NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Ajar PAI Karya Zulfarizal Chaidir, Machrusin, Sonhadji dkk ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Pendidikan Agama Islam
Oleh: AHMAD FAHLEVI HANDATA NIM: 073111117
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Ahmad Fahlevi. Handata
NIM
: 073111117
Jurusan/Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 28 November 2011 Saya yang menyatakan,
Ahmad Fahlevi. Handata NIM. 073111117
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax 7615387 PENGESAHAN Naskah skripsi dengan: Judul
: NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Pelajaran PAI Karya Zulfarizal Chaidir, Machrusin, Sonhadji dkk )
Nama : Ahmad Fahlevi Handata Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam. Semarang, 15 Desember 2011 DEWAN PENGUJI Ketua ,
Sekretaris ,
Dr. Hj. Sukasih, M. Pd NIP: 19570202119 2032 001
Drs. Mahfud Junaedi, M. Ag NIP: 19690320 199803 1 004
Penguji I,
Penguji II,
Dr. Hj. Nur Uhbiyat, M. Pd NIP: 19520208 1976 122 001
H. Nur Asiyah, M. SI NIP: 19710926199 8032 002
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Muntholiah, M. Pd NIP: 19670319199303 2 001
Dr. H. Ruswan, MA NIP: 196804224 199303 1 004
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 28 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalāmu’alaikum wr. wb Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:
Judul
: NILAI-NILAI
KERUKUNAN
BERAGAMA
DALAM
BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Nama
: Ahmad Fahlevi. Handata
NIM
: 073111117
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah. Wassalāmu’alaikum wr.wb.
Pembimbing I,
Dra. Muntholiah M. Pd NIP 19670319 199303 2001
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 28 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalāmu’alaikum wr. wb Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:
Judul
: NILAI-NILAI
KERUKUNAN
BERAGAMA
DALAM
BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Nama
: Ahmad Fahlevi. Handata
NIM
: 073111117
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah. Wassalāmu’alaikum wr. wb.
Pembimbing II,
Dr. Ruswan. MA NIP 19680424 199303 1 004
ABSTRAK Judul
: Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Pelajaran PAI SMA Karya Zulfarizal Chaidir, Machrusin, Sonhadji Dkk, Terbitan Yudistira) Penulis : Ahmad Fahlevi. Handata NIM : 073111117 Pendidikan selain sebagai media pembelajaran juga memiliki implikasi sebagai agen sosialisasi nilai-nilai atau fenomena-fenomena yang ada dalam masyarakat, salah satunya kerukunan beragama. Dalam proses pembelajarannya kerukunan beragama disosialisasikan lewat instruksi, penjelasan, metode, hingga buku ajar yang dipakai. Buku ajar/teks mempunyai implikasi psikologis yang besar bagi peserta didik sehingga penting diketahui nilai-nilai kerukunan beragama yang termuat, untuk mengeliminir bias dan diskriminasi beragama yang ada didalamnya. Dengan latar belakang seperti itu maka lahirlah pertanyaan tentang bagaimanakah kerukunan beragama dalam buku teks PAI terbitan Yudistira yang banyak dipakai oleh sekolah menengah atas. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research) dengan menganalisis isi dari materi PAI dalam buku pelajaran PAI tingkat SMA. Pengolahan data dengan metode induktif. Dari data yang didapat kemudian dianalisis dengan metode content analysis dan disimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi-materi mata pelajaran PAI dalam buku pelajaran PAI mengandung nilai-nilai nilai-nilai kerukunan beragama. Dalam buku PAI kelas X, pada bab dua; (penerapan sikap dan perilaku saling mengingatkan sesama muslim atau sesama manusia dalam kebaikan beragama), bab tiga; (sifat rahman pada kehidupan seseorang akan menebarkan kasih sayang kepada sesama dan mencurahkan kasih sayang tersebut kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama), bab keenam; (pendeta Kristen bernama Bukhaira yang menyarankan Muhammad kembali ke Syam agar terhindar dari niat jahat orang-orang Yahudi), bab ketujuh; (Islam wajib disyiarkan kepada seluruh umat Islam. Akan tetapi, proses yang digunakan dalam mengajarkan tentang Islam dengan metode yang baik). Pada buku kelas XI bab keenam; (ajaran Islam menjadi salah satu faktor terbukanya pemikiran masyarakat Eropa yang saat itu terus-menerus dikungkung atau dibelenggu dan dipaksa tunduk serta harus menerima apa saja pandangan, pendapat, dan keinginan para pengusa gereja). Pada buku kelas XII bab kesatu; (ayat-ayat Quran tentang anjuran bertoleransi, QS Al Kafirun, QS Yunus: 40-41, dan Al Kahfi: 29), bab keenam; (Perilaku penghayatan sejarah perkembangan Islam di Indonesia yaitu berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong), bab kesembilan; (tiga macam bentuk kerukunan yang harus diupayakan keberadaannya yaitu: kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, kerukunan umat beragama dengan pemerintah).
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah pada setiap ciptaanNya. Tak lupa shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada nabi agung Muhammad SAW atas syafa’at yang diberikan kepada seluruh umatnya dan penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:” Nilai-Nilai Kerukunan Beragama Dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Tingkat SMA”. Selanjutnya dengan segenap kerendahan hati dan penuh kesadaran, penulis sampaikan bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak atas semua jasa yang telah mereka berikan secara ikhlas, baik berupa tenaga, fikiran, bimbingan, dan semua saran yang sangat berguna bagi penulis. Untuk itu penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1) Dr. Suja’i, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2) Nasirudin M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3) Dra. Muntholiah M.Pd selaku pembimbing I dan Dr. Ruswan MA selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu dan banyak memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4) Bapak dan ibu dosen PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan bekal ilmu selama menjadi mahasiswa di IAIN Walisongo Semarang. 5) Bapak dan Ibunda Br Rangkuti tercinta yang selalu berdoa dan memberikan semangat baik moral, material maupun spiritual kepada putra-putrinya.
6) Saudara-saudaraku tercinta Bang Hendrik, Bang Jefri, Sari, Adek, Inda Juliana dan semua keluargaku terimakasih atas motivasi dan dukungannya selama ini. 7) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dorongan serta bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada beliau-beliau yang telah bersedia membantu. Atas kebijaksanaannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan masukan bagi pembaca. Amin. Terima kasih.
Semarang, 28 November 2011 Penulis,
Ahmad Fahlevi. Handata 073111117
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................
ii
PENGESAHAN...................................................................................... .........
iii
NOTA PEMBIMBING ....................................................................................
iv
ABSTRAK .......................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
BAB I
BAB II
BAB III
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................
3
D. Kajian Pustaka............................................................ ......
4
E. Kerangka Teorik......................................................... ......
7
F. Metode Penelitian....................................................... ......
8
G. Sistematika Pembahasan.............................................. .....
9
: TINJAUAN UMUM KERUKUNAN BERAGAMA A. Pengertian Nilai-nilai kerukunan Beragama ......................
11
B. Pentingnya Kesadaran Kerukunan Beragama ....................
17
C. Kerukunan Beragama Perspektif Islam ..............................
23
: NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SMA A. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas X ...............................................................................
33
B. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas XI.......................................................................... ...
35
C. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas dan XII............................................................... ......
36
BAB IV
: NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: SEBUAH ANALISIS A. Analisis Nilai-nilai Kerukunan Beragama Dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam kelas X, IX, Dan IIX .................
45
B. Implementasi Perilaku Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam ..........................................
53
C. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mewujudkan Kerukunan Beragama.................................................... .....
BAB V
55
: PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................
58
B. Saran-saran ……………... .................................................
59
C. Penutup...............................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja sama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia . Dalam kehidupan bermasyarakat, fenomena keberagamaan
merupakan
sunnatullah sehingga keberagamaan ini perlu dikelola supaya tidak menimbulkan gejolak perpecahan. Realitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama sebenarnya telah diakomodir dalam pembukaan UUD 1945 yang telah menegaskan dengan tegas bahwa bangsa ini tidak terdiri dari satu agama semata, melainkan berbagai agama dan aliran kepercayaan yang ada.1 Agama di Indonesia mempunyai arti, posisi, dan peran serta fungsi yang sangat penting dalam menjaga stabilitas kerukunan masyarakat. Kerukunan merupakan kondisi dan proses terciptanya dan terpelihara polapola interaksi yang beragam di antara unit-unit (=unsur/sub sistem) yang otonom.2 Semua agama tentu mengajarkan kepada umatnya tentang kerukunan, kedamaian, keadilan, toleransi (tasamuh) dalam keberagaman, saling menghormati, dan menghargai sesama.3 Dengan demikian, penekanan harmonitas
kehidupan
menjadi
bersifat
lintas
agama.
Akan
tetapi,
1
Musthofa Rembangi, Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm 205. 2
M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama “Merajut Kerukunan, kesetaraan gender, demokratisasi dalam Masyarakat Multikultural”, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005 ), hlm 8. 3
Abdul Wahid, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, (Semarang: Need‟s Press, 2008 ),
hlm 187.
1
pembangunan harmonitas kehidupan sering sekali didasarkan pada ikatanikatan primordial seperti politik, budaya dan etnis.4 Banyak analisis menyebutkan bahwa gejala kerusuhan yang bersifat laten atau kapan saja bisa terjadi, mulai dari ketimpangan prilaku dalam masyarakat yang menganggap kebenaran adalah dimiliki satu keyakinan saja sampai kecemburuan sosial beragama. Konflik hingga menyebabkan kekerasan hingga kekejaman yang mengatasnamakan agama bukan lagi menjadi rujukan ketika adanya gesekan antar umat beragama bahkan mengesampingkan nilai-nilai dari kerukunan. Dari sinilah disadari betapa pentingnya usaha membangun kesadaran kerukunan beragama melalui jalur pendidikan, dengan tujuan membuka cara pandang masyarakat akan pentingnya hidup rukun antar sesama pemeluk agama. Maka sikap ini harus ditumbuhkembangkan pada diri generasi muda melalui pendidikan agama khususnya. Pendidikan agama merupakan sarana yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai akidah inklusif kepada peserta didik. Perbedaan agama diantara peserta didik bukan merupakan penghalang untuk bisa bermuamalah. Pendidikan agama justru dapat dijadikan sarana bagi peserta didik untuk menggali dan menemukan nilai-nilai keagamaan pada agamanya masing-masing sekaligus mengenal tradisi agama orang lain.5 Pendidikan selain sebagai media pembelajaran juga memiliki implikasi sebagai agen sosialisasi nilai-nilai atau fenomena-fenomena yang ada dalam masyarakat, salah satunya mengenai kerukunan beragama. Dalam proses pembelajarannya kerukunan beragama disosialisasikan melalui diskusidiskusi, dialog, penjelasan, metode, hingga buku ajar yang dipakai. Buku ajar/teks mempunyai implikasi psikologis yang besar bagi peserta didik sehingga penting diketahui nilai-nilai kerukunan beragama yang termuat dalam buku ajar untuk mengeliminir gejala diskriminasi kekerasan beragama.
4
5
Syahrin Harahap, Teologi kerukunan, (Jakarta ; Prenada 2011), hlm 16. Wahid, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, hlm 150.
2
Untuk itu diperlukan adanya upaya-upaya untuk merubah paradigma pendidikan yang eksklusif menuju paradigma pendidikan agama yang toleran dan inklusif. Model pengajaran agama yang hanya menekankan kebenaran agamanya sendiri mau tidak mau harus „dibongkar ulang‟. Sebab cara pemahaman teologi yang eksklusif dan intoleran pada gilirannya akan dapat merusak harmonitas agama-agama dan menghilangkan sikap untuk saling menghargai kebenaran dari agama lain.6 Tidak menerima agama-agama lain. Dengan latar belakang seperti itu maka lahirlah pertanyaan tentang bagaimanakah cakupan nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA dan bagaimanakah implementasi muatan materi nilai-nilai kerukunan beragama ditampilkan dalam buku ajar tersebut.
B. Rumusan Masalah Setelah memaparkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah cakupan nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA? 2. Bagaimanakah
implementasi
muatan
materi
nilai-nilai
kerukunan
beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui cakupan nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA. 2. Untuk mengetahui muatan materi nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA.
6
Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), hlm 49.
3
Adapun manfaat dari penelitian ini : Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambahkan informasi, wawasan pemikiran dan pengetahuan tentang Nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam bagi peneliti khususnya dan dunia pendidikan Islam umumnya. Secara praktis, sebagai bahan informasi terhadap dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam agar lebih baik dimasa yang akan datang. D. Kajian Pustaka Dengan adanya kajian pustaka ini adalah sebagai perbandingan terhadap penelitian yang sudah ada baik dari segi kekurangan maupun kelebihan yang telah ada sebelumnya. Di samping itu, kajian pustaka ini diharapkan dapat mempunyai andil yang besar dalam mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori yang ada kaitannya dengan judul yang akan diperoleh untuk penelitian ilmiah, sebelum penulis memperlebar pembahasan tentang nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam, maka penulis mencoba menelaah buku yang ada untuk dijadikan sebagai perbandingan dan acuan dalam penulisannya. Sebagai acuan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa kajian pustaka sebagai rumusan berfikir. Beberapa kajian pustaka tersebut diantaranya adalah : 1. Skripsi yang berjudul “Analisis Isi Buku Teks Pendidikan Agama Islam Untuk SMA; Perspektif Kesetaraan Gender” disusun oleh : Zeni Hafidhotun Nisa, Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam. Dalam temuannya penyusun skripsi itu pada intinya menyatakan :7 (1) adanya muatan kesetaraan gender di dalam penjelasan buku teks PAI 7
Zeni Hafidhotun Nisa,” Analisis Isi Buku Teks Pendidikan Agama Islam Untuk SMA; Perspektif Kesetaraan Gender”, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010).
4
karya Syamsyuri tapi sekaligus juga terdapat bias di dalamnya karena adanya perbedaan arketip spiritual dan arketip pernikahan. (2) Bentuk muatan nilai kesetaraan yang dirumuskan antara lain : (a) Penggunaan kata muslim/muslimah, siswa/siswi, mukmin/mukminah dalam penjelasan, (b) Beberapa gambar menunjukkan potensi yang sama antara laki-laki dan perempuan baik dalam meraih prestasi atau sebaliknya, (c) Beberapa rumusan penjelasan yang tidak mengarah pada diskriminasi gender seperti jenis kelamin Tuhan dan Malaikat, proses biologis manusia,dan kesempatan pendidikan bagi perempuaan. Sedangkan bentuk bias di dalamnya dirumuskan dengan; (a) Kualitas maskulin dalam frekwensi yang banyak mewarnai seluruh buku PAI terbitan Erlangga ini baik dalam gambar, pojok kisah, dan tokoh-tokoh yang ditampilkan, (b) Pembagian peran publik bagi laki-laki dan peran domestik bagi perempuan (c) Inkonsistensi penggunaan kata muslim dan muslimah secara beriringan (d) Rumusan penjelasan yang diskriminatif dalam beberapa bab yang disusun berdasarkan hukum fiqih yang berlaku seperti warisan 2;1, aurat perempuan dan pada materi tahfizul mayyit. (3) Berdasarkan frekwensi value of gender equity dan bias dalam buku teks PAI untuk SMA karya Syamsuri ini maka secara hierarki buku yang paling banyak mengandung nilai kesetaraan gender dan bias adalah buku pertama yakni untuk kelas X dan yang paling sedikit memiliki nilai kesetaraan gender dan bias adalah buku terakhir yakni buku untuk kelas XII. 2. Skripsi yang berjudul “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Kelas X” disusun oleh : Rina Hanipah Muslimah, Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam. Dalam temuannya penyusun skripsi itu pada intinya menyatakan :8 Pertama, urgensi mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan multikultural dalam teks mata pelajaran pendidikan agama 8
Rina Hanipah Muslimah, “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Kelas X”, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010).
5
Islam;(1) Sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, (2) Supaya siswa tidak tercerabut dari akar budaya, (3) Upaya untuk membangun sikap sensitif gender, (4) Membangun sikap anti diskriminasi etnis di sekolah,(5) Membangun sikap toleransi terhadap keberagaman inklusif, (6) Upaya minimalisasi konflik kepentingan. Kedua, terdapat muatan nilai-nilai pendidikan multikultural yang signifikan dalam teks mata pelajaran pendidikan agama Islam, hal ini dibuktikan dari total 12 bab materi pelajaran, hampir 8 bab mengandung muatan nilai-nilai pendidikan multikultural. 3. Skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Pelajaran PAI SMA Tahun Ajaran 2009/2010)” disusun oleh : Triansyah Putra,
Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam. Dalam
temuannya penyusun skripsi itu pada intinya menyatakan :9 Bahwa materimateri mata pelajaran PAI dalam buku pelajaran PAI mengandung nilainilai HAM dalam buku PAI kelas X, pada bab tiga, bab keempat, bab ketujuh, bab kesepuluh, bab keduabelas, pada buku kelas XI bab kedua, bab kesepuluh, bab pada buku kelas XII bab kesatu, bab kedua, bab keempat, bab ketujuh, bab kesembilan, bab kesepuluh. Aplikasi nilai-nilai HAM dalam buku pelajaran PAI di sekolah menjadi kewajiban pemerintah, guru, siswa, masyarakat. Pemerinta berkewajiban untuk menciptakan sebuah sistem pendidikan yang berorientasi pada HAM dengan mamasukkan nilai-nilai HAM kedalam kurikulum. Guru mempunyai kewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai HAM didalam pembelajaran tersebut.dan dari buku tersebut diharapkan para peserta didik bisa mengaplikasikan nilai-nilai HAM kedalam kehidupan bermasyarakat. 4. Teologi Kerukunan karya Prof. Dr. Syahrin Harahap, M.A.yang membahas tentang publikasi lebih luas pemikiran dan gagasan 9
Triansyah Putra, “Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Pelajaran PAI SMA Tahun Ajaran 2009/2010)” skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010).
6
cendekiawan dan tokoh Islam yang terlibat aktif sejak lama dalam pencerahan masyarakat tentang pentingnya ditegakkan kesadaran tentang kerukunan beragama dalam kehidupan kontemporer. Mencerahkan masyarakat bahwa kebersamaan anak manusia amat diperlukan dalam menyongsong masa depan, dan agama-agama harus terus menjaga peradaban sebagai milik bersama umat manusia serta mengambil manfaat darinya untuk kemajuan dan kesejahteraan.
E. Kerangka Teoritik Kerukunan beragama merupakan sebagian dari cita-cita bangsa melihat kompleksitas keberadaan bangsa indonesia sendiri terdapat banyak keyakinan dalam beragama. Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik-lebih terbuka, adil dan demokratis. Agama bagi setiap pemeluknya memang merupakan wahyu atau petunjuk Tuhan. Namun kehidupan beragama tetaplah merupakan fenomena budaya. Dalam memahami dan menyikapi kehidupan bangsa yang multikeyakinan amatlah penting bagi kelangsungan harmonitas sosial karna kecurangan dalam menyikapi hidup beragama sering kali menghambat harmonitas sosial. Nilai-nilai inilah yang menjadikan bangsa indonesia menjadi bangsa yang dapat mengakui kaberagamaannya.
Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap orang terhadap masa depannya, bukan saja terhadap lingkungannya juga untuk semua orang, pendidikan sudah saatnya untuk dijadikan media untuk pendewasaan. Tidak dapat dimunafikan, buku ajar di dalam praktik pendidikan kita masih merupakan sumber belajar yang paling dominan bahkan paling sentral. buku ajar merupakan satu-satunya buku
7
rujukan yang dibaca oleh siswa, bahkan juga oleh sebagian besar guru. Ketergantungan siswa dan guru yang begitu besar kepada buku ajar merupakan kelemahan mendasar dunia pendidikan nasional, tetapi pada sisi lain menginspirasikan treatment strategis bagi pengembangannya bahwa buku paket pembelajaran bisa menjadi jalan pintas peningkatan mutu pendidikan Indonesia yang sedang berkembang.
F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode
pengumpulan
data
library
research
yang
mengandalkan atau memakai sumber karya tulis kepustakaan.10 Metode ini penulis gunakan dengan jalan membaca, menelaah buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan tema penelitian ini.
Penelitian ini, penulis menggunakan sumber primer berupa buku ajar agama Islam yang merupakan buku pokok pada mata pelajaran agama Islam. Di samping itu, juga didukung dengan sumber-sumber sekunder yang berkenaan atau bersinggung dengan judul, serta tulisan-tulisan lain yang mendukung pembahasan yang berkenaan dengan materi skripsi ini. 2. Metode pengolahan data Dalam pengolahan data ini penulis menggunakan metode induktif, yaitu pola berpikir bertolak dari hal-hal yang sifatnya khusus menuju kepada hal-hal yang sifatnya umum. Berfikir induktif ini dimulai dari fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa yang kongkrit itu dicari generalisasi yang mempunyai sifat umum.11 Metode induktif ini digunakan untuk memformulasikan kerangka fikir yang lebih mendalam tentang Nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA.
10
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm 159. 11 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta, Andi Ofset, 1984), hlm 42.
8
3. Metode analisis data Untuk menganalisa data, maka digunakan metode content analysis (analisis isi). Content analysis (analisis isi) digunakan melalui proses mengkaji data yang diteliti. Dari hasil analisis isi ini diharapkan akan mempunyai sumbangan teoritik.12
G. Sistematika Pembahasan Dalam penyusunan skripsi ini penyusun menggunakan sistematika pembahasan yang dituangkan dalam tiga bagian dan disusun secara sistematis untuk mempermudah pemahaman, sehingga mampu mencapai tujuan yang dikehendaki penelitian. 1. Bagian Muka Pada bagian ini memuat judul, nota persetujuan, pengesahan, kata pengantar dan daftar isi. 2. Bagian Isi Pada bagian ini terdiri dari beberapa bab yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut : Bab I
: PENDAHULUAN Bab ini meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, tela‟ah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II
: LANDASAN TEORI Berisikan tentang tinjauan umum tentang kerukunan beragama: meliputi pengertian kerukunan beragama , pentingnya kesadaran kerukunan beragama, kerukunan beragama perspektif Islam.
Bab III
: Nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar Pendidikan Agama Islam tingkat SMA.
12
Phil Astrid S. Susanto, Pendapat Umum, (Bandung: Bina Cipta, cet. II, 1986), hlm. 87.
9
Bab IV
: Merupakan analisis dari berbagai pokok masalah yang sudah dibahas dalam bab-bab di muka meliputi tentang nilai-nilai kerukunan beragama yang terdapat di dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA.
Bab V
: Berisi penutup, yang meliputi kesimpulan, saran-saran, lampiran dan penutup.
3. Bagian Akhir Bagian akhir skripsi ini terdiri dari : daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.
10
BAB II TINJAUAN UMUM NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA
A. Pengertian Nilai-nilai Kerukunan Beragama Secara bahasa nilai berarti berguna, mampu akan berdaya, berlaku dan kuat. Nilai adalah harkat, artinya kualitas suatu hal yang menjadi hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan. Kemudian nilai adalah keistimewaan, artinya apa yang dihargai, dinilai tinggi, atau dihargai sebagai suatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah “tidak bernilai” atau “nilai negatif”. Baik akan menjadi suatu nilai dan lawannya (jelek, buruk) akan menjadi suatu “nilai negatif” atau “tidak bernilai”.1 Nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang dicari, berkualitas, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini.2 1) Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyak yang menilai, maka tidak ada nilai juga. 2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyak ingin membuat sesuatu. 3) Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya, karena obyek yang sama bagi belbagai subyek dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda. Kerukunan beragama adalah terbinanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari setiap umat beragama. Keseimbangan antara hak dan kewajiban itu adalah usaha yang sungguh-sungguh dari setiap penganut agama untuk mengamalkan seluruh ajaran agamanya sehingga ia menjadi 1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), 713-714.
2
K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia, 1997), hlm 141.
11
agamawan paripurna namun pada saat yang sama pengalaman ajaran agamanya tidak bersinggungan dengan kepentingan orang lain yang juga dimiliki hak untuk mengamalkan ajaran agamanya.3 Kerukunan umat beragama merupakan suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama merupakan suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Istilah “kerukunan antar umat beragama” secara formal muncul sejak diselenggarakannya Musyawarah Antar Umat Beragama tanggal 30 November 1967 oleh Pemerintah dan berlangsung di Gedung Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Jakarta. Diadakannya Musyawarah Antar Umat Agama tersebut karena pada saat itu timbul berbagai ketegangan antar berbagai agama terutama antara Islam dan Kristen/ Katolik di beberapa daerah, yang jika tidak segera diatasi akan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.4 Kata kerukunan berasal dari kata rukun yang berasal dari bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya: rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dengan demikian, formulasi kerukunan umat hidup beragama mengandung tiga unsur: (1) kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain, (2) membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya, dan (3) kemampuan untuk menerima perbedaan selanjutnya menikmati suasana kekhusyukan yang dirasakan orang lain sewaktu mereka mengamalkan ajaran
3
Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, hlm 53. Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: Puslitbang Kerukunan Keagamaan 2007), hlm 2. 4
12
agamanya.5 Sebagai implikasinya, maka praktik keberagamaan seseorang atau masyarakat senantiasa melahirkan bentuk-bentuk plural dan bahkan melahirkan pengelompokan-pengelompokan. Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan.6 Maka kerukunan harus beranjak dari kesadaran spiritual masingmasing pemeluk agama. Kesadaran ini dipandang lebih kuat dan berdasar ketimbang hanya sebatas kesadaran rasional belaka. Maksudnya, pemahaman terhadap ajaran agama secara luas, mendalam dan universal harus menjadi benteng terdepan dalam membekali kematangan pengalaman dan rasionalitas pemeluk agama. Ini terlihat dari bekal internal dari pemeluk agama menempati posisi penting dalam memberdayakan kualitas keberagamaan. Hidup rukun berarti orang saling tenggang rasa dan berlapang dada satu terhadap yang lain. Rukun berarti saling menghormati, menghargai, menerima seperti apa adanya. Dari sini dapat dikemukakan bahwa kerukunan menyangkut masalah sikap dan ini tidak terpisahkan dari etika yang erat terikat pada dan terpancar keluar dari agama yang diyakini.7 Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifisir agama-agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai mazhab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak
5
Puslitbang, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, hlm 6. 6 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), hlm 4. 7
Martin Sardi, Agama Multidimensional, Kerukunan Hidup Beragama dan Integritas Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hlm 64.
13
seagama atau antara golongan umat beragama dalam setiap proses kehidupan sosial kemasyarakatan.8 Dalam mewujudkan hidup bersama secara harmonis, di kalangan penganut agama selalu terjadi dua bentuk sikap. Pertama saling menghargai dan menghormati itu berjalan secara “formalitas”. Artinya seseorang menghormati penganut agama lain hanya karena kepentingan semata. Misalnya, sama-sama mendiami dunia yang satu, manusia tidak pantas saling membunuh, menindas dan mengusir. Atau sama-sama satu bangsa dan negara, sepantasnyalah umat beragama saling rukun demi cita-cita bersama. Kedua, penghormatan terhadap orang yang menganut agama lain muncul bukan karena kepentingan politik semata, tetapi lebih dari itu karena adanya kesadaran bahwa agama-agama yang dianut manusia di bumi ini memiliki ajaran yang didasarkan pada teks-teks suci dan akar harmonis dalam bentuk titik temu yang sangat mendasar.9 Sementara kata agama yang dimaksud disini adalah kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tidak kacau atau berarti peraturan dalam bahasa Indonesia.10 Sedangkan dalam Islam agama terjemahan dari lafadz addin, yakni suatu syarat atau perundang-undangan lengkap di luar ciptaan manusia.
Kata agama juga terjemahan dari kata millah yang artinya
masyarakat yang melakukan upacara (tradisi) peribadatan.11
8 9
Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, hlm 5. Syahrin Harahap, Teologi kerukunan, (Jakarta ; Prenada 2011), hlm 53.
10
Zaenal Arifin Abbas, Perkembangan Pemikiran terhadap Agama (Jakarta Pustaka alHusna 1984), hlm. 39. 11
Arifin Abbas, Perkembangan ; Pemikiran terhadap Agama, hlm. 59-60.
14
Adapun definisi agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayai dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat umumnya.12 Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu masyarakat,
bahkan
terhadap segala
gejala
alam. Kepercayaan
itu
menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya.13 Keagamaan didefinisikan sebagai pencarian akan realitas yang asli. Dalam rangka pencarian tersebut agama-agama merasa terdorong untuk menegaskan dirinya sebagai yang benar untuk menawarkan wahyu sebagai jalan keselamatan atau pembebasan. Kedalaman penghayatan agama pada dasarnya adalah orang yang terbebas dari keterikatan terhadap simbol karena simbol dipahami tidak lebih dari sekedar sebagai jalan masuk ke dalam substansi ajaran.14 Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah.
12
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisisu,1994), hlm. 129.
13
Bustanul Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), hlm 1. 14
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, Merajut Kerukunan, Kesetaraan, Gender dan Demokrasi dalam Masyarakat Kultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama) hlm 117.
15
Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia adalah suatu keharusan agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun karena sifat agama, khususnya Kristen dan Islam yang dinamis dan berkembang, bahkan harus dikembangkan melalui misi dan dakwah maka kerukunan beragama tersebut, disamping implikasinya yang positif terhadap perjalanan bangsa, sering kali menjadi titik rawan yang dimanfaatkan dan diklaim sebagai turut memicu terjadinya konflik-konflik sepanjang sejarah. Bangsa ini telah berpapasan dengan berbagai masalah dalam kehidupan beragama yang plural itu; interagama maupun antar-agama.15 Agama-agama memiliki landasan teologisnya sendiri untuk mengklaim kebenaran dirinya. Namun dalam waktu yang sama semua agama juga mempunyai dasar teologis untuk menyatakan bahwa hanya Tuhan dan wahyunyalah yang merupakan kebenaran absolut. Manusia yang menyampaikan ajaran agama itulah yang melakukan interpretasi. Dan karena itu, interpretasi manusia atas wahyu menjadi tidak absolut, dan tetap nisbi seiring dengan keterbatasannya selaku manusia. Dengan semangat dan sikap ini, kemudian dasar-dasar pengertian kerukunan dan keharmonisan beragama dapat dicapai.16
15
Syahrin, Teologi kerukunan, hlm 4.
16
Syahrin, Teologi kerukunan, hlm 90.
16
B. Pentingnya Kesadaran Kerukunan Beragama Kerukunan hidup umat beragama merupakan hal yang sangat prinsipal dalam kehidupan masyarakat lebih lagi dalam kondisi keprihatinan pada masa kini.17 Berbagai emosi sosial agama hampir merata terjadi di beberapa daerah. Dapat dipastikan timbulnya berbagai tindakan anarki sosial agama pada awalnya bertentangan dengan ajaran murni dari agama yang dianut berupa ajaran kehidupan yang rukun. Hidup bertetangga yang baik dengan kelompok sosial agama yang berbeda dengannya adalah suatu keniscayaan. Timbulnya ketegangan- ketegangan hubungan antar kelompok sosial agama tidaklah muncul dari dasar suatu kelompok sosial agama tetapi ada dorongan oleh pihak luar dari kelompok sosial tersebut. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor interen sangat berpeluang untuk memperkeruh keharmonisan kerukunan beragama. Maka, kerukunan yang perlu dibangun bukan hanya kerukunan antar agama, melainkan juga kerukunan antar orang atau kelompok dalam agama yang sama.18 Kehidupan beragama yang dinamis merupakan faktor dasar yang bersifat menentukan bagi terwujudnya stabilitas dalam masyarakat, persatuan dan kerukunan, perdamaian dan ketenangan hidup, kehidupan beragama yang dinamis dengan terciptanya kerukunan umat beragama tentu saja membawa manfaat yang sangat besar. Untuk umat beragama terwujudnya kerukunan umat beragama mempunyai manfaat, minimal terjaminnya serta dihormatinya iman dan identitas mereka oleh pihak lain, dan maksimal adalah terbukanya peluang untuk membuktikan keagungan agama mereka masing-masing dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
17
Badan Penelitian Pengembangan Agama , Dinamika Krukunan Hidup beragama menurut Perspektif Agama-agama, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama, ( Jakarta: Badan Penelitian Pengenbangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama), hlm117. 18
Kahmad, Sosiologi Agama, hlm. 178.
17
Sebagai kondisi maupun proses pengembangan pola-pola interaksi sosial, kerukunan memiliki fungsi penting bagi penguatan dan pemeliharaan struktur sosial suatu masyarakat. Kerukunan dapat menjadi katup pengaman (Safety valve) bagi disintegrasi sosial. Kerukunan dapat mereduksi konflik, di samping secara fungsional-struktural berfungsi membangun keseimbangan masyarakat. Kerukunan dengan demikian, berfungsi mengontrol, memelihara, menguatkan, dan membangun “ikatan sosial” struktus masyarakat. Kerukunan mengontrol unsur untuk saling mengikat dan memelihara keutuhan bersama agar tetap eksis dan survived. Secara terinci, makna dan fungsi kerukunan dapat dipahami dalam berbagai konteks dimensi kehidupan masyarakat.19 Kehidupan beragama yang dinamis tercermin pada kerukunan hidup beragama yang mantap, dan produktif dengan pribadi-pribadi umat beragama yang matang dengan sikap moral otonom, kritis, dan terbuka. Tidak menutup diri dari dialog, baik itu dialog kehidupan, dialog teologis, dialog perbuatan, maupun dialog pengalaman agamis yang dilakukan secara terbuka dan lapang dada, serta saling menghormati perbedaan masing-masing. Terlaksananya suatu dialog memerlukan prasyarat kesadaran agama pada kedua belah pihak harus kuat. Apabila dialog tematis (formal) belum dapat dilakasanakan, tidak ada alasan untuk meninggalkan dialog sama sekali. Dalam hal ini dialog karya atau kerja sama dalam bidang sosial dapat dilanjutkan. Dialog dalam bidang sosial tampaknya lebih menguntungkan dari pada sekaligus kepada dialog doktrin atau sistem.20 Karna dialog berusaha mengetahui batin orang lain, maka lebih baik terlebih dahulu memulai dari dialog karya, baru kemudian pada dialog doktrin dan sistem.
19
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, Merajut Kerukunan, Kesetaraan, Gender dan Demokrasi dalam Masyarakat Kultural, hlm 8. 20
Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hlm 145.
18
Dialog antar umat beragama membantu untuk meningkatkan kerja sama antara pemeluk-pemeluknya, hingga dengan demikian secara bersamasama kita dapat menegakkan kemanusiaan, keadilan, perdamaian, dan persaudaraan. Dialog akan mengatasi rivalitas, penindasan, kebencian, menciptakan
harmoni
dan
menjauhkan
sikap
hidup
yang
saling
menghancurkan. Dalam konteks ini, dialog antar agama bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti dialog kehidupan, dialog kerja sosial, dialog untuk do‟a bersama (istighosah), dan dialog diskusi teologis. Dialog kehidupan terjadi pada tingkat kehidupan sehari-hari, seperti yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, tanpa pembahasan secara formal, di mana setiap orang memerkaya dirinya dengan mengamati dan mencontoh praktik dan nilai dari pelbagai macam agama. Untuk meningkatkan pembinaan kerukunan hidup umat beragama maka dipandang perlu dikaji lebih lanjut akar dari kemungkinan munculnya gangguan terhadap kerukunan. Salah satunya, dikarenakan adanya perasaan yang saling kurang mempercayai antara satu kelompok dengan kelompok lain disebabkan oleh dinamika yang kurang seimbang antara yang satu kelompok dengan kelompok yang lain sehingga terdapat kesan yang satu menjadi “ancaman” terhadap yang lain. Namun untuk itu tentu saja diharapkan terwujud dengan tindakan nyata seperti menghindari unsur-unsur yang dapat memicu kerenggangan hubungan dengan :21 1. Hendaknya dapat didorong untuk mewujudkan kerukunan yang aktif berupa saling kerja sama dalam bentuk sosial kemasyarakatan baik bergotong royong antara berbagai agama.
21
Badan Penelitian Pengenbangan Agama , Dinamika Krukunan Hidup beragama menurut Perspektif Agama-agama, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama, hlm121.
19
2. Pemerintah
hendaknya
secara
bijaksana
melakukan
program
pemberdayaan institusi lokal yang ada dan berkembang disetiap kelompok masyarakat sehingga dinamika kreativitas dan inovasi dapat ditumbuhkan dan dengan sistem demikian ketahanan tumbuh dengan sendirinya. Maka diperlukanlah dari tokoh-tokoh informal dapat berperan aktif. 3. Pemimpin-pemimpin agama di daerah hendaknya semakin proaktif untuk membangun jalinan persahabatan di antara pemimpin agama-agama yang berbeda dan ide persahabatan itu hendaknya muncul dari dorongan internal mereka tanpa ada sedikitpun keterancaman. Selama ini terdapat kesan bahwa diperankan oleh kekuatan supra struktural yaitu para pejabat pemerintah, dan itupun dilakukan karena dilatarbelakangi oleh terjadinya kasus-kasus aktual yang perlu dibicarakan bersama. Persoalan kerukunan umat beragama senantiasa perlu terus-menerus disosialisasikan. Karena tak dapat dipungkiri banyak konflik antarumat beragama dan intern umat beragama pada kenyataannya masih terus berlangsung hingga hari ini. Kerukunan umat beragama sangat kita perlukan, agar kita semua bisa menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat di bumi Indonesia ini dengan damai, sejahtera, dan jauh dari kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Dengan begitu, agenda-agenda kemanusiaan yang seharusnya dilakukan dengan kerja sama antaragama, seperti memberantas kemiskinan,
memerangi
kebodohan,
mencegah
korupsi,
membentuk
pemerintahan yang bersih, serta memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya. Agenda-agenda tersebut, jelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal, jika masalah kerukunan umat beragama belum terselesaikan. Fakta menjelaskan meskipun setiap agama mengajarkan tentang kedamaian dan keselarasan hidup, realitas menunjukkan keberagaman agama bisa memicu pemeluknya saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis ini dapat mempunyai dampak yang amat mendalam dan cenderung meluas.
20
Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko sosial, politik maupun
ekonomi
yang
besar
pula.
Karna
bagaimanapun,
konflik
berkepanjangan tidak hanya berakibat kian sulitnya untuk dicarikan solusinya, namun juga berdampak kian rusaknya tatanan kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, resolusi konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan dalam upaya membangun kembali integrasi sosial yang lebih solid, kompak, kuat, harmonis, dan penuh kedamaian.22 Suatu hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana agar kerukunan umat beragama itu tidak terus bersifat top-down, elitis, dan berhenti pada dialog formal dan seremonial saja. Kerukunan umat beragama memang harus didorong dan diberikan motivasi oleh penyelenggara pemerintah, juga hendaknya diupayakan penyediaan fasilitas untuk mendukung itu. Akan tetapi, para pemuka agama harus berinisiatif agar kesadaran ini terus tersebar dalam level gressroots dan menjadi bagian dari pentingnya menjaga keharmonisan. Seringnya konflik dan pertikaian yang menggunakan „baju agama‟, merebaknya aksi-aksi teroris, pembakaran dan pengrusakan sarana dan tempat-tempat ibadah, masih adanya saling curiga mencurigai antara umat Islam dan kristen serta kepada agam-agama lainnya, cukup membuktikan kegagalan para penganjur „perdamaian‟ tersebut.23 Meskipun begitu, „doktrin‟ perdamaian
dan
persahabatan
ini
harus
senantiasa
diteruskan
dan
diperjuangkan. Berdasarkan uraian ikhwal pentingnya kerukunan sebagai sarana membangun keseimbangan sosial, keamanan, kedamaian, dan ketahanan sosial, maka adalah jelas bahwa kerukunan hidup beragama menjadi hal yang teramat penting dan strategis. Kerukunan beragama, yang pada dasarnya 22
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, Merajut Kerukunan, Kesetaraan, Gender dan Demokrasi dalam Masyarakat Kultural, hlm 7. 23
Syamsul Ma‟arif, The Beauty Of Islam Dalam cinta Dan Pendidikan Pluralisme, (Semarang: NEED‟S PRESS 2008), hlm 28.
21
bentuk kerukunan yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran agama, menjadi faktor penentu dalam tingkat keberhasilan membangun kesadaran rukun dalam beragama. Sedikitnya ada lima kualitas hidup umat beragama yang perlu dikembangkan,
yaitu:
nilai
religiusitas,
keharmonisan,
kedinamisan,
kreativitas, dan produktivitas. Pertama,
kualitas
kerukunan
hidup
umat
beragama
harus
merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif-motif suci dalam rangka pengabdiannya pada Tuhan. Oleh karna itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat. Kedua, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi, selaras, tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa sepenanggung. Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan susasana hubungan
interaktif,
bergerak,
bersemangat,
dan
bergairah
dalam
mengembangkan nilai kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama. Keempat, diorientasikan
kualitas
pada
kerukunan
pengembangan
hidup suasana
umat kreatif.
beragama
harus
Suasana
yang
dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif diantaranya suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam berbagai sektor kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakan. Kelima, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan ditekankan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-
22
nilai sosial praktis dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan, seperti mengembangkan amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerja sama sosial-ekonomi yang menyejahterakan umat.24
C. Kerukunan Beragama Perspektif Islam Sesuai dengan fungsinya sebagai kitab suci Al-Quran tidak pernah membisu bila saja diminta pertimbangan oleh siapa saja untuk mencari jalan keluar dan memberi petunjuk dari problematika yang senantiasa menghadang dunia dan kemanusiaan sepanjang sejarah :
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.(QS.al-Baqoroh.2) Kerukunan hidup beragama, disamping merupakan keinginan dasar umat manusia, juga merupakan salah satu tujuan utama dari ajaran agama. Islam mengajarkan sekaligus menginginkan bahwa manusia itu hidup saling berdampingan
dalam
kerukunan
dan
kedamaian.
Secara
etimologi,
keingininan ini tercermin dari kata Islam itu sendiri yang berarti damai, sejahtera, rukun, tunduk dan patuh. Dari arti kata tersebut terlihat jelas bahwa Islam melalui al-Qur‟an, mengajarkan kepada umat manusia agar senantiasa tetap dalam bingkai kedamaian dan kerukunan, tidak hanya kerukunan horizontal namun juga dalam kerukunan vertikal. Banyak sekali kalimatkalimat (firman) Allah SWT yang berbicara tentang persoalan tersebut antara lain firman-Nya yang berbunyi:
24
Ridwan Lubis dkk, Penuntun Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Bandung: CiptaPustaka Media Bandung, 2004), hlm 41-43.
23
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Q.S/ al-Hujurat.13) Dalam tataran historis, Nabi Muhammad SAW pernah memberi tauladan yang dapat memberi inspirasi dihadapkan para pengikutnya. Sejarah mencatat, Nabi ketika membuat Piagam Madinah25 dilakukan dengan cara hikmah. Karena di dalamnya untuk berhubungan dengan non-Muslim, tidak ada satu katapun yang menyebut Islam, tidak ada kata Al-Quran, maupun Hadits. Piagam itu memuat kesepakatan antara Muhammad, kaum Musyrik, dan Yahudi. Secara garis besar, Piagam Madinah itu berisi, masing-masing berkewajiban menjaga keamanan dan stabilitas Madinah. Dalam pasal 47 pasal yang termuat di dalamnya statment yang diangkat meliputi masalah monoteisme, persatuan-kesatuan, persamaan hak, keadilan, kebebasan beragama, bela negara, pelestarian adat, perdamaian dan proteksi.26 Oleh karena itu, dapatlah dikatakan, bahwa Islam memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan kesetaraan antar etnis dan ras. Piagam Madinah 25
Suatu perjanjian antara golongan-golongan Muhajirin, Ansor, dan Yahudi yang mengakui kebebasan mereka beragama, menjamin harta benda mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan menjamin hak-hak mereka. Piagam Madinah suatu dokumen penting untuk memahami status orang-orang non Muslim dalam suatu masyarakat yang didominasi orang-orang Muslim. Didalamnya memuat undang-undang yang penting dalam mengatur kehidupan masyarakat umum dan kehidupan politik bersama penduduk Madinah. Lihat Suyuthi Pulungun, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Quran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), hlm 15-16 26
Syamsul Ma‟arif, The Beauty Of Islam Dalam cinta Dan Pendidikan Pluralisme, hlm 68.
24
merupakan bukti yang dapat dikemukakan bagi kerja sama kaum Muslimin dengan kelompok agama lain. Sekaligus menunjukkan bahwa Rasulullah telah melambangkan asas toleransi beragama yang dinyatakan dalam Quran (Lihat Surat al-Baqarah: 156, al-Madinah: 48, dan al-Kafirun: 6) pada bagiannya untuk masyarakat Madinah, yang sekaligus merupakan piagam pertama yang mengakui kebebasan hati nurani yang kita dapat dalam sejarah umat manusia. Sejak awal kehadirannya, agama Islam telah mengisyaratkan bahwa harapan mengenai satu agama untuk seluruh umat manusia merupakan satu harapan yang tidak realistis. Oleh karenanya, agama ini segera memberi petunjuk yang jelas menyangkut kehidupan yang beragam. Hal ini dipelajari dari rentetan firman Allah SWT, berikut ini:27
“dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (QS.10/Yunus:99)
“dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.(QS.18/Al-Kahfi:29)
27
Syahrin, Teologi kerukunan, hlm 16.
25
Prinsip yang sama juga dijumpai dalam surat al-Isra‟ ayat 107 :
“Katakanlah:
"Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.(QS.17/ alIsra‟: 107 „Hendaklah diingat bahwa al-Quran menyeru orang agar beriman‟ karena jalan iman itu adalah yang terbaik. Akan tetapi bila seruan itu tidak ditanggapi, maka prinsip pilihan bebas untuk tidak beriman harus diakui sebagai suatu kenyataan. Setiap agama membawa misi sebagai pembawa kedamaian dan keselarasan hidup, bukan saja antar manusia, tetapi juga antar sesama makhluk Tuhan penghuni semesta ini. Di dalam terminologi Al-Qur‟an, misi suci itu disebut rahmatan lila al-„alamin (rahmat dan kedamaian bagi semseta).28 Keberagaman agama adalah hukum Tuhan (sunatullah) yang diciptakan untuk kebaikan manusia sendiri. Sebab jika Tuhan menghendaki, Dia bisa saja hanya menciptakan satu agama dan satu golongan masyarakat. Namun Tuhan menginginkan keberagaman agar manusia bisa saling menolong, membantu, bekerja sama dan saling berlomba untuk mencapai kebaikan.29
28
Kahmad, Sosiologi Agama, hlm. 169.
29
Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis; Menggagas Keberagamaan Libratif, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), hlm 7.
26
Ayat al-Quran yang sangat berkaitan dengan penegasan bahwa keberagaman merupakan sunatullah adalah (Al- Maidah : 48). .... “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” Terjadinya ketidakrukunan dalam masyarakat bukan karena ajaran agamanya, tetapi oleh penganutnya yang kurang memahami ajaran atau ada motif tertentu. Dalam agama Islam diajarkan sifat toleransi terhadap agama lain, seperti dimuat dalam surat Al Kafirun ayat 6: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Pada bagian lain Al-Qur‟an mengajak kepada seluruh penganutpenganut agama lain dan penganut agama Islam sendiri untuk mencari “titik temu” (Kalimatun Sawa) di luar aspek teologis yang memang sudah berbeda. Pencarian titik temu antar umat beragama dapat dimungkinkan lewat berbagai cara, salah satunya lewat etika, karna lewat pintu etika manusia beragama secara universal menemui tantangan-tantangan kemanusiaan yang sama. Pencarian titik temu antar umat beragama lewat perjumpaan dan dialog yang konstruktif berkesinambungan merupakan tugas manusia yang abadi. Sesuai dengan petunjuk al-Quran, sudah menjadi fakta sejarahlah bahwa Allah menciptakan manusia terbagi dalam berbagai kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi atau tujuan hidupnya sendiri sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, pada masing-masing komunitas atau kelompok diharapkan dapat menerima kenyataan keragaman,
27
dan saling toleran dan memberikan kebebasan serta kesempatan pada mereka untuk menjalankan sistem kepercayaan (agama) yang diyakininya. Hal ini dipertegas oleh ayat al-Quran surat Al-Baqoroh ayat 148 :
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Menurut Dr. Nurcholish Madjid ayat tersebut dimulai dengan kenyataan tentang fakta bahwa masyarakat dalam dirinya sendiri terbagi ke dalam berbagai macam kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi kehidupannya sendiri yang memberikannya arah petunjuk. Komunitas-komunitas tersebut menurutnya diharapkan dapat menerima kenyataan tentang adanya keragaman. Saling toleran dalam memberikan kebebasan dan kesempatan setiap orang untuk menjalani kehidupan sesuai dengan sistem kepercayaan mereka masing-masing, dan komunitas yang berbeda tersebut saling berlomba-lomba dalam cara yang dapat dibenarkan dan sehat, guna meraih sesuatu yang baik bagi semuanya.30
30
Nurcholish Madjid, Pluralisme Agama di Indonesia,(Bandung: Mizan, 1998 ), hlm 62.
28
Selain itu pemaksaan dalam hal beragama sendiri adalah bertentangan dengan martabat manusia sebagai makhluk yang merdeka. Dalam QS. AlBaqarah : 256
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Kutipan al-Quran di atas bisa dikatakan inti dan sekaligus pemahaman masalah kebebasan beragama yang bermuara pada kerukunan beragama, menurut pandangan Islam. Itu dimulai dengan fakta bahwa umat manusia terbagi dalam berbagai kelompok masing-masing mempunyai tujuan hidup berbeda menjunjung tinggi nilai-nilai agama berarti juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang mewujud pada penghargaan dan pembebasan. Sebab keberagaman yang bersumber pada keyakinan dirilah yang bisa mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang bisa ditransformasikan pada nilai sosial. Sebenarnya hubungan Islam dan kerukunan dalam beragama terletak pada semangat humanitas dan universalitas Islam. Wujud humanitasnya yaitu Islam adalah agama kemanusiaan (fitrah) yang sangat peduli pada urusanurusan sosial dan kemasyarakatan. Maka Islam menjadi agama yang mewujudkan rahmat bagi seluruh manusia. Jadi bukan untuk semata-mata menguntungkan komunitas Islam saja.31 Sedangkan universalitas Islam yang 31
Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog antaragama studi atas Pemikiran Muhammad Arkoun,(Jakarta: Bentang, 2000), hlm 158.
29
dimaksud adalah, secara teologis perkataan al-Islam berarti sikap pasrah pada Tuhan atau perdamaian. Maka dengan itu, Islam juga memberikan respons positif pada agama-agama lain yang berada di muka bumi. Karena agamaagama tersebut mengajarkan kebaikan, perdamaian, persaudaraan dan pasti menolak segala bentuk kejahatan. Kaum muslimin diperbolehkan mengajak orang-orang non muslim untuk menuju jalan Islam, tetapi mereka tidak dapat memaksakan kehendak. Umat Islam tidak boleh mempengaruhi siapapun untuk menerima agama Islam dengan cara melakukan tekanan-tekanan sosial dan politik. Kebebasan ini bukan hanya berkaitan dengan masalah agama semata-semata, namun juga dengan kebebasan berpolitik dan beridiologi.32 Islam tidak hanya melarang penggunaan paksaan dan kekerasan dalam masalah keyakinan beragama, tetapi juga melarang penggunaan bahasa yang kasar terhadap agama-agama yang berlainan, disebutkan dalam Surat Al-An‟am ;108
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
32
Ma‟arif, The Beauty Of Islam Dalam cinta Dan Pendidikan Pluralisme, hlm 66.
30
Begitulah, jika berbicara mengenai agama yang akan berperan besar di masa kini. Islam sebagai salah satu agama besar dunia pantas ditoleh. Hal ini tentu kurang fair jika diklaim hanya sebagai sikap apologetik penganut dan pendukung agama ini. Namun kata kunci yang perlu diperhatikan adalah kesanggupan dan kearifan.33 Kesanggupan maksudnya adalah kesanggupan umatnya untuk membumikan kesempurnaan dan universalitas ajaran agama ini pada tataran kehidupan, bukan pada konsep-konsep dan jargon-jargon. Adapun kearifan mengarahkan pada sejauh mana kearifan mereka untuk membumikan aspek paling dinamis, humanis, dan kosmopolitan dari ajaran agamanya demi kebaikan untuk seluruh umat manusia.
33
Syahrin, Teologi kerukunan, hlm 34.
31
BAB III NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR AGAMA ISLAM TINGKAT SMA Buku ajar merupakan jenis buku yang diperuntukkan bagi siswa sebagai bekal pengetahuan dasar, dan digunakan sebagai sarana belajar serta dipakai untuk menyertai sekolah. Buku ajar merupakan salah satu sarana keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar. Buku ajar juga merupakan satu kesatuan unit pembelajaran yang berisi informasi, pembahasan serta evaluasi. Bahan ajar dalam buku ajar yang tersusun secara sistematis akan mempermudah peserta didik dalam mempelajari materi sehingga mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran.1 Tidak dapat dimunafikan, buku ajar di dalam praktik pendidikan kita masih merupakan sumber belajar yang paling dominan bahkan paling sentral. Buku ajar masih merupakan satu-satunya buku rujukan yang dibaca oleh siswa, bahkan juga oleh sebagian besar guru. Ketergantungan siswa dan guru yang begitu besar kepada buku ajar menginspirasikan peluang strategis bagi pengembangannya. Buku ajar menyediakan fasilitas bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang penyajiannya. Dipandang dari proses pembelajaran, buku ajar mempunyai peran penting. Jika tujuan pembelajaran adalah untuk menjadikan siswa memiliki berbagai kompetensi, maka perancangan buku ajar harus memasukkan sejumlah prinsip yang dapat meningkatkan kompetensi yang hendak dimiliki siswa.2
1
www.bemrant.wordpress.com, rekonstruksi buku ajar dengan mempertimbangkan karakteristik bidang study dan peserta didik, diakses 18 Maret 2011 Pkl. 20:00 WIB. 2
http://id.shvoong.com, bahan ajar dan materi ajar, diakses 21 Maret 2011 Pkl 19.00
WIB.
32
Buku ajar yang baik membantu para siswa dalam memahami materi apa yang akan disampaikan. Buku ajar yang baik juga memberikan sejumlah alternatif materi yang dapat digabungkan dengan materi dari sejumlah sumber lainnya. Cara penyajian dalam sebuah buku ajar dapat dijadikan contoh untuk menyajikan bahan dalam kegiatan pembelajaran siswa. Buku ajar selain sebagai media pembelajaran juga memiliki implikasi sebagai media sosialisasi nilai-nilai atau fenomena-fenomena yang ada dalam masyarakat,
salah
satunya
kerukunan
beragama.
Dalam
proses
pembelajarannya kerukunan beragama disosialisasikan lewat instruksi, penjelasan, metode, hingga buku ajar yang dipakai. Buku ajar/teks mempunyai implikasi psikologis yang besar bagi peserta didik sehingga penting diketahui nilai-nilai kerukunan beragama yang termuat, untuk mengeliminir bias dan diskriminasi dalam beragama yang ada didalamnya. Dalam hal ini peneliti, mencoba menguraikan materi yang tertuang dalam buku ajar agama Islam kelas X, XI, dan XII yang bersinggungan dengan nilai-nilai kerukunan beragama. A. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas X Dalam muatan materi buku ajar PAI kelas X, XI, dan XII terbitan Yudistira yang banyak dipakai oleh sekolah-sekolah menengah atas telah menyesuaikan dan menerapkan materi keagamaan dan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting dilakukan karena keberagaman merupakan pondasi dalam kehidupan setiap pribadi siswa. Terlebih siswa siswi merupakan generasi penerus yang membutuhkan bekal rohani dalam menghadapai kehidupan yang penuh dengan keberagaman agama agar dapat hidup rukun dalam beragama.
33
Berikut muatan materi kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam kelas X. Jika dilihat dari muatan materi yang tersusun dalam buku ajar agama Islam kelas X ini. Maka, secara umum terdapat adanya muatan kerukunan beragama diantaranya : a. Bab II pada pembahasan memahami ayat-ayat Al Quran tentang keikhlasan dalam beribadah. Dalam penjelasan sub bab penerapan sikap dan perilaku di halaman 19 pada kalimat : saling mengingatkan sesama muslim atau sesama manusia dalam kebaikan (beragama). b. Bab III pada pembahasan meningkatkan keimanan kepada Allah melalui pemahaman sifat-sifat-Nya dalam Asmaul Husna. Sub bab Ar rahman di halaman 30 pandangan Al Ghazali bahwa buah yang dihasilkan seseorang dari sifat rahman pada kehidupan seseorang tersebut adalah ia akan menebarkan kasih sayang kepada sesamanya dan ia pun tidak akan ragu mencurahkan kasih sayang tersebut kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama. c. Bab VI pada pembahasan memahami keteladanan Rasulullah dalam membina umat periode Mekah. Sub bab kepribadian Muhammad saw paragraf ke 6 yang menceritakan kisah perjalanan Muhammad ketika berdagang ke Syam dan bertemu dengan pendeta Kristen bernama Bukhaira, pendeta tersebut melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen, sebagai mana termaktub dalam Injil. Pendeta tersebut menyarankan agar Muhammad dibawa kembali untuk menyelamatkan Muhammad dari tindakan kasar dan jahat orang-orang yahudi.
34
d. Bab VII pada pembahasan memahami ayat-ayat Quran tentang demokrasi. Surat An-Nahl Ayat 125.
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk. Dalam penjelasan tersebut Islam wajib disyiarkan kepada seluruh umat Islam. Akan tetapi, proses yang digunakan dalam mengajarkan tentang Islam dengan metode yang baik. B. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas XI Dalam muatan materi buku ajar agama Islam kelas XI secara keseluruhan hanya ada satu bab yang menyinggung materi tentang kerukunan beragama yaitu: a. Bab VI yang membahas tentang perkembangan Islam pada abad pertengahan. Bab ini hanya menampilkan kerukunan beragama pada sub bab bidang akidah keagamaan dengan penjelasan; ajaran Islam menjadi salah satu faktor terbukanya pemikiran masyarakat Eropa yang saat itu terus-menerus dikungkung atau dibelenggu oleh pertentangan aliran-aliran dalam agama Nasrani. Masyarakat dihimpit dan dipaksa tunduk serta harus menerima apa saja pandangan, pendapat, dan keinginan para pengusa gereja. Kala itu, Islam mendorong masyarakat Eropa untuk keluar dari kekuasaan penguasa agama (kristen) yang memperbudek akal, pikiran, harta dan fisiknya.
35
C. Nilai-nilai Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar PAI Kelas XII Dalam muatan materi yang tersusun dalam buku ajar agama Islam kelas XII secara keseluruhan juga menyesuaikan, pengembangan dan menerapkan materi keagamaan dan ajaran-ajaran Islam dari muatan materi keagamaan buku ajar PAI kelas XI dan kelas XII. Sedangkan muatan materi kerukunan beragama terdapat pada : a. Bab I yaitu ayat Al Quran tentang toleransi. Dapat disimpulkan bahwa pembahasan-pembahasan
dalam
bab
ini
secara
keseluruhan
menjelaskan ayat-ayat Quran tentang anjuran bertoleransi. QS Al Kafirun,
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. QS Yunus: 40-41,
Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
36
dan Al Kahfi: 29,
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. berikut dengan penjelasan hingga menampilkan penerapan sikap dan perilaku yang mencerminkan toleransi dalam beragama. b. Bab VI yaitu sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Dalam bab ini menjelaskan sebelum Islam masuk, di Indonesia sudah terdapat berbagai macam agama, seperi Hindu, Budha, animisme dan dinamisme. Mereka hidup dengan tenteram dan damai. Kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia diperkenalkan oleh para pedagang dan mubalig muslim dengan ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati, dan tolong menolong. Perilaku penghayatan sejarah perkembangan Islam di Indonesia dengan mencerminkan dari penghayatan terdapat manfaat yang dapat diambil yaitu berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong. c. Bab IX yaitu tata krama. Dalam bab ini menjelaskan makna persatuan dan kerukunan. Persatuan dan kerukunan adalah dua hal yang berbeda, tetapi bisa saling memperkuat. Dalam bab ini menguraikan bagaimana Islam sebagai agama yang tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk Islam dan menyebutkan QS Al Baqarah: 256 dan QS Al Kafirun: 6 sebagi dalil dasar. Dalam bab ini juga menjelaskan dalam
37
kaitannya mencapai kehidupan yang tenteram, damai, dan sejahtera harus diawali dengan kondisi dimana masyarakat saling toleransi dan rukun satu sama lain. Ada tiga macam bentuk kerukunan yang harus diupayakan keberadaannya yaitu: 1) Kerukunan Intern Umat Beragama Dalam Islam terdapat berbagai paham dan aliran atau mazhab, terutama dalam fiqh. Perbedaan tersebut harus disikapi dengan arif dan bijaksana agar tidak menimbulkan perpecahan dalam Islam karena pada hakikatnya sesama umat Islam saling bersaudara sebagaimana firman Allah QS AL Hujurat: 10.
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. 2) Kerukunan Antarumat Beragama Sikap tenggang rasa dan saling menghormati antara sesama umat beragama sangat diperlukan agar terwujud masyarakat yang aman dan damai. Meskipun demikian, toleransi antarumat beragama dilakukan hanya sebatas masalah muamalah atau hubungan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Adapun masalah akidah dan ibadah, toleransi tidak diperkenankan karena justru dalam hal itulah umat Islam memiliki ketentuan yang tegas. Dalam bab ini juga menjelaskan pentingnya memperhatikan Surat Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1978 tentang pedoman penyiaran agama. Ada beberapa hal yang tidak dibenarkan melalui cara-cara : a) ditujukan kepada orang yang telah memeluk suatu agama; b) dilakukan dengan menggunakan bujukan atau pemberian materi, uang, pakaian, makanan, minuman, dan lain-lain dengan tujuan agar orang lain tertarik untuk memeluk suatu agama; dan c)
38
dilakukan dengan cara masuk dari satu rumah ke rumah orang yang telah memeluk suatu agama dengan dalih apapun. 3) Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah Secara historis, bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Oleh karena itu, pemerintah menggalang seluruh umat beragama untuk memberi dukungan terhadap program-program pemerintah. Demi terciptanya kerja sama yang harmonis, pemerintah juga memberi perlindungan serta rasa aman kepada setiap umat beragama untuk menjalankan agamanya masing-masing. Terciptanya kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah, bukanlah suatu hal yang mustahil. Apabila hal tersebut dapat terlaksana, maka negara kita akan menjadi negara yang bersar, aman, dan tenteram di bawah naungan rida Allah set. Taatnya umat beragama kepada pemerintah terbatas pada hal-hal yang makruf saja sebagaimana firman Allah dalam QS An Nisa: 59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
39
BAB IV NILAI-NILAI KERUKUNAN BERAGAMA DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: SEBUAH ANALISIS Setelah penulis memaparkan secara rinci dalam bab dua dan tiga, tentang nilai-nilai kerukunan beragama dan muatan materi kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam, maka dalam bab ini akan di analisis konsep tersebut untuk dapat dijadikan dan diposisikan sebagai temuan baru yang dapat diterapkan dan atau sebagai bahan evaluasi di dunia pendidikan dan masyarakat. Berangkat dari hal itu, untuk memperjelas perlulah dibuat analogi bahwa 3 (tiga) sub bab pertama adalah analisis nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam terbitan Yudistira yang banyak digunakan sekolah menengah atas (SMA) sebagai buku pokok materi ajar pendidikan agama Islam. Sub bab selanjutnya yang akan membahas implementasi perilaku kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam. Sedangkan satu bab terakhir adalah bagaimana peran pendidikan agama Islam dalam mewujudkan kerukunan beragama. Berikut muatan materi kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam kelas X, XI, XII. 1. Penerapan sikap dan perilaku saling mengingatkan sesama muslim atau sesama manusia dalam kebaikan (beragama). 2. Keimanan kepada Allah melalui pemahaman sifat-sifat-Nya dalam Asmaul Husna diantaranya sifat Ar-Rahman pada kehidupan seseorang adalah ia akan menebarkan kasih sayang kepada sesamanya dan ia pun tidak akan ragu mencurahkan kasih sayang tersebut kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama.
40
3. Kisah perjalanan Muhammad ketika berdagang ke Syam dan bertemu dengan pendeta Kristen bernama Bukhaira, pendeta tersebut melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen, sebagai mana termaktub dalam Injil. Pendeta tersebut menyarankan agar Muhammad dibawa kembali untuk menyelamatkan Muhammad dari tindakan kasar dan jahat orang-orang yahudi. 4. Ayat Quran tentang demokrasi. Surat An-Nahl Ayat 125.
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dalam penjelasan tersebut Islam wajib disyiarkan kepada seluruh umat Islam. Akan tetapi, proses yang digunakan dalam mengajarkan tentang Islam dengan metode yang baik. 5. Perkembangan Islam pada abad pertengahan. ajaran Islam menjadi salah satu faktor terbukanya pemikiran masyarakat Eropa yang saat itu terus-menerus dikungkung atau dibelenggu oleh pertentangan aliran-aliran dalam agama Nasrani. Masyarakat dihimpit dan dipaksa tunduk serta harus menerima apa saja pandangan, pendapat, dan keinginan para pengusa gereja. Kala itu, Islam mendorong masyarakat Eropa untuk keluar dari kekuasaan penguasa agama (kristen) yang memperbudek akal, pikiran, harta dan fisiknya.
41
6. Ayat Quran tentang anjuran bertoleransi. QS Al Kafirun,
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. QS Yunus: 40-41,
Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". dan Al Kahfi: 29,
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
42
7. Sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Sebelum Islam masuk, di Indonesia sudah terdapat berbagai macam agama, seperi Hindu, Budha, animisme dan dinamisme. Mereka hidup dengan tenteram dan damai. Kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia diperkenalkan oleh para pedagang dan mubalig muslim dengan ajaran-ajaran Islam yang mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati, dan tolong menolong. Perilaku penghayatan sejarah perkembangan Islam di Indonesia dengan mencerminkan dari penghayatan terdapat manfaat yang dapat diambil yaitu berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong. 8. Makna persatuan dan kerukunan. Persatuan dan kerukunan adalah dua hal yang berbeda, tetapi bisa saling memperkuat. Dalam bab ini menguraikan bagaimana Islam sebagai agama yang tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk Islam dan menyebutkan QS Al Baqarah: 256 dan QS Al Kafirun: 6 sebagi dalil dasar. Dalam bab ini juga menjelaskan dalam kaitannya mencapai kehidupan yang tenteram, damai, dan sejahtera harus diawali dengan kondisi dimana masyarakat saling toleransi dan rukun satu sama lain. Ada tiga macam bentuk kerukunan yang harus diupayakan keberadaannya yaitu: 1) Kerukunan Intern Umat Beragama. Dalam Islam terdapat berbagai paham dan aliran atau mazhab, terutama dalam fiqh. Perbedaan tersebut harus disikapi dengan arif dan bijaksana agar tidak menimbulkan perpecahan dalam Islam karena pada hakikatnya sesama umat Islam saling bersaudara sebagaimana firman Allah QS AL Hujurat: 10.
43
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. 2) Kerukunan Antarumat Beragama. Sikap tenggang rasa dan saling menghormati antara sesama umat beragama sangat diperlukan agar terwujud masyarakat yang aman dan damai. Meskipun demikian, toleransi antarumat beragama dilakukan hanya sebatas masalah muamalah atau hubungan kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Adapun masalah akidah dan ibadah, toleransi tidak diperkenankan karena justru dalam hal itulah umat Islam memiliki ketentuan yang tegas. Dalam bab ini juga menjelaskan pentingnya memperhatikan Surat Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1978 tentang pedoman penyiaran agama. Ada beberapa hal yang tidak dibenarkan melalui cara-cara : a) ditujukan kepada orang yang telah memeluk suatu agama; b) dilakukan dengan menggunakan bujukan atau pemberian materi, uang, pakaian, makanan, minuman, dan lain-lain dengan tujuan agar orang lain tertarik untuk memeluk suatu agama; dan c) dilakukan dengan cara masuk dari satu rumah ke rumah orang yang telah memeluk suatu agama dengan dalih apapun. 3) Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah. Secara historis, bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Oleh karena itu, pemerintah menggalang seluruh umat beragama untuk memberi dukungan terhadap program-program pemerintah. Demi terciptanya kerja sama yang harmonis, pemerintah juga memberi perlindungan serta rasa aman kepada setiap umat beragama untuk menjalankan agamanya masingmasing. Terciptanya kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah,
44
bukanlah suatu hal yang mustahil. Apabila hal tersebut dapat terlaksana, maka negara kita akan menjadi negara yang bersar, aman, dan tenteram di bawah naungan rida Allah set. Taatnya umat beragama kepada pemerintah terbatas pada hal-hal yang makruf saja sebagaimana firman Allah dalam QS An Nisa: 59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
A. Analisis Nilai-nilai Kerukunan Beragama Dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Kelas X, IX, Dan IIX Pendidikan merupakan gerbang kemajuan bagi suatu kaum. Sehinga maju mundurnya suatu kaum tersebut tergantung kepada sebagian besar pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka. Tidak ada satu kaum ataupun bangsa yang dapat maju melainkan sesudah mereka mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda serta generasi mereka.1 Pendidikan memiliki nilai yang strategis dan urgen dalam pembentukan suatu bangsa. Pendidikan itu juga berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa tersebut. Sebab lewat pendidikanlah akan diwariskan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa tersebut. 1
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al Ma’arif,1989),
hlm 19.
45
Pada dasarnya, masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat rentan dengan suatu kondisi dari sebuah masyarakat, baik itu masyarakat keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Sebab pendidikan merupakan wahana untuk membentuk peradaban yang humanis2 terhadap seseorang untuk menjadi bekal dirinya dalam menjalani kehidupannya. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan pernah bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan alam sekitar dan lingkungannya, karena setiap gerak manusia akan lahir dari didikan dan pengajaran alam sekitar dan lingkungannya tersebut. Jadi
pendidikan merupakan
proses
dimana seseorang
mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia tinggal, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga seseorang dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
Dalam lembaga pendidikan, baik yang umum maupun yang murni Islam, PAI merupakan mata pelajaran yang bermaterikan ajaran-ajaran yang berdasarkan agama Islam dengan tujuan untuk membentuk kepribadian muslim. Yang dimaksudkan dengan kepribadian muslim ialah individu yang dapat menjaga keseimbangan interaksi antara individu dengan Allah, individu dengan masyarakat, dan individu dengan lingkungan. Sehingga jelas bahwa, dilihat dari segi tujuannya, pendidikan agama Islam mempunyai visi sosial kemasyarakatan, apalagi jika dilihat dari materi pelajarannya. Walaupun dalam tataran praktek, PAI sering ditempatkan sebagai ajaran-ajaran agama yang sifatnya formalistis tetapi lemah dalam apresiasi terhadap ajaran penghayatan. Seperti ajaran tentang shalat – yang dalam konteks perilaku kehidupan dijadikan ukuran tentang baik dan buruk seseorang, diajarkan 2
Humanisme merupakan konsep yang sepenuhnya memihak pada manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan menfasilitasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan keberadaannya sebagai makhluk paling mulia. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 21.
46
sebatas agar anak didik mengerti tentang kewajiban shalat dan cara melakukannya tetapi tidak diajari proses penghayatan amalan shalat dan fungsinya dalam konteks perilaku kehidupan beragama di masyarakat. Pendidikan Islam yang diajarkan sejatinya tidak hanya diukur dengan menggunakan parameter, bisa membaca al-Qur’an, fasih berdoa dll. Meski hal ini juga penting untuk dipelajari dan dikuasai, namun jangan menjadikan hal ini sebagai satu-satunya tolok ukur dalam evaluasi belajar. Dengan kata lain, janganlah evaluasi didasarkan semata-mata pada aspek kognitif dan psikomotoriknya. Karena dengan pemahaman inilah muncul masalah moral, sosial, dan spiritual di antara anak didik. Pendidikan dengan demikian, hanya menghasilkan manusia cerdas, makhluk intelektual, dan tak peduli pada aspek moral dan spiritual. Anak didik hanya mementingkan bagaimana mereka agar cepat lulus dalam mata pelajaran agama, apalagi mata pelajaran ini menjadi mata pelajaran wajib yang menentukan naik kelas atau tidak. Jika pendidikan model ini tetap dipertahankan, maka sesungguhnya pelajaran agama mengaburkan arti beragama, arti iman sesungguhnya. Secara operasional, pendidikan agama Islam (PAI) berdasarkan atas ketetapan-ketetapan MPR, GBHN dan Undang-undang NKRI. Dasar tersebut secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973, Tap MPR No. IV/MPR/1978, Jo Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi negeri.3
3
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm 19.
47
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003, pendidikan agama berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.4 Dalam penafsiran kalimat memahami dan mengamalkan ini memberikan kejelasan bahwa pendidikan agama Islam (PAI) difungsikan sebagai alat untuk mempersiapkan anak didik untuk terjun di tengah pergaulan masyarakat. Penekanan pendidikan agama, dengan demikian harus juga menyentuh wilayah afektif. Moralitas dan spiritualitas juga harus menjadi bagian dari pendidikan agama dalam masyarakat yang plural. Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.5 Dalam konteks menciptakan kerukunan beragama, PAI berfungsi sebagai norma aturan yang berlaku berdasarkan baik dan buruk Menurut Islam. Manusia memerlukan agama sebagai pegangan hidupnya, sehingga manusia mementingkan
untuk belajar agama agar mampu memahami
pedoman-pedoman dalam beragama. Agama merupakan petunjuk bagi umatnya. Sebagai petunjuk, agama sesungguhnya memberi pokok-pokok ajaran untuk dijadikan landasan berperilaku bagi pemeluknya. Al Qur’an sendiri telah mengintroduksikan dirinya sebagai petunjuk bagi umat manusia.
4
Himpunan perundang-undangan RI tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS), (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2005), hlm 30. 5
Chabib Thoha, Abdul Mu’thi, Ed., PBM PAI di Sekolah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 1998), hlm 180.
48
Dalam membangun nilai-nilai kerukunan beragama dari sebuah kerangka mata pelajaran PAI, jika proses penanaman nilai-nilai akhlak atau moral sebagai muatan materi dasar agar para siswa mampu memahami dengan baik mengenai kerukunan di sekolah ingin berjalan efektif, maka harus ada korelitas, koneksitas dan hubungan sinergis antara pendidikan agama dengan mata pelajaran lainnya. Ini berarti mata pelajaran etika, nilai-nilai akhlak, budi pekerti, atau moral tidak saja hanya dibingkai dalam mata pelajaran PAI dan PPKN, tetapi juga dapat dibingkai dengan mata pelajaran lain yang dapat dikaitkan dengan tujuannya. Seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia atau mata pelajaran yang lain.6 Materi PAI merupakan rangkaian materi yang berorientasi kepada kebaikan perilaku anak didik baik dalam lingkungan pribadinya maupun lingkungan masyarakatnya. Materi tentang keimanan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, materi syari’ah atau ibadah yang mengatur pola pengabdian manusia dengan Tuhannya, dan materi akhlak yang mengatur pola hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya. Ketiga materi tersebut merupakan sebuah kesatuan yang kemudian dimasukkan dalam satu tempat yang bernama PAI yang bertujuan untuk menciptakan kepribadian muslim, atau insan kamil atau untuk mencapai kebahagiaan hidup. PAI tidak hanya mengajarkan materi pendidikan yang berorientasi akhirat saja, tetapi juga mengajarkan materi pendidikan yang berorientasi kehidupan di dunia. Akhlak merupakan materi pendidikan yang berorientasi pada keduanya – dunia akhirat. Orientasi dunia sebagai wujud pertanggung jawaban manusia di dunia dan Orientasi akhirat sebagai wujud pertanggung jawaban manusia di akhirat kelak. Dan itu semua tergantung pada tingkat moralitas individu. Dalam proses belajar mengajar, seharusnya siswa tidak 6
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm
43.
49
sekedar dituntut untuk memahami dan mengetahui ajaran Islam, tetapi lebih dari itu, peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran PAI dan mengimplementasikannya ke dalam proses kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Menurut Zakiyuddin Baidhawy dalam bukunya “Pendidikan Agama berwawasan multikultural, dikatakan bahwa paradigma pendidikan Islam terbagi dalam empat karakteristik kunci empat perspektif keagamaan.7 Pertama, Paradigma Pendidikan Islam Eksklusif. Karakteristik mendasar dari pendidikan ini adalah ekslusivisme atau ketertutupan. Artinya tidak memberikan ruang gerak bagi siapapun dan kelompok manapun. Dalam pandangan kelompok ini kebenaran hanya ada dalam kelompoknya. Efek yang ditimbulkan kelompok tersebut tidak mau berinteraksi di luar kelompok atau komunitasnya. Dan hal lain yang patut dicermati dari komunitas ini adalah keenggannya dalam menerima perbedaan. Dalam
pandangan
mereka,perbedaan
akan
membahayakan
stabilitas
kelompoknya. Kedua, Paradigma Pendidikan Islam inklusif. Inklusif merupakan lawan dari kata eksklusif. Namun, dalam konteks pendidikan Islam secara paradigmatik,dua model pendidikan ini tidaklah dikotomis atau berhadaphadapan secara diametral. Karakteristik yang berkembang dalam model pendidikan ini adalah kemauan untuk menerima perbedaan. Tetapi sikap untuk berbeda itu diwujudkan dengan keterpisahan secara lokasional. Pilihan untuk berpisah diwujudkan untuk menciptakan stabilitas kelompoknya. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menciptakan berbauran.
7
Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm 69-70.
50
Dalam hal
pemikiran kelompok
yang memegang paradigma
pendidikan seperti cukup toleran atau ekumene serta mau untuk diajak sharing, resiprokal (timbal balik) serta mau untuk diajak berdialog secara mutual. Pada umumnya kelompok yang menggunakan paradigma pendidikan ini juga menaruh simpati, namun kompromi yang mereka lakukan masih setengah hati, dan secara impisit bersifat kolonial. Dalam pandangan kelompok ini satu ataupun banyak pandangan tidak ada bedanya. Karena penekanan yang dilakukan adalah kesamaan. Sementara dalam konteks interaksi dengan kelompok lain, pola yang dikembangkan cenderung lekat dengan idiom “kami” dan “mereka” serta masih terjebak pada pola hirarkis yang bermanfaat. Ketiga, Pendidikan Islam Pluralis. Mainstream yang berkembang dalam pola pemikiran kelompok ini adalah integritas masing-masing jalan (kebenaran) sangat dipertahankan dan dapat ditembus, namun berbaur seperti minyak dan air. Paradigma ini berusaha mempertahankan batasan dengan tetap menghargai perbedaan yang ada. Mereka juga mengembangkan model dialog yang mutual serta saling menghargai. Tak hanya itu mereka juga berusaha kompromi tanpa menghilangkan identitas yang disandangnya. Kelompok ini sudah mulai terbuka dalam hal pemikiran, karena sudah mulai dapat melihat pandangan sendiri dan orang lain tanpa perlu mengubah atau menentang pandangan sendiri atau orang lain. Perbedaan diyakini sebagai fakta yang tidak bisa diubah lagi, tetapi mereka tetap menganggap dalam perbedaan itu ada kesamaan. Hierarki berusaha dihilangkan dalam interaksi.
51
Keempat,
Pendidikan
Islam
Multikulturalis.
Pemikiran
yang
berkembang dalam kelompok ini adalah integritas masing-masing diakui sebagai jalan yang harus dihargai. Tak hanya itu, penghargaan terhadap jalan yang berbeda itu juga memungkinkan untuk saling berbagi jalan dengan yang lain. Paradigma yang berkembang dalam kelompok ini cukup terbuka. Mereka siap untuk dijelajahi serta bisa saja berhimpit dan tumpang tindih Batasan menjadi relatif dan samar bahkan bisa saja hilang dalam waktu-waktu tertentu. Keragaman dipandang sebagai satu hal yang biasa (plural is usual). Mereka juga masih bisa berbuat sharing dan memungkinkan untuk kerjasama. Watak yang kompromistik ini didasarkan atas argumen yang rasional dan sudah melewati fase kolonial (Post Kolonial). Dengan demikian mereka mampu untuk memahami dan menilai apa yang ada dalam pandangannya dan pandangan orang lain setara dalam perbedaan. Dari
empat paradigma pendidikan
yang dikembangkan oleh
Zakiyudin, penulis ada tiga konsep yang sebenarnya bisa dikembangkan lebih lanjut yakni inklusif, pluralis dan multikulturalis sebagai landasan untuk memunculkan kerukunan beragama dalam ranah pendidikan. Namun penulis lebih cenderung memilih paradigma pendidikan Islam pluralis sebagai optik untuk melihat atau barometer penerepan kerukunan beragama dalam buku ajar pendidikan agama Islam.
52
B. Implementasi Perilaku Kerukunan Beragama dalam Buku Ajar Agama Islam Dasar dan tujuan dalam proses pelaksanaan pendidikan merupakan masalah yang sangat fundamental. Sebab dari sinilah, peserta didik akan dibawa dan diarahkan sesuai dengan visi misi pendidikan. Secara umum, pendidikan nasional didasarkan pada Undang-undang dan Pancasila. Yakni bertujuan untuk mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil. Dalam kacamata religius, dasar pendidikan agama Islam bersumber dari agama Islam, yakni Al Qur’an. Al Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai “pemberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang setelah dilakukan Pendidikan Agama Islam (PAI). Sasaran yang akan dicapai dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah adanya perubahan yang diingini, yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar atau pada proses pendidikan itu sendiri.8 Pendidikan agama Islam berarti usaha untuk membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terjalin kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.9 Inilah yang membedakan antara
8
Omar El-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang), hal 339. 9
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, hlm 11.
53
pendidikan Islam, pendidikan agama Islam dan pengajaran agama Islam. Pendidikan Islam lebih berupa sistem pendidikan, pendidikan agama Islam merupakan subsistem dari sistem pendidikan tersebut yang memuat tentang materi-materi aqidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan pengajaran agama mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada anak, agar mereka mengetahui peristiwa-peristiwa, hukum-hukum ataupun proses daripada suatu ilmu pengetahuan. Jadi dalam mengajar ataupun pengajaran, titik tekannya adalah segi ilmiahnya atau dengan kata lain bahwa tuntutan yang diharapkan dalam pengajaran adalah segi kognitif atau inteleknya saja.10 Jelas bahwa proses pendidikan agama Islam merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, dan soisal serta hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma aqidah, syari’ah dan akhlaqul karimah. Interaksi manusia dapat berlangsung secara harmonis karena ada nilainilai kemanusiaan yang disepakati bersama, antara lain kejujuran, keadilan, tolong-menolong, saling hormat-menghormati dan lain sebagainya. Dapat dibayangkan, bahkan sudah terjadi dalam kehidupan manusia sejak tempo dulu
sampai
dewasa
ini,
kehidupan
manusia
akan
sengsara
dan
menyengsarakan apabila nilai-nilai tersebut dilanggar.11
10
11
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, hlm 11.
Acmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, Pustaka Pelajar, 2005), hlm 32.
(Yogyakarta:
54
Dalam materi PAI bukanlah materi yang sekedar mengajarkan manusia untuk mengabdi kepada-Nya dengan cara memperbanyak ibadah. Tetapi juga berisi materi yang mengajarkan manusia untuk berbuat baik terhadap sesama, serta mendorang hal-hal yang berkait erat untuk menciptakan kerukunan.
C. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mewujudkan Kerukunan Beragama Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sumber utama pendidikan Islam adalah al Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 2:
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Al Qur’an merupakan kitab yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya, yang menjadi petunjuk bagi manusia (bertaqwa). Dalam proses sebagai petunjuk (sekaligus menjadi sumber) tersebut, al Qur’an menempuh berbagai cara, diantaranya dengan mengemukakan kisah faktual atau simbolik. Menjadikan al Qur’an sebagai sumber dalam pendidikan Islam, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan dengan kebenaran yang dapat diterima oleh nalar dan bukti sejarah. Al Qur’an tidak hanya membahas masalah hubungan antara manusia dengan Tuhan (Allah) saja, sesama manusia dan alam semesta. Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia sebagai sub sistem pendidikan nasional mempunyai peran yang sama dengan pendidikan pada umumnya dalam proses pembangunan nasional. Pendidikan agama meliputi
55
beberapa macam, salah satu diantaranya ialah Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan Agama Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional yaitu dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME), berilmu pengetahuan, dan berbudi pekerti luhur. 12 Dalam hal ini Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar mengajarkan atau mentransfer ilmu-ilmu tentang agama kepada peserta didik, tetapi juga berupaya melestarikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islami dalam kehidupan, baik individu maupun kehidupan sosial. Dalam Islam nilainilai tersebut dimaksudkan untuk mensucikan pribadi (tazkiyyat an-nafs). Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pendangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.13 Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) secara garis besar ialah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga di sinilah peranan PAI dalam upayanya membangun kerukunan beragama. Sebab, materi PAI bukanlah materi yang sekedar mengajarkan manusia untuk mengabdi kepada12
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm 41-42. 13
Murni Djamal, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Penguruan Tinggi Agama/ IAIN, (Jakarta, 1984), hal. 83.
56
Nya dengan cara memperbanyak ibadah. Tetapi juga berisi materi yang mengajarkan manusia untuk berbuat baik terhadap sesama, makhluk lain dan lingkungan. Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak hanya dilakukan di sekolah-sekolah formal saja, tetapi dilaksanakan pula dalam berbagai jenis dan bentuk pendidikan, seperti dalam pendidikan non formal dan informal. Adapun keberhasilan pendidikan agama Islam (PAI) menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di antara segi-segi pertumbuhan dan persiapan yang disumbangkan oleh pendidikan agama Islam kepada individu muslim adalah membuka pribadinya dan mengembangkan berbagai seginya searah yang diingini dan dicita-citakan oleh masyarakat Islam, memperkenalkan kepadanya akan hakhak yang diberi kepadanya oleh Tuhan sebagai individu di dalam suatu masyarakat Islam, begitu juga kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan kemestian-kemestian sebagai akibat dari hak-hak ini. Ia juga disiapkan dengan sehat untuk menikmati dan mempergunakan dengan bijaksana hak-hak itu dan memikul kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan kemestian dengan penuh kemampuan. Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati, artinya mereka adalah pendidik bagi anak-anaknya secara kodrat. Bapak dan ibu diberi anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul kasih sayang pada orang tua kepada anakanak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbebani akan tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka.
57
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah penulis paparkan, maka ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil sebagai jawaban dari masalah yang sudah dirumuskan: 1. Cakupan nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar Pendidikan Agama Islam tingkat SMA diantaranya: a. Buku agama Islam kelas X yaitu: 1) Bab dua; penerapan sikap dan perilaku saling mengingatkan sesama muslim atau sesama manusia dalam kebaikan (beragama). 2) Bab tiga; sifat rahman pada kehidupan seseorang akan menebarkan kasih sayang kepada sesama dan mencurahkan kasih sayang tersebut kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama. 3) Bab keenam; pendeta Kristen bernama Bukhaira yang menyarankan Muhammad kembali ke Syam agar terhindar dari niat jahat orangorang Yahudi. 4) Bab ketujuh; Islam wajib disyiarkan kepada seluruh umat Islam. Akan tetapi, proses yang digunakan dalam mengajarkan tentang Islam dengan metode yang baik. b. Buku agama Islam kelas XI yaitu: 1) Bab keenam; ajaran Islam menjadi salah satu faktor terbukanya pemikiran
masyarakat
Eropa
yang
saat
itu
terus-menerus
dikungkung atau dibelenggu dan dipaksa tunduk serta harus menerima apa saja pandangan, pendapat, dan keinginan para pengusa gereja.
58
c. Buku agama Islam kelas XII yaitu: 1) Bab kesatu; ayat-ayat Quran tentang anjuran bertoleransi, QS Al Kafirun, QS Yunus: 40-41, dan Al Kahfi: 29. 2) Bab keenam; perilaku penghayatan sejarah perkembangan Islam di Indonesia yaitu berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong. 3) Bab kesembilan; tiga macam bentuk kerukunan yang harus diupayakan keberadaannya yaitu: kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, kerukunan umat beragama dengan pemerintah. 2. Implementasi muatan materi nilai-nilai kerukunan beragama dalam buku ajar agama Islam tingkat SMA mewujudkan karakter muslim. Karakter muslim yang ingin diwujudkan adalah individu yang dapat berhubungan baik secara vertikal, dapat berhubungan baik secara horizontal dan individu yang dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar
B. Saran-saran Berangkat dari konklusi di atas, maka penulis menawarkan beberapa saran-saran sebagai berikut : 1. Muatan materi ajar Pendidikan agama Islam tentang kerukunan beragama terus meningkatkan materi ajar tersebut hingga perhatian pada perkembangan
sikap
para
siswa
mampu
menyentuh
dan
mengkomunikasikan nilai-nilai kerukunan beragama dalam kehidupan sehari-hari. 2. Tanggung jawab intern umat seagama, antarumat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah seyogyanya lebih dituangkan dengan memberikan porsi yang proporsional terhadap perkembangan kerukunan beragama. Hal ini dimaksud agar kerukunan beragama tidak
hanya
sebatas konsep teoritis saja bahkan menjadi sebuah kebutuhan bersama.
59
3. Tawaran saran di atas masih sangat teoritis, karenanya penulis sangat menaruh harapan kepada semua kalangan yang menaruh perhatian besar akan terwujudnya kerukunan beragama untuk mencari solusi praktik, tentu ini dimaksud agar lebih banyak khazanah sumbangan paradigma terhadap kerukunan beragama. Itu bermakna agar kerukunan beragama selalu berdampingan bersama tata lingkup keberagamaan.
C. Penutup Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulisan ini akhirnya terselesaikan. Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat penulis harapkan demi. Akhirnya penulis mohon maaf atas segala khilaf dan semoga Allah SWT meridhoi ini sehingga membawa manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
60
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antar Agama, Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005.
Abbas, Zaenal Arifin, Perkembangan ; Pemikiran terhadap Agama, Jakarta Pustaka al-Husna 1984.
Agus, Bustanul, Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. A’la, Abd Melampaui Dialog Agama, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Bumi Aksara, 1996.
Acmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Al-Syaibani, Omar El-Toumi, Falsafah Pendidikan Islam, Terj Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang. Wahid, Abdul, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang: Need’s Press, 2008.
Badan Penelitian Pengembangan Agama , Dinamika Krukunan Hidup beragama menurut Perspektif Agama-agama, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta: Badan Penelitian Pengenbangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Beragama.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Bertens K, Etika, (Jakarta: PT Gramedia, 1997.
Baidhawi, Zakiyudin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga, 2005.
Chaidir, Zulfarizal, Machrusin, Sonhadji dkk, Agama Islam 1, Sekolah Menengah Atas Kelas X, Jakarta: Yudistiara, 2007.
Chaidir, Zulfarizal, Machrusin, Sonhadji dkk, Agama Islam 2, Sekolah Menengah Atas Kelas XI, Jakarta: Yudistiara, 2007.
Chaidir, Zulfarizal, Machrusin, Sonhadji dkk, Agama Islam 3, Sekolah Menengah Atas Kelas XII, Jakarta: Yudistiara, 2007. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT. Syamil Cipta.
Daradjat, Zakiah dkk, Perbandingan Agama 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.
Djamal, Murni, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Penguruan Tinggi Agama/ IAIN, Jakarta, 1984.
Fanani, Ahmad Fuad, Islam Mazhab Kritis; Menggagas Keberagamaan Libratif, Jakarta: Buku Kompas, 2004.
Harahap, Syahrin, Teologi kerukunan, Jakarta ; Prenada 2011.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta: Andi Ofset, 1984.
Http://Id.Shvoong.Com, bahan ajar dan materi ajar, 2011.
Himpunan perundang-undangan RI tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS), Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2005.
Kehidupan Keagamaan, Puslitbang Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan
Kerukunan
Hidup Umat Beragama, Jakarta: Puslitbang Kerukunan Keagamaan 2007.
Kahmad, H. Dadang, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisisu,1994. Lubis, M. Ridwan, Cetak Biru Peran Agama “Merajut Kerukunan, kesetaraan gender, demokratisasi dalam Masyarakat Multikultural”, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005. Lubis, Ridwan dkk, Penuntun Kerukunan Hidup Umat Beragama, Bandung: CiptaPustaka Media Bandung, 2004. Muslimah, Rina Hanipah, “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Dalam Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA Kelas X”, skripsi, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010.
Madjid, Nurcholish, Pluralisme Agama di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998. Ma’arif, Syamsul, The Beauty Of Islam Dalam cinta Dan Pendidikan Pluralisme, Semarang: NEED’S PRESS 2008. Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al Ma’arif,1989. Nisa, Zeni Hafidhotun,” Analisis Isi Buku Teks Pendidikan Agama Islam Untuk SMA; Perspektif Kesetaraan Gender”, Skripsi Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010.
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992. Putra, Triansyah “Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Isi Terhadap Buku Pelajaran PAI SMA Tahun Ajaran 2009/2010)” skripsi,Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010.
Pulungan, Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al-Quran, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Rembangi, Musthofa, Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta: TERAS, 2008
Ruslani, Masyarakat Kita dan Dialog antar Agama atas Pemikiran Muhammad Arkom, Jakarta: Bentang, 2000.
Sardi, Martin, Agama Multidimensional, Kerukunan Hidup Beragama dan Integritas Nasional, Bandung: Alumni, 1983.
Shofan, Moh, Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama, Yogyakarta: Samudra Biru, 2011. Thoha, Chabib Mu’thi, Abdul Ed., PBM PAI di Sekolah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 1998.
Www.Bemrant.Wordpress.Com,
rekonstruksi
buku
ajar
dengan
mempertimbangkan
karakteristik bidang study dan peserta didik, 2011.
Zubaidi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ahmad Fahlevi. Handata
Tempat dan Tanggal Lahir
: T. Tinggi, 04 April 1988
Alamat
: Jl.Diponegoro
X/106
Rt
003
Rw
006,
Banyumanik, Kec. Banyumanik, Kota. Semarang, Jawa Tengah Pendidikan
: 1. Sekolah Negeri Pasar Rawa Gebang, Langkat, Lulus Tahun 2001. 2. Madrasah Tsanawiyah T. Pura, Langkat, Lulus Tahun 2004. 3. Madrasah Aliyah T. Pura, Langkat, Lulus Tahun 2007 4. Perguruan Tinggi IAIN Walisongo Semarang, Fakultas Tarbiyah 2011.
Demikian daftar riwayat pendidikan penulis.
Semarang, 28 November 2011
Ahmad Fahlevi. Handata NIM : 073111117