif pengganti susu (kasein) untuk meningkatkan berat badan dengan konsumsi yang lebih efisien.
18 Pertumbuhan Berat Badan Tikus 400
Bobot Tikus (g)
350 300 250 200 150 100 50 0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
72
78
84
90
Perlakuan Hari keKasein 10%
Tepung Tempe 10%
Tepung Kedelai Rebus 10%
Gambar 1 Pertumbuhan berat badan tikus percobaan Rasio Berat Organ dengan Berat Badan Pertumbuhan berat organ berbanding lurus dengan pertumbuhan berat badan tikus. Data pada Tabel 7 menunjukkan berat relatif hati, testis dan ginjal tidak berbeda nyata (p>0.05) antar perlakuan. Tabel 7 Berat relatif organ terhadap berat badan ketiga kelompok tikus
Kelompok perlakuan
Berat relatif hati (%)
Berat relatif testis (%)
Berat relatif ginjal (%)
Kasein 3 ± 0.2 a 0.9 ± 0.1a 0.5 ± 0 a a a Tepung tempe 10 % 3 ± 0.1 0.9 ± 0.1 0.5 ± 0 a a a Tepung kedelai 3 ± 0.2 0.9 ± 0.1 0.5 ± 0.1 a rebus 10 % Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p >0.05) Hal ini disebabkan oleh asupan protein pada ketiga kelompok tikus yang tak berbeda satu sama lain. Protein yang tersusun dari asam amino sebagai unsur pembangun dalam tubuh (Stryer 2000). Analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Analisis Serum Darah Analisis serum darah merupakan paramater yang sensitif untuk mengamati kesehatan tikus dan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada darah dari ketiga perlakuan (Zhu et al 2004). Analisis biokimia serum darah dapat dilihat pada Tabel 8.
19 Tabel 8 Profil biokimia serum tikus setelah 90 hari percobaan Parameter
Kelompok perlakuan Kasein 10 % Tepung tempe Tepung kedelai 10 % rebus 10 % 241± 41.9 a 216.2 ± 18.9 a 202. 4 ± 11.7 a 62.4 ± 8.7 a 58.2 ± 7.9 a 57.4 ± 6.6 a a a 55.8 ± 14.6 51.4 ± 8.6 48.4 ± 5.8 a a b 47.4 ± 6.5 63± 5.7 54.8 ± 4.3 a a a 34.6 ± 3.9 33.6 ± 4.2 34.2 ± 5.8 a 31.8 ± 4.9 a 28.4 ± 3.4 a 42.6 ± 2.5 b a a 0.8 ± 0.1 0.8 ± 0.1 0.7 ± 0.1 a a a 0.6 ± 0.3 0.4 ± 0.2 0.4 ± 0.2 a a a 101.8 ± 20.9 84.2 ± 12.7 114 ± 39.2 a a ab 40.6 ± 6.3 46 ± 9.2 55.6 ± 13.9 b a a 6.6 ± 0.5 6.2 ± 0.2 6.2 ± 0.2 a 3.2 ± 0.3 a 3.2 ± 0.1a 3.2 ± 0.1 a
Glukosa darah (mg/dL) Kolesterol (mg/dL) Trigliserida (mg/dL) HDL (mg/dL) LDL (mg/dL) Ureum (mg/dL) Kreatinin (mg/dL) Asam urat (mg/dL) SGOT (U/L) SGPT (U/L) Total Protein (g/dL) Albumin (g/dL) Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Kandungan karbohidrat yang tidak berbeda jauh (Tabel 5) menjadikan kadar glukosa darah ketiga kelompok tikus tidak berbeda. Carolina (2006) melaporkan konsumsi susu kedelai dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus. Kandungan tempe kedelai yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah protein, isoflavon, serat dan indeks glikemik yang rendah pada tempe (Muchtadi 2010; Villegas et al. 2008). Hal ini didukung oleh Wijayakusuma (2003) yang menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi kacang kedelai dan olahannya secara intensif, dapat membesar pancreatic island sehingga produk insulin pun akan bertambah. Mengacu pada penelitian tersebut konsumsi tempe dan kedelai rebus baik bagi penderita diabetes mellitus dan dapat meningkatkan produksi insulin. Terlihat dari hasil analisis proksimat ransum yang disajikan pada Tabel 5 bahwa kadar lemak ketiga jenis ransum tidak berbeda jauh yang mengakibatkan nilai kolesterol, LDL dan trigliserida ketiga kelompok tikus tidak berbeda nyata. Selain itu, kandungan serat yang terdapat pada tepung tempe dan tepung kedelai menjadikan kandungan kolesterol dalam darah tetap stabil. Hal ini didukung oleh Dawson (1999) yang menyatakan keseimbangan diet kolesterol yang terabsorpsi (eksogen) dan sintesis kolesterol (endogen) mempertahankan kolesterol darah dalam keadaan normal. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis kolesterol, LDL dan trigliserida pada Tabel 8 membuktikan bahwa konsumsi tempe dan kedelai rebus merupakan bahan pangan yang tidak meningkatkan kadar kolesterol, LDL dan trigliserida dalam darah. Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa kedelai dapat menurunkan kadar kolesterol total, triasilgliserol dan glukosa darah serta berperan sebagai antioksidan yang potensial (Anderson 1995; Lichtenstein 1998; Erdman 2000; Ridges et al. 2001). Hasil analisis HDL pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai HDL kelompok tikus tepung tempe 10 % berbeda nyata (p<0.05) lebih besar dibandingkan dengan kadar HDL kelompok tikus lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingginya kadar HDL dalam
20 darah mengurangi terjadinya pengendapan dan pembentukan plak dalam sistem peredaran darah. Berdasarkan hasil analisis HDL yang diperoleh, tempe dapat dijadikan pangan alternatif untuk meningkatkan HDL darah sehingga mengurangi terjadinya pengendapan lemak dalam sistem peredaran darah. Kadar ureum kelompok tikus tepung kedelai rebus 10 % lebih tinggi dibandingkan kelompok tepung tempe 10 % dan kasein 10 %. Stockham dan Scoot (2008) menjelaskan bahwa kadar ureum yang tinggi di dalam darah mengindikasi adanya gangguan terhadap fungsi hati dan ginjal. Adanya gangguan hati dan ginjal dapat dilihat dari kondisi ginjal dan hati seperti terjadinya pembengkakan. Data pada Tabel 7 menunjukkan tidak adanya perbedaan berat ginjal dan hati pada ketiga kelompok tikus yang mengindikasi terjadinya pembengkakan. Meskipun kadar ureum kelompok tikus kedelai rebus 10 % lebih tinggi daripada kelompok tikus kasein 10 % namun tidak sampai menimbulkan kelainan pada hati dan ginjal. Tabel 8 menunjukkan nilai SGOT, kreatinin dan asam urat ketiga kelompok tikus tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hal ini membuktikan bahwa konsumsi tempe dan kedelai rebus tidak meningkatkan nilai asam urat dan ureum dalam darah. Selain itu, tidak menyebabkan risiko terjadinya hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner karena tingginya kadar asam urat. Berdasarkan penelitian yang sama dengan pemberian kadar tepung tempe 20 % dan kadar tepung kedelai rebus 20 % memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai asam urat dengan menggunakan kasein sebagai standar (Lampiran 4). Hal ini membuktikan tepung tempe dan tepung kedelai rebus yang dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar tidak memberikan dampak yang buruk terhadap kadar asam urat dalam darah. Kadar SGPT dalam darah untuk ketiga kelompok tikus percobaan disajikan pada Tabel 8. Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan kadar SGPT kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 % berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus yang diberi kasein 10 %. Namun tidak berbeda dengan kadar SGPT yang diperoleh dari kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 %. Tingginya kadar SGPT dalam darah menunjukkan kerja fungsi hati yang tinggi pula. Namun kerja fungsi hati yang tinggi pada kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 % dan tepung tempe 10 % tidak menimbulkan pembengkakan pada hati. Hal ini dapat dibuktikan dengan berat relatif organ yang diperoleh dari ketiga kelompok tikus yang disajikan pada Tabel 7. Terlihat bahwa berat relatif hati pada ketiga kelompok tikus tidak berbeda nyata. Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai protein total dan albumin ketiga kelompok tikus tidak berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis nilai protein total dan albumin yang tidak berbeda nyata mendukung penggunaan tempe dan kedelai rebus sebagai pangan alternatif pengganti susu. Dengan pemberian konsumsi tempe dan kedelai rebus dapat membantu kadar total protein dan albumin dalam tubuh kembali normal pada penderita malgizi. Hasil
21 penelitian Saryono et al (2006) melaporkan bahwa kadar albumin plasma pasien rawat inap cenderung rendah. Tempe dan kedelai dapat digunakan sebagai pangan alternatif bagi pasien rawat inap yang cenderung memiliki kadar albumin yang rendah agar kadar albumin plasma pasien rawat inap kembali normal. Pada penelitian ini, beberapa komponen biokimia serum kelompok tikus yang diberi tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10% yang tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 % . Hasil yang sejalan juga diperoleh pada penelitian lainnya yang melaporkan bahwa parameter dalam serum darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) dengan pemberian ransum kasein dan kedelai non-transgenik. (Qi et al. 2012; Daleprane et al. 2009; Appenzeller et al. 2008)
Analisis Hematologi Analisis hematologi merupakan analisis darah yang digunakan untuk mengetahui hemoglobin, jumlah leukosit, hematokrit, eritrosit dan trombosit. Turner et al. (2008) menjelaskan bahwa tujuan analisis hematologi adalah mengamati kelainan hematologi seperti jumlah dan fungsi sel darah, membantu mendiagnosis penyakit infeksi serta mengetahui kelainan sistemik pada ginjal dan hati. Hasil analisis hemoglobin kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 %, tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 % dapat dilihat pada Tabel 9. Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ketiga jenis ransum tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai hemoglobin (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan konsumsi tepung tempe dan tepung kedelai memberikan asupan zat besi yang cukup untuk sintesis hemoglobin. Terbukti dengan normalnya nilai hemoglobin pada kedua kelompok tikus yang disajikan pada Tabel 9. Menurut Arrington (1972), nilai normal hemoglobin pada tikus percobaan adalah 12-17.5 g/dL. Perlakuan pemberian ransum yang berbeda pada ketiga kelompok tikus memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0.05) berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil analisis leukosit ketiga kelompok tikus dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai leukosit ketiga kelompok tikus yang berada pada kisaran normal menunjukkan konsumsi tepung tempe dan tepung kedelai rebus tidak memberikan kelainan pada leukosit. Nilai normal leukosit pada tikus sebesar 5 -25 mm3 (Arrington 1972). Terlihat pada Tabel 9 nilai trombosit kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 % berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan nilai trombosit yang terdapat pada kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 %, namun tidak berbeda nyata dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 %. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 4. Tingginya nilai trombosit yang diperoleh pada kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 % dapat mendukung penggunaan tempe sebagai pangan alternatif untuk meningkatkan nilai trombosit pada penderita demam berdarah. Hasil analisis menunjukkan nilai hematokrit pada kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 % berbeda nyata (p<0.05) lebih
22 rendah dibandingkan nilai hematokrit kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 %. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa nilai eritrosit kelompok tikus yang diberi kasein 10 % lebih tinggi dibandingkan tepung kedelai rebus 10 % namun tidak berbeda dengan kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 %. Hasil analisis eritrosit disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai hematologi tikus percobaan Parameter Kasein 10 % Hemoglobin (g/dL) Leukosit (ribu/mm3) Trombosit (ribu/mm3) Hematokrit (%) Eritrosit (juta/mm3) Keterangan :
13.6 ± 0.7 a
Kelompok Perlakuan Tepung Tepung kedelai tempe 10 % rebus 10 % a 13.8 ± 0.3 13.4 ± 0.3 a
Nilai acuan * 12-17.5
7.4 ± 2.8 a
7.4 ± 0.5 a
8.3 ± 1.8 a
5 - 25
583.2 ± 41.9 ab
606.8 ± 22.9 b
524 ± 63.6 a
-
35.8 ± 0.3 a
37.9 ± 1.2 b
34.7 ± 1.7 a
39 - 52
8.1 ± 0.5 b
8.0 ± 0.2 ab
7.5 ± 0.4 a
7.2- 9.6
*Sumber : Arrington 1972
Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05). Hasil analisis eritrosit ini mendukung penggunaan tempe sebagai bahan alternatif selain susu untuk dapat meningkatkan jumlah eritrosit darah pada penderita anemia. Dari hasil analisis eritrosit yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian konsumsi tepung tempe dan tepung kedelai rebus memberikan asupan zat besi yang cukup sehingga jumlah eritrosit berada dalam angka normal. Nilai eritrosit normal pada tikus percobaan sebesar 7.2 - 9.6 juta/mm3 darah (Arrington 1972). Dengan demikian konsumsi tempe dan kedelai rebus tidak menyebabkan terjadinya anemia akibat menurunnya jumlah eritrosit.
Analisis Kadar Malonaldehida Hati dan Ginjal Kedelai merupakan bahan pangan alami yang mengandung antioksidan. Antioksidan pada tempe dan kedelai adalah isoflavon. Isoflavon mampu merangsang ekspresi Cu-Zn SOD yang dapat melindungi sel dari stres oksidatif. Hasil analisis kadar MDA pada organ hati dan ginjal disajikan pada Gambar 2. Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ransum yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai MDA organ hati maupun ginjal. Terlihat pada Gambar 2 nilai MDA hati maupun MDA ginjal kelompok tepung kedelai rebus 10 % lebih rendah dibandingkan dengan kasein 10 %.
23 Hal ini disebabkan tepung kedelai rebus mengandung antioksidan yaitu isoflavon. Sehingga kadar malonaldehida pada kelompok tikus yang diberi tepung kedelai rebus 10 % lebih rendah dibandingkan kelompok kasein 10%. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa antioksidan yang terdapat pada tempe dan kedelai rebus mampu mengurangi atau menghilangkan radikal bebas karena adanya isoflavon yang mencegah terjadinya peroksidasi lipid (Desminarti et al.2012, Sumi dan Yatagai 2006).
25.0 20.0
Kadar MDA Hati dan Ginjal
µmol/g 19.6 ± 4.8 b
15.3 ± 1.4 ab
15.0 9.9 ± 1.3 a
10.0
13.4 ± 1.2 b 10.6 ± 2.1 ab 8.0 ± 0.7 a
5.0 0.0
MDA Hati Kasein 10 %
Tepung Tempe 10 %
MDA Ginjal Tepung Kedelai Rebus 10 %
Gambar 2 Kadar MDA hati dan ginjal tikus percobaan Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada organ yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Isoflavon yang terdapat pada kedelai rebus lebih tinggi dibandingkan isoflavon yang terdapat pada tempe dan dalam bentuk terikat dengan gugus glukosa atau disebut glikon. Bentuk isoflavon yang terdapat pada tempe sudah dalam bentuk bebas (aglikon) akibat adanya proses fermentasi sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh untuk digunakan sebagai antioksidan (Utari et al. 2010; Astuti 2008). Isoflavon kedelai rebus yang lebih tinggi menyebabkan kadar MDA kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 % lebih rendah dibanding kadar MDA pada kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 % . Berbeda dengan kedelai rebus, kandungan isoflavon yang lebih rendah pada tempe mengakibatkan kadar MDA kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 % tidak berbeda nyata dengan kadar MDA kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 %.
Analisis Aktivitas Superoksida Dismutase Hati dan Ginjal Hasil analisis SOD pada hati dan ginjal tikus percobaan disajikan pada Gambar 3. Analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan pemberian ransum
24 kasein 10 %, tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 % memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai enzim SOD pada organ hati maupun ginjal (Lampiran 6).
SOD Hati dan Ginjal u/mg protein 500
439.6±0 a
450 400 350
344.1±75 a
451.6±21 a
439.6 ± 0 a
a 367.9±0 a 379.9±75
300 250 200 150 100 50 0
SOD Hati Kasein 10 %
SOD Ginjal
Tepung Tempe 10 %
Tepung Kedelai Rebus 10 %
Gambar 3. Nilai SOD hati dan ginjal tikus percobaan Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada organ yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini dapat disebabkan pada kedelai rebus dan tempe mengandung isoflavon yang membantu enzim SOD untuk mengatasi radikal bebas. (Utari et al. 2010; Astuti 2008). Sehingga sampai pada akhir masa perlakuan kadar SOD yang terdapat dalam hati dan ginjal kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 % tidak berbeda jauh dengan kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 %.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kenaikan berat badan kelompok tikus yang diberi tepung tempe 10 % lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus yang diberi tepung kedelai rebus 10 % namun tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus yang diberi kasein 10 %. Berat relatif organ hati, ginjal dan testis pada masing-masing kelompok perlakuan tidak berbeda nyata. Tepung kedelai rebus dan tepung tempe yang dikonsumsi dalam jangka panjang tidak menimbulkan kelainan pada profil serum dan hematologi, dibuktikan dari nilai parameter pada kelompok tikus yang diberi tepung tempe
25 10% dan tepung kedelai rebus 10 % yang tidak berbeda jauh dari kontrol. Kelompok tikus yang diberi ransum tepung kedelai rebus 10 % memiliki nilai malonaldehida (MDA) hati dan ginjal yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum kasein 10 % dan nilai superoksida dismutase (SOD) hati dan ginjal ketiga kelompok tikus tidak berbeda nyata. Hasil analisis MDA dan SOD hati dan ginjal dari kelompok tikus yang diberi tepung tempe 10 % dan tepung kedelai rebus 10 % menunjukkan bahwa tidak ada tikus percobaan yang mengalami stres oksidatif. Dari hasil pemeriksaan profil serum, hematologi, malonaldehida dan superoksida dismutase tikus percobaan terbukti bahwa konsumsi tepung tempe dan tepung kedelai rebus dalam jangka waktu yang lama baik untuk kesehatan.
Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengamati pengaruh konsumsi kedelai rebus dan tempe terhadap sistem imun serta sistem reproduksi tikus jantan dan betina untuk mengetahui lebih luas dampak yang ditimbulkan dari konsumsi tempe dan kedelai rebus. Diperlukan juga penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan pangan lain (berbasis non kedelai) sebagai pembanding untuk mengetahui perbandingan dampak yang ditimbulkan terhadap profil serum, hematologi, malonaldehida dan superoksida dismutase tikus percobaan. Terkhusus pada parameter yang berbeda nyata dengan kontrol pada penelitian ini. Seperti nilai HDL, ureum, SGPT, trombosit, hematokrit, eritrosit dan kadar malonaldehida pada hati dan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA Agostoni C. 2006. Medical position paper soy protein infant formula and followon formulae: a commentary by The ESPGHAN Committee on nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. Vol 42 No. 3 : 352 361. Albar Z. 2006. Nutrisi pada gout. Di dalam: Daldiyono H, Ari FS, Lugyanti S. Dukungan nutrisi pada kasus penyakit dalam. Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. hlm.127-132. Anderson JW, Johnstone BM, Cook-Newell ME. 1995. Meta-analysis of the effects of soy protein intake on serum lipids. Journal Medical. Vol 33 No. 2 : 276-282 [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analysis Chemist. Washington DC (USA): AOAC Inc. Astuti S.2008. Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap radikal bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol.13 No.2 :126-136 [Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2013. Kebutuhan Kedelai Nasional. Tribun news.
26 [BPS] Biro Pusat Statistik. 2011. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi 2011. Jakarta (ID) : BPS. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID). BSN. Appenzeller LM, Munley SM, Hoban D, Skyes GP, Malley LA, Delaney B. 2008. Subchronic feeding study of herbicide-tolerant soybean DP- 356Ø43-5 in Sparague-Dawley rats. Journal Food and Chemical Toxicology. Vol 46 No. 2 : 2201-2213 Arrington LR. 1972. Animal Laboratory : In Introduction Laboratory Animal Science- The Breeding, Care and Management of Experimental Animals. Michigan (USA) : Interstate Printers & Publishers. Astawan M. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama Astawan M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Bangun AP. 2003. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Jakarta (ID) : Formedia Pustaka. Bastiansyah E. 2008. Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakarta (ID) : Penebar Plus. Carolina A. 2006. Pengaruh pemberian susu kedelai terhadap kadar glukosa darah pada diet pasien diabetes mellitus di rumah sakit dr.Saiful Anwar Malang. [skripsi]. Malang (ID) : Universitas Brawijaya Clarkson TB.2002. Soy, soy phytoesterogens and cardiovascular disease risk. Journal Nutr. Vol 132. No.5 : 66-69 Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Nike BS, penerjemah; Egy KY, Esty W, Devi Y, Pamilih EK, editor. Jakarta (ID) : EGC. Ed ke-11. Cromwell GL. 2013. Soybean meal-an exceptional protein source. [Internet] http://www.soymeal.org/reviewpapers/SBMExeptionalProteinSource.pdf Daleprane JB, Feijo TS, Boaventure GT.2009. Organic ang genetically soybean diets : consequences in growth and hematological indicators of aged rats. Journal Plants Foods Human Nutrition. Vol 64. No. 4: 1-5. Dawson PA, Rudel LL. 1999. Intestinal cholesterol absorption. Jurnal Lipid : Vol 10. No. 2 : 315-322. Bruyne LK, Pinna K, Whitney E. 2008. Nutrition and Diet Theraphy Eighth Edition. Belmont (USA) : Cengage Learning. Desminarti S, Rimbawan, Anwar F dan Winarto A. 2012. Efek bubuk tempe instan terhadap kadar malonadehid (MDA) serum tikus hiperglikemik Journal Kedokteran Hewan. Vol. 6 No.2: 197-205. Erdmen JW. 2000. Soy protein and cardiovascular disease Risk. Journal Science.Vol 102. No. 3: 2555-2559 Effendi Z. 2003. Peranan leukosit sebagai anti inflamasi alergik dalam tubuh. [internet]. [diunduh 2014 Agust 1]. Vol. 6. Tersedia pada : http:// library. usu.ac.id/ download/fk/histologi-zukesti2.pdf. Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi. Jan Tamboyang, penerjemah. Jakarta (ID) : EGC. Terjemahan dari : A Text Book of Histology Fudiyansyah N, Petterson DS, Bell RR, Fairbrother AH. 1995. A nutrional, chemical and sensory evaluation of Lupin (L angustifolius) tempe. Journal Food Science and Technology 30 (3):297-307.
27 Ghozali DS, Handaryani E, Rimbawan. 2010. Pengaruh tempe terhadap kadar gula darah dan kesembuhan luka pada tikus diabetik. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Graha KC. 2010. Kolesterol. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputido Guyton AC. 1991. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID) : EGC. Jones DR, Smith FM, West NH. 2000. The Cardiovascular System. Whittow GC, editor. San Diego (USA) : Academic Press. Lee JLF. 2007. Pedoman Pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Sari K, penerjemah; Ramona PK, editor. Jakarta (ID) : EGC. Terjemahan dari : Catalog Inspection and Diagnostik Lichtenstein AH. 1998. Soy protein, isoflavones and cardiovascular disease risk. Journal Nutr. Vol 128. No.2: 1589-1592. Marks DB, Allan DM, Collen MS. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis. Brahm U, penerjemah; Joko Suyono, Vivi Sadikin, Lydia I, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari : Basic Medical Biochemistry : A Clinical Approach. Martini F. 1992. Fundamentals of Anatomy and Physiology Second Edition. United Sataes of Amerika (USA) : Prentice-Hall Inc. Misra HP, Fridovich I. 1972. Bio Chem. London (UK) : Academic Press Limited. Muchtadi D. 2010. Kedelai Komponen Untuk Kesehatan. Bandung (ID) : Alfabeta Nout MJR, Kiers JL. 2005. A review-tempe fermentation, innovation and functionality : update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology, Vol. 98. No. 2: 789-805 Purwoko T, Handajani NS. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi moromi hasil fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Jurnal Biodiversitas. Vol.8. No.4 : 223-227. Qi X, He X, Luo Y, Li S, Zou S, Cao S, Tang M, Delaney B, Xu W, Huang K. 2012. Subchronic feeding study of stacked trait genetically-modified soybean in Sparague- Dawley rats. Journal Food and Chemical Toxicology Vol 50. No.2: 3256-3263. Ridges L, Sunderland R, Moerman K, Meyer B, Astheimer L, Howe P. 2001. Cholesterol lowering benefits of soy and linseed enriched foods. Journal Clin Nutr. Vol 10.No.3 : 204-211. Rodwell VW. 1999. Pengaturan Aktivitas Enzim. Biokimia Harper Edisi 22. Jakarta (ID) : EGC. Sacher RA, Pherson ARM. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Ryan, penerjemah; Huriawati H, editor. Jakarta (ID) : EGC. Terjemahan dari: Clinical Skills for Pharmacists. Ed ke-11. Santoso HB. 2008. Peluang Usaha Bisnis Tempe. Yogyakarta (ID): Kanisius Saryono, Prastomo A, Mekar DA. Perbedaan kadar albumin plasma pada pasien sebelum dan setelah menjalani rawat inap di RSUD Prof. Dr. Margono Sukarjo Purwokerto. 2006. [skripsi]. Purwokerto (ID). Universitas Jenderal Soedirman Silverthorn DU. 2008. Human Physiology Fourth Edition. Texas (USA) : Media Update. Sodeman WA Jr, Sodeman TM. 1995. Sodeman’s Patofisiologi. Andry H, penerjemah. Jakarta (ID) : WB Sanders. Terjemahan dari : Sodeman’s Pathologic Physiology : Mechanism of Disease. Ed ke-7.
28 Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. 2nd edition. Lowa (USA). Blackwell Publishing. Stryer L. 2000. Biokimia. Sadikin, penerjemah. Jakarta (ID) : ECG. Terjemahan dari : Biochemistry. Sumi HC, Yatagai.2006. Fermented soybeans components and disease prevention. Journal Science. doi:10.1201/9781420026566.ch15. Suwarno M, Astawan M, Wresdiyati T, dkk. 2013. Evaluasi keamanan tempe dari kedelai transgenik melalui uji subkronis pada tikus. Jurnal Veteriner: Vol.15 No.3 : 353-362. Turner AH, Pike MJ, Francis MA. 2008. Haematology what does your blood test mean ?. Workshop at RMIT’s Experience Health and Medical Science day. [Internet] [diunduh 2014 November 8]. Tersedia pada http://mams.rmit.edu.au/hgfc58lk9pwc1.pdf. Utari DM, Rimbawan, Riyadi H, Muhilal, Purwantyastuti.2010. Pengaruh pengolahan kedelai menjadi tempe dan pemasakan tempe terhadap kadar isoflavon. Jurnal Gizi dan Makanan. Vol 33 No.2:148-153. Vella CA, Kravitz L, Janot JM. 2001. A review of impact of exercise on cholesterol levels. [Internet]. [diunduh 2014 Agust 1]. Tersedia pada : http://w.w.w.unm.edu/-Ikravitz/article folder/ cholesterol. Villegas R, Gao YT, Gong Y, Li HL, Elasy TA, Zheng W. Legume and soy food intake and the incidence of type 2 diabetes in the Shanghai women’s health study. Journal Clinic Nutrition 2008; Vol 5 No. 87:162-167 Wang TL, Domoney C, Hedley CL, Casey R, Grusak MA. 2003. Can we improve the nutritional quality of legume seeds ?. Plant Physiol. Vol 13. [Internet] http://www.plantphysiol.org/.[ 8 November 2014] Wijayakusuma H. 2003. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Jakarta (ID) : Prestasi Insan Indonesia Winarno FG.1992. Kimia Pangan. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.Yogyakarta(ID): Kanisius Zhu Y, Li D, Wang F, Yin J, Jin H. 2004. Nutrional assesment and fate of DNA of soybean meal from roundup ready or conventional soybeans using rats. Archieves of Animal Nutrion, 58 (4): 295-310.
29 Lampiran 1 Hasil sidik ragam (ANOVA) konsumsi ransum Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total_Konsumsi_Ransum Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
Mean Square
105443.213 5.215E7 105443.213
2 1 2
52721.606 5.215E7 52721.606
84499.894
12
7041.658
5.234E7
15
189943.107
14
Total Corrected Total
df a
F 7.487 7.405E3 7.487
Sig. .008 .000 .008
Total_Konsumsi_Ransum Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai Rebus 10 %
5
1797.40
Tepung Tempe 10 %
5
1813.40
Kasein 10 %
5
1982.72
Sig.
.768
1.000
Lampiran 2 Hasil sidik ragam (ANOVA) kenaikan berat badan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kenaikan_Berat_Badan Type III Sum of Squares
Source
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
4560.933 914641.067 4560.933
2 1 2
2280.467 914641.067 2280.467
6950.000
12
579.167
Total
926152.000
15
11510.933
14
Corrected Total
Kenaikan_Berat_Badan Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai 10 %
5
2.3100E2
Kasein 10% Tepung Tempe 10%
5
2.3860E2
Sig.
5
2.3860E2 2.7120E2
.627
.053
F 3.937 1.579E3 3.937
Sig. .048 .000 .048
30 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:FCE Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
23.713 2650.957 23.713
2 1 2
11.856 2650.957 11.856
22.645
12
1.887
Total
2697.314
15
46.358
14
Corrected Total
F
Sig.
6.283 1.405E3 6.283
.014 .000 .014
FCE Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Kasein 10%
5
12.0220
Tepung Kedelai 10 %
5
12.8540
Tepung Tempe 10%
5
15.0060 .357
Sig.
1.000
Lampiran 3 Hasil sidik ragam (ANOVA) bobot relatif hati, ginjal dan testis Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Hati_Relatif Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
2
6.667E-6
.286
.756
.011
1
.011
480.286
.000
1.333E-5
2
6.667E-6
.286
.756
Error
.000
12
2.333E-5
Total
.011
15
Corrected Total
.000
14
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan
1.333E-5
31 Dependent Variable:Ginjal_Relatif Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
2
6.000E-7
2.571
.118
.000
1
.000
1.607E3
.000
Kelompok_Perlakuan
1.200E-6
2
6.000E-7
2.571
.118
Error
2.800E-6
12
2.333E-7
Total
.000
15
4.000E-6
14
Corrected Model
1.200E-6
Intercept
Corrected Total
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Testis_Relatif Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
2
6.000E-7
.643
.543
.001
1
.001
1.360E3
.000
Kelompok_Perlakuan
1.200E-6
2
6.000E-7
.643
.543
Error
1.120E-5
12
9.333E-7
Total
.001
15
1.240E-5
14
Corrected Model
1.200E-6
Intercept
Corrected Total
Lampiran 4 Hasil sidik ragam (ANOVA) profil serum dan hematologi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Glukosa_Darah Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
3825.733 725120.267 3825.733
2 1 2
1912.867 725120.267 1912.867
8998.000
12
749.833
Total
737944.000
15
12823.733
14
Corrected Total
F 2.551 967.042 2.551
Sig. .119 .000 .119
32 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kolesterol
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
2
36.067
.598
.565
52806.667
1
52806.667
876.217
.000
72.133
2
36.067
.598
.565
Error
723.200
12
60.267
Total
53602.000
15
795.333
14
Corrected Model
72.133
Intercept Kelompok_Perlakuan
Corrected Total
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Trigliserida Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
138.533 40352.267 138.533
2 1 2
69.267 40352.267 69.267
1285.200
12
107.100
Total
41776.000
15
1423.733
14
Corrected Total
F .647 376.772 .647
Sig. .541 .000 .541
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:HDL Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
608.933 45485.067 608.933
2 1 2
304.467 45485.067 304.467
376.000
12
31.333
Total
46470.000
15
984.933
14
Corrected Total
F 9.717 1.452E3 9.717
Sig. .003 .000 .003
33 HDL Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Kasein 10%
5
47.4000
Tepung Kedelai 10 %
5
54.8000
Tepung Tempe 10%
5
63.0000
Sig.
.059
1.000
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:LDL Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
2.533 17476.267 2.533
2 1 2
1.267 17476.267 1.267
265.200
12
22.100
Total
17744.000
15
267.733
14
Corrected Total
F .057 790.781 .057
Sig. .945 .000 .945
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Ureum Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
551.401 17578.817 551.401
2 1 2
275.701 17578.817 275.701
166.712
12
13.893
Total
18296.930
15
718.113
14
Corrected Total
Ureum Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Tempe 10%
5
28.3600
Kasein 10%
5
31.7600
Tepung Kedelai 10%
5
Sig.
42.5800 .175
1.000
F 19.845 1.265E3 19.845
Sig. .000 .000 .000
34 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Creatinin Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.059 8.924 .059
2 1 2
.029 8.924 .029
.215
12
.018
Total
9.198
15
.274
14
Corrected Total
F 1.635 497.732 1.635
Sig. .236 .000 .236
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Asam_Urat_10 % Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.185 3.267 .185
2 1 2
.093 3.267 .093
.608
12
.051
Total
4.060
15
.793
14
Corrected Total
F 1.829 64.474 1.829
Sig. .203 .000 .203
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Asam_Urat_20 % Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.137
a
2
.069
1.526
.257
Intercept
3.553
1
3.553
78.948
.000
Kelompok_Perlakuan
.137
2
.069
1.526
.257
Error
.540
12
.045
Total
4.230
15
.677
14
Corrected Total Dependent Variable:SGOT Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
2244.400 150000.000 2244.400
2 1 2
1122.200 150000.000 1122.200
8545.600
12
712.133
Total
160790.000
15
10790.000
14
Corrected Total
F 1.576 210.635 1.576
Sig. .247 .000 .247
35
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:SGPT Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
577.200 33701.400 577.200
2 1 2
288.600 33701.400 288.600
1266.400
12
105.533
Total
35545.000
15
1843.600
14
Corrected Total
F 2.735 319.344 2.735
Sig. .105 .000 .105
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Total_Protein Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.620 598.125 .620
2 1 2
.310 598.125 .310
1.157
12
.096
Total
599.902
15
1.777
14
Corrected Total
F 3.212 6.201E3 3.212
Sig. .076 .000 .076
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Albumin Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.010 153.280 .010
2 1 2
.005 153.280 .005
.398
12
.033
Total
153.689
15
.409
14
Corrected Total
F .155 4.619E3 .155
Sig. .858 .000 .858
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Hemoglobin Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.537 2771.681 .537
2 1 2
.269 2771.681 .269
2.492
12
.208
Total
2774.710
15
3.029
14
Corrected Total
F 1.294 1.335E4 1.294
Sig. .310 .000 .310
36 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Leukosit Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
3.137 887.811 3.137
2 1 2
1.569 887.811 1.569
45.492
12
3.791
Total
936.440
15
48.629
14
Corrected Total
F .414 234.189 .414
Sig. .670 .000 .670
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Trombosit Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
18195.733 4896326.667 18195.733
2 1 2
9097.867 4896326.667 9097.867
25331.600
12
2110.967
Total
4939854.000
15
43527.333
14
Corrected Total
F 4.310 2.319E3 4.310
Sig. .039 .000 .039
Trombosit Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai 10 %
5
5.2400E2
Kasein 10% Tepung Tempe 10%
5
5.8320E2
5
5.8320E2 6.0680E2
Sig.
.064
.433
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Hematokrit Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
26.368 19613.184 26.368
2 1 2
13.184 19613.184 13.184
18.148
12
1.512
Total
19657.700
15
44.516
14
Corrected Total
F 8.718 1.297E4 8.718
Sig. .005 .000 .005
37 Hematokrit Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai 10 %
5
34.7200
Kasein 10%
5
35.8400
Tepung Tempe 10%
5
37.9200
Sig.
.175
1.000
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Eritrosit Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
.871 930.786 .871
2 1 2
.436 930.786 .436
1.488
12
.124
Total
933.145
15
2.360
14
Corrected Total
F 3.512 7.504E3 3.512
Sig. .063 .000 .063
Lampiran 5 Hasil sidik ragam (ANOVA) MDA organ hati dan ginjal Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MDA_HATI Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
141.740 2007.040 141.740
2 1 2
70.870 2007.040 70.870
54.300
6
9.050
Total
2203.080
9
196.040
8
Corrected Total
MDA_HATI Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai Rebus 10 %
3
9.900
Tepung Tempe 10 % Kasein 10 %
3
15.300
Sig.
3
15.300 19.600
.070
.131
F 7.831 221.772 7.831
Sig. .021 .000 .021
38 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:MDA_GINJAL Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
42.687 1024.000 42.687
2 1 2
21.343 1024.000 21.343
12.873
6
2.146
Total
1079.560
9
55.560
8
Corrected Total
F 9.948 477.266 9.948
Sig. .012 .000 .012
MDA_GINJAL Duncan Subset Kelompok_Perlakuan
N
1
2
Tepung Kedelai Rebus 10 %
3
8.033
Tepung Tempe 10 % Kasein 10 %
3
10.600
10.600
3
13.367
Sig.
.076
.060
Lampiran 6 Hasil sidik ragam (ANOVA) SOD organ hati dan ginjal Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:SOD_HATI Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
1998.351 1192485.840 1998.351
2 1 2
999.175 1192485.840 999.175
22267.583
6
3711.264
Total
1216751.774
9
24265.934
8
Corrected Total
F .269 321.315 .269
Sig. .773 .000 .773
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:SOD_GINJAL Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Corrected Model Intercept Kelompok_Perlakuan Error
285.493 1771448.310 285.493
2 1 2
142.747 1771448.310 142.747
856.480
6
142.747
Total
1772590.284
9
1141.974
8
Corrected Total
F 1.000 1.241E4 1.000
Sig. .422 .000 .422
39
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Jefriaman Sirait dilahirkan di Lubuk Pakam pada 4 September 1992. Dari pasangan Larmin Sirait dan Pesta Purba. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari taman kanakkanak pada usia 5 tahun di TK RK Bintang Timur Lubuk Pakam Deli Serdang Sumatera Utara, kemudian dilanjut Sekolah Dasar selama enam tahun di SDN 101914 Kampung Baru Lubuk Pakam Deli Serdang, Sumatera Utara. Tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Lubuk Pakam. Selang tiga tahun dari itu penulis berhasil lulus dari jenjang SMA. Tahun 2010 penulis menjejakkan kaki pertama kali di Pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Strata-1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa penulis bersyukur pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pernah menjadi anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, menjadi koordinator pelayanan di Komisi Pelayanan Siswa UKM PMK IPB, anggota aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan yang tergabung di Departemen Peduli Pangan Indonesia ( DPPI ) FATETA IPB. Pernah menjadi pengajar responsi matrikulasi dan les privat untuk mata kuliah Fisika Dasar TPB dan menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti BAUR, kepanitiaan Natal CIVA IPB dan fieldtrip angkatan 47 serta yang lainnya. Penulis juga terdaftar sebagai penerima beasiswa Eka Tjipta Foundation (ETF) selama empat tahun. Penulis melakukan penelitian mengenai Profil Serum, Hematologi, Malonaldehida dan Superoksida Dismutase Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tepung Kedelai Rebus dan Tepung Tempe Penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Made Astawan M.S.