VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
PENINGKATAN PEMAHAMAN BELAJAR AKIDAH AKHLAK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) DI MTS RAUDHATUL MUTA’ALLIMIN TUGU SEMARANG Siti Maemunah FIP IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] ABSTRAK Pembelajaran Akidah Akhlak di madrasah biasanya lebih menekankan pada metode ceramah, bersifat hafalan, dan cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga pembelajaran yang ada kurang efektif. Observasi dilakukan di MTS Raudhatul Muta’allimin kecamatan Tugu Kota Semarang. menunjukkan bahwa hasil belajar, motivasi dan aktivitas belajar siswa masih rendah (ketuntasan belajar klasikal masih sebesar 52%). Salah satunya disebabkan oleh model pembelajaran yang diterapkan guru kurang variatif. Siswa kurang termotivasi untuk aktif dalam proses pembelajaran sehingga aktivitas belajar rendah. Penelitian ini mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dirancang 3 siklus dengan 6 kali pertemuan.. Evaluasi hasil dan refleksi tindakan pembelajaran sebanyak tiga siklus, diperoleh data bahwa pembelajaran akidah akhlak dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat berjalan lebih efektif dengan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan mampu meningkatkan hasil belajar dan memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam aktivitas belajar pada mata pelajaran Akidah akhlak. Hasil selama proses pembelajaran berupa tes dan observasi mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 72,4% menjadi 82,8% pada siklus II dan 93,1% pada siklus III. Sementara aktivitas belajar sebesar 51,72% dari siklus I menjadi 72,41% pada siklus II dan 89,65% pada siklus III. Demikian halnya dengan tingkat motivasi belajar meningkat dari kategori cukup dari siklus I menjadi kategori baik dengan prosentasi 100% pada akhir siklus III. Penggunaan materi akidah akhlak bisa disesuaikan dengan model cooperative learning tipe STAD. Kata Kunci : STAD, motivasi, aktivitas belajar, hasil belajar. I. PENDAHULUAN Pendidikan akidah akhlak diarahkan untuk menyiapkan siswa dalam mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan akidah Islam dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian menjadi dasar pandangan hidup (way of life) melalui kegiatan pengajaran, penggunaan, pengamalan dan pembiasaan. Pelajaran ini diberikan kepada siswa sebagai bekal akidah (keimanan) dan dasar seseorang dalam bersikap (akhlak) dan berprilaku sebagai seorang muslim sejati (Mulyasa, 2007;47). Pendidikan akidah akhlak tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, tetapi juga bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat dan mampu mengamalkan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
13
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
Pendidikan akidah akhlak khususnya di madrasah Tsanawiyah sebagai bagian integral dari pendidikan agama. Pendidikan akidah akhlak bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara substansial mata pelajaran akidah akhlak memiliki kontribusi besar dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran yang dialami siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan, pengalaman, penalaran, ketrampilan, nilai dan sikap. Agar perubahan tersebut dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan cara untuk
mengefektifkan
pemahaman konsep dan penalaran. Pemahaman dan penalaran konsep akidah khlak tersebut pada pengamalan belajar siswa bukan doktrin atau hafalan semata, melainkan siswa mampu mengamalkan pemahamanya dan tercermin dalam sikap dan prilaku. Proses pembelajaran menjadi penting karena didalamnya ada aktivitas belajar siswa dalam memahami konsep yang ingin dicapai melalui pengalaman belajar sehingga hasil pembelajaran itu dapat dipahami dengan baik dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan. Pemahaman konsep akidah akhlak siswa dapat berkembang berdasarkan proses bukan hafalan sehingga siswa mampu memahami secara natural bukan paksaan guru. Efektifnya pemahaman konsep melalui pembelajaran, berarti tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suasana belajar yang tepat, agar siswa senantiasa meningkatkan aktivitas belajarnya dan termotivasi dalam belajar. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan akidah akhlak, maka diharapkan proses pembelajaran dapat menarik minat siswa sehingga lebih termotivasi dan aktif dalam proses belajar. Proses pembelajaran harus sesuai dengan kondisi dan keinginan siswa, hal ini akan membuat siswa merasa senang mengikuti kegiatan belajar. Observasi awal yang peneliti lakukan di MTs Raudhatul muta’allimin tugu semarang, pada pembelajaran akidah akhlak kelas VIII awal semester ganjil (bulan Juli- Agustus 2010) menunjukan aktivitas belajar akidah akhlak masih kurang dengan tingkat motivasi belajar masih rendah. Hal ini disebabkan kegiatan belajar kurang variatif sehingga siswa kurang tertarik dengan kegiatan belajar. Terlebih pada bahasan pertama ‘meningkatkan keimanan kepada kitab-kitab Allah SWT’. Hasil ulangan harian menunjukan siswa mengalami kesulitan memahami materi yang diberikan dengan hasil ulangan yang belum mencapai ketuntasan klasikal ≤ 65 sejumlah 6 orang. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru akidah akhlak dan siswa, diperoleh data bahwa metode yang dipakai selama ini masih menggunakan metode konvensional/ceramah. Hal ini tentunya menyita banyak waktu, proses pembelajaran kurang efektif. Pada pokok bahasan tertentu terkadang dilakukan diskusi kelompok, tetapi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
14
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
siswa kurang termotivasi karena pembagian kelompok tidak beimbang. Banyak siswa yang tidak berpartisipasi dalam kelompoknya dan melakukan kegiatan sendiri di luar kegiatan kelompok. Siswa laki-laki lebih sulit mengikuti kegiatan belajar dibanding siswa perempuan. Aktivitas belajar kurang efektif, pembagian kelompok yang tidak memenuhi unsur haterogenitas menjadikan siswa yang kurang pandai pasif, sementara siswa yang pandai menyelesaikan tugas dengan baik. II. PEMBAHASAN Pembelajaran kooperatif meliputi 6 fase, Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif, yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu (Aqib, Zaenal dan Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah, cet. II, Bandung: Yrama Widya, 2008, h. 72-73). Keenam fase pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Fase 1:
Fase 2: Fase 3:
Fase 4:
Fase 5: Fase 6:
FASE Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Menyajikan informasi Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Membantu kerja kelompok dalam belajar Mengetes materi Memberikan penghargaan
KEGIATAN GURU Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa, baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks. Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas. Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka. Guru memberikan cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
1. Analisis Data Penelitian a. Analisis Tes Akhir Siklus Data prestasi belajar dianalisis dengan melakukan tes pada setiap akhir pertemuan pembelajaran. Hasil tes evaluasi dinilai dengan angka antara 0 sampai MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
15
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
dengan 10. Analisis tes akhir siklus ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa pada tiap akhir siklus pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa dihitung de-ngan menggunakan rumus berikut ini. Nilai =
skor yang diperoleh siswa skor maksimal
x 100
Ketuntasan belajar individual dicapai jika siswa memperoleh nilai lebih besar dari atau sama dengan 65, sedangkan apabila siswa memperoleh nilai kurang dari 65 maka dikatakan belum tuntas belajarnya. Untuk mengukur prosentase ketuntasan belajar secara klasikal digunakan rumus berikut ini. Ketuntasan klasikal =
siswa yang tuntas belajar jumlah seluruh siswa
x 100%
Ketuntasan belajar klasikal tercapai apabila prosentase siswa yang tuntas belajar atau siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65 jumlahnya lebih dari atau sama dengan 85% dari jumlah seluruh siswa di dalam kelas. b. Analisis Aktivitas Belajar Siswa Analisis data yang digunakan dalam mengukur aktivitas belajar siswa adalah analisis deskriptif melalui triangulasi data yaitu reduksi data, pemaparan data, dan verifikasi/simpulan data. Jadi data observasi tidak dilaporkan seluruhnya. Prosentase minimal aktivitas belajar siswa secara klasikal yang diharapkan sebesar 80%. Perhitungan tingkat prosentase perkembangan aktivitas belajar siswa dilakukan dengan rumus berikut ini. % aktivitas belajar siswa =
Jumlah siswa yang aktif x 100 jumlah siswa
Dengan kategori / kriteria penilaian sebagai berikut: 80% s.d 100%
= sangat baik
70% s.d 79%
= baik
60% s.d 69%
= cukup
≤ 59 %
=
kurang
(Arikunto,
Suharsimi,
Dasar-dasar
Evaluasi
Pendidikan, Edisi Revisi, cet. 6, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, h. 245). 2. Hasil Penelitian Pembelajaran akidah akhlak dengan model cooperative learning tipe STAD memberikan implikasi yang baik pada peningkatan motivasi, aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Berikut data peningkatan hasil belajar siswa dan aktivitas belajar dari tiap siklus.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
16
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
Tabel 2. Data Peningkatan Hasil Belajar No
Siklus
1 2 3 4
Pre test I II III
Nilai Ratarata 57,4 65,3 67,75 71,37
Ketuntasan Belajar 24,13% 72,4% 82,8% 93,1%
Tabel 3. Data Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa No
Siklus
1 2 3
I II III
Jumlah Siswa Aktif 15 21 26
Prosentase Keaktifan 51,72% 72,41% 89,65%
Tabel 4. Data Peningkatan motivasi belajar Siswa No 1
Siklus I
2
II
3
III
Jumlah Siswa 28 1 21 8 29
Kategori Cukup Baik Kurang baik Cukup baik Baik Baik
Hasil tes prestasi belajar siswa pada siklus I selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I No 1 2 3 4 5 6
Keterangan Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata kelas Jumlah siswa yang belum tuntas belajar Jumlah siswa yang tuntas belajar Prosentase ketuntasan belajar
Perolehan 55 80 65,00 8 18 69,23%
Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus I No. 1 2 3 4 5
Kriteria Jumlah Siswa Siswa yang bertanya 10 Siswa yang ikut menjawab 11 Siswa yang mengemukakan pendapat 11 Siswa yang aktif dalam diskusi 14 Siswa yang aktif dalam menyediakan 16 sumber dan alat pembelajaran Jumlah siswa yang aktif 14 Prosentase keaktifan siswa 53,85%
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
17
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
Hasil tes prestasi belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7. Data Hasil Belajar Siswa Siklus II No 1 2 3 4 5 6
Keterangan Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata kelas Jumlah siswa yang belum tuntas belajar Jumlah siswa yang tuntas belajar Prosentase ketuntasan belajar
Perolehan 60 80 67,30 5 21 80,77
Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus II No. 1 2 3 4 5
Kriteria Siswa yang bertanya Siswa yang ikut menjawab Siswa yang mengemukakan pendapat Siswa yang aktif dalam diskusi Siswa yang aktif dalam menyediakan sumber dan alat pembelajaran Jumlah siswa yang aktif Prosentase keaktifan siswa
Jumlah Siswa 15 15 15 20 23 19 73,08%
Hasil tes prestasi belajar siswa pada siklus III dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Data Hasil Belajar Siswa Siklus III No. 1 2 3 4 5 6
Keterangan Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata kelas Jumlah siswa yang belum tuntas belajar Jumlah siswa yang tuntas belajar Prosentase ketuntasan belajar
Perolehan 60 90 70,77 2 24 92,31%
Hasil observasi aktivitas belajar siswa siklus III dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10. Data Aktivitas Belajar Siswa Siklus III No. 1 2 3 4 5
Kriteria
Jumlah Siswa 24 19 23 19 25
Siswa yang bertanya Siswa yang ikut menjawab Siswa yang mengemukakan pendapat Siswa yang aktif dalam diskusi Siswa yang aktif dalam menyediakan sumber dan alat pembelajaran Jumlah siswa yang aktif 23 Prosentase keaktifan siswa 88,46% Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I sampai dengan siklus III membuktikan bahwa ternyata STAD dapat diterima dengan baik oleh siswa kelas VIII MTs Raudhatul Muta’allimin dengan hasil peningkatan dari setiap siklus. Meskipun pada MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
18
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
pelaksanaan tindakan mengalami beberapa kendala teknis, namun hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pembelajaran akidah akhlak dengan model Cooperative learning tipe STAD lebih efektif dibandingkan dengan model yang digunakan sebelumnya. Efektivitas pembelajaran tersebut diantaranya dengan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang semakin aktif, motivasi belajar siswa semakin meningkat meskipun pada siklus I dan siklus II masih dalam kategori cukup baik, namun pada siklus III mengalami peningkatan dengan kategori baik. Ini menunjukan bahwa siswa merasa senang dan menikmati suasana pembelajaran akidah akhlak melalui penerapan model cooperative learning tipe STAD. Aktivitas belajar siswa dalam kelompok juga menunjukan gejala positif dengan keterlibatan siswa dalam kegiatan kelompok. Keterlibatan siswa dalam kelompok akan menjadikan diskusi lebih hidup dan berwarna, karena masing-masing siswa saling mengemukakan pendapat tanpa mengabaikan pendapat teman lainya. Kegiatan kelompok ini akan melatih siswa saling menghargai antar anggota kelompok dan membangaun rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan bersama.
III. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang model Cooperative Learning tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam pembelajaran Akidah Akhlak di MTs Raudhatul Muta’allimin pada semester 1 tahun ajaran 2010/2011 dapat peneliti kemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Model Cooperative Learning tipe STAD dalam pembelajaran akidah akhlak menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dengan keterlibatan siswa dalam kegiatan sehingga siswa lebih aktif dan interaktif dalam kegiatan kelompok. Proses pembelajaran menjadikan siswa lebih terampil dalam berkomunikasi dengan temannya dan pemahaman materi lebih baik karena bisa langsung dipraktekan dalam kegiatan kelompok. 2. Penerapan model Cooperative Learning tipe STAD pada pelajaran Akidah Akhlak mempermudah bagi guru dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan dan mengoptimalkan/menuntaskan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari prosentase ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus I sebesar 72.4% atau meningat sebesar 15% dari data awal sebesar 57,4%, dan pada siklus II sebesar 82.8% atau meningkat sebesar 10,4% dari siklus I dan pada siklus III sebesar 93,1% atau meningkat 10,3%. 3. Aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe STAD, dengan model ini guru mudah memotivasi keaktivan siswa melalui pemberian tugas atau pertanyaan yang dikerjakan oleh siswa secara bersama-sama dalam kelompok kecil. Guru juga mudah memantau aktivitas siswa sehingga tingkat MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
19
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
kesukaran dan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dapat diketahui dan dicarikan solusinya. Motivasi belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadikan siswa semakin aktif dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang menjadikan tingkat aktivitas velajar siswa meningkat pada tiap siklus. Peningkatan aktivitas belajar siswa ini dapat terlihat dari siklus I, II dan siklus III, secara berturut-turut sebesar: 51,72%, 72,41% dan 89,65%. 4. Penggunaan materi akidah akhlak dalam pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe STAD ternyata bisa dilakukan pada materi akidah dan juga materi akhlak. Materi akidah biasanya lebih sulit dipahami siswa, namun dengan model Cooperative Learning tipe STAD siswa menjadi lebih mudah memahami materi akidah karena adanya kegiatan kelompok yang membantu siswa kesulitan belajar menjadi mudah dengan adanya tutor sebaya. Demikian halnya dengan materi akhlak tidak hanya mudah dipahami tetapi siswa bisa langsung memparaktekan materi tersebut dalam kegiatan kelompok. Ini merupakan kelebihan dari model Cooperative Learning tipe STAD yang mampu melatih ketrampilan sosial siswa dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut, maka ada beberapa saran dan harapan penulis yang ditujukan kepada para pemerhati dan praktisi pendidikan sebagai berikut: a. Bagi guru, untuk mencapai kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar yang baik dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD diperlukan persiapan penguasaan materi dengan baik, menggali pengetahuan dan wawasan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dan hal-hal yang terkait dengan unsur model Cooperative Learning tipe STAD. Untuk guru di MTs Raudhatul Muta’allimin bisa menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD ataupun tipe lainnya untuk kelas-kelas lain dengan materi yang
berbeda sehingga menghasilkan
pembaharuan dalam pembelajaaran. b. Bagi siswa MTs Raudhatul Muta’allimin khususnya, dan siswa secara umum, agar dalam mempelajari Akidah Akhlak selalu rajin, tekun dan sabar. Pengalaman pembelajaran
dengan
model
Cooperative
Learning
tipe
STAD,
memberikan
pembelajaran yang tidak hanya menuntut pemahaman materi tetapi dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan kelompok banyak mempengaruhi peningkatan hasil belajar dan aktivitas belajar. Oleh karena itu, peningkatkan praktek dan cara-cara keterampilan kooperatif dalam pembelajaran bisa dilakukan pada kelas-kelas lain. c. Bagi peneliti berikutnya atau pihak lain yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran yang
telah dikembangkan peneliti ini, sedapat mungkin terlebih dahulu dianalisis
kembali untuk disesuaikan penerapannya, terutama dalam hal materi pelajaran, alokasi
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
20
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
waktu, fasilitas pendukung termasuk media pembelajaran, dan karakteristik siswa yang ada pada madrasah atau sekolah tempat perangkat ini akan diterapkan. d. Ditujukan kepada lembaga pengembang kurikulum untuk dapat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe STAD sebagai upaya untuk peningkatan dan pengembangan kualitas pembelajaran terutama pada sekolah/madrasah yang belum menerapkan model pembelajaran inovatif. e. Ditujukan kepada
lembaga pendidikan baik Kemenag maupun Kemendiknas untuk
sering memberikan pendidikan dan latihan (diklat) bagi guru-guru tentang wawasan dunia pendidikan terutama dalam penerapan model-model pembelajaran, agar guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan pelajaran yang diajarkannya sehingga tujuan belajar mudah dicapai. DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zaenal dan Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah, cet. II, Bandung: Yrama Widya, 2008. Arifin, Zainal, Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Prosedur, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991. Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, cet. 5, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, cet. 6, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. ----------, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi V, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Khusus Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta: PT Binatama Raya -----------, 2007, Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Agama Dan Akhlak Mulia, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional Cohen, Bruce J.,1992, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta. Cohen, Elizabeth G. ed, 2004, Teaching Cooperative Learning ; The Challenge For Teacher Education, USA; State University of New York Press Albany Daradjat, Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Depdiknas.
Pembelajaran
Kooperatif.
http://www.depdiknas.go.id/jurnal/45/
perdy-
karuru.html. 26 Pebruari 2008. Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, cet. 7, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Ibrahim dan Sukmadinata, Perencanaan Pengajaran, cet. 2, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Ibrahim, dkk, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Universitas Negeri Malang, 2001.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
21
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, cet. 1, Bandung: Alfabeta, 2007. Johnson,DJ,
Johnson,RT,
1984,
Cooperation
in
the
Classroom,
Menneapolis:
Cooperarative Learning Centre Kagan, Spenser, 1993, Cooperative Learning: Resources for teachers, San Juan Capistrano, CA: Kagan Cooperative Learning ----------, Miguel Kagan, Laurie Kagan, 2000, Reaching Standards Through Cooperative Learning- Social Studies, Natl Professional Resources Inc Lie, Anita, 2002, Cooperative Learning, Jakarta; Gramedia ----------, 2007, Mempraktikan Cooperative Learning dalam Ruang Kelas, Jakarta, Grasindo Moloeng, Lex J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, cet. 2, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: UM PRESS, 2003. Poerwadarminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985. Ratna, Wills Dahar, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga, 1996. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. 2, Jakarta: Kencana, 2007. Slavin, Robert E, 1985, Learning To Cooperate Cooperating To Learn, USA: International Asosiation For The Study Of Cooperation In Education -----------, 1987, Cooperative Learning, Student Team, NEA Professional Library, National Education Association -----------, 1994, Using Student Team Learning, Baltimore: Johns Hopkins University -----------, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practice, Second Edition, Boston: Allyn and Bacon -----------, 2010, Cooperative Learning (teori,riset dan praktik), terj. Narulita Yusron, Bandung: Nusa Media Silberman, Mel, 2009, Active Learning, terj. 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta; Pustaka Insani Madani Solihatin, dkk, 2008, Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS, Jakarta; Bumi Aksara Soekamto, Toeti. dan Winataputra, Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: Depdikbud, 1997. Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda-karya, 2000. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
22
VOL : XX, NO : 2, JUNI 2013
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, cet. II. Bandung: Alfabeta, 2006. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet. 4, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006. Wiriaatmadja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas, cet. 1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
23