perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Implementasi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar (Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Administrasi
Di susun oleh : Achmad Junisar D 0106001
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Dra. Sri Yuliani, M.Si. NIP.196307301990032002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji : 1. Drs. Agung Priyono, M.Si.
(
)
NIP. 195504231981031002
Ketua Penguji
2. Drs. Ali, M.Si.
(
NIP. 195408301985031002
) Sekretaris Penguji
3. Dra. Sri Yuliani, M.Si.
(
NIP. 196307301990032002
) Penguji
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Drs. Pawito Ph.D NIP.195408051985031002 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (QS. Al-Mu’min: 60)
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
”Jangan pernah sia-siakan waktu yang ada dalam hidupmu.” (Penulis)
“Jangan pernah tenggelam dalam kemalasan, karena kemalasan membuat seseorang begitu lamban sehingga kemiskinan mengambil alih keadaan dirinya.” (Penulis)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk: ๘ Bapak Mus’ad Idris dan Ibu Halikus Zahro tercinta Atas doa dan kasih sayang yang tak ternilai harganya dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya. ๘ Kak Mepie, Yuk Nia dan Adek Tia Yang telah memberikan dukungan dan semangat kepadaku.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Implementasi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar (Studi Implementasi Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar). Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dra. Sri Yuliani, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing
dan
memberikan
arahan
sehingga
penulis
mampu
menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Sukadi, M.Si selaku pembimbing akademis yang telah membimbing penulis selama menempuh masa pendidikan selama ini. 3. Bapak Drs. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak Drs. Wahyo Dwi B, M.M selaku Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 6. Ibu Indah Rudiartati, S.H selaku Kepala Sub Bidang Penegakan Hukum Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan data selama penulis melakukan penelitian. 7. Bapak Aji Dwi Bintoro, M.Si selaku Kepala Sub Bidang Pengendalian Lingkungan, Bapak Abdurrozzaq An, S.T selaku staff Bidang Pengendalian Lingkungan serta Bapak Lilik Agung Prabowo selaku Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu yang telah memberikan informasi dan data yang diperlukan selama penelitian. 8. Bapak dan Ibu penulis yang telah memberikan kasih sayang yang tiada habisnya untuk setiap doa restu yang tidak pernah putus. Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan skripsi ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman i
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAMAN MOTTO
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
1
2. Rumusan Masalah
12
3. Tujuan Penelitian
12
4. Manfaat Penelitian
13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Implementasi Kebijakan
14
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
30
Pengendalian Pencemaran Udara 3. Pengendalian Pencemaran Udara
32
4. Kerangka Pemikiran
48
BAB III. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
53
2. Lokasi Penelitian
54
3. Sumber Data
54
4. Teknik Pengumpulan Data
56
5. Teknik Penarikan Sampel commit to user
58
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Teknis Analisa Data
59
7. Validitas Data
61
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1.
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar
63
2.
PG. Tasikmadu
71
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
79
Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
109
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
130
2. Saran
133
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1
Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri ke BLH Kabupaten Karanganyar Melalui Pos Pengaduan Tahun 2007-2010
9
Tabel 1.2 Jenis-Jenis Pencemaran Udara
35
Tabel 1.3 Matrik Tahapan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
107
Tabel 1.4 Matrik Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar
128
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
18
Gambar 1.2 Model Implementasi Kebijakan Menurut VanMetter dan Van Horn
23
Gambar 1.3 Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier
26
Gambar 1.4 Skema Kerangka Pemikiran
60
Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif
47
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Achmad Junisar. D 0106001. Skripsi. Implementasi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar (Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. 2011. Keberadaan industri di wilayah Kabupaten Karanganyar mampu memberikan pengaruh positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Namun jika hal itu tanpa disertai suatu peraturan yang ketat yang mengatur tentang pengelolaan limbah industri, khususnya pada pengendalian pencemaran udara, dikhawatirkan hal itu malah berdampak negatif bagi kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, menjadi salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan hidup. Peraturan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baik itu kepada para pelaku industri maupun masyarakat luas dalam menjunjung tinggi prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi atau pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian adalah di Kantor BLH Kabupaten Karanganyar, serta pelaku usaha yaitu PG. Tasikmadu. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling. Metode analisis data yang dipergunakan adalah adalah analisis data interaktif. Sedangkan untuk menguji validitas data digunakan triangulasi data. Data diperoleh dari beberapa sumber melalui wawancara, dokumentasi serta observasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, BLH Kabupaten Karanganyar dalam pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak, dilaksanakan dalam bentuk tahapan kegiatan meliputi Sosialisasi Kebijakan, Inventarisasi, Pemantauan dan Pengawasan. Dari tahapan kegiatan tersebut, dapat diketahui bahwa Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak bergerak di PG. Tasikmadu oleh BLH Kabupaten Karanganyar cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari empat faktor : yang pertama sikap pelaksana, sikap aparat pelaksana dalam melaksanakan kebijakan sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. Yang kedua komunikasi, komunikasi dalam pelaksanaan program ini telah berjalan secara vertikal dan horizontal dengan baik. Yang ketiga sumber daya, Sumber daya yang dimiliki BLH Kabupaten Karanganyar dalam pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah cukup, akan tetapi tidak dipungkiri masih banyak juga kekurangannya. Yang keempat kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran, PG. Tasikmadu sebagai kelompok sasaran mendukung pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan tanggapan positif commit to user dari PG. Tasikmadu dalam mematuhi prosedur peraturan yang sudah ditetapkan.
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Achmad Junisar. D 0106001. Thesis. The Implemention of PP (Government Regulation) No. 41 of 1999 about Air Pollution Control by BLH of Karanganyar Regency (A Study on the Implementation of Air Pollution Control for Immobile Source in PG. Tasikmadu of Karanganyar Regency). Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. 2011. The existence of Industry in Karanganyar Regency area can exert positive effect on the improvement of Local Original Income (PAD), technology transfer and labor absorption. If it is not accompanied by a tight regulation governing the industrial waste management particularly the air pollution control, however, it is expected that it will affect negatively the environment preservation and balance. For that reason, reffering to the Government Regulation No. 41 of 1999 about Air Pollution Control, the Karanganyar Regency’s Government attempts to participate in saving living environment. This regulation is expected to give good understanding to both industrial performer and wide society in upholding the environment-oriented development principle. The objective of research is to find out the implementation of air pollution control for immobile source by Living Environment Agency (BLH) of Karanganyar Regency. This study belongs to a descriptive qualitative research. The research was taken place in BLH Office of Karanganyar Regency, as well as the businessmen, namely PG. Tasikmadu. The sampling method used purposive sampling one. Method of analyzing data used was an interactive data analysis. Meanwhile the data validation was done using data triangulation. The data was obtained from various sources through interview, documentation as well as observation. From the result of research done, BLH of Karanganyar Regency in the air pollution control immobile source based on the PP No. 41 of 1999 has been implemented in the form of such activities as Policy Socialization, inventorying, Monitoring and Overseeing. From that stage of activity, it can be seen that BLH of Karanganyar Regency has been sufficiently good. It can be seen from four factors : firstly, the imolementer’s attitude, the implementing apparaturs attitude in implementing the policy has been consistent with the available mechanism. Secondly, communication, communication in this program implementation has proceeded well vertically and horizontally. Thirdly, resource, the resource the BLH of Karanganyar Regency has in controlling the air pollution for immobile source in PG. Tasikmadu has been adequate, but is undeniable that there are still some limitations. Fourthly, the targeted group’s compliance and responsiveness, PG. Tasikmadu as the targeted group supports the implementation of Air Pollution Control Policy for Immobile Source. It Indicates the PG. Tasikmadu’s compliance and positive respond to the compliance with the predetermined regulation procedure. commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Perhatian dunia pada masalah lingkungan hidup yang menurunkan kualitas lingkungan sebagai akibat pola hidup manusia dan kegiatan pembangunan yang dilakukan, termasuk akibat industrialisasi sangat besar, diawali konferensi Stockholm bulan Juni 1972, yaitu konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia. Konferensi Stockholm ini mencetuskan berbagai gagasan untuk mengatasi masalah kerusakan dan pencemaran lingkungan dan merupakan tonggak bagi kepedulian dunia terhadap lingkungan. Beberapa dokumen yang dihasilkan oleh konferensi Stockholm mempunyai arti penting bagi usaha mengatasi masalah lingkungan global. Seperti tentang lingkungan hidup manusia dan rencana aksi lingkungan hidup manusia yang didalamnya dimuat rekomendasi tentang pencemaran dan pengelolaan pemukiman manusia. Masalah lingkungan hidup merupakan tanggung jawab setiap orang baik perseorangan maupun kelompok. Untuk dapat mengatasi masalah ini diperlukan pola perilaku yang dapat mendukung pola kebersamaan. Hal ini sangat penting karena pada masalah lingkungan hidup terdapat berbagai kepentingan yang saling bertentangan bahkan tak jarang saling berbenturan. Di Indonesia masalah lingkungan hidup mulai disikapi pemerintah secara formal dan nyata, setelah diundangkannya Undang-Undang RI Nomor commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
4 Tahun 1982 yang sudah diganti dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 dan kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut UUPLH Undang-Undang tersebut juga sudah dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksananya, yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam pendayagunaan sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati, sangat mempengaruhi kondisi lingkungan bahkan dapat merombak sistem kehidupan itu sendiri dengan lingkungannya. Manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam harus memperhatikan tujuannya, dan pengaruh (dampak) yang akan ditimbulkan akibat pemakaiannya. Apabila dampak yang ditimbulkan tidak diperhatikan, akibatnya akan dirasakan oleh generasi berikutnya. Keseimbangan sumber daya alam akan sulit tercipta kembali dan akan memakan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit. Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Aktivasinya mempengaruhi lingkungannya, sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam abad 21 ini, keseimbangan antara kedua bentuk lingkungan hidup manusia, yaitu lingkungan hidup alami (natural environmental or the biosphere of his inheritance) dan lingkungan hidup buatannya (man of made environment or the technosphere of his creation) mengalami gangguan (out of balance), secara fundamental mengalami konflik (potentially in deep conflict). Sehingga to userKarena manusia sebagai pelaku manusia mengalami krisis commit lingkungan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
sekaligus korbannya. (Silalahi Daud. 1996 : 9). Karena itu, sudah menjadi tujuan untuk menyadarkan manusia dan bila mungkin menjadikan pembinaan lingkungan sebagai pola perilaku yang menjadi bagian dari budaya manusia modern. Dengan demikian kebijakan lingkungan tidak lagi berada dalam pengertian kebijakan yang selalu tergantung pada sanksi dan pemaksaan, sehingga dalam masyarakat diharapkan akan tumbuh budaya dan pola hidup yang berwawasan lingkungan. Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dan bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dan kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalan dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut juga dengan ekosistem. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi commit lingkungan to user perubahan-perubahan dalam tatanan itu sehingga tidak sama lagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kemasukan benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut. Sehingga pada tingkat lanjut dalam arti bila lingkungan tersebut telah tercemar dalam tingkatan yang tinggi, dapat membunuh dan bahkan menghapuskan satu atau lebih jenis organisme yang tadinya hidup normal dalam tatanan lingkungan itu. Jadi pencemaran lingkunagn adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan aslinya. Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 dijelaskan bahwa suatu tatanan lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila ke dalam tatanan lingkungan hidup itu masuk atau dimasukkan suatu benda lain yang kemudian memberikan pengaruh buruk terhadap bagian-bagian yang menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri, sehingga tidak dapat lagi hidup sesuai aslinya. Pada tingkatan lanjutnya bahkan dapat menghapuskan satu atau lebih dari mata rantai dalam tatanan tersebut. Sedangkan suatu pencemar atau polutan adalah setiap benda, zat ataupun organisme hidup yang masuk ke dalam suatu tatanan alami dan kemudian mendatangkan perubahanperubahan yang bersifat negatif terhadap tatanan yang dimasukinya. Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi commit to user hidupnya. Aktivitas yang pada kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat hidup dengan layak dan berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya terjadi pergeseran keseimbangan dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Salah satu aktivitas manusia yang sangat berhubungan dengan lingkungan adalah pembangunan industri. Dapat diambil contoh di daerah perkotaan, semakin meningkat jumlah penduduk perkotaan, semakin besar pula masalah lingkungan hidup perkotaan yang dihadapi. Kenaikan jumlah penduduk di perkotaan ini erat kaitannya dengan pesatnya industrialisasi. Industrialisasi,
yang
berlangsung
dalam
proses
pembangunan,
pada
hakekatnya merupakan upaya meningkatkan pemanfaatan berbagai faktor, misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi, secara berkesinambungan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semakin banyak kegiatan industri yang berlangsung sehingga semakin besar pula tekanan untuk meningkatkan pemanfaatan faktor-faktor tersebut. Dampak positif dari pembangunan sektor industri sudah banyak kita rasakan, mulai dari meningkatnya kemakmuran rakyat, meningkatnya pendapatan
perkapita,
meningkatnya
mutu
pendidikan
masyarakat,
meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan masih banyak lagi sisi positif dari pembangunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Salah satu dampak negatif pembangunan yang menonjol adalah timbulnya berbagai macam pencemaran, akibat penggunaan mesin dalam industri maupun mesin sebagai hasil produksi dari industri tersebut. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah. Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat, dan sumbernya. Berdasrkan pada jenis, limbah dikelompokkan atas golongan limbah padat dan limbah cair. Berdasarkan sifat yang dibawanya, limbah dikelompokkan atas limbah organik dan limbah an-organik. Sedangkan bila berdasarkan pada sumbernya, limbah dikelompokkan atas limbah rumah tangga atau limbah domestik dan limbah industri. Salah satu dari limbah industri ini adalah pencemaran udara. Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global. Beberapa perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur pengendalian pencemaran udara, antara lain: a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. b. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang Indeks Pencemaran Udara. c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak. d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. f. Keputusan Kepala Bapeda No 205 Tahun 1996 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Tidak Bergerak. Keberadaan industri di wilayah Kabupaten Karanganyar mampu memberikan pengaruh positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Namun jika hal itu tanpa disertai suatu peraturan yang ketat yang mengatur tentang pengelolaan limbah
industri,
khususnya
pada
pengendalian
pencemaran
udara,
dikhawatirkan hal itu malah berdampak negatif bagi kelestarian dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
keseimbangan lingkungan. Dari beberapa artikel diketahui permasalahan pengendalian pencemaran udara di Kabupaten Karanganyar antara lain: 1. Sebanyak 80 persen pabrik tekstil di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, mendapatkan teguran dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab setempat. Selain tidak memiliki unit pengelolaan limbah batubara dan mencemari udara lingkungan sekitar, keberadaan pabrik tekstil yang berjumlah ratusan ini juga menggunakan surat manifest palsu untuk membuang limbah (okezone.com). 2. Dari hasil inspeksi rutin yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, berdasarkan laporan warga, diketahui bahwa PG Tasikmadu dalam kegiatan operasionalnya melakukan pencemaran udara. Pencemaran udara ini, seperti keluarnya asap dan abu bercampur debu. Sisa pembakaran itu mengganggu udara di sekitar pabrik, sedangkan abu bercampur debu menempel pada cucian warga. Penyebabnya adalah proses pembakaran yang tidak berlangsung sempurna (sololawu.blogspot.com). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Karanganyar,
diketahui
bahwa
ternyata
terdapat
laporan
pengaduan dari masyarakat terkait pencemaran limbah yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha industri di Kabupaten Karanganyar. Pencemaran ini berupa pencemaran udara
yang berasal dari cerobong asap pabrik yang
mengganggu aktivitas warga sekitar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Tabel 1.1 DAFTAR PENGADUAN PERMASALAHAN LIMBAH INDUSTRI KE BLH KABUPATEN KARANGANYAR MELALUI POS PENGADUAN TAHUN 2007-2010 BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KARANGANYAR Nama Perusahaan PG Tasikmadu
Jenis Pengaduan Pencemaran Udara
Lokasi
Permasalahan
Desa Ngijo Kec. Tasikmadu
2
PT Panca Darma Puspawira
Pencemaran Udara
Desa Ngasem Kec. Colomadu
3
PT Sekar Bengawan
Pencemaran udara
Nggumbung Sawit Desa Jetis Kec. Jaten
4
PG Tasikmadu
Pencemaran udara
Desa Nglano, sebelah utara pabrik
5
Aliran air sungai sebelah timur PG Tasikmadu
Desa Ngijo Kec. Tasikmadu
6
Home Industri Snack
Permintaan pancuran air dari sungai sebelum masuk ke PG Tasikmadu Pencemaran udara dan bau
7
PG Tasikmadu
Diindikasikan oleh pelapor bahwa timbulnya asap hitam diikuti partikel debu berasal dari cerobong asap, tidak adanya penyemprotan pada cerobong sehingga dust collector tidak berfungsi dengan baik. Asap yang sangat tebal sehingga menganggu lingkungan sekitar pabrik. Pabrik mengeluarkan asap dari cerobong bahan bakar batu bara sehingga mengganggu penduduk sekitar pabrik. Partikel debu dari cerobong asap PG Tasikmadu mengganggu warga sekitar pabrik. Selama ini air sungai (arah dari timur PG Tasikmadu) yang digunakan oleh pabrik sebagian dialirkan ke pertanian sebelah utara pabrik. Partikel debu dan bau asap mengganggu aktivitas warga sekitar. Terdapat asap hitam tebal karena nozzle baru diperbaiki.
8
PT Delta Merlin
NO 1
Pencemaran udara dari sumber emisi gas buang cerobong asap Pencemaran Debu Kapas
Penggorengan Argotiloso, Kec. Tasikmadu Kec. Tasikmadu
Desa Kaling Kec. Tasikmadu
Asap dari cerobong pabrik mengganggu warga sekitar.
Sumber: Data yang sudah diolah dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, menjadi salah satu upaya Pemerintah Kabupaten
Karanganyar
untuk
berpartisipasi
dalam
menyelamatkan
lingkungan hidup. Peraturan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baik itu kepada para pelaku industri maupun masyarakat luas dalam menjunjung tinggi prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan sehingga perkembangan pesat di bidang industri mampu berjalan seimbang dan selaras dengan kondisi lingkungan. Kemudian peraturan ini juga memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran yaitu melakukan pencemaran udara yang dapat berdampak bagi kerusakan lingkungan. Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebagai pendukung tugas Bupati dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang lingkungan hidup bertanggung jawab langsung dalam hal pengendalian pencemaran udara di wilayah Kabupaten Karanganyar. Dalam pengendalian pencemaran udara, langkah-langkah atau tugas pokok yang dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) adalah sebagai berikut: 1. BLH melaksanakan inventarisasi data untuk menentukan sumber dan jenis pencemaran; 2. Kemudian BLH menurunkan team untuk melakukan pemantauan atau pengawasan secara langsung di lokasi pencemaran; 3. Jika dalam kegiatan pemantauan dan pengawasan ditemukan adanya to user pelanggaran, maka BLH commit melakukan kroscek atau memanggil terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
pihak-pihak yang bersangkutan untuk dilakukan musyawarah untuk mendapatkan solusi yang tepat atas permasalahan tersebut; 4. Kemudian BLH melakukan pembinaan dan memberikan arahan terhadap pihak yang bersangkutan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut proses Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang difokuskan pada studi implementasi yaitu pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan PG. Tasikmadu merupakan salah satu dari para pelaku usaha industri di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai potensi untuk melakukan pencemaran udara yang dapat berdampak buruk bagi kondisi lingkungan sekitarnya. Hal itulah yang menjadi alasan penulis memilih judul: “Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten Karanganyar
(Studi Implementasi
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar)”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2. Perumusan masalah Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang hendak dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu? b. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendaliaan Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu?
3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian implementasi pengendalian pencemaran udara oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar ini adalah sebagai berikut: a) Tujuan Operasional 1. Mengetahui Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu. 2. Mencari
dan
mendeskripsikan
faktor
yang
mempengaruhi
Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di PG. Tasikmadu. b) Tujuan Fungsional Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, sebagai bahan pemikiran dalam melanjutkan dan meningkatkan commit toPemerintah user kualitas implementasi Peraturan Nomor 41 Tahun 1999
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar maupun di daerah lainnya. c) Tujuan Individual Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar sarjana S-1 di jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi organisasi yang terkait dalam meningkatkan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. 2. Sebagai sumbangan dalam pengujian dan penerapan teori Administrasi Negara terhadap masalah publik terutama masalah yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara sehingga penelitian selanjutnya dapat melengkapi dan memperbaiki penelitian yang ada sebelumnya. 3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap pengendalian pencemaran udara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mempermudah penyampaian teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini, maka penyusunannya adalah sebagai berikut : 1. Implementasi Kebijakan Implementasi yang berasal dari bahasa Inggris “implementation”. Menurut Riant Nugroho (2004:158), Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplemtasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi kebijakan derivatt atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara luas, implementasi merupakan tahap dari proeses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan tehnik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau programprogram. Menurut Wiliam N. Dunn (2000:24), Implementasi kebijakan merupakan kebijakan yang telah di ambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. commit to user 14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan Stewart, Alan Greer dan Paul Hogget
dalam Journal Public
Policies, Private Strategies, and Local Public Spending Bodies justru membedakan antara kebijakan dengan implementasi yaitu : “The policy – implementation distinction is not only based upon a questionable set of assumption about how policy is constructed but is also central component of a combination of a practices which have led to progressive depoliticization of local public life” (“Perbedaan implementasi dengan kebijakan tidak hanya berdasarkan pada kumpulan pertanyaan mengenai asumsi bagaimana kebijakan tersebut dibuat tetapi itu termasuk juga bagian pusat dari kombinasi praktek untuk memimpin depolitisasi progresif kehidupan masyarakat lokal”). Bintoro Tjokroamidjojo (dalam Lubis, 2010:13) berpendapat bahwa implementasi adalah merealisasikan pencapaian tujuan yang telah dirumuskan ke dalam rencana, kebijaksanaan dan Program Pemerintah yang konsisten berdasarkan keputusan politik. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A.Sabatier (dalam Lubis, 2010:13) sebagai berikut : “Implementation is carrying out of basic polcy, decision usually in corporated a state but which cam also take the from or important executive orders or court decisions ideally, that decisions identifies the problem to be addressed, stipulates the objectives to be persued and in variety of process. The process normally runs through anumber of stages beginning with passages of the basic statue, followed by the policy output (decisions) of the implementing agencies, the compliance of target groups with those decisions the actual impact of agencies decisions, and finally, important revisions (or attemted revisions) in the basic statue” (“Implementasi adalah pelaksanaan kebijaksanaan dari suatu keputusan yang mendasar, biasanya berbentuk undang-undang (peraturan) yang dikeluarkan oleh suatu lembaga dapat juga berasal dari perintah seorang eksekutif yang penting atau keputusan pengadilan. Keputusan ini untuk mengidentifikasikan masalah yang menjadi pusatcommit perhaian, menetapkan tujuan yang hendak to user dicapai dan berbagai cara penyusunan proses implementasi.
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses ini pada permulaan biasanya menghabiskan sejumlah pernyataan uraian dari undang-undang diikuti dengan pelaksanaan dari hasil kebijaksanaan (keputusan), pemenuhan tujuan kelompok berdasarkan keputusan yang telah ditentukan. Hasil nyata antara yang diharapkan, pengaruh dari keputusan dan yang terakhir adalah perbaikan-perbaikan yang penting (atau usaha-usaha untuk memperbaiki) dari peraturan dasar tersebut”). Menurut kamus Webster (dalam Lubis, 2010:13) implementasi diartikan sebagai berikut : “…to implement is to provide the means for carrying out and to give practical effect to…” (“Mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu serta menimbulkan dampak akibat tertentu”). Sedangkan implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Lubis, 2010:13) adalah: “those actions by public or private individuals or groups that directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (“Tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yag telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”) Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah penerapan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tindakan yang nyata dari rencana yang telah di tetapkan. Selain definisi implementasi hal yang perlu mendapat perhatian adalah bilamana implementasi dinilai berhasil. Terhadap keberhasilan implementasi tidak ada kriteria yang berlaku mutlak dan umum, sebab pada situasi dan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kondisi tertentu ada kemungkinan tidak berlaku. Menurut Nakamura (dalam Lubis, 2010: 14) merekomendasikan 5 kriteria keberhasilan implementasi program atau kebijakan yang dapat diukur dari hasilnya, meliputi : 1. 2. 3. 4. 5.
Pencapaian tujuan atau hasil akhir Efisiensi Kepuasan kelompok sasaran Daya tanggap klien Sistem pemeliharaan
Sedangkan menurut Petak dalam Journal The Problem of Formulating Public Policy ada hal yang harus diperhatikan dalam proses implementasi yaitu : “It’s implementation – it seems it is possible to abstract at least three fundamental problems to which one should pay attention. The first problem concerns a possible lack of coordination in formulating particular policies, the second one a possible lack of monitoring, and the third one an unsystematic evaluation of policies (Petak, 2008a:160-164)” (“Implementasi ini – ini terlihat dapat diabstrakkan menjadi tiga masalah fundamental yang salah satunya harus diberikan perhatian. Masalah pertama memusatkan pada kemungkinan terjadinya kesalahan koordinasi dalam formulasi kebijkan tertentu, yang kedua kemungkinan kesalahan pengawasan dan yang ketiga tidak adanya sistematika evaluasi kebijakan”). Suatu program untuk mencapai kinerja sesuai tujuan ditentukan oleh banyak faktor dalam pelaksanaannya. Berbagai faktor atau variabel yang mempengaruhi kinerja suatu program akan nampak dalam model-model implementasi yang ada. Di bawah ini disajikan model-model implementasi kebijakan : commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Model dari Grindle Grindle
(dalam
Lubis,
2010:15)
mengemukakan
bahwa
implementasi kebijakan secara garis besar dipengaruhi oleh 2 variabel utama yaitu isi kebijakan dan konteks implementasinya. Gambar 1.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Tujuan Kebijakan
Program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai
Tujuan yang ingin dicapai
Pengukuran Keberhasilan
Melaksanakan Kegiatan dipengaruhi oleh: a. b.Isi Kebijakan Isi Kebijakan 1. 1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. 2. Tipe Manfaat 3. 3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. 4. Letak Pengambilan Keputusan 5. 5. Pelaksanaan Program 6. 6. Sumberdaya yang diharapkan b. c.Konteks Konteks implementasi implementasi 1. 1.Kekuasaan, kepentingan dan strategi actor actor yang yang tepat tepat 2. 2. Karakteristik Karakteristik Lembaga Lembaga dan dan penguasa penguasa 3. 3.Kepatuhan Kepatuhandan dandaya daya tanggap tanggap
Program yang dijalankan seperti yang direncanakan?
Hasil Kebijakan: 1.2. Dampak Dampakpada pada masyarakat,individu, masyarakat,individu,dan dan kelompok kelompok 2.3. Perubahan Perubahandan danpenerimaan penerimaanoleh oleh masyarakat masyarakat
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan : 1) Isi Kebijakan Mencakup a) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan Suatu
kebijakan
sebaiknya
mampu
secara
optimal
menampung kepentingan pihak-pihak yang terkena dampak dari suatu kebijakan tersebut. Semakin optimal suatu kebijakan dalam menampung kepentingan banyak pihak maka semakin sedikit pihak yang menentang kebijakan tersebut untuk diimplementasikan. b) Jenis manfaat yang dihasilkan Suatu kebijakan haruslah mampu menghasilkan manfaat yang besar dan jelas manfaat yang dihasilkan kebijakan tersebut maka semakin besar dukungan terhadap kebijakan tersebut untuk segera diimplementasikan. c) Derajat perubahan yang diinginkan Suatu kebijakan haruslah mampu menghasilkan perubahan kearah kemajuan secara nyata dan rasional. Suatu kebijakan yang terlalu menuntut perubahan perilaku dari kelompok sasaran akan lebih sulit untuk diimplementasikan. d) Kedudukan pembuat kebijakan Pembuat kebijakan yang mempunyai wewenang (otoritas) yang tinggi dapat dengan mudah mengkoordinasikan bawahannya commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didukung oleh komunikasi yang baik sehingga keduduka pembuat kebijakan dapat mempengaruhi proses implementasinya. e) Pelaksanaan program Pelaksana program harus mempunyai kualitas pemahaman yang baik mengenai kondisi lapangan dan tugas yang harus dijalaninya. Koordinasi haruslah baik supaya program berjalan efektif dan lancer. f) Sumber daya yang dilibatkan Sumber daya yang dimaksud adalah semua komponen yang diperlukan
dalam
pelaksanaan
program
seperti
keuangan,
administrasi dan sebagainya. 2) Konteks Kebijakan mencakup a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat Banyaknya aktor dari berbagai tingkat pemerintahan maupun non pemerintahan yang memiliki kepentingan serta strategi yang mungkin saja berbeda berpengaruh terhadap pengimplementasian suatu kebijakan. b) Karakteristik lembaga dan penguasa Apa yang diimplementasikan sebenarnya adalah hasil dari perhitungan berbagai kelompok yang berkompetisi memperebutkan sumber daya yang terbatas, yang semua interaksi tersebut terjadi commit to user dalam konteks suatu lembaga.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran Pelaksana kebijakan yang baik tentu mempunyai tingkat kepatuhan serta pemahaman (daya tanggap) yang tinggi terhadap kebijakan yang harus mereka implementasikan. Adanya sikap pelaksana yang baik menimbulkan tanggapan baik pula dari kelompok sasaran. b. Model dari Van Meter dan Van Horn Van Meter dan Van Horn (dalam Lubis, 2010:18) mengemukakan 6 variabel yang memperlihatkan hubungan yang mempengaruhi kinerja atau hasil suatu kebijakan. Enam variable tersebut adalah : 1) Standar dan Sasaran Kebijakan Standard dan sasaran harus dirumuskan secara spesifik dan konkret sehingga kita bisa mengukur sejauh mana telah dilaksanakan dan bagaimana pula tingkat keberhasilannya karena kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standard dan sasaran tersebut telah dilaksanakan dan bagaimana pula tingkat keberhasilannya. 2) Sumber Daya Kebijakan menuntut adanya sumber daya baik yang berupa dana maupun insentif yang lain yang kemungkinan dapat mendorong terlaksananya implementasi secara efektif. commit user 3) Komunikasi Antar Organisasi san to Pengukuhan Aktivitas
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suatu kebijakan agar berhasil dalam implementasinya haruslah tercipta suatu komunikasi yang baik (terpadu) antar organisasi pelaksana serta adanya penetapan (pengukuhan) dan kejelasan dari serangkaian tindakan atau aktivitas yang akan dilakukan dalam implementasi kebijakan tersebut. 4) Karakteristik Birokrasi Pelaksana Karakteristik yang bisa disebut antara lain kompetensi dan jumlah staf, rentang dan derajat pengendalian, dukungan politik yang dimiliki, kekuatan organisasi, derajat keterbukaan serta kebebasan komunikasi dan keterbukaan kaitan dengan pembuat kebijakan. 5) Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik Hal ini berdasarkan pada beberapa pertanyaan, misalnya : apakah sumber
daya
ekonomi
yang
dimiliki
mendukung
keberhasilan
implementasi?. Bagaimana keadaan social ekonomi dari masyarakat yang dipengaruhi kebijakan?. 6) Sikap Pelaksana Sikap individu pelaksana sangat mempengaruhi bentuk respons mereka terhadap keterkaitan antar variable tersebut. Wujud respons pelaksana menjadi penyebab dari berhasil dan gagalnya implementasi.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1.2 Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Metter dan Van Horn
Komunikasi antar organisasi dan pengukuhan aktivitas
Standar dan saran kebijakan
Kinerja Kebijakan
Karakteristik organisasi komunikasi antar organisasi
Sumber Daya
Sikap Pelaksana
Kondisi sosial, ekonomi,politik
c. Model dari Mazmanian dan Sabatier Kerangka berpikir mereka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan milik Van Meter dan Van Horn serta Grindle. Dalam hal perhatiannya terhadap dua persoalan mendasar (kebijakan dan lingkungan kebijakan). Hanya saja pemikiran Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan teknis). Model ini sering disebut sebagai model top down (pendekatan dari atas ke bawah). Mazmanian dan Sabatier (dalam Lubis, 2010:21) menyatakan implementasi kebijakan merupakan dari tiga variable, yaitu : commitfungsi to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
1) Karakteristik masalah Dalam implementasi program akan dijumpai karakteristik masalah yang bisa terdiri dari empat variable yaitu bagaimana ketersediaan teknologi dan teori teknis, keragaman perilaku kelompok sasaran, sifat dari populasi dan derajat perubahan. 2) Daya dukung peraturan Implementasi akan efektif bila pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan yang ditetapkan. Aturan-aturan yang disarankan yaitu: kejelasan atau konsistensi tujuan yang merupakan standar evaluasi dan saran lebal bagi pelaksana untuk mengerahkan sumber daya, teori kausal yang memadai, sumber keuangan yang mencukupi dalam pelaksanaan kebijakan, integrasi organisasi pelaksana, direksi pelaksana, rekruitmen dari pejabat pelaksana dan akses formal pelaksana keorganisasian lain sebagai suatu bentuk koordinasi. 3) Variable non Pemerintah Dalam implementasi juga memerlukan variable lain di luar peraturan seperti kondisi sosio ekonomi dan teknologi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan, dukungan public, sikap sumber daya kelompok sasaran, dukungan kewenangan serta komtmen dan kemampuan pejabat pelaksana. Ketiga variabel di atas merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap proses implementasi. Implememtasi adalah suatu proses yang terhadap proses implementasi. Implementasi adalah suatu proses yang terdiri dari tahapan itu juga merupakan input bagi keberhasilan tahap yang lain. Tahap tersebut yaitu : keluaran kebijakan dari organisasi pelaksana, kesesuaian keluaran kelompok commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sasaran, dampak actual keluaran kebijakan, dampak yang diperkirakan dan perbaikan peraturan. Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan. Adapun model implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1.3 Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier Karakteristik Masalah 1. Ketersediaan teknologi dan teori 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi 4. Derajat perilaku yang diharapkan
Daya dukung peraturan
Variabel non peraturan 1. Kondisi social ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan 3. Dukungan publik 4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran 5. Dukungan kewenangan 6. Komitmen kemampuan pelaksaan
1. Kejelasan/konsistensi tujuan dan sasaran 2. Teori kausal yang memadai 3. Sumber keuangan yang memadai 4. Direksi pelaksana 5. Rekruitmen dari pejabat pelaksana 6. Akses formal pelaksana ke organisasi lain
Proses Implementasi Keluaran kebijakan dari organisasi pelaksana
Kesesuaian keluar kebijakan dengan kelompok sasaran
Dampak Aktual Keluaran
Dampak yang diperkirakan
commit to user
Perbaikan peraturan
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Dalam pelaksanaan suatu program ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang ada merupakan hasil pemilihan dari pendapat atau model dari para ahli. Faktor-faktor yang ada tidak secara otomatis berlaku secara bulat dan utuh artinya ada suatu faktor yang dikemukakan sebagai kesatuan, adakalanya dipisah dan diadaptasikan dengan kondisi lapangan. Dengan demikian penelitian ini, faktor-faktor yang digunakan adalah : a. Sikap Pelaksana (diambil dari model Implementasi Van Metter dan Van Horn) Dukungan sikap pelaksana program meliputi keahlian, keaktifan, kreatifitas serta dedikasi pelaksana yang berpengaruh selama proses pelaksanaan serta kekuasaan, kepentingan dan strategi aparat yang terlibat proses pelaksanaan. Sikap pelaksana yang mendukung program akan menimbulkan kreatifitas agar pelaksanaan lebih efektif. Sikap ini ditentukan oleh pemahaman terhadap tujuan program. Seringkali terjadi sikap pelaksana berubah karena mempunyai kepentingan atau pengaruh lain dari luar. Faktor ini menjelaskan bagaimana sikap yang diambil oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar guna mendukung terlaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Hal ini sangat penting mengingat commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang bersifat top down, sehingga memerlukan dukungan dari para pelaksana kebijakan tersebut. b. Komunikasi (diambil dari model Implementasi Van Metter dan Van Horn) Komunikasi sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu program, terlebih yang menyangkut lebih dari satu instansi, sebagai jembatan koordinasi. Komunikasi menghubungkan antara sesama aparat pelaksana (pemerintah) ataupun antara aparat dengan publik (kelompok sasaran) dan juga untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara para pelaksana dengan apa yang dimaksud oleh kebijakan. Secara garis besar komunikasi yang terjadi dapat dibedakan menjadi dua yakni komunikasi mendatar (horizontal communication) dan komunikasi vertikal. Komunikasi mendatar terjadi antar aparat yang berkedudukan sejajar untuk mengkoordinasikan tugas dan peranan agar tidak terjadi overlapping tugas-tugas atau kekosongan perhatian terhadap sesuatu. Komunikasi vertikal terjadi antar atasan dengan bawahan yang bisa berwujud perintah, informasi, teguran dan laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan program. Faktor ini menjelaskan bagaimana pola komunikasi yang dibuat oleh
Badan
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Karanganyar
dalam
menjalankan tugas pokoknya sebagai pemantau, pengawas dan pengendali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
terlaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Penegendalian Pencemaran Udara. c. Sumber daya (diambil dari model Implementasi Grindle, Van Metter dan Van Horn, Mazmanian dan Sabatier) Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam pelaksanan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa biaya, perlengkapan yang dibutuhkan maupun sumber daya manusianya. Faktor ini menjelaskan siap, tidaknya atau memadai dan tidak memadainya sumber daya yang dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar baik berupa sumber biaya, perlengkapan maupun sumber daya manusianya dalam mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. d. Kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran (diambil dari model Implementasi Mazmanian dan Sabatier) Pelaksana kebijakan yang baik tentu mempunyai tingkat kepatuhan serta pemahaman (daya tanggap) yang tinggi terhadap kebijakan yang harus mereka implementasikan. Adanya sikap pelaksana yang baik menimbulkan tanggapan baik pula dari kelompok sasaran. Faktor ini menjelaskan hubungan timbal balik antara Badan commit to user Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar sebagai pelaksana kebijakan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan masyarakat dan para pelaku industri di Kabupaten Karanganyar khususnya PG Tasikmadu. Dari komponen ini dapat dilihat juga kepatuhan dan daya tanggap masyarakat serta para pelaku industri di Kabupaten Karanganyar khususnya PG Tasikmadu terhadap implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dari komponen inilah kita dapat mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan dari implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Dalam rangka upaya menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif, pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan untuk penanganan masalah lingkungan khususnya tentang pengendalian pencemaran udara yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah ini menjadi dasar hukum pelaksanaan tindakan preventif oleh aparat pelaksana yang melalui penetapan tolak ukur baku mutu udara baik itu sumber pencemaran udara yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dengan adanya tolok ukur baku mutu udara maka akan dapat dilakukan penyusunan dan penetapan kegiatan pengendalian pencemaran udara. Penjabaran kegiatan pengendalian pencemaran udara nasional merupakan arahan dan pedoman yang sangat penting untuk pengendalian pencemaran udara di daerah. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.1 Tujuan Pengendalian pencemaran udara ini diselenggarakan dengan tujuan: a) Untuk melindungi udara yang merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. b) Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. c) Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan. 2.2 Ruang Lingkup Keberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk mendapatkan udara yang sesuai dengan tingkat kualitas yang baik dengan melalui beberapa kegiatan yaitu: a) Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran udara; b) Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai tolok ukur pengendalian pencemaran udara; c) Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan pengalokasian kegiatan yang berdampak mencemari udara; d) Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi analisis; commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran udara; f) Peran
masyarakat
dalam
kepedulian
terhadap
pengendalian
pencemaran udara; g) Kebijakan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu dengan mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah lingkungan; h) Penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non-teknis dalam pengendalian pencemaran udara secara nasional.
3. Pengendalian Pencemaran Udara 3.1 Pengendalian Menurut Syamrilaode (2010) dalam artikelnya, pengendalian secara umum dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan manajemen agar pelaksanaan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Pengendalian menurut Ibnu Syamsi (dalam Syamrilaode, 2010) adalah fungsi manejemen yang mengusahakan agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman, patokan atau peraturan yang telah di tetapkan dalam sebelumnya. Senada dengan pengertian tersebut, Indriyo (dalam Syamrilaode, 2010) menjelaskan bahwa ada tiga tahap dalam proses pengendalian : 1. Proses penentuan standar 2. Proses evaluasi dan penilaian commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Proses perbaikan Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Beberapa ahli ada yang menyamakan pengendalian dengan pengawasan atau controlling. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara pengendalian dengan pengawasan. Dalam penelitian ini, dalam kegiatan pengendalian terdiri dari beberapa kegiatan yaitu kegiatan sosialisasi, kegiatan inventarisasi, kegiatan pemantauan dan pengawasan. 3.2 Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup. (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999). Sedangkan menurut Tresna Wijaya, (2009:192), pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pencemaran udara juga dapat diartikan adanya bahan atau zat-zat asing yang terdapat di udara dalam jumlah yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer dari keadaan normal. Pengertian tentang pencemaran udara diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Pramudya Sunu, 2001:41). Pencemaran udara memiliki dua jenis sumber emisi. Sumber emisi ini adalah setiap usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik dan sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor dan sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya. Sedangkan sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat dan sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.3 Jenis-Jenis Pencemaran Udara Tabel 1.2 Jenis-Jenis Pencemaran Udara Pencemaran Udara 1. Menurut bentuk
Jenisnya a. Gas b. Partikel
2. Menurut tempat
a. Ruangan b. Udara bebas
3. Gangguan kesehatan
a. b. c. d.
4. Susunan kimia
a. Anorganik b. Organik
5. Menurut Asalnya
a. Primer b. Sekunder
Iritansia Aspeksia Anestesia Toksis
Sumber: Pramudya Sunu dalam buku Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001 Hal. 43
3.4 Penyebab Pencemaran Udara Menurut Pramudya Sunu (2001:47) pada umumnya pencemaran udara disebabkan oleh kegiatan manusia yang tidak mengindahkan dampak lingkungan dan faktor alam. Penyebab pencemaran udara oleh kegiatan manusia seperti: a) Debu atau partikel dari kegiatan industri. b) Penggunaan zat kimia yang disemprotkan ke udara. c) Gas buang hasil pembakaran bahan bakar fosil. commit to user Penyebab pencemaran udara oleh faktor alam seperti:
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Debu akibat letusan gunung berapi b) Proses pembusukan sampah organik c) Debu yang berterbangan akibat tiupan angin. Pramudya Sunu (2001:47-48) juga menambahkan, udara yang tercemar dapat merusak lingkungan sekitarnya dan berpotensi terganggunya kesehatan. Lingkungan yang rusak berarti berkurangnya daya dukung alam yang selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran berbagai bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang masuk terdispersi terurai ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kondisi geografi, suhu, udara, dan tekanan udara setempat akan mempengaruhi kecepatan penyebaran pencemarannya. Kawasan yang daya dukung alamnya berkurang, sering dijumpai berbagai penyakit yang erat kaitannya dengan akibat pencemaran. 3.5 Pengendalian Pencemaran Udara Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara. Pengendalian pencemaran udara ini meliputi pengendalian dan usaha dan atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik, yang dilakukan dengan upaya pengendalian emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999).
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu, BLH Kabupaten Karanganyar melalui
Surat
Keputusan
Kepala
BLH
Kabupaten
Karanganyar
membentuk Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup. Tim tersebut berfungsi melakukan dan mengawasi jalannya tahapan kegiatan pengendalian pencemaran udara yaitu kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan dan pengawasan. a) Tahap Sosialisasi Kegiatan
sosialisasi
ini
bertujuan
untuk
memberikan
pemahaman kepada kelompok sasaran yakni PG. Tasikmadu mengenai isi dan tujuan dari pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak tersebut. b) Tahap Inventarisasi Tujuan dari kegiatan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui status mutu udara suatu daerah apakah sudah tercemar atau belum tercemar oleh sumber pencemar udara. Kegiatan inventarisasi ini dilakukan dengan mewajibkan para pelaku usaha yakni PG. Tasikmadu melaporkan hasil laboratorium uji udara ambien dan emisi gas minimal enam bulan sekali. c) Tahap Pemantauan dan Pengawasan Tujuan dari kegiatan pemantauan dan pengawasan adalah sebagai salah satu bentuk tanggung jawab BLH Kabupaten Karanganyar sebagai Pembina dan pengawas bagi para pelaku commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usaha dalam penataan mereka terhadap ketentuan-ketentuan yang ada di dalam semua peraturan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di bidang pengendalian pencemaran udara. 3.5.1
Metode Pengendalian Pencemaran Udara Jika pengendalian pencemaran ingin diterapkan, maka berbagai
pendekatan dapat dipilih untuk menentukan metode pengendalian atau pencegahan pencemaran udara. Pencegahan yang ditempuh terhadap pencemaran udara tergantung dari sifat dan sumber polutannya. Pencegahan yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu menggunakan masker sebagai pelindung untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan. Pencegahan disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap kesehatan dan peralatan yang digunakan. Tindakan yang dilakukan untuk meneegah pencemaran udara seperti mengurangi polutan bahan yang mengakibatkan polusi dengan peralatan, mengubah polutan, melarutkan polutan, dan mendispersikan atau menguraikan polutan. Pramudya Sunu (2001:85-90) dalam bukunya, membagi mencegah pencemaran udara menjadi dua jenis, yaitu mencegah pencemaran udara berbentuk gas dan mencegah pencemaran udara berbentuk partikel. Berikut penjelasannya :
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mencegah pencemaran udara berbentuk gas a) Adsorbsi Adsorbsi merupakan proses melekatnya molekul polutan atau ion pada permukaan zat padat adsorben seperti karbon aktif dan silikat. Adsorben mempunyai sifat dapat menyerap zat lain sehingga menenmpel pada permukaannya tanpa reaksi kimia serta memiliki daya kejenuhan yang bersifat disposal (sekali pakai buang) atau dibersihkan dulu, kemudian digunakan lagi. Emisi hidrokarbon diadsorbsi pada permukaan karbon aktif, kemudian dihilangkan dengan cara melewatkan uap yang selanjutnya dikondensasi menjadi cairan dan hidrokarbon dapat diperoleh kembali untuk penggunaan selanjutnya.
b) Absorbsi Absorbsi merupakan proses penyerapan yang memerlukan solven yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasinya. Cara yang mudah dan sederhana, menggunakan air sebagai absorben, tetapi kadang-kadang dapat juga tidak mengunakan air yang disebut dry absorben. Metode absorbsi ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode adsorbsi, hanya bedanya bahwa emisi hidrokarbon mengalami kontak dengan cairan di mana hidrokarbon akan larut atau tersuspensi. Kontak antara emisi hidrokarbon dengan cairan absorbsi biasanya digunakan pada menara yang tinggi. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Kondensasi Kondensasi merupakan proses perubahan uap air atau benda gas menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun. Polulan gas diarahkan mencapai titik kondensasi, terutama pada polutan gas yang mempunyai titik kondensasi tinggi dan tilik penguapan yang rendah, seperti hidrokarbon dan gas organik lainnya. Cara kondensasi dalam membersihkan polutan gas kurang praktis, untuk penggunaan polutan gas yang mempunyai konsentrasi tinggi. Untuk lebih praktisnya digunakan cara kombinasi pacla taraf awal digunakan cara kondensasi, kemuclian cliikuti dengan cara adsorbsi. Emisi hidrokarbon akan mengalami kondensasi menjadi cairan pada suhu yang cukup rendah. Metode kondensasi ini digunakan untuk menghilangkan gas buang yang dilewatkan permukaan bersuhu rendah sehingga cairan hidrokarbon yang terkondensasi tetap tertinggal dan dapat dikumpulkan.
d) Pembakaran Pembakaran
merupakan
proses
untuk
menghancurkan
gas
hidrokarbon yang terdapat di dalaru polutan dengan mempergunakan proses oksidasi panas yang disebut incineration. Hasil pembakaran berupa karbondioksida
(CO2)
dan
air
(H2O).
Proses
pembakarannya
menggunakan proses incineration, sedangkan alatnya namanya incinerator atau burner dengan berbagai tipe yang suhunya dapat mencapai 1800 °F. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Incineration merupakan salah satu metode dalam pengolahan limbah padat dengan menggunakan pembakaran yang menghasilkan gas dan residu pembakaran. Metode ini mempunyai resiko yang cukup tinggi seperti bahaya meledak. Cara pencegahan polusi gas dengan pembakaran ini harus segera disingkirkan seperti menggunakan exhaust fan atau pembuatan cerobong asap. Penurunan volume hasil pembakaran dapat mencapai 70 % dari limbah padat. Metode insinerasi dapat menggunakan alat seperti :
Menggunakan api untuk oksidasi lengkap hidrokarbon menjadi CO2 dan air, di mana efisiensi penghilangan hidrokarbon sangat tinggi.
Menggunakan katalis sehingga oksidasi hidrokarbon lengkap dapat terjadi pada suhu yang lebih rendah.
Mencegah pencemaran udara berbentuk partikel a) Filter Filter udara dimaksudkan untuk menangkap debu atau polutan partikel yang ikut keluar pada cerobong atau slack pada permukaan filter, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang di pasang pada cerobong harus diperiksa secara periodik, bila sudah dalam kondisi jenuh yaitu penuh dengan debu harus segera diganti atau dibersihkan. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan filter udara seharusnya disesuaikan dengan sifat gas buangan yang keluar seperti berdebu banyak, bersifat asam, bersifat alkalis, dan sebagainya. Beberapa contoh jenis filter yang banyak digunakan seperti cotton, nylon, orion, dacron, fibreglass, polypropylene, ivool, nomex, teflon.
b) Filter basah Cara kerja filter basah atau scrubbers/wet collectors adalah membersihkan udara kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotan air turun ke bawah. Secara alamiah air hujan cukup efektif untuk membersihkan polutan partikel.
c) Elektrostatik Alat pengendap elektrostatik dapat digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam jumlah yang relatif besar. Alat ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv, berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan akan menimbulkan corona discharga di sekitar pusat silinder. Udara kotor menjadi ion commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negatif, sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju elektroda yang sesuai. Menggunakan presipitasi elektrostatik berbeda dengan cara mekanis lainnya, karena langsung ke butir-butir partikel seperti pada industri peleburan logam, industri semen. Polutan dialirkan diantara dua pelat yang diberi aliran listrik sebagai presipirator yang akan mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung dalam kolektor.
d) Kolektor mekanis Mengendapkan polutan partikel yang ukurannya relatif besar dapat dengan menggunakan tenaga gravitasi. Cara kerjanya cukup sederhana yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan, zarah/partikel akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Pengendap siklon atau cyclone separators adalah pengendap debu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Makin besar ukuran debu/partikel akan makin cepat diendapkan.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Program penghijauan Tumbuh-tumbuhan menyerap hasil pencemaran udara berupa karbon dioksida (CO,) dan melepaskan oksigen (O2). Tumbuh-tumbuhan akan menghisap dan mengurangi polutan. dengan melepaskan gas oksigen maka akan mengurangi jumlah polutan di udara. Semakin banyak tumbuh-tumbuhan ditanam sebagai paru-patu kota maka kualitas udara akan semakin sehat sehingga akan mendukung program langit biru (prolabir). Program penghijauan ini seharusnya merupakan gerakan nasional agar semua pihak dapat berpartisipasi aktif. Pemerintah dapat memberikan contoh. dan kontribusinya seperti penghijauan sarana umum dan sarana sosial. Para industriawan juga turut serta melakukan penghijauan dilingkungan pabriknya. Masyarakat juga tidak kalah pentingnya untuk berpaitisipasi dalam program penghijauan yaitu dengan menanam tanaman/bunga baik di pekarangan sekitar rumah maupun dalam pot. Di kota-kota besar seperti Jakarta, sumber peneemaran udara terbanyak berasal dari kendaraan bermotor sekitar 90 % dan industri sekitar 5 %. Untuk mengurangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor, maka emisi gas buang pacla seluruh kendaraan bermotor umum, pribadi, truk, harus memenuhi batas ambang yang ditetapkan, serta kepedulian para pengelola industri agar emisi yang ditimbulkannya memenuhi batas ambang yang ditetapkan. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Pencemaran udara secara elektronik Pencemaran udara secara elektronik (electronic air cleaner) dapat berfungsi untuk mengurangi polutan udara dalam ruangan. Udara yang mengandung polutan dilewatkan melalui alat ini sehingga udara yang ada dalam ruangan menjadi lebih bersih.
g) Ventilasi udara Penggunaan
dan
penempatan
ventilasi
udara
seharusnya
clisesuaikan dengan kebutuhan. Perhatian utama yaitu tercukupinya kebutuhan gas oksigen (O2) dalam ruangan serta menjadikan udara dalam ruangan bebas dari berbagai polutan. Bila akan menggunakan exhaust fan, maka usahakan dekat dengan sumber pencemaran, agar polutan segera dapat keluar dari dalam ruangan. 3.5.2
Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau
tahap proses dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan lingkungan. Teknologi ini dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga memenuhi persyaratan yang telah disusun dalam rancangan proses. Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam peraturan pengelolaan lingkungan. Rancangan ini harus mempertimbangkan faktor ekonomi. Jadi penerapan
peralatan
pengendalian ini commit to user
perlu
dikaitkan
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
perkembangan proses produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai ekonomik yang paling rendah baik untuk instalasi, operasi, dan pemeliharaan. Nilai ekonomik yang dihubungkan dengan biaya produksi ini masih sering dianggap cukup besar. Penilaian ekonomik yang dihubungkan dengan kemaslahatan masyarakat kurang ditinjau, karena analisis ini kurang dapat dipahami oleh pihak industriawan. Dengan demikian penerapan peraturan harus dilaksanakan dan diawasi dengan baik, agar penerapan teknologi pengendalian ini bukan hanya sekedar memasang alat pengendalian pencemaran udara, tetapi kinerja alat ini tidak memenuhi persyaratan. Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. Sistem pengendalian ini harus diawali dengan pemahaman watak emisi senyawa pencemar dan lingkungan penerima. Teknologi pengendalian yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali sehubungan dengan dimensi alat, kebutuhan energi, kinerja, keselamatan kerja, dan mekanisme reaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau rancangan sistem pengendalian meliputi : a) watak gas buang atau efluen, b) tingkat pengurangan yang dibutuhkan, c) teknologi komponen alat pengendalian pencemaran udara, dan commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) kemungkinan
perolehan
senyawa
pencemar
yang
bernilai
ekonomik. Watak efluen merupakan faktor penentu dan tidak dapat digunakan untuk penyelesaian semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak fisik dan kimia efluen dan lingkungan penerima harus dipahami dengan baik. Kemungkinan fenomena sinergetik yang dapat berlangsung harus dapat diperkirakan, jika perubahan watak atau komposisi efluen atau proses produksi berlangsung dalam waktu yang akan datang. Rancangan sistem pengelolaan udara di daerah industri meliputi semua langkah perbaikan dan metoda perlakuan yang menjamin hasilguna dan ekonomis untuk penyelesaian masalah. Pengkajian yang rinci harus dilakukan untuk sistem yang lengkap. Penilaian masalah pencemaran udara untuk sistem produksi meliputi tahap-tahap : a) penilaian, b) kajian teknis dan rekayasa, dan c) rancangan dan konstruksi. Tahap penilaian masalah meliputi : a) penyigian plant, b) pengujian dan pengumpulan data, c) penentuan kriteria rancangan, yang mencakup pengkajian watak efluen dengan Baku Mutu Lingkungan Udara. Tahap kajian teknis dan rekayasa melaksanakan : a) penilaian sistem dan teknologi pengendalian pencemaran, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
b) sumber perbaikan, c) metode perlakuan yang memperhatikan cara pengumpulan, pendinginan, dispersi, dan pembuangan, dan d) perolehan kembali senyawa yang bernilai ekonomik. Tahap rancangan dan konstruksi mencakup : a) pemilihan sistem pengendalian, dan b) rancangan proses dan rekayasa, serta konstruksi. Sistem pengendalian pencemaran ini akan selalu memasang cerobong sebagai upaya untuk mengurangi konsentrasi senyawa pencemar pada saat pembebasan ke lingkungan. Rancangan cerobong ini harus memenuhi persyaratan tingkat konsentrasi di permukaan dan watak lingkungan udara yang meliputi kemantapan dan derajat inversi.
4. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam pengembangan berbagai konsep atau teori yang digunakan dalam penelitian serta hubungannya dengan perumusan masalah. Mengacu pada konsep dan teori yang telah disebutkan diatas maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Dalam rangka upaya menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif, pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan untuk penanganan masalah lingkungan khususnya dalam pengendalian pencemaran udara yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi dasar hukum pelaksanaan tindakan preventif oleh aparat pelaksana yang melalui penetapan tolak ukur baku mutu udara baik itu sumber pencemaran udara yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Di Kabupaten Karanganyar permasalahan dalam pencemaran udara terlihat dalam tumbuh pesatnya perkembangan industri yang ditandai dengan banyaknya pabrik-pabrik yang didirikan. Jumlah pabrik yang terus meningkat itulah yang menjadi salah satu penyebab atau potensi yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Hal yang tidak mungkin terhindar lagi adalah dampak pencemaran udara tersebut terhadap lingkungan sekitar. Dengan segala permasalahan pencemaran udara ini perlu adanya suatu upaya perlindungan terhadap kualitas udara, salah satunya dalam hal Pengendalian
Pencemaran
Udara.
Pelaksanaan
atau
implementasi
pengendalian pencemaran udara ini akan difokuskan pada studi implementasi pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Hal ini dikarenakan PG. Tasikmadu merupakan salah satu dari para pelaku usaha industri di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai potensi untuk melakukan pencemaran udara yang dapat berdampak buruk bagi kelestarian dan keseimbangan lingkungan sekitarnya. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui BLH yang merupakan instansi yang bertanggung jawab di bidang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
lingkungan hidup untuk mengatasi dan mencegah potensi terjadinya pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu yaitu dengan melaksanakan fungsi pengendalian yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar dengan baik. Pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak tersebut dilaksanakan melalui 3 tahap kegiatan, meliputi : Tahap Sosialisasi, Tahap Inventarisasi, serta Tahap Pemantauan dan Pengawasan. Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan : Pertama, sikap pelaksana yang merupakan faktor penunjang pelaksanaan program yang berupa keahlian, keaktifan, kreatifitas serta dedikasi pelaksana. Sikap dan dukungan yang positif dari aparat pelaksana akan mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Kedua, komunikasi, dengan adanya komunikasi dapat dijadikan penghubung antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran. Selain itu juga mendukung dalam pelaksanaan sosialisasi kebijakan, kejelasan dalam memberikan infomasi akan mempermudah kelompok sasaran untuk mengetahui isi, tujuan, manfaat dan ketentuan dari kebijakan tersebut. Ketiga, sumber daya yang memadai akan mendukung dalam pelaksanan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut dapat berupa biaya, perlengkapan yang dibutuhkan maupun sumber daya manusianya. Keempat, kepatuhan serta daya tanggap kelompok sasaran akan mempengaruhi hasil akhir dari pelaksanaan suatu program. Kepatuhan dan dukungan ini muncul commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seiring dengan kesadaran akan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program. Keseluruhan faktor ini nantinya akan berpengaruh satu sama lain terhadap pelaksanaan kebijakan pengendalian pencemaran udara oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1.4 Skema Kerangka Pemikiran
PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Masalah yang ditimbul: Bertambahnya jumlah pabrik yang dapat menyebabkan pencemaran udara
Dampak akibat pencemaran udara tersebut terhadap lingkungan
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA Pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara Pemulihan mutu udara Tahap kegiatan : Sosialisasi Inventarisasi Data Pemantauan dan Pengawasan
BLH Kabupaten Karanganyar
Faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di PG Tasikmadu: Sikap pelaksana Komunikasi Sumber daya Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran commit to user
Tercapainya : Keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup Kualitas udara yang diinginkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan suatu keadaan sebagaimana adanya. Hasil penelitian ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Oleh sebab itu bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud memberikan gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Penelitian kualitatif mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya (HB Sutopo, 2002:11). Pada prinsipnya dengan metode deskriptif, data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Dengan demikian laporan penelitian ini berupa kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Jadi penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk menyusun gambaran mengenai objek apa yang diteliti dengan terlebih dahulu peneliti mengumpulkan data di lokasi penelitian, lalu data itu diolah dan diartikan untuk kemudian dianalisa dari data yang telah disajikan dalam arti hasil penelitian ini lebih menekankan gambaran mengenai implementasi PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara oleh BLH Kabupaten commit to user
53
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karanganyar (Studi Implementasi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu di Kabupaten Karanganyar).
2. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Karanganyar. Adapun pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut : a. Pesatnya perkembangan industri di Kabupaten Karanganyar khususnya PG Tasikmadu yang berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, diduga telah menyebabkan terjadinya pencemaran udara sumber tidak bergerak yang dapat merugikan lingkungan sekitar. b. Adanya kesempatan dan ijin penelitian yang diberikan oleh pihak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar dan PG. Tasikmadu kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Sumber Data a. Narasumber (informan) Dalam
penelitian
kualitatif
posisi
sumber
data
manusia
(narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti dan narasumber disini memiliki posisi yang sama dan narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
peneliti, tetapi ia lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. (H.B. Sutopo, 2002:50). Informan tersebut adalah Informan dalam penelitian ini terdiri dari : 1) Aparat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar yaitu, Bidang Pengendalian khususnya Pengendalian Pencemaran Udara. 2) Pihak industri yaitu, Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu.
b. Peristiwa atau aktivitas Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dari pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau yang hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja (H.B. Sutopo, 2002:51).
c. Tempat atau lokasi H.B. Sutopo (2002:52) mengemukakan bahwa tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya.
d. Dokumen dan arsip Dokumen resmi dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu (H.B. Sutopo, 2002:54). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3) Keputusan Kepala BLH Kabupaten Karanganyar tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. 4) Hasil laporan laboratorium uji udara ambient dan emisi gas dari BPPKKH No. Seri : L-115/2010.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode : a. Observasi commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitan untuk mengamati secara kualitatif berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi. Sedangkan menurut HB Sutopo (2000:64) Observasi merupakan pengamatan perilaku yang relevan dengan kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi penelitian. Tehnik ini biasanya diartikan sebagai pengamatan dari sistem fenomena yang diselidiki, dimana Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan Observasi Langsung yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian, pelaksanaannya langsung di mana suatu peristiwa terjadi. Adapun sistem yang disepakati pada Observasi langsung adalah Non participant Observation dimana kedudukan peneliti hanya sebagai pengamat bukan anggota penuh dari objek yang sedang diteliti.
b. Wawancara Merupakan
kegiatan
untuk
memperoleh
informasi
dengan
memberikan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam proses wawancara (Lexy J. Moleong, 2002:136). Teknik ini dilakukan secara mendalam dengan mempersiapkan garis besar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk memperoleh informasi yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
jelas dan mendalam tentang berbagai aspek yang sesuai dengan penelitian ini. Dalam H.B Sutopo (2002:58) Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konsep mengenai pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari masa lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang.
c. Dokumentasi Merupakan teknik pengumpulan data-data dengan cara mencatat data-data, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian yang diambil dari beberapa sumber demi kesempurnaan penganalisaannya.
5. Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini adalah menggunakan cuplikan atau sampel pada informan yang dianggap lebih mengetahui tentang informasi yang akan diteliti. Menurut H.B Sutopo (2002:36) pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Tetapi tidak menutup kemungkinan penulis juga menggunakan snowball sampling, sepanjang data-data yang diperoleh belum lengkap dan commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendalam. Teknik ini digunakan, apabila informasi yang didapat sangat terbatas, yaitu dengan cara bertanya kepada informan pertama barangkali informan pertama mengetahui siapa yang lebih mengetahui informasi, sehingga penulis bisa menemui informan berikutnya dan bertanya lebih jauh dan mendalam, demikian seterusnya.
6. Teknik Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data secara kualitatif dengan menggunakan model analisa data interaktif, menurut H.B Sutopo (2002 : 91-93) teknik tersebut meliputi : a. Data Reduction (pegumpulan data) Merupakan proses seleksi, membuat fokus, menyederhanakan dan membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari sebelum pengumpulan data dilakukan. b. Data Display (Penyajian Data) Merupakan sekumpulan informasi secara sistematis yang memungkinkan penarikan suatu kesimpulan dapat diambil.
c. Conclusion Data (Penarikan Kesimpulan) Dari awal pengumpulan data peneliti harus sudah mulai mengerti apa arti hal-hal yang ditemui. Dari data yang diperoleh di lapangan maka dapat commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diambil suatu kesimpulan sebagai hasil akhir dari proses penelitian tersebut. Dalam proses analisanya, ketiga komponen tersebut di atas aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Selama proses pengumpulan data berlangsung, peneliti tetap bergerak diantara komponen pengumpulan data tersebut. Untuk lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Sumber: H.B Sutopo, 2002: 96. Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka prosesnya dapat dilihat pada waktu pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Artinya, data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari
dua
bagian
data
tersebut
peneliti
menyusun
rumusan
pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting dalam arti pemahaman segala peristiwa yang dikaji yang disebut reduksi data. Kemudian diikuti penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dan logis dengan suntingan penelitinya supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas dipahami, dengan dilengkapi perabot sajian yang diperlukan (matriks, gambar, dan sebagainya) yang sangat mendukung kekuatan sajian. Reduksi dan sajian data ini harus disusun pada waktu peneliti sudah mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pegumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang ada juga bagi pendalaman data. (H.B. Soetopo, 2002: 95-96).
7. Validitas Data Validitas data sebagai proses pembuktian bahwa data yang diperoleh sesuai dengan kenyataan/fakta. Untuk itu, peneliti menggunakan cara triangulasi data. Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh. Pada penelitian ini, triangulasi data dilaksanakan dengan membandingkan data commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sama atau pada informan yang berbeda, artinya apa yang diperoleh dari sumber satu, bisa lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda sehingga keakuratan data dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian suatu data akan dapat dikontrol oleh data yang sama namun dari sumber yang berbeda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Badan Lingkungan Hidup sesuai Peraturan Bupati Kabupaten Karanganyar Nomor 81 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural
pada
Badan
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Karanganyar
mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang lingkungan hidup. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Badan Lingkungan Hidup mempunyai fungsi: a. Perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup; b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang lingkungan
hidup
yang
meliputi
analisa
dampak
lingkungan,
pengendalian, pemulihan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam serta kesekretariatan; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang lingkungan hidup yang meliputi analisa dampak lingkungan, pengendalian, pemulihan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam serta kesekretariatan; d. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis dalam lingkup Badan Lingkungan Hidup; e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
1.1 Visi dan Misi a. Visi Visi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar sejalan dengan visi Bupati Karanganyar Tahun 2008 – 2013 adalah: “TERWUJUDNYA LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT DAN TENTERAM DALAM SEMANGAT KEMITRAAN” Penjelasan visi tersebut adalah bahwa eksistensi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar harus mampu memegang peranan utama dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan tenteram dalam semangat kemitraan. Adapun penjabaran TENTERAM dari sisi pandang lingkungan hidup adalah: Tenang
: Bebas dari kebisingan.
Teduh
: Terwujudnya
kelestarian
lingkungan,
alam,
hutan
dan
penghijauan yang memenuhi aspek etika dan estetika lingkungan. Rapi
: Tata ruang lingkungan yang sinergis dengan daya dukung dan daya guna lingkungan/alam.
Aman
: Waspada
terhadap
dampak
pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan baik udara, tanah, perairan dan sumber daya alam. Makmur : Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
b. Misi Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar untuk mencapai visi terwujudnya lingkungan hidup yang sehat dan tenteram dalam semangat kemitraan adalah 1. Mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. 2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengelola lingkungan hidup secara sistematik dan holistik. 3. Menegakkan hukum di bidang lingkungan. 4. Memfasilitasi berbagai upaya pengelolaan, pemulihan dan rehabilitasi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan sebagai basis pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. 5. Mendorong individu, keluarga dan masyarakat agar memiliki komitmen dan melaksanakan secara nyata pengelolaan lingkungan hidup. 6. Meningkatkan
dan
mengembangkan
sumber
daya
manusia
dan
kelembagaan lingkungan hidup. 7. Meningkatkan kelestarian dan pemulihan keanekaragaman hayati.
1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan adalah pernyataan tentang apa yang perlu dicapai untuk mencapai/mewujudkan visi, misi dan mengatasi isu yang dihadapi. Idealnya tujuan dirumuskan berasaskan pendekatan spesifik, terukur, dapat dicapai, to user realistis dan berorientasi hasil commit dan jangka waktu pencapaian yang jelas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Perumusan tujuan diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk mengoptimalkan kinerja pemerintah daerah/Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar dan dapat mencerminkan arah dan prioritas; memberikan indikasi ke arah perumusan sasaran, kebijakan dan program; berorientasi kedepan; serta mudah dipahami. Untuk merealisasikan pelaksanaan Misi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar, perlu ditetapkan tujuan pembangunan yang akan dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. Tujuan pembangunan ini ditetapkan untuk memberikan arah terhadap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Di samping itu, juga dalam rangka memberikan kepastian operasionalisasi dan keterkaitan terhadap peran misi yang telah ditetapkan. Tujuan pada masingmasing misi sebagai berikut: Misi 1 Mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Tujuan : a. Menyediakan prasarana dan sarana pengelolaan lingkungan hidup. b. Menyediakan lahan hijau yang memadai di kawasan perkotaan dan kawasan strategis daerah yang berwawasan lingkungan. c. Mengendalikan tingkat pencemaran lingkungan. Sasaran : a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengelolaan lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
b. Terciptanya Karanganyar kota yang bersih, sejuk dan bebas polusi. c. Terpenuhinya ruang terbuka hijau kota. d. Terwujudnya Karanganyar sebagai daerah industri yang ramah lingkungan. e. Mengurangi beban pencemaran badan air oleh industri dan domestik. f. Mengurangi beban emisi dari kendaraan bermotor dan industri. g. Mengawasi pemanfaatan B3 dan pembuangan limbah B3. h. Mengembangkan produksi yang lebih bersih. Misi 2 Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak utuk mengelola lingkungan hidup secara sistematik dan holistik. Tujuan : Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup melalui kerjasama antar lembaga. Sasaran : Meningkatnya pengelolaan lingkungan hidup melalui kerjasama antar lembaga. Misi 3 Menegakkan hukum di bidang lingkungan hidup Tujuan : Menegakkan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Sasaran: a. Tersedianya Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. b. Meningkatnya kesadaran hukum di bidang lingkungan hidup. c. Terciptanya pelaku usaha yang taat terhadap Peraturan Perundangundang yang berlaku di bidang lingkungan hidup. Misi 4 Memfasilitasi dan meningkatkan berbagai upaya pelestarian, pengelolaan, pemulihan dan rehabilitasi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan sebagai basis pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Tujuan : Meningkatkan kelestarian sumber daya alam Karanganyar. Sasaran : a. Meningkatkan konservasi air bawah tanah dan daerah tangkapan air. b. Menanggulangi kerusakan lahan bekas pertambangan, TPA dan bencana. c. Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis. Misi 5 Mendorong individu, keluarga dan masyarakat agar memiliki komitmen dan melaksanakan secara nyata pengelolaan lingkungan hidup. Tujuan : Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Sasaran : a. Terwujudnya individu/masyarakat cinta lingkungan. b. Meningkatkan ketanggapan masyarakat terhadap bencana. Misi 6 Meningkatkan
dan
mengembangkan
sumber
daya
manusia
dan
kelembagaan lingkungan hidup. Tujuan : Menguatnya
kelembagaan
lingkungan
hidup
dan
meningkatnya
kompetensi sumber daya manusia lingkungan hidup. Sasaran : a. Meningkatnya kemampuan petugas teknis laboratorium lingkungan hidup. b. Meningkatnya sumber daya manusia bagi kader-kader lingkungan dan tenaga teknis lingkungan hidup. Misi 7 Meningkatkan kelestarian dan pemulihan keanekaragaman hayati. Tujuan : Terjaganya kelestarian dan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sasaran : Rehabilitasi dan konservasi keanekaragaman hayati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
1.3 Struktur Organisasi Susunan organisasi Badan Lingkungan Hidup sesuai Peraturan Bupati Kabupaten Karanganyar Nomor 81 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar terdiri dari: a. Kepala Badan b. Sekretariat, membawahkan: 1) Sub Bagian Perencanaan; 2) Sub Bagian Keuangan; 3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. c. Bidang Analisa Dampak Lingkungan, membawahkan: 1) Sub Bidang Pengelolaan Teknis Dampak Lingkungan; 2) Sub Bidang Pengembangan Kelembagaan dan Kapasitas. d. Bidang Pengendalian, membawahkan: 1) Sub Bidang Pengendalian Lingkungan; 2) Sub Bidang Penegakan Hukum Lingkungan. e. Bidang Pemulihan Lingkungan dan Pelestarian Sumber Daya Alam, membawahkan: 1) Sub Bidang Pemulihan Lingkungan; 2) Sub Bidang Pelestarian Sumber Daya Alam. f. Unit Pelaksana Teknis g. Kelompok Jabatan Fungsional commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
2. PG. Tasikmadu Pabrik gula Tasikmadu pengolahanya di bawah PT. Perkebunan Nusantara IX (PERSERO), yang pertama kali didirikan di Colomadu oleh KGPAA Mangkunegoro IV pada tahun 1871 yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda yaitu Soeperintedes ME Zeken. Mulai berproduksi dapat menghasilkan 3.700 kuintal dari luas areal tanah 95 hektar. KGPAA Mangkunegoro IV sukses mendirikan PG. Colomadu, beliau mulai tertarik memperluas pabriknya dengan mendirikan pabrik yaitu PG. Tasikmadu tanggal 11 Juni 1871 dengan arsitek bernama H. Kamp yang dulu menjadi arsitek pada PG. Colomadu. Sesuai dengan perkembangan luas tanaman tebu, maka PG.Tasikmadu dirancang dan dibangun dengan kapasitas yang lebih besar dari PG. Colomadu. Sejak tanggal 20 Mei 1926 diadakan perbaikan dan berproduksi normal tahun 1937, saat pemerintahan jepang kantornya
diganti
Mangkunegara
menjadi
Kantor
(KPOPPMN).
Pimpinan
PG.
Tasikmadu
Het
Fonds
Oemoem
Perusahaan
mengalami
banyak
perkembangan antara lain : a. Periode 1871-1942 Berada
di
bawah
pimpinan
Egendommen
Van
Het
Mangkoenegarance RIJK. b. Periode 1942-1945 Terdapat perubahan nama kantor yaitu Kantor Pimpinan Umum PerusahaanPerusahaan Mangkuoenegaran (PUPPMN) . commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
c. Periode 1946-1947 Penggabungan antara Perusahaan Milik Kasunanan, yang diberi nama Perusahaan Nasional Surakarta ( PNS ). d. Periode 1947-1960 Dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9/1947 Perusahaan Nasional Surakarta (PNS), diubah menjadi Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI) dan kepemilikannya dipegang oleh Negara Republik Indonesia. e. Periode 1960-1963 Perubahan nama dari Perusahaan Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) . f. Periode 1963-1968 Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1/1963 Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) diubah menjadi Badan Pimpinan Perusahaan Perkebunan Negara Gula (BPUPPN Gula). g. Periode 1968-1981 Badan Pimpinan Perusahaan Perkebunan Negara Gula (BPUPPN Gula) diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14/1968. Sehingga dengan adanya peraturan tersebut PG. Tasikmadu termasuk dalam PNP XVI Surakarta. h. Periode 1981-1994 Tanggal 1 April 1981 di tetapkan bahwa Perusahaan Negara Perkebunan XVI commit to user yang berkedudukan di Semarang. digabung menjadi PT. Perkebunan XV_XVI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
i. Periode 1994-1995 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.016/1994 tanggal 2 Mei 1994 maka PT. Perkebunan XV_XVI (Persero) berada dibawah pengelolaan PT. Perkebunan XXI_XXII (Persero). j. Periode 1995 sampai sekarang Dengan dikeluerkan Peraturan Pemerintah Nomor 14/1996 maka terjadi penggabungan Pt.Perkebunan XV-XVI (Persero) dan PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero). PT. Perkebunan Nusantara IX ( Persero ) memiliki unit-unit produksi antara lain sebagai berikut : a) PG. Jatibarang b) PG. Pangka c) PG. Sumberharjo d) PG. Sragi e) PG. Rendeng f) PG. Gondang Baru g) PG. Tasikmadu h) PG. Mojo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
2.1 Sasaran dan Tujuan PG. Tasikmadu a. Sasaran Sasaran perusahaan sesuai yang telah ditetapkan oleh direksi PTPN IX (Persero) adalah : Diupayakan rasa ikut memiliki dari seluruh karyawan sehingga loyalitas atau kesetiaan tinggi bersedia bekerja serta berprestasi demi keberhasilan serta kelangsungan hidup perusahaan. Diciptakan untuk berani mengutarakan pendapat dari seluruh karyawan yang didasari oleh rasa tanggung jawab yang tinggi demi kemajuan perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Diciptakanya
kepatuhan
seluruh
jajaran
baik
terhadap
perundangundangan, peraturan dan sistem atau prosedur kerja dalam upaya pencapaian misi perusahaan sebagai salah satu BUMN demi kepentingan nasional. b. Tujuan Tujuan perusahaan sesuai Tri Darma Perkebunan adalah : Menghasilkan devisa maupun rupiah untuk negara dengan cara seefisien mungkin. Memenuhi fungsi sosial, diantaranya pemeliharaan atau penambahan lapangan kerja untuk warga Indonesia. Memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan commit to user kesuburan tanah dan tanamannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
2.2 Lokasi Perusahaan PG.Tasikmadu terletak di desa Sondokoro (dulu) , sekarang bernama desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. PG. Tasikmadu merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang pengolahan tebu menjadi produk gula. Pabrik Gula Tasikmadu ini sangat strategis, karena : a) Lokasi berdekatan dengan daerah penghasil bahan baku utama yaitu gula, b) dekat dengan pengairan yaitu waduk Delingan, c) dekat dengan tenaga kerja baik ahli maupun biasa, dan d) area tanah di sekitar pabrik sangat cocok untuk tanaman tebu, sehingga alat angkut tebu (lori) dapat keluar masuk dengan mudah.
2.3 Struktur Organisasi Seperti
perusahaan
lainnya,
PG.Tasikmadu
memiliki
struktur
organisasi yang dipimpin oleh seorang administratur yang akan bertanggung jawab kepada Direksi PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero). Di dalam PG. Tasikmadu menggunakan jenis wewenang garis (lini). Wewenang ini merupakan suatu sistem hubungan wewenang pihak atasan mendelegasikan wewenangnya kepada pihak bawahan. Tujuan dibentuk stuktur organisasi pada umumnya adalah : a) Mempermudah karyawan melakukan tugasnya. b) Mempermudah pimpinan mengadakan pengawasan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
c) Mengkoordinasi kegiatan bawahan agar paham dengan tugas yang diberikan. Tugas dan Tanggung Jawab masing-masing jabatan di PG. Tasikmadu : a. Administratur Bertugas : Memimpin bawahan dan bertanggung jawab atas kelangsungan serta kemajuan perusahaan. Mengawasi seluruh kegiatan operasional bawahan. Bertanggung jawab kepada Direksi. Menyusun perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. b. Kepala Bagian Instalasi Bertugas : Mengkoordinir kegiatan yang bersangkutan dengan mesin di lingkungan pabrik baik masa giling maupun diluar masa giling. Mengatur penyelenggaraan daftar hadir atau absensi karyawan. Melaporkan semua hasil kegiatan kepada administratur secara periodik yang akan dibantu oleh masinis bagian . Bagian ini membawahi : masinis stasiun gilingan, masinis stasiun ketelan, masinis pabrik tengah, commit to user masinis pabrik belakang,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
masinis stasiun listrik, masinin bangunan, masinis besali, masinis remisi. c. Kepala Bagian Pabrikasi Bertugas : Memimpin proses pengolahan agar dapat menghasilkan kristal gula yang memiliki kualitas dan kuantitas yang optimal. Menyelenggarakan arsip dan dokumen. Mengatur penyimpanan gula dan tetes. Melaporkan hasil kegiatan kepada administratur secara periodik yang akan dibantu oleh chemiker. Bagian ini membawahi : chemiker, kepala prosessing, pengawasan mutu, staff gudang gula, staff timbang gula. d. Kepala Bagian TUK (Tata Usaha dan Keuangan) Bertugas : Bertanggung jawab atas SDM , keuangan dan pembukuan. Mengatur dan mengawasi penggunaan uang dan barang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Menyusun laporan secara periodik. Bagian ini membawahi : pembukuan, keuangan, personalian dan tenaga kerja umum. e. Kepala Bagian Tanaman Bertugas : Mengadakan penyuluhan kepada petani tebu. Mengadakan perjanjian dengan petani tebu mengenai penggilingan tebu. Mengatur jalannya pelaksanaan kerja teknis dan administrasi. Melaporkan hasil kegiatan secara periodik yang akan dibantu oleh Manajer Kebun Wilayah (MKW). Bagian ini membawahi : sinder kebun, sinder kebun kepala.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar Pada dasarnya Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara merupakan upaya pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara. Pengendalian pencemaran udara ini meliputi pengendalian dan usaha dan atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik, yang dilakukan dengan upaya pengendalian emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. Kebijakan tersebut tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang ditindaklanjuti dalam Keputusan Kepala
Badan
Lingkungan
Hidup
Kabupaten
Karanganyar
tentang
Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari Peraturan ini adalah untuk menciptakan
kondisi
lingkungan
yang
kondusif
dan
upaya
untuk
meningkatkan kesadaran para pelaku usaha, terhadap pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Karanganyar, melalui penetapan tolak ukur baku mutu udara, baik itu sumber pencemaran udara yang bergerak maupun yang tidak bergerak, serta mewajibkan para pelaku usaha untuk memberikan hasil commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
laporan laboratorium uji udara ambien dan emisi gas melalui kegiatan inventarisasi. Pengendalian Pencemaran Udara di Kabupaten Karanganyar telah dilaksanakan sejak tahun 1999. Tugas tersebut dilaksanakan oleh BLH Kabupaten Karanganyar yang merupakan unsur pendukung tugas Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang lingkungan hidup. Namun dalam implementasinya, BLH Kabupaten Karanganyar memiliki suatu tim yaitu Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup yang berfungsi melakukan tahapan kegiatan pengendalian pencemaran yaitu kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan dan pengawasan terhadap pengendalian pencemaran lingkungan di Kabupaten Karanganyar baik itu air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Sebagaimana diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si berikut ini : “Badan Lingkungan Hidup melalui Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Pencemaran Udara mempunyai prioritas yang sama dengan pengendalian pencemaran air dan limbah padat (LB-3). Karena dalam pemantauan dan pengawasan selalu dilakukan secara bersama untuk pengendalian pencemaran ketiganya.” (Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dari pendapat di atas, diketahui bahwa Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dalam melaksanakan tugasnya di bidang pengendalian, tim tersebut memberikan prioritas yang sama, baik itu terhadap pengendalian pencemaran air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Hal ini commit operasional to user dikarenakan terbatasnya anggaran yamg dimiliki oleh BLH
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kabupaten
Karanganyar
sehingga
tahapan
dari
kegiatan
sosialisasi,
inventarisasi, pemantauan dan pengawasan terhadap pengendalian pencemaran ketiganya dijadikan menjadi satu. Meski fungsi dari kegiatan pengendalian tersebut disatukan dan mendapat prioritas yang sama, penulis menemukan fakta di lapangan yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara belum menjadi prioritas utama bagi BLH Kabupaten Karanganyar sebagai kegiatan yang perlu dilaksanakan. Hal ini diungkapkan secara langsung oleh pihak BLH Kabupaten Karanganyar, yang mengakui bahwa kegiatan pengendalian pencemaran udara cukup sulit untuk dilaksanakan karena terbentur dengan permasalahan yang ada, baik itu dari anggaran operasional yang minim, SDM yang kurang hingga belum adanya fasilitas pendukung seperti alat laboratorium uji udara ambien dan emisi gas yang harganya sangat mahal dan sangat sulit untuk mengoperasikannya. Meski demikian, BLH Kabupaten Karanganyar tetap berusaha untuk melaksanakan kegiatan pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin. Pelaksanaan
Pengendalian
Pencemaran
Udara
di
Kabupaten
Karanganyar dilaksanakan di seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar. Dari pelaksanaan pengendalian pencemaran udara tersebut, penulis mengambil suatu studi implementasi, yaitu implementasi pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, dimana PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu pelaku usaha industri gula yang mempunyai potensi untuk melakukan pencemaran udara yang bersumber dari cerobong asap pabrik yang dapat mengganggu aktivitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
warga sekitar. Pencemaran udara yang bersumber dari cerobong asap pabrik inilah yang disebut dengan pencemaran udara sumber tidak bergerak. Pesatnya pertumbuhan industri akan berdampak baik bagi kemajuan suatu daerah. Namun, kemajuan itu tidak akan berarti apa-apa dan malah akan berdampak buruk bagi daerah tersebut jika tidak diimbangi oleh kesadaran para pelaku usaha dalam menciptakan dan menjaga agar lingkungan hidup tetap kondusif. Salah satu dampak buruk tersebut adalah pencemaran udara. Oleh karena itu, PG. Tasikmadu sebagai salah satu pelaku industri di Kabupaten Karanganyar wajib menciptakan dan menjaga kelestarian lingkungan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya tidak terjadi perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 21 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dan/atau gangguan ke udara ambien wajib : 1) menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat yang ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya; 2) melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya; 3) memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha dan/ atau kegiatannya. Karena berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri tahun 2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pos Pengaduan, diindikasikan bahwa PG. Tasikmadu telah melakukan pencemaran udara yang mengganggu aktivitas warga sekitar. Pencemaran udara ini diakibatkan pembakaran yang terjadi di boiler pada saat proses produksi gula tidak berjalan sempurna dan kerusakan pada alat penangkap debu (Dust Collector) yang terdapat di cerobong asap. Pencemaran udara sumber tidak bergerak yang terjadi di PG. Tasikmadu adalah berupa banyaknya debu hitam yang dikeluarkan sehingga menyebabkan daerah di sekitar lingkungan PG. Tasikmadu terkena polusi berupa debu. Daerah yang terkena dampaknya berdasarkan laporan dari BLH Kabupaten Karanganyar adalah desa yang mengelilingi PG Tasikmadu yaitu Desa Ngijo, Desa Buran, Desa Nglano, Desa Suruh , Desa Pandeyan, Desa Kongan dan Papahan. Hal ini seperti yang diungkapkan Bapak Margono, Desa Ngijo : “Hal biasa kalau terjadi banyak debu waktu musim giling mas. Dulu malah pernah banyak debu hitam yang di keluarkan dari cerobong milik PG Tasikmadu yang berasal dari pembakaran tebu selama beberapa hari”. (Sumber: Wawancara tanggal 20 Juni 2011) Hal ini diperkuat dengan keterangan dari Bpk Widodo, warga Nglano mengatakan : “Kalau masalah debu mas, setiap memasuki musim giling pasti ada. Sudah jadi hal yang lumrah bagi warga sekitar PG Tasikmadu terkena debu pada waktu musim giling”. (Sumber: Wawancara tanggal 20 Juni 2011) Sebagaimana
juga
diungkapkan
oleh
Kasubbid
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si berikut ini : commit to user
Pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
“Munculnya pencemaran udara dari sumber tidak bergerak yang dilakukan PG. Tasikmadu ini mas, disebabkan oleh beberapa hal antara lain : Pembakaran yang terjadi pada boiler tidak sempurna, bahan bakar yang tidak memenuhi standar, dan kerusakan pada alat penangkap debu (Dust Collector) pada cerobong asap.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dari pendapat di atas, dijelaskan bahwa terjadinya pencemaran udara sumber tidak bergerak yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu terjadi pada saat musim giling tebu dimulai dan diakibatkan kurangnya kesadaran serta kelalaian dari pelaku usaha itu sendiri. Hal itu bisa dilihat dari kerusakan alat produksi yang dimiliki PG Tasikmadu yaitu pada alat penangkap debu (Dust Collector) yang terdapat di cerobong asap yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara. Kesadaran dari pelaku usaha terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan oleh BLH Kabupaten Karanganyar itu sangat dibutuhkan sehingga dalam melakukan kegiatan produksinya, keseimbangan dan kelestariaan lingkungan hidup tetap terjaga dan terhindar dari polusi udara yang dihasilkan dari kegiatan produksi tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, BLH sebagai pelaksana peraturan pengendalian pencemaran udara, menindaklanjuti dengan melakukan kegiatan seperti berikut: a. Tahap Sosialisasi Kebijakan Sosialisasi peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2009 to user Karanganyar untuk mengatasi merupakan dasar hukum bagi commit BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
persoalan pencemaran udara. Sebagai pedoman pelaksanaanya BLH Kabupaten Karanganyar kemudian menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Untuk memperjelas pemahaman tentang pelaksanaan peraturan tersebut, BLH Kabupaten Karanganyar terlebih dahulu melaksanakan sosialisasi kebijakan dengan mengenalkan dan menjelaskan tentang berbagai aturan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan Kepala BLH Kabupaten Karanganyar yang mengatur tentang pengendalian pencemaran udara. Diantara peraturan tersebut, berisi tentang ketentuan umum, inventarisasi kaulitas udara, penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi, pemantauan kualitas udara, dan pengawasan terhadap pentaatan peraturan. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengadakan pendekatan kepada para pelaku usaha, agar mematuhi peraturan sehingga nantinya diharapkan akan muncul kesadaran untuk menjaga dan mengelola lingkungan hidup dengan baik. Pelaksanaan sosialisasi melibatkan beberapa instansi dan pihak yang terkait, antara lain BLH Kabupaten Karanganyar melalui Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup, dan PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Kegiatan yang kami lakukan biasanya berbentuk sosialisasi. Sosialisasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran udaracommit dan to juga usermemberikan informasi-informasi kepada para pengusaha berkaitan dengan lingkungan hidup
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
khususnya pencemaran udara.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan cara langsung dan tidak langsung. Dengan cara langsung yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai Peraturan Pemerintah secara langsung kepada kelompok sasaran, dimana aparat pelaksana menyosialisasikan kepada setiap pelaku usaha dengan mendatangi mereka secara langsung untuk diberikan penjelasan dan pengarahan atau dengan cara mengundang mereka untuk melakukan pertemuan di Kantor BLH Kabupaten untuk diberikan informasi dan pengarahan berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran baik itu air, udara, dan limbah padat (LB-3), misalnya seperti arahan kepada para pelaku usaha untuk memberikan hasil laporan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas secara berkala kepada BLH Kabupaten Karanganyar. Setelah para pelaku usaha tahu dan mengerti, diharapkan mereka dapat memahami dan mematuhi aturan tersebut agar apa yang sudah menjadi tujuan kebijakan dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Sosialisasi yang dilakukan secara langsung yaitu dengan mengumpulkan para pelaku usaha untuk diberikan sosialisasi atau dengan langsung mendatangi kelompok sasaran.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Hal senada juga diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Untuk kegiatannya biasanya mas bentuknya seperti sosialisasi atau seminar-seminar untuk membahas masalah-masalah, namun yang dibahas tidak hanya masalah pengendalian pencemaran udara saja mas tapi juga masalah-masalah yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup”. (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Cara kedua, sosialisasi dilaksanakan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan cara mengirimkan surat kepada setiap para pelaku usaha untuk menginformasikan
dan
menjelaskan
isi
dan
tujuan
dari
Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Udara. Seperti yang diungkapkan Staff BLH, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut : ...“sedangkan sosialisasi dengan cara yang tidak langsung yaitu dengan melalui surat tertulis mas”... (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup bersifat preventif, yaitu bertujuan untuk mencegah adanya pelanggaran dengan mengenalkan terlebih dahulu tentang prosedur aturan dalam Peraturan Pemerintah tersebut, selain itu sosialisasi juga bersifat kuratif, yaitu dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran para pelaku usaha agar mereka tidak melakukan pelanggaran yang dapat berdampak bagi kerusakan lingkungan hidup. Dalam Surat Keputusan Kepala BLH Kabupaten Karanganyar, TUPOKSI Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup lebih berperan sebagai konsultan industri bukan sebagai aparat pelaksana. Maksud dari konsultan industri adalah, Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup memiliki tugas yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
1) Melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan lingkungan hidup; 2) Memberikan pengarahan/pembinaan terhadap pelaku usaha; 3) Melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup. Agar pelaksanaan Peraturan Pemerintah berjalan secara maksimal maka jadwal sosialisasi dilaksanakan menyesuaikan dengan update informasiinformasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup baik itu mengenai pengendalian pencemaran air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Hal ini disebabkan oleh isu-isu serta informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup selalu bergerak dinamis dan fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman. Seperti yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, S.T, M.Si : “Jadwal sosialisasi disesuaikan dengan update terbaru dari informasi-informasi mengenai lingkungan hidup khususnya yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Hambatan sosialisasi dapat dilihat dari tanggapan yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut: “Untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran udara itu sendiri pada umumnya sudah berjalan dengan baik mas. Namun pastinya ada kekurangan di dalamnya, seperti sosialisasi terhadap suatu program atau suatu aturan yang dirasakan sering terlambat dan kurang intensitasnya mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari tanggapan di atas, secara umum pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak dirasakan sudah commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berjalan dengan baik oleh para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Namun kekurangannya adalah sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pegawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup terhadap peraturan tersebut dirasakan kurang intensitasnya dan sering terlambat oleh para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sehingga dapat menimbulkan kesalah pahaman antara Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar terhadap para pelaku usaha, lebih disebabkan oleh banyaknya jumlah industri di Kabupaten Karanganyar dan anggaran operasioanal yang sangat terbatas. Karena hal itulah, yang memaksa BLH Kabupaten Karanganyar untuk menetapkan skala prioritas dalam pelaksanaan sosialisasi
peraturan
tersebut.
Seperti
yang
diungkapkan
Kasubbid
Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Hambatan sosialisasi ini mas dikarenakan banyaknya jumlah industri di Kabupaten Karanganyar sehingga dibutuhkan skala prioritas dalam pelaksanaan sosialisasi, kemudian anggaran yang belum cukup memadai untuk mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran udara saat ini.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu dilakukan melalui dua cara, secara langsung yaitu dengan mendatangi langsung kelompok sasaran untuk memberikan penjelasan mengenai Peraturan Pemerintah tersebut. Cara kedua yaitu secara tidak langsung, dengan memberikan surat kepada para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
menginformasikan dan menjelaskan isi dan tujuan dari Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara di Kabupaten Karanganyar. Secara umum, pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menilai bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar masih kurang dan lambatnya sosialisasi menjadi hambatan dalam pelaksanaan sosialisasi sehingga hasil dari proses sosialisasi kurang berjalan dengan baik.
b. Inventarisasi (Sumber dan Jenis Pencemaran) Setelah dilakukan tahap sosialisasi kebijakan maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah tahap inventarisasi. Dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, status mutu udara ambien suatu daerah ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan inventarisasi dan atau penelitian terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorotogis dan geografis, serta tata guna tanah. Inventarisasi merupakan salah satu kegiatan usaha BLH Kabupaten Karanganyar untuk mengendalikan pencemaran udara yang terjadi di Kabupaten Karanganyar. Tujuan dari kegiatan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui status mutu udara suatu daerah apakah sudah tercemar atau belum tercemar oleh sumber pencemar udara. Dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa : 1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya. 2) Pedoman dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab. Berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu, BLH Kabupaten Karanganyar sebagai instansi yang bertanggung jawab telah melakukan inventarisasi terhadap kegiatan usaha industri di Kabupaten Karanganyar yang salah satunya dilakukan terhadap PG. Tasikmadu yang kemungkinan besar dapat menimbulkan pencemaran udara yang bisa berasal dari bau atau asap dari cerobong pabrik. Kegiatan inventarisasi ini dilakukan dengan cara mewajibkan seluruh pelaku usaha (PG. Tasikamdu) untuk melaporkan hasil uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas buang dari cerobong boiler secara berkala minimal enam bulan sekali. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 50 ayat (1), yaitu setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya. Hal ini sesuai juga dengan yang diungkapkan oleh Staff BLH Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut : “Untuk kegiatan inventarisasi mas, kami mewajibkan para pelaku usaha untuk melaporkan hasil uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas dari cerobong pabrik minimal enam bulan sekali.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
Pada awalnya, kegiatan inventarisasi di Kabupaten Karanganyar tidak berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan belum adanya ukuran atau standar baku mutu yang jelas mengenai pencemaran udara, dan para pelaku usaha yang mengeluhkan belum tersedianya fasilitas laboratorium untuk uji udara ambien dan emisi gas di BLH Kabuapeten Karanganyar serta masih mahalnya biaya untuk melakukan uji laboratorium tersebut. Oleh sebab itu, tidak heran jika berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri tahun 2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Pos Pengaduan, PG Tasikmadu sering melakukan pencemaran udara sumber tidak bergerak. Kegiatan inventarisasi ini sangat penting, disamping untuk mengetahui status mutu udara suatu daerah, inventarisasi juga berguna untuk mencegah para pelaku usaha melakukan pencemaran udara terhadap lingkungan di sekitarnya. Untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas, para pelaku usaha harus menggunakan laboratorium yang telah mendapat rujukan dari Gubernur Jawa Tengah atau telah mendapatkan akreditasi dari KAN (Komite Akreditasi Nasional). Untuk PG. Tasikmadu sendiri telah melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas dengan mengujikannya di Laboratorium Balai Pelatihan dan Pengujian Keselamatan Kerja dan Hiperkes Semarang (BPPKKH). Berdasarkan Hasil Laporan Uji Laboratorium dari BPPKKH No. Seri : L-115/2010 menyimpulkan bahwa hasil pengujian kualitas udara emisi sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu, pada 3 cerobong Boiler dan 1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
cerobong Diesel untuk parameter yang diukur secara keseluruhan memenuhi baku mutu, serta hasil pengujian kualitas udara ambien pada 3 lokasi untuk parameter yang diukur secara keseluruhan memenuhi baku mutu. Dari Hasil Laporan Uji tersebut diketahui bahwa PG. Tasikmadu dalam melaksankan kegiatan produksinya, emisi yang dikeluarkan telah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan sehingga tidak terjadi pencemaran udara sumber tidak bergerak yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu. Berikut ini nama laboratorium yang dapat digunakan oleh para pelaku usaha untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan uji emisi gas : Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang; Balai Pelatihan dan Pengujian Keselamatan Kerja dan Hiperkes Semarang (BPPKKH); Hiperkes Yogyakarta; BTKL Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : ...’’untuk laboratorium pengujinya harus mendapatkan rujukan dari Gubernur Jawa Tengah atau sudah mendapatkan akreditasi dari KAN (Komite Akreditasi Nasional)...” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Hal tersebut dilakukan, dikarenakan BLH Kabupaten Karanganyar belum mempunyai anggaran yang cukup dan belum memiliki fasilitas serta SDM yang dapat mengoperasikan fasilitas laboratorium itu sendiri, yang digunakan commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk melakukan uji udara ambien dan emisi gas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa BLH Kabupaten Karanganyar masih memiliki kendala dalam menjalankan tahap inventarisasi. Kendala ini berkaitan dengan anggaran serta fasilitas yang BLH Kabupaten Karanganyar miliki, padahal untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran udara
dibutuhkan
biaya
yang
sangat
besar,
SDM
yang
mampu
mengoperasikan fasilitas peralatan untuk uji laboratorium udara yang sangat rumit dan harganya yang sangat mahal. Kemudian masih ada beberapa pelaku usaha industri yang masih mangkir atau belum memberikan hasil dari uji laboratorium udara ambien dan emisi gas dari kegiatan produksinya kepada BLH Kabupaten Karanganyar, yang disebabkan mahalnya biaya untuk melakukan uji laboratorium tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian, agar fungsi pemantauan terhadap kualitas udara dapat dilaksanakan secara utuh, efektif dan efisien oleh BLH Kabupaten Karanganyar. Pelaksanaan Inventarisasi berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah dilakukan dengan baik yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) telah memberikan hasil to user uji laboratorium udara ambiencommit dan emisi gasnya secara berkala minimal enam
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar dan terpenuhinya baku mutu pada hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gas yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu. Namun kurangnya anggaran, fasilitas serta SDM yang dimiliki membuat pelaksanaan kegiatan iventarisasi kurang berjalan maksimal. Akan tetapi ada hal yang menarik yang penulis temukan di lapangan, yaitu ketika dikonfirmasi kepada PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha mengenai hambatan yang dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi, PG. Tasikmadu menganggap hambatan itu tidak menjadi masalah karena mereka menilai bahwa hambatan tersebut tidak terlalu mempengaruhi kinerja BLH Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan kegiatan inventarisasi. PG Tasikmadu menilai berhasilnya pelaksanaan kegiatan inventarisasi lebih dikarenakan pada aparat BLH Kabupaten Karanganyar itu sendiri yang bekerja sangat baik dan kooperatif dengan pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa, meski menemui banyak hambatan, BLH Kabupaten Karanganyar tetap berhasil melaksanakan kegiatan inventarisasi dengan baik.
c. Kegiatan Pemantauan dan Pengawasan Kegaiatan pemantauan dan pengawasan merupakan bagian dari tugas pokok BLH Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Tujuan dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini adalah sebagai salah satu bentuk tanggung jawab BLH Kabupaten commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Karanganyar sebagai pembina dan pengawas bagi para pelaku usaha dalam penataan mereka terhadap ketentuan-ketentuan yang ada di dalam semua peraturan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di bidang pengendalian pencemaran udara. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (1) s/d ayat (3) yang menyatakan bahwa : 1) Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dan dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh mutu udara ambien dan/atau mutu emisi memeriksa peralatan, memeriksa instalasi serta meminta keterangan dan pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan. 2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. 3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Fokus dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini adalah semua aspek dari kegiatan para pelaku usaha yang berpotensi dapat mencemari lingkungan, seperti semua surat perizinan, lingkungan dan kegiatan produksi serta administrasi pelaporan hasil dari kegiatan pengelolaan limbah yang commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (1), yaitu dalam melaksanakan tugasnya, pengawas berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dan dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh mutu udara ambien dan/atau mutu emisi, memeriksa pera memeriksa instalasi serta meminta keterangan dan pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan. Sesuai juga dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Yang kami lakukan pada saat kegiatan pemantauan dan pengawasan meliputi: 1. Semua perijinan yang harus dipunyai pelaku usaha 2. Pengelolaan lingkungan yang meliputi lingkungan perusahaan, bahan baku dan proses produksi dan semua limbah yang dihasilkan (air, udara dan limbah padat) 3. Administrasi pelaporan kegiatan pengelolaan limbah (air, udara dan limbah padat).” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui kegiatan pemantauan dan pengawasan dalam pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu hanya difokuskan pada administrasi pelaporan kegiatan pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh PG. Tasikmadu yaitu dengan menyerahkan hasil laporan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas secara berkala minimal 6 bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan BLH Kabupaten Karanganyar menilai hasil laporan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas sudah cukup untuk dijadikan dasar dalam menentukan apakah PG. Tasikmadu telah melakukan pencemaran udara atau tidak.
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan pemantauan dan pengawasan ini dilaksanakan secara rutin oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup setiap dua kali dalam seminggu. Namun jadwal tersebut dapat berubah jika terdapat kritik, saran, komplain atau laporan dari masyarakat yang ingin menyampaikan keluhan berkaitan dengan masalah lingkungan. Keluhan tersebut kemudian ditampung di Pos Pengaduan dan akan segera ditindak lanjuti oleh Tim Pengaduan BLH. Ini membuktikan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan tidak hanya BLH Kabupaten Karanganyar saja yang dilibatkan melainkan masyarakat pun memiliki peran yang sama dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 51 ayat (1) s/d ayat (3) yang menyatakan bahwa : 1) Dalam rangka kegiatan pengawasan, masyarakat dapat melakukan pemantauan terhadap mutu udara ambien. 2) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya. 3) Hasil pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan oleh instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan penetapan pengendalian pencemaran udara. commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini sesuai juga dengan yang diungkapkan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Masyarakat bisa mengadukan permasalahan lingkungan kepada kami baik lewat telepon atau surat dengan menerangkan identitas dirinya yang bisa dihubungi serta laporan permasalahan yang terjadi. Tim Pengaduan BLH akan mengadakan klarifikasi lapangan guna penyeleseaian pengaduan tersebut.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar tidak hanya berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan tetapi dapat juga berdasarkan pada aspirasi atau laporan dari warga sekitar yang ditampung oleh Tim Pengaduan BLH. Kemudian Tim Pengaduan BLH akan melakukan klarifikasi lapangan guna menindaklanjuti dan menyelesaikan laporan dari warga tersebut. Kemudian hasil temuan di lapangan tersebut akan dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Tim dan pelaku usaha sebagai arsip administrasi
baik
bagi
pelaku
usaha
baik
kepada
maupun
salah
masyarakat
satu
bentuk
maupun
kepada
pertanggungjawaban
Tim
pemerintah. Seperti
yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Dalam penanganan laporan dari masyarakat, kami melakukan beberapa tahapan kegiatan yang meliputi : 1. BLH melaksanakan inventarisasi data untuk menentukan sumber dan jenis pencemarannya 2. Kemudian BLH menurunkan team untuk melakukan pemantauan atau pengawasan secara langsung di lokasi pencemaran 3. Jika pengaduan tersebut benar, maka BLH melakukan kroscek atau memanggil terhadap pihak-pihak yang bersangkutan untuk dilakukan musyawarah untuk mendapatkan solusi yang terbaikcommit atas permasalahan tersebut 4. Kemudian BLH to user melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
bersangkutan tersebut.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Agar pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan ini berjalan dengan baik diperlukan kerja sama yang baik antara BLH Kabupaten Karanganyar selaku aparat pelaksana dengan para pelaku usaha (PG Tasikmadu). Untuk melihat apakah kegiatan pemantauan dan pengawasan ini berjalan dengan baik, kita dapat melihat dari tanggapan para pelaku usaha terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Kegiatan pemantauan dan pengawasan yang kami lakukan mendapat tanggapan yang positif dan baik sekali dari para pelaku usaha mas...” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Hal senada juga diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Sikap dari PG Tasikmadu sangat jelas mas, pastinya kita akan selalu mendukung dan membantu pihak BLH dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar dapat diterima dan direspon positif oleh para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Karena pihak PG. Tasikmadu menganggap pengendalian pencemaran udara ini merupakan tanggung jawab bersama baik itu BLH Kabupaten Karanganyar maupun PG. Tasikmadu. Hal ini dapat terwujud dikarenakan adanya saling pengertian dancommit kerja sama to useryang baik antara BLH Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
Karanganyar dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) mengenai kewajibannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 48 yang menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha memiliki kewajiban diantaranya : 1) mengijinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawasan tersebut; 2) memberikan dengan benar baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu diminta pengawas; 3) memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas; 4) mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh udara emisi dan/atau contoh udara ambien dan/atau lainnya yang diperlukan pengawas; dan 5) mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar dan/atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya. Sedangkan kewajiban BLH Kabupaten Karanganyar tertera dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dalam pasal 47 ayat (3), yaitu setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Dalam hal ini BLH Kabupaten Karanganyar sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengawasan sesuai dengan TUPOKSI yang tertera dalam Surat Keputusan Kepala BLH tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
Kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan BLH Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu adalah kegiatan yang bersifat pembinaan. Artinya, BLH Kabupaten Karanganyar berperan sebagai konsultan bagi para pelaku usaha dimana pelaku usaha mempunyai kesempatan untuk menyampaikan kendala yang dihadapinya kepada BLH dan BLH wajib untuk menanggapi dan memberikan solusi atas kendala atau permasalahan tersebut. Seperti yang diungkapkan juga oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Sifat dari kegiatan pemantauan dan pengawasan ini mas yaitu bersifat pembinaan sehingga pelaku usaha berkesempatan untuk menyampaikan kendala-kendala yang dihadapinya utamanya dalam pengelolaan lingkungan dan sebisa mungkin kami memberikan solusinya.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Kemudian jika selama dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan, BLH Kabupaten Karanganyar menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut, maka BLH Kabupaten Karanganyar akan memberikan sanksi apabila pelaku usaha terbukti telah melakukan pencemaran terhadap udara berdasarkan hasil laporan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kasubbid Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati, S.H, M.M : “Industri bisa dikenai sanksi apabila secara nyata melakukan pencemaran. Hal ini dubuktikan dengan hasil analisa dari laboratorium yang sudah terakreditasi atau mendapat rujukan dari Gubernur Jawa Tengah.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam pemberian sanksi tersebut BLH Kabupaten Karanganyar memiliki mekanisme tersendiri, yaitu yang pertama melalui teguran lisan, jika teguran lisan tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh pelaku usaha maka BLH Kabupaten Karanganyar akan mengirimkan surat peringatan kepada pelaku usaha 1 s/d 3 kali dan jika surat peringatan tersebut juga tidak ditanggapi, maka BLH Kabupaten Karanganyar berhak memberikan sanksi adminstratif atau membawa masalah tersebut ke dalam ranah hukum. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati, S.H, M.M : “Sanksi yang diberikan sama, yaitu mulai dari teguran lisan, surat peringatan 1s/d 3 kali dan kalau masih tidak mengindahkan baru ke ranah hukum mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Jika pelanggaran tersebut dibawa ke dalam ranah hukum, maka sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pasal 41 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa : 1) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 2) Jika
tindak
pidana
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Berdasarkan Daftar Pengaduan Permasalahan Limbah Industri tahun 2007-2010 yang diterima oleh BLH Kabupaten Karanganyar melalui Pos Pengaduan,
diindikasikan
bahwa
PG.
Tasikmadu
telah
melakukan
pencemaran udara sumber tidak bergerak sehingga mengganggu lingkungan warga di sekitar pabrik. Kemudian BLH Kabupaten Karanganyar segera merespon laporan tersebut dengan menurunkan Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup untuk melakukan verifikasi, pemantauan dan pengawasan secara langsung di lapangan. Dari hasil verifikasi, pemantauan dan pengawasan di lapangan, diketahui bahwa permasalahan pencemaran udara yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu memang benar terjadi dan disebabkan oleh rusaknya alat dust collector sehingga berakibat timbulnya asap hitam yang diikuti oleh partikel debu yang berasal dari cerobong asap pabrik. Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan ini bersifat membina, maka tim tersebut hanya memberikan teguran, saran dan tindak lanjut kepada PG. Tasikmadu agar melakukan pendekatan kepada warga sehingga ditemukan solusi penyelesaian masalah yang baik. Dari solusi penyelesaian tersebut disepakati antara kedua pihak, yaitu : 1) Pihak perusahaan akan melakukan usaha untuk meminimalkan pencemaran yang muncul dari kegiatan PG. Tasikmadu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
2) Pihak PG. Tasikmadu akan memberikan kompensasi kepada warga sekitar. Dari fakta di atas, diketahui bahwa selama kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan pada tahun 2007-2010 masih ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu. Meski melakukan pelanggaran, PG. Tasikmadu tidak perlu dibawa ke ranah hukum, dikarenakan Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup menilai bahwa pelanggaran tersebut masih bisa diselesaikan melalui musyawarah antara PG. Tasikmadu dengan warga sekitar agar mendapatkan solusi penyelesaian yang baik diantara keduanya. Namun berbeda dengan sebelumnya, selama kegiatan pemantauan dan pengawasan dilakukan pada tahun 2011 ini, Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup belum pernah menemukan pelanggaran ringan atau pelanggaran berat yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu yang dapat dikenakan sanksi dan atau dapat dibawa ke ranah hukum. Ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan kesadaran dari PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dan ini membuktikan juga bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu telah berjalan dengan baik dan direspon positif. Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegaiatan pemantauan dan pengawasan dapat dilihat dari pernyataan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak AjitoDwi commit userBintoro, ST. M.Si :
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Kendala yang kami hadapi yaitu banyaknya industri di Kabupaten Karanganyar yang limbahnya berpotensi dapat mencemari lingkungan, anggaran yang belum mencukupi untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara menyeluruh, kurangnya kendaraan untuk operasional kegiatan pemantauan dan pengawasan (hanya ada 2 mobil yang dipergunakan untuk 3 bidang dan kesekretariatan).” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dari pernyataan di atas tersebut, dapat kita ketahui meski kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar dapat berjalan dengan baik dan mendapat tanggapan yang positif dari pelaku usaha (PG. Tasikmadu) namun masih banyak kendala yang harus dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar seperti masalah anggaran serta kendaraan operasional yang masih terbatas. Anggaran dan kendaraan operasional ini sangat dibutuhkan karena sebagai penunjang utama BLH Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan fungsi pemantauan dan pengawasannya dengan baik, mengingat banyaknya jumlah pabrik di Kabupaten Karanganyar yang limbahnya berpotensi untuk mencemari lingkungan. Ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi BLH Kabupaten Karanganyar untuk terus menjalankan tugasnya dengan baik meski dengan keterbatasan yang saat ini mereka miliki.
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1.3 Matrik Tahapan Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar Tahap Kegiatan 1. Sosialisasi
Kegiatan Pelaksanaan -
-
2. Inventarisasi
Dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung Sifat preventif dan kuratif PG. Tasikmadu menilai sosialisasi yang dilakukan masih kurang dan sering terlambat
Mewajibkan kepada PG Tasikmadu untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas minimal 6 bulan sekali.
commit to user
Analisis Pelaksanaan sosialisasi pada umumnya telah berjalan dengan baik, namun PG. Tasikmadu menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang dan sering terlambat.
Memberikan hasil yang cukup memuaskan, hal ini nampak dari kesediaan PG Tasikmadu untuk melaksanakan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas minimal 6 bulan sekali di BBTPPI Semarang. Dan dari hasil laporan uji udara ambien dan emisi gas tersebut, PG Tasikamadu sudah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan. Hambatan yang dihadapi BLH Kabupaten Karanganyar adalah kurangnya anggaran, belum adanya fasilitas laboratorium sendiri, dan SDM yang belum mampu mengopersaikan fasilitas laboratorium tersebut.
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pemantauan dan Pengawasan
Kegiatan pemantauan dan pengawasan meliputi: a. Semua perijinan yang harus dipunyai pelaku usaha b. Pengelolaan lingkungan yang meliputi lingkungan perusahaan, bahan baku dan proses produksi dan semua limbah yang dihasilkan (air, udara dan limbah padat) c. Administrasi pelaporan kegiatan pengelolaan limbah (air, udara dan limbah padat).
commit to user
Diketahui pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengawasan di PG. Tasikmadu hanya difokuskan pada administrasi pelaporan pengelolaan yaitu berupa laporan hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gas. Proses pemantauan dan pengawasan yang dilakukan BLH kabupaten Karanganyar telah berjalan lancar dan mendapat tanggapan positif dari PG. Tasikmadu tapi mempunyai banyak hambatan antara lain kurangnya anggaran, dan kurangnya kendaraan operasional.
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Faktor-Faktor
yang
Perlu
Diperhatikan
dalam
Pelaksanaan
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar Keberhasilan dari implementasi kebijakan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu tidak terlepas dari faktorfaktor yang ada di dalamnya. Melalui pemahaman tentang sikap pelaksana, komunikasi, sumber daya, serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran yang telah berjalan selama ini akan diketahui lebih jauh seberapa besar faktor-faktor tersebut dapat berperan dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara.
a. Sikap Pelaksana Unsur pelaksana memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik walaupun sudah ditunjang dengan sumber daya yang memadai dan lingkungan yang cukup mendukung belum tentu memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai pelaksana kebijakan, mereka yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut. Keberhasilan pelaksanaan pengendalian pencemaran juga sangat dipengaruhi oleh sikap pelaksana dalam menjalankan tugas. Setiap aparat pelaksana memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing sesuai dengan bidang unit kerjanya. Mereka dituntut untuk menjalankan tugas dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
wewenang tugas tersebut dengan loyalitas dan totalitas penuh agar menghasilkan kinerja yang memuaskan. Pengaruh sikap pelaksana terhadap keberhasilan kegiatan terlihat dari pelaksanaan kegiatan yang dilaksankan oleh BLH Kabupaten Karanganyar, yaitu kegiatan sosialisasi, inventarisasi serta pemantauan dan pengawasan. Sikap pelaksana tersebut berawal dari bagaimana mereka menyikapi suatu permasalahan yang ada sebelum mengambil tindakan selanjutnya, sehingga terbentuk suatu sikap yang akan dilakukan ketika mereka melaksanakan tugas. Meskipun untuk menyikapi permasalahan pencemaran udara, setiap unit kerja memiliki persepsi yang berbeda sehingga perlu dilakukan koordinasi diantara para stakeholders. Namun perbedaan persepsi itu berusaha disatukan agar langkah yang diambil dapat sejalan dengan sikap pelaksana dengan melihat situasi dan kondisi yang ada. Seperti penjelasan yang diungkapkan Staff BLH Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut : “Pelaksanaan koordinasi dilakukan berdasarkan SK Kepala Badan Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar dengan melibatkan juga para pelaku usaha di dalamnya.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Berdasarkan penuturan di atas, jelas bahwa pelaksanaan kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak tidak hanya melibatkan satu pihak saja melainkan antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pelaku usaha yakni PG. Tasikmadu yang saling bekerja sama demi kelancaran pelaksanaan kebijakan tersebut. Lebih lanjut Bapak Aji Dwi commit to user Bintoro, S.T, M.Si Kasubbid Pengendalian Lingkungan Kabupaten
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karanganyar, menjelaskan bahwa setiap institusi mempunyai hak dan kewajibannya sendiri-sendiri ketika mengambil tindakan terhadap pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, sehingga perlu disamakan pola pikirnya agar tujuan yang ingin dicapai kebijakan tersebut tidak salah arah. Aparat pelaksana dituntut untuk benar-benar paham terhadap tujuan dari Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Kepahaman aparat pelaksana terhadap
tujuan
program
diungkapkan
oleh
Kasubbid
Pengendalian
Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Menurut saya mas, aparat pelaksana saya nilai sudah atau cukup paham dan mengerti tentang isi dan tujuan dari peraturan tersebut.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Sikap pelaksana dalam Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dinilai sudah bisa atau paham dalam menguasai tujuan program tersebut dimana tujuan dari pengendalian ini adalah agar para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) tersebut dapat ditingkatkan kesadarannya terhadap pengelolaan lingkungan hidup khususnya di bidang pencemaran udara. Sikap mendukung aparat pelaksana adalah relatif baik. Hal ini dilihat dari ketaaatan dan tanggung jawab penuh dari pihak pelaksana dalam melakukan tugasnya melaksanakan kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan, dan pengawasan di lapangan. Sebagai aparat pemerintah yang baik maka dituntut untuk mempunyai sikap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
ketaatan dan tanggung jawab serta loyalitas kepada lembaga. Ketaatan dan kepatuhan aparat pelaksana juga dapat dilihat dari kesesuaian antara aparat pelaksana dengan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan kebijakan. Hal tersebut sesuai yang dijelaskan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Jadi, ketaatan dan tanggung jawab aparat pelaksana dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, disesuaikan dengan tupoksi dan kondisi yang ada di lapangan, sehingga dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dapat berjalan dengan baik tanpa ada hambatan apapun.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Menurut penjelasan di atas, teori dan praktek yang dilaksanakan di lapangan dalam melakukan kegiatan sosialisasi, inventarisasi, pemantauan, dan pengawasan terhadap pencemaran udara memang bisa berbeda. Hal ini dikarenakan aparat pelaksana harus melihat situasi dan kondisi di lapangan yang memungkinkan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dengan kelompok sasaran yaitu PG. Tasikmadu Aparat pelaksana dalam memberikan pembinaan dan pengarahan kepada para pelaku usha (PG. Tasikmadu) menggunakan pendekatan secara langsung dan tidak langsung. Berikut ini pejelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Sosialisasi yang kami lakukan, dilakukan secara langsung yaitu dengan mengumpulkan para pelaku usaha untuk diberikan sosialisasi atau dengan langsung mendatangi kelompok sasaran. Sedangkan sosialisasi dengan cara yang tidak langsung yaitu dengan melalui surat tertulis mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika pendekatan secara langsung dan tidak langsung sudah tidak mampu mengatasi masalah penecamaran udara tersebut, maka aparat pelaksana dapat melakukan tindakan atau memberikan sanksi kepada kelompok sasaran. Lebih lanjut penjelasan yang diungkapkan oleh Kasubbid Penegakan Hukum, Ibu Indah Rudiartati, S.H, M.M : “Sanksi yang kami berikan sama, yaitu mulai dari teguran lisan, surat peringatan 1s/d 3 kali dan jika masih tidak mengindahkan sama sekali, baru kita bawa ke ranah hukum mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Selain itu dukungan dan sikap pelaksana dalam melaksanakan tugas juga dapat dilihat dari bagaimana pemantauan dan penilaian dilakukan. Pemantauan dilaksanakan setiap dua kali dalam seminggu dan penilaian dilaksanakan setiap tahun atau 2 tahun sekali melalui PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) terhadap para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Berikut ini
penuturan Staff BLH Kabupaten Karanganyar,
Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut : “Setiap tahun kami akan melakukan evaluasi dan penilaian mas melalui PROPER yaitu program penilaian peringkat kinerja setiap perusahaan. Jadi melalui PROPER kita bisa melihat, menilai serta mengevaluasi perusahaan yang kita anggap masih kurang kinerjanya dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Namun PROPER ini juga bisa dilaksanakan setiap dua tahun sekali.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Sikap aparat pelaksana tersebut tercermin dari pahamnya mereka terhadap tujuan kebijakan, ketaatan dan loyalitas terhadap kebijakan serta pemantauan dan penilaian aparat pelaksana secara berkala yang dilakukan commit to user Pencemaran Udara. terhadap pelaksanaan Kebijakan Pengendalian
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan di pihak kelompok sasaran sendiri yakni PG. Tasikmadu memiliki anggapan yang sama terhadap sikap aparat pelaksana ketika melaksanakan tugas. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut: “Menurut saya yah mas, Petugas BLH saya nilai sudah cukup baik dan kooperatif dalam melaksanakan program pengendalian pencemaran udara. Dan dari pihak kami sudah menganggap pihak BLH bukan sebagai aparatur pelaksana melainkan sebagai konsultan industri dimana BLH berperan untuk mengatur, mengawasi serta memberikan masukan serta informasi kepada kami selaku pelaku industri yang berkaitan dengan permasalahan Lingkungan Hidup”. (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari pihak aparat sebagai pelaksana kebijakan, secara keseluruhan telah melaksanakan kebijakan sesuai dengan mekanisme yang ada. Begitu juga di kalangan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sendiri yang menilai bahwa aparat dapat bersikap dan bekerja cukup baik serta kooperatif karena pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menganggap bahwa BLH Kabupaten Karanganyar bukan sebagai aparat pelaksana semata, melainkan sebagai konsultan industri. Artinya, BLH Kabupaten Karanganyar dianggap sebagai rekan kerja dan pembina oleh pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dimana tujuan yang ingin dicapai keduanya adalah bekerja bersama-sama dalam membangun dan meningkatkan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup baik itu berkaitan dengan air, udara, maupun limbah padat (LB-3).
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan kebijakan. Namun demikian, komunikasi seringkali dipahami dalam konteks formal seperti rapat, instruksi dan kegiatan sejenis lainnya. Komunikasi menjadi faktor penghubung bagi para stakeholder, baik itu Kantor BLH Kabupaten Karanganyar, pelaku usaha (PG. Tasikmadu), maupun masyarakat yang mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara. Komunikasi dilakukan dengan maksud
untuk
menyampaikan
informasi
sehingga
tidak
terjadi
kesalahpahaman. Keberhasilan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu sangat di tunjang oleh kelancaran dan kejelasan proses komunikasi antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Upaya BLH Kabupaten Karanganyar untuk mengenalkan dan menjelaskan isi dan tujuan dari kebijakan tersebut kepada pelaku usaha (PG. Taskmadu), dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi tidak hanya dilaksanakan secara formal oleh BLH Kabupaten Karanganyar semata akan tetapi sosialisasi tersebut juga dilaksanakan saat aparat pelaksana mengadakan kegiatan pemantauan dan pengawasan di lapangan. Biasanya sosialisasi dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung kepada para pelaku usaha. Seperti penjelasan yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
“Aparat pelaksana dalam memberikan sosialisasi kepada kelompok sasaran yaitu dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dengan mengumpulkan para pelaku usaha untuk diberikan sosialisasi atau dengan langsung mendatangi kelompok sasaran. Sedangkan cara yang tidak langsung yaitu dengan melalui surat tertulis.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Pada umumnya komunikasi yang dijalin antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sudah berjalan dengan baik berkaitan dengan penyampaian sosialisasi kebijakan oleh aparat pelaksana. Hal ini dibuktikan dengan pendapat yang diungkapkan Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut: “Menurut saya mas, selama ini komunikasi antara pihak BLH dan PG Tasikmadu sudah berjalan dengan baik. Hal ini bisa terwujud, karena kami menggunakan pola komunikasi yang bersifat horizontal atau komunikasi yang bersifat dua arah sehingga terjadi saling bertukar informasi antara pihak BLH dan PG Tasikmadu.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Namun ada beberapa hal yang harus dibenahi dari aspek komunikasi tersebut. Seperti penjelasan yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Jadi begini mas, kami sangat berharap intensitas komunikasi antara pihak BLH dan PG Tasikmadu dapat ditingkatkan lagi, karena mengingat bahwa isu-isu serta informasi mengenai Lingkungan Hidup itu selalu bergerak dinamis mas.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari pernyataan di atas diketahui bahwa, meski dalam penyampaian informasi dinilai sudah baik oleh PG. Tasikmadu namun pihak PG. Tasikmadu sangat berharap agar intensitas komunikasi dengan BLH Kabupaten commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
Karanganyar lebih ditingkatkan lagi mengingat isu-isu serta informasi yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup selalu bergerak dinamis. Sehingga diperlukan jalinan komunikasi dan koordinasi yang kuat diantara keduanya agar isi dan tujuan dari informasi tersebut dapat diterima dan dipahami dengan baik. Selama ini komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan ini telah berjalan secara vertikal dan horizontal. Komunikasi vertikal maksudnya kerjasama, koordinasi serta media yang digunakan dalam penyampaian pesan kepada para pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Komunikasi vertikal ini terjadi antara atasan dengan bawahan, dimana komunikasi ini terlihat dalam penyampaian isi, tujuan serta prosedur pelaksanaan kebijakan dari Kepala BLH Kabupaten Karanganyar kepada para bawahannya. Sedangkan komunikasi horisontal terjadi dalam komunikasi antara instansi dengan otoritas dan unit kerja yang sama atau komunikasi antar aparat pelaksana dan antara aparat pelaksana dengan para pelaku usaha. Berikut penjelasan Staff BLH Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T sebagai berikut : “Pelaksanaan Koordinasi dilakukan berdasarkan SK Kepala Badan Lingkungan Hidup tentang Pembentukan Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. Tim pengawas tersebut bertugas sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup dan sebagai pembina bagi para pelaku usaha. Tim pengawas tersebut bertanggung jawab langsung kepada Kepala BLH Kabupaten Karanganyar.” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Kemudian pernyataan di atas ditambah oleh penjelasan dari Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
...“Sifat dari kegaiatan pemantauan dan pengawasan ini mas yaitu bersifat pembinaan sehingga pelaku usaha berkesempatan untuk menyampaikan kendala-kendala yang dihadapinya utamanya dalam pengelolaan lingkungan dan sebisa mungkin kami memberikan solusinya...” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Komunikasi vertikal dalam hal ini antara atasan dengan bawahan juga berjalan dengan baik. Pengenalan program dan prosedurnya disampaikan atasan kepada bawahan melalui rapat masing-masing bagian, melalui surat intruksi dan pengarahan langsung oleh Kepala BLH setiap apel pagi. Hal ini sesuai pernyataan Berikut penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Aparat kami benar-benar tahu dan paham terhadap tujuan kebijakan pengendalian pencemaran udara, karena sebelum melaksanakan kegiatan di lapangan mereka telah kami breafing terlebih dahulu.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Sedangkan
komunikasi
antara
bawahan
dengan
atasan
juga
berlangsung dengan baik. Di sini terdapat kerja sama yang baik antara bawahan dengan atasan dalam pelaksanaan kebijakan. Berikut penuturan dari Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Menurut saya tidak ada hambatan, karena selama ini saya rasa koordinasi dapat berjalan dengan lancar, baik itu dengan atasan, sesama karyawan maupun dengan para pelaku usaha, karena dalam pelaksanaannya kami semua mampu bekerja secara kooperatif.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Dalam pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, masyarakat dapat menyampaikan pendapat, kritik, saran dan laporan
yang mekanismenya seperti berikut, masyarakat bisa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
mengadukan atau menyampaikan pendapat, kritik, saran serta laporan mengenai permasalahan lingkungan baik lewat telepon atau surat dengan menyertakan identitas dirinya yang bisa dihubungi oleh Tim Pengaduan BLH. Kemudian Tim pengaduan BLH akan mengadakan klarifikasi lapangan atau mengambil tindakan guna penyelesaian pengaduan tersebut. Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara unit bagian BLH Kabupaten Karanganyar sebagai aparat pelaksana dalam hal koordinasi telah berjalan dengan baik. Kemudian dalam komunikasi antara aparat pelaksana dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dalam penyampaian kebijakan melalui sosialisasi secara langsung dan tidak langsung sudah berjalan dengan baik, sehingga pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sudah paham tentang prosedur kebijakan, hal ini dikarenakan pola komunikasi yang dipakai adalah pola komunikasi yang bersifat horizontal yang membuat terjalinnya komunikasi dua arah antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Sehingga mudah untuk menyamakan pola pikir dan mencari titik temu atau solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalahan antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran.
c. Sumber Daya Tersedianya sumber daya yang memadai akan mendukung dalam pelaksanan suatu program untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Mengenai sumber daya yang terlibat atau sumber sumber daya apa saja yang digunakan pada tiap tahap hampir sama. Aparat yang terlibat dalam kebijakan commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar terdiri dari BLH Kabupaten Karanganyar Bidang Pengendalian berjumlah 6 orang dan Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup berjumlah 9 orang. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara kami melibatkan BLH Kabupaten Karanganyar Bidang pengendalian berjumlah 6 orang dan Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup berjumlah 9 orang.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Namun aparat yang dilibatkan atau yang terjun langsung di lapangan hanya dari Tim Pengawas Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup, dikarenakan Tim tersebut terlibat langsung sebagai pemantau, pengawas dan pembina dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, hal tersebut diungkapkan oleh
Staff BLH Kabupaten Karanganyar, Bapak Abdurrozzaq An, S.T
sebagai berikut : ...”Tim pengawas tersebut bertugas sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup dan sebagai pembina bagi para pelaku usaha...” (Sumber : Wawancara tanggal 22 Juni 2011) Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, BLH Kabupaten Karanganyar menilai bahwa SDM yang dimilikinya belum cukup dan mampu untuk mendukung pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si :
commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Sedangkan di pihak kelompok sasaran sendiri yakni PG. Tasikmadu memiliki anggapan yang berbeda terhadap kualitas sumber daya yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar. PG. Tasikmadu menilai bahwa berhasilnya pelaksanaan pengendalian pencemaran udara dikarenakan SDM yang dimiliki BLH Kabupaten Karanganyar mampu bekerja dengan baik dan kooperatif. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut: “Kelebihannya adalah sumber daya yang dimiliki BLH sudah baik dan cukup untuk mendukung BLH dalam menjalankan tugasnya serta SDM mampu bekerja sama secara kooperatif dengan PG Tasikmadu...” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Sedangkan mengenai anggaran dan fasilitas operasioanal, BLH Kabupaten Karanganyar menganggap anggaran dan fasilitas operasional yang dimilkinya masih sangat kurang untuk mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Untuk pengendalian pencemaran udara itu mas, dibutuhkan biaya yang besar dan peralatan yang rumit dan mahal. Sedangkan anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alat uji yang BLH miliki terbatas serta kami belum punya untuk alat ujinya.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si diketahui juga bahwa belum ada program khusus untuk pengendalian pencemaran udara. Hal ini dikarenakan BLH Kabupaten Karanganyar tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk membuat suatu program khusus yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara sehingga kegiatan pengendalian pencemaran udara kurang mendapat perhatian dan prioritas untuk dilaksanakan. Kemudian diketahui juga bahwa BLH Kabupaten Karanganyar belum mempunyai fasilitas laboratorium untuk menguji kualitas udara ambien dan emisi gas. Hal ini dikarenakan mahal dan sulitnya untuk mendatangkan fasilitas laboratorium tersebut sehingga untuk melakukan uji laboratorium udara ambien dan emisi gas buang pada cerobong, para pelaku usaha harus melakukan di laboratorium yang telah mendapat rujukan dari Gubernur Jawa Tengah atau yang telah memenuhi standar KAN (Komite Akreditasi Nasional). Mobil operasional untuk kegiatan operasional yang dimiliki oleh Kantor BLH Kabupaten hanya 2 buah. Dan dana operasional berasal dari Dana Alokasi Umum APBD Kabupaten Karanganyar. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Kantor BLH Kabupaten Karanganyar hanya memiliki 2 buah mobil, yang digunakan untuk operasional sehari-hari. Dana operasional kita berasal dari DAU APBD Kabupaten.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
Untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara, BLH Kabupaten Karanganyar harus mlelakukan langkah-langkah untuk mengatasi kendala tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Langkah-langkah yang akan kami lakukan adalah sebagai berikut, untuk meningkatkan SDM yaitu dengan mengirimkan para staff untuk mengikuti bimbingan teknis dan kursus-kursus yang berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Kemudian mendesak pihak legislatif untuk memberikan anggaran yang lebih yang dapat digunakan untuk melengkapi fasilitas operasional serta membuat program-program yang bertujuan terwujudnya pengendalian pencemaran udara yang baik.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Kemudian dari kelompok sasaran yaitu PG Tasikmadu memberikan masukan agar BLH Kabupaten Karanganyar mampu meningkatkan sumber dayanya. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Jadi mas, kalau dari segi SDM saya rasa BLH sudah cukup dan mampu, tapi sebaiknya BLH dapat membenahi fasilitas sistem informasinya dengan membuat suatu Sistem Informasi Terpadu melalui internet sehingga dengan adanya sistem tersebut dapat memudahkan para pelaku industri dalam mengakses informasiinformasi yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup dengan cepat.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari semua pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu masih kurang. Hal ini bisa dilihat, khususnya dari commit to user jumlah SDM, anggaran serta fasilitas operasional. Ketiga hal tersebut yang
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi
kendala
utama
bagi
BLH
Kabupaten
Karanganyar
dalam
melaksanakan tugasnya.
d. Kepatuhan dan Daya Tanggap Kelompok Sasaran Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran menjadi faktor yang juga ikut memberikan pengaruh terhadap keberhasilan Implementasi Kebijakan atau Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu. Hal ini bisa dianalisis dari seberapa besar tingkat kesadaran pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dalam memahami dan mentaati aturan hukum yang berlaku. Apabila kita melihat kondisi kawasan PG. Tasikmadu saat ini yang sedang melakukan kegiatan produksi, tidak terlihat pencemaran udara dari kegiatan produksi tersebut. Hal ini bisa dilihat dari asap yang keluar dari cerobong milik PG. Tasikmadu. Kesediaan kelompok sasaran dalam menerima program merupakan awal dari kesadaran pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk mematuhi apa yang menjadi tujuan dari kebijakan tersebut. Tentu saja kesediaan untuk menerima kebijakan tidak terlepas dari kepentingan mereka sebagai pelaku usaha. Seperti penjelasan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Hal itu sangat jelas mas, kelompok sasaran cukup sadar, mendukung serta menyetujui pelaksanaan pengendalian pencemaran udara tersebut, diakarenakan manfaat dari kegiatan commit to user pengendalian tersebut akan sangat berguna dan berdampak bagi
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok sasaran itu sendiri.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Tidak hanya dari kesediaan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) untuk menerima kebijakan saja, tapi dilihat juga dari segi pemahaman mereka tentang tujuan dari pengendalian pencemaran udara tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Kami sudah mengerti mas, ini bisa kita lihat dari kegiatan operasionalnya PG Tasikmadu selalu berlandaskan pada Peraturan Pemerintah tersebut khususnya dalam pengendalian pencemaran udara dan kami selalu memberikan laporan hasil uji laboratorium uji udara ambien dan emisi gas cerobong setiap 6 bulan sekali.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Dari pernyataan di atas, kita ketahui bahwa pelaku usaha yakni PG Tasikmadu sudah paham dan mengerti terhadap aturan tersebut. Ini bisa dilihat dari kegiatan operasional PG. Tasikmadu yang selalu berlandaskan pada kebijakan atau peraturan yang sudah ditetapkan tersebut dan terjadi peningkatan kesadaran dari PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan dan ini membuktikan juga bahwa kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar di PG. Tasikmadu telah berjalan dengan baik dan direspon positif. Kepatuhan dan daya tanggap sangat berkaitan dengan masalah kejelasan dan kemudahan dalam mendapatkan informasi yang menyebabkan pelaku usaha akan menjadi paham dengan isi dan tujuan kebijakan tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
Seperti yang diungkapkan oleh Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Untuk mendapatkan informasi, ya cukup mudah mas. Jadi ketika kami merasa ada yang kurang atau ada sesuatu informasi yang ingin kami ketahui, kami langsung datang ke Kantor BLH atau menghubungi via telepon. Tapi mas, saya rasa cara ini kurang efektif dan efisien, akan lebih baik jika BLH mempunyai suatu Sistem Informasi Terpadu sehingga kami akan semakin terbantu dalam mengakses suatu informasi.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Kepatuhan dan daya tanggap ini juga dikarenakan adanya kerja sama yang sangat kooperatif antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pihak PG. Tasikmadu sehingga keduanya tidak menemui hambatan apapun. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, ST. M.Si : “Menurut saya, kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran selama ini cukup baik dan kooperatif sehingga BLH tidak menemui kesulitan dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Kesediaan adanya kebijakan pengendalian pencemaran udara ini dapat diketahui dari Staff Bagian Pengolahan PG. Tasikmadu, Bapak Lilik Agung Prabowo seperti berikut : “Sikap dari PG Tasikmadu sangat jelas mas, pastinya kita akan selalu mendukung dan membantu pihak BLH dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara dengan sebaik mungkin.” (Sumber : Wawancara tanggal 6 Juni 2011) Hal ini sama dengan pernyataan Kasubbid Pengendalian Lingkungan, Bapak Aji Dwi Bintoro, S.T, M.Si sebagai berikut : commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Hal tersebut dapat mas lihat dari kesediaan kelompok sasaran dalam melaporkan hasil analisa uji laboratorium udara baik ambien dan emisi gas buang.” (Sumber : Wawancara tanggal 15 Juni 2011) Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar mendukung terhadap Implementasi Kebijakan atau Peraturan tentang Pengendalian Pencemaran Udara khususnya sumber tidak bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan kesediaan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menerima dan bersikap positif terhadap prosedur kebijakan atau peraturan yang telah ditetapkan.
commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1.4 Matrik Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar Faktor-Faktor 1. Sikap Pelaksana
Dampak -
2. Komunikasi
-
-
-
Analisis
Konsisten terhadap aturan Mengetahui dan paham tujuan program Bersikap kooperatif
Aparat pelaksana secara keseluruhan dalam melaksanakan kebijakan telah bersikap sebagaimana mestinya sesuai dengan mekanisme yang ada. Hal ini juga didukung dengan pernyataan PG. Tasikmadu sebagai pelaku usaha yang menilai aparat pelaksana sudah bekerja dengan baik dan kooperatif.
Koordinasi antar aparat pelaksana sudah baik Komunikasi yang terbentuk antara BLH dengan PG. Tasikmadu bersifat horizontal dan berjalan baik. Sosialisasi program cukup dipahami walaupun PG. Tasikmadu tidak paham, hal tersebut dapat diatasi, karena komunikasi yang terbentuk adalah komunikasi dua arah. Tingkat pemahaman PG. Tasikmadu terhadap aturan tinggi
Komunikasi sudah berjalan baik antara sesama aparat BLH dan antara BLH dengan PG. Tasikmadu. Hal ini berarti penyampaian sosialisasi program sudah berjalan dengan baik. Tetapi PG. Tasikmadu menginginkan agar intensitas komunikasi antara BLH dengan PG. Tasikmadu dapat ditingkatkan. Kemudian PG. Tasikmadu memiliki tingkat pamahaman
commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kesadaran yang tinggi sehingga PG. Tasikmadu bersedia untuk mematuhi peraturan tersebut.
3. Sumber Daya
-
Dari kantor BLH bidang Pengendalian berjumlah 6 orang. Sedangkan dari Tim Pengawas Pelaksanaan Kebijakan Bidang Lingkungan pada waktu sosialisasi, inventarisasi, pemantauan dan pengawasan berjumlah 9 orang. Menggunakan 2 buah mobil untuk kegiatan operasional. Kurangnya SDM, anggaran dan fasilitas operasional seperti alatalat laboratorium untuk uji udara dan emisi gas.
Pada umumnya, baik BLH dan PG. Tasikmadu menilai sumber daya yang dimilki oleh BLH sudah cukup dan dapat mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran udara. Namun tidak bisa dipungkiri masih banyak kekurangannya, yaitu berkaitan dengan anggaran dan fasilitas operasional.
Sudah baik, bersedia menerima program dan memahami tujuan program serta diikuti dengan kepatuhan menaati aturan yaitu dengan bersedia melaporkan hasil laboratorium uji udara ambien dan emisi gas minimal setiap 6 bulan sekali.
PG. Tasikmadu sebagai kelompok sasaran mendukung terhadap pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan tanggapan positif dari PG. Tasikmadu dalam mematuhi prosedur peraturan yang sudah ditetapkan.
-
-
-
4. Kepatuhan dan Daya Tanggap Kelompok Sasaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan dalam Bab V tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sudah dikatakan cukup baik. Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada PP No.41 Tahun 1999 dilaksanakan dalam bentuk tahapan kegiatan meliputi Sosilaisasi Kebijakan, Inventarisasi, serta Pemantauan dan Pengawasan. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu pada umumnya telah berjalan dengan baik, namun PG. Tasikmadu sebagai kelompok sasaran menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang intensitasnya dan sering terlambat. Pelaksanaan Inventarisasi berkaitan dengan pengendalian pencemaran udara khususnya sumber tidak bergerak di PG. Tasikmadu sudah dilakukan dengan baik yaitu para pelaku usaha (PG. Tasikmadu) telah memberikan hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gasnya secara berkala minimal enam bulan sekali kepada BLH Kabupaten Karanganyar dan terpenuhinya baku mutu pada hasil uji laboratorium udara ambien dan emisi gas yang dilakukan oleh PG. Tasikmadu. Namun kurangnya anggaran, fasilitas serta SDM yang commit to user
130
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimiliki membuat pelaksanaan kegiatan iventarisasi kurang berjalan maksimal. Sedangkan kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Karanganyar dapat berjalan dengan baik dan mendapat tanggapan yang positif dari pelaku usaha (PG. Tasikmadu) namun masih banyak kendala yang harus dihadapi oleh BLH Kabupaten Karanganyar seperti masalah anggaran serta kendaraan operasional yang masih terbatas. Dari tahapan kegiatan tersebut, dapat dikatakan bahwa Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti sikap pelaksana, komunikasi, sumber daya, serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran. Sikap pihak aparat sebagai pelaksana kebijakan, secara keseluruhan telah melaksanakan kebijakan sesuai dengan mekanisme yang ada. Begitu juga di kalangan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sendiri yang menilai bahwa aparat pelaksana dapat bersikap dan bekerja cukup baik serta kooperatif karena pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menganggap bahwa BLH Kabupaten Karanganyar bukan sebagai aparat pelaksana semata, melainkan sebagai konsultan industri. Artinya, BLH Kabupaten Karanganyar dianggap sebagai rekan kerja dan pembina oleh pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dimana tujuan yang ingin dicapai keduanya adalah bekerja bersama-sama dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
132 digilib.uns.ac.id
membangun dan meningkatkan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup baik itu berkaitan dengan air, udara, maupun limbah padat (LB-3). Komunikasi antara unit bagian BLH Kabupaten Karanganyar sebagai aparat pelaksana dalam hal koordinasi telah berjalan dengan baik kemudian dalam komunikasi antara aparat pelaksana dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) dalam penyampaian kebijakan melalui sosialisasi secara langsung dan tidak langsung sudah berjalan dengan baik sehingga pelaku usaha (PG. Tasikmadu) sudah paham tentang prosedur kebijakan, hal ini dikarenakan pola komunikasi yang dipakai adalah pola komunikasi yang bersifat horizontal yang membuat terjalinnya komunikasi dua arah antara BLH Kabupaten Karanganyar dengan pelaku usaha (PG. Tasikmadu). Sehingga mudah untuk menyamakan pola pikir dan mencari titik temu atau solusi yang terbaik dalam mengatasi permasalahan yang muncul antara aparat pelaksana dengan kelompok sasaran. Sumber daya yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganyar dalam pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG. Tasikmadu masih kurang. Hal ini bisa dilihat, khususnya dari jumlah SDM yang tidak sebanding dengan jumlah pabrik yang ada di Kabupaten Karanganyar, anggaran serta fasilitas operasional. Ketiga hal tersebut yang menjadi kendala utama bagi BLH Kabupaten Karanganyar dalam melaksanakan tugasnya. PG. Tasikmadu Kabupaten Karanganyar sebagai kelompok sasaran mendukung penuh terhadap Implementasi Kebijakan atau Peraturan tentang commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengendalian Pencemaran Udara khususnya sumber tidak bergerak. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan kesediaan pelaku usaha (PG. Tasikmadu) menerima dan bersikap positif terhadap prosedur kebijakan atau peraturan yang telah ditetapkan.
2. Saran Dengan mengamati Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak di PG Tasikmadu oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar secara menyeluruh dapat berjalan baik, maka penulis memberi saran-saran sebagai berikut : 1. BLH Kabupaten Karanganyar diharapkan membenahi fasilitas sistem informasinya dengan membuat suatu Sistem Informasi Terpadu melalui internet sehingga dengan adanya sistem tersebut dapat memudahkan para pelaku industri dalam mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pengelolaan Lingkungan Hidup dengan cepat. 2. Mengingat informasi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat dinamis, maka diharapkan BLH Kabupaten Karanganyar dapat meningkatkan intensitas sosialisasi informasi tersebut dengan kelompok sasaran atau para pelaku usaha. 3. Mengingat masih kurangnya anggaran serta fasilitas operasional yang dimiliki oleh BLH Kabupaten Karanganayar, maka BLH Kabupaten Karanganyar harus mendesak Pemerintah Kabupaten Karanganayar serta commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DPRD untuk diberi anggaran yang cukup agar kegiatan operasional BLH dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat terlaksana dengan baik. 4. Mengingat jumlah aparat yang masih kurang untuk melakukan dan mendukung pelaksanaan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak maka, BLH Kabupaten Karanganyar diharapkan untuk segera menambah jumlah petugas / aparat pelaksana khususnya tenaga ahli demi terciptanya kinerja yang baik. 5. Mengingat semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, sebaiknya BLH Kabupaten Karanganyar dapat membangun sendiri fasilitas laboratorium untuk uji udara ambien dan emisi gas. Sehingga dengan adanya fasilitas laboratorium uji udara ambien dan emisi gas diharapkan dapat memudahkan para pelaku industri dalam menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan dalam kegiatan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak.
commit to user