PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurzt)
NUR ISLAMIAH LATIF
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantocloa apus Kurzt) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Nur Islamiah Latif NIM E24100026
ABSTRAK NUR ISLAMIAH LATIF. Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt). Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO. Gigantochloa apus Kurzt yang dikenal dengan bambu tali atau bambu apus adalah salah satu jenis bambu yang mudah ditemukan dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Pemanfaatan bambu tali sebagai bahan konstruksi belum banyak digunakan, karena masih kurangnya dukungan data penelitian mengenai karakteristik bambu tali serta modifikasi produk bambu tali dalam bidang konstruksi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik balok bambu tali menggunakan alat sambung kombinasi pasak dan tali, serta alat sambung baut, pada posisi pengujian horizontal dan vertikal, dengan tiga variasi jarak sambungan (50, 100, dan 150) cm. Prosedur pengujian sifat lentur balok bambu menggunakan standar pengujian ISO 22157-1:2004 tentang pengujian buluh bambu secara full scale. Nilai lentur diperoleh menggunakan persamaan ASTM D-198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai KA pada bambu tali sebesar 25.70% sampai 40.81% dan rerata nilai kerapatan contoh uji produk sebesar 0.67 g/cm3. Hasil uji mekanis menunjukkan rerata nilai MOE pada balok bambu berada pada selang 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) dan rerata nilai MOR balok bambu berada pada selang nilai 236.48 – 571.29 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa balok bambu perlakuan sambungan baut pada posisi pengujian horizontal merupakan balok bambu dengan perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil penelitian ini balok bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Kata kunci: Gigantochloa apus Kurzt, sambungan baut, sambungan pasak, sambungan tali, sifat fisis, sifat mekanis
ABSTRACT NUR ISLAMIAH LATIF. The Effect of Connection Type, The Position of Testing, and The distance of Connection to the Strength of Tali Bamboo (Gigantochloa apus Kurzt). Supervised by NARESWORO NUGROHO. Gigantochloa apus Kurzt known as Tali bamboo or Apus bamboo is one type of bamboo that are easy to find by the people, especially the rural communities. Utilization of bamboo as a construction material has not been widely used because the lack of data about the characteristics of bamboo and it’s modifications of tali bamboo products in construction sector. The purpose of this study is to analyze the characteristics of tali bamboo using combination of dowell and rope connection, and bolt, at horizontal and vertical position, with three distance of connection variation (50, 100, and 150 cm). The bending test method was used by ISO 221571:2004 for full scale test of bamboo’s culm. Bending value was obtained from the equation of ASTM D-198 and ISO 22157.1:2004. The result showed that the average of Moisture Content (MC) of Tali bamboo in range 25.99% to 36.62% and the density was 0.67 g/cm3. The results of mechanical test showed that the mean value of tali bamboo on MOE were 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTMD 198) and 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) and the MOR were 236.48 – 571.29 kg/cm2 (ASTMD 198) and 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Based on the results of this research, this bamboo beam can be used as a respectively construction material. Keywords: Gigantochloa apus Kurzt, bolt connector, dowell, mechanical properties, pegs connector, rope connector.
PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurzt)
NUR ISLAMIAH LATIF
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt) Nama : Nur Islamiah Latif NIM : E24100026
Disetujui oleh
Dr Ir Naresworo Nugroho MS Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan Terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt)” ini dapat terlesaikan. Terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan masukan serta dorongan selama proses penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS, Effendi Tri Bahtiar, S Hut, M Si, Dr Lina Karlinasari, S Hut, M Sc, F Trop, serta Fengky Yoresta Satria, ST, MT yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan saran untuk kelancaran proses penilitian serta penulisan karya ilmiah. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada para dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalankan pendidikan, serta kepada para laboran khususnya M. Irfan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian. Melalui tulisan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Ayah dan Ibu yang senantiasa terus memberikan seluruh kasih sayang, dorongan, dukungan serta senantiasa mengirimkan doa tiap detiknya, sehingga penulis dikaruniakan kelancaran dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Tanpa kalian penulis bukanlah makhluk yang berharga di muka bumi ini. Terimalah karya tulis ini sebagai hadiah kecil sederhana yang bisa penulis berikan. Terimakasih juga penulis ucapkan atas persahabatan, persaudaraan, dukungan serta doa yang diberikan oleh sahabat-sahabat penulis. Sahabat kost WJ (Nurisna, Deska Ari, Eniza Rukisti, Nova Lestari, Rinasti Ridha, serta teman-teman yang lainnya), sahabat lorong 7 Asrama Putri A1 (Sudarsih, Rian Andini, Shifa Paoziah, Ferra Dwiangga, dan Idah Faujiati), sahabat Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Rahmazudi, Rizky Adha, Faiza Ilmi, Dewi Wulandari, Syaiful Bahri, Alifuddin, Aji Kusumo, Rosilia, Dwi Hatmojo, Alam), serta rekan lainnya yang terus mendukung, mendorong, membantu, dan mendoakan kelancaran penulisan makalah ilmiah ini. Tanpa kalian karya ini tak akan bernilai lebih. Pada skripsi ini mungkin masih ditemukan beberapa kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran akan penulis terima. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2014 Nur Islamiah Latif
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
17
Latar Belakang
17
Perumusan Masalah
18
Tujuan Penelitian
18
Manfaat Penelitian
18
METODE
19
Bahan
19
Alat
19
Persiapan Contoh Uji
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
48
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hasil pengujian Kadar Air (KA) Nilai rata-rata kerapatan balok bambu menurut jenis dan jarak sambung Rerata nilai MOE persamaan ASTM D-198 Rerata nilai MOE persamaan ISO 22157-1:2004 Rerata nilai MOR persamaan ISO 22157.1:2004 Rerata nilai MOR persamaan ASTM D-198
23 24 25 26 28 28
DAFTAR GAMBAR 1. Bentuk pengujian mekanis bambu tali 2. Penampang balok bambu pada pengujian mekanis 3. Balok bambu sambungan baut pada jarak sambung 100 cm, posisi pengujian horizontal 4. Balok bambu sambungan baut pada jarak sambung 100 cm, posisi pengujian vertikal 5. Balok bambu sambungan pasak dan tali pada jarak sambung 50 cm, posisi pengujian horizontal 6. Grafik tegangan-regangan dua jenis sambungan pada jarak sambung 0.5 m dengan posisi pengujian horizontal dan vertikal 7. Diagram batang rerata nilai MOR dari tiga parameter pengujian pada persamaan ASTM D-198 8. Kerusakan pada contoh uji (pecah) 9. Pecah ujung pada sampel uji
20 22 25 25 25 27 29 30 30
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Penentuan kelas kuat kayu berdasarkanBerat Jenis (BJ) menurut Daftar I PKKI 1961 Analisis keragaman kadar air (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Analisis keragaman kerapatan balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah Berganda Duncan Analisis keragaman MOE (ASTM D-198) balok bambu (taraf 5%) dan Uji wilayah berganda Duncan Analisis keragaman M0E (ISO 22157-1:2004) balok bambu tali (taraf 5 %) dan uji wilayah berganda Duncan Analisis keragaman MOR (ASTM D-198) balok bambu (taraf 5%) dan Uji wilayah berganda Duncan Analisis keragaman MOR (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%) Dan uji wilayah berganda Duncan Nilai hasil pengujian kerapatan balok bambu Nilai hasil pengujian kadar air Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ASTM D-198 balok bambu tali Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ASTM D-198 balok bambu tali Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali Dokumentasi
34 34 34 35 35 36 36 37 38 39 41 43 45 47
PENDAHULUAN Latar Belakang Kurz (1876) dalam Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dengan sebaran yang luas. Bambu memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah dibentuk, dan telah digunakan secara luas oleh masyarakat Asia. Morisco (2005) menegaskan bahwa pemanfaatan bambu berbeda dengan kayu yang memasuki masa siap tebang dengan kualitas yang baik setelah berumur lebih dari tiga puluh tahun. Bambu dengan mutu yang baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, sedangkan kayu hutan yang siap tebang setelah berusia lebih dari 30 tahun. Bambu merupakan salah satu material yang dapat menggantikan pemanfaatan kayu sebagai bahan konstruksi serta bahan material yang tidak terbarukan. Salah satu contoh pemanfaatannya adalah penggunaan bambu sebagai bahan bangunan. Dransfield dan Widjaya (1995) menyatakan bahwa bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Karaketeristik bambu yang baik utuk konstrksi yaitu bambu yang memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal, dan beruas pendek. Pemanfaatan bambu sebagai konstruksi umumnya digunakan di daerah pedesaan, sehingga bambu erat kaitannya dengan masyarakat pedesaan. Frick (2004) memaparkan bahwa di Negara India bambu disebut sebagai kayu untuk masyarakat dengan strata sosial menengah ke bawah. Banyaknya opini ini menyebabkan masyarakat sering menghubungkan bambu dengan strata sosial seseorang, sehingga pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi kurang diminati. Salah satu jenis bambu yang potensial dijadikan bahan konstruksi adalah Bambu tali (Gigantochloa apus Kurzt). Bambu tali merupakan bambu yang jumlah produksinya besar. Bambu tali biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan perkakas rumah tangga, atap, dinding rumah, anyaman, maupun alat musik tradisional. Bambu tali memiliki kemampuan untuk menahan beban yang tinggi. Berdasarkan penelitian Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994), bambu tali memiliki BJ 0.65. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI), BJ 0. 65 termasuk ke dalam kayu dengan kelas kuat II. Penggunaan konstruksi erat kaitannya dengan penggunaan alat sambung. Penggunaan alat sambung diharapkan mampu menambah kemampuan bahan dalam menahan beban. Beberapa contoh alat sambung yang sering digunakan dalam bidang konstruksi adalah alat sambung pasak kayu, tali ijuk, dan alat sambung baut. Penggunaan bambu sebagai bahan konstruksi selama ini masih kurang didukung oleh data-data penilitian ilmiah. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sifat bambu, khususnya bambu tali.
17
18
Perumusan Masalah Penelitian ini dibatasi pada pencapaian informasi kekuatan lentur balok bambu menggunakan kombinasi sambungan pasak dan tali serta sambungan baut, serta melihat pengaruh posisi pengujian dan jarak antar sambungan terhadap kekuatan lenturnya. Kelayakan balok bambu dalam menahan beban dapat dilihat dari besarnya beban yang dapat diterima oleh balok bambu. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik balok bambu tali menggunakan alat sambung kombinasi pasak dan tali, serta alat sambung baut, pada posisi pengujian horizontal dan vertikal, dengan tiga variasi jarak sambung 50, 100, dan 150 cm. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dari pemanfaatan buluh bambu sebagai bahan konstruksi, sehingga dapat menggantikan pemanfaatan kayu sebagai bahan konstruksi. Selain itu diharapkan penggunaan bambu tali dalam kehidupan sehari-hari dapat dioptimalkan.
19
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret sampai Juli 2014. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bambu tali yang berumur 3 tahun dengan rerata diameter 6 cm dan panjang sebesar 250 cm. Bambu diperoleh dari pengrajin bambu di daerah CIFOR, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah tali ijuk, pasak bambu dan baut berukuran ¾ inch dengan panjang 16 cm. Baut diperoleh dari toko bangunan dan material Sumber Baut di Pasar Anyar, Bogor. Tali ijuk, pasak bambu, dan baut digunakan sebagai elemen penyambung dua buluh bambu tali. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, gergaji tangan untuk pemotongan bambu, oven sebagai alat pengering contoh uji kadar air, kaliper sebagai pengukur dimensi contoh uji, timbangan elektrik sebagai pengukur berat contoh uji, dan mesin Universal Testing Machine (UTM) merk BALDWIN sebagai alat pengujian sifat mekanis bambu. Persiapan Contoh Uji Contoh Uji Sifat Fisis Pengujian sifat fisis bambu tali meliputi uji kadar air dan kerapatan. Pembuatan contoh uji kadar air bambu tali didasarkan pada ISO 22157-1:2004 dengan ukuran (2.5x2.5x1) cm3. Pengujian kerapatan bambu menggunakan contoh uji buluh balok bambu. Kadar air merupakan berat air yang terdapat di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen berat kering tanur (Haygreen dan Bowyer 1982). Pengujian kadar air dilakukan dengan menimbang berat awal contoh uji bambu (BKU), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±20C selama 24 jam atau sampai massa konstan, lalu diukur beratnya (BKT). Besarnya kadar air diperoleh menggunakan persamaan: KA =
BKU − BKT x 100 . . . . . . . . . . BKT
Keterangan: KA = kadar air (%) BKU = berat keri udara/ berat awal (g) BKT = berat kering tanur/ berat akhir (g)
(1)
20
Kerapatan merupakan nilai perbandingan antara masa bambu dengan volume bambu. Nilai kerapatan diperoleh dari persamaan berikut: ρ=
BKU . . . . . . . . . . . . . . VKU
(2)
Keterangan: ρ = kerapatan (g/cm3) BKU = berat kering udara/ berat awal (g) VKU = volume kering udara (cm3) Contoh Uji Sifat Mekanis Uji mekanis yang dilakukan meliputi uji sifat kekakuan (Modulus of Elasticity/ MOE) dan kekuatan lentur (Modulus of Rupture/ MOR). Panjang contoh uji bambu untuk pengujian MOE dan MOR adalah 30 dari diameter bambu sesuai dengan standar pengujian bambu utuh (full scale) menurut ISO 22157-1: 2004. Nilai kekakuan dan kekuatan lentur diperoleh dari persamaan ASTM D-198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Karakteristik bambu yang dijadikan contoh uji yaitu memiliki buluh bambu yang lurus, ukuran diameter pangkal ke ujung relatif sama, serta bebas dari cacat seperti retak, belah, dan pecah (Lampiran 12). Pengujian mekanis menggunakan metode pengujian dengan Two Point Loading. Bentuk pengujian dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 Bentuk pengujian mekanis bambu tali (Sumber: ISO 22157-1:2004) Contoh uji sifat mekanis dibuat dari dua batang bambu yang digabungkan menjadi satu menggunakan alat sambung hingga membentuk balok bambu. Alat sambung yang digunakan terdiri atas 2 jenis yaitu alat sambung tali dan pasak, serta alat sambung baut. Pemakaian alat sambung pada balok bambu memiliki 3 variasi jarak sambung, yaitu 50, 100, dan 150 cm. Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai kekakuan pada batas proporsi digunakan untuk menentukan sifat kekakuan balok bambu. Besarnya nilai kekakuan dinyatakan dengan besaran MOE dengan persamaan:Berdasarkan ASTM D-198: MOE =
Pa (3L2 − 4a2 ) . . . . . . . . . . 48 ∆y Ib
(3)
21
Berdasarkan ISO 22157.1:2004
23 P L3 MOE = 1296 ∆y Ib
Keterangan: MOE P L a ∆y Ib
. . . . . . . . . . . . . . (4)
= modulus elastisitas (kg/cm2) = selisih beban di bawah batas proporsi (kg) = bentang atau jarak sangga (cm) = jarak dari tumpuan ke titik beban terdekat (cm) = perubahan defleksi pada sumbu netral balok yang diukur pada tengah bentang akibat perubahan beban (cm) = inersia bambu (cm4)
Keteguhan patah atau tegangan patah merupakan ukuran kekuatan suatu bahan saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai tegangan patah dinyatakan dengan nilai MOR atau modulus patah, dengan persamaan: Berdasarkan ASTMD 198: Pmax a MOR = . . . . . . . . . . . . . . (5) 𝑍 𝐼𝑏 . . . . . . . . . . . . . . . . (6) 𝑍 = 𝐶 Berdasarkan ISO 22157.1:2004: Posisi pengujian vertikal Pmax
MOR =
2
LD
6 Ib
. . . . . . . . . . . . . . . (7)
Posisi pengujian horizontal Pmax
MOR = Keterangan: MOR Pmax a L D Ib C
2
L
6 Ib
D 2
. . . . . . . . . . . . . . . (8)
= modulus patah (kg/cm2) = beban maksimum pada saat contoh uji mengalami kerusakan (kg) = jarak dari tumpuan ke titik beban terdekat (cm) = bentang atau jarak sangga (cm) = diameter bambu (cm) = inersia bambu (cm4) = sentroid (cm)
Persamaan ASTM D-198 menunjukkan nilai kekakuan dan kekuatan lentur bahan pada struktur yang solid dan bentuk penampang adalah persegi. Perlu dilakukan modifikasi persamaan yang sesuai dengan komposisi contoh uji balok bambu, sehingga tidak menghasilkan nilai lentur yang under estimate. Modifikasi
22
persamaan dilakukan pada perubahan nilai inersia balok persegi menjadi nilai inersia balok bambu. Berikut adalah layout penampang balok bambu pada pengujian sifat mekanis.
(a)
(b)
Gambar 2 Penampang balok bambu pada pengujian mekanis (a) posisi pengujian horizontal dan (b) posisi pengujian vertikal Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2013 dan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Uji sifat fisis kadar air bambu menggunakan 1 faktor yaitu faktor A posisi letak batang, meliputi A1-bagian pangkal, A2-bagian tengah, A3-bagian ujung. Uji kerapatan balok bambu menggunakan 2 faktor yaitu faktor A adalah jenis sambungan (2 faktor yaitu A1sambungan pasak dan tali serta A2-sambungan baut), faktro B adalah faktor jarak sambung (3 faktor yaitu C1-50, C2-100, dan C3-150) dengan ulangan sebanyak 3 kali. Uji sifat mekanis menggunakan tiga faktor yaitu faktor A adalah jenis sambungan (2 faktor yaitu A1-sambungan pasak dan tali serta A2-sambungan baut), faktor B adalah posisi pengujian (2 faktor yaitu B1-pengujian horizontal dan B2pengujian vertikal), dan faktro C adalah jarak sambung (3 faktor yaitu C1-50, C2100, dan C3-150) dengan ulangan sebanyak 3 kali. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji ANOVA menggunakan program SAS 9.1,3 dan α<0.05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikasi. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan. Analisis secara statistik dilakukan terhadap data kadar air, kerapatan, MOE, dan MOR.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Bambu Kadar Air (KA) Rerata persentase hasil pengujian kadar air bambu tali beragam (Tabel 1). Hasil pengujian kadar air bambu berada pada selang 25.99 - 36.62% pada bagian ujung, tengah, dan pangkal batang bambu. Nilai KA dipengaruhi oleh kondisi buluh bambu saat pengujian. Contoh uji yang digunakan berada dalam keadaan basah, dengan KA lebih dari 20%. Tabel 1 Hasil pengujian Kadar Air (KA) Bagian batang* Pangkal (n=18)a Tengah (n=18)b Ujung (n=18)b
Rerata KA (%) Contoh uji Contoh uji sambungan pasak sambungan baut dan tali 38.68 34.56 28.31 31.34 25.74 26.24
Rerata 36.62 29.83 25.99
Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan nilai kadar air yang berbeda nyata pada α=0.05
Rerata nilai KA dari bagian pangkal ke ujung batang bambu mengalami penurunan (Tabel 1). Tingginya KA bagian pangkal bambu diduga disebabkan oleh posisi letak batang yang paling dekat dengan tanah sebagai sumber mineral dan unsur hara. Bagian pangkal bambu adalah bagian pertama yang akan menerima unsur hara dan sebagai pengirim ke bagian bambu lainnya. Menurut Ulfah (2006) perbedaan ini disebabkan pada bagian pangkal memiliki dinding serabut yang lebih tebal dari bagian ujung, sehingga kemampuan mengikat air lebih besar. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Liese (1985) dalam Ulfah (2006) bahwa posisi letak pada batang mempengaruhi persentase keberadaan jaringan parenkim bambu. Jaringan parenkim merupakan jaringan utama penyusun bambu (40-60%) yang melingkari berkas pembuluh dan berfungsi sebagai penyimpan nutrisi serta air pada batang bambu. Basri dan Saefudin (2008) juga menyatakan bahwa persentase jaringan parenkim akan menurun secara bertahap dari bagian pangkal ke bagian ujung dan makin berkurang dengan bertambahnya umur bambu . Nilai KA penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Anas (2012). Hasil penelitian Anas menunjukkan bahwa nilai KA pada bagian pangkal, tengah, dan ujung masing-masing sebesar 19.98%, 18.46%, dan 17.20%. Tingginya KA pada penelitian ini disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh, waktu penebangan yang dilakukan pada musim penghujan, umur penebangan bambu lebih muda, serta bambu yang digunakan belum dikeringkan dengan baik. Basri dan Saefuddin (2008) menyatakan KA bambu yang ditebang pada musim penghujan dua kali lebih tinggi dibandingkan KA bambu yang ditebang pada musim kemarau. Haris (2008) menyatakan nilai kadar air dapat menentukan nilai kekuatan suatu bahan. Semakin tinggi nilai KA akan menurunkan kekuatan suatu bahan. KA berkorelasi negatif dengan kekuatan mekanis bambu. Nilai kekuatan suatu bahan akan meningkat dari kondisi KA basah ke kondisi KA kering udara.
24
Kerapatan Nilai kerapatan diperoleh dari perbandingan massa atau berat benda terhadap volumenya (IAWA 2008). Hasil pengujian kerapatan bambu tali pada balok bambu uji sambungan pasak tali dan sambungan baut disajikan pada tabel berikut: Tabel 2 Nilai rata-rata kerapatan balok bambu menurut jenis dan jarak sambung Contoh Uji Sambungan Pasak dan Tali (n= 6) Sambungan baut (n=6) Rerata*
ρ rerata (gr/cm3) 50 cm 100 cm 150 cm 0.65 0.61 0.67 0.73 0.67 0.67 c c 0.69 0.64 0.67c
Rerata* 0.64a 0.69a 0.67
Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai kerapatan yang berbeda nyata pada α=0.05 a dan b untuk perlakuan jenis alat sambung c dan d untuk perlakuan jarak sambungan
Rerata nilai kerapatan pada balok bambu tali yaitu sebesar 0.67 g/cm3. Nilai kerapatan yang diperoleh menujukkan hasil yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan untuk konstruksi diasumsikan memiliki nilai BJ sama dengan kerapatan. Nilai kerapatan menunjukkan besarnya perbandingan massa (kering udara) dan volume (kering udara) saat di lapangan. Berdasarkan Tabel PKKI (Lampiran 1), bahan konstruksi dengan BJ 0.67 berada pada selang kelas kuat II. Nilai kerapatan yang baik ada pada selang nilai 0.4 - 0.8 g/cm2. Kerapatan bahan yang kurang dari 0.4 g/cm3 berakibat rendahnya kekuatan lentur dan patahnya, sehingga tidak diperuntukkan sebagai bahan konstruksi. Kerapatan lebih dari 0.8 g/cm3 akan meningkatkan nilai kekuatan mekanik. Hasil analisis keragaman (Lampiran 3) menunjukkan tidak terjadi perbedaan kerapatan yang signifikan pada perlakuan jenis sambungan (sambungan pasak tali dan sambungan baut) dan jarak sambungan (50,100,150 cm). Hal ini menunjukkan bahwa dengan alat sambung dan jarak sambung yang berbeda akan menghasilkan nilai kerapatan yang tidak jauh berbeda antar contoh uji balok bambu. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa nilai R-squared untuk kerapatan sebesar 14% . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 86% faktor lain yang memengaruhi nilai kerapatan selain perlakuan jenis sambungan dan jarak sambungan. Menurut Sadiyo et al. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerapatan bahan adalah perbedaan struktur anatomi pada setiap bahan, meliputi jumlah, macam, dan pola penyebaran pori, parenkim, dan saluran interselluler bahan. Lestari (2004) juga memaparkan bahwa peningkatan jumlah serabut dan tebal dinding akan meningkatkan kerapatan bambu. Sedangkan menurut Epsiloy (1987) dalam Haris (2008), kerapatan bambu juga dipengaruhi oleh kandungan silika. Peningkatan kandungan silika akan meningkatkan kerapatan bambu. Hasil penelitian Mujahid (2008) menunjukkan rerata nilai kerapatan balok laminasi bambu tali sebesar 0.49 g/cm3. Pembuatan balok laminasi bambu menggunakan perekat epoxy dengan proses pengempaan menggunakan lempeng atau plat besi selama 16 jam. Perbedaan kerapatan balok bambu dan balok laminasi bambu disebabkan oleh perbedaan jenis bahan penyatu bambu. Kerapatan juga dipengaruhi oleh berat perekat dari balok laminasi bambu, berat alat sambug dari balok, tebal dinding sel buluh, serta besar rongga kosong pada buluh bambu.
25
Sifat Mekanis Bambu Modulus of Elastisity (MOE) Modulus of Elastisity (MOE) atau yang biasa disebut kekakuan lentur merupakan suatu nilai untuk mengukur kemampuan suatu bahan dalam menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai ini digunakan untuk menentukan sifat kekakuan bambu. Nilai MOE hanya berlaku sampai dengan batas proporsi dimana kayu masih bersifat elastis, tetapi nilai ini bukan merupakan tegangan serat pada batas proporsi. MOE merepresentasikan sebagai sifat kekakuannya dalam menahan lenturan yang terjadi akibat beban (Mardikanto et al. 2011). Nilai MOE selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan beban yang aman untuk balok bambu tersebut. Perlakuan posisi pengujian contoh uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3 Balok bambu sambungan baut pada jarak sambung 100 cm, posisi pengujian horizontal
Gambar 4 Balok bambu Gambar 5 Balok bambu sambungan baut sambungan pasak dan pada jarak tali pada jarak sambung sambung 100 cm, 50 cm, posisi pengujian posisi pengujian horizontal vertikal
Besarnya nilai pengujian kekakuan lentur untuk masing-masing balok bambu dari tiap sambungan dengan tiga perlakuan jarak sambung, pada posisi pengujian berbeda dapat dilihat pada Lampiran 10 dan rerata nilai pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rerata nilai MOE persamaan ASTM D-198 Jarak Sambung (n=3) 50 cma 100 cma 150 cma Rerata*
Sambungan Pasak dan tali (kg/cm2)
Sambungan baut Rerata*
(kg/cm2)
Uji Horizontal 133048.37 165100.94
Uji Vertikal 53801.95 47457.38
196851.12 165000.14k
39082.55 117966.83 202596.39 45173.34 46780.63l 105890.39p 180967.96k 60795.08l 120881.52p
93425.16 106279.16
Uji Horizontal 223763.18 116544.33
Uji Vertikal 75288.90 61923.00
Rerata*
149526.04 89233.67 123884.86
Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOE yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung
26
Tabel 4 Rerata nilai MOE persamaan ISO 22157-1:2004 Sambungan Pasak dan tali Jarak Sambung* (n=3) 50 cma 100 cma 150 cma Rerata*
(kg/cm2)
Sambungan baut (kg/cm2)
Rerata*
Uji Horizontal 474284.38 344792.26
191790.59 169173.78
333037.48 256983.02
701725.30 506933.98k
139319.58 166761.32l
420522.44
Uji Vertikal
336847.65
p
Uji Horizontal 797660.09 623177.34 722205.76 714347.73k
Rerata*
Uji Vertikal 268386.20 220740.11 161031.72 216719.35l
533023.15 421958.72 441618.74 465533.54q
Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOE yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung
Tabel 3 dan 4 memberikan informasi rerata nilai MOE pada persamaan ASTM-D 198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Informasi pada tabel menunjukkan rerata nilai MOE sambungan baut lebih besar dibandingkan nilai MOE sambungan pasak dan tali baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan penyusun alat sambung. Sambungan baut terbuat dari material yang kuat, padat, dan berkekuatan tinggi sehingga balok bambu dapat menahan perubahan bentuk pada proporsi beban dan waktu yang lebih lama. Perihal ini dapat dilihat dari pola grafik elastisitas pengujian balok bambu (Gambar 6). Berdasarkan analisis keragaman dan pengujian wilayah berganda Duncan MOE persamaan ASTM-D 198 (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan posisi pengujian memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE balok bambu. Posisi pengujian horizontal dan vertikal memberikan nilai MOE pada balok bambu yang berbeda. Sedangkan perlakuan jenis sambungan dan perlakuan jarak antar sambung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE balok bambu. Perihal berbeda ditunjukkan pada hasil analisis keragamn MOE persamaan ISO 22157.1:2004 (Lampiran 5). Hasil analisis keragaman dan pengujian wilayah berganda Duncan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis sambungan dan perlakuan posisi pengujian. Perlakuan jarak sambung tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Nilai MOE diperoleh dari persamaan ASTM D-198 mengenai standar pengujian pada balok struktural dan persamaan ISO 22157.1:2004 mengenai standar pengujian buluh bambu (full scale). MOE persamaan ISO 22157.1:2004 lebih besar dari MOE persamaan ASTM D-198. Persamaan ASTM D-198 menganggap contoh uji balok sebagai balok yang terdiri dari komponen balok yang solid. Rendahnya nilai kekakuan lentur ini dipengaruhi oleh adanya rongga pada contoh uji yang seharusnya bersifat komponen yang solid pada balok struktural. Rerata nilai MOE ASTM D-198 pada posisi pengujian secara horizontal lebih besar dibandingkan posisi pengujian vertikal (Tabel 3). Perihal serupa juga ditunjukkan pada nilai MOE dengan persamaan ISO 22157.1:2004 (Tabel 4). Besarnya beban yang dapat diterima pada posisi pengujian horizontal diduga disebabkan oleh permukaan penerima pembebanan dua kali lebih besar dibandingkan posisi pengujian secara vertikal.
27
Nilai MOE hasil penelitian Nugroho et al. (2013) menunjukkan bahwa MOE buluh bambu tali tunggal sebesar 38770 kg/cm2. Penelitian tersebut menunjukkan nilai MOE bambu tali tanpa perlakuan yang diuji berdasarkan ISO 22157.1:2004. Nilai MOE pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan buluh tunggal. Tingginya MOE pada penelitian ini disebabkan oleh adanya kerjasama dua buluh bambu dalam menahan beban, serta keberadaan alat sambung pada balok bambu dapat meningkatkan kekokohan contoh uji sehingga mampu meningkatkan kekakuan lenturnya. Grafik pada Gambar 6 menunjukkan nilai perbandingan tegangan dan regangan. Garis linier terbentuk beberapa saat setelah terjadi penyesuaian kedudukan contoh uji (setting-up) antar bambu-bambu penyusun balok bambu. Tegangan-regangan sambungan baut lebih besar dari nilai perbandingan tegangan dan regangan sambungan pasak dan tali. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan bambu adalah kerapatan dan berat jenis bambu. Besar nilai BJ dan kerapatan menggambarkan besarya zat kayu atau dinding sel dari bahan. Bambu yang berkerapatan tinggi memiliki jumlah dinding sel persatuan volume yang besar. Menurut Anas (2012), kandungan zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tebal dinding sel, besar sel, dan jumlah sel yang berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu menunjukkan besarnya jumlah sel sklerenkim pada bambu. 700
Posisi Pengujian Vertikal pada Pasak Tali
Beban (kg)
600
Posisi Pengujian Horizontal pada Pasak Tali
500 400
Posisi Pengujian Horizontal pada Baut
300 200
Posisi Pengujian Vertikal pada Baut
100 0 -10
-100
0
10
20
30
40
Defleksi (mm)
Gambar 6 Grafik tegangan-regangan dua jenis sambungan pada jarak sambung 0.5 m dengan posisi pengujian horizontal dan vertikal
28
Modukus of Rupture (MOR) Tegangan pada batas patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai MOR pada balok bambu dari tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5 Rerata nilai MOR persamaan ISO 22157-1:2004 Sambungan Pasak Sambungan baut dan tali Jarak Sambung* (kg/cm2) Rerata* (kg/cm2) (n=3) Uji Uji Uji Uji Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal a 50 cm 527.54 263.37 395.45 721.43 336.42 a 100 cm 558.59 248.14 403.37 731.94 278.48 a 150 cm 540.76 270.55 405.66 679.91 237.42 k l k p Rerata* 542.30 260.69 284.11l 401.49 711.09
Rerata*
528.93 505.21 458.66 497.60q
Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOR yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung
Tabel 6 Rerata nilai MOR persamaan ASTM D-198 Jarak Sambung* (n=3) 50 cma 100 cma 150 cma Rerata*
Sambungan Pasak dan tali (kg/cm2) Uji Horizontal 478.56 506.72 490.55 491.95k
Uji Vertikal 238.91 225.10 245.43 236.48l
Sambungan baut (kg/cm2)
Rerata*
358.74 365.91 367.99 364.21p
Uji Horizontal 654.45 442.65 616.78 571.29k
Uji Vertikal 305.18 252.62 215.37 257.72l
Rerata*
479.81 347.64 416.07 414.51q
Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOR yang berbeda nyata pada α=0.05
a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung
Tabel 5 dan 6 memberikan informasi rerata nilai MOR dari persamaan ISO 22157-1:2004 dan persamaan ASTM D-198. Posisi pengujian secara horizontal pada persamaan ISO 22157.1:2004 memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan posisi pengujian secara vertikal. Hal serupa juga ditunjukkan pada persamaan ASTM D-198 (Tabel 6). Tingginya keteguhan patah pada posisi pengujian horizontal disebabkan oleh lebarnya permukaan balok penerima beban, serta adanya peran alat sambung untuk mengokohkan atau menyatukan kekuatan antar bambu penyusun balok.
29
Pada Perlakuan jenis sambungan, MOR pada sambungan baut lebih tinggi dari sambungan pasak tali. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komponen bahan penyusun alat sambung, perbedaan sifat alat sambung, dan perbedaan kekerasan alat sambungnya. Pada Gambar 7 disajikan grafik batang untuk memberikan gambaran perbedaan nilai MOR pada setiap perlakuan balok bambu. MOR (kg/cm2)
300 200 100
731.94
721.43
679.91
558.29
527.54 336.42
263.37
540.76
248.14
336.42
270.55
237.42
0 0.5 m
1m
1.5 m
Jarak Sambung (meter) Jenis Pengujian Sambungan Pasak dan tali Uji Horizontal Jenis Pengujian Sambungan Pasak dan tali Uji Vertikal Jenis Pengujian Sambungan baut Uji Horizontal Jenis Pengujian Sambungan baut Uji Vertikal
Gambar 7 Diagram batang rerata nilai MOR dari tiga parameter pengujian pada persamaan ASTM D-198 Rerata nilai MOR pada setiap perlakuan pengujian sampel uji balok bambu memiliki kecenderungan pola peningkatan dan penurunan nilai yang sama dengan nilai MOEnya. Menurut Nuryatin dalam Anas (2012) beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara nilai MOE dan MOR, sehingga pendugaan MOR dengan MOE dapat dilakukan. Kemampuan balok bambu sambungan baut dalam menerima beban lebih besar dibandingkan dengan balok laminasi bambu tali hasil penelitian Mujahid (2008). Balok bambu sambungan baut mampu menerima beban hingga terjadi kerusakan sebesar 215.37 - 711.09 kg/cm2 (Persamaan ISO 22157.1:2004 dan persamaan ASTM D-198) sedangkan balok laminasi bambu tali hanya mampu menerima beban sebesar 227.99 kg/cm2 hingga mencapai kerusakan. Besarnya kemampuan balok bambu sambungan baut menahan beban disebabkan oleh adanya bantuan sambungan baut sebagai material yang kuat dalam menahan beban. Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 6 dan 7), perlakuan jenis alat sambung dan posisi pengujian memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOR. Uji lanjut Duncan menunjukkan jenis sambungan baut memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dari jenis sambungan pasak tali, dan menunjukkan posisi pengujian horizontal memiliki nilai MOR yang lebih besar dari posisi pengujian vertikal. Sedangkan perlakuan jarak antar sambungan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai MOR.
30
Pengujian sifat mekanis pada balok bambu menyebakan kerusakan pada contoh uji pada proses pengujian. Kerusakan pada contoh uji dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8 Kerusakan pada contoh uji (pecah)
Gambar 9 Pecah ujung pada sampel uji
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Balok bambu perlakuan sambungan baut pada posisi pengujian horizontal merupakan balok bambu dengan perlakuan terbaik. Hasil uji mekanis menunjukkan rerata nilai MOE pada balok bambu berada pada selang 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) dan rerata nilai MOR balok bambu berada pada selang nilai 236.48 – 571.29 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Berdasarkan hasil penelitian ini balok bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan.
Saran Perlu dilakukan penelitian sifat mekanis lebih lanjut pada balok bambu tali mengenai sifat kekuatan tekan balok bambu, kekuatan geser, serta perlu dilakukan modifikasi balok bambu tali yang diduga memiliki kekuatan yang lebih besar dari kekuatan balok bambu penelitian ini.
31
DAFTAR PUSTAKA Anas A. 2012. Karakteristik buluh bambu tali dan ampel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. ASTM D-198. 2005. Standar test methods of static test of lumber in structural size.United States (US): ASTM International. Basri E dan Saefuddin. 2008. Sifat kembang-susut dan kadar air keseimbangan (KAK) bambu tali (Gigantochloa apus Kurtz) [Internet].[waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Puslit Biologi-LIPI. Hlm 1-15; [diunduh 2014 Januari 5]. [diunduh di www.fordamof.org/index.php/content/.../jurnal.318]. Dransfield S dan Widjaja EA. 1995. Plant Resources Of South East Asia (PROSEA) No 7 Bamboo. Leiden (NL): Backhuys Publisher. Frick H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Pengantar Konstruksi Bambu. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Haris A. 2008. Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haygreen dan Bowyer.1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah. Prawirohatmodjo S, editor.Yogyakarta (ID): Penerbit Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, an Introduction. Ed ke-3 [IAWA] International Association of Wood Anatomist. 2008. Ciri mikroskopis kayu daun lebar. ISO 22157-1:2004. Laboratory manual on testing methods for determination of physical and mechanical properties of bamboo. Published Switzerland. Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press. Morisco. 2005. Rangkuman penelitian bambu di pusat studi ilmu teknik (PSIT) UGM [Internet]. [17 Januari 2005 pada Seminar nasional perkembangan perbambuan di Indonesia]. Yogyakarta (ID): Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. [diunduh 7 September 2014]. Mujahid. 2008. Pengaruh variasi sambungan satu ruas dan dua ruas bambu terhadap kekuatan balok laminasi bambu tali [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugroho N, Bahtiar ET, Anas A. 2013. Ciri bilah bambu dan buluh utuh pada bambu tali dan bambu ampel. JIPI. (3):154-158. [PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. NI-5. Bandung (ID): Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. Sadiyo S, Wahyudi I, Yoresta FS, Nurhasanah, Sholihin M. 2012. Analisis kekuatan sambungan geser ganda enam jenis kayu pada berbagai sesaran menurut diameter dan jumlah baut. J Perennial. 08(02):52-61.
32
Surjokusumo S, Nugroho N. 1994. Pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan. [prosiding]. [21-22 Juni 1994 pada sasehan penelitian bambu Indonesia di Puspitek Serpong]. Bogor (ID): Yayasan Bambu Lestari. Ulfah D. 2006. Analisis sifat fisika bambu apus (Gigantochloa apus KURZ) berdasarkan posisi di sepanjang batang. J Hut Trop Borneo. 07(19):144-149. [WWF] World Wildlife Fund. 2014. My baby [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Jakarta (ID): WWF. [diunduh 5 september 2014]. [diunduh di
www.mybabytree.org]
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Penentuan kelas kuat kayu berdasarkan Berat Jenis (BJ) menurut Daftar I PKKI 1961 Kelas Kuat I II III IV V Berat Jenis ≥ 0.90 0.60-0.89 0.40-0.59 0.30-0.39 <0.30
Lampiran 2 Analisis keragaman kadar air (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Sum of Source DF Mean Square F value Pr > F Squares Model 2 1042.386948 521.193474 12.50 <.0001 Error 51 2126.624239 41.698514 Corrected 53 3169.011187 total R-Square 0.328931
Coeff Var 20.95727
Duncan Grouping A B B B
Root MSE 6.457439
Respon Mean 30.81241
Mean 36.618 29.826
N 18 18
A Pangkal Tengah
25.993
18
Ujung
Lampiran 3 Analisis keragaman kerapatan balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Source DF Sum of Squares Mean Square F value Pr > F Model 5 0.04735556 0.00947111 0.98 0.4445 Error 30 0.28913333 0.00963778 Corrected 35 0.33648889 total R-Square 0.140734
Coeff Var 14.77508
Root MSE 0.098172
Source
DF
Type I SS
Jenis sambungan (A) Jarak Sambung (B) (A)*(B)
1 2 2
0.01867778 0.01623889 0.01243889
Mean Square 0.01867778 0.00811944 0.00621944
Respon Mean 0.664444
F Value 1.94 0.84 0.65
Pr > F 0.1741 0.4406 0.5316
35
Lampiran 4 Analisis keragaman MOE (ASTMD 198) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Sum of Source DF Mean Square F value Pr > F Squares Model 11 157049092790 14277190254 3.69 0.0036 Error 24 92851228109 3868801171.2 Corrected 35 249900320900 total R-Square 0.628447
Source Jenis sambungan (A) Posisi pengujian (B) Jarak sambung (C) A*B A*C B*C A*B*C
Coeff Var 54.85661
Root MSE 62199.69
DF 1
Type I SS 2022607442.1
1 2 1 2 2 2
Mean Square 2022607442.1
Respon Mean 113386.0
F Value 0.52
Pr > F 0.4766
127869601963 127869601963
33.05
<.0001
4398899295.4 8585231.0932 8396031267.5 7788640140.8 6564727450.6
0.57 0.00 1.09 1.01 0.85
0.5738 0.9628 0.3539 0.3804 0.4405
2199449647.7 8585231.0932 4198015633.8 3894320070.4 3282363725.3
Lampiran 5 Analisis keragaman MOE (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Sum of Source DF Mean Square F value Pr > F Squares Model 11 9827442794 893403890 2.75 0.0185 Error 24 7792661745 324694239 Corrected 35 17620104539 total R-Square 0.557740
Source Jenis sambungan (A) Posisi pengujian (B) Jarak sambung (C) A*B A*C B*C A*B*C
Coeff Var 35.86562
Root MSE 18019.27
Respon Mean 50241.08
DF 1
Type I SS 1836648679
Mean Square 1836648679
F Value 5.66
Pr > F 0.0257
1
5091972299
5091972299
15.68
0.0006
2 1 2 2 2
542985597 165928414 648561794 1395015311 146330701
271492798 165928414 324280897 697507655 73165351
0.84 0.51 1.00 2.15 0.23
0.4456 0.4816 0.3831 0.1386 0.7999
36
Lampiran 6 Analisis keragaman MOR (ASTMD 198) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Sum of Source DF Mean Square F value Pr > F Squares Model 11 1055029.996 95911.818 9.50 <.0001 Error 24 242279.031 10094.960 Corrected 35 1297309.027 total R-Square 0.813245
Coeff Var 24.63773
Source Jenis sambungan (A) Posisi pengujian (B) Jarak sambung (C) A*B A*C B*C A*B*C
Root MSE 100.4737
Respon Mean 407.8041
DF 1
Type I SS 68405.5691
Mean Square 68405.5691
F Value 6.78
Pr > F 0.0156
1
929692.7283
929692.7283
92.09
<.0001
2 1 2 2 2
4786.0081 39131.9941 8114.7089 4077.2633 821.7238
2393.0040 39131.9941 4057.3544 2038.6317 410.8619
0.24 3.88 0.40 0.20 0.04
0.7908 0.0606 0.6735 0.8185 0.9602
Lampiran 7 Analisis keragaman MOR (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan Sum of Source DF Mean Square F value Pr > F Squares Model 11 1282053.254 116550.296 9.50 <.0001 Error 24 294413.284 12267.220 Corrected 35 1576466.538 total R-Square 0.813245
Coeff Var 24.63773
Source Jenis sambungan (A) Posisi pengujian (B) Jarak sambung (C) A*B A*C B*C A*B*C
DF 1 1 2 1 2 2 2
Root MSE 110.7575
Type I SS 83128.422 1129742.238 5815.696 47553.071 9860.419 4955.098 998.310
Mean Square 83128.422 1129742.238 2907.848 47553.071 4930.209 2477.549 499.155
Respon Mean 449.5456
F Value 6.78 92.09 0.24 3.88 0.40 0.20 0.04
Pr > F 0.0156 <.0001 0.7908 0.0606 0.6735 0.8185 0.9602
37
Lampiran 8 Nilai hasil pengujian kerapatan balok bambu Jenis Alat Sambung Sambungan Pasak dan Tali
Posisi Pengujian Posisi Horizontal
Kode sampel A4 A5 A6 B1 B2 B4 C1 C3 C4 Posisi A1 Vertikal A2 A3 B3 B5 B6 C2 C5 C6 Posisi D2 Horizontal D5 D6 E2 E4 E6 F3 F4 F6 Posisi D1 Vertikal D3 D4 E3 E5 E7 F1 F2 F5
Massa (g) 4126 3964 3896 3988 3818 3960 3230 3740 3318 4630 5334 3656 4420 4096 3240 3078 6146 5075 5648 6556 5774 5576 3740 6144 4278 5568 4208 5112 6380 5840 4690 5642 5277 3738 4318 4098
Jari-jari (cm) 2.90 2.70 2.72 2.81 2.79 2.85 2.85 2.73 2.79 3.09 3.00 3.01 2.86 3.05 2.87 2.63 2.76 2.94 3.20 3.60 3.15 3.32 2.79 3.51 2.91 3.26 2.92 2.98 3.18 3.14 3.02 3.33 2.89 2.70 2.75 2.82
Volume (cm3) 6590.47 5722.65 5818.42 6187.41 6099.57 6353.81 6376.16 5861.25 6121.47 7507.39 7076.78 7112.18 6398.55 7278.54 6465.97 5409.14 5979.82 6785.23 8038.40 10173.60 7776.80 8626.54 6088.64 9685.06 6647.46 8342.67 6670.32 6959.42 7913.29 7752.12 7171.37 8678.67 6567.75 5712.06 5947.36 6253.71
Kerapatan (g/cm3) 0.63 0.69 0.67 0.64 0.63 0.62 0.51 0.64 0.54 0.62 0.75 0.51 0.69 0.56 0.50 0.57 1.03 0.75 0.70 0.64 0.74 0.65 0.61 0.63 0.64 0.67 0.63 0.73 0.81 0.75 0.65 0.65 0.80 0.65 0.73 0.66
Rerata 0.66
0.63
0.56
0.63
0.58
0.78
0.69
0.63
0.66
0.76
0.70
0.68
38
Lampiran 9 Nilai hasil pengujian kadar air Bagian batang Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Pangkal Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah
bobot awal (g) 6.8 6.78 6.9 6.9 6.63 6.86 7.13 6.78 6.48 6.76 6.83 6.77 7.45 6.87 6.23 6.35 6.25 6.17 5.66 6.42 5.89 6.32 6.19 6.32 5.98 5.48 5.78 5.88 5.74 6.17 5.87 5.79 6.12 5.97 6.01 6.25
Bobot Akhir (g) 4.88 4.93 4.74 5.03 4.97 4.82 4.78 4.92 5.15 4.86 5.06 4.91 4.94 4.83 4.96 5.15 4.71 4.96 4.59 4.78 4.65 4.83 4.54 4.61 4.59 4.92 4.64 4.62 4.45 4.59 4.47 4.51 4.82 4.37 4.64 4.51
KA (%) 39.34 37.53 45.57 37.18 33.4 42.32 39.09 34.98 37.88 50.81 42.24 25.6 23.3 32.7 24.4 49.16 37.8 25.83 23.31 34.31 26.67 30.85 36.34 37.09 30.28 11.38 24.57 27.27 28.99 34.42 31.32 28.38 26.97 36.61 29.53 38.58
Bagian batang Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung
bobot awal (g) 5.22 5.35 5.32 5.43 5.26 5.38 5.12 5.37 5.15 5.28 5.37 5.21 5.19 5.47 5.25 5.36 5.47 5.28
Bobot Akhir (g) 4.23 4.12 4.04 4.38 4.17 4.05 4.26 4.65 4.02 4.21 4.32 4.09 4.02 4.18 4.32 4.25 4.37 4.18
KA (%) 23.4 29.85 31.68 23.97 26.14 32.84 20.19 15.48 28.11 25.42 24.31 27.38 29.1 30.86 21.53 26.12 25.17 26.32
Lampiran 10 Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ASTM D-198 balok bambu tali Posisi Pengujian
Jarak Sambung a (cm) 50 cm
Uji Horizontal Sambunagn Tali dan Pasak
100 cm
150 cm
50 cm
Uji Vertikal sambungan pasak dan tali
100 cm
150 cm
63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5
L (cm)
I (cm4)
Persamaan garis
MOE (kg/cm2)
210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6
y = 0.0063x - 0.0503 y = 0.0084x + 0.0391 y = 0.0073x - 0.0045 y = 0.0038x + 0.0127 y = 0.0092x + 0.0543 y = 0.0143x - 0.1296 y = 0.0126x - 0.0224
114300.65 152400.87 132443.61 27037.1 65458.24 101744.87 89649.32 0 64746.73 49741.43 59385.18 52279.26 54309.52 40605.25 0 32991.76 319976.63 52279.26
y = 0.0091x + 0.0697 y = 0.0098x + 0.0166 y = 0.0117x + 0.0025 y = 0.0103x + 0.0256 y = 0.0107x + 0.0042 y = 0.008x + 0.0203 y = 0.0065x + 0.0232 y = 0.0063x + 0.0392 y = 0.0103x - 0.005
39
40
Lanjutan Lampiran 10 Posisi Pengujian
Jarak Sambung 50 cm
Uji Horizontal Sambunagn Baut
100 cm
150 cm
50 cm
Uji Vertikal Sambungan Baut
100 cm
150 cm
a (cm) 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5
L (cm) 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
I (cm4) 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 847075.4 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6 3027875.6
Persamaan garis y = 0.0153x + 0.1931 y = 0.0143x + 0.3926 y = 0.0074x + 0.2867 y = 0.0058x - 0.052 y = 13.471x - 7.8671 y = 0.0139x - 0.0162 y = 0.016x + 0.0341 y = 0.0036x + 0.0059 y = 0.0142x + 0.0128 y = 0.0153x + 0.0431 y = 0.015x + 0.0365 y = 0.0111x + 0.0216 y = 0.0149x + 0.0164 y = 0.0106x + 0.0029 y = 0.0083x + 0.0234 y = 0.0094x + 0.0426 y = 0.009x - 0.0173
MOE (kg/cm2) 277587.29 259444.33 134257.91 0 105229.17 244403.82 252187.146 290287.36 65314.66 72074.316 77657.54 76134.84 56339.783 75627.276 53801.954 42127.945 47711.167 45680.905
Lampiran 11 Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali Jenis Pengujian
Jarak Sambung 50 cm
Uji Horizontal Sambungan Pasak dan Tali
100 cm
Persamaan garis y = 0.0063x - 0.0503 y = 0.0084x + 0.0391 y = 0.0073x - 0.0045 y = 0.0038x + 0.0127 y = 0.0092x + 0.0543 y = 0.0143x - 0.1296 y = 0.0126x - 0.0224
L3 (mm3) 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000
Inersia (mm4) 84.7075.4 84.7075.4 84.7075.4 84.7075.4 84.7075.4 84.7075.4 84.7075.4
y = 0.0091x + 0.0697 y = 0.0098x + 0.0166 y = 0.0117x + 0.0025 y = 0.0103x + 0.0256 y = 0.0107x + 0.0042 y = 0.008x + 0.0203
9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000
84.7075.4 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876
y = 0.0065x + 0.0232 y = 0.0063x + 0.0392 y = 0.0103x - 0.005
9261000 9261000 9261000
302.7876 302.7876 302.7876
150 cm
50 cm
Uji vertikal Sambungan Pasak dan Tali
100 cm
150 cm
MOE (kg/cm2) 407453.398 543271.197 472128.54 245765.542 595011.311 924854.538 814906.796 0 588543.797 177315.829 211693.388 186362.555 193599.936 144747.616 0 117607.438 113988.747 186362.555
41
42
Lanjutan Lampiran 11 Jenis Pengujian
Jarak Sambung Ulangan 1 50 cm 2 3 1 Uji Horizontal Sambungan Baut 100 cm 2 3 1 150 cm 2 3 1 50 cm 2 3 1 Uji Vertikal Sambungan Baut 100 cm 2 3 1 150 cm 2 3
Persamaan garis y = 0.0153x + 0.1931 y = 0.0074x + 0.2867 y = 0.0058x - 0.052 y = 13.471x - 7.8671 y = 0.0139x - 0.0162 y = 0.016x + 0.0341 y = 0.0036x + 0.0059 y = 0.0142x + 0.0128 y = 0.0153x + 0.0431 y = 0.015x + 0.0365 y = 0.0111x + 0.0216 y = 0.0149x + 0.0164 y = 0.0106x + 0.0029 y = 0.0083x + 0.0234 y = 0.0094x + 0.0426 y = 0.009x - 0.0173
L3 (cm3) 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000 9261000
Inersia (cm4) 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 84.70754 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876 302.7876
MOE (kg/cm4) 989529.7 0 478596.1 0 375115.8 871238.8 898984.5 1034802 232830.5 256927 276829.8 271401.8 200837.3 269592.4 191790.6 150175.7 170078.4 162841.1
Lampiran 12 Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ASTM D-198 balok bambu tali Jenis Pengujian
Jarak Sambung 0,5 meter
Horizontal sambungan pasak dan 1 meter tali
Pmax (kg)
a (cm)
461.763 446.734 368.264 443.74 449.489 458.68 456.073
63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5
1,5 meter
0,5 Meter
Uji Vertikal Pasak dan tali
1 meter
1,5 meter
416.436 374.252 531.43 233.533 362.275 353.293 290.419 236.527 643.341
(Pmax/2)a (Kg.cm) 14661 14183.8 11692.4 14088.7 14271.3 14563.1 14480.3 0 13221.8 11882.5 16872.9 7414.67 11502.2 11217.1 0 9220.81 7509.73 20426.1
Inersia (cm^4)
MOR (kg/cm^2)
84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787
519.236 502.336 414.099 498.969 505.435 515.769 512.838 0.000 468.267 235.462 334.352 146.928 227.927 222.276 0.000 182.719 148.812 404.761
43
44
Lanjutan Lampiran 12 Jenis Pengujian
Jarak Sambung o,5 meter
Uji Horizontal
1 meter
1,5 meter
0,5 meter
Uji Vertikal
1 meter
1,5 meter
Pmax (kg) 573.9421 553.0138 619.061 380.2693 800.698 504.2753 706.662 434.5787 365.2695 486.0431 603.8822 350.2994 434.7277 419.549 329.3413 371.2575 326.3473
a (cm) 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5 63.5
(Pmax/2)a (kg.cm) 18222.66 17558.19 19655.19 0 12073.55 25422.16 16010.74 22436.52 13797.87 11597.31 15431.87 19173.26 11122.01 13802.6 13320.68 10456.59 11787.43 10361.53
Inersia (cm4) 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 84.707 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787 302.787
MOR (kg/cm2) 645.377 621.844 696.112 0.000 427.599 900.356 567.040 794.616 488.668 229.811 305.797 379.936 220.393 273.511 263.961 207.207 233.579 205.323
Lampiran 13 Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali Jenis Pengujian
Jarak Sambung 50 cm
Horizontal Sambungan pasak dan Tali
100 cm
150 cm
50 cm
Uji Vertikal Sambungan Pasak dan Tali
100 cm
150 cm
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pmax (kg) 461.7632 446.7335 368.2635 443.7395 449.4892 458.6798 456.0731 436.2545 416.4358 374.2515 531.43 233.5329 362.2754 353.2934 357.7844 290.4192 236.5269 643.3407
L (cm) 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
D/2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Inersia (cm4) 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875
MOR(kg/cm2) 572.38 553.75 456.48 550.04 557.17 568.56 565.33 540.76 516.20 259.56 368.58 161.97 251.26 245.03 248.14 201.42 164.04 446.19
45
46
Lanjutan Lampiran 13 Jenis Pengujian
Jarak Sambung Ulangan 1 50 cm 2 3 1 Uji Horizontal Sambungan Baut 100 cm 2 3 1 150 cm 2 3 1 50 cm 2 3 1 Uji Vertikal Sambungan Baut 100 cm 2 3 1 150 cm 2 3
Pmax (kg) 573.9421 553.0138 619.061 590.4837 380.2693 800.698 504.2753 706.662 434.5787 365.2695 486.0431 603.8822 350.2994 434.7277 419.549 329.3413 371.2575 326.3473
L (cm) 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
D/2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Inersia (cm4) 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 84.7075 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875 302.7875
MOR(kg/cm2) 711.44 685.49 767.36 731.94 471.37 992.51 625.08 875.95 538.69 253.33 337.10 418.83 242.95 301.51 290.98 228.42 257.49 226.34
47 Lampiran 14 Dokumentasi
(a)
(b)
Gambar 3 Pemilihan Contoh Uji: (a) lurus dan bebas cacat, (b) Pengecekan diameter
48
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir di Mamuju pada tanggal 23 Agustus 1992 dari pasangan H Abd Latif Settaring, SPd, MAP dan Hj Iriani Rasyid, SPdi. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Mamuju, Sulawesi Barat dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2012, Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pengolahan Minyak Kayu Putih (PMKP) Jatimunggul Perhutani Unit III, Indramayu Jawa Barat. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain duta lingkungan Asrama TPB IPB tahun 2010-2011, sekretaris II Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) tahun 2011-2012, bendahara umum Forester Cup Tahun 2012, bendahara umum divisi Kelompok Minat Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu HIMASILTAN tahun 2012-2013, serta berbagai kepanitian yang dilaksanakan di kampus. Penulis melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan berjudul “Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt)” yang dibimbing oleh Dr Ir Naresworo Nugroho, MS.