6
TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board Oriented Strand Board (OSB) adalah sebuah panil yang terdiri atas tiga lapisan, seperti halnya pada kayu lapis dibuat dengan flake (strand) yang tipis atau wafer kayu dalam suatu plat kempa bersuhu tinggi, dengan resin Phenol Formaldehyde sebagai bahan perekat utama dan di kempa panas (ATTC 1994). OSB merupakan perkembangan dari waferboard, yaitu suatu produk panil yang pertama kali dibuat di Amerika Utara pada tahun 1954. Dibandingkan dengan kayu lapis, waferboard, mempunyai banyak keunggulan, diantaranya dapat menggunakan bahan baku dari jenis yang kurang dikenal, sifat kekuatannya tinggi sehingga sangat cocok digunakan sebagai substitusi terhadap kayu lapis dalam beberapa aplikasi (Walter 1993). Di Amerika penggunaan OSB ini sangat populer dan dirancang secara khusus serta sudah dimanfaatkan untuk pelapis dinding, dinding, lantai, pelapis lantai, dan penutup atap (Gambar 1). Sejak pemakaian log di industri kayu lapis semakin menurun, OSB menjadi populer sebagai pengganti kayu lapis. Vadja (1978a) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa OSB sangat cocok digunakan sebagai substitusi terhadap kayu lapis eksterior. Prospek pengembangan OSB di Amerika pada masa datang sangat positif, karena hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti menyusutnya persediaan log yang bermutu bagus, tingginya biaya produksi industri kayu lapis dan mudahnya penyusupan ke pasar papan partikel (Asian Timber 1995). Selain itu Asian Timber (1995) menyatakan bahwa OSB dapat dibuat dari jenis kayu yang berkualitas rendah dan panilnya menghasilkan sifat kuat pegang sekrup dan paku yang tinggi serta ikatan internal yang baik. Sedangkan nilai modulus patah dan modulus elastisitas hampir sebanding dengan chipboard.
7
sumber : http://www.raftertales.com
sumber http://www.ameripanel.com
sumber : http://www.osbguide.com Gambar 1 Penggunaan OSB untuk bahan bangunan
8
OSB merupakan papan partikel yang mempunyai kekuatan tinggi dan dibuat dari partikel yang berbentuk strand. Strand itu sendiri memiliki dimensi panjang paling sedikit tiga atau empat kali lebih besar dibanding dengan lebarnya. Perbandingan ini mendukung pelurusan strand-strand dalam rangka pembentukan lapik (Koch 1985). Berdasarkan arah seratnya, OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan tidak sejajar. OSB dengan arah tidak sejajar dapat berupa OSB lapisan luar sejajar sedangkan lapisan tengah acak, atau lapisan luar tegak lurus dengan lapisan tengah. Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB terdiri dari papan satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau lebih. OSB memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam penggunaannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan sama sebagai bahan bangunan (Blomquist et al. 1983; Blinn et al. 1986). Arah partikel kayu dalam membentuk lembaran papan partikel dapat tersebar acak atau diatur arahnya menurut panjang partikel. Papan partikel yang susunan partikelnya diarahkan menurut panjang partikel disebut papan partikel terarah. Pengaturan arah partikel dimaksudkan untuk memperbaiki sifat modulus patah dan modulus elastisitas panel (Maloney 1993). Pengaturan arah partikel dapat dilakukan dengan menggunakan metode mekanis atau metode elektris dimana partikel kecil dan besar dapat diarahkan sama baiknya, mampu mengarahkan partikel dari berbagai tipe dan ukuran, bahkan serat. Partikel yang digunakan dalam pembuatan papan terarah harus memiliki nisbah kelangsingan dan nisbah aspek (aspect ratio) yang cukup besar. Nisbah aspek adalah perbandingan antara panjang partikel dengan lebarnya dan sebaiknya lebih besar dari tiga agar diperoleh arah yang cukup baik (Maloney 1993). Hasil penelitian Nishimura et al. (2004) bahwa strand dengan luasan lebih besar akan memiliki nisbah aspek lebih rendah dibandingkan strand dengan luasan yang kecil namun perlu diperhatikan agar mendapatkan kekuatan yang optimal aspek rasio strand-strand yang digunakan untuk bahan baku OSB minimal bernilai 3. Menurut Walter (1993), dimensi ketebalan dari OSB yang diproduksi tergantung penggunaan akhir dari OSB itu sendiri. Ketebalan OSB berkisar 1,6 mm-6,0 mm untuk lapisan inti kayu lapis dan 6,0 mm-19,0 mm untuk panil
9
struktural. Di Amerika Serikat dan Kanada ukuran ketebalan yang paling banyak digunakan adalah 3/8 inci (9,5 mm), 7/16 inci (11,1 mm) dan 5/8 inci (15,8 mm). Untuk produk tertentu ketebalannya bisa lebih dari 40 mm bahkan ada yang mencapai 40 mm – 150 mm. Sifat kekakuan (MOE) OSB pada arah longitudinal sebesar 4,72 GPa dan arah transversal sebesar 2,14 GPa. Bahan baku OSB lebih baik dari jenis kayu cepat tumbuh dengan BJ berkisar 0,35-0,65 dan diameter log sekitar 35-50 cm. Sedangkan ukuran panjangnya bervariasi dari 2,65 m sampai 8,0 m (Dingguo dan Yukun 1990). Pada umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB, kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35 – 0,65 lebih disukai dan disarankan (Tambunan 2000). Dalam pembuatan OSB, penggunaan perekat sangatlah penting. Tipe dan jumlah resin perekat yang dipakai akan berpengaruh terhadap kualitas OSB yang diproduksi. Sejumlah OSB yang dipersiapkan untuk penggunaan eksterior memakai perekat tahan air seperti Phenol Formaldehide (PF), Isocyanate (MDI), dan Melamin Urea Formaldehide (MUF). Perekat yang umum digunakan dalam produksi OSB yaitu resin phenol formaldehyde (PF) dan perekat Metane DiIsocyanat (MDI) (SBA 2005). Perekat PF dalam pembentukan OSB, yang dapat membentuk ikatan yang kuat, keawetan dan kemampuan tahan terhadap air. Dalam pencampuran PF dengan strand, strand harus dikeringkan dahulu sampai kadar air mencapai 6 % (Caesar 1997). Menurut Bowyer et al. (2003) kebanyakan tipe papan partikel yang menggunakan resin dalam bentuk cair, maka partikel tersebut dikeringkan sampai kadar air 2-5 % karena kira-kira 4-6 % kadar air akan ditambahkan kembali dengan dicampurkannya resin, sehingga kandungan air akhir mendekati 10 %. Menurut Walter (1993) penggunaan OSB kebanyakan untuk keperluan eksterior, untuk itu diperlukan perekat yang tahan terhadap air diantranya : Phenol formaldehide dalam bentuk powder atau cair, isocyanate dan MUF. Untuk memperoleh nilai kekuatan rekat yang baik serta kadar air sesuai dengan standar ANSI, perekat PF powder diberikan sebanyak 2,5-3% dari berat kering oven strand, sedangkan PF cair 4-5% dan MUF sebesar 9-11 %.
10
Teknik Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Secara umum tahapan-tahapan pembuatan OSB sama dengan pembuatan papan partikel secara umum, hanya terdapat proses pengorientasian arah saat pembuatan lembaran. Secara umum pembuatan OSB meliputi : pembuatan strand, pengeringan strand dalam kilang pengering, pemilahan strand pada drum secreening machine atau disk sreening instrument, pencampuran strand dengan perekat phenol Formaldehide untuk panil OSB struktural, pembentukan lapik, pengempaan dengan kempa panas, pengerjaan akhir (finishing), dan pengepakan dan pengiriman (Gambar 2). Secara umum tahapan pembuatan OSB adalah sebagai berikut : Pembuatan Strand Menurut Walter (1993) pembuatan strand dimulai dengan pembuangan kulit kayu (debarking). Untuk pembuatan strand dari log berukuran pendek, alat yang digunakan flaker tipe U (U type flaker), flaker tipe PZU (PZU Type Flaker of Pallman) dan disk flaker. Dalam pembuatan perlu diperhatikan geometri khususnya rasio panjang terhadap tebal strand (Koch 1985). Natus dalam Misran (2004) ukuran strand untuk pembuatan OSB bisa mengikuti panjang 60-150 mm, lebar 25-35 mm dengan tebal 0,5–0,8 mm. Untuk menghasilkan OSB dengan kekuatan lentur (bending) dan kekakuan yang lebih besar, maka strand yang dibuat harus memiliki perbandingan panjang dan lebar strand (aspect ratio) paling sedikit tiga (Youngquist 1999). Pengeringan Strand Strand yang telah dibuat disimpan dalam alat pengering, yaitu baik berupa alat pengering konvensional ”Triple-pass Dryer”,” Single-pass Dryer”, keduanya dibuat dari drum yang dipanaskan yang dilengkapi dengan interior “flight” atau “wring” Partikel secara singkat tertahan pada sayap-sayap ini, dan melalui perputaran drum-drum tersebut, partikel-partikel tersebut secara gradual dipindahkan keluar. Three-pass dryer (pengeringan tiga pintu) dibuat dari tiga buah drum, baik pada temperatur maupun kesepatan udara dibedakan pada ketiga kompatemen ini secara berurutan, drum interior yang berada disisi dalam tidak memiliki gerigi (Tsoumis 1991). Avramidis et al. dalam Misran (2004)
11
menyarankan untuk pembuatan OSB yang menggunakan perekat phenol formaldehyde kadar air strandnya adalah antara 3-5% . Pemilahan Strand Untuk keperluan peruntukan strand lapisan muka dan lapisan tengah, strand-strand setelah dikeringkan perlu dipilah dengan menggunakan drum screening machine atau disc sreening instrument. Strand yang baik dipindahkan ke dalam drybin, dan strand yang baik inilah yang digunakan untuk pembuatan OSB (Dinggou dan Yukun 1990). Pencampuran Perekat (Resin Blending) Strand-strand dicampur dengan perekat PF cair sebanyak 6-7% dari berat kering oven strand dalam drum pencampur perekat (Dingguo dan Yukun 1990). Strand yang telah kering dimasukkan ke dalam drum pencampur perekat yang berputar, lalu perekat cair yang telah disiapkan disemprotkan kedalam drum yang sedang berputar melalui lubang yang ada dalam drum tersebut dengan menggunakan alat sprayer (Walter 1993). Pencampuran perekat terhadap strand-strand lapisan muka dan lapisan tengah (core) dilakukan dalam rotary blender yang berbeda. Untuk meningkatkan daya tahan panil terhadap penyerapan uap air atau air, maka selama proses pencampuran perekat terhadap strand-strand, dilakukan juga penyemprotan emulsi zat lilin sebanyak 1,0–1,5 % dari berat kering tanur strand (Koch 1985). Penambahan zat lilin sebanyak 0,75-1,0% untuk mengurangi sifat higroskopisitas sehingga meningkatkan stabilitas dimensional kayu (Tsoumis 1991) Pembentukan Lapik (Mats) Orientasi letak strand lapik diatur oleh mesin khusus yang disebut orienter machine, yang dapat bekerja secara mekanis maupun elektrostatis. Orientasi mekanis dapat dilakukan dengan menjatuhkan partikel-partikel yang panjang, ramping diantara plat-plat tipis sejajar atau dengan membawanya ke dalam kantong-kantong sempit untuk kemudian dijatuhkan pada plat. Pada mesin pengatur elektrostatis strand-strand dijatuhkan diantara plat-plat bermuatan listrik, dan strand-strand karena polar mengatur dirinya dengan medan listrik.
12
Dengan masing-masing tipe peralatan tersebut pengaturan letak strand memang belum sempurna, tetapi papan yang dihasilkan dengan cara ini jauh lebih kuat daripada papan yang berorientasi acak (Bowyer et al. 2003). Pengorientasian arah strand bisa dilakukan secara manual dengan alat sederhana seperti yang dilakukan Nishimura et al. (2004) dan Nuryawan (2007) dengan alat former divice skala laboratorium. Pengempaan Lapik yang terbentuk dimasukkan ke dalam ruang atau celah diantara dua plat kempa yang panas, lalu dikempa dengan tekanan sebesar 30-40 kg/cm2, suhu kempa 180°C- 200°C, selama 5- 7 menit. Sistem kempa yang digunakan biasanya berupa plat datar bercelah banyak (16 Opening Presses) (Diggou dan Yukun 1990). Avramidis et al. dalam Misran (2004) variasi temperatur dan waktu kempa untuk OSB dengan perekat phenol formaldehyde , temperatur 171-210 ºC dengan waktu 5-11 menit. Nuryawan (2007) menggunakan temperatur 160 ºC dengan tekanan kempa 25 kgf/cm² selama 15 menit untuk perekat phenol formaldehyde dan OSB hybrid dengan perekat phenol formldehyde untuk bagian permukaan dan bagian intinya menggunakan isocyanat. Pengerjaan Akhir (Finishing) Lembaran-lembaran panil OSB setelah dikeluarkan dari kempa panas, segera dihaluskan/diamplas untuk menghilangkan strand-strand yang tidak terikat secara utuh pada lembaran panil, selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan diberi label tanda mutu, ditumpuk rapat (solid-piled) selama 12-48 jam (Tambunan 2000). Penumpukan rapat dalam kondisi panil masih panas dimaksudkan agar perekat mengeras sempurna selama ± 14 hari (Walter 1993). Pengepakan dan Pengiriman Lembaran-lembaran panil yang sudah diberi label kemudian di berkas (bundled) dan selanjutnya bagian-bagian pingir-pinggirnya disemprot dengan zat tertentu yaitu ”a low-permeability coating that retards moisture absorption” untuk mencegah agar panil tidak menyerap uap air (Tambunan 2000). OSB yang telah disertifikasi siap dikemas dan dipasarkan (SBA 2006)
13
Gambar 2 Proses pembuatan OSB Sumber : http://www.osbguide.com Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas OSB Kualitas OSB dapat ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah bahan baku (jenis kayu), ukuran, orientasi strand, kerapatan panil, kadar perekat dan kondisi pengempaan. Ukuran dan orientasi strand berpengaruh terhadap kualitas OSB terutama terhadap nilai modulus patah dan modulus elastisitas sejajar dan tegak lurus panjang panil. Selain jenis kayu dan orientasi strand, kadar resin dan kerapatan panil juga sangat perlu diperhatikan, semakin besar kadar resin dan kerapatan panil, maka semakin besar pula nilai MOE dan MOR yang dihasilkan (Koch 1985). Selain itu Kelly (1977) menyatakan bahwa semakin meningkat kerapatan panil, maka nilai ikatan internalnya juga akan semakin bertambah.
14
Sifat Fisis dan Mekanis OSB Kerapatan Besar kecilnya kerapatan panil dipengaruhi oleh besarnya kerapatan kayu dan kandungan perekat serta bahan aditif yang digunakan (Kelly 1977). Kerapatan kayu yang rendah lebih mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan kontak strands yang lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan panil yang kekuatannya tinggi. Untuk menghasilkan kontak/ikatan yang sempurna antar strand diperlukan pengempaan sampai tercapai compaction ratio sebesar 1,2-1,6 (Bowyer et al. 2003). Kadar Air Papan Kayu bersifat higroskopis yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat dan melepaskan air atau uap air dalam kayu sampai mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara sekitarnya. Jumlah dan distribusi air yang terdapat pada lembaran panil pada saat dibentuk secara signifikan berpengaruh terhadap sifat panil yang dikempa. Selain itu juga berpengaruh terhadap nilai MOE dan MOR dari panil yang dihasilkan (Koch 1985). Pengembangan Tebal, Linier dan Penyerapan Air Pengembangan tebal panil terjadi bila kadar airnya meningkat. Kayu yang kering akan mengembang dan lapik yang telah dikempa cenderung kembali ke kondisi awalnya bila dibasahkan. Pengembangan tebal terjadi bila RH lebih besar dari
70%.
Pengembangan
tebal
dapat
diminimumkan
dengan
cara
menyeragamkan pemampatan dan kerapatan panil (Koch 1985). Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture (MOE dan MOR) Panil OSB untuk tujuan struktural harus tahan beban tanpa terjadi defleksi. Sifat kekakuan suatu panil merupakan ukuran kemampuan panil untuk menahan bentuk dan lenturan yang terjadi akibat adanya
pembebanan sampai batas
proporsi. Tegangan pada batas proporsi adalah tegangan maksimum untuk menerima sejumlah beban tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Sifat inilah yang dinyatakan dalam bentuk modulus elasticity. Sedangkan tegangan patah
15
adalah tegangan yang terjadi pada saat benda menerima beban maksimum. Sifat ini dinyatakan dalam modulus patah, yang merupakan ukuran kekuatan dan sifat kritis dari bahan yang diuji (Wangaard 1950 dalam Mardikanto 1979). MOE dan MOR panil diperngaruhi oleh beberapa variabel diantaranya adalah kerapatan dan jenis kayu, orientasi strand, kualitas strand, dimensi strand, resin content, kadar air lapik, prosedur kempa dan kerapatan panil (Koch 1985). Menurut Price (1974) dalam Koch (1985) mempelajari tentang sifat-sifat flakeboard yang dibuat dari jenis campuran (sweetgum, hickory dan southern red oak) dijelaskan bahwa flake dengan tebal 0,04 cm menghasilkan MOE maksimum dan ikatan internal maksimum dicapai pada ketebalan flake sebesar 0,06 cm. Nilai MOE dan MOR semakin tinggi dengan semakin tingginya resin content perekat yang digunakan. Keteguhan Rekat Internal Keteguhan rekat internal adalah keteguhan tarik tegak lurus terhadap permukaan panil yang menunjukkan ukuran kohesif antara ikatan strand dengan strand dan diuji pada kadar air kesetimbangan panil pada suhu 22°C dan RH 50%. Orientasi strand mempunyai pengaruh yang besar pada MOE dan MOR tetapi pada ikatan internal pengaruhnya
kecil.
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi nilai ikatan internal menurut Koch (1985) adalah kerapatan dan jenis kayu, dimensi strand, kualitas strand dan kadar air strand sebelum dicampur perekat. Jenis kayu dengan kerapatan rendah lebih mudah dipadatkan bila dikempa, kontak strand menjadi lebih baik dan menghasilkan panil dengan ikatan internal yang tinggi pada kerapatan panil yang diinginkan. Price (1978) dalam Koch (1985) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai MOE dan MOR, juga mempengaruhi nilai ikatan internal. Selain itu Lei dan Wilson (1980) dalam Koch (1985) menyimpulkan bahwa ikatan internal dapat ditingkatkan dengan menghilangkan atau mengurangi daerah yang lebih sedikit atau bahkan tidak terdapat perekat ikatan internal akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan panil.
16
Perekat Phenol Formaldehyde (PF) Phenol formaldehyde merupakan hasil kondensasi formaldehyde dengan monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol formaldehyde ini
dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat
thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastik.
Perbedaan kedua ini
disebabkan oleh perbandingan molar fenol dan formaldehyde, serta katalis atau kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dan Hadi 1997). Resol terbentuk bila formaldehyde terdapat dalam jumlah yang berlebih dibanding phenol yaitu 1,8–2,2 dengan alkali kuat sebagai katalisnya, seperti natrium hidroksida. Sedangkan novolak terbentuk bila phenol terdapat dalam jumlah yang berlebih dibanding formaldehyde yaitu 1 (0,8–1) dengan asam kuat sebagai katalisnya, seperti para-toluena, asam sulfonik, asam oksalat dan asam sulfat. Resol ini merupakan tahap A (A stage) dalam proses kimianya, dimana bila resol ini dipanaskan maka akan terbentuk resitol (tahap B). Pada tahap ini perekat menjadi mengembang dan sifatnya seperti karet, serta proses percabangan molekul dan ikatan jaringan jalannya terus berkembang. Dengan panas yang berkesinambungan maka sampailah pada tahap C atau resite, dimana tahap ini perekat tidak larut dan tidak dapat ditambahkan perekat tahap lainnya. Kelebihan phenol formaldehyde yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, fungi, rayap dan mikro-organisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan phenol formaldehyde yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat urea formaldehyde atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan mudah patah. Menurut Kim et al. (1994), sekarang ini resin PF digunakan sebagai perekat dalam pembuatan OSB, untuk lapisan tengah perekat PF mengandung resin solid 40-50%, dengan viskositas perekat 150-250 Mpa, sedangkan untuk lapisan permukaan mengandung resin solid sebesar 55% atau lebih, dengan viskositas yang sama menunjukkan bahwa berat molekulnya lebih rendah.
17
Menurut Pizzi (1994) suhu kempa perekat fenol formaldehyde dalam pembuatan papan partikel adalah 180 – 230 °C dan tekanan kempa 25 – 35 kg/cm2. Sedangkan Sutigno (1989) menyatakan bahwa suhu kempa perekat phenol formaldehyde dalam pembuatan kayu lapis berkisar 130-140 °C dan perekat ini termasuk tipe eksterior yang tahan terhadap pengaruh cuaca. Di Cina, resin PF digunakan jika produk yang dihasilkan berguna sebagai penahan beban dengan kadar resin sekitar 6-7 % atas dasar berat strand kering tanur (Dingguo dan Yukun 1990). Jenis Kayu Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) Kayu afrika dengan nama botani (Maesopsis eminii Engl), termasuk dalam famili Rhamnaceae, dikenal dengan nama kayu Manii. Kayu afrika merupakan spesies asli dari Afrika tengah, yang kemudian disebarkan antara lain ke Fiji, Indonesia dan Malaysia. Menurut Wahyudi et al. (1990) secara umum kayu afrika memiliki ciriciri: a. Bagian gubal berwarna putih, sedangkan teras kuning gelap sampai kecoklatan. Tekstur kayu sedang-kasar; berserat lurus-berpadu teras pahit dan berbau masam. b. Sel pembuluh berbentuk bulat sampai oval, sebagian soliter tapi ada yang bergabung radial 2-4 sel dan sedikit mengandung tilosis. c. Sel-sel jari-jarinya 2 macam, sebagian ada yang lebar dan sebagian ada yang sempit (namun kurang menyolok). d. Tipe sel parenkima adalah parenkima paratrakeal aliform sampai aliform bersambung (concluent). e. Tidak dijumpai saluran damar. f. Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut (56,70%) dengan ukuran panjang (1,1-1,7) mm; tebal dinding (3,1-3,5) υm; dengan diameter serabut (26-35) µm. g. Berat jenis (BJ) kering udara berkisar 0,34-0,46 dengan rata-rata 0,43.
18
h. Rata-rata susut volume total kondisi basah ke kondisi kering tanur 4,01% dan rata-rata 1,57%. i. Rata-rata kandungan zat ekstraktif larut dalam air dingin 1,60%, kadar ekstraktif larut air panas 2,75% dan rata-rata kadar abu 0,94%. Rata-rata kadar selulosa 47, 19 % dan rata-rata kandungan ligninnya 20,45%. j. Termasuk kelas kuat III-IV. Kayu afrika merupakan jenis cepat tumbuh, dengan pertambahan tinggi 23 meter setiap tahun pada usia muda. Penyebaran kayu afrika di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, kebun-kebun percobaan Lembaga Penelitian Hasil Hutan, menjadi tanaman pengisi pada kelas hutan rimba yang dikelola Perum Perhutani dan sebagai tanaman pengayaan pada hutan rakyat. Akasia (Acacia mangium Willd) Menurut Mandang dan Pandit (1997) Acacia mangium termasuk ke dalam famili Leguminosae. Nama lain kasia, kihia (Sunda), akasia (berlaku umum). Warna kayu akasia dengan kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu. Batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Mempunyai corak polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial, teksturnya halus sampai agak kasar dan merata, arah seratnya biasanya lurus, kadang-kadang berpadu, permukaannya agak mengkilap. Kesan raba : licin. Kekerasan : agak keras sampai keras. Pembuluh/porinya baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2–3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. Parenkimnya bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil dan mempunyai jari-jari yang sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek. Berat jenis rata-rata 0,61 (0,43–0,66), kelas awet III, kelas kuat II–III. Digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga (seperti lemari), lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat-alat pertanian, kotak
19
dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas; selain itu juga baik juga untuk kayu bakar dan arang. Malik et al. (2001) menyatakan bahwa kayu mangium merupakan tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik, maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman. Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Penggunaannya untuk kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatannya dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun turunan kayu. Selain kayunya telah diteliti juga ekstraksi kulit mangium yang banyak mengandung tanin sebagai bahan perekat. Ginoga (1997) dalam Malik et al. (2001) menyatakan bahwa kayu mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) yang memiliki batas lingkaran tahun yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1- 2 cm. Ginoga et al. (1999) dalam Malik et al. (2001) menyatakan bahwa warna kayu teras dan gubal dapat dilihat jelas, bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecoklatan, hampir mendekati kayu Jati kadang-kadang mendekati warna jati gembol. Arah serat lurus sampai berpadu. Menurut Malik et al. (2001), kayu Mangium memiliki sifat-sifat seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut:
20
Tabel 1. Sifat dasar kayu akasia (Acacia mangium willd) Sifat Dasar
Besaran dan Ukuran
Berat jenis
Basah: 0,79-0,95 (4-10 thn) Kering udara : 0,47-0,52 (4-10 thn) Kering oven : 0,38-0,42 (4-10 thn)
Kelas kuat
II-III
Modulus patah (MOR)
942,23 kg/cm2 (10 thn) 725,37 kg/cm2 (9 thn) 118,664 x 103 kg/cm2 (10 thn)
Modulus elastis (MOE)
116,693 x 102 kg/cm2 (9 thn) Panjang serat
950 μ (alam), 934,1 (tanaman)
Diameter serat
16,357 μ (alam), 16,000 (tanaman)
Tebal dinding
3,197 μ (alam), 2,300 (tanaman)
Diameter lumen
9,923 μ (alam), 11,412 (tanaman)
Sumber : Malik et al (2001) Percobaan Pendahuluan Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan berupa pembuatan OSB dari kayu Afrika dengan penyusunan arah strand lapisan inti terorientasi 45º terhadap lapisan muka (0°/45º/0°), menggunakan perekat phenol formaldehyde cair sebanyak 7% dari berat kering oven (kadar air <5%) dan parafin sebanyak 1% dari berat kering oven, pada suhu kempa 160° C selama 15 menit pada tekanan kempa 25 kg/cm2. OSB dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm dengan kerapatan 0,75 g/cm³, selanjutnya diuji sifat fisis dan mekanisnya. Hasil percobaan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlakuan yang akan dilakukan sehingga kebaikan dan kekurangannya dapat diperbaiki pada penelitian yang sesungguhnya. Hasil percobaan pendahuluan ini disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini :
21
Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis OSB hasil percobaan pendahuluan
Sifat Fisis dan Mekanis Kadar air (%) Kerapatan (gr/cm³) Pengembangan Tebal (%) Penyerapan air (%) MOE // panjang(kgf/cm2) MOR // panjang (kgf/cm2) MOE // lebar (kgf/cm2) MOR // lebar (kgf/cm2) Internal Bond (kgf/cm²)
Pra Penelitian (Kayu Afrika)
Penelitian Sutrisno, 1999 (kayu tusam)
Penelitian Sutrisno, 1999 (kayu sengon)
5,1 0,71 14,72 69,86 45318,5 447,3 7228 116 7,34
12,94 0,78 23,67 41,22 38012,63 398,40 18753,23 231,25 6,24
14,43 0,49 26,05 65,74 29174,18 290,68 19447,81 219,81 2,70
Tabel 3. Perbandingan sifat- sifat fisis dan mekanis OSB dengan beberapa standar
Sifat Fisis dan Mekanis
Standar yang dipenuhi
Kadar air (%) Kerapatan (gr/cm³) Pengembangan Tebal (%) Penyerapan air (%) MOE // panjang (kgf/cm2)
1 1,2 1,2 2 1,2,3
MOR // panjang (kgf/cm2) MOE // lebar (kgf/cm2) MOR // lebar (kgf/cm2) Internal Bond (kgf/cm²)
1,2,3 1 1,2,3
JIS A 5908-2003 (1) 5-13 0,40-0,90 25 Min 40800 Min 245 Min 13300 Min 102 Min 3,1
FAO, 1966 (2) 0,40-0,80 5-15 20-75 1000050000 100-500 2-12
British Standar 5669-1979 (3) 7-13 19387,7 Min 133,7 Min 3,2
Dari hasil percobaan pendahuluan bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sutrisno (1999) yang meneliti pengaruh nisbah tekan terhadap sifat OSB kayu sengon dan tusam dengan model arah strand inti tegak lurus dengan lapisan permukaan, nilai yang diperoleh untuk sifat mekanis, nilai MOE dan MOR sejajar arah panjang relatif lebih tinggi dan nilai MOE dan MOR sejajar arah lebar relatif lebih rendah sedangkan untuk sifat fisisnya, kadar air dan pengembangan tebal relatif sama.
relatif lebih rendah sedangkan nilai penyerapan airnya
22
Bila dibandingkan dengan beberapa standar, nilai sifat fisis dan mekanis telah memenuhi standar JIS A 5908-2003, standar FAO (1966) dan standar Britis, kecuali untuk MOE tegak lurus tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003 (min 13300 kgf/cm2). Dari hasil percobaan pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa metode percobaan pendahuluan dapat dilakukan pada penelitian yang sesungguhnya.