SIMULASI MULTISISTEM PEMANENAN HUTAN PADA PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN (STUDI KASUS DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN)
LISA MARIANCE
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN LISA MARIANCE. E14061605. Simulasi multisistem Pemanenan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh AHMAD BUDIAMAN Penerapan monosistem pemanenan hutan pada pengelolaan hutan tanaman memberikan kerugian, yaitu perubahan karakteristik struktur dan komposisi tegakan. Penerapan monosistem pemanenan ini umumnya tidak memperhatikan kondisi biofisik tiap kawasan tebangan, padahal kondisi biofisiknya bisa berbeda. Untuk mengurangi kerugian tersebut perlu dicoba alternatif lain. Salah satu alternatif adalah penerapan multisistem pemanenan hutan. Penerapan multisistem pemanenan hutan dapat mengurangi kerusakan tegakan yang ditinggalkan, mengefisienkan waktu dan biaya pemanenan hutan, karena sistem yang digunakan disesuaikan dengan kondisi biofisik lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai kemungkinan penerapan multisistem pemanenan hutan pada hutan tanaman serta mengukur kinerja operasi multisistem pemanenan hutan, terutama pada tahap penyaradan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2010 berlokasi di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Bahan yang digunakan adalah peta topografi, peta jenis tanah dan potensi tegakan. Sistem pemanenan yang digunakan dalam simulasi ini adalah sistem
pemanenan
manual
(pemikulan
manusia),
bantuan
penarikan
hewan/binatang, sistem geletrek, sistem kabel, dan sistem sulki tangan. Sistem pemanenan yang akan digunakan dilakukan simulasi, yaitu: 100 % untuk tiap sistem pemanenan yang digunakan, 50 % untuk sistem manual dan 50 % sistem pemanenan lainnya, 75 % untuk sistem manual dan 25% untuk sistem pemanenan lainnya, dan 25 % untuk tiap sistem pemanenan. Hasil simulasi kombinasi sistem manual, kabel, hewan dan geletrek dengan presentase 25 % untuk biaya total penyaradan terendah sebesar Rp 196.758.829 sedangkan untuk waktu penyelesaian tercepat didapat pada kombinasi sistem manual 25% dan sulki tangan 75% selama 2615 HOK. Kata kunci : pemanenan, penyaradan, monosistem, simulasi, multisistem.
SUMMARY
LISA MARIANCE. E14061605. Simulation of Multysystem Harvesting on Plantation Forest (Case Study in BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III West Java and Banten). Under Supervision AHMAD BUDIAMAN. Application of single harvesting system in the management of plantation forest the losses on land such as changes in structural characteristics and composition of stand varies. Application of single system are generally not consider to biophysical conditions of each cutting area. One of this alternative is multysystem forest harvesting. Multisystem of forest harvesting can reduce the damage of stands abandoned, streamline the time and cost of timber harvesting, because this system adapted to the biophysical condition of the field. The purpose of this study is to assess the possibility of application multysystem of timber harvesting on forest harvesting, especially at skidding activity. This research was held in August until December 2010 located in BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, West Java and Banten. The material used are a topografi map, map soil types, and a potential of the stand. Harvesting system used in this simulation is the manual harvesting system, the animal system, geletrek system, cable system, and sulky system. After the selection of the harvesting system that will be used to do a simulation that is 100% for each harvesting system used, 50% of maual system and 50 % left for other harvesting system, 75% for the manual system and 25% for other harvesting system and 25% for each system harvesting. The percentage 25 % of combination manual system, cable system, animals and geletrek system for the lowest total cost of skidding which is Rp 196.758.829 while for the fastest turn around time available in a combination of manual system 25% and sulky tangan 75% during 2615 days. Key Words : harvesting, skidding, monosystem, simulation, multisystem.
SIMULASI MULTISISTEM PEMANENAN HUTAN PADA PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN (STUDI KASUS DI BKPH PARUNG PANJANG KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN)
LISA MARIANCE
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Simulasi Multisistem Pemanenan hutan pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Lisa Mariance E14061605
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama
: Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan Pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) : Lisa Mariance
NIM
: E14061605
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc.Forst.Trop. NIP. 196510101990021001
Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 196304011994031001
Tanggal Pengesahan :
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan YME atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah “Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)”. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemungkinan penerapan multisistem pemanenan hutan pada hutan tanaman serta mengukur kinerja simulasi operasi multisistem pemanenan hutan, terutama pada tahap penyaradan kayu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Lisa Mariance, lahir pada tanggal 27 Mei 1988 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Meyer Marbun dan Ibu Leliance Maria Matondang. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Tunas Kasih
Jakarta
dengan
tahun
kelulusan
2000,
kemudian melanjutkan ke SLTP Tunas Kasih Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMAN 71 Jakarta sampai dengan tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dengan kurikulum MayorMinor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, salah satunya bidang kesekretariatan Agriaswara tahun 2007. Penulis pernah melakukan Praktik Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Banyumas Barat dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur, Jawa Barat. Selanjutnya penulis mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHKHT PT Wira Karya Sakti Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan pada Pengelolaan Hutan Tanaman(Studi Kasus di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Ahmad Budiaman MSc.F.Trop.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, hikmat, kasih dan anugerah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan pada Pengelolaan Hutan Tanaman (Studi Kasus di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)”. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1.
Orangtua (Bapak Meyer Marbun dan Ibu Leliance Maria Matondang), Adikku Bertha Rotua Marbun dan Adikku Raymond Hasudungan Marbun, serta Tante Hotma Matondang dan kedua sepupuku Daniel Marpaung dan Elisabeth Marpaung, beserta semua anggota keluarga atas doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya.
2.
Bapak Dr.Ir. Ahmad Budiaman, MSc.F.Trop selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji, Bapak Ir Ahmad Hajib, MS selaku moderator dalam sidang komprehensif dan Ibu Dr, Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc selaku moderator seminar hasil penelitian yang telah memberikan masukan pada penyempurnaan skripsi ini.
4.
Staf BKPH Parung Panjang (Pak Acip), Staf KPH Bogor dan Staf Perum Perhutani unit III, Jawa Barat dan Banten atas bantuan selama penelitian.
5.
Staf Tata Usaha Manajemen Hutan (Pak Edi, Pak Ipul, Bu Asih, Bu wiwi, Pak Toni, dan Pak Nana), staf Tata Usaha THH, staf Tata Usaha KSHE dan staf Tata Usaha Silvikultur.
6.
Stefhen Daniel Pakapahan, S.Hut yang telah membantu dan memberi saran dalam penyusunan skripsi.
7.
Novriandi Asmar teman seperjuangan yang telah memberikan doa dan masukan dalam penyusunan skripsi.
8.
Venia Meissalina, Elintia, Nurindah Ristiana, Ratih Solichia, Milka Adelina, Nadia Belatrix, Rizky Rahardika, Afwan Afwandi, Dzul Afifah, Rizka Wulandari, Putri Nidya Ningsih, Ahsana Riska, Wulan Sastrini, Febriyanto Kolanus, Harry T Aksomo, Akmal Firdaus, Khaerul Mahpud atas semangat, kebersamaan, dukungan dan doa.
9.
Diana Agustina Carolina, Ka Junide Hutapea, Ka Sonti Soraya Sinaga atas doa semangat, kebersamaan dan dukungan.
10. Teman-Teman Seperjuangan Manajemen Hutan 43 atas kebersamaan dan keceriaan yang telah dilewati bersama. 11. Anak-Anak Sekolah Minggu setor 18-19 dan kepada seluruh pelayan PA GPIB Zebaoth Bogor atas keceriaan, doa dan dukungan. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ..................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemanenan Hutan.......................................................................... 3 2.2 Produktivitas ............................................................................................. 8 2.3 Biaya ......................................................................................................... 8 2.4 Hari Orang Kerja ....................................................................................... 9 2.5 Klasifikasi Lapangan................................................................................. 9 2.6 Simulasi Sistem Pemanenan Hutan........................................................... 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 12 3.3 Jenis Data ............................................................................................... 12 3.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 12 3.5 Asumsi-asumsi ...................................................................................... 13 3.6 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 13 3.7 Simulasi Sistem Pemanenan .................................................................. 15 3.8 Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan ................................................ 16
ii
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Luas dan Letak KPH Bogor ....................................................................... 18 4.2 Topografi .................................................................................................... 19 4.3 Kelas Perusahaan ....................................................................................... 19 4.4 Iklim ........................................................................................................... 19 4.5 Keadaan Tanah ........................................................................................... 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kelas dan Luas kelerengan ......................................................................... 21 5.2 Jenis Tanah ................................................................................................. 21 5.3 Produksi Kayu ............................................................................................ 22 5.4 Kinerja Sistem Pemanenan yang digunakan saat ini .................................. 22 5.4.1 Biaya................................................................................................. 23 5.4.2 Serapan Tenaga Kerja ...................................................................... 23 5.5 Kinerja Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan ...................................... 23 5.5.1 Simulasi Satu Sistem Pemanenan .................................................... 23 5.5.2 Simulasi Dua Sistem Pemanenan ..................................................... 25 5.5.2.1 Simulasi 75% sistem manual dan 25% sistem lainnya................. 25 5.5.2.2 Simulasi 50% sistem manual dan 50% sistem lainnya ................. 25 5.5.2.3 Simulasi 25% sistem manual dan 75% sistem lainnya ................. 26 5.5.3 Simulasi Empat Sistem Pemanenan ................................................. 26 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 28 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29 LAMPIRAN .......................................................................................................... 31
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Kinerja penyadaran kayu menggunakan sulki tangan ............................................ 8
2.
Klasifikasi kelas lereng di bidang kehutanan Indonesia ......................................... 11
3.
Klasifikasi kelas tanah menurut kepekaan terhadap erosi di Indonesia ................. 11
4.
Biaya penyaradan dari tiga alternatif sistem penyaradan ....................................... 11
5.
Simulasi multisistem pemanenan hutan ................................................................. 15
6. 7.
Data produktivitas sistem pemanenan yang digunakan pada simulasi multisistem pemanenan hutan ................................................................................ 15 Klasifikasi kelas lereng di bidang kehutanan Indonesia ......................................... 16
8.
Klasifikasi kelas tanah menurut kepekaannya terhadap erosi di Indonesia............ 16
9.
Persyaratan kelerengan tiap sistem pemanenan yang tersedia ............................... 16
10. Luas kelerengan lapangan BKPH Parung Panjang................................................. 21 11. Jenis tanah setiap kelompok hutan Acacia mangium di BKPH Parung Panjang KPH Bogor ............................................................................................... 22 12. Simulasi 75% sistem manual dan 25% sistem lainnya ........................................... 25 13. Simulasi 25% sistem manual dan 75% sistem lainnya ........................................... 26 14. Biaya total penyaradan dan HOK pada simulasi multisistem pemanenan ............ 27
iv
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Diagram alir penelitian ........................................................................................... 14
2.
Grafik simulasi satu sistem pemanenan.................................................................. 24
3.
Grafik simulasi dua sistem pemanenan .................................................................. 26
v
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Simulasi sistem penyaradan manual pada kawasan petak tebang .......................... 32 2. Simulasi sistem penyaradan hewan pada kawasan petak tebang ........................... 34 3. Simulasi sistem penyaradan kabel (skyline) pada kawasan petak tebang .............. 36 4. Simulasi sistem penyaradan sistem traktor pada kawasan petak tebang ................ 38 5. Simulasi sistem penyaradan sistem sulki tangan pada kawasan petak tebang ....... 40 6. Simulasi sistem penyaradan sistem geletrek pada kawasan Petak tebang.............. 42
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejarah perjalanan pengelolaan hutan produksi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967. Berbagai sistem telah diterapkan untuk mengelola hutan secara lestari, meliputi: Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB), dan Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA). Disamping itu, telah dilakukan uji coba penerapan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan saat ini sedang dilakukan uji coba Sistem Silvikultur Intensif (SILIN) di 25 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Alam (IUPHHKA). Sumberdaya hutan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan produktivitas lahan, fungsi ekologis dan ekonomis. Menurut Suratmo (2001), deforestasi dan degradasi hutan hujan tropis di Indonesia dimulai tahun 1960, yakni sejak diperkenalkannya sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Adanya gangguan-gangguan hutan yang terjadi tersebut, mengakibatkan perubahan karakteristik struktur dan komposisi tegakan yang bervariasi. Setiap sistem silvikultur mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga teknik silvikultur yang digunakan sangat tergantung pada karakteristik biofisik lapangan. Oleh karena itu untuk kepentingan konservasi hutan memungkinkan untuk diterapkan lebih dari satu sistem (multisistem pemanenan hutan). Penerapan multisistem pemanenan hutan diprediksi dapat mengurangi kerusakan tegakan yang ditinggalkan, mengefisienkan waktu dan biaya pemanenan hutan, karena sistem yang dipilih disesuaikan dengan kondisi biofisik lapangan. Dalam sistem ini, suatu kawasan hutan dibagi ke dalam blok-blok tebangan agar mempermudah dalam pengerjaan. Tiap-tiap blok tebangan memiliki kondisi fisik yang berbeda-beda. Hal inilah yang menuntut bahwa masing-masing blok tebangan tersebut dipanen dengan sistem yang berbeda. Perencanaan pemanenan hutan, baik dalam pemilihan dan penggunaan peralatan mekanis, perlu mempertimbangkan segi efisiensi, baik secara teknis
2
maupun ekonomis. Mengingat penerapan multisistem pemanenan belum dilakukan pada pengelolaan hutan di Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian simulasi tentang kemungkinan penerapan multisistem pemanenan pada pengelolaan hutan tanaman. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Menilai kemungkinan penerapan multisistem pemanenan hutan pada hutan tanaman. 2. Mengukur kinerja simulasi operasi multisistem pemanenan hutan, terutama pada tahap penyaradan kayu. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran kerja multisistem pemanenan hutan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan hutan yang lestari.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemanenan Hutan Conway (1978) mengemukakan bahwa pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk pemindahan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan kayu. Kegiatan pemanenan hutan pada dasarnya dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu: penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Penebangan adalah mempersiapkan kayu, menebang pohon dan memotong kayu sebelum disarad. Penyaradan adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat pengumpulan kayu ke tempat penimbunan kayu, tempat pengolahan atau tempat pemasaran. Pengangkutan adalah usaha untuk mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau pengolahan kayu. Pemanenan hutan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat (Suprapto 1979). Menurut Elias (1998) sistem pemanenan hutan yang dikenal hingga saat ini adalah sebagai berikut: 1. Pemikulan dan penarikan kayu oleh manusia Sistem penyaradan manual dengan pemikulan merupakan sistem yang paling mudah yang sering dijumpai di hutan-hutan di Pulau Jawa. Safitri (2000), mengemukakan bahwa pemikulan kayu
di KPH Garut pada hutan pinus
dilakukan pada saat penjarangan maupun tebang habis, pemikulannya dilakukan oleh satu orang. Rata-rata ukuran kayu bulat yang dipikul adalah relatif kecil, yakni diameter pangkal 21 cm dan diameter ujung 19,91 cm dan panjang batang 1,5 m. Jarak sarad pemikulan rata-rata adalah 32 m dan jarak sarad maksimum adalah 0,48 m. Hal ini disebabkan oleh kekuatan fisik seorang pemikul dan keadaan lapangan yang cukup landai (12,62 %, turun lereng). Penyaradan dengan cara pemikulan yang dilakukan oleh seorang pemikul tidak menggunakan alat bantu lainnya. Pertama-tama pemikul mengangkat kayu bulat dari posisi rebah menjadi tegak atau berdiri, kemudian sambil berjongkok,
4
dan
meletakkan
kayu
tersebut
kepundaknya
dan
selanjutnya
berdiri
mengangkatnya. Setelah itu, kayu bulat tersebut dipikul ke TPN melalui jalan sarad yang telah dibuat sebelumnya. Setibanya di TPN, kayu tersebut diturunkan dari pundak dan diletakkan atau disusun sesuai sortimennya di TPN. Penyaradan dengan pemikulan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu volume kayu yang dipikul per trip, jarak sarad dan kemiringan jalan sarad. Pemikulan kayu dilakukan oleh empat hingga enam orang. Sedangkan cara dengan penarikan kayu dengan tenaga manusia dikenal dengan sistem kuda-kuda, sering dipakai di hutan rawa diluar Pulau Jawa. Kayu diletakkan di atas kuda-kuda yang telah dipersiapkan di atas jalan yang terbuat dari batang-batang kayu melintang. 2. Dengan bantuan gaya penarik binatang (sapi, gajah, kuda, kerbau) Sistem penyaradan yang masih dipergunakan adalah penyaradan dengan tenaga sapi di hutan jati di Pulau Jawa; gajah di Hutan jati di Muangthai, Burma dan India, kerbau di Filiphina, Amerika dan Eropa. Penyaradan kayu dengan sapi sudah lama dilakukan di hutan jati di Pulau Jawa yakni semenjak pemanenan pertama dilakukan. Ukuran kayu yang disarad berukuran antara 2-4 m dengan jarak sarad kurang dari 750 m. Penyaradan dengan sapi menggunakan alat bantu yang disebut dengan kesser atau rakitan. Kesser adalah alat yang menopang salah satu ujung kayu di tanah, sedangkan rakitan adalah alat yang dipasang di leher sapi yang gunanya untuk mengikat beban yang disarad. Penyaradan dengan sapi dapat menggunakan hanya satu ekor sapi atau berpasangan. Sapi juga termasuk hewan yang kurang tahan terhadap panas, sehingga penggunaan sapi tidak sampai sepanjang hari. 3. Sistem penyaradan dengan geletrek Dalam penelitian Eriawan (2000), mengenai penyaradan dengan geletrek di hutan Pinus KPH Garut dijelaskan bahwa penyaradan dengan geletrek merupakan pemanfaatan sistem gravitasi dimana batang kayu tersebut digelindingkan. Penyaradan geletrek dengan satu kayu bulat membutuhkan dua batang bambu atau besi panjang 3 m dan dua buah klep besi. Lempengan besi yang digunakan panjangnya 0,5 m, lebar 5 cm dan tebal 1,5-2,0 cm.
5
Organisasi kerja penyaradan dengan geletrek dapat dilakukan secara perorangan atau beregu. Apabila bekerja dengan regu, tiap regu dapat terdiri dari 2-7 orang. Pada umumnya tiap regu terdiri dari 2-4 orang, dimana 2-3 orang tugasnya menyarad kayu dan sisanya bertugas sebagai pembantu penyarad seperti mempersiapkan kayu yang akan disarad dan membantu penyarad apabila terdapat kesulitan sewaktu penyaradan. 4. Traktor Sistem traktor adalah sistem pemanenan hutan yang kegiatan pemindahan batang kayu/log dari tunggaknya ke TPn (penyaradan) menggunakan traktor. Penyaradan dengan traktor ini sangat populer pada pemanfaatan hutan produksi alam di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an Sistem ini dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu : a. Crawler type tractor, tipe traktor berban ulat (baja) yang umum pula disebut dengan buldozer. b. Wheel type tractor, tipe traktor berban karet yang umum pula disebut skidder. Tipe traktor berban ulat cocok untuk daerah yang medan kerjanya berat atau di daerah yang tanahnya relatif lembek. Pada kondisi demikian traktor tipe ini akan memiliki keunggulan dalam kekuatannya melalui medan-medan berat. Pada kondisi medan relatif datar dengan jalan sarad yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, traktor berban karet akan memiliki keunggulan dalam pengembangan kecepatannya. Sementara untuk kondisi demikian, traktor berban ulat akan kehilangan keunggulannya, karena traktor berban ulat dirancang untuk kekuatan bukan untuk kecepatan. Satu regu penyaradan dengan traktor biasanya terdiri dari 2-3 orang. Penyaradan kayu dengan traktor umumnya digunakan di luar Pulau Jawa pada perusahaan HPH. Brown (1949) mengemukakan keuntungan penggunaan traktor sebagai alat sarad, sebagai berikut : a. Lebih kuat dibandingkan dengan tenaga hewan dan manusia, dapat bekerja pada daerah topografi berat dengan kemiringan lebih besar. b. Traktor yang memakai roda rantai mempunyai tekanan roda per satuan luas pada tanah yang relatif kecil, sehingga dapat beroperasi pada daerah yang tanahnya lunak.
6
c. Dibandingkan
dengan
penyaradan
kabel,
peyaradan
dengan
traktor
meninggalkan keadaan tegakan lebih baik. Hal ini disebabkan karena sifat traktor yang lebih luwes sehingga dapat memilih jalan yang paling aman. d. Traktor dapat digunakan untuk pembuatan jalan dan membantu pemuatan kayu ke dalam truk. e. Dibandingkan dengan penyaradan dengan kabel, traktor lebih mudah dijalankan dan lebih murah . 5. Kabel Sistem kabel adalah sistem pemanenan hutan di mana kegiatan pemindahan batang kayu (log) dapat seluruhnya tidak menyentuh tanah atau sebagian saja yang menyentuh tanah. Sistem ini tidak dibatasi oleh kelerengan dan lebih dibatasi oleh bentuk tanah, dilakukan di daerah bertopografi berat, pembuatan jalan yang mahal, dan daerah dimana alat penyaradan lain tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan kayu dari hutan. Pada prinsipnya penyaradan dengan sistem kabel adalah kayu yang ditarik dengan menggunakan kabel yang digerakkan oleh unit tenaga yang stasioner (tetap). Satu unit sistem kabel biasanya terdiri dari 5-10 orang, yang masing-masing mempunyai tugas antara lain sebagai operator mesin, pemberi aba-aba dan chokerman. Brown (1949) menyatakan bahwa peralatan utama yang diperlukan dalam sistem kabel adalah unit mesin penggerak, kabel baja dan pengikatnya termasuk penjepit dan macam-macam perlengkapan sambungan, kabel dan kereta. Wackerman (1949) menyatakan bahwa metode kabel (skyline) merupakan metode mekanis yang makin berkembang dan menjadi paling lengkap untuk pengeluaran kayu. Penggunaan metode kabel berubah berdasarkan kebutuhan medan yang dihadapi dan perubahan modifikasinya. Suparto (1975) mengemukakan bahwa secara ekonomis penggunaan kabel harus mempertimbangkan faktor-faktor, sebagai berikut: 1.
Konversi dari nilai kayu yang dikeluarkan
2. 3.
Total volume setiap hektar yang akan dikeluarkan pada sebuah lokasi penebangan Areal unit penebangan yang belum dikeluarkan hasilnya
4.
Jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun
5.
Ukuran kayu yang akan dikeluarkan
7
6.
Jarak pengeluaran kayu. Prosedur pengeluaran kayu dengan kabel biasanya terdiri dari persiapan,
pengeluaran kayu, pemasangan alat dan pengoperasian. Persiapan pengeluaran kayu meliputi kegiatan orientasi lapangan dan penebangan pohon di jalur kabel. Kegiatan pemasangan alat terdiri dari penempatan yarder dan pemasangan kait, pemasangan kabel penguat (guyline) dan katrol pada tiang utama, pemasangan kabel penguat dan katrol pada tiang pembantu, pemasangan kabel dan kabel tanpa ujung. Pengoperasian kabel ini dilayani oleh enam orang, yaitu satu orang operator mesin, dua orang melepas kait di tempat pengumpulan, satu orang tanda di tempat kayu dikeluarkan, satu orang mengait kayu, dan dua orang menyiapkan kayu. 6. Sulki Tangan Sulki tangan merupakan alat yang didesain sedemikian rupa yang menyerupai gerobak tarik, yang seluruhnya terbuat dari kayu keras termasuk 2 rodanya yang berukuran diameter 40 cm. Menurut Nurialita (2000), regu sarad dengan sulki tangan di KPH Bogor, Perum Perhutani unit III Jawa Barat terdiri dari dua orang. Orang pertama tugasnya menarik sulki dan orang kedua membantu penarik sulki mengikat kayu pada sulki, melepas kayu dari sulki dan membantu selama penyaradan berlangsung. Penyaradan dengan sulki tangan dilakukan sebagai berikut mula-mula menarik sulki ketempat tebangan/tunggak, kemudian sulki diletakkan pada posisi sedemikian rupa, sehingga tempat pemuatan atau pengikatan kayu (bagian belakang sulki) berada di dekat kayu bulat yang akan disarad. Kedua belandong sarad memuat kayu tersebut pada sulki tangan dan mengikat ujung kayu yang berada di atas sulki tangan pada sumbu sulki dengan kuat. Selanjutnya kayu ditarik ke TPn. Di TPn kayu dibongkar dan kayu yang telah disarad diatur letaknya sesuai dengan tumpukan sortimennya.
8
Tabel 1 Kinerja penyaradan kayu menggunakan sulki tangan. No.
Komponen
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Diameter kayu yang disarad (cm) Volume kayu (m3/trip) Jarak Sarad (hm) Kemiringan memanjang jalan sarad (%) Produktivitas (m3/jam) Biaya Penyaradan (Rp/m3) Biaya Penyaradan (Rp/m3/hm)
Rata-rata 26,62 0,11 0,87 4,03 1,78 6,07 6,08
Tabel 1 menyajikan data kinerja penyaradan kayu menggunakan sulki tangan. Produktivitas kerja penyaradan dengan sulki tangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemiringan jalan sarad, volume kayu yang disarad dan, jarak penyaradan. Prestasi kerja penyaradan dengan menggunakan sulki tangan sebesar 1,78 m³/ jam. 2.2 Produktivitas Waktu kerja kegiatan pemanenan kayu memberikan pengaruh dan kontribusi sangat besar terhadap prestasi kerja (produktivitas) dan biaya pemanenan kayu. Produktivitas adalah perbandingan antara output dan input pada suatu proses produksi. Produktivitas merupakan suatu gabungan sumber (input), dengan demikian sama dengan jumlah barang-barang atau jasa (output) yang dihasilkan dari sumber-sumber itu. Produktivitas ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor-faktor yang dapat diubah adalah alat-alat yang digunakan, metode kerja, tempo dan efek yang digunakan oleh pekerja, sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim, cuaca, keadaan tempat bekerja dan teknik kerja alamiah (Sanjoto 1958). 2.3 Biaya Menurut Sastrodimedjo et al. (1978), biaya pemanenan kayu per satuan produk (Rp/m³) adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk kayu yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap pada kegiatan penebangan, penyaradan, pengangkutan dan muat bongkar. Suprapto (1979) menyatakan bahwa diantara kegiatan lain dalam kehutanan, kegiatan pemanenan memerlukan biaya yang paling tinggi.
9
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi besarnya biaya dan prestasi kerja penyaradan dan pengangkutan kayu. Brown (1949) berpendapat bahwa biaya pemanenan kayu (khususnya pada kegiatan penyaradan) dipengaruhi antara lain oleh jarak sarad, topografi lapangan dan efisiensi alat yang digunakan. Dulsalam dan Sukanda (1989) menyatakan bahwa prestasi kerja penyaradan antara lain dipengaruhi oleh jarak sarad, topografi lapangan dan keadaan traktor (apabila dalam penyaradan menggunakan alat tersebut). Menurut Wiradinata (1981), prosedur dalam menghitung biaya pada suatu kegiatan pemanenan didasarkan pada asumsi bahwa ada suatu pola pemanenan atau arus produksi dan cara-cara teknis atau pilihan teknis untuk melaksanakan berbagai operasi (teknik pemanenan) dan kemudian membebankan kayu pada setiap kegiatan. 2.4 Hari Orang Kerja (HOK) Dari berbagai faktor penentu keberhasilan dalam pemanenan hutan ialah Hari Orang Kerja (HOK). Faktor produksi tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya bila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan produksi secara maksimal (Dema 2008). HOK adalah jumlah hari kerja yang digunakan dalam pemanenan hutan dalam satu kali, dalam satu hari. Produktivitas (prestasi kerja) dan biaya produksi pemanenan kayu sangat dipengaruhi oleh waktu kerja. Waktu kerja mempunyai peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan biaya pemanenan (Wiradinata 1981). Efektifnya waktu kerja menyatakan bila seorang pekerja mengerjakan secara aktif pekerjaannya (Wiradinata 1981). Istirahat dalam kerja tidak perlu digunakan sebagai pengurangan waktu, tetapi sebagai pengurangan efisiensi kerja. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya dapat mungkin dilakukan oleh manusia (Siagian 2002). Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas. 2.5 Klasifikasi Lapangan Sebelum pemilihan sistem pemanenan hutan ditetapkan perlu dilakukan klasifikasi
lapangan.
Klasifikasi
lapangan
adalah
penggambaran
dan
pengelompokkan areal-areal hutan berdasarkan sifat-sifat khas, seperti kepekaan
10
terhadap kerusakan lingkungan, dapat tidaknya diterapkan atau dipakai sistemsistem kerja dan mesin-mesin tertentu di daerah tersebut, derajat kesulitan yang dicerminkan oleh standar produktivitas dan biaya produksi, dan cocok tidaknya lapangan untuk pembuatan jalan (Davis 1987). Klasifikasi lapangan itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi deskriptif (klasifikasi primer) dan klasifikasi fungsional (klasifikasi sekunder). Klasifikasi deskriptif atau primer adalah klasifikasi yang menggambarkan dan membagi lapangan ke dalam kelas-kelas berdasarkan bentuk-bentuk tertentu yang pada umumnya merupakan sifat-sifat lapangan yang tidak berubah. Berdasarkan intensitas kalsifikasi lapangan terbagi atas: a. Makro klasifikasi, pembentukan kelas-kelas berdasarkan kriteria: 1) Makrotopografi (bentuk lapangan) 2) Iklim 3) Geologi 4) Keadaan tanah 5) Infrastruktur b. Mikro klasifikasi, pembentukan kelas-kelas berdasarkan kriteria: 1) Keadaan tanah 2) Mikrotopografi (kekasaran permukaan tanah) 3) Keadaan lereng (kemiringan, panjang dan bentuk lereng) 4) Jarak sarad rata-rata Sedangkan klasifikasi fungsional atau sekunder adalah klasifikasi yang langsung menstratifikasi lapangan secara langsung terhadap dapat atau tidaknya penerapan sistem-sistem kerja dan mesin-mesin tertentu di lapangan, mengukur secara langsung derajat kesulitan lapangan dan bahaya kerusakan. Dengan klasifikasi lapangan, keadaan lapangan dapat diketahui untuk dipergunakan pertimbangan teknis dalam pemanenan kayu. Klasifikasi sistem pemanenan hutan dapat didasarkan pada tiga komponen, yaitu kelerengan, kekuatan lahan, dan kekasaran permukaan (Davis 1987). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia adalah klasifikasi kelas lereng, klasifikasi kelas tanah untuk kepekaan terhadap erosi, dan kelas intensitas hujan. Klasifikasi
11
kelas lereng, kelas tanah, dan kelas intensitas yang digunakan di Indonesia disajikan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2 Klasifikasi kelas lereng di bidang kehutanan di Indonesia No. `1 2 3 4 5
Kelas Lereng 1 2 3 4 5
Kemiringan Lapangan 0-8 % 8-15% 15-25 % 25-45% >45%
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Tabel 3 Klasifikasi kelas tanah menurut kepekaannya terhadap erosi di Indonesia Kelas Tanah 1
2 3 4 5
Jenis Tanah Aluvial, tanah Glei, Planosol, Kidromorf kelabu, Laterite air tanah Latosol Brown forest soil, Non classic Brown, Mediteran Andosol, Laterite, Grumosol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Keterangan Tidak peka
Agak peka Kurang peka Peka Sangat peka
Kondisi lapangan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan teknik dan biaya pengeluaran kayu. Oleh karena itu, klasifikasi kondisi lapangan sangat diperlukan. Informasi kondisi lapangan yang diperlukan antara lain konfigurasi lapangan, panjang lereng dan kemiringan lapangan serta hambatan-hambatan lain. 2.6 Simulasi Sistem Pemanenan Hutan Yuwono (2003) mencoba simulasi sistem pemanenan kayu pada tegakan pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Sistem pemanenan yang digunakan adalah penyaradan manual (penyaradan dengan pikulan), penyaradan dengan geletrek dan penyaradan dengan sulki tangan. Hasil penelitian simulasi tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Biaya penyaradan dari tiga alternatif sistem penyaradan (Yuwono 2003). Sistem penyaradan
Pemikulan Geletrek Sulki tangan
Biaya penyaradan (Rp/m³) 1.099,7 1.5080 2.106,6
Biaya total kegiatan penyaradan (Rp) 2.338.990,2 3.360.028 4.480.108,22
Penilaian
Baik Sedang Jelek
12
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, dari bulan Agustus hingga Desember 2010. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah planimeter, curvimeter, alat hitung dan tally sheet. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: peta topografi, peta jenis tanah, peta sebaran tanaman, peta potensi tegakan dan peta jaringan jalan dengan skala 1:10000. 3.3 Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengukuran atau pengamatan langsung di atas peta, yang meliputi data, kelas kelerengan, luas kelerengan, jenis tanah dan sebarannya dan jenis tegakan, sebaran kelas umur dan potensinya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen perusahaan, laporan, penelitian, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder terdiri dari: dimensi pohon, volume pohon, biaya pemanenan, produktivitas, dan sebaran potensi tegakan di BKPH Parung Panjang. 3.4 Pengumpulan Data Data lapangan yang dikumpulkan berupa peta kerja BKPH Parung Panjang, yang meliputi peta sebaran jenis tegakan, jenis tanah dan kelerengan. Selanjutnya, peta-peta tersebut dianalisis di laboratorium. Pada kegiatan evaluasi lapangan dilakukan analisis terhadap peta yang dirinci sebagai berikut: 1. Topografi (klasifikasi lapang). Evaluasi terhadap kelas lereng, luas kelerengan, dan sebaran. 2. Jenis tanah. Data yang diperlukan adalah sebaran jenis tanah yang ada di kawasan tersebut.
13
3. Potensi. Sebaran potensi tegakan sesuai dengan kelas umur dari kawasan tersebut. 4. Luas. Pengukuran luas dari areal hutan untuk pembagian blok tebangan. 3.5 Asumsi-asumsi Dalam simulasi penggunaan multisistem pemanenan hutan digunakan beberapa asumsi sebagai berikut: a. Tahapan pemanenan yang dianalisis adalah tahapan penyaradan kayu. Dengan demikian biaya pemanenan yang digunakan sebagai objek penelitian adalah penyaradan kayu, sedangkan biaya penebangan dan pengangkutan dianggap sama untuk semua sistem pemanenan. b. Data biaya pemanenan yang digunakan adalah biaya yang berlaku di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, pada tahun 2010. c. Data sebaran diameter mangium menggunakan hasil penelitian Maphud (2010). d. Data produktivitas penyaradan sulki tangan menggunakan data Nurlita (2000). e. Data produktivitas penyaradan pemikulan atau manual menggunakan data Safitri (2000). f. Data produktivitas penyaradan dengan hewan menggunakan data Elias (2000). g. Data produktivitas penyaradan dengan traktor menggunakan data Elias (2000) h. Data produktivitas penyaradan dengan kabel menggunakan data Elias (2000) i. Analisis dilakukan hanya pada luas tebangan untuk tahun 2011. j. Jam kerja per hari diasumsikan 8 jam. 3.6 Diagram Alir Penelitian Sistem pemanenan hutan adalah suatu kegiatan dalam pengusahaan hutan yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, hingga pengangkutan. Namun sistem pemanenan hutan yang digunakan pada penelitian ini lebih merujuk pada sistem penyaradannya. Dalam pemilihan sistem pemanenan hutan, tahap awal yang perlu dilakukan adalah analisis biofisik, yaitu analisis terhadap kelerengan, jenis tanah, dan potensi tegakan. Analisis ini dilakukan dengan mendeliniasi peta topografi, peta tanah, dan peta potensi tegakan. Hasil deliniasi ini adalah berupa sebaran kelas lereng, jenis tanah, dan potensi tegakan. Pada sisi yang lain dilakukan
14
inventarisasi sistem-sistem pemanenan yang tersedia yang digunakan dalam penyaradan kayu di hutan tanaman. Faktor utama yang digunakan untuk menilai kelayakan operasi suatu sistem pemanenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persyaratan ambang batas kelas lereng untuk mengoperasikan sistem tersebut dan jenis tanah. Analisis Biofisik : ‐ Kelerengan ‐ Tanah ‐ Potensi tegakan
Sistem Pemanenan yang tersedia: ‐ Sistem Pemikulan dan Penarikan Manusia ‐ Bantuan Penarikan Binatang ‐ Geletrek ‐ Kabel ‐ Sulki Tangan
Deliniasi Peta sebaran : ‐ Kelas lereng ‐ Jenis tanah ‐ Potensi tegakan
Padu serasi
Persyaratan operasi sistem: ‐ Kelerengan ‐ Jenis tanah
Peta Sistem Pemanenan
Kinerja Operasi: - Biaya - Serapan tenaga kerja
Gambar 1 Diagram alir penelitian. Dari data biofisik yang didapatkan selanjutnya di paduserasikan dengan sistem pemanenan yang ada. Hasil yang didapatkan dari paduserasi ini adalah sistem pemanenan yang sesuai untuk dioperasikan pada daerah tersebut. Selanjutnya sebagai tolak ukur (kriteria) yang digunakan untuk menilai sistem pemanenan terpilih adalah HOK yang tertinggi dan biaya total penyaradan terendah. Diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
15
3.7 Simulasi Sistem Pemanenan Setelah pemilihan sistem pemanenan hutan yang sesuai untuk areal ini dapat ditentukan, selanjutnya dilakukan simulasi pada blok tebangan dengan berbagai variasi sistem pemanenan, yaitu; 1) Jika masing-masing sistem pemanenan diterapkan di areal tebangan tersebut secara penuh (100%); 2) Jika kombinasi 50% sistem manual dan 50% sistem pemanenan lainnya; 3) Jika diterapkan 75% sistem manual dan 25% sistem pemanenan lainnya; dan 4) Jika semua sistem pemanenan diterapkan ke areal yang demikian dengan persentase 25%. Ringkasan simulasi sistem pemanenan hutan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Simulasi multisistem pemanenan hutan Simulasi ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sistem Manual 100 % 75% 50% 25% 25% 25% 25% 25% 25% 25% 25%
Sistem Hewan 100 % 25% 50% 75% 25% 25% 25% 25% 25%
Sistem Sulki tangan 100 % 25% 50% 75% 25% 25% 25% 25% 25% 25% -
Sistem Geletrek 100 % 25% 50% 75% 25% 25% 25% 25% 25%
Sistem Kabel 100% 25% 50% 75% 25% 25% 25% 25% 25% 25%
Sistem Traktor 100 % 25% 50% 75% 25% 25% 25% -
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap kinerja sistem pemanenan yang meliputi biaya, dan serapan tenaga kerja. Data produktivitas yang digunakan untuk simulasi multisistem pemanenan hutan disajikan pada Tabel 6. Tabel 7, 8, dan 9 berturut-turut adalah klasifikasi kelas lereng, kelas tanah, penyaradan kelerengan untuk setiap sistem pemanenan hutan. Tabel 6 Data produktivitas sistem pemanenan yang digunakan pada simulasi multisistem pemanenan hutan No.
Sistem pemanenan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Manual Hewan Sulki tangan Geletrek Kabel Traktor
Produktivitas (m³/hari) 27,28 28,00 14,24 22,24 21,35 80,00
16
Tabel 7 Klasifikasi kelas lereng di bidang kehutanan Indonesia Kelas Lereng 1 2 3 4 5
Kemiringan Lapangan 0-8 % 8-15% 15-25 % 25-40% >40%
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Tabel 8 Klasifikasi kelas tanah menurut kepekaannya terhadap erosi di Indonesia. Kelas Tanah 1 2 3 4 5
Tabel 9 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Tanah Aluvial, tanah Glei, Planosol, Kidromorf kelabu, Laterite air tanah Latosol Brown forest soil, Non classic Brown, Mediteran Andosol, Laterite, Grumosol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Keterangan Tidak peka Agak peka Kurang peka Peka Sangat peka
Persyaratan kelerengan tiap sistem pemanenan yang tersedia (Elias, 2000). Jenis Pemanenan Manual Hewan Sulki tangan Geletrek Kabel Traktor
Kelerengan <8% <8% <8% <40% >45% >30%
3.8 Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau prosesproses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law & Kelton 1991). Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari hal terbaik dari komponen-komponen sistem. Simulasi sistem pemanenan ditetapkan hasil analisis lapangan. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan simulasi sistem pemanenan apa yang cocok dengan kondisi lapangan. Pada kelerengan datar lebih cocok menggunakan sistem pemikulan oleh manusia, bantuan hewan, dan sulki tangan. Untuk kelerengan agak curam menggunakan sistem penyaradan gaya gravitasi dan
17
traktor. Sedangkan untuk kelerengan curam menggunakan sistem penyaradan menggunakan kabel (skyline). Menurut Elias (2000), analisis sistem pemanenan yang optimal tidak membandingkan sistem di areal datar, sedang dan curam, karena tidak dapat dibandingkan. Tetapi analisis ini bertujuan untuk memilih sistem yang paling optimal pada tiap keadaan lapangan tersebut serta melihat kinerja dari masingmasing sistem pemanenan yang ada.
18
BAB IV KONDISI UMUM
4.1 Luas dan Letak KPH Bogor Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 174 dan 175/KPTS–II/2003 tanggal 10 Juni 2003 bahwa sebagian kawasan hutan KPH Bogor ditunjuk masuk rencana perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan berdasarkan berita acara serah terima pengelolaan kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas yang telah dirubah menjadi kawasan konversi Taman Nasional Gunung Halimun Salak sejak tanggal 29 Januari 2009 dengan luas 19.973 ha, maka luas KPH Bogor menjadi 49.982,78 ha. Pada tahun 2008 terdapat penambahan areal seluas 2,87 ha di RPH Gunung Karang BKPH Jonggol, sehingga pada tahun 2008 luas kawasan hutan yang dikelola KPH Bogor menjadi 49.985,65 ha. Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bogor secara administratif pemerintahan berada pada tiga Daerah Tingkat II , yaitu : a. Kabupaten Bogor b. Kabupaten Bekasi c. Kabupaten Tanggerang Batas-batas pengelolaan kawasan hutan KPH Bogor adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa b. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah KPH Cianjur dan KPH Purwakarta c. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah KPH Sukabumi dan KPH Banten d. Sebelah barat berbatasan dengan KPH Banten. KPH Bogor secara geografis terletak pada koordinat 106°20’28”BT s/d 107°17’09” dan 05°55’24” s/d 06°48 LS. Wilayah kerja KPH Bogor dibagi menjadi satu Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan/ SKPH yang
terdiri dari lima wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan/ BKPH, yaitu : a. BKPH Bogor –Jonggol b. BKPH Jasingga –Leuwi Panjang
19
c. BKPH Parung Panjang d. BKPH Tanggerang e. BKPH Ujung Karawang Menurut Pengelolaan kawasan hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium berada di wilayah kerja Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang yang terdiri dari tiga wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH), yaitu : a. RPH Tenjo b. RPH Maribaya c. RPH Jagabaya 4.2 Topografi Kawasan hutan kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai dengan landai dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari datar (0-8 %) dan kemiringan agak curam (15-25%), terutama pada beberapa lokasi dekat batas hutan dan sungai secara umum memenuhi kriteria kawasan yang cocok untuk produksi kayu. 4.3 Kelas Perusahaan Kawasan hutan Kelas Perusahaan (KP) Acacia mangium KPH Bogor berdasarkan penetapan fungsi Kawasan Hutan (SK Menhut No. 195/2003) seluruhnya berfungsi sebagai Hutan Produksi Tetap. Kelas Perusahaan (KP) Acacia mangium KPH Bogor terbagi menjadi 1 Bagian Hutan (BH) sebagai satu kesatuan unit kelestarian, yaitu BH Parung Panjang yang terdiri dari 6 (enam) kelompok hutan, yaitu: Bagian Hutan Cikadu I-II
: 880,80 ha
Bagian Hutan Yanlapa
: 3.377,74 ha
Bagian Hutan Parung Panjang I-III : 1.112,24 ha Jumlah
5.378,74 ha
4.4 Iklim Berdasarkan rasio bulan basah dan bulan kering setiap tahun di lokasi kelas perusahaan Acacia mangium, maka daerah tersebut termasuk dalam type iklim A dengan angka curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun dengan suhu harian tertinggi 25,50° c dan suhu terendah 18° c.
20
4.5 Keadaan tanah Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (1966), jenis batuan dan tanah yang terdapat di kawasan KP Acacia mangium KPH Bogor memiliki jenis batuan oliocene dan sedimentary facies, jenis tanah didominasi jenis podsolik merah sampai kuning.
21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kelas dan Luas Kelerengan Kelas kelerengan lapangan di BKPH Parung Panjang didominasi oleh kelas datar (81,44%), sedangkan yang paling rendah adalah kelas lereng yang sangat curam, yaitu hanya sebesar 0,57%. Sebaran kelas lereng di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Luas kelerengan lapangan BKPH Parung Panjang Kelas lereng 1 2 3 4 5 Jumlah
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Luas (ha) 31255 5250 1250 437 187 38380
% 81,54 13,68 3,26 1,14 0,49 100,00
Berdasarkan kondisi kelerengan yang ada, maka semua sistem pemanenan yang tersedia dapat dioperasikan di areal tersebut. Pada lapangan dengan topografi datar sampai agak curam (kelas lereng 1-3) dapat dioperasikan sistem manual, sistem hewan dan sistem sulki tangan. Pada areal yang kelerengan lapangan dari curam sampai dengan sangat curam (kelas lereng 4-5) dapat dioperasikan sistem geletrek dan sistem kabel. Luas areal yang dapat dioperasikan sistem adalah 38380 ha. 5.2 Jenis Tanah Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (Tabel 11), jenis tanah yang mendominasi kawasan hutan kelas perusahan Acacia mangium di lokasi penelitian adalah jenis podsolik merah sampai kuning.
22
Tabel 11 Jenis tanah setiap kelompok hutan Acacia mangium di BKPH Parung Panjang KPH Bogor No 1.
Kelompok Hutan Cikadu I-II
Jenis Batuan Oliocene, Sedimentary Facies
Jenis Tanah Tuff, podsolik merah- kuning
2.
Yanlapa
Tuff, podsolik merah- kuning
3.
Parung Panjang IIII
Oliocene, Sedimentary Facies Oliocene, Sedimentary Facies
Tuff, podsolik merah- kuning
Sumber : RPKH KP Acacia mangium KPH Bogor jangka waktu 2006-2010
Tanah podsolik adalah jenis tanah yang bersifat gembur dan mempunyai perkembangan penampang. Tanah ini cenderung tidak seberapa mantap dan teguh, peka terhadap pengikisan. Dari segi kimia, jenis tanah ini asam dan miskin, lebih asam dan lebih miskin dari tanah latosol. Untuk keperluan pertanian, jenis tanah ini perlu pemupukan lengkap dan tindakan pengawetan. Untuk jenis tanah podsolik coklat biasanya untuk hutan lindung. Jenis tanah komplek Podsolik merah kekuning kuningan, podsolik dan regosol merupakan bagaian yang paling luas terutama di bagian selatan. Tekstur yang lempung atau berpasir, memiliki PH rendah, serta memilki kandungan unsur aluminium dan besi yang tinggi. Untuk jenis tanah ini sistem penyaradan pemikulan, dengan menggunakan binatang, pemikulan oleh manusia, gravitasi, sulki tangan masih dapat dioperasikan didaerah ini, karena untuk kondisi lapangan ini tidak memungkinkan penggunaan sistem penyaradan yang berat.
5.3 Produksi Kayu Jenis tanaman yang mendominasi di BKPH Parung Panjang adalah jenis Acacia mangium. Tegakan yang dijadikan obyek simulasi adalah tegakan yang ditanam pada tahun 2003-2004. Tegakan ini akan dipanen pada tahun 2011. Volume kayu yang dapat dikeluarkan adalah sebesar 42.237,31 m³ dengan luas areal 685,72 ha. Produksi kayu ini tersebar di 31 anak petak (Lampiran 1). 5.4 Kinerja Sistem Pemanenan yang Digunakan saat ini. Berdasarkan analisis biofisik diperoleh bahwa semua sistem pemanenan yang tersedia di Indonesia dapat dioperasikan di areal tersebut, namun berdasarkan pertimbangan ekonomi dan ekologi, maka sistem pemanenan yang digunakan adalah sistem manual atau pemikulan kayu oleh manusia. Hal ini dikarenakan sistem manual merupakan sistem yang murah dan sesuai dengan
23
kondisi lapangan yang sebagian besar adalah datar. Pada sekitar kawasan hutan masih tersedia tenaga kerja murah yang memadai untuk melaksanakan kegiatan pemanenan. 5.4.1 Biaya Indikator penilaian kinerja sistem pemanenan yang digunakan adalah biaya pemanenan dan serapan tenaga kerja yang dinyatakan dalam bentuk Hari Orang Kerja (HOK). Biaya total yang dimaksud disini adalah penjumlahan biaya tebang ditambah biaya penyaradan dan biaya pengangkutan. Dalam pengangkutan kayu yang ditebang, alat angkut yang digunakan adalah truk. Besarnya biaya tebang adalah Rp 17.000,00/m³; untuk biaya penyaradan sebesar Rp 20.000/m³ dan biaya pengangkutannya adalah Rp 53.250/m³. Dengan demikian, biaya total pemanenan kayu dengan menggunakan sistem manual sebesar Rp 90.250/m³. Semakin besar luas petak yang ditebang semakin besar biaya totalnya, karena volume kayu yang dikeluarkan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dari anak petak 2D yang memiliki luas sebesar 38,39 ha, biaya total pemanenannya adalah Rp. 2.833.255 dibandingkan dengan anak petak 2B yang memiliki luasan 11,69 ha memiliki biaya total pemanenan Rp. 862.712. 5.4.2 Serapan Tenaga Kerja Ukuran serapan tenaga kerja didekati dengan menggunakan pendekatan HOK. BKPH Parung Panjang dalam kegiatan pemanenan hutannya menggunakan total 7 orang, yang terdiri dari 3 orang untuk proses penebangan atau istilahnya operator, 2 orang untuk proses pengangkutan kayu dari lokasi tebangan ke daerah TPn dan 2 orang untuk proses pengangkutan kayu ke TPK atau tempat penimbunan akhir kayu. Serapan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan volume tebangan 42.237,31 m³ adalah 1681 HOK. 5.5 Kinerja Simulasi Multisistem Pemanenan Hutan 5.5.1 Simulasi Satu Sistem Pemanenan Gambar 2 adalah grafik simulasi pertama dengan persentase 100 % untuk semua sistem pemanenan yang digunakan. Untuk sistem manual didapatkan biaya total penyaradannya sebesar Rp 844.746.300 dengan serapan tenaga kerja 1681 HOK. Untuk sistem hewan didapatkan biaya total penyaradannya sebesar Rp
24
506.847.780 dengan serapan teenaga kerja 1512 HOK K, sedangkkan untuk sistem kabel, biaaya total penyaradan yang didap pat adalah Rp 1.267.119.450 deengan serapan teenaga kerja 1982 HOK.. 3500 3000 2500 2000 BT(Rp)
1500
HOK
1000 500 0 manual
hewan
kabel
trakto or
sulki tangan
geletrek
Gambar 2 Grafik sim mulasi satu sistem s pemaanenan. Unntuk sistem m penyaradaan dengan traktor t didaapat biaya ttotal penyaradan sebesar Rp 1.100.4933.242 dengan serapan tenaga kerj rja 532 HOK K. Untuk sistem s sulki tanggan didapatkkan biaya total t penyarradan sebessar Rp 633..559.724 deengan serapan teenaga kerja 2969 HOK, dan untuk sistem geleetrek biaya total penyarradan sebesar Rp 1.076.7222.453 dengaan serapan tenaga kerjja 1889 HO OK. Berdasarkan grafik terssebut dapatt dilihat baahwa sistem m sulki tanngan dan geeletrek mem miliki biaya totaal penyaradaan terendahh. Dalam pemilihan seerapan tenaaga kerja, dipilih d sistem pennyaradan yaang HOK teertinggi. Hall ini dilakukkan untuk aaspek sosial yaitu dalam hall jumlah haari pada parra pekerja. Pada simullasi ini sisttem sulki taangan memiliki waktu peenyelesaiann terbesar. Berdasarkkan data tersebut, maka wan adalah h pilihan sistem pennyaradan paling p penyaradaan mengguunakan hew ekonomis untuk menyyarad tebanngan yang dimaksud.
25
5.5.2 Simu ulasi dua siistem pemaanenan 5.5.2.1 Sim mulasi 75% % sistem manual dan 25% sistem m lainnya Paada simulasii ini dilakukkan 5 komb binasi sistem m pemanenan hutan deengan simulasi 75% 7 sistem m manual dan d 25% sistem s lainnnya. Untukk lebih jelaasnya kombinasii sistem pem manenan dissajikan padaa Tabel 12. Tabel 12 Simulasi 755% sistem manual m dan 25% sistem m lainnya Kriteria
Koombinasi sistem pemanenan hutan* 1
BT (Rp) HOK
760.211.8722 1541
2
3
2.217.399.858 1.9 930.404.267 19005 1635
4
5
950.249.8892 1658
1.146..835.682 1296
Keterangan : * = 1. mannual dan hewaan; 2. manuall dan sulki tanngan; 3. Manual dan geletrrek; 4. Manual dann kabel; 5. Maanual dan trakktor
Paada Tabel 12 1 menunjuukkan bahw wa untuk biiaya total tterendah diidapat pada kom mbinasi sisteem manual dan hewan n yang meemiliki biayya total tereendah sebesar Rp R 760.211.8872. Semenntara untuk k serapan teenaga kerja tertinggi adalah a kombinasii manual 755% dan 25% % sistem sulki dengan waktu w 1905 HOK. 5.5.2.2 Sim mulasi 50% % sistem manual dan 50% sistem m lainnya Padda simulasi yang ketigga dilakukaan perhitunggan biaya penyaradan n dan perhitungaan serapan tenaga t kerjaa pemanenaan. Simulasii ini menggabungkan sistem s manual deengan persenntase 50% dan d 5 sistem m dengan persentase p 50% (Gambaar 3) 2500 2000 1500 BTT(Rp) 1000
HOK
500 0 1
2
3
4
5
Gambar 3 Grafik sim mulasi dua sistem s pemaanenan. Daari gambarr dapat dillihat simullasi pertam ma menggabbungkan sistem s manual daan sistem hewan h denggan biaya total t Rp 6775.423.838 dengan serrapan
26
tenaga kerja 1531 HOK. Simulasi kedua menggabungkan sistem manual dan sistem kabel dengan biaya total Rp 1.055.499.875 dengan serapan tenaga kerja 1766 HOK, simulasi ketiga menggabungkan sistem manual dan sistem sulki tangan dengan biaya total penyaradan Rp 738.749.915 dengan serapan tenaga kerja 2260 HOK, sedangkan simulasi keempat menggabungkan sistem manual dan sistem traktor dengan biaya total penyaradan Rp 972.439.633 dan serapan tenaga kerja 1041 HOK. Simulasi kelima menggabungkan sistem manual dan sistem geletrek dengan biaya total penyaradan Rp 907.729.072 dan serapan tenaga kerja 2283 HOK. Dari kombinasi ini didapatkan biaya total penyaradan terendah pada kombinasi kesatu, sedangkan untuk serapan tenaga kerja tertinggi pada kombinasi kelima. 5.5.2.3 Simulasi 25% sistem manual dan 75 % sistem lainnya Simulasi ini menggabungkan sistem penyaradan manual 25% dengan 75% sistem lainnya. Penggabungan simulasi tersebut dapat terlihat pada Tabel 13. Tabel 13 Simulasi 25% sistem manual dan 75% sistem lainnya Kriteria BT(Rp) HOK
1 551.435.713 1522
Kombinasi Sistem Pemanenan Hutan* 2 3 4 5 686.811.521 575.483.481 1.161.436.466 750.161.514 2615 1805 1874 787
Keterangan : * 1. Manual dan hewan; 2. Manual dan sulki tangan; 3. Manual dan geletrek; 4. Manual dan kabel; 5. Manual dan traktor
Pada Tabel 13 menunjukkan biaya total penyaradan terendah pada kombinasi pertama sebesar Rp 551.435.713, sedangkan untuk serapan tenaga kerja tertinggi adalah pada kombinasi ketiga, yaitu 1805 HOK. Kombinasi pertama adalah simulasi yang menggabungkan sistem manual dan sistem hewan, sedangkan kombinasi ketiga adalah simulasi yang menggabungkan sistem manual dan sistem geletrek. 5.5.3 Simulasi empat sistem pemanenan Pada simulasi ini akan digabungkan keempat sistem penyaradan dengan persentase 25% pada masing-masing sistem. Dalam simulasi ini dihasilkan 8 kombinasi simulasi sistem pemanenan untuk menentukan biaya total penyaradan dan serapan tenaga kerja (Tabel 14).
27
Tabel 14 Biaya total penyaradan dan HOK pada simulasi multisistem pemanenan Kriteria
Kombinasi Sistem Pemanenan Hutan* 1
BT(Rpx 10000) HOK
2
3
4
5
6
7
8
17930 812.46 10994 19830,5 23380.5 11994.5 11678 19514 2012
2003
1673
2129
1520
1790
2589
1765
Keterangan : *= 1. Manual, hewan, sulki tangan, geletrek ; 2. Manual, hewan, sulki tangan, kabel; 3. Manual, hewan, sulki tangan, traktor; 4. Manual, sulki tangan, geletrek,kabel; 5. Manual, geletrek, kabel, traktor; 6. Manual, sulki tangan, kabel, raktor; 7. Sulki tangan, kabel, hewan, geletrek; 8. Manual, kabel, hewan, geletrek.
Dari simulasi ini didapat bahwa kombinasi sulki tangan, kabel, hewan, dan geletrek memiliki serapan tenaga kerja tertinggi yaitu 2589 HOK sedangkan untuk biaya terendah terdapat kombinasi kedua yaitu manual, hewan, sulki tangan, dan kabel dengan biaya Rp 812.460.000.
28
BAB VI KESIMPULAN
Multisistem pemanenan hutan dinilai dapat diterapkan pada kegiatan pemanenan hutan tanaman yang didasarkan pada biaya penyaradan dan serapan tenaga kerja. Untuk biaya total penyaradan terendah sebesar Rp 196.758.829 didapat pada simulasi kombinasi sistem manual, kabel, hewan dan sistem geletrek dengan persentase 25%, sedangkan untuk serapan tenaga kerja tertinggi 2969 HOK didapat pada simulasi satu sistem sulki tangan. Kombinasi simulasi dengan biaya total penyaradan yang rendah dan serapan tenaga kerja yang tertinggi didapat pada kombinasi sistem manual 25% dengan sulki tangan 75% dengan biaya total Rp 686.811.521 dan serapan tenaga kerja 2615 HOK.
29
DAFTAR PUSTAKA
Buongiorno J. and J.K Gilless. 1987. Decision Methods for Forest Resource Management. Academic Press. Amsterdam. Brown NC. 1958. Logging. The Principles and Methods of Timber Harvesting in The United States and Canada. Jhon Willey and Sons, Inc. New York. Brown NC. 1949. Logging. John Willey and Sons, Inc. New York. Conway S. 1978. Logging Practice. Principle of Timber Harvesting System. Miller Freemans Publications, Inc. San Fransisco. Davis
1987. Evaluating Terrain for Harvesting Equipment Selection. http://www.lib.unb.ca/Texts/JFE /backissues/pdf/vol2-1/davis.pdf
[DEPHUT] Departemen Kehutanan Republik Indonesia 1972. Surat Keputusan Dirjen Kehutanan No.35/DD/II/1972, tentang: Pedoman Tebang Pilih Indonesia. Dephut. Dulsalam dan Sukanda 1989. Produktivitas Traktor Caterpillar D7G di suatu perusahaan HPH di Jambi. Jurnal PHH Vol 6/no 6. Bogor. Elias 2000. Analisis biaya Eksploitasi hutan. Diktat kuliah Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Eriawan 2000. Prestasi kerja dan biaya penyaradan kayu dengan geletrek. Skripsi pada Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Bogor Juta EHP.1954. Pemungutan hasil Hutan. Timun Mas Jakarta. Nurlalita S 2000. Produktivitas Penyaradan Kayu dengan Sulki Tangan di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III. Skripsi pada Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Bogor. Safitri DE. 2000. Pengaruh Volume, Jarak Sarad dan Kelerengan Jalan Sarad terhadap prestasi kerja dan Biaya Penyaradan dengan Pikulan. Skripsi pada Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Bogor. Sanjoto 1958. Methodik Penyelidikan Physiologi dalam kerja hutan. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Sastrodimedjo RSJ, Thaib, Sianturi A dan Simarmata SR. 1977. Produktivitas dan Biaya Alat Eksploitasi jenis-jenis Meratnti di sumatera. Laporan LPHH no 15. Bogor. Sumantri I, Suhanda H, Daryanto. 1989. Dasar-Dasar Tebang Pilih Indonesia. Pusat Pembinaan Pendidikan Latihan Kehutanan Bogor.
30
Suprapto RS. 1979. Pemanenan Hasil Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Suratmo GF. 2001. Strategi menghentikan degradasi kualitas hutan tropika basah di Indonesia dan bagaimana memperbaiki kondisinya. Jurnal Manajemen Hutan Tropika vol VIII No 1: 15-22. IPB,Bogor. Taha HA. 1996.Riset Operasi Suatu Pengantar. Binarupa Aksara. Jakarta. Wackerman AE. 1949. Harvesting Timber Corps Mc Graw-Hill Book Co, Inc., New York Wiradinata S. 1981. Pengantar analisis biaya pemabalakan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Yuwono T. 2003 Simulasi Sistem Pemanenan Katu tegakan Pinus Merkusii di Hutan Pendidikan Gunung Walat Fakultas Kehutanan IPB.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Simulasi sistem penyaradan manual pada kawasan petak tebang. No anak Petak 24D 27F 49C 49E 4H 9G 9I 39D 42A 49L 53C 54F 2C 10C 10H 12E 12J 13A 26B 27M 29D 31E 32F
Luas 10.31 48.81 35.36 4.12 27.54 5.65 2.35 7.15 34.00 2.65 58.55 55.92 17.84 25.19 8.36 0.97 9.98 25.19 34.54 1.25 7.11 27.72 25.88
Bonita 8.0 8.0 8.0 8.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 7.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
HOK(100%) 5 107 562 1 34 1 0 2 52 0 154 94 14 29 3 1 4 29 54 1 2 35 30
BT(100%) 2607770 58445880 306746400 416400.2 18606850 783169.2 135477.5 1254153 28359680 114829.8 84099940 51142980 7806784 15567420 1713800 23086 2443104 15567420 29269200 38250 1239984 18849600 16428624
HOK(75%) 4 80 422 1 26 1 0 2 39 0 116 70 11 21 2 1 3 21 40 1 2 26 23
BT(75%) 1955828 43834410 230000000.00 312300.2 13955138 587376.9 101608.1 940614.8 21269760 86122.35 63074955 38357235 5855088 11675565 1285350 17314.5 1832328 11675565 21951900 28687.5 929988 14137200 12321468
HOK(50%) 2 54 281 0 17 1 0 1 26 0 77 47 7 14 2 1 2 14 27 1 1 17 15
BT(50%) 1303885 29222940 1.53E+08 208200.1 9303425 391584.6 67738.75 627076.5 14179840 57414.9 42049970 25571490 3903392 7783710 856900 11543 1221552 7783710 14634600 19125 619992 9424800 8214312
HOK(25%) 1 27 141 0 9 0 0 1 13 0 39 23 4 7 1 0 1 7 13 0 1 9 8
BT(25%) 651942.5 14611470 76686600 104100.1 4651713 195792.3 33869.38 313538.3 7089920 28707.45 21024985 12785745 1951696 3891855 428450 5771.5 610776 3891855 7317300 9562.5 309996 4712400 4107156
32
33 33H 34J 39B 42F 46D 47A 49K 55A Total
20.59 53.70 28.93 4.50 41.18 4.80 47.71 7.87 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
19 130 38 1 76 1 68 3 1681
10402068 70744380 20534520 496800 41600040 565440 37223340 1518910 844746300
14 97 28 1 57 1 51 2 1163
7801551 53058285 15400890 372600 31200030 424080 27917505 1139183 633499926.4
10 65 19 0 38 1 34 1 775
5201034 35372190 10267260 248400 20800020 282720 18611670 759455 421999949.9
5 32 9 0 19 0 17 1 388
2600517 17686095 5133630 124200 10400010 141360 9305835 379727.5 211186576
33
34
Lampiran 2 Simulasi sistem penyaradan hewan pada kawasan petak tebang. No anak Petak 24D 27F 49C 49E 4H 9G 9I 39D 42A 49L 53C 54F 2C 10C 10H 12E 12J 13A 26B 27M 29D 31E 32F
HOK Luas Bonita (100%) BT (100%) HOK(75%) BT(75%) HOK(50%) BT(50%) HOK(25%) BT(25%) 8.0 10.31 5 1564662 3 1173497 2 782331 1 391165.5 8.0 48.81 104 35067528 78 26300646 52 17533764 26 8766882 8.0 35.36 548 184047840 411 138000000.00 274 92023920 137 46011960 8.0 4.12 1 249840.12 1 187380.1 0 124920.1 0 62460.03 7.0 27.54 33 11164110 25 8373083 17 5582055 8 2791028 7.0 5.65 1 469901.52 1 352426.1 1 234950.8 0 117475.4 7.0 2.35 1 81286.5 1 60964.88 1 40643.25 0 20321.63 7.0 7.15 2 752491.8 2 564368.9 1 376245.9 1 188123 7.0 34.00 51 17015808 38 12761856 25 8507904 13 4253952 7.0 2.65 1 68897.88 1 51673.41 1 34448.94 0 17224.47 7.0 58.55 150 50459964 113 37844973 75 25229982 38 12614991 7.0 55.92 91 30685788 68 23014341 46 15342894 23 7671447 6.0 17.84 14 4684070.4 10 3513053 7 2342035 3 1171018 6.0 25.19 28 9340452 21 7005339 14 4670226 7 2335113 6.0 8.36 3 1028280 2 771210 2 514140 1 257070 6.0 0.97 1 13851.6 1 10388.7 1 6925.8 0 3462.9 6.0 9.98 4 1465862.4 3 1099397 2 732931.2 1 366465.6 6.0 25.19 28 9340452 21 7005339 14 4670226 7 2335113 6.0 34.54 52 17561520 39 13171140 26 8780760 13 4390380 6.0 1.25 1 22950 1 17212.5 1 11475 0 5737.5 6.0 7.11 2 743990.4 2 557992.8 1 371995.2 1 185997.6 6.0 27.72 34 11309760 25 8482320 17 5654880 8 2827440 6.0 25.88 29 9857174.4 22 7392881 15 4928587 7 2464294
34
35 33H 20.59 34J 53.70 39B 28.93 42F 4.50 46D 41.18 47A 4.80 49K 47.71 55A 7.87 Total 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
19 126 37 1 74 1 66 3 1512
6241240.8 42446628 12320712 298080 24960024 339264 22334004 911346 506847780
14 95 28 1 56 1 50 2 1134
4680931 31834971 9240534 223560 18720018 254448 16750503 683509.5 380099957
9 63 18 0 37 1 33 1 756
3120620 21223314 6160356 149040 12480012 169632 11167002 455673 253423889
5 32 9 0 19 0 17 1 378
1560310 10611657 3080178 74520 6240006 84816 5583501 227836.5 126711946
35
36
Lampiran 3 Simulasi sistem penyaradan kabel (skyline) pada kawasan petak tebang. No anakan HOK Petak Luas Bonita (100%) BT (100%) HOK(75%) BT(75%) HOK(50%) BT(50%) HOK(25%) 24D 8.0 10.31 6 3911655 5 2933741 3 1955828 2 27F 8.0 48.81 137 87668820 103 65751615 68 43834410 34 49C 8.0 35.36 718 460119600 539 345000000.00 359 2.30E+08 180 49E 8.0 4.12 1 624600.3 1 468450.2 0 312300.2 0 4H 7.0 27.54 44 27910275 33 20932706 22 13955138 11 9G 7.0 5.65 2 1174753.8 1 881065.4 1 587376.9 0 9I 7.0 2.35 1 203216.25 1 152412.2 1 101608.1 0 39D 7.0 7.15 3 1881229.5 2 1410922 1 940614.8 1 42A 7.0 34.00 66 42539520 50 31904640 33 21269760 17 49L 7.0 2.65 1 172244.7 1 129183.5 1 86122.35 0 53C 7.0 58.55 197 126149910 148 94612433 98 63074955 49 54F 7.0 55.92 120 76714470 90 57535853 60 38357235 30 2C 6.0 17.84 18 11710176 14 8782632 9 5855088 5 10C 6.0 25.19 36 23351130 27 17513348 18 11675565 9 10H 6.0 8.36 4 2570700 3 1928025 2 1285350 1 12E 6.0 0.97 1 34629 1 25971.75 1 17314.5 0 12J 6.0 9.98 6 3664656 4 2748492 3 1832328 1 13A 6.0 25.19 36 23351130 27 17513348 18 11675565 9 26B 6.0 34.54 69 43903800 51 32927850 34 21951900 17 27M 6.0 1.25 1 57375 1 43031.25 1 28687.5 0 29D 6.0 7.11 3 1859976 2 1394982 1 929988 1 31E 6.0 27.72 44 28274400 33 21205800 22 14137200 11 32F 6.0 25.88 38 24642936 29 18482202 19 12321468 10
BT(25%) 977913.8 21917205 1.15E+08 156150.1 6977569 293688.5 50804.06 470307.4 10634880 43061.18 31537478 19178618 2927544 5837783 642675 8657.25 916164 5837783 10975950 14343.75 464994 7068600 6160734
36
37 33H 34J 39B 42F 46D 47A 49K 55A Total
20.59 53.70 28.93 4.50 41.18 4.80 47.71 7.87 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
24 15603102 166 106116570 48 30801780 1 745200 97 62400060 1 848160 87 55835010 4 2278365 1982 1267119450
18 124 36 1 73 1 65 3 1486
11702327 79587428 23101335 558900 46800045 636120 41876258 1708774 950249890
12 83 24 1 49 1 44 2 991
7801551 53058285 15400890 372600 31200030 424080 27917505 1139183 633499926
6 3900776 41 26529143 12 7700445 0 186300 24 15600015 0 212040 22 13958753 1 569591.3 495 316749966
37
38
Lampiran 4 Simulasi sistem penyaradan sistem traktor pada kawasan petak tebang. No Anak Petak 24D 27F 49C 49E 4H 9G 9I 39D 42A 49L 53C 54F 2C 10C 10H 12E 12J 13A 26B 27M 29D 31E 32F
Luas Bonita 8.0 10.31 8.0 48.81 8.0 35.36 8.0 4.12 7.0 27.54 7.0 5.65 7.0 2.35 7.0 7.15 7.0 34.00 7.0 2.65 7.0 58.55 7.0 55.92 6.0 17.84 6.0 25.19 6.0 8.36 6.0 0.97 6.0 9.98 6.0 25.19 6.0 34.54 6.0 1.25 6.0 7.11 6.0 27.72 6.0 25.88
HOK (100%) 2 37 192 0 12 0 1 1 18 1 53 32 5 10 1 1 2 10 18 1 1 12 10
BT (100%) HOK(75%) 3397272.368 1 76140370.17 27 399613872.6 144 542465.3606 0 24240073.84 9 1020273.675 0 176493.3131 1 1633847.821 1 36945573.12 13 149594.522 1 109561196.8 39 66626517.2 24 10170287.86 4 20280456.41 7 2232652.95 1 30075.2865 1 3182753.736 1 20280456.41 7 38130450.3 14 49830.1875 1 1615389.156 1 24556316.4 9 21402389.92 8
BT(75%) HOK(50%) 1662453 1 37259249 18 1.96E+08 96 265455.1 0 11861867 6 499270.4 0 86366.91 1 799522.5 0 18079296 9 73204 1 53613712 26 32603650 16 4976825 2 9924230 5 1092548 1 14717.33 1 1557479 1 9924230 5 18659115 9 24384.38 1 790489.8 0 12016620 6 10473248 5
BT(50%) HOK(25%) 1698636 0 38070185 9 2.00E+08 48 271232.7 0 12120037 3 510136.8 0 88246.66 0 816923.9 0 18472787 4 74797.26 0 54780598 13 33313259 8 5085144 1 10140228 2 1116326 0 15037.64 0 1591377 0 10140228 2 19065225 5 24915.09 0 807694.6 0 12278158 3 10701195 3
BT(25%) 849318.1 19035093 99903468 135616.3 6060018 255068.4 44123.33 408462 9236393 37398.63 27390299 16656629 2542572 5070114 558163.2 7518.822 795688.4 5070114 9532613 12457.55 403847.3 6139079 5350597
38
39 33H 34J 39B 42F 46D 47A 49K 55A Total
20.59 53.70 28.93 4.50 41.18 4.80 47.71 7.87 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
7 44 13 0 26 0 23 1 532
13551294.09 92162241.05 26751345.93 647206.2 54194452.11 736626.96 48492706.19 1978760.003 1100493242
5 33 10 0 20 0 17 1 399
6631318 45099542 13090757 316710 26520026 360468 23729879 968305.1 538974938
3 22 6 0 13 0 12 0 266
6775647 46081121 13375673 323603.1 27097226 368313.5 24246353 989380 550439684
2 11 3 0 7 0 6 0 133
3387824 23040560 54673159.5 1322730 110760107 1505484 99107142.8 4044097.88 513335756
39
40
Lampiran 5 Simulasi sistem penyaradan sistem Sulki tangan pada kawasan petak tebang. No Anak Petak 24D 27F 49C 49E 4H 9G 9I 39D 42A 49L 53C 54F 2C 10C 10H 12E 12J 13A 26B 27M 29D 31E 32F
HOK Luas Bonita (100%) 8.0 10.31 9 8.0 48.81 205 8.0 35.36 1077 8.0 4.12 1 7.0 27.54 65 7.0 5.65 3 7.0 2.35 1 7.0 7.15 4 7.0 34.00 100 7.0 2.65 1 7.0 58.55 295 7.0 55.92 180 6.0 17.84 27 6.0 25.19 55 6.0 8.36 6 6.0 0.97 1 6.0 9.98 9 6.0 25.19 55 6.0 34.54 103 6.0 1.25 1 6.0 7.11 4 6.0 27.72 66 6.0 25.88 58
BT (100%) HOK(75%) 1955827.5 7 43834410 154 230059800 808 312300.15 1 13955137.5 49 587376.9 2 101608.125 1 940614.75 3 21269760 75 86122.35 1 63074955 221 38357235 135 5855088 21 11675565 41 1285350 5 17314.5 1 1832328 6 11675565 41 21951900 77 28687.5 1 929988 3 14137200 50 12321468 43
BT(75%) HOK(50%) 1466871 5 32875808 103 173000000.00 539 234225.1 1 10466353 33 440532.7 1 76206.09 1 705461.1 2 15952320 50 64591.76 1 47306216 148 28767926 90 4391316 14 8756674 27 964012.5 3 12985.88 1 1374246 4 8756674 27 16463925 51 21515.63 1 697491 2 10602900 33 9241101 29
BT(50%) HOK(25%) 977913.8 2 21917205 51 115000000.00 269 156150.1 0 6977569 16 293688.5 1 50804.06 0 470307.4 1 10634880 25 43061.18 0 31537478 74 19178618 45 2927544 7 5837783 14 642675 2 8657.25 0 916164 2 5837783 14 10975950 26 14343.75 0 464994 1 7068600 17 6160734 14
BT(25%) 488956.9 10958603 57514950 78075.04 3488784 146844.2 25402.03 235153.7 5317440 21530.59 15768739 9589309 1463772 2918891 321337.5 4328.625 458082 2918891 5487975 7171.875 232497 3534300 3080367
40
41 33H 34J 39B 42F 46D 47A 49K 55A Total
20.59 53.70 28.93 4.50 41.18 4.80 47.71 7.87 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
37 248 72 2 146 2 131 5 2969
7801551 53058285 15400890 372600 31200030 424080 27917505 1139182.5 633559724.8
27 186 54 1 110 1 98 4 2227
5851163 39793714 11550668 279450 23400023 318060 20938129 854386.9 475624945.7
18 124 36 1 73 1 65 3 1485
3900776 26529143 7700445 186300 15600015 212040 13958753 569591.3 316749966.3
9 62 18 0 37 0 33 1 742
1950388 13264571 3850223 93150 7800008 106020 6979376 284795.6 158389932.1
41
42
Lampiran 6 Simulasi sistem penyaradan sistem Geletrek pada kawasan petak tebang. No anak Petak 24D 27F 49C 49E 4H 9G 9I 39D 42A 49L 53C 54F 2C 10C 10H 12E 12J 13A 26B 27M 29D 31E 32F
HOK Luas Bonita (100%) 8.0 10.31 6 8.0 48.81 130 8.0 35.36 685 8.0 4.12 1 7.0 27.54 42 7.0 5.65 2 7.0 2.35 1 7.0 7.15 3 7.0 34.00 63 7.0 2.65 1 7.0 58.55 188 7.0 55.92 114 6.0 17.84 17 6.0 25.19 35 6.0 8.36 4 6.0 0.97 1 6.0 9.98 5 6.0 25.19 35 6.0 34.54 65 6.0 1.25 1 6.0 7.11 3 6.0 27.72 42 6.0 25.88 37
B.T (100%) 3324907 74518497 3.91E+08 530910.3 23723734 998540.7 172733.8 1599045 36158592 146408 1.07E+08 65207300 9953650 19848461 2185095 29434.65 3114958 19848461 37318230 48768.75 1580980 24033240 20946496
HOK (75%) 4 98 514 1 31 1 1 2 47 1 141 86 13 26 3 1 4 26 49 1 2 32 28
BT(75%) 1124600.813 25204785.75 132284385 179572.5863 8024204.063 337741.7175 58424.67188 540853.4813 12230112 49520.35125 36268099.13 22055410.13 3366675.6 6713449.875 739076.25 9955.8375 1053588.6 6713449.875 12622342.5 16495.3125 534743.1 8128890 7084844.1
HOK(50%) BT (50%) 3 1499467.75 65 33606381.00 342 176379180.00 0 239430.12 21 10698938.75 1 450322.29 1 77899.56 1 721137.98 32 16306816.00 1 66027.14 94 48357465.50 57 29407213.50 9 4488900.80 17 8951266.50 2 985435.00 1 13274.45 3 1404784.80 17 8951266.50 33 16829790.00 1 21993.75 1 712990.80 21 10838520.00 18 9446458.80
HOK (25%) 1 33 171 0 10 0 0 1 16 0 47 29 4 9 1 0 1 9 16 0 1 11 9
BT (25%) 374866.938 8401595.25 44094795 59857.5288 2674734.69 112580.573 19474.8906 180284.494 4076704 16506.7838 12089366.4 7351803.38 1122225.2 2237816.63 246358.75 3318.6125 351196.2 2237816.63 4207447.5 5498.4375 178247.7 2709630 2361614.7
42
43 33H 34J 39B 42F 46D 47A 49K 55A Total
20.59 53.70 28.93 4.50 41.18 4.80 47.71 7.87 685.72
6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0 6.0
23 158 46 1 93 1 83 3 1889
13262637 90199085 26181513 633420 53040051 720936 47459759 1936610 1076722453
17 118 34 1 70 1 62 3 1417
4485891.825 30508513.88 8855511.75 214245 17940017.25 243846 16052565.38 655029.9375 364296842
12 79 23 1 46 1 42 2 944
5981189.10 40678018.50 11807349.00 285660.00 23920023.00 325128.00 21403420.50 873373.25 485729122
6 39 11 0 23 0 21 1 472
1495297.28 10169504.6 2951837.25 71415 5980005.75 81282 5350855.13 218343.313 121432281
43