TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I) Dalam Ilmu Syari'ah
Oleh : Eka Tyas Listiana 062311009
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
Drs. Ghufron Ajib, M.Ag. Jl. Bukit Ngaliyan Permai B/10 Ngaliyan Semarang Dra. Hj. Noor Rosyidah, M.Si. Jl. Kp. Kebon Arum No. 73 Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eks Hal : Naskah skripsi A.n. Eka Tyas Listiana Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Assalamu’alaikum Wr.Wb Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah saudara: Nama
: Eka Tyas Listiana
NIM
: 062311009
Jurusan : Hukum Ekonomi Islam (Muamalah) Judul
Dengan
: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Studi Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kec. Ampel Kab. Boyolali) ini
saya
mohon
kiranya
skripsi
tersebut
dapat
segera
dimunaqasahkan. Demikian harap maklum adanya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Semarang, 22 November 2011 Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Ghufron Ajib, M.Ag NIP.19660325 199203 1001
Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si NIP.19650909 199403 2002
ii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARIAH Jl. Prof. Dr. Hamka Km. 2 Ngaliyan Telp. (024) 7601291 Semarang 50185 PENGESAHAN Nama NIM Fakultas/Jurusan Judul Skripsi
: Eka Tyas Listiana : 062311009 : Syari‟ah/Muamalah : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perubahan Harga Sepihak (Studi Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal: 27 Desember 2011 Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi program sarjana strata I (S.I) tahun akademik 2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syari‟ah. Semarang, 27 Desember 2011 Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si NIP. 19650909 199403 2 002
Drs. Ghufron Ajib, M.Ag NIP. 19660325 199203 1 001
Penguji I
Penguji II
Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum NIP. 19711012 199703 1 002
Nur Fatoni, M.Ag NIP. 19730811 200003 1 004
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Ghufron Ajib, M.Ag NIP. 19711012 199703 1 002
Dra. H. Noor Rosyidah, MSi NIP. 19650909 199403 2 002 iii
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa‟: 29)
iv
PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini teruntuk Orang-orang yang ku cintai & ku sayangi yang selalu hadir mengiringi hari-hariku dalam menghadapi perjuangan disaat sedih dan bahagia. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakanku Di setiap ruang & waktu dalam kehidupanku khususnya buat: 1. Bapak dan ibuku tersayang (Bapak Ansori & Ibu Sutinah) Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Semoga Allah Swt selalu melindungi mereka berdua. 2. Adik-adikku tersayang (Muhammad Arif Pribadi & Happy Nur Amalia) Yang selalu mendukung dan mendoakanku. Kalian menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku. Semoga Allah Swt senantiasa memberinya kekuatan dan semoga dapat menjadi anak yang lebih bisa dibanggakan kedua orang tua. amin 3. Mas Jhonie Yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi, mendoakan, mendukung baik moral maupun material, dan selalu memberikan motivasi dalam segala hal. Semoga Allah Swt selalu memberikan yang terbaik bagimu. amin 4. Sahabat-sahabat MUA‟06 & MUB‟06 (Baiti, Sani, elly, Helin, Yeni, Uus, Eni, Hani, Miftah, Nazil, NH, fitri) & Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2006 yang tak dapatku sebutkan satu persatu. Terimakasih atas doa dan dukungan kalian semua, kalian selalu memberi motivasi dan selalu mewarnai hari-hariku dengan penuh tangis dan tawa.
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi matari yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
vi
ABTRAKS Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang dengan barang atau uang dengan barang, dengan jalan melepaskan hak milik dari satu dengan yang lain atas dasar saling merelakan. Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah oleh syara‟. Salah satu syarat sah jual beli yaitu barang yang diperjual belikan diketahui jenis dan kualitasnya, tidak mengandung unsur tipuan maupun paksaan. Namun demikian, dalam prakteknya syarat dan rukun jual beli tersebut terkadang tidak terpenuhi. Seperti dalam pelaksanaan jual beli daging sapi yang terjadi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Dalam jual beli tersebut seringkali pihak pedagang pengecer melakukan perubahan harga secara sepihak pada supplier. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji: 1) Bagaimana proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk, apa saja faktor yang melatar belakanginya? 2) Bagaimana perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika ditinjau menurut hukum Islam? Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yang dilakukan di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Untuk mendapatkan data yang valid, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Setelah data terkumpul maka penulis menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali sering kali dialami oleh supplier. Jika daging yang didapat dirasa kurang baik bagi pedagang pengecer, maka mereka tidak akan segan melakukan potongan harga, dan potongan harga tersebut dilakukan tanpa ada kesepakatan ulang dengan pihak supplier. Perubahan harga tersebut dilakukan karena berbagai sebab, diantaranya: warna daging yang agak keputihan, banyaknya gajih/otot yang menempel pada daging, dan timbangan mati. Dalam hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya kesalahan supplier, dari berbagai sebab diatas itu supplier tentunya tidak akan mengetahuinya dari awal, karena kondisi daging sapi baru akan diketahui setelah pemotongan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, kebanyakan supplier memilih untuk pasrah, karena penjualan akhir itu berada pada pedagang pengecer dan supplier memilih tidak menggunakan potongan harga jika daging yang dikirim kurang bagus, mereka lebih memilih menunggu pedagang pengecer melakukan potongan harga, karena jika potongan harga mereka terapkan, maka harga akan menjadi lebih turun lagi. Dilihat dari hukum Islam perubahan harga oleh pedagang pengecer yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang diperjualbelikan itu boleh dilakukan, akan tetapi perubahan harga itu harus mendapatkan kerelaan pihak lainnya. Karena jual beli yang terdapat unsur paksaan itu temasuk jual beli yang fasid, sebab paksaan meniadakan kerelaan yang merupakan unsur penting bagi keabsahan jual beli.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Dengan segala puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah Swt atas taufik, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam ilmu mua‟malah (Hukum Ekonomi Islam) di Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikannya. Namun tanpa bantuan dari berbagai pihak , penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terwujud. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang banyak memberikan sumbangan pada penulis dalam rangka penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang 2. Drs. Ghufron Ajib, M.Ag dan Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta tenaganya yang sangat berharga semata-mata demi mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Kajur, Sekjur, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya. 4. Kedua orang tua penulis, adik beserta segenap keluarga, atas segala doa, dukungan, perhatian, arahan dan kasih sayangnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi. 5. Keluarga besar yang ada di Dukuh Banyusodo Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, terkhusus bagi keluarga bapak sarji dan mbo‟ isih, (Alm) mas joko,
viii
mas tono dan mas jhoni kalian adalah keluarga kedua bagiku, terima kasih atas dukungan yang kalian berikan. 6. Pengurus Kelurahan Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali & masyarakat Tanduk 7. Masyarakat Surodadi ( keluarga besar pak lurah, pak manten, pak carik, remaja Desa Surodadi, dll), banyak hal yang penulis dapatkan selama KKN disana. Tim KKN Posko 35 Surodadi (elly, aini, linda, mb‟ khanif, mas ihya‟,sukron, budi dan pak kordes (ulil), walau kita dipertemukan sesaat tapi persaudaraan kita semoga akan terbina selamanya. Amien 8. Sahabat-sahabatku semua yang selalu memberi do‟a, dukungan, dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. “Semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan padaku” amin.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan moral dari semua pihak diatas, mustahil skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan memohon kepada Allah Swt semoga amal sholeh mereka mendapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian dan khususnya bagi penulis.
Semarang,
Desember 2011
Penulis
Eka Tyas Listiana NIM. 062311009
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................
v
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................
vi
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ...........................................................
viii
HALAMAN DAFTAR ISI.........................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
9
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
9
E. Telaah Pustaka .............................................................................
10
F. Metode Penelitian .........................................................................
13
G. Sistematika Penelitian ..................................................................
16
BAB II KONSEP UMUM TENTANG OBYEK JUAL BELI DAN KHIYAR A. Ketentuan tentang Obyek Jual Beli ...............................................
18
1. Pengertian Obyek Jual Beli ......................................................
18
2. Perbedaan Harga (Tsaman) dan Barang (Mabi‟) ......................
18
3. Syarat Objek Jual Beli .............................................................
19
4. Ketentuan Hukum yang Berkaitan dengan Obyek Jual Beli .....
22
x
B. Khiyar ..........................................................................................
23
1. Khiyar Majlis ..........................................................................
24
2. Khiyar „Aib ..............................................................................
24
3. Khiyar Ru‟yah ..........................................................................
26
4. Khiyar Tadlis ...........................................................................
27
5. Khiyar Ghaban ........................................................................
28
6. Khiyar Syarat ..........................................................................
29
C. Pendapat Ulama tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak dalam Jual Beli .......................................................................................
30
BAB III KASUS PERUBAHAN HARGA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING
SAPI
DI
DESA
TANDUK
KECAMATAN
AMPEL
KABUPATEN BOYOLALI A. Profil Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali .........
33
1. Kondisi Geografis ....................................................................
33
2. Kondisi Sosial .........................................................................
34
3. Kondisi Ekonomi .....................................................................
36
B. Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ...................
38
1. Pelaksanaan Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.......................................................
38
2. Kasus Perubahan Harga Sepihak dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ...............
41
C. Pendapat Ulama dan Tokoh Masyarakat di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ..........................................................
BAB IV
47
ANALISIS
A. Analisis Terhadap Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali 49
xi
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
................................................................
54
A. Kesimpulan .....................................................................................
62
B. Saran-Saran .....................................................................................
63
C. Penutup ............................................................................................
63
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dengan pencipta. Jika baik hubungan dengan manusia lain, maka baik pula hubungan dengan penciptanya. Karena itu hukum Islam sangat menekankan kemanusiaan.1 Hukum Islam (Syari‟ah) mempunyai kemampuan untuk berevolusi dan berkembang dalam menghadapi soal-soal dunia Islam masakini. Semangat dan prinsip umum hukum Islam berlaku di masa lampau, masakini, dan akan tetap berlaku di masyarakat.2 Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya dengan bekerja, sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Dengan landasan iman, bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dalam pandangan Islam dinilai sebagai ibadah yang di samping memberikan perolehan material, juga insya Allah akan mendatangkan pahala. Banyak sekali tuntunan dalam Al-Qur‟an yang mendorong seorang muslim untuk bekerja.3 Rasulullah SAW bersabda :
1
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997, hal. 71 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta: 1995, hal. 27 3 Yusanto, M.I. dan M. K. Widjayakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Cet. I, Gema Insani Press, Jakarta: 2002, hal. 9 2
1
2
”Dari Rifa‟ah bin Rafi, bahwasannya Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah ketika itu menjawab: usaha tangan manusia dan setiap jual beli yang diberkati”.4 Allah SWT menciptakan manusia dengan karakter saling membutuhkan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Tidak semua orang memiliki apa yang dibutuhkannya, akan tetapi sebagian orang memiliki sesuatu yang orang lain tidak memiliki namun membutuhkannya. Sebaliknya, sebagian orang membutuhkan sesuatu yang orang lain telah memilikinya. Karena itu Allah SWT mengilhamkan mereka untuk saling tukar menukar barang dan berbagai hal yang berguna, dengan cara jual beli dan semua jenis interaksi, sehingga kehidupanpun menjadi tegak dan rodanya dapat berputar dengan limpahan kebajikan dan produktivitasnya.5 Oleh sebab itu Islam membolehkan pengembangan harta dengan berbisnis, yang salah satunya melalui jalur perdagangan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa : 29.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” 6 4
Ibnu Hajar „Al-Asqalani, Tarjamah Bulughul-Maram, CV Diponegoro, Bandung: 1988,
5
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Era Intermedia, Surakarta: 2007, hal.354 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang: 1989, hal.
hal.384 6
122
3
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’, al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT, berfirman dalam Al-Qur‟an surat Faathir : 29.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan seagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka itu mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan merugi”7 Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli salah satunya adalah: menukar barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.8 Jual beli mempunyai 5 unsur, yaitu:9 1.
Penjual: pemilik harta yang menjual hartanya atau orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual harus cakap melakukan penjualan (mukallaf).
2.
Pembeli: orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya (uangnya).
3.
Barang jualan: sesuatu yang dibolehkan oleh syara‟ untuk dijual dan diketahui sifatnya oleh pembeli.
4.
Transaksi jual beli yang berbentuk serah terima: transaksi dimaksud, dapat berbentuk tertulis, ucapan atau kode yang menunjukkan terjadinya jual beli. 7
Ibid, hal. 700 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008, hal. 67 9 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2006, hal. 143 8
4
Sebagai contoh: penjual mengatakan baju ini harganya Rp 50.000,00 atau baju itu diberikan perangko oleh penjual dengan harga tersebut. Kemudian pembeli menyerahkan uang sebagai harga baju. Hal itulah yang di sebut serah terima (ijab qobul). 5.
Persetujuan kedua belah pihak: pihak penjual dan pihak pembeli setuju untuk melakukan transaksi jual beli. Jual beli sesuatu yang terdapat unsur penipuan adalah dilarang oleh
hukum perdata Islam. Dengan demikian, penjual tidak boleh menjual ikan yang masih ada di dalam air, daging yang masih ada di dalam perut domba, janin binatang yang masih ada di dalam perut, air susu yang masih ada di dalam susu binatang, buah-buahan yang masih kecil (belum matang), barang yang tidak dapat dilihat atau diterima atau diraba ketika sebenarnya barang dagang tersebut ada, dan bila barang dagang itu tidak ada maka tidak boleh memperjual belikannya
tanpa
mengetahui
sifat
ataupun
jenis
dan
keberadaannya
(kualitasnya).10 Setiap transaksi jual beli yang memberi peluang terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual tidak transparan, atau ada unsur penipuan yang dapat membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain, dilarang oleh Nabi SAW. Sebagai antisipasi terhadap munculnya kerusakan yang lebih besar (saddudz dzari’ah).11 Berdasarkan prinsip-prinsip diatas dapat dipahami bahwa modernisasi, dalam arti meliputi segala macam bentuk mu’amalat, diizinkan oleh syari‟at 10 11
Ibid, hal. 148 Yusuf Qardhawi, Op.Cit, hal.356
5
Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari‟at Islam itu sendiri. Menyadari bahwa kehidupan dan kebutuhan manusia selalu berkembang dan berubah, syari‟at Islam dalam bidang mu‟amalat pada umumnya hanya mengatur dan menetapkan dasar-dasar hukum secara umum. Sedangkan perinciannya diserahkan pada umat Islam, dimanapun mereka berada. Tentu perincian itu tidak menyimpang, apalagi bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari‟at. Jual beli merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kehidupan masyarakat karena itu sudah merupakan salah satu dinamika perekonomian yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, yang sebagian masyarakatnya mencari nafkah sebagai pedagang daging sapi. Dalam pelaksanaan jual beli itu terdapat dua pihak, yakni: supplier dan pedagang pengecer (penjual yang menjual di pasar). Masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali mayoritas beragama Islam. Akan tetapi, dalam melakukan transaksi jual beli daging sapi itu sering kali terjadi praktek
perubahan kesepakatan secara
sepihak, yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak yang bertransaksi. Jual beli daging sapi dilakukan dengan sistem pesanan (baik itu lewat telefon ataupun sms), yang dimana barang (daging sapi) itu ada wujudnya akan tetapi tidak bisa dihadirkan pada saat akad12 itu berlangsung. Hal itu dikarenakan penyembelehan sapi dilakukan pada waktu tengah malam sehingga bisa di
12
Akad artinya kesepakatan bersama yang mengikat.
6
dapatkan daging yang masih segar dan baru. Dengan kata lain, terjadinya jual beli daging itu dilakukan oleh pihak pedagang pengecer yang memesan daging sapi pada supplier pada malam hari, dengan menyebutkan jenis dan banyaknya daging yang dibutuhkan, yang kemudian dilanjutkan oleh pihak supplier yang menyebutkan harga per Kg dari daging sapi tersebut. Sedangkan pembayarannya diberikan pada supplier, sehari setelah daging itu laku / terjual. Tidak terdapat ketentuan lebih jika daging yang dikirmkan itu terdapat cacat, akan tetapi jika terjadi hal demikian, maka pedagang pengecer tidak akan segan melakukan perubahan harga dari jumlah uang yang harus disetorkan. Ternyata terdapat kesenjangan dalam transaksi jual beli daging sapi tersebut, yakni : pada saat pembayaran, sering kali pihak pengecer tidak melakukan pembayaran secara penuh kepada pihak supplier, dikarenakan mereka menganggap daging yang mereka terima tidak sempurna menurut perspektif mereka sendiri. Peristiwa ini sebenarnya sangat mengecewakan pihak supplier, karena hal tersebut dilakukan tanpa ada kesepakatan ulang dengan pihak supplier. Dan di sini pihak supplier sendiri juga sudah mengeluarkan modal untuk biaya produksi, yang di antaranya digunakan untuk membayar buruh jagal sapi (orang yang bertanggung jawab menyembelih sapi), buruh titik balung sapi (orang yang bertanggung jawab memisahkan daging dari tulang sapi) dan sebagainya. Pada kenyataannya, jika daging dirasa kurang baik oleh pihak supplier, pastinya pihak supplier akan memberikan harga kurang atau potongan harga pada pihak pengecer sendiri.
7
Menurut ulama‟ Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seijin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf). Oleh karena itu, keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa). Menurut ulama‟ Malikiyah tidak lazim, baginya ada khiyar.13 Adapun menurut fuqaha Syafi‟iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridhaan ketika akad.14 Mengenai penetapan harga,15 Islam memberikan kebebasan kepada pasar. Ia menyerahkannya kepada hukum pasar untuk memainkan peranannya secara wajar, sesuai dengan penawaran dan permintaan yang ada. Rasulullah SAW, bersabda :
“Dari Anas r.a., ia berkata, pernah terjadi harga naik di masa Rasulullah saw., kemudian orang-orang berkata, ya Rasulullah, alangkah baiknya kalau sekiranya engkau menetapkan harga? Ia menjawab: Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang mencabut, yang membentangkan, dan yang memberi rezeki. Saya sungguh berharap dapat bertemu Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku karena kezhaliman dalam masalah darah dan harta”.16
13
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Study Syari’at, Cet. I, Robbani Press, Jakarta: 2008, hal.473. yang dimaksud Khiyar berarti pihak yang berakad memiliki hak untuk melangsungkan atau membatalkan akad. 14 Rahmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001, hal. 94 15 Penetapan harga (tas’ir) artinya menetapkan harga barang-barang yang hendak dijualbelikan tanpa menzalimi pemilik, tanpa memberatkan pembeli. Lihat Sayyid Sabiq, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009, hlm.204 16 Yusuf Qardhawi, Op.Cit., hal. 357-359. Baca juga dalam A. Qadri Hassan, dkk, Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadits-Hadits Hukum), PT Bina Ilmu, Surabaya: 1983, hal. 1762
8
Karena itu, bila penetapan harga mengandung unsur kezhaliman dan pemaksaan kepada masyarakat, sehingga mereka terpaksa membeli dengan harga yang tidak mereka sukai atau menghalangi mereka dari hal-hal yang diperbolehkan oleh Allah maka penetapan harga seperti itu hukumnya haram. Akan tetapi, bila ia mengandung unsur keadilan diantara sesama manusia, seperti memaksa mereka yang melakukan transaksi jual beli dengan harga yang wajar, melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan: semisal mengambil lebih dari alat tukar yang wajar, maka penetapan harga seperti itu diperbolehkan, bahkan menjadi wajib hukumnya. Jumhur fuqaha mensyaratkan agar orang yang melakukan akad memiliki kebebasan kehendak dalam menjual belikan barangnya. Apabila dia dipaksa agar menjual hartanya tanpa alasan yang hak maka jual beli tersebut tidak sah. Adapun jika seseorang dipaksa untuk menjual hartanya dengan alasan yang hak maka jual beli ini sah. Misalnya, seseorang yang dipaksa agar menjual rumahnya untuk perluasan jalan, masjid, atau kuburan, atau dipaksa agar menjual barangnya untuk membayar utangnya atau untuk menafkahi istrinya atau kedua orang tuanya. Dalam kondisi ini dan sejenisnya, jual beli sah demi menempatkan ridha dari syariat diatas ridhanya.17 Jual beli itu dihalalkan dan dibenarkan agama, asal memenuhi syaratsyarat yang diperlukan. Memang dengan tegas Al-Qur‟an menerangkan bahwa “jual beli itu halal, sedangkan riba itu haram” { }وَأَحَّلَ الَله ُاْلْبَيْ َع وَحَّرَمَ الّرِبَوا. Islam menghalalkan jual beli karena itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun 17
57-58
Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqih Sunnah 4, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat: 2009, hal.
9
demikian dalam pelaksanannya sangat diperlukan aturan-aturan yang kuat untuk menjamin mu‟amalah yang baik. Berdasarkan itulah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian dengan judul: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk, apa saja faktor yang melatar belakanginya?
2.
Bagaimana perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika ditinjau menurut hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan inti, yaitu: a.
Untuk mengetahui proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
b.
Untuk mengetahui perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika ditinjau menurut hukum Islam.
10
D.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a.
Dengan adanya penelitian ini, dapat dijadikan salah satu sarana penulis untuk dapat mengetahui praktek jual beli yang ada di masyarakat dengan ilmu pengetahuan (teori) yang penulis dapatkan selama di Institusi tempat penulis belajar.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi “cermin” bagi pihak yang melakukan jual beli untuk lebih saling terbuka, sehingga keuntungan bisa dinikmati kedua pihak.
c.
Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan masukan (referensi) bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang akan datang.
E. Telaah Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan jual beli memang bukan untuk yang pertama kalinya, sebelumnyapun juga pernah ada penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam hal ini penulis mengetahui hal-hal apa yang telah diteliti dan yang belum diteliti sehingga tidak terjadi duplikasi penelitian. 1.
Skripsi Umi Maghfuroh, mahasiswa IAIN Fakultas Syariah yang lulus pada tahun 2010 dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Uang Muka dalam Perjanjian Jual Beli Salam (Study Kasus Tentang Status Uang Muka dalam Perjanjian Salam yang Dibatalkan di Saras Catering Semarang), di dalamnya dijelaskan bahwa sesuai dengan akad yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, pembeli bersedia memberikan uang muka sebagai tanda jadi untuk memesan pesanan di Saras Chatering dan
11
menyebutkan pesanan barang dengan kriteria tertentu. Jika pembeli membatalkan pesanannya, maka uang muka menjadi milik penjual. Akan tetapi, uang muka tersebut belum dipakai penjual untuk dibelanjakan, maka status uang muka dalam perjanjian jual beli pesanan yang dibatalkan di Saras Chatering tersebut tidak sah menurut hukum Islam. Sebaiknya, uang muka dikembalikan pada pembeli ketika pembeli membatalkan pesanannya. 2.
Praktek Ngebon Jual Beli Tembakau Di Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal (Dalam Perspektif Hukum Islam). Oleh: Makmun (2191747), Fak. Syari‟ah IAIN Walisongo. Dalam skripsinya disimpulkan: Praktek ngebon jual beli tembakau di Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal adalah dilakukan oleh dua kelompok, yaitu kelompok petani kepada pedagang (tengkulak) dan kelompok pedagang (tengkulak) kepada juragan (peniam). Sedangkan salah satu yang menjadi faktor masyarakat untuk melakukan praktek ngebon jual beli, yakni kedua belah pihak saling membutuhkan dan saling mencari keuntungan. Adapun pendapat sebagian ulama‟ setempat, yaitu praktek ngebon jual beli tembakau tersebut tidak sah, namun apabila akad harga tembakau ditentukan pada waktu tembakau akan ditimbang / setelah ada barangnya boleh atau sah. Sedangkan praktek ngebon jual beli tembakau tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam, karena syarat dan rukunnya tidak dapat terpenuhi bagi para petani, tetapi ngebon bagi pedagang kepada juragannya adalah sah karena syarat dan rukunnya bisa terpenuhi. Syarat dan rukun praktek ngebon bagi petani yang tidak terpenuhi adalah pada syarat ma‟qud „alaih, yaitu barang yang diperjualbelikan belum
12
ada barangnya apalagi sifat dan kadar kualitasnya. Maka jual beli dengan sistem ngebon tersebut termasuk jual beli gharar yang dilarang oleh Islam. 3.
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Jual Beli Tembakau (Study Kasus di Desa Morobongo kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung)”. Oleh Miftakhul Jannah, Mahasiswa Jurusan Mu‟amalah, angkatan 2006. Dalam skripsinya dijelaskan bahwasannya pelaksanaan pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan di Desa Morobongo Kecamatan Jumo Kababupaten Temanggung ini, dikarenakan kesalahan para petani itu sendiri yang berusaha untuk menipu para tengkulak dengan berbagai cara, seperti mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa terjual semua, memberi gula pasir yang terlalu banyak untuk menambah berat timbangan pada tembakau. Adapun menurut hukum Islam pembatalan jual beli tembakau ini boleh dilakukan, dengan alasan tembakau itu cacat atau rusak karena petani. Karena jual beli yang terdapat unsur penipuan adalah jual beli yang batal.
F. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Research), yaitu: suatu penelitian yang dilakukan
13
di lingkungan masyarakat tertentu, baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (social), maupun lembaga pemerintah.18 Dalam penelitian ini
penulis
melakukan penelitian dengan
berkunjung langsung ke Desa Tanduk sebagai tempat yang dijadikan penelitian. 2.
Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data itu diperoleh.
19
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 sumber data,
yaitu: sumber data primer dan sekunder. a.
Data Primer Yaitu: data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.20 Adapun yang menjadi Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan langsung dari tempat yang menjadi obyek penelitian (masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, khususnya Pedagang daging sapi di Desa Tanduk tersebut).
b.
Data Sekunder Yaitu: merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya: lewat orang lain atau lewat dokumen.21Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah:
18
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998, hal. 22 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2006, hal.129 20 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hal. 30 21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung: 2008, hal.137
14
data monografi Desa yang didapat dari Kelurahan Tanduk dan ulama‟ atau sesepuh yang ada di Desa Tanduk. 3.
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan menggunakan teknik sebagai berikut: a.
Pengamatan (observasi) Yaitu: dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.22 Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan ke lokasi, untuk mengetahui sebab terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
b.
Wawancara (interview) Yaitu: bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.23 Wawancara dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam persoalan yang terkait, yakni: pedagang daging sapi yang ada di Desa Tanduk, RPH, dan juga pendapat tokoh ulama‟ atau sesepuh di Desa Tanduk tersebut.
c.
Dokumentasi Yaitu: catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu tertentu, termasuk dokumen yang merupakan acuan agi
22
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta: 2007,
23
W. Gulo. Metode Penelitian, Grasindo, Jakarta: 2002, hal. 119
hal. 70.
15
peneliti dalam memahami obyek penelitiannya.24 Dokumentasi ini penulis dapatkan dari data Monografi Desa Tanduk dan surat dari RPH (Rumah Pemotongan Hewan) yang berupa surat potong dan surat jalan. 4.
Metode Analisis Data Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data dan mengambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Dalam melakukan analisis data ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah: penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki lalu dianalisis.25 Dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan bagaimana analisis perubahan harga yang dilakukan oleh pembeli secara sepihak dalam jual beli daging sapi di kalangan pedagang sapi di Desa Tanduk jika ditinjau menurut hukum Islam.
G. Sistematika Penulisan Untuk memahami persoalan yang dikemukakan di atas, maka penulis membaginya dalam 5 bab, yaitu:
24 25
Ibid, hal.123 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta: 1998, hal. 128
16
BAB I: PENDAHULUAN, yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: KONSEP UMUM TENTANG OBYEK JUAL BELI & KHIYAR, yang meliputi: ketentuan umum tentang obyek jual beli, yakni: (barang (mabi’) dan harga (tsaman)), khiyar secara umum dan pendapat para ulama‟ tentang perubahan harga sepihak pada jual beli. BAB III: KASUS PERUBAHAN HARGA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI DESA TANDUK
KECAMATAN AMPEL
KABUPATEN BOYOLALI, diantaranya : profil Desa Tanduk
Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali, kasus perubahan harga sepihak dalam pelaksanaan jual beli daging sapi di Desa Tanduk, dan pendapat ulama‟ setempat dalam kasus perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk. BAB IV: ANALISIS, pada bab ini memuat: analisis terhadap kasus perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, apakah sudah sesuai dengan hukum Islam. BAB V: PENUTUP, meliputi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KONSEP UMUM TENTANG OBYEK JUAL BELI DAN KHIYAR
Akad (perikatan, perjanjian dan kemufakatan) merupakan pertalian antara ijab dan qabul, sesuai dengan kehendak syari‟at yang berpengaruh pada obyek perikatan. Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari‟at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang yang diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh orang.1 Menurut fuqaha, rukun akad terdiri atas:2 1. Al-‘Aqidain, para pihak yang terlibat langsung dengan akad. 2. Mahallul ‘aqd, yakni obyek akad 3. Sighat al-‘aqd,
yakni pernyataan kalimat akad, yang lazimnya dilaksanakan
melalui pernyataan ijab qabul.3 Dalam jual beli, ketetapan akad adalah menjadikan barang sebagai milik pembeli dan menjadikan harga atau uang sebagai milik penjual.4 Adapun ketentuan mengenai obyek jual beli (barang dan uang) adalah sebagai berikut:
1
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hal. 101 2 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002, hal. 78 3 Ijab qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan / kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak / akad. Menurut hanafiyah, ijab adalah uangkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari yang akan melakukan akad. Dan dimana ia menujukkan maksud / kehendak dengan penuh kerelaan, baik datangnya dari pihak penjual atau pembeli. Qobul adalah sebaliknya, untuk menetapkan apakah itu ijab atau qobul, sangat bergantung pada awal lahirnya uangkapan tersebut, tidak memandang siapa yang mengungkapkannya. Lihat Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008, hal. 51 4 Rahmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001, hal. 91
17
18
A. Ketentuan Tentang Obyek Jual Beli 1. Pengertian Obyek Jual Beli Fuqaha Hanafiyah membedakan obyek jual beli menjadi dua: 1). Mabi’, yakni barang yang dijual, dan 2). Tsaman atau harga. Menurut mereka mabi’ adalah sesuatu yang dapat dikenali (dapat dibedakan) melalui sejumlah kriteria yang tidak dapat dikenali (atau dibedakan dari lainnya) melalui kriteria tertentu. Tsaman lazimnya berupa mata uang ataupun sesuatu yang dapat menggantikan fungsinya, seperti gandum, minyak atau benda-benda lainnya yang ditakar atau ditimbang. Tsaman juga dapat berupa barang dengan kriteria tertentu yang ditangguhkan pembayarannya. Misalnya: jual beli setakar gula dengan harga Rp 1000,00 atau dengan setakar kedelai secara tempo. Maka setakar gula adalah mabi’ sedangkan uang Rp 1000,00 dan setakar kedelai adalah tsaman.5 2. Perbedaan Harga (Tsaman) dan Barang (Mabi’) Kaidah umum tentang mabi’ dan tsaman adalah segala sesuatu yang dijadikan mabi‟ adalah sah dijadikan harga, tetapi tidak semua harga dapat menjadi mabi‟. Di antara perbedaan antara mabi’ dan tsaman adalah:6 a. Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual adalah mabi’ b. Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah mabi’ dan penukarannya adalah harga 5 6
Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 128 Rahmat Syafe‟i, Op Cit, hal. 87
19
3. Syarat obyek jual beli a. Syarat barang (mabi’) Benda yang dijadikan obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:7 1. Bersih barangnya Adapun yang dimaksud dengan bersih barangnya, yakni: barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang dikemukakan Rasulullah SAW;
“Bahwasannya Jabir r.a. mendengar Nabi Saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi dan patung-patung…”.8 2. Dapat dimanfaatkan Pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai obyek jual beli adalah merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti: untuk dikonsumsi (beras, buah-buahan, ikan, dan lain-lain). Jadi, yang dimaksud dengan barang yang bermanfaat adalah: bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Islam, maksudnya,
7
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukun Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta: 1994, hal. 37-41 8 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2001, hal. 3
20
pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada. 3. Milik orang yang melakukan akad Maksudnya, bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut. 4. Mampu menyerahkannya Yang dimaksud dengan mampu menyerahkan, yaitu: pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikan sebagai obyek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli. Rasulullah SAW, bersabda:
"Dan dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi Saw bersabda: janganlah kamu membeli ikan didalam air, karena yang demikian itu termasuk gharar”.9 Dari ketentuan hukum diatas dapat dikemukakan bahwa wujud barang yang dijual itu harus nyata, dapat diketahui jumlahnya (baik ukuran maupun besarnya). 5. Mengetahui.
9
A. Qadri Hassan, dkk, Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadits-Hadits Hukum), PT Bina Ilmu, Surabaya: 1983, hal. 1652
21
Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli tersebut tidak sah, sebab bisa jadi perjanjian tersebut mengandung unsur penipuan. 6. Barang yang diakadkan ada di tangan (dikuasai penjual) Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam penguasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan. b. Syarat Harga (Tsaman) Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para Ulama‟ fiqh membedakan ats-Tsaman dengan as-si’r. Menurut mereka, ast-Tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara aktual, sedangkan as-Si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen (consumption). Dengan demikian, harga barang itu ada 2, yaitu: harga antar pedagang dan harga antara pedagang dan konsumen (harga jual dipasar).10 Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah ast-Tsaman, bukan harga as-Si’r. Ulama‟ fiqh mengemukakan syarat ast-Tsaman sebagai berikut:11
10
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Cetakan ke-2, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2007, hal.
118 11
M. Ali Hasan, Op Cit, hal. 124
22
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya pun harus jelas waktunya. 3. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan oleh syara‟ seperti babi dan khamr, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara‟. 4. Ketentuan Hukum Yang Berkaitan Dengan Obyek Jual Beli Beberapa hukum yang berkaitan dengan mabi‟ dan tsaman adalah sebagai berikut:12 a. Syarat obyek jual beli harus berupa mal mutaqawwim berlaku pada mabi’. Persyaratan ini tidak berlaku pada tsaman. b. Syarat nafadz dimana obyek jual beli harus ada (wujud) dan harus merupakan milik orang yang berakad berlaku pada mabi’. Persyaratan ini tidak berlaku pada tsaman. c. Dalam bai’ al-salam,13 tidak boleh mendahulukan (ta’jil) tsaman, melainkan wajib mendahulukan mabi’. d. Ongkos penyerahan tsaman wajib atas pembeli sedang ongkos penyerahan mabi‟ wajib atas pihak penjual.
12
Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 130 Bai’ al-salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirnya disebutkan dengan jelas, dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. Lihat M. Ali Hasan, Op Cit , hal. 143 13
23
e. Akad jual beli yang tidak disertai penyebutan tsaman adalah fasid. Sedangkan jika tidak disertai penyebutan mabi’ adalah batal. f. Rusaknya mabi’ setelah serah terima menghalangi iqalah,14 sedang rusaknya tsaman setelah serah terima tidak menghalangi iqalah. g. Rusaknya mabi’ sebelum serah terima membatalkan jual beli, sedangkan rusaknya tsaman sebelum serah terima tidak membatalkan jual beli. h. Pembeli tidak berhak bertasharruf atas mabi’ sebelum serah terima, sedang pihak penjual berhak bertasharruf atas tsaman sebelum serah terima. i. Pihak pembeli wajib menyerahkan tsaman lebih dahulu. Dari situlah ia berhak atas penyerahan mabi’.
B. Khiyar Hak khiyar ditetapkan Syari‟at Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi jual beli, agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaikbaiknya. Status khiyar menurut ulama‟ fiqh adalah disyari‟atkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.15 Adapun jenis-jenis khiyar antara lain:
14
Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 115. Iqalah adalah memfasakhkan akad berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, seperti jika salah satu pihak menyesal lalu menghendaki untuk membatalkannya, yang demikian ini hanya bisa terjadi atas kesepakatan pihak lain. 15 Nasrun Haroen, Op Cit , hal. 129
24
1. Khiyar Majlis Pihak pembali dan penjual masih berada ditempatnya, keduanya berhak menentukan pilihan mengenai jadi dan tidaknya transaksi jual beli.16 Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Ibnu Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah bersabda: penjual dan pembeli, masing-masing mempunyai hak atau kesempatan berfikir sebelum berpisah mengenai jadi dan tidaknya jual beli”.17 Khiyar majlis dinyatakan gugur apabila dibatalkan oleh penjual dan pembeli setelah akad, apabila salah satu dari keduanya membatalkan, maka khiyar yang lain masih berlaku dan khiyar terputus dengan kematian salah satu dari keduanya.18 2. Khiyar ‘Aib (karena adanya cacat) Hak yang dimiliki oleh salah seorang dari aqidain untuk membatalkan akad atau tetap melangsungkannya ketika menemukan cacat pada objek akad dimana pihak lain tidak memberitahukannya pada saat akad.19 Khiyar „aib ini didasarkan pada hadist dimana Uqbah Ibn Amir r.a. berbunyi:
16
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2006, hal. 144 Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5 (Nikah & Hukum Keluarga, Perbudakan, Jual Beli, Nazar & sumpah, Pidana & Peradilan, Jihad), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2003, hal. 195 18 Sayyid Sabiq, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009, hal. 209 19 Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 112 17
25
“Saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka tidak halal seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang mengandung kecacatan kecuali ia harus menjelaskan kepadanya”.20 Khiyar „aib harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. ‘Aib (cacat) tersebut terjadi sebelum akad, atau setelah akad namun belum terjadi penyerahan. Jika cacat tersebut terjadi setelah penyerahan atau terjadi dalam penguasaan pembeli maka tidak berlaku hak khiyar. b. Pihak pembeli tidak mengetahui akad tersebut ketika berlangsung akad atau ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli sebelumnya telah mengetahuinya, tidak ada hak khiyar baginya. c. Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasannya penjual tidak bertanggung jawab terhadap segala cacat yang ada. Jika ada kesepakatan bersyarat seperti itu, maka hak khiyar pihak pembeli menjadi gugur. Khiyar „aib ini berlaku semenjak pihak pembeli mengetahui adanya cacat setelah berlangsungnya akad. Adapun batas waktu untuk menuntut pembatalan akad terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha. Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, batas waktunya berlaku secara tarakhi (pihak yang dirugikan tidak harus menuntut pembatalan akad ketika ia mengetahui cacat tersebut). Sedang menurut fuqaha Malikiyah dan Syafi‟iyah, batas waktunya berlaku secara faura (seketika, artinya pihak yang dirugikan harus menggunakan hak khiyar secepat mungkin, jika ia mengulur-
20
104
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal.
26
ulur waktu tanpa alasan yang dapat dibenarkan maka hak khiyar gugur dan akad dianggap telah lazim / pasti). Hak khiyar „aib ini gugur apabila: a. Pihak yang dirugikan merelakan setelah ia mengetahui cacat tersebut. b. Pihak yang dirugikan sengaja tidak menuntut pembatalan akad. c. Terjadi kerusakan atau terjadi cacat baru dalam penguasaan pihak pembeli. d. Terjadi pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari sejumlah seperti beranak atau bertelur, maupun dari segi ukuran seperti mengembang. 3. Khiyar Ru’yah Hanafiyah membolehkan khiyar ru’yah dalam transaksi jual beli, dimana pembeli belum melihat secara langsung obyek akad, jika pembeli telah melihat obyek barang, maka ia memiliki hak untuk memilih, meneruskan akad dengan harga yang disepakati atau menolak dan mengembalikan kepada penjual.21 Diantara hadist yang dijadikan sebagai dasar keabsahan khiyar ru’yah adalah:
“Barang siapa membeli barang yang belum dilihatnya, maka ia memiliki hak khiyar ketika melihatnya”.22
21 22
Dimyauddin Djuwaini, Op Cit , hal. 99 Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, hal. 234
27
Dalam konteks ini, ulama‟ membolehkan menjual barang yang ghaib (tidak ada ditempat akad) tanpa menyebutkan spesifikasinya, dengan catatan pembeli memiliki hak khiyar. Pembeli akan memliki hak khiyar ru’yah dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Obyek akad harus berupa real asset („ain, dzat, barang) dan bisa dispesifikasi. Jika tidak, pembeli tidak memiliki hak khiyar, seperti dalam transaksi valas. b. Pembeli belum pernah melihat obyek transaksi sebelum melakukan kontrak jual beli. 4. Khiyar Tadlis (Penipuan) Apabila penjual menipu pembeli untuk menaikkan harga, maka hal itu haram baginya.23 Dan pembeli memiliki hak khiyar untuk mengembalikan barang, hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Janganlah kamu menahan air susu unta dan sapi. Barang siapa melakukan demikian, maka hendaklah ia memegangi dua pertimbangan yang terbaik. Jika suka, ia bisa menahannya dan jika suka ia bisa mengembalikannya dengan disertai satu sha‟ kurma”.24
23
Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqih Sunnah 4, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat: 2009, hal.
88 24
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid), Pustaka Amini, Jakarta: 2007, hal. 809, baca juga di Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal. 108
28
Tadlis itu sendiri dalam bahasa Arab maksudnya adalah menampakan suatu barang yang cacat dengan suatu tampilan seakan tidak adanya cacat. Artinya, seorang penjual karena tindak pemalsuannya telah menjerumuskan seorang pembeli dalam kegelapan, sehingga ia tidak bisa melihat atau mengamati barang yang akan ia beli dengan baik. Pemalsuan ini ada 2 bentuk yakni: Pertama, dengan cara menyembunyikan cacat yang ada pada barang bersangkutan. Kedua, dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa naik dari biasanya.25 5. Khiyar Ghaban (kekeliruan) Kesalahan mungkin saja terjadi pada penjual, misalnya dia menjual sesuatu yang bernilai lima dirham dengan tiga dirham. Kesalahan juga bisa terjadi pada pembeli, misalnya dia membeli sesuatu yang bernilai tiga dirham dan lima dirham. Jika seseorang membeli sesuatu dan tertipu maka dia memiliki hak untuk membatalkan jual beli sekaligus akad, dengan syarat dia tidak mengetahui harga dan tidak pandai menawar. Sebab, jual beli yang demikian mengandung unsur penipuan yang harus dihindari oleh setiap Muslim.26 Ibnu Umar r.a. berkata:
“Seorang laki-laki menerangkan kepada rasulullah SAW. Bahwasannya dia selalu tertipu dalam berjual beli, maka Rasulullah berkata kepada orang
25 26
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Gema Insani, Jakarta: 2005, hal. 382 Sayyid Sabiq, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Op Cit , hal. 213
29
itu:”Kepada mereka yang ingin melakukan transaksi jual beli, katakanlah: tidak ada penipuan “.27 Sebagian ulama‟ membatasinya dengan kesalahan yang melampaui batas. Sebagian yang lain membatasinya dengan kesalahan yang kerugiannya mencapai sepertiga nilai barang. Dan, sebagian yang lain tidak membatasinya dengan apa-apa. Pembatasan ini mereka lakukan karena jual beli nyaris tidak pernah bersih dari kekeliruan dalam pengertiannya yang mutlak dan karena biasanya sesuatu yang sedikit bisa dimaafkan. 6. Khiyar Syarat Khiyar syarat yaitu hak aqidain untuk melangsungkan aqad atau membatalkannya selama waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika akad berlangsung. Seperti ucapan seorang pembeli: “saya beli barang dengan hak khiyar untuk diriku dalam sehari atau tiga hari”, sesungguhnya khiyar ini dimaksudkan untuk melindungi pihak yang berakad dari unsur kecurangan akad. 28 Khiyar syarat berakhir dengan salah satu dari sebab berikut ini: a) Terjadi penegasan pembatalan akad atau penetapannya. b) Berakhirnya batas waktu khiyar. c) Terjadi kerusakan pada objek akad. Jika kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pihak penjual maka akadnya batal dan berakhirlah khiyar. Namun apabila kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pembeli maka berakhirlah khiyar namun tidak membatalkan akad. 27
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal. 67. Baca juga di Ibnu Hajar „Al-Asqalani, Tarjamah Bulughul-Maram, CV Diponegoro, Bandung: 1988, hal.408 28 Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 111
30
d) Terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak atau berrtelur atau mengembang. e) Wafatnya shahibul khiyar, ini menurut pendapat mazhab Hanafiyah dan Hanabilah. Sedang mazhab Syafi‟iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa hak khiyar dapat berpindah kepada ahli waris ketika shahibul khiyar wafat.29
C. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli Mayoritas ulama‟ fiqh sepakat bahwa keridhaan (kerelaan) merupakan dasar bedirinya sebuah akad (kontrak). Allah SWT melarang kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara bathil. Secara bathil dalam konteks ini memiliki arti yang sangat luas. Di antaranya melakukan transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syara‟, seperti halnya melakukan transaksi berbasis riba, transaksi yang bersifat spekulatif (maisir), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar (adanya uncertainty/resiko dalam transaksi), serta hal-hal lain yang bisa dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini juga memberikan pemahaman bahwa supaya untuk mendapatkan harta tersebut harus dilakukan dengan adanya kerelaan semua pihak dalam transaksi, seperti kerelaan antara penjual dan pembeli.30
29 30
Ibid, Dimyauddin Djuwaini, Op Cit, hal. 61
31
Menurut Abu Hanifah, menjual barang yang ghaib tanpa menyebutkan sifatnya dibolehkan. Kemudian si pembeli dibolehkan melakukan khiyar (pilihan) sesudah melihatnya. Jika suka, ia boleh meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak suka, ia boleh menolaknya. Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang dijual berdasarkan sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru’yah (pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang disebutkan itu. 31 Syekh Ahmad Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di ditanya bagaimana hukumnya jika ada perselisihan antara penjual dan pembeli. Beliau menjawab: perselisihan antara penjual dan pembeli dapat terjadi disebabkan beberapa hal, antara lain:32 1. Perselisihan Tentang Harga Barang, misalnya: penjual berkata bahwa barang tersebut dia jual seharga 100 sedangkan pembeli berkata bahwa barang tersebut harganya 80, dan masing-masing menguatkan pengakuannya dengan sumpah, maka keduanya harus membatalkan akad jika tidak ada kesepakatan. Apabila barang yang diakadkan mengalami kerusakan, maka harus diganti. 2. Perselisihan tentang bentuk atau ukuran barang. Menurut pendapat yang sahih hukumya seperti perselisihan tentang harga. Karena tidak ada perbedaan antara perselisihan dalam harga atau barang yang diperjual belikan. Maka dalam hal ini yang dijadikan pegangan adalah ucapan penjual.
31
Ibnu Rusyd, Op Cit, hal. 763 Abdurrahman as-Sa‟di, Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syariah, Senayan Publishing, Jakarta: 2008, hal. 293-295 32
32
3. Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan akad, kemudian salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena syaratnya masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah sahnya akad, sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan bahwa akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah ucapan pihak yang mengakui sahnya akad. Karena hukum asalnya akad tersebut adalah selamat dari pengingkaran. Adanya kesepakatan untuk melakukan akad dari kedua belah pihak sebelumnya menunjukkan bahwa hal itu telah sesuai dengan syara‟. Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah mereka buat. 4. Apabila barang yang diakadkan telah diketahui sifat maupun keadaannya, kemudian pembeli mengatakan bahwa barang yang dia dapatkan tidak sesuai dengan keadaan pada saat akad. Maka menurut pendapat mazhab yang dipegang adalah ucapan pembeli, karena hukum asalnya adalah tidak adanya kewajiban dari pembeli untuk membayar (tanpa adanya barang). Menurut pendapat lain yang dijadikan pegangan adalah pengakuan penjual karena hukum asalnya adalah tetapnya barang tersebut atas sifat dan keadaan yang ada dan terlihat.
BAB III KASUS PERUBAHAN HARGA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI DESA TANDUK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI
A. Profil Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
Sebagai gambaran kondisi wilayah di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, maka perlu kiranya penulis laporkan keadaan Desa dari beberapa aspek kehidupan. 1. Kondisi Geografis Desa Tanduk merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Ketinggian desa ini adalah 600 m diatas permukaan laut sehingga termasuk dataran tinggi dengan suhu udara maksimal 38Ԩ, dan jumlah curah hujan 90 hari.1 Jarak pemerintahan desa menuju kecamatan adalah 2 km, jarak dari pusat pemerintahan desa menuju kabupaten adalah 10 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa menuju ibukota propinsi adalah 46 km. Adapun batas-batas Desa Tanduk adalah sebagai berikut: Sebelah utara
: Desa Gladak Sari
Sebelah selatan
: Desa Banyu Anyar
Sebelah barat
: Desa Gubug
Sebelah timur
: Desa Tompak
1
Data Monografi Desa/Kelurahan Tanduk, tahun 2010
33
34
Desa Tanduk terbagi menjadi empat dusun, yaitu: a. Dukuh Tanduk Wetan b. Dukuh Tanduk Kulon c. Dukuh Klarisan d. Dukuh Bakalan e. Dukuh Banyusodo f. Dukuh Malangan g. Dukuh Prigi h. Dukuh Besuki i. Dukuh Rejoso j. Dukuh Gatak Jumlah penduduk Desa Tanduk seluruhnya 6274 jiwa, yang terdiri dari perempuan 3226 jiwa dan laki-laki 3048 jiwa. Dan jumlah kepala keluarga adalah 1726 KK. 2. Keadaan Sosial Warga Desa Tanduk merupakan kelompok masyarakat yang religius, dimana kegiatan-kegiatan keagamaan sangat dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar penduduk Desa Tanduk beragama Islam. Tabel A.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama Agama Jumlah (jiwa) Islam 6254 Katholik 4 Protestan 3 Hindu 8 Budha 5 Jumlah 6274 Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010
No 1 2 3 4 5
35
Desa Tanduk mempunyai sepuluh bangunan masjid, tiga puluh bangunan musholla. Aktivitas keagamaan berupa pengajian, berjanjen, yasin dan tahlil, serta baca al-qur’an dan perkumpulan organisasi keagamaan senantiasa dilaksanakan secara rutin. Disamping aktif dalam kegiatan keagamaan, masyarakat juga aktif dalam kegiatan olahraga seperti sepak bola, bulu tangkis, tenis meja, dan bola voli. Jumlah fasilitas olahraga yang ada adalah satu buah lapangan sepak bola, satu buah lapangan voli, satu buah lapangan bulu tangkis, dan satu buah meja tenis ping pong.2 Selain kegiatan tersebut, masyarakat Desa Tanduk juga masih ikut melestarikan budaya jawa, salah satunya kesenian Reog (gerakan tari yang diiringi oleh musik gamelan) yang ada di Dukuh Banyusodo. Untuk menunjang sektor pendidikan, maka dibangun sarana pendidikan yaitu: a) 1 Sekolah Dasar Negeri (SDN), 1 sekolah Madrasah Ibtidaiyyah (MI). b) 3 buah Taman Kanak-Kanak (TK). Tabel A.2. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan No Pendidikan Jumlah (orang) 1 Belum sekolah 574 2 Tidak tamat SD 1441 3 Tamat SD/sederajat 1758 4 Tamat SLTP/ sederajat 1028 5 Tamat SLTA/ sederajat 701 6 Tamat Akademi/ sederajat 63 7 Tamat Perguruan Tinggi/ sederajat 87 8 Buta huruf 19 Jumlah 5671 Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010 2
Data Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Tanduk, tahun 2009
36
Untuk menunjang sektor kesehatan dibangunlah sarana kesehatan berupa sebuah PUSKESMAS pembantu dan sepuluh buah POSYANDU. Tenaga kesehatan yang praktek adalah seorang Dokter Umum, seorang Dokter Khitan, dan seorang dukun bayi. 3. Keadaan Ekonomi Sektor ekonomi terbesar memang di sektor pertanian, namun sektor peternakan juga menjadi penunjang perekonomian di Desa Tanduk. Tabel A.3. Jumlah Penduduk Desa Tanduk Berdasarkan Mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Pemilik tanah 528 Buruh tani 222 Pengrajin/indutri kecil 91 Buruh industry 152 Buruh bangunan 101 Buruh perkebunan 20 Pedagang 253 Pengangkutan 75 Pegawai Negeri Sipil 39 ABRI 6 Pensiunan ABRI/PNS 25 Peternak 415 Jumlah 1927 Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010
Saat ini usaha peternakan yang berkembang di desa Tanduk lebih didominasi oleh sapi perah dan sapi biasa (sapi potong), karena pada umumnya Kabupaten Boyolali sudah terkenal sebagai pemasok daging dan susu sapi, dan Desa Tanduk merupakan salah satunya.
37
Tabel A.4. Banyaknya Ternak Besar, Ternak Kecil Dan Unggas. No
Jenis Ternak
Banyaknya Ribu (ekor)
1
Sapi perah (29 orang)
41
2
Sapi biasa/potong (155 orang)
189
3
Kambing (92 orang)
141
4
Kuda (2 orang)
5
Ayam (134 orang)
215
6
Itik (1 orang)
20
7
Peternak lainnya (2 orang)
500
Jumlah
1111
5
Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010 Terdapat pula industri yang menunjang sektor perekonomian di Desa Tanduk, antara lain: industri makanan 5 buah dengan 15 orang tenaga kerja, indutri alat rumah tangga 1 buah dengan 1 orang tenaga kerja, industri bahan bangunan 1 buah dengan 3 orang tenga kerja, industri alat pertanian 1 buah dengan 3 orang tenaga kerja, 3 buah restoran dengan 10 orang tenaga kerja, 1 buah angkutan dengan 25 tenaga kerja, dan 50 buah warung kelontong dengan 50 orang tenagan kerja. Perkembangan di Desa Tanduk memang belum berjalan lancar, akan tetapi masyarakatnya selalu mau mengembangkan daya kreatifitasnya, seperti halnya yang dilakukan oleh supplier sapi, selain menyediakan stok daging yang dikirim ke berbagai daerah, akan tetapi daging itu dikembangkan lagi menjadi bakso dan abon sapi, tidak hanya itu, paru sapi juga dibuat cemilan berupa kripik paru. Di Desa Tanduk juga banyak yang membudidayakan jamur merang, yang kemudian dibuat keripik jamur.
38
B.
Kasus Perubahan Harga Sepihak dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali 1. Pelaksanaan Jual Beli Daging Sapi antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali a. Proses Produksi Seorang supplier jika akan melakukan proses produksi harus melalui beberapa tahapan, menurut bapak Ratman, sapi yang akan dipotong harus dibawa ke RPH (Rumah Potong Hewan) untuk dicek, apakah sapi tersebut sudah layak potong atau belum? Akan tetapi terkadang supplier ada juga yang tidak datang ke RPH langsung, hanya menyuruh mantri dari RPH ke rumah, hal itu dilakukan untuk menghemat ongkos dan tentunya tidak antri. Seorang supplier besar bisa menyembelih sapi hingga 15 ekor setiap harinya, kalau hari raya Idul Fitri itu bisa sampai 50 ekor. Untuk masalah biaya produksi pastinya tiap harinya bisa berubah-ubah, tergantung dari banyaknya sapi yang akan dipotong. Untuk sapi besar jenis
oto,
seorang
supplier
harus
mengeluarkan
uang
Rp
8.000.000,00/sapi, ditambah dengan biaya buruh jagal sapinya (Rp 50.0000,00/sapi), buruh titik tulang (Rp 10.000,00/sapi), dan biaya surat potong + surat jalan dari RPH (Rp 15.000,00/sapi). Itu belum termasuk biaya transport dan buruh kirim. Keuntungan seorang supplier dapat dihitung dari hasil daging + tulang, jika berat yang di hasilkan sudah bisa menutup modal yang dikeluarkan, maka supplier sudah dikatakan
39
untung, karena keuntungannya bisa dihasilkan dari penjualan bagian sapi yang lain, misalnya jeroan, bagian kepala, dan bagian sapi lainnya.3 b. Pelaksanaan Jual Beli Daging Sapi antara Supplier dan Pedagang Pengecer Pelaksanaan jual beli daging sapi antara supplier dan pedagang pengecer dilakukan dengan 2 bentuk, yakni: paketan dan kiloan. Untuk bentuk paketan bisanya dilakukan oleh pedagang pengecer besar, harga yang diberikan oleh supplier pun juga global dari berapa besar pasoan yang diambil, paketan biasanya terdiri dari 1 paket daging yang berada pada 1 sapi, terdiri dari: leher + punggung, kaki depan, dada + perut, dan kaki belakang. Sedangkan kiloan biasanya dilakukan oleh pedagang pengecer dalam jumlah kecil, harga yang diberikan supplier pun juga per Kg daging yang diambil. Untuk jual belinya dilakukan berdasarkan pesanan dan biasanya dilakukan dengan telepon, ada juga pedagang pengecer yang sudah pesan langsung mengambil barang pesenannya ke supplier. Pedagang pengecer memesan berapa banyak daging yang dibutuhkan dan menyebutkan bagian daging yang akan dibelinya, kemudian supplier menyebutkan harga dari daging yang dipesan oleh pedagang pengecer tersebut. Tidak terdapat ketentuan lebih yang mengatur jika barang yang dikirim cacat, jika terjadi hal demikian, seorang pedagang pengecer akan langsung memotong harga yang diberikan supplier sebagai bentuk ganti kerugian 3
Wawancara dengan bapak Ratman, seorang buruh jagal sapi yang bekerja di ibu Murni (supplier di Dukuh Bakalan), pada hari Sabtu 10-09-11
40
yang diderita oleh pedagang pengecer. Namun ada juga supplier yang menolak ketentuan tersebut, potongan harga hanya diberikan berdasarkan kebijakan mereka sendiri. c. Jenis Daging Sapi (bagian-bagian sapi) Seekor sapi itu terdiri dari berbagai macam bagian, antara lain:4 1) Kepala, terdiri dari: kulit, congor, lidah, mata+pipi,otak, tulang kepala (Rp 15.000,00/Kg) 2) Leher+punggung/lulur (Rp 45.000,00/Kg) 3) Kaki depan/ sorok (Rp 45.000,00/Kg) 4) Dada+perut/tipisan (Rp 37.000,00/Kg) 5) Kaki belakang/puran (Rp 45.000,00/Kg) 6) Jeroan, terdiri dari: a) Paru (Rp 35.000,00/Kg) b) Hati+limpa (Rp 25.000,00/Kg) c) Jantung+ginjal (Rp 25.000,00/Kg) d) Gurung mayang (Rp 13.000,00/Kg) e) Babat/lambung, terdiri dari babat, iso/usus, usus besar, sumping (Rp 12.000,00) 7) Khas dalam (Rp 55.000,00/Kg) 8) Ekor (Rp 23.000/Kg) 9) Kaki (Rp 11.000,00/Kg) 10) Daging+tulang/balungan (Rp 5000,00) 4
11
Wawancara dengan ibu Siti, seorang supplier di Dukuh Klarisan, pada hari Sabtu 10-09-
41
11) Gajih (Rp 4.000,00/Kg) 12) Kapur + susu (Rp 10.000,00/Kg) 13) Kelamin jantan (Rp 20.000,00/Kg) 14) Sekengkel/tulang besar (Rp 15.000,00/Kg) 15) Kulit sapi (jantan = Rp 13.000,00/Kg, betina= Rp 11.000,00/Kg)
2. Kasus Perubahan Harga Sepihak dalam Jual Beli daging Sapi antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali a. Kasus Perubahan Harga Sepihak dalam Jual Beli Daging Sapi antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Setiap ada cacat pada daging yang diterima, maka pedagang pengecer tidak akan segan untuk melakukan perubahan harga pada supplier. Seperti yang dilakukan oleh ibu Paisih, beliau mengambil pasoan5 daging 5 Kg setiap harinya, beliau membeli daging pada supplier lewat telephon pada malam harinya, biasanya beliau memesan daging bagian kaki depan, beliau pernah mengalami daging yang diperoleh banyak gajihnya, sebelum berangkat ke pasar beliau mengurangi sedikit-sedikit gajih yang menempel pada daging tersebut, karena gajih yang sudah dikuranginya tersebut mengurangi berat timbangan, maka beliau memotong pasoan yang harus disetornya pada 5
Pasoan artinya besar barang yang dibutuhkan oleh pembeli (pedagang pengecer)
42
supplier, harga dari supplier semula sebesar Rp 45.000,00/Kg, tapi beliau hanya membayar Rp 42.000,00/Kg dengan potongan harga Rp 3.000,00/Kg. Jadi pasoan yang semula harus dibayar Rp 225.000,00, Cuma dibayar sebesar Rp 210,000,00.6 Lain halnya yang dilakukan oleh ibu Sugiyem, jika daging yang diterima cacat atau kurang baik, beliau melakukan potongan harga berdasarkan besar pasoan, karena beliau mengambil 20Kg daging setiap harinya, pernah beliau mendapatkan daging dengan warna agak keputihan, jadi pasoan yang seharusnya beliau bayar Rp 900.000,00, Cuma dibayarnya Rp 800.000,00. Beliau juga menyadari kalau masalah warna daging itu tidak sepenuhnya salah supplier, tapi kalau beliau tidak melakukan potongan harga, terkadang supplier pun tidak merasa daging yang dikirimnya dengan kwalitas kurang dan tidak memberikan potongan harga. Sedangkan daging dengan kwalitas tersebut jika dibawanya ke pasar, harganya juga turun.7 Akan tetapi tidak semua supplier mau memberikan potongan harga kepada pedagang pengecer, seperti yang pernah dialami oleh ibu Istikharoh, beliau mendapatkan daging yang banyak gajihnya, padahal setiap harinya beliau mengambil pasoan 70 Kg, karena beliau juga seorang juragan bakso, jadi daging tersebut 50 Kg digunakan untuk bahan pembuatan bakso, dan sisanya dijual ke pasar, sama seperti
6
Wawancara dengan ibu Paisih, seorang pedagang pengecer di Dukuh Banyusodo , pada hari Minggu 11-09-11 7 Wawancara dengan ibu Sugiyem, seorang pedagang pengecer di Dukuh Bakalan, pada hari Minggu 11-09-11
43
pedagang pengecer lainnya, jika ada daging yang demikian dikurangi sedikit-sedikit gajih yang menempel baru di bawa ke pasar, jika beliau memaksakan sisa-sisa gajih tersebut untuk tambahan pembuatan baksonya, maka bakso juga tidak akan enak, jadi beliau memilih untuk memotong harga. Akan
tetapi supplier tidak memberikan potongan
harga, dengan alasan potongan yang dilakukan terlalu besar, beliau sempat tidak diberi pasoan oleh supplier tersebut, akhirnya beliau mencari supplier lain sebagai ganti dari supplier nya yang lama. Tidak hanya supplier ibu Istikharoh saja yang melakukan tindakan tersebut, hal demikian juga diterapkan oleh bapak Karjo, beliau beralasan, karena supplier juga tidak selalu untung setiap harinya (daging yang dihasilkan tidak dapat menutup modal), belum lagi banyak pedagang pengecer yang nunggak pembayarannya sampai 2-3x pasoan, hal tersebut pasti akan sangat terasa bagi supplier kecil seperti beliau.8 Ibu Murni mengatakan, sebenarnya pihak supplier sangat bergantung pada pedagang pengecer, karena penjualan akhir berada pada pedagang pengecer, memang hampir semua supplier merangkap sebagai pedagang pengecer, akan tetapi jika mengandalkan penjualannya sendiri maka hasilnya tidak akan maksimal. Sedangkan jika dagingnya diambil juga oleh pedagang pengecer pasti akan cepat perputarannya dan hasilnya pun akan maksimal, seorang supplier besar itu bisa mempunyai 1-15 pedagang pengecer, dengan pasoan sampai 1 paket daging sapi (seorang 8
11-09-11
Wawancara dengan bapak Karjo, seorang supplier di Dukuh Bakalan, pada hari Minggu
44
pedagang pengecer besar) dan 5-20 Kg (seorang pedagang pengecer kecil). Mengenai kasus perubahan harga yang dilakukan oleh pedagang pengecer, bagi beliau merupakan hal yang sudah tidak bisa dielakkan lagi, tidak hanya beliau saja, hampir semua supplier mengalaminya, dan itu keluhannya sama saja, kalau bukan masalah gajih, warna dan timbangan. Kebanyakan supplier memilih untuk mengalah jika ada kasus seperti itu, bagi mereka walau itu mengecewakan dan merugikan, tapi tidak seberapa dari pada dagingnya dikembalikan.9 Seperti yang dialami oleh bapak Hartono, daging yang dikirimkan, dikembalikan lagi kepada beliau, pedagang pengecer beralasan daging yang dikirim tidak sesuai dengan pesanannya dan juga banyak gajih pada daging tersebut, sehingga waktu dibawa ke pasar, daging
yang
dibawanya
tidak
terjual
habis,
sehingga
sisanya
dikembalikan lagi kepada beliau. Sebelumya beliau sudah pasrah pada pedagang pengecer, yang penting dagingnya bisa terjual, walau harga yang ditetapkan dari pedagang pengecer turun dari kesepakatan.10 Semua supplier menerapkan potongan harga /diskon, tapi memang itu tergantung pada kebijakan masing-masing supplier, menurut ibu Yuni, cara yang digunakan sama hal nya yang digunakan pedagang pengecer pada saat motong harga. Potongan harga dilakukan dengan 2
9
Wawancara dengan ibu Murni, seorang supplier di Dukuh Bakalan, pada hari Sabtu 10-
10
Wawancara dengan bapak Hartono, seorang supplier di Dukuh Tanduk, pada hari Rabu
09-11 26-10-11
45
cara, yakni:11 a) Potongan diberikan berdasarkan kiloan, yakni: dipotong berdasarkan per kilo dari besar pasoan yang diambil oleh pedagang pengecer, seperti yang dilakukan oleh ibu Paisih (pedagang pengecer Dukuh Banyusodo) b) Potongan diberikan berdasarkan global dari total pasoan yang diambil pedagang pengecer, seperti hal nya yang dilakukan oleh ibu Sugiyem (pedagang pengecer Dukuh Bakalan) Untuk mengantisipasi kasus tersebut, sebenarnya ada supplier yang memberitahukan terlebih dahulu jika daging yang dikirimnya itu dengan kwalitas kurang bagus, seperti yang dilakukan oleh bapak Pareng. Beliau selalu memberitahukan kondisi dagingnya pada pedagang pengecer yang mengambil pasoan ditempatnya. Akan tetapi jika daging yang dikirimnya dengan kwalitas kurang bagus, potongan harga sudah diberikan, namun pedagang pengecer memilih harga yang ditetapkan mereka sendiri (harga tawaran mereka). Jadi, hal itu pula yang menyebabkan beliau tidak selalu menerapkan potongan harga, karena sering kali beliau harus mengalah atas harga yang diberikan oleh pedagang pengecernya. 12 Lain halnya yang dilakukan oleh bapak Kento, potongan harga itu selalu beliau terapkan, tapi ketika potongan harga itu diberikan beliau
11
Wawancara dengan ibu Yuni, seorang supplier di Dukuh Banyusodo, pada hari Sabtu
10-09-11 12
Wawancara dengan bapak Pareng, seorang supplier di Dukuh Malangan, pada hari Minggu 11-09-11
46
juga tegas pada pedagang pengecernya. Pada saat itu potongan harga telah diberikan pada pedagang pengecernya, karena beliau sadar daging yang dikirimnya dengan kwalitas kurang bagus. Ketika ada pedagang pengecernya yang menawar lagi tidak beliau terima, beliau mengatakan harga Rp 40.000,00/Kg sudahlah bagus, karena pedagang pengecer telah mendapatkan potongan Rp 5000,00/Kg. Memang jika pedagang pengecer tidak terima dengan harga yang sudah diberikan suppliernya akan pindah supplier. Namun bagi beliau rejeki tidak akan kemana, pedagang pengecer hilang 1 pasti suatu saat akan dapat penggantinya. Menurutnya, potongan harga yang telah diberikan itu sudah menjadi tanda jika seorang supplier peduli pada pedagang pengecernya.13 b. Latar Belakang Timbulnya Perubahan Harga dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Menurut bapak Tijan, Seorang pedagang pengecer melakukan perubahan
harga
juga
dikarenakan
beberapa
sebab
yang
melatarbelakanginya, diantaranya:14 1) Warna daging sapi yang di dapat agak keputihan, karena kwalitas daging sapi yang bagus itu berwarna kemerah-merahan 2) Banyak gajih yang menempel pada daging, karena sebelum dibawa ke pasar, pedagang pengecer harus mengurangi gajih yang menempel tersebut agar tidak terlalu banyak gajih yang menempel.
13
Wawancara dengan bapak Kento, seorang supplier di Dukuh Banyusodo, pada hari Rabu
26-10-11 14
Wawancara dengan bapak Tijan, seorang pedagang pengecer di Dukuh Malangan, pada hari Minggu 11-09-11
47
3) Timbangan mati, dari supplier memang dikirim berat daging 1 Kg, akan tetapi itu masih dengan berat gajih yang menempel. Jadi setelah gajih yang dikurangi oleh pedagang pengecer maka timbangan pun tidak akan seberat semula.
C. Pendapat ulama’ dan tokoh masyarakat di Desa Tanduk Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali 1. Bapak Yamadi (Ulama’ di Dukuh Banyusodo) Menurut beliau jual beli daging yang ada di Desa Tanduk memang sudah menjadi kebiasaan dan itu belum sepenuhnya sejalan dengan ajaran Islam, karena barang yang dijualbelikan tidak dihadirkan pada saat akad. Mengenai kasus perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer itu juga sudah biasa terjadi, menurut beliau sah-sah saja, karena pembeli pada saat pembelian belum melihat barang yang akan dijual. Akan tetapi alangkah baiknya jika mau melakukan perubahan harga (motong pasoan) dirembug ulang dengan yang punya barang, biar keduanya samasama baik dan nerima.15 2. Bapak Sunarto ( Sekretaris Desa Tanduk) Menurut beliau semua transaksi jual beli daging sapi yang ada di Desa Tanduk adalah sama, daging memang tidak dihadirkan pada saat akad, dikarenakan pemotongan sapi dilakukan pada malam hari, untuk kasus perubahan harga itu memang biasa dilakukan pedagang pengecer jika daging yang didapatnya itu ada cacat, karena harga memang sudah ditentukan di 15
Wawancara dengan bapak Yamadi, Ulama’ di Dukuh Banyusodo , pada hari Sabtu 01-10-11
48
awal. Menurut beliau kebiasaan tersebut seharusnya memang bisa dirubah, pedagang pengecer hanya memesan daging jenis apa dan berapa banyak daging yang dibutuhkan, tapi supplier memberikan harga kemudian setelah daging dikirim, hal itu akan lebih efisien karena pedagang pengecer langsung bisa menawar setelah melihat barang yang dikirim. Kendalanya untuk merubah sesuatu yang sudah menjadi tradisi itu tidaklah mudah.16 3. Bapak Jono (Ketua RW Dukuh Bakalan) Menurut beliau sistem jual beli daging sapi di Desa Tanduk pada prakteknya masih jauh dari ketentuan-ketentuan ajaran Islam. Akan tetapi karena telah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dielakkan lagi, maka kegiatan itu terus menerus dilakukan oleh pelakunya. Untuk masalah perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer, menurut beliau jika itu memang kesalahan dari supplier (sengaja memberikan daging yang tidak sesuai pesanan), maka pedagang pengecer boleh-boleh saja minta ganti kerugian. Tapi jika pedagang pengecer mengeluh masalah warna daging dan gajih yang menempel pada daging, maka itu bukan sepenuhnya kesalahan supplier, karena tentunya supplier juga tidak akan tau sapi yang akan dipotongnya dengan kwalitas baik atau jelek. Jika pedagang pengecer ingin minta potongan harga karena sebab tersebut, maka lebih baiknya jika minta kesepakatan pihak satunya, karena jika keduanya ridho itu akan jadi barokah bagi keduanya.17
16 17
Wawancara dengan bapak Sunarto, Sekretaris Desa Tanduk, pada hari Jum’at 22-07-11 Wawancara dengan bapak Jono, Ketua RW Dukuh Bakalan, pada hari Minggu 02-10-11
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Terhadap Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Mencermati persoalan yang terjadi atas kasus perubahan harga sepihak oleh pedagang pengecer dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk memang terasa egoistis, karena supplier seakan tidak berdaya mengatasi perilaku pedagang pengecer atas potongan harga yang dilakukannya tersebut. Namun, para pedagang pengecer merasa bahwa potongan harga yang dilakukannya dengan cara-cara diatas adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Seperti memotong harga ketika daging yang didapatnya banyak gajihnya, sehingga jika gajih sudah dikurangi maka akan membuat timbangan jadi berkurang atau karena alasan warna daging yang diperolehnya agak keputihan. Itu semua mereka lakukan, karena bagi mereka dengan cara seperti itu mereka dapat menerima ganti kerugian yang mereka alami, meski mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu bukanlah suatu cara yang benar. Seperti yang terjadi pada ibu Murni, beliau sering kali harus mengalah atas harga yang ditetapkan oleh pedagang pengecer, hal itu dikarenakan pedagang pengecer mengeluhkan kwalitas daging sapi yang kurang baik, sehingga harga dipotong berdasarkan pandangan mereka sendiri. Setiap terjadi pemotongan harga, alasan yang digunakan pasti sama, yakni karena daging yang dikirim kurang bagus kwalitasnya, sehingga tidak sesuai dengan yang dipesannya.
49
50
Lain halnya yang dilakukan oleh bapak Pareng, kasus perubahan harga sepihak tersebut hingga membuat beliau jarang menggunakan potongan harga atau diskon pada pedagang pengecer, jika potongan harga diberikan, pasti pedagang pengecer akan melakukan penawaran lagi, sehingga harga yang sudah dipotong olehnya akan turun lagi. Jadi, jika daging yang dikirimkannya dengan kwalitas kurang baik, pastinya beliau akan menunggu pedagang pengecer melakukan pemotongan harga terlebih dahulu. Terdapat juga kasus yang mengakibatkan daging yang sudah dikirim dikembalikan lagi kepada pihak supplier. Seperti yang dialami oleh bapak Hartono, daging yang dikirimkan dikembalikan lagi kepada beliau, pedagang pengecer beralasan daging yang dikirim tidak sesuai dengan pesanannya dan juga banyak gajih pada daging tersebut, sehingga waktu dibawa ke pasar, daging yang dibawanya tidak terjual habis, sehingga sisanya dikembalikan lagi kepada beliau. Sebelumya beliau sudah pasrah pada pedagang pengecer, yang penting dagingnya bisa terjual, walau harga yang ditetapkan dari pedagang pengecer turun dari kesepakatan. Fenomena tersebut apabila berlangsung secara terus menerus dan tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin akan membawa kesenjangan sosial dikemudian hari. Khususnya di Desa Tanduk itu sendiri, jika para pedagang pengecer sering melakukan potongan harga menurut pendapat mereka sendiri, maka bisa saja tidak ada lagi supplier yang mau memberikan stok daging pada mereka. Perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi yang terjadi di Desa Tanduk ini, sebagian besar diketahui karena kesalahan supplier dengan berbagai
51
alasan yang berbeda-beda. Padahal jika mau melihat alasan yang digunakan mereka, tidak sepenuhnya kesalahan itu berada pada supplier. Supplier sendiri pun tentu tidak akan mengetahui kondisi sapi yang akan dipotongnya tersebut, apakah daging yang berada di dalamnya itu bagus atau tidak. Disini supplier menginginkan agar daging yang dimilikinya bisa habis terjual, maka mereka berusaha menerima perubahan harga yang dilakukan oleh pedagang pengecer tersebut, bagi supplier walau kasus tersebut mengecewakan dan merugikan. Akan tetapi, lebih menakutkan lagi jika daging sapi yang sudah dikirim, dikembalikan lagi padanya. Dan tentunya kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar. Selain alasan diatas, mengapa kebanyakan supplier mau menerima keadaan tersebut, dikarenakan seorang supplier juga harus menutup modal awal yang mereka gunakan sebelumnya, dari pembelian sapi hingga proses produksi itu berlangsung. Jadi, jika hasil tersebut sudah dapat digunakan untuk menutup modal awal, maka seorang supplier sudah dapat mengambil untung dari hasil penjualan bagian sapi yang lain (jeroan, kepala, dsb). Sebenarnya tindakan para pedagang pengecer tersebut malah dapat merugikan dirinya sendiri, karena dengan cara tersebut yang menjadikan mereka tidak dipercaya lagi oleh supplier. Akibatnya mereka harus berganti-ganti supplier dan mencari supplier lain yang dapat memberikan stok daging kepada mereka. Sebagaimana telah diketahui bahwa perubahan harga sepihak yang terjadi di Desa Tanduk saat ini masih sering terjadi. Hal ini disebabkan karena
52
kurangnya kesadaran dari para pihak yang bertransaksi, khususnya para pedagang pengecer yang dirasa selalu melihat kerugian dari sisi mereka sendiri. Pada dasarnya syari‟at Islam dari awal masa banyak yang menampung dan mengakui adat atau tradisi yang baik dalam masyarakat selama tradisi itu tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan Hadist. Para ulama sepakat menolak „urf fasid (adat kebiasaan yang salah) untuk dijadikan landasan hukum. Ditegaskan dalam AL-Qur‟an surat al-A‟raf ayat 199:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‟ruf (al-„urf), serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.1
Kata al-‘urfi dalam ayat tersebut, di mana umat manusia disuruh mengerjakannya. Oleh para ulama‟ ushul fiqh dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu, maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan
sesuatu yang telah
dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. 2 Adat yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang banyak karena tidak mengandung unsur mafsadat (perusak) dan tidak bertentangan dengan syara’ pada saat ini sangatlah banyak dan menjadi perbincangan di kalangan ulama‟. Bagi kalangan ulama‟ yang mengakuinya maka berlaku bahwa adat itu dapat dijadikan dasar hukum (al’aadatu muhakkamatun). Akan tetapi para ulama‟ juga sepakat menolak adat yang secara jelas bertentangan dengan syara’. 1
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang: 1989, hal.
255 2
Satria Effendi, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, jakarta: 2008, hal. 155-156
53
Segala ketentuan yang bertentangan dengan hukum syara’ harus ditinggalkan meskipun secara adat sudah diterima oleh orang banyak. 3 Dalam hal ini, kepedulian dan kesadaran semua pihak harus dibangun untuk mencegah persoalan-persoalan yang bisa saja muncul dikemudian hari. Pihak-pihak yang berhubungan dalam jual beli daging sapi ini harusnya bisa lebih berhati-hati. Dengan menambah ketaqwaan kepada Allah swt diharapkan para pihak yang melakukan transaksi dalam jual beli daging sapi dapat bermuamalah disertai dengan keterbukaan dan kejelasan. Seperti, kejujuran supplier terhadap apa yang dikatakan mengenai barang dagangan, yaitu mengenai sifat-sifat daging tersebut. Kejelasan mengenai cacat dalam dagingnya, sehingga mereka mendapatkan berkah dalam jual beli yang dilakukan. Jika daging ingin habis terjual semua dengan harga yang diharapkannya, maka supplier harus teguh pendiriannya, jika daging dirasa kurang bagus kwalitasnya, maka sepantasnyalah jika supplier
memberikan potongan harga yang sesuai
dengan kondisi tersebut, sehingga jika pedagang pengecer menawar dengan harga terlampau rendah, supplier bisa lebih tegas mengambil sikap. Karena jika dilihat, supplier sudah menyediakan barang untuk pedagang pengecer dengan harga dibayar kemudian, belum lagi pedagang pengecer yang nunggak pembayarannya. Begitu juga dengan para pembeli atau pedagang pengecer, keluhan jika daging yang diterima dirasa kurang bagus kualitasnya adalah hak mereka, akan
3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2009, hal. 394
54
tetapi alangkah baiknya jika ingin melakukan potongan harga bisa melihat sisi dari pihak lainnya. Sehingga tidak ada pihak yang merasa terdholimi. Dan semua pihak berharap agar peraturan hukum bisa ditegakkan secara nyata, sehingga tercipta iklim masyarakat yang dinamis, yang sesuai dengan peraturan-peraturan hukum yang ada ditengah-tengah masyarakat, khususnya di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak.4 Perdagangan yang didalamnya mengandung unsur ketidakjujuran, pemaksaan dan penipuan, seperti menimbun barang dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, mencegat penjual di perjalanan menuju pasar, 4
47
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008, hal.
55
menyembunyikan informasi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang dagangan, hukumnya tidak boleh.5 Jual beli adalah merupakan perwujudan dari hubungan antar sesama manusia sebagai salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik berupa sandang, pangan, dan kebutuhan lainnya. Namun demikian, hajat manusia dalam memenuhi kebutuhannya (jual beli) terkadang manusia tidak mengindahkan tata aturan yang dapat memberikan rasa saling menguntungkan, rasa suka sama suka, atau rasa saling rela antara penjual dan pembeli. Hal ini telah ditekankan Allah SWT, dalam firmannya: Q.S. An-Nisa‟: 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan, yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, karena sungguh Allah amat penyayang kepadamu.”6
Untuk menjaga jangan sampai terjadi perselisihan antara pembeli dengan penjual, maka syari‟at Islam memberikan hak khiyar, yaitu hak memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut, karena ada suatu hal bagi kedua belah pihak.7 Serta iqalah, yaitu memfasakhkan akad berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, seperti jika salah satu pihak mereka menyesal lalu
5
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, Bumi Aksara, Jakarta: 2008, hal.32 Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 122 7 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hal. 138 6
56
menghendaki untuk membatalkannya, yang demikian ini hanya bisa terjadi atas kesepakatan pihak lain. 8 Apabila akad terlaksana, sedangkan pembeli mengetahui adanya cacat (pada barang yang dibelinya), maka akad ini bersifat mengikat. Tidak ada khiyar bagi pembeli karena dia telah ridha. Adapun jika pembeli tidak mengetahui adanya cacat, lalu dia mengetahuinya setelah akad, maka akad sah, tetapi tidak bersifat mengikat. Pembeli boleh memilih antara mengembalikan barang dan mengambil
harga
yang
telah
dibayarkannya
kepada
penjual
atau
mempertahankan barang dan mengambil dari penjual sebagian dari harga sesuai dengan kadar kekurangannya yang ditimbulkan oleh cacat tersebut.9 Jika telah dicapai kesepakatan antara penjual dan pembeli, kemudian mereka berselisih mengenai besarnya harga, sedang saksi-saksi tidak ada, maka garis besarnya fuqaha bersepakat bahwa keduanya saling bersumpah dan membatalkan. Hal ini didasarkan pada hadist Ibnu Mas‟ud r.a. berbunyi:
“Rasulullah SAW bersabda: setiap kali dua orang yang berjual beli (berselisih), maka yang dibenarkan adalah kata-kata penjual atau keduanya saling membatalkan”. 10 Barometer inilah yang dapat digunakan untuk menilai bagaimanakah fenomena jual beli daging sapi yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. 8
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002, hal. 115 9 Sayyid Sabiq, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009, hal. 211 10 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid), Pustaka Amini, Jakarta: 2007, hal. 844
57
Dalam prakteknya, pelaksanaan jual beli daging sapi yang dilakukan di Desa Tanduk ini memang setiap harinya barang yang dijualbelikan tidak dihadirkan pada saat akad, hal ini dikarenakan proses penyembelihan dilakukan pada malam hari, sehingga barang baru dapat dikirim pada pagi harinya, pembeli hanya memesan jenis daging dan berapa banyak daging yang dibutuhkan. Oleh sebab itu kebanyakan pedagang pengecer melakukan potongan harga dari jumlah pasoan yang seharusnya dibayarkan pada supplier, karena barang yang dikirimkan dianggap tidak sesuai dengan kehendak mereka. Akan tetapi potongan harga itu dilakukan berdasarkan penilaian mereka sendiri tanpa ada kesepakatan ulang dengan pihak supplier, yang pada akhirnya membuat supplier lebih baik menerima harga dari pedagang pengecer dari pada barang dikembalikan dan kerugian juga akan semakin besar. Dijelaskan dalam ketentuan surat An-Nisa‟: 29 diatas, bahwasanya dalam melakukan perniagaan didasarkan suka sama suka diantara kedua belah pihak. Di sini terlihat betapa ajaran Islam menempatkan kegiatan usaha perdagangan sebagai salah satu bidang penghidupan yang sangat dianjurkan, tetai tetap dengan cara-cara yang dibenarkan oleh agama. Dengan demikian, usaha perdagangan akan mempunyai nilai ibadah, apabila hal tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan diletakkan dalam kerangka ketaatan kepada Allah Swt.11 Jika dilihat dari segi akadnya, maka hal tersebut tidak sesuai dengan kehendak akad, sebagaimana dijelaskan di awal, akad merupakan pertalian dua
11
Jusmaliani, dkk, Op Cit, hal. 23
58
kehendak. Shighat akad (ijab dan qobul) merupakan ungkapan yang mencerminkan kehendak masing-masing pihak, jadi substansi dari kehendak berakad adalah al-ridha (rela). Seperti halnya menurut fuqaha Syafi’iyah dan Hanabilah, jual beli yang dilakukan secara paksa adalah batal demi hukum. Sedangkan menurut Hanafiyah akad jual beli yang disertai unsur paksaan hukumnya digantung pada adanya kerelaan setelah unsur paksaan tersebut berakhir, jika pihak yang dipaksa rela, maka akadnya sah dan jika tidak rela maka akadnya batal.12 Adapun perselisihan ijab dan qobul yang menguntungkan pihak mujib pada satu sisi saja, tidak pada sisi lainnya, maka perselisihan tersebut tidak menimbulkan berlangsungnya akad, kecuali disertai dengan kesepakatan dengan pihak lainnya. jadi pedagang pengecer tersebut sah-sah saja melakukan potongan harga sebagai bentuk kerugian yang dialaminya, akan tetapi dengan disertai kesepakatan supplier, sehingga terjadi akad baru antara keduanya. Mengenai kasus pengembalian sisa daging dengan kwalitas kurang bagus, karena sebelumnya telah terdapat kesepakatan ulang dengan pihak supplier bahwa supplier telah pasrah pada pedagang pengecer, maka hal tersebut dibolehkan. seperti yang disebutkan dalam ketentuan iqalah, pada dasarnya jika salah satu pihak menyesal lalu menghendaki pembatalan, maka hal tersebut bisa dilakukan dengan ketentuan hal tersebut bisa terjadi dengan kesepakatan pihak lain. Pedagang pengecer yang merasa daging yang diterima dengan kwalitas kurang bagus itu pasti akan mengeluh pada suppliernya, dengan resiko terbesar
12
Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit, hal. 95-97
59
daging yang dikirim dikembalikan lagi pada supplier. Karena supplier merasa jika daging tersebut dikembalikan akan mendapatkan kerugian yang lebih besar, maka kebanyakan supplier lebih memilih untuk pasrah pada pedagang pengecer untuk menjual barang dagangannya tersebut, walau dengan keuntungan yang sedikit. Jika dilihat dalam hukum khiyar, maka perubahan harga yang dilakukan oleh pedagang pengecer di Desa Tanduk termasuk dalam jenis khiyar ‘Aib, yaitu aib pada benda yang diakadkan yang mengakibatkan adanya khiyar. Yang dimaksud adalah pembeli yang tidak mengetahui aib (cacat) pada waktu akad dan tidak rela terhadap aib itu setelah mengetahuinya. 13 Seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pedagang pengecer yang melakukan perubahan harga jika barang yang dikirim mengalami cacat atau tidak sesuai yang diharapkan. Maka dari itulah peran supplier sangat dibutuhkan, karena supplier tidak dapat memberikan gambaran keadaan daging yang dipesan oleh pedagang pengecer di awal akad, maka supplier wajib menjelaskan kepada pedagang pengecer mengenai keadaan daging pada saat pengiriman barang. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw tentang ketentuan penjual yang dilarang menjual barang yang memiliki cacat tanpa menjelaskannya kepada pembeli. 14 Uqbah Ibn Amir r.a. berbunyi:
13
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Study Syari’at, Cet. I, Robbani Press, Jakarta: 2008,
hal.487 14
Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqh Sunnah 5,Op Cit, hlm.210
60
. “Saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka tidak halal seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang mengandung kecacatan kecuali ia harus menjelaskan kepadanya”.15 Hukum Islam sebenarnya tidak kaku dalam memberikan hukum atas suatu persoalan. Hukum Islam selalu memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan bagi umatnya untuk berbuat sesuatu yang baik. Ketentuan ini ditegaskan oleh Allah berualang-ulang dalam al-Qur‟an antara lain Q.S AlBaqarah ayat 185:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. 16 Nilai-nilai yang terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Hal itu merupakan puncak moralitas Iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang yang beriman. Diantara nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran adalah amanah (terpercaya), yakni mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya baik sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih banyak dari yang menjadi haknya, tidak mengurangi hak orang lain baik berupa hasil
15
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal.
104 16
Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 45
61
penjualan maupun jumlah barang dagangannya. Ketentuan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur‟an Q.S Al-Muthaffifiin ayat 1-3:17
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”18 Bila diteliti semua suruhan dan larangan Allah SWT dalam Al-Qur‟an, begitu pula suruhan dan larangan Nabi SAW dalam Sunnah, akan terlihat bahwa semuanya mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya mempunyai hikmah yang mendalam, yaitu sebagai rahmat bagi umat manusia, sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Qur‟an surat al-Anbiya: 107, tentang tujuan Nabi Muhammad SAW diutus:19
“Tiadalah maksud kami mengutusmu, kecuali menjadi rahmat bagi seisi alam”. 20
17
Jusmaliani, dkk, Op Cit, hal. 35 Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 1035 19 Amir Syarifuddin, Op Cit, hal. 219 20 Departemen Agama RI, Op Cit, hal. 508 18
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di depan, setelah mengadakan penelitian secara seksama tentang “PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Pedagang Besar dan Pedagang Pengecer di Desa Banyusodo Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)”, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pembeli (pedagang pengecer) pada supplier dalam jual beli daging sapi yang dilakukan di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tersebut dilakukan dengan berbagai sebab, antara lain: daging yang di dapat warnanya agak keputihan, masih banyak gajih yang menempel pada daging saat diterima, sehingga setelah pedagang pengecer mengurangi gajih yang menempel, beratnya menjadi berkurang. Perubahan harga itu dilakukan karena pedagang pengecer merasa mereka berhak mendapatkan ganti kerugian terhadap daging yang cacat, yang mereka terima. 2. Menurut hukum Islam perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pembeli (pedagang pengecer) itu boleh dilakukan. Dikarenakan pedagang pengecer masih mempunyai khiyar yang disebabkan adanya cacat pada barang yang diperjualbelikan. Akan tetapi perubahan harga tersebut tidak bisa dilakukan secara sepihak karena harus mendapatkan persetujuan dari pihak lainnya
62
63
(yang punya barang/penjual). Karena jual beli yang terdapat unsur paksaan itu termasuk fasid, sebab paksaan meniadakan kerelaan yang merupakan unsur penting bagi keabsahan jual beli.
B. Saran Terhadap munculnya berbagai persoalan ditengah masyarakat maka perlunya dibangun kepedulian dan kesadaran para pihak. Dalam jual beli daging sapi ini diharapkan para supplier dan pedagang pengecer lebih memperhatikan aturan yang ada di masyarakat ataupun ketentuan dalam hukum Islam. Sehingga bisa dibangun toleransi yang tinggi bagi keduanya untuk akhirnya bisa saling menerima jika salah satu pihak mengatakan keluhannya.
C. Penutup Demikianlah skripsi ini penulis buat, sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun skripsi ini, oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Penulis juga minta maaf jika dalam penulisan skripsi ini banyak kesalahan kata atau kalimat. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.........
DAFTAR PUSTAKA
A. Qadri Hassan, dkk, Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadits-Hadits Hukum), PT Bina Ilmu, Surabaya: 1983 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Study Syari’at, Cet. I, Robbani Press, Jakarta: 2008 Abdurrahman, as-Sa’di Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syariah, Senayan Publishing, Jakarta: 2008 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2009. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta: 2007 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang: 1989 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tarjamah Bulughul-Maram, CV Diponegoro, Bandung: 1988 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid), Pustaka Amini, Jakarta: 2007 Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, Bumi Aksara, Jakarta: 2008 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003 M.I. Yusanto, dan M. K. Widjayakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Cet. I, Gema Insani Press, Jakarta: 2002 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta: 1995
Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz II, hal Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Cetakan ke-2, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2007 Pasaribu, Chairuman, dan Suhrawardi K. Lubis, Hukun Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta: 1994 Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta: 1998 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Gema Insani, Jakarta: 2005 Satria, Effendi, Ushul Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2008. Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqih Sunnah 4, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat: 2009 ___________, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung: 2008 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2006 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2001 __________, Mutiara Hadits 5 (Nikah & Hukum Keluarga, Perbudakan, Jual Beli, Nazar & sumpah, Pidana & Peradilan, Jihad), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2003 W. Gulo, Metode Penelitian, Grasindo, Jakarta: 2002 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Era Intermedia, Surakarta: 2007 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2006