1
PENGEMBANGAN ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne)
SAHRIYANTI SAAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Oriented Strand Board dari Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008 Sahriyanti Saad NIM E051060321
3
ABSTRACT SAHRIYANTI SAAD. The Development of Oriented Strand Board from Betung Bamboo (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne). Under the direction of YUSRAM MASSIJAYA and YUSUF SUDO HADI. The objective of this research was to find out the quality of Oriented Strand Board (OSB) from betung bamboo (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) produced at several board constructions and resin contents. The target density of board samples was 0.75 g/cm3. Three-layer OSB were manufactured using four face-core ratio levels, namely : 40:60, 50:50, 60:40 and 70:30. The resin contents of isocyanate used were 7%, 6%, 5% and 4% based on the bamboo strand oven dry weight. OSB was made of three layer, with 30 x 30 x 0,9 cm size of board. In the making process, hot press was carried out at 150ºC and pressure 25 kgf/cm² for 5 minutes. Determination of OSB physical and mechanical properties is referred to JIS A 5908-2003 while the resistance of OSB to subterranean termite tested with Modified Wood Block Test (MWBT) standard. The research results show that physical and mechanical properties of OSB fulfill JIS A 5908-2003 standard. The OSB mechanical properties are fulfill JIS A 59082003 standard. However, dry MOE widthwise, wet MOR lengthwise, screw holding strenght failed to fulfill the standard. The highest quality OSB resulted from face-core ratio 50:50 at 6% resin content. The resistance of the produced OSB to the subterranean termite attack was better compared to those of bamboo. Key words : bamboo, OSB, isocyanate, ratio, resin content
4
RINGKASAN SAHRIYANTI SAAD. Pengembangan Oriented Strand Board dari Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne). Dibimbing oleh YUSRAM MASSIJAYA dan YUSUF SUDO HADI. Semakin berkurangnya pasokan bahan baku kayu maka diperlukan pengembangan produk-produk inovatif yang memanfaatkan jenis kayu yang kurang digunakan dan bahan berlignoselulosa lain yang dapat mensubtitusi bahan kayu seperti bambu. Oriented Strand Board merupakan komposit struktural yang didesain untuk menggantikan kayu lapis. Pada prinsipnya bagian terluar papan akan menerima beban terbesar sehingga perlu diketahui konstruksi papan yang dapat menghasilkan kekuatan optimal. Untuk menanggulangi bahaya emisi formaldehida dan semakin meningkatnya perhatian masyarakat dalam dan luar negeri terhadap masalah lingkungan, maka penggunaan perekat non formaldehida yaitu isocyanate menjadi sangat penting. Namun mengingat harga perekat isocyanate lebih mahal dibandingkan perekat lainnya, maka kadar perekat optimal yang gunakan pada penelitian ini juga perlu diteliti. Negara kita adalah surga bagi kehidupan rayap dan rayap tanah diketahui merupakan rayap perusak dengan tingkat serangan paling ganas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dari konstruksi papan dan kadar perekat terhadap kualitas OSB. Parameter kualitas OSB yang dianalisis terdiri dari sifat fisis dan mekanis, serta ketahanan terhadap rayap tanah. Penelitian ini menggunakan bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) dan perekat isocyanate sebagai bahan baku. OSB dibuat dengan empat tipe konstruksi (rasio face-core) yaitu 40:60, 50:50, 60:40, dan 70:30 dengan kadar perekat 7%, 6%, 5% dan 4%. Papan dibuat 3 lapis dimana arah strands pada lapisan face dan core saling tegak lurus. Kerapatan sasaran ditentukan sebesar 0,75 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm. Pengempaan panas menggunakan suhu 150°C dengan tekanan 25 kg/cm² selama 5 menit. OSB dibuat dengan menggunakan tiga ulangan pada setiap tipe papan. Setelah dikondisikan selama 2 minggu, OSB selanjutnya dibuat contoh uji untuk dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis berdasarkan standar JIS A 5908-2003 untuk papan partikel tipe 24-10. Data yang terkumpul untuk setiap parameter pada masing-masing jenis papan dirata-ratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu dilakukan pula analisis statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap percobaan faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum rasio face-core mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu betung kecuali pengembangan tebal 2 jam, pengembangan linier, internal bond dan kuat pegang sekrup. Kadar perekat juga mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu betung kecuali pengembangan tebal, pengembangan linier, internal bond dan MOE pada kondisi kering. Berdasarkan hasil perangkingan, penggunaan rasio face-core 50:50 dengan kadar perekat 6% menghasilkan OSB dari bambu betung dengan kualitas terbaik. OSB dari bambu yang dihasilkan semuanya memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk parameter sifat fisis. Untuk parameter
5
sifat mekanis, umumnya telah memenuhi standar kecuali OSB MOE kering sejajar lebar OSB, MOR basah sejajar panjang OSB dan kuat pegang sekrup. Rasio facecore yang lebih besar akan meningkatkan kekuatan (MOE dan MOR) pada pengujian sejajar panjang OSB sebaliknya akan menurunkan kekuatan pada pengujian sejajar lebar OSB. Ketahanan OSB dari bambu terhadap serangan rayap tanah lebih tinggi dari bambu
6
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
7
PENGEMBANGAN ORIENTED STRAND BOARD DARI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne)
SAHRIYANTI SAAD
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc
9
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Pengembangan Oriented Strand Board dari Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) Sahriyanti Saad E051060321
Disetujui Komisi Pembimbing,
Prof.Dr. Ir. Muh.Yusram Massijaya, MS Ketua
Prof.Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Iman Wahyudi, MS
Tanggal Ujian : 29 Agustus 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengembangan Oriented Strand Board dari Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne)” dapat diselesaikan berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan dan saran yang terkait dengan penelitian ini. Bapak Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc. sebagai penguji luar komisi yang juga memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini. 2. Staf di Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Kayu Solid, Laboratorim Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Keteknikan Kayu yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian, Bapak Abdullah, Ibu Esti Prihatini, Bapak Kadiman, Bapak Amin Suroso, ST, Bapak Supriatin. 3. Teman-teman Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan, dorongan dan bantuannya selama perkuliahan, penelitian dan penyelesaian tesis ini. Ibu Syahidah yang menjadi teman sekaligus Ibu selama di Bogor, Sahabatku Yuliana Susanti, Liana dan Diah Mustika serta Muh. Asgaf, S. Hut, MP atas segala dukungan dan bantuannya. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Djamal Sanusi, dan Bapak Ir. Beta Putranto, M.Sc yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan studi di IPB. 5. Dosen-dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, terima kasih atas dukungan dan dorongannya selama ini. 6. Ayahanda Amiruddin Saad, Ibunda Hj. Djahrah, Bapak Mertua H. Bohari, terima kasih setulus hati penulis ucapkan atas doa yang tiada putusnya. Saudara-saudaraku Muh. Sahriyuddin Saad dan Muh. Sahruddin Saad, kakakkakal ipar serta keluarga besar di Parepare dan Makassar atas segala doa dan kasih sayangnya. 7. Suami tercinta Muh. Ansar Bohari, S.Hut, M.Si dan anakku tersayang yang masih berada dalam kandungan dan berumur 5 bulan (Insya Allah lahir dengan selamat dan sehat), terima kasih atas doa, kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi selama 2 tahun dan melaksanakan penelitian. Keberadaan mereka adalah anugerah terindah dalam hidup penulis. Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008
Sahriyanti Saad
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Parepare pada tanggal 5 Juli 1982 dari pasangan yang berbahagia ayahanda Amiruddin Saad dan Ibunda Hj. Djahrah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar penulis selesaikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Parepare tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Parepare tahun 1997, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Parepare dan lulus tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar sejak September 2000 dan lulus pada Maret 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, penulis menjadi asisten dosen di tempat yang sama dan penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Penulis juga bergabung dengan PT. Properindo Jasatama, Yayasan Ikatan Alumni Kehutanan Universitas Hasanuddin dan CV. Intranusa EM untuk beberapa pekerjaan sebelum penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) dengan Minat Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2006. Pada 19 Agustus 2007 penulis menikah dengan Muh. Ansar Bohari, S.Hut, M.Si dan sekarang dikaruniai anak yang masih berada dalam kandungan dan berumur 5 bulan. Semoga lahir dengan selamat, sehat dan tiada kekurangan apapun, Amin. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul “Pengembangan Oriented Strand Board dari Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne)” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. sebagai anggota Komisi Pembimbing. Selama mengikuti program S2, penulis membuat buku “Analisis Perekatan Kayu” bersama tim (Prof. Dr.Ir.Surdiding Ruhendi, M.Sc., Desy Natalia Koroh, Firda Aulya S, Hikma Yanti, Nurhaida, Tito Sucipto) yang telah diterbitkan tahun 2007.
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................. DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xii xiii xiv
PENDAHULUAN .................................................................................. Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ....................................................................... Manfaat Penelitian ...................................................................... Hipotesis Penelitian .....................................................................
1 1 3 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... Oriented Strand Board ............................................................... Perekat Isocyanate ...................................................................... Bambu......................................................................................... Biodeteriorasi oleh Rayap ...........................................................
5 5 7 9 13
BAHAN DAN METODE ....................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... Alat dan Bahan ............................................................................ Metodologi Penelitian ................................................................. Analisis Data ...............................................................................
17 17 17 17 30
HASIL DAN PEMBAHASAN... ............................................................ Karakteristik Bahan Baku ............................................................ Bambu Betung ....................................................................... Perekat................................................................................... Sifat Fisis OSB ............................................................................ Kerapatan .............................................................................. Kadar Air .............................................................................. Pengembangan Tebal............................................................. Pengembangan Linier ............................................................ Daya Serap Air ...................................................................... Sifat Mekanis OSB ...................................................................... Keteguhan Tarik Tegak Lurus Permukaan (Internal Bond) .... Modulus Elastisitas (MOE) Kering Sejajar Panjang dan Lebar OSB ............................................................................ Modulus Elastisitas (MOE) Basah Sejajar Panjang dan Lebar OSB ............................................................................ Modulus Patah (MOR) Kering Sejajar Panjang dan Lebar OSB ............................................................................ Modulus Patah (MOR) Basah Sejajar Panjang dan Lebar OSB Kuat Pegang Sekrup .............................................................. Retensi kekuatan (Strength Retention) OSB ...........................
32 32 32 33 33 33 35 36 38 39 40 40 43 45 46 47 48 50
13
Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis OSB ................................ Ketahanan OSB terhadap Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren ....................................................................................
51 54
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
58
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
59
LAMPIRAN ...........................................................................................
63
14
DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat fisis OSB dari bambu ................................................................. 2 Sifat mekanis OSB dari bambu ........................................................... 3 Retensi kekuatan MOE dan MOR pada sejajar panjang dan lebar OSB........................................................................................... 4 Perangkingan sifat fisis dan mekanis OSB berdasarkan JIS A 5908-2003 .......................................................................................... 5 Hasil perhitungan ketahanan OSB dari bambu ....................................
34 41 50 53 54
15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Batang bambu betung di Kebun Raya Bogor .....................................
12
2 Rayap kasta pekerja (a); kasta prajurit (b); kasta reproduktif (c) ........
14
3 Sketsa konstruksi OSB dari bambu....................................................
18
4 Sketsa pembuatan dan strand yang dihasilkan ...................................
22
5 Pola pemotongan contoh uji OSB ......................................................
23
6 Pengujian keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) ......
26
7 Pengujian keteguhan rekat (Internal Bond)........................................
27
8 Bentuk skrup pengujian .....................................................................
28
9 Kotak dan contoh uji untuk pengujian ketahanan OSB terhadap rayap tanah di laboratorium ............................................................... 10 Bentuk-bentuk kerusakan contoh uji keteguhan rekat pada rasio face-core yang berbeda a) 40:60; b) 50:50; c) 60:40; d) 70:30. .......... 17 Contoh uji OSB yang sedang diserang rayap tanah ............................
29 42 56
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil pengukuran berat jenis dan kadar air bambu betung ................
64
2
Hasil pengujian sifat mekanis bambu betung .....................................
65
3
Hasil pengukuran nisbah kelangsingan (slenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio)................................................................
66
4
Hasil pengukuran sudut kontak pada strand bambu ...........................
68
5
Nilai solid content perekat isocyanate ...............................................
69
6
Nilai viscositas perekat isocyanate ...................................................
70
7
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut kerapatan OSB ...................
71
8
Hasil analisis sidik ragam uji lanjut kadar air ....................................
72
9
Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam .......................
73
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut pengembangan tebal 24 jam
74
11 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 2 jam ......................
75
12 Hasil analisis sidik ragam pengembangan linier 24 jam .....................
76
13 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut daya serap air 2 jam.............
77
14 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut daya serap air 24 jam...........
78
15 Hasil analisis sidik ragam internal bond ...........................................
79
16 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE kering sejajar panjang
80
17 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE kering sejajar lebar.....
81
18 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE basah sejajar panjang .
82
19 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE kering sejajar lebar.....
83
20 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR kering sejajar panjang
84
21 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR kering sejajar lebar ....
85
22 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR basah sejajar panjang .
86
23 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR basah sejajar lebar .....
87
24 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut kuat pegang sekrup..............
88
25 Hasil analisis sidik ragam kehilangan berat OSB ...............................
89
26 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut mortalitas rayap ...................
90
27 Data hasil pengujian sifat fisis OSB bambu .......................................
91
28 Data hasil pengujian sifat mekanik OSB bambu ................................
93
29 Data ketebalan OSB yang dihasilkan .................................................
95
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu cara mengatasi kekurangan bahan baku kayu adalah pengembangan produk-produk inovatif yang menggunakan jenis kayu yang belum dimanfaatkan serta bahan berlignoselulosa lain yang dapat mensubtitusi bahan kayu yang selama ini digunakan.
Produk komposit kayu sangat potensial
dikembangkan karena produk komposit kayu tidak mensyaratkan mutu bahan baku yang tinggi dan memiliki sifat unggul yaitu flexibel dalam ukuran, kerapatan papan dapat dibuat sesuai tujuan penggunaannya dan bersifat homogen dibandingkan dengan kayu solid. Menurut Youngquist (1999), bentuk-bentuk produk komposit kayu diantaranya adalah papan serat, papan partikel, wafer board, flake board, Oriented Strands Board (OSB) dan com-ply. OSB merupakan komposit struktural dan salah satu produk panel-panel kayu yang didesain untuk menggantikan kayu lapis (Nishimura et al. 2004). OSB dapat digunakan secara luas seperti untuk dinding, panel atap, sub-lantai, pelapis lantai, lantai, panel penyekat, lantai I-joint, papan dan OSB merupakan produk pilihan yang ekonomis dan ramah lingkungan (SBA 2005). Bahan berlignoselulosa lain yang memiliki potensi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif adalah bambu. Kelebihan dari penggunaan bambu adalah batangnya lurus, elastis, kuat, cepat tumbuh, ketersediaannya banyak dan penyebarannya luas, sehingga memungkinkan untuk produksi secara massal dan kontinu. Dengan demikian bambu sangat potensial digunakan sebagai bahan baku untuk produk OSB disamping itu dapat meningkatkan nilai tambah bambu. Dari beberapa jenis bambu yang tumbuh di Indonesia, bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) merupakan salah satu jenis bambu yang umum digunakan untuk bahan bangunan, jembatan dan bahan dasar perabotan serta banyak dijumpai di alam. Meskipun banyak penelitian yang memanfaatkan bambu sebagai bahan baku untuk komposit, namun sangat sedikit yang mencoba untuk membuat komposit yang berbahan strands.
Penelitian mengenai OSB bambu telah
2
dilakukan Sumardi et al. (2005) yang meneliti pengaruh kerapatan dan struktur lapisan terhadap sifat mekanis OSB dari bambu. Hasilnya menunjukkan bahwa sifat mekanis dan stabilitas dimensi struktur OSB tiga lapis yang saling tegak lurus pada tiap lapisannya lebih baik dibanding struktur yang acak dan yang arahnya seragam. Nilai MOE dan MOR meningkat dengan semakin tingginya kerapatan. Konstruksi yang umum digunakan dalam pembuatan OSB adalah 1/3:1/3:1/3 pada tiap lapisannya.
Pada prinsipnya bagian terluar papan akan
menerima beban terbesar. Dalam hal ini, pada saat digunakan untuk memikul beban-beban lentur, bagian terluar papan akan menerima beban tarik dan beban tekan maksimal sehingga untuk menghasilkan produk yang memiliki kekuatan yang optimal, maka lapisan face dan core harus dibuat dengan perbandingan tertentu. Dalam pembuatan OSB, perekat yang umumnya digunakan adalah phenol formaldehida (PF) dan isocyanate/polymeric diphenylmethane diisocyanate. PF adalah perekat yang mengandung senyawa formaldehida yang mudah lepas ke udara dan dapat mengganggu kesehatan. Untuk menanggulangi bahaya emisi formaldehida dan semakin meningkatnya perhatian masyarakat dalam dan luar negeri terhadap masalah lingkungan, maka penggunaan perekat non formaldehida yaitu isocyanate menjadi sangat penting.
Penelitian OSB dalam skala
laboratorium di Indonesia telah beberapa kali dilakukan dengan berbagai bahan baku kayu dan perekat, namun penggunaan perekat isocyanate baru dilakukan oleh Nuryawan (2007) yang merekomendasikan penggunaan perekat isocyanate sebanyak 7% untuk kayu cepat tumbuh. Mengingat harga perekat ini lebih mahal dibandingkan jenis perekat berbasis formaldehida, maka kadar perekat optimal yang digunakan pada penelitian ini juga perlu diteliti. Negara kita adalah surga bagi kehidupan rayap. Kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat sepanjang tahun merupakan lingkungan yang digemari rayap. Rayap tanah diketahui merupakan rayap perusak dengan tingkat serangan paling ganas. Oleh karena itu selain mengamati kualitas OSB dari parameter sifat
3
fisis dan mekanis, ketahanan OSB terhadap serangan rayap tanah juga perlu diketahui. Perumusan masalah Bambu dapat menjadi bahan subtitusi bagi kayu untuk dapat dibuat OSB. Dari penelitian OSB yang telah dilakukan, belum tersedia informasi mengenai kualitas OSB dari bambu dan informasi mengenai pengaruh rasio face-core papan terhadap kualitas OSB dari bambu juga belum tersedia. Selain itu informasi mengenai kadar perekat isocyanate optimum yang menghasilkan OSB dari bambu dengan kualitas yang memenuhi standar juga belum tersedia. Seperti halnya dengan kayu, bambu sangat rentan terserang organisme perusak dan daya tahan produk OSB terhadap organisme perusak masih jarang dilaporkan.
Dengan
penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut di atas. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh rasio face-core terhadap kualitas OSB dari bambu 2. Menganalisis pengaruh kadar perekat terhadap kualitas OSB dari bambu 3. Menganalisis ketahanan OSB dari bambu terhadap serangan rayap tanah Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai data dasar dalam rangka pengembangan industri OSB di Indonesia dan sebagai promosi bambu sebagai salah satu alternatif bahan baku industri pengolahan kayu. Penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi pemanfaatan bambu dan menjadi salah satu upaya pengembangan komposit ramah lingkungan. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Rasio face-core berpengaruh nyata terhadap sifat fisis mekanis OSB dari bambu.
4
2. Kadar perekat berpengaruh nyata terhadap sifat fisis mekanis OSB dari bambu. 3. OSB dari bambu lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding bambu.
TINJAUAN PUSTAKA
Oriented Strands Board (OSB) Oriented Strands Board (OSB) merupakan panel untuk penggunaan struktural terbuat dari strands kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) dan dikempa panas (Lowood 1997). Youngquist (1999) melengkapi bahwa OSB dibuat dari strands kayu yang tipis, panjang dan sempit yang diarahkan sejajar satu sama lain, direkat dengan resin waterproof dibawah panas dan tekanan. OSB merupakan panel tiga lapis, terbuat dari strandss dengan lapisan permukaan ditempatkan sejajar searah produksi panel sementara bagian intinya tegak lurus.
Konstruksi OSB mirip dengan kayu lapis, karena itu sifat-sifat
kekuatan lengkung (bending), kekakuan (MOE) dan stabilitas dimensinya juga hampir sama dengan kayu lapis (Tsoumis 1991). OSB bisa dibuat dengan arah serat sejajar dan tidak sejajar. OSB dengan arah tidak sejajar dapat berupa OSB lapisan luar sejajar sedangkan lapisan tengahnya acak, atau lapisan luar tegak lurus dengan lapisan tengah. Berdasarkan jumlah lapisannya, OSB terdiri dari satu lapis, tiga lapis atau lebih (Blomquist et al. 1983). OSB merupakan perkembangan dari waferboard yaitu suatu produk panel yang pertama kali dibuat di Amerika Utara pada tahun 1954. Dibandingkan dengan kayu lapis, waferboard mempunyai banyak keunggulan diantaranya dapat menggunakan bahan baku dari jenis yang kurang dikenal, sifat kekuatannya tinggi sehingga sangat cocok digunakan sebagai subtitusi terhadap kayu lapis dalam beberapa aplikasi (Walter 1993). Saat ini waferboard sudah dieliminasi dan digantikan oleh OSB yang termasuk golongan panel struktural bersama kayu lapis (Bowyer et al. 2003). Ukuran dimensi strands menurut Marra (1992) adalah panjang 0,5-3 inchi (1,27-7,62 cm), lebar 0,25-1 inchi (0,64-2,54), dan tebal 0,010-0,025 inchi (0,020,06 cm). Strands pada OSB itu sendiri memiliki dimensi panjang paling sedikit tiga atau empat kali lebih besar dibanding lebarnya. Perbandingan ini mendukung
6
pelurusan strands-strands dalam rangka usaha pembentukan lembaran (Koch 1985). Dua perbandingan yang harus dipertimbangkan dalam hal pengarahan partikel.
Yang pertama adalah slenderness ratio (rasio kelangsingan) yaitu
perbandingan antara panjang partikel dengan tebalnya.
Partikel dengan nilai
perbandingan yang lebih dari satu akan mempunyai dimensi panjang yang lebih besar dari tebalnya dan dengan demikian, partikel akan mudah untuk diarahkan. Nilai perbandingan yang lebih tinggi berarti partikel lebih langsing. Perbandingan yang kedua adalah aspect ratio yaitu perbandingan antara panjang partikel dengan lebarnya. Nilai perbandingannya satu berarti partikelnya persegi empat dengan demikian tidak dapat diarahkan. Aspect ratio minimal bernilai tiga agar diperoleh arah yang cukup baik (Maloney 1993). Dari hasil penelitian Nishimura et al. (2004) luasan strands yang besar dengan aspect ratio yang tinggi menghasilkan OSB dengan orientasi strands dan sifat mekanis yang optimum. Youngquist (1999) menyarankan agar menghasilkan OSB dengan kekuatan lengkung (bending) dan kekakuan yang lebih besar, maka strands kayu yang dibuat harus memiliki aspect ratio paling sedikit tiga. Pada umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB, kayu yang memiliki berat jenis 0,35-0,65 lebih disukai dan disarankan (Tambunan, 2000). Menurut Caesar (1997), OSB dapat diproduksi dengan menggunakan kayu berkerapatan rendah yang berkisar 350-700 kg/m3. Kayu yang mempunyai kerapatan kurang dari 350 kg/m3 tidak cukup hanya dimampatkan untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sedangkan kerapatan papan yang sangat tinggi dapat menyebabkan blow, karena uap pada bagian uap air bagian dalam papan yang dihasilkan selama proses pengempaan tidak dapat dilepaskan. OSB telah dikembangkan secara luas untuk bahan konstruksi perumahan dan bangunan komersial utamanya adalah untuk keperluan dinding, atap dan lantai pada bangunan rumah tinggal (Lowood 1997). OSB dapat digunakan untuk komponen rumah dari lantai yang paling dasar hingga ke bagian atasnya seperti dinding, panel atap, sub-lantai, lantai berlapis tunggal, pelapis, panel insulasi struktural, papan sisi dan lantai joint (Youngquist 1999).
7
Perekat Isocyanate Perekat tahan air seperti phenol formaldehyde (PF), isocyanate dan melamin urea formaldehyde (MUF) dapat digunakan sebagai perekat pada pembuatan OSB karena umumnya aplikasi OSB untuk bangunan dan penggunaan exterior (Caesar 1997).
Tipe dan jumlah resin perekat yang dipakai akan
berpengaruh terhadap kualitas OSB yang diproduksi.
Perekat yang umum
digunakan dalam produksi OSB adalah resin PF dan Metane diisocyanate (MDI) (SBA 2005). Perekat berbasis isocyanate memainkan peran yang relatif kecil
dari
jumlah total perekat yang digunakan di dunia, akan tetapi isocyanate serbaguna karena dapat diaplikasikan pada kempa panas maupun kempa dingin (Weaver dan Owen 1992). Perekat isocyanate telah menarik perhatian yang luas dalam pembuatan kayu komposit. Hal tersebut disebabkan oleh reaktifitas yang tinggi, kekuatan ikatan yang tinggi, daya tahan yang tinggi, serta merupakan perekat yang tidak berbasis formaldehida (Kawai et al. 1998). Polymeric methylene diphenyl diisocyanat (pMDI) dikembangkan sebagai perekat kayu dengan kekuatan yang tinggi dan tahan lama. Perekat ini sekarang digunakan secara luas dalam pembuatan produk komposit (Vick 1999). Perekat isocyanate tersebut berbasis pada reaktifitas yang tinggi dari radikal isocyanate, -N = C = O. Ikatan dengan polaritas yang kuat dari senyawa yang membawa radikal ini tidak hanya mempunyai potensi daya rekat yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang mempunyai gugus hidrogen reaktif. Jika molekul memuat 2 radikal isocyanate seperti dalam diisocyanate, kombinasi perekat akan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan kohesi melalui polimerisasi. Reaksi bifungsional isocyanate dengan bifungsional alkohol menghasilkan molekul-molekul linear, dimana molekul-molekul tri- dan tetrafungsional memungkinkan terjadinya ikatan silang. Sifat material ini dapat bervariasi dengan kisaran yang luas dari elastomer ke rigid, yang memungkinkannya untuk dibuat berbagai macam produk (Marra 1992).
8
Ikatan kayu dengan isocyanate tidak sama dengan resin PF dan UF. Kebanyakan resin kayu konvensional mengalir pada permukaan kayu yang kasar dan mengeras. Segera setelah mengeras, dia akan melekat secara mekanis dan mengeras untuk menarik permukaan kayu yang lebih luas. Ini serupa dengan velcro (bahan untuk fastening pakaian, yaitu terdiri dari 2 strip nilon, satu kasar dan satunya halus dimana akan melekat satu sama lain ketika dikempa bersamasama) dimana terjadi adhesi tetapi tidak ada interaksi kimia. Tipe adhesi demikian disebut adhesi mekanik. Pada isocyanate disamping terjadi adhesi mekanik, juga terjadi ikatan kimia. Secara kimia isocyanate bereaksi dengan hydroxyl group yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isocyanate bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk lem (glue) poliurea yang membentuk ikatan fisik dengan partikel kayu (Galbraith and Newman 1992). Gugus hydroxyl pada kayu berikatan secara kimia dengan sistem ikatan yang menghasilkan ikatan yang sangat baik. Ikatan tersebut tahan terhadap air, cairan asam, dan liquors (Maloney 1993). Massijaya (1997) menyatakan bahwa kadar perekat yang umum digunakan untuk perekat isocyanate sekitar 4%, namun demikian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada pembuatan papan partikel limbah kertas koran, kadar perekat 2% menghasilkan keteguhan lentur yang lebih besar dari perekat urea formaldehida dan phenol formaldehida dengan kadar 10%. Fenomena ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme ikatan antara PF dan UF dengan isocyanate. PF dan UF berikatan secara mekanik dengan partikel kertas koran sementara pada perekat isocyanate, disamping terjadi ikatan secara mekanis juga terjadi ikatan secara kimia. Menurut Marra (1992) keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan dengan perekat lain adalah dibutuhkan dalam jumlah sedikit saja untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, dapat menggunakan suhu yang lebih rendah, memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil dan tidak ada
9
emisi formaldehida.
Kelemahannya hanyalah harganya yang relatif mahal
dibandingkan perekat sintesis lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Brochmann et al. (2004) tentang pengaruh jenis resin dan tebal flake terhadap sifat OSB menunjukkan bahwa kombinasi perekat PF sebagai perekat face dan back serta isocyanate sebagai perekat core menghasilkan stabilitas dimensi terbaik. Hal ini terjadi karena persentase resin solid yang rendah pada PF dapat memplastisasi permukaan strands yang memperbaiki ikatan permukaan dan sedikit meningkatkan sifat hidrophobik. Penelitian Wang et al. (2005) mengenai pengaruh kombinasi MDI dan PF bubuk terhadap performa OSB menunjukkan bahwa sistem bider dengan kombinasi MDI dan MDI/PF bubuk (50:50) lebih toleran terhadap variasi kadar air dibandingkan PF bubuk saja. Penelitian yang dilakukan oleh McElart (1992) dalam Nuryawan dan Massijaya (2006) melaporkan bahwa MDI berpotensi dapat memaksimalkan sifat fisis penampilan panel OSB, mengefisienkan proses, dan menguntungkan dalam hal : 1) lebih cepat pengempaannya karena lebih cepat matang (curing) dan terikat (bonding), 2) memperbaiki penampilan fisik papan, 3) biaya produksi (energi) lebih rendah, 4) mengurangi emisi VOC (volatile organic compound) selama pengeringan dan pengempaan, dan 5) tidak mengandung formaldehida. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Nuryawan (2007) tentang sifat fisis dan mekanis OSB dari kayu Akasia, Ekaliptus,dan Gmelina berdiameter kecil menunjukkan bahwa penggunaan PF cair dan PF bubuk pada bagian face dan back serta isocyanate pada bagian core meningkatkan sifat fisis (stabilitas dimensi) OSB, namun akan menurunkan sifat mekanis (kemampuan menahan beban) jika dibandingkan dengan menggunakan PF bubuk saja atau PF cair saja. Bambu Bambu telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kebutuhan seperti perabot rumah tangga, bahan bangunan, kerajinan tangan bahkan makanan. Menurut Wijaya et al. (2004), bambu memiliki keanekaragam jenis di dunia sekitar 1250 – 1500 jenis sedangkan Indonesia memiliki sekitar 154 jenis bambu.
10
Bambu pada umumnya hidup mengelompok membentuk suatu rumpun yang rapat. Batang terdiri atas ruas-ruas berongga yang menyerupai tabung dengan diameter 2-30 cm dan panjangnya mencapai 3-15 m. Batang ini umumnya berongga dan terbagi atas internode yang dibatasi oleh buku (node) dan rongga antar buku yang dipisahkan oleh diafragma. Panjang, garis tengah, dan ketebalan dinding dari bambu tergantung dari umur bambu (Sastrapradja 1980). Menurut Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan jika digunakan sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain a) pertumbuhannya sangat cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, b) memiliki sifat mekanis yang baik, c) hanya memerlukan alat yang sederhana, d) kulit luar yang mengandung silika yang dapat melindungi bambu. Sedangkan kelemahannya antara lain a) keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan, b) Bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, c) sangat rentan terhadap resiko api, d) bentuknya silinder sehingga menyulitkan proses penyambungan. Bambu sebagai bahan baku dapat berbentuk buluh utuh, buluh belahan, bilah dan partikel. Bahan ini digunakan untuk komponen kolom, kuda-kuda, kaso, reng, rangka, jendela/pintu dan balok lamina. Semua komponen bangunan yang biasanya dari kayu dapat dibuat dari bambu. Jenis-jenis bambu yang biasa digunakan untuk bahan bangunan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.)
Backer
ex
pseudoarundunaceae),
Heyne), bambu
bambu
ater
andong/gombong,
(Gigantochloa
atter),
(Gigantochloa bambu
hitam
(Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu tali (Gigantochloa apus) (Surjokusumo 1997). Bambu betung memiliki tinggi mencapai 20-30 m (batang berbuluh tebal dan tebal dinding batang 11-36 mm) diameter batang 8-20 cm (jarak buku 10-20 cm dari bagian bawah dan 30-50 cm di bagian atas), warna batang coklat tua. Bambu ini tumbuh mulai dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dan tumbuh di semua jenis tanah tetapi paling baik di tanah berdrainase baik.
Batangnya
digunakan untuk bahan bangunan (perumahan dan jembatan), peralatan masak, bahkan juga untuk penampungan (PT. Bambu Nusantara 2003).
11
Batang bambu betung baik untuk furniture dan industry chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan bangunan atau jembatan (Dransfield dan Widjaja 1995). Menurut Surjokusumo (1994) bambu betung dan sembilang memiliki sifat fisis mekanis yang lebih baik dari pada jenis bambu lainnya sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi komponen struktural maupun sebagai bahan bangunan. Selain untuk bahan bangunan, batangnya sering dipakai untuk tempat mengambil air, saluran air di desa-desa, penampungan air aren yang disadap,dan untuk pipa penyulingan air aren menjadi saguer atau sopi. Selain itu buluhnya juga dipakai untuk membuat dinding rumah yang dianyam atau dibelah. Baik juga untuk bahan anyaman misalnya keranjang dan tempat makanan atau tempat beras (Sastrapradja 1980). Batang bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Sedangkan susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang. Sifat anatomi dari batang bambu betung yaitu panjang serat 2,78 mm, diameter 19 µm, diameter lumen 7 µm, tebal dinding seratnya 6 µm (Dransfield dan Widjaja 1995). Penelitian terhadap sifat fisis dan mekanis bambu betung yang dilakukan oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) dalam Krisdianto et al. (2005) menunjukkan bahwa bambu betung memiliki keteguhan lentur maksimum 342,47 kg/cm2, modulus elastisitas 53173 kg/cm2, keteguhan tekan sejajar serat 416,57 kg/cm2, dan berat jenis 0,68. Hasil penelitian terhadap sifat kimia bambu betung yang dilakukan oleh Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) dalam Krisdianto et al. 2005 menunjukkan bahwa bambu betung memiliki kadar selulosa 52,9%, lignin 24,8%, pentosan 18,8%, kadar abu 2,63%, silika 0,20% serta kelarutan dalam air dingin 4,5%, air panas 6,1%, alkohol benzen 0,9% dan NaOH 1% sebesar 22,23%. Bambu memiliki keawetan yang sangat rendah, mudah diserang mikroorganisme dan serangga sehingga untuk penggunaan jangka panjang orang
12
tidak memilih bambu. Tanpa pengawetan, di tempat terbuka bambu hanya dapat digunakan 1 – 3 tahun, apabila dibawah naungan/terlindung 4 – 7 tahun, dan pada kondisi ideal dapat digunakan 10 – 15 tahun, apabila dengan pengawetan dapat digunakan lebih dari 15 tahun (Liese, 1980 dalam Morisco 2005)
Gambar 1. Batang bambu betung di Kebun Raya Bogor Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Seperti ketidakawetan bahan bambu yang menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdianto et al. 2005). Biodeteriorasi oleh Rayap Rayap merupakan serangga pemakan kayu (xylophagus) atau bahan-bahan yang terutama terdiri dari sellulosa. Pada keadaan yang luar biasa rayap juga bersifat kanibal di dalam koloninya tetapi ia bukan predator. Secara umum sumber makanan rayap dikelompokkan ke dalam dua tipe yaitu : 1) sumber makanan
13
mentah (crude nutrient) dan 2) sumber makanan yang berasal dari kasta pekerja (Nandika et al. 2003). Rayap membutuhkan empat komponen esensial untuk dapat bertahan hidup dan berkembang yaitu : makanan, udara, kadar air, dan temperatur yang sesuai. Dalam konteks tersebut, kayu berfungsi sebagai sumber makanan bagi rayap. Aktifitas rayap merupakan fungsi dari temperatur dimana kondisi yang hangat lebih disukai (Becker 1993). Rayap adalah serangga sosial, yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya (Nandika et al. 2003). Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif. Kasta pekerja bertugas membangun sarang, mengumpulkan makanan dan memberi makan kasta reproduktif dan prajuritnya.
Kasta pekerja melakukan seluruh
pekerjaan dalam koloni dan yang paling bertanggung jawab dalam kerusakan terhadap struktur bangunan.
Kasta prajurit hanya mempertahankan koloni
melawan gangguan dari luar (Yusuf dan Utomo 2006). Kofoid et al. (1934) dalam Hunt and Garrat (1986) mengemukakan bahwa rayap menyerang kayu dengan tujuan ganda, yaitu untuk mendapatkan perlindungan dan menjamin kebutuhan makannya bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk hidupnya, rayap ini bergantung terutama pada selulosa, yang bersama dengan lignin membentuk dinding sel, atau zat kayu sebenarnya. Tetapi beberapa spesies rayap tidak dapat menggunakan bahan tersebut secara langsung dan remukan kayu yang dimakannya sebenarnya dicerna oleh ribuan protozoa di dalam ususnya. Lebih lanjut ditegaskan oleh Nandika et al. (2003) bahwa protozoa flagelata berperan sebagai simbion untuk menguraikan selulosa sehingga rayap mampu mencernanya. Rayap memberikan perlindungan berupa tempat yang anaerob dan makanan bagi organisme simbion.
Di pihak lain
organism simbion menyumbangkan enzim selulosa untuk pencernaan selulosa yang masuk ke dalam saluran pencernaan rayap. Rayap juga memanfaatkan hasil akhir dari metabolisme selulosa yang berupa asam asetat dan menggunakannya sebagai salah satu energi.
14
a
b
c
Gambar 2. Rayap kasta pekerja (a); kasta prajurit (b); kasta reproduktif (c) Rayap memainkan peran yang penting dalam siklus ekologi. Mereka memakan selulosa yang terkandung dalam kayu, dan membantu merombak pohon yang telah mati dalam hutan atau di areal lain sehingga menyuburkan tanah. Rayap mulai menyerang rumah ketika suatu lahan dibersihkan untuk konstruksi bangunan dan tidak terdapat sumber makanan lain yang tersedia di sekitarnya (Becker 1993). Nandika et al. (2003) menyatakan bahwa serangan rayap pada bangunan yang ada di Indonesia menimbulkan kerugian sekitar Rp. 1,67 trilyun pada tahun 1995. Jumlah tersebut meningkat berturut-turut menjadi Rp. 2,52 triliyun dan Rp. 2,80 trilyun pada tahun 1999 dan 2000. Menurut Yusuf dan Utomo (2006) dari seluruh jenis rayap yang sudah dikenal yaitu kurang lebih sekitar 2000 jenis yang terbagi dalam 7 famili, 15 sub famili dan 200 genus, tidak semuanya bertindak sebagai hama perusak. Yang merupakan perusak hanya sekitar 100 jenis, yang masuk dalam kategori jenis rayap perusak ganas ada sekitar 47 jenis yaitu 6 jenis dari famili Kalotermitidae (rayap kayu kering); dari famili Rhinotermitidae (rayap kayu basah) ada 25 jenis; 1 jenis dari famili Mastotermitidae dan 15 jenis dari famili Termitidae (rayap tanah) Komponen kayu pada bangunan yang dipasang kurang dari 15 cm di atas lantai merupakan bagian pertama yang biasanya diserang oleh rayap Coptotermes curvignathus (Rhinotermitidae). Lewat lubang kecil pada kayulah rayap ini masuk ke dalam kayu sampai bagian tengah, memanjang searah dengan serat kayu. Ada yang unik dari cara atau perilaku penyerangan rayap perusak jenis ini yaitu bagian atau lapisan luar dari kayu yang diserang tidak mereka rusak/ganggu. Sebab bagian luar kayu tersebut mereka perlukan sebagai pelindung dari predator atau pemangsa
15
maupun untuk menghindari cahaya langsung (dikenal dengan sifat kriptobiotik yakni sifat cenderung menyembunyikan diri dan tidak menyenangi cahaya secara langsung) (Yusuf dan Utomo 2006). C. curvignathus mampu menyerang suatu bangunan melalui berbagai cara yaitu, (a) melalui lubang atau retakan kecil pada pondasi, celah-celah dinding dari semen/beton, lantai ubin/keramik, tiang-tiang, pipa-pipa saluran air maupun kabel (b) lewat bagian bangunan dari kayu yang berhubungan dengan tanah (c) rayap menembus penghalang fisik seperti plat logam, plastik dan lain-lain. Jenis ini merupakan rayap perusak dengan tingkat serangan paling ganas. Tidak mengherankan mereka mampu menyerang sampai ke lantai atas suatu bangunan bertingkat. Walaupun tidak ada hubungan dengan tanah secara langsung, asal saja sarang rayap sesekali memperoleh kelembaban misalnya lewat tetesan-tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor atau saluran air dekat instalasi pendingin ruangan, rayap perusak ini akan memperluas serangannya dengan membuat sarang yang cukup lembab. Sebab, rayap perusak ini merupakan jenis rayap yang memerlukan air dan tanah (kelembaban yang cukup sebagai kebutuhan mutlak koloninya) (Yusuf dan Utomo 2006). Jenis rayap perusak lainnya adalah Cryptotermes cynocephalus (rayap kayu kering) dari famili Kalotermitidae. Cara penyerangan rayap ini berbeda dengan rayap tanah. Serangan kayu kering ini tidak mudah dideteksi sebab hidupnya terisolir di dalam kayu yang berfungsi sebagai sarangnya. Sering terlihat secara kasat mata bahwa kayu terlihat masih utuh dan mulus, namun apabila kita tekan/ketuk permukaannya maka kayu akan pecah sebab telah keropos di dalamnya (Sigit dan Hadi 2006). Rayap kayu kering umum terdapat di rumahrumah dan perabot-perabot seperti meja dan kursi. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering (Tarumingkeng 2001) Rayap kayu kering mampu menyerang melalui beberapa cara antara lain (a) kayu yang diserang lebih dulu telah terserang oleh rayap lain dan letaknya berdekatan (b) lewat laron (kasta reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak terlindungi dimana mereka akan menetap dan
16
berkembangbiak di situ guna membangun koloni baru. Walaupun mereka menyerang komponen-komponen kayu pada bangunan, namun yang unik rayap kayu kering tidak menyerang barang berlignoselulosa lainnya seperti arsip-arsip, buku, lukisan dan lain-lain (Yusuf dan Utomo 2006). Jenis rayap tanah di Indonesia berasal dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya, mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya (Tarumingkeng 2001). Perilaku Coptotermes mirip dengan Macrotermes, namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh pelembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Coptotermes pernah diamati menyerang bagian-bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang-Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak menyebabkan kerugian pada bangunan (Tarumingkeng 2001).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium Kayu Solid, pengujian OSB dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Kayu Solid dan pengujian ketahanan terhadap rayap dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah strands bambu betung, perekat isocyanate tipe H3M yang diperoleh dari PT. Polychemi Asia Pasifik dengan solid content 99,13% dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Peralatan yang digunakan terdiri dari oven, blender, spray gun, kempa b
panas, baskom, kantong plastik, aluminum foil, plat aluminium, timbangan digital dan mesin gergaji untuk pembuatan OSB dan contoh uji, serta alat uji sifat fisis yaitu micrometer, calliper dan alat uji mekanis Universal Testing Machine merek Instron. Untuk pengujian ketahanan terhadap rayap tanah digunakan botol kaca.
Metodologi Penelitian Desain Penelitian Untuk mengetahui pengaruh rasio strands antara face dan core, maka OSB dibuat dengan 4 tipe perbandingan kedua face dengan core 40 : 60, 50 : 50, 60 : 40, 70 : 30 yang didasarkan pada perbandingan berat stands dalam persen (%). Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat, maka akan digunakan variasi kadar perekat dari 4%, 5%, 6% dan 7%. Papan dibuat 3 lapis dimana arah strands pada lapisan face dan core saling tegak lurus. Kerapatan sasaran 0,75 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 0,9 cm. Sketsa papan yang akan dibuat disajikan pada gambar berikut :
18
20 %
face
60 %
core
20 %
face
25 %
face
50 %
core
25%
face
30 30 % %
face face
40 %
core
30 %
face
35 %
face
30 %
core
35 %
face
Gambar 3. Sketsa konstruksi OSB dari bambu Penelitian ini dibuat dengan menggunakan tiga ulangan pada setiap tipe papan, sehingga total OSB yang dibuat sebanyak 48 papan (4x4x3).
Karakteristik Bahan Baku Berat Jenis dan Kadar Air Bambu Perhitungan berat jenis dan kadar air bambu dilakukan dengan menimbang berat contoh uji (BKU), volumenya diukur dengan menghitung selisih volume air saat contoh uji dimasukkan ke dalam gelas ukur, sebelumnya contoh uji dicelupkan kedalam parafin. Contoh uji dibersihkan dari parafin kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103± 20C sampai beratnya konstan (BKT). Berat jenis dan kadar air bambu dihitung dengan rumus: BKT BJ = Volume kering udara
BKU-BKT KA (%) =
x 100 % BKT
19
Contoh uji untuk penentuan berat jenis dan kadar air bambu diambil dari bagian pangkal, tengah dan ujung batang bambu.
Sifat Mekanis Bambu Pengujian terhadap sifat mekanis bambu dilakukan berdasarkan standar ASTM 143-94 (2000) yang dimodifikasi. Contoh uji dengan ukuran 30 x 2 x 1 cm diambil pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Beban diberikan pada bagian tengah contoh uji dengan jarak sanggah 15 cm. Pengujian yang dilakukan adalah MOE dan MOR bambu. Setiap bagian diuji sebanyak 3 kali dan hasilnya dirataratakan.
Ukuran Partikel Partikel berbentuk strand diukur panjang, lebar dan tebalnya dengan menggunakan kaliper. Pengukuran dilakukan pada 2 bagian lebar, 2 bagian panjang dan 1 bagian tengah strand dan hasilnya dirata-ratakan. Strands yang diukur dimensinya diambil secara acak sebanyak 100 buah strand. Nisbah kelangsingan (slenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio) dihitung dengan rumus: Panjang strand Nisbah kelangsingan = Tebal strand Panjang strand Nisbah aspek = Lebar strand
Keterbasahan Bambu Pengujian keterbasahan bambu dilakukan dengan mengukur sudut kontak perekat (Sutrisno 1999) dengan meneteskan larutan perekat sebanyak satu tetes (kurang lebih 0,05 ml) ke permukaan strand dengan menggunakan pipet. Tiga detik setelah tetesan perekat tadi jatuh diatas permukaan strands dilakukan pemotretan dengan fotomikroskop. Penentuan sudut kontak perekat dilakukan sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan.
20
Kadar Resin Padat Kadar resin padat ditentukan berdasarkan standar JIS K6833:1980. Perekat ditimbang sebanyak 1,5 g ke dalam cawan abu kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 133,5-136,50C selama 58-62 menit. Contoh uji dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Penentuan kadar resin padat dilakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan dan hasilnya dirata-ratakan. Kadar resin padat dihitung dengan rumus: W2 Kadar resin padat (%) =
x 100 % W1
Keterangan : W1 = berat contoh uji sebelum dipanaskan di dalam oven, g W2 = berat contoh uji setelah dipanaskan di dalam oven, g
Viskositas Perekat Viskositas perekat ditentukan dengan menggunakan viscotester merk Brookfield model LV 4. Contoh perekat dituangkan ke dalam wadah viscotester sampai batas spindle yang telah ditentukan tenggelam dalam perekat. Spindle yang digunakan sesuai dengan kisaran kekentalan perekat yaitu nomor 4 dengan kecepatan 30 rpm sehingga faktor koreksi yang digunakan adalah 200. Viscotester dihidupkan dan diamati angka yang ditunjukkan pada jarum penunjuk.
pH Perekat Penentuan pH perekat dilakukan dengan menggunakan kertas pH. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH ke dalam perekat kemudian perubahan warna dari kertas pH dibandingkan dengan warna standar.
Proses Pembuatan OSB 1.
Persiapan bahan baku Batang bambu dipotong dengan gergaji, buku dan kulitnya tidak
digunakan. Strands dibuat dengan ukuran panjang 60-70 mm, lebar 20-25 mm dan tebal 0,6 mm (Gambar 4). Pembuatan strands dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin disk flaker karena keterbatasan dari bilah bambu untuk diproses
21
dalam mesin. Strands kemudian dikeringudarakan dan selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 60oC sampai diperoleh kadar air 6-7%. Pertimbangan kadar air tersebut dikarenakan, mekanisme pematangan dan pengikatan perekat isocyanate terjadi dalam keadaan ada air dalam bahan/substrat. 2.
Blending Sebelum dilakukan blending (pencampuran bahan) terlebih dahulu
dilakukan penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan. Selanjutnya strands dimasukkan dalam blender dan perekat isocyanate disemprotkan dengan menggunakan spray gun. Variasi kadar perekat yang digunakan berdasarkan berat kering strands bambu. 3.
Pembentukan lembaran Strands yang telah tercampur dengan perekat kemudian ditimbang untuk
menentukan berat strands pada setiap lapisan karena papan yang dibuat memiliki perbedaan berat pada setiap lapisannya. Strands kemudian disusun secara manual dan arah antar lapisan saling tegak lurus.
22
Kulit dan buku dihilangkan
Arah pembuatan strands
ruas buku
Batang bambu tanpa buku dan kulit
Strands
Gambar 4. Sketsa pembuatan dan strands yang dihasilkan 4.
Pengempaan Lembaran dikempa panas pada mesin kempa dengan suhu 150oC, tekanan
spesifik 25 kg/cm2 selama 5 menit dengan sistem pengempaan single step. Pada plat kempa digunakan stick besi dengan ketebalan 9 mm sebagai kontrol untuk mendapatkan ketebalan papan yang diinginkan.
23
5.
Pengkondisian OSB kemudian dikondisikan selama 14 hari pada suhu kamar sebelum
dipotong menjadi contoh uji. Pengkondisian ini ditujukan untuk menyeragamkan kadar air lembaran OSB dan melepaskan tegangan sisa yang terdapat dalam lembaran sebagai akibat pengempaan panas.
Pengujian Kualitas OSB Pengujian kualitas OSB dilakukan berdasarkan standar JIS 5908-2003. Parameter sifat fisis dan mekanis OSB yang diuji meliputi : kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal dan pengembangan linier, modulus patah (MOR), modulus elastisitas (MOE), dan keteguhan tarik tegak lurus permukaan/internal bond dan kuat pegang sekrup. Arah panjang papan ditentukan sejajar arah panjang strands pada face sedangkan arah lebar papan tegak lurus arah panjang strands pada face. Pola
3 6
9
7
22
4 5
30 cm
8
1
30 cm Arah panjang papan Gambar 5. Pola pemotongan contoh uji OSB
Arah lebar papan
pemotongan contoh uji pada setiap papan disajikan pada Gambar 5.
24
1
=
contoh uji modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan patah (MOR) kering sejajar panjang OSB (20 cm x 5 cm)
2
=
contoh uji modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan patah (MOR) kering sejajar lebar OSB (20 cm x 5 cm)
3
=
contoh uji modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan patah (MOR) basah sejajar panjang OSB (20 cm x 5 cm)
4
=
contoh uji modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan patah (MOR) basah sejajar lebar OSB (20 cm x 5 cm)
5
=
contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm)
6
=
contoh uji daya serap air, pengembangan tebal, dan pengembangan linier (5 cm x 5 cm)
7
=
contoh uji internal bond (5 cm x 5 cm)
8
=
contoh uji kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm)
9
=
contoh uji ketahanan terhadap rayap tanah (2 cm x 2 cm)
Kerapatan Determinasi kerapatan OSB dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara dengan menggunakan rumus : B Kr = V Keterangan : Kr
= Kerapatan (g/cm3)
B
= Berat contoh uji kering udara (g)
V
= Volume contoh uji kering udara (cm3)
Kadar Air Determinasi kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal dengan berat setelah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat konstan pada suhu (103± 2)oC. Kadar air tersebut dihitung dengan rumus :
Bo – B1 KA =
x 100% B1
25
Keterangan : KA
= Kadar air (%)
Bo
= Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
B1
= Berat konstan contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g)
Daya Serap Air Determinasi daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus : Bb – Ba DS =
x 100% Ba
Keterangan : DS
= Daya serap air (%)
Ba
= Berat awal contoh uji sebelum perendaman (g)
Bb
= Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g)
Pengembangan Tebal dan Pengembangan Linier Determinasi pengembangan tebal dan pengembangan linier didasarkan atas selisih tebal dan panjang sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengembangan tebal dan linier tersebut dihitung dengan rumus : T2 – T1 P =
x 100% T1
Keterangan : P
= Pengembangan tebal dan linier (%)
T1
= Tebal/panjang awal contoh uji sebelum perendaman (cm)
T2
= Tebal/panjang contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (cm)
26
Keteguhan Patah (MOR) Determinasi MOR dilakukan bersamaan dengan pengujian MOE. Pengujian dilakukan pada arah sejajar panjang dan sejajar lebar OSB. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban sebesar 10 mm/menit pada bagian tengah contoh uji. Jarak sangga yang digunakan adalah 15 cm x tebal papan (minimal 15 cm). Posisi beban dan jarak sangga disajikan pada Gambar 6. Beban Contoh uji
h L l b L l h b
: Panjang contoh uji (20 cm) : Jarak sangga (15 cm) : Tebal contoh uji (0,9 cm) : Lebar contoh uji (5 cm)
Gambar 6. Pengujian keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) MOR dihitung dengan menggunakan rumus : 3PL MOR =
2bh2
Keterangan
:
MOR
= Keteguhan patah (kgf/cm2)
L
= Jarak sangga (cm)
P
= Beban maksimum (kgf)
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
27
Modulus Elastisitas (MOE) Determinasi MOE dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan MOR. Pada pengujian ini yang dicatat adalah perubahan defleksi setiap perubahan beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus :
PL3 MOE = 4bh3∆Y Keterangan
:
MOE
= Modulus Elastisitas (kgf/cm2)
L
= Jarak sangga (cm)
P
= Beban sebelum batas proporsi (kgf)
Y
= Lenturan pada beban P
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
Keteguhan Tarik Tegak Lurus Permukaan/Keteguhan Rekat Determinasi keteguhan rekat dilakukan dengan merekatkan kedua permukaan papan pada balok besi dengan menggunakan perekat epoxy selama 24 jam kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond ini disajikan pada Gambar 7.
Arah beban
Besi Contoh uji
Arah beban Gambar 7. Pengujian keteguhan rekat/internal bond
28
Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus : Pmaks IB = A Keterangan : IB
= Keteguhan rekat (kgf/cm2)
P
= Beban maksimum (kgf)
A
= luas permukaan contoh uji (cm2)
Kuat Pegang Sekrup Pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan memasang sekrup berukuran panjang 20 mm dan diameter 2 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke papan OSB sedalam 8 mm kemudian dicabut tegak lurus permukaan dengan kecepatan 2 mm/menit. Gaya yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan OSB dalam memegang sekrup.
20 mm
2 mm
Gambar 8. Bentuk skrup pengujian
Ketahanan Terhadap Serangan Rayap Pengujian terhadap rayap tanah menggunakan standar Modified Wood Block Test
(MWBT). Dalam pengujian terhadap rayap ini ditambahkan 1
perlakuan sebagai kontrol yaitu contoh uji bilah bambu betung. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji terlebih dahulu dikeringkan sampai kering oven, kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca yang berisi 30 g pasir dan 6 ml aquades. Kedalam botol kaca tersebut dimasukkan rayap tanah sebanyak 200 ekor rayap pekerja dan 20 ekor rayap prajurit. Botol kaca kemudian
29
ditutup dengan kain hitam lalu ditempatkan di ruangan gelap. Kehilangan berat dan mortalitas dihitung setelah 21 hari pengumpanan. Persentase kehilangan berat akibat serangan rayap dihitung dengan rumus : Wo-W1 Kehilangan Berat
=
x 100% Wo
Keterangan : Wo
= BKO contoh uji sebelum diumpankan ke rayap (g)
W1
= BKO contoh uji setelah diumpankan ke rayap (g)
Persentase jumlah individu rayap yang mati (mortalitas) dihitung dengan rumus: No-N1 Mortalitas =
x 100% No
Keterangan : No
= Jumlah individu rayap sebelum pengumpanan
N1
= Jumlah individu rayap setelah pengujian
Kain hitam
Botol gelas Contoh uji Rayap 30 g pasir, dengan 6 ml aquades
Gambar 9.
Kotak dan contoh uji untuk pengujian ketahanan OSB terhadap rayap tanah di laboratorium
30
Analisis Data Analisis data pengujian dilakukan dengan merata-ratakan data yang terkumpul untuk setiap parameter kemudian dibandingkan nilainya satu sama lain. Selain itu nilai-nilai yang diperoleh juga dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003 untuk mengetahui parameter yang memenuhi standar. Untuk mengetahui pengaruh konstruksi dan kadar perekat yang digunakan terhadap kualitas OSB, maka analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial acak lengkap dengan faktor A yaitu perbandingan face terhadap core dan faktor B yaitu kadar perekat. Faktor A terdiri dari 4 taraf : A1 =
40:60
A2 =
50:50
A3 =
60:40
A4 =
70:30
Faktor B terdiri dari 4 taraf : B1 =
7%
B2 =
6%
B3 =
5%
B4 =
4%
Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga jumlah OSB yang dibuat sebanyak 48 papan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model linier aditif untuk rancangan percobaan tersebut adalah
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana : Yijk = Nilai pengamatan papan pada konstruksi papan ke-i kadar perekat ke-j pada ulangan ke-k µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh taraf ke-i faktor konstruksi papan
31
βj
= Pengaruh taraf ke-j faktor kadar perekat
αβij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor konstruksi papan dan taraf ke-j faktor kadar perekat Jika hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap kualitas OSB, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji perbandingan berganda Duncan (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Bambu Betung Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu yang berasal dari Desa Ciherang Pondok Babakan Peuntas Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor yang berumur 2-3 tahun. Buluh bambu dipotong kemudian buku dan kulitnya dihilangkan. Bilah bambu dibelah searah serat menjadi beberapa bagian untuk dikonversi menjadi strands secara manual. Pembuatan strands dilakukan pada kondisi kadar air basah. Hasil pengujian dari sampel bambu betung untuk sifat fisis dan mekanis menunjukkan bahwa berat jenis (BJ) bambu tersebut rata-rata 0,64 (Lampiran 1). Penelitian yang dilakukan oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) dalam Krisdianto et al. (2005) BJ bambu betung rata-rata 0,68 sedangkan Nuriyatin (2000) menghasilkan nilai BJ bambu betung rata-rata 0,61. Perbedaan nilai BJ yang diperoleh dari masing-masing peneliti ini diduga disebabkan oleh faktor tempat tumbuh dan umur dari bambunya. Berdasarkan nilai BJ tersebut, diketahui bahwa bambu betung memungkinkan untuk dijadikan bahan baku untuk OSB seperti yang dikemukakan oleh Tambunan (2000) dari segi berat jenis, kayu-kayu yang cocok untuk diproduksi OSB adalah dari 0,35-0,65. Pengujian yang dilakukan terhadap sifat mekanik bambu betung menghasilkan nilai MOE sebesar 10,3 x104 kgf/cm2 dan MOR sebesar 1.916 kgf/cm2 (Lampiran 2). Hasil pengukuran terhadap strands
(Lampiran 3) dihasilkan panjang
rataan 7,25 cm, lebar 2,02 cm dan tebal 0,54 cm. Ukuran geometri stands yang dihasilkan seperti yang disarankan oleh Marra (1992) dengan dimensi panjang 0,5-3 inchi (1,27-7,62 cm), lebar 0,25-1 inchi (064-2,54 cm) dan tebal 0,0100,025 inchi (0,02-0,06 cm). Nilai slenderness ratio dihasilkan sebesar 140,26 dan aspect ratio sebesar 3,61. Menurut Maloney (1993) partikel dengan slenderness ratio yang tinggi akan lebih mudah diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta memerlukan sedikit perekat per luasan permukaan untuk mengikat strands. Aspect ratio minimal bernilai tiga agar diperoleh arah yang cukup baik.
33
Perekat Perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perekat isocyanate dengan merek dagang PI Bond H3M yang diproduksi oleh PolyOshika Co Ltd. Jepang dan didistribusikan oleh PT. Polychemi Asia Pacific Indonesia. Sesuai dengan keterangan spesifikasi produk dari perusahaan bahwa resin solid content perekat sebesar 98-100% dan hasil pengujian di laboratorium diperoleh nilai yang berada dalam kisaran tersebur yaitu 99,13% (Lampiran 5). Hasil pengukuran keasaman (pH) dengan menggunakan kertas indikator pH menunjukkan bahwa pH perekat sebesar 5. Pengukuran viskositas perekat dengan menggunakan viscotester menunjukkan bahwa perekat memiliki viskositas 2100 CP (Lampiran 6). Sifat Fisis OSB Hasil pengujian sifat fisis OSB disajikan pada Tabel 1. Kerapatan Hasil pengujian terhadap kerapatan OSB diperoleh nilai dengan kisaran 0,78-0,89 g/cm3 (Tabel 1). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi pada papan dengan rasio face-core 40:60 dan kadar perekatnya 4% sedangkan kerapatan terendah diperoleh pada papan dengan rasio face-core 40:60 dan kadar perekat 6%. Nilai kerapatan ini sedikit lebih besar dari kerapatan sasaran yaitu 0,75 g/cm3 tetapi masih memenuhi standar yang ditetapkan dalam JIS A 59082003 yaitu sebesar 0,4-0,9 g/cm3. Tidal tercapainya kerapatan sasaran ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan ketebalan papan yang dihasilkan. Ketebalan papan telah ditetapkan sebesar 0,9 cm namun papan yang dihasilkan memiliki ketebalan yang lebih rendah sehingga volumenya menjadi lebih kecil. Variasi kerapatan OSB yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan kerapatan bahan baku strands yang digunakan dimana kerapatan bambu bagian pangkal berbeda dengan bagian tengah dan ujung. Untuk menghilangkan pengaruh perbedaan kerapatan papan, maka dalam penelitian ini dilakukan koreksi data pada kerapatan yang sama yaitu 0,75 g/cm3 untuk setiap parameter sifat fisis dan mekanis papan yang dianalisis berdasarkan kerapatan masing-masing contoh uji.
34
Tabel 1. Sifat fisis OSB dari bambu PT (%) PL (%) KA Kr Perlakuan (g/cm3) (%) 2 jam 24 jam 2 jam 24 jam A1B1 0,83 8,21 1,41 4,09 0,18 0,45 A1B2 0,78 7,45 1,61 5,09 0,15 0,27 A1B3 0,79 7,91 0,66 7,18 0,13 0,28 A1B4 0,89 8,68 1,44 10,35 0,13 0,36 A2B1 0,83 8,42 3,29 6,58 0,15 0,37 A2B2 0,78 7,34 1,22 6,67 0,17 0,37 A2B3 0,79 8,10 0,99 7,73 0,15 0,30 A2B4 0,85 9,04 0,48 6,34 0,11 0,35 A3B1 0,83 9,12 0,51 3,35 0,21 0,33 A3B2 0,78 9,10 0,30 3,34 0,17 0,28 A3B3 0,83 7,49 0,78 3,76 0,09 0,38 A3B4 0,88 8,57 0,63 5,21 0,16 0,47 A4B1 0,79 8,80 1,32 4,91 0,09 0,23 A4B2 0,79 7,53 0,50 5,04 0,18 0,40 A4B3 0,87 7,91 0,47 8,77 0,21 0,53 A4B4 0,87 8,57 0,80 6,38 0,12 0,32 JIS 0,40-0,90 5-13 < 25 -
DS (%) 2 jam 24 jam 10,52 32,03 10,70 33,21 12,63 38,06 31,39 11,31 11,24 30,78 10,23 32,96 17,55 41,68 13,39 34,80 12,30 33,47 10,63 33,34 30,34 10,75 11,06 30,12 9,54 31,12 10,98 34,15 13,13 36,65 10,14 28,22 -
Keterangan : A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5%
A3B1 : A3B2 : A3B3 : A3B4 : A4B1 : A4B2 : A4B3 :
rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, kadar perekat berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan sedangkan rasio face-core dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan pada taraf α 5%. Pada histogram di atas menunjukkan bahwa kerapatan OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang berarti bahwa kerapatan semakin tinggi dengan penggunaan perekat yang lebih sedikit. Kerapatan papan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi sifat-sifat papan yang dihasilkan. Menurut Maloney (1993) kerapatan sangat mempengaruhi hampir semua sifat papan komposit kecuali stabilitas dimensi, kerapatan yang tinggi akan menghasilkan kontak yang intensif antara perekat dengan partikel sehingga penggunaan perekat lebih efesien.
Hasil uji lanjut dengan menggunakan
35
perbandingan berganda Duncan, kadar perekat 5% dan 7% tidak berbeda nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan kadar perekat lainnya yaitu 6% dan 4%. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Kadar Air Hasil perhitungan kadar air menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan memiliki kisaran kadar air 7,34-9,12% yang disajikan pada Tabel 1. Semua papan yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan dalam JIS A 5908-2003 yaitu kadar air yang berkisar 5-13%. Kadar air tertinggi terdapat pada OSB dengan rasio face-core 60:40 dan kadar perekat 7% sedangkan kadar air terendah pada OSB dengan rasio face-core 50:50 dan kadar perekat 6%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, rasio face-core, kadar perekat dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air OSB pada taraf α 5%. Hasil uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan, rasio face-core 50:50% dengan kadar perekat 6% berbeda nyata dengan rasio 60:40% yang kadar perekatnya 7% sedangkan papan yang lainnya tidak berbeda nyata. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Kadar air OSB yang direkat dengan kadar 7% cenderung lebih tinggi dibandingkan 6%, hal ini disebabkan sifat perekat isocyanate yang sangat reaktif terhadap air. Menurut Umemura et al. (1998), MDI lebih reaktif terhadap air dibandingkan dengan kayu, sehingga jika air terdapat dalam kayu maka MDI terlebih dahulu bereaksi dengan air sebelum bereaksi dengan komponen kayu. Jumlah perekat yang banyak juga mengandung gugus isocyanate yang banyak dan ikatan yang dibentuk dengan kondisi seperti ini relatif lebih rapuh dan partikel memungkinkan untuk menyerap air/uap air dari lingkungan sekelilingnya. Kadar air OSB cenderung meningkat dengan menurunnya kadar perekat yang digunakan. Hal ini dapat dimengerti karena sedikitnya jumlah perekat menyebabkan perekat tidak terdistribusi dengan baik dan partikel tidak tertutupi dengan sempurna sehingga terdapat daerah yang tidak terjadi kontak antar partikel yang masih dapat menyerap air/uap air di sekelilingnya. Variasi kadar air OSB
36
yang dihasilkan diduga disebabkan karena kadar air strand yang digunakan tidak sama mengingat pengeringan strands dalam jumlah banyak mengakibatkan panas tidak terdistribusi secara merata ke bagian dalam tumpukan strands. Kadar air merupakan sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Kadar air OSB yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penyerapan air sebagai akibat dari kelembaban udara disekitar papan lebih tinggi dari kelembaban dalam papan pada saat conditioning namun penambahan kadar air OSB tidak berbeda jauh dengan kadar air bahan bakunya (6-7%), hal ini disebabkan penggunaan perekat isocyanate yang bersifat tahan air sehingga kemungkinan masuknya air ke dalam papan menjadi lebih kecil. Pengembangan Tebal Nilai pengembangan tebal OSB setelah perendaman 2 jam dan 24 jam disajikan pada Tabel 1. Nilai pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam berkisar antara 0,30-3,29% sementara setelah perendaman 24 jam, nilai pengembangan tebal OSB berkisar antara 3,34-10,35%.
Nilai pengembangan
tebal yang dipersyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah maksimum 25%. Dengan demikian semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik rasio face-core, kadar perekat maupun interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam pada taraf
α 5%.
Untuk
pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam, hanya rasio face-core yang berpengaruh nyata sementara kadar perekat dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjutnya menunjukkan bahwa rasio face-core 60:40 berbeda nyata dengan rasio face-core lainnya.
Dengan rasio face-core 60:40,
OSB memiliki stabilitas dimensi yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbandingan strands pada setiap lapisan tersebut mampu saling menahan pengembangannya. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10.
37
Nilai pengembangan tebal terendah baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam adalah OSB dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 6%. Sifat pengembangan tebal papan akan menentukan apakah suatu papan dapat digunakan untuk keperluan interior atau eksterior.
Sifat ini menjadi penting
karena dengan pengembangan tebal yang tinggi maka stabilitas dimensi papan tersebut rendah. Nilai pengembangan tertinggi setelah perendaman 2 jam adalah OSB dengan rasio face:core 50:50 yang kadar perekatnya 7% sedangkan setelah perendaman 24 jam adalah OSB dengan rasio face:core 40:60 yang kadar perekatnya 4%. Semakin sedikit jumlah perekat yang digunakan, maka pengembangan tebal akan semakin tinggi. OSB dengan perekat yang lebih sedikit menyebabkan kurang terdistribusinya perekat ke seluruh permukaan strands sehingga bagian yang tidak tertutupi oleh perekat dapat mengikat air pada saat perendaman berlangsung. Namun pengembangan tebal OSB pada kadar perekat 7% lebih tinggi dibandingkan 6%, hal ini sejalan dengan kadar air yang terdapat pada OSB dimana kadar 7% lebih tinggi dari kadar 6% sebagai akibat dari ikatan yang terbentuk lebih rapuh dengan perekat yang lebih banyak. Nilai pengembangan tebal OSB pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pengembangan tebal hasil penelitian Nuryawan (2007) yang membuat OSB dari kayu akasia, eukaliptus dan gmelina dengan perekat isocyanate dan penambahan wax sebesar 1%. Dalam penelitian tersebut, nilai pengembangan tebal setelah 2 jam untuk kayu akasia, kayu ekaliptus dan gmelina berturut-turut adalah 3,10%; 2,47%; dan 2,72% sementara setelah perendaman 24 jam, nilai pengembangan tebal untuk kayu akasia, kayu ekaliptus dan gmelina berturut-turut adalah 16,52%; 17,11%; dan 13,62%. Hal ini disebabkan bahan baku strands yang digunakan yaitu bambu lebih stabil dibanding kayu. Secara anatomi, bambu terdiri dari sel-sel parenkim dan ikatan vaskular yang semuanya terorientasi axial sedangkan kayu, selain terdiri dari sel pembuluh dan serat yang terorientasi axial juga terdiri dari sel jari-jari yang terorientasi radial yang menyebabkan stabilitas dimensi kayu lebih rendah dibandingkan bambu.
38
Faktor lain yang menyebabkan nilai pengembangan tebal OSB bambu lebih rendah dibandingkan OSB dari kayu tersebut yaitu rendahnya nilai compression ratio (CR) pada OSB bambu dibandingkan CR pada OSB dari kayu. BJ akasia sebesar 0,41, BJ ekaliptus sebesar 0,57, BJ gmelina sebesar 0,45 sedangkan BJ bambu sebesar 0,64. BJ bahan baku yang lebih kecil akan memiliki CR yang lebih tinggi dibandingkan bahan baku yang BJ-nya lebih besar jika dimampatkan pada kerapatan yang sama. Bowyer et al. (2003) menyatakan untuk mendapatkan papan dengan kontak yang memuaskan antar partikel-partikelnya, dibutuhkan CR yang berkisar 1,2 – 1,6 sementara menurut Maloney (1993) CR yang dapat menghasilkan papan dengan kualitas yang baik sebesar 1,3. Nilai CR yang tinggi akan meningkatkan sifat mekanis papan namun sebaliknya akan menurunkan stabilitas dimensi papan. Walaupun tanpa penambahan bahan aditif berupa wax/parafin, nilai pengembangan tebal OSB bambu ini cukup kecil juga disebabkan oleh penggunaan perekat isocyanate yang merupakan perekat yang bersifat waterproof. Pengembangan Linier Nilai rata-rata pengembangan linier untuk setiap OSB yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.
Pengembangan linier merupakan sifat fisis yang
menunjukkan pertambahan dimensi linier setelah papan direndam selama 2 jam dan 24 jam. Berdasarkan hasil pengujian, nilai pengembangan linear OSB dari bambu setelah perendaman 2 jam berkisar antara 0,09-0,21% sementara untuk setelah perendaman 24 jam nilainya berkisar antara 0,23-0,53% namun dalam JIS A 5908-2003, nilai pengembangan linier ini tidak dipersyaratkan. Pengembangan linier OSB terendah dihasilkan pada papan dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 5% setelah perendaman 2 jam dan papan dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 7% setelah perendaman 24 jam.
Nilai
pengembangan linier tertinggi baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan linear baik setelah perendaman 2 jam (Lampiran 11) maupun 24 jam (Lampiran 12). Bowyer
39
et al. (2003) mengemukakan bahwa dibandingkan pengembangan pengembangan linier papan lebih kecil.
tebal,
Meskipun pengembangan linier
ini
tergolong kecil, tetapi akan menyebabkan permasalahan jika papan yang dibuat tidak diharapkan ada pengembangannya. Pengembangan linier OSB disebabkan oleh pengembangan pada strand-strand itu sendiri pada arah radial maupun tangensial. Strands yang direkat dengan isocyanate dan disusun dengan orientasi yang saling tegak lurus pada setiap lapisan papan menimbulkan gaya yang saling menahan pengembangannya. Pengembangan linier OSB ini jauh lebih kecil dari bambu, menurut Dransfield dan Widjaja (1995), perubahan dimensi bambu betung pada arah radial berkisar 5-7% dan pada arah tangensial berkisar 3,5-5%. Daya Serap Air Hasil pengujian terhadap daya serap air OSB (Tabel 1) diperoleh nilai yang berkisar antara 9,54-17,55% setelah perendaman 2 jam. Sementara setelah perendaman 24 jam, diperoleh nilai yang berkisar antara 28,22-41,68%. Dalam JIS A 5908-2003, nilai daya serap air tidak dipersyaratkan.
Daya serap air
terendah terdapat pada OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 7% setelah perendaman 2 jam dan OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 4% setelah perendaman 24 jam. Daya serap air tertinggi baik setelah perendaman 2 jam maupun 24 jam terdapat pada OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 5%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya berpengaruh nyata terhadap daya serap air baik setelah perendaman 2 jam (Lampiran 13) maupun 24 jam (Lampiran 14). Uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa setelah perendaman 2 jam, rasio face-core 70:30 dengan kadar perekat 7% berbeda nyata dengan rasio 50:50 dengan kadar perekat 4%, rasio 50:50 dengan kadar perekat 5% dan rasio 40:60 dengan kadar perekat 5% yang tidak berbeda nyata dengan rasio 70:30 yang kadar perekatnya 5%.
Sementara papan yang
lainya tidak berbeda nyata. Kombinasi antara rasio 70:30 dengan kadar perekat 7% menghasilkan OSB yang memiliki sifat penyerapan air yang paling kecil dibandingkan OSB yang lain. Hal ini dimungkinkan karena OSB tersebut lebih
40
padat atau rapat dan dilapisi dengan perekat yang cukup sehingga lebih sedikit rongga yang dapat dimasuki oleh air. Setelah perendaman 24 jam, OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 4% berbeda nyata dengan rasio 50:50 yang kadar perekatnya 6%, rasio 50:50 yang kadar perekatnya 4%, rasio 70:30 yang kadar perekatnya 5%, rasio 40:60 yang kadar perekatnya 5% dan rasio 50:50 yang kadar perekatnya 5%. Sedangkan OSB yang lain masing-masing tidak berbeda nyata. Kombinasi antara rasio 70:30 dengan kadar perekat 4% menghasilkan OSB yang memiliki sifat penyerapan air yang paling kecil setelah perendaman 24 jam dibandingkan OSB yang lain. Rasio ini juga yang terbaik setelah direndam 2 jam hanya saja perekat yang digunakan lebih sedikit. Hal ini diduga dengan perendaman yang lebih lama, OSB dengan perekat 4% telah mengalami kerusakan pada ikatan rekatnya sehingga telah jenuh dengan air sedangkan OSB dengan perekat 7%, ikatan perekatnya
belum
begitu
mengalami
kerusakan
sehingga
strand-strand
penyusunnya masih dapat menyerap air. Secara teoritis, semakin kecil daya serap air papan maka stabilitas dimensi papan dalam hal ini pengembangan tebalnya juga semakin baik demikian pula sebaliknya. Namun hasil yang diperoleh tidak langsung menunjukkan bahwa OSB dengan daya serap air terendah juga memiliki pengembangan tebal yang terendah. Hal ini dimungkinkan karena air yang masuk ke dalam papan terdiri dari air yang masuk dan mengisi rongga-rongga kosong yang terdapat di dalam OSB, serta air yang masuk ke dalam strand-strand penyusun OSB sementara daya serap air dihitung berdasarkan berat OSB sebelum dan sesudah direndam dalam air. Sifat Mekanis OSB Hasil pengujian terhadap sifat mekanis OSB dari bambu disajikan pada Tabel 2. Keteguhan Tarik Tegak Lurus Permukaan (Internal Bond) Nilai rata-rata keteguhan tarik tegak lurus permukaan OSB atau keteguhan rekat berkisar antara 5,03-15,05 kgf/cm2 yang disajikan pada Tabel 2. Dalam JIS
41
A 5908-2003, nilai keteguhan rekat yang dipersyaratkan minimum 3,10 kgf/cm2 sehingga OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini semuanya memenuhi standar. Tabel 2. Sifat mekanis OSB dari bambu MOE (104kgf/cm2) MOR (kgf/cm2) IB Perlakuan Kering Basah Kering Basah (kgf/cm2) // pjg // lbr // pjg // lbr // pjg // lbr // pjg // lbr A1B1 9,33 7,83 2,85 1,30 2,34 486 344 92 213 A1B2 12,47 8,55 3,46 4,40 2,18 639 471 291 290 A1B3 9,96 8,53 2,70 3,74 1,35 669 357 256 230 A1B4 9,02 7,75 2,69 0,28 1,45 404 306 36 136 A2B1 5,75 8,53 2,43 3,80 1,60 499 287 179 156 A2B2 15,04 9,33 2,40 5,67 2,17 757 366 421 280 A2B3 5,03 8,98 2,80 0,88 0,76 472 298 70 92 A2B4 76 7,77 10,33 2,20 0,24 0,81 527 248 47 A3B1 10,70 10,13 2,05 4,85 1,13 713 302 269 126 A3B2 12,82 9,47 1,72 5,33 1,19 797 289 439 189 A3B3 8,69 9,48 0,97 3,88 0,93 687 255 250 114 A3B4 7,83 11,53 1,54 1,98 0,72 486 185 135 86 A4B1 14,79 10,68 1,10 5,76 0,63 860 188 203 112 A4B2 8,19 10,88 1,01 5,69 0,70 676 179 467 139 A4B3 8,87 13,31 0,77 3,27 0,72 923 105 191 96 A4B4 6,03 10,02 1,36 4,31 0,48 632 161 212 58 >3,10 >4,08 >1,33 >245 >102 >122 >51 JIS
KPS (kgf) 74,48 44,13 51,84 66,30 82,94 66,50 77,80 89,42 84,32 49,81 61,27 59,63 49,46 45,31 60,66 46,11 >49,02
Keterangan : A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5%
A3B1 : A3B2 : A3B3 : A3B4 : A4B1 : A4B2 : A4B3 :
rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%
Hasil analisis sidik ragam dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat OSB pada taraf α 5%, dan dari pengujian diketahui bahwa pada umumnya kerusakan contoh uji terjadi pada bagian tengah OSB. Fenomena ini umum terjadi sebagai akibat dari menurunnya kerapatan papan dari permukaan ke bagian tengah sehingga mengakibatkan lemahnya ikatan antar partikel pada bagian tengah papan. Hal ini
42
menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki ikatan antara lapisan yang cukup kuat. Menurut Bowyer et al. (2003) keteguhan rekat mengindikasikan kekuatan ikatan antar partikel dan merupakan pengujian yang penting untuk pengendalian kualitas karena menunjukkan kemampuan blending, pembentukan lembaran, dan proses pengempaan. Gambaran mengenai bentukbentuk kerusakan contoh uji disajikan pada Gambar 10.
a
b
c
d
Gambar 10. Bentuk-bentuk kerusakan contoh uji keteguhan rekat pada rasio facecore yang berbeda a) 40:60; b) 50:50; c) 60:40; d) 70:30. OSB yang memiliki nilai keteguhan rekat terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 5% sementara nilai keteguhan rekat terbesar terdapat pada OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 6%. Kuatnya ikatan OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleh
43
penggunaan perekat isocyanate yang memiliki gugus kimia (-N = C = O) yang sangat reaktif. Menurut Marra (1992) ikatan dengan polaritas yang kuat dari senyawa yang membawa radikal ini tidak hanya mempunyai potensi daya rekat yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang mempunyai gugus hidrogen reaktif. Lebih lanjut dikemukakan Galbraith and Newman (1992) bahwa pada isocyanate disamping terjadi adhesi mekanik, juga terjadi ikatan kimia. Secara kimia isocyanate bereaksi dengan hydroxyl group yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isocyanate bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk lem poliurea yang merupakan ikatan fisik dengan partikel kayu. Modulus Elastisitas (MOE) Kering Sejajar Panjang dan Lebar OSB Hasil pengujian terhadap MOE kering sejajar panjang OSB, diperoleh nilai yang berkisar antara 7,75-13,31 x 104 kgf/cm2, sementara nilai MOE kering sejajar lebar berkisar antara 0,77-3,46 x 104 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE kering sejajar panjang dan sejajar lebar setiap papan disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio face-core berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE kering sejajar panjang pada taraf α 5% sementara kadar perekat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa rasio face-core 40:60 dengan 50:50, rasio face-core 50:50 dengan 60:40 dan rasio facecore 60:40 dengan 70:30 masing masing tidak berbeda nyata sedangkan setiap kombinasi tersebut berbeda nyata. Semakin besar rasio antara face dengan core dalam hal ini semakin banyak strands pada lapisan face, nilai MOE akan semakin tinggi. MOE adalah sifat yang menunjukkan kekakuan papan dan merupakan keteguhan papan untuk menahan beban lenturan tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Dengan semakin banyak strands yang disusun pada kedua lapisan face, papan akan mengalami deformasi yang semakin kecil dan mengindikasikan papan semakin kaku. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
44
OSB yang memiliki nilai MOE kering sejajar panjang tertinggi adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5% sedangkan nilai terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 4%. Dalam JIS A 5908-2003, nilai MOE ditetapkan minimum 4,08 x 104 kgf/cm2 sehingga OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini semuanya memenuhi standar. Nilai MOE kering sejajar lebar OSB lebih kecil dari nilai MOE kering sejajar panjang OSB.
Hal ini dikarenakan pengaruh posisi strands yang
menyusun OSB diberikan beban membelah strands atau serat papan. Dalam JIS A 5908-2003, nilai MOE sejajar lebar OSB ditetapkan minimum 1,33 x 104 kgf/cm2 sehingga OSB yang tidak memenuhi standar adalah OSB dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 5%, rasio 70:30 dengan kadar perekat 7%, 6% dan 4%. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 17) menunjukkan bahwa rasio facecore berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE kering sejajar lebar pada taraf
α 5% sementara kadar perekat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa rasio face-core 70:30 dengan 60:40 tidak berbeda nyata, rasio face-core 50:50 dengan 40:60 juga tidak berbeda nyata tetapi masing-masing kombinasi tersebut berbeda nyata. Hasil pengujian setiap OSB berbanding terbalik dengan nilai MOE kering sejajar panjang OSB. Pada pengujian sejajar lebar, nilai MOE terendah pada OSB dengan rasio facecore 70:30 yang kadar perekatnya 5% sedangkan papan ini pada pengujian sejajar panjang memiliki nilai yang tertinggi. Semakin banyak strands yang terdapat pada lapisan core, nilai MOE sejajar lebar OSB akan semakin tinggi yang berarti bahwa papan semakin kaku. Hal ini menunjukkan bahwa strand-strand yang disusun tegak lurus terhadap beban yang diberikan lebih berkontribusi dalam menahan beban lenturan dimana pada posisi pengujian ini, strand-strand yang dimaksud disusun pada lapisan core. Menurut teori lentur (Bodig dan Jayne 1993) pembagian bidang pada bahan yang mengalami lenturan yaitu bagian sisi permukaan concave atau atas merupakan bagian tekan (compression), pada bagian tengah dikenal sebagai permukaan netral (neutral surface), sementara pada bagian sisi convex atau bawah merupakan bagian tarik (tension).
45
Modulus Elastisitas (MOE) Basah Sejajar Panjang dan Lebar OSB Hasil pengujian MOE sejajar panjang OSB dalam kondisi basah menunjukkan nilai yang berkisar antara 0,24-5,76 x 104 kgf/cm2 sedangkan pada pengujian sejajar lebar 0,48-2,34 x 104 kgf/cm2. Nilai rata-rata setiap papan pada kedua posisi pengujian tersebut disajikan pada Tabel 2. Sama halnya dengan pengujian pada kondisi kering, nilai MOE sejajar panjang lebih besar dari nilai MOE sejajar lebar pada kondisi basah namun kedua nilai ini tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A 5908-2003. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 18), rasio face-core, kadar perekat dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE basah sejajar panjang. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa, rasio face-core 50:50 dengan kadar perekat 4% berbeda nyata dengan face-core 60:40 dengan kadar perekat 4%, rasio 70:30 dengan kadar perekat 5%, rasio 60:40 dengan kadar perekat 7%, rasio 60:40 dengan kadar perekat 6% dan rasio 70:30 dengan kadar perekat 7%. Tetapi OSB yang lain masing-masing tidak berbeda nyata. Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai MOE basah sejajar lebar (Lampiran 19) menunjukkan bahwa rasio face-core dan kadar perekat berpengaruh nyata tetapi interaksinya tidak.
Uji lanjut Duncan terhadap faktor tersebut menunjukkan
bahwa masing-masing rasio face-core berbeda nyata, sementara kadar perekat 4% dengan 5% dan 6% dengan 7% tidak berbeda nyata tetapi masing-masing kombinasi tersebut berbeda nyata. Nilai MOE pada pengujian basah memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan pengujian kering, hal ini sebagai akibat dari pengaruh perlakuan ekstrim yang diberikan sebelum dilakukan pengujian. Contoh uji terlebih dahulu direbus dalam air mendidih selama 2 jam yang selanjutnya direndam dalam air dingin suhu kamar selama 1 jam.
Perlakuan ini akan
melemahkan ikatan perekat antar partikel, apalagi dengan penggunaan kadar perekat yang lebih sedikit akan menurunkan nilai MOE karena perekat yang diaplikasikan tidak cukup merata melapisi permukaan strand sehingga terdapat lebih banyak celah yang mempercepat masuknya air masuk ke dalam papan dan melemahkan ikatan antar partikel.
46
Modulus Patah (MOR) Kering Sejajar Panjang dan Lebar OSB Hasil pengujian terhadap MOR kering sejajar panjang OSB, diperoleh nilai yang berkisar antara 404-923 kgf/cm2, sementara nilai MOR kering sejajar lebar berkisar antara 105-471 kgf/cm2. Dalam JIS A 5908-2003, nilai MOR sejajar panjang OSB ditetapkan minimum 245 kgf/cm2 sementara nilai MOR sejajar lebar OSB minimum 102 kgf/cm2 sehingga OSB yang dihasilkan semuanya memenuhi standar. Nilai rata-rata MOR kering sejajar panjang dan sejajar lebar setiap papan disajikan pada Tabel 2. OSB yang memiliki nilai MOR kering sejajar panjang tertinggi adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5% sedangkan nilai terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 4%. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa rasio face-core dan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai MOR kering sejajar panjang pada taraf α 5% sementara interaksinya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa rasio face-core 40:60, 50:50 dan 60:40 tidak berbeda nyata, rasio face-core 60:40 dengan 70:30 juga tidak berbeda nyata tetapi masing masing kombinasi tersebut berbeda nyata. Untuk kadar perekat 4% tidak berbeda nyata dengan 7% dan kadar perekat 5%, 6% dan 7% juga tidak berbeda nyata tetapi setiap kombinasi tersebut berbeda nyata. Nilai MOR kering sejajar lebar OSB lebih kecil dari nilai MOR kering sejajar panjang OSB. Hal ini dikarenakan titik lemah contoh uji terletak pada daerah terluar yaitu lapisan muka dan belakang sementara pada pengujian MOR sejajar lebar OSB, beban membelah orientasi serat strand pada lapisan muka sehingga beban yang dibutuhkan untuk mematahkan contoh uji lebih rendah dibandingkan dengan pengujian MOR sejajar panjang. Pada pengujian sejajar lebar, nilai MOR tertinggi terdapat pada OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 6% dan yang terendah pada OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 5%. Hasil analisis sidik ragam MOR kering sejajar lebar (lampiran 21) menunjukkan bahwa rasio face-core dan kadar perekat berpengaruh nyata
47
terhadap nilai MOR kering sejajar lebar pada taraf α 5% sementara interaksinya tidak berpengaruh nyata. Uji lanjut dengan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa rasio face-core 70:30 berbeda nyata dengan rasio face-core 60:40 yang tidak berbeda nyata dengan rasio 50:50 tetapi berbeda nyata dengan rasio face-core 40:60. Kadar perekat 4%, 5% tidak berbeda nyata dengan kadar perekat 7% tetapi berbeda nyata dengan kadar 6%. Nilai MOR kering sejajar panjang sejalan dengan nilai MOE kering sejajar panjang dimana OSB dengan nilai MOE tertinggi juga memiliki nilai MOR tertinggi demikian juga dengan terjadi pada OSB dengan nilai MOE terendah. Berdasarkan histogram di atas terlihat bahwa pada pengujian sejajar panjang, semakin banyak strand yang tersusun tegak lurus terhadap beban pengujian, nilai MOR akan semakin tinggi. Jani et.al (1992) dalam Kelemwork et.al (2005) menyatakan bahwa bambu mempunyai kekuatan maksimum pada sepanjang seratnya dan kekuatan minimum pada melintang seratnya. Kecenderungan yang terjadi pada kadar perekat yang digunakan menunjukkan bahwa nilai MOR semakin kecil dengan menurunnya kadar perekat yang digunakan. Koch (1985) mengemukakan bahwa secara umum nilai MOE panil OSB dipengaruhi oleh sejumlah variabel antara lain penyusunan arah strand pada lapik, jenis dan BJ kayu, kualitas strand, rasio panjang terhadap tebal strand, lebar strand, kadar perekat, profil kadar air lapik, prosedur pengempaan dan profil kerapatan panil. Nilai MOE dan MOR semakin tinggi dengan semakin tingginya resin content perekat yang digunakan. Modulus Patah (MOR) Basah Sejajar Panjang dan Lebar OSB Hasil pengujian MOR basah sejajar panjang OSB dalam kondisi basah menunjukkan nilai yang berkisar antara 36-467 kgf/cm2. Dalam JIS A 59082003, nilai MOR basah sejajar panjang OSB ditetapkan minimum 122 kgf/cm2 sehingga ada OSB yang tidak memenuhi standar . Pada pengujian sejajar lebar nilai MOR berkisar antara 58-290 kgf/cm2 sementara JIS A 5908-2003 mensyaratkan nilai minimum 51 kgf/cm2. OSB yang dihasilkan pada pengujian sejajar lebar semuanya masuk standar. Nilai rata-rata setiap papan pada kedua posisi pengujian tersebut disajikan pada Tabel 2.
48
OSB yang memiliki nilai MOR basah sejajar panjang tertinggi adalah OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 6% sedangkan nilai terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 4%. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 22) menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap nilai MOR basah sejajar panjang pada taraf α 5%. Pada pengujian sejajar lebar, nilai MOR tertinggi terdapat pada OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 6% dan yang terendah pada OSB dengan rasio face-core 70:30 yang kadar perekatnya 4%. Hasil analisis sidik ragam MOR basah sejajar lebar (Lampiran 23) menunjukkan bahwa rasio face-core, kadar perekat dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap nilai MOR kering sejajar lebar pada taraf α 5%. Secara umum nilai MOR pada pengujian basah memiliki kecenderungan yang sama pada pengujian kering, hanya saja nilainya lebih kecil karena contoh uji telah diberikan perlakuan yang ekstrim yaitu direbus dalam air mendidih selama 2 jam yang selanjutnya direndam dalam air dingin suhu kamar selama 1 jam. Perlakuan ini akan melemahkan ikatan perekat antar partikel terutama pada papan yang strand pada lapisan muka-belakangnya jauh lebih sedikit dibanding lapisan intinya. Demikian pula dengan penggunaan perekat, kadar perekat yang semakin sedikit akan menurunkan nilai MOR karena perekat yang diaplikasikan tidak cukup merata melapisi strand sehingga terdapat lebih banyak celah yang mempercepat masuknya air masuk ke dalam papan dan melemahkan ikatan antar partikel.
Menurut Tsoumis (1991), kadar air sangat mempengaruhi kekuatan
papan, karena kelembaban akan menurunkan kekuatan papan. Kadar air dari 5 ke 15% akan mengurangi kekuatan papan sampai 25-50% Kuat Pegang Sekrup Nilai rata-rata kuat pegang sekrup OSB berkisar antara 44,13 kgf yang disajikan pada Tabel 2. Dalam JIS A 5908-2003, nilai kuat pegang sekrup yang dipersyaratkan minimum 49,02 kgf sehingga OSB yang dihasilkan dalam penelitian tidak semuanya memenuhi standar.
49
OSB yang memiliki nilai kuat pegang sekrup tertinggi adalah OSB dengan rasio face-core 50:50 yang kadar perekatnya 4% sedangkan nilai terkecil adalah OSB dengan rasio face-core 40:60 yang kadar perekatnya 6%. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 24) menunjukkan bahwa kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai kuat pegang sekrup sedangkan rasio face-core dan interaksinya tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5%.
Kuat pegang sekrup cenderung
meningkat dengan berkurangnya kadar perekat isocyanate yang digunakan. Hal ini disebabkan bambu memiliki susunan sel-sel penyusun yang lebih rapat dan kandungan silika yang tinggi sehingga perekat tidak dapat berpenetrasi dengan mudah. Menurut Marra (1992) perekat kayu diformulasi untuk menghadapi porositas dan perekat tidak mempunyai kemampuan untuk berpenetrasi melewati dinding sel. Penggunaan perekat yang berlebih menyebabkan volume perekat pada garis rekat lebih banyak sementara untuk menjamin kontak yang intensif antar partikel, garis rekat harus setipis mungkin.
Hasil uji lanjut dengan
perbandingan berganda Duncan menunjukkan kadar perekat 4% dengan 5% dan 7% tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan kadar perekat 6%. Kecenderungan nilai kuat pegang ini mengikuti pola yang ditunjukkan pada kerapatan OSB yang dihasilkan.
Kuat pegang sekrup dipengaruhi oleh
kerapatan papan di bagian dekat permukaan dimana bagian ini merupakan bagian papan yang paling rapat karena mengalami pemadatan yang paling besar pada saat pengempaan.
Menurut Maloney (1993), bagian permukaan yang lebih dulu
mengalami pemanasan akan mengalami plastisasi yang diikuti dengan proses densifikasi mengakibatkan kerapatan papan di bagian permukaan lebih tinggi. Karena tidak ada perbedaan perlakuan pengempaan terhadap OSB sehingga rasio face-core tidak berpengaruh. Nilai kuat pegang sekrup yang memadai sangat penting dalam pengerjaan papan seperti dalam pembuatan furniture atau pelapis lantai yang membutuhkan sekrup atau paku sebagai sambungan.
50
Retensi Kekuatan (Strenght Retention) OSB Perbandingan nilai antara pengujian basah dan kering pada MOE dan MOR menghasilkan besaran yang disebut retensi kekuatan (Massijaya 1997). Besaran ini menggambarkan sampai sejauh mana produk yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau tidak. Tabel 3. Retensi kekuatan MOE dan MOR pada sejajar panjang dan lebar OSB Perlakuan A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
Retensi Kekuatan MOE // panjang // lebar 17,69 84,73 52,33 73,85 46,89 47,07 3,78 59,38 50,26 64,51 61,70 94,15 9,92 27,74 2,41 47,90 48,65 56,64 56,71 70,55 42,09 237,33 17,68 49,81 54,02 63,37 54,06 70,26 24,28 92,52 42,34 39,27
Retensi Kekuatan MOR // panjang // lebar 19,09 67,04 46,44 66,60 40,43 68,21 9,25 54,15 37,25 54,78 56,46 79,89 16,54 30,81 11,52 33,27 41,69 42,47 56,01 66,01 38,18 51,97 29,94 49,59 24,01 74,40 72,01 81,40 20,40 90,23 35,83 41,99
Keterangan : A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5%
A3B1 : A3B2 : A3B3 : A3B4 : A4B1 : A4B2 : A4B3 :
rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%
Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan retensi kekuatan MOE dan MOR pada sejajar panjang dan lebar OSB. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa retensi kekuatan pada posisi sejajar panjang lebih rendah dari sejajar lebar OSB. Hal ini berarti bahwa degradasi kekuatan OSB sejajar panjang lebih besar dibandingkan dengan OSB sejajar lebar. Dari penampakan contoh uji setelah dimasak selama 2 jam kemudian direndam dalam air pada suhu kamar selama 1
51
jam, OSB sejajar panjang mengalami kerusakan ikatan yang lebih besar dibandingkan OSB sejajar lebar.
Hal ini disebabkan arah strand lapisan
permukaan pada OSB sejajar panjang adalah sepanjang serat bambu sehingga lebih mudah untuk terlepasnya ikatan antar strands. Jika nilai retensi kekuatan MOR lebih dari 50% dapat diartikan produk tersebut bisa digunakan untuk keperluan eksterior dan tahan akan kondisi ekstrim (Nuryawan 2007). Berdasarkan hasil perhitungan retensi kekuatan (MOE dan MOR), OSB yang konsisten memiliki retensi kekuatan lebih dari 50% adalah OSB dengan rasio 50:50, rasio 60:40 dan 70:30 yang masing-masing kadar perekatnya sebesar 6% sehingga OSB dengan konstruksi tersebut dapat digunakan untuk keperluan eksterior baik pada posisi sejajar panjang maupun sejajar lebar. Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis OSB Hasil analisis sifat fisis dan mekanis OSB menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sifat diantara ke enam belas jenis papan tersebut. Selanjutnya untuk mempermudah melihat perbandingan kualitas masing-masing OSB maka dilakukan perangkingan terhadap parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji, dimana OSB yang terbaik adalah yang paling banyak memenuhi standar JIS A 5908-2003. Perangkingan tersebut dirangkum dalam bentuk tabel yang disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa OSB terbaik adalah OSB yang dibuat dengan rasio face-core 50:50 dengan kadar perekat 6% dibandingkan dengan OSB lainnya. Namun dapat dikatakan bahwa OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai kualitas yang baik karena dari 11 parameter sifat fisis dan mekanis yang diujikan, terdapat 6 jenis OSB yang semuanya memenuhi standar, 9 jenis OSB yang memenuhi 10 parameter dan 1 jenis OSB yang hanya memenuhi 9 parameter. Umumnya OSB tidak memenuhi standar pada parameter pengujian MOE kering sejajar lebar, MOR basah sejajar panjang dan kuat pegang sekrup. Perbandingan sifat fisis dan mekanis ini menunjukkan bahwa tidak ada OSB yang mutlak memiliki kualitas terbaik untuk semua parameter. akan tetapi diantara seluruh sifat mekanis papan, salah satu sifat terpenting dari papan adalah
52
MOR. Hal ini disebabkan karena dalam penggunaannya, kebanyakan beban yang diterima papan berupa beban lentur. Dari seluruh jenis OSB yang dibuat terlihat bahwa semakin tebal lapisan face maka akan meningkatkan nilai MOR dengan posisi pembebanan sejajar panjang papan namun akan terjadi sebaliknya bila posisi pembebanan sejajar lebar papan.
Tabel 4. Perangkingan sifat fisis dan mekanis OSB berdasarkan JIS A 5908-2003 Parameter Kerapatan Kadar air Pengembangan tebal 2 jam Pengembangan tebal 24 jam Pengembangan linier 2 jam Pengembangan linier 24 jam Daya serap air 2 jam Daya serap air 24 jam Internal bond MOE kering sejajar panjang OSB MOE kering sejajar lebar OSB MOE basah sejajar panjang OSB MOE basah sejajar lebar OSB MOR kering sejajar panjang OSB MOR kering sejajar lebar OSB MOR basah sejajar panjang OSB MOR basah sejajar lebar OSB Kuat pegang sekrup Jumlah parameter yang memenuhi standar Total Nilai Hasil Rangking Peringkat
Keterangan
OSB A1B1 A1B2
9* 8* 13 4* 14 14 4 7 7* 15* 2* 13 1 14* 4* 13 4* 5* 10 151 8
1* 3* 15 7* 8 2 6 9 4* 12* 1* 6 2 9* 1* 4* 1* 16 10 107 2
A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
6* 6* 7 13* 5 4 13 15 6* 14* 4* 10 6 8* 3* 6* 3* 11* 11 140 7
16* 12* 14 16* 6 9 11 6 8* 16* 5* 15 5 16* 5* 16 8* 7* 10 191 14
10* 9* 16 11* 7 11 10 4 15* 13* 6* 9 4 12* 9* 11* 6* 3* 11 166 10
3* 1* 11 12* 11 10 3 8 1* 10* 7* 2 3 4* 2* 3* 2* 6* 11 99 1
7* 7* 10 14* 9 5 16 16 16* 11* 3* 14 11 15* 7* 14 13* 4* 10 192 15
12* 14* 3 9* 3 8 15 13 13* 5* 8* 16 10 11* 11* 15 15* 1* 10 182 12
11* 16* 5 2* 15 7 12 11 5* 6* 9* 5 8 5* 6* 5* 9* 2* 11 139 6
2* 15* 1 1* 12 3 5 10 3* 9* 10* 4 7 3* 8* 2* 5* 12* 11 112 3
8* 2* 8 3* 1 12 7 3 10* 8* 15 8 9 6* 10* 7* 10* 8* 10 135 5
15* 10* 6 8* 10 15 9 2 12* 2* 11* 12 12 13* 13* 12* 14* 10* 11 186 13
4* 13* 12 5* 2 1 1 5 2* 4* 13 1 15 2* 12* 9* 11* 13* 10 125 4
5* 4* 4 6* 13 13 8 12 11* 3* 14 3 14 7* 14* 1* 7* 15 9 154 9
13* 5* 2 15* 16 16 14 14 9* 1* 16 11 13 1* 16* 10* 12* 9* 10 193 16
14* 11* 9 10* 4 6 2 1 14* 7* 12* 7 16 10* 15* 8* 16* 14 10 176 11
:
* Memenuhi standar JIS A 5908-2003 Range nilai 1-16 (Paling baik = 1, Paling buruk 16) Parameter yang dicetak miring disyaratkan dalam JIS A 5908-2003
53
54
Ketahanan OSB terhadap Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Data hasil pengujian ketahanan OSB terhadap rayap tanah setelah 21 hari pengumpanan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil perhitungan ketahanan OSB dari bambu Perlakuan Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
Kehilangan Berat (%) 15,52 6,25 3,92 7,32 3,26 7,51 7,01 6,45 6,95 7,34 8,89 5,85 6,53 6,80 3,86 7,33 4,83
Mortalitas (%) 6,82 16,36 15,91 10,45 11,21 13,79 14,70 16,06 16,52 16,67 17,73 20,45 20,45 35,91 39,39 36,82 33,03
Keterangan : Kontrol : cantoh uji bambu betung A1B1 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 7% A1B2 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 6% A1B3 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 5% A1B4 : rasio face-core 40:60, kadar perekat 4% A2B1 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 7% A2B2 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 6% A2B3 : rasio face-core 50:50, kadar perekat 5%
A3B1 : A3B2 : A3B3 : A3B4 : A4B1 : A4B2 : A4B3 :
rasio face-core 60:40, kadar perekat 7% rasio face-core 60:40, kadar perekat 6% rasio face-core 60:40, kadar perekat 5% rasio face-core 60:40, kadar perekat 4% rasio face-core 70:30, kadar perekat 7% rasio face-core 70:30, kadar perekat 6% rasio face-core 70:30, kadar perekat 5%
Pengamatan terhadap persentase kehilangan berat menunjukkan bahwa contoh uji OSB mengalami kehilangan berat berkisar antara 3,26-8,89%. Kehilangan berat tertinggi pada OSB yang dibuat dengan rasio face-core 60:40 yang kadar perekatnya 6% sedangkan yang terendah adalah OSB yang dibuat dengan rasio 40:60 yang kadar perekatnya 4%.
55
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, baik rasio face-core, kadar perekat maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5% terhadap persentase kehilangan berat. Hal ini berarti bahwa berapapun rasio face-core dan kadar perekat yang diberikan, rayap sudah tidak menyukai OSB yang telah diberikan perekat isocyanate. Kehilangan berat merupakan salah satu parameter untuk menilai keefektifan dari bahan yang diujikan. Semakin besar kehilangan yang terjadi, semakin banyak bahan yang dimakan oleh rayap dan semakin tidak tahan bahan yang diujikan terhadap serangan. Hasil analisis sidik ragam selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 25. Dari data tersebut terlihat bahwa persentase kehilangan berat OSB lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yaitu bambu, kehilangan berat berkurang banyak sekali yaitu dari 15,52% menjadi 3,26%, suatu penurunan yang lebih dari 70%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan perekat isocyanate dan pemadatan OSB cukup signifikan dalam menghambat aktifitas makan rayap. Hasil ini menunjukkan bahwa perekat tersebut sangat efektif melindungi OSB dari serangan rayap tanah. Menurut Weaver dan Owen (1992), salah satu kelebihan penggunaan isocyanate adalah meningkatkan ketahanan kayu terhadap deteriorasi akibat faktor biologis. Dari perilaku makannya, terlihat bahwa rayap cenderung menyerang bagian tengah papan dimana pada bagian ini papan memiliki kerapatan yang lebih rendah. OSB telah mengalami proses pengempaan pada suhu tinggi dan memiliki tingkat kerapatan yang berbeda dari permukaan ke bagian tengah. Bagian tengah memiliki kerapatan paling rendah, sementara bagian luar memiliki kerapatan paling tinggi. Kerapatan dan kekerasan yang rendah mengakibatkan tidak adanya celah atau retakan yang dapat dimasuki oleh rayap untuk menyerang papan. Keberadaan isocyanate yang melapisi permukaan strands bambu mampu melindungi OSB dari serangan rayap tanah khususnya bagian parenkim yang lebih lunak dari jaringan ikatan pembuluh.
56
Gambar 11. Contoh uji OSB yang sedang diserang rayap tanah Selanjutnya hasil pengujian mortalitas rayap tanah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar jenis OSB terhadap nilai mortalitas, namun nilai mortalitas pada OSB lebih besar dari nilai mortalitas pada kontrol yaitu sebesar 6,82%. Jika dilihat dari nilai mortalitas pada OSB yang lebih tinggi maka OSB yang telah mengalami proses pengempaan dan menggunakan perekat isocyanate sudah tidak disukai oleh rayap tanah walaupun tetap terjadi kerusakan dalam jumlah yang kecil dan mortalitas tidak sampai 100%. Masih adanya kerusakan pada contoh uji karena isocyanate bukan racun yang mematikan dan rayap mencoba-coba memakan dalam kondisi tidak adanya pilihan makanan lain. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio face-core berpengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap sementara kadar perekat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5%. Uji lanjut yang dilakukan dengan menggunakan perbandingan berganda Duncan menunjukkan bahwa rasio face-core 40:60, 50:50 dan 60:40 masing-masing tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan rasio 70:30.
OSB dengan rasio 70:30 yang kadar
perekatnya 6% memiliki tingkat mortalitas rayap paling tinggi dan mengalami kehilangan berat yang rendah. Hal ini dikarenakan jumlah individu rayap yang tersisa juga semakin sedikit. Pada OSB dengan rasio 70:30, rayap mengalami mortalitas paling tinggi karena papan memiliki karakteristik yang lebih keras dan padat sehingga lama kelamaan rayap lemah dan mati. Kemungkinan rayap yang masih sehat memakan
rayap yang lemah/mati untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya sampai batas akhir periode pengujian mortalitas. Menurut
57
Rismayadi dan Arinana (2007), pada kondisi sumber makanan yang terbatas dan tidak seimbang dengan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan koloni rayap, maka rayap kerap berprilaku kanibal pada anggota koloninya yang tidak produktif. Kadar perekat tidak berpengaruh terhadap tingkat mortalitas rayap karena perekat isocyanate yang bereaksi dengan bambu telah mengubah struktur dari bambu itu sendiri sehingga dengan kadar yang lebih sedikitpun rayap sudah tidak menyukainya. lampiran 26.
Hasil analisis sidik ragam selengkapnya dapat dilihat pada
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Secara umum rasio face-core mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu betung kecuali pengembangan tebal 2 jam, pengembangan linier, internal bond dan kuat pegang sekrup. Kadar perekat juga mempengaruhi sifat fisis dan mekanis OSB dari bambu betung kecuali pengembangan tebal, pengembangan linier, internal bond dan MOE pada kondisi kering. 2. Penggunaan rasio face-core 50:50 dengan kadar perekat 6% menghasilkan OSB dari bambu betung dengan kualitas terbaik. 3. OSB dari bambu yang dihasilkan semuanya memenuhi standar JIS A 59082003 untuk parameter sifat fisis. Untuk parameter sifat mekanis, umumnya telah memenuhi standar kecuali OSB MOE kering sejajar lebar OSB, MOR basah sejajar panjang OSB dan kuat pegang sekrup. 4. Rasio face-core yang lebih besar akan meningkatkan kekuatan (MOE dan MOR) pada pengujian sejajar panjang OSB sebaliknya akan menurunkan kekuatan pada pengujian sejajar lebar OSB. 5. Ketahanan OSB dari bambu terhadap rayap tanah lebih tinggi dari bambu. Saran 1. Direkomendasikan menggunakan rasio face-core 50:50 dalam proses pembuatan OSB bambu. 2. Perlu dilakukan penelitian OSB bambu mengenai optimasi ukuran strands.
59
DAFTAR PUSTAKA Becker N P E. 1993. The Complete Book of Home Inspection for the Buyer or Owner. USA : McGraw Hill. Blomquist R F, Christiansen A W, Gillespie R H, Myers G E. editor 1983. Adhesives Bonding of Wood and Other Structural Materials. USA : The Pennsylvania State University. Bodig J, Jayne B A. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. New York : Van Nostrand Reinhold Co. Bowyer J L, Shmulsky R, Haygreen, J G. 2004. Forest Products and Wood Science, an Introduction 4th Ed. USA : Iowa State Press A Blackwell Publ. Brochmann J, Edwardson C, Shmulsky R. 2004. Influence of resin type and flake thickness on properties of OSB. USA : Forest Products Journal 54 (3) : 51 – 55. Caesar C. 1997. Raw materials used in OSB production. Asian Timber, August 1993. P 38-40. Carll C. 1986. Wood Particle and Flakeboard : Types, Grades, and Uses. USA Madison : Forest Products Laboratory University of Wisconsin. Dransfield S, Widjaja E A. 1995. Bamboos. Plant Resources of South-East Asia No.7. Bogor, Indonesia. Galbraith C J, Newman W H. 1992. Reaction mechanism and effect with MDI isocyanate binders for wood composites. Di dalam : Plackett D V, Dunningham E A, compiler. Proceedings of the Pacific Rim Bio-based Composites Symposium; Rotorua New Zealand, 9 – 13 November 1992. P 130-142. Hunt M G, Garrat A G. 1986. Pengawetan Kayu. Muhamad Jusuf, penerjemah; Jakarta : Akademi Pressindo. Janssen, J J A. 1980. The mechanical properties of bamboo used in construction. Bamboo Research in Asia. Proceedings of Workshop; Singapore, 28-30 May 1980. [JSA] Japanese Standards Association, 1980. Japanese Industrial Standard (JIS) K 6833. Japan. , 2003. Particleboards. Japanese Industrial Standard (JIS) A 5908-2003. Japan.
60
Kawai S, Umemura K, Sasaki H, Matsuo K. 1998. Effects of the formulation of isocyanate resins on the properties of particleboard. Di dalam : Hadi Y S, compiler. Proceedings of the Fourth Pacific Rim Bio-based Composites Symposium ; Bogor, 2 – 5 November 1998. P 65-70. Kalemwork S, Tahir P, Ding W E, Ashaari Z. 2005. Effects of particle size and orientation on properties of particleboard made from ethiopian highland bamboo (Yushania alpine). Using Wood Composites as Tool for Sustainable Forestry. Proceedings of Scientific Session 90, XXII IUFRO World Congress ; Brisbane, Australia, 12 Agustus 2005. P 65-71. Koch P. 1985, Utilization of Hardwoods Growing on Southern Pine Sites. Vol III, U.S. Department of Agriculture. Forest Service, Washington, D.C. Krisdianto, Sumarni G, Ismanto A. 2005. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Depatemen Kehutanan. Bogor. Lowood J. 1997. Oriented strand board and waferboard. Di dalam: Smulski S, editor. Engineered Wood Product a Guide for Specifiers, Designers and User. Madison : PFS Research Foundation. P. 123-145. Maloney T M. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. Edisi Revisi. San Francisco USA : Miller Freeman Inc. Marra A A. 1992. Technology of Wood Bonding : Principle in Practice. New York : Van Nostrand Reinhold. Massijaya M Y. 1997. Development of boards made from waste newspaper [disertasi]. Tokyo Japan : Tokyo University. Mattjik A A, Sumertajaya I M. 2002. Perancangan Percobaan. Bogor : IPB Press. Morisco. 2005. Rangkuman Penelitian Bambu di Pusat Studi Ilmu Teknik UGM (1994 – 2004). Prosiding Perkembangan Bambu Indonesia : Jogyakarta, 17 Januari 2005. Hal 11-22. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap ; Perilaku dan Pengendaliannya. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Nuriyatin N. 2000. Studi analisis sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan penggunaan [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, IPB. Nishimura T, Amin J, Ansell M P. 2004. Image analysis and bending properties of model OSB as a function of strand distribution, shape and size. Journal of Wood Science and Technolgy 38 : 297-309, USA : Springer Verlag.
61
Nuryawan A, Massijaya M Y. 2006. Mengenal Oriented Strand Board . Bogor : Kerjasama Antara Fak. Pertanian Univ. Sumatera Utara dan Fak. Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nuryawan A. 2007. Sifat fisis dan mekanis Oriented Strand Board dari kayu akasia, ekaliptus dan gmelina berdiameter kecil [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, IPB. PT. Bambu Nusantara. 2003. Bambu Indonesia Budidaya dan Pemanfaatannya. Rismayadi Y, Arinana. 2007. Usir Rayap dengan Cara Baru dan Ramah Lingkungan. Jakarta : PT. Gramedia. Sastrapradja S, Widjaja E A, Prawiroatmodjo S, Soenarko S. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional LIPI : PN Balai Pustaka. [SBA] Structural Board Association. 2005. History of Oriented Strand Board. http:/www.osbguide.com/osbhistory.html [12 November 2007]. Sumardi I, Ono K, Suzuki S. 2005. Effect of density and layer structure on the mechanical properties of bamboo standboard. Proceedings of International Symposium on Wood Science and Technology. IAWPS 2005. 50th Anniversary of the Japan Wood Research Society; Pasifico Yokohama, 2730 November 2005. P 111-112. Surjokusumo S. 1997. Pemanfaatan Bambu untuk Bahan Bangunan. Prosiding Panel Diskusi Bambu. Jakarta. Sutrisno. 1999. Pengaruh nisbah tekan terhadap sifat papan untai kayu sengon dan tusam [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, IPB. Tambunan B. 2000. Oriented Strand Board, Bogor : Laboratorium Biokomposit Fakultas Kehutanan IPB. Tarumingkeng R C. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. Edisi Revisi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization. New York : Van Nostrand Reinhold. Umemura K, Takahashi A, Kawai S. 1998. Thermal properties of isocyanate resin adhesives for wood. Di dalam : Hadi Y S, compiler. Proceedings of the Fourth Pacific Rim Bio-based Composites Symposium ; Bogor, 2 – 5 November 1998. P 71-79. Vick C B. 1999. Adhesive bonding of wood materials. Di dalam : Wood Handbook ; Wood as an Engineering Material. USA : Forest Products Society. Chapter 9, P 1-14
62
Walter K. 1993. Oriented Strandboard and Laminated Strand Lumber, Update Applications and New Development. Germany : G. Siempelkamp GMBH and Co. Krefeld. Wang X M, Wan H, Shen J. 2005. Effect of MDI and powder PF combination binder system on OSB performance. Proceedings of International Symposium on Wood Science and Technology. IAWPS 2005. 50th Anniversary of the Japan Wood Research Society; Pasifico Yokohama, 2730 November 2005. Weaver F W, Owen N L. 1992. The isocyanate-wood adhesive bond. Di dalam : Plackett D V, Dunningham E A, compiler. Proceedings of the Pacific Rim Bio-based Composites Symposium ; Rotorua New Zealand, 9 – 13 November 1992. Pp. 143-153. Widjaja, E A, Utami N W, Saefudin. 2004. Panduan Membudidayakan Bambu. Bogor : Puslitbang Biologi LIPI. Youngquist J A. 1999. Wood based composites and panel products. Di dalam : Wood Handbook ; Wood as an Engineering Material. USA : Forest Products Society. Chapter 10, P 1-30. Yusuf S, Utomo S. 2006. Rayap dan serangga perusak kayu lainnya. Di dalam : Hama Pemukiman Indonesia. Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Bogor : Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
64
Lampiran 1. Hasil pengukuran berat jenis dan kadar air bambu betung Berat awal Berat dalam air BKT Sampel (g) (g) (g) KA % BJ P1 4,244 5,586 2,475 71,47 0,44 P2 5,791 6,444 3,333 73,74 0,52 P3 4,290 5,571 2,483 72,77 0,45 T1 4,343 4,685 3,494 24,29 0,75 T2 4,260 4,893 3,430 24,19 0,70 T3 4,162 4,652 3,356 24,01 0,72 U1 2,763 3,104 2,295 20,40 0,74 U2 2,370 2,658 1,955 21,22 0,74 U3 2,451 2,782 2,034 20,50 0,73 Rata-rata 39,18 0,64
65
Lampiran 2. Hasil pengujian sifat mekanis bambu lebar tebal MOE NO (cm) (cm) (kgf/cm2) Pangkal-1 2,02 1,05 88973 Pangkal-2 2,08 1,04 95496 Pangkal-3 2,07 0,98 116859 Rata-rata 100443 Tengah-1 2,14 0,94 134269 Tengah- 2 2,11 1,04 112193 Tengah-3 2,02 1,00 129061 Rata-rata 125175 Ujung-1 2,06 0,98 91172 Ujung-2 2,08 1,08 87194 Ujung-3 2,04 0,99 74018 Rata-rata 84128 Rata-rata total 103249
MOR(Kgf/cm2) 1805 1714 1999 1839 2376 2130 2356 2287 1648 1927 1295 1623 1917
66
Lampiran 3. Hasil pengukuran nisbah kelangsingan (selenderness ratio) dan nisbah aspek (aspect ratio) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Panjang (mm) 1 2 72,70 72,24 72,36 71,91 72,02 71,95 72,19 71,90 72,14 72,74 70,14 70,17 71,59 72,24 71,65 72,24 76,53 75,77 71,90 73,26 76,86 76,23 74,63 74,72 71,76 71,58 71,56 72,23 71,88 73,25 72,27 71,94 76,68 73,88 72,38 72,48 77,74 76,63 71,68 71,18 73,20 71,43 75,85 75,49 76,56 75,73 71,19 72,20 71,95 71,68 70,05 70,07 71,97 71,93 68,16 67,66 75,62 76,06 73,18 73,26 69,33 69,42 75,16 73,30 72,51 72,36 71,97 72,01 73,89 73,12 71,76 71,12 71,69 71,26 72,82 72,58 67,71 69,66 71,03 72,63 72,12 71,57 71,08 70,24 72,72 72,55 70,94 71,13 72,53 72,17 71,52 71,55 71,50 71,80 73,75 73,35 73,82 72,91 72,06 71,59 72,19 70,61
Panjang Ratarata (mm) 72,47 72,14 71,99 72,05 72,44 70,16 71,92 71,95 76,15 72,58 76,55 74,68 71,67 71,90 72,57 72,11 75,28 72,43 77,19 71,43 72,32 75,67 76,15 71,70 71,82 70,06 71,95 67,91 75,84 73,22 69,38 74,23 72,44 71,99 73,51 71,44 71,48 72,70 68,69 71,83 71,85 70,66 72,64 71,04 72,35 71,54 71,65 73,55 73,37 71,83 71,40
Lebar (mm) 1 2 21,13 21,10 17,35 17,17 22,88 22,70 20,44 20,64 20,64 20,31 20,62 20,43 22,98 23,12 21,99 21,56 21,13 21,43 21,84 21,45 22,65 21,61 20,68 20,95 21,59 21,41 18,22 18,42 20,02 20,06 20,80 21,50 17,80 17,86 16,20 15,66 21,80 21,85 20,71 20,56 20,66 20,77 18,99 18,40 20,96 20,99 20,66 20,39 21,02 21,18 20,34 20,64 19,69 19,88 18,46 18,50 20,03 19,93 20,83 20,32 18,01 17,82 21,23 21,69 19,96 19,85 22,25 21,63 21,00 21,00 19,46 19,12 20,18 20,15 20,07 19,77 20,00 20,32 20,42 20,38 20,79 20,99 20,32 20,03 18,81 18,70 21,32 20,72 20,45 20,35 20,38 20,44 19,57 19,47 20,93 20,88 21,03 21,04 21,21 21,05 17,30 17,47
Lebar Ratarata (mm) 21,12 17,26 22,79 20,54 20,48 20,53 23,05 21,78 21,28 21,65 22,13 20,82 21,50 18,32 20,04 21,15 17,83 15,93 21,83 20,64 20,72 18,70 20,98 20,53 21,10 20,49 19,79 18,48 19,98 20,58 17,92 21,46 19,91 21,94 21,00 19,29 20,17 19,92 20,16 20,40 20,89 20,18 18,76 21,02 20,40 20,41 19,52 20,91 21,04 21,13 17,39
Tebal (mm) 0,66 0,73 0,68 0,59 0,56 0,44 0,72 0,62 0,48 0,67 0,63 0,44 0,70 0,61 0,65 0,67 0,60 0,41 0,38 0,71 0,72 0,56 0,63 0,59 0,67 0,57 0,60 0,59 0,48 0,56 0,57 0,51 0,67 0,51 0,51 0,51 0,55 0,40 0,37 0,48 0,63 0,63 0,55 0,36 0,37 0,58 0,55 0,46 0,56 0,71 0,45
Slenderness Ratio 109,80 98,82 105,86 122,11 129,36 159,44 99,88 116,04 158,65 108,33 121,50 169,72 102,39 117,86 111,64 107,62 125,47 176,66 203,12 100,61 100,44 135,13 120,87 121,52 107,19 122,91 119,92 115,10 158,00 130,75 121,71 145,55 108,11 141,16 144,13 140,08 129,95 181,75 185,64 149,65 114,04 112,16 132,06 197,32 195,54 123,34 130,27 159,89 131,01 101,16 158,67
Aspect Ratio 3,43 4,18 3,16 3,51 3,54 3,42 3,12 3,30 3,58 3,35 3,46 3,59 3,33 3,92 3,62 3,41 4,22 4,55 3,54 3,46 3,49 4,05 3,63 3,49 3,40 3,42 3,64 3,67 3,80 3,56 3,87 3,46 3,64 3,28 3,50 3,70 3,54 3,65 3,41 3,52 3,44 3,50 3,87 3,38 3,55 3,50 3,67 3,52 3,49 3,40 4,11
67
Lampiran 3. (Lanjutan) No 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Panjang (mm) 1 2 75,27 75,95 77,15 75,95 71,85 71,67 71,99 72,52 71,59 72,01 73,03 75,17 67,90 67,35 71,47 72,15 72,40 71,93 69,48 70,19 72,41 72,53 73,57 71,77 72,08 71,57 74,65 74,41 69,55 69,43 71,55 73,27 71,72 72,90 71,39 70,90 74,17 73,69 69,52 70,74 76,21 75,88 71,51 71,18 71,20 71,31 70,54 72,54 68,71 70,06 69,89 68,98 71,51 71,53 73,31 72,30 71,86 72,30 72,34 73,12 74,20 72,96 75,91 74,30 74,38 74,86 73,20 72,18 73,39 74,29 73,90 73,60 73,38 73,90 74,15 73,90 74,25 74,28 76,86 75,55 73,36 73,13 71,66 71,46 68,41 67,45 72,09 71,41 73,09 73,09 75,00 74,47 72,60 72,10 73,28 73,75 73,83 74,56 Rataan Sd
Panjang Ratarata (mm) 75,61 76,55 71,76 72,26 71,80 74,10 67,63 71,81 72,17 69,84 72,47 72,67 71,83 74,53 69,49 72,41 72,31 71,15 73,93 70,13 76,05 71,35 71,26 71,54 69,39 69,44 71,52 72,81 72,08 72,73 73,58 75,11 74,62 72,69 73,84 73,75 73,64 74,03 74,27 76,21 73,25 71,56 67,93 71,75 73,09 74,74 72,35 73,52 74,20 72,52 4,53
Lebar (mm) 1 2 20,06 19,83 18,83 18,98 19,11 19,05 22,82 22,34 22,27 21,53 19,48 20,08 20,53 20,45 21,27 22,33 18,74 18,79 21,02 20,88 18,10 17,16 20,16 19,64 20,75 20,66 21,03 21,20 20,82 20,64 20,71 21,50 22,60 22,40 22,81 22,52 20,06 20,50 20,37 20,44 22,36 22,57 18,97 19,35 19,11 19,06 20,27 20,45 19,06 19,39 17,96 18,26 18,65 18,55 18,98 18,66 20,46 20,57 17,14 16,83 17,22 17,39 19,05 18,87 19,87 19,61 20,04 20,13 20,69 20,45 20,34 20,09 19,56 19,56 19,75 19,49 20,15 20,15 20,32 20,25 21,43 21,19 19,36 19,36 20,35 20,15 21,90 21,16 19,73 20,48 18,36 18,37 19,09 18,75 23,20 22,96 21,94 21,44
Lebar Ratarata (mm) 19,95 18,91 19,08 22,58 21,90 19,78 20,49 21,80 18,77 20,95 17,63 19,90 20,71 21,12 20,73 21,11 22,50 22,67 20,28 20,41 22,47 19,16 19,09 20,36 19,23 18,11 18,60 18,82 20,52 16,99 17,31 18,96 19,74 20,09 20,57 20,22 19,56 19,62 20,15 20,29 21,31 19,36 20,25 21,53 20,11 18,37 18,92 23,08 21,69 20,21 1,40
Tebal (mm) 0,49 0,46 0,45 0,69 0,54 0,47 0,55 0,69 0,50 0,43 0,59 0,60 0,35 0,58 0,59 0,53 0,47 0,61 0,56 0,25 0,52 0,54 0,62 0,34 0,37 0,50 0,60 0,46 0,59 0,40 0,33 0,39 0,69 0,35 0,61 0,38 0,67 0,68 0,54 0,53 0,41 0,61 0,62 0,45 0,50 0,56 0,56 0,46 0,57 0,54 0,11
Slenderness Ratio 154,31 166,41 159,47 104,72 132,96 157,66 122,95 104,07 144,33 162,41 122,83 121,12 205,21 128,50 117,78 136,62 153,85 116,63 132,02 280,52 146,24 132,12 114,93 210,41 187,53 138,87 119,20 158,27 122,17 181,83 222,97 192,58 108,14 207,69 121,05 194,08 109,91 108,86 137,53 143,78 178,65 117,31 109,56 159,44 146,18 133,46 129,20 159,82 130,17 140,26 32,81
Aspect Ratio 3,79 4,05 3,76 3,20 3,28 3,75 3,30 3,29 3,85 3,33 4,11 3,65 3,47 3,53 3,35 3,43 3,21 3,14 3,65 3,44 3,39 3,72 3,73 3,51 3,61 3,83 3,85 3,87 3,51 4,28 4,25 3,96 3,78 3,62 3,59 3,65 3,76 3,77 3,69 3,76 3,44 3,70 3,35 3,33 3,64 4,07 3,82 3,19 3,42 3,61 0,32
68
Lampiran 4. Hasil pengukuran sudut kontak pada strand bambu Ulangan
Sudut (º)
1
36,3 38,8
Rata-rata
38,7
nilai cos
0,78
2
34,4 36,7
Rata-rata
35,6
nilai cos
0,81
3
39,3 39,5
Rata-rata
39,4
nilai cos
0,77
Rata-rata total
37,9
nilai cos rata-rata
0,79
69
Lampiran 5. Nilai solid content perekat isocyanate Berat Berat Ulangan Berat resin (gr) cawan+resin cawan (BA) 1 20,85 1,52 22,37 2 21,11 1,55 22,66 3 22,33 1,54 23,87 Rata-rata
BKO+cawan (gr)
BKO (gr)
RSC (%)
22,36 22,64 23,86
1,51 1,53 1,53
99,34 98,71 99,75 99,13
70
Lampiran 6. Nilai viscositas perekat isocyanate Kecepatan 30 Rpm Angka pada jarum
10,5
Faktor koreksi pada spindle No. 4
200
Viscositas
2100 CP(mPa.S)
71
Lampiran 7. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut kerapatan OSB Dependent Variable: kerapatan Source Corrected Model
Type III Sum of Squares ,067(a)
df 15
Mean Square ,004
F 4,827
Sig. ,000
a
,002
3
,001
,620
,607
b
,049
3
,016
17,672
,000
a*b
,016
9
,002
1,947
,080
Error
,030
32
,001
Corrected Total ,097 47 a R Squared = ,693 (Adjusted R Squared = ,550)
Duncan Subset kadar perekat 6%
N 12
1 ,7829
2
3
5%
12
,8180
7%
12
,8185
4%
12
,8724
1,000 ,969 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
1,000
Sig.
72
Lampiran 8. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar air Dependent Variable: kadar air Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 16,889(a)
df 15
Mean Square 1,126
F 13,491
Sig. ,000
a
1,646
3
,549
6,573
,001
b
8,163
3
2,721
32,604
,000
a*b
7,080
9
,787
9,426
,000
Error
2,671
32
,083
Corrected Total 19,560 47 a R Squared = ,863 (Adjusted R Squared = ,799)
Kadar air Duncan N Subset interaksi 1 2 3 4 5 6 7 A2B2 3 7,3400 A1B2 3 7,4500 7,4500 A3B3 3 7,4900 7,4900 3 7,5267 7,5267 A4B2 A4B3 3 7,9133 7,9133 A1B3 3 7,9133 7,9133 A2B3 3 8,0967 8,0967 A1B1 3 8,2067 8,2067 8,2067 3 8,4200 8,4200 8,4200 8,4200 A2B1 A3B4 3 8,5667 8,5667 8,5667 8,5667 A4B4 3 8,5700 8,5700 8,5700 8,5700 A1B4 3 8,6833 8,6833 8,6833 3 8,8033 8,8033 A4B1 A2B4 3 9,0400 A3B2 3 9,0933 A3B1 3 Sig. ,478 ,087 ,062 ,081 ,079 ,156 ,056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8,346E-02. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
8
8,6833 8,8033 9,0400 9,0933 9,1167 ,109
73
Lampiran 9. Hasil analisis analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam Dependent Variable: pengembangan tebal 2 jam Source Corrected Model a b
Type III Sum of Squares 23,982(a)
df 15
Mean Square 1,599
6,823
3
F ,952
Sig. ,523
2,274
1,354
,274
6,104
3
2,035
1,211
,322
a*b
11,055
9
1,228
,731
,677
Error
53,757
32
1,680
Corrected Total
77,740
47
a R Squared = ,308 (Adjusted R Squared = -,016)
74
Lampiran 10. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut pengembangan tebal 24 jam Dependent Variable: pengembangan tebal 24 jam Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 174,824(a)
df 15
Mean Square 11,655
F 1,894
Sig. ,064
A
66,569
3
22,190
3,606
,024
B
52,872
3
17,624
2,864
,052
A*B
55,383
9
6,154
1,000
,460
Error
196,894
32
6,153
Corrected Total
371,718
47
a R Squared = ,470 (Adjusted R Squared = ,222)
Duncan Subset rasio face-core 60:40
N 12
1 3,9158
2
70:30
12
6,2758
40:60
12
6,6800
50:50
12
6,8292
Sig.
1,000 ,611 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 6,153. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
75
Lampiran 11. Hasil analisis analisis sidik ragam pengembangan linier 2 jam
Dependent Variable: pengembangan linier 2 jam Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 6,262E-02(a)
df 15
Mean Square 4,175E-03
F ,749
Sig. ,719
A
8,131E-04
3
2,710E-04
,049
,986
B
9,053E-03
3
3,018E-03
,541
,658
A*B
5,276E-02
9
5,862E-03
1,051
,423
Error
,178
32
5,575E-03
Corrected Total
,241
47
a R Squared = ,260 (Adjusted R Squared = -,087)
76
Lampiran 12. Hasil analisis analisis sidik ragam pengembangan linier 24 jam Dependent Variable: pengembangan linier 24 jam Source Corrected Model
Type III Sum of Squares ,280(a)
df 15
Mean Square 1,869E-02
F ,850
Sig. ,621
A
7,135E-03
3
2,378E-03
,108
,955
B
1,790E-02
3
5,967E-03
,271
,846
A*B
,255
9
2,838E-02
1,290
,281
Error
,704
32
2,201E-02
Corrected Total
,985
47
a R Squared = ,285 (Adjusted R Squared = -,050)
77
Lampiran 13. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut daya serap air 2 jam Dependent Variable: daya serap air 2 jam Type III Sum of Squares 165,887(a)
Source Corrected Model
df 15
Mean Square 11,059
F 4,795
Sig. ,000
A
35,309
3
11,770
5,103
,005
B
61,178
3
20,393
8,841
,000
A*B
69,400
9
7,711
3,343
,005
Error
73,810
32
2,307
239,697
47
Corrected Total
a R Squared = ,692 (Adjusted R Squared = ,548)
Duncan Subset interaksi A4B1
3
1 9,5467
A4B4
3
10,1400
10,1400
A2B2
3
10,2233
10,2233
A1B1
3
10,5233
10,5233
10,5233
A3B2
3
10,6300
10,6300
10,6300
A1B2
3
10,7000
10,7000
10,7000
A3B3
3
10,7500
10,7500
10,7500
A4B2
3
10,9833
10,9833
10,9833
A3B4
3
11,0567
11,0567
11,0567
A2B1
3
11,2367
11,2367
11,2367
A1B4
3
11,3100
11,3100
11,3100
A3B1
3
12,3033
12,3033
12,3033
A1B3
3
12,6300
12,6300
A4B3
3
13,1267
13,1267
A2B4
3
A2B3
3
Sig.
N
2
3
4
13,3933
,069 ,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,307. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
17,5533 ,059
1,000
78
Lampiran 14. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut daya serap air 24 jam Dependent Variable: daya serap air 24 jam Type III Sum of Squares 504,880(a)
Source Corrected Model
df 15
Mean Square 33,659
F 6,363
Sig. ,000
A
72,053
3
24,018
4,541
,009
B
219,006
3
73,002
13,801
,000
A*B
213,820
9
23,758
4,492
,001
Error
169,262
32
5,289
Corrected Total
674,142
47
a R Squared = ,749 (Adjusted R Squared = ,631)
Duncan Interaksi
N
Subset
A4B4
3
1 28,2167
A3B4
3
30,1167
30,1167
A3B3
3
30,3367
30,3367
30,3367
A2B1
3
30,7833
30,7833
30,7833
A4B1
3
31,1167
31,1167
31,1167
A1B4
3
31,3967
31,3967
31,3967
A1B1
3
32,0300
32,0300
32,0300
A2B2
3
32,9567
32,9567
32,9567
A1B2
3
33,2067
33,2067
33,2067
A3B2
3
33,3367
33,3367
33,3367
A3B1
3
33,4700
33,4700
33,4700
A4B2
3
34,1467
34,1467
34,1467
34,1467
A3B1
3
34,8000
34,8000
34,8000
A4B3
3
36,6567
36,6567
A1B3
3
A2B3 A2B4 Sig.
2
3
4
5
6
38,0600
3
,086 ,078 ,052 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5,289. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
38,0600 41,6767
,095
,064
,063
79
Lampiran 15. Hasil analisis analisis sidik ragam internal bond Dependent Variable: internal bond Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 405,304(a)
df 15
Mean Square 27,020
F 1,118
Sig. ,380
A
23,502
3
7,834
,324
,808
B
150,803
3
50,268
2,080
,122
A*B
230,999
9
25,667
1,062
,416
Error
773,292
32
24,165
1178,596
47
Corrected Total
a R Squared = ,344 (Adjusted R Squared = ,036)
80
Lampiran 16. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE kering sejajar panjang Dependent Variable: MOE KSP Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 9448918568,980(a)
df 15
Mean Square 629927904,599
F 1,879
Sig. ,066
a
6041837840,396
3
2013945946,799
6,006
,002
b
441674363,729
3
147224787,910
,439
,727
a*b
2965406364,854
9
329489596,095
,983
,473
Error
10729558545,334
32
335298704,542
Corrected Total
20178477114,313
47
a R Squared = ,468 (Adjusted R Squared = ,219)
Duncan Subset rasio face-core 40:60
12
1 81665,17
50:50
12
92916,83
60:40
12
70:30
12
Sig.
N
2
3
92916,83 101522,58
,142 ,258 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 335298704,542. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
101522,58 112206,17 ,163
81
Lampiran 17. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE kering sejajar lebar Dependent Variable: MOE KSL Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 2974536552,979(a)
df 15
Mean Square 198302436,865
F 4,066
Sig. ,000
a
2562106926,896
3
854035642,299
17,513
,000
b
86076404,396
3
28692134,799
,588
,627
a*b
326353221,688
9
36261469,076
,744
,667
Error
1560504325,333
32
48765760,167
Corrected Total
4535040878,313
47
a R Squared = ,656 (Adjusted R Squared = ,495)
Duncan Subset rasio face-core 70:30
12
1 10605,92
60:40
12
15705,58
50:50
12
24580,67
40:60
12
29265,08
Sig.
N
2
,083 ,110 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 48765760,167. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
82
Lampiran 18. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE basah sejajar panjang Dependent Variable: MOE BSP Source Intercept
Type III Sum of Squares 57520576476,750
df 1
Mean Square 57520576476,750
F 778,422
Sig. ,000
a
4449428018,250
3
1483142672,750
20,071
,000
b
8229155719,417
3
2743051906,472
37,122
,000
a*b
4290235768,250
9
476692863,139
6,451
,000
Error
2364602097,334
32
73893815,542
19333421603,250
47
Corrected Total
a R Squared = ,878 (Adjusted R Squared = ,820)
MOE Basah Sejajar Panjang Duncan N Subset INTERAKSI 1 2 3 4 5 6 A2B4 3 2439,67 3 2808,67 A1B4 A2B3 3 8804,33 8804,33 A1B1 3 12976,00 12976,00 A3B4 3 19813,67 19813,67 A4B3 3 32687,00 32687,00 A1B3 3 37388,00 37388,00 A2B1 3 38010,33 38010,33 A3B3 3 38809,33 38809,33 A4B4 3 43086,33 43086,33 43086,33 A1B2 3 44027,33 44027,33 44027,33 A3B1 3 48537,33 48537,33 48537,33 A3B2 3 53309,00 53309,00 A2B2 3 56659,00 A4B2 3 56910,67 A4B1 3 57607,33 Sig. ,180 ,148 ,076 ,057 ,055 ,080 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 73893815,542. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
83
Lampiran 19. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOE basah sejajar lebar Dependent Variable: MOE BSL Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 1628667983,250(a)
df 15
Mean Square 108577865,550
F 6,437
Sig. ,000
a
938891276,083
3
312963758,694
18,555
,000
b
430769417,083
3
143589805,694
8,513
,000
a*b
259007290,083
9
28778587,787
1,706
,128
Error
539727488,000
32
16866484,000
2168395471,250
47
Corrected Total
a R Squared = ,751 (Adjusted R Squared = ,634)
Duncan Subset rasio face-core 70:30
N 12
60:40
12
50:50
12
40:60
12
1 6325,92
2
13358,17 18319,58
1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 16866484,000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
Duncan Subset 12
1 8674,67
5%
12
9399,58
7%
12
14267,42
6%
12
15596,83
Sig.
N
4
9934,83
Sig.
kadar perekat 4%
3
2
,668 ,434 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 16866484,000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
1,000
1,000
84
Lampiran 20. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR kering sejajar panjang Dependent Variable: MOR KSP Type III Sum of Squares 1021674,583(a)
Source Corrected Model
df 15
Mean Square 68111,639
F 2,570
Sig. ,012
a
391115,083
3
130371,694
4,920
,006
b
294433,417
3
98144,472
3,704
,021
a*b
336126,083
9
37347,343
1,409
,225
Error
847999,333
32
26499,979
1869673,917
47
Corrected Total
a R Squared = ,546 (Adjusted R Squared = ,334)
Duncan Subset rasio face-core 40:60
N 12
1 549,50
50:50
12
563,67
60:40
12
670,92
70:30
12
2
670,92 772,75
Sig.
,093 ,135 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 26499,979. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
Duncan Subset kadar perekat 4%
2
12
1 512,33
7%
12
639,58
639,58
5%
12
687,67
6%
12
717,25
Sig.
N
,065 ,279 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 26499,979. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
85
Lampiran 21. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR kering sejajar lebar Dependent Variable: MOR KSL Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 384750,146(a)
df 15
Mean Square 25650,010
F 3,844
Sig. ,001
a
280099,563
3
93366,521
13,991
,000
b
66726,229
3
22242,076
3,333
,032
a*b
37924,354
9
4213,817
,631
,762
Error
213549,333
32
6673,417
Corrected Total
598299,479
47
a R Squared = ,643 (Adjusted R Squared = ,476)
Duncan Subset rasio face-core 70:30
N 12
1 158,50
2
60:40
12
257,75
50:50
12
300,00
40:60
12
369,33
Sig.
1,000 ,214 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 6673,417. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
Duncan Subset kadar perekat 4%
12
1 225,00
5%
12
253,83
7%
12
280,42
6%
12
Sig.
N
3
2
280,42 326,33
,126 ,178 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 6673,417. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
1,000
86
Lampiran 22. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR basah sejajar panjang Dependent Variable: MOR BSP Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 814416,667(a)
df 15
Mean Square 54294,444
F 21,430
Sig. ,000
a
112944,667
3
37648,222
14,859
,000
b
583763,167
3
194587,722
76,802
,000
a*b
117708,833
9
13078,759
5,162
,000
81076,000
32
2533,625
895492,667
47
Error Corrected Total
a R Squared = ,909 (Adjusted R Squared = ,867)
MOR Basah sejajar panjang Duncan N Subset interaksi 1 2 3 4 5 6 7 3 36,3333 A1B4 A2B4 3 46,6667 46,6667 A2B3 3 70,3333 70,3333 3 92,3333 92,3333 92,3333 A1B1 A3B4 3 134,6667 134,6667 134,6667 A2B1 3 178,6667 178,6667 178,6667 A4B3 3 190,6667 190,6667 A4B1 3 203,0000 203,0000 203,0000 A4B4 3 211,6667 211,6667 211,6667 A3B3 3 250,3333 250,3333 A1B3 3 255,6667 255,6667 A3B1 3 269,3333 269,3333 A1B2 3 291,0000 A2B2 3 421,0000 A3B2 3 439,0000 A4B2 3 466,6667 Sig. ,223 ,057 ,054 ,103 ,062 ,067 ,303 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2533,625. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
87
Lampiran 23. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut MOR basah sejajar lebar Dependent Variable: MOR BSL Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 229437,667(a)
df 15
Mean Square 15295,844
F 12,401
Sig. ,000
a
88125,333
3
29375,111
23,816
,000
b
114918,833
3
38306,278
31,057
,000
26393,500
9
2932,611
2,378
,035
39470,000
32
1233,438
268907,667
47
a*b Error Corrected Total
a R Squared = ,853 (Adjusted R Squared = ,784)
MOR Basah sejajar lebar Duncan N Subset interaksi 1 2 3 4 5 6 7 A4B4 3 57,6667 A2B4 3 75,6667 75,6667 A3B4 3 86,6667 86,6667 A2B3 3 91,6667 91,6667 91,6667 A4B3 3 96,3333 96,3333 96,3333 A4B1 3 112,3333 112,3333 112,3333 A3B3 3 114,0000 114,0000 114,0000 A3B1 3 126,0000 126,0000 126,0000 A1B4 3 135,6667 135,6667 135,6667 A4B2 3 138,6667 138,6667 138,6667 A2B1 3 156,3333 156,3333 156,3333 A3B2 3 189,0000 189,0000 189,0000 3 213,3333 213,3333 A1B1 A1B3 3 229,6667 229,6667 A2B2 3 280,0000 A1B2 3 290,3333 Sig. ,096 ,068 ,059 ,056 ,068 ,190 ,053 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1233,438. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000. b Alpha = ,05.
88
Lampiran 24. Hasil analisis analisis sidik ragam dan uji lanjut kuat pegang sekrup Dependent Variable: kuat pegang sekrup Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 10140,408(a)
df 15
Mean Square 676,027
F 1,993
Sig. ,050
a
2823,236
3
941,079
2,775
,057
b
5225,905
3
1741,968
5,136
,005
a*b
2091,267
9
232,363
,685
,717
Error
10853,496
32
339,172
Corrected Total
20993,903
47
a R Squared = ,483 (Adjusted R Squared = ,241) Duncan Subset rasio face-core 50:50
N 12
1 51,4358
2
60:40
12
62,8917
62,8917
70:30
12
65,3658
65,3658
40:60
12
72,7975
Sig.
,088 ,223 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 339,172. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05. Duncan Subset kadar perekat 4%
12
1 50,3842
7%
12
59,1867
5%
12
63,7558
6%
12
Sig.
N
2
79,1642
,102 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 339,172. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
89
Lampiran 25. Hasil analisis analisis sidik ragam kehilangan berat OSB Dependent Variable: kehilangan berat Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 107,447(a)
df 15
Mean Square 7,163
F ,950
Sig. ,524
a
33,282
3
11,094
1,472
,241
b
19,233
3
6,411
,851
,477
a*b
54,932
9
6,104
,810
,611
Error
241,184
32
7,537
Corrected Total
348,631
47
a R Squared = ,308 (Adjusted R Squared = -,016)
90
Lampiran 26. Hasil analisis analisis sidik ragam mortalitas rayap Dependent Variable: mortalitas Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares 1987,592(a)
df 15
Mean Square 132,506
F 1,937
Sig. ,057
19841,674
1
19841,674
289,994
,000
a
1806,722
3
602,241
8,802
,000
b
71,822
3
23,941
,350
,789
a*b
109,047
9
12,116
,177
,995
Error
2189,470
32
68,421
Corrected Total
4177,062
47
a R Squared = ,476 (Adjusted R Squared = ,230)
Duncan Subset rasio face-core 50:50
12
1 14,8483
60:40
12
17,3483
40:60
12
18,4100
70:30
12
Sig.
N
2
30,7192
,328 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 68,421. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000. b Alpha = ,05.
91
Lampiran 27. Data hasil pengujian sifat fisis OSB bambu Rasio facecore
Kadar Perekat
B2
A1 B3
B4
B1
B2
A2 B3
B4
PL (%)
DS (%)
KA %
0,40-0,90
5-13
-
<25
-
-
-
-
1
0,82
8,35
1,51
5,33
0,11
0,40
11,95
33,72
2
0,81
8,36
1,63
3,38
0,21
0,49
9,60
30,97
3
0,86
7,91
1,11
3,56
0,22
0,45
10,02
31,40
rataan
0,83
8,21
1,41
4,09
0,18
0,45
10,52
32,03
Standar JIS A 5908-2003 B1
PT (%)
Kerapatan (g/cm³)
ulangan
2 jam 24 jam
2 jam 24 jam 2 jam
24 jam
1
0,74
7,74
2,03
4,58
0,19
0,26
9,58
31,76
2
0,83
6,84
0,71
5,41
0,18
0,35
11,40
32,93
3
0,77
7,77
2,08
5,28
0,08
0,20
11,12
34,93
rataan
0,78
7,45
1,61
5,09
0,15
0,27
10,70
33,21
1
0,79
7,88
0,10
4,83
0,05
0,19
11,52
35,98
2
0,78
7,90
0,93
7,37
0,11
0,33
14,85
38,66
3
0,80
7,96
0,95
9,36
0,22
0,32
11,52
39,54
rataan
0,79
7,91
0,66
7,18
0,13
0,28
12,63
38,06
1
0,86
9,03
1,14
5,95
0,11
0,18
11,50
28,96
2
0,92
8,00
1,18
8,26
0,13
0,39
11,87
32,18
3
0,88
9,02
2,00
16,85
0,15
0,51
10,56
33,05
rataan
0,89
8,68
1,44
10,35
0,13
0,36
11,31
31,39
1
0,82
8,46
8,49
11,32
0,26
0,59
11,36
29,51
2
0,83
8,46
0,25
2,34
0,11
0,26
11,74
31,40
3
0,83
8,34
1,14
6,08
0,08
0,28
10,61
31,44
rataan
0,83
8,42
3,29
6,58
0,15
0,37
11,24
30,78
1
0,80
7,36
0,65
6,92
0,19
0,39
11,19
33,72
2
0,78
7,11
0,10
5,82
0,03
0,16
10,42
32,25
3
0,77
7,55
2,91
7,26
0,29
0,56
9,06
32,90
rataan
0,78
7,34
1,22
6,67
0,17
0,37
10,23
32,96
1
0,79
8,41
0,50
7,22
0,18
0,33
19,34
44,88
2
0,81
7,86
1,08
6,77
0,24
0,44
18,59
40,76
3
0,77
8,02
1,38
9,21
0,04
0,15
14,73
39,39
rataan
0,79
8,10
0,99
7,73
0,15
0,30
17,55
41,68
1
0,86
9,01
0,51
5,59
0,01
0,08
12,06
33,70
2
0,84
9,02
0,92
5,42
0,07
0,18
12,73
32,92
3
0,87
9,09
0,00
8,00
0,26
0,79
15,39
37,78
rataan
0,85
9,04
0,48
6,34
0,11
0,35
13,39
34,80
92
Lampiran 27. (Lanjutan) Rasio facecore
Kadar Perekat
PT (%)
PL (%)
DS (%)
Kerapatan (g/cm³)
KA %
Standar JIS A 5908-2003
0,40-0,90
5-13
-
<25
-
-
-
-
B1
1
0,78
9,29
0,12
1,95
0,16
0,28
11,16
31,64
2
0,88
8,95
0,90
4,37
0,14
0,23
12,39
33,03
B2
A3 B3
B4
B1
B2
A4 B3
B4
ulangan
2 jam 24 jam 2 jam 24 jam 2 jam
24 jam
3
0,82
9,11
0,50
3,73
0,32
0,47
13,36
35,74
rataan
0,83
9,12
0,51
3,35
0,21
0,33
12,30
33,47
1
0,73
9,27
0,52
3,42
0,23
0,38
11,76
36,63
2
0,80
8,86
0,40
4,26
0,12
0,13
11,56
34,35
3
0,82
9,15
0,00
2,34
0,17
0,33
8,57
29,03
rataan
0,78
9,10
0,30
3,34
0,17
0,28
10,63
33,34
1
0,82
7,23
0,11
3,27
0,12
0,33
11,42
30,75
2
0,79
7,74
0,99
4,51
0,09
0,52
10,50
30,86
3
0,87
7,50
1,24
3,51
0,05
0,27
10,33
29,40
rataan
0,83
7,49
0,78
3,76
0,09
0,38
10,75
30,34
1
0,88
8,72
1,48
5,78
0,21
0,40
13,81
34,24
2
0,87
8,48
0,00
6,33
0,18
0,52
10,76
29,60
3
0,89
8,50
0,41
3,52
0,09
0,50
8,60
26,51
rataan
0,88
8,57
0,63
5,21
0,16
0,47
11,06
30,12
1
0,75
8,96
1,20
6,75
0,13
0,18
9,18
31,46
2
0,81
8,31
1,33
4,80
0,05
0,23
10,23
32,77
3
0,79
9,14
1,42
3,18
0,08
0,27
9,23
29,12
rataan
0,79
8,80
1,32
4,91
0,09
0,23
9,54
31,12
1
0,79
7,36
0,54
5,70
0,20
0,41
10,97
34,74
2
0,83
7,42
0,00
2,46
0,15
0,38
10,24
33,65
3
0,74
7,80
0,97
6,97
0,18
0,42
11,74
34,05
rataan
0,79
7,53
0,50
5,04
0,18
0,40
10,98
34,15
1
0,85
7,71
0,12
7,22
0,17
0,46
13,95
38,41
2
0,86
8,16
1,30
13,07
0,19
0,60
14,73
39,00
3
0,89
7,87
0,00
6,01
0,26
0,53
10,70
32,56
rataan
0,87
7,91
0,47
8,77
0,21
0,53
13,13
36,65
1
0,85
8,63
1,76
5,68
0,12
0,35
10,09
28,76
2
0,86
8,75
0,51
4,31
0,10
0,27
11,72
29,70
3
0,90
8,33
0,14
9,16
0,13
0,35
8,61
26,19
rataan
0,87
8,57
0,80
6,38
0,12
0,32
10,14
28,22
93
Lampiran 28. Data hasil pengujian sifat mekanik OSB bambu Rasio facecore
Kadar Perekat
ul
IB (kgf/cm²)
MOE (kgf/cm²) Kering //pjg
//lbr
>40800
>13300
Basah //pjg
//pjg
//lbr
>102
>122
>51
24897
470
463
43
176
54,26
25285
397
296
104
245
107,41
17281
20005
591
273
130
219
61,78
28520
12976
23396
486
344
92
213
74,48
32258
51469
18159
548
443
325
273
78,11
88790
49778
34459
20243
643
614
253
251
93,83
1
13,01
91631
37427
4971
2
6,81
65475
24836
16676
3
8,18
77916
23298
rataan
9,33
78341
1
15,12
75456
2
9,50
B3
B4
B1
B2
A2 B3
B4
KPS (kgf)
//lbr
B1
A1
Basah
//pjg
>3,10
//lbr
Kering >245
Standar JIS A 5908-2003
B2
MOR (kgf/cm²)
>49,02
3
12,79
92349
21738
46154
27084
726
357
295
347
76,87
rataan
12,47
85532
34591
44027
21829
639
471
291
290
82,94
1
12,78
76516
26991
40583
22813
614
367
277
277
81,63
2
4,62
107131
34174
25557
15507
828
441
188
184
81,78
3
12,50
72175
19933
46024
2257
565
261
302
228
89,54
rataan
9,96
85274
27033
37388
13525
669
357
256
230
84,32
1
3,21
72008
36912
3940
13118
426
447
45
121
31,41
2
8,57
61522
26323
2162
16408
300
320
31
156
68,12
3
15,26
99013
17513
2324
14059
486
150
33
130
48,83
rataan
9,02
77514
26916
2809
14528
404
306
36
136
49,46
1
5,26
98462
19279
22394
9716
602
280
163
109
59,67
2
4,94
98879
28732
40916
19658
561
334
223
192
34,91
3
7,05
58528
24870
50721
18578
334
248
150
168
37,79
rataan
5,75
85290
24293
38010
15984
499
287
179
156
44,13
1
19,70
111792
18352
57883
23636
887
286
462
326
34,42
2
7,46
81472
25852
54754
15919
598
383
385
208
80,70
3
17,96
86735
27870
57340
25666
786
429
416
306
84,37
rataan
15,04
93333
24025
56659
21740
757
366
421
280
66,50
1
4,76
81050
33228
7971
7217
455
309
71
96
57,70
2
3,39
90166
27613
12575
8658
350
301
91
90
39,16
3
6,94
98134
23228
5867
7000
610
285
49
89
52,57
rataan
5,03
89783
28023
8804
7625
472
298
70
92
49,81
1
7,11
97608
15919
3472
6458
629
197
45
64
45,62
2
5,84
119727
12416
1981
10349
670
168
30
73
45,61
3
10,36
92449
37609
1866
7443
282
380
65
90
44,71
rataan
7,77
103261
21981
2440
8083
527
248
47
76
45,31
94
Lampiran 28. (Lanjutan) Rasio Kadar facePerekat core
ul
Standar JIS A 5908-2003 B1
B2
A3 B3
B4
B1
B2
A4 B3
B4
IB (kgf/cm²) >3,10
MOE (kgf/cm²) Kering //pjg
//lbr
>40800
>13300
MOR (kgf/cm²)
Basah //pjg
//lbr
Kering
Basah
//pjg
//lbr
//pjg
//lbr
>245
>102
>122
>51
KPS (kgf) >49,02
1
9,94
80940
18365
46510
7702
448
279
261
109
59,49
2
10,21
119009
23449
56086
7470
976
336
262
86
47,70
3
11,95
103998
19620
43016
18861
715
291
285
183
48,33
rataan
10,70
101316
20478
48537
11345
713
302
269
126
51,84
1
9,58
81612
19528
49964
8771
748
301
481
141
92,43
2
13,77
102566
15748
47047
13619
937
264
421
214
57,81
3
15,12
99791
16439
62916
13192
706
302
415
212
83,16
rataan
12,82
94656
17238
53309
11861
797
289
439
189
77,80
1
11,53
105000
18166
33403
7333
851
246
185
93
53,40
2
10,78
72828
1647
37999
9047
490
368
220
119
54,25
3
3,76
106511
9392
45026
11491
721
152
346
130
76,15
rataan
8,69
94780
9735
38809
9291
687
255
250
114
61,27
1
2,95
101458
19225
14650
6043
372
233
80
80
66,41
2
12,01
140812
12577
18019
8699
726
196
154
99
31,98
3
8,51
103746
14311
26772
6990
361
125
170
81
83,59
rataan
7,83
115339
15371
19814
7244
486
185
135
86
60,66
1
9,28
106340
7642
55864
7473
743
101
207
126
46,38
2
30,38
94093
13791
52344
5020
770
276
182
77
94,02
3
4,71
119915
11703
64614
6544
1068
188
220
134
58,50
rataan
14,79
106783
11045
57607
6346
860
188
203
112
66,30
1
9,99
68566
9833
41907
5896
593
214
356
124
100,39
2
6,33
144313
8960
66434
8130
538
134
531
145
63,47
3
8,24
113380
11397
62391
6847
897
189
513
147
104,41
rataan
8,19
108753
10064
56911
6958
676
179
467
139
89,42
1
13,31
128339
8924
23022
8099
920
119
118
110
83,47
2
6,95
122858
6237
30395
5163
782
83
170
64
41,85
3
6,35
148031
7893
44644
8210
1066
114
284
115
53,57
rataan
8,87
133076
7685
32687
7157
923
105
191
96
59,63
1
5,80
92323
12551
31349
4324
670
172
167
51
28,40
2
4,80
114550
17347
58714
2846
756
201
212
33
47,10
3
7,50
93766
10993
39196
7359
470
111
256
89
62,83
rataan
6,03
100213
13630
43086
4843
632
161
212
58
46,11
95
Lampiran 29. Data ketebalan OSB yang dihasilkan OSB A1B1.1 A1B1.2 A1B1.3 A1B2.1 A1B2.2 A1B2.3 A1B3.1 A1B3.2 A1B3.3 A1B4.1 A1B4.2 A1B4.3 A2B1.1 A2B1.2 A2B1.3 A2B2.1 A2B2.2 A2B2.3 A2B3.1 A2B3.2 A2B3.3 A2B4.1 A2B4.2 A2B4.3 A3B1.1 A3B1.2 A3B1.3 A3B2.1 A3B2.2 A3B2.3 A3B3.1 A3B3.2 A3B3.3 A3B4.1 A3B4.2 A3B4.3 A4B1.1 A4B1.2 A4B1.3 A4B2.1 A4B2.2 A4B2.3 A4B3.1 A4B3.2 A4B3.3 A4B4.1 A4B4.2 A4B4.3
1 8,78 9,06 8,90 9,76 9,62 9,53 9,70 9,54 9,91 8,79 9,00 9,08 8,67 8,98 8,83 9,68 9,99 9,96 9,44 9,50 9,35 8,51 8,76 8,95 8,59 8,73 8,89 9,34 9,96 9,50 9,21 9,73 9,35 8,71 8,90 9,01 9,51 10,09 9,38 9,13 9,49 9,78 9,14 9,72 9,29 8,50 8,80 8,72
Tebal (mm) 2 3 8,81 8,80 8,95 9,35 8,80 8,89 9,95 10,09 9,63 9,87 9,72 10,09 9,52 9,66 9,48 9,55 9,85 10,15 8,81 8,97 8,76 9,01 8,85 9,00 8,74 9,30 8,92 9,09 8,55 8,60 9,60 9,84 9,96 10,07 9,87 10,41 9,44 9,25 9,32 9,74 9,05 9,44 8,33 8,70 8,62 8,73 8,60 9,16 9,60 8,75 8,64 9,06 8,75 8,94 9,26 10,06 9,60 9,66 9,56 9,63 9,04 9,13 9,52 9,58 9,18 9,48 8,42 8,66 8,67 8,70 8,81 8,87 9,67 9,55 10,40 10,31 9,60 9,70 9,19 8,64 9,04 9,19 9,20 9,40 8,89 9,33 9,33 9,07 9,16 9,31 8,63 8,82 8,77 8,81 8,67 9,06
4 9,26 9,01 8,89 9,91 9,97 10,04 9,90 9,71 10,10 9,15 9,10 9,10 9,04 9,30 9,01 9,94 10,21 10,27 9,93 9,88 9,52 9,09 8,74 9,16 8,63 8,85 8,86 9,54 9,95 9,57 9,65 9,70 9,65 8,92 8,85 9,18 9,61 10,07 9,48 9,41 9,57 10,86 9,19 9,73 9,44 8,74 8,54 8,92
rata-rata
Tebal (cm)
8,91 9,09 8,87 9,93 9,77 9,85 9,70 9,57 10,00 8,93 8,97 9,01 8,94 9,07 8,75 9,77 10,06 10,13 9,52 9,61 9,34 8,66 8,71 8,97 8,89 8,82 8,86 9,55 9,79 9,57 9,26 9,63 9,42 8,68 8,78 8,97 9,59 10,22 9,54 9,09 9,32 9,81 9,14 9,46 9,30 8,67 8,73 8,84
0,89 0,91 0,89 0,99 0,98 0,98 0,97 0,96 1,00 0,89 0,90 0,90 0,89 0,91 0,87 0,98 1,01 1,01 0,95 0,96 0,93 0,87 0,87 0,90 0,89 0,88 0,89 0,96 0,98 0,96 0,93 0,96 0,94 0,87 0,88 0,90 0,96 1,02 0,95 0,91 0,93 0,98 0,91 0,95 0,93 0,87 0,87 0,88