PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KESIAPAN MAHASISWA PROFESI APOTEKER DALAM MENGHADAPI STANDAR KOMPETENSI FARMASIS INDONESIA DALAM SUDUT PANDANG MAHASISWA PROFESI APOTEKER DI DUA PERGURUAN TINGGI DI JAWA BARAT PERIODE APRIL 2006 - JUNI 2006
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Heribertus Dwi Hartanto NIM : 02 8114 092
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Evangelizare pauperibus missit me
ku persembahkan kepada Bapa,kepada keluarga
kudus,
kepada keluargaku,kepada kekasihku, dan kepada almamaterku.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul “Kesiapan Mahasiswa Profesi Apoteker Dalam Menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Dalam Sudut Pandang Mahasiswa Profesi Apoteker Di Dua Perguruan Tinggi Di Jawa Barat Periode April 2006 - Juni 2006”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata Dharma. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2. Bapak Edi Joko Santoso, S,Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini, dan pembimbing kami meski hanya beberapa waktu. Terima kasih atas waktu, motivasi, kritik, dan saran yang telah diberikan. 3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang diberikan. 5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang diberikan.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak Ign.Y.Kristio Budiasmoro, M.Si. Terima kasih atas segala kritik, masukan dan bimbingan yang diberikan selama penulis belajar berorganisasi. 7. Dekan dan Kaprodi Profesi Apoteker di dua perguruan tinggi di Propinsi Jawa Barat yang bersedia memberikan ijin untuk melakukan pengambilan data. 8. Pak Dudi, Pak Teddy dan Lintang Sakti. Terima kasih banyak atas segala bantuan yang diberikan, sehingga proses pengumpulan data berjalan dengan lancar. 9. Teman-teman Mahasiswa Profesi Apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner dan wawancara. 10. Keluargaku : Bapak Giya, Ibu Sutinah, Pranti, Purnomo, Bang Kemantau dan istri, keponakanku Dian dan Fitri. Aku mengasihi kalian semua. 11. Keluarga angkatku di Wlingi : Bapak Dan Ibu Lamidjan, dan Mbak Tyas. Terima kasih atas semangat dan dukungan tiada habisnya yang diberikan saat aku “hancur” dulu. 12. Shinta Dewi Akhirnawati. Terimakasih atas kasihmu. 13. Ema. terimakasih atas bantuannya selama kuliah. Terlebih lagi atas kesediaan dan kerelaannya menjadi “pembimbing 3” skripsi ini. 14. Teman-teman seperjuangan : AriNawa, Ema, Hendra, Rio
atas kerjasama,
masukan, motivasi, kebersamaan, keceriaan dan literaturnya. 15. Teman-teman komunitas WAGU Jogja dan angkatan 51 Seminar Garum . Terima kasih atas persaudaraan kita. 16. Vibriani dan Yustina Suswanti. Terima kasih atas dukungan kalian.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17. Keluarga Squadra Viola Farmasi : Chris Oktavius, Lado Angin, Marcell, Opik, Mas Dhany, Wawan, Wiwid, Artanto, Rio, Firmanta, Egi, Yudha, Adistyawan, Hosea, Joewi Angkasa, John Kobun, Rudi, Irwan, Eko, Broto Hartanto, Arry, Edi, Budi, Boris, Rian, Tintus, Brian, Fajar, Robert, Edvan, Rudi, Ari Sadhar, Yoyok, Erik, Adhit, Naning, Uut, Victoria, Ayu, Chandy, dan Ade. Terima kasih atas kerjasama, semangat dan kebersamaan selama ini. Untuk kemenangan Farmasi Sanata Dharma!!! 18. Vincentius Anjar, AriNawa, Nugraha Widhi, Septa Hutama, Doni, Rio, Hendra, Bayu, Patrisius, Ardhyan, Artanto, Edi, Adistyawan, Afu, Theodorus Gopa, Mardoni, Ferry, Albert, Handi, Yulius, Tjun Liong, Arry, Firmanta, Hartanto, Broto Hartanto, Lukas Eko, Thomas, Danu, Ratna, Dinta, Astu, Ema, Meita, Puri, Rina, Novita Widhi, Fretty, Victoria Hapsari, dan Novi, terima kasih atas kebersamaan, kebahagiaan, kesedihan, semangat, kritik, dan saran. 19. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 khususnya kelas B dan kelompok D atas kerjasama dan kebersamaan selama kuliah dan praktikum. 20. Rekan-rekan FKPMKS Sintang. Terima kasih atas bantuannya. 21. Tondy, Fransiskus, Eka, Tata, Hiasintus, Marcela, Erick, Haris, Lusi, dan Reni. Terima kasih atas persahabatan kita dan segala bantuan dan dukungannya. 22. Teman-teman kostku lama : Mas Novan, Mas Doni, Mas Albert, Mas Benny, Mas Haryo, Budi, Agus, Opiek, dan Wiwid. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 23. Teman-teman di Akiyama, terima kasih atas jasa dan waktu yang diberikan. 24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun.
Yogyakarta, 14 November 2006
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Farmasis Indonesia saat ini dituntut untuk mampu melakukan pekerjaan kefarmasian berdasarkan asuhan kefarmasian. Standar kompetensi farmasis merupakan suatu standar ukuran kualitas pelayanan farmasis kepada pasien atau masyarakat dalam kaitannya dengan konsep pelayanan kefarmasian yang mengacu pada asuhan kefarmasian. Pengetahuan dan kemampuan farmasis menentukan kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikannya. Pengetahuan dan kemampuan ini salah satunya diperoleh farmasis melalui suatu proses pendidikan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan mahasiswa program profesi farmasi dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dan melihat pola distribusi minat mahasiswa profesi apoteker di tiga bidang pelayanan kefarmasian, yaitu industri, rumah sakit, dan apotek. Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang baru menyelesaikan kurikulum inti pendidikan farmasi yang sifatnya teori pada jenjang pendidikan profesi apoteker periode April 2006-Juni 2006 dan belum mengucapkan Sumpah Apoteker di dua perguruan tinggi di Propinsi Jawa Barat dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Analisis yang dilakukan adalah statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 35,97% responden berminat di bidang rumah sakit; 21,05% berminat di bidang apotek, dan 42,98% responden berminat di bidang industri. Responden yang menyatakan siap melakukan pelayanan kefarmasian di bidang rumah sakit sebesar 82,93%, responden yang tidak siap sebesar 14,63%. Responden yang menyatakan siap melakukan pelayanan kefarmasian di bidang apotek sebesar 83,33%, sedangkan 16,67% responden tidak siap melakukan pelayanan kefarmasian di apotek. Dalam bidang pelayanan kefarmasian di industri, responden yang menyatakan siap sebesar 81,63%, dan responden yang tidak siap sebesar 18,37%.
Kata kunci : Sudut Pandang, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Mahasiswa Profesi Apoteker
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Indonesian pharmacist nowadays was demanded to have capabilities to handle pharmacy job based on pharmaceutical care. Pharmacist competency standard was a quality measurement standard of pharmacist services to their patients or societies in relation with pharmacy services concepts in accordance to pharmaceutical care. Pharmacist knowledges and skills determined the quality of the pharmacy services given. The knowledges and skills was obtained by studying in high education. The aim of this research were to know the readiness of the of Professional Pharmacist Students in order to Face the Standar Kompetensi Farmasis Indonesia and to see the interest distribution pattern of Professional Pharmacist Students in three pharmacy service fields, which were industrial pharmacy, hospital, and drugstore. This research was categorized as non eksperiment research with descriptive research design. Subjects of this research was Professional Pharmacist Students who just finished all theories in the pharmacy education curriculum of apotechary profession degree in period April 2006 - June 2006 and they have not conducted Pharmacist Oath in two universities in West Java by using quesionnaire as research instrument. The analysis was descriptive statistics. The result showed that 35.97% of respondents were interested in hospital, 21.05% chose interest in apotechary, and 42.98% of respondents chose interest in industrial pharmacy. Respondents who stated their readiness to do the pharmacy service in hospital was about 82.93%, respondents who not ready were about 14.63%. Respondents who stated their readiness in apotechary field were about 83.33%, while 16.67% of respondents were not ready to do the services in apotechary in the field of industrial pharmacy, 81.63% of respondents stated their readiness, while 18.37% of respondents stated otherwise.
Keywords: Perception, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Professional Pharmacist Students.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................
iv
PRAKATA................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................
ix
INTISARI.................................................................................................
x
ABSTRACT................................................................................................
xi
DAFTAR ISI.............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL.....................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
xxii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xxiii
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang....................................................................................
1
1.
Rumusan masalah.......................................................................
3
2.
Keaslian penelitian......................................................................
3
3.
Manfaat penelitian......................................................................
4
B. Tujuan Penelititan...............................................................................
4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Perubahan Konsep Pelayanan Kefarmasian.......................................
5
B. Profesi.................................................................................................
6
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Apoteker.............................................................................................
7
D. Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia............................................
11
E. Standar Profesi...................................................................................
14
F. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia...........................................
15
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Rumah Sakit.................
15
1. Kompetensi A : Asuhan kefarmasian……………………………
16
2. Kompetensi B : Akuntabilitas praktek farmasi.............................
20
3. Kompetensi C : Manajemen praktis farmasi.................................
22
4. Kompetensi D : Komunikasi farmasi……………………………
26
5. Kompetensi E : Pendidikan dan pelatihan farmasi………………
28
6. Kompetensi F : Penelitian dan pengembangan kefarmasian…….
30
H. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Apotek..........................
33
1. Kompetensi A : Asuhan kefarmasian……………………………
34
2. Kompetensi B : Akuntabilitas praktek farmasi.............................
37
3. Kompetensi C : Manajemen praktis farmasi.................................
38
4. Kompetensi D : Komunikasi farmasi……………………………
40
5. Kompetensi E : Pendidikan dan pelatihan farmasi………………
42
6. Kompetensi F : Penelitian dan pengembangan kefarmasian…….
43
Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Industri.........................
46
1. Quality Management (Manajemen Mutu)………………………
46
2. Production Management (Manajemen Produksi)………………
48
3. Product Development (Pengembangan Produk)……………….
49
4. Material Management (Manajemen Persediaan)……………….
50
I.
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Material Management (Manajemen Persediaan)………………..
50
Organisasi Profesi...............................................................................
51
K. Pendidikan Farmasi............................................................................
52
L. Keterangan Empiris............................................................................
55
J.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian.........................................................
56
B. Batasan Operasional Penelitian..........................................................
56
C. Subyek Penelitian ....................................................................... ......
58
D. Instrumen Penelitian........................................... ...............................
59
E. Tata Cara Penelitian...........................................................................
61
1.
Analisis situasi...........................................................................
61
2.
Pembuatan kuisioner..................................................................
62
3.
Penyebaran dan pengumpulan kuisioner....................................
64
4.
Wawancara..................................................................................
64
5.
Pengolahan hasil.........................................................................
64
F. Tata Cara Pengolahan Data................................................................
65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Mahasiswa Profesi Apoteker.........................................
66
1.
Jenis kelamin...............................................................................
66
2.
Tempat menempuh pendidikan strata satu farmasi.....................
67
3.
Minat...........................................................................................
68
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tingkat Kesiapan Mahasiswa Profesi Apoteker Dalam Menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Dalam Sudut Pandang Mahasiswa Profesi Apoteker...............................................................
72
1. Bidang Rumah Sakit ............................................................
72
a. Asuhan kefarmasian ...............................................................
73
b. Akuntabilitas praktek farmasi.................................................
74
c. Manajemen praktis farmasi.....................................................
75
d. Komunikasi farmasi................................................................
77
e. Pendidikan dan pelatihan farmasi............................................
78
f. Penelitian dan pengembangan kefarmasian............................
79
2. Bidang Apotek.......................................................................
82
a. Asuhan kefarmasian................................................................
82
b. Akuntabilitas praktek farmasi.................................................
84
c. Manajemen praktis farmasi.....................................................
85
d. Komunikasi farmasi................................................................
86
e. Pendidikan dan pelatihan farmasi............................................
87
f. Penelitian dan pengembangan farmasi.....................................
87
3. Bidang Industri.....................................................................
90
a. Quality Management (Manajemen Mutu).............................
90
b. Production Management (Manajemen Produksi)................
92
c. Product Development (Pengembangan Produk)..................
92
d. Material Management (Manajemen Persediaan).................
93
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Regulatory and Product Information (Regulasi dan Informasi Produk)................................................................
93
C. Rangkuman Pembahasan......................................................................
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
99
A.
Kesimpulan ......................................................................................
99
B.
Saran ................................................................................................
100
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
101
LAMPIRAN.............................................................................................
105
BIOGRAFI PENULIS............................................................................
128
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Hal. Tabel I
Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang rumah sakit dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1197
Kefarmasian
tahun
2004
di
Rumah
tentang Sakit
Standar dan
Pelayanan
Kode
Etik
Apoteker/Farmasis Indonesia……………. Tabel II
31
Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang apotek dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002 tentang Perubahan atas Permenkes No.922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia……...
43
Tabel III
Kurikulum inti pendidikan profesi apoteker……………….
53
Tabel IV
Daftar Nama Mata Kuliah Kurikulum Tahun 2006 Program Profesi Apoteker Minat Praktek Kerja Profesi Apoteker : Farmasi Rumah Sakit…………………………..
Tabel V
53
Daftar Nama Mata Kuliah Kurikulum Tahun 2006 Program Profesi Apoteker Minat Praktek Kerja Profesi Apoteker : Farmasi Industri…………………………….......
Tabel VI
54
Struktur Kurikulum Program Profesi Apoteker di salah satu perguruan tinggi di Jawa barat.......................................
xvii
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VII
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi A (Asuhan
Kefarmasian)
dalam
bidang
pelayanan
kefarmasian di rumah sakit................................................... Tabel VIII
74
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi B (Akuntabilitas Praktek Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit...................................................
Tabel IX
75
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi C (Manajemen Praktis Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit………………………………
Tabel X
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi D (Komunikasi
Farmasi)
dalam
bidang
pelayanan
kefarmasian di rumah sakit................................................... Tabel XI
77
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi E (Pendidikan
dan
Pelatihan
Farmasi)
dalam
bidang
pelayanan kefarmasian di rumah sakit…………………… Tabel XII
76
Kesiapan responden dalam
78
pelaksanaan kompetensi F
(Penelitian dan Pengembangan kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit…………………….. Tabel XIII
Alasan-alasan responden
responden
dalam
mengenai
menghadapi
Standar
79
ketidaksiapan Kompetensi
Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit……………………………………………..
xviii
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XIV
Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam
menghadapi
Standar
Kompetensi
Farmasis
Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit………………………………………………………... Tabel XV
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi A (Asuhan
Kefarmasian)
dalam
bidang
pelayanan
kefarmasian di apotek............................................................ Tabel XVI
81
83
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi B (Akuntabilitas Praktek Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek.........................................................
Tabel XVII
84
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi C (Manajemen Praktis Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek………………………………………
Tabel XVIII
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi D (Komunikasi
Farmasi)
dalam
bidang
pelayanan
kefarmasian di apotek............................................................ Tabel XIX
86
Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi E (Pendidikan
dan
Pelatihan
Farmasi)
dalam
bidang
pelayanan kefarmasian di apotek………………………… Tabel XX
85
Kesiapan responden dalam
87
pelaksanaan kompetensi F
(Penelitian dan Pengembangan kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek…………………………..
xix
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXI
Alasan-alasan responden
responden
dalam
mengenai
menghadapi
ketidaksiapan
Standar
Kompetensi
Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek…………………………………………………... Tabel XXII
Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam
menghadapi
Indonesia
dalam
Standar
bidang
Kompetensi
pelayanan
Farmasis
kefarmasian
di
Apotek……………………................................................... TabelXXIII
93
Kesiapan responden dalam fungsi industrial Regulatory and Product Information di Industri………………………
Tabel XXVIII
93
Kesiapan responden dalam fungsi industrial Material Management di Industri…………………………………...
Tabel XXVII
92
Kesiapan responden dalam fungsi industrial Product Development di Industri…………………………………...
Tabel XXVI
91
Kesiapan responden dalam fungsi industrial Production Management di Industri…………………………………...
Tabel XXV
89
Kesiapan responden dalam fungsi industrial Quality Management di Industri…………………………………...
Tabel XXIV
89
Alasan-alasan responden
responden
dalam
mengenai
menghadapi
Standar
94
ketidaksiapan Kompetensi
Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Industri…………………………………………………..
xx
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXIX
Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Industri……………………………………………………..
xxi
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1.
Jenis kelamin responden di Jawa Barat ..................................
Gambar 2.
Perguruan tinggi tempat menempuh pendidikan strata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker di Jawa Barat.........
Gambar 3.
Gambar 8.
88
Gambaran kesiapan responden dalam bidang Industri secara umum........................................................................................
Gambar 7.
80
Gambaran kesiapan responden dalam bidang Apotek secara umum........................................................................................
Gambar 6.
69
Gambaran kesiapan responden dalam bidang Rumah Sakit secara umum…………......................................................
Gambar 5.
67
Distribusi minat responden pada tiga bidang pelayanan kefarmasian di Jawa Barat ......................................................
Gambar 4.
66
95
Distribusi minat responden pada tiga bidang pelayanan kefarmasian di Jawa Barat ......................................................
97
Gambaran umum kesiapan responden......................................
98
xxii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1.
Surat Pengantar Kuisioner Penelitian.................................
105
Lampiran 2.
Kuisioner Penelitian...........................................................
106
Lampiran 3.
Hasil Wawancara................................................................
122
Lampiran 4.
Surat Ijin Penelitian............................................................
126
xxiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan manusia yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama sebagai suatu organisasi. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan, ditinjau dari segi fungsi, yang berkaitan dengan obat atau pengobatan (Anonim, 2004a). Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik jika masing-masing profesi/tenaga kesehatan memberikan pelayanannya secara terpadu didasarkan pada standar profesi, etika, dan norma masing-masing, termasuk juga profesi farmasi. Oleh karena itu, profesi farmasi juga diharapkan mampu untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanannya. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) telah menetapkan pemberlakuan buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia sebagai suatu standar dan acuan bagi apoteker
Indonesia
dalam melaksanakan aktivitas
keprofesiannya.
Standar
Kompetensi Farmasis Indonesia merupakan upaya ISFI untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan apoteker Indonesia kepada masyarakat sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Harapannya, setiap bidang pelayanan farmasi baik di industri, apotek, rumah sakit dan komunitas klinis lainnya tetap dipegang oleh apoteker (Anonim, 2004a). Salah satu faktor penentu kemampuan profesi farmasi memenuhi kebutuhan masyarakat adalah program pendidikannya. Drs. Ahaditomo, M.S., menyatakan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bahwa
keahlian
farmasi
diperoleh
selama
pendidikan
tinggi
kefarmasian
(Anonim, 2004a). Walaupun demikian, Eddie Lembong melihat bahwa mata ajaran yang
diajukan
tidak
sepenuhnya
menjawab
kebutuhan
pemakai/konsumen/masyarakat. Kesenjangan antara materi dengan keterampilan yang dibutuhkan di lapangan sangat terasa di Indonesia, dimana sebagai suatu profesi sangat terasa bahwa farmasi tidak sangat mampu memenuhi kebutuhan riil di masyarakat. Hal ini terkemuka setelah ia melakukan pengkajian secara selintas kurikulum pendidikan farmasi di beberapa lembaga pendidikan terkemuka di Indonesia yang tertuang di dalam buku peringatan 50 tahun pendidikan farmasi Institut Teknologi Bandung. Drs. Ahaditomo, M.S. mengharapkan bahwa seorang apoteker yang baru menyelesaikan pendidikannya diharapkan untuk mengacu pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai bidang minatnya (Anonim, 2004a). Dari sinilah penulis mendapatkan ide untuk mengadakan penelitian mengenai kesiapan para calon apoteker untuk memenuhi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia.
Penulis merasa perlunya data-data yang dapat
menunjukkan gambaran nyata kesiapan calon apoteker dalam menghadapi Standar Profesi Farmasi Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
1. Rumusan masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan muncul beberapa permasalahan. a. Bagaimana pola distribusi minat mahasiswa program profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Propinsi Jawa Barat untuk melakukan pelayanan kefarmasian di bidang industri, rumah sakit dan apotek? b. Apakah mahasiswa program profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Propinsi Jawa Barat siap menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia?
2. Keaslian penelitian Penelitian tentang Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang sudah dilakukan adalah mengkaji tentang sikap apoteker di apotek terhadap Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Sepengetahuan penulis, penelitian yang berkaitan dengan kesiapan mahasiswa program profesi apoteker menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan berhubungan dengan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. a. Sikap Apoteker di Apotek pada Kecamatan Depok Kabupaten Sleman terhadap Standar Kompetensi Farmasis Indonesia (Nurjaman, 2004). b. Sikap Apoteker di Apotek pada Kecamatan Danurejan Kotamadya Jogjakarta terhadap Standar Kompetensi Farmasis Indonesia (Kuncoro, 2004)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
3. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi yang jelas mengenai kesiapan para calon apoteker untuk menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Data yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak terkait dalam menentukan tindak lanjut mengenai pengetahuan dan kemampuan calon apoteker sehingga setiap calon apoteker siap untuk menghadapi dan memenuhi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia.
B. Tujuan Penelitian Mengetahui pola distribusi minat mahasiswa program profesi apoteker untuk melakukan pelayanan kefarmasian di bidang industri, rumah sakit dan apotek dan kesiapan mahasiswa program profesi apoteker dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dan di dua perguruan tinggi di Propinsi Jawa Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Perubahan Konsep Pelayanan Farmasi Pada awalnya, apoteker berfungsi sebagai peracik obat untuk diserahkan kepada pasien di Apotek. Berkembangnya industri untuk memproduksi obat berskala besar mengubah peranan apoteker dari peracik obat menjadi pendistribusi obat. Perkembangan ini dipicu oleh meningkatnya jumlah kebutuhan obat, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tekanan kompetisi perdagangan, inovasi dalam penemuan obat baru, lahirnya berbagai penyakit baru dan berbagai hal lain. Pada situasi ini, arah pelayanan kefarmasian adalah pemenuhan terhadap kebutuhan masyarakat akan obat, yang selanjutnya disebut drug oriented. Berdasarkan hasil evaluasi penggunaan obat, diketahui terjadi banyak pemasalahan yang timbul berkenaan dengan penggunaan obat. Walaupun demikian, makna obat sebagai media untuk proses kesehatan tidak berubah. Hal ini kemudian mendorong dan membelokkan arah orietasi pelayanan kefarmasian menjadi patient oriented (Anonim, 2004a). Terjadinya perubahan konsep pola penyakit, penatalaksanaannya ke pola hidup sehat dan promosi kesehatan ikut menjadi faktor terjadinya perubahan pola pelayanan kefarmasian ini (Sudjaswadi, 2002). Saat ini, pelayanan kefarmasian berorientasi pada pasien dan mengacu pada filosofi asuhan kefarmasian. Asuhan kefarmasian adalah tanggung jawab profesi dalam
hal
farmakoterapi
dengan
tujuan
mengidentifikasi,
mencegah
dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan sehingga dapat mencapai keluaran yang dapat menjaga atau meningkatkan kualitas
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
hidup pasien. Dalam konsep ini, apoteker diajak untuk mewujudkan pengobatan rasional bagi masyarakat, yang menyeimbangkan aspek klinis dan ekonomi berdasarkan kepentingan pasien. Apoteker tidak lagi sekedar menjual obat kepada pasien atau masyarakat, tetapi juga harus menjamin tersedianya obat yang berkualitas dalam jumlah yang cukup, aman, nyaman digunakan, dan harga terjangkau serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi (Anonim, 2004a).
B. Profesi Profesi adalah suatu kelompok pekerjaan yang memiliki karakteristik khusus, termasuk di dalamnya tehnik keahlian dengan tingkat tertinggi, berkomitmen untuk pelayanan kemasyarakatan, melakukan monopoli dalam pekerjaannya dan punya otonomi atas semua pekerjaannya. Seorang dengan pekerjaan profesi akan mendapatkan tingkat sosial dan status yang tinggi. Profesionalisme lebih bermakna sebagai strategi dari satu kelompok pekerjaan untuk mencapai dan memelihara profesinya (Harding dkk, 1994). Banyak kriteria untuk menentukan suatu pekerjaan adalah suatu profesi, antara lain 1. Unusual learning, yaitu dididik dan menerima pengetahuan yang khas dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di tempat lain atau bidang yang berbeda. 2. Pelayanannya bersifat altruistik (tidak mementingkan diri sendiri dan mementingkan kepentingan orang lain) 3. Telah mengucapkan sumpah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
4. Memiliki kode etik 5. Memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992) 6. Memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lain) 7. Memiliki perijinan (Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja) 8. Memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional 9. Bersifat otonomi dan independensi 10. Bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita 11. Confidental relationship dalam pelayanannya. (Sulasmono, 1997)
C. Apoteker Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek memberikan definisi Apoteker sebagai “sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker”. Apoteker adalah satu-satunya profesi yang memiliki otoritas profesi dalam proses kefarmasian. Otoritas yang melekat pada diri farmasis/apoteker adalah sebagai akibat penguasaan atas keahliannya dibidang iptek kefarmasian melalui pengalaman belajar-mengajar di pendidikan tinggi kefarmasian dan pengalaman keprofesian yang kemudian disumpah sebelum menjalankan keahliannya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
bentuk keprofesian sehari-hari. Dan pada hakekatnya peristiwa pembuatan obat merupakan peristiwa iptek, manajemen, etik, moral dan obligasi kemanusiaan (Ahaditomo, 2000). Farmasi dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan beberapa ciri khusus. 1. Monopoli pekerjaan (Monopoly of Practice). Monopoli pekerjaan yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh negara (Harding, 1993). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan mengatur mengenai pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Undang-undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 ini menjadi bukti itu bahwa profesi farmasi memiliki pengakuan secara hukum di Indonesia. Seseorang yang apoteker tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. 2. Memiliki pengetahuan khusus dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama (Specialised knowledge and lengthy training). Untuk diterima menjadi anggota profesi, seseorang harus menjalani pendidikan intensif yang bervariasi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
spesialisasi tinggi. Untuk menjadi lulusan farmasi membutuhkan masa pendidikan empat sampai lima, kemudian diikuti dengan satu tahun pendidikan profesi untuk mendapatkan gelar apoteker. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan
dengan
tugasnya
dalam
mempersiapkan
dan
menerapkan
penggunaan obat secara klinis (Harding, 1993). Lembaga Pendidikan Tinggi farmasi mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya (Sirait, 2001). 3. Berorientasi
pada
pelayanan
(Service
Orientations).
Pernyataan
ini
menandakan bahwa anggota profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk memenuhi keinginan client. Anggota profesi tidak diperbolehkan untuk memaksa client dengan maksud untuk memenuhi kebutuhannya pribadi. Pelayanan yang dilakukan oleh apoteker termasuk di dalamnya adalah menyediakan obat-obatan dan perlengkapannya, membantu terapi pada penyakit ringan, dan memberikan informasi tentang kesehatan (Harding, 1993). 4. Pengaturan diri (Self-regulation). Profesi merupakan pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan yang lain sehingga profesi diberikan kebebasan dalam mengatur dirinya sendiri. Organisasi profesi diperbolehkan untuk mengatur sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten dalam menjalankan pekerjaannya (Harding, 1993). Asuhan kefarmasian merupakan bukti pengaturan profesi farmasi terhadap standar pelayanan yang dapat dilakukan oleh farmasis di seluruh Dunia. Di Indonesia pengaturan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
diwujudkan dengan adanya Sumpah/Janji Apoteker yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1962, Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia yang diatur dalam keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 dan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang diterbitkan tahun 2004. Peranan profesi farmasi juga telah digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah seven stars pharmacist. 1. Care-giver. Apoteker merupakan pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Saat memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker juga harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasis yang dihasilkan harus bermutu tinggi. 2. Decision-maker.
Apoteker
mendasarkan
pekerjaannya
pada
kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisiensi terhadap seluruh penggunaan sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan, dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam menentukan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. 3. Communicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar, dan kemampuan menulis dengan menggunakan bahasa sesuai kebutuhan. 4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola keputusan. 5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi, apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. 6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan ketrampilan yang selalu baru (up-date) untuk melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. 7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan ketrampilan (Anonim, 2004).
D. Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia Ciri suatu profesi diantaranya adalah memiliki kode etik (Sulasmono,1997). Kode etik merupakan asas dan norma yang diterima oleh suatu kelompok tertentu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
sebagai landasan ukuran tingkah laku (Salim, 1991). Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-rambu yang membatasi seorang Apoteker dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Isi kode etik apoteker/farmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor : 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 pada tanggal 18 Juni 2005. KODE ETIK APOTEKER/FARMASIS INDONESIA Mukamadiah Bahwasanya seorang Apoteker/Farmasis di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa Apoteker/Farmasisdidalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker/Farmasis Menyadari akan hal tersebut Apoteker/Farmasis di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu: BAB I Kewajiban Umum Pasal 1: sumpah/janji Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker/Farmasis Pasal 2 Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia Pasal 3 Setiap Apoteker/Farmasis harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya Pasal 4 Setiap Apoteker/Farmasis harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian Pasal 6 Seorang Apoteker/Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Pasal 7 Seorang Apoteker/Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya Pasal 8 Seorang Apoteker/Farmasis harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita Pasal 9 Seorang Apoteker/Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Pasal 10 Setiap Apoteker/Farmasis harus memperlukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan Pasal 11 Sesama Apoteker/Farmasis harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik Pasal 12 Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker/Farmasis di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya Pasal 13 Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan. Pasal 14 Setiap Apoteker/Farmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. BAB V Penutup Pasal 15 Setiap Apoteker/Farmasis bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
hari. Jika seorang Apoteker/Farmasis baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia, maka dia wajib mengkui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
E. Standar Profesi Menurut penjelasan atas Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pada pasal 21 ayat (1), standar profesi tenaga kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Menurut penjelasan atas Undang-Undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran umum pada pasal 50, standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and profesional attitude minimal) yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri. Menurut penjelasan atas Undang-Undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran umum pada pasal 50, standar profesi dibuat oleh organisasi profesi. Menurut Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pada pasal 21 ayat (52), standar profesi tanaga kesehatan ditetapkan oleh menteri. Pada penjelasan atas Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pada pasal 21 ayat (2) disebutkan bahwa dalam menetapkan standar profesi untuk masing-masing jenis tenaga kesehatan, Menteri dapat meminta pertimbangan dari para ahli di bidang kesehatan dan atau yang mewakili ikatan profesi tenaga kesehatan. Pada Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pada pasal 24 disebutkan bahwa perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
F. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Standar Kompetensi Farmasis Indonesia merupakan suatu standar yang berisi ukuran kualitas pelayanan kefarmasian yang mengacu pada asuhan kefarmasian, sehingga apoteker Indonesia dapat memberikan pelayanan yang seragam kepada konsumen atau masyarakat, baik yang dilakukan di rumah sakit, apotek, lembaga riset dan industri. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia berguna untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan farmasis seseuai prkembangan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat akan selalu mendapatkan pelayanan terbaik dari profesi apoteker (Anonim, 2004a). Berdasarkan surat keputusan badan pimpinan pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia nomor: 031008/BPP/SK.09 tanggal 8 Oktober 2003, maka Standar Kompetensi Farmasis Indonesia telah diberlakukan sebagai standar dan acuan bagi Apoteker Indonesia dalam menjalankan aktivitas keprofesiannya. Pemberlakuan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia ini semakin menguatkan kedudukan farmasi sebagai sebuah profesi. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia meliputi tiga bidang pelayanan kefarmasian, yaitu Rumah Sakit, Apotek dan Industri.
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Rumah Sakit Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di Rumah Sakit tersebut. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Rumah Sakit. Personalia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit dipersyaratkan terdaftar di Departemen Kesehatan, terdaftar di asosiasi profesi, mempunyai ijin kerja dan mempunyai Surat Keputusan (SK) penempatan. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun dengan kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Berikut adalah kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh apoteker yang akan bekerja di rumah sakit yang didasarkan pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan dilihat kesesuaiannya dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Kode Etik Apoteker / Farmasis Indonesia. 1. Kompetensi A : Asuhan kefarmasian a. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat di Rumah Sakit yang tercantum di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit pada bab VI adalah mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker, untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Pada bab VI bagian 2.1. menyebutkan tentang pengkajian resep. Kajian resep meliputi kegiatan yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis. Persyaratan administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter; tanggal resep; ruangan/unit asal resep persyaratan farmasi meliputi bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan jumlah obat; stabilitas dan ketersediaan; aturan, cara dan teknik penggunaan. Persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; duplikasi pengobatan; alergi, interaksi, dan efek samping obat; kontra indikasi dan efek aditif. b. Memberikan pelayanan kepada pasien atas permintaan pasien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri. c. Memberikan pelayanan informasi obat. Pada bab VI bagian 2.4. mengenai pelayanan informasi obat disebutkan bahwa Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan : i. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit ii. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama Panitia/Komite Farmasi dan Terapi iii. Meningkatkan profesionalisme Apoteker iv. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan : i. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif ii. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka iii. Membuat buletin, lesflet, label obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
iv. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. d. Memberikan konsultasi/konseling obat. Pada bab VI bagian 2.5. mengenai konseling disebutkan bahwa Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan : Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara penggunaan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat lain. e. Membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Kompetensi ini disebutkan pada bab VI bagian dispensing sediaan farmasi khusus Dispensing dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya : a. Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai. Kegiatan : 1) mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan 2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi b. Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatan : 1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus 2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai 3) mengemas menjadi sediaan siap pakai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
f. Melakukan monitoring efek samping obat. Pada bab VI bagian 2.3.disebutkan mengenai pemantauan dan pelaporan efek samping obat. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Kegiatan : i. kegiatan menganalisa laporan efek samping obat ii. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat iii. mengisi formulir efek samping obat iv. melaporkan ke panitia Efek Samping Obat Nasional. g. Pelayanan klinik berbasis farmakokinetika. Salah satu bentuk pelayanan klinis berbasis farmakokinetika adalah pemantauan kadar obat dalam darah. Hal ini tercantum pada bab VI bagian 2.6. Melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. Tujuan: 1. mengetahui kadar obat dalam darah 2. memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat Kegiatan: 1. memisahkan serum dan plasma darah 2. memeriksa kadar obat yang terdapat dalam plasma dengan alat TDM 3. membuat rekomendasi kepada dokter berdasarkan hasil pemeriksaan Faktor-faktor yang diperhatikan: 1. alat Therapeutic Drug Monitoring 2. reagen sesuai obat yang diberikan h. Penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan yang setara. Pada Bab II dijelaskan bahwa salah satu pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah melakukan penanganan obat kanker. Pada Bab VI dijelaskan tentang dispensing sediaan farmasi berbahaya termasuk didalamnya penanganan obat kanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga kecelakaan terkendali Kegiatan: 1. melakukan perhitungan dosis secara akurat 2. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai 3. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan 4. mengemas dalam kemasan tertentu 5. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku i. Melakukan evaluasi penggunaan obat. Pada bab VI bagian 2.8. disebutkan mengenai pengkajian penggunaan obat Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif dan terjangkau oleh pasien. Tujuan : i. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu ii. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain iii. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik iv. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat Pada bab III juga disebutkan perlunya tinjauan terhadap penggunaan obat di Rumah Sakit dengan mengkaji medical record dibanding dengan standar diagnosa dan terapi. 2. Kompetensi B : Akuntabilitas praktek farmasi a. Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Pada bab II diatur bahwa tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. Pada bab VI mengenai pelayanan kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dalam penggunaan obat dan alat kesehatan disebutkan juga bahwa salah satu peran Apoteker adalah menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. b. Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Pada bab II tertulis Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri. Kriteria kebijakan dan prosedur dibuat oleh kepala instansi, panitia/komite farmasi dan terapi serta para Apoteker. Dalam pengelolaan perbekalan farmasi, kebijakan dan prosedur meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, pembuatan/produksi, penyimpanan, pendistribusian dan penyerahan. Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan. c. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Pada bab II menyebutkan bahwa Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di Rumah Sakit tersebut. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturanperaturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat. d. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Pada bab VI disebutkan bahwa penanganan obat kanker harus dilakukan secara aseptis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
pembuangan limbah harus mengikuti prosedur yang berlaku sehingga keamanan lingkungan dapat dikendalikan. e. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. Pada bab I disebutkan Mutu pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan farmasi yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi. Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil, sehingga terbentuk proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan. 3. Kompetensi C : Manajemen praktis farmasi a. Merancang, membuat, mengetahui, memahami, dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di farmasi rumah sakit berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Pada bab III disebutkan bahwa Panitia Farmasi dan Terapi ikut membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai penggunaan obat di Rumah Sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. Hal ini juga disebutkan pada pasal 8 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia, yaitu bahwa seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
b. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkan ke dalam rencana kerja (plan of action). Pada bab VI tentang pengelolaan perbekalan farmasi disebutkan bahwa Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Pada bab II mengenai fungsi pengelolaan farmasi tertulis 1. memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit 2. merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal 3. mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku 4. memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit 5. menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesisfikasi dan ketentuan yang berlaku 6. menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian 7. mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit c. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan pelaksanaan sistem distribusi, melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan. Pada bab VI disebutkan bahwa salah satu tujuan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat. Pada bab II mengenai fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan tertera kegiatan-kegiatan yang dilakukan 1) mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien 2) megidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan 3) mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan 4) memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan 5) memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga 6) memberi konseling kepada pasien/keluarga 7) melakukan pencampuran obat suntik 8) melakukan penyiapan nutrisi parenteral 9) melakukan penanganan obat kanker 10) melakukan penentuan kadar obat dalam darah 11) melakukan pencatatan setiap kegiatan 12) melaporkan setiap kegiatan d. Merancang organisasi kerja yang meliputi ; arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Pada bab III disebutkan Bagan organisasi merupakan bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan wewenang serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Pada bab II tertulis Bagan organisasi menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
e. Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Pada bab VI disebutkan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan : 1. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku 2. Data catatan medik 3. Anggaran yang tersedia 4. Penetapan prioritas 5. Siklus penyakit 6. Sisa persedian 7. Data pemakaian periode yang lalu 8. Rencana pengembangan f. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun klinis yang mengarah pada kepuasan konsumen. Pada bab I disebutkan bahwa Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di Rumah Sakit yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik. Pada bab VIII tertulis Tujuan khusus kegiatan evaluasi : 1. menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar 2. terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien 3. meningkatkan efisiensi pelayanan 4. meningkatkan mutu obat yang diproduksi di Rumah Sakit sesuai CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik) 5. meningkatkan kepuasan pelanggan 6. menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, sibagi tiga jenis program evaluasi: 1. prospektif : program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan. Contoh : pembuatan standar, perijinan 2. konkuren : program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan Contoh : memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan resep oleh Asisten Apoteker 3. retrospektif : program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang Metode evaluasi : 1. audit (pengawasan) : dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar 2. review (penilaian) : terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan resep 3. survei : untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara langsung 4. observasi : terhadap kesepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat. 4. Kompetensi D : Komunikasi farmasi a. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Pada bab VI disebutkan tentang Ronde/visite pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Salah satu tujuannya adalah menilai kemajuan pasien. Pada pasal 9 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa seorang Apoteker/Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani. b. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Pada bab VI disebutkan tentang Ronde/visite
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan lain yang dapat dilihat dari kegiatan ini adalah bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk menilai kemajuan pasien. Pada bab III mencantumkan salah satu bentuk kerjasama profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lainnya, yaitu di dalam Panitia Farmasi dan Terapi. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, dimana anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili pesialisasi-spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, dan Apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Pada pasal 13 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan. Pada pasal 14 juga disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. c. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Pada bab IV mengenai tenaga fungsional, Apoteker dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengelola manajemen praktis farmasi dan kemampuan melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian. d. Memantapkan
hubungan
dengan
sesama
farmasis
berdasarkan
saling
menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Pada pasal 10 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis harus memperlukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Apoteker/Farmasis
Dan
pada
harus
pasal
12
mempergunakan
disebutkan setiap
bahwa
setiap
kesempatan
untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker/Farmasis di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. 5. Kompetensi E : Pendidikan dan pelatihan farmasi a. Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasis dalam
penerapan
pengembangan
staf
asuhan dan
kefarmasian.
program
Pada
pendidikan
bab telah
II
pada
bagian
mengatur
tentang
penyelenggaraan pendidikan, meliputi penggunaan obat dan penerapannya, pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi dan praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana farmasi. Pada bab II ini juga disebutkan bahwa Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi lainnya, maka harus ditunjuk Apoteker yang memiliki kualifitasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut. . Pada bab VI disebutkan tentang tujuan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan Tujuan umum : 1. mempersiapkan sumber daya manusia farmasi untuk dapat melaksanakan rencana strategi instalasi Rumah Sakit di waktu mendatang 2. menghasilkan calon Apoteker, ahli madya farmasi, asisten Apoteker yang dapat menampilkan potensi dan produktifitasnya secara optimal di bidang kefarmasian Tujuan khusus : 1. meningkatkan pemahaman tentang farmasi Rumah Sakit 2. memahami tentang pelayanan farmasi klinik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang kefarmasian Ruang lingkup kegiatan : 1. pendidikan formal 2. pendidikan berkelanjutan (internal dan eksternal) 3. pelatihan 4. pertemuan ilmiah (seminar, simposium) 5. studi banding 6. praktek kerja lapangan b. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi
yang diberikan. Pada Bab II bagian
pengembangan staf dan program pendidikan disebutkan bahwa Setiap staf Rumah Sakit harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan berkelanjutan. Staf harus dibantu secara aktif untuk mengikuti program yang diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait. Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi : i. Penggunaan obat dan penerapannya ii. Pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggungjawab, sedangkan peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas. c. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Pada bab IV mengenai kompetensi Apoteker sebagai pimpinan, disebutkan bahwa 1. Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola mengembangkan pelayanan farmasi 2. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
dan
Pada pasal 4 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa Setiap Apoteker/Farmasis harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
d. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. 6. Kompetensi F : Penelitian dan pengembangan kefarmasian a. Melakukan
penelitian
dan
pengembangan,
mempresentasikan
dan
mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Pada bab VII mencantumkan hal-hal mengenai penelitian dan pengembangan. 7.2.1 Penelitian Penelitian yang dilakukan Apoteker di Rumah Sakit yaitu: a. Penelitian farmasetik, termasuk pengembangan dan menguji bentuk sediaan baru. Formulasi, metode pemberian (konsumsi) dan sistem pelepasan obat dalam tubuh (Drug Release System) b. Berperan dalam penelitian klinis yang diadakan oleh praktisi klinis, terutama dalam karakterisasi terapetik, evaluasi, pembandingan hasil Outcomes dari terapi obat dan regimen pengobatan. c. Penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan, termasuk penelitian perilaku dari sosioekonomi seperti penelitian tentang biaya keuntungan cost-benefit dalam pelayanan farmasi d. Penelitian operasional (operation research) seperti studi waktu, gerakan, dan evaluasi program dan pelayanan farmasi yang baru dan yang ada sekarang. 7.2.2 Pengembangan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit pemerintah kelas A dan B (terutama Rumah Sakit pendidikan) dan Rumah Sakit swasta sekelas, agar mulai meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan obat-obatan yang diproduksi serta mengembangkan dan melaksanakan praktek farmasi klinis. b. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian. Pada bab VII bagian 2 mengenai penelitian dan pengembangan menyebutkan Pimpinan dan Apoteker Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus berjuang, bekerja jeras dan berkomunikasi efektif dengan semua pihak agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
pengembangan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang baru itu dapat diterima oleh pimpinan dan staf medik Rumah Sakit.
Inti dari kesesuaian antara Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang rumah sakit dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia dapat dilihat pada tabel II berikut. Tabel I. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang rumah sakit dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia No.
Kompetensi (Kegiatan)
Kepmenkes 1197 tahun 2004
Kode Etik
√
√
-
√
√ √
√ √
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
1. Kompetensi A : Asuhan Kefarmasian a. b. c. d. e. f. g. h. i. 2.
a. b. c.
Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri. Memberikan pelayanan informasi obat. Memberikan konsultasi obat. Membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Melakukan monitoring efek samping obat. Pelayanan klinis berbasis farmakokinetik. Penatalaksanaan obat sitostatistika dan obat atau bahan yang setara Melakukan evaluasi penggunaan obat. Kompetensi B : Akuntabilitas Praktek Farmasi Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang ambil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Tabel I. Lanjutan No.
d. e. 3.
Kompetensi (Kegiatan) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
Kepmenkes 1197 tahun 2004
Kode Etik
√
-
√
√
Kompetensi C : Manajemen Praktis Farmasi
a.
Merancang, membuat, mengetahui, memahami, dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi.
√
√
b.
Merancang, membuat, melakukan pengelolaan rumah sakit yang efektif dan efisien..
√
√
c.
Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien.
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
d.
e.
f. 4.
a.
b.
c. d.
Merancang organisasi kerja yang meliputi; arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Merancang, melaksanakan, memantau, dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen Kompetensi D : Komunikasi Farmasi Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan sesama apoteker berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Tabel I. Lanjutan No. 5.
Kompetensi (Kegiatan)
Kepmenkes 1197 tahun 2004
Kode Etik
√
√
√
√
√
√
√
√
Kompetensi E : Pendidikan dan Pelatihan Farmasi
a.
b.
c. d. 6.
Memotivasi, mendidik, dan melatih apoteker lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
Kompetensi F : Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian
Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian a. dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan b. sebagai dasar dalam pengembilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
√
√
√
√
H. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Apotek Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mendefinisikan apotek sebagai tempat, tertentu, tempat dilakukan pekerjan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Secara umum, kompetensi di Apotek hampir sama dengan kompetensi di Rumah Sakit. Perbedaan terletak pada kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan asuhan kefarmasian. Pada bidang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Apotek tidak mencantumkan kompetensi seperti yang terdapat di dalam kompetensi Rumah Sakit sebagaimana tercantum di bawah ini
Membuat formulasi khusus sediaaan obat yang mendukung proases terapi
Pelayanan klinik berbasis farmakokinetika
Penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara Berikut adalah kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh apoteker
yang akan bekerja di apotek yang didasarkan pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) dan dilihat kesesuaiannya
dengan
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Kode Etik Apoteker / Farmasis Indonesia. 1. Kompetensi A : Asuhan kefarmasian a. Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pada bab III mengenai pelayanan menyebutkan halhal yang harus dilakukan berkaitan dengan pelayanan resep. 1.1
Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.1.1 Persyaratan administratif Nama, SIP dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta Cara pemakaian yang jelas Informasi lainnya 1.1.2 Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 1.1.3 Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi dan jumlah obat dan lain-lain). Pada bagian 1.2 tertulis hal-hal mengenai penyiapan obat, yaitu peracikan, yang meliputi kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah, dan penyerahan obat. Sebelum obat diserahan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. b. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri. Kepmenkes No. 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotik menyebutkan bahwa peran Apoteker di apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. c. Memberikan pelayanan informasi obat. Pada bab III mengenai informasi obat mengatur mengenai bentuk pelayanan informasi obat di Apotek yang harus dilakukan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Pada bab II bagian saran dan prasarana disebutkan juga bahwa Apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. d. Memberikan konsultasi/konseling obat. Pada bab III bagian konseling disebutkan bahwa Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan farmasi lainnya. Untuk penderia penyakit tertentu seperti cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Pada bab II bagian saran dan prasarana disebutkan juga bahwa Apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. e. Melakukan monitoring efek samping obat. Pada bab III
diatur tentang
monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovaskular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya. Efek samping obat juga dapat dilihat pada saat Apoteker melakukan skrining resep, pada saat melakukan pertimbangan klinis. f. Melakukan evaluasi penggunaan obat. Pada bab III dicantumkan bahwa setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat,
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya. Untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis, Apoteker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
sebagai care giver diharapkan juga dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian yang sifatnya kunjungan ke rumah (home care). Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). 2. Kompetensi B : Akuntabilitas praktek farmasi a. Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. b. Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Prosedur tetap (protap) merupakan suatu indikator untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Protap dan mutu pelayanan tercantum di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bab IV tentang Evaluasi mutu pelayanan. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah: a. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket ayau wawancara langsung. b. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan). c. Prosedur Tetap : Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : Memastikan bahwa praktik yang baik dapat terlaksana setiap saat; Adanya pembagian tugas dan wewenang; Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di Apotek; Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: 1. Tujuan : merupakan tujuan protap 2. Ruang Lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan 3. Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur 4. Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
5. Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar 6. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian c. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. hal ini tercermin dari definisi tentang pelayanan kefarmasian pada bab I, yaitu sebagai bentuk pelayanan dan tanggungjawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. d. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. e. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. Salah satu indikator penilaian mutu pelayanan seperti yang tertete dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah kepuasan konsumen. 3. Kompetensi C : Manajemen praktis farmasi a. Merancang, membuat, mengetahui, memahami, dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun
internasional.
Hal
ini
disebutkan
pada
pasal
8
Kode
Etik
Apoteker/Farmasis Indonesia, yaitu bahwa seorang apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
b. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkan ke dalam rencana kerja (plan of action). Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menyebutkan bahwa Apoteker dituntut untuk mampu untuk mengelola sumber daya manusia yang ada di Apotek dengan efektif. c. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi di atas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan pelaksanaan sistem distribusi, melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada bab II bagian Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya mencantumkan mengenai pengelolan obat, yaitu pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first ini first out) dan FEFO (first expire first out). Perencanaan obat juga harus memperhatikan pola penyakit di masyarakat, kemampuan masyarakat dan juga budaya masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
d. Merancang organisasi kerja yang meliputi : arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. e. Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. f. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen. Monitoring penyelenggaraan kegiatan operasional dapat dilakukan melalui pelaksanaan prosedur tetap (protap), sedangkan evaluasi kegiatan dilakukan melalui survei kepada konsumen. 4. Kompetensi D : Komunikasi farmasi a. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Pada bab III mencantumkan tentang Pelayanan Residensial (home care), yaitu pelayanan Apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis. Melalui pelayanan ini, hubungan antara Apoteker dan pasien akan semakin erat, sehingga memungkinkan seorang Apoteker untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul pada saat terapi dan menyelesaikan masalah tersebut atas dasar ilmu kefarmasiannya. Pada pasal 9 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa seorang Apoteker/Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani. b. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Pada pasal 13 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan. Pada pasal 14 juga disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. c. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. d. Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
Pada pasal 10 Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia disebutkan
bahwa setiap Apoteker/Farmasis harus memperlukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Dan pada pasal 12 disebutkan bahwa setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker/Farmasis di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5. Kompetensi E : Pendidikan dan pelatihan farmasi a. Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasis dalam penerapan asuhan kefarmasian. b. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi
yang diberikan. Kompetensi ini juga
tercantum di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada bab IV, yaitu bahwa Apoteker harus mampu membantu memberi pendidikan dan peluang bagi sumber daya manusia yang ada untuk meningkatkan pengetahuannya. c. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Di dalam Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bab II disebutkan bahwa dalam pengelolaan Apotek, Apoteker selalu belajar sepanjang karier. Di dalam Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia pasal 4 disebutkan bahwa Setiap Apoteker/Farmasis harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. d. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Pada bab III pada bagian Promosi dan Edukasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
disebutkan bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. 6. Kompetensi F : Penelitian dan pengembangan kefarmasian a. Melakukan
penelitian
dan
pengembangan,
mempresentasikan
dan
mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. b. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
Kesesuaian antara Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang rumah sakit dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002 tentang Perubahan atas Permenkes No.922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dapat dilihat pada tabel II berikut. Tabel II. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang apotek dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002 tentang Perubahan atas Permenkes No.922 tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia No.
Kompetensi (Kegiatan)
1. Kompetensi A : Asuhan Kefarmasian Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas a. permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Memberikan pelayanan kepada pasien atau b. masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.
SK Menkes No.1027 tahun 2004
Kode Etik
Kepmenkes No.1332 tahun 2002
√
√
√
-
√
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Tabel II. Lanjutan No.
√
Kepmenkes No.1332 tahun 2002 √
√
√
-
Melakukan monitoring efek samping obat.
√
√
√
Melakukan evaluasi penggunaan obat.
√
√
√
-
√
√
√
-
-
√
√
√
√
-
-
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
-
√
-
√
√
-
√
√
-
Kompetensi (Kegiatan)
c.
Memberikan pelayanan informasi obat.
d. e. f.
Memberikan konsultasi obat.
2. Kompetensi B : Akuntabilitas Praktek Farmasi Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti a. ilmiah dan etika profesi. Merancang, melaksanakan, memonitor dan b. evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan c. profesional yang ambil. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang d. terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara e. terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder. 3. Kompetensi C : Manajemen Praktis Farmasi Merancang, membuat, mengetahui, memahami, a. dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan b. apotek yang efektif dan efisien. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan c. obat di apotek yang efektif dan efisien. Merancang organisasi kerja yang meliputi; arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, d. fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Merancang, melaksanakan, memantau, dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan e. kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek f. manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen 4. Kompetensi D : Komunikasi Farmasi Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan a. sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
SK Menkes No.1027 tahun 2004 √
Kode Etik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel II. Lanjutan No.
b.
c.
d.
e. 5. a.
b.
c.
d. 6.
a.
b.
Kompetensi (Kegiatan)
SK Menkes No.1027 tahun 2004
Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan √ sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan profesional antara apoteker dengan tenaga kesehatan lain dalam √ rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan sesama apoteker berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Kompetensi E : Pendidikan dan Pelatihan Farmasi Memotivasi, mendidik, dan melatih apoteker lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan √ asuhan kefarmasian. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka √ peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan √ kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, √ penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Kompetensi F : Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil √ penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengembilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian.
Kode Etik
Kepmenkes No.1332 tahun 2002
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
I. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Industri Berikut adalah kompetensi-kompetensi
peran
apoteker
yang
dibagi
berdasarkan fungsi industrial dan sebagian besar kompetensi-kompetensi tersebut telah sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. 1. Quality Management (Manajemen Mutu). Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki. a
Metode analisis; mampu menyusun, memodifikasi dan menggunakan metode analisis untuk pemeriksa bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.
b Studi stabilitas; mampu membuat protokol uji stabilitas, melakukan uji stabilitas sesuai protokol yang sudah disiapkan dan menginterpretasikan data serta menentukan masa simpan produk. c
Penyelidikan kegagalan (failure investigation), penyimpangan bets (batch deviation), prosedur pengolahan dan pengemasan ulang (rework proseduces); mampu melakukan penyelidikan terhadap kegagalan dan penyimpanan pada suatu bets produk serta memberikan persetujuan terhadap usul perbaikan sistem/proses dan atau pengolahan dan pengemasan ulang.
d Rancang bangun fasilitas (facility design) dan sertifikasi CPOB; mampu melakukan evaluasi rancang bangun fasilitas yang memenuhi persyaratan CPOB untuk mempertahankan sertifikasi CPOB serta mengajukan usul perbaikan. e
CPOB di laboratorium; mampu membuat prosedur atau tata cara yang sesuai dengan CPOB untuk laboratorium pengendali/pengawas mutu dan melaksanakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
f
Inspeksi diri CPOB; mampu mengkoordinasikan dan melaksanakan inspeksi diri untuk memastikan bahwa pelaksanaan CPOB diterapkan dengan efektif (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
g
Penanganan keluhan, obat kembalian dan penarikan obat jadi; mampu mencari penyebab keluhan yang muncul kemudian mengambil langkah perbaikan, dan jika perlu melakukan penarikan produk untuk menjamin produk yang beredar di pasar senantiasa memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.
h Penilaian pemasok (vendor rating); mampu menyusun prosedur audit pemasok, melaksanakan audit dan memberi penilaian terhadap pemasok baru sehingga dapat dimasukkan ke dalam daftar pemasok yang disetujui serta melakukan audit berkala terhadap pemasok yang disetujui agar kinerjanya tetap baik dan atau ditingkatkan. i
Kalibrasi, kualifikasi dan validasi; mampu mengkoordinasi atau melakukan proses kalibrasi, kualifikasi dan validasi proses/metode analisis untuk memastikan mutu produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan.
j
Pengendalian perubahan; mampu mengendalikan perubahan yang dilakukan disistem atau proses produksi, laboratorium, dan teknik/penunjang yang akan mempengaruhi mutu obat, regulasi, dan keamanan/keselamatan kerja dengan cara melakukan analisis dampak perubahan dan menentukan langah-langkah yang diperlukan sebagai akibat dari perubahan.
k Pengelolaan
dan
pengendalian
dokumen;
mampu
menyusun
sistem
pengelolaan dan pengendalian dokumen yang diperlukan untuk penerapan CPOB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
l
Pelatihan CPOB; mampu menyusun sistem pelatihan CPOB bagi karyawan baru dan lama serta pelatihan penyegaran agar mereka mengerti bagaimana bekerja sesuai CPOB dan menjalankannya.
m UKK Dan K3/Environment, Health, And Safety (EHS); mampu membuat program pengendalian dan pemantauan pencemaran lingkungan yang meliputi pengelolaan limbah cair, padat, laboratorium. Program K3 (seperti pemerikasaan kesehatan berkala, pemakaian sarana pembantu untuk perlindungan terhadap keselamatan kerja dalam melakukan proses atau menjalankan mesin) serta senantiasa melakukan perbaikan yang berkesinambungan. n Penyusunan
data
pendukung
untuk
registrasi;
mampu
mengumpulkan/menyusun data-data pendukung untuk memenuhi persyaratan regristrasi yaitu bagtian Chemical, Manufacture, dan Control (CMC). 2. Production Management (Manajemen Produksi). Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki. a
Pemahaman desain formula; mampu mengevaluasi desain formula dan desain kemasan sesuai dengan fasilitas dan skala produksi yang digunakan.
b Penanganan bahan/material handling; mampu menangani bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi selama proses produksi. c
Proses pembuatan produk farmasi; mampu membuat produk jadi sesuai dengan jumlah dan spesifikasi yang telah ditentukan dengan biaya efisien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
d UKK dan K3/ Environment, Health, and Safety (EHS); mampu membuat program keselamatan dan kesehatan kerja serta program pemantauan dan pengendalian lingkungan. e
Rancang bangun fasilitas (Facility Design) dan sertifikasi CPOB; mampu melakukan evaluasi rancang bangun fasilitas yang memenuhi persyaratan CPOB untuk memperoleh dan mempertahankan sertifikasi CPOB serta mengajukan usul perbaikan.
f
Inspeksi diri CPOB; mampu melaksanakan inspeksi diri untuk memastikan bahwa pelaksanaan CPOB berjalan dengan efektif (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
g
Kalibrasi, kualifikasi, dan validasi; mampu melakukan proses kalibrasi, kualifikasi peralatan, validasi proses, dan validasi pembersihan untuk memastikan mutu produk yang dihasilkan.
h Pengendalian perubahan (Change Control); mampu mengendalikan perubahan yang terjadi diproduksi yang akan mempengaruhi mutu obat, regulasi, dan keamanan dengan cara melakukan analisis terhadap dampak perubahan dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai akibat dari perubahan. 3. Product Development (Pengembangan Produk). Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki. a
Formulasi; mampu merancang suatu formula sediaan obat jadi yang memenuhi kriteria khasiat, aman, stabil, dan cost effective.
b Teknologi farmasi; mampu mengaplikasikan formulasi pada fasilitas produksi serta melakukan transfer teknologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
c
Pengembangan bahan pengemas; mampu mengevaluasi, merancang, dan menentukan bahan pengemas yang sesuai keperluan konsumenakhir, dan yang dapat menjamin kualitas produk selama masa simpan produk atau obat jadi serta cost effective.
d Penyiapan data penunjang registrasi; mampu menyusun data-data penunjang registrasi yang berhubungan dengan pengembangan produk untuk memenuhi persyaratan registrasi. 4.
Material Management (Manajemen Persediaan). Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki.
a
Pengadaan barang (Procurement) untuk produk obat; mampu melakukan pengadaan barang pada saat dibutuhkan dan selalu menjaga ketersediaannya sehingga tidak akan ada kekosongan apabila barang dibutuhkan.
b Pergudangan; mampu melakukan penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang dengan menjaga keamanan dan kualitas barang. c
Production Planing And Inventory Control (PPIC); mampu membuat perencanaan pengadaan bahan baku dan bahan pengemas, membuat perencanaan produksi dan memonitor pelaksanaan jadual produksi serta melakukan pengendalian inventory.
5.
Regulatory and Product Information (Regulasi dan Informasi Produk). Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki.
a
Registrasi; mampu untuk menguasai proses pendaftaran obat jadi secara menyeluruh untuk memperoleh izin pemasaran (marketing authorization).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
b Regulasi; mampu dalam memperoleh pengetahuan tentang peraturan atau regulasi di bidang industri farmasi dan peraturan yang terkait dan mampu untuk mneginformasikan peraturan ke industri internal. c
Sertifikasi; mampu memperoleh pengetahuan tentang proses sertifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d Informasi produk; mampu untuk menyampaikan informasi suatu produk kepada konsumen sesuai dengan kode etik peraturan yang berlaku. e
Permohonan izin dan pelaporan hasil uji klinik; mampu menguasai proses perolehan izin dan pelaporan hasil uji klinik.
f
Pelaporan MESO; mampu melakukan pelaporan monitoring semua efek obat yang dijumpai pada penggunaan obat, sebagai bahan untuk melakukan penilaian kembali obat yang beredar serta untuk melakukan tindakan pengamanan atau penyesuaian yang diperlukan.
g
Pelaporan penanganan keluhan dan penarikan kembali produk jadi; mampu melakukan pelaporan dan penanganan setiap keluhan yang muncul untuk mengambil langkah perbaikan dan jika perlu dilakukan penarikan produk untuk menjamin bahwa produk yang beredar di pasar memenuhi syarat yang ditentukan.
J. Organisasi Profesi Farmasi sebagai sebuah profesi memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesionalitasnya. Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 41846/Kb/121 tanggal 16 September 1965, Menteri Kesehatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Republik Indonesia telah menetapkan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) merupakan organisasi tunggal/satu-satunya organisasi sarjana farmasi/apoteker Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 41846/Kb/121 tanggal 16 September 1965 tersebut, maka ISFI memiliki kekuatan hukum di hadapan negara. Sebagai organisasi yang mengayomi profesi farmasi di Indonesia, ISFI berhak untuk menjalankan/mengatur profesi farmasi, termasuk mengeluarkan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia sebagai suatu standar pelayanan kefarmasian di Indonesia.
K. Pendidikan Farmasi Pendidikan farmasi merupakan suatu pendidikan tinggi yang berbasis keahlian farmasi. Empat hal utama yang diajarkan kepada calon farmasis adalah keahlian farmakologi, kimia farmasi, farmasetika dan farmakognosi fitokimia (Richards et al, 2004), disamping itu juga diajarkan mengenai farmasi sosial (Sudjaswadi, 2002). Di Indonesia, pendidikan tinggi farmasi dilakukan pada jenjang strata satu dan jenjang pendidikan profesi apoteker. Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) merupakan sebuah lembaga yang menentukan kurikulum inti pendidikan farmasi, baik jenjang strata satu maupun jenjng profesi. Berikut ini merupakan isi kurikulum inti dan beban sistem kredit semester (sks) setiap mata kuliah jenjang profesi apoteker berdasarkan Surat Keputusan Majelis APTFI nomor 002/APTFI/MA/2005 tentang pengesahan kurikulum, silabus, dan penyelenggaraan pendidikan profesi apoteker dalam lampiran satu. Sifat Pendidikan Jenis Kurikulum
: Permintaan utama (Majoring) Bidang Pelayanan Farmasi. : Pharmaceutical First Professional Degree
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Beban
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
: Kurikulum inti 24 SKS dan matakuliah pilihan minimun: 4 SKS, diselenggarakan dalam 2 semester Tabel III. Kurikulum inti pendidikan profesi apoteker Nama Mata Kuliah SKS Farmakoterapi & Terminologi Medik 2 Biofarmasetika & Farmakokinetika Klinik 2 2 Compounding &Dispensing Manajemen Farmasi Komunitas 2 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) 2 Komunikasi & Konseling 2 Interaksi Obat (Drug Related Problems) 2 Praktek Kerja Profesi Di Apotek 4 Mata Kuliah Muatan Lokal 6
MATA KULIAH PILIHAN ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi farmasi yang mendapat izin menyelenggarakan pendidikan profesi farmasis (apoteker). CATATAN 1. Bila mata kuliah sudah diberikan di Program S1 maka pada program {profesi dapat diganti dengan muatan lokal. 2. Silabus akan disusun oleh Komisi Pendidikan APTFI. Sistem pendidikan tahap Pharmaceutical Second/Third Professional Degree akan ditetapkan oleh keputusan rapat Kolegium Imlu Farmasi Indonesia (KIFI) yang akan segera dibentuk (Anonim, 2005). Berikut ini merupakan daftar nama mata kuliah kurikulum tahun 2006 program profesi apoteker di tempat peneliti menempuh pendidikan strata satu farmasi. Tabel IV. Daftar Nama Mata Kuliah Kurikulum Tahun 2006 Program Profesi Apoteker Minat Praktek Kerja Profesi Apoteker : Farmasi Rumah Sakit Nama Mata Kuliah Wajib/Pilihan SKS SEMESTER I 1 Farmakoterapi & Terminologi Medik Wajib APTFI 2 2 Biofarmasetika & Farmakokinetika Klinik (sudah Wajib APTFI ada di S-1) 3 Compounding & Dispensing Wajib APTFI 2 4 Manajemen Farmasi Komunitas Wajib APTFI 2 5 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) Wajib APTFI 2 6 Komunikasi & Konseling Wajib APTFI 2 7 Interaksi Obat (Drug Related Problem) Wajib APTFI 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tabel IV. Lanjutan Nama Mata Kuliah Wajib/Pilihan SKS SEMESTER I 8 Farmasi Rumah Sakit Wajib 2 9 Etika dan Perundang-undangan Wajib 2 10 Farmasi Kesehatan Masyarakat Wajib 2 11 Mata Kuliah Pilihan 1 Pilihan 2 12 Mata Kuliah Pilihan 2 Pilihan 2 Mata Kuliah minat PK profesi di Rumah Sakit adalah: 1 Farmasi Industri Pilihan 2 2 Kewirausahaan Pilihan 2 3 Bioteknologi Farmasi Pilihan 2 4 Terapi Komplementer Pilihan 2 * 5 Evidence Based Medicine Pilihan 2 6 Psikologi Kesehatan Pilihan 2 SEMESTER II 1 Praktek Kerja Profesi di Apotek Wajib APTFI 4 2 Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Wajib 6 *) BELUM DISELENGGARAKAN Tabel V. Daftar Nama Mata Kuliah Kurikulum Tahun 2006 Program Profesi Apoteker Minat Praktek Kerja Profesi Apoteker : Farmasi Industri Nama Mata Kuliah Wajib/Pilihan SKS SEMESTER I 1 Farmakoterapi & Terminologi Medik Wajib APTFI 2 2 Biofarmasetika & Farmakokinetika Klinik (sudah Wajib APTFI ada di S-1) 3 Compounding & Dispensing Wajib APTFI 2 4 Manajemen Farmasi Industri Wajib APTFI 2 5 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) Wajib APTFI 2 6 Komunikasi & Konseling Wajib APTFI 2 7 Interaksi Obat (Drug Related Problem) Wajib APTFI 2 8 Farmasi Industri Wajib 2 9 Etika dan Perundang-undangan Wajib 2 10 Farmasi Kesehatan Masyarakat Wajib 2 11 Mata Kuliah Pilihan 1 Pilihan 2 12 Mata Kuliah Pilihan 2 Pilihan 2 Mata Kuliah minat PK profesi di Industri adalah: 1 Farmasi Rumah Sakit Pilihan 2 2 Kewirausahaan Pilihan 2 3 Bioteknologi Farmasi Pilihan 2 4 Sistem Pengembangan Obat Tradisional Pilihan 2 5 Phytopharmaceutical Technology Pilihan 2 6 Unit Operasi Industri Farmasi Pilihan 2 7 Pengolahan Limbah Farmasi* Pilihan 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel V. Lanjutan Nama Mata Kuliah SEMESTER I 8 Ekonomi Farmasi 9 Validasi Metode Analisis SEMESTER II 1 Praktek Kerja Profesi di Apotek 2 Praktek Kerja Profesi di Industri *) BELUM DISELENGGARAKAN
Wajib/Pilihan
SKS
Pilihan Pilihan
2 2
Wajib APTFI Wajib
4 6
Berikut ini merupakan salah satu kurikulum program pendidikan profesi farmasi di salah satu perguruan tinggi farmasi di Jawa Barat. Tabel VI. Struktur Kurikulum Program Profesi Apoteker di salah satu perguruan tinggi di Jawa barat SEMESTER I SEMESTER II Kuliah Modul-I Kuliah Modul-II Intensif 8 Minggu Farmasi Rumah Sakit Farmasi Industri Manajemen Farmasi KP-I Efektif 6-8 minggu
(3 sks) (3 sks) (3 sks) (8 sks)
Intensif 8 Minggu Farmakoterapi (2 sks) Ilmu Komunikasi (2 sks) Undang-undang Farmasi dan Etika Profesi (2 sks) KP-II (8 sks) Efektif 6-8 minggu Ujian Apoteker (1 sks)
Catatan : 1 sks kuliah = 1 jam tatap muka di kelas ; 1 sks KP = 1 minggu kerja di tempat KP
L. Keterangan Empiris Dari penelitian ini diharapkan dapat menggali informasi mengenai pola distribusi minat mahasiswa dan kesiapan mahasiswa program profesi apoteker dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di Jawa Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang berjudul “Kesiapan Mahasiswa program profesi apoteker dalam Menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam Sudut Pandang Mahasiswa Program Profesi Apoteker di Dua Perguruan Tinggi di Jawa Barat” ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya,1993). Rancangan deskriptif merupakan suatu rancangan yang bertujuan hanya menguraikannya
secara menyeluruh dan teliti
sesuai dengan persoalan (Umar, 2001). Data yang diperoleh kuesioner, selanjutnya akan diolah menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk persentase, ditampilkan dalam bentuk tabel dan visual grafik dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
B. Batasan Operasional Penelitian 1. Kesiapan Kesiapan adalah sikap dan keyakinan seseorang yang ditunjukkan dengan kesanggupan untuk melakukan sesuatu. 2. Minat Minat adalah adalah suatu bentuk ketertarikan mahasiswa program profesi apoteker terhadap suatu bidang pelayanan kefarmasian, sehingga memiliki kecenderungan untuk memilihnya sebagai bidang pekerjaannya ketika bekerja sebagai apoteker. 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
3. Bidang pelayanan kefarmasian Bidang pelayanan kefarmasian yang dimaksud adalah bidang pelayanan kefarmasian yang tertera dalam buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, yaitu industri, rumah sakit, dan apotek. 4. Sudut pandang Sudut pandang merupakan suatu bentuk pola pikir/gambaran subyektif seseorang dalam upaya menanggapi suatu hal atau peristiwa yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Sudut pandang dalam penelitian ini merupakan gambaran mahasiswa program pendidikan profesi tentang kesiapan diri mereka dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. 5. Responden Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa program profesi apoteker yang telah mengembalikan dan mengisi kuesioner dan telah memilih minat meskipun lebih dari 1 (satu) minat. Jika mahasiswa program profesi apoteker memilih lebih dari 1 (satu) minat maka responden juga dianggap lebih dari 1 (satu). 6. Mahasiswa program profesi apoteker Mahasiswa program profesi apoteker adalah seseorang yang terdaftar dan baru menyelesaikan kurikulum inti pendidikan farmasi yang sifatnya teori pada jenjang pendidikan profesi apoteker dan belum mengucapkan Sumpah profesi Apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat. Ada dua kelompok mahasiswa yang termasuk didalamnya. Kelompok pertama adalah mahasiswa yang belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menjalani kuliah praktek, sedangkan kelompok kedua adalah mahasiswa yang sudah menjalani kuliah praktek di salah satu bidang pelayanan kefarmasian. 7. Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi adalah tempat atau lembaga, baik universitas maupun sekolah tinggi, yang menyelenggarakan program studi profesi apoteker, memiliki mahasiswa program profesi apoteker yang tersebut di atas pada periode pengambilan data dan memberikan gelar apoteker di Jawa Barat. 8. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang diterbitkan oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). 9. Pelayanan kefarmasian Pelayanan kefarmasian yang dimaksudkan dalam Standar Kompetensi Farmasis Indonesia adalah pelayanan yang dilakukan oleh apoteker terkait dengan obat, baik di bidang industri, rumah sakit maupun apotek.
C. Subyek penelitian Penelitian ini menjadikan mahasiswa program profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat sebagai subyek penelitian. Mahasiswa yang dipilih sebagai subyek penelitian adalah semua mahasiswa yang terdaftar dan baru menyelesaikan kurikulum inti pendidikan farmasi yang sifatnya teori pada jenjang pendidikan profesi apoteker periode April 2006-Juni 2006 dan belum mengucapkan Sumpah profesi Apoteker. Ada dua kelompok mahasiswa yang termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
didalamnya. Kelompok pertama adalah mahasiswa yang belum menjalani kuliah praktek, sedangkan kelompok kedua adalah mahasiswa yang sudah menjalani kuliah praktek di salah satu bidang pelayanan kefarmasian. Tujuan pemilihan mahasiswa program profesi apoteker yang baru menyelesaikan kurikulum inti pendidikan profesi farmasi sebagai subyek penelitian adalah untuk mengenalkan Standar Kompetensi Farmasis Indonesia kepada mereka dan melihat sejauh mana kurikulum pendidikan farmasi mampu mampersiapkan mereka menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Total jumlah mahasiswa profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat adalah 194 orang, namun hanya 107 orang yang mengembalikan dan mengisi kuisioner. Responden disesuaikan dengan jumlah minat pada kuesioner kembali dan terisi yaitu sebanyak 114 responden.
D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar kuesioner yang disebarkan kepada seluruh mahasiswa program profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat periode April-Juni 2006. Kuisioner merupakan formulirformulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis,2006) dari responden secara tertulis pula (Nawawi,2005). Kuesioner dapat diberikan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung (McIntyre, 2005). Pertanyaan yang diajukan adalah untuk memperoleh informasi dari responden tentang dirinya sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
(Nawawi,2005). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berisi pertanyaan tentang deskripsi karakteristik responden dan deskripsi kesiapan mahasiswa program profesi apoteker dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Pertanyaanpertanyaan yang dibuat untuk mendapatkan deskripsi kesiapan mahasiswa program profesi apotekerr dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia berdasarkan poin-poin yang terdapat di dalam buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Sarjan Farmasis Indonesia (ISFI) tahun 2004. Deskripsi karakteristik responden didapat dari 4 (empat) pertanyaan yang diajukan di bagian awal kuisioner. Deskripsi kesiapan mahasiswa program profesi apotekerr dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia diperoleh dari 3 (tiga) kelompok pertanyaan yang dibedakan berdasarkan 3 (tiga) bidang pelayanan kefarmasian, yaitu bidang industri, bidang rumah sakit, dan bidang apotek. Pertanyaan yang diajukan pada bidang industri berjumlah 36 (tiga puluh enam) pertanyaan, bidang rumah sakit berjumlah 30 (tiga puluh) pertanyaan, dan bidang apotek berjumlah 27 (dua puluh tujuh) pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan untuk mendapatkan deskripsi kesiapan mahasiswa program profesi apotekerr dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia ini terdiri dari 2 (dua) tipe pertanyaan, yaitu pertanyaan tertutup (closed ended question) dan pertanyaan semi terbuka. Pertanyaan tertutup (closedended question) adalah bentuk pertanyaan yang telah memberikan alternatif jawaban dan responden diminta untuk menjawab berdasarkan alternatif jawaban yang telah disediakan oleh peneliti (McIntyre, 2005). Alternatif jawaban harus dipilih salah satu diantaranya oleh responden sebagai jawaban yang paling benar (Nawawi, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pertanyaan tertutup yang diajukan mengandung 5 alternatif jawaban yang meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Responden diberi kesempatan untuk memilih salah satu dari 5 alternatif jawaban berdasarkan tingkat kesiapan dan interpretasi responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Setiap alternatif jawaban dimaknai peneliti sebagai berikut: 1. sangat setuju (SS) bermakna sangat siap 2. setuju (S) bermakna siap 3. ragu-ragu (R) bermakna kurang siap 4. tidak setuju (TS) bermakna tidak siap, dan 5. sangat tidak setuju (STS) bermakna sangat tidak siap Bagian kedua kuesioner berupa pertanyaan semi terbuka. Tiap bidang pelayanan kefarmasian hanya berisi satu pertanyaan semi terbuka. Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya sebagian sudah ditentukan oleh peneliti, dan sebagian disediakan kolom kosong untuik menampung jawaban resonden (Adi, 2004). Pada bagian ini, peneliti memberikan 2 alternatif jawaban, yaitu Ya dan Tidak, dan juga menyediakan ruang bagi responden untuk mengutarakan berbagi alasan terhadap jawaban yang mereka pilih tersebut.
E. Tata Cara Penelitian 1. Analisis situasi Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai kemungkinan diadakannya penelitian. Informasi tersebut mencakup jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
universitas yang menyelenggarakan program profesi apoteker, jumlah mahasiswa program profesi apoteker dan waktu terakhir perkuliahan teoritis mahasiswa program profesi apoteker di Perguruan Tinggi di Jawa Barat. Pada tahap ini juga dilakukan proses mendapatkan izin melakukan penelitian kepada pihak terkait di dua perguruan tinggi di Jawa Barat. 2. Pembuatan kuesioner a. Pembuatan kuesioner Kuesioner disusun dan dibuat sedemikian hingga mencapai tujuan penelitian. Kuisioner yang dibuat memuat operasional penelitian. Kuesioner pertanyaan berisi deskripsi karakteristik responden dan deskripsi persepsi mahasiswa profesi apoteker dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Pertanyaan tentang deskripsi persepsi mahasiswa profesi apoteker dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dibedakan berdasarkan tiga bidang pelayanan kefarmasian yang tercantum dalam Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dimana pada tiap bidang pelayanan kefarmasian terdapat dua bentuk pertanyaan, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan semi terbuka. b. Tahap pengujian kuesioner Pengujian kuisioner perlu dilakukan untuk melihat beberapa kesalahan dalam pembuatan kuesioner. Pada pengujian kuesioner dibutuhkan bantuan orang lain dan tenaga ahli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
1) Uji pemahaman bahasa Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner dapat dipahami oleh responden, termasuk didalamnya kesalahan pengetikan, pengejaan kata-kata, dan susunan kalimat. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada mahasiswa program profesi apoteker di salah satu perguruan tinggi. 2) Uji validitas isi Validitas suatu instrumen menujukkan suatu alat ukur yang dapat mengukur sejauh mana kebenaran alat itu untuk mengukur sesuatu yang diperlukan (Mardalis, 2006). Atau dengan kata lain, suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Kountur, 2005). Validitas isi menyangkut tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi dari area yang dimaksud untuk diukur (Kountur, 2005).Validitas isi diperoleh dengan memeriksa kecocokan setiap item dengan bahan yang telah diberikan (Nawawi, 2005). Uji validitas dapat dilakukan dengan membandingakn antara isi instrumen dengan suatu rancangan (Umar, 2001). Untuk mengetahui apakah suatu angket dapat dianggap valid secara isi dapat dilakukan dengan cara meminta pendapat ahli (Kountur, 2005). Pada penelitian ini, uji validitas isi dilakukan bersama dengan dosen pembimbing. Uji ini dilakukan dengan melihat kesesuaian isi kuisioner dengan kawasan isi obyek yang diukur dengan berpedoman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
pada Standar Kompetensi Farmasis Indonesia yang dibuat oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). 3. Penyebaran dan pengumpulan kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan pada akhir masa perkuliahan teoritis mahasiswa program profesi apoteker. Penyebaran kuisioner dilakukan secara langsung kepada responden/subyek penelitian, yaitu mahasiswa program profesi apoteker di dua perguruan tinggi di Jawa Barat. Penyebaran kuisioner diawali dengan memberikan petunjuk pengisian kuisioner. Pengumpulan kuisioner dilakukan sehari setelah kuisioner dibagikan. Penyebaran dan pengumpulan kuisioner dilakukan pada bulan April 2006-Juni 2006. 4. Wawancara Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk diajukan secara lisan pula (Nawawi, 2005). Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh (Mardalis, 2006). Pada penelitian ini, wawancara ditujukan untuk mendukung data yang diperoleh melalui kuesioner. Wawancara dilakukan terhadap dosen yang terkait dengan bidang kurikulum dan beberapa mahasiswa dengan bantuan kerangka atau garis-garis besar yang dibutuhkan dan berkaitan dengan tema. Wawancara dilakukan di dua perguruan tinggi di Jawa Barat. 5. Pengolahan hasil Data yang diperoleh melalui kuisioner diolah dengan cara kategorisasi data sejenis, yaitu dengan menyusun data dan menggolongkannya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kategori-kategori.
Penggolongan kategori yang dimaksud adalah tiap item
pertanyaan di setiap bidang pelayanan kefarmasian yang meliputi bidang industri, rumah sakit, dan apotek. Hasil yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk persentase, ditampilkan dalam bentuk visual grafik dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
F. Tata Cara Pengolahan Data Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik(Kountur, 2005). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik berupa statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan ditampilkan dalam bentuk visual grafik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data dimulai dengan cara mengelompokkan data berdasarkan minat pada tiga bidang pelayanan kefarmasian kemudian hitung jumlah total pada tiap bidang pelayanan kefarmasian dan jumlah total pada tiga bidang pelayanan kefarmasian. Selain itu juga dilakukan pengelompokkan jawaban responden berdasarkan alternatif jawaban yang tersedia dan dihitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Mahasiswa Program Profesi Apoteker Karakteristik mahasiswa profesi Apoteker berupa jenis kelamin, umur, tempat menempuh pendidikan stata satu farmasi dan minat pada bidang pelayanan kefarmasian. Penelitian yang dilakukan di dua perguruan tinggi di Jawa Barat melibatkan 107 mahasiswa profesi Apoteker. 107 mahasiswa profesi Apoteker tersebut merupakan mahasiswa program profesi Apoteker yang mengembalikan dan mengisi kuisioner. Karakteristik umur tidak dimasukkan dikarenakan hanya beberapa responden yang menuliskan umurnya. 1. Jenis kelamin Dari sejumlah 107 mahasiswa program profesi Apoteker tersebut, diketahui bahwa 19,63 % berjenis kelamin laki-laki dan 67,29% berjenis kelamin perempuan, sedangkan 13,08% tidak mengisi kolom jenis kelamin. Hal ini menggambarkan Apoteker yang akan lulus pada wilayah Jawa Barat didominasi oleh perempuan. Gambaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
67,29%
13,08%
Laki-Laki Perempuan
19,63%
tidak diketahui
Gambar 1. Jenis kelamin responden di Jawa Barat
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2. Tempat menempuh pendidikan strata satu farmasi Karakteristik
tempat
menempuh
pendidikan
strata
satu
farmasi
dimaksudkan sebagai institusi atau perguruan tinggi tempat mahasiswa profesi Apoteker menempuh pendidikan strata satu farmasi sebelum ia menempuh pendidikan profesi Apoteker di perguruan tinggi yang diteliti oleh peneliti. Karakterik ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu merupakan kelompok mahasiswa profesi Apoteker yang menempuh pendidikan strata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker di perguruan tinggi yang sama. Kelompok dua adalah kelompok mahasiswa profesi Apoteker yang menempuh pendidikan strata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker di perguruan tinggi yang berbeda. Sebanyak 1,87% dari 107 mahasiswa profesi Apoteker yang mengembalikan dan mengisi kuisioner tidak memberikan informasi ini. Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat dari gambar 2 berikut. 1,87% 70,09%
sama
28,04%
berbeda tidak diketahui
Gambar 2. Perguruan tinggi tempat menempuh pendidikan strata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker di Jawa Barat Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di wilayah Propinsi Jawa Barat menempuh pendidikan strata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker di perguruan tinggi yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Berdasarkan hasil wawancara, tingkat pengetahuan dan keterampilan mahasiswa program profesi Apoteker juga dipengaruhi oleh perguruan tinggi dimana mahasisiwa program profesi yang bersangkutan menempuh pendidikan strata satu farmasi. Hal ini berkaitan dengan kesinambungan antara kurikulum pendidikan antara program pendidikan strata satu dan profesi Apotekernya. Oleh karena itu, pihak pengelola program studi profesi Apoteker berani menjamin bahwa mahasiswa program profesi Apotekernya akan siap menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia.
3. Minat Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu bentuk ketertarikan mahasiswa program profesi apoteker pada suatu bidang pelayanan kefarmasian, sehingga memiliki kecenderungan untuk memilihnya sebagai bidang pekerjaannya ketika bekerja sebagai apoteker. Hal ini berarti bahwa minat terhadap bidang pelayanan kefarmasian yang dipilih oleh responden saat mengisi kuisioner merupakan minat responden untuk bekerja pada bidang pelayanan kefarmasian tersebut sebagai apoteker. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang reponden diketahui bahwa sebagian besar responden berminat pada suatu bidang pelayanan kefarmasian karena ingin bekerja pada bidang pelayanan kefarmasian tersebut pada saat menjadi apoteker. Namun, ada juga responden yang berminat pada suatu bidang pelayanan kefarmasian tertentu karena sekedar ingin mengetahui lebih jauh mengenai bidang pelayanan kefarmasian tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa responden dengan karakteristik ini jumlahnya sedikit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Berdasarkan kuesioner yang kembali, beberapa mahasiswa program profesi Apoteker memilih lebih dari satu bidang minat. Total jumlah minat pada tiga bidang pelayanan kefarmasian adalah 114 minat, yang untuk selanjutnya disebut sebagai responden. Sejumlah minat tersebut terbagi menjadi 35,97% berminat di bidang Rumah Sakit; 42,98% berminat di bidang Industri dan 21,05% berminat di bidang Apotek. Gambaran mengenai hal ini dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini. 35,97%
42,98%
Apotek Industri
21,05% Rumah Sakit
Gambar 3. Distribusi minat responden pada tiga bidang pelayanan kefarmasian di Jawa Barat Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa minat responden di Jawa Barat paling besar di bidang Industri. Salah seorang mahasiswa program profesi Apoteker yang diwawancara mengatakan bahwa minatnya ke bidang Industri karena perguruan tinggi tempat mahasiswa program profesi Apoteker tersebut menempuh pendidikan stata satu farmasi dan pendidikan profesi Apoteker lebih berorientasi pada bidang teknologi, tepatnya teknologi farmasi. Oleh karena itu, ia merasa mempunyai dasardasar tentang teknologi farmasi yang kuat dan siap untuk bekerja di bidang Industri dibanding di bidang Rumah Sakit dan Apotek. Berdasarkan ISO Indonesia Obat Generik Berlogo, jumlah industri farmasi di jawa barat juga cukup banyak, yaitu sekitar 71 industri. Hal ini diperkirakan juga menjadi alasan banyaknya responden yang berminat di bidang industri. Bidang pelayanan di rumah sakit menjadi minat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
terbesar kedua dari responden. Di duga, hal ini berkaitan dengan jumlah rumah sakit yang cukup banyak di Jawa Barat, yaitu sekitar 104 unit rumah sakit. Jenjang karir yang dapat dicapai adalah menjadi Kepala Instalasi Farmasi dan menjadi salah seorang (wakil/sekretaris) Panitia dan Terapi. Khusus di dalam Panitia Farmasi dan Terapi, peran apoteker disini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa ada 6 (enam) mahasiwa program profesi apoteker yang mengisi lebih dari satu minat, yaitu 2 (dua) mahasiswa program profesi apoteker berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan industri, 3 (tiga) mahasiswa program profesi apoteker berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan apotek dan 1 (satu) mahasiswa program profesi apoteker berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit, apotek dan industri. Pada kelompok yang berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan industri, 1 (satu) mahasiswa program profesi apoteker menyatakan kesiapannya untuk melakukan pelayanan kefarmasian di kedua bidang
tersebut,
sedangkan
1
(satu)
mahasiswa
yang
lain
menyatakan
ketidaksiapannya. Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa program profesi apoteker yang siap melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan industri adalah kemauan dan selalu adanya kesempatan untuk terus belajar saat bekerja (learning by doing). Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa program profesi apoteker yang tidak siap melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan industri adalah karena belum menjalani Kerja Praktek (KP), sehingga belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
mengetahui dan mengalami secara langsung praktek pelayanan kefarmasian di kedua bidang tersebut. Pada kelompok yang berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan apotek, 2 (dua) mahasiswa program profesi apoteker menyatakan kesiapannya untuk melakukan pelayanan kefarmasian di kedua bidang tersebut, sedangkan 1 (satu) mahasiswa yang lain menyatakan ketidaksiapannya. Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa program profesi apoteker yang siap melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan apotek adalah kemauan dan selalu adanya kesempatan untuk terus belajar saat bekerja (learning by doing), serta tanggung jawab bahwa seorang apoteker harus mampu melaksanakan semua kegiatan farmasi dan tuntutan profesi. Mahasiswa program profesi apoteker yang tidak siap melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan apotek tidak memberikan alasan penyebab ketidaksiapannya. Mahasiswa program profesi apoteker yang berminat pada bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit, apotek dan industri, menunjukkan kesiapannya untuk melakukan pelayanan di rumah sakit dan apotek, tetapi tidaksiap untuk melakukan pelayanan di industri. Alasan yang dikemukakan yang menunjukkan kesiapannya melakukan pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan apotek adalah kemauan dan selalu adanya kesempatan untuk terus belajar saat bekerja (learning by doing), sedangkan alasan yang menyebakan ketidaksiapannya melakukan pelayanan kefarmasian di industri tidak disebutkan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa minat melakukan pelayanan kefarmasian di lebih dari satu bidang pelayanan kefarmasian disebabkan peluang mendapatkan pekerjaan. Responden menyatakan bahwa dirinya tidak tahu akan diterima di bidang pelayanan kefarmasian yang mana. Oleh karena itu, responden merasa perlu mempersiapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
diri di semua bidang pelayanan kefarmasian agar dapat memberikan pelayanan kefarmasian terbaik saat bekerja di salah satu pelayanan kefarmasian tersebut.
B. Tingkat Kesiapan Mahasiswa program profesi Apoteker Dalam Menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia Dalam Sudut Pandang Mahasiswa program profesi Apoteker Standar Kompetensi Farmasis Indonesia tahun 2004 mencakup tiga bidang pelayanan kefarmasian, yaitu Industri, Rumah Sakit, dan Apotek. Pertanyaan yang diajukan di dalam kuisioner dibuat berdasarkan rincian aspek pengetahuan yang terdapat di dalam Standar Kompetensi Farmasis Indonesia untuk masing-masing bidang pelayanan kefarmasian. 1. Bidang Rumah Sakit Sesuai dengan SK Menkes nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit mencantumkan bahwa Farmasi Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di Rumah Sakit tersebut. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi Rumah Sakit. Personalia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit dipersyaratkan terdaftar di Departemen Kesehatan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
terdaftar di asosiasi profesi, mempunyai ijin kerja dan mempunyai Surat Keputusan (SK) penempatan. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidkan, kualitas maupun dengan kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan . Standar Kompetensi Farmasis Indonesia menyebutkan enam (6) kompetensi yang harus dimiliki oleh Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit. Gambaran kesiapan responden dalam bidang kegiatan yang terdapat dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan sudut pandang responden dapat dilihat pada bagian di bawah ini. a. Asuhan kefarmasian Kompetensi Asuhan Kefarmasian merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang apoteker. Asuhan kefarmasian didefinisikan sebagai tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Asuahn kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi Asuhan Kefarmasian di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel VII berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Tabel VII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi A (Asuhan Kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bidang Kegiatan Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri. Memberikan pelayanan informasi obat. Memberikan konseling obat. Membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Melakukan monitoring efek samping obat. Memberikan pelayanan klinik berbasis farmakokinetik. Melakukan penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara. Melakukan evaluasi penggunaan obat.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
-
4,88
73,17
21,95
-
-
2,44
75,61
21,95
-
-
4,88
75,61
19,51
-
2,44
31,71
51,22
14,63
-
2,44
60,98
21,95
14,63
-
2,44
36,58
51,22
9,76
-
4,88
51,22
34,14
9,76
4,88
9,76
51,22
24,38
9,76
2,44
-
14,63
70,73
12,20
Tingkat kesiapan responden yang paling rendah terletak pada kompetensi melakukan penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara dan membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Diduga, hal ini terjadi karena tidak/belum adanya pengenalan secara khusus terhadap obat sitostatika atau bahan obat yang setara pada saat perkuliahan. b. Akuntabilitas praktek farmasi Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kekuatan pengendali yang mampu menciptakan dorongan terhadap stakeholder dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan kefarmasian yang dilakukan. Gambaran kesiapan responden di tiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
bidang kegiatan dalam kompetensi Akuntabilitas praktek farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel VIII berikut Tabel VIII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi B (Akuntabilitas Praktek Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No
1.
2. 3. 4.
5.
Bidang Kegiatan
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
2,44
24,39
58,54
14,63
-
-
26,83
56,10
17,07
-
-
9,76
75,61
14,63
-
-
9,76
73,17
17,07
-
-
17,07
68,30
14,63
Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Merancang, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
Dalam menjalankan kompetensi ini, apoteker diharapkan dapat menjalankan
perannya
dalam
seven
stars
pharmacis
sebagai
leader,
communicator, dan desicion maker. Tingkat. Berdasarkan gambaran tingkat kesiapan pada kompetensi ketiga dan keempat, responden sudah siap menjalankan perannya sebagai decision maker. c. Manajemen praktis farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen praktis farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel IX berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Tabel IX. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi C (Manajemen Praktis Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
4,88
43,90
41,46
9,76
-
4,88
21,95
68,29
4,88
-
7,32
14,63
65,85
12,20
-
4,88
26,83
60,97
7,32
5.
Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian.
2,44
-
29,27
63,41
4,88
6.
Memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek menajemen maupun klinis yang mengarah pada kepuasan konsumen.
2,44
-
26,83
65,85
4,88
No
1. 2. 3.
4.
Bidang Kegiatan Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan efisien. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Merancang organisasi kerja yang meliputi arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen.
Peran dalam seven stars pharmacis yang diharapakan mampu dijalankan oleh seorang apoteker dalam kompetensi ini adalah sebagai seorang manager. Salah satu tugasnya di dalam farmasi rumah sakit adalah kemampuan menguraikan tugas, fungsi, wewenang dan tanggungjawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan yang paling rendah terletak pada kompetensi pertama, yaitu tentang regulasi di bidang farmasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
d. Komunikasi farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi komunikasi farmasi di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel X berikut Tabel X. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi D (Komunikasi Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No
1.
2.
3.
4.
Bidang Kegiatan Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
2,44
17,07
68,29
12,20
-
2,44
24,39
63,41
9,76
-
7,32
24,39
63,41
4,88
-
-
4,88
85,36
9,76
Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan responden yang paling tinggi terletak pada kompetensi keempat. Hal ini mencerminkan bahwa responden akan memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan pada saat menjadi seorang apoteker. Kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan dalam memnuhi kompetensi ini. Komunikasi yang baik sangat diperlukan agar seorang apoteker dapat menjalankan perannya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
seven stars pharmacis sebagai care-giver,leader, manager,communicator dan teacher. e. Pendidikan dan pelatihan farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi pendidikan dan pelatihan di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel XI berikut Tabel XI. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi E (Pendidikan dan Pelatihan Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No
1.
2.
3.
4.
Bidang Kegiatan Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
2,44
29,27
63,41
4,88
-
4,88
24,39
63,41
7,32
-
-
12,20
70,73
17,07
-
2,44
24,39
68,29
4,88
Peran dalam seven stars pharmacis yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik melalui kompetensi ini adalah peran sebagai teacher. Selain itu, apoteker juga diajak untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya dan mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan farmasi pada khususnya. Tujuannya adalah agar mutu pekerjaan kefarmasian/pelayanan kefarmasian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
dilakukan atau diberikan oleh seorang apoteker kepada masyarakat dapat terjaga dan bahkan meningkat. f. Penelitian dan pengembangan kefarmasian Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi penelitian dan pengembangan kefarmasian di rumah sakit dapat dilihat dalam tabel XII berikut Tabel XII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi F (Penelitian dan Pengembangan kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di rumah sakit No
1.
2.
Bidang Kegiatan Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
-
-
41,46
51,22
7,32
-
2,44
24,39
56,10
17,07
Apoteker masih mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan perannya dalam seven stars pharmacist sebagai long-life learner. Penerapan kompetensi Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian di rumah sakit adalah dilakukannya penelitian klinis yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil terapi pasien, dan penelitian yang menyangkut evaluasi pelayanan kefarmasian yang diberikan. Untuk dapat menerapkan kompetensi ini seorang apoteker ataupun lulusan apoteker baru harus siap untuk selalu mengikuti perkembangan dibidang farmasi dan memiliki kemauan untuk terus belajar. Hal ini sesuai dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia pasal 4, yaitu bahwa seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan paa umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. Berdasarkan pernyataan mahasiswa Apoteker yang diberikan pada pertanyaaan semi terbuka mengenai kesiapan mereka menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, diperoleh gambaran mengenai kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sebagai berikut
14,63% 82,93%
Tidak Siap
2,44%
Siap tidak mencantumkan
Gambar 4.
Gambaran kesiapan responden dalam bidang Rumah Sakit secara umum
Alasan-alasan yang diberikan oleh responden terhadap tingkat kesiapan dirinya dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang Rumah Sakit tertera di dalam tabel XIII dan XIV di bawah ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tabel XIII. Alasan-alasan responden mengenai ketidaksiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Persentase
No.
Alasan
1
Ilmu pengetahuan yang dimiliki belum cukup mendalam dan belum berpengalaman
33,33
2
Tidak semua kriteria dapat dipenuhi
16,67
3
Pemahaman dunia profesi masih kurang
16,67
4
Fasilitas dan sistem pembelajaran masih belum optimal
16,67
5
Tidak memberikan alasan
16,67 Total
(%)
100
Alasan utama ketidaksiapan mahasiswa program profesi Apoteker adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki belum cukup mendalam dan belum berpengalaman. Tabel XIV. Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia pada bidang pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit No.
Alasan
Persentase (%)
1
Bekal ilmu pengetahuan toritis cukup
17,64
2
Learning by doing
14,71
3
Menunjukkan keberadaan Apoteker
11,77
4
Tuntutan
11,77
5
Kemajuan peran profesi Apoteker
8,82
6
Mewujudkan Pharmaceutical care
5,88
7
Ada SPO (Standar Prosedur Operasional)
2,94
8
Pengalaman cukup
2,94
9
Profesionalitas
2,94
10
Optimis
2,94
11
Berminat
2,94
12
Tidak memberi alasan
14,71 Total
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Berdasarkan alasan yang diberikan, alasan utama kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker adalah bekal ilmu pengetahuan teoritis yang mereka miliki dirasa cukup.
2. Bidang Apotek Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mendefinisikan apotek sebagai tempat, tertentu, tempat dilakukan pekerjan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1965 tentang Apotik pasal 1 mengatur tentang tugas dan fungsi apotek. Tugas dan fungsi apotik adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah; b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat; c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Pengelolaan apotik menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker. Sebesar 21,05% minat responden tertarik pada bidang pelayanan di Apotek. Berikut gambaran kesiapan responden dalam bidang kegiatan yang terdapat dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek berdasarkan sudut pandang responden. a. Asuhan kefarmasian Secara umum, kompetensi di Apotek hampir sama dengan kompetensi di Rumah Sakit. Perbedaan terletak pada kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan asuhan kefarmasian. Pada bidang Apotek tidak mencantumkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kompetensi membuat formulasi khusus sediaaan obat yang mendukung proases terapi, pelayanan klinik berbasis farmakokinetika, dan penatalaksanaan obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara. Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi asuhan kefarmasian di apotek dapat dilihat dalam tabel XV berikut Tabel XV. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi A (Asuhan Kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1.
2.
Bidang Kegiatan Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
4,17
-
-
54,16
41,67
-
-
4,17
54,16
41,67
3.
Memberikan pelayanan informasi obat.
-
-
4,17
50
45,83
4.
Memberikan konseling obat.
-
-
8,33
50
41,67
5.
Melakukan monitoring efek samping obat.
4,17
-
41,67
33,33
20,83
6.
Melakukan evaluasi penggunaan obat.
4,17
4,17
25
41,66
25
Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan responden telertak pada kompetensi kelima, yaitu melakukan monitoring efek samping obat. Hal ini diduga berkaitan dengan sulitnya untuk mengenal dan mengetahui identitas dan alamat pasien yang pernah datang di apotek, jumlah pasien yang datang kembali ke apotek setelah penggunaan obat dan terbatasnya apoteker yang bekerja di apotek. Pengecualian dilakukan apabila apoteker melakukan pelayanan residensial (home care). Melalui medical record yang dibuat, seorang apoteker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dapat melakukan monitoring efek samping obat yang mungkin terjadi pada saat melakukan pelayanan residensial. b. Akuntabilitas praktek farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi akuntabilitas praktek farmasi di apotek dapat dilihat dalam tabel XVI berikut Tabel XVI. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi B (Akuntabilitas Praktek Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1.
2. 3. 4.
5.
Bidang Kegiatan Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
8,33
4,17
12,50
58,33
16,67
8,33
4,17
16,67
58,33
12,50
4,17
-
8,33
58,33
29,17
4,17
-
16,67
54,16
25
4,17
-
12,50
45,83
37,50
Pada kompetensi kelima dapat dilihat bahwa responden yang mengisi kolom sangat setuju memiliki persentase tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden akan selalu berupaya meningkatkan kualitas dirinya, sehingga mutu pelayanan yang diberikannya dapat selau terjaga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
c. Manajemen praktis farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen praktis farmasi di apotek dapat dilihat dalam tabel XVII berikut Tabel XVII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi C (Manajemen Praktis Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1. 2. 3.
4.
5.
6.
Bidang Kegiatan Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Merancang organisasi kerja yang meliputi: arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek menajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
8,33
4,17
25
45,83
16,67
8,33
-
16,67
54,17
20,83
4,17
4,17
12,50
54,16
25
-
4,17
20,83
54,17
20,83
-
8,34
20,83
50
20,83
4,17
-
4,17
70,83
20,83
Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan yang paling rendah terletak pada kompetensi pertama, yaitu tentang regulasi di bidang farmasi. diduga, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran responden dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan cenderung untuk mengabaikan peraturan perundang-undangan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
d. Komunikasi farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi komunikasi farmasi di apotek dapat dilihat dalam tabel XVIII berikut Tabel XVIII. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi D (Komunikasi Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1.
2.
3.
4.
Bidang Kegiatan Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
4,17
-
4,17
45,83
45,83
-
4,17
12,50
50
33,33
4,17
-
29,16
41,67
25
4,17
-
4,17
58,33
33,33
Berdasarkan gambaran di atas, tingkat kesiapan responden yang terendah terletak pada kompetensi ketiga. hal ini terjadi diduga karena kurangnya bekal mengenai manajemen farmasi selama pendidikan profesi farmasi. Bobot mata kuliah Manajemen Farmasi di dalam kurikulum program pendidikan profesi apoteker berkisar 2-3 sks (sistem kredit semester).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
e. Pendidikan dan pelatihan farmasi Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi pendidikan dan pelatihan farmasi di apotek dapat dilihat dalam tabel XIX berikut Tabel XIX. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi E (Pendidikan dan Pelatihan Farmasi) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1.
2.
3.
4.
Bidang Kegiatan Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
4,17
-
16,67
58,33
20,83
4,17
-
4,17
66,66
25
4,17
-
12,50
50
33,33
4,17
-
8,33
62,50
25
f. Penelitian dan pengembangan kefarmasian Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi penelititan dan pengembangan kefarmasian di apotek dapat dilihat dalam tabel XX berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Tabel XX. Kesiapan responden dalam pelaksanaan kompetensi F (Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian) dalam bidang pelayanan kefarmasian di apotek No
1.
2.
Bidang Kegiatan Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
4,17
-
50
29,16
16,67
4,17
-
16,67
58,33
20,83
Berdasarkan pernyataan mahasiswa program profesi Apoteker yang diberikan, diperoleh gambaran mengenai kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek sebagai berikut
83,33% Tidak Siap Siap
16,67%
Gambar 5. Gambaran kesiapan responden dalam bidang Apotek secara Umum Alasan-alasan yang diberikan oleh responden terhadap tingkat kesiapan dirinya dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang Apotek tertera di dalam tabel XXI dan XXII berikut ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Tabel XXI. Alasan-alasan responden mengenai ketidaksiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek No.
Alasan
Persentase (%)
1
Ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki belum cukup mendalam, terutama manajemen dan komunikasi
50
2
Tidak memberikan alasan
50 Total
100
Berdasarkan data yang dapat dilihat pada tabel XXI, 50% responden yang menyatakan tidak siap dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan di Apotek mempunyai alasan karena pengetahuan dan kemampuan yang didapat selama masa perkuliahan baik di jenjang strata satu ataupun program profesi Apoteker belum cukup membekali responden. Tabel XXII. Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia pada bidang pelayanan kefarmasian di Apotek No.
Alasan
Persentase (%)
1
Learning by doing
25
2
Tuntutan profesi
20
3
Profesionalitas sebagai Apoteker
10
4
Bekal ilmu pengetahuan cukup
10
5
Selalu ada kesempatan untuk Mempersiapkan diri
10
6
Agar profesi Apoteker semakin dihargai dan diakui
5
7
Optimis
5
8
Berminat di bidang farmasi komunitas
5
9
Meningkatkan kualitas Apoteker
5
10
Tidak memberikan alasan
5 Total
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Dari tabel XXII dapat dilihat bahwa 25% responden yang menyatakan siap dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek memberikan alasan dapat selalu belajar sambil bekerja.
3. Bidang Industri Bidang Industri memiliki lima fungsi Industrial yang dapat diisi oleh seorang calon Apoteker. Kelima fungsi Industrial tersebut adalah Quality Management (Manajemen Mutu), Production Management (Manajemen Produksi), Product Development
(Pengembangan
Produk),
Material
Management
(Manajemen
Persediaan), dan Regulatory and Product Information (Regulasi dan Informasi Produk) (Anonim, 2004). Sebesar 42,98% minat responden tertarik pada bidang pelayanan di Industri. Berikut gambaran kesiapan responden dalam bidang kegiatan yang terdapat dalam bidang pelayanan kefarmasian di Industri berdasarkan sudut pandang responden. a. Quality Management (Manajemen Mutu) Pedoman CPOB mencantumkan salah satu tugas pokok bagian pengawasan mutu, yaitu menyusun dan merivisi prosedur pengawasan dan spesifikasi serta menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan, pengujian dan analisis. Manajer pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis di bidang indutri farmasi dan keterampilan dalam kepeminmpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Manajer pengawasan mutu hendaklah diberi wewenang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
dan tanggungjawab penuh dalam tugas pengawasan mutu yaitu dalam penyusunan verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen mutu di industri dapat dilihat dalam tabel XXIII berikut Tabel XXIII. Kesiapan responden dalam fungsi industrial Quality Management di Industri No
Bidang Kegiatan
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
1.
Metode analisis.
-
4,08
36,74
55,10
4,08
2.
Studi stabilitas.
-
4,08
22,45
61,22
12,25
-
2,04
12,25
79,59
6,12
2,04
6,12
28,58
57,14
6,12
-
6,12
12,25
75,51
6,12
3.
4. 5.
Penyelidikan kegagalan (failure investigation), penyimpangan bets (batch deviation), prosedur pengolahan dan pengemasan ulang. Rancang bangun fasilitas (facility design) dan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di laboratorium.
6.
Inspeksi diri CPOB.
-
4,08
12,25
77,55
6,12
7.
Penanganan keluhan, obat kembalian, dan penarikan obat jadi.
-
2,04
16,33
73,47
8,16
8.
Penilaian pemasok (vendor rating).
-
10,20
40,82
44,90
4,08
9.
Kalibrasi, kualifikasi, dan validasi.
-
4,08
16,53
63,27
6,12
10.
Pengendalian perubahan (change control).
-
8,16
24,49
65,31
2,04
11.
Pelatihan CPOB.
-
10,20
16,33
65,31
8,16
-
6,12
24,49
63,27
6,12
-
4,08
18,37
73,47
4,08
2,04
6,12
16,33
71,43
4,08
12. 13. 14.
UKK dan K3/ Environment, Health, and Safety (EHS). Pengelolaan dan pengendalian dokumen. Penyusunan data pendukung untuk registrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
b. Production Management (Manajemen Produksi) Di dalam Pedoman CPOB dicantumkan bahwa manajer produksi hendaklah seorang apoteker dan memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen mutu di industri dapat dilihat dalam tabel XXIII berikutproduksi di industri dapat dilihat dalam tabel XXIV berikut Tabel XXIV. Kesiapan responden dalam fungsi industrial Production Management di Industri STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
Pemahaman desain formula.
-
4,08
22,45
61,22
12,25
2.
Penanganan bahan (material handling).
-
4,08
18,37
65,30
12,25
3.
Proses pembuatan produk farmasi.
2,04
2,04
24,49
59,18
12,25
-
4,08
26,53
63,27
6,12
2,04
6,12
26,53
57,15
8,16
No
Bidang Kegiatan
1.
4. 5.
UKK dan K3/ Environment, Health, and Safety (EHS). Rancang bangun fasilitas (facility design) dan sertifikasi CPOB.
6.
Inspeksi diri CPOB.
-
4,08
16,33
69,39
10,20
7.
Kalibrasi, kualifikasi, dan validasi
-
6,12
32,66
53,06
8,16
8.
Pengendalian perubahan (change control).
-
8,16
20,41
65,31
6,12
c. Product Development (Pengembangan Produk) Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi pengembangan produk di industri dapat dilihat dalam tabel XXV berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Tabel XXV. Kesiapan responden dalam fungsi industrial Product Development di Industri No
Bidang Kegiatan
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
1.
Formulasi.
-
-
12,25
73,46
14,29
2.
Teknologi farmasi
-
2,04
32,66
55,10
10,20
3.
Pengembangan bahan pengemas
-
4,08
12,25
71,42
12,25
4.
Penyiapan data penunjang registrasi
-
10,20
14,29
69,39
6,12
d. Material Management (Manajemen Persediaan) Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi manajemen persediaan di industri dapat dilihat dalam tabel XXVI berikut Tabel XXVI. Kesiapan responden dalam fungsi industrial Material Management di Industri STS TS R S SS No Bidang Kegiatan (%) (%) (%) (%) (%) Pengadaan barang (procurement) 2,04 14,29 75,51 8,16 1. untuk produk obat. 2.
Pergudangan
-
-
8,16
83,68
8,16
3.
Production Planning and Inventory Control (PPIC).
-
4,08
22,45
65,31
8,16
e. Regulatory and Product Information (Regulasi dan Informasi Produk) Gambaran kesiapan responden di tiap bidang kegiatan dalam kompetensi regulasi dan informasi produk di industri dapat dilihat dalam tabel XXVII berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Tabel XXVII. Kesiapan responden dalam fungsi industrial Regulatory and Product Information di Industri No
Bidang Kegiatan
STS (%)
TS (%)
R (%)
S (%)
SS (%)
1.
Registrasi.
-
8,16
28,57
48,98
14,29
2.
Regulasi.
-
-
16,33
75,51
8,16
3.
Sertifikasi.
-
2,04
14,29
75,51
8,16
4.
Informasi produk.
-
2,04
6,12
73,47
18,37
5.
Permohonan izin dan pelaporan hasil uji klinik.
2,04
4,08
22,45
67,35
4,08
6.
Pelaporan MESO.
-
4,08
20,41
69,39
6,12
7.
Pelaporan penanganan keluhan dan penarikan kembali produk jadi.
-
-
14,29
75,51
10,20
Berdasarkan data pada tabel XXVII terlihat bahwa responden masih merasa tidak siap pada bidang registrasi. Ini terjadi diduga karena memang belum adanya pengetahuan yang diberikan secara mendetail tentang tugas seorang apoteker diindustri khususnya dalam tata cara registrasi. Berdasarkan pernyataan responden yang diperoleh dari jawaban pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, telah diperoleh gambaran mengenai kesiapan mahasiswa program profesi Apoteker menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian dibidang Industri sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
81,63% Tidak Siap Siap 18,37%
Gambar 6. Gambaran kesiapan responden dalam bidang Industri secara umum Alasan-alasan yang diberikan oleh responden terhadap tingkat kesiapan dirinya dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasi Indonesia dalam bidang Industri tertera di dalam tabel XXVIII dan XXIX di bawah ini Tabel XXVIII Alasan-alasan responden mengenai ketidaksiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian di Industri No.
Alasan
Persentase (%)
1
Ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki belum cukup
33,33
2
Ilmu pengetahuan yang dimiliki belum cukup
22,22
3
Kurang pengalaman
22,22
4
Tidak semua kriteria yang diajukan dapat dikuasai
11,11
5
Tidak memberi alasan
11,11 Total
100
Berdasarkan tabel XXVIII di atas, alasan utama ketidaksiapan responden adalah belum cukupnya ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Tabel XXIX. Alasan-alasan responden mengenai kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia pada bidang pelayanan kefarmasian di Industri No.
Alasan
Persentase (%)
1
Bekal ilmu pengetahuan teoritis dan pengalaman KP
20
2
Bekal ilmu pengetahuan teoritis cukup
20
3
Learning by doing
15
4
Tidak memberi alasan
7,5
5
Persiapan diri sejak awal untuk kerja di Industri
7,5
6
Bekal ilmu pengetahuan teoritis cukup dan terus belajar
7,5
7
Ada training di awal kerja
5
8
Meningkatkan mutu Apoteker
5
9
Tuntutan
5
10
Ada PROTAP dan SOP
2,5
11
Sarana prasarana perkuliahan yang mendukung
2,5
12
Optimis
2,5 Total
100
Berdasarkan alasan yang diberikan, alasan utama kesiapan responden adalah bekal ilmu pengetahuan teoritis yang cukup dan mempunyai pengalaman dari Kerja Praktek.
C. Rangkuman Pembahasan Rangkuman pembahasan berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Pola distribusi minat pada bidang pelayanan kefarmasian di dua Perguruan Tinggi Farmasi di Jawa Barat adalah sebagai berikut: a. rumah sakit sebesar 35,97%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
b. apotek sebesar 21,05% c. industri sebesar 42,98% 2.
Gambaran umum minat responden dalam tiga bidang pelayanan kefarmasian di Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini: 50,00%
42,98% 35,97%
40,00% 30,00%
21,05%
20,00% 10,00% 0,00% Apotek
Industri
Rumah Sakit
Gambar 7. Distribusi minat responden pada tiga bidang pelayanan kefarmasian di Jawa Barat 3.
Kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian : a. rumah sakit: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 82,93% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 14,63% 3) responden yang tidak menyatakan kesiapannya sebanyak 2,44% b. apotek: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 83,33% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 16,67% c. industri: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 81,63% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 18,37%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
4.
Gambaran umum kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini :
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
tidak siap rumah sakit
apotek
industri
Gambar 8. Gambaran umum kesiapan responden
siap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini pada umumnya adalah sebagai berikut: 1.
pola distribusi minat pada bidang pelayanan kefarmasian di dua Perguruan Tinggi Farmasi di Jawa Barat adalah sebagai berikut: a. rumah sakit sebesar 35,97% b. apotek sebesar 21,05% c. industri sebesar 42,98%
2.
kesiapan responden dalam menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia dalam bidang pelayanan kefarmasian : a. rumah sakit: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 82,93% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 14,63% 3) responden yang tidak menyatakan kesiapannya sebanyak 2,44% b. apotek: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 83,33% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 16,67% c. industri: 1) responden yang menyatakan siap sebanyak 81,63% 2) responden yang menyatakan tidak siap sebanyak 18,37%
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
B. SARAN Saran yang diberikan terkait dengan penelitian ini adalah: 1.
perlu diadakan sosialisasi mengenai Standar Kompetensi Farmasis Indonesia kepada seluruh mahasiswa farmasi dan profesi apoteker dan apoteker.
2.
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan tinggi farmasi dengan kualitas Apoteker lulusan lembaga pendidikan tinggi farmasi dalam segi kepuasan stakeholder.
3.
perlu dilakukan kajian ulang mengenai kurikulum pendidikan strata satu farmasi dan profesi apoteker, agar seluruh lulusan yang dihasilkan setiap perguruan tinggi dapat memenuhi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia.
4.
perlu dilakukan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan bagi mahasiswa profesi apoteker, terutama ilmu manajemen dan komunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
DAFTAR PUSTAKA
Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta. Ahaditomo, 2000, Membangun Kembali Peran Farmasis Indonesia sebagai Guardian bagi Konsumen Obat, Makalah Seminar tentang Dampak UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen Konferensi Daerah ISFI DKI Jakarta, Senin, 24 Juli 2000, DKI Jakarta. Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, Jakarta. Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1992, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tentang Tenaga Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 1999, Pharmacy Education - A Vision Of The http://www.aacp.org/site/view.asp Diakses tanggal 5 Juli 2005.
Future,
Anonim, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 949/MENKES/PER/VI/2000 Tentang Registrasi Obat Jadi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2001, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Anonim, 2002a, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 Tentang Promosi Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Anonim, 2002b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332//MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomr 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta. Anonim, 2004a, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta. Anonim, 2004b, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2004c, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2004d, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2005a, Strategi Pembangunan Kesehatan, http://www.depkes.go.id/showis.php?tid=Strategi Diakses tanggal 1 Juli 2005. Anonim, 2005b, Surat Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia Nomor: 002/APTFI/MA/2005, Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung. Anonim, 2005c, Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI Nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 Tentang Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Denpasar. Anonim, 2005d, The Role Of The Pharmacist In Self-Care And Self-Medication, http://www.who.int, Diakses tanggal 14 September 2005. Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno., 2003, Farmasi Klinis, Gramedia, Jakarta. Faisal, S., 1981, Dasar dan Teknik Menyusun Angket, 23, 37-38, Usaha Nasional, Surabaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Harding, G., Sarah, N., and Kevin T., 1993, Sociology For Pharmacists An Introduction, 73-83, The Macmillan Press, LTD, London. Harding, G., Sarah, N., and Kevin T., 1994, Social Pharmacy Innovation and Development, 5, The Pharmaceutical Press, London. Kountur, R., 2005, Metode Penelitian untukPenulisan Skripsi dan Tesis, 103-109, 137-145, 152-161,167-183, Penerbit PPM, Jakarta. Kuncoro, H., 2004, Sikap Farmasis di Apotek pada Kecamatan Danurejan Kotamadya Jogjakarta terhadap Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Yogyakarta. Mardalis, 2006, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, 24-29,53-69, Bumi Aksara, Jakarta. Martodiharjo, S., 2004, Pharmaceutical Care Practices, Makalah, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. McIntyre, L.J., 2005, Need to Know: Social Science Research Methods, 151-165, McGraw Hill Companies. Inc., New York. Nawawi, H., 1985, Metode Penelitian Bidang Sosial, 117-125, 137-160, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rhineka Cipta, Jakarta. Nurjaman, E., 2004, Sikap Farmasis di Apotek pada Kecamatan Depok Kabupaten Sleman terhadap Standar Kompetensi Farmasi Indonesia, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ridwan, 2002, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, 1-2, Alfabeta Press, Bandung. Sirait, M., 2001, Tiga Dimensi Farmasi: Ilmu-Teknologi, Pelayanan Kesehatan, dan Potensi Ekonomi, Institut Darma Mahardika, Jakarta. Sudarwanto, B., 1996, Tantangan Profesi Apoteker Masa Depan, Medika, Nomor 3, 879-880. Sudjaswadi, R., 2002, Farmasi, Farmasis dan Farmasi Sosial, Makalah, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Supranto, 1997, Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran, Edisi Revisi, 116-117, Rhineka Cipta, Jakarta. Tietze, K.J., 2004, Clinical Skills for Pharmacists: A Patient-Focused Approach, ed 2, Mosby, United States of America
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Kepada Yth. Mahasiswa Profesi Apoteker Universitas …………………………… Yogyakarta
Dengan hormat, Dalam rangka penyelesaian jenjang studi S1, saya akan melakukan penelitian dengan judul “Kesiapan Mahasiswa Profesi Apoteker Dalam Menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Dalam Sudut Pandang Mahasiswa Profesi Apoteker Di Dua Perguruan Tinggi Farmasi Di Jawa Barat Periode Januari 2006 – September 2006” Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon kesediaan anda untuk menjawab atau mengisi pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner yang saya ajukan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Jawaban yang anda berikan akan digunakan sebagai data dalam penyusunan skripsi tersebut. Atas bantuan anda saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Heribertus Dwi Hartanto 02 8114 092
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN KESIAPAN MAHASISWA PROFESI APOTEKER DALAM MENGHADAPI STANDAR KOMPETENSI FARMASIS INDONESIA DALAM SUDUT PANDANG MAHASISWA PROFESI APOTEKER DI DUA PERGURUAN TINGGI DI JAWA BARAT PERIODE JANUARI 2006 – SEPTEMBER 2006 Data Responden
Jenis Kelamin
: Laki-laki / Perempuan
Umur
:
Tempat menempuh Pendidikan S1
:
∗
Kuesioner ini dibagi dalam tiga bagian, yang didasarkan pada tiga bidang pelayanan kefarmasian yaitu industri, rumah sakit dan apotek. Kami meminta anda untuk memilih satu bagian berdasarkan minat anda. Dimanakah minat anda? (tandai pilihan anda) Industri (Silakan melanjutkan ke halaman 1 – 6) Rumah sakit (Silakan melanjutkan ke halaman 7 – 11) Apotek (Silakan melanjutkan ke halaman 12 – 15)
∗
) coret yang tidak perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Petunjuk Pengerjaan Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan alternatif jawaban yang benar-benar sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan anda. Adapun pilihan jawaban sebagai berikut: SS
: Jika anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S
: Jika anda Setuju dengan pernyataan tersebut
R
: Jika anda Ragu-ragu dengan pernyataan tersebut
TS
: Jika anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS
: Jika anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut INDUSTRI
No
Pernyataan Saya mampu menyusun, memodifikasi dan menggunakan metode analisis untuk
1. pemeriksa bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Saya mampu membuat protokol uji stabilitas, 2.
melakukan uji stabilitas sesuai protokol yang sudah disiapkan dan menginterpretasikan data serta menentukan masa simpan produk. Saya mampu melakukan penyelidikan terhadap kegagalan dan penyimpanan pada
3.
suatu bets produk serta memberikan persetujuan terhadap usul perbaikan system/proses dan atau pengolahan dan pengemasan ulang. Saya mampu melakukan evaluasi rancang
4.
bangun fasilitas yang memenuhi persyaratan CPOB untuk mempertahankan sertifikasi CPOB serta mengajukan usul perbaikan.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
No
Pernyataan Saya mampu membuat prosedur atau tata
5.
cara yang sesuai dengan CPOB untuk laboratorium pengendali/pengawas mutu dan melaksanakannya. Saya mampu mengkoordinasikan dan melaksanakan inspeksi diri untuk memastikan
6. bahwa pelaksanaan CPOB diterapkan dengan efektif (sesuai dengan ketentuan yang berlaku). Saya mampu mencari penyebab keluhan yang muncul kemudian mengambil langkah 7.
perbaikan, dan jika perlu melakukan penarikan produk untuk menjamin produk yang beredar di pasar senantiasa memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Saya mampu menyusun prosedur audit pemasok, melaksanakan audit dan memberi penilaian terhadap pemasok baru sehingga
8. dapat dimasukkan ke dalam daftar pemasok yang disetujui serta melakukan audit berkala terhadap pemasok yang disetujui agar kinerjanya tetap baik dan atau ditingkatkan. Saya mampu mengkoordinasi atau melakukan proses kalibrasi, kualifikasi dan 9. validasi proses/metode analisis untuk memastikan mutu produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan. Saya mampu mengendalikan perubahan yang dilakukan di sistem/ proses produksi, laboratorium, dan teknik/penunjang yang 10.
akan mempengaruhi mutu obat, regulasi, dan keamanan/keselamatan kerja dengan cara melakukan analisis dampak perubahan dan menentukan langah-langkah yang diperlukan sebagai akibat dari perubahan.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
No
Pernyataan Saya mampu menyusun sistem pelatihan CPOB bagi karyawan baru dan lama serta
11. pelatihan penyegaran agar mereka mengerti bagaimana bekerja sesuai CPOB dan menjalankannya. Saya mampu membuat program pengendalian dan pemantauan pencemaran lingkungan yang meliputi pengelolaan limbah cair/padat/laboratorium . Program K3 (seperti 12.
pemeriksaan kesehatan berkala, pemakaian sarana pembantu untuk perlindungan terhadap keselamatan kerja dalam melakukan proses atau menjalankan mesin) serta senantiasa melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Saya mampu menyusun sistem pengelolaan
13. dan pengendalian yang diperlukan untuk penerapan CPOB. Saya mampu mengumpulkan/menyusun 14.
data-data pendukung untuk memenuhi persyaratan regristrasi yaitu bagian Chemical, Manufacture, and Control (CMC) Saya mampu mengevaluasi desain formula
15. dan desain kemasan sesuai dengan fasilitas dan skala produksi yang digunakan. Saya mampu menangani bahan baku, bahan 16. pengemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi selama proses produksi. Saya mampu membuat produk jadi sesuai 17. dengan jumlah dan spesifikasi yang telah ditentukan dengan biaya efisien. Saya mampu membuat program keselamatan 18. dan kesehatan kerja serta program pemantauan dan pengendalian lingkungan.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
No
Pernyataan Saya mampu melakukan evaluasi rancang bangun fasilitas yang memenuhi persyaratan
19. CPOB untuk memperoleh dan mempertahankan sertifikasi CPOB serta mengajukan usul perbaikan. Saya mampu melaksanakan inspeksi diri 20.
untuk memastikan bahwa pelaksanaan CPOB berjalan dengan efektif (sesuai dengan ketentuan yang berlaku) Saya mampu melakukan proses kalibrasi,
21.
kualifikasi peralatan, validasi proses, dan validasi pembersihan untuk memastikan mutu produk yang dihasilkan. Saya mampu mengendalikan perubahan yang terjadi diproduksi yang akan mempengaruhi mutu obat , regulasi, dan keamanan dengan
22. cara melakukan analisis terhadap dampak perubahan dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan sebagai akibat dari perubahan. Saya mampu merancang suatu formula 23. sediaan obat jadi yang memenuhi kriteria khasiat, aman, stabil, dan cost effective. Saya mampu mengaplikasikan formula pada 24. fasilitas produksi serta melakukan transfer teknologi. Saya mampu mengevaluasi, merancang, dan menentukan bahan pengemas yang sesuai 25.
keperluan konsumen akhir, dan yang dapat menjamin kualitas produk selama masa simpan produk atau obat jadi serta cost effective. Saya mampu menyusun data-data penunjang
26.
registrasi yang berhubungan dengan pengembangan produk untuk memenuhi persyaratan registrasi.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
No
Pernyataan Saya mampu melakukan pengadaan barang
27.
pada saat dibutuhkan dan selalu menjaga ketersediaannya sehingga tidak akan ada kekosongan apabila barang dibutuhkan. Saya mampu melakukan penerimaan,
28.
penyimpanan, dan pengeluaran barang dengan menjaga keamanan dan kualitas barang. Saya mampu membuat perencanaan pengadaan bahan baku dan bahan pengemas,
29. membuat perencanan produksi dan memonitor pelaksanaan jadual produksi serta melakukan pengendalian inventory. Saya mampu untuk menguasai proses 30.
pendaftaran obat jadi secara menyeluruh untuk memperoleh izin pemasaran (marketing authorization) Saya mampu dalam memperoleh pengetahuan tentang peraturan/regulasi
31. dibidang industri farmasi dan peraturan yang terkait dan mampu untuk menginformasikan peraturan ke industri internal. Saya mampu memperoleh pengetahuan 32. tentang proses sertifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saya mampu untuk menyampaikan informasi 33.
suatu produk kepada konsumen sesuai dengan kode etik dan peraturan yang berlaku.
34.
Saya mampu menguasai proses perolehan izin dan pelaporan hasil uji klinik. Saya mampu melakukan pelaporan monitoring semua efek samping obat yang
35. dijumpai pada penggunaan obat, sebagai bahan untuk melakukan tindakan pengamanan atau penyesuaian yang
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
diperlukan. Saya mampu untuk melakukan pelaporan dan penanganan setiap keluhan yang muncul 36.
untuk mengambil langkah perbaikan dan jika perlu dilakukan penarikan produk untuk menjamin bahwa produk yang beredar dipasar memenuhi syarat yang ditentukan.
Setelah mengisi kuesioner di atas; menurut pendapat anda, apakah anda siap menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Industri? a. Ya
b. Tidak
Alasan ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Petunjuk Pengerjaan Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan alternatif jawaban yang benar-benar sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan anda. Adapun pilihan jawaban sebagai berikut: SS
: Jika anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S
: Jika anda Setuju dengan pernyataan tersebut
R
: Jika anda Ragu-ragu dengan pernyataan tersebut
TS
: Jika anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS
: Jika anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut RUMAH SAKIT
No
Pernyataan Saya mampu memberikan pelayanan obat
1.
kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Saya mampu memberikan pelayanan kepada
2.
pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.
3. 4. 5. 6. 7.
Saya mampu memberikan pelayanan informasi obat. Saya mampu memberikan konsultasi obat. Saya mampu membuat formulasi khusus sediaan obat yang mendukung proses terapi. Saya mampu melakukan monitoring efek samping obat. Saya mampu memberikan pelayanan klinik berbasis farmakokinetik. Saya mampu melakukan penatalaksanaan
8.
obat sitostatika dan obat atau bahan obat yang setara.
9.
Saya mampu melakukan evaluasi penggunaan obat.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
No
10.
Pernyataan Saya mampu menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Saya mampu merancang, melaksanakan,
11.
memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku.
12.
Saya mampu bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Saya mampu melakukan kerjasama dengan
13.
pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Saya mampu melakukan perbaikan mutu
14.
pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder. Saya mampu merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Caranya, dengan
15.
menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di farmasi rumah sakit berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Saya mampu merancang, membuat, melakukan pengelolaan farmasi rumah sakit yang efektif dan efisien. Caranya, dengan
16.
mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
No
Pernyataan Saya mampu merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Caranya, dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan
17.
persediaan, perancangan dan pelaksanaan sistem distribusi, melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelaksanaan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan. Saya mampu merancang organisasi kerja
18.
yang meliputi arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sitem informasi manajemen. Saya mampu merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga,
19.
berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Saya mampu memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan
20.
operasional mencakup aspek menajemen maupun klinis yang mengarah pada kepuasan konsumen. Saya mampu memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien
21.
dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Saya mampu memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga
22.
kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
No
Pernyataan Saya mampu memantapkan hubungan
23.
dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Saya mampu memantapkan hubungan
24.
dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Saya mampu memotivasi, mendidik dan
25.
melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian. Saya mampu merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di
26.
bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan Saya mampu berpartisipasi aktif dalam
27.
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Saya mampu mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam
28.
bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Saya mampu melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan
29.
mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Saya mampu menggunakan hasil penelitian
30.
dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Setelah mengisi kuesioner di atas; menurut pendapat anda, apakah anda siap menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Rumah Sakit? a. Ya
b. Tidak
Alasan ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Petunjuk Pengerjaan Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan alternatif jawaban yang benar-benar sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan anda. Adapun pilihan jawaban sebagai berikut: SS
: Jika anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S
: Jika anda Setuju dengan pernyataan tersebut
R
: Jika anda Ragu-ragu dengan pernyataan tersebut
TS
: Jika anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS
: Jika anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut APOTEK
No
Pernyataan Saya mampu memberikan pelayanan obat
1.
kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Saya mampu memberikan pelayanan kepada
2.
pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Saya mampu memberikan pelayanan informasi obat. Saya mampu memberikan konsultasi obat. Saya mampu melakukan monitoring efek samping obat. Saya mampu melakukan evaluasi penggunaan obat. Saya mampu menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi. Saya mampu merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
No
9.
Pernyataan Saya mampu bertanggung jawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil.
10.
Saya mampu melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat.
11.
Saya mampu melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
12.
Saya mampu merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Caranya, saya mampu menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
13.
Saya mampu merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Caranya, dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isuisu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja.
14.
Saya mampu merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Caranya, dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelaksanaan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
No
15.
Pernyataan Saya mampu merancang organisasi kerja yang meliputi: arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen.
16.
Saya mampu merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian.
17.
Saya mampu memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek menajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen.
18.
Saya mampu memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien
19.
Saya mampu memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
20.
Saya mampu memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian.
21.
Saya mampu memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi.
22.
Saya mampu memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian.
STS
TS
R
S
SS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
No
23.
Pernyataan
STS
TS
R
S
SS
Saya mampu merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekarya, dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan
24.
Saya mampu berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian.
25.
Saya mampu mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
26.
Saya mampu melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain.
27.
Saya mampu menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian
Setelah mengisi kuesioner di atas; menurut pendapat anda, apakah anda siap menghadapi Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek? a. Ya
b. Tidak
Alasan ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. .............................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 3. Hasil Wawancara (P) : Peneliti (R) : Responden
Responden 1 P: pernah mendengar tentang SKFI 2004? Jika sudah sejauh mana? R:
sudah pernah dengar, tapi baru tahu poin-poinnya dari kuisioner. Jadi lebih
detailnya baru tahu sekarang. P :
apakah SKFI menjadi mata kuliah khusus atau poin-poin kompetensinya
disisipkan di mata kuliah-mata kuliah yang bersangkutan? R : tidak ada yang khusus, paling hanya dimasukkan di dalam farmasi industri mengenai tugas-tugas apoteker atau kadang-kadang secara khusus dari himpunan, semisal kulat, ada pembekalan baru diberitahu bahwa standar kompetensi seperti ini atau seperrti apa tugas-tugas apoteker di apotek atau di indutri atau di RS P : menurut anda SKFI itu bagaimana 2004? R : bagus, karena ada target. Saya tipe orang yang suka mencapai target shg ada tujuan yang harus dicapai. Sehingga ada acuan yang harus dikejar waktu pendidikan. Tapi jika dituntut sewaktu lulus harus bisa kayaknya belum mampu.karena keterbatasan waktu dan pengalaman. Serta keterbatasan tempat kerja praktek. Tapi dapat terus belajar sambil berjalan. Dari kuisioner yang diajukan kemarin saya melihat itu sebagai penilaian atas diri kita apakah kita mampu atau tidak melakukannya. Lebih pada kepercayaan diri responden. P : anda sendiri apakah merasa siap? R : mau tidak mau harus siap. Karena kita dituntut untuk siap. Saya sebenarnya merasa takut jika nanti tidak bisa. Tapi masih ada optimisme untuk itu. P : apakah bekal pengetahuan yang kita dapat dari S1 dan profesi sejalan dengan tuntutan SKFI? R : kayaknya saling mendukung. Tinggal prakteknya saja. Di ITB ada KP pilihan dan wajib. Kp wajib di RS dan industri, tapi harus memilih. Kp pilihan ada 3, yaitu di POM, apotek dan klinis dan juga harus milih. Dan semua hanya 2 bulan setiap kali praktek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
P : apakah minat waktu praktek sesuai minat waktu kerja R : bisa iya. Bisa tidak. Ada beberapa orang yang gambling, hanya sekedar ingin tahu saja. Tapi ada juga yang betul-betul ingin kerja di bidang tersebut ketika lulus nanti. Jadi bisa dikatakan pemilihan KP ada yang sesuai minat atau hanya sekedar ingin tahu. P : harapan anda terhadap SKFI saat diberlakukan? R : standar memang ideal, tapi saya masih bingung. Tapi Saya rasa bagus.
Responden 2 P : apakah sudah pernah dengar tentang SKFI ? R : belum P : pernah dengar akan ada pemberlakuan tentang standar kompetensi? R : pernah P : Sejauh mana tahu tentang SKFI? R : Cuma baru dengar akan ada standar. Yang pernah saya dengar adalah kelemahan farmasi yaitu jika di apotek baru ada di apotek 3 bulan sekali. Apoteker jarang standby di apotek. Padahal apoteker itu fungsinya memberikan konsultasi obat ke pasien. Yang saya dengar apoteker harus selalu stanby di apotek, jadi kalo tidak , tidak boleh melakukan pelayanan. Jadi kita harus berubah, sehingga kita dapat lebih di hargai oleh masyarakat P : menurut anda apakah jika SKFI diberlakukan anda siap? R : siap P : kesiapan anda apakah berdasarkan ilmu pengetahuan yang di dapat saat kuliah benar-benar cukup atau ditambah juga dengan usaha-sendiri? R : materi kuliah Cuma dapat kulitnya saja. Kalau mau diperdalam harus ada pengalaman atau memperdalam sendiri. Tergantung usaha sendiri P : apakah kurikulum pendidikan selaras dengan SKFI ? R : di itb lebih ke arah scientist, kearah teknologi industri. Jika untuk farmasi klinis belum siap pakai. P : minat anda setelah lulus? R : ke laboratorium klinik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
P : minat timbul atas dasar apa ? R : dulu pernah minat ke FRS, tapi jadi takut saat bicara dengan dosen pembimbing. Pengalaman di industri juga penting untuk FRS Jadi sementara ini saya mau ke industri dulu baru nanti masuk FRS. Tapi saya akan tetap mempersiapkan diri dengan baik di bidang farmasi klinis dan industri. Agar saat kerja di salah satunya, tetap dapat memberikan yang terbaik. P : harapan anda dengan diberlakukan SKFI? R : profesi farmasi lebih dihargai masyarakat, apoteker juga dapat membagi atau menggunakan pengetahuan tentang obat di dalam masyarkat. Nilai plus kita adalah konseling obat. Jadi saat pasien datang, tidak terjadi kesalahan pemberian atau informasi obat. Pernah terjadi kesalahan, yaitu ketika PSA yang bukan apoteker mengatakan obat pengencer darah sebagai vitaminuntuk jantung koroner. Adanya apoteker diharapkan dapt mencegah terjadinya kesalahan seperti ini.
Responden 3 P : apakah sudah tahu tahu tentang SKFI? R : pernah dengar tapi belum secara detail. Yang saya thu Cuma Pharmaceutical care di klinik, tapi yang industri belum tahu P : apakah dalam mata kuliah tidak pernah disampaiakn R : yang dibeitahu Cuma CPOB, tapi tidak dsampaikan bahwa itu merupakan Standar kompetensi. Yang saya tangkap bahwa standar kompetensi merupakan konseling di RS atau apotek. Menyangkut klinis. P : minat anda? R : industri P ; apakah anda siap ketika suatu saat diadakan ujian kompetensi ? R : untuk industri saya siap, karena sudah seirng saya dengar waktu kuliah P : berarti keduanya sejalan antara kuliah dan SKFI R : ya P : harapan adanya SKFI dengan mutu farmasis Indonesia ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
R: apotker lulusan semua univ mempunayi kemampuan yang sama untuk memenuhi tuntutan di lingkungan kerja, tapi yang saya lihat beda orientasi. Di itb lebih mengarah ke industri P : menurut anda kapan pengenalan SKFI dilakukan? R : lebih baik sejak awal diperkenalkan. Dan lebih baoik sejak awal dibuat penjurusan, karena kompetensi klinik dan industrui berbeda jauh. Sehingga mereka yang berniat di tiap bidang dapat mem[ersiapkan diri sejak awal.
Responden 4 P : pernah dengar tentang SKFI R : hanya selentingan, tapi belum tahu bentuknya? P : saat kuliah pernah disampaikan? R : hanya CPOB, dimana apoteker berperan P : apakah merasa siap menghadapainya? R : secara ilmu saya siap. saya pernah magang di industri bagian produksi, kalaupun di kasi tugas dan liat panduan, paling CPOB, dan petunjuk pelaksanaan apalgi kerjanya team work, saya siap. Dari pengalaman teman-teman KP di industri, saat mereka dikasi tugas, walaupun bukan bagiannya, dengan belajar mereka bisa. P; jadi latar belakang pendidikan mendukung. R : iya, Namun latihan tetap diperlukan. P : harapan ? R : semoga SKFI lebih jelas. Tapi bukan hanya dari farmasinya. Seperti dokter yang meracik obat, tidak ada yang jelas badan mana yang berhak melarang atau bahkan memberi sanksi kepadanya. Apakah itu wewenang POM atau wewenang Depkes.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
BIOGRAFI PENULIS
Heribertus Dwi Hartanto, anak kedua dari pasangan Laurensius Giya dan Bernadette Sutinah. Lahir di Sintang, Kalimantan Barat, pada tanggal 28 Januari 1984. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah di TK Panca Setya Sintang, SD Panca Setya I Sintang, SLTP Panca Setya I Sintang, SMUK Seminari Garum-Blitar dan melanjutkan di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah penulis pernah menjadi panitia pelaksana TITRASI 2003, Pharmacy Performance 2003, Pharmacy Event Cup 2003 dan 2004, Apotek Musik 2004, Steering Committee TITRASI 2004, pengurus UKF Sepakbola Farmasi USD, Ketua BPMF Farmasi USD periode 20032004 dan Gubernur BEMF Farmasi USD periode 2005.