PENERAPAN METODE KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN TARI PADA SISWA/SISWI SLTA
Noti Arisda Guru SMAN I Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi, Riau
[email protected] Abstrak: Tulisan ini merupakan sebuah rancangan dalam menerapkan metode konstruktivisme sebagai wacana pengetahuan bagi guru yang ingin mengajar tari pada Sekolah Menengah Tngkat Atas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa/sisiwi dalam belajar tari. Berdasarkan fakta lapangan, terjadi penurunan minat karena pengaruh teknologi dan informasi, sehingga tari (tari tradisional) dianggap ketinggalan zaman oleh siswa/sisiwi sementara siswa/siswi tidak diberikan pemahaman tentang nilai, etika dan estetika tari yang melekat di dalamnya. Kata Kunci: Penerapan, metode konstruktivisme, dan pembelajaran tari.
halnya pembelajaran dalam dunia
I. PENDAHULUAN Tidak
dapat
dipungkiri,
pendidikan formal. Dalam
dunia
pendidikan
formal,
pembelajaran
merupakan
berlangsung seumur hidup yang
suatu
proses
ditandai dengan adanya perubahan
berlangsung secara interaktif, aktif
pada
untuk
pembelajaran adalah suatu proses yang
cukup
diri
kompleks
seseorang
dan
maupun
psikis
menghasilkan
yang
perubahan-
sekelompok orang. Perubahan yang
perubahan
dimaksud
perubahan
menambah pengetahuan nilai, sikap
pengetahuan, perubahan sikap dan
dan bersifat konstan. Di sisi lain
tingkah
pembelajaran
adalah;
laku,
perubahan
sebagai
adalah
wacana
segenap
keterampilan, perubahan kecakapan
rangkaian kegiatan, aktifitas yang
dan lain sebagainya. Demikian juga
dilakukan
secara
sadar
oleh
seseorang yang berakibat perubahan 75
Dalam hubungan ini ada tiga
itu terjadi dalam dirinya yang kemudian Dengan
bersifat demikian
merupakan
suatu
permanen. pembelajaran proses
yang
menghasilkan perubahan dalam diri
indikator keberhasilan pembelajaran yang
dijelaskan
oleh
Reigeluth
(1983: 89), yaitu: 1.
Efektifitas
pembelajaran,
seseorang, sehingga akan merubah
biasanya diukur dari tingkat
tingkah laku dan pola pikir.
keberhasilan (prestasi) peserta didik dari berbagai sudut,
Berkaitan dengan hal di atas, dalam pembelaran
tari, faktor
2.
Efesiensi
pembelajaran,
interaktif dan aktif seseorang sangat
biasanya diukur dari waktu
diperlukan
belajar
keterampilan,
untuk agar
perubahan
yang
terwujud.
Namun
pembelajaran
menghasilkan
tari
perubahan-
dan
biaya
pembelajaran,
dimaksudkan demikian yang
telah
berlangsung selama ini pada pada Sekolah Menengah Tingkat Atas,
3.
Daya tarik pembelajaran, selalu diukur dari tendensi peserta didik yang ingin belajar terus menerus. Berdasarkan
hanya diminati oleh kelompok siswi
hal
tersebut,
saja, sementara kelompok siswa
secara spesifik hasilnya merupakan
merasa malu untuk menari (hasil
suatu kinerja yang diindikasikan
pengamatan di lapangan). Hal ini
sebagai
menarik
(kemampuan
dibahas
untuk
suatu yang
kapabilitas diperoleh).
keberhasilan
Ketiga indikator tersebut nampak
siswi/siswa dalam memahami mata
tidak bisa dipisahkan satu sama
pelajaran seni budaya, khususnya
lainnya.
tari. Akan tetapi jika siswa/siswi
dalam
tidak memiliki bakat tentu saja
siswa/siswi di Sekolah Menengah
keberhasilan
Tingkat Atas, khususnya SMAN I
mewujudkan
untuk
mencapai
kualitas yang ingin dicapai akan
Demikian pembelajaran
juga tari
halnya pada
Gunung Toar.
terkendala. 76
Oleh karena itu tulisan ini adalah
sebuah
penawaran
Sedangkan
mengajar
merupakan
kegiatan yang mutlak memerlukan
pembelajaran dengan menggunakan
keterlibatan
individu
seperti
metode
siswa/siswi
itu
sendiri.
Konstrukvisme
sebagai
alternatif dalam peningkatan mutu
Pembelajaran
pemebalajaran pada mata pelajaran
suatu usaha yang dilakukan guru
seni budaya, khususnya tari yang
agar
selama ini perlu dibenahi.
pengetahuan.
Pemebelajaran metode
yang
dengan
efektif
ditingkatkan dengan
perlu
menerapkan
salah satu metode yang dikenal dengan metode “Konstruktivisme”. Namun demikinan, apakah metode ini
dapat
meningkatkan
mutu
pembelajaan mata pelajaran seni budaya khususnya tari, hal ini perlu
siswa/siswi
merupakan
mendapatkan
Hal
ini
dapat
dilakukan dengan berbagai teknik pembelajaran.
Teknik
di
sini
merupakan prosedur atau langkahlangkah
tertentu
menggunakan
dalam
bahan,
alat,
tata
tempat untuk menyampaikan pesan. Teknik
pembelajaran
merupakan
langkah-langkah
yang
guru
peserta
didik
pengetahaun
yang
agar
mendapatkan
dicoba.
sendiri
dilakukan
dimaksudkan di atas. II. PEMBAHASAN Sementara A. Model Pembelajaran Metode Konstruktivisme Model desain
yang
adalah
dengan
pola
dijadikan
atau
sebagai
itu,
model
mengajar adalah suatu rencana atau pendekatan di yang dapat didesain oleh
guru
dalam
proses
analog yang mewakili proses dan
pembelajaran di dalam kelas dalam
variable yang ada dalam rancangan.
bentuk tatap muka atau tutorial
Model
maupun
dapat
digunakan
untuk
ekstra
kurikulerl.
Di
pengetahuan
samping itu dapat juga dilakukan
dari berbagai sumber dan sebagai
dengan tujuan untuk memperjelas
stimulus
materi
mengorganisasikan
motivasi
untuk
pengembangan
siswa/siswi
belajar.
pelajaran
yang
terdapat
dalam buku-buku, flm, vcd, tape, program
media
computer
dan 77
kurikulum (Hal ini belum semuanya
bantuan guru sebagai fasilitator
terterapkan
yang membantu siswa/siswi apabila
dalam
pembelajaran
mereka mengalami kesulitan dalam
tari). Dengan
demikian
model
berfungsi
dalam
mendesain
setiap
memberi
arah
pembelajaran
dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan. Hal ini merupakan
pembelajaran
untuk
memperoleh pengetahuan teoretis untuk pencapaian tingkat kognitif.
proses
faktor
pembelajaran
psikologis
dan
tari, fisik
merupakan penentu keberhasilan.
Tingginya
belajar
siswa/siswi
motivasi
didasarkan pada kesadaran akan pentingnya penguasaan pengetahuan yang sedang dipelajari dan keaktifan serta
keterlibatannya
merancang,
dalam
melaksanakan,
mengevaluasi sesuai
Dalam
belajarnya.
kegiatan
dengan
belajar
kemampuan
dan
pengetahuan yang telah dimiliki serta
disesuaikan
dengan
gaya
belajar masing-masing peserta didik.
Faktor psikologis dan fisik ini ditentukan seperti
oleh
faktor
keturunan,
Sebagaimana
internal
kecerdasan,
minat, motivasi dan sebagainya, sementara faktor eksternal adalah
kejelasan
model pembelajaran di atas, setiap guru
akan
mendesain
pembelajarannya melalui berbagai macam teknik. Namun demikian
pengaruh lingkungan.
proses pembelajaran tidak akan Salah pembelajaran dimodifikasi
satu
model
yang
dapat
untuk
pembelajaran
tari adalah metode pembelajaran Konstruktivisme. Ciri khas metode konsruktivisme adalah keaktifan dan keterlibatan peserta didik dalam
sempurna apabila siswa/siswi tidak terlibat
langsung
pembelajaran
dalam
tersebut.
proses
Demikian
pula halnya pembelajaran tari. Agar proses
pembelajaran
berjalan
dengan sempurna maka metode pembelajaran perlu ditingkatkan.
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Berdasarkan
kemampuan, pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing dengan
dapat
diartikan
hal
tersebut bahwa 78
filsafat
seseorang tidak pernah hilang tetapi
menekankan
konsep tersebut selalu bertambah
bahwa pengetahuan kita adalah
terus menerus dan dibangun serta
konstruksi (bentukan) kita sendiri.
dibentuk
Oleh
pengalaman-pengalaman
konstruktivisme pengetahuan
adalah
yang
karena
alat/sarana
itu
yang
satu-satunya tersedia
bagi
seiring
dengan yang
didapat dari lingkungan.
seseorang untuk mengetahui sesuatu
Jonassen
(1999:
20)
adalah inderanya, pengetahuan itu
membuat daftar aktifitas yang dapat
ada dalam diri sesorang yang sedang
dilakukan
mengetahui dan pengetahuan itu
lingkungan belajar konstruktivistis
tidak dapat dipindahkan begitu saja
yaitu;
peserta
didik
dalam
dari otak seseorang (guru) kepada orang lain (siswa/siswi). Siswa/siswi itulah yang mengartikan apa yang telah
diajarkan
dengan
menyesuaikan
terhadap
pengalaman-pengalaman mereka.
1. Modeling (mencontohkan) yang terdiri dari dua yaitu; modeling prilaku melalui tampilan dan modeling kognitif yang dilakukan melalui proses kognitif. Strategi ini paling mudah diterapkan.
Oleh karena itu, pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down,
yang
berarti
bahwa
siswa/siswi mulai dengan masalahmasalah
yang
kompleks
untuk
2. Coaching (pelatihan), bertujuan agar
peserta
didik
dapat
melakukan seperti model untuk menunjukkan penampilan yang sebenarnya.
dengan
3. Scaffolding, yaitu merestruktur
bantuan guru ia akan menemukan
tugas dari yang sederhana ke
keterampilan dasar yang diperlukan.
tingkat yang lebih sulit sebagai
Dengan
alternatif
dipecahakan,
selanjutnya
teori
belajar
penilaian.
pengetahuan
peserta didik
seseorang tidak bertambah terus,
contoh-contoh
tetapi
memahami sifat masalah.
konstruktivisme,
Dengan
terus
menerus
dasar
ini
dibangun.
Artinya
bekerja dengan agar
dapat
pengetahuan 79
Hal
Ketiga aktifitas di atas akan
di
atas
diterapakkan ke dalam pembelajaran
aktifitas modeling
sebagai dasar konstruktivisme.
konstruktivisme.
B. Metode Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Tari Gerak tari merupakan media ekpresi
yang
gerak
dalam metode Guru
tari
memberi
yang
akan
ditransfer kepada siswa, sekaligus dengan melahirkan ekspresi sesuai
untuk
dengan ekspresi gerak tari yang
penari.
diajarkan. Selain mengekspresikan
melalui
gerak, guru juga harus mampu
gerak tari bisa melebihi ungkapan
memahami gerak-gerak ritmis yang
kata dalam bahasa verbal. Dalam
terdapat pada setiap gerakan tari
hubungan ini, tidak jarang sesuatu
yang akan diajarkan, karena pola
perasaan
ritmis
dilahirkan
oleh
Kemampuan
seorang
berekpresi
yang
terungkap akan
potensial
contoh
merupakan
tidak
sanggup
dalam bahasa verbal,
bisa
terungkapkan
dalam
maupun dalam
bentuk prilaku yang lazim disebut bahasa gerak atau body language. Sejalan dengan ini, Mudji Sutrisno menyatakan bahwa, tubuh yang berekspresi entah lewat mulut atau tangan yang berkarya, manusia mau menampilkan pikirannya,
kehendaknya, rasa,
pendek
kata
dirinya atau si aku (1993: 5). Pengetahuan
seperti
ini
perlu
diberikan pada siswa/siswi, agar mereka
tidak
penghafal gerak.
hanya
sekedar
hal
penting
sebagai dasar pelahiran aksentuasi gerak.
bahasa gerak, baik dalam bentuk mimik, akting
merupakan
Sehubungan dengan haL di atas,
Soedarsono
menyatakan
bahwa, tari adalah ekpresi jiwa yang dilahirkan dengan gerak ritmis yang indah (1977: 13). Hal ini
dapat
dijadikan
dalam
pokok
membahas
kajian
permasalahan
ditawarkan
dalam
tulisan
yang ini.
Pertama, tari sebagai ekpresi jiwa, kedua tari terungkap melalui gerak ritmis yang indah, namun untuk menemukan
eksistensi
dan
keterkaitan dua variabel tersebut perlu dilakukan pengkajian atau pembahasan masing
terhadap
variabel
ini.
masingDengan 80
demikian sebagai ekspresi seni, tari
konstruktivisme
menjadi sebuah media komunikasi
coaching. Dalam coaching ini, guru
melalui gerak tubuh manusia.
sebaiknya
Sejalan dengan itu, ekspresi menurut Wayan Sumantra (2010:1) adalah
ungkapan
tentang
rasa,
pikiran, gagasan, cita-cita, fantasi, dan
lain-lain.
ungkapan,
Sebagai
ekspresi
suatu
merupakan
tanggapan atau rangsangan atas berbagai
fenomena
kehidupan
sosial, kultural dan bahkan mungkin politik yang mentrasfer pengalaman subjektif dari seniman kepada orang lain. Masalah ekspresi seperti ini perlu pula dipahami oleh seorang guru
untuk
siswa/siswi, muncul
diterapkan karena
begitu
pengalaman
kepada
tari saja
intuitif
siswa
disebut
memberi
secara
dengan
tugas
pada
terstruktur,
yaitu;
pertama siswa menghafal gerakgerak
yang
telah
diajarkan,
kemudian mengekspresikannya, dan selanjutnya
memahami aksentuasi
gerak untuk melahirkan gerak-gerak ritmis. Agar tercapai benuk tari yang diinginkan tentu akan diringi oleh musik
sebagai
sehingga
partner
tarian
yang
tarian, diajarkan
tersaji dengan baik dan sempurna. Hal
ini
merupakan
scaffolding
aktifitas
dalam
metode
konstrukvisme. Pemikiran
tidak
di
atas
perlu
tanpa
menjadi perhatian serius bagi guru
dari
yang mengajar mata pelajaran seni
penciptanya, terutama penciptaan
budaya khususnya
tari-tari
Tari-tari
berpegang pada paham bahwa tari
Minangkabau ini memiliki nilai,
adalah ekpresi jiwa yang dilahirkan
etika dan estetika tersediri, dan
melalui gerak ritmis yang indah,
memiliki
maka guru akan diiikat dengan nilai-
Minangkabau.
bebagai
macam
gaya
dengan ciri yang melakat padanya. Untuk
melahirkan
gerak-
gerak ritmis, tentu saja dilakukan latihan-latihan secara kontinyu yang dalam
aktifitas
metode
tari. Jika guru
nilai dan norma-norma tradisional atau nilai-nilai adat istiadat.
Bagi
mereka
seni
sebagai
yang
memahami
ekpresi estetik semata,
tidak perlu dibebani dengan nilai etika
maupun
logika.
Mereka 81
berbangga diri dengan prinsip seni
(Sumandiyo Hadi, 2012: 20). Oleh
untuk seni. Memang ideologi seni
karena itu, seorang penari harus
modern
berusaha
mengerti dengan masalah teknik
mewujudkan pembaharuan dalam
yang dimaksud agar gerakan yang
karya
tidak
dihasilkan terlihat estetis. Namun
menemukan sesuatu yang baru tidak
demikian, aksentuasi yang ritmis
dikatakan kreatif, dan jika tidak ada
dan estetis tidak akan tergambar jika
kreatifitas
penari tidak merasakan nilai yang
selalu
seninya,
jika
tidaklah
dikatakan faktor
melekat pada gerak yang dilakukan
inilah yang menyebabkan minat
sebagaimana yang telah diuraikan di
siswa/siswi untuk tidak mau menari
atas.
seniman.
Dimungkinkan
tari tradisional.
Minangkabau kaya dengan
C. Metode dan Teknik Menari Sebagai Bentuk Pengembangan Metode Konstruktivisme Metode dan Teknik dalam penulisan istilah
ini
yang
merupakan
suatu
digunakan
untuk
melahirkan gerak, khususnya gerak tari
dengan
proses
ketepatan
aksentuasi ritmis dengan kualitas gerak yang maksimal sesuai dengan makna gerak. Dalam hubungan ini, masalah teknik adalah bagaimana cara
seni tari, ada tarian yang berkarakter laki-laki, ada tarian berkarakter perempuan, ada bermisikan nilai ajaran adat, nilai ajaran agama, dan ada tari yang bersifat enntertaint. Dalam hal ini tentu perlu dibedakan antara
teknik
gerak
untuk
perempuan dan teknik gerak untuk laki-laki, sehingga siswa maupun siswi akan memiliki minat yang tinggi untuk mempelajari tari. Arah
pengembangan
dan
mengontrol
keseimbangan
untuk
mengatasi
kemampuan peserta didik untuk
ketidakberdayaan menahan tarikan
meyerap pengetahun psikomotorik
grafitasi bumi oleh seorang penari,
dipengaruhi oleh kekuatan secara
seperti
tekukan
serempak tidak terlepas dari bakat
kaki, uluran pada tangan, putaran,
dan sifat-sifat yang dibawa sejak
loncat
lahir
tubuh
gerakan-gerakan
dan
lain
sebagainya
dan
pengalaman
yang 82
diperoleh dari lingkungannya. Oleh
Dengan
tes,
karena itu kemampuan dasar perlu
mengetahui letak kelemahan peserta
dipahami
dan
dikembangkan
didik, kondisi awal peserta didik
sehingga
proses
pembelajaran
sehingga memberikan
ke tingkat pelajaran berikutnya.
diperlukan
awal
merupakan faktor terpenting sebagai bekal
peserta
didik
sebelum
memasuki kegiatan pembelajaran. Dengan kemampuan awal akan dapat
diketahui
kesanggupan,
kecakapan, dan kekuatan. Dengan demikian kemampuan awal adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik
pada
saat
memasuki
akan
pendidik
berjalan dengan baik untuk menuju
Kemampuan
pendidik
dapat
bantuan atau
yang
apa
yang
dibutuhkan oleh pesrta didik. Tes bukan untuk memberi angka dan setelah itu beralih kepada materi baru. Tes ini sebagai alat bantu pendidik untuk memberi bantuan yang
diperlukan
sehingga
peserta
mencapai
peserta
didik,
didik
tersebut
penguasaan
yang
diharapkan. Sebagaimana
yang
telah
ini
diuraikan Jonassen dalam membuat
kegiatan
daftar aktifitas yang dapat dilakukan
belajar yang akan diikuti peserta
peserta didik dalam lingkungan
didik selanjutnya.
belajar konstruktivistis di atas, akan
pembelajaran. merupakan
Kemampuan
dasar
bagi
Jadi dalam proses belajar mengajar, hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan awal peserta didik, hasil tersebut mencerminkan ciri-ciri awal
peserta
digunakan kegiatan
untuk
untuk awal
ke
dalam
pembelajaran Metode dan teknik gerak tari yang dianggap sangat cocok diterapkan yaitu:
akan
1. Modeling (mencontohkan) yang
melanjutkan
terdiri dari dua yaitu; modeling
yang
berikutnya.
berkelanjutan, kemampuan
didik
diaplikasikan
Secara
prilaku melalui tampilan dan
mengetahui
modeling kognitif yang dilakukan
peserta
didik
dilakukan dengan memberikan tes.
melalui proses kognitif. Sebelum pendidik
mencontohkan
atau 83
meragakan teknik gerak, terlebih
mentransfer apa yang diragakan
dahulu
diberikan
pendidik,
tentang
karakteristik
sendiri
melalui
pengetahuan
tetapi
dari
aspek
itu
kualitas belum menjamin tingkat
audio-visual
kemahirannya. Untuk itu ketika
tari
(VCD), baik asal tarian dan
diperagakan
makna yang trkandung dalam
kontrol dari peserta didik sangat
tari, agar karakter tari dapat
dibutuhkan,
dipahami siswa/siswi. Pemberian
anggota tubuh yang digerakkan.
pengetahuan di atas diharapkan
Ketika
peserta didik memiliki audio-
memiliki dasar menari, pendidik
visual untuk belajar mandiri.
harus
Namun demikian tanpa tampilan
melayaninya.
atau peragaan dari pendidik jelas
yang
pembelajaran
keterampilan,
tidak
efektif,
secara
dari
peserta
bersama
keseluruhan
didik
berperan
tidak
aktif
untuk
Sementara
telah
bagi
memiliki
pendidik
karena tidak semua peserta didik
harus
memiliki dasar menari yang baik
mengamatinya agar tidak terjadi
dan benar. Ini adalah kunci
tingkat kelebihan dari masing-
pendidik
masing peserta didik ketika ia
untuk
memahami
peserta didik secara internal dan eksternal agar keseragaman pola yang diacunya bisa sama dan seragam.
dilakukan
akan diuji. 3. Scaffolding, yaitu merestruktur tugas dari yang sederhana ke
alternatif
penilaian.
didik
dapat
peserta didik
sepertiapa
yang
contoh-contoh
peserta
melakukan
untuk
tingkat yang lebih sulit sebagai
2. Coaching (pelatihan), bertujuan agar
hati-hati
juga
guru
untuk
memahami
Artinya
bekerja dengan agar tingkat
dapat kesulitan
menunjukkan penampilan yang
teknik gerak tari.. Di samping itu
sebenarnya.
Hal
kerja mandiri juga diharapkan
diterapkan
secara
maupun
ini
kelompok.
dapat individu Secara
dilakukan menyebarkan
siswa Audio
dengan Visual
berkelompok peserta didik dapat 84
berupa CD yang juga harus
lingkungan alam, sosial, instrumen
dimiliki peserta didik.
seperti kurikulum, program, sarana,
Namun menutup
demikian
tidak
kemungkinan,
jika
pendidik/guru menemukan model tertentu untuk menambah metode konstruktivisme di atas sebagai wacana
baru
pendidikan
dalam
seni
tari.
dunia Misalnya
sebuah tari memiliki langkah atau karakterristik tersendiri yang perlu dipahami
dan
dikaji
nilai
dan fasilitas. Faktor internal adalah fisik psikologi seperti minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Strategi monoton
atau
pola
tersendiri
yang
dan
kurang
yang
bervariasi
dapat menyebabkan turunnya hasil belajar peserta didik, jadi mengajar tidak
semata-mata
pada
hasil
(produk), tetapi juga berorientasi pada proses. Model
filosofisnya. Kemudian membuat sket
pembelajaran
pembelajaran
konstruktivisme
lebih
membantu
menjadi hak paten guru di sekolah
peserta didik karena lebih memberi
bersangkutan. Begitu juga dengan
penekanan kepada proses peserta
karakterisitik gerak tangan yang
didik membina pengetahuan melalui
perlu dipahami nilai filosofisnya dan
proses psikologi yang aktif. Akan
lain sebagainya. Hal ini sangat
tetapi tidak menutup kemungkinan
menarik untuk dikembangkan.
apabila model pembelajaran yang lain
III. PENUTUP
juga
kontribusi Melalui
penerapan
pembelajaran
model
dapat dalam
memberikan proses
pembelajaran.
kostrukvisme
diperkirakan dapat meningkatkan minat
siswa/siswi
pada
mata
pelaran Seni Budaya Khususnya Tari. Faktor eksternal dan internal peserta didik sangat menunjang proses dan hasil belajar. Faktor eksternal
peserta
didik,
yaitu 85
KEPUSTAKAAN Erlinda. 2012. Diskursus Tari Minangkabau Di Kota Padang Estetika, Ideologi, dan Komunikasi. Padang: Creatif Production Padang bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia Padangpanjang Hadi, Sumandiyo. 2012. Koreografi (Bentuk-Teknik-Isi). Yogyakarta: Multi Grafindo. Jonassen. 1999. Instructional Design Theories and Models Vol II: A New Paradigm of Instructional Theory. New Jersey: Laurence Erlbaum Associate, Inc. Martono. 2010. “Pendidikan Seni Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Bangsa”. Makalah disampaikan dalam seminar sehari di Jurusan Seni Kriya Institut Seni Indonesia Padangpanjang Sumater Barat.
M. Ngalim Purwanto. 1966. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Reigeluth, Charles M. (ed). 1983. Instructional-Design Theories and Model: An Overview of Their Current Status. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assiciates, Inc. Romiszowski, A.J. 1988. The Selection and Use of Instructional Media. New York: GP Publishing. Sedyawati, Edi. 1982. Pertumbuhan Seni Pertunjukan Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono. 1977. Tari-Tarian Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Sutrisno, Mudji dan Christ Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.
86