PENGARUH KONSUMSI TEPUNG TEMPE DARI KEDELAI PRG (PRODUK REKAYASA GENETIK) DAN NON-PRG TERHADAP FISIOLOGIS TIKUS PERCOBAAN
TESSA WINANDITA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe Dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) Dan Non-PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014
Tessa Winandita NIM F24100090
ABSTRAK TESSA WINANDITA. Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe Dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) Dan Non-PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan. Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO dan MADE ASTAWAN. Tempe merupakan produk yang berasal dari proses fermentasi pada kedelai, yang mempunyai umur simpan relatif rendah. Upaya dalam memperpanjang umur simpan tempe dilakukan dengan cara membuatnya menjadi tepung tempe. Perbedaan yang terdapat pada bahan baku pembuatan tepung tempe yaitu kedelai impor PRG dan non-PRG menimbulkan perbedaan dampak yang akan mempengaruhi kesehatan pada tubuh manusia. Dengan demikian penelitian ini diadakan untuk mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe dari kedelai impor PRG dan non-PRG terhadap kadar malonaldehida, aktivitas antioksidan intrasel superoksida dismutase pada hati dan ginjal tikus percobaan, serta profil hematologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe non-PRG memiliki kadar MDA di hati maupun di ginjal lebih rendah dibandingkan kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG dan 20% protein, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 20% protein dari tepung tempe non-PRG dan 10% protein dari kasein. Sedangkan nilai aktivitas SOD hati dan ginjal tidak berbeda nyata (p>0,05) diantara kelompok tikus percobaan. Pada hasil hematologi menunjukkan bahwa nilai yang didapat masih dalam batas normal. Akan tetapi pada pengukuran jumlah trombosit di setiap perlakuan tikus percobaan memiliki nilai yang melebihi batas normal. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas tikus, metabolisme tikus, dan jumlah konsumsi ransum oleh tikus percobaan. Hasil pemeriksaan MDA, SOD, dan hematologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi tepung tempe PRG dan non- PRG aman untuk dikonsumsi. Kata Kunci : tepung tempe PRG, tepung tempe non-PRG, tikus percobaan, MDA, SOD, Hematologi
ABSTRACT TESSA WINANDITA. The impact of Consumtion of Tempe Flour Made From GMO and Non-GMO to Physiological of Experimental Rats. Supervised by JOKO HERMANIANTO and MADE ASTAWAN. AAAAAAAAAAAAAA Tempe is a derived product from soybean fermentation, which relatively had a short shelf life. An effort to extend the shelf life of tempe has been done by making tempe flour. Difference of raw materials which were GMO and non-GMO was pressured to cause different impact on human health. Thus, this study was conducted to evaluate the effect of tempe flour that were made from GMO and non-GMO soybean upon malonaldehida levels, intracellular antioxidant superoxide dismutase activity in the liver and kidneys of experimental rats, as well as hematological profile. The results showed that rats fed with 10% protein drived from non-GMO soybean flour had lower levels of MDA in the liver and kidney compared to GMO tempe flour group consisting rations of 10% and 20% protein but, not significantly different from the group protein of 20% non-GMO soybean flour and 10% protein of casein. While the value of liver and kidney SOD activity were not significantly different (p>0,05) between the groups of rats. In hematology, the results showed that the values obtained were within normal limits. However, the amount of rat’s thrombocyte measured in each treatment had a value that exceeds normal limits. It was caused by several factors, which were the activity of rat, rat’s metabolism, and amount of feed intake by rats. Results of MDA, SOD, and hematology examination showed that consuming non-GMO and GMO tempe flour were safe for consumption. Keywords : experimental rats, GMO tempe flour, Hematology, MDA, non-GMO tempe flour, SOD
PENGARUH KONSUMSI TEPUNG TEMPE DARI KEDELAI PRG (PRODUK REKAYASA GENETIK) DAN NON-PRG TERHADAP FISIOLOGIS TIKUS PERCOBAAN
TESSA WINANDITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe Dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) dan Non-PRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan. Terima kasih penulis sampaikan kepada mama tercinta (Ibu Endang Winarni, SE), Papa tercinta (Bapak Ir. Winarso), adik Erza Winanto, dan keluarga besar tersayang yang dengan luar biasa memberikan bantuan, semangat, serta bimbingan moril. Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto dan Bapak Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku pembimbing dalam penelitian ini.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pemberi dana penelitian yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kantor Pusat Jakarta melalui Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No:64/PL.22/I/1/3/2014 K tanggal 10 Maret 2014 atas nama Made Astawan. Tak luput penulis ucapkan terima kasih kepada staf UPT ITP juga staf laboran ITP, pilot plan, dan techno park (Mba Irin, Mba Nurul, Bu Antin, Pak Yahya, Pak Adi, Pak Rojak, Mba May, Mba Ina) atas setiap bantuan dan kemudahannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Muhammad ihsan ali talib, Reksa, Fury, Via, Khalid, Armando, Blasius, Aminta, Gideon, Diky, Rizky, Boti, Bachtiar, Ayu, Jefri, Nizza serta teman ITP 47 dan teman-teman di IPB yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, membantu, dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Tessa Winandita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ii PENDAHULUAN................................................................................................... 1 Latar Belakang..................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2 METODE ................................................................................................................ 2 Bahan ................................................................................................................... 2 Alat ...................................................................................................................... 3 Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 16 SIMPULAN ....................................................................................................... 16 SARAN.............................................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Komposisi Ransum Tikus Hasil Analisis Proksimat Sampel Basis Kering Komposisi Bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Ransum Hasil Analisis Proksimat Ransum Tikus Percobaan Berdasarkan Perlakuan 5 Jumlah Konsumsi Pakan dan Rata-Rata Kenaikan Berat Badan Tikus Percobaan Selama Masa Perlakuan 6 Kadar MDA dan Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus Percobaan 7 Analisis Hematologi Pada Tikus Percobaan
4 6 7 7 8 12 14
DAFTAR GAMBAR 1 Pertambahan Berat Badan Tikus Percobaan
9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Menggunakan SPSS versi 22.0 2 Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Badan Tikus Selama 90 Hari Masa Perlakuan Menggunakan SPSS versi 22.0 3 Hasil Analisis Sidik Ragam Feed convertion effeciency Menggunakan SPSS versi 22.0 4 Hasil Analisis sidik Ragam Kadar Malonaldehid (MDA) Hati Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 5 Hasil Analisis Kadar Malonaldehid (MDA) Ginjal Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 6 Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD) Hati Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 7 Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD) Ginjal Tikus Menggunakan SPSS versi 22.0 8 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Tikus Percobaan Menggunakan SPSS versi 22.0 9 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS versi 22.0 10 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Trombosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS versi 22.0 11 Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS versi 22.0 12 Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS versi 22.0 13 Kurva Standar TEP 14 Kurva Standar SOD
20 21 22 23 24 25 25 26 27 27 28 29 30 30
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang memiliki kadar protein tinggi dan mudah dimanfaatkan. Menurut Cahyadi (2007) kedelai memiliki kadar protein sebesar 34,9 g dalam 100 gram biji kering. Protein yang terkandung pada kedelai memiliki fungsi sebagai sumber energi, protein dapat berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh. Sebagai zat pembangun, protein mempunyai fungsi utama untuk membentuk jaringan baru. Selain itu, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh (Muchtadi 2010). Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produksi kedelai di Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Produksi kedelai nasional pada tahun 2010 sebesar 907,03 ribu ton, mengalami penurunan menjadi 843,15 ribu ton biji kering pada tahun 2012. Kebutuhan kedelai nasional selama lima tahun (tahun 20102014) sebesar 2,3 juta ton biji kering (Kementerian Pertanian 2013). Rendahnya produksi kedelai di Indonesia mengakibatkan para produsen olahan kedelai menggantungkan usahanya dari bahan impor. Poduk kedelai varietas impor dibedakan menjadi Produk Rekayasa Genetik (PRG) atau GMO (Genetically Modified Organism) dan non-Produk Rekayasa Genetik atau yang disebut non-GMO. Kedelai PRG merupakan varietas yang sudah dimodifikasi secara genetik untuk menghasilkan kedelai yang memiliki berbagai keunggulan, seperti memiliki karakteristik lebih tahan terhadap penyakit dan hama, lebih tahan terhadap herbisida, dan memiliki ukuran biji lebih besar. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan, salah satunya adalah tempe. Menurut Muchtadi (2010) proses fermentasi dalam pembuatan tempe dapat mempertahankan sebagian besar zat-zat gizi yang terkandung dalam kedelai, meningkatkan daya cerna proteinnya, serta meningkatkan kadar beberapa macam vitamin B. Masalah utama pada tempe yaitu umur simpan yang relatif rendah, diakibatkan kadar air yang cukup tinggi (55-65%), serta adanya kapang yang terus tumbuh dan berkembang biak, menyebabkan degradasi protein lebih lanjut membentuk amoniak (Mursyid 2014). Amoniak yang terbentuk menyebabkan munculnya aroma busuk (Astawan 2008). Proses pengolahan kedelai menjadi tempe, memperbaiki senyawa antioksidan. Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Kuncahyo 2007). Salah satu upaya pencegahan terbentuknya ROS yaitu dengan melibatkan enzim superoksida dismutase (SOD), sedangkan salah satu substansi biologis penanda (biomarker ) stres oksidatif adalah malonaldehida (MDA).
2
Umur tempe yang singkat mendorong upaya memperpanjang umur simpan tempe menjadi tepung tempe. Tepung tempe merupakan tepung yang diolah dari tempe segar yang diproses melalui beberapa tahap yaitu pengirisan, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pada proses pembuatan tepung tempe, terdapat peluang adanya perubahan komponen aktif. Perbedaan bahan baku tepung tempe, yaitu kedelai PRG dan non-PRG perlu dikaji dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Penilitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan dampak konsumsi tepung tempe kedelai PRG dan nonPRG terhadap hematologi, kadar MDA, dan aktivitas SOD tikus percobaan .
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe dari kedelai PRG (produk rekayasa genetik) dan non-PRG terhadap kadar malonaldehida, aktivitas antioksidan intrasel superoksida dismutase pada hati dan ginjal tikus percobaan, serta profil hematologi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya database studi toksisitas dan diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah kepada masyarakat bahwa mengonsumsi tempe PRG dan non-PRG secara rutin dalam waktu yang lama tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan.
METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tempe dari kedelai (Glycine max) impor PRG dan non-PRG, pati jagung, kasein, minyak jagung, carboximethylcelulose (CMC), campuran mineral, dan campuran vitamin. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar malonaldehida (MDA) adalah PBS (phospate buffer saline) pH 7.4 yang mengandung KCL 0.15 M, HCL 0.25 N yang mengandung 15% TCA (tricarboxylic acid), 0.38% TBA (thiobarbituric acid), dan 0.5% BHT (butylated hydroxytoluene), aquades, standar TEP (tetraetoksi propana). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis enzim superoksida dismutase (SOD) adalah epinefrin, Na2CO3, NaHCO3, NaEDTA 0.001 M, HCl 0.01 M, aquades, dan standar SOD. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator biru metilen, HCl, pelarut n-heksana, asam borat jenuh, indikator merah metil dan biru metil, kapas bebas lemak, dan etanol. Bahan untuk
3
analisis hematologi yaitu tabung yang berisi larutan EDTA, batu es, larutan lyse dan diluent.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, alat bedah tikus, vortex, sentrifusa, tabung sentrifusa, spektrofotometer, mikropipet, penangas air, alumunium foil, tabung eppendorf, gelas ukur, bulb, hot plate, pipet Mohr, sudip, alat penggerus, neraca analitik, toples, kertas saring, gelas piala, Hematology Analyzer.
Jenis Analisis Penelitian ini terdiri dari tahap pembuatan tempe, pembuatan tepung tempe, pembuatan ransum, dan analisis produk. Analisis produk meliputi analisis proksimat, analisis secara in vivo pada tikus percobaan yang diberi pakan tepung tempe kedelai PRG dan non-PRG, dan analisis hematologi. Tahap Pembuatan Tempe Proses pembuatan tempe dilakukan dengan menerapkan Good Hygienic Practices (GLP) di Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang telah mendapatkan sertifikasi HACCP, dengan cara: pembersihan atau penyortiran kedelai, perendaman menggunakan air selama 1 jam, perebusan selama 30 menit, perendaman kembali selama 12 jam dan pengupasan kulit ari. Kedelai yang telah dikupas kulit arinya dibersihkan dan dipisahkan dari tunas yang telah tumbuh, dan disiram dengan air panas. Setelah itu, kedelai didinginkan, diberi ragi secara merata kemudian dikemas dan diinkubasi selama 40 jam. Tahap Pembuatan Tepung Tempe Pembuatan tepung tempe dilakukan dengan cara: tempe diiris dengan menggunakan slicer, dengan diameter 30 cm dan tebal irisan 1 mm, kemudian diblansir dengan uap panas selama 2 menit pada tekanan 1 bar dan suhu 100°C. Tempe yang telah diblansir, dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 °C dan digiling menggunakan disc mill, yang dilengkapi saringan 60 mesh.
4
Tahap Pembuatan Ransum Pembuatan ransum tikus percobaan dibedakan berdasarkan sumber proteinnya, yaitu ransum tepung tempe PRG, ransum tepung tempe non-PRG, dan ransum kasein sebagai standar. Ransum yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan harian tikus dan disusun berdasarkan AOAC (2005). Tabel 1. Komposisi Ransum Tikus Komponen Sumber Jumlah Protein Protein standar/ 10% protein uji Minyak Lemak jagung 8% Campuran Mineral Mineral 5% Campuran Vitamin vitamin 1% Serat
CMC
1%
Air
Air minum
5% % sisanya
Karbohidrat Pati jagung Sumber : AOAC (2005) Keterangan : x= Jumlah Ransum
Perhitungan 1,60 × 100 𝑥= % N Sampel x × % kadar lemak ) 100 x × % kadar abu ) 5−( 100
8−(
1% x × % kadar serat kasar ) 1−( 100 x × % kadar air ) 5−( 100 100 − (lainnya)
Uji Kualitas Tepung Tempe
Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan pada kasein dan tepung tempe. Hasil analisis menjadi acuan dalam formulasi ransum tikus percobaan.
Uji Pengaruh Tepung Tempe PRG dan non-PRG Secara In Vivo Analisis pengaruh tepung tempe PRG dan non-PRG secara in vivo menggunakan tikus putih jantan Sprague Dawley lepas sapih yang diadaptasikan terlebih dahulu selama tiga hari dengan pemberian ransum kasein (standar) dan air minum secara ad libitum. Setelah masa adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan keseragaman bobot tubuh dan dikelompokkan menjadi lima, yaitu kelompok tikus yang diberi pakan 10% protein dari kasein, 10% protein dari tepung tempe PRG, 20% protein dari tepung tempe PRG, 10% protein dari tepung tempe non-PRG dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Setiap kelompok tikus memiliki perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan antar tikus dalam setiap kelompok memiliki perbedaan maksimal 5 gram. Perlakuan dilakukan selama 90 hari.
5
Selama masa percobaan dilakukan pengamatan terhadap konsumsi ransum setiap hari dan berat badan tikus setiap enam hari sekali. Analisis Kadar Malonaldehida (AOAC 2005) Analisis tingkat stress oksidatif mengukur malonaldehida (MDA) sebagai hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam hati/ginjal dengan membandingkannya dengan kurva standar TEP (tetraetoksi propana). Sebanyak 1,00 g sampel hati atau ginjal dihancurkan dan dihomogenisasi dengan ditambahkan 4 mL larutan PBS (phospate buffer saline) yang mengandung 0,15 M. Homogenat kemudian disentrifus 3000 rpm dengan jari-jari sentrifus sebesar 17,90 cm selama 20 menit sehingga diperoleh supernatan jernih. Untuk tahap analisis, 1 mL supernatan hati atau larutan kerja standar TEP dicampur dengan 4 mL larutan HCl 0.25 N dingin yang mengandung TCA, TBA, dan BHT. Larutan kemudian divortex dan dipanaskan 80°C menggunakan penangas air selama 1 jam. Setelah dingin, larutan disentrifus 3000 rpm. Kemudian diukur absorbansi supernatan jernih pada panjang gelombang 532 nm dan dibandingkan dengan kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA sampel. Analisis Aktivitas SOD (Misra dan Fredovich 1972) Sampel hati atau ginjal dihancurkan dan diekstraksi dengan buffer fosfat pH 7, dengan perbandingan 1:10. Hasil ekstraksi disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm dengan jari-jari sentrifus sebesar 17,90 cm selama 10 menit dalam keadaan dingin. Pengukuran serapan dilakukan dengan cara memasukkan 2800 µl buffer natrium karbonat pH 10.2, 100 µl sampel yaitu supernatan yang mengandung SOD dan 100 µl larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi. Kemudian serapan dibaca pada panjang gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2, 3,dan 4. Perhitungan aktivitas SOD dinyatakan dengan satuan unit/mg protein dengan cara mengukur % hambatan: %ℎ𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 =
∆𝐴𝑏𝑠 ∆𝐴𝑏𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝐴𝑏𝑠 𝑚𝑛𝑖𝑡
∆
𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 100%
Kemudian nilai % hambatan ini dikonversikan dalam kurva standar SOD di mana % hambatan (sumbu Y) dan aktivitas SOD dalam unit/mg protein (sumbu X) telah diketahui.
6
Analisis Hematologi Prosedur analisis Hematologi yaitu sampel darah tikus sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam tabung darah yang telah berisi EDTA yang berguna untuk menganalisis hematologi. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat otomatik ‘Hematology Analyzer’ dengan parameter eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi pada sampel. Analisis ketiga sampel disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis proksimat sampel basis kering Kadar (%bk) Sampel Air Abu Protein Lemak (%bb) Kasein 9,9 0,6 89,4 0,3 Tepung tempe PRG 3,9 1,9 47,9 27,1 Tepung tempe non-PRG 4,7 1,8 50,7 26,5
Serat 0,5 8,8 9,5
Hasil analisis proksimat dari ketiga sampel menjadi acuan dalam formulasi ransum. Analisis proksimat pada tepung tempe PRG dan non-PRG memiliki nilai yang tidak berbeda diantara keduanya, hal tersebut menyatakan bahwa tempe yang berasal dari kedelai PRG sama baiknya dengan tempe yang berasal dari kedelai non-PRG. Pembuatan Ransum Setelah diperoleh hasil analisis proksimat sampel, dapat ditentukan formulasi bahan untuk ransum yang diberikan kepada tikus percobaan. Formulasi bahan yang digunakan untuk ransum masing-masing kelompok tikus dapat dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan ransum (basis1000g) Kelompok Komponen Penyusun (g) Perlakuan Sampel Minyak Mineral Vitamin CMC Air Pati (Sumber dan jagung mix mix jagung Kadar protein) Kasein 10 % 112 80 49 10 9 39 701 (standar) Tepung tempe PRG 10 %
209
23
46
10
-
42
670
Tepung tempe PRG 20 %
418
-
42
10
-
34
496
Tepung Tempe non-PRG 10 %
197
28
46
10
-
41
678
Tepung Tempe non-PRG 20 %
394
-
43
10
-
32
522
Pemberian ransum kepada setiap kelompok perlakuan disesuaikan dengan formulasi pada Tabel 1. Pada kelompok tikus dengan perlakuan pemberian pakan tepung tempe PRG dan tepung tempe non-PRG tidak ditambahkan CMC karena bahan baku tepung tempe mengandung jumlah serat yang cukup untuk kebutuhan harian tikus percobaan.Untuk mengetahui kesesuaian kandungan zat gizi yang diberikan dengan formulasi, dengan analisis proksimat pada kelima jenis ransum yang diberikan (Tabel 4). Tabel 4. Hasil analisis proksimat ransum tikus percobaan berdasarkan perlakuan. Perlakuan Kadar (%bb) (Sumber dan Kadar Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Protein) Kasein 10% 13,7 4,2 10,6 8,8 62,8 Tepung tempe PRG 10% 14,8 4,0 10,1 5,2 65,9 Tepung tempe PRG 20% 11,9 4,0 19,7 9,3 55,1 Tepung tempe non-PRG 13,5 3,9 9,8 3,7 69,1 10% Tepung tempe non-PRG 11,7 3,8 19,4 7,7 57,4 20% Hasil analisis proksimat ransum basis basah pada Tabel 4 menunjukkan kadar protein untuk setiap kelompok tikus sebesar 10% dan 20%. Hal ini sudah sesuai dengan yang diinginkan yaitu memberikan asupan protein yang sama untuk setiap kelompok tikus percobaan.
8
Pertambahan Berat Badan Tikus dan Konsumsi Ransum Selama masa perlakuan tikus diberi ransum dan minum setiap hari secara ad libitum dan dilakukan penimbangan berat badan tikus setiap enam hari sekali. Rata-rata konsumsi ransum dan kenaikan berat badan tikus selama 90 hari percobaan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah konsumsi ransum dan kenaikan berat badan tikus percobaan selama masa perlakuan. Kelompok Perlakuan Jumlah Kenaikan Feed (Sumber dan Kadar Konsumsi Berat Badan (g) convertion Protein) Ransum (g) effeciency (%) Kasein 10 % (standar) 1973±118,2c 251±43,9ab 12,7±1,5a a a Tepung tempe PRG 10 % 1620±81,2 229±38,0 141±2,0a Tepung tempe PRG 20 % 1829±92,9bc 380±33,8b 20,8±0,9b Tepung Tempe non-PRG 1779±58,8ab 274±30,5ab 15,4±1,4a 10 % Tepung Tempe non-PRG 1835±117,8bc 369±65,6b 20,1±3,0b 20 % Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) dengan uji jarak Duncan.
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jenis ransum berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap jumlah konsumsi ransum. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG lebih rendah dibandingkan kelompok 10% protein dari kasein, kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG, 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum berpengaruh nyata (p<0,01) terhadap kenaikan berat badan tikus percobaan. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa ratarata kenaikkan berat badan kelompok tikus percobaan yang diberi ransum 10% dan 20 % protein dari tepung tempe PRG, serta 10% dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG tidak berbeda nyata dengan tikus yang diberi pakan kasein (kontrol). Hal tersebut disebabkan protein pada tempe memiliki kualitas yang baik dan hampir setara dengan protein pada kasein. Menurut Suwarno (2013) yang mengevaluasi keamanan tempe transgenik melaporkan bahwa tempe sebagai sumber protein nabati memiliki kualitas protein yang sama baiknya dengan protein hewani (kasein). Data Feed convertion effeciency (FCE) pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai FCE kelompok tikus yang diberi ransum 20% protein dari tepung tempe PRG lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum 10% protein dari kasein. Hasil analisis ragam (ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 3. Semakin tinggi nilai FCE maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan
9
ransum, demikian sebaliknya. Sehingga, tikus yang mengonsumsi 20% protein dari tempe PRG dapat meningkatkan berat badan lebih efisien dibandingkan dengan kelompok tikus yang mengonsumsi 10% protein dari kasein dalam jumlah yang sama. Perubahan berat badan tikus selama 90 hari masa perlakuan ditunjukkan pada Gambar 1. Kenaikan berat badan kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 10% protein dari kasein, 20% protein dari tepung tempe PRG 20%, 10% protein dari tepung tempe non-PRG, dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Semakin besar jumlah konsumsi ransum pada masa perlakuan seharusnya memberikan kenaikan berat badan yang semakin besar pula. Namun hasil yang diperoleh berbeda, Hal ini dikarenakan perbedaan pertumbuhan berat badan tikus sangat dipengaruhi oleh kualitas protein yang terkandung pada ransum yang diberikan bukan dari jumlah konsumsi pakan tikus. Menurut Schaafsman (2000), kualitas protein merupakan gambaran bagaimana protein yang terkandung dalam bahan pangan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan, baik dilihat dari komposisi asam amino esensial, kemampuan tubuh untuk mencerna, serta bioavailabilitas asam amino yang terkandung.
Gambar 1.Pertambahan berat badan tikus
Analisis Kadar MDA dan Aktivitas Enzim SOD Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan, sehingga mempunyai aktivitas tinggi untuk menarik elektron dari senyawa-senyawa lain yang rentan terhadap proses oksidasi, seperti asam lemak tak jenuh (Emawati 2006). Pembentukan radikal bebas dalam tubuh dapat berasal dari dalam (endogen) atau dari luar (eksogen). Secara endogen, radikal bebas terbentuk sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh (Muchtadi 2010, 2013). Menurut Lee at al. (2004) radikal bebas atau ROS di
10
dalam tubuh dapat menyebabkan oksidasi lipid, oksidasi protein, DNA strand break, modifikasi basa DNA, dan modulasi ekspresi genetik. Astuti et al (2009) menyebutkan Malonaldehida (MDA) merupakan hasil proses oksidasi lemak tidak jenuh jamak oleh senyawa radikal bebas di dalam tubuh, sehingga MDA dapat digunakan sebagai indikator keberadaan radikal bebas dan indikator kerusakan oksidatif membran sel di dalam tubuh. Prinsip dari pengukuran MDA adalah adanya reaksi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna pink (merah muda) dan dapat dibaca pada panjang gelombang 532 nm (Brankaet al. 2012). Semakin tinggi kadar MDA pada tubuh berarti semakin banyak infeksi yang terjadi. Menurut Lu (2006) organ hati dan ginjal merupakan organ yang penting untuk mengetahui dampak toksisitas. Organ hati yang digunakan pada analisis MDA dan SOD merupakan organ yang memiliki fungsi utama berupa tempat penyimpan, metabolisme dan biosintesis zat gizi. Hodgson (2004) menyatakan bahwa hati merupakan salah satu organ target bagi senyawa kimia sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati tersebut. Umumnya senyawa xenobiotik masuk kedalam tubuh melalui jalur gastrointestinal, kemudian diabsorbsi dan ditransfer melalui pembuluh portal hepatic menuju hati. Dengan demikian hati merupakan organ pertama yang dilalui senyawa kimia sebelum diserap oleh sistem pencernaan tubuh, sehingga hati dapat digunakan sebagai parameter pembentukan radikal bebas. Sedangkan ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme. Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan kotoran dari sistem saluran kemih, menyaring kotoran dari darah, dan menyerap nutrisi penting ke aliran darah (Odden et al. 2014). Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran kadar MDA hati dan ginjal tikus percobaan dari lima jenis perlakuan yang berbeda-beda, yaitu 10% protein dari tepung tempe PRG, 20% protein dari tepung tempe PRG, 10% protein dari tepung tempe non-PRG, 20% protein dari tepung tempe non-PRG, dan 10% protein dari kasein sebagai kontrol. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum yang diberikan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pembentukkan kadar MDA di hati (Lampiran 4) dan di ginjal (Lampiran 5) tikus percobaan. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa kadar MDA hati tikus percobaan pada kelompok tikus yang diberi pakan tepung tempe PRG dan nonPRG tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus yang diberi pakan kasein. Hal tersebut dikarenakan isoflavon pada tempe mengalami pelepasan molekul gula dari isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon yang mudah diserap oleh tubuh. Menurut Astawan (2008) kadar isoflavon total yang terdapat pada kedelai mentah sebesar 140 mg 100-1 gram bahan, sedangkan pada tempe sebesar 50 mg 100-1 gram bahan. Namun, hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan kadar MDA hati kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG lebih tinggi
11
dibandingkan dengan kelompok 10% protein dari tepung tempe non-PRG. Hal tersebut sama dengan hasil uji beda lanjut Duncan kadar MDA ginjal (Lampiran 5). Hal ini dikarenakan adanya isoflavon yang hilang (terbuang) atau rusak akibat proses pemanasan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Musyrid (2014) yang melaporkan bahwa kadar isoflavon pada tepung tempe PRG sebesar 29,67 mg/gram bahan sedangkan kadar isoflavon tepung tempe non-PRG sebesar 28.92 mg/gram bahan. Hal tersebut tidak berkaitan dengan kadar MDA, dikarenakan proses pembuatan tempe dengan dua kali perebusan diduga dapat menyebabkan penurunan senyawa isoflavon. Tabel 6. Kadar MDA dan Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus Percobaan. Sampel Aktivitas SOD MDA Hati MDA Ginjal Aktivitas SOD (Sumber Ginjal (µmol/g (µmol/g Hati (unit/mg dan Kadar (unit/mg sampel) sampel) protein) Protein) protein) Kasein 10% 19,6±4,8ab 13,3±1,2ab 344,1±74,7 439,7±0 Tepung Tempe PRG 10% 27,3±6,3b 19,3±1,1c 391,9±54,8 451,6±20,7 Tepung Tempe PRG 20% 29,1±4,8b 16,0±3,8bc 320,2±74,7 415,8±20,7 Tepung Tempe non-PRG 10% 11,8±1,3a 8,9±2,1a 344,1±41,4 439,7±0 Tepung Tempe non-PRG 20% 19,6±2,4ab 13,9±0,8abc 391,9±41,4 427,7±20,7 Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) dengan uji jarak Duncan.
Devasagayam et al (2004) menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan dalam menetralkan radikal bebas dalam tubuh dapat berupa pencegahan terbentuknya ROS, pencegahan ini melibatkan enzim superoksida dismutase (SOD). Enzim superoksida dimutase (SOD) memiliki peran penting dalam sistem pertahanan tubuh, terutama terhadap aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dapat menimbulkan stress oksidatif. SOD dalam tubuh mempunyai aktivitas mengkatalisis radikal superoksida (O2) menjadi hidrogen peroksida dan oksigen, SOD menghambat terjadinya autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom pada pH basah (Misra dan Fridovich 1972). Aktivitas SOD (U/g jaringan) tertinggi ditemukan di dalam hati. Selain ditemukan pada organ hati, SOD juga dapat ditemukanpada kelenjar adrenalin,
12
ginjal, darah, limfa, pankreas, otak, paru-paru, lambung, usus, ovarium, dan timus (Halliwell dan Gutteridge 1997). Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran aktivitas SOD hati dan ginjal dari dua jenis tepung tempe dengan kadar protein yang berbeda dan kasein sebagai kontrol. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis ransum yang diberikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aktivitas SOD di hati (Lampiran 6) dan ginjal (Lampiran 7) tikus percobaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan isoflavon pada tempe PRG dan non-PRG mampu membantu aktivitas SOD dalam menghambat terbentuknya radikal bebas, walaupun kadar isoflavonnya menurun akibat proses pengolahan kedelai menjadi tempe. Hal ini didukung oleh Astuti et al (2000) yang mengatakan bahwa tempe memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia, salah satunya meningkatkan enzim antioksidan SOD. Analisis Hematologi Analisis hematologi merupakan cara untuk memeriksa darah yang dapat menghitung jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, jumlah leukosit, jumlah trombosit, dan kadar hematokrit. Menurut Zhu et al (2004) hematologi merupakan indikator yang cukup sensitif untuk menggambarkan kesehatan tikus secara umum. Hemoglobin atau Hb merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein kompleks terkonjugasi yang mengandung besi. Protein Hb adalah globin, sedangkan warna merah pada hemoglobin disebabkan oleh warna heme. Heme adalah suatu senyawa yang mengandung satu atom besi (Bastiansyah 2008). Handayani dan Andi (2008) menjelaskan bahwa hemoglobin tidak hanya dipengaruhi oleh suatu rangsangan tetapi juga dipengaruhi oeh hematokrit dan eritrosit per unit volume. Redahnya oksigen dalam darah menyebabkan peningkatan produksi hemoglobin dan eritrosit. Hasil analisis kadar hemoglobin pada tikus percobaan disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar hemaglobin. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe PRG dan non-PRG tidak berbeda nyata dengan kelompok kasein. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tikus dengan ransum tepung tempe PRG dan non-PRG mampu memberikan asupan zat besi yang baik. Hal tersebut didukung oleh Susianto (2011) yang mengatakan bahwa kadar besi yang terdapat pada tepung tempe sebesar 9 mg per 100 gram. Sehingga kadar hemoglobin pada setiap kelompok tikus perlakuan memiliki nilai yang normal. Menurut Arrington (1972), nilai normal hemoglobin pada tikus percobaan sebesar 12-17,5 g/dL.
13
Peran leukosit di dalam tubuh adalah mempertahankan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus ke dalam jaringan penyambung (Effendi 2003). Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfa. Granulosit dan monosit dibentuk dalam sumsum tulang kemudian di simpan dan dikeluarkan ke dalam sistem sirkulasi bila diperlukan. Limfosit dan sel plasma diproduksi dalam berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limfa, limpatik, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid di dalam tubuh (Guyton dan Hall 2010). Tabel 7 menunjukkan hasil analisis jumlah leukosit pada tikus percobaan dari dua jenis tepung tempe dengan kadar protein yang berbeda serta kasein sebagai kontrol. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa jenis ransum yang diberikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap jumlah leukosit. Akan tetapi, kadar leukosit pada setiap kelompok tikus perlakuan memiliki nilai yang normal. Menurut Arrington (1972), nilai normal leukosit pada tikus percobaan sebesar 5-25x103/ mm3. Tabel 7. Analisis Hematologi Pada Tikus Percobaan Sampel **Hemoglobin Leukosit *Trombosit **Eritrosit **Hematokrit (Sumber (g/dL) (x103/mm3) (x103/mm3) (x106/mm3) (%) dan Kadar Protein) Kasein 14,1±0,7ab 7,9±2,2 639±47b 8,1±0,46bc 37±1,4b 10% Tepung 12,9±0,3a 6,9±1,4 580,2±26a 7,1±0,46a 33,5±0,5a tempe PRG 10% Tepung 14,6±1,0b 6,3±0,7 613,8±32ab 8,3±0,38c 37,5±2,5b tempe PRG 20% Tepung tempe 13,2±0,5a 5,9±0,6 613±24ab 7,5±0,19ab 35,3±1,0ab non-PRG 10% Tepung tempe 13,8±0,2ab 7,3±1,8 642,8±26b 7,7±0,35abc 36,1±0,9ab non-PRG 20% Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan ** berbeda sangat nyata (p<0,01) dan * berbeda nyata (p<0,05) dengan uji jarak Duncan.
14
Trombosit berperan penting dalam pembekuan darah. Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Namun, dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang berada di lapisan subendotel pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit akan menjadi lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara efektif menambal daerah yang luka (Handayani dan Andi 2008). Jumlah trombosit normal pada manusia adalah 250,000-400,000 sel/mm3 (Scott dan Elizabeth2009). Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat menyebabkan pemanjangan waktu pembekuan. Hasil analisis jumlah trombosit pada tikus percobaan disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah trombosit. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kelompok tikus yang mengonsumsi ransum 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki jumlah trombosit lebih rendah dibandingkan kelompok 10% protein dari kasein dan kelompok 20% protein dari tepung tempe non-PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 10% protein dari tepung tempe non-PRG. Hal ini disebabkan rendahnya jumlah konsumsi tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe PRG. Hal tersebut mengurangi asupan protein yang berfungsi sebagai zat pembangun tubuh, salah satunya dalam memetabolisme sel trombosit. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jumlah trombosit tikus normal sebesar 150-460x103/mm3. Jumlah trombosit pada setiap kelompok tikus perlakuan memiliki nilai di atas batas normal. Hal tersebut disebakan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah aktivitas tikus dan metabolisme tubuh tikus. Akan tetapi hasil jumlah trombosit yang melampaui batas normal akibat dari mengonsumsi tepung tempe PRG dan non-PRG, dapat digunakan sebagai pangan alternatif untuk meningkatkan nilai trombosit yang turun pada penderita demam berdarah. Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperan membawa hemoglobin di dalam sirkulasi. Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dan limfa.Limfa hanya berperan sedikit dalam membentuk eritrosit (Bastiansyah 2008). Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit juga banyak mengandung karbonik anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi antara karbondioksida (CO2) dan air, sehingga akan meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik beberapa ribu kali lipat (Guyton dan Hall 2010). Beberapa bahan penting yang dibutuhkan dalam pembentukan eritrosit antara lain protein (asam amino), vitamin (vitamin B2, B6, B12, folat, tiamin, vitamin C, dan E), dan mineral (Fe, Cu, Mn, dan Co). Bila tubuh mengalami
15
defisiensi salah satu bahan-bahan penting tersebut, maka proses pembentukaneritrosit akan terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya anemia (Sacher dan McPerson 2004). Hasil analisis nilai eritrosit pada tikus percobaan disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai eritrosit. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki eritrosit sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang diberi ransum berupa 10% protein dari kasein dan 20% protein dari tepung tempe PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG. Hal ini dikarenakan kelompok tikus yang diberi ransum tepung tempe PRG 10% mengonsumsi ransum dalam jumlah yang sedikit sehingga dapat mengurangi asupan protein. Protein sangat dibutuhkan dalam pembuatan hormon eritropoeitin, yaitu molekul glikoprotein yang diperlukan dalam sintesis eritrosit (Ganong 2003). Nilai eritrosit pada tikus yang diberi perlakuan masih berada dalam kisaran normal, menurut Schermer (1967) jumlah eritrosit pada tikus yaitu 7x1069,7x106/mm3. Hematokrit dapat digunakan untuk mendiagnosis kondisi normal, anemia, dan polisitemia. Kondisi polisitemia atau kekurangan cairan ditandai dengan hematokrit yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin yang tinggi. Kondisi anemia ditandai dengan hematokrit yang rendah dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin yang rendah. Hematokrit yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin yang rendah, menunjukkan anemia disertai ukuran atau volume eritrosit yang membesar dan konsentrasi hemoglobin yang rendah (Guyton dan Hall 2010). Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi atau patologi. Nilai hematokrit yang rendah menunjukkan terjadinya anemia atau pendarahan. Sedangkan, nilai hematokrit yang tinggi dapat disebabkan oleh terjadinya dehidrasi pada spesimen (Estridge et al 2000). Hasil analisis pada tikus percobaan yang diberikan dua jenis tepung tempe yang memiliki perbedaan kadar proteinnya dan kasein sebagai kontrol. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum berepngaruh nyata (p<0,01) terhadap kadar hematokrit. Hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki hematokrit sangat nyata lebih rendah dibandingkan kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 10% protein dari kasein, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG . Tikus yang diberi ransum 20% protein dari tepung tempe PRG tidak berbeda nyata dengan tikus yang diberi ransum 10% protein dari kasein, 10% protein dari tepung tempe non-PRG, dan 20% protein dari tepung tempe non- PRG.
16
Rendahnya konsumsi protein pada tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe PRG menyebabkan kadar hematokrit yang rendah. Konsumsi protein yang rendah dapat menyebabkan terganggunya sintesis hormon eritropoietin. Hormon tersebut membantu mengatur kecepatan pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang, serta dapat merangsang proses pembelahan sel menjadi lebih cepat (Guyton 1993). Kelima kelompok jenis ransum memiliki nilai hematokrit yang berada pada kisaran normal, yaitu 33-50% (Booth et al. 2010) dan menurut Arrington (1972) nilai normal hematokrit sebesar 39-52%.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Perbedaan kadar protein ransum dan jumlah konsumsi ransum yang diberikan ke tikus percobaan menyebabkan perbedaan berat badan. Kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki berat badan lebih rendah dibandingkan kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan 10% protein dari kasein. Kelompok tikus yang diberi ransum 10% protein dari tepung tempe non-PRG memiliki kadar MDA di hati maupun di ginjal lebih rendah dibandingkan kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe PRG, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok 20% protein dari tepung tempe nonPRG dan 10% protein dari kasein. Sedangkan nilai aktivitas SOD hati dan ginjal tidak berbeda nyata diantara kelompok tikus percobaan. Hasil kadar MDA dan aktivitas SOD menunjukkan bahwa tidak ada kelompok tikus yang mengalami strees oksidatif. Sama hal nya dengan pengukuran hematologi yang membuktikan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum 10% dan 20% protein dari tepung tempe PRG, kelompok 10% dan 20% protein dari tepung tempe non-PRG, dan kelompok 10% protein dari kasein dalam jangka panjang tidak menyebabkan kelainan. Hal tersebut didukung oleh nilai yang didapat masih didalam batas normal. Akan tetapi, pada pengukuran jumlah trombosit kelompok tikus tepung tempe PRG, non-PRG, dan kasein memiliki nilai yang melebihi batas normal. Hal tersebut tidak membuktikan bahwa tikus yang mengonsumsi tepung tempe PRG maupun non-PRG menyebabkan kelainan pada trombosit, hal ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan nilai trombosit diatas kisaran normal yaitu aktivitas tikus, metabolisme tikus, dan jumlah konsumsi ransum. Hasil pemeriksaan MDA, SOD, dan hematologi menunjukkan bahwa mengonsumsi tepung tempe PRG dan non- PRG dalam jangka waktu yang lama tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan stress oksidatif (radikal bebas), sehingga tepung tempe PRG dan non-PRG aman untuk dikonsumsi.
17
SARAN Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis nilai gizi tepung tempe PRG dan tepung tempe non-PRG.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry, Maryland,USA. Arrington L R. 1972. Animal Laboratory : In Introduction Laboratory Animal Science- The Breeding, Care and Management of Experimental Animals. Michigan (USA) : Interstate Printers & Publishers. Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe. Jakarta(ID): PT.Dian Rakyat. Astuti M, Meliala A, Dalais F S,Wahlqvist M L. 2000. Tempe, a Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clincic and Nutrition Vol 9(4):322-325. Astuti S, Muchtadi D, Astawan M, Purwantara B, Wresdiyati T. 2009. Pengaruh Pemberian Tepung Kedelai Kaya Isoflavon Terhadap Kadar Malonaldehid (MDA), Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD) Testis dan Profil Cu,Zn-SOD Tubuli Seminiferi Testis Tikus Jantan. J.tekno dan Industri Pangan Vol XX(2):130-131. Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik : Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai, No. 45/07/Th.XVI. 1Juli 2013. Bastiansyah E. 2008. Panduan Lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakarta(ID): Penebar Plus. Booth C J, Brooks M B, Rockwell S. 2010. Spontaneous Coagulopathy in Inbred WAG/RijYcb Rats. J Comp MedVol 60(1) : 25–30. Branka I, Natasa Z, Milos M, Jasmina M, Jelena M, Andras S, Zorica S. 2012. Lipid Peroxidative Damage on Cisplatin Exposure and Alterations in Antioxidant Defense System in Rat Kidneys : a Posibble Protective Effect of Selenium. Journal of Molecular ScienceVol 13(2):1790-1803. Cahyadi W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta(ID) : Bumi Aksara. Devasagayam T, Tilak J C, Boloor K, Ketaki S, Ghaskadbi S, Lele R D. 2004. Review Article : Free Radicals and Antioxidants in Human Health : Current Status and Future Prospects. Japi Vol 52 : 794-795 Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh [Internet].[diunduh 20 Agustus 2014].Tersedia pada : http://library.usu.ac.id/download/fk/histologizukesti2.pdf. Emawati M. 2006. Pengaruh Paparan Udara Halotan dengan Dosis Subanestesi Terhadap Gangguan Hati Mencit.Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 11(2):71-75.
18
Estridge B H, Reynolds A P, Walters N J. 2000. Basic Medical Laboratory Techniques 4 th Edition. United States of America: Thomson Learning. Ganong W F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-22. Widjajakusumah MD, penerjemah. Jakarta (ID): EGC Guyton A C. 1993. Sel Darah, Imunitas dan Pembekuan Darah. Di dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-7 bagian I. Ken Ariata Tengadi, dkk penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology Guyton A C dan Hall. 2010. Textbook of Medical Physiology.12th Ed. W. B. Philadelphia : Saunders Company Halliwell B dan Gutterdige. 1997. Free Radicals in Biology and Medicine. Oxford University Press. Handayani W dan Andi S H. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta (ID) : Salemba Medika. Hodgson E. 2004. A Text Book : Modern Toxicology,3rd Edition. John Wiley & Sons,Inc. Kementerian Pertanian. 2013. Pendoman Teknis Pengelolaan Produksi Kedelai Tahun 2013. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. Kuncahyo I. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (Dpph). Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 – 9777. Yogyakarta. Lee J, Koo N, Min D B. 2004. Reactive Oxygen Species, Aging, Antioxidative Nutraceuticals. Comprehensive Reviews In Food Science And Food Safety Vol 3 : 21-33. Lu F C. 2006. Toksikologi Ginjal. Dalam Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Pp 224-235. Misra H P dan Fridovich I. 1972. The Role of Superoxide Anion in the Autoxidation of Epinephrine and a Simple Assay for Superoxide Dismutase. The Journal of Biological ChemistryVol 247(10): 3170-3175. Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID) : Alfabeta. Muchtadi D.2013. Pangan Dan Kesehatan Jantung. Bandung (ID) : Alfabeta. Mursyid. 2014. Kandungan Zat Gizi dan Nilai Gizi ProteinTepung Tempe Kedelai Lokal dan Imporserta Aktivitas Antioksidannya.[Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Odden M C, Amadu A R, Ellen S, Lowell L, Carmen A. 2014. Uric Acid Levels, Kidney Finction, and Cardiovascular Mortality in US Adults : National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1988-1994 and 1999-2002. American Journal of Kidney Diseases Vol 64(4) : 550-557. Sacher R A dan McPherson R A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Schaasfma G. 2000. The Protein Digestibility–Corrected Amino Acid Score. Journal of NutritionVol 130(7) :1865-1867.
19
Schermer S. 1967. The Blood Morphology of Laboratory Animals. 3rd Ed. Davis,Philadelphia, Pennsylvania. Scott A S dan Elizabeth F. 2009. Body Structure and Function. Eleventh Edition. Delmar: United States of America. Smith J B dan Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus norvegicus): 37-57. Depok (ID) : Universitas Indonesia. Susianto. 2011. Peran Formula Tempe Sebagai Sumber Vitamin B12 dan Implementasinya untuk Diet Vegetarian. [Disertasi]. Depok (ID) : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Suwarno M, Astawan M, Wresdiyati T, Widowati S, Bintari S H, Mursyid. 2013. Evaluasi keamanan tempe dari kedelai transgenik melalui uji subkronis pada tikus. Jurnal Veteriner Vol.15 No.3 : 353-362. Zhu Y, Li D, Wang F, Yin J, Jin H. 2004. Nutritional assessment and fate of DNA of soybean meal from roundup ready or conventional soybeans using rats.Archives of Animal Nutrition Vol. 58 No.4 : 295-310.
20
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Menggunakan SPSS versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Ransum_Tikus Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 322187.144
a
4
80546.786
8.654
.000
81655187.578
1
81655187.578
8773.542
.000
Perlakuan
322187.144
4
80546.786
8.654
.000
Error
186139.608
20
9306.980
Total
82163514.330
25
508326.752
24
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .634 (Adjusted R Squared = .561)
Ransum_Tikus Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
3
PRG 10%
5
1620.18
NON PRG 10%
5
1779.39
PRG 20%
5
1828.79
1828.79
NON PRG 20%
5
1835.11
1835.11
KASEIN
5
Sig.
1779.39
1972.85 .017
.399
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9306.980. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,01.
.036
21
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Badan Tikus Selama 90 Hari Masa Perlakuan Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: berat_badan Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
177266.000
a
4
44316.500
4.976
.001
Intercept
5538781.250
1
5538781.250
621.855
.000
perlakuan
177266.000
4
44316.500
4.976
.001
Error
668014.750
75
8906.863
Total
6384062.000
80
845280.750
79
Corrected Total
a. R Squared = .210 (Adjusted R Squared = .168)
berat_badan Duncan perlakuan
N
Subset 1
2
tepung PRG 10%
16
229
tepung non PRG 10%
16
274
274
kasein 10%
16
251
251
tepung non PRG 20%
16
369
tepung PRG 20%
16
380
Sig.
.342
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8906.863. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16.000. b. Alpha = ,01.
.019
22
Lampiran 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Feed Convertion Effeciency Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: FCE Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
287.094
a
4
71.773
19.494
.000
Intercept
6109.789
1
6109.789
1659.429
.000
Perlakuan
287.094
4
71.773
19.494
.000
Error
73.637
20
3.682
Total
6470.520
25
360.731
24
Corrected Total
a. R Squared = .796 (Adjusted R Squared = .755)
FCE Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
KASEIN
5
12.655
PRG 10%
5
14.053
NON PRG10%
5
15.422
NON PRG 20%
5
20.102
PRG 20%
5
20.763
Sig.
.174
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 3.682. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,01.
.581
23
Lampiran 4. Hasil Analisis Hasil Analisi Sidik Ragam Kadar Malonaldehid (MDA) Hati Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MDA_Hati Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
574.824
a
4
143.706
7.716
.004
Intercept
6910.077
1
6910.077
371.040
.000
PERLAKUAN
574.824
4
143.706
7.716
.004
Error
186.235
10
18.624
Total
7671.137
15
761.060
14
Corrected Total
a. R Squared = .755 (Adjusted R Squared = .657)
MDA_Hati Duncan PERLAKUAN
N
Subset 1
2
NON PRG 10%
3
11.84233
NON PRG 20%
3
19.55133
19.55133
KASEIN 10%
3
19.56100
19.56100
PRG 10%
3
27.30900
PRG 20%
3
29.05267
Sig.
.063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 18.624. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = ,01.
.030
24
Lampiran 5. Hasil Analasisi Sidik Ragam Kadar Malonaldehid (MDA) Ginjal Tikus Menggunakan SPSS Versi. 22.0
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MDA_Ginjal Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
174.221
a
4
43.555
10.005
.002
Intercept
3071.956
1
3071.956
705.621
.000
174.221
4
43.555
10.005
.002
Error
43.536
10
4.354
Total
3289.713
15
217.757
14
PERLAKUAN
Corrected Total
a. R Squared = .800 (Adjusted R Squared = .720)
MDA_Ginjal Duncan PERLAKUAN
N
Subset 1
2
3
NON PRG 10%
3
8.93333
KASEIN 10%
3
13.34100
13.34100
NON PRG 20%
3
13.94833
13.94833
13.94833
PRG 20%
3
15.99567
15.99567
PRG 10%
3
Sig.
19.33533 .018
.167
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.354. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b. Alpha = ,01.
.013
25
Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase (SOD) Hati Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SOD_Hati Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
3083.209
.878
.511
1927056.815
1
1927056.815
548.795
.000
PERLAKUAN
12332.837
4
3083.209
.878
.511
Error
35114.326
10
3511.433
Total
1974503.978
15
47447.163
14
Corrected Model Intercept
Corrected Total
12332.837
a. R Squared = ,260 (Adjusted R Squared = -,036)
Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Aktivitas Superdioksida Dismutase Ginjal Tikus Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SOD_Ginjal Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
556.690
2.167
.147
2836956.903
1
2836956.903
11041.595
.000
PERLAKUAN
2226.759
4
556.690
2.167
.147
Error
2569.336
10
256.934
Total
2841752.998
15
4796.095
14
Corrected Model Intercept
Corrected Total
2226.759
a. R Squared = ,464 (Adjusted R Squared = ,250)
26
Lampiran 8. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Pada Tikus Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Hemoglobin Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
2.236
5.891
.003
4736.192
1
4736.192
12476.798
.000
Perlakuan
8.946
4
2.236
5.891
.003
Error
7.592
20
.380
Total
4752.730
25
16.538
24
Corrected Model
8.946
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,541 (Adjusted R Squared = ,449) Hemoglobin Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
PRG 10%
5
12.980
NON PRG 10%
5
13.240
NON PRG 20%
5
13.840
13.840
KASEIN 10%
5
14.120
14.120
PRG 20%
5
Sig.
14.640 .013
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .380. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,01.
.065
27
Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Leukosit Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
3.155
1.450
.254
1184.736
1
1184.736
544.556
.000
Perlakuan
12.622
4
3.155
1.450
.254
Error
43.512
20
2.176
Total
1240.870
25
56.134
24
Corrected Model
12.622
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,225 (Adjusted R Squared = ,070)
Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Trombosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Trombosit Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
3159.040
3.082
.040
9540685.440
1
9540685.440
9306.896
.000
Perlakuan
12636.160
4
3159.040
3.082
.040
Error
20502.400
20
1025.120
Total
9573824.000
25
33138.560
24
Corrected Model Intercept
12636.160
Corrected Total
a. R Squared = .381 (Adjusted R Squared = .258) Trombosit Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
PRG 10%
5
580.20
NON PRG 10%
5
613.00
613.00
PRG 20%
5
613.80
613.80
KASEIN 10%
5
639.00
NON PRG 20%
5
642.80
Sig.
.131
.192
28
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1025.120. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,05.
Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Eritrosit Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
1.155
7.946
.001
1520.532
1
1520.532
10461.753
.000
Perlakuan
4.620
4
1.155
7.946
.001
Error
2.907
20
.145
Total
1528.058
25
7.526
24
Corrected Model
4.620
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .614 (Adjusted R Squared = .537) Eritrosit Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
3
PRG 10%
5
7.1540
NON PRG10%
5
7.5920
7.5920
NON PRG 20%
5
7.7320
7.7320
7.7320
KASEIN 10%
5
8.1180
8.1180
PRG 20%
5
Sig.
8.3980 .033
.051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .145. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,01.
.016
29
Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Tikus Percobaan Menggunakan SPSS Versi 22.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Hematokrit Source
Type III Sum of
Df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
4
12.118
5.869
.003
32227.430
1
32227.430
15608.015
.000
Perlakuan
48.474
4
12.118
5.869
.003
Error
41.296
20
2.065
Total
32317.200
25
89.770
24
Corrected Model
48.474
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .540 (Adjusted R Squared = .448) Hematokrit Duncan Perlakuan
N
Subset 1
2
PRG10%
5
33.560
NON PRG 10%
5
35.320
35.320
NON PRG 20%
5
36.120
36.120
KASEIN 10%
5
37.000
PRG 20%
5
37.520
Sig.
.014
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.065. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b. Alpha = ,01.
.036
30
Lampiran 13. Kurva Standar TEP Konsentrasi (µmol/ml)
Absorbansi Rata-Rata
0 0.404 0.808 1.616 2.424
0.075 0.143 0.315 0.584 0.878
Absorbansi
Kurva Standar TEP 1
y = 0.3403x + 0.0415 R² = 0.9941
0.5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Konsentrasi (µmol/ml)
Lampiran 14. Kurva SOD Konsentrasi Standar (U/mg protein) 0 50 100 250 300 500 Blanko
∆ Abs. Rata2
%Hambatan
0,015 0,013 0,011 0,007 0,005 0,001 0,015
0,00 13,33 26,67 53,33 66,67 93,33
Kurva Standar SOD
120.00
% Hambatan
100.00 y = 0.1867x + 4.8889 R² = 0.9847
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
100
200
300
400
Konsentrasi SOD (U/mg protein)
500
600
31
RIWAYAT HIDUP
Tessa Winandita dilahirkan di kota Jakarta pada 24 November 1992 dari ayah Winarso dan ibu Endang Winarni. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMA Nasional 1. Penulis sangat aktif dalam organisasi OSIS SMA dan OSIS SMP. Penulis juga ikut aktif dalam kepanitaan selama SMP hingga masa perkuliahan. Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur BUD perusahaan pada tahun 2010. Selama kuliah, penulis aktif sebagai badan pengawas HIMITEPA pada tahun 2012, selain itu penulis juga aktif dalam beberapa acara kepanitiaan seperti acara ACCESS dan BAUR 2012 “ ENLIGHTENING YOUR FUTURE “ sebagai seksi acara, HACCP dan Plasma 2012 sebagai seksi sponsor, FATETA International Scholarship 2012 sebagai seksi humas, dan Panitia Makrab ITP 47 sebagai seksi danus. Penulis merupakan penerima beasiswa perusahaan PT. Kemilau Bintang Timur (2010-2015). Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada tahun2014 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsumsi Tepung Tempe dari Kedelai PRG (Produk Rekayasa Genetik) dan NonPRG Terhadap Fisiologis Tikus Percobaan”. Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Joko Hermanianto dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, M.S.