SIFAT-SIFAT ORIENTED STRAND BOARD DARI BEBERAPA JENIS BAMBU PADA BERBAGAI KOMBINASI PEREKAT DAN PERLAKUAN PENDAHULUAN
ADRIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Beberapa Jenis Bambu pada Berbagai Kombinasi Perekat dan Perlakuan Pendahuluan adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2013
Adrin NRP E251100131
RINGKASAN ADRIN. Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Beberapa Jenis Bambu pada Berbagai Kombinasi Perekat dan Perlakuan Pendahuluan. Dibimbing oleh FAUZI FEBRIANTO dan SUCAHYO SADIYO. Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu berlignosellulosa yang berpotensi besar untuk digunakan sebagai bahan baku OSB pengganti kayu yang semakin langkah di alam. Untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan yang dihasilkan maka strand bambu diberi perlakuan steam. Perlakuan steam pada serat kayu dilaporkan meningkatkan stabilitas dimensi dan kekuatan papan yang dihasilkan (Haryadi, 2011; Iswanto et al., 2010; Rowell et al., 2002). Perekat merupakan hal penting dalam pembuatan OSB karena perekat berperan sebagai pengikat elemen-elemen kayu pembentuknya. Perekat isosianat memiliki banyak keunggulan antara lain mempunyai reaktivitas tinggi, kekuatan ikatan dan daya tahan tinggi, oleh karena itu dapat menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik (Kawai et al. 1998). Selain memiliki banyak kelebihan ISO juga mempunyai kekurangan yakni harganya lebih mahal dibanding jenis perekat berbasis formaldehide. Dengan menggunakan perekat campuran yang berbasis formaldehide dan non formaldehide yaitu perekat PF dan ISO dengan perlakuan steam pada strand diharapkan berkontribusi positip terhadap sifat-sifat OSB. Untuk mengetahui dan menaksir nilai kekuatan dan kekakuan bahan dilakukan dua cara pengujian yaitu pengujian Destruktif dan pengujian Non destruktif (Nondestructive Evaluation/NDT). Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan OSB berkualitas dengan sifat fisik dan mekanik yang memenuhi standar yang disyaratkan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial AxB yaitu terdiri dari dua peubah bebas atau faktor (A dan B). Terdapat satu peubah pengganggu atau sampingan yang disebut kelompok dan tidak berinteraksi dengan peubah lainnya. Perlakuan pendahuluan (A) merupakan faktor pertama yang terdiri dari 2 level yaitu steam (a 1 ) dan non steam (a 2 ). Faktor ke dua adalah variasi susunan perekat (B) pada bagian face, core dan back yang terdiri dari 4 level yaitu ketiga lapisan direkatkan menggunakan perekat issosianat (b 1 ), ketiga lapisan direkatkan menggunakan perekat Pf (b 2 ), face dan back direkatkan menggunakan perekat issosianat sedangkan lapisan core direkatkan menggunakan perekat Pf (b 3 ) dan lapisan strand face dan back direkatkan menggunakan perekat Pf sedangkan lapisan core direkatkan menggunakan perekat issosianaI (b 4 ). Kelompok (C) terdiri atas 3 jenis bambu, yaitu kelompok bambu betung (c 1 ), kelompok bambu andong (c 2 ) dan kelompok bambu tali (c 3 ). Berdasarkan pengujian sifat fisis terhadap OSB diperoleh nilai sebagai berikut: kerapatan 0.73 - 0.79 gr cm-3, KA 7,19 - 9,53%, PT 24 jam 3.54 11.57%, DSA 24 Jam 21.72 - 39.62%. Sedangkan untuk pengujian mekanis diperoleh nilai sebagai berikut IB 3.52 - 13.82 kgf cm-2, MOR kering // serat 444 - 925 kgf cm-2, MOR kering TL serat 132 - 256 kgf cm-2, MOR basah // serat 264 - 612 kgf cm-2,, MOR basah TL serat 85 - 187 kgf cm-2 , MOE kering
//serat 50503 - 116044 kgf cm-2, MOE kering TL 9436 - 18126. MOE basah // serat 33536 – 9041 kgf cm-2, MOE basah TL 6550 – 12839 kgf cm-2. Hasil pengujian non destruktif terhadap kekakuan (MOEd) papan dengan menggunakan analisis regresi sederhana, tidak dapat digunakan untuk menduga nilai modulus elastisitas statis (MOEs) dan modulus patah (MOR). Semua parameter yang diuji untuk sifat fisis OSB, dan hampir semua parameter untuk sifat mekanis memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2), kecuali MOE kering sejajar serat dari strand bambu tali dengan perekat PF, kombinasi perekat PF/SO/PF ; MOE kering Tegak lurus serat dari strand bambu betung dan andong dengan perekat PF kombinasi perekat PF/ISO/PF ; hampir semua pada OSB dari strand bambu tali kecuali yang menggunakan perekat ISO. Kata Kunci: bambu, isosianat, OSB, phenol formaldehide, steam dan non steam.
SUMMARY
ADRIN, Properties of Oriented Strand Boards Made From Some Species of Bamboo Under Different Combination of Adhesives and Pre-Treatment. Supervised by FAUZI FEBRIANTO and SUCAHYO SADIYO. Bamboo is one of lignocellulotic material from non-timber forest product that have great potential as a wood substitution for OSB's raw material. In order to improve physical and mechanical properties of the OSB boards, the bamboo's strands pre-treated by steaming. Steaming pre-treatment was reported could improve dimensional stability and mechanical properties of the boards (Haryadi 2011; Iswanto et al. 2010; Rowell et al. 2002). Adhesive is important element in the manufacture of OSB due to its role as a binder constituent elements of wood. Isocyanate has a lot of advantages, i.e. high reactivity, good bonding strength and high durability, therefore could produce product with high physical and mechanical performance (Kawai et al. 1998). However, its cost that relatively higher than other adhesive based on formaldehyde may limits its utilization in industry. Utilization a mixture of formaldehyde and non formaldehyde adhesive (PF and ISO) with pre-treatment on the strands by steaming was expected contribute on the properties of the boards. In order to determine mechanical properties of the boards, destructive and non-destructive evaluation were taken in this study. The purpose of this study is to develop high quality of OSB that can fulfill the standard in its physical and mechanical properties. The plan of experiments was done by using completely randomized design with two independent variable (Factor A and B). There is also one confounding variable that have no interaction with other variables. Pre-treatment variation (Factor A) is the first factor that consist of 2 levels: steam (a 1 ) and non steam (a 2 ), while the second factor was composition of adhesive on the face, core, and back which consist of 4 levels: 3 layers of strands were bonded by using isocyanate (b 1 ), 3 layers of strands were bonded by using phenol-formaldehyde (b 2 ), face and back layer were bonded by using isocyanate while core layer was bonded by using phenol-formaldehyde (b 3 ), and face and back layer were bonded by using phenolformaldehyde while core layer was bonded by using isocyanate (b 4 ). Group (C) consist of three different bamboo species, which are bamboo betung (c 1 ), bamboo andong (c 2 ) and bamboo tali (c 3 ). Based on physical evaluation of OSB, the obtained values as follows: density 0.73 – 0.79 gr cm-3; MC 7.19 - 9.53%; TS 24 hours 3.54 – 11.57%; WA 24 hours 21.72 - 39.62%. Whereas from mechanical evaluation was obtained the values as follows: IB 3.52 - 13.82 kgf cm-2, MOR dry // 444 - 925 kgf cm-2, MOR dry ┴ 132 - 256 kgf cm-2, MOR wet // 264 - 612 kgf cm-2, MOR wet ┴ 85 - 187 kgf cm-2 , MOE dry // 50503 - 116044 kgf cm-2, MOE dry ┴ 9436 – 18126 kgf cm-2, MOE wet // 33536 – 9041 kgf cm-2, MOE wet ┴ 6550 – 12839 kgf cm-2. The results of non destructive evaluation (NDE) towards stiffness (MOEd) by using simple regression analysis showed that NDE could not used to estimate Modulus of Elasticity static (MOEs) and Modulus of Rupture (MOR).
All parameters evaluated for physical properties of OSB, and almost all parameters for mechanical properties fulfill the standards set out in CSA 0437.0 (Grade 0-2), except MOE dry // from bamboo tali's strand with adhesive PF, combination PF/ISO/PF; MOE dry ┴ from bamboo betung's and andong's strand with adhesive PF, combination PF/ISO/PF ; and almost all OSB product from bamboo tali's strand except those that using ISO. Keywords: bamboo, isocyanate, OSB, phenol formaldehyde, steam and non steam.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
SIFAT-SIFAT ORIENTED STRAND BOARD DARI BEBERAPA JENIS BAMBU PADA BERBAGAI KOMBINASI PEREKAT DAN PERLAKUAN PENDAHULUAN
ADRIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Trisna Priadi, M. Eng.Sc.
Judul Tesis Nama
: Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Beberapa Jenis Bambu pada Berbagai Kombinasi Perekat dan Perlakuan Pendahuluan : Adrin
NRP
: E251100131
Program Studi
: Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS Anggota
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir I. Wayan Darmawan, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 01 November 2012
Tanggal Lulus :
Nama
: Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Beberapa Jenis Bambu pada Berbagai Kombinasi Perekat dan Perlakuan Pendahuluan : Adrin
NRP
: E2511 00131
Program Studi
: Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan
Judul Tesis
Disetujui,
Komisi Pembimbing
./
Prof Dr Ir Fauzi Feb 'anto MS Ketua
Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasmjana
Prof Dr Ir I. Wayan Darmawan, MSc
Tanggal Ujian : 01 November 2012
Tanggal Lulus :
2 0 NO V 2013
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Beberapa Jenis Bambu pada Berbagai Kombinasi Perekat dan Perlakuan Pendahuluan. Penelitian ini dilaksakan sejak bulan Juni 2012 sampai Oktober 2012. Semua kerja keras ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak untuk menyelesaikan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak berikut ini yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. 1. Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS selaku pembimbing, yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan. 2. Dr Ir Trisna Priadi, M. Eng.Sc. selaku dosen penguji dalam ujian tesis yang telah memberi banyak saran dan perbaikan demi kesempurnaan tesis ini. 3. Papa dan mama serta adik dan kakak saya yang setia mendoakan dan memberikan semangat. 4. Suami dan ketiga anak saya Sinta, Nesa dan Ariel yang setia mendoakan dan memberikan semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di IPB. 5. Teman-teman di IPB dan teman-teman di wisma novia yang telah banyak membantu selama penelitian ini berlangsung Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, November 2013 Adrin
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 1.
2.
3.
4.
5.
x xi xi xii
PENDAHULUAN .................................................................................... Latar Belakang ................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Manfaat Penelitian .............................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... Oriented Strand Board (OSB) ........................................................... Bambu ................................................................................................ Perekat ............................................................................................... Pengujian............................................................................................
3 3 6 7
METODE PENELITIAN.......................................................................... Waktu dan Tempat ............................................................................. Bahan dan Alat ................................................................................... Prosedur Penelitian ............................................................................ Variabel Penelitian ............................................................................. Rancangan Percobaan ........................................................................
10 10 10 11 15
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. Geometri Strand ................................................................................. Sifat Fisis OSB ................................................................................... Sifat Mekanis OSB ............................................................................ Hubungan antara Kecepatan Rambat Gelombang Suara (SWV) dan Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) dengan Modulus Elastisitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR)....................... Kekuatan Retensi ...............................................................................
17 18 24
40 42
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
45 49
DAFTAR TABEL Halaman 1 2
3
Nilai rata-rata dimensi strand, aspect ratio dan slenderness ratio bambu betung, andong dan tali.................................................................. Rangkuman hubungan Kecepatan Gelombang Suara (SWV) dengan Modulus Elastitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR)............... Rangkuman hubungan Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) dengan Modulus Elastisitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR) ..........
17 41 41
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3
4
5
6
7
8
Pola Penentuan Contoh Uji ....................................................................... Nilai kerapatan OSB ................................................................................. Kadar air OSB, (a) :Kadar air OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : Kadar air OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : Kadar air OSB antar kombinasi perekat, (d) : Kadar air OSB antar jenis bambu ...................................... DSA OSB, (a) : DSA OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : DSA OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : DSA OSB antar kombinasi perekat, (d) : DSA OSB antar jenis bambu ................................................................... PT OSB, (a) : PT OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : PT OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : PT OSB antar kombinasi perekat, (d) : PT OSB antar jenis bambu .............................................................................................. IB OSB, (a) : IB OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : IB OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : IB OSB antar kombinasi perekat, (d) : IB OSB antar jenis bambu .............................................................................................. MOR kering // serat OSB, (a) : MOR kering // serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR kering // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR kering // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR kering // serat OSB antar jenis bambu ..................................................... MOR kering TL serat OSB, (a) : MOR kering TL OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR kering TL OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR kering TL OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR kering TL OSB antar jenis bambu ......................................................................................................
12 18
20
21
24
25
27
29
9
10
11
12
13
14
15 16 17 18 19 20
MOR basah // serat OSB, (a) : MOR basah // serat dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR basah // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR basah // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR basah // serat OSB antar jenis bambu ................................................... MOR basah TL serat OSB, (a) : MOR basah TL OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR basah TL OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR basah TL OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR basah TL OSB antar jenis bambu ........................................................................................... MOE kering // serat OSB, (a) : MOE kering // OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE kering // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE kering // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE kering // serat OSB antar jenis bambu ......................................................................... MOE kering TL serat OSB, (a) : MOE kering TL OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE kering TL sera OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE kering TL sera OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE kering TL seran OSB antar jenis bambu ............................................... MOE basah // serat OSB, (a) : MOE basah // OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE basah // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE basah // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE basah // serat OSB antar jenis bambu ......................................................................... MOE basah TL serat OSB, (a) : MOE basah TL OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE basah TL serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE basah TL serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE basah TL serat OSB antar jenis bambu ................................................................. Nilai MOEd kering sejajar serat ............................................................ Nilai MOEd tegak lurus serat ................................................................ Nilai retensi MOR sejajar serat............................................................. Nilai retensi MOR tegak lurus serat ..................................................... Nilai retensi MOE sejajar serat ............................................................. Nilai retensi MOE tegak lurus serat......................................................
30
32
33
35
37
38 39 40 42 42 43 43
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5
Data pengukuran dimensi strand, aspect ratio dan slenderness ratio ...... Pengukuran kadar resin padat ................................................................... Contoh perhitungan komposisi bahan pembuatan OSB ........................... Pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap sifat OSB ............................. Pengaruh kombinasi perekat terhadap sifat OSB ......................................
50 56 57 60 61
6 7 8
Pengaruh kelompok jenis bambu terhadap sifat OSB ............................... Hasil analisis sidik ragam .......................................................................... Riwayat Hidup ...........................................................................................
62 63 76
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Oriented strand board (OSB) merupakan panel yang terbuat dari strand kayu yang direkat dengan perekat tipe eksterior dan dikempa panas (Structure Board Association 2005). Pada umumnya semua bahan berlignosellulosa dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan OSB, namun kayu yang paling cocok dan disarankan adalah kayu dengan berat jenis rendah sampai sedang, yaitu berkisar antara 0.35 - 0.65 (Tambunan 2000). Bambu merupakan bahan berlignoselulosa yang sangat melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan subtitusi kayu karena pertumbuhannya jauh lebih cepat dari kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Keanekaragaman bambu di Indonesia sangat tinggi. Dilaporkan bahwa ada sekitar 143 jenis bambu yang tumbuh di Indonesia (Dransfield dan Widjaja 1995) Untuk meningkatkan sifat fisis dan mekanis OSB yang dihasilkan maka strand bambu diberi perlakuan steam. Perlakuan steam pada serat kayu dilaporkan meningkatkan stabilitas dimensi dan kekuatan papan yang dihasilkan (Haryadi 2011; Iswanto et al. 2010; Rowell et al. 2002). Perlakuan steam juga terbukti dapat meningkatkan ketahanan bambu terhadap serangan serangga faktor perusak (Liese 1987). Perekat merupakan hal penting dalam pembuatan OSB karena perekat berperan sebagai pengikat elemen-elemen kayu pembentuknya. Perekat isosianat adalah perekat yang mampu merekatkan berbagai jenis sirekat (adherends). Keunggulan perekat isosianat adalah kebutuhan lebih sedikit, suhu kempa lebih rendah, siklus pengempaan lebih singkat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih tinggi dan tidak mengandung formaldehyde (Marra 1992). Hasil peneltian Nuryawan (2007) yang menggunakan perekat phenol formaldehyde (PF) bentuk bubuk, PF cair, isosianat (ISO), PF cair atau PF bubuk dengan ISO, menunjukkan bahwa OSB dengan kualitas sifat fisis dan mekanis terbaik adalah OSB yang direkat dengan menggunakan perekat isosianat. Hal ini menunjukkan bahwa isosianat adalah perekat terbaik dibandingkan perekat yang lain. Perekat ISO mempunyai reaktivitas tinggi, kekuatan ikatan dan daya tahan tinggi, oleh karena itu dapat menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik (Kawai et al. 1998). Selain memiliki banyak kelebihan ISO juga mempunyai kekurangan yakni harganya jauh lebih mahal dibanding jenis perekat berbasis formaldehida. Dengan menggunakan perekat campuran yang berbasis formaldehide dan non formaldehide yaitu perekat PF dan ISO dengan perlakuan steam pada strand diharapkan berkontribusi positip terhadap sifat-sifat OSB dan menurunkan konsumsi perekat. Untuk mengetahui dan menaksir nilai kekuatan dan kekakuan bahan dapat dilakukan dengan dua cara pengujian yaitu pengujian Destruktif dan pengujian Non destruktif (Nondestructive Evaluation/NDT). Pengujian dengan metode destruktif akan merusak bahan yang diuji dan tidak dapat digunakan lagi sedangkan pengujian dengan metode NDT merupakan pengujian yang semakin diminati karena bahan yg diuji tidak rusak dan dapat digunakan lagi.
2 Dari uraian di atas maka dilakukan penelitian evaluasi sifat-sifat OSB yang terbuat dari beberapa jenis bambu dengan dan tanpa perlakuan steam dan penggunaan kombinasi perekat pada bagian muka, inti dan belakang dari OSB. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan OSB berkualitas dengan sifat fisik dan mekanik yang memenuhi standar yang disyaratkan. Tujuan Penelitian Menganalisis sifat-sifat OSB melalui kajian karakteristik OSB dari tiga jenis bambu, variasi perlakuan pendahuluan dan kombinasi susunan masingmasing jenis perekat pada bagian face, core dan back. Manfaat Penelitian 1.
2.
Memberikan informasi mengenai sifat fisis dan mekanis OSB dari tiga jenis bambu, pada berbagai kombinasi perekat dan perlakuan pendahuluan, sebagai acuan dalam pengembangan papan komposit dari bambu untuk tujuan struktural Menghasilkan produk yang dapat mensubtitusi kayu, sehingga kualitas lingkungan dapat ditingkatkan. .
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) OSB merupakan papan yang terbuat dari strand-strand (untaian) kayu yang diorientasikan secara bersilangan sehingga kekuatannya sama atau lebih dari kekuatan kayu lapis (plywood) dan memiliki sifat tahan air, sehingga dapat digunakan untuk kegunaan eksterior (Nuryawan dan Masijaya 2006). Tsoumis (1991) menambahkan bahwa Orientasi Strand board adalah panel yang tersusun atas strand-strand dengan tiga lapisan dimana lapisan permukaan (face) dan belakang (back) ditempatkan sejajar searah bidang panel sementara bagian intinya (core) arahnya tegak lurus terhadap face dan back. Ditambahkan oleh youngquis (1999) bahwa OSB merupakan papan yang tersusun atas strand-strand kayu yang tipis yang diikat besama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) dan digunakan untuk keperluan struktural. Bahan baku kayu yang umum digunakan dalam pembuatan OSB adalah kayu dengan kerapatan rendah sampai sedang, karena lebih mudah dikempa dan menghasilkan kontak sempurna antara strand-strand, sedangkan kayu dengan kerapatan tinggi akan menyulitkan dalam penanganan dan harganya lebih mahal (Bowyer et al. 2003). Pada umumnya semua bahan berlignosellulosa dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan OSB, namun kayu yang paling cocok dan disarankan adalah kayu dengan berat jenis rendah sampai sedang berkisar antara 0.35-0.65 (Tambunan 2000). Menurut Marra (1992), ukuran dimensi strand adalah panjang 0.5 – 3 inchi (1.25 -7.5 cm), lebar 0.25 - 1 inchi (0.625 – 2.5 cm), dan tebal 0.010 – 0.025 inchi (0.025 – 0.0625 cm). Menurut Youngquis (1999), strand-strand yang digunakan disarankan memiliki nilai aspect ratio minimum adalah 3, agar dapat menghasilkan produk panel yang memiliki kekuatan yang optimal. Bambu Bambu termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminae), sub famili Bambusoide dan suku Bambuceae. Bambu terdiri dari batang, akar rhizoma yang kompleks dan mempunyai sistem percabangan dan tangkai daun yang menyelubungi batang (Dransield dan Widjaja 1995). Batang bambu beruas dan berongga. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik, maka dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60 cm (24 inci) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu dan 60 jenis diantaranya diperkirakan tumbuh di Pulau Jawa, pada umumnya ditemukan di dataran rendah sampai pengunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air (Widjaja 2001). Bambu mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan berlignosellulosa lainnya antara lain : 1) pertumbuhannya sangat cepat,
4 dapat diolah dan ditanam dengan cepat, sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, 2) memiliki sifat mekanis yang baik, 3) memerlukan alat yang sederhana dalam pengerjaannya, 4) kulit luar yang mengadung silika yang dapat melindungi bambu. Disamping kelebihan yang ada, bambu juga mempunyai kekurangan-kekurangan bila digunakan sebagai bahan bangunan, antara lain, 1) keawetan bambu relatif rendah sehingga membutuhkan upaya pengawetan, 2) bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, 3) sangat rentan terhadap resiko api, dan 4) bentuknya silinder sehingga menyulitkan dalam proses penyambungan. A. Bambu Betung Bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyna disebut juga giant bamboo (Inggris), buloh beting, buloh betong, buloh panching (Malaysia), bukawe, botong, butong (Philipina), rebong china (Singapura), hok(Laos), phai-tong (Thailand), manh tong (Vietnam). Sedangkan nama daerahnya adalah awi bitung (Sunda), buluh batung (Batak) (Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu betung dapat tumbuh dengan baik pada tempat-tempat dataran rendah sampai degan ketinggian 2000 m dpl dengan tanah subur, terutama pada iklim yang tidak terlalu kering. (Lembaga Biologi Nasional-LIPI 1977). Bambu betung berdinding tebal, sangat kuat dan tahan lama sehingga dapat digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah dan jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang dipakai sebagai tempat air dan yang pendek dipakai sebagai tempat nira dan tempat menanak nasi atau daging seperti didaerah Serawak. Di Thailand, bambu ini dikenal juga secara lokal dengan sebutan sweet bamboo, karena rebung mudanya sangat manis dan tebal sehingga dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Rebung dari Dendrocalamus Asper adalah yang terbaik diantara bambu tropis Asia (Dransfield dan Widjaja 1995). Sifat anatomi dan sifat fisis dari bambu betung adalah panjang serat 3.78 mm, diameter serat 19 µm, diameter lumen 7 µm, tebal dinding serat 6 µm. Ratarata kadar air bambu segar adalah 55%, kadar air kering udara 15% (15-17% bagian tengah bawah dan 13-14% bagian atas). Berat jenis rata-rata 0.7. Pada pengeringan, penyusutan radial sekitar 5-7%, penyusutan tangensial 3.5-5% (Dransfield dan Widjaja 1995). Sifat mekanis bambu betung dalam keadaan kering udara (kadar air 12.68%), nilai kekakuan (MOE) pada bagian pangkal 186402 kg cm-2 dan bagian ujung 187926 kg cm-2, nilai keteguhan patah (MOR) pada bagian pangkal 1158 kg cm-2 dan bagian ujung 1232 kg cm-2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat pada bagian pangkal kg cm-2 dan bagian ujung 431 kg cm-2 sedangkan nilai keteguhan tarik sejajar serat pada bagian pangkal 1808 kg cm-2 dan bagian ujung 1933 kg cm-2 (Nuriyatin 2000). Sifat fisik dan mekanis dari bambu betung adalah: kerapatan 0.89 g cm-3, kadar air 27.74%, MOR 886 kg cm-2, MOE 178.758 kg cm2 , tekan sejajar serat 347 kg cm-2 (Haris 2008). Pada batang dalam keadaan kering udara kadar air 12.68 %, nilai kekakuan (MOE) pada bagian pangkal 18640.29 kg cm-2 dan bagian ujung 187926.63 kg cm-2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat bagian pangkal 360.08 kg cm-2 dan bagian ujung 431.35 kg cm-2, nilai keteguhan
5 tarik sejajar serat pada bagian pangkal 1808.89 kg cm-2 dan bagian ujung 1933.16 kg cm-2 (Nuriyatin 2000). Komposisi kimia bambu betung : holosellulosa 53%, pentosan 19%, lignin 25%, abu 3%, kelarutan dalam air dingin 4.5%, kelarutan dalam air panas 6%, kelarutan di alkohol-benzene 1%, kelarutan di 1% NaOH 22% (Dransfield dan Widjaja 1995). Hasil penelitian Subyakto (1994) menunjukkan bahwa berat jenis bambu betung meningkat sampai bagian tengah batang (ruas 1 sampai ruas 10), kemudian nilainya konstan pada bagian tengah batang (ruas 11 sampai ruas 26) dan meningkat lagi pada bagian atas batang (ruas 27 sampai ruas 43). Hasil pengujian lentur yaitu MOE dan MOR pada contoh uji tidak berbuku nilainya lebih tinggi dari contoh uji berbuku. Pada contoh uji tidak berbuku nilai MOE setiap ruas bertambah besar dengan bertambahnya ketinggian ruas pada batang, sedangkan nilai MOR menunjukkan sedikit penurunan pada ujung batang. Akan tetapi pada contoh uji berbuku kedua nilai MOE dan MOR tersebut relatif konstan sepanjang batang. B. Bambu Andong Bambu andong (Gigantochloa verticillata (Will.) Munro memiliki nama daerah yang bermacam-macam. Bambu gembong, pring surat (Jawa), awi andong (Sunda), buluh batuang danto (Padang, Sumatera) (Dransfield dan Widjaja, 1995). Umumnya jenis bambu ini digunakan sebagai bahan baku bangunan, anyaman atau kerajinan tangan. Di desa-desa di Jawa digunakan sebagai saluran air, yaitu dengan cara menghilangkan sekat-sekatnya (Lembaga Biologi Nasional-LIPI 1977). Di Indonesia bambu andong biasanya digunakan sebagai bahan bangunan, pipa air, furniture, peralatan rumah tangga, sumpit, tusuk gigi dan keranjang. Rebung muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran, terutama yang tidak terlalu tegak sedangkan batangnya bisa dibuat arang (Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu andong berbentuk simpodial dengan tinggi batang 7-30 m, diameter 5-13 cm dan ketebalan dinding mencapai 2 cm. Sifat anatomi dari bambu andong adalah panjang serat 2.75-3.25 mm dengan diameter 24.55-37.97 µm, jumlah serat bertambah sekitar 10% dari pangkal keujung batang. Berat jenisnya 0.5-0.7 (batang tanpa buku) dan 0.6-0.8 (batang dengan buku) (Dransfield dan Widjaja 1995). Sifat fisik dan sifat mekanis dari bambu andong adalah : kerapatan 0.75 g -3 cm , kadar air 27.07%, MOR 820 kg cm-2, MOE 202529 kg cm-2, tekan sejajar serat 347 kg cm-2 (Haris 2008). Pada batang dalam keadaan kering udara kadar air 13.40 %, nilai kekakuan (MOE) pada bagian pangkal 93203 kg cm-2 dan bagian ujung 115343 kg cm-2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat bagian pangkal 188 kg cm-2dan bagian ujung 224 kg cm-2, nilai keteguhan tarik sejajar serat pada bagian pangkal 2253 kg cm-2 dan bagian ujung 1074 kg cm-2 (Nuriyatin 2000). C. Bambu Tali Nama lain dari bambu tali adalah Bambusa apus J.A & J.H. Schultes (1830), Gigantochloa kurzii Gamble (1896). Nama daerah: bambu tali, pring tali, pring apus (Jawa), awi tali (Sunda). Asal dan penyebarannya secara geografis
6 kemungkinan berasal dari Burma (Myanmar) dan Thailand Selatan. Bambu tali dikenal di Jawa selama masa perpindahan pra sejarah manusia. Di Indonesia bambu tali sudah menyebar ke Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah (Dransfield dan Widjaja 1995). Umumnya Bambu tali ini di dataran rendah dan juga tumbuh dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 m dpl (Lembaga Biologi Nasional-LIPI 1977). Jenis bambu tali banyak digunakan orang sebagai tanaman pekarangan di desa-desa karena umumnya bambu ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan anyaman baik untuk peralatan rumah tangga maupun sebagai bahan bangunan. Bambu tali dapat mencapai tinggi hingga 20 meter lebih. Batang bambu tali berwarna hijau sampai kekuning-kuningan. Diameter batang antara 2.5 sampai 15 cm, tebal dinding 3–15 mm, panjang ruas antara 45 sampai 65 cm. Bentuk batangnya sangat teratur, pada buku-bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan miang berwarna coklat kehitaman. Pelepah batang tidak mudah lepas (Berlian dan Rahayu 1995). Sifat anatomi dan sifat fisis bambu tali adalah : panjang serat 0,9-5,5 mm, diameter serat 5-36 µm, tebal dnding serat 1-3 µm. Kadar air 54,3% (batang segar) dan 15.1% (batang kering udara)(Dransfield dan Widjaja 1995). kerapatan 0.71 g cm-3, kadar air 25.47% (Haris 2008). Sifat mekanis bambu tali adalah sebagai berikut: MOE 234.631 kg cm-2, tekan sejajar serat 388 kg cm-2 (Haris 2008). Pada batang dalam keadaan kering udara kadar air 13.07 %, nilai kekakuan (MOE) pada bagian pangkal 123598 kg cm-2 dan bagian ujung 153385 kg cm-2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat bagian pangkal 302.06 kg cm-2 dan bagian ujung 312.01 kg cm-2, nilai keteguhan tarik sejajar serat pada bagian pangkal 1312.79 kg cm-2 dan bagian ujung 1480.18 kg cm-2 (Nuriyatin 2000). Komposisi kimia bambu tali adalah : holloselulosa 52.1-54.7%, pentosan 19.1-19.3%, lignin 24.8-25.8%, abu 2.7-2.9%, silica 1.8-5.2%, kelarutan dalam air dingin 5.2%, kelarutan dalam air panas 5.4-6.4%, kelarutan dalam alkohol – benzene 1.4-3.2% dan di dalam NaOH 1% adalah 21.2-25.1%.. Kandungan pati berfruktuasi antara 0.24-0.71 tergantung pada musim (Dransfield dan Widjaja 1995). Perekat Perekat (adhesive) adalah substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan. Perekatan ini terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara perekat dengan bahan yang direkat (gaya adhesi) dan gaya tarik menarik antara perekat dengan perekat atau antara bahan yang direkat (gaya kohesi) (Vick 1999). Perekat kayu merupakan Viscositas atau dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan kekentalan merupakan salah satu sifat yang penting dalam perekatan. Kekentalan menunjukan kemampuan perekat untuk mengalir pada permukaan yang direkat. Semakin tinggi kekentalan, maka kemampuan untuk membasahi atau berpenetrasi kedalam void permukaan yang direkat akan semakin sulit. Namun, jika kekentalan terlalu rendah, maka akan terjadi penetrasi perekat kedalam permukaan void sirekat yang berlebihan dan menyebabkan miskinnya garis rekat yang terbentuk (Ruhendi 1997). Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis perekat eksterior yaitu isosianat atau polymeric diethyl Methane Diisocyanate (MDI) dan
7 Phenol formadehyde. Perekat berperan sebagai pengikat elemen kayu membentuk kayu komposit, perkembangan terakhir menunjukkan bahwa perekat bisa berasal dari elemen kayu itu sendiri, khususnya untuk partikel dan serat kayu. Perekat isosianat mampu merekat berbagai jenis sirekat (adherends), termasuk kayu atau bahan lignosellulosa lain walaupun penggunaannya agak terhambat karena harganya yang mahal. Perekat ini unggul dalam proses aplikasi dan mutu produknya, bergantung kepada reaktifitas yang tinggi dari isosianat radikal –N-CO. Polaritas yang kuat membawa senyawa pembawa radikal ini memiliki bukan hanya potensi adhesi yang tinggi, tetapi juga sangat potensial membentuk ikatan kovalen dengan substrak yang memiliki hidrogen yang reaktif (Ruhendi 2011). MDI juga berpotensi memaksimalkan sifat fisik penampilan panel OSB, mengefisienkan proses, lebih cepat matang (curing) dan terikat kuat (bonding) dan tidak ada emisi formaldehyda (Wikimedia 2006 diacu dalam Nuryawan dan Massijaya 2006) Perekat phenol formaldehyde merupakat perekat yang saat proses pematangannya harus pada suhu tinggi dan dikenal dengan nama perekat suhu tinggi. Phenol formaldehyde merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol formaldehyde ini dapat dibagi dalam dua kelas yaitu resol yang bersifat thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastis. Perbedaan keduanya disebabkan oleh perbandingan molar fenol dan formaldehida, serta katalis yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi 2011). Selanjutnya Ruhendi (2011) menyatakan bahwa kelebihan phenol formaldehyde adalah tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikro organisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Phenol formaldehyde juga mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea-formaldehida atau perekat lainnya serta garis perekat yang relatif tebal dan mudah patah. Bahan aditif yang biasa ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah lilin/parafin dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari 1.5 % berdasarkan berat kayunya (Iswanto 2008). Pengujian Pengujian terhadap kualitas kekuatan kayu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: metode pengujian non destruktif yaitu pengujian tanpa merusak kayu dan metode pengujian destruktif yaitu pengujian dengan merusak kayu. A. Pengujian Non Destruktif Pengujian non destruktif adalah pengujian dengan mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau mengganggu produk akhir sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap sifat dan kondisi bahan tersebut yang akan berguna untuk menentukan keputusan akhir pemanfaatannya (Karlinasari 2010). Metode ini tidak merusak fungsi dan struktur bahan dan dapat dilakukan re-testing (pengujian ulang) pada lokasi yang sama untuk mengevaluasi perubahan sifatnya menurut waktu (Karlinasari 2010).
8 Terdapat beberapa tipe pengujian non destruktif kayu yang dikembangkan antara lain: teknis mekanis, vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves), gelombang ultrasonik, gelombang elektromagnetik dan nuklir (IUFRO 2006 dalam Karlinasari 2006). Dalam penelitian ini tipe pengujian non destruktif yang dilakukan adalah pengujian gelombang tegangan ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi yang mempunyai frekuensi diatas 20 KHz (Young 2003). Pegujian dengan menggunakan metode ultrasonik merupakan salah satu metode yang dianggap praktis. B. Pengujian Destruktif Pengujian destruktif merupakan metode yang digunakan untuk menduga kekuatan kayu dengan cara merusak kayu yang diuji. Terdapat tiga metode Pengujian destruktif yang dijelaskan dalam ASTM D 198-05 yaitu : One Point Loading One point loading adalah suatu metode pengujian beban tunggal terpusat yaitu kasus pembebanan dimana beban diberikan ditengah bentang (mid span)
Two Point Loading Two point loading adalah suatu metode pengujian dengan dua pembebanan yaitu kasus dimana beban ditempatkan pada dua titik dengan jarak yang sama jauh dari titik reaksi tumpuan.
9 Third Point Loading Third point loading yaitu metode pengujian dengan dua pembebanan (two point) sama dengan metode two point loading tetapi yang membedakannya adalah pada third point loading jarak penempatan beban masing-masing sepertiga
Pengujian destruktif sangat erat kaitannnya dengan sifat mekanis karena untuk menduga sifat mekanis kayu dilakukan dengan mesin uji khusus dengan membebani contoh uji dengan beban yang terukur secara berangsur-angsur atau tiba-tiba (Tsoumis 1991). Pendugaan kekuatan dengan cara konvensional (memakai mesin uji kekuatan kayu), dapat menyebabkan banyak kayu yang terbuang untuk pengujian
10
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan (Juni – Oktober 2012), di Laboratorium Bio Komposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Uji Mekanis UPT Balai Litbang Biomaterial LIPI Cibinong dan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum (Puslitbang Permukiman) Bandung. Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : waterbath, oven, desikator, autoclave, gelas ukur, gelas piala, timbangan digital, rotary blender, spray gun, hot press, gergaji, caliper, bak plastic, cetakan berukuran 30 x 30cm, plat besi tebal 1cm, alat uji sifat mekanis (Universal Testing Machine) merk shimadzu dan metriguard model 239 A stress wave timer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Strand bambu berukuran : panjang 70 mm, lebar 20 mm dan tebal 0.05 – 0.20 mm, yang terbuat dari 3 jenis bambu (bambu betung, bambu andong dan bambu tali), dengan umur bambu + 3 – 4 tahun dari Kabupaten Sukabumi, provinsi Jawa Barat, perekat MDI (Methylene di-Phenil di-Isocyanate), wax (parafin), aluminium foil dan perekat phenol formaldehyde. Prosedur Penelitian A. Persiapan Bahan dan Pembuatan Strand Bambu diambil dalam keadaan yang segar, yaitu bambu betung, bambu andong dan bambu tali. Bambu yang akan dijadikan strand dibelah dan dipotongpotong sesuai dengan ukuran strand yang diinginkan yaitu panjang 70 mm, lebar 20 mm dan tebal strand 0.05 – 0.20 mm. Nilai aspect ratio strand dan nilai slenderness ratio dan nilai rata-ratanya diperoleh dengan cara mengambil secara acak 50 sample strand dari masing-masing jenis bambu, kemudian mengukur panjang, lebar dan tebal lalu membandingkan. Nilai aspect ratio adalah perbandingan antar panjang dan lebar strand sedangkan slenderness ratio perbandingan panjang dan tebal strand. B. Perlakuan Pendahuluan Strand kemudian diberikan perlakuan pendahuluan berupa steam dan tanpa steam. Perlakuan pendahuluan steam dilakukan dengan cara strand dimasukkan ke dalam autoclave (alat pengukus) pada suhu 1260C, tekanan 1.4 kg cm-2 selama 1 jam sesuai petunjuk Iswanto (2008). Selanjutnya strand dikeringkan dalam oven hingga mencapai kadar air kurang dari 5% (strand kemudian dimasukkan kedalam kantong-kantong plastik agar kadar airnya tidak berubah oleh pengaruh perubahan kelembaban udara).
11
Perlakuan tanpa steam dilakukan dengan cara mengeringkan strand dalam oven pada suhu 50 – 700C hingga kadar air kurang dari 5% (strand kemudian dimasukkan kedalam kantong-kantong plastik agar kadar airnya tidak berubah oleh pengaruh perubahan kelembaban udara). C. Pencampuran Strand dan Perekat Pencampuran strand, perekat dan parafin menggunakan rotary blender dimana perekat dan parafin dimasukkan dengan cara menyemprotkan perekat dengan sprayer kedalam rotary blender yang telah berisi strand. D. Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) meliputi pembuatan lapik, pengempaan dan pengkondisian. 1) Pembentukan Lapik OSB yang dibuat terdiri atas tiga lapisan (lapik) yaitu face, core dan back dengan ketebalan yang sama untuk setiap lapik. Arah strand lapisan face dan back dibuat sejajar, dan arah strand pada core tegak lurus arah lapisan face dan lapisan back untuk meningkatkan kestabilan dimensi OSB yang dibentuk. 2) Pengempaan Lapisan-lapisan yang telah dibuat kemudian dikempa dengan menggunakan kempa panas. Tujuan dari pengempaan ini adalah membentuk lapisan yang padat dan keras serta untuk memperoleh ketebalan yang diinginkan. Tekanan kempa yang digunakan adalah 25 kg cm-2, dengan waktu kempa 7 menit dan suhu 1600 C. 3) Pengkondisian Pengkondisian dilakukan setelah proses pengempaan, dimana semua panel OSB yang sudah dikempa ditumpuk rapat selama kurang lebih 14 hari agar perekatnya mengeras dan kadar air berada pada kondisi kesetimbangan. Variabel Penelitian Setelah OSB terbentuk dan proses pengkondisian selama 14 telah selesai, selanjutnya OSB siap untuk diuji, yaitu pengujian sifat fisis dan mekanisnya, Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Pengujian sifat mekanis meliputi modulus lentur (MOE), modulus patah (MOR), internal bond (IB). Adapun pola penentuan contoh uji lihat gambar 2.
12
1
5
3
8
2 6
7
9
4
Gambar 1. Pola Penentuan Contoh Uji Keterangan gambar : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
MOE dan MOR // serat pengujian basah MOE dan MOR TL serat pengujian basah MOE dan MORTL serat pengujian kering MOE dan MOR // serat pengujian kering Kerapatan dan kadar air Pengembangan tebal, penyerapan air Internal Bond Cadangan
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar JIS A 5908 A : 2003. Hasil pengujian dicocokkan dengan standar CSA 0437.0 (Grade O-2) apakah memenuhi standar atau tidak. A. Pengujian Sifat Fisis 1. Kerapatan (KR) Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara. Contoh uji kerapatan dibuat berdasarkan standart JIS 5908 (2003) berukuran 10 x 10 x 1 cm. Contoh uji ditimbang beratnya (m 1 ), kemudian diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji (V). Kerapatan dihitung dengan persamaan : 𝐾𝑅 (𝑔⁄𝑐𝑚3 ) =
𝑚1 �𝑉
13
2. Kadar Air (KA) Contoh uji untuk pengujian kadar air dibuat berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) berukuran 10 x 10 x 1 cm, dimana contoh uji ini adalah bekas contoh uji dari pengujian kerapatan. Kadar air OSB dihitung berdasarkan berat awal (m 1 ) dan berat kering oven (m 2 ) selama 24 jam pada suhu 103 + 20 C. Nilai Kadar air dihitung dengan rumus : 𝑚1 − 𝑚2 𝑥100 𝐾𝐴 (%) = 𝑚2 3. Daya Serap Air (Water Absorbsion : WA)
Contoh uji untuk pengujian daya serap air dibuat berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) berukuran 5 x 5 x 1 cm. Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awalnya (m 1 ), kemudian contoh uji di rendam dalam air dingin selama 24 jam, kemudian ditimbang lagi (m 2 ). Nilai Daya Serap Air dihitung dengan persamaan : 𝑊𝐴 (%) =
𝑚2 − 𝑚1 𝑥100 𝑚1
4 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling : TS) Contoh uji untuk pengujian pengembanagn tebal (PT) dibuat berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) berukuran 5 x 5 x 1 cm. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelumnya (t 1 ) yang diukur pada keempat sisinya dan dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (t 2 ) dengan air dingin selama 24 jam. Nilai pengembangan tebal dihitung dengan persamaan :
B. Pengujian Sifat Mekanis
𝑇𝑆 (%) =
𝑡2 − 𝑡1 𝑥100 𝑡1
1. Metode non destruktif Pengujian ini dilakukan untuk menghitung Modulus Lentur dinamis (MOE D ) menggunakan alat non destruktif gelombang tegangan merk : Metriguard model 239 A stress wave timer. Pengujian ini dilakukan terhadap waktu rambatan (time propagation), dimana kecepatan (V) adalah : V=
𝑑 𝑡
Dimana : V = kecepatan gelombang (m/s) d = jarak tempuh gelombang antara dua transduser (cm) t = waktu tempuh gelombang antara dua transduser (µs) Nilai MOE dinamis (MOE D ) dihitung menggunakan persamaan :
14
MOE D =
𝜌𝑣 2 𝑔
Dimana : ρ = kerapatan kayu (g cm-2) v = kecepatan gelombang (m/s) g = konstanta gravitasi (9,81 m/s2 ) 2.
Metode Destruktif Pengujian menggunakan metode destruktif ini untuk menghitung MOE statis (MOE S ), MOR dan internal bond (IB) • Modulus Lentur statis(MOE S ) Contoh uji yang digunakan untuk pengujian modulus of elasticity (MOE) berukuran 5 x 20 x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yaitu pada arah longitudinal (searah dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB) dan pada arah transversal (tegak lurus dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB). Pengujian MOE dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine, bermerk Instron dengan menggunakan lebar bentan (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Pembebabnan contoh uji diberikan dengan kecepatan 10 mm/menit. Nilai MOE dihitung dengan persamaan :
Keterangan MOE ∆P L ∆Y b t
𝑀𝑂𝐸 (𝑘𝑔𝑓 ⁄𝑐𝑚2 ) =
∆𝑃𝐿3 4∆𝑌𝑏𝑡 3
: : Modulus lentur statis (kgf cm-2). : Beban dibawah batas proporsi : Jarak sangga (cm) : Defleksi (cm) : Lebar contoh uji (cm) : Tebal contoh uji (cm)
• Modulus Patah (Modulus of Rupture : MOR) Pengujian MOR dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan menggunakan contoh uji yang sama. Pada pengujian MOR ini pembebanan pada pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan (patah). Nilai MOR dihitunng dengan persamaan : 3𝑃𝐿 𝑀𝑂𝑅 (𝑘𝑔𝑓⁄𝑐𝑚2 ) = 2𝑏𝑡 2 Keterangan : MOR : Moulus of Rupture (kgf cm-2) P : Beban maksimum (kgf) L : Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) t : Tebal contoh uji (cm)
15
• Internal Bond (IB) Contoh uji untuk pengujian internal bond dibuat berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) berukuran 5 x 5 x 1 cm. Contoh uji direkatkan pada dua buah blok aluminium menggunakan perekat dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kemudian kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji dengan kecepatan 2 mm/menit sampai beban maksimum. Nilai IB dihitung dengan persamaan : 𝐼𝐵 (𝑘𝑔𝑓⁄𝑐𝑚2 ) =
Keterangan IB P b t
: : Internal Bond (kgf cm-2) : Beban maksimum (kgf) : Lebar contoh uji (cm) : Tebal contoh uji (cm)
𝑃 𝑏𝑡
Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial AxB yaitu terdiri dari dua peubah bebas atau faktor (A dan B). Terdapat satu peubah pengganggu atau sampingan yang disebut kelompok dan tidak berinteraksi dengan peubah lainnya. Perlakuan pendahuluan (A) merupakan faktor pertama yang terdiri dari 2 level yaitu steam (a 1 ) dan non steam (a 2 ). Faktor ke dua adalah variasi susunan perekat (B) pada bagian face, core dan back yang terdiri dari 4 level yaitu ketiga lapisan direkatkan menggunakan perekat issosianat (b 1 ), ketiga lapisan direkatkan menggunakan perekat Pf (b 2 ), face dan back direkatkan menggunakan perekat isosianat sedangkan lapisan core direkatkan menggunakan perekat Pf (b 3 ) dan lapisan strand face dan back direkatkan menggunakan perekat Pf sedangkan lapisan core direkatkan menggunakan perekat isosianaI (b 4 ). Kelompok (C) terdiri atas 3 jenis bambu, yaitu kelompok bambu betung (c 1 ), kelompok bambu andong (c 2 ) dan kelompok bambu tali (c 3 ). Model Matematisnya :
Y ijk
=
µ + A + B + C + AB + є i
j
k
ijk
ijk
i = 1, 2, 3,…………,a j = 1,2,3...........,b dan k =1.2.3,.......u Y ijk : Pengamatan Faktor A taraf ke-i , Faktor B taraf kej dan kelompok ke-k
є
ijk
µ Ai Bj Ck
: Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k
: : : :
Rataan umum Pengaruh faktor A pada taraf ke-i Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j Pengaruh Kelompok ke-k
AB ij : Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis keragaman dengan menggunakan uji-f pada tingkat kepercayaan 95%,
16
Sedang kriteria uji yang digunakan adalah jika F hitung lebih kecil atau sama dengan F tabel maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu dan jika F hitung lebih besar dari F tabel maka perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda Duncan. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program computer SPSS 20.
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap tersaji pada lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada tabel 1. Tabel 1 Nilai rata-rata dimensi strand, aspect ratio dan slenderness ratio bambu betung, andong dan tali Jenis Betung
Parameter Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Aspect Ratio Slenderness Ratio
Rata-rata 69.88 20.80 0.73 3.37 98.63
Minimum 68.97 18.84 0.53 3.12 69.42
Maksimum 70.81 22.76 1.02 3.66 130.34
STDEV 0.48 0.96 0.12 0.16 15.61
Andong
Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Aspect Ratio Slenderness Ratio
70.18 21.36 0.77 3.30 93.99
68.01 18.55 0.59 2.71 69.02
71.33 25.90 1.03 3.80 118
0.75 1.55 0.13 0.23 15.68
Tali
Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Aspect Ratio Slenderness Ratio
70.01 20.63 0.74 3.41 96.77
68.33 18.71 0.63 3.25 65.35
72.12 21.33 1.03 3.41 126
0.89 1.25 0.12 0.20 14.86
Oriented Strand Board merupakan produk panel kayu struktural yang diproduksi dari partikel yang berbentuk strand dan perekat thermosetting tahan air (water proof) dan dibentuk lapik (mats) dengan arah serat masing-masing strand diatur sedemikian rupa dimana arah serat lapisan permukaan tegak lurus terhadap arah serat lapisan inti (APA 2000). Untuk pengarahan partikel perlu memperhatikan slenderness ratio dan aspect rationya. SR menggambarkan orientasi partikel dan kekuatan papan (Maloney 1993). Slenderness ratio (rasio kelangsingan) adalah perbandingan antara panjang dan tebal partikel. Nilai rata-rata slenderness ratio (SR) bambu betung, bambu andong dan bambu tali berturut-turut adalah 98.63, 93.99 dan 96.77. Artinya bahwa slenderness ratio yang diperoleh cukup besar dengan demikian strand akan lebih mudah diarahkan sehingga akan meningkatkan kekuatan papan yang dihasilkan. Aspect ratio adalah perbandingan antar panjang dan lebar partikel. Nilai rata-rata aspect ratio (AR) bambu betung, bambu andong dan bambu tali berturut-turut adalah 3.37, 3.30 dan 3.41. Nilai AR yang diperoleh semuanya lebih besar dari 3 artinya cukup baik untuk memperoleh kekuatan yang tinggi dan akan lebih mudah diarahkan. Menurut Youngquis (1999), strand-strand yang
18
digunakan disarankan memiliki nilai aspect ratio minimum adalah 3, agar dapat menghasilkan produk panel yang memiliki kekuatan yang optimal.
Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) A. Kerapatan Kerapatan merupakan nisbah antara berat dengan volume kering udara papan. Pada dasarnya kerapatan papan dipengaruhi oleh kerapatan bahan baku dan nantinya akan mempengaruhi sifat fisis dan mekanis papan (Tsoumis 1991). Selain itu kerapatan akhir papan juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan kempa, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya (Kelly 1977). Nilai rata-rata kerapatan OSB yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 0.73 – 0.79 g cm-3. Nilai kerapatan yang diperoleh semuanya memenuhi nilai kerapatan target (0.70 g cm-3). 0.90
ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
0.80 Kerapatan (g cm-3)
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
STEAM
NON STEAM BETUNG
STEAM
NON STEAM ANDONG
STEAM
NON STEAM TALI
Gambar 2 Nilai kerapatan OSB
Hasil analisis sidik ragam terhadap kerapatan seperti yang disajikan pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa faktor perlakuan pendahuluan (A) dan kombinasi perekat (B) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan, juga tidak ada pengaruh nyata interaksi antara kedua perlakuan, demikian juga halnya dalam kelompok atau blok tidak berpengaruh nyata. Ketidakseragam nilai kerapatan papan OSB yang dihasilkan disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan dari masing-masing strand bambu yang digunakan. Besar tekanan kempa yang sama untuk jenis kerapatan yang berbeda juga menyebabkan bervariasi kerapatan papan, dimana pada umumnya kayu yang berkerapatan rendah akan lebih mudah dikempa dibanding kayu yang berkerapatan tinggi dan akan menghasilkan kontak strand yang lebih baik. Selain itu perbedaan ini juga disebabkan adanya kecenderungan papan yang dikempa untuk kembali pada keadaan papan sebelum dikempa pada saat pengkondisian
19
(Maloney 1993), juga papan akan meyesuaikan diri dengan kadar air sekitarnya hal ini dapat menyebabkan pengembangan atau penyusutan papan. Menurut Maloney (1993) papan yang mempunyai kerapatan berkisar antara 0.59 – 0.80 g cm-3 dikategorikan sebagai papan berkerapatan sedang. Dengan demikian maka OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini dikategorikan sebagai papan berkerapatan sedang. B. Kadar Air (KA) Kadar air adalah sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan, karena bahan baku papan adalah bahan berlignosellulosa yang bersifat higroskopis maka kadar air papan sangat tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya. Nilai kadar air papan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 7.2 – 9.5%. Nilai kadar air terendah terdapat pada kelompok bambu betung, dengan perlakuan pendahuluan steam dan perekat ISO, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada kelompok bambu tali, dengan perlakuan pendahuluan non steam dan perekat PF. Dari hasil analisis sidik ragam terhadap kadar air seperti yang tersaji pada lampiran 7 dan gambar 3 menunjukkan bahwa faktor perlakuan pendahuluan (A) dan faktor susunan perekat (B), masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air, demikian juga pada kelompok (C) menunjukkan pengaruh nyata, sedangkan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan. Hasil uji lanjut Duncan terlihat bahwa rata-rata kadar air papan dengan perlakuan pendahuluan steam lebih rendah dari kadar air papan tanpa perlakuan steam. Akibat dari pengukusan akan melarutkan sebagian ektraktif yang ada dalam strand sehingga dapat meningkatkan penetrasi perekat dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam strand. Dengan terisinya ruangruang kosong tersebut dapat menghambat air dan uap air untuk menebus dinding sel sehingga kadar air papan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan kadar air papan tanpa steam. Hasil uji Jarak Duncan menunjukkan nilai kadar air papan yang menggunakan perekat ISO dan ISO/PF/ISO, lebih rendah dan berbeda nyata dengan PF/ISO/PF dan PF. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan sifat dasar dari perekat ISO dan PF, dimana isosianat bersifat hidrofobik sedangkan PF lebih bersifat hidrofilik (Maloney 1993). Rata-rata kadar air papan yang terbuat dari bambu tali lebih tinggi dibandingkan bambu betung dan bambu andong. Menurut Hermiati dan Fatriasari (2008), felting power/ slenderness bambu tali (101.39) lebih rendah dari FP bambu andong (176.31) dan betung (190.85), menunjukkan bahwa serat bambu betung dan bambu andong tersusun lebih rapat dari serat bambu tali, hal ini menyebabkan sulitnya uap air masuk kedalam papan yang terbuat dari betung dan andong sedangkan papan dari bambu tali akan lebih mudah menyerap uap air disekitarnya. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa nilai kadar air papan pada kelompok bambu andong dan bambu betung lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kadar air papan pada kelompok bambu tali.
20 12
IS0
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
Kadar Air (%)
10 08 06 04 02 00
NON STEAM
STEAM
BETUNG
a
Kadar Air (%)
STEAM
10.00
10.00
8.00
8.00
6.00
6.00
4.00
4.00
8.41
8.06
STEAM
ANDONG
NON STEAM
TALI
8.85
7.71
7.76
8.65
2.00
2.00
0.00
0.00
b
NON STEAM
STEAM NON STEAM PERLAKUAN PENDAHULUAN
ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
c
Kadar Air (%)
10.00 8.00 6.00 4.00
8.27
8.05
8.41
Betung
Andong
Tali
2.00 0.00
d
KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 3 Kadar air OSB, (a) :Kadar air OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat,dan dari 3 Jenis bambu, (b) : Kadar air OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) Kadar air OSB antar kombinasi perekat, (d) : Kadar air OSB antar jenis bambu
C. Daya Serap Air (Water Absorbsion : WA) Daya serap air merupakan kemampuan papan dalam menyerap air yang diuji dengan cara merendam papan dalam air selama 24 jam. Daya serap air masih merupakan masalah pada OSB, penyerapan air dapat terjadi karena gaya adsorbsi yang merupakan gaya tarik molekul air pada tempat ikatan hidrogen yang terdapat
21
dalam sellulosa, hemisellulosa, dan lignin (Bowyer et al. 2003). Air yang masuk ke dalam OSB dapat mengisi rongga kosong antar partikel atau masuk kedalam partikel penyusunnya. 45
ISO
40
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
DSA 24 Jam (%)
35 30 25 20 15 10 5 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
DSA (%)
a 40.00
40.00
30.00
30.00
20.00 10.00
20.00
32.66
29.64
10.00 0.00
0.00
b
Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
c
25.36
ISO
32.83
30.14
PF
ISO:PF:ISO
KOMBINASI PEREKAT
36.27
PF:ISO:PF
40
DSA (%)
30 20 10
31
30
33
00 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU d Gambar 4 DSA OSB, (a) : DSA OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat,dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : DSA OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : DSA OSB antar kombinasi perekat, (d) : DSA OSB antar jenis bambu
Nilai daya serap air yang direndam selama 24 jam yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan berkisar antara 21.7 – 39.6%. Nilai daya serap air yang direndam selama 24 jam tertinggi pada OSB kelompok bambu tali, tanpa perlakuan steam dan susunan perekat PF/ISO/PF, sedangkan
22
daya serap air yang direndam selama 24 jam terendah diperoleh dari OSB kelompok bambu betung, tanpa perlakuan steam dan perekat ISO. Nilai DSA OSB yang diberi perlakuan steam lebih rendah dibanding nilai DSA OSB yang tanpa perlakuan steam. Dengan perlakuan steam akan menurunkan kadar ektraktif pada strand sehingga dapat meningkatkan kemampuan perekat menembus dinding sel dan proses perekatanpun menjadi lebih baik dengan demikian daya serap air papan menjadi lebih kecil. Menurut Rowel et al (2002) perlakuan steam dapat merubah keberadaan gula bebas menjadi furan intermediate, yang dapat dikonversi menjadi furan resin sehingga dapat meningkatkan keteguhan rekat papan sehingga daya serap air papan menjadi lebih kecil. Hal ini sejalan dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan (lampiran 7) yang menunjukan bahwa nilai DSA papan yang strandnya diberi perlakuan steam memiliki nilai DSA lebih rendah dan berpengaruh nyata dengan strand tanpa perlakuan steam. Artinya perlakuan steam dapat menurunkan kemampuan papan menyerap air. DSA OSB yang menggunakan perekat ISO dan ISO/PF/ISO lebih rendah dibanding daya serap air papan dengan perekat PF dan PF/ISO/PF. Perekat isosianat dengan gugus (-N=C=O) yang sangat reaktif dan bersifat hidropobik menyebabkan daya serap air lebih sedikit dan kualitas perekatan antar strands lebih kuat walapun diberikan perlakuan perendaman dalam air. Penyerapan air akan terus terjadi walaupun tidak dilakukan perlakuan perendaman karena strands bersifat higroskopis, yang akan senantiasa bisa menyerap dan melepas air sesuai kadar air di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan (lampiran 7 ) yang menunjukkan bahwa papan yang menggunakan perekat ISO daya serap airnya lebih rendah dan berbeda nyata dengan papan yang menggunakan perekat ISO/PF/ISO, PF dan PF/ISO/PF. Rata-rata kemampuan papan menyerap air pada kelompok bambu tali lebih tinggi dibanding kemampuan papan menyerap air pada kelompok bambu betung dan kelompok bambu andong, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hermiati dan Fatriasari (2008) yang melaporkan bahwa felting power/ slenderness bambu tali (101.39) lebih rendah dari FP bambu andong (176.31) dan betung (190.85), menunjukkan bahwa serat bambu betung dan bambu andong tersusun lebih rapat dari serat bambu tali, hal ini menyebabkan sulitnya uap air masuk kedalam papan yang terbuat dari betung dan andong sedangkan papan dari bambu tali akan lebih mudah menyerap air dan uap air disekitarnya. D. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling : TS) Pengembangan tebal (PT) merupakan penambahan dimensi tebal papan yang dinyatakan dalam persen. Semakin kecil persentase pengembangan tebal akan semakin tinggi stabilitas dimensi dari papan tersebut, demikian pula sebaliknya. Tingginya pengembangan tebal pada OSB selain karena pengaruh penyerapan air, dipengaruhi juga oleh kerapatan OSB dan kerapatan kayu asalnya. Kerapatan OSB yang rendah akan memudahkan air masuk ke dalam celah-celah antar strand apabila papan direndam dalam air sehingga terjadi pengembangan tebal yang tinggi akibat adanya kecenderungan papan yang dikempa untuk kembali pada keadaan papan sebelum dikempa.
23
Nilai pengembangan tebal OSB yang direndam selama 24 jam berkisar antara 3.54 – 11.57%. Semuanya memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang mensyaratkan bahwa standar maksimal pengembangan tebal OSB sebesar 15%. Rata-rata pengebangan tebal papan yang menerapkan perlakuan pendahuluan steam pada strand cenderung memiliki nilai lebih tinggi dibanding strand tanpa perlakuan steam. Ini menunjukkan bahwa perlakuan steam dapat meningkatkan pengembangan tebal papan. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Haryadi (2011), Iswanto et al. (2010) dan Rowel et al. yang melaporkan bahwa perlakuan steam pada serat kayu dapat meningkatkan stabilitas dimensi papan yang dihasilkan. Meskipun pengembangan tebal pada OSB yang disteam memiliki nilai yang cenderung lebih tinggi dibanding yang tanpa perlakuan steam tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7) keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap pengembangan tebal papan. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Febrianto et al. (2012) yang melaporkan bahwa perlakuan perendaman panas pada strand bambu betung menurunkan kestabilan dimensi papan OSB yang dihasilkan. Menurut Iswanto (2008) perlakuan pengukusan meyebabkan terjadinya pengembangan pada saluran pembuluh. Pada proses pengempaan saluran pembuluh yang mengembang akan dimampatkan, tetapi pada saat dilakukan perendaman dalam air selama 24 jam maka saluran pembuluh akan kembali pada kondisi awal sebelum papan dikempa, sehingga pengembangan tebal papan menjadi tinggi. Pada gambar 5c menunjukkan bahwa penambahan dimensi tebal papan pada OSB dari yang terendah ke yang tertinggi secara berurut adalah ISO, ISO/PF/ISO, PF/ISO/PF dan PF yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi isosianat maka semakin rendah nilai pengembangan tebalnya. Perekat isosianat memberikan daya rekat yang lebih baik dimana terjadi ikatan kimia dan mekanis. Secara kimia gugus reaktif (–N=C=O) yang terdapat dalam perekat akan bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam strand sehingga kekuatan ikatan perekat relatif kuat. Secara mekanis terjadi reaksi antara perekat dan air yang terdapat dalam strand membentuk poliurea dimana terjadi peningkatan distribusi berat molekul perekat dan sifat penutupan lebih baik (Pizzi 1983) Karena kuatnya ikatan yang terjadi mengakibatkan papan sulit mengembang. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai pengembangan tebal papan dari kelompok bambu betung lebih rendah dan tidak berbeda nyata dengan kelompok bambu andong, tetapi berbeda nyata dengan kelompok bambu tali. Menurut Tsoumis (1991), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan dan penyusutan kayu diantaranya adalah kadar air, kerapatan, struktur anatomi, ekstraktif dan komposisi kimia. Kerapatan OSB yang terbuat dari bambu tali memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan OSB yang terbuat dari bambu andong dan bambu betung. Demikian pula dengan kadar airnya, Kadar air OSB yang terbuat dari bambu tali lebih tinggi daripada kadar air OSB yang terbuat dari bambu andong dan bambu betung.
24 ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
14.00 CSA 0437.0 (Grade 0-2)
PT 24 jam (%)
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
PT (%)
a
7.32
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
5.84
Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
PT 24 Jam (%)
b
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
d
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
5.74 ISO
c
4.85
6.53
6.96
6.79
6.82
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
8.35
BETUNG ANDONG TALI KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 5 PT OSB, (a) : PT OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dari 3 Jenis Bambu, (b) : PT OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : PT OSB antar kombinasiperekat,(d) : PT OSB antar jenis bambu
Sifat Mekanis Oriented Strand Board (OSB) A. Kekuatan Rekat Internal (Internal Bond) Keteguhan rekat internal (IB) merupakan salah satu sifat kekuatan penting dari papan partikel. IB merupakan kekuatan tarik tegak lurus bidang panil, dan
25
merupakan ukuran tunggal terbaik tentang kualitas pembuatan suatu papan karena menunjukkan kekuatan ikatan antara partikel-partikel. Ikatan Internal adalah suatu uji pengendalian kualitas yang penting karena menunjukkan kebaikan pencampurannya, pembentukannya dan proses pengepresannya. (Bowyer et al. 2003).
Internal Bond (kgf cm-2 )
16
ISO
14
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF CSA 0437.0 (Grade 0-2)
12 10 8 6 4 2 0 Steam
Steam
BETUNG
a
IB (kgf cm-2)
Non Steam
Steam
ANDONG
12.00
12.00
10.00
10.00
8.00
8.00
6.00
6.00
4.00
4.00
7.18
5.84
2.00
Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
Non Steam
TALI
10.28 5.15
2.00
0.00
b
Non Steam
0.00
ISO
c
PF
6.18
4.44
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
12.00
IB (kgf cm-2)
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00
6.99
6.34
6.20
0.00 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU d Gambar 6 IB OSB, (a) : IB OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : IB OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : IB OSB antar kombinasi perekat, (d) : IB OSB antar jenis bambu
Nilai IB yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan berkisar antara 3.53 – 13.82 kgf cm-2. Nilai IB tertinggi pada OSB kelompok
26
bambu betung, perlakuan pendahuluan steam dengan susunan perekat ISO, sedangkan nilai IB terendah diperoleh dari OSB kelompok bambu tali, perlakuan pendahuluan non steam dengan kombinasi perekat PF/ISO/PF. Nilai kekuatan rekat internal yang diperoleh semua memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang menetapkan nilai minimal kekuatan rekat internal OSB sebesar 3.52 kgf cm-2. Rata-rata nilai IB papan yang diberi perlakuan pendahuluan steam pada strand memiliki nilai lebih tinggi dibanding nilai IB papan tanpa perlakuan steam. Perlakuan strand dengan steam bertujuan menghilangkan sebagian ektraktif dari bambu sehingga memudahkan penetrasi perekat karena dengan keluarnya ektraktif akan tercipta rongga rongga yang kosong yang akan diisi oleh perekat, sehingga ikatan perekat dan sirekat akan lebih solid karena berikatan tidak hanya pada permukaan saja. Menurut sitigno (2000) ektraktif adalah zat yang terdapat dalam rongga sel yang dapat mengurangi keteguhan rekat karena menghalangi perekat bereaksi dengan komponen dalam dinding sel. Menurut Rowel et al. (2002) bahwa perlakuan steam dapat merubah keberadaan gula bebas menjadi furan intermediate, yang dapat dikonversi menjadi furan resin sehingga dapat meningkatkan keteguhan rekat papan. Pada gambar 6c terlihat bahwa OSB yang diberi perekat ISO menghasilkan nilai IB yang lebih tinggi, kemudian OSB dengan kombinasi perekat ISO/PF/ISO, PF, dan PF/ISO/PF. Hal ini sesuai yang dinyatakan Kawai et al. (1998) bahwa isosianat mempunyai reaktivitas tinggi, kekuatan ikatan, dan daya tahan tinggi, oleh karena itu dapat menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang sangat baik. Perekat Isosianat memberikan daya rekat yang lebih baik dimana terjadi ikatan kimia dan mekanis. Secara kimia gugus reaktif (–N=C=O) yang terdapat dalam perekat akan bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam strand sehingga kekuatan ikatan perekat relatif kuat. Secara mekanis terjadi reaksi antara perekat dan air yang terdapat dalam strand membentuk poliurea dimana terjadi peningkatan distribusi berat molekul perekat dan sifat penutupan lebih baik (Pizzi 1983). Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7) yang menunjukkan bahwa jenis perekat yang digunakan dapat meningkatkan atau menurunkan nilai MOR papan. Dimana hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa papan dengan perlakuan perekat ISO mempunyai nilai yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan papan kombinasi perekat ISO/PF/ISO, PF, dan PF/ISO/PF. Kelompok jenis bambu betung memiliki nilai IB yang lebih tinggi dibanding kelompok jenis bambu andong dan kelompok jenis bambu tali, tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam ketiganya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai IB papan yang dihasilkan.
B. Modulus of Rupture (MOR) Kering Sejajar dan Tegak Lurus Serat Modulus patah atau modulus of rupture (MOR) merupakan ukuran beban maksimun yang dapat diterima oleh kayu (Bowyer et al. 2003). Nilai MOR berbanding lurus dengan beban maksimum yang diberikan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Semakin besar beban maksimum yang dapat diterima oleh papan sampai papan patah maka semakin besar nilai keteguhan patah (MOR).
27
MOR Kering // Serat (kgf cm-2)
Nilai MOR kering sejajar serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan berkisar antara 444 – 925 kgf cm-2. Nilai ini memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang mensyaratkan bahwa standar minimal nilai MOR kering sejajar serat adalah 295 kgf cm-2. Nilai MOR kering sejajar serat tertinggi pada OSB kelompok bambu betung, perlakuan pendahuluan steam, dengan perekat ISO, sedangkan nilai MOR kering sejajar serat terendah diperoleh dari OSB kelompok bambu tali, perlakuan pendahuluan non steam, dengan kombinasi perekat PF/ISO/PF. 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF CSA 0437.0 (Grade 0-2)
Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOR Kering // Serat (kgf cm2)
a 1000
800
800
600
600
400 200
657
400
577
Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
d
700
606
200
0
MOR Kering // Serat (kgf cm-2)
b
1000
0
ISO
PF
631
531
ISO/PF/ISO PF/ISO/PF
KOMBINASI PEREKAT
c
1,000 800 600 400 200
616
620
615
00 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 7 MOR Kering // serat OSB, (a) : MOR Kering // serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR Kering // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR Kering // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR Kering // serat OSB antar jenis bambu
28
Pada gambar 7b, 7c dan 7d terlihat bahwa rata-rata nilai MOR papan yang strandnya diberi perlakuan steam menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibanding nilai MOR papan tanpa perlakuan steam. Demikian pula halnya dengan nilai MOR papan yang menggunakan perekat ISO dan ISO/PF/ISO lebih tinggi dibanding nilai MOR papan yang menggunakan perekat PF dan PF/ISO/PF. Pada pengelompokkan terlihat pula bahwa kelompok bambu betung dan kelompok bambu andong menunjukkan nilai lebih tinggi dibanding nilai MOR papan dari kelompok bambu tali. Hal ini sama dengan yang terjadi pada nilai IB papan, karena pada dasarnya faktor yang mempengaruhi keteguhan rekat papan sama dengan faktor yang mempengaruhi keteguhan patah dan keteguhan lentur papan. Nilai modulus of rupture (MOR) kering tegak lurus serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 132 – 256 kgf cm-2. Nilai MOR kering tegak lurus serat yang diperoleh semua memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang mensyaratkan bahwa standar MOR kering tegak lurus serat adalah minimal 126 kgf cm-2. Pada gambar 8b terlihat bahwa OSB yang strandnya diberi perlakuan steam memiliki nilai MOR kering tegak lurus serat yang lebih tinggi dibanding nilai MOR papan tanpa perlakuan steam. Perlakuan pendahuluan strand dengan steam bertujuan menghilangkan sebagian ektraktif dari bambu sehingga memudahkan penetrasi perekat karena dengan keluarnya ektraktif akan tercipta rongga rongga yang kosong yang akan diisi oleh perekat, sehingga ikatan perekat dan sirekat akan lebih solid karena berikatan tidak hanya pada permukaan saja. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan (lampiran 7) yang menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berpengaruh nyata terhadap nilai MOR papan yang dihasilkan., dimana terlihat bahwa perlakuan pendahuluan steam lebih tinggi dan berbeda nyata dengan nilai MOR pada papan tanpa perlakuan steam. Hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan (lampiran 7) menunjukan bahwa nilai MOR OSB dengan perekat ISO dan kombinasi perekat ISO/PF/ISO lebih tinggi dan berpengaruh nyata dengan perekat PF dan kombinasi perekat PF/ISO/PF yang memiliki nilai MOR lebih kecil. Dari hasil penelitian Nuryawan (2007) menunjukkan bahwa isosianat merupakan perekat terbaik bila diaplikasikan pada papan komposit. Hal ini dimungkinkan karena proporsi perekat isosianat yang digunakan pada perekat ISO dan ISO/PF/ISO lebih banyak dari pada proporsi perekat isosianat yang digunakan pada perekat PF yang tanpa issosianat dan kombinasi perekat PF/ISO/PF yang hanya menggunakan issosianat pada bagian core saja. Rata-rata nilai MOR kering tegak lurus serat seperti yang ditunjukkan pada gambar 8d menunjukkan bahwa papan dari kelompok bambu betung dan kelompok bambu andong lebih tinggi dibanding nilai MOR papan dari kelompok bambu tali. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam, ketiganya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai MOR kering tegak lurus serat papan yang dihasilkan.
29
MOR Kering TL Serat (kgf cm-2)
350
ISO
300
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF CSA 0437.0 (Grade 0-2)
250 200 150 100 50 0 Steam Non Steam BETUNG
MOR Kering TL (kgf cm-2)
a
Non Steam
250
200
200
150
150
100
191
Steam
ANDONG
250
50
Non Steam
TALI
207
100
170
175
181
159
50
0 Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN MOR Kering TL (kgf cm-2)
b
Steam
d
0
ISO
PF
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
c
250 200 150 100
187
180
174
50 0 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 8 MOR Kering TL serat OSB, (a) MOR Kering TL serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR Kering TL serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR Kering TL serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR Kering TL serat OSB antar jenis bambu
C. Modulus of Rupture (MOR) Basah Sejajar dan Tegak Lurus Serat Modulus of Rupture (MOR) merupakan ukuran kekuatan kayu, semakin tinggi nilai MOR kayu maka semakin besar kekuatan kayu tersebut. Selain
30
menguji keteguhan patah pada kondisi kering juga diadakan pengujian keteguhan patah pada kondisi basah, dimana sampel yang akan diuji diberi perlakuan perendaman selama 24 jam sehingga kadar air sampel akan meningkat akibatnya nilai MOR OSB kering lebih tinggi dari nilai MOR OSB basah. Menurut Tsoimist (1991) kadar air akan mempengaruhi kekuatan papan, karena kelembaban akan menurunkan kekuatan papan. MOR Basah // Serat (kgf cm-2)
700
ISO
PF
ISO:PFISO
PF:ISO:PF
600 500 400 300 200 100 0 Steam
MOR Basah // (kgf cm-2)
Steam
BETUNG
a
Non Steam
600
500
500
400
400
300
300
200
459
441
100
0
0 Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
ISO
c
Non Steam
TALI
510
200
100
d
Steam
ANDONG
600
MOR Basah // (kgf cm-2)
b
Non Steam
428
PF
489
372
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
600 500 400 300 200
440
494
415
100 0 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 9 MOR Basah // serat OSB, (a) : MOR Basah // serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR Basah // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR Basah // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR Basah // serat OSB antar jenis bambu
31
Nilai MOR basah sejajar serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 264 – 612 kgf cm-2. Tidak ada nilai standar minimum yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) untuk pengujian ini. Pada gambar 9a terlihat bahwa OSB yang strandnya diberi perlakuan steam memiliki nilai MOR basah sejajar serat yang lebih tinggi dibanding nilai MOR papan tanpa perlakuan steam. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7) terlihat bahwa dengan ataupun tanpa perlakuan steam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOR basah sejajar serat papan yang dihasilkan. Rata-rata nilai MOR papan seperti yang disajikan pada gambar 9b menunjukkan bahwa papan yang menggunakan perekat ISO dan ISO/PF/ISO memiliki nilai lebih tinggi dibanding nilai MOR papan yang menggunakan perekat PF dan kombinasi perekat PF/ISO/PF. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi perekat mempengaruhi nilai MOR papan, dimana papan yang menggunakan perekat PF/ISO/PF dan PF memiliki nilai lebih rendah dan berbeda nyata dengan nilai MOR papan yang menggunakan perekat ISO/PF/ISO dan perekat ISO. Nilai modulus of rupture (MOR) basah tegak lurus serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 85 – 187 kgf cm-2. Nilai MOR basah tegak lurus serat tertinggi pada OSB kelompok bambu andong, perlakuan pendahuluan steam dengan perekat ISO, sedangkan nilai MOR basah tegak lurus serat terendah diperoleh dari OSB kelompok bambu tali, perlakuan pendahuluan non steam, dengan kombinasi perekat PF. Pada gambar 10b terlihat bahwa OSB yang strandnya diberi perlakuan steam memiliki nilai MOR basah tegak lurus serat yang lebih tinggi dibanding nilai MOR papan tanpa perlakuan steam. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7) terlihat bahwa dengan ataupun tanpa perrlakuan steam tidak mempengaruhi nilai MOR basah tegak lurus serat papan yang dihasilkan. Pada gambar 10b terlihat bahwa papan yang menggunakan perkat ISO dan kombinasi perekat ISO/PF/ISO memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibanding papan yang menggunakan perkat PF dan kombinasi perekat PF/ISO/PF. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam terhadap MOR basah tegak lurus serat seperti yang disajikan pada lampiran 7 yang menunjukkan bahwa faktor kombinasi perekat dan pengelompokkan jenis bambu dapat mempengaruhi nilai MOR OSB. Dari hasil uji lanjut Duncan terlihat bahwa papan yang menggunakan perekat ISO lebih tinggi dan tidak berbeda nyata dengan kombinasi perekat ISO/PF/ISO, tetapi berbeda nyata dengan susunan perekat PF dan kombinasi perekat PF/ISO/PF. Demikian juga pada pengelompokkan jenis bambu berdasarkan hasil analisis dan uji lanjut Duncan memberikan pengaruh nyata pada nilai MOR OSB, dimana kelompok bambu andong dan kelompok bambu betung memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kelompok bambu tali dengan nilai MOR yang lebih kecil.
32
MOR Basah TL Serat (kgf cm-2)
250
ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
200 150 100 50 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOR Basah TL (kgf cm-2)
a
b
200
200
150
150
100
100
50
141
135
157
50
0 Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN
0
ISO
c
129
142
PF
ISO:PF:ISO
KOMBINASI PEREKAT
124
PF:ISO:PF
MOR Bsh TL (kgf cm-2)
200
d
150 100 50
143
147
124
0 Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 10 MOR Basah TL serat OSB, (a) : MOR Basah TL serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOR Basah TL serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOR Basah TL serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOR Basah TL serat OSB antar jenis bambu
D. Keteguhan Lentur (MOE) Kering Sejajar dan Tegak Lurus Serat MOE berhubungan dengan kekakuan papan, semakin tinggi nilai MOE maka semakin tinggi kemampuan papan terhadap perubahan bentuk. Modulus elastisitas statis merupakan ukuran kemampuan papan mempertahankam bentuk akibat beban yang diberikan sampai pada batas proporsi (Maloney 1993)
33
MOE Kering // Serat (kgf/cm2)
140000
ISO
120000
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF CSA 0437.0 (Grade 0-2)
100000 80000 60000 40000 20000 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOE Kering // serat (kgf cm-2)
a 120000
120000
100000
100000
80000
80000
60000
60000
40000
85868
40000
77860
20000 0
b
87960
98876 70638
69983
20000 Steam
0
Non Steam
PERLAKUAN PENDAHULUAN c
ISO
PF
ISO:PF:ISO
KOMBINASI PEREKAT
PF:ISO:PF
MOE Kering // Serat (kgf cm-2)
120000
d Gambar 11
100000 80000 60000 40000
84393
88509
72690
20000 0 BETUNG ANDONG TALI KELOMPOK JENIS BAMBU
MOE Kering // serat OSB, (a) MOE Kering // serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE Kering // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE Kering // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE Kering // serat OSB antar jenis bambu
Nilai modulus elastisitas (MOE) kering sejajar serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara (50503 – 116044 kgf cm-2. Nilai MOE kering sejajar lurus serat ini hampir semuanya memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang mensyaratkan bahwa nilai minimal MOE kering sejajar
34
serat sebesar 56084 kgf cm-2, kecuali pada OSB kelompok bambu tali dengan perekat PF dan PF/ISO/PF. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitriasari dan Hermiati (2008) yang menghitung nilai felting power/slenderness dari enam jenis bambu menyatakan bahwa nilai FP bambu tali (101.39) mempunyai nilai paling kecil dibandingkan nilai FP dari bambu andong (176.31) dan bambu betung (190.85). Semakin tinggi nilai FP maka semakin besar sifat lentur serat sehingga membentuk ikatan antar serat menjadi lebih baik (Tamolang dan Wangaard 1961 dalam Ramdhani 1994). Ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam yang menunjukkan bahwa pengelompokkan menghasil nilai yang signifikan terhadap MOE, dimana hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa OSB kelompok bambu tali memiliki nilai MOE yang paling rendah dibandingkan dengan nilai MOE dari kelompok bambu betung dan bambu andong. Faktor kombinasi perekat juga berpengaruh nyata terhadap MOE OSB, dan dari hasil uji lanjut duncan menunjukkan bawah MOE OSB dengan kombinasi perekat PF / ISO / PF dan PF lebih rendah dan berbeda nyata dengan MOE OSB dengan perekat ISO dan ISO/PF/ISO. Pada gambar 11b terlihat bahwa OSB yang strandnya diberi perlakuan steam memiliki nilai MOE kering sejajar serat yang lebih tinggi dibanding nilai MOE papan tanpa perlakuan steam. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7) terlihat bahwa dengan ataupun tanpa perrlakuan steam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE kering sejajar serat papan yang dihasilkan. Nilai MOE kering tegak lurus serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara (9436 – 18126 kgf cm-2. Nilai MOE kering tegak lurus serat yang diperoleh sebagian besar memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang menetapkan nilai minimal MOE kering tegak lurus serat sebesar 15295 kgf cm-2, kecuali jenis bambu tali hampir seluruhnya tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Nilai MOE OSB pada kelompok bambu betung yang disteam dengan perekat PF dan Nilai MOE yang tanpa steam dengan perekat PF/ISO/PF keduanya tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Perekat PF memiliki reaktifitas yang lebih rendah dibanding ISO. Perekat PF hanya berikatan secara mekanis dengan strand sedangkan ISO selain berikatan secara mekanis dia juga berikatan secara kimia, sehingga terjadi ikatan yang lebih kuat. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam yang memperlihatkan bahwa faktor kombinasi perekat memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOE OSB, dan dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perekat ISO dan perekat ISO/PF/ISO lebih tinggi dibanding perekat PF dan PF/ISO/PF. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perekat ISO merupakan perekat terbaik bila diaplikasikan pada papan komposit (Nuryawan 2007). Pada perlakuan penggunaan perekat ISO dan kombinasi perekat ISO/PF/ISO proporsi perekat ISO yang digunakan lebih banyak dibandingkan pada perlakuan kombinasi perekat PF/ISO/PF akibatnya nilai MOE tegak lurus seratnya lebih tinggi. Nilai MOE OSB yang terbuat dari strand yang disteam lebih tinggi dibanding nilai MOE OSB dari strand yang tidak disteam (gambar 12b). Ini menunjukkan bahwa perlakuan steam dapat meningkatkan kelenturan papan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut
35
Duncan pada lampiran 7 yang menunjukkan bahwa perlakuan steam berpengaruh nyata dengan perlakuan tanpa steam terhadap nilai MOE kering tegak lurus serat.
MOE Kering TL Serat (kgf cm-2)
25000
ISO
PF
ISO:PF:ISO
CSA 0437.0 (Grade 0-2)
PF:ISO:PF
20000 15000 10000 5000 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOE Kering TL (kgf cm-2)
a 20000
20000
15000
15000
10000
10000 15011
5000
15473
13276
5000 0
0 Steam
PERLAKUAN ENDAHULUAN MOE Kering TL Serat (kgf cm-2)
b
Non Steam
ISO
PF
15038
12668
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
c
20000 15000 10000 15460
14753
5000
12217
0 BETUNG ANDONG
d
13394
TALI
KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 12 MOE Kering TL serat OSB, (a) MOE Kering TL serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE Kering TL serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE Kering TL serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE Kering TL serat OSB antar jenis bambu
36
Pada gambar 12c terlihat bahwa rata-rata MOE papan yang menggunakan perekat ISO dan perekat ISO/PF/ISO memiliki nilai lebih tinggi dibanding nilai MOE papan yang menggunakan perekat PF dan PF/ISO/PF. Hasil uji lanjut Duncan pada lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai MOE OSB yang menggunakan susunan perekat PF/ISO/PF lebih rendah dan tidak berbeda nyata dengan MOE OSB dengan perekat PF dan ISO/ PF/ISO), tetapi berbeda nyata dengan perekat ISO. Pada kelompok jenis bambu seperti yang tersaji pada gambar 12d dan hasil analisis sidik ragam serta hasil uji lanjut Duncan pada lampiran 7 .menunjukkan bahwa bambu tali memiliki nilai MOE rata-rata paling kecil dan berbeda nyata dengan bambu betung dan bambu andong. E. Modulus Elastisitas (MOE) Basah Sejajar dan Tegak Lurus Serat MOE berhubungan dengan kekakuan papan, semakin tinggi nilai MOE maka semakin tinggi kemampuan papan terhadap perubahan bentuk. Selain menguji kekakuan papan pada kondisi kering juga diadakan pengujian kekakuan papan pada kondisi basah, dimana sampel yang akan diuji diberi perlakuan perendaman selama 24 jam sehingga kadar air sampel akan meningkat akibatnya nilai MOE OSB basah lebih rendah dari nilai MOE OSB kering. Menurut Tsoimist (1991) kadar air akan mempengaruhi kekuatan papan, karena kelembaban akan menurunkan kekuatan papan. Nilai modulus elastisitas (MOE) basah sejajar serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian yang berkisar antara (33536 – 79041 kgf cm-2). Nilai MOE basah papan yang terbuat dari strand yang disteam lebih tinggi dibanding nilai MOE OSB dari strand yang tidak disteam (gambar 13b). Ini menunjukkan bahwa perlakuan steam dapat meningkatkan kelenturan papan yang dihasilkan. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam seperti yang tersaji pada lampiran 7 tidak menunjukkan hasil yang signifikan artinya bahwa dengan atau tanpa perlakuan steam tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap nilai MOE basah tegak lurus papan yang dihasilkan. Pada gambar 13c terlihat bahwa nilai MOE papan yang menggunakan perekat ISO/PF/ISO dan perekat ISO memiliki nilai lebih tinggi dibanding nilai MOE papan yang menggunakan perekat PF/ISO/PF dan perekat PF. Pada hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan seperti yang disajikan pada lampiran 7 terlihat bahwa antara papan yang menggunakan perkat ISO/PF/ISO dan ISO berbeda nyata terthadap nilai MOE papan yang menggunakan perekat PF/ISO/PF dan PF. Berarti perlakuan kombinasi perekat dapat meningkatkan atau menurunkan kelenturan dari papan yang dihasilkan. Demikian juga pada pengelompokkan jenis bambu berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada lampiran 20 menunjukkan nilai MOE kelompok bambu andong dan kelompok bambu betung lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kelompok bambu tali.
MOE Basah // Serat (kgf cm-2)
37 100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
ISO
Steam
Non Steam
PF
ISO:PF:ISO
Steam
BETUNG
PF:ISO:PF
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOE Basah // serat (kgf cm-2)
a
b
70000
70000
60000
60000
50000
50000
40000
40000
30000 20000
51518
30000 58837
51494
20000
10000
60294 43938
43345
10000
0 Steam Non Steam PERLAKUAN PENDAHULUAN c
0
ISO
PF
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
MOE Basah // Serat (kgf cm-2)
80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000
53593
59090 42127
10000 0
Betung Andong Tali KELOMPOK JENIS BAMBU d Gambar 13 MOE basah // serat OSB, (a) MOE basah // serat OSB dari 2 perlakuan pendahuluan,dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE basah // serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE basah // serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE basah // serat OSB antar jenis bambu
Nilai modulus elastisitas (MOE) basah tegak lurus serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 6550 – 1,2839 kgf cm-2. Nilai MOE basah papan yang terbuat dari strand yang disteam lebih tinggi dibanding nilai
38
MOE OSB dari strand yang tidak disteam (gambar14b). Ini menunjukkan bahwa perlakuan steam dapat meningkatkan kelenturan papan yang dihasilkan. Tetapi berdasarkan hasil analisis sidik ragam seperti yang tersaji pada lampiran 7 tidak menunjukkan hasil yang signifikan artinya bahwa dengan atau tanpa perlakuan steam tidak akan berpengaruh secara nyata terhadap nilai MOE basah tegak lurus papan yang dihasilkan. MOE Basah TL Serat (kgf cm-2)
16000
ISO
14000
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
Steam
ANDONG
Non Steam
TALI
MOE Basah TL Serat (kgf cm-2)
a 14000
12000
12000
10000
10000
8000
8000
6000 4000
6000
10462
9633
4000
0
10574
9259
10800
9557
2000
2000
0 Steam
Non Steam
PERLAKUAN PENDAHULUAN MOE Basah TL Serat (kgf cm-2)
b
14000
d
ISO
PF
ISO:PF:ISO PF:ISO:PF
KOMBINASI PEREKAT
c
14000 12000 10000 8000 6000
10910
4000
10803
8430
2000 0
Betung
Andong
Tali
KELOMPOK JENIS BAMBU
Gambar 14 MOE basah TL serat OSB, (a) MOE basah TL serat OSB dari 2 perlakuanpendahuluan, dari 4 kombinasi perekat, dan dari 3 Jenis Bambu, (b) : MOE basah TL serat OSB antar perlakuan pendahuluan, (c) : MOE basah TL serat OSB antar kombinasi perekat, (d) : MOE basah TL serat OSB antar jenis bambu
39
Pada gambar 14c terlihat bahwa nilai MOE papan yang menggunakan perekat ISO/PF/ISO dan perekat ISO memiliki nilai lebih tinggi dibanding nilai MOE papan yang menggunakan perekat PF/ISO/PF dan perekat PF. Tetapi berdasarkan hasil analisi sidik ragam seperti yang disajikan pada lampiran 20 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi perekat tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kelenturan papan yang dihasilkan. Pada gambar 14d terlihat bahwa nilai MOE papan yang menggunakan jenis bambu betung dan bambu andong lebih tinggi dibanding jenis bambu tali, hal ini sesuai dengan hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan (lampiran 20) yang menunjukkan bahwa kelompok jenis bambu betung dan kelompok jenis bambu andong berbeda nyata dengan kelompok jenis bambu tali. Berarti pengelompokkan jenis bambu mempengaruhi nilai MOE papan yang dihasilkan. F. Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) Kering Sejajar dan Tegak Lurus Serat Nilai modulus elastisitas dinamis (MOEd) kering sejajar serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian berkisar antara 79989 – 150163 kgf cm-2. Nilai MOEd kering sejajar serat tertinggi pada OSB kelompok bambu tali, perlakuan pendahuluan steam dengan perekat ISO sedangkan nilai MOEd kering sejajar serat terendah diperoleh dari OSB kelompok bambu tali, tanpa perlakuan steam dengan kombinasi perekat PF/ISO/PF. Nilai MOEd yang diperoleh dari hasil pengujian Non destruktif merupakan pendugaan sifat-sifat papan tanpa merusak contoh uji.
MOEd Kering //Serat (kgf cm-2)
180000 160000
ISO
PF
ISO:OF:ISO
PF:ISO:PF
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 Steam Non Steam BETUNG
Steam Non Steam ANDONG
Gambar 15 Nilai MOEd kering sejajar serat
Steam TALI
Non Steam
40
MOEd Kering TL Serat (kgf cm-2)
70000
ISO
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Steam
Non Steam BETUNG
Steam
Non Steam
ANDONG
Steam
Non Steam
TALI
Gambar 16 Nilai MOEd kering tegak lurus serat Nilai modulus elastisitas dinamis (MOEd) kering tegak lurus serat yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan berkisar antara 31426 – 54209 kgf cm-2. Hasil pengujian MOE dengan ultrasonik didapat nilai kecepatan gelombang suara (SWV) yang dipakai untuk menghitung MOEd OSB. Nilai SWV berbanding lurus dengan nilai MOEd dimana semakin besar nilai SWV maka akan semakin besar pula nilai MOEd. Hasil analisis pengujian MOEd dibandingkan dengan hasil analisis pengujian MOEs dan MOR sejajar dan tegaklurus serat, menunjukan nilai MOEd yang jauh lebih tinggi dari MOEs dan nilai MOR karena MOEd hanya merupakan nilai pendugaan. Nilai MOEd pada pengujian nilai sejajar serat lebih tinggi dari nilai pengujian tegak lurus serat. Hasil penelitian Karlinasari et al. (2006) mengatakan bahwa perbedaan kecepatan gelombang ultrasonik berkaitan dengan orientasi sel penyusun kayu, gelombang dapat merambat dengan cepat pada arah longitudinal dimana seluruh sel utamanya tersusun searah sumbu memanjang sementara pada arah radial sel tersusun memotong sumbu memanjang akibatnya gelombang merambat lebih lambat. Hubungani antara Kecepatan Rambat Gelombang Suara (SWV) dan Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) dengan Modulus Elastisitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR) Hubungan sifat mekanis pengujian non destruktif (SWV dan MOEd) dengan sifat mekanis pengujian destruktif pada arah sejajar dan tegak lurus serat penting untuk dianalisis untuk melihat sedekat apa hubungan antara kedua metode pengujian ini, yang nantinya dapat digunakan untuk menduga nilai kekakuan lentur statis (MOEs) dan nilai kekuatan lentur statis (MOR) Analisis yang digunakan untuk pendugaan ini adalah analisis regresi linear sederhana. Kelinearan hubungan ini ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2), dimana semakin tinggi nilai R2 nya maka semakin erat atau semakin linear hubungan kedua variabel yang dinalisis, sehingga dapat digunakan untuk menduga variabel tak bebasnya (Matjik dan Sumertajaya 2006). Nilai R2 adalah
41
sampai 1. Korelasi sifat mekanis pengujian nondestrukif dan sifat mekanis pengujian destruktif tersaji pada tabel 1dan tabel 2. Tabel 2 Rangkuman hubungan Kecepatan Gelombang Suara (SWV) dengan Modulus Elastitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR) Hubungan x dan y
R2
n
Model regresi
r
SWV dan MOEs //
24
y = 2.767x + 71247
0.002
0.046
Signifikansi model ( α = 5%) 0.829
SWV dan MOEs TL
24
y = 4.31x + 4425.6
0.073
0,271
0.201
SWV dan MOR //
24
y = 0.011x + 583,14
0.001
0.028
0.896
SWV dan MOR TL
24
y = 0.0073x + 164,03
0.002
0.042
0.844
Tabel 3 Rangkuman hubungan Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) dengan Modulus Elastisitas Statis (MOEs) dan Modulus Patah (MOR) Hubungan x dan y
n
Model regresi
R2
r
MOEd dan MOEs //
24
y = 0.0874x +71040
0.008
0,0897
Signifikansi model ( α = 5%) 0,6768
MOEd dan MOEs TL
24
y = 0.1254x + 8723.3
0.0886
0.2976
0.1578
MOEd dan MOR //
24
y = 0,0013x + 468.6
0.039
0,198
0,354
MOEd dan MOR TL
24
y = 0.0002x + 172.35
0.002
0.039
0.853
Korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada variabel yang satu diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau berlawanan arah. Nilai R2 yang ditunjukkan pada tabel diatas hanya berkisar antara 0.001 – 0.101 yang artinya kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varibel terikatnya adalah sebesar 0.001 – 0.089 %. Berarti terdapat 99.999 % - 99.911 % varians variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Hasil analisis regresi linear sederhana pada tabel 1 dan 2 menunjukkan hubungan yang tidak kuat antara SWV dengan MOEs sejajar dan tegak lurus serat, MOR sejajar dan tegak lurus serat, dimana nilai R2 sangat kecil sehingga dapat dikatakan bahwa nilai SWV tidak dapat menduga nilai MOEs dan Nilai MOR. Demikian pula halnya dengan hubungan antara MOEd dengan MOES dan MOR sejajar dan tegak lurus serat, terlihat nilai R square sangat kecil sehingga hubungan inipun tidak kuat dan dianggap MOEd tidak dapat menduga nilai MOEs dan MOR sejajar dan tegak lurus serat. Hasil pengujian non destruktif dari penelitian yang dillakukan oleh Han et al. (2006) pada partikelboard, plywood dan wood solid menunjukan kedekatan hubungan antara kecepatan rambat gelombang suara dengan MOEs dan MOR dimana nilai R 2 sebesar 0.88 dan 0.83. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan ikhsan (2011) pada papan partikel yang terbuat dari kayu sengon untuk partikel halus, sedang dan wol masing- mempunyai nilai R2 sebesar 0.99, 0.98
42
dan 0.83. Ketidak linearan hubungan pada penelitian ini diduga karena struktur anatomi bambu tidak sama dengan struktur anatomi kayu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Apriani dan Sinaga (2012) yang menggunakan produk OSB dari bambu menguji hubungan SWV dan MOEd dengan MOEs dan MOR bahwa nilai R2 sangat kecil yaitu sekitar 0.019 – 0.462 sehingga hubungan ini tidak kuat dan dianggap tidak mampu menduga nilai MOEs dan MOR.
Kekuatan Retensi Kekuatan retensi (Strength Retention) merupakan besaran yang dihasilkan dari perbandingan nilai antara pengujian basah dan pengujian kering pada bending test (MOR dan MOE) (Massijaya 1997). Besaran Strength Retention (SR) dapat digunakan untuk menilai suatu produk apakah dapat digunakan utuk keperluan ekterior atau tidak. Hasil pengujian kekuatan retensi MOR dan MOE sejajar dan tegak lurus serat dapat dilihat pada gambar berikut :
Retenso MOR // serat (%)
120
ISO
100
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
Steam
Non Steam
Steam
80 60 40 20 0 Steam
Non Steam BETUNG
ANDONG
Non Steam
TALI
Gambar 17 Nilai retensi MOR sejajar serat
Retensi MOR TL serat (%)
120
ISO
100
PF
ISO:PF:ISO
PF:ISO:PF
80 60 40 20 0 Steam
Non Steam BETUNG
Steam
Non Steam
ANDONG
Gambar 18 Nilai retensi MOR tegak lurus serat
Steam TALI
Non Steam
43 90
ISO
PF
IS:PF:ISO
PF:ISO:PF
Retensi MOE // serat (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Steam
Non Steam
Steam
BETUNG
Non Steam
ANDONG
Steam
Non Steam
TALI
Retensi MOE TL (%)
Gambar 19 Nilai retensi MOE sejajar serat 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
ISO
Steam
Non Steam BETUNG
PF
ISO:PF:ISO
Steam
Non Steam
ANDONG
PF:ISO:PF
Steam
Non Steam
TALI
Gambar 20 Nilai retensi MOE tegak lurusr serat Dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2) tidak menetapkan syarat batas minimun retensi kekuatan OSB, tetapi dengan melihat besarnya persentase kekuatan retensi dari masing-masing OSB yang dihasilkan yaitu berkisar antara 46 % – 98 % maka dapat diartikan bahwa semua produk OSB yang dibuat dapat digunakan untuk keperluan eksterior.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Melalui kajian sifat-sifat OSB dari tiga kelompok jenis bambu (betung, andong dan tali), dua perlakuan pendahulan (steam dan non steam), dan empat kombinasi perekat B 1 (issosianat), B 2 (PF), B 3 (ISO/PF/ISO) dan B 4 (PF/ISO/PF) disimpulkan : 1. Sifat fisis dan sifat mekanis OSB yang dibuat dari strand bambu betung dan bambu andong cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding OSB yang dibuat dari strand bambu tali. 2. Sifat fisis (KA dan DSA) dan sifat mekanis OSB (IB, MOR dan MOE sejajar maupun tegak lurus serat pada kondisi kering maupun kondisi basah) yang diberi perlakuan steam pada strandnya cenderung memiliki nilai lebih tinggi dibanding OSB yang tidak disteam. 3. Sifat fisis dan sifat mekanis OSB yang diberi perlakuan pendahuluan steam maupun yang tidak disteam sangat dipengaruhi oleh perekat yang digunakan. OSB yang direkat dengan perekat ISO dan kombinasi perekat ISO/PF/ISO menghasilkan OSB dengan nilai yang tinggi dibanding dengan OSB yang direkat dengan kombinasi perekat PF/ISO/PF dan perekat PF. 4. Hasil pengujian analisis regresi sederhana, nilai SWV dan MOEd tidak dapat digunakan untuk menduga nilai modulus elastisitas statis (MOEs), modulus patah (MOR). 5. Semua parameter yang diuji untuk sifat fisis OSB, dan hampir semua parameter untuk sifat mekanis memenuhi standar yang ditetapkan dalam CSA 0437.0 (Grade 0-2), kecuali MOE kering sejajar serat dari strand bambu tali dengan perekat PF, kombinasi perekat PF/SO/PF ; MOE kering Tegak lurus serat dari strand bambu betung dan andong dengan perekat PF kombinasi perekat PF/ISO/PF ; hampir semua pada OSB dari strand bambu tali kecuali yang menggunakan perekat ISO. Saran Perlu pengujian emisi dan analisis biaya pada OSB yang dihasilkan dan perlu upaya pengawetan karena keawetan bambu relatif rendah.
45 DAFTAR PUSTAKA American Society Institute. 2005. ASTMD-198. Standard Test Methodes of Static Tests of Lumber in Structural Sizes. In Annual Book of ASTM Standard United State : Philadelpia [APA] American Plywood Association, 2000. Oriented Strand Board Product Guide. The Enginereed Wood Association. Washington Apriani MT. 2012, Sifat Fisik Mekanis Oriented Strand Board (OSB) Tiga Jenis Bambu yang Diberi Perlakuan Steam Pada Berbagai Kadar Perekat. [Skipsi]. Bogor. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Berlian Nur VA. Dan Rahayu E. 1995. Jenis dan Prospek bisnis Bambu. Penebar Swadaya Jakarta. Bowyer JL, JG Haygreen. 2003. Forest Product and Wood Science. IOWA: The Iowa State University Press. Dransfield S, EA Widjaja. 1995. Plant Resources of South-East Asia No.7: Bamboos. Yayasan PROSEA. Bogor. Fatriasari W, Hermiati E. .2008. Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis-Mekanis Pada Enam Jenis Bambu Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 1(2):67-72 F. Febrianto, Sahroni, W. Hidayat. E.S. Bakar, G.-J. Kwon, J.-H. Kwon. S.I.Hong, N.-H.Kim. 2012. Properties of Oriented strand board made from Betung bamboo (Dendrucalamus asper (Schultes.f) Backer ex Heyne). Wood Sci Technol (2012) 46:53-62 Han, G.,Q.Wu, dan X. Wang. 2006. Stress-Wave velocity of wood-based panels: effect of moisture, product and material direction. Forest Product Journal Vol 56 (1): 28 – 33. Haris A. 2008. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Bahan Konstruksi Menggunakan ISO 22157-1 : 2004. [Skripsi]. Bogor. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Haryadi J. 2011. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Terhadap Sifat Fisis Mekanis Oriented Strand Board Kayu Gmalina (Gmalina arborea roxb) pada Berbagai Jenis danKadarPerekat. [Skripsi]. Bogor. Departemen Hasil hutan Fakultas kehutanan IPB. Bogor. Hunt M G, Garrat A G. 1986. Pengawetan Kayu. Muhamad Jusuf, penerjemah; Jakarta : Akademi Pressindo. Ikhsan, MF. 2011. Pendugaan Sifat Mekanis Lentur Papan Partikel dari Beberapa Kayu Cepat Tumbuh Pengujian Secara Non Destruktif dengan Metode
46 Stress Wave Velocity. [Skripsi].Bogor: Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor Iswanto, A.H. 2008. Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board [Tesis].Bogor: Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor Iswanto, A.H, F. Febrianto, I. Wahyudi, W.J. Hwang, S.H. Lee, J.H Kwon, S.M. Kwon, N.H. Kim and T. Kondo. 2010. Effect of pre-treatment technique on physical, mechanical and durability properties of oriented strand board made from Sentang wood (Melia excelsa Jack). J.Fac.Agr., Kyushu Univ., 55 (2): 371-377 [JSA] Japanese Standard Association. 2003. Japanenese Industrial Standard : Particleboards – JIS A 5908-2003 Karlinasari L., Surjokusumo S., Nugroho N., Hadi YS. 2006. Pengujian non destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu tanaman Indonesia. Jurnal Teknologi Hasil hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Vol.19, No. 15 – 22. Karlinasari L. 2010. Pemilahan Kayu : Pengujian Non Destruktif. Bahan kuliah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Kawai S, Umemura K, Sasaki H, Matsuo K. 1998 . Effects of the formulation of isocyanate resin on the properties of particleboard. Proceedings of the Fourth Pacific Rim Bio-based Composites Symposium ; Bogor, 2-5 November. Kelly MW. 1977. Critical Literature Review of Relationship Between Processing Parameters And Physical, Properties of Particleboard. General Technical Report Fpl-10. Forest product Laboratory. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Proyek Sumber Daya Ekonomi. Bogor Liese, W. 1987. Anatomy and properties of bamboo. In: Rao, AN, G. Dhanarajan, C,B, Sary, ed. Recent research on bamboo. Proceeding of international bamboo workshop, Hangzholu, People‘s Republic of China, Oct 4-14, 1985. Academy of Forestry, People’s Republic of China & International Development Research Centre, Canada. P. 196-208. Maloney TM. 1993. Modern Particleboard & Dry-Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman Inc. San Fransisco Marra AA. 1992. Technologi of wood bonding : Principles in Practise. Van Nostrand Reinhold. New York.
47 Mattjik AA, Sumertajaya I.M. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press Nuryatin N. 2000. Studi Analisa Sifat – Sifat Dasar Bambu Pada Beberapa Tujuan Penggunaan. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Nuryawan A. 2007. Sifat Fisik dan Mekanis Oriented Strand Board Dari Kayu Akasia, Eukaliptus dan Gmelina Berdiameter. Tesis Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Nuryawan A, MY Massijaya. 2006. Mengenal Oriented strand Board (OSB). Kerjasama Fakultas Pertanian USU Medan dan Fakultas kehutanan IPB bogor. Pizzi A. 1983. Wood Adhesive, Chemistry and Technology. National Timber Research Institute Council for Science and Industrial Research. Pretoria South Africa. Ramadhani MA. 1994. Biopulping Pemanfaatan Fungi White Rot sebagai Rekayasa Proses Alternatif Industri Pulp dengan Bahan Baku Kayu Sengon. [Skripsi] Bogor. Fateta IPB Rowell, R, S., Lange, J. McSweeny, and M. Davis, 2002. Modification of wood fiber using steam. Proceeding of 6th Rim Bio-Based Composites Symposium. Oregon, USA. Ruhendi S., Koroh DN., Syamani FA.,Yanti H., nurhaida, Saad S., Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Fakultas Kehutan Institut Pertanian Bogor Ruhendi S. 2011. Perekat dan Teknik Dasar Perekatan komposit. [materi kuliah] Sinaga PS. 2012. Analisis Kekuatan Berdasarkan Pengujian Destruktif Kekakuan Lentur Berdasarkan Pengujian Non Destruktif OSB (Oriented Strand Board). [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Structure Board Association. 2005. OSB in Wood Frame Construction. USA. Teco. 2005. Resin Used In The Production of Oriented Strand Board. Tech tips No. 14. USA. Subyakto, Sudijono. 1994. Penelitian Sifat-Sifat Fisik Dan Mekanis Bambu Betung. Prosiding Seminar Ilmiah P3PT-LIPI 1994. Sutigno P. 2000. Perekat dan Perekatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil hutan Tambunan B. 2000. Oriented Strand Board. Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB.
48 Tsoumist G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, properties. Utilization). New York:Van Nostrand Reinhold. Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. di dalam : Wood Handbook ; Wood as an Engineering Material. USA : Forest Products Society. Chapter 9, hal 1-14. Widjaja, E. A. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI dan Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense Widjaja, E. A. 2004. Jenis-Jenis Bambu Endemik dan Konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV Widjaja, E A, Utami N W, Saefuddin. 2004. Panduan membudidayakan Bambu. Bogor : Puslitbang Biologi LIPI. Young, H. D., Roger A.F. 2003. Fisika Universitas (Edisi kesepuluh jilid (Edisi kesepuluh jilid 2). Erlangga. Jakarta. Youngquist JA. 1999. Wood- Based Composites and Panel Product. Di dalam : wood handbook Wood as an Engineering Material. Madison, WI : USDA Forest Service FPL Geberal Technical Report FPL-GTR-113
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1 Data pengukuran dimensi strand, aspect ratio dan slenderness ratio Bambu betung No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Panjang (mm) 69.33 69.67 70.33 70.67 69.12 69.76 70.09 69.73 69.89 69.63 69.28 70.45 69.61 68.97 70.44 69.18 69.88 69.38 69.91 70.48 69.08 69.62 69.30 69.77 69.67 69.98 69.92 69.47 70.70 69.21 70.66 70.34 69.97 69.88 70.66 70.22 69.92 69.90
Lebar (mm) 21.00 21.58 19.41 21.35 22.76 21.50 20.58 20.90 20.83 21.96 21.78 20.17 21.20 18.90 22.66 22.59 21.26 19.95 20.00 21.00 20.30 19.89 18.84 20.81 22.49 21.33 20.79 20.68 21.07 22.54 20.19 20.10 20.37 20.90 20.14 19.95 19.90 20.17
Tebal (mm) 0.74 0.76 0.96 0.60 0.53 0.59 0.77 0.68 0.83 0.75 0.89 1.02 0.72 0.68 0.80 0.85 0.68 0.63 0.62 0.74 0.65 0.72 0.56 0.70 0.59 0.91 0.94 0.76 0.87 0.80 0.94 0.56 0.72 0.65 0.63 0.77 0.76 0.60
AR 3.301 3.228 3.623 3.310 3.037 3.245 3.406 3.336 3.355 3.171 3.181 3.493 3.283 3.649 3.109 3.062 3.287 3.478 3.496 3.356 3.403 3.500 3.678 3.353 3.098 3.281 3.363 3.359 3.355 3.071 3.500 3.500 3.435 3.344 3.508 3.520 3.514 3.466
SR 93.689 91.671 73.260 117.783 130.415 118.237 91.026 102.544 84.205 92.840 77.843 69.069 96.681 101.426 88.050 81.388 102.765 110.127 112.758 95.243 106.277 96.694 123.750 99.671 118.085 76.901 74.383 91.408 81.264 86.513 75.170 125.607 97.181 107.508 112.159 91.195 92.000 116.500
51 No. 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Rata2 STDEV
Panjang (mm) 70.13 70.19 70.00 69.73 69.80 70.10 69.09 69.72 69.79 70.80 70.81 69.99 69.884 0.484
Lebar (mm) 21.17 19.87 21.09 18.91 21.32 20.72 21.32 20.37 20.01 22.16 21.16 20.17 20.802 0.958
Tebal (mm) 0.59 0.83 0.53 0.69 0.72 0.80 0.74 0.76 0.62 0.74 0.65 0.70 0.727 0.116
AR 3.313 3.532 3.319 3.687 3.274 3.383 3.241 3.423 3.488 3.195 3.346 3.470 3.366 0.157
SR 118.864 84.566 132.075 101.058 96.944 87.625 93.365 91.737 112.565 95.676 108.938 99.986 98.534 15.463
52
Lampiran 1 (lanjutan) Bambu andong No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Panjang (mm) 69.13 68.01 69.47 69.56 68.77 68.55 69.65 70.78 70.01 70.70 69.41 70.50 69.92 70.09 70.56 68.82 69.93 70.57 70.00 69.53 69.57 70.16 70.71 68.83 70.06 71.33 70.15 71.20 70.49 70.74 69.85 70.90 71.19 70.76 70.35 70.77 70.19
Lebar (mm) 22.13 21.40 20.23 22.13 18.93 22.36 19.09 20.26 20.30 20.03 20.20 20.63 20.73 21.98 21.75 20.15 22.12 19.68 21.51 23.35 23.83 20.20 23.06 19.65 24.54 20.90 25.90 23.21 21.36 20.23 22.61 22.60 22.00 21.51 22.56 22.70 21.54
Tebal (mm) 0.62 0.68 0.88 0.96 0.60 0.61 0.91 0.90 0.59 0.77 0.91 0.84 0.62 0.60 0.68 0.60 0.65 0.68 0.94 0.66 0.72 0.75 0.90 0.83 0.95 0.80 0.62 0.77 0.63 0.90 1.00 0.93 0.68 0.60 0.67 0.79 0.62
AR 3.124 3.178 3.434 3.143 3.633 3.066 3.649 3.494 3.449 3.530 3.436 3.417 3.373 3.189 3.244 3.415 3.161 3.586 3.254 2.978 2.919 3.473 3.066 3.503 2.855 3.413 2.708 3.068 3.300 3.497 3.089 3.137 3.236 3.290 3.118 3.118 3.259
SR 111.500 100.015 78.943 72.458 114.617 112.377 76.538 78.644 118.661 91.818 76.275 83.929 112.774 116.817 103.765 114.700 107.585 103.779 74.468 105.348 96.625 93.547 78.567 82.928 73.747 89.163 113.145 92.468 111.889 78.600 69.850 76.237 104.691 117.933 105.000 89.582 113.210
53 No. 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Rata2 STDEV
Panjang (mm) 70.67 70.50 71.02 69.95 71.10 70.29 70.30 71.09 70.50 70.13 70.69 70.40 71.00 70.177 0.745
Lebar (mm) 21.82 19.90 19.98 20.00 23.65 21.33 18.59 22.63 21.29 20.40 19.97 18.55 22.31 21.356 1.554
Tebal (mm) 0.78 0.87 0.98 1.00 0.68 0.70 0.82 1.03 0.68 0.68 0.71 0.93 0.70 0.768 0.134
AR 3.239 3.543 3.555 3.498 3.006 3.295 3.782 3.141 3.311 3.438 3.540 3.795 3.182 3.303 0.234
SR 90.603 81.034 72.469 69.950 104.559 100.414 85.732 69.019 103.676 103.132 99.563 75.699 101.429 93.989 15.675
54
Lampiran 1 (lanjutan) Bambu Tali No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Panjang (mm) 70.48 68.89 71.55 70.15 68.92 69.21 69.39 70.53 69.19 69.64 69.77 69.29 69.79 70.37 71.53 71.42 71.09 72.12 68.33 70.77 68.41 69.27 69.30 70.66 70.69 70.20 68.98 70.03 70.00 69.77 69.85 69.80 71.10 70.16 70.07 68.98 71.01 69.99
Lebar (mm) 22.97 20.61 20.64 20.00 19.14 21.35 23.81 22.13 20.72 19.32 19.89 23.45 18.71 20.52 21.69 20.41 19.71 19.64 20.59 20.58 19.55 21.33 20.34 19.15 20.89 19.75 22.54 19.04 20.01 21.00 19.73 19.70 23.00 21.16 19.77 19.90 19.69 20.30
Tebal (mm) 0.85 0.75 0.74 0.78 0.75 0.65 0.90 0.66 0.68 0.67 0.69 0.57 0.63 0.74 0.67 0.79 0.62 0.83 0.68 0.56 0.71 1.06 0.55 0.62 0.81 0.69 0.83 0.95 0.75 0.75 0.62 0.81 0.75 0.81 0.70 0.62 0.65 0.90
AR 3.068 3.343 3.467 3.508 3.601 3.242 2.914 3.187 3.339 3.605 3.508 2.955 3.730 3.429 3.298 3.499 3.607 3.672 3.319 3.439 3.499 3.248 3.407 3.690 3.384 3.554 3.060 3.678 3.498 3.322 3.540 3.543 3.091 3.316 3.544 3.466 3.606 3.448
SR 82.918 91.853 96.689 89.936 91.893 106.477 77.100 106.864 101.750 103.940 101.116 121.561 110.778 95.095 106.761 90.405 114.661 86.892 100.485 126.375 96.352 65.349 126.000 113.968 87.272 101.739 83.108 73.716 93.333 93.027 112.661 86.173 94.800 86.617 100.100 111.258 109.246 77.767
55 No. 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Rata2 STDEV
Panjang (mm) 69.70 69.35 68.81 68.93 72.00 71.01 70.09 70.72 69.72 69.89 69.57 69.77 70.005 0.894
Lebar (mm) 21.30 20.10 19.30 19.70 20.10 21.31 19.97 19.90 19.80 21.19 23.03 23.00 20.629 1.251
Tebal (mm) 0.90 0.64 0.79 0.88 0.88 0.89 0.90 0.90 0.65 0.65 0.57 0.60 0.741 0.117
AR 3.272 3.450 3.565 3.499 3.582 3.332 3.510 3.554 3.521 3.298 3.021 3.033 3.405 0.201
SR 77.444 108.359 87.101 78.330 81.818 79.787 77.878 78.578 107.262 107.523 122.053 116.283 96.769 14.860
56
Lampiran 2 Pengukuran kadar resin padat Perhitungan kadar resin padat perekat menggunakan rumus : RSC =
𝐵𝐾𝑂 𝐵𝐴
x 100%
Keterangan : RSC : Resin Solid Content = kadar resin padat (%) BKO : Berat kering oven (g) BA : Berat awal contoh uji (g) Hasil pengukuran kadar resin padat Perekat PF
ISO
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
BA 2.00 2.01 1.99 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
BKO 0.85 0,85 0.85 0.85 1.973 1.973 1.980 1.975
RSC (%) 0.425 0,423 0.427 0.43 0..986 0.986 0.990 0.99
57
Lampiran 3 Contoh perhitungan komposisi bahan pembuatan OSB Ukuran cntoh uji Kadar air strand Kerapatan target Parafin Persen perekat PF Persen perekat ISO
= 30cm x 30cm x 1cm = 5% = 0.70 g/cm3 = 1% 1 bagian parafin dari 100 bagian strand = 5% 5 bagian perekat dari 100 bagian strand = 7% 7 bagian perekat dari 100 bagian strand
Kebutuhan strand : a.
untuk OSB yang menggunakan perekat ISO Kebutuhan strand =
100 106
x (30 x 30 x 1)cm x 0,70
= 594.3396 x KA = 594.3396 x (105/100) = 594.3396 x 1.05 = 624.0566 g Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 3 lapis) = {624.0566 + 5% (spilasi)}/3 = (624.0566 + 31.2028)/3 = 655.2594/3 g = 218.4198 g b.
Untuk OSB yang menggunakan perekat PF Kebutuhan strand = = = = =
100 108
x (30 x 30 x 1)cm x 0,70
583.3333 x KA 583.3333 x (105/100) 583.3333 x 1.05 612.5000 g
Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 3 lapis) = { 612.5000 + 5% (spilasi)}/3 = (612.5000 +30.625)/3 = 643.125/3 g = 214.3750 g
58
c.
Untuk OSB yang menggunakan kombinasi perekat ISO/PF/ISO Kebutuhan strand untuk face dan back =
100 106
x (30 x 30 x 0.66)cm x 0,70
= 392.2641 x KA = 392.2641 x (105/100) = 392.2641 x 1.05 = 411.8774 g Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 2 lapis) = {411.8774 + 5% (spilasi)}/2 = (411.8774 + 20.5938)/2 = 432.4712/2 g = 216.2356 g Kebutuhan strand untuk core : 100
= 108 x (30 x 30 x 0,33)cm x 0,70 =192.5 x KA = 192.5 x (105/100) = 192.5 x 1.05 = 202.125 g Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 1 lapis) = { 202.125 + 5% (spilasi)} = (202.125 +10.10625) = 643.125/3 g = 212.2313 g d.
Kebutuhan strand untuk OSB yang menggunakan kombinasi perekat PF/ISO/PF Kebutuhan strand untuk face dan back 100 = 108 x (30 x 30 x 0.66)cm x 0,70 = 385 x KA = 385 x (105/100) = 385 x 1.05 = 404.25 g Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 2 lapis) = { 404.25 + 5% (spilasi)}/2 = (404.25 +20.2125)/2 = 424.4625/2 g = 212.2313 g Kebutuhan strand untuk core =
100 106
x (30 x 30 x 0.33)cm x 0,70
= 196.132 x KA = 196.132 x (105/100) = 196.132 x 1.05 = 205.9386 g
59
Kebutuhan strand tiap lapis ( ada 1 lapis) = { 205.9386 + 5% (spilasi)} = (205.9386 +10.29693 = 216.2355 g
Kebutuhan Perekat a. Untuk OSB yang mengunakan perekat ISO 5 = 106 x kebutuhan strand 5
= 106 x 624.056 = 0.047 x 624.0566 g = 29.3307
Solid content 0.99
100
= 99 x 29.3307g = 29.6269 + 10% (spilasi) = 29.6269 + 2.96269 = 32.5896 g
b. Untuk OSB yang menggunakan perekat PF 7 = 108 x kebutuhan strand = 0.065 x 612..5000 = 39.8125 g Solid conted 0. 43
100
= 43 x 39.8125 = 92.5872 = 92.5872+ 10% (spilasi) = 92.5872g + 9.25872 = 101.8459
Kebutuhan parafin untuk perekat ISO a. Untuk OSB yang menggunakan perekat ISO = 1% x kebutuhan strand = 0.01 x 624.0566 g = 6.2406 b. Untuk OSB yang menggunakan perekat PF = 1% x kebutuhan strand = 0.01 x 612.5000g = 6.12500 g
60
Lampiran 4 Pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu Perlakuan pendahuluan
Sifat fisis dan mekanis KR
Ka
DSA
3
(g/cm )
(%)
(%)
0.769
8.1
a
29.6
Steam Non Steam
0.758
b
8.4
a
b
32.7
PT
IB 2
MOR K //
MOR K TL
MOE K //
MOE K TL
MOR B //
2
-2
2
-2
-2
(%)
kgf cm-
kgf cm-
kgf cm
kgf cm-
kgf cm
7.32
7.18
657
191
a
85868
15011
5.84
5.84
577
170
b
77860
13276
MOR B TL -2
MOE B // -2
MOE B TL -2
kgf cm
kgf cm
kgf cm
kgf cm
a
459
141
51518
10462
b
441
135
51494
9633
CSA 0437.0 (Grade 0-2) < 15 3.52 295 126 56100 15300 Huruf yang sama di setiap kolom menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar sampel berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan // : Sejajar serat TL : Tegak lurus serat K : Uji kering B : Uji basah
Lampiran 5 Pengaruh kombinasi perekat terhadap sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu Kombinasi Perekat
Sifat fisis dan mekanis KR 3
(g/cm ) ISO PF ISO/PF/ISO PF/ISO/PF
0.760 0.774 0.771 0.749
Ka
DSA
PT
IB
(%)
(%)
(%)
kgf cm
a
7.71
b
8.85
a
7.76
b
8.65
a
25.36
bc
33.16
b
30.14
c
36.77
MOR K // -2
a
5.74
10.28
6.96
b
6.79 6.82
5.15
b
6.18
b
4.44
kgf cm
700 606 631 531
-2
MOR K TL kgf cm
-2
a
207
b
175
ab
181
b
159
MOE K // kgf cm
-2
a
87960 70638
b a
98876 69983
b
MOE K TL kgf cm
MOR B //
-2
kgf cm
a
a
15473
ab
13394
a
14760 12668
b
-2
510
ab
428
a
489
b
372
MOR B TL kgf cm
-2
a
157
b
129
ab
142
b
124
MOE B // kgf cm
MOE B TL
-2
kgf cm-2
a
10574
b
9259
a
10800
b
9557
58837 43345
60294 43938
CSA 0437.0 < 15 3.52 295 126 56100 15300 (Grade 0-2) Huruf yang sama di setiap kolom menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar sampel berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan // : Sejajar serat TL : Tegak lurus serat K : Uji kering B : Uji basah
61
62
Lampiran 6 Pengaruh Jenis bambu terhadap sifat fisis dan mekanis OSB Sifat fisis dan mekanis Jenis Bambu
KR
Ka
DSA
PT
IB
(g/cm3)
(%)
(%)
(%)
kgf cm
MOR K // -2
a
30.6
4.85
ab
30.3
6.53
b
kgf cm
-2
MOR K TL kgf cm
-2
MOE K // kgf cm
-2
a
6.99
616
187
84393
ab
6.34
620
180
88509
b
kgf cm
-2
MOR B // kgf cm
-2
MOR B TL kgf cm
ab
15460a
440
143
a
14545a
494
147
b
12217b
415
15300
-
Betung
0.770
8.27
Andong
0.762
8.05
Tali
0.757
8.41
32.6
8.35
6.2
615
174
72690
-
-
-
< 15
3.52
295
12kg6
56100
CSA 0437.0 (Grade 0-2)
MOE K TL
-2
MOE B // kgf cm
-2
MOE B TL kgf cm-2
a
53593a
10910
a
a
59090a
10803
124
b
42127b
8430
-
-
-
a
Huruf yang sama di setiap kolom menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar sampel berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan // : Sejajar serat TL : Tegak lurus serat K : Uji kering B : Uji basah
63 Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kerapatan Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares .004
a
9
.000
1.552
.222
13.986
1
13.986
53783.497
.000
A
.001
1
.001
2.886
.111
B
.002
3
.001
2.784
.080
3.651E-005
3
1.217E-005
.047
.986
Blok
.001
2
.000
1.295
.305
Error
.004
14
.000
Total
13.993
24
.007
23
Corrected Model Intercept
A*B
Corrected Total
a. R Squared = .499 (Adjusted R Squared = .178)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KA Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
9
.853
14.455
.000
1627.730
1
1627.730
27591.338
.000
A
.764
1
.764
12.950
.003
B
6.148
3
2.049
34.739
.000
A*B
.144
3
.048
.812
.508
Blok
.619
2
.310
5.247
.020
Error
.826
14
.059
Total
1636.231
24
8.501
23
Corrected Model
7.675
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .840)
Dependent Variable: KA A
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
A1
8.057
.070
7.907
8.207
A2
8.414
.070
8.263
8.564
64 Lampiran 7 (lanjutan) KA Duncan B
N
Subset 1
2
B1
6
7.7117
B3
6
7.7605
B4
6
8.6203
B2
6
8.8492
Sig.
.733
.125
KA Duncan Blok
N
Subset 1
2
C2
8
8.0241
C1
8
8.2689
C3
8
Sig.
8.2689 8.4133
.063
.254
65
Lampiran 7 (lanjutan)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: DSA Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 493.622
a
9
54.847
6.615
.001
23285.975
1
23285.975
2808.555
.000
A
54.969
1
54.969
6.630
.022
B
382.012
3
127.337
15.358
.000
A*B
30.395
3
10.132
1.222
.338
Blok
26.245
2
13.122
1.583
.240
Error
116.075
14
8.291
Total
23895.672
24
609.697
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .810 (Adjusted R Squared = .687)
1. A Dependent Variable: DSA A
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
A1
29.635
.831
27.853
31.418
A2
32.662
.831
30.879
34.445
DSA Duncan B
N
Subset 1
2
3
B1
6
B3
6
30.1353
B2
6
32.8283
B4
6
Sig.
25.3569
32.8283 36.2747
1.000
.128
.057
66
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PT Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 77.232
a
9
8.581
2.417
.067
1044.274
1
1044.274
294.131
.000
A
12.444
1
12.444
3.505
.082
B
5.984
3
1.995
.562
.649
A*B
7.993
3
2.664
.750
.540
Blok
50.810
2
25.405
7.156
.007
Error
49.705
14
3.550
Total
1171.211
24
126.937
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .608 (Adjusted R Squared = .357)
PT Duncan Blok
N
Subset 1
2
C1
8
4.8477
C2
8
6.5313
C3
8
Sig.
6.5313 8.4100
.096
.066
67
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: IB Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
143.461
a
9
15.940
6.725
.001
Intercept
1017.548
1
1017.548
429.306
.000
A
10.714
1
10.714
4.520
.052
B
122.677
3
40.892
17.253
.000
A*B
7.208
3
2.403
1.014
.416
Blok
2.862
2
1.431
.604
.560
Error
33.183
14
2.370
Total
1194.191
24
176.644
23
Corrected Total
a. R Squared = .812 (Adjusted R Squared = .691)
IB Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
4.4374
B2
6
5.1481
B3
6
6.1831
B1
6
Sig.
10.2768 .082
1.000
68
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOR.K.SJJR Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
141382.511
a
9
15709.168
1.402
.275
Intercept
9132354.165
1
9132354.165
814.991
.000
A
39025.806
1
39025.806
3.483
.083
B
87478.366
3
29159.455
2.602
.093
A*B
14782.582
3
4927.527
.440
.728
Blok
95.756
2
47.878
.004
.996
Error
156876.534
14
11205.467
Total
9430613.210
24
298259.045
23
Corrected Total
a. R Squared = .474 (Adjusted R Squared = .136)
69
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOR.K.TL Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
12182.472
a
9
1353.608
2.723
.045
Intercept
782554.182
1
782554.182
1574.512
.000
A
2581.188
1
2581.188
5.193
.039
B
7414.719
3
2471.573
4.973
.015
A*B
1524.581
3
508.194
1.022
.412
Blok
661.983
2
330.991
.666
.529
Error
6958.192
14
497.014
Total
801694.845
24
19140.663
23
Corrected Total
a. R Squared = .636 (Adjusted R Squared = .403)
Dependent Variable: MOR.K.TL A
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
A1
190.943
6.436
177.140
204.746
A2
170.202
6.436
156.399
184.005
MOR.K.TL Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
158.5073
B2
6
175.0254
B3
6
181.3993
B1
6
Sig.
181.3993 207.3579
.113
.063
70
Lampiran 7 (lanjutan)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOE.K.SJJR Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares a
Corrected Model
5211364195.721
Intercept
9
160841499755.665
579040466.191
4.323
.007
1 160841499755.665
1200.763
.000
A
384804653.087
1
384804653.087
2.873
.112
B
3562653488.016
3
1187551162.672
8.866
.002
A*B
186072939.892
3
62024313.297
.463
.713
Blok
1077833114.727
2
538916557.363
4.023
.042
Error
1875291207.486
14
133949371.963
Total
167928155158.872
24
7086655403.208
23
Corrected Total
a. R Squared = .735 (Adjusted R Squared = .565)
MOE.K.SJJR Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
69982.5230
B2
6
70637.6775
B1
6
87959.9522
B3
6
98876.2055
Sig.
.923
.125
MOE.K.SJJR Duncan Blok
N
Subset 1
2
C3
8
72689.5116
C1
8
84393.4889
C2
8
Sig.
84393.4889 88509.2681
.063
.489
71
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOE.K.TL Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
108721108.789
a
9
12080123.199
4.226
.008
Intercept
4800862936.472
1
4800862936.472
1679.364
.000
A
18076106.880
1
18076106.880
6.323
.025
B
31838719.419
3
10612906.473
3.712
.037
A*B
12252469.354
3
4084156.451
1.429
.276
Blok
46553813.136
2
23276906.568
8.142
.005
Error
40022350.267
14
2858739.305
Total
4949606395.528
24
148743459.055
23
Corrected Total
a. R Squared = .731 (Adjusted R Squared = .558)
Dependent Variable: MOE.K.TL A
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
A1
15011.261
488.086
13964.420
16058.102
A2
13275.552
488.086
12228.711
14322.394
MOE.K.TL Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
12668.1679
B2
6
13394.2277
B3
6
15037.8584
B1
6
15473.3732
Sig.
13394.2277
.469
.062
MOE.K.TL Duncan Blok
N
Subset 1
2
C3
8
C2
8
14753.4308
C1
8
15460.2815
Sig.
12216.5081
1.000
.417
72 Lampiran 7 (lanjutan)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOR.B.SJJR Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
101700.349
a
9
11300.039
2.194
.091
Intercept
4851993.969
1
4851993.969
941.929
.000
A
1924.724
1
1924.724
.374
.551
B
69545.563
3
23181.854
4.500
.021
A*B
4185.397
3
1395.132
.271
.845
Blok
26044.665
2
13022.332
2.528
.116
Error
72115.727
14
5151.123
Total
5025810.044
24
173816.075
23
Corrected Total
a. R Squared = .585 (Adjusted R Squared = .318)
MOR.B.SJJR Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
372.0110
B2
6
428.3077
B3
6
488.6777
B1
6
509.5204
Sig.
.196
428.3077
.083
73
Lampiran 7 (lampiran) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOR.B.TL Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 7804.792
a
9
867.199
2.815
.040
457746.249
1
457746.249
1485.793
.000
A
198.857
1
198.857
.645
.435
B
3950.050
3
1316.683
4.274
.024
A*B
1120.198
3
373.399
1.212
.342
Blok
2535.688
2
1267.844
4.115
.039
Error
4313.149
14
308.082
Total
469864.190
24
12117.941
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .644 (Adjusted R Squared = .415)
MOR.B.TL Duncan B
N
Subset 1
2
B4
6
124.1936
B2
6
128.9485
B3
6
142.0550
B1
6
142.0550 157.2196
Sig.
.116
.157
MOR.B.TL Duncan Blok
N
Subset 1
2
C3
8
C1
8
143.1956
C2
8
147.3499
Sig.
123.7670
1.000
.643
74 Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOE.B.SJJR Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model
2694895939.007
a
9
299432882.112
4.832
.004
Intercept
63669426798.583
1
63669426798.583
1027.409
.000
A
3349.419
1
3349.419
.000
.994
B
1489035458.257
3
496345152.752
8.009
.002
41833350.243
3
13944450.081
.225
.877
Blok
1164023781.088
2
582011890.544
9.392
.003
Error
867591734.747
14
61970838.196
Total
67231914472.337
24
3562487673.754
23
A*B
Corrected Total
a. R Squared = .756 (Adjusted R Squared = .600)
MOE.B.SJJR Duncan B
N
Subset 1
2
B2
6
43345.0218
B4
6
43937.6758
B1
6
58836.8612
B3
6
59905.4021
Sig.
.898
.818
MOE.B.SJJR Duncan Blok
N
Subset 1
2
C3
8
C1
8
53593.3266
C2
8
58798.4357
Sig.
42126.9584
1.000
.207
75
Lampiran 7 (lanjutan) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: MOE.B.TL Source
Type III Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares 48105175.171
a
9
5345019.463
4.012
.010
2419470202.386
1
2419470202.386
1816.028
.000
A
4262554.016
1
4262554.016
3.199
.095
B
10056276.328
3
3352092.109
2.516
.101
A*B
2637213.834
3
879071.278
.660
.590
Blok
31149130.994
2
15574565.497
11.690
.001
Error
18652017.824
14
1332286.987
Total
2486227395.381
24
66757192.995
23
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .721 (Adjusted R Squared = .541)
MOE.B.TL Duncan Blok
N
Subset 1
2
C3
8
C2
8
10802.8774
C1
8
10888.4632
Sig.
8430.1024
1.000
.884
76 Lampiran 8 Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 10 Agustus 1969 sebagai anak ketiga dari Bapak Daud Lobang dan Ibu Dorkas Pindan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UNHAS, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2010 penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen Dikti. Karya ilmiah berjudul Sifat-Sifat Oriented Strand Board dari Strands Bambu dengan Perlakuan Steam pada Berbagai Kombinasi Perekat, sedang diajukan untuk diterbitkan pada jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Negeri Kupang pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan sejak tahun 2005 sampai sekarang.