GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh :
WIDYA OKTALISA NIM. 101000218
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
WIDYA OKTALISA NIM. 101000218
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
ABSTRAK
Klinik sanitasi merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas, bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu yang berjumlah 858 KK. Dari pengambilan sampel secara systematic random sampling, diperoleh sampel sebanyak 90 KK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi yaitu memiliki pengetahuan baik sebesar 52,2%, sikap baik sebesar 44,4%, kepercayaan pada klinik sanitasi baik sebesar 86,7%. Faktor pendukung yaitu menyatakan jika keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik sebesar 13,3%, dan sosialisasi klinik sanitasi seluruhnya tidak baik. Faktor pendorong yaitu keberadaan petugas klinik sanitasi menyatakan jika petugas klinik sanitasi baik sebesar 25,6%. Disarankan dalam pelaksanaan klinik sanitasi ini, agar petugas klinik sanitasi meningkatkan sosialisasi dan bersikap aktif ke masyarakat, dan dapat melakukan pemantauan oleh instansi terkait program ini untuk merevitalisasikannya, serta pemerintah untuk dapat memberikan dana yang lebih demi kelancaran sarana dan prasarana.
Kata Kunci : Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong, Klinik Sanitasi.
ii
ABSTRACT
Sanitation Clinic is the public place for overcome the environmental health problem and disease based on environment with guidance, counseling, and technical help from public health centre workers. Sanitation clinic is not as an independent service unit, but as an integral part of the health centre activities, cooperated by interprogram and intersectoral that is in the working area of public health centre. This research aim to know the description of predisposing, enabling and reinforcing factor on society in utilization of sanitation clinic at Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. The kind of this research is descriptive using of the cross sectional design. The population in this research is the society of Kelurahan Baru Ladang Bambu which amounts to 858 patriarch. Starting at of taking sample according to systematic random sampling, obtained sample as much as 90 patriarch. Result of this research has been shown that predisposing factor on society in utilization of sanitation clinic had good knowledge of 52.2 percent, good attitude of 44.4 percent, good credibility of 86.7 percent. Enabling factor has been shown that if the presence of facilities and infrastructure of sanitation clinic were good of 13,3 percent, and the whole socialization of sanitation clinic was not good. Reinforcing factor has been shown that if the presence of sanitation clinic workers were good of 25.6 percent. Suggested in implementation of this sanitation clinic, in order that increased the socialization by sanitation clinic workers and they should be active to society, and the instance beside of this program could do the monitoring for doing the revitalitation, and for the goverment could giving more budget for the sake of the continuity of facilities and infrastructure.
Keywords : Predisposing, Enabling and Reinforing Factor, Sanitation Clinic.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Widya Oktalisa
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir
: Pekanbaru, 23 Oktober 1992
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum menikah
Anak ke
: 4 dari 4 bersaudara
Alamat
: Jalan Sungai Duku / Kompleks PT.UK No. 45 Pekanbaru, Riau
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1998 - 2004
: SD Negeri 018 Pekanbaru
Tahun 2004 - 2007
: SMP Negeri 4 Pekanbaru
Tahun 2007 - 2010
: SMA Negeri 1 Pekanbaru
Tahun 2010 - Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara RIWAYAT ORGANISASI 1. Pers Mahasiswa Suara Universitas Sumatera Utara (Persma Suara USU). 2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (PEMA FKM USU). 3. Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMP Kesling FKM USU). 4. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (HMI Komisariat FKM USU).
iv
KATA PENGANTAR Allhamdulillahhirobbil`alamin, segala puji beserta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Gambaran Faktor Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2014”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada : 1.
Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2.
Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu dalam memberikan pengarahan bagi penulis sejak semester awal.
3.
Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II serta Penguji I yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
v
4.
Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5.
Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH yang telah bersedia menjadi penguji II pada seminar proposal dan memberikan masukan serta saran dalam perbaikan skripsi ini.
6.
Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS yang telah bersedia menjadi penguji III pada seminar proposal dan telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
7.
Ir. Indra Chahaya S, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji II pada sidang skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
8.
Dr. Taufik Ashar, MKM yang telah bersedia menjadi penguji III pada sidang skripsi dan telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
9.
Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan, terima kasih atas bantuan dan bimbingan serta dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Lurah Baru Ladang Bambu dan Kepala Puskesmas Medan Tuntungan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
vi
11. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, terima kasih atas doa, kasih sayang serta dorongannya baik moril maupun materiil selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 12. Kakakku tersayang (kak Pipin dan kak Lili), abangku tersayang (bang Adi), terima kasih karena telah banyak membantu baik dalam bentuk doa, dorongan moril maupun materiil, serta seluruh keluarga besar yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Sahabat-sahabatku tersayang yang jauh di sana (Dina, Anggi, Mia, Dini, Berlian, Titin, Ima, Nopus, dll), terima kasih atas jalinan persahabatan selama ini serta doa dan dukungan yang tetep diberikan walaupun jarak memisahkan. 14. Sahabat-sahabatku seperjuangan stambuk 2010 (Ashel, Eela, Ebi, Tasya, Riri, Tika, Ira, dll) yang telah bersama-sama berjuang, terima kasih atas kebersamaan selama ini baik canda, tawa, suka, dan duka serta bantuan dan dukungannya hingga terselesaikannya skripsi ini. 15. Temen-temen seperjuangan di Departemen Kesehatan Lingkungan (Dhila, Devi, Merlyn, Fiqoh, Berly, Ira, Lia, Isna, Petra, Mia, Erna, Meithyra, Palma, Fandi, Reza, Yeyen, Raja) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan motivasi dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita semua. 16. Temen-temen PBL (kak Chichi, Sylvana, Yaya, Izzah, Adel, bang Roy, Arif, dll) terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
vii
17. Senior dan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKM USU, terima kasih karena selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dukungan, dan bantuan. Terima kasih kakanda dan abangda. 18. Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Juni 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................................ ii ABSTRACT ........................................................................................................................... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iv KATA PENGANTAR ......................................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiv BAB I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................
BAB II.
1 5 5 5 6 6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13.
2.14. 2.15. 2.16. 2.17.
Sanitasi Lingkungan .................................................................................. Penyakit Berbasis Lingkungan .................................................................. 2.2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan di Kota Medan ............................. Program Kesehatan Masyarakat ................................................................ Klinik Sanitasi ........................................................................................... Tujuan Klinik Sanitasi .............................................................................. Sasaran Klinik Sanitasi .............................................................................. Ruang Lingkup Klinik Sanitasi ................................................................. Strategi Operasional Klinik Sanitasi ......................................................... Kegiatan Klinik Sanitasi ............................................................................ 2.9.1 Alur Kegiatan Program Klinik Sanitasi ......................................... Sumber Daya Program Klinik Sanitasi...................................................... Peran Klinik Sanitasi di Puskesmas........................................................... Pelanggan Pelayanan Kesehatan ............................................................... Mutu Pelayanan Kesehatan ....................................................................... 2.13.1 Pengertian Mutu ............................................................................ 2.13.2 Pelayanan Kesehatan ..................................................................... 2.13.3 Dimensi Mutu Jasa Pelayanan Kesehatan ..................................... Perilaku ...................................................................................................... Teori Lawrence Green ............................................................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan .................................................................................................. Kerangka Konsep ...................................................................................... ix
7 9 10 12 14 16 17 17 18 19 22 23 26 26 29 29 30 31 34 36 41 42
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 3.2
Jenis Penelitian .......................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 3.2.1 Lokasi Penelitian ........................................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................... 3.3. Populasi dan Sampel .................................................................................. 3.3.1 Populasi ......................................................................................... 3.3.2 Sampel ........................................................................................... 3.3.3 Cara Pengambilan Sampel ............................................................. 3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 3.4.1 Data Primer .................................................................................... 3.4.2 Data Sekunder ............................................................................... 3.5. Definisi Operasional .................................................................................. 3.6 Aspek Pengukuran ..................................................................................... 3.7 Teknik Analisa Data .................................................................................. BAB IV.
HASIL PENELITIAN 4.1.
4.2. 4.3. 4.4.
4.5.
4.6.
BAB V.
43 43 43 43 44 44 44 45 46 46 46 46 48 51
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 4.1.1 Keadaan Demografis Kelurahan Baru Ladang Bambu ................. 4.1.2 Sarana Kesehatan di Kelurahan Baru Ladang Bambu .................. Struktur Organisasi Puskesmas Tuntungan ............................................... Karakteristik Responden ........................................................................... Gambaran Faktor Predisposisi ................................................................... 4.3.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ...... 4.3.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ................. 4.3.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ........................................................................................... Gambaran Faktor Pendukung .................................................................... 4.4.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi ............................................ 4.4.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi ............................................................. Gambaran Faktor Pendorong ..................................................................... 4.5.1 Petugas Klinik Sanitasi ..................................................................
52 52 53 54 55 57 57 60 62 64 64 67 67 68
PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ........................................................................... 5.5.1 Umur .............................................................................................. 5.5.2 Jenis Kelamin ................................................................................. 5.5.3 Pendidikan ..................................................................................... 5.5.4 Pekerjaan ........................................................................................ 5.5.5 Penghasilan .................................................................................... 5.5.6 Jarak Rumah dengan Puskesmas ................................................... 5.2. Gambaran Faktor Predisposisi ................................................................... 5.2.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ......
x
71 71 71 72 74 75 76 77 77
5.2.2 5.2.3
Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ................. Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ........................................................................................... 5.3. Gambaran Faktor Pendukung .................................................................... 5.3.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi ............................................ 5.3.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi ............................................................. 5.4. Gambaran Faktor Pendorong .................................................................... 5.4.1 Petugas Klinik Sanitasi .................................................................. BAB VI.
79 81 83 83 86 88 88
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 90 6.2. Saran .......................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 dan Tahun 2012 ............................................................... 50 Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 52 Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................... 52 Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 52 Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 53 Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penghasilan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 53 Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah ke Puskesmas di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ......................................... 54 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 58 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Pengetahuan ........................... 60 Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ........................................................................................................... 61 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Sikap Terhadap Klinik Sanitasi ............................................................................................................... 62 Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ............................................................................ 63 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Kepercayaan Terhadap Klinik Sanitasi .................................................................................................... 63 xii
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .................................................. 65 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi ............................................ 67 Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan .............................................................. 68 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi .......................................... 70
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Kuesioner Penelitian
Lampiran 2.
Master Data
Lampiran 3.
Output SPSS Tentang Distribusi Responden Berdasarkan Indikator
Lampiran 4.
Output SPSS Tentang Distribusi Frekuensi Responden
Lampiran 5.
Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM-USU
Lampiran 6.
Surat Izin Penelitian ke Puskesmas dari Dinas Kesehatan Kota Medan
Lampiran 7.
Surat Rekomendasi Penelitian ke Kelurahan Baru Ladang Bambu dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan
Lampiran 8.
Surat Selesai Penelitian dari Puskesmas Tuntungan
Lampiran 9.
Surat Balasan Selesai Penelitian dari Kelurahan Baru Ladang Bambu
Lampiran 10. Contoh Form Rujukan Klinik Sanitasi
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan adalah membebaskan penduduk dari penularan atau transmisi penyakit dengan cara menghilangkan sumber penyakit, melakukan penyehatan lingkungan, dan meningkatkan perilaku hidup sehat penduduk serta memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit (Achmadi, 2004). Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul, seperti: diare, ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas dan merupakan pola penyakit utama di Indonesia (Depkes RI, 2001). Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan ujung tombak yang paling depan di wilayah kerjanya. Salah satu fungsi puskesmas yang penting adalah mengembangkan dan membina kemandirian masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul, mengembangkan kemampuan dan kemauan masyarakat baik berupa pemikiran maupun kemampuan yang berupa sumber daya. Oleh sebab itu diperkenalkan dan dikembangkan suatu alternatif pemecahan masalah kesehatan lingkungan yaitu klinik sanitasi (Depkes RI, 2001). Klinik
sanitasi
sebagai
salah
satu
pelayanan
di
puskesmas
yang
mengintegrasikan antara upaya kuratif, promotif, dan preventif, yang mempunyai
1
2
peran antara lain sebagai pusat informasi, pusat rujukan fasilitator di bidang kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan (Depkes RI, 2005). Klinik sanitasi hanya dilaksanakan di puskesmas yang diperkenalkan dari konsep Puskesmas Wanasaba Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB pada tahun 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa puskesmas di provinsi NTB, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan, sehingga pada awal tahun 2000 sudah sampai ke seluruh Puskesmas di Indonesia termasuk Kota Medan (Depkes RI, 2000). Kegiatan klinik sanitasi ini dibagi menjadi 2 yaitu dalam dan luar gedung, di antara keduanya kegiatan dalam gedung adalah kegiatan yang utama yang harus dilakukan sebelum kegiatan luar gedung. Namun sampai sekarang kegiatan ini belum berjalan optimal, baik dalam maupun luar gedung, hal ini dibuktikan dengan masih sangat kurangnya kunjungan klien atau pasien. Gambaran perilaku masyarakat yang kurang mendukung dapat menurunkan kualitas dan kuantitas lingkungan sehingga mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat maupun individu. Banyak faktor yang membuat masyarakat tidak mengunjungi klinik sanitasi. Pada survei pendahuluan di Puskesmas Tuntungan, diperoleh informasi bahwa klinik sanitasi tidak dimanfaatkan tampak dari jumlah pengunjung yang nihil. Petugas berpendapat bahwa masyarakat tidak memanfaatkan klinik sanitasi karena kesadaran masyarakat yang kurang terhadap pentingnya upaya pencegahan untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan. Masyarakat datang ke puskesmas hanya sekedar melakukan pengobatan saja.
3
Menurut Notoatmodjo (2003), banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, yaitu: pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources). Keseluruhan alasan tersebut menjadi faktor pada masyarakat untuk berperilaku dalam memanfaatkan klinik sanitasi ini. Beberapa alasan tersebut dipisahkan menjadi 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta faktor pendorong meliputi petugas klinik sanitasi itu sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryanti (2003) menunjukkan adanya hambatan mengenai pelaksanaan program klinik sanitasi di puskesmas kota Medan. Dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan, terdapat 31 puskesmas yang mempunyai hambatan program klinik sanitasi. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan klinik sanitasi yaitu: 1) pada program klinik sanitasi; 2) pada perencanaan klinik sanitasi; 3) pada tenaga/sarana klinik sanitasi; 4) pada dana klinik sanitasi; 5) pada pelaksanaan klinik sanitasi. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa program klinik sanitasi yang kurang baik (program tidak berjalan) yaitu Puskesmas Medan Tuntungan (Maryanti, 2003). Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara berkembang. Di seluruh dunia, 780 juta orang tidak memiliki akses terhadap air minum dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang baik. Menurut WHO, diare adalah penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah lima tahun dan morbiditas di dunia. Secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare setiap tahun dan
4
membunuh sekitar 760.000 anak balita setiap tahunnya. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional (WHO, 2013). Pada
konferensi
Sanitasi
dan
Air
Minum
Nasional
(KSAN)
yang
diselenggarakan oleh World Bank Water Sanitation Program (WSP) pada tahun 2013 terungkap, bahwa Indonesia berada di urutan kedua di dunia sebagai negara dengan sanitasi buruk. Menurut data yang dipublikasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air besar (BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah (Kompas, 2013). TB Paru juga merupakan penyakit berbasis lingkungan, salah satunya dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi yang erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk (Hiswani, 2009). Jumlah kasus baru TB Paru di Indonesia diestimasikan sekitar 450.000 orang setahunnya (Depkes RI, 2013). Di provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, tercatat pada tahun 2012, kasus penyakit berbasis lingkungan seperti pneumonia pada balita berjumlah 22.908 kasus, DBD ada 1.101 kasus dengan jumlah yang meninggal ada 22 kasus. Prevalensi TB Paru berjumlah 5.266 kasus. Diare dengan estimasi sekitar 941.521 kasus (Dinkes Medan, 2012). Di Puskesmas Medan Tuntungan khususnya, tercatat kasus TB Paru dengan prevalensi berjumlah 12 kasus, pneumonia dengan estimasi 260 kasus, diare 10.689 kasus, dan DBD berjumlah 35 kasus (Dinkes Medan, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Faktor Predisposisi, Pendukung dan
5
Pendorong Pada Masyarakat Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2014”. 1.2. Perumusan Masalah Dinas Kesehatan melalui Puskesmas telah membuat suatu upaya, yaitu mengadakan suatu klinik sanitasi untuk membantu menangani dalam menekan angka penyakit berbasis lingkungan yang terjadi. Namun, masyarakat tampak tidak memanfaatkan klinik sanitasi, terlihat dari keengganan masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat yang kurang dalam upaya pencegahan dan pola pikir masyarakat yang hanya sebatas untuk pengobatan saja. Selain itu terdapat beberapa faktor lainnya yang ingin diketahui, yaitu faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi; faktor pendukung meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi; serta faktor pendorong meliputi petugas klinik sanitasi. Sehingga peneliti ingin meneliti tentang bagaimana gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
6
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui faktor predisposisi pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi, dan demografi. 2. Untuk mengetahui faktor pendukung pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, meliputi sarana/prasarana dan sosialisasi. 3. Untuk mengetahui faktor pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, meliputi petugas klinik sanitasi. 1.4.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan kota Medan untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksanaan program klinik sanitasi dalam hal penanganan masalah penyakit berbasis lingkungan. 2. Menambah pengetahuan peneliti dalam hal sanitasi khususnya program klinik sanitasi lingkungan secara lebih mendalam. 3. Memberikan masukan aplikatif bagi masyarakat untuk bisa mengoptimalkan secara maksimal fasilitas yang telah disediakan untuk meningkatkan kesehatannya melalui klinik sanitasi. 4. Menjadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca tentang ilmu kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan tepatnya mengenai program klinik sanitasi yang ada di puskesmas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan Sanitasi umumnya mengacu pada penyediaan fasilitas dan jasa untuk pembuangan yang aman dari urin manusia dan tinja. Sanitasi yang tidak memadai merupakan penyebab utama penyakit di seluruh dunia dan meningkatkan sanitasi dikenal memiliki dampak yang menguntungkan yang signifikan terhadap kesehatan baik di rumah tangga dan di masyarakat. Kata 'sanitasi' juga mengacu pada pemeliharaan kondisi higienis, melalui layanan seperti pengumpulan sampah dan pembuangan air limbah (WHO, 2013). Menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Sedangkan menurut Entjang (2000), sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, di mana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Menurut Hiswani (2003) yang mengutip pendapat Sutomo, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
7
8
1. Sanitasi air (Water Sanitasi) 2. Sanitasi Makanan (Food Sanitasi) 3. Pembuangan Sampah (Sewage and Excreta disposal). 4. Sanitasi Udara (Air Sanitation) 5. Pengendalian vektor dan binatang pengerat (Vektor and Rodent Controle). Menurut Undang-Undang
Nomor 23
tahun
1992
tentang
kesehatan
menyebutkan antara lain bahwa: (1) kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, (2) kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya, (3) kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, tanah, dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya, (4) setiap tempat umum atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan (Depkes RI, 1992). Mengingat hal-hal yang terjadi di negara-negara berkembang meliputi masalah sanitasi lingkungan seperti: pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan feses manusia, infeksi yang disebabkan oleh arthropoda, rodensia, mollusca, dan vektor-vektor penyakit lainnya, perumahan yang sempit, serta penyakit-penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia, maka dilakukan usaha dalam sanitasi lingkungan di Indonesia yang meliputi: 1. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya.
9
2. Mengatur pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah. 3. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumahrumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat. 4. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti: lalat, nyamuk, kutu-kutu, serta binatang reservoir penyakitnya. 5. Pengawasan terhadap bahaya polusi dan radiasi dari sisa-sisa zat radioaktif sesuai dengan perkembangan negara. (Entjang, 2000). 2.2. Penyakit Berbasis Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembangunan sampah, pembuangan air kotor dan pencemaran ruang lingkup tersebut harus dijaga untuk mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo, 2007). Masalah kesehatan lingkungan menjadi sangat kompleks seperti urbanisaasi penduduk dari desa ke kota, pembuangan sampah yang dilakukan secara dumping tanpa adanya pengolahan, penyediaan air bersih hanya 60% penduduk Indonesia mendapatkan air dari PDAM, tingkat pencemaran udara sudah melebihi nilai ambang batas khususnya di kota-kota besar, pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, bencana alam serta perencanaan tata kota dan
10
kebijakan pemerintah yang sering kali menimbulkan masalah baru bagi kesehatan lingkungan (Chandra, 2007). Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar atau hubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2012). Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul antara lain, seperti: diare, ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar puskesmas dan merupakan penyakit utama di Indonesia (Depkes RI, 2001). 2.2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan di Kota Medan Masalah penyakit berbasis lingkungan masih ditemukan di wilayah Kota Medan hingga kini, seperti (Dinkes Medan, 2012): 1. TB. Paru TB Paru atau yang sering disebut penyakit Tuberculosis (TBC) adalah batuk yang berlangsung secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih, berkeringat malam tanpa aktifitas serta dapat juga ditandai dengan batuk darah karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis basil atau kuman
11
yangberbentuk batang dan mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna yang bersifat asam dan alkohol (kuman tetap berwarna kemerahan), maka disebut Basil Tahan Asam (BTA). Menemukan kuman BTA ini menjadi dasar dalam penegakan diagnosis (Achmadi, 2008). Kasus TB paru di kota Medan hingga tahun 2012 masih ditemukan, dengan prevalensi berjumlah 5.266 kasus, di mana ditemukan kasus baru (insidance penyakit TB paru) berjumlah 5.213 kasus (Dinkes Medan, 2012). 2. Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Depkes RI, 2002). Meskipun pneumonia tidak masuk dalam 10 penyakit terbesar, namun kasus pneumonia ini selalu ditemukan di kota Medan. Perkiraan kasus pneumonia pada balita di kota Medan berjumlah 22.908 dari jumlah balita 229.080, di mana kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani berjumlah 4.943 kasus yaitu sekitar 22 % (Dinkes Medan, 2012). 3. Diare Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Penyebab dari diare yaitu oleh bakteri/virus, seperti: Rotavirus, Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni, Cryptospondium (Depkes RI, 2001).
12
Kasus diare di kota Medan tahun 2012 diperkirakan mencapai 941.521 kasus dari jumlah penduduk kota Medan yang berjumlah 2.290.805 orang. Namun, kasus diare yang ditemukan dan ditangani hanya berjumlah 30.426 dari perkiraan kasus diare, yaitu hanya sekitar 3,23 % saja (Dinkes Medan, 2012). Angka ini menunjukkan bahwa kasus diare masih banyak terjadi dan masih belum banyak yang ditemukan dan ditangani. 4. Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigitorang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001). Hingga tahun 2012 tercatat kasus DBD di kota Medan berjumlah 1.101 kasus dengan jumlah yang meninggal dari kasus tersebut berjumlah 22 kasus. Angka ini menunjukkan bahwa kejadian DBD di kota Medan masih perlu penanggulangan lagi untuk mencapai kota Medan yang bebas DBD (Dinkes Medan, 2012). 2.3. Program Kesehatan Masyarakat Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia perlu lebih ditingkatkan mutu pelayanannya sehingga partisipasi kelompok-kelompok
13
masyarakat yang ada di wilayah kerjanya dapat lebih ditingkatkan. Untuk itu, dokter dan tenaga para medis yang ada di puskesmas perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan program kesehatan masyarakat (Muninjaya, 1999). Program kesehatan yang dikembangkan melalui puskesmas lebih banyak bersifat pencegahan (Public Health Service) dan dalam pelaksanaannya lebih mengutamakan kerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat (Muninjaya, 1999). Untuk mencegah berkembangnya gangguan kesehatan (kejadian sakit di masyarakat), perlu dikembangkan program kesehatan masyarakat yang meliputi aspek promosi kesehatan dan perlindungan spesifik (primer prevention), surveilan dan pengobatan tepat (secondary prevention), rehabilitasi, legislasi, dan paliasi (tertier prevention). Semua jenis kegiatan program masyarakat tersebut memerlukan partisipasi aktif masyarakat, dan semuanya dapat digolongkan ke dalam pelayanan kesehatan (health services), partisipasi/mobilisasi peran serta kelompok-kelompok masyarakat (community participation and mobilization), dan upaya asuransi (health insurance) (Muninjaya, 1999). Menurut P. Walton Purdon yang dikutip oleh Ryadi (1986), ditekankan bahwa kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dari kesehatan masyarakat. Penerapan konsep ini kemudian diartikan bahwa pengembangan kesehatan lingkungan harus mengikuti prinsip-prinsip ilmu kesehatan masyarakat. Berpijak pada prinsip-prinsip ilmu kesehatan masyarakat, maka faktor pencegahan (preventif) dan promotif lebih memegang peranan penting di dalam
14
setiap bentuk upaya kesehatan lingkungan. Dengan ini dapat diartikan bahwa pengembangan kesehatan lingkungan tidak mengandalkan pada “treatment” suatu kasus bila sesuatu sudah terjadi. Tetapi justru menekankan bagaimana pencegahan dan peningkatan (promotif) (Ryadi, 1986). Klinik sanitasi merupakan salah satu program kesehatan masyarakat dibidang kesehatan lingkungan yang sangat relavan untuk menerapkan paradigma sehat yang pada saat ini digalakkan kembali. Karena dalam klinik sanitasi dilakukan integrasi penanganan preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan. Dalam paradigma baru ini maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif di banding upaya kuratif-rehabilitatif (Depkes RI, 2000). 2.4. Klinik Sanitasi Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar puskesmas (Depkes RI, 2005). Klinik sanitasi juga merupakan wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan masalah penyakit berbasis lingkungan dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan program ini bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000).
15
Klinik sanitasi juga merupakan kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci, kemudian diupayakan yang dilakukan
oleh
petugas
klinik
sanitasi
sehubungan
dengan
komunikasi
penderita/pasien yang datang ke puskemas (Depkes RI, 2000). Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan, khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000). Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak sehat sebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh masyarakat selanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau kunjungan rumah untuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang muncul di masyarakat (Depkes RI, 2000). Terdapat beberapa pengertian yang harus dipahami dalam pelaksanaan program klinik sanitasi selain dari pengertian klinik sanitasi (Depkes RI, 2001), yaitu: 1. Pasien Klinik Sanitasi Yaitu penderita penyakit berbasis lingkungan yang datang ke puskesmas yang kemudian dirujuk oleh dokter ke ruang klinik sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis/paramedis maupun petugas survei.
16
2. Klien Klinik Sanitasi Yaitu masyarakat yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi namun bukan sebagai penderita penyakit, tetapi untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan penyakit berbasis lingkungan/kesehatan lingkungan. 3. Konseling Yaitu kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci kemudian diupayakan pemecahannya yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan dengan konsultasi penderita/pasien yang datang ke puskesmas (Depkes RI, 2000). 2.5. Tujuan Klinik Sanitasi Klinik sanitasi mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut: a. Tujuan Umum Yaitu meningkatkan derajat masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan terus-menerus (Depkes RI, 2000). b. Tujuan Khusus 1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dan klien serta masyarakat di sekitarnya) akan pentingnya lingkungan sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat. 2. Masyarakat mampu memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan.
17
3. Terciptanya keterpaduan lintas program-program kesehatan dan lintas sektor terkait, dengan pendekatan penanganan secara holistik terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan. 4. Untuk menurunkan angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatkan penyehatan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat. 5. Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara terpadu (Depkes RI, 2000). 2.6. Sasaran Klinik Sanitasi Pelaksanaan program klinik sanitasi mengarah pada suatu sasaran yang ditentukan, yaitu (Depkes RI, 2000): 1. Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan yang datang ke puskesmas. 2. Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan yang datang ke puskesmas. 3. Lingkungan penyebab masalah bagi pasien/klien dan masyarakat sekitarnya. 2.7. Ruang Lingkup Klinik Sanitasi Adapun ruang lingkup kegiatan sanitasi meliputi berbagai macam upaya, yaitu (Depkes RI, 2000): 1. Penyediaan dan penyehatan air bersih/jamban dalam rangka pencegahan penyakit diare, kecacingan, dan penyakit kulit. 2. Penyehatan perumahan/pemukiman dalam rangka pencegahan penyakit ISPA, TB-Paru, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria.
18
3. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit akibat kerja. 4. Penyehatan makanan dan minuman dalam rangka pencegahan penyakit saluran pencemaran atau keracunan makanan. 5. Penanganan pestisida dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida. 6. Pengamanan penyakit atau gangguan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan. 2.8. Strategi Operasional Klinik Sanitasi Beberapa strategi operasional agar program klinik sanitasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, antara lain(Depkes RI, 2000): 1. Pemajanan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat dan mengatasi dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan. 2. Masalah dalam tiap puskesmas tidaklah sama, baik antar lingkungan ataupun antar kelurahan oleh sebab itu harus dipahami secara benar mengenai peta masalah kesehatan yang berkenaan dengan kesehatan lingkungan, agar penanganannya menjadi lebih spesifik dan berorientasi pada hasil. 3. Membuat skala prioritas penanganan masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada, karena sulit untuk menangani semua masalah yang ada dalam waktu bersamaan, baik luas wilayahnya maupun jenis penyakitnya.
19
4. Dilaksanakan secara terpadu dan bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor di wilayah kerja puskesmas. 5. Menumbuh kembangkan peran serta masyarakat memalui kelembagaan yang sudah ada seperti: PKK, LSM, LKMD. 6. Mengutamakan segi penyuluhan, bimbingan teknis dan pemberdayaan untuk menciptakan kemandirian masyarakat, penyuluhan juga dilakukan dengan pemberian contoh dan keteladanan. 7. Mengupayakan dukungan dan dengan meningkatkan swadaya masyarakat termasuk swasta selain sumber dana dari pemerintah. 2.9. Kegiatan Klinik Sanitasi Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas (Depkes RI, 2005): 1. Dalam Gedung a. Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) dan Klien (pengunjung bukan penyakit berbasis lingkungan) Semua pasien/klien datang berobat ke puskesmas melalui prosedur pelayanan seperti: mendaftar di loket, selanjutnya akan mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas medis/paramedis di puskesmas (dokter, bidang, perawat). Apabila diketahui pasien/klien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan dirujuk ke ruang klinik sanitasi. Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan penyuluhan dan bimbingan teknis, petugas mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan masalah kesehatan lingkungan. Selanjutnya hasil wawancara dicacat dalam
20
Kartu Status Kesehatan Lingkungan. Kemudian petugas klinik sanitasi melakukan konseling tentang penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan lingkungan. Petugas juga membuat janji dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan untuk melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung faktor resiko penyakit yang dialami pasien tersebut. Setelah konseling di ruang klinik sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik puskesmas (loket obat) kemudian pasien diperbolehkan pulang. Kegiatan lain di dalam gedung yaitu secara rutin petugas klinik sanitasi menyampaikan
segala
permasalahan,
cara
penyelesaian
masalah,
hasil
monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dalam Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan seluruh penanggungjawab kegiatan dan dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan demikian diharapkan seluruh petugas puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integritas dalam lintas program. 2. Luar Gedung a. Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas) Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan membawa hasil analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang merupakan lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan pasien/klien yang datang ke Puskesmas. Kunjungan rumah ini untuk mempertajam sasarannya karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti adanya sarana lingkungan bermasalah
21
yang perlu diperiksa dan fakor-faktor perilaku yang berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan. Pada kunjungan tersebut dapat mengambil partisipasi perawat dari puskesmas pembantu atau bidan desa, dan kader kesehatan lingkungan untuk melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut (semacam kegiatan Perawatan Kesehatan Keluarga). Petugas klinik sanitasi membawa kartu status kesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke ruang klinik sanitasi di puskesmas sebelumnya. Untuk keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini secara berkala (1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan di desa. Pada kunjungan ke lapangan petugas klinik sanitasi mengajak kader kesehatan/kesehatan
lingkungan,
kelompok
pemakai
air,
PKK,
dan
berkonsultasi/melibatkan LSM, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Dengan maksud agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalah kesehatan yang timbul di lapangan mereka sendiri. Diharapkan jika suatu saat timbul masalah penyakit berbasis lingkungan yang sejenis, mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Petugas klinik sanitasi maupun petugas kesehatan lain yang mendampinginya dapat memberikan penyuluhan kepada pasien/klien dan keluarganya serta tetangga-tetanggga pasien tersebut. Pada kunjungan rumah tangga petugas klinik sanitasi bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektor, apabila dibutuhkan perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpiaaan) yang tidak
22
terjangkau oleh masyarakat setempat, petugas klinik sanitasi melalui puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Jika masalah di lapangan belum dapat terpecahkan, maka dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/Kota, maka puskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2.9.1 Alur Kegiatan Program Klinik Sanitasi Puskesmas
Apotik Penderita Klien/Masyarakat Umum
L O K E T
Poliklinik
Klinik Sanitasi Lok min/Pertemuan Bulanan
P U L A N G
D a l a m G e d u n g
Keterangan: -Penderita : -Klien
:
-Petugas
:
Koordinasi Masyarakat - Toga - Toma - LKMD - Guru
Koordinasi Lintas Program - Pustu - Polindes/ Bindes
-Umpan Balik :
Koordinasi Lintas Sektor - Dep. Agama - Dep. PU - PMD - Pariwisata - Pertanian - Sektor terkait lain
Kunjungan rumah dan lingkungan: ling.kerja, TTU, TPM
Sumber : Depkes RI, 2000
Implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan
Pemantauan penilaian - PWS
L u a r G e d u n g
23
Keterangan : 1. Pasien datang ke puskesmas, kemudian mendaftar ke loket, selanjutnya diperiksa oleh medis/paramedis jika indikasinya menderita penyakit berbasis lingkungan maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien diberikan konseling, penyuluhan serta membuat janji kunjungan rumah untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dialaminya, dan selanjutnya pasien mengambil obat di apotik dan pasien dapat pulang. 2. Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya mini atau pertemuan bulanan. 3. Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan implementasi dan rekomendasi perbaikan lingkungan. 4. Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan masalah. 5. Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur pelaksanaan program klinik sanitasi (Depkes RI, 2000). 2.10. Sumber Daya Program Klinik Sanitasi Sumber daya merupakan suatu hal yang diperlukan dalam pelaksanaan untuk pencapaian program klinik sanitasi. Sumber daya yang harus dimiliki oleh klinik sanitasi puskesmas sebagai berikut (Depkes RI, 2005): 1. Tenaga Pelaksana Adapaun tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, antara lain:
24
a. Tenaga kesehatan lingkungan, terdiri dari: Diploma I dan Diploma III kesehatan lingkungan atau Strata I Kesehatan Masyarakat. b. Tenaga kesehatan lain, seperti: Bidan, Perawat Kesehatan Masyarakat, Petugas Gizi dan petugas lain yang ditunjuk oleh pimpinan puskesmas. c. Tenaga Pelaksana kegiatan kesehatan lingkungan yang ditunjuk oleh pimpinan puskesmas untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi (pekarya, sosial, ekonomi, dll). 2. Sarana dan Prasarana a. Ruangan, diperlukan untuk: (i) Ruang klinik sanitasi, sebagai tempat dalam gedung puskesmas yang dipergunakan untuk penyuluhan dan konsultasi (konseling) oleh petugas klinik sanitasi terhadap pasien/klien. (ii) Bengkel klinik sanitasi, sebagai tempat dalam gedung yang dipergunakan untuk membuat, merawat, memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi, menyimpan peralatan yang berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat dalam pemberantasan penyakit berbasis lingkungan. b. Peralatan Peralatan
yang
digunakan
dan
harus
ada,
seperti:
alat-alat
perbaikan/pembangunan sarana air bersih dan santasi, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, peralatan pengukuran kualitas lingkungan (air, tanah, udara), alat-alat pengambilan sampel lingkungan dan sound system.
25
c. Transportasi Digunakan untuk mendukung kegiatan klinik sanitasi di luar gedung (kunjungan lapangan). d. Alat Peraga dan media penyuluhan Diperlukan alat untuk kelancaran kegiatan di dalam maupun di luar gedung untuk kegiatan penyuluhan dan konseling, seperti: maket, media cetak (poster, leaflet, lembar balik, buku, majalah), media elektonik, dll. e. Formulir Pencacatan dan Pelaporan Yaitu digunakan untuk pencatatan dan pelaporan. f. Buku Pedoman Digunakan sebagai pedoman kerja bagi petugas klinik sanitasi, yaitu buku pedoman klinik sanitasi, yaitu: Pedoman Pelaksanaan klinik sanitasi untuk puskesmas, Pedoman teknis klinik sanitasi untuk puskesmas, Panduan Konseling bagi petugas klinik sanitasi, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi untuk Puskesmas. 3. Sumber Dana Untuk mendukung tercapainya program klinik sanitasi dibutuhkan dana. Dana ini diperoleh dari dana operasional puskesmas, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi (APBD), dan APBD Kabupaten/Kota, Bantuan Luar Negeri (BLN), Kemitraan, dan Swadaya Masyarakat.
26
2.11. Peran Klinik Sanitasi di Puskesmas Klinik sanitasi merupakan salah satu program yang sangat relavan untuk menerapkan paradigma sehat yang pada saat ini digalakkan kembali. Karena dalam klinik sanitasi dilakukan integrasi penanganan preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit
berbasis
lingkungan.
Dalam
paradigma
baru
ini
maka
pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif di banding upaya kuratif-rehabilitatif (Depkes RI, 2000). Klinik
sanitasi
sebagai
salah
satu
pelayanan
di
puskesmas
yang
mengintegrasikan antara upaya kuratif, promotif, dan preventif, yang mempunyai peran antara lain sebagai pusat informasi, pusat rujukan fasilitator di bidang kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan (Depkes RI, 2005). 2.12. Pelanggan Pelayanan Kesehatan Pelanggan adalah orang yang sehari-hari melakukan kontak dengan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pengertian ini, maka akan dikenal dua macam pelanggan, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal (Pohan, 2003). Pelanggan dari dalam (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di institusi pelayanan tersebut, seperti staf administrasi, juru masak, satpam, petugas laundry, pimpinan rumah sakit, dokter, perawat, bidan, dsb. Setiap kelompok pelanggan ini perlu diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing (Muninjaya, 2012). Menurut Pohan (2003), Pelanggan internal adalah semua orang yang bekerja dalam organisasi pelayanan kesehatan dan pelanggan internal ini sangat penting karena harus berkerjasama dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu.
27
Jika sebagian organisasi tidak berkerja dengan baik, maka dampaknya akan berpengaruh terhadap seluruh mata rantai pelayanan kesehatan dan akhirnya pasien atau pelanggan eksternal akan mendapat pelayanan kesehatan yang kurang atau tidak bermutu (Pohan, 2003). Pelanggan eksternal adalah orang yang di luar organisasi pelayanan kesehatan yang memperoleh pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh organisasi pelayanan kesehatan. Pelanggan eksternal in termasuk pasien, keluarganya (Pohan, 2003). Pelanggan pelayanan kesehatan secara umum juga dapat diartikan sebagai masyarakat (individu atau kelompok) atau insitusi pengguna jasa pelayanan kesehatan, yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau yang punya potensi membayar jasa pelayanan kesehatan. Mereka dimasukkan sebagai pelanggan dari luar (external customer) institusi (Muninjaya, 2012). Kunci kerberhasilan suatu organisasi tidak terkecuali organisasi pelayanan kesehatan adalah mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan dan kemudian berupaya memenuhinya (Pohan, 2003). Pelanggan eksternal pada umumnya membutuhkan hal-hal sebagai berikut (Pohan, 2003): 1. Kebutuhan terhadap akses pelayanan kesehatan, artinya kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. 2. Kebutuhan terhadap pelayanan yang tepat waktu, artinya tingkat ketersediaan pelayanan kesehatan pada saat yang dibutuhkan.
28
3. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, artinya biaya pelayanan kesehatan terjangkau dan benar jumlahnya serta mampu mengurangi atau menghilangkan keluhan. 4. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang tepat dan layak, artinya pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 5. Kebutuhan terhadap lingkungan yang aman, artinya segala upaya dilakukan demi keamanan pelanggan dan mengurangi terjadinya bahaya cedera dan akibat yang merugikan yang mungkin terjadi dalam organisasi pelayanan kesehatan. 6. Kebutuhan terhadap penghargaan dan penghormatan pribadi, artinya semua pelanggan harus diperlakukan sebagai manusia yang penting dan terhormat. Pelanggan pelayanan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan strata I (Puskesmas, dokter, atau bidan praktek swasta, klinik bersalin, balai pengobatan swasta, dsb) adalah individu (pasien) dan kelompok masyarakat. Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar atau rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini (pelayanan pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat (bayi, ibu hamil, remaja, penduduk usia lanjut, pengguna alat kontrasepsi, dsb) diberikan pelayanan di luar gedung. Pelayanan untuk kelompok masyarakat yang bersifat proaktif karena petugas kesehatan mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan. Jenis pelayanan kesehatan yang diterima oleh pelanggan berkelompok bersifat preventif (imunisasi, penimbangan bayi, pemeriksaan ibu hamil), dan promotif (penyuluhan kesehatan masyarakat, konseling) (Muninjaya, 2012).
29
2.13. Mutu Pelayanan Kesehatan 2.11.1 Pengertian Mutu Pada istilah pemasaran yang sederhana, maka mutu dapat diartikan, bagaimana membuat konsumen agar mau datang kembali, mau membeli lagi, atau dengan perkataan lain, mutu ialah bagaimana menyediakan kebutuhan konsumen dengan barang atau jasa yang terbaik (Pohan, 2003). Kita dapat menelusuri hasil jerih payah Florance Nigthingale di mana dia menggunakan standar untuk menilai pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien militer selama Perang Krim. Pekerjaan Nigthingale berhubungan dengan udara segar dan kebersihan, sebagai suatu contoh klasik terbaik di mana hanya dengan caracara yang sangat sederhana telah dapat menghasilkan suatu manfaat yang luar biasa, yang tidak terduga sebelumnya (Pohan, 2003). Ini adalah salah satu contoh peningkatan mutu yang terbaik, karena kunci keberhasilannya adalah selalu menganggap mutu itu sebagai suatu hal yang sederhana, namun kalau mutu itu ditingkatkan akan memberikan hasil yang luar biasa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya (Pohan, 2003). Dari penjelasan dan contoh di atas, dapat didefinisikan pengertian mutu barang atau jasa adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunujukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Pohan, 2003).
30
2.11.2 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan suatu kumpulan dari berbagai jenis pelayanan kesehatan, mulai dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, rehabilitasi kesehatan hingga transplantasi organ (Pohan, 2003). Sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional, subsistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan di sebuah Kabupaten/Kota seharusnya diarahkan untuk mencegah, mempromosikan, memelihara, dan meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Muninjaya, 2012). Sebagai bagian dari sistem pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu kab/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Muninjaya, 2012): 1. Availablity. Pelayanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat di suatu wilayah dan dilaksanakan secara komprehensif mulai dari upaya pelayanan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. 2. Appropriateness. Pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat di suatu wilayah. Kebutuhan masyarakat diukur dari pola penyakit yang berkembang di wilayah tersebut. 3. Contuinity-Sustainability. Pelayanan kesehatan di suatu daerah harus berlangsung untuk jangka lama dan dilaksanakan secara berkesinambungan. 4. Acceptability.
Pelayanan
kesehatan
harus
diterima
masyarakat
dan
memperhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. 5. Affordable. Biaya/tarif pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat umum. 6. Efficient. Pelayanan kesehatan harus dikelola (manajemen) secara efisien.
31
7. Quality. Pelayanan kesehatan yang diakses masyarakat harus terjangkau mutunya. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai paling sedikit tiga dimensi atau unsur (Pohan, 2003), yaitu : 1. Dimensi Konsumen, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu memenuhi seperti apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien/konsumen, yang akan diukur dengan Kepuasan Pasien atau keluhan pasien/konsumen. 2. Dimensi Profesi, apakah pelayanan kesehatan itu telah memenuhi kebutuhan pasien/konsumen, seperti apa yang telah ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan, dan diukur dengan menggunakna Prosedur atau Standar Profesi, yang diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati. 3. Dimensi Manajemen atau Dimensi Proses, yaitu bagaimana proses pelayanan kesehatan itu menggunakan sumber daya yang paling efesien dalam memenuhi kebutuhan dan harapan/keinginan pasien/konsumen tersebut. Pelayanan kesehatan yang bemutu, ialah: suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. 2.11.3 Dimensi Mutu Jasa Pelayanan Kesehatan Dimensi mutu merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya (Pohan, 2003).
32
Parasuraman, Zeithaml dan Berry menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan 5 aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Menurut Muninjaya (2012) yang dikutip dari Parasuruman dkk, kelima dimensi meliputi: 1. Responsiveness (cepat tanggap) Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan. Nilai waktu bagi pelanggan menjadi semakin mahal karena masyarakat merasa kegiatan ekonominya semakin meningkat. Time is money berlaku untuk menilai mutu pelayanan kesehatan dari aspek ekonomi para penggunanya. 2. Reliability Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan (seperti dalam brosur). Dari kelima dimensi kualitas jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan berbagai industri jasa. Karena sifat produk jasa yang nonstandardized output, dan produknya juga sangat tergantung dari aktivitas manusia sehingga sangat sulit mengharapkan output yang konsisten. Apalagi jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Untuk meningkatkan reliability di bidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun
33
budaya kerja yang bermutu yaitu budaya tidak ada kesalahan atau corporate culture of no mistake yang diterapkan mulai dari pimpinan puncak sampai ke front line staff (yang langsung berhubungan dengan pasien). 3. Assurance Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, krediabilitas, dan keamanan. 4. Empathy Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staff kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jas ingin memperoleh bantuannya. Pernanan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan. 5. Tangible Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini, perlu dimasukkan perbaikan sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan yang tidak langsung seperti tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu. Karena sifat produk jasa yang tidak bisa dilihat,
34
dipegang, atau dirasakan, perlu ada ukuran lain yang bisa dirasakan lebih nyata oleh para pengguna pelayanan. Dalam hal ini, pengguna jasa menggunakan inderanya (mata, telinga, dan rasa) untuk menilai kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima, misalnya ruang penerimaan pasien, TV, peralatan kantor yang lengkap, seragam staf yang rapi, menarik dan bersih. 2.14. Perilaku Menurut Notoatmodjo yang dikutip oleh Peter dan Lumongga (2010), perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang mempengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan fantasi seseorang. Meskipun perilaku adalah totalitas respons, namun semua respons sangat tergantung pada karakteristik individual. Faktor-faktor yang membedakan respons dan stimulus yang berbeda-beda disebut sebagai determinan perilaku. Perilaku adalah keadaan jiwa dalam memberikan respons terhadap stimulus dari luar, bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, antara lain: 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan 2. Perilaku dalam bentuk sikap 3. Perilaku dalam bentuk tindakan atau perbuatan. Perilaku dalam bentuk pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
35
Perilaku dalam bentuk sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport ysng dikutip oleh Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak. (Notoatmodjo, 2003). Perilaku dalam bentuk tindakan merupakan tindakan yang terbuka dalam artian dapat dilihat secara nyata. Walaupun pengetahuan dan sikap (tindakan tertutup) mengenai kesehatan lingkungan telah positif, namun tidak selalu diikuti oleh tindakan yang positif juga. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas kesehatan lingkungan yang ada pada klinik sanitasi tersebut. Di samping faktor pendukung fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain, seperti dari keluarga, tetangga, teman, petugas kesehatan, dll (Notoatmodjo, 2003). Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, yaitu: 1. Pengetahuan 2. Kepercayaan 3. Sikap 4. Orang penting sebagai referensi
36
5. Sumber-sumber daya (resources) 6. Kebudayaan, yang merupakan perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam masyarakat yang akhirnya akan menghasilkan suatu pola hidup. (Notoatmodjo, 2003). 2.15. Teori Lawrence Green Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Lawrence Green, mengungkapkan determinan perilaku berawal dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu: faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors), dan faktor pendorong (reinforcing factors). 1. Faktor Predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini meliputi, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, sikap, persepsi, keyakinan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). a. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, dkk, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi
37
perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang hubungan antar jenis lingkungan sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas. Sebagai contoh, apabila terdapat permasalahan menumpuknya sampah di kotakota dan diselesaikan dengan mengangkut dan membuangnya di suatu lembah yang jauh dari pusat kota, maka permasalahan tidak terselesaikan, tetapi hanya dipindahkan dan timbul masalah lain seperti pencemaran tanah, air, dan udara bertambahnya jumlah lalat, tikus, bau, pemandangan menjadi tidak nyaman, dan sebagainya (Soemirat, 1996). Pengetahuan di dalam domain kognitif ada 6 tingkatan, antara lain: 1) tahu yaitu mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya; 2) memahami yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya dengan benar; 3) aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya; 4) analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis yaitu kemampuan untuk meletakkan atau meghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; 6) evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi/penilaian terhadap suatu materi/objek (Notoatmodjo, 2003).
38
b. Sikap Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu
pada
semua
objek
dan
situasi
yang
berkaitan
dengannya
(Widayatun,T.R, 2009). Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain. Sikap juga berasal dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (ITB, 1992). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: menerima (diartikan bahwa subjek
mau
dan
memperhatikan
stimulus
yang
diberikan),
merespon
(memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap), menghargai (mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga), dan bertanggung jawab (bertanggung jawab atas segala suatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi) (Notoatmodjo, 2003). 2. Faktor Pendukung (enabling factors) Faktor-faktor
ini
mencakup,
prasarana,
sarana
atau
fasilitas
yang
memungkinkan orang atau masyarakat yang bersangkutan mewujudkan apa yang diketahui, diyakini, dan disikapinya ke dalam bentuk perilaku (Hartono, 2010).
39
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan untuk terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan (Notoatmodjo, 2003). a. Sarana dan Prasarana Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Media atau sarana informasi perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode yang telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya, komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan (Hartono, 2010). Dimensi mutu pelayanan kesehatan salah satunya yaitu keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Keterjangkauan atau akses artinya pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Akses geografis, diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat pelayanan kesehatan (Pohan, 2003). Ketersediaan fasilitas lain berhubungan dengan image. Pelanggan akan meyakini benar bahwa institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan punya nilai (rating) tinggi di bidang
40
pelayanan kesehatan. Kepercayaan ini sudah terbukti dari reputasi pelayanan yang sudah ditunjukkan selama ini oleh institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan ini (Pohan, 2003). b. Sosialisasi Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, di mana, dan bagaimana pelayanan kesehatan itu dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit (Muninjaya, 2012). 3. Faktor Pendorong (reinforcing factors) Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan referensi sikap dan perilaku secara umum. Misalnya, perilaku petugas kesehatan dapat mendorong terbentuknya perilaku (Pieter dan Lumongga, 2010). Perilaku dapat ditumbuhkan oleh orang yang amat berarti dalam hidup kita. Bila seseorang amat berarti bagi kita, kita akan mendengarkan petuahnya dan kita akan berusaha meneladaninya (ITB, 1992). Konsumen
menganggap
bahwa
pelayanan
kesehatan
bermutu
kalau
pelayanannya dilaksanakan sesuai dengan kepentingan mereka, yaitu manusiawi, cepat, penuh empati, ramah, dan komunikatif (Muninjaya, 2012). Faktor-faktor ini yang terwujud meliputi, faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
41
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien/klien hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan informasi atau konseling. Jika keterampilan ini ternyata belum dimilki, maka harus diselenggarakan program pelatihan/kursus bagi mereka (Hartono, 2010). Disimpulkan bahwa perilaku masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2003). 2.16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut WHO (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan yaitu: 1. Faktor regional dan residence. 2. Faktor sistem pelayanan yang bersangkutan, antara lain: a. Tipe organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. b. Kelengkapan program kesehatan c. Tersedianya tenaga dan fasilitas medis d. Teraturnya pelayanan e. Hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat f. Adanya asuransi kesehatan 3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lain 4. Faktor-faktor konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan :
42
a. Faktor sosio demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, dan status perkawinan. b. Faktor sosio psikologis yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi kesehatan. c. Faktor ekonomis meliputi status sosio ekonomis (pendidikan dan pekerjaan) (Depkes, 1999). 2.17. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Faktor Predisposisi : - (Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan) - Pendidikan - Ekonomi (pekerjaan, penghasilan) - Demografi (Umur, Jenis Kelamin) Klinik sanitasi 2. Faktor Pendukung - Sarana dan Prasarana - Sosialisasi
3. Faktor Pendorong : - Petugas Klinik Sanitasi
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dalam bentuk kuesioner. Sehingga dapat diketahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi tersebut. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan yaitu di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini yaitu : 1. Puskesmas Medan Tuntungan merupakan puskesmas yang program klinik sanitasi dengan kategorik kurang baik di Puskesmas Kota Medan (Maryanti, 2003). 2. Jumlah Kunjungan pasien/klien klinik sanitasi di Puskesmas Medan Tuntungan tidak ada. 3. Jumlah pengunjung
yang dominan
mengunjungi Puskesmas
Medan
Tuntungan salah satunya adalah berasal dari Kelurahan Baru Ladang Bambu. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2014.
43
44
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Adapun populasi pada penelitian ini yaitu masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan, terkhusus pada masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Di mana jumlah kunjungan terbanyak ke Puskesmas Medan Tuntungan itu adalah berasal dari Kelurahan Baru Ladang Bambu. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012, adapun jumlah penduduk yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan khususnya di Kelurahan Baru Ladang Bambu berjumlah 4.767 orang, yang terdiri dari 858 KK (Dinkes Medan, 2012). Wawancara dilakukan pada kepala rumah tangga ataupun ibu rumah tangga sebagai perwakilan dari suatu keluarga/rumah tangga yang berada di Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan. 3.3.2 Sampel Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus penentuan jumlah sampel menurut Slovin, untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) pada populasi tersebut. Adapun rumus Slovin tersebut adalah: =
N N. d + 1
Keterangan : n = jumlah anggota sampel N = jumlah anggota populasi d = tingkat ketelitian (10%)
45
Berdasarkan data pada survei pendahuluan diketahui bahwa jumlah KK pada Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah 858 KK, maka besar sampel yang akan diteliti adalah : =
N N. d + 1
=
858 858. (0,1) + 1
=
858 9,58
= 89,56 ≈ 90 Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh sampel jumlah KK di Kelurahan Baru Ladang Bambu sebesar 90 responden. 3.3.3 Cara Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu systematic random sampling, yaitu pengambilan sampel dari populasi dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke n dari populasi tersebut mulai dari urutan yang dipilih secara random di antara nomer 1 hingga n (Sinulingga, 2011). Sistem random sampling digunakan karena anggota populasi bersifat homogen, hal ini berarti setiap anggota populasi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Pengambilan sampel secara acak sistematis (systematic sampling). Caranya adalah membagi jumlah anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang digunakan. Pengambilan sampel dengan membuat interval 10 dalam daftar urutan nama-nama KK di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Maka populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen yang mempunyai kelipatan 10.
46
Pengambilan sampel pertama dilakukan secara acak. Interval 10 ini diperoleh dengan hasil pembagian jumlah populasi dengan jumlah sampel. 3.4. Metode Pengumpulan Data Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.4.1 Data Primer Data yang dikumpulkan secara primer melalui wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner secara langsung kepada masyarakat yang mana kuesioner penelitian tersebut telah disiapkan oleh peneliti. 3.4.2 Data Sekunder Data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Medan, profil Puskesmas Medan Tuntungan, dan instansi yang terkait dengan penelitian ini. 3.5. Definisi Operasional 1. Faktor Predisposisi a.
1. Pengetahuan adalah pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan. 2. Sikap adalah reaksi atau respon masyarakat terhadap klinik sanitasi di puskesmas. 3. Kepercayaan adalah kepercayaan masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi di puskesmas dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya.
b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan yang dimiliki masyarakat pada pendidikan formal.
47
c. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari di luar rumah untuk memperoleh penghasilan tetap. d. Umur adalah usia masyarakat berdasarkan tanggal lahir. e. Jenis kelamin, dibedakan atas laki-laki dan perempuan. 2. Faktor Pendukung a. Sarana dan prasarana adalah segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi, media penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke puskesmas, serta adanya fasilitas lain yang mempengaruhi minat masyarakat berkunjung. b. Sosialisasi adalah segala hal yang dapat mendukung masyarakat untuk berkunjung ke puskesmas untuk berkonsultasi ke klinik sanitasi. Dapat berupa penyuluhan tentang klinik sanitasi maupun informasi dalam bentuk selebaran atau informasi dari mulut ke mulut. 3. Faktor Pendorong a. Petugas klinik sanitasi adalah pendapat masyarakat mengenai petugas klinik sanitasi yang bertugas yaitu keramah tamahan petugas klinik sanitasi, sikap petugas klinik sanitasi dalam berkomunikasi melayani pasien/klien.
48
3.6. Aspek Pengukuran Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dengan wawancara terpimpin menggunakan kuesioner. Setiap aspek pengukuran diwakili oleh beberapa pertanyaan. Masingmasing pertanyaan memiliki bobot nilai. Masing-masing aspek pengukuran terdiri dari 2 kategori, di mana penentuan kategori diperoleh berdasarkan rata-rata skor jawaban seluruh responden : Rata-rata skor =
1. Pengetahuan Aspek pengukuran pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi, dan penyakit berbasis lingkungan, diukur melalui 10 pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut: jika responden menjawab a, maka skor = 0; jika responden menjawab b, maka skor = 1 dan untuk pertanyaan 1, 6, 8, 9, dan 10. Jika jawaban responden b namun tidak tercantum pada pilihan, maka skor = 0; jika responden dapat menyebutkan salah satu atau lebih jawaban dari yang tercantum pada pilihan, maka skor = 1. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek pengetahuan yaitu 10. Selanjutnya aspek pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengetahuan baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Pengetahuan kurang baik
: jika skor di bawah rata-rata.
49
2. Sikap Aspek pengukuran sikap diukur melalui 5 pertanyaan dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Setuju”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak Setuju”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek sikap yaitu 5. Selanjutnya aspek sikap dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Sikap baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Sikap kurang baik : jika skor di bawah rata-rata. 3. Kepercayaan Aspek pengukuran kepercayaan dalam menggunakan klinik sanitasi diukur melalui 2 pertanyaan dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek kepercayaan yaitu 2. Selanjutnya aspek kepercayaan dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kepercayaan baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Kepercayaan kurang baik : jika skor di bawah rata-rata. 4. Sarana dan prasarana Aspek pengukuran sarana dan prasarana meliputi fasilitas klinik sanitasi, jarak, dan adanya fasilitas lain. Aspek ini diukur melalui 12 pertanyaan dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Untuk pertanyaan nomor 2, 7, 11, dan 12, jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 0 dan jika menjawab “Tidak”, maka skor = 1. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek sarana
50
dan prasarana yaitu 12. Selanjutnya aspek sarana dan prasarana dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Sarana dan prasarana baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Sarana dan prasarana kurang baik : jika skor di bawah rata-rata. 5. Sosialisasi Aspek pengukuran sosialisasi diukur melalui 3 pertanyaan dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek sosialisasi yaitu 3. Selanjutnya aspek sosialisasi dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Sosialisasi baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Sosialisasi kurang baik : jika skor di bawah rata-rata. 6. Petugas Klinik Sanitasi Aspek pengukuran petugas klinik sanitasi diukur melalui 5 pertanyaan, dengan ketentuan yaitu: jika responden menjawab “Ya”, maka skor = 1 dan jika responden menjawab “Tidak”, maka skor = 0. Sehingga diperoleh skor tertinggi untuk aspek petugas klinik sanitasi yaitu 8. Selanjutnya aspek petugas klinik sanitasi dikategorikan menjadi 2 kategori dengan ketentuan sebagai berikut : a. Petugas klinik sanitasi baik
: jika skor di atas rata-rata.
b. Petugas klinik sanitasi kurang baik : jika skor di bawah rata-rata.
51
3.7. Teknik Analisa Data Data dianalisis secara deskriptif dengan analisis univariat untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi. Hasil yang berupa angka-angka akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan dengan luas wilayah yaitu adalah 135 Ha yang terbagi dalam 5 (lima) lingkungan. Letak geografis dan batas-batas wilayah Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Durin Jangak Kec. Pancur Batu 4.1.1 Keadaan Demografis Kelurahan Baru Ladang Bambu Jumlah penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu mengalami peningkatan sebanyak 3,1 % pada tahun 2012. Pada Tahun 2011 jumlah penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu sebanyak 4201 jiwa. Sementara pada tahun 2012 jumlah penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu adalah sekitar 4299 jiwa. Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baru Ladang Bambu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 dan Tahun 2012 Tahun 2011 Tahun 2012 Jenis Kelamin Jenis Kelamin No. Lingkungan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 1. Lingkungan I 172 180 244 389 2. Lingkungan II 200 192 181 245 3. Lingkungan III 497 529 502 465 4. Lingkungan IV 530 535 621 565 5. Lingkungan V 611 755 495 628 Jumlah 2010 2191 2022 2277 Sumber : Profil Kelurahan Baru Ladang Bambu Tahun 2013
52
53
4.1.2 Sarana Kesehatan Kelurahan Baru Ladang Bambu Kelurahan Baru Ladang Bambu melaksanakan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan melalui beberapa sarana kesehatan dengan melaksanakan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya : a. Posyandu Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki Posyandu sebanyak 4 (empat ) buah yang berada di lingkungan yang ada di Kelurahan, yaitu : 1. Posyandu Kartini I berada di lingkungan IV yang dibina oleh Badan SOS dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI). 2. Posyandu Kartini II berada di lingkungan III yang dibina oleh Badan SOS dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI). 3. Posyandu Kartini III berada di lingkungan V yang dibina oleh Badan SOS dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI). 4. Posyandu Kartini IV berada di lingkungan I yang dibina oleh Badan SOS dengan pemberian PMTA (Pemberian Makanan Tambahan ASI). b. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Kelurahan Baru Ladang Bambu telah mendistribusikan Kartu JAMKESMAS kepada masyarakat Baru Ladang Bambu sebanyak 306 Kepala Keluarga. c. Puskesmas Pembantu (PUSTU) Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki 1 (satu) Puskesmas Pembantu. Saat ini Puskesmas Pembantu tidak memiliki dokter tetap.
54
4.2. Struktur Organisasi Puskesmas Tuntungan Adapun struktur organisasi yang terdapat di Puskesmas Tuntungan Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan sebagai berikut: KEPALA
PENJAB
TATA USAHA/ADM
INVENTARIS BENDAHARA
WAKOR-I
WAKOR-II
KIA
P2M/PKPL
DDTKB
KB
ISPA DBD DIARE Imunisasi Tb Paru
GIZI
PKM/PSM
UKS
Kesling
UKGM
Kes. Mata PHN Kes. Jiwa
LANSIA
PUSTU MEDAN PERMAI Sumber : Profil Puskesmas Tuntungan, 2012
SP2TP
KEFARMASIAN
PENGOBATAN
LABORATORIUM
PUSTU LADANG BAMBU
55
4.3. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dinilai pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah penghasilan, dan jarak rumah ke puskesmas. Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Umur di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) 1. 15 – 35 35 38,9 2. 36 – 55 43 47,8 3. > 55 12 13,3 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur, persentase responden terbanyak sebesar 47,8% yaitu pada kelompok umur 35-55 tahun dan responden terendah sebesar 13,3% yaitu pada kelompok umur > 55 tahun. Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 19 21,1 2. Perempuan 71 78,9 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, persentase responden terbanyak sebesar 78,9% yaitu perempuan, sedangkan persentase responden laki-laki sebesar 21,1%. Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD 2 2,2 2. SD 12 13,3 3. SMP 26 28,9 4. SMA 37 41,1 5. Akademi/Perguruan Tinggi 13 14,4 Total 90 100,0
56
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa berdasarkan tingkat pendidikan, persentase responden terbanyak sebesar 41,1% yaitu pada tingkat SMA dan persentase responden terendah sebesar 2,2% yaitu pada tingkat tidak sekolah ataupun tidak tamat SD. Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1. Petani 5 5,6 2. Buruh 2 2,2 3. Wiraswasta 31 34,4 4. Pegawai Swasta 9 10,0 5. Ibu Rumah Tangga 41 45,6 6. PNS/Polri/TNI 2 2,2 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jenis pekerjaan, persentase responden terbanyak sebesar 45,6% yaitu sebagai ibu rumah tangga (IRT), dan persentase responden terendah sebesar 2,2% yaitu sebagai PNS. Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penghasilan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Jumlah Penghasilan (Rupiah) Jumlah Persentase (%) 1. < 500.000 16 17,8 2. 500.000 - 2.000.000 64 71,1 3. > 2.000.000 10 11,1 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jumlah penghasilan, persentase responden terbanyak sebesar 71,1% yaitu pada penghasilan sebesar Rp 500.000 – Rp 2.000.000 dan terendah sebesar 11,1 % yaitu pada penghasilan sebesar > Rp 2.000.000.
57
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jarak Rumah ke Puskesmas di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Jarak (Km) Jumlah Persentase (%) 1. < 1 19 21,1 2. 1-5 71 78,9 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa berdasarkan jarak rumah ke puskesmas, persentase responden terbanyak sebesar 78,9% yaitu dengan jarak rumah ke puskesmas sekitar 1-5 Km dan terdapat 21,1% responden memiliki jarak rumah ke puskesmas <1 Km. Namun, tidak ada responden yang memiliki jarak rumah ke puskesmas lebih dari 5 Km. 4.4. Gambaran Faktor Predisposisi Adapun gambaran faktor predisiposisi responden pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini meliputi: pengetahuan responden yaitu pengetahuan tentang klinik sanitasi disertai juga pengetahuan tentang sanitasi lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan; sikap responden terhadap klinik sanitasi; dan kepercayaan responden terhadap klinik sanitasi. 4.4.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap pengetahuan responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 6. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori pengetahuan baik yaitu > 6 dan kategori pengetahuan kurang baik yaitu ≤ 6.
58
Pengetahuan yaitu pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan. Adapun distribusi responden menurut tingkat pengetahuan tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan No. Pengetahuan Responden (n) (%) 1. Pernah mendengar klinik sanitasi : - Tidak 84 93,3 - Ya 6 6,7 Jumlah 90 100,0 2. Mengetahui di Puskesmas menyediakan pelayanan untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan : - Tidak 22 24,4 - Ya 68 75,6 Jumlah 90 100,0 3 Mengetahui di Puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan : - Tidak 50 55,6 - Ya 40 44,4 Jumlah 90 100,0 4. Tahu darimana sumber air yang baik untuk menunjang kebutuhan rumah tangga : - Sumur/air hujan/air sungai 54 60,0 - PDAM 36 40,0 Jumlah 90 100,0 5. Penyakit DBD dapat menyebabkan kematian : - Tidak 6 6,7 - Ya 84 93,3 Jumlah 90 100,0 6. Tahu cara pencegahan DBD : - Tidak 13 14,4 - Ya 77 85,6 Jumlah 90 100,0 7. Bagaimana pengelolaan sampah yang baik : - Dibuang ke sungai 1 1,1 - Dibuang ke tempat sampah dan diangkut/dibakar 89 98,9 Jumlah 90 100,0
59
Tabel 4.8 (lanjutan) 8. Tahukah apa itu sanitasi lingkungan : - Tidak - Ya Jumlah 9. Bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk dikonsumsi : - Tidak - Ya Jumlah 10. Apakah air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit : - Tidak - Ya Jumlah
74 16 90
82,2 17,8 100,0
12 78 90
13,3 86,7 100,0
5 85 90
5,6 94,4 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa 93,3% masyarakat tidak “pernah mendengar tentang klinik sanitasi”, namun responden sebanyak 75,6% “mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan”, dan sebanyak 55,6% pula responden tidak “mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan”. Hal ini diperkuat dengan jawaban responden sebanyak 82,2% tidak “mengetahui apa itu sanitasi lingkungan”. Meskipun responden banyak yang tidak mengerti tentang sanitasi lingkungan, namun dominan responden sudah “mengetahui pengelolaan sampah yang baik”, yaitu sebanyak 98,9% responden mengelola sampah dengan “dibuang ke tempat sampah dan diangkut atau dibakar”. Sebanyak 86,7% responden juga telah “tahu bagaimana kualitas air bersih yang baik untuk dikonsumsi”. Namun, sebanyak 60% responden mengatakan bahwa “sumber air yang baik bagi kebutuhan rumah tangga mereka yaitu dari sumur”.
60
Sebesar 93,3% responden mengetahui bahwa “penyakit DBD dapat menyebabkan kematian”, oleh karena itu sebanyak 85,6% responden pula “mengetahui cara pencegahan DBD”. Serta sebanyak 94,4% responden tahu bahwa “air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit”. Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Pengetahuan No. Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 43 47,8 2. Baik 47 52,2 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan yaitu dengan persentase sebesar 52,2% dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan lebih sedikit lagi yaitu dengan persentase sebesar 47,8%. 4.4.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap sikap responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 4. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori sikap baik yaitu > 4 dan kategori sikap kurang baik yaitu ≤ 4. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah reaksi atau respon masyarakat terhadap klinik sanitasi yang meliputi tentang sikap atas keberadaan klinik sanitasi
61
dan sikap untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Adapun distribusi responden menurut indikator sikap tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.0. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Jumlah Persentase No. Sikap Responden (n) (%) 1. Adanya klinik sanitasi di puskesmas : - Setuju 90 100,0 - Tidak Setuju 0 0 Jumlah 90 100,0 2. Mau datang ke klinik sanitasi : - Setuju 64 71,1 - Tidak Setuju 26 28,9 Jumlah 90 100,0 3 Klinik sanitasi melakukan upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan : - Setuju 88 97,8 - Tidak Setuju 2 2,2 Jumlah 90 100,0 4. Kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi : - Setuju 78 86,7 - Tidak Setuju 12 13,3 Jumlah 90 100,0 5. Kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi setelah berobat di puskesmas : - Setuju 52 57,8 - Tidak Setuju 38 42,2 Jumlah 90 100,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden “setuju” atas “pengadaan klinik sanitasi” dan “setuju” untuk “mau datang ke klinik sanitasi” (71,1%). Sebagian besar responden (97,8%) menyatakan “setuju” dengan “upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi”. Namun, juga terdapat sebesar 42,2% responden yang “tidak setuju” bahwa “perlu berkonsultasi ke klinik
62
sanitasi setelah berobat di puskesmas”. Padahal, sebesar 86,7% responden menyatakan “setuju” bahwa “perlunya berkonsultasi ke klinik sanitasi”. Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Sikap Terhadap Klinik Sanitasi No. Sikap Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 50 55,6 2. Baik 40 44,4 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 5.1 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki sikap yang baik terhadap klinik sanitasi lebih rendah yaitu dengan persentase sebesar 44,4% dan sikap responden yang kurang baik terhadap klinik sanitasi lebih tinggi yaitu sebesar 55,6%. 4.4.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap kepercayaan responden dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 1. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori kepercayaan baik yaitu > 1 dan kategori kepercayaan kurang baik yaitu ≤ 1. Kepercayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepercayaan masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya. Adapun distribusi responden menurut tingkat kepercayaan dalam pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
63
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Jumlah Persentase No. Kepercayaan Responden (n) (%) 1. Klinik sanitasi dapat membantu dalam memahami sanitasi lingkungan : - Ya 82 91,1 - Tidak 8 8,9 Jumlah 90 100,0 2. Klinik sanitasi dapat mencegah penyakit diare, DBD, gatal-gatal, dan penyakit berbasis lingkungan lainnya : - Ya 81 90,0 - Tidak 9 10,0 Jumlah 90 100,0 Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui sebesar 91,1 % responden percaya bahwa “klinik sanitasi dapat membantu mereka dalam memahami sanitasi lingkungan” dan sebesar 90% responden percaya bahwa “klinik sanitasi dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan.” Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Menurut Kepercayaan Terhadap Klinik Sanitasi No. Kepercayaan Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 12 13,3 2. Baik 78 86,7 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa responden yang memiliki kepercayaan yang baik terhadap klinik sanitasi yaitu sebesar 86,7% dan responden yang memiliki kepercayaan yang kurang baik terhadap klinik sanitasi yaitu hanya sebesar 13,3% saja.
64
4.5. Gambaran Faktor Pendukung Adapun gambaran faktor pendukung responden pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini dilihat dari keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi yang meliputi fasilitas klinik sanitasi, jarak rumah ke puskesmas, serta adanya keberadaan fasilitas lain; dan sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi. 4.5.1 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 5. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori sarana dan prasarana baik yaitu > 5 dan kategori sarana dan prasarana kurang baik yaitu ≤ 5. Sarana dan prasarana adalah segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi, media penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke puskesmas, serta adanya fasilitas lain yang mempengaruhi minat masyarakat berkunjung. Adapun distribusi responden menurut indikator keberadaan sarana dan prasarana tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
65
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Jumlah Persentase No. Tentang Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi (n) (%) 1. Pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi : - Tidak 89 98,9 - Ya 1 1,1 Jumlah 90 100,0 2. Pernah mendapat konsultasi tentang sanitasi lingkungan di loket pendaftaran : - Ya 2 2,2 - Tidak 88 97,8 Jumlah 90 100,0 3 Petugas menjelaskan disertai dengan media cetak saat berkonsultasi: - Tidak 88 97,8 - Ya 2 2,2 Jumlah 90 100,0 4. Petugas menjelaskan disertai dengan video saat berkonsultasi : - Tidak 90 100,0 - Ya 0 0 Jumlah 90 100,0 5. Petugas menjelaskan disertai dengan buku/majalah saat berkonsultasi : - Tidak 85 94,4 - Ya 5 5,6 90 100,0 6. Petugas menyertai formulir untuk pencatatan dan pelaporan saat berkonsultasi : - Tidak 90 100,0 - Ya 0 0 Jumlah 90 100,0 7. Mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas : - Ya 44 48,9 - Tidak 46 51,1 Jumlah 90 100,0 8. Ketersediaan sarana dalam kegiatan klinik sanitasi adalah hal yang penting : - Tidak 10 11,1 - Ya 80 88,9 Jumlah 90 100,0
66
Tabel 5.4 (lanjutan) 9. Berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi sanitasi lingkungan : - Tidak - Ya Jumlah 10. Berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi penyakit berbasis lingkungan : - Tidak - Ya Jumlah 11. Berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi sanitasi lingkungan : - Ya - Tidak Jumlah 12. Berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi penyakit berbasis lingkungan : - Ya - Tidak Jumlah
tentang 78 12 90
86,7 13,3 100,0
71 19 90
78,9 21,1 100,0
8 82 90
8,9 91,1 100,0
18 72 90
20,0 80,0 100,0
tentang
tentang
tentang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 98,9% responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi”. Selain itu, sebesar 97,8% responden menyatakan “petugas tidak menyertai media cetak saat berkonsultasi” dan sebesar 94,4% responden menyatakan “petugas tidak menyertai buku/majalah saat berkonsultasi”. Sebagian besar responden (51,1%) menyatakan bahwa “tidak mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas”. Pada tabel 5.4 di atas juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka berkunjung ke puskesmas “tidak” untuk melakukan konsultasi tentang sanitasi lingkungan (86,7%) dan tentang penyakit berbasis lingkungan (78,9%). Namun, terdapat sebesar 20% responden menyatakan bahwa mereka “ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan”.
67
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi No. Sarana dan Prasarana Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 78 86,7 2. Baik 12 13,3 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 5.5 di atas, diketahui bahwa responden menyatakan keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi kurang baik pada persentase tertinggi yaitu sebesar 86,7% dan hanya 13,3% saja persentase responden yang menyatakan bahwa keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik. 4.5.2 Sosialisasi Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap sosialisasi klinik sanitasi dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu nol. Sehingga, dapat diketahui bahwa sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi seluruhnya kurang baik. 4.6. Gambaran Faktor Pendorong Adapun gambaran faktor pendorong responden pada masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2014 ini dilihat dari keberadaan petugas klinik sanitasi meliputi keramah tamahan petugas klinik sanitasi, kesigapan petugas klinik sanitasi, keaktifan petugas klinik sanitasi, serta penjelasan petugas klinik sanitasi dalam melayani pasien/klien yang bersifat komunikatif.
68
4.6.1 Petugas Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh jumlah rata-rata skor jawaban seluruh responden terhadap keberadaan petugas klinik sanitasi dalam pemanfaatan klinik sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yaitu berjumlah 3. Sehingga dari skor rata-rata tersebut, dapat ditentukan bahwa kategori baik yaitu > 3 dan kategori kurang baik yaitu ≤ 3. Peugas klinik sanitasi dalam penelitian ini adalah pendapat masyarakat mengenai petugas klinik sanitasi yang bertugas meliputi keramah-tamahan petugas klinik sanitasi, sikap petugas klinik sanitasi dalam berkomunikasi melayani pasien/klien. Adapun distribusi responden menurut indikator keberadaan petugas klinik sanitasi tentang pemanfaatan klinik sanitasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Jumlah Persentase No. Tentang Petugas Klinik Sanitasi (n) (%) 1. Petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah : - Tidak 90 100,0 - Ya 0 0 Jumlah 90 100,0 2. Pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi : - Tidak 81 90,0 - Ya 9 10,0 Jumlah 90 100,0 3 Pernah mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik sanitasi : - Tidak 82 91,1 - Ya 8 8,9 Jumlah 90 100,0
69
Tabel 5.6 (lanjutan) 4. Sikap petugas klinik sanitasi mempengaruhi minat untuk berkunjung: - Tidak - Ya Jumlah 5. Mengharapkan petugas klinik sanitasi baik dan ramah: - Ya - Tidak Jumlah 6. Mengharapkan petugas klinik sigap : - Ya - Tidak Jumlah 7. Mengharapkan petugas klinik sanitasi aktif: - Ya - Tidak Jumlah 8. Mengharapkan petugas klinik sanitasi komunikatif : - Ya - Tidak Jumlah
46 44 90
51,1 48,9 100,0
69 21 90
76,7 23,3 100,0
31 59 90
34,4 65,6 100,0
47 43 90
52,2 47,8 100,0
17 73 90
18,9 81,1 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah”. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah mendapat penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (90%) dan “pernah mendapat penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (91,1%). Pada tabel 5.6 di atas juga dapat dilihat bahwa sebesar 76,7% responden mengharapkan “petugas klinik sanitasi lebih baik dan ramah” dan sebesar 52,2% responden mengarapkan “petugas klinik sanitasi lebih aktif”.
70
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Berdasarkan Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi No. Petugas Klinik Sanitasi Jumlah Persentase (%) 1. Kurang baik 67 74,4 2. Baik 23 25,6 Total 90 100,0 Berdasarkan tabel 5.7 di atas, diketahui bahwa responden menyatakan jika petugas klinik sanitasi kurang baik pada persentase tertinggi yaitu sebesar 74,4% dan hanya sekitar 25,6% responden yang menyatakan bahwa petugas klinik sanitasi baik.
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Berdasarkan hasil penelitian, bahwa kelompok umur terbanyak dari responden adalah 36-55 tahun yaitu sekitar 47,3% sedangkan paling rendah yaitu pada kelompok umur di atas 55 tahun yaitu hanya 13,3% saja. Pada penelitian ini, umur termasuk dalam faktor predisposisi yaitu demografi. Umur responden memberikan kontribusi besar dari hasil akhir usaha yang lebih maksimal mengenai perilaku kesehatan yang dilakukan, seperti dalam hal kesadaran untuk melakukan tindakan pencegahan sebagaimana yang ingin diwujudkan pada pelayanan klinik sanitasi ini, yaitu meningkatkan derajat masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah, dan terusmenerus (Depkes RI, 2000). 5.1.2 Jenis Kelamin Hasil penelitian ini diperoleh 78,9% responden berjenis kelamin perempuan sedangkan laki-laki sebanyak 21,1%. Pada penelitian ini selain umur, jenis kelamin termasuk dalam faktor predisposisi, yaitu demografi. Jenis kelamin dikaitkan dengan status responden di dalam keluarga. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kebanyakan ibu-ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peran seorang ibu di dalam rumah tangga yaitu sebagai ibu rumah tangga dan lebih banyak berada di rumah dibanding seorang laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga dan sering bekerja di luar rumah.
71
72
Jenis kelamin mendasari suatu peluang besar bagi perempuan untuk mempunyai waktu yang cukup luang dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki, di mana laki-laki lebih banyak beraktifitas/bekerja di luar rumah. Sehingga perempuan memiliki cukup waktu luang untuk datang ke klinik sanitasi dan seharusnya tidak menjadi kendala bagi mereka untuk berkunjung ke klinik sanitasi. 5.1.3 Pendidikan Hasil penelitian secara umum dapat dilihat bahwa pendidikan responden pada Kelurahan Baru Ladang Bambu telah cukup tinggi, yaitu sekitar 41,1% responden tamat pendidikan menengah yaitu tamat SMA dan responden yang mencapai tingkat pendidikan tinggi yaitu tamat akademi/perguruan tinggi ada 14,4%, walaupun terdapat 2,2% responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu tidak sekolah/tidak tamat SD. Tingkat pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal yang dimiliki masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan. Pendidikan itu melingkupi proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Pada penelitian ini, pendidikan masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi dan ada pula yang sama. Tingkat pendidikan di sini dikategorikan ke dalam beberapa tingkatan yang meliputi 3 macam yaitu tingkat pendidikan rendah (tamat SD,SMP), tingkat pendidikan menengah (tamat SMA), dan tingkat pendidikan tinggi (tamat Akademi/Perguruan Tinggi). Masyarakat yang mempunyai pendidikan menengah dan akademi/perguruan tinggi akan lebih memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan lingkungan
73
terutama tentang sanitasi lingkungan dan tentang penyakit berbasis lingkungan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat pemahaman terhadap suatu masalah. Pendidikan merupakan suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat, dan bertujuan untuk bertahan hidup termasuk memenuhi kebutuhan sandangnya (Azwar, 2007). Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Hasil dari pendidikan terkait kesehatan adalah dalam bentuk kesadaran kesehatan. Kesadaran adalah keadaan di mana seseorang dalam keadaan siap dari segi fisik dan pikiran untuk menerima atau melakukan hal-hal tertentu. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu mendapat proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Tingkat pendidikan juga dapat sebagai penentu daya nalar seseorang untuk menerima informasi dan mengolahnya serta menanggapi informasi yang diterima itu dengan baik secara rasional. Pendidikan berpengaruh dalam proses belajar seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula seseorang tersebut dalam menerima informasi. Hasil studi Widyastuti dan Elisabeth dalam Opangge (2013), dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan
74
memiliki status kesehatan yang lebih baik. Semakin rendah pendidikan, maka tingkat partisipasi masyarakat di bidang kesehatan semakin rendah juga. 5.1.4 Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45,6% responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT). Selain itu, terdapat 34,4% responden bekerja sebagai wiraswasta diikuti 10% sebagai pegawai swasta. Sisanya dapat ditemukan 5,6% responden bekerja sebagai petani, 2,2% sebagai buruh, dan hanya 2,2% bekerja sebagai PNS. Bekerja sebagai ibu rumah tangga diartikan bahwa responden tersebut tidak bekerja di luar rumah, namun suami yang bertindak sebagai kepala keluarga yang bekerja di luar rumah. Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah perempuan (78,9%) yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga tidak setinggi ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumah di samping bertindak sebagai ibu rumah tangga di dalam rumah. Sehingga pemahaman mengenai kesehatan dapat dikatakan tidak setinggi ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan pengetahuan dan kesadaran kesehatan seseorang. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin tinggi pula kesadaran terhadap kesehatan. Menurut teori Maslow dalam Malayu (2002), jika seseorang yang ingin memiliki kebutuhan rasa aman dan kenyamanan maka akan melakukan berbagai upaya untuk mencapainya, salah satu faktornya adalah kecukupan penghasilan dan ini hanya diperoleh jika mempunyai suatu pekerjaan yang layak.
75
5.1.5 Penghasilan Tingkat penghasilan dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat dengan bekerja sehari-hari. Jumlah penghasilan yang dikategorikan pada penelitian ini yaitu sebagian besar responden berpenghasilan antara Rp 500.000 – Rp 2.000.000 yaitu sebesar 71,1% di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan. Penghasilan masyarakat yang terbanyak ini berasal dari pegawai swasta dan wiraswasta seperti dalam hal perdagangan. Semakin tinggi penghasilan penduduk, maka semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang, makanan dan semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula status kesehatannya. Keadaan ekonomi sangat berperan penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat. Penghasilan yang tinggi memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh suatu yang lebih baik juga dalam kebutuhannya seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Sebaliknya, jika pendapatan rendah maka akan terdapat hambatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian penghasilan sebagai salah satu faktor dalam masyarakat untuk memulai hidup sehat dengan melakukan perilaku kesehatan yang bersifat mencegah seperti dalam hal memanfaatkan klinik sanitasi yang ada. Pada penelitian ini, hanya sebagian kecil responden yang berpenghasilan tinggi (11,1%). Walaupun terdapat sebagian masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp 2.000.000, akan tetapi kesadaran akan pentingnya berkonsultasi mengenai kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi masih sangat rendah, sehingga kunjungan ke klinik sanitasi tetap saja rendah.
76
5.1.6 Jarak Rumah dengan Puskesmas Jarak merupakan kelengkapan data untuk penguatan atas faktor pendukung yaitu faktor sarana dan prasarana. Karena jarak dapat mempengaruhi atas keberadaan fasilitas seperti transportasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa 78,9% responden menyatakan jarak lokasi Puskesmas Medan Tuntungan sebagai tempat yang menyediakan pelayanan klinik sanitasi dengan tempat tinggal responden tidak terlalu jauh yaitu sekitar 1-5 Km. Menurut Pohan (2003), salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan antara lain yaitu keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Keterjangkauan atau akses artinya pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa. Akses geografis, diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat pelayanan kesehatan. Jarak puskesmas yang tidak terlalu jauh akan membuat masyarakat mudah dalam menjangkaunya. Kemudahan dalam menjangkau lokasi puskesmas ini berhubungan dengan faktor ekonomi dalam keluarga. Jika masyarakat memiliki kendaraan dalam menjangkau lokasi puskesmas sehingga mudah untuk menjangkau lokasi puskesmas tanpa harus menimbulkan kelelahan, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi masyarakat untuk berkunjung ke klinik santasi.
77
5.2. Gambaran Faktor Predisposisi 5.2.1 Pengetahuan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Pengetahuan pada penelitian ini meliputi pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan. Dari hasil penelitian tentang pengetahuan responden di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan dalam pemanfaatan klinik sanitasi menyatakan bahwa tingkat pengetahuan responden baik yaitu sebanyak 52,2%. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaran indera manusia, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang program klinik sanitasi dapat membantu mereka memahami lebih banyak mengenai upaya-upaya pencegahan, apa yang harus mereka lakukan agar sesuatu yang buruk, misalnya lingkungan yang buruk, tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan mereka, yaitu berupa penyakit berbasis lingkungan. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai program klinik sanitasi kurang, yaitu sebesar 93,3% responden “tidak” pernah mendengar tentang klinik sanitasi. Sehingga sebesar 55,6% responden menyatakan “tidak” mengetahui jika di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan. Namun demikian, dominan responden sudah “mengetahui pengelolaan sampah yang baik”, yaitu sebanyak 98,9% responden mengelola sampah dengan “dibuang ke tempat
78
sampah dan diangkut atau dibakar”. Selain itu, sebanyak 86,7% responden juga telah “tahu bagaimana kualitas air bersih yang baik untuk dikonsumsi”, serta sebanyak 94,4% responden tahu bahwa “air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit”. Menurut Notoatmojdjo (2003) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuannya. Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Pendidikan berpengaruh dalam proses belajar seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula seseorang tersebut dalam menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk berusaha memperoleh informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Hal ini sebanding dengan tingkat pendidikan responden yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu pendidikan tingkat menengah (tamat SMA) paling tinggi pada masyarakat di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan meskipun pengetahuan tentang program klinik sanitasi masih kurang. Dalam hal pemanfaaan klinik sanitasi ini, pengetahuan masyarakat berperan dalam membantu masyarakat untuk memahami lebih dalam mengenai semua hal dan persoalan yang berhubungan dengan sanitasi dan penyakit yang berbasis lingkungan.
79
Tingginya tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan pengetahuan mereka tentang semua hal yang baik yang berhubungan dengan cara-cara pencegahan penyakit yang merupakan hal buruk bagi kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan bahwa sebanyak 85,6% responden mengetahui cara pencegahan penyakit DBD. Hasil penelitian yang diperoleh pada masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan ini telah menunjukkan bahwa pengetahuan mereka sudah tergolong baik. Berarti masyarakat sudah mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan seperti, upaya pencegahan DBD, cara pengolahan sampah yang baik, ciri-ciri fisik air bersih seperti apa. Namun dalam hal ini, pengetahuan masyarakat mengenai klinik sanitasi masih sangat rendah. Masyarakat mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk melakukan pencegahan penyakit berbasis lingkungan dan upaya kesehatan lingkungan, namun masyarakat tidak mengetahui bahwa di puskesmas mereka dapat melakukan konsultasi dalam rangka membantu upaya pencegahan mereka melalui fasilitas klinik sanitasi. 5.2.2 Sikap Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Salah satu faktor predisposisi dalam penelitian ini adalah faktor sikap, yang diartikan sebagai reaksi atau respon masyarakat terhadap klinik sanitasi di puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memiliki sikap tidak baik yaitu 55,6%. Namun, walaupun sikap masyarakat terhadap pemanfaatan klinik sanitasi dominan tidak baik, terdapat 44,4%
80
responden yang menyatakan sikap yang baik. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak jauh antara masyarakat yang bersikap baik dan tidak baik. Studi yang dilakukan Opangge (2013), menyatakan bahwa sikap masyarakat timbul berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Tingkat pengetahuan yang tinggi dapat mendorong masyarakat untuk bersikap lebih baik sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Pada penelitian ini, telah dibahas sebelumnya bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan responden yang menyatakan “setuju” atas pegadaan klinik sanitasi (97,8%) dan “setuju” dengan upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi. Hal ini menjadi suatu pembuktian atas perbedaan yang tidak jauh antara sikap masyarakat yang baik dan yang kurang baik. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003). Sikap yang kurang baik pada penelitian ini dimaksudkan sebagai sikap masyarakat yang tertutup terhadap pemanfaatan klinik sanitasi, sebagai salah satu upaya masyarakat dalam menangani masalah yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan mereka. Sikap yang tertutup ini merupakan reaksi atau respon yang muncul yang terbatas pada perhatian masyarakat terhadap kesehatan lingkungan di sekitar mereka dan kurangnya kesadaran akan manfaat klinik
81
sanitasi yang terjadi pada masyarakat sehingga mengakibatkan kunjungan masyarakat untuk datang ke klinik sanitasi rendah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan “tidak setuju” bahwa “perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi setelah berobat di puskesmas (42,2%), padahal sebesar 86,7% responden menyatakan “setuju” bahwa “perlunya berkonsultasi ke klinik sanitasi”. Sikap yang kurang baik ini menggambarkan tindakan responden tentang pemanfaatan klinik sanitasi dikarenakan tidak adanya kesinambungan yang dilakukan masyarakat antara pengetahuan dan sikap yang mereka miliki dengan tindakan yang mereka lakukan. Sebagian besar masyarakat tahu dan memahami tentang bahaya dari penyakit berbasis lingkungan yang sering dialami akan tetapi penyesuaian dengan adanya tindakan langsung terhadap upaya menanggulangi kejadian penyakit tersebut masyarakat tidak efektif dalam pelaksanaannya. Seperti mereka enggan berkunjung untuk berkonsultasi ke klinik sanitasi. 5.2.3 Kepercayaan Responden Dalam Pemanfaatan Klinik Sanitasi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa sebesar 91,1% responden “percaya” bahwa “klinik sanitasi dapat membantu mereka dalam memahami sanitasi lingkungan” dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan lingkungan mereka dan “percaya” bahwa “klinik sanitasi dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan” (90%) yang tidak mereka harapkan. Sehingga, dapat diketahui dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa 86,7% responden memiliki kepercayaan yang baik terhadap klinik sanitasi. Salah satu faktor predisposisi selain pengetahuan dan sikap adalah kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepercayaan masyarakat
82
dalam pemanfaatan klinik sanitasi tentang bagaimana klinik sanitasi di puskesmas dimanfaatkan dan mengapa masyarakat memanfaatkannya. Kepercayaan responden terhadap klinik sanitasi ini sejalan dengan tingkat pengetahuan responden yang baik mengenai kesehatan lingkungan, yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya yaitu tingkat pengetahuan responden baik (52,2%). Banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, salah satunya yaitu kepercayaan (Notoatmodjo, 2003). Kepercayaan masyarakat yang baik terhadap klinik sanitasi ini dapat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam pemanfaatan klinik sanitasi. Masyarakat telah memiliki pengetahuan mengenai sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan yang baik, sehingga terciptanya kepercayaan merupakan salah satu hal yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang baik, karena pengetahuan yang baik menjadi suatu dasar bagi seseorang untuk berpendapat dan memilih akan suatu hal yang mereka anggap baik dan tidak baik demi kesehatan mereka. Misalnya, pengetahuan masyarakat yang baik mengenai kesehatan lingkungan, sehingga masyarakat juga mengetahui dengan baik upaya-upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan dikarenakan lingkungan yang tidak sehat, dan dalam hal ini masyarakat akan berpikiran bahwa hal-hal berupa program yang bertujuan baik dalam upaya-upaya pencegahan, seperti klinik sanitasi ini, maka mereka pun merasa percaya akan upaya seperti klinik sanitasi ini.
83
Sikap pasien/klien klinik sanitasi kurang baik (55,6%) untuk berpartisipasi melakukan kunjungan ke klinik sanitasi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendukung rendahnya kunjungan ke klinik sanitasi meskipun kepercayaan masyarakat terhadap klinik sanitasi sudah baik. Adanya hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, kepercayaan, sikap) dengan kunjungan ke klinik sanitasi dalam penelitian ini sesuai dengan teori Green, dkk (1999), yang mengatakan bahwa faktorfaktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, sikap. Sehingga meskipun pengetahuan dan kepercayaan masyarakat telah baik, namun jika masyarakat memiliki sikap yang kurang baik yaitu dengan bersikap tertutup maka perilaku dalam bentuk tindakan tidak terwujud sesuai dengan yang diharapkan. 5.3. Gambaran Faktor Pendukung 4.5.3 Sarana dan Prasarana Klinik Sanitasi Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa 86,7% responden menyatakan bahwa sarana dan prasarana klinik sanitasi kurang baik. Hal ini sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebesar 98,9% responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi”. Selain itu, sebesar 97,8% responden menyatakan “petugas tidak menyertai media cetak saat berkonsultasi” dan sebesar 94,4% responden menyatakan “petugas tidak menyertai buku/majalah saat berkonsultasi”. Dari penjelasan sebelumnya juga diketahui bahwa jarak tidak menjadi masalah bagi masyarakat, dikarenakan jarak antara rumah responden dengan puskesmas tidak terlalu jauh yaitu sekitar 1-5 Km. Hal ini juga
84
sesuai dengan pernyataan sebagian besar responden (51,1%) yang menyatakan bahwa “tidak mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas”. Faktor pendukung dalam penelitian ini salah satunya yaitu terdapatnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan klinik sanitasi. Sarana dan prasarana dalam penelitian ini diartikan sebagai segala macam fasilitas yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam pelaksanaan klinik sanitasi, seperti ruang klinik sanitasi, media penyuluhan yang mendukung dan menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas, jarak rumah masyarakat ke puskesmas, serta adanya fasilitas lain yang mempengaruhi minat masyarakat berkunjung. Sarana dan prasarana adalah segala jenis peralatan yang dimiliki oleh organisasi dan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mengembang misi organisasi yang bersangkutan (Siagian, 1993). Salah satu komponen penting dalam pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Adapun jenis sarana yang paling utama dalam klinik sanitasi di puskesmas yang mengacu pada pedoman klinik sanitasi yaitu adanya ruang klinik sanitasi (Depkes RI, 2000). Menurut Parasuruman dkk, dalam Muninjaya (2012), menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan 5 aspek komponen mutu, salah satu komponennya yaitu bersifat tangible yaitu mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik. Dari survei pendahuluan yang dilakukan sebelumnya di Puskesmas Medan Tuntungan, diketahui
85
bahwa tidak terdapat ruang khusus untuk klinik sanitasi, padahal hal tersebut merupakan sarana utama yang harus dimiliki. Hasil penelitian juga diperoleh sebesar 20% responden menyatakan bahwa mereka “ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan”. Faktor penghasilan atau ekonomi merupakan suatu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi dalam program kesehatan. Apabila penghasilan yang didapat berlebih, maka seseorang lebih cenderung untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang lebih baik, contohnya seperti rumah sakit dengan fasilitas yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat 11,1% responden berpenghasilan di atas Rp 2.000.000,-. Hal ini dapat menjadi salah satu alasan bagi masyarakat untuk tidak berkunjung ke klinik sanitasi di puskesmas. Dikarenakan mereka tidak terkendala biaya dan dapat langsung ke fasilitas lain yang mereka anggap lebih lengkap dan terjamin seperti ke rumah sakit. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk kegiatan klinik sanitasi tentu saja berpengaruh besar terhadap pelaksanaan klinik sanitasi di puskesmas baik kegiatan di dalam gedung maupun di luar gedung. Sarana prasarana yang tidak mendukung ini memungkinkan kegiatan tidak bisa berjalan optimal, sebaliknya bila sarana prasarana yang dimiliki klinik sanitasi mencukupi sehingga dapat mendukung kegiatan ini, maka akan menjadi daya tarik untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi. Sehingga berpengaruh juga terhadap keberhasilan dan juga pencapaian program kesehatan lingkungan.
86
4.5.4 Sosialisasi Klinik Sanitasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan jika sosialisasi atas keberadaan klinik sanitasi di Puskesmas Medan Tuntungan terhadap masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu kurang baik. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan responden tentang pengetahuan yang sebanyak 93,3% menyatakan “tidak pernah mendengar tentang klinik sanitasi” dan sebanyak 55,6% responden pula “tidak mengetahui bahwa di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan”. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, di mana, dan bagaimana pelayanan kesehatan itu dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit (Muninjaya, 2012). Selain sarana dan prasarana, adapun faktor pendukung yang lain dalam penelitan
ini yaitu adanya sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi. Sosialisasi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai segala hal yang dapat mendukung masyarakat untuk berkunjung ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lingkungan mereka ke klinik sanitasi. Hal tersebut dapat berupa penyuluhan tentang klinik sanitasi maupun informasi dalam bentuk selebaran atau informasi dari mulut ke mulut. Walaupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan baik, namun jika sosialisasi terhadap keberadaan klinik sanitasi ini kurang baik, maka masyarakat menjadi tidak mengetahui apa itu klinik sanitasi,
di
mana
diadakan,
kapan
dapat
dikunjungi,
dan
bagaimana
87
memanfaatkannya. Sehingga menyebabkan masyarakat menjadi tidak tahu akan klinik sanitasi dan hal ini menjadi faktor rendahnya kunjungan masyarakat ke klinik sanitasi. Sosialisasi yang baik diberikan oleh pihak puskesmas terhadap klinik sanitasi akan meningkatkan minat masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Untuk meningkatkan kehadiran masyarakat berkunjung ke klinik sanitasi perlu diadakan sosialisasi mengenai jadwal dan tempat pelaksanaannya serta sosialisasi mengenai manfaat klinik sanitasi terhadap masyarakat agar masyarakat tahu tentang manfaat program klinik sanitasi tersebut demi meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan mereka. Pada penelitian ini, pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi masih rendah. Faktor pengetahuan tentang program klinik sanitasi sangat penting untuk ditanamkan pada masyarakat dalam hal pemanfaatan klinik sanitasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dengan memberikan pelaksanaan sosialisasi atau penyuluhan sebagai sarana pemberian pendidikan guna memberikan pengetahuan dan kesadaran pada masyarakat akan pentinganya upaya pencegahan melalui himbauan untuk menjaga kesehatan lingkungan mereka, yang dilakukan tiap kali masyarakat berkunjung ke puskesmas dan juga dilakukan di luar gedung yaitu kegiatan pemantauan langsung ke masyarakat.
88
5.4. Gambaran Faktor Pendorong 5.4.1 Petugas Klinik Sanitasi Hasil penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan, diketahui sebanyak 74,4% responden menyatakan bahwa pendapat mereka terhadap petugas klinik sanitasi kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menyatakan “tidak” pada pernyataan “petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah”. Selain itu, sebagian besar responden menyatakan “tidak” pada pernyataan “pernah mendapat penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (90%) dan “pernah mendapat penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik sanitasi” (91,1%). Menurut Pohan (2003), kunci kerberhasilan suatu organisasi tidak terkecuali organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas salah satunya adalah mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan dan kemudian berupaya memenuhinya. Pelanggan eksternal adalah orang di luar organisasi pelayanan kesehatan yang memperoleh pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh organisasi pelayanan kesehatan. Pelanggan eksternal ini juga termasuk pasien/klien klinik sanitasi. Salah satu yang hal yang dibutuhkan pelanggan eksternal yaitu mereka membutuhkan penghargaan dan penghormatan. Mereka semua harus diperlakukan sebagai manusia yang penting dan terhormat. Sehingga faktor petugas sebagai pemberi pelayanan sangat berpengaruh terhadap minat pasien/klien untuk berkunjung.
89
Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan referensi sikap dan perilaku secara umum. Misalnya, perilaku petugas kesehatan dapat mendorong terbentuknya perilaku (Pieter dan Lumongga, 2010). Hal yang sama juga dinyatakan oleh tim kerja dari WHO yang menganalisis bahwa penyebab seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena alasan pokok, salah satunya yaitu referensi orang penting (Notoatmodjo, 2003). Mutu barang atau jasa itu bersifat multidimensi, demikian pula dengan mutu pelayanan kesehatan. Salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan itu antara lain adalah hubungan antar manusia. Hubungan antar manusia merupakan interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan yaitu dalam hal ini adalah petugas klinik sanitasi, dengan pasien/klien. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dll. Pengalaman menunjukkan bahwa pasien diperlakukan kurang baik, cenderung akan mengabaikan nasehat dan tidak mau melakukan kunjungan ulang (Pohan, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 76,7% responden mengharapkan “petugas klinik sanitasi lebih baik dan ramah” dan sebesar 52,2% responden mengarapkan “petugas klinik sanitasi lebih aktif”. Perilaku dan sikap petugas klinik sanitasi dapat mendorong terbentuknya minat masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi. Sikap petugas klinik sanitasi yang baik, ramah, sigap, aktif, dan komunikatif dalam berkomunikasi melayani pasien/klien dapat menjadi faktor pendorong/penguat bagi masyarakat untuk berkunjung ke klinik sanitasi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor predisposisi dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan responden. Diketahui bahwa persentase responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang klinik sanitasi, sanitasi lingkungan, dan penyakit berbasis lingkungan yaitu sebesar 52,2% dan kurang baik sebesar 47,8%. Persentase responden yang memiliki sikap baik terhadap klinik sanitasi yaitu sebesar 44,4% dan kurang baik sebesar 55,6%. Persentase kepercayaan responden yang baik terhadap klinik sanitasi yaitu sebesar 86,7% dan kurang baik sebesar 13,3%. 2. Faktor pendukung dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi keberadaan sarana dan prasarana dan sosialisasi terhadap klinik sanitasi. Diketahui bahwa persentase responden yang menjawab jika keberadaan sarana dan prasarana klinik sanitasi baik yaitu sebesar 13,3% dan kurang baik lebih tinggi yaitu sebesar 86,7%. Persentase responden yang menjawab jika sosialisasi terhadap klinik sanitasi kurang baik yaitu sebesar 100%. 3. Faktor pendorong dalam pemanfaatan klinik sanitasi yang meliputi keberadaan petugas klinik sanitasi diketahui bahwa persentase responden yang menyatakan jika petugas klinik sanitasi baik yaitu hanya sebesar 25,6%, sedangkan
90
91
persentase responden tertinggi yaitu sebesar 74,4% yang menyatakan bahwa petugas klinik sanitasi kurang baik. 6.2. Saran 1. Kepada petugas klinik sanitasi di Puskesmas Medan Tuntungan agar dapat berperan dalam meningkatkan sosialisasi yang lebih banyak mengenai klinik sanitasi kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahuinya dan dapat memanfaatkannya sesuai yang diharapkan. Serta petugas klinik sanitasi dapat lebih bersikap aktif dalam menjalankan tugasnya untuk sering berpartisipasi terjun langsung ke masyarakat. 2. Kepada Dinas Kesehatan agar dapat melakukan revitalisasi terhadap program klinik sanitasi ini, seperti dengan melakukan pemantauan terhadap jalannya program ini melalui penerimaan pelaporan mengenai program ini dan membahasnya dalam rapat evaluasi yang dilakukan. Karena program ini merupakan suatu program yang sangat bagus jika dijalankan dengan baik untuk membantu dalam menjaga kesehatan masyarakat khususnya kesehatan lingkungan. 3. Kepada pemerintah untuk dapat memberikan sumber dana yang lebih untuk kelancaran sarana dan prasarana dalam mendukung operasional pelaksanaan program-program kesehatan masyarakat yang ada di puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U, F. 2004. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. PT. Raja Grafindo Persada, Bandung. ______________. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press, Jakarta. ______________. 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Azwar, S. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta. Depkes RI. 1992. Undang-Undang Nomor 23 Tentang Kesehatan. Jakarta. _________. 2000. Pedoman Teknis Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas. Jakarta. _________. 2001. Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas. Jakarta. _________. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta. _________. 2005. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. Jakarta. _________. 2013. Semua Orang Berisiko Terkena Malaria. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2285 Diakses pada: 30 Desember 2013. _________. 2013. Kemenkes Berkomitmen Eliminasi Filariasis dan Kecacingan http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2382 Diakses pada: 30 Desember 2013. Dinkes Kota Medan. 2012. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2012. Medan. Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung. Green W. L., Kreuter W. M., 1999. Health Education Planning : An Education and Ecological Approach, Third Edition. Mc Graw Hill, New York. Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan.
Library,
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf. Universitas Sumatera Utara, Medan.
USU
Digital
Hiswani. 2009. Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani6.pdf. USU Digital Library, Universitas Sumatera Utara, Medan. ITB. 1992. Pendidikan Kesehatan Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar. Penerbit ITB, Bandung. Kompas. 2013. Indonesia Negara dengan Sanitasi Terburuk Kedua di Dunia! http://properti.kompas.com/read/2013/10/31/1209048/Indonesia.Negara.d engan.S anitasi.Terburuk.Kedua.di.Dunia. Diakses pada: 11 Maret 2014. Malayu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Maryanti, E. 2003. Hambatan Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi Lingkungan di Puskesmas Kota Medan. Skripsi, FKM USU, Medan. Mubarak, Iqbal, dan Wahit. 2009. Sosiologi untuk Keperawatan Pengantar dan Teori. Salemba Medika, Jakarta. Muninjaya, AA, G. 1999. Manajemen Kesehatan. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. _______________. 2012. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. _____________. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Opangge, H. 2013. Studi Perilaku Masyarakat Tentang Klinik Sanitasi di Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Pieter dan Lumongga. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Kencana, Jakarta. Pohan, I, S. 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Kesaint Blanc, Bekasi. Siagian, P.S. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Sinulingga, S. 2011. Metode Penelitian. USU Press, Medan. Soemirat, J. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Widayatun, T, R. 2009. Ilmu Perilaku. CV Agung Seto, Jakarta. WHO. 2013. Dengue and severe dengue. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ Diakses pada: 18 Februari 2014. _____. 2013. Diarrhoeal disease. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html pada: 18 Februari 2014.
Diakses
_____. 2013. Sanitasi. http://www.who.int/topics/sanitation/en/ Diakses pada: 5 Maret 2014.
KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENDORONG PADA MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN KLINIK SANITASI DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2014 No. Kuesioner Tanggal Kuesioner A. Identitas Responden Nama 1. Umur
: :
: : a. 15-35 tahun b. 36-55 tahun c. >55 tahun
2. Jenis Kelamin
: a. Laki-laki b. Perempuan
3. Pendidikan
: a. Tidak sekolah/Tidak tamat SD b. SD c. SMP d. SMA e. Akademi/Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan
: a. Petani e. Ibu Rumah Tangga b. Buruh f. PNS/TNI/Polri c. Wiraswasta g. Lainnya: ................. d. Pegawai swasta
5. Jumlah Penghasilan : a. <500.000 b. 500.000-2.000.000 c. >2.000.000 6. Jarak rumah dengan Puskesmas
: .............................
B. Pengetahuan 1. Apakah bapak/ibu pernah mendengar mengenai klinik sanitasi? a. Tidak b. Ya Jawaban ya, dapat menjawab apa itu klinik sanitasi : 1. Pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan. 2. Pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan. 3. Konseling/penyuluhan tentang masalah penyakit berbasis lingkungan di puskesmas. 4. Konseling/penyuluhan tentang sanitasi lingkungan di puskesmas. 2. Apakah bapak/ibu tahu di puskesmas menyediakan pelayanan untuk mencegah penyakit diare, demam berdarah, gatal-gatal, malaria, tbc, dll? a. Tidak b. Ya 3. Apakah bapak/ibu tahu di puskesmas menyediakan pelayanan untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan? a. Tidak b. Ya 4. Menurut bapak/ibu, dari mana sumber air yang baik untuk dapat menunjang kebutuhan rumah tangga? a. Sumur/air hujan/air sungai b. PDAM 5. Menurut bapak/ibu, apakah penyakit demam berdarah dapat menyebabkan kematian? a. Tidak b. Ya 6. Apakah bapak/ibu mengetahui cara pencegahan penyakit demam berdarah? a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab apa saja cara pencegahan penyakit demam berdarah: 1. Menguras bak mandi 2. Menutup wadah/bak penampungan air 3. Mengubur barang bekas seperti kaleng 4. Membubuhkan bubuk abate pada bak mandi 7. Menurut bapak/ibu, bagaimana pengelolaan sampah yang baik? a. Dibuang di sungai b. Dibuang di tempat sampah dan diangkut/dibakar
4
8. Apakah bapak/ibu tahu apa itu sanitasi lingkungan? a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab apa itu sanitasi lingkungan : 1. Perumahan 2. Pembuangan kotoran/Jamban 3. Sampah 4. Penyediaan air bersih 9. Apakah bapak/ibu tahu bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk dikonsumsi? a. Tidak b. Ya Jika ya, dapat menjawab bagaimana kualitas fisik air bersih yang baik untuk dikonsumsi : 1. Tidak keruh 2. Tidak berwarna 3. Tidak berasa 4. Tidak berbau 10. Menurut bapak/ibu, apakah air bersih yang tidak memenuhi persyaratan dapat menyebabkan penyakit? a. Tidak b. Ya Jika ya, sebutkan penyakit apa saja yang disebabkan oleh air yang tidak memenuhi persyaratan: 1. Diare 3. Filariasis/kecacingan 2. Penyakit kulit 4. Polio Total skor pengetahuan C. Sikap No. Pertanyaan 1. Apakah bapak/ibu setuju atas pengadaan klinik sanitasi di puskesmas? 2. Apakah bapak/ibu setuju untuk datang ke klinik sanitasi? 3. Apakah bapak/ibu setuju dengan upaya pencegahan penyakit berbasis lingkungan di klinik sanitasi? 4. Menurut bapak/ibu apakah kita perlu berkonsultasi ke klinik sanitasi? 5. Apakah bapak/ibu setuju bahwa kita perlu datang ke klinik sanitasi untuk berkonsultasi setelah berobat ke puskesmas?
Setuju
:
Tidak Setuju
D. Kepercayaan No. Pertanyaan 1. Apakah bapak/ibu percaya klinik sanitasi dapat membantu bapak/ibu dalam memahami sanitasi lingkungan? 2. Apakah bapak/ibu percaya klinik sanitasi dapat mencegah penyakit diare, DBD, gatal-gatal, dll?
Ya
Tidak
E. Sarana dan Prasarana, meliputi fasilitas, jarak, dan adanya fasilitas lain. No. Pertanyaan Ya Tidak 1. Apakah bapak/ibu pernah berkonsultasi di ruang khusus klinik sanitasi? 2. Pernahkah bapak/ibu mendapat konsultasi tentang sanitasi lingkungan di loket pendaftaran? 3. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan media cetak seperti brosur/ poster/ leaflet? 4. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan video? 5. Ketika bapak/ibu berkonsultasi, apakah petugas menjelaskan disertai dengan buku/majalah? 6. Saat bapak/ibu berkonsultasi, pernahkah petugas menyertai formulir untuk pencatatan dan pelaporan? 7. Dalam melakukan kunjungan ke klinik sanitasi, apakah bapak/ibu mempunyai masalah jarak dari rumah ke puskesmas? 8. Menurut bapak/ibu apakah ketersediaan sarana dalam kegiatan klinik sanitasi adalah hal yang penting? 9. Apakah bapak/ibu berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan? 10. Apakah bapak/ibu berkunjung ke puskesmas untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan? 11. Apakah bapak/ibu berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang sanitasi lingkungan? 12. Apakah bapak/ibu berkunjung ke rumah sakit untuk konsultasi tentang penyakit berbasis lingkungan?
F. Sosialisasi No. Pertanyaan 1. Pernahkah bapak/ibu mendapatkan penyuluhan tentang klinik sanitasi? 2. Pernahkah bapak/ibu mendapat informasi tentang klinik sanitasi? 3. Apakah bapak/ibu mendapatkan informasi tentang klinik sanitasi dari petugas puskesmas?
G. Petugas Klinik Sanitasi No. Pertanyaan 1. Apakah petugas klinik sanitasi pernah berkunjung ke rumah bapak/ibu? 2. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit berbasis lingkungan dari petugas klinik sanitasi di puskesmas? 3. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dari petugas klinik sanitasi di puskesmas? 4. Apakah sikap petugas klinik sanitasi mempengaruhi minat bapak/ibu dalam berkunjung?
Ya
Ya
5. Bagaimana sikap petugas klinik sanitasi yang bapak/ibu harapkan? Jawab: .............................................................................................
Tidak
Tidak
Lampiran 2 MASTER DATA j
P 1
P 2
P 3
P 4
P 5
P 6
P 7
P 8
P 9
P 1 0
T P
S 1
S 2
S 3
S 4
S 5
T S
K 1
K 2
T K
S P 1
S P 2
S P 3
S P 4
S P 5
S P 6
S P 7
S P 8
S P 9
S P 1 0
S P 1 1
S P 1 2
T S P
S o s 1
S o s 2
S o s 3
T S o s
P K S 3
P K S 4
P K S 5
P K S 8
T P K S
3
2
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
1
1
4
1
1
2
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
4
0
0
0
0 0 1 0
0
1 0 1 1
4
1
1
0
1
0
1
0
0
1
5
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
N K
nm
u
s
d
k
g
1
riri
1
2
5
3
2
dona
1
2
3
5
3 4 5 6
budiati lasmia ni ana putri juliani
P K S 1
P K S 2
P K S 6
P K S 7
2
2
2
5
2
2
0
2
2
3
5
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
3
0
0
0
0 0 0 0
0
1 0 1 1
3
1
2
3
3
1
2
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 1 1
3
2
2
4
5
2
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 1 1
3
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
3
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
7
nopi
1
2
4
5
2
1
0
8
wahyu ni
2
2
3
5
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 1
2
9
minah
2
2
5
3
2
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0 0 1 1
1
0 0 0 1
4
1 0 1 1 1 2 1 3
erni sukasih
2
2
4
5
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
6
0
0
0
0 0 1 0
1
0 1 1 0
4
rudi
1
1
3
3
2
2
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
5
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
fitri
1
2
4
5
2
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 0
1
heppi
1
2
4
5
2
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
1
2
4
3
2
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
6
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
2
2
4
5
2
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
0
1
1
1
4
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
erna
1
2
4
5
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
6
0
0
0
0 0 1 1
0
0 1 1 1
5
jumint en
1
2
4
3
1
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
elmi
2
2
2
3
1
2
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
1 4 1 5 1 6 1 7 1 8
ratnas ari dewi marian a
1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8
paini
3
2
2
5
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
0
1
0
1
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
sukarni
3
2
2
5
2
2
0
1
1
0
1
0
1
0
0
1
5
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
friska
2
2
4
5
2
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 1 1
1
0 0 1 1
5
2
2
1
5
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
4
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 1 1
4
2
2
4
5
2
2
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
7
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
lina
2
2
4
3
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 0
2
rista
3
2
3
3
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
ihsan
1
1
3
3
2
2
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
5
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
8
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
erlina
1
2
4
5
1
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
3
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
lawarn o
1
1
3
3
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 1 0
2
asna
2
2
2
3
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
4
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
rosnita
2
2
5
3
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
0
1 0 0 1
2
tiur maida
2
2
4
5
2
2
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
6
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 1 1
4
susi
1
2
4
5
2
2
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
4
1
0
1
0
0
2
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
1 1 1 1
5
suher manto
1
1
5
3
3
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
1 0 0 1
3
santi
1
2
4
3
1
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
0
1
1
0
3
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
kasiati
2
2
3
5
1
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 1
2
hendra
1
1
4
3
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
3
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
sulasm i
2
2
3
5
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
santy
1
2
4
3
3
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
muntin i sri nuranit a
3 9 4 0 4 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 4 7 4 8 4 9 5 0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8
siti nurma wati layla safitri
2
2
2
1
2
2
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
1 0 0 1
2
1
2
4
5
2
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
3
1
1
1
1
0
4
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
ade
1
2
4
5
1
2
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
6
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
sudar mi
2
2
2
5
1
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
9
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 0
2
fani
1
2
2
5
1
2
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
4
1
1
1
1
0
4
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
jeni
1
2
3
5
2
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
rosita
1
2
3
5
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
3
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 1
2
siswoy o
1
2
3
3
2
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 1 1
4
suyeti
1
2
3
3
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
titin
2
2
4
3
2
2
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 0
2
ningsih
2
2
3
5
2
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
0
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
1 1 1 1
5
suwarn i
3
2
2
5
1
2
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
zulkifli
2
1
2
2
1
2
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
5
1
0
1
1
0
3
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
aisyah
1
2
3
5
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
3
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 1
4
sariani
1
2
4
1
1
2
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
5
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 0 0
2
sri
2
2
4
5
2
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
suparti ni
3
2
1
5
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
mimi
1
2
3
5
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 1 1
1
0 1 0 1
5
yanti
1
2
4
3
2
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
hotmai da
1
2
3
5
2
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 1 1
1
0 1 1 1
6
5 9 6 0 6 1 6 2 6 3 6 4 6 5 6 6 6 7 6 8 6 9 7 0 7 1 7 2 7 3 7 4 7 5 7 6 7 7
rosmin i indah ayu
1
2
4
1
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
0
1
0
0
2
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 1
2
1
2
5
4
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
3
2
5
6
3
2
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 1 1
1
1 1 0 1
6
2
2
5
4
2
2
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 1 1
1
0 0 0 1
4
1
2
4
5
3
2
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 0 1
3
2
2
5
4
3
2
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
0
0
2
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 0 1
3
1
2
5
4
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
1
2
5
5
2
2
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 0 0
1
2
1
4
4
2
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 0
3
2
1
5
4
3
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
devi
1
2
4
3
2
2
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
0
0
3
1
1
2
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
3
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 1 0
3
kartika
2
2
3
3
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 0
3
lestari dewi
1
2
4
5
2
2
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 0
2
jaka
2
1
4
3
2
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
5
0
0
0
0 0 0 0
1
1 1 0 1
4
2
2
4
6
3
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
0
0
3
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 1 1
4
1
2
4
5
3
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
0
0
3
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
1
2
5
3
2
2
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
0
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
2
2
4
4
2
2
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
9
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
0
0 1 1 1
3
2
1
4
3
2
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
1
1
1
0
1
4
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
juartini suci suriani ista andina sri farida asmaw ati tini rahma wati edi saputr a suryan to
hadim ulyana puji astuti khairu nnisa lenni rafitri ahmad daut
7 8 7 9 8 0 8 1 8 2 8 3 8 4 8 5 8 6 8 7 8 8 8 9 9 0
sutrisn o sanima n
3
1
2
1
2
2
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
5
1
1
1
0
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
1 0 0 1
3
2
1
3
3
2
2
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
5
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
2
2
3
5
2
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
2
1
0
1
0
0
2
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 0
1
2
1
2
2
1
2
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
4
1
0
1
1
1
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
4
0
0
0
0 0 0 0
0
0 0 0 1
1
1
2
4
5
2
2
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
6
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 1 0
3
3
1
4
4
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
3
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 0
1
3
2
3
5
2
2
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
3
1
0
1
1
0
3
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
2
2
3
3
2
2
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
4
1
1
1
1
0
4
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
3
0
0
0
0 0 0 1
0
0 0 0 1
2
suwito
2
1
3
3
2
2
0
1
1
1
1
0
1
0
0
1
6
1
0
1
0
0
2
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
3
0
0
0
0 0 0 0
1
1 1 1 0
4
herma n
3
1
5
4
2
2
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
1
0
0
1
0
2
1
1
2
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
1 1 0 0
3
suyono
2
1
3
1
2
2
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
6
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
0
1 1 0 1
3
3
1
4
3
2
2
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
7
1
1
1
1
1
5
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
5
0
0
0
0 0 0 0
1
0 1 0 1
3
3
1
3
3
3
2
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
7
1
1
1
1
0
4
1
1
2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
0
0
0
0 0 0 0
1
0 0 0 1
2
elyani supard i yunida r muklis pasarib u sumar ni sri zulhijja h
supriya di m salim
Keterangan: NK nm S d k g
: Nomor Kuesioner : nama responden : jenis kelamin (sex) : pendidikan (didik) : pekerjaan (kerja) : penghasilan (gaji)
j P1 P2 P3 P4 P5
: jarak : pertanyaan nomor 1 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 2 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 3 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 4 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 5 tentang pengetahuan
P6 P7 P8 P9 P10 TP S1 S2 S3 S4 S5 TS K1 K2 TK SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 SP6
: pertanyaan nomor 6 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 7 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 8 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 9 tentang pengetahuan : pertanyaan nomor 10 tentang pengetahuan : total skor pengetahuan : pertanyaan nomor 1 tentang sikap : pertanyaan nomor 2 tentang sikap : pertanyaan nomor 3 tentang sikap : pertanyaan nomor 4 tentang sikap : pertanyaan nomor 5 tentang sikap : total skor sikap : pertanyaan nomor 1 tentang kepercayaan : pertanyaan nomor 2 tentang kepercayaan : total skor kepercayaan : pertanyaan nomor 1 tentang sarana dan prasarana : pertanyaan nomor 2 tentang sarana dan prasarana : pertanyaan nomor 3 tentang sarana dan prasarana : pertanyaan nomor 4 tentang sarana dan prasarana : pertanyaan nomor 5 tentang sarana dan prasarana : pertanyaan nomor 6 tentang sarana dan prasarana
SP7 : pertanyaan nomor 7 tentang sarana dan prasarana SP8 : pertanyaan nomor 8 tentang sarana dan prasarana SP9 : pertanyaan nomor 9 tentang sarana dan prasarana SP10 : pertanyaan nomor 10 tentang sarana dan prasarana SP11 : pertanyaan nomor 11 tentang sarana dan prasarana SP12 : pertanyaan nomor 12 tentang sarana dan prasarana TSP : total skor sarana dan prasarana Sos1 : pertanyaan nomor 1 tentang sosialisasi Sos2 : pertanyaan nomor 2 tentang sosialisasi Sos3 : pertanyaan nomor 3 tentang sosialisasi Tsos : total skor sosialisasi PKS1 : pertanyaan nomor 1 tentang petugas klinik sanitasi PKS2 : pertanyaan nomor 2 tentang petugas klinik sanitasi PKS3 : pertanyaan nomor 3 tentang petugas klinik sanitasi PKS4 : pertanyaan nomor 4 tentang petugas klinik sanitasi PKS5 : pertanyaan nomor 5 tentang petugas klinik sanitasi PKS6 : pertanyaan nomor 6 tentang petugas klinik sanitasi PKS7 : pertanyaan nomor 7 tentang petugas klinik sanitasi PKS8 : pertanyaan nomor 8 tentang petugas klinik sanitasi TPKS : total skor petugas klinik sanitasi
Lampiran 3
OUTPUT SPSS TENTANG DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN INDIKATOR A. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan apakah pernah mendengar KS? Cumulative Frequency Valid
tidak
Valid Percent
Percent
84
93.3
93.3
93.3
6
6.7
6.7
100.0
90
100.0
100.0
ya Total
Percent
apakah tahu di puskesmas menyediakan layanan untuk mencegah PBL? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
22
24.4
24.4
24.4
ya
68
75.6
75.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah tahu di puskesmas menyediakan layanan untuk konsultasi ttg SL? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
50
55.6
55.6
55.6
ya
40
44.4
44.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah tahu darimana sumber air yg baik? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
sumur/air hujan/air sungai
54
60.0
60.0
60.0
PDAM
36
40.0
40.0
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah DBD dpt menyebabkan kematian? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Percent
6
6.7
6.7
6.7
ya
84
93.3
93.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah tahu cara pencegahan DBD? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
13
14.4
14.4
14.4
ya
77
85.6
85.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
bagaimana pengelolaan sampah yg baik? Cumulative Frequency Valid
dibuang ke sungai dibuang ke tempat sampah
Percent
Valid Percent
1
1.1
1.1
1.1
89
98.9
98.9
100.0
90
100.0
100.0
dan diangkat/diangkut Total
Percent
apakah tahu apa itu SL? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
74
82.2
82.2
82.2
ya
16
17.8
17.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah tahu ciri-ciri fisik air bersih yg baik unt dikonsumsi? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
12
13.3
13.3
13.3
ya
78
86.7
86.7
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah tahu air yg tdk baik dpt menyebabkan penyakit? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Percent
5
5.6
5.6
5.6
ya
85
94.4
94.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
B. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan apakah setuju atas pengadaan KS di puskesmas? Cumulative Frequency Valid
setuju
90
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
apakah setuju unt dtg ke KS? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak setuju
26
28.9
28.9
28.9
setuju
64
71.1
71.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah setuju dgn upaya pencegahan PBL di KS? Cumulative Frequency Valid
tidak setuju
Percent
Valid Percent
Percent
2
2.2
2.2
2.2
setuju
88
97.8
97.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah perlu konsultasi ke KS? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak setuju
12
13.3
13.3
13.3
setuju
78
86.7
86.7
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah setuju kita datang ke KS setelah berobat unt konsul? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak setuju
38
42.2
42.2
42.2
setuju
52
57.8
57.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
C. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan apakah percaya KS membantu dlm memahami sanitasi lingk? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Percent
8
8.9
8.9
8.9
ya
82
91.1
91.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah percaya KS dpt mencegah PBL? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Percent
9
10.0
10.0
10.0
ya
81
90.0
90.0
100.0
Total
90
100.0
100.0
D. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Sarana dan Prasarana Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan apakah pernah konsul di ruang khusus KS? Cumulative Frequency Valid
tidak ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
89
98.9
98.9
98.9
1
1.1
1.1
100.0
90
100.0
100.0
pernah dpt konsultasi ttg sanitasi lingk di loket pendaftaran? Cumulative Frequency Valid
ya
Percent
Valid Percent
Percent
2
2.2
2.2
2.2
tidak
88
97.8
97.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah petugas menjelaskan disertai dgn media cetak? Cumulative Frequency Valid
tidak
Valid Percent
Percent
88
97.8
97.8
97.8
2
2.2
2.2
100.0
90
100.0
100.0
ya Total
Percent
apakah petugas menjelaskan disertai dgn video? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
90
100.0
Valid Percent
Percent
100.0
100.0
apakah petugas menjelaskan disertai dgn buku/majalah? Cumulative Frequency Valid
tidak
Valid Percent
Percent
85
94.4
94.4
94.4
5
5.6
5.6
100.0
90
100.0
100.0
ya Total
Percent
pernahkah petuas menyertai dgn formulir pencatatan/pelaporan? Cumulative Frequency Valid
tidak
90
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
apakah punya masalah dgn jarak? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
44
48.9
48.9
48.9
tidak
46
51.1
51.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah sarana dlm kegiatan KS hal penting? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
10
11.1
11.1
11.1
ya
80
88.9
88.9
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah ke puskesmas unt konsul ttg sanitasi lingk? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
78
86.7
86.7
86.7
ya
12
13.3
13.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah ke puskesmas unt konsul ttg PBL? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
71
78.9
78.9
78.9
ya
19
21.1
21.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah ke RS unt konsul ttg sanitasi lingk? Cumulative Frequency Valid
ya
Percent
Valid Percent
Percent
8
8.9
8.9
8.9
tidak
82
91.1
91.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah ke RS unt konsul ttg PBL? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
18
20.0
20.0
20.0
tidak
72
80.0
80.0
100.0
Total
90
100.0
100.0
E. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sosialisasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan pernahkah dpt penyuluhan ttg KS? Cumulative Frequency Valid
tidak
90
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Percent 100.0
pernahkah dpt info ttg KS? Cumulative Frequency Valid
tidak
90
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
apakah dpt info ttg KS dr petugas puskesmas? Cumulative Frequency Valid
tidak
90
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
F. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keberadaan Petugas Klinik Sanitasi Tentang Pemanfaatan Klinik Sanitasi di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan apakah petugas KS pernah berkunjung ke rumah? Cumulative Frequency Valid
tidak
Percent
90
100.0
Valid Percent
Percent
100.0
100.0
apakah pernah dpt penyuluhan ttg PBL dr petugas KS? Cumulative Frequency Valid
tidak
Valid Percent
Percent
81
90.0
90.0
90.0
9
10.0
10.0
100.0
90
100.0
100.0
ya Total
Percent
apakah pernah dpt penyuluhan ttg sanitasi lingk dr petugas KS? Cumulative Frequency Valid
tidak
Valid Percent
Percent
82
91.1
91.1
91.1
8
8.9
8.9
100.0
90
100.0
100.0
ya Total
Percent
apakah sikap petugas KS mempengaruhi minat berkunjung? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak
46
51.1
51.1
51.1
ya
44
48.9
48.9
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah mengharapkan petugas KS baik dan ramah? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
69
76.7
76.7
76.7
tidak
21
23.3
23.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah mengharapkan petugas KS sigap? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
31
34.4
34.4
34.4
tidak
59
65.6
65.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah mengharapkan petugas KS aktif? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
47
52.2
52.2
52.2
tidak
43
47.8
47.8
100.0
Total
90
100.0
100.0
apakah mengharapkan petugas KS komunikatif? Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ya
17
18.9
18.9
18.9
tidak
73
81.1
81.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
Lampiran 4
OUTPUT SPSS TENTANG DISTIBUSI FREKUENSI RESPONDEN A. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
15-35
35
38.9
38.9
38.9
36-55
43
47.8
47.8
86.7
>55
12
13.3
13.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
B. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
19
21.1
21.1
21.1
Perempuan
71
78.9
78.9
100.0
Total
90
100.0
100.0
C. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Terakhir Cumulative Frequency Valid
Tidak Sekolah/Tidak Tamat
Percent
Valid Percent
Percent
2
2.2
2.2
2.2
SD
12
13.3
13.3
15.6
SMP
26
28.9
28.9
44.4
SMA
37
41.1
41.1
85.6
Akademi/PG
13
14.4
14.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
SD
D. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Petani
5
5.6
5.6
5.6
Buruh
2
2.2
2.2
7.8
31
34.4
34.4
42.2
9
10.0
10.0
52.2
41
45.6
45.6
97.8
2
2.2
2.2
100.0
90
100.0
100.0
Wiraswasta Pegawai Swasta IRT PNS/TNI/Polri Total
E. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Penghasilan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
<500
16
17.8
17.8
17.8
500-2000
64
71.1
71.1
88.9
>2000
10
11.1
11.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
F. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Puskesmas Jarak rumah ke puskesmas Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
<1
19
21.1
21.1
21.1
1-5
71
78.9
78.9
100.0
Total
90
100.0
100.0
G. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Total skor pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
43
47.8
47.8
47.8
baik
47
52.2
52.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
H. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Total skor sikap Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
50
55.6
55.6
55.6
baik
40
44.4
44.4
100.0
Total
90
100.0
100.0
I. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepercayaan Total skor kepercayaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
12
13.3
13.3
13.3
baik
78
86.7
86.7
100.0
Total
90
100.0
100.0
J. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sarana dan Prasarana Total skor sarana dan prasarana Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
78
86.7
86.7
86.7
baik
12
13.3
13.3
100.0
Total
90
100.0
100.0
K. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sosialisasi Total skor sosialisasi Cumulative Frequency Valid
kurang
90
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Percent 100.0
L. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Petugas Klinik Sanitasi Total skor petugas klinik sanitasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kurang
67
74.4
74.4
74.4
baik
23
25.6
25.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
CONTOH FORM DI KLINIK SANITASI
Gambar 1. Contoh panduan konseling di klinik sanitasi
Gambar 2. Contoh register pasien yang datang ke klinik sanitasi
Gambar 3. Form dan checklist untuk home visit (kunjungan rumah)