Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik disusun
Dr. Ir. Sapto Priyadi, MP.
Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillaah penulis panjatkan kehadirat Allaah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan menyusun Modul Perkuliahan Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik. Modul perkuliahan ini diselesaikan dalam rangka mencari Karunia dan Ridha Allaah semata dan sebagai tanggung jawab sebagai tenaga pendidik, karena dengan bertambahnya ilmu (tholabul ‘ilmi) maka cahaya akan datang menerangi. i
Modul perkuliahan ini disusun untuk kalangan sendiri, sebagai bahan ajar di Program Studi Agroteknologi dan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan – Surakarta. Dengan segala keterbatasan Penulis, Modul perkuliahan ini tersusun dari studi referensi, hasil kajian lapang dan pengalaman Penulis sebagai Team Penjaminan Mutu dengan bekal pelatihan yang pernah dijalani di tingkat regional maupun nasional. Terkait dengan perihal tersebut, masukkan yang kontruktif untuk perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan. Semoga modul perkuliahan ini bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati mutu pangan segar asal tanaman (pangan organik). Penulis hanya bisa berdo’a untuk antum semuanya ”jazakumullaahu khairan katsiran wa baarakallaahu fikum wa salaamun ‘alaikum”.
Surakarta, 12 April 2015 Penulis.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Halaman i i i
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
I. II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
ii iv
PENDAHULUAN 1 SISTEM PENJAMINAN MUTU 2 2.1. Penjaminan Mutu 2 2.2. Kisaran Mutu 2.3. Standarisasi Mutu SISTEM PERTANIAN ORGANIK 3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik 3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik 3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida 3.4. Sistem Pangan Organik 3.5. Prinsip-prinsip Produksi Pangan Organik SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK 4.1. Pengawasan Mutu 4.1.1. Analisis Input 4.1.2. Good Agricultural Practices 4.1.3. Good Handing Practices 4.1.4. Inspeksi 4.2. Sistem Keamanan Pangan Organik 4.2.1. Keamanan Pangan 4.2.2. Penjaminan Mutu Pangan melalui HACCP REGISTRASI LAHAN USAHA 5.1. Ruang Lingkup dan Definisi 5.2. Proses Registrasi Kebun/Lahan Usaha 5.2.1. Permohonan 5.2.2. Verifikasi Dokumen 5.2.3. Penilaian 5.2.4. Hasil Penilaian 5.3. Praktek Kriteria Penilaian Registrasi Kebun/Lahan Usaha PENJAMINAN MUTU PANGAN SEGAR ASAL TANAMAN 6.1. Kerangka Pikir 6.2. Istilah dan Definisi 6.3. Keamanan Pangan Segar Asal Tanaman SERTIFIKASI PANGAN ORGANIK INDONESIA 7.1. Istilah dan Definisi 7.2. Persyaratan Manajemen 7.3. Sistem Sertifikasi REFERENSI
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman Format penomoran Registrasi Lahan Usaha Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik SOP – Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik SOP – Proses alur penyiapan benih pada budidaya buncis organik SOP – Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik SOP – Proses alur pemeliharaan tanaman pada budidaya buncis organik SOP – Proses alur pengelolaan kesuburan tanah pada budidaya buncis organik SOP – Proses alur Pengendalian OPT pada budidaya buncis organik SOP – Proses alur panen dan pascapanen buncis organik Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi organik SOP – Sistem sertifikasi pangan organik
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
15
iv
I.
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan pertanian dan industri menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama terhadap kualitas sumber daya lahan agroekologi pada umumnya. Pencemaran logam berat pada lahan pertanian merupakan masalah lingkungan, yang dapat mengurangi produksi tanaman, keamanan produk sebagai pangan dan pakan. Environmental Protection Agency (EPA) menyusun ”top-20” B3 antara lain logam berat As, Pb, Hg, Cd, Cu, Cr, Co, Mn dan Ni. Bahan-bahan agrokimia (pupuk, pestisida, herbisida) dan limbah industri mengandung logam berat yang dapat menurunkan kualitas sumber daya alam dan produktivitas lahan pertanian. Peningkatan produksi pangan terjadi setelah petani di berbagai belahan dunia menggunakan varietasvarietas baru secara luas, pemakaian agrokimia dalam dalam usaha taninya. Namun akhir-akhir ini makin disadari bahwasanya budidaya yang intensif dan pemakaian agrokimia yang berlebihan dapat mengurangi kapasitas lingkungan mendukung usaha produksi pertanian secara kontinyu, dan mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Beberapa konsekwensi yang mungkin terjadi dengan adanya penerapan teknik budidaya yang tidak tepat dan pemakaian agrokimia secara berlebihan: o Pencemaran air tanah, air permukaan dan sedimen. o Membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan. o Pengaruh negatif pada mutu dan keamanan pangan. o Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural). o Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya. o Meningkatnya daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida. o Merosotnya daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik. o Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (non-renewable natural resources). o Resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian. Untuk meminimalisasi dampak negatif produksi pertanian terhadap lingkungan maka dilakukan pendekatan-pendekatan yang ditujukan untuk mempertahankan produktivitas, stabilitas dan keberlangsungan sistem pertanian dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan implikasi pada kesehatan manusia. Salah satu alternatif dalam sistem pertanian berkelanjutan adalah pertanian organik, yang menekankan pada penggunaan sebagian atau seluruhnya bahan-bahan organik atau mahluk hidup sebagai sarana produksi. Pelaksanaan Sistem Pertanian Organik berpedoman pada SNI Sistem Pangan Organik, dengan tujuan: memberikan penjaminan dan perlindungan kepada masyarakat dari peredaran produk organik yang tidak memenuhi persyaratan; memberikan kepastian usaha bagi produsen produk organik; membangun sistem produksi pertanian organik yang kredibel dan mampu telusur; memelihara ekosistem sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan; dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian.
II. SISTEM PENJAMINAN MUTU Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami sistem penjaminan mutu dalam rangka good agricultural practices Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan penjaminan mutu dalam rangka penerapan good agricultural practices • Mahasiswa dapat menjelaskan kisaran mutu • Mahasiswa dapat menjelaskan standarisasi mutu
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
v
2.1. Penjaminan Mutu Mutu adalah sifat-sifat yang dimiliki suatu benda yang secara keseluruhan memberi rasa puas kepada penerima atau pengguna karena sesiuai atau melebihi apa yang dibutuhkan atau yang diharapkannya. Sehingga diperlukan usaha mengidentifikasi apa kebutuhan penerima atau pengguna serta upaya untuk memenuhi harapan. Pengertian lain, mutu adalah cocok atau layak untuk digunakan, dapat memenuhi kebutuhan/keinginan pelanggan. Mutu memiliki peran penting untuk pertumbuhan suatu usaha, peningkatan daya saing dan untuk pertanian berkelanjutan. Mutu dapat dikendalikan melalui pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bilamana terdapat penyimpangan. Penjaminan mutu pangan organik, merupakan tindakan penyesuaian dengan regulasi SNI 6729:2010 tentang sistem pangan organik. Strategi penjamian mutu: 1) penetapan standar sebagai pedoman penjaminan mutu pangan/produk organik, 2) adanya komitmen untuk menjalankan, sehingga perlunya pemahaman standar sebagai ilmu pengetahuan, 3) menjalankan mekanisme kerja penjaminan mutu dan 4) peningkatan mutu berkelanjutan untuk memperoleh pengakuan di dalam maupun di luar negeri. Sistem jaminan mutu untuk pangan berorientasi pada: ISO (SNI ISO 2200:2009 tentang sistem manajemen keamanan pangan – persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan), GAP/GFP (good agricultural practice/good farming practice), GHP (good handling practice), GMP (good manufacturing practice), HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau dikenal dengan analisis bahaya dan penentuan titik kritis, merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penyebaran bahaya yang terkandung dalam bahan pangan. Dewasa ini di berapa negara telah menerapkan HACCP, sebagai acuan atau standar internasional untuk pengawasan mutu dan keamanan pangan. Penjaminan mutu artinya menjamin kesesuaian dengan standar/pedoman sebagai ketetapan yang berlaku. Penjaminan mutu, pada prinsipnya menggunakan metode yang sama dengan pengendalian mutu. Pada konsep penjaminan mutu, pemeriksaan dan pengujian tidak hanya dilakukan di akhir proses saja, tetapi dilakukan sejak dari awal proses. Konsep tersebut memungkinkan untuk dilakukannya deteksi lebih dini dari kemungkinan yang timbul (di awal, pertengahan maupun akhir proses). Pada konsep penjaminan mutu apabila dari hasil pemeriksaan dan pengujian ditemukan masalah, maka tindakan koreksi atau perbaikan, serta analisa terhadap akar penyebab permasalahan. Hasil analisa dapat digunakan sebagai dasar dari tindakan pencegahan agar masalah tersebut tidak terulang lagi. Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu pada dasarnya merupakan sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir proses produksi. Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. 2.2. Kisaran mutu Standar Nasional Indonesia (SNI)/SNI-ISO/HACCP, merupakan Base line sebagai batas mutu yang harus dicapai (pemenuhan persyaratan mutu). Keadaan mutu di atas base line merupakan daerah mutu dalam kerangka peningkatan mutu berkelanjutan (bermutu/mutu tinggi), sedangkan keadaan mutu di bawah base line merupakan daerah off-grade. Standar Nasional Indonesia dirumuskan atas dasar prinsip: 1. Openness, terbuka bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam proses perumusan standar melalui jalur Panitia Teknis atau anggota Masyarakat Standarisasi 2. Transparency, Prosesnya dapat diikuti secara transparan melalui media 3. Consensus and impartiality, Pelaksanaannya melalui konsensus nasional dan tidak memihak 4. Effectiveness and relevance, Standar dibuat sesuai kebutuhan pasar, hasilnya harus efektif dipakai untuk fasilitasi perdagangan 5. Coherence, SNI dibuat dgn memperhatikan keberadaan standar internasional, sebaiknya harmonis dengan standar internasional 6. Development dimension, memberikan kesempatan kepada stakeholder (termasuk UKM dan daerah) untuk berpartisipasi dalam mengembangkan perumusan SNI. 2.3. Standarisasi Mutu Standar adalah Spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. Standardisasi adalah proses merumuskan,
Sistem
vi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
menetapkan, menerapkan dan merevisi standar di bidang pertanian yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak. Tujuan dari sistem standarisasi mutu adalah: untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pertanian yang dapat meningkatkan efisiensi nasional dan menunjang program keterkaitan dengan sektor lain. Kegiatan yang terkait dengan standarisasi diantaranya mencakup pemberlakuan standar, akreditasi, sertifikasi, metrology, dan pemberian pengawasan dan pembinaan penerapan standar. Dalam penerapannya, standarisasi mencakup pemberlakuan standarisasi dalam 5 ruang lingkup yaitu: 1. Pemberlakuan standar 2. Penerapan standar 3. Penerapan akreditasi 4. Penerapan sertifikasi 5. Pengawasan standarisasi. Tujuan penerapan standar 1. Terwujudnya jaminan mutu komoditas dan produk, peningkatan produktifitas, daya guna, hasil guna serta perlindungan konsumen dalam hal keamanan, keselamatan, kesehatan dll. 2. Untuk mewujudkan jaminan bagi pihak yang memerlukan sertifikasi. 3. Terwujudnya kepercayaan pelanggan dan pihak lain yang terkait, bahwa organisasi, individu, komoditas yang diberikan selalu memenuhi persyaratan. 4. Terwujudnya citra Indonesia di mata Internasional dalam system perdagangan yang jujur dan mendukung system jaminan mutu. 5. Terwujudnya kebenaran hasil pengakuan dan pengujian. Tegaknya standar harus didukung oleh stakeholder yaitu: 1. Pemerintah 2. Organisasi profesi 3. Produsen 4. Konsumen 5. Lembaga sertifikasi dan laboratorium. Akreditasi Tujuan: 1. Untuk memberi jaminan terhadap penerapan organisasi. 2. Mewujudkan suatu system/prosedur perumusan dan penerapan standar yang baku secara nasional. 3. Untuk meningkatkan peran swasta dalam penerapan SNI. 4. Untuk mengembangkan system sertifikasi dan standar mutu. 5. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan hasil produk. Sertifikasi 1. Untuk meningkatkan kepercayaan secara nasional dan internasional 2. Untuk meningkatkan eksport 3. Memberikan jaminan mutu terhadap komoditas, barang dan jasa. Kegiatan sertifikasi 1. Sertifikasi sistem manjamen mutu 2. Sertifikasi produk 3. Sertifikasi Inspeksi teknis (pengemasan) 4. Sertifikasi pelatihan 5. Sertifikasi hasil uji 6. Sertifikasi sistem manajemen lingkungan 7. Sertifikasi personil
Sistem
vii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
III. SITEM PERTANIAN ORGANIK Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami sistem pertanian organik dalam rangka good agricultural practices Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan regulasi sistem pertanian organik • Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan keuntungan pertanian organik • Mahasiswa dapat menjelaskan pertanian organik dan residu pestisida • sistem pangan organik prinsip-prinsip produksi pangan organik
Standar nasional Indonesia (SNI 6729:2010) mendefinisikan pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan. Sistem produksi pangan organik didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara social, ekologi maupun ekonomi dan etika. Pertanian organik didasarkan pada pengunaan bahan input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Prakatek pertanian organik tidak dapat menjamin bahw aproduk yang dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena aadanya polusi lingkungan secaara umum seperti cemaran udara, tanah dan air, nemaun beberapa cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi lingkungan. Untuk menjaga integritas produk pertanian organik, operator, pengolah dan pedagang pangan organik harus mengacu pada standar ini. Tujuan utama pertanian organik, untuk mengoptimalkan peroduktivitas komunitas organisme di ytanah, tumbuhan, hewan dan manusia yang saling tergantung satu sama lainnya. Sistem petanian orgaik adalah sistem manajemen produksi yan gholistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologin tanah. Pertanian organik menenkankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dan limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan memepertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintetis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem. Pangan organik berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan peergiliran tanaman, penglolaan air, pengelolaan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati. Kesuburan tanah dijaga dan ditingkatkan melalui suatu sistem yang optimal aktivitas biologi tanah dan keadaan fisik serta mineral tanah yang bertujuan untuk menyediakan suplai nutrisi yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan ternak ssrta untuk melindungi sumberdaya tanah.produksi harus berkesinambungan dengan menempatkan daur ulang nutrisi tumbuhan sebagai bagian penting dari strategi penyuburan tanah. Manajemen hama dan penyakit dilakukan dengan merangsang adanya ubungan seimbang antara inang dengan predator, peningkatan populasi serangga yang menguntungkan, pengendalian biologi dan kultural serta pembuangan secara mekanis hama maupun bagian tumbuhan yang terinfeksi. Organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pangan organik dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik organik yang telah terakreditasi. Produk Organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan organik termasuk bahan baku pangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk non pangan). Produk Tanaman adalah semua hasil yang berasal dari tanaman yang masih segar dan tidak mengalami proses pengolahan (No. 64/Permentan/OT.140/5/2013). Suatu sistem produksi pangan organik dirancang untuk: 1) Mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan. 2) Meningkatkan aktivitas biologis tanah. 3) Menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang. Sistem
viii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
4) 5) 6) 7)
Mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi Ke lahan sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Mengandalkan sumberdaya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian yang dikelola secara lokal. Mempromosikan penggunaan tanah, air dan udara secara sehat, serta meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan oleh praktek-praktek pertanian. Menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang hati-hati (CPPB = cara pengolahan pangan yang baik) untuk menjaga integritas organik dan mutu produk pada seluruh tahapan, dan bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian yang ada melalui suatu periode konversi, yang lama waktunya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah penggunaan lahan serta jenis tanaman yang akan diproduksi.
3.1. Regulasi Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian organik, dalam hal ini sistem budidaya tanaman organik di Indonesia sebagai salah satu sistem budidaya tanaman berlandaskan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan berkaitan dengan undang-undang lainnya seperti Undang-undang no. 7 tahun 1996 tentang pangan dan Undang-undang no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Tentunya peraturan perundangan sebagai pelaksanaan dari undang-undang yang berkaitan dengan sistem budidaya tanaman seperti Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, Keputusan Menteri nomor 517/Kpts/TP.2770/9/2002 dan lain lain, juga harus diperhatikan dalam budidaya pertanian organik. Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ada di Departemen Pertanian mengacu pada standar yang berlaku secara internasional dan undang-undang yang berlaku telah menyusun standar nasional sistem pangan organik, yang didalamnya termasuk tatacara melaksanakan pertanian organik yang sesuai dengan standar. Standar pangan organik yang terdapat pada SNI 6729:2010 merupakan acuan hukum yang harus dipakai para produsen pangan organik dalam memproduksi produk pangan organik. SNI 6729:2010 merupakan revisi dari SNI 0167292002. Revisi yang terdapat pada SNI 6729:2010 ini meliputi: 1) pelabelan transisi dihilangkan; dan 2) bahan yang diperbolehkan, dibatasi dan dilarang digunakan dalam produksi pangan organik disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan ketentuan yang berlaku. Saat ini masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia non-alami, seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis serta hormon tumbuh, dalam produksi pertanian ternyata menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Kesadaran masyarakat ini mendorong produsen pangan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen seperti aman dikonsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (ecolabelling attributes). Produk pangan yang memiliki ketiga atribut tersebut adalah produk yang dihasilkan dari sistem pertanian organik. Standar Nasional Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI)-6729-2010 tentang Sistem Pangan Organik. SNI Sistem Pangan Organik mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999, Guidelines for the production, processing, labeling and marketing of organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia, ke dalam bahasa Indonesia. 3.2. Pengertian dan Keuntungan Pertanian Organik Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain: o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO = genetically modified organisms). o Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis. Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan residu tanaman, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam makanan ternak.
Sistem
ix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Sejumlah keuntungan yang dapat diperoleh dari aktivitas pertanian organik meliputi: o Dihasilkannya makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat; o Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani; o Meningkatnya pendapatan petani; o Minimalnya semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian; o Meningkat dan terjaganya produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang; o Terpeliharanya kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan; o Terciptanya lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di perdesaan. o Meningkatnya daya saing produk agribisnis secara berkelanjutan. 3.3. Pertanian Organik dan Residu Pestisida Sesuai dengan persyaratan budidaya pertanian organik yang ditetapkan untuk menghasilkan produk pangan organik, maka sudah bisa dipastikan bahwa produk pangan organik akan mengandung residu pestisida yang minimal, walaupun tidak dapat dipastikan tidak ada sama sekali, karena masih terdapat kemungkinan tercemar oleh pemakaian atau residu dari lingkungan selama proses produksi, panen, pengangkutan dan pengolahan. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk mengurangi polusi dari udara, tanah dan air. Pekerja, pengolah dan pedagang pangan organik harus patuh pada standar untuk menjaga integritas produk pertanian organik. Petani yang menerapkan metode pertanian organik harus menguasai teknik-teknik yang memungkinkan terbentuknya ekosistem baru serta berkelanjutan, mendukung aliran energi secara alami sesuai dengan cara kerja alam. Untuk itu perlu diketahui beberapa hal tentang: o Tanaman yang dapat tumbuh berdekatan o Tanaman dan bakteri yang dapat mengikat nitrogen o Tanaman yang baik bila ditanam berurutan o Bagaimana benalu dan hama bisa teratasi secara alami o Bagaimana nitrogen dapat dipisahkan dari pupuk dan buangan limbah rumah tangga o Bagaimana menjaga agar hama dan penyakit tanaman tetap seimbang di alam Kurangnya pengetahuan dan penerapan teknik penyuburan tanah ataupun pengendalian hama dan penyakit tanaman secara biologi yang tidak terkontrol dapat menimbulkan kemungkinan dampak negatif antara lain: o Introduksi mikroorganisme sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman atau sebagai mediator penyerbukan, apalagi dalam jumlah besar mengandung kemungkinan berubah preferensi sehingga berbahaya bagi tanaman maupun manusia o Penggunaan sejumlah bahan organik atau mineral untuk perbaikan kesuburan tanah, bila dilakukan terus menerus dalam jumlah besar, dapat merubah keseimbangan ekologis tanah dan berakibat penurunan kualitas lingkungan tumbuh tanaman. 3.4. Sistem Pangan Organik Pangan organik adalah salah satu jenis produk pangan, sebagai salah satu jenis pangan maka sistem keamanan pangan pada produk organik juga menjadi hal yang sangat penting mengingat produk organik dikenal sebagai produk yang aman, sehat, dan berkualitas tinggi. Standar sistem pangan organik di Indonesia lebih spesifik daripada standar kemanan pangan pada umumnya. Standar sistem pangan organik mengacu pada SNI 6729:2010 yang merupakan revisi dari SNI 01-6729-2002. SNI 6729:2010 ini merupakan tahapan harmonisasi internasional persyaratan produk organik yang menyangkut standar produksi dan pemasaran, inspeksi dan persyaratan pelabelan pangan organik di Indonesia. SNI 6729:2010 ini menyebutkan bahwa suatu produk dianggap memenuhi persyaratan produksi pangan organik, apabila dalam pelabelan atau pernyataan pengakuannya, termasuk iklan atau dokumen komersial menyatakan bahwa produk atau komposisi bahannya disebutkan dengan istilah organik, biodinamik, biologi, ekologi, atau kata-kata yang bermakna sejenis, yang memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk atau komposisi bahannya sesuai dengan persyaratan produksi pangan organik. Sistem pangan organik (SNI 6729:2010) ditetapkan dengan tujuan untuk: 1) Melindungi konsumen dari manipulasi dan penipuan yang terjadi di pasar serta klaim dari produk yang tidak benar.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
x
2) Melindungi produsen dan produk pangan organik dari penipuan produk pertanian lain yang mengaku sebagai produk organik. 3) Memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini. 4) Melakukan harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk pangan organik. 5) Menyediakan standar pangan organik yang berlaku secara nasional dan juga diakui oleh dunia internasional untuk tujuan ekspor dan impor. 6) Mengembangkan serta memelihara sistem pertanian organik di indonesia sehingga dapat berperan dalam pelestarian lingkungan baik lokal maupun global. 3.5. Prinsip–prinsip Produksi Pangan Organik Berdasarkan pada SNI 6729:2010, prinsip persiapan, produksi, dan budidaya mencakup prinsip pada lahan, benih serta prinsip pengendalian hama dan pengendalian gulma. Prinsip-prinsip produksi pangan organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang berada dalam periode konversi dengan ketentuan: 1) dua tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim; 2) tiga tahun sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan; dan 3) masa konversi dapat diperpanjang atau diperpendek berdasarkan pertimbangan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO), namun tidak boleh kurang dari 12 bulan. Produksi pangan organik hanya diakui pada saat sistem pengawasan dan tata cara produksi pangan organik yang telah ditetapkan dalam standar pangan organik ini telah diterapkan oleh pelaku usaha tanpa memperhitungkan lamanya masa konversi. Lahan yang dimiliki boleh dikerjakan secara bertahap jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, dengan menerapkan standar konversi dan dimulai pada bagian lahan yang dikehendaki. Konversi dari pertanian konvensioal kepada pertanian organik harus efektif menggunakan teknik yang ditetapkan dalam standar sistem pangan organik. Hamparan yang dimiliki harus dibagi dalam beberapa unit apabila seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan. Areal pada masa konversi dan yang telah dikonversi menjadi areal organik tidak boleh digunakan secara bergantian antara metode produksi pangan organik dan konvensional. Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun egar, dari unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah. Benih yang digunakan untuk pertanian organik harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara yang dijelaskan dalam sistem pangan organik dan paling sedikit berasal dari 1 generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim. Pemilik lahan yang dapat menunjukkan pada LSO bahwa benih yang disyaratkan tersebut tidak tersedia maka: 1) pada tahap awal dapat menggunakan benih tanpa perlakuan, atau; 2) jika butir 1) tidak tersedia, dapat menggunakan benih yang sudah mendapat perlakuan dan bahan selain yang ada sesuai ketentuan standar sistem pangan organik. Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi dari cara berikut: 1) pemilihan varietas yang sesuai; 2) program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; 3) pengolahan tanah secara mekanik; 4) penggunaan tanaman perangkap; 5) penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan hewan; 6) pengendalian mekanis seperti penggunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; 7) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk pengembangan populasi musuh alami penyangga ekologi; 8) ekosistem yang beragam; 9) pengendalian gulma dengan pengasapan (flame – weeding); 10) penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); 11) penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman; dan 12) penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak dapat dilakukan. Penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman dapat menggunakan bahan lain yang diperbolehkan dalam standar sistem pangan organik, jika ada kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan dianggap tidak efektif.
Sistem
xi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
IV.
SIKLUS PENJAMINAN MUTU PERTANIAN ORGANIK
Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami siklus penjaminan mutu pertanian organik dalam rangka good agricultural practices. Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan pengawasan mutu, meliputi: analisis input, good agricultural practices, good handing practices dan inspeksi. • Mahasiswa dapat menjelaskan sistem keamanan pangan organik, meliputi: keamanan pangan dan penjaminan mutu pangan melalui HACCP.
4.1. Pengawasan Mutu Kegiatan pengawasan/pengendalian mutu dilakukan dengan cara menerapkan sistem inspeksi pada setiap mata rantai proses produksi dimulai dari 1) lahan/media tanam, pupuk dan pestisida (sebagai input); 2) good agricultural practices (budidaya tanaman/on-farm) yang meliputi pemeliharaan tanaman (pemupukan, pengandalian hama, penyakit dan gulma); dan 3) good handling practices sebagai output yang meliputi analisis kimia, analisis mikrobiologis dan cemaran fisik. Kegiatan inspeksi (penilaian lapang) pada siklus penjaminan mutu produk segar asal tanaman harus : o Menginspeksi dan mengidentifikasi input seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu. o Menetapkan kesesuaian good agricultural practices terhadap persyaratan yang ditentukan. o Menginspeksi, mengidentifikasi dan menganalisis output seperti yang disyaratkan oleh rencana mutu o Hasil inspeksi atau pengujian dicatat dan didokumentasikan dalam suatu dokumen yang sesuai. Quality control atau pengawasan/pengendalian mutu dimaksudkan: 1) untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, 2) sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, dan 3) lebih berorientasi kepada sistem dan proses, yaitu sistem manajemen mutu. Dalam inspeksi, identifikasi dan analisis input, onfarm maupun output rencana mutu atau prosedur yang terdokumentasi harus mensyaratkan bahwa semua kegiatan pada sub-sistem agribisnis harus telah dilaksanakan dan datanya memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berikut disajikan siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman, seperti terlihat pada Gambar 1:
Gambar 1. Siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman 4.1.1. Analisis Input Sub sistem agribisnis pada sektor hulu dari aspek siklus pengendalian mutu produk segar asal tanaman, yang perlu mendapatkan perhatian sebagai titik kendali mutu pada sisitem budidaya pertanian organik adalah analis input yang meliputi: 1) lahan/media tanam, 2) Benih atau bibit , 3) pupuk dan 4) pestisida. Sistem
xii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Lahan Usaha/Media tanam Lahan merupakan modal utama dalam memproduksi pertanian organik, langkah-langkah yang harus menjadi perhatian bagi petani antara lain : o Lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari agro-kimia (pupuk dan pestisida kimia sintesis). o Jika lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik berasal dari lahan yang sebelumnya digunakan untuk produksi pertanian non-organik, maka lahan tersebut harus dilakukan konversi ke lahan organik. Penyiapan Lahan o Unit usaha harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan; o Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran benih, atau untuk tanaman tahunan selain padang rumput, paling sedikit 3 (tiga) tahun sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua belas) bulan untuk kasus tertentu. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap; o Padang rumput sebagaimana dimaksud pada huruf b merupakan suatu lahan yang ditumbuhi rumput liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan-bahan kimia sintetis sehingga tidak memerlukan masa konversi; o Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap; o Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional; o Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah. Sumber Air o Berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang tidak terkontaminasi oleh bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan; o Air yang berasal selain sebagaimana dimaksud pada huruf a harus telah mengalami perlakuan untuk mengurangi cemaran; o Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi. Benih atau Bibit Benih dan bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus memenuhi persyaratan, antara lain: o Tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika. o Harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara organik; o Apabila benih organik tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada poin pertama, maka: • pada tahap awal dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis; • benih yang sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, perlu dilakukan tindakan pencucian untuk meminimalkan residu pestisida sintetis; • media benih atau pesemaian tidak menggunakan bahan kimia sintetis, sebagai berikut: - Urea; - Single/double/triple super phosphate; - Amonium sulfat; - Kalium klorida; - Kalium nitrat; - Kalsium nitrat; - Pupuk kimia sintetis lain; - EDTA chelates; - Zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetis; - Biakan mikroba yang menggunakan media kimia sintetis; - Semua produk yang mengandung GMO. Pupuk Sistem
xiii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Kesuburan dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara: 1) penanaman kacang-kacangan (Leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui program rotasi tahunan yang sesuai; 2) pencampuran bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar, dari unit produksi yang sesuai dengan standar sistem pangan organik ini; 3) pengaktivan kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; dan 4) penggunaan bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah. Pestisida Bahan utama yang dapat digunakan dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik adalah semua bahan (kecuali pestisida kimia sintetis) yang diperbolehkan. diantaranya dapat terbuat dari bahan mineral alami, bahan yang berasal dari tumbuhan ataupun bahan yang berasal dari agens hayati. Sebaiknya bahan yang digunakan (khususnya tanaman) berasal dari tanaman organik, namun apabila belum tersedia, dapat digunakan bahan yang bukan berasal dari tanaman organik, tetapi bukan dari tanaman hasil rekayasa genetika (GMO). Bahan yang diperbolehkan untuk pembuatan pestisida pertanian organik meliputi: o Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau); o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis; o Minyak tumbuhan dan binatang; o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o Lecitin; o Casein; o Asam alami (vinegar); o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella; o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran burgundy; o Garam tembaga; o Belerang (sulfur); o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay (bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin; o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut); o Etil alkohol; o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati; o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk perangkap. Bahan pembantu/tambahan yang diperbolehkan dalam pembuatan pestisida organik perlu mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: o Bahan tersebut sangat diperlukan dalam formulasi (misal bahan pembantu agar formula tidak cepat rusak, pengatur PH, larutan penstabil untuk membuat minyak larut dalam air, carrier atau pembawa dan lainnya); o Bahan tersebut bersifat bio-degradable (mudah terdegradasi di alam) dan tidak bersifat persisten (bertahan lama di alam) seperti DDT; o Bahan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan ataupun terhadap organisme bukan sasaran, termasuk manusia; o Bahan tersebut berdampak terhadap produk akhir yang dihasilkan. o Apabila bahan pembantu tersebut digunakan, maka konsentrasinya harus serendah mungkin (tidak mendominasi formula).
Bahan yang dilarang penggunaannya dalam pembuatan pestisida untuk pertanian organik meliputi: o Semua pestisida kimia sintetis; o Semua bahan yang berasal dari produk GMO; o Kotoran segar, baik dari manusia maupun hewan ; o Zat perangsang makan sintesis; o Asam amino murni; o Anti oksidan sintetik; o Antibiotik ; o Hormon sintetis; o Perangsang tumbuh sintetis; o Transquillisers sintetis; o Tepung, tulang dan daging. Sistem
xiv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Sarana pembuatan pestisida untuk pertanian organik harus tidak terkontaminasi oleh bahan yang dilarang menurut SNI 6729:2010 tentang Sistem Pangan Organik. Secara umum proses pembuatan pestisida untuk pertanian organik terbagi menjadi tiga cara, yaitu: 1) Fisik/mekanik: meliputi pengepresan, penumbukan, pengabuan dan cara lainnya yang tidak memerlukan bahan pelarut ataupun bahan kimia lainnya; 2) Kimia: meliputi ekstraksi, maserasi (perendaman bahan), fermentasi dan lainnya yang biasanya memerlukan alat-alat khusus; 3) Biologi: meliputi pembiakan/perbanyakan agens hayati ataupun yang berhubungan dengan pemanfaatan mahluk hidup lainnya. Pestisida organik dapat dibuat melalui beberapa cara, sesuai sumberdaya dan kemampuan setempat (kearifan lokal) dengan mengutamakan bahan yang ada disekitar unit usaha serta cara yang dikuasai unit usaha, seperti contoh di bawah ini: Pestisida nabati (Botanical pesticide) Proses pembuatan pestisida nabati dapat dengan cara: Pengepresan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan minyak dari tumbuhan. Biasanya bahan tanaman yang di-pres adalah yang mengandung cairan seperti minyak, misalnya biji mimba (Azadirachta indica) ataupun jarak (Ricinus communis ataupun Jathropha curcas). Penumbukan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan tepung yang digunakan untuk mengendalikan hama, khususnya hama gudang untuk melindungi biji-bijian, terutama yang akan digunakan sebagai benih. Misalnya bunga piretrum (Chrysanthemum Cinerariaefolium) yang dibuat tepung sangat efektif mengendalikan hama gudang dan mampu melindungi benih di tempat penyimpanan. Pengabuan o Cara ini dilakukan untuk menghasilkan abu yang digunakan untuk mengendalikan hama, khususnya hama gudang. Tanaman yang digunakan biasanya mengandung aroma yang menyengat ataupun mengandung bahan yang dapat menimbulkan iritasi, misalnya abu pembakaran serai wangi (Cymbopogon nardus) yang mengandung kadar silika yang tinggi, sehingga dapat melukai serangga (khususnya hama gudang) yang mengakibatkan desikasi (pengeluaran cairan tubuh yang terus menerus, sehingga mati). Ekstraksi o Ekstraksi sederhana dengan pelarut air (Aquous extraction). o Cara ini dilakukan untuk mendapatkan sediaan pestisida yang biasanya langsung digunakan sesaat setelah selesai proses pembuatan, karena apabila disimpan, maka tidak dapat bertahan lama, misalnya ekstraksi akar tuba (Derris eliptica) dengan air untuk mengendalikan hama. Cara ini ada yang langsung dipakai tanpa perendaman bahan terlebih dahulu (maserasi), ada juga yang merendamnya beberapa waktu (1 – 2 hari) kemudian disaring dan digunakan. b) Ekstraksi dengan bantuan pelarut (bahan kimia) seperti alkohol, heksan, aceton, dan pelarut lainnya. Hal ini diperbolehkan, tetapi harus diikuti oleh proses evaporasi pelarut (menarik pelarut dari formula), sehingga yang tersisa hanya konsentrat bahan pestisida dari tumbuhan. Misalnya ekstraksi biji sirsak (Annona muricata) ataupun biji srikaya (Annona squamosa). o Ekstraksi komponen bioaktif tanaman yang bersifat non polar (seperti azadirachtin, salannin, nimbin, meliantriol dll) dapat dilakukan dengan pelarut organik methanol – air dengan perbandingan 1 : 4. Destilasi atau Penyulingan o Cara ini dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri (Essential oil). Penyulingan dilakukan dengan cara memasukan bahan yang akan disuling (daun, akar, kulit kayu, biji, dan lainnya) ke dalam ketel penyuling, kemudian dikukus ataupun direbus dan uapnya dialirkan melalui kondensor pendingin, sehingga terjadi kondensasi (uap jadi air). Cairan yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dipisahkan antara air dan minyak. Contoh dalam proses ini adalah penyulingan daun cengkeh (Syzygium aromaticum) ataupun serai wangi (Cymbopogon nardus). Pestisida dari Agens Hayati Beberapa cara yang umum dilakukan: o Pembuatan sediaan sederhana dengan cara mengaduk ulat atau larva yang terkena serangan virus, kemudian mengaduknya dengan air dan disemprotkan kembali ke hama sejenis, sehingga diharapkan virus tersebut mampu menginfeksi hama sasaran; o Memperbanyak agens hayati, misalnya jamur Beauveria bassiana ataupun Metarhizium anisoplae dengan media buatan seperti jagung ataupun beras yang kemudian dalam aplikasinya, media buatan
Sistem
xv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
yang telah mengandung jamur ini diencerkan dengan air, kemudian disaring dan disemprotkan ke tanaman; o Memformulasi dalam bentuk cairan ataupun tepung, misalnya Bacillus thuringiensis yang sudah banyak dipasarkan dalam bentuk formula ataupun formula nematoda yang termasuk insect pathogen. Namun demikian, perlu ditelusuri kesesuaian bahan yang digunakan dalam formula tersebut dengan SNI-6729:2010. Pestisida Alami dari Bahan Mineral dan Lainnya Penggunaan bahan alami seperti halnya sulfur atau belerang, pembuatan bubur bordeaux dan kesediaan lainnya dalam sistem pertanian organik, diperbolehkan apabila bahan tersebut diambil secara langsung dari alam tanpa melalui pemprosesan terlebih dahulu. Misalnya penggunaan bahan alami seperti sulfur yang sudah diproses, sebagai bahan aktif pembuatan formula fungisida, maka hal ini tidak diperbolehkan. Inspeksi pada titik kendali mutu sub-sistem hulu terdapat 2 (dua) jenis input yang nyata-nyata dilarang dalam sistem pangan organik yaitu bahan kimia sintetis dan bahan/bibit/produk GMO (genetically modified organism). Bahan kimia sintetis dilarang digunakan dalam sistem pertanian organik, mencakup pada proses budidaya dan pengolahan hasil hingga pada sistem perdagangannya. Genetically modified organism atau organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika. Organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika dan produknya, diproduksi melalui teknik dimana bahan genetika telah diubah dengan cara-cara yang tidak alami. Teknik rekayasa genetika termasuk, tetapi tidak terbatas untuk: rekombinasi DNA, fusi sel, injeksi mikro dan makro, enkapsulasi, penghilangan dan penggandaan gen. Organisme hasil rekayasa genetika tidak termasuk organisme yang dihasilkan dari teknik-teknik seperti konjugasi, transduksi dan hibridisasi. 4.1.2. Good Agricultural Practices (GAP) Pada era perdagangan global yang tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapi lebih menekankan pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini menuntut negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk antara lain buah dan sayur. Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut dan dalam rangka menghasilkan produk buah dan sayur aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, maka perlu disusun ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik, mengacu kepada ketentuan Good Agricultre Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability). Tujuan dalam penerapan GAP adalah produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara ramah lingkungan dan pelestarian SDA, berdaya saing (produktivitas tinggi dan efektif). Dalam rangka penerapan GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi. Identifikasi adalah pendataan lahan usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural practices (GAP) dan standard operating procedure (SOP). Registrasi adalah pemberian penghargaan berupa nomor register bahwa telah menerapkan GAP/SOP. Standard operating procedure adalah petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya yang spesifk komoditas dan spesifk lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu yang diharapkan. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga setiap orang perlu dijamin dalam memperoleh pangan yang bermutu dan aman. Bahan pangan yang tidak diproduksi dengan cara yang baik dan benar dapat menjadi sumber mikroorganisme dan kontaminan kimia yang dapat berbahaya dan menyebabkan penyakit kepada manusia. Terjadinya kasus-kasus keracunan pangan seharusnya tidak perlu terjadi apabila produk pangan diolah dengan prosedur pengolahan yang benar. Pangan yang aman adalah pangan yang terbebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia dengan menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Contoh penerapan good agricultural practices pada buah dan sayur. Tujuan peraturan tentang tatacara penerapan dan registrasi GAP buah dan sayur untuk menyiapkan sistem jaminan mutu dalam rangka budidaya buah dan sayur yang baik, mempermudah proses telusur balik terhadap sistem jaminan mutu produk buah dan sayur, mendorong percepatan akses pasar buah dan sayur yang mempersyaratkan jaminan mutu dan meningkatkan mutu dan keamanan pangan pada buah dan sayur Sistem
xvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
sehingga memiliki daya saing. Syarat registrasi lahan usaha adalah memahami kaidah GAP, adanya SOP budidaya spesifik tanaman dan spesifik lokasi sesuai kaidah GAP, memahami kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) dan memiliki buku kerja/buku catatan budidaya. Good Agricultural Practices adalah panduan budidaya suatu golongan/jenis tanaman yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan organisme pengganggu tanaman, penjagaan kesehatan (tidak menimbulkan implikasi klinis) dan meningkatkan kesejahteraan petani (keluarganya), pekerja serta prinsip penelusuran balik (trace ability), dengan tujuan menghasilkan produk yang aman konsumsi, bermutu baik, diproduksi secara ramah lingkungan dan pelestarian sumber daya alam, berdaya saing, produktivitas tingi dan efektif. Dalam rangka GAP dilakukan langkah-langkah identifikasi dan registrasi. Identifikasi meliputi kegiatan pendataan lahan usaha yang dikelola pelaku usaha dalam menerapkan good agricultural practices dan standar operasional prosedur. Registrasi meliputi kegiatan pemberian nomor register yang menerangkan bahwa nama dan alamat kebun/lahan usaha yang dikelola telah memenuhi persyaratan GAP suatu golongan/jenis tanaman budidaya berdasar PERMENTAN No. 48/Permentan/OT.140/10/2009. Nomor registrasi dan surat keterangan diberikan kepada pemohon yang “lulus”, penerbitan nomor registrasi dan surat keterangan dilakukan Dinas Pertanian Provinsi, nomor registrasi kebun GAP berlaku hanya untuk 1 (satu) unit kebun pada komoditas yang didaftarkan, nomor registrasi kebun berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun berikutnya setelah didahului dengan proses penilaian ulang, kebun yang telah mendapat nomor registrasi di surveylance setidaknya sekali dalam satu tahun untuk dinilai kepatuhannya, dan pemberlakuan nomor registrasi dapat diitunda/dibekukan/dicabut bila ditemukan ketidak-patuhan dalam memenuhi persyaratan penilaian kebun GAP. Penerapan good agricultural practices (GAP) pada sisitem budidaya pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu mengasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara, antara lain: o Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO= genetically modified organism). o Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. o Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintesis. o Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan massa organik, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman. o Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintesis dalam makanan ternak. Ruang lingkup good agricultural practices merupakan titik kendali mutu pedoman berbudidaya tanaman yang baik, meliputi : 1) Kriteria 2) Registrasi dan Sertifikasi 3) Lahan 4) Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman 5) Penanaman 6) Pupuk 7) Perlindungan Tanaman 8) Pengairan 9) Panen 10) Penangaan Panen dan Pasca Panen 11) Alat dan Mesin Pertanian 12) Pelestarian Lingkungan 13) Pekerja 14) Fasilitasi Kebersihan dan Kesehatan Pekerja 15) Kesehatan Pekerja 16) Tempat Pembuangan 17) Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik 18) Pengaduan 19) Evaluasi Internal Sistem
xvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Pemeliharaan tanaman Pengelolaan kesuburan tanah. Agar tanaman tumbuh sehat, maka kesuburan tanah harus dijaga dan ditingkatkan melalui sebuah sistem daur ulang nutrisi tanaman yang lestari yang mengoptimalkan aktivitas biologis serta sifat fisik dan kimia tanah dengan cara, antara lain: o Menghindari penggunaan pupuk kimia sintesis dan zat pengatur tumbuh (growth regulator). o Menambah bahan organik (sisa tanaman atau kotoran hewan) ke dalam tanah. o Untuk mengaktifkan kompos, menambah mikroorganisme dapat digunakan. o Menambah batuan mineral alami seperti batuan fosfat dan batu kapur ke dalam tanah. o Melakukan multikultur (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam luasan lahan). o Memberikan air yang cukup dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia sintesis. o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan penanaman tanaman legum. Pengelolaan Kesuburan Tanah o Memelihara dan meningkatkan kesuburan dan aktivitas biologis tanah dengan cara penanaman kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui program rotasi tahunan yang sesuai; o Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar dari unit usaha budidaya. Produk samping peternakan, seperti kotoran ternak, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dibudidayakan secara organik; o Untuk aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; o Bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah; o Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya harus dikomposkan dengan baik dan tidak boleh dibakar; o Jika upaya untuk mencukupi nutrisi tanaman tidak mungkin dilakukan dapat menggunakan bahan yang dibatasi sebagai bahan penyubur tanah sebagai berikut: • Kotoran ternak; • Urine ternak (slurry); • Kompos sisa tanaman; • Kompos media jamur merang; • Kompos limbah organik sayuran; • Dolomit; • Gipsum; • Kapur khlorida; • Batuan fosfat; • Guano; • Terak baja (basic slag); • Batuan magnesium, magnesium kalkareous; • Batu kalium, garam kalium tambang; • Sulfat kalium; • Garam epsom/magnesium sulfat; • Natrium klorida; • Unsur mikro (boron, tembaga, besi, mangan, molibdenum, seng); Stone meal; • Liat/clay (bentonit, perlite, zeolit); • Vermiculite; • Batu apung; • Gambut; • Rumput laut; • Hasil samping industri gula (vinasse); • Hasil samping industri pengolahan kelapa sawit, kelapa, coklat, kopi (termasuk tandan sawit kosong, lumpur sawit, kulit coklat dan kopi); • Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Sistem
xviii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Untuk menjaga kesuburan dan aktivitas biologi tanah, dilarang menggunakan pupuk kimia sintetis, kotoran hewan secara langsung, kotoran manusia (tinja) dan kotoran babi. Bahan tambahan yang boleh dipergunakan sebagai penyubur tanah adalah pupuk mineral sebagai berikut: o Pupuk hijau; o Kotoran ternak; o Urine ternak (slurry); o Kompos sisa tanaman; o Kompos media jamur merang; o Kompos limbah organik sayuran; o Ganggang Hijau; o Azolla; o ganggang hijau biru (Blue green algae ); o Molase/Tetes; o Pupuk hayati (bio-fertilizers); o Rhizobium; o Bakteri pengurai/dekomposer. Pengendalian hama, penyakit dan gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan tujuan untuk mendorong keseimbangan hubungan inang/predator dan memperbesar populasi serangga yang menguntungkan. Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman: o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; o Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma; o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat organisme pengganggu tanaman. Secara umum hama, penyakit, dan gulma dapat dikendalikan dengan cara-cara, antara lain : o Penelitian varietas yang sesuai; o Melakukan rotasi tanaman yang teratur dan sesuai dengan kaedah pemutusan siklus makanan hama dan penyakit; o Penaman serentak untuk spesies tanaman yang sama; o Menggunakan pestisida nabati (pestisida organik) yang berasal dari ekstraksi bahan tanaman yang mengandung komponen bioaktif yang bersifat pestisida, seperti daun dan biji mimba, kulit dan biji buah duku, akar tuba, ubi gadung, tembakau, biji sirsak, biji srikaya dan asap cair (liquid smoke) dengan asam fenolatnya. Bahan yang diijinkan digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman menurut ketetapan SNI Sistem Pangan Organik; o Menggunakan musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit. pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi; o Menggunakan mulsa organik untuk penutup tanah; o Menggunakan cara mekanis, seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; o Pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding). Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; o Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma; o Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat organisme pengganggu tanaman; o Organisme pengganggu tanaman harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi dari cara seperti berikut: • pemilihan varietas yang sesuai; • program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; • pengolahan tanah secara mekanik; • penggunaan tanaman perangkap; • penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan tanaman; • pengendalian mekanis seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; • pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk
Sistem
xix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi; ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi antar daerah. Sebagai contoh: zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan sebagainya; pengendalian gulma dengan pemanasan (flame weeding); penggembalaan ternak (sesuai dengan komoditas); o penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman; o penggunaan sterilisasi uap bila rotasi yang sesuai untuk memperbaharui tanah tidak dapat dilakukan. Apabila terjadi kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan sebagai berikut: o Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau); o Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; o Propolis; o Minyak tumbuhan dan binatang; o Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dan air laut; o Gelatin; o Lecitin; o Casein; o Asam alami (vinegar); o Produk fermentasi dari aspergillus; o Ekstrak jamur; o Ekstrak Chlorella; o Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); o Campuran burgundy; o Garam tembaga; o Belerang (sulfur); o Bubuk mineral (stone meal, silikat); o Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); o Silikat, clay (bentonit); o Natrium silikat; o Natrium bikarbonat; o Kalium permanganate; o Minyak parafin; o Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; o Karbondioksida dan gas nitrogen; o Sabun kalium (sabun lembut); o Etil alkohol; o Serangga jantan yang telah disterilisasi; o Preparat pheromone dan atraktan nabati; o Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk perangkap. 4.1.3. Good Handling Practices (GHP) Output (good handing practices/GHP) merupakan pedoman penanganan pascapanen yang baik, usaha panen dan pascapanen dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal, memenuhi standar mutu produk, menekan kehilangan hasil dan kerusakan serta meningkatkan nilai tambah pada penanganan, pengolahan dan transportasi. Tujuan penerpan GHP: 1) untuk menekan kehilangan/kerusakan hasil, 2) memperpanjang daya simpan, 3) mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, 4) meningkatkan nilai tambah, 5) meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, 6) meningkatkan daya saing, dan 7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan. Ruang lingkup GHP meliputi: 1) panen, 2) penanganan pascapanen, 3) standardisasi mutu, 4) lokasi, 5) bangunan, 6) peralatan dan mesin, 7) bahan dan perlakuan, 8) wadah dan pembungkus, 9) tenaga kerja, 10) Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), 11) pengelolaan lingkungan, 12) pencatatan, 13) pengawasan dan penelusuran balik, 14) sertifikasi, 15) pembinaan dan pengawasan. Sistem
xx
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Panen merupakan serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik, dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan/atau dicabut. Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai dengan siap dikonsumsi dan/atau diolah, meliputi: • pengumpulan: merupakan kegiatan mengumpulkan hasil panen pada suatu tempat atau wadah • perontokan: merupakan kegiatan melepaskan biji/bulir dari tangkai atau malai. • pembersihan: merupakan kegiatan menghilangkan kotoran fisik, kimiawi dan biologis. • trimming: merupakan kegiatan membuang bagian produk yang tidak diinginkan seperti memotong tangkai buah, membuang akar, membuang bagian titik tumbuh. • pengupasan: merupakan kegiatan memisahkan kulit dari bagian pokok yang dimanfaatkan (daging buah, daging umbi, biji dan/atau batang). • pemipilan: merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol. • sortasi: merupakan kegiatan pemilahan hasil panen yang baik dari yang rusak atau cacat, yang sehat dari yang sakit dan benda asing lainnya. • pengeringan: merupakan kegiatan untuk menurunkan kadar air sampai kadar air keseimbangan (Equilibrium Moisture Content) sehingga aman untuk disimpan. • perendaman: merupakan kegiatan untuk melunakkan kulit buah atau kulit batang supaya mudah terlepas dari biji atau batangnya, menghindari terjadinya pencoklatan (browning) dan/atau menghilangkan bahan beracun. • pencelupan: merupakan kegiatan mencelupkan hasil panen ke dalam larutan anti bakteri dan jamur untuk mencegah serangan hama dan penyakit. • pelilinan: merupakan kegiatan memberikan lapisan tipis bahan alami lilin pada hasil panen. • pelayuan: merupakan kegiatan membiarkan produk pada suhu dan kelembaban tertentu untuk memperoleh kondisi optimum sebelum produk dikonsumsi atau disimpan • pemeraman (ripening): merupakan kegiatan untuk mempercepat proses pematangan secara merata sesuai sifat dan karakteristik biologis atau fisiologis hasil pertanian asal tanaman dengan atau tanpa pemberian bahan pemacu yang diijinkan menurut peraturan dengan dosis sesuai anjuran • fermentasi: merupakan kegiatan untuk membentuk cita rasa dan aroma yang spesifik. • penggulungan: merupakan kegiatan untuk memperoleh karakteristik fisik atau kimiawi tertentu hasil pertanian asal tanaman. • penirisan: merupakan kegiatan untuk menghilangkan air yang menempel dipermukaan produk yang berasal dari perendaman, pencelupan atau pencucian. • perajangan: merupakan kegiatan untuk memperkecil ukuran hasil pertanian asal tanaman. • pengepresan: merupakan kegiatan untuk memperkecil volume atau mengambil cairan atau padatan dengan memberikan tekanan (proses mekanik). • pengkelasan (grading): merupakan kegiatan pengelompokan mutu produk berdasarkan karakteristik fisik antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, kematangan dan/atau berat t. pengemasan: merupakan kegiatan mewadahi dan/atau membungkus produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan. • penyimpanan: merupakan kegiatan untuk mengamankan dan memperpanjang masa penggunaan produk. • pengangkutan: merupakan kegiatan memindahkan produk dari suatu tempat ke tempat lain dengan tetap mempertahankan mutu produk. Pascapanen. Prinsip sistem pangan organik dalam hal: penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasaan, dan pengangkutan produk pangan organik didasarkan pada SNI 6729:2010. Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama tahapan rantai pangan sejak dipanen sampai pengemasan. Pengolahan menggunakan cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan penolong. Radiasi ion (ionizing radiation) tidak dibolehkan untuk pengendalian hama, pengawetan makanan, pemusnahan penyakit atau sanitasi. Penanganan Pasca Panen, Penyimpanan, dan Transportasi o Pencucian produk organik segar dilakukan dengan menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pertanian organik; Sistem
xxi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
o Tidak mencampur produk organik dengan produk non organik dalam penanganan pasca panen termasuk dalam pengolahan, penyimpanan, dan transportasi; o Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, penyimpanan maupun pengangkutan; o Peralatan pasca panen harus bebas kontaminasi bahan kimia sintetis; o Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk; o Dalam pengemasan disarankan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi.Selalu menjaga integritas produk organik selama penanganan, penyimpanan dan transportasi; o Jika hanya sebagian produk yang disertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diidentifikasikan secara jelas; o Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta harus secara jelas dicantumkan pada label. Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk organik segar harus dibersihkan dahulu dengan menggunakan metode dan bahan yang boleh digunakan. Jika tempat penyimpanan atau kontainer yang akan digunakan tidak hanya digunakan untuk produk organik, maka harus dilakukan tindakan pengamanan agar produk organik tidak terkontaminasi oleh produk non organik. Pengendalian hama pada saat penanganan produk dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) tindakan pencegahan, seperti penghilangan habitat/sarang hama merupakan alternatif pertama dalam pengendalian hama; 2) jika alternalif pertama dianggap tidak cukup, maka cara mekanis/fisik dan biologi merupakan alternatif kedua dalam pengendalian hama; dan 3) jika alternatif kedua dianggap tidak cukup, maka penggunaan bahan pestisida seperti yang tertera dalam (pada penjelasan sebelumnya) buku ini merupakan alternatif ketiga yang digunakan secara sangat hati–hati untuk menghindari kontaminasi. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan dengan cara yang baik atau sesuai prinsip GAP. Pengendalian OPT di tempat penyimpanan atau pengangkutan dapat dilakukan menggunakan pemisah fisik atau perlakuan yang lain seperti penggunaan suara, ultra-sound, pencahayaan/ultra-violet, perangkap, pengendalian suhu, pengendalian udara (dengan karbondioksida, oksigen, nitrogen), dan penggunaan lahan diatom. Penggunaan pestisida untuk kegiatan pascapanen dan karantina harus berdasarkan pada lampiran SNI ini, apabila bahan pestisida yang digunakan tidak tercantum pada lampiran SNI pangan organik maka tidak diperbolehkan. Prinsip-prinsip dalam SNI Sistem Pangan Organik untuk pengolahan dan manufaktur produk pangan organik yaitu: 1) pengolahan harus dilakukan secara mekanik, fisik atau biologi (seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) sesuai dengan ketentuan Lampiran B SNI 6729:2010; 2) bahan tambahan pangan, bahan penolong dan bahan lain yang diizinkan dan dilarang dalam produksi pangan olahan organik harus mengacu kepada ketentuan tentang bahan tambahan pangan dan pengawasan pangan olahan organik yang berlaku; 3) flavouring yang dapat digunakan adalah bahan dan produk yang berlabel natural flavouring; 4) air yang dapat digunakan adalah air minum. Garam yang dapat digunakan adalah natrium klorida atau kalium klorida sebagai komponen dasar yang biasanya digunakan dalam pengolahan pangan; 5) semua penyiapan mikroorganisme dan enzim yang biasanya digunakan sebagai alat bantu dalam pengolahan pangan dapat digunakan, kecuali organisme hasil rekayasa/modifikasi genetik (GE/GMO) dan enzim yang berasal dari organisme rekayasa genetik (GE); 6) yang termasuk dalam kelompok mikro (trace elements) adalah vitamin, asam amino dan asam lemak esensial, dan senyawa nitrogen lain; dan 7) semua preparasi mikroorganisme dan enzim sebagai alat bantu dalam pengolahan pangan dapat digunakan, kecuali organisme dan enzim hasil rekayasa/modifikasi genetika. Pemilik usaha pangan organik berdasarkan SNI 6729:2010 ini harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pangan organik serta mendokumentasikan persyaratan teknis yang minimal mencakup penggunaan label, komposisi produk, dan kalkulasi persentasi ingredient produk organik. Bahan baku kemasan menurut SNI pangan organik ini sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat didaur-ulang (recyclable materials), kemasan produk organik diberi label sesuai dengan daftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sistem
xxii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Integritas produk organik harus dipelihara selama penyimpanan dan pengangkutan, serta ditangani dengan menggunakan tindakan pencegahan sebagai berikut: 1) produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik; dan 2) produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tersentuh bahan yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pangan organik dan penanganannya. Sistem pangan organik mensyaratkan bahwa jika hanya sebagian produk organik yang tersertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diidentifikasi secara jelas. Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta harus secara jelas dicantumkan pada tabel. Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk pangan organik harus dibersihkan dahulu dengan menggunakan metode dan bahan yang boleh digunakan untuk sistem produksi organik. Tempat penyimpanan atau kontainer yang digunakan tidak untuk produk pangan organik saja, maka tempat penyimpanan atau kontainer tersebut harus dilakukan tindakan pengamanan agar produk pangan organik tidak terkontaminasi dengan pestisida atau bahan yang dilarang dalam (pada penjelasan sebelumnya) buku ini. 4.1.4. Inspeksi Pelaksanaan inspeksi sesuai dengan: Pedoman KAN 902-2006 tentang pelaksanaan inspeksi sistem pangan organik. Lembaga sertifikasi harus menginspeksi sistem pangan organik operator sesuai standar yang ditetapkan dalam ruang lingkup yang diuraikan dalam permohonan, berdasarkan semua kriteria sertifikasi yang ditetapkan dalam aturan sistem. Lembaga sertifikasi harus mempunyai hak untuk menentukan persyaratan. Mekanisme pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan dan pembatasan harus ditetapkan. Lembaga sertifikasi harus membuat skema inspeksi sesuai dengan kegiatan spesifik operator yang akan diinspeksi sesuai dengan Pedoman KAN 902-2006 Pelaksanaan Inspeksi Sistem Pangan Organik. Prosedur inspeksi yang dipersyaratkan harus terdokumentasi dan harus sedikitnya mencakup: o Inspeksi sistem produksi atau pengolahan dari operator melalui kunjungan ke fasilitas, area dan unit penyimpanan; o Identifikasi dan investigasi daerah resiko; o Tinjauan rekaman dan laporan; o Rekonsiliasi (kesesuaian material) antara produksi dan penjualan di lokasi produksi; dan rekonsiliasi (kesesuaian bahan) input/output, dan audit ketertelusuran dalam pengolahan dan penanganan; o Wawancara dengan orang yang bertanggung jawab termasuk wawancara dengan pihak luar yang terkait; o Verifikasi bahwa perubahan-perubahan yang telah dilakukan dalam standar dan aturan lembaga sertifikasi telah diterapkan secara efektif oleh operator; o pengambilan contoh residu sesuai dengan kebijakan pengambilan contoh lembaga sertifikasi; o Verifikasi dimana kondisi sebelumnya telah dipenuhi. Inspeksi termasuk tinjauan dokumen, harus mencakup unit-unit non organik dimana ada alasan hal tersebut untuk dilakukan. Lembaga sertifikasi harus mempunyai kebijakan dan prosedur terdokumentasi tentang pengujian residu, pengujian genetika dan analisis lainnya yang sedikitnya harus mencakup: o Indikasi hal dimana sampel diambil; o Persyaratan dimana penggunaan senyawa yang dilarang oleh standar diduga ada dalam sampel harus dilakukan analisis; o Persyaratan dimana standar menetapkan batas residu atau kontaminasi dalam produk, input atau tanah, analisis harus dibuat bila perlu ; o Instruksi untuk inspektor tentang persyaratan dan metode pengambilan contoh; o Prosedur penanganan setelah pengambilan contoh; o Tanggung jawab untuk biaya pengambilan contoh. Apabila pengujian laboratorium dilakukan, lembaga sertifikasi harus mendokumentasikan sebagai berikut: o protokol pengambilan contoh; o prosedur pengujian; o kompetensi laboratorium yang melakukan analisis Lembaga sertifikasi harus memverifikasi kesesuaian penerapan standar selama periode transisi yang ditetapkan dalam SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik sebelum proses sertifikasi. Penerapan standar
Sistem
xxiii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
secara keseluruhan merupakan persyaratan bagi manajemen. Inspeksi pada keadaan/persyaratan khusus dapat dilihat pada Pedoman KAN 902-2006 Pelaksanaan Inspeksi Sistem Pangan Organik. Laporan inspeksi Lembaga sertifíkasi harus mengadopsi prosedur pelaporan yang diperlukan dan prosedur tersebut minimal harus menjamin bahwa : o Personel yang ditunjuk untuk menginspeksi kesesuaian sistem pangan organik harus memberikan laporan temuan kepada lembaga sertifíkasi mengenai kesesuaian dengan semua persyaratan sertifikasi; o Laporan lengkap mengenai hasil inspeksi yang mengidentifikasi ketidaksesuaian yang harus diperbaiki agar dapat memenuhi seluruh persyaratan sertifíkasi dan inspeksi atau pengujian lanjutan yang diperlukan, harus segera disampaikan kepada pemohon oleh lembaga sertifikasi. Jika pemohon, dapat menunjukkan bahwa telah dilakukan tindakan perbaikan yang memenuhi seluruh persyaratan dan perbaikannya dilaksanakan dalam batas waktu yang ditentukan, lembaga sertifikasi harus mengulang bagian-bagian yang perlu saja dari prosedur semula. Laporan inspeksi harus mengikuti format laporan yang ditentukan Lembaga Sertifikasi untuk mempermudah analisis sistem produksi yang non diskriminasi, objektif dan komprehensif. Laporan harus dibuat untuk memungkinkan perluasan dan analisis oleh inspektor dalam hal pemenuhan sebagian atau kurang jelasnya pemenuhan terhadap suatu ketentuan standar. Laporan harus berisi asesmen resiko dan juga pengamatan inspektor terkait 22 dari 28 Pedoman KAN 901-2006 kesesuaian dengan standar. Inspektor harus mampu untuk membuat rekomendasi terkait etidaksesuaian tetapi tidak perlu untuk membuat penetapan secara menyeluruh apakah operator sebaiknya disertifkasi. Lembaga sertifikasi harus mensyaratkan inspektor untuk merekam apa yang terjadi selama kunjungan inspeksi. Rekaman tersebut sedikitnya mencakup: o tanggal dan lamanya inspeksi; o orang yang diwawancara; o daerah dan fasilitas yang dikunjungi; o jenis audit dokumen yang dilakukan (input/output.; hasil.penjualan; ketertelusuran dll). 4.2. Sistem Keamanan Pangan Organik 4.2.1. Keamanan Pangan Pangan yang tidak aman untuk dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun atau organisme patogen. Pangan mentah maupun olahan menjadi tidak aman dikonsumsi apabila telah tercemar. Pencemaran pada pangan dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: 1) segi gizi, jika kandungan gizinya berlebihan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, diabetes; dan 2) segi kontaminasi, apabila pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahanbahan kimiawi maka menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Hal-hal yang berkaitan dengan keamanan pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 ini menyebutkan bahwa keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk melindungi pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan serta membahayakan kesehatan manusia. Kemanan pangan dalam pedoman teknis pengembangan mutu dan keamanan pangan dari Kementerian Pertanian (2010) adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen jika disiapkan dan/atau dimakan sesuai dengan tujuan penggunaan. Program keamanan pangan menurut Kementerian Pertanian (2010) berdasarkan pada Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Agricultural Practices (GAP)/Good Farming Practices (GFP), Good Manufacturing Practices (GMP), dan Good Handling Practices (GHP). HACCP merupakan suatu sistem jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahapan produksi. Konsep GAP/GFP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tanaman yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. GHP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Konsep GMP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara pengolahan hasil pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Pengolahan pangan dapat diartikan secara sempit dan luas. Pengolahan pangan secara sempit adalah suatu upaya mengubah bentuk bahan pangan menjadi bentuk lain. Pengolahan pangan secara luas Sistem
xxiv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
merupakan semua perlakuan terhadap bahan pangan dari pangan dipanen sampai dengan disajikan. Praktik pengolahan pangan yang baik (P3B) atau Food Good Manufacturing Practice. P3B ini merupakan suatu turunan yang spesifik untuk pangan dari sistem praktek pengolahan yang baik dari GMP. Pedoman P3B meliputi proses, penanganan dan penyimpanan pangan yang baik pada tiap sub rantai dengan fokus keamanan pangan. 4.2.2. Penjaminan Mutu Pangan Melalui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Konsep HACCP dikembangkan pertama sekali di Amerika Serikat pada tahun 1960 oleh Pillsbury Company, NASA dan US Army Laboratories untuk memastikan keamanan makanan dari para astronot. Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah. Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir. Sedangkan Standar HACCP yang diterapkan di Indonesia diambil dari Codex Committee on Food Hyegiene yang diperkenalkan Oktober 1991, kemudian diterjemahkan ke dalam standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998). Hazard Analysis Critical Control Point adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminanmutu pangan gunamemenuhi tuntutan konsumen. Selain itu HACCP juga merupakan sebuah program yang bertujuan untuk meminimalkan dan mengendalikan/mengontrol bahaya-bahaya kimia, biologi dan fisik pada pangan (produk peternakan). Bahaya kimia antara lain: 1. Residu obat pada hewan : antibiotic, hormon dan antimicrobial 2. Penambahan zat additive yang bukan food grade : formalin dan boraks 3. Logam berat 4. Pestisida 5. Zat pewarna yang berbahaya : rhodamin, red sudan dll Bahaya fisik antara lain : 1. Gelas 2. Logam 3. Kayu 4. Serangga, binatang Bahan biologi antara lain : 1. Salmonella sp 2. E.Coli 3. Coliform 4. Staphylococcus aeureus Tujuh prinsip HACCP 1. Analisis bahaya Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produkpangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya. 2. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP) Sistem
xxv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
3. 4.
5.
6.
7.
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya. Menetapkan batas kritis setiap CCP Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali. Menetapkan sistem monitoring setiap CCP Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi. Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauanmenunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. Menetapkan prosedur verifikasi Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi Mengembangkan dokumentasimengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsipprinsip ini dan penerapannya.
Apabila HACCP ini penerapannya dapat dilaksanakan dengan benar, maka akan memberikan keuntungan baik Pemerintah sebagai pengawas, industri sebagai produsen atau konsumen sebagai pengguna. Bagi Pemerintah akan mengurangi biaya atau tenaga untuk melakukan inspeksi rutin, bagi produsen akan mengurangi biaya produksi, meningkatkan efisiensi serta memperluas pasar. Bagi konsumen akan memberikan penjaminan mutu baik ditinjau dari aspek keamanan, hygiene atau pemalsuaan. V. REGISTRASI LAHAN USAHA Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami registrasi lahan usaha dalam rangka good agricultural practices Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup dan definisi registrasi lahan usaha • Mahasiswa dapat menjelaskan proses registrasi kebun/lahan usaha, meliputi: permohonan/ajuan registrasi, verifikasi dokumen, penilaian dan hasil penilaian • Mahasiswa dapat menjelaskan praktek kriteria penilaian registrasi kebun/lahan usaha
Memproduksi tanaman berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya yang baik akan menghasilkan produk tanaman yang bermutu. Tuntutan pasar global yang berimbas ke pasar domestik, mensyaratkankan produk bermutu, bebas dari residu bahan kimia beracun guna melindungi konsumen. Good agricultural practices merupakan suatu cara budidaya pertanian yang baik menggunakan teknologi ramah lingkungan, dengan konsep: 1) produk yang dihasilkan sehat dan bermutu; (2) melindungi kepentingan konsumen; (3) menjaga kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja; (4) mudah penelusuran balik (traceability) karena semua proses produksi tercatat. Sejauh mana petani produsen menerapkan GAP/SOP sesuai kaidah sistem pertanian organik, maka perlu dilakukan penilaian-penilaian yang terukur dan terkontrol. Terkait dengan perihal tersebut, aktivitas registrasi lahan usaha diperlukan guna mengetahui sejauh mana penerapan GAP/SOP di lahan usaha yang diajukan registrasi. 5.1. Ruang Lingkup dan Definisi Ruang lingkup pedoman registrasi kebun meliputi : Pendahuluan (latar belakang, tujuan, sasaran, manfaat, ruang lingkup, pengertian), Unsur registrasi kebun (tugas, persyaratan), Proses (permohonan, verifikasi, penilaian, hasil penilaian, penerbitan Nomor Registrasi Kebun dan Surat Keterangan Registrasi Kebun, penyerahan Nomor Sistem
xxvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Kebun, Tata cara pemberian Nomor Registrasi Kebun, Surveilan dan Pengaturan registrasi kebun. Definisi • Registrasi kebun adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan • Pedoman Budidaya Tanaman yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) adalah panduan budidaya suatu tanaman yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability). • Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. • Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya yang spesifik komoditas dan spesifik lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu yang diharapkan. • Catatan kebun/lahan usaha adalah dokumen yang berupa tulisan dan atau gambar yang memberikan bukti obyektif dari serangkaian kegiatan usaha pertanian yang dilakukan atau hasil yang dicapai. • Jaminan varietas adalah keterangan yang menunjukkan kebenaran kemurnian keaslian varietas yang dinyatakan dalam label. • Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup. • Ketelusuran adalah kemampuan untuk menelusur informasi hasil pertanian sampai pada tahapan budidaya, pasca panen, pengolahan, pengemasan dan distribusinya melalui pencatatan yang dapat diakses oleh pihak digunakan untuk menelusuri tahapan-tahapan dalam sistem pertanian organik. • Mutu adalah keseluruhan sifat dan karakter isi produk yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memuaskan konsumen. • Verifikasi adalah penilaian dokumen administrasi terhadap berkas/dokumen permohonan yang dilaksanakan oleh petugas. • Kebun/lahan usaha adalah tempat diusahakannya budidaya tanaman hias yang ada batas-batasnya. • Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi atau badan usaha yang bergerak dibidang budidaya suatu tanaman. • Penilaian adalah penilaian lapang yang dilakukan oleh petugas penilai untuk melihat tingkat kepatuhan dalam menerapkan GAP. • Petugas penilai adalah petugas/pegawai pemerintah atau lainnya yang memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian terhadap kebun/lahan usaha yang telah menerapkan GAP. • Pembina adalah petugas/pegawai pemerintah atau lainnya yang memiliki kompetensi untuk melakukan verifikasi, pembinaan dan pendampingan kebun/lahan usaha yang menerapkan GAP. 5.2. Proses Registrasi Kebun/Lahan Usaha 5.2.1. Permohonan a. Permohonan registrasi kebun/lahan usaha diawali dengan pengajuan formulir permohonan b. Formulir permohonan registrasi meliputi permohonan untuk registrasi baru dan registrasi perpanjangan c. Pemohon registrasi baru mengajukan permohonan kepada Dinas Pertanian Propinsi melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan mengisi formulir sesuai dengan form 1 a dan 1 b. d. Adapun proses dan syarat perpanjangan bagi permohonan perpanjangan adalah sebagai berikut : • Pemohon mengajukan permohonan perpanjangan registrasi kepada Dinas Pertanian Propinsi melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sesuai form 2 a dan 2 b. • Prosedur perpanjangan nomor registrasi dilaksanakan sama dengan proses registrasi awal, dengan mengajukan permohonan paling lambat 30 hari kerja sebelum masa berlaku nomor registrasi berakhir.
Sistem
xxvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
• Pemohon yang masa berlaku nomor registrasinya telah berakhir tetapi sudah mengajukan permohonan perpanjangan tetap dapat melaksanakan kegiatannya sampai terbit keputusan hasil penilaian yang tetap dan untuk sementara waktu akan diterbitkan persetujuan oleh Kepala Dinas Propinsi. • Pemohon perlu mengajukan permohonan registrasi baru apabila terjadi perubahan kepemilikan lahan, jenis komoditas yang diusahakan maupun lokasi kebun/lahan usaha. 5.2.2. Verifikasi Dokumen Verifikasi adalah penilaian dokumen administrasi terhadap berkas/dokumen permohonan yang dilaksanakan oleh petugas pembina. a. Apabila ditemukan kekurangan/ketidaklengkapan, maka berkas/dokumen akan dikembalikan ke pemohon agar diperbaiki/dilengkapi. b. Apabila berkas/dokumen telah lengkap, maka berkas/dokumen akan disampaikan ke kepala dinas untuk ditindak lanjuti. 5.2.3. Penilaian Penilaian yang dimaksud adalah penilaian lapang yang dilakukan oleh petugas penilai untuk melihat tingkat kepatuhan dalam menerapkan GAP. Kriteria penilaian mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik meliputi aktivitas : a. Wajib (W) adalah kegiatan yang harus/wajib dilaksanakan sebanyak 14 kegiatan b. Sangat dianjurkan (SA) adalah kegiatan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan sebanyak 54 kegiatan c. Anjuran (A) adalah kegiatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan sebanyak 32 kegiatan. 5.2.4. Hasil penilaian Hasil penilaian lapang dinyatakan dengan kategori: 1. Lulus a. Pemohon dinyatakan lulus, apabila memenuhi 100% kategori kegiatan wajib (W), minimal 60% kegiatan kategori Sangat Anjuran (SA) dan minimal 40% kegiatan kategori Anjuran (A). b. Bagi pemohon baru dapat diterbitkan nomor registrasi kebun/lahan usaha dan diberikan surat keterangannya. Sedangkan bagi pemohon perpanjangan dapat memperoleh perpanjangan nomor registrasi atau memakai nomor registrasinya kembali yang diterakan dalam surat keterangan yang baru. 2. Lulus dengan catatan perbaikan Hasil ini diberikan apabila : a. Melakukan seluruhnya 100 % kegiatan kategori wajib (W). b. Melakukan kegiatan kategori sangat dianjurkan (SA) < 60 %. c. Melakukan kegiatan kategori anjuran (A) < 40 %. d. untuk hasil ini, bagi pemohon hanya diberitahukan nomor registrasi kebun/lahan usahanya saja. Sedang surat keterangan akan diberikan apabila pemohon telah melakukan perbaikan sebagaimana yang dimaksud dalam hasil penilaian. e. Dalam waktu tidak terlalu lama (maksimal 3 bulan sejak diterima keputusan perbaikan) diharapkan dapat segera diperbaiki. f. Bila dalam kurun waktu perbaikan pemohon tidak juga melakukan perbaikan, maka nomor registrasi yang telah diberikan dianggap batal dan ditetapkan tidak lulus. 3. Tidak lulus a. Hasil ini diberikan apabila ditemukan ketidakpatuhan/penyimpangan penerapan GAP terutama pada kategori Wajib (W) sehingga tidak memenuhi syarat minimal. b. Kepada pemohon disarankan melakukan perbaikan pada aspek kegiatan penerapan GAP yang tidak memenuhi persyaratan. c. Mengajukan permohonan registrasi kembali setelah melakukan perbaikan.
Sistem
xxviii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
4. Penerbitan Nomor Registrasi Kebun a. Bagi pemohon yang dinyatakan lulus dapat diterbitkan nomor registrasi kebun/lahan usaha dan diberikan surat keterangannya. b. Bagi pemohon yang dinyatakan lulus dengan catatan perbaikan, hanya diberitahukan nomor registrasi kebun/lahan usahanya saja, sedangkan surat keterangan akan diberikan apabila pemohon telah melakukan perbaikan sebagaimana yang dimaksud dalam hasil penilaian. 5. Penyerahan Nomor Registrasi Kebun Nomor registrasi dan surat keterangan registrasi kebun/lahan disampaikan kepada pemohon dengan memberikan tembusan dan atau pemberitahuan kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan Kementerian Pertanian cq. Direktorat Jenderal Hortikultura. Survailen Kepatuhan Penerapan GAP a. Survailen berkala dilakukan minimal 1 (satu) kali dalam setahun sejak surat keterangan registrasi diterbitkan atau survailen terakhir dilakukan untuk mengetahui komitmen dan kosistensi penerapan GAP pada kebun/lahan usaha yang telah mendapat nomor registrasi. b. Survailen sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila ada informasi dan atau indikasi bahwa pemohon yang telah memperoleh surat keterangan registrasi melakukan ketidakpatuhan/penyimpangan atas pelaksanaan GAP. Pengaturan tentang Registrasi Kebun a. Nomor Registrasi : 1. Nomor registrasi dan surat keterangan hanya diberikan kepada kebun/lahan usaha yang telah dinyatakan lulus. 2. Penerbitan nomor registrasi dan surat keterangan registrasi kebun/lahan usaha dilakukan oleh Dinas Pertanian Propinsi dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik. 3. Nomor registrasi kebun berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun berikutnya, setelah didahului dengan proses penilaian ulang. 4. Nomor regsitrasi kebun tidak bisa dipindah tangankan atau diperjual belikan. 5. Pelanggaran, penyalahgunaan atau penyelewengan terhadap nomor registrasi kebun/lahan usaha dan proses yang menyertainya dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan nomor regsitrasi. b. Pembekuan, Pencabutan, dan Pemberlakuan Kembali Nomor Registrasi Tindakan pembekuan dan atau pencabutan nomor registrasi kebun tanaman hias dilakukan apabiladitemukannya adanya ketidakpatuhan/terjadi penyimpangan atas pelaksanaan GAP. 1. Pembekuan nomor registrasi dilakukan apabila: a) Ditemukan adanya ketidakpatuhan/penyimpangan atas kegiatan Wajib (W), Sangat dianjurkan (SA) dan Anjuran (A) pada GAP sesuai syarat minimal yang dipersyaratkan dan dalam jangka waktu 6 bulan tidak dilakukan perbaikan atas ketidakpatuhan/penyimpangan tersebut. b) Masa berlaku nomor registrasi telah habis dan pengajuan masa perpanjangannya disampaikan kurang dari 30 hari kerja sebelum masa berlakunya habis. Untuk kondisi seperti ini, maka pemohon harus mengajukan permohonan awal kembali. 2. Pencabutan nomor registrasi dilakukan apabila: a) Pemohon sudah 3 (tiga) kali dibekukan. b) Atas permintaan pemohon. c) Selama 1 (satu) tahun setelah registrasi, pemohon tidak melakukan kegiatan sesuai komponen yang disyaratkan. 3. Pemberlakuan kembali nomor registrasi. Sistem
xxix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
a) Pemberlakuan kembali diberikan kepada pemegang nomor registrasi setelah yang bersangkutan terbukti telah melaksanakan perbaikan atas ketidak patuhan/penyimpangan yang menjadi penyebab dikenakannya tindakan pembekuan. b) Pemberlakuan kembali dilakukan hanya pada nomor registrasi yang dibekukan. 5.3. Praktek Kriteria Penilaian Kriteria good agricultural practices Kriteria yang digunakan dalam pedoman budidaya yang baik ada tiga kelompok, yaitu: 1. Dianjurkan/A (*) yaitu dianjurkan untuk dilaksanakan; atau 2. Sangat dianjurkan/SA (**) yaitu sangat dianjurkan untuk dilaksanakan; atau 3. Wajib/W (***) yaitu harus dilaksanakan Registrasi dan Sertifikasi 1. Kebun/Lahan Usaha yang dinilai dan memenuhi persyaratan GAP diberi nomor registrasi 2. Registrasi dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi tanaman hortikultura. 3. Kebun/Lahan Usaha yang telah diregistrasi siap untuk disertifikasi. 4. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi atau yang ditunjuk. Lahan Pemilihan Lokasi 1. Lokasi kebun/lahan usaha sesuai dengan RUTR/RDTRD dan peta pewilayahan komoditas. A 2. Lahan bebas dari cemaran limbah berbahaya dan beracun. W 3. Kemiringan lahan ≤30% untuk komoditas sayur dan buah semusim. W 4. Kemiringan lahan ≤30% untuk komoditas sayur dan buah tahunan/pohon. SA Riwayat Lokasi Ada catatan riwayat penggunaan lahan. A Pemetaan Lahan 1. Terdapat rotasi tanaman pada tanaman semusim. A 2. Tersedia peta penggunaan lahan. A Kesuburan Lahan 1. Tingkat kesuburan lahan lahan cukup baik. A 2. Dilakukan tindakan untuk mempertahankan kesuburan lahan. SA
Penyiapan Lahan 1. Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapat memperbaiki atau memelihara struktur tanah. SA 2. Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapat menghindarkan erosi. SA 3. Pemberian bahan kimia untuk penyiapan lahan dan media tanam tidak mencemari lingkungan. SA Media Tanam 1. Media tanam diketahui sumbernya. A 2. Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3). W Konservasi Lahan Tindakan konservasi dilakukan pada lahan miring. W Penggunaan Benih Dan Varietas Tanaman Mutu Benih 1. Benih yang ditanam merupakan varietas unggul komersial. SA 2. Benih bersertifikat. SA Sistem
xxx
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
3. Label benih disimpan. A Perlakuan Benih Bahan kimia untuk perlakuan benih sesuai anjuran. SA Penanaman Penanaman sudah dilakukan sesuai dengan teknik budidaya anjuran. SA Jenis pupuk 1. Pupuk organik dan anorganik terdaftar atau diijinkan oleh pejabat yang berwenang. SA 2. Pupuk organik telah mengalami dekomposisi dan layak digunakan. SA Penggunaan 1. Pemupukan sesuai anjuran. SA 2. Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk. W Penyimpanan 1. Pupuk disimpan pada tempat yang aman, kering, terlindung dan bersih. A 2. Pupuk disimpan pada tempat yang terpisah dari pestisida. SA 3. Pupuk disimpan dengan cara yang baik dan mengurangi risiko pencemaran air dan SA 4. Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian. W
lingkungan.
Kompetensi Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan pemupukan.SA Perlindungan Tanaman Prinsip Perlindungan Tanaman 1. Pengendalian OPT sesuai prinsip pengendalian hama terpadu. SA 2. Penggunaan pestisida sesuai dengan anjuran rekomendasi dan aturan pakai. SA Kompetensi Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan pestisida. W Pestisida 1. Pestisida yang digunakan terdaftar dan diijinkan. SA 2. Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa. W Penyimpanan Pestisida 1. Pestisida disimpan di lokasi yang layak, aman, berventilasi baik, memiliki pencahayaan baik dan terpisah dari materi lainnya. SA 2. Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian. W 3. Pestisida tetap berada dalam kemasan asli. SA 4. Pestisida cair diletakkan terpisah dari pestisida bubuk. SA 5. Tempat penyimpanan pestisida mampu menahan tumpahan. A 6. Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat. SA 7. Terdapat pedoman/ tata cara penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida yang terletak pada lokasi yang mudah dilihat. SA 8. Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan strategis. SA Penanganan Wadah Pestisida 1. Wadah bekas pestisida ditangani dengan benar agar tidak mencemari lingkungan. SA 2. Wadah bekas pestisida dirusakkan agar tidak digunakan untuk keperluan lain. SA Sistem
xxxi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
3. Kelebihan pestisida dalam tabung penyemprotan digunakan untuk pengendalian di tempat SA
lain.
Peralatan 1. Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur agar selalu berfungsi dengan baik. A 2. Peralatan aplikasi pestisida dikalibrasi secara berkala untuk menjaga keakurasian-nya. SA 3. Tersedia peralatan yang memadai untuk menakar dan mencampur pestisida. SA 4. Tersedia panduan penggunaan peralatan dan aplikasi pestisida. A Pengairan 1. Ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman. SA 2. Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). W 3. Terdapat fasilitas pengelolaan air limbah. A 4. Penggunaan air pengairan tidak bertetangan dengan kepentingan umum. A Panen 1. Tersedia pedoman cara menghindari kontaminasi terhadap produk segar. SA 2. Pemanenan dilakukan dengan cara yang dapat mempertahankan mutu produk. SA 3. Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersih dan tidak terkontaminasi. W Penanganan Panen Dan Pasca Panen Perlakuan awal, hasil panen diletakkan pada tempat yang ternaungi dan diperlakukan secara hatihati. SA Pembersihan Hasil Panen 1. Hasil panen dibersihkan dari cemaran. SA 2. Pencucian hasil panen menggunakan air bersih. W Sortasi dan Pengkelasan Dilakukan sortasi dan pengkelasan terhadap hasil panen. A Pengepakan atau pengemasan 1. Pengemasan atau pengepakan yang dilakukan bisa melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan. A 2. Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung dari hama dan pengganggu lainnya. A 3. Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk. W Pemeraman Pemeraman dilakukan pada lokasi distribusi terakhir. A Penyimpanan Ruang penyimpanan mampu melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan. SA Penggunaan Bahan Kimia 1. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pasca panen terdaftar dan diijinkan.SA 2. Penggunaan bahan kimia dalam proses pasca panen sesuai dengan anjuran. SA 3. Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan bahan kimia. SA Tempat Pengemasan Tempat/ areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk dan pestisida. W
Alat dan Mesin Pertanian Sistem
xxxii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Penggunaan alsintan untuk pengolahan lahan sesuai rekomendasi. A 2. Peralatan dan mesin pertanian dirawat secara teratur. A 3. Peralatan dan mesin yang terkait dengan pengukuran dikalibrasi secara berkala. SA Pelestarian Linkungan Kegiatan budidaya memperhatikan aspek usaha tani yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan keseimbangan ekosistem. SA
Kualifikasi Pekerja 1. Pekerja telah mendapat pelatihan sesuai bidang dan tanggung jawabnya. SA 2. Pekerja memahami risiko tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. SA 3. Pekerja memahami mutu dan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan.SA Keselamatan dan Keamanan Pekerja 1. Pekerja telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/ atau mesin. A 2. Tersedia prosedur penangaan kecelakaan. SA 3. Tersedia fasilitas P3K di tempat kerja. A 4. Pekerja memahami tata cara penanganan P3K di tempat kerja. SA 5. Peringatan bahaya terlihat jelas. SA 6. Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja. SA 7. Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran. SA 8. Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah dari kontaminan. SA 9. Pekerja yang menangani pestisida mendapatkan pengecekan kesehatan secara berkala. A Fasilitas Kebersihan Dan Kesehatan Pekerja 1. Tersedia tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pekerja. A 2. Tersedia toilet dan dasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja. A 3. Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapat berfungsi baik. A 4. Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempat istirahat. A Kesejahteraan Pekerja Pekerja dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola. A Tempat Pembuangan Tersedia tempat untuk pembuangan sampah dan limbah. SA Pengawasan, Pencatatan Dan Penelusuran Balik 1. Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran. SA 2. Tersedia catatan penggunaan benih; kegiatan pemupukan; stok pestisida dan penggunaan pestisida; kegiatan pengairan; kegiatan pasca panen dan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pasca panen; pelatihan pekerja; perlakuan untuk tanah/ media tanam. SA 3. Catatan disimpan selama minimal 2 tahun. SA 4. Seluruh catatan dan dokumentasi selalu diperbaharui. SA Pengaduan 1. Tersedia catatan tentang keluhan/ ketidakpuasan konsumen. A 2. Tersedia catatan mengenai langkah koreksi dari keluhan konsumen. A 3. Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan. A Evaluasi Intenal 1. Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik. A 2. Tersedia catatan tndakan perbaikan sesuai hasil evaluasi. A
Sistem
xxxiii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Syarat registrasi lahan usaha: 1. Memahami kaidah GAP, 2. Adanya SOP budidaya spesifik tanaman dan spesifik lokasi Memahami kaidah pengendalian hama terpadu 4. Memiliki buku kerja/buku catatan budidaya.
sesuai kaidah GAP,
3.
Format penomoran registrasi lahan usaha dalam rangka penerapan GAP, terdiri dari 3 segmen, segmen pertama “GAP.01”, segmen kedua “Prov. Kab. 1” dan segmen ketiga “I.001”, yang secara lengkap format penomoran registrasi lahan usaha disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Format penomoran Registrasi Lahan Usaha Keterangan: GAP ----- registrasi lahan usaha yang telah menerapkan GAP dan melaksanakan SOP 01 ------- kode untuk Hortikultura Prov ----- diisi kode provinsi berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2008 Kab ------ diisi kode kabupaten berdasarkan Permendagri No. 6 Tahun 2008 1 --------- nomor urut identifikasi lahan usaha ke 1. I ----------- diisi kode kelompok komoditi berdasarkan Permentan 511 Tahun 2006, secara berurutan (I) Buah Segar, (II) Sayur Segar, (III) Biofarmaka, (IV) Tanaman Hias) 001 ------ diisi kode komoditas berdasarkan Permentan 511 Tahun 2006 Dalam rangka penerapan GAP, identifikasi juga terhadap adanya SOP (Standar Operasional Prosedur), yaitu petunjuk teknis standar penerapan teknologi budidaya yang spesifk komoditas dan spesifk lokasi serta teknologi untuk menghasilkan produk, sesuai dengan target produksi dan mutu yang diharapkan. Berikut disajikan SOP registrasi lahan usaha pertanian organik (Gambar 3) dan berturut-turut contoh satandar operasional prosedur (SOP) dalam rangka registrasi lahan usaha pertanian organik (Gambar 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10)..
Sistem
xxxiv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Gambar 3. Standar operasional prosedur registrasi lahan usaha pertanian organik
Standar Operasional Prosedur Pemilihan Lahan Usaha Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi Sistem
xxxv
: 01 :-
Tanggal Pembuatan : 6 April 2015 Halaman : 1 dari 3 Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi pemilihan lokasi, agar diperoleh lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh untuk budidaya buncis organik dan registrasi lahan usaha yang mengacu kepada ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik 3. Definisi Lahan usaha adalah tempat disusahakannya budidaya tanaman cabai merah denga sistem pertanian organik. Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan. Lahan usaha adalah tempat diusahakannya budidaya tanaman yang ada batas-batasnya. Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi, atau badan usaha yang bergerak di bidang budidaya suatu tanaman. Sistem petanian organik adalah sistem manajemen produksi yan gholistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologin tanah. Pangan organik berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisasisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, penglolaan air, pengelolaan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati. 4. Standar pemilihan lahan usaha a) Calon lahan usaha pertanaman cabai merah memiliki kesesuaian agroklimat pertumbuhan cabai: Mikroklimat iklim basah sampai kering • PH berkisar 5,5 – 6 • tinggi tempat 1.000 – 1.500 m dpl • suhu rata-rata 20 – 25 oC • kelembaban udara ± 55% • curah hujan optimal 1.500 – 2.500 mm/tahun. • drainase baik b) Calon lahan usaha pertanaman dapat diketahui batas lahan c) Sumber air irigasi yang tersedia tidak tercemar B3 d) Calon lahan usaha harus di tempat terbuka/tidak terlindung (intensitas cahaya 400-800 feetcandles) e) Lokasi lahan usaha mempunyai akses transportasi lancar f) Harus ada tanaman pelindung (wind barrier) di sekitar lahan usaha. g) Jenis tanah andosol atau regosol h) Kesuburan tanah: subur, gembur dan permeabilitas sedang i) Drainase baik j) Lahan dan Penyiapan Lahan: • Unit usaha harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan; Sistem
xxxvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
• Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran benih, atau untuk tanaman tahunan selain padang rumput, paling sedikit 3 (tiga) tahun sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua belas) bulan untuk kasus tertentu. Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap; • Padang rumput sebagaimana dimaksud pada poin ke-2 merupakan suatu lahan yang ditumbuhi rumput liar (tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan-bahan kimia sintetis sehingga tidak memerlukan masa konversi; • Dalam hal seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap; • Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional; k) Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran sampah. Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik. • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan. • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem
xxxvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur pemilihan lahan usaha
Gambar 4. Proses alur pemilihan lahan usaha budidaya buncis organik
Standar Operasional Prosedur Penyiapan Benih Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
Sistem
xxxviii
: 02 :-
Tanggal Pembuatan : 6 April 2015 Halaman : 1 dari 3
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi memilih benih yang baik mengacu kepada ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. Benih yang baik mempunyai daya tumbuh yang tinggi, dapat disimpan lama, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tumbuhnya cepat dan merata, serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi tinggi. pada hilum bebas dari hama dan penyakit, seragam, tidak tercampur dengan varietas lain, serta bersih dari kotoran. 3. Definisi Benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. 4. Standar penyiapan benih a) Memilih benih yang bersertifikat b) Apabila benih berlebih disimpan pada suhu 18 – 20 0C dengan kelembaban relatif 50 – 60% dan kadar air benih ± 14%. c) Harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara organik d) Apabila benih organik tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada huruf c) maka: • pada tahap awal dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis • benih yang sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, perlu dilakukan tindakan pencucian untuk meminimalkan residu pestisida sintetis • media benih tidak menggunakan bahan sebagai berikut: urea; single/double/triple super phosphate; amonium sulfat; kalium klorida; kalium nitrat; kalsium nitrat; pupuk kimia sintetis lain; EDTA chelates; zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetis; biakan mikroba yang menggunakan media kimia sintetis dan semua produk yang mengandung GMO. e) Tidak boleh berasal dari hasil rekayasa genetika Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem
xxxix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur penyiapan lahan
Gambar 5. Proses alur penyiapan benih pada budidaya buncis organik Standar Operasional Prosedur Penanaman Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
: 03 :-
Tanggal Pembuatan : 6 April 2015 Halaman : 1 dari 3
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi Sistem
xl
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi pola penaman, pembuatan lubang tanam dan cara penanaman sesuai ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. 3. Definisi Pola penanaman adalah distribusi tanaman di lapang produksi, sehingga membentuk pola barisan atau pola pagar dll. Lubang tanam adalah tempat tanaman ditanam. Cara tanam adalah cara yang digunakan dalam penanaman, apakah melalui pesemaian atau benih langsung ditanam. 4. Standar pengelolaan kesuburan tanah a) Tanaman buncis ditanam dengan pola pagar atau barisan karenanya penanaman dilakukan pada bedengan atau guludan. Pada pola ini, jarak antar tanaman lebih sempit daripada jarak antar barisan tanamannya. Dengan pola tanam barisan akan mempermudah pekerjaan selanjutnya, seperti pemeliharaan, pengairan, pemupukan, pembumbunan dan panen. b) Jarak tanaman yang digunakan adalah 20 x 50 cm, apabila tingkat kesuburan tanahnya tinggi, maka sebaiknya menggunakan jarak tanam yang lebih sempit (20 x 40 cm). Penentuan jarak tanam dengan memperhatikan tersedianya air, hara dan cahaya matahari. c) Pembuatan lubang tanam dengan cara ditugal, agar lubang tanam itu lurus, sebelumnya dapat diberi tanda dengan ajir, bambu, penggaris atau tali. d) Kedalaman tugal 4 – 6 cm untuk tanah yang remah dan gembur, sedangkan untuk tanah liat dapat digunakan ukuran 2 – 4 cm. e) Tanaman buncis tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang sukar dipindahkan, sehingga benih buncis dapat langsung ditanam di lahan/kebun. Tiap lubang tanam dapat diisi 2-3 butir benih. Setelah itu lubang tanam ditutup dengan tanah. Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem
xli
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur penanaman
Gambar 6. Proses alur penanaman pada budidaya buncis organik Standar Operasional Prosedur Pemeliharaan Tanaman Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
Sistem
xlii
: 04 :-
Tanggal Pembuatan : 7 April 2015 Halaman : 1 dari 3
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi penyulaman, pengguludan, pendangiran, pemangkasan, pemupukan susulan, pengairan dan pemasangan lanjaran/ajir/turus (untuk varietas buncis yang merambat) sesuai ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. 3. Definisi Penyulaman adalah penggantian benih yang baru pada tempat penanaman sebelumnya, dilakukan karena benih tidak tumbuh, pertumbuhannya terhambat atau karena terserang hama dan/atau penyakit bibit (lalat bibit, dumping-off). Pengguludan adalah meninggikan guludan dengan tujuan untuk menguatkan tumbuhnya tanaman, pekerjaan tersebut disertai pendangiran. Pendangiran adalah penggemburan tanah dengan pencangkulan ringan di sekitar tanaman, dengan tujuan untuk menggemburkan tanah dan pengendalian gulma. Pemangkasan adalah memotong ujung tanaman, percabangan dengan tujuan untuk memperbanyak rantint-ranting agar diperoleh buah yang banyak. Pemangkasan dilakukan sebatas sulur. Pemupukan susulan adalah pemberian pupuk organik setelah tanaman tumbuh dengan tujuan untuk menambah ketersediaan hara dalam tanah atau memenuhi kebutuhan hara tanaman secara foliar feeding. Pengairan adalah pemberian air pada media tanam dengan tujuan untuk menjaga kelembaban tanah dan ketersediaan unsur hara, dan memenuhi kebutuhan air pada organ tanaman untuk proses fisiologis. 4. Standar pemeliharaan tanaman a) Benih buncis tumbuh setelah 5 hari setelah tanam, benih yang tidak tumbuh harus segera diganti (penyulaman) dengan benih yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada saat tanaman berumur kurang dari 10 hari setelah tanam. b) Pengguludan dilakukan pada saat tanaman berumur 20 dan 40 hari setelah tanam. c) Pemangkasan sebatas (di atas) terbentuknya sulur, pelaksanaan dilakukan pada saat tanaman telah berumur 2 dan 5 minggu setelah tanam. d) Pemupukan susulan menggunakan pupuk organik cair, dilakukan pada saat tanaman berumur 21 – 35 hari setelah tanam, dengan dosis 10 l/ha. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan menyiramkan di sekitar tanaman atau melalui foliar feeding. e) Pengairan dilakukan apabila penanamannya pada musim kemarau, yaitu pada umur 1 – 15 hari setelah tanam. Pelaksanaannya dilakukan 2 kali sehari, (pagi dan sore) untuk sistem kocoran, sedangkan untuk pengairan sistem penggenangan dapat dilakukan 5 – 7 hari sekali (sesuai keadaan lahan). Apabila penanamannya dilakukan pada musim hujan, yang perlu diperhatikan adalah masalah pembuangan air. Kelebihan air dapat disalurkan melalui parit-parit yang telah dibuat diantara guludan yang dialirkan ke selokan keliling sebagai saluran pembuangan. f) Sumber air: • Berasal dari sumber mata air yang langsung atau dari sumber lain yang tidak terkontaminasi oleh bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan;
Sistem
xliii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
• Air yang berasal selain sebagaimana dimaksud pada poin pertama harus telah mengalami perlakuan untuk mengurangi cemaran; • Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi. g) Pemasangan lanjaran/turus/ajir, dilakuakn untuk tanaman buncis tipe merambat, Lanjaran dibuat dari bambu dengan ukuran panjang 2 m dan lebar 4 cm. Turus tersebut ditancapkan di dekat tanaman. Pemasangan turus dapat dilakukan bersamaan dengan peninggian guludan pada saat tanaman berumur 20 hari setelah tanam. h) Pengendalian gulma secara fisik, mekanis atau dengan pemanasan (flame weeding). i) Pengelolaan Kesuburan Tanah • Memelihara dan meningkatkan kesuburan dan aktivitas biologis tanah dengan cara penanaman kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui program rotasi tahunan yang sesuai; • Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar dari unit usaha budidaya. Produk samping peternakan, seperti kotoran ternak, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dibudidayakan secara organik; • Untuk aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis tanaman yang sesuai; • Bahan biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan aktivitas biologi tanah; • Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya harus dikomposkan dengan baik dan tidak boleh dibakar; j) Untuk menjaga kesuburan dan aktivitas biologi tanah, dilarang menggunakan pupuk kimia sintetis, kotoran hewan secara langsung, kotoran manusia (tinja) dan kotoran babi; Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius. • Rizqiani, N.F., Ambarwati, E. dan Yuwono, N.W., 2007. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 (1).
Sistem
xliv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur pemeliharaan tanaman
Gambar 7. Proses alur pemeliharaan tanaman pada budidaya buncis organik Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Kesuburan Tanah Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
Sistem
xlv
: 05 :-
Tanggal Pembuatan : 6 April 2015 Halaman : 1 dari 3
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi pembersihan gulma, pengolahan lahan, pengapuran dan pemupukan mengacu kepada ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. 3. Definisi Pengolahan lahan adalah semua pekerjaan yang ditujukan pada tanah untuk menciptakan media tanam yang ideal, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pembersihan rumput-rumputan, penggemburan tanah, dan pembuatan parit-parit drainase adalah termasuk pengolahan tanah. Pupuk organik adalah bahan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, hijauan tanaman, kotoran hewan (padat dan cair) kecuali yang berasal dari factory farming, berbentuk padat atau cair yang telah mengalami proses dekomposisi dan digunakan untuk memasok hara tanaman dan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman. 4. Standar pengelolaan kesuburan tanah a) Pembersihan rumput-rumputan (gulma) bermaksud agar tidak terjadi persaingan makanan dengan tanaman pokoknya. Cara membersihkannya dapat secara manual, yaitu dengan jalan mencabut gulma dengan tangan atau secara mekanis (menggunakan cangkul, gathul dll). b) Tanah dibajak dan dicangkul 1 – 2 kali sedalam 20 – 30 cm. c) Untuk tanah-tanah berat pencangkulan dilakukan dua kali dengan jangka waktu 2 – 3 minggu, untuk tanah-tanah ringan pencangkulan cukup dilakukan sekali. d) Pembuatan bedengan, ukuran panjang 5 m, lebar 1 m dan tinggi 0,20 m. Jarak antar bedengan 40 – 50 cm, sebagai jalan juga untuk saluran pembuangan air (drainase). e) Untuk areal yang tidak begitu luas, misalnya tanah pekarangan, tidak dibuat bedengan tetapi menggunakan guludan tanah selebar 20 cm, panjang 5 m, tinggi 10-15 cm dan jarak antar guludan 70 cm. f) Untuk menaikkan pH tanah dilakukan pengapuran, menggunakan batu kapur kalsit, gips, dolomite, atau zeolit. Dosis untuk menaikan pH sebesar 0,1 sebesar 480 kg/ha. Pemberian kapur sebaiknya dilakukan 2 – 3 minggu sebelum penanaman, dengan cara tanah digemburkan dengan mencakulnya dan kapur disebar merata. Tanah dicangkul kembali agar kapur dapat bercampur dengan tanah secara merata. g) Pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian pupuk kandang atau kompos sebanyak 30 – 40 kg/10 m2. Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem
xlvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Sistem
xlvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur pengelolaan kesuburan tanah
Gambar 8. Proses alur pengelolaan kesuburan tanah pada budidaya buncis organik Standar Operasional Prosedur Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
Sistem
xlviii
: 06 :-
Tanggal Pembuatan : 7 April 2015 Halaman : 1 dari 3
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman b) Meningkatkan efisiensi produksi c) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan d) Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen e) Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida organik/botanik, sesuai ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. 3. Definisi Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tanaman. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Pestisida organik/botanik adalah senyawa atau komponen bioaktif asal tanaman atau dari bahan organik lainnya, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Agens Hayati adalah setiap organisme yang dalam perkembangannya dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu tanaman dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluannya. 4. Standar pemeliharaan tanaman Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman a) Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa genetika; b) Tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma; c) Menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu sehingga dapat menekan kerugian akibat organisme pengganggu tanaman; d) Aplikasi pestisida organik (format asap cair) untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara terjadwal (3, 5 atau 7 hari) sekali tergantung intensitas serangan, dengan konsentrasi 12,5% (v/v). e) Organisme pengganggu tanaman harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi dari cara seperti berikut: 1) pemilihan varietas yang sesuai; 2) program rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai; 3) pengolahan tanah secara mekanik; 4) penggunaan tanaman perangkap; 5) penggunaan pupuk hijau dan sisa potongan tanaman; 6) pengendalian mekanis seperti pengunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara; 7) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami (parasit, predator dan patogen serangga) melalui pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti: pembuatan pagar hidup dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli untuk mengembangkan populasi musuh alami penyangga ekologi; f) Jika terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat digunakan bahan sebagai berikut: Sistem
xlix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
1) 2) 4) 5) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29) 30)
Pestisida nabati (kecuali nikotin yang diisolasi dari tembakau); Tembakau (leaf tea) yang diekstrak dengan air dan langsung digunakan; 3) Propolis; Minyak tumbuhan dan binatang; Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, ekstrak rumput laut, garam laut dari air laut 6) Gelatin; Lecitin; Casein; Asam alami (vinegar); Produk fermentasi dari aspergillus; Ekstrak jamur; Ekstrak Chlorella; Senyawa anorganik (campuran bordeaux, tembaga hidroksida, tembaga oksiklorida); 14) Campuran burgundy; Garam tembaga; Belerang (sulfur); Bubuk mineral (stone meal, silikat); Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth); Silikat, clay (bentonit); Natrium silikat; Natrium bikarbonat; Kalium permanganate; Minyak parafin; Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus thuringiensis; Karbondioksida dan gas nitrogen; Sabun kalium (sabun lembut); Etil alkohol; Serangga jantan yang telah disterilisasi; Preparat pheromone dan atraktan nabati; Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk perangkap.
Referensi • Priyadi, S., 2001. Komponen Aktif daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss), Ekstraksi dan Penghambatan Aktivitas Makan terhadap Plutella xylostella. Agrosains-Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Pertanian-Universitas Gadjah Mada, 14(3). • Priyadi, S., 2008. Efikasi Komponen Bio-Aktif Pestisidal Asam Hidroksinamat Asap Cair Sampah Organik terhadap Tryporiza incertulas. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 8(2). • Priyadi, S., 2014. Agribisnis Pertanian Organik Menggunakan Pestisida Ramah Lingkungan Format Asap Cair. Pendampingan Petani pada Budidaya Tanaman Cabe Merah Besar. • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables). • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyarata untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
l
Proses alur
Gambar 9. Proses alur Pengendalian OPT pada budidaya buncis organik Standar Operasional Prosedur Panen dan Pascapanen Pada Budidaya Buncis Organik No. Dokumen Status Revisi
: 07 :-
Tanggal Pembuatan : 7 April 2015 Halaman : 1 dari 3
1. Tujuan Prosedur ini ditetapkan sebagai pedoman yang baik untuk: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
li
b) c) d) e)
Meningkatkan efisiensi produksi Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan Memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan pangan organik oleh pasar domestik maupun internasional f) Meningkatkan kesejahteraan petani 2. Ruang lingkup Prosedur ini meliputi ciri dan umur tanaman siap panen, cara penen, periode panen dan estimasi hasil, sesuai ketentuan Indonesia Good Agriculture Practices (Indo-GAP) dan Standar Nasionla Indonesia Sistem Pangan Organik. 3. Definisi Panen adalah serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman yang menandai berakhirnya kegiatan on-farm. Pascapanen adalah tahapan penanganan hasil budidaya segera setelah pemanenan, meliputi: pengeringan, pendinginan, pembersihan, sortasi, penyimpanan, dan pengemasan. 4. Standar panen dan pascapanen Ciri dan umur tanaman siap panen a) Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman berumur 60 hari dan polong memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Warna polong agak muda dan suram 2. Permukaan kulitnya agak kasar 3. Biji dalam polong belum menonjol 4. Bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup. Penentuan waktu panen harus tepat, sebab apabila pemanenan terlambat beberapa hari saja maka polong bincis dapat terserang penyakit bercak Cercospora. b) Cara panen Panen dilakukan dengan cara dipetik dengan tangan. Penggunaan alat seperti pisau atau gunting sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan luka pada polong. Apabila hal ini terjadi maka cendawan atau bakteri dapat masuk kedalam jaringan, sehingga dapat menurunkan kualitas polong. c) Periode panen Pelaksanaan panen dilakukan secara bertahap, yaitu 2 – 3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh polong yang seragam dalam tingkat kemasakannya. Pemetikan dihentikan pada saat tanaman berumur lebih dari 80 hari setelah tanam (± 7 kali panen). d) Estimasi hasil (bobot segar polong) Sistem budidaya tanaman buncis yang baik (sesuai dengan ketentuan di atas), maka produksi perhektar dapat mencapai 150 kuintal polong segar. Pascapanen, penyimpanan dan transportasi a) Pencucian produk organik segar dilakukan dengan menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pertanian organik b) Sortasi dan grading Sortasi meliputi kegiatan-kegiatan membuang atau memisahkan hasil berdasarkan kualitasnya (polong cacat akibat serangan hama dan penyakit, polong lewat masak maupun polong yang patah akibat panen yang kurang baik). Sortasi dilakukan di tempat-tempat pengumpulan yang letaknya tidak jauh dari lahan usaha. Tempat sortasi harus cukup terlindung, supaya polong tidak lekas menjadi layu. Grading lebih kearah nilai estetikanya (warna, dimensi). Perlakuan sortasi atau grading tergantung juga kepada peruntukannya atau tempat pemasarannya (misalnya pasar swalayan, restoran, atau hotel), untuk buncis polong sudah berserat liat. c) Pengemasan dan Pengepakan Pengemasan dilakukan secara bertahap dimana pada tahap pertama (primer) dimana sayuran dikemas dengan bahan plastik atau kertas agar bahan terhindar dari kerusakan akibat gesekan atau Sistem
lii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
d)
e) f) g)
benturan sesama bahan maupun dengan benda lain sehingga mutunya dapat tetap dipertahankan. Selanjutnya dilakukan tahap kedua (sekunder) dimana sauran dikemas karton atau kotak kayu. Selanjutnya karton atau kotak kayu tersebut disimpan di atas suatu pallet untuk kemudian dikirim ke ruang pendingin. Penyimpanan Buncis termasuk sayuran yang bersifat perishable food, artinya tidak tahan disimpan lama dalam keadaan segar, cepat rusak. Mengingat sifat buncis tersebut maka diperlukan penyimpanan khusus apabila buncis tidak langsung dipasarkan. Cara penyimpanan yang biasa dilakukan adalah sistem pendinginan (cooling), kondisi penyimpanan dingin yang dimaksut suhu 4,4 – 7,2 0C dengan kelembaban 90 – 95%. Pada kondisi penyimpanan tersebut, dapat menambah shelf life-time (masa kesegaran) buncis dapat mencapai 7 – 15 hari. Hindari penyimpanan di bawah suhu optimal, menyebabkan chilling injury dengan tanda kerusakan meningkatnya kepekan terhadap penyakit. Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca panen, penyimpanan maupun pengangkutan Peralatan pasca panen harus bebas kontaminasi bahan kimia sintetis Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi produk Dalam pengemasan disarankan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami dekomposisi. Selalu menjaga integritas produk organik selama penanganan, penyimpanan dan transportasi.
Referensi • Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) • Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 64/Permentan/Ot.140/5/ 2013 Tentang Sistem Pertanian Organik • SNI 6729:2010 Sistem Pangan Organik • SNI ISO 220002009 Sistem Manajemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai Pangan • Samad, M.Y., 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri • Rahmat Rukmana, 1998. Bertanam Buncis. Kanisius
Sistem
liii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Proses alur
Gambar 10. Proses alur panen dan pascapanen buncis organik
BUKU CATATAN KERJA PETANI PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES CATATAN BUDIDAYA TANAMAN …………………………………………….. Pemilik usaha : Luas lahan :
No. Tgl/bulan/tahun
Sistem
liv
Penjaminan
Uraian kegiatan
Mutu
Paraf
Pertanian
Organik
1.
2.
3.
Sistem
lv
Persiapan lahan 1) Waktu pengolahan tanah …………………………………………………………………. 2) Cara pengolahan tanah …………………………………………………………………. 3) Pemupukan dasar Jenis pupuk ………………………………………………………………. • Waktu ………………………………………………………………. • Dosis ………………………………………………………………. • Cara aplikasi ………………………………………………………………. 4) Pembuatan guludan/bedengan …………………………………………………………………. 5) Pemasangan mulsa plastik hitam-perak dan pelubangan tempat penanaman …………………………………………………………………. 6) dst…………….. …………………………………………………………………. Benih 1) Mutu benih …………………………………………………………………. 2) Varietas …………………………………………………………………. 3) Asal benih …………………………………………………………………. 4) Banyaknya benih …………………………………………………………………. 5) dst…………….. …………………………………………………………………. Penyiapan dan Penaman 1) Waktu pembuatan pesemaian …………………………………………………………………. 2) Pesemaian (cara) …………………………………………………………………. 3) Waktu tanam …………………………………………………………………. 4) Cara penanaman …………………………………………………………………. 5) Jarak tanam …………………………………………………………………. 6) Jumlah bibit per lubang ………………………………………………………………….
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
7) Dalamnya penanaman …………………………………………………………………. 8) dst…………….. ………………………………………………………………….
Sistem
lvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
4.
Pemeliharaan tanaman 1) Penyiangan Cara ………………………………………………………………. • …………………………………………..………………….. 2) Pemupukan susulan Jenis pupuk ………………………………………………………………. • Waktu ………………………………………………………………. • Dosis ………………………………………………………………. • Cara aplikasi ………………………………………………………………. • Asal kotoran ternak/asal bahan ………………………………………………………………. • Starter untuk aktivasi kompos ………………………………………………………………. • Penambahan bahan biodinamik ………………………………………………………………. …………………………………………..…………………..
3) Pestisida • Asal/merek ………………………………………………………………. • Jenis pestisida ………………………………………………………………. • Bahan pembuatan ………………………………………………………………. • Cara pembuatan ………………………………………………………………. • Jenis OPT ………………………………………………………………. • Intensitas serangan ………………………………………………………………. • Cara aplikasi ………………………………………………………………. • Dosis aplikasi ………………………………………………………………. • Waktu terjadinya serangan (umur tanaman) ………………………………………………………………. • Waktu aplikasi ………………………………………………………………. • Frekuensi aplikasi ……………………………………………………………….
Sistem
lvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
• Jenis gulma ………………………………………………………………. • Waktu pengendalian gulma (umur tanaman) ………………………………………………………………. • Cara pengendalian gulma ………………………………………………………………. …………………………………………...…………………. 4) Permasalahan dalam pengendalian hama/penyakit dan gulma: ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. ………………………………………………………………. 5.
Pengairan • Sumber air ………………………………………………………………. • Cemaran B3 ………………………………………………………………. • Waktu (umur tanaman) ………………………………………………………………. • Frekuensi pengairan ………………………………………………………………. • Cara pengairan ………………………………………………………………. ………………………………………….……………………
6.
Panen • Tahapan panen ………………………………………………………………. • Waktu panen ………………………………………………………………. • Metode pemanenan ………………………………………………………………. • Frekuensi panen ………………………………………………………………. • Wadah yang digunakan ………………………………………………………………. • Hasil panen (kg) ………………………………………………………………. • Waktu penjualan ………………………………………………………………. …………………………………………..………………….
Sistem
lviii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
7.
Sistem
lix
Pascapanen Sortasi/grading ………………………………………………………………. • Lokasi sortasi/grading ………………………………………………………………. • Persentase kerusakan ………………………………………………………………. • Cara penyimpanan ………………………………………………………………. • Lokasi penyimpanan ………………………………………………………………. • Bahan pengemasan ………………………………………………………………. • Cara pengemasan ………………………………………………………………. • Jumlah kemasan ………………………………………………………………. • Pengangkutan ………………………………………………………………. • …………………………………………..…………………..
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Contoh: FORMULIR PERMOHONAN REGISTRASI AWAL Jumantono, …………………….. 2015 Nomor : ................. Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Permohonan registrasi lahan usaha tanaman jagung manis organik GAP
KepadaYth. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota …. di .............................
Dengan hormat, Bersama ini kami sampaikan permohonan agar kiranya kebun/lahan usaha tanaman jagung manis organik yang kami kelola dapat diregistrasi sebagai kebun/lahan usaha dalam rangka good agricultural practices sesuai dengan aturan yang berlaku. Adapun data dan informasi teknis mengenai kebun/lahan usaha yang akan diregistrasi sebagaimana terlampir. Selanjutnya kami mohon kesediaannya untuk dapat memproses lebih lanjut permohonan ini. Demikian, atas segala perhatian dan berkenannya mengabulkan permohonan kami diucapkan terimakasih. Hormat kami Pemohon,
……………………………. (nama jelas,tandatangan)
Tembusan Kepada Yth: Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah Contoh: DATA PERMOHONAN REGISTRASI AWAL A. Data Pemohon Jenis Pengajuan Registrasi Nama
: .................................................................................................
Alamat
: .................................................................................................
Telepon
: .................................................................................................
Sistem
lx
□ Perorangan □ Kelompok
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Alamat/Lokasi kebun/lahan usaha
: .................................................................................................
Luas kebun/lahan usaha
: .................................................................................................
Komoditas yang akan diregistrasi
: .................................................................................................
B. Informasi kebun/lahan usaha No. Pertanyaan 1. Penerapan buku catatan kerja petani tentang budidaya tanaman yang diajukan meliputi (input, onfarm dan output) 2. Pemahaman dan penerapan GAP tanaman yang diajukan 3. Pemahaman dan penerapan SOP tanaman yang diajukan 4. Pemahaman dan penerapan PHT
Ya
Tidak
C. Peta lokasi lahan usaha yang diajukan registrasi
Dengan ini saya menyatakan behwa informasi yang saya berikan dia tas benar, dan saya secara konsisten akan menerapkan good agricultural practices dalam pengelolaan usaha tani jagung manis yang saya jalani. Jumantono, ………………………… 2015
VI.
Nama/tanda tangan PENJAMINAN MUTU PANGAN SEGAR ASAL TANAMAN
Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami penjaminan mutu pangan segar asal tanaman dalam rangka good agricultural practices Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan kerangka pikir penjaminan mutu pangan segar asal tanaman • Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan definisi yang terkait tinjauan umum pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan keamanan pangan segar asal tanaman Sistem
lxi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
6.1. Kerangka Pikir Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan segar yang aman untuk dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya, baik karena cemaran kimia maupun mikroba yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi dan mendukung terjaminnya pertumbuhan/ perkembangan kesehatan dan kecerdasan manusia. Sampai saat ini belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya keamanan pangan, termasuk pangan segar. Hal ini disebabkan masyarakat baik produsen (terutama produsen skala rumah tangga) maupun konsumen belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup sehingga masalah keamanan pangan belum menjadi prioritas dalam mengembangkan/memilih pangan untuk dikonsumsi. Disamping itu belum efektifnya penanganan keamanan pangan segar, juga dikarenakan: (1) belum berkembangnya sistem pembinaan dan pengawasan keamanan pangan; (2) terbatasnya laboratorium yang telah terakreditasi terutama di beberapa provinsi, sehingga sistem penjaminan keamanan dan mutu produk pangan segar belum berjalan dengan baik. Di dalam penanganan keamanan pangan segar baik yang berasal dari pangan segar asal tanaman (PSAT) maupun asal hewan merupakan tanggungjawab Kementerian Pertanian. Ada beberapa unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang menangani keamanan pangan segar, yaitu Badan Karantina Pertanian (Barantan), Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP), Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen Nak dan Keswan) dan Badan Ketahanan Pangan (BKP). Barantan memiliki tugas dalam pengawasan lalu lintas pangan segar di pintu pemasukan dan pengeluaran. Pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan oleh Ditjen PPHP lebih bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional melalui penanganan mutu dan standardisasi hasil pertanian. Pengawasan keamanan pangan segar asal tanaman di peredaran merupakan tugas BKP. Berdasarkan Perpres No. 24 Tahun 2010 junto Perpres No. 92 tahun 2011, bahwa Badan Ketahanan Pangan melakukan pengkajian, penyiapan perumusan bahan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai fungsi melakukan pengkajian, penyusunan kebijakan, koordinasi, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengawasan obat dan makanan. Sedangkan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) melakukan pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan hasil pertanian (Permentan Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010). 6.2. Istilah dan Definisi Pangan Segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Pangan Segar Asal Tanaman (PSAT) adalah pangan asal tumbuhan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Keamanan PSAT adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah PSAT dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Persyaratan keamanan PSAT adalah standar dan ketentuan – ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah PSAT dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pengawasan Keamanan PSAT adalah upaya – upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin keamanan PSAT yang beredar (inspeksi, pengambilan contoh, monitoring, pengujian). Sistem
lxii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Pangan produk rekayasa genetika adalah pangan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika. Iradiasi pangan adalah metoda penanganan pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan pangan dari jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Laboratorium uji adalah laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau yang ditunjuk Menteri Pertanian. Pengawas Keamanan PSAT adalah petugas yang secara resmi ditugaskan oleh Badan Ketahanan Pangan untuk melakukan pengawasan pada pelaku usaha PSAT. Petugas Pengambil Contoh adalah petugas yang memiliki kompetensi dalam pengambilan contoh PSAT dan telah tersertifikasi oleh lembaga yang terakreditasi atau telah diakui kompetensinya oleh lembaga yang berwenang. Pelaku usaha PSAT adalah setiap orang yang bergerak pada suatu atau lebih subsistem agribisnis pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan dan penunjang. Daerah adalah provinsi atau kabupaten/kota di wilayah Negara Republik Indonesia. 6.3. Keamanan Pangan Segar Asal Tanaman Berdasarkan hasil pemantauan kondisi keamanan pangan segar di Indonesia masih ditemukan ketidak sesuaian antara lain: o praktek – praktek dalam rantai pangan segar yang tidak memenuhi standar keamanan pangan; o penghargaan masyarakat terhadap pangan yang aman masih rendah karena dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi; o masih ditemukan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, cemaran residu pestisida di atas Batas Maksimum Residu (BMR), kandungan bahan aktif yang dilarang, cemaran mikroba, dll. Di sisi lain, tuntutan pasar internasional terhadap keamanan pangan terus meningkat dan standar internasional terkait keamanan pangan semakin berkembang, serta keamanan pangan telah menjadi tolok ukur terhadap citra dan kepercayaan dunia akan hasil produk pangan suatu negara. Keamanan pangan merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kualitas SDM. Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang tidak akan berarti, jika makanan yang dikonsumsi masyarakat tidak aman dari cemaran kimia maupun mikroba. Pangan yang tercemar mikroba menyebabkan berbagai kasus Penyakit Bawaan Makanan (PBM), seperti diare. Sedangkan pangan yang terkontaminasi cemaran kimia, seperti residu pestisida dan toksin diduga sebagai penyebab penyakit kanker. Begitu pentingnya keamanan pangan ini menjadi dasar bagi negara - negara di dunia untuk mendeklarasikan bahwa keamanan pangan adalah hak asasi setiap individu dalam Internasional Conference on Nutrition pada tahun 1992.
Sistem
lxiii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Pengawasan keamanan pangan segar juga dilakukan mulai dari onfarm sampai pangan siap diedarkan. Badan/Dinas/Instansi yang menangani ketahanan pangan, melakukan pengawasan keamanan pangan segar di peredaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Untuk memperkuat pengawasan keamanan pangan segar, perlu koordinasi dengan instansi terkait secara terpadu, serta advokasi kepada pemangku kepentingan. Dalam penanganan keamanan pangan diperlukan kelembagaan yang kuat untuk melaksanakan fungsi pembinaan maupun pengawasan keamanan pangan segar. Pembinaan keamanan pangan segar menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Teknis Kementerian Pertanian pusat maupun daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, dan dilakukan mulai dari on farm sampai pangan siap diedarkan. Praktek penanganan pangan harus diterapkan di setiap rantai pangan. Pembinaan keamanan pangan dilaksanakan mulai dari proses budidaya dengan menerapkan praktek budidaya pertanian yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP) agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi, cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik atau Good Halding Practices (GHP). Begitu juga dalam pengolahan pangan, keamanan pangan dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Demikian halnya pada rantai distribusi dan retail, keamanan pangan segar dapat dilaksanakan dengan menerapkan Good Distribution Practices (GDP) dan Good Retail Practices (GRP). Parameter Uji Keamanan Pangan Segar o Pestisida • Organochlor • Organophosphate • Phyretroid • Carbamate o Mikroba • E. Coli • Salmonella o Logam Berat • Pb • Cd • Hg • As • Cu • Zn
VII. SERTIFIKASI PANGAN ORGANIK INDONESIA Tujuan Umum Pengajaran Mahasiswa dapat memahami sertifikasi pangan organik Indonesia Tujuan Khusus Pengajaran • Mahasiswa dapat menjelaskan istilah dan definisi yang terkait dengan tinjauan umum pengajaran Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan manajemen dalam rangka sertifikasi pangan organik • Mahasiswa dapat menjelaskan sistem sertifikasi pangan organik.
Sertifikasi menurut Pedoman Teknis Pembinaan dan Sertifikasi Pangan Organik dari Kementerian Pertanian (2012) adalah prosedur dari lembaga sertifikasi Pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui Pemerintah memberikan jaminan tertulis atau setara bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sistem pengawasan dan sertifikasi pangan organik di Indonesia mengacu pada SNI Sistem
lxiv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
pangan organik, CAC (Codex Alimentarius Commission) dan IFOAM (Sriyanto, 2010). Petunjuk teknis dari SNI 6729:2010 dan pedoman untuk mendapatkan sertifikat organik untuk produk pangan organik dituangkan dalam Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Organik dan Pedoman Umum Penerapan Jaminan Mutu Pengolahan Pangan Organik dari Otoritas Kompeten Pangan Organik Kementerian Pertanian (2008). Lembaga yang berhak memberikan sertifikasi pangan organik di Indonesia adalah lembaga yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO). Otoritas ini adalah lembaga yang kompeten dalam bidang organik yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 380/Kpts/OT.130/10/2005 dalam hal ini adalah Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian. Lembaga sertifikasi organik yang telah diakreditasi KAN saat ini adalah : 1) Lembaga Sertifikasi Organik Sucofindo, Jakarta Selatan (Nomor Sertifikat OKPO-LS-001); 2) Lembaga Sertifikasi Organik MAL, Depok, Jawa Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-002); 3) Lembaga Sertifikasi Organik INOFICE, Bogor, Jawa Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-003); 4) Lembaga Sertifikasi Organik Sumatera Barat, Padang, Sumatera Barat (Nomor Sertifikat OKPO-LS-004); 5) Lembaga Sertifikasi Organik LeSOS, Mojokerto, Jawa Timur (Nomor Sertifikat OKPO-LS-005); 6) Lembaga Sertifikasi Organik BIOcert Indonesia, Bogor, Jawa Barat (Nomor sertifikat OKPO-LS-006); dan 7) Lembaga Sertifikasi Organik Persada, Sleman, Yogyakarta (Nomor sertifikat OKPO-LS-007). Pemilik usaha (operator) harus memenuhi beberapa persyaratan untuk mendapatkan sertifikat organik di Indonesia, yang menyangkut kelengkapan dokumen administrasi dan kelembagaan. Pemilik usaha harus menetapkan, menerapkan dan menjaga produk organik yang sesuai dengan ruang lingkup kegiatannya sebagai langkah awal dalam mempersiapkan sertifikasi, dalam hal ini pemilik harus mendokumentasikan kebijakan, sistem, program, prosedur, dan instruksi untuk menjamin mutu produk organiknya. Dokumentasi sistem ini harus dikomunikasikan kepada, dimengerti oleh, tersedia bagi, dan diterapkan oleh semua personil yang terkait dalam bidang usaha yang dikerjakan dengan cara melakukan langkah-langkah yang barkaitan dengan persyaratan manajemen dan persyaratan teknis. Pelabelan Pangan Organik Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan atau gambar yang ada pada label yang menyertai produk pangan,yang berisi keterangan identitas produk tersebut atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan atau pembuangannya. Pemasangan label logo organik hanya dapat dilakukan setelah produk itu dinyatakan “organik” (disertifikasi organik) oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Namun demikian, produsen dapat menyatakan (claim) bahwa produknya organik asalkan tidak mencantumkan logo organik dimaksud. Hal ini berdasarkan prinsip pernyataan diri (self claim), pernyataan pihak kedua (second parties) dan sistem penjaminan partisipatif (participatory guarantee system). 7.1. Istilah dan Definisi Sertifikasi adalah prosedur di mana lembaga sertifikasi pemerintah, atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah, memberikan jaminan tertulis atau yang setara, bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi pangan dapat juga, bila diperlukan, berdasarkan suatu rangkaian kegiatan inspeksi yang mencakup inspeksi berkesinambungan, audit sistem jaminan mutu dan pemeriksaan produk akhirnya. Lembaga sertifikasi adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai “organik” adalah diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani, dan diimpor sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut LS. Operator adalah orang yang memproduksi, menyiapkan atau mengimpor, untuk tujuan pemasaran produk organik seperti diuraikan dalam SNI atau mereka yang memasarkan produk tersebut. Otoritas kompeten adalah adalah institusi pemerintah yang bertanggungjawab melaksanakan tugas merumuskan kebijakan peraturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik; merancang dan menformulasikan sistem dan acuan untuk dijadikan persyaratan wajib dalam pendirian lembaga sertifikasi organik; melakukan verifikasi terhadap lembaga sertifikasi dan/atau badan usaha yang
Sistem
lxv
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
menerapkan sistem jaminan mutu pertanian organik dalam program sertifikasi yang selanjutnya disebut OKPO. Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan untuk pengendalian pangan, bahan baku, pengolahan, dan distribusinya, termasuk uji produk baik yang dalam proses maupun produk akhirnya, untuk memverifikasi bahwa hal -hal tersebut sesuai dengan persyaratan. Inspektor adalah orang yang melakukan kegiatan inspeksi. Audit adalah pemeriksaan yang independen baik secara sistematis maupun fungsional untuk menetapkan apakah suatu kegiatan dan hasilnya sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Auditor adalah orang yang melakukan kegiatan audit. Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan atau gambar yang ada pada label yang menyertai produk pangan yang berisi keterangan identitas produk tersebut atau dipajang dekat dengan produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan. 7.2. Persyaratan Manajemen o Kebijakan Mutu Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan mutu yang ditetapkan dan diterapkan tentang sistem pangan organik sesuai ruang lingkup usahanya untuk menciptakan jaminan mutu produk pangan organik. Kebijakan mutu seyogyanya ditulis dalam kalimat yang singkat, jelas, dan mudah dimengerti serta dapat menggambarkan visi atau misi dari usahanya. o Ruang Lingkup Kegiatan Ruang Lingkup kegiatan meliputi ruang lingkup kegiatan dalam sistem pangan organik yang diusahakan, misalnya untuk sistem budidaya, pengolahan, pemasaran, importir dan sebagainya termasuk jenis komoditinya. o Organisasi Unit/badan usaha harus menjelaskan struktur organisasi yang ada serta uraian tugas masingmasing personil termasuk penanggungjawab dari penerapan jaminan mutu produk pangan organik sesuai ruang lingkup usahanya. o Personil Menjelaskan personil yang bertanggungjawab untuk mengembangkan, menerapkan, memutakhirkan, merivisi, dan mendistribusikan rencana kerja jaminan mutu (RKJM) produk pangan organik serta proses penyelesaiannya. Menyajikan cara memelihara rekaman data yang memuat program dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman personil. o Pengendalian Dokumen Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem, seperti peraturan, standar, atau dokumen normative lain, metode produksi/proses dan pengawasan, demikian juga gambar, perangkat lunak, spesifikasi, instruksi dan panduan. Semua dokumen yang diterbitkan untuk personil di unit usaha yang merupakan bagian dari sistem mutu harus dikaji ulang dan disahkan oleh personil yang berwenang sebelum diterbitkan. Prosedur yang disusun harus menjamin bahwa: • edisi resmi dari dokumen yang sesuai tersedia di semua lokasi tempat dilakukan kegiatan yang penting bagi efektifitas fungsi produk pangan organik; • dokumen dikaji ulang secara berkala, dan bila perlu, direvisi untuk memastikan kesinambungan kesesuaian dan kecukupan terhadap persyaratan yang diterapkan;
Sistem
lxvi
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
• dokumen harus diidentifikasi secara khusus yang mencakup tanggal penerbitan dan atau revisi, penomoran halaman, jumlah keseluruhan halaman, masa berlaku, dan pihak berwenang yang menerbitkan/mengesahkan. o Pembelian Jasa dan Perbekalan Unit/badan usaha harus mempunyai suatu kebijakan dan prosedur untuk: • Pemilihan dan evaluasi pemasok; • Memilih dan membeli jasa dan perbekalan yang penggunaannya mempengaruhi mutu produk pangan organik; • Penerimaan dan penyimpanan perbekalan; • Pemeliharaan rekaman-rekaman terkait pembelian jasa dan perbekalan serta tindakan yang dilakukan untuk mengecek kesesuaian o Pengaduan Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan pengaduan yang diterima dari pelanggan atau pihak-pihak lain. Rekaman semua pengaduan dan penyelidikan serta tindakan perbaikan yang dilakukan oleh unit/badan usaha harus dipelihara. o Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang harus diterapkan bila terdapat sapek apapun dari pekerkjaan/proses atau produk pangan organik yang tidak sesuai dengan prosedur, standar atau peraturan teknis serta persyaratan pelanggan yang telah disetujui. o Kebijakan dan prosedur harus memastikan bahwa : • Tanggungjawab dan kewenangan untuk pengelolaan pekerjaan/proses atau produk yang tidak sesuai ditentukan dan tindakan (termasuk menghentikan pekerjaan dan menahan produk) ditetapkan dan dilaksanakan bila ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai; • Evaluasi dilakukan terhadap signifikansi ketidaksesuaian pekerjaan/proses atau produk; • Tindakan perbaikan segera dilakukan bersamaan dengan keputusan pekerjaan/proses atau produk yang ditolak atau tidak sesuai; • Bila diperlukan, pelanggan diberitahu dan pekerjaan dibatalkan dan tanggungjawab untuk persetujuan dilanjutkannya kembali harus ditetapkan. o Tindakan Perbaikan Unit/badan usaha harus menetapkan kebijakan dan prosedur serta harus memberikan kewenangan yang sesuai untuk melakukan tindakan perbaikan bila pekerjaan yang tidak sesuai atau penyimpangan kebijakan dan prosedur di dalam sistem yang ditetapkan. Prosedur tindakan perbaikan harus dimulai dengan suatu penyelidikan untuk menentukan akar permasalahan. Apabila tindakan perbaikan perlu dilakukan, unit/badan usaha harus mengidentifikasi tindakan perbaikan yang potensial. Tindakan perbaikan harus dilakukan sampai sistem dapat berjalan kembali secara efektif, dan didokumentasikan. o Tindakan Pencegahan Penyebab ketidak sesuaian yang potensial, baik teknis maupun manajemen, harus diidentifikasi. Jika tindakan pencegahan diperlukan, rencana tindakan pencegahan harus dibuat, diterapkan dan dipantau untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kembali ketidaksesuaian yang serupa dan untuk mengambil manfaat melakukan peningkatan. Prosedur tindakan pencegahan harus mencakup tahap awal tindakan dan penerapan pengendalian untuk memastikan efetivitasnya. o Pengendalian Rekaman Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, pengumpulan, pemberian indeks penelusuran, pengarsipan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan rekaman. Rekaman harus mencakup laporan audit, audit internal dan kaji ulang manajemen termasuk rekaman-rekaman pelaksanaan proses/kegiatan termasuk laporan tindakan perbaikan Sistem
lxvii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
dan tindakan pencegahan. Semua rekaman harus dapat dibaca dan harus disimpan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga mudah didapat bila diperlukan dalam fasilitas yang memberikan lingkungan yang sesuai untuk mencegah terjadinya kerusakan atau deteriorasi dan untuk mencegah agar tidak hilang. Waktu penyimpanan harus ditetapkan. Unit/badan usaha harus menyimpan untuk suatu periode tertentu rekaman pengamatan asli, data yang diperoleh dan informasi yang cukup untuk menetapkan suatu jejak audit, rekaman kalibrasi, rekaman staf, dan salinan dari setiap laporan pelabelan produk. o Audit Internal Unit/badan usaha harus secara periodic, dan sesuai jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan audit internal untuk memverifikasi kegiatannya berlanjut sesuai dengan persyaratan produk pangan dan pertanian organik. Program audit internal harus ditujukan pada semua unsure dalam sistem produk pangan organik. Manajer mutu bertanggungjawab untuk merencanakan dan mengorganisasikan audit sebagaiman yang dipersyaratkan oleh jadwal dan diminta oleh manajemen. Audit harus dilakukan oleh personel terlatih dan mampu, yang bila sumberdaya memungkinkan, independen dari kegiatan yang diaudit. Hasil dari kegiatan audit internal harus direkam, tindak lanjut kegiatan audit harus diverifikasi. Penerapan serta efektivitasnya tindakan perbaikan yang telah dilakukan harus direkam. o Kaji Ulang Sistem Unit/badan usaha harus secara periodik, dan sesuai jadwal serta prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan kaji ulang pada seluruh sistem produk pangan organik sesuai ruang lingkupnya, untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektivitasnya, dan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan yang diperlukan. Kaji ulang harus memperhitungkan: • Kecocokan kebijakan dan prosedur; • Laporan dari staf manajerial dan personil penyelia; • Hasil audit internal yang terakhir; • Tindakan perbaikan dan pencegahan; • Asesmen oleh badan eksternal; • Perubahan volume dan jenis pekerjaan; • Umpan balik pelanggan; Pengaduan/keluhan konsumen; • Faktor-faktor relevan lainnya. o Amandemen Perubahan pada dokumen harus dikaji ulang dan disahkan oleh fungsi yang sama yang melakukan kaji ulang sebelumnya kecuali bila ditetapkan lain. Personil yang ditunjuk harus memiliki akses ke informasi latar belakang terkait yang mendasari kaji ulang dan pengesahannya. Perubahan dokumen harus dilaporkan kepada lembaga sertifikasi dan atau Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) . 7.3. Sistem Sertifikasi o Operator mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi (LS), dengan melampirkan datadata yang dipersyaratkan antara lain persyaratan adimistrasi, identitas operator dan dokumen penerapan jaminan mutu. LS akan melakukan evaluasi terhadap kelengkapan persyaratan. o LS akan menunjuk tim auditor yang akan melakukan penilaian terhadap kecukupan dokumen penerapan jaminan mutu dan inspeksi ke lapangan. o Tim auditor melakukan inspeksi (audit kecukupan, audit kesesuaian, sampling untuk diuji di laboratorium) o Tim auditor menyampaikan hasil inspeksi ke LS. o LS menunjuk panitia teknis untuk menilai hasil laporan yang diberikan tim auditor. o Panitia Teknis mengevaluasi laporan hasil inspeksi Tim auditor dan berkoordinasi dengan Tim auditor guna memberikan rekomendasi disetujui atau tidaknya pemberian sertifikat kepada operator. o Panitia Teknis membuat rekomendasi dan melaporkannya kepada Lembaga Sertifikasi. o Jika memenuhi syarat sesuai rekomendasi Panitia Teknis, maka sertifikat dan hak menggunakan label organik akan diberikan. Standar operasional prosedur sistem sertifikasi pangan organik disajikan pada (Gambar 12). Sistem
lxviii
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi. Kebun/lahan usaha yang telah diregistrasi dapat ditindak lanjuti dengan proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Berikut diagram keterkaitan antara sertifikasi kebun/lahan usaha good agricultural practices dengan sertifikasi (Gambar 11).
Gambar 11. Keterkaitan registrasi kebun dengan sertifikasi organik
Sistem
lxix
Penjaminan
Mutu
Pertanian
Organik
Gambar 12. Standar operasional prosedur sistem sertifikasi pangan organik
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
66
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
Referensi Anonim, 2009. Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices For Fruit and Vegetables). Peraturan Menteri Pertanian No 48/ Permentan/OT.140/10/2009. Anonim, 2009. Sistem Managemen Keamanan Pangan Persyaratan untuk Organisasi dalam Rantai pangan. SNI ISO 22000:2009. ------------, 2010. Pedoman Umum Registrasi Kebun. Direktorat Budidaya Tanaman Hias Direktorat Jenderal Hortikultura. ------------, 2010. Sistem Pangan Organik. SNI 6729:2010 Badan Standardisasi Nasional ------------, 2013. Sistem pertanian Organik. Peraturan Menteri Pertanian No. 64/Permentan/OT. 140/5/2013. ------------, 2014. Good Farming Practice Determination Standards Handbook. Federal Crop Insurance CorporationUnited States Department Of Agricultural. Bergschmidt, A., Nitsch, H., and Osterburg, B., 2003. Good Farming Practice –definitions, implementation, experiences European seminar, Braunschweig, Germany. Lubis, I., 2004. Pertanian Organik untuk Minimilisasi Residu Pestisida pada Produk Pertanian dan Undang – Undangnya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Rumiyati, S., 2012. Penerapan GAP/SOP Sayuran dan Tanaman Obat dalam Mendukung Registrasi Lahan Usaha Sayuran dan Tanaman Obat. Balai Pelatihan Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Samad, M.Y., 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 8 (1). Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri Priyadi, S., 2001. Komponen Aktif daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss), Ekstraksi dan Penghambatan Aktivitas Makan terhadap Plutella xylostella. Agrosains-Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Pertanian-Universitas Gadjah Mada, 14(3). Priyadi, S. dan Pranoto, Y., 2006. Optimasi Produk Asap Cair dari Sampah Organik Menjadi Prekusor Pestisida Ramah Lingkungan. Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. Laporan Penelitian Hibah Bersaing (XIV).
Priyadi, S., 2007. Biosintesa Senyawa Bio-Aktif Azadirachta Indica Sebagai Bio-Pestisida Melalui Teknik Kultur Jaringan. Agrineca Majalah Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 7(1). ---------------, 2007. Desain Pengelolaan Sampah Kota dengan Teknologi Pirolisis Menjadi Asap Cair Sebagai Bio-Pestisida Ramah Lingkungan. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 7(2). ---------------, 2008. Sinergisme Komponen Bio-Aktif Senyawa Fenolat (Asam Hidroksinamat) Asap Cair Sampah Organik Pada Pengendalian Phaedonia Inclusa. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 8(1). ---------------, 2008. Desain Instalasi Pengelolaan Limbah Lumpur Tinja Output Saprotan Fungsi Ganda Bebas Salmonella dan E. coli serta Minimum Waste. Jurusan Agroteknologi – Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
67 --------------, 2008. Efikasi Komponen Bio-Aktif Pestisidal Asam Hidroksinamat Asap Cair Sampah Organik terhadap Tryporiza incertulas. Agrineca Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta, 8(2). --------------, 2014. Agribisnis Pertanian Organik Menggunakan Pestisida Ramah Lingkungan Format Asap Cair. Pendampingan Petani pada Budidaya Tanaman Cabe Merah Besar. Pengabdian Kepada Masyarakat (Skim IbM) – Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. ---------------, 2014. Kajian Penurunan Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Biji Kedelai dengan Metode Kelasi Asam Sitrat (Disertasi – tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Pangan – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada – Yogyakarta. Repository, 2014. Pertanian Organik. http://eprints.undip.ac.id/ Suprapto, 2014. Perumusan dan Penerapan SNI. Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi, Badan Standardisasi Nasional.
Sistem Penjaminan Mutu Pertanian Organik
68