SKRIPSI
MEMPELAJARI STABILITAS KANDUNGAN PATI RESISTAN BIHUN SAGU TERMODIFIKASI HEAT-MOISTURE TREATMENT DAN ASPEKTEKNOEKONOMI DARI USAHAKECILBIHUN SAGU
Oleh: Nina Ivana Satmaka F24061851
2010 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FA FAKULTAS KULTAS TEKNOLOGI TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Nina Ivana Satmaka. F24061851. Study on Resistant Starch Content Stability of Bihon prepared from Heat-Moisture Treatment Modified Sago Starch and Its Techno-Economic Aspect for Small Business. Supervised by Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc and Ir. Endang Y. Purwani, M.Si. ABSTRACT The objectives of this research were: (a) to study the resistant starch stability of processed bihon prepared from HMT (Heat-Moisture Treatment) modified sago starch upon cooking process which were boiling and frying, (b) to evaluate the financial and tecnological feasibility study on small scale industry of bihon prepared from HMT sago starch with four options, namely (1) 30% equity (personal funding) – 1 shift, (2) 30% equity– 2 shift, (3) 100% bank loan (credit) – 1 shift, and (4) 100 % bank loan (credit) - 2 shift. Unprocessed (raw) bihon contained 0.73 g RS / g bihon. The RS content increased into 130.79 % upon boiling process and decreased into 95.72 % upon frying process. Different test using one-way anova method showed that there was no significant difference between the two samples’ RS content. The RS content was relatively stable upon the cooking process. This stability achieved from HMT process was likely due to interactions between amylose-amylose and amyloseamylopectin which allowed changes in the granule structure leading to reduced susceptibility of its chain towards amylase hydrolysis. The small-scale industry feasibility study showed that it needed Rp 52.725.000,- for investation capital. The operational capital was about Rp 119.437.967,- for 1 shift production and Rp 229.602.767,- for 2 shifts production. The best option which yielded the highest NPV and IRR was the second option with 30% personal funding and production rate at 2 shifts daily. Its NPV was Rp 163,161,354,- and its IRR was 27 %. It had the fastest payback period in less than a year (0.97 year). This good condition could be achieved because the condition lessened the deffered payment of the loan while the production cost could be reduced by increasing the production capacity. This option had Net B/C value about 1.58 with BEP about Rp 133.032.813,-. According to this feasibility study result, small-scale business of bihon derived from HMT-modified sago starch was likely to be developed, using the second option.
Nina Ivana Satmaka. F24061851. Mempelajari Stabilitas Kandungan Pati Resistan Bihun Sagu Termodifikasi Heat-Moisture Treatment dan Aspek Tekno-Ekonomi dari Usaha Kecil Bihun Sagu. Dibimbing oleh Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Ir. Endang Y. Purwani, M.Si. RINGKASAN Tujuan penelitian ini adalah (a) mempelajari stabilitas kandungan pati resistan dari bihun sagu HMT terhadap proses pemasakan yang umum diberikan pada bahan pangan bihun, yaitu rebus dan goreng, serta (b) menyusun kajian tekno-ekonomi untuk studi kelayakan usaha kecil produksi bihun sagu HMT dengan 4 pilihan, yaitu (1) equity - 1 shift, (2) equity– 2 shift, (3) credit – 1 shift, dan (4) credit, 2 shift. Struktur pembiayaan pada opsi 1 dan 2 (equity) menyertakan 30% modal pribadi, sedangkan pada opsi 3 dan 4 hanya terdiri dari modal kredit (100%). Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan bihun sagu HMT, pengujian stabilitas kandungan pati resistan bihun sagu HMT dan studi kelayakan usaha kecil produksi bihun sagu HMT ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi. Pembuatan bihun kering berbasis sagu HMT mengikuti metode pembuatan bihun oleh Ramadhan (2009) dengan peningkatan skala produksi, yaitu 2.5 kg per batch. Bihun kemudian diberi perlakuan pemasakan dan diuji kandungan pati resistannya. Bihun kering yang tidak diberi perlakuan mengandung 0.73 g RS per g bihun kering. Kandungan pati resistan bihun meningkat menjadi 130.79 % setelah direbus, dan menurun menjadi 95.72 % setelah digoreng. Uji beda menggunakan metode one-way anova menunjukkan bahwa kedua rata-rata kandungan RS sampel tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan RS bihun relatif stabil terhadap proses pemasakan. Kestabilan ini diperoleh dari proses HMT yang menimbulkan interaksi antar rantai amilosaamilosa maupun amilosa-amilopektin pada pati, sehingga rantai pati berkurang kemampuannya untuk dapat dihidrolisis oleh amylase. Adanya gelatinisasi selama perebusan dan retrogradasi setelah perebusan dapat meningkatkan jumlah pati resistan setelah perlakuan pemasakan. Studi kelayakan tekno-ekonomi usaha produksi bihun sagu HMT mempelajari teknologi proses produksi bihun sagu HMT yang meliputi mesin, alat bahan, dan proses yang dibutuhkan untuk produksi. Proses produksi dapat dijalankan 4 batch (10 kg bahan baku pati) dalam 1 shift (8 jam per shift) atau 2 shift (2 x 10 kg) per hari. Bahan baku bihun terdiri dari pati sagu alami (Metroxylon sp.), pati sagu HMT, STPP, guar gum dan air. Mesin dan alat yang dibutuhkan untuk produksi antara lain mixer, multifunctional noodle machine, pengukus, pengering, sealer, kompor, panci, pengaduk, dan lainnya. Tata letak area produksi telah ditentukan membentuk aliran proses tipe tapal kuda atau menyerupai huruf U. Studi ekonomi menunjukkan bahwa usaha bihun sagu memerlukan biaya investasi sebesar Rp 52.725.000,- dengan biaya operasional sebesar Rp 119.437.967,- untuk operasi 1 shift per hari dan Rp 229.602.767,- untuk operasi 2 shift per hari. Perhitungan ekonomi usaha memberi hasil bahwa opsi kedua, yaitu struktur pembiayaan dengan modal pribadi 30% serta tingkat produksi dengan
jumlah 2 shift per hari memberi tingkat keuntungan yang paling tinggi. Dengan nilai NPV tertinggi sebesar Rp 163,161,354,- dan IRR terbesar yaitu 27 persen, dapat dikatakan bahwa opsi ini memberi keuntungan terbesar serta tingkat pengembalian yang paling tinggi. Payback Period opsi ini pun merupakan yang paling singkat, yaitu kurang dari satu tahun (0.97 tahun). Selain itu, nilai Net B/C opsi ini sebesar 1.58 dengan BEP sebesar Rp. 133.032.813,- per tahun. Berdasarkan hasil tersebut, usaha kecil bihun sagu HMT layak untuk dikembangkan.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI STABILITAS KANDUNGAN PATI RESISTAN BIHUN SAGU TERMODIFIKASI HEAT-MOISTURE TREATMENT DAN ASPEKTEKNOEKONOMI DARI USAHAKECILBIHUN SAGU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Oleh: Nina Ivana Satmaka F24061851 Bogor, Oktober 2010 Disetujui oleh:
Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc
Ir. Endang Yuli Purwani, M.Si
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Mengetahui
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen ITP
RIWAYATHIDUP
Penulis memiliki nama lengkap Nina Ivana Satmaka dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 1988, merupakan puteri pertama dari Bapak Sudianto Satmaka dan Ibu Veronika So. Penulis menyelesaikan pendidikan fomal dimulai pada tahun 1992-1994 di TK Kristen Batanghari Jakarta, tahun 1994-2000 di SD Kristen Triana Jakarta, tahun 2000-2003 di SMP Kristen 2 Penabur Jakarta, tahun 2003-2006 di SMA Kristen 2 Penabur Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sebagai mahasiswa TPB dan diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB sebagai anggota dan pengurus Komisi Pembinaan Pemuridan (2008-2009). Penulis juga turut aktif sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama Kristen untuk mahasiswa TPB (2007-2009). Penulis berpartisipasi dalam perlombaan bisnis Trust by Danone tahun 2010 dan berhasil mencapai tahap final untuk Trust Indonesia. Penulis juga meraih pemenang pertama dalam perlombaan National Student Paper Competition tahun 2010 yang diselenggarakan oleh HIMITEPA IPB. Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi berjudul ‘Mempelajari Stabilitas Kandungan Pati Resistan Bihun Sagu Termodifikasi Heat-Moisture Treatment dan Aspek TeknoEkonomi Dari Usaha Kecil Bihun Sagu’ di bawah bimbingan Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc dan Ir. Endang Yuli Purwani, M.Si.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan tuntunan-Nya yang memampukan penulis untuk menyusun dan menyelesaikan tugas akhir penulis dengan judul ‘Mempelajari Kestabilan Kandungan Pati Resisten Bihun Sagu Termodifikasi Heat-Moisture Treatment dan Aspek Tekno-Finansial dari Usaha Kecil Bihun Sagu’. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Budiatman Satiawihardja, M.Sc. selaku Dosen Pembibing Akademik dan Pembimbing I Skripsi, atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing tugas akhir saya. 2. Ir. Endang Yuli Purwani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Skripsi, atas kesempatan penelitian, bimbingan, arahan, dan bantuan yang diberikan. 3. Ir. Darwin Kadarisman, MS selaku dosen penguji, atas koreksi dan pesan moral yang diberikan. 4. Dian Herawati, STP, M.Si. atas kesempatan penelitian, serta arahan yang diberikan. 5. Keluargaku yang terkasih di rumah, Papa, Mama dan Nikki, atas kasih sayang, dukungan, dorongan dan kesabarannya untuk membimbing penulis. 6. Ivan Suwandi, untuk kasih sayang, dukungan, bantuan, dorongan dan kesabarannya. 7. Keluarga Perwira 52, untuk CiKez, Mega, Lusi, Lele, Steph, Daisy, Stella, dan Cing2, atas kebersamaan dan setiap bantuan yang diberikan. 8. Staf Teknisi Laboratorium dan Administrasi ITP IPB, atas setiap bantuan dan arahan yang diberikan. 9. Keluarga besar ITP 43, atas setiap kebersamaan, semangat dan bantuan yang diberikan. 10. Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Bogor, 20 September 2010 Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...
ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………..
iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..............
v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….…….
vi
I.
PENDAHULUAN……………………………………………………………….……
1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………..
1
B. TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………………..
3
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………
4
A. SAGU………………………………………………………………………………
4
B. GELATINISASI PATI…………………………………………………………….
5
II.
C. HEAT-MOISTURE TREATMENT……………………………………………………….. 8 D. BIHUN…………………………………………………………………………….
10
E. PATI RESISTAN (RESISTANT STARCH)………………………………………..
13
F. USAHA KECIL……………………………………………………………...........
14
G. STUDI KELAYAKAN PRODUKSI DARI ASPEK TEKNO-FINANSIAL…….
14
a
Net Present Value……………………………………………………………… 15
b
Internal Rate Return……………………………………………………………
16
c
Net Benefit Cost Ratio…………………………………………………………
17
d
Payback Period………………………………………………………………...
17
e
Break Even Point
18
III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………………….
19
1. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………………….
19
2. Metode Analisis Stabilitas Kandungan Pati Resistan…………………………….
19
3. Metode Studi Tekno-Ekonomi…………………………………………………….
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………………
22
A. Uji Stabilitas Kandungan Pati Resistan dalam Bihun Sagu pada Beberapa Perlakuan Pemasakan…………………………………………………...
22
B. Aspek Keteknikan…………………………………………………………………
25 ii
V.
1. Proses Produksi Bihun Sagu…………………………………………………..
25
2. Kebutuhan Mesin dan Alat……………………………………………………
26
3. Penentuan Tata Letak Ruang Produksi………………………………………..
30
C. Aspek Finansial……………………………………………………………………
33
1. Asumsi-asumsi…………………………………………………………………
33
2. Modal Investasi………………………………………………………………..
34
3. Biaya Operasional……………………………………………………………..
34
4. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan……………………………………….
35
5. Proyeksi Laba Rugi…………………………………………………………….
36
6. Kriteria Kelayakan Investasi…………………………………………………...
36
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………
39
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………
39
B. SARAN…………………………………………………………………………….
39
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
40
LAMPIRAN………………………………………………………………………………..
44
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan………………………………………
5
Tabel 2. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992………………………………………..
11
Tabel 3. Hasil Uji Kandungan Pati Resistan dalam Produk………………………………..
23
Tabel 4. Kebutuhan Luas Ruang……………………………………………………………
30
Tabel 5. Rekapitulasi Biaya Investasi………………………………………………………
34
Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Operasional…………………………………………………..
35
Tabel 7. Struktur Pembiayaan Usaha Kecil Mi Sagu HMT………………………………..
35
Tabel 8. Perincian Laba Bersih per Tahun………………………………………………….
36
Tabel 9. Hasil Perhitungan Kelayakan Kriteria Investasi…………………………………..
37
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Amilosa………………………………………………………….
6
Gambar 2. Struktur Kimia Amilopektin……………………………………………………..
6
Gambar 3. Mekanisme Pengembangan Granula Pati dengan Adanya Molekul-Molekul Air……………………………………………………………………………….
7
Gambar 4. Skema Molekul Amilosa dan Amilopektin pada Proses Pengembangan Granula Pati……………………………………………………………………..
8
Gambar 5. Representasi skema perbedaan hubungan antara suhu dan kelembaban antara gelatinisasi dengan Heat moisture Temperature (HMT)…………………
9
Gambar 6. Proses pembuatan bihun kering………………………………………………….
12
Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Bihun Kering Sagu…………………………………..
25
Gambar 8. Timbangan……………………………………………………………………….
27
Gambar 9. Molen Pengaduk Adonan………………………………………………………..
27
Gambar 10. Mesin Pencetak Bihun………………………………………………………….
28
Gambar 11. Mesin Pengukus Bihun…………………………………………………………
28
Gambar 12. Mesin Pengering Bihun………………………………………………………...
29
Gambar 13. Mesin Pengemas (Sealer)……………………………………………………….
29
Gambar 14. Denah Bangunan Usaha Produksi Mi Sagu HMT……………………………… 32
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kestabilan Pati Resistan………………………………………… 45 a
Kurva Standar Glukosa…………………………………………………….. 45
b
Uji Kandungan RS Sampel Bihun Kering…………………………………. 46
c
Uji Kandungan RS Sampel untuk perlakuan Rebus……………………….. 47
d
Uji Kandungan RS Sampel untuk perlakuan Goreng……………………… 48
e
Hasil Pengolahan Data Stabilitas Kandungan RS ………..………………..
f
Uji Beda Kandungan RS terhadap Perlakuan Pemasakan…………………. 50
Lampiran 2. Perincian Modal Investasi Bihun Sagu HMT…………………………………..
49
52
Lampiran 3. Perincian Biaya Operasional Usaha Kecil Bihun Sagu HMT (1 shift)………… 54 Lampiran 4. Perincian Biaya Operasional Usaha Kecil Bihun Sagu HMT (2 shift)………… 55 Lampiran 5. Kebutuhan Dana Usaha Kecil………………………………………………….. 56 Lampiran 6. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 1/equity-1shift)………………………….. 57 Lampiran 7. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 2/equity-2shift)………………………….. 58 Lampiran 8. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 3/credit-1shift)……….………………….. 59 Lampiran 9. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 4/credit-2shift)……….………………….. 60 Lampiran 10. Asumsi Penjualan……………………………………………………………... 62 Lampiran 11. Proyeksi Laba Rugi (Opsi 1/equity-1shift)…………………………………… 63 Lampiran 12. Proyeksi Laba Rugi (Opsi 2/equity-2shift)…………………………………… 64 Lampiran 13. Proyeksi Laba Rugi (Opsi 3/credit-1shift)……………………………………
65
Lampiran 14. Proyeksi Laba Rugi (Opsi 4/credit-2shift)……………………………………
66
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas (Opsi 1/equity-1shift)……………………………………
68
Lampiran 16. Proyeksi Arus Kas (Opsi 2/equity-2shift)……………………………………
70
Lampiran 17. Proyeksi Arus Kas (Opsi 3/credit-1shift)……………………………………
72
Lampiran 18. Proyeksi Arus Kas (Opsi 4/credit-2shift)……………………………………
74
vi
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Diversifikasi pangan dapat diterapkan lewat aplikasi sumber pati lokal sebagai bahan baku pangan olahan seperti mi, bihun, kue, dan lain-lain. Salah satu sumber pati lokal adalah sagu. Pati sagu banyak dipergunakan sebagai bahan baku pangan olahan ekstruksi seperti mi (dikenal dengan nama mi golosor). Penelitian terdahulu (Ramadhan, 2009) menunjukkan bahwa pembuatan bihun berbahan baku sagu dapat ditingkatkan kualitasnya dengan mensubstitusi sebagian bahan bakunya dengan pati sagu yang telah dimodifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT). Jurnal-jurnal maupun beberapa studi ilmiah telah menunjukkan adanya keuntungan dari pati yang dimodifikasi dengan metode ini. Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan metode modifikasi pati yang digolongkan ke dalam metode modifikasi secara fisik. Modifikasi dilakukan dengan memanaskan pati pada suhu di atas suhu gelatinisasinya dengan kadar air yang terbatas, yakni di bawah jumlah air yang diperlukan untuk proses gelatinisasi. Perubahan yang terjadi pada sifat pati yang telah dimodifikasi bervariasi tergantung sumber pati yang dimodifikasi. Beberapa sifat menonjol dari pati hasil modifikasi HMT adalah memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, maupun meningkatnya kadar pati resistan (Resistant Starch atau RS) yang dikandung pangan. (Chung, Liu dan Hoover, 2009) Penelitian terdahulu terhadap bihun sagu menunjukkan bahwa substitusi sagu HMT mampu meningkatkan kualitas bihun. Penelitian Purwani et al. (2006) dan Herawati (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan pati sagu termodifikasi dengan metode HMT sebagai bahan baku mi (100%) dapat meningkatkan kekerasan dan elastisitas mi, serta menurunkan tingkat kelengketan dan KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) dari mi. Uji organoleptik yang dilakukan juga menunjukkan adanya peningkatan penerimaan panelis terhadap mi sagu HMT dibandingkan dengan mi sagu alami.
1
Chung, Liu dan Hoover (2009) menyebutkan salah satu kelebihan pangan yang dimodifikasi dengan metode HMT adalah meningkatnya kadar pati resistan atau resistant starch (RS) yang telah diketahui manfaatnya dalam menyehatkan saluran pencernaan, khususnya dapat bersifat sebagai prebiotik dalam kolon. Menurut Haliza et al. (2006), mi sagu tergolong ke dalam jenis pangan dengan nilai IG rendah yaitu 28 serta memiliki kadar RS 3-4 kali lipat lebih tinggi dibanding kadar RS dari mi terigu. Tingginya kadar RS dalam bihun sagu termodifikasi HMT tentunya memiliki kelebihan dalam sifat fungsionalnya bagi kesehatan. Namun, perlu diuji apakah kandungan RS dipengaruhi oleh proses pemasakan yang dialami oleh produk pangan. Stabilitas kandungan RS dalam bahan pangan setelah diproses merupakan faktor yang cukup penting, karena kandungan tersebut yang akan masuk ke dalam tubuh kita untuk dicerna lebih lanjut. Dengan adanya kelebihan-kelebihan dari bihun sagu tersubstitusi HMT ini, perlu ditinjau potensi produksi pangan ini untuk dikembangkan dalam industri kecil. Pengembangan usaha kecil yang berbasis agroindustri merupakan hal yang penting bagi perkembangan industri di Indonesia. Namun sebelum mengambil keputusan untuk pengembangan suatu produk dalam usaha kecil, perlu dipertimbangkan beberapa aspek usaha seperti ekonomi, teknologi proses, pasar, manajemen, dan lain-lain. Hal ini akan berguna untuk menentukan tingkat pengembalian dari suatu usaha sebelum dijalankan, dan menghindarkan pemilik usaha dari kemungkinan pailit. Aspek usaha produksi bihun sagu dapat dikaji melalui studi kelayakan. Studi kelayakan bisnis merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau suatu bisnis layak untuk dijalankan (Nurmalina, Sarianti dan Karyadi, 2002). Studi kelayakan atau yang sering disebut dengan feasibility study telah menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu rencana bisnis.
2
B. TUJUAN PENELITIAN 1.
Menganalisa nilai tambah produk bihun sagu tersubstitusi sagu HMT. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi stabilitas kandungan pati resistan di dalamnya akibat beberapa proses pemasakan, yakni rebus dan goreng. Ketiga proses ini dipilih karena merupakan proses yang sudah umum.
2.
Melakukan studi kelayakan tekno-ekonomi terhadap produksi bihun sagu tersubstitusi sagu HMT.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. SAGU (Metroxylon sp.) Pati sagu (Metroxylon sp.) mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepung dari tanaman umbi atau serealia. Menurut Matsumoto, et al. (2007), beberapa varietas sagu di sekitar Danau Sentani, Papua memiliki kadar pati yang tinggi, seperti jenis para, yepha, osukul, dan folo. Sagu dapat digunakan sebagai komoditas substitusi beras. Beberapa varietas sagu asal Kendari (Sulawesi Tenggara) dan Bukit Tinggi (Sumatera Barat) mampu memproduksi pati lebih dari 300 kg per pohon. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cukup modal untuk mengembangkan industri pengolahan sagu. Granula pati sagu berukuran lebih besar daripada ukuran granula pati pada umumnya, yaitu dapat mencapai 65 mikron (International Starch Institute, 2010). Bentuk granula pati sagu adalah ovoidal dengan secara jelas terdapat bagian yang terpotong. Pati sagu mempunyai suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 69oC jika dibandingkan dengan pati lainnya (Cecil et al., 1982). Swinkels (1985) mengemukakan bahwa perbandingan amilosa dan amilopektin pada pati sagu 27 berbanding 73. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering, kurang lengket dan mudah menyerap air. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990), pati sagu sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan sedikit protein. Kandungan kalori pati sagu relatif besar yaitu 353 kkal. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai kalori beras yaitu 364 kkal. Komposisi kimia pati sagu dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu per 100 gram bahan Komponen
Jumlah
Kalori (kkal)
353
Protein (g)
0.7
Lemak (g)
0.2
Karbohidrat (g)
84.7
Air (g)
14.0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990)
B. GELATINISASI PATI Pati merupakan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji-bijian atau umbi-umbian. Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik pertama yang diproduksi dari reaksi antara karbondioksida dari udara dan air dari dalam tanah, pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar matahari. Energi surya akan dikonversikan menjadi energi kimia pada substansi atau zat yang dapat dimakan oleh manusia atau pun hewan pada umumnya (Hodge dan Osman, 1976). Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorphous. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin serta material antara (intermediate), seperti lipid dan protein (Banks dan Greenwood, 1975). Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Bagian amorphous dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Amilosa merupakan komponen dari pati berupa polimer yang tersusun dari unit-unit glukosa yang berjumlah 500-1000 unit. Polimer glukosa ini terikat satu dengan yang lain dengan ikatan glikosida α 1-4. Amilosa memiliki bobot molekul 80000-240000 Dalton. Struktur amilosa berupa helix yaitu untaian lurus yang membentuk spiral (Gambar 1).
5
Gambar 1. Struktur Kimia Amilosa (Tharanathan, 2003)
Amilopektin merupakan salah satu komponen dari pati. Serupa dengan amilosa, amilopektin terdiri dari unit-unit glukosa sebagai komponen penyusunnya. Perbedaan mendasar antara amilosa dan amilopektin ialah amilopektin memiliki percabangan karena unit-unit glukosanya terjalin dengan ikatan glikosida α 1-6 selain ikatan α 1-4 (Gambar 2). Polimer ini merupakan salah satu polimer terbesar yang terdapat di alam. Bobot molekul amilopektin berkisara antara 107-5x108 Dalton (Fennema, 1996).
Gambar 2. Struktur Kimia Amilopektin (Rudnik, 2008) Granula pati yang dimasukkan ke dalam air dingin tidak dapat larut, tetapi mampu mengembang dalam air panas atau hangat. Jika suatu polimer dalam keadaan kontak dengan sejumlah pelarut yang terbatas, maka fase interaksi yang pertama adalah melarutnya bahan menjadi bentuk gel. Apabila pelarut berlebih maka struktur gel akan terdispersi kembali menjadi bentuk sol (Greenwood dan Munro, 1979). Pengembangan granula pati tersebut bersifat reversible jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan irreversible jika telah mencapai suhu gelatinisasi. Meyer (1983) menyatakan bahwa pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30% dari berat semula. Pada keadaan tersebut granula pati tidak terlarut dalam air dingin, tetapi terbentuk suspensi. Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air
6
berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin. Menurut McCready (1970), dengan semakin meningkatnya suhu suspensi pati dalam air maka semakin besar pula pengembangan granulanya. Pengembangan tersebut terjadi karena molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan-ikatan hidrogen yang lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil lain. Suhu suspensi yang semakin meningkat akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah, sedangkan di lain pihak molekul-molekul air memiliki energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula. Pada akhirnya jika suhu suspensi masih tetap naik, maka granula akan pecahan sehingga molekul-molekul pati akan keluar terlepas dari granula masuk ke dalam sistem larutan. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan kekentalan. Pengembangan granula digambarkan secara skematis pada Gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme Pengembangan Granula Pati dengan Adanya Molekul-Molekul Air (Meyer, 1982)
7
Gambar4. Skema Molekul Amilosa dan Amilopektin pada Proses Pengembangan Granula Pati (McCready, 1970)
C. HEAT MOISTURE TREATMENT Heat–moisture treatment (HMT) merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu tinggi (di atas suhu gelatinisasi) dalam kondisi semi kering (kandungan airnya lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengalami gelatinisasi) (Lorenz dan Kulp., 1981, 1982; Kulp dan Lorenz, 1981) (Gambar 5). HMT pada kelembaban 18-30% dan suhu 100oC telah dibuktikan dapat merubah sifat fisiko-kimia (seperti pelarutan amilosa, kepasitas pengembangan, pola dan intensitas difraksi Xray,kerentanan terhadap serangan enzim atau asam) dari pati jagung normal, jagung berlilin, jagung tinggi amilosa, gandum, oat, barley, kentang, ketela, kacang polong dan pati laird lentil. Besarnya perubahan-perubahan ini juga dipengaruhi oleh kelembaban selama perlakuan pemanasan selain dipengaruhi oleh sumber patinya. Pengaruh HMT terhadap sifat-sifat yang telah disebutkan berkaitan dengan
8
interaksi antar beberapa faktor berikut: (i) perubahan struktur pada daerah kristal dan amorphous dari granula pati; dan (ii) modifikasi fisik pada permukaan granula pati, yang terjadi selama HMT berjalan. (Sair dan Fetzer, 1944; sair, 1967; Donovan et al., 1983; Hagiwara et al., 1991; Stute, 1992; Franco et al., 1995).
Gambar 5. Representasi skema perbedaan hubungan antara suhu dan kelembaban antara gelatinisasi dengan Heat moisture Temperature (HMT) (Manuel, 1996)
Sejumlah perubahan struktur terjadi selama proses HMT pada granula pati, termasuk: (i) pembentukan formasi kristal baru dan/atau reorientasi kristal (Donovan et al., 1983); (ii) konversi pati tipe-B menjadi tipe A + B (Sair dan Fetzer, 1944; Sair, 1967; Kulp dan Lorenz, 1981; Lorenz dan Kulp, 1982; Stute, 1992; Donovan et al., 1983); (iii) peningkatan asosiasi antar komponen-komponen
pati
(amilosa-amilosa,
amilosa-lemak,
dan/atau
amilosa-amilopektin) (Hoover dan Vasanthan, 1994; Hoover dan Manuel, 1996); dan (iv) konversi amilosa tidak beraturan menjadi bentuk heliks (Banks dan Greenwood, 1975). Penelitian terhadap penggunaan beberapa jenis pati dalam pembuatan mie oleh Lii dan Chang (1981) dan Galvez et al. (1994) menggunakan pati yang berasal dari tanaman kacang-kacangan, serta Collado dan Corke (1997) dan Collado et al. (2001) menggunakan pati dari ubi manis, menunjukkan bahwa untuk pati yang tidak mengandung gluten harus menggunakan pati yang dipregelatinisasi (gelatinisasi awal) sebagai pengikat baru kemudian dicampur dengan pati yang tidak digelatinisasi untuk mendukung proses
9
ekstrusi dalam rangka memproduksi mie berkualitas. Telah diketahui bahwa kualitas mi tergantung pada profil brabender amylogram/ visco amylogram pasting-nya yang memiliki karakteristik viskositas yang konstan atau bahkan meningkat selama proses pemanasan dan pemotongan. Untuk memproduksi pasta panas yang stabil, pati dapat diproses dengan metode heat moisture treatment (HMT). Pada dasarnya, HMT mengekspos pati pada suhu yang lebih tinggi (umumnya di atas suhu gelatinisasi
pada kelembaban yang
terbatas (<35%) (Collado et al. 2001). HMT diunggulkan lebih natural dan aman dibandingkan dengan perlakuan yg menggunakan bahan kimia.
D. BIHUN Bihun yang berbahan baku tepung beras merupakan makanan yang berasal dari china (bie = beras, hun = tepung). Bihun tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di Negara-negara lain dengan berbagai sebutan seperti bihon, bijon, bifun, mehon, dan vermicelli. Ada produk olahan beras lain yang mempunyai bentuk hampir sama dengan bihun yaitu soun. Namun keduanya mempunyai perbedaan misalnya, bihun terbuat dari bahan dasar amilosa dan dalam pembuatannya dikukus atau direbus, sedangkan soun terbuat dari bahan dasar amilopektin dan dalam pembuatannya harus direbus. (Astawan, 2000). Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan. Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 3 menit. (Koswara, 2006). Menurut SNI 01-2975-1992, bihun adalah produk pangan kering yang dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan berbentuk khas bihun. Standar bihun menurut SNI 012975-1992 dapat dilihat pada Tabel 2. Hasbullah (2001), menyatakan bahwa bihun dibuat dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk seperti benang.
10
Tabel 2. Standar bihun menurut SNI 01-3742-1995 No 1 1.1 1.2 1.3 2 3
Kriteria uji Keadaan Bau Rasa Warna Benda asing Daya tahan
Satuan
Persyaratan
4
Uji Kematangan (bihun:air 1:5) Air Abu Protein (N x 6,25) Derajat Asam
b/b
Normal Normal Normal Tidak boleh ada Tidak hancur jika direndam dengan air panas suhu kamar selama 10 menit Maks 3
5 6 7 8
9 10 10.1 10.2 10.3 10.4 11 12 12.1 12.2 12.3
Bahan Tambahan Makanan Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total E. coli Kapang
% b/b % b/b % b/b Mg KOH / 100 g bahan
Maks 11 Maks 2 Min 6 Maks 3
Sesuai SNI 01-0222-1995
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05 Maks 0.5
Koloni/gram APM/gram Koloni/gram
Maks 1.0 x 106 <3 Maks 1.0 x 104
Bahan baku bihun terdiri atas bahan baku utamanya adalah tepung beras. Jenis beras yang baik untuk digunakan adalah jenis beras yang baik untuk digunakan adalah beras pra misalnya beras PB (5, 36, 42), IR (26 36), Semeru, Asahan, beras Birma, beras Siram dan beras Hongkong. Beras pera akan menghasilkan bihun yang tidak lengket bila dimasak, juga memperingan kerja mesin penggiling dan pencetak bihun, sedangkan penggunaan beras pulen akan menghasilkan bihun yang lembek dan lengket. Bahan baku tambahan yang digunakan adalah sodium disulfit, air, tawas dan air kansui (untuk membuat bihun instan) (Koswara, 2006).
11
Tepung beras 100 mesh + air Pengepresan Pemasakan tahap pertama selama 1 jam Pembentukan lembaran Pencetakan bihun dengan extruder Pemasakan tahap kedua selama 1,5 jam Penjemuran Pengemasan Bihun kering (biasa) Gambar 6. Proses pembuatan bihun kering (Koswara, 2006)
Proses pembuatan bihun dari pati adalah sebagai berikut: sebanyak 5% pati dari total pati untuk adonan dicampur air dengan perbandingan 1:7 lalu dipanaskan
sehingga
tergelatinisasi.
Gelatinisasi
sebagian
pati
(pre-
gelatinisasi) dengan porsi yang lebih besar dapat memudahkan proses pematangan akhir lebih cepat. Adonan dengan tingkat pre-gelatinisasi 10 hingga 20% dapat menghasilkan bihun yang baik. Pati yang telah tergelatinisasi tersebut digunakan sebagai binder adonan. Binder berfungsi sebagai perekat pati sehingga dapat membentuk adonan dengan baik. Binder dicampurkan dengan pati kering dan diadon hingga merata. Jika jumlah binder kurang dari jumlah yang seharusnya, dapat berakibat kurangnya pengikatan adonan sehingga bihun rapuh dan mudah patah. Sedangkan jika binder terlalu banyak dapat menyebabkan adonan terlalu lengket. Adonan selanjutnya dicetak menjadi untaian bihun dengan alat pencetak bihun atau extruder. Untaian bihun direbus dalam air mendidih selama 2 hingga 3 menit, kemudian direndam air dingin dan ditiriskan. Bihun dikeringkan pada suhu 40oC di dalam convection drier (Kim et al, 1996; Collado et al, 2001; Susilawati, 2007).
12
E. PATI RESISTAN (RESISTANT STARCH / RS) Menurut Berry (1986), pati dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis berdasarkan respon pati tersebut ketika diinkubasi dengan enzim. Jenis pati pertama adalah Rapidly Digestible Starch (RDS). RDS adalah jenis pati yang dapat dihidrolisis sepenuhnya oleh enzim amilase menjadi molekul-molekul glukosa dalam waktu 20 menit. Jenis kedua adalah Slowly Digestible Starch (SDS). Seperti juga RDS, SDS dapat sepenuhnya dihidrolisis oleh enzim amilase, namun karena satu dan lain hal, hidrolisisnya memakan waktu lebih lama. Jenis pati ketiga adalah pati resistan yaitu fraksi kecil dari pati yang resistan (tahan) terhadap hidrolisis oleh enzim α-amilase dan enzim pululanase yang diberikan secara in vitro. RS tidak terhidrolisis setelah 120 menit inkubasi (Englyst, et al., 1992). Pati yang sampai ke usus besar akan difermentasi oleh mikroflora usus. Oleh karena itu, sekarang RS didefinisikan sebagai fraksi dari pati yang dapat lolos dari pencernaan pada usus halus. Secara kimia, RS adalah selisih dari kadar pati total dengan RDS dan SDS (Sajilata et al., 2006). Menurut Gonzales et al. (2004), RS dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan keberadaan pati secara alami dan keberadaannya dalam makanan. RS tipe I adalah jenis pati yang secara fisik terperangkap di dalam matriks sel, seperti pada biji polong-polongan. RS tipe II adalah granula pati yang secara alami tahan terhadap enzim pencernaan seperti pati pisang mentah dan pati kentang mentah. RS tipe III adalah pati hasil retrogradasi yang terbentuk akibat pemanasan suhu tinggi yang disusul dengan penyimpanan pada suhu rendah. RS tipe IV adalah pati yang dimodifikasi secara kimia. Beberapa penelitian in vivo menunjukkan bahwa RS memiliki potensi sebagai bahan prebiotik. Fermentasi RS dalam usus besar akan menghasilakn short chain fatty acid (SCFA) khususnya asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asupan RS berkorelasi negatif dengan resiko kanker kolorektal sementara hubungan tersebut tidak dijumpai pada masyarakat yang asupan serat makanan (termasuk NSP)-nya tinggi (Topping dan Clifton, 2001; Hylla et al., 1998).
13
Selain potensi prebiotiknya, RS juga telah diteliti memiliki beberapa sifat fungsional lainnya seperti mengurangi respon glikemik, mengurangi asupan energi, meningkatkan penyerapan dari mikronutrien terutama kalsium, bersifat protagonis terhadap kultur sehat sehingga menyehatkan pencernaan dan mencegah kanker usus besar (Brown, 2004).
F. USAHA KECIL Menurut UU No 9 tahun 1995 tentang Usaha kecil telah memberikan batasan yang jelas, bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan ketentuan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,-;
milik
WNI,
berdiri
sendiri,
berbentuk
usaha
orang
perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Pengelompokkan usaha kecil yang semula berdasarkan jumlah pekerja, besarnya tenaga listrik yang dipakai dan besarnya modal yang ditanam sudah tidak lagi digunakan. Pengusaha kecil telah disadari di seluruh dunia memiliki peran yang besar dalam menopang tingkat ekonomi Negara. Di Indonesia sendiri, jumlah usaha kecil sangan mengesankan. Menurut BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM, 99,8 % lebih usaha yang ada di Indonesia termasuk usaha kecil. Usaha kecil juga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, contohnya pada periode tahun 2000-2003, usaha kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang (Wibowo, 2002). Selain banyak menyerap tenaga kerja dan ikut melancarkan perekonomian Negara, usaha kecil mampu hidup berdampingan dengan perusahaan besar. Usaha kecil memegang peranan penting dan menopang usaha besar.
G. STUDI KELAYAKAN PRODUKSI DARI ASPEK TEKNO-EKONOMI Studi kelayakan merupakan suatu kajian terhadap kelayakan suatu proyek sebelum dilaksanakan. Kajian dan analisis dilakukan terhadap berbagai aspek pelaksanaan proyek tersebut. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan, yaitu memperoleh manfaat, dengan melakukan pengukuran pokok terhadap biaya maupun hasilnya (Gray, 1992).
14
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil studi kelayakan adalah investor, kreditor/bank, analis, masyarakat dan pemerintah. Studi kelayakan bisnis adalah suatu konsep yang penting bagi masyarakat secara luas, karena itu agar studi kelayakan bisnis ini dapat mencapai sasaran dari berbagai pihak, tentu saja harus memenuhi persyaratan. Adapun persyaratannya yaitu sebagai berikut (Nurmalina et al. 2002) : 1. Studi harus dilakukan dengan teliti dan penuh kehati-hatian. 2. Studi harus dilakukan dengan dukungan data yang lengkap dan akurat 3. Studi harus dilakukan secara jujur dan objektif 4. Studi harus dilakukan dengan adil, tidak memihak kepentingan tertentu 5. Studi harus dapat diuji ulang jika diperlukan untuk menguji kebenaran hasil studi Berbagai aspek yang harus dipersiapkan dalam pendirian proyek tidak hanya menyangkut perencanaan fisik, melainkan juga dari aspek teknis, manajemen, pemasaran dan ekonomi. Penelitian ini akan difokuskan terhadap aspek ekonomi dan teknis. Aspek teknis dapat dinilai berdasarkan penetapan kapasitas produksi, pemilihan mesin dan alat produksi, pemilihan teknologi proses produksi, penentuan layout pabrik yang dibutuhkan, dll. Beberapa kriteria yang diperlukan dalam penilaian kelayakan suatu proyek adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/R), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/R), Analisis Sensitivitas dan Profitability Ratio. Penilaian pengembalian ditunjukkan oleh kriteria Payback Period. a. Net Present Value (NPV) NPV merupakan nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternative yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana proyek ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek dinyatakan layak jika memiliki nilai NPV lebih besar atau sama dengan satu. Nilai 0 dari NPV dapat diartikan biaya dapat
15
dikembalikan persis sebesar nilai proyek, yang berarti mencapai titik impas (tidak untung dan tidak rugi). NPV memiliki rumus sebagai berikut (Nurmalina, et al. 2009): Keterangan:
=
/
− 1 +
Bt
= manfaat (benefit) pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (t= 0, 1, 2, …, n)
n
= umur proyek Pada prakteknya, NPV bisa dihitung dengan menjumlahkan present
value (PV) dari net benefit yang bersifat positif (dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5), kemudian dikurangi dengan nilai mutlak dari PV yang bernilai negatif (tahun ke-0). PV merupakan arus kas net benefit (inflow outflow) yang telah dikalikan dengan discount factor (DF).
b. Internal Rate Return (IRR) IRR adalah tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan
dalam
persen.
IRR
menggambarkan
persentase
dari
keuntungan proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak. Tingkat IRR mencerminkan bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan. Kriteria IRR mempunyai beberapa keuntungan, yaitu tidak tergantung pada tingkat discount rate social yang berlaku (Gittinger, 1986). Sebaliknya, NPV dan IRR mempunyai hubungan terbalik, yaitu bila IRR mendekati nol, makan NPV mendekati maksimum. Titik potong antara NPV dan IRR disebut titik impas, dimana biaya proyek sama dengan manfaat yang dihasilkan.
16
Penghitungan IRR dapat menggunakan fungsi formula IRR pada Microsoft Excel menggunakan data dari present value (PV) tahun ke-0 sampai tahun ke-5.
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah Present Value yang bernilai positif dengan jumlah Present Value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat penerimaan yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu. Sedangkan jika Net B/C lebih kecil dari satu, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Gray et al., 1993). Net B/C memiliki rumus sebagai berikut: (Nurmalina, et al. 2009) 1 + / =
∑ 1 + ∑
Keterangan: Bt
= Pendapatan proyek pada tahun tertentu
Ct
= Biaya proyek pada tahun tertentu
n
= umur proyek
i
= tingkat suku bunga
t
= 1, 2, …, n Penghitungan nilai Net B/C dapat dilakukan dengan membagi antara
jumlah PV positif (tahun ke-1 sampai tahun ke-5) dengan PV negatif (tahun ke-0).
d. Payback Period Penilaian proyek tidak dapat hanya ditujukan pada masa awal karena biasanya pada masa awal proyek akan menunjukkan nilai yang negatif. Untuk itu, perlu dilakukan analisis untuk melihat jangka waktu dalam pelaksanaa proyek yang dapat menutupi nilai yang negatif pada awal proyek tersebut, yaitu analisis tingkat pengembalian investasi (Payback Period).
17
Tingkat pengembalian investasi adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukkan pada umur proyek berapa investasi dapat dikembalikan. Perhitungan tingkat pengembalian investasi dilakukan dengan metode discounted payback period, dimana nilai manfaat bersih yang terdapat pada cashflow didiskontokan dan dikumulatifkan. Payback Period memiliki rumus sebagai berikut: (Hafling, 2009) = +
1 ℎ
Keterangan : n = tahun terakhir di mana arus kas masih belum bisa menutupi initial investment a = nilai mutlak cumulative net benefit pada tahun n di mana jumlah ini bernilai negatif b = jumlah arus kas pada tahun ke-n+1
e. Break Even Point Break Even Point atau Keadaan Pulang Pokok merupakan keadaan di mana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue – TR) sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost – TC). =
−
Keterangan : FC
= biaya tetap
VC
= biaya variabel per unit
P
= harga produk per unit Selanjutnya, BEP dalam rupiah dapat dihitung dengan mengalikan
BEP dalam unit dengan harga jual produk.
18
III.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahapan penelitian. Tahap pertama adalah mempelajari stabilitas kandungan pati resistan bihun terhadap beberapa proses pemasakan. Tahap kedua dari penelitian ini adalah mempelajari kelayakan usaha kecil bihun sagu HMT dari aspek tekno-ekonomi. 1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pati sagu sukabumi (Metroxylon sp.), pati sagu sukabumi yang telah dimodifikasi dengan metode HMT, STPP, guar gum, air, enzim pepsin, α-amylase dan amiloglukosidase, fenol, H2SO4, KCl, HCl, KH2PO4, NaOH, CH3COOH, CH3COONa, glukosa, aquades, dan KOH. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi mixer, multifunctional noodle machine, steam blancher, tray drier, waterbath dengan shaker, sentrifus, soxhlet, vortex, spektrofotometer, dan alat memasak (sendok, panci, dan lain-lain). Pengolahan data dan perhitungan data menggunakan software komputer antara lain SPSS 15.0 dan Microsoft Excel. 2. Metode Analisis Stabilitas Kandungan Pati Resistan Pada penelitian stabilitas kandungan pati resistan, bihun kering diberi perlakuan pemasakan yang sering dikenakan pada bahan pangan bihun sebelum dihidangkan (pemasakan), yaitu rebus dan goreng. a. Perlakuan terhadap sampel bihun kering HMT Perlakuan yang menyerupai pemasakan tersebut adalah: 1) Perlakuan rebus dilakukan dengan memanaskan 500 ml air sampai mendidih, lalu merebus sebanyak lima gram sampel di dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah sampel ditiriskan, ditimbang sampel sebanyak 50 mg untuk uji kandungan RS. 2) Perlakuan goreng merupakan lanjutan dari perlakuan rebus. Setelah direbus dan ditiriskan, selanjutnya sampel dipanaskan dalam wajan dengan sedikit minyak dan api yang kecil selama 2 menit. Setelah penggorengan, sampel dihilangkan lemaknya dengan alat soxhlet menggunakan pelarut
19
heksana. Setelah proses soxhlet selesai, ditimbang sampel sebanyak 50 mg untuk uji kandungan RS.
b. Uji Kandungan Pati Resistan (Goni, 2006) Sampel yang diujikan berupa sampel bihun kering, sampel bihun rebus dan sampel bihun goreng. Sampel diuji kandungan pati resistannya dalam 3 kali ulangan dan setiap ulangan dianalisis triplo. Sampel kering (50 mg) dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, ditambah 5 ml buffer KCl-HCl 0.2 M, pH 1.5 (penepatan pH menggunakan HCl 2M atau NaOH 0.5M). Sampel ditambahkan 0.1 ml larutan pepsin (1 g pepsin/10 ml buffer KCl-HCl), divortex lalu dimasukkan ke dalam water bath (40oC, 60 menit) dengan pengadukan konstan. Kemudian sampel didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan 4.5 ml buffer fosfat 0.1M, pH 6.9 serta 0.5 ml larutan α-amilase (40 mg alfa-amilase per ml buffer fosfat). Setelah itu, tabung divortex lalu diinkubasi dalam water bath (37oC, 16 jam) dengan pengadukan yang konstan. Selanjutnya, sampel disentrifus (15 menit, 3000g), supernatan dibuang dan residu dicuci minimal sekali dengan 5 ml air distilasi. Sentrifus diulangi dan supernatan dibuang. Lalu ditambahkan 1.5 ml air distilasi ke residu untuk melembabkan sampel secara perlahan. Residu ditambahkan 1.5 ml KOH 4M, divortex dan didiamkan selama 30 menit (suhu ruang) dengan pengadukan yang konstan. Kemudian, ke dalam tabung ditambahkan 2.75 ml HCL 2M dan 1.5 ml buffer sodium asetat 0.4M, pH 4.75 (tepatkan pH), serta 0.5 ml amiloglukosidase (AMG); lalu divortex dan diinkubasi dalam waterbath (60oC, 45 menit) dengan pengadukan yang konstan. Selanjutnya,
sampel
disentrifus
(15
menit,
3000g),
supernatan
dikumpulkan dalam erlenmeyer, dan residu dicuci minimal sekali dengan 5 ml air distilasi. Sentrifus diulangi dan supernatan dikumpulkan dalam erlenmeyer (Total 12,75 ml). Supernatan diencerkan dengan faktor pengenceran 100 x. Selanjutnya dilakukan uji kandungan pati resistan dengan metode fenol sulfat.
20
c. Metode Fenol-Sulfat Pertama-tama dibuat kurva standar dari larutan glukosa (10-60 ppm). Uji dilakukan dengan menambahkan 0.5 ml supernatan yang telah diencerkan dengan 0.5 ml fenol 5%, lalu divortex. Kemudian ditambahkan 2.5 ml H2SO4 dengan cepat dan tegak lurus. Setelah didiamkan 10 menit pada suhu ruang, larutan divortex lalu diinkubasi selama 15 menit pada suhu 27oC. Absorbansi sampel dan standar dapat dibaca pada panjang gelombang 490 nm. Absorbansi harus dibaca pada menit ke-5 sampai ke-45 setelah waktu inkubasi. Selanjutnya, kadar glukosa sampel dapat dihitung dari kurva standar dan konsentrasi pati resistan didapat dengan mengalikan kadar glukosa dengan 0.9.
3. Metode Studi Tekno-Ekonomi Dalam Penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap aspek teknologi dan ekonomi produksi bihun kering sagu di Bogor. Kajian teknologinya meliputi penentuan jenis mesin yang digunakan atau peralatan lainnya yang sesuai dengan kapasitas produksi bihun sagu kering, lay out, dan pemilihan teknologi yang sesuai. Kajian ekonomi produksi bihun kering sagu di Bogor disusun dengan empat opsi yang merupakan kombinasi antara jenis struktur pembiayaan dengan jumlah shift produksi per hari, yaitu (1) 30% modal pribadi-1 shift, (2) 30% modal pribadi-2 shift, (3) 100% kredit-1 shift, dan (4) 100% kredit-2 shift. Kajian meliputi kapasitas produksi dan total penerimaan, struktur permodalan, sumber dana, biaya produksi, dan analisis kriteria investasi. Struktur permodalan meliputi modal investasi dan modal kerja. Analisis kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Break Even Point (BEP). Rumus-rumus perhitungan untuk setiap kriteria investasi seperti yang tercantum dalam Bab Tinjauan Pustaka.
21
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Stabilitas Kandungan Pati Resistan dalam Bihun Sagu pada Beberapa Perlakuan Pemasakan Gelencsér (2009) dalam tesisnya menyatakan bahwa dapat terjadi penurunan kandungan pati resistan pada bahan pangan pati yang mendapatkan proses pemasakan. Namun produk pangan yang dicobakan pada tesisnya berupa produk (roti atau pasta) yang ke dalamnya ditambahkan pati resistan. Pada produk bihun sagu ini, pati resistan berasal dari pati sagu yang telah dimodifikasi, yang menjadi 50% bahan baku utama dari bihun sagu tersebut. Peningkatan kandungan pati resistan yang signifikan dalam pati yang dimodifikasi dengan metode HMT telah diteliti oleh Chung, Hoover dan Liu (2009). Peningkatan yang signifikan ini disebabkan oleh adanya pemanasan pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi pada proses HMT. Pemanasan memberikan energi kepada rantai amilosa maupun amilopektin untuk bermobilisasi dan berinteraksi. Peningkatan pati resistan terjadi sebagai hasil dari panas yang menyebabkan terjadinya interaksi antara rantai amilosaamilosa maupun amilosa-amilopektin, serta adanya peningkatan jumlah dari lemak yang terkompleks dengan rantai amilosa. Sebelum dilakukan pengujian kandungan pati resistan pada produk yang mendapatkan perlakuan pemasakan, dilakukan pengujian kandungan pati resistan pada sampel bihun kering. Didapatkan bahwa dalam 1 gram sampel bihun kering terdapat 0.73 gram pati resistan. Selanjutnya jumlah tersebut berubah akibat proses pemasakan. Proses pemasakan yang diujikan adalah proses merebus dan proses menggoreng (direbus lalu ditumis). Kandungan RS dalam gram yang didapat dari sampel setelah perlakuan (rebus atau goreng) dibandingkan dengan jumlah RS dalam gram yang terdapat pada sampel keringnya (sebelum diberi perlakuan) dan dihasilkan angka dalam persen sebagai parameter tingkat stabilitas kandungan RS bahan. Hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.
22
Tabel 3. Hasil Uji Kandungan Pati Resistan dalam Produk
Sampel
Rebus
Goreng
RS sampel Peningkatan bihun Rata-rata RS perlakuan (%) (%) (g)
Ulangan
RS sampel bihun asal (g)
1
3.77
5.09
135.23
2
3.67
4.06
110.72
3
3.64
5.33
146.41
1
3.64
5.18
142.34
2
3.65
3.21
87.72
3
3.69
2.11
57.09
130.79
95.72
Tabel di atas menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan sampel keringnya, bihun sagu HMT yang telah direbus mengalami peningkatan kadar pati resistan menjadi 130.79 %. Sedangkan kadar pati resistan turun sebesar 4.28 % pada perlakuan bihun yang digoreng. Penurunan ini dapat dikategorikan tidak signifikan dan dapat dikatakan bahwa kandungan pati resistan tergolong stabil terhadap proses tersebut. Uji beda kandungan RS dari kedua perlakuan menggunakan metode one-way ANOVA (Lampiran 1 F) menunjukkan bahwa kedua sampel tidak berbeda secara nyata. Stabilitas kandungan pati resistan pada sampel bihun HMT dapat disebabkan oleh perubahan sifat pati yang dialami setelah mengalami proses HMT, yaitu perubahan struktur ikatan antar amilosa maupun amilopektin yang membuat struktur pati tidak dapat dipecah oleh amylase. Pati yang mengalami HMT memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi. Selama gelatinisasi terjadi, struktur kristalin dan double helix akan meleleh. Hal ini dibantu oleh hidrasi dan pengembangan dari bagian amorphous dari granula pati. Pengembangan granula pati ini akan memberi tekanan pada bagian kristalin dan melepas rantai polimer dari kristalin. Namun, pati hasil HMT yang telah berubah struktur fisiknya, membatasi mobilitas dari bagian amorphous dari granula pati, sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi dari biasanya supaya pengembangan (yang dapat merusak bagian kristalin) dapat terjadi.
23
Pada proses perebusan terjadi satu kali pemanasan, dan hasil uji kandungan pati resistan menunjukkan stabilitas serta peningkatan kandungan pati resistan yang cukup signifikan. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh terjadinya gelatinisasi dan retrogradasi sehingga terjadi reasosiasi rantai polimer, distabilisasi oleh rantai hidrogen. Sedangkan untuk proses goreng yang mendapatkan dua kali pemanasan (rebus dan tumis), mengalami sedikit penurunan kandungan pati resistan. Hal ini dapat disebabkan oleh sampel perlakuan goreng mendapat panas yang lebih banyak proses rebus dan proses penggorengan dapat merusak struktur pati resistan dalam bihun yang mungkin disebabkan oleh suhu penggorengan yang tinggi. Perlakuan pemasakan pada bihun sagu HMT dapat dikatakan tidak mempengaruhi kandungan pati resistan secara negatif. Interaksi antara amilosa-amilosa yang terbentuk dari proses HMT tidak dapat dirusak oleh gelatinisasi. Hal ini menurunkan kemudahan rantai pati untuk mengalami hidrolisis dan menurunkan nilai prediksi indeks glikemik (Chung, Liu dan Hoover, 2009). Brown (2004) juga menyatakan bahwa jumlah pati resistan yang dibutuhkan untuk memperlihatkan peningkatan kesehatan pencernaan adalah sekitar 15-20 gram per hari. Melalui uji stabilitas ini, dapat dikatakan bahwa konsumsi bihun sagu HMT dapat mencukupi kebutuhan pati resistan harian bagi tubuh. Selain meningkatkan kesehatan sistem pencernaan, konsumsi bihun sagu HMT ini juga baik bagi penderita diabetes karena memiliki estimasi indeks glikemik yang lebih rendah dan nilai kalori yang lebih rendah sebagai akibat dari tingginya kandungan pati resistannya.
24
B. Aspek Keteknikan 1. Proses Produksi Bihun Sagu Proses produksi bihun sagu tersubstitusi sagu HMT merupakan modifikasi metode dari Ramadhan (2009) yaitu peningkatan skala produksinya dari 100 gram bahan baku pati menjadi 1.25 kg bahan baku pati. Tahapan dari proses produksi dapat dilihat pada Gambar 7. Bahan baku ditimbang Adonan binder dipanaskan sampai adonan tergelatinisasi Binder Adonan
Dicampurkan dengan bagian adonan yang lain Diadon sampai homogen Dicetak Untaian Bihun Dikukus pada suhu 95oC selama 2 menit Dikeringkan selama 1 jam Bihun Kering Sagu
Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Bihun Kering Sagu
a. Penimbangan dan Pembuatan Binder Berdasarkan
Ramadhan
(2009),
Formula
binder
yang
menghasilkan adonan terbaik yaitu dengan perbandingan pati dengan air sebesar 1:2. Pembuatan binder dilakukan dengan mencampurkan pati sagu alami (0.5 kg), STPP (5 g) dan air (1 liter) dalam panci besar dan dipanaskan di atas kompor hingga pati tergelatinisasi sempurna. Untuk memperoleh adonan bihun
yang menghasilkan
bihun dengan kualitas terbaik adalah dengan menggunakan binder
25
sebanyak 20% dari total pati untuk adonan. Penimbangan bagian pati yang lain adalah pati sagu alami (0.75 kg), pati sagu HMT (1.25 kg) dan guar gum (25 g). b. Pencampuran Adonan Bihun Adonan dibuat dengan mencampurkan binder dengan pati kering di dalam mixer selama 10 menit dan terjadi proses merata dan dapat menyatu saat digenggam. c. Pencetakan Bihun Adonan
dicetak
menjadi
bihun
dengan
menggunakan
multifunctional noodle machine. Lubang cetakan (die) yang digunakan berukuran kecil sehingga ukuran untaian bihun yang dihasilkan menyerupai dengan produk bihun yang umum beredar di pasaran. Hasil cetakan diusahakan keluar secara vertikal untuk mencegah menempelnya antar untaian bihun. Proses pencetakan bihun ini bersifat kontinyu. Adonan yang keluar dari die diletakkan di atas tray. d. Proses Pengukusan Bihun Adonan yang telah menjadi untaian bihun dikukus dengan menggunakan steam blancher yang bersuhu sekitar 90oC. Bihun dengan alas tray yang berlubang dimasukkan ke dalam steam blancher selama dua menit. e. Pengeringan Bihun Setelah pengukusan, bihun kemudian dikeringkan dalam tray dryer selama 1 jam (suhu 75oC). Setelah kering, bihun didiamkan beberapa saat di suhu ruang untuk menurunkan suhunya. Setelah suhu mendekati suhu ruang, bihun dapat dikemas di dalam kemasan plastik.
2. Kebutuhan Mesin dan Alat Mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi mi sagu antara lain: timbangan, mesin pengaduk adonan, mesin pencetak mie, pengukus, mesin pengering dan sealer.
26
a. Timbangan Timbangan akan dipakai untuk menimbang bahan baku yaitu pati sagu, pati sagu termodifikasi, air untuk pembuatan binder, STPP dan guar gum.
Gambar 8. Timbangan Timbangan ini memiliki umur pemakaian 5 tahun dan kapasitas maksimalnya adalah 5 kg dengan satuan terkecil 0.1 g. Sumber tenaga timbangan ini adalah 1 batere 9V.
b. Mesin Pencampur Adonan Mesin ini sering disebut molen, molen, berfungsi untuk mencampurkan
bahan-bahan menjadi adonan yang dapat dicetak. Molen terbuat dari stainless steel yang terdiri dari bak pengaduk, kaki penyangga, dan motor penggerak impeller.
Gambar 9. Molen Pengaduk Adonan
27
Ukuran keseluruhan molen yaitu 1.2 x 0.7 x 1 m3, dimana ukuran bak pengaduk 90 x 45 x 50 cm3. Daya listrik yang dibutuhkan untuk molen adalah sebesar 2 HP dengan tegangan 110/220 V. Kecepatan putar impellernya sebesar 420 RPM. c. Mesin Pencetak Bihun Mesin pencetak ini merupakan Multifunctional Noodle Machine tipe MS 9. Dimensi mesin ini adalah 660x330x430mm dengan berat 60 kg. Kapasitas mesin adalah 9 kg/jam dengan tegangan 220v, 50Hz dan daya 1.10 kW.
Gambar 10. Mesin Pencetak Bihun d. Mesin Pengukus Bihun Pengukusan adonan bihun yang telah dicetak dilakukan di atas tray dengan pengukus tipe tray. Dalam 1 batch (selama 2 menit), dapat dikukus 2-3 tray bihun.
Gambar 11. Mesin Pengukus Bihun
28
e. Mesin Pengering Bihun Mesin ppengering engering bihun merupakan tray drier yang dapat mencapai suhu pengeringan 90oC. Mesin ini memiliki spesifikasi daya sebesar 3 PH, tegangan 110/220 Volt dan dapat mencapai suhu tertinggi 120oC. Volume dari mesin ini adalah 4,94 m3.
Gambar 12. Mesin Pengering Bihun
f. Sealer Sealer untuk membungkus kemasan bihun memiliki daya sebesar
400 W. Berat alat ini adalah 3,2 kg dengan dimensi 8,5 x 45 x 18 cm.
Gambar 13. Mesin Pengemas (Sealer)
g. Peralatan Lainnya Pembuatan bihun juga memerlukan peralatan lain seperti panci, kompor, baskom, sendok pengaduk, pisau, dan lap.
29
3. Penentuan Tata Letak Ruang Produksi a. Kebutuhan Luas Ruang Luas area pabrik ditentukan berdasarkan perhitungan luas produksi dan luas ruang non produksi. Luas ruang produksi yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan ruang untuk mesin, peralatan, tenaga kerja, serta sarana lain yang mendukung kegiatan proses produksi. Ruang produksi terdiri dari area pencampuran adonan, pencetakan, pengukusan dan pengeringan. Sementara ruang non produksi tersusun atas ruang penyimpanan bahan baku, ruang penjualan, dapur, ruang karyawan, area tempat tinggal pemilik, toilet dan area pembuangan sampah.
Tabel 4. Kebutuhan Luas Ruang
1
Ruang Penyimpanan
2 x 2.5
Kebutuhan Luas Area / Ruang (m) 5
2
Area Mixing
2 x 2.5
5
3
Area Pencetakan
2x3
6
4
Area Pengukusan
5x2
10
5
Area Pengeringan
2x4
8
6
R. Pengemasan dan Penjualan
2 x 2.5
5
7
Area Dapur
2x4
8
8
R. Karyawan
2x2
4
9
Toilet
1.5 x 2
3
No
Fasilitas
Dimensi (m)
b. Perancangan Tata Letak Pabrik Rancangan tata letak pabrik dibuat berdasarkan diagram alir proses produksi mi sagu dan diagram keterkaitan antar aktifitas yang telah ditentukan. Perancangan tata letak pabrik dibuat secara efektif dan efisien dengan meminimalkan jarak perpindahan bahan, keteraturan tempat kerja, dan aliran proses yang beruntun.
30
Pola umum aliran bahan dalam proses produksi merupakan salah satu perencanaan fasilitas yang harus ditentukan dengan matang. Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), pola umum aliran bahan untuk proses produksi umumnya dibedakan atas 5 pola, yaitu garis lurus, bentuk U, pola zig-zag, melingkar, dan pola tak tentu. Pada proses produksi bihun sagu, digunakan bentuk U untuk mengantisipasi keterbatasan luas lantai yang tersedia untuk keperluan produksi. Pola aliran bentuk U akan diterapkan jika akhir proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya karena keadaan fasilitas transportasi maupun ruangan yang berdekatan. Pada denah ruang produksi, dapat dilihat bahwa ruang gudang berdekatan dengan ruang persiapan distribusi / penjualan. Hal ini terkait dengan kemudahan alirang barang untuk masuk/keluar dari area pabrik.
31
Gambar 14. Denah Bangunan Usaha Produksi Mi Sagu HMT
32
C. Aspek Ekonomi 1. Asumsi-asumsi Asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan dalam analisis ekonomi antara lain yaitu:
•
Analisis ekonomi ini dilakukan dengan biaya investasi untuk pendirian usaha kecil baru
•
Tanah dan bangunan usaha adalah bangunan rumah pemilik usaha
•
Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 5 tahun, disesuaikan dengan umur ekonomi rata-rata mesin dan peralatan
•
Tingkat produksi pada tahun pertama sampai tahun terakhir adalah 100%
•
Bunga pinjaman sebesar 14 persen dan konstan selama pengembalian dengan perhitungan bunga flat (jumlah cicilan bunga sama setiap bulannya)
•
Kredit modal kerja ditetapkan untuk 1 tahun pertama dari biaya operasional dan produksi dimulai pada tahun pertama
•
Pembayaran angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja dimulai pada tahun ke-1, dengan jangka waktu pembayaran untuk kredit investasi dan kredit modal kerja selama 4 tahun.
•
Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa modal sebesar 10 persen terhadap mesin dan peralatan, serta perlengkapan.
•
Jumlah hari produksi dalam 1 tahun adalah 300 hari yaitu 25 hari dalam 1 bulan.
•
Kapasitas produksi adalah 10 kg bahan baku dalam 1 shift (8 jam).
•
Harga jual produk adalah Rp. 3500,- per kemasan (80 gram)
•
Bunga simpanan deposito bernilai 8 %
•
Perhitungan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur oleh UU Perpajakan Nomor 17 tahun 2000 yaitu keuntungan di bawah Rp. 50.000.000 dikenakan pajak sebesar 10 persen, keuntungan antara Rp. 50.000.000 hingga Rp. 100.000.000 dikenakan pajak sebesar 15
33
persen, dan keuntungan di atas Rp. 100.000.000 dikenakan pajak sebesar 30 persen.
Setelah menentukan asumsi, dibuat empat opsi studi ekonomi yang merupakan kombinasi dari rasio kredit-modal pribadi dengan jumlah shift produksi per hari, yaitu : (1) 30% modal pribadi (equity)-1 shift, (2) 30% modal pribadi (equity)-2 shift, (3) 100% kredit -1 shift, dan (4) 100% kredit -2 shift.
2. Modal Investasi Modal investasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan saran dan prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Produksi mi sagu membutuhkan modal investasi sebesar Rp. 52.725.000,-. Jumlah ini tetap untuk semua opsi. Perincian modal investasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Rekapitulasi Biaya Investasi No Jenis Biaya 1 Perizinan 2 Mesin dan Utilitas Total Kredit Dana Sendiri
Nilai (30% modal) Rp 600,000 Rp 52,125,000 Rp 52,725,000 Rp 36,907,500.0 Rp 15,817,500.0
Nilai (100% kredit) Rp 600,000 Rp 52,125,000 Rp 52,725,000 Rp 52,725,000 -
3. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan kegiatan operasional dari suatu usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan variabee. Total biaya operasional yang dibutuhkan untuk usaha mi sagu ini dalam 1 tahun adalah Rp. 119.437.967,- untuk produksi 1 shift dan Rp 229.602.767,- untuk
34
produksi 2 shift. Perincian biaya operasional dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Operasional No Jenis Biaya 1 Biaya Variabel 2 Biaya Tetap total kredit (70%) dana sendiri (30%) kredit (100%)
Modal per tahun (1shift) Rp 74,848,800 Rp 44,589,167 Rp 119,437,967 Rp 83,606,577 Rp 35,831,390 Rp 119,437,967
Modal per tahun (2 shift) Rp 149,013,600 Rp 80,589,167 Rp 229,602,767 Rp 160,721,937 Rp 68,880,830 Rp 229,602,767
4. Struktur Pembiayaan Dana untuk pengembangan usaha kecil mi sagu tersubstitusi sagu HMT memiliki dua pilihan yaitu 70% modal kredit-30 % modal pribadi dan 100% modal kredit. Waktu pengembalian pinjaman untuk investasi dan modal kerja adalah selama 4 tahun. Tingkat suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja diasumsikan 14% dengan perhitungan bunga menggunakan sistem flat (mendatar). Tabel 7. Struktur Pembiayaan Usaha Kecil Mi Sagu HMT No 1
2
3
Rincian Biaya Proyek dana investasi yang bersumber dari
Opsi 1
Opsi 2
Opsi 3
Opsi 4
-
-
-
-
a. Kredit
36,907,500
36,907,500
52,725,000
52,725,000
b. Dana sendiri
15,817,500
15,817,500
-
-
jumlah dana investasi dana operasional yang bersumber dari
52,725,000
52,725,000
52,725,000
52,725,000
-
-
-
-
a. kredit
83,606,577
160,721,937
119,437,967
229,602,767
b. Dana sendiri
35,831,390
68,880,830
-
-
jumlah dana operasional total dana proyek yang bersumber dari
119,437,967
229,602,767
119,437,967
229,602,767
-
-
-
-
a. kredit
120,514,077
197,629,437
172,162,967
282,327,767
51,648,890
84,698,330
-
-
172,162,967
282,327,767
172,162,967
282,327,767
b. Dana sendiri jumlah dana proyek
35
Besarnya angsuran pokok dari kredit investasi dan kredit modal kerja yang dibayar setiap tahunnya adalah tetap yaitu sebesar Rp 47.000.490,untuk opsi pertama, Rp 77.075.480,- untuk opsi kedua, Rp 67.143.557,untuk opsi ketiga, dan Rp 110.107.829,- untuk opsi keempat. Penjabaran pembayaran kredit investasi dan kredit modal kerja terdapat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 9.
5. Proyeksi Laba rugi Proyeksi laba rugi memberikan gambaran mengenai pendapatan bersih yang diperoleh selama umur proyek. Perhitungan BEP dapat dimudahkan dengan melihat data pada proyeksi laba rugi. Sedangkan proyeksi arus kas disusun untuk mengetahui keadaan arus uang yang terjadi setiap tahunnya. Tabel 8 menunjukkan bahwa laba terbesar dicapai saat perusahaan berproduksi pada asumsi opsi kedua, yaitu 30% modal pribadi dengan 2 shift produksi per hari. Proyeksi arus kas terdiri dari arus kas masuk (cash in flow) dan arus kas keluar (cash out flow). Jika arus kas masuk dikurang arus kas keluar, akan diperoleh net cash flow yang nilainya digunakan dalam perhitungan nilai kriteria investasi. Perincian proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai Lampiran 14. Tabel 8. Perincian Laba Bersih per Tahun Tahun Proyek 1 2 3 4 5 Total Laba
Opsi 1 20,305,389 20,305,389 20,305,389 20,305,389 59,127,728 140,349,285
Laba Bersih Opsi 2 Opsi 3 60,623,490 2,176,629 60,623,490 2,176,629 60,623,490 2,176,629 60,623,490 2,176,629 103,878,063 59,127,728
Opsi 4 34,460,464 34,460,464 34,460,464 34,460,464 103,878,063
346,372,024
241,719,919
67,834,243
6. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria kelayakan investasi dapat dihitungan setelah proyeksi arus kas ditentukan. Arus kas dan arus kas kumulatif yang terhitung dikalikan
36
dengan Discount Factor (DF) untuk mendapatkan nilai sekarang dari jumlah uang yang akan diterima atau dikeluarkan di masa depan. Proyeksi arus kas dan perhitungan kelayakan kriteria investasi dicantumkan dalam Lampiran 15 sampai Lampiran 18. Tabel 9 menunjukkan hasil perhitungan kelayakan investasi dari keempat opsi. Tabel 9. Hasil Perhitungan Kelayakan Kriteria Investasi Parameter NPV (Rp.) IRR Net B/C PBP (tahun) Discounted PBP (tahun) BEP (Rp)
Nilai Opsi 1 35,973,096 9% 1.21 2.60
Opsi 2 163,161,354 27% 1.58 0.97
Opsi 3 -11,555,253 -3% 0.93 4.46
Opsi 4 86,929,823 15% 1.31 1.53
4.19
1.59
>5
3.04
73,826,228
133,032,813
73,826,228
133,032,813
NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. NPV tertinggi yang diperoleh pada proyek ini adalah pada opsi kedua yaitu sebesar Rp 163.161.354,-. Dinilai dari kriteria NPV, proyek akan paling menguntungkan jika dijalankan dengan opsi kedua. Hal ini dimungkinkan dengan adanya modal pribadi, beban pengembalian kredit tidak seberat opsi yang menggunakan 100% modal kredit. Adanya peningkatan shift juga menurunkan biaya tetap dari produksi bihun sehingga biaya produksi produk menurun, dan dihasilkan margin yang lebih tinggi. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Dengan kata lain, IRR menunjukkan kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan yang dinyatakan dalam rate of return yang menghasilkan NPV nol. Berdasarkan nilai IRR-nya, opsi yang layak adalah opsi kedua dan opsi ketiga, karena jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bunga deposito (8%). Sedangkan opsi ketiga tidak memenuhi syarat layak karena nilainya
37
negatif. Perusahaan akan mengalami kerugian jika menjalankan usaha dengan opsi ketiga. Kelayakan proyek juga ditunjukkan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C tertinggi untuk proyek ini adalah sebesar 1,58 untuk opsi kedua. Nilai tersebut memberikan arti bahwa proyek ini layak untuk direalisasikan karena setiap pengeluaran biaya (cost) sebsar Rp. 1,00 selama umur proyek mampu menghasilkan keuntungan (benefit) bersih sebsar Rp 1,58. Sedangkan opsi ketiga tidak layak untuk dijalankan, karena memiliki tingkat pendapatan yang lebih kecil dari tingkat pengeluarannya, dengan demikian mendatangkan kerugian bagi pemilik usaha. Waktu pengembalian modal atau payback period (PBP) merupakan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal. Jadi, PBP menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan proyek untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar pengeluaran awal. Berdasarkan hasil perhitungan, PBP yang singkat didapati pada opsi kedua, yaitu dalam jangka waktu kurang dari satu tahun (0.97). Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Perincian nilai BEP dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai Lampiran 14. Dari kriteria-kriteria yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa usaha kecil bihun sagu termodifikasi HMT paling baik untuk dikembangkan dengan struktur pembiayaan 30% modal-70% kredit dan tingkat produksinya 2 shift per hari. Adanya modal akan meringankan beban angsuran kredit setiap tahunnya sehingga laba dapat meningkat. Sedangkan peningkatan kapasitas produksi melalui penambahan shift kerja menurunkan biaya produksi produk, sehingga diperoleh margin yang lebih tinggi dan hasil penjualan yang lebih besar.
38
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Uji stabilitas kandungan pati resistan pada sampel bihun sagu HMT menunjukkan bahwa perlakuan pemasakan sebelum bihun dikonsumsi tidak mempengaruhi kandungan pati resistan secara negatif. Kandungan pati resistan pada bihun setelah mendapat perlakuan dibandingkan dengan pati resistan pada bihun kering dan dinyatakan dalam persen, yaitu sebesar 130.79 % untuk perlakuan rebus dan 95.72 % untuk perlakuan goreng. Stabilitas ini dikarenakan terjadinya interaksi antar rantai amilosa-amilosa maupun amilosa-amilopektin pada pati, sehingga rantai pati berkurang kemampuannya untuk dapat dihidrolisis oleh amylase. Studi kelayakan tekno-ekonomi usaha produksi bihun sagu HMT menunjukkan bahwa usaha kecil bihun sagu paling layak untuk dikembangkan dan memiliki prospek terbaik jika beroperasi dengan struktur pembiayaan modal 30%-kredit 70% dengan tingkat produksi yang ditingkatkan melalui penambahan shift produksi, yaitu 2 shift per hari. Kebutuhan modal investasi opsi ini adalah sebesar Rp 52,725,000,- dan modal kerja sebesar Rp 229.602.767,-. Kriteria kelayakan investasi menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 163.161.354,- IRR sebesar 27 persen, Net B/C sebesar 1.58 , BEP sebesar Rp. 133.032.813,- per tahun serta PBP selama 0.97 tahun.
B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang potensi sifat fungsional lainnya dari kandungan pati resistan bihun sagu HMT, seperti fungsi prebiotik, indeks glikemik, maupun nilai kalori. 2. Perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mengoptimasi proses produksi dengan mesin yang lebih terjangkau dan memiliki kapasitas produksi yang lebih besar, sehingga kapasitas produksi dapat ditingkatkan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2000. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia. SNI Nomor 01-2975-1992. Bihun. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Banks, W. dan C. T. Greenwood. (1975). The structure and biosynthesis of the starch granule. In: Starch and its Components. Eds. W. Banks & C. T. Greenwood. Edinburgh University Press, Edinburgh, pp. 242-273. Berry C. S. 1986. Resistant Starch, Formation and Measurement of Starch That Survives Exhaustive Digestion With Amylolitic Enzymes During The Determination of Dietary Fiber. J. Cereal Sci. 4:301314. Di dalam: Sajilata, M. G. Rekha S. SInghai, dan Puspha R. Kulkarni. 2006. Resistant Starch-A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Vol 5, 2006. Brown, Ian L. 2004. Appications and Uses of Resistant Starch. Journal of AOAC International Vol 87 No 3. Cecil, J. E., G. Lau, S. H. Heng dan C. K. Ku. 1982. The Sago Starch Industry: A Technical Profile Based on a Prelimentary Study Made in Sarawak. Tropical Product Institut, Overseas Development Administration, London. Chung HJ, Liu Q, dan Hoover R. 2009. Impact of annealing dan HMT on rapidly digestible, slowly digestible and RS levels in native and gelatinized corn, pea, and lentil starch. Carbohydrate Polymers 75 : 436-447 Collado, L.S. dan H. Corke. 1997. Properties of starch noodles as affected by sweetpotato genotype. Cereal Chem. 74(2): 182-187. Collado, L.S., L.B. Mabesa, C.G. Oates, dan H. Corke. 2001. Bihon – type of noodles from heat-moisture treated sweet potato starch. J. Food Sci. 66(4): 604-609. Direktorat Gizi Depertemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Donovan, J. W., Lorenz, K. dan Kulp, K. (1983). Differential scanning calorimetry of heat-moisture treated wheat and potato starches. Cereal Chem., 49, 232. Englyst, H.N., Kingman S.M., dan Cummings J.H. 1992. Classification and Measurement of Nutritionally Important Starch Fraction. Eur J Clin Nutr 46:533-550. Franco, C. M. L., C. F. Ciacco dan Q. Tavares. (1995). Effect of heatmoisture treatment on the enzymatic susceptibility of corn starch granules. Stārke, 47, 223.
40
Galvez, F. C. F., A. V. A. Resurrection, dan G. O. Ware. 1994. Process variables, gelatinized starch and moisture effects on physical properties of mungbean noodle. J. Food. Sci. 59:378-381. 386. Gelencsér, Timea. 2009. Comparative Study of RS and Investigations of Their Application in Starch-Based Product. Thesis. Budapest. Gittinger, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press, Jakarta. Gonzales, R.A, Acevedo. J. S, Feria, R.R, Villalobos. L.A.B, Perez. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. Journal of Starch 56: 495-499 Gray, C.P., LK Simanjuntak, PFL Maspaitella, dan RGC Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Greenwood, C. T. dan D. N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam: Effect of Heat on Foodstufts (R. J. Priestley, Ed.). Applied Science Pub. Ltd. London. Hadiguna, Rika Ampuh dan Setiawan, Heri. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta Hagiwara, S., K. Esaki, S. Kitamura dan T. Kuge. (1991). Observation by photomicroscopic and X-ray diffraction method of heat-moisture treatment on starch. Denpum kaguka, 38, 241. Hafling, Jay. 2009. Payback Period. http://finance.thinkanddone.com/payback-period.html [25 September 2010] Haliza, W., E.Y. Purwani, dan Sri Yuliani. 2006. Evaluasi Kadar Pati Tahan Cerna (PTC) dan Nilai Indeks Glikemik Mi Sagu. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan 27 (2):149-152. Hasbullah 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Padang. Hodge, J. E. dan E. M. Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam: Food Chemistry (O. R. Fennema, Ed.). Marcel Dekker, Inc., New York and Basel. Hoover, R. dan H. Manuel. (1996). The effect of heat-moisture treatment on the structure and physiochemical properties of normal maize, waxy maize, dull waxy maize and amylomaize V starches. J. Cereal Sci., 23, 153. Hoover, R. dan T. Vasanthan. (1994). Effect of heat-moisture treatment on the structure and physiochemical properties of cereal, legume and tuber starches. Carbohydr. Res., 252, 33. Hylla, S., A Gostner, G Dusel, H Anger, HP Bartram, SU Christl, H Kasper and W Scheppach. 1998. Effects of resistant starch on the
41
colon in healthy volunteers: possible implications for cancer prevention. Am. Jour. Clin. Nutr 67:136-142. I. Goni, L. Garcia-Diz, E. Manas & F. Saura-Calixto. 2006. Analysis of resistant starch: a method for foods and food products. Food Chemistry 56: 445-449 Kim, Y. S., D. P. Wiesenborn, J. H. Lorenzen, dan P. Berglund. 1996. Suitability of Edible Bean and Potato Starches for Starch Noodles. Cereal Chem. 73(3):302-308. Koswara, S. 2006. Bihun. Di dalam: http://www.ebookpangan.com/ ARTIKEL/BAHAN%20BAKU%20DAN%20PEMBUATAN%20BI HUN.pdf Kulp, K. dan Lorenz, K. (1981). Heat-moisture treatment ofstarches. I. Physicochemical properties. Cereal Chem., 5, 46. Lii, C. Y. and S. M. Chang. 1981. Characterization of red bean (Phaseolus radiatus var. aurea) starch and its noodle quality. J. Food Sci. 46: 78-81. Lorenz, K. dan Kulp, K. (1981). Heat-moisture treatment of starches. II. Functional properties and baking potential., Cereal Chem., 58, 49. Lorenz, K. dan Kulp, K. (1982). Cereal and root starch modification by heat-moisture treatment. I. Physicochemical properties. Stārke, 34, 50. Manuel, H. J. 1996. The Effect of Heat-Moisture Treatment on The Structure & Physicochemical Properties of legume Starches. Thesis. Department of Biochemistry, Memorial University of Newfoundland, St. John’s, Newfoundland. Matsumoto, Y., S. Warangkana, M. Katsuji, , dan I. Yoshiaki. 2007. Comparison of the Effect of Sago Starch and Potato Starch on the Textural Properties of Gels Cooked from Walleye Pollack Frozen Surimi. Science Links Japan vol.14 (2), pp. 45-52. McCready, R. M.1970. Starch dan Dextrin. Di dalam: Method in Food Snslydid (M. A. Joslyn, Ed.). Academic Press, N. Y. Purwani, E. Y., E. Savitri dan S. Prabawati. 2007. Mengembalikan Pamor Sagu Sebagai Pangan Papua. Di dalam: http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr291077.pdf. Purwani, E. Y., Widianingrum, R. Tahrir dan Muslich. 2006. Effect of Moisture Treatment of Sago Starch on Its Noodle Quality. Indonesian Journal of Agricultural Science 7(1): 8-14. Ramadhan, K. 2009. Aplikasi Pati Sagu Termodifikasi Heat Moisture Treatment Untuk Pembuatan Bihun Instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
42
Rudnik, E. 2008. Compostable Polymer Materials. Elsevier Science Publishing Company, New York. Sajilata, M.G., Rekha S. Singhai, dan Puspha R. Kulkarni. 2006. Resistant Starch-A Review. Comprehensive Revies in Food Science and Food Safety. Vol 5, 2006. Stute, R. (1992). Hydrothermal modification of starches: The difference between annealing and heat-moisture treatment. Stārke, 44, 205. Susilawati, I. 2007. Mutu Fisik dan Organoleptik Mi Basah Jagung dengan Teknik Ekstrusi. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Swinkels, J. J. M. 1985. Sources of Starch, Its Chemistry and Physics. Di Dalam: Beydum, G. M. A. V. dan J. A. Roles. Editors. Starch Conversion and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.
43
44
Lampiran 1. Hasil Analisis Stabilitas Pati Resistan A. Kurva Standar Glukosa (panjang gelombang 490 nm) Konsentrasi (µg/ml)
A
A1
A2
0
0.000
0.000
0.000
9.98
0.061
0.063
0.058
19.96
0.152
0.152
0.152
29.94
0.243
0.242
0.243
39.92
0.331
0.330
0.332
49.9
0.418
0.418
0.418
59.88
0.486
0.486
0.486
Persamaan Kurva Standar :
y = 0.008 x – 0.010 R2 = 99.7 %
45
B. Uji Kandungan RS sampel bihun kering
Sampel
K1 K2 K3
Berat Kering
Berat Sampel
A1
A2
A bar
Kadar Glukosa (µg/ml)
5.0204
0.0501 0.0542 0.0519
0.251 0.265 0.242
0.254 0.266 0.244
0.253 0.266 0.243
32.88 34.50 31.63
RS content (µg/ml)
RS CONTENT (g RS/g sampel kering)
SD
X bar
RSD Analisis (%)
RSD Hitung (%)
29.59 31.05 28.46
0.75 0.73 0.70
0.03
0.73
3.71
4.94
Contoh Perhitungan RS Content dari sampel K1 : A = y = 0.253 y = 0.008 x – 0.010 x = (0.253+0.010) / 0.008 = 32.88 µg/ml Kandungan Glukosa = 32.88 µg /ml Faktor Koreksi (FK) = 0.9 Kandungan RS = 0.9 x Kandungan Glukosa = 29.59 µg/ml FP = 100x12.75 = 1275 (ml) Kandungan RS (g/g sampel kering) = (kandungan RS x FP x 10-6) ÷ berat sampel = (29.59 x 1275 x 10-6) ÷ 0.0501 g = 0.75 gram RS / gram sampel kering
46
C. Uji Kandungan RS sampel untuk perlakuan rebus
Sampel
Berat sampel bihun asal
Berat sampel bihun setelah perlakuan
Berat sampel untuk analisis
A1
A2
A bar
Kadar Glukosa (µg/ml)
RS content (µg/ml)
RS CONTENT dalam sampel bihun asal (g)
RS CONTENT dalam sampel bihun rebus (g)
R1-1
5.1758
15.4470
0.0532
0.117
0.116
0.117
15.88
14.29
3.77
5.29
R1-2
5.1758
15.4470
0.0524
0.116
0.120
0.118
16.00
14.40
3.77
5.41
R1-3
5.1758
15.4470
0.0557
0.105
0.104
0.105
14.38
12.94
3.77
4.57
R2-1
5.0407
15.3540
0.0527
0.092
0.091
0.092
12.75
11.48
3.67
4.26
R2-2
5.0407
15.3540
0.0574
0.080
0.080
0.080
11.25
10.13
3.67
3.45
R2-3
5.0407
15.3540
0.0513
0.092
0.096
0.094
13.00
11.70
3.67
4.46
R3-1
5.0025
15.7656
0.0555
0.117
0.117
0.117
15.88
14.29
3.64
5.17
14.40
3.64
5.48
12.60
3.64
DM
R3-2
5.0025
15.7656
0.0528
0.117
0.119
0.118
16.00
R3-3
5.0025
15.7656
0.1080
0.100
0.104
0.102
14.00
SD
X bar
RSD Analisis (%)
RSD Hitung (%)
0.45
5.09
8.88
4.35
0.54
4.06
13.18
4.98
0.22
5.33
4.08
4.98
* DM : Data menyimpang
X bar
Contoh Perhitungan RS Content dari sampel R1-1 : SD A = y = 0.117 y = 0.008 x – 0.010 RSD a x = (0.117+0.010) / 0.008 = 15.88 µg/ml Kandungan Glukosa = 15.88 µg/ml RSD h Faktor Koreksi (FK) = 0.9 Kandungan RS = 0.9 x Kandungan Glukosa = 14.29 µg/ml FP = 100x12.75 = 1275 (ml) Kandungan RS (g/g sampel kering) = Kandungan RS x FP x 10-6 x (berat sampel setelah direbus ÷ berat sampel) = 14.29 x 1275 x 10-6 x (15.4470 ÷ 0.0532) = 5.29 gram RS
4.83 0.67 24.44 4.79
47
D. Uji Kandungan RS sampel untuk perlakuan goreng
Sampel
Berat sampel bihun asal
Berat sampel bihun setelah perlakuan
Berat sampel untuk analisis
A1
A2
A bar
Kadar Glukosa (µg/ml)
RS content (µg/ml)
RS CONTENT dalam sampel bihun asal (g)
RS CONTENT dalam sampel bihun goreng (g)
G1-1
5.0050
9.0619
0.0506
0.102
0.207
0.204
26.75
24.08
3.64
5.50
G1-2
5.0050
9.0619
0.0534
0.188
0.192
0.190
25.00
22.50
3.64
4.87
G1-3
5.0050
9.0619
0.0573
0.202
0.202
0.054
8.00
7.20
3.64
DM
G2-1
5.0220
11.2993
0.0556
0.095
0.100
0.098
13.44
12.09
3.65
3.13
G2-2
5.0220
11.2993
0.0506
0.109
0.109
0.109
14.88
13.39
3.65
3.81
G2-3
5.0220
11.2993
0.0516
0.075
0.075
0.075
10.63
9.56
3.65
2.67
G3-1
5.0759
10.7232
0.0564
0.075
0.071
0.073
10.38
9.34
3.69
2.26
G3-2
5.0759
10.7232
0.0567
0.467
0.467
0.062
9.00
8.10
3.69
1.95
G3-3
5.0759
10.7232
0.0565
0.240
0.241
0.241
31.31
28.18
3.69
DM
SD
X bar
RSD Analisis (%)
RSD Hitung (%)
0.44
5.18
8.58
4.44
0.57
3.21
17.92
4.44
0.22
2.11
10.41
4.57
* DM : Data menyimpang
Contoh Perhitungan RS Content dari sampel G1-1 : A = y = 0.204 y = 0.008 x – 0.010 x = (0.215+0.010) / 0.008 = 26.75 µg/ml Kandungan Glukosa = 26.75 µg/ml Faktor Koreksi (FK) = 0.9 Kandungan RS = 0.9 x Kandungan Glukosa = 24.08 µg/ml FP = 100x12.75 = 1275 (ml) Kandungan RS (g) = RS content (µg/ml) x FP (ml) x 10-6 (g/µg) x (berat sampel basah (g) ÷ berat sampel (g)) = 24.08 x 1275 x 10-6 x (9.0619 ÷ 0.0506) = 5.50 gram RS
X bar SD RSDa RSDh
3.50 1.56 44.53 5.01
48
E. Hasil Pengolahan Data Stabilitas Kandungan RS
Sampel
Rebus
Goreng
Ulangan
R1 R2 R3 G1 G2 G3
RS sampel bihun asal (g) 3.77 3.67 3.64 3.64 3.65 3.69
RS sampel Peningkatan bihun RS perlakuan (%) (g) 5.09 135.23 4.06 110.72 5.33 146.41 5.18 142.34 3.21 87.72 2.11 57.09
Ratarata (%)
130.79
95.72
49
F. Uji Beda Kandungan RS terhadap Perlakuan Pemasakan Pemasukan Data ke dalam SPSS RS Perlakuan (1=Rebus, 2=Goreng) 5.09 1 4.06 1 5.33 1 5.18 2 3.21 2 2.11 2
Uji One Way Anova Descriptives RS
N Rebus Microwave Total
3 3 6
Mean 4.8267 3.5000 4.1633
Std. Deviation .67471 1.55541 1.29531
Std. Error .38954 .89802 .52881
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 3.1506 6.5027 -.3639 7.3639 2.8040 5.5227
Minimum 4.06 2.11 2.11
Maximum 5.33 5.18 5.33
Test of Homogeneity of Variances
Uji kesamaan varians populasi percobaan
RS Levene Statistic 1.850
df1
df2 1
4
Sig. .245
H0 : keempat varians populasi adalah identik H1 : keempat varians populasi adalah tidak identik
50
Jika: Probabilitas > 0.05, maka H0 diterima Probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak Levene statistic menunjukkan angka 1.870 dengan probabilitas sebesar 0.245. Karena probabilitas lebih dari 0.05, maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa kedua varians populasi adalah identik (asumsi kesamaan varians sudah terpenuhi). ANOVA RS
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2.640 5.749 8.389
df 1 4 5
Mean Square 2.640 1.437
F 1.837
Sig. .247
Uji Analysis of Variance (ANOVA) ini akan menguji apakah kedua sampel memiliki rata-rata mean yang sama. H0 : keempat rata-rata populasi adalah identik H1 : keempat rata-rata populasi adalah tidak identik Jika : Probabilitas > 0.05, maka H0 diterima Probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak Karena nilai probabilitasnya adalah 0.247 dan lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua rata-rata populasi tidak berbeda nyata.
51
Lampiran 2. Perincian Modal Investasi Bihun Sagu HMT (tetap untuk keempat opsi) No 1
Jenis Biaya
Jumlah Fisik
Satuan
Harga/satuan
Umur Ekonomis (tahun)
Penyusutan per Tahun
Nilai Sisa
Perizinan a. pendaftaran PIRT b. pendaftaran halal
1 1
kali kali
Rp Rp
100,000 500,000
sub jumlah 2
Total Harga
Mesin / Peralatan a. timbangan skala dapur (5 kg) b. mixer c. Extruder d. Steam blancher (pengukus) e. Tray Drier + tray f. Sealer g. Kompor h. Baskom
Rp Rp
100,000 500,000
Rp
600,000
5 5
Rp Rp
20,000 100,000
Rp Rp
-
Rp
120,000
Rp
-
1 1 1
buah buah buah
Rp 200,000 Rp 7,000,000 Rp 23,000,000
Rp Rp Rp
200,000 7,000,000 23,000,000
5 10 10
Rp Rp Rp
40,000 700,000 2,300,000
Rp Rp 3,500,000 Rp 11,500,000
1 1 1 1 5
buah buah set buah
Rp 5,000,000 Rp 15,000,000 Rp 250,000 Rp 200,000 Rp 30,000
Rp Rp Rp Rp Rp
5,000,000 15,000,000 250,000 200,000 150,000
15 10 5 15 5
Rp Rp Rp Rp Rp
333,333 1,500,000 50,000 13,333 30,000
Rp Rp Rp Rp Rp
3,333,333 7,500,000 133,333 -
i. Panci (10 L)
4
buah
Rp
75,000
Rp
300,000
5
Rp
60,000
Rp
-
j. Pengaduk
5
buah
Rp
5,000
Rp
25,000
10
Rp
2,500
Rp
12,500
1
paket
Rp 1,000,000
Rp
1,000,000
5
Rp
200,000
Rp
-
Rp
52,125,000
Rp
5,229,167
Rp 25,979,167
Rp 52,725,000
Rp
5,349,167
Rp 25,979,167
Instalasi Utilitas telepon
sub jumlah Jumlah Biaya Investasi
52
Perhitungan: Biaya penyusutan per tahun adalah harga mesin dibagi umur ekonomis mesin. Nilai sisa alat pada akhir proyek adalah harga mesin dikurangi biaya penyusutan dikali 5 tahun (umur proyek). Contoh: Alat timbangan Rp. 200.000 dengan umur 5 tahun. Biaya penyusutan per tahun adalah Rp 200.000,- dibagi 5 = Rp. 40.000,Nilai sisa pada akhir proyek = Rp. 200.000 – 5xRp.40.000 = Rp. 0
53
Lampiran 3. Perincian Biaya Operasional Usaha Kecil Bihun Sagu HMT (1 Shift) No
Input BIAYA VARIABEL Bahan Baku Mie (skala 10 kg) sagu sukabumi sagu HMT guar gum stpp air plastik PP sub jumlah Operasional Pabrik Biaya Transportasi Bahan Listrik air sub jumlah JUMLAH BIAYA VARIABEL BIAYA TETAP Biaya Penyusutan Mesin Biaya Perawatan Bangunan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Alat Sanitizer dan Kebersihan 4 orang tenaga kerja Biaya Pemasaran Telepon JUMLAH BIAYA TETAP Jumlah Biaya Operasional
Jumlah
Harga Per Satuan
Satuan
1500 1500 30 6 100 100
Nilai Per Bulan
Nilai Per Tahun
kg kg kg kg liter kg
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4,500 10,000 35,000 25,000 570 450,000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
562,500 1,250,000 87,500 12,500 57,000 3,750,000 5,719,500
Rp 6,750,000 Rp 15,000,000 Rp 1,050,000 Rp 150,000 Rp 684,000 Rp 45,000,000 Rp 68,634,000
1 1 1
bulan bulan bulan
Rp Rp Rp
100,000 407,250 10,650
Rp Rp Rp Rp
100,000 407,250 10,650 517,900
Rp 1,200,000 Rp 4,887,000 Rp 127,800 Rp 6,214,800 Rp 74,848,800
1 1
bulan bulan
Rp Rp
445,764 70,000
Rp Rp
445,764 70,000
3 1
kali per tahun bulan hari per tahun bulan bulan
Rp Rp Rp Rp Rp
200,000 50,000 30,000 50,000 50,000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
200,000 50,000 3,000,000 50,000 50,000 3,865,764
25 x 12 1 1
Rp 10,103,164
Rp Rp
5,349,167 840,000
Rp 600,000 Rp 600,000 Rp 36,000,000 Rp 600,000 Rp 600,000 Rp 44,589,167 Rp 119,437,967
54
Lampiran 4. Perincian Biaya Operasional Usaha Kecil Bihun Sagu HMT (2 Shift)
No
Input BIAYA VARIABEL Bahan Baku Mie (skala 10 kg) sagu sukabumi sagu HMT guar gum stpp air plastik PP sub jumlah Operasional Pabrik Biaya Transportasi Bahan Listrik air sub jumlah JUMLAH BIAYA VARIABEL BIAYA TETAP Biaya Penyusutan Mesin Biaya Perawatan Bangunan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Alat Sanitizer dan Kebersihan 8 orang tenaga kerja Biaya Pemasaran Telepon JUMLAH BIAYA TETAP Jumlah Biaya Operasional
Jumlah
Harga Per Satuan
Satuan
3000 3000 60 12 200 200
Nilai Per Bulan
Nilai Per Tahun
kg kg kg kg liter kg
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4,500 10,000 35,000 25,000 570 450,000
Rp 1,125,000 Rp 2,500,000 Rp 175,000 Rp 25,000 Rp 57,000 Rp 7,500,000 Rp 11,382,000
Rp 13,500,000 Rp 30,000,000 Rp 2,100,000 Rp 300,000 Rp 684,000 Rp 90,000,000 Rp 136,584,000
1 1 1
bulan bulan bulan
Rp Rp Rp
200,000 814,500 21,300
Rp Rp Rp Rp
200,000 814,500 21,300 1,035,800
Rp 2,400,000 Rp 9,774,000 Rp 255,600 Rp 12,429,600 Rp 149,013,600
1 1
bulan bulan
Rp Rp
445,764 70,000
Rp Rp
445,764 70,000
3 1
kali per tahun bulan hari per tahun bulan bulan
Rp Rp Rp Rp Rp
200,000 50,000 30,000 50,000 50,000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
200,000 50,000 6,000,000 50,000 50,000 6,865,764
25 x 12 1 1
Rp 19,283,564
Rp Rp
5,349,167 840,000
Rp 600,000 Rp 600,000 Rp 72,000,000 Rp 600,000 Rp 600,000 Rp 80,589,167 Rp 229,602,767
55
Lampiran 5. Kebutuhan Dana Usaha Kecil No 1
Rincian Biaya Proyek dana investasi yang bersumber dari
3
equity-2 shift
credit-1 shift
credit-2 shift
-
-
-
-
36,907,500 15,817,500 52,725,000 -
36,907,500 15,817,500 52,725,000 -
52,725,000 52,725,000 -
52,725,000 52,725,000 -
a. kredit b. Dana sendiri jumlah dana operasional total dana proyek yang bersumber dari
83,606,577 35,831,390 119,437,967
160,721,937 68,880,830 229,602,767
119,437,967 119,437,967
229,602,767 229,602,767
-
-
-
-
a. kredit b. Dana sendiri
120,514,077 51,648,890 172,162,967
197,629,437 84,698,330 282,327,767
172,162,967 172,162,967
282,327,767 282,327,767
a. Kredit b. Dana sendiri 2
equity-1 shift
jumlah dana investasi dana operasional yang bersumber dari
jumlah dana proyek
56
Lampiran 6. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 1/equity-1shift) A. Angsuran Kredit Investasi Rp 36,907,500
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Cicilan Pokok
Tahun
Angsuran Bunga
Total Angsuran
per tahun
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
9,226,875
5,167,050
14,393,925
36,907,500
27,680,625
2
9,226,875
5,167,050
14,393,925
27,680,625
18,453,750
3
9,226,875
5,167,050
14,393,925
18,453,750
9,226,875
4
9,226,875
5,167,050
14,393,925
9,226,875
0
36,907,500
20,668,200
57,575,700
Total
B. Angsuran Kredit Modal Kerja Rp 83,606,577
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
tahun
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Cicilan Pokok
Angsuran Bunga
1
20,901,644
11,704,921
32,606,565
83,606,577
62,704,933
2
20,901,644
11,704,921
32,606,565
62,704,933
41,803,288
3
20,901,644
11,704,921
32,606,565
41,803,288
20,901,644
4
20,901,644
11,704,921
32,606,565
20,901,644
0
83,606,577
46,819,683
130,426,260
Tahun
Total
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
C. Angsuran Kredit Investasi dan Modal Kerja Tahun
Kredit
Angsuran
Angsuran
Total
Saldo
Saldo
Pokok
Bunga
Angsuran
Awal
Akhir
120,514,077 1
30,128,519
16,871,971
47,000,490
120,514,077
90,385,558
2
30,128,519
16,871,971
47,000,490
90,385,558
60,257,038
3
30,128,519
16,871,971
47,000,490
60,257,038
30,128,519
4
30,128,519
16,871,971
47,000,490
30,128,519
0
57
Lampiran 7. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 2/equity-2shift) A. Angsuran Kredit Investasi Rp 36,907,500
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Angsuran Pokok
Tahun
Angsuran Bunga
per tahun
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
9,226,875
5,167,050
14,393,925
36,907,500
27,680,625
2
9,226,875
5,167,050
14,393,925
27,680,625
18,453,750
3
9,226,875
5,167,050
14,393,925
18,453,750
9,226,875
4
9,226,875
5,167,050
14,393,925
9,226,875
0
36,907,500
20,668,200
57,575,700
Total
B. Angsuran Kredit Modal Kerja Rp 160,721,937
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
tahun
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Angsuran Pokok
Angsuran Bunga
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
40,180,484
22,501,071
62,681,555
160,721,937
120,541,453
2
40,180,484
22,501,071
62,681,555
120,541,453
80,360,968
3
40,180,484
22,501,071
62,681,555
80,360,968
40,180,484
4
40,180,484
22,501,071
62,681,555
40,180,484
0
160,721,937
90,004,285
250,726,221
Tahun
Total
C. Angsuran Kredit Investasi dan Modal Kerja Tahun
Kredit
Angsuran
Angsuran
Total
Saldo
Saldo
Pokok
Bunga
Angsuran
Awal
Akhir 148,222,078
197,629,437 1
49,407,359
27,668,121
77,075,480
197,629,437
2
49,407,359
27,668,121
77,075,480
148,222,078
98,814,718
3
49,407,359
27,668,121
77,075,480
98,814,718
49,407,359
4
49,407,359
27,668,121
77,075,480
49,407,359
0
58
Lampiran 8. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 3/credit-1shift) A. Angsuran Kredit Investasi Rp 52,725,000
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Tahun
Cicilan Pokok
1
13,181,250
2
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
7,381,500
20,562,750
52,725,000
39,543,750
13,181,250
7,381,500
20,562,750
39,543,750
26,362,500
3
13,181,250
7,381,500
20,562,750
26,362,500
13,181,250
4
13,181,250
7,381,500
20,562,750
13,181,250
0
52,725,000
29,526,000
82,251,000
Total
Angsuran Bunga
per tahun
B. Angsuran Kredit Modal Kerja Rp 119,437,967
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
tahun
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Tahun
Cicilan Pokok
Angsuran Bunga
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
29,859,492
16,721,315
46,580,807
119,437,967
89,578,475
2
29,859,492
16,721,315
46,580,807
89,578,475
59,718,983
3
29,859,492
16,721,315
46,580,807
59,718,983
29,859,492
4
29,859,492
16,721,315
46,580,807
29,859,492
0
119,437,967
66,885,261
186,323,228
Total
C. Angsuran Kredit Investasi dan Modal Kerja
Tahun
Kredit
Angsuran
Angsuran
Total
Saldo
Saldo
Pokok
Bunga
Angsuran
Awal
Akhir
1
43,040,742
24,102,815
67,143,557
172,162,967
129,122,225
2
43,040,742
24,102,815
67,143,557
129,122,225
86,081,483
3
43,040,742
24,102,815
67,143,557
86,081,483
43,040,742
4
43,040,742
24,102,815
67,143,557
43,040,742
0
172,162,967
59
Lampiran 9. Perhitungan Pelunasan Kredit (Opsi 4/credit-2shift) A. Angsuran Kredit Investasi Rp 52,725,000
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Angsuran Pokok
Tahun
Angsuran Bunga
per tahun
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
13,181,250
7,381,500
20,562,750
52,725,000
39,543,750
2
13,181,250
7,381,500
20,562,750
39,543,750
26,362,500
3
13,181,250
7,381,500
20,562,750
26,362,500
13,181,250
4
13,181,250
7,381,500
20,562,750
13,181,250
0
52,725,000
29,526,000
82,251,000
Total
B. Angsuran Kredit Modal Kerja Rp 229,602,767
Jumlah kredit Jangka waktu kredit
4
tahun
Bunga per tahun
14%
tahun
Jumlah angsuran
48
bulan
Sistem Perhitungan Bunga
1
Flat
Angsuran Pokok
Angsuran Bunga
Total Angsuran
Saldo Awal
Saldo Akhir
1
57,400,692
32,144,387
89,545,079
229,602,767
172,202,075
2
57,400,692
32,144,387
89,545,079
172,202,075
114,801,383
3
57,400,692
32,144,387
89,545,079
114,801,383
57,400,692
4
57,400,692
32,144,387
89,545,079
57,400,692
0
229,602,767
128,577,549
358,180,316
Tahun
Total
C. Angsuran Kredit Investasi dan Modal Kerja Tahun
Kredit
Angsuran
Angsuran
Total
Saldo
Saldo
Pokok
Bunga
Angsuran
Awal
Akhir
1
70,581,942
39,525,887
110,107,829
282,327,767
211,745,825
2
70,581,942
39,525,887
110,107,829
211,745,825
141,163,883
3
70,581,942
39,525,887
110,107,829
141,163,883
70,581,942
4
70,581,942
39,525,887
110,107,829
70,581,942
0
282,327,767
60
Rumus Penghitungan Angsuran Kredit Cicilan Pokok = Jumlah Kredit / (tahun kredit x 12 bulan) Cicilan Bunga = 0.14 x Jumlah kredit Total angsuran = cicilan pokok + cicilan bunga Contoh perhitungan kredit investasi Kredit investasi = Rp. 52,725,000 Jumlah tahun angsuran = 4 Cicilan tiap tahun = 52.725.000/4 = 13,181,250 Cicilan bunga per tahun = 14 % x kredit investasi = 0.14 x 52,725,000 = 7,381,500 Jumlah cicilan untuk modal investasi = 13,181,250 + 7,381,500 = 20,562,750,-
61
Lampiran 10. Asumsi Penjualan
1
Hasil Penjualan 1 shift (unit) 54,000
Hasil Penjualan 2 shift (unit) 108.000
100
2
54,000
108.000
100
3
54,000
108.000
100
4
54,000
108.000
100
5
54,000
108.000
% Penjualan
Tahun ke-
100
Harga produk : Rp 3.500,Penjualan 1 shift = 180 bungkus X 25 hari X 12 bulan = 54.000 Pendapatan per tahun 1 shift = 54.000 x Rp. 3500,- = Rp. 189.000.000,Penjualan 2 shift = 360 bungkus X 25 hari X 12 bulan = 108.000 Pendapatan per tahun 2 shift = 108.000 x Rp 3.500,- = Rp. 378.000.000,-
62
Lampiran 11. Proyeksi Laba-Rugi (Opsi I/equity-1shift)
No
Tahun
Uraian
1
1
Pendapatan
2
Biaya Operasional
3
MARJIN KOTOR (1-2)
4
Biaya Tetap
Rp
5
Rp
2
189,000,000
Rp
Rp
74,848,800
Rp
114,151,200
3
189,000,000
Rp
Rp
74,848,800
Rp
114,151,200
44,589,167
Rp
4
189,000,000
Rp
Rp
74,848,800
Rp
114,151,200
44,589,167
Rp
5
189,000,000
Rp
Rp
74,848,800
Rp
74,848,800
Rp
114,151,200
Rp
114,151,200
Rp 570,756,000
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp 222,945,833
a. Angsuran pokok
Rp
30,128,519
Rp
30,128,519
Rp
30,128,519
Rp
30,128,519
-
b. Biaya bunga bank
Rp
16,871,971
Rp
16,871,971
Rp
16,871,971
Rp
16,871,971
-
6
LABA KOTOR (3-4-5)
Rp
22,561,543
Rp
7
Pajak (10% / 15% / 30%)
Rp
2,256,154
8
Laba/(Rugi)
Rp
20,305,389
9
Profit margin %
22,561,543
Rp
Rp
2,256,154
Rp
20,305,389
10.74%
22,561,543
Rp
Rp
2,256,154
Rp
20,305,389
10.74%
Jumlah
189,000,000
Rp 945,000,000
22,561,543
Rp
69,562,033
Rp 793,701,833
Rp
2,256,154
Rp
10,434,305
Rp 19,458,922
Rp
20,305,389
Rp
59,127,728
Rp 140,349,285
31.28%
15%
10.74%
10.74%
PERHITUNGAN BEP Jumlah Produk (unit)
54000
3,500
3,500
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
BEP (Rp/tahun)
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
21093
Rp
3,500
54000
Rp
21093
Rp
54000
Hasil Penjualan
21093
Rp
54000
Rp
BEP (unit produk)
3,500
54000
Harga Jual
21093
Rp
3,500
21093
63
Lampiran 12. Proyeksi Laba-Rugi (Opsi II/equity-2shift)
No
Tahun
Uraian
1
2
3
4
5
Jumlah
1
Pendapatan
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
2
Biaya Operasional
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
3
MARJIN KOTOR (1-2)
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp 1,144,932,000
4
Biaya Tetap
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
5
a. Angsuran pokok
Rp
49,407,359
Rp
49,407,359
Rp
49,407,359
Rp
49,407,359
-
b. Biaya bunga bank
Rp
27,668,121
Rp
27,668,121
Rp
27,668,121
Rp
27,668,121
-
6
LABA KOTOR (3-4-5)
Rp
71,321,753
Rp
71,321,753
Rp
71,321,753
Rp
71,321,753
Rp
148,397,233
Rp 1,547,877,833
7
Pajak (10% / 15% / 30%)
Rp
10,698,263
Rp
10,698,263
Rp
10,698,263
Rp
10,698,263
Rp
44,519,170
Rp
87,312,222
8
Laba/(Rugi)
Rp
60,623,490
Rp
60,623,490
Rp
60,623,490
Rp
60,623,490
Rp
103,878,063
Rp
346,372,024
9
Profit margin %
16.04%
16.04%
16.04%
16.04%
Rp 1,890,000,000
402,945,833
27.48%
18%
PERHITUNGAN BEP Jumlah Produk (unit) Harga Jual
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
Hasil Penjualan
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
BEP (Rp/tahun)
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
BEP (unit produk)
38009
38009
38009
38009
38009
64
Lampiran 13. Proyeksi Laba-Rugi (Opsi III/credit-1shift)
No
Tahun
Uraian
1
2
3
4
5
Jumlah
1
Pendapatan
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
2
Biaya Operasional
Rp
74,848,800
Rp
74,848,800
Rp
74,848,800
Rp
74,848,800
Rp
74,848,800
3
MARJIN KOTOR (1-2)
Rp
114,151,200
Rp
114,151,200
Rp
114,151,200
Rp
114,151,200
Rp
114,151,200
Rp 570,756,000
4
Biaya Tetap
Rp
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp
44,589,167
Rp 222,945,833
5
a. Angsuran pokok
Rp
43,040,742
Rp
43,040,742
Rp
43,040,742
Rp
43,040,742
-
b. Biaya bunga bank
Rp
24,102,815
Rp
24,102,815
Rp
24,102,815
Rp
24,102,815
-
6
LABA KOTOR (3-4-5)
Rp
2,418,476
Rp
2,418,476
Rp
2,418,476
Rp
2,418,476
Rp
69,562,033
Rp 793,701,833
7
Pajak (10% / 15% / 30%)
Rp
241,848
Rp
241,848
Rp
241,848
Rp
241,848
Rp
10,434,305
Rp 11,401,696
8
Laba/(Rugi)
Rp
2,176,629
Rp
2,176,629
Rp
2,176,629
Rp
2,176,629
Rp
59,127,728
Rp 67,834,243
9
Profit margin %
31.28%
7%
1.15%
1.15%
1.15%
1.15%
Rp 945,000,000
PERHITUNGAN BEP Jumlah Produk (unit) Harga Jual
54000 Rp
3,500
54000 Rp
3,500
54000 Rp
3,500
54000 Rp
3,500
54000 Rp
3,500
Hasil Penjualan
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
Rp
189,000,000
BEP (Rp/tahun)
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
Rp
73,826,228
BEP (unit produk)
21093
21093
21093
21093
21093
65
Lampiran 14. Proyeksi Laba-Rugi (Opsi IV/credit-2shift)
No
Tahun
Uraian
1
2
3
4
5
Jumlah
1
Pendapatan
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
2
Biaya Operasional
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
Rp
149,013,600
3
MARJIN KOTOR (1-2)
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp
228,986,400
Rp 1,144,932,000
4
Biaya Tetap
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
80,589,167
Rp
5
a. Angsuran pokok
Rp
70,581,942
Rp
70,581,942
Rp
70,581,942
Rp
70,581,942
-
b. Biaya bunga bank
Rp
39,525,887
Rp
39,525,887
Rp
39,525,887
Rp
39,525,887
-
6
LABA KOTOR (3-4-5)
Rp
38,289,404
Rp
38,289,404
Rp
38,289,404
Rp
38,289,404
Rp
148,397,233
Rp 1,547,877,833
7
Pajak (10% / 15% / 30%)
Rp
3,828,940
Rp
3,828,940
Rp
3,828,940
Rp
3,828,940
Rp
44,519,170
Rp
59,834,932
8
Laba/(Rugi)
Rp
34,460,464
Rp
34,460,464
Rp
34,460,464
Rp
34,460,464
Rp
103,878,063
Rp
241,719,919
9
Profit margin %
9.12%
9.12%
9.12%
9.12%
Rp 1,890,000,000
402,945,833
27.48%
13%
PERHITUNGAN BEP Jumlah Produk (unit) Harga Jual
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
108000 Rp
3,500
Hasil Penjualan
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
Rp
378,000,000
BEP (Rp/tahun)
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
Rp
133,032,813
BEP (unit produk)
38009
38009
38009
38009
38009
66
Rumus Perhitungan Pendapatan = Hasil Penjualan per tahun Laba sebelum pajak = Pendapatan – Total pengeluaran Pajak = 5% (< 50 juta) atau 10% (50-100 juta) atau 15% (>100 juta) dikalikan Laba sebelum pajak Laba bersih = Laba sebelum pajak – pajak Profit margin = laba / pendapatan Perhitungan BEP (rupiah)
= Jumlah Biaya Tetap / (1-(Biaya Variabel per unit/Harga per unit)) = 41890667 / (1-(76653667/54000)/3500) = 70,472,580.53 Perhitungan BEP (unit) = BEP rupiah / harga produk per unit = 70,472,580.53 / 3500 = 20153
67
Lampiran 15. Proyeksi Arus Kas (Opsi I/equity-1shift) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
Inflow a. Pendapatan b. Nilai sisa
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000 25,979,167
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000
214,979,167
172,162,967 0
119,437,967 30,128,519 16,871,971 2,256,154 168,694,611 20,305,389
119,437,967 30,128,519 16,871,971 2,256,154 168,694,611 20,305,389
119,437,967
30,128,519 16,871,971 2,256,154 49,256,644 139,743,356
Rp 119,437,967 30,128,519 16,871,971 2,256,154 168,694,611 20,305,389
10,434,305 129,872,272 85,106,895
-172,162,967
-32,419,611
-12,114,222
8,191,167
28,496,556
113,603,451
c. Modal sendiri
51,648,890
d. Kredit Investasi
36,907,500
e. Kredit Modal Kerja 83,606,577 Jumlah (i) 172,162,967 Outflow a. Biaya investasi b. Biaya modal kerja c. Biaya operasional d. Angsuran pokok e. Biaya bunga bank f. Pajak Jumlah (ii) Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
52,725,000 119,437,967
68
Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
0 -172,162,967
139,743,356 -32,419,611
20,305,389 -12,114,222
20,305,389 8,191,167
20,305,389 28,496,556
85,106,895 113,603,451
DF = (1/(1+i)^n dengan i=DR (14%) PV Inflow (i*DF)
1
0.8772
0.7695
0.6750
0.5921
0.5194
165,789,474
145,429,363
127,569,617
111,903,172
111,653,443
43,207,583
129,805,025
113,864,057
99,880,752
67,451,588
-172,162,967
122,581,891
15,624,338
13,705,559
12,022,420
44,201,854
-172,162,967
-49,581,076
-33,956,738
-20,251,179
-8,228,758
35,973,096
35,973,096 9% 1.21 2.60 4.19 73,826,228
layak layak layak layak layak layak
PV Outflow (ii*DF) PV Net Benefit (Net Benefit*DF) Cumulative Net PV Benefit NPV (Rp.) IRR Net B/C PBP (tahun) Discounted PBP (tahun) BEP (Rp)
172,162,967
69
Lampiran 16. Proyeksi Arus Kas (Opsi II/equity-2shift)
Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
Inflow a. Pendapatan b. Nilai sisa c. Modal sendiri
84,698,330
d. Kredit Investasi
36,907,500
e. Kredit Modal Kerja Jumlah (i) Outflow
a. Biaya investasi b. Biaya modal kerja c. Biaya operasional d. Angsuran pokok e. Biaya bunga bank f. Pajak Jumlah (ii) Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
160,721,937 282,327,767
378,000,000
378,000,000
378,000,000
378,000,000
378,000,000 25,979,167
378,000,000
378,000,000
378,000,000
378,000,000
403,979,167
229,602,767
229,602,767
229,602,767
49,407,359 27,668,121 10,698,263 87,773,743 290,226,257 7,898,490
Rp 229,602,767 49,407,359 27,668,121 10,698,263 317,376,510 60,623,490 68,521,980
49,407,359 27,668,121 10,698,263 317,376,510 60,623,490 129,145,470
49,407,359 27,668,121 10,698,263 317,376,510 60,623,490 189,768,960
44,519,170 274,121,937 129,857,230 319,626,190
52,725,000 229,602,767
282,327,767 0 -282,327,767
70
Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
0 -282,327,767
290,226,257 7,898,490
60,623,490 68,521,980
60,623,490 129,145,470
60,623,490 189,768,960
129,857,230 319,626,190
DF = (1/(1+i)^n dengan i=DR (14%)
1
0.8772
0.7695
0.6750
0.5921
0.5194
PV Inflow (i*DF) PV Outflow (ii*DF) PV Net Benefit (Net Benefit*DF) Cumulative Net PV Benefit NPV (Rp.) IRR Net B/C PBP (tahun) Discounted PBP (tahun) BEP
331,578,947 282,327,767 76,994,512
290,858,726
255,139,233
223,806,345
209,814,120
244,210,919
214,220,104
187,912,372
142,370,344
-282,327,767
254,584,436
46,647,807
40,919,129
35,893,973
67,443,776
-282,327,767 163,161,354 27% 1.58 0.97 1.59
-27,743,331
18,904,476
59,823,605
95,717,578
163,161,354
133,032,813
layak layak layak layak layak layak
71
Lampiran 17. Proyeksi Arus Kas (Opsi III/credit-1shift)
Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
Inflow a. Pendapatan b. Nilai sisa c. Modal sendiri d. Kredit Investasi e. Kredit Modal Kerja Jumlah (i) Outflow a. Biaya investasi b. Biaya modal kerja c. Biaya operasional d. Angsuran pokok e. Biaya bunga bank f. Pajak Jumlah (ii) Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000 25,979,167
189,000,000
189,000,000
189,000,000
189,000,000
214,979,167
119,437,967 43,040,742 24,102,815 241,848 186,823,371 2,176,629 -46,195,114
119,437,967 43,040,742 24,102,815 241,848 186,823,371 2,176,629 -44,018,485
119,437,967
43,040,742 24,102,815 241,848 67,385,405 121,614,595 -50,548,371
119,437,967 43,040,742 24,102,815 241,848 186,823,371 2,176,629 -48,371,743
52,725,000 119,437,967 172,162,967
52,725,000 119,437,967
172,162,967 0 -172,162,967
241,848 119,679,814 95,299,352 51,280,867
72
Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
0 -172,162,967
121,614,595 -50,548,371
2,176,629 -48,371,743
2,176,629 -46,195,114
2,176,629 -44,018,485
95,299,352 51,280,867
DF = (1/(1+i)^n dengan i=DR (14%)
1
0.8772
0.7695
0.6750
0.5921
0.5194
165,789,474
145,429,363
127,569,617
111,903,172
111,653,443
59,110,004
143,754,518
126,100,454
110,614,433
62,157,945
-172,162,967
106,679,470
1,674,845
1,469,162
1,288,739
49,495,497
-172,162,967
-65,483,497
-63,808,652
-62,339,490
-61,050,751
-11,555,253
-11,555,253 -3% 0.93 4.46 >5 73,826,228
tidak layak tidak layak tidak layak layak tidak layak layak
PV Inflow (i*DF) PV Outflow (ii*DF) PV Net Benefit (Net Benefit*DF) Cumulative Net PV Benefit NPV (Rp.) IRR Net B/C PBP (tahun) Discounted PBP (tahun) BEP
172,162,967
73
Lampiran 18. Proyeksi Arus Kas (Opsi IV/credit-2shift)
Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
Inflow a. Pendapatan b. Nilai sisa c. Modal sendiri d. Kredit Investasi
b. Biaya modal kerja
c. Biaya operasional d. Angsuran pokok e. Biaya bunga bank f. Pajak Jumlah (ii) Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
378,000,000
378,000,000
378,000,000
378,000,000 25,979,167
378,000,000
378,000,000
378,000,000
378,000,000
403,979,167
229,602,767 70,581,942 39,525,887 3,828,940 343,539,536 34,460,464 50,656,392
229,602,767 70,581,942 39,525,887 3,828,940 343,539,536 34,460,464 85,116,856
229,602,767
70,581,942 39,525,887 3,828,940 113,936,769 264,063,231 -18,264,536
Rp 229,602,767 70,581,942 39,525,887 3,828,940 343,539,536 34,460,464 16,195,928
52,725,000
e. Kredit Modal Kerja 229,602,767 Jumlah (i) 282,327,767 Outflow a. Biaya investasi
378,000,000
52,725,000 229,602,767
282,327,767 0 -282,327,767
44,519,170 274,121,937 129,857,230 214,974,086
74
Net Benefit (i-ii) Cumulative Net Benefit
0 -282,327,767
264,063,231 -18,264,536
34,460,464 16,195,928
34,460,464 50,656,392
34,460,464 85,116,856
129,857,230 214,974,086
DF = (1/(1+i)^n dengan i=DR (14%)
1
0.8772
0.7695
0.6750
0.5921
0.5194
331,578,947
290,858,726
255,139,233
223,806,345
209,814,120
99,944,535
264,342,518
231,879,402
203,402,984
142,370,344
-282,327,767
231,634,413
26,516,208
23,259,832
20,403,361
67,443,776
-282,327,767
-50,693,354
-24,177,146
-917,314
19,486,047
86,929,823
86,929,823 15% 1.31 1.53 3.04
layak layak layak layak layak
PV Inflow (i*DF) PV Outflow (ii*DF) PV Net Benefit (Net Benefit*DF) Cumulative Net PV Benefit NPV (Rp.) IRR Net B/C PBP (tahun) Discounted PBP (tahun) BEP
282,327,767
133,032,813
layak
Total Inflow merupakan penjumlahan dari pendapatan dan nilai sisa dari investasi. Total outflow terdiri dari biaya investasi dan modal kerja, angsuran pokok dan bunga cicilan, serta pajak. Net Cashflow = Total inflow ÷ Total Outflow Nilai net cashflow ini selanjutnya akan dipakai untuk menghitung present value (discounted cash flow).
75
Cara Perhitungan: 1. Perhitungan IRR menggunakan fungsi IRR di dalam Microsoft Excel menggunakan data pada kolom PV Net Benefit (Lampiran 18) dari PV tahun ke-0 sampai tahun ke-5. Rumus : “=IRR(E5:E10,14%) Catatan : PV Net Benefit merupakan Present Value, yaitu nilai Net Benefit (Inflow-Outflow) yang telah dikalikan dengan Discount Factor (DF). PV disebut juga Discounted Cash Flow.
2. NPV kumulatif merupakan akumulasi dari nilai PV Net Benefit dari tahun ke-0 sampai tahun ke-5 dan nilainya didapat dari kolom Cumulative Net PV Benefit tahun ke-5. NPV = PV 0 + PV 1 + PV 2 + PV 3 + PV 4 + PV 5 = 86,929,823 (Lampiran 18)
3. Perhitungan Net B/C ratio adalah membagi jumlah dari PV Net Benefit yang bernilai positif (dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5) dengan nilai mutlak dari PV Net Benefit yang bernilai negatif (tahun ke-0) Net B/C ratio
= Jumlah pemasukan (PV1+PV2+PV3+PV4+PV5) ÷ Jumlah pengeluaran (PV0) = 369,257,589 ÷ 282,327,767 = 1,31 (Lampiran 18)
4. Perhitungan Payback Period adalah menambahkan angka tahun dimana NPV Kumulatif bersifat negatif terakhir kali, dengan rasio antara nilai mutlak NPV kumulatif tahun tersebut dibagi dengan PV Net Benefit tahun berikutnya.
76
PBP dihitung menggunakan kolom Net Benefit dan kolom Cumulative Net Benefit, sedangkan Discounted PBP menggunakan kolom PV Net Benefit dan Cumulative PV Net Benefit. Contoh perhitungan PBP (Lampiran 18): n = Tahun terakhir di mana keadaan Cumulative Net Benefit bernilai negatif = 1 a = Jumlah cumulative net benefit negatif di tahun ke-n =18,264,536 b = Jumlah net benefit positif di tahun ke-n+1 = 34,460,464 Maka PBP = n + (a/b) = 1 + (18,264,536/34,460,464) = 1.53 tahun
77