PENGARUH WAKTU TEBANG TERHADAP KEAWETAN ALAMI BAMBU ANDONG (GIGANTOCHLOA PSEDOARUNDINACEAE)
PAULUS NUAENG MARBUN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Paulus Nuaeng Marbun NIM E24100047
ABSTRAK PAULUS NUAENG MARBUN. Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae). Dibimbing oleh ARINANA dan EFFENDI TRI BAHTIAR. Gigantochloa pseduarundinaceae yang dikenal dengan nama bambu Andong adalah yang digunakan sebagai objek pada penelitian ini. Contoh uji diambil dari bambu yang dipanen setiap bulan selama satu tahun dari bulan Februari 2013 sampai Januari 2014. Setiap saat penebangan, bambu dipotongpotong menjadi bilah. Bilah disimpan di tempat aman yang kondisinya kering agar terhindar dari organisme perusak kayu. Setelah semua bambu ditebang, selanjutnya dilakukan uji laboratorium menggunakan metode SNI 01.7207-2006 dan uji lapangan menggunakan metode ASTM D 1758-06. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa bambu termasuk kelas awet III ketahanan sedang dan kelas awet IV ketahanan buruk. Berdasarkan uji laboratorium, nilai kehilangan berat terkecil terjadi pada bambu yang dipanen pada bulan Maret, sedangkan mortalitas rayap terbesar terjadi pada bambu yang dipanen pada bulan November. Sementara itu hasil uji lapangan menunjukkan bahwa nilai kelas mutu tertinggi dan nilai kehilangan berat terendah terjadi pada bambu yang dipanen pada bulan Maret sampai Mei. Best subset regression digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan sewaktu pemanenan di lapangan yang dominan berpengaruh terhadap keawetan bambu. Faktor lingkungan yang diamati adalah curah hujan, kelembaban, dan temperatur. Hasil best subset regression menunjukkan bahwa curah hujan dan kelembaban udara sewaktu panen merupakan dua faktor utama yang berpengaruh terhadap keawetan bambu di lapangan pada selang curah hujan harian yang diamati (1-20 mm). Curah hujan maupun kelembaban memberikan pengaruh yang fluktuatif terhadap kehilangan berat. Kehilangan berat terbesar terjadi pada kelembaban 74%. Jika kelembaban udara di bawah 74% atau di atas 74% maka kehilangan berat cenderung menurun. Curah hujan juga berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat. Curah hujan harian rendah dari 1 hingga 4 mm menunjukkan penurunan kehilangan berat, namun stabil setelah curah hujan di atas 4 mm. Berdasarkan data tersebut maka direkomendasikan untuk memanen bambu pada bulan Maret sampai dengan Mei yaitu ketika keawetan alami bambu tertinggi dengan kehilangan berat terendah. Kata kunci: faktor lingkungan, keawetan alami, kehilangan berat, kelas awet, waktu panen bambu
ABSTRACT PAULUS NUAENG MARBUN.Effect of Harvesting Time on Natural Durability of Andong Bamboo. (Gigantochloa psedoarundinaceae). Supervised by ARINANA and EFFENDI TRI BAHTIAR. Gigantochloa pseduarundinaceae, also known as Andong bamboo, used in this study. Samples were taken from bamboos which were harvested once each month in a year starting from February 2013 to January 2014. Bamboos culms were cut into strips. The strips were put in a safe, dry place, and free from wood destroying organisms. After all of the bamboos were collected, the laboratory testing is conducted based on SNI 01.7207-2006 methods. Field testing were also conducted based on ASTM D 1758-06 methods. According to the laboratory test, the bamboos were categorized as durability class III (medium durability) and durability class IV (bad durability). According to laboratory testing, the least loss of bamboo mass occurred on Maret and the highest number of termite mortality occurred on November. While, the results of the field test show that the value of the highest durability grade and the weight lowest loss rate was occurred on bamboo which is harvested in March to May. Best subset regression were used to determine the environmental factors during harvesting process which was dominantly affecting the bamboos' durability. The observed environmental factors were rain levels, humidity, and temperature. According to best subset regression analysis, the rain level and humidity during the harvesting period were two main factors affecting the bamboos' natural durability. The best subset regression resulted that rainfall and humidity during the harvest were the two main factors that affect the durability of bamboo at observed daily rainfall intervals (1-20 mm). Rain levels and humidity give fluctuating effects on the loss of mass. The maximum loss was happened on 74% humidity. If the humidity is bellow 74%, or above 74%, the mass loss tend to decrease. The rain level also affect the mass loss. Low rainfall level 1 to 4 mm showed the decrease in mass loss, and became stabilized when the rain level reach above 4 mm. According to the data, it is recommended to harvest the bamboos on March to Mei, when the durability are the highest and the mass loss are the lowest.
Keywords: environmental factors, harvesting time, mass loss, natural durabiliy, resistance class
PENGARUH WAKTU TEBANG TERHADAP KEAWETAN ALAMI BAMBU ANDONG (GIGANTOCHLOA PSEDOARUNDINACEAE)
PAULUS NUAENG MARBUN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinace) Nama : Paulus Nuaeng Marbun NIM : E24100047
Disetujui oleh
Arinana, SHut MSi Pembimbing I
Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, dan kasih setia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat mengakhiri masa perkuliahan serta menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae). Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari 2013 hingga April 2014. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayah St. Rizal Marbun dan Ibu Rawati Sinaga dan juga kakak, adik tercinta. 2. Ibu Arinana, SHut MSi dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir penulisan. 3. Bapak Anhari yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 4. Christine Della Prasetya yang telah banyak memotivasi dan membantu penelitian dari awal hingga akhir. 5. Rekan-rekan FAHUTAN IPB khususnya THH 47 atas segala bantuannya. Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2015
Paulus Nuaeng Marbun
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bambu
2
Rayap
2
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur
3
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Uji Laboratorium
7
Uji Lapangan
8
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 Jadwal penebangan contoh uji selama dua belas bulan 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI 01.7202-2006 yang dimodifikasi berdasar Arinana el al. 3 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada metode ASTM D 1758-06
4 5 6
DAFTAR GAMBAR 1 Rumpun bambu Andong pengambilan contoh uji 2 Pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah metode SNI 01.7207-2006 3 Kehilangan berat uji laboratorium 4 Mortalitas rayap C.curvignaus 5 Kelas mutu bambu uji lapang 6 Kehilangan berat uji lapang 7 Korelasi antara kehilangan berat dengan curah hujan 8 Korelasi antara kehilangan berat dengan kelembaban 9 Korelasi antara kelas mutu dengan curah hujan 10 Korelasi antara kelas mutu dengan kelembaban 11 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kehilangan berat estimasi dan empiris 12 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kelas mutu estimasi dan empiris 13 Beberapa jenis rayap yang ditemukan menyerang contoh uji di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB 14 Bentuk serangan rayap pada uji lapang
3 4 7 8 8 9 10 10 11 11 12 12 13 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Persentase penurunan berat contoh uji laboratorium Mortalitas rayap tanah C.curvignatus Persentase penurunan berat contoh uji lapangan Nilai kerusakan contoh uji yang didapatkan dengan metode ASTM D 1758-06 5 Denah sebaran rayap yang menyerang contoh uji 6 Kondisi cuaca (temperatur, curah hujan, kelembaban) di wilayah Ciampea, Bogor pada Februari 2013 sampai Januari 2014 7 Anova RAL Subsampling kehilangan berat uji laboratorium 8 Anova RAL Subsampling mortalitas rayap C.curvigntus uji laboratorium 9 Anova RAL Subsampling kehilangan berat uji lapang 10 Regresi kehilangan berat uji lapang dan cuaca 11 Regresi kelas mutu uji lapang dan cuaca
17 17 18 18 19 20 20 20 21 22 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu terdapat hampir di seluruh Indonesia dan merupakan bahan yang penting sebagai pengganti kayu. Ada banyak jenis bambu di Indonesia, menurut Frick (2004) salah satu jenis bambu yang penting dan banyak digunakan adalah bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinacea). Bambu mempunyai manfaat yang sangat banyak, di antaranya adalah sebagai bahan untuk pembangunan rumah, jembatan, alat penangkapan ikan dan banyak lagi. Bambu bisa digunakan sebagai bahan dasar bagi kerajinan rakyat untuk pembuatan alat rumah tangga seperti mebel, hiasan, dan alat dapur (Untung et al. 1997). Lebih lanjut Untung et al. (1997) mengatakan bahwa bambu dapat memberikan manfaat ekologi, mencegah erosi, menyerap dan mengikat berbagai bahan dan gas pencemar di udara, tanah dan air, sangat cepat pertumbuhannya sehingga dalam waktu 3-4 tahun sudah dapat ditebang. Bambu dapat pula digunakan sebagai tanaman hias dan bahan baku pulp. Morisco (2006) mengatakan bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau 120 cm per hari dan dapat diperoleh dengan kualitas baik pada umur 3-5 tahun. Namun terdapat beberapa permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan bambu. Lebih lanjut Frick (2004) mengatakan bahwa bambu memiliki 50-55% lebih banyak selulosa daripada kayu. Tanpa perhatian pada pengawetan maka konstruksi bambu tahan lama 2-3 tahun saja, sedangkan dengan pengawetan dan pemeliharaan yang memadai dapat tahan lama di atas 15 tahun. Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas bambu adalah masa memotong bambu (masa pemanenan). Secara tradisional, masyarakat memanen bambu pada musim kemarau dan jarang dilakukan pada musim penghujan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian ketahanan bambu terhadap rayap tanah. Bambu yang digunakan adalah dua belas batang bambu yang ditebang masing-masing satu buluh setiap bulan dari Februari 2013 hingga Januari 2014. Penelitian tentang kapan masa panen atau penebangan bambu yang tepat sangatlah penting. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan bambu dan menambah wawasan masyarakat dalam menentukan waktu tebang bambu yang benar. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu tebang yang tepat, sehingga keawetan alami bambu terhadap rayap tanah pada kondisi terbaik.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi tentang waktu yang tepat dalam menebang atau memanen bambu berdasarkan ketahanan terhadap rayap tanah.
2
TINJAUAN PUSTAKA Bambu Bambu adalah tanaman serbaguna dan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, memiliki cabang, berimpang, dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Widjaja 1996). Bambu termasuk dalam suku Gramineae, ordo Plantae. Menurut Dransfield dan Wijaya (1995) di seluruh dunia terdapat 1000-an jenis bambu, di antaranya terdapat 200 jenis bambu yang dapat tumbuh di Asia Umumnya bambu yang terdapat di Indonesia tumbuh secara berumpun. Dari beberapa puluh jenis bambu yang ada di Indonesia, lebih kurang 10 jenis diantaranya ternyata baik dan cocok untuk digunakan sebagai bahan baku anyaman rakyat (Widjaja et al. 1988). Menurut Cusack dalam Morisco (2006), berdasarkan pertumbuhannya bambu dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu bambu simpodial dan bambu monopodial. Dengan penggunaan bambu sebagai substitusi diharapkan sebagian permintaan kayu dapat dipenuhi oleh bambu. Bambu Andong Di beberapa daerah bambu Andong dikenal dengan berbagai nama, seperti di Jawa Barat dikenal dengan Awi Ater, di Jawa dikenal dengan Pring Benel, dan di daerah Lombok dan Sumbawa dikenal dengan Air Santong. Bambu Andong tersebar dan dibudidayakan di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Halmahera, dan Sumbawa (Sutiyono 1996). Lebih lanjut Sutiyono (1996) mengatakan bambu Andong dapat diproduksi setelah rumpun berumur 5 tahun. Pada umur 5 tahun terdapat 16 batang/rumpun dengan diameter rata-rata 14 cm dan tinggi 10.4 m. Bambu Andong dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian > 900 m dpl. Bambu Andong memiliki tinggi 7-30 m, berat jenis 0.50.7 (ruas) dan 0.6-0.8 (bagian buku), MOE 198 229-291 573 Kg/cm², MOR 1 743-2 110 Kg/cm² (Dransfield dan Widjaja 1995).
Rayap Rayap adalah serangga sosial pemakan selulosa dan termasuk ke dalam ordo Isoptera, serangga ini diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu (Nandika et al.2003). Rayap mudah dijumpai di dataran rendah tropis, hal ini dikarenakan penyebaran dan aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan. Lebih lanjut Nandika et al. (2003) mengatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Rayap tanah Coptotermes curvignatus adalah kelompok rayap yang bersarang di dalam tanah. Rayap tanah juga dapat menyerang kayu di luar tanah. Kemampuan membuat terowongan pipih yang terbuat dari tanah adalah cara yang digunakan rayap tanah sebagai jalan yang menghubungkan sarang dengan sumber makanan (Nandika et al. 1996).
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam belas bulan, yaitu dua belas bulan masa pemanenan bambu, dan empat bulan untuk pengujian laboratorium dan lapangan. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit), Laboratorium Pengerjaan Kayu Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan, Arboretum Fakultas Kehutanan IPB dan Arboretum Bambu Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bambu Andong (G. psedoarundinaceae), rayap tanah C. curvignatus, pasir, alkohol 70%, dan akuades. Rumpun bambu Andong yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rumpun bambu pengambilan contoh uji Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik, oven, desikator, ember, botol kaca, kamera, linggis, tali, penggaris, spidol, mesin pemotong, bulu ayam, gelas ukur, rak, aluminium foil, cawan petri, jarum, pinset, plastik, kaliper, tisu, dan kapas. Prosedur Pengambilan contoh uji Bambu Andong ditebang setiap bulan selama satu tahun yang dimulai dari Februari 2013 hingga Januari 2014, sehingga terdapat dua belas batang bambu yang dipanen sesuai dengan jadwal penebangan. Batang bambu ditebang pada minggu keempat setiap bulannya pada pukul 18.00 WIB (Tabel 1). Batang bambu tersebut dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung. Total contoh uji yang diuji adalah tiga puluh enam contoh uji laboratorium (SNI 01.7207-2006) dan tiga puluh enam contoh uji untuk uji lapangan (ASTM D 1758-06).
4 Tabel 1 Jadwal penebangan contoh uji selama dua belas bulan Bulan Februari 2013 Maret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 September 2013 Oktober 2013 November 2013 Desember 2013 Januari 2014
Tanggal 26 26 30 30 30 31 29 30 30 27 27 28
Jam (WIB) 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00 18.00
Prosedur uji laboratorium Prosedur penelitian dan contoh uji dibuat dengan metode SNI 01.72072006 yang dimodifikasi seperti yang dilakukan Arinana et al. (2012). Ukuran contoh uji dibuat dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal 2.5 cm x 2.5 cm x 0.3 cm. Untuk mendapatkan tebal 0.3 cm bilah bambu diserut bagian dalamnya. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan nilai berat sebelum pengujian (W1). Botol yang akan digunakan disterilisasi dengan cara dicuci dengan air, kemudian dibilas dengan alkohol 70%. Botol uji yang telah dibilas dengan alkohol lalu dioven selama 48 jam pada suhu 60 ºC. Pasir dicuci dengan air, dikering-udarakan selama 24 jam kemudian dioven selama 48 jam pada suhu 103 ± 2 ºC. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol dengan posisi kulit bambu bersandar ke dinding botol kemudian pasir dimasukkan ke dalam botol, dilanjutkan dengan memasukkan akuades sebanyak 50 ml. Kemudian rayap tanah kasta pekerja yang sehat dan aktif dimasukkan sebanyak 200 ekor. Pada minggu keempat botol uji dibongkar dan dibersihkan kemudian dihitung mortalitas rayapnya. Contoh uji kemudian dioven pada suhu 60 ºC selama 48 jam. Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat akhir (W2). Aluminium foil Rayap tanah
Botol uji Contoh uji Gambar 2 Pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah C.curvignatus dengan metode SNI 01.7207-2006.
5 Persentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap dihitung dengan persamaan berikut: Kehilangan berat (%) = x 100 % Keterangan : W1 : Berat contoh uji mula-mula (gram) W2 : Berat contoh uji setelah pengujian (gram) Mortalitas rayap pada masing-masing botol uji dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Mortalitas (%) = x 100 % Keterangan : N : Jumlah rayap yang hidup pada akhir masa pembongkaran 200 : Rayap pekerja pada awal pengujian Penentuan ketahanan dan kelas awet contoh uji terhadap rayap tanah diklasifikasikan berdasarkan penurunan berat sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada SNI 01.7207-2006 yang dimodifikasi berdasar Arinana et al. (2012) Kelas Ketahanan Penurunan berat (%) I Sangat tahan < 3,52 II Tahan 3.52 - 7.50 III Sedang 7.50 - 10.96 IV Buruk 10.96 - 18.94 V Sangat Buruk 18.94 - 31.89 Prosedur uji lapangan Prosedur kerja pengujian keawetan alami bambu dilakukan sesuai dengan metode ASTM D 1758-06 yang dimodifikasi. Ukuran contoh uji dibuat dengan ukuran 20 cm x 2.5 cm, sedangkan tebalnya mengikuti tebal bilah bambu. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan nilai berat sebelum pengujian (W1). Contoh uji kemudian dibenamkan di arboretum Fakultas Kehutanan IPB dengan kondisi 15 cm bambu tertanam sedangkan sepanjang 5 cm berada di atas permukaan tanah. Contoh uji dikubur dengan cara membuat lobang di tanah terlebih dahulu. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama tiga bulan untuk mencegah kehilangan contoh uji maupun adanya ranting pohon yang jatuh tepat diatas contoh uji. Setelah tiga bulan, contoh uji dibongkar, dibersihkan kemudian dioven pada suhu 60 ºC selama 48 jam untuk mendapatkan berat akhir (W2). Setelah itu contoh uji diidentifikasi kerusakannya. Sesuai dengan ASTM D 1758-06 ketahanan kayu diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.
6 Tabel 3 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada ASTM D 1758-06 Kelas mutu Gambaran dari kondisi 10 Tidak ada serangan; 1-2% kerusakan kecil diperbolehkan 9 Penetrasi mencapai 3% dari penampang melintang 8 Penetrasi 3-10% dari penampang melintangnya 7 Penetrasi 10-30% dari penampang melintangnya 6 Penetrasi 30-50% dari penampang melintangnya 4 Penetrasi 50-75% dari penampang melintangnya 0 Rusak
Analisis Data Data kehilangan berat dan mortalitas hasil uji laboratorium serta ketahanan bambu dan kehilangan berat hasil uji lapang diuji dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) subsampling dimana waktu penebangan bertindak sebagai perlakuan. Lebih detail lagi analisis best subset regression digunakan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan apa yang berpengaruh terhadap ketahanan alami bambu dan kehilangan beratnya setelah diuji kubur. Faktor lingkungan yang diamati meliputi curah hujan, suhu, dan kelembaban yang diperoleh dari www.worldweatheronline.com pada periode tujuh hari sebelum jadwal pemanenan bambu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Buluh bambu dipanen dari Arboretum Bambu Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB setiap bulannya. Tanaman bambu koleksi arboretum berjumlah 60 jenis mulai ditanam tahun 1994 dengan jarak tanam 8 m x 8 m serta mendapat perlakuan yang sama tanpa pemeliharaan khusus. Arboretum tersebut memiliki luas 7 Ha di mana secara administratif termasuk ke dalam wilayah IPB, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Batas tapak arboretum adalah di sebelah Utara Jalan Agathis IPB (kebun karet), Selatan Jalan Raya Ciampea, Timur Jalan Agathis IPB (pintu dua IPB), dan Barat Sungai Cihideung (Kampung Leuwikopo). Sementara itu uji lapang dilaksanakan di arboretum Fakultas Kehutanan. Luas Arboretum Fakultas Kehutanan 0.4 Ha yang ditanami puluhan jenis pohon dengan usia yang berbedabeda. Batas tapak arboretum ini adalah di sebelah Utara Departemen Hasil Hutan, Selatan Gedung Auditorium Toyib Hadiwijaya, Timur Jalan Keruing (Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) dan di bagian Barat terdapat Gedung Dekanat Fakultas Kehutanan IPB. Untuk pengujian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Rayap (Rearing Termites Unit) Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan IPB. Laboratorium ini dua lantai dan memiliki ruangan khusus yang tertutup untuk tempat pengujian.
7 Uji Laboratorium Kehilangan berat contoh uji menunjukkan ketahanan bambu terhadap serangan perusak bambu. Penurunan berat contoh uji setelah pengujian juga menentukan kelas awet contoh uji berdasarkan persen kehilangan beratnya. Berdasarkan hasil penelitian, data penurunan berat contoh uji sebagian besar dikelompokkan ke dalam kelas awet IV ketahanan buruk, sedangkan kelas awet III ketahanan sedang hanya diperoleh untuk bambu yang dipanen pada bulan Maret, Agustus, September, dan Oktober. Kehilangan berat dari contoh uji merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam mengetahui waktu yang tepat untuk memanen bambu. Semakin sedikit kehilangan berat dari contoh uji maka bambu akan semakin awet dan sebaliknya. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan tingkat kehilangan berat dari bambu yang dipanen selama periode penebangan disaat akan dipanen.
Gambar 3 Kehilangan berat bambu uji laboratorium Kehilangan berat pada Gambar 3 disajikan selama dua belas bulan pemanenan pada rumpun yang sama. Grafik Gambar 3 menunjukkan bahwa kehilangan berat bambu berfluktuasi berdasarkan waktu pemanenan. Kehilangan berat paling kecil terjadi pada pemanenan bulan Maret sebesar 8.67% dan bulan Agustus sebesar 8.93% yang dikategorikan kelas awet III ketahanan sedang. Sedangkan kehilangan berat paling besar terjadi pada pemanenan bulan Desember yaitu 14.88% yang dikategorikan ke dalam kelas awet IV ketahanan buruk. Perbedaan waktu atau bulan pemanenan bambu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kehilangan berat dari contoh uji.
8
Gambar 4 Mortalitas rayap C. curvignatus Mortalitas rayap perlu diperhatikan dalam pengujian skala laboratorium. Pemanenan bambu pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap pada pengujian laboratorium. Gambar 4 menunjukkan perbedaan yang fluktuatif dari penebangan bulan Februari 2013 hingga bulan Januari 2014. Mortalitas rayap C. curvignatus terendah terjadi pada contoh uji yang dipanen pada bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu sebesar 93-95%. Sedangkan mortalitas paling tinggi terjadi pada contoh uji yang dipanen pada bulan Mei sebesar 99% dan November yaitu 100%. Uji Lapangan Gambar 5 menunjukkan kehilangan berat contoh uji pada pengujian lapangan. Pemanenan pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata pada kehilangan berat uji lapang. Perbedaan dari kehilangan berat terjadi secara fluktuatif dari bulan pertama sampai bulan ke dua belas. Kehilangan berat contoh uji paling kecil terjadi pada pemanenan bulan Maret sampai dengan Mei sebesar 6.00-10.65% dan paling besar terjadi pada bulan Agustus sebesar 42.29%.
Gambar 5 Kehilangan berat bambu uji lapang
9 Kelas mutu dari contoh uji didapatkan dari pengujian lapangan. Kelas mutu dari kedua belas bulan pemanenan bambu berbeda secara fluktuatif seperti yang ditunjukkan Gambar 6. Kelas mutu paling rendah terjadi pada pemanenan bulan Januari dan Agustus dengan nilai 6 dan paling besar terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei yaitu 8.
Gambar 6 Kelas mutu bambu uji lapang Hubungan Uji Lapangan dan Cuaca Faktor lingkungan yaitu curah hujan (W) dan kelembaban (H) berkorelasi erat dengan kehilangan berat. Selama tahun 2013 musim di daerah Bogor tidak menentu yang didominasi hujan. Dari tiga variabel yang diukur curah hujan dan kelembaban yang dominan berpengaruh terhadap kehilangan berat, sedangkan suhu tidak banyak berpengaruh. Dengan menggunakan variabel curah hujan dan kelembaban tiap-tiap pemanenan maka diperoleh estimasi kehilangan berat contoh uji bambu yang dipanen pada bulan yang bersangkutan (Gambar 7).
(1) Persamaan 1 menunjukkan hubungan antara curah hujan dan kelembaban terhadap kehilangan berat. Persamaan tersebut disajikan dalam grafik Gambar 7 dengan koefisien determinasi sebesar 33.75%. Sesuai dengan grafik Gambar 7 terlihat bahwa semakin tinggi curah hujan saat pemanenan maka kehilangan berat contoh uji cenderung akan semakin kecil. Pada curah hujan harian rendah 1-4 mm penurunan kehilangan berat cukup signifikan, selanjutnya diatas 4 mm, kehilangan berat menjadi relatif stabil.
Kehilangan berat uji lapang (%)
10 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Curah hujan harian (mm) RH = 72% RH = 73% RH = 76% RH = 77% RH = 80% RH = 81%
RH = 71% RH = 75% RH = 79%
RH = 74% RH = 78% RH = 82%
Gambar 7 Korelasi antara kehilangan berat dan curah hujan
Kehilangan berat (%)
Sebaliknya kelembaban memberikan pengaruh yang fluktuatif terhadap kehilangan berat. Puncak kehilangan berat terjadi pada kelembaban 74%, pada kelembaban kurang dari 74% kehilangan berat cenderung meningkat, sebaliknya menurun pada kelembaban 74-78% dan cenderung stabil pada kelembaban di atas 78%. Fenomena tersebut terlihat pada Gambar 8. Fenomena serupa juga terjadi pada kelas mutu sebagaimana disajikan pada Persamaan 2. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0,71
0,73
0,75
0,77
0,79
0,81
Kelembaban udara Rain = 1 mm
Rain = 4 mm
Rain = 7 mm
Rain = 13 mm
Rain = 16 mm
Rain = 19 mm
Rain = 10 mm
Gambar 8 Korelasi antara kehilangan berat dan kelembaban
(2)
11 Kelas mutu (ASTM D 1758-06)
8
7
6
5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Curah hujan harian (mm) RH = 71%
RH = 72%
RH = 73%
RH = 74%
RH = 75%
RH = 76%
RH = 77%
RH = 78%
RH = 79%
RH = 80%
RH = 81%
RH = 82%
Gambar 9 Korelasi antara kelas mutu dan curah hujan
Kelas mutu (ASTM D 1758-06)
Gambar 9 menunjukkan bahwa kelas mutu dari bambu yang dipanen setiap bulan meningkat ketika curah hujan meningkat. Peningkatan yang signifikan terjadi dari ketinggian curah hujan 1 mm hingga 2 mm. Diatas 2 mm kelas mutu terus meningkat secara perlahan. 8
7
6
5 0,71
0,73
0,75
0,77
0,79
0,81
Kelembaban udara Rain = 1 mm
Rain = 4 mm
Rain = 7 mm
Rain = 13 mm
Rain = 16 mm
Rain = 19 mm
Rain = 10 mm
Gambar 10 Korelasi antara kelas mutu dan kelembaban Gambar 10 menunjukkan kelas mutu cenderung menurun ketika kelembaban naik dari 71% hingga 75.5%. Sebaliknya kelas mutu bambu meningkat ketika kelembaban meningkat dari 75.5%.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Humidity (%), Curah hujan (mm)
Kehilangan berat uji lapang (%)
12
Bulan pemanenan Kehilangan Berat (Estimasi)
Kehilangan Berat (Empiris)
Humidity (%)
Curah Hujan (mm)
10
100
8
80
6
60
4
40
2
20
0
0
Bulan pemanenan Kelas Mutu (estimasi)
Kelas Mutu (Empiris)
Humidity (%)
Curah Hujan (mm)
Humidity (%), Curah hujan (mm)
Kelas mutu
Gambar 11 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kehilangan berat Gambar 11 menunjukkan bahwa kehilangan berat adalah fluktuatif dari penebangan bulan Februari 2013 hingga bulan Januari 2014. Hal ini menunjukkan bahwa pemanenan pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap keawetan bambu Andong (G. psedoarundinaceae). Kehilangan berat aktual tidak berbeda jauh dengan data empiris, namun terjadi anomali pada bulan Januari yang estimasinya cukup besar dibandingkan empirisnya yang dipengaruhi oleh curah hujan dan kelembaban pada saat pemanenan.
Gambar 12 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kelas mutu Kelas mutu dari seluruh contoh uji berada di antara kelas mutu 6, 7, dan 8. Gambar 12 menunjukkan korelasi antara kelembaban dan curah hujan terhadap kelas mutu baik secara estimasi maupun empiris. Kelas mutu aktual tidak berbeda secara signifikan dengan kelas mutu empiris. Kelas mutu yang terbaik secara empiris maupun estimasi terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei.
13 Identifikasi Rayap Uji Lapangan Dari tiga puluh enam contoh uji yang diuji di lapangan seluruh contoh uji mengalami kerusakan akibat serangan rayap. Di antara contoh uji yang rusak akibat serangan rayap tersebut terdapat sepuluh contoh uji yang ditemukan rayap. Setelah diidentifikasi, terdapat empat jenis rayap yang menyerang contoh uji. Keempat jenis rayap tersebut adalah Odontotermes sp., Microtermes sp., Coptotermes sp., dan Macrotermes sp. Rayap yang ditemukan menyerang contoh uji dapat dilihat pada Gambar 12. Jenis rayap yang paling banyak ditemukan adalah Macrotermes sp. dan kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dari pada yang lain. Beberapa contoh uji yang diserang rayap Macrotermes sp. yaitu contoh uji yang dipanen bulan Februari, Juli, dan September. Jenis Odontotermes sp. menyerang contoh uji yang dipanen pada bulan Februari dan Mei. Pemanenan pada bulan Agustus diserang oleh rayap jenis Coptotermes sp. Sketsa peletakan contoh uji di lapangan dan sebaran jenis rayap yang menyerang dapat dilihat di Lampiran 3. Contoh uji yang diuji hanya diserang pada bagian dalam contoh uji saja sedangkan pada bagian kulit tidak diserang sama sekali (Gambar 13). Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tingkat serangan rayap pada penelitian ini, yaitu cuaca selama pengujian dan lokasi penelitian yang memang merupakan habitat rayap. Komponen cuaca yang dominan berpengaruh yaitu curah hujan dan kelembaban.
(b) (c) (d) (a) Gambar 13 Empat jenis rayap (perbesaran 10X) yang ditemukan menyerang contoh uji di Arboretum Fakultas kehutanan IPB yaitu (a) Odontotermes sp., (b) Microtermes sp., (c) Coptotermes sp., (d) Macrotermes sp.
Gambar 14
Bentuk serangan rayap uji lapangan
14
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa waktu tebang yang tepat untuk memanen bambu di Bogor khususnya daerah Dramaga adalah bulan Maret, April dan Mei. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh waktu tebang terhadap kadar pati dan kekuatan bambu serta dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis bambu lain.
DAFTAR PUSTAKA Arinana, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2012. Termite Species-susceptible of Wood for Inclusion as a Reference in Indonesian Standardized Laboratory Testing. Insects 2012, 3, 396-401. [ASTM] American Standard Testing Material D 1758-06. 2002. Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test With Stakes. West Conshohocken Z (United Stated). [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006.Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta (ID) : Badan Standarisasi Nasional. Darupratomo. 2008. Pengaruh Proses Pengawetan Bambu terhadap Karakteristik Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Klaten (ID). Universitas Widya Dharma. Diba F. 2009. Teknologi Pengawetan Bambu Dendrocalamus Sp Tanpa Bahan Kimia Untuk Pengendalian Serangan Bubuk Kayu Kering Dinoderus Minitus. Di dalam: Triatmodjo B, Morisco, Prayitno TA, Suranto Y, Supriyadi B, Saputra A, Irawati IS, Hartati, Firma BE, Agustin S, Editor. Rekayasa Bambu Sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan. Proceeding Seminar Nasional ; 2009 Maret 16-17; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Teknik Sipil dan Lingkungan FT- UGM. hlm 26-29. Dransfield S, Widjaja EA. 1995.Plants Resources of South East Asia No.7 Bamboos. Backhuys Publisher. Leiden. Bogor (ID). Prosea Foundation. Fadli TM. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (willd) Munro) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Frick H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Pengantar Konstruksi Bambu. Semarang (ID): Soegijapranata University Pr.
Haris A. 2008. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Konstruksi Menggunakan ISO 22157-1: 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
15 Idris AA, Anita F, Purwito. 1994. Penelitian Bambu Untuk Bahan Bangunan. Dalam: Strategi Penelitian Bambu di Indonesia. PUSPITEK Serpong, 2122 Juni 1994. Lestari PA. 2013. Ketahanan Delapan Jenis Produk Kayu Komposit Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holgren). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Morisco. 2006. Teknologi Bambu. Magister Teknologi Bahan Bangunan. Program Studi Teknik Sipil. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID): Dinas Kehutanan Jakarta. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Parubak BS. 2009. Pengembangan OSB (Oriented Strand Board) Berkualitas Tinggi dari Bambu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pranata AZ. 2013. Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang Dikenal dari Kampus IPB Dramaga Terhadap Serangan Rayap. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Remadona IY. 2013. Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sastrapradja S. dan Kartawinata K. 1980.Kayu Indonesia.Lembaga Biologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indondesia (LIPI).Balai Pustaka. Jakarta. Setiadi WT. 2008. Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Pemanenan Rebung Pada Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel) Wijaja) Umur 38 Sampai dengan 46 Bulan Setelah Tanam. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Setiadi A. 2009. Sifat Kimia beberapa Jenis Bambu Pada Empat Tipe Ikatan Pembuluh. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Masyarakat di Indonesia dan Permasalahannya. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006: hlm 49-57. Suranto Y. 2012. Identifikasi Jenis Bambu dan Dinamika Teknologi Pemanfaatannya Sebagai Komponen Rumah Adat Tana Toraja berstatus Bangunan Cagar Budaya Berbahan Kayu. Di dalam: Bagus Eratodi I GL, Irawati IS, Masdar A, Lestari A, Ade A, Marisa Y, editor. Rekayasa Bambu Sebagai Solusi Pelestarian Lingkungan. Proceeding Simposium Nasional Rekayasa dan Budidaya Bambu I, SINAR BAMBU I;2012 Januari 30; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. hlm 162-169. Suryana J. 2012. Pengembangan Bambu Lapis Berkualitas Tinggi. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suwanto B. 2008. Pengawetan Bambu. Semarang (ID). Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang. Untung K, Suryanda H, Widjaja EA, Gerland L, Gustami, Indraningsih W, Kristiningsih M. 1998. Strategi Nasional dan Rancang Tindak Pelestarian Bambu dan Pemanfaatan Secara Berkelanjutan di Indonesia. Jakarta (ID). Kantor Kementrian Lingkungan Hidup.
16 Wawo HA. et al. 1996. Paket Modul Partisipatif: Budidaya Bambu Guna Meningkatkan Produktifitas Lahan. Prosea Indonesia. Bogor (ID). Yayasan Prosea Indonesia. Widjaja EA. 1989. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Perpustakaan Nasional. Ikatan Alumni Biologi Universitas Padjajaran cabang Bogor. Jakarta (ID). PT Mediyatama Sarana Perkasa Widjaja EA. 2001. Identifikasi Jenis- Jenis Bambu di Jawa. Puslitbang Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bogor.
17
LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase kehilangan berat contoh uji laboratorium Bulan Januari 2014 Februari 2013 Mret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 September 2013 Oktober 2013 November 2013 Desember 2013
Pangkal (% 15.12 12.26 6.20 12.21 12.41 13.95 11.27 9.36 10.47 11.97 12.98 19.84
Tengah (%) 14.61 13.01 8.87 10.61 14.29 14.84 13.74 9.83 4.71 10.08 16.54 12.00
Ujung (%) Rerata (%) 14.13 14.62 12.08 12.45 10.94 8.67 11.90 11.58 10.19 12.30 15.20 14.67 13.28 12.76 7.60 8.93 16.87 10.68 9.84 10.63 12.70 14.07 12.80 14.88
Lampiran 2 Mortalitas rayap tanah C curvignatus uji laboratorium Bulan Januari 2014 Februari 2013 Mret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 September 2013 Oktober 2013 November 2013 Desember 2013
Pangkal (%) 92.5 100 96 100 100 100 94 100 91.5 97 100 100
Tengah (%) 98.54 94 100 97 96.5 95 96.5 86 95.5 93.5 98 98
Ujung (%) 97.5 98 90 93.5 97.5 100 89.5 98 94.5 95.5 100 91
Rerata (%) 96,17 97,33 95,33 96,83 98,00 98,33 93,33 94,67 93,83 95,33 99,67 96,33
18 Lampiran 3 Persentase kehilangan berat contoh uji lapangan No Pangkal (% Tengah (%) Januari 2014 36.08 39.14 Februari 2013 20.46 32.69 Mret 2013 9.78 7.88 April 2013 8.90 16.62 Mei 2013 4.70 7.79 Juni 2013 11.92 33.98 Juli 2013 16.51 23.86 Agustus 2013 20.19 63.34 September 2013 16.73 21.90 Oktober 2013 15.23 28.39 November 2013 15.34 8.48 Desember 2013 6.55 19.51
Ujung (%) 41.91 26.87 11.66 6.45 5.52 11.30 21.58 43.35 8.94 30.04 16.84 26.75
Rerata (%) 39.04 26.67 9.77 10.65 6.00 19.06 20.64 42.29 15.85 24.55 13.55 17.60
Lampiran 4 Kelas mutu contoh uji yang didapatkan dengan uji lapangan Bulan Pangkal Tengah Ujung Januari 2014 6 6 6 Februari 2013 7 6 7 Mret 2013 8 8 7 April 2013 8 7 8 Mei 2013 8 8 8 Juni 2013 7 6 7 Juli 2013 7 7 7 Agustus 2013 7 4 6 September 2013 7 7 8 Oktober 2013 7 7 6 November 2013 7 8 7 Desember 2013 8 7 7
Rerata 6 7 8 8 8 7 7 6 7 7 7 7
19 Lampiran 5 Denah sebaran rayap yang menyerang contoh uji 1p
1t
2t
2u
4t
Kerusakan 26.87% 4u
6p
6t
Kerusakan 6,45% 6u
8p
Kerusakan 33.98% 8u 8t
10p
Kerusakan 63.34% 10u 10t
1u 2p
Kerusakan Kerusakan Kerusakan 36.08% 39.14% 41,91% 3p 3t 3u 4p
5p
7p
5t
7t
Kerusakan 16.51% 9p 9t Kerusakan 16.73% 11p 11t
5u
7u
9u
11u
12p
Keterangan : p : Bagian pangkal t : Bagian tengah u : Bagian ujung 1-12 : Bulan pemanenan bambu : Odontotermes sp. : Microtermes sp. : Macrotermes sp. : Coptotermes sp.
12t
Kerusakan 30.04% 12u
20 Lampiran 6 Kondisi cuaca (temperatur, curah hujan, kelembaban) di wilayah Ciampea, Bogor pada Februari 2013 sampai Januari 2014 Waktu (Bulan) Januari 2014 Februari 2013 Maret 2013 April 2013 Mei 2013 Juni 2013 Juli 2013 Agustus 2013 September 2013 Oktober 2013 Nopember 2013 Desember 2013 min max rata-rata
Temperatur (ºF) 80 79 79 77 79,48 79,09 77,70 81,73 83,77 83,27 82,55 79,98 77 83,77 80,18
Curah Hujan (mm) 10,94 2,54 19,44 16,60 11,99 3,81 10,44 1,17 3,80 12,00 3,40 11,89 1,17 19,44 108,03
Kelembaban (%) 80% 78% 82% 81% 81% 79% 82% 73% 72% 75% 71% 81% 71% 82% 78%
Lampiran 7 ANOVA RAL Subsampling kehilangan berat uji laboratorium Sumber Keragaman Bulan sisaan Pangkal, tengah, ujung (subsampel) Sisaan terkoreksi Total terkoreksi
db
JK
KT
11 24
153.99 152.27
14.00 6.34
2 22 35
151.05 1.22 306.26
75.53 0.06
Fhit
F 0.05
F 0.01
253.0014 2.2585 3.1837
p 0.000
Lampiran 8 ANOVA RAL Subsampling mortalitas rayap tanah C.curvigntus uji laboratorium Sumber db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 p Keragaman Bulan 11 133.31 12.12 20.4867 2.2585 3.1837 0.000 sisaan 24 332.00 13.83 Pangkal, tengah, ujung (subsampel) 2 318.99 159.49 Sisaan terkoreksi 22 13.01 0.59 Total terkoreksi 35 465.31
21 Lampiran 9 ANOVA RAL Subsampling kehilangan berat uji lapang Sumber Keragaman Bulan sisaan Pangkal, tengah, ujung (subsampel) Sisaan terkoreksi Total terkoreksi
db
JK
KT
Fhit
11 24
16.00 10.00
1.45 0.42
21.3333
2 22 35
8.50 1.50 26.00
4.25 0.07
F 0.05
F 0.01
2.2585 3.1837
p 0.000
22
23
24
25
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Simataniari, Humbang Hasundutan, tanggal 27 Juli 1991. Penulis merupakan anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan suami istri St. Rizal Marbun dan Rawati Sinaga. Penulis lulus dari SD RK Bintang Kejora Lintongnihuta dan lulus pada 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Lintongnihuta dan lulus pada 2007. Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 1 Lintongnihuta dan lulus pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa baik organisasi mahasiswa internal kampus maupun eksternal kampus diantaranya HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) sebagai anggota, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Cabang Bogor sebagai anggota aktif, Departemen Kerohanian (2011-2012), Ketua Bidang Pendidikan Kader, Kerohanian dan Kewirausahaan (2012-2013). Beberapa beasiswa yang pernah di dapatkan oleh penulis adalah beasiswa berprestasi dari Otorita Asahan dan beasiswa Tanabe. Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden-Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2012, Praktek Pengelolan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi tahun 2013. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di CV Omocha Toys pada tahun 2014. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Tebang Terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae)” dibawah bimbingan Arinana, SHut., MSi dan Effendi Tri Bahtiar, SHut., MSi.