SIKAP MASYARAKAT KABUPATEN PATI DALAM POLITIK UANG DAN
daerah fenomena demikian tampak terang benderang. Baik itu dilakukan oleh
IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN UNTUK BERPARTISIPASI DAN
kandidatnya maupun tim suksesnya, bahkan disinyalir terdapat juga keterlibatan pihak
MENENTUKAN PREFERENSI POLITIK
lain semisal investor yang berusaha ikut mempengaruhi hasil pemilihan dengan berbagai cara melalui lobi tingkat tinggi. Larry Diamond (2003: 16-17) memberikan
Politik uang biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi pilihan politik pemilih dengan menggunakan imbalan tertentu, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai tindakan jual beli suara. Sekalipun merusak proses demokrasi, namun bagi masyarakat Kabupaten Pati praktek politik uang justru menjadi sebuah kewajaran dan bahkan kehadirannya dinantikan. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan persepsi masyarakat di Kabupaten Pati terhadap politik uang, dan mengetahui implikasinya terhadap sikap (kognitif, afektif dan konatif) pemilih untuk mengikuti pemilihan maupun untuk memilih pilihan politiknya. Subjek penelitian ini sebanyak 1288 masyarakat Kabupaten Pati dengan menggunakan uji korelasi Kendall Tau. Hasilnya ditemukan bahwa sikap masyarakat Pati terhadap politik uang lebih didominasi oleh faktor konatif atau niat dan tindakan nyata dari responden ketika dihadapkan pada suap untuk menentukan berpartisipasi dan menentukan pilihan. Melalui temuan ini untuk mengurangi praktek suap terhadap voter bisa dilakukan dengan memperkuat faktor-faktor yang bisa menekan tindakan nyata dari voter seperti membuat faktor situsional dari lingkungan yang secara bersama-sama menyatakan menolak adanya suap. Kata kunci: Sikap, politik uang, pengambilan keputusan, preferensi politik. Keterlibatan rakyat menjadi salah satu indikator perwujudan penerapan demokrasi yang diwujudkan melalui pemilihan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Shofiyandhi, 2015). Sistem pemilihan secara langsung mulai dari Pileg, Pilpres sampai Pilkada tentunya membuat persaingan antar kandidat politik semakin ketat. Bermacam-macam bentuk kampanye politik dilakukan parpol dan para calon kepala daerah untuk meraup suara pemilih, mulai dari cara konvensional seperti dialog interaktif, kampanye terbuka, pemasangan alat peraga sampai cara-cara transaksional seperti politik uang. Tidak bisa dipungkiri, tantangan besar demokratisasi di Indonesia adalah merebaknya politik uang (money politics) dalam setiap even pemilu. Di beberapa
sinyalemen yang tidak jauh berbeda. Ada fenomena yang dia sebut sebagai demokrasi semu (pseudo-democracy). Indikatornya dalam demokrasi yang belum matang seperti di Indonesia, politik uang dijadikan alat untuk memobilisasi dukungan. Lalu apa itu politik uang itu? Politik uang secara bahasa disebut suap, arti suap mengacu pada uang sogok. Dalam konteks politik, politik uang biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Namun publik memahaminya sebagi praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan politik uang itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya (Ismawan, 1999). Meskipun sanksi pidana sudah mengancam, justru banyak kalangan yang menilai bahwa hampir semua pemilihan politik di semua wilayah dan tingkatan sudah teracuni virus praktik politik uang, termasuk penyelenggaraan pemilihan umum di Kabupaten Pati. Praktik politik uang di Kabupaten Pati diduga sudah mencengkeram berbagai pemilihan umum baik pemilihan presiden, pemilihan legislatif maupun pemilihan kepala daerah, dan sampai pemilihan kepala desa yang baru saja dilaksanakan serempak pada tanggal 28 Maret 2015 lalu. Berbagai penelitian dan tulisan telah menemukan bahwa telah terjadi praktik politik uang pada pemilihan umum di Kabupaten Pati yang berdampak pada buruknya partisipasi maupun mencoreng pelaksanaan pemilihan umum di Kabupaten Pati (Huda, 2014., Suyanto,2014., Rahayu, 2014., Fitriyah, 2013).
Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang membuat politik
terhadap politik uang perlu dipetakan. Apspek apa yang paling dominan
uang seolah sudah menjadi bagian dalam kehidupan politik di Kabupaten Pati.
mempengaruhi sikap masyarakat terhadap politik uang, apakah aspek kognitif
Kehadirannya dalam proses politik bahkan ditunggu-tunggu masyarakat. Tragisnya,
(pengetahuan), afektif (emosional) atau konatif (kecenderungan berperilaku). Teori
sejumlah kasus politik uang yang ditemukan oleh panwaslu baik dalam pemilu
sikap dapat digunakan dalam membedah perilaku pemilih karena dengan teori sikap
legislatif maupun pemilu presiden nyaris tidak terdengar adanya sanksi yang tegas.
bisa mengetahui instrumen apa yang mempengaruhi pemilih dalam memilih
Penegakan hukum menjadi kritik yang terus bergulir karena pelaku praktik politik
pilihannya. Mengingat, selama ini sering didengung-dengungkan bahwa politik uang
uang tampaknya sulit disentuh oleh hukum karena selain sulit dibuktikan (Winarto,
menjadi salah satu pendorong para pemilih di Pati mau menggunakan hak pilihnya.
2005).
Sebagaimana yang sering dibicarakan banyak orang dan juga diberitakan oleh media Terdapat beberapa faktor yang menjadikan politik uang tetap tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat, di antaranya sikap permisif masyakarat
bahwa adigium masyarakat Pati adalah “ora duit ora nyoblos” (tidak ada uang tidak mencoblos).
terhadap politik uang. Permisivitas publik atas permainan uang dalam pemilu sangat
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa tertarik, tidak tertarik
mengakar, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mempersoalkan bahwa politik
atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu
uang sebagai faktor negatif yang mendestruksi tatanan prosedur demokrasi.
dapat berupa benda, kejadian, situasi, orang-orang serta kelompok, kejadian dan lain
Masyarakat juga tidak peduli terhadap dampak dari politik uang yang akan
sebagainya (Sarwono, 2012). Sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan
berimplikasi pada kualitas produk politik dalam proses demokrasi. Hal ini terjadi
objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-
karena selama ini masyarakat menjadi korban pendidikan politik yang tidak bermutu.
pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk
Sumber dana yang dimiliki oleh calon politik bisa berasal dari calon sendiri,
masa yang akan datang (Azwar, 2007). Sikap disebut juga sebagai suatu pola perilaku,
dan dapat juga berasal dari perusahaan atau pemilik modal lain yang “meminjamkan”
tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sejumlah uang untuk membeli suara warga dengan “imbalan” komitmen dari calon
sosial, atau secara sederhana respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
politik untuk nantinya bila terpilih dapat melindungi kepentingan-kepentingan bisnis
Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
dan kepentingan lainnya dari para sponsor. Aktor lain yang menempatkan uang
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
sebagai dorongan untuk menentukan pilihan pemilih dalam pemilu adalah bandar atau
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga
pemain judi. Mereka berani menggelontorkan dana besar untuk pemenangan salah
agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
satu calon politik yang dipilihnya sebagai bagian dari aktivitas perjudian. Mereka
1.
Pengalaman pribadi, bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh
berani mengeluarkan uang untuk memastikan kemenangan kandidat yang dipilih
seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap
selama berpeluang besar mendapatkan keuntungan yang besar.
negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang
Pada konteks masyarakat Kabupaten Pati yang dianggap sebagai daerah yang
dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi
rawan terhadap politik uang, maka sikap masyarakat Pati dalam hal ini “pemilih”
yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam
2.
3.
4.
5.
dan lebih lama membekas.
sikap memiliki 3 komponen. Komponen pertama yaitu komponen kognitif yang berisi
Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cenderung
kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
sikap. Pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang
dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
obyek sikap tertentu. Adapun komponen kognitif mencakup dua aspek yaitu
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
pengetahuan masyarakat terhadap politik uang dan Informasi tentang politik uang.
dianggap penting tersebut.
Kedua, komponen afektif. Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut
Pengaruh Kebudayaan. Hal ini mengacu pada pengaruh lingkungan (termasuk
masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap, kaitannya adalah
kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola
rasa senang atau tidak senang. Sifat afektif berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial
perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement)
atau sistem nilai yang dimilikinya. Adapun komponen afektif mencakup dua aspek
yang dialami. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam
yakni ketertarikan masyarakat terhadap politik uang dan nilai pendidikan politik yang
suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu
didapatkan masyarakat. Ketiga, komponen konatif. Komponen perilaku atau
terhadap berbagai masalah.
komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau
Media Massa. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini
sikap yang dihadapinya. Adapun komponennya yaitu dorongan yang melandasi
dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif
partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum dan kesadaran untuk menghilangkan
yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
budaya politik uang.
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan menjadi dua
Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama. Lembaga pendidikan serta lembaga
pertanyaan penelitian, yakni bagaimana sikap masyarakat Pati terhadap politik uang?
agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
Dan faktor apa yang mempengaruhi sikap pemilih dalam menerima praktek politik
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
uang? Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Beberapa peneliti seperti Brackler (1983), Harding, Kutner, Proshansky dan Chein (1954), Huskinson dan Haddock (2006) dan Azwar (2007), menyatakan bahwa
H Faktor Kognitif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 1 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan H Faktor Afektif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 2 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan H Faktor Konatif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih 3 untuk ikut memilih dan menentukan pilihan
Melihat perhitungan yang telah dilakukan, jumlah sampel minimal yang
Kognitif
Afektif
harus diambil adalah 399,9995 dibulatkan menjadi 400. Meskipun demikian, jumlah Keputusan Pemilih 1. Datang 2. Memilih 3. Menentukan pilihan
cetak kuesioner yang disebarkan sebanyak 1.288 buah, di 406 desa dari 21 kecamatan yang berada Kabupaten Pati. Kuesioner dibagikan secara random kepada responden dengan mempertimbangkan faktor demografi seperti gender, pekerjaan, jenjang pendidikan dan status pernikahan.
Konatif
Pada penelitian ini data diperoleh dengan kuesioner yang disebarkan kepada responden, dari teori tentang komponen sikap. Kuesioner terdiri dari 39 pernyataan
Metode Penelitian
dan pertanyaan yang terdiri dari 1 pertanyaan identitas responden, 5 pertanyaan faktor
Berdasarkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) Kabupaten Pati tahun 2014 terdapat
demografi, 3 pernyataan variabel Y dan 30 pernyataan variabel X yang
1.000.500 pemilih. Sampel menurut Sugiyono (1999) adalah sebagian dari populasi
menggambarkan sikap dan perilaku responden. Kuesioner yang tersebar sebanyak
yang karakteristiknya akan diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan
1.288 buah dan kuesioner yang kembali ada 1.268 buah, sedangkan kuesioner yang
populasi. Populasi responden berdasarkan pada DPT (Daftar Pemilih Tetap)
bisa di olah ada 1.261 buah. Berikut Tabel 4.1 yang merangkum data perolehan
Kabupaten Pati tahun 2014 yang mana berjumlah 1.030.934. Perhitungan sampel
kuesioner:
menggunakan rumus Slovin dan Umar (1999). Berdasarkan rumus tersebut diketahui
Tabel 4.1
populasi DPT 2014 adalah 1.030.934, sehingga jumlah sampel minimal yang harus
Kuesioner yang Disebar, Kembali dan Bisa Diolah
diambil datanya sebagai berikut:
Kuesioner
Jumlah
Kuesioner yang disebar
1.288
Kuesioneryang kembali
1.268
Kuesioner yang tidak kembali
20
Kuesioner yang tidak bisa diolah
7
Jumlah total kuesioner yang diolah
1.261
Penyebaran kuesioner menargetkan seluruh desa yang ada di Kabupaten Pati sebanyak 406 desa. Namun hambatan waktu dan geografis hanya 386 desa yang berhasil didatangi dan diambil data respondennya. Berikut Tabel 4.2 yang menggambarkan penyebaran kuesioner tiap kecamatan dan desa;
Tabel 4.2
Hasil
Penyebaran Kuesioner pada Kecamatan dan Desa No
Kecamatan
Perhitungan statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS
Jumlah Responden
Jumlah Desa
%
Statistic v.20 for Windows. Hasil olah data dengan menggunakan program tersebut
1
Cluwak
64
13
5,075337
menghasilkan deskripsi variabel yang terdiri dari nilai minimum, nilai maksimum,
2
Trangkil
52
16
4,123711
jangkauan, rata-rata, variansi dan standar deviasi
3
Gabus
52
23
4,123711
Tabel 4.13
4
Gembong
76
11
6,026963
Statistik Deskriptif
5
Tlogowungu
75
15
5,947661
6
Juwana
71
29
5,630452
Afektif
18,00
9,00
27,00
19,1808
2,87418
8,261
7
Batangan
69
19
5,471848
Kognitif
20,00
10,00
30,00
15,1023
3,03182
9,192
8
Kayen
50
17
3,965107
Konatif
17,00
9,00
26,00
17,2704
3,58644
12,863
9
Sukolilo
50
16
3,965107
10
Margorejo
50
15
3,965107
11
Margoyoso
75
16
5,947661
Hasil perhitungan pada Tabel 4.12 menggambarkan bahwa komponen sikap
12
Tambakromo
22
11
1,744647
yang mempunyai jangkauan (range) paling tinggi adalah komponen Kognitif
13
Pati
50
27
3,965107
dibanding dengan komponen lainnya. Afektif kurang bisa membentuk komponen
14
Wedarijaksa
63
16
4,996035
15
Tayu
52
18
4,123711
16
Winong
92
30
7,295797
17
Pucak Wangi
55
22
4,361618
18
Dukuhseti
65
13
5,154639
19
Gunung Wungkal
56
15
4,44092
20
Jaken
74
21
5,868358
21
Jakenan
48
22
3,806503
1261
386
100
JUMLAH Sumber:Lampiran 2
Jangkauan Minimal Maksimal Rata-rata
Standar Deviasi
Varian
Sumber: Lampiran 3
sikap, sama pada hasil uji reliabilitas di mana Afektif adalah komponen yang paling tidak konsisten. Standar deviasi yang tertinggi terdapat pada komponen Konatif dengan nilai 3,58 yang berarti bahwa sikap seseorang sekecil apapun terhadap politik uang, ada komponen Konatif yang berperan walaupun nilai rata-rata tertinggi ada pada Afektif. Nilai Konatif ini sama dnegan hasil uji reliabilitas yang mana Konatif merupakan nilai yang paling konsisten. Uji korelasi variabel bebas (Afektif, Kognitif dan Konatif) terhadap variabel terikat (Partisipasi dan Preferensi Politik) dilakukan dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS ver.20. Adapun keluaran dari perhitungannya adalah sebagaimana pada Tabel 4.18 dibawah ini.
Tabel 4.15
Hipotesis pertama dan kedua yang menyatakan bahwa komponen Afektif dan
Hasil Uji Korelasi Kendall Tau dengan Signifikansi <0,05 Skor Afektif
Konatif
Korelasi dua arah
responden. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa komponen Konatif dalam politik uang
Signifikansi
0,000
Tidak ada korelasi
berpengaruh signifikan terhadap Partisipasi dan Preferensi Politik didukung oleh data
Koefisien Korelasi
0,031
Korelasi searah
empiris dengan koefisien korelasi yang negatif, artinya korelasi tersebut berbentuk
Signifikansi
0,184
Korelasi tidak signifikan
dua arah. Korelasi dua arah ini berarti jika nilai komponen Konatif naik, maka nilai
-0,072
Korelasi dua arah
Partisipasi dan Preferensi cenderung menurun.
0,002
Korelasi signifikan
-0,082
Korelasi dua arah
0,000
Tidak ada korelasi
Koefisien Korelasi Signifikansi
Total_X
data empiris tidak berpengaruh signifikan terhadap Partisipasi dan Preferensi politik
Keterangan
-0,099
Koefisien Korelasi
Kognitif
komponen Kognitif dalam politik uang berpengaruh signifikan, ternyata dalam analisa
Koefisien Korelasi Signifikansi
Penelitian tentang sikap masyarakat Pati terhadap politik uang dan impilkasinya terhadap keputusan mengikuti pemilihan dan memilih, mempunyai implikasi teoritis dan implikasi praktis. Implikasi teoritis merupakan sumbangan penelitian bagi kajian-kajian empiris sebelumnya dan pijakan untuk penelitan
Sumber: Lampiran 3 Data pada Tabel 4.18 tentang hasil Uji Korelasi Kendall Tau dipergunakan untuk menjawab hipotesis yang telah dikemukakan diawal. Adapun jawaban dari
rujukan dalam pembuatan kebijakan bagi stakeholder terkait. Implikasi teoritis dalam penelitian mengenai sikap masyarakat Pati terhadap politik uang dan implikasinya
hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Ho= ada hubungan signifikan antara Afektif dengan Partisipasi dan Preferensi =
terhadap keputusan mengikuti pemilihan dan memilih adalah, bahwa komponen sikap dalam politik uang yang berkorelasi signifikan terhadap keputusan responden untuk
ditolak Ha=tidak ada hubungan signifikan antara Afektif dengan Partisipasi dan
2. Ho= ada hubungan signifikan antara Kognitif dengan Partisipasi dan
Ha= tidak ada hubungan signifikan antara Kognitif dengan Partisipasi dan Preferensi=diterima hubungan
signifikan
antara
Konatif
dengan
Partisipasi
dan
Preferensi=diterima Ha= tidak ada hubungan signifikan antara Konatif dengan Partisipasi dan Preferensi=ditolak.
signifikan. Implikasi praktis dalam penenlitian ini adalah berupa referensi bagi stakeholder, terutama dalam hal strategi desiminasi pengetahuan mengenai politik
Preferensi=ditolak
ada
berpartisipasi dalam pemilihan dan menentukan preferensi politiknya adalah komponen Konatif. Sedangkan komponen Kognitif dan Afektif tidak berkorelasi
Preferensi=diterima
3. Ho=
selanjutnya. Implikasi praktis merupakan sumbangan hasil penelitian untuk dijadikan
uang terhadap masyarakat.
berpartisipasi dan memilih. Kebalikannya adalah sikap pada perempuan yang
Kesimpulan dan Saran
mana, sikap perempuan tidak berkorelasi signifikan dalam keputusan voter untuk berpartisipadi dan memilih. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai sikap
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, muncul beberapa temuan yang bila
penolakan perempuan dalam politik uang seperti suap perlu di tingkatkan nilai-
disimpulkan sebagai berikut :
nilai afektif, kognitif dan konatif terhadap perempuan yang ada di Kabupaten
Pati.
Pertama, sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah pengetahuan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai agama dan kepercayaan dalam
Kelima, berdasarkan pemetaan pada Pati Utara dan Pati selatan pada analisa,
bentuk suap pada masa pemilihan untuk mempengaruhi voter dalam memilih.
dapat dinyatakan bahwa sikap masyarakat Pati Utara berkorelasi signifikan
Strategi untuk mengurangi penggunaan suap dalam pemilihan dengan sosialisasi
terhadap keputusan voter untuk berpartisipasi dan memilih, sedangkan Pati
tidaklah berpengaruh, karena berdasarkan data empiris, faktor kognitif tidak
Selatan adalah sebaliknya. Oleh karena itu strategi untuk peningkatan kesadaran
berkorelasi signifikan terhadap keputusan pemilih untuk berpartisipasi atau
akan larangan suap dan implikasinya dalam proses demokrasi, mestinya
menentukan pemilihannya.
masyarakat Pati selatan diberi porsi yang lebih banyak daripada masyarakat di
Kedua, sikap masyarakat Pati terhadap politik uang bukanlah masalah faktor
Pati utara.
psikologis dan faktor yang terkait dengan feeling pemilih. Faktor seperti sosok
Jargon khas dari masyarakat Kabupaten Pati yang selama ini sudah mengakar
pribadi calon yang akan dipilih, tidak berkorelasi dalam keputusan voter untuk
di setiap hajatan pemilihan umum adalah “ora uwek ora obos” (tidak ada uang tidak
berpartisipasi atau menentukan preferensi politik, yang berkorelasi adalah
mencoblos atau memilih). Jargon tersebut seolah menjadi cerminan bagaimana tradisi
keberadaan uang itu sendiri.
pemilu di Kabupaten Pati selalu identik dengan keberadaan politik uang. Akibatnya
Ketiga, faktor konatif, atau niat dan tindakan nyata dari responden ketika
pola tersebut sudah dianggap sebagai sebuah kewajaran, dan akan menjadi “aneh”
dihadapkan pada suap untuk menentukan berpartisipasi dan menentukan pilihan
manakala dalam kegiatan politik tidak ada politik uang, sehingga siapapun harus
merupakan faktor berkorelasi signifikan. Untuk mengurangi praktek suap
menyiapkan dana melimpah jika ingin maju menjadi kontestan politik. Keadaan
terhadap voter bisa dilakukan dengan memperkuat faktor-faktor yang bisa
demikian pada akhirnya memaksa para kandidat politik berusaha mendapatkan
menekan tindakan nyata dari voter untuk menerima suap, seperti membuat faktor
sumber dana dari berbagai pihak, yang tentunya tidak gratis karena akan menuntut
situsional dari lingkungan yang secara bersama-sama menyatakan dalam verbal
imbalan komitmen untuk memuluskan dan melindungi kepentingan-kepentingan
dan tulisan yang dipasang di publik bahwa lingkungan yang bersangkutan
pihak sponsor.
menolak adanya suap seperti serangan fajar.
Tidak berhenti sampai di situ saja, keberadaan politik uang akan sangat
Keempat, hasil perhitungan pada faktor demografi gender menunjukkan bahwa
membahayakan bagi proses dan cita-cita demokrasi. Karena dapat melahirkan
ada perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan, yang mana sikap laki-laki
berbagai macam implikasi, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Dampaknya akan
dalam politik uang tidak berkorelasi signifikan dalam keputusan voter untuk
membuat masyarakat semakin jauh dari kesejahteraan, lantaran pemimpin terpilih
lebih disibukkan untuk membayar “hutang politik” daripada mengurus rakyatnya.
dalam kontrol sosial dan membentuk budaya serta karakter seseorang. Apabila
Oleh karena itu, kualitas pemilu dan kualitas pemimpin juga sangat ditentukan oleh
masyarakatnya lebih mengagungkan politik uang sebagai cara menentukan pilihan,
kualitas para pemilih. Apabila pemilihnya berkualitas maka akan lahir pemilu serta
maka besar kemungkinan orang-orang yang ada di dalamnya akan terbawa atau
pemimpin yang berkualitas, dan sebaliknya.
tertuntut untuk mengikutinya, sehingga akhirnya akan membuat seseorang menunggu
Berangkat dari realitas politik uang di kalangan masyarakat Kabupaten Pati,
atau bahkan mencari politik uang dalam setiap pemilihan. Akhirnya, keberadaan
untuk mengukur dan mengetahui apa yang terjadi pada sikap pemilih di Kabupaten
politik uang semakin diminati dan ujung-ujungnya masyarakat akan semakin
Pati mengenai politik uang serta implikasinya terhadap keputusan memilih
permissif.
mendapatkan dua poin penting. Adapun teori sikap yang dipakai untuk membedah permasalahan tersebut dengan menggunakan tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan
Saran
konatif. Komponen kognitif berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa yang
Saran bagi tokoh agama, karena tokoh agama sering menjadi rujukan bagi
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Pengetahuan ini kemudian akan
masyarakat dalam menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan, tempat mengadu
terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu. Komponen afektif
masyarakat, tempat menentukan hukum-hukum fiqih, dan lain sebagainya. Keadaan
menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap,
itu memungkinkan adanya transfer informasi yang berlandaskan ketawadlu’an untuk
kaitannya adalah rasa senang atau tidak senang. Komponen konatif dalam struktur
mengikuti petuah dan fatwa dari para tokoh agama. Potensi demikian seharusnya
sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada
dapat dimanfaatkan untuk mendorong bagi para tokoh agama untuk mensosialisasikan
dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
bahayanya politik uang kepada masyarakat, melalui majelis-majelisnya.
Dua poin penting dalam penelitian adalah pertama sikap masyarakat
Saran bagi Pemerintah Kabupaten Pati, pemerintah diharapkan memberikan
Kabupaten Pati secara simultan dengan ketiga komponennya (Afektif, Kognitif dan
perhatian dalam mengedukasi masyarakat dengan melibatkan dinas-dinas dan institusi
Konatif) dalam politik uang tidak mempunyai korelasi yang signifikan dalam
terkait untuk bersatu menangani praktek politik uang. Pemerintah dapat mendorong
pembuatan keputusan pemilih untuk mengikuti pemilihan dan memilih. Kedua, secara
pula institusi Polri dan TNI untuk terlibat aktif dalam penanggulangan politik uang.
parsial komponen sikap dalam politik uang yang mempunyai korelasi signifikan
Cara yang ditempuh dapat berupa upaya preventif maupun upaya kuratif, cara kuratif
dengan partisipasi dan preferensi politik pemilih adalah komponen konatif. Artinya,
ini dengan memberikan efek jera kepada para pelaku. Mengingat selama ini para
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan ini bahwa komponen sikap dalam politik
pelaku politik uang dapat dengan leluasa melakukan praktek politik uang tanpa ada
uang yang berkorelasi signifikan dalam partisipasi dan preferensi politik hanya
tindakan tegas dari para aparat.
komponen konatif.
Saran bagi penyelenggara pemilu,
KPU membuat jargon positif untuk
Penelitian ini memberikan kontribusi temuan yang selanjutnya bisa dijadikan
menandingi jargon “ora uit ora obos” untuk kemudian disosialisasikan secara massif
sebagai landasan untuk memberikan saran kepada beberapa pihak, yaitu saran bagi
kepada masyarakat. Berikutnya strategi KPU dengan menggandeng perguruan tinggi
masyarakat Kabupaten Pati. Masyarakat merupakan salah satu instrumen penting
sebagai mitra riset dalam mendapatkan data yang akurat mengenai segala
problematika politik uang merupakan langkah maju. Karena, intervensi berbasis riset akan lebih memungkinkan lebih tepat sasaran, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih bisa dirasakan. Badan penting lain yang memiliki posisi strategis untuk memberantas politik uang adalah Bawaslu (Badan Pengasuh Pemilu). Bawaslu menjadi strategis karena memiliki peran untuk mengawasi jalannya pemilihan umum. Berbagai usaha yang telah dilakukan Bawaslu sebenarnya sudah cukup baik, namun dengan melihat fakta di lapangan yang masih marak politik uang maka kiranya strategi pengawasan yang bersifat konvensional yang dipakai selama ini perlu ditinjau ulang agar hasilnya lebih signifikan. Saran bagi peneliti lain nantinya dapat melanjutkan riset ini dengan lebih mengeksplor lagi berbagai masalah politik uang yang belum disentuh seperti langkahlangkah pencegahan dan penanganan praktek politik uang, tentunya dengan waktu penelitian yang lebih lama dalam rangka menggali data lebih kaya.