PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI (Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Regina Asri Cahyaningtyas NIM : 138114085
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN JUDUL
KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI (Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Regina Asri Cahyaningtyas NIM : 138114085
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Your true success in life begins only when you make the commitment to become excellent at what you do” - Brian Tracy -
Skripsi ini kupersembahkan kepada: Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber kekuatan dan pengharapanku, Bunda Maria bunda pendengar, penolong, dan penghantar permohonanku, serta Santa Regina santa pelindungku. Papi & mami yang senantiasa mendoakan dan mendukungku, serta adikku yang selalu menyayangi dan menyemangatiku Sahabat – sahabat yang tiada henti menjadi penghibur, penyemangat, dan teman belajarku.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kasih yang telah memberikan rahmat dan anugerah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kesesuaian Dosis Antibiotika Pasien Pediatrik Demam Tifoid RS Panti Rapih dengan Metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi (Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Juni 2015-Juni 2016)”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi. Diharapkan juga dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi para pembaca tentang kesesuaian dosis antibiotik pasien pediatrik demam tifoid dengan metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi. Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan tenaga, pikiran, waktu, kasih saying, dan bantuan berbagai pihak, maka dengan penuh syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, waktu, semangat dan masukan untuk penyelesaian penelitian ini. 3. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan perbaikan yang membangun dalam penelitian ini. 4. Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan perbaikan yang membangun dalam penelitian ini. 5. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. sebagai Bapak DPA FSM B yang senantiasa mengayomi, mendukung, dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kedua orang tua, Bapak Tri Santosa, Ibu Sri Resminingsih, Adik Tarcisius Risang Pratana, dan saudara–saudara penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan kasih. 7. Ervin, Sakti, dan Sara yang menjadi rekan berjuang bersama; atas kerjasama dan dinamika selama penelitian berlangsung, Lexy yang selalu memberi semangat dan masukan; Elwy, Tasha, Dipta, Fidel, Ellin, Ajeng, Lia, Oka, Eta, Fenny, Lia Eliza, Wilda, Vania yang menjadi tempat saling berbagi dan mendukung. 8. Sahabat-sahabat penulis yaitu Novi, Shanny, Angel, Ceria,Winner, Sensa, Dea, Yovita, Febe, Titi, Yola, dan Inggih yang setia mendampingi selama ini dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini walaupun kita terpisah oleh selat, benua, dan samudera, terimakasih atas doa dan semangat yang kalian berikan. Terimakasih atas keceriaan dan pengalaman yang membuat rindu. 9. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitasi Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. 10. Teman-teman FSM B dan FKK B serta semua angkatan 2013 yang telah bersama-sama berbagi pengalaman, suka, dan duka selama berkuliah di Fakultas Farmasi Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan selamat membaca.
Yogyakarta, 20 Mei 2017
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK DEMAM TIFOID RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI (Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016) Regina Asri Cahyaningtyas Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55282, Indonesia. Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
[email protected] ABSTRAK Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Obat antibiotik merupakan salah satu obat yang banyak digunakan di masyarakat. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang bersifat retrospektif yang membandingkan dosis resep dengan dosis BSA dan dosis resep dengan dosis pedoman terapi untuk mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara dosis resep dengan dosis BSA dan antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi.Terdapat 41 (58,57%) kasus obat yang tidak sesuai berdasarkan pedoman terapi dan 53 (75,71%) kasus obat tidak sesuai berdasarkan BSA dari total 70 kasus obat. Hasil uji Chi-Square (p=0,248) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam tifoid terhadap dosis pedoman terapi dan dosis BSA. Uji hipotesis komparatif kategorik dilakukan dengan uji Cohen’s Kappa dimana hasil uji Cohen’s kappa (0,128) menyatakan bahwa tidak ada hubungan keeratan kesesuaian dosis resep dengan dosis BSA dan dosis resep dengan dosis pedoman terapi. Kata Kunci : Demam Tifoid, Body Surface Area, Pedoman Terapi, Kesesuaian dosis Antibiotik, Cohen’s Kappa
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Typhoid fever is an infectious disease that is a health problem in developing countries, including Indonesia. An antibiotic drug is one of the most widely used drugs in the community. This was an observational analytical study with a retrospective cross-sectional design that compared prescription doses with BSA doses and prescribed doses with therapeutic dose guidelines to determine the association of agreement dose of antibiotics between prescription doses and BSA doses and between prescription doses and therapeutic dose guidelines. There were 41 (58.57%) unsuitable drug cases based on therapeutic guidelines and 53 (75.71%) of unsuitable drug cases based on BSA of a total of 70 drug cases. ChiSquare test results (p = 0.248) showed no significant difference in the dosage of antibiotics of pediatric patients with typhoid fever on therapeutic dose and BSA dosage. The categorical comparative hypothesis test was performed by Cohen's Kappa test wherein the Cohen's kappa test (-0.128) stated that there was no correlation between the dosage of prescribed dose prescribing with BSA dose and prescription dose with therapeutic dose of therapy. Keywords: Typhoid Fever, Body Surface Area, Therapeutic Guidelines, Antibiotic Dose Suitability, Cohen’s Kappa
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................ v LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI .......................................................... vi PRAKATA .......................................................................................................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 METODE PENELITIAN .................................................................................... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 4 KESIMPULAN ................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15 LAMPIRAN ........................................................................................................ 17 BIOGAFI PENULIS ........................................................................................... 30
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Formula Perhitungan Dosis dengan BSA ........................................... 3
Tabel II. Karakteristik Pasien berdasarkan Umur, Berat Badan,dan Jenis Kelamin ...................................................................................... 5 Tabel III. Karakteristik Ketepatan Antibiotik ..................................................... 6 Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis Pedoman Terapi .................................................................................. 7 Tabel V. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis BSA ..................................................................................................... 8 Tabel VI. Perbandingan Penilaian Dosis antara Pedoman Terapi dan BSA ....... 11
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pediatrik Rawat Inap Periode Juni 2015-Juni 2016........................................................................... 4
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Ethical Clearance .................................................................... 17
Lampiran 2.
Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ............................................................................... 18
Lampiran 3.
Surat Legalitas SPSS 22 ........................................................... 19
Lampiran 4.
Definisi Operasional Penelitian................................................ 20
Lampiran 5.
Kesesuaian Dosis Antibiotik (70 kasus obat) .......................... 21
Lampiran 6.
Uji Statistika Chi-Square dan Cohen’s Kappa ........................ 24
Lampiran 7.
Lembar Pengambilan Data ....................................................... 29
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENDAHULUAN Demam tifioid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan khususnya di negara berkembang. Manusia merupakan satu-satunya host bagi bakteri Salmonella typhi. Infeksi demam tifoid bersumber dari konsumsi makanan ataupun minuman yang terkontaminasi (WHO, 2011). Rata-rata kejadian kasus demam tifoid di Indonesia sebanyak 900.000 per tahun dengan angka kematian mencapai 20.000 jiwa. Pada area endemik demam tifoid banyak ditemukan kasus demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun (WHO, 2003). Menurut Anggraini, (2014) data tahun 2010 menunjukkan bahwa demam tifoid menduduki peringkat ke-3 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian demam tifoid sebanyak 55.098 kasus dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 2,06% (KEMENKES, 2012). Insiden demam tifoid di Indonesia sebesar 108,3 tiap 100.000 orang tiap tahun direntang usia 5-15 tahun (Ochiai et al., 2008). Antibiotik merupakan salah satu obat yang banyak digunakan di masyarakat. Hal ini karena menurut KEMENKES RI (2011) penyakit infeksi termasuk dalam sepuluh penyakit terbesar di Indonesia. Peresepan yang tidak tepat dapat berkontribusi dalam kejadian resistensi antibiotik. Sebesar 30%-50% indikasi terapi, pemilihan antibiotik atau durasi terapi antibiotik tidak tepat (Ventola, 2015). Pemberian terapi antibiotika yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan potensi adanya adverse reaction sehingga diperlukan peran apoteker untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik (CDC, 2015). Angka kejadian efek samping yang muncul saat pengobatan demam tifoid pada anak menurut penelitian tahun 2009 sebesar 5% (Pratiwi, 2010). Aspek farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi) pada pediatrik dipengaruhi
oleh
pertumbuhan
dan
perkembangan
organ
pediatrik.
Perbedaan
farmakokinetik dan farmakodinamik antara pediatrik dan dewasa menjadi dasar dalam penyesuaian dosis terapi (Kimble, 2013). Perhitungan dosis untuk antibiotik dapat menggunakan formula Body Surface Area (BSA). Rumus BSA diperkirakan lebih akurat dibandingkan dengan rumus yang lain, seperti Clark, Young dan Fried. Perhitungan obat yang berdasarkan rumus BSA dipastikan lebih aman dibandingkan dengan rumus yang berdasarkan hanya pada umur anak atau berat anak. Oleh karena itu, rumus BSA dapat dijadikan sebagai gold standart dalam terapi untuk pasien (Wilburta et al., 2014). Kesesuaian dosis antibiotik yang diterima pasien dapat menurunkan risiko adverse effect, menurunkan biaya pengobatan, lama rawat di 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rumah sakit dan tingkat resistensi, kematian maupun lama terapi yang dilakukan (Ogden, 2008). Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta memiliki 345 tempat tidur, dengan nilai Bed Occupancy Ration (BOR) sebesar 78.65%. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta diharapkan dapat mewakili salah satu rumah sakit di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya hubungan keeratan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pada pedoman terapi rumah sakit dan dosis resep dengan dosis yang dihitung berdasarkan BSA khususnya di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, sehingga formula ini dapat digunakan sebagai acuan para teknisi untuk penyesuaian dosis jika tidak ada guideline. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan pola peresepan antibiotika pada pasien pediatrik rawat inap penderita demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015-Juni 2016. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui persentase ketidaksesuaian dosis antibiotik yang dihitung menggunakan rumus BSA dan pedoman terapi serta mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan dosis BSA.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan cross-sectional yang bersifat retrospektif dimana pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi
ataupun
perlakuan
terhadap
subjek
penelitian
(Notoatmodjo,
2010).
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2015 – Juni 2016. Pengambilan data dilakukan dengan cara retrospektif yaitu dengan melakukan penelusuran data rekam medik pasien demam tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada periode Juni 2015 – Juni 2016. Penelitian ini mengobservasi adanya hubungan keerataan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan dosis BSA. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode perhitungan dosis yaitu metode BSA dan pedoman terapi. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah kesesuaian dosis antibiotik berdasarkan BSA dan pedoman terapi. Variabel pengacau yang dikendalikan peneliti adalah umur pasien yaitu 0-12 tahun dan yang tidak dapat dikendalikan peneliti adalah berat badan, keadaan patofisiologi pasien, dan ada tidaknya interaksi obat. Data 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang diambil dari rekam medik dalam penelitian ini adalah nomer rekam medik pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, nama dan dosis antibiotik, frekuensi pemberian dan durasi pemberian antibiotik. Penelitian ini memiliki Ethical Clearence dari Fakultas Kedokteran Universitas Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor 292/C.16/FK/2017. Metode pengukuran dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah perhitungan dosis yang dihitung menggunakan rumus BSA dan dosis yang didapat dari pedoman terapi yang digunakan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta untuk pasien pediatrik demam tifoid. Tabel I. Formula Perhitungan Dosis dengan BSA BSA = Dosis =
(Ogden, 2008) Kesesuaian dosis antibiotik yang didapat pasien berdasarkan resep dokter (dosis resep) kemudian akan dibandingkan dengan dosis yang dihitung dengan rumus BSA dan pedoman terapi yang dipakai oleh rumah sakit sebagai acuan pengobatan untuk pasien pediatrik demam tifoid yaitu Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia (IDAI,2009), Standard an Pelayanan Medik Diagnosis & Tatalaksana Demam Tifoid pada Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (2013), MIMS 2016, dan Drug Information Handbook 17th edition. Referensi-referensi ini juga digunakan untuk menentukan ketepatan dosis pasien (tepat dosis, tepat indikasi, tepat frekuensi, dan tepat durasi). Pasien pediatrik penderita demam tifoid dapat diketahui dari diagnosa dari pemeriksaan dokter dan ICD 10 dengan nomer A01.0 pada rekam medik. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Populasi pada penelitian ini adalah pasien rawat inap pediatrik periode Juni 2015-Juni 2016. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien pediatrik dengan umur 0-12 tahun yang didiagnosis positif menderita demam tifoid yang dirawat dan menyelesaikan pengobatan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, mendapat terapi antibiotik (obat antibiotik yang diambil adalah seluruh antibiotik yang diberikan selama pasien dirawat dirumah sakit), memiliki data usia, berat badan dan keterangan terapi antibiotik yang lengkap. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan catatan rekam medik yang tidak lengkap atau tidak bisa dikonfirmasi, pasien yang terdiagnosa demam tifoid namun tidak mendapat terapi antibiotik, pasien dengan beberapa penyakit penyerta dan rekam medis yang tidak
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat ditemukan. Total keseluruhan sampel penelitian adalah 645 rekam medis, dimana untuk demam tifoid terdapat 40 sampel yang diambil.
645 RM pasien pediatrik umur 012 tahun dari ruang rawat inap RS Panti Rapih periode Juni 2015Juni 2016 (40 sampel demam tifoid)
Kriteria Eksklusi 3 RM
Kriteria Inklusi 37 RM
2 RM tidak menggunakan Antibiotik 1 RM tidak ditemukan
37 kasus demam tifoid; 70 kasus obat antibiotik
Catatan : RM= Rekam Medik; RS : Rumah Sakit Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Pediatrik Rawat Inap Periode Juni 2015-Juni 2016
Pengumpulan data berupa dosis antibiotik, umur, berat badan, jenis kelamin, frekuensi dan durasi pemberian antibiotik dari lembar data pasien. Data tersebut akan dimasukkan dalam formula untuk perhitungan dosis yaitu BSA. Hasil perhitungan formula BSA ini akan dibandingkan dengan dosis resep yang diberikan oleh dokter. Dosis resep tersebut juga akan dibandingkan dengan dosis yang ada pada pedoman terapi Rumah Sakit. Untuk mengetahui adanya hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik antara dosis resep dengan dosis BSA dan antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi, maka digunakan uji komparatif kategorik menggunakan uji Cohen’s Kappa dengan SPSS (Santoso, 2005). Data pada penelitian ini dianalisin dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 22 Lisensi UGM. Syarat ketentuan nilai kappa (interpretasi kappa) adalah jika nilai kappa ≤0 maka tidak ada hubungan keeratan (Less than chance agreement), 0,01-0,20 maka sedikit sesuai (Slight agreement), 0,21-0,40 maka lumayan sesuai (Fair agreement), 0,41-0,60 maka cukup sesuai (Moderate agreement), 0,61-0,80 maka hampir sesuai (Substantial agreement), dan 0,81-1,00 maka keeratan tinggi/sempurna (almost perfect agreement). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteriatik Demografi Pasien Karakteristik pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, dan profil antibiotik pasien pediatrik demam tifoid. Diperoleh 40 data Rekam Medis pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016. Keseluruhan populasi tersebut diambil sebagai sampel penelitian. Pasien yang 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan dalam penelitian ini memiliki rentang umur dari 0 – 12 tahun. Data yang masuk dalam kriteria inklusi adalah sebesar 37 data (92,5%). Terdapat 70 kasus peresepan antibiotik untuk pasien pediatrik demam tifoid dari 37 data yang diambil dalam penelitian ini. Tabel II. Karakteristik Pasien berdasarkan Umur, Berat Badan, dan Jenis Kelamin Karakteristik Umur (tahun) < 1 tahun 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Berat Badan (Kg) 0 – 10 kg 11 – 20 kg 21 – 30 kg 31 – 40 kg 41 – 50 kg 51 – 60 kg 61 – 70 kg 71 – 80 kg
Jumlah Pasien n = 37
Persentase (%)
Rerata±SD
18 19
48,65 51,35
3,33 ± 1.28 9,16 ± 2,59
19 18
51,35 48,65
-
2 19 8 6 0 1 0 1
5,41 51,35 21,62 16,22 0 2,70 0 2,70
9,50 ± 0 16,27 ± 2,37 23,56 ± 1,92 36,50 ± 2,51 57,00 ± 79,00 ± -
Dari pemaparan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016 lebih banyak terjadi pada pasien laki laki dengan jumlah 19 pasien (51,35%) dibanding dengan perempuan yaitu sejumlah 18 pasien (48,65%). Menurut KEMENKES RI (2006) tidak ada perbedaan yang nyata kejadian demam tifoid yang terjadi pada laki – laki dan perempuan, namun menurut penelitian dari Utami (2010) dan Herawati (2009), laki – laki lebih berpotensi terkena demam tifoid karena kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan dan pada rentang usia tersebut anak – anak masih sangat aktif untuk bermain tanpa mempedulikan lingkungan sekitar. Menurut Artanti (2013) demam tifoid lebih banyak diderita oleh pasien berjenis kelamin laki – laki karena anak laki – laki memiliki aktifitas di luar rumah lebih banyak sehingga memungkinkan anak laki – laki beresiko lebih besar terinfeksi Salmonella typhi dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan tabel diatas pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dikelompokkan berdasarkan tingkat umur yaitu neonates (<1 tahun), balita (1 – 5 tahun) dan anak sekolah (6 – 12 tahun) (Wahab, 2011). Jumlah pasien pediatrik yang terkena demam tifoid berdasarkan tabel diatas lebih banyak terjadi pada anak dengan rentang umur 6 – 12 tahun dengan total 19 pasien (51,35%), kemudian diikuti oleh anak dengan rentang umur 1 – 5 tahun (48,65%) dan anak umur <1 tahun sebesar 0 pasien (0%). Pada tabel diatas juga 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terlihat bahwa pasien pediatrik penderita demam tifoid lebih banyak terjadi pada anak dengan rentang berat badan 11 – 20 kg. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rufaldi (2011) bahwa diperoleh hasil persentase kasus demam tifoid banyak diderita anak pada rentang berat badan 11 – 20 kg dan pada rentang umur >5 – 12 tahun. Hal ini disebabkan karena anak pada rentang umur >5 – 12 tahun merupakan kelompok anak sekolah yang memiliki kebiasaan jajan di sekolah atau tempat lain di luar sekolah yang kebersihannya kurang terjamin. Bila diamati kebanyakan kejadian demam tifoid banyak terjadi pada usia anak sekolah karena pergerakan anak sangat aktif dimana memungkinkan anak untuk mengenal jajanan yang belum tentu terjamin kualitas dan kebersihannya (Artanti,2013). Tabel III. Karakteristik Ketepatan Antibiotik Karakteristik Tepat Dosis Tepat Indikasi Tepat Frekuensi Tepat Durasi
Jumlah Antibiotik n = 70 29 56 56 4
Persentase (%) 41,43 80,00 80,00 5,71
Pada penelitian ini juga memperlihatkan jumlah antibiotik yang tepat dosis sebesar 29 antibiotik (41,43%), tepat indikasi sebesar 56 antibiotik (80,00%), tepat frekuensi sebesar 56 antibiotik (80,00%) dan tepat durasi sebesar 4 antibiotik (5,71%). Pada penelitian ini yang dimaksudkan tepat indikasi adalah antibiotik yang diberikan untuk pasien pediatrik yang menderita demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi sesuai dengan diagnosa dokter. Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat-obat dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping, sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. Penentuan dosis antibiotika yang diberikan harus disesuaikan dengan diagnose penyakit, tingkat keparahan penyakit/infeksi, riwayat kesehatan, efek, dan mekanisme kerja antibiotika, serta efek samping obat karena berhubungan dengan kondisi intrinsic pasien seperti fungsi ginjal normal, fungsi hati, umur, dan berat badan pasien. Terutama penentuan dosis untuk anak-anak harus diperhatikan karena system organ yang digunakan untuk melakukan metabolisme obat (ginjal dan hati) perkembangannya belum sempurna. Hal ini menyebabkan proses ADME dalam tubuhnya belum optimal. Bila dosis obat tidak tepat maka obat dapat menjadi racun dalam darah yang dapat mempengaruhi organ hati dan ginjal pada anak (Kee and Hayes, 2009). Obat yang diberikan 3x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. Frekuensi penggunaan 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
antibiotika dipengaruhi oleh sifat farmakokinetika obat dan kondisi klinis pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam farmakokinetika obat adalah waktu paro eliminasi (t ½ eliminasi) dari antibiotika. Waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat di dalam darah berkurang menjadi setengah (50%) dari kadar semula (Brutler et al, 2011). Interval pemberian obat bertujuan untuk menjaga konsentrasi obat di dalam cairan plasma agar selalu berada pada konsentrasi terapeutik minimal sehingga obat dapat bekerja dengan baik dan memberikan efek. Interval pemberian obat harus tepar agar pengobatan berjalan efektif, efisien dan aman bagi pasien (Kee and Hayes, 2009). Durasi pengobatan adalah waktu yang dibutuhkan agar pengobatan suatu penyakit maksimal. Durasi penggunaan antibiotika untuk pasien demam tifoid tidak sama untuk setiap golongan antibiotika. Menurut
WHO
(2011),
durasi
penggunaan
krofamfenikol
adalah
14-21
hari,
ampisilin/amoksisilin selama 14 hari, siproflosasin/ofloksasin selama 5-7 hari (mild desease) dan 10-14 hari (severe illness), sefotaksime/seftriakson selama 10-14 hari, serta sefiksime 7-14 hari (mild desease) dan 10-14 hari (severe illness).
Karakteristik Penggunaan Antibiotika Jenis Antibiotika yang digunakan untuk pasien pediatrik yang menderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016 terdiri dari 14 antibiotik yaitu Cefotaxime, Chloramphenicol, Sultamicilin, Amoxicilin, Cotrimoxazol, Tricodazol, Cefixime, Amikasin, Erythromicin, Paromomycin Sulfate, Ciprofloxacin, Gentamycin, Thiamphenicol, dan Ceftriaxone. Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis Pedoman Terapi
Antibiotik
Kasus n(%) n=70
Sesuai
Cefotaxime Chloramphenicol Sultamicilin Amoxicillin Cotrimoxazol Metronidazole Cefixime Amikasin Erythromicin Paromomycin Sulfate Ciprofloxacin Gentamycin Thiamphenicol Ceftriaxone TOTAL
9 (12,86%) 27 (38,57%) 1 (1,43%) 5 (7,14%) 2 (2,86%) 3 (4,29%) 8 (11,43%) 6 (8,57%) 2 (2,86%) 1 (1,43%) 2 (2,86%) 1 (1,43%) 1 (1,43%) 2 (2,86%) 70 (100%)
3 (4,29) 18 (25,71) 0 (0%) 0 (0%) 2 (2,86) 0 (0%) 1 (1,43) 3 (4,29) 0 (0%) 0 (0%) 2 (2,86) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 29 (41,43%)
7
Pedoman Terapi n(%) Lebih Tinggi Tidak Sesuai dan Persen selisih (%) 6 (8,57%) 2 (31,58%) 9 (12,86%) 7 (72,81%) 1 (1,43%) 5 (7,14%) 0 (0%) 3 (4,29%) 3 (293,53) 7 (10,00%) 1 (166,66%) 3 (4,29%) 3 (101,56%) 2 (2,86%) 2 (29,63%) 1 (1,43%) 0 (0%) 1 (1,43%) 1 (73,91%) 1 (1,43%) 1 (5,26%) 2 (2,86%) 41 (58,57%) 20 (48,78%)
Lebih Rendah dan Persen Selisih (%) 4 (38,36%) 2 (46,58%) 1 (49,37%) 5 (51,81%) 6 (48,91%) 1 (65,27%) 2 (34,35%) 21 (51,22%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel V. Profil Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Kesesuaian Dosis BSA
Antibiotik
Kasus n(%) n=70
Sesuai
Cefotaxime Chloramphenicol Sultamicilin Amoxicillin Cotrimoxazol Metronidazole Cefixime Amikasin Erythromicin Paromomycin Sulfate Ciprofloxacin Gentamycin Thiamphenicol Ceftriaxone TOTAL
9 (12,86%) 27 (38,57%) 1 (1,43%) 5 (7,14%) 2 (2,86%) 3 (4,29%) 8 (11,43%) 6 (8,57%) 2 (2,86%) 1 (1,43%) 2 (2,86%) 1 (1,43%) 1 (1,43%) 2 (2,86%) 70 (100%)
8 (11,43%) 7 (10,00%) 1 (1,43%) 1 (1,43%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 17 (24,29%)
BSA n(%) Lebih Tinggi Tidak Sesuai dan Persen Selisih (%) 1 (1,43%) 1 (72,14%) 20 (28,57%) 1 (34,89%) 0 (0%) 4 (5,71%) 2 (2,86%) 3 (4,29%) 3 (251,08%) 8 (11,43%) 6 (133,04%) 6 (8,57%) 2 (30,59%) 2 (2,86%) 1 (1,43%) 2 (2,86%) 2 (79,27%) 1 (1,43%) 1 (1,43%) 1 (105,85%) 2 (2,86%) 1 (29,10%) 53 (75,71%) 17 (32,08%)
Lebih Rendah dan Persen Selisih (%) 19 (56,88%) 4 (82,27%) 2 (41,06) 2 (53,18%) 4 (35,52%) 2 (64,65%) 1 (72,57%) 1 (38,57%) 1 (2,81%) 36 (67,92%)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jenis antibiotika yang paling banyak digunakan untuk terapi demam tifoid adalah chloramphenicol sebanyak 27 kasus (38,57%) yang diikuti oleh cefotaxime sebanyak 9 kasus (12,86%), cefixime sebanyak 8 kasus (11,43%), dan amikasin sebanyak 6 kasus (8,57%). Pemilihan antibiotik – antibiotik untuk demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juni 2015 – Juni 2016 untuk Salmonella Typhi sudah tepat sesuai dengan pedoman terapi Rumah sakit, namun ada beberapa antibiotik seperti paromomycin sulfate, sultamicillin, metronidazole, dan erythromycin yang tidak sesuai indikasi atau lebih dipergunakan untuk pengobatan infeksi bakteri yang lain. Chloramphenicol dan cefotaxime merupakan dua contoh obat yang digunakan sebagai first line therapy demam tifoid. Chloramfenicol masih menjadi pilihan terapi utama (drug of choice) untuk demam tifoid (IDAI, 2009; Sardjito, 2013), namun antibiotik ini memiliki efek samping anemia aplastik, depresi sumsum tulang, neutropenia, trombositopenia, dan grey baby syndrome (MIMS, 2016) sehingga penggunaan antibiotika ini dalam penanganan kasus demam tifoid perlu dipertimbangkan karena resiko kekambuhan setelah terapi menggunakan chloramphenicol sebesar 5-7% dengan waktu terapi yang lebih lama dan adanya resiko menjadi karier Salmonella typhi (WHO, 2003). Ceftriaxone juga merupakan antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan demam tifoid. Pemberian ceftriaxone pada pasien demam tifoid lebih dianjurkan dari pada chloramphenicol karena ceftriaxone tidak mudah menyebabkan resistensi, mempunyai efek samping minimal dan telah terbukti efikasinya secara klinis (Sidabutar dan Satari, 2010).
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada penelitian Haryanti dkk, (2009) Cefotaxime merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan demam tifoid pada anak. Cefotaxime termasuk antibiotik golongan cephalosporin gerenasi ketiga yang memiliki spectrum kerja yang sangat luas, aktivitas antibakterinya lebih kuat, dan efek sampingnya relative rendah. Cefotaxime juga merupakan antibiotik berspektrum luas yang lebih peka terhadap bakteri gram negative sehingga dapat digunakan dalam terapi eradikasi infeksi bakteri Salmonella dan dapat menjadi pilihan alternatif untuk terapi demam tifoid pada kasus multi drug resistant Salmonella typhi (Ajum, 2009; Sidabutar dan Santari, 2010). Gentamycin yang diberikan untuk terapi demam tifoid pada penelitian ini digunakan karena memiliki aktivitas bakterisidal yang memiliki efek dapat membunuh bakteri Salmonella (Mandal, 2009). Amoxicilin termasuk golongan penicillin yang efektif untuk pengobatan demam tifoid karena dapat meningkatkan mortalitas akibat resistensi chloramphenicol (Utami, 2010). Pemberian terapi antibiotik pada pasien pediatrik rawat inap demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ini dibagi dalam 2 kelompok pemberian yaitu diberikan secara oral dan parenteral. Antibiotik yang diberikan secara oral adalah chloramphenicol,
sultamicilin,
cotrimoxazol,
cefixime,
paromomycin
sulfate,
ciprofloxacin, gentamycin, thiamphenicol, erythromycin, dan amoxicillin. Antibiotik yang diberikan secara parenteral adalah chloramphenicol iv, cefotaxime, amikasin iv, metronidazole iv, amoxicillin iv, dan ceftriaxone iv. Menurut Rifai (2011) pemberian antibiotik demam tifoid didominasi oleh rute pemberian secara parenteral karena pemberian antibiotik secara parenteral memiliki keuntungan yaitu onset yang lebih cepat dan dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar. Hal ini sesuai dengan jumlah antibiotik untuk pengobatan pasien pediatrik demam tifoid yang digunakan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yaitu untuk pemberian rute secara oral sebanyak 23 antibiotik (32,86%) dan untuk pemberian rute secara parenteral sebanyak 47 antibiotik (67,14%). Pemilihan cara pemberian obat harus dipilih rute yang paling aman dan bermanfaat bagi pasien (Djatmiko dkk, 2008). Rute pemberian antibiotika secara oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika secara parenteral (PERMENKES, 2011). Pada penelitian ini peneliti membandingkan dosis pada resep yang diberikan oleh dokter dengan dosis pada pedoman terapi yang dimiliki oleh Rumah Sakit Panti Rapih yaitu pedoman terapi dari buku Diagnosis & Tatalaksana Demam Tifoid pada Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (2013), pedoman terapi dari Ikatan Dikter Anak Indonesia (IDAI 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2009), dan MIMS 2016 dan dengan dosis BSA. Secara keseluruhan dari 37 pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dengan 70 kasus antibiotik terdapat sebanyak 29 antibiotik yang sesuai dengan pedoman terapi (41,3%) dan sebanyak 41 antibiotik tidak sesuai dengan pedoman terapi (58,57%) sedangkan menurut BSA ada 17 antibiotik yang sesuai (24,29%) dan ada 53 antibiotik yang tidak sesuai (75,71%). Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa penyebab tidak sesuainya dosis menurut pedoman terapi didominasi oleh dosis resep yang lebih rendah (underdose) begitu juga dengan tidak sesuainya dosis menurut BSA juga didominasi oleh dosis resep yang lebih rendah (underdose) dimana jika dosis lebih rendah atau terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan karena efek dari obat yang diberikan tidak maksimal sebaliknya jika pemberian dosis yang berlebihan atau terlalu tinggi, khususnya untuk obat-obat dengan rentang terapi yang sempit akan sangat beresiko timbulnya efek samping (Kee and Hayes, 2009). Hal ini bisa disebabkan karena antibiotik yang tertera pada rekam medis tidak ada dalam pedoman terapi rumah sakit karena beberapa antibiotik memakai nama dagang sehingga membuat peneliti harus mencari sumber lain untuk penyesuaian dosis, data yang tertera pada rekam medis berbeda-beda, dosis antibiotik yang tertera tidak ditulis dengan lengkap dan jelas, kurangnya kesadaran untuk menggunakan antibiotik yang tertera pada pedoman terapi, dan penyesuaian dosis karena berat badan pasien yang berlebih atau kurang. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa dosis resep (dosis pemberian) lebih dekat kesesuaiannya dengan dosis pada pedoman terapi yang dipakai di rumah sakit. Hal ini karena dokter lebih senang menggunakan pedoman terapi sebagai acuan untuk penyesuaian dosis karena lebih mudah dan cepat dibandingkan harus menghitung dosis menggunakan rumus BSA yang membutuhkan waktu lebih lama dan membutuhkan ketelitian dalam menghitung dosisnya.
Perbedaan Kesesuaian Dosis Antibiotika Antara BSA dan Pedoman Terapi Pada penelitian ini peneliti membandingkan dosis pada resep yang diberikan dokter dengan dosis pada pedoman terapi yang digunakan di RS Panti Rapih dan membandingkan dosis pada resep dengan dosis yang dihitung menggunakan rumus Body Surface Area (BSA), dengan dosis BSA sebagai gold standart terapi demam tifoid. Menurut Lack dan Stuart
(1997),
Formularium
Nasional
Inggris
dan
banyak
buku
referensi
merekomendasikan agar dosis obat untuk anak dihitung sesuai dengan luas permukaan tubuh (BSA). Meskipun banyak peraturan untuk dosis obat telah dikembangkan, 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berdasarkan usia, berat dan luas permukaan, namun tidak ada yang akurat dan cukup sederhana untuk penggunaan rutin. Dengan perhitungan dosis menggunakan BSA diharapkan akan lebih sedikit kesalahan dari resep utama yang diberikan untuk pengobatan pasien. Dari 70 kasus antibiotik di bandingkan antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis BSA kemudian diperoleh antibiotik yang mana pada resep yang sesuai atau tidak sesuai dengan pedoman terapi dan BSA. Setelah itu dilakukan uji statistik menggunakan uji Cohen’s Kappa dengan SPSS dan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel VI. Perbandingan Penilaian Dosis antara Pedoman Terapi dan BSA Alat Ukur Pedoman Terapi BSA
Kesesuaian Dosis Antibiotik Sesuai n (%) Tidak Sesuai n(%) 29 (41,43%) 41 (58,57) 17 (24,29%) 53 (75,71)
Nilai p
Nilai Kappa
0,248
-0,128
Umur 1 – 5 Tahun 9 (29,03%) 22 (70,97%) Pedoman Terapi 0,935 0,015 10 (32,26%) 21 (67,74%) BSA Umur 6 – 12 Tahun 20 (51,28%) 19 (48,72%) 0,184 -0,160 Pedoman Terapi 7 (17,95%) 32 (82,05%) BSA *p < 0,05 menunjukkan berbeda bermakna; p > 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna
Pada penelitian ini data yang dianalisis proporsi kesesuaian dosisnya adalah seluruh antibiotik yang digunakan untuk pengobatan pasien pediatrik demam tifoid di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Berdasarkan tabel diatas hasil yang diperoleh dari uji Chi-Square didapatkan p (0,248) atau p > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam tifoid terhadap dosis pedoman terapi dan dosis BSA. Berdasarkan hasil yang didapat maka dapat dikatakan bahwa pedoman terapi dan formula BSA dapat digunakan untuk menentukan dan menghitung kesesuaian dosis antibiotik karena kedua alat ukur tersebut tidak menghasilkan perbedaan yang berarti berdasarkan statistik. Menurut Viera dan Garrett (2005) apabila koefisien Cohen’s Kappa 0,61-0,80 menunjukkan kesepakatan substansial, jika koefisien Cohen’s Kappa 0,81-0,99 menunjukkan kesepakatan hampir sempurna, sedangkan menurut Zenk, et al (2007) apabila nilai Cohen’s Kappa 0,60-1,00 termasuk dalam gold standart nilai koefisien Kappa dalam kategori besar dan hampir sempurna. Uji Cohen’s Kappa dilakukan pada penelitian ini untuk mengukur konsistensi. Menurut Cohen (1960), uji Cohen’s Kappa dapat digunakan untuk menilai kesepakatan antara dua peneliti dan terdapat adanya proporsi untuk koreksi kesepakatan. Keunggulan dari uji Cohen’s Kappa ini adalah dapat melihat kemungkinan kesepakatan yang diharapkan, tidak terpengaruh jumlah nilai 0 yang 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimasukkan dalam tabel, tidak terpengaruhi oleh jumlah nilai subjek uji, dan tidak terbatas pada tabel yang dilakukan oleh dua penilai (Silcocks, 1983). Dari hasil uji Cohen’s Kappa pada tabel di atas menunjukkan bahwa p.value yang didapat adalah – 0,128 (<0 less than chance agreement or poor agreement) dimana tidak ada hubungan keeratan atau kesepakatan kesesuaian dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan kesesuaian dosis resep dengan dosis BSA. Maka rumus BSA juga belum bisa digunakan sebagai gold standart terapi demam tifoid karena dari hasil uji statistik menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu -0,128. Hal ini disebabkan karena bias yang terjadi pada pemeriksa seperti perawat yang memberikan obat, bias dari subjek atau pasien pediatrik yang menderita demam tifoid karena peneliti tidak mengetahui secara langsung kondisi dari pasien, bias yang disebabkan karena instrument yang digunakan untuk pengukuran, adanya antibiotik yang tidak tertera dalam pedoman terapi yang ada di Rumah Sakit, adanya antibiotik yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit, adanya perbedaan dosis antara pedoman terapi yang satu dengan yang lain, keterangan pada pedoman terapi yang tidak lengkap sehingga peneliti harus mencari sumber lain, rumus BSA yang digunakan hanya berdasarkan berat badan dan kurangnya ketelitian dalam perhitungan atau pengukuran dari peneliti. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan adanya hubungan keeratan atau kesepakatan antara kesesuaian dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan kesesuaian dosis resep dengan dosis BSA, untuk tercapainya terapi pasien pediatrik demam tifoid yang lebih baik. Pada penelitian ini juga didapat persen (%) kesetujuan untuk melihat berapa persentase nilai yang benar dan berapa persentase nilai yang keliru. Persen kesetujuan yang didapat dalam penelitian ini sebesar 48,57% dimana hasil dosis yang sesuai yang disetujui oleh kedua rater adalah sebesar 5 dan dosis tidak sesuai yang disetujui kedua rater adalah 29. Hal ini menunjukkan bahwa ada sebesar 51,43% data yang keliru dalam seluruh data yang terkumpul, artinya hanya satu rater yang benar atau setuju ketika terjadi ketidaksetujuan. Menurut McHugh (2012) nilai persen kesetujuan yang hanya mencapai nilai 61% maka sudah merupakan suatu masalah, sedangkan untuk laboratorium klinik, apabila data yang keliru mencapai 40% maka dapat dikatakan bahwa ada masalah serius pada kualitasnya. Banyak buku merekomendasikan nilai persen kesetujuan sebesar 80% sebagai nilai minimal yang dapat diterima untuk kesetujuan antar rater. Dari hasil penelitian yang didapat, dapat dikatakan bahwa persetujuan antar rater tidak baik karena persen kesetujuan yang didapat kurang dari 80%.
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persen kesetujuan dan kappa memiliki kekuatan dan keterbatasan. Persentase statistik kesetujuan mudah dihitung dan bisa ditafsirkan secara langsung. Keterbatasan utamanya adalah bahwa hal itu tidak memperhitungkan kemungkinan bahwa para penilai menebak skor, dengan demikian penilai mungkin melebih-lebihkan kesepakatan sejati di antara para penilai. Kappa dirancang untuk mempertimbangkan kemungkinan tebakan, namun asumsi yang dibuat tentang independensi penilai dan faktor lainnya tidak didukung dengan baik, dengan demikian dapat menurunkan perkiraan kesepakatan secara berlebihan. Selanjutnya, Kappa tidak dapat ditafsirkan secara langsung, dan dengan demikian menjadi hal yang biasa bagi peneliti untuk menerima nilai kappa yang rendah dalam studi reliabilitas interrater mereka. Tingkat reliabilitas interrater yang rendah tidak dapat diterima dalam perawatan kesehatan atau dalam penelitian klinis, terutama bila hasil penelitian dapat mengubah praktik klinis dengan cara yang mengarah pada hasil pasien yang lebih buruk. Saran terbaik bagi peneliti adalah menghitung keduanya yaitu persen kesetujuan dan kappa. Jika mungkin ada banyak dugaan di kalangan penilai, mungkin masuk akal untuk menggunakan statistik kappa, namun jika penilai terlatih dan tebakannya kecil kemungkinannya ada, peneliti dapat dengan aman mengandalkan persen kesetujuan untuk menentukan reliabilitas interrater (McHugh, 2012). Pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan statistik menggunakan Cohen’s Kappa untuk rentang umur 1-5 tahun dan 6-12 tahun untuk melihat ada atau tidaknya hubungan keeratan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan dosis BSA pada rentang umur tersebut dan untuk melihat apakah umur mempengaruhi hasil uji hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik. Pada pemaparan tabel di atas memperlihatkan bahwa hasil yang didapat dari uji Chi-Square pada rentang umur 1-5 tahun adalah p (0,935) dan pada rentang umur 6-12 tahun adalah p (0,184) dimana dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam tifoid pada rentang umur tersebut terhadap dosis pedoman terapi dan dosis BSA. Pada tabel di atas juga memaparkan hasil uji Cohen’s Kappa untuk rentang umur 1-5 tahun sebesar 0,015 dan untuk rentang umur 612 sebesar -0,160 dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan keeratan kesesuaian dosis antara dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan dosis resep dengan BSA. Maka dapat dikatakan bahwa umur tidak mempengaruhi hasil uji hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penelitian mengenai kesesuaian dosis antibiotika pada pasien pediatrik demam tifoid ini dapat bermanfaat bagi klinisi kesehatan dan farmasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Bagi klinisi kesehatan dan farmasis penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa konsistensi dosis pada resep yang diberikan dokter dengan pedoman terapi yang dipakai oleh Rumah Sakit dan dosis BSA khususnya untuk antibiotik bagi pasien pediatrik demam tifoid sangat rendah, sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk lebih teliti dan bijak dalam penyesuaian antibiotik untuk pasien pediatrik demam tifoid dan penelitian ini berguna untuk menghitung dan menyesuaikan dosis antibiotika yang akan diberikan kepada pasien pediatrik demam tifoid sehingga pasien dapat menerima terapi antibiotika yang tepat dan sesuai serta dapat menurunkan efek samping obat dan resistensi obat. KESIMPULAN 1. Jumlah pasien pediatrik demam tifoid dengan umur <1 tahun sebesar 0%, rentang umur 1-5 tahun sebesar 48,65% dan rentang umur 6-12 tahun sebesar 51,35%, dengan jumlah pasien laki-laki sebesar 51,35% dan perempuan sebesar 48,65% dan jumlah pasien terbanyak terjadi pada rentang berat badan 11-20 kg (51,35%), 21-30 kg (21,62%), dan 41-40 kg (16,22%) serta antibiotik yang tepat dosis sebesar 41,43%, tepat indikasi sebesar 80,00%, tepat frekuensi sebesar 80,00%, dan tepat durasi sebesar 5,71%. Obat antibiotik yang paling banyak digunakan adalah chloramphenicol sebesar 38,57%, cefotaxime sebesar 12,86%, dan cefixime sebesar 11,43%. 2. Persentase obat antibiotik pasien pediatrik demam tifoid yang tidak sesuai berdasarkan pedoman terapi sebesar 58,57% dan berdasarkan formula BSA sebesar 75,71%. 3. Tidak ada hubungan keeratan atau kesepakatan kesesuaian dosis resep dengan dosis pedoman terapi dan kesesuaian dosis resep dengan dosis BSA berdasarkan uji Cohen’s Kappa (-0,128), dan tidak ada perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik demam tifoid terhadap dosis pedoman terapi dan dosis BSA berdasarkan uji Chi-Square (p 0,248), sedangkan berdasarkan uji Cohen’s Kappa yang dilakukan pada rentang umur 1-5 tahun sebesar 0,015 dan rentang umur 6-12 tahun sebesar -0,160 menunjukkan bahwa umur tidak mempengaruhi hasil uji hubungan keeratan kesesuaian dosis antibiotik.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Ajum, H.A., 2011, Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak dengan Demam Tifoid Berdasarkan Kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. American Pharmacist Association, 2009, Drug Information Handbook, 17th edition, LexiComp, United State. Anggraini, A.B., Opitasari, C., and Sari, Q.A.M.P., 2014. The use of antibiotics in hospitalized adult typhoid patients in an Indonesian hospital. Health Science Indones., 5 (1), 40-43. Artanti, N.W., 2013, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan, dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmadu Kota Semarang Tahun 2012, Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Brutler, T., 2011, Treatment of Thypoid Fever in the 21st Century: Promises and Shortcomings, Clinical Microbiology and Infection, pp. 959-963. CDC.,2015. Community Pharmacicts. http://www.cdc.gov/getsmart/community/forhcp/community-pharmacists.html diakses pada 1 Agustus 2016. Cohen, J.,1960, A coefficient of agreement for nominal scales. Educational and Psychological Measurement 20: 37-46. Djatmiko, M., Sugiyanti, dan Anas, Y., 2008, Analisis Biaya dan Gambaran Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di Puskesmas Telogosari Kulon Tahyn 2007, Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, Vol. 5 No. 2, hal. 23-26. Herawati, M.H., and ghani, L., 2009. Association of Determinant Factors with Prevalance of Thypoid in Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 19 (4), 165-173. IDAI., 2009. Pedoman Pelayanan Medis. http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku PPM.pdf diakses pada 2 Agustus 2016. Kee, J.L., dan Hayes, E.R., 2009, Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, hal. 28. KEMENKES RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik, Kementrian Kesehatan R.I., Jakarta, hal. 29. KEMENKES RI., 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. http://www.depkes.go.id/ resources/download/pusdatin/profilkesehatanindonesia/ profilkesehatan-indonesia2011.pdf diakses pada 1 Agustus. KEPMENKES RI., 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Mentreri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/Menkes/SK/V/2006, Jakarta, hal. 27, 37. Kimble, M.A., et al., 2013, Applied Therapeutic; The Clinical Use of Drugs, 9th ed, Lippincott Williams&Wilkins, Philladelphia, USA, p. 1773. Lack, J. A., & Stuart-Taylor, M. E., 1997, Calculation of drug dosage and body surface area of children. British Journal of Anaesthesia, 78(5), 601-605. Mandal, S., 2009. In Vitro Activity of Gentamicin and Amikacin Againts Salmonella enterica seroval Typhi: A Search For A Treatment Regimen For Thypoid Fever. East Mediterr Health J., 15 (2), 1. McHugh, M. L., 2012, Interrater reliability: the kappa statistic. Biochemia medica, 22(3), 276 282. MIMS, 2016, http://www.mims.com/indonesia diakses tanggal 2 Mei 2017. 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, hal. 27,37. Ochiai, et all., 2008. A study of typhoid fever in five Asian countries: Disease burden and implications for controls. Bulletin of the World Health Organization., 86 (4), 260– 268. Ogden, 2008, Pediatric Dosage, American Medical Association, pp. 421-423. PERMENKES, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011, hal. 8, 15-17, 34. Pratiwi, E.P., 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Angoesdjam Ketapang. Rifai, M. A., Sudarso, dan Anjar, M.K., 2011. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Terhadap Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto Tahun 2009. Portal Garuda: Pharmacy., 8 (1), 13-14. RSUP Dr. Sardjito, 2013, Standar Pelayanan Medik, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta. Rufaldi, C.D., 2011, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Desember 2010, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, hal. 39, 56. Santoso, S., 2005, Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 233. Sidabutar, S. dan Satari, H.I., 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri., 11(6), 434-439. Silcocks, 1983, Measuring repeatability and validity of histologigal diagnosis-a brief review with some practical examples, J Clin Pathol, 36,1269-1275. Utami, T.N., 2010, Demam Tifoid, Faculty of Medicine-University of Riau, Pekanbaru Riau, pp. 1-26. Ventola, C.L., 2015. The antibiotic resistance crisis: part 1: causes and threats. P & T : A peer reviewed journal for formulary management., 40 (4), 277–83. Viera, A.J., dan Garrett, J.M., 2005, Understanding Interobserver Agreement: The Kappa Statistic, Family Medicine, 37(5), 360-3. Wahab, S., 2011, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 1-4. Wilburta, Q.L., et al., 2014, Delmar’s Comprehensive Medical Assisting: Administrative and Clinical Competencies, 5th ed., New York, Cengange Learning, p. 1025. WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. World Health Organization, (Agustus). WHO, 2011. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. World Health Organization (Agustus). Zenk, et al., 2007, Inter-rater and test-ratest reliability: Methods and results for the neighborhood observational checklist, Health & Place, 13, 452-456.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Ethical Clearance
26 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
18 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Surat Legalitas SPSS 22
19 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Definisi Operasional Penelitian Variabel
Metode Pengukuran Dosis
20 Kesesuaian Dosis Antibiotik
Demam Tifoid
Definisi Operasional Skala
Instrumen yang digunakan untuk mengukur dosis obat pediatrik
Kategorik 1 : BSA 2: Pedoman Terapi
Antibiotik yang didapatkan oleh pasien berdasarkan resep dokter dengan kelengkapan dosis pemberian yang dilihat dari rekam medik. Termasuk dalam Kategorik : antibiotik adalah semua golongan antibiotik 1 = dosis menurut WHO (2011). Dosis yang dipakai sesuai adalah dosis dalam 1 kali dosis per dosis 2 = dosis harian. tidak sesuai
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype Thyphi (S. typhi) dan penyakit ini masuk dalam klasifikasi ICD-10 : A01.0 (WHO,2016)
Cara Pengukuran Pengukuran Formula BSA:
Dosis = Luas permukaan tubuh anak/1,73 x Dosis Dewasa Pedoman Terapi: Dosis pada guideline dibandingkan dengan dosis yang dihitung dengan BSA Berdasarkan pedoman penyesuaian dosis pada pasien pediatrik demam tifoid yaitu Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI,2009), Standar Peyananan Medik RSUP Dr. Sardjito (2013, Drug Information Handbook 17th Edition, MIMS.com (2016) Antibiotik yang diambil dari rumah sakit adalah antibiotik yang diberikan kepada pasien selama dirawat dirumah sakit. Kategori dosis sesuai : Dosis dan atau frekuensi pemberian antibiotik sesuai dan atau tidak melampaui pedoman terapi dan dosis yang dihitung berdasarkan BSA Kategori dosis tidak sesuai: Dosis obat dan atau frekuensi pemberian antibiotik tidak sesuai dengan pedoman terapi dan dosis yang dihitung berdasarkan BSA
Diagnosa dari pemeriksaaan dokter dan ICD 10 dengan nomor A01.0 pada rekam medik
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Kesesuaian Dosis Antibiotik (70 kasus obat)
Umur BB JK (Tahun) (Kg) (P/L)
21
No.
Nomor RM
1
623377
6
2
945435
10
79
L
3 4 5
648904 938746 317547
6 5 12
18.5 13.5 27
L L L
6
326775
12
34
P
7 8
628425 323044
6 12
17 39
P P
9
550506
12
36
P
10
749339
4
17
P
11
954202
1
9.5
L
4
22
L
12
876284
19
P
Frekuensi
Durasi
Antibiotik
3 x 500 mg 4 hari Cefotaxime 4 x 10 mL 4 hari Chloramfenicol 60 mL 3 X 10 ml 3 hari Chloramfenicol 60 mL 2 x 2 tablet 2 hari Sultamicillin 3 x 1 gram 1 hari Chloramphenicol inj 4 x 1 gram 3 hari Chloramphenicol inj 3 x 400 mg 3 hari chloramfenicol inj 3 x 1/3 gram 2 hari Amoxicillin inj 2 x 2 cth 4 hari Cotrimoxazole 4 x 250 mg 1 hari Chloramfenicol 3 x 500 mg 5 hari Chloramfenicol inj 2 x 1 gram 5 hari Cefotaxime inj 3 x 350 mg 6 hari Metronidazol inj 3 x 1 gram 4 hari Chloramphenicol inj 3 x 1 cth 3 hari Cefixime 2 x 1 kaps 6 hari Cefixime 2 x 250 mg 5 hari Amikasin inj 3 x 500 mg 1 hari Chloramphenicol inj 3 x 750 mg 11 hari Chloramphenicol inj 2 x 2 1/2 cc 2 hari Cefixime 2 x 500 mg 2 hari Cefotaxime inj 3 x 175 mg 7 hari Metronidazol inj 2 x 400 mg 5 hari Cefotaxime inj 1 x 200 mg 4 hari Amikasin inj 3 x 250 mg 3 hari Cholamfenicol inj 3 x 500 mg 4 hari Cefotaxime inj
20
Dosis Resep (mg) 500 250 250 750 1000 1000 400 333.3 480 250 500 1000 350 1000 100 100 250 500 750 50 500 175 400 200 250 500
Dosis SPM (mg)
Dosis BSA (mg)
712.5 - 950 439.31 - 878.61 237.5 - 475 417.34 - 834.68 237.5 - 475 417.34 - 834.68 987.5 - 1975 414.02 - 828.03 987.5 - 1975 4360.98-8721.97 987.5 - 1975 4360.98-8721.97 231.25 - 462.5 401.01 - 802.02 450 1364.16 108 - 540 543.81 337.5 - 675 764.74 - 1529.48 337.5 - 675 764.74 - 1029.48 1275 - 1700 664.74 - 1329.48 255 83.09 - 110.75 425 - 850 1130.06 -2260.11 85 - 127.5 20.23 - 40.46 195 - 292.5 36.42 - 72.83 195 - 292.5 364.16 450 - 900 1248.55-2497.11 450 - 900 1248.55-2497.11 85 - 127.5 20.23 - 40.46 637.5 - 850 404.62 - 809.25 42.5 50.59 - 67.41 356.25 - 475 260.11 - 520.23 47.5 - 71.25 130.06 118.75 - 237.5 123.55 - 247.11 825 - 1100 491.33 - 982.66
Dosis Resep Vs Pedoman Terapi TS S S TS S S S TS S TS S TS TS TS S TS S S S TS TS TS S TS TS TS
Dosis Frekuensi Resep Vs Vs Pedoman Terapi BSA S TS TS S TS TS TS TS TS TS TS S TS TS TS TS TS TS TS TS S TS S TS TS S
S S S S S S S S S S S TS S S S S S S S S TS S TS TS S S
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Lanjutan
No.
Nomor RM
Umur BB JK (Tahun) (Kg) (P/L)
22
13
550506
12
36
P
14
959622
2
18
L
15 16
722281 893734
5 4
20 19
L L
17
359041
12
57
L
18 19
417967 966252
12 3
34 16
L P
20
574698
8
26
P
21 22
788916 969136
3 2
14 9.5
L P
23 24 25 26 27
575353 747203 687365 980131 673902
8 5 6 8 6
22 22 23 17 23
L L P P L
Frekuensi
Durasi
2 x 175 mg 2 x 250 mg 2 x 250 mg 3 x 750 mg 3 x 200 mg 3 x 1/8 tab 3 x 1/4 tab 3 x 500 mg 3 x 1/3 gram 3 x 1/3 gram 2 x 1 kaps 2 x 2 kaps 3 x 1 gram 3 x 500 mg 2 x 750 mg 1 x 1 gram 2 x 1 cth 3 x 1 gram 2 x 125 mg 2 x 500 mg 2 x 150 mg 3 x 750 mg 3 x 350 mg 3 x 500 mg 2 x 750 mg 3 x 400 mg
6 hari 1 hari 5 hari 3 hari 5 hari 4 hari 4 hari 5 hari 4 hari 3 hari 5 hari 2 hari 5 hari 3 hari 1 hari 4 hari 2 hari 4 hari 4 hari 8 hari 7 hari 3 hari 2 hari 5 hari 5 hari 3 hari
Antibiotik
Cefixime Amoxicillin inj Amikasin inj Chloramphenicol inj Erythromycin Cotrimoxazol Paromomycin sulfate Chloramfenicol inj Chloramfenicol inj Chloramfenicol inj Cefixime Ciprofloxacin Chloramfenicol inj Chloramfenicol inj Cefotaxime inj Cefotaxime inj Cefixime Chloramfenicol inj Amikasin inj Cefotaxime inj Metronidazole inj Chloramfenicol inj Amoxicillin inj Chloramfenicol inj Cefotaxime inj Amoxicillin inj
20
Dosis Resep (mg)
Dosis SPM (mg)
175 180 - 270 250 1200 250 180 - 270 750 450 - 900 200 180 120 144-216 /72-360 62.5 150 - 210 500 250 - 500 333.3 237.5 - 475 333.3 237.5 - 475 100 285 - 427.5 700 500 - 750 1000 712.5 - 1425 500 425 - 850 750 600 - 800 1000 600 - 800 100 130 - 195 1000 325 - 650 125 70 - 105 500 356.25 - 475 150 23.75 750 275 - 550 350 733.3 500 287.5 - 575 750 637.5 - 850 400 766.7
Dosis BSA (mg) 34.68 - 69.36 2774.57 346.82 1248.55-2497.11 421.96 - 843.93 405.09 189.88 - 265.84 456.65 - 913.29 417.34 - 834.68 417.34 - 834.68 46.24 - 92.48 462.43 2635.84-5271.68 1130.06-2260.11 387.28 - 774.57 387.28 - 774.57 27.75 - 55.49 721.39 - 1442.77 176.3 260.11 - 520.23 32.51 - 43.34 540.46 - 1080.92 1965.32 584.97 - 1169.94 404.62 - 809.25 2034.68
Dosis Resep Vs Pedoman Terapi TS TS S S TS S TS S S S TS S S S S TS TS TS TS TS TS TS TS S S TS
Dosis Frekuensi Resep Vs Vs Pedoman Terapi BSA TS TS TS TS TS TS TS S TS TS TS TS TS TS S TS TS S TS S TS S TS TS S TS
S TS S S TS S S S S S S S S S TS TS S S S TS TS S S S TS S
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Lanjutan
No.
Nomor RM
Umur BB JK (Tahun) (Kg) (P/L)
23
Frekuensi
Durasi
2 x 50 mg 2 x 125 mg 2 x 1 cth 3 x 500 mg 4 x 1 cth 3 x 1 bks 2 x 87.5 mg 4 x 2 cth 3 x 500 mg 3 x 350 mg 4 x 1 cth 3 x 1/3 gram 1 x 1 gram
3 hari 5 hari 4 hari 3 hari 4 hari 4 hari 4 hari 2 hari 5 hari 2 hari 2 hari 8 hari 3 hari
Antibiotik
Gentamycin Amikasin inj Cefixime Chloramfenicol inj Thiamphenicol Erythromycin Amikasin inj Chloramfenicol Chloramfenicol inj Chloramfenicol inj Chloramfenicol Chloramfenicol inj Ceftriaxon inj
Dosis Resep
Dosis SPM
Dosis BSA
50 125 250 500 250 200 87.5 250 500 350 125 333.3 1000
28.75 80 - 120 75 - 112.5 187.5 - 375 237.5 135 67.5 - 101.25 200 - 400 200 - 400 145 - 290 145 - 290 200 - 400 1280
81.39 92.95 369.94 - 739.88 277.46 - 554.91 104.34 - 138.56 341.04 - 682.08 69.06 309.83 - 619.65 309.83 - 619.65 177.69 - 355.38 177.69 - 355.38 309.83 - 619.65 774.57 82.37-164.74, 164.74-288.29 1479.77-2959.54 257.23 102.89 - 205.78 1028.90
28 29
839409 801937
4 3
16 15
P L
30 31
844727 819678
8 3
19 13.5
L P
32
803831
3
16
P
33
923870
1
11.6
L
34
670552
7
16
P
35
957035
3
13
P
3 x 200 mg
3 hari Amoxicilin
200
433.3
36 37
715082 440310
5 11
40 23.5
P L
3 x 600 mg 2 x 500 mg 2 x 75 mg 2 x 1 gram
4 hari 8 hari 5 hari 6 hari
600 500 75 1000
500 - 1000 500 - 750 117.5 - 176.25 1880
Chloramfenicol inj Ciprofloxacin Cefixime 6B Ceftriaxon inj
20
Dosis Resep Vs Pedoman Terapi TS TS TS TS TS TS S S TS TS TS S TS
Dosis Frekuensi Resep Vs Vs Pedoman Terapi BSA TS TS TS S TS TS TS TS S S TS S TS
TS S S S S TS S S S S S S S
TS
S
S
S S TS TS
TS TS TS TS
S S S TS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Uji Statistika Chi-Square dan Cohen’s Kappa Dosis Resep vs BSA
Valid Percent
Frequency Percent Valid
Cumulative Percent
1
17
4.0
24.3
24.3
2
53
12.6
75.7
100.0
Total
70
16.6
100.0
Missing System
351
83.4
Total
421
100.0
Dosis Resep vs Pedoman Terapi * Dosis Resep vs BSA Crosstabulation Count Dosis Resep vs BSA 1 Dosis Resep vs Pedoman Terapi
2
Total
1
5
24
29
2
12
29
41
17
53
70
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-sided)
1.336a
1
.248
.762
1
.383
1.375
1
.241
Fisher's Exact Test
Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
.275
Linear-by-Linear Association
1.317
N of Valid Cases
70
1
24 26
.251
.192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Lanjutan a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.04. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Measure of Agreement
Kappa
Asymp. Std. Errora
-.128
N of Valid Cases
Approx. Tb
.106
Approx. Sig.
-1.156
.248
70
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Case Processing Summary Cases Valid N Dosis resep vs Pedoman Terapi * Dosis resep vs Dosis BSA
Missing
Percent
31
N
Total
Percent
100.0%
0
N
0.0%
31
Dosis resep vs Pedoman Terapi * Dosis resep vs Dosis BSA Rentang Umur 1 – 5 Tahun Crosstabulation Count Dosis resep vs Dosis BSA 1
2
Dosis resep vs Pedoman 1 Terapi 2 Total
Total
3
6
9
7
15
22
10
21
31
20 25
Percent
100.0%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Chi-Square Tests
Value
Asymptotic Significance Exact Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided) (1-sided)
df
Pearson Chi-Square
.007a
1
.935
Continuity Correctionb
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.007
1
.935
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.006
N of Valid Cases
31
1
.625
.936
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.90. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures
Value Measure of Agreement
Kappa
N of Valid Cases
Asymptotic Standardized Approximate Approximate Errora Tb Significance
.015
.180
.082
31
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
26 20
.935
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Case Processing Summary Cases Valid N Dosis resep vs Pedoman Terapi * Dosis resep vs Dosis BSA
Missing
Percent
39
N
100.0%
Total
Percent
0
0.0%
N
Percent
39
Dosis resep vs Pedoman Terapi * Dosis resep vs Dosis BSA Rentang Umur 6 – 12 Tahun Crosstabulation Count dosisresepvsdosisbsa 1
2
Total
dosisresepvspedomante 1 rapi 2
2
18
20
5
14
19
Total
7
32
39
Chi-Square Tests Asymptotic Significance Exact Sig. Exact Sig. Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
1.761a
1
.184
.828
1
.363
1.804
1
.179
Fisher's Exact Test
.235
Linear-by-Linear Association
1.716
N of Valid Cases
39
1
20 27
.190
.182
100.0%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.41. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures
Value Measure of Agreement
Kappa
Asymptotic Standardized Approximate Approximate Errora Tb Significance
-.160
N of Valid Cases
.121
-1.327
39
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
20 28
.184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7. Lembar Pengambilan Data
20 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Penulis
bernama
lengkap
Regina
Asri
Cahyaningtyas, dilahirkan di Sribhawono, 24 Oktober 1995 oleh pasangan suami-istri bernama Tri Santosa dan Sri Resminingsih. Penulis skripsi berjudul “Kesesuaian Dosis Antibiotika Pasien Pediatrik Demam Tifoid RS Panti Rapih Yogyakarta dengan Metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi (Studi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Juni 2015-Juni 2016)” ini merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Bandar Agung pada tahun 2001-2007. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Xaverius Metro pada tahun 2007-2010. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2010-2013 dan mengambil jurusan IPA. Lalu pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan mengambil minat Farmasi Klinik dan Komunitas. Penulis cukup aktif dalam kegiatan di dalam dan di luar Kampus, baik kepanitiaan maupun organisasi. Selama menjalani pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan yaitu Panitia pelepasan wisuda tahun 2013 dan 2015, panitia Paskah tahun 2014, panitia PPRTOS (Pharmacy Performance and Pharmacy Road to School) tahun 2014, panitia Pharmacy 3 on 3 tahun 2015, Pelatihan dan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I & II, Latihan Kepemimpinan I, Pelatihan Jurnalistik dan Fotografi Fakultas Farmasi, dan menjadi Volunteer dalam acara Kunjungan Universitas Indonesia Timur Fakultas Farmasi pada tahun 2014. Penulis juga aktif dalam organisasi di Fakultas Farmasi yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode 16 Maret 2014-15 Maret 2015 sebagai anggota Divisi Advokasi dan periode 24 Maret 2015-23 Maret 2016 sebagai Koordinator Divisi Advokasi.
20 30