Penerapan Metode Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe TGT ( Teams Game Tournament ) Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Mendiskripsikan Materi Pelajaran IPS Siti Aminah (07140025) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Siswa kelas VII MTs mempunyai ciri atau sifat-sifat sebagai anak SD masih demikin kental. Proses adaptasi dari tingkat dasar ke MTs untuk sebagian besar siswa kelas VII menjadi hal yang paling sulit. Proses adaptasi dengan lingkungan, sosialisasi dengan teman-teman yang baru dan sistem pembelajaran yang jauh berbeda antara SD membuat sebagian besar siswa ”kaget”. Akibatnya nilai prestasi belajar yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Kondisi Riil Di kelas VII selama ini siswanya masih kurang aktif dalam hal bertanya dan menjawab, siswa yang yang aktif hanya 55 %, dan siswa yang mempunyai kemampuan menjawab 40% sementara daya serap siswa kurang dari 50% atau tepatnya hanya 48% saja atau nilai rata-rata kelas kurang dari KKM. Pembelajaran menggunaan Metode Cooperatif Learning Tipe TGT (Team Game Tournament ) sangat penting, karena dapat memudahkan penyampaian materi yang sifatnya abstrak menjadi kongkret. Metode cooperative learning akan menghindari persepsi yang bermacam-macam antara siswa yang satu dan lainnya, sehingga terhindar dari verbalisme. Permasalahan Pengunaan Metode Coperatif Learning berikut: 1) Metode apa sajakah yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pengajaran IPS?, 2) Bagaimanakah cara menggunakan Metode cooperative learning tipe TGT untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menioskripsikan materi pelajaran IPS?, 3) Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskripsikan materi pelajarn IPS?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam metode Pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskripsikan materi pelajaran IPS di kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011, serta untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru menggunakan metode TGT (Team Game Tournament). Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang penggunaan metode cooperative Learning Tipe TGT ( Team Game Tournament ) pada pengajaran IPS di kelas VII. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan metode deskriptif kualitatif, dengan populasi 40 siswa kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal. Variable pada penelitian ini Pengajran IPS meliputi: 1) Kondisi awal siswa sebelum menggunakan metode cooperative tipe TGT (Team Game Tournament )di terapkan 2) Penerapan metode cooperative learning tipe TGT ( Team Game Tournament ) kepada siswa kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal,Penerapan metode ini menjadi titik perhatian 3) Hasil pembelajaran yang diperoleh setelah guru menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe TGT (Team Game Tournament). Rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal meningkat dari pra siklus ke siklus I, yaitu 55,625 menjadi 66,6. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat dari 66,6 menjadi 86,7. Hal ini membuktikan bahwa Penerapan Teams Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskrisikan materi pelajaran IPS kelas VII Pada MTs Ishlahul Akhlaq tahun ajaran 2010/2011 diterima oleh siswa dengan baik. Kata Kunci : Metode, Pembelajaran, Cooperatif Learning Tipe TGT Siswa Materi, Pelajaran, IPS
PENDAHULUAN Saat ini Bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang besar termasuk dalam dunia pendidikan. Di bidang pendidikan telah mengalami beberapa kali perubahan, ini merupakan inovasi menuju peningkatan mutu Pendidikan di Indonesia dalam menghadapi persaingan dunia yamg Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
60
semakin ketat. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemsyarakatan dan kebangsaan. Untuk mewujudkan pernyataan-pernyataan di atas, IPS merupakan salah satu pelajaran yang bertujuan membina nilai dalam diri anak dengan tujuan terbentuknya warga negara yang baik dalam Konstitusi Negara Indonesia. Guna mewujudkan Negara Indonesia yang baik dan efektif. Pengajaran IPS di kelas harus mencerminkan pola-pola berlatih sejumlah sikap dan perilaku yang kelak di masyarakat akan diterapkannya. Salah satu indikator warga Negara Indonesia yang baik dan efektif adalah warga negara yang memiliki keterampilan sosial, sehingga warga masyarakat dapat hidup bersosialisasi, berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, memiliki kepedulian sosial yang tinggi, mempunyai sikap tanggung jawab rasa menghargai orang lain, sesuai tujuan IPS untuk membentuk warga negara yang baik, maka proses pembelajaran sejauh mungkin dapat melatih keterampilan sosial yang kelak dapat ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran IPS sebenarnya mempunyai peran yang sangat penting. Mata pelajaran IPS diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi. Selama ini proses pembelajaran IPS di kls VII kebanyakan masih mengunakan paradigma yang lama dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal ( 3DCH ) Sehingga Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. Kondisi seperti itu tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran IPS. Keadaan seperti tersebut diatas juga terjadi pada mata pelajaran IPS sejarah, apalagi sering didapati di lapangan bahwa pelajaran IPS sejarah sering dialokasikan pada jam-jam terakhir atau jam setelah olah raga. Hal in dapat dipastikan, ketika para pembelajar mengikuti mata pelajaran IPS sejarah mereka selalu lelah, malas berfikir, mengantuk, bercanda dengan teman sebangku bahkan sampai ada yang membuat gaduh seisi kelas dengan ulah-ulah mereka. Masalah tersebut diatas tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Penyebab utama dari masalah ini adalah selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvesional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang begitu tinggi antara guru dan siswa. Siswa kelas VII adalah siswa MTs tetapi ciri atau sifat-sifat sebagai anak SD masih demikin kental. Proses adaptasi dari tingkat dasar ke MTs untuk sebagian besar siswa kelas VII menjadi hal yang paling sulit. Tidak jarang jika siswa gagal melewati proses ini maka prestasi siswa yang ketika di Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
61
SD baik akan berubah menjadi buruk saat di MTs. Proses adaptasi dengan lingkungan, sosialisasi dengan teman-teman yang baru dan sistem pembelajaran yang jauh berbeda antara SD dan MTs membuat sebagian besar siswa ”kaget”. Akibatnya nilai prestasi belajar yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Kondisi Riil Di kelas VII selama ini siswanya masih kurang aktif dalam hal bertanya dan menjawab, siswa yang yang aktif hanya 55 %, dan siswa yang mempunyai kemampuan menjawab 40% Pada pelaksanaan tes formatif pada tanggal 8 Februari 2011, hasil yang dicapai siswa kls VII sangat jauh dari memuaskan, dimana daya serap siswa kurang dari 50% atau tepatnya hanya 48% saja atau nilai rata-rata kelas kurang dari KKM, berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas maka penulis berkeinginan untuk memperbaiki/mengadakan inovasi pembelajaran. Untuk itulah penulis berharap dengan penerapan pembelajaran model TGT (Teams Games Tournament) yang simple, fun, and effective akan mampu meningkatkan kemampuan memberikan contoh perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Kolonial Eropa pada siswa kelas VII di MTs Islahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal. Peningkatan kemampuan siswa tersebut tentu akan berpengaruh pada hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPS semester II pada Kompetensi Dasar Perkembangan Masyarakat, Kebudayaan, dan Pemerintahan pada masa Kolonial Eropa.
TINJAUAN PUSTAKA Pembelajaran Cooperative Learning Model pembelajaran Cooperative Learning
merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian yang berjudul “Penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe TGT (Teams Games Tournament) pada pembelajaran di Kelas VII MTs Islahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal”, dilaksanakan di MTS Ishlahul Akhlaq Jati Kecamatan Plantungan Kabupaten Kendal. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
62
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VII MTs Islahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 40 siswa.
Prosedur Kinerja dalam Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian tindakan kelas yang berkolaborasi dengan melibatkan guru mata pelajaran IPS, untuk bersama melaksanakan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat (observer), sedangkan guru mata pelajaran IPS bertindak sebagai pengajar (guru). Proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan pembelajaran yang ingin dicapai ( Suharsimi Arikunto, 2009: 16 ). Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua tahap sebagai berikut : 1. Persiapan Penelitian 2. Rancangan Penelitian Langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang ditempuh pada setiap siklus adalah sebagai berikut : a. Perencanaan (Planing) b. Pelaksanaan Tindakan (Acting) c. Pengamatan (Observing) d. Refleksi (Reflecting)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I Pada siklus I ini kegiatan dilakukan oleh peneliti yang bertindak sebagai observer yang berkolaborasi dengan guru. Pada siklus I kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Siklus I dilaksanakan pada dua kali pertemuan selama 2 jam (2x40 menit) pada tanggal 3 Maret 2011 diikuti oleh 40 siswa kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq Plantungan. Kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran selama proses proses siklus I sebagai berikut : Kegiatan awal, guru menyiapkan sarana pembelajaran dan mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran. Guru memberikan acuan kepada siswa dengan cara meyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan inti pembelajaran diawali dengan menghadirkan permasalahan sehingga dapat menumbuhkan motivasi, inovasi, ide, dan kreativitas siswa. Yaitu dengan menanyakan Apakah tetangga dekatnya ada Vetran Perang Jaman Penjajahan Belanda? kemudian menampilkan gambar yang berkaitan dengan materi pokok Perkembangan masyarakat Kebudayaan dan Pemerintahan Pada Masa Kolonial Eropa. Penyampaian ini berlangsung selama 20 menit. Kegiatan selanjutnya guru meminta siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami. Setelah itu siswa diminta untuk mengeluarkan pendapat mengenai materi yang diberikan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
63
Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh setelah siswa mengerjakan soal evaluasi siklus I. nilai rata-rata hasil evaluasi siklus I sebesar 65,78 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 45. Siswa yang tuntas sebanyak 32 orang dengan persentase ketuntasan sebesar 66,6, sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 8 orang dengan persentase tidak tuntas sebesar 33,4. (Hasil evaluasi lengkap disajikan pada table 1). Persentase ketuntasan belajar mengalami peningkatan selama proses pembelajaran pada siklus I yang dapat kita lihat pada gambar diagram sebagai berikut : Tabel 1. Ketuntasan Belajar Siklus I No. Rentang Nilai Jml. Siswa 1 51 - 55 6 2 56 - 60 2 3 61 - 65 0 4 66 - 70 18 5 71 - 75 9 6 76 - 80 3 7 81-85 2 Jumlah 40 Nilai tertinggi 85 Nilai terendah 55 Rentang nilai 30 Banyak kelas 7 Interval kelas 4,5 Interval 5
6 5 4 3 2 1 55
60
65
70
75
80
85
90
Gambar 1. Ketuntasan Belajar Siklus I Hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa ada peningkatan ketuntasan hasil belajar dari pra siklus. Namun dengan hasil tersebut belum memuaskan untuk peneliti secara klasikal pembelajaran belum tuntas, masih ada 33,4% atau 8 siswa yang belum tuntas sesuai dengan standar minimum yang ditentukan yaitu 64. Oleh karena itu penelitian dilanjutkan ke siklus II dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar klasikalnya.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
64
Hasil Penelitian Siklus II Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan selama 2 jam pelajara (2x35 menit) pada tanggal 10 Maret 2011, diikuti oleh 40 siswa. Seperti pada siklus I kegiatan pembelajaran dilakukan oleh peneliti berkolaborasi dengan guru. Kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran pada siklus II sebagai berikut : Kegiatan awal, guru menyiapkan sarana pembelajaran dan mengkondisikan siswa agar siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru memberikan acuan kepada siswa dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudian guru memberikan apersepsi dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa seputar materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumya. Selain itu untuk memancing motivasi siswa, guru menginformasikan bahwa akan memberi penghargaan untuk siswa. Kegiatan inti pembelajaran diawali dengan menampilkan gambar dan menyampaikan materi secara ringkas oleh guru sesuai dengan materi yang diajarkan. Setelah itu guru menghadirkan permasalahan untuk dibahas di dalam kelompok.Penyampaian ini berlangsung selama 20 menit. Kegiatan selanjutnya guru mengevaluasi pembelajaran untuk mendapatkan balikan dari siswa dengan mengajukan baberapa pertanyaan secara lisan. Hasil belajar siswa pada siklus II diperoleh setelah siswa mengerjakan evaluasi siklus II. Nilai rata-rata hasil evaluasi siklus II sebesar 79,3 dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60. Siswa yang tuntas sebanyak 28 siswa sehingga persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II sebesar 86,7 sedangkan siswa yang tidak tuntas 2 siswa. (Hasil lengkap disajikan pada tabel 2). Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siklus II No
Rentang Nilai
Jml. Siswa
1
56 - 60
2
2
61 - 65
8
3
66 - 70
7
4
71 - 75
0
5
76 - 80
8
6
81- 85
6
7
86 - 90
5
8
91 - 95 Jumlah
4 40
Nilai tertinggi
95
Nilai terendah
60
Rentang nilai
35
Banyak kelas
8
Interval kelas
4,5
Interval
5
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
65
7 6 5 4 3 2 1 60
65 70 75 80 85 90 Gambar 2. Ketuntasan Belajar Siklus II
95
Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa dari siklus I sampai dengan siklus II dapat dilihat dari nilai kognitif siswa yang diperoleh dari hasil tes evaluasi yang dilakukan pada taiap akhir siklus, sehingga dapat diperoleh dua nilai kognitif yaitu tes siklus I dan tes siklus II. Soal yang diberikan pada siswa pada siklus I sebanyak 20 soal pilihan ganda dan siklus II sebanyak 20 soal pilihan ganda. Sedangkan hasil peningkatan belajar siswa sampai dengan siklus II mengalami peningkatan Pada grafik dapat dilihat bahwa diperoleh rata-rata hasil belajar siswa tuntas secara klasikal. Rata-rata hasil belajar siswa secara klasikal meningkat dari pra siklus ke siklus I, yaitu 55,625 menjadi 66,6. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat dari 66,6 menjadi 86,7. Hal ini membuktikan bahwa Penerapan Teams Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskrisikan materi pelajaran IPS kelas VII Pada MTs Ishlahul Akhlaq tahun ajaran 2010/2011 diterima oleh siswa dengan baik. Berdasarkan data di atas, maka peningkatan hasil belajar siswa dari pra siklus hingga siklus II dapat di buat grafik di bawah ini : 7 6 5 4 3 2 1
Pra
S1
Pra
S1
Pra
Pra
S1
Pra
S1
55 60 65 70 75 80 85 90 Gambar 3. Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Pra Siklus dan Siklus 1
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
66
Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran selalu dinilai dengan kriteria yang ditentukan yaitu dengan mengamati banyaknya siswa yang aktif dalam pembelajaran. Aktivitas siswa diamati dari siklus I sampai siklus II untuk melihat peningkatan aktivitas siswa. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I disajikan pada gambar 5. Siklus I menunjukkan bahwa hasil observasi yang diperoleh termasuk dalam kriteria sedang. Akan tetapi, jika ditinjau dari tiap indikator, siswa masih kurang dalam mengajukan atau membuat pertanyaan pada guru atau teman. Siswa masih tergolong pasif dalam kegiatan belajar mengajar, dalam satu kelas lebih banyak siswa yang cenderung diam dan mendengarkan penjelasan dari guru. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada siklus II menunjukkan bahwa hasil observasi termasuk dalam kriteria sangat baik. Jika ditinjau dari tiap indicator, siswa sudah mengalami peningkatan dalam mengajukan dan membuat pertanyaan pada guru atau teman. Siswa sudah aktif dalam kegiatan belajar mengajar, mereka terlihat antusias dalam mengajukan pertanyaan dan mendengarkan penjelasan dari guru. Berdasarkan data yang ada, pada siklus I sampai dengan siklus II aktivitas siswa mengalami peningkatan, aktivitas siswa tertera pada diagram di bawah ini : 6 5 4 3 2 1 S1 S2 S1 S2 S1 S2 S1 S2 S1 S2 S1 S2 55
60
65
70
75
80
S2 S1 S2 S1 S2 85
90
95
Gambar 4. Diagram Kenaikan Aktivitas Siswa
Aktivitas Kinerja Guru Hasil observasi kinerja guru siklus I ditunjukkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Observasi Kinerja Guru Siklus I No 1 2 3 4 Berdasarkan tabel 3
Data Kinerja Guru Skor yang diperoleh 31 Skor maksimal 44 Persentase kinerja guru 70,45% Kriteria Kinerja guru baik di atas menunjukkan bahwa hasil observasi kinerja guru termasuk dalam
kriteria baik dengan skor yang diperoleh 31 atau 70,45%, akan tetapi dalam menyampaikan materi guru kurang maksimal dalam membuat siswa mudah dalam memahami dan mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Guru juga belum maksimal meminta siswa menjawab pertanyaan dari guru. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
67
Hasil observasi kinerja guru siklus II ditunjukkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 4. Observasi Kinerja Guru Siklus II No Data Kinerja Guru 1 Skor yang diperoleh 41 2 Skor maksimal 44 3 Persentase kinerja guru 93,18& 4 Kriteria Kinerja guru sangat baik Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hasil observasi kinerja guru termasuk dalam kriteria sangat baik dengan skor yang diperoleh 41 atau 93,18%. Dalam menyampaikan materi, guru sudah sangat baik dan bias membuat siswa mudah memahami dan mencerna materi yang disampaikan dengan maksimal. Guru juga sudah menggunakan media dengan maksimal. Selain itu penguasaan kelas juga sudah dilakukan dengan sangat baik. Berdasarkan data observasi awal dan informasi yang diperoleh dari guru IPS di kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq Jati Plantungan, diketahui bahwa tingkat keaktifan atau keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah.Terbukti pada hasil belajarpada siklus I 66,6 % dengan nilai tertinggi 85 trendah 45, siswa yang tuntas 32 siswa, sedang siswa yang tidak tuntas sebanyak 8 siswa sebesar 33,4 %dari jumlah siswa Kelas VII MTs Ishlahul Akhlaq 40 siswa, Hal ini dikarenakan faktor individu siswa sendiri dan lingkungan sekolah yang secara cultural kurang mendukung, serta dalam proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru, partisipasi siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru, serta sedikit sekali siswa mengajukan pertanyaan yang diajukan oleh guru bahwa siswa cenderung diam, akibatnya interaksi guru dengan siswa berlangsung hanya satu arah. Siswa juga sering mengalami kesulitan dalam mengerjakan soalsoal ulangan maupun soal dengan tipe soal lain yang sering guru mereka sampaikan. Hal inlah yang menyebabkan siswa kurang aktif dan rendahnya hasil belajar siswa. Data yang diperoleh dari observasi awal, nilai hasil ulangan harian Hasil belajar siswa sebelum dilakukan penerapan Metode Koperatif Learning Tipe Teams Game Tournament (TGT) pembelajaran nilai rata-rata siswa 64,33 dengan persentase 53,34% sebanyak 32 siswa tuntas belajar dengan nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 55. Setelah Penerapan Metode Pembelajaran Coiperatif Learning dilaksanakan dalam pembelajaran pada siklus I nilai ratarata siswa meningkat menjadi 70,00 dengan persentase 66,67 sebanyak 10 siswa tuntas belajar dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 55 dan pada siklus II nilai rata-rata siswa juga meningkat menjadi 79,33 dengan persentase 86,67 sebesar 38 siswa tuntas belajar dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran yang diterapkan dapat memberikan hasil peningkatan terhadap nilai siswa. Berdasarkan refleksi yang dilakukan secara terus menerus dari pra siklus, siklus I sampai dengan siklus II, hasil nilai siswa juga mengalami kenaikan secara berlanjut. Nilai rata-rata siswa meninggkat dari pra siklus hingga siklus II. Nilai rata-rata yang diperoleh pada saat pra siklus adalah 64,34 dengan ketuntasan klasikal 53,34% sebanyak 8 siswa yang tuntas belajar. Pada siklus I nilai Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
68
rata-rata siswa adalah 70 dengan ketuntasan klasikal 66,67 sebanyak 10 siswa yang tuntas belajar, pada siklus II juga mengalami peningkatan yaitu diperoleh nilai rata-rata 79,34 dengan ketuntasan klasikal 86,67 sebanyak 13 siswa yang tuntas belajar dalam proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan keberhasilan pengurangan verbalisme dalam pembelajaran melalui alat perag pembelajaran. Dari nilai rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 5. Hasil Belajar Siswa Pra siklus Siklus I Nilai rata-rata kelas Persentase ketuntasan klasikal
Siklus II
64,34
70
79,34
53,34%
66,67
86,67
Hasil observasi siswa dari siklus I ke siklus II juga menunjukkan pada arah positif. Pada siklus I siswa yang kurang antusias dan kurang berani mengajukan pertanyaan pada guru atau teman, pada siklus II sudah tampak sangat senang dan antusias dalam mengajukan pertanyaan pada guru sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup. Pada siklus I siswa masih tergolong pasif dalam kegiatan belajar mengajar, sebagian besar mereka hanya diam dan mendengarkan penjelasan dari guru. Akan tetapi, pada siklus II mereka lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, mereka sudah berani melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka pahami. Hasil observasi kinerja guru dari siklus I ke siklus II juga menunjukkan arah yang positif. Dalam siklus I kinerja guru sudah tergolong dalam kriteria baik, akan tetapi dalam menyampaikan materi guru kurang maksimal dalam membuat siswa mudah dalam memahami dan mencerna materi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan pada siklus II kinerja guru sudah dalam kinerja yang sangat baik, dalam menyampaikan materi, guru sudah dapat membuat siswa mudah memahami dan mencerna materi yang disampaikan. Materi yang disampaikan pada siswa menggunakan alat peraga gambar. Selain itu penguasaan kelas juga sudah dilakukan dengan sangat baik oleh guru.
KESIMPULAN Berdasarkan permasalahan, landasan teori dan hasil penelitian akhirnya peneliti dapat menyimpulkan: 1. Hasil analisis dari Penerapan Metode Coperatif Learning Tipe TGT (Teams Game Tournament) perlu di terapkan untuk usaha meningkatkan hasil belajar sejarah melalui Metode Cooperatif Learning Tipe TGT (Teams Game Tournament) untuk meningkatkan kemampuan siswa mendiskripsikan materi pelajaran IPS kelas VII
MTs Ishlahul Akhlaq Jati Plantungan Kendal
tahun pelajaran 2010 /2011 2. Cara-cara menggunakan metode Coperatif learning Tipe TGT ( Teams Game Tournament) harus dipelajari terlebih dahulu kesesuaian dengan materi dan ciri-ciri serta karakteristik masing-masing, agar dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
69
3. Kendala-kendala yang dihadapi guru untuk mengurangi verbalisme meliputi: a. Kemampuan guru yang kurang dalam membuat alat peraga. b. Kemampuan masing-masing siswa yang tidak sama. c. Kemampuan sekolah yang masih kurang dalam pengadaan/penyediaan alat peraga. 4. Hasil siklus a. Prasiklus Pembelajaran terfokus pada guru dengan mengunakan metode ceramah sehinnga siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran akhirnya motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi rendah. b. Siklus I Pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar dari pra silkus. Tetapi dengan hasil tersebut belum memuaskan untuk peneliti secara klasikal pembelajaran belum tuntas. Siswa yang tuntas 32 orang dengan prosentase ketuntasan sebesar 66,6. Sedang siswa yang tidak tuntas sebanyak 8 orang dengan prosentase tidak tuntas 33,4. c. Siklus II Hasil belajar siswa pada siklus II diperoleh setelah siswa mengerjakan evaluasi. Dengan nilai rata-rata hasil evaluasi siklus II siswa memperoleh nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60. 5. Hal ini membuktikan bahwa penerapan Metode Taem Game Tournament ( TGT )
dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mendiskripsikan materi pelajaran IPS kelas VII pada MTs Ishlahul Akhlaq semester II Tahun Ajaran 2010 – 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 1994. Cooperative Learning. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Aqib Zaenal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Yrama Widya. Arends.1997. Pembelajaran Cooperative Learning. Bandung :Yrama Widya. Badeni. 1998. Model – model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan. Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira. Dansereu CS. 1985. Model – model Pembelajaran. Gravindo Persada, Jakarta. Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model-model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI. Djamaroh. 2005. Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Ibrahim. 2000. Model – model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
70
Jhon Surjadi Hartanto, 1995, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Surabaya : Penerbit indah Surabaya. Johnson & Johnson. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bina Aksar : Jakarta. Moedjiono dan Dimyati, Moh. 1992/1993. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud. Ditjen Pendidikan Tinggi. Sardiman, A.M., 2006, Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar, PT. GraVIIndo Persada, Jakarta. Semiawan, Conny R. 1998/1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Depdikbud. Ditjen Pendidikan Tinggi. Sudjana. 1987. Sukses Belajar Mengajar, Bina Aksara : Jakarta. Suharsimi Arikunto. 2007. Penelitian tindakan Kelas (cetakan keempat, Agustus 2007). Jakarta : PT. Bumi Aksara Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Syaiful Sagala. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Slavin. 1994 /1998. Pembelajaran Cooperative Learning. Jakarta : PT Bumi Aksara
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
71