SKRIPSI
ANALISIS KEBUTUHAN AIR TANAMAN KARET ( Hevea brasiliensis ) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM WARM ( Water and Agroclimate Management ) DI PERKEBUNAN PT. CONDONG GARUT, JAWA BARAT
Oleh NUGRAHA WIDYA ANGGARA F14103058
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS KEBUTUHAN AIR TANAMAN KARET ( Hevea brasiliensis ) DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM WARM ( Water and Agroclimate Resources Management ) DI PERKEBUNAN PT. CONDONG GARUT, JAWA BARAT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : NUGRAHA WIDYA ANGGARA F14103058 Dilahirkan pada tanggal 22 Agustus 1984 di Jakarta Tanggal lulus: 19 September 2007 Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Sukandi Sukartaatmadja, MS. NIP. 130 358 746 Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS NIRP. 131 671 603
Nugraha Widya Anggara. F14103058. Analisis Kebutuhan Air Tanaman Karet ( Hevea brasiliensis ) Dengan Menggunakan Program CWB ( Crop Water Balance ) Di Perkebunan PT. Condong Garut, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Sukandi Sukartaatmadja, MS. ABSTRAK Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman dalam jumlah cukup dan dalam jumlah yang tepat. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan oleh tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan ( tanah dan iklim ) serta tanaman ( jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan. Penelitian ini menggunakan program CWB ( Crop Water Balance ) yang bertujuan untuk mengetahui besarnya kebutuhan air tanaman karet di Perkebunan Condong dan menentukan masa tanam terbaik bagi tanaman karet. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi sistem irigasi yang tepat bagi tanaman karet. CWB merupakan sebuah program yang dibuat oleh CIRAD, Prancis pada tahun 2001. Perangkat lunak ini merupakan salah satu produk Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi yang berfungsi sebagi alat bantu yang dapat mempermudah pengguna untuk mengetahui kondisi pertanian dengan melibatkan tiga faktor, yaitu iklim, tanah, dan tanaman.. CWB dimodifikasi kembali oleh Balitklimat dengan tampilan berbeda, yaitu program WARM ( Water Agroklimat and Resources Management ). Perkebunan Condong terletak di Kabupaten Garut, desa Cimari, propinsi Jawa Barat dengan luas total perkbunan sekitar 7000 ha. Sedangkan untuk tanaman karet luas keseluruhan adalah 2709,98 ha. Luasan ini terbagi atas empat afdeling, yaitu afdeling Bokor, Cirejeng, Cikadongdong, dan Gunung kembar. Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki umur ekonomis sampai 30 tahun dan puncak produktivitas terjadi pada tahun ke 15. Jenis tanah pada afdeling Bokor adalah regosol dan tanah pada afdeling Cirejeng termasuk jenis latosol. Sedangkan secara tekstur tanah, afdeling Cirejeng dan afdeling Bokor termasuk bertekstur liat berdebu. Simulasi dilakukan pada tahun – tahun tertentu, yaitu tahun normal ( 1999 ), tahun basah ( 2005 ), dan tahun kering ( 2002 ). Pembagian tahun ini didasarkan pada curah hujan tahun tersebut yang dibandingkan dengan curah hujan tahunan rata – rata yang sebesar 1461,5 mm/tahun. Pada afdeling Cirejeng untuk tahun normal, masa tanam terbaik tanggal 21 Mei; untuk tahun basah masa tanam terbaik tanggal 1 Juli; dan untuk tahun kering masa tanam terbaik tanggal 1 Juni. Sedangkan pada afdeling Bokor untuk tahun normal, masa tanam terbaik tanggal 21 Mei; untuk tahun basah, masa tanam terbaik tanggal 1 Juli; dan untuk tahun kering, masa tanam terbaik tanggal 1 Juni. Penerapan teknologi irigasi harus memperhatikan kontur lahan kebun dan lokasi sumber air terhadap kebun, agar efisiensi dan efektivitas dapat dicapai. Teknologi irigasi yang paling memungkinkan diterapkan di perkebunan Condong adalah sistem irigasi tetes. Irigasi yang diberikan di afdeling Bokor tahun 1999 adalah sebesar 1,18 mm/hari; irigasi yang diberikan di afdeling Bokor tahun 2002 adalah sebesar 5,44 mm/hari; dan irigasi yang diberikan di afdeling Cirejeng tahun 2002 adalah sebesar 1,11 mm/hari.
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 1984. Penulis merupakan anak ke-4 dari empat bersaudara pasangan Sasmito Hadi Subarkah ( Alm ) dan Neny Sutrisni. Penulis mengawali pendidikannya di SDN 05 Jakarta ( 1991-1997 ), lalu melanjutkan di SLTPN 91 Jakarta ( 1997-2000 ), setelah itu di SMUN
99
Jakarta
(
2000-2003
).
Kemudian
penulis
melanjutkan
pendidikan tingginya di IPB ( 2003-2007 ) melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama studi di IPB, penulis aktif pada beberapa organisasi, diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Fateta ( BEM – F ) periode 2005 - 2006, Koperasi Mahasiswa IPB ( KOPMA IPB ) periode 2003 - 2007, dan LSM IT Share Community pada tahun 2006. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kampus, seperti Olimpiade Fateta ( sebagai ketua ) dan Pendidikan Menejemen Koperasi Tingkat Nasional ( sebagai ketua ). Penulis telah melakukan kegiatan Praktek Lapang di PTPN VIII Goalpara – Sukabumi dengan topik “Aspek Keteknikan Pertanian Pada Budidaya Teh di PTPN VIII, Goalpara – Sukabumi”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, serta salawat serta salam kepada junjungan nabi besar Muhammad Saw, karena atas segala nikmatnyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa Skripsi.. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang disusun ini merupakan hasil dari penelitian penulis selama hampir lima bulan di perkebunan PT. Condong - Garut, Jawa Barat. Judul dari skripsi ini adalah “Analisis Kebutuhan Air Tanaman Karet ( Hevea Brasiliensis ) Dengan Menggunakan Program WARM ( Water and Agroclimate Resources Management ) Di Perkebunan PT. Condong - Garut, Jawa Barat”. Dengan dibuatnya skripsi ini penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada orang lain setelah membaca. Penulis sadar bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan mendapat masukan – masukan atau koreksi dari pembaca. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: -
Bapak Dr. Ir. Sukandi Sukartaatmadja, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang banyak memberikan masukan dan bimbingannya kepada penulis
-
Bapak Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku dosen penguji
-
Bapak Dr. Ir. Mad Yamin, MS selaku dosen penguji
-
Pimpinan PT. Condong yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
-
Bapak Ir. Jajang atas segala bantuannya kepada penulis selama berada di lokasi penelitian
-
Balitklimat ( Badan Penelitian Iklim dan Agroklimat ) Bogor atas perizinannya kepada penulis untuk menggunakan program WARM
-
Mamaku tercinta yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya kepada penulis selama ini. Dialah inspirator dan sekaligus motivator bagi penulis
-
Kakak2ku tersayang: Ba Lusi, Ba Reni dan Ba Ernis atas semua doa dan dukungannya
-
Keponakanku yang lucu2: Andhika & Celo
-
Kang Supri & Hendri teman se-Perjuangan selama penelitian.
-
Semua teman2ku TEP’40 atas dukungannya
-
Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan atas segala bantuannya.
Bogor, September 2007
Penulis,
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .................................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS....................................................................................v KATA PENGANTAR................................................................................................ vi DAFTAR ISI............................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ........................................................................................................x DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii I. PENDAHULUAN .....................................................................................................1 A. Latar belakang .......................................................................................................1 B. Tujuan....................................................................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4 A. Tanaman karet .......................................................................................................4 B. Budidaya karet.......................................................................................................9 C. Produksi ( penyadapan ) ......................................................................................18 D. Program CWB dan WARM ................................................................................20 E. Kebutuhan air tanaman ........................................................................................24 III. KEADAAN UMUM PERKEBUNAN CONDONG..........................................29 A. Sejarah PT. Perkebunan Condong Garut.............................................................29 B. Kondisi lapangan PT. Condong...........................................................................30 IV. METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................34 A. Waktu dan tempat................................................................................................34 B. Alat dan bahan.....................................................................................................34 C. Data dan informasi yang diperlukan....................................................................34 D. Metode pengumpulan data ..................................................................................35 E. Tahapan kerja penelitian secara umum................................................................43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................44 A. Analisis tanah ......................................................................................................44 B. Analisis kebutuhan air dan masa tanam terbaik ..................................................47 C. Analisis produksi.................................................................................................57 D. Analisis teknologi irigasi.....................................................................................59
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................63 A. Kesimpulan .........................................................................................................63 B. Saran ....................................................................................................................64 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................65
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Ukuran rata – rata biji karet .................................................................10 Tabel 2. Luas tanaman karet per klon .................................................................30 Tabel 3. Klon yang digunakan per afdeling ........................................................31 Tabel 4. Daftar infentaris bibit karet ...................................................................31 Tabel 5. Parameter karakteristik tanaman .........................................................36 Tabel 6. Parameter database fisik tanah..............................................................36 Tabel 7. Kadar air ..................................................................................................44 Tabel 8. Kadar air pada saat Kapasitas Lapang.................................................44 Tabel 9. Kadar air pada saat Titik Layu Permanen...........................................45 Tabel 10. Hasil Simulasi masa tanam tanggal 21 Mei ........................................48 Tabel 11. Hasil simulasi masa tanam tanggal 1 Juli ...........................................50 Tabel 12. Hasil simulasi masa tanam tanggal 11 Juni ........................................51 Tabel 13. Hasil simulasi masa tanam tanggal 11 Juni ........................................53 Tabel 14. Hasil simulasi masa tanam tanggal 1 Juli ...........................................54 Tabel 15. Hasil simulasi masa tanam tanggal 1 Juni ..........................................55 Tabel 16. Hubungan Produksi dengan Iklim tahunan .......................................57
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sosok tanaman karet.............................................................................. 4 Gambar 2. Biji karet.............................................................................................. 11 Gambar 3. Pengecambahan biji karet di peti kayu................................................ 12 Gambar 4. Pengecambahan di lahan ..................................................................... 13 Gambar 5. Penyemaian di lahan............................................................................ 15 Gambar 6. Penyemaian di polybag ....................................................................... 16 Gambar 7. Perisai dan jiwa ................................................................................... 17 Gambar 8. Kegiatan okulasi.................................................................................. 18 Gambar 9. Hasil okulasi........................................................................................ 18 Gambar 10. Menyadap karet ................................................................................. 19 Gambar 11. Tampilan awal program WARM....................................................... 23 Gambar 12. Metode input data WARM................................................................ 38 Gambar 13. Metode simulasi WARM .................................................................. 39 Gambar 14. Metode alur pikir WARM ................................................................. 40 Gambar 15. Metode alur pikir CWB..................................................................... 42 Gambar 16. Grafik hubungan Kadar air................................................................ 45 Gambar 17. Kegiatan pengambilan sample tanah................................................. 46 Gambar 18. Contoh tanah ..................................................................................... 47 Gambar 19. pF meter............................................................................................. 47 Gambar 20. Tanggal tanam terbaik tahun 1999 afdeling Cirejeng ....................... 48 Gambar 21. Tanggal tanam terbaik tahun 2005 afdeling Cirejeng ....................... 49 Gambar 22. Tanggal tanam terbaik tahun 2002 afdeling Cirejeng ....................... 51 Gambar 23. Tanggal tanam terbaik tahun 1999 afdeling Bokor........................... 52 Gambar 24. Tanggal tanam terbaik tahun 2005 afdeling Bokor........................... 54 Gambar 25. Tanggal tanam terbaik tahun 2002 afdeling Bokor........................... 55 Gambar 26. Grafik hubungan produksi dan curah hujan ...................................... 58 Gambar 27. Grafik hubungan produksi dan banyak bulan kering ........................ 59
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Perkebunan Condong.......................................................................67 Lampiran 2. Peta Tanah ...............................................................................................68 Lampiran 3. Peta Batas afdeling ..................................................................................70 Lampiran 4. Peta kerja perkebunan Condong ..............................................................71 Lampiran 5. Tabel data agronomi dan kadar air ..........................................................72 Lampiran 6. Letak geografis perkebunan Condong.....................................................73 Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi Karet ....................................................................74 Lampiran 8. Berita Acara Pembibitan Karet 2002 s/d 2005 ........................................76 Lampiran 9. Berita Acara Pembibitan Karet 2003s/d 2005 .........................................77 Lampiran 10. Berita Acara Pembibitan Karet 2005.....................................................78 Lampiran 11. Berita Acara Pembibitan Karet 2006.....................................................79 Lampiran 12. Berita Acara Pembibitan Karet 2003s/d 2005 .......................................80 Lampiran 13. Data ekspor karet Indonesia ..................................................................81 Lampiran 14. Output program WARM untuk tahun normal ( 1999 ) di afdeling Cirejeng ........................................................................................................................82 Lampiran 15. Output program WARM untuk tahun basah ( 2005 ) di afdeling Cirejeng ........................................................................................................................84 Lampiran 16. Output program WARM untuk tahun kering ( 2002 ) di afdeling Cirejeng ........................................................................................................................86 Lampiran 17.Output program WARM untuk tahun normal ( 2005 ) di afdeling Bokor............................................................................................................................88 Lampiran 18.Output program WARM untuk tahun basah ( 2005 ) di afdeling Bokor............................................................................................................................90 Lampiran 19.Output program WARM untuk tahun kering ( 2002 ) di afdeling Bokor............................................................................................................................92 Lampiran 20. Hasil simulasi Masa Tanam Tanggal 21 Mei ........................................94 Lampiran 21. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juli ..........................................95 Lampiran 22. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 11 Juni .......................................96 Lampiran 24. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 11 Juni .......................................97 Lampiran 25. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juli ..........................................98
Lampiran 17. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juni .........................................99
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman dalam jumlah cukup dan dalam jumlah yang tepat. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan oleh tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan ( tanah dan iklim ) serta tanaman ( jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan ). Kehilangan air melalui evaporasi tanah dan trasnpirasi tanaman disebut evapotranspirasi, dimana evapotranspirasi ini merupakan salah satu komponen neraca air. Neraca air dapat diartikan sebagai selisih antara jumlah air yang diterima suatu luasan lahan tanaman dan kehilangan air di lahan tersebut untuk mencukupi evapotranspirasi. Neraca air juga dapat menunjukkan suatu ungkapan kuantitatif dari siklus hidrologi dan berbagai komponennya di atas suatu daerah yang spesifik pada suatu periode tertentu. Informasi neraca air diperlukan dalam budidaya pertanian khususnya bagi lahan kering yang hanya mendapat input dari hujan. Informasi status air pada lahan tersebut dapat digunakan untuk mengantisipasi bahaya kekeringan pada tanaman, sehingga tanaman tidak akan mengalami stress air atau mengalami cekaman air yang dapat mengakibatkan kematian atau penurunan produksi pada tanaman. Oleh karena itu, perlu adanya informasi yang tepat, cepat dan efisien untuk manajemen pemberian air pada suatu lahan pertanian. Untuk itu, variasi iklim menurut ruang dan waktu perlu dikuantifikasi agar
kontribusinya
terhadap
proses
produksi
pertanian
dapat
direpresentasikan. Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut, maka dapat disusun strategi optimasinya agar penggunaan sumberdaya, tenaga, dan waktu dapat dioptimalkan serta resiko yang terjadi dapat ditekan. Salah satu peluang peningkatan produksi tanaman adalah dengan memanfaatkan sumber daya iklim seoptimal mungkin dengan melakukan analisis agroklimat dikaitkan dengan tanah dan tanaman, sehingga menjadi informasi yang lebih aplikatif untuk menunjang perencanaan masa tanam dan menekan resiko kekeringan ( cekaman air ). Pada akhirnya hasil tanaman secara teoritis dapat ditingkatkan apabila nisbah ETR/ ETM selama periode pertumbuhan mencapai optimal. Dengan demikian, peningkatanj hasil tanamn
dapat dilakukan dengan memilih masa tanam yang terbaik dengan cara mengantisipasi/ menghindari semaksimal mungkin terjadinya cekaman air selama pertumbuhan tanaman, atau paling tidak pada periode kritisnya terhindar dari kekeringan ( water stress ). Indonesia hingga sekarang tetap menjadikan sektor pertanian sebagai landasan gerak pembangunannya. Dari sudut pandang ini saja, dapat diketahui peranan sektor pertanian yang sangat strategis dan vital dalam rangka meningkatkan devisa yang berasal dari komoditi non migas. Selain itu, pembangunan dan pengembangan sektor pertanian juga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi petani, yang merupakan lapisan masyarakat terbesar di Indonesia. Salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah perkebunan. Sumbangan yang berasal dari komoditi perkebunan bagi devisa, khususnya komoditi karet ( Hevea brasiliensis ), diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Komoditas ini menjadi salah satu primadona penghasil devisa negara dari sektor perkebunan. Sumber devisa ini dapat dikembangkan melalui peningkatan efisiensi pengolahan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, tenaga, modal, dan teknologi yang tersedia. Pemanfaatan karet selain sebagai sumber devisa negara, juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesempatan kerja, pelestarian sumberdaya alam, serta sebagai penunjang sektor industri. Karet merupakan komoditi yang mempunyai peranan strategis, tidak hanya sebagai sumber penghasil devisa utama di sektor pertanian, namun rangkaian kegiatan produksi karet termasuk pengolahan dan pemasarannya menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak menyerap tenaga kerja. Karet alam bagi Indonesia mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Karet merupakan sumber penghasilan petani karet terutama di daerah sentra produksi. Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen karet alam dunia. Selain iklim dan lingkungan yang memenuhi syarat bagi pertumbuhan dan perkembangan karet, indonesia juga mempunyai tenaga
kerja yang relatif banyak, tetapi hal tersebut harus didukung oleh aspek budidaya yang baik.
B. Tujuan 1. Memperoleh informasi kebutuhan air tanaman karet di perkebunan Condong
Garut
dengan
menggunakan
program
Water
and
AgroclimateManagement ( WARM ). 2. Menentukan masa tanam yang terbaik bagi tanaman karet di perkebunan Condong
Garut
dengan
menggunakan
program
Water
and
AgroclimateManagement ( WARM ). 3. Mengetahui aplikasi sistem irigasi yang tepat bagi tanaman karet dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas dari aplikasi tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet ( Hevea brasiliensis ) Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil. Karenanya, nama ilmiahnya Hevea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar- besaran, penduduk asli di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah. Di Argentina, masyarakat setempat memanfaatkan pohon guayale ( Parthenium argentatum ), di Afrika orangorang menggunakan Funtumia elastica, dan bangsa India menyadap Ficus elastica. Ketiga jenis tanaman tersebut menghasilkan sejenis lateks yang difungsikan sebagai karet. Meskipun demikian, setelah karet Hevea brasiliensis dikembangkan secara besar- besaran, ketiga jenis tanaman penghasil getah tersebut menjadi tersingkir, sehingga akhirnya setiap pembahasan tentang karet yang dimaksud adalah Hevea brasiliensis. 1. Morfologi Tanaman Tanaman karet berupa pohon yang tingginya mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas dengan percabangan di bagian atas. Di batang inilah terkandung getah yang lebih dikenal dengan nama lateks.
Gambar 1. Sosok tanaman karet. Tanaman muda (kiri) dan dewasa (kanan)
Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3 - 20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3 - 10 cm dengan kelenjar di ujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daundaun karet akan rontok pada puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman. Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai paying yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbagi menjadi dua ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya. Buah karet dengan diameter 3 - 5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3 - 6 ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya menurut ruang - ruangnya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang tepat. Sebagai tanaman berbiji belah, akar pohon karet berupa akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi ke atas. Dengan akar seperti itu pohon karet bias berdiri kokoh, meskipun tingginya bisa mencapai 25 meter. 2. Klasifikasi Tanaman Dalam kerajaan tanaman atau sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut; Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiacae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis
3. Klon Tanaman Karet Setiap tanaman budidaya dan bernilai ekonomis sifatnya terusmenerus diperbaiki, sehingga diperoleh jenis - jenis baru yang memiliki sifat - sifat menguntungkan. Demikian juga dengan tanaman karet. Para peneliti di laboratorium perusahaan - perusahaan besar terus melakukan pemuliaan tanaman karet melalui penelitian, sehingga diperoleh jenis karet baru sesuai dengan keinginan. Klon pada tanaman karet dimaksudkan untuk memperoleh tanaman dengan sifat - sifat menguntungkan sebagai berikut; a. Produksi lateks tinggi sejak awal dan tetap konsisten selama umur produktifnya. b. Tahan terhadap hama dan penyakit. c. Kuat dan kokoh, sehingga tidak mudah roboh oleh tiupan angin. d. Pohon tumbuh lurus ke atas. e. Cabang menyebar merata di sekeliling batang. f. Kulit murni, halus, tebal, dan lekas pulih setelah disadap. Klon tanaman karet dilakukan pertama kali pada tahun 1910 oleh seorang ahli hortikulturabernama helten. Saat itu Helten melakukan klon dengan teknik okulasi bersama Bode dan tas. Menurut pandangan Helten dan kawan - kawan, perbanyakan secara vegetatif dengan cara okulasi akan mendatangkan banyak keuntungan. Sampai sekarang, klon tanaman karet umumnya dilakukan melalui teknik okulasi yang didahului dengan seleksitanaman induk sebagai awal kegiatan pemuliaan tanaman.
Klon yang pertama kali dirilis adalah serial Ct yang dihasilkan oleh Cramer dari Rubber Proefstation West Java, yakni Ct 3, Ct 9, dan Ct 88. Klon CT 3 dan Ct 9 berasal dari tanaman karet yang dikembangkan di Kebun Raya Bogor dan keturunannya diseleksi lagi hingga menghasilkan klon C 88. Klon C 88 yang kemudian diujicoba di perkebunan menghasilkan tanaman dengan produktivitas yang menggemparkan dunia perkaretan saat itu. Pada tahun ke-9 klon Ct 88 menghasilkan karet kering sebanyak 1700 kg/ ha per tahun. Bandingkan dengan produktivitas karet asal biji yang hanya sekitar 600 kg/ ha/ tahun. Penemuan klon tersebut membangkitkan kegairahan yang sangat tinggi di kalangan pekebun karet, baik pemerintah, perusahaan swasta, maupun rakyat. Akibatnya, perluasan perkebunan karet secara besar - besaran terjadi di Sumatra dan Jawa. Sejak klon dilakukan pertama kali pada tahun 1910, sampai saat ini sudah ada puluhan klon tanaman karet yang dihasilkan dan dikembangkan di berbagai sentra penanaman karet di seluruh dunia. Karenanya, tidak mengherankan jika setiap Negara produsen karet memiliki klon - klon unggulan. Di setiap Negara, klon unggulan juga berbeda antara sentra penanaman karet di satu daerah dan daerah lain. Contohnya, beberapa klon tanaman karet yang dihasilkan oleh lembaga penelitian karet di Sumatra, antara lain serial klon AVROS, seperti AVROS 33, AVROS 36, AVROS 49, dan AVROS 80; serta serial klon TM, seperti TM 1, TM 6, TM 8, dan TM 9. Sementara itu, klon karet yang dirilis oleh lembaga penelitian karet di Jawa antara lain BD 5, WAR 4, TJIR 1, GT 1, LCB 479, LCB 510, LCB 1320, dan WR 101. Klon karet yang sudah dirilis dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu klon primer, sekunder, dan tersier. Klon sekunder merupakan persilangan dari klon- klon primer, dan keturunan klon sekunder disebut klon tersier. Klon sekunder dan tersier umumnya lebih modern dan cara pemuliaannya lebih maju, yakni menggunakan teknologi terbaru. Contoh klon sekunder di antaranya AVROS 352, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PPN 2005, PPN
2049, BPM 1, BPM 24, dan RRIM 600. Contoh klon tersier adalah BPM 107, BPM 109, PR 300, PB 260, RRIM 712, TM 6, TM 8, dan PB 235.
4. Syarat Tumbuh Tanaman Karet Sebagai tanaman yang berasal dari wilayah Amerika tropis, karet bias tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Meskipun demikian agar berproduksi secara maksimal karet membutuhkan kondisi- kondisi tertentu yang merupakan syarat hidupnya. Jika kondisi tertentu tersebut tidak terpenuhi, tanaman karet bias saja tetap tumbuh, tetapi pertumbuhannya lambat. Tanaman bisa menjadi kerdil dan kurus dengan percabangan banyak. Lebih buruk lagi, produksi lateksnya rendah sehingga secara ekonomis tidak menguntungkan. Meskipun dilakukan perawatan secara intensif, tetap saja produktivitasnya rendah. Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0 - 400 meter dari permukaan laut ( dpl ). Di ketinggian tersebut, suhu harian 25 - 30°C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang rata - rata kurang dari 20°C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 30°C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik. Meskipun membutuhkan tempat yang hangat, karet juga memerlukan kelembaban yang cukup. Karenanya, wilayah dengan curah hujan yang tinggi ( 2000 - 2500 mm/ tahun ) sangat disukai tanaman ini. Lebih bagus lagi jika curah hujan tersebut merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet juga membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5 - 7 jam/ hari. Agar produktivitasnya tinggi, karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur. Namun, sebenarnya dibandingkan dengan tanaman tanaman perkebunan lain, seperti kopi, tembakau, teh, cokelat, dan lada, karet relatif toleran terhadap tanah - tanah marginal yang kurang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet yang dibudidayakan di tanah tanah kurang subur masih bisa berproduksi optimal.
Secara umum karet menghendaki tanah dengan struktur ringan, sehingga mudah ditembus air. Meskipun demikian, tanah dengan kandungan pasir kuarsa tinggi kurang bagus untuk penanaman karet. Sementara itu, derajat keasaman atau pH tanah yamg sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati normal ( 4 - 9 ) dan untuk pertumbuhan optimalnya 5 - 6. Kontur atau topografi tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karet. Kontur tanah yang datar lebih baik dibandingkan dengan yang berbukit - bukit. Lahan datar selain memudahkan pemeliharaan dan penyadapan, juga memperlancar pengangkutan lateks. Untuk memudahkan pengairan, lahan penanaman karet sebaiknya dekat dengan sumber air, baik sungai maupun aliran air lainnya.
B. Budidaya Karet 1. Menyiapkan Batang Bawah a. Seleksi Biji Tidak semua biji karet yang telah dikumpulkan dari lahan bisa digunakan sebagai bibit untuk ditumbuhkan menjadi batang bawah. Biji - biji tersebut harus diseleksi berdasrkan kemurnian klon dan daya kecambahnya. Untuk memastikan kemurnian klon, biji dari satu areal perkebunan yang sudah diketahui klonnya harus diusahakan tidak tercampur dengan biji dari klon berbeda/ dari areal lain. Karenanya, biji biji dari suatu areal yang sudah jelas klonnya harus dipisahkan dari areal lain dengan klon berbeda. Sementara itu, memastikan daya kecambah biji tersebut bisa dilihat dari kesegaran, ukuran, daya lenting, posisi saat direndam, dan warna belahannya. Biji karet memiliki daya kecambah baik adalah biji yang masih dalam keadaan segar. Artinya, baru jatuh dari pohonnya atau paling lambat empat hari setelah jatuh. Tidak disarankan menggunakan biji biji yang dikumpulkan pada hari pertama pengumpulan karena tidak diketahui kapan biji - biji tersebut jatuh. Pada pengumpulan hari pertama bisa jadi biji - biji tersebut sudah jatuh pada beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan sebelumnya, sehingga sudah tidak segar lagi. Biji
yang dikumpulkan pada hari kedua dan seterusnya keadaannya bisa dipastikan masih segar, dengan catatan pada pengumpulan hari pertama semua biji yang berjatuhan di permukaan lahan diambil semua. Dengan demikian, biji - biji yang dikumpulkan pada hari kedua dan berikutnya benar - benar baru jatuh dari pohonnya. Daya kecambah biji juga bisa diperkirakan berdasarkan ukurannya. Setelah dilakukan pengukuran, biji - biji karet dapat dikelompokkan menjadi lima ukuran.
Tabel 1. Ukuran rata - rata biji karet Berat
Panjang
Lebar
Tebal
Jumlah
(cm)
(cm)
(cm)
(butir/kg)
1.733
1,545
1,393
508
1,650
1,887
1,670
1,464
434
2,064
Kecil
1,978
1,733
1,536
410
2,231
Sedang
2,060
1,794
1,626
310
2,840
Besar
2,291
1,928
1,750
287
3,300
Ukuran Terkecil Agak kecil
(gram/b utir)
Sumber : Indriaty Indyah S. dalam Tim Penulis PS, 1991
Berdasarkan ukurannya, secara umum biji karet ukuran sedang memiliki daya kecambah paling baik dibandingkan dengan ukuran lainnya dan daya kecambah biji berukuran besar lebih baik daripada biji ukuran kecil. Melalui pengamatan, biji karet yang memiliki daya kecambah baik adalah yang berkulit luar mengkilap. Sementara itu, berdasarkan daya lentingnya, biji yang dijatuhkan di ubin dan memantul berarti keadaannya cukup baik. Sebaliknya, jika tidak memantul keadaannya jelek. Cara terakhir untuk mengetahui daya kecambah biji adalah melalui pembelahan. Pembelahan ini dilakukan dengan metode sample. Sekitar 100 biji karet dari 200 kg biji diambil secara acak dan kemudian dibelah menggunakan batu atau palu. Setelah dibelah, ada enam kriteria daya
kecambah biji karet yang bisa disimpulkan berdasarkan warna belahannya. Keenam kriteria tersebut sebagai berikut; 1 ) Belahan biji berwarna putih dinilai sangat baik. 2 ) Belahan biji berwarna kekuningan dinilai baik. 3 ) Belahan biji kekuningan agak kehijauan dinilai cukup baik. 4 ) Belahan biji kekuningan berminyak dinilai jelek. 5 ) Belahan biji kekuningan gelap dinilai rusak. 6 ) Belahan biji kecoklatan hingga kehitaman dinilai busuk. Untuk hasil terbaik tentu saja semua biji harus memiliki kriteria daya kecambah yang sangat baik, yaitu setelah dibelah semua berwarna putih. Namun, untuk mencapai keadaan ideal tersebut sangat mustahil. Karenanya, jika setelah dilakukan pembelahan diketahui biji dengan kriteria baik, yaitu berwarna kekuningan minimum 80%, biji tersebut sudah bisa disebut dengan baik.
Gambar 2. Biji karet b. Pengecambahan Biji - biji yang telah diseleksi berdasarkan kemurnian klon dan daya kecambah seperti telah diuraikan, harus segera dikecambahkan. Ada dua tempat untuk pengecambahan berdasarkan jumlah biji karetnya. Jika jumlah biji karetnya sedikit, pengecambahan bisa menggunakan peti kayu dan jika biji karetnya banyak dapat dilakukan di atas lahan. b. 1. Pengecambahan Menggunakan Peti Kayu Ukuran peti kayu yang digunakan disesuaikan dengan jumlah biji karet yang akan dikecambahkan. Di dasar peti ditaburkan tanah
halus sampai setengah tinggi peti, kemudian ditaburkan pula pasir halus sampai sekitar 15 cm dari permukaan peti. Biji - biji karet dibenamkan sampai ¾ ukuran biji dengan perut biji terletak di bawah. Selanjutnya, dilakukan penyiraman secara teratur dua kali sehari menggunakan alat penyiram berlubang halus atau gembor, sehingga pasair dalam keadaan lembab. Agar tidak dimakan tikus, peti ditutup dengan kawat kasa atau kawat anti nyamuk. Pengecambahan ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Pengecambahan biji karet di peti kayu
b. 2. Pengecambahan di Lahan Lokasi pengecambahan sebaiknya dipilih yang dekat dengan sumber air karena harus selalu lembab. Setelah itu, tanah dibersihkan dari batu - batuan, gulma, tunggul - tunggul kayu, sisa - sisa akar, dan kotoran lainnya sambil dicangkul sedalam 15 cm. Selanjutnya dibuat bedengan dengan lebar 125 cm dan panjang sesuai dengan keadaan lahan. Kemudian pasir ditaburkan secara merata di atas permukaan bedengan. Agar terhindar dari terpaan matahari dan guyuran hujan, bedengan harus diberi atap dengan tiang di sebelah timur lebih tinggi daripada tiang sebelah barat. Dengan perbedaan ketinggian seperti itu, pada pagi hari bedengan mendapat sinar matahari dan terlindung pada siang dan sore hari. Setelah
bedengan
siap,
biji
-
biji
dibenamkan
di
permukaannya dengan jarak antar biji 1 cm, sehingga setiap meter
persegi bedengan bisa memuat 1000 biji. Agar permukaan bedengan tetap lembab, penyiraman dilakukan secara teratur 2 - 3 hari sekali atau tergantung pada keadaan cuaca. Jika bijinya memang cukup bagus dan kegiatan pengecambahan dilakukan secara benar, sekitar 10 hari kemudian biji - biji akan berkecambah. Pengecambahan ini dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Pengecambahan biji karet di lahan c. Penyemaian Langkah
selanjutnya
setelah
biji
berkecambah
adalah
memindahkannnya ke tempat persemaian. Ditempat inilah biji yang sudah berkecambah dibesarkan untuk diokulasi dan selanjutnya dipindahkan ke lahan. Biji yang sudah berkecambah harus segera dipindahkan
ke
tempat
persemaian
untuk
meningkatkan
pertumbuhannya. Prinsip pemindahan ini adalah semakin cepat dipindahkan semakin baik. Paling baik pemindahan dilakukan saat kecambah belum berdaun. Kecambah yang sudah berdaun akan cepat layu dan mati saat
berada di tempat persemaian. Toleransi waktu
pemindahan maksimum tiga minggu setelah berkecambah. Kecambah berumur lebih dari tiga minggu biasanya lemah dan pertumbuhannya di tempat penyemaian lambat. Kecambah biji karet memiliki akar menghujam ke dalam tanah yang disebut dengan akar tumbak. Bentuk akar tumbak ada yang lurus,
bercabang, dan ada pula yang terpelintir. Bentuk lurus adalah akar tumbak terbaik untuk dipindahkan ke lahan persemaian. Semakin tua umur kecambah, akar tumbak semakin panjang dan semakin dalam masuk ke tanah, sehingga pengambilannya relatif sulit karena kemungkinan akar patah dan terputus sangat besar. Kecambah karet diambil dengan cara dicungkil menggunakan sebilah bambu yang diruncingkan. Pencungkilan ini harus dilakukan dengan hati - hati agar akar tumbaknya tidak tersentuh, apalagi sampai bengkok atau patah. Pengambilan dan pemindahan kecambah dari tempat pengecambahan ke tempat persemaian sebaiknya dilakukan saat matahari tidak bersinar terik, yakni sebelum pukul 10.00 atau setelah pukul 16.00. Tempat persemaian bisa berupa lahan atau kantong plastik. c. 1. Penyemaian di Lahan Idealnya, tempat persemaian di lahan ini menggunakan media atau tanah yang subur, remah, bertekstur gembur, kaya bahan organik, dan dekat dengan areal perkebunan. Tanah terpilih tersebut selanjutnya dibersihkan dari bebatuan dan kotoran lainnya, kemudian diolah dengan cara dicangkul sedalam 50 - 70 cm. Setelah diolah, lahan persemaian dibuat menjadi bedenganbedengan dengan lebar 12 meter dan panjang 25 meter. Di antara bedengan dibuat selokan - selokan yang terdiri dari selokan primer dan sekunder untuk mengeluarkan air, sehingga lahan tidak akan tergenang air. Selokan primer lebarnya 50 cm dengan kedalaman 40 cm dan selokan sekunder lebar 30 cm dan dalam 25 cm. Jika bedengan telah siap, kecambah bisa segera ditanam. Kecambah yang akar tumbaknya sudah panjang harus dibuatkan lubang tanam dan jika akar tumbaknya pendek atau sama sekali belum berakar tidak perlu dibuatkan lubang tanam. Jarak tanam tergantung pada ukuran kecambahnya, untuk stum tinggi jarak tanamnya 60 x 90 cm dan untuk stum rendah 60 x 60 cm. Kegiatan perawatan saat bibit berada di lahan meliputi penyiraman, pemupuikan, penyiangan, dan pemberantasan hama. Penyiraman harus dilakukan secara rutin mengingat bibit karet sangat peka
terhadap kondisi kekeringan. Penyiraman sebaiknya dilakukan dua kali sehari atau tergantung pada keadaan lahan. Yang pasti lahan persemaian harus dalam keadaan lembab. Penyemaian di lahan dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Penyemaian di lahan
c. 2. Penyemaian Menggunakan Kantong Plastik Kantong plastik atau polybag yang digunakan untuk tempat menyemaikan bibit karet sebaiknya berukuran 25 x 56 cm atau diperkirakan dapat menampung sekitar 10 kg tanah. Sebelum tanah dimasukkan ke dalamnya, dasar plastik harus diberi lubang sebagai tempat keluarnya air siraman. Tanah untuk media tanam ini harus subur dan berhumus yang bisa diambil dari tanah permukaan ( top soil ) dengan kedalaman maksimum 15 cm. Tanah tidak perlu dicampur pupuk kandang, pasir, atau bahan - bahan lainnya. Setelah itu, kecambah karet ditanam dengan cara yang sama dengan menanam kecambah pada persemaian di lahan. Kantong - kantong plastik tempat persemaian harus diletakkan di lokasi yang setiap pagi dan sore mendapat sinar matahari. Kantong - kantong plastik tersebut kemudian diletakkan di dalam alur sedalam 20 cm, setelah itu ditimbun, sehingga yang muncul ke permukaan hanya 5 cm. Jarak antar kantong plastik dalam barisan sekitar 20 cm dan antar barisan 30 cm. Setiap dua
baris kantong plastik dibuat jalan selebar 75 cm untuk kegiatan perawatan tanaman. Perawatan bibit karet di dalam kantong plastik pada dasarnya sama dengan yang di lahan, yakni meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan pemberantasan hama. Hanya, untuk pemupukan cukup dengan TSP dengan dosis 10 gram dan 15 gram/ bibit saat bibit berumur sebulan dan tiga bulan setelah tanam. Penyemaian di polybag dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Penyemaian di polybag
2. Menyiapkan Batang Atas a. Kayu Okulasi Kayu okulasi yang juga sering disebut dengan batang atas merupakan tunas atau dahan muda yang memiliki beberapa mata tunas sebagai bahan utama kegiatan okulasi. Kayu okulasi bisa diambil dari pohon induk atau tanaman karet ditanam secara khusus untuk menghasilkan kayu okulasi. b. Mata Tunas Mata tunas adalah bagian tanaman batang atas yang akan diokulasikan dengan batang bawah. Mata tunas ini setelah menyatu dengan batang bawah akan tumbuh menjadi batang tanamn karet. Mata tunas ini terdapat di sepanjang kayu okulasi, semakin muda kayu okulasi tersebut, semakin terlihat jelas mata tunasnya. Ada tiga jenis
mata tunas pada tanaman karet, yaitu mata daun, mata sisik, dan mata bunga. Mata daun dan mata sisik akan tumbuh menjadi batang karet, sedangkan mata bunga akan menjadi bunga. Karenanya, yang dapat dipakai sebagai mata tunas hanya mata daun dan mata sisik. c. Perisai dan Jiwa Perisai dan jiwa di sini erat kaitannya dengan mata tunas. Perisai adalah kulit kayu tempat mata tunas di bagian tersebut. Sementara itu, jiwa adalah bagian dalam dari mata tunas, berupa sebuah bintil dan merupakan inti dari mata tunas. Karena merupakan inti mata tunas, jika jiwa ini rusak atau terkena kotoran bisa mengakibatkan kegiatan okulasi tidak akan berhasil. Contoh gambar perisai dan jiwa dapat dilihat pada gambar 7 berikut
Gambar 7. Perisai dan jiwa 3. Kegiatan Okulasi Okulasi merupakan penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke tanaman batang bawah yang keduanya bersifat unggul. Dengan cara ini akan terjadi penggabungan sifat - sifat baik dari dua tanaman dalam waktu yang relatif pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang seragam. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar produksi bisa lebih tinggi. Bibit okulasi ini merupakan satu - satunya cara pengembangbiakan tanaman secara vegetatif pada tanaman karet.
Okulasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 10.30 pada saat musim hujan, tetapi tidak lebat. Jangan sekali - kali melakukan okulasi pada waktu hujan lebat atau musim kemarau, karena okulasi tidak akan tumbuh. Alat - alat yang dibutuhkan adalah gergaji entres, pisau okulasi yang tajam, batu asah, pita plastik atau tali raffia dengan ukuran lebar 2 - 3 cm dan tebal sekitar 0,04 mm, pelepah pisang atau ember berisi air untuk menyimpan kayu entres agar tidak layu, lilin cair, kuas sabut kelapa, ter atau paraffin, serta kain lap basah untuk membersihkan batang bawah ataupun mengisap lateks bekas irisan. Kegiatan okulasi dapat dilihat pada gambar 8 dan 9.
Gambar 8. Kegiatan Okulasi
Gambar 9. Hasil okulasi
C. Produksi ( Penyadapan ) Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman karet. Tujuannya adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang bila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Pohon karet siap sadap adalah pohon yang sudah memiliki tinggi satu meter dari batas pertautan okulasi atau dari permukaan tanah untuk tanaman asal biji dan memiliki lingkar batang atau lilit batang 45 cm. Kebun karet mulai disadap bila 55% pohonnya sudah menunjukkan matang sadap.
Penyadapan yang dilakukan sebelum mencapai persentase tersebut akan mengurangi produksi lateks dan akan mempengaruhi pertumbuhan pohon karet. Lateks bisa mengalir keluar dari pembuluh lateks akibat adanya turgor. Banyak sedikitnya isi sel berpengaruh pada besar kecilnya tekanan pada dinding sel. Semakin banyak isi sel, semakin besar pula tekanan pada dinding sel. Tekanan yang besar akan memperbanyak lateks yang keluar dari pembuluh lateks. Oleh sebab itu, penyadapan dianjurkan dimulai saat turgor masih tinggi, yaitu saat belum terjadi pengurangan isi sel melalui penguapan oleh daun atau pada saat matahari belum tinggi. Penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.00 - 06.00 pagi. Sedangkan pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00 - 10.00. Kegiatan penyadapan dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Menyadap karet
D. Program CWB dan WARM Sumberdaya iklim, tanah, dan air merupakan faktor penentu dalam perkembangan dan pembangunan pertanian. Namun demikian aplikasi ketiga faktor tersebut, terutama iklim jarang sekali diterapkan dalam penelitian
pertanian, dengan alasan rumit dan terlalu kompleks. Perangkat lunak ini merupakan salah satu produk Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi yang berfungsi sebagai alat bantu yang dapat mempermudah pengguna untuk mengetahui kondisi pertanian dengan melibatkan ketiga faktor tersebut di dalam analisisnya. Program ini dibuat oleh CIRAD, Prancis pada tahun 2001. Program ini digunakan untuk mendukung penyusunan data kebutuhan air tanaman. Oleh karena itu, program ini dapat pula dicoba dipergunakan untuk penelitian kebutuhan air tanaman karet yang akan dilakukan di perkebunan Condong Garut. Kekeringan pada lahan tadah hujan akan memberikan dampak pada penurunan produksi dan bahkan kegagalan panen. Pada tingkat pengambilan kebijakan perlu disusun strategi antisipasi untuk mengatasi masalah ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan
informasi
mengenai
pengaruh
iklim
terhadap
pertanaman setempat (bersifat lokal) baik untuk: 1) mengetahui kondisi pertanaman yang ada (monitoring/evaluasi), 2) menentukan waktu tanam terbaik ( prediksi/evaluasi ) dan 3) menentukan dosis (volume dan interval) irigasi suplementer yang perlu diaplikasikan. Untuk membantu proses tersebut diperlukan suatu Sistem informasi agroklimat dengan memadukan unsur iklim, tanaman dan tanah dengan pengembangannya. Untuk monitoring dan perencanaan pertanaman perpaduan yang ada diharapkan dapat dijadikan alat bantu penyusunan skenario pengaturan waktu tanam dan irigasi sehingga dapat disusun perencanaan usaha tani dengan hasil yang diharapkan. D. 1. Program CWB (Crop Water Balance) Program CWB-Eto merupakan suatu penyederhanaan sistem yang teratur antara unsur iklim (curah hujan dan evapotranspirasi), tanah,
tanaman, dan produksi kedalam bentuk makro software excel. Tujuan dari program ini adalah : a) Menghitung indeks kecukupan air tanaman pangan setiap skenario tanggal tanam b) Menghitung persentase kehilangan hasil tanaman pangan setiap skenario tanggal tanam c) Menentukan saat tanam berdasarkan indeks kecukupan air dan persentase kehilangan hasil Akan tetapi, dalam penggunaannya program ini kurang praktis dan rumit karena melalui beberapa tahapan yang panjang dimana sistem informasi iklim, tanaman, dan tanah diinput ke MS-Acces, sementara untuk memprediksi hasil dan karakteristik kendala air kita harus berpindah ke dalam format excel. Data masukan yang digunakan dalam analisis dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : a) Data iklim harian, yang meliputi curah hujan, suhu udara maksimum, suhu udara minimum, suhu udara rata-rata dan evaporasi ( Eto ). b) Data tanaman, yang meliputi tanggal tanam, umur tanaman, umur pada setiap fase pertumbuhan tanaman (initial, crop development, mid season dan late), umur pada setiap fase fenologi (instalation, vegetative stage, flowering, yield formation dan ripening), ketinggian tanaman maksimum, kedalaman akar maksimum, koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air dan koefisen tanaman ( Kc ) pada setiap fase. c) Data tanah, yang meliputi kadar air kapasitas lapang, kadar air titik layu permanen, total air tersedia dan total evaporasi.
D. 2. Program WARM ( Water and Agroclimate Management Program ) Untuk menyederhanakan proses pada CWB yang kurang praktis dan pengembangan output, maka dilakukan kegiatan redesain bulletin agroklimat sehingga dihasilkan software yang lebih mudah digunakan (user friendly) dan memiliki manfaat yang lebih luas. Program ini dibuat
dengan cara memodifikasi program CWB oleh Balitklimat. Tujuan dari program ini adalah menduga pengaruh iklim terhadap berbagai tanaman. Dalam program WARM dapat dilakukan skenario penentuan tanggal tanam terbaik dan skenario penentuan irigasi. Skenario irigasi (volume dan interval irigasi) ditentukan dengan menggunakan batasan seperti : irigasi diberikan pada saat tidak terjadi hujan, irigasi diberikan pada saat transpirasi aktual tanaman lebih rendah dari transpirasi potensialnya sehingga mengakibatkan potensi kehilangan hasil melebihi batas toleransi (5%-20%). WARM dibangun dari kelompok database yang memuat informasi data iklim, tanah dan tanaman (merupakan data input) yang terintegrasi dalam program neraca air tanaman. Parameter masukan yang digunakan pada program ini adalah database ikim, database tanaman, database pola tanam dan database kondisi tanah. Sedangkan keluarannya berupa perencanaan waktu tanam dan penentuan volume serta interval irigasi. Kelebihan yang dimiliki oleh program WARM antara lain : ¾ Lebih mudah di-update dan di-maintain ¾ Mempunyai data koleksi Balitklimat (74 stasiun) yang telah terintegrasi dengan Database Iklim Nasional – Balitklimat secara spasial dan temporal ¾ Pengoperasian WARM yang user friendly karena didukung konsep WIZARD (tuntunan per langkah) ¾ Lamanya hari dihitung per fase ¾ Mempunyai simulasi pemberian air suplementer berdasarkan skenario : • Interval tetap • Kehilangan hasil per hari • Persentase kebutuhan irigasi Selain kelebihan yang dimilikinya, program WARM juga masih memiliki beberapa kekurangan seperti : ¾ Beberapa istilah dan singkatan yang digunakan dalam pengoperasian WARM masih dalam bahasa inggris sehingga memerlukan
pengetahuan lanjut mengenai CWB (Crop Water Balance) versi Cirad, Prancis (tersedia dalam Panduan WARM format doc) ¾ Algoritma Simulasi Hujan masih menggunakan pendekatan rata-rata (mean) dan peluang kemungkinan hujan secara manual ¾ Tidak didukung system operasi dibawah Windows XP Home ¾ Tidak mentolerir data iklim kosong Program ini merupakan penyempurnaan dari program neraca air yang sudah ada dengan penambahan beberapa model, yaitu penentuan waktu tanam dan pemberian irigasi optimal. Perangkat lunak ini diharapkan lebih mudah digunakan dan luaran yang dihasilkan lebih bermanfaat untuk perencanaan pertanian. Tampilan dari program ini dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. Tampilan awal program WARM
E. Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman (crop water requiment ) adalah besarnya jumlah air yang digunakan oleh tanaman untuk berproduksi atau secara umum menunjukan jumlah total evaporasi dari bahan yang digunakan oleh tanaman dan tanaman. Kebutuhan air tanaman biasa disebut evapotranspirasi. Menurut Doorenbos dan Pruit (1977), kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk mengimbangi evapotranspirasi tanaman sehat (Etc) yang tumbuh pada suatu lahan yang luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Besarnya kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mencakup iklim, tanah, teknik budidaya, dan irigasi yang digunakan. Kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Umumnya pada fase vegetatif tanaman memerlukan air dalam jumlah yang besar. Kekurangan air pada periode tertentu akan mengurangi hasil, yaitu pada awal pertumbuhan akan mengurangi hasil sampai 50%, awal fase pembungaan akan mengurangi hasil 25%. Pada dasarnya kebutuhan air tanaman dapat dihitung dengan metode pengukuran langsung atau dengan metode pendugaan. Metode pengukuran langsung menggunakan panci evaporasi dan lysimeter yang didasari pada prinsip neraca air. 1. Neraca Air Neraca air (water balance) mudah berubah baik menurut ruang maupun waktu, karena mengikuti siklus hidrologi. Menurut Sastrodarsono dan Takeda (1983), neraca air merupakan penjelasan hubungan aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow) dari proses sirkulasi untuk suatu periode tertentu di suatu daerah. Neraca air tanaman dapat dituliskan sebagai berikut: P + I = D + Ro + E + T + ΔS
Keterangan: P
: Curah hujan
E
: Evaporasi
I
: Irigasi
T
: Transpirasi
D
: Drainase
Ro
: Runoff
: Cadangan air dalam tanah
S
2. Evapotramspirasi Potensial (ETp) ETp merupakan konsep yang dikembangkan oleh Penmann yang membatasi laju penguapan terbesar dari suatu komunitas tanaman. Ada tiga hal utama dari konsep ini, yaitu : tajuk tanaman menutupi tanah secara sempurna, air tanah cukup, dan tanaman cukup pendek. Ketiga batasan tersebut
pada
prinsipnya
adalah
untuk
memaksimalkan
laju
evapotranspirasi, sehingga hanya ada satu nilai evapotranspirasi potensial untuk kondisi cuaca tertentu yang hanya ditentukan oleh unsur-unsur cuaca. ETp menggambarkan laju maksimum kehilangan air suatu pertanaman yang ditentukan oleh kondisi iklim pada keadaan penutupan tajuk tanaman pendek yang rapat dengan penyediaan air yang cukup. 3. Evapotranspirasi Aktual (ETa) Berdasarkan keadaan air tanah, dikenal dua istilah yaitu ETp dan ETa. ETp adalah evapotranspirasi yang terjadi pada keadaan kapasitas lapang, sedangkan ETa terjadi pada saat keadaan air tanah sebenarnya. Besarnya ETa tidak selalu lebih rendah dari ETp. Besarnya nilai ETa dipengaruhi oleh keadaan permukaan evaporasi dan ketersediaan air. 4. Evapotranspirasi Maksimum (ETmax) Evapotranspirasi
maksimum
(Etmax)
adalah
evapotranspirasi
maksimal yang dilakukan oleh tanaman yang dapat diartikan juga sebagai evapotranspirasi tanaman (ETc). Menurut Doorenbos dan Pruit (1977), untuk menduga evapotranspirasi maksimal tanaman ada beberapa tahap, yaitu : a) Menentukan evapotranspirasi acuan (ETo) b) Menentukan koefisien tanaman (Kc) c) Menghitung evapotranspirasi tanaman (Etmax atau ETc) d) Menjelaskan adanya pengaruh iklim local
Untuk mengetahui besarnya nilai Etmax diperlukan nilai koefisien tanaman (Kc), dimana nilai Kc menunjukan nilai karakteristik dari suatu tanaman dalam menentukan besarnya kebutuhan air. Setiap tanaman memiliki nilai Kc tertentu seperti yang terdapat pada lampiaran (*). Kc juga merupakan fungsi dari tahap-tahap fenologi taanaman yang nilainya beragam
diantara
tiap-tiap
kelompok
tanaman
dan
tahap
perkembangannya. Koefisien tanaman (Kc), menujukkan hubungan antara ETo dan ETmax, sementara itu nilai ETo dapat didekati dengan nilai ETp. Doorenbos, J. and Pruit, W. O. (1977) menghitung evapotranspirasi maksimal/ tanaman berdasarkan fungsi dari evapotranspirasi acuan dengan parameter karakteristik tanamannya, yang digambarkan dengan persamaan berikut : ETcrop = Kc x ETo Dimana: Etcrop : Evapotranspirasi tanaman Kc
: Koefisien tanaman
Eto
: Evapotranspirasi acuan
5. Indeks Kecukupan Air Indeks kecukupan air merupakan salah satu parameter untuk mengetahui tingkat kebutuhan air oleh tanaman. Nilai tersebut dicerminkan oleh rasio antara ETa dan ETmax. Indeks kecukupan air dapat digunakan sebagai evaluasi apakah sistem suatu tanaman yang ada sudah efisien dalam memanfaatkan air. Ada dua konsep yang melatarbelakangi analisis ETa/ETmax, yaitu: (a) hubungan antara tanaman dan air yang merupakan fungsi linear pada umumnya relevan digunakan untuk menduga penurunan hasil tanaman ketika tanaman mengalami strees air yang diakibatkan oleh cekaman air. (b) kekurangan air (cekaman air) yang terjadi pada fase kritis tanaman akan mengakibatkan penurunan hasil yang lebih besar dibandingkan jika terjadi pada fase lainnya. 6. Kehilangan Hasil Relatif Tanaman
Kehilangan hasil disebabkan oleh cekaman air yang sangat ditentukan oleh tingkat intensitas cekaman air. kekurangan air pada fase vegetatif tidak berakibat langsung terhadap penurunan hasil, tetapi hanya menurunkan pertumbuhan sumber asimilasi seperti pada daun dan batang. Sedangkan kekurangan air pada fase pembungaan dapat berdampak langsung terhadap penurunan hasil. Perhitungan nisbah ETa secara runut waktu dalam suatu hamparan memungkinkan untuk dapat mempresentasikan keragaman spasial dan temporal indeks kecukupan air di suatu wilayah. Untuk menekan resiko terjadinya kekeringan dan penurunan hasil tanaman, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengantisipasi terjadinya cekaman air pada fase kritis melalui penyusunan masa tanam. 7. Hubungan Indeks Kecukupan Air dengan Kehilangan Hasil Relatif Prediksi hasil tanaman kaitannya dengan defisit air. Untuk memprediksi potensi penurunan hasil pada tanaman akibat kekurangan air telah dibuat satu model linier fungsi produksi tanaman yang telah disusun oleh FAO (Doorenbos dan Kassam, FAO # 33, 1987).
(1 − Ya / Ym ) = Ky × (1 − Etc i .ETc ) Dimana : Ya
= Produksi tanaman actual (t/ha)
Ym
= Produksi tanaman maksimum yang diharapkan
Etc i
= Evapotranspirasi tanaman actual (mm/hari)
Etc
= Evapotranspirasi potensial (pada kondisi standar dimana tidak ada stres air) (mm/hari)
Ky
= Faktor respon produksi (-) Ky adalah faktor yang mendeskripsikan penurunan produksi relatif
sehubungan dengan penurunan Etc yang diakibatkan oleh kondisi defisit air. Nilai Ky untuk setiap tanaman adalah berbeda dan bervariasi selama masa pertumbuhannya. Pada umumnya penurunan produksi akibat defisit air selama fase vegetatif dan pemasakan relatif kecil, sementara itu selama fase pembungaan dan pembentukan hasil nilai Ky lebih besar.
III. KEADAAN UMUM PERKEBUNAN CONDONG A. Sejarah PT. Perkebunan Condong Garut Pada awalnya perkebunan Condong adalah milik perusahaan swasta Inggris yang berkedudukan di London, akan tetapi yang menanganinya adalah N.V.J.A.WATTY dan CO LTD yang berkedudukan di Jakarta. Sejak tahun 1900 telah dibuka, namun secara resmi akte pendiriannya adalah tahun 1910. Tanaman pokoknya adalah karet. Pada penjajahan Jepang perkebunan ini dikuasai oleh Jepang. Namun, setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia maka PT. Condong Garut kembali ke pemiliknya Inggris, walaupun para pelaksananya adalah orang Belanda. PT. Condong Garut mengalami reorganisasi, yaitu: ● September 1963 : Perkebunan ini di bawah pengawasan pemerintah karena Republik Indonesia bertentangan dengan pemerintah Inggris akibat berdirinya Negara Kerajaan Malaysia yang dianggap Negara buatan Inggris. ● April 1964 : akibat tindak konfrontasi dengan Malaysia, semua perusahaan Inggris dinasionalisasikan, Perkebunan Condong masuk P. P Dwikora V. ● Mei 1968 : sebagai tindak lanjut pemulihan dengan Inggris maka semua perusahaan Inggris dikembalikan lagi. Perkebunan Condong dikembalikan lagi ke pemiliknya, namun oleh pemilik yang baru ( NV TELOREJO UNITED PLANTATIONS LTD ) dikuasakan kepada perusahaan swasta nasional yaitu PT. Air Murni. ● Juli 1969 : terjadi persengketaan antara NV Telogorejo sebagai pemilik dengan PT. Air Murni sebagai pemegang kuasa, saling memperebutkan Perkebunan Condong. ● April 1970 : untuk melerai persengketaan antara keduanya, maka oleh pemerintah diambil alih perkebunan ini. Kemudian menunjuk PT. Perkebunan XII untuk menguasai dan mengusahakan Perkebunan Condong. ● Maret 1972 : perkebunan diserahkan kembali ke pemiliknya yang dalam hal ini pemilik yang baru yaitu PT. Condong Garut. Persengketaan antara PT. Air Murni dengan pemilik diselesaikan melalui pengadilan. PT. Condong Garut di bawah pimpinan Halim Sutanto. Tahun 1972 sekaligus ditetapkan menjadi hari jadi PT. Condong Garut.
● Mei 1975 : PT. Condong Garut mengalami perubahan kepemilikan, yaitu di bawah PT. Rejo Sari Bumi dan Yanita Indonesia. ● September 1991 : PT. Condong Garut mengalami perubahan kepemilikan, yaitu di bawah PT. Panca Permata Harapan. ● Tahun 2007 : hingga saat ini menjadi perkebunan swasta. B. Kondisi Lapangan PT. Condong Garut B. 1. Luas areal Luas areal perkebunan Condong khusus untuk tanaman karet adalah seluas 2709,98 ha. Luasan ini terbagi atas empat afdeling, yaitu untuk afdeling Cirejeng seluas 689,01 ha, afdeling Bokor seluas 944,79 ha, afdeling Cikadongdong 532,92 ha, dan afdeling Gunung kembar seluas 543,26 ha. Dan juga dapat dilihat luas tanaman karet menurut klon yang ada pada tabel 2 berikut
Tabel 2. LUAS TANAMAN KARET PER KLOON NO
L U A S
KLOON TM
%
TBM
(HA)
TOTAL TM & TBM %
%
(HA)
1
L.C.B 1320
163,63
8,43
-
2
P.R. 300
305,74
15,75
3
P.R. 261
189,42
4
P.R. 255
5 6
(HA) -
163,63
6,68
29,28
5,78
335,02
13,68
9,75
135,08
26,67
324,50
13,25
158,28
8,15
51,43
10,16
209,71
8,57
P.P.N 2058
39,15
2,02
-
-
39,15
1,60
G.T. I
724,75
37,32
36,33
7,17
761,08
31,09
303,94
15,65
237,15
46,83
541,09
22,10
8
R.R.I.M 600 AVROS 2037
44,63
2,30
17,15
3,39
61,78
2,52
9
GYT/BPPB
12,28
0,63
-
-
12,28
0,50
1.941,82
100
506,42
2.448,24
100
7
TOTAL
Sumber : PT. Perkebunan Condong Garut
100
B. 2. Tanaman Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki umur ekonomis sampai 30 tahun dan puncak produktivitas terjadi pada tahun ke 15. Namun, perlu diingat kualitas dan produktivitas tanaman karet juga dipengaruhi oleh jenis klon dari tanaman karet itu sendiri. Ada banyak klon tanaman karet yang digunakan di perkebunan Condong dan tersebar pada setiap afdeling. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut Tabel 3. Klon yang digunakan per afdeling Klon Cirejeng
Bokor
Cikadongdong
Gn. Kembar
L.C.B 1320
G.T 1
R.R.I.M 600
G.T 1
P.R.300
L.C.B 1320
P.R.255
P.R. 255
P.R.261
R.R.I.M 600
P.R.300
P.R.261
P.P.N 2058
P.R.255
P.R. 261
P.R 300
G.T 1
P.R.261
P.P.N 2058
R.R.I.M 600
R.R.I.M 600
AVROS 2037
AVROS 2037 Sumber : PT. Perkebunan Condong Garut
Sedangkan untuk data infentaris bibit karet di perkebunan Condong dapat dilihat pada tabel 5 berikut Tabel 4. Data infentaris bibit karet
NO
AFDELING
1
CIKADONGDONG
2
TOTAL BOKOR
3
TOTAL G. KEMBAR GRAND TOTAL
UMUR BIBIT DIPOLYBAG (BULAN) 7 1 14 7 14
Sumber : PT. Perkebunan Condong Garut
JUMLAH BIBIT (PH) 58.005 1.200 59.205 84.638 20.146 104.784 22.630 186.619
DITANAM KELAPANGAN (PH) 19.034 19.034 84.638 14.059 98.697 3.236 120.967
SISA BIBIT DIPOLYBAG (PH) 38.971 1.200 40.171 6.087 6.087 19.394 65.652
Rekapitulasi sisa bibit per umur bibit : Umur 14
19.394
Ph
Umur 7
45.058
Ph
Umur 1
1.200
Ph
65.652
Ph
B. 3. Tanah Berdasarkan peta tanah semi detail perkebunan condong skala 1:20000 ( Hardjono, 1975 ), pertanaman karet di kebun condong terdapat pada tanah – tanah berjenis regosol coklat dan latosol coklat kemerahan. Regosol coklat menempati hampir seluruh Afdeling Bokor ( Bokor 1 dan 2 ), sedangkan latosol coklat kemerahan menempati areal Afdeling Gunung Kembar dan Cirejeng. Afdeling Cikadongdong terdiri dari regosol dan latosol. Sedangkan secara tekstur tanah, pada Afdeling Cirejeng dan Afdeling Bokor termasuk bertekstur liat berdebu ( silt clay ) B.4. Iklim Iklim di kebun Condong tergolong tipe Af ( KOPPEN ), yaitu tipe iklim tropika basah tanpa periode kering nyata sepanjang tahun. Dari data 10 tahun terakhir ( 1/ 1/ 97 - 30/ 4/ 07 ), suhu udara terendah mencapai 2°C ( 4/ 8/ 06 ) dan suhu udara tertinggi mencapai 50,2°C ( 19/ 4/ 01 ). Sedangkan Total curah hujan, yaitu 1997 ( 843,08 mm ), 1998 ( 1800,5 mm ), 1999 ( 1362,4 mm ), 2000 ( 2002,7 mm ), 2001 ( 2615,6 mm ), 2002 ( 854,55 mm ), 2003 ( 1010,55 mm ), 2004 ( 898,9 mm ), 2005 ( 2486,1 mm ), 2006 ( 740,7 mm ), 2007 ( 612,9 mm ). Dapat diketahui bahwa curah hujan rata - rata tahunan adalah 1461,51 mm/tahun. Semua data iklim di PT. Condong Garut, baik curah hujan, suhu, kelembaban, maupun kecepatan angin diperoleh dari stasiun Lapan Pameungpek. B. 5. Topografi Perkebunan Condong terletak di kota Garut bagian selatan propinsi Jawa Barat, dengan luas total perkebunan sekitar 7000 hektar. Secara umum daerah tanaman karet di kebun condong berada di wilayah dengan topografi berbukit hingga bergunung. Tinggi tempat di atas muka laut
( dpl ) dari masing - masing afdeling adalah; Bokor ( 270 m - 400 m ), Gunung kembar ( 400 m - 604 m ), Cirejeng ( 450 m - 520 m ), dan Cikadongdong ( 350 m - 680 m ).
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Condong Garut, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan April sampai Agustus 2007. B. Alat Dan Bahan Alat: - Ring Sample
- Cangkul
- Three phase meter
- Program WARM
- Neraca
- Program Arc View
- pF meter
- Kamera digital
- Kasa
- Komputer
- GPS
Bahan: - Tanah - Data ( Tanah, Iklim, Tanaman ) C. Data dan Informasi Yang Diperlukan Jenis data yang diambil dalam pelaksanaan penelitian ini , antara lain : 1. Data iklim harian, yang meliputi : curah hujan, suhu udara maksimum, suhu udara minimum, suhu udara rata-rata, kecepatan angina rata-rata, dan evapotranspirasi potensial. 2. Data agronomi ( primer dan sekunder ) antara lain : umur tanaman initial, fase vegetatif, waktu pembungaan, waktu pengisian buah, waktu pemasakan biji, waktu panen, ketinggian maksimum tanaman, kadalaman akar tanaman maksimum, koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air ( diasumsikan 50% ) dan koefisien tanaman pada tiap fase. 3. Data sekunder tanah, antara lain : kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen, total air tersedia ( Taw ), total evaporasi ( TEW ), dan readly evaporative water ( REW ). 4. Data penunjang, meliputi : Peta Perkebunan Condong, Peta Tanah Condong, Garut Jawa Barat.
D. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan untuk kegiatan penelitian tugas akhir dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : 1. Pengamatan langsung dilapangan a. Pengamatan langsung (observation) Dalam metode ini dilakukan pencatatan sekaligus penyimpulan sementara terhadap suatu objek yang diamati. b. Wawancara (interview) Metode ini yaitu dengan mengadakan wawancara langsung (facing interview) dengan pihak-pihak yang dianggap mampu memberikan informasi terhadap data-data yang dibutuhkan. c. Pendokumentasian (documentation) Metode ini yaitu dengan mengadakan pencatatan ulang terhadap datadata yang sebelumnya telah diambil melalui metode wawancara maupun metode pengamatan langsung, sekaligus pengambilan data visual (gambar) yang dapat menunjang dalam penyajian laporan. 2.
Studi pustaka (library research), yaitu dengan mempelajari buku-buku, buletin-buletin, ataupun karya ilmiah yang berkaitan dengan judul dan data sekunder yang dibutuhkan.
● Database Jenis Tanaman Database tanaman memuat parameter karakteristik tanaman tertentu yang menggambarkan satu siklus pertumbuhan tanaman dari awal fase pertumbuhan ( inisial ) sampai dengan pemasakan ( panen ). Adapun fase pertumbuhan yang diukur meliputi kondisi perakaran, tinggi tanaman dan durasi tanaman per fase ( contoh : padi memerlukan waktu 10 hari dari fase inisial ke fase vegetatif ). Data-data tersebut akan mempengaruhi besarnya volume air yang ditranspirasikan melalui tanaman, dan volume air yang dapat diambil dari tanaman. Data-data tanaman yang dikumpulkan dalam database tanaman disajikan dalam tabel 5. Pada program yang dibuat, data tanaman mengacu pada referensi tanaman yang telah diobservasi FAO. Data tersebut perlu divalidasi
untuk wilayah setempat. Data berbagai jenis tanaman hasil observasi FAO, disajikan dalam tabel 5. Tabel 5. Parameter karakteristik tanaman No.
Simbol
Keterangan
Satuan
1
NBD
Lama pertumbuhan fase – fase fisiologis
Hari
2
Kc
Koefisien tanaman
3
SWS
4
Zrootmax
Kedalaman perakaran maksimum
M
5
Hmax
Tinggi tanaman maksimum
M
Kepekatan terhadap cekaman air dalam hubungannya dengan fase fisiologis
Sumber : Buletin Agroklimat, 2001.
● Database Tanah Database tanah memuat informasi kindisi fisik tanah yang menggambarkan ketersedian air tanah. Data fisik tanah yang terdapat dalam databaase tanah disajikan pada tabel 6. Tabel 6. Parameter database fisik tanah No.
Simbol
Keterangan
Satuan
1
Jenis
Jenis tanah
-
2
Soil max
Kedalaman maksimum tanah / solum
m
3
FC
Kandungan air tanah pada kapasiytas lapang
m3/m3
4
WP
Kandungan air tanah pada titik layu permanen
m3/m3
5
Zevap
Kedalaman lapisan olah
m
6
Rewper
Kandungan air pada lapisan olah yang masih dapat diuapkan
m3/m3
Sumber : Buletin Agroklimat, 2001
Tahapan dari program WARM adalah dengan mengekstrak data iklim, sistem pertanaman, jenis tanaman, dan jenis tanah. Kemudian data tersebut menjadi input program neraca air tanaman yang dikembangkan untuk
evaluasi sistem pertanaman, penentuan skenario pemberian irigasi dan untuk penentuan waktu tanam terbaik. Berikut ini merupakan diagram alir dari metode input data WARM, metode simulasi WARM, dan metode alur pikir WARM yang disajikan masing - masing pada gambar 12, 13, dan 14.
Manajemen Input
Data Tanah
Data Tanaman
Data Iklim
Data Simpan Dengan Nama Lain
Buat Data Baru
Edit Data
Hapus Data
Isi Nama File Baru
Pilih Nama File Yang Ada Untuk diedit
Pilih Nama File Yang Ada Untuk Dihapus
Data Simpan Dengan Nama Lain
Isikan Data Sesuai Permintaan
Isikan Data Sesuai Permintaan
Dihapus
Isi Nama File Baru
Tersimpan
Tersimpan
Simpan Dengan Nama Lain
Isi Nama File Baru
Tersimpan
Gambar 12. Metode Input data WARM
Simulasi Parameter
Proses Simulasi
Buat Data Baru
Edit Data
Hapus Data
Data Simpan Dengan Nama Lain
Pilih Nama File Yang Ada Untuk Diproses
Isi Nama File Baru
Pilih Nama File Yang Ada Untuk Diedit
Pilih Nama File Yang Ada Untuk Dihapus
Pilih Nama File Yang Ada Untuk Disimpan Dengan Nama Lain
Rekomendasi Dan Hasil Analisis Neraca Air Sesuai Dengan Skenario
Isikan Data Hujan
Isikan Data Hujan
Dihapus
Isi Nama File Baru
Simulasi Masa Tanam Terbaik
Isikan Data Tanah
Isikan Data Tanah
Lihat Grafik Dan Simpan Hasil Analisis Dalam Format Excel
Isikan Data Tanaman
Isikan Data Tanaman
Penjadwalan Berdasarkan: - Interval Tetap - Kehilangan Hasil Perhari - Persentase Kebutuhan Irigasi
Penjadwalan Berdasarkan: - Interval Tetap - Kehilangan Hasil Perhari - Persentase Kebutuhan Irigasi
Isikan Data Sesuai Skenario
Isikan Data Sesuai Skenario
Isi Nama File Baru
Tersimpan
Tersimpan
Tersimpan
Tersimpan
Simpan Dengan Nama Lain
Gambar 13. Metode Simulasi WARM
Mulai
Database Iklim, Sistem Pertanaman, Jenis Tanaman, Kondisi Tanah
Perhitungan Neraca Air Tanaman Hasil Monitoring dan Evaluasi Tanaman
Perencanaan Waktu Tanam
Penentuan Volume dan Interval Irigasi
No
Mulai
Mulai
Analisis Frekuensi CH, ETP, Jenis Tanaman
Analisis Frekuensi CH, ETP, Jenis Tanaman
Neraca Air ( run setahun )
Neraca Air ( run setahun )
Waktu Tanam Terbaik
Waktu Tanam Terbaik
Jenis Tanaman Lain ( Y/N )
Jenis Tanaman Lain ( Y/N )
No Selesai
Yes
No
Analisis Stasiun Iklim
Selesai
Yes Selesai
Gambar 14. Metode Alur Pikir WARM
Yes
Alur pikir dalam melakukan analisis dengan menggunakan program CWB- ETo adalah seperti pada gambar 15. Sedangkan tahapan kerja penggunaan program CWB adalah sebagai berikut: a) Penentuan pola tanam untuk tanaman karet dan tanah berdasarkan penyebaran pola wilayah hujan di Pameungpek, Garut. b) Analisis nisbah ETa/ ETmax. c) Analisis indeks kecukupan air berdasarkan nisbah ETa/ ETmax. d) Analisis ( Relatif Loss Yield/ RLY )
TAW = KAKL - KATLP MAW = TAW x kedalaman akar = SWC Jika ada CH/Ir
Jika tidak ada CH/Ir
SWCi = SWC + CH
SWCi = SWC + CH
SWCi/MAW
Ks =
Ks = 1
SWC (1 − p )× MAW
ETM = ETo x Kc
ETR = ETM x Ks SWCi+1 = SWCi - ETR
∑ ETR ∑ ETM
Loop satu siklus tanaman
perfase feno log i
( 1 - Ya/Ym ) = Ky ( 1 - ETR/ETM )
Gambar 15. Metode Alur Pikir CWB
Keterangan: TAW
= Kandungan air tanah ( kapasitas lapang - titik layu permanen )
SWC
= Kandungan air tanah, bisa mengalami penambahan jika ada hujan ataupun irigasi
Eto
= Evapotranspirasi acuan
ETR
= Evapotranspirasi aktual
Kc
= Koefisien tanaman
MAW
= Jumlah air maksimum yang dapat dimanfaatkan tanaman
Ks
= Koefisien stress tanaman
p
= Batas toleransi kandungan air tanah, pada saat tanaman mulai mengalami reduksi transpirasi
ETM
= Evapotranspirasi tanaman maksimal
E. Tahapan Kerja Penelitian Secara Umum Secara umum pelaksanaan penelitian tugas akhir ini yang berlokasi di PT. Condong Garut Jawa Barat, dan dilaksanakan dengan studi literatur dan menggali informasi yang dalam mengenai tanaman karet. Selanjutnya tahap pengambilan suatu kesimpulan mengenai topik yang akan dijadikan bahan penelitian tugas akhir dilokasi, yaitu mengenai analisis kebutuhan air tanaman karet.
Tahapan
berikutnya
yaitu
membuat
perijinan
pada
direktur
perkebunanan untuk melaksanakan kegiatan penelitian tugas akhir pada lokasi, dan tahap terakhir yaitu membuat laporan hasil penelitian tugas akhir.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tanah Tabel 7. Kadar air lokasi Cirejeng Bokor
kedalaman
berat ring
berat tanah basah+ring
berat tanah kering+ring
(cm) 0-20 20-40 0-20 20-40
(gr) 38,826 37,022 39,812 37,026
(gr) 125,00 117,92 120,09 118,09
(gr) 98,057 90,47 96,344 93,071
kadar air (%) 44,00 51,36 42,00 44,69
(%) 47,68 43,35
Dari tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwasanya kadar air di dua afdeling yang terdapat tanaman karet memang bervariasi. Namun, secara umum kadar air tersebut masih dapat dikatakan baik. Besarnya nilai kadar air rata - rata dari kedua afdeling tersebut adalah 45,52%. Sehingga dengan kadar air sebesar itu dan dengan rata - rata curah hujan tahunan sebesar 1461,51 mm/th, tanaman karet dapat terhindar dari kekeringan saat musim kemarau. Perlu ditekankan bahwasanya nilai kadar air ini merupakan kadar air sesaat yang diambil pada tanggal 31 Mei 2007. Tabel 8. Kadar air pada saat Kapasitas Lapang lokasi
Cirejeng Bokor
Kapasitas Lapang
kedalaman
berat ring
berat tanah
berat tanah
basah+ring
kering+ring
(cm)
(gr)
(gr)
(gr)
(%)
(%)
0-20
36,83
125,23
98,057
44,378
20-40
37,022
118,16
90,47
51,807
48,09
0-20
39,812
119,85
96,344
41,579
20-40
37,026
115,03
93,071
39,181
40,38
Dari tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwasanya kadar air pada kapasitas lapang tertinggi terjadi pada afdeling Cirejeng sebesar 48,09%, sedangkan kadar air pada afdeling Bokor 40,38. Keadaan kapasitas lapang merupakan kandungan air tanah saat beberapa lama setelah hujan atau irigasi. Ini artinya bahwa pada saat tersebut kelebihan air telah didrainasekan.
Tabel 9. Kadar air pada saat Titik Layu Permanen lokasi
Condong Bokor
kedalaman
berat cawan
(cm)
(gr)
(gr)
(gr)
(%)
(%)
0-20
8,5
24,51
20,68
31,44
20-40
8,3
24,81
20,43
36,108
33,78
0-20 20-40
8,98 9,38
24,05 25,28
20,52 21,66
30,589 29,478
berat tanah
berat tanah
basah+cawan
kering+cawan
Titik Layu Permanen
30,03
Dari tabel 9 di atas dapat dilihat bahwasanya kadar air pada saat titik layu permanen ( pF 4,2 ) tertinggi terjadi pada afdeling Cirejeng sebesar 33,78%. Sedangkan pada afdeling Bokor sebesar 30,03%. Kadar air pada titik layu permanen merupakan kadar air tanah yang tidak dapat diambil oleh tanaman. Ini artinya dengan kadar air tanah pada titik layu permanen sebesar itu, tanaman tidak dapat segar kembali meskipun kadar air tanah dikembalikan ke jenuh. Besarnya rata - rata kadar air ( KA ), kapasitas lapang ( KL ), dan titik layu permanen ( TLP ) yaitu masing - masing 45,52%, 44,24%, 31,91%. Perbandingannya dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini
Grafik Perbandingan antara KA, KL, dan TLP 50,00% 45,00% 40,00% 35,00% 30,00% 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% KA
KL
TLP
Gambar 16. Grafik hubungan kadar air
Berdasarkan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen hasil uji laboratorium tersebut, maka tanah di afdeling Cirejeng dan afdeling Bokor secara tekstur tanah termasuk tekstur liat berdebu ( Silt Clay ). Pengambilan contoh tanah dari kebun/ afdeling dengan menggunakan ring sample ukuran 5 cm yang diambil pada kedalaman 20 cm dan 40 cm. Kegiatan pengambilan contoh tanah dapat dilihat pada gambar 17 berikut
Gambar 17. Kegiatan pengambilan sample tanah Contoh tanah yang telah diambil menggunakan ring sample tersebut, kemudian dibawa ke laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah ( Departemen TEP ) dan laboratorium Tanah ( Departemen Ilmu tanah ) untuk diukur kadar airnya. Baik kadar air normal, maupun kadar air pada kapasitas lapang ( pF 2,54 ) dan pada titik layu permanen ( pF 4,2 ). Contoh tanah di dalam ring sample dapat dilihat pada gambar 18 berikut
Gambar 18. Contoh Tanah Kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen diukur dengan menggunakan pF meter, yang dapat dilihat pada gambar 19 berikut
Gambar 19. pF meter B. Analisis Kebutuhan Air dan Masa Tanam Terbaik dengan Program WARM Analisis kebutuhan air dan masa tanam terbaik dilakukan per afdeling dan pada tahun - tahun tertentu, yaitu tahun normal, tahun basah dan tahun kering. Tahun normal yaitu pada tahun tersebut curah hujan mendekati curah hujan rata - rata ( 1461,5 mm/tahun ) dan tahun basah yaitu pada tahun
tersebut curah hujan melebihi dari curah hujan rata - rata. Sedangkan tahun kering yaitu curah hujan pada tahun tersebut kurang dari curah hujan rata rata. Ketiga tahun tersebut yaitu masing - masing adalah 1999, 2005, dan 2002. B. 1. Afdeling Cirejeng Pada tahun normal ( 1999 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 21 mei. Hal ini dapat dilihat pada gambar 20, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 1,32% dan nisbah kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 0,9812. Hasil simulasi tanggal 21 mei dapat dilihat pada tabel 10.
Grafik masa tanam terbaik tahun 1999 Afdeling Cirejeng 1,2 ETR/ETM
0,8 0,6 0,4 0,2
01 11-J 2 -Jan 011-Jan 11-Fan 21-Feb 01-Feb 11-Meb 21-Mar 01-Mar 11-Aar 21-Apr 01 -Apr 11-Mpr 21-Mei 01-Mei 11-J ei 21-Jun u 01-Jun 11-J n 01 2 - ul 11-A1-Jul 21-AguJul -Agust 01 gust 11-S st 21-Sep 01-Sep 11-Oep 21-Okt 01 -Okt 11-N kt 21-Nop 01-Nop 11-Dop 21-Des -Des es
0
%RLY
80 70 60 50 40 30 20 10 0
1
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 20. Tanggal tanam terbaik tahun 1999 afdeling Cirejeng Tabel 10. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 21 Mei Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
Rainfall ( mm )
81
96
Applied irrigation ( mm )
0
0
0
0
0
Actual crop Transp. ( mm )
30.98
4.69
22.41
16.95
50.75
Transp. Deficit ( % )
88.60
74.09
1.88
20.64
20.28
8.86
18.52
1.32
14.45
6.08
Decrease of yield ( % )
338.70
118.90
568.50
Berdasarkan tabel 10 di atas dapat dilihat persentase pengurangan hasil tiap fase, yaitu untuk fase instalasi 8,86%, fase vegetatif 18,52%,
fase pembungaan 1,32%, fase pembentukan hasil 14,45%, dan fase pemasakan 6,08%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa persentase pengurangan hasil dari tiap fase masih kurang dari 20%. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya dengan curah hujan yang ada kebutuhan air untuk semua fase dapat terpenuhi, sehingga pemberian air dengan irigasi tidak perlu dilakukan. Hal ini sangat baik karena dengan melakukan penanaman pada tanggal 21 mei, tanaman karet tidak akan mengalami kekurangan air, meskipun pada musim kemarau. Pada tahun basah ( 2005 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 1 Juli. Hal ini dapat dilihat pada gambar 21, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 0,00% dan nisbah kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 1,00. Hasil simulasi tanggal 1 Juli dapat dilihat pada tabel 11.
Grafik masa tanam terbaik tahun 2005 Afdeling Cirejeng 70 60
1,2
50 40 30 20
0,8 0,6 0,4 0,2
10 0
0 11 -J 211 -Ja n 0 -a 111 -FJa nn 21 -Feb 0 -Feb 11 -Meb 211 -Mar 0 -Ma 111 -A arr 2 - p 0 1 -AAprr 111 -M p 21 -Meri 0 -Me 11 -J ei 211 -Ju ni u 0 -Ju n 111 -J n 0 2 -u 111 -A1 -JJu ll 21 -Agu u l - gs 01Agustt 1 -Sus 211 -Sept 0 -Sep 111 -Oep 2 -Ok 011 -Oktt 11 -N kt 2 -No 01 -Nop 111 -Dopp 21 -Des -Des es
0
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 21. Tanggal tanam terbaik tahun 2005 afdeling Cirejeng
%RLY
ETR/ETM
1
Tabel 11. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juli Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
1055.50
54.00
0
0
0
123.57
9.46
22.44
18.80
35.34
57.46
47.00
0.00
10.99
44.07
5.75
11.75
0.00
7.69
13.22
Rainfall ( mm ) Applied irrigation ( mm ) Actual crop Transp. ( mm ) Transp. Deficit ( % ) Decrease of yield ( % )
409.10
187.80 0
355.50 0
Berdasarkan tabel 11 di atas, dapat dilihat besarnya persentase pengurangan hasil dari kelima fase masih kurang dari 20%, yaitu untuk fase instalasi 5,75%, fase vegetatif 11,75%, fase pembungaan 0%, fase pembentukan hasil 7,69%, dan fase pemasakan 13,22%. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya semua fase tersebut cukup dengan curah hujan yang ada, sehingga tidak perlu dilakukan pemberian air secara irigasi. Hal ini sangat baik karena dengan melakukan penanaman pada tanggal 1 Juli, tanaman karet tidak akan mengalami kekurangan air, meskipun pada musim kemarau. Pada tahun kering ( 2002 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 11 Juni. Hal ini dapat dilihat pada gambar 22, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 14,97% dan nisbah kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 0,7862. Hasil simulasi tanggal 11 Juni dapat dilihat pada tabel 12.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 11 211 -JJa n 0 -a 11 - Ja n 211 -FFebn 0 -Fe 111 -Mebb 21 -Mar 0 -Ma 111 -A arr 2 - p 0 1 -Apr 111 -MAprr 21 -Mei 0 -Me 11 - ei 211 -JJu ni 01-Juu n 1 n 0 21 -Ju 111 -A1 --JJu ll 21 -Agu u l - gs 0Agust 111 -Sust 21 -Sept 01-Sep 11 -Oep 2 -Okt 011 -O k 11 -N ktt 21 -Nop 01 -Nop 11 -Dop 21 -Des -Des es
%RLY
ETR/ETM
Grafik masa tanam terbaik tahun 2002 Afdeling Cirejeng
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 22. Tanggal tanam terbaik tahun 2002 afdeling Cirejeng Tabel 12. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 11 Juni Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
Rainfall ( mm )
9.30
39.60
Applied irrigation ( mm )
0
0
0
Actual crop Transp. ( mm )
16.59
4.12
17.66
12.94
36.94
Transp. Deficit ( % )
94.04
77.45
21.38
36.69
42.67
9.40
19.36
14.97
25.69
12.80
Decrease of yield ( % )
106.45
196.40 0
288.70 0
Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat dilihat persentase penurunan hasil untuk tiap fase, yaitu fase instalasi 9,40%, fase vegetatif 19,36%, fase pembungaan 14,97%, fase pembentukan hasil 25,69%, dan fase pemasakan 12,80%. Dari kelima fase tersebut dapat dilihat bahwa persentase penurunan hasil dari fase instalasi, vegetatif, pembungaan, dan pemasakan kurang dari 20%. Ini artinya keempat fase tersebut cukup dengan curah hujan yang ada sehingga tidak perlu pemberian air dengan sistem irigasi. Sedangkan untuk fase pembentukan hasil yang memiliki nilai persentase penurunan hasil lebih dari 20%, menunjukkan bahwa
fase tersebut agar mencapai persentase penurunan hasil kurang dari 20% memerlukan tambahan air selain dari curah hujan, yaitu dengan sistem irigasi. Terdapat beberapa pilihan dalam hal pemberian air dengan irigasi, yaitu irigasi 50%, 75%, dan 100% dari kebutuhan tanaman ( dapat dilihat pada lampiran ). Namun, mengingat pemberian irigasi harus seefektif dan seefisien mungkin, maka irigasi yang diberikan adalah sebesar 50%. Dengan irigasi sebesar itu maka persentase penurunan hasil akan mencapai 15,87%. Irigasi yang diberikan pada fase pembentukan hasil tersebut adalah sebesar 31,01 mm. Sehingga irigasi yang harus diberikan selama 28 hari untuk fase pembentukan hasil yaitu 1,11 mm/ hari. B. 2. Afdeling Bokor Pada tahun normal ( 1999 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 21 mei. Hal ini dapat dilihat pada gambar 23, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 6,25% dan nisbah kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 0,9107. Hasil simulasi tanggal 21 mei dapat dilihat pada tabel 13.
1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 01 1 -J 21 - a 011 -JJa nn 1 -Fa 211 -Febn 01 -Feb 11 -Meb 21 -Mar 0 -Ma 111 -A arr 2 - p 011 -AAprr 11 -Mpr 21 -Mei 01-Mei 1 -J e 211 -Ju ni u 01-Ju n 11 -J n 0 2 -u 111 -A1 -JJu ll 21 -Agu u l - gs 01Agustt 1 -Sus 211 -Sept 0 -Se 111 -Oepp 2 -Ok 0 1 -Okt 111 -N ktt 2 -No 01 -Nop 111 -Dopp 21 -Des -Des es
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 23. Tanggal tanam terbaik tahun 1999 afdeling Bokor
%RLY
ETR/ETM
Grafik masa tanam terbaik tahun 1999 Afdeling Bokor
Tabel 13. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 11 Juni Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
Rainfall ( mm )
81
96.60
Applied irrigation ( mm )
0
0
0
Actual crop Transp. ( mm )
25.56
4.72
20.80
12.64
40.01
Transp. Deficit ( % )
90.60
73.96
8.93
40.84
37.15
9.06
18.49
6.25
28.59
11.15
Decrease of yield ( % )
338.70
118.90 0
568.50 0
Berdasarkan tabel 13 di atas, dapat dilihat persentase penurunan hasil untuk tiap fase, yaitu fase instalasi 9,06%, fase vegetatif 18,49%, fase pembungaan 6,25%, fase pembentukan hasil 28,59%, dan fase pemasakan 11,15%. Dari kelima fase tersebut dapat dilihat bahwa persentase penurunan hasil dari fase instalasi, vegetatif, pembungaan, dan pemasakan kurang dari 20%. Ini artinya keempat fase tersebut cukup dengan curah hujan yang ada sehingga tidak perlu pemberian air dengan sistem irigasi. Sedangkan untuk fase pembentukan hasil yang memiliki nilai persentase penurunan hasil lebih dari 20%, menunjukkan bahwa fase tersebut agar mencapai persentase penurunan hasil kurang dari 20% memerlukan tambahan air selain dari curah hujan, yaitu dengan sistem irigasi. Terdapat beberapa pilihan dalam hal pemberian air dengan irigasi, yaitu irigasi 50%, 75%, dan 100% dari kebutuhan tanaman ( dapat dilihat pada lampiran ). Namun, mengingat pemberian irigasi harus seefektif dan seefisien mungkin, maka irigasi yang diberikan adalah sebesar 50%. Dengan irigasi sebesar itu maka persentase penurunan hasil akan mencapai 15,81%. Irigasi yang diberikan pada fase pembentukan hasil tersebut adalah sebesar 33,10 mm. Sehingga irigasi yang harus diberikan selama 28 hari untuk fase pembentukan hasil yaitu 1,18 mm/ hari. Pada tahun basah ( 2005 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 1 Juli. Hal ini dapat dilihat pada gambar 24, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 1,46% dan nisbah
kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 0,9792. Hasil simulasi tanggal 1 Juli dapat dilihat pada tabel 14.
Grafik masa tanam terbaik tahun 2005 Afdeling Bokor 70 60
1,2
50 40 30 20
0,8 0,6 0,4 0,2
%RLY
ETR/ETM
1
10 0
0 111-J 21-Jan 0 -Jan 111-Fan 21-Feb 01-Feb 1 -Meb 211-Mar 0 -Mar 111-Aar 2 -Apr 011-Apr 1 -Mpr 211-Mei 0 -Mei 111-J ei 21-Jun u 0 -Jun 111-J n 0 2 -u 111-A1-JJull 21-Aguul - g st 0 Agust 111-Sust 21-Sep 0 -Sep 111-Oep 21-Okt 01 -Okt 11-N kt 21-Nop 01-Nop 1 -Dop 211-Des -Des es
0
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 24. Tanggal tanam terbaik tahun 2005 afdeling Bokor Tabel 14. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juli Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
1055.50
54.00
0
0
0
112.89
6.15
21.97
15.61
29.87
61.14
65.56
2.08
26.11
52.73
6.11
16.39
1.46
18.28
15.82
Rainfall ( mm ) Applied irrigation ( mm ) Actual crop Transp. ( mm ) Transp. Deficit ( % ) Decrease of yield ( % )
409.10
187.80 0
355.50 0
Berdasarkan tabel 14 di atas, dapat dilihat besarnya persentase pengurangan hasil dari kelima fase masih kurang dari 20%, yaitu untuk fase instalasi 6,11%, fase vegetatif 16,39%, fase pembungaan 1,46%, fase pembentukan hasil 18,28%, dan fase pemasakan 15,82%. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya semua fase tersebut cukup dengan curah hujan yang ada, sehingga tidak perlu dilakukan pemberian air secara irigasi. Hal ini sangat baik karena dengan melakukan penanaman pada tanggal 1 Juli, tanaman karet tidak akan mengalami kekurangan air, meskipun pada musim kemarau.
Pada tahun kering ( 2002 ), masa tanam terbaik terjadi pada tanggal 1 Juni. Hal ini dapat dilihat pada gambar 25, dimana persentase pengurangan hasil ( %RLY ) kurang dari 20%, yaitu 11,56% dan nisbah kecukupan air ( ETR/ETM ) mendekati 1, yaitu 0,7777. Hasil simulasi tanggal 1 Juni dapat dilihat pada tabel 15.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
0 11-J 211-Jan 01 -Jan 1 -Fan 211-Feb 0 -Feb 111-Meb 21-Mar 0 -Mar 111-Aar 2 -Ap 0 1-Apr 111-Mprr 21-Mei 0 -Mei 111-J ei 21-Jun u 0 -Jun 111-J n 0 2 -u 111-A1-JJull 21-Aguul - gs 01Aguustt 1 -S s 211-Sept 0 -Sep 111-Oep 2 -Okt 011-Okt 1 -N kt 21-Nop 011-Nop 1 -Dop 211-Des -Des es
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
%RLY
ETR/ETM
Grafik masa tanam terbaik tahun 2002 Afdeling Bokor
Tanggal ETR/ETM
%RLY
Gambar 24. Tanggal tanam terbaik tahun 2002 afdeling Bokor Tabel 15. Hasil Simulasi Masa Tanam Tanggal 1 Juni Fase Penologi
Instl.
Veg.
Flow.
Yield
Ripe
Phenologic stage length ( days )
128
21
30
28
84
71.30
0
Applied irrigation ( mm )
0
0
Actual crop Transp. ( mm )
26.12
Transp. Deficit ( % )
Rainfall ( mm )
Decrease of yield ( % )
134.30
51.95
377.40
0
0
0
0
17.86
6.86
33.62
90.44
100.00
22.23
65.52
48.07
9.04
25.00
15.56
45.87
14.42
Berdasarkan tabel 15 di atas, dapat dilihat persentase penurunan hasil untuk tiap fase, yaitu fase instalasi 9,04%, fase vegetatif 25,00%, fase pembungaan 15,56%, fase pembentukan hasil 45,87%, dan fase pemasakan 14,42%. Dari kelima fase tersebut dapat dilihat bahwa persentase penurunan hasil dari fase instalasi, pembungaan, dan
pemasakan kurang dari 20%. Ini artinya ketiga fase tersebut cukup dengan curah hujan yang ada sehingga tidak perlu pemberian air dengan sistem irigasi. Sedangkan untuk fase vegetatif dan pembentukan hasil yang memiliki nilai persentase penurunan hasil lebih dari 20%, menunjukkan bahwa fase tersebut agar mencapai persentase penurunan hasil kurang dari 20% memerlukan tambahan air selain dari curah hujan, yaitu dengan sistem irigasi. Terdapat beberapa pilihan dalam hal pemberian air dengan irigasi, yaitu irigasi 50%, 75%, dan 100% dari kebutuhan tanaman ( dapat dilihat pada lampiran ). Untuk fase vegetatif irigasi yang diberikan adalah sebesar 100% dari kebutuhan air untuk tanaman. Hal ini dikarenakan pada irigasi sebesar itu maka akan dicapai persentase penurunan hasil yang kurang dari 20%, yaitu 0,53%. Jumlah air rigasi yang diberikan adalah sebanyak 114.36 mm. Sehingga irigasi yang harus diberikan selama 21 hari untuk vegetatif yaitu 5,44 mm/hari. Sedangkan untuk fase pembentukan hasil yang memiliki persentase penurunan hasil sebesar 45,87%, maka harus diberikan sebesar 75% dari kebutuhan air tanaman.Dengan irigasi sebesar itu maka persentase penurunan hasil akan mencapai 12,25%. Irigasi yang diberikan pada fase pembentukan hasil tersebut adalah sebesar 69.56 mm. Sehingga irigasi yang harus diberikan selama 28 hari untuk fase pembentukan hasil yaitu 2,48 mm/ hari. C. Analisis Produksi Tabel 16. Hubungan Produksi dengan Iklim Tahunan No. Tahun
Produksi
Hujan
Hari
Bulan
Suhu
(kg/ha/th)
(mm)
Hujan
kering
(°C)
79
2
25,88
88,39
87
3
26,48
90,63
RH (%)
1
2002
856,31
2
2003
819,39
854,55 1010,55
3
2004
872,22
898,90
86
2
26,30
89,98
4
2005
760,28
2486,10
139
0
26,56
86,58
5
2006
867,65
740,70
62
3
25,87
88,07
Faktor iklim/ cuaca merupakan faktor yang relatif lebih sulit dikendalikan secara makro dibandingkan faktor lain. Namun demikian pengaruhnya terhadapa pertumbuhan, hasil, dan mutu hasil sangat besar dan menentukan. Bahkan faktor lain sangat dipengaruhi oleh iklim/ cuaca. Dengan kata lain, iklim/ cuaca akan menetukan sejak persemaian sampai pengolahan hasil. Antara produksi, sifat turgor dalam tanaman, dan iklim ( terutama curah hujan, lama penyinaran, suhu, dan keadaan air tanah ) sangat erat kaitannya. Bila setelah beberapa hari panas lalu diikuti hujan lebat selama 2 – 3 jam pada sore harinya, maka dapat dipastikan keesokan harinya produksi akan meningkat. Pada tabel 16 di atas dapat dilihat, bahwasanya curah hujan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi. Bahkan, pada tahun 2005 dengan curah hujan cukup tinggi, namun produksinya rendah. Curah hujan tinggi dengan diikuti hari hujan tinggi, cenderung menurunkan produksi. Hal ini dapat dipahami, karena terjadinya gangguan dalam penyadapan. Meskipun dipaksakan disadap pada saat hari hujan, kadar karet kering menurun dan prakoagulasi meningkat. Produksi karet rata – rata antara tahun 2002 sampai 2006 adalah sebesar 835,17 kg/ ha/ th dan curah hujan rata – rata dalam interval tahun tersebut adalah sebesar 1198,16 mm/ tahun. Dari tabel 16 dapat diketahui bahwa 60% produksi karet di atas rata – rata, dan untuk curah hujan hanya 20% yang di atas rata – rata. Secara keseluruhan curah hujan rata – rata tahunan di perkebunan Condong adalah 1461,51 mm/ tahun. Namun, sebenarnya nilai ini masih jauh dari syarat optimum untuk pertumbuhan tanaman karet yang sebesar 2500 – 4000 mm/ tahun. Bahkan menurut Dijkman ( 1951 ), curah hujan tahunan minimum yang masih memungkinkan tanaman karet dapat tumbuh dengan baik adalah sebesar 1500 mm/ tahun. Hubungan antara produksi dengan curah hujan dapat dilihat pada gambar 25. Pada tabel 16 juga dapat dilihat, bahwasanya bulan kering di perkebunan Condong terjadi selama kurang dari 3 bulan ( rata – rata 2 bulan ) per tahunnya, yang berarti optimum untuk pengusahaan tanaman karet. Menurut Dijkman ( 1951 ) dan Williams dan Joseph ( 1973 ), bulan – bulan kering yang
melebihi 3 bulan akan menggagalkan pengusahaan karet, karena karet membutuhkan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Sedangkan untuk suhu, rata – rata suhu yang terjadi adalah 26,22°C. Keadaan ini dapat menunjang produksi karet, karena nilai ini diantara kisaran suhu optimum untuk pengusahaan tanaman karet, yaitu 20°C untuk batas suhu tahunan terendah dan 32°C untuk batas suhu tahunan maksimum. Hubungan antara produksi dan bulan kering dapat dilihat pada gambar berikut
Produksi ( kg/ha/th )
Grafik hubungan Produksi dengan Curah hujan 900 880 860 840 820 800 780 760 740 720 700
Produksi (kg/ha/th)
854,6 1011 898,9 2486 740,7 Curah hujan ( m m )
Gambar 26. Grafik hubungan produksi dan curah hujan
Produksi ( kg/ha/th )
Grafik hubungan Produksi dengan Banyak bulan kering 900 880 860 840 820 800 780 760 740 720 700
Produksi (kg/ha/th)
2
3
2
0
3
Banyak bulan kering
Gambar 27. Grafik hubungan produksi dan banyak bulan kering
D. Analisis Teknologi Irigasi Irigasi atau penyiraman pada dasarnya adalah penambahan air untuk memenuhi keperluan air bagi pertumbuhan tanaman, yang dinyatakan dengan besarnya evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan pengertian ini maka selama evapotranspirasi tanaman dapat terpenuhi serta apabila tidak ada gangguan faktor lainnya, tanaman akan tumbuh optimum. Namun demikian dari pengertian dasar ini, irigasi sering diberi beban/ fungsi tambahan misalnya, untuk menambah hara, menekan populasi gulma, dan mencegah serangan hama sehingga jumlah air yang diberikan melebihi nilai evapotranspirasi. Penambahan beban atau fungsi air irigasi ini merupakan salah satu penyebab efisiensi pemakaian air irigasi menjadi rendah. Suatu sistem irigasi pada prinsipnya terdiri atas 3 sub sistem jaringan irigasi, yaitu: (1) Sub sistem pengembangan sumber air, antara lain sungai, danau, air tanah, mata air, dan rawa. (2) Sub sistem penyaluran, yaitu jaringan saluran yang membawa air dari sumbernya menuju lahan yang akan diairi. (3) Sub sistem aplikasi irigasi, yaitu penerapan teknologi pemberian/ aplikasi air ke lahan pertanian. Teknologi aplikasi irigasi dapat dikelompokkan dalam 4 cara, yaitu: (1) Irigasi permukaan (surface irrigation), meliputi sistem genangan (basin), border, dan alur (furrow) (2) Irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation) (3) Irigasi sprinkler (sprinkler irrigation) (4) Irigasi tetes (trickle irrigation) Areal perkebunan tanaman karet yang berada di PT. Condong Garut mempunyai kontur yang tidak beraturan. Dengan memanfaatkan tanggal tanam terbaik, yaitu berdasarkan hasil simulasi, tanaman karet tidak akan mengalami penurunan hasil yang sangat besar jika ditanam pada tanggal masa tanam terbaiknya. Hal tersebut dikarenakan, kebutuhan air tanaman karet pada periode tanggal masa tanam terbaik tersebut sudah dapat terpenuhi dari curah hujan yang ada. Namun, guna menekan resiko kemungkinan penurunan hasil dapat pula diberikan tambahan air irigasi. Berdasarkan hasil simulasi irigasi dapat diberikan hanya pada saat tanaman kekurangan air. Kekurangan air
tersebut tidak terjadi pada setiap fase, namun hanya terjadi pada fase-fase tertentu saja. Teknologi irigasi yang akan digunakan haruslah memperhatikan kontur lahan dan lokasi kebun terhadap sumber air, karena hal ini akan mempengaruhi efisiensi, baik dari segi sumber daya air maupun ekonomi perusahaan. Oleh karena itu, itu semua perlu diperhitungkan secara tepat. Dalam memilih sistem irigasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, karena tidak semua sistem irigasi dapat diterapkan pada semua jenis lahan. Menurut Hakim et al, (1986), bahwa dalam memilih lahan yang sesuai untuk irigasi, penelitian mendalam harus dilakukan terhadap tanah. Secara teoritis efisiensi irigasi sprinkler lebih tinggi bila dibandingkan dengan irigasi permukaan, karena sistem irigasi sprinkler dapat mengurangi kehilangan air berupa perkolasi dan limpasan (run-off). Demikian pula efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dibanding dengan irigasi sprinkler, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran, sehingga mengurangi kehilangan air irigasi pada bagian lahan yang tidak efektif untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian, dalam aplikasinya di lapangan, nilai efisiensi irigasi tetes maupun irigasi sprinkler yang relatif tinggi ini hanya dapat tercapai apabila memenuhi 2 persyaratan, yaitu (1) jaringan irigasi sprinkler/ tetes yang dibangun dapat memberikan air secara seragam, (2) pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan jadwal yang tepat. Terdapat tiga cara pemberian air irigasi, yaitu: (1) Continuous Irrigation: yaitu pemberian air irigasi sacara terus menerus dengan jumlah yang diberikan berubah sesuai kebutuhan air irigasi. (2) Rotation Irrigation : yaitu pemberian air irigasi dengan jumlah pemberian air tetap sedangkan selang dan lama pemberian berubah sesuai kebutuhan air irigasi. (3) Supply On-demand : yaitu pemberian air irigasi dengan jumlah dan selang serta lama pemberian air berubah sesuai kebutuhan air irigasi. Mengenai jenis irigasi yang dapat diterapkan di perkebunan Condong, ada dua jenis irigasi yang paling memungkinkan, yaitu irigasi tetes dan irigasi sprinkler. Jika melihat pada efisiensi pemberian air, maka yang paling baik
adalah irigasi tetes karena pemberian air langsung ke perakaran sehingga mengurangi kehilangan hasil. Akan tetapi, jika melihat kondisi yang ada di perkebunan Condong maka yang paling baik adalah irigasi sprinkler. Karena sistem irigasi ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis irigasi lainnya, yaitu sesuai untuk daerah – daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur; tidak memerlukan jaringan saluran terbuka sehingga secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari masalah gulma air; cocok untuk lahan pertanian dengan tanah bertekstur liat tanpa menimbulkan masalah kehilangan air yang berlebihan melalui proses perkolasi; sesuai untuk daerah – daerah dengan sumber atau persediaan air yang terbatas (mengingat kebutuhan air pada irigasi sprinkler relatif sedikit); sesuai untuk lahan berlereng tanpa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah; dapat dipergunakan untuk keperluan lain disamping memenuhi kebutuhan air tanaman ( antara lain untuk pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman ). Namun, sistem irigasi sprinkler ini juga memiliki kelemahan, yaitu memerlukan biaya investasi dan biaya opersional yang cukup tinggi ( antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil ) dan juga memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Sedangkan bila melihat aspek ekonomis ini, maka irigasi tetes dapat menjadi alternatif perusahaan. Hal ini dikarenakan biaya investasi untuk sistem irigasi tetes lebih rendah dibandingkan irigasi curah/ sprinkler. Akan tetapi, biaya yang tinggi itu bisa ditekan, yaitu dengan cara memberi penjadwalan pemberian air ke tanaman. Artinya irigasi diberikan hanya pada saat tertentu saja atau fase – fase tertentu, seperti saat pesemaian yang memang mutlak memerlukan air, karena pada tahap ini tanaman karet (bibit) masih peka terhadap kekeringan. Selain di pesemaian juga pada fase lainnya, dan itu dapat dilihat dari hasil simulasi program ini. Contohnya hasil simulasi masa tanam tanggal 1 Juni tahun 2002 di afdeling Bokor, pada fase pembentukan hasil, persentase penurunan hasil 45,87%, sehingga perlu diberikan irigasi yang besarnya 2,48 mm/hari.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kebutuhan air tanaman karet
( Hevea brasiliensis ) dengan menggunakan program WARM di
Perkebunan PT. Condong Garut, maka dapat disimpulkan : 1. Jenis tanah di afdeling Cirejeng adalah jenis latosol dan di afdeling Bokor termasuk jenis regosol. Dan berdasarkan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen, tanah di afdeling Cirejeng dan afdeling Bokor termasuk tanah bertekstur liat berdebu ( silt clay ). 2. Pada afdeling Cirejeng, untuk tahun normal ( 1999 ), masa tanam terbaik tanggal 21 mei. Untuk tahun basah ( 2005 ), masa tanam terbaik tanggal 1 juli. Sedangkan untuk tahun kering ( 2002 ), masa tanam terbaik tanggal 1 juni. 3. Pada afdeling Bokor, untuk tahun normal ( 1999 ), masa tanam terbaik tanggal 21 mei. Untuk tahun basah ( 2005 ), masa tanam terbaik tanggal 1 juli. Sedangkan untuk tahun kering ( 2002 ), masa tanam terbaik tanggal 1 juni. 4. Produksi karet (kg/ha/th) dari tahun 2002 s/d 2006 adalah berturut – turut sebagai berikut, 856,31; 819,39; 872,22; 760,28; 867,65. Sedangkan untuk curah hujan (mm) berturut – turut adalah sebagai berikut, 854,55; 1010,55; 898,90; 2486,10; 740,70. Tingginya curah hujan tahunan yang juga diikuti tingginya hari hujan, ternyata tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi. Hal ini karena terjadi hambatan dalam penyadapan. 5. Curah hujan rata – rata tahunan yang terjadi di perkebunan Condong yaitu 1461,51 mm/th. Nilai ini masih jauh dari syarat optimum untuk pengusahaan tanaman karet yaitu 2500 mm/th. 6. Menurut hasil simulasi, irigasi yang diberikan di afdeling Bokor tahun 1999 sebesar 1,18 mm/hari, irigasi yang diberikan di afdeling Bokor tahun 2002 sebesar 5,44 mm/hari, dan irigasi yang diberikan di afdeling Cirejeng tahun 2002 sebesar 1,11 mm/hari.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kebutuhan air tanaman karet
( Hevea brasiliensis ) dengan menggunakan program WARM di
Perkebunan PT. Condong Garut, maka saran yang dapat diberikan : 1. Program CWB ini ada baiknya di publikasikan baik kepada instansi di bidang pertanian, para akademisi, maupun petani langsung. Karena besarnya manfaat dari penggunaan program ini. 2. Walaupun program ini dibuat untuk memberikan informasi kepada user dalam hal pemberian air tanaman, namun dalam penerapannya yang sesungguhnya di lapangan harus tetap diteliti. Mengingat ini hanya sebuah program buatan manusia yang pasti ada kekurangannya. 3. Dalam menggunakan program CWB ini harus memperhatikan data input ( tanah, tanaman, iklim ). Hal ini dikarenakan program ini tidak akan berjalan, apabila terdapat data kosong atau data yang kurang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimoethe, S.L. 1981. Budidaya Tanaman Karet di Kebun Bahilang Tebingtinggi PT. Hapinis & N.V. Oriental Medan Sumatera Utara. Departemen Agronomi. IPB. Doorenbos, J and A. H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper 33. FAO, Rome. Doorenbos, J and A. H. Kassam. 1998. Crop evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, Rome Dorrenbos, J and W.O Pruitt. 1973. Crop Water Requirement. FAO, Rome. E. P. Stefanie. 2006. Analisis Kebutuhan Air Tanaman Jarak Pagar Dengan Menggunakan Program CWB Sebagai Aplikasi Teknologi di Perkebunan Condong Garut. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor. Hadi, H dan Setiono. 2005. Pembibitan Karet Unggul. Balai Penelitian Getas, Salatiga. Iskandar, S. H. 1984. Pengantar Budidaya Karet. Jurusan Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Setiawan, D. H. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka, Depok. Siagian, N. 2006. Pembibitan dan Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Balai Penelitian Sungei Putih, Medan. Sudiharto dan I. Susetyo. 2006. Pedoman Pengambilan Contoh Tanah dan Daun di Perkebunan Karet. Balai Penelitian Getas, Salatiga. Thomas dan M. Lasminingsih. 1994. Pengaruh Kekeringan dan Usaha Mengatasinya Pada Tanaman Karet. Warta Perkaretan, 13 ( 2 ).
Lampiran 1. Peta Batas Afdeling
Lampiran 2. Peta Perkebunan Condong
Lampiran 3. Peta Tanah
Lampiran 5. Tabel data Agronomi tanaman karet dan Kadar air pada beberapa tipe tanah 291 hari Siklus Fase perkembangan tanaman Duration Kc Inisial 21 hari 0,95 Perkembangan tanaman 120 hari 0,95 Fase pertengahan 60 hari 1 Fase akhir 90 hari 1 Fase penologi Duration Ky Instalasi 128 hari 0,1 Fase vegetatif 21 hari 0,25 Pembungaan 30 hari 0,70 Pembentukan hasil 28 hari 0,70 Pemasakan 84 hari 0,30 Maksimum ketinggian tanaman 10 m Maksimum kedalaman akar 0,8 Siklus maksimum perkembangan akar 60 hari Koefisien toleransi cekaman air 50% Sumber: FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, Rome
Tekstur tanah Sand Clay Silt clay Loam Sandy loam Silt loam Loamy sand Silt clay loam Silt
Maksimum kedalaman tanah 2 2 2 2 2 2 2
0.07 0.32 0.3 0.2 0.18 0.222 0.11
0.17 0.4 0.42 0.3 0.28 0.36 0.19
0.02 0.2 0.17 0.07 0.06 0.09 0.03
2
0.3
0.37
2
0.28
0.36
Sumber : Allen et. al ( 1998 )
FC
WP
ZEAP
REWPER
0.07 0.24 0.29 0.17 0.16 0.21 0.1
2 8 8 8 6 8 4
7 12 12 10 10 11 8
6 22 22 16 15 18 9
12 29 28 22 20 25 14
0.17
0.24
8
12
22
28
0.12
0.22
8
11
22
26
Lampiran 6. Letak geografis perkebunan PT. Condong Garut kode
lokasi
kedalaman
L7 F8 K36 K32 K3 K22 K24 L30 L4 K11 F9 G6 F23 F3 K25 K10 K26 F27
Condong
0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40
Tarisi Cirenjeng Cibogo Bokor 1 (karet) Bokor 1 (jarak) Bokor 2 Gn. Sulah Gataga
derajat 107
Bujur Timur ( BT ) menit detik 36 58,7 107,61631
derajat 7
Lintang Selatan ( LS ) menit detik 32 23,4 7,5398333
107
38
52,2
107,64783
7
32
17,4
7,5381667
107
38
51,8
107,64772
7
32
12
7,5366667
107
37
43,6
107,62878
7
31
26,4
7,524
107
37
56,9
107,63247
7
31
7,1
7,5186389
107
37
50,5
107,63069
7
25
53,5
7,4315278
107
39
1,1
107,65031
7
30
46,7
7,5129722
107
39
27,9
107,65775
7
33
45,9
7,56275
107
38
33,2
107,64256
7
32
17,4
7,5381667