PENGARUH JENIS ANYAMAN DAN PEREKAT TERHADAP KUALITAS BAMBU LAPIS DARI BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel)Widjaja))
VINI ALVIONITA SIHOMBING
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pengaruh jenis anyaman dan perekat terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014 Vini alvionita sihombing NIM E24100029
ABSTRAK VINI ALVIONITA SIHOMBING. Pengaruh Jenis Anyaman dan Perekat terhadap Kualitas Bambu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Dibimbing oleh JAJANG SURYANA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis anyaman dan perekat terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong dengan menggunakan metode pencelupan. Bambu lapis direkat dengan MDI (Methylen Diphenyl Isocyanate) dan PVAc (Polyvinyl Asetat). Lembaran anyaman bambu direndam dalam perekat yang diencerkan dalam wadah agar penyebaran perekat diharapkan benar-benar merata pada setiap sisi permukaan yang direkat. Hasil menunjukkan bahwa pada pengujian kadar air, MOE, penyusutan, dan keteguhan rekat, corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas bambu lapis sedangkan pengujian kerapatan, MOR, dan pengembangan, berpengaruh nyata terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong. Pengaruh jenis perekat PVAc terhadap sifat fisis dan mekanis tidak meningkatkan kualitas bambu lapis andong yang dihasilkan dan tidak memenuhi persyaratan SNI 01-5008.2-2000. Pengaruh MDI terhadap kualitas bambu lapis, pada pengujian MOE dan MOR tidak memenuhi SNI 01-5008.2-2000, sedangkan yang memenuhi standar adalah kadar air, kerapatan dan keteguhan rekat. Kata kunci: anyaman bambu, bambu lapis, MDI, PVAc, sifat fisis dan mekanis ABSTRACT VINI ALVIONITA SIHOMBING. Effects of Wove and Adhesive Type on the Quality of Woven Bamboo Plywood Made from Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Supervised by JAJANG SURYANA. This research aims to determine the effect of wove and adhesive type on the quality of woven bamboo plywood from andong with the use of dipping methods. Bamboo plywood bonded using MDI (Methylen Diphenyl Isocyanate) and PVAC (Polyvinyl Acetate). Woven bamboo was soaked in diluted adhesive. It was ensured that the adhesive spread equally on the bamboo’s surfaces (including inner bark strip and outer strip). Results show that in treatment, moisture content, modulus of elasticity (MOE), shrinkage and bonding strength did not have effect in improving the properties of bamboo plywood whereas in treatment density, modulus of rupture (MOR) and thickness swelling affected in improving the properties of bamboo plywood made from bamboo andong. The usage of PVAc did not improve physicals and mechanical properties of bamboo plywood, and did not meet ISO (SNI) 01-5008.2-2000 standard. The usage MDI did not improve bamboo plywood’s quality and its MOE and MOR did not meet the standard; moreover, its moisture content, density, and bonding strength did meet the the ISO (SNI) 01-5008.2-2000 standard. Keywords: bamboo plywood, MDI, PVAc, physicals and mechanical properties, woven bamboo.
PENGARUH JENIS ANYAMAN DAN PEREKAT TERHADAP KUALITAS BAMBU LAPIS DARI BAMBU ANDONG (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel)Widjaja))
VINI ALVIONITA SIHOMBING
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Teknologi Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Anyaman dan Perekat Terhadap Kualitas Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel)Widjaja)) Nama : Vini Alvionita Sihombing NIM : E24100029
Disetujui oleh
Dr Ir Jajang Suryana, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah bambu lapis, dengan judul Pengaruh Jenis Anyaman dan Perekat terhadap Kualitas Bambu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel)Widjaja)). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc. selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta para sahabat atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Vini Alvionita Sihombing
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Penelitian
2
Persiapan Bahan
2
Pembuatan Bambu lapis
2
Pengujian Contoh Uji
4
Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
7 7
Kadar air
7
Kerapatan
8
Pengembangan dan penyusutan
10
Keteguhan lentur (Modulus of Elasticity)
11
Keteguhan patah (Modulus of Rupture)
12
Keteguhan rekat
12
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Corak anyaman bambu Pengambilan contoh uji panel bambu Contoh uji keteguhan rekat Contoh uji keteguhan lentur dan patah Posisi contoh uji dan letak beban Kadar air bambu lapis pada perekat yang berbeda Nilai kerapatan bambu lapis pada perekat yang berbeda Nilai pengembangan dan penyusutan pada bambu lapis Nilai keteguhan lentur bambu lapis Nilai keteguhan patah bambu lapis Nilai keteguhan rekat bambu lapis
3 3 4 4 6 8 9 10 11 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil pengukuran sifat fisis bambu lapis yang menggunakan perekat MDI 2 Hasil pengukuran sifat fisis bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc 3 Hasil pengukuran sifat mekanis bambu lapis yang menggunakan perekat MDI 4 Hasil pengukuran sifat mekanis bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc 5 F hitung Perekat, Corak, Interaksi perekat dan corak 6 Pengaruh faktor terhadap respon 7 Hasil uji Duncan dari corak anyaman
16 17 18 19 20 21 22
1
PENDAHULUAN
Sumber daya alam yang sangat berpotensi menggantikan kayu adalah bambu. Bambu merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia. Bambu pada umumnya digunakan sebagai bahan pengganti kayu untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan bangunan dan meuble. Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan banyak dipakai dalam bentuk tiang, balok, dinding rumah atau bilik. Kasmudjo (2013) menyatakan pemanfaatan bambu diantaranya untuk perabot rumah tangga, meubel dan barang kerajinan, konstruksi bangunan dan jembatan, penghara industri sumpit, tanaman hias, mainan, perlengkapan makan, perlengkapan menangkap ikan, dan lain sebagainya. Kemampuan bambu menggantikan sebagian manfaat kayu tersebut memerlukan pengembangan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan mengoptimalkan pemanfaatan bambu. Salah satu upaya dalam menggali potensi pemanfaatan bambu adalah melalui penelitian pengolahan bambu sebagai bahan baku produk komposit. Dilihat dari pemanfaatannya yang semakin meningkat dan mempunyai nilai guna yang tinggi di masyarakat, bambu yang dipakai harus memiliki sifat fisis dan mekanis yang baik. Suryana et al. (2009) telah berhasil membuat bambu lapis yang memiliki sifat fisis mekanis yang cukup baik ditinjau dari sifat fisis dan mekanis produk yang dihasilkan, namun sifat keawetan, emisi formaldehida, dan unsur seni yang dihasilkan masih perlu perbaikan sehingga pada penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi proses pembuatan bambu lapis yaitu penggunaan metode pencelupan. Pengaruh jenis anyaman dan perekat dilihat dari penyebaran perekat pada setiap sisi anyaman yang diharapkan benar-benar menyebar sampai ke bagian tumpang tindih. Sifat keawetan alami bambu yang tergolong rendah, perlu metode yang tepat agar kualitas pemakaiannya meningkat. Produk bambu lapis dengan anyaman lapisan yang bervariasi ini menggunakan perekat PVAc (Poly vinyl acetate) dan MDI (Methylene Diphenyl Diisocyanate) dengan bahan dari bambu andong. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh jenis anyaman dan perekat terhadap kualitas bambu lapis andong dengan penggunaan metode pencelupan anyaman dalam perekat MDI dan PVAc. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh jenis anyaman dan perekat terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong yang menggunakan perekat MDI dan PVAc.
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus sampai dengan Desember 2013 di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium pengerjaan kayu pada bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu bambu andong yang sudah masak tebang. Perekat yang digunakan meliputi 2 jenis perekat, yaitu MDI dan PVAc. Toluena digunakan sebagai bahan pelarut MDI dan air pelarut PVAc. Alat Alat yang digunakan terdiri atas alat penyiapan bahan meliputi: gergaji tangan, golok, cutter, amplas, mesin serut, alat pembuatan panel bambu meliputi: alat tulis, penggaris, caliper, oven, desikator, alat kempa, timbangan, viscotester VT - 04, serta alat pengujian panel bambu berupa alat uji universal testing machine (UTM) merk Instron. Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Batang bambu terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 30 cm tanpa menyertakan buku bambu, selanjutnya dibuat menjadi bilah dengan cara dibelah lalu diserut. Bambu lapis (3 lapis) masing-masing dengan ketebalan bilah yaitu 0.2 cm (menggunakan kulit bambu), 0.2 cm (tidak mengunakan kulit), dan 0.4 cm (tidak menggunakan kulit). Bilah bambu hasil serutan selanjutnya direndam dalam air dingin selama 2 minggu. Perendaman terhadap bilah ditujukan untuk mengurangi kadar pati dalam bambu agar tidak mudah diserang oleh serangga perusak. Setelah proses perendaman tersebut, bilah bambu kemudian dioven pada suhu 60 - 80°C sehingga mencapai kadar air 8 - 10%. Bambu lapis yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 0,8 cm. Masing-masing bambu lapis dibuat dari 1 jenis bambu, 4 corak anyaman, dengan 2 jenis perekat, dan diulang sebanyak 5 kali sehingga total bambu lapis yang dibuat sebanyak 40 papan (1 x 4 x 2 x 5). Pembuatan Bambu Lapis Perekat yang digunakan meliputi 2 jenis perekat yaitu MDI dan PVAc dengan berat labur sama sebesar 200 g/m2. Bilah bambu serutan yang telah dikeringkan dianyam dengan 4 corak anyaman yaitu corak anyaman kajang, miring, bilik tindih 1, dan bilik tindih 2 sehingga berukuran 30 x 30 cm. Gambaran salah satu corak anyaman bambu ditunjukkan pada Gambar 1.
3
Kajang
Bilik tindih 1
Bilik tindih 2
Miring
Gambar 1 Corak anyaman bambu Lembaran anyaman bambu dicelupkan dalam perekat yang diencerkan dalam wadah agar penyebaran perekat diharapkan benar-benar merata pada setiap sisi permukaan yang direkat, termasuk pada bagian bilah yang tumpang tindih akibat proses penganyaman. Banyaknya perekat yang dibutuhkan untuk luas 2 permukaan lembaran bambu yang direkat sebesar 0.3 m x 0.3 m x 200 g/m 2, yaitu 18 gram, sehingga untuk pencelupan setiap jenis anyaman dan setiap jenis perekat masing-masing permukaan adalah sebanyak 9 gram perekat. Rasio perbandingan perekat dengan pelarut yaitu 1 : 1. Setelah proses pencelupan, anyaman bambu kemudian ditiriskan. Panel bambu yang telah disatukan dan direkat kemudian dikempa panas untuk panel bambu yang direkat oleh MDI. Suhu kempa untuk perekat MDI adalah 140oC. Pengempaan dilakukan selama 5 menit dengan tekanan spesifik sebesar 16 kgf/cm2 sedangkan panel bambu yang direkat oleh perekat PVAc hanya dikempa dingin pada suhu kamar selama 24 jam. Setelah proses pengempaan dilakukan, panel dibiarkan di tempat terbuka selama 2 minggu untuk menghilangkan tegangan yang terjadi pada saat pengempaan dan menyesuaikan dengan kadar air setempat. Setelah melewati masa conditioning selama dua minggu, panel bambu diuji sifat-sifatnya. Setiap panel kemudian dibuat contoh uji, masing-masing untuk melakukan pengujian kadar air, kerapatan, kembang susut, keteguhan rekat, keteguhan lentur dan keteguhan patah.
D A
C
B
Gambar 2 Pengambilan contoh uji panel bambu Keterangan: A = Contoh uji kadar air dan kerapatan (100 mm x 100 mm) B = Contoh uji keteguhan lentur (50 mm x (24 T mm + 50 mm)) C = Contoh uji keteguhan rekat (100 mm x 25 mm) D = Contoh uji stabilitas dimensi (35 mm x 35 mm)
4
100 mm
25 mm
25 mm
34.5 mm
34.5 mm 1 2 3
Gambar 3 Contoh uji keteguhan rekat Keterangan: 1, 3 = Lapisan muka belakang bambu lapis 2 = Lapisan inti bambu lapis A = Contoh uji keteguhan rekat Bentang sejajar serat 50 mm
24t – 50 mm
Gambar 4 Contoh uji keteguhan lentur dan patah Keterangan: t = tebal panel bambu lapis. Pengujian Contoh Uji Pengujian bambu lapis mengacu kepada SNI 01-5008.2-2000 tentang kayu lapis struktural, yang merupakan edisi revisi dari revisi standar terdahulu yaitu SNI 01-5008.2-1999. Kadar Air Contoh uji yang berukuran 100 mm x 100 mm ditimbang untuk mengetahui berat awal. Selanjutnya, dikeringkan di dalam oven dengan suhu 103 ± 2°C sampai beratnya konstan. Contoh uji kemudian didinginkan selama kurang lebih 15 menit di dalam desikator, kemudian contoh uji ditimbang kembali. Besar nilai kadar air dihitung dengan persamaan: KA (%)
BA BKT 100% BKT
Keterangan: KA = Kadar Air (%) BA = Berat Awal (g) BKT = Berat Kering Tanur (g) Kadar air panel bambu tidak boleh lebih besar dari 14%
5
Kerapatan Kerapatan panel bambu lapis ditentukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan kadar air berukuran 100 mm x 100 mm. Contoh uji ditimbang beratnya (kondisi kering udara) dan dilakukan pengukuran dimensinya (panjang, tebal, dan lebar). Besar nilai kerapatan ditentukan dengan perhitungan: Kr
BKU PLT
Keterangan: Kr = Kerapatan (g/cm3) BKU = Berat Kering Udara (g) P = Panjang (cm) L = Lebar (cm) T = Tebal (cm) Kembang Susut Contoh uji berukuran 35 x 35 mm diukur dimensinya (panjang, tebal, dan lebar) dalam kondisi kering udara, selanjutnya direndam dalam air (suhu 25°C) selama 24 jam, kemudian diukur kembali dimensinya. Besar nilai pengembangannya diperoleh dari perhitungan: Pg
Db Dku 100% Dku
Keterangan: Pg = Pengembangan (%) Dku = Dimensi keadaan kering udara (cm) Db = Dimensi keadaan basah (cm) Contoh uji yang telah direndam kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ± 3°C selama 24 jam, kemudian diukur kembali dimensinya. Penentuan nilai penyusutan dilakukan dengan menggunakan persamaan: St
Dku Do 100% Dku
Keterangan: St = Penyusutan (%) Dku = Dimensi keadaan kering udara (cm) Do = Dimensi keadaan kering oven (cm) Keteguhan Rekat Prosedur pengujian keteguhan rekat mengikuti SNI 01-5008.7-2000 dan dilakukan dengan menggunakan alat uji UTM merk Instron. Berdasarkan jenis
6
perekat yang digunakan, pengujian keteguhan rekat dilakukan dalam kondisi kering dimana perekat PVAc termasuk perekat tipe interior II. Nilai keteguhan rekat diperoleh dengan perhitungan: KR = Keteguhan Geser Tarik × f Sedangkan nilai keteguhan geser rekat diperoleh dari rumus: KGT
B PL
Keterangan: KR = Keteguhan Rekat (kg/cm2) F = Koefesien, nilainya tergantung rasio tebal lapisan inti dan lapisan muka. KGT = Keteguhan Geser Tarik (kg/cm3) P = Panjang bidang geser (cm) L = Lebar bidang geser (cm) B = Beban tarik (kg) Keteguhan Lentur Statis Pengujian pada keteguhan lentur dimaksud untuk mendapatkan nilai kekakuan (MOE) dan ketahanan (MOR) panel bambu lapis. Noermalicha (2001) menyatakan tingginya nilai MOE menandakan bahwa bahan tersebut bersifat kaku, dalam pengertian sulit dilenturkan. Sebaliknya, MOR adalah nilai yang bila suatu batang diberi beban lentur maksimal dan akibat dari gaya tersebut batang mengalami patah. Contoh uji yang berukuran 50 mm x (50 mm + 24t mm) diukur tebal dan lebarnya, kemudian diletakan pada alat uji dengan beban berada ditengah bentang. Pembebanan dilakukan dengan laju pembebanan tidak melebihi 150 kg/cm2 permenit (6 mm/mm pada mesin UTM merk Instron). Posisi contoh uji dan letak beban dapat dilihat pada Gambar 5. Beban
h
1/2
1/2
b
25 mm
25 mm
Gambar 5 Posisi contoh uji dan letak beban
7
Keteguhan lentur status berupa modulus patah dan modulus elastisitas dapat dihitung dengan persamaan: Pl 3 3Pml 2 MOE (kgf/cm ) 4Ybh 3 2bh 2 Keterangan : MOR = Modulus patah MOE = Modulus elastisitas P = Beban sampai batas proporsional (kg) Pm = Beban maksimal (kg) Y = Defleksi yang terjadi (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) l = Panjang bentang (cm)
MOR (kg/cm2 )
Keteguhan lentur statis bambu lapis contoh adalah rata-rata dari seluruh contoh uji. Prosedur Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor A: jenis perekat dengan 2 taraf; A1 dan A2, dengan nama perekat berturut-turut yaitu MDI dan PVAc serta faktor B: corak anyaman dengan 4 taraf; B1, B2, B3, dan B4 dengan ulangan sebanyak 5 kali dengan nama anyaman beturut-turut, yaitu kajang, miring, tindih 1, dan tindih 2. Proses pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 20.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter yang penting dalam penilaian karakteristik bambu lapis. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) kadar air bambu sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis bambu. Kadar air dari bambu dewasa segar berkisar antara 50 - 99% dan pada bambu muda berkisar dari 80 - 150%, sedangkan kadar air bambu kering berkisar antara 8 - 12%. Kadar air meningkat pada musim penghujan jika dibandingkan dengan musim kemarau. Data penelitian ini menunjukkan bambu lapis yang memiliki kadar air tertinggi adalah bambu lapis dengan perekat PVAc dengan nilai kadar air terbesar yaitu 18.43%. Nilai kadar air terendah adalah bambu lapis dengan perekat MDI dengan nilai kadar air terendah yaitu 9.08%. Nilai kadar air bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc tidak memenuhi SNI 01-5008.2-2000 yang
8
mensyaratkan kadar air bambu maksimum 14%, sedangkan kadar air bambu lapis yang menggunakan perekat MDI memenuhi SNI 01-5008.2-2000. Kadar air papan bambu lapis yang dihasilkan lebih tinggi dari pada kadar air saat bambu lapis masih dalam bentuk lembaran bambu. Peningkatan kadar air terjadi pada proses pencelupan lembaran bambu lapis dengan pelarut PVAc dan air. Pizzi (1983) dalam Ruhendi et al. (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengunaan perekat polyvinyl asetat meliputi komponen-komponen perekat (substrate), permukaan bahan yang direkat, viskositas, masa tunggu, kondisi pemakaian, kondisi penyimpanan, dan harga. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa jenis perekat berpengaruh nyata terhadap kadar air. Corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air sedangkan interaksi antara jenis perekat dan corak anyaman berpengaruh nyata terhadap kadar air pada taraf 5%. Metode pencelupan yang digunakan ini meningkatkan kadar air bambu lapis terutama pada pemakaian perekat PVAc. Selain itu, Gambar 6 memperlihatkan bahwa huruf (a) yang sama menunjukkan keempat corak tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 6 Kadar air bambu lapis pada perekat yang berbeda Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
Kerapatan Kerapatan produk komposit dipengaruhi oleh kerapatan atau berat jenis bahan penyusunnya, begitu juga dengan bambu lapis yaitu adanya perekat dan proses pengempaan. Bambu lapis yang menggunakan perekat MDI yang melalui pengempaan panas memiliki kerapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bambu lapis dengan perekat PVAc yang menggunakan kempa dingin. Bambu lapis dari bambu andong menghasilkan kerapatan yang cukup tinggi. Nilai kerapatan tertinggi adalah bambu lapis yang menggunakan perekat MDI sebesar 0.81 g/cm³ pada anyaman kajang, sedangkan kerapatan terendah adalah
9
bambu lapis dengan perekat PVAc sebesar 0.45 g/cm³ pada anyaman tindih 1. Kerapatan rata-rata bambu lapis pada perekat MDI dan PVAc pada masingmasing adalah 0.66 g/cm3 dengan selang 0.62 - 0.72 g/cm3 dan 0.51 g/cm3 dengan selang 0.48 - 0.53 g/cm3. Menurut Dransfield dan Wijaya (1995) berat jenis bambu andong tanpa buku berkisar 0.5 - 0.7 dan dengan buku berkisar 0.6 - 0.8. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pada bambu lapis yang menggunakan perekat MDI, kerapatan produk bambu lapis lebih tinggi daripada kerapatan bahan penyusunnya. Hal ini terjadi karena dalam pembuatan bambu lapis diperlukan perekat dan proses pengempaan untuk menyatukan bilah bambu penyusun bambu lapis. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa jenis perekat dan corak anyaman berpengaruh nyata terhadap kerapatan, sedangkan interaksi antara jenis perekat dan corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan. Metode pencelupan yang digunakan ini meningkatkan kerapatan bambu lapis terutama pada pemakaian perekat MDI. Hal ini dikarenakan penyebaran perekat benarbenar merata pada setiap sisi termasuk pada bagian bilah yang tumpang tindih akibat proses penganyaman sehingga corak anyaman berpengaruh nyata terhadap kerapatan bambu lapis. Kerapatan ini juga dipengaruhi oleh kadar air. Semakin rendah kadar air, kerapatan bambu lapis semakin tinggi. Setelah diuji lanjut dengan membandingkan nilai tengahnya menggunakan uji lanjut Duncan maka dapat disimpulkan bahwa corak anyaman kajang tidak berbeda nyata dengan taraf yang lainnya yaitu miring, tindih 1, dan tindih 2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Huruf yang sama (a) menunjukkan bahwa corak tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 7 Nilai kerapatan bambu lapis pada perekat yang berbeda Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
10
Pengembangan dan Penyusutan Menggunakan Perekat MDI Bambu langsung menyusut setelah dipanen, tetapi tidak berlangsung seragam. Penyusutan dipengaruhi oleh tebal dinding dan diameter batang bambu (Liese 1985). Pengeringan bambu dewasa segar hingga kadar air 20% menyebabkan penyusutan sebesar 4 - 14% pada tebal dinding dan 3 - 12% pada diameternya. Penyusutan lebih besar terjadi pada arah radial daripada arah tangensialnya (sekitar 7% berbanding 6%) tetapi perbedaan penyusutan antara bagian dalam dengan bagian luar dinding batang bambu sangat besar. Penyusutan pada arah longitudinal kurang dari 0.5% (Dransfield dan Widjaja 1995). Data penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pengembangan tertinggi terdapat pada anyaman miring yaitu 19.36% sedangkan nilai pengembangan yang terendah terdapat pada anyaman kajang yaitu 5.32%. Nilai penyusutan tertinggi terdapat pada anyaman tindih 1 yaitu 6.88%, sedangkan nilai penyusutan yang terendah terdapat pada anyaman miring yaitu 3.68%. Pada data yang diperoleh, nilai pengembangan pada papan bambu lapis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai penyusutannya tetapi tidak bebeda jauh. Menurut Marra (1992) keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin yaitu memiliki stabilitas dimensi papan yang dihasilkan oleh perekat lebih stabil. Vick (1999) menyatakan sifat kekuatan perekat MDI yaitu kekuatan kering dan basah tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta dapat direkat pada besi dan plastik. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap penyusutan bambu lapis tetapi hanya berpengaruh nyata pada pengembangan tebal bambu lapis sedangkan pengaruh perekat tidak diuji karena hanya menggunakan satu perekat sehingga apabila jenis perekat berpengaruh nyata pada anova maka perekat PVAc dan MDI berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Gambar 8 memperlihatkan bahwa huruf (a) yang berbeda menandakan corak tersebut berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 8 Nilai pengembangan dan penyusutan pada bambu lapis Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
11
Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity) Bowyer et.al (2003) menyatakan kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan satu bahan disebut sebagai sifat-sifat mekanis. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban/gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimanfaatkan, terpuntir atau terlengkungkan oleh beban yang mengenainya. Janssen (1980) dalam Kurniawan (2002) menyatakan sifat kekuatan meningkat dengan adanya penurunan kadar air dan berhubungan erat tidaknya posisi dalam batang, dan lama pembebanan sangat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu. Modulus elastisitas bambu andong adalah 198.09 - 291.37 kg/cm2 (Dransfield dan Widjaja 1995). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh modulus elastisitas bambu lapis andong dengan perekat MDI dan PVAc masing-masing adalah 681.41 - 7219.50 kg/cm2 dan 384.59 - 6050.67 kg/cm2. Hal ini membuktikan bahwa pemakain pencelupan pada bambu andong meningkatkan nilai MOE yang sangat besar pada masing-masing anyaman. Namun jika mengacu pada standar SNI 01-5008.2-2000 kedua jenis perekat tidak memenuhi standar yang digunakan yaitu 8000 kg/cm2, sehingga bambu lapis tidak mengalami peningkatan kualitas sifat mekanis dan tidak cocok dijadikan substitusi kayu lapis. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap MOE bambu lapis tetapi berpengaruh nyata oleh jenis perekat yang digunakan. Interaksi antara jenis perekat dan corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap MOE. Gambar 9 memperlihatkan bahwa huruf (a) yang berbeda menunjukkan corak tersebut berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 9 Nilai keteguhan lentur bambu lapis Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
12
Keteguhan Patah (Modulus of Rupture) Modulus patah bambu lapis yang dibuat dengan menggunakan perekat MDI berkisar antara 161.77 - 350.11 kg/cm2 dengan rata-rata 254.58 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan bambu lapis dengan menggunkaan perekat PVAc, modulus patah berkisar antara 50.15 - 307.35 kg/cm2 dengan rata-rata 162.44 kg/cm2. Pada kedua jenis perekat, bambu lapis dari anyaman miring memiliki nilai modulus patah terendah sedangkan bambu lapis dari anyaman kajang memiliki nilai modulus patah tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua nilai MOR dari kedua perekat tidak memenuhi syarat SNI 01-5008.7-2000 yaitu 320 kg/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa bambu lapis dari perekat MDI dan PVAc tidak memiliki kemampuan menahan beban sampai batas proporsi seperti kayu lapis pada umumnya. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa jenis perekat dan corak anyaman berpengaruh nyata terhadap MOR sedangkan interaksi antara jenis perekat dan corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap MOR pada taraf 5%. Setelah diuji lanjut dengan membandingkan nilai tengahnya menggunakan uji lanjut Duncan maka dapat disimpulkan bahwa corak miring dan tindih 2 memberikan pengaruh yang sama tetapi corak kajang memiliki pengaruh yang berbeda dengan corak lainnya, begitu juga dengan corak tindih 1. Gambar 10 memperlihatkan bahwa huruf (a) yang berbeda menandakan corak tersebut berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 10 Nilai keteguhan patah bambu lapis Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
Keteguhan Rekat Keteguhan rekat bambu lapis yang diuji dengan cara geser tekan berkisar antara 1.10 - 30.38 kg/cm2 dengan rata-rata 13.60 kg/cm2 dengan perekat MDI. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai keteguhan rekat bambu lapis yang menggunakan perekat MDI memenuhi standar SNI 01-2008.7-2000 yaitu 7 kg/cm2. Keteguhan rekat bambu lapis dengan perekat PVAc berkisar antara 0 -
13
2.52 kg/cm2 dengan rata-rata 0.26 kg/cm2. Nilai ini tidak memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000. Kadar air bambu lapis dengan perekat PVAc yang tinggi, menyebabkan nilai keteguhan rekat bambu lapis rendah. Kekurangan PVAc yaitu sangat sensitif terhadap air, sehingga penggunaanya hanya untuk interior saja, kekuatan rekatnya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta sifat viscoelastisitasnya tidak baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Prayoga (2013) yang menyatakan perekat PVAc memiliki sifat yang lemah terhadap daya ketahanan air. Bentuk sampel uji juga mempengaruhi nilai keteguhan rekat yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan perekat PVAc sulit merekatkan bentuk anyaman bambu yang lapis yang tumpang tindih. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa jenis perekat berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat, sedangkan corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat bambu lapis baik yang bercorak kajang, miring, tindih 1, dan tindih 2. Demikian pula dengan interaksi antara jenis perekat dan corak anyaman tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat pada taraf 5%. Gambar 11 memperlihatkan bahwa pada corak kajang, miring, tindih 1 dan tindih 2 menunjukkan corak tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 11 Nilai keteguhan rekat bambu lapis Keterangan: B1 = anyaman kajang; B2 = anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 2
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Pengujian kadar air, MOE, penyusutan, dan keteguhan rekat, corak anyaman tidak berpengaruh terhadap kualitas bambu lapis sedangkan pengujian kerapatan, MOR, dan pengembangan, berpengaruh nyata terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong. Pengaruh penggunaan perekat MDI terhadap kualitas bambu lapis, pada pengujian MOE dan MOR tidak memenuhi SNI 01-5008.2-2000, sedangkan yang memenuhi standar adalah kadar air, kerapatan, dan keteguhan rekat. Pengaruh jenis perekat PVAc terhadap kualitas bambu lapis dari bambu andong, pada pengujian sifat fisis dan mekanis tidak meningkatkan kualitas bambu lapis andong yang dihasilkan dan tidak memenuhi persyaratan SNI 015008.2-2000. Hal ini menunjukkan bahwa bambu lapis ini tidak cocok digunakan sebagai bahan penganti kayu untuk bahan konstruksi. Penggunaan produk bambu lapis yang tidak memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000 bisa digunakan untuk bangunan yang non-struktural yaitu bagian yang tidak mengalami pembebanan. Biasanya bangunan non-struktural ini membutuhkan corak dan nilai yang memiliki dekoratif yang tinggi. Contoh penggunaannya ialah penyekat ruangan, daun pintu, daun jendela, dan penutup langit-langit. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengaruh jenis bambu terhadap sifat fisis dan mekanis bambu lapis dengan penggunaan metode pencelupan. Perlu memperhatikan kombinasi bahan pelarut dengan perekat PVAc dan MDI agar meningkatkan sifat fisis dan mekanis bambu lapis. Selain itu jumlah perekat yang ditambahkan untuk luas permukaan lembaran bambu, perlu dinaikkan dengan tujuan meningkatkan kekuatan rekat bambu lapis.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, Shmulssky R, Haygreen, JG. 2003. Forest Products and Wood Science. An Introduction, Fourth Edition. Oowa State Press, A Blackwell Publishing Company, Iowa 50014. Dransfield S, Widjaja EA. 1995. Plants Resources of South East Asia No. 7 Bamboos. Leiden: Backhuys Publisher. Jansen JA. 1985. Mechanical properties of Bamboo. In: Rao AN, Dhanarajan G, Sastry CB, editor. Recent Research on Bamboo. Proseeding of International Bamboo Workshop: Hangzhou, People’s Republic of China, 6-14 Oct 1986 [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Republic of Cina (CN) ; [diunduh 2002 Des 12]. Tersedia pada: http//inbar.int/publication/txt/INBAR pr 03 htm. Kasmudjo. 2013. Rotan dan Bambu, Kelapa, Kelapa Sawit, Sagu. Yogyakarta (ID): Cakrawala. Liese W. 1985. Anatomy of Bamboo. Proceeding workshop bamboo research in Asia. Di dalam: Lessard G, Chouinard A, editor. Bamboo research in Asia; 1980 May 28-30; Ottawa, Canada. Ottawa (CA): Internatinal Development Research Center.hlm 161-164. Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding: Principles in Practice. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Noermalicha. 2001. Rekayasa rancang bangun laminasi lengkungan bambu. [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Prayoga EP. 2013. Karakteristik bambu lapis menggunakan anyaman kajang dari bambu andong (Gigantocloa maxima) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Ruhedi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007. Analisis Perekat Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. Standar Nasional Indonesia: SNI 015008.2-2000 Kayu Lapis Penggunaan Umum Indonesia. Jakarta (ID): Badan Standar Nasional. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1999. Standar Nasional Indonesia: SNI 015008.2-1999 Kayu Lapis Penggunaan Umum Indonesia. Jakarta (ID): Badan Standar Nasional. Suryana J, Massijaya MY, Kusumah SS. 2009. Pengembangan bambu lapis unggulan menggunakan lima jenis perekat dari tiga jenis bambu indonesia. Bogor (ID): Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Vick CB. 1999. Wood Handbook Wood as an Engineering Material. Chapter 9: Adhesive Bonding of Wood Materials. Amerika Serikat (US): Forest Products Society.
16
Lampiran 1 Hasil pengukuran sifat fisis bambu lapis yang menggunakan perekat MDI No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Contoh uji A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 Rata-rata A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 Rata-rata A1B3 A1B3 A1B3 A1B3 A1B3 Rata-rata A1B4 A1B4 A1B4 A1B4 A1B4 Rata-rata
Kadar air (%) 9.651 9.399 9.752 9.081 9.323 9.441 9.775 9.876 9.928 10.116 9.987 9.936 10.268 9.759 10.090 10.800 9.938 10.171 9.604 9.647 9.216 10.455 10.376 9.860
Kerapatan (g/cm3) 0.690 0.812 0.684 0.693 0.693 0.715 0.650 0.667 0.615 0.663 0.688 0.656 0.679 0.626 0.672 0.555 0.544 0.615 0.670 0.728 0.643 0.607 0.681 0.666
Pengembangan (%) 5.325 10.323 7.429 7.345 8.287 7.742 18.617 19.355 12.088 7.254 7.572 12.977 10.366 7.386 8.982 11.494 15.341 10.714 8.000 7.426 7.071 10.056 8.000 8.110
Penyusutan (%) 6.742 4.386 6.383 5.526 6.122 5.832 4.260 5.180 3.676 5.797 5.340 4.851 6.077 6.878 6.593 4.639 4.581 5.754 6.019 5.991 6.840 4.569 5.556 5.795
17
Lampiran 2 Hasil pengukuran sifat fisis bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Contoh uji A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 Rata-rata A2B2 A2B2 A2B2 A2B2 A2B2 Rata-rata A2B3 A2B3 A2B3 A2B3 A2B3 Rata-rata A2B4 A2B4 A2B4 A2B4 A2B4 Rata-rata
Kadar air (%) 17.566 18.229 17.654 18.062 17.514 17.805 17.585 18.111 17.486 17.377 16.779 17.468 16.881 16.993 17.611 17.298 16.611 17.079 18.055 17.752 17.993 18.431 17.851 18.016
Kerapatan (g/cm3) 0.517 0.542 0.530 0.566 0.489 0.529 0.477 0.483 0.497 0.484 0.480 0.484 0.531 0.446 0.555 0.549 0.484 0.513 0.521 0.500 0.533 0.486 0.512 0.510
18
Lampiran 3 Hasil pengukuran sifat mekanis bambu lapis yang menggunakan perekat MDI No
Contoh uji
1 2 3 4 5
A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 A1B1 Rata-rata A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 A1B2 Rata-rata A1B3 A1B3 A1B3 A1B3 A1B3 Rata-rata A1B4 A1B4 A1B4 A1B4 A1B4 Rata-rata
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
MOE (kg/cm2) 3151.875 2916.631 4443.716 3849.125 7219.502 4316.170 2504.939 2007.317 5048.005 3455.036 2763.722 3155.804 4810.977 2847.900 4785.367 3702.575 6298.403 4489.044 6575.116 2603.009 7107.057 4851.425 681.414 4363.604
MOR (kg/cm2) 217.718 319.317 350.109 294.358 266.634 289.627 161.766 237.786 292.057 173.254 178.477 208.668 348.876 290.854 195.860 257.644 222.370 263.121 291.947 222.053 332.183 181.448 256.908
Keteguhan rekat (kg/cm2) 20.852 6.345 20.418 30.384 1.100 15.820 6.205 8.166 10.930 7.067 12.614 8.996 19.971 16.519 19.783 18.569 18.741 18.717 11.744 19.401 1.142 0.642 21.359 10.858
19
Lampiran 4 Hasil pengukuran sifat mekanis bambu lapis yang menggunakan perekat PVAc No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Contoh uji A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 A2B1 Rata-rata A2B2 A2B2 A2B2 A2B2 A2B2 Rata-rata A2B3 A2B3 A2B3 A2B3 A2B3 Rata-rata A2B4 A2B4 A2B4 A2B4 A2B4 Rata-rata
MOE (kg/cm2) 6050.671 5722.256 4296.112 2481.690 2769.858 4264.117 2047.875 1856.931 1691.136 384.592 1416.793 1479.465 1896.435 1717.284 1511.858 2319.985 2691.875 2027.487 1295.286 2835.570 4191.793 1692.319 545.602 2112.114
MOR (kg/cm2) 239.863 213.406 238.805 270.717 216.832 235.925 153.547 187.494 110.007 50.146 108.960 122.031 122.261 136.125 115.057 138.806 162.087 134.867 130.384 193.507 307.352 89.882 63.463 156.918
Keteguhan rekat (kg/cm2) 0.000 0.722 0.000 0.306 1.100 0.426 1.143 0.247 0.000 0.000 0.000 0.278 0.028 0.000 0.000 0.680 0.000 0.142 0.000 2.008 2.518 1.393 0.000 1.184
20
Lampiran 5 F hitung Perekat, Corak, Interaksi perekat, dan corak
KA (%) Kerapatan (g/cm3) Pengembangan (%) Penyusutan (%) Modulus patah (kg/cm2) Modulus elastisitas (kg/cm2) Keteguhan rekat (kg/cm2) F tabel (5%) F tabel (10 %)
Perekat
Corak
4436.505 144.003 12.945
1.636 4.043 2.527 1.294 3.759
Interaksi perekat dan corak 8.017 2.038 0.694
11.046
2.767
1.267
55.277 4.149 2.869
1.472 2.901 2.263
1.779 2.901 2263
21
Lampiran 6 Pengaruh faktor tehadap respon Perekat
Corak
Alpha 5% 10% v v v v v v v v v v
Alpha 5% 10% x x v v x v x x v v x v x x
Respon
KA Kerapatan (g/cm3) Pengembangan tebal (%) Penyusutan (%) Modulus patah (kg/cm2) Modulus elastisitas (kg/cm2) Keteguhan rekat (kg/cm2)
v = berpengaruh nyata pada taraf nyata alpha x = tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata alpha
Interaksi perekat dan corak Alpha 5% 10% v v x x x x x x x x
22
Lampiran 7 Hasil uji Duncan dari corak anyaman No
Sifat (Properties)
Nilai rata-rata yang dibandingkan (Comparision of mean values) Alpha 5 % B1 B3 B2 B4 13.623 13.624 13.702 13.938
1
Kadar air (%)
2
Kerapatan (g/cm3)
B3 0.564
B2 0.570
B4 0.588
B1 0.621
3
Pengembangan %
B1 7.741
B4 8.110
B3 10.713
B2 12.977
4
Penyusutan (%)
B2 4.850
B3 5.753
B4 5.795
B1 5.831
5
Modulus patah (kg/cm2)
B2 165.349
B4 181.221
B3 198.994
B1 262.775
6
Modulus lentur (kg/cm2)
B2 2317.634
B4 B3 3237.859 3258.265
B1 4290.143
7
Keteguhan rekat (kg/cm2)
B2 4.6372
B4 6.0207
B1 8.1227
B3 9.4291
Keterangan (Remarks): B1 = anyaman kajang; B2 =anyaman miring; B3 = anyaman tindih 1; B4 = anyaman tindih 4; _____ = Tidak berbeda nyata (Not significant difference)
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Saribudolok pada tanggal 15 Oktober 1992 dari ayah Edward Sihombing dan ibu Rosmalina Saragih Munthe. Penulis adalah putri ketujuh dari delapan bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Duynhoven Saribudolok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Ciremai dan Indramayu pada tahun 2012, Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di KBM IK Brumbung Semarang, Jawa Tengah. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dengan PSM Agriaswara pada awal masuk IPB tahun ajaran 2010/2011. Penulis pernah aktif sebagai anggota HIMASILTAN (Himpunana Mahasiswa Hasil Hutan) pada tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah mendapat dana dari DIKTI karena berhasil lolos seleksi mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2012/2013. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain pernah mendapat Juara dibidang Vocal Solo tingkat Fakultas Kehutanan IPB, pernah mendapat Juara dibidang Baca Puisi tingkat Fakultas Kehutanan IPB.