SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH
DHONY ERFANTO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
i
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung (Carica pubescens) adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Dhony Erfanto NIM F34104017
ii
RINGKASAN DHONY ERFANTO. F34104017. Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung (Carica pubescens) dengan Pembiayaan Syariah. Dibimbing oleh ERIYATNO. Salah satu cara mendapatkan keunggulan komparatif adalah dengan mengembangkan sektor yang didukung oleh sumber daya domestik yang memiliki peluang usaha. Potensi daerah harus digali dan dikembangkan sehingga mampu mendukung perekonomian nasional dan dapat mensejahterakan masyarakat. Membangun agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan dan keseimbangan antar sektor dan wilayah. Salah satu produk daerah adalah Pepaya Gunung yang dikembangkan di Kabupaten Wonosobo. Keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan dana membuat budidaya dan usaha pengolahannya masih dalam skala kecil dan hanya dipasarkan di pasar lokal serta dengan pengolahan yang sederhana. Usaha kecil dan mikro mencakup 95 persen dari keseluruhan perusahaan di Indonesia. Usaha kecil dan mikro justru lebih bisa bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional. Kemampuan bertahan UKM ini disebabkan oleh karakteristiknya yang tidak terlalu banyak bergantung pada sektor eksternal seperti hutang dan bahan baku impor, kandungan lokal yang besar, padat karya, orientasi pasar dalam negeri, harga terjangkau, organisasi ramping dan fleksibel, dan pengusahaan pasar lokal yang baik. Sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri pepaya gunung adalah lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi hasil dan bagi risiko. Dengan pola ini keuntungan yang diterima LKMS ditentukan oleh tingkat laba yang diperoleh. Dengan posisi seperti ini maka diperlukan adanya evaluasi kelayakan pembiayaan yang dapat memperkirakan keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha dan LKMS dan memperkirakan tingkat risiko yang ada. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri pepaya gunung, serta merancang dan mengembangkan model sistem penunjang keputusan perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah. Model evaluasi kelayakan perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pola syariah dibuat dalam sebuah perangkat lunak Sistem Penunjang Keputusan yang diberi nama Cap’S. Sistem ini memiliki model untuk mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan berdasarkan penilaian pakar (expert judgement), model untuk menentukan bagi hasil berdasarkan risiko pembiayaan dan porsi modal, model untuk menentukan kelayakan finansial, model untuk memprakirakan jumlah penjualan dengan menggunakan metode regresi linier dan deret waktu, dan model
iii
untuk menentukan lokasi yang cocok untuk agroindustri pepaya gunung. Verifikasi model dilakukan pada agroindustri pepaya gunung di Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan hasil perhitungnan penentuan lokasi unggulan dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) diperoleh lokasi yang paling cocok adalah Kecamatan Wonosobo. Selain itu, lokasi lain yang patut dipertimbangkan adalah Kecamatan Kertek dan Kecamatan Selomerto. Hasil verifikasi model menunjukkan rata-rata tingkat penjualan manisan pepaya gunung dari tahun 2008 sampai 2017 dengan menggunakan metode regresi linier adalah sebanyak 2.267.750 botol dengan berat bersih 360 gram. Tingkat risiko pembiayaan diperoleh dari nilai rata-rata terbobot faktor risiko usaha dan risiko industri. Risiko pembiayaan yang diperoleh adalah sebesar 2,34 yang dikategorikan ke dalam risiko sedang. Bagi hasil ditentukan berdasarkan tingkat risiko pembiayaan dan porsi modal. Modal diperoleh dari LKS dan modal sendiri dengan perbandingan 50:50. Dengan menggunakan kedua faktor maka diperoleh bagi hasil untuk bank adalah sebesar 40,19 persen dari keuntungan yang diperoleh. Analisis kelayakan finansial membandingkan pembiayaan dengan pola syariah dengan pembiayaan konvensional. Agorindustri pepaya gunung layak dijalankan dan diperoleh nilai BEP untuk pembiayaan syariah sebesar 199.334 botol dan 214.168 botol untuk pembiayaan konvensional. Nilai B/C ratio untuk pembiayaan syariah adalah sebesar 1,221 dan 1,270 untuk pembiayaan konvensional. PBP yang diperlukan pada pembiayaan syariah adalah selama 2 tahun 1 bulan dan untuk pembiayaan konvensional adalah selama 2 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan dengan kondisi penurunan harga jual produk dan kenaikan harga BBM. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa dengan pembiayaan syariah, agroindustri pepaya gunung mempunyai titik kritis terhadap penurunan harga produk sebesar 16,875 persen sedangkan dengan pembiayaan konvensional hanya sebesar 16,25 persen, sedangkan analisis sensitivitas terhadap kenaikan BBM pembiayaan syariah mempunyai titik kritis sebesar 22 persen dan pembiayaan konvensional sebesar 21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah memiliki toleransi yang lebih besar terhadap penurunan harga jual produk maupun kenaikan BBM. Hal ini disebabkan pada pembiayaan syariah bagi hasil dihitung berdasarkan laba yang diperoleh, sedangkan pada pembiayaan konvensional bunga pinjaman sudah ditetapkan dari awal. Model CAP’S dapat digunakan untuk LKMS dalam menentukan kelayakan pembiayaan agroindustri pepaya gunung. Model ini mudah dalam penggunaan dan memiliki fasilitas database yang mudah diubah, ditambah, dan dihapus. Akan tetapi masih diperlukan adanya pengembangan model yang dapat mengakses basis pengetahuan mengenai kualitas produk, referensi konsumen, dan teknologi pengolahan alternatif.
iv
ABSTRACT DHONY ERFANTO. F34104017. Decision Support System of Mountain Papaya Agroindustry Planning with Syariah. Supervised by ERIYATNO. The objective of this research is to design feasibility evaluation model of profit and risk sharing for financing mountain papaya agroindustry. The Decision Support System (DSS) model was built to support Syariah Finance Institution (SFI). Analitycal tools used are Linier Regression, Times Series Method, Exponential Comparison Method and Expert Judgment. The DSS software is named Cap’S that consists of modules for forecasting product sold, evaluating the agroindustry priority location, evaluating of risk the industry finance, and evaluating feasibility finance. The model was verified through case study on mountain papaya agroindstry in Wonosobo Regency. Based on the result from determination factory location, the chosen location is Wonosobo district. Based on the result from sold forecasting by linier regression, product sold rate from 2008 to 2017 is 2.267.450 units per years. The source of fund provided by bank and private capital. There are two kind alternatives of bank loan, which are conventional and syariah systems and each alternative has own assumption and method. The determination of profit sharing is depend on upcoming risk level and debt equity ratio. Debt equity ratio were assumption 50:50. Risk value is calculated on the rate 2,34 as medium risk. Profit sharing is 40,19 percent for syariah bank. Financing analysis compare both of the bank loan alternatives. Based on investment criteria such as Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Break Event Point (BEP) and Pay Back Period (PBP), mountain papaya agroindstry is feasible to be established, this is used for two kind banks alternatives. For syariah bank the B/C Ratio value was 1,221, BEP value was 199.334 units and PBP was 2 years and 1 month. For conventional bank the B/C Ratio value was 1,270, BEP value was 214.168 units and PBP was 2 years. Based on the sensitivity analysis, syariah bank has a critical point for the decreasing price of product around 22 percent, while conventional bank has around 21 percent. Besides that, syariah bank reach critical point for the rising price of fuel around 16,875 percent, while conventional bank has 16,25 percent. The conclusion from this analysis was syariah finance system has more flexible towards changes of prices. This is happened because the syariah bank has the compensation system based on profit sharing, mean while the conventional bank the compensation based on the credit accumulative.
v
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
vi
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH
DHONY ERFANTO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
vii
Penguji Skripsi : 1. Prof. Dr. Ir. Djumali, DEA 2.Dr. Ir. Indah Yuliasih, MSi
viii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKUTAS TEKNOLOGI PERTANIAN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN AGROINDUSTRI PEPAYA GUNUNG (Carica pubescens) DENGAN PEMBIAYAAN SYARIAH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh DHONY ERFANTO F34104017
Dilahirkan pada tanggal 11 Desember 1985 di Wonosobo
Tanggal Lulus:
Agustus 2008
Menyetujui, Bogor, September 2008
Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE Dosen Pembimbing
ix
Judul Skripsi : Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung (Carica pubescens) dengan Pembiayaan Syariah Nama
: Dhony Erfanto
NIM
: F34104017
Disetujui,
Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE Dosen Pembimbing
Tanggal lulus:
x
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung (Carica pubescens) dengan Pembiayaan Syariah pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil karya yang dibuat oleh penulis sendiri dan bukan suatu karya orang lain. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1) Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan yang tak kenal lelah selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, 2) Prof. Dr. Ir. Djumali, DEA dan Dr. Ir. Indah Yuliasih, Msi sebagai dosen penguji atas arahannya, 3) Bapak Misyono, Bapak Bukheri, dan Bapak Sunaryo atas masukan yang diberikan dan informasi tentang Pepaya Gunung, 4) Bapak Trisila Juwantara, Ibu Pit, Bapak Edi, Ibu Nafingah, Bapak Sucipto, Bapak Tri, Bapak Azis, Bapak Trimo, Bapak Ismail, Bapak Jasman yang telah memberikan informasi dan masukan tentang usaha manisan Pepaya Gunung, 5) Bank Muamalat Cabang Bogor yang telah memberikan informasi tentang pembiayaan syariah, 6) Bapak, Mae, dan adik-adikku tersayang, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang, 7) Aklesta atas bantuan dan dukungan kepada penulis, 8) Arianne sebagai rekan satu bimbingan atas masukan dan dukungannya. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini, sehingga saran dan kritik sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan atau kata-kata yang kurang berkenan dalam skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Agustus 2008 Dhony Erfanto i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 11 Desember 1985 dari ayah Taryono dan ibu Sundiyah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Wonosobo dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2007 penulis melaksanakan praktek lapang di PT Perkebunan Tambi Wonosobo, Jawa Tengah dengan topik “Mempelajari Manajemen Produksi di PT Perkebunan Tambi”. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2006/2007.
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ..........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ....................................................................................... A. Latar Belakang ....................................................................................... B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ C. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... D. Keluaran Hasil Penelitian .......................................................................
1 1 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. A. Komoditas Pepaya Gunung ..................................................................... B. Investasi Syariah ..................................................................................... C. Akuntansi Syariah ................................................................................... D. Usaha Kecil dan Mikro Syariah .............................................................. E. Manajemen Risiko .................................................................................. F. Sistem Penunjang Keputusan...................................................................
5 5 8 12 13 15 18
III. LANDASAN TEORI ................................................................................ A. Teori Heuristik ....................................................................................... B. Metode Perbandingan Eksponensial ........................................................ C. Metode Prakiraan .................................................................................... D. Analisis Finansial ...................................................................................
27 27 27 29 31
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................... A. Kerangka Pemikiran ............................................................................... B. Tahapan Penelitian.................................................................................. C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................ D. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................
37 37 38 39 40
V. ANALISIS SISTEM .................................................................................. 41 A. Analisis Situasional ................................................................................ 41 B. Pendekatan Sistem .................................................................................. 58 VI. PERMODELAN SISTEM ........................................................................ 66 A. Konfigurasi Sistem ................................................................................. 66 B. Rancang Bangun Sistem ......................................................................... 71
iii
VII. MODEL CAP’S ...................................................................................... A. Analisis Pemilihan Lokasi Unggulan ...................................................... B. Prakiraan Penjualan ................................................................................ C. Evaluasi Risiko Pembiayaan ................................................................... D. Analisis Kelayakan Finansial ..................................................................
76 78 87 88 95
VIII. RANCANGAN IMPLEMENTASI......................................................... 103 A. Verifikasi Model..................................................................................... 103 B. Rekomendasi Operasional ....................................................................... 104 IX. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 106 A. Kesimpulan ............................................................................................ 106 B. Saran ...................................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 110 LAMPIRAN ................................................................................................... 114
iv
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perbedaan antara bagi hasil dan bunga ..................................................... 10 2. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional........................................ 11 3. Kerangka penunjang keputusan ................................................................ 21 4. Persamaan dan bentuk transformasi metode pendugaan regresi tunggal delapan kurva ........................................................................................... 30 5. Unsur-unsur biaya produksi dengan metode full costing dan variable costing ..................................................................................................... 33 6. Kebutuhan ruang industri manisan pepaya gunung ................................... 56 7. Bagi hasil berdasarkan nilai risiko ............................................................ 73 8. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan lahan ..................................... 81 9. Pemberian nilai untuk kriteria harga lahan................................................ 81 10. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan baku ........ 81 11. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan penunjang ................................................................................................ 82 12. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas ........................ 82 13. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan sarana transportasi................. 83 14. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja ........................... 83 15. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan penunjang ................................................................................................ 84 16. Pemberian nilai untuk kriteria kondisi sosial budaya ................................ 84 17. Bobot penilaian untuk setiap kriteria yang dipertimbangkan ..................... 85 18. Hasil verifikasi model pemilihan lokasi unggulan..................................... 86 19. Perbandingan nilai lokasi unggulan terpilih .............................................. 87 20. Tingkat penjualan produk pepaya gunung lima tahun terakhir .................. 88 21. Prakiraan penjualan produk pepaya gunung selama masa pembiayaan...... 89 22. Hasil evaluasi risiko ketersediaan bahan baku .......................................... 90 23. Hasil evaluasi risiko pemasaran................................................................ 91 24. Hasil evaluasi risiko harga bahan baku ..................................................... 93 25. Hasil evaluasi risiko permintaan dan penawaran produk ........................... 93 26. Hasil evaluasi risiko harga produk............................................................ 94 27. Nilai risiko pembiayaan berdasarkan rata-rata terbobot nilai parameter .... 95 v
28. Sumber pendanaan ................................................................................... 98 29. Komposisi modal kerja industri manisan pepaya gunung .......................... 99 30. Hasil analisis kelayakan finansial pada kondisi normal ........................... 101
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Proses pengambilan keputusan ................................................................. 20 2. Karakteristik dan kapabilitas sistem penunjang keputusan ........................ 23 3. Skema sistem penunjang keputusan .......................................................... 24 4. Skema struktur sistem manajemen basis data............................................ 25 5. Struktur model sistem manajemen model dan skema struktur sistem manajemen basis model............................................................................ 26 6. Tanaman Pepaya Gunung ......................................................................... 41 7. Perbandingan buah Pepaya Gunung dan buah pepaya ............................... 42 8. Skema penanaman tanaman Pepaya Gunung ............................................ 43 9. Buah Pepaya Gunung muda dan buah Pepaya Gunung matang ................. 46 10. Krat penyimpanan buah Pepaya Gunung .................................................. 47 11. Pengupasan buah Pepaya Gunung ............................................................ 48 12. Pemisahan biji buah Pepaya Gunung ........................................................ 48 13. Pemotongan buah Pepaya Gunung ........................................................... 49 14. Perebusan Pepaya Gunung dan air gula .................................................... 49 15. Diagram pengolahan manisan Pepaya Gunung ......................................... 50 16. Penyaringan hasil perebusan air gula ........................................................ 51 17. Pembotolan manisan Pepaya Gunung ....................................................... 51 18. Manisan Pepaya Gunung .......................................................................... 52 19. Tata letak usaha pengolahan manisan Pepaya Gunung (UD Cipto Roso) .. 53 20. Bagan keterkaitan antar aktivitas .............................................................. 55 21. Diagram keterkaitan antar aktivitas .......................................................... 57 22. Tata letak industri manisan Pepaya Gunung ............................................. 58 23. Pohon industri Pepaya Gunung................................................................. 59 24. Diagram sebab akibat Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah ....................... 64 25. Diagram input-output Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah ....................... 65 26. Konfigurasi Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah ........................................... 67
vii
27. Diagram alir permodelan Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah ....................... 69 28. Diagram alir deskripsi model penentuan lokasi unggulan ........................ 72 29. Diagram alir penentuan tingkat risiko pembiayaan ................................... 74 30. Diagram alir analisis kelayakan finansial .................................................. 75 31. Tampilan login Cap’S .............................................................................. 77 32. Tampilan menu utama Cap’S ................................................................... 78 33. Tampilan data statis Cap’S ....................................................................... 78 34. Tampilan Masukan model analisis lokasi unggulan .................................. 80 35. Tampilan keluaran model lokasi unggulan................................................ 88 36. Tampilan keluaran model prakiraan penjualan.......................................... 89 37. Grafik evaluasi risiko usaha ..................................................................... 90 38. Grafik evaluasi risiko industri .................................................................. 92 39. Tampilan masukan model analisis risiko pembiayaan ............................... 94 40. Tampilan keluaran model analisis risiko pembiayaan ............................... 95 41. Tampilan masukan asumsi-asumsi pada model kelayakan finansial .......... 97 42. Tampilan keluaran laporan laba rugi pada model kelayakan finansial ..... 100 43. Tahapan implementasi SPK CAP’S ........................................................ 106
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta letak budidaya pepaya gunung dan usaha pengolahan manisan pepaya gunung di Kabupaten Wonosobo ................................................ 115 2. Jarak lokasi dengan sumber bahan baku ................................................. 116 3. Jarak lokasi dengan sumber bahan penunjang dan pusat pemasaran ........ 116 4. Jumlah pencari kerja (job seeker) di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo .............................................................................................. 117 5. Luas lahan yang tersedia di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo ........... 117 6. Harga lahan di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo .............................. 118 7. Penilaian pakar terhadap kriteria yang berpengaruh dalam penentuan lokasi agroindustri pepaya gunung ......................................................... 119 8. Perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial penentuan lokasi unggulan ................................................................................................ 120 9. Kuesioner evaluasi risiko pembiayaan syariah ........................................ 121 10. Investasi tetap agroindustri pepaya gunung ............................................ 125 11. Biaya tenaga kerja langsung dan tak langsung agroindustri pepaya gunung ....................................................................................... 126 12. Biaya bahan baku dan bahan penunjang agroindustri pepaya gunung ..... 126 13. Nilai, nilai sisa, asuransi, pemeliharaan, dan penyusutan investasi tetap agroindustri pepaya gunung.................................................................... 127 14. Biaya operasional agroindustri pepaya gunung ....................................... 129 15. Laporan rugi-laba agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah ................................................................................................... 130 16. Arus kas agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah ......... 131 17. Laporan Laba Rugi Agroindutri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Konvensional ......................................................................................... 132 18. Arus Kas Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Konvensional ......................................................................................... 133 19. Petunjuk Penggunaaan Aplikasi ............................................................. 134
ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepaya merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Sekarang ini ditemukan satu spesies buah pepaya yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan diperkirakan akan menjadi buah yang penting dalam perekonomian Indonesia. Buah tersebut adalah Pepaya Gunung atau pepaya kecil dan biasa disebut Carica (Carica pubescens) (Hidayat, 2001). Tanaman tersebut sebenarnya sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat di dataran tinggi Dieng, Wonosobo dan sudah diolah menjadi produk manisan dalam sirup. Akan tetapi keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan dana membuat budidaya maupun usaha pengolahannya masih dalam skala kecil dan hanya dipasarkan di pasar lokal serta dengan pengolahan yang sederhana. Pengkajian lebih mendalam tentang prospek buah tersebut sangat diperlukan terutama usaha pengolahan dan budidaya buah tersebut. Strategi pembangunan nasional seharusnya didasarkan pada keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Salah satu cara mendapatkan keunggulan komparatif adalah dengan mengembangkan sektor yang didukung oleh sumber daya domestik yang memiliki peluang usaha. Sumber ini berasal dari seluruh daerah yang ada di Indonesia. Potensi daerah harus selalu digali dan dikembangkan sehingga mampu menyokong perekonomian nasional dan dapat mensejahterakan masyarakat. Agroindustri sangat tepat untuk dikembangkan karena Indonesia memiliki kekayaan hayati yang melimpah. Membangun agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan dan keseimbangan antar sektor dan wilayah. Sektor pertanian dan agroindustri merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian dan agroindustri tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan kontribusinya terhadap perolehan devisa (Jiaravanon, 2007). Antara tahun 2002 hingga 2006 sektor pertanian termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan mampu memberikan kontribusi sebesar Rp298,8 triliun hingga Rp430,5 triliun atau sekitar 14,44 persen dari total PDB Nasional. Akan tetapi jika dibandingkan 1
dengan sektor pengolahan yang juga banyak memanfaatkan bahan baku berupa produk-produk pertanian nilai PDB sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perhutanan masih lebih rendah daripada nilai PDB sektor industri pengolahan. Antara tahun 2002 hingga 2006, nilai PDB sektor industri pengolahan berkembang dari Rp553,8 triliun menjadi Rp934,4 triliun atau sekitar 28,12 persen dari total PDB Nasional. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses pengolahan produk-produk pertanian telah memberikan nilai tambah jauh lebih besar, sehingga mampu memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Pendirian suatu agroindustri membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan persiapan yang matang. Pengusaha agoinindustri pepaya gunung enggan memakai kredit dari perbankan konvensional sebagai sumber permodalan karena katidakmampuannya dalam memberikan agunan dan mengemban risiko bunga dari pengembalian kredit. Sumber permodalan yang digunakan hanya berasal dari keluarga sehingga umumnya agroindustri pepaya gunung merupakan usaha dengan skala kecil. Di lain pihak struktur administrasi bank besar yang seharusnya mampu memberikan kredit pada pengusaha skala kecil ironisnya justru menghindari pemberian kredit kepada pengusaha kecil. Oleh karena itu untuk menunjang pengembangan agroindustri pepaya gunung diperlukan bentuk lain pola pembiayaan. Salah satu bentuk pola pembiayaan adalah pembiayaan dengan pola syariah melalui sistem bagi hasil dan bagi risiko yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah (LKS). Pola ini diperkirakan sesuai untuk usaha pasca panen dan budidaya pepaya gunung karena tidak menggunakan sistem bunga dan risiko yang ada tidak ditanggung sendiri oleh pengusaha. Ide dasar sistem perbankan Islam sebenarnya dapat dikemukakan dengan sedehana. Operasi institusi keuangan Islam terutama berdasarkan prinsip PLS (profit-and-loss-sharing) atau bagi untung dan rugi. Pada sistem perbankan Islam tidak menetapkan bunga, melainkan mengajak berpartisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Dalam perekonomian Islam segala macam bentuk yang berkaitan dengan penambahan pembayaran atau yang biasa disebut riba adalah haram (Antonio, 2001). Akan tetapi pembiayaan dengan pola syariah masih memiliki beberapa kendala yang menghambat berkembangnya pembiayaan ini. Kendala tersebut
2
adalah belum ditemukan suatu metode dan formula yang efektif untuk mengevaluasi kelayakan pembiayaan. Tingkat keuntungan pembiayaan yang diterima LKS tergantung pada tingkat laba yang diperoleh dan nisbah bagi hasil yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan analisis proyeksi laba usaha yang akurat dan nisbah bagi hasil yang dapat diterima oleh LKS dan pengusaha. Sifat dinamis dari parameter-parameter penentu laba operasional usaha dapat menyebabkan tingkat keuntungan pembiayaan menjadi rendah bahkan merugi atau menyebabkan tingkat keuntungan pembiayaan menjadi tinggi. Ketidakpastian tingkat keuntungan pembiayaan ini menyebabkan model evaluasi kelayakan pembiayaan konvensional yang memakai prinsip bunga tidak sesuai untuk diterapkan. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri pepaya gunung, 2) Merancang dan mengembangkan model sistem penunjang keputusan perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah, 3) Merekomendasikan strategi pengembangan usaha agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah sebagai upaya dalam mendukung pembangunan daerah dan pengembangan potensi masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu: 1) Lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai alat penunjang keputusan dalam mengevaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri dengan skema bagi hasil dan bagi risiko, 2) Pengusaha agroindutri dapat memanfaatkannya sebagai alat penunjang keputusan dalam mencari sumber modal yang tidak memberatkan untuk mengembangkan usaha agroindustri pepaya gunung, 3) Bagi akademisi dan pengembangan iptek, hasil penelitian merupakan kontribusi pemikiran dalam pengembangan aplikasi pola syariah melalui pendekatan sistem,
3
4) Bagi pemerintah sebagai Pembina UMK, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai alat untuk memfasilitasi alternatif pembiayaan dengan pola syariah untuk mendukung pengembangan agroindustri pepaya gunung. C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari masalah khusus ini meliputi analisis lokasi unggulan, prakiraan penjualan, analisisrisiko pembiayaan syariah, analisis nisbah bagi hasil, dan analisis kelayakan finansial. Pemilihan lokasi unggulan yang dilakukan dengan menganalisis daerah-daerah di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang memiliki potensi untuk pendirian dan pengembangan agroindustri pepaya gunung. Agroindustri pepaya gunung yang dimaksud dalam sistem dibatasi hanya pada industri pengolahan pepaya gunung yang menghasilkan produk berupa manisan pepaya gunung. Proses perhitungan yang dilakukan adalah berdasarkan pembiayaan musyarakah. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan berbagai pakar budidaya buah pepaya gunung dan pengusaha agroindustri pepaya gunung serta data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Departemen Pertanian, Laboratorium Teknik dan Manajemen Industri FATETA-IPB, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pengkajian masalah khusus ini. D. Keluaran Hasil Penelitian Hasil penelitian ini adalah suatu perangkat lunak sistem penunjang keputusan perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah. Perangkat lunak ini dapat dimanfaatkan oleh koperasi atau kelompok petani, pengusaha agroindustri, lembaga keuangan syariah, investor, dan pemerintah dalam menentukan keputusan agroindustri pepaya gunung.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komoditas Pepaya Gunung Pepaya Gunung (Carica pubescens) termasuk ke dalam famili caricaceae dan genus carica L dan termasuk satu genus dengan pepaya (Carica papaya) (Bermejo dan Leon, 1994). Taksonomi tanaman Pepaya Gunung adalah sebagai berikut: kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
kingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
superdivisi
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
kelas
: Magnoliopsida (Dikotil)
kelas
: Dilleniidae
ordo
: Violales
famili
: Caricaceae (Famili papaya)
genus
: Carica L.
spesies
: Carica pubescens (Pepaya Gunung).
(Anonymous, 2007). Menurut Hidayat (2001) terdapat tiga jenis Pepaya Gunung yaitu: 1) Carica quercifolia (st. Hil.) Solms-Laub, buahnya berwarna kuning keemasan, daunnya besar dengan pinggiran rata atau bercuping 3, 2) Carica goudotiana Planch dan Triana, buahnya berwarna kuning dan daunnya menjari dengan cuping sangat dalam, 3) Carica candamarcensis hook.f, jenis ini disebut mountain papaya yang mempunyai batang tebal, daun bundar besar dengan 5 cuping yang dalam dan setiap cupingnya bersirip. Menurut Verhey dan Coronel (1997), Pepaya Gunung mempunyai beberapa nama yaitu Carica candamarcensis, Carica (Wonosobo), Gedang Memedi (Bali), pepaya mini. Pepaya Gunung berasal dari wilayah Andes dari Panama sampai Bolivia dan tumbuh pada ketinggian 1500-3000 meter di atas permukaan laut (dpl). Tanaman ini dibudidayakan di beberapa negara seperti Amerika Serikat (Florida dan Hawai), Cili, Srilanka, Indonesia (dataran tinggi Dieng di Jawa
5
Tengah, dan Bali). Di dekat ekuator, Pepaya Gunung hanya tumbuh dengan baik di dataran tinggi di atas 1500 meter di atas permukaan laut. Menurut Hendro (2005) tanaman jenis pepaya dapat hidup di daerah yang banyak hujan (cukup tersedia air) dengan curah hujan 1000-3000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Di daerah yang beriklim kering dengan musim hujan 2-5 bulan dan musim kemarau 6-8 bulan tanaman jenis pepaya masih mampu berbuah dengan syarat kedalaman air tanahnya 50-150 cm. Menurut Tohir (1981) tanaman pepaya membutuhkan banyak air dan tanahnya harus gembur. Pada musim kemarau tanaman pepaya kurang menghasilkan buah tetapi pada musim penghujan tanaman ini bisa menghasilkan buah tiap minggu. Menurut Hendro (2005) tanaman pepaya bisa tumbuh dengan baik di tanah yang mempunyai porositas yang baik, mengandung kapur, dan mempunyai pH 6-7. Tanaman pepaya menyenangi daerah terbuka (tidak ternaungi) dan tidak tergenang air. Tanah dengan drainase kurang baik akan menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit akar. Menurut Verhey dan Coronel (1997) tanaman Pepaya Gunung merupakan pohon kecil atau perdu, mirip dengan pepaya biasa (Carica papaya L.), tetapi mempunyai cabang yang lebih banyak dan ukuran semua bagian tanaman lebih kecil. Hidayat (2001) menambahkan Pepaya Gunung merupakan tanaman berbatang basah dengan tinggi rata-rata 1-2 meter. Bunga jantan memiliki tangkai yang panjang hingga 15 cm dan bunga betina berukuran lebih besar dengan tangkai yang keras dan pendek. Menurut Verhey dan Coronel (1997) Bunga jantannya tumbuh pada gagang perbungaan yang panjangnya 15 centimeter dan bercabang-cabang, bunga betinanya yang ukurannya lebih besar terletak pada tangkai yang kuat dan bercabang-cabang. Hidayat (2001) menuturkan bahwa buah Pepaya Gunung berbentuk bulat telur dengan ukuran panjang 6-10 cm dan diameter 3-4 cm. Menurut Verhey dan Coronel (1997) buah matang berbentuk bulat telur sungsang, berukuran 6-15 cm x 3-8 cm, dagingnya keras, berwarna kuning-jingga, rasanya agak asam tetapi harum baunya, di sekeliling rongganya terdapat banyak sekali biji yang terbungkus oleh sarkotesta yang putih dan berair. Hidayat (2001) menambahkan kulit buah yang masih hijau berwarna hijau gelap dan akan berubah menjadi
6
kuning cerah setelah masak. Biji buah berwarna hitam dengan jumlah yang banyak dan padat. Daun bercuping sangat dalam dan tangkainya berwarna hijau gelap, urat daun lebih tebal dibandingkan pepaya. Menurut Hendro (2005) buah pepaya mempunyai getah. Getah ini akan semakin berkurang pada saat buah mendekati matang. Getah ini mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein). Menurut Krajewski et al. (1997) Pepaya Gunung mengandung banyak komponen volatil dan merupakan turunan dari asam lemak. Sebagian besar komponen tersebut merupakan senyawa 3-hidroksiester, yaitu etil 3-O -Dglokopiranosilbutanoat, butil 3-O -D-glukopiranosilbutanoat, dan 3-oxo-oktil 1O -D-glukopiranosid. Senyawa ini juga ditemukan pada beberapa tanaman tropik lainnya seperti nanas, mangga, gooseberry, tamarillo, dan Spondias spp. Hidayat (2001) menuturkan bahwa Pepaya Gunung atau pepaya mini merupakan sumber kalsium, gula, vitamin A dan C. Buah ini dapat dijadikan sirup dan jus atau makanan seperti manisan dan selai. Buah ini sangat cocok dimakan oleh orang yang mempunyai perut lemah terhadap buah-buahan lain karena mempunyai sifat memperbaiki sistem pencernaan. Selain itu, buah ini dapat dibuat sebagai minuman non alkohol. Menurut Verhey dan Coronel (1997) daging buah masak Pepaya Gunung dapat dimakan dalam keadaan segar, tetapi biasanya disetup dahulu dan diberi gula. Di Jawa, buahnya dijual kepada wisatawan, digunakan untuk konsumsi setempat atau dikalengkan. Di Amerika Selatan, buah Gedang Memedi digunakan pada minuman ringan (tanpa alkohol) dan dijadikan selai. Hidayat (2001) menyebutkan bahwa buah yang masih muda dikeringkan untuk dibuat serbuk sebagai bahan pembuatan obat penyakit kulit atau sebagai obat peluruh cacing dan dapat digunakan sebai bahan kosmetik. Daunnya dapat digunakan sebagai pelunak daging karena mengandung zat papain. Selain itu, zat papain juga digunakan dalam berbagai keperluan industri seperti minuman, makanan, dan farmasi. Di daerah Dieng buah Pepaya Gunung masih merupakan buah konsumsi lokal dalam jumlah terbatas dan lebih banyak dibiarkan terbuang membusuk. Buah ini sudah dibuat minuman awetan dalam kaleng, tetapi jumlahnya masih sangat terbatas dibandingkan potensi keberadaan tumbuhannya.
7
Menurut Verhey dan Coronel (1997) Pepaya Gunung merupakan tanaman yang menarik untuk lahan yang beriklim terlalu dingin untuk pepaya biasa. Selanjutnya ketahanannya yang tinggi terhadap virus pepaya sangat bernilai dalam tugas penangkaran pepaya. Hidayat (2001) menambahkan tumbuhan Pepaya Gunung sangat cocok untuk area dimana pepaya biasa tidak hidup normal dan tanaman ini tahan terhadap ringspot virus yang biasa menyerang tanaman pepaya. B. Investasi Syariah Islam berasal dari bahasa arab dan diambil dari kata salimah yang mempunyai arti selamat, damai, tunduk pasrah, dan berserah diri. Penyerahan diri ini ditujukan kepada pencipta seluruh alam semesta yaitu Allah SWT. Agama Islam memiliki 3 aspek utama yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Akidah disebut juga iman, syariah disebut Islam, dan akhlak disebut ikhsan. Aqidah menunjukkan kebenaran Islam, syariah menunjukkan keadilan Islam, dan akhlak menunjukkan keindahan Islam (Karim, 2003). Ekonomi Islam merupakan ekonomi anti riba dimana pelaku ekonominya hanya melakukan usaha yang halal menurut ajaran Islam dan senantiasa berpikir untuk menyamakan harga dengan biaya yang dikeluarkan. Semangat anti riba ini sudah diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sejarah hidupnya (Cahyono, 1995). Menurut Wibowo dan Untung (2005) riba secara etimologis sinonim dengan ziyadah, yang artinya tambahan. Secara linguistik riba diartikan sebagai tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) secara batil. Secara batil maksudnya pengambilan tambahan dari modal pokok itu tanpa disertai imbalan pengganti (konpensasi) yang dapat dibenarkan oleh hukum syariah. Manurut Zulkifli (2003), ditinjau dari sisi fiqh maka riba harus dilakukan secara hati-hati. Yusuf Qurdhawi menafsirkan bahwa bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram. Menurut Wibowo dan Untung (2005) secara garis besar riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu riba utang piutang dan riba jual beli. Riba utang piutang dibagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah, sedangkan riba jual beli 8
dibagi menjadi riba fadl dan riba nasiah. Riba qard adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap debitur (muqtaridh). Riba jahiliyah adalah kelebihan yang terjadi karena utang dibayar melebihi pokok utangnya, karena debitur terlambat membayarnya dari jatuh tempo yang telah ditetapkan. Riba fadhl adalah kelebihan kadar yang terjadi pada pertukaran dengan kadar yang berbeda antarbarang ribawi yang sejenis. Riba nasi ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditor tanpa risiko, sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada debitur. Terkait dengan hal di atas, terdapat beberapa dalil Islam yang melarang sistem riba. Dasar hukum dari pelarangan riba adalah sebagai berikut: 1) Allah SWT memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan di sisi Allah SWT. Allah berfirman : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah apapun di sisi Allah. Dan apabila kamu mencapai keridhaan Allah,
maka
(yang
berbuat
demikian)
itulah
orang-orang
yang
melipatgandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum : 39). 2) Allah memberikan gambaran siksaan bagi seorang yahudi dengan salah satu karakternya suka memakan riba. Allah SWT berfirman: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka telah memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka siksaan yang pedih.” (QS. An-Nisa’ : 160-161). 3) Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keuntungan.” (QS Ali Imran : 130). 4) Allah melarang dengan keras dan tegas segala jenis riba. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
9
tinggalkan sisa-sisa (dari segala jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. AlBaqarah : 278-279). Islam mendorong praktik bagi hasil dan mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang begitu nyata seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan antara bagi hasil dan bunga Bagi Hasil
Bunga
1. Penentuan besarnya risiko atau nisbah 1. Penentuan bunga dibuat pada waktu bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman
akad dengan asumsi selalu untung.
pada
kemungkinan untung rugi. 2. Risiko
bagi
hasil
berdasarkan 2. Besarnya
keuntungan yang diperoleh.
persentase
berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
3. Bagi hasil bergantung pada keuntungan 3. Pembayaran bunga tetap seperti yang proyek yang dijalankan. Bila usaha
dijanjikan tanpa mempertimbangkan
merugi, kerugian akan ditanggung
apakah
bersama oleh kedua belah pihak.
untung atau rugi.
4. Jumlah
pembagian
laba
proyek
yang
dijalankan
akan 4. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sesuai dengan peningkatan
meningkat
sekalipun
pendapatan.
keuntungan berlipat.
jumlah
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan 5. Eksistensi bunga diragukan oleh bagi hasil
semua agama termasuk agama Islam.
Sumber : Antonio (2002). Di Indonesia, Bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada 2005 jumlah bank syariah di Indonesia bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Walaupun perkembangan bank syariah agak terlambat dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perkembangan syariah di Indonesia akan terus berkembang (Karim, 2003).
10
Menurut Wibowo dan Untung (2005) bank syariah merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional Bank Konvensional
Bank Syariah
1. Memakai metode bunga
1. Berdasarkan margin keuntungan
2. Profit oriented
2. Profit & falah oriented
3. Hubungan dengan nasabah dalam 3. Kemitraan bentuk hubungan debitur-kreditur 4. Creator of money supply
4. Users of real funds
5. Tidak membedakan investasi yang 5. Investasi hanya pada bidang usaha halal dan haram 6. Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah
yang halal 6. Operasinya
harus
sesuai
dengan
arahan Dewan Pengawas Syariah
Sumber: Wibowo dan Untung (2005). Perbedaan bank syariah dan bank konvensional dalam praktik perbankan dapat terlihat jelas ketika diterapkannya kebijakan uang ketat, yaitu sebagai berikut: 1) Bank konvensional akan menaikkan tingkat suku bunga simpanan yang diikuti dengan suku bunga pinjaman. Kenaikan ini dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi yang sekaligus mengganggu pertumbuhan kesempatan kerja. 2) Pada bank syariah, pengurangan uang yang beredar akan menekan laju inflasi dan menurunkan biaya produksi pada investasi debitur sehingga debitur akan memperoleh tambahan keuntungan yang akan dibagihasilkan kepada bank. Tambahan keuntungan pada bank ini akan dibagihasilkan kepada nasabah
11
penyimpan dana untuk mempercepat kegiatan ekonomi. Dengan demikian laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja akan tetap terpelihara. Bagi hasil yang diterapkan dalam bank sayriah menggunakan prinsip musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan musaqah (Setijawan dan Mulya, 2003). Musyarakah adalah investasi yang melibatkan kerjasama pihak-pihak yang memiliki dana dan keahlian dimana pihak yang berkongsi sepakat untuk membagi keuntungan dan risiko sesuai dengan kontribusinya. Mudharabah adalah kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan keseluruhan dana dan pihak kedua menjadi pengelola. Kedua pihak sepakat membagi keuntungan sesuai dengan kesepaatan, sedangkan risiko kerugian ditanggung oleh pemilik dana. Muzara’ah adalah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap. Musaqah adalah bentuk sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. C. Akuntansi Syariah Menurut Muhammad (2005) akuntansi secara tradisional dipahami sebagai seperangkat prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi bagi pengambilan keputusan dan pengendalian. Pengertian akuntansi ini menunjukkan bahwa akuntansi adalah teknologi yang statis dan bebas dari nilai masyarakat dimana akuntansi tersebut dipraktikkan. Akan tetapi sejak tahun 1980-an pengertian akuntansi berkembang menjadi lebih luas dengan mempertimbangkan konteks sosial dan organisasi dimana akuntansi dipraktikkan. Islam sebagai ideologi, masyarakat, dan ajaran tentunya sangat sarat dengan nilai-nilai, sehingga akuntansi yang berlaku dalam masyarakat Islam haruslah sesuai dengan nilai-nilai Islam (Indrawanto, 2007). Akuntansi menurut Islam harus memiliki bentuk yang sarat dengan nilai pertanggung jawaban, keadilan, dan kebenaran. Prinsip kebenaran dan keadilan berarti masalah pengakuan, pengukuran, dan pelaporan dalam akuntansi harus dilakukan dengan benar sehingga memberikan informasi yang benar kepada masyarakat yang akhirnya akan memberikan rasa keadilan dalam dunia bisnis. Wibowo dan Untung (2005) menambahkan akuntansi syariah harus mempunyai prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling membantu dan dapat meningkatkan produktivitas. Dalam konteks ini harus diterima bahwa akuntansi 12
syariah memainkan peranan untuk menyesuaikan kelompok-kelompok yang berkepentingan bisnis dalam masyarakat. Hal ini merupakan letak posisi sosial akuntansi syariah. Menurut Indrawanto (2007) akuntansi syariah yang berorientasi sosial adalah akuntansi yang menyajikan atau mengungkapkan dampak sosial perusahaan terhadap
masyarakat. Untuk dapat mengungkapkan dampak
perusahaan terhadap masyarakat, maka pengembangan akuntansi harus dengan cara memperluas dan menerapkan konsep zakat. Konsekuensi pada organisasi bisnis dari konsep ini adalah orientasi bisnis tidak lagi pada laba usaha semata, tetapi pada kesejahteraan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk zakat. Adanya zakat ini menjadikan akuntansi syariah berbeda dengan akuntansi konvensional. Perbedaan tersebut terletak pada distribusi nilai tambah yang didapatkan dari usaha yang dilakukan. Pada akuntansi syariah nilai tambah yang didapatkan oleh investor dicatat pada bagi hasil untuk investor, nilai tambah masyarakat ditambah pada zakat yang harus dibayar, dan nilai tambah perusahaan adalah laba bersih setelah bagi hasil dikurangi pembayaran pajak dan zakat. Pada akuntansi konvensional, investor mendapatkan keuntungan berupa bunga dan pengusaha mendapatkan keuntungan bersih setelah keuntungan operasi dikurangi biaya bunga dan pajak. Hasan (2005) menyatakan bahwa harta yang telah mencapai nisab wajib dizakatkan. Nisab adalah batas minimal dari jumlah uang yang dimiliki. Jika jumlahnya kurang dari batas tersebut maka dianggap sedikit dan tidak diwajibkan zakat. Nisab uang mengacu pada nilai emas dan perak pada saat itu yaitu 85 gram untuk emas dan 595 gram untuk perak. Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah sebesar 2,5 persen dari laba yang didapatkan. Zakat ini diwajibkan dibayar satu kali dalam setahun.
D. Usaha Kecil dan Miko Syariah Usaha kecil dan mikro mencakup 95 persen dari keseluruhan perusahaan di Indonesia. Akan tetapi kontribusinya kepada perekonomian nasional sangat kecil (Setijawan dan Mulya, 2003). Usaha kecil dan mikro justru lebih bisa bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional.
13
Kemampuan bertahan UKM ini disebabkan oleh karakteristiknya yang tidak terlalu banyak bergantung pada sektor eksternal seperti hutang dan bahan baku impor, kandungan local yang besar, padat karya, orientasi pasar dalam negeri, harga terjangkau, organisasi ramping dan fleksibel, dan pengusahaan pasar lokal yang baik. Disamping keunggulan tersebut, UKM juga memiliki berbagai kendala untuk berkembang. Setijawan dan Mulya (2003) menyebutkan beberapa kendalanya antara lain lemahnya manajemen keuangan, pengelolaan dengan manajemen keluarga yang umumnya lemah dalam pengendalian, SDM dengan kualitas yang terbatas, orientasi jangka pendek, rendahnya kesadaran akan mutu, terbatasnya akses informasi dan sumberdaya keuangan serta tidak menguasai jalur distribusi. Untuk mengembangkan UKM tidaklah cukup hanya dengan menyediakan akses kepada perbankan tanpa memperbaiki kelemahan UKM. Penyaluran kredit tanpa diiringi dengan pemahaman yang baik akan kebutuhan UKM baik yang bersifat finansial maupun non-finansial hanya akan menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah. Pembentukan kelompok beserta institusi pendamping yang dilakukan oleh Bank Indonesia telah mampu meningkatkan manfaat kredit dengan pengembalian yang tinggi. Akan tetapi adanya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka BI tidak lagi dapat memberikan kredit secara langsung kepada masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan baru agar sektor UKM ini tetap mendapatkan akses jasa keuangan dan perbankan. Salah satu alternatifnya adalah pembiayaan syariah. Menurut Setijawan dan Mulya (2003), bank syariah memiliki kinerja yang lebih baik daripada perbankan konvensional selama periode krisis ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya pembiayaan yang bermasalah (non performing loans) pada bank syariah dan tidak terjadi negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut terjadi karena pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga. Hal ini menunjukkan bahwa bank syariah memberikan harapan kepada masyarakat sebagai sumber pembiayaan alternatif.
14
Permasalahan yang dihadapai bank syariah adalah masih rendahnya share perbankan dan jaringan perbankan syariah masih sangat terbatas dibandingkan nasabah potensialnya. Dengan demikian kontribusi terhadap peningkatan pembiayaan bagi UKM juga masih relatif kecil. Pengusaha UKM sendiri masih memiliki pemahaman yang rendah akan produk syariah. E. Manajemen Risiko Risiko merupakan akibat dari setiap keputusan yang diambil atau perubahan kondisi luar. Risiko dapat menimpa setiap tahap aktivitas perusahaan baik dari penyediaan bahan baku, proses pengolahan dan pemasaran (Djohanputro, 2006). Risiko pada umumnya mempunyai potensi yang merugikan, sehingga diperlukan suatu manajemen untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi potensi kerugian dari risiko tersebut. Hanafi (2006) menyatakan manajemen risiko adalah suatu sistem pengolahan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian yang terukur secara kuantitatif. Menurut Kontur (2004), ketidakpastian yang dihadapi perusahaan bisa berdampak merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Bila risiko dianggap menguntungkan
maka
disebut
kesempatan
(opportunity),
sedangkan
ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut risiko (risk). Suatu keputusan pembiayaan suatu agroindustri Pepaya Gunung akan memiliki risiko rendahnya tingkat keuntungan atau bahkan mengalami kerugian hingga hilangnya modal pembiayaan yang telah dikeluarkan. Menurut Indrawanto (2007), sumber yang dapat menyebabkan terjadinya risiko keputusan pembiayaan adalah tidak berjalannya operasional usaha sesuai dengan kondisi yang diasumsikan. Kondisi ini disebut risiko usaha. Selain itu, terjadinya dinamika industri yang menyebabkan asumsi dalam evaluasi kelayakan menjadi tidak tercapai yang dapat disebut sebagai risiko industri. Parameter risiko industri yang dapat menyebabkan terjadinya risiko pembiayaan adalah harga bahan baku yang lebih tinggi dari prakiraan dan harga produk yang lebih rendah dari prakiraan. Kedua kondisi ini menyebabkan laba operasional yang didapat menjadi lebih rendah, sehingga tingkat keuntungan pembiayaan juga menjadi lebih rendah. 15
Indrawanto (2007) menyebutkan empat parameter risiko usaha yang dapat menyebabkan terjadinya risiko pembiayaan yaitu (1) ketersediaan bahan baku yang lebih rendah dari prakiraan, (2) operasional pengolahan dengan tingkat kinerja yang rendah, dan (3) pemasaran produk yang tidak efisien dengan biaya pemasaran tinggi. 1. Manajemen Risiko pengadaan Bahan Baku Risiko pengadaan bahan baku merupakan parameter penting dalam usaha agroindustri. Hal ini disebabkan ketersediaan bahan baku sangat tergantung pada sektor pertanian yang memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi (Soekartiwi, 2000). Potensi risiko pengadaan bahan baku terletak pada (1) sifat produksinya yang musiman, mudah rusak, bervariasi, dan bervolume besar, (2) sifat produsennya yang resisten terhadap inovasi, dan (3) sifat pasarnya yang tersebar secara geografis dan dalam unit-unit yang kecil dalam jumlah yang banyak (Austin, 1992). Brown (1994) menyebutkan altenatif pola pengadaan bahan baku untuk memperkecil risiko antara lain (1) memproduksi sendiri bahan baku, (2) mengadakan kontrak pembelian dengan petani, (3) membeli langsung di pasar terbuka, dan (4) kombinasi dari 1, 2, dan 3. 2. Manajemen Risiko Proses Pengolahan Pemilihan teknologi pengolahan yang tepat merupakan faktor penting dalam manajemen risiko pengolahan. Selain itu, faktor yang perlu diperhatikan adalah kerusakan alat pengolahan, serta keahlian dan perilaku sumber daya manusia (Indrawanto, 2007). Risiko pengolahan dapat berakibat pada terjadinya variasi proses atau bahkan berhentinya proses produksi. Upaya untuk memperkecil risiko pengolahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pengujian kemampuan produksi melalui simulasi kondisi operasi aktual secara beragam, menelaah variasi proses yang terjadi dan penyebabnya, dan menentukan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan (Kolarik, 1995).
16
3. Manajemen Risiko Pemasaran Risiko pemasaran yang dapat terjadi adalah tidak tercapainya target penjualan baik dari segi volume maupun nilai pendapatan. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya risiko pemasaran adalah kekurangsiapan perusahaan memasuki pasar seperti tidak tepatnya program bauran pemasaran yang diterapkan dan situasi eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan (Indrawanto, 2007). Menurut Leod (1995) manajemen risiko pemasaran dilakukan melalui pengenalan dan diagnosa masalah, menentukan sumber masalah, membuat dan menerapkan rencana pemasaran yang tepat, serta melakukan evaluasi penerapan rencana pemasaran. 4. Strategi Pengurangan Risiko Untuk mengurangi risiko perusahaan maka diperlukan suatu perencanaan industri yang baik. Menurut Berlo (1993) dalam suatu agribisnis terdapat banyak keputusan yang diambil dalam kondisi tidak menentu. Hal ini disebabkan adanya perubahan kualitas bahan pertanian tiap waktu yang bisa disebabkan oleh perubahan iklim maupun faktor lain yang mempengaruhinya. Suatu perencanaan yang efektif dan efisien dapat membantu menyelesaikan masalah
yang
ada.
Faktor-faktor
yang
sangat
berpengaruh terhadap
keberlangsungan agroindustri adalah pasar, industri, dan pertanian. Faktorfaktor tersebut berpengaruh terhadap kebijakan taktis maupun strategis dalam perusahaan. Kebijakan taktis yang diperlukan antara lain kebutuhan operasional, teknik pemanenan, dan perencanaan teknik proses. Perencanaan terhadap pasar yang diharapkan sangat diperlukan dalam menentukan strategi pemasaran. Penentuan suplai bahan baku harus berdasarkan jumlah permintaan terhadap produk jadi. Produk-produk pertanian mempunyai karakteristik yang mudah rusak sehingga harus direncanakan jumlah bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar dan berdasarkan kapasitas industri yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kerusakan bahan baku dan memperoleh keuntungan yang optimal (Berlo, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan dalam perencanaan pasar maka diperlukan suatu perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan
17
perencanaan jumlah produk yang harus diproduksi pada setiap harinya. Perencanaan produksi ini menyangkut bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi seperti bahan baku, bahan penunjang, dan jumlah karyawan yang diperlukan. Dalam perencanaan produksi jumlah dan jenis produk didasarkan pada permintaan konsumen. Kapasitas produksi harus disesuaikan dengan jumlah permintaan yang ada dan besarnya kapasitas produksi lebih baik jangan melebihi jumlah permintaan yang ada. F. Sistem Penunjang Keputusan Pengertian sistem menurut Indrajid (2001) adalah kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya. Menurut Marimin (2005) sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagianbagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Turban (2005) juga menuturkan bahwa sistem merupakan sekumpulan dari objek seperti orang, sumberdaya, konsep, dan prosedur yang teratur untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengertian-pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antar bagian yang menunjukkan kompleksitas dari sistem yang meliputi kerja sama antara bagian yang interdependen satu sama lain. Selain itu juga sistem berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan atau subtujuan. Menurut Zakiyah (2007) sistem memiliki beberapa sifat dasar antara lain (1) dinamisasi dan perubahan berkelanjutan sistem dalam pencapaian tujuan, (2) sinergi, (3) keterbukaan terhadap lingkungan, (4) transformasi yaitu proses perubahan input menjadi output, (5) hubungan antar bagian yang memerlukan analisis dasar pemahaman yang luas, (6) mekanisme pengendalian yang memberi informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi. Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari kompenen-komponen dalam perusahaan atau organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi (Indrajid, 2001). Menurut Marimin (2006) sistem informasi adalah suatu yang menerima sumber data sebagai input dan 18
mengolahnya menjadi produk informasi sebagai output. Sistem informasi merupakan satu sistem yang terdiri dari beberapa sistem yang terdiri dari beberapa sistem atau komponen hardware, software, dan brainware, data dan prosedur untuk menjalankan input, proses, output, penyimpanan, dan pengontrolan yang mengubah sumber data menjadi informasi. Manajemen merupakan proses yang berkaitan dengan tujuan suatu organisasi dan sumber daya yang dimiliki. Kesuksesan suatu manajemen tergantung pada kemampuan dari fungsi-fungsi yang dimiliki, yaitu planning, organizing, directing, dan controlling. Semua aktivitas manajemen tersebut berkaitan dengan pengambilan keputusan yang optimum (Turban et al., 2005). Menurut Marimin (2006) manajemen dengan menggunakan pendekatan sistem informasi merupakan langkah yang mengarah pada peningkatan kemampuan sumberdaya manusia. Perubahan kebiasaan dari menggunakan sistem manual menjadi sistem elektronik diharapkan dapat menghasilkan suatu ketepatan, kecepatan, dam keakuratan terhadap hasil pengolahan data dan informasi di segala bidang. Turban et al. (2005) menyebutkan beberapa piranti yang dapat digunakan oleh pihak manajemen dalam pengambilan keputusan antara lain Decision Support System (DSS), Management Science (MS), Business Analytics, Data Mining, Data Warehousing, Group Support System (GSS), Expert System (ES), dan Artificial Neural Networks (ANN). Tabel 3 menunjukkan penunjang keputusan yang dapat digunakan dalam berbagai tipe keputusan dan tipe kontrol. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah pendekatan secara sistematis untuk menentukan teknologi ilimiah yang tepat dalam mengambil keputusan dan merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pengguna (Eriyatno, 1999). Menurut Indrajid (2001) sistem penunjang keputusan merupakan produk perangkat lunak yang dikembangkan untuk membantu manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Turban et al. (2003) menyebutkan bahwa sistem penunjang keputusan merupakan sistem yang digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dari berbagai alternatif yang ada.
19
Fase Intelegen
Kenyataan
Pemeriksaan
Tujuan organisasi Prosedur pencarian dan pengamatan Pengumpulan data Identifikasi masalah Pengklasifikasian masalah Pernyataan masalah
Fase Disain Validasi model Berhasil
Verifikasi dan uji solusi yang diinginkan
Formulasi model (asumsi) Penentuan kriteria-kriteria Penentuan alernatif-alternatif Pengukuran dan prediksi
Fase Disain Solusi model Analisis sensitivitas Pemilihan alternatif terbaik Desain control system
Implementasi solusi yang telah diputuskan Gagal Gambar 1. Proses pengambilan keputusan.
20
Tabel 3. Kerangka penunjang keputusan Tipe kontrol Tipe keputusan Terstruktur
Operasional Jumlah
penerimaan
dan pemesanan
Manajemen Analisis
anggaran
prakiraan
jangka
laporan
Strategi
finansial, Sistem informasi manajemen,
belanja, Manajemen pendek, lokasi
Piranti yang dibutuhkan
gudang,
sistem management science models, model finansial dan statistik
personal,
analisis distribusi
piutang,
persiapan Perencanaan
pembelian Semiterstruktur
Jadwal
produksi,
pengaturan inventori
Evaluasi
anggaran belanja, perencanaan panjang,
jangka Sistem
penunjang
perencanaan keputusan
layout, penjadwalan proyek, produk baru, perencanaan disain sistem penghargaan Tidak terstruktur
Penentuan majalah,
sampul
Negosiasi, perekrutan manajer, Perencanaan
pembelian pembelian
perangkat
lunak,
asuransi kualitas
lobbying
penyetujuan
perangkat
keras, dan
penelitian Sistem
pengembangan, keputusan,
perencanaan
penunjang sistem
pakar,
social neural network
responsibility
pinjaman Piranti yang dibutuhkan
Sistem
informasi
Management science, sistem Sistem
manajemen,
penunjang keputusan, sistem network
Management science
pakar
pakar,
neural -
Sumber: Turban et al. (2003).
21
21
Haag et al. (2004) menyebutkan sistem penunjang keputusan adalah sistem yang sangat fleksibel dan interaktif yang didisain untuk menunjang dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan yang tidak terstruktur. Menurut Turban et al. (2005), sistem penunjang keputusan merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk menunjang pembuat keputusan manajemen. Menurut Post dan David (2003) sistem penunjang keputusan dibuat untuk membantu manajer dalam membuat keputusan taktis dan menurut Indrajid (2001) sistem penunjang keputusan digunakan sebagai second opinion atau sumber informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh manajer dalam memutuskan kebijakan. Secara umum pengambilan keputusan terdiri atas lima tahap yaitu (1) identifikasi bobot objek, (2) identifikasi alternatif yang ada, (3) memprediksi kemungkinan yang bisa terjadi, (4) mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan tersebut dengan menggunakan skala, dan (5) memilih alternatif yang mempunyai nilai tertinggi (McCown, 2002). Terdapat perbedaan antara produksi dan manajemen pada pertanian dan produksi dan manajemen pada industri sehingga membutuhkan suatu sistem yang dapat memecahkan permasalahan tersebut. Sistem penunjang keputusan dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah tersebut. Menurut Turban et al. (2005) karakteristik sistem penunjang keputusan antara lain mendukung individu dan tim, dapat digunakan secara berulang dan konstan, mempunyai tiga komponen utama yaitu data, model, dan user interface. Selain itu, karakteristik SPK yang lain yaitu menggunakan data objektif, personal, dan objektif, dapat digunakan dalam sektor privat, dan membantu pengguna dalam mengambil keputusan yang lebih cepat dan akurat. Karakteristik ini dapat digambarkan sebagai berikut:
22
Permasalahan yang semi terstruktur dan tidak terstruktur Mendukung semua tingkatan manajemen
Terintegrasi Akses data
Mendukung individu dan tim/grup
Permodelan dan analisis Pengembangan berdasarkan pengguna akhir
Keputusan interdependen atau skuensial
Sistem Penunjang Keputusan
Mendukung desain intelegen
Mesin terkontrol manusia
Mendukung banyak proses keputusan
Efektif bukan efisien Berdiri sendiri, integrasi, dan web-based
Adaptable dan fleksibel
Interaktif dan mudah penggunaannya
Gambar 2. Karakteristik dan kapabilitas sistem penunjang keputusan (Turban et al. , 2005). Menurut Sprague dan Barbara (1993) SPK mempunyai lima karakteristik utama yaitu (1) sistem yang berbasis komputer, (2) digunakan untuk membantu para pengambil keputusan, (3) dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah rumit yang tidak mungkin dilakukan dengan kalkulasi manual, (4) sistem interaktif, dan (5) komponen utamanya data dan model analisis. Turban et al. (2005) menyebutkan bahwa SPK harus dibuat lebih interaktif dan mudah dimengerti oleh penggunanya. Hal ini disebabkan sebagian pengguna bukan programer sehingga membutuhkan suatu prosedur yang mudah dipahami dan digunakan. Menurut Indrajid (2001) SPK harus menggunakan format grafik agar pengguna lebih mudah untuk memahami dan mengerti. Komponen-komponen SPK menurut Indrajid (2001) yaitu database, modelbase, dan software system. Turban et al. (2005) menyebutkan komponen SPK yaitu data, model, dan user interface serta knowledge (opsional).
23
Turban et al. (2005) menyebutkan komponen sistem penunjang keputusan sebagai berikut: 1) Sistem manajemen basis data yang didalamnya terdapat database dengan data yang relevan dan diatur oleh software (Gambar 4), 2) Sistem manajemen basis model yang merupakan perangkat software yang terdiri atas model finansial, statistik, manajemen ilmu, atau model kuantifikasi lainnya yang mendukung kemampuan analisis sistem (Gambar 5), 3) User interface atau human-machine communication yang merupakan pernyataan atau perintah yang berhubungan langsung dengan pengguna, 4) Manajemen basis pengetahuan.
Komputer lain
Data eksternal dan internal
Manajemen data
Jaringan internet, intranet, atau ekstranet
Manajemen model
Model eksternal
Subsistem basis pengetahuan User interface
Pengguna
Gambar 3. Skema sistem penunjang keputusan (Turban et al., 2005). Turban et al. (2005) menyebutkan elemen dari sistem manajemen basis data terdiri atas (1) database sistem penunjang keputusan, (2) database management system, (3) data directory, dan (4) query facility. Gambar 4 menunujukkan skema struktur sistem manajemen basis data.
24
Sumber data internal
Sumber data eksternal
Finansial
Basis pengetahuan orgaisnasi
Pemasaran
Ekstraksi
Basis data penunjang keputusan
Query facility
Data directory
Sistem manajemen basis data
Lainnya
Produksi
SDM
Data personal
Corporate data warehouse Interface management
- retrieval - inquiry - update - report generation - delete
Model management Knowledge based
Gambar 4. Skema struktur sistem manajemen basis data.
25
Basis model - strategi, taktik, operasional - statistika, finansial, pemasaran, ilmu manajemen, akuntansi, dll. - model building blocks
Model directoty
Manajemen basis model Model execution integration, and command processor
- perintah model : kreasi - maintenance : update - database interface - bahasa model
Manajemen data
Knowledgebased subsystem
Interface management (a)
Manajemen data dan DBMS
Konwledge-based subsystem
Manajemen model dan MBMS
User interface management system (UIMS) Bahasa processor
Input Bahasa perintah
Output Bahasa tampilan
Tampilan di komputer
Printer, plotter
Pengguna (b) Gambar 5. Struktur model sistem manajemen model (a) dan skema struktur sistem manajemen basis model (b).
26
III. LANDASAN TEORI A. Teknik Heuristik Teknik Heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan dalam permasalahan yang dikaji, atau dengan kata lain yaitu berupa bentuk pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dengan program komputer (Simon di dalam Thierauf dan Klekamp, 1975). Menurut Eriyatno (1999), teknik heuristik merupakan pengembangan operasi aritmatika dan matematika logika. Menurut Eriyatno (1999) teknik heuristik mempunyai ciri-ciri umum (1) adanya operasi aljabar yang terdiri dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, (2) adanya suatu perhitungan yang bertahap, dan (3) mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya. Eriyatno (1999) juga menyebutkan bahwa teknik heuristik digunakan karena alasan-alasan sebagai berikut: 1) Heuristik
mempermudah
lingkungan
pembuat
keputusan
sehingga
memungkinkan membuat suatu keputusan dengan cepat tanpa tergantung caranya, 2) Jumlah permasalahan begitu kompleks dan tidak ada perangkat keras (komputer) yang dapat menyelesaikannya walaupun intisari dari permasalahan dapat dibuat pola matematikanya, 3) Masalah perencanaan dan kebijakan yang harus diatasi oleh seorang manajer sulit untuk dikuantitatifkan dan bersifat ill-structure, sehingga tidak dapat diperoleh faktor-faktor yang dapat diperlukan dalam model matematika, 4) Pengguna model sering tidak mengerti tahapan sebelum sampai pada permodelan walaupun model matematika berhasil dikembangkan.
B. Metode Perbandingan Eksponensial Metode Pebandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu dalam pengambilan
27
keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang mempunyai perbedaan kontras (Marimin, 2003). Marimin (2003) menyebutkan beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial yaitu meyusun alternatifalternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau perbandingan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada semua kriteria, menghitung nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada nilai total masing-masing alternatif. Formulasi penghitungan nilai untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut:
Keterangan: TNi
= total nilai alternatif ke-i,
RKij
= derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i,
TKKj
= derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bilangan bulat,
n
= jumlah pilihan keputusan,
m
= jumlah kriteria keputusan. Menurut Marimin (2003), penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan
dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan nilai alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif maka semakin besar pula nilai alternatif tersebut. Nilai alternatif keputusan akan relatif berbeda nyata karena adanya fungsi eksponensial. Keuntungan menggunakan metode perbandingan eksponensial adalah adanya pengurangan bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) akan mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata (Marimin, 2003).
28
C. Metode Prakiraan Prakiraan merupakan suatu usaha untuk menduga apa yang akan terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan suatu metode ilmiah (Machfud, 1999).
Metode
prakiraan
(forecasting)
merupakan
suatu
teknik
untuk
memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang (Makridakis et al., 1995 di dalam Machfud, 1999). Machfud (1999) menuturkan bahwa keadaan yang dihadapi dalam melakukan prakiraan sangat bervariasi, yaitu dari segi horizon waktu, faktorfaktor yang menentukan hasil aktual dari kejadian yang diduga, dan tipe pola data yang digunakan sebagai dasar melakukan prakiraan. Menurut Machfud (1999), secara garis besar metode peramalan dikelompokkan menjadi dua yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode deret waktu (time series) dan metode kausal. Demikian pula dengan metode kualitatif dibagi menjadi dua yaitu metode yang bersifat eksploratif dan metode yang bersifat normatif. Pada teknik atau model time series, pendugaan terhadap masa mendatang dilakukan atas dasar nilai-nilai peubah dan atau galat (error) masa lalu. Teknik time series bertujuan untuk mengungkapkan pola deret waktu data masa lalu dan kemudian mengekstrapolasikan pola deret data tersebut ke masa mendatang, sedangkan metode kausal berasumsi bahwa kejadian yang diramalkan (sebagai peubah terikat) mempunyai hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih peubah bebas. Model kausal bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana bentuk hubungan sebab akibat tersebut dan kemudian bentuk hubungan yang diperoleh tersebut digunakan untuk menduga nilai peubah terikat pada masa mendatang. Model regresi dan ekonometri merupakan salah satu dari model kausal (Machfud, 1999). 1. Analisis Regresi Analisis regresi merupakan penelaahan hubungan fungsional dua variabel atau lebih untuk mencari bentuk persamaan yang sesuai dan berguna dalam meramal keadaan atau kejadian dari peubah variabel tertentu. Analisis regresi terdiri dari dua macam, yaitu regresi linier dan regresi tak linier. Model-model regresi ini sangat menentukan dalam pencarian persamaan 29
yang cocok untuk menerangkan data-data yang ada dan meramal keadaan yang ditimbulkan. Model regresi yang termasuk model regresi tak linier terdiri dari banyak model, tetapi untuk persoalan pertumbuhan produksi dapat terwakili dalam delapan kurva (persamaan), sehingga model analisis regresi terdapat dalam delapan macam kurva (Pantumsinchai et al., 1983 di dalam Kusuma, 2003). Persamaan untuk pendugaan regresi disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. Persamaan dan bentuuk transformasi metode pendugaan regresi tunggal delapan kurva Kurva
Persamaan
Bentuk Transformasi
1
Y = a + bX
Y
2
Y = aebx
Ln Y = ln a + bX
3
Y = aX
b
4
Y = a + (b/X)
Y
= a + b/X
5
Y = 1 / (a+bX)
1/Y
= a + bX
6
Y = X / (aX + b)
1/Y
= a + b/X
7
Y = a + b log X
Y
= a + b ln X
8
(a+bX)
Y=e
= a + bX
Ln Y = ln a + b ln X
Ln Y = a +bX
Dalam persamaan di atas, Y merupakan variabel tak bebas sedangkan X merupakan variabel bebas. Nilai koefisien dari persamaan kurva dapat dihitung dengan mentransformasikan masing-masing persamaan kurva ke dalam persamaan linier, sehingga semua persamaannya dapat dicari dengan menggunakan kuadrat kecil. Nilai a dan b dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan: n Y X a b
= = = = =
jumlah data (1,2,…,n), variabel tidak bebas (yang diramalkan), variabel bebas, nilai Y jika X=0, peubah rata-rata Y terhadap peubah per unit X.
30
Untuk mengukur ketepatan model yang digunakan (goodness of fit) maka ukuran yang biasa digunakan adalah ukuran determinasi (R2). Koefisien determinasi menunjukkan persentase dari total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis yang dibentuk. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1 (Walpole, 1988). Persamaan yang digunakan untuk menghitung koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
2. Metode Deret Waktu Metode rata-rata bergerak (moving average) merupakan salah satu teknik atau metode time series (Machfud, 1999). Prakiraan dengan menggunakan metode moving average didasarkan pada proyeksi serial data yang dimuluskan dengan rata-rata bergerak. Nilai prakiraan untuk suatu periode merupakan ratarata dari nilai observasi N periode terakhir (Herjanto, 2006). Secara matematis, rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak sederhana adalah sebagai berikut:
dimana: Xt
= data observasi peroode t
N
= panjang serial waktu yang digunakan
Ft+1
= nilai prakiraan periode t+1
D. Analisis Finansial 1. Analisis Biaya Menurut Hansen dan Mowen (2006), biaya didefinisikan sebagai sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai tujuan. Sumber biaya tersebut selalu dikonversikan ke dalam unit nilai mata uang. Terdapat tiga kategori utama 31
biaya dalam produksi manufaktur yaitu biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya manufakturing tidak langsung. Biaya bahan langsung adalah biaya seluruh bahan yang dipakai pada usaha manufakturing yang secara layak ekonomi dikategorikan sebagai objek biaya bahan langsung. Biaya bahan baku seperti buah Pepaya Gunung, gula, dan kemasan merupakan contoh biaya bahan baku langsung dalam industri Pepaya Gunung. Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya kompensasi untuk seluruh tenaga kerja pada usaha manufaktur yang secara layak ekonomi dapat dikategorikan sebagai objek biaya tenaga kerja langsung. Biaya tenaga kerja pengolahan pada usaha Pepaya Gunung merupakan contoh tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tenaga kerja administrasi dapat dimasukkan dalam kategori lainnya. Biaya manufakturing tidak langsung adalah seluruh biaya manufaktur yang tidak dapat secara layak ekonomi dikategorikan sebagai objek biaya tersendiri. Terminologi lain dari kategori ini adalah biaya overhead. Berdasarkan sifat respon terhadap perubahan tingkat produksi, biaya digolongkan ke dalam dua tipe dasar yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan tipe biaya yang nilainya tetap walaupun terjadi perubahan tingkat produksi, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang nilainya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat produksi. Biaya tetap dapat dikategorikan menjadi biaya tetap langsung dan tidak langsung. Biaya variabel dikategorikan menjadi dua yaitu biaya variabel langsung dan tidak langsung. Perhitungan biaya produksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode full costing dan metode variable costing. Pada metode full costing unsur-unsur biaya dikategorikan ke dalam biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya manufakturing tidak langsung tetap, dan biaya manufakturing tidak langsung variabel. Jumlah semua unsur tersebut menghasilkan biaya produksi dan bila ditambah dengan biaya administrasi dan umum, serta biaya pemasaran akan menjadi biaya penjualan total. Biaya penjualan total jika dibagi dengan total unit yang diproduksi akan menjadi harga pokok penjualan.
32
Pada metode variable costing, unsur-unsur biaya dikategorikan ke dalam biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya manufakturing tidak langsung variabel. Jumlah semua unsur tersebut menghasilkan biaya operasional produksi. Untuk mendapatkan biaya penjualan total maka biaya tersebut harus ditambah dengan biaya administrasi dan umum, serta biaya pemasaran tetap. Tabel 5 menunjukkan unsur-unsur biaya produksi dengan metode full costing dan variable costing. Tabel 5. Unsur-unsur biaya produksi dengan metode full costing dan variable costing Metode Full Costing
Unsur Biaya Biaya bahan langsung Biaya tenaga kerja langsung Biaya manufakturing tidak langsung tetap Biaya manufakturing tidak langsung variabel Biaya produksi Biaya administrasi dan umum Biaya pemasaran Harga pokok penjualan
Variable Costing
Biaya bahan langsung Biaya tenaga kerja langsung Biaya manufakturing langsung variabel Biaya produksi Biaya administrasi dan umum variabel Biaya pemasaran variabel Biaya periode Biaya manufakturing tidak langsung tetap Biaya administrasi dan umum tetap Biaya pemasaran tetap Harga pokok penjualan
2. Bagi Hasil Sistem pembiayaan yang digunakan adalah pembiayaan musyarakah dimana modal diperoleh dari gabungan dua pihak atau lebih dengan persentase bagi hasil yang disepakati di awal perjanjian. Persentase bagi hasil berdasarkan 33
tingkat risiko usaha yang dijalankan, bila tingkat risiko rendah maka bagi hasil untuk bank adalah 0–30%, bila tingkat risiko sedang bagi hasil untuk bank sebesar 30–70%, dan bila tingkat risiko besar bagi hasil untuk bank sebesar 70–90%. Bagi hasil yang dilakukan hanya pada saat peminjam mengalami keuntungan dan bila peminjam tidak mengalami keuntungan maka bank tidak akan mengambil bagi hasil dari peminjam. 3. Arus Kas Arus kas menggambarkan kinerja keuangan usaha dalam periode tertentu. Arus kas didapat dari pengurangan penerimaan kas terhadap penggunaan kas. Kumulatif arus kas yang bernilai positif pada suatu periode mencerminkan kemampuan usaha untuk membangkitkan surplus kas pada periode tertentu. Pada pembiayaan usaha dengan pola bagi hasil, pendugaan proyeksi kumulatif arus kas yang memberikan keyakinan akan terjadinya kumulatif arus kas yang positif pada periode pembiayaan tersebut. Pengaturan terhadap besar dan lama pembiayaan
yang
akan
mempengaruhi
besarnya
nilai
pengembalian
pembiayaan pada setiap periode menjadi sangat penting untuk mendapatkan kumulatif arus kas yang positif. Penerimaan kas merupakan kas yang diterima pada suatu periode tertentu. Sumber penerimaan kas terdiri atas investasi pengusaha, investasi dari pembiayaan usaha yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah, laba operasional yang didapat, dan depresiasi dan amortisasi. Sedangkan penggunaan kas merupakan kas yang digunakan pada periode tertentu. Penggunaan kas terdiri atas pengeluaran untuk investasi tetap, biaya modal kerja, pengembalian pembiayaan investasi, bagi hasil untuk lembaga keuangan syariah, pajak, dan zakat. 4. Kriteria Investasi a. Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda, kondisi yang berada di luar titik keseimbangan akan menghasilkan alternatif keputusan yang berbeda. BEP juga merupakan suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang
34
menyebabkan besarnya hasil penjualan. Menurut Gittinger (1991), untuk menghitung BEP digunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan: Q
= Kuantitas produk yang dihasilkan
Q*
= Kuantitas penjualan pada titik BEP
P
= Harga produk per unit
P*
= Harga penjualan pada titik BEP
FC
= Total biaya tetap
v
= Biaya variabel per unit
b. Play Back Period (PBP) Playback Period (PBP) adalah jangka waktu untuk mengembalikan investasi semula, dimana keputusan yang diambl berdasarkan kriteria waktu. Nilai PBP dijabarkan sebagai jangka waktu atau periode (t) dalam tahun, dimana kumulatif dari nilai PBP dengan metode interpolasi sebagai berikut : PBP = t +
AKKt Akkt – AKKt+1
Dimana t adalah tahun proyek pada saat AKK (Arus Kas Komulatif) bernilai negatif dan t+1 adalah tahun proyek pada saat AKK bernilai positif. Apabila nilai PBP lebih pendek dari nilai yang telah disyaratkan misalnya umur proyek, maka proyek dikatakan menguntungkan. Sebaliknya jika waktunya lebih panjang maka proyek dinyatakan tidak layak. Kelemahan dari metoda ini ialah diabaikannya nilai waktu uang walaupun nilai waktu uang nantinya diperhitungkan. Kelemahan lainnya ialah diabaikannya aliran kas setelah periode pengembalian (Husnan dan suwarsono, 1997).
35
c. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Nilai B/C merupakan angka perbandingan antara keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan. Persamaan yang digunakan ialah sebagai berikut : B/C Ratio = Total Gross Benefit Total Production Cost Kriteria keputusan yang diambil ialah : Jika B/C > 1, layak diterima Jika B/C < 0, tidak layak Jika B/C = 0, tidak dapat dibedakan antara diterima atau tidak (Husnan dan Suwarsono, 1997). 5. Analisis Sensitivitas Tujuan dari analisis sensitivitas ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau pendapatan. Perubahan yang mungkin ialah fluktuasi harga bahan baku, harga jual serta jumlah produksi. Jika terjadi perubahan terhadap komponen tersebut maka dikatakan proyek tersebut sensitif terhadap perubahan (Gray et al., 1992).
36
IV. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Sistem agribisnis merupakan perangkat kegiatan ekonomi masyarakat yang mewadahi proses transformasi dan pembentukan nilai tambah yang terkait dengan proses dari hulu sampai hilir, termasuk di dalamnya kegiatan agroindustri. Nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan agroindustri mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan dalam menghadapi era pasar bebas yang semakin kompetitif. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk menjadikan pertanian sebagai sektor unggulan dan andalan yang mampu menopang perekonomian Indonesia. Pertanian daerah merupakan pondasi dari pertanian nasional. Pertanian daerah yang kuat akan menjadikan pertanian nasional yang kuat pula, demikian pula sebaliknya. Masing-masing daerah mempunyai potensi tersendiri dalam bidang pertanian. Pengembangan dan penelitian terhadap potensi tersebut sangat diperlukan untuk menggali potensi daerah sehingga dapat berkembang dengan maksimal. Faktor yang mendukung prospek pengembangan usaha Pepaya Gunung antara lain daya dukung wilayah. Pepaya Gunung merupakan tanaman yang tumbuh dan berkembang di daerah dataran tinggi dan pegunungan. Sifat buah menyerupai pepaya dan mudah mengalami kerusakan sehingga faktor transportasi sangat berpengaruh. Walaupun mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang biasa menyerang pepaya biasa (Carica papaya), buah Pepaya Gunung mempunyai ukuran yang lebih kecil. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kebutuhan bahan baku untuk produksi. Permasalahan yang dihadapi untuk mendirikan agroindustri pepaya gunung adalah kesulitan dalam memperoleh dana dan tingkat bunga pinjaman yang sangat memberatkan bagi pengguna dana. Pada dasarnya prinsip bank konvensional adalah selalu mendapatkan keuntungan baik pengguna dana mengalami keuntungan maupun kerugian. Investasi melalui pembiayaan syariah merupakan investasi tanpa melibatkan perhitungan bunga, tetapi berdasarkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh oleh pengguna dana. Bagi hasil dihitung berdasarkan besarnya risiko dari pembiayaan dan dilakukan di awal perjanjian berdasarkan 37
kesepakatan antara pengguna dana dan pemberi pinjaman sehingga kesejahteraan kedua belah pihak dapat tercapai. Untuk
menunjang kemudahan menganalisis kelayakan perencanaan
agroindustri pepaya gunung berdasarkan pembiayaan syariah maka diperlukan suatu sistem penunjang keputusan yang dapat mengevaluasi kelayakan agroindustri tersebut. Pengembangan model sistem penunjang keputusan perencanaan agroindustri pepaya gunung memerlukan suatu pandangan dan pendekatan yang meyeluruh terhadap faktor-faktor dan parameter yang terlibat di dalamnya. Rencana pendirian dan pengembangan agroindustri pepaya gunung merupakan salah satu upaya untuk menjadikan komoditas Pepaya Gunung mempunyai daya saing tinggi sehingga akan mendatangkan devisa baik bagi daerah setempat maupun negara. B. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1) Tahap pendahuluan melalui studi pustaka tantang buah Pepaya Gunung, teknologi dan proses pengolahan manisan pepaya gunung, produk Pepaya Gunung, pasar produk Pepaya Gunung, dan pola pembiayaan usaha dengan sistem bagi hasil dan bagi risiko melalui pola syariah. 2) Analisis situasional dilakukan melalui survei lapang lembaga keuangan syariah dan agroindustri pepaya gunung. 3) Tahap pengembangan model yang dilakukan melalui pendekatan sistem yang mencakup analisis kebutuhan, perumusan masalah, dan identifikasi sistem. 4) Tahap disain model yang terdiri atas (1) model prakiraan penjualan, (2) model analisis lokasi unggulan, (3) model evaluasi risiko pembiayaan, dan (4) model penentuan kelayakan pembiayaan. 5) Tahap rancang bangun model Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah yang terdiri dari sistem manajemen basis data statis, sistem manajemen basis data dinamis, sistem manajemen basis model, sistem manajemen pengolahan terpusat, dan sistem manajemen dialog. Keluaran dari tahap ini adalah CAP’S.
38
6) Verifikasi model yang dikembangkan dalam program komputer diuji dengan menggunakan data aktual untuk mengetahui apakah model tersebut cukup layak untuk digunakan dan dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. 7) Validasi model untuk mengetahui apakah hasil verifikasi benar atau tidak, yaitu dengan perhitungan manual untuk meyakinkan kebenarannya dan sebagai pembanding. C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan berdasarkan atas kebutuhan sistem dan dikelompokkan sebagai berikut: 1) Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang karakteristik komoditas Pepaya Gunung, prospek pengembangan, cara pengolahan produk, faktor yang mempengaruhi produksi, dan potensi risiko, serta pola pembiayaan syariah. 2) Survei lapang dilakukan untuk mendapatkan data tentang lembaga keuangan syariah, sistem produksi Pepaya Gunung, investasi dan biaya usaha agroindustri Pepaya Gunung yang diperlukan, tingkat rendemen Pepaya Gunung, tingkat penjualan, dan harga buah dan produk Pepaya Gunung. Metode pengolahan data yang dilakukan untuk menunjang sistem penunjang keputusan perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah meliputi: 1) Prakiraan penjualan produk menggunakan metode linier regresi dan deret waktu. 2) Penentuan lokasi unggulan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). 3) Penentuan risiko pembiayaan menggunakan penilaian pakar. Pakar yang dimaksud adalah para pengusaha manisan pepaya gunung yang sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun. 4) Penentuan bagi hasil berdasarkan porsi modal dan tingkat risiko pembiayaan. 5) Penentuan kelayakan pembiayaan berdasarkan Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio), Break Even Point (BEP), dan Pay Back Periode (PBP). Pembiayaan dengan pola syariah dibandingkan dengan pembiayaan konvensional.
39
D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2008 sampai dengan bulan Mei 2008 di Kabupaten Wonosobo. Pemilihan Kabupaten Wonosobo untuk keperluan verifikasi model dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan sentra usaha Pepaya Gunung.
40
V. ANALISIS SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu sibernetik atau berorientasi pada tujuan, holistik yaitu cara pandang yang utuh terhadap keseluruhan sistem, dan efektif yaitu mendahulukan hasil guna yang operasional baru dipikirkan efisiensi keputusan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui analisis kebutuhan. Berdasarkan pola pikir ini metodologi sistem bertujuan untuk mendapatkan gugus alternatif sistem yang telah diidentifikasi dan diseleksi (Eriyatno, 1999). Metodologi ini terdisi atas dua tahapan yaitu tahapan analisis sistem dan tahapan sintesis atau permodelan sistem. A. Analisis Situasional 1. Usaha Budidaya Tanaman Pepaya Gunung mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan pepaya biasa (Carica papaya) dilihat dari segi fisik tanaman. Kemiripan ini terdapat pada bentuk daun, bentuk batang, dan akar. Pepaya Gunung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian di atas 1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini memerlukan suhu yang dingin yaitu 15o-20o C. Tanaman Pepaya Gunung mempunyai tinggi sampai 4 meter. Semakin tinggi tanaman ukuran batang akan semakin kecil, daun lebih sedikit, dan buah mempunyai ukuran lebih kecil dan jumlahnya sedikit. Perlakuan yang dilakukan ketika tanaman sudah mencapai ketinggian lebih dari 3 meter adalah dengan memotong batang tersebut dan membiarkan tunas tumbuh. Hal ini bertujuan agar tanaman memiliki produktivitas tinggi. Produktivitas tanaman yang paling baik adalah tanaman yang mempunyai tinggi 2-3 meter
Gambar 6. Tanaman Pepaya Gunung. 41
Dibandingkan dengan pepaya (Carica papaya) daun Pepaya Gunung lebih tebal, batang lebih bertekstur kayu dan bercabang banyak, serta buahnya kecil. Berat rata-rata buah adalah 200-250 gram dengan panjang 6-10 cm dan lebar 3-5 cm. Kulit buah lebih tebal dan memiliki getah yang lebih banyak. Bentuk buah bulat telur dan menyerupai bentuk buah belimbing. Banyaknya getah yang terdapat pada buah Pepaya Gunung membuat buah ini tidak dapat dimakan secara langsung karena akan menyebabkan gatal di lidah. Buah yang sudah matang mempunyai ciri-ciri warna kuning, bertekstur empuk, dan mempunyai aroma khas.
Buah carica
Buah carica
Buah pepaya
Buah pepaya
Gambar 7. Perbandingan buah Pepaya Gunung dan buah pepaya. Perbanyakan tanaman bisa menggunakan biji atau stek batang. Perbanyakan dengan stek batang tidak bisa diterapkan pada tanaman pepaya. Perbanyakan tanaman dengan biji dilakukan dengan cara menghamparkan biji Pepaya Gunung pada media tanah ditambah pupuk kandang secukupnya kemudian biji yang tumbuh dipindahkan ke dalam polybag. Sedangkan perbanyakan dengan menggunakan stek batang adalah dengan cara memilih cabang yang bagus yaitu dengan kriteria cabang tidak berpenyakit, berukuran 30-100 cm. Cara perbanyakan dengan stek batang adalah batang yang sudah dipotong dibiarkan sehari semalam untuk menghilangkan getahnya kemudian ujung batang diberi tanah dan diikat. Akar dan tunas pertama akan tumbuh sekitar 1-1,5 bulan dan tanaman harus dipindahkan ke media yang lebih besar. Setelah daun cukup banyak tanaman siap ditanam di area sawah. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan stek batang akan menghasilkan buah yang lebih cepat daripada perbanyakan dengan biji. Pada perbanyakan tanaman dengan stek batang rata-rata buah dapat dipanen pertama 7-10 bulan setelah
42
tanaman dipindah ke lahan pertanian. Sedangkan pada perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji buah pertama yang dapat dipanen adalah 1,5-1,8 tahun. Selain itu keuntungan perbanyakan dengan menggunakan stek adalah anakan mempunyai sifat mirip dengan induknya, jika induknya bagus maka anakan akan mempunyai sifat yang bagus pula. Akan tetapi perbanyakan dengan biji akan menghasilkan anakan yang berbeda-beda tergantung kondisi biji dan perlakuan selama pembibitan. Perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan cara menyemai biji di polybag dan ditanam setelah berumur tiga bulan. Seleksi dilakukan saat tanaman mulai berbunga. Lubang tanam dibuat berukuran 60 cm x 60 cm x 40 cm kemudian diisi pupuk kandang yang telah matang sebanyak 20 kg/lubang. Jarak tanam dibuat 4 m x 5 m. Jarak ini dibuat lebar karena tanaman Pepaya Gunung mempunyai cabang yang banyak sehingga membutuhkan ruang yang lebih lebar dalam pertumbuhannya. Pemindahan bibit harus hati-hati disertai tanah yang membungkus akar bibit. Kerusakan akar bibit mengakibatkan tanaman layu atau mati. Skema penanaman tanaman Pepaya Gunung dapat dilihat pada Gambar 8. Tanaman carica Pipa air
5 meter
4 meter
Gambar 8. Skema penanaman tanaman Pepaya Gunung. Pipa air digunakan untuk menyirami tanaman pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan tanaman Pepaya Gunung membutuhkan air yang cukup
43
banyak dalam pertumbuhan dan pembuahannya. Pada musim penghujan, satu tanaman dapat menghasilkan 2-3 kg untuk sekali panen. Akan tetapi pada musim kemarau satu tanaman hanya bisa menghasilkan 3 buah Pepaya Gunung per 2 minggu. Jarak panen pada musim penghujan adalah 2 minggu setelah panen pertama dan akan terus berlanjut sampai musim kemarau tiba. Penyiraman dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu sekali pada musim kemarau. Pupuk buatan yang diberikan berupa NPK sebanyak 25-200 g per tanaman, tergantung umurnya. Dosis pemupukan mulai dari 25 g, kemudian meningkat dengan interval 25 gram per tanaman. Pupuk diberikan 3-4 bulan sekali. Tanaman Pepaya Gunung terdiri atas dua macam yaitu jantan dan betina. Tanaman jantan biasanya berbuah lebih sedikit dibandingkan betina. Pada tanaman jantan satu tangkai terdiri dari beberapa buah yang berkonstruksi seperti buah anggur sehingga sering disebut dengan nama buah rantai, sedangkan pada tanaman betina satu tangkai hanya terdiri dari satu buah. Daun pada tanaman jantan biasanya lebih kecil dan batangnya sedikit bercabang. Buah yang dihasilkan oleh tanaman jantan mempunyai daging yang lebih tipis dan berukuran lebih kecil. Pohon Pepaya Gunung jantan mudah dikenal karena memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang. Tanda-tanda dari bunga jantan adalah putik atau bakal buah yang tidak berkepala. Fungsi dari pohon jantan adalah proses penyerbukan dengan bunga betina. Seperti pada pepaya pohon Pepaya Gunung jantan biasanya terdapat bunga sempurna elongata yang bisa melakukan penyerbukan sendiri. Buah yang dibentuk berukuran kecil, lonjong dan menggantung. Penyerbukan yang terjadi adalah penyerbukan silang dengan bantuan angin. Serangga (lebah) tidak senang mengunjungi bunga Pepaya Gunung karena getahnya mematikan. Tanaman Pepaya Gunung lebih tahan terhadap penyakit dan virus yang sering menyerang tanaman pepaya. Tanaman ini dibudidayakan secara organik yaitu tidak menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya. Akan tetapi
44
petani Pepaya Gunung tidak mengetahui adanya pertanian organik, sehingga buah Pepaya Gunung dipasarkan tanpa label organik. Dengan menambahkan label organik pada buah yang dijual maka akan meningkatkan nilai jual buah Pepaya Gunung dan akan meningkatkan kesejahteraan petain. 2. Penanganan Pascapanen Buah mudah sekali mengalami perubahan fisiologis, kimia, dan fisik bila tidak ditangani secara cepat. Akibatnya mutu buah akan mengalami penurunan dan harga jual buah tersebut akan turun. Buah dapat menjadi tidak segar dalam waktu yang singkat. Penanganan yang kurang hati-hati pada saat pemanenan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan akan menyebabkan kerusakan buah yang tinggi. Kerusakan tersebut dapat mencapai 30% dan hal ini dapat menyebabkan kerugian terutama bagi petani. Kerusakan pada buah dapat berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan mikrobiologis. Akibat pemanenan yang kurang hati-hati, buah dapat menjadi lecet atau memar. Jumlah kerusakan dapat bertambah besar bila pengemasan dilakukan kurang baik dan pengangkutan dilakukan sembarangan. Mutu buah dipengaruhi oleh keadaan fisik yaitu penampilan, warna, tingkat kesegaran, dan rasa. Selain itu mutu buah juga dipengaruhi oleh kandungan gizi. Rasa buah dipengaruhi oleh tingkat ketuaan pada saat pemanenan. Buah yang dipanen pada tingkat ketuaan yang optimal akan mempunyai rasa yang enak. Rasa manis lebih dominan daripada rasa asam. Sebaliknya jika buah dipanen belum cukup tua atau masih muda maka rasanya akan pahit, asam, dan hambar. Tahap-tahap pertumbuhan buah Pepaya Gunung meliputi pembelahan sel, pembesaran sel (maturation), pematangan (ripening), penuaan (senesence), dan pembusukan (deteriotion). Pembelahan sel terjadi setelah pembuahan dan pembesaran sel akan terus berlangsung sampai ukuran maksimum buah tercapai. Setelah itu sel-sel dalam buah akan mengalami proses pendewasaan, pematangan, penuaan, dan pembusukan. Buah Pepaya Gunung yang terlalu muda mempunyai daya simpan yang lebih lama dibandingkan buah tua. Akan tetapi rasanya tidak enak dan cenderung pahit. Petani biasanya memperlakukan buah yang muda dengan 45
cara diperam. Buah yang diperam ini akan mengalami proses pematangan yang kurang sempurna. Warna buah yang diperam akan menjadi kuning pucat, rasanya masih cenderung pahit, dan aromanya kurang enak. Buah yang dipanen terlalu tua juga kurang baik karena tekstur buah tersebut terlalu lunak dan akan mudah mengalami kerusakan. Selain itu rasa buah yang terlalu tua cenderung pahit.
(a) (b) Gambar 9. Buah Pepaya Gunung muda (a) dan buah Pepaya Gunung matang (b). Dalam pemanenan buah Pepaya Gunung terdapat 2 faktor yang diperhatikan yaitu (1) kematangan komersial, dan (2) kematangan fisiologis. Kematangan komersial adalah pertumbuhan dari buah dimana semua organnya sudah siap panen untuk dimanfaatkan dan dipasarkan. Kematangan ini terjadi pada tahap perkembangan dan penuaan. Kematangan fisiologis adalah tahap perkembangan buah dimana syarat proses kematangan terpenuhi secara sempurna. Setelah buah dipanen buah harus disortasi dengan tujuan memisahkan buah yang matang, belum matang, dan buah rusak. Buah yang belum matang ditempatkan dalam satu wadah dan dilakukan proses peram. Peram adalah proses pematangan buah dengan menambahkan zat karbit pada buah. Proses pematangan yang dilakukan dengan cara ini sebenarnya menghasilkan buah matang yang tidak rata, tetapi proses ini dilakukan untuk buah yang belum matang yang ikut terpetik. Buah matang yang sudah disortasi selanjutnya dilakukan grading yaitu proses pemisahan buah berdasarkan mutu buah. Mutu buah Pepaya Gunung dibedakan berdasarkan ukuran buah dan warna. Semakin besar ukuran buah
46
maka semakin tinggi pula mutu buah tersebut dan semakin rata dan kuning warna buah maka mutu buah juga semakin bagus. Buah hasil grading ditempatkan pada krat penyimpanan yang dilapisi dengan sterofoam pada sisi dalamnya. Pelapisan ini dilakukan untuk menghindari kerusakan buah secara fisik.
Gambar 10. Krat penyimpanan buah Pepaya Gunung.
3. Proses Pembuatan Manisan Pepaya Gunung Bahan baku yang dibutuhkan dalam membuat manisan pepaya gunung adalah buah Pepaya Gunung yang matang, gula, dan air. Manisan ini tidak menggunakan bahan pengawet dan bahan kimia. Pengawetan produk dengan menggunakan gula dengan kepekatan 70 persen. Umur simpan produk bisa mencapai 1,5 tahun. Proses yang pertama kali dilakukan adalah memilih buah Pepaya Gunung yang matang. Pemilihan buah dilakukan untuk menjamin kualitas manisan pepaya gunung yang dihasilkan. Buah yang belum matang memiliki rasa pahit dan warnanya hijau sehingga jika buah yang belum matang dijadikan bahan baku pembuatan manisan pepaya gunung maka produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak baik. Buah yang terlalu matang juga kurang baik untuk bahan baku pembuatan manisan pepaya gunung karena buah tersebut memiliki tekstur yang terlalu lunak dan rasanya tidak enak. Diagram alir proses pembuatan manisan pepaya gunung dapat dilihat pada Gambar 15. Proses pengolahan manisan pepaya gunung adalah sebagai berikut: 1) Pengupasan buah dilakukan dengan menggunakan pisau stainless steel dan harus menggunakan sarung tangan karet. Hal ini dikarenakan buah Pepaya
47
Gunung mengandung getah yang cukup banyak dan menimbulkan rasa gatal jika mengenai kulit. Wadah yang digunakan untuk menampung hasil proses pengupasan terbuat dari plastik karena getah buah Pepaya Gunung juga bersifat korosif.
Gambar 11. Pengupasan buah Pepaya Gunung. 2) Biji dipisahkan dari buah dan ditampung dalam wadah terpisah. Pengambilan biji dilakukan dengan menggunakan sendok stainless steel. Setelah dipisahkan biji diperas untuk diambil airnya. Air biji ini mengandung aroma khas yang menimbulkan manisan pepaya gunung mempunyai aroma yang enak.
Gambar 12. Pemisahan biji buah Pepaya Gunung. 3) Buah hasil kupasan dipotong menjadi beberapa bagian dan direndam dalam air kapur 10 persen selama 30 menit. Tujuan perendaman dengan air
48
kapur adalah membuat dinding buah menjadi keras sehingga rasanya lebih enak dan tidak hancur pada saat perebusan. Setelah direndam, buah dicuci sampai bersih pada air yang mengalir.
Gambar 13. Pemotongan buah Pepaya Gunung. 4) Setelah dicuci buah direbus selama 15 menit pada suhu 100OC. Pada proses perebusan ini air terlebih dahulu didihkan kemudian buah dimasukkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari pelunakan buah yang berlebihan. Tujuan perebusan buah adalah menjadikan enzim yang ada dalam buah menjadi tidak aktif dan mematikan mikroba.
Gambar 14. Perebusan Pepaya Gunung dan air gula. 5) Air perasan biji direbus bersama gula dan ditambahkan air sehingga kepekatan air gula menjadi 70 persen. Kepekatan ini bisa mengawetkan produk sampai beberapa bulan. Kemudian hasil rebusan disaring sehingga menjadi bersih.
49
Buah Carica
Pengupasan Kulit Pemisahan biji Biji Pemotongan Pemerasan biji Perendaman dengan air kapur
Botol
Air biji Pencucian Pencucian
Air + Gula Perebusan Perebusan
Sterilisasi
Penutupan botol
Sterilisasi
Pelabelan Manisan Pepaya Gunung (Carica)
Pengemasan
Gambar 15. Diagram pengolahan manisan Pepaya Gunung.
50
Gambar 16. Penyaringan hasil perebusan air gula. 6) Kemasan yang digunakan adalah botol dengan mulut lebar atau jar. Sebelum digunakan untuk mengemas produk, botol terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan sabun. Pada saat pencucian botol dilakukan juga pemeriksaan kerusakan pada botol, botol yang rusak tidak bisa digunakan untuk
mengemas
produk.
Setelah
itu,
botol disterilkan dengan
menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC untuk mematikan mikorba. 7) Proses pengisian manisan ke dalam botol berkisar 180 gram buah per botol kemudian dimasukkan larutan gula pada suhu 70oC hingga memenuhi badan rongga botol lalu ditutup. Pengisian pada suhu hangat bertujuan untuk menghindari kontaminasi mikroba yang lebih banyak.
Gambar 17. Pembotolan manisan Pepaya Gunung.
51
8) Setelah itu dilakukan sterilisasi produk dengan menggunakan autoclave. Setelah agak dingin, proses selanjutnya adalah pelabelan botol, penutupan botol dengan plastik dan pengemasan dengan menggunakan kardus.
Gambar 18. Manisan Pepaya Gunung. 4. Usaha Pengolahan Manisan Pepaya Gunung Usaha manisan pepaya gunung yang ada pada saat ini masih dalam skala kecil dengan kapasitas produksi 80-800 botol per hari. Produksi manisan pepaya gunung ini sangat tergantung pada ketersediaan buah. Buah Pepaya Gunung bersifat musiman. Hal ini menyebabkan usaha pengolahan tidak bisa berproduksi secara kontinu. Jumlah pekerja pada usaha pengolahan berkisar antara 2-15 orang dan statusnya adalah pekerja harian. Jumlah pekerja yang dipekerjakan tidak tetap tergantung pada jumlah buah yang akan diproduksi. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa usaha manisan pepaya gunung sangat tergantung pada petani. Dari sisi lain, petani hanya memanfaatkan tanaman Pepaya Gunung sebagai usaha sampingan dengan teknologi yang sederhana dan pengetahuan seadanya. Oleh karena itu diperlukan adanya kerjasama antara petani, pengusaha, dan pemerintah untuk meningkatkan sektor budidaya. Selain itu, diperlukan adanya packing house atau rumah pengemasan yang berfungsi sebagai penyimpan buah pada saat panen raya serta mengemasnya sehingga daya simpan buah menjadi lebih lama. Dengan adanya packing house ini diharapkan tidak terjadi kelangkaan buah yang menyebabkan usaha pengolahan tidak bisa berproduksi dan kelebihan buah yang menyebabkan petani mengalami kerugian karena banyak buah yang tidak terjual. 52
Usaha pengolahan manisan pepaya gunung ini merupakan usaha rumah tangga yang menggunakan sebagian ruangan rumahnya untuk berproduksi. Ruangan yang digunakan mempunyai luas area yang sempit, kurang steril, dan mempunyai sanitasi yang kurang baik. Tata letak ruangan juga tidak tertata dengan baik, sehingga efisiensi produksinya tidak maksimal. Oleh karena itu diperlukan adanya rancang bangun bangunan industri yang baik. Gambar tata letak bangunan produksi pada usaha pengolahan manisan pepaya gunung pada saat ini dapat diliah pada Gambar 19.
Gambar 19. Tata letak usaha pengolahan manisan pepaya gunung (UD Cipto Roso).
5. Penentuan Tata Letak Pabrik Terdapat dua tipe tata letak pabrik yaitu tata letak berorientasi produk (product layout) dan tata letak berorientasi proses (process layout). Tata letak berorientasi produk dibuat untuk memproduksi satu produk dalam satu lini produksi. Tata letak ini mengatur mesin dan peralatan sedimikian hingga mesin dan peralatan tersebut dalam bentuk garis sesuai dengan urutan proses untuk produk atau jasa tertentu, sedangkan tata letak berorientasi proses dibuat untuk memproduksi bermacam-macam produk sesuai dengan tahapan dan spesifikasinya. Dalam tata letak ini satu mesin bisa digunakan untuk memproduksi berbagai macam produk.
53
Industri manisan pepaya gunung hanya menghasilkan satu jenis produk sehingga tata letak yang sesuai adalah tata letak berorientasi produk. Menurut Machfud dan Yudha (1990) tata letak berorientasi produk (product layout) adalah tata letak dimana pusat-pusat kerja dan mesin serta peralatan disusun dalam satu lini sesuai dengan urutan proses atau operasi untuk menghasilkan satu jenis produk tertentu. Dari diagram alir proses maka dilakukan analisis keterkaitan antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk menganalisi dan merancang keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam merancang hubungan antar kegiatan adalah persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik bangunan, fasilitas eksternal, dan kemungkinan perluasan. Bagan keterkaitan antar kegiatan dalam penentuan tata letak industri manisan pepaya gunung disajikan pada Gambar 20. Setelah aktivitas telah dikaitkan dalam bentuk diagram, maka dapat dibuat diagram keterkaitan antar kegiatan. Diagram tersebut merupakan dasar untuk merencanakan hubungan antar pola aliran bahan dengan lokasi kegiatankegiatan penunjang yang berkaitan dengan kegiatan produksi. Diagram keterkaitan antar kegiatan dalam penentuan tata letak industri manisan pepaya gunung disajikan pada Gambar 21. Analisis kebutuhan ruang untuk mengetahui luasan ruang yang dibutuhkan. Luasan ruang yang dibutuhkan berdasarkan pada jumlah mesin dan peralatan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah sarana lainnya yang mendukung kegiatan produksi.
6. Potensi Pengembangan Pepaya Gunung Pada saat ini Pepaya Gunung hanya dibuat menjadi manisan. Sebenarnya Pepaya Gunung dapat dijadikan berbagai macam produk yang bisa bersaing di pasaran. Pengembangan produk diperlukan untuk memaksimalkan manfaat dari Pepaya Gunung. Pengembangan produk juga dapat menjadikan usaha pengolahan menjadi lebih efisien.
54
No
Ruang/Proses
1
Gudang bahan baku
2
Pengupasan
3 4 5 6 7 8
A
Perendaman + pencucian buah Gudang gula Gudang botol Pencucian botol
Pemasukan buah cairan Sterilisasi
10
Pendinginan dan pengemasan
11
Gudang produk
12
Kantor
13
Toilet
14
Ruang istirahat
15
Mushola
A
U 5 O 5 E 1
5 U 5 U
A 1 E 1 A 1,2 A 1 A 1 A 6 I 7,8 A 7,8 A 7,8
Perebusan buah dan air+gula
9
1 A 1
Keterangan : A : Absolute I : Important O : Ordinary Alasan: 1. Transporatsi bahan 2. Penanganan bahan 3. Faktor kebersihan 4. Kebutuhan ruang
E U X
1 U
5 U 5 A 1 U 5 U 5 U 5 U 5 X 2,3 I 7,8 A
I 5 U
U 5
5 A
U
4,5 E 1 E 1 I 1 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 A
5 E 5 I 5 A 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5
U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5
U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5
U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5 U 5
U 5 U 5 U 5 U 5 X 3,2 U 5 U 5
U 5 U
U
5 U 5 X 3,2
U 5
U 5 U
5
U 5 U 5 U 5
U 5 U 5
X 3,2
U 5 U 5
U 5
E 7,8
5
7,8
7
: Especially important : Unimportant : Undesirable
5. Kebutuhan peralatan dan sumberdaya 6. Pemantauan 7. Mobilitas karyawan 8. Kenyamanan karyawan
Gambar 20. Bagan keterkaitan antar aktivitas.
55
U 5 U 5
U 5
Tabel 6. Kebutuhan ruang industri manisan pepaya gunung No
Ruang/Proses
Luas (m2)
1
Gudang bahan baku
12
2
Pengupasan
24
3
Perendaman air kapur + pencucian buah
3
4
Gudang gula
6
5
Gudang botol
6
6
Pencucian botol
6
7
Perebusan buah dan air+gula
9
8
Pemasukan buah dan cairan ke botol
9
9
Sterilisasi
9
10
Pendinginan dan pengemasan
15
11
Gudang produk
20
12
Kantor
20
13
Toilet
10
14
Ruang istirahat
20
15
Mushola
10
Tanaman pepaya terdiri dari beberapa bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu daun, daging buah, kulit buah, dan biji. Daun Pepaya Gunung mempunyai kandungan zat papain yang dapat dijadikan pelunak daging. Selain itu, daun Pepaya Gunung dapat dijadikan sayuran. Biji Pepaya Gunung dilapisi sarkotesta dan dapat diperas, air perasan ini mempunyai aroma yang wangi. Air perasan ini dapat dijadikan sirup dan flavor. Buah yang masih muda dapat dijadikan obat peluruh cacing, obat kulit, dan bahan kosmetik, sedangkan buah yang sudah matang dapat dijadikan manisan, selai, minuman buah, dan keripik buah. Buah yang sudah matang berwarna kuning dan rasanya manis keasaman. Kulit buah dapat dijadikan pupuk organik dan pelunak daging. Kulit buah mempunyai kandungan papain yang cukup tinggi. Gambar 23 menyajikan prospek pengembangan produk dari Pepaya Gunung.
56
A-13,15
E-2
A-12,14,15 E-
E-6,14
A-1,2,6
X-
O-
A-8
E-3,4,6
X-
2 I-
E-7
I-12
O-
I-
A-2,3
E-
A-
E-5,7 X-13
1
4 O-
O-
I- 11,14
O-
A-5,8,10
E-
A-9,11
E-
X-
8 O-
X-13
E-5
I-1,8
Keterangan : : Aliran bahan 1. Gudang bahan baku 2. Pengupasan buah 3. Perendaman buah dalam air kapur dan pencucian buah 4. Gudang gula 5. Gudang bahan pengemasan 6. Pencucian botol
I- 4
E-7
I-6
6 I- 9
O-
I-
10 O-
A-6,9
X-
O-
X-
9 O-
A-5,3
12
I-
X-
7
I-
I- 4
O-
A-6,7,9
X-
3 O-
I-
E-
X-
15
13
14
A-13,15
X-
X-1,4,5,11
X-
A-1,3
A-12,13,14 E-
E-4,8
I-
O-
A- 10
E-
X-13
X-13
5
11 O-
I-12
7. Perebusan buah Pepaya Gunung 8. Pemasukan buah dan cairan ke botol 9. Sterilisasi produk 10. Ruang pengemasan produk 11. Gudang produk 12. Kantor 13. Toilet
Gambar 21. Diagram keterkaitan antar aktivitas.
57
O-
Gambar 22. Tata letak industri manisan pepaya gunung.
B. Pendekatan Sistem Sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin, 2003). Turban (2005) menyebutkan sistem adalah sekumpulan dari objek seperti orang, sumber daya, konsep, dan prosedur yang teratur untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan sistem adalah suatu analisis organositoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Dengan demikian manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannnya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem (Marimin, 2003).
58
Daun
Pelunak daging
Kulit buah
Pupuk organik Pelunak daging
Pepaya gunung
Buah
Biji
Sirup Flavor
Manisan Selai Daging buah
Keripik buah Peluruh cacing Kosmetik Obat kulit
Gambar 23. Pohon industri Pepaya Gunung.
Marimin (2003) juga menjelaskan pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen. Dengan cara ini hendak diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau suatu sistem. Pendekatan ilmiah dapat menghindarkan manajemen mengambil keputusan-keputusan yang sederhana dan simplistis searah oleh suatu masalah yang disebabkan oleh penyebab tunggal. Pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami multiple causation dari suatu masalah dalam kerangka sistem.
59
Untuk dapat bekerja secara sempurna, suatu pendekatan sistem harus mempunyai delapan unsur yaitu metodologi untuk perencanaan dan pengalahan, suatu tim yang multidisipliner, pengorganisasian, disiplin untuk bidang yang nonkuantitatif, teknik model matematik, teknik simulasi, teknik optimasi, dan aplikasi komputer (Marimin, 2003). Untuk melakukan pendekatan sistem dapat menggunakan komputer atau tanpa menggunakan komputer. Akan tetapi adanya komputer memudahkan pengguna model dan teknik simulasi dalam sistem, terutama jika menghadapi masalah yang cukup luas dan kompleks (Marimin, 2003). 1. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhankebutuhan yang dideskripsikan. Identifikasi ini menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang, dan sebagainya. Identifikasi dari Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah ini meliputi aktor-aktor dan kebutuhannya yang dijabarkan sebagai berikut: 1) Petani Pepaya Gunung : a) Pendapatan meningkat, b) Harga jual tinggi, c) Kelangsungan usaha terjamin, d) Kesejahteraan meningkat. 2) Lembaga Keuangan Syariah : a) Investasi yang dibangun terlepas dari riba dan segala sesuatunya berdasarkan hukum agama Islam, b) Produk yang dikeluarkan merupakan produk yang halal dan dapat bersaing dipasaran, c) Peningkatan jumlah nasabah, d) Kelancaran pengembalian pembiayaan, 60
e) Jaminan kelancaran usaha. 3) Pemerintah : a) Produk yang dihasilkan bermutu tinggi, b) Memperluas kesempatan kerja, c) Taraf kehidupan petani meningkat, d) Persaingan tidak sehat terhindari. 4) Konsumen : a) Harga produk yang terjangkau dan stabil, b) Kualitas produk tinggi dan terjamin, c) Kemudahan memperoleh produk. 5) Agroindustri : a) Kontinuitas bahan baku terjamin, b) Biaya produksi rendah, c) Kelangsungan agroindustri terjamin, d) Permintaan pasar terpenuhi, e) Kelancaran pengembalian pinjaman. 2. Formulasi Permasalahan Pengembangan usaha pepaya gunung pada saat ini selalu dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya adalah pola pengusahaan pepaya gunung yang masih dilakukan secara konvensional, teknologi budidaya dan pengolahan yang kurang memadahi, perancangan produk yang kurang memadai, metode pemasaran yang sempit dan kurang berkembang, skala usaha yang kecil, tersebar, dan tidak terintegrasi dengan baik. Selain itu, pengembangan agroindustri pepaya gunung dihadapkan kepada berbagai permasalahan seperti terbatasnya informasi tentang potensi nasional dan internasional dalam kemampuan produksi dan permintaan baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan terbatasnya informasi mengenai pasar potensial Pepaya Gunung. Oleh sebab itu diperlukan suatu kajian secara menyeluruh menyangkut aspek perencanaan dan pengembangan usaha yang diharapkan dapat memberikan solusi atau pemecahan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi.
61
Keberhasilan dalam perencanaan proyek memerlukan pengetahuan tentang pengambilan suatu keputusan yang tepat. Dengan mengetahui rencana proyek yang baik maka pemilik modal akan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu apakah ikut serta dalam investasi dengan cara menanamkan modal karena investasi dianggap layak atau tidak melakukan apapun. Permasalahan melakukan
suatu
yang
paling
pembiayaan
mendasar
adalah
berdasarkan
syariah
bagaimana Islam
dalam
sehingga
kesejahteraan dan kemakmuran pengguna dana dan pemberi dana meningkat. Pada saat ini konsep ekonomi konvensional masih digunakan dalam menentukan kelayakan suatu pendirian industri maupun invetasi dan permasahan yang dihadapi adalah sistem bunga yang memberatkan pengguna modal dan di pihak bank tidak mempedulikan apakah pengguna dana tersebut mengalami kerugian atau mengalami keuntungan. Perencanaan yang tepat
serta terintegrasi dengan baik
sangat
menentukan keberhasilan pengusaha pepaya gunung. Perencanaan dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh meliputi faktor internal dan eksternal serta asumsi-asumsi untuk masa mendatang. Penggunaan sistem penunjang keputusan diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam menyajikan rangkaian alternatif secara efektif dan akurat. 3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno, 1989). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji. Diagram yang digunakan dalam identifikasi sistem adalah sebagai berikut: 1) Diagram sebab-akibat Diagram
sebab-akibat
memberikan
gambaran
hubungan
antar
komponen di dalam sistem. Gambar 24 menggambarkan diagram sebabakibat Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
62
2) Diagram input-output Menurut Eriyatno (1989) hal yang penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Marimin (2003) menyatakan bahwa dalam penyusunan kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah output, dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Input terdiri dari dua golongan yaitu eksogen atau yang berasal dari luar sistem (masukan dari ligkungan) dan overt input yang berasal dari dalam sistem dan ditentukan oleh fungsi dari sistem itu sendiri. Sedangkan output terdiri dari dua golongan yaitu output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki berasal dari dampak yang akan ditimbulkan bersama-sama. Gambar 25 menunjukkan diagram inputoutput Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah. Input terkendali merupakan peubah variabel yang dapat divariasukan dengan tujuan keluaran yang tidak terkendali tidak terjadi. Apabila terjadi output yang tidak dikehendaki maka input terkendali harus diubah besarannya. Input terkendali bersama dengan input tak terkendali dan input lingkungan diproses dalam kotak hitam sistem sehingga menghasilkan output yang dikehendaki. Input terkendali dalam model perencanaan agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah terdiri atas kebutuhan bahan baku, kapasitas produksi, kebutuhan tenaga kerja, dan mutu produk. Pengendalian input terkendali merupakan langkah kritis untuk mencapai output yang dikehendaki yaitu pangsa pasar yang tinggi, penghasilan meningkat, target pasar terpenuhi, kelangsungan usaha, dan perluasan lapangan kerja. Dengan mengendalikan input terkendali maka diharapkan dapat mencegah timbulnya output yang tidak dikehendaki yaitu kerusakan lingkungan, kredit macet, biaya operasional meningkat, dan pembiayaan tidak menguntungkan. Input tak terkendali meliputi permintaan pasar, harga bahan baku, harga produk dan tarif utilitas. Input tak terkendali ini akan mempengaruhi sistem dan menentukan terjadinya output yang dikehendaki atau tidak dikehendaki.
63
Kesejahteraan
Pendapatan
Permintaan Pasar Terpenuhi
Ketersediaan Produk
Keuntungan Agroindustri
Pembiayaan Syariah
Keuntungan Petani
Penggunaan Manajemen Risiko
Pasokan Bahan Baku Terjamin
Risiko Usaha
Target Produksi Terpenuhi Pasokan Bahan Baku
Bagi Hasil
Target Produksi Kelangsungan Budidaya
Kelangsungan Agroindustri
Lembaga Pembiayaan Syariah
Kelayakan Agroindustri
Permintaan Pasar
Lapangan Pekerjaan
Konsumen
Pembangunan Daerah
Gambar 24. Diagram sebab akibat Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
64
INPUT TIDAK TERKENDALI 1. 2. 3. 4.
Permintaan pasar Harga bahan baku Harga produk Tarif utilitas
INPUT LINGKUNGAN
OUTPUT DIKEHENDAKI
1. Kondisi sosial ekonomi 2. Peraturan pemerintah 3. Kondisi sosial budaya
1. 2. 3. 4. 5.
Pangsa pasar tinggi Penghasilan meningkat Target pasar terpenuhi Kelangsungan usaha Perluasan lapangan kerja
Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Carica dengan Pembiayaan Syariah
INPUT TERKENDALI 1. 2. 3. 4.
OUTPUT TIDAK DIKEHENDAKI
Kebutuhan bahan baku Kapasitas produksi Tenaga kerja Mutu produk
1. 2. 3. 4.
Kerusakan lingkungan Kredit macet Biaya operasional meningkat Pembiayaan tidak menguntungkan
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Gambar 25. Diagram input-output Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
65
VI. PERMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah dirancang sebagai alat bantu yang berguna dalam pengambilan keputusan untuk perencanaan agroindustri pepaya gunung dan sebagai pertimbangan lembaga keuangan syariah untuk membiayai agroindustri tersebut. Sistem Penunjang Keputusan ini terdiri atas 5 bagian utama, yaitu: 1) Sistem Pengolahan Terpusat, 2) Sistem Manajemen Basis Data Statis, 3) Sistem Manajemen Basis Data Dinamis, 4) Sistem Manajemen Basis Model, 5) Sistem Manajemen Dialog. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut meliputi input data, ubah data, dan hapus data. Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengeloloaan model untuk perhitungan dalam pengambilan keputusan. Model-model yang terdapat pada sistem ini adalah model analisis lokasi unggulan, model prakiraan penjualan, model analisis risiko pembiayaan, model analisis bagi hasil, dan model analisis finansial. Sistem Manajemen Dialog adalah sistem dari Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung yang menyediakan fasilitas interaktif antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian yang berfungsi sebagai koordinator dan pengendalian dari operasi Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung secara menyeluruh. Perancangan perangkat lunak ini adalah menggunakan Borland Delphi 7 dengan bahasa pemrograman pascal. Manajemen basis data dinamis dirancang menggunakan Microsoft Acces 2003. Gambar 26 menunjukkan konfigurasi Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
66
Sistem Manajemen Basis Data Statis
Sistem Manajemen Basis Data Dinamis
Sistem Manajemen Basis Model
Pembiayaan syariah
Data lokasi
Sub model lokasi unggulan
Data harga bahan baku
Sub model prakiraan penjualan
Informasi wilayah Data harga produk Budidaya buah carica
Data penjualan produk
Usaha pasca panen buah carica
Data struktur biaya
Diskripsi buah carica Pengolahan buah carica
Evaluasi risiko usaha (risiko ketersediaan bahan baku, risiko pengolahan, risiko pemasaran)
Sub model evaluasi tingkat risiko Sub model penentuan nisbah bagi hasil Sub model analisis finansial
Evaluasi risiko industri (risiko penawaran dan permintaan produk, risiko harga bahan baku, risiko harga produk)
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Dialog
Pengguna
Gambar 26. Konfigurasi Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
67
1. Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian sistem yang mengelola dan mengatur seluruh komponen, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara timbal balik dengan sistem lainnya. Sistem pengolahan terpusat berfungsi sebagai koordinator dan pengendalian dari operasi SPK Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah secara menyeluruh. 2. Sistem Manajemen Basis Data Sistem Menajemen Basis Data ini terdiri atas dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis merupakan bagian sistem yang di dalamnya berisi data yang bersifat tetap atau statis. Data-data ini digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap dan berfungsi sebagai masukan bagi pengembangan sistem. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis merupakan bagian sistem yang berisi data yang diperlukan sebagai masukan pada Sistem Manajemen Basis Model. 3. Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan model untuk mengkomputasi pengambilan keputusan. Model yang dikembangkan adalah model analisis lokasi unggulan, model prakiraan penjualan, model evaluasi tingkat risiko pembiayaan syariah, model perhitungan nisbah bagi hasil, dan model analisis kelayakan finansial. 4. Sistem Manajemen Basis Dialog Sistem Manajemen Basis Dialog merupakan fasilitas interaksi antara model dan pengguna dalam pengambilan keputusan. Sistem ini akan mempermudah pengguna dalam menggunakan program karena dibuat user friendly. Gambar 27 menunjukkan diagram alir permodelan Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
68
Mulai
-
Input penentuan bagi hasil : Porsi modal Bobot risiko
Analisis Risiko Output : Nisbah bagi hasil untuk LKS dan pengusaha
-
Input Pembiayaan Musyarakah: Umur proyek Pinjaman modal (%) Asumsi pembiayaan Bagi hasil Data struktur biaya Zakat
Analisis Kelayakan Finansial
A
Ya
Layak
Tidak
Gambar 27. Diagram alir permodelan Sistem Penunjang Keputusam Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah.
69
A
Input Analisis Tingkat Penjualan Perhitungan Tingkat Penjualan
Output: Prakiraan Penjualan
-
Input analisis lokasi unggulan: Alternatif lokasi Kriteria lokasi Bobot kriteria Bobot lokasi
Penentuan Lokasi Unggulan
Output: Lokasi Unggulan
Selesai
Gambar 27. Diagram alir permodelan Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dengan Pembiayaan Syariah (lanjutan).
70
B. Rancang Bangun Sistem 1. Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis data terdiri atas dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis terdiri atas beberapa informasi yaitu (1) informasi pembiayaan syariah, (2) informasi wilayah Kabupaten Wonosobo yang meliputi letak geografis, luas wilayah, potensi wilayah, jumlah penduduk, dan daerah perbatasan dengan Kabupaten Wonosobo, (3) deskripsi buah Pepaya Gunung, (5) informasi budidaya buah Pepaya Gunung, (6) informasi usaha pasca panen buah Pepaya Gunung, dan (7) cara pengolahan buah Pepaya Gunung. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis terdiri atas data lokasi, data harga bahan baku, data harga poduk, data permintaan produk, data struktur biaya, dan evaluasi risiko pembiayaan. 2. Sistem Manajemen Basis Model a. Model Analisis Lokasi Unggulan Model analisis lokasi unggulan merupakan model yang digunakan untuk menentukan daerah yang paling sesuai untuk dujadikan lokasi pendirian agroindustri pepaya gunung. Model matematik yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Kriteria yang digunakan adalah ketersediaan lahan, harga lahan, kemudahan akses dengan bahan baku, kemudahan akses dengan bahan penunjang, kemudahan akses pemasaran, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana utilitas, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Nilai alternatif yang diperoleh dimasukkan ke dalam perhitungan dengan menggunakan MPE. Hasil penjumlahan nilai alternatif dari setiap daerah akan dijadikan nilai akhir dari alternatif tersebut dan nilainya akan diurutkan untuk melihat daerah yang potensial yaitu daerah yang mempunyai nilai tertinggi.
71
Mulai
Kabupaten Wonosobo: Kecamatan Wonosobo, Kejajar, Garung, Mojotengah, Watumalang, Kertek, Sukoharjo, Leksono, Selomerto, Kalikajar, Kaliwiro, Sapuran, Wadaslintang, Kalibawang, Kepil
-
Kriteria Lokasi: Ketersediaan lahan Kemudahan akses dengan bahan baku Kemudahan akses dengan bahan penunjang Ketersediaan sarana transportasi Ketersediaan sarana utilitas Ketersediaan tenaga kerja Kondisi sosial budaya
Metode Perbandingan Eksponensial
Lokasi Unggulan
Selesai
Gambar 28. Diagram alir deskripsi model penentuan lokasi unggulan.
72
b. Model Prakiraan Penjualan Model ini digunakan untuk memprakirakan jumlah penjualan produk pada masa pembiayaan dengan menggunakan data historial yang ada. Perhitungan prakiraan permintaan menggunakan metode regresi linier dan deret waktu. c. Model Evaluasi Tingkat Risiko Pembiayaan Model ini terdiri atas dua bagian yaitu evaluasi risiko usaha dan evaluasi risiko industri. Evaluasi risiko usaha terdiri atas risiko ketersediaan bahan baku, risiko pengolahan, risiko pemasaran, dan risiko mitra usaha. Sedangkan evaluasi risiko industri terdiri atas risiko penawaran dan permintaan produk, risiko harga bahan baku, risiko harga produk. Penentuan tingkat risiko dilakukan berdasarkan rata-rata terbobot nilai setiap parameter dari risiko usaha dan risiko industri. Diagram alir penentuan tingkat risiko pembiayaan disajikan pada Gambar 29. d. Model Penentuan Nisbah bagi Hasil Model ini digunakan untuk menentukan besarnya bagi hasil antara pihak lembaga keuangan syariah dan pengguna dana. Bagi hasil ditentukan berdasarkan tingkat risiko pembiayaan dan akan digunakan dalam perhitungan kelayakan finansial berdasarkan ekonomi syariah. Besarnya bagi hasil untuk lembaga keuangan syariah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Bagi hasil berdasarkan nilai risiko Nilai Risiko
Bagi Hasil untuk Lembaga Keuangan Syariah
Tinggi
70 – 90 %
Sedang
30 – 70 %
Rendah
0 – 30 %
Sumber : Santosa (2006). e. Model Analisis Kelayakan Finansial Model
ini
digunakan
untuk
menentukan
kelayakan
financial
berdasarkan kriteria kelayakan. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah Benefit-Cost Ratio, Break Even Point, dan Pay Back Periode. Pembiayaan syariah dibandingkan dengan pembiayaan konvensional. Apabila nilai kelayakan pembiayaan syariah lebih baik atau sama dengan nilai kelayakan 73
pembiayaan konvensional, maka pembiayaan syariah dapat diterima untuk perencanaan agroindustri. Diagram alir analisis kelayakan finansial disajikan pada Gambar 30.
Mulai
Nilai hasil evaluasi risiko dari setiap faktor risiko usaha dan parameter risiko usaha Bobot setiap faktor Nilai terbobot dari setiap faktor Jumlah nilai risiko pembiayaan Nilai terbobot risiko pembiayaan (NRP)
Lakukan ulang evaluasi risiko
Penentuan tingkat risiko pembiayaan: Tinggi : 3,66 < NRP 5,00 Sedang : 2,33 < NRP 3,66 Rendah : 1,00 NRP 2,33 Tingkat Risiko Pembiayaan (TRP) Tidak TRP tinggi?
Ya
Lakukan upaya penurunan TRP
Selesai
Gambar 29. Diagram alir penentuan tingkat risiko pembiayaan (Indrawanto, 2007)
74
Mulai
Data Struktur Biaya
Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Konvensional
Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Kelayakan Finansial
Layak?
Layak?
Ya
Ya
Tidak
Tolak pembiayaan syariah
Tidak
Syariah > Konvensional? Ya Terima pembiayaan syariah
Selesai
Gambar 30. Diagram alir analisis kelayakan finansial.
75
VII. MODEL CAP’S Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dirancang dalam sebuah paket program komputer yang diberi nama Cap’S. Program ini dirancang sebagai alat bantu bagi para pengambil keputusan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan pendirian agroindustri pepaya gunung. Pengguna program ini adalah pengusaha atau calon pengusaha agroindustri dan lembaga keuangan syariah. Selain itu, pihak-pihak yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam perencanaan agroindutri pepaya gunung dapat menggunakan program ini. Pihak-pihak tersebut diantaranya kelopok petani, pengusaha agroindustri, pemerintah, investor, lembaga keuangan syariah dan peneliti. Keluaran yang dihasilkan dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam memilih dan menentukan lokasi usaha yang memiliki potensi baik dari segi biaya, kondisi geografis, dan kondisi sosial budaya. Selain itu, pengambil keputusan akan memperoleh gambaran mengenai kemampuan produksi agroindustri, risiko usaha, prakiraan penjualan, rencana produksi yang harus dicapai, dan analisis finansial agroindustri. Pengambil keputusan diharapkan dapat menganalisis dan mempertimbangkan dengan baik dalam merencanakan kebutuhan sumberdaya produksi yang akan menunjang keberhasilan produksi. Pengambil keputusan akan dihadapkan pada suatu faktor yang menjadi ukuran terpenting dalam rencana pendirian suatu industri yaitu apakah industri tersebut layak atau tidak untuk didirikan. Untuk memberikan informasi kepada pengambil keputusan mengenai kondisi dan kebutuhan finansial industri, program ini
memberikan
fasilitas
yang
dapat
menganalisis
kelayakan
finansial
agroindustri. Cap’S dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7. Program ini menerapkan Sistem Manajemen Dialog yang menyediakan fasilitas interaktif antara model dan pengguna. Cap’S dibuat dengan interface berbasis windows menyediakan pilihan-pilihan menu yang mudah dimengerti dan digunakan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Program akan memberikan respon
76
sesuai dengan kebutuhan dalam bentuk teks, gambar, angka, dan grafik. Tampilan login Cap’S dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Tampilan login Cap’S Sistem Manajemen Basis Data terdiri atas dua bagian yaitu Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Tampilan menu utama dalam Cap’S dapat dilihat pada Gambar 32. Sistem Manajemen Basis Data Statis terdiri atas beberapa informasi yaitu informasi tentang pembiayaan syariah, informasi wilayah, informasi budidaya Pepaya Gunung, informasi tanaman dan buah Pepaya Gunung, dan informasi proses pembuatan produk manisan pepaya gunung. Tampilan salah satu contoh data statis dalam Cap’S dapat dilihat pada Gambar 33. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis Cap’S terdiri atas analisis lokasi unggulan, analisis risiko pembiayaan, analisis bagi hasil, prakiraan penjualan, dan analsisis finansial.
77
Gambar 32. Tampilan menu utama Cap’S
Gambar 33. Tampilan data statis Cap’S A. Model Analisis Pemilihan Lokasi Unggulan Model lokasi merupakan model yang digunakan untuk menganalisis lokasilokasi tertentu yang memiliki potensi dilihat dari segi karakteristik wilayah, biaya, dan sosial budaya bagi pendirian dan pengembangan agroindustri pepaya gunung. Output yang dihasilkan dari model ini adalah merekomendasikan lokasi-lokasi tertentu yang terpilih menjadi lokasi unggulan yang patut dipertimbangkan oleh 78
pengambil keputusan dalam rencana pendirian dan pengembangan agroindustri pepaya gunung. Input data untuk model lokasi adalah data ketersediaan lahan, harga lahan, kemudahan akses dengan bahan baku, kemudahan akses dengan bahan penunjang, ketersediaan sarana utilitas, ketersediaan sarana transportasi, kemudahan akses pemasaran, keterseidaan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Metode yang digunakan untuk menganalisis pemilihan lokasi unggulan adalah metode perbandingan eksponensial. Verifikasi model dilakukan dengan menentukan lokasi yang akan dianalisis. Lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang mempunyai 15
kecamatan.
Pertimbangan-pertimbangan
yang
menjadikan
Kabupaten
Wonosobo sebagai ruang lingkup pengkajian sistem ini adalah berdasarkan karakteristik wilayahnya Kabupaten Wonosobo memiliki potensi iklim dan cuaca yang sangat baik untuk pertumbuhan Pepaya Gunung. Selain itu, di Kabupaten Wonosobo sudah terdapat usaha kecil dan menengah yang mengolah Pepaya Gunung menjadi manisan pepaya gunung yang mempunyai nilai tambah dan daya simpan yang lebih tinggi. Perhitungan yang dilakukan adalah dengan memberikan pembobotan tingkat kepentingan suatu kriteria terhadap kriteria yang lain. Nilai bobot didapatkan setelah melakukan wawancara dengan para pakar yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri pepaya gunung yaitu para industriawan. 1. Kriteria Pemberian Nilai Penilaian berdasarkan penilaian pakar dan metode persentil. Pakar yang dipilih adalah industriawan yang sudah menjalankan usaha manisan pepaya gunung lebih dari 5 tahun. Nilai maksimum untuk setiap kriteria adalah 5 dan nilai minimum adalah 1. Pemberian penilaian dengan metode persentil dilakukan dengan cara mengurutkan data dari yang paling besar hingga paling kecil. Data yang telah diurutkan dibagi menjadi 5 kelompok dengan persentil (k) masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1. Metode persentil digunakan pada kriteria ketersediaan lahan, harga lahan, kemudahan akses dengan bahan baku, kemudahan akses dengan bahan penunjang, kemudahan akses dengan pasar, 79
dan ketersediaan tenaga kerja. Penilaian pakar digunakan pada kriteria kondisi sosial budaya. a. Ketersediaan lahan Ketersediaan lahan merupakan kriteria yang menggambarkan luas lahan yang masih kosong untuk mendirikan usaha agroindustri. Lahan yang dihitung dalam penilaian adalah lahan sawah dan lahan bukan sawah selain lahan yang digunakan untuk bangunan atau pemukiman. Data luas lahan yang telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 8 menyajikan pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan lahan secara lengkap.
Gambar 34. Tampilan Masukan model analisis lokasi unggulan. b. Harga lahan. Harga lahan merupakan harga tanah per m2 yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan industri manisan pepaya gunung. Data harga lahan telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 9 menyajikan kriteria pemberian nilai secara lengkap.
80
Tabel 8. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan lahan. Jarak lokasi dengan sumber bahan baku (ha) jarak
4457
Nilai 1
4457 < jarak
5276
2
5276 < jarak
6519
3
6519 < jarak
8859
4
jarak > 8859
5
Tabel 9. Pemberian nilai untuk kriteria harga lahan Harga lahan per m2 (Rp) harga 40.000 40.000 < harga 50.000 50.000 < harga 77.000 77.000 < harga 100.000
Nilai 5 4 3 2
harga > 100.000
1
c. Kemudahan akses dengan bahan baku Kemudahan akses dengan bahan baku merupakan kriteria yang menggambarkan kemudahan untuk mendapatkan bahan baku utama yaitu buah Pepaya Gunung. Di Kabupaten Wonosobo, buah Pepaya Gunung hanya tumbuh di Kecamatan Kejajar. Data jarak dari sumber bahan baku yang telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 10 menyajikan kriteria pemberian nilai secara lengkap. Tabel 10. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan baku Jarak lokasi dengan sumber bahan baku (km) jarak
15
15 < jarak 26 < jarak
Nilai 5
26
4
34,5
3
40
2
34,5 < jarak jarak > 40
1
d. Kemudahan akses dengan bahan penunjang. Bahan penunjang yang digunakan antara lain kemasan gelas, kemasan kardus, label, dan gula. Sumber bahan penunjang yang ada di Kabupaten Wonosobo terletak di pusat kota Wonosobo. Data jarak dari sumber bahan 81
penunjang yang telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 11 menyajikan kriteria pemberian nilai secara lengkap. Tabel 11. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan penunjang Jarak lokasi dengan sumber bahan penunjang (km) jarak
7
Nilai 5
7 < jarak
11
4
11 < jarak
15
3
21,5
2
15 < jarak
jarak > 21,5
1
e. Ketersediaan sarana utilitas Parameter yang dipertimbangkan dalam kriteria ketersediaan sarana utilitas adalah ketersediaan air, listrik, telepon, dan prasarana umum. Pasokan air berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ketersediaan listrik merupakan kriteria yang menggambarkan baik atau tidaknya pasokan listrik di lokasi yang bersangkuan. Ketersediaan listrik merupakan faktor yang penting karena dalam proses agroindustri terdapat mesin dan peralatan proses serta peralatan kantor yang memerlukan listrik sebagai sumber energi. Tabel 12 menyajikan pemberian nilai secara lengkap untuk kriteria sarana utilitas. Tabel 12. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan sarana utilitas Parameter
Nilai
Semua parameter terpenuhi
5
Terdapat satu parameter yang tidak terpenuhi
4
Terdapat dua parameter yang tidak terpenuhi
3
Terdapat tiga parameter yang tidak terpenuhi
2
Terdapat empat parameter yang tidak terpenuhi
1
f. Ketersediaan sarana transportasi Parameter yang digunakan dalam kriteria ketersediaan sarana transportasi adalah kemudahan mendapatkan kendaraan atau sarana trasportasi lain untuk pemasaran produk, pengangkutan bahan baku dan bahan penunjang, serta kondisi jalan di daerah yang bersangkutan. Selain itu, sarana transportasi
82
berhubungan dengan sarana transportasi umum. Sarana transportasi umum merupakan sarana untuk mobilitas karyawan. Tabel 13. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan sarana transportaasi Parameter
Nilai
Semua parameter terpenuhi
5
Terdapat satu parameter yang tidak terpenuhi
4
Terdapat dua parameter yang tidak terpenuhi
3
Terdapat tiga parameter yang tidak terpenuhi
2
Terdapat empat parameter yang tidak terpenuhi
1
g. Ketersediaan tenaga kerja Data yang digunakan pada kriteria ini adalah data jumlah pencari kerja (job seeker). Data jumlah pencari kerja yang telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 14 menyajikan pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja secara lengkap. Tabel 14. Pemberian nilai untuk kriteria ketersediaan tenaga kerja Jarak lokasi dengan sumber bahan penunjang (km) jarak
309
Nilai 1
309 < jarak
397
2
397 < jarak
548
3
548 < jarak
881
4
jarak > 881
5
h. Kemudahan akses pemasaran Pusat pemasaran yang terdapat di Kabupaten Wonosobo terletak di pusat kota Wonosobo. Data jarak dari pusat pemasaran yang telah diurutkan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 15 menyajikan kriteria pemberian nilai secara lengkap. i. Kondisi sosial budaya Parameter yang diperhatikan dalam kriteria sikap masyarakat adalah respon masyarakat sekitar terhadap kemungkinan pendirian agroindustri Pepaya Gunung di daerah yang bersangkutan. Respon yang diberikan adalah sangat 83
baik, baik, sedang, cukup baik, dan kurang baik. Pemberian nilai secara lengkap untuk kriteria sikap masyarakat dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 15. Pemberian nilai untuk kriteria kemudahan akses dengan bahan penunjang Jarak lokasi dengan sumber bahan penunjang (km) jarak
Nilai
7
5
7 < jarak
11
4
11 < jarak
15
3
21,5
2
15 < jarak
jarak > 21,5
1
Tabel 16. Pemberian nilai untuk kriteria kondisi sosial budaya Respon masyarakat
Nilai
Sangat baik
5
Baik
4
Sedang
3
Cukup baik
2
Kurang baik
1
2. Pembobotan Kriteria Pembobotan untuk masing-masing kriteria ditentukan berdasarkan penilaian pakar (expert judgment) yang diminta kesediaannya untuk menjadi responden dalam pengkajian masalah khusus. Responden berasal dari kalangan profesional
(industriawan)
yang
dipilih
berdasarkan
kapabilitas
dan
kapasitasnya sebagai pihak yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri pepaya gunung. Responden diminta memberikan jawaban kualitatif terhadap pertanyaanpertanyaan yang diberikan selama wawancara. Kriteria diberikan nilai 1 sampai 9 seperti disajikan pada Lampiran 7. Jumlah penilaian pada masing-masing kriteria dijumlah dan dihitung rata-ratanya. Rata-rata ini digunakan sebagai bobot penilaian yang akan masuk ke dalam perhitungan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 17.
84
Berdasarkan hasil pembobotan kriteria pada Tabel 17, kriteria ketersediaan sarana utilitas mempunyai nilai tertinggi yaitu 7,2. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria tersebut merupakan prioritas utama yang dijadikan pertimbangan dalam rencana pendirian dan pengembangan agroindustri pepaya gunung. Tabel 17. Bobot penilaian untuk setiap kriteria yang dipertimbangkan No
Kriteria
Bobot
1
Ketersediaan lahan
3,4
2
Harga lahan
3,5
3
Kemudahan akses dengan bahan baku
4
Kemudahan akses dengan bahan penunjang
5
Ketersediaan sarana transportasi
6
Ketersediaan sarana utilitas
7
Ketersediaan tenaga kerja
8
Kondisi sosial budaya
6,5
9
Kemudahan akses pemasaran
6,7
6 3,4 5 7,2 5
Kebutuhan akan air, listrik, telepon, dan sarana umum sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha suatau agroindustri. Dalam proses pembuatan produk manisan pepaya gunung, air bersih sangat diutamakan. Hal ini berkaitan dengan keamanan pangan dan kualitas dari produk yang diproduksi. Air yang kurang bersih akan menyebabkan produk dapat tercemar oleh berbagai macam mikroorganisme dan akan membahayakan bagi konsumen. Kontinuitas pasokan air harus tetap terjaga karena air merupakan bahan baku pembuatan produk. Selain ketersediaan air, ketersedian listrik sangat berpengaruh terhadap proses produksi. Listrik diperlukan sebagai sumber energi untuk berjalannya mesin dan peralatan lain serta sumber penerangan. Apabila terjadi pemadaman listrik, proses produksi secara otomatis akan terhenti. Kondisi ini dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Oleh karena itu harus disediakan sumber listrik cadangan untuk mengendtisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Prioritas kedua dalam perencanaan suatu agroindustri adalah kemudahan akses pemasaran. Menurut Kotler & Keller (2007) pemasaran merupakan kunci 85
keberhasilan suatu industri. Seringkali keberhasilan keuangan diukur dengan kemampuan penjualan produk atau kemampuan pemasaran produk. Letak lokasi sangat berpengaruh terhadap pemasaran suatu produk. Lokasi yang dekat dengan tempat pemasaran akan mempermudah dalam pemasaran produk. Kemudahan pemasaran erat hubungannya dengan ketersediaan sarana transportasi dan komunikasi. Hal ini berkaitan dengan pengangkutan produk ke lokasi pemasaran dan kemudahan dalam pemesanan produk.
3. Keluaran model Model dirancang untuk menghitung nilai akhir dari masing-masing alternatif lokasi. Nilai akhir tersebut diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah. Data penilaian alternatif lokasi yang dimasukkan akan dihitung menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) untuk masing-masing alternatif lokasi. Lokasi yang memiliki nilai tertinggi merupakan lokasi unggulan untuk pendirian agroindustri pepaya gunung. Model pemilihan lokasi unggulan akan memilih 3 lokasi yang menjadi prioritas untuk pendirian agroindustri pepaya gunung yaitu lokasi unggulan I, unggulan II, dan unggulan III seperti disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil verifikasi model pemilihan lokasi unggulan Prioritas
Lokasi
Nilai Akhir
Unggulan I
Kecamatan Wonosobo
168.929,175
Unggulan II
Kecamatan Kertek
127.009,028
Unggulan III
Kecamatan Selomerto
95.970,257
Berdasarkan hasil perhitungan model analisis lokasi unggulan di atas, lokasi yang paling potensial adalah Kecamatan Wonosobo. Tampilan model lokasi unggulan dapat dilihat pada Gambar 35. Alternatif lain yang patut dipertimbangkan juga adalah Kecamatan Kertek dan Selomerto. Perbandingan nilai ketiga lokasi unggulan tersebut disajikan pada Tabel 19. Pada saat ini industri rumah tangga yang ada pada saat ini banyak terdapat di Kecamatan Mojotengah dan Kecamatan Wonosobo seperti disajikan pada Lampiran 1. Kecamatan Kejajar dan Kecamatan Garung merupakan daerah yang
86
paling dekat dengan bahan baku. Kedua daerah ini juga patut dipertimbangkan karena pengangkutan bahan baku lebih mudah. Tabel 19. Perbandingan nilai lokasi unggulan terpilih Nilai
Kriteria Wonosobo
Kertek Selomerto
Ketersediaan lahan
1
3
1
Harga Lahan
1
1
3
Kemudahan akses dengan bahan baku
4
4
4
Kemudahan akses dengan bahan penunjang
5
4
5
Ketersediaan sarana transportasi
5
5
4
Ketersediaan sarana utilitas
5
5
4
Ketersediaan tenaga kerja
5
4
5
3,3
1,4
4,5
5
4
5
Kondisi sosial budaya Kemudahan akses pasar
B. Model Prakiraan Penjualan Model prakiraan penjualan menggunakan perangkat lunak WIN QSB yang terintegrasi dengan program Cap’S. Model prakiraan penjualan digunakan untuk mengetahui tingkat penjualan pada masa yang akan datang selama periode pembiayaan. Data penjualan diperoleh dari industri rumah tangga yang ada di Kabupaten Wonosobo dari tahun 2003 hingga 2007 seperti disajikan pada Tabel 20. Metode yang digunakan dalam prakiraan penjualan adalah regresi linier, simple average, moving average, moving average with linier trend, dan single eksponensial smoothing. Metode-metode tersebut kemudian dibandingkan nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dan determinasinya (R2) untuk menentukan metode terbaik yang digunakan. Metode yang dipilih untuk menentukan rata-rata tingkat penjualan 10 tahun kemudian adalah metode yang memiliki nilai R2 mendekati satu dan MAPE terkecil.
87
Gambar 35. Tampilan keluaran model lokasi unggulan. Tabel 20. Tingkat penjualan produk manisan pepaya gunung lima tahun terakhir Tahun
Tingkat Penjualan (botol)
2003
474.000
2004
603.500
2005
982.500
2006
1.085.500
2007
1.169.500
Berdasarkan hasil analisis, nilai terbaik adalah prakiraan dengan menggunakan regresi linier yang mempunyai nilai MAPE terkecil dan R2 mendekati 1. Hal ini berarti metode yang paling baik digunakan untuk memprakirakan tingkat penjualan produk selama masa pembiayaan adalah metode regresi linier. C. Model Evaluasi Risiko Pembiayaan 1. Evaluasi Risiko Usaha Risiko usaha digunakan untuk mengevaluasi tingkat risiko operasional usaha dengan kondisi yang diasumsi dalam analisis kelayakan pembiayaan.
88
Parameter yang digunakan dalam evaluasi risiko usaha adalah risiko ketersediaan bahan baku, risiko pengolahan, dan risiko pemasaran. Tabel 21. Prakiraan penjualan manisan pepaya gunung selama masa pembiayaan Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 MAPE R2
SA 474000 603500 982500 1085500 1169500 474000 603500 982500 1085500 1169500 34,0313 2,7728
MA (2) 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 1127500 27,8992 21,4300
MAT
SES
1253500 1337500 1421500 1505500 1589500 1673500 1757500 1841500 1925500 2009500 17,4817 12,0548
789288 789288 789288 789288 789288 789288 789288 789288 789288 789288 39,0679 3,4795
LR Pers. 1 1424900 1612200 1799500 1986800 2174100 2361400 2548700 2736000 2923300 3110600 7,2460 0,9320
Keterangan: SA : Simple Average MA : Moving Average MAT : Moving Average with Linier Trend SES : Single Exponential Smoothing LR : Linier Regression
Gambar 36. Tampilan keluaran model prakiraan penjualan.
89
Hasil evaluasi risiko usaha disajikan pada Gambar 37, menunjukkan risiko usaha dengan parameter ketersediaan bahan baku merupakan risiko utama yang harus dihadapi dalam perencanaan agroindustri pepaya gunung. Hasil evaluasi risiko ketersediaan bahan baku yang disajikan pada Tabel 22 menunjukkan risiko pada tingkat sedang dengan nilai 2,85.
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 37. Grafik evaluasi risiko usaha. Indikator yang perlu diperhatikan adalah tingkat persaingan mendapatkan bahan baku. Peningkatan permintaan manisan pepaya gunung mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan bahan baku. Ketidaktentuan hasil panen buah Pepaya Gunung dan terdapat pesaing yang memproduksi produk yang sama mengakibatkan buah Pepaya Gunung cukup susah didapatkan. Untuk mengurangi tingkat persaingan dalam mendapatkan buah Pepaya Gunung adalah dengan membuat petani binaan yang akan mensuplai buah Pepaya Gunung ke industri yang bersangkutan. Dengan adanya petani binaan yang bekerja sama dengan pabrik akan mengurangi tingkat persaingan dan mengurangi risiko kelangkaan bahan baku. Tabel 22. Hasil evaluasi risiko ketersediaan bahan baku No
Indikator
Nilai
1
Tingkat persaingan mendapatkan bahan baku
3,1
2
Kemudahan mencari bahan baku
2,6
Risiko ketersediaan bahan baku
2,85
Parameter kedua adalah ketersediaan bahan baku. Hasil evaluasi risiko pemasaran yang disajikan pada Tabel 23. menunjukkan risiko pada tingkat 90
sedang dengan nilai risiko 2,67. Biaya penjualan merupakan indikator yang mempunyai risiko tertinggi. Hal ini berkaitan dengan transportasi produk dan promosi produk. Manisan pepaya gunung dikemas dengan menggunakan kemasan jar yang terbuat dari kaca sehingga mempunyai berat yang besar. Hal ini mengakibatkan biaya pengiriman produk ke pasar menjadi lebih tinggi. Tingginya biaya pemasaran produk juga disebabkan oleh jaringan distributor pemasaran produk yang belum luas sehingga produsen harus mengantarkan langsung produk yang diproduksinya. Lingkup pemasaran yang masih sempit dan orang yang mengetahui produk belum banyak mengakibatkan produsen harus melakukan promosi produk lebih banyak. Hal ini akan semakin menambah biaya pemasaran produk. Tabel 23. Hasil evaluasi risiko pemasaran No
Indikator
Nilai
1
Biaya penjualan
3,9
2
Jumlah orang yang mengetahui produk manisan pepaya gunung
2,6
3
Jumlah toko, warung, atau tempat lain untuk pemasaran produk
2,6
4
Jaringan distributor untuk pemasaran produk
2,8
5
Lingkup pemasaran
2,2
6
Kondisi posisi tawar perusahaan
1,9
Risiko pemasaran
2,67
Hasil evaluasi risiko pengolahan menunjukkan risiko pada tingkat rendah dengan nilai 1,4. Hal ini berarti pengolahan manisan pepaya gunung mempunyai tingkat risiko yang rendah dan tingkat kegagalan produksi juga rendah. Indikator yang digunakan adalah kemudahan mendapatkan bahan penunjang seperti botol, label, dan kemasan kardus. Bahan penunjang dapat didapatkan dengan mudah karena terdapat perusahaan yang memproduksinya secara kontinu. 2. Evaluasi Risiko Industri Risiko industri digunakan untuk mengevaluasi dinamika industri yang menyebabkan asumsi dalam evaluasi kelayakan menjadi tidak tercapai. Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi risiko industri adalah risiko permintaan, risiko harga bahan baku, dan risiko harga produk.
91
Tinggi Sedang
Rendah
Gambar 38. Grafik evaluasi risiko industri. Hasil evaluasi risiko industri yang disajikan pada Gambar 38 menunjukkan bahwa harga bahan baku merupakan risiko tertinggi dengan tingkat risiko sedang. Kondisi fluktuasi harga bahan baku mempunyai nilai tertinggi seperti disajikan pada Tabel 24. Fluktuasi harga bahan baku satu tahun terakhir mengalami kenaikan lebih dari 20 persen dari harga normal. Hal ini disebabkan adanya kelangkaan bahan baku yang diproduksi oleh petani. Kelangkaan bahan baku ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi iklim, berkurangnya jumlah petani Pepaya Gunung, dan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap petani Pepaya Gunung. Tanaman Pepaya Gunung membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi iklim yang tidak menentu menyebabkan tanaman Pepaya Gunung berbuah tidak optimal. Pada kondisi iklim dimana curah hujan tinggi tanaman Pepaya Gunung mampu memproduksi buah sebanyak 1500 kg per hektar per bulan, tetapi sebaliknya pada kondisi iklim dimana curah hujan rendah tanaman Pepaya Gunung hanya berbuah 187 kg per bulan per hektar. Manurut penuturan para petani, pada tahun 2000 pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan tentang pelarangan penanaman Pepaya Gunung di lahan milik pemerintah. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab adanya kelangkaan buah Pepaya Gunung. Sebelum adanya kebijakan tersebut diduga terdapat puluhan petani Pepaya Gunung yang menggunakan lahan milik pemerintah daerah dengan luas 0,5 ha hingga 2 ha. Selain itu, petani Pepaya
92
Gunung hanya menanam tanaman Pepaya Gunung sebagai usaha sampingan. Tanaman Pepaya Gunung ditanam disela-sela lahan yang ditanami tanaman kentang
dan
tanaman
Pepaya
Gunung
tidak
terlalu
diperhatikan
pertumbuhannya, sehingga hasil panen Pepaya Gunung tidak maksimal. Tabel 24. Hasil evaluasi risiko harga bahan baku No Indikator 1 Kondisi fluktusai harga bahan baku dalam satu tahun terakhir 2 Jumlah penjual bahan baku Risiko harga bahan baku
Nilai 4,6 2,1 3,35
Hasil evaluasi risiko permintaan dan penawaran produk disajikan pada Gambar 38 menunjukkan risiko pada tingkat sedang dengan nilai 2,75. Indikator yang berpengaruh adalah jumlah pesaing yang memproduksi produk yang sama seperti disajikan pada Tabel 25. Pada saat ini terdapat 12 industri rumah tangga yang memproduksi manisan pepaya gunung dengan berbagai skala industri. Kondisi ini mengakibatkan penawaran produk semakin banyak dan tingkat persaingan dalam memasarkan produk cukup tinggi. Tabel 25. Hasil evaluasi risiko permintaan dan penawaran produk No Indikator 1 Jumlah permintaan 2 Jumlah pesaing yang memproduksi produk yang sama Risiko permintaan dan penawaran produk
Nilai 1,6 3,9 2,75
Hasil evaluasi risiko harga produk menunjukkan tingkat risiko rendah. Harga jual produk dalam satu tahun terakhir mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari Rp6500,00 - Rp7000,00 per botol menjadi Rp9000,00 Rp10000,00 per botol. Kenaikan harga jual produk disebabkan oleh naiknya biaya produksi terutama harga bahan baku. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak juga berpengaruh terhadap kenaikan harga produk. Dengan harga jual tersebut produsen memperoleh keuntungan lebih dari 20 persen.
93
Tabel 26. Hasil evaluasi risiko harga produk No
Indikator Kondisi harga jual manisan pepaya gunung dibandingkan harga pokok 1 produksi Kondisi fluktuasi harga manisan pepaya gunung dalam satu tahun 2 terakhir Risiko harga produk manisan pepaya gunung
Nilai 1,1 1 1,05
Gambar 39. Tampilan masukan model analisis risiko pembiayaan.
3. Evaluasi Risiko Pembiayaan Penentuan
tingkat
risiko
pembiayaan
(TRP)
dilakukan
dengan
menggunakan hasil evaluasi risiko usaha dan risiko industri berdasarkan pakar di atas. Risiko pembiayaan diperoleh dengan cara mencari rata-rata setiap nilai parameter yang diperoleh. Tabel 27 menyajikan tingkat risiko pembiayaan dengan nilai 2,34. Hal ini berarti tingkat risiko pembiayaan adalah sedang. Risiko industri sedikit lebih tinggi nilainya dibandingkan risiko usaha. Hal ini berarti kedua parameter tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Keluaran model evaluasi risiko pembiayaan disajikan pada Gambar 40.
94
Tabel 27. Nilai risiko pembiayaan berdasarkan rata-rata terbobot nilai parameter Parameter Risiko Risiko Pembiayaan
Nilai 2,345
- Risiko usaha - Ketersediaan bahan baku - Pengolahan - Pemasaran
2,31 2,85 1,4 2,67
- Risiko industri - Harga bahan baku - Permintaan dan penawaran produk - Harga produk
2,38 3,35 2,75 1,05
Gambar 40. Tampilan keluaran model analisis risiko pembiayaan.
D. Model Analisis Kelayakan Finansial Model analisis kelayakan finansial merupakan model yang digunakan untuk menentukan rencana perencanaan agroindustri melalui perhitungan dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh. Output yang dihasilkan dari model ini adalah pernyataan layak atau tidaknya perencanaan agroindustri Pepaya Gunung. Selain itu, model ini juga
95
menghasilkan output kapasitas industri yang harus dicapai, proyeksi laba rugi, dan arus kas selama pembiayaan. Untuk menentukan prakiraan biaya diperlukan asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan biaya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) Umur ekonomi proyek adalah selama 10 tahun, 2) Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 persen dari nilai awal dan nilai tanah tetap pada masa akhir proyek, 3) Nilai sisa mesin dan peralatan adalah sebesar 10 persen dari nilai awal, biaya pemeliharaan sebesar 5 persen, dan biaya asuransi sebesar 2 persen, 4) Nilai depresiasi dihitung dengan menggunakan metode penjumlahan angka tahun (sum-of-years depreciation), 5) Kapasitas maksimum produksi adalah sebesar 2000 botol per hari, 6) Biaya investasi merupakan jumlah dari total biaya tetap dan biaya modal kerja selama enam bulan dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0, 7) Porsi modal adalah sebesar 50 persen dari bank dan 50 persen merupakan modal sendiri, 8) Proyek dimulai pada tahun ke-0 dan mulai produksi tahun ke-1 dengan kapasitas produksi 80 persen dari kapasitas maksimum, tahun ke-2 berproduksi 85 persen dari kapasitas maksimum, tahun ke-3 berproduksi 95 persen dari kapasitas maksimum, dan tahun ke-4 dan seterusnya berproduksi dengan kapasitas penuh, 9) Produk terjual 85 persen pada tahun ke-1, tahun ke-2 produk terjual 88 persen dari total produk yang diproduksi, tahun ke-3 produk terjual 90 persen, tahun ke-4 dan seterusnya produk terjual 95 persen, setiap tahun terdapat produk yang tidak terjual dan memiliki biaya penyimpanan 1 persen dari harga jualnya, 10) Besarnya pajak ditentukan berdasarkan Undang-Undang no. 17 tahun 2000, yaitu sebagai berikut: Ø jika pendapatan < 50 juta maka besarnya pajak sebesar 10 persen dari pendapatan total,
96
Ø jika pendapatan yang diperoleh sebesar 50 juta sampai dengan 100 juta maka besarnya pajak sebesar 10 persen dari 50 juta ditambah 15 persen dikalikan dengan sisa pendapatan, Ø jika besarnya pendapatan >100 juta maka pajak yang harus dibayar adalah sebesar 10 persen dikalikan 50 juta ditambah 15 persen dari 100 juta ditambah 30 persen dikalikan sisa pendapatan. 11) Untuk bank konvensional, bunga bank bank yang digunakan adalah sebesar 18 persen, 12) Pengembalian pinjaman dilakukan selama 5 tahun.
Gambar 41. Tampilan masukan asumsi-asumsi pada model kelayakan finansial. Pembiayaan investasi terdiri atas dua sumber dana, yaitu dana pinjaman dari bank dan modal sendiri. Pembiayaan dilakukan secara syariah dengan jenis pinjaman adalah musyarakah. Pembiyaan secara musyarakah merupakan kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal (syarik/shahibul maal) untuk membiayai suatu jenis usaha (masyru) yang halal dan produktif. Porsi pendanaan dari bank syariah adalah sebesar 50 persen dan sisanya merupakan modal sendiri seperti disajikan pada Tabel 28. Penentuan nisbah bagi hasil berdasarkan tingkat risiko usaha dan porsi pendanaan.
97
Tabel 28. Sumber pendanaan Sumber Dana Bank syariah Modal sendiri Jumlah
Besarnya (Rp) 830.260.000 830.260.000 1.660.520.000
Porsi (%) 50 50 100
Bagi hasil. Bagi hasil ditentukan berdasarkan besarnya risiko pembiayaan dan besarnya nisbah modal yang dipinjam dari bank. Analisis risiko pembiayaan menunjukkan bahwa risko berada pada tingkat sedang. Seperti disajikan pada Tabel 7 bahwa pada tingkat risiko sedang, bagi hasil untuk bank adalah sebesar 30-70 persen dari bersih. Dengan menggunakan interpolasi didapatkan besarnya bagi hasil untuk bank berdasarkan risiko pembiayaan adalah sebesar 30,3 persen. Besarnya modal yang dipinjam dari bank adalah sebanyak 50 persen dari modal yang diperlukan. Berdasarkan modal yang dipinjam dari bank maka besarnya bagi hasil untuk bank adalah sebesar 50 persen. Dengan menggunakan kedua faktor tersebut maka didapatkan bagi hasil untuk bank adalah sebesar 40,15 persen dari laba bersih. Besarnya bagi hasil tergantung dari besarnya laba yang dihasilkan dan setiap tahun akan berubah. Ketentuan ini dapat berubah tergantung dari kebijakan kedua belah pihak pada saat pembuatan akad. Biaya investasi. Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan pada saat akan mendirikan suatu industri. Biaya ini terdiri atas dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya modal kerja. Biaya tetap merupakan biaya yang diperlukan untuk keperluan fisik dari pabrik yang terdiri atas biaya pembangunan pabrik, pembelian peralatan dan mesin, dan peralatn kantor. Perincian dari biaya tetap beserta biaya pemeliharaan, nilai sisa, asuransi, dan penyusutan disajikan pada Lampiran 13. Modal kerja adalah biaya operasional yang diperlukan untuk memproduksi produk pertama kali. Perhitungan modal kerja tergantung pada kebijakan perusahaan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Asumsi yang dilakukan adalah biaya variabel enam bulan pertama termasuk ke dalam biaya investasi dan barang yang diproduksi terjual semuanya sehingga pada bulan berikutnya industri sudah mampu memproduksi dari penerimaan penjualan tersebut.
98
Modal kerja pada industri manisan pepaya gunung terdiri atas biaya tenaga kerja tak langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan baku dan bahan penunjang, serta biaya utilitas. Komposisi dari modal kerja tersebut disajikan pada Tabel 29. Pada tahun pertama jumlah produk yang diproduksi sebesar 80 persen dari kapasitas maksimum. Hal ini dilakukan dengan tujuan
menghindari
banyaknya produk yang tidak terjual karena industri ini pertama kali berproduksi. Modal kerja merupakan biaya operasional selama 6 bulan atau sebesar 50 persen dari total modal kerja pada tahun pertama. Tabel 29. Komposisi modal kerja industri manisan pepaya gunung No
Komponen
1
Biaya tenaga kerja tak langsung
2
Biaya tenaga kerja langsung
3
Biaya bahan baku dan bahan penunjang
4
Biaya utilitas Total
Nilai (Rp) 69.600.000 168.000.000 1.007.400.000 21.120.000 1.266.120.000
Besarnya modal tetap industri manisan pepaya gunung disajikan pada Lampiran 10 yaitu sebesar Rp394.400.000,00. Besarnya modal tetap sebanyak 23,75 persen dari total investasi dan modal kerja besarnya 76,25 persen dari total investasi yang diperlukan. Investasi tersebut dikeluarkan pada tahun ke-0 yaitu pada saat pendirian pabrik. Harga dan prakiraan penerimaan. Harga manisan pepaya gunung dipasaran pada saat ini adalah sebesar Rp6.000,00 sampai Rp10.000,00 per botol. Dengan asumsi bahwa harga industri menerapkan kebijakan harga sebesar Rp8.000,00 per botol maka keuntungan yang diperoleh setiap botol adalah sebesar 46,1 persen dari harga pokok produksi. Penerimaan tahunan industri diperoleh dari hasil penjualan dan kapasitas produksi pada tahun tersebut. Asumsi yang digunakan adalah pada tahun pertama kapasitas produksi sebesar 80 persen dari kapasitas terpasang dengan jumlah produk yang terjual sebesar 85 persen. Pada tahun kedua kapasitas produksi naik menjadi 87 persen dan produk yang terjual juga naik menjadi 88 persen. Pada tahun ketiga juga terjadi peningkatan kapasitas menjadi 95 persen dengan produk
99
yang terjual sebanyak 90 persen. Pada tahun keempat dan seterusnya produksi 100 persen dari kapasitas terpasang dengan asumsi produk yang tidak terjual sebanyak 5 persen dari total produk yang ada. Penerimaan industri ini disajikan pada Lampiran 15. Proyeksi laba rugi. Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu usaha. Bagi hasil untuk bank dihitung dari laba operasional dikalikan besarnya nisbah bagi hasil untuk bank. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang no. 17 tahun 2000 dengan mengalikan persentase pajak dengan laba operasional yang telah dikurangi bagi hasil untuk bank. Besarnya zakat adalah sebesar 2,5 persen dari laba setelah dikurangi pajak. Setelah mengurangkan laba operasional dengan bagi hasil untuk bank, pajak, dan zakat maka diperoleh laba bersih. Seperti yang disajikan pada Lampiran 15, industri ini telah memberikan nilai positif pada tahun pertama dan pada tahun berikutnya laba semakin besar seiring dengan kenaikan kapasitas dan besarnya produk yang terjual. Keluaran laporan laba rugi pada model analisis kelayakan finansial disajikan pada Gambar 42.
Gambar 42. Tampilan keluaran laporan laba rugi pada model kelayakan finansial. Dari perhitungan laba rugi tersebut didapat besarnya zakat pada tahun pertama sebesar Rp7.409.070,00 dan pada tahun kedua naik menjadi
100
Rp19.578.176,00 dan mengalami kenaikan pada tahun berikutnya. Dengan adanya zakat ini diharapkan kesejahteraan masyarakat miskin terutama di sekitar industri dapat meningkat. Analisis Kelayakan Finansial. Analisis kelayakan finansial menggunakan pembiayaan syariah dengan kriteria kelayakan finansial yang digunakan adalah benefit-cost ratio (B/C Ratio), payback periode (PBP), dan break event point (BEP). Alasan penggunaan kriteria tersebut adalah kriteria tersebut dapat dihitung niainya tanpa menggunakan bunga (i). Pada analisis
finansial,
pembiayaan syariah
dibandingkan dengan
pembiayaan konvensional. Apabila hasil analisis menunjukkan pembiayaan syariah mempunyai nilai kelayakan yang sama atau lebih besar dari konvensional, maka pembiayaan syariah dapat diterima untuk digunakan dalam pembiayaan perencanaa industri. Akan tetapi apabila nilai kelayakannya lebih kecil, maka pembiayaan syariah tidak diterima. Tabel 30. Hasil analisis kelayakan finansial pada kondisi normal No
Uraian
1 2
Bagi Hasil Bunga
3
PBP
4 5
BC Rasio BEP Hasil
Syariah
Konvensional
40,15 % -
18 %
2 tahun 1 bulan
2 tahun
1,221 199.334
1,270 214.168
Layak
Layak
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pada kondisi normal atau sesuai dengan asumsi agroindustri layak dijalankan dengan kedua pembiayaan. Nilai BEP untuk pembiayaan syariah sebesar 199.334 unit dan 214.168 unit untuk pembiayaan konvensional. Nilai B/C ratio untuk pembiayaan syariah adalah sebesar 1,221 dan 1,270 untuk pembiayaan konvensional. PBP yang diperlukan pada pembiayaan syariah adalah selama 2 tahun 1 bulan dan untuk pembiayaan konvensional adalah selama 2 tahun. Analisis Sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan dengan kondisi penurunan harga jual produk dan kenaikan harga BBM. Hasil analisis sensitivitas
101
menunjukkan bahwa dengan pembiayaan syariah, agroindustri pepaya gunung mempunyai titik kritis terhadap penurunan harga produk sebesar 16,875 persen sedangkan dengan pembiayaan konvensional hanya sebesar 16,25 persen. Sedangkan analisis sensitivitas terhadap kenaikan BBM pembiayaan syariah mempunyai titik kritis sebesar 22 persen dan pembiayaan konvensional sebesar 21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah memiliki toleransi yang lebih besar terhadap penurunan harga jual produk maupun kenaikan BBM. Hal ini disebabkan pada pembiayaan syariah bagi hasil dihitung berdasarkan laba yang diperoleh sedangkan pada pembiayaan konvensional bunga pinjaman sudah ditetapkan dari awal.
102
VIII. RANCANGAN IMPLEMENTASI A. Verifikasi Model 1. Kelebihan Model Permodelan suatu sistem memiliki kelebihan dan kekurangan. Model CAP’S memiliki kelebihan dalam implementasi sebagai berikut: 1) Model ini dapat digunakan oleh lembaga keuangan syariah dalam mengevaluasi kelayakan permohonan pembiayaan usaha oleh calon pengusaha Pepaya Gunung. 2) Model ini dapat digunakan untuk melakukan simulasi kelayakan pembiayaan dengan pola musyarakah dan konvensional. 3) Model ini dapat digunakan untuk membandingkan pembiayaan syariah dan konvensional dengan asumsi-asumsi yang bisa disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya. 4) Model prakiraan menggunakan perangkat lunak WinQSB yang berisikan metode regresi linier dan deret waktu secara lengkap. 5) Data yang digunakan dapat menggunakan data yang sudah ada atau menggunakan data baru yang terkini. Dengan demikian model ini dapat digunakan di masa datang dengan data terbaru. 6) Pengguna dibedakan menjadi dua macam yaitu pengguna umum dan administrator dengan tingkat akses yang berbeda. Pengguna administrator memiliki akses untuk memanipulasi data yang ada sedangkan pengguna umum tidak. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan data yang ada. Pada administrator disediakan fasilitas penggantian password sehingga keamanan dapat lebih terjaga. 7) Model memiliki evaluasi risiko pembiayaan yang dapat digunakan oleh lembaga keuangan syariah untuk mengetahui tingkat risiko pembiayaan, sehingga dapat menentukan seberapa besar risiko yang ada. 8) Sistem bagi hasil berdasarkan tiga optional yaitu porsi modal, risiko pembiayaan, dan kombinasi keduanya. Hal ini lebih memudahkan pengguna apabila terjadi kebijakan.
103
2. Kekurangan Model Selain kelebihan, model CAP’S juga memiliki kekurangan yaitu sebagai berikut: 1) Kriteria dalam evaluasi risiko pembiayaan tidak dapat diubah, sehingga kurang fleksibel terhadap perubahan yang kemungkinan bisa terjadi. 2) Model prakiraan penjualan menggunakan perangkat lunak lain sehingga mengharuskan pengguna untuk mempelajari lebih lanjut perangkat lunak tersebut. 3) Data penjualan yang didapat hanya sebanyak 5 tahun sehingga prakiraan penjualan produk kurang akurat. 4) Respon pada model analisis finansial masih lambat karena menggunakan banyak database. 5) Lokasi yang dievaluasi hanya Kabupaten Wonosobo dan tidak bisa untuk mengevaluasi daerah lain.
B. Rekomendasi Operasional Penggunaan perangkat lunak CAP’S ini lebih dikhususkan kepada lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah dan pengusaha agroindustri pepaya gunung. Selian itu, pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengembangan industri pepaya gunung dapat pula menggunakan program ini. Perangkat lunak ini dapat dioperaikan dengan mudah baik oleh institusi maupun perorangan. Data dalam perangkat lunak CAP’S mudah untuk diubah, diperbarui, ditambah, dan dihapus dengan menggunakan fasilitas update, edit, dan delete dalam menu. Perubahan, penambahan, dan penghapusan data dilakukan jika terdapat data yang lebih baru seperti harga bahan baku dan harga produk manisan pepaya gunung. Untuk keperluan pengamanan data maka tidak semua pengguna dapat menggunakan fasilitas update, edit, dan delete data. Perangkat lunak ini membagi dua akses pengguna yaitu pengguna umum dan administrator. Pengguna umum dapat melakukan evaluasi kelayakan pembiayaan, tetapi tidak bisa menggunakan fasilitas update, edit, dan delete data. Administrator dapat memanipulasi semua data yang tersedia dengan menggunakan fasilitas update, edit, dan delete data. Administrator harus mengetahui cara penggunaan
104
perangkat lunak CAP’S, konfigurasi model, dan basis datanya. Dengan adanya administrator maka pemeliharaan dan perawatan perangkat lunak CAP’S dapat dilakukan agar selalu mengikuti perkembangan data yang ada. 1. Asumsi implementasi model Asumsi dalam implemetasi model ini adalah (1) lembaga keuangan syariah yang akan menggunakan model mampu menyediakan pembiayaan usaha agroindustri pepaya gunung dengan pola musyarakah dengan jangka waktu 5 tahun. Dengan demikian LKS tersebut harus memiliki kemampuan untuk memberikan pembiayaan yang cukup besar. Selain itu LKS harus memiliki SDM dengan keampuan untuk mengoperasikan komputer dan mampu memahami cara kerja perangkat lunak komputer. (2) Usaha agroindustri pepaya gunung yang akan dibiayai merupakan usaha kecil dan menengah dengan produk manisan pepaya gunung. Selain itu, SDM yang dimiliki agroindustri tersebut harus memahami cara pengelolaan keuangan perusahaan dengan baik dan dapat melakukan pembukuan keuangan perusahaan dengan baik. 2. Prasyarat implementasi Prasyarat yang harus dipenuhi oleh LKS sebelum menerapkan model ini adalah (1) sehat dalam aspek keuangan, manajemen, dan kelembagaan serta melaksanakan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. (2) Memiliki perangkat keras komputer dengan spesifikasi prosesor minimal setara Pentium III, RAM 128 MB, Harddisk 10 GB. (3) SDM mampu mengoperasikan komputer dan perangkat lunak CAP’S dengan baik. (4) LKS harus memiliki SDM yang mampu memahami dan menangani perangkat lunak CAP’S sebagai administrator yang akan selalu memperbarui data yang dibutuhkan perangkat lunak ini dalam mengevaluasi kelayakan. (5) Dialog dengan pengusaha calon mitra usaha sangat diperlukan dalam melakukan evaluasi keayakan pembiayaan usaha agar didapat titik temu yang memuaskan kedua belah pihak. Prasyarat yang diperlukan oleh pengusaha adalah memiliki akhlak yang baik berdasarkan keterangan informal yang didapat dari lingkungannya, tidak memiliki hutang usaha atau mendapatkan pembiayaan usaha lain, tidak memiliki catatan hubungan yang buruk dengan lembaga keuangan lain.
105
Tahapan
implementasi.
Tahapan
yang
Mulai
harus
dilalui untuk
dapat
menggunakan CAP’S disajikan pada Gambar 27. P R A S Y A R A T
Pengadaan perangkat keras komputer dengan prosesor minimal setara Pentium III, RAM 128, dan harddisk 10 GB Instalasi perangkat lunak CAP’S Pelatihan penggunaan dan pemeliharaan program CAP’S
Pemasukan data terbaru
Prosposal pembiayaan usaha agroindustri pepaya gunung
Evaluasi tingkat risiko pembiyaan E V A L U A S I K E L Y A K A N
Pemasukan data: Biaya investasi, biaya operasional, biaya model kerja, nisbah bagi hasil, asumsi pembiayaan
Evaluasi kelayakan finansial
Hasil evaluasi kelayakan finansial
Layak?
Tidak
Ya Selesai
Gambar 43. Tahapan implementasi SPK CAP’S.
106
IX. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Buah Pepaya Gunung (Carica pubescens) merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Buah tersebut dapat dijadikan berbagai macam produk dan salah satunya adalah manisan pepaya gunung. Proses pembuatannya cukup sederhana yang meliputi pencucian buah, pengupasan, perebusan, dan pengemasan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendirikan agroindustri pepaya gunung adalah kesulitan dalam memperoleh dana dan tingkat bunga pinjaman yang sangat memberatkan bagi pengguna dana. Pada dasarnya prinsip bank konvensional adalah selalu mendapatkan keuntungan baik pengguna dana mengalami keuntungan maupun kerugian. Investasi melalui pembiayaan syariah merupakan investasi tanpa melibatkan perhitungan bunga, tetapi berdasarkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh oleh pengguna dana. Untuk menunjang kemudahan menganalisis kelayakan perencanaan agroindustri pepaya gunung berdasarkan pembiayaan syariah maka diperlukan suatu sistem penunjang keputusan yang dapat mengevaluasi kelayakan agroindustri tersebut. Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dirancang untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan suatu agroindustri pepaya gunung. Perencanaan agroindustri ini dimulai dari penentuan lokasi potensial, penentuan risiko pembiayaan, prakiraan penjualan, dan
menganalisis
kelayakan agroindustri.
Sistem Penunjang
Keputusan
Perencanaan Agroindustri Pepaya Gunung dirancang dalam sebuah paket program komputer yang diberi nama Cap’S. Pengguna program ini adalah pengusaha atau calon pengusaha agroindustri dan lembaga keuangan syariah. Pihak-pihak yang berkaitan langsung maupun tidak
langsung
dalam
perencanaan
agroindutri
pepaya
gunung
dapat
menggunakan program ini. Pihak-pihak tersebut diantaranya kelompok petani, pengusaha agroindustri, pemerintah, investor, lembaga keuangan syariah dan peneliti.
107
Keluaran yang dihasilkan dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam memilih dan menentukan lokasi usaha yang memiliki potensi baik dari segi biaya, kondisi geografis, dan kondisi sosial budaya. Pengambil keputusan akan memperoleh gambaran mengenai kemampuan produksi agroindustri, risiko usaha, prakiraan penjualan, rencana produksi yang harus dicapai, dan analisis finansial agroindustri. Sistem ini memiliki model untuk mengevaluasi tingkat risiko pembiayaan berdasarkan penilaian pakar (expert judgement), model untuk menentukan bagi hasil berdasarkan risiko pembiayaan dan porsi modal, model untuk menentukan kelayakan finansial, model untuk memprakirakan jumlah penjualan dengan menggunakan metode regresi linier dan deret waktu, dan model untuk menentukan lokasi yang cocok untuk agroindustri pepaya gunung. Verifikasi model dilakukan pada agroindustri pepaya gunung di Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan hasil perhitungnan penentuan lokasi unggulan dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) diperoleh lokasi yang paling cocok adalah Kecamatan Wonosobo. Selain itu, lokasi lain yang patut dipertimbangkan adalah Kecamatan Kertek dan Kecamatan Selomerto. Hasil verifikasi model menunjukkan rata-rata tingkat penjualan manisan pepaya gunung dari tahun 2008 sampai 2017 dengan menggunakan metode regresi linier adalah sebanyak 2.267.750 botol dengan berat bersih 360 gram. Hasil prakiraan penjualan menunjukkan adanya peningkatan dalam penjulaan produk setiap tahunnya. Tingkat risiko pembiayaan diperoleh dari nilai rata-rata terbobot faktor risiko usaha dan risiko industri. Risiko pembiayaan yang diperoleh adalah sebesar 2,34 yang dikategorikan ke dalam risiko sedang. Bagi hasil ditentukan berdasarkan tingkat risiko pembiayaan dan porsi modal. Modal diperoleh dari lembaga keuangan syariah dan modal sendiri dengan perbandingan 50:50. Dengan menggunakan kedua faktor maka diperoleh bagi hasil untuk bank adalah sebesar 40,19 persen dari keuntungan yang diperoleh. Pada analisis kelayakan finansial, pembiayaan dengan pola syariah dibandingkan dengan pembiayaan konvensional sehingga diketahui pembiayaan yang lebih baik digunakan. Hasil verifikasi model kelayakan finansial
108
menunjukkan agorindustri pepaya gunung layak dijalankan dan diperoleh nilai BEP untuk pembiayaan syariah sebesar 199.334 botol dan 214.168 botol untuk pembiayaan konvensional. Nilai B/C ratio untuk pembiayaan syariah adalah sebesar 1,221 dan 1,270 untuk pembiayaan konvensional dengan bunga 18 persen. PBP yang diperlukan pada pembiayaan syariah adalah selama 2 tahun 1 bulan dan untuk pembiayaan konvensional adalah selama 2 tahun. Hal ini menunjukkan pembiayaan dengan pola syariah bisa diterima karena tidak beda nyata dengan pembiayaan konvensional. Analisis sensitivitas dilakukan dengan kondisi penurunan harga jual produk dan kenaikan harga BBM. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa dengan pembiayaan syariah, agroindustri pepaya gunung mempunyai titik kritis terhadap penurunan harga produk sebesar 16,875 persen sedangkan dengan pembiayaan konvensional hanya sebesar 16,25 persen, sedangkan analisis sensitivitas terhadap kenaikan BBM pembiayaan syariah mempunyai titik kritis sebesar 22 persen dan pembiayaan konvensional sebesar 21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan syariah memiliki toleransi yang lebih besar terhadap penurunan harga jual produk maupun kenaikan BBM. Hal ini disebabkan pada pembiayaan syariah bagi hasil dihitung berdasarkan laba yang diperoleh, sedangkan pada pembiayaan konvensional bunga pinjaman sudah ditetapkan dari awal.
B. Saran Diperlukan adanya pengembangan lebih lanjut model CAP’S dengan melengkapi sub model pendukung yang dapat mengakses basis pengetahuan mengenai kualitas produk, referensi konsumen, dan teknologi pengolahan alternatif. Model prakiraan penjualan dan permintaan perlu dikembangkan dengan teknik-teknik pada analisis numerik, sehingga diperoleh prakiraan penjualan yang lebih akurat. Implementasi model Cap’S memerlukan adanya pelatihan administrator yang dapat menggunakan model tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memasukkan data. Pengembangan agroindustri Pepaya Gunung memerlukan adanya SNI sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan terjadi keseragaman produk.
109
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Classification for Kingdom Plantae Down to Species Carica pubescens (A. DC.) Solms-Laub. http://plants.usda.gov/java/ ClassificationServlet? source=display&classid=CAPU39. 27 Agustus 2007. Antonio-Syafi’I, M. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani, Jakarta. Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. The Johns Hopkins University Press. Bermejo, J.E.H dan J. Leon. 1994. Neglected Crops: 1492 from a Different Perspective. Plant Production and Protection Series No. 26. FAO, Rome, Italy. p. 181–191. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/default.html. 27 Agustus 2007. Berlo, J.M.V. 1993. A Decision Support Tool for the Vegetable Processing Industry; An Integrative Approach of Market, Industry and griculture. Agricultural Systems 43 (1993) 91-109. Brown, J.G. 1994. Agroindutrial Investment and Operations. The World Bank, Washington D.C., USA. Cahyono, B. 2002. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Djohanputro, B. 2006. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Arga Putra, Jakarta. Eriyatno. 1989. Analisa Sistem Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pengan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. ----------. 1999. Ilmu Sisten : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press, Bogor. Haag, S, et al. 2004. Management Information Systems for the Information Age edisi keempat. McGraw Hill Companies, Inc., USA. Hanafi-Mamduh, M. 2006. Manajemen Risiko. Unit Penerbitan dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Hansen dan Mowen. 2006. Management Accounting. South-Western of Thomson Learning, Singapura. Hasan, A. 2005. Mata Uang Islami : Telah Komprehensif Sistem Keuangan Islami. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
110
Hendro, S. 2005. Seri Agribisnis : Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 58-65. Herjanto, E. 2006. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. PT Grasindo, Jakarta. Hidayat, S. 2001. Prospek Pepaya Gunung (Carica pubescens Lenne & K. Koch) dari Sikunang, pegunungan Dieng, Wonosobo. Prosiding Seminar Sehari : Menggali Potensi dan Meningkatkan Prospek Tanaman Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, Bogor. Husnan, S dan Suwarsono. 2000. studi kelayakan proyek. Edisi keempat. Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Indrajit, R.E. 2001. Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Elex Media Komputindo, Jakarta. Indrawanto, C. 2007. Rekayasa Model Evaluasi Kelayakan Pembiayaan Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jiaravanon, S. 2007. Masa Depan Agribisnis Indonesia: Perspektif Seorang Praktisi. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Karim, A. 2006. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kotler, P dan K.L. Keller. 2007. Marketting Management. Pearson Education, Inc., USA. Krajewski, D. et al. 1997. Aliphatic -D-Glucosides from Fruits of Carica pubescens. Phytochemistry Vol 45, No. 8, pp 1627-1631. Kusuma, Y.C. 2001. Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Agroindustri Terpadu dan Investasi Industri Tepung Tapioka. Skripsi Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kolarik, W.J. 1995. Creating Quality: Concepts, Systems, Strategies and Tools. International ed, Mc graw-Hill, New York. Leod, R.J. 1995. Sistem Informasi Manajemen: Studi Sistem Informasi Berbasis Komputer. Prenhallindo, Jakarta. Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
111
Marimin. 2003. Teknik Pengambilan Keputusan Kriteria Jamak dan Aplikasinya dalam Perumusan Kebijakan Strategi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. --------. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB Press, Bogor. -------. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumberdaya Manusia. Grasindo, Jakarta. McCown, R.L. 2002. Locating Agricultural Decision Support Systems in the Troubled Past and Socio-technical Complexity of Model for Management. Agricultural Systems 74 (2002) 11-25. Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah. Salemba Empat, Jakarta. Post, G.V. dan David L.A. 2003. Management Information Systems edisi ketiga. McGraw Hill Companies, Inc., USA. Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Santosa, S.H. 2006. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Berbasis Daging Ayam dengan Pola Syariah. Skripsi Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setijawan, E. dan Mulya E.S. 2003. Peran Perbankan Syariah dalam Pengambangan Sektor Usaha Kecil dan Mikro. Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro. IPB Press, Bogor. Soekartiwi, N. 2005. Ekonomi Rakyat: Usaha Mikro dan UKM dalam Perekonomian Indosesia. STEKPI, Jakarta. Sprague dan Barbara C.M. 2001. Information System Management in Practice. Prentice Hall Inc., USA. Thierauf, R dan R.C. Klekamp. 1975. Decision Making Through Operation Research. John Wiley & Sons Inc., USA. Tohir, K. 1981. Bercocok Tanam Pohon Buah-buahan. Praonya Paramita, Jakarta. Turban, E, et al. 2003. Introducing to Information Technology edisi kedua. John Wiley & Sons, Inc., USA. Turban, E, et al. 2005. Decision Support System and Intelligent Systems Seventh Edition. Pearson Education, Inc., New Jersey, USA.
112
Verhey, E.W.M. dan R.E. Coronel. 1997. Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 : Buah-buahan yang Dapat Dimakan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Walpole, R.E. 1998. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. PT Gramedia, Jakarta. Wibowo, E. dan Untung H.W. 2005. Mengapa Memilih Bank Syariah. Ghalia Indonesia, Bogor. Zakiyah. 2007. Standar Sistem Manajemen. SNI Valuasi volume 1 No. 3, Jakarta. Zulkifli, S. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Zikrul Hakim, Jakarta.
113
LAMPIRAN
114
Lampiran 1. Peta letak budidaya pepaya gunung dan usaha pengolahan manisan pepaya gunung di Kabupaten Wonosobo
Jawa Tengah
Keterangan: : jalan : usaha pengolahan : petani pepaya gunung
Kabupaten Wonosobo
115
Lampiran 2. Jarak lokasi dengan sumber bahan baku No
Kecamatan
1 Kejajar 2 Garung 3 Mojotengah 4 Wonosobo 5 Selomerto 6 Kertek 7 Leksono 8 Kalikajar 9 Sukoharjo 10 Sapuran 11 Kaliwiro 12 Kepil 13 Watumalang 14 Kalibawang 15 Wadaslintang Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (2006)
Jarak dengan sumber bahan baku (km) 0 9 13 17 23 25 27 29 34 35 37 40 40 45 54
Lampiran 3. Jarak lokasi dengan sumber bahan penunjang dan pusat pemasaran No
Kecamatan
1 Wonosobo 2 Mojotengah 3 Selomerto 4 Garung 5 Kertek 6 Leksono 7 Kalikajar 8 Watumalang 9 Kejajar 10 Sukoharjo 11 Sapuran 12 Kaliwiro 13 Kepil 14 Kalibawang 15 Wadaslintang Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (2006)
Jarak dengan sumber bahan penunjang (km) 0 4 6 8 8 10 12 13 17 17 18 20 23 28 37
116
Lampiran 4. Jumlah pencari kerja (job seeker) di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo No
Kecamatan
1 Kejajar 2 Kalibawang 3 Kepil 4 Garung 5 Sukoharjo 6 Sapuran 7 Mojotengah 8 Watumalang 9 Wadaslintang 10 Kalikajar 11 Kertek 12 Kaliwiro 13 Selomerto 14 Leksono 15 Wonosobo Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (2006)
Jumlah pencari kerja (orang) 138 230 303 315 339 368 425 476 511 584 698 804 958 1002 3345
Lampiran 5. Luas lahan yang tersedia di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo No Kecamatan 1 Wonosobo 2 Selomerto 3 Leksono 4 Mojotengah 5 Kalibawang 6 Garung 7 Sukoharjo 8 Kejajar 9 Kertek 10 Watumalang 11 Sapuran 12 Kalikajar 13 Kepil 14 Kaliwiro 15 Wadaslintang Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (2006)
Luas lahan (ha) 3.237,802 3.971,499 4.407,000 4.506,926 4.781,783 5.122,033 5.428,540 5.761,919 6.214,365 6.822,912 7.772,741 8.329,640 9.386,919 10.008,000 12.716,000
117
Lampiran 6. Harga lahan di 15 kecamatan Kabupaten Wonosobo No
Kecamatan
1 Watumalang 2 Kaliwiro 3 Kalibawang 4 Wadaslintang 5 Kepil 6 Sukoharjo 7 Leksono 8 Mojotengah 9 Selomerto 10 Kejajar 11 Garung 12 Sapuran 13 Kalikajar 14 Kertek 15 Wonosobo Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo (2006)
Harga lahan per m2 (Rp) 40.000 40.000 40.000 40.000 50.000 50.000 50.000 75.000 75.000 80.000 80.000 100.000 100.000 150.000 200.000
118
Lampiran 7. Penilaian pakar terhadap kriteria yang berpengaruh dalam penentuan lokasi agroindustri pepaya gunung No
Kriteria
Pakar 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Ratarata
1
Ketersediaan lahan
4
4
4
3
3
3
3
3
4
3
34
3,4
2
Harga lahan
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
35
3,5
3
Kemudahan akses dengan bahan baku
6
6
7
5
6
6
6
5
6
7
60
6
4
Kemudahan akses dengan bahan penunjang
3
3
3
4
3
3
4
4
3
4
34
3,4
5
Ketersediaan sarana transportasi
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
50
5
6
Ketersediaan sarana utilitas (air, listrik, telepon)
7
9
6
7
7
8
7
7
7
7
72
7,2
7
Ketersediaan tenaga kerja
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
50
5
8
Kondisi sosial budaya
6
7
7
6
7
6
6
7
6
7
65
6,5
9
Kemudahan akses Pemasaran
7
6
7
6
6
7
7
7
7
7
67
6,7
Skala penilaian 1 : sangat tidak penting 3 : tidak penting 5 : penting 7 : sangat penting 9 : ekstrim penting 2,4,6,8 : nilai tengah di antara dua faktor nilai penilaian di atas 119
119
Lampiran 8. Perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial penentuan lokasi unggulan Kriteria No
Kecamatan
Ketersediaan Lahan
Harga Lahan
Kemudahan akses dengan bahan baku
Kemudahan akses dengan bahan penunjang
Ketersediaan sarana transportasi
Ketersediaan sarana utilitas (listrik, air, telpon)
Ketersediaan tenaga kerja
Kondisi sosial budaya
Kemudahan akses pasar
Total
Ranking
1
Kejajar
3
2
5
3
1
1
1
4,1
3
26.914,282
6
2
Garung
2
2
5
4
4
3
2
2,8
4
31.154,479
5
3
Mojotengah
2
3
5
5
3
4
3
1,3
5
86.236,370
4
Wonosobo
1
1
4
5
5
5
5
3,3
5
168.929,175
1
5
Watumalang
4
5
1
3
1
2
3
3,8
3
8.267,209
9
6
Kertek
3
1
4
4
5
5
4
1,4
4
127.009,028
2
7
Sapuran
4
2
2
2
3
3
2
3,4
2
6.149,161
11
8
Kalikajar
4
2
3
3
4
3
4
2,6
3
7.737,110
10
9
Kepil
5
4
2
1
1
2
1
3,7
1
5.516,263
12
10
Selomerto
1
3
4
5
4
4
5
4,5
5
95.970,257
3
11
Sukoharjo
3
4
3
2
2
3
2
4
2
11.993,838
8
12
Leksono
1
4
3
4
4
3
5
4
4
26.844,253
7
13
Kaliwiro
5
5
2
2
1
2
4
2,7
2
2.504,620
13
14
Kalibawang
2
5
1
1
1
1
1
2,8
1
1.102,421
15
15
Wadaslintang
5
5
1
1
1
1
3
3,1
1
2.328,077
14
3,4
3,5
6
3,4
5
7,2
5
6,5
6,7
4
Bobot kriteria
Skala penilaian 1-5
120
120
Lampiran 9. Kuesioner evaluasi risiko pembiayaan syariah A. Evaluasi Risiko Ketersediaan Bahan Baku 1. Tingkat persaingan mendapatkan bahan baku a. Sangat rendah b. Rendah c. Sedang d. Tinggi e. Sangat tinggi 2. Kemudahan mencari bahan baku a. Sangat mudah b. mudah c. Sedang d. Sulit e. Sangat sulit B. Evaluasi Risiko Pengolahan 1. Bahan penunjang seperti botol, label kemasan, kardus a. Sangat mudah didapat b. Mudah didapat c. Cukup mudah didapat d. Sulit didapat e. Sangat sulit didapat C. Evaluasi Risiko Pemasaran 1. Biaya penjualan a. Sangat murah b. Murah c. Cukup murah d. Mahal e. Sangat mahal
121
2. Jumlah orang yang mengetahui produk manisan carica a. Sangat banyak b. Banyak c. Cukup banyak d. Sedikit e. Sangat sedikit 3. Jumlah toko, warung, supermarket, atau tempat lain untuk pemasaran manisan carica a. Sangat banyak b. Banyak c. Cukup banyak d. Sedikit e. Sangat sedikit 4. Jaringan distributor untuk pemasaran manisan carica a. Sangat banyak b. Banyak c. Cukup banyak d. Sedikit e. Sangat sedikit 5. Lingkup pemasaran manisan carica a. Sangat luas, sampai ke luar Jawa b. Luas, di pulau Jawa c. Cukup luas, Jawa tengah d. Sempit, beberapa kota di sekitar Wonosobo e. Sangat sempit, hanya di kota Wonosobo 6. Kondisi posisi tawar perusahaan a. Sangat baik, jumlah pembeli sangat banyak b. Baik, jumlah pembeli banyak c. Sedang, jumlah pembeli cukup banyak d. Kurang, jumlah pembeli sedikit e. Sangat kurang, jumlah pembeli sangat sedikit
122
D. Evaluasi Permintaan dan Penawaran Produk 1. Jumlah permintaan a. Sangat baik sepanjang tahun b. Baik c. Sedang d. Kurang e. Sangat kurang 2. Jumlah pesaing yang memproduksi manisan carica a. Sangat sedikit b. Sedikit c. Cukup banyak d. Banyak e. Sangat banyak E. Evaluasi Risiko Harga Bahan Baku 1. Kondisi fluktuasi harga bahan baku dalam sat tahun terakhir a. Sangat baik, < 5% b. Baik, 5 – 10% c. Sedang, 10 – 15% d. Kurang, 15 – 20% e. Sangat kurang, >20% 2. Jumlah penjual bahan baku a. Sangat banyak b. Banyak c. Cukup banyak d. Sedikit e. Sangat sedikit
123
F. Evaluasi Risiko Harga Produk 1. Kondisi harga jual produk manisan carica dibandingkan harga pokok produksi a. Sangat baik, harga jual / harga pokok produksi
120%
b. Baik, harga jual / harga pokok produksi 115 – 120% c. Sedang, harga jual / harga pokok produksi 110 – 115% d. Kurang, harga jual / harga pokok produksi 105 – 110% e. Sangat kurang, <105% 2. Kondisi fluktuasi harga produk manisan carica dalam satu tahun terakhir a. Sangat baik, kenaikan harga manisan carica > 20% b. Baik, kenaikan harga manisan carica 15 – 20% c. Sedang, kenaikan harga manisan carica 10 – 15% d. Kurang, kenaikan harga manisan carica 5 – 10% e. Sangat kurang, kenaikan harga manisan carica <5%
124
Lampiran 10. Investasi tetap agroindustri pepaya gunung Uraian A. Bangunan 1. Sewa bangunan
Sub total B. Investasi peralatan dan mesin 1. Pisau pengupas 2. Wadah penampung buah 3. Wadah penampung kulit 4. Alat transportasi bahan 5. Genset 6. Pemadam api 7. Kompor gas 8. Autoclave 9. Penghalau tikus 10. Clemek 11. Kursi ruang pengupasan 12. Meja pengupasan 13. Saringan 14. Kipas angin 15. Alarm kebakaran 16. Wadah perebusan 17. Pencedok 18. Pengemas plastik 19. Penutup kardus 20. Penanda expired date Sub total C. Keperluan kantor 1. Komputer 2. Fax 3. AC 4. Furnitur Sub total D. Keperluan lainnya 1. Perlengkapan toilet 2. Perlengkapan ruang istirahat 3. Perlengkapan mushola Sub total
Jumlah
1
Satuan
unit
Harga satuan (Rp)
Total (Rp)
12.
170.900.000 20 30 20 9 1 2 4 1 7 20 20 5 5 10 1 8 4 5 2 5
Buah Buah Buah Buah Unit Unit Unit Unit Unit Buah Unit Unit Buah Unit Unit Buah Buah Unit Unit Unit
10.000 50.000 10.000 300.000 10.000.000 300.000 500.000 150.000.000 500.000 20.000 50.000 100.000 50.000 300.000 1.000.000 200.000 50.000 500.000 50.000 50.000
200.000 1.500.000 200.000 2.700.000 10.000.000 600.000 2.000.000 150.000.000 3.500.000 400.000 1.000.000 500.000 250.000 3.000.000 1.000.000 1.600.000 200.000 2.500.000 100.000 250.000 181.500.000
2 1 1 1
Unit Unit Unit Unit
5.000.000 1.000.000 1.000.000 10.000.000
10.000.000 1.000.000 1.000.000 10.000.000 22.000.000
1 1 1
Unit Unit Unit
5.000.000 10.000.000 5.000.000
5.000.000 10.000.000 5.000.000 20.000.000
Total
394.400.000
125
Lampiran 11. Biaya tenaga kerja langsung dan tak langsung agroindustri pepaya gunung Jabatan
Jumlah
A. Tenaga Kerja Langsung 1. Persiapan bahan 2. Pengupasan 3. Perendaman 4. Perebusan 5. Pemasukan buah ke botol 6. Sterilisasi 7. Penggudangan Sub total B. Tenaga Kerja Tak Langsung 1. Administrator 2. Supervisor 3.Satpam Sub total Total
2 20 2 4 4 2 3
Gaji/orang/ bulan (Rp) 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000 800.000
Gaji/bulan (Rp) 1.600.000 16.000.000 1.600.000 3.200.000 3.200.000 1.600.000 2.400.000
Gaji/tahun (Rp) 19.200.000 192.000.000 19.200.000 38.400.000 38.400.000 19.200.000 28.800.000 336.000.000
2 2 3
1.500.000 2.500.000 1.200.000
3.000.000 5.000.000 3.600.000
36.000.000 60.000.000 43.200.000 139.200.000 475.200.000
Lampiran 12. Biaya bahan baku dan bahan penunjang agroindustri pepaya gunung Komponen A. Bahan Baku dan Penunjang 1. Buah pepaya gunung 2. Gula 3. CaCo3 4. Botol 5. Kardus Sub total B. Biaya Utilitas 1. Listrik 2. Air 3. Gas 4. Telepon Sub total Total
Kebutuhan per tahun
Harga per unit (Rp)
Biaya per tahun (Rp)
195.000 45.000 18.000 600.000 51.000
8.000 7.000 1.000 1.000 500
1.560.000.000 315.000.000 18.000.000 600.000.000 25.500.000 2.518.500.000
36.000 1.200 192
500 600 60.000
18.000.000 720.000 11.520.000 12.000.000 42.240.000 2.560.740.000
126
Lampiran 13. Nilai, nilai sisa, asuransi, pemeliharaan, dan penyusutan investasi tetap agroindustri pepaya gunung Nilai (000)
Nilai sisa (000)
300
60.000
60.000
1
100.000
Pisau pengupas
20
Wadah penampung buah Wadah penampung kulit
Penyusutan tahun ke-
Asuransi (000)
Pemeli haraan (000)
0
1.200
3.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
50.000
50.000
2.000
5.000
9.090.909
8.181.818
7.272.727
6.363.636
5.454.545
4.545.455
3.636.364
2.727.273
1.818.182
909.091
200
0
0
0
0
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
30
1.500
0
0
0
0
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
20
200
0
0
0
0
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Alat transportasi bahan
9
2.700
1.350
1.350
54
135
245.455
220.909
196.364
171.818
147.273
122.727
98.182
73.636
49.091
24.545
Genset
1
10.000
1.000
9.000
200
500
1.636.364
1.472.727
1.309.091
1.145.455
981.818
818.182
654.545
490.909
327.273
163.636
Pemadam api
2
600
60
540
12
0
98.182
88.364
78.545
68.727
58.909
49.091
39.273
29.455
19.636
9.818
Kompor gas
4
2.000
200
1.800
40
100
327.273
294.545
261.818
229.091
196.364
163.636
130.909
98.182
65.455
32.727
Autoclave
1
150.000
15.000
135.000
3.000
7.500
24.545.455
22.090.909
19.636.364
17.181.818
14.727.273
12.272.727
9.818.182
7.363.636
4.909.091
2.454.545
Penghalau tikus
7
3.500
350
3.150
70
175
572.727
515.455
458.182
400.909
343.636
286.364
229.091
171.818
114.545
57.273
Clemek
20
400
0
0
0
0
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
400.000
Kursi ruang pengupasan
40
2.000
200
1.800
0
0
327.273
294.545
261.818
229.091
196.364
163.636
130.909
98.182
65.455
32.727
Meja pengupasan
5
500
50
450
10
0
81.818
73.636
65.455
57.273
49.091
40.909
32.727
24.545
16.364
8.182
Saringan
5
250
0
0
0
0
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
250.000
10
3.000
300
2.700
60
150
490.909
441.818
392.727
343.636
294.545
245.455
196.364
147.273
98.182
49.091
Nama
Jumlah
BV (000)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Investasi bangunan Tanah Bangunan produksi
Investasi Peralatan
Kipas angin
127
127
Alarm kebakaran
1
1.000
100
900
20
0
163.636
147.273
130.909
114.545
98.182
81.818
65.455
49.091
32.727
16.364
Wadah perebusan
8
1.600
160
1.440
32
80
261.818
235.636
209.455
183.273
157.091
130.909
104.727
78.545
52.364
26.182
Pencedok
4
200
0
0
0
0
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Pengemas plastik
5
2.500
250
2.250
50
125
409.091
368.182
327.273
286.364
245.455
204.545
163.636
122.727
81.818
40.909
Penutup kardus
2
100
0
100
0
5
18.182
16.364
14.545
12.727
10.909
9.091
7.273
5.455
3.636
1.818
Penanda expired date
5
250
0
250
0
12
45.455
40.909
36.364
31.818
27.273
22.727
18.182
13.636
9.091
4.545
Komputer
2
10.000
1.000
9.000
200
0
1.636.364
1.472.727
1.309.091
1.145.455
981.818
818.182
654.545
490.909
327.273
163.636
Fax
1
1.000
100
900
20
50
163.636
147.273
130.909
114.545
98.182
81.818
65.455
49.091
32.727
16.364
AC
1
1.000
100
900
20
50
163.636
147.273
130.909
114.545
98.182
81.818
65.455
49.091
32.727
16.364
Furnitur
1
10.000
1.000
9.000
200
0
1.636.364
1.472.727
1.309.091
1.145.455
981.818
818.182
654.545
490.909
327.273
163.636
Perlengkapan toilet
1
5.000
500
4.500
100
0
818.182
736.364
654.545
572.727
490.909
409.091
327.273
245.455
163.636
81.818
Perlengkapan ruang istirahat
1
10.000
1.000
9.000
200
0
1.636.364
1.472.727
1.309.091
1.145.455
981.818
818.182
654.545
490.909
327.273
163.636
Perlengkapan mushola
1
5.000
500
4.500
100
0
818.182
736.364
654.545
572.727
490.909
409.091
327.273
245.455
163.636
81.818
7.588
16.882,5
47.937.273
43.418.545
38.899.818
34.381.091
29.862.364
25.343.636
20.824.909
16.306.182
11.787.455
7.268.727
Keperluan kantor
Keperluan lainnya
Total
128
128
Lampiran 14. Biaya operasional agroindustri pepaya gunung Tahun keKomponen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Biaya tetap 1. Tenaga kerja tak langsung
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
139.200.000
47.937.273
43.418.545
38.899.818
34.381.091
29.862.364
25.343.636
20.824.909
16.306.182
11.787.455
7.268.727
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
7.588.000
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
16.882.500
5. Angsuran pokok
166.052.000
166.052.000
166.052.000
166.052.000
166.052.000
0
0
0
0
0
Sub total
377.659.773
373.141.045
368.622.318
364.103.591
359.584.864
189.014.136
184.495.409
179.976.682
175.457.955
170.939.227
1.500.000.000
1.593.750.000
1.781.250.000
1.875.000.000
1.875.000.000
1.875.000.000
1.875.000.000
1.875.000.000
1.875.000.000
1.875.000.000
14.400.000
15.300.000
17.100.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
3. Bahan kemasan
500.400.000
531.675.000
594.225.000
625.500.000
625.500.000
625.500.000
625.500.000
625.500.000
625.500.000
625.500.000
4. Tenaga kerja langsung
2. Depresiasi 3. Asuransi 4. Pemeliharaan
B. Biaya variabel 1. Bahan baku 2. Bahan penunjang
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
336.000.000
5. Utilitas
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
42.240.000
Sub total
2.393.040.000
2.518.965.000
2.770.815.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
Total
2.770.699.773
2.892.106.045
3.139.437.318
3.260.843.591
3.256.324.864
3.085.754.136
3.081.235.409
3.076.716.682
3.072.197.955
3.067.679.227
129
129
Lampiran 15. Laporan rugi-laba agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah Uraian
Tahun ke
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
470.400
570.360
627.043
650.704
620.535
619.027
618.951
618.948
618.947
606.947
2. Tingkat keberhasilan produksi
98
98
98
98
98
98
98
98
98
98
3. Kapasitas produksi
80
85
95
100
100
100
100
100
100
100
4. Persentase terjual
85
88
90
95
95
95
95
95
95
95
399.840
501.917
564.339
618.169
589.508
588.075
588.004
588.000
600.000
600.000
70.560
68.443
62.704
32.535
31.027
30.951
30.948
30.947
18.947
6.947
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
3.198.720.000
4.015.334.400
4.514.711.040
4.945.352.832
4.716.067.642
4.704.603.382
4.704.030.169
4.704.001.508
4.800.000.000
4.800.000.000
401.659.773
397.141.045
392.622.318
388.103.591
383.584.864
213.014.136
208.495.409
203.976.682
199.457.955
194.939.227
2.393.040.000
2.518.965.000
2.770.815.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
5.644.800
5.475.456
5.016.346
2.602.817
2.482.141
2.476.107
2.475.805
2.475.790
1.515.790
555.790
2.800.344.573
2.921.581.501
3.168.453.664
3.287.446.408
3.282.807.005
3.112.230.243
3.107.711.214
3.103.192.472
3.097.713.745
3.092.235.018
30.973.715.843
398.375.427
1.093.752.899
1.346.257.376
1.657.906.424
1.433.260.637
1.592.373.139
1.596.318.955
1.600.809.036
1.702.286.255
1.707.764.982
14.129.105.130
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pajak penghasilan
102.012.628
310.625.870
386.377.213
479.871.927
412.478.191
460.211.942
461.395.686
462.742.711
493.185.877
494.829.495
4.063.731.539
Laba setelah pajak
296.362.799
783.127.029
959.880.163
1.178.034.497
1.020.782.446
1.132.161.197
1.134.923.268
1.138.066.325
1.209.100.379
1.212.935.488
7.409.070
19.578.176
23.997.004
29.450.862
25.519.561
28.304.030
28.373.082
28.451.658
30.227.509
30.323.387
Laba setelah zakat
288.953.729
763.548.853
935.883.159
1.148.583.634
995.262.885
1.103.857.167
1.106.550.187
1.109.614.667
1.178.872.869
1.182.612.101
Bagi hasil
116.014.922
306.564.865
375.757.088
461.156.329
399.598.048
0
0
0
0
0
1.659.091.253
Laba bersih
172.938.807
456.983.989
560.126.071
687.427.305
595.664.837
1.103.857.167
1.106.550.187
1.109.614.667
1.178.872.869
1.182.612.101
8.154.647.999
A. Penerimaan 1. Jumlah produk
5. Total produk terjual 6. Sisa produk 7. Harga produk Total penerimaan B. Pengeluaran 1. Biaya tetap 2. Biaya variabel 3. Biaya penyimpanan Total pengeluaran Laba operasional Bunga
Zakat
251.634.340
130
130
Lampiran 16. Arus kas agroindustri pepaya gunung dengan pembiayaan syariah Uraian
Tahun ke 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Kas Masuk 1. Nilai produksi
0
3.763.200.000
3.998.400.000
4.468.800.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
2. Nilai sisa
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
133.220.000
3. Pinjaman
830.260.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4. Modal sendiri
830.260.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.660.520.000
3.763.200.000
3.998.400.000
4.468.800.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.837.220.000
1.660.520.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya tetap
0
401.659.773
397.141.045
392.622.318
388.103.591
383.584.864
213.014.136
208.495.409
203.976.682
199.457.955
194.939.227
3. Biaya variabel
0
2.393.040.000
2.518.965.000
2.770.815.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
4. Bagi hasil
0
116.014.922
306.564.865
375.757.088
461.156.329
399.598.048
0
0
0
0
0
1.660.520.000
2.910.714.695
3.222.670.910
3.539.194.407
3.745.999.920
3.679.922.912
3.109.754.136
3.105.235.409
3.100.716.682
3.096.197.955
3.091.679.227
Kas bersih
0
852.485.305
775.729.090
929.605.593
958.000.080
1.024.077.088
1.594.245.864
1.598.764.591
1.603.283.318
1.607.802.045
1.745.540.773
Kas awal tahun
0
0
852.485.305
1.628.214.395
2.557.819.988
3.515.820.068
4.539.897.156
6.134.143.020
7.732.907.611
9.336.190.929
10.943.992.975
Kas akhir tahun
0
852.485.305
1.628.214.395
2.557.819.988
3.515.820.068
4.539.897.156
6.134.143.020
7.732.907.611
9.336.190.929
10.943.992.975
12.689.533.747
Total kas masuk B. Kas Keluar 1. Biaya investasi
Total kas keluar
131
131
Lampiran 17. Laporan Laba Rugi Agroindutri Pepaya gunung dengan Pembiayaan Konvensional Uraian
Tahun ke 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
10
A. Penerimaan 1. Jumlah produk
470.400
570.360
627.043
650.704
620.535
619.027
618.951
618.948
618.947
606.947
2. Tingkat keberhasilan produksi
98
98
98
98
98
98
98
98
98
98
3. Kapasitas produksi
80
85
95
100
100
100
100
100
100
100
4. Persentase terjual
85
88
90
95
95
95
95
95
95
95
399.840
501.917
564.339
618.169
589.508
588.075
588.004
588.000
600.000
600.000
70.560
68.443
62.704
32.535
31.027
30.951
30.948
30.947
18.947
6.947
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
8.000
3.198.720.000
4.015.334.400
4.514.711.040
4.945.352.832
4.716.067.642
4.704.603.382
4.704.030.169
4.704.001.508
4.800.000.000
4.800.000.000
431.549.133
427.030.405
422.511.678
417.992.951
413.474.224
213.014.136
208.495.409
203.976.682
199.457.955
194.939.227
2.393.040.000
2.518.965.000
2.770.815.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
5.644.800
5.475.456
5.016.346
2.602.817
2.482.141
2.476.107
2.475.805
2.475.790
1.515.790
555.790
2.830.233.933
2.951.470.861
3.198.343.024
3.317.335.768
3.312.696.365
3.112.230.243
3.107.711.214
3.103.192.472
3.097.713.745
3.092.235.018
31.123.162.643
Laba operasional
368.486.067
1.063.863.539
1.316.368.016
1.628.017.064
1.403.371.277
1.592.373.139
1.596.318.955
1.600.809.036
1.702.286.255
1.707.764.982
13.979.658.330
Bunga
176.347.224
141.077.779
105.808.334
70.538.890
35.269.445
0
0
0
0
0
529.041.672
Laba sebelum pajak
192.138.843
922.785.759
1.210.559.682
1.557.478.174
1.368.101.832
1.592.373.139
1.596.318.955
1.600.809.036
1.702.286.255
1.707.764.982
40.141.653
259.335.728
345.667.905
449.743.452
392.930.550
460.211.942
461.395.686
462.742.711
493.185.877
494.829.495
5. Total produk terjual 6. Sisa produk 7. Harga produk Total penerimaan
45.102.820.973
B. Pengeluaran 1. Biaya tetap 2. Biaya variabel 3. Biaya penyimpanan Total pengeluaran
Pajak penghasilan Bagi hasil Laba bersih
3.860.184.997
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
151.997.190
663.450.032
864.891.777
1.107.734.722
975.171.283
1.132.161.197
1.134.923.268
1.138.066.325
1.209.100.379
1.212.935.488
9.590.431.661
132
132
Lampiran 18. Arus Kas Agroindustri Pepaya gunung dengan Pembiayaan Konvensional Uraian
Tahun ke 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Kas Masuk 1. Nilai produksi
0
3.763.200.000
3.998.400.000
4.468.800.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
2. Nilai sisa
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
133.220.000
3. Pinjaman
830.260.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4. Modal sendiri
830.260.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.660.520.000
3.763.200.000
3.998.400.000
4.468.800.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.704.000.000
4.837.220.000
1.660.520.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2. Biaya tetap
0
431.549.133
427.030.405
422.511.678
417.992.951
413.474.224
213.014.136
208.495.409
203.976.682
199.457.955
194.939.227
3. Biaya variabel
0
2.393.040.000
2.518.965.000
2.770.815.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
2.896.740.000
4. Bunga
0
176.347.224
141.077.779
105.808.334
70.538.890
35.269.445
0
0
0
0
0
1.660.520.000
3.000.936.357
3.087.073.185
3.299.135.013
3.385.271.841
3.345.483.668
3.109.754.136
3.105.235.409
3.100.716.682
3.096.197.955
3.091.679.227
Kas bersih
0
762.263.643
911.326.815
1.169.664.987
1.318.728.159
1.358.516.332
1.594.245.864
1.598.764.591
1.603.283.318
1.607.802.045
1.745.540.773
Kas awal tahun
0
0
762.263.643
1.673.590.459
2.843.255.446
4.161.983.606
5.520.499.937
7.114.745.801
8.713.510.392
10.316.793.710
11.924.595.755
Kas akhir tahun
0
762.263.643
1.673.590.459
2.843.255.446
4.161.983.606
5.520.499.937
7.114.745.801
8.713.510.392
10.316.793.710
11.924.595.755
13.670.136.528
Total kas masuk B. Kas Keluar 1. Biaya investasi
Total kas keluar
133
133