SKRIPSI
OPTIMASI WAKTU PERENDAMAN DAN PEMANASAN BERULANG LARUTAN GULA PADA PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH PEPAYA (Carica papaya L.)
Oleh LARAS ARYANDINI F24063017
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
OPTIMASI WAKTU PERENDAMAN DAN PEMANASAN BERULANG LARUTAN GULA PADA PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH PEPAYA (Carica papaya L.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: LARAS ARYANDINI F24063017
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul skripsi
Nama NIM
: Optimasi Waktu Perendaman dan Pemanasan Berulang Larutan Gula pada Pembuatan Manisan Semi Basah Pepaya (Carica papaya L.) : Laras Aryandini : F24063017
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr NIP: 19610502.198603.1.002
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc NIP: 19650814.199002.1.001
Tanggal lulus: Agustus 2010
Laras Aryandini. F24063017. Optimasi Waktu Perendaman dan Pemanasan Berulang Larutan Gula pada Pembuatan Manisan Semi Basah Pepaya (Carica papaya L.)
RINGKASAN Pepaya merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak sehingga penanganan pasca panen menjadi hal penting dalam peningkatan produksi. Salah satu teknologi pengolahan yang bisa dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan buah pepaya adalah mengolah pepaya menjadi manisan semi basah pepaya. Pepaya dapat menjadi bahan baku potensial pembuatan manisan karena Indonesia menempati urutan kelima sebagai penghasil pepaya terbesar di dunia (FAO 2010) pada tahun 2007 dengan tingkat produksi sebesar 621 juta ton/tahun. Lama perendaman dalam larutan gula sangat memengaruhi mutu akhir manisan semi basah pepaya. Apabila lama perendaman terlalu singkat, laju pengeringan osmotik belum optimal sehingga mutu akhir manisan yang diharapkan tidak terpenuhi, sedangkan apabila waktu perendaman terlalu lama akan menyebabkan inefisiensi energi dan menyebabkan semakin besar peluang terkontaminasinya larutan gula sebagai osmotic agent. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula 1:1, 1:2, dan 1:3 pada pembuatan manisan semi basah pepaya, mengetahui konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya, dan mengetahui potensi pemakaian berulang larutan gula dalam kaitannya dengan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. Metode penelitian terbagi menjadi dua tahap yaitu: (1) penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula, dan (2) penentuan konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. Formula manisan semi basah pepaya yang akan diteliti adalah manisan yang direndam oleh larutan gula dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula 1:1, 1:2, dan 1:3. Penentuan lama perendaman optimum dilakukan dengan menggunakan analisis statistika rancangan acak lengkap (RAL) in time dengan uji lanjut Duncan. Penentuan konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya dilakukan dengan menggunakan uji pembedaan salah satu atribut yaitu tingkat kekeringan. Data konsentrasi gula invert tersebut dikorelasikan dengan persamaan Silin (1958) dan orde reaksi ke-1 sehingga didapatkan informasi mengenai lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. Lama perendaman optimum konsentrasi larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, dan 70°brix pada pembuatan manisan semi basah pepaya dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula perendam 1:1 adalah 2 jam, 5 jam, 5 jam, 5 jam, 5 jam, dan 5 jam, sedangkan untuk perbandingan 1:2 adalah 1 jam, 4 jam, 4 jam, 4 jam, 4 jam, dan 4 jam, dan untuk perbandingan 1:3 adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 3 jam, 3 jam, dan 3 jam. Walaupun total lama perendaman optimum ketiga formula manisan ber-beda, namun kadar
air dan nilai Aw ketiga formula tidak berbeda nyata, yaitu sekitar 18% (BB) untuk kadar air dan 0.72 untuk nilai Aw. Manisan semi basah pepaya yang direndam oleh larutan gula invert 6% memiliki tingkat kekeringan yang berbeda nyata dengan manisan semi basah pepaya yang direndam gula pasir. Pemanasan berulang larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, dan 50°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 65°C selama ± 5 menit dengan pH larutan gula ≥ 5, sedangkan pemanasan berulang larutan gula 60°brix dan 70°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 90°C selama ± 1 menit dengan pH larutan gula ≥ 6. Waktu yang dibutuhkan sukrosa pH ≥ 2 untuk berubah struktur menjadi gula invert pada suhu ruang cenderung lambat dan di atas lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula.
BIODATA PENULIS
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan keluarga Slamet Riadi dan Anna Riana. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1989. Penulis telah menempuh pendidikan selama 6 tahun (1994-2000) di SDI Al-Istiqomah Tangerang, selama 3 tahun (2000-2003) di SMPN 9 Tangerang, dan selama 3 tahun (2003-3006) di SMAN 1 Tangerang. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaaan dan kegiatan kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi pengurus Himitepa IPB selama 2 tahun. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan KPKM. Pada bulan Juli 2010, penulis menjadi 2nd winner of Developing Solutions for Developing Countries competition yang diadakan oleh Institute of Food Technologists Student Association di Chicago, Amerika Serikat bersama dengan Tim Zuper T. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Analisis Pangan dan pengajar Kimia TPB.
PRAKATA
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya penulis bisa menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Optimasi Waktu Perendaman dan Pemanasan Berulang Larutan Gula pada Pembuatan Manisan Semi Basah Pepaya (Carica papaya L.)”. Selama penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah, Ibu, Nenek, dan adik-adik tercinta (Herlambang Wibowo dan Rizki Tri Hantoro) atas dukungan moril yang tidak ternilai harganya, kasih sayang, cinta yang begitu besar, semangat, dan doa sehingga membuat penulis bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhir, 2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M. Agr, selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, masukan, serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga penyelesaian tugas akhir, 3. Ir. Sutrisno Koswara, Msi dan Dra. Suliantari, MS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan bersedia menguji penulis, 4. Yoga Adi Pamungkas yang telah memberikan dukungan, semangat, waktu, dan kesabarannya dari awal penelitian hingga tugas akhir selesai, 5. Lala Iffah Fadhilah, Any Septiani, dan mega 2 ceria atas keceriaannya, 6. Mas Ubet, Henni, dan Hasti selaku teman satu bimbingan atas kerja sama dan masukan yang sangat berharga, 7. tim Techno Park (Pak Zainal, Mang Ujang, Pak Hendra, Mang Asep, Teh Tita, Mas Aji, Mas Ari, dan pegawai Rozelt) atas bantuannya kepada penulis selama penelitian, 8. sahabat-sahabat terbaik di ITP 43 (Henni, Yua, Eri, Helen, Sadek, Della, Idham, Yogi, Aan, Bernand, Dzikri, Iyus, Abdi) yang mewarnai hidup penulis, 9. tim IFTSA-DSDC (Henni, Zulfahnur, Eri, Helen, Aan, Stefanus, Margaret, dan Saffiera) atas kerja samanya selama di Indonesia maupun di Chicago, dan
tim
Arrice
(Danial,
Fathy,
dan
Anugerah) atas
pertemanan
yang
menyenangkan selama di Chicago, dan 10. seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Tujuan .................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 A. Pepaya .................................................................................................... 4 B. Teknologi Pengeringan Osmotik Bertingkat pada Pembuatan Manisan ................................................................................................... 6 C. Pengukuran Total Padatan Terlarut dengan Refraktometer ................... 8 D. Pengeringan ............................................................................................ 10 1. Teori Pengeringan ............................................................................ 10 2. Jenis-jenis Pengeringan .................................................................... 12 E. Pangan Semi Basah ................................................................................ 13 F. Gula Invert ............................................................................................. 14 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 17 A. Bahan dan Alat ....................................................................................... 17 B. Metode Penelitian ................................................................................... 17 1. Penentuan Lama Perendaman Optimum Masing-masing Konsentrasi Larutan Gula ................................................................ 17 a. Analisis Produk .......................................................................... 19 2. Penentuan Konsentrasi Gula Invert yang Menyebabkan Penampakan Basah pada Manisan Semi Basah Pepaya ................... 20 a. Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Persamaan Silin (1958) .............................................................. 21 b. Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Orde Reaksi ke-1 ........................................................................ 22 C. Prosedur Analisis ................................................................................... 23 1. Analisis Kadar Air ............................................................................ 23 2. Analisis Nilai aw ............................................................................... 23 3. Persiapan Sampel Gula .................................................................... 23 4. Analisis Gula Invert ......................................................................... 24 5. Analisis Sukrosa ............................................................................... 25 D. Rancangan Percobaan ............................................................................ 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 27 A. Penentuan Lama Perendaman Optimum Masing-masing Konsentrasi Larutan Gula ...................................................................... 27 1. Analisis Produk ................................................................................. 31 B. Penentuan Konsentrasi Gula Invert yang Menyebabkan Penampakan Basah pada Manisan Semi Basah Pepaya ......................... 33
i
1. Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Persamaan Silin (1958) .................................................................... 35 2. Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Orde Reaksi ke-1 .............................................................................. 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 40 A. Kesimpulan ............................................................................................ 40 B. Saran ....................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 41 LAMPIRAN ................................................................................................. 45
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kandungan vitamin buah pepaya per 100 g ................................................. 5
2
Kandungan gizi buah pepaya per 100 g ....................................................... 5
3
Nilai aw beberapa jenis pangan semi basah .................................................. 13
4
Daya inversi berbagai jenis asam ................................................................. 15
5
Nilai K0 pada berbagai suhu ......................................................................... 22
6
Lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% ......................................... 36
9
Nilai k, t1/2, dan R2 sukrosa pada suhu asam ................................................ 38
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Visualisasi pohon pepaya ............................................................................. 4
2
Simulasi peristiwa pengeringan osmotic bertingkat .................................... 7
3
Reaksi hidrolisis sukrosa .............................................................................. 15
4
Diagram alir pembuatan manisan semi basah pepaya .................................. 18
5
Diagram alir pembuatan gula invert ............................................................. 21
6
Grafik penurunan total padatan terlarut pada masingmasing konsentrasi larutan gula perendam .................................................. 28
7
Lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula ................................................................................................... 30
8
Nilai kadar air produk akhir (% BB) ............................................................ 31
9
Nilai aw produk akhir .................................................................................... 32
10 Gambar produk akhir manisan semi basah pepaya ...................................... 33 11 Hasil organoleptik tahap pertama ................................................................. 34 12 Hasil organoleptik tahap kedua .................................................................... 34 13 Waktu yang dibutuhkan sukrosa untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% pada suhu ruang ........................................................... 39
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Standar prosedur operasional pengolahan manisan semi basah pepaya ................................................................................................ 45
2
Kesetimbangan massa pembuatan manisan semi basah pepaya .......................................................................................................... 50
3
Data penurunan total padatan terlarut pembuatan manisan semi basah pepaya ........................................................................................ 51
4
Hasil analisis RAL in time .......................................................................... 57
5
Data kadar air manisan semi basah pepaya .................................................. 69
6
Data nilai Aw manisan semi basah pepaya .................................................. 70
7
Analisis sidik ragam kadar air manisan semi basah pepaya ........................ 71
8
Analisis sidik ragam nilai aw manisan semi basah pepaya ........................... 72
9
Kuisioner uji organoleptik tahap pertama .................................................... 73
10 Hasil uji organoleptik tahap pertama ........................................................... 74 11 Analisis sidik ragam uji organoleptik tahap pertama ................................... 75 12 Hasil uji Dunnet pada uji organoleptik tahap pertama ................................. 77 13 Kuisioner hasil uji organoleptik tahap kedua ............................................... 78 14 Hasil uji organoleptik tahap kedua ............................................................... 79 15 Analisis sidik ragam uji organoleptik tahap kedua ...................................... 80 16 Hasil uji Dunnet pada uji organoleptik tahap kedua .................................... 82 17 Contoh perhitungan lama pemanasan dengan menggunakan persamaan Silin (1958) .......................................................................... 83 18 Data gula invert ............................................................................................ 84 19 Data kadar gula invert setelah inversi .......................................................... 85 20 Data sukrosa dan ln [sukrosa] terhadap waktu ............................................. 86 21 Kurva hubungan waktu dan ln [sukrosa] ..................................................... 87 22 Spesifikasi manisan ...................................................................................... 89 23 Data penurunan total padatan terlarut pada pembuatan manisan semi basah mangga ............................................................................. 90 24 Data penurunan total padatan terlarut pada pembuatan manisan semi basah nanas ................................................................................. 97
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak sehingga penanganan pasca panen menjadi hal penting dalam peningkatan produksi. Penyebab utama kerusakan buah-buahan adalah aktivitas pernapasan dan penguapan yang masih berlangsung setelah panen (Tabil & Sokhansanj 2001), produksi etilen (Ell et al. 2003), dan lain-lain. Kehilangan setelah masa pemanenan pepaya dapat diminimumkan dengan menggunakan teknologi pengolahan pangan dan penanganan pasca-panen yang tepat. Kunci keberhasilan proses pengolahan pangan atau pengawetan adalah merubah jenis pangan yang mudah rusak seperti buah-buahan menjadi produk pangan yang stabil selama proses penyimpanan. Beberapa teknologi pengawetan pada buah-buahan adalah pengalengan, pendinginan, dan pengeringan. Teknologi pengeringan adalah teknologi yang cocok untuk dikembangkan oleh negara berkembang karena perkembangan teknologi proses termal dan proses dingin pada negara ini belum sepesat negara maju (Jayaraman & Gupta 2006). Salah satu hasil teknologi pengeringan yang bisa dikembangkan dari buah pepaya adalah manisan semi basah. Manisan yang umumnya dijumpai di Indonesia adalah jenis manisan kering seperti manisan pala. Namun, mutu organoleptik manisan kering tidak sebaik manisan semi basah. Manisan semi basah menggunakan teknologi pengeringan osmotik bertingkat. Produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi ini memiliki karakter chewiness, softness, elasticity, dan plasticity karena kadar airnya cenderung tinggi yaitu sekitar 10-40% (basis basah) dan nilai aw-nya sekitar 0.72-0.8 (Lewicki & Lenart 1995). Nilai aw yang cenderung rendah dapat memperpanjang umur simpan manisan. Pepaya dapat menjadi bahan baku potensial pembuatan manisan karena Indonesia menempati urutan kelima sebagai penghasil pepaya terbesar di dunia (FAO 2010) pada tahun 2007 dengan tingkat produksi sebesar 621 juta ton/tahun. Teknologi pembuatan manisan semi basah mudah dilakukan
1
oleh industri rumah tangga maupun industri komersial. Menurut Lewicki dan Lenart (1995), kombinasi teknologi ini dapat mengurangi pemakaian energi dibandingkan dengan teknologi pengeringan konveksi biasa karena sebagian besar air yang terdapat dalam jaringan buah hilang selama proses pengeringan osmotik. Manisan semi basah ini dapat dijadikan alternatif pengolahan buah pepaya sehingga menjadi produk olahan yang memiliki daya saing pasar yang baik. Lama perendaman dalam larutan gula sangat memengaruhi mutu akhir manisan semi basah pepaya. Apabila lama perendaman terlalu singkat, laju pengeringan osmotik belum optimal sehingga mutu akhir manisan yang diharapkan tidak terpenuhi, sedangkan apabila waktu perendaman terlalu lama akan menyebabkan inefisiensi energi dan menyebabkan semakin besar peluang terkontaminasinya larutan gula sebagai osmotic agent. Mikroba yang umumnya tumbuh pada produk berkarbohidrat tinggi seperti larutan gula adalah jenis khamir seperti Zygosaccharomyces bisporus, Zygosaccharomyces mellis, dan Zygosaccharomyces rouxii (Deák 2008). Sisi ekonomis pada pembuatan manisan semi basah pepaya adalah apabila larutan gula yang digunakan sebagai osmotic agent dapat dipakai berulang kali. Namun, nilai pH larutan gula dapat turun akibat kandungan asam pada buah pepaya. Ketika larutan gula dengan nilai pH < 7 dipanaskan kembali, sukrosa yang terdapat dalam larutan gula tersebut berubah menjadi gula invert. Gula invert pada larutan gula dapat menyebabkan penampakan basah pada manisan yang tidak diharapkan oleh konsumen karena sukrosa sulit mengkristal. Sukrosa sulit mengkristal karena kehadiran gula invert dapat menurunkan konstanta titik jenuh sukrosa (Asadi 2007). Konsentrasi gula invert yang dapat menyebabkan penampakan basah dapat diketahui dengan menggunakan uji organoleptik. Hasil dari uji organoleptik kemudian dikorelasikan dengan persamaan Silin (1958) sehingga dapat diketahui lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH yang dapat menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya.
2
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengoptimalkan waktu perendaman dan pemakaian berulang larutan gula pada pembuatan manisan semi basah pepaya dengan cara: 1. mengetahui lama perendaman optimum dari masing-masing konsentrasi larutan gula dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula 1:1, 1:2, dan 1:3 pada pembuatan manisan semi basah pepaya, 2. mengetahui konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya, dan 3. mengetahui potensi pemakaian berulang larutan gula dalam kaitannya dengan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pepaya Pepaya adalah jenis buah-buahan yang diduga berasal dari negara Amerika Utara dan Selatan dan kini menyebar luas di daerah tropis, seperti di negara Indonesia. Buah pepaya tergolong ke dalam keluarga Caricacea dengan genus Carica dan terdapat 20 spesies yang tersebar di daerah tropis (Sidhu 2006). Berikut ini adalah klasifikasi ilmiah buah pepaya: Kingdom
: Plantae
Ordo
: Brassicales
Famili
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: C. papaya
Nama binomial : Carica papaya L. Pohon pepaya (Gambar 1) tergolong tanaman yang cepat tumbuh dan mampu mencapai ketinggian 10 m dengan kondisi pertumbuhan yang cocok. Arriola et al. (1980) menyatakan bahwa pohon pepaya memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah, namun ada juga pohon pepaya yang bersifat hemafrodit (bunga jantan dan bunga betina berada pada satu pohon yang sama). Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap dan setelah masak hijau muda hingga kuning.
Gambar 1 Visualisasi pohon pepaya. 4
Buah pepaya tergolong ke dalam pangan yang memiliki kadar vitamin yang cukup tinggi. Selain itu, buah pepaya juga mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan serat. Kandungan vitamin buah pepaya per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan kandungan gizi buah pepaya per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Kandungan vitamin buah pepaya per 100 g Vitamin C (mg) E (mg) A (µg RAE) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) Pyridoxine (mg) Folat (µg) Sumber Ket
Unit 61.800 0.730 55.000 0.027 0.032 0.338 0.019 38.000
: USDA (2004) di dalam Moreno et al. (2006) : RAE - retinol activity equivalent
Kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin C sekitar 60 mg/hari. Berdasarkan Tabel 1, apabila orang dewasa mengonsumsi 100 g buah pepaya, kebutuhan vitamin C per hari akan terpenuhi. Vitamin C sangat dibutuhkan oleh tubuh, salah satunya sebagai antioksidan yang berfungsi untuk mencegah tekanan oksidatif. Tabel 2 Kandungan gizi buah pepaya per 100 g Kandungan gizi Air Karbohidrat Protein Lemak Serat
% 89.00 9.80 0.60 0.10 1.80
Sumber: Moreiras et al. (2001) di dalam Moreno et al. (2006)
Buah pepaya tergolong ke dalam buah klimakterik dimana laju transpirasi dan respirasi masih berlangsung setelah proses pemanenan dan mencapai titik maksimum saat awal pemanenan. Buah pepaya hanya mampu bertahan selama 7 hari pada suhu 30°C (Moreno et al. 2006), sedangkan apabila suhu penyimpanan diturunkan, umur simpan buah pepaya akan lebih panjang. Namun, batas suhu penyimpanan buah pepaya adalah 10°C sehingga apabila buah pepaya disimpan pada suhu yang lebih rendah dari 10°C, buah pepaya akan mengalami chilling injury (Moreno et al. 2006).
5
Buah pepaya tergolong ke dalam pangan mudah rusak karena kadar air dan nilai aw yang cukup tinggi sehingga diperlukan suatu teknologi untuk memperpanjang umur simpan buah pepaya. Beberapa teknologi yang dapat memperpanjang umur simpan buah pepaya adalah pelilinan, modified athmosphere packaging (MAS), irradiasi dan pengolahan pepaya menjadi produk lain seperti jam, jelly, dried pepaya, dan lain-lain (Arriola et al.1980; Moreno et al. 2006)
B. Teknologi Pengeringan Osmotik Bertingkat pada Pembuatan Manisan Manisan adalah salah satu produk olahan buah yang diproses dengan menggunakan larutan gula. Manisan yang beredar di pasaran terbagi menjadi tiga, yaitu manisan kering, manisan semi basah, dan manisan basah. Hal yang membedakan ketiganya adalah cara pembuatan, keawetan, dan penampakan. Manisan kering dan manisan semi basah lebih awet daripada manisan basah karena kandungan air pada manisan kering dan manisan semi basah lebih rendah daripada manisan basah. Selain itu, proses pendistribusian dan penanganan manisan kering dan manisan semi basah lebih mudah dibandingkan manisan basah karena pembuatan manisan kering dan manisan semi basah biasanya disertai dengan proses pengeringan, sedangkan manisan basah disajikan dengan larutan gula. Perlakuan awal pada pembuatan manisan adalah perendaman dalam larutan CaCl2, perendaman dalam larutan sulfit, dan pemblansiran (Jayaraman & Gupta 2006). Perendaman dalam larutan CaCl2 bertujuan untuk memperkuat jaringan buah. Pektin yang berasal dari buah akan bereaksi dengan kalsium yang berasal dari kalsium klorida hingga membentuk suatu kompleks yang akan memperkokoh tekstur produk (Buggenhout et al. 2009 di dalam Fraeye 2009). Perendaman dalam larutan sulfit bertujuan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis (Sapers et al. 2002). Blansir bertujuan untuk menginaktivasi enzim, mendenaturasi membran sel, dan mengurangi jumlah mikroba awal (Alzamora et al. 2003). Setelah perlakuan awal dilakukan, buah direndam dengan larutan gula. Perendaman buah di dalam larutan gula menerapkan prinsip pengeringan os-
6
motik bertingkat dimana larutan gula tersebut bersifat hipertonik. Pengeringan osmotik bertingkat adalah peristiwa difusi counter-current yang terjadi secara simultan yaitu: difusi bahan terlarut dari larutan ke dalam bahan pangan dan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan (Lazarides 2001). Peristiwa difusi terjadi akibat adanya perbedaan antara konsentrasi buah dan konsentrasi larutan dimana konsentrasi larutan lebih tinggi daripada konsentrasi buah sehingga akan terjadi keseimbangan termodinamis antara dua sistem. Simulasi peristiwa pengeringan osmotik bertingkat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2
Simulasi peristiwa pengeringan osmotik bertingkat (Lewicki & Lenart 2006).
Peristiwa pengeringan osmotik bertingkat memungkinkan terjadinya perpindahan masa apabila kedua sistem dipisahkan oleh lapisan semipermeabel, yaitu suatu lapisan yang selektif terhadap bahan terlarut namun tidak selektif terhadap bahan pelarut. Lewicki dan Lenart (2006) menyatakan bahwa pengeringan osmotik bertingkat tidak hanya terjadi pada satu sel buah, namun pada potongan buah. Satu potong buah terdiri dari berbagai jenis sel dimana di antara masing-masing sel terdapat intercellular space. Intercellular space adalah bagian dari suatu jaringan tumbuhan yang pertama kali terpapar oleh larutan hipertonik dan kemudian terjadi peristiwa difusi osmotic agent ke dalam sel buah (Lewicki & Lenart 2006). Difusi osmotic agent ke dalam sel buah menyebabkan cairan yang terdapat di dalam protoplast berdifusi ke luar lingkungan dan tergantikan de-
7
ngan bahan terlarut pada sistem larutan (Lewicki & Lenart 2006). Peristiwa tersebut dikenal dengan nama plasmolisis dimana plasmolisis akan mengubah struktur jaringan buah yang awalnya bersifat semipermeabel menjadi permeabel terhadap bahan terlarut (Alzamora et al. 2003). Komponen sel buah yang bersifat semipermeabel adalah plasmalemma, sedangkan dinding sel bersifat permeabel terhadap air dan komponen dengan berat molekul rendah. Terdapat dua parameter yang memengaruhi laju pengeringan osmotik bertingkat, yaitu parameter proses dan parameter produk. Parameter proses meliputi konsentrasi larutan, suhu larutan, lama perendaman, tekanan, dan rasio bahan terhadap larutan, sedangkan parameter produk meliputi bentuk dan ukuran, perlakuan awal, dan karakteristik bahan pangan (Lazarides 2001). Bentuk dan ukuran bahan pangan memengaruhi besar water loss (WL) dan sugar gain (SG). Bentuk kubus dan cincin akan mengalami WL dan SG yang lebih besar dibandingkan bentuk slice dan stick ((Lazarides 2001). Selain bentuk dan ukuran, perlakuan awal seperti perendaman buah di dalam larutan CaCl2 sebelum proses pengeringan osmotik bertingkat akan memperbaiki tekstur buah (Rodrigues et al. 2003). Penggunaan teknologi akan mempercepat proses pengeringan karena sebagian air yang terdapat dalam buah sudah berkurang selama proses pengeringan osmotik bertingkat berlangsung. Namun, fisibilitas ekonomi pembuatan manisan sangat tergantung oleh pemakaian berulang larutan gula sebagai osmotic agent. Semakin sering larutan gula dapat dipakai kembali, semakin ekonomis pembuatan manisan tersebut.
C. Pengukuran Total Padatan Terlarut dengan Refraktometer Total padatan terlarut adalah jumlah padatan yang terkandung dalam larutan (% m/m). Metode yang dapat digunakan untuk menentukan total padatan terlarut adalah refraktometri dan gravimetri (pengeringan oven) (Asadi 2007). Hasil dari kedua metode tidak terlalu berbeda namun waktu pengerjaannya berbeda. Metode refraktometri dapat dilakukan dalam waktu 3 menit, sedangkan metode gravimetri menghabiskan waktu 3 jam.
8
Total padatan terlarut merupakan istilah yang biasa digunakan untuk merepresentasikan total sukrosa dan non-sukrosa dalam 100 g larutan. Pada larutan sukrosa murni, total padatan terlarut merepresentrasikan total sukrosa dalam suatu larutan. Namun apabila larutan tidak mengandung sukrosa murni, total padatan terlarut merepresentasikan total sukrosa dan non-sukrosa dalam suatu larutan (Asadi 2007). Semakin tinggi total sukrosa dalam suatu larutan, semakin murni larutan tersebut. Total padatan terlarut untuk masing-masing gula berbeda-beda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imanda (2007), total padatan terlarut untuk gula cetak aren, kelapa, dan tebu berturut-turut adalah 83.8%, 89.7%, dan 87.4%. Total sukrosa untuk ketiga jenis gula tersebut juga berbeda yaitu 75.8% untuk gula aren, 84.3% untuk gula kelapa, dan 86% untuk gula tebu (Imanda 2007). Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemurnian gula dari yang tertinggi hingga terendah adalah gula kelapa, gula tebu, dan gula aren. Refraktometer adalah suatu instrumen alat yang dapat mengukur indeks refraktif (RI) dari suatu larutan dan mengkonversinya ke dalam % total padatan terlarut. Hasil dari pengukuran refraktometer adalah % total padatan terlarut refraktometri atau biasa disebut derajat brix (°brix). Teknik pengukuran dengan menggunakan refraktometer disebut refraktometri, dimana pengukuran berdasarkan sudut pembiasan suatu sinar jika mengenai suatu permukaan (Asadi 2007). Nilai RI suatu larutan adalah rasio antara kecepatan cahaya suatu udara dan kecepatan cahaya suatu larutan. Nilai RI udara sekitar 1, sedangkan nilai RI air murni pada suhu 20°C pada panjang gelombang 589 nm adalah 1.333. Nilai RI pada larutan sukrosa murni 10% adalah 1.348. Nilai RI biasanya merepresentasikan besar total padatan terlarut suatu sampel. Nilai RI dipengaruhi oleh suhu sampel, konsentrasi sampel, dan panjang gelombang refraktometer. Nilai RI suatu larutan sukrosa murni dapat merepresentasikan langsung besar total padatan terlarut, namun larutan yang terdiri dari campuran sukrosa dan non-sukrosa dapat memengaruhi nilai RI. Gula invert dapat menurunkan nilai RI, sedangkan rafinosa dan dekstran dapat meningkatkan nilai RI.
9
Namun, nilai derajat brix pada larutan yang terdiri dari campuran sukrosa dan non-sukrosa dapat merepresentasikan rata-rata total padatan terlarut (Asadi 2007). Refraktometer biasanya dikalibrasi dengan larutan sukrosa murni pada suhu standar laboratorium yaitu 20°C. Apabila suhu sampel kurang atau lebih dari 20°C, perlu dilakukan konversi untuk mendapatkan data total padatan terlarut yang akurat. Apabila suhu sampel lebih dari 20°C, data total padatan terlarut ditambah dengan 0.08, sedangkan apabila suhu sampel kurang dari 20°C, data total padatan terlarut dikurangi dengan 0.08 (Asadi 2007). Perkembangan alat refraktometer dimulai dari penemuan hydrometer untuk mengukur total padatan terlarut oleh ilmuwan A. Baume pada tahun 1768. Kemudian pada tahun 1840 terjadi penyempurnaan hydrometer menjadi Balling scale. Pada tahun 1854 ditemukan alat yang dinamakan brix hydrometer dengan satuan derajat brix yang sesuai dengan nama penemunya, A. F. W. Brix. Awalnya pembacaan total padatan terlarut pada refraktometer mengandalkan indera penglihatan untuk melihat meniskus derajat brix. Hal ini dapat meningkatkan human error sehingga diciptakan refraktometer modern yang dapat membaca nilai total padatan terlarut secara digital. Selain itu, refraktometer modern dilengkapi dengan display suhu sampel sehingga apabila suhu sampel tidak sama dengan suhu standar laboratorium, dapat dilakukan konversi nilai total padatan terlarut (Asadi 2007).
D. Pengeringan 1. Teori Pengeringan Pengeringan adalah proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara simultan (Earle & Earle 1983). Udara panas yang dikeluarkan oleh mesin pengering akan menguapkan air dalam bahan pangan sampai terjadi kesetimbangan. Salah satu tujuan proses pengeringan adalah memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara menurunkan nilai aktivitas air (aw) (Fellows 2000). Hal ini dapat menghambat partumbuhan mikroba dan aktivitas enzimatis. Selain itu, proses pengeringan dapat mengurangi berat dan volume bahan pangan sehingga mudah ditangani
10
dan mengurangi biaya produksi. Namun pengeringan dapat menurunkan nilai gizi produk pangan sehingga alat pengering yang akan digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik bahan pangan. Proses pindah panas pada mesin pengering dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi (Mujumdar 2006). Konduksi adalah pindah panas dengan menggunakan permukaan mesin pengering. Konveksi adalah pindah panas dengan menggunakan udara panas yang dikeluarkan oleh mesin pengering. Radiasi adalah pindah panas dengan menggunakan gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh mesin pengering. Menurut Mujumdar (2006), faktor yang memengaruhi proses pengeringan dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi suhu pengering, kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara. Semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas (suhu udara pengering) dengan bahan yang dikeringkan, semakin cepat perpindahan panas ke dalam bahan sehingga penguapan air dari bahan yang dikeringkan akan lebih cepat. Kelembaban udara berbanding terbalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara, proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Kecepatan aliran udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat. Faktor internal yang memengaruhi proses pengeringan adalah karakteristik bahan pangan yang meliputi kadar air bahan pangan. Earle dan Earle (1983) menyatakan bahwa proses pengeringan terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama adalah panas ditransfer ke bahan pangan melalui udara panas atau permukaan pemanas kemudian kandungan air dari bahan pangan akan menguap. Kedua, pengeringan vakum, proses penguapan air terjadi pada tekanan rendah dibandingkan tekanan atmosfir. Proses perpindahan panas yang terjadi secara konduksi dan iradiasi. Ketiga, pengeringan beku, kandungan air bahan pangan yang telah dibekukan akan tersublimasi. Bahan pangan yang dikeringkan dengan cara ini akan memiliki tekstur yang baik.
11
2. Jenis-jenis Pengering Mesin pengering yang digunakan dalam industri pangan bermacam-macam jenisnya. Pemilihan jenis pengering didasarkan pada karakteristik bahan baku pangan, karakteristik produk pangan yang diinginkan, proses produksi, dan biaya produksi. Menurut Jayaraman dan Gupta (2006), mesin pengering yang biasa digunakan untuk mengeringkan buahbuahan dan sayuran-sayuran terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pengeringan matahari, pengeringan atmosfer (batch drying dan continuous drying) dan pengeringan subatmosfer. 1. Pengeringan matahari Jenis pengeringan ini menggunakan bantuan sinar matahari untuk mengurangi kadar air bahan pangan. Jenis pengeringan ini adalah jenis yang paling murah dan mudah dilakukan. Namun jenis pengeringan ini mempunyai resiko paling tinggi karena panas yang dialirkan sinar matahari memiliki intensitas yang tidak menentu dan higienisitas produk kurang terjaga. 2. Pengering tray Bahan pangan berbentuk solid disebarkan secara merata di atas nampan dan diletakkan di dalam rak pengering kemudian udara panas dialirkan ke dalam pengering. Proses pindah panas yang terjadi pada pengering ini adalah konduksi dan radiasi. 3. Pengering tunnel Pengering jenis ini merupakan pengembangan dari pengering tray. Bahan pangan berbentuk solid yang telah disebarkan di atas nampan akan berputar sehingga proses pengeringan akan lebih efisien. Kandungan air bahan pangan akan berkurang seiring dengan udara panas yang dihembuskan oleh pengering. 4. Pengering drum Bahan pangan berbentuk cair atau pasta disebarkan di atas rol pengering. Udara panas dihembuskan di atas rol selama rol berputar secara berlawanan arah sehingga kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan bahan pangan yang telah kering akan membentuk kerak. Pisau
12
pengering yang berada di ujung putaran rol akan membuat bahan yang telah kering terkelupas secara otomatis. 5. Fluidized bed dryer Udara panas dihembuskan ke atas bahan pangan yang memiliki densitas rendah sehingga bahan pangan akan melayang di dalam pengering. Proses pindah panas yang terjadi pada pengering ini adalah konveksi. 6. Pengering semprot Bahan pangan berbentuk cair atau pasta dimasukkan ke dalam corong pengering dan udara panas dialirkan secara berlawanan arah. Proses pengeringan ini berlangsung sangat cepat sehingga cocok untuk produk pangan yang tidak tahan panas. Produk yang dihasilkan akan berbentuk granula atau bubuk. 7. Pengering beku Bahan pangan yang akan dikeringkan dibekukan terlebih dahulu kemudian kandungan air akan dikondensasi dengan udara panas yang dihantarkan secara konduksi atau radiasi. Produk pangan yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang paling bagus dibandingkan dengan jenis pengeringan lain, namun investasi mesin ini sangat mahal.
E. Pangan Semi Basah Pangan semi basah adalah jenis pangan yang memiliki kadar air sekitar 10-50% (basis basah) dan aw sekitar 0.6-0.9 (Roos 2001). Beberapa contoh pangan semi basah adalah manisan, jam dan jelly, madu, sirup, marshmallow, soft candies, candied fruits, dan lain-lain. Nilai aw pada beberapa jenis pangan semi basah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai aw beberapa jenis pangan semi basah Jenis pangan Salami Sosis ‘Landjager’ Buah kering Jam dan jelly Madu Bahan pengisi pada produk pastry
aw 0.82-0.85 0.79 0.72-0.80 0.82-0.94 0.75 0.65-0.71
Sumber: Karel (1976)
13
Pangan semi basah adalah salah satu hasil dari teknik pengolahan pangan. Pada pembuatan pangan semi basah, nilai aw diturunkan dengan menggunakan humektan, antimikroba, dan perlakuan osmotik. Beberapa humektan yang biasa digunakan pada pembuatan pangan semi basah adalah garam, gula, gliserol, dan NaCl, sedangkan antimikroba yang biasa digunakan pada pembuatan pangan semi basah adalah potassium sorbat, kalsium propionat, dan lain-lain (Karel 1976). Perlakuan osmotik pada pembuatan pangan semi basah dengan cara merendam bahan pangan seperti buah dan sayuran ke dalam larutan osmotic agent yang memiliki konsentrasi lebih tinggi daripada bahan pangan tersebut. Perbedaan konsentrasi akan menyebabkan terjadinya aliran counter-current secara simultan yaitu: difusi bahan terlarut dari larutan ke dalam bahan pangan dan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan. Difusi bahan terlarut dari larutan ke dalam bahan pangan akan menurunkan nilai aw, sedangkan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan akan menurunkan kadar air. Pangan semi basah yang menggunakan teknologi ini akan memiliki karakter chewiness, softness, elasticity, dan plasticity (Lewicki & Lenart 1995). Salah satu penurunan mutu yang terjadi pada pangan semi basah adalah pencoklatan non-enzimatis (Robson 1976). Reaksi pencoklatan nonenzimates terjadi pada aw 0.6-0.7 sehingga pangan semi basah yang memiliki nilai aw sekitar 0.6-0.7 rentan mengalami pencoklatan non-enzimatis. Selain pencoklatan non-enzimatis, penurunan mutu pada pangan semi basah dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dan oksidasi (Robson 1976). Mikroba yang mungkin tumbuh pada pangan semi basah adalah kapang xerofilik, bakteri halofilik, dan khamir osmofilik (Mosell 1975 di dalam Karel 1976). Pertumbuhan mikroorganisme ini dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban tempat penyimpanan.
F. Gula Invert Gula invert adalah hasil hidrolisis sukrosa yaitu glukosa dan fruktosa dengan perbandingan 1:1 yang terjadi akibat proses pemanasan dan pH asam. Laju inversi sukrosa dipengaruhi oleh lama pemanasan, suhu pemanasan, dan
14
pH. Samakin lama pemanasan, semakin tinggi suhu pemanasaan, dan semakin kecil nilai pH larutan gula akan meningkatkan laju inversi sukrosa (Asadi 2007). Reaksi tersebut dikatakan inversi karena dapat mengubah rotasi optikal. Inversi sukrosa dapat terjadi pada pH asam dan suhu ruang yaitu mengikuti laju reaksi orde ke-I (Asadi 2007). Reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasireduksi dimana satu reaksi tidak akan terjadi tanpa ada reaksi sebelumnya. Reaksi hidrolisis sukrosa pada pH asam dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Reaksi hidrolisis sukrosa. Laju inversi sukrosa dipengaruhi oleh jenis asam. Jenis asam yang sering digunakan untuk inversi sukrosa adalah HCl karena mempunyai daya inversi paling besar yaitu 100% (Pancoast & Junk, 1979). Daya inversi berbagai jenis asam dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Daya inversi berbagai jenis asam Jenis asam HCl H2SO4 H3PO4 Asam tartarat Asam sitrat Asam laktat
Daya inversi (%) 100.00 53.60 6.21 3.00 1.72 1.07
Sumber: Pancoast dan Junk (1979)
Selain inversi pada pH asam, salah satu faktor terbentuknya gula invert adalah enzim invertase. Derajat keasaman (pH) optimum dan suhu optimum enzim invertase adalah 4.0-5.5 dan 50°C (Pancoast & Junk 1979). Beberapa jenis khamir yang dapat menghasilkan enzim invertase adalah Saccharomyces cerevisiae dan S. carlsbergensis (Kruckeberg & Dickison 2004). Enzim ini dapat menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
15
Gula invert dapat menahan laju kristalisasi sukrosa karena kehadiran gula invert dapat menurunkan koefisien titik jenuh sukrosa (Asadi 2007) sehingga gula invert banyak diaplikasikan di industri pangan confectionery seperti hard candy, jelly, dan karamel dan industri brewing. Namun, penggunaan gula invert sudah banyak terganti oleh sirup glukosa karena harga sirup glukosa yang lebih murah dibandingkan gula invert. Sirup glukosa yang mempunyai karakteristik yang hampir sama, yaitu nilai aw, dengan gula invert adalah sirup glukosa 68 DE (Edwards 2000).
16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepaya Bangkok, air, gula pasir, gula invert, CaCl2, garam, potassium sorbat, dan bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refraktometer, timbangan digital kasar, pisau, kompor, panci, baskom, batang pengaduk, cabinet dryer, aw-meter, oven vakum, dan alat-alat gelas untuk analisis.
B. Metode Penelitian Metode penelitian terbagi menjadi dua tahap yaitu: (1) penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula, dan (2) penentuan konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. 1. Penentuan Lama Perendaman Optimum Masing-masing Konsentrasi Larutan Gula Penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan manisan semi basah pepaya. Pembuatan manisan semi basah pepaya dilakukan dengan menggunakan pendekatan pembuatan manisan kering pada umumnya. Manisan semi basah yang akan diteliti memiliki bentuk kubus dengan panjang sisi sekitar 1 cm. Pemilihan bentuk tersebut bertujuan untuk menyeragamkan laju pengeringan osmotik bertingkat. Beberapa modifikasi dilakukan pada pembuatan manisan kering untuk mendapatkan manisan semi basah yang diinginkan. Modifikasi yang dilakukan pada pembuatan manisan semi basah pepaya ini adalah tahapan perendaman bertingkat dalam konsentrasi larutan gula. Perendaman pepaya dalam larutan gula dimulai dari konsentrasi larutan gula 20°brix, kemudian dilanjutkan dengan konsentrasi larutan gula 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, sampai 70°brix. Konsentrasi larutan gula 20°brix yang telah dipa17
kai tidak digunakan untuk pembuatan konsentrasi larutan gula 30°brix, begitu pula dengan konsentrasi larutan gula 30°brix yang telah dipakai tidak digunakan untuk pembuatan konsentrasi larutan gula 40°brix, dan seterusnya. Diagram alir pembuatan manisan semi basah pepaya dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan standar prosedur operasional pengolahan manisan semi basah pepaya dan kesetimbangan massa pembuatan manisan semi basah pepaya berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Gambar 4 Diagram alir pembuatan manisan semi basah pepaya. 18
Formula manisan semi basah pepaya yang akan diteliti dibedakan berdasarkan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula. Formula A, formula B, dan formula C berturut-turut adalah manisan yang direndam larutan gula dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula 1:1, 1:2, dan 1:3. Formula ini bertujuan untuk melihat kecepatan laju pengeringan osmotik bertingkat pada ketiga formula. Lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula ditentukan berdasarkan laju pengeringan osmotik bertingkat. Setiap satu jam sekali dari jam ke-0 sampai jam ke-10 dilakukan pengambilan sampel larutan gula pada masing-masing konsentrasi larutan gula ketiga formula. Konsentrasi larutan gula yang diambil sampelnya adalah larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, dan 70°brix. Sampel larutan gula tersebut dianalisis total padatan terlarutnya dengan menggunakan alat refraktometer. Data total padatan terlarut tersebut kemudian diolah dengan menggunakan analisis statistika rancangan acak lengkap (ral) in time. Uji lanjut Duncan dilakukan apabila terdapat interaksi yang nyata antara waktu dan faktor. Pengambilan keputusan lama perendaman optimum pada masing-masing konsentrasi larutan gula berdasarkan penurunan total padatan terlarut yang tidak signifikan. Pengambilan keputusan ini berdasarkan asumsi bahwa keseimbangan termodinamis antara dua sistem ditandai dengan penurunan total padatan terlarut yang tidak signifikan. a) Analisis Produk Data lama perendaman optimum ketiga formula tersebut kemudian digunakan untuk pembuatan manisan semi basah pepaya. Produk akhir manisan semi basah pepaya kemudian dianalisis kadar air dan nilai aw-nya. Analisis kadar air menggunakan metode oven vakum (AOAC 925.45 1999), sedangkan analisis nilai aw menggunakan instrumen alat aw-meter.
19
2. Penentuan Konsentrasi Gula Invert yang Menyebabkan Penampakan Basah pada Manisan Semi Basah Pepaya Konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya dapat diketahui dengan menggunakan uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji pembedaan salah satu atribut yaitu tingkat kekeringan produk manisan semi basah pepaya. Uji pembedaan yang dilakukan adalah uji beda dari kontrol dengan menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih. Kontrol yang digunakan pada penelitian ini adalah manisan semi basah pepaya yang direndam larutan gula pasir. Uji organoleptik ini dilakukan secara bertahap. Tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan rentang konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. Kombinasi sampel yang akan diuji adalah manisan semi basah pepaya yang direndam oleh larutan gula invert 12%, 24%, 36%, 48%, 60%, dan blind control yaitu sampel kontrol yang dijadikan sebagai salah satu sampel uji. Diagram alir pembuatan gula invert dapat dilihat pada Gambar 5. Tahap kedua bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gula invert yang memberikan tingkat kekeringan manisan semi basah pepaya yang berbeda nyata dengan kontrol. Tahap kedua dilakukan dengan memperkecil jarak antar rentang konsentrasi gula invert yang telah didapat pada tahap pertama. Jarak antar rentang konsentrasi gula invert yang digunakan pada tahap kedua adalah sekitar 3%.
20
Gambar 5 Diagram alir pembuatan gula invert (Pancoast dan Junk 1980 dengan modifikasi). Uji pembedaan salah satu atribut dilakukan dengan menggunakan skala rating yaitu tidak berbeda/sama (1), sedikit berbeda (2), agak berbeda (3), moderat (4), cukup besar (5), besar (6), dan sangat besar (7). Analisa uji beda dari kontrol menggunakan analisa ragam ANOVA (Meilgaard et al. 1999) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnet apabila terdapat perbedaan signifikan pada perlakuan yang berbeda. a) Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Persamaan Silin (1958) Data konsentrasi gula invert yang telah didapat pada tahap sebelumnya kemudian dikorelasikan dengan persamaan Silin (1958). Pengkorelasian ini bertujuan untuk mengetahui lama pemanasan larutan gula pada berbagai pH dan suhu untuk mencapai nilai konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya yaitu 6%. Bentuk persamaan Silin (1958) dapat dituliskan sebagai berikut: I = KC0t K = K0[H+]
21
Keterangan: I
= kadar gula invert (%)
C0
= konsentrasi sukrosa awal (%)
t
= waktu (menit)
K
= konstanta inversi
[H+]
= konsentrasi pH
Nilai K0 pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai K0 pada berbagai suhu Suhu (ºC) 50 60 70 80 90 100
K0 0.12 0.38 1.18 3.30 8.92 26.80
b) Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Orde Reaksi ke-1 Selain suhu tinggi dan pH asam, Asadi (2007) menyatakan bahwa sukrosa mengalami hidrolisis pada suhu ruang dan pH asam. Reaksi hidrolisis sukrosa pada suhu ruang mengikuti orde reaksi ke-1 dengan nilai konstanta laju reaksi (k) = 0.208 pada suhu 25°C (Asadi 2007). Namun, Asadi (2007) tidak menyatakan pada pH berapa nilai k=0.208 sehingga perlu dilakukan penentuan nilai k larutan gula pada berbagai pH asam. Sampel yang akan dicari nilai k-nya adalah larutan gula pH 1, larutan gula pH 2, larutan gula pH 3, dan larutan gula pH 4. Penentuan nilai k dilakukan dengan menganalisis konsentrasi sukrosa pada jam ke-0, jam ke-2, jam ke-4, dan jam ke-6 dan mengkorelasikannya dengan persamaan orde reaksi ke-1. Data k kemudian digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert tertentu yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya Selain nilai k, suatu reaksi yang mengikuti orde reaksi ke-1 juga mempunyai waktu paruh (t1/2). Bentuk umum persamaan reaksi orde ke-1 adalah: 22
ln [A]t = -kt + ln [A]0, dimana t1/2 = 0.693/k Keterangan: [A]0
= konsentrasi awal sukrosa (%)
[A]t
= konsentrasi sukrosa pada waktu t(%)
k
= konstanta laju reaksi (%/jam)
t
= waktu (jam)
t1/2
= waktu paruh (jam)
C. Prosedur Analisis 1. Analisis Kadar Air (AOAC 925.45 1999) Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah cawan dingin. Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang di dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dalam oven vakum suhu 70 °C, 25 mmHg selama 3 jam. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Penimbangan dilakukan berulang sehingga diperoleh bobot penurunan (≤0.0005 g). 2. Analisis Nilai aw (aw-meter) Alat aw-meter dihidupkan dengan menekan tombol power. Setelah tanda ready muncul, larutan NaCl jenuh dimasukkan dalam chamber tempat pengukuran alat untuk mengkalibrasi aw-meter. Setelah itu, tombol start ditekan dan ditunggu sampai nilai aw yang terbaca 0.750-0.752. Jika belum terbaca sekitar 0.750-0.720, knop tahanan kalibrasi diatur sehingga kalibrasi tercapai kemudian tombol start ditekan kembali. Sebanyak 1 g contoh dimasukkan dalam chamber contoh dan tombol start ditekan. Setelah itu, nilai aw ditunggu hingga terbaca oleh alat. 3. Persiapan Sampel Gula Sebanyak 25 g contoh dimasukkan dalam gelas piala 300 ml lalu ditambahkan dengan 2 g CaCO3 dan 100 ml air destilata. Contoh dididihkan selama 30 menit dan didinginkan. Setelah itu, contoh dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambahkan dengan 1.5-2.5 ml Pb asetat
23
jenuh. Kemudian contoh ditepatkan dengan air destilata. Contoh dikocok dan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 100 ml filtrat diambil dan dimasukkan dalam gelas piala lain kemudian ditambahkan dengan 1.5 g Na-oksalat kering ke dalam filtrat contoh untuk mengendapkan Pb. Contoh disaring kembali dengan kertas saring. Sebanyak 10 ml filtrat digunakan untuk analisis gula invert dan 50 ml filtrat digunakan untuk analisis sukrosa. 4. Analisis Gula Invert (AOAC 923.09 1999) Standarisasi larutan Fehling Sebanyak 10 ml campuran Fehling A dan Fehling B (reagensia Soxhlet) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan dengan 19.2 ml larutan gula invert standar. Volume larutan gula invert standar yang ditambahkan didapatkan dari 50.5 mg/2.5 mg/ml = 20.2 ml sehingga volume larutan gula invert yang ditambahkan adalah 20.2-1 ml = 19.2 ml. Larutan tersebut didihkan selama 2 menit kemudian ditambahkan dengan 3-4 tetes indikator metilen biru. Teteskan larutan gula invert standar yang berfungsi sebagai titran sampai titrat berubah warna menjadi tidak berwarna. Analisis contoh (incremental method) Sebanyak 10 ml reagensia Soxhlet dan 10 ml larutan dari hasil persiapan contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Panaskan larutan sampai mendidih selama 15 detik kemudian segera tambahkan larutan gula invert standar sampai warna biru hampir hilang. Setelah itu tambahkan 3-4 tetes indikator metilen biru dan teteskan larutan gula invert standar sampai titrat menjadi tidak berwarna. Analisis contoh (standard method) Apabila volume larutan gula invert standar yang digunakan adalah 20 ml, maka volume larutan gula invert standar yang ditambahkan pada reagensia Soxhlet adalah 20-1 ml = 19 ml. Sebanyak 10 ml reagensia Soxhlet, 10 ml larutan dari hasil persiapan contoh, dan 19 ml larutan gula invert standar dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Lakukan seperti
24
pada tahap incremental method. Kadar gula invert dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Gula invert (%) =
ሺ୭ିୱሻ୶ሾୋሿ୶ୱ୶୶ଵ ୶
Keterangan: Vo
= volume gula invert standar untuk titrasi reagensia Soxhlet (ml)
Vs
= volume gula invert standar untuk titrasi larutan contoh (ml)
[G]
= konsentrasi gula invert standar (g/ml)
Ts
= volume contoh total dari persiapan contoh (ml)
T
= volume contoh yang diperlukan untuk titrasi (ml)
W
= berat contoh (g)
F
= faktor pengenceran
5. Analisis Sukrosa Sebanyak 50 ml sampel gula bebas Pb dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan dengan 20 ml akuades dan 10 ml larutan HCl 25%. Larutan tersebut dikocok dan diinversi. Inversi gula dapat dilakukan dengan memilih satu dari dua cara, yaitu menyimpan labu takat pada suhu 20-25°C selama 24 jam atau pada suhu ruangan selama 10 jam dan memasukkan labu takat ke dalam penangas air suhu 60°C sambil digoyang-goyang selama 3 menit dan selanjutnya tetap dibiarkan dalam penangas air selama 7 menit. Sampel kemudian didinginkan cepat sampai suhu 20°C. Tambahkan beberapa tetes larutan indikator phenolphthalein 1%. Netralkan dengan larutan NaOH 20% sampai timbul warna merah. Tambahkan tetes demi tetes larutan 0.5 N HCl sampai warna merah tepat hilang. Encerkan dengan akuades sampai tanda tera. Penentuan kadar sukrosa dilakukan seperti pada analisis gula invert. Total gula invert yang didapat pada tahap ini adalah gula invert sesudah inversi atau total gula. Kadar sukrosa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan kadar sukrosa = (selisih antara total gula dan sebelum inversi) x 0.95.
25
D. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk menentukan lama perendaman optimum padapembuatan manisan semi basah pepaya adalah rancangan percobaan pengamatan berulang (ral in time). Bentuk umum dari model ral in time dapat dituliskan sebagai berikut: Yikl = µ + αi +δik + ωl + γkl + αωil + εikl Keterangan: Yikl
= nilai respon pada faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k, waktu pengamatan ke-l
µ
= rataan umum (total padatan terlarut)
αi
= pengaruh faktor A taraf ke-i
δik
= komponen acak perlakuan
ωl
= pengaruh waktu pengamatan ke-l
γk
= komponen acak waktu pengamatan
αωil
= pengaruh interaksi waktu dengan faktor A Penelitian ini menggunakan satu faktor dengan tiga taraf yaitu perban-
dingan berat buah dengan volume larutan gula. Taraf penelitian ini adalah formula A, formula B, dan formula C. Waktu pengamatan dilakukan sebanyak 11 kali yaitu dari jam ke-0 sampai jam ke-10.
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Lama Perendaman Optimum Masing-masing Konsentrasi Larutan Gula Proses pembuatan manisan semi basah pepaya yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti formulasi terbaik pembuatan manisan kering pepaya yang dilakukan oleh Pratiwi (2007) dengan beberapa modifikasi. Bentuk yang dipilih pada pembuatan manisan ini adalah kubus dengan panjang sisi 1 cm. Pemilihan ini bertujuan untuk menyeragamkan laju pengeringan osmotik bertingkat. Selain bentuk, modifikasi yang dilakukan adalah tahapan perendaman pepaya pada berbagai konsentrasi larutan gula. Perendaman pepaya di dalam larutan gula dimulai dari konsentrasi 20°brix, 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, sampai 70°brix. Perendaman secara bertahap diharapkan mampu memaksimalkan difusi antara total solid dari lingkungan ke jaringan buah dan air dari jaringan buah ke lingkungan sehingga mampu membentuk karakter manisan yang diinginkan. Potassium sorbat ditambahkan pada konsentrasi gula 70°brix untuk memperpanjang umur simpan manisan semi basah pepaya. Potassium sorbat adalah jenis antimikroba yang biasa dipakai pada produk manisan dan konsentrasi yang digunakan pada pembuatan manisan adalah sebesar 200-250 ppm (Davidson et al. 2001). Batas penggunaan potassium sorbat pada produk olahan buah berdasarkan Codex Allimentarius adalah 1000 mg/kg. Secara konvensional, perendaman buah di dalam larutan gula pada pembuatan manisan dilakukan lebih dari 12 jam. Perendaman buah di dalam larutan gula yang dilakukan dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan inefisiensi waktu dan biaya, sedangkan perendaman buah di dalam larutan gula yang dilakukan dalam jangka waktu singkat belum tentu menghasilkan manisan yang memiliki testur yang diharapkan. Penentuan lama waktu perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula pada pembuatan manisan semi basah pepaya menggunakan pendekatan penurunan total padatan terlarut. Penurunan total padatan terlarut
27
merupakan penyederhanaan model difusi gula ke dalam jaringan buah dan difusi air dari dalam jaringan buah ke lingkungan. Penurunan total padatan terlarut larutan gula dianalisis dengan menggunakan refraktometer. Pada penentuan lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula, larutan gula pada ketiga formula diambil sampelnya tiap satu jam sekali selama 10 jam. Konsentrasi larutan gula yang diambil sampelnya adalah 20°brix, 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, dan 70°brix. Besar total padatan terlarut tiap jam kemudian diplotkan ke dalam grafik untuk melihat laju penurunan total padatan terlarut (Lampiran 3). Grafik penurunan total padatan terlarut pada masing-masing konsentrasi larutan gula dapat dilihat pada Gambar 6. 70,0
total padatan terlarut (°brix)
60,0
50,0
40,0
formula A formula B formula C
30,0
20,0
10,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu perendaman (jam)
Gambar 6
Grafik penurunan total padatan terlarut pada masing-masing konsentrasi larutan gula perendam.
28
Gambar 6 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan total padatan terlarut pada masing-masing konsentrasi larutan gula tiap jam. Fenomena penurunan total padatan terlarut juga terjadi pada pembuatan manisan semi basah mangga (Lampiran 23) dan manisan semi basah nanas (Lampiran 24). Penurunan total padatan terlarut merepresentasikan difusi gula ke dalam jaringan buah atau difusi air dari dalam jaringan buah ke lingkungan. Total padatan terlarut adalah jumlah padatan gula yang terkandung dalam 100 g larutan (%m/m) sehingga apabila terjadi pengurangan jumlah gula dalam suatu larutan dan penambahan massa larutan akibat difusi, total padatan terlarut akan berkurang. Penurunan total padatan terlarut disebabkan oleh larutan gula yang digunakan sebagai osmotic agent memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada total padatan terlarut buah sehingga akan terjadi keseimbangan termodinamis antar kedua sistem. Keseimbangan termodinamis dicapai dengan cara difusi bahan terlarut dari larutan ke dalam bahan pangan dan difusi air dari dalam bahan pangan ke luar lingkungan sehingga akan terjadi penurunan berat bahan, penurunan jumlah air bahan, dan penambahan total padatan bahan (Torezan et al. 2004; Azoubel & Murr 2004; Aouar et al. 2006). Gambar 6 memperlihatkan bahwa penurunan total padatan terlarut dari yang terbesar hingga yang terkecil berturut-turut adalah formula A, formula B, dan formula C. Hal ini disebabkan volume formula C lebih besar dibandingkan volume formula B dan volume formula B lebih besar dibandingkan volume formula A. Total padatan terlarut adalah jumlah padatan gula yang terkandung dalam 100 g larutan (%m/m) sehingga total padatan terlarut berbanding terbalik dengan massa larutan. Semakin besar massa larutan yang digunakan, semakin kecil penurunan total padatan terlarutnya. Data total padatan terlarut pada masing-masing konsentrasi larutan gula kemudian diolah secara statistika menggunakan analisis ragam rancangan blok acak lengkap atau ANOVA untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (ral) in time. Pemilihan rancangan ini karena pengamatan dilakukan secara berulang (Mattjik & Sumertajaya 2000). Berdasarkan analisis ragam dengan
29
taraf 0.5%, terdapat dapat pengaruh yang nyata pada interaksi faktor dengan waktu sehingga perlu dilakukan dilakuk uji lanjut Duncan (Lampiran 4). ). Uji lanjut Duncan dilakukan untuk masing-masing masing masing konsentrasi larutan gula dan bertujuan untuk melihat waktu perendaman yang menyebabkan penurunan penurunan total padatan terter larut yang signifikan. Apabila tidak terjadi penurunan total padatan terlarut yang signifikan, diasumsikan bahwa telah terjadi keseimbangan termodinamis. Uji ini digunakan untuk mengambil keputusan lama perendaman optimum mama ing-masing sing konsentrasi larutan gula. Lama perendaman optimum masing-mamasing
lama perendaman optimum (jam)
sing konsentrasi larutan gula dapat dilihat pada Gambar 7.
5 A 4 3 B 2 1
C
0 20
30
40
50
60
70
konsentrasi larutan gula (°brix)
Gambar 7 Lama perendaman optimum masing-masing masing masing konsentrasi larutan gula. Berdasarkan grafik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa total waktu perendaman optimum dari yang tercepat hingga yang terlama berturut-turut berturut adalah formula C, formula B, dan formula A. Hal ini disebabkan oleh semakin besar volume osmotic agent, semakin besar tekanan osmotik. Hal ini sesuai dengan persamaan aan ∏ = - RT ln aw/V (Lewicki & Lenart 2006), dimana ∏ adalah tekanan osmotik dan V adalah volume. Rastogi et al. (2000) menyatamenyata kan bahwa semakin besar tekanan osmotik suatu larutan, semakin cepat perper ubahan struktur sel yang awalnya bersifat semipermeabel semipermeabel menjadi permeabel. Perubahan struktur sel yang semakin cepat membuat difusi gula ke dalam jaja ringan buah akan semakin cepat sehingga waktu perendaman optimum akan semakin cepat pula.
30
Lama perendaman optimum pada konsentrasi gula 20°brix paling singsing kat dii antara konsentrasi larutan gula perendam lainnya. Hal ini disebabkan dinding membran sel buah masih bersifat semipermeabel (Rastogi et al. 2000) pada awal perendaman sehingga difusi gula ke dalam jaringan buah tidak berber langsung lama. Larutan gula yang hipertonik hipertonik membuat struktur membran sel buah yang bersifat semipermeabel menjadi permeabel sehingga difusi gula papa da konsentrasi 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, dan 70°brix berlangsung lele bih lama. 1) Analisis Produk Setelah data lama perendaman optimum masingmasing-masing konsentrasi gula didapat, data ini kemudian digunakan untuk pembuatan manisan semi basah pepaya selanjutnya. Produk akhir manisan semi basah pepaya kemudian dianalisis kadar air dan nilai aw-nya. Kadar air ai dan nilai aw merupakan hal penting dalam suatu bahan pangan karena kadar air memengaruhi kestabilan bahan pangan baik dari segi fisik, kimia, dan mikrobiologi, sedangkan nilai aw merupakan faktor kunci bagi pertumbuhpertumbuh an mikroba, reaksi enzimatis, oksidasi oksidasi lipid, dan mutu organoleptik bahan (Rahman & Labuza 1999). 19 Nilai kadar air (Lampiran 5)) dan aw (Lampiran
kadar air (% BB)
6)) ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
17.78a
A
18.90a
18.83a
B formula
C
Gambar 8 Nilai kadar air ketiga formula (% BB). Analisis ragam pada Gambar 8 (Lampiran 7) dan Gambar 9 (Lampiran 8)) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan tidak berpengaruh
31
nyata terhadap kadar air dan nilai aw ketiga formula (p<0.05). Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penurunan total padatan padat terlarut untuk menentukan lama perendaman optimum yang digunakan pada penelitian ini berhasil. Asumsi yang digunakan adalah apabila kadar air dan nilai aw ketiga formula tidak berbeda nyata, total gula yang berdifusi ke dalam jaringan buah dan total air air yang berdifusi ke luar lingkungan titi dak berbeda nyata pula. 0,800
0.721a
0.712a
0.723a
A
B formula
C
0,700 0,600 nilai aw
0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000
Gambar 9 Nilai aw ketiga formula. Penurunan kadar air pepaya yang awalnya 82.83 % (BB) (Rodrigues et al. 2003) menjadi sekitar 18 % (BB) disebabkan proses pengeringan (Karathanos 1999) dan pengeringan osmotik bertingkat (Fernandes et al. 2006). Penurunan nilai aw pepaya yang awalnya sekitar 0.9 menjadi sekitar 0.72 disebabkan difusi counter-current current yang terjadi selama proses pengeringan osmotik bertingkat (Aouar 2006). Proses terseterse but menyebabkan ebabkan sehingga ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroba menjadi berkurang akibat air yang terdapat dalam bahan pangan berikatan hidrogen dengan gula. Berdasarkan data pada Gambar 8 dan Gambar 9, manisan yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong ke dalam jenis pangan semi basah karena suatu pangan digolongkan sebagai pangan semi basah apabila memiliki aw sekitar 0.6-0.9 0.6 dan kadar air 10-50% 50% (BB) (Roos 2001). Spesifikasi manisan dapat dilihat pada Lampiran 22, sedangkan gambar g produk akhir manisan semi semi basah pepaya dapat dilihat pada Gambar 10.
32
Mikroba yang dapat tumbuh pada produk jenis ini adalah kapang xerofilik (Roos 2001). Pitt dan Hocking (1997) menyatakan bahwa Xeromyces bisporus dan Chrysosporium xerophilum adalah jenis kapang xerofilik yang sering mengontaminasi manisan. Kedua spesies kapang tersebut dapat bergerminasi pada aw di atas 0.7 dan suhu 25°C, 30°C, dan 37°C dengan waktu germinasi yang semakin cepat pada pH 4.5-5.5 (Gock et al. 2003).
Gambar 10 Gambar produk akhir manisan semi basah pepaya. Gambar 10 memperlihatkan bahwa permukaan luar manisan memiliki penampakan kering. Hal ini disebabkan konsentrasi larutan gula yang digunakan pada tahap perendaman terakhir cenderung jenuh yaitu 70°brix. Pada konsentrasi tersebut larutan gula mudah untuk mengkristal ketika dipanaskan.
B. Penentuan Konsentrasi Gula Invert yang Menyebabkan Penampakan Basah pada Manisan Semi Basah Pepaya Pemakaian berulang larutan gula pada pembuatan manisan dapat mengakibatkan terbentuknya gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya. Konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah tersebut dapat diketahui dengan menggunakan uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji pembedaan salah satu atribut yaitu tingkat kekeringan (uji beda dari kontrol). Kontrol yang digunakan pada uji organoleptik adalah manisan semi basah pepaya yang direndam dengan larutan gula pasir. Penampakan basah pada manisan disebabkan kandungan gula invert sulit mengkristal saat dipanaskan. Uji organoleptik dilakukan secara dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan rentang konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan (Lampiran 9), sedangkan tahap kedua ber33
tujuan untuk mendapatkan mendapatkan konsentrasi gula invert yang dapat menyebabkan penampakan basah pada manisan (Lampiran 13). 1 ). Hasil uji organoleptik organo tahap
skor penilaian
pertama (Lampiran 10) 10 dapat dilihat pada Gambar 11. 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 manisan yang manisan yang manisan yang manisan yang manisan yang manisan yang direndam gula direndam gula direndam gula direndam gula direndam gula direndam gula invert 12% invert 60% pasir (kontrol) invert 24% invert 36% invert 48%
sampel
Gambar 11 Hasil organoleptik tahap pertama. Analisis ragam (Lampiran 11)) pada Gambar 11 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kekeringan manisan (p<0.05) sehingga dilanjutkan dengan dengan uji lanjut Dunnet (Lampiran 12). 12 Uji lanjut Dunnet menunjukkan bahwa kelima sampel manisan yang direndam gugu la invert memiliki tingkat kekeringan yang berbeda nyata dengan kontrol. MaMa nisan yang direndam gula invert 12% memiliki tingkat kekeringan yang berbeberbe da nyata dengan kontrol sehingga uji organoleptik tahap kedua dilakukan dede ngan rentang konsentrasi gula invert 12%, yaitu 3%, 6%, 9%, dan 12%. Hasil
skor penilaian
uji organoleptik tahap kedua (Lampiran 14) 1 ) dapat dilihat pada Gambar 12. 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 manisan yang direndam gula invert 3%
manisan yang direndam gula invert 6%
manisan yang direndam gula invert 9%
manisan yang direndam gula invert 12%
manisan yang direndam gula pasir (kontrol)
sampel
Gambar 12 Hasil uji organoleptik tahap kedua. 34
Analisis ragam (Lampiran 15) pada Gambar 12 menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kekeringan manisan (p<0.05) sehingga dilajutkan dengan uji lanjut Dunnet (Lampiran 16). Uji lanjut Dunnet menunjukkan bahwa sampel manisan yang direndam gula invert 6% memiliki tingkat kekeringan yang berbeda nyata dengan kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya adalah 6%. Data ini memiliki manfaat pada pemakaian berulang larutan gula dalam pembuatan manisan semi basah pepaya karena apabila larutan gula telah mengandung gula invert sebesar 6%, larutan gula tersebut sudah tidak bisa dipakai kembali. 1) Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Persamaan Silin (1958) Konsentrasi gula invert yang menyebabkan penampakan basah pada manisan semi basah pepaya adalah sekitar 6%. Data konsentrasi gula invert ini kemudian dikorelasikan dengan persamaan Silin (1958) sehingga lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% dapat diketahui. Contoh perhitungan lama pemanasan dengan menggunakan persamaan Silin (1958) dapat dilihat pada Lampiran 17, sedangkan lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% dapat dilihat pada Tabel 6. Data ini menjadi penting pada pembuatan manisan semi basah pepaya karena larutan gula biasanya dipanaskan kembali sebelum digunakan untuk pemakaian selanjutnya untuk melarutkan gula dan mengurangi jumlah mikroba yang mengontaminasi larutan gula pada pemakaian sebelumnya. Namun, larutan gula yang telah dipakai sebagai osmotic agent pada pemakaian sebelumnya dapat menurun nilai pH-nya akibat kandungan asam pada buah pepaya dimana jenis asam yang banyak terdapat dalam buah pepaya adalah asam malat, asam α-ketoglutarat, asam sitrat, dan asam askorbat (Arriola et al. 1980). Menurut Arriola et al. (1980), total asam yang direpresentasikan sebagai asam sitrat pada buah pepaya adalah 0.15 g/100 g.
35
Tabel 6 Lama pemanasan pada berbagai suhu dan pH larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% Lama pemanasan (menit) pH suhu (°C) 100 90 80 70 60 50
7
6
5
4
3
2
1
223.9 672.6 1818.2 5084.7 15789.5 50000.0
22.4 67.3 181.8 508.5 1578.9 5000.0
2.2 6.7 18.2 50.8 157.9 500.0
0.2 0.7 1.8 5.1 15.8 50.0
0.0 0.1 0.2 0.5 1.6 5.0
0.0 0.0 0.0 0.1 0.2 0.5
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1
Kondisi asam larutan gula disertai proses pemanasan akan mengakibatkan terbentuk gula invert (Imanda 2007) dimana suhu adalah katalis pada reaksi hidrolisis sukrosa, sedangkan pH rendah adalah suatu syarat kondisi terjadinya reaksi hidrolisis sukrosa. Semakin cepat penurunan pH akibat asam yang terdapat dalam buah pepaya dan semakin tinggi suhu yang digunakan pada pemanasan berulang larutan gula, semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi tertentu gula invert. Hal ini sesuai dengan data pada Tabel 6 dimana lama pemanasan yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% lebih cepat pada suhu 100°C dibandingkan dengan suhu 50°C pada pH yang lebih asam. Pemanasan berulang larutan gula lebih efektif dilakukan pada suhu tinggi yaitu sekitar 65°C. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah mikroba yang mengontaminasi larutan gula pada pemakaian sebelumnya. Mikroba yang umumnya mengontaminasi adalah khamir. Pemanasan pada suhu 55°C-65°C dapat mengurangi jumlah khamir dimana nilai D pada suhu 55°C sekitar 5-10 menit, sedangkan nilai D pada suhu 65°C sekitar < 1 menit. (Engel 1994 di dalam Deák 2008). Namun, pemanasan pada suhu tersebut tidak bisa dilakukan pada larutan gula pH ≤ 4 karena waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% sangat sebentar yaitu ≤ 5 menit. Pemanasan berulang larutan gula paling aman dilakukan pada suhu 65°C-80°C dengan pH 5 dan suhu 65°C-100°C pada pH > 5 karena waktu yang dibutuhkan larutan gula untuk mencapai konsentrasi gula invert sebesar 6% relatif lama yaitu ≥ 15 menit.
36
Selain mengurangi jumlah mikroba, pemanasan berulang larutan gula dilakukan untuk melarutkan gula yang ditambahkan ke dalam masing-masing konsentrasi larutan gula. Penambahan gula dalam jumlah tertentu dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi larutan gula semula karena sebagian gula telah berdifusi ke dalam jaringan buah akibat peristiwa pengeringan osmotik bertingkat sehingga nilai konsentrasinya akan menurun. Pelarutan gula ke dalam konsentrasi larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, dan 50°brix mudah dilakukan pada suhu 65°C, namun pelarutan gula ke dalam konsentrasi larutan gula 60°brix, dan 70°brix membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu sekitar 90°C. Jumlah rata-rata gula yang ditambahkan ke dalam masing-masing konsentrasi larutan gula pada formula A, formula B, dan formula C berturut-turut adalah 114 g, 122 g, dan 129 g. Berdasarkan suhu yang dibutuhkan untuk melarutkan gula dan suhu yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah mikroba, pemanasan berulang larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, dan 50°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 65°C selama ± 5 menit dengan pH larutan gula ≥ 5, sedangkan pemanasan berulang larutan gula 60°brix dan 70°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 90°C selama ± 1 menit dengan pH larutan gula ≥ 6. Apabila pH larutan gula hampir mencapai titik kritisnya, larutan gula dapat ditambahkan pengatur keasamaan untuk menaikkan pH seperti Na2CO3 (sodium karbonat) sampai tercapai pH netral. Sodium karbonat tergolong ke dalam bahan tambahan pangan yang berfungsi sebagai pengatur keasaman, pemantap, pengeras, dan anti gumpal dimana penggunaannya sebagai pengatur keasaman menurut CODEX Allimentarius adalah GMP (General Manufacturing Practice). Proses pendinginan cepat harus dilakukan segera setelah proses pemanasan berulang. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu kontak larutan gula pada suhu tinggi sehingga kemungkinan terbentuknya gula invert selama proses pendinginan dapat diminimalisasi. Selain itu, pendinginan cepat dapat menyebabkan heat shock pada sel vegetatif dan spora
37
tahan panas (termofilik) sehingga sel vegetatif dan spora tahan panas tersebut tidak bergerminasi dan menyebabkan kerusakan. 2) Pengkorelasian Data Konsentrasi Gula Invert dengan Orde Reaksi ke-1 Selain hidrolisis sukrosa pada suhu pemanasan dan pH asam, Asadi (2007) menyatakan bahwa sukrosa memiliki waktu paruh (t1/2) pada suhu ruang dan kondisi asam dan reaksi tersebut mengikuti orde reaksi ke-1. Waktu paruh orde reaksi ke-1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, namun tergantung oleh nilai konstanta laju reaksi (k) masing-masing pH asam. Nilai k, R2, dan t1/2 sukrosa pada pH asam dapat dilihat pada Tabel 7 (Lampiran 18 - Lampiran 21). Tabel 7 Nilai k, R2, dan t1/2 sukrosa pada pH asam pH 1 2 3 4
k (%/jam) 9.00x10-2 3.00x10-3 1.95x10-4 1.60x10-4
Orde reaksi ke-1 R2 0.986 0.995 0.992 0.992
t1/2 (jam) 7.7 231.0 3554.6 4332.2
Tabel 7 memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pH, semakin kecil nilai k sehingga t1/2 sukrosa akan semakin lama. Nilai k dan t1/2 sukrosa pH 5, 6, dan 7 tidak dilakukan pada penelitian ini karena adanya keterbatasan metode analisis gula invert. Namun berdasarkan data di atas, diasumsikan bahwa nilai k pada reaksi hidrolisis sukrosa pH > 4 akan lebih kecil dibandingkan nilai k pada reaksi hidrolisis sukrosa pH ≤ 4. Nilai k kemudian digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sukrosa untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% pada suhu ruang. Waktu yang dibutuhkan sukrosa untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 13.
38
waktu (jam)
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
4229,4
0,8
347
22,6
larutan gula pH 1 larutan gula pH 2 larutan gula pH 3 larutan gula pH 4 sampel
Gambar 13 Waktu yang dibutuhkan sukrosa untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% pada suhu ruang. Gambar 13 memperlihatkan bahwa waktu yang dibutuhkan sukrosa untuk mencapai konsentrasi gula invert 6% pada suhu ruang dari yang terlama hingga yang tercepat berturut-turut berturut turut adalah larutan gula pH 4, larutan gula pH 3, larutan gula pH 2, dan larutan gula pH 1. Waktu yang dibutuhkan larutan gula pH > 4 untuk terhidrolisis dan menghasilkan gula invert sebesar 6% pada suhu ruang diasumsikan akan akan lebih besar dari 4000 jam. Hal ini terkait dengan nilai k reaksi hidrolisis sukrosa pada pH > 4 yang sangat kecil sehingga data pada Tabel 3 sudah relatif cukup mewakili reaksi hidrolisis sukrosa pada suhu ruang. Waktu yang dibutuhkan sukrosa pH ≥ 2 untuk uk berubah struktur menjadi gula invert pada suhu ruang cenderung lambat dan di atas lama perendaman optimum masing-masing masing konsen-trasi trasi larutan gula sehingga dapat disimpulkan bahwa pembentukan gula invert sebesar 6% lebih disebabkan oleh proses pemanasan pada pH asam. Reaksi hidrolisis sukrosa pH ≥ 2 pada suhu ruang yang cenderung sangat lambat memungkinkan penyimpanan larutan gula pada suhu ruang sebelum digunakan kembali sebagai osmotic agent. Namun, kondisi penyimpanannya harus aseptis agar tidak terjadi terjadi rekontaminasi.
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Lama perendaman optimum konsentrasi larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, dan 70°brix pada pembuatan manisan semi basah pepaya dengan perbandingan antara berat buah dan volume larutan gula perendam 1:1 adalah 2 jam, 5 jam, 5 jam, 5 jam, 5 jam, dan 5 jam, sedangkan untuk perbandingan 1:2 adalah 1 jam, 4 jam, 4 jam, 4 jam, 4 jam, dan 4 jam, dan untuk perbandingan 1:3 adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 3 jam, 3 jam, dan 3 jam. Walaupun total lama perendaman optimum ketiga formula manisan berbeda, namun kadar air dan nilai Aw ketiga formula tidak berbeda nyata, yaitu sekitar 18% (BB) untuk kadar air dan 0.72 untuk nilai Aw. Manisan semi basah pepaya yang direndam oleh larutan gula invert 6% memiliki tingkat kekeringan yang berbeda nyata dengan manisan semi basah pepaya yang direndam gula pasir. Pemanasan berulang larutan gula 20°brix, 30°brix, 40°brix, dan 50°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 65°C selama ± 5 menit dengan pH larutan gula ≥ 5, sedangkan pemanasan berulang larutan gula 60°brix dan 70°brix sebaiknya dilakukan pada suhu 90°C selama ± 1 menit dengan pH larutan gula ≥ 6. Waktu yang dibutuhkan sukrosa pH ≥ 2 untuk berubah struktur menjadi gula invert pada suhu ruang cenderung lambat dan di atas lama perendaman optimum masing-masing konsentrasi larutan gula.
B. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemakaian berulang larutan gula terhadap mutu organoleptik manisan semi basah pepaya, aplikasinya di industri kecil, dan penentuan masa simpan manisan semi basah pepaya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Alzamora SM, Nieto A, Castro MA. 2003. Structural effects of blanching and osmotic dehydration pretreatments on air drying kinetics of fruit tissues. Di dalam: Welti-Chanes J, Velez-Ruiz J, Barbosa-Canovas GV (Eds.). Transport Phenomena in Food Processing. CRC Press, New York. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of the AOAC International. 16th edition. Volume II. AOAC International, Maryland, USA. Aouar AAE, Azoubel PM, Barbosa JL, Murr FEX. 2006. Influence of the Osmotic Agent on the Osmotic Dehydration of Papaya. J Food Eng 75(2): 267-274. Arriola MC, Calzada de JF, Menchu JF, Rolz C, Garcia R. 1980. Papaya. Di dalam: Nagy S, Shaw PE (Eds.). Tropical and Subtropical Fruits. AVI Publishing, Inc., Wesport, Connecticut. Asadi T. 2007. Beet-Sugar Handbook. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Azoubel PM, Murr FEX. 2004. Mass Transfer Kinetics of Osmotic Dehydration of Cherry Tomato. J Food Eng 61: 291-295. Buggenhout SV, Sila DN, Duvetter T, Loey AV, Hendrickx M. 2009. Pectins in processed fruits and vegetables: part III – texture engineering, Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Davidson PM, Juneja VK, Branen JK. 2001. Antimicrobial agents. Di dalam: Branen AL, Davidson PM, Salminen S, Thorngate III JH (Eds.). Food Additives Second Edition Revised and Expanded. Marcel Dekker Inc., New York. Deák T. 2008. Handbook of Food Spoilage Yeasts. Second Edition. CRC Press, Boca Raton. Earle RL, Earle MD. 1983. Unit Operations in Food Processing. Pergamon Press, New Zealand. Edwards WP. 2000. The Science of Sugar Confectionery. The Royal Society of Chemistry, Cambridge, UK. Ell JRDe, Prange RK, Peppelenbos HW. 2003. Postharvest physiology of fresh fruits and vegetables. Di dalam: Chakraverty A, Mujumdar AS, Raghavan GSV, Ramaswamy HS (Eds.). Handbook of Postharvest Technology: Cereals, Fruits, Vegetables, Tea, and Spices. Marcel Dekker, New York. Engel G. Rosch N, Heller KJ. (1994) Heat tolerance of yeasts. Kieler Milchwirtsch. Forsch. 46:81–90.
41
FAO. 2010. Top Production - Papayas - 2010. http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx. [23 Mei 2010]. Fellows P. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. Second Edition. CRC Press, New York. Fernandes FAN, Rodrigues S, Gaspareto OCP, Oliveira EL. 2006. Optimatization of Osmotic Dehydration of Papaya Followed by Air-Drying. Food Res Int 39(4): 492-498. Fraeye I, Doungla E, Duvetter T, Moldenaers P, Loey AV, Hendrickx M. 2009. Influence of Intrinsic and Extrinsic Factors on Rheology of Pectin– Calcium Gels. Food Hydrocolloids 23(8): 2069-2077. Gock MA, Hicking AD, Pitt JI, dan Poulo PG. 2003. Influence of Temperature, Water Activity and pH on Growth of Some Xerophilic Fungi. Int J Food Microbiol 81(1): 11-19. Imanda MR. 2007. Kajian pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap karakteristik mutu produk sirup gula invert dari gula palma [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Jayaraman KS, Gupta DKD. 2006. Drying of fruits and vegetables. Di dalam: Mujumdar AS (Ed.). Handbook of Industrial Drying. Second Edition Revised and Expanded. Taylor and Francis Group, London. Karathanos VT. 1999. Determination of Water Content of Dried Fruits by Dring Kinetics. J Food Eng 39(4): 337-344. Karel M.1976. Technology and application of new intermediate moisture foods. Di dalam: Davies R, Birch GG, Parker KJ (Eds.). Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publishers LTD, London. Kruckeberg AL, Dickinson JR. 2004. Carbon metabolism. Di dalam: Dickinson JR, Schweizer M (Eds.). The Metabolism and Molecular Pysiology of Saccharomyces cerevisiae. Second Edition. Taylor and Francis, New York. Lazarides HN. 2001. Reasons and possibilities to control solids uptake during osmotic treatment of fruits and vegetables. Di dalam: Fito P, Chiralt A, Barat JM, Spesiess WEL, dan Behsnilian D (Eds.). Osmotic Dehydration and Vacuum Impregnation. Technomic Publishing Company, Inc., Pennsylvania. Lewicki PP, Lenart A. 2006. Osmotic dehydration of fruits and vegetables. Di dalam: Mujumbar AS (Ed.). Handbook of Industrial Drying. Second Edition Revised and Expanded. Taylor and Francis Group, London. Mattjik AM, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press, Bogor. 42
Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. CRC Press, New York. Moreiras O, Carbajal A, Cabrera L, Cuadrado C. 2001. Tablas de Composici´on de los alimentos. Ediciones Pir´amide (Grupo Anaya), Madrid. Moreno CS, Teresa SDP, Ancos BD, Cano MP. 2006. Nutritional values of fruits. Di dalam: Hui YH (Ed.). Handbook of Fruits and Fruit Processing. Blackwell Publishing, Iowa, USA. Mossel DAA. 1975. Water and microorganisms in foods―a synthesis. Di dalam: Duckworth RB (Ed.). Water Relations of Foods. Academic Press, London. Mujumdar AS. 2006. Priciples, classification, and selection of dryers. Di dalam: Mujumdar AS (Ed.). Handbook of Industrial Drying. Second Edition Revised and Expanded. Taylor and Francis Group, London. Pancoast HM, Junk WR. 1979. Handbook of Sugars. Second Edition. AVI Publishing Company, London. Pitt JI, Hocking AD. 1997. Fungi and Food Spoilage. Second Edition. Aspen Publishers, Gaithersburg, MD. Pratiwi I. 2007. Pengembangan teknologi pembuatan manisan pepaya kering (Carica papaya) [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Rahman MS, Labuza TP. 1999. Water activity and food preservation. Di dalam: Rahman MS (Ed.). Handbook of Food Preservation. Marcel Dekker, New York. Rastogi NK, Angersbach A, Knorr D. 2000. Synergistic Effect of High Hydrostatic Pressure Pretreatment and Osmotic Stress on Mass Transfer during Osmotic Dehydration. J Food Eng 45(1): 25-31. Robson JN. 1976. Some introductory thoughts on intermediate moisture foods. Di dalam: Davies R, Birch GG, Parker KJ (Eds.). Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publishers LTD, London. Rodrigues AC, Cunha CRL, Hubinger MD. 2003. Rheological Properties and Colour Evaluation of Pepaya during Osmotic Dehydration Processing. J Food Eng 59(2-3): 129-135. Roos YH. 2001. Water activity and plasticization. Di dalam: Eskin NAM, Robinson DS (Eds.). Food Shelf Life Stability: Chemical, Biochemical, and Microbiological Changes. CRC Press, New York. Sapers GM, Hicks KB, Miller RL. 2002. Antibrowning agents. Di dalam: Branen AL, Davidson PM, Salminen S, Thorngate III JH (Eds.). Food Additives. Marcel Dekker, Inc., New York.
43
Sidhu JS 2006. Tropical fruits: guava, lychee, papaya. Di dalam: Hui YH (Ed.). Handbook of Fruits and Fruit Processing. Blackwell Publishing, Iowa, USA. Silin PM. 1958. Technology of Beet-sugar Production and Refining. PPI, Moscow. Tabil LG, Sokhansanj S. 2001. Mechanical and temperature effects on shelf life stability of fruits and vegetables. Di dalam: Eskin NAM, Robinson DS (Eds.). Food Shelf Life Stability: Chemical, Biochemical, and Microbiological Changes. CRC Press, New York. Torezan GAP, Favareto P de CC, Pallet D, Menezes HC. 2004. Osmotic Dehydration of Mango: Effects of Temperature and Process Time. Proceedings of the 14th International Drying Symposium C: 2165-2172. USDA. 2004. National Nutrient Database for Standard Reference
44
Lampiran 1. Standar prosedur operasional pengolahan manisan semi basah pepaya A. Penyiapan Bahan Baku Utama 1. Pepaya Bahan baku pembuatan manisan semi basah pepaya adalah pepaya dengan tingkat kematangan 80% (setengah matang) dengan ciri-ciri sebanyak ¼ permukaan kulit pepaya sudah ada semburat warna kuning. Syarat mutu buah pepaya dapat mengacu pada SNI 01-4230-1996 yaitu pepaya malang segar. 2. Gula pasir Fungsi gula pasir pada pembuatan manisan semi basah pepaya yaitu sebagai pemberi rasa manis dan pengawet dengan cara menurunkan nilai aw. Gula pasir yang digunakan mengacu pada SNI 01-3140-2001 (gula kristal putih) yaitu gula pasir memiliki penampakan putih/jernih, bersih, tidak berwarna dan tidak berbau. B. Penyiapan Bahan Baku Penolong 1. Air Air dalam pembuatan manisan semi basah pepaya digunakan untuk mencuci buah, membuat larutan gula, dan lain-lain. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum dan air bersih sesuai standar Permenkes RI No. 416/MENKES/PERK/IX/90 (Lampiran 3). Air yang digunakan tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung zat yang membahayakan. 2. Garam Perendaman pepaya di dalam larutan garam bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal pada buah pepaya. Konsentrasi larutan garam yang digunakan untuk merendam pepaya adalah sebesar 1% . C. Penyiapan Bahan Baku Tambahan Penggunaan bahan tambahan pangan pada pembuatan manisan semi basah pepaya harus memenuhi persyaratan yang direkomendasikan. Persya-
45
ratan bahan tambahan pangan mengacu pada SNI 01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan. Bahan tambahan pangan yang digunakan adalah: 1. Larutan kapur (CaCl2) Perendaman buah pepaya di dalam larutan kapur bertujuan untuk memperkuat tekstur buah. Sebanyak 40 g CaCl2 dilarutkan dalam 1 L air untuk merendam 1 kg buah pepaya selama 8 jam. 2. Potassium sorbat Potassium sorbat digunakan untuk memperpanjang umur simpan manisan dengan cara mencegah pertumbuhan kapang pada manisan. Potassium sorbat yang digunakan sebesar 200 ppm atau 0.2 mg/1 L air. D. Penyiapan Peralatan dan Bahan Kemasan Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat manisan semi basah pepaya antara lain: 1. Bak stainless steel digunakan untuk merendam buah pepaya di dalam larutan garam, larutan kapur, dan larutan gula 2. Saringan plastik besar digunakan untuk meniriskan buah pepaya 3. Pisau stainless steel dan talenan digunakan mengupas, membelah, dan memotong pepaya sesuai ukuran 4. Baskom digunakan untuk menampung irisan pepaya 5. Panci stainless steel digunakan sebagai wadah untuk memasak larutan gula 6. Kompor digunakan untuk merebus larutan gula 7. Cabinet dryer digunakan untuk mengeringkan irisan buah pepaya sampai kadar air sekitar 15-20% 8. Kemasan yang digunakan adalah aluminium foil atau plastik 9. Sealer digunakan untuk menutup kemasan 10. Label untuk memuat informasi produk pada kemasan E. Proses Pengolahan Buah pepaya yang dipilih adalah buah pepaya dengan tingkat kematangan 80% (setengah matang). Buah pepaya tersebut memiliki ciri-ciri ¼ permukaan buah sudah ada semburat kuning, apabila ditekan permukaannya tidak terlalu keras atau terlalu lunak. Setelah itu, buah pepaya dikupas dan di-
46
cuci untuk membuang kulit dan biji pepaya. Buah pepaya kemudian dipotong bentuk dadu dengan ukuran masing-masing sisi sekitar 1 cm. Setelah itu, buah pepaya direndam dengan larutan garam, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan kapur. Buah pepaya kemudian dibilas dengan mengalir untuk mengurangi CaCl2 yang mungkin masih menempel di buah sehingga tidak menimbulkan rasa pahit. Setelah pembilasan dengan air mengalir, buah diblansir dengan air panas. Tahapan selanjutnya adalah perendaman dalam larutan gula. Perendaman pepaya dalam larutan gula dimulai dari konsentrasi 20°brix, kemudian dilanjutkan dengan konsentrasi 30°brix, 40°brix, 50°brix, 60°brix, sampai 70°brix. Konsentrasi larutan gula 20°brix yang sudah dipakai tidak dipergunakan untuk membuat larutan gula 30°brix, begitu pula dengan konsentrasi larutan gula 30°brix yang sudah dipakai tidak dipergunakan untuk membuat larutan gula 40°brix, begitu seterusnya. Dengan kata lain, tiap konsentrasi larutan gula dibuat sendiri dalam wadah yang terpisah. Namun, apabila ingin membuat manisan semi basah pepaya yang ke-2 kali, tiap konsentrasi larutan gula perlu ditambahkan dengan gula untuk mencapai konsentrasi yang sama karena sebagian gula telah berdifusi ke dalam buah.
47
Gambar 1 Diagram alir pembuatan manisan semi basah pepaya. F. Pengemasan dan Pelabelan 1. Pengemasan Manisan semi basah pepaya yang baru dikeringkan tidak boleh langsung dikemas, namun harus ditunggu hingga dingin. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam jangka waktu singkat. Manisan semi basah pepaya ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dan ditutup hingga rapat dengan menggunakan sealer. 2. Pelabelan Manisan semi basah pepaya yang telah dikemas kemudian diberi label. Label ditempel pada bagian tengah dan belakang kemasan plastik atau aluminium foil. Menurut ketentuan PP No. 69 tahun 1999 tentang 48
Label dan Iklan Pangan, label pangan mengandung nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, dan tanggal kadaluarsa. G. Penyimpanan Manisan semi basah pepaya memiliki daya tahan selama empat bulan jika disimpan pada suhu kamar dan menggunakan kemasan yang baik dan kedap udara seperti plastik atau aluminium foil.
49
Lampiran 2. Kesetimbangan massa pembuatan manisan semi basah pepaya
Keterangan: 1
= hanya dilakukan pada pembuatan larutan gula untuk pertama kali
2
= dilakukan ketika ingin menggunakan kembali larutan gula
50
Lampiran 3. Data penurunan total padatan terlarut pembuatan manisan semi basah pepaya Formula A konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
1
2
3
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
20.0
20.0
0.000
15.2
15.2
15.7
0.513
14.8
14.8
14.7
15.1
0.333
14.4
14.4
14.4
14.7
0.349
14.8
14.3
14.2
14.2
14.5
0.297
14.7
14.7
14.0
14.2
14.1
14.4
0.319
14.5
14.6
14.6
13.9
14.0
13.8
14.2
0.372
7
14.3
14.3
14.3
13.7
13.8
13.7
14.0
0.313
8
14.0
14.3
14.2
13.6
13.7
13.7
13.9
0.293
9
14.2
14.2
14.0
13.6
13.7
13.6
13.9
0.286
10 0
14.2
14.2
14.1
13.6
13.6
13.6
13.9
0.313
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
0.000
1
25.0
25.0
25.2
24.2
24.3
24.2
24.7
0.464
2
24.4
24.5
24.5
23.6
23.7
23.6
24.1
0.459
3
24.2
24.2
24.3
23.2
23.3
23.3
23.8
0.532
4
23.9
23.9
24.0
22.9
22.9
23.0
23.4
0.550
5
23.6
23.6
23.6
22.7
22.7
22.6
23.1
0.513
6
23.4
23.3
23.2
22.5
22.5
22.5
22.9
0.443
7
23.0
23.0
23.0
22.3
22.3
22.4
22.7
0.367
8
23.0
23.0
23.0
22.0
22.0
22.0
22.5
0.548
9
23.0
23.0
23.0
22.0
22.1
22.0
22.5
0.531
10
22.8
22.9
23.0
22.0
22.0
22.0
22.5
0.497
0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
0.000
1
35.0
34.4
34.3
34.0
34.0
34.0
34.3
0.392
2
33.8
33.8
33.8
33.6
33.6
33.6
33.7
0.110
3
33.0
33.0
33.0
33.0
33.0
33.0
33.0
0.000
4
32.6
32.6
32.5
32.6
32.6
32.6
32.6
0.041
5
32.4
32.0
32.2
32.2
32.2
32.2
32.2
0.126
6
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
0.000
7
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
32.0
0.000
8
31.8
31.9
31.8
31.8
31.9
31.8
31.8
0.052
9
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
0.000
10
31.6
31.6
31.6
31.6
31.6
32.6
31.8
0.408
1
2
3
1
2
3
0
20.0
20.0
20.0
20.0
20.0
1
16.2
16.1
16.1
15.2
2
15.3
15.4
15.4
3
15.0
15.0
15.1
4
14.7
14.8
5
14.6
6
51
konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
4
5
6
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
50.0
50.0
0.000
44.0
44.2
0.164
43.1
43.1
43.3
0.240
42.6
42.6
42.4
42.8
0.266
42.6
42.0
42.0
42.0
42.3
0.329
42.0
42.0
41.7
41.6
41.6
41.8
0.204
41.8
41.8
41.8
41.4
41.3
41.3
41.6
0.258
7
41.5
41.5
41.5
41.2
41.1
41.1
41.3
0.204
8
41.2
41.3
41.2
41.1
41.0
41.0
41.1
0.121
9
41.0
41.0
41.0
41.0
41.0
41.0
41.0
0.000
10
41.0
41.0
41.0
40.8
41.0
41.0
41.0
0.082
0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
0.000
1
54.4
54.4
54.4
53.8
53.8
53.8
54.1
0.329
2
53.8
53.8
53.8
53.3
53.2
53.2
53.5
0.313
3
53.3
53.3
53.4
53.0
53.0
52.9
53.2
0.207
4
52.6
52.6
52.5
52.1
52.1
52.1
52.3
0.258
5
52.2
52.2
52.2
51.8
51.8
51.8
52.0
0.219
6
51.8
51.8
51.8
51.4
51.4
51.4
51.6
0.219
7
51.5
51.5
51.5
51.1
51.1
51.1
51.3
0.219
8
51.3
51.2
51.2
51.1
51.1
51.1
51.2
0.082
9
51.1
51.1
51.0
51.0
51.0
51.0
51.0
0.052
10
51.0
51.0
51.0
51.0
51.0
51.0
51.0
0.000
0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
0.000
1
64.4
64.2
64.3
64.2
64.4
64.4
64.3
0.098
2
64.0
64.0
64.0
63.3
63.4
63.4
63.7
0.349
3
63.6
63.6
63.6
62.8
62.8
62.6
63.2
0.480
4
63.0
63.0
62.6
62.0
62.0
62.0
62.4
0.497
5
62.5
62.5
62.4
61.6
61.5
61.6
62.0
0.496
6
62.0
62.3
62.0
61.2
61.2
61.2
61.7
0.505
7
62.0
62.0
62.0
61.0
61.0
61.0
61.5
0.548
8
61.8
61.8
62.0
61.0
61.0
61.0
61.4
0.480
9
61.8
61.8
61.9
61.0
60.9
61.0
61.4
0.477
10
61.9
61.8
61.9
60.8
61.0
61.0
61.4
0.518
1
2
3
1
2
3
0
50.0
50.0
50.0
50.0
50.0
1
44.3
44.3
44.3
44.0
44.0
2
43.5
43.5
43.6
43.1
3
43.0
43.0
43.0
4
42.6
42.6
5
42.0
6
52
Formula B konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
1
2
3
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
20.0
20.0
0.000
16.6
16.4
17.0
0.534
16.0
16.0
16.0
16.5
0.548
16.0
15.9
15.9
16.4
0.459
16.6
15.8
15.8
15.9
16.2
0.422
16.5
16.5
15.7
15.8
15.7
16.1
0.422
16.3
16.4
16.3
15.4
15.5
15.5
15.9
0.477
7
16.1
16.2
16.5
15.3
15.3
15.4
15.8
0.529
8
16.1
16.1
16.2
15.4
15.3
15.3
15.7
0.441
9
16.1
16.1
16.0
15.3
15.3
15.3
15.7
0.422
10 0
16.0
16.0
16.0
15.3
15.3
15.3
15.7
0.383
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
0.000
1
26.8
26.8
26.8
26.8
26.8
26.9
26.8
0.041
2
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.7
26.6
0.041
3
26.3
26.4
26.4
26.4
26.4
26.3
26.4
0.052
4
26.1
26.2
26.2
26.2
26.2
26.2
26.2
0.041
5
26.1
26.1
26.0
26.1
26.1
26.0
26.2
0.052
6
25.8
25.8
25.8
25.8
25.8
26.0
25.8
0.082
7
25.7
25.6
25.6
25.7
25.6
25.6
25.6
0.052
8
25.5
25.5
25.6
25.6
25.5
25.6
25.6
0.055
9
25.4
25.4
25.4
25.4
25.4
25.5
25.4
0.041
10
25.4
25.4
25.3
25.4
25.3
25.4
25.4
0.052
0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
0.000
1
37.4
37.4
37.4
36.7
36.7
36.7
37.1
0.383
2
37.2
37.1
37.1
36.6
36.6
36.6
36.9
0.294
3
36.6
36.7
36.7
36.2
36.2
36.3
36.5
0.243
4
36.4
36.4
36.4
36.0
36.0
36.0
36.2
0.219
5
36.2
36.1
36.2
35.8
35.8
35.8
36.0
0.204
6
36.1
36.1
36.1
35.6
35.6
35.6
35.9
0.274
7
36.0
36.0
36.0
35.6
35.6
35.6
35.8
0.219
8
35.9
35.8
35.8
35.6
35.4
35.5
35.7
0.197
9
35.6
35.6
35.6
35.4
35.4
35.4
35.5
0.110
10
35.6
35.6
35.6
35.4
35.4
35.3
35.5
0.133
1
2
3
1
2
3
0
20.0
20.0
20.0
20.0
20.0
1
17.5
17.5
17.5
16.6
2
17.0
17.0
17.0
3
16.8
16.7
16.8
4
16.6
16.6
5
16.5
6
53
konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
4
5
6
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
50.0
50.0
0.000
47.5
47.5
0.084
47.0
47.0
47.0
0.052
46.7
46.9
46.9
46.7
0.142
46.2
46.3
46.2
46.1
46.2
0.075
46.0
46.0
46.0
46.0
46.0
46.0
0.000
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
0.000
7
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
45.8
0.000
8
45.6
45.6
45.6
45.7
45.7
45.7
45.7
0.055
9
45.6
45.6
45.6
45.6
45.7
45.7
45.6
0.052
10
45.6
45.6
45.6
45.5
45.6
45.6
45.6
0.041
0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
0.000
1
57.5
57.5
57.5
57.8
57.8
57.8
57.7
0.164
2
57.3
57.3
57.3
57.6
57.7
57.6
57.5
0.186
3
57.1
57.1
57.0
57.3
57.3
57.3
57.2
0.133
4
56.5
56.6
56.5
57.0
57.0
57.0
56.8
0.258
5
56.4
56.4
46.3
56.8
56.9
56.7
54.9
4.226
6
56.2
56.3
56.2
56.5
56.6
56.5
56.4
0.172
7
56.1
56.1
56.2
56.3
56.4
56.4
56.3
0.138
8
56.0
56.0
56.0
56.3
56.3
56.3
56.2
0.164
9
55.8
55.8
55.8
56.2
56.2
56.2
56.0
0.219
10
55.8
55.8
55.8
56.2
56.2
56.2
56.0
0.219
0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
0.000
1
67.8
67.7
67.7
67.4
67.3
67.2
67.5
0.248
2
67.4
67.4
67.4
67.0
67.0
67.0
67.2
0.219
3
67.0
67.2
67.0
66.7
66.6
66.6
66.9
0.251
4
66.4
66.4
66.3
66.3
66.4
66.4
66.4
0.052
5
66.3
66.2
66.2
66.0
66.0
66.0
66.1
0.133
6
66.2
66.0
66.0
66.0
66.0
66.0
66.0
0.082
7
66.1
66.0
66.0
65.8
65.8
65.8
65.9
0.133
8
66.0
66.0
66.0
65.7
65.8
65.8
65.9
0.133
9
66.0
65.9
66.0
65.7
65.8
65.8
65.9
0.121
10
66.0
66.0
65.9
65.6
65.9
65.8
65.9
0.151
1
2
3
1
2
3
0
50.0
50.0
50.0
50.0
50.0
1
47.4
47.4
47.4
47.4
47.6
2
47.0
46.9
46.9
47.0
3
46.6
46.6
46.6
4
46.2
46.3
5
46.0
6
54
Formula C konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
1
2
3
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
20.1
20.0
0.089
16.9
16.9
17.4
0.622
16.3
16.3
16.4
17.0
0.677
16.2
16.1
16.2
16.8
0.659
17.3
16.3
16.2
16.3
16.8
0.567
17.2
17.3
16.1
16.3
16.3
16.8
0.572
17.1
17.2
17.2
16.0
16.0
16.0
16.6
0.640
7
17.0
17.0
17.0
16.0
16.0
16.0
16.5
0.548
8
17.0
17.0
17.0
16.0
16.0
16.0
16.5
0.548
9
16.9
16.9
16.9
16.0
16.0
16.0
16.5
0.493
10 0
16.9
16.9
16.9
16.0
16.0
16.0
16.5
0.493
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
30.0
0.000
1
27.5
27.6
27.6
27.6
27.6
27.5
27.6
0.052
2
27.5
27.4
27.4
27.4
27.4
27.5
27.4
0.052
3
27.2
27.3
27.2
27.3
27.2
27.2
27.2
0.052
4
27.0
26.9
27.1
27.0
27.1
27.0
27.0
0.075
5
26.9
26.8
26.8
26.8
26.9
26.8
26.8
0.052
6
26.7
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
0.041
7
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
0.000
8
26.6
26.6
26.6
26.6
26.7
26.6
26.6
0.041
9
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
0.000
10
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
26.6
0.000
0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
40.0
0.000
1
38.2
38.3
38.3
37.6
37.6
37.4
37.9
0.410
2
38.2
38.2
38.2
37.4
37.4
37.5
37.8
0.422
3
38.0
38.0
38.0
37.3
37.3
37.3
37.7
0.383
4
37.6
37.7
37.6
37.1
37.1
37.1
37.4
0.294
5
37.5
37.6
37.5
37.0
36.8
36.9
37.2
0.354
6
37.4
37.4
37.4
36.8
36.8
36.8
37.1
0.329
7
37.3
37.3
37.3
36.8
36.8
36.8
37.1
0.274
8
37.2
37.0
37.2
36.8
36.8
36.8
37.0
0.197
9
37.0
37.0
37.0
36.6
36.6
36.6
36.8
0.219
10
37.0
37.0
37.0
36.6
36.6
36.6
36.8
0.219
1
2
3
1
2
3
0
19.9
20.0
19.9
20.0
20.1
1
18.0
18.0
18.0
16.8
2
17.5
17.6
17.6
3
17.3
17.4
17.4
4
17.3
17.3
5
17.3
6
55
konsentrasi gula (°brix) perendaman ke-
4
5
6
jam
ulangan 1
ulangan 2
rata-rata
SD
50.0
50.0
0.000
48.2
48.4
0.219
48.0
48.1
48.2
0.204
47.8
47.8
47.8
48.0
0.240
48.0
47.6
47.5
47.5
47.8
0.258
47.8
47.8
47.4
47.4
47.4
47.6
0.219
47.6
47.5
47.5
47.3
47.3
47.3
47.4
0.133
7
47.3
47.3
37.3
47.3
47.3
47.3
45.6
4.082
8
47.2
47.2
47.2
47.3
47.3
47.2
47.2
0.052
9
47.2
47.2
47.2
47.1
47.1
47.2
47.2
0.052
10
47.1
47.2
47.2
47.1
47.1
47.1
47.1
0.052
0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
60.0
0.000
1
58.8
58.8
58.8
58.4
58.4
58.4
58.6
0.219
2
58.6
58.6
58.6
58.3
58.3
58.3
58.5
0.164
3
58.3
58.3
58.3
58.1
58.0
58.0
58.2
0.151
4
58.2
58.2
58.2
58.0
58.0
58.0
58.1
0.110
5
58.0
58.0
58.0
58.0
58.0
58.0
58.0
0.000
6
57.8
57.8
57.7
58.0
58.0
58.0
57.9
0.133
7
57.6
57.6
57.6
57.8
57.8
57.8
57.7
0.110
8
57.6
57.6
57.6
57.8
57.8
57.8
57.7
0.110
9
57.6
57.6
57.6
57.7
57.7
57.7
57.7
0.055
10
57.6
57.6
57.6
57.7
57.7
57.7
57.7
0.055
0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
70.0
0.000
1
68.4
68.4
68.3
68.0
68.0
68.0
68.2
0.204
2
68.2
68.4
68.3
68.0
68.0
67.9
68.1
0.197
3
68.2
68.2
68.0
67.7
67.6
67.9
67.9
0.250
4
67.6
67.7
67.6
67.5
67.3
67.3
67.5
0.167
5
67.5
67.6
67.5
67.4
67.2
67.0
67.4
0.225
6
67.4
67.4
67.4
67.1
67.0
67.1
67.2
0.186
7
67.4
67.4
67.4
67.1
67.0
67.0
67.2
0.204
8
67.4
67.4
67.4
67.0
67.0
67.0
67.2
0.219
9
67.4
67.4
67.3
67.0
66.9
67.0
67.2
0.225
10
67.3
67.4
67.4
67.0
66.8
67.1
67.2
0.242
1
2
3
1
2
3
0
50.0
50.0
50.0
50.0
50.0
1
48.6
48.6
48.6
48.2
48.2
2
48.4
48.4
48.4
48.0
3
48.2
48.3
48.2
4
48.0
48.0
5
47.8
6
56
Lampiran 4. Hasil analisis RAL in time Larutan 20o brix pepaya The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
177.0498485
4.1174383
156.18
<.0001
Error
22
0.5800000
0.0263636
Corrected Total
65
177.6298485
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.996735
1.006324
0.162369
16.13485
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
51.0657576 109.0815152 11.0150000 5.8875758
25.5328788 10.9081515 1.0013636 0.2943788
968.49 413.76 37.98 11.17
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
51.0657576 109.0815152 11.0150000 5.8875758
25.5328788 10.9081515 1.0013636 0.2943788
968.49 413.76 37.98 11.17
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
109.0815152
10.9081515
10.89
0.0002
Duncan Grouping
C C C C C C C C C C C C C C C
Mean
N
fak
A A A A A
20.0000
2
A0
20.0000
2
B0
20.0000
2
C0
B B B B B B B B B B B B B B B B B
17.4500
2
C1
17.0000
2
B1
16.9500
2
C2
16.8000
2
C4
16.8000
2
C3
16.7500
2
C5
16.6000
2
C6
16.5000
2
B2
16.5000
2
C8
D D D
57
G G G G G G G G G G G G G G G
C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C H H H H H H H H H H H H H H H H H
B B B B B B B B B B B B
F F F F F F F F F F F F F F F
E E E E E E E E E E E E E E E
D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D
16.5000
2
C7
16.4500
2
C10
16.4500
2
C9
16.3500
2
B3
16.2000
2
B4
16.1000
2
B5
15.9000
2
B6
15.8000
2
B7
15.7000
2
B9
15.7000
2
B8
15.6500
2
A1
15.6500
2
B10
15.1000
2
A2
14.7000
2
A3
14.5000
2
A4
14.4000
2
A5
14.2500
2
A6
14.0000
2
A7
13.9500
2
A8
13.9000
2
A10
13.8500
2
A9
58
Larutan 30
o
brix pepaya
The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
318.0512121
7.3965398
1084.83
<.0001
Error
22
0.1500000
0.0068182
Corrected Total
65
318.2012121
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.999529
0.321596
0.082572
25.67576
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
175.5293939 123.2712121 0.5500000 18.7006061
87.7646970 12.3271212 0.0500000 0.9350303
12872.2 1807.98 7.33 137.14
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
175.5293939 123.2712121 0.5500000 18.7006061
87.7646970 12.3271212 0.0500000 0.9350303
12872.2 1807.98 7.33 137.14
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
123.2712121
12.3271212
246.54
<.0001
Duncan Grouping
F F F F F F F F F F F F F
C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
E E E E E E E E E E E E E E E
Mean
N
fak
A A A A A
30.0000
2
A0
30.0000
2
B0
30.0000
2
C0
B B B B B B B B B B B
27.6000
2
C1
27.4000
2
C2
27.2000
2
C3
27.0000
2
C4
26.8000
2
B1
26.8000
2
C5
26.6000
2
C6
26.6000
2
B2
26.6000
2
C8
26.6000
2
C10
26.6000
2
C7
G G G G G G G G G
D D D D D D D D D D D D D D D D D
59
F F F F F F F F
C C
E E E E E E
H H H H H H H H
G G G G G G G G G G
D D D D
H H H H H J J J L L L L L
26.6000
2
C9
26.4000
2
B3
26.2000
2
B4
26.1000
2
B5
25.8500
2
B6
25.6000
2
B7
25.5500
2
B8
I I I I I
25.4000
2
B9
25.4000
2
B10
24.6500
2
A1
K K K K K
24.0500
2
A2
23.7500
2
A3
23.4000
2
A4
23.1500
2
A5
22.9000
2
A6
22.6500
2
A7
22.5000
2
A9
22.5000
2
A8
22.4500
2
A10
N N N N N N N N N N N
M M M M M M M
60
Larutan 40
o
brix pepaya
The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
386.2715152
8.9830585
249.11
<.0001
Error
22
0.7933333
0.0360606
Corrected Total
65
387.0648485
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.997950
0.532148
0.189896
35.68485
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
223.2957576 135.8781818 2.2666667 24.8309091
111.6478788 13.5878182 0.2060606 1.2415455
3096.12 376.81 5.71 34.43
<.0001 <.0001 0.0003 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
223.2957576 135.8781818 2.2666667 24.8309091
111.6478788 13.5878182 0.2060606 1.2415455
3096.12 376.81 5.71 34.43
<.0001 <.0001 0.0003 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
135.8781818
13.5878182
65.94
<.0001
Duncan Grouping
C C C C C C C
G G G
E E E E E E E E E E E E E E E
Mean
N
fak
A A A A A
40.0000
2
C0
40.0000
2
B0
39.8500
2
A0
B B B B B B B
37.9000
2
C1
37.8000
2
C2
37.6500
2
C3
37.3500
2
C4
37.2000
2
C5
37.1000
2
C6
37.0500
2
B1
37.0500
2
C7
36.9500
2
C8
36.8500
2
B2
36.8000
2
C10
F F F F F F F F F F F
D D D D D D D D D D D
61
G G G G G G J J J J J J J J J J J
M M M M M M M
E E
F F F F
36.8000
2
C9
36.4500
2
B3
36.2000
2
B4
36.0000
2
B5
35.8500
2
B6
35.8000
2
B7
35.6500
2
B8
35.5000
2
B9
35.5000
2
B10
K K K
34.3000
2
A1
33.7000
2
A2
L L L
33.0000
2
A3
32.6000
2
A4
N N N N N N N N N N N
32.2000
2
A5
32.0000
2
A7
32.0000
2
A6
31.8000
2
A8
31.7500
2
A10
31.6000
2
A9
I I I I I I I I I
H H H H H H H H H
62
Larutan 50
o
brix pepaya
The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
511.4665152
11.8945701
3413.22
<.0001
Error
22
0.0766667
0.0034848
Corrected Total
65
511.5431818
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.999850
0.129367
0.059033
45.63182
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
321.5354545 153.9915152 0.0383333 35.9012121
160.7677273 15.3991515 0.0034848 1.7950606
46133.3 4418.89 1.00 515.10
<.0001 <.0001 0.4767 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
321.5354545 153.9915152 0.0383333 35.9012121
160.7677273 15.3991515 0.0034848 1.7950606
46133.3 4418.89 1.00 515.10
<.0001 <.0001 0.4767 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
153.9915152
15.3991515
4418.89
<.0001
Duncan Grouping
C C C C C C C C C C C C C C C C C G
E E E E E E E E E E E E E E E
Mean
N
fak
A A A A A
50.0000
2
A0
50.0000
2
B0
50.0000
2
C0
B B B B B B B B B B B B B
48.4000
2
C1
48.2000
2
C2
48.0000
2
C3
47.7500
2
C4
47.6000
2
C5
47.4500
2
B1
47.4000
2
C6
47.2500
2
C8
47.1500
2
C10
47.1500
2
C9
46.9500
2
B2
F F F F F
D D D D D D D D D D D D D D D D D
63
G G G G G G
K K K M M M M M
E E I I I I I I I I I I I I I I I
F F F F
H H H H H H H H H H H H H H H
46.7000
2
B3
46.2000
2
B4
46.0000
2
B5
45.8000
2
B7
45.8000
2
B6
45.6500
2
B9
45.6500
2
B8
45.6500
2
C7
45.6000
2
B10
J J J
44.1500
2
A1
43.3000
2
A2
L L L L L
42.7500
2
A3
42.3000
2
A4
41.8000
2
A5
41.5500
2
A6
41.3000
2
A7
41.1000
2
A8
41.0000
2
A9
40.9500
2
A10
N N N N N N N N N N N
64
Larutan 60
o
brix pepaya
The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
502.7895455
11.6927801
929.79
<.0001
Error
22
0.2766667
0.0125758
Corrected Total
65
503.0662121
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.999450
0.200161
0.112142
56.02576
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
334.8839394 129.1178788 1.0083333 37.7793939
167.4419697 12.9117879 0.0916667 1.8889697
13314.7 1026.72 7.29 150.21
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
334.8839394 129.1178788 1.0083333 37.7793939
167.4419697 12.9117879 0.0916667 1.8889697
13314.7 1026.72 7.29 150.21
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
129.1178788
12.9117879
140.86
<.0001
Duncan Grouping
C C C C C C C C C C C C C C C C C
Mean
N
fak
A A A A A
60.0000
2
A0
60.0000
2
B0
60.0000
2
C0
B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B
58.6000
2
C1
58.4500
2
C2
58.1500
2
C3
58.1000
2
C4
58.0000
2
C5
57.9000
2
C6
57.7000
2
C7
57.7000
2
C8
57.6500
2
C10
57.6500
2
C9
57.6500
2
B1
D D D D D D D D D D D
65
C C C C G G G G G G G G G G G I I I
K K K M M M M M M M M M M M
E E E E E E E
B B
D D D D D D
57.4500
2
B2
57.2000
2
B3
56.7500
2
B4
56.3500
2
B6
56.2500
2
B7
56.1500
2
B8
H H H H H
56.0000
2
B9
56.0000
2
B10
54.9000
2
B5
J J J J J
54.1000
2
A1
53.5000
2
A2
53.1500
2
A3
L L L L L L L
52.3500
2
A4
52.0000
2
A5
51.6000
2
A6
51.3000
2
A7
51.1500
2
A8
51.0500
2
A9
51.0000
2
A10
F F F F F F F F F
66
Larutan 70
o
brix pepaya
The GLM Procedure Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
43
392.0665152
9.1178259
135.84
<.0001
Error
22
1.4766667
0.0671212
Corrected Total
65
393.5431818
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.996248
0.395731
0.259078
65.46818
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
200.2936364 166.2948485 2.8283333 22.6496970
100.1468182 16.6294848 0.2571212 1.1324848
1492.03 247.75 3.83 16.87
<.0001 <.0001 0.0036 <.0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
perlakuan jam r(jam) perlakuan*jam
2 10 11 20
200.2936364 166.2948485 2.8283333 22.6496970
100.1468182 16.6294848 0.2571212 1.1324848
1492.03 247.75 3.83 16.87
<.0001 <.0001 0.0036 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(jam) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jam
10
166.2948485
16.6294848
64.68
<.0001
Duncan Grouping
C C C C C C C C C C C C C C C C C
Mean
N
fak
A A A A A
70.0000
2
A0
70.0000
2
B0
70.0000
2
C0
B B B B B B B B B B B
68.2000
2
C1
68.1500
2
C2
67.9000
2
C3
67.5000
2
B1
67.5000
2
C4
67.3500
2
C5
67.2500
2
C6
67.2000
2
B2
67.2000
2
C8
67.2000
2
C10
67.2000
2
C7
E E E E E E E E E
D D D D D D D D D D D D D D D
67
C C F F F F F F F
I I I K K K
E E E E E E
D D D D
67.2000
2
C9
66.8500
2
B3
66.4000
2
B4
66.1000
2
B5
66.0500
2
B6
65.9000
2
B9
65.9000
2
B10
65.9000
2
B7
65.9000
2
B8
64.3000
2
A1
63.7000
2
A2
J J J
63.1500
2
A3
62.4500
2
A4
L L L L L L L L L L L
62.0500
2
A5
61.6500
2
A6
61.5000
2
A7
61.4500
2
A8
61.4000
2
A10
61.4000
2
A
H H H
G G G G G G G G G G G G G
68
Lampiran 5. Data kadar air manisan semi basah pepaya
Kadar Air (%) (BB) Sampel A B C
Ulangan 1 Ulangan 2 ratarata 1 2 3 1 2 3 16.9338 16.9839 17.5081 18.2289 18.5545 18.4553 17.78 18.8965 18.6951 18.6072 18.8958 19.1501 19.1443 18.90 19.0633 18.8656 18.7830 18.7575 18.7442 18.7693 18.83
SD 0.73 0.22 0.12
69
Lampiran 6. Data nilai aw manisan semi basah pepaya
Sampel A B C
ulangan 1 1 2 3 0.727 0.733 0.73 0.722 0.723 0.727 0.729 0.735 0.727
Aw ulangan 2 1 2 3 0.707 0.724 0.706 0.706 0.703 0.692 0.710 0.716 0.720
ratarata
SD
0.721 0.712 0.723
0.012 0.014 0.009
70
Lampiran 7. Analisis sidik ragam kadar air manisan semi basah pepaya
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label ULANGAN PERLAKUA
1 2 0 1 2
N 3 3 2 2 2
1:1 1:2 1:3
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Source Corrected Model Intercept ULANGAN PERLAKUA Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1,936a 2053,500 ,355 1,581 ,515 2055,952 2,452
df 3 1 1 2 2 6 5
Mean Square ,645 2053,500 ,355 ,791 ,258
F 2,505 7968,053 1,379 3,068
Sig. ,298 ,000 ,361 ,246
a. R Squared = ,790 (Adjusted R Squared = ,474)
Post Hoc Tests PERLAKUA Homogeneous Subsets NILAI Duncan
a,b
PERLAKUA 1:1 1:3 1:2 Sig.
N 2 2 2
Subset 1 17,7750 18,8300 18,8950 ,147
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,258. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
71
Lampiran 8. Analisis sidik ragam nilai aw manisan semi basah pepaya
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label ULANGAN PERLAKUA
1 2 0 1 2
N 3 3 2 2 2
1:1 1:2 1:3
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI Source Corrected Model Intercept ULANGAN PERLAKUA Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares ,001a 3,097 ,001 ,000 2,100E-05 3,098 ,001
df 3 1 1 2 2 6 5
Mean Square ,000 3,097 ,001 6,450E-05 1,050E-05
F 21,286 294995,6 51,571 6,143
Sig. ,045 ,000 ,019 ,140
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,924)
Post Hoc Tests PERLAKUAN Homogeneous Subsets NILAI Duncan
a,b
PERLAKUA 1:2 1:1 1:3 Sig.
N 2 2 2
Subset 1 ,71200 ,72100 ,72250 ,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,050E-05. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.
72
Lampiran 9. Kuisioner uji organoleptik tahap pertama
UJI BEDA DARI KONTROL Nama : Sampel : manisan
No HP : Tanggal:
Instruksi: 1. Lakukan pengujian pembedaan secara dua arah antara masing-masing sampel uji (berkode) dengan sampel kontrol (R) 2. Pengujian hanya meliputi satu atribut yaitu tingkat kekeringan (abaikan atribut yang lain) 3. Berikan penilaian anda terhadap tingkatan perbedaan dengan memberikan tanda check list (V) pada kolom yang tersedia di bawah ini 4. Tuliskan komentar terutama terhadap perbedaan yang terdeteksi Respon perbedaan Tidak beda/sama Sedikit berbeda Agak berbeda Moderat Cukup besar Besar Sangat besar
655
532
Kode sampel 862 797
495
789
Komentar:
73
Lampiran 10. Hasil uji organoleptik tahap pertama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Yogi Wonojatun Hasti Dedi Stephanie Kandi Prima Fenny Zaki Ubet Ami Abdi Annisa Nadia Desi Zakiyah Tuti Irene Riza Cherish Eri Rika Victor Dita Arius Rozak Septi Angga Sandra Errina
Keterangan: 1 2 3 4 5 6 7
R 3 3 1 1 1 3 6 3 1 3 2 3 2 6 2 1 3 5 6 5 5 2 2 2 2 3 3 1 2 3
Respon perbedaan 12% 24% 36% 4 1 2 5 3 6 4 2 3 5 5 6 5 5 5 6 6 6 6 5 4 3 1 2 2 5 3 2 5 4 3 4 5 2 5 3 6 5 4 5 2 6 3 4 3 3 5 2 5 5 5 5 3 6 5 5 4 2 2 3 4 2 4 7 5 5 3 4 6 3 5 1 2 4 4 3 2 4 5 5 5 3 4 1 5 5 2 2 5 5
48% 4 1 5 4 5 7 4 6 5 5 5 4 3 5 5 3 4 5 3 6 3 4 5 4 4 7 5 6 6 7
60% 5 4 3 6 6 5 6 6 5 6 4 5 7 7 3 4 6 5 3 1 3 6 3 2 3 6 3 5 7 6
= tidak berbeda/sama = sedikit berbeda = agak berbeda = moderat = cukup besar = besar = sangat besar
74
Lampiran 11. Analisis sidik ragam uji organoleptik tahap pertama
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6
kontrol gula invert 12% gula invert 24% gula invert 36% gula invert 48% gula invert 60%
N 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 30 30 30 30 30 30
75
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 3071.617a 97.117 70.450 291.383 3363.000
df 35 29 5 145 180
Mean Square 87.760 3.349 14.090 2.010
F 43.672 1.666 7.012
Sig. .000 .027 .000
a. R Squared = .913 (Adjusted R Squared = .892)
76
Lampiran 12. Hasil uji Dunnet pada uji organoleptik tahap pertama
Post Hoc Tests SAMPEL Multiple Comparisons Dependent Variable: SKOR a Dunnett t (2-sided)
(I) SAMPEL gula invert 12% gula invert 24% gula invert 36% gula invert 48% gula invert 60%
(J) SAMPEL kontrol kontrol kontrol kontrol kontrol
Mean Difference (I-J) 1.10* 1.13* 1.13* 1.83* 1.90*
Std. Error .366 .366 .366 .366 .366
Sig. .014 .011 .011 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .17 2.03 .20 2.06 .20 2.06 .90 2.76 .97 2.83
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
77
Lampiran 13. Kuisioner hasil uji organoleptik tahap kedua UJI BEDA DARI KONTROL Nama : Sampel : manisan
No HP : Tanggal:
Instruksi: 1. Lakukan pengujian pembedaan secara dua arah antara masing-masing sampel uji (berkode) dengan sampel kontrol (R) (cukup dilihat dan diraba) 2. Pengujian hanya meliputi satu atribut yaitu tingkat kekeringan (abaikan atribut yang lain) 3. Berikan penilaian anda terhadap tingkatan perbedaan dengan memberikan tanda check list (V) pada kolom yang tersedia di bawah ini 4. Tuliskan komentar terutama terhadap perbedaan yang terdeteksi Respon perbedaan Tidak beda/sama Sedikit berbeda Agak berbeda Moderat Cukup besar Besar Sangat besar
661
394
Kode sampel 882 116
539
Komentar:
78
Lampiran 14. Hasil uji organoleptik tahap kedua
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Yogi Wonojatun Hasti Dedi Stephanie Kandi Prima Fenny Zaki Ubet Ami Abdi Annisa Nadia Desi Zakiyah Tuti Irene Riza Cherish Eri Rika Victor Dita Arius Rozak Septi Angga Sandra Errina
Keterangan: 1 2 3 4 5 6 7
R 1 1 3 5 1 4 2 4 2 5 1 1 1 2 1 3 1 3 1 1 2 1 1 1 3 4 3 1 2 4
Respon perbedaan 3% 6% 3 4 2 3 2 3 2 2 3 5 2 5 2 5 2 4 2 4 6 7 2 4 3 2 2 5 1 3 2 4 1 4 1 2 4 5 2 1 3 3 3 6 3 5 2 1 4 7 1 7 3 4 3 3 2 5 2 6 2 5
9% 4 2 4 4 7 7 7 3 5 7 4 6 2 2 5 6 1 6 3 2 5 4 2 7 5 7 5 3 7 5
12% 4 2 5 2 3 7 5 5 6 7 5 5 3 2 3 6 7 5 7 5 6 4 3 6 3 6 5 4 7 3
= tidak berbeda/sama = sedikit berbeda = agak berbeda = moderat = cukup besar = besar = sangat besar
79
Lampiran 15. Analisis sidik ragam uji organoleptik tahap kedua
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5
kontrol gula invert 3% gula invert 6% gula invert 9% gula invert 12%
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 30 30 30 30 30
80
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 2310.240a 160.140 184.440 188.760 2499.000
df 34 29 4 116 150
Mean Square 67.948 5.522 46.110 1.627
F 41.757 3.394 28.336
Sig. .000 .000 .000
a. R Squared = .924 (Adjusted R Squared = .902)
81
Lampiran 16. Hasil uji Dunnet pada uji organoleptik tahap kedua
Post Hoc Tests SAMPEL Multiple Comparisons Dependent Variable: SKOR a Dunnett t (2-sided)
(I) SAMPEL gula invert 3% gula invert 6% gula invert 9% gula invert 12%
(J) SAMPEL kontrol kontrol kontrol kontrol
Mean Difference (I-J) .23 2.03* 2.40* 2.60*
Std. Error .329 .329 .329 .329
Sig. .888 .000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.58 1.05 1.22 2.85 1.58 3.22 1.78 3.42
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
82
Lampiran 17. Contoh perhitungan lama pemanasan dengan menggunakan persamaan Silin (1958)
Dik
: I
= 0.06
pH
=5
T
= 100°C
Dit
: pH
Jb
: Suhu (ºC) 50 60 70 80 90 100
K
= K0[H+]
K
= 26.80·1x10-5
K
= 2.68x10-4
I
= KC0t
0.06
= 2.68x10-4·100·t
t
= 2.2 menit
K0 0.12 0.38 1.18 3.30 8.92 26.80
83
Lampiran 18. Data gula invert
contoh
larutan gula pH 1
larutan gula pH 2
larutan gula pH 3
larutan gula pH 4
gula invert (%) jam keU1 U2 rata-rata SD 1 2 3 1 2 3 0 4.2902 4.0403 4.1652 3.9038 3.9163 3.8663 4.03 0.17 2 12.9565 12.7066 12.4566 13.4551 13.2051 13.2051 13.00 0.37 4 20.4944 20.3695 20.2445 20.2441 20.3691 20.3691 20.35 0.09 6 24.7501 24.5001 24.2501 24.6247 24.7497 24.7497 24.60 0.20 0 0.3665 0.3415 0.3540 0.3541 0.3541 0.3416 0.35 0.01 2 1.1790 1.1790 1.1540 1.1499 1.1499 1.1624 1.16 0.01 4 1.7620 1.7870 1.7870 1.6620 1.6870 1.6620 1.72 0.06 6 2.6875 2.7125 2.6875 2.2625 2.2625 2.3000 2.49 0.23 0 0.1625 0.1625 0.1687 0.1750 0.1687 0.1687 0.17 0.00 2 0.2125 0.2125 0.2125 0.1949 0.2149 0.2049 0.21 0.01 4 0.2350 0.2350 0.2500 0.2349 0.2299 0.2199 0.23 0.01 6 0.2799 0.2700 0.2650 0.2699 0.2849 0.2799 0.27 0.01 0 0.0933 0.0933 0.0883 0.0933 0.0933 0.0983 0.09 0.00 2 0.1283 0.1233 0.1333 0.1333 0.1283 0.1308 0.13 0.00 4 0.1533 0.1583 0.1583 0.1483 0.1433 0.1533 0.15 0.01 6 0.1783 0.1883 0.1783 0.1883 0.1833 0.1783 0.18 0.00
84
Lampiran 19. Data kadar gula invert setelah inversi
sampel
U1 1
larutan gula
total gula (%) U2
2
3
1
92.0011 91.6555 91.3008 90.5556
2
3
ratarata
92.3303
91.6608
91.58
SD 0.61
85
Lampiran 20. Data sukrosa dan ln [sukrosa] terhadap waktu
contoh larutan gula pH 1
larutan gula pH 2
larutan gula pH 3
larutan gula pH 4
jam ke0 2 4 6 0 2 4 6 0 2 4 6 0 2 4 6
sukrosa (%) 83.17 74.65 67.67 63.63 86.67 85.90 85.36 84.64 86.84 86.80 86.78 86.74 86.91 86.88 86.86 86.83
ln [sukrosa] 4.42 4.31 4.21 4.15 4.46 4.45 4.45 4.44 4.46 4.46 4.46 4.46 4.46 4.46 4.46 4.46
86
Lampiran 21. Kurva hubungan waktu dan ln [sukrosa]
Kurva reaksi orde ke-1 pada larutan gula pH 1 4,45 ln [sukrosa] (%)
4,40 4,35 4,30 4,25 4,20
y = -0,090x + 4,500 R² = 0,986
4,15 4,10 0
1
2
3
4
5
waktu (jam)
Kurva reaksi orde ke-1 pada larutan gula pH 2 4,47 ln [sukrosa] (%)
4,46 4,46
y = -0,003x + 4,461 R² = 0,995
4,45 4,45 4,44 4,44 0
1
2
3
4
5
6
7
waktu (jam)
87
Kurva reaksi orde ke-1 pada larutan gula pH 3 4,46
ln [sukrosa] (%)
4,46 4,46 4,46 4,46 4,46 4,46
y = -0,000x + 4,464 R² = 0,992
4,46 0
1
2
3
4
5
6
7
6
7
waktu (jam)
Kurva reaksi orde ke-1 pada larutan gula pH 4 4,47
ln [sukrosa] (%)
4,46 4,46 4,46 4,46 4,46
y = -0,000x + 4,464 R² = 0,992
4,46 0
1
2
3
4
5
waktu (jam)
88
Lampiran 22. Spesifikasi manisan
No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan - bau
-
khas
- rasa
-
khas
- warna
-
normal
2
Benda-benda asing
-
tidak boleh ada
3
Air (%BB)
%
maks 44
4
Gula (dihitung sebagai sukrosa) BB
%
min 25
5
Bahan tambahan makanan - pemanis buatan
-
tidak boleh ada
- pengawet
-
sesuai SNI 01-0222-1995
- pewarna tambahan
-
sesuai SNI 01-0222-1995
- timbal
mg/kg
maks 1,0
- tembaga
mg/kg
maks 10,0
- seng
mg/kg
maks 40,0
- raksa
mg/kg
maks 0,05
Arsen (As)
mg/kg
maks 0,5
- angka lempeng total
koloni/g
maks 1,0x102
- koliform
APM/g
maks 20
- E. coli
APM/g
<3
Kapang
koloni/g
maks 50
6
7
Cemaran logam
Cemaran mikroba
8
89
Lampiran 23. Data penurunan total padatan terlarut pada pembuatan manisan semi basah mangga Formula A
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20.0 17.9 16.9 16.3 15.7 15.2 15.2 15.0 14.6 14.5 14.4 30.0 26.2 25.6 24.7 24.3 23.8 24.0 23.8 23.7 23.6 23.4 40.0 37.0 35.6 35.0 34.4 34.0 34.0 33.6 33.2 32.8 32.5
2 20.0 17.9 16.7 16.2 15.7 15.3 15.0 14.8 14.6 14.6 14.5 30.0 26.3 25.5 24.7 24.3 24.0 23.9 23.9 23.7 23.6 23.5 40.0 37.0 35.6 35.0 34.4 34.0 33.9 33.6 33.3 32.8 32.5
3 20.0 18.0 16.8 16.2 15.7 15.4 15.0 15.0 14.6 14.6 14.6 30.0 26.2 25.6 24.7 24.3 24.0 23.9 23.8 23.8 23.6 23.5 40.0 36.9 35.8 35.1 34.4 34.0 34.0 33.6 33.3 32.8 32.4
1 20.0 18.0 16.6 16.0 15.6 15.2 14.8 14.7 14.4 14.3 14.2 30.0 26.8 25.7 25.0 24.6 24.1 23.8 23.9 23.6 23.5 23.5 40.0 37.6 36.0 35.6 35.0 34.6 34.3 34.0 33.6 33.0 33.0
2 20.0 17.7 16.7 16.0 15.6 15.2 14.8 14.6 14.4 14.4 14.3 30.0 26.7 25.8 25.0 24.6 24.0 23.9 23.9 23.5 23.5 23.4 40.0 37.6 36.2 35.4 35.0 34.5 34.2 34.0 33.6 33.0 33.0
3 20.0 17.9 16.6 16.2 15.7 15.2 14.9 14.6 14.4 14.3 14.2 30.0 26.7 25.7 25.0 24.6 24.0 23.9 23.9 23.6 23.6 23.5 40.0 37.4 36.2 35.6 35.0 34.7 34.2 33.6 33.6 33.0 33.0
rata-rata
SD
20.0 17.9 16.7 16.2 15.7 15.3 15.0 14.8 14.5 14.5 14.4 30.0 26.5 25.7 24.9 24.5 24.0 23.9 23.9 23.7 23.6 23.5 40.0 37.3 35.9 35.3 34.7 34.3 34.1 33.7 33.4 32.9 32.7
0.000 0.110 0.117 0.122 0.052 0.084 0.152 0.183 0.110 0.138 0.163 0.000 0.279 0.105 0.164 0.164 0.098 0.063 0.052 0.105 0.052 0.052 0.000 0.321 0.276 0.286 0.329 0.335 0.155 0.207 0.186 0.110 0.294
90
Formula A (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 46.2 45.0 44.2 43.6 43.0 42.6 42.4 42.0 42.0 41.8 60.0 55.4 54.2 53.4 52.7 52.3 51.8 51.6 51.1 51.0 50.8 70.0 67.4 66.0 65.2 64.0 63.6 63.0 62.6 62.2 62.0 61.6
2 50.0 46.4 45.0 44.2 43.6 43.2 42.6 42.3 42.0 42.0 41.8 60.0 55.6 54.3 53.6 52.7 52.3 51.7 51.6 51.2 51.0 50.8 70.0 67.2 66.2 65.0 64.2 63.6 62.8 62.4 62.3 61.9 61.6
3 50.0 46.2 45.0 44.2 43.4 43.0 42.6 42.3 42.0 42.0 41.8 60.0 55.6 54.2 53.5 52.6 52.2 51.7 51.6 51.2 51.0 51.0 70.0 67.0 66.0 65.0 64.0 63.6 63.0 62.7 62.3 61.0 61.8
1 50.0 46.4 45.2 44.4 44.0 43.2 42.7 42.5 42.4 42.0 42.0 60.0 55.4 54.6 53.7 53.0 52.8 52.0 52.0 51.7 51.6 51.2 70.0 67.2 66.6 65.4 64.6 64.0 63.6 63.0 62.9 62.9 62.7
2 50.0 46.6 45.3 44.3 43.8 43.2 42.7 42.4 42.4 42.0 41.8 60.0 55.6 54.5 53.7 53.0 52.7 52.0 52.0 51.8 51.6 51.3 70.0 67.4 66.4 65.6 64.6 64.1 63.5 63.2 62.8 62.8 62.8
3 50.0 46.4 45.4 44.3 43.8 43.2 42.7 42.2 42.3 42.0 42.0 60.0 55.6 54.6 53.7 53.0 52.7 52.0 52.0 51.8 51.6 51.3 70.0 67.2 66.4 65.4 64.6 64.0 63.6 63.2 62.8 62.8 62.5
rata-rata
SD
50.0 46.4 45.2 44.3 43.7 43.1 42.7 42.4 42.2 42.0 41.9 60.0 55.5 54.4 53.6 52.8 52.5 51.9 51.8 51.5 51.3 51.1 70.0 67.2 66.3 65.3 64.3 63.8 63.3 62.9 62.6 62.2 62.2
0.000 0.151 0.176 0.082 0.210 0.103 0.055 0.105 0.204 0.000 0.103 0.000 0.103 0.190 0.126 0.186 0.261 0.151 0.219 0.333 0.329 0.234 0.000 0.151 0.242 0.242 0.301 0.240 0.356 0.333 0.315 0.745 0.561
91
Formula B
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20.0 19.2 18.6 18.0 17.8 17.6 17.3 17.2 17.0 17.0 17.0 30.0 28.0 27.7 27.5 27.2 26.9 27.0 26.9 26.8 26.8 26.8 40.0 39.2 38.2 38.0 37.4 37.3 37.2 37.0 36.9 36.3 36.3
2 20.0 19.3 18.6 18.0 17.7 17.6 17.4 17.2 17.0 17.0 17.0 30.0 28.2 27.7 27.4 27.2 27.0 26.9 26.9 26.9 26.9 26.8 40.0 39.0 38.2 38.0 37.5 37.3 37.3 37.0 36.7 36.3 36.3
3 20.0 19.3 18.6 18.0 17.7 17.6 17.3 17.3 17.0 17.0 17.0 30.0 28.2 27.7 27.4 27.3 26.9 27.0 27.0 27.0 26.9 26.9 40.0 39.0 38.3 38.0 37.6 37.4 37.3 37.0 36.7 36.2 36.3
1 2 3 20.0 20.0 20.0 19.2 18.6 18.2 17.9 17.8 17.4 17.3 17.0 17.0 17.0 30.0 28.0 27.8 27.5 27.3 27.2 27.0 26.9 26.9 26.8 26.7 40.0 39.0 38.3 38.0 37.6 37.5 37.3 37.0 37.0 36.6 36.2
19.4 18.7 18.3 17.9 17.8 17.4 17.3 17.0 17.2 17.0 30.0 28.2 27.9 27.4 27.3 27.0 26.9 26.9 26.8 26.8 26.8 40.0 39.0 38.3 38.0 37.6 37.6 37.4 37.0 36.9 36.5 36.3
19.4 18.7 18.4 18.0 17.6 17.4 17.3 17.1 17.0 17.0 30.0 28.3 28.0 27.5 27.3 27.0 27.0 27.0 26.8 26.9 26.8 40.0 39.0 38.4 38.1 37.6 37.5 37.4 37.2 36.9 36.4 36.3
rata-rata
SD
20.0 19.3 18.6 18.2 17.8 17.7 17.4 17.3 17.0 17.0 17.0 30.0 28.2 27.8 27.5 27.3 27.0 27.0 26.9 26.9 26.9 26.8 40.0 39.0 38.3 38.0 37.6 37.4 37.3 37.0 36.9 36.4 36.3
0.000 0.089 0.052 0.176 0.121 0.103 0.052 0.052 0.041 0.082 0.000 0.000 0.122 0.126 0.055 0.052 0.110 0.052 0.052 0.082 0.055 0.063 0.000 0.082 0.075 0.041 0.084 0.121 0.075 0.082 0.122 0.147 0.041
92
Formula B (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 48.4 47.6 47.4 47.0 46.6 46.2 46.2 46.2 46.0 46.0 60.0 57.6 56.9 56.7 56.4 56.0 56.0 55.8 55.4 55.7 55.4 70.0 69.0 68.6 68.0 67.7 67.4 67.3 66.9 66.9 67.0 67.0
2 50.0 48.3 47.7 47.4 47.3 46.6 46.6 46.3 46.2 46.0 46.0 60.0 57.6 57.2 56.7 56.4 56.0 55.8 56.0 55.5 55.6 55.6 70.0 69.0 68.5 68.0 67.7 67.6 67.2 67.0 67.0 67.0 66.8
3 50.0 48.2 47.7 47.4 47.0 46.6 46.6 46.2 46.2 46.0 46.0 60.0 57.6 57.2 56.7 56.4 56.0 56.0 55.8 55.6 55.5 55.5 70.0 69.0 68.6 68.1 67.8 67.7 67.2 67.1 67.1 66.9 66.7
1 50.0 48.3 47.6 47.2 47.0 46.6 46.4 46.2 46.0 46.0 46.0 60.0 57.6 56.8 56.8 56.4 56.0 55.7 55.8 55.7 55.6 55.6 70.0 69.0 68.6 68.4 67.7 67.6 67.4 67.1 67.0 66.9 67.2
2 50.0 48.2 47.8 47.3 47.2 46.6 46.6 46.3 46.1 46.2 46.0 60.0 57.6 57.2 56.8 56.4 56.2 55.8 55.8 55.7 55.5 55.5 70.0 69.0 68.7 68.2 67.8 67.6 67.6 67.0 67.2 67.0 66.8
3 50.0 48.4 47.7 47.4 47.0 46.7 46.6 46.3 46.2 46.0 46.0 60.0 57.6 57.2 56.7 56.4 56.2 55.8 55.8 55.7 55.7 55.6 70.0 69.2 68.8 68.2 68.0 67.5 67.2 67.2 67.0 67.1 67.0
rata-rata
SD
50.0 48.3 47.7 47.4 47.1 46.6 46.5 46.3 46.2 46.0 46.0 60.0 57.6 57.1 56.7 56.4 56.1 55.9 55.8 55.6 55.6 55.5 70.0 69.0 68.6 68.2 67.8 67.6 67.3 67.1 67.0 67.0 66.9
0.000 0.089 0.075 0.084 0.133 0.041 0.167 0.055 0.084 0.082 0.000 0.000 0.000 0.183 0.052 0.000 0.103 0.122 0.082 0.126 0.089 0.082 0.000 0.082 0.103 0.152 0.117 0.103 0.160 0.105 0.103 0.075 0.183
93
Formula C
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20.0 19.8 19.5 19.1 19.0 18.6 18.6 18.6 18.4 18.3 18.3 30.0 28.4 28.4 28.3 28.2 27.9 27.9 28.0 27.9 27.9 28.0 40.0 39.8 39.0 38.9 38.6 38.7 38.4 38.3 38.1 37.8 37.6
2 20.0 19.9 19.4 19.1 19.0 18.6 18.6 18.5 18.4 18.3 18.4 30.0 28.8 28.5 28.2 28.2 28.0 28.0 28.0 27.9 27.9 27.6 40.0 39.8 39.0 38.9 38.7 38.6 38.4 38.2 38.3 37.7 37.7
3 20.0 20.0 19.5 19.1 19.0 18.6 18.6 18.6 18.4 18.3 18.3 30.0 28.8 28.4 28.4 28.3 28.0 28.0 28.0 27.9 27.8 27.7 40.0 39.7 38.8 38.9 38.7 38.5 38.4 38.4 38.2 37.7 37.7
1 2 3 20.0 20.0 20.0 19.6 19.3 19.0 18.7 18.5 18.6 18.4 18.2 18.2 18.2 30.0 28.4 28.2 28.3 28.0 28.0 27.9 27.8 27.9 27.8 27.8 40.0 39.6 39.0 38.9 38.9 38.6 38.5 38.4 38.1 37.6 37.6
19.9 19.3 19.0 18.6 18.6 18.5 18.5 18.2 18.2 18.2 30.0 28.6 28.4 28.2 28.2 27.9 27.9 27.7 27.9 27.9 27.7 40.0 39.8 39.0 38.9 38.6 38.6 38.5 38.2 38.0 37.6 37.6
19.7 19.3 19.1 18.6 18.6 18.5 18.4 18.2 18.3 18.2 30.0 28.7 28.3 28.2 28.0 27.9 27.9 28.0 27.8 27.8 27.8 40.0 39.8 39.0 38.9 38.6 38.6 38.4 38.1 38.1 37.6 37.6
rata-rata
SD
20.0 19.8 19.4 19.1 18.8 18.6 18.6 18.5 18.3 18.3 18.3 30.0 28.6 28.4 28.3 28.2 28.0 27.9 27.9 27.9 27.9 27.8 40.0 39.8 39.0 38.9 38.7 38.6 38.4 38.3 38.1 37.7 37.6
0.000 0.147 0.098 0.052 0.204 0.041 0.052 0.089 0.110 0.052 0.082 0.000 0.183 0.103 0.082 0.122 0.055 0.052 0.133 0.041 0.055 0.137 0.000 0.084 0.082 0.000 0.117 0.063 0.052 0.121 0.103 0.082 0.052
94
Formula C (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 48.6 48.2 48.3 47.6 47.8 47.6 47.4 47.4 47.4 47.3 60.0 58.0 57.8 57.5 57.3 57.2 57.3 57.0 57.0 56.7 56.8 70.0 69.4 69.2 69.0 68.6 68.6 68.3 68.1 68.0 68.0 68.0
2 50.0 49.0 48.3 48.3 48.0 47.6 47.7 47.5 47.4 47.4 47.3 60.0 58.0 57.8 57.6 57.3 57.3 57.2 57.1 57.0 57.0 56.8 70.0 69.4 69.0 69.0 68.7 68.5 68.4 68.0 68.0 68.0 67.8
3 50.0 48.9 48.6 48.5 48.2 47.7 47.6 47.5 47.4 47.3 47.3 60.0 58.2 57.8 57.6 57.3 57.3 57.3 57.0 57.0 57.0 56.7 70.0 69.4 69.0 68.9 68.6 68.4 68.4 68.0 68.0 67.9 67.8
1 50.0 48.6 48.2 48.0 47.8 47.6 47.4 47.5 47.2 47.2 47.0 60.0 57.8 57.7 57.4 57.3 57.2 56.8 56.7 56.8 56.6 56.8 70.0 69.4 69.0 69.0 68.8 68.5 68.0 68.0 68.1 68.0 68.0
2 50.0 48.9 48.4 48.3 47.8 47.6 47.5 47.4 47.3 47.2 47.2 60.0 58.0 57.6 57.6 57.3 57.3 57.4 57.0 57.0 56.6 56.6 70.0 69.4 69.0 68.8 68.6 68.6 68.2 68.0 68.0 68.1 68.0
3 50.0 48.8 48.8 48.4 47.8 47.6 47.5 47.4 47.4 47.2 47.1 60.0 58.0 57.7 57.4 57.2 57.2 57.2 57.0 57.0 56.7 56.8 70.0 69.5 69.2 68.9 69.0 68.3 68.4 68.1 68.0 68.0 67.9
rata-rata
SD
50.0 48.8 48.4 48.3 47.9 47.7 47.6 47.5 47.4 47.3 47.2 60.0 58.0 57.7 57.5 57.3 57.3 57.2 57.0 57.0 56.8 56.8 70.0 69.4 69.1 68.9 68.7 68.5 68.3 68.0 68.0 68.0 67.9
0.000 0.167 0.240 0.167 0.207 0.084 0.105 0.055 0.084 0.098 0.126 0.000 0.126 0.082 0.098 0.041 0.055 0.210 0.137 0.082 0.186 0.084 0.000 0.041 0.103 0.082 0.160 0.117 0.160 0.052 0.041 0.063 0.098
95
Kurva Penurunan Total Padatan Terlarut pada Pembuatan Manisan Semi Basah Mangga 70,0
total padatan terlarut (°brix)
60,0
50,0
40,0
formula A formula B formula C
30,0
20,0
10,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu perendaman (jam)
96
Lampiran 24. Data penurunan total padatan terlarut pada pembuatan manisan semi basah nanas Formula A
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20 14.8 14.8 14.8 14.7 14.5 14.4 14.4 14.4 14.4 14.4 30.0 25.2 24.6 24.2 23.7 23.7 23.6 23.6 23.4 23.4 23.4 40.0 35.0 34.6 34.0 33.6 33.2 33.0 32.8 32.6 32.4 32.2
2 20 14.8 14.8 14.7 14.6 14.5 14.4 14.4 14.4 14.4 14.4 30.0 25.2 24.6 24.2 23.6 23.6 23.6 23.5 23.5 23.5 23.5 40.0 35.0 34.4 34.0 33.6 33.2 33.0 32.9 32.7 32.3 32.3
3 20 14.8 14.7 14.7 14.6 14.5 14.5 14.4 14.4 14.4 14.4 30.0 25.2 24.6 24.2 23.6 23.6 23.6 23.5 23.4 23.4 23.4 40.0 35.0 34.6 34.0 33.6 33.2 33.0 32.8 32.6 32.5 32.0
1 20 14.4 14.4 14.3 14.3 14.2 14.1 14.0 14.0 14.0 14.0 30.0 24.6 24.2 23.9 23.5 23.4 23.4 23.2 23.1 23.1 23.1 40.0 34.6 34.2 33.8 33.4 33.0 32.8 32.6 32.4 32.2 32.0
2 20 14.4 14.4 14.3 14.3 14.2 14.1 14.0 14.0 14.0 14.0 30.0 24.6 24.2 23.8 23.5 23.5 23.4 23.2 23.2 23.1 23.1 40.0 34.6 34.0 33.6 33.4 33.0 32.8 32.6 32.4 32.3 32.0
3 20 14.4 14.4 14.3 14.3 14.1 14.0 14.0 14.0 14.0 14.0 30.0 24.6 24.2 23.8 23.6 23.5 23.4 23.2 23.1 23.1 23.1 40.0 34.6 34.0 33.7 33.4 33.0 32.8 32.6 32.4 32.2 32.0
rata-rata
SD
20.0 14.6 14.6 14.5 14.5 14.3 14.3 14.2 14.2 14.2 14.2 30.0 24.9 24.4 24.0 23.6 23.6 23.5 23.4 23.3 23.3 23.3 40.0 34.8 34.3 33.9 33.5 33.1 32.9 32.7 32.5 32.3 32.1
0.000 0.219 0.204 0.240 0.186 0.186 0.207 0.219 0.219 0.219 0.219 0.000 0.329 0.219 0.204 0.075 0.105 0.110 0.186 0.172 0.186 0.186 0.000 0.219 0.276 0.176 0.110 0.110 0.110 0.133 0.133 0.117 0.133
97
Formula A (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 45.0 44.0 43.1 42.6 42.2 41.8 41.4 41.4 41.4 41.2 60.0 56.4 55.4 54.5 53.8 53.2 52.8 52.5 52.4 52.4 52.3 70.0 66.4 65.0 64.4 64.0 63.8 63.4 63.2 63.1 62.8 62.8
2 50.0 44.8 43.8 43.0 42.6 42.0 41.8 41.5 41.4 41.4 41.2 60.0 56.4 55.2 54.4 53.7 53.1 52.8 52.5 52.4 52.3 52.3 70.0 66.4 65.0 64.6 64.0 63.7 63.4 63.3 63.0 62.8 62.7
3 50.0 45.0 43.8 43.0 42.5 42.0 41.6 41.6 41.4 41.2 41.3 60.0 56.3 55.3 54.5 53.6 53.1 52.8 52.5 52.3 52.3 52.3 70.0 66.2 65.0 64.7 64.0 63.6 63.6 63.3 63.0 62.7 62.8
1 50.0 44.2 42.8 42.2 41.6 41.0 41.0 40.7 40.6 40.4 40.3 60.0 55.5 54.4 53.4 52.8 52.4 52.0 51.8 51.6 51.4 51.3 70.0 65.6 64.3 63.8 63.4 63.0 62.8 62.6 62.4 62.2 62.2
2 50.0 44.0 42.6 42.2 41.5 41.0 40.8 40.7 40.4 40.3 40.3 60.0 55.4 54.3 53.5 52.8 52.3 52.0 51.7 51.5 51.4 51.3 70.0 65.6 64.3 63.8 63.2 62.9 62.8 62.6 62.4 62.2 62.2
3 50.0 44.0 42.6 42.2 41.6 41.1 40.6 40.6 40.5 40.4 40.2 60.0 55.4 54.3 53.5 52.8 52.3 52.0 51.7 51.6 51.3 51.2 70.0 65.6 64.3 64.0 63.2 63.0 62.8 62.6 62.5 62.2 62.2
rata-rata
SD
50.0 44.5 43.3 42.6 42.1 41.6 41.3 41.1 41.0 40.9 40.8 60.0 55.9 54.8 54.0 53.3 52.7 52.4 52.1 52.0 51.9 51.8 70.0 66.0 64.7 64.2 63.6 63.3 63.1 62.9 62.7 62.5 62.5
0.000 0.486 0.665 0.458 0.550 0.572 0.532 0.462 0.497 0.536 0.532 0.000 0.514 0.534 0.550 0.497 0.441 0.438 0.422 0.441 0.532 0.567 0.000 0.408 0.383 0.402 0.408 0.408 0.372 0.367 0.333 0.313 0.313
98
Formula B
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20.0 17.0 17.0 17.0 16.9 16.8 16.8 16.8 16.8 16.7 16.7 30.0 27.7 27.3 27.0 26.9 26.9 26.8 26.7 26.6 26.6 26.6 40.0 37.6 37.3 37.0 36.7 36.6 36.5 36.3 36.2 36.2 36.0
2 20.0 17.0 17.0 17.0 16.9 16.9 16.7 16.7 16.7 16.7 16.7 30.0 27.7 27.3 27.0 26.9 26.9 26.8 26.7 26.7 26.7 26.7 40.0 37.6 37.3 37.0 36.7 36.6 36.5 36.4 36.3 36.2 36.0
3 20.0 17.1 17.1 17.0 17.0 16.9 16.8 16.7 16.7 16.6 16.6 30.0 27.7 27.3 27.1 27.0 26.8 26.8 26.7 26.7 26.7 26.6 40.0 37.6 37.3 37.1 36.7 36.6 36.5 36.4 36.3 36.1 36.0
1 20.0 17.0 17.1 17.0 16.9 16.8 16.8 16.8 16.7 16.7 16.6 30.0 27.8 27.3 27.0 27.0 26.9 26.9 26.7 26.7 26.7 26.6 40.0 37.6 37.3 37.0 36.7 36.6 36.5 36.3 36.3 36.2 36.0
2 20.0 17.1 17.0 17.0 16.9 16.9 16.8 16.8 16.7 16.7 16.7 30.0 27.7 27.3 27.0 27.0 26.8 26.8 26.7 26.7 26.6 26.6 40.0 37.6 37.2 37.0 36.7 36.5 36.5 36.4 36.3 36.2 36.0
3 20.0 17.0 17.0 17.0 16.9 16.9 16.8 16.7 16.7 16.6 16.7 30.0 27.7 27.4 27.1 27.0 26.9 26.8 26.7 26.6 26.6 26.6 40.0 37.6 37.3 36.9 36.8 36.6 36.4 36.4 36.3 36.1 36.0
rata-rata
SD
20.0 17.0 17.0 17.0 16.9 16.9 16.8 16.8 16.7 16.7 16.7 30.0 27.7 27.3 27.0 27.0 26.9 26.8 26.7 26.7 26.7 26.6 40.0 37.6 37.3 37.0 36.7 36.6 36.5 36.4 36.3 36.2 36.0
0.000 0.052 0.052 0.000 0.041 0.052 0.041 0.055 0.041 0.052 0.052 0.000 0.041 0.041 0.052 0.052 0.052 0.041 0.000 0.052 0.055 0.041 0.000 0.000 0.041 0.063 0.041 0.041 0.041 0.052 0.041 0.052 0.000
99
Formula B (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 48.0 47.3 47.0 46.7 46.4 46.4 46.2 46.1 46.0 46.0 60.0 58.4 58.0 57.6 57.2 57.0 56.8 56.5 56.5 56.4 56.3 70.0 68.4 68.0 67.4 67.4 67.0 66.7 66.7 66.6 66.6 66.6
2 50.0 48.0 47.4 47.0 46.7 46.4 46.3 46.2 46.0 46.0 46.0 60.0 58.5 58.0 57.6 57.2 57.0 56.8 56.6 56.4 56.3 56.3 70.0 68.2 67.8 67.6 67.4 67.2 67.0 66.8 66.6 66.6 66.5
3 50.0 48.0 47.4 47.0 46.7 46.6 46.3 46.2 46.1 46.0 46.0 60.0 58.4 58.0 57.6 57.2 56.8 56.8 56.6 56.4 56.4 56.3 70.0 68.0 67.7 67.3 67.4 67.0 66.8 66.7 66.5 66.5 66.5
1 50.0 48.0 47.4 47.0 46.7 46.4 46.2 46.0 46.0 46.0 45.8 60.0 58.4 57.8 57.4 57.2 56.8 56.7 56.6 56.4 56.5 56.4 70.0 68.6 68.0 67.6 67.4 67.3 67.0 66.8 66.6 66.6 66.6
2 50.0 48.0 47.4 47.0 46.7 46.5 46.2 46.0 46.0 46.0 45.8 60.0 58.4 57.9 57.5 57.2 56.9 56.8 56.6 56.5 56.4 56.4 70.0 68.4 68.0 67.5 67.5 67.2 67.0 66.8 66.6 66.5 66.5
3 50.0 47.8 47.4 47.0 46.7 46.4 46.2 46.0 46.0 46.0 45.8 60.0 58.3 57.8 57.5 57.2 56.8 56.8 56.6 56.5 56.3 56.3 70.0 68.4 68.0 67.6 67.4 67.2 66.9 66.7 66.6 66.6 66.5
rata-rata
SD
50.0 48.0 47.4 47.0 46.7 46.5 46.3 46.1 46.0 46.0 45.9 60.0 58.4 57.9 57.5 57.2 56.9 56.8 56.6 56.5 56.4 56.3 70.0 68.3 67.9 67.5 67.4 67.2 66.9 66.8 66.6 66.6 66.5
0.000 0.082 0.041 0.000 0.000 0.084 0.082 0.110 0.052 0.000 0.110 0.000 0.063 0.098 0.082 0.000 0.098 0.041 0.041 0.055 0.075 0.052 0.000 0.207 0.133 0.126 0.041 0.122 0.126 0.055 0.041 0.052 0.052
100
Formula C
perendaman ke-
jam 0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 20.0 18.0 18.0 17.9 17.8 17.8 17.8 17.7 17.8 17.7 17.7 30.0 28.4 28.3 28.2 28.2 28.0 28.0 28.0 27.8 27.8 27.7 40.0 38.4 38.2 37.8 37.8 37.7 37.6 37.5 37.5 37.4 37.4
2 20.0 18.0 18.0 18.0 17.9 17.8 17.8 17.8 17.8 17.8 17.7 30.0 28.3 28.2 28.1 28.1 28.0 27.9 27.8 27.8 27.8 27.8 40.0 38.4 38.3 37.9 37.9 37.7 37.6 37.5 37.4 37.4 37.4
3 20.0 18.0 18.0 18.0 17.9 17.8 17.8 17.8 17.7 17.7 17.7 30.0 28.3 28.2 28.2 28.1 28.0 27.9 28.0 27.8 27.8 27.8 40.0 38.4 38.2 37.9 37.8 37.8 37.6 37.5 37.5 37.4 37.4
1 20.0 18.4 18.3 18.2 18.2 18.2 18.1 18.0 18.0 18.1 17.9 30.0 28.3 28.3 28.2 28.2 28.1 28.0 28.0 28.0 28.0 28.0 40.0 38.5 38.3 37.9 37.8 37.8 37.6 37.5 37.5 37.4 37.4
2 20.0 18.3 18.3 18.2 18.2 18.1 18.2 18.1 18.1 18.1 18.0 30.0 28.3 28.2 28.2 28.0 28.0 28.1 28.1 28.0 28.0 28.0 40.0 38.5 38.2 37.9 37.8 37.7 37.7 37.5 37.5 37.4 37.4
3 20.0 18.3 18.3 18.2 18.2 18.2 18.1 18.1 18.1 18.0 18.0 30.0 28.3 28.2 28.1 28.0 28.0 28.0 28.0 28.0 28.0 28.0 40.0 38.6 38.2 37.9 37.9 37.7 37.6 37.6 37.5 37.4 37.4
rata-rata
SD
20.0 18.2 18.2 18.1 18.0 18.0 18.0 17.9 17.9 17.9 17.8 30.0 28.3 28.2 28.1 28.1 28.0 28.0 28.0 27.9 27.9 27.9 40.0 38.5 38.2 37.9 37.8 37.7 37.6 37.5 37.5 37.4 37.4
0.000 0.186 0.164 0.133 0.186 0.204 0.186 0.172 0.172 0.190 0.151 0.000 0.041 0.052 0.052 0.089 0.041 0.075 0.098 0.110 0.110 0.133 0.000 0.082 0.052 0.041 0.052 0.052 0.041 0.041 0.041 0.000 0.000
101
Formula C (lanjutan)
perendaman ke-
4
5
6
jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
konsentrasi gula (°brix) ulangan 1 ulangan 2 1 50.0 48.6 48.3 48.0 47.9 47.6 47.6 47.5 47.4 47.4 47.3 60.0 58.9 58.7 58.4 58.4 58.1 58.0 57.9 57.9 57.8 57.8 70.0 68.6 68.4 68.0 68.2 68.0 67.8 67.6 67.6 67.4 67.4
2 50.0 48.6 48.2 48.0 47.9 47.6 47.6 47.5 47.4 47.4 47.3 60.0 59.0 58.8 58.4 58.3 58.1 58.0 57.9 57.8 57.7 57.7 70.0 68.6 68.4 68.4 68.2 68.0 68.0 67.6 67.6 67.4 67.3
3 50.0 48.6 48.3 48.0 48.0 47.6 47.6 47.5 47.4 47.4 47.3 60.0 59.0 58.7 58.5 58.4 58.1 58.0 57.9 57.8 57.8 57.7 70.0 68.6 68.4 68.2 68.2 68.0 67.8 67.6 67.6 67.5 67.4
1 50.0 48.6 48.2 48.0 47.8 47.6 47.4 47.5 47.4 47.4 47.2 60.0 58.9 58.6 58.3 58.2 58.0 57.9 57.8 57.7 56.5 56.5 70.0 68.6 68.4 68.3 68.4 68.0 68.0 67.8 68.0 68.0 68.0
2 50.0 48.6 48.3 48.0 47.8 47.6 47.6 47.5 47.4 47.4 47.2 60.0 58.8 58.5 58.3 58.2 58.0 57.9 57.7 57.6 57.6 57.5 70.0 68.6 68.2 68.4 68.0 68.0 68.0 67.9 67.8 67.8 67.9
3 50.0 48.4 48.3 48.0 47.8 47.6 47.6 47.6 47.4 47.4 47.3 60.0 58.9 58.6 58.4 58.2 58.0 58.0 57.8 57.7 57.6 57.6 70.0 69.0 68.4 68.4 68.3 68.2 68.0 67.8 67.8 67.7 67.8
rata-rata
SD
50.0 48.6 48.3 48.0 47.9 47.6 47.6 47.5 47.4 47.4 47.3 60.0 58.9 58.7 58.4 58.3 58.1 58.0 57.8 57.8 57.5 57.5 70.0 68.7 68.4 68.3 68.2 68.0 67.9 67.7 67.7 67.6 67.6
0.000 0.082 0.052 0.000 0.082 0.000 0.082 0.041 0.000 0.000 0.052 0.000 0.075 0.105 0.075 0.098 0.055 0.052 0.082 0.105 0.498 0.484 0.000 0.163 0.082 0.160 0.133 0.082 0.103 0.133 0.163 0.242 0.301
102
Kurva Penurunan Total Padatan Terlarut pada Pembuatan Manisan Semi Basah Nanas 70,0
total padatan terlarut (°brix)
60,0
50,0
40,0
formula A formula B formula C
30,0
20,0
10,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu perendaman (jam)
103