ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH KARANG DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE LIYE: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai gelar Sarjana S-1
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
YULI SULISTYOWATI A 310 090 041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
Naskah Publikasi 2013
ABSTRAK ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH KARANG DALAM NOVEL MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH KARYA TERE LIYE: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Yuli Sulistyowati, A 310 090 041, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendiskripsikan unsur-unsur yang membangun novel MBDA karya Tere Liye, (2) mendiskripsikan aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA dengan tinjauan psikologi sastra, dan (3) memaparkan implementasi hasil penelitian novel MBDA karya Tere Liye sebagai bahan ajar di SMA. Hasil analisis struktural novel MBDA karya Tere Liye menunjukkan bahwa novel ini bertema arti sebuah kehidupan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Melati, sedangkan tokoh pendamping dalam novel ini, antara lain Karang, Bunda HK, Tuan HK, Salamah, Ibu-ibu gendut, dan Kinasih. Alur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alur maju (progresif). Hal itu terlihat dari jalan cerita yang runtut dari awal, tengah dan akhir. Latar tempat dalam penelitian ini terjadi di pelabuhan kota, perbukitan, teras, kamar, ruang makan dan di belakang kota. Latar waktu terjadi selama tiga tahun. Latar sosial dalam penelitian ini adalah kehidupan seorang anak kecil berusia enam tahun. Hasil analisis aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye meliputi 1) pribadi yang tidak lekas putus asa, 2) pribadi yang senang membaca, dan 3) pribadi yang berbicara singkat, tetapi mantap. Penelitian tentang aspek keribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye dapat digunakan dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI. Dalam hal ini siswa dituntut mampu menganalisis unsur instriksik dan ekstriksik dalam novel. Kata kunci: kepribadian tokoh Karang, struktur novel MBDA dan psikologi sastra.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
1
Naskah Publikasi 2013
PENDAHULUAN Karya sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan kemampuan dan kekuatan imajinasinya, sehingga seorang
pengarang mampu menciptakan
suatu karya sastra. Nurgiantoro (2007:54) menyatakan bahwa seringkali karya sastra itu tercipta karena pengarang bermaksud untuk menanggapi, menyerap, dan mentransformasikan karya sastra sebelumnya. Namun, karya sastra yang telah tercipta tidak semata-mata merupakan hasil kesanggupan seorang pengarang menciptakannya, tetapi karya sastra yang tercipta itu dapat juga merupakan hasil meniru, menyerap, menanggapi, dan mentransformasikan karya sastra sebelumnya. Sebuah karya sastra dipersepsikan sebagai ungkapan realitas kehidupan dan
konteks
penyajinya
disusun
secara
terstruktur,
menarik,
serta
menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman dan pengetahuan secara potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Mengkaji karya sastra dapat membantu kita dalam mengungkap makna serta pesan yang disampaikan pengarang. Untuk itu, diperlukan sebuah penelitian sastra. Penelitian merupakan suatu karya atau tata kerja yang diterapkan dalam upaya memecahkan masalah secara hati-hati, teliti dan mendalam berdasarkan bukti-bukti (Siswantoro, 2005:54). Seperti penelitian lainnya, penelitian sastra harus dilakukan dengan hatihati, cermat dan objektif agar dapat menghasilkan penelitian yang berbobot. Tujuannya adalah menemukan prinsip-prinsip baru yang belum ditemukan orang lain. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian sastra antara
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
2
Naskah Publikasi 2013
lain: 1) hipotesis atau asumsi tidak diperlukan sebab analisis bersifat deskripsi, bukan generaralisasi, 2) populasi dan sempel tidak mutlak diperlukan, 3) kerangka penelitian tidak bersifat tertutup, dan diskripsi pemahaman berkembang terus, 4) objek yang sesungguhnya bukanlah bahasa, tetapi wacana atau teks (Ratna, 2011:20). Penelitian sastra tidak akan berhasil jika peneliti tidak memahami sastra. Salah satu cara untuk memahami karya sastra adalah mengetahui makna-makna yang terkandung dalam karya sastra tersebut, salah satunya dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra. novel merupakan salah satu karya sastra yang di dalamnya memuat nilai estetika, nilai pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan. Mahayana (2007:226) mengatakan bahwa pengarang lewat karyanya mencoba mengungkapkan fenomena kehidupan manusia, yaitu berbagai peristiwa dalam kehidupan ini. Pengarang
menghayati
berbagai
permasalahan
tersebut
kemudian
mengungkapkanya dalam bentuk sarana fiksi menurut pandanganya. Hal ini ditampilkan sastrawan Indonesia melalui karya-karyanya, seperti yang terdapat pada novel MBDA karya Tere Liye. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan judul “Aspek Kepribadian Tokoh Karang dalam Novel
MBDA
karya
Tere
Liye: Tinjauan Psikologi
Sastra
dan
Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra Di SMA”. Novel MBDA karya Tere Liye dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji. Kelebihan novel ini terletak pada ceritanya, yakni Karang yang mencoba bangkit dari perasaan bersalahnya dengan membimbing Melati seorang gadis yang bisu, buta, dan tuli untuk mengenali dunia. Karang
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
3
Naskah Publikasi 2013
sebenarnya hampir kehilangan hidupnya setelah delapan belas anak didiknya tewas dalam kecelakaan kapal. Perasaan bersalahnya hampir setiap hari menghantuinya selama tiga tahun terakhir. Akan tetapi rasa cintanya terhadap anak-anak membuat Karang terdorong untuk mengajari Melati menemukan dunia yang baru. Peneliti dengan tinjauan psikologi sastra pernah dilakukan oleh Nunung Yunita Amalya (2011) melakukan penelitian untuk skripsinya yang berjudul “Aspek Kepribadian Niyala dalam Novel Setetes Embun Cinta Niyala karya Habiburrahman El Shirazy Tinjauan: Psikologi Sastra”, Ahmad Safi’I (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Aspek Kepribadian Tokoh Utama Alif Fikri dalam Novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA”, dan Deviana Evi Eryani (2012) juga melakukan penelitian yang berjudul “Aspek Kepribadian tokoh Dila dalam Novel Surat Buat Themis karya Mira W. Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian di atas mempunyai persamaan dan perbedaan. Ada beberapa persamaanya yaitu sama-sama pengkaji aspek kepribadian tokoh, sedangkan perbedaannya terdapat pada objek yang dikaji. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendiskripsikan unsur-unsur yang membangun novel MBDA karya Tere Liye, (2) mendiskripsikan aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA dengan tinjauan psikologi sastra, (3) memaparkan implementasi hasil penelitian novel MBDA karya Tere Liye sebagai bahan ajar di SMA.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
4
Naskah Publikasi 2013
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji novel MBDA karya Tere Liye adalah deskriptif kualitatif. Diskripsi kualitatif merupakan usaha pemberian diskripsi atas fakta yang tergali atau terkumpul yang dilakukan secara sistematis (Siswantoro, 2005:57). Strategi penelitian ini adalah strategi studi terpancang dan studi kasus atau biasa disebut embedded dan case study yang berfokus pada aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra. Objek penelitian ini adalah aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika. Jakarta cetakan ke14 tahun 2012. Data dalam penelitian ini berwujud kutipan kata, ungkapan dan kalimat yang terdapat dalam novel MBDA karya Tere Liye. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber. Sumber data tersebut terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel MBDA karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika. Jakarta cetakan ke-14 tahun 2012. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah artikel yang mempunyai relevansi untuk memperkuat argumentasi di dalam kajian dan untuk melengkapi hasil penelitian ini. Data sekunder membantu peneliti dalam menganalisis data primer dalam sebuah penelitian berupa artikel-artikel di situs internet (on line) yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu, Soraya Agustina, biografi Tere Liye (www://sorayaagustina.blogspot.com/tereliye.html) diakses pada 10 juni Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
5
Naskah Publikasi 2013
2013 pukul 10.45 WIB dan Tanya biografi, biogfafi Tere Liye ( http://tanyabiografi.blogspot.com/2013/01/biografi-tere-liye.html) di akses pada 10 juni 2013
pukul 10.45 WIB. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik kepustakaan, teknik simak dan catat. Teknik kepustakaan yaitu menggunakan sumber-sumber tertulis untuk mencari data seperti catatan, buku, gambar, data-data yang bukan data angka (Jabrohim, 2001:91). Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa. Teknik catat adalah teknik lanjutan, yaitu dengan mencatat dan membaca teori yang diperlukan, mengutif langsung dan tidak langsung dengan membuat refleksi, kemudian meringkas teori yang dicatat, sehingga menjadi susunan yang harmonis (Mahsun, 2006:91). Teknik simak dan teknik catat berarti peneliti sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer sebagai sasaran peneliti yaitu yang berupa teks novel MBDA karya Tere Liye dalam memperoleh data yang diinginkan. Teknik validasi data atau keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan berbagai teknik yang sesuai dan tepat untuk menggali data dalam bagi penelitian. Ketepatan data tersebut tidak hanya tergantung dari ketepatan memiliki sumber data dan teknik pengumpulan datanya, akan tetapi juga diperlukan teknik pengambilan validasi datanya. Untuk mengetahui keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi terdiri dari empat jenis, yaitu
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
6
Naskah Publikasi 2013
trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi teori, dan triangulasi peneliti. Berdasarkan empat teknik trianggulasi ini, teknik validasi data yang digunakan dalam penelititian ini adalah trianggulasi data. Trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu data dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Pembahasan Tentang Aspek Kepribadian Tokoh Karang dalam Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye Penelitian ini membahasa tentang aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye. 1. Pribadi yang Tidak Lekas Putus Asa Tidak lekas putus asa berarti tidak mengenal menyerah atau pantang menyerah dalam menghadapi masalah apa pun. Dalam novel MBDA, Karang merupakan seseorang yang semula sangat menyesal dengan tragedi kecelakaan kapal yang menewaskan delapan anak-anak didiknya yang sangat disayang tidak lekas putus asa dan mencoba bangkit dari masa lalunya yang menyedihkan. Hal itu dapat terlihat dalam kutipan berikut. Penghuninya seperti tidak peduli. Juga tidak peduli dengan berisiknya siaran langsung di gang sempit di bawah. Ia tidur dengan tarikan nafas berat. Bau alkohol tercium pekat dari mulut. Pemuda berumur dua puluh tujuh tahun itu tidur dengan sepatu masih di kaki. Baru pulang shubuh tadi. Terlalu lelah. Terlalu penat. Terlalu sesak. Terlalu…. Begitu saja hidupnya tiga tahun terakhir. Macam kalong. Tidur di siang hari. Berjaga penuh di malam hari. Menghabiskan dingin dan lengangnya malam sambil menggerutu di kedai minuman, bar di tengah kota. Duduk di pojok ruangan. Sendirian. Menatap galak ke siapa saja yang mencoba basa-basi bertegur sapa, termasuk waitress genit yang mengantarkan botol bir. Gesture wajah dan gerakan tubuhnya jelas sekali: Pergi!! Biarkan aku sendiri! (Tere, 2012:12). Tertawa getir. “Tidak ada yang menyalahkanku? Memang itu penting? Memangnya kata orang-orang lebih penting dibandingkan
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
7
Naskah Publikasi 2013
apa yang kurasakan? Kau tahu, setiap detik aku seperti bisa menyaksikannya kembali semuanya…. Teriakan mereka! Wajahwajah ketakutan mereka! Ya Tuhan! Bahkan jemari tangan mereka yang beku. Bibir-bibir mereka yang biru… tubuh-tubuh dingin menambang… delapan belas__” (Tere, 2012:28). Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Karang merupakan pemuda berumur dua puluh tujuh tahun yang mengalami trauma, karena kecelakaan kapal yang menewaskan delapan belas anak didiknya. Karang berubah menjadi seorang pemabuk, kasar, dan tidak terurus. Karang, pemuda di atas ranjang tua menyengit dalam tidurnya. Terganggu. Tangannya menggibas-gibas jengkel. Benda itu masih berputar di depan wajahnya. Semakin diusir semakin berani. Mendesis mangkal. Karang Terbangun. Mata merahnya terbuka. Mimpi itu terputus. Menyumpah-nyumpah, meski kali ini bangunnya tidak disertai terjatuh dari ranjang dan kepalanya juga tidak terbentur kayu jati (Tere, 2012:30). Tiga tahun melesat tanpa terasa. Tiga tahun yang berat baginya. Karena bagaimanalah ia harus menjadi saksi kehidupan menyedihkan anak-asuhnya yang dulu amat dibanggakan. Ribet menjawab pertanyaan tetangga sekitar, yang nomor satu soal menggosip. Tak lelah membujuk Karang, bercerita tentang semangat hidup, mengenang kejadian indah saat masa kanak-kanak mereka dulu. Percuma! Karang semakin tak bisa dikendalikan. Bagaimana ia akan bisa? Kalau ia yang berusaha membantunya sudah sesak duluan melihatnya. Malam ini, lagi-lagi ia tidak bisa mencegahnya pergi menghabiskan waktu dengan kesia-siaan. Esok mungkin juga tidak. Bahkan, mungkin tidak akan pernah bisa.... kesedihan kejadian tiga tahun lalu itu terlalu menyakitkan. Terlalu! (Tere, 2012:43-44). Dari kutipan di atas, Ibu-ibu gendut berusaha untuk menghibur Karang, tetapi Ibu-ibu gendut tidak bisa melakukannya karena kejadian tiga tahun lalu itu terlalu menyedihkan dan menyakitkan buat Karang. Karang mencoba bangkit dari masa lalunya yang menyedihkkan dengan mengajari Melati walaupun pada awalnya ia tidak ingin membantunya. “Dua belas jam yang lalu, aku sedikitpun tidak tertarik membantu keluarga Anda, Tuan. Membantu anak ini, apa peduliku? Hanya akan menghabiskan waktu. Aku sama sekali tidak berniat meski hanya menjajakkan kaki di rumah mewah kalian. Percuma! Buat apa! Tapi pagi ini, aku berubah pikiran. Ya! Berubah pikiran begitu saja. Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
8
Naskah Publikasi 2013
Sedetik yang lalu aku sudah memutuskan membantu anak Anda (Tere, 2012:104). Kutipan di atas menunjukkan bahwa awalnya Karang tidak tertarik untuk membantu Melati, tetapi setelah melihat keadaan Melati akhirnya Karang memutuskan untuk membantunya. Malam ini Karang ingin bisa mengenang semuanya dengan rileks. Mengenang kembali tubuh-tubuh dingin membeku itu dengan utuh. Tubuh-tubuh yang mengambang di buasnya lautan. Delapan belas jumplahnya! Mengenang wajah Qintan yang menatapnya redup sebelum pergi. Karang mengusap ujung-ujung matanya. Lihatlah, untuk pertama kalinya ia bisa bersedih dan lega atas kenangan masa lalu itu. Menangis dengan air mata…. (Tere, 2012:229). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Karang mulai bisa menerima kenyataan dan berdamai dengan masa lalunya yang menyedihkan. Beberapa kutipan di atas menunjukan bahwa Karang merupakan pribadi yang tidak lekas putus asa. Kepribadiannya itu mampu membuatnya bangkit dari masa lalunya yang menyedihkan dan mengatasi masalah yang dihadapinya.
2. Pribadi yang Senang Membaca Karang adalah seorang pemuda biasa yang memiliki jiwa sosial yang luar biasa kepada anak-anak. Karang mampu ikut merasakan perasaan anak-anak yang berdiri di depannnya. Ia dengan mudah dapat mendekati anak-anak dan juga mudah menarik perhatian anak-anak dengan kepandaiannya dalam bercerita. Karena kecintaannya terhadap anak-anak dan juga kepandaiannya dalam hal bercerita, ia telah mendirikan belasan Taman Bacaan untuk anakanak di berbagai kawasan di sekitar Ibu Kota. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan berikut. Anak itu benar-benar tumbuh menjadi seseorang. Masa kecilnya yang tidak beruntung berubah menjadi dampak positif. Karang mendirikan belasan Taman Bacaan Anak-anak di ibukota. Selintas sama seperti rumah singgah milik suaminya dulu, tetapi berbeda banyak dari sisi penampilan fisik, konsep, dan entahlah. Banyak yang ia tidak mengerti dari surat-surat Karang, rencana-rencana hebatnya. Yang ibu-ibu gendut itu mengerti pasti, Karang amat mencintai anak-anak. Bukan hanya karena wajah menggemaskan
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
9
Naskah Publikasi 2013
mereka. Lebih dari itu, karena janji kehidupan yang lebih baik tergenggam dalam tangan-tangan mungil mereka (Tere, 2012:42). Kesukaannya membaca buku, membuat Karang membangun belasan taman bacaan untuk anak-anak. Hal lini dapat terlihat dalam kutipan berikut.
Menukarnya demi anak-anak. Membangun belasan taman bacaan, mengajarkan anak-anak sejak kecil betapa indah berbagi, betapa indah merasa cukup, betapa indah berkerja keras kemudian bersyukur atas apa pun hasilnya. Ya Tuhan, ia pernah mengenal perasaan ini. dulu ia tidak mengerti, ketika kuasa langit menukar seluruh janji jual beli itu dengan kekuatan itu. Jual beli menguntungkan! (Tere,2012:116). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Karang mendiri belasan taman bacaan untuk anak didiknya. Karang ini mendongeng. Persis seperti yang dilakukannya di Taman Bacaan Anak-anak dulu. “Kak Karang! Kak Karang! Mendongeng. Mendongeng buat Qintan__” Qintan menggelayut di lengannya. Wajahnya membujuk penuh harap. Nyengir lebar. “Dongeng apa?” Karang tertawa menatap wajah imut Qintan. “Ehm…E, e, dongeng apa, ya?” Qintan mengaruk-garuk rambutnya, berpikir sok dewasa. Lantas sekejap menyebut sebuah benda. Karang pendongeng yang baik. Baginya bercerita hanyalah proses sederhana. Dia membuat cerita apa saja dari sepotong benda. Memberikan plot dan karakter menarik, juga konteks pelajaran bagi anak-anak. Anak-anak di Taman Bacaan tahu itu. Mereka tinggal menyebut sepotong benda, maka Kak Karang akan membuat sebuah cerita yang indah (Tere,2012:194). Kutipan di atas menunjukkan bahwa Karang merupakan pendongeng yang baik. Dari sepotong benda Karang bisa menjadikannya sebuah cerita yang indah yang membuat anak-anak antusias mendengarkan ceritanya.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas terlihat bahwa Karang sebagai pribadi yang suka membaca. Sebagai pribadi yang suka membaca, Karang mendirikan belasan Taman Bacaan. Dia juga merupakan pendongeng yang baik.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
10
Naskah Publikasi 2013
3. Pribadi yang Berbicara Singkat, tetapi Mantap Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Suharso, 2012), berbicara singkat tetapi mantap adalah perkataan yang ringkas atau pendek tetapi memiliki arti yang menguatkan dalam perkataan tersebut. Karang merupakan sosok pemuda yang tidak banyak berbicara. Perkataannya yang singkat tersebut mengandung arti bila diucapkan. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut. Karang tertawa. Getir. Tertunduk, Ya! Aku mencintai anak-anak lebih dari siapa pun. Kata bijak itu benar sekali, terlalu mencintai seseorang justru akan membunuhnya (Tere, 2012:72). Kutipan di atas menunjukan bahwa Karang seorang yang tegas. Kata-kata yang diucapkan sangat menusuk hati yang mendengarnya. Gerakan tangan Karang membuka pintu terhenti, menoleh tersinggung, menatap amat tajam ke ibu-ibu gendut, mendesis, “Omong kosong! Jangan ajari aku soal kesempatan, Ibu…. Jangan pernah ajari aku tentang penyesalan! Jangan sekali-kali!” (Tere, 2012:90). Kutipan di atas menunjukan bahwa Karang tidak menyukai perkataan Ibuibu gendut yang mengajarkannya tentang kesempatan dan penyesalan. Salamah menganguk. Menyeka ingusnya. Menatap wajah Karang yang masih menatap kosong. Untuk pertama kalinya demi melihat wajah Karang, Salamah bersimpati kepadanya__ Ia suka dengan kalimat Karang tentang makna kesempatan tadi. Kesempatan melempar bola mengenai anak tangga pualam! Itu bisa dibilang 100% pasti kena (Tere, 2012:174). Kutipan di atas, menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya Salamah bersimpati kepada Karang. Salamah menyukai perkataan Karang
mengenai
makna sebuah kesempatan yang ada. “Maafkan aku, Salamah. Melati mustahil sembuh, itu kenyataan. Menyakitkan memang.” Karang berkata pelan, “Tetapi ia tetap akan bisa melihat meski tanpa mata, Salamah. Ia akan tetap bisa mendengar meski tanpa telinga. Ia bahkan bisa melakukan hal-hal hebat yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh kita. Yakinlah! Itu pasti akan terjadi.” Salamah mengangkat kepalanya. Kalimat Karang yang meski pelan tetapi bertenaga menusuk hatinya. Penuh janji. Penuh semangat.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
11
Naskah Publikasi 2013
Salamah menelan ludah, “Maksud Pak Guru, sama… sama seperti kita melempar bola ke dinding itu?” Karang mengangguk, tersenyum. Ya! Kesempatannya masih amat besar. Salamah ikut tersenyum lebar. Mengangguk yakin. Karang melanjutkan langkahnya. Kali ini tanpa interupsi (Tere, 2012:261). Kutipan di atas menunjukkan bahwa perkataan Karang yang pelan, tetapi bertenaga menusuk hati Salamah. Perkataannya menyakitkan, tetapi mengandung arti yang besar, membuat orang yang mendengarnya tersentuh hatinya. Dari beberapa kutipan di atas dapat dilihat bahwa Karang sebagai pribadi yang berkata singkat, tetapi mantap. Sebagai pribadi yang berkata singkat, tetapi mantap Karang mampu menyentuh hati seseorang dengan perkataanya walaupun terkadang terdengar menyakitkan, tetapi penuh janji dan semangat.
Berdasarkan analisis kepribadian Karang dengan menggunakan teori Heymans di atas, dapat diambil simpulan bahwa Karang memiliki kepribadian tipe flegmenticity (orang tenang) yang meliputi 1) pribadi yang tidak lekas putus asa, 2) senang membaca, dan 3) berbicara singkat, tetapi mantap. Dalam hal berpikir selalu berdasarkan pengalaman sehari-hari dan kepribadiannya yang kuat.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan peneliti, aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA karya Tere Liye ini dapat diimplikasikan dalam pembejaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA kelas XI semester I dengan standar kompetensi memahami wacana sastra melalui kegiatan mendengarkan pembacaan kutipan/sinopsis novel MBDA karya Tere Liye dan kompetensi dasar, standart kompetensi, dan kompetensi dasar menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan novel MBDA karya Tere Liye yang dibacakan. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditentukan tersebut sesuai dengan penelitian ini, yaitu menganalisis struktur novel yaitu sifat tokoh yang dapat dijadikan contoh dan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
12
Naskah Publikasi 2013
Simpulan Penelitian tentang aspek kepribadian tokoh Karang dalam novel MBDA dapat diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI didasarkan pada Standar Kompetensi (SK). Membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau novel terjemahan Kompetensi Dasar (KD): 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dalam hai ini peserta didik dituntun dapat menganalisis unsur instriksik dan ekstriksik dalam novel.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
13
Naskah Publikasi 2013
Daftar Pustaka Ahmad Safi’I . 2012. Aspek Kepribadian Tokoh Utama Alif Fikri dalam Novel Ranah 3 Warna Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan ajar Sastra Di SMA. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Deviana Evi Eryani. 2012. Aspek Kepribadian tokoh Dila dalam Novel Surat Buat Themis karya Mira W. Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jabrohim (ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Liye, Tere. 2012. Moga Bunda Disayang Allah. Jakarta: Republika. Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Press. Nunung Yunita Amalya. 2011. Aspek kepribadian Niyala dalam Novel Setetes Embun Cinta Niyala karya Habiburrahman El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kuta. 2011. Teori dan Metode Teknik Penelitian Sastra, Cetakan kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Suharso dan Ana Retnoningsih.2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:Widya Karya http://saffpop.wordpress.com/tere-liye/ . diakses 10 Juni 2013 pukul 10.45 WIB. http://tanya-biografi.blogspot.com/2013/01/biografi-tere-liye.html. Juni 2013 pukul 10.50 WIB.
diakses
10
www://sorayaagustina.blogspot.com/tereliye.html. diakses 10 Juni 2013 pukul 10.55 WIB.
Yuli Sulistyowati, PBSID 2009, FKIP-UMS
14