ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh Pezi Awram A1A010025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BENGKULU 2014
1
2
3
Moto dan Persembahan Moto:
Man Jadda Wajada (Siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkan hasil)
Persembahan: Dengan penuh keikhlasan penulis ucapkan syukur yang teramat dalam kepada Allah SWT. Penulis persembahkan karya kecil ini kepada:
1. Aba (Iswan Edi) dan Ama (Siti Fatimah) atas cinta, doa dan pengorbanan yang telah tercurahkan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Adik-adikku tersayang (Eki, Weni, Renaldi, dan Perdi) yang selalu menemaniku dan mengisi hari-hariku. 3. Untuk mawar merahku (Olga Fhobiriani). Semoga tetap menjadi mawar yang indah. 4. Sahabat 5 CM (Thole, Rejan, Iban, Anggi) . 5. Almamaterku
4
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirraahim... Alhamdulillaahirabbil’alaamiin penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi”. Skripsi ini merupakan persyaratan akhir untuk mencapai gelar sarjana (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu. Berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu. 2. Dra. Rosnasari Pulungan, M.A., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Bengkulu. 3. Drs. Padi Utomo, M. Pd., dan Drs. Amrizal, M. Hum., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 4. Drs. Rokhmat Basuki, M.Hum., selaku Pembimbing Utama dalam penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan memberikan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5
5. Dra. Emi Agustina, M.Hum., selaku Pembimbing Pendamping sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi pengarahan serta telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Dra. Ngudining Rahayu, M.Hum., selaku Penguji I yang telah meluangkan waktu dan memberi pengarahan kepada penulis saat ujian skripsi. 7. Drs. Amrizal, M.Hum., selaku Penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberi pengarahan kepada penulis saat ujian skripsi. 8. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 9. Kedua orang tuaku tercinta, Aba (Iswan Edi) dan Ama (Siti Fatimah) 10. Adik-adikku tercinta. 11. Seluruh mahasiswa Bahtra angkatan 2010. 12. Teman-teman KKN desa Padang Siring. Atas bantuan yang telah diberikan hingga terselesaikan skripsi ini penulis ucapkan terimakasih. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna kemajuan skripsi ini.
Bengkulu, Juni 2014
Penulis
6
ABSTRAK Awram, Pezi. 2014. Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu. Pembimbing: (1) Drs. Rokhmat Basuki, M.Hum. (2) Dra. Emi Agustina, M.Hum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi (2) mendeskripsikan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Novel Negeri 5 Menara digunakan sebagai sumber data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan langkah-langkah diawali dengan membaca dan memahami novel, mengidentifikasi tuturan ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi, mengklasifikasikan tuturan ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi, menganalisis tuturan ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi serta membuat kesimpulan. Berdasarkan pembahasan ditemukan representatif melaporkan dengan penanda lingual ‘laporkan’, representatif menyatakan ‘aku sedang’, representatif mengumumkan ‘pengumuman’, representatif memaparkan ‘papar’, representatif menjelaskan ‘jelas’, representatif menerangkan ‘terang’, representatif membantah ‘tapi’, tindak tutur direktif meminta ‘minta’, direktif menenangkan ‘menenangkan’, direktif menasehati, ’pikirkanlah’, direktif memerintah ‘tolong’, direktif mengajak ‘mari’, tindak tutur komisif berjanji ‘janji’, komisif berniat ‘akan’, tindak tutur ekspresif berterima kasih ‘terima kasih’, ekspresif mengungkapkan rasa sedih ‘berat hati’, ekspresif mendoakan ‘semoga’, ekspresif memberi pujian ‘wah’ ekspresif mengucapkan selamat ‘selamat’, ekspresif meminta maaf, ‘maaf’, ekspresif mengeluh ‘keluh’, ekspresif mempersilahkan ‘silakan’, ekspresif bersemangat ‘hidup’, tindak tutur deklaratif mengampuni dengan penanda lingual ‘maafkan’, deklaratif memutuskan ‘sudah’. Terdapat empat jenis fungsi yaitu fungsi kompetitif meminta dengan penanda lingual, ‘minta’, fungsi kompetitif memerintah ‘ayo’, fungsi menyenangkan menyarankan ‘baik-baik’, fungsi menyenangkan mendoakan ‘semoga’, fungsi menyenangkan mengucapkan terima kasih ‘terima kasih’, fungsi menyenangkan mengucapkan selamat ‘selamat’, fungsi menyenangkan mengajak ‘mau’, fungsi menyenangkan mempersilahkan ‘silakan’, fungsi menyenangkan meminta maaf ‘maaf’, fungsi bekerja sama ,menyatakan sesuatu ‘tentang’, fungsi bekerja sama memberi informasi ‘termasuk paling tinggi’, fungsi bertentangan mengancam ‘kalau tidak berhasil’, fungsi bertentangan memarahi ‘jangan diulangi lagi’, fungsi bertentangan melarang ‘tidak rela’.
Kata kunci: Tindak Tutur Ilokusi,Fungsi, Novel
7
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iii KATA PENGANTAR .................................................................................... v ABSTRAK ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 8 1.5 Definisi Istilah ..................................................................................... 9 BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 10 2.1 Hakikat Bahasa ................................................................................. 10 2.2 Hakikat Komunikasi ......................................................................... 12 2.3 Wacana ............................................................................................ 14 2.4 Pragmatik ......................................................................................... 17 2.5 Konteks ............................................................................................. 18 2.6 Aspek-Aspek Situasi Tuturan ........................................................... 21 2.7 Teori Tindak Tutur ........................................................................... 23 8
2.8 Karya Sastra ...................................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 34 3.1 Metode Penelitian ............................................................................. 34 3.2 Data dan Sumber Data ...................................................................... 34 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 34 3.4 Teknik Analisis Data ........................................................................ 35
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 36 4.1 Tindak Tutur Ilokusi Pada Novel Negeri 5 Menara ....................... 36 4.1.1 Tindak Tutur Representatif ....................................................... 36 4.1.2 Tindak Tutur Direktif ................................................................ 63 4.1.3 Tindak Tutur Komisif ................................................................ 87 4.1.4 Tindak Tutur Ekspresif ............................................................... 91 4.1.5 Tindak Tutur Deklaratif ........................................................... 113 4.2 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi Pada Novel Negeri 5 Menara ............ 115 4.2.1 Fungsi Kompetitif ................................................................... 115 4.2.2 Fungsi Menyenangkan .............................................................. 119 4.2.3 Fungsi Bekerja Sama ................................................................ 127 4.2.4 Fungsi Bertentangan ................................................................. 129
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 133 5.1 Simpulan ........................................................................................... 133 5.2 Saran ................................................................................................. 134 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 135 LAMPIRAN
9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran I
Data Tindak Tutur Ilokusi Pada Novel Negeri 5
Menara 2. Lampiran II
Klasifikasi Tindak Tutur Representatif
3. Lampiran III
Klasifikasi Tindak Tutur Direktif
4. Lampiran IV
Klasifikasi Tindak Tutur Komisif
5. Lampiran V
Klasifikasi Tindak Tutur Ekspresif
6. Lampiran VI
Klasifikasi Tindak Tutur Deklaratif
7. Lampiran VII
Klasifikasi Fungsi Kompetitif
8. Lampiran VIII
Klasifikasi Fungsi Menyenangkan
9. Lampiran IX
Klasifikasi Fungsi Bekerja Sama
10. Lampiran X
Klasifikasi Fungsi Bertentangan
10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang bersifat arbitrer menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan manusia memiliki perkembangan sangat luas serta dinamis. Di dalam kehidupan manusia bahasa memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Tanpa adanya bahasa, tidak mungkin terjadinya komunikasi sehingga tidak akan ada peradaban manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk mendapatkan pengalaman dalam hidupnya. Proses komunikasi seperti pada zaman sekarang banyak
dilakukan
dengan cara tertulis. Perlu diketahui juga bahwa proses komunikasi tidak hanya ada pada tindak tutur yang disampaikan secara lisan dari pembicara pada pendengarnya, yang wujudnya berupa tuturan/ujaran, tetapi juga pada tindak tutur melalui karya tulis dapat berbentuk media cetak, novel, dan lain-lain. Intinya, proses komunikasi yang terjadi melalui bahasa (verbal) bisa terjadi apabila ada pemberi pesan, penerima pesan, dan pesan yang disampaikan. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa media dalam komunikasi bahasa tulis salah satunya dapat dilihat dan diketahui dari berbagai bentuk karya sastra. Sastra merupakan salah satu hasil dari kerja seni kreatif untuk mengungkapkan/mengeksplorasi ide, pengalaman pribadi, kritik/saran, harapan, keinginan, ekspresi diri, dan lain-lain. Sastra itu muncul karena diciptakan oleh
11
seseorang, dan sastra diciptakan untuk dinikmati dan diambil manfaatnya oleh penikmat sastra. Dalam kehidupan sehari-hari, sering
dijumpai berbagai hal dalam
perjalanan hidup, baik yang berupa hal-hal yang tampak atau tidak, yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, ataupun hal-hal yang dapat diperoleh dari dunia nyata ataupun imajinasi, seperti sastra. Dalam karya sastra, banyak hal yang hendak disampaikan oleh pengarang sastra kepada pembacanya, dan biasanya hal tersebut bersifat implisit/tersirat sehingga pembaca dapat mengambil suatu kegunaan yang terkandung di dalamnya jika teliti membacanya. Hal tersebut dapat dicapai apabila kita memahami tindak tutur yang ada dalam karya sastra. Tindak tutur terdapat dalam komunikasi bahasa. Tindak tutur merupakan hasil dari sebuah ujaran kalimat dalam situasi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa yang menentukan makna kalimat. Seorang pembicara atau penutur yang akan mengemukakan suatu hal kepada lawan bicara, maka yang ingin dikemukakannya itu adalah makna atau maksud kalimat. Cara menyampaikan
makna
atau
maksud,
pembicara
atau
penutur
harus
menuangkannya dalam wujud tindak tutur. Tindak tutur yang akan dipilih penutur bergantung
pada
beberapa
faktor.
Maksud
dalam
tindak
tutur
perlu
dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemungkinan struktur yang ada dalam bahasa itu. Penutur cenderung menggunakan bahasa seperlunya dalam berkomunikasi. Pemilihan bahasa oleh penutur lebih mengarahkan pada bahasa yang komunikatif. Melalui
12
konteks situasi yang jelas dan baik suatu peristiwa komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Dalam novel terdapat tindak tutur percakapan yang membangun cerita yang disusun oleh pengarang. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian yang terdapat dalam bidang pragmatik. Pragmatik merupakan kajian bahasa yang mencakup tataran makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi cakupannya. Secara umum, pragmatik diartikan sebagai kajian bahasa yang telah dikaitkan dengan pengguna bahasa. Tindak tutur sebagai wujud peristiwa komunikasi bukanlah peristiwa yang terjadi dengan sendirinya, melainkan mempunyai fungsi, mengandung maksud, dan tujuan tertentu serta dapat menimbulkan pengaruh atau akibat pada mitra tutur. Fenomena tindak tutur di dalam media tulis khususnya karya sastra merupakan kajian yang menarik untuk diteliti. Paradigma orang yang menganggap bahwa tindak tutur merupakan ucapan seseorang yang hanya berbentuk lisan merupakan sesuatu yang harus dibenarkan. Padahal proses komunikasi dapat berbentuk tulisan seperti karya sastra, misalnya: prosa fiksi (cerpen, novel, roman), puisi, naskah drama, teks berita, berbagai jenis media cetak, misalnya: koran, majalah, buletin, dan lain-lain. Peneliti memilih tindak tutur sebagai bahan kajian serta novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi sebagai objek penelitian, karena dalam novel ini terdapat percakapan yang mengandung tindak tutur ilokusi, serta penelitian tindak
13
tutur terhadap novel ini juga belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dengan melihat maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Ini tindak tutur ilokusi yang terdapat di dalam novel tersebut. Raja mengangsurkan kepadaku sebuah buku berjudul, Biografi Kiai-Kiai Pendidik. “Di buku ini ada biografi ringkas beliau. Menurut penulisnya, Kiai Rais cocok disebut sebagairennaisance man, pribadi yang tercerahkan karena aneka ragam ilmu dan kegiatannya.” “Marhaban. Selamat datang anak-anakku para pencari ilmu. Welcome. Selamat Datang. Bien venue. Saya selaku rais ma’had-pimpinan pondok- dan para guru di sini dengan sangat bahagia menyambut kedatangan anak-anak baru kami untuk ikut menuntut ilmu di sini. Terima kasih atas kepercayaannya, semoga kalian betah. Mulai sekarang kalian semua adalah bagian dari keluarga besar PM,” Kiai Rais membuka sambutannya. Suaranya dalam dan menenangkan... (N5M: halaman 49).
Berdasarkan tuturan di atas dapat dijelaskan bahwa ucapan yang disampaikan penutur (Kiai Rais) kepada mitra tutur (para murid) berfungsi ucapan selamat datang kepada para murid baru. Tuturan penutur (Kiai Rais) dapat digolongkan jenis ekspresif mengucapkan selamat karena, penutur (Kiai Rais) mengungkapkan perasaan kepada para calon murid. Selain mengucapkan selamat, penutur (Kiai Rais) juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan para murid memilih Pondok Madani sebagai tempat menuntut ilmu. Penutur (Kiai Rais) juga berharap para murid betah belajar di Pondok Madani. Tuturan di atas termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi karena memiliki maksud serta tujuan tertentu. Penanda lingual ditandai pada frase
14
‘selamat datang’ yang diutarakan penutur (Kiai Rais) kepada mitra tutur (murid PM) . Tuturan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi jenis komisif. Tindak tutur di atas dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan yang termasuk dalam jenis tuturan ekspresif tersebut yakni mengucapkan selamat. Selain itu, berikut contoh tuturan ilokusi yang penulis temukan. ... ”Cepat… cepat, kita tidak bisa terlambat!” paksa Atang sambil berjalan seperti berlari menuju dapur umum, baju putih-putih bersih kami—Sahibul Menara berbaris tertib. Masing-masing membawa piring dan gelas makanan. Di ujung antrian, petugas dapur menanti tamu penting, dari balik pembatas seperti loket tiket. Giliranku tiba.... (N5M: halaman 289).
Berdasarkan tuturan di atas dapat dijelaskan bahwa tuturan yang disampaikan penutur (Atang) kepada mitra tutur (lima sekawan) berfungsi memerintah yang bertujuan agar mitra tutur (lima sekawan) segera berlari ke dapur. Pada konteks tersebut, penutur (Atang) memaksa mitra tuturnya (lima sekawan) untuk segera menuju dapur umum mengambil makanan. Tuturan penutur (Atang) dapat digolongkan jenis direktif karena, berakibat pada mitra tutur supaya melakukan tindakan sesuai yang dikehendaki penutur (Atang). Tuturan di atas termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi karena memiliki maksud serta tujuan tertentu. Penanda lingual ditandai pada kata ‘cepat’. Akibat dari tuturan di atas maka mitra tutur (lima sekawan) melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperintahkan oleh penutur. Tuturan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi jenis direktif. Penutur meminta mitra tutur melakukan suatu hal seperti yang diujarkan oleh penutur.
15
Selanjutnya, berikut contoh tindak tutur ilokusi yang penulis temukan. ... “Aku traktir makrunah sebulan kau kalau sampai kenal dengan dia,” tantang Raja menggebu-gebu seperti biasa. Makrunah adalah menu khas kantin PM berupa mie gemuk gemuk bergelimang kecap, bawang goreng dan rajangan cengek. Menu favorit di kantin kami. “Oke, aku tidak takut tantanganmu. Akan kubuktikan aku bisa. Akhi semua, kalian dengar kan ya?” jawabku agak kesal. Mataku mengedarkan pandangan.“Oke, janji. Tapi dengan syarat, ada gambar kau dengan dia,” tambah Raja cengengesan.... (N5M: halaman 233). Berdasarkan tuturan di atas dapat dijelaskan bahwa ucapan yang disampaikan penutur (Raja) kepada mitra tutur (Alif) berfungsi sebagai perjanjian yang bermakna berusaha menepati janjinya yakni mentraktir makrunah sebulan apabila samapi kena satu. Tuturan penutur (Raja) dapat digolongkan jenis komisif berjanji karena, menuntut realisasi dari tuturan penutur (Raja). Realisasi tuturan penutur (Raja) terwujud karena, penutur (Raja) benar-benar melaksankan tuturannya. Tuturan di atas termasuk ke dalam jenis tindak tutur ilokusi karena memiliki maksud serta tujuan tertentu. Penanda lingual ditandai pada kata ‘janji’. Kata kerja atau verba ‘ janji’ merupakan penanda utama dari tindak tutur ilokusi. Akibat dari tuturan di atas maka mengikat penutur untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan di atas menunjukkan tindak tutur ilokusi jenis komisif. Penelitian yang telah dilakukan tentang tindak tutur ilokusi adalah (1) Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-Khalieqy yang ditulis oleh Annisa (2012). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tindak tutur ilokusi dalam novel Perempuan Berkalung Sorban, yakni
16
tindak tutur ilokusi representatif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ilokusi komisif, tindak tutur ilokusi ekspresif, tindak tutur ilokusi deklarasi. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tindak tutur yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dengan judul ‘’Analisis Tindak Tutur Ilokusi Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi’’. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi? (2) Bagaimanakah fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. (2) Mendeskripsikan fungsi tindak tutur ilokusi yang digunakan dalam novel Negeri 5 Menara.
17
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat peneliitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah: (1) Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bidang pragmatik, khususnya tindak tutur ilokusi. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lain. (2) Manfaat Praktis (a)
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
(b)
Dalam pembelajaran bahasa penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai pemahaman sebuah tuturan, sehingga antar siswa dapat mengerti
dan
memahami
sebuah
tuturan
yang
mengandung tindak tutur ilokusi. (c)
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan sastra Indonesia. Pengarang dapat menambah pemahaman mengenai tindak tutur ilokusi sehingga cerita pada karya sastra terutama novel dapat lebih menarik dan pesan serta maksud dapat lebih tersampaikan kepada pembaca.
18
1.5 Definisi Istilah Untuk menghindari salah tafsir serta agar diperoleh kesamaan arti antara pembaca dan peneliti maka diperlukan definisi istilah. (1) Analisis Secara leksikal makna analisis berarti suatu penyelidikan terhadap satu peristiwa dengan maksud untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya seperti sebab, musabab, duduk perkaranya dan lain sebagainya. Menurut
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1998) analisis adalah penyelidikan terhadap satu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. (2) Tindak Tutur Menurut Chaer (2004:50) tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut. (3) Tindak Tutur Ilokusi Menurut Rahardi (2005:35)
tindak tutur ilokusi adalah tindak
melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. (4) Novel Negeri 5 Menara Novel Negeri 5 Menara merupakan buku pertama dari sebuah trilogi dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama yang ditulis oleh Ahmad Fuadi. Novel Negeri 5 Menara berjumlah 419 halaman. Novel ini menceritakan perjuangan lima pemuda (Alif, Baso, Said, Dulmajid, Atang) dalam meraih impian atau dikenal dengan istilah sahibul menara.
19
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Bahasa Bahasa memiliki pengertian yang luas dan mimiliki ciri-ciri yang menjadi penanda sebuah bahasa. Chaer (2004:11) berpendapat bahwa bahasa memiliki ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa, antara lain, bahasa merupakan sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Ciri yang pertama dari bahasa adalah bahasa merupakan sebuah sistem. Chaer (2004:12) mengartikan bahasa sebagai sebuah sistem artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu, tidak tersusun secara acak dan sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem. Sistem bahasa yang dibicarakan tersebut berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya, lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Chaer (2004:12) juga menyatakan bahwa setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Umpamanya, lambang bahasa yang berbunyi [kuda] melambangkan konsep atau makna ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, dan lambang bahasa yang berbunyi [spidol] melambangkan konsep atau makna ‘sejenis alat
20
tulis bertinta’. Jika ada lambang bunyi yang tidak bermakna atau tidak menyatakan suatu konsep, maka lambang tersebut tidak termasuk sistem suatu bahasa. Pemahaman mengenai lambang bunyi itu bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib dan bisa berubah. Chaer (2004:13) berpendapat
meskipun lambang-lambang itu
bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat konvensional. Artinya, setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Selain yang dibahas sebelumnya bahasa juga bersifat produktif. Chaer (2004:13) menjelaskan pula bahwa bahasa itu bersifat produktif, artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Selain produktif, bahasa juga bersifat dinamis. Chaer (2004:13) menekankan bahwa bahasa itu bersifat dinamis, maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantik dan leksikon. Bahasa yang ada di dunia lebih dari satu. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan daerah dan suku bangsa di dunia.
Chaer (2004:14) juga
mempertegas bahwa bahasa itu beragam, artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosialdan
21
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, orfologis, sintaksis, maupun pada tataran leksikon. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Selain manusia, tidak ada makhluk
yang menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya. Chaer (2004:14) juga menjelaskan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki oleh manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Hewan tidak mempunyai kemampuan untuk mempelajari bahasa manusia. Oleh karena itulah dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi, hanya dimiliki manusia.
2.2 Hakikat Komunikasi Salah satu fungsi bahasa seperti yang diuraikan di atas adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Menurut Webster s New Collegiate Dictionary dikatakan: Communication is a process by which information is exchange between individual through a common system of symbols, signs, or behaviour (Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar individual melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum) Berdasarkan penjelasan di atas, maka terdapat tiga komponen yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu (1) pihak yang berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, yang lazim disebut partisipan; (2) informasi yang dikomunikasikan; dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi itu. Chaer (2004:17) mengatakan bahwa pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada dua orang atau dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim (sender) informasi, dan yang kedua adalah yang
22
menerima (receiver) informasi. Informasi yang yang disampaikan tentunya berupa suatu ide, gagasan, keterangan, atau pesan. sedangkan alat yang digunakan dapat berupa simbol/lambang seperti bahasa (karena hakikat bahasa adalah sebuah sistem lambang); berupa tanda-tanda, seperti rambu-rambu lalulintas, gambar atau petunjuk; dan dapat juga berupa gerak-gerik anggota badan (kinesik).
2.2.1 Komunikasi Bahasa Berlangsungnya proses komunikasi bahasa dapat digambarkan sebagai berikut.
gangguan
Pengirim pesan
enkoding
Pesan ujaran
decoding
Penerima pesan
Umpan balik
Komunukasi melibatkan dua orang atau lebih. Chaer (2004:20) membagi dua pihak yang terlibat dalam komunikasi bahasa , yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan
23
sebagainya) itu disebut pesan, dalam hal ini pesan itu tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi-bahasa dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Chaer (2004:20) mengatakan bahwa proses ini dikenal dengan istilah semantic encoding. Gagasan itu lalu disusun dalam bentuk kalimat atau kalimat-kalimat yang gramatikal; proses memindahkan gagasan ke dalam bentuk kalimat yang gramatikal ini disebut grammatical encoding. Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Chaer (2004:21) berpendapat dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima. Komunikasi searah ini terjadi, misalnya, dalam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di masjid atau gereja, cermah yang tidak diikuti tanya jawab, dan sebagainya. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima bisa menjadi pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi, misalnya, dalam rapat, perundingan, diskusi, dan sebagainya. 2.3 Wacana 2.3.1 Pengertian Wacana Menurut Tarigan (dalam Sukino, 2004:8) wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan dari awal sampai akhir.
24
Pemahaman terhadap pengertian ini mengisyaratkan bahwa wacana mengacu pada pemanfaatan peranti kohesi dan koherensi yang baik. Kohesi merupakan keselarasan unsur formal kebahasaan atau pertautan rangkaian ujaran yang menggunakan lambang-lambang bahasa. Koherensi merupakan kepaduan wacana secara komunikatif dengan ide-ide yang lengkap (Sukino, 2004:8). 2.3.2 Struktur Wacana Miller dan George (dalam Sukino, 2004:149) mengatakan setiap kita membicarakan wacana, sebenarnya kita telah menelusuri rangkaian ujaran yang terbangun dalam struktur yang utuh. Secara umum struktur wacana itu meliputi tiga bagian, yaitu: 1. Pendahuluan (introduction); 2. Inti (body); dan 3. Kesimpulan (conclution). Sukino (2004:149) menjelaskan struktur wacana secara hierarki juga terdapat dalam organisasi paragraf. Isi paragraf dibagi ke dalam unit-unit makna. Paragraf terdiri dari gagasan pokok (main ideas) dan gagasan-gagasan lain yang memberikan penjelasan disebut dengan rincian penunjang (supporting details). Halliday dan Hasan (dalam Sukino, 2004:150) dalam membicarakan strukutur wacana perlu memperhatikan satuan konstektual. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa bila wacana berfungsi melaksanakan tugas tertentu, maka dipastikan berada dalam lingkungan tertentu.
25
2.3.3 Analisis Wacana Analisis wacana mencoba menekankan penganalisisan pada aspek kewacanaan yakni analisis bahasa, fungsi bahasa, dan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat pemakai bahasa (Sukino, 2004:155). Hal ini sejalan dengan pendapat Darma (2009:15) analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Penelitian analisis wacana menurut Potter (dalam Sukino, 2004:156). dimaksudkan untuk menemukan dimensi-dimensi sosial dan ideologis dari bahasa atau beberapa sistem representasi bahasa (Sukino, 2004:156). Coulthard (dalam Darma, 2009:16) menjelaskan analisis wacana dimulai oleh ide Firth yang mengungkap tentang linguistik kontekstual bahwa bahasa baru bermakna apabila berada dalam satu konteks. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Brown dan Yule (dalam Darma, 2009:16) yang menyatakan bahwa dalam menginterpretasi makna sebuah ujaran perlu memperhatikan konteks, karena kontekslah yang memaknai ujaran . Ada tiga pandangan mengenai analisis wacana dalam bahasa. 1. Pandangan pertama diwakili kaum posistivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. 2. Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menepatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu.
26
3. Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna (Darma, 2009:17).
2.4 Pragmatik Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabangcabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dsb. Salah satu disiplin imu yang mengkaji mengenai tindak tutur adalah pragmatik. Wijana (1996:2) berpendapat bahwa pragmatik sama halnya dengan semantik yang sama-sama mengkaji tentang makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal, karena telaah semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat konteks. Firth (dalam Wijana, 1996:5) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak verbal maupun tindak non-verbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dengan bentuk perubahanperubahan yang timbul akibat tindakan partisipan. Wijana (1996:6) mengungkapkan bahwa pragmatik dan sosiolinguistik adalah dua cabang ilmu bahasa yang muncul akibat ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang dilakukan oleh kaum
27
strukturalis. Huungan pragmatik dan sosiolinguistik masing-masing memiliki titik sorot yang berbedadi dalam melihat kelemahan pandangan kaum strukturalis.
2.5 Konteks Konteks berhubungan dengan situasi berbahasa (speech situation). Konteks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata. Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks berhubungan dengan interaksi linguistik dalam ujaran atau lebih yang melibatkan pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004: 47). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 48-49). Komponen tersebut adalah: 1. S (Setting and Scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu. 2. P (Participants), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (end), merujuk pada waktu dan tujuan tuturan. 4. A (act sequence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. 5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, dan bergurau.
28
6. I (instrumentalies), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. 7. N (norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian.
Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicara. Chaer (2004: 48) menjelaskan bahwa waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi, anda harus berbicara seperlahan mungkin. Selain setting and secene Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 48-49) juga menjelaskan tentang tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu komunikasi. Tokoh-tokoh yang yang terlibat tersebut dinamakan participants. Chaer (2004: 48-49) mendefinisikan
participants sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam
pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar; tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara 29
dengan orangtua atau gurunya, bila dibandingkan berbicara dengan temantemannya. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Sebuah tuturan memiliki maksud dan tujuan antara pihak yang berkomunikasi. Sebuah tuturan juga memiliki pesan yang ingin disampaikan. Chaer (2004: 49) berpendapat bahwa peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud menyelesaikan suatu kasus perkara; namun partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk sebuah ujaran dapat bermacam-macam. Sebuah ujaran juga memiliki isi yang bermacammacam. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaanya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga isi ujaran yang dibicarakan (Chaer dan Leonie, 2004: 49). Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat. Suatu pesan dapat disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek. Hal ini dapat juga ditujukan dengan gerak tubuh dan isyarat (Chaer dan Leonie, 2004: 49). Instrumentalies, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Chaer (2004: 49) mengatakan bahwa
30
Instrumentalies
mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa,
dialek, fragam, atau register. Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam bernteraksi. Seperti yang dicontohkan Chaer (2004: 49) misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre, genre merupakan jenis-jenis sesuatu. Sebuah tuturan dapat berbentuk, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya (Chaer dan Leonie, 2004: 49).
2.6 Aspek-aspek Situasi Tuturan Pragmatik merupakan kajian yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Dengan demikian bagi penutur dan mitra tutur hendaknya memperhatikan aspek situasi tutur di dalam komunikasinya agar antara penutur dan mitra tutur dapat saling mengerti atas tuturannya (Wijana, 1996:10). Menurut Wijana (1996:10) aspek situasi tutur terbagi atas lima bagian, yaitu: (1) penutur dan mitra tutur; (2) konteks tuturan; (3) tindak tutur sebagai tindakan atau kegiatan; (4) tujuan tuturan; (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. 1. Penutur dan Mitra tutur Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan.
31
Wijana (1996:10) berpendapat bahwa di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspekaspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban. 2. Konteks Tuturan Dalam tata bahasa konteks tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Wijana (1996:11) menjelaskan konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. 3. Tujuan Tuturan Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Wijana (1996:11) menerangkan bahwa komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan. Karena semua tuturan memiliki suatu tujuan. 4. Tindak Tutur sebagai bentuk Tindakan atau Aktivitas Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan juga. Menurut Wijana (1996:12) tindak tutur sebagai
32
suatu tindakan tidak ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur alat ucaplah yang berperan. 5. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Wijana (1996:12) berpendapat bahwa berbicara atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Oleh karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindak mengekpresikan kata-kata atau bahasa.
2.7 Teori Tindak Tutur Tindak tutur tidak hanya sebatas ucapan yang dilontarkan seseorang. Tindak tutur adalah pandangan yang mempertegas bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut. Istilah tindak tutur muncul karena di dalam mengucapkan sesuatu penutur tidak semata-mata menyatakan tuturan tetapi dapat mengandung maksud dibalik tuturan itu (Chaer dan Agsutina,2004:50). Chaer (2004:50) menerangkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah
33
aktivitas tindakan dengan menuturkan sesuatu. Dalam percakapan terjadi tindak tutur. Istilah tindak tutur berasal dari bahasa Inggris “speech act” yang berarti ‘tindak tutur’. Namun, ada sebagian pakar pragmatik Indonesia yang menerjemahkannya menjadi tindak ujaran. Dalam hal pengertian istilah Indonesia tampaknya tidak ada perbedaan antara kedua istilah ini. Menurut Searle (dalam Chaer dan Agustina,1969: 51), dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, begitu juga tindak tutur dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Chaer (2004: 53) membagi tindak tutur menjadi tiga yaitu: 1. Tindak tutur lokusi, adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”, atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. 2. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan 3. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik. 34
2.7.1 Tindak Tutur Ilokusi J. L. Austin merupakan tokoh yang pertama memperkenalkan teori tindak tutur. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dijelaskan atas 3 macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak ilokusi adalah salah satu dari teori Austin. Tindak tutur ilokusi adalah pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Chaer (2004:53) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Dengan kata lain ilokusi berati melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Ibrahim (1993:11) mengatakan tipe tindak ilokusi (illocutionary acts) dibedakan oleh tipe maksud ilokusi yang dikehendaki. Oleh karena maksud ilokusi dipenuhi apabila mitra tutur mengetahui sikap yang diekspresikan oleh penutur, maka tipe maksud ilokusi sesuai dengan tipe sikap yang diekspresikan (expressed attitudes). Menurut Rahardi (2005: 35) tindak tutur ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai (the act of doing something). Menurut Rahardi (2005:35) tuturan tanganku gatal yang diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk
35
memberitahu si mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan itu rasa gatal sedang bersarang pada tangan penutur, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa gatal pada tangannya itu. Searle (dalam Yule,2006:92), membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu (1) Representatif; (2) Direktif; (3) Ekspresif; (4) Komisif; dan (5) Deklaratif. Berdasarkan pendapat Searle (dalam Yule,2006:92) bahwa jenis tindak tutur ilokusi ada lima, yaitu: 1. Tindak Tutur Representatif Menurut Searle (dalam Yule,2006:92), tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal. Tindak tutur ini berfungsi memberitahu orang-orang mengenai sesuatu. Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan sesuai dengan jenis realita dunia. Searle (dalam Leech:1993), menguraikan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap kesesuaian kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi ada pada pihak penutur. Adapun yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah tuturan-tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.
36
2. Tindak Tutur Komisif Menurut Searle (dalam Yule,2006:93), memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran yang dituturkan. Yule (2006:93) juga mengatakan bahwa jenis tindak tutur komisif memiliki fungsi menyenangkan. Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia tidak mengacu kepada kepentingan penutur. 3. Tindak Tutur Direktif Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak penutur kepada orang lain melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah, permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur. 4. Tindak Tutur Ekspresif Yule (2006:94) berpendapat bahwa tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis penutur terhadap suatu keadaan, meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang, mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong dan rasa tidak suka.
37
5. Tindak Tutur Deklaratif Berdasarkan pendapat Yule (2006:94) dapat diketahui bahwa dalam tindak tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’, memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Tindak tutur deklaratif jenis ini antara lain, memecat, menyatakan perang, menikahkan, membebastugaskan.
2.7.2 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi Manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Untuk itu, fungsi bahasa bagi manusia yaitu untuk berinteraksi dengan masyarakat penting sekali. Fungsi bahasa dalam masyarakat tidak hanya memiliki satu fungsi saja akan tetapi ada beberapa fungsi lain, salah satunya yaitu fungsi ilokusi. Searle (dalam Oka, 1993:162) mengatakan bahwa fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Adapun fungsi tindak ilokusi antara lain fungsi kompetitif, fungsi menyenangkan, fungsi bekerja sama, dan fungsi bertentangan. 1. Fungsi Kompetitif Fungsi kompetitif merupakan salah satu fungsi tintak tutur ilokusi. Oka (1993:162) menjelaskan bahwa fungsi kompetitif adalah tuturan yang tidak bertatakrama (discourteous), misalnya meminta pinjaman dengan nada
38
memaksa, sehingga di sini melibatkan sopan santun. Tujuan ilokusi bersama dengan tujuan sosial. Pada ilokusi yang berfungsi kompetitif ini, sopan santun mempunyai sifat negatif dan tujuannya mengurangi ketidakharmonisan; misalnya memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis. Menurut Oka (1993:162) disebut tujuan-tujuan kompetitif ialah tujuantujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama (discourteous), misalnya meminta pinjaman uang dengan nada memaksa. Di sini, tata krama dibedakan dengan sopan santun. Tata krama mengacu kepada tujuan, sedangkan sopan santun mengacu kepada perilaku linguistik atau perilaku lainnya untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, prinsip sopan santun dibutuhkan untuk memperlembut sifat tidak sopan yang secara intrinsik terkandung dalam tujuan itu. 2. Fungsi Menyenangkan Fungsi menyenangkan juga merupakan salah satu fungsi tindak tutur ilokusi. Fungsi menyenangkan adalah tuturan yang bertatakrama. Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial. Pada fungsi ini, sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah tamah; misalnya menawarkan, mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat (Oka, 1993: 162). 3. Fungsi Bekerja sama Selain fungsi kompetitif dan fungsi menyenangkan, tindak tutur ilokusi juga memiliki fungsi bekerja sama.Fungsi kerja sama adalah tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Tujuan ilokusinya
39
tidak
melibatkan
tujuan
sosial;
misalnya
menyatakan,
melaporkan,
mengumumkan, dan mengajarkan (Oka, 1993: 162). Pada posisi ini, sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan untuk mencari kesempatan beramah tamah. Jadi, dalam sopan santun yang positif, berarti menaati prinsip sopan santun, misalnya bahwa apabila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang tahun, kita harus melakukannya. Jenis fungsi yang ketiga, yaitu fungsi ilokusi bekerja sama, tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Sebagian besar wacana tulisan masuk dalam kategori ini. 4. Fungsi Bertentangan Fungsi yang terakhir ialah fungsi bertentangan. Oka (1993:163) menjelaskan bahwa di dalam fungsi bertentangan unsur sopan santun tidak ada sama sekali karena fungsi ini pada dasarnya bertujuan menimbulkan kemarahan. Tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi. Jenis fungsi ilokusi yang keempat, yaitu fungsi bertentangan, unsur sopan santun tidak ada sama sekali karena fungsi ini bertujuan untuk menimbulkan kemarahan. Menurut Oka (1993:164) mengancam atau menyumpahi orang misalnya, tidak mungkin dilakukan dengan sopan, kecuali penutur menggunakan eufemisme (penghalus). Agaknya dalam proses sosialisasi, si anak belajar menggantikan komunikasi yang konfliktif dengan jenis komunikasi lain, khususnya dengan jenis kompetitif. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
40
situasi yang normal, pengaruh linguistik yang konfliktif cenderung bersifat marginal dan tidak memegang peranan yang penting.
2.8 Karya Sastra Wellek dan Warren (dalam Sayuti, 2000:6) menjelaskan bahwa sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur estetik yang dominan. Menurut Sayuti (2000:6) analisis terhadap karya sastra harus dihubungkan dengan penilaian terhadapnya karena analisis yang tidak dihubungkan dengan penilaian karya sastra akan mengurangi kualitas analisis itu sendiri, betapa pun atau majunya analisis tersebut. 2.8.1
Novel Novel merupakan salah satu bentuk dari wacana terutama wacana tulis.
Dalam novel terdapat tuturan-tuturan tokoh yang kemudian dapat dianalisis maksud serta tujuan dari tuturan tersebut. Novel merupakan wujud dari sastra. Sesuai dengan objek yang diteliti yaitu novel, maka pembahasan mengenai novel diperlukan. Novel adalah salah satu genre sastra yang banyak diminati oleh masyarakat. Seorang penulis novel biasanya menceritakan kejadian dan hal-hal yang berada dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sayuti (2000:12) novel pada hakikatnya merupakan kategorikategori fiksi yang bersifat formal. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan.
41
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya, dalam ukuran luas yaitu alur yang kompleks, suasana cerita yang beragam, karakter yang banyak, tema yang kompleks, setting yang beragam. 2.8.2 Jenis-Jenis Novel Sumardjo dan Sini berpendapat bahwa novel terdiri dari berbagai jenis. Novel dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Novel percintaan adalah novel yang memasukkan peranan wanita dan pria secara berimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. 2. Novel petualangan adalah novel sedikit saja memasukkan peranan wanita. Tokoh didalamnya adalah pria, dengan masalah yang tidak ada hubungannya dengan wanita. 3. Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis, yang tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel ini menggunakan karakter, plot serta setting yang tidak wajar untuk menyampaikan ideide penulisnya.
42
Nurgiyantoro (2010:16) membagi novel menjadi 2 jenis yakni: 1. Novel serius Novel serius adalah novel yang berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Novel serius mengutamakan
unsur
kebaruan.
Dalam
novel
serius
pengarang
mengambilo realitas kehidupan sebagai model, kemudian menciptakan sebuah ‘’dunia-baru’’ lewat penampilan cerita dan tokoh-tokoh dalam situasi yang khusus. 2. Novel populer Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya pada tingkat permukaan.
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Menurut Djadjasudarma (1993:1) metodologi adalah ilmu tentang metode atau uraian tentang metode. Sedangkan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yakni data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka,
dapat berupa kata-kata atau
gambaran sesuatu
(Djajasudarma, 1993:15). Menurut Djajasudarma (1993:15) deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Metode penelitian deksriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat gambaran, lukisam secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti.
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara. Sedangkan data berupa tindak tutur ilokusi dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 44
Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Menurut Sugiyono (2007:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, dan data yang terkumpul selanjutnya dianalisis sesuai tahapannya.
3.4 Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data (Mahsun, 2012:253). Teknik analisis data pada penelitian ini yaitu dengan urutan dan proses secara sistematis. Untuk merealisasikan penggunaan metode yang dipakai, peneliti menempuh langkah-langkah berikut: 1. Membaca dan memahami teks novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi yang merupakan sumber data primer dalam penelitian ini. 2. Mengidentifikasi tuturan dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. 3. Mengklasifikasikan tuturan dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. 4. Menganalisis tuturan dan fungsi tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. 5. Membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dalam novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
45