UPAYA PESANTREN BERBASIS AGRIBISNIS DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ishlah Desa Serangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugasdan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh : FITRIYATUN KHASANAH NIM : 3103120
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008
Drs. Ahmad Sudja’i, M. Ag. Jl. Merbau Utara No. 90 Banyumanik Siti Tarwiyah S.S., M. Hum. Karanggeneng Rt 03 Rw 02 Gunung Pati Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 5 (Lima) eks Hal
: Naskah Skripsi a.n. Sdr. Fitriyatun Khasanah
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara: Nama
: Fitriyatun khasanah
NIM
: 3103120
Judul
: UPAYA PESANTREN BERBASIS AGRIBISNIS DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ishlah Desa Serangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 07 Juni 2008 Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Ahmad Sudja’i, M. Ag
Siti Tarwiyah, S.S.,M.Hum.
NIP: 150 170 577
NIP: 150 290 932
PENGESAHAN Skripsi Saudara
:
FITRIYATUN KHASANAH
Nomor Induk
:
3103120
Judul
:
UPAYA AGRIBISNIS
PESANTREN DALAM
BERBASIS
MENINGKATKAN
LIFE SKILL SANTRI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al IshlahDesa Serangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo) Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude/baik/cukup, pada tanggal 30 Juni 2008 dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Tahun akademik 2007/2008. Semarang, 30 juli 2008 Ketua Sidang/Dekan
Abdul Wahid, M.Ag NIP. 150 Penguji
Drs.Abdul Wahid.M.Ag. NIP. 150 Pembimbing I
Drs. Ahmad Sudja’i, M. Ag NIP. 150 170 577
Sekretaris Sidang
Lift Anis Ma'shumah, M.Ag NIP. 150 170 474 Penguji
Drs. Abdul Kholik. M.Ag NIP. 150 Pembimbing II
Siti Tarwiyah, S.S.,M.Hum. NIP. 150 290 932
MOTTO
x´ G¡V{60Tµ SÞl I
I ²¸® ¹Ñ`Z % ³¯® uoÉe Ú`Z ¢ÍlÝÎ`Z Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). (QS. An-Najm 39-40)1
1 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 874
PERSEMBAHAN Dalam sebuah perjalanan panjang untuk meraih kesuksesan tentulah tidak semua jalan akan lurus dan mulus. Ketika sebuah dilema menerjang dan keterpurukanpun hadir, saat kita harus bangkit untuk menyelesaikan sebuah karya yang mungkin memang bukanlah suatu karya yang begitu agung tapi berharap menjadi sebuah karya yang berarti dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Selakyaknyalah saya ucapkan puji syukur kepada Allah SWT dan kupersembahkan karya ini teruntuk: Ayahanda H. Hadi Waltam (Alm) dan Ibunda Hj. Halimah tercinta yang selalu memberikan curahan kasih sayang, cinta , bahagia dan semua yang terbaik untuk saya, Engkaulah Jantungku. Kakak-kakakku tercinta (Mas Zaka, Mas hanif, Mbak El, Mbak Nur) beserta peri-peri kecilnya (Chilya, Muna dan Aqila) kalian adalah kebahagiaanku. Keluarga Besar Al-Ihsan ( Kakek, Nenek, Bulek, Pak lek, dan sepupusepupuku semua) Kalian adalah semangatku, tanpa kalian hidup saya tak akan lengkap.
DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 06 Juni 2008 Deklarator,
Fitriyatun Khasanah NIM 3103120
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Sholawat dan salam saemoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keIslaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Suatu kebahagiaan tersendiri, jika suatu tugas dapat tearselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam proses penyusunan
skripsi
ini,
dikarenakan
keterbatasan
kemampuan
penulis
sendiri.Kalaupun ada akhirnya karya ini dapat terselesaikan tentulah karena beberapa pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, utamanya kepada yang terhormat: 1. Bpk. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 2. Bpk. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M. Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 3. Bpk. Drs. Ahmad Sudja’I, M. Ag dan Ibu Siti Tarwiyah, S.S. M. Hum, selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bpk. Drs. Ikhrom M. Ag, selaku Dosen wali yang telah mengarahkan dan membimbing selama masa studi. 5. Para Dosen Pengajar dan staff karyawan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
6. Bpk. K.H. Machrus Ali dan segenap keluarga pondok pesantren Al-Ishlah yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu terlaksananya penelitian ini 7. Bpk. K.H. Zainal Asyikin (Alm), Ibu Hj. Muthohiroh beserta keluarga yang senantiasa membimbing dan mendo’akan terhadap keberhasilan penulis 8. Bpk. K.H. Mustaghfirin dan Ibu Hj. Muniroh serta K.H. Abdul Kholiq dan keluarga yang selalu mendo’akan dan memberikan motivasi kepada penulis selama studi. 9. Teman-temanku (Ifa, Yanti, Lie-lie, Rizma, Rika dan yang lainnya) yang selalu memberikan motivasi serta teman-teman senasib seperjuangan di Pondok Pesantren Rodhotut Tholibin yang selalu menemani dalam suka maupun duka 10. Sahabat-sahabatku (Yuyun, Eni, Ani), tanpa kalian mungkin aku tidak sekuat sekarang 11. Teman-teman KMW (Keluarga Mahasiswa Wonosobo) yang senasib seperjuangan. 12. Sahabat-sahabat dan serluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini. Tak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka selain iringan do’a yang tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka diterima dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Tak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan skripi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, 06 Juni 2008 Penulis
ABSTRAK
Fitriyatun Khasanah (NIM 3103120). Upaya Pesantren Berbasis Agribisnis dalam Meningkatkan Life Skill Santri Pondok Pesantren (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Semarang : Program Strata 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimana life skill santri Pondok Pesantren Agribisnis Al-Ishlah, dan 2) Bagaimana proses peningkatan life skill santri pondok pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data penelitian yang penulis kumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi untuk mengetahui profil pondok pesantren, metode observasi untuk mengamati pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan life skill dan metode wawancara untuk memperoleh data tentang upaya meningkatkan life skill santri pondok pesantren, kemudian dianalisis dengan menggunakan kerangka berpikir deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses dalam peningkatan life skill di Pondok Pesantren Al-Ishlah dengan menggunakan konsep BBE (Broad Based Education) dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang sudah efektif, budaya pesantren yang baik, peningkatan pada manajemen pesantren, terciptanya hubungan yang harmonis antara pesantren dengan masyarakat, dan pembelajaran yang telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Upaya dalam meningkatkan life skill santri dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan santri, melengkapi sarana dan prasarana atau fasilitas agribisnis, meningkatkan motivasi belajar dan menjalin kerja sama dengan Dinas pertanian. Dengan adanya upaya-upaya tersebut terdapat peningkatan life skill santri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan kemampuan santri dalam bidang agribisnis, terjalinnya hubungan yang baik dengan pihak-pihak terkait seperti masyarakat dan Dinas pertanian serta hasil dari pada sektor agribisnis meningkat pesat, yakni meningkatnya omset pertanian dari Rp 12.000.000,- menjadi Rp 20.000.000,dalam kurun waktu 1 tahun. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, pondok pesantren, para peneliti dan semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI JUDUL .................................................................................................................i ABSTRAK ............................................................................................................ii PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................iii PENGESAHAN ....................................................................................................iv MOTTO ................................................................................................................v PERSEMBAHAN .................................................................................................vi DEKLARASI ........................................................................................................vii KATA PENGANTAR ..........................................................................................viii DAFTAR ISI.........................................................................................................x DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................1 B. Penegasan Istilah........................................................................8 C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ........................................10 D. Tujuan dan Manfa’at Penelitian .................................................10 E. Kajian Pustaka............................................................................11 F. Metode penelitian.......................................................................12
BAB II
: PONDOK PESANTREN AGRIBISNIS DAN LIFE SKILL A. Pondok Pesantren .......................................................................18 1. Pengertian Pondok Pesantren...............................................18 2. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren ...........................21 3. Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren ...................................25 4. Tipologi Pondok Pesantren ..................................................28 B. Agribisnis ...................................................................................31 C. Life Skill .....................................................................................35
1. Konsep Dasar Pendidikan Life Skill.....................................36 2. Tujuan Pendidikan Life Skill ................................................37 3. Klasifikasi Life Skill .............................................................38 4. Tahapan pengembangan life skill......................................... 42 D. Pelaksanaan Pendidikan Life Skill..............................................43 1. Pelaksanaan Life Skill melalui Orientasi Pembelajaran .......44 2. Pelaksanaan Life Skill melalui Budaya Pesantren................45 3. Pelaksanaan Life Skill melalui Manajemen Pesantren .........46 4. Pelaksanaan Life Skill melalui Hubungan yang Sinergis dengan Masyarakat ................................................47 5. Pengisian Muatan Pembelajaran yang Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat. .......................................................48
BAB III
: GAMBARAN UMUM TENTANG PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH BESERTA UPAYA PENINGKATAN LIFE SKILL SANTRI A. Deskripsi tentang Pondok Pesantren Al-Ishlah..........................49 1. Letak Geografis....................................................................49 2. Sejarah Singkat Pondok Pesantren.......................................50 3. Sarana dan Prasarana............................................................50 4. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren .....................................51 5. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren.............................51 6. Keadaan Ustadz dan Santri ..................................................52 7. Kurikulum Pondok Pesantren ..............................................54 8. Jenis Usaha Agribisnis di Pondok Pesantren Al-Ishlah .......55 9. Manajemen
Pengolahan
Agribisnis
di
Pondok
Pesantren Al-Ishlah ..............................................................56 10. Tahapan-Tahapan Pengelolaan Agribisnis di Pondok pesantren Al-Ishlah ..............................................................57 B. Proses Peningkatan Life Skill Santri...........................................58
C. Upaya Pesantren Agribisnis dalam Meningkatkan Life Skill Santri ..................................................................................62 D. Faktor Pendukung dan Penghambat Peningkatan life Skill........65 1. Faktor Pendukung ................................................................65 2. Faktor Penghambat ..............................................................65
BAB IV
: ANALISIS TENTANG UPAYA PESANTREN AGRIBISNIS DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI A. Proses Peningkatan Life Skill Santri ..........................................68 B. Kondisi Life Skill Santri sebelum Diadakan Berbagai Upaya Peningkatan ....................................................................73 C. Masalah yang Muncul dalam Upaya Peningkatan Life Skill Santri ..................................................................................74 D. Solusi dalam Meningkatkan Life Skill Santri .............................75 E. Indikator Peningkatan Life Skill Santri ......................................76
BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................78 B. Saran-Saran .............................................................................79 C. Penutup ...................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua di Indonesia saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempattempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan berdirinya tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren.1 Mark R. Woodward mengatakan: “We tended to see pesantren as village schools at which boys learned to recite the Qur’an and not much more. We were doubly wrong. There is much more to a pesantren than tajwid” “Dulu kita cenderung melihat pesantren sebagai sekolah desa, tempat bocah laki-laki belajar mengumandangkan al-Qur’an, tidak lebih dari itu. Kita salah dua kali pada waktu itu. Sesungguhnya, pesantren bukan sekedar mengajarkan tajwid”2 Anggapan bahwa pesantren hanyalah sebagai tempat mengaji ilmu alQur’an bagi bocah laki-laki kian lama kian susut, karena dengan berkembangnya pengetahuan pengertian itu ternyata menjadi salah, pesantren bukanlah dikhususkan bagi anak laki-laki semata tetapi juga bagi anak perempuan, dan pesantren juga tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an saja tetapi mengajarkan ilmu yang berkaitan dengan masalah keIslaman. 1
Sulton Mashud dan Muh. Khusnuridlo, Menejemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka Depag RI), 2003, hlm. 1. 2 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren (Perhelatan Agama dan Tradisi), (Yogyakarta: LKIS, 2004), hlm. xiii.
1
2
Pesantren sebagai tempat hidup dan belajar para santri seperti tersebut di atas, bukan hanya sebagai tempat pendidikan tertua di negeri ini, tetapi juga merupakan saksi sejarah tentang berbagai perkembangan Indonesia sebagai bangsa di tengah pergaulan dunia yang semakin terbuka.3 Jamal Ma’mun Asmani4 mengatakan : Sejarah sudah mencatat bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan, keagamaan dan kemasyarakatan yang sudah sejak lama dikenal sebagai wahana pengembangan masyarakat (community development). Dengan orientasi tersebut, pondok pesantren telah mampu menunjukkan partisipasi aktifnya bersama-sama pemerintah dalam mensukseskan program-program pembangunan, lebih-lebih dalam hal kehidupan beragama dan pencerdasan kehidupan bangsa.5 Dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia, nama-nama tokoh pesantren semisal KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hazbullah, KH. Bisyri Syamsuri, KH. Saifuddin Zuhri dan KH. A. Wahid Hasyim tercatat sebagai tokoh-tokoh yang memberi sumbangan luar biasa bagi bangsa Indonesia. Kontribusi positif-konstruktif
pesantren
ini
dilengkapi
dengan
tampilnya
KH.
Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke-4. Peran kesejarahan ini dengan sendirinya menempatkan pesantren dalam lembaran dokumentasi berharga bangsa sebagai saksi sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Seiring dengan tantangan perubahan, maka sudah menjadi suatu keniscayaan bila pesantren senantiasa melakukan inovasi-inovasi yang relevan dan signifikan tanpa melupakan jati diri pesantren.6 Pesantren yang mampu mengemban dua potensinya yaitu potensi pendidikan Islam dan potensi masyarakat, diharapkan melahirkan ulama’ yang tidak saja lulus ilmu pengetahuan keagamaan, lulus wawasan pengetahuan, dan cakrawala
3
Hasyim, M. Affan,. et.al, Menggagas Pesantren Masa Depan, (Geliat Suara Santri untuk Indonesia Baru), (Yogyakarta: CV. Qolam, 2003), hlm. XIII. 4 Jamal Ma’mun Asmani adalah santri Pondok Pesantren Mahasiswa Aqabah Jombang Jawa Timur. 5 Lihat Jamal Ma’mun Asmani Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, dalam , M. Affan Hasyim et.al. (ed), Menggagas Pesantren Masa Depan, (Yogyakarta: CV. Qalam, 2003), hlm. 3. 6 Ismail SM., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 65.
3
pemikirannya, tetapi akan mampu memenuhi tuntutan zamannya dalam rangka pemecahan persoalan kemasyarakatan.7 Menapaki perubahan pesantren satu hal yang menjadi masalah ialah sistem pendidikan pesantren seolah berjalan alamiah tanpa adanya orientasi dan target-target yang direncanakan, meskipun perubahan di berbagai bidang dilakukan. Perhatian pada perubahan citra pesantren yang kumuh dan uncivilized tidak ditopang dengan perubahan citra kualitas santri yang dididik pesantren, oleh karena itu upaya pembenahan kemampuan dan skill kualitas santri patut mendapat prioritas.8 Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat, bahkan ada kecenderungan menunjukkan trend, di sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum dan diantaranya ada yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan seperti bidang pertanian, peternakan, teknik dan sebagainya.9 Dimaklumi bahwa di era globalisasi ini, persaingan dalam memperoleh pekerjaan dan dalam mengembangkan usaha makin ketat. Hanya orang yang memiliki semangat tinggi dan keterampilan yang memadai yang mampu bersaing dan mengembangkan potensi dirinya. Ada sebagian pondok pesantren memang telah berbuat dan memberikan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan kepada santrinya.10 Sulton Masyhud mengatakan bahwa : Dilihat dari kelembagaan, beberapa pesantren telah muncul menjadi sebuah institusi yang memiliki berbagai kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi-potensi santri, tidak hanya segi akhlak, nilai intelektualitas dan spiritualitas.
7
Sahal Mahfud, Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), hlm. 1-2. Amin Haidari, dkk, Masa depan Pesantren (Dalam Tantangan Moderenitas dan Tantangan Kompleksitas Global), (Jakarta: IRD PRESS, 2004), hlm. 138. 9 Ridwan Abawihda, Kurikulum Pendidikan Pesantren dan Tantangan Perubahan Global dalam Ismail SM. et.al. (ed), Dinamika Pesantren dan Madrasah,, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 86. 10 M. Nasri, Sundarini, Kewirausahaan Santri (Bimbingan Santri Mandiri), (Jakarta: PT. Citrayudha, 2004), hlm. V. 8
4
Ini menjadi jelas bahwa pondok pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan
Islam
untuk
memahami,
menghayati,
mendalami
dan
mengamalkan ajaran Islam (tafaqquh fiddin), dalam rangka menyiapkan diri untuk menjadi kader ulama’ tetapi juga lembaga yang membekali pengetahuan dan keterampilan (skill) dalam rangka menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik. Sependapat dengan KH. Sahal Mahfudz (1994) sebagai berikut : “Jika pesantren ingin berhasil dalam melakukan pengembangan masyarakat, dimana prioritasnya adalah pengembangan semua sumber daya yang ada, maka pesantren harus melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumber daya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, pesantren dituntut untuk tetap menjaga potensi yang dimilikinya sebagai lembaga Islam. Atribut-atribut fisik dan material, seperti munculnya pesantren yang sudah terkemas rapi dengan peralatan-peralatan modern seperti laboratorium bahasa, teknologi komputer, internet, dan lain sebagainya. Bahkan berbagai jenis program keterampilan juga diperkenalkan oleh pesantren seperti agroindustri, industri rumah tangga, pertanian, perikanan dan kelautan.11 Tantangan masa depan yang beberapa indikatornya telah nampak akhirakhir ini, seperti persaingan ketat dalam perdagangan internasional sebagai konsekuensi dari berlakunya pasar bebas dikawasan ASEAN dan Asia Pasifik, menuntut manusia yang mandiri, sehingga santri harus dibekali dengan kecakapan hidup (life skill) melalui muatan, proses pembelajaran dan aktifitas lain di pesantren. Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan yang wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.12 Kecakapan hidup disini tidak semata-mata terkait dengan motif ekonomi, seperti keterampilan untuk bekerja tetapi menyangkut aspek sosial 11 12
Sulton Mashud dan Muh. Khusnurdilo, op. cit., hlm. 6-7. Fatah syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail,2005),hlm.86.
5
budaya belajar seperti cakap, berdemokrasi, ulet, dan memilki budaya belajar sepanjang hayat. Dengan demikian pendidikan yang berorintasi pada kecakapan hidup pada hakekatnya adalah untuk membentuk watak dan etos para santri. Adapun dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di pesantren dengan menerapkan konsep Broad Based Education (BBE) yang diartikan pendidikan berbasis masyarakat luas, berorientasi pada kecakapan hidup (life skill). Program ini berbasis masyarakat luas karena melayani kebutuhan sebagian besar masyarakat, yakni lulusan pesantren yang memiliki kecakapan hidup. Dalam melakukan BBE-LS Mulyasa menfokuskan pada 5 bab, meliputi: 1. Reorientasi pembelajaran menuju pembelajaran dan evaluasi yang efektif. 2. Pengembangan budaya pesantren. 3. Peningkatan efektifitas manajemen pesantren. 4. Penciptaan hubungan yang harmonis, dan sinergis antara pesantren dengan masyarakat, serta 5. Pengisian
muatan
masyarakat setempat.
pembelajaran
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
13
Konsep BBE life skill tersebut diharapkan dicapai melalui berbagai pengalaman mempelajari berbagai mata pelajaran, diharapkan santri memperoleh hasil sampingan yang positif berupa upaya untuk memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip, dan prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam bentuk kecakapan hidup.14 Dari uraian-uraian di atas jelaslah sudah bahwa pesantren jika ingin berhasil dalam peningkatan kualitas santrinya, selain membekali para santri dengan ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) maka dibekali juga oleh ilmu-ilmu umum dan keterampilan agar prioritas utama dalam meningkatkan life skill santri berhasil dengan optimal.
13 14
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya,2005), hlm.30-31. Fatah Syukur, Op. cit., hlm. 56.
6
Pendidikan kecakapan hidup (life skill) sebenarnya bukan merupakan hal baru bagi pesantren, sebab sejak dahulu jenis pendidikan ini memang menjadi andalan bagi pesantren. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat pendidikan kecakapan hidup yang dilaksanakan di lingkungan pesantren perlu mendapatkan sentuhan lebih lanjut, sehingga para alumni pesantren mampu bersaing dengan alumni lembaga pendidikan lainnya dalam berebut lapangan pekerjaan. Secara umum dapat dikemukakan, tujuan dari penyelenggaraan life skill di lingkungan pesantren adalah untuk membantu peserta didik (santri) mengembangkan kemampuan berfikir, menghilangkan pola fikir atau kebiasaan yang kurang tepat, dan mengembangkan potensi diri agar dapat memecahkan problema kehidupan secara konstruktif, inofatif dan kreatif. Sehingga dapat menghadapi realitas kehidupan dengan bahagia baik secara lahiriah maupun batiniah. Dalam Islam mengajarkan, agar umatnya selalu berdo’a dan berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat orang harus berupaya beribadah dengan baik. Untuk itu manusia sebagai makhluk Tuhan maka senantiasa untuk mewujudkan kebahagiaan dunia akhirat dengan selalu berusaha bekerja keras untuk memperoleh kebahagaiaan itu sesuai dengan Firman Allah sebagai berikut
☺ ☺ ⌧ ☺ “Katakanlah: hai kaumku, berbuatlah sekuat kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapalkah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapat keuntungan”. (Q.S. AlAn’am/6: 135)15 15
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 120
7
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia dituntut untuk berbuat / bekerja sesuai dengan kemampuannya, karena dengan bekerja keras dan dengan kegigihannya maka manusia akan memperoleh hasilnya didunia. Adapun dalil yang menguatkan / anjuran untuk beragribisnis yaitu: :
ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻞ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ: ﻋﻦ أﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻓﺎن أﺑﻰ ﻓﻠﻴﻤﺴﻚ أرﺿﻪ,ﻣﻦ آﺎﻧﺖ ﻟﻪ أرض ﻓﻠﻴﺰرﻋﻬﺎ أو ﻟﻴﻤﻨﺤﻬﺎ أﺧﺎﻩ ()ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
“Abu Hurairah Ra. Berkata: Nabi SAW. Bersabda: Siapa yang memiliki tanah maka hendaknya menanaminya / menyerahkan (untuk ditanami) kepada saudaranya, jika tidak maka maka boleh menahannya” (Muttafaq Alaih).16 Hadits tersebut menjelaskan bahwa pentingnya produktivitas dalam konteks agribisnis berarti produktivitas merupakan pantangan untuk menelantarkan lahan, manusia harus mengolah lahannya secara produktif. Adapun Pesantren agribisnis yang berdiri di Wonosobo tidak sematamata pondok pesantren Al-Islah saja. Banyak pesantren-pesantren agribisnis yng berkembang di Wonosobo dengan mempunyai ciri khas masing-masing dan Agribisnis yang berkembang berbeda-beda. Penulis memilih, Pondok Pesantren Al-Ishlah sebagai tempat obyek penelitian dengan alasan bahwa pertama, Pesantren Al-Ishlah memiliki luas tanah garapan seluas 5 hektar , termasuk tanah terluas di banding pesantren lain. Kedua, pesanten Al-Islah menerapkan konsep Broad Based Education (BBE) yaitu pendidikan berbasis luas sehingga dengan adanya pesantren ini tidak hanya santri yang mendapat bekal ilmu agribisnis tetapi masyarakat sekitarpun memperoleh pendidikan. Ketiga, didapat dari FKIPPBA (Forum Komunikasi danInformasi Pondok Pesantren Berbasis Agribisnis), pondok pesantren Al-Ishlah yang mempunyai tingkat perkembangan paling cepat dibanding pondok pesantren agribisnis yang lain. Perlu dicatat ketika kita ingin membuka wacana tentang pesantren, banyak sekali upaya pesantren dalam meningkatkan skill santri karena 16
Musthofa Muhammad umaroh, Jawahirul Bukhori, (Turki: Darul Fikr, tth), hlm. 275.
8
pesantren banyak sekali peranannya dalam mengembangkan masyarakat. Untuk itu peneliti mengangkat sebuah wacana dengan judul : ”UPAYA PESANTREN BERBASIS AGRIBISNIS DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Ishlah Desa Serangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo)”.
B. PENEGASAN ISTILAH 1. Upaya Pesantren Berbasis Agribisnis. Upaya dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan dan mencari jalan keluar.17 Upaya secara harfiah berarti cara mencapai sesuatu yang harus diraih. Juga sering digunakan dalam arti lain yakni ”kepandaian atau keterampilan untuk membuat orang lain mencapai tujuan”.18 Pesantren secara etimologi berasal dari
kata “santri” yang
mendapat awalan ‘pe’ dan akhiran ‘an’ yang berarti tempat tinggal santri.19 Ensiklopedi Islam memberikan gambaran yang beda, yakni bahwa pesantren itu berasal dari Bahasa Latin yang berarti guru ngaji atau dalam bahasa India terdiri dari kata ”Shastri” dan kata “sahatra” yang berarti
buku-buku
suci,
buku-buku
agama
atau
ilmu
tentang
pengetahuan.20 Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya, secara tekhnis pesantren adalah tempat santri tinggal dan belajar.21 Jadi pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam dan
17
Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), , hlm. 1109. 18 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1991), Jilid 1, hlm. 85 19 Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,1993), hlm. 18. 20 Hasan Shadali, Ensiklopedi Islam Ichtiar Baru Van Hoeven, (Jakarta: 1993), hlm. 99 21 Abdurahman Mas’ud, op. cit., (Yogyakarta: LKIS, 2004), hlm. 1
9
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (Tafaqquh Fiddin) dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyrakat.22 Berbasis berasal dari bahasa Inggris “basis” yang berari dasar : asas mendapatkan imbuhan “ber”23 Agribisnis berasal dari kata “agriculture” yang berarti pertanian dan “business” yang berarti bisnis, jadi Agribisnis adalah bisnis pertanian dalam suatu kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran komoditi pertanian, termasuk makanan atau bukan makanan.24 Jadi yang dimaksud pesantren berbasis agribisnis adalah usaha atau ikhtiar Pondok Pesantren yang berdasarkan pertanian (yang didalamnya termasuk kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran). 2. Meningkatkan Life Skill Santri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia meningkatkan berarti menaikkan (derajat, taraf, dsb), mempertinggi, memperhebat (produksi, dsb) dan mengangkat diri.25 Life berasal dari bahasa Inggris yang artinya hidup.26 Sedangkan skill artinya kecakapan atau keterampilan27 Jadi life skill adalah kecakapan hidup yang dimiliki oleh seseorang untuk mau dan berani menghadap problema kehidupan secara wajar, kemudian secara proaktif dan kereatif mencari serta menemukan solisi sehingga mampu mengatasinya. Santri berarti siswa yang punya dedikasi penuh di lembaga pesantren. Istilah santri berasal dari kata ”Shastri”, sebuah kata dari bahasa Sanskrit (sansekerta) yang berarti seorang sarjana yang memiliki keahlian kitab-kitab suci. 22
Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Ensiklopedi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, 2001), hlm. 216. 23 S. Wijoyowasito dan W. J. S. Purwadarminta. Kamus Lengkap Inggris Indonesia, (Bandung: Hasta, 1980), hlm. 216. 24 Ensiklopedi Nasional Indonesia , Jilid 17, Op. Cit., hlm. 85 25 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 85. 26 Jhon Emchol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2005), hlm. 357 27 HM Amin Haedari, dkk, Op.Cit, (Jakarta: IRD Perss, 2004), hlm. 35.
10
Santri secara arti sempit berarti murid yang belajar dalam institusi agama yang disebut pondok atau pesantren. Dalam arti luas, istilah santri merujuk pada anggota masyarakat Jawa yang memegang teguh ajaranajaran Islam seperti shalat, pergi jama’ah ke masjid, serta amal-amal lain yang menunjukan kesalehan.28 Menurut Munir Mulkan santri adalah orang-orang yang hidup dan belajar di pondok pesantren. 29 Jadi yang dimaksud dengan meningkatkan life skill santri adalah menaikkan kecakapan atau keterampilan santri yang hidup dan belajar di pondok pesantren.
C. PERUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana life skill santri di Pondok Pesantren Al-Ishlah ? 2. Bagaimana proses peningkatan life skill santri Pondok Pesantren AlIshlah? Dalam penelitian ini life skill santri di Pondok Pesantren Al-Islah tidak mencakup keseluruhan life skill akan tetapi akan dibatasi pada vocational skill (kecakapan keterampilan hidup) yang mana akan di fokuskan pada kegiatan agribisnis.
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mencari data dan informasi yang kemudian dianalisis dan ditata secara sistematis dalam rangka menyajikan gambaran semaksimal mungkin tentang upaya pondok pesantren berbasis agribisnis dalam menigkatkan life skill santri. Adapun tujuan dari penelitian adalah :
28 29
Abdurahman Mas’ud, MA, Op.Cit., hlm. 2. Hasyim, M Affan et. al, dkk, Op.Cit., (Yogyakarta: CV. Qolam, 2003), hlm. XXII.
11
a. Untuk mengetahui proses peningkatan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah. b. Untuk mengetahui life skill santri di Pondok Pesantren Al- Ishlah. 2. Manfaat Penelitian Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengembangan pondok pesantren terutama berkaitan dengan pesantren yang berbasis agribisnis dalam mengupayakan peningkatan life skill santrinya. Adapun secara teoritis penelitian ini bisa menjadi bahan masukan bagi pemikir dan akademisi muslim sebagai pengembangan wawasan keilmuan dalam pengembangan pendidikan agama Islam.
E. KAJIAN PUSTAKA Dalam penelitian ini peneliti mencoba menggali informasi terhadap skripsi terdahulu sebagai bahan pertimbangan untuk membandingkan masalah yang diteliti, baik dalam segi metode ataupun obyek yang diteliti. Adapun kajian relefan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Skripsi dengan judul Relevansi Kurikulum Pesantren terhadap Kebutuhan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Darul Amanah) oleh Fuad Zainuddin NIM. 3100124 tahun 2004, yang di dalamnya menggambarkan berbagai macam kurikulum pesantren yang diterapkan oleh Pesantren Darul Amanah sebagai upaya mengantisipasi berbagai hal yang dihadapi oleh masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. 2. Skripsi dengan judul Peranan Pesantren dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus di Pondok Pesantren Pabelan Desa Pabelan Kecamatan Mungkit Kabupaten Magelang Jawa Tengah) oleh Ahmad Zamharir NIM. 3100161 tahun 2005, yang di dalamnya membahas mengenai peran pesantren Pabelan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Pabelan Magelang. 3. Skripsi dengan judul Peran Pondok Pesantren dalam Pembentukan Masyarakat Madani (Studi di Pondok Pesantren Al Irsyad Desa Gajah
12
Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) oleh Naila Fauzia NIM 3101298 tahun 2005, yang di dalamnya membahas mengenai peran pondok pesantren Al Irsyad dalam pembentukan masyarakat madani di Desa Gajah Demak). 4. Skripsi dengan judul Studi Tentang Pendidikan Kesiapan Kerja di Pondok Pesantren Al-Isti’anah oleh Supriadi NIM 3100325 tahun 2004 yang didalamnya membahas mengenai Study di Pondok Pesantren Al-Isti’anah sebagai upaya mencetak para santri agar siap kerja setelah lulus dari pesantren dan mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat luar era globalisasi. 5. Skripsi dengan judul Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Life Skill (Study di SMA 1 Brebes) tahun 2005, yang di dalamnya menerangkan tentang strategi yang digunakan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam pada SMA 1 Brebes menerapkan Life Skill sebagai basis pembelajarannya. Di SMA tersebut menerapkan konsep Life Skill dengan mendayagunakan semua potensi sumber belajar yang dimiliki sekolah dan yang ada disekitar sekolah baik yang direncanakan serta di manfa’atkan untuk kepentingan belajar. Skripsi-skripsi tersebut di atas belum ada yang membahas pondok pesantren berbasis agribisnis dalam meningkatkan life skill santri, oleh karena itu pembahasan ini layak untuk diangkat dan diteliti. Dari sini penulis tertarik untuk melakukan penelitian di pondok pesantren yang berbasis agribisnis di desa Serangsari Wonosobo upayanya dalam meningkatkan life skill santri.
F. METODE PENELITIAN Metode penelitian mengandung makna lebih luas yaitu prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian. Peranan metode penelitian sangat menentukan dalam upaya menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian. Dengan kata lain metode
13
penelitian
akan
dilaksanakan.
memberikan
petunjuk
bagaimana
penelitian
ini
30
1. Jenis Penelitian. Ditinjau dari segi metodologi, penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif.31. Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara Fundamental bergantung terhadap pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan bergabung dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.32 Jadi penelitian kualitatif ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu, yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. 2. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus33 karena ingin meneliti mengenai obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya.34 Peneliti ingin meneliti upaya pesantren yang berbasis agribisnis dalam meningkatkan life skill santri pondok pesantren Al-Ishlah Serang Sari Wonosobo. Diharapkan, dengan menggunakan pendekatan studi kasus, akan didapatkan informasi yang detail mengenai upaya pondok pesantren Al-Ishlah tersebut dalam meningkatkan life skill santrinya. 3. Pengumpulan Data a. Pengumpulan data 30
Nana Sujana dan Ibrohim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 16. 31 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), hlm. 22. 32 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 3. 33 Pendekatan studi kasus (case study approach) adalah pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang integrasi. (Syamsuddin, dkk, Metode Penelitian pendidikan Bahasa, (Bandung: Rosda Karya, 2006), hlm. 178. 34 Husain Umar, Research Methods in Finance and Banking, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 48.
14
Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambilan data atau alat pengukurnya. Kalau alat pengambilan datanya cukup variabel dan valid, maka datanya juga cukup reliable dan valid.35 Adapun metodemetode pengumpulan data akan disebutkan sebagai berikut : 1. Dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu cara mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti,
notulen
rapat,
lengger,
agenda,
dan
36
sebagainya.
Metode dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan datadata berupa tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini, serta digunakan sebagai metode penguat dari hasil metode interview dan observasi. Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang tinjauan historis, letak geografis, sarana dan prasarana serta dokumentasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serangsari. 2. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diteliti.37 Orang sering kali mengartikan observasi sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperlihatkan sesuatu menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut pula pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera.38
35
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998) cet XII, hlm. 84. 36 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Suatu Pendekatan Praktek), (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 206. 37 Sutrisno Hadi, Metodologi Recearch, Jilid 2, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm. 151 38 Alat indra meliputi indra penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap lihat, Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) cet XIII, hlm. 146.
15
Metode observasi peneliti gunakan untuk mengamati pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningktan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serangsari. 3. Wawancara Wawancara (interview) atau disebut juga kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara.39 Interview dibedakan menjadi tiga, yaitu : interview bebas, interview terpimpin dan interview bebas terpimpin. Jenis wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara terbuka yang mana orang yang diwawancarai mengetahui bahwa dirinya diwawancarai.40 Pedoman wawancara yang peneliti gunakan adalah bentuk “semi structured” dalam penelitian ini, mula-mula interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah
terstruktur
kemudian
diperdalam
dalam
mengorek
keterangan lebih lanjut.41 Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang bagaimana Pondok Pesantren Al-Ishlah meningkatkan life skill santrinya. Teknik ini ditujukan pada pimpinan lembaga pendidikan pesantren, pengurus dan masyarakat yang bersangkutan. b. Analisis Data Setelah data terkumpul, selanjutnya menganalisis data, metode yang digunakan dalam menganalisa data adalah metode deskriptif kualitatif. Dimana data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :42 1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
39
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 155. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1993 ), hlm.137 41 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 202. 42 Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 190. 40
16
2. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu. 3. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasi pokokpokok fikiran tersebut dengan cakupan fokus penelitian dan menyajikannya secara deskriptif. 4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna pada hasil penelitian dengan cara menghubungkannya dengan teori. 5. Langkah terakhir ialah mengambil kesimpulan. Adapun alasan peneliti menggunakan metode analisis data sebagaimana tersebut diatas karena metode itu lebih sesuai mengingat kebanyakan data yang terkumpul dan dianalisis bersifat kualitatif. Penulis akan menganalisis data tentang upaya Pondok Pesantren AlIshlah dalam meningkatkan life skill santri setelah semua data terkumpul.
BAB II PONDOK PESANTREN AGRIBISNIS DAN LIFE SKILL
A. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pesantren sering disebut dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi “pondok pesantren”.1 Istilah pondok berasal dari bahas Arab, yaitu; “funduq“ ( )إﻠﻔﻧدقyang berarti “pesanggrahan bagi orangorang yang bepergian” .2 Abdurahman memaknai pesantren secara teknis sebagai “a place where santri (Student) life”3 (Tempat dimana santi itu tinggal). Mengenai asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang berarti “ tempat tinggal para santri”.4 Selain itu , asal kata pesantren dianggap gabungan dari kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat berarti “ tempat pendidikan manusia baik-baik”.5 Lebih jelas lagi dan terinci Nur Cholis mengupas asal-usul kata santri. Ia berpendapat “santri asal kata sastri (Sansekerta) yang berarti “melek huruf”, senada dengan itu perkataan santri juga berasal dari bahasa Jawa (catrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru pergi menetap, tentu dengan tujuan agar dapat belajar dari guru mengenai suatu keahlian.6 Pengertian pondok pesantren tidak dapat diberikan dengan bataan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian, memiliki ciri1 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tradisi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta:Erlangga,2002), hlm. 1 2 Khozin, Jejak-Jejak Islam Di Indonesia, (Malang: UMM,2006), hlm. 98 3 Abdurahman, “The Pesantren Architects and their sicio-religious teaching”, Dissertation in Partical Satisfacion of The Requirements for The Degree of Doctor of Philosoptiy in Islamic Studies, (Los Angles: Unifersitasx of California 1997) hlm 1 4 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3Es, 1994), hlm. 18 5 Abudinnata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 91 6 Ibid
18
19
ciri yang dapat memberikan pengertian pondok pesntren, setidaknya ada 5 (lima) ciri yang terdapat dalam suatu pondok pesantren, yakni: kyai, santri, pondok, masjid, dan kitab-kitab islam klasik (kitab kuning).7 Dengan demikinan bila orang menulis tentang pengertian pondok pesanten maka topik-topik yang harrus ditulis sekurang-kurangnya adalah: a. Kyai pesantren, mungkin mencakup ideal kyai untuk masa kini dan masa akan datang. b. Santri, melingkupi masalah syarat, sifat, dan tugas santri. c. Pondok, cakupannya syarat-syarat fisik dan non fisik, pembiayaan tempat, penjagaan , dan lain-lain. d. Masjid, cakupannya akan sama dengan pondok. e. Kitab-kitab islam klasik (klitab kuning), bila diluaskan akan mencakup kurikulum pesantren dalam arti luas.8 Dilihat dari ciri-ciri yang terkandung dalam pesantren di atas, pengertian pesantren yang popular saat ini adalah: Suatu lembaga pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.9. Dasar pemikiran ini relevan dengan Firman Allah SWT:
⌧
☺
⌧ ⌧ ⌧
⌧ “ Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk mempedalam pengetahuan mereka tentang 7
Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm. 28 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 191 9 Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: PT Tiara wacana, 2001), hlm. 8 8
20
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali padanya, supaya mereka dapat menjaga dirinya”. ( QS. AtTaubah: 122)10 Ayat tersebut diatas menjiwai dan mendasari pendidikan pesantren, sehingga seluruh aktivitas keilmuan didalam pesantren pada dasarnya ditujukan untuk mempertahankan dan menyebarkan agama Islam.11 Definisi lain mengatakan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non klasikan, di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.12 Definisi lain diberilkan oleh Mastuhu bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan
islam
untuk
memahami,
menghayati,
dan
mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari, penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren berbentuk asrama yang merupakan komunitas tersendiri di bawah pimpinan kyai atau ulama dibantu oleh seorang atau beberapa orang ulama dan atau para ustadz yang hidup bersama di tengah-tengah para santri dengan masjid atau surau sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan. Gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, serta pondok sebagai tempat tinggal para santri selama 24 jam dari masa ke masa mereka ahidup kolektif antara kyai, ustadz, santri dan para pengasuh pesantren lainnya, sebagai satu keluarga besar.13 Sehingga bila dirangkum semua unsur-unsur dapatlah dibuat suatu pengertian pondok pesantren secara bebas. Yang dimaksud penulis dengan pondok pesantren ialah: Suatu lembaga pendidikan islam yang 10
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 207. 11 Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hlm. 15 12 Abudin Nata op. cit., hlm. 104 13 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: ININ, 1994), hlm.6
21
dijadikan tempat tinggal para santri untuk mendalami, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari, yang
diselenggarakan dengan lima elemen
penting, meliputi: kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajian kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning). 2. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren a. Asal-usul Pesantren Asal-usul pesantren merupakan bahasan pokok yang harus disentuh jika ingin membahas lintasan sejarah yang pernah dilaluinya. Ada dua pendapat mengenai asal-usul pesantren: Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren merupakan hasil kreasi sejarah anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan budaya pra-Islam. Pesantren merupakan sistem pendidikan yang memiliki kesamaan dengan sistem pendidikan Hindu-Budha. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur-Tengah.14 Pendapat
serupa
dikemukakan
oleh
sejarawan
Sugarda
Purbakawactja. Menurutnya, terdapat beberapa persamaan antara unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pendidikan Hindu dengan sistem pendidikan pesantrren, yang tidak terdapat dalam sistem pendidikan Islam yang asli di Makkah. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), sebab lembaga pesantren ini sebenarnya sudah ada sebelum pra-Islam atau India atau tepatnya pada masa kekuasaan Hindu-Budha
sehingga
disini
Islam
tinggal
meneruskan
mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada sebelumnya.
14
Amin Haedari, op cit., hlm. 2-4
dan
22
Asal-usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo15 abad XV-XVI di Jawa dengan Maulana Malik Ibrahim atau yang dikenal sebagai “Spiritual Father Walisongo”, dalam masyarakat santri Jawa dipandang sebagai gurunya guru pesantren di Jawa. Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan orang pertama yang
membangun pesantren.16
Dapat
diambil
kesimpulan bahwa pesantren adalah suatu model pendidikan yang sama tuanya dengan Islam di Indonesia,17 walaupun sebagian pendapat mengatakan bahwa pesantren ada pada masa pra-Islam. Senada dengan pernyataan di atas tradisi pesantren memang sudah ada sejak Walisongo, tetapi Walisongo sendiri sebenarnya mengikuti jejak langkah nabi Muhammad, karena itu ada dua contoh yang diambil sebagai model dalam dunia pesantren, model pertama Nabi Muhammad dan model kedua Walisongo. Sehingga pengaruh dunia pesantren semakin kuat. Kedudukan dan fungsi pesantren saat itu belum sebesar dan sekomplek sekarang, pada masa awal pesantren hanya berfungssi sebagai alat Islamisasi dan sekaligus memadukan tiga unsur pendidikan, yakni: Ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan
ilmu
dan
amal
untuk
mewujudkan
kegiatan
kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari. b. Masa Sultan Agung dan Satu Abad Berikutnya Satu abad setelah Walisongo abad 17, pengaruh Walisongo diperkuat oleh Sultan Agung yang memerintah Mataram dari tahun
15
Walisongo adalah tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa yang talah berhasil mengombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan islam pada masyrakat, lihat Abdurrohman Mas’ud, Intelektual Pesantren, ((Yogyakarta: LKIs, 2004), hlm.49 16 Amin Haedari, op cit., hlm. 6 17 Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm.9
23
1613-164518. Pada masa ini, dipandang oleh Mahmud Yunus sebagai masa keemasan sistem pendidikan Islam. Pada zaman Sultan Agung telah diadakan klasifikasi pesantren sebagai berikut: pesantren besar (master pesantren), pesantren takhassus dengan spesialisasi cabang ilmu agama tertentu, pesantren tingkat pengajian al-Qur’an, serta tingkat pengajian kitab.19 Pada abad 18 mulai bermunculan para pujangga-pujangga handal yang bekerja untuk kerajaan Islam dengan latar belakang pendidikan pesantren.20 c. Dari Abad 19 sampai kini Jika sebelum abad 19 pemihakan penguasa pada kehidupan pesantren tampak terwakili dalam hubungan dengan Sultan Agung, pada abad 19 aspirasi dan simpati kaum santri jelas tertumpu pada tokoh Pangeran Diponegoro (1785-1855).21 Diponegoro adalah simbol mujahidin Jawa yang menjadi contoh terbaik bagi kaum santri karena perlawanannya terhadap penjajah Belanda, Anti kolonialisme Diponegoro tampaknya didasari atas panggilan dan sentimentil keagamaan hingga pengaruh agama telah menemukan peran dalam memotivasi perlawanan rakyat. Ketika penjajahan Belanda, mereka menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara, pesantren menjadi pusat-pusat perlawanan dari pertahanan terhadap kekuasaan Belanda.22 Belanda melihat pesantren sebagai budaya asli Indonesia kemudian dengan berbagai jalan, mereka mulai mendiskreditkan pesantren dengan memperkenalkan sistem pendidikan sekolah.23 Pada masa periode 199-1965, pesantren disebut
18
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren (Perhelatan Agama dan Tradisi), (Yogyakarta: LKIS, 2004), hlm. 10 19 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hlm.215 20 Abdurrohman Mas’ud, Op Cit. hlm. 14 21 Ibid. hlm. 15. 22 Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3Es, 1985), hlm.10 23 Hasyim M. Affan, Menatap masa Depan Pesantren dalam Menyongsong Indonesia Baru, (Yogyakarta: CV. Qolam, 2003), hlm. 241
24
sebagai “alat revolusi” dan sesudah itu hingga kini pemerintah menganggapnya sebagai “potensi pembangunan”. Adapun sejak abad ke-20M, model pendidikan pesantren mulai dilakukan pembaruan di berbagai segi sebagai konsekuensi dari globalisasi. Pesantren baru mereposisi kearah sistem pendidikan yang berorientasi masa depan dengan tanpa menghilangkan tradisi-tradisi baik
sebelumnya.
Sejak
1970-an
misalnya,
pesantren
mulai
mengajarkan pendidikan keterampilan diberbagai bidang seperti, menjahit, pertukangan, peternakan, dan sebagainya. Oleh karena itu dewasa ini pesantren mulai dilirik sebagai pendidikan alternatif bagi pembangunan masa depan.24 Pesantren pada masa pemerintahan orde baru, mengalami pembangunan yang bertitik tekan pada pertumbuhan ekonomi, pemerintah menaruh harapan kepada pesantren untuk menjadi salah satu agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan (agent of development) masyarakat.25 Untuk menyimpulkan pertumbuhan pesantren yang sangat cepat dalam masyarakat Indonesia sejak awal abad ini, mencakup: Pertama, pembangunan substansi atau isu pendidikan pesantren dengan memasukkan subyek-subyek umum dan vocational; kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan perjenjenjangan; ketiga, pembaharuan metodologi seperti sistem kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga pendidikan; dan keempat, pembaharuan fungsi meliputi, fungsi kependidikan dan fungsi sosial ekonomi.26 Dengan demikian jelaslah bahwa pesantren bukan hanya mampu bertahan tetapi lebih dari itu, dengan penyesuaian, akomodasi, dan konsesi yang diberikan, pada gilirannya pesantren juga mampu mengembangkan diri dan menempatkan diri pada posisi yang penting dalam sistem pendidikan nasional Indonesia secara keseluruhan. 24
Imam Tolkhah, Membuka Jendela Kehidupan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.52-54 25 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT Logos, 1999), hlm. 104 26 Ibid. hlm. 105
25
Dari berbagai unsur di atas, jelaslah bahwa pesantren memang memiliki peluang besar untuk terus maju, dengan melihat realita yang terjadi saat ini banyak jumlah pesantren yang tumbuh dan berkembang dengan memiliki skala prioritas yang berbeda sesuai dengan masalah yang dianggap mendesak untuk dipecahkan, akan tetapi dari semua pesantren memiliki tekad yang sama yakni turut berkiprah dalam proses pembangunan umat dan bangsa Indonesia ke masa depan yang lebih cerah. 3. Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri.27 Dasar suatu bangunan yaitu fundamen yang menjadi landasan bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh berdiri. Dalam konteks ini dasar dari pada pondok pesantren yang juga lembaga pendidikan islam adalah sama dengan dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur’an, al-Hadits dan perundang-undangan yang berlaku di Negara kita. a. Dasar al-Qur’an
☺ ☺
☺ ☺ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa 27
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm.19
26
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125)28 b. Dasar al-Hadits
“Dari Abi Hurairah r.a. : berkata Rasulullah SAW. bersabda: tidak ada anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya anak tersebut anak Yahudi, Nasrani, atau Majusi ” (HR. Muslim)29 Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Rosulullah SAW
mewajibkan
kepada
umatnya
untuk
menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran. c. Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa: “Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”.30 Dalam
undang-undang
tersebut
telah
dijelaskan
bahwa
pendidikan yang dilakukan selain lembaga formal seperti sekolah juga dilakukan pendidikan non-formal seperati pesantren. Berbagai dasar di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa dalam ajaran Islam terdapat suatu perintah untuk memberikan pendidikan agama yang baik melalui keluarga, lingkungan sekitar atau
28
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 282 29 Imam Abi Husain Muslim Ibn Hajaj Qusairi Annaisaburi, Shahih Muslim Juz IV, (Beirut: Daarul Kutubi Ilmiah: 1994) hlm 2047 30 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Media Wacana, 2003), hlm. 10
27
masyarakat, maupun melalui sebuah wadah lembaga pendidikan, seperti halnya pesantren. Adapun tujuan dari pada pondok pesantren, sampai sekarang ini belum dapat dirumuskan secara baku mengingat banyaknya ciri khas maupun
tipologi
yang
dimiliki
pondok
pesantren.
Mastuhu
menegaskan bahwa selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Kalaupun ada, hal itu merupakan rangkuman hasil wawancara penelitian terhadap pesantren obyek penelitian. Namun secara umum sebagaimana dikatakan Zamaksyari Dhofir, tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid-murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yamg bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, atau keagungan duniawi, tetapi sematamata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.31 Tujuan
pendidikan
pesantren
yang
lebih
komprehensif
disampaikan oleh Mastuhu dengan merumuskan bahwa tujuan pondok pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat dan berhidmat kepada masyarakat, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam, mencintai
ilmu
dalam
rangka
mengembangkan
kepribadian
Indonesia.32 Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa tujuan didirikannya pesantren bukan hanya menciptakan manusia yang 31 32
Zamaksyari Dhofier, op cit. hlm. 21 Mastuhu, op cit. hlm.55
28
cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, beretika, berestetika, mengikuti perkembangan masyarakat dan budaya, berpengetahuan dan berketerampilan sehingga menjadi manusia yang paripurna dan berguna bagi masyarakatnya. 4. Tipologi Pondok Pesantren Sejak awal pertumbuhannya, dengan bentuk yang khas dan bervariasi, pondok pesantren terus berkembang. Semakin berkembang semakin tinggi variasi bentuk pesantren. Namun, menurut peraturan pemerintah, pondok pesantren dikategorikan dalam empat tipe, sebagai berikut: a. Pondok pesantren tipe A yaitu pondok yang keseluruhannya dilaksanakan secara tradisional; b. Pondok pesantren tipe B yaitu pondok yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasah); c. Pondok Pesantren tipe C yaitu pondok yang hanya merupakan asrama sedangkan santrinya belajar di luar; d. Pondok Pesantren tipe D yaitu pondok yang menyelenggarakan sistem pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah 33 Bentuk pondok pesantren seperti diungkapkan diatas merupakan upaya simplifikasi untuk memudahkan pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan pemberian bantuan kepada pondok pesantren. Sebenernya kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa bentuk pesantren jauh lebih bervariasi. Pesantren-pesantren yang muncul saat ini atau yang terdata sebagai berikut: a. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab klasik (salafiyah), b. Pondok pesantren salafiyah yang memberikan tambahan latihan keterampilan atau kegiatan pada para santri dalam bidang-bidang tertentu atau kejuruan, c. Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatn pengajian kitab namun lebih mengarah pada upaya pengembangan tarekat atau sufisme, para santrinya kadang-kadang ada yang diasramakan, ada kalanya pula tidak diasramakan, d. Pondok pesantren yang hanya menyelenggarakan kegiatan keterampilan khusus agama Islam, kegiatan keagamaan seperti 33
Tim Departemen agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Direktorat Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 15
29
takhfidz (hafalan) al-Qur’an dan majelis ta’lim, ada kalanya santri diasramakan ada kalanya juga tidak, e. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran pada orangorang penyandang masalah sosial, yaitu madrasah luar biasa di pondok pesantren. f. Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab klasik namun juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal kedalam lingkungan pesantren. g. Pondok pesantren yang merupakan kombinasi dari beberapa poin atau seluruh poin yang tersebut di atas (konvergensi)34
Maghfurin mengklasifikasikan pesantren dalam empat tipe, yaitu: Pertama, pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas aslinya sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan di pesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa Arab (kitab kuning). Kedua, pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. Ketiga, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum didalamnya, baik berbentuk madrasah maupun sekolah dalam berbagai jenjang. Keempat, pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santrinya belajar disekolah-sekolah atau perguruan tinggi diluarnya, diperkirakan tipe inilah yang paling banyak jumlahnya.35 Jamal juga mengklasifikasikan pesantren menjadi tiga bentuk, yaitu: Pertama, pesantren salaf an-sich, memiliki karakteristik yaitu pengajiannya hanya terbatas pada kitab kuning (salaf), intensifikasi musyawarah atau bahtsul masail dan berlakunya sistem diniyah klasikal. Kedua, pesantren modern an-sich, dengan karakteristik penekanan pada penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris), tidak ada pengajian kitab-kitab kuning (salaf), kurikulumnya mengadopsi kurikulum modern dan penguasaan teknologi. 34
Ibid, hlm. 16 Ahmad Maghfurin, Model Pendidikan Alternatif Masa Depan, dalam Ismail SM, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren dan Madrasah., hlm. 149-150 35
30
Ketiga, pesantren semi salaf-semi modern yang memiliki karakteristik, ada pengajian kitab salaf, kurikulum modern (seperti Bahasa Inggris, fisika, matematika, manajemen dan sebagainya), dan terlebih ada ruang kreatifitas (seperti berorganisasi, membuat bulletin, majalah, mengadakan seminar, diskusi, bedah buku, dan sebagainya).36 Namun dalam pelaksanaannya sekarang ini, secara garis besar ndok pesantren dapat dogolongkan kedalam tiga bentuk yang penting: a. Pondok pesantren salafiyah Salaf artinya “lama”, “dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab kuning. Perjenjangan didasarkan pada hatamnya kitab yang dipelajari, setelah hatam santri bisa naik kejenjang lebih tinggi dan seterusnya. b. Pondok pesantren khalafiyah (‘Ashriyah) Khalaf artinya “kemudian” atau ‘belakang”, sedang ashri artinya “sekarang” atau ‘modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTS, MA, atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMU dan SMK), atau nama lainnya, tetapi dengan pendidikan klasikal. Pembelajarannya dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti caturwulan, semester dan lainnya. Disini “pondok” lebih sebagai asrama. c. Pondok pesantren campuran Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah ada dengan penjelasan di atas adalah dalam bentuknya yang ekstrim. Sebagian besar pondok pesantren sekarang berada diantara keduanya, sebagian 36
Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman, dalam M. Affan Hasyim, Menggagas Pesantren Masa Depan, (Yogyakarta: CV Qolam, 2003), hlm. 7-9
31
pesantren salafiyah umumnya juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang. Demikian juga pesantren khalafiyah melenggarakan pendidikan dengan pendekatan pengajian kitab kuning, itulah yang menjadi salah satu identitas pesantren. Tanpa pengajian kitab klasik agak janggal disebut pondok pesantren.37 Tiga bentuk pesantren di atas adalah yang paling populer saat ini, meski terdapat berbagai macam tipologi pesantren yang telah disebutkan diatas tadi. Tipologi pesanatren tidak hanya didasarkan pada penyelenggaraan pendidikan agama, ada tipologi lain dibuat berdasarkan
penyelenggaraan
fungsinya
sebagai
lembaga
pengembangan masyarakat melalui program-program pengembangan usaha. Dari sini dikenal pesantren perkebunan, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis, dan lain sebagainya. Adapun pondok pesantren yang akan diteliti kali ini adalah pesantren Al-Ishlah yaitu tipe pesanten agribisnis, yang mana selain menyelenggarakan pengajaran kitab klasik (kitab kuning) seperti yang telah diungkapkan diatas, juga memberikan tambahan latihan keterampilan atau kegiatan pada santri dalam bidang pertanian.
B. Agribisnis.. Agribisnis (agribusiness) berasal dari kata ”agri” (agriculture) dan “bisnis” (usaha komersial). Kata pertanian (agriculture) diartikan sebagai pertanian dalam arti luas yang berkaitan dengan tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.38 Agibisnis didefinisikan sebagai: “The sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production operations on the farm, processing and distribution of farm commodities and items made from them”.39 37
Tim Departemen RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, op cit., hlm. 29-30 Abdurohim dan Diah Retno D.H., Ekonomika Pertanian, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2007) hlm 189 39 Lutfi Fatah, Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, (Kalimantan: Pustaka Banua, 2006), hlm.192 38
32
Agribisnis adalah suatu kegiatan usaha yang berkaitan dengan sektor pertanian, mencakup perusahaan-perusahaan pemasok input bisnis (upstreamside industries), penghasil (agriacultural-producing industries), pengolah produk agribisnis (downsteam-side industries), jasa pengangkutan dan jasa keuangan (agri-supporting industries). Jadi agribisnis adalah sifat dari usaha yang berkaitan dengan pertanian yang berorientasi pada bisnis yang bertujuan memperoleh keuntungan. Agribisnis juga mengandung pengertian sebagai keseluruhan operasi yang terkait dengan aktivitas untuk menghasilkan dan mendistribusikan input produksi, aktifitas untuk produksi, pengolahan dan pemasaran usaha tani. Lebih sederhana lagi dikatakan pengertian agribisnis adalah meliputi keseluruhan sektor bahan masukan usaha tani, produk yang memasak bahan masukan usaha tani yang terlibat dalam bidang produksi, dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran dan penjualan, baik secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir.40 Dalam agribisnis meliputi empat aspek sebagai berikut: 1. Subsektor agribisnis hulu (up stream agribusiness) yaitu; kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi meliputi; industri agrohimir (industri pupuk, pestisida, dan obat-obat hewan) dan industri otomotif (industri mesin dan alat pertanian) 2. Subsektor agribisnis primer (on farm agribusiness) yaitu pertanian tanaman pangan, tanaman haoltikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. 3. Subsektor agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan industri yang mengolah komodotas pertanian menjadi produk-produk olahaan baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir. Dengan kata lain subsektor ini meliputi pergudangan , pengolahan, distribusi komoditas pertanian dn berbagai produk yang dihasilkan pertanian. 4. Subsektor jasa pergudangan (supporting institution) yaitu kegiatan yang menghasilkan dn menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti pemasaran, transportai dan sebagainya.41 Dari keterangan-keterangan diatas menunjukan bahwa agribisnis merupakan usaha dari bisnis pertanian dalam arti luas yang berkaitan dengan 40 41
Ibid, hlm. 195 Ibid, hlm. 195-196
33
tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Dikatakan pertanian dalam arti luas artinya bahwa pada dasarnya agribisnis adalah suatu perkembangan dari pertanian tradisional, dimana pada pertanian tradisional, petani sudah mengerjakan kegiatan-kegiatan yang sudah termasuk agribisnis, tetapi belum dilakukan secara komersil.42 Itulah esensi kegiatan agribisnis, oleh karena itu, pengertian agribisnis merupakan suatu usaha yang bertujuan mendapatkan keuntungan pada bidang pertanian. Jadi agribisnis adalah sebagai penjumlahan suatu kegiatan yang berkecimpung dalam pabrik dan distribusi alat-alat maupun bahan untuk pertanian, kegiatan produksi pertanian, pengolahan, penyimpanan dan distribusi komoditas pertanian atau barang-barang yang dihasilkan. Agribisnis sebagai suatu sistem adalah merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari berbagai subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interdepedensi secara reguler serta terorganisir sebagai suatu totalitas. Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usaha tani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk. b. Subsistem Usaha Tani atau proses produksi Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi 42
Abdurrohim dan Diah Retno D.H., Op. Cit., hlm. 189.
34
primer. Disini ditekankan pada usaha tani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usaha tani yang berbentuk komersial bukan usaha tani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu. d. Subsistem Pemasaran Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usaha tani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri. e. Subsistem Penunjang Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi: sarana tataniaga, perbankan/perkreditan, penyuluhan agribisnis, kelompok tani, infrastruktur agribisnis, koperasi agribisnis, BUMN, swasta, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, transportasi dan kebijakan pemerintah.43 Dari beberapa keterangan diatas dapat dijelaskan bahwa pondok pesantren agribisnis adalah sebuah pesantren yang melakukan pengajaran 43
R Hermawan, ”Pengembangan Agribisnis”, http://mencholeo.wordpress.com/2008/01/05/membangun-sistem-agrobisnis/. Html. Diakses 2504-2008.
35
agama Islam (tafaqquh fiddin) juga melakukan kegiatan pertanian yang mana didalamnya akan dilakukan bisnis mulai dari input pemasukan bahan, cara pengolahan sampai pada pemasarannya, akan dilakukan oleh para santri sebagai keterampilan yang perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan santri yang memiliki skill yang tinggi untuk memasuki era global dengan persaingan yang ketat dalam bidang apapun. Pesantren dengan basis Agribisnis ini mempunyai maksud bahwa pesantren tidak hanya memberikan pembelajaran agama Islam (Tafaqquh fiddin) yang mana orientasi pendidikanya menekankan pada nilai-nilai keIslaman agar santri menjadi pribadi muslim yang berakhlakul karimah, tetapi dalam pembelajarannya pesantren juga membekali santrinya dengan keterampilan-keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan masyarakat sekitar. Disamping itu label Agribisnis ini dimaksudkan dalam upaya pembenahan perekonomian di pesantren dan sekitarnya sekaligus sekaligus sebagai peningkatan mutu sumberdaya manusia yang berada di pesantren. Karena tidak semua manusia dapat mengenyam pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup sebagai bekal masa depannya. Untuk itu pesantren Agribisnis didirikan dalam rangka untuk menciptakan generasi muda yang berbekal ilmu pendidikan Islam dan mempunyai keterampilan etos kerja tinggi sehingga mampu berdiri sendiri sebagai pencapaian kebahagiaan dunia akhirat.
C. Life Skill Mulyasa dalam bukunya kurikulum berbasis kompetensi, menjelaskan bahwa upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan di pesantren adalah dengan menerapkan Broad Based Education Life Skill atau biasa disingkat BBE-LS sebagai proses dalam pencapaian life skill. BBE yaitu pendidikan berbasis masyarakat luas, yang merupakan kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan bagi lapisan masyarakat terbesar. Sifat menonjol dari lapisan masyarakat terbesar adalah pendidikan yang
36
menekankan pada kecakapan atau keterampilam hidup untuk bekerkja . Atau secatra teknis phylosofis orientasi pendidikannya menuju life skill44 Tujuan dari BBE adalah untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. BBE merupakan suatu sistem pendidikan yang memberikan pengetahuan umum dan keterampilan kepada anak didik (santri) yang diperlukan masyarakat sekitar. Misalnya seorang ustadz (guru) mengajarkan keterampilan kepada santri harus disesuaikan kepada kebutuhan masyarakat sekitar, seperti untuk keperluan perdagangan, pertanian dan perkebunan. Adapun konsep pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup adalah sebagai berikut. 1. Konsep Dasar Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Istilah life skill telah banyak didefinisikan oleh para ahli, seperti Tim Departemen Pendidikan mendefinisikan kecakapan hidup (life skill) adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.45 Senada dengan pengertian di atas Fatah Syukur mendefinisikan bahwa: “Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.46 Makna lain dari life skill adalah: Pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk berfungsi dalam masyarakat. Kemampuan yang membuat seseorang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang berupa perilaku adaptif dan positif yang memungkinkan seseorang untuk menjawab tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari secara efektif.47 44
http:// omifatinablogspot.com/2007/09/life-skills-di-sekolah-html. Diakses 30-04-2008 45 Tim Departemen Agama RI, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 5 46 Fatah Syukur, Tekhnologi Pendidikan, (Semarang :Rasail,2005), hlm. 85 47 Tim Departemen Agama RI, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran, Op Cit., hlm. 6
37
Dengan demikian life skill dapat dinyatakan sebagai kecakapan hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata mempunyai kemampuan tertentu saja (vocational job) namun harus mempunyai kemampuan dasar pendukung fungsional, dapat menghitung, membaca, merumuskan masalah dan memecahkanya, mengolah sumber daya, bekerja dalam tim, terus belajar ditempat kerja dan mampu menggunakan tekhnologi yang yang telah ada. Dari sekian banyak definisi tantang life skill, pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama, yaitu memberikan bekal pada peserta didik agar memiliki kemampuan, kesanggupan dan keterampilan untuk menjalani kehidupan secara baik, nikmat dan bahagia. 2. Tujuan Pendidikan Life Skill Secara umum manfaat pendidikan life skill di pesantren adalah sebagai bekal bagi santri dalam menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat maupun sebagai warga negara. Adapun secara spesifik manfaat pendidikan life skill adalah: a. b. c. d.
Untuk membekali individu dengan kecakapan. Untuk merespon kejadian dalam hidup. Yang memungkinkan hidup dalam masyarakat yang independent. Yang membuat individu mandiri, produktif, mengarahkan pada kehidupan yang memuaskan dan memiliki kontribusi pada masyarakat. e. Yang memungkinkan individu untuk berfungsi secara efektif di dunia yang selalu berubah.48
Sedang tujuan dari pada pendidikan kecakapan hidup adalah: a. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga, mereka cakap bekerja (cakap hidup) dan mampu memecahkan masalah hidup seharihari. b. Merancang pendidikan dan pembelajaran agar fungsional bagi kehidupan santri dalam menghadapi kehidupannya sekarang dan masa yang akan datang. c. Memberikan kesempatan pada pesantren untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan pendidikan berbasis luas. 48
Ibid, hlm. 13
38
d. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan pesantren dan masyarakat.49 Jadi pada hakikatnya pendidikan kecakapan hidup bertujuan agar manusia dapat mengembangkan potensinya yang dianugerahkan oleh Allah SWT, baik dari segi intelektualnya, moralnya maupun profesionalnya.
3. Klasifikasi Life Skill Slamet membagi life skill menjadi dua bagian yaitu: kecakapan dasar dan kecakapan instrumental. Life skill yang bersifat dasar adalah kecakapan universal dan berlaku sepanjang zaman, tidak tergantung pada perubahan waktu dan ruang yang merupakan pondasi bagi peserta didik baik di dalam pendidikan formal maupun non formal agar dapat mengembangkan keterampilan yang bersifat instrumental.50 Diantara kecakapan dasar tersebut adalah: a. b. c. d. e. f. g. h.
Kecakapan belajar terus menerus Kecakapan membaca, menulis dan berhitung Kecakapan berkomunikasi secara lisan, tertulis, gambar, mendengar Kecakapan berpikir Kecakapan qolbu yang meliputi Iman (spiritual), rasa dan emosi Kecakapan mengelola kesehatan Kecakapan merumuskam keinginan dan upaya untuk mencapainya Kecekapan keluarga dan sosial
Sedangkan kecakapan instrumental dibagi menjadi sepuluh: a. b. c. d. e. f. g. h.
Kecakapan memanfaatkan teknologi Kecakapan mengelola sumber daya Kecakapan bekerja sama dengan orang lain Kecakapan memanfaatkan informasi Kecakapan menggunakan sistem dalam kehidupan Kecakapan berwirausaha Kecakapan kejujuran termasuk olah raga dan seni Kecakapan memilih, menyiapkan dan mengembangkan karir
49 Ibid, hlm. 14 Slamet PH, pendidikan kecakapan hidup, konsep dasar, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta: Balitbang Diknas, 2002), no. 037, hlm. 545. 50
39
i. Kecakapan menjaga harmoni dalam lingkungan j. Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan wilayah Pancasila51 Secara garis besar kecakapan hidup (life skill) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Pertama, kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill/GLS) adalah kecakapan hidup yang diperlukan oleh siapapun, baik yang bekerja, yang tidak bekerja dan yang sedang menempuh pendidikan.Kecakapan ini meliputi kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan social (social skill). Personal skill mencakup kecakapan akan kesadaran diri (self awarenes) dan kecakapan berfikir (thinking skill). Social skill mencakup kacakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan kerjasama (collaboration skill). Kedua, kecakapan hidup yang bersisfat spesifik (specific life skill/SLS) adalah kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk menghadapi problema pada bidang-bidang tertentu secara khusus, atau disebut juga kompetensi teknis. Kecakapan ini meliputi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocational skill).Vocational skiil mencakup vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill). Kesemua jenis kecakapan hidup di atas menyatu menjadi sebuah tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional dan intelektual, secara skematik dapat digambarkan seperti di bawah ini:52 Tabel I
51
Ibid, hlm 551. 52 Abdul mukti, Membidik Kurikulum Berbasis Kompetensi, Quantum LPM Edukasi, Edisi IV, 2004, hlm.15
40
Self Awarnes Personal skill General skill
Thinking skill Communic ation skill Social skill
Life skill
Collaborati on skill Vocational skill Specific skill Academik skill
Konsep pendidikan life skill pada jalur pendidikan formal sangat beragam pada setiap jenjangnya. Pada jenjang pendidikan dasar (TK, SD/MI, SLTP/MTs) akan lebih ditekan kan pada pengembangan generic life skill (GLS) dan pengenbangan spesific life skill (SLS) diberikan pada tahapan pengenalan dan disesuaikan dengan perkembangan fisik maupun psikologis. Peserta didik pada tingkatan SMU/MA institusi pendidikannya, tidaklah sebatas memberikan pengetahuan spektrum yang lebih luas untuk menyesuaikan diri namun melalui pendidikan life skill perlu menyiapkan peserta didik dengan bekal vokational life skill (kecakapan kejuruan), untuk bekal masa yang akan datang. Sedangkan pendidikan life skill di pondok pesantren ditekankan pada SLS dan GLS, akan tetapi difokuskan pada self awarness, tinking skills, social skills, vocational skills dan kecakapan keterampilah keahlian khusus.
41
Adapun dalam dunia pesantren, menurut Sulthon dan Kusnuridho, orientasi pelaksanaan kecakapan hidup difokuskan pada lima kecakapan, yaitu: a. Kecakapan personal (self awarnes) Mencakup kesadaran akan diri sendiri sebagai makhluk Tuhan YME, Pengembangan karakter diri, kesadaran akan potensi diri dn belajar memelihara lingkungan dalam rangka pengembangan dan peningkatan dirinya. b. Kecakapan berfikir rasional (thinking skill) Mencakup kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah. c. Kecakapan social (social skill) Meliputi: kecakapan komunikasi dengan empati (dapat dikembangkan melalui bercerita, mendengarkan orang lain, menuangkan gagasan dan sebagainya) dan kecakapan bekerjasama (dapat dikembangkan melalui kerja kelompok, menjadi anggota atau pimpinan kelompok, bergotong royong membersihkan halaman dan lain sebagainya). d. Kecakapan pra-vokasional (pre-vocational skill) Kecakapan ini meliputi; kooordinasi mata tangan dan mata kaki (dikembangkan melalui menulis, menggambar, dan sebagainyaa), ketearmpilan lokomotor (dikembangkan melalui berjalan, berbaris, lari dan sebagainya) dan keterampilan non-lokomotor (dapat dikembangkan melaluiberbagai gerakan tubuh, senam dan sebagainya). e. Keterampilan keahlian khusus. Yaitu keterampilan dalam pendalaman satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu yang nantinya akan menjadi keterampilan siap pakai dalam kehidupan di masyarakat. Pemilihan ini harus akrab lingkungan dan fungsional.53 Dengan demikian kecakapan hidup yang dikembangkan dalam pesantren
meliputi lima aspek
yaitu; kecakapan personal, kecakapan
berfikir rasional, kecakapan social, kecakapan pra-vokasional, dan kecakapan keterampilan keahlian khusus. Untuk itu kegiatan belajar mengajar dalam pesantren hendaknya memuat kecakapan-kecakapan hidup diatas agar pendidikan pesantren berhasil secara optimal.
53
Sulthon Mashud dan Muh. Khusnuridlo, Menejemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka Depag RI), 2003, hlm. 244-245
42
Meskipun pelaksanaan pendidikan life skill dapat bervariasi, pendidikan kecakapan hidup (life skill) harus disesuaikan dengan kondisi lingkunganya, namun memiliki prinsip umum yang sama yaitu: a. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku saat ini. b. Tidak harus mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum untuk diorientasikan pada kecakapan hidup c. Etika Socio-Religius bangsa sedapat mungkin diintegrasikan dalam sistem pendidikan d. Pembelajaran kecakapan hidup menggunakan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together. e. Pelaksanan life skill di pesantren menerapkan Manajemen Berbasis Pondok Pesantren (MBPP) f. Potensi
daerah
sekitar
pesantren
dapat
direfleksikan
dalam
penyelenggaraan pendidikan, sesuai dengan pendidikan kontekstual dan pendidikan berbasis luas ( BBE) g. Paradikma learning for life and learning to work dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pantauan antara pendidikan dan kehidupan nyata peserta didik (santri). h. Penyelenggaraan pendidikan senantiasa diarahkan agar santri: 1) menuju
hidup
yang
sehat
dan
berkualitas,
2)
mendapatkan
pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang luas, serta 3) memiliki akses untuk memenuhi standar hidupnya secara layak.54 4. Tahapan-tahapan pengembangan life skill Kesuksesan sebuah lembaga pendidikan sangat terkait dengan langkahlangkah yang tepat. Berawal dari proses merangkak melalui penyesuaian kurikulum, baru kemudian tahap pengembangan pelaksanaanya. Kerangka pengembangan
pendidikan
berbasis
life
skill
sebagaimana menurut Slamet PH sebagai berikut: 54
Sultton mashud dan Muh kusnuridlo, op. cit., hlm. 244-245.
(kecakapan
hidup)
43
Pertama, diidentifikasi masukan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dengan para ahli dari nilai-nilai kehidupan nyata yang luas. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup terampil untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya yang sarat perubahan. Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan kompretensi kecakapan yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan kecakapan hidup seperti misalnya: tenaga kependidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan hidup perlu dibuat berdasarkan kompetensi hasil penelitian terhadap prestasi belajar peserta didik (santri) tidak hanya dengan pensil dan papan tes, tapi juga dengan perfonmance test bahkan dengan evaluasi otentik.55
Berikut adalah alur pengembangan pendidikan life skill56 Nilai-nilai kehidupan nyata
Pengembanga kompetensi kecakapan hidup
Pengembangan kurikulum kecakapan hidup
Pengembangan penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup
55
56
Slamet PH, op. cit., Hlm. 549.
Anwar, Pendidikan kecakapan Hidup (Life slkill Education), (Bandung: CV. Alfabeta, 2002, hlm.33
44
Pengembangan evaluasi berdasarkan kompetensi kecakapan hidup
D. Pelaksanaan Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Dalam melaksanakan konsep BBE-LS itu dilakukan melalui; 1) orientasi pembelajaran. 2) budaya pesantren. 3) manajemen pesantren. 4) hubungan yang sinergis dengan masyarakat. 5) pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.57 Kelima cara tersebut memiliki tujuan agar santri memiliki kecakapan yang kompleks untuk mempersiapkan mereka menghadapi era informasi dan era AFTA (Asean Free Trade Area) atau AFLA ( Asean Free Labour Area) serta perdagangan bebas. 1. Pelaksanaan pendidikan life skill melalui orientasi Pembelajaran Pembelajaran merupakan transfer of knowledge dan merupakan transfer informasi, tapi hendaknya pembelajaran menjadi sebuah proses. Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Ustadz sebagai seorang yang pendidik harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Oleh karena itu ustadz harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar. Pendidikan life skill melalui orientasi pembelajaran mempunyai arti memberikan perubahan pada kurikulum dari Subjec Mater Oriented menjadi “Life Skill Oriented”.58 Maka dalam hal ini pendidikan terfokus pada penciptaan karakter santri agar memiliki aspek-aspek positif seperti aspek kecakapan personal (kesadaran diri dan aspek kacakapan berpikir rasional), aspek kecakapan interaksi sosial dan aspek kecakapan akademik. Pendidikan life skill bukan mata pelajara baru, sehingga dengan adanya life skill kurikulum tidak harus diubah atau ditambah mata pelajarannya.
hlm. 30
57
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005),
58
Slamet PH, Op. Cit.,hlm. 548
45
Oleh karena pendidikan life skill dilaksanakan melalui orientasi pembekajaran, tentu terfokus pada proses belajar mengajar. Maka pembelajaran
diarahkan
pada
aspek-aspek
termasuk
kompetensi
profesional yang ditampilkan oleh pengajaran, dalam hal ini adalah ustadz. Hubungan terhadap proses belajar mengajar berupa penggunaan metode, media, dan bahan pengajaran, yang mendorong dan menggalakkan keterlibatan santri dalam pengajaran dan melaksanakan evaluasi pengajaran santri dalam proses belajar mengajar. 2. Pelaksanaan Life Skill Melalui Budaya Pesantren Kebudayaan
menurut
Edward
Burnett
Tylor
adalah
suatu
keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan segala kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai aggota masyarakat.59 Dalam hal ini life skill bisa ditumbuhkan melalui seluruh aktifitas dan tindakan yang ada di pesantren. Kebudayaan itu mempunyai nilai yang dimiliki manusia, bahkan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Budaya pesantren adalah sesuatu yang menjadi ciri khas atau tradisi sebuah pesantren yang mana sudah menjadi acuan dari masa kemasa. Menurut Abdullah budaya pesantren itu meliputi: yaqin dan ikhlas, berakhlak mulia, berfikir konseptual dan visioner, mempertajam kualitas spiritual, semangat, dan mengangkat kemuliaan Islam.60 Ada pula yang berpendapat bahwa budaya pesantren itu yang santrinya dikonotasikan dengan orang sarungan, berkopiah, memakai busana Muslim dan priyayi dari masyarakat keraton.61 Namun sejalan dengan perubahan zaman, ketika berbicara tentang budaya pesantren yang kerap sekali muncul dalam benak adalah sesuatu yang menjadi ciri khusus pesantren sebagai lembaga pertama yang
59
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Op. Cit., Jilid 3, hlm. 495. Hidayatullah, “Budaya Pesantren dan Arah Kebijakan”, http://hidayatullahbpp.com Diakses 2008-01-15 61 Muhlis, “Tradisi pesantren sebagai bentuk akulturasi budaya pesantren”, http://muhlis.files.wordpress.com 2008-01-15 60
46
dikhususkan untuk pembinaan dan pembelajaran agama Islam, budayabudaya yang selalu melekat pada diri pesantren adalah sebagai berikut: Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, ketaatan santri yang tinggi kepada kyai, hidup hemat dan sederhana benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan di pondok pesantren, semangat menolong diri sendiri amat terasa dikalangan santri, jiwa tolong menolong dn suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pondok, pendidikan disiplin sangat ditekankan dalam kehidupan di pondok, dan yang terakhir tentunya kehidupan agama yang baik sangat ditekankan dengan melihat label pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. 3. Pengembangan Life Skill Melalui Manajemen Pesantren Manajemen
pesantren
merupakan
sebuah
unsur
atau
tata
keorganisasian dalam pesantren, tanpa manajemen yang baik, pesantren tidak akan bisa berkembang dan maju mengikuti perubahan global. Selama ini kebanyakan pondok pesantren menerapkan pola manajemen yang berorientasi pada penanaman jiwa ketulusan, keikhlasan, kesukarelaan, yang biasa dikenal dengan istilah “lillahi ta’ala”. Namun konsep tersebut dilihat dari kacamata manajemen modern tampak “amburadul”
karena
tidak
diimbangi
dengan
kemampuan
dan
profesialisme yang memadai. Manajemen
di
pesantren
akan
mengkombinasikan
konsep
manajemen lillahi ta’ala dengan manajemen modern yang diikuti dengan profesionalisme yang memadai akan menghasilkan kombinasi yang ideal yaitu idealisme-profesionalisme yang disebut dengan manajemen berbasis pondok pesantren (MBPP). Pada dasarnya seluruh komponen-komponen pondok pesantren dalam
rangka
memajukan
pondok
pesantren
perlu
dilaksanakan
manajemen secara baik. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut: a. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
47
Pesantren disamping memiliki kurikulum nasional juga menjalankan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, Kyai sebagai
pimpinan
bertanggung
jawab
terhadap
perencsanaan,
pelaksanaan, dan penilaian, perubahan dan perbaikan program pengajaran dipesantren. b. Manajemen Tenaga Kependidikan (Ustadz) Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh pimpinan dalam mengelola tenaga kependidikan (ustadz). Manajemen personalia adalah mendayagunakan ustadz secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal dalam kondisi yang menyenangkan. Manajemen tenaga kependidikan (ustadz) mencakup: 1. Perencanaan pegawai (ustadz), yaitu yang menganalisis pekerjaan agar bisa menentukan kualitas maupun kuantitas pengurus. 2. Pengadaan pegawai yaitu melalui recruitment 3. Pembinaan dan pengembangan 4. Promosi dan mutasi 5. Pemberhentian pegawai 6. Kompensasi 7. Penilaian pegawai.62 c. Manajemen Santri Sangat penting penataan dan pengaturan terhadap kegiatan santri mulai masuk sampai keluar dari pesantren. Manajemen pesantren bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesantrian agar kegiatan pembelajaran di pesantren dapat berjalan dengan lancar dan tertib serta mencapai tujuan pendidikan pesantren. Mulyasa menuturkan bahwa untuk mewujudkan tujuan tersebut bidang manajemen santri sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu: penerimaan santri baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin. 4. Pelaksanaan Life Skill Melalui Hubungan Yang Sinergis Antara Pesantren Dengan Masyarakat
62
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan implementasinya, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2004), hlm.70
48
Hubungan antara pesantren dengan masyarakat merupakan sesuatu yang sangat penting, tanpa adanya dukungan dari masyarakat, maka pesantren juga tidak akan terlaksana, begitu juga masyarakat tanpa pesantren, maka pendidikan islam yang mendalampun tidak bisa mereka dapatkan. Untuk itu hubungan pesantren dan masyarakat selayaknya harus terjalin secara sinergis. Ditinjau dari kepentingan pesantren pengembangan penyelenggaraan hubungan pesantren dan masyarakat bertujuan: a. Memelihara kelangsungan hidup pesantren b. Meningkatkan mutu pendidikan di pesantren c. Memperlancar kegiatan life skill d. Memperoleh dukungan dan bantuan dari masyarakat yang diperlukan dalam pelaksanaan dan pengembanga program pesantren Sedangkan jika ditinjau dari kebutuhan masyarakat yaitu: a. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang mental dan spiritual b. Memperoleh bantuan dari pondok pesantren dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat c. Menjamin relevansi program pesantren dengan kebutuhan masyarakat d. Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang makin meningkat kemampuannya. 5. Pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat Dalam melakukan pembelajaran hendaknya sebuah pesantren memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi pesantren tidak bisa sepenuhnya memberikan pendidikan yang diluar dari pada pendidikan keislaman sepenuhnya. Untuk itu pesantren hanya akan memberikan pendidikan Islam dan membekali santri dengan keterampilan-keterampilan atau pengetahuan sesuai dengan
kebutuhan
lingkungan sekitar, tidak semua bidang diadakan. Diharapkan dengan adanya kegiatan ekstra keterampilan, santri tidak hanya mempunyai bekal tafaqquh fiddin tetapi juga pengetahuan
49
umum, sehingga santri mampu dan siap manghadapi hidup di era yang akan datang.
Tabel III JADWAL KEGIATAN PP.AL-ISHLAH SERANGSARI WONOSOBO JAWATENGAH NO
WAKTU
AKTIVITS
1
04.00 s/d 05.30
Bangun tidur, sholat berjama'ah
2
05.30 s/d 06.00
Pengajian sama pengasuh (semua santri)
3
07.00 s/d 13.00
Bertani dan sekolah (yang melanjutkan ke umum)
4
13.00 s/d 14.00
Sholat, makan siang dll
5
14.00 s/d 15.00
Ngaji Diniah kelas Wusto (1,2,3)
6
15.00 s/d 16.30
Sholat, istirahat
7
16.30 s/d 17.30
Ngaji bagi santri memilih (Ekstra kegiatan pondok)
8
!7.30 s/d 19.15
Sholat Maghrib, Ngaji sama pengasuh (semua Santri )
9
19.15 s/d 21.00
Sholat, Diniah (4,5,6), Wajib Belajar (yang tidak diniah)
10
21.00 s/d-----
Istirahat
2. Struktur organisasi Tabel IV Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo Tahun Ajaran 2007-2008
Pengasuh Pon.Pes Al-Ishlah KH. Makhrus Ali
Ketua Musnadi
Wakil Ketua Khotim
Sekretaris Fatkhul Qorib
Seksi Pendidikan Jatmiko
Bendahara Nasikhin & Qodim
Seksi Keamanan Kholil, Muzaki, Madrukhan
Seksi Humas A. Faqih & Tahrir
Ustadz Mata Pelajaran
Santri
Seksi Kebersihan Khafidz, Hidayat, Roja’i
Tabel III JADWAL KEGIATAN PP.AL-ISHLAH SERANGSARI WONOSOBO JAWATENGAH NO
WAKTU
AKTIVITS
1
04.00 s/d 05.30
Bangun tidur, sholat berjama'ah
2
05.30 s/d 06.00
Pengajian sama pengasuh (semua santri)
3
07.00 s/d 13.00
Bertani dan sekolah (yang melanjutkan ke umum)
4
13.00 s/d 14.00
Sholat, makan siang dll
5
14.00 s/d 15.00
Ngaji Diniah kelas Wusto (1,2,3)
6
15.00 s/d 16.30
Sholat, istirahat
7
16.30 s/d 17.30
Ngaji bagi santri memilih (Ekstra kegiatan pondok)
8
!7.30 s/d 19.15
Sholat Maghrib, Ngaji sama pengasuh (semua Santri )
9
19.15 s/d 21.00
Sholat, Diniah (4,5,6), Wajib Belajar (yang tidak diniah)
10
21.00 s/d-----
Istirahat
2. Struktur organisasi Tabel IV Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo Tahun Ajaran 2007-2008
Pengasuh Pon.Pes Al-Ishlah KH. Makhrus Ali
Ketua Musnadi
Wakil Ketua Khotim
Sekretaris Fatkhul Qorib
Seksi Pendidikan Jatmiko
Bendahara Nasikhin & Qodim
Seksi Keamanan Kholil, Muzaki, Madrukhan
Seksi Humas A. Faqih & Tahrir
Ustadz Mata Pelajaran
Santri
Seksi Kebersihan Khafidz, Hidayat, Roja’i
BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA PESANTREN BERBASIS AGRIBISNIS DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI PONDOK PESANTREN AL-ISHLAH DESA SERANG SARI KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO
Pesantren sebagai subkultur, lahir dan berkembang seiring derap langkah perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat. Perubahan-perubahan yang terus bergulir itu, cepat atau lambat pasti akan mengimbas kepada komunitas pesantren sebagai bagian dari komunitas masyarakat dunia, akan tetapi hal tersebut tidak perlu untuk dikhawatirkan karena dalam realitasnya pesntren sebagai lembaga indigenous memiliki peranan yang multi-dimensi diantaranya dalam hal pendidikan dan pengembangan mayarakat, sehingga dengan peranan pesantren diharapkan nantinya akan melahirkan ulama yang tidak saja memahami ilmu pengetahuan keagamaan, luas wawasan pengetahuan dan cakrawala pemikirannya, tetapi juga mampu memenuhi tuntutan zamannya dalam rangka pemecahan persoalan kemasyarakatan. Dari studi ini mencoba menguraikan upaya-upaya pesantren Al-Ishlah yang mempunyai basis agribisnis dalam meningkatkan life skill santrinya agar mampu menjadi agent social of development. Dari deskripsi diatas dapat dicermati bahwa pesantren memiliki peranan besar dalam membantu bangsa untuk menciptakan sumber daya yang berkualitas. Berawal dari berbagai data yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka kali ini akan dikemukakan beberapa analisis yang berkaitan dengan rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya diantaranya mengenai Bagaimana proses peningkatan life skill santri pondok pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo dan bagaimana life skill santri pondok pesantren Al-Ishlah. Kesemuanya itu akan dianalisis dalam pembahasan berikut:
67
68
A. Proses Peningkatan Life Skill Santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Proses peningkatan life skill yang dilakukan oleh pondok pesantren AlIshlah dapat dilihat mulai dari reorientasi pembelajaran dan evaluasinya menuju arah yang efektif, pengembangan budaya pesantren, peningkatan efektifitas manajemen pesantren, penciptaan hubungan yang harmonis dan sinergis antara pesantren dengan masyarakat dan pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai berikut: 1. Reorientasi pembelajaran dan evaluasinya menuju arah yang efektif Pembelajaran
merupakan
transfer
of
knowledge
yang
juga
merupakan transfer of value. Proses merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar pembelajaran yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent), komponen tersebut meliputi merumuskan tujuan, menentukan materi, menentukan metode, alat peraga pelajaran, dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan, keseluruhan proses situ hendaknya direncanakan dengan matang dan terkoordinir sehingga bisa berjalan seefektif mungkin. Pondok
pesantren
Al-Ishlah
tentunya
sudah
menjalankan
serangkaian proses pembelajaran life skill dengan baik. Dalam proses pembelajaran
telah
mengalami
perubahan
yang
dulunya
dalam
pembelajaran aspek kognitif lebih domonan sekarang lebih ditentukan pada kompetensi peserta didik. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual yaitu mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dari lingkungnnya sehingga pembelajaran lebih kongkrit, realistik, menyenangkan dan lebih bermakna. Untuk mengetahui kualitas proses pembelajaran, dapat dilihat dari tingkat keefektifan pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada penberdayaan peserta didik secara aktif, pembelajaran bukan sekedar memotivasi dan recall, bukan pula sekedar penekanan pada penguasaan tentang apa yang diajarkan, tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga
69
tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktekan dalam kehidupan sehari peserta didik.1 Evaluasi yang dilakukan oleh pondok pesantren Al-Ishlah dalam peningkatan life skill adalah dengan melakukan pre tes yang dilakukan pada waktu pendidikan tahap awal yang diikuti oleh santri, selanjutnya post tes dengan menilai langsung praktek lapangan santri, sedangkan untuk tahap akhir dengan melakukan penilaian hasil yang didapat dari pada pertanian, berhasil tidakkah santri dalam melakukan praktek pertanian tersebut. Proses pembelajaran dan evaluasi pondok pesantren Al-Ishlah dapat dikatakan cukup efektif, hal ini dapat diketahui dari PBM pesantren, ustadz menggunakan metode yang tepat dan menyampaikan materi seoptimal mungkin. Para peserta didik dituntut aktif dalam pembelajaran kearah kecakapan hidup dan pada tahap evaluasi para ustadz telah berupaya mengembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran santri. Kelebihan dalam menjalankan proses ini adalah pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih efektif dengan adanya pemilihan dan penggunaan metode oleh para ustadz yang sesuai dengan pembelajaran. Dalam melakukan pembelajaran agama Islam digunakan metode sorogan, bandongan, dan hafalan, dan hal ini telah terbukti santri lebih cepat menguasai pembelajaran. Adapun dalam pembelajaran menuju pendidikan life skill, para ustadz menggunakan pembelajaran kontekstual (CTL) yang mana santri dituntut untuk lebih aktif, lebih banyak bekerja, mereka menggunakan otak mereka, belajar ide-ide baru, pemecahan masalah dan menerapkan apa yang mereka telah pelajari tentang agribisnis. Seperti contoh santri diberi pendidikan bertani dan kemudian mempraktekkan sesuai dengan pengarahan para ustadz dan Dinas pertanian.
1
hlm. 149
E. Mulyasa, Kurikulun Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003),
70
Untuk segi kekurangan dalam proses ini adalah dalam hal evaluasi. Dilihat dari penilaian awal dan proses, dengan adanya pra tes dan post tes ini masih bisa dinilai dalam waktu singkat, akan tetapi untuk melakukan penilaian dalam tahap akhir, waktu yang digunakan cukup lama, karena penilaian yang dilakukan adalah melihat hasil dari pada pertanian, sedangkan waktu mulai penanaman hingga panen memerlukan waktu yang lama. 2. Pengembangan Budaya Pesantren Budaya pesantren merupakan akulturasi dari tradisi pesantren, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan tradisi dalam pondok pesantren terus menerus dilakukan sehingga menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Dalam pengembangan budayanya, pondok pesantren Al-Ishlah selain menjaga budaya-budaya yang telah ada dengan tetap menjalankannya tanpa mencampuradukkan dengan budaya lain. Budaya pesantren yang kental dengan keyakinan dan keikhlasan hati dalam menjalankan ajaran islam, berakhlaq mulia, saling hormat menghormati, tolong menolong, dan takdhimnya santri pada kyai masih tetap dilakukan oleh pondok pesantren Al-Ishlah sebagai upaya pengembangan budaya pesantren. Kelebihan dari pada pengembangan budaya Pesantren di pondok pesantren Al-Ishlah adalah melekatnya tradisi-tradisi pesantren yang karenanya menjadikan ciri khas sebuah pesantren tetap terjaga kemurniannya, seperti contoh: budaya tolong menolong dan hormat menghormati dikalangan santri sehingga mereka hidup berdampingan seperti hidup dalam satu keluarga besar. Adapun kekurangan dari pada proses ini adalah dengan adanya tradisi-tradisi pondok pesantren yang telah menjadi ciri khas, pondok pesantren dirasa monoton tidak mengembangkan budaya lain untuk perkembangan pesantren, contohnya: dengan adanya budaya-budaya pesantren yang berkembang, pondok pesantren menolak budaya lain
71
masuk
seperti
tidak
diperbolehkannya
menggunakan
tekhnologi
handphone (HP) bagi santri karena dianggap mengganggu proses kegiatan pembelajaran di Pesantren. 3. Peningkatan Efektifitas Manajemen Pesantren Pondok pesantren Al-Ishlah juga telah berusaha untuk meningkatkan efektifitas manajemen, yang menggunakan metode input-proses-output. Akan tetapi dengan segala keterbatasan yang dimiliki, maka manajemen yang ada belum bisa berjalan dengan sangat efektif, hal ini bisa dilihat dari perekrutan santri yang masuk ke pondok pesantren, mereka tidak akan diberi tes masuk pesantren, mereka langsung dapat masuk pesantren tanpa persyaratan apapun, barang siapa yang berkeinginan mondok di pesantren tersebut tidak akan dikenai biaya administrasi pendaftaran. Akan tetapi dengan tidak adanya penyeleksian santri pada tahap awal masuk, pondok pesantren Al-Ishlah tetap memiliki target out put yang diharapkan yaitu bahwa lulusan dari pada pesantren ini diharapkan tidak hanya menguasai ilmu pendidikan Islam tetapi juga mahir dalam bidang pertanian seperti yang telah diajarkan. Kelebihan proses ini, para ustadz mendapatkan pembelajaran untuk lebih maju lagi dalam hal manajemen. Dilihat dari manajemen yang telah dilakukan, ternyata belum ada yang efektif untuk digunakan, jadi para ustadz lebih bersemangat untuk memperbaiki manajemen yang
tepat
untuk digunakan. Kekurangan proses ini adalah kurangnya pengelolaan manajemen pesantren, penataan berbagai aspek dalam pesantren masih dikatakan “amburadul”, contoh yang sederhana dalam hal penyeleksian santri. Santri tidak diberikan tes masuk ke pesantren Al-Ishlah, hanya bermodal keinginan maka siapapun boleh masuk dan menimba ilmu. 4. Penciptaan Hubungan Yang Harmonis dan Sinergis antara Pesantren dengan Masyarakat Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dan sinergis dengan masyarakat, pondok pesantren Al-Ishlah melakukan beberapa upaya
72
diantaranya: pondok pesantren Al-Ishlah meminta bantuan langsung kepada masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan program pesantren seperti acara pengajian akbar yang diadakan satu tahun sekali dan partisipasi dalam pelaksanaan dalam bidang pertanian yang tergabung dalam kelompok usaha tani, serta adanya koperasi pesantren yang menyediakan
obat-obatan
untuk
kebutuhan
pertanian
sehingga
memudahkan masyarakat yang ingin juga berkonsultasi pertanian kepada santri yang sudah berkompeten. Kelebihan dari proses ini adalah terciptanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan pesantren, terlebih adanya kerjasama yang baik diantara keduanya, seperti contoh kerjasama dalam bidang pertanian, santri dan masyarakat saling bantu membantu. Adanya kekurangan alat bertani adakalanya masyarakat membantu meminjami alat tersebut. Kekurangan dari proses ini adalah dengan adanya hubungan yang erat antara masyarakat dan pesantren tidak menutup kemungkinan timbul sifat ketergantungan diantara keduanya. Contoh adanya kekurangan yang dibutuhkan santri, masyarakat akan membantu begitu juga sebaliknya masyarakat menggantungkan pertolongan pada santri jika sewaktu-waktu membutuhkan bantuannya. 5. Pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Pondok pesantren Al-Ishlah dalam melakukan pembelajaran, selain memberikan pendidikan agama Islam yang menjadi tujuan utama, juga memberikan keterampilan khusus dalam bidang pertanian. Adapun dalam bidang ini diajarkan juga mulai dari melakukan pembibitan tanaman, menanam benih, pengobatan tanaman sampai tanaman tersebut dipanen dan siap didistribusikan ke berbagai daerah. Itu semua dilakukan oleh pondok pesantren Al-Ishlah dengan memberikan pelatihan-peatihan, seminar serta penyuluhan yang kontinue. Semua yang penulis jelaskan diatas adalah merupakan serangkaian proses dalam rangka meningkatkan life skill santri yang dilakukan oleh pondok pesantren Al-Ishlah. Adapun dalam sebuah usaha dalam
73
mengembangkan pondok pesantren untuk mampu bersaing dengan lembaga-lembaga lain tentulah dibutuhkan proses yang lama agar benarbenar siap dikemudian hari. Proses ini mempunyai kelebihan bahwa dengan adanya muatan pembelajaran di pondok pesantren Al-Ishlah yaitu bidang pertanian maka tercukupi sudah kebutuhan yang sangat pokok bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan pendidikan pertanian, terlebih lagi pertanian adalah merupakan mata pencaharian utama masyarakat, jadi untuk memperoleh pengetahuan sejak dini bagi mereka yang tidak mampu sekolah akan memasukkan anaknya ke pesantren. Kekurangan proses ini adalah pondok pesantren Al-Ishlah masih membutuhkan sarana prasarana dalam bidang pertanian, alat-alat pertanian masih minim jumlahnya dan dari tenaga pengajar masih terbatas jumlahnya.
B. Kondisi (life skill / kecakapan hidup) santri Pondok Pesantren Al-Ishlas sebelum di adakan berbagai pembenahan. Kondisi life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo sebelum di adakan berbagai Peningkatan. a. Kurangnya pengetahuan santri dalam bidang pertanian, pembelajaran di berikan oleh ustadz secara langsung dan praktek tanpa di adakan pelatihan-pelatihan terlebih dahulu. b. Kemampuan santri sebelum adanya peningkatan cenderung statis atau biasa-biasa saja, dan kurang adanya dorongan untuk meningkatkan kemampuan c. Sebagian santri ada yang belum menguasai pengetahuan umum dan belum bisa memanfaatkan tekhnologi yang telah ada d. Kurangnya kemampuan bekerjasama santri dengan masyarakat dan pihakpihak yang terkait sehingga memperlambat proses kegiatan agribisnis, karena dengan kerja sama yang baik antara pesantren dengan mesyarakat
74
dan pihak terkait maka akan mempermudah proses peningkatan kecakapan hidup. e. Kurangnya ketekunan dan kedisiplinan santri dalam mencermati masalah pertanian, sehingga hasil pertanian kurang memuaskan (Hasil wawancara dengan Bapak Musnadi, tanggal 16 Januari 2008).
C. Masalah-masalah yang muncul dalam upaya peningkatan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo. Sumber permasalahan pendidikan terbesar adalah adanya perubahan, karena itu permasalahan akan selalu ada sampai kapanpun. Lembaga Pendidikan Pesantren di tuntut untuk menyesuaikan dengan perubahan yang ada dalam masyarakat. Demikian pula dengan santri pondok pesantren yang senantiasa di tuntut untuk menyesuaikan dengan perubahan yang ada di sekitarnya uang menyangkut banyak aspek, sehingga santri mempunyai kemampuan atau life skill yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Akibatnya dengan berbagai perubahan, banyak permasalahan yang dihadapi oleh santri, karena terbatasnya sebagai individu atau keterbatasan kemampuan lembaga pendidikan. Berdasarkan persoalan di atas, permasalahan-permasalahan yang muncul di Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo. Dalam upaya peningkatan life skill santri di antaranya: 1) Perbedaan latar belakang santri dan pendidikan sebelumnya, sehingga skill yang di miliki santri santripun berbeda-beda, karenanya adanya fasilitas tekhnologi komputer kurang dimanfaatkan. 2) Perbedaan
dalam
kesanggupan
atau
minat
santri
dalam
untuk
meningkatkan life skill. 3) Masalah sosial yang di alami oleh pondok pesantren adalah masalah pendanaan. Sebenarnya dana untuk kegiatan Agribisnis di Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo telah di dapat dari pondok dan Pemerintah (Depag). Akan tetapi untuk kegiatan pertanian modal yang diperlukan sangatlah besar. Pengurus Pondok Pesantren berusaha mencari terobosan
75
dalam penggalian dana melalui berbagai hal dan tetap meningkatkan pertanian pondok agar tetap bisa melakukan kegiatan agribisnis. 4) Kurangnya Tenaga Pengajar yang berkompeten dalam bidang pertanian yang menjadikan proses belajar mengajar kurang berjalan dengan optimal. 5) Kurangnya peralatan pertanian sehingga dalam melaksanakan kegiatan kurang efektif (hasil wawancara dengan Ahmad Adib pada tanggal 20 Januari 2008)
D. Solusi dalam peningkatan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo. Upaya peningkatan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo antara lain dengan melakukan: 1) Solusi yang diambil oleh pondok pesantren dalam meningkatkan kemampuan dan pengetahuan santri yaitu: Memberikan pembelajaran yang berkaitan dengan kecakapan hidup secara perlahan-lahans sesuai bidangnya yaitu sektor agribisnis, santri diikutsertakan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) yaitu sekolah atau kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Wonosobo dalam rangka pelatihan awal bagi santri-santri Pesantren se Wonosobo, mengikutsertakan santri dalam seminar-seminar yang berhubungan dengan masalah pertanian, pesantren menyediakan buku-buku agribisnis sebagai panduan praktek dan sebagai pengembangan pengetahuan, dan mengefektifkan pembelajaran computer pada santri 2) Solusi dalam meningkatkan minat dan kesanggupan santri untuk berkembang, pondok pesantren
memberikan motivasi pada setiap
santrinya dengan melakukan pendekatan langsung pada santri, santri di berikan penyuluhan perlahan-lahan sehingga motivasi itu timbul dalam diri santri untuk lebih mengembangkan dirinya. 3) Solusi Pondok Pesantren Al-Ishlah dalam meningkatkan life skill dalam penggunaan tekhnologi adalah melengkapi sarana dan prasarana dalam bidang agribisnis melengkapi alat-alat pertanian seperti (cangkul, garuk,
76
krat, diesel untuk alat pengobatan, selang untuk alat pengairan dan lainlain) dan membuat gudang baru untuk tempat penimbunan hasil pertanian dan benih pertanian. 4) Solusi untuk mengatasi kurangnya tenaga pengajar yang kompeten dalam bidang pertanian dan masalah pendanaan pondok pesantren Al-Ishlah melakukian kerjasama dengan dinas Pertanian, dinas pertanian akan memberikan pendidikan dan pelatihan-pelatihan pada santri dan pengurus pesantren akan ikut serta mengawasi. Sedangkan dalam pemecahan yang digunakan dalam peningkatan hasil keuangan untuk di gunakan sebagai penambahan pembiayaan, yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo dengan mengadakan kerjasama dengan Depag untuk kucuran dana bagi perkembangan Pondok Pesantren Agribisnis (hasil wawancara dengan Pimpinan Pesantren Bp Musnadi pada tanggal 25 Mei 2008)
E. Indikator life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo setelah di adakan berbagai upaya Indikator dari peningkatan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah desa Senangsari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo di antaranya: 1. Santri lebih terbuka wawasannya tentang masalah pertanian yang baru. 2. Santri lebih maju pengetahuan wawasannya karena banyak bersinggung dengan banyak pihak, baik dari santri pondok lain, pihak Diknas, dan masyarakat. 3. Santri lebih kreaktif dengan adanya pelatihan-pelatihan dan percobaan penanaman berbagia benih tanaman (seperti tembakau, kentang, tomat, cabe, kool, jagung dan lain-lain), dalam mengkombinasikan cocok tanam. 4. Santri dapat memanfaatkan fasilitas tekhnologi yang telah ada dan bertambah ilmu pengetahuan umumnya. 5. Hasil dari pertanian cukup memuaskan, dengan adanya ketekunan, kedisiplinan dan keterampilan santri yang meningkat. Karena dengan adanya life skill yang dimiliki santri maka tanaman dikelola dengan baik dan hasilnyapun baik ini terbukti dari hasil akhir tanaman dapat
77
mengembalikan modal dan masih mempunyai laba untuk melanjutkan kegiatan bertani, dari tanah seluas 1 hektar, dengan modal awal Rp. 10.000.000,- Biasanya menghasilkan Rp. 12.000.000,- dengan laba Rp. 2.000.000,-, setelah dilakukan berbagai upaya diperoleh dari tanah seluas 1 hektar dengan modal Rp.10.000.000,- dapat dihasilkan Rp20.000.000,-, selain kembali modal masil mempunyai keuntungan untuk modal pertanian selanjutnya, ini terlihat dalam kurun waktu 1 tahun mulai sebelum dan sesudah diadakan peningkatan yang dimulai tahun 2005/2006 sampai sekarang peningkatan tersebut masih seimbang dan bahkan kadang melebihi target. ( Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah K.H. Machrus Ali Serang Sari Wonosobo pada tanggal 31 Mei 2008).
78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari deskripsi dan analisa tentang upaya pesantren berbasis Agribisnis dalam meningkatkan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo mulai bab I sampai bab IV, maka pada akhir skripsi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Life skill merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara produktif mencari dan menemukan solusi sehingga pada akhirnya mampu mengatasinya untuk menjalani kehidupan secara baik nikmat dan bahagia. Sedangkan pondok pesantren agribisnis adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tidak hanya menekankan pembelajaran pada bidang keagamaan (tafaqquh fiddin) tetapi juga mengadakan pendidikan umum yang berbasis agribisnis yang terfokus pada bidang pertanian. Adapun proses peningkatan life skill dengan menerapkan konsep BBE-LS yaitu pendidikan berbasis luas dengan melakukan pendidikan life skill melalui orientasi pembelajaran, budaya pesantren, manajemen pesantren, penciptaan hubungan dengan masyarakat dan pengisian muatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Peningkatan life skill di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo ditunjukkan dengan melihat kondosi sebelun dilakukan upaya peningkatan yaitu, santri tidak memiliki pengetahuan yang mendalam pda bidang pertanian, kemampuan santri yang statis atau biasa-biasa saja, santri kurang wawasan ilmu pengetahuan dan belum bisa memanfaatkan tekhnologi, santri kurang memiliki sifat disiplin dan santri yang kurang bergaul dengan berbagai pihak. Setelah dilakukan berbagai upaya seperti: memberikan pembelajaran kecakapan hidup secara perlahanlahan sesuai dengan bidangnya yaitu sektor agribisnis, santri diikutsertakan SLPHT ( Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) yaitu sekolah atau
79
kegiatan
yang
diselenggarakan
oleh
Dinas
Pertanian
Wonosobo,
mengikutsertakan santri dalam seminar-seminar yang berhubungan dengan masalah pertanian, pesantren menyediakan buku-biku agribisnis sebagai panduan
dan
penambah
wawasan
dan
pengembangan
pengetahuan,
mengefektifkan pembelajaran komputer pada santri, memberikan motivasi dan penyuluhan secara kontinue, melengkapi sarana dan prasarana untuk agribisnis serta menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait (masyarakat, Dinas dan Depag). Yang pada akhirnya dapat meningkatkan life skill santri, santri tidak hanya memiliki wawasan keagamaan saja tetapi memiliki wawasan umum yang terfokus pada bidang agribisnis, santri menjadi lebih kreatif daalam bidang pertanian, santri bisa mengefektifkan tekhnologi yang telah ada, dan santri mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait sehingga selain menambah pengetahuan kerjasama juga memudahkan santri dalam meningkatkan kualitas life skill yang telah dimilikinya untuk bekal diri sendiri dan untuk perkembangan Pondok Pesantren Berbasis Agribisnis selanjutnya.
B. Saran-Saran Setelah mengadakan penelitian di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari kaecamatan Kejajar kabupataen Wonosobo tentang Upaya Pesantren Berbasis Agribisnis dalam Meningkatkan life skill Santri Pondok Pesantren, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang dapat menjadi masukan baik bagi pihak pesantren (Kyai, Pengurus dan Santri) maupun pihak masyarakat sekitar pesantren, antara lain sebagai berikut: 1. Sarana prasarana perlu dilengkapi lagi, melihat alat yang kurang mencukupi dalam kegiatan keterampilan yang telah ada di pesantren, seperti contoh perlengkapan untuk pengobatan dan perairan tanaman (diesel) 2. Perlunya koordinasi dengan berbagai pihak yang mendukung majunya pondok pesantren dan peningkatan mutu sumber daya santri sehingga mampu baersaing dalam dunia yang lebih maju.
80
3. Kepada para ustadz, sudah seharusnya meningkatkan kemampuan profesianalnya dalam proses pembelajaran, membekali diri dengan pengetahuan yang luas, karena sebenarnya yang sangat menentukan kualitas pembelajaran selain santri adalah kualitas ustadznya. 4. Menata kembali sistem manajemen pondok pesantren, agar dalam menjalankan roda pengembangan pesantren lebih terorganisir dengan baik dan berjalan dengan baik.
C. Penutup Alhamdulillah wasyukurillah wani’matillah yang sangat mendalam, penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena denga limpahan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya yang tiada terkira, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang konsruktif sangat penulis harapkan dari pembaca sebagai masukan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna. Penulis berharap semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfa’at secara optimal bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan ridlo-Nya kepada kita semua, Amin amin Ya Robbal ‘Alamin.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari deskripsi dan analisa tentang upaya pesantren berbasis Agribisnis dalam meningkatkan life skill santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo mulai bab I sampai bab IV, maka pada akhir skripsi ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Life skill merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara produktif mencari dan menemukan solusi sehingga pada akhirnya mampu mengatasinya untuk menjalani kehidupan secara baik nikmat dan bahagia. Sedangkan pondok pesantren agribisnis adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tidak hanya menekankan pembelajaran pada bidang keagamaan (tafaqquh fiddin) tetapi juga mengadakan pendidikan umum yang berbasis agribisnis yang terfokus pada bidang pertanian. Adapun proses peningkatan life skill dengan menerapkan konsep BBE-LS yaitu pendidikan berbasis luas dengan melakukan pendidikan life skill melalui orientasi pembelajaran, budaya pesantren, manajemen pesantren, penciptaan hubungan dengan masyarakat dan pengisian muatan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Peningkatan life skill di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo ditunjukkan dengan melihat kondosi sebelun dilakukan upaya peningkatan yaitu, santri tidak memiliki pengetahuan yang mendalam pda bidang pertanian, kemampuan santri yang statis atau biasa-biasa saja, santri kurang wawasan ilmu pengetahuan dan belum bisa memanfaatkan tekhnologi, santri kurang memiliki sifat disiplin dan santri yang kurang bergaul dengan berbagai pihak. Setelah dilakukan berbagai upaya seperti: memberikan pembelajaran kecakapan hidup secara perlahan-lahan sesuai dengan bidangnya yaitu sektor agribisnis, santri diikutsertakan SLPHT ( Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) yaitu sekolah atau kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Wonosobo, mengikutsertakan santri dalam seminar-seminar yang berhubungan
dengan masalah pertanian, pesantren menyediakan buku-biku agribisnis sebagai panduan dan penambah wawasan dan pengembangan pengetahuan, mengefektifkan pembelajaran komputer pada santri, memberikan motivasi dan penyuluhan secara kontinue, melengkapi sarana dan prasarana untuk agribisnis serta menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait (masyarakat, Dinas dan Depag). Yang pada akhirnya dapat meningkatkan life skill santri, santri tidak hanya memiliki wawasan keagamaan saja tetapi memiliki wawasan umum yang terfokus pada bidang agribisnis, santri menjadi lebih kreatif daalam bidang pertanian, santri bisa mengefektifkan tekhnologi yang telah ada, dan santri mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait sehingga selain menambah pengetahuan kerjasama juga memudahkan santri dalam meningkatkan kualitas life skill yang telah dimilikinya untuk bekal diri sendiri dan untuk perkembangan Pondok Pesantren Berbasis Agribisnis selanjutnya.
B. Saran-Saran Setelah mengadakan penelitian di Pondok Pesantren Al-Ishlah Desa Serang Sari kaecamatan Kejajar kabupataen Wonosobo tentang Upaya Pesantren Berbasis Agribisnis dalam Meningkatkan life skill Santri Pondok Pesantren, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang dapat menjadi masukan baik bagi pihak pesantren (Kyai, Pengurus dan Santri ) maupun pihak masyarakat aekitar pesantren, antara lain sebagai berikut: 1. Sarana prasarana perlu dilengkapi lagi, melihat alat yang kurang mencukupi dalam kegiatan keterampilan yang telah ada di pesantren, seperti contoh perlengkapan untuk pengobatan dan perairan tanaman (diesel) 2. Perlunya koordinasi dengan berbagai pihak yang mendukung majunya pondok pesantren dan peningkatan mutu sumber daya santri sehingga mampu baersaing dalam dunia yang lebih maju. 3. Kepada para ustadz, sudah seharusnya meningkatkan kemampuan profesianalnya dalam proses pembelajaran, membekali diri dengan pengetahuan yang luas, karena sebenarnya yang sangat menentukan kualitas pembelajaran selain santri adalah kualitas ustadznya.
4. Menata kembali sistem manajemen pondok pesantren, agar dalam menjalankan roda pengembangan pesantren lebih terorganisir dengan baik dan berjalan dengan baik.
C. Penutup Alhamdulillah wasyukurillah wani’matillah yang sangat mendalam, penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena denga limpahan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahnya yang tiada terkira, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang konsruktif sangat penulis harapkan dari pembaca sebagai masukan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna. Penulis berharap semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfa’at secara optimal bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan ridloNya kepada kita semua, Amin amin Ya Robbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA Amin, HM Haedari., dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Moderenitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Perss, 2004. Arikunto, Suharsimi., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006. ., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Dhofir, Zamarkhsi., Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES,1993. Faisal, Sanapiah., Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi, Jakarta: CV. Rajawali, 1992. Hadi, Sutrisno., Metodologi Research I, Yogyakarta: Andi Offset, 2004. Haidari, Amin., dkk, Masa depan Pesantren (Dalam Tantangan Moderenitas dan Tantangan Kompleksitas Global), Jakarta: IRD PRESS, 2004. Hasyim, M Affan et. al., Menggagas Pesantren Masa Depan dalam Geliat Suara Santri untuk Indonesia Baru, Yogyakarta: CV. Qolam, 2003. J., Lexy Moleong., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1995. Mas’ud, Abdurrahman., Intelektual Pesantren (Perhelatan Agama dan Tradisi), Yogyakarta: LKIS, 2004. Mashud, Sulton dan Muh. Khusnurdilo., Menejemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka Depag RI, 2003. Mechol, Jhom dan Hasan Shadily., Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2005. Nasution, S., Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Ensiklopedi Nasional, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1991. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
1
Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 17, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1991. Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Putra, Haidar Daulay., Historisitas dan Ensiklopedi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2001. Sahal, Kyai Mahfud., Pesantren Mencari Makna, Jakarta: Pustaka Ciganjur. Shadili, Hasan., Ensiklopedi Islam Ichtiar Baru Van Hoeven, Jakarta: 1993. Sujana, Nana dan Ibrohim., Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989. Suryabrata, Sumadi., Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Syamsuddin, dkk., Metode Penelitian pendidikan Bahasa, Bandung: Rosda Karya, 2006. Umar, Husain., Research Methods in Finance and Banking, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Wijoyowasito, S. dan W. J. S. Purwadarminta., Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Bandung: Hasta, 1980.
2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap
: Fitriyatun Khasana
Tempat, Tanggal Lahir
: Wonosobo, 26 Juni 1985
Alamat
: Surengede Kejajar Wonosobo
Pendidikan
:
-
SDN Surengede Lulus Tahun 1997
-
Madrasah Tsanawiyah Ma'arif (MTs) Kejajar lulus Tahun 2000
-
Madrasah Aliyah (MA) Jombang Lulus Tahun 2003
-
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Semarang, 22 April 2008
Ahmad Adib
3
Tabel III JADWAL KEGIATAN PP.AL-ISHLAH SERANGSARI WONOSOBO JAWATENGAH NO
WAKTU
AKTIVITS
1
04.00 s/d 05.30
Bangun tidur, sholat berjama'ah
2
05.30 s/d 06.00
Pengajian sama pengasuh (semua santri)
3
07.00 s/d 13.00
Bertani dan sekolah (yang melanjutkan ke umum)
4
13.00 s/d 14.00
Sholat, makan siang dll
5
14.00 s/d 15.00
Ngaji Diniah kelas Wusto (1,2,3)
6
15.00 s/d 16.30
Sholat, istirahat
7
16.30 s/d 17.30
Ngaji bagi santri memilih (Ekstra kegiatan pondok)
8
!7.30 s/d 19.15
Sholat Maghrib, Ngaji sama pengasuh (semua Santri )
9
19.15 s/d 21.00
Sholat, Diniah (4,5,6), Wajib Belajar (yang tidak diniah)
10
21.00 s/d-----
Istirahat
2. Struktur organisasi Tabel IV Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Ishlah Wonosobo Tahun Ajaran 2007-2008
Pengasuh Pon.Pes Al-Ishlah KH. Makhrus Ali
Ketua Musnadi
Wakil Ketua Khotim
Sekretaris Fatkhul Qorib
Seksi Pendidikan Jatmiko
Bendahara Nasikhin & Qodim
Seksi Keamanan Kholil, Muzaki, Madrukhan
Seksi Humas A. Faqih & Tahrir
Ustadz Mata Pelajaran
Santri
Seksi Kebersihan Khafidz, Hidayat, Roja’i