PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT BERLAPIS ANYAMAN BAMBU DARI JENIS KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN PEREKAT POLIURETAN
ERNIWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh dengan Perekat Poliuretan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.
Bogor, Juli 2008
Erniwati NRP E061030091
ABSTRACT ERNIWATI. Developing of Matting Bamboo Layers Composite Board from Fast Growing Species Wood bonded by Polyurethane Adhesive. Under Supervision of YUSUF SUDO HADI, MUH. YUSRAM MASSIJAYA and NARESWORO NUGROHO.
Properties of board can be increased by using the face and back layers. Utilization bamboo matting as alternative layers potentially decreasing wood consumption. Recently, composite board industry using free-formaldehyde adhesive as subtitute of based formaldehyde adhesive, to control environment minimizing formaldehyde emission. The objective of this research is to find out the quality of composite board with bamboo matting layers and free emission of formaldehyde adhesive. Materials in this research are variation of bamboo matting from tali bamboo (Gigantochloa apus), particle of wood from sengon (Paraserianthes falcataria), akasia (Acacia mangium) and gmelina (Gmelina arborea), polyurethane adhesive and acetone. The target density of the board was 0. 7 g/cm3. Amount of adhesive was 6% based oven dry weight from particle and bamboo matting layers. Pressing time 15 minute at 160oC, specific pressure was 25 kg/cm2. The quality of board based on JIS A 5908:2003. The results of the research are : a). Particle of sengon and adhesive amount 6% polyurethane have properties of board better than board from akasia and gmelina. b). the optimum moisture content of particle was 7-10%. c) Utilization of paraffin 3% based oven dry weight particle and bamboo matting layers can decrease thickness swelling of board, however at troubled point, 11.72%, while the maximum thickness swelling based JIS A 5908 : 2003 is 12%. d). Utilization of bamboo matting layers without bark, perpendicular (90o/90o) matting type, 1 cm increase mechanical properties of board and more efficient compared to utilization of bamboo matting with bark. e). 15 minute pressing time at 120oC has properties better compared to board with pressing temperature 100oC, 140oC and 160oC. f). Composite board with bamboo matting layers with polyurethane adhesive have physical and mechanical properties better than commercial board such as plywood, particleboard and MDF, and fulfill JIS A 5908:2003 for veneered particleboard standard.
Keywords: composite board, bamboo matting layers, polyurethane adhesive.
RINGKASAN ERNIWATI. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh dengan Perekat Poliuretan. Di bawah bimbingan YUSUF SUDO HADI, MUH. YUSRAM MASSIJAYA, NARESWORO NUGROHO.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas papan partikel, digunakan lapisan pada face dan back papan. Penggunaan bambu dalam bentuk anyaman sebagai lapisan pada papan partikel merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas papan. Selain itu, untuk mendapatkan papan yang lebih ramah lingkungan, maka penggunaan perekat non-formaldehida terutama perekat berbasis methyllene diphenyl diisocyanate (MDI) seperti poliuretan (PU) juga semakin berkembang, khususnya di negara-negara maju. Di Indonesia, perekat non-formaldehida belum banyak digunakan karena ketersediaan dan peruntukan yang sangat terbatas dan harga yang masih sangat tinggi dibandingkan perekat berbasis formaldehida. Penelitian ini mengkaji penggunaan anyaman bambu dan partikel kayu sebagai satu kesatuan papan dengan menggunakan perekat PU untuk mendapatkan papan yang berkualitas tinggi dan tidak mengeluarkan emisi formaldehida. Penelitian ini dibagi atas lima tahapan penelitian yaitu : 1) Pengaruh perbedaan jenis kayu dan kadar perekat terhadap kualitas papan komposit. 2) Pengaruh kadar air partikel dan kadar parafin terhadap kualitas papan komposit. 3) Pengaruh arah lapisan anyaman bambu terhadap kualitas papan komposit 4) Pengaruh suhu dan lama pengempaan terhadap kualitas papan komposit dan 5) Perbandingan kualitas papan komposit berlapis anyaman bambu dengan papan komposit komersial. Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui kesesuaian jenis kayu (sengon, akasia dan gmelina) dengan perekat PU sebagai bahan baku untuk papan komposit dan untuk mendapatkan kadar perekat PU yang optimal sehingga dapat menghasilkan kualitas papan komposit yang tinggi. Bahan yang digunakan adalah anyaman dari bambu tali (arah anyaman miring), partikel kayu dalam bentuk flake dengan slenderness ratio rata-rata 27,09 dari kayu sengon, akasia dan gmelina dengan KA kering udara (13-14%), serta perekat PU dan aseton untuk pengenceran perekat. Metode pembuatan papan dilakukan sebagai berikut : perekat diencerkan menggunakan aseton sampai kekentalan 20%. Kemudian sebanyak 2, 4, 6% (sesuai perlakuan) perekat dari berat kering tanur bahan berlignoselulosa disemprotkan dengan menggunakan spray gun ke partikel dan pada sepasang lapisan anyaman bambu masing-masing pada satu sisi. Pembuatan lembaran dilakukan dengan penambahan lapisan anyaman bambu sebagai face dan back. Kerapatan sasaran 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm. Pengempaan papan dilakukan selama 15 menit pada suhu 160oC dengan tekanan 25 kg/cm2. Masing-masing perlakuan sebanyak 5 ulangan. Parameter pengujian papan berdasarkan standar JIS A 5908:2003 Analisa data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Kayu sengon menunjukkan kesesuaian yang lebih baik dengan perekat PU dibandingkan kayu akasia dan gmelina pada KA kering udara (13-14%). 2) Papan dari kayu sengon dengan perekat 6% mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan papan dari kayu akasia dan gmelina pada kadar perekat yang sama, dan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 tipe veneered particleboard untuk parameter keteguhan rekat. Penelitian tahap 2 dilakukan untuk mengetahui kadar air yang optimal untuk perekat PU pada kayu sengon dan kadar parafin yang paling optimal untuk menahan pengembangan tebal papan. Bahan dan alat yang digunakan sama dengan tahap 1, tetapi partikel yang digunakan hanya partikel dari kayu sengon dengan kadar air 4% untuk penelitian kadar parafin dan 4% sampai 13% untuk penelitian pengaruh kadar air partikel. Metodologi dan parameter pengujian papan sama dengan tahap 1. Analisa data menggunakan RAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air partikel yang optimal untuk perekat polyurethane dengan partikel kayu sengon sekitar 7-10%. Penambahan parafin pada kadar 3% BKT dapat menurunkan pengembangan tebal papan walaupun nilainya masih 11,72%, dimana nilai ini masih sangat dekat dengan nilai maksimum yang ditetapkan yaitu 12%. Penelitian tahap 3 bertujuan untuk mengetahui pengaruh lapisan bambu dengan pola anyaman yang berbeda terhadap kualitas papan yang dihasilkan. Bahan yang digunakan adalah partikel kayu sengon dengan KA 8% dengan bentuk yang sama dengan tahap sebelumnya, parafin dengan kadar 3% BKT dan anyaman bambu tali dengan berbagai varaiasi pola anyaman yaitu tegak lurus dan miring, kulit dan tanpa kulit bambu serta ukuran lebar bilah anyaman 1 cm dan 2 cm. Sebagai kontrol adalah papan tanpa lapisan dan papan berlapis venir. Metode dan parameter pengujian papan sama dengan tahap sebelumnya. Analisa data menggunakan RAL. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 1) penggunaan lapisan anyaman bambu dengan kulit memberikan kekuatan (MOR dan MOE) yang lebih tinggi dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit tetapi tidak berbeda secara statistik. 2) papan komposit dengan anyaman bambu tegak lurus lebih kuat (MOR dan MOE) sekitar 50% dibandingkan papan dengan anyaman bambu miring. 3) Penggunaan lebar bilah anyaman bambu antara 2 cm dan 1 cm tidak berpengaruh nyata secara statistik. 4) penggunaan anyaman bambu tanpa kulit dengan pola anyaman tegak lurus, lebar bilah 1 cm dan tebal bilah 1 mm yang paling optimal dan lebih efisien dari segi pemanfaatan bahan baku. Penelitian tahap 4 bertujuan untuk mengetahui suhu optimal yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas papan komposit yang dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Anyaman bambu yang digunakan adalah anyaman bambu tali tanpa kulit, arah tegak lurus dengan lebar bilah 1 cm. Metode dan parameter yang diuji sama dengan tahap sebelumnya, tetapi suhu kempa yang digunakan bervariasi dari 100oC-160oC, waktu kempa 10 dan 15 menit. Analisa data menggunakan RAL faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengempaan selama 15 menit menghasilkan papan yang lebih baik dari papan yang dikempa selama 10 menit. Kombinasi antara waktu 15 menit-temperatur 120oC merupakan kombinasi yang
optimal untuk jenis perekat polyurethane untuk mencapai cure jika digunakan pada kadar air partikel 7-10% (rata-rata sekitar 8%). Penelitian tahap 5 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kualitas papan yang dihasilkan dapat bersaing dengan papan komposit yang ada di pasaran. Papan pembanding yang digunakan adalah papan komposit komersial yaitu kayu lapis, papan partikel dan MDF. Parameter dan prosedur pengujian papan menggunakan standar JIS A 5908:2003. Hasil pengujian menunjukkan bahwa papan komposit berlapis anyaman bambu ini lebih kuat dibanding papan lainnya terlihat dari nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan MOR dari papan komposit komersial yang diuji. Nilai MOE papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan lebih tinggi dari MOE papan partikel dan papan MDF, tetapi lebih rendah dari MOE kayu lapis dan dapat memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 untuk papan partikel berlapis venir.
Kata kunci : papan komposit, anyaman bambu, perekat polyuretan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT BERLAPIS ANYAMAN BAMBU DARI JENIS KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN PEREKAT POLIURETAN
ERNIWATI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Disertasi : Nama NIM
: :
Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh dengan Perekat Poliuretan Erniwati E061030091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. Ketua
Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Anggota
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 15 Juli 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan pada Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, berkah dan hidayah-Nya dan salam untuk Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan studi doktor hingga tahap akhir penyusunan disertasi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr., Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS., dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS. sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, kritikan, saran dan dorongan semangat selama proses studi doktor yang dilakukan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor dan Civitas Academika Universitas Tadulako atas kesempatan studi yang diberikan. Disampaikan juga ucapan terima kasih kepada Rektor, Dekan dan seluruh staf SPS IPB atas seluruh layanan akademik yang diberikan, juga kepada BPPS Dikti dan Yayasan Dana Mandiri atas bantuan dana selama perkuliahan dan penelitian. Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof .Dr. Surdiding Ruhendi, M.Sc, Prof. Dr. Bambang Subiyanto dan Dr. Ir. Adi Santoso atas berkenannya memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk melakukan diskusi yang sangat berharga terhadap disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Abdullah, Pak Atin, Pak Kadiman, Pak Amin, Ibu Esti, Ibu Lastri, Ibu Nur, Irvan dan Wawan serta rekan-rekan PPS IPB dan sahabatsahabat yang tak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dan kerja samanya. Kepada seluruh keluarga besar terima kasih atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya, khususnya kepada kedua orang tua (Alm) Drs. M. Sail Tahir dan H. Nurmah Abdullah, terimakasih telah melakukan berbagai hal untuk kami. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan yang telah diberikan dan melipatgandakan amalannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi kayu khususnya bidang biokomposit kayu. Bogor, Juli 2008 Erniwati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Polewali (Sulawesi Barat) pada tanggal 6 Agustus 1973 sebagai anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan (Alm) Drs. M. Sail Tahir dan H. Nurmah Abdullah. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi S2 di Program Magister Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur dan lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor diperoleh pada tahun yang sama di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPS Dikti. Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Selama mengikuti program S3 penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian S3 yang berjudul
Kualitas
Papan
Komposit
Berlapis
Anyaman
Bambu
telah
dipresentasikan pada Seminar Nasional Teknologi Bambu Terkini yang diselenggarakan oleh Bamboo Center Pusat Studi Ilmu Teknik UGM, Yogyakrta 12 Juli 2006. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Jenis Lapisan Anyaman Bambu Terhadap Kualitas Papan Komposit dipresentasikan pada Seminar X MAPEKI di Pontianak, 8-11 Agustus 2007, dan karya ilmiah berjudul Kualitas Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu (II) : Penggunaan Berbagai Kadar Parafin telah dipublikasikan pada Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Vol. 19 (1) : hal 32-39, 2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………….
xiv
DAFTAR GAMBAR …….………………………………………
xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
xviii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………. 1.2 Tujuan Penelitian ………………………………….. 1.3 Manfaat Penelitian …………………………………. 1.4 Hipotesis …………………………………………… 1.5 Novelty Penelitian………………………………….. 1.6 Kerangka Pemikiran...................................................
1 2 3 3 3 4
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Kayu Cepat Tumbuh (fast growing species)….. 2.2 Papan Komposit Kayu dan Bambu............................. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Papan Komposit......................................................... 2.4 Perekat Poliuretan….………………………………. 2.5 Karaktristik Papan Komposit dengan Perekat Berbahan Dasar Isocyanate.....................................
3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan ……………………………………… 3.2 Bahan dan Metode………………………………… 3.3 Hasil dan Pembahasan ……………………………. 3.3.1 Karakteristik Bambu Tali.............................. 3.3.2 Sifat Fisis Papan Komposit ……………….. 3.3.3 Sifat Mekanis Papan Komposit ……………. 3.4 Kesimpulan………………………………………… 3.5 Saran……………………………………………….. 4
PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1. Pendahuluan ……………………………………… 4.2. Bahan dan Metode………………………………… 4.3. Hasil dan Pembahasan…………………………….. 4.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel............................................... 4.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel..............................................
5 6 8 12 14
17 17 29 29 30 37 47 47
48 49 50 50 52
4.3.3 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin..................................................... 4.3.4 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin..................................................... 4.4. Kesimpulan ………………………………………... 4.5. Saran………………………………………………..
55 56 59 59
5 PENGARUH ARAH LAPISAN ANYAMAN BAMBU TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 5.1. Pendahuluan ………………………………………... 5.2. Bahan dan Metode ………………………………….. 5.3. Hasil dan Pembahasan ……………………………… 5.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit …………………. 5.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit ……………… 5.4. Kesimpulan …………………………………………. 5.5. Saran…………………………………………………
60 60 61 61 69 76 76
6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1. Pendahuluan ………………………………………… 6.2. Bahan dan Metode ………………………………….. 6.3. Hasil dan Pembahasan………………………………. 6.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit …………………. 6.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit ……………… 6.4. Perhitungan Temperatur dan Waktu Kempa ……….. 6.5. Kesimpulan …………………………………………. 6.6. Saran …………………………………………………
77 77 78 78 84 90 91 92
7 PERBANDINGAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT BERLAPIS ANYAMAN BAMBU DENGAN PAPAN KOMPOSIT KOMERSIAL 7.1. Pendahuluan ………………………………………… 93 7.2. Bahan dan Metode…………………………………… 93 7.3. Hasil dan Pembahasan……………………………….. 94 7.4. Kesimpulan …………………………………………. 102 7.5. Saran ………………………………………………… 103 8 PEMBAHASAN UMUM DAN KESIMPULAN………………..
104
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..
110
LAMPIRAN ………………………………………………………….
115
DAFTAR TABEL Halaman No. 2.1
Sifat fisis dan morfologis serta sifat kimia kayu akaisa, gmelina dan sengon …………………………………………….
6
2.2
Kandungan kimia bambu tali (Gigantochloa apus).....................
7
3.1
Karakteristik bambu tali (Gigantochloa apus) ……........................
29
4.1
Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit pada berbagai kadar air partikel ………...............................................................
50
Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit pada berbagai kadar air partikel.............. …………..............................................
53
Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit pada berbagai kadar parafin ………………….......................................................
55
Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit pada berbagai kadar parafin.....................................................................................
57
Suhu dan waktu pengempaan papan komposit ……………………
91
4. 2 4.3 4.4 6.1
DAFTAR GAMBAR Halaman No. 1.1
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian......................................
4
2.1
Ikatan hydrogen antara gugus –OH selulosa dan gugus –OH perekat ……………………………………………….
13
Reaksi kimia dan ikatan antara gugus isocyanate dan gugus hydroxyl……………………………………………………
13
2.3
Diagram Sudut kontak antara kayu dengan perekat API…………
14
2.4
Mekanisme reaksi perekat isocyanate dengan kayu dan air………
15
3.1
Perekat PU, partikel kayu dan anyaman bambu tali………………
18
3.2
Bentuk partikel dan pelapis anyaman bambu yang digunakan.........................................................................................
18
3.3
Sketsa papan komposit…………………………………………….
19
3.4
Skema pembuatan papan komposit………………………………..
19
3.5
Pola pemotongan contoh uji……………………………………….
25
3.6
Pengujian keteguhan patah………………………………………..
27
3.7
Pengujian keteguhan rekat (internal bond)………………………..
28
3.8
Kerapatan papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda….............................. ……………………….
30
3.9
Perbandingan tinggi partikel kayu sebelum pengempaan.................
31
3.10
Kadar air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda..................................................................…..
33
Daya serap air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang .............................................. ………………….
34
Pengembangan tebal papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda................................ ………………
36
Ketebalan papan komposit sebelum dan setelah perendaman 24 jam...........................................................................
36
MOR papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda................................................................
37
MOE papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda................................................................
38
Keteguhan rekat papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda.........................................................
40
Sudut kontak polyurethane dengan gmelina ……………………......
40
2.2
3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17
3.18
Sudut kontak polyurethane dengan akasia …………………..........
41
3.19
Sudut kontak polyurethane dengan sengon…………………...........
41
3.20
SEM papan komposit kayu sengon dengan perbesaran 500x …………………………………………...
43
SEM papan komposit kayu gmelina dengan perbesaran 500x ……………………………………………
43
SEM papan komposit kayu akasia dengan perbesaran 500x ……………………………………………
43
3.23
Spektrum FTIR perekat poliuretan.....………………………………
44
3.24
Spektrum FTIR kayu sengon……………………………………….
45
3.25
Spektrum FTIR campuran perekat poliuretan-kayu sengon…..…….
45
3.26
Kuat pegang sekrup papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda.........................................................
46
Kerapatan papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ………………………………….................................
62
5.2
Ketebalan papan komposit pada lapisan yang berbeda.....................
64
5.3
Kadar air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ………………………………….................................
64
Daya serap air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda..................... ………………………………….
66
5.5
Anatomi bambu tali.............................................................................
67
5.6
Pengembangan tebal papan komposit setelah perendaman 24 jam..................................................................................................
68
Pengembangan tebal papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda......................... ……………... …….
70
MOR papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda.... ……………………….…………
70
5.9
Permukaan papan komposit pada lapisan yang berbeda...................
71
5.10
MOE papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda .................................…………………………………
72
Keteguhan rekat papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda..... …………………………………
73
5.12
Sudut kontak bambu bagian dalam....................................................
74
5.13
Sudut kontak bambu bagian luar........................................................
74
5.14
Kuat pegang sekrup papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda...... …………………………………
75
3.21 3.22
5.1
5.4
5.7 5.8
5.11
6.1
Kerapatan papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ..................................................... ……………………
79
Kadar air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ...................................................... ……………………
81
Daya serap air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ...................................................... ……………………
82
Pengembangan tebal papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ................................................................. …………….
.83
MOR papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ...................................................... ……………………
85
MOE papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ...................................................... …………….
86
Keteguhan rekat papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan .........................................................……………
88
Kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ………………………………………………….
89
6.9
Hotpress yang dihubungkan dengan chinorecorder ………….........
90
7.1
Kerapatan papan komposit komersial ………….………………….
94
7.2
Kadar air papan komposit komersial…………………... …………
95
7.3
Daya serap air papan komposit komersial ………………………...
97
7.4
Pengembangan tebal papan komposit komersial…………………..
98
7.5
Tebal papan komposit sebelum perendaman ………………………
98
7.6
Pengembangan tebal papan komposit setelah perendaman 24 jam………………………………………………...
99
7.7
MOR papan komposit komersial …………………….....................
100
7.8
MOE papan komposit komersial …………………….....................
101
6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Sifat fisis dan mekanis papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda………………………………....….
115
Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai kadar air partikel ……………………………………………………………...
117
Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai kadar Parafin........................................ ……………………………………
118
Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda …………………………………….
129
Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan............................................... ……………..
121
6
Sifat fisiks dan mekanis papan komersial…………………………...
123
7
Hasil ANOVA kerapatan papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda ………………………….................
124
Hasil ANOVA kadar air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda..........................................................
124
Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda …………………………................
125
2 3 4 5
8 9 10
Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda …………………………………… 125
11
Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda …………………….
126
Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda ……...………..........
126
Hasil ANOVA MOR papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda ……………………………………
127
Hasil ANOVA MOE papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda ……………………………………
127
Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda …………………...……………….
128
Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda …………………………................
128
Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai kadar air partikel ……………………………………………………
129
Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai kadar air partikel ……………………………………………………
129
12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit pada berbagai kadar air partikel …………………....................................
129
Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit pada berbagai kadar air partikel …………………....................................
130
Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai kadar air partikel ………………………………………….
130
Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 papan komposit pada berbagai kadar air partikel ………………………………………….
130
Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai kadar air partikel …………………………………………………….
131
Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai kadar air partikel ………………………...….………………………
131
Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai kadar air partikel ……………………….……………………………
132
Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai kadar air partikel ……………………………………………………
132
Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai kadar parafin ………………………………………………..............
132
Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………………………..............................
133
Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin ………………………………......................................
133
Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin ………………………………………………………..
134
Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………...............................
134
Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………...............................
134
Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………………………………..................
135
Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………………..........................................
135
Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai kadar parafin ……………………………………..............................
135
Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai kadar parafin …………………………………..................................
135
Hasil ANOVA kerapatan papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ………………………………………………..............
136
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Hasil ANOVA kadar air papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ………………...……………………........................
137
Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………………
138
Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………….......
139
Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………............
140
Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………............
141
Hasil ANOVA MOR papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ………………………………………………………
142
Hasil ANOVA MOE papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………………………………….
143
Hasil ANOVA keteguhan rekat papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………………………...
144
Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda ……………………………………
144
Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ………………………......................
144
Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ……………………...........................
145
Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ……………………...........................
145
Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ………………...................................
146
Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan …………............................
146
Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ……………...............
147
Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ……………………………………..
147
Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ………………………………..........
148
Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ……………………….....................
148
Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan ………………………......................
148
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data statistik Departemen Kehutanan Republik Indonesia menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir produksi kayu bulat mengalami penurunan dari 29,5 juta m3 menjadi 21,7 juta m3 pada tahun 2006, sementara jatah tebang tahunan dari hutan alam pada tahun tersebut hanya sebesar 5,4 juta m3 dan kebutuhan industri perkayuan mencapai 40-50 juta m3. Untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut, pasokan kayu yang berasal dari HTI sebesar 12,8 juta m3, Hutan Tanaman Perhutani 0,8 juta m3, hutan/kebun rakyat 1,3 juta m3 dan areal konservasi 3,6 juta m3 (Dephut, 2006) . Hal ini menunjukkan kayu-kayu yang berasal dari hutan tanaman industri dan hutan rakyat berpotensi sangat besar digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan. Di sisi lain, kayu-kayu tersebut mempunyai ukuran dan kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam. Untuk mengatasi hal tersebut, kayu-kayu jenis ini lebih baik digunakan dalam bentuk produk komposit, salah satu yang umum digunakan adalah papan komposit. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan lapisan face dan back dari berbagai jenis bahan dapat meningkatkan kekuatan mekanis papan, diantaranya penggunaan lapisan bambu (Sudijono dan Subyakto 2002). Di kalangan masyarakat Indonesia, bambu sebagai dinding atau bagian partisi bangunan rumah sering digunakan dalam bentuk anyaman, sehingga untuk mengadaptasinya sebagai lapisan papan komposit sangat dimungkinkan. Hal ini didukung oleh ketersediaan bambu yang sangat banyak. Di Indonesia diperkirakan terdapat 143 jenis bambu (Widjaja 2001). Selain itu, penggunaan anyaman bambu sebagai lapisan dapat memberikan nilai dekoratif yang beragam. Dengan demikian, potensi bambu sebagai lapisan papan komposit sangat besar, tetapi penggunaannya belum berkembang di masyarakat. Walaupun penelitian komposit dengan lapisan bambu telah ada, tetapi tidak sebanyak dan tidak
sepesat perkembangan papan
komposit berlapis venir dan masih terbatas pada penelitian laboratorium.
2
Pembuatan papan komposit yang selama ini berkembang pesat di industri menggunakan perekat konvensional seperti urea formaldehida (UF), melamin formaldehida (MF) dan phenol formaldehida (PF). Jenis perekat tersebut menimbulkan permasalahan emisi formaldehida yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Selain itu dapat berpengaruh negatif pada kesehatan (LHC 1995). Berbagai alternatif untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan misalnya penggunaan perekat bebas formaldehida. Berbagai jenis perekat non-formaldehida seperti perekat berbahan dasar isocyanate telah banyak digunakan di negara-negara maju, tetapi masih sangat jarang penggunaannya di Indonesia. Penggunaan perekat isocyanate, khususnya polymeric diphenylmethane diisocyanate (PMDI) meningkat sebagai pengganti perekat berbasis formaldehida (Umemura dan Kawai 2002). Hal ini didorong oleh selain perekat ini tidak menimbulkan emisi formaldehida, perekat ini mempunyai reaktifitas yang tinggi, kekuatan ikatan dan daya tahan yang tinggi (Kawai et al., 1998). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan guna mengkaji lebih lanjut penggunaan anyaman bambu sebagai lapisan papan komposit dari jenis
kayu cepat tumbuh yaitu Acacia mangium Willd., Paraserianthes
falcataria L. Nielsen dan Gmelina arborea Roxb dengan menggunakan perekat berbahan dasar isocyanate yaitu polyurethane untuk menghasilkan produk papan yang berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan emisi formaldehida, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pengganti papan dari kayu solid. 1.2 Tujuan Umum Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan papan komposit yang berkualitas tinggi dan bebas formaldehida, melalui kajian karakteristik produk yang dihasilkan pada berbagai bahan baku dan kondisi pembuatan (jenis kayu, kadar perekat, kadar air partikel, kadar parafin, jenis lapisan anyaman bambu dan kondisi pengempaan).
3
1.3 Manfaat Penelitian 1. Memberikan alternatif pemanfaatan kayu berdiameter kecil sebagai bahan baku papan komposit berkualitas tinggi 2. Memberikan alternatif pemanfaatan bambu sebagai lapisan sehingga dapat meningkatkan kualitas papan komposit dan memberi nilai tambah dekoratif. 3. Memberikan informasi mengenai kondisi optimal berbagai faktor kunci dalam pembuatan papan komposit berlapis anyaman bambu. 4. Menambah informasi mengenai penggunaan
jenis perekat polyurethane
sebagai perekat papan komposit berkualitas tinggi. 1.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang penelitian ini, beberapa hipotesis yang diajukan adalah : 1. Anyaman bambu sebagai komponen pelapis dapat meningkatkan kualitas (sifat fisis dan mekanis) papan komposit. 2. Pola anyaman dan lebar bilah bambu berpengaruh terhadap kualitas papan komposit. 3. Perbedaan jenis kayu, kadar perekat, kadar air partikel dan kadar parafin serta kondisi pengempaan yang digunakan akan berpengaruh terhadap kualitas papan komposit. 1.5 Novelty Penelitian Terciptanya prototipe produk komposit baru yang berkualitas dan ramah lingkungan dari kayu cepat tumbuh dan anyaman bambu.
4
1.6 Kerangka Pemikiran Hal-hal yang menjadi kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kayu cepat tumbuh (akasia, gmelina, sengon)
Kekurangan bahan baku dari hutan alam Papan partikel Kondisi umum : sifat mekanis rendah emisi formaldehid
Penurunan emisi formaldehid Peningkatan sifat mekanis papan partikel Perekat poliuretan Lapisan face dan back bambu
Pola anyaman bambu
Produk komposit : Papan berkualitas tinggi bebas formaldehid
Gambar 1.1 Bagan alir kerangka pemikiran
Kesesuaian perekat
5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Kayu Cepat Tumbuh (fast growing species) Beberapa jenis kayu cepat tumbuh yang banyak digunakan di dalam hutan tanaman industri dan hutan rakyat di antaranya sengon, akasia dan gmelina (Dephut, 2006) Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) merupakan jenis cepat tumbuh dan tumbuhan asli Indonesia (Budelman 1989). Menurut Mandang dan Pandit (2002), kayu sengon tergolong ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49); kelas awet IV-V; kelas kuat IV-V. Kegunaan untuk bahan bangunan perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wol semen, pulp dan kertas, dan barang kerajinan. Acacia mangium Willd. merupakan tanaman asli indonesia, khususnya Irian Jaya (Papua) dan Kepulauan Maluku (Richter and Dallwitz 2000). Kayu akasia memiliki berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66); termasuk kelas awet III dan kelas kuat II – III. Kegunaan kayu ini sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot, lantai, papan dinding, tiang pancang, gerobak dan rodanya, alat pertanian, batang dan kotak korek api, papan partikel, venir, pulp dan untuk kayu bakar dan arang (Mandang dan Pandit 2002). Menurut Duke (1983), gmelina (Gmelina arborea) merupakan salah satu tanaman terbaik di daerah tropis, penggunaan kayu ini untuk papan partikel, kayu lapis, kayu gergajian untuk konstruksi, furniture sampai instrumen musik. Dari hasil uji kubur, memperlihatkan bahwa tanpa pengawetan kayu ini dapat bertahan sampai 15 tahun pada kondisi kontak dengan tanah. Menurut Kasmudjo (1990), berat jenis kayu gmelina berkisar 0,42 – 0,64 yang termasuk dalam kelas sedang. Sifat fisis dan morfologis serta sifat kimia kayu akasia, gmelina dan sengon dapat dilihat pada Tabel 2.1.
6
Tabel 2.1 Sifat fisis dan morfologis serta sifat kimia kayu akaisa, gmelina dan sengon 6 Parameter
Nilai gmelina*)
sengon
0,51 1,31 0,90
1,02
0,57 1,48 1,01
21,18 12,40 4,39 0,71
28,38 18,94 0,5 -
30,77 24,49 3,14 0,26
46,98 77,85 16,12 5,00 22,40 0,31
45,64 77,4 6,32 25,41 -
48,07 77,27 16,43 2,84 21,58 0,84
akasia Sifat fisis dan morfologis a.Panjang serat - Min. (mm) - Max. (mm) - Rata-rata (mm) b.Diameter serat - luar {D(µ)} - lumen, {L(µ)} c.Tebal dinding {W (µ)} d.Bilangan runkel (2W/L) Sifat Kimia a.Sellulosa alpha (%) b.Holosellulosa (%) c.Pentosan (%) d.Ekstraktif (%) e.Lignin (%) f.Abu (%)
Sumber : Massijaya , 1992 dan Kasmudjo, 1990*). 2.2 Papan Komposit Kayu dan Bambu Jenis kayu cepat tumbuh telah banyak digunakan dan menunjukkan kesesuaian sebagai bahan baku papan partikel komposit (Dephut, 2006). Penggunaan lapisan venir pada bagian permukaan papan partikel dapat memperbaiki sifat papan sehingga mirip dengan kayu lapis. Kombinasi papan partikel yang dilapisi dengan venir ini disebut com-ply (Haygreen dan Bowyer 1993). Panel com-ply terbuat dari venir dan partikel. Terdiri dari 3 lapis, dimana venir sebagai lapisan luar dan partikel sebagai core. Pada com-ply yang tersusun 5 lapis, memiliki lapisan venir di bagian tengahnya dan arahnya tegak lurus dengan venir luar (Maloney 1993). Penggunaan lapisan pada papan partikel seperti yang disebutkan di atas dewasa ini semakin beragam, sebagai upaya alternatif untuk mendapatkan papan
7
yang terbuat dari berbagai macam bahan sehingga akan semakin beragam pula sifat dan
tampilan
dekoratifnya.
Penggunaan
lapisan
karton
gelombang
dapat
meningkatkan nilai MOE dan MOR papan dari limbah kertas koran (Massijaya 1997), begitu pula halnya dengan penggunaan limbah kantong semen (Suhasman 2005) dan penggunaan lapisan bilah bambu dari papan partikel kayu karet dengan perekat phenol formaldehida (Sudijono dan Subiyakto 2002). Penggunaan bambu sebagai produk komposit telah berkembang, tetapi umumnya dalam bentuk papan partikel dari serat bambu dan plywood dari bilah bambu (tradeindia.com, 2007). Penggunaan bilah bambu sebagai balok laminasi telah diteliti oleh Nugroho dan Ando (2000), Setyo dan Sudibyo (2005). Untuk penggunaan konstruksi, ada beberapa jenis bambu yang biasa dipakai. Salah satunya adalah bambu tali atau biasa juga disebut bambu apus (Giganthocloa apus Bl.Ex (Schult.f.) Kurz. Menurut Sulthoni (1988) diacu pada penelitian Morisco (1999) bambu tali tidak mudah diserang bubuk sekalipun tidak diawetkan. Oleh karena itu, bambu jenis ini banyak dipakai sebagai bahan bangunan. Tabel 2.2 Kandungan kimia Gigantochloa apus Kandungan Kimia
Nilai
Selulosa (%) 52,1 Lignin (%) 24,9 Pentosan (%) 19,3 Abu (%) 2,75 Silika (%) 0,37 Kelarutan dalam air dingin (%) 5,2 Kelarutan dalam air panas (%) 6,4 Kelarutan dalam alkohol benzena 1,4 Kelarutan dalam NaOH 1% 25,1 Sumber : Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) diacu dalam Krisdianto et al., (2007)
8
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Papan Komposit Menurut Maloney (1993), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan papan adalah : spesies kayu, tipe bahan baku, tipe perekat, kadar air dan distribusi, kadar air mat, zat aditif yang digunakan, gradasi ukuran partikel, gradasi kerapatan, kerapatan papan dan orientasi partikel. Menurut Nemli et al. (2005), kadar air lapik, penggunaan limbah, kadar perekat dan waktu kempa berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik papan, juga terhadap kehalusan permukaan papan. Jenis Kayu 1. Kerapatan Maloney (1993), menyatakan bahwa kayu berkerapatan rendah dapat dipadatkan menjadi papan partikel berkerapatan sedang dengan lebih terjaminnya terjadi kontak antar partikel yang cukup selama pengempaan panas berlangsung sehingga dapat menghasilkan rekatan yang baik. 2. Asiditas Umumnya kayu yang digunakan mempunyai pH asam (4,0-4,5), sementara hampir semua perekat dikondisikan pada pH netral, sehingga dibutuhkan penambahan katalis untuk mempercepat terjadinya curing. 3. Kadar Air (KA) Jenis kayu dengan KA yang tinggi menyusahkan dalam pembuatan dan membutuhkan energi yang lebih besar untuk pengeringan. Pada kayu dengan KA yang sangat rendah akan memberikan sifat partikel yang sebaliknya. 4. Ekstraktif Ekstraktif dapat menyebabkan beberapa masalah dalam pembuatan papan partikel, di antaranya menghambat dalam penyerapan dan pengerasan perekat, mengurangi sifat tahan air dari papan dan dapat menimbulkan blowing pada waktu pengempaan panas.
9
Perekat Penggunaan tipe perekat dan jumlah perekat yang berbeda akan menghasilkan papan dengan kualitas yang berbeda. Semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan, kualitas papan yang dihasilkan akan semakin baik. Zat Aditif Maloney (1993) mengatakan bahwa penggunaan parafin pada kadar 0,5-1% di dalam pembuatan papan dapat memperbaiki daya tahan terhadap air dan stabilitas dimensi papan. Parafin (C25H52) umumnya berwarna putih, tidak berbau, berasa tawar, titik leleh 47-64oC dengan kerapatan 0,93 g/cm3. Parafin ini tidak larut dalam air tapi larut dalam ether, benzen dan esther (Wikipedia, 2007). Menurut Carll (1996), parafin mempunyai struktur microcrystallin yang mengandung minyak, dimana minyak ini dapat berpindah ke permukaan papan dan melapisi papan tersebut sehingga papan lebih tahan terhadap air. Hsu et al. (1990) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), menyatakan bahwa penambahan parafin akan menurunkan pengembangan tebal dan cenderung meningkatkan sifat mekanis papan, tetapi efeknya tidak secara proporsional dengan penambahan kandungan parafin. Sementara penelitian oleh Youngquist et al. (1990) dalam Muehl dan Krzysik (1997), melaporkan bahwa hasil pengujian perendaman 24 jam, dengan adanya peningkatan kandungan resin dan parafin umumnya menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi menurunkan sifat mekanis papan (bending properties). Hasil penelitian Muehl dan Krzysik (1997) dengan penggunaan parafin pada kadar 0%, 0,8% dan 1,6% menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pengaruh peningkatan kadar parafin terhadap MOE dan MOR papan. Penelitian oleh Winistorfer et al. (1992) yang diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997) dengan pemakaian parafin pada berbagai kadar yaitu 0,5%, 1% dan 1,5% berdasarkan BKT, memperlihatkan bahwa pemakaian parafin menurunkan kualitas rekatan, tetapi semakin tinggi kadar parafin yang digunakan, penurunan daya serap
10
air, penurunan pengembangan tebal dan penurunan pengembangan linier juga semakin tinggi pula. Kadar Air dan Distribusi Kadar air dan keseragaman kadar air lapik sangat menentukan sifat akhir papan yang dihasilkan. Jika kadar air pada bagian permukaan tinggi dan pada bagian tengah (core) rendah, akan terjadi kerapatan papan yang lebih tinggi pada bagian permukaan dibandingkan bagian tengah papan, sehingga menghasilkan papan dengan kekuatan tekan dan kekakuan yang tinggi tetapi keteguhan rekat yang rendah. Sebaliknya jika kadar air lebih tinggi pada bagian core akan menghasilkan papan dengan kerapatan yang tinggi pada bagian core sehingga papan tersebut mempunyai keteguhan rekat yang tinggi tetapi kekuatan tekan dan kekakuan yang rendah (Maloney, 1993). Menurut Chelak dan Newman (1991), pada kadar air yang rendah, partikel kayu membutuhkan proses pengeringan yang lebih lama dan atau temperatur yang lebih tinggi sehingga partikel lebih kering dan mempunyai temperatur yang lebih tinggi (surface tempering). Hal tersebut dapat mengakibatkan tidak terjadinya ikatan hydrogen sehingga berkurangnya natural bonding. Kadar air yang lebih tinggi juga mengakibatkan struktur selulosa lebih plastis sehingga mudah untuk terjadinya kontak antar serat. Hal tersebut dapat meningkatkan kekuatan ikatan secara alami (natural bonding). Dalam proses pembentukan kayu seperti pelengkungan atau pemadatan, dinding sel kayu harus bersifat lunak atau plastis sehingga lebih mudah di bentuk (Wardhani, 2005). Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan berbagai cara , baik secara kimiawi, fisik atau kombinasi keduanya. Secara kimia dapat dilakukan dengan perendaman dengan bahan kimia, dan secara fisik dapat dilakukan dengan peningkatan kadar air atau pemberian panas. Dinding sel kayu merupakan komposit dengan serat sebagai tulangan yang terdiri dari beberapa lapisan yang heterogen, baik struktur maupun komposisi kandungan kimianya. Komponen utama penyusun
11
dinding sel adalah rantai selulosa yang tergabung membentuk satu ikatan dan mempunyai arah orientasi yang sama disebut mikrofibril. Tiap lapisan dinding sel mempunyai arah mikrofibril yang berbeda, yang diselubungi oleh matrik berupa lignin dan hemiselulosa (Dwianto et al., 1998 diacu dalam Wardhani, 2005). Molekul air yang masuk ke kayu tidak dapat masuk ke daerah kristalin mikrofibril tetapi berikatan denagn matrik dan ruang antara matrik-mikrofibril serta bertindak sebagai agen pengembang dan plasticizer. Ketika kayu dipanaskan dalam kondisi basah maka terjadi pelunakan komponen matrik sehingga terjadi plastisasi dinding sel, sedangkan mikrofibril selulosa tetap dalam keadaan gelas karena mikrofibril hampir tidak terpengaruh oleh lembab dan panas. Pengempaan kayu basah atau kadar air tinggi dapat menyebabkan terjadinya tekanan hidrostatis pada bagian tengah kayu yang berakibat kerusakan tekan. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah, diperlukan waktu yang lama untuk proses plastisasi. Kerapatan Papan Kerapatan papan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan papan. Semakin tinggi kerapatan papan, kekuatan papan semakin baik kecuali pengembangan tebal dan pengembangan linier karena pada umumnya kayu pada papan partikel berkerapatan tinggi akan mempunayi pengembangan yang lebih tinggi setelah menyerap air/uap air. Tipe dan geometri partikel Berbagai penelitian yang dirangkum oleh Maloney (1993), menunjukkan bahwa bentuk dan ukuran partikel sangat mempengaruhi kekuatan papan yang dihasilkan. MOR dan MOE papan meningkat dengan bertambahnya ukuran (tebal dan panjang) partikel sampai titik tertentu dan jika tebal dan panjang partikel semakin bertambah, kekuatan papan akan menurun.
12
2.4 Perekat Poliuretan Penggunaan perekat isocyanate, khususnya
polymeric diphenylmethane
diisocyanate (pMDI) meningkat sebagai pengganti perekat berbasis formaldehida (Umemura dan Kawai 2002). Menurut Lees (2006),
poliuretan umumnya disingkat PU terbentuk dari
campuran antara isocyanate dan polyol dengan proporsi tertentu, kemudian bereaksi dan membentuk polymer. Ada beberapa tipe isocyanate yang umum digunakan dalam pembentukan PU. Masing-masing jenis tersebut akan menghasilkan produk yang berbeda dalam sifat, sistem pengerasan dan proses produksinya. Hal yang penting bahwa gugus fungsional dari semua jenis isocyanate itu adalah –NCO group. Untuk membentuk cross linked, dibutuhkan lebih dari dua gugus fungsional tersebut. Ada dua tipe polyol yang digunakan dalam pembentukan PU, yaitu polyester dan polyether. Penggunaan zat aditif juga umum digunakan yaitu katalis, ekstender, blowing agent, flame retardant, pigmen dan filler. Reaksi umum pembentukan PU adalah : isocyanate + polyol
polyurethane
Isocyanate dapat bereaksi dengan berbagai macam gugus kimia dan menghasilkan polymer yang sangat bervariasi berdasarkan reaksi yang terjadi. Oleh karena itu PU yang dihasilkan sangat reaktif dan sangat beragam strukturnya tergantung pada tipe isocyanate dan tipe hydrogen reaktif yang terdapat pada formula tersebut. Perekat PU telah digunakan di Eropa lebih dari 20 tahun. Di dalam industri perkayuan, penggunaan perekat PU berkembang karena adanya kontrol lingkungan yang cukup ketat terhadap perekat berbasis formaldehida yang telah umum digunakan. Selanjutnya dikatakan, perekat ini memiliki komposisi yang sangat signifikan digunakan untuk berbagai aplikasi.
13
Menurut Petrie (2004), isocyanate yang paling umum digunakan dalam perekat PU adalah MDI (methyllene diphenyl diisocyanate). Isocyanate group yang terdapat dalam perekat ini bereaksi dengan hydroxyl group pada substrat membentuk urethane linkage dan isocyanate yang bereaksi dengan air akan membentuk urea linkage dan karbon dioksida. Linier thermoplastic polyurethane akan terbentuk jika dua grup reaktif digabungkan seperti diisocyanate dan diols. Jika polyols atau hydroxyl group bereaksi dengan isocyanate akan membentuk polymer, yang disebut crosslinked. Ikatan yang terjadi antara kayu dengan perekat seperti gambar berikut :
Gambar 2.1 Ikatan hydrogen antara gugus –OH selulosa dan gugus –OH perekat Sumber : Cognard P, 2004
Gambar 2.2 Reaksi kimia dan ikatan antara gugus isocyanate dan gugus hydroxyl Sumber : Cognard P, 2004. Penelitian oleh Alamsyah et al. (2005) dengan menggunakan perekat aqueous polymer isocyanate (API) menunjukkan keterbasahan kayu sengon lebih baik dibandingkan kayu akasia, dan kayu akasia lebih baik dibandingkan dengan kayu
14
gmelina. Penelitian tersebut menunjukkan sudut kontak antara kayu dengan perekat selama 120 detik pengamatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa elapsed time kayu sengon 50 detik, kayu akasia pada detik ke 120 mempunyai sudut kontak antara 50-60oC, dan kayu gmelina pada detik ke 120 mempunyai sudut kontak ± 70oC
Sudut Kontak (o)
Elapsed time (detik) Gambar 2.3 Diagram Sudut kontak antara kayu dengan perekat API Sumber : Alamsyah et al., (2005) 2.5 Karakteristik Papan Komposit dengan Perekat Berbahan Dasar Isocyanate Papan partikel yang menggunakan MDI sebagai perekat, memiliki kekuatan yang tinggi, ketahanan terhadap cuaca yang baik dan stabilitas dimensi yang tinggi. Selain itu, papan partikel yang dihasilkan bebas dari bau dan bahan yang berbahaya serta non-corrosive, tidak seperti halnya perekat phenolic. Sehingga papan partikel dengan perekat ini dapat digunakan untuk keperluan interior maupun eksterior (Petrie 2004). Penelitian oleh Zheng et al. (2007) dengan menggunakan jose tall wheatgrass dengan perekat polymeric methane diphenyl diisocyanate (pMDI) menunjukkan bahwa peningkatan kadar air partikel dari 2% hingga 8% dapat meningkatkan kekuatan papan, tetapi peningkatan kadar air partikel dari 8% ke 10% mengakibatkan
15
kekuatan papan menurun yang disebabkan oleh isocyanate grup yang ada dalam perekat lebih banyak bereaksi dengan air dibandingkan yang bereaksi dengan partikel. Penelitian oleh Zheng et al. (2006) memperlihatkan bahwa papan partikel yang terbuat dari kayu eukaliptus dengan perekat 4% pMDI mempunyai kualitas yang lebih baik, kecuali nilai MOR dibandingkan dengan papan yang menggunakan 7% perekat UF. Penelitian pengaruh kadar air furnish dengan perekat MDI oleh Chelak dan Newman (1991), dengan variasi kadar air 9%, 11%, 13% dan 15% menunjukkan kekuatan papan terendah pada papan dengan kadar air 15%, baik nilai IB, MOR dan MOE, tetapi stabilitas dimensi terbaik dalam hal ini pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam terendah pada papan dengan KA partikel 15%. Menurut Chelak dan Newman (1991), perekat berbasis isocyanate dapat bereaksi dengan air yang terdapat di dalam kayu menghasilkan ikatan polyurea, terjadi ikatan secara fisik dipermukaan kayu sehingga memberikan kekuatan ikatan secara mekanis (mechanical bonding). Selain itu, kekuatan papan juga diakibatkan karena terjadinya ikatan kimia antara N-C-O grup dengan kayu. Mekanisme terjadinya ikatan sebagai berikut : 1. Reaksi antara isocyanate dengan hydroxyl group dari kayu membentuk ikatan urethane O OCN
CH2
NCO + OH
OCN
CH2
NCO urethane H
16
2. Reaksi antara isocyanate dengan air membentuk ikatan urea OCN
CH2
NCO + H2O
OCN
CH2
NH2 + CO2 …(1)
amina OCN
CH2
NH2 + OCN
CH2
NCO
O OCN
CH2
N-C-N H
CH2
NCO ………(2)
H urea
Gambar 2.4 Mekanisme reaksi perekat isocyanate dengan kayu dan air Sumber : Chelak dan Newman, 1991
17
3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap kualitas papan yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian jenis kayu sengon, akasia dan gmelina sebagai bahan baku untuk papan komposit dengan perekat Poliuretan (PU). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan kadar perekat PU yang optimal sehingga dapat memberikan kualitas papan komposit yang tinggi. Salah satu keunggulan dari perekat PU ini karena dapat diaplikasikan pada kadar air yang tinggi (Petrie 2004) sehingga mengurangi pemakaian energi untuk pengeringan partikel. Berdasarkan hal tersebut, penelitian kesesuaian jenis kayu dengan perekat PU ini menggunakan kadar air partikel kering udara (13-14%). 3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah : partikel kayu sengon, akasia dan gmelina (bentuk partikel flake dengan slenderness ratio rata-rata 27,09), kadar air kering udara (13-14%), anyaman bambu tali (anyaman miring, tebal bilah ±1 mm, lebar ±1 cm), perekat PU dan aseton, seperti terlihat pada Gambar 3.1 dan 3.2. Kayu yang digunakan dalam penelitian ini semuanya berasal dari Ciherang, Jawa Barat. Umur pohon 5-7 tahun dengan diameter berkisar dari 20-30 cm. Bambu tali berasal dari Ciawi, Jawa Barat dengan umur 2-3 tahun. Masing-masing kayu dan bambu dipotong sesuai dengan ukuran contoh uji. Perekat yang digunakan adalah perekat poliuretan dengan nama dagang lem Presto yang diproduksi oleh PT. Polyoshika Indonesia dengan kode PC 9920, viscositas 500-1.500 cps, pH 7, kadar padatan 90 ± 5% dan berat jenis 1,14.
18
Alat utama yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan Universal Testing Machine (UTM).
Gambar 3.1 Perekat PU, partikel kayu dan anyaman bambu apus.
Gambar 3.2 Bentuk partikel dan pelapis anyaman bambu yang digunakan
3.2.2 Metodologi Perlakuan pada tahap ini terdiri atas dua faktor yaitu : -
Faktor A : jenis kayu sengon, akasia dan gmelina
-
Faktor B : kadar perekat 2, 4, dan 6% berdasarkan berat kering tanur partikel
19
Pada tahap ini terdiri dari 9 perlakuan dengan 5 ulangan, jumlah papan 45. Sketsa papan komposit (kerapatan 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm) yang akan dibuat seperti pada Gambar 3.3.
Lapisan face (anyaman bambu) partikel kayu Lapisan Back (anyaman bambu) Gambar 3.3 Sketsa papan komposit Metode pembuatan papan seperti skema di bawah ini : Partikel kayu
Perekat polyurethane
Pelapis : - Anyaman bambu,
lapik
Pengempaan Suhu 160oC,15 mnt
Pengkondisian 14 hari
FTIR
Pemotongan dan Pengujian JIS A 5908 : 2003
Keterangan : FTIR : fourier transform infrared SEM : scanning electron microscope
Gambar 3.4 Skema pembuatan papan komposit
SEM
20
Secara umum alur pembuatan papan komposit pada tahap ini sebagai berikut : 1. Pembuatan partikel yang berasal dari kayu gubal dan teras menggunakan alat disk flaker, lalu dikeringkan sampai kadar air kering udara. Tipe partikel yang dihasilkan berbentuk flake dengan slenderness ratio rata-rata 27,09. 2. Pencampuran partikel kayu dengan perekat sesuai perlakuan berdasarkan berat kering tanur partikel menggunakan blender dan penyemprotan perekat dengan menggunakan spray gun agar lebih merata. Pada lembaran anyaman bambu disemprotkan perekat pada salah satu sisi yang menempel pada partikel kayu dengan jumlah perekat setara dengan berat labur 220 g/cm2. 3. Pembentukan lembaran dan pengempaan dengan suhu pengempaan disesuaikan dengan jenis perekat yang digunakan yaitu 160oC selama 15 menit. 4. Pengkondisian dilakukan sekitar 14 hari agar kadar air papan sesuai kondisi lingkungan. 5. Pengujian sifat fisik dan mekanik papan sesuai standar JIS A 5908 : 2003. 6. Untuk mengetahui ikatan yang terjadi digunakan scanning electrone microscope (SEM). 7. Untuk mengetahui terjadinya ikatan kimia antara komponen perekat dan kayu dilakukan analisis dengan menggunakan FTIR (fourier transform infra red). Sebagai
data pendukung sifat dasar kayu yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas papan yang dihasilkan maka dilakukan pengukuran terhadap berat jenis kayu dan keterbasahan kayu dengan perekat PU dengan metode sudut kontak. a. Pengukuran Berat Jenis (BJ) Kayu Pengukuran BJ kayu
mengikuti standar
ASTM D 2395-02 (Test
Methods for Specific Gravity Wood and Wood-Based Materials), sebagai berikut : 1. Ukuran contoh uji 2 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103 ± 2 oC selama 48 jam, kemudian ditimbang beratnya (A).
21
2. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air (moisture content) dan berat jenis (specific gravity) : Specific gravity
= KW/[1 + (M/100)]Lwt
dimana : Specific gravity
= berat jenis
W
= berat contoh uji (g)
M
= kadar air contoh uji (%)
W/ [1 + (M/100)] = hasil perhitungan berat kering tanur contoh uji L
= panjang contoh uji (cm)
w
= lebar contoh uji (cm)
t
= tebal contoh uji (cm)
K, konstanta
= 1 bila digunakan W dalam g dan V dalam cm3.
3. Bila persamaan [1 + (M/100)] dipindahkan dari rumus, nilai specific gravity akan didasarkan pada berat dan volume saat pengujian, atau pada kadar air saat pengukuran. Bila nilai pengukuran kadar air di atas titik jenuh serat, specific gravity didasarkan pada volume kayu segar (basah). b. Pengukuran Keterbasahan Kayu dengan Metode Sudut Kontak Menurut Petrie (2004), keterbasahan kayu tergantung pada tipe kayu tersebut. Salah satu cara yang paling mudah untuk menentukan keterbasahan kayu adalah dengan metode sudut kontak, sudut yang terbentuk antara permukaan kayu dengan perekat yang lebih kecil, menunjukkan bahwa kayu tersebut lebih mudah dibasahi oleh perekat. Metode sudut kontak dilakukan dengan cara penetesan cairan perekat di atas permukaan kayu yang telah diketam halus, dengan menggunakan pipet kecil. Tinggi penetesan ±2 cm di atas permukaan kayu dengan volume tetesan sekitar 0,01 ml. Pemotretan dilakukan 5 detik setelah penetesan. Kamera dilengkapi dengan lensa mikro untuk memperjelas obyek yang kecil. Besarnya sudut kontak diukur berdasarkan besar sudut yang dibentuk antara garis lengkung cairan
22
perekat dengan permukaan horizontal kayu (Satuhu, 1987; Sutrisno, 1999 dalam Priyono, 2002). c. Karakteristik Bambu Tali Untuk mengetahui kekuatan bambu tali yang digunakan, dilakukan pengujian karakteristik bambu mengacu pada ASTM D 143-94 yang dimodifikasi. Pengukuran Kadar Air 1. Ukuran contoh uji 2 cm x 3 cm x 1 cm ditimbang beratnya setelah kering udara (berat awal) dan kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 103±2 oC lalu ditimbang setelah beratnya konstan (berat akhir). 2. Perhitungan kadar air dengan rumus : KA (%) = (A- B)/B x 100 dimana : KA = Kadar Air (%) A
= massa awal (g)
B
= massa kering tanur (g)
Pengukuran Kerapatan Ukuran sampel 2 cm x 3 cm x 1 cm. Penentuan berat jenis bambu atas dasar volume basah dengan tahapan sebagai berikut : 1. Contoh uji dalam keadaan basah ditentukan beratnya (BB). 2. Contoh uji dimasukkan kedalam parafin untuk ditentukan volume basahnya (VB) berdasarkan prinsip Archimedes dengan menghitung perbedaan berat suatu bejana yang berisi air sebelum dan sesudah pencelupan contoh uji. 3. Setelah dibersihkan parafinnya, contoh uji dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 103±2 oC sampai beratnya konstan (BKT). 4. Kerapatan diperoleh dengan rumus = BJ = BKT VB
23
Dimana : BJ
= berat jenis
BKT
= berat kering tanur
VB
= Volume basah
Pengukuran MOR dan MOE Penentuan nilai MOR dilakukan dengan menggunakan mesin penguji Universal Testing Machine (UTM). Jarak sangga yang digunakan pada mesin adalah 15 cm. Keteguhan patah dihitung dengan rumus : MOR = dimana :
3PL 2 b h2
MOR
= Keteguhan patah (kg/cm2)
L
= Jarak sangga (cm)
P
= Beban maksimum (kg)
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
Nilai MOE dihitung dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan MOR. Pengujian ini dilakukan dengan cara mencatat perubahan defleksi yang terjadi pada setiap perubahan beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus :
PL3 MOE = 4 Ybh 3 dimana : MOE
= Modulus Elastisitas (kg/cm2)
L
= Jarak sangga (cm)
P
= Beban sebelum batas proporsi (kg)
Y
= Lenturan pada beban P
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
24
3.2.3 Analisis Data Analisa data menggunakan rancangan faktorial (2 faktor) dalam RAL, dengan model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana : Yijk
=
nilai pengamatan pada jenis kayu taraf ke-i kadar perekat taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
=
komponen aditif dari rataan
αi
=
pengaruh utama faktor A (jenis kayu)
βj
=
pengaruh utama faktor B (kadar perekat)
(αβ)ij
=
komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk
=
pengaruh acak percobaan.
3.2.4 Pengujian Kualitas Papan Parameter kualitas papan
yang diuji adalah kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, daya serap air, keteguhan patah (modulus of rupture/MOR), modulus elastisitas (modulus of elasticity/MOE), kuat pegang sekrup dan keteguhan rekat (internal bond/IB) menurut standar JIS A 5908:2003. Selanjutnya semua data yang diperoleh dikoreksi berdasarkan perbedaan kerapatan aktual dengan kerapatan sasaran. Pola pemotongan contoh uji seperti pada gambar berikut :
25
30 cm
6 3
4 2
1
5
30 cm
6
Gambar 3.5 Pola pemotongan contoh uji Keterangan : 1 dan 2 3 4 5 6
= = = = =
contoh uji untuk MOR dan MOE (20 cm x 5 cm) contoh uji keteguhan rekat (5 cm x 5 cm) contoh uji daya serap air, pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) contoh uji kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm) contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm)
Prosedur Pengujian Kualitas Papan 1 Kerapatan Papan Partikel Kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji dengan menggunakan rumus : Kr
=
B V
dimana : Kr
= Kerapatan (g/cm3)
B
= Berat contoh uji kering udara (g)
V
= Volume contoh uji kering udara (cm3)
26
2 Kadar Air Papan Partikel Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 oC. Kadar air papan dihitung dengan rumus : KA =
BA – BKT x 100% BKT
dimana : KA
= Kadar air (%)
BA
= Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
BKT
= Berat kering tanur (g)
3 Daya Serap Air Daya serap air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus :
DS =
BB – BA
dimana :
BA
x 100%
DS
= Daya serap air (%)
BA
= Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)
BB
= Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g)
4 Pengembangan Tebal Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengembangan tebal dihitung dengan rumus:
P =
T2 – T1 T1
x 100%
27
dimana : P
= Pengembangan tebal (%)
T1
= Tebal awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)
T2
= Tebal contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (cm)
5 Keteguhan Patah (modulus of rupture/MOR) Penentuan nilai MOR dilakukan dengan menggunakan mesin penguji Universal Testing Machine (UTM). Jarak sangga yang digunakan pada mesin adalah 15 cm, seperti terlihat pada Gambar 3.6. Keteguhan patah dihitung dengan rumus : MOR =
3PL 2 b h2
dimana : P
= Beban maksimum (kg)
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
Titik beban
Contoh uji
h L l
b
L l h b
: Panjang contoh uji (20 cm) : Jarak sangga (15 cm) : Tebal contoh uji (1 cm) : Lebar contoh uji (5 cm)
Gambar 3.6 Pengujian keteguhan patah papan komposit
28
6 Modulus Elastisitas (modulus of elasticity/MOE) Nilai MOE dihitung dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan MOR. Pengujian ini dilakukan dengan cara mencatat perubahan defleksi yang terjadi pada setiap perubahan beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus :
MOE =
PL3 4 Ybh 3
dimana : MOE
= Modulus Elastisitas (kg/cm2)
L
= Jarak sangga (cm)
P
= Beban sebelum batas proporsi (kg)
Y
= Lenturan pada beban P
h
= Tebal contoh uji (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
7 Keteguhan Rekat (Internal Bond) Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan papan pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond seperti pada gambar berikut: Arah beban Balok besi Contoh uji
Arah beban
Gambar 3.7 Pengujian keteguhan rekat (Internal bond)
29
Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus : P
KR =
b1 x b2 dimana : KR
= Keteguhan rekat (kg/cm2)
P
= Beban maksimum (kg)
b1, b 2
= Lebar dan panjang contoh uji (cm)
8 Kuat Pegang Sekrup Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup berukuran panjang 16 mm dan diameter 3,1 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke dalam papan komposit sedalam 8 mm kemudian dicabut dengan menggunakan UTM. Gaya yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang sekrup. 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1. Karakteristik Bambu Tali Hasil pengujian sifat dasar bambu tali yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 Karakteristik bambu tali (Gigantochloa apus) Sifat Kadar Air (%) - Basah - Kering udara Kerapatan MOE (104/kgf/cm2) - Tanpa kulit - Dengan kulit MOR (kgf/cm2) - Tanpa kulit - Dengan kulit
Nilai 62,49 12,65 0,54 5,88 7,67 598 626
30
Data pada Tabel 3.1 tersebut menunjukkan sifat mekanis bambu pada bagian kulit lebih tinggi dibandingkan bagian dalam. Hal ini disebabkan sel-sel penyusun bambu lebih rapat pada bagian kulit dibandingkan bagian dalam bambu. 3.3.2 Sifat Fisis Papan Komposit 1 Kerapatan Hasil perhitungan kerapatan papan komposit memperlihatkan nilai kerapatan berkisar dari 0,51–0,68 g/cm3 seperti terlihat pada Gambar 3.8. Hasil tersebut
memperlihatkan bahwa kerapatan papan semakin tinggi dengan
bertambahnya kadar perekat yang digunakan. Nilai kerapatan yang terendah pada papan dari kayu gmelina dengan perekat 2% dan tertinggi pada papan dari kayu sengon dan akasia dengan perekat 6%, tetapi masih berada di bawah kerapatan sasaran yang ditetapkan yaitu 0,7 g/cm3. Kerapatan yang diperoleh pada kayu sengon rata-rata 98% dibandingkan dengan kerapatan sasaran, 92% pada kayu akasia dan 78% pada kayu gmelina.
Kerapatan (g/cm 3)
1.0 0.67
0.65 0.63 0.8
0.68 0.68
0.65 0.57
0.51
0.61
JIS A 5908:2003
0.5
0.3
2
4
6
Kadar Perekat (%)
sengon
Gambar 3.8
akasia
gmelina
Kerapatan papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
31
Rendahnya kerapatan yang dicapai disebabkan pada saat setelah pengempaan tebal papan rata-rata menjadi 1,1 cm pada semua jenis kayu yang digunakan sehingga ketebalan sasaran yaitu 1 cm tidak tercapai karena adanya sifat peregangan kembali (springback) pada kayu setelah dikempa. Selain itu kerapatan juga dipengaruhi oleh BJ kayu sengon yang lebih rendah yaitu 0,24 dibandingkan kayu akasia dan kayu gmelina yaitu 0,4. BJ kayu ini menunjukkan kerapatan kayu, dimana kerapatan kayu yang lebih rendah akan memiliki nisbah pengempaan (compression ratio) yang
lebih besar dibandingkan kayu yang
kerapatannya lebih tinggi jika dipadatkan untuk mencapai kerapatan yang sama, dalam hal ini 0,7 g/cm3. Di mana kayu sengon mempunyai nisbah pemadatan 2,9:1 sementara kayu akasia dan gmelina 1,7:1 seperti terlihat pada Gambar 3.9. Menurut Maloney (1993) kayu yang memiliki kerapatan yang rendah akan lebih mudah dikempa untuk mencapai ketebalan tertentu dan terjamin terjadinya lebih banyak kontak area antar partikel selama pengempaan dan menghasilkan rekatan yang baik. Pada umumnya nisbah pengempaan (compression ratio) pada papan adalah 1,3 : 1, tetapi pada kayu yang berkerapatan rendah, misalnya pada redwood dapat mencapai 2,9:1.
akasia
4 cm
4 cm
6,5 cm
1,09 cm
1,08 cm
1,06 cm
gmelina
sengon
Gambar 3.9 Perbandingan tinggi partikel kayu sebelum pengempaan Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 7, baik jenis kayu, maupun kadar perekat dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan pada taraf α 5%. Jenis kayu sengon tidak berbeda dengan akasia
32
tetapi keduanya berbeda nyata dengan kayu gmelina. Sementara kadar perekat 4% dan 6% tidak berbeda tetapi keduanya berbeda nyata dengan kadar perekat 2%. Kerapatan yang diperoleh khususnya papan dari kayu sengon dan akasia relatif tidak jauh berada di bawah kerapatan sasaran, kecuali papan dari kayu gmelina. Rendahnya kerapatan papan yang berasal dari kayu gmelina disebabkan kayu gmelina mempunyai keterbasahan yang rendah sehingga perekat sulit berpenetrasi ke dalam kayu, dan pada saat pengempaan panas perekat matang sebelum terpenetrasi. Hal ini mengakibatkan ikatan antar perekat sendiri lebih banyak dibandingkan dengan ikatan antar perekat dengan kayu menyebabkan rongga di dalam papan lebih banyak sehingga papan kurang kompak dan mengakibatkan kerapatannya lebih rendah. Tetapi dalam penelitian ini, semua data sifat papan dikonversi pada kerapatan yang sama yaitu 0,7 g/cm3, sehingga tidak terjadi perbedaan sifat papan yang disebabkan karena perbedaan kerapatan papan. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, persyaratan kerapatan untuk papan berkerapatan sedang adalah 0,4–0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 2
Kadar Air Hasil perhitungan kadar air menunjukkan kadar air papan komposit berkisar dari 6,45%-8,24%, seperti terlihat pada Gambar 3.10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kayu dan penambahan kadar perekat tidak menunjukan hubungan yang linier dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perbedaan kadar air papan.
33
14
Kadar Air (%)
12 10
8.02 7.80
8
7.75
6.45
7.10
6.76
8.24
7.49
7.35
JIS A 5908:2003
6 4 2 2
4
6
Kadar Perekat (%) sengon
akasia
gmelina
Gambar 3.10 Kadar air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda Hasil sidik ragam pada Lampiran 8, menunjukkan jenis kayu dan kadar perekat maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kadar air papan. Hal ini disebabkan kadar air partikel kayu yang digunakan relatif sama untuk semua jenis, yaitu kadar air kering udara dalam ruangan (12-13%). Selain itu, dalam proses perekatan antara partikel kayu dengan perekat PU, tidak menggunakan air sebagai bahan pelarut perekat sehingga kadar perekat tidak berpengaruh terhadap kadar air papan. Hal ini juga dipengaruhi oleh tidak adanya air yang terbentuk sebagai produk samping pada reaksi kimia baik antara perekat PU dengan kayu, maupun antara perekat PU itu sendiri. (Petrie, 2004) Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, maka kadar air papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar yang mensyaratkan kadar air 5-13%. 3 Daya Serap Air Daya serap air papan setelah perendaman 2 jam dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 3.11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar perekat, daya serap air papan semakin menurun. Daya serap air tertinggi setelah perendaman 2 jam pada papan dari kayu gmelina dengan perekat 2%
34
yaitu sekitar 116% dan terendah pada papan dari kayu akasia dengan perekat 4%, sekitar 16%. Untuk daya serap air 24 jam, tertinggi pada kayu gmelina dengan kadar perekat 2% sebesar 126% dan terendah pada kayu akasia dengan perekat 4% sebesar 49%. 140.00
Daya Serap Air (%)
120.00
126.11 116.90
115.63
113.80 100.30
100.00
94.61
90.46 81.63
72.85
80.00 62.69
60.00 40.00
97.62 87.89
55.46 49.32
52.47
29.10
20.00
16.91
18.92
p4
p6
p2
Kadar Perekat sengon 2 jam
sengon 24 jam
akasia 2 jam
akasia 24 jam
gmelina 2 jam
gmelina 24 jam
Gambar 3.11 Daya serap air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 9 dan 10, daya serap air setelah perendaman 2 jam memperlihatkan bahwa jenis kayu, kadar perekat dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan. Dimana daya serap air tertinggi pada papan dari kayu gmelina, dan tidak berbeda dengan daya serap air pada papan dari sengon tetapi berbeda nyata dengan papan dari kayu akasia. Sementara pada perendaman 24 jam memperlihatkan bahwa jenis kayu dan kadar perekat masing-masing berpengaruh nyata terhadap daya serap air, tetapi interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap daya serap air papan. Dimana daya serap air tertinggi pada kayu gmelina dan berbeda nyata dengan daya serap air papan dari kayu sengon dan terendah pada papan dari kayu akasia. Hal ini disebabkan kayu gmelina mempunyai kualitas rekatan yang
35
paling rendah dibandingkan kayu lainnya, mengakibatkan partikel yang tidak tertutup oleh perekat dapat mengikat air selama perendaman. Hasil sidik ragam tersebut juga memperlihatkan daya serap air dipengaruhi oleh kadar perekat, di mana papan dengan kadar perekat 6% mempunyai daya serap air yang paling rendah sementara papan dengan kadar perekat 4% dan 2% tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan rendahnya jumlah perekat yang digunakan berimplikasi pada kurang terdistribusinya perekat pada seluruh permukaan partikel sehingga mengurangi area kontak antar partikel, area yang tidak terjadi kontak antar partikel ini dapat terisi oleh air pada saat perendaman berlangsung. 4
Pengembangan Tebal Pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 3.12. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pengembangan tebal papan semakin menurun dengan bertambahnya kadar perekat yang digunakan. Nilai pengembangan tebal papan tertinggi pada kayu sengon dengan kadar perekat 2% dan pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam terendah pada kayu akasia dengan kadar perekat 4% dan 6%. Hasil sidik ragam pada Lampiran 11 dan 12, menunjukkan pengembangan tebal 24 jam dipengaruhi jenis kayu dan kadar perekat tapi interaksi keduanya tidak berpengaruh. Pengembangan tebal papan berbeda nyata antar jenis kayu, di mana pengembangan tebal tertinggi pada papan dari partikel kayu sengon. Tingginya pengembangan tebal pada papan dari kayu sengon dipengaruhi oleh berat jenis kayu sengon yang lebih rendah yaitu 0,24 dibandingkan kayu akasia dan kayu gmelina yaitu 0,4. Berat jenis kayu yang lebih rendah akan memiliki nisbah pemadatan (compaction ratio) yang lebih besar dibandingkan kayu yang berat jenisnya lebih tinggi jika dipadatkan untuk mencapai kerapatan yang sama, dalam hal ini 0,7 g/cm3. Dengan demikian spring back papan dari kayu sengon lebih besar sebagai akibat dari tingginya internal stress pada papan dari
36
kayu sengon, sehingga dapat dimengerti mengapa nilai pengembangan tebal papan dari kayu sengon lebih tinggi dari kedua jenis kayu lainnya, seperti terlihat
Pengembangan Tebal (%)
pada Gambar 3.13.
120 100 80 60
63.39
73.02
97.07
71.21
76.07
76.80 56.48 47.01
51.62 22.98
65.00 45.11 44.84
40.38
33.26 34.00
40 20
14.66
11.18
4
6
0 2
Kadar Perekat (%) sengon 2 jam
sengon 24 jam
akasia 2 jam
akasia 24 jam
gmelina 2 jam
gmelina 24 jam
JIS A 5908:2003
Gambar 3.12 Pengembangan tebal papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
Sengon 1,06 cm
Akasia 1,09 cm
Gmelina 1,08 cm
Sengon
Akasia
Gmelina
1,54 cm
1,48 cm
1,82 cm
Gambar 3.13 Ketebalan papan komposit sebelum dan setelah perendaman 24 jam Pengembangan tebal ini juga dipengaruhi kadar perekat dimana papan dengan kadar perekat 2% berbeda nyata dengan papan lainnya sementara papan dengan kadar perekat 4% dan 6% tidak berbeda nyata. Rendahnya kadar perekat
37
mengakibatkan partikel yang tidak tertutup oleh perekat juga dapat mengikat air pada saat perendaman berlangsung. Hasil penelitian Chelak dan Newman (1991) dengan menggunakan perekat MDI, menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar perekat, pengembangan tebal papan semakin kecil. Tingginya nilai pengembangan tebal ini juga dikarenakan produk ini tidak menggunakan parafin sebagai pelindung terhadap air. Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), parafin sekitar 0,25-2% ditambahkan untuk memberikan sifat tahan air pada papan Nilai pengembangan papan tersebut tidak memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan pengembangan papan maksimum 12%. 3.3.3 Sifat Mekanis Papan Komposit 1 MOR dan MOE Hasil penelitian memperlihatkan nilai MOR dan MOE papan komposit tertinggi pada kayu sengon dengan perekat 6% dan terendah pada papan gmelina
MOR (kgf/cm 2)
dengan perekat 2%, seperti tertera pada Gambar 3.14 dan 3.15. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Berlapis venir
155 110 114 115 97
102
Tipe 24-10
78
57 43
2
4
6
Kadar Perekat (%) sengon
akasia
gmelina
Gambar 3.14 MOR papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
38
Modulus elastisitas papan dapat dilihat pada histogram berikut : 1.58
2
JIS A5908:2003 Tipe 24-10
MOE (104 Kgf/cm2)
1.08 1.5 0.86
0.86 1
0.72
0.80
0.73 0.55
0.5
0.24
0 2
4
6
Kadar Perekat (%) sengon
akasia
gmelina
Gambar 3.15 MOE papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda Hasil sidik ragam pada Lampiran 13 dan 14, menunjukkan jenis kayu dan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai MOR dan MOE papan, tetapi interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5%. Dari ketiga jenis kayu yang digunakan, papan dari kayu sengon memperlihatkan papan yang mempunyai nilai keteguhan patah yang paling tinggi dibandingkan kedua jenis kayu lainnya. Hal ini disebabkan karena papan dari kayu sengon mempunyai nisbah pemadatan yang tinggi, sekitar 2,9 menyebabkan kekuatan papan dari kayu sengon lebih tinggi dibandingkan papan dari kayu lainnya. Histogram tersebut memperlihatkan bahwa nilai MOR dan MOE papan semakin meningkat dengan bertambahnya kadar perekat. Hasil sidik ragam juga memperlihatkan bahwa kadar perekat yang digunakan juga berpengaruh nyata terhadap MOR dan MOE papan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), menggunakan perekat MDI dengan kadar 1,5 – 5% memperlihatkan semakin tinggi kadar perekat, nilai MOR dan MOE papan semakin tinggi pula. Menurut Maloney (1993), nilai MOR dipengaruhi oleh
39
kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan ukuran partikel. Dari Gambar 3.14 dan 3.15 terlihat bahwa pada papan dari kayu akasia dan gmelina, kenaikan kadar perekat dari 4% menjadi 6% tidak mempengaruhi kekuatan papan, hal ini mengindikasikan bahwa dengan kadar perekat 4%, distribusi perekat
cukup merata karena jumlah partikel yang lebih sedikit
disebabkan BJ kayu yang lebih tinggi dibandingkan pada kayu sengon, sehingga nisbah pemadatan papan relatif sama antara papan dengan perekat 4% dan 6%. Selain itu, kemungkinan kadar air partikel pada kering udara yang tidak seragam mengakibatkan kekuatan papan yang dihasilkan tidak bertambah secara signifikan dengan bertambahnya kadar perekat. Jika dibandingkan standar JIS A5908:2003, hanya papan dari kayu sengon dengan perekat 6% yang dapat memenuhi standar papan berlapis venir, sedangkan papan lainnya hanya dapat memenuhi standar tipe 8 kecuali papan dari kayu gmelina perekat 2% dan 4% serta papan dari kayu akasia dengan perekat 2 % tidak memenuhi standar tersebut. 2
Keteguhan Rekat (internal bond) Hasil pengujian keteguhan rekat menunjukkan nilai keteguhan rekat yang tertinggi pada papan dari kayu sengon dengan perekat 6% sebesar 3,54 kgf/cm2. Nilai keteguhan rekat terendah pada papan dari kayu gmelina dengan perekat 2% yaitu 1,04 kgf/cm2, seperti terlihat pada Gambar 3.16. Hasil sidik ragam pada Lampiran 15, menunjukkan nilai keteguhan rekat papan dipengaruhi oleh jenis kayu dan kadar perekat yang digunakan, tetapi interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5%. Papan dari partikel kayu sengon mempunyai internal bond yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua papan lainnya. Hal ini disebabkan karena kayu sengon mempunyai keterbasahan yang lebih tinggi dibandingkan kayu akasia dan gmelina sehingga kekuatan rekat pada kayu sengon lebih baik dari kayu akasia dan gmelina.
40
Keteguhan Rekat (kgf/cm 2)
6.0
2.99
5.0
3.54
4.0 3.0
1.78 1.48
2.38
2.15
2.25
JIS A5908 :2003 Berlapis venir
1.23
2.0
Tipe 13
1.04
1.0 2
4
6
Kadar Perekat (%)
sengon
akasia
gmelina
Gambar 3.16 Keteguhan rekat papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda Perbedaan keterbasahan kayu sengon, akasia dan gmelina terlihat dari hasil pengukuran sudut kontak seperti terlihat pada Gambar 3.17, 3.18 dan 3.19.
Gambar 3.17 Sudut kontak polyurethane dengan gmelina
41
Gambar 3.18 Sudut kontak polyurethane dengan akasia
Gambar 3.19 Sudut kontak polyurethane dengan sengon Gambar tersebut memperlihatkan perbedaan besarnya sudut kontak antara perekat PU dengan kayu gmelina sebesar 65-70o, dengan kayu akasia 55-60º dan kayu sengon sekitar 40-50o. Semakin besar sudut kontak yang terbentuk antara kayu dengan perekat, semakin rendah keterbasahan kayu tersebut. Dari pengamatan yang dilakukan, memperlihatkan bahwa kayu sengon lebih tinggi keterbasahannya dibandingkan kayu akasia dan gmelina. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Alamsyah et al. (2005) dengan menggunakan perekat API menunjukkan bahwa keterbasahan kayu oleh
perekat yang lebih baik akan
menghasilkan rekatan yang lebih kuat. Hal itu ditunjukkan dengan lebih besarnya persentasi kerusakan yang terjadi pada kayu (bukan pada garis rekat) dan lebih resisten
terhadap
delaminasi.
Penelitian
tersebut
juga
memperlihatkan
42
keterbasahan kayu sengon lebih baik dibandingkan kayu akasia, dan kayu akasia lebih baik dibandingkan dengan kayu gmelina. Hal tersebut diakibatkan oleh deposit ekstraktif yang ada di permukaan kayu. Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa keteguhan rekat papan dengan kadar perekat 6% tidak berbeda nyata dengan papan dengan perekat 4% tetapi berbeda nyata dengan papan dengan kadar perekat 2%. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi kadar perekat yang digunakan, keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin tinggi pula karena semakin banyak ikatan yang terjadi antara kayu dengan perekat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), dengan menggunakan perekat MDI pada kadar 1,5–5% menunjukkan bahwa keteguhan rekat papan semakin tinggi dengan semakin bertambahnya jumlah perekat yang digunakan. Berdasarkan standar JIS A5908:2003, nilai keteguhan rekat papan yang dihasilkan
pada umumnya memenuhi standar base particleboard, decorative
particleboard tipe 8 dan 13, dan hanya papan komposit dari kayu sengon dengan perekat 6% yang memenuhi standar veneered particleboard. Kualitas keteguhan rekat papan selain dapat dilihat dari uji keteguhan rekat secara mekanis dengan menggunakan UTM, juga dapat dilihat dari penampakan bagian papan dengan bantuan foto SEM tipe JSM- 5310LV seperti yang terlihat pada Gambar 3.20,
3.21 dan 3.22. Hasil foto SEM tersebut
memperlihatkan distribusi perekat yang digambarkan oleh distribusi warna putih pada foto SEM tersebut, lebih merata pada papan dari partikel kayu sengon dengan perekat 6% dibandingkan pada papan dari partikel kayu akasia, dan sangat tidak merata pada kayu gmelina.
43
Gambar 3.20 SEM papan komposit kayu sengon dengan perbesaran 500x
Gambar 3.22 SEM papan komposit kayu gmelina dengan perbesaran 500x
Gambar 3.22 SEM papan komposit kayu akasia dengan perbesaran 500x
44
Hasil pengujian menunjukkan kekuatan rekat yang tertinggi pada papan dari kayu sengon, maka dilakukan uji FTIR antara perekat polyurethane dan kayu sengon untuk mengetahui ikatan yang terjadi antara kayu dan perekat. Indikasi terjadinya ikatan kimia antara perekat PU dengan kayu sengon dapat diperlihatkan dari hasil FTIR seperti tertera pada Gambar 3.23, 3.24 dan 3.25. Hasil pencirian dengan spektrum infra merah menunjukkan bahwa terjadi reaksi antara PU dengan kayu (Gambar 3.25), ditandai dengan mengecilnya peak (serapan) pada 3000 cm-1 (CH berkurang) dan berkurangnya gugus N-C-O grup pada daerah 2270 cm-1, yang pada spektrum perekat PU (Gambar 3.23.) sangat tajam, berubah menjadi amida terlihat dengan adanya peak khas amida pada daerah sekitar 1700 cm-1 pada Gambar 3.25. Selain itu, pada spektrum kayu sengon (Gambar 3.24), menunjukkan adanya gugus O-H, yang ditandai dengan adanya peak pada daerah 3500-3250 cm-1 dan gugus C-H pada daerah sekitar 2775 cm-1, gugus tersebut semakin kecil pada spektrum campuran antara kayu dengan perekat PU (Gambar 3.25).
transmitan
C-H
Isocyanate N-C-O Panjang Gelombang (cm-1)
Gambar 3.23 Spektrum FTIR perekat poliuretan
45
transmitan
C-H
O-H
Panjang Gelombang (cm-1)
Gambar 3.24 Spektrum FTIR kayu sengon
transmitan
C-H N-H
Panjang Gelombang (cm-1)
Gambar 3.25 Spektrum FTIR campuran perekat poliuretan dengan kayu sengon
46
Kuat Pegang Sekrup Hasil pengujian kuat pegang sekrup berkisar dari 11,94-40,28 kgf. Nilai kuat pegang sekrup terendah pada papan dari partikel kayu gmelina dengan kadar perekat 2% dan tertinggi pada papan dari partikel kayu sengon dengan kadar perekat 6%. Hal ini menunjukkan bahwa kuat pegang sekrup papan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya kadar perekat yang digunakan, seperti terlihat pada Gambar 3.26. 60 Kuat Pegang Sekrup (kgf)
3
JIS A5908:2003
40.28
50 40 30
29.06 17.91
34.06 25.18 20.56
26.75
4
6
25.68
11.94
20 10 2
Kadar Perekat (%) sengon
akasia
gmelina
Gambar 3.26 Kuat pegang sekrup papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda Hasil sidik ragam pada Lampiran 16, memperlihatkan jenis kayu dan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai kuat pegang sekrup papan, tetapi interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut menunjukkan hasil terbaik papan dari partikel kayu sengon, dan berbeda nyata dengan papan dari jenis kayu lainnya. Hasil uji lanjut kadar perekat memperlihatkan bahwa papan dengan kadar perekat 6% adalah papan yang terbaik, dan tidak berbeda nyata dengan papan dengan kadar perekat 4%, tetapi berbeda nyata dengan papan dengan kadar perekat 2%. Hal ini disebabkan karena papan dari kayu sengon mempunyai keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan papan dari partikel
47
kayu lainnya. Keteguhan rekat yang lebih tinggi berimplikasi pada kuat pegang sekrup yang lebih tinggi pula. Selain itu, kuat pegang sekrup papan juga dipengaruhi oleh kerapatan papan di daerah dekat permukaan karena kedalaman sekrup yang ditancapkan hanya sekitar 1/2 bagian ketebalan papan. Walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan gradasi kerapatan dari permukaan ke bagian dalam papan, tetapi dari pengamatan secara visual bagian permukaan papan nampak lebih rapat dibandingkan bagian tengah papan, sehingga kekuatan papan pada bagian permukaan lebih tinggi dari bagian tengah papan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Houts et al., (2003) yang menyatakan bahwa dengan adanya pengempaan panas, kerapatan tertinggi papan terdapat pada bagian dekat permukaan papan. Menurut Maloney (1993), bagian permukaan lebih dahulu mengalami pemanasan sehingga mengalami plastisasi yang diikuti dengan proses densifikasi yang mengakibatkan kerapatan papan di bagian permukaan lebih tinggi. 3.4 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Kayu sengon menunjukkan kesesuaian
yang lebih baik dengan perekat PU
dibandingkan kayu akasia dan gmelina pada KA kering udara (13-14%) 2. Papan dari kayu sengon dengan perekat 6% mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan papan dari kayu akasia dan gmelina pada kadar perekat yang sama, dan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 tipe veneered particleboard untuk parameter keteguhan rekat. 3.5 Saran Untuk dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan, maka pada tahap penelitian selanjutnya partikel kayu yang digunakan adalah kayu sengon berdasarkan hasil yang terbaik dari tahap ini. Selain itu, kadar air partikel perlu dikondisikan pada kadar air tertentu agar lebih sesuai dengan perekat PU yang digunakan.
48
4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR dan MOE serta pengembangan tebal yang masih sangat jauh berada di atas standar JIS A 5908:2003. Tingginya pengembangan tebal tersebut dapat diperkecil dengan penggunaan parafin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar parafin yang dibutuhkan untuk meminimalkan pengembangan tebal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan papan tergantung pada sifat bahan baku yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar parafin yang optimal untuk menahan pengembangan tebal papan. Selain itu, pengembangan tebal juga diakibatkan karena kurang kompaknya papan yang dihasilkan. Hal ini diduga diakibatkan penggunaan kadar air partikel yang tinggi (kadar air kering udara, 13-14%). Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan perekat berbahan dasar isocyanate yaitu MDI lebih optimal diaplikasikan pada kadar air yang tinggi yaitu 15% (Chelak dan Newman, 1991), untuk perekat pMDI pada kadar air tidak melebihi 12% (Papadopaulus, 2006), pada saline jose tall kadar air 8% (Zheng et al., 2007). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kadar air yang optimal berbeda untuk berbagai type perekat berbahan dasar isocyanate tersebut, maka dilakukan penelitian pengaruh kadar air partikel untuk mengetahui kadar air yang optimal untuk perekat PU pada kayu sengon. Penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku pada penelitian tahap lanjut ini karena dari hasil penelitian sebelumnya papan yang terbuat dari kayu sengon yang menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan papan yang terbuat dari kayu akasia dan gmelina.
49
4. 2 Bahan dan Metode 4.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dengan KA 4%, anyaman bambu tali (Giganthocloa apus) tanpa kulit (pola anyaman miring, lebar dan tebal bilah 1 cm), perekat PU produksi Polyoshika, aseton dan parafin. Alat utama yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan Universal Testing Machine (UTM). Metodologi Tahap penelitian ini merupakan dua penelitian terpisah yaitu : 1. Penelitian pengaruh kadar air partikel dengan perlakuan kadar air 4%, 7%, 10% dan 13%. 2. Penelitian pengaruh kadar parafin dengan perlakuan kadar parafin 0%, 1%, 3% dan 5%. Metode yang dilakukan untuk kedua penelitian tersebut pada umumnya sama, hanya berbeda pada perlakuan. Cara pembuatan papan adalah sebanyak 6% perekat berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa diencerkan sampai kekentalan 20% dengan aseton. Penambahan parafin dalam bentuk serbuk dilakukan secara manual setelah pencampuran perekat dengan partikel kayu dengan kadar sesuai perlakuan. Penyemprotan perekat ke partikel dan anyaman bambu dilakukan dengan menggunakan sprayer. Pembuatan lembaran dilakukan dengan penamban lapisan anyaman bambu sebagai face dan back. Kerapatan sasaran 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm. Pengempaan papan dilakukan selama 15 menit pada suhu 160oC dengan tekanan
25 kg/cm2. Masing-masing perlakuan sebanyak 3 kali.
Analisis data menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, model linier aditif dalam Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut :
50
Y ij = μ + τ i + ε ij dimana : i
= perlakuan dan j = ulangan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum τ i = pengaruh perlakuan ke-i ε ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel Hasil pengujian sifat fisis papan komposit yang dihasilkan terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit Kadar air Partikel (%) 4
Kerapatan (g/cm3) 0,56
Kadar Air (%) 6,22
DS 24 jam (%) 99,95
PT 24 jam (%) 28,87
7
0,52
6,74
88,61
23,35
10
0,58
6,64
83,48
27,39
13
0,64
7,02
103,34
54,95
Ket : DS = daya serap air PT = pengembangan tebal Kerapatan papan yang dihasilkan berkisar dari 0,52–0,64 g/cm3, masih berada di bawah kerapatan sasaran yaitu 0,7 g/cm3, hasil tersebut memperlihatkan kecenderungan
ada
kerapatan papan meningkat dengan bertambahnya kadar air partikel
yang digunakan sampai pada batas tertentu. Kerapatan papan tertinggi pada papan dengan kadar air partikel 13% dan terendah pada papan dengan kadar air partikel 4%. Hasil sidik ragam pada Lampiran 17, memperlihatkan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan pada taraf α 5%. Hal ini disebabkan air yang berada di
51
dalam kayu dapat bereaksi dengan perekat PU menghasilkan ikatan urea (Petrie, 2004). Dengan demikian, semakin banyak ikatan yang terjadi pada papan, semakin banyak tempat terjadinya kontak antar partikel dan hal ini berimplikasi pada semakin tingginya kerapatan papan. Walaupun kerapatan sasaran dan ukuran papan telah ditentukan sama, tetapi ketebalan yang tercapai berbeda antara papan, mengakibatkan kerapatan papan yang tercapai berbeda. Tetapi perbedaan kerapatan ini tidak berpengaruh pada sifat papan yang lain karena seluruh nilai hasil pengujian telah dikonversi pada kerapatan yang sama. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, dimana pada standar tersebut persyaratan nilai kerapatan papan berkisar dari 0,4–0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar tersebut. Nilai kadar air papan yang dihasilkan berkisar dari 6-7%. Dari hasil sidik ragam pada Lampiran 18, menunjukkan kadar air partikel tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan pada taraf α 5%. Hal ini disebabkan pada saat pengempaan panas berlangsung, sebagian air dari dalam partikel kayu dikeluarkan. Selain itu, reaksi antara perekat PU dengan kayu tidak menghasilkan air sebagai produk samping (Petrie, 2004). Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, produk papan yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan yaitu 4-13%. Setelah perendaman 24 jam, hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 20 memperlihatkan bahwa kadar air partikel tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan. Walaupun tidak berbeda nyata, histogram di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air partikel yang digunakan, daya serap air semakin kecil sampai batas tertentu, jika kadar air lebih tinggi lagi (dalam hal ini 13%), daya serap air semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan pada kadar air partikel yang lebih rendah, rongga sel pada partikel tidak terisi air sehingga pada saat perendaman, air akan mengisi rongga-rongga sel ini sampai mendekati keadaan titik jenuh (Tsoumis, 1991). Selain itu, air pada kayu berfungsi sebagai plasticizer. Hal ini mengakibatkan struktur selulosa lebih plastis sehingga kontak antar partikel lebih mudah terjadi (Chelak dan Newman, 1991; Carll, 1996). Banyaknya kontak antar partikel menyebabkan partikel yang dapat menyerap air semakin berkurang sehingga daya serap air juga semakin
52
kecil. Sementara pada kadar air yang tinggi (dalam hal ini 13%), isocyanate grup yang ada di dalam perekat PU akan lebih banyak bereaksi dengan air membentuk ikatan urea dibandingkan yang bereaksi dengan hydroxyl grup yang ada di partikel kayu, diduga partikel kayu yang tidak bereaksi ini akan menyerap air pada saat perendaman mengakibatkan tingginya daya serap air. Hasil sidik ragam pada Lampiran 22, memperlihatkan kadar air partikel berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan, di mana papan yang dibuat dari partikel berkadar air 13% yang memiliki pengembangan tebal terbesar dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh daya serap air papan, di mana daya serap air tertinggi setelah perendaman 24 jam adalah papan dari partikel berkadar air 13% dan daya serap air terendah pada papan dengan kadar air partikel 7%. Hal ini menunjukkan pengembangan tebal papan semakin menurun dengan bertambanya kadar air partikel sampai batas tertentu, jika kadar air partikel lebih besar lagi, pengembangan tebal papan akan lebih besar. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), pada pembuatan papan partikel dengan perekat MDI menunjukkan bahwa bertambahnya kadar air furnish dari 9% sampai 15%, pengembangan tebal papan setelah perendaman 24 jam juga semakin berkurang. Hal ini diduga karena perbedaan kadar MDI yang terdapat dalam perekat yang digunakan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (JSA 2003) yang mensyaratkan pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam maksimal 12%, maka pengembangan tebal papan komposit yang dihasilkan belum memenuhi standar tersebut. 4.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Air Partikel Nilai hasil pengujian sifat mekanis papan dapat dilihat pada Tabel 4.2. Nilainilai tersebut memperlihatkan bahwa baik niali MOR, MOE, IB dan KPS papan cenderung meningkat dengan bertambahnya kadar air partikel yang digunakan, tetapi jika kadar air lebih besar lagi (dalam hal ini 13%), kekuatan papan akan menurun.
53
Tabel 4.2 Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit Kadar air Partikel (%)
MOR (kgf/cm2)
MOE (104kgf/cm2)
IB (kgf/cm2)
KPS (kgf/cm2)
4
179
1,39
2,99
55,49
7
224
1,50
4,30
69,95
10
199
1,89
4,22
74,32
13
155
1,83
3,54
40,28
Ket : MOR = keteguhan patah MOE = modulus elastisitas IB = internal bond KPS = kuat pegang sekrup
Dari keseluruhan parameter yang diuji,
hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 23, 24 dan 25 memperlihatkan bahwa kadar air partikel berpengaruh nyata terhadap nilai MOR, MOE dan IB papan, tertinggi pada papan dengan kadar air partikel 7% dan terendah pada papan dengan kadar air partikel 13%, dimana kedua papan tersebut berbeda nyata dengan papan lainnya, antara papan yang terbuat dari kadar air partikel 4 dan 10% tidak berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan pada papan dengan kadar air yang sangat tinggi yaitu 13%, jumlah air yang banyak menghambat terjadinya proses perekatan sehingga menghasilkan papan yang mempunyai kekuatan rekat yang lebih rendah
yang lebih rendah dan berimplikasi pada rendahnya
keteguhan patah. Sementara pada papan dengan kadar air yang paling rendah yaitu 4%, jumlah air yang sedikit mengakibatkan ikatan hidrogen antara kayu dengan perekat kurang dan terbentuknya ikatan urea antara N-C-O pada perekat dengan air yang terdapat pada kayu juga berkurang. Menurut Chelak dan Newman (1991), hal ini disebabkan karena perekat berbasis MDI dapat bereaksi dengan air yang terdapat di dalam kayu menghasilkan ikatan polyurea, terjadi ikatan secara fisik dipermukaan kayu sehingga memberikan kekuatan ikatan secara mekanis (mechanical bonding). Selain itu, kekuatan papan juga diakibatkan karena terjadinya ikatan kimia antara NC-O grup dengan kayu.
54
Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 untuk tipe papan partikel berlapis venir yang mensyaratkan nilai MOR pada arah tegak lurus papan minimal 150 kgf/cm2 dan 300 kgf/cm2 untuk searah panjang papan, maka nilai MOR untuk papan dengan kadar air partikel 7% dan 10% yang dapat memenuhi standar tersebut, walaupun hanya nilai standar pada arah tegak lurus papan yang dapat terpenuhi. Sedangkan papan dengan kadar air partikel 4% dan 13% tidak memenuhi standar tersebut, tetapi dapat memenuhi standar untuk base particleboard tipe 17,5-10,5. Standar tersebut mensyaratkan nilai MOE papan untuk arah tegak lurus panjang papan minimum 2.800 kgf/cm2 dan nilai searah panjang papan minimal 4.500 kgf/cm2, maka nilai MOE papan tidak ada yang memenuhi standar papan partikel berlapis venir, hanya dapat memenuhi standar base particleboard type 24-10. Standar nilai keteguhan rekat sebesar 3,1 kgf/cm2 dapat terpenuhi kecuali pada papan dengan kadar air partikel 4%, hanya dapat memenuhi base particleboard tipe 13. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 26, menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh tidak nyata terhadap kuat pegang sekrup papan. Hal ini disebabkan kuat pegang sekrup lebih dipengaruhi oleh keadaan permukaan dan kerapatan papan dekat permukaan, karena sekrup yang ditancapkan kedalamannya hanya sekitar 1/2 bagian papan. Dimana pada papan dengan kadar air partikel 4, 7, 10 dan 13% tidak ada perbedaan perlakuan permukaan karena semua papan dilapisi dengan anyaman bambu yang relatif sama ukuran dan ketebalannya. Meskipun demikian, dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup minimal untuk standar veneered particleboard sebesar 51 kgf, maka kuat pegang sekrup papan memenuhi standar kecuali pada papan dengan kadar partikel yang tinggi (13%) hanya dapat memenuhi standar base particleboard type 13. Perbedaan yang sangat jauh ini diduga karena kondisi perekatan yang kurang baik pada papan dengan kadar air partikel yang tinggi seperti yang telah dijelaskan di atas.
55
4.3.3 Sifat Fisis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin Tabel 4.3 Nilai rata-rata sifat fisis papan komposit Kadar Parafin (%) 0
Kerapatan (g/cm3) 0,56
Kadar Air (%) 6,40
DS 24 jam (%) 99,96
PT 24 jam (%) 28,87
1
0,53
5,61
62,63
18,69
3
0,55
5,01
37,39
11,73
5
0,56
5,50
36,12
12,88
Ket : DS = daya serap air PT = pengembangan tebal Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 27, penambahan parafin pada kadar 1%, 3% dan 5% tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemadatan partikel yang terjadi pada saat pengempaan tidak dipengaruhi oleh adanya parafin. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hermawan (2005), menunjukkan bahwa penambahan parafin dengan kadar yang bervariasi dari 1-10% pada papan partikel kenaf mengasilkan kerapatan papan yang relatif seragam berkisar dari 0,61-0,75 g/cm3. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai kerapatan 0,4-0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. Nilai kadar air tersebut telah memenuhi JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan kadar air 5%-13%. Rendahnya nilai kadar air ini disebabkan karena rendahnya nilai kadar air partikel yang digunakan yaitu 4%. Kadar air papan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kadar air partikel yang digunakan, ini terjadi karena adanya penyerapan uap air selama proses pengkondisian berlangsung. Hasil sidik ragam pada Lampiran 28, menunjukkan bahwa kadar parafin berpengaruh nyata terhadap kadar air papan yang dihasilkan pada taraf α 5%, dimana kadar air papan komposit tanpa parafin berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini disebabkan karena parafin membuat papan lebih tahan terhadap air sehingga pada saat pengkondisian, papan
56
yang mengandung parafin menyerap uap air lebih sedikit. Menurut Haygreen dan Bowyer (1993), menyatakan bahwa penambahan parafin berkisar 0,25-2% berat ditambahkan untuk memberikan satu sifat tahan air pada papan. Hasil sidik ragam pada Lampiran 31 dan 32, menunjukkan bahwa kandungan parafin berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan komposit dan kenderungannya sama dengan daya serap air papan. Dimana pengembangan papan dengan 3% parafin tidak berbeda dengan papan 5% parafin tapi berbeda nyata dengan papan lainnya. Hal ini berarti penambahan parafin lebih dari 3% tidak efektif lagi menahan pengembangan tebal papan. Menurut Maloney (1993), pengembangan tebal dapat diperkecil dengan penambahan parafin 0,2% – 1,0% berdasarkan berat kering partikel, tetapi pada penelitian ini dibutuhkan parafin sekitar 3% untuk menahan pengembangan tebal papan agar dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Walaupun nilai pengembangan tebal papan yang dihasilkan masih berada pada titik kritis yaitu 11,72%, sementara nilai maksimum yang dipersyaratkan dalam standar JIS A 5908:2003 sebesar 12%. Hal ini berarti papan yang dibuat dengan 3% parafin dengan bahan dan metode yang sama berpeluang besar akan mempunyai nilai pengembangan tebal yang lebih besar dari 12% sehingga tidak memenuhi standar. Tetapi jika kadar parafin ditambahkan sampai 5%, pengembangan tebal papan tidak semakin kecil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan kadar parafin lebih dari 3%, tidak efektif lagi menurunkan pengembangan tebal papan. 4.3.4 Sifat Mekanis Papan Komposit pada Berbagai Kadar Parafin Nilai hasil pengujian sifat mekanis papan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Nilai-nilai tersebut memperlihatkan bahwa baik niali MOR, MOE, IB dan KPS papan cenderung meningkat dengan pemakaian parafin pada kadar 1%, jika kadar parafin ditambahkan lagi kekuatan papan akan menurun. Hal ini menindikasikan bahwa pemakaian parafin diduga dapat menutupi pori-pori kayu mengakibatkan perekat tidak habis terserap ke dalam kayu sehingga tidak terjadi miskin rekatan pada
57
garis rekatan, tetapi jika parafin ditambahkan lagi, dapat menghalangi ikatan antara partikel dengan perekat. Tabel 4.4 Nilai rata-rata sifat mekanis papan komposit Kadar Parafin (%) 0
MOR (kgf/cm2) 179
MOE (104kgf/cm2) 1,39
IB (kgf/cm2) 2,99
KPS (kgf/cm2) 55,49
1
212
1,53
3,56
65,60
3
224
1,59
3,20
63,53
5
206
1,18
3,12
62,23
Ket : MOR = keteguhan patah MOE = modulus elastisitas IB = internal bond KPS = kuat pegang sekrup Hasil sidik ragam pada Lampiran 33 dan 34, memperlihatkan bahwa kadar parafin tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOR dan MOE papan komposit. Maloney (1993) menyatakan bahwa penambahan parafin lebih besar dari pada 1% akan menurunkan sifat kekuatan papan. Haygreen dan Bowyer (1993) menyebutkan bahwa penambahan parafin sebesar 2% atau kurang berdasarkan berat kering partikel mempunyai pengaruh yang kecil atau tidak mempengaruhi sifat kekuatan papan partikel. Hasil penelitian Hermawan (2005) dengan menggunakan bahan baku bukan kayu berupa inti kenaf, hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan parafin hingga 8% tidak mempengaruhi sifat keteguhan patah papan. Hal ini menunjukkan bahwa kadar parafin yang dibutuhkan untuk meminimalkan pengembangan tebal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan papan tergantung pada sifat bahan baku yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Maloney (1993), papan yang terbuat dari douglas fir umumnya menggunakan wax sebanyak 0,25 - 0,5%, papan dari kayu aspen menggunakan 0,75 – 1,25%. Hsu et al. (1990) diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997), menyatakan bahwa penambahan parafin akan menurunkan pengembangan tebal dan cenderung meningkatkan sifat mekanis papan, tetapi efeknya tidak secara
58
proporsional dengan penambahan kandungan parafin. Sementara penelitian oleh Youngquist et al. (1990) dalam Muehl dan Krzysik (1997), melaporkan bahwa hasil pengujian perendaman 24 jam, dengan adanya peningkatan kandungan resin dan parafin umumnya menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi menurunkan sifat mekanis papan (bending properties). Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai MOR papan komposit yang dihasilkan hanya dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir pada searah lebar papan yang mensyaratkan nilai 153 kgf/cm2, tetapi belum dapat memenuhi standar searah panjang papan yang mensyaratkan nilai MOR sebesar 306 kgf/cm2. Nilai MOE papan yang dihasilkan hanya memenuhi type 24-10 tetapi tidak memenuhi standar papan berlapis venir. Keteguhan rekat tertinggi pada papan dengan penambahan parafin 1% dan menurun dengan penambahan parafin dengan kadar yang lebih tinggi dari 1%. Hal ini disebabkan parafin dapat menghambat masuknya perekat ke dalam partikel kayu karena mengandung minyak yang dapat melapisi permukaan partikel (Carll,1996). Hasil sidik ragam pada Lampiran 35, memperlihatkan bahwa keteguhan rekat papan tidak dipengaruhi oleh penambahan parafin. Penelitian oleh Winistorfer et al. (1992) yang diacu dalam Muehl dan Krzysik (1997) dengan pemakaian parafin pada berbagai kadar yaitu 0,5%, 1% dan 1,5% berdasarkan BKT, memperlihatkan bahwa pemakaian parafin menurunkan kualitas rekatan, tetapi semakin tinggi kadar parafin yang digunakan, penurunan daya serap air, penurunan pengembangan tebal dan penurunan pengembangan linier juga semakin tinggi pula. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, keteguhan rekat papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 36, nilai kuat pegang sekrup papan tidak dipengaruhi oleh penambahan parafin pada kadar yang berbeda. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perbedaan perlakuan pengempaan dan perbedaan perlakuan pada permukaan papan, memungkinkan papan yang dihasilkan cenderung seragam sehingga kuat pegang sekrup papan juga cenderung seragam.
59
Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 untuk standar veneered particleboard yang mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf, maka kuat pegang sekrup papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 4.4 Kesimpulan Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis papan komposit menunjukkan bahwa : 1. Berdasarkan standar JIS A5908:2003, papan yang memenuhi standar kualitas adalah papan yang dibuat dengan kadar air partikel 7% dan 10%, sehingga partikel dengan KA 7-10% merupakan KA yang optimal. 2. Kadar air partikel yang terlalu rendah (4%) dan terlalu tinggi
(13%) akan
menurunkan kekuatan papan yang dihasilkan. 3. Penambahan parafin dengan kadar 3% yang dapat memenuhi standar pengembangan tebal JIS A 5908:2003. Walaupun nilainya relatif besar yaitu 11,71%, masih mendekati nilai maksimum yang dipersyaratkan yaitu 12%. 4. Penambahan parafin tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan mekanis papan, tetapi secara umum menurunkan kualitas rekatan pada papan. 4.5 Saran Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan parafin dapat memperbaiki sifat fisis papan dalam hal ini stabilitas dimensi papan, tetapi belum mampu memperbaiki sifat mekanis, utamanya nilai keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) papan yang belum dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Untuk mengatasi hal tersebut, disarankan penelitian lanjutan mengenai pemakaian berbagai lapisan face dan back untuk meningkatkan MOR dan MOE papan.
60
5 PENGARUH ARAH LAPISAN ANYAMAN BAMBU TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 5.1 Pendahuluan Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan nilai keteguhan patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) papan masih sangat rendah. Hal tersebut terlihat dari tidak terpenuhinya persyaratan nilai MOE untuk standar JIS A 5908:2003 untuk papan partikel berlapis venir. Untuk meningkatkan MOR dan MOE papan, maka dilakukan penambahan
lapisan face dan back dari berbagai variasi anyaman bambu. Hal
tersebut dilakukan sebagai alternatif lapisan yang dapat meningkatkan kekuatan dan memberikan nilai dekoratif tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lapisan bambu dengan pola anyaman yang berbeda terhadap kualitas papan yang dihasilkan. 5.2 Bahan dan Metode 5.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah partikel kayu sengon dengan kondisi yang sama dengan penelitian tahap 2
(KA sekitar 8%), anyaman bambu tali, venir,
perekat PU, aseton dan parafin. Alat yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan universal testing machine. 5.2.2 Metodologi Pembuatan lembaran dilakukan dengan penambahan lapisan anyaman bambu sebagai face dan back, kerapatan sasaran 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30cm x 30cm x 1cm. Perekat PU sebanyak 6% berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa disemprotkan dengan menggunakan spray gun. Pengempaan papan dilakukan selama
61
15 menit pada suhu 160oC dengan tekanan 25 kg/cm2. Perlakuan pada tahap ini adalah jenis lapisan anyaman bambu yang terdiri atas : -
bagian kulit dan bagian tengah (tanpa kulit)
-
arah anyaman tegak lurus (sudut 90o) dan arah anyaman miring (sudut 45o),
-
lebar bilah 1 cm dan 2 cm
-
kontrol (tanpa lapisan dan lapisan venir). Pada tahap ini terdiri atas 10 perlakuan dan 5 ulangan sehingga jumlah papan
50 lembar. Pengujian papan berdasarkan standar JIS A 5908:2003. Analisa data menggunakan RAL satu faktor, model linier aditif dalam Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut : Y ij = μ + τ i + ε ij dimana : i
= 1,2,...,t dan j = 1,2,...,r
Yij = pengamatan pada perbedaan jenis lapisan ke-i dan ulangan ke-j μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perbedaan jenis lapisan ke-i
ε ij = pengaruh acak pada perbedaan jenis lapisan ke-i dan ulangan ke-j 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit 1 Kerapatan Nilai kerapatan papan komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Hasil perhitungan kerapatan papan tersebut menunjukkan kerapatan papan tertinggi pada papan komposit berlapisan anyaman bambu dengan kulit yaitu 0,69 g/cm3 dan terendah pada papan tanpa lapisan yaitu 0,57 g/cm3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan dengan lapisan anyaman bambu dengan kulit
62
mempunyai kerapatan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan lapisan anyaman bambu dengan kulit lebih berat dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit, sehingga jumlah partikel kayu yang dikandung oleh papan tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partikel kayu pada papan yang menggunakan lapisan anyaman bambu tanpa kulit (lapisan bambu termasuk dalam perhitungan keseluruhan jumlah partikel). Dengan demikian, pada jumlah perekat dan besarnya tekanan yang sama papan yang jumlah partikel kayu lebih sedikit akan lebih rapat karena kontak antar partikel dan kontak antar partikel dengan perekat akan lebih banyak dibandingkan denagn papan yang jumlah partikel kayunya lebih banyak. 1 0.9
0.69
Kerapatan (g/cm 3)
0.8 0.7
0.57
0.61
0.61
0.60
0.65
0.64
0.69
0.65
0.60
JIS A 5908:2003
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 A
B
C
D
E F G Jenis Lapisan
H
I
J
Gambar 5.1 Kerapatan papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : A = tanpa lapisan C = tanpa kulit, tegak lurus, 1 cm E = tanpa kulit, tegak lurus, 2 cm G = kulit, tegak lurus, 1 cm I = kulit, tegak lurus, 2 cm
B = venir D = tanpa kulit, miring, 1 cm F = tanpa kulit, miring, 2 cm H = kulit, miring, 1 cm J = kulit, miring, 2 cm
63
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 37, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh terhadap kerapatan papan yang dihasilkan, dimana papan berlapis anyaman bambu dengan kulit lebar bilah 2 cm, mempunyai kerapatan yang tertinggi, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit lebar bilah 1 cm, tetapi berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit dan papan berlapis venir. Kerapatan papan terendah terdapat pada papan tanpa lapisan, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, tetapi berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit dan papan berlapis venir. Hal ini disebabkan papan tanpa lapisan mengandung partikel yang lebih banyak dibandingkan papan dengan lapisan bambu (dimana dalam perhitungan, lapisan bambu merupakan satu kesatuan dengan partikel kayu, dianggap sebagai bagian berat bahan berlignoselulosa, sementara luas permukaan lapisan yang disemprot perekat sama pada semua papan). Lebih banyaknya partikel kayu yang terdapat pada papan tanpa lapisan mengakibatkan perbandingan antara jumlah perekat dengan partikel yang akan direkat semakin besar sehingga perekat tidak terdistribusi merata, sehingga ikatan antar partikel yang terjadi pada saat pengempaan semakin berkurang dibandingkan papan yang mengandung lebih sedikit partikel kayu. Hal ini berimplikasi terhadap lebih rapatnya papan yang dihasilkan pada papan yang mengandung lebih sedikit partikel kayu karena dapat mendekati ketebalan sasaran yaitu 1 cm, seperti terlihat pada Gambar 5.2. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan kerapatan papan berkisar dari 0,4-0,9 g/cm3, maka kerapatan papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. Meskipun terjadi perbedaan kerapatan papan yang dihasilkan, hal tersebut tidak akan mempengaruhi sifat-sifat papan karena dalam perhitungan nilai dari masing-masing
parameter
sifat
papan
komposit
yang
dikonversikan pada kerapatan yang sama yaitu 0,7 g/cm3.
dihasilkan
telah
64
Gambar 5.2 Ketebalan papan komposit pada lapisan yang berbeda Kadar Air Hasil penelitian menunjukkan kadar air yang tertinggi pada papan komposit tanpa lapisan sebesar 6,93% dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit lebar bilah 2 cm, arah anyaman saling tegak lurus, sebesar 5,01% seperti terlihat pada Gambar 5.3. 14 12 10 Kadar Air (%)
2
6.93 5.83 8
5.02 5.12 5.97
5.05
5.01 5.15 5.16
JIS A 5908:2003
5.50
6 4 2 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Jenis Lapisan
Gambar 5.3
Kadar air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1
65
Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 38, menunjukkan bahwa jenis lapisan berpengaruh pada kadar air papan. Kadar air tertinggi pada papan tanpa lapisan, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, arah miring, lebar bilah 1 cm dan papan berlapis venir tetapi berbeda nyata dengan papan lainnya. Tingginya kadar air papan komposit tanpa lapisan dikarenakan papan tersebut mengandung lebih banyak jumlah partikel kayu dibandingkan papan lain yang menggunakan lapisan baik venir maupun lapisan anyaman bambu. Hal ini mengindikasikan bahwa partikel kayu lebih banyak menyerap uap air selama pengkondisian dibandingkan lapisan venir atau bambu. Menurut Kai dan Xuhe (2006), dibandingkan dengan kayu, bambu mempunyai stabilitas dimensi yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kadar air yang dipersyaratkan 5-13%, maka kadar air papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 3. Daya Serap Air Nilai perhitungan daya serap air setelah perendaman 2 dan 24 jam terlihat pada Gambar 5.4. Daya serap air papan setelah perendaman 2 jam tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 16,34% dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, 2 cm, arah miring sebesar 7,83% . Untuk nilai daya serap air setelah perendaman 24 jam, tertinggi pada papan tanpa lapisan sebesar 54,81% dan terendah pada papan dengan lapisan bambu dengan kulit seperti pada perendaman 2 jam, sebesar 27,12%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aya serap air papan yang berlapis anyaman bambu dengan kulit cenderung lebih rendah dibandingkan dengan papan yang berlapis anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan pada bagian bambu dekat kulit ke arah kulit, susunan sel-sel bambu lebih rapat dan mengandung silika yang lebih banyak sehingga lebih tahan terhadap air (Liese, 1980).
66
70
Daya Serap Air (%)
60
54.81 44.47 38.93
40
41.82 32.52 31.14 31.14 27.12
30 20
49.98
48.17
50
16.34 13.03
12.30
15.11 15.27 13.02
8.76 8.65
8.50
7.83
10 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Jenis Lapisan 2 jam
24 jam
Gambar 5.4 Daya serap air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Hasil analisis sidik ragam seperti terlihat pada Lampiran 39 dan 40, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan, di mana papan tanpa lapisan mempunyai daya serap air terbesar, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu miring, tanpa kulit, lebar bilah 1 cm dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Daya serap air terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, miring, lebar bilah 2 cm. Hal ini disebabkan karena pada papan tanpa lapisan, jumlah partikel kayu lebih banyak dibandingkan dengan papan yang menggunakan lapisan, di mana luas permukaan partikel kayu yang dapat menyerap air pada saat perendaman lebih besar dibandingkan dengan luas permukaan lapisan. Selain itu, dengan semakin sedikitnya jumlah partikel kayu pada kadar perekat yang sama mengakibatkan distribusi perekat lebih merata sehingga penutupan oleh perekat pada permukaan partikel kayu lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya partikel kayu yang dapat mengikat air pada saat perendaman.
67
Papan yang berlapis anyaman bambu dengan kulit mempunyai daya serap air yang lebih rendah dibandingkan dengan papan berlapis bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan pada bambu bagian kulit mempunyai susunan sel-sel yang lebih rapat dibandingkan bambu bagian dalam seperti yang terlihat pada Gambar 5.5. Selain itu bagian kulit bambu mengandung silika sehingga lebih tahan terhadap air. Bagian kulit
Bagian dalam 500µm
Gambar 5.5 Anatomi bambu tali 4. Pengembangan Tebal Hasil perhitungan pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 dan 24 jam menunjukkan pengembangan papan terbesar pada papan tanpa lapisan sebesar 37,93% dan terendah pada papan berlapis bambu dengan kulit lebar bilah 2 cm sebesar 6,94%, seperti terlihat pada Gambar 5.6 dan 5.7. Hal tersebut memperlihatkan bahwa papan dengan anyaman bambu dengan kulit cenderung lebih stabil dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu tanpa kulit karena mempunyai daya serap air yang lebih rendah. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 41 dan 42, menunjukkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap
pengembangan
tebal
papan.
Pengembangan tebal papan tertinggi pada papan tanpa lapisan, kemudian papan berlapis venir, berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara pengembangan
68
tebal papan terkecil pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, lebar bilah 2 cm dan tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu baik dengan kulit maupun tanpa kulit.
Gambar 5.6
Pengembangan tebal papan komposit setelah perendaman 24 jam.
Rendahnya pengembangan tebal pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, disebabkan lebih rendahnya daya serap air papan tersebut, demikian pula sebaliknya, tingginya pengembangan tebal pada papan tanpa lapisan karena daya serap air papan tersebut juga paling tinggi dibandingkan papan lainnya. Tetapi hal ini tidak terjadi pada papan berlapis venir, dimana papan ini mempunyai daya serap air yang relatif lebih rendah dari papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, tetapi pengembangan tebalnya lebih tinggi dibandingkan dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini mengindikasikan pengembangan tebal venir lebih tinggi dibandingkan pengembangan tebal lapisan bambu. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan pengembangan tebal papan maksimal 12%, maka pengembangan tebal papan dapat memenuhi standar, kecuali papan tanpa lapisan dan papan berlapis venir.
69
60 Pengembangan Tebal (%)
37.93
50 40 30
21.54
20
12.85 6.32
11.92
7.49
10
3.67
4.31
11.71
5.85
11.41
4.38
8.63
3.35
8.95
2.56
10.11 4.12
6.94 2.83
JIS A 5908:2003
0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Jenis Lapisan 2 jam
24 jam
Gambar 5.7
Pengembangan tebal papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 5.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit Sifat mekanik papan terlihat dari nilai MOR dan MOE, keteguhan rekat dan kuat pegang sekrup. 1 MOR dan MOE Nilai MOR papan komposit yang dihasilkan berada pada kisaran 138–386 kgf/cm2. Nilai MOR papan tertinggi pada papan berlapis anyaman bambu tegak lurus sebesar 386 kgf/cm2 dan terendah pada papan tanpa lapisan sebesar 138 kgf/cm2, seperti terlihat pada Gambar 5.8. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 43, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap MOR papan, dimana MOR tertinggi pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, arah anyaman saling tegak lurus dengan lebar bilah 2 cm, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis venir, papan berlapis anyaman bambu dengan kulit saling tegak lurus 1 cm, papan
70
berlapis anyaman bambu tanpa kulit saling tegak lurus 1 cm dan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit saling tegak lurus dengan kulit 2 cm, berbeda nyata dengan papan lainnya, dan terendah pada papan tanpa lapisan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa arah anyaman berpengaruh nyata terhadap MOR papan, tetapi bagian bambu, dalam hal ini kulit dan tanpa kulit serta lebar anyaman tidak berpengaruh nyata. 359
500 386
JIS A 5908:2003
332
MOR (kgf/cm 2)
400 316
292
228
300 190
200
197
192
Berlapis venir Sejajar panjang papan
138
Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
100 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Jenis Lapisan
Gambar 5.8
MOR papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa anyaman bambu tegak lurus mempunyai kekuatan dalam memikul beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan anyaman bambu yang miring. Hal tersebut disebabkan pada saat pembebanan, terjadinya perlemahan lapisan bambu pada saat menerima beban (pada arah 0o), tetapi di sisi lain (pada arah 90o) terjadi penguatan pada anyaman bambu pada saat menerima beban karena beban yang diterima masih dapat ditahan oleh bilah bambu yang arahya tegak lurus. Hal berbeda terjadi pada anyaman miring, di mana tidak ada arah bilah bambu yag dapat meneruskan beban yang diterima. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, nilai MOR yang disyaratkan adalah 150 kgf/cm2 pada arah tegak lurus arah panjang papan dan 300
71
kgf/cm2 pada searah panjang papan, sehingga nilai MOR papan komposit yang dihasilkan dapat memenuhi standar tersebut kecuali papan tanpa lapisan. Perbedaan permukaan papan dengan adanya variasi lapisan pada face dan back terlihat pada Gambar 5.9.
Venir
Tanpa Lapisan
Bambu tanpa kulit
Bambu dengan kulit
Gambar 5.9. Permukaan papan komposit pada lapisan yang berbeda Nilai MOE papan berkisar dari 1,50 – 4,00 x 104 kgf/cm2 seperti terlihat pada Gambar 5.10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOE tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 4,04 x 104 kgf/cm2 dan terendah pada papan tanpa lapisan sebesar 1,53 x 104 kgf/cm2. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan kecenderungan sifat mekanis papan yang berlapis anyaman bambu tegak lurus lebih besar dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu miring. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 44, memperlihatkan bahwa lapisan berpengaruh nyata terhadap MOE papan. Di mana MOE tertinggi pada papan berlapis venir, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan arah anyaman saling tegak lurus yang lainnya, baik dengan kulit maupun tanpa kulit dengan lebar bilah 1 cm dan 2 cm. Hasil tersebut berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan arah anyaman miring baik
72
dengan kulit maupun tanpa kulit dengan lebar bilah 1 dan 2 cm, juga dengan papan tanpa lapisan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa arah anyaman berpengaruh nyata terhadap nilai MOE, tetapi bagian bambu dan lebar bilah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan. 6 3.47
4.04
MOE(104 kgf/cm 2)
5 4
3.03
JIS A 5908:2003
3.81
3.29
Berlapis venir Sejajar panjang papan
2.26
3 1.95 2
1.79
1.62
1.53
Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
1 0 A
B
C
D
E F Jenis Lapisan
G
H
I
J
Gambar 5.10 MOE papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Hasil penelitian Hu et al. (2004), menunjukkan bahwa nilai MOE menurun dengan semakin bertambahnya sudut yang dibentuk terhadap arah panjang serat. Tetapi dalam penelitian ini, bilah bambu yang digunakan dalam bentuk anyaman sehingga arah serat lapisan bambu tidak sama. Hasil penelitian menunjukkan arah anyaman saling tegak lurus memberikan kontribusi MOE yang lebih tinggi dibandingkan dengan arah anyaman miring. Hal ini dapat dijelaskan seperti pada fenomena yang terjadi pada MOR papan, di mana arah serat yang saling tegak lurus dapat memberikan kekuatan dalam memikul beban dibandingkan dengan arah serat yang miring. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, nilai MOE yang dipersyaratkan pada arah tegak lurus arah panjang papan sebesar 2,80 x 104 kgf/cm2 dan pada
73
searah panjang papan sebesar 4,00 x 104 kgf/cm2, maka nilai MOE papan memenuhi standar, kecuali pada papan berlapis anyaman bambu arah miring baik dengan kulit, maupun tanpa kulit, serta papan tanpa lapisan. Keteguhan Rekat (internal bond) Keteguhan rekat papan komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.11. 10 9 Keteguhan Rekat (kgf/cm 2)
2
8
JIS A 5908:2003
7 6 5
4.28 3.14
4
2.92
3.96
3.38
3.54
3.59 3.28 3.36 2.37
3 2 1 0 A
B
C
D
E F G Jenis Lapisan
H
I
J
Gambar 5.11 Keteguhan rekat papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Keteguhan rekat papan tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 4,28 2
kgf/cm dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, arah miring lebar bilah anyaman
2 cm sebesar 2,37 kgf/cm2. Berdasarkan hasil
analisis sidik ragam pada Lampiran 45, keteguhan rekat papan tidak dipengaruhi oleh jenis lapisan yang digunakan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat sebesar 3,1 kgf/cm2, maka nilai keteguhan rekat papan memenuhi standar tersebut, kecuali papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, lebar bilah 2 cm baik arah tegak lurus maupun arah miring tidak memenuhi standar tersebut. Hal ini disebabkan karena tebalnya lapisan kulit dengan lebar
74
bilah 2 cm sehingga kerusakan produk cenderung terjadi di antara partikel kayu dan anyaman bambu. Terjadinya kerusakan pada bagian antara lapisan anyaman bambu dengan partikel kayu mengindikasikan kurang baiknya sifat rekatan pada daerah tersebut, di mana bambu bagian luar ini mempunyai sel-sel penyusun yang rapat dan mengandung silika yang lebih tinggi mengakibatkan keterbasahannya lebih rendah, seperti yang terlihat pada Gambar 5.12 dan 5.13. Menurut Kai dan Xuhe (2006), keterbasahan bambu yang mengandung kulit sangat rendah sehingga menyulitkan di dalam penyerapan perekat.
Gambar 5.12 Sudut kontak bambu bagian dalam
Gambar 5.13 Sudut kontak bambu bagian luar
Gambar di atas menunjukkan sudut kontak antar perekat PU dengan bambu apus bagian luar lebih tinggi sebesar 118o, dan bagian dalam 66o. Hal ini menunjukkan keterbasahan bambu bagian luar lebih rendah dibandingkan bambu bagian dalam. 3
Kuat Pegang Sekrup Nilai kuat pegang sekrup papan yang dihasilkan
tertinggi pada papan
berlapis anyaman bambu tanpa kulit arah tegak lurus, lebar bilah 2 cm sebesar 68,89 kgf, dan terendah pada papan tanpa lapisan yaitu 49,76 kgf, seperti terlihat pada Gambar 5.14.
75
100 90 63.97
Kuat Pegang Sekrup (kgf)
80
62.55 61.19 68.89
70 60
63.22 62.86
64.74
67.85 65.95
JIS A 5908:2003
49.76
50 40 30 20 10 0 A
B
C
D
E F G Jenis Lapisan
H
I
J
Gambar 5.14 Kuat pegang sekrup papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 46, kuat pegang sekrup tidak dipengaruhi oleh jenis lapisan yang digunakan, tetapi jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup yang dipersyaratkan minimal 51 kgf, maka nilai kuat pegang sekrup papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar kecuali papan tanpa lapisan. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan bambu mempunyai kekuatan pegang sekrup yang baik dibandingkan partikel kayu. Hal tersebut diakibatkan oleh lebih rapatnya sel-sel penyusun pada bambu dibandingkan pada partikel kayu dan terdapatnya kandungan silika pada bambu bagian kulit yang menyebabkan bambu semakin kuat dan tahan air (Liese, 1980). Penggunaan anyaman bambu dengan kulit saja mempunyai rendemen yang lebih rendah dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit, di mana dari sebilah bambu jika menggunakan kulit saja dapat dihasilkan 6 anyaman bambu, jika menggunakan bambu bagian dalam saja dapat dihasilkan
30 anyaman bambu. Sehingga
penggunaan anyaman bambu tanpa kulit lebih efisien sekitar 500% dibandingkan
76
anyaman bambu dengan kulit. Tetapi akan lebih efisien jika digunakan seluruh bagian bambu tersebut baik kulit maupun bagian dalam (anyaman tanpa kulit). 5.4 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Pemakaian anyaman bambu miring dapat meningkatkan nilai MOR dan MOE papan sekitar 50% dan pemakaian anyaman bambu tegak lurus dapat meningkatkan MOR dan MOE papan sekitar 120% dibandingkan papan tanpa lapisan. 2. Anyaman bambu dengan kulit memberikan kekuatan (MOR dan MOE) yang lebih tinggi dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit tetapi tidak berbeda secara statistik. 3. Papan komposit dengan anyaman bambu tegak lurus lebih kuat (MOR dan MOE) sekitar 50% dibandingkan papan dengan anyaman bambu miring. 4. Penggunaan lebar bilah anyaman bambu antara 2 cm dan 1 cm tidak berpengaruh nyata secara statistik. 5. Dari perhitungan rendemen, penggunaan anyaman bambu tanpa kulit lebih efisien sekitar 500% dibandingkan anyaman bambu dengan kulit. Tetapi akan lebih efisien jika menggunakan seluruh bagian bambu. 5.5 Saran Hasil penelitian menunjukkan papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Tetapi dalam penelitian tersebut masih menggunakan suhu dan lama pengempaan yang tinggi (160oC, selama 15 menit), sementara KA partikel yang digunakan lebih rendah (8%) dibandingkan dengan KA partikel pada penelitian tahap I (13%). Sehingga untuk mengetahui kondisi pengempaan yang paling optimal dengan KA partikel yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai suhu dan lamanya waktu pengempaan.
77
6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal yang paling berpengaruh mengenai kondisi pengempaan adalah suhu dan waktu kempa berkaitan dengan kesesuaian penggunaan jenis perekat dan bahan baku papan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu optimal yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas papan komposit yang dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Selain itu, untuk mengetahui lama waktu pengempaan yang dibutuhkan agar bagian tengah papan komposit tersebut mencapai suhu yang sama dengan suhu bagian luar papan. 6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah partikel kayu sengon dengan KA 8%, anyaman bambu tali tegak lurus 1 cm, perekat polyurethane, aseton dan parafin. Alat yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan universal testing machine, serta chino recorder. 6.2.2 Metodologi Pembuatan lembaran dilakukan dengan penambahan lapisan anyaman bambu sebagai face dan back, kerapatan sasaran papan 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1cm. Perekat PU sebanyak 6% (yang telah diencerkan sampai 20%) berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa disemprotkan dengan menggunakan spray gun. Pengempaan papan dilakukan pada tekanan 25 kg/cm2 dengan perlakuan sebagai berikut :
78
•
Faktor A : suhu 100oC, 120oC, 140oC dan 160oC
•
Faktor B : lama pengempaan : 10 menit dan 15 menit
Pada tahap ini terdiri dari 8 perlakuan dengan 5 ulangan, jumlah papan 40. 6.2.3 Analisis Data Analisa data menggunakan rancangan faktorial (2 faktor) dalam RAL, dengan model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana : Yijk
=
nilai pengamatan pada jenis kayu taraf ke-i kadar perekat taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
=
komponen aditif dari rataan
αi
=
pengaruh utama faktor suhu
βj
=
pengaruh utama faktor waktu pengempaan
(αβ)ij
=
komponen interaksi dari suhu dan waktu pengempaan
εijk
=
pengaruh acak percobaan. 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit
1. Kerapatan Hasil perhitungan kerapatan papan yang diperoleh berkisar 0,53–0,60 g/cm3 seperti terlihat pada Gambar 6.1. Nilai kerapatan papan terendah pada papan dengan suhu kempa 100oC dan waktu 10 menit dan tertinggi pada papan dengan suhu kempa 160oC dengan waktu 15 menit. Kerapatan papan tersebut masih berada di bawah kerapatan sasaran yaitu 0,7 g/cm3. Hal ini disebabkan ketebalan yang diinginkan yaitu 1 cm tidak tercapai pada saat pengempaan. Hal ini mengindikasikan kurangnya tekanan yang digunakan pada saat pengempaan
79
(tekanan yang digunakan 25 kg/cm2, merupakan tekanan maksimal pada alat kempa yang digunakan). Hal tersebut terjadi karena kayu sengon merupakan kayu yang ringan, dengan BJ sekitar 0,24 menyebabkan partikel kayu sengon ini volumetris sehingga memerlukan tekanan yang besar agar dapat terjadi kontak antar partikel pada saat pengempaan berlangsung. Selain itu, pengempaan dengan beberapa tahapan pengempaan diduga akan lebih menghasilkan papan dengan kerapatan yang lebih tinggi karena akan terjadi plastisasi dinding sel. 1 0.9 Kerapatan (g/cm 3)
0.8 0.7
0.53
0.55
0.57
A1
A2
B1
0.56
0.57 0.59
0.55
0.60
D1
D2
JIS A5908:2003
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 B2
C1
C2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.1 Kerapatan papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : A1 : 100oC, 10 menit, A2 : 100oC, 15 menit B1 : 120oC, 10 menit, B2 : 120oC, 15 menit C1 : 140oC, 10 menit, C2 : 140oC, 15 menit D1 : 160oC, 10 menit, D2 : 160oC, 15 menit Hasil sidik ragam pada Lampiran 47, menunjukkan bahwa suhu pengempaan berpengaruh nyata terhadap kerapatan papan, di mana kerapatan papan yang dikempa pada suhu 120oC, 140oC dan 160oC tidak berbeda, tetapi berbeda nyata dengan papan yang dikempa pada suhu 100oC. Sementara lamanya waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata, tapi interaksi antara suhu dan waktu kempa berpengaruh terhadap kerapatan papan. Hal ini mengindikasikan bahwa suhu yang dibutuhkan oleh perekat polyurethane untuk dapat bereaksi dengan
80
baik pada suhu sekitar 120oC, penambahan suhu di atas suhu tersebut tidak efektif lagi, sementara pada suhu yang lebih rendah yaitu 100oC belum mencapai panas yang dibutuhkan oleh perekat polyurethane agar terjadi pengerasan. Hal ini berarti perekat polyurethane membutuhkan suhu sekitar 120oC sebagai suhu optimal terjadinya curing. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Chelak dan Newman (1991), bahwa kecepatan panas maksimal yang diperlihatkan pada reaksi antara MDI dengan kayu (pada keadaan kering tanur) pada suhu sekitar 120oC. Perbedaan kerapatan yang terjadi pada papan yang dihasilkan tidak berpengaruh pada sifat papan yang lainnya karena semua nilai dari masingmasing sifat tersebut telah dikonversi pada kerapatan sasaran yang sama yaitu 0,7 g/cm3. Dengan demikian, tidak terjadi perbedaan nilai dari berbagai parameter yang diuji karena adanya perbedaan kerapatan papan. 2. Kadar Air Hasil perhitungan kadar air papan berkisar dari 5,12 sampai 7,53% seperti terlihat pada Gambar 6.2. Kadar air papan terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160oC dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100oC. Tetapi kadar air papan yang dikempa pada suhu 160oC, relatif tidak jauh berbeda dengan kadar air papan yang dikempa pada suhu 140oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu kempa yang digunakan, kadar air papan akan semakin berkurang, tetapi pengurangannya tidak efektif lagi jika telah mencapai titik tertentu. Hasil sidik ragam pada Lampiran 48, menunjukkan bahwa tingginya suhu berpengaruh nyata terhadap kadar air papan. Papan dengan suhu pengempaan 100oC berbeda nyata dengan papan dengan suhu kempa 120oC, 140oC dan 160oC. Papan dengan suhu 140oC tidak berbeda nyata dengan papan 160oC. Sementara waktu dan interaksi antara suhu dan waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata
81
terhadap kadar air papan pada taraf α 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan suhu lebih efektif mengeluarkan uap air yang terdapat dalam partikel selama proses pengempaan dibandingkan lamanya waktu pengempaan yang digunakan. Rendahnya kadar air papan juga disebabkan karena reaksi antara perekat polyurethane dengan kayu tidak menghasilkan air sebagai produk samping, sehingga kadar air papan tidak bertambah.
14
Kadar Air (%)
12 10
7.53
7.36
JIS A5908:2003
6.63
8
6.78
6
5.40
5.57
5.83
C1
C2
D1
5.12
4 2 0 A1
A2
B1
B2
D2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.2 Kadar air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1 Berdasarkan standar JIS A5908:2003, yang mensyaratkan kadar air antara 5 – 13%, maka kadar air papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. 3. Daya Serap Air Daya serap air papan setelah perendaman 2 jam berkisar dari 9%-16%, setelah 24 jam berkisar dari 31%-48%, terlihat pada Gambar 8.4. Histogram tersebut menunjukkan daya serap air papan setelah perendaman 2 jam terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160oC dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100oC. Pada pengujian daya
82
serap air setelah perendaman 24 jam, nilai terendah pada papan dengan waktu kempa 15 menit pada suhu 160oC dan tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100oC.
Daya Serap Air (%)
60 50
48.21
46.07 36.77
40
35.66
36.99
37.67 32.69
31.38
30 20 16.90
14.68
12.57
12.33
11.86
12.48
B1
B2
C1
C2
10.20
9.85
D1
D2
10 0 A1
A2
Kondisi Pengem paan 2 jam
24 jam
Gambar 6.3 Daya serap air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 49 dan 50, setelah perendaman 2 dan 24 jam terlihat bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan tetapi waktu serta interaksi antara suhu dan waktu kempa tidak berpengaruh nyata. Dimana papan dengan suhu kempa 100oC, mempunyai daya serap yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan papan lainnya, papan dengan suhu pengempaan 120oC dan 140oC tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan papan denagn suhu pengempaan 160oC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu pengempaan, daya serap air semakin menurun. Hal ini diakibatkan karena pada suhu yang rendah kurang terjadi titik ikatan atau kontak antar partikel yang berarti area partikel yang terbuka lebih banyak, sehingga dapat menyerap air pada saat perendaman berlangsung. Winandy dan Smith (2006), mengacu pada penelitian Andre dan
83
Oost (1964), menyatakan bahwa daya serap air dan pengembangan tebal papan komposit menurun dengan meningkatnya suhu pengempaan. 5. Pengembangan Tebal Papan Perhitungan pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 6.4.
Pengembangan Tebal (%)
25 20
18.40
17.01
15
16.61
14.62 12.92
14.42
13.50
12.65
10 4.59 3.18
2.37
5
3.64
3.05
2.40
B2
C1
C2
3.26
2.45
JIS A5908 :2003
0 A1
A2
B1
D1
D2
Kondisi Pengem paan 2 jam
24 jam
Gambar 6.4 Pengembangan tebal papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 jam berkisar dari 2-5%. Pengembangan tebal papan setelah perendaman 24 jam berkisar dari 12 % - 18 %. Pengembangan tebal tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100oC dan terendah pada papan dengan suhu pengempaan 160oC selama 15 menit. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 51 dan 52, memperlihatkan pada perendaman 2 jam, baik suhu, waktu dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan. Tetapi pada perendaman 24 jam, baik suhu, waktu dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan pada taraf α 5%. Dimana pengembangan papan dengan suhu kempa
84
100o C mempunyai pengembangan tebal tertinggi dan berbeda nyata dengan papan lainnya, sementara papan dengan suhu kempa 120oC, 140oC dan 160oC tidak berbeda nyata. Waktu pengempaan antara 10 dan 15 menit berbeda nyata, dimana papan dengan waktu pengempaan selama 10 menit mempunyai pengembangan tebal yang lebih tinggi. Pengembangan tebal yang tinggi ini disebabkan daya serap air papan yang tinggi. Air yang terserap ini akan mengisi rongga yang ada pada papan dan juga dapat terikat oleh partikel kayu yang tidak tertutup oleh perekat. Menurut Zhang et al (1997) diacu dalam Winandy dan Smith (2006), pengembangan tebal papan partikel menurun dengan meningkatnya waktu dan suhu pengempaan. Berdasarkan standar JIS A5908:2003, pengembangan papan belum memenuhi standar yang mensyaratkan pengembangan maksimal 12%, sementara pengembangan papan masih sekitar 12-18% walaupun telah ada penambahan parafin 3% berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan parafin dengan kadar 3% tersebut belum mampu menjadikan papan yang dihasilkan lebih kedap air. Walaupun hasil penelitian tahap sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan kadar parafin 3% mengakibatkan pengembangan tebal papan penurunan dan dapat memenuhi standar tersebut. Tetapi nilai pengembangan tebal papan yang dihasilkan masih pada titik kritis yaitu 11,72%, hal ini memungkinkan papan yang diproduksi dengan metode dan bahan yang sama mempunyai nilai pengembangan tebal berkisar pada titik ini dan melebihi titik 12%. 6.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit 1 MOR dan MOE Nilai MOR papan yang dihasilkan berkisar dari 326 – 425 kgf/cm2. Nilai keteguhan patah papan yang tertinggi pada papan dengan waktu kempa 10 menit
85
pada suhu 160oC dan terendah pada papan dengan waktu kempa 10 menit pada suhu 100oC, seperti terlihat pada Gambar 6.6.
500
MOR (Kgf/cm2)
400
422 326
410
371
364
425
405
337
JIS A5908 :2003 Berlapis venir Sejajar panjang papan
300 200
Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
100 0 A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.5 MOR papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 53, memperlihatkan bahwa tingginya suhu berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan. Tetapi lamanya waktu pengempaan dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan, dimana papan dengan suhu 100oC berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara papan yang dikempa pada suhu 120oC dan 160oC tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena papan yang dihasilkan pada pengempaan 120oC, 140oC dan 160oC perekat PU yang digunakan telah mencapai suhu yang dibutuhkan agar terjadinya proses pengerasan perekat sehingga menghasilkan kekuatan rekat yang baik. Hal ini berimplikasi pada lebih tingginya kekuatan papan dalam menahan beban. Penggunaan lapisan anyaman bambu ini mengakibatkan keteguhan patah papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 untuk standar papan partikel berlapis venir.
86
Nilai MOE papan yang dihasilkan berkisar dari 2,23 (104kgf/cm2) sampai 2,98 (104kgf/cm2), tertinggi pada papan dengan suhu kempa 160oC dan terendah pada papan dengan suhu kempa 100oC, seperti terlihat pada Gambar 8.7. Hasil sidik ragam pada Lampiran 54, memperlihatkan bahwa suhu berpengaruh nyata terhadap MOE papan, dimana papan dengan suhu 100oC mempunyai MOE terendah dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara itu waktu pengempaan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan, begitupun interaksi kedua faktor tersebut. Hal tersebut disebabkan pengempaan pada suhu 100oC mengakibatkan kurangnya aliran perekat yang terdapat dalam kayu, juga mengakibatkan kurang plasticise-nya selulosa kayu sehingga mengurangi kontak antar partikel. Dengan demikian kekuatan papan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan papan yang dikempa pada suhu yang lebih tinggi. JIS A5908:2003
4
MOE (104kgf/cm 2)
2.89 3
2.23
2.45
2.65
2.57
2.96
2.79
2.98
C2
D1
Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
2
1
0 A1
A2
B1
B2
C1
D2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.6 MOE papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Kekuatan papan yang lebih rendah mengakibatkan rendahnya kekakuan papan tersebut. Menurut Liiri (1969) diacu dalam Winandy dan Smith (2006), menyatakan bahwa peningkatan suhu pengempaan dapat meningkatkan kekuatan papan dan menurunkan pengembangan tebal.
87
Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai MOE papan yang dihasilkan tidak memenuhi standar tersebut kecuali pada papan yang dikempa pada suhu 160oC selama 10 dan 15 menit. Hasil penelitian Bekhta et al. (2003), menunjukkan bahwa temperatur sangat mempengaruhi kekuatan MOE dan MOR (bending strength) papan. Setelah 1 jam, efek temperatur 140oC terhadap bending strength berkurang sekitar 40% pada papan partikel, 37% pada MDF dan 30% pada OSB, jika dibandingkan temperatur 20oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya mempertimbangkan efek temperatur dalam pemakaian papan komposit. Menurut USDA (1972), waktu pengempaan minimum bergantung pada dua faktor yaitu pertama, kesesuaian kombinasi antara waktu-temperatur yang digunakan agar tercapainya cure (pengerasan) perekat. Kedua, mengurangi jumlah kadar air untuk menghindari terjadinya blister. Pengurangan waktu pengempaan
akan
menyebabkan
berkurangnya
kekuatan
papan
secara
proporsional. Kadar air dan distribusinya di dalam mat merupakan faktor paling menentukan gradient kerapatan papan, seperti halnya waktu dan temperatur. Variabel seperti kerapatan, ketebalan, tipe perekat dan jenis kayu merupakan faktor sekunder (USDA, 1972). 2. Keteguhan Rekat (internal bond) Hasil pengujian keteguhan rekat papan dapat dilihat pada Gambar 6.7. Nilai keteguhan rekat papan berkisar dari 3,38-4,37 kgf/cm2, terendah pada papan yang dikempa pada suhu 100oC selama 10 menit dan tertinggi pada papan yang dikempa pada suhu 120oC selama 15 menit. Hasil perhitungan sidik ragam pada Lampiran 55, bahwa suhu, waktu dan interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat papan pada taraf α 5%. Jika
88
dibandingkan dengan standar JIS A5908:2003, keteguhan rekat papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut.
4.19
Keteguhan Rekat (kgf/cm 2)
5 4
3.46
3.70
4.37
3.77
3.38
3.64
C2
D1
3.94
JIS A5908 :2003
3 2 1 0 A1
A2
B1
B2
C1
D2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.7 Keteguhan rekat papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1. Hasil penelitian oleh Cai et al. (2006), menunjukkan bahwa kerapatan papan dan kadar air lapik berpengaruh signifikan terhadap tekanan internal dan keteguhan rekat papan. Kerapatan papan berkorelasi positif dengan sifat mekanis, tekanan internal dan suhu maksimum bagian tengah papan (core). Peningkatan suhu di bagian core semakin lambat dan mengurangi terjadinya gradasi ketebalan (thickness gradient). Selama proses pengempaan panas, transfer panas dari plat ke lapisan bagian dalam lapik, terjadi dengan cara konduksi dan diteruskan sampai mencapai bagian tengah papan (core). Kecepatan penetrasi panas ke dalam lapik menentukan waktu pengempaan, dengan memperhatikan sifat-sifat papan yang dihasilkan yaitu nilai MOE, MOR, keteguhan rekat dan penyerapan air. Kecepatan transfer panas ini bergantung pada berbagai faktor dan salah satu yang sangat mempengaruhi adalah kadar air lapik. (Cai et al., 2006).
89
3. Kuat Pegang Sekrup Nilai pengujian kuat pegang sekrup berkisar dari 50-67 kgf. Nilai tertinggi pada papan yang dikempa pada suhu 140oC selama 15 menit dan terendah pada papan yang dikempa pada suhu 120oC selama 10 menit, seperti tertera pada Gambar 6.8. Hasil sidik ragam pada Lampiran 56, memperlihatkan bahwa suhu tidak berpengaruh nyata terhadap kuat pengang sekrup papan, waktu pengempaan berpengaruh nyata dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata. Dimana papan yang dikempa selama 15 menit mempunyai nilai kuat pegang sekrup yang lebih tinggi dibandingkan papan yang dikempa selama 10 menit. Hal ini disebabkan karena terjadinya gradient kerapatan di dalam papan. Menurut Houts et al (2003), kerapatan tertinggi papan partikel adalah bagian dekat permukaan papan. Dalam pembuatan papan komposit dengan menggunakan kempa panas, gradient kerapatan terjadi karena panas dari plat merambat masuk dari permukaan papan ke bagian tengah papan. Bagian permukaan yang lebih dulu mengalami pemanasan akan mengalami plastisasi yang diikuti dengan proses densifikasi yang menyebabkan kerapatannya lebih tinggi (Maloney, 1993).
Kuat Pegang Sekrup (kgf)
80 70
66.14 55.90
60
67.35 58.91
50.34
58.25
60.31
52.89
JIS A5908: 2003
50 40 30 20 10 0 A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
Kondisi Pengem paan
Gambar 6.8 Kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan Keterangan : sama dengan Gambar 6.1.
90
Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf, maka nilai kuat pegang sekrup papan memenuhi standar tersebut. Kecuali papan yang dikempa pada suhu 120oC selama 10 menit tidak dapat memenuhi standar tersebut, tapi dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup minimal 51 kgf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat mekanis papan baik nilai MOR, MOE, IB dan kuat pegang sekrup papan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu dari 100oC menjadi 120oC, tetapi cenderung menurun jika suhu dinaikkan lagi. Hak ini mengindikasikan bahwa suhu optimal yang digunakan 120oC. 6.4 Perhitungan Suhu dan Waktu Kempa Lamanya waktu yang diperlukan agar suhu pada bagian core mencapai suhu yang sama dengan suhu plat seperti yang telah ditetapkan pada alat kempa panas, dapat diukur dengan menggunakan thermocouple yang dihubungkan dengan alat pencatat (chinorecorder) seperti terlihat pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9 Hot press yang dihubungkan dengan chinorecorder
91
Hasil pencatatan dengan chinorecorder dapat dilihat pada Tabel 6.1. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa semakin tinggi suhu plat, suhu awal core yang tercatat oleh thermocouple juga semakin tinggi dan waktu yang diperlukan agar core mencapai suhu yang sama dengan suhu awal plat semakin menurun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu pengempaan, waktu yang dibutuhkan perekat untuk matang (cure) semakin singkat karena akan terjadi heat transfer yang lebih cepat dan dapat menyebabkan perekat mengalami pengerasan sebelum terpenetrasi ke dalam kayu sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan papan. Tabel 6.1. Suhu dan waktu pengempaan papan komposit Suhu Hot Press (oC) 100
Suhu Plat (oC) Awal akhir 99,94 112,44
Suhu Core (oC) awal akhir 18 101,33
120
118
140,22
23,55
120,77
11,87
140
129,14
156
45,77
134,67
8,75
160
155,5
190,2
65,22
162,4
6,87
Waktu (mnt) 12,5
6.5 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Papan yang dikempa pada suhu 100oC mempunyai sifat fisis dan mekanis yang lebih rendah dibanding papan yang dikempa pada suhu 120, 140 dan 160oC. 2. Waktu pengempaan selama 15 menit menghasilkan papan yang lebih baik dari papan yang dikempa selama 10 menit. 3. Kombinasi antara waktu 15 menit-suhu 120oC merupakan kombinasi yang optimal untuk jenis perekat PU untuk matang jika digunakan pada kadar air partikel 7-10% (rata-rata 8%).
92
6.6 Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan yang dihasilkan dapat memenuhi hampir semua parameter yang ditetapkan dalam standar JIS A 5908:2003, kecuali pengembangan tebal yang masih berada pada titik kritis. Untuk mengetahui apakah kualitas papan yang dihasilkan dapat bersaing dengan papan komposit komersil, maka sebagai kontrol kualitas, sebaiknya dilakukan pengujian perbandingan kualitas papan yang dihasilkan dengan papan komposit komersial.
93
7
PERBANDINGAN KUALITAS PAPAN KOMPOSIT BERLAPIS ANYAMAN BAMBU DENGAN PAPAN KOMPOSIT KOMERSIAL 7. 1 Pendahuluan
Beragamnya jenis papan komposit dan beragam pula peruntukan dari papan tersebut mengakibatkan berbagai jenis dan kualitas papan komposit yang beredar di masyarakat. Hal tersebut menjadi suatu pertimbangan penting dalam pembuatan papan kompsit yang akan digunakan di masyarakat. Untuk mengetahui apakah kualitas papan komposit yang dihasilkan ini mampu bersaing di pasaran, dan jika ditinjau dari kualitasnya papan ini dapat dijadikan sebagai bahan alternatif atau bahan subtitusi papan komposit lainnya, maka dilakukan perbandingan kualitas papan komposit yang dihasilkan dengan papan komposit komersial. 7.2 Bahan dan Metode Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa macam papan komposit komersil yang dapat diperoleh di pasaran yaitu kayu lapis, papan partikel dan MDF. Metode penelitian dilakukan dengan cara pengujian kualitas yang meliputi parameter kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan patah, modulus elastisitas, keteguhan rekat dan kuat pegang sekrup berdasarkan standar JIS A 5908:2003, masing-masing 3 ulangan. Pengujian parameter keteguhan patah, modulus elastisitas, keteguahan rekat dan kuat pegang sekrup dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Selanjutnya data yang diperoleh dibandingkan dengan kualitas yang terbaik dari papan komposit yang dihasilkan pada penelitian tahap akhir.
94
7.3 Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian papan komposit komersial dengan berbagai parameter dan perbandingannya dengan kualitas papan komposit yang dihasilkan dapat diuraikan sebagai berikut : 7.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit Komersial 1. Kerapatan Nilai kerapatan papan komposit komersial berkisar dari 0,57-0,68 g/cm3 seperti terlihat pada histogram berikut : 1
JIS A 5908:2003
0.9 Kerapatan (g/cm 3)
0.8 0.7
0.58
0.68
0.57
0.68
0.60
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
Gambar 7.1 Kerapatan papan komposit komersial Nilai kerapatan terendah pada papan MDF tebal 1,6 cm yaitu 0,57 g/cm3 dan tertinggi pada papan MDF tebal 0,9 cm dan kayu lapis yaitu 0,68 g/cm3. Dengan demikian, kerapatan papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan sebesar 0,60 g/cm3 termasuk dalam kisaran tersebut. Nilai kerapatan papan yang dihasilkan ini lebih tinggi dari kayu lapis dan MDF tebal 1,6 tetapi lebih rendah dari kerapatan papan partikel dan papan MDF tebal 0,9 cm. Lebih rendahnya kerapatan papan komposit yang dihasilkan dibandingkan dengan kerapatan papan MDF dan papan partikel komersil disebabkan karena jumlah perekat yang umum
95
digunakan pada papan komposit komersial lebih banyak, biasanya 10% dari BKT bahan, sementara dalam pembuatan papan komposit berlapis anyaman bambu ini menggunakan jumlah perekat 6 % dari BKT bahan. Hal tersebut mengakibatkan pada papan dengan jumlah perekat yang lebih banyak, dan kerapatan relatif sama, distribusi perekat akan lebih merata sehingga kontak antar partikel akan lebih baik dan menghasilakn kerapatan yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kerapatan papan komersial tersebut telah memenuhi standar kerapatan untuk papan berkerapatan sedang yaitu 0,4 g/cm3 – 0,9 g/cm3. Tetapi perbedaan kerapatan ini tidak berpengaruh pada sifat-sifat papan yang lain karena telah dikonversi pada kerapatan papan yang sama yaitu 0,7 g/cm3. Jika dibandingkan dengan standar JAS SE-1-2003 untuk kayu lapis, nilai kerapatan yang disyaratkan sebesar 0,81 g/cm3, maka kayu lapis yang beredar di pasaran tidak memenuhi standar. 2. Kadar Air Hasil perhitungan kadar air papan komposit berkisar dari 5,12-12,63%, seperti terlihat pada histogram berikut ini : 15
12.63
11.99
Kadar Air (%)
10.74
JIS A 5908:2003
10.07
10 5.12 5
0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
Gambar 7.2 Kadar air papan komposit komersial
96
Nilai kadar air tertinggi pada kayu lapis yaitu sebesar 12,63% dan terendah pada papan komposit berlapis anyaman bambu yaitu 5,12%. Variasi kadar air antara kayu lapis, papan partikel dan papan MDF komersial tidak begitu besar, tetapi jika dibandingkan dengan papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan sangat jauh yaitu 5,12%. Perbedaan antara nilai kadar air papan komposit komersial dengan kadar air papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan yang sangat jauh ini, disebabkan oleh berbagai faktor, dan kemungkinan utamanya adalah penggunaan perekat yang tidak sama. Umumnya papan komposit yang beredar di pasaran menggunakan perekat urea formaldehyd, phenol formaldehyd atau melamin formaldehyd. Perekat PU bersifat hidrophobik sehingga papan yang menggunakan perekat ini kurang menyerap uap air dari udara
selama
pengkondisian
berlangsung
dibandingakan
papan
yang
menggunakan perekat berbasis formaldehida. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, kadar air papan komposit komersial dan papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar tersebut yang mensyaratkan nilai kadar air sebesar 4-13%. Jika dibandingkan dengan standar JAS SE-1-2003 untuk kayu lapis, nilai kadar air yang disyaratkan sebesar 12,38%, maka kayu lapis yang beredar di pasaran dapat memenuhi standar. 3. Daya Serap Air Daya serap air papan komposit komersial berkisar dari 15-242%, seperti tertera pada Gambar 7.3. Daya serap air papan yang tertinggi pada papan MDF tebal 1,6 cm sebesar 242,52% dan terendah pada papan partikel sebesar 15,19%, kemudian kayu lapis 39,21% dan MDF tebal 0,9 cm sebesar 75,04%. Sementara daya serap air papan komposit yang dihasilkan sebesar
32,01%. Dengan
demikian daya serap air papan komposit yang dihasilkan masuk dalam kisaran nilai daya serap air papan komposit yang beredar di pasaran.
97
242.52
250
Daya Serap Air (%)
200
150
100
75.04 39.21
31.38
50 15.19 0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
Gambar 7.3 Daya serap air papan komposit komersial Besarnya daya serap air papan komposit yang dihasilkan lebih tinggi dibandigkan daya serap air papan partikel, tapi lebih rendah jika dibandingkan dengan daya serap air kayu lapis, MDF tebal 0,9 cm dan MDF tebal 1,6 cm. Rendahnya daya serap air pada papan komposit yang dihasilkan disebabkan karena penggunaan perekat poliuretan yang lebih tahan terhadap air dibandingkan perekat urea formaldehyd atau melamin formaldehyd. Tetapi daya serap air papan komposit yang dihasilkan lebih tinggi dari daya serap air papan partikel karena umumnya papan partikel komersial menggunakan jumlah perekat yang lebih banyak, biasanya 10% dari BKT bahan. Hal tersebut mengakibatkan perekat dapat terdistribusi merata sehingga lebih banyak area partikel yang tertutup oleh perekat, mengakibatkan sedikitnya area yang dapat mengikat air pada saat perendaman. 4. Pengembangan Tebal Papan Nilai perhitungan pengembangan tebal papan komposit komersial setelah perendaman 24 jam, dapat dilihat pada histogram Gambar 7.4.
98
Pengembangan tebal papan komposit komersial berkisar dari 3,9-79,62%. Pengembangan tebal tertinggi pada papan MDF tebal 1,6 cm sebesar 79,62% dan terendah pada kayu lapis sebesar 3,91%. Sementara pengembangan tebal papan komposit yang dihasilkan sebesar 12,65%. Pengembangan tebal papan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.5 dan 7.6. Nilai ini lebih tinggi dari pengembangan tebal kayu lapis tapi lebih rendah dibandingkan pengembangan tebal papan partikel. Pengembangan tebal papan ini disebabkan karena daya serap air selama proses perendaman berlangsung. 100 Pengembangan Tebal (%)
79.62 80
68.48
60
40
20
14.45
12.65
3.91
0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
JIS A 5908-2003
Gambar 7.4 Pengembangan tebal papan komposit komersial
Papan Berlapis Anyaman Bambu
MDF tebal 1,6 dan 0,9 cm
Gambar 7.5 Tebal papan komposit sebelum perendaman
99
Semakin tinggi daya serap air, pengembangan tebal papan akan semakin tinggi pula. Tetapi dalam hal ini daya serap air yang tinggi pada suatu papan tidak berarti papan tersebut mempunyai pengembangan tebal yang tinggi pula. Hal ini terlihat pada pada kayu lapis yang mempunyai daya serap air yang lebih tinggi dari papan komposit berlapis anyaman bambu tapi pengembangan tebal kayu lapis lebih rendah dari papan komposit berlapis anyaman bambu.
Hal ini
disebabkan karena kayu lapis mempunyai pengembangan yang lebih besar ke arah linier dari pada pengembangan tebalnya karena susunan sel-selnya searah longitudinal. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan pengembangan maksimal sebesar 12%, hanya kayu lapis yang dapat memenuhi standar tersebut. Jika dibandingkan dengan standar JAS SE-1-2003 untuk kayu lapis, nilai kerapatan yang disyaratkan sebesar 5,76%, maka kayu lapis yang beredar di pasaran dapat memenuhi standar.
Papan Berlapis Anyaman Bambu
MDF tebal 1,6 dan 0,9 cm
Gambar 7.6 Pengembangan tebal papan komposit setelah perendaman 24 jam
100
7.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit 1. MOR Papan Hasil perhitungan nilai MOR papan komposit komersial tertera pada Gambar 7.7. Nilai MOR papan komposit komersial berkisar dari 62-340 kgf/cm2. MOR tertinggi pada kayu lapis dan terendah pada papan MDF tebal 1,6 cm, sementara MOR papan komposit yang dihasilkan sebesar 405 kgf/cm2. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa MOR papan komposit yang
dihasilkan lebih tinggi 200% dari MOR papan partikel, 40% dari MDF, 20% dari kayu lapis yang ada di pasaran. Hal ini disebabkan papan komposit yang dihasilkan menggunakan anyaman bambu sebagai pelapis, sehingga permukaan papan lebih kuat dalam memikul beban. 500 405
JIS A 5908:2003
MOR (kgf/cm 2)
400
340 289
300
200
Berlapis venir Sejajar panjang papan Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
132 62
100
0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
Gambar 7.7 MOR papan komposit komersial Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, yang mensyaratkan nilai MOR papan sebesar 300 kg/cm2 untuk standar papan partikel berlapis venir, maka layu lapis dan papan komposit berlapis anyaman bambu yang dapat memenuhi standar tersebut, sementara MOR papan MDF tebal 0,9 cm dan papan
101
partikel hanya memenuhi standar type 24-10, sedangkan papan MDF tebal 1,6 cm tidak memenuhi standar. 2. MOE Papan Hasil perhitungan MOE papan komposit komersial berkisar dari 8,87- 41,50 4
10 kgf/cm2, terlihat pada Gambar 9.8. Nilai MOE papan komposit komersial tertinggi pada kayu lapis sebesar 41,50 x 104kgf/cm2 dan terendah pada papan MDF tebal 1,6 cm sebesar 8,87 x 104kgf/cm2, sementara nilai MOE papan komposit yang dihasilkan sebesar 29,60 x 104kgf/cm2, nilai ini lebih rendah sekitar 40% dibanding MOE kayu lapis, tetapi lebih tinggi sekitar 10% dibandingkan MOE papan partikel dan papan MDF tebal 0,9 cm dan lebih tinggi sekitar 200% dari MOE MDF tebal 1,6 cm dan sekitar 80% lebih tinggi dari nilai MOE papan partikel. 5
Berlapis venir Sejajar panjang papan
JIS A 5908:2003
4.15
MOE (104kgf/cm 2)
4 2.96 2.62
3
1.62
2
Berlapis venir Tegak lurus panjang papan
0.88 1
0 K.Lapis
PP
MDF 1.6
MDF 0.9 K. Bambu
Jenis Papan
Gambar 7.8 MOE papan komposit komersial MOE menunjukkan sifat kekakuan bahan sehingga semakin tinggi nilai MOE maka bahan tersebut akan semakin kaku. Hal ini berarti bahwa walaupun anyaman bambu dapat memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada MOR papan sehingga nilainya lebih besar dari kayu lapis, tetapi tidak berarti bahwa
102
dengan adanya lapisan anyaman bambu papan tersebut menjadi lebih kaku, hal ini disebabkan MOE bambu tanpa kulit cukup rendah yaitu 5,50 x 104 kgf/cm2. Selain itu, rendahnya nilai MOE papan yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh rendahnya MOE bahan baku partikel kayu yang berasal dari kayu sengon, dimana MOE kayu sengon cukup rendah sebesar 4,45 x 104 kgf/cm2 (Martawijaya et al., 1992). Jika dibandingkan dengan standar JIS A5908:2003 yang mensyaratkan MOE minimum pada searah panjang papan sebesar 4,59 x 104 kgf/cm2 dan nilai minimum pada tegak lurus arah panjang papan sebesar 2,86 x 104 kgf/cm2, maka hanya kayu lapis yang dapat memenuhi standar untuk searah panjang papan, sementara papan komposit berlapis anyaman bambu hanya dapat memenuhi standar untuk arah tegak lurus arah panjang papan. Hal ini disebabkan anyaman bambu yang digunakan saling membentuk arah tegak lurus antar bilah penyusunnya jadi tidak terdapat orientasi arah. Sementara papan partikel dan papan MDF tebal 0,9 cm hanya memenuhi standar papan partikel tipe 24-10, dan papan MDF tebal 1,6 cm tidak memenuhi standar tersebut. 7.4 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan parameter sifat fisis papan komposit, maka papan komposit yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan MDF dan papan partikel yang ada di pasaran. 2. Nilai MOR papan komposit berlapis anyaman bambu lebih tinggi 20% dibandingkan MOR kayu lapis, lebih tinggi 40% dibandingkan MOR MDF dan lebih tinggi 200% dibandingkan MOR papan partikel yang diuji. 3. Nilai MOE papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan lebih tinggi 80% dibandingkan MOE papan partikel, lebih tinggi dibandingkan MOE MDF, tetapi lebih rendah 40% dari MOE kayu lapis.
10%
103
7.5 Saran Mengingat harga perekat PU sangat mahal dibandingkan harga perekat berbasis formaldehida, maka perlu penelitian lain mengenai penggunaan perekat nonformaldehida yang lain. Hal tersebut dimaksudkan sebagai pembanding penggunaan perekat PU untuk papan komposit ini guna mendapatkan papan yang berkualitas tinggi, lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis. Selain itu juga diperlukan penelitian-penelitian yang mengkaji penggunaan berbagai
bahan baku non-kayu
lainnya untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan produk-produk perkayuan.
104
8 PEMBAHASAN UMUM DAN KESIMPULAN 8.1 Pembahasan Umum Kesesuaian beberapa jenis kayu dalam hal ini kayu sengon, akasia dan gmelina dengan perekat polyuretan (PU) yang digunakan menunjukkan bahwa kayu sengon lebih sesuai, terlihat dari kualitas papan dari kayu sengon lebih baik dibandingkan papan dari jenis kayu akasia dan gmelina (pada kadar air partikel kering udara, 12-13%). Penentuan kualitas papan berdasarkan standar JIS A 5908:2003, meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan patah, modulus elastisitas, keteguhan rekat dan kuat pegang sekrup. Penggunaan perekat PU dimaksudkan untuk menghindari penggunaan perekat berbasis formaldehida karena emisi yang ditimbulkannya berbahaya terhadap kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan kadar perekat 6% merupakan kadar perekat yang minimal untuk mendapatkan papan yang memenuhi standar kualitas. Berdasarkan rekomendasi pabrik, penggunaan perekat PU pada kayu dengan kadar air kering udara (12-13%, seperti yang dinyatakan di atas), ternyata menimbulkan beberapa permasalahan dalam pembuatan papan komposit. Hal ini disebabkan perekat ini diproduksi oleh pabrik untuk peruntukan kayu lamina dengan proses kempa dingin, sehingga untuk pemakaian papan komposit dengan proses kempa panas, dibutuhkan beberapa modifikasi, diantaranya kesesuaian kadar air partikel yang digunakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air partikel 7-10% yang dapat menghasilkan papan dengan kualitas yang baik, dalam artian dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Hal ini terjadi karena penggunaan partikel dengan KA yang sangat tinggi, mengakibatkan terjadinya lower core temperature. Hal tersebut menghambat plastisasi selulosa, mengakibatkan tidak terjadinya proses ikatan secara alami (natural bonding), selain itu juga menghambat pengaliran perekat. Pada kadar air yang rendah, partikel kayu membutuhkan proses pengeringan yang lebih lama dan atau temperatur yang lebih tinggi sehingga partikel lebih kering dan mempunyai temperatur yang lebih tinggi (surface tempering). Hal tersebut dapat
105
mengakibatkan
tidak terjadinya ikatan hydrogen sehingga berkurangnya natural
bonding. (Chelak dan Newman, 1991) Untuk meningkatkan kualitas papan, salah satu cara yang ditempuh adalah meningkatkan sifat stabilitas dimensi, dalam penelitian ini adalah pengembangan tebal papan. Untuk mendapatkan hal tersebut digunakan parafin sebanyak 3% dari BKT bahan berlignoselulosa (partikel kayu dan lapisan bambu merupakan satu kesatuan dalam perhitungan BKT). Walaupun nilai pengembangan tebal yang diperoleh masih berada pada titik yang kritis yaitu sebesar 11,72% dari titik maksimum 12% yang disyaratkan dalam standar JIS A 5908:2003, hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan papan yang diproduksi dengan bahan dan metode yang sama mempunyai nilai pengembangan tebal berkisar antara 11% dan malah dapat melebihi 12% seperti pada hasil penelitian pengaruh
suhu dan lama
pengempaan terhadap kualitas papan komposit. Tetapi dari hasil penelitian juga terlihat bahwa penambahan parafin lebih dari 3% tidak efektif lagi menurunkan pengembangan tebal papan. Penggunaan lapisan bambu merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan mekanis (MOR dan MOE) papan. Hal tersebut diupayakan sebagai alternatif penggunaan lapisan yang dapat meningkatkan kekuatan dan memberikan nilai dekoratif yang beragam. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa anyaman
bambu tegak lurus mempunyai kekuatan dalam memikul beban yang lebih tinggi dibandingkan anyaman bambu yang miring. Papan komposit dengan anyaman bambu tegak lurus mempunyai nilai MOR dan MOE yang lebih tinggi dibandingkan papan dengan anyaman bambu miring. Hal tersebut disebabkan pada saat pembebanan, terjadinya perlemahan lapisan bambu pada saat menerima beban (pada arah 0o), tetapi di sisi lain (pada arah 90o) terjadi penguatan pada anyaman bambu pada saat menerima beban karena beban yang diterima masih dapat ditahan oleh bilah bambu yang arahnya tegak lurus. Hal berbeda terjadi pada anyaman miring, dimana tidak ada arah bilah bambu yag dapat meneruskan beban yang diterima.
106
Cara lain yang ditempuh untuk mendapatkan papan dengan kualitas yang baik berdasarkan parameter yang diuji, adalah mengoptimalkan suhu dan lamanya waktu pengempaan papan. Pengempaan 100oC, 120oC, 140oC dan 160oC pada masing-masing waktu 10 dan 15 menit menunujukkan bahwa suhu berpengaruh nyata pada kesemua parameter yang diuji, sementara waktu dan interaksi antara suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata, kecuali pada keteguhan rekat baik suhu, waktu dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan akan menentukan kecepatan aliran panas selama proses pengempaan. Kecepatan penetrasi panas ke dalam mat menentukan waktu pengempaan papan (Cai et al., 2006). Jika dibandingkan dengan papan komersial (jenis papan komersial yang diuji adalah kayu lapis, papan partikel, MDF tebal 0,9 cm dan MDF tebal 1,6 cm), kualitas papan komposit yang dihasilkan baik sifat fisis, maupun sifat mekanis papan, berada pada kisaran nilai-nilai parameter yang diuji dari papan komersial tersebut. Artinya papan komposit yang dihasilkan mempunyai kualitas yang kompetitif di pasaran. Nilai kerapatan terendah pada papan MDF tebal 1,6 cm yaitu 0,57 g/cm3 dan tertinggi pada papan MDF tebal 0,9 cm dan kayu lapis yaitu 0,68 g/cm3. Dengan demikian, kerapatan papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan sebesar 0,60 g/cm3 termasuk dalam kisaran tersebut. Lebih rendahnya kerapatan papan komposit yang dihasilkan dibandingkan dengan kerapatan papan MDF dan papan partikel komersil disebabkan karena jumlah perekat yang umum digunakan pada papan komposit komersial lebih banyak, biasanya 10% dari BKT bahan, sementara dalam pembuatan papan komposit berlapis anyaman bambu ini menggunakan jumlah perekat 6 % dari BKT bahan. Walaupun nilai kerapatan ini tidak sama, tetapi dalam perhitungan, tidak akan berpengaruh terhadap nilai-nilai parameter yang lain karena data yang digunakan adalah data yang telah terkoreksi dengan kerapatan masingmasing papan, dengan mengacu pada kerapatan sasaran yaitu 0,7 g/cm3. Dimana kadar air papan komposit yang dihasilkan mempunyai nilai yang terendah dibandingkan papan lainnya. Hal ini disebabkan karena perekat PU bersifat
107
cenderung menolak air sementara perekat konvensional seperti phenol dapat mengikat uap air selama pengkondisian berlangsung. Pengembangan tebal papan komposit yang dihasilkan sebesar 12,66%, sedikit di atas dari pengembangan tebal maksimal yang dipersyaratkan standar JIS A 5908:2003 yaitu 12%. Nilai pengembangan tebal papan komposit ini lebih besar dari pengembangan tebal kayu lapis, tapi lebih rendah dibandingkan pengembangan tebal papan komersial yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kayu lapis mempunyai pengembangan yang lebih besar ke arah linier dari pada pengembangan tebalnya karena susunan sel-selnya searah longitudinal. Nilai MOR papan komposit yang dihasilkan sebesar 405 kgf/cm2. Hal ini berarti MOR papan komposit yang dihasilkan lebih tinggi dari papan komposit dan kayu lapis yang ada di pasaran. Hal ini disebabkan papan komposit yang dihasilkan menggunakan anyaman bambu sebagai pelapis, sehingga permukaan papan lebih kuat dalam memikul beban. MOE papan komposit yang dihasilkan sebesar 2,96 x 104 kgf/cm2, nilai ini lebih rendah dibanding MOE kayu lapis, tetapi lebih tinggi dibandingkan MOE papan partikel dan papan MDF tebal 0,9 cm dan MDF tebal 1,6 cm. Hal ini berarti bahwa walaupun anyaman bambu dapat memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada MOR papan sehingga nilainya lebih besar dari kayu lapis, tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya lapisan anyaman bambu papan tersebut menjadi lebih kaku, hal ini disebabkan MOE bambu tanpa kulit cukup rendah yaitu ± 5,50 x 104 kgf/cm2. Selain itu, rendahnya nilai MOE papan yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh rendahnya MOE bahan baku partikel kayu yang berasal dari kayu sengon, dimana MOE kayu sengon cukup rendah sebesar (Martawijaya et al., 1992).
4,45 x 104 kgf/cm2
108
8.2 Kesimpulan Kualitas papan komposit yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah jenis kayu, kadar perekat, kadar air partikel, jenis lapisan pada face dan back papan serta suhu dan lamanya waktu kempa yang digunakan. Diantara tiga jenis kayu yang digunakan yaitu kayu sengon, akasia dan gmelina dengan perekat PU, dengan kadar 2%, 4% dan 6%, kayu sengon dengan kadar perekat 6% menunjukkan kesesuaian yang lebih baik (pada kadar air partikel kering udara, 12-13%). Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, nilai-nilai parameter yang diuji memenuhi standar tersebut kecuali nilai MOE. Penggunaan perekat PU lebih sesuai pada kadar air partikel 7-10%, dan untuk meningkatkan stabilitas dimensi papan, dalam hal ini pengembangan tebal, penggunaan parafin pada kadar 3% dapat menurunkan pengembangan tebal papan, tetapi masih berada pada titik yang kritis yaitu rata-rata 11,72%, sementara yang dipersyaratkan dalam standar JIS A 5908:2003 adalah maksimal 12%. Dengan demikian kemungkinan papan mempunyai nilai pengembangan tebal lebih besar dari 12% sangat besar, tetapi penambahan parafin lebih dari 3% tidak efektif lagi karena akan menurunkan sifat mekanis papan. Lapisan anyaman bambu dengan kulit memberikan kekuatan (MOR dan MOE) yang relatif lebih tinggi dari anyaman bambu tanpa kulit tapi tidak berbeda nyata, dan lebar bilah 2 cm lebih kuat dibandingkan lebar bilah bambu 1 cm tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan papan. Papan komposit dengan anyaman bambu tegak lurus lebih kuat (MOR dan MOE) sekitar 50% dibandingkan papan dengan anyaman bambu miring. Hasil penelitian pengaruh suhu dan waktu kempa terhadap kualitas papan komposit menunjukkan bahwa papan yang dikempa pada suhu 100oC mempunyai sifat fisis dan mekanis yang lebih rendah dibanding papan yang dikempa pada suhu 120, 140 dan 160oC. Waktu pengempaan selama 15 menit menghasilkan papan yang lebih baik dari papan yang dikempa selama 10 menit. Kombinasi antara waktu kempa
109
15 menit-temperatur 120oC merupakan perlakuan yang optimal untuk jenis perekat PU untuk mencapai cure jika digunakan pada kadar air partikel 7-10% (rata-rata sekitar 8%). Jika dibandingkan dengan produk papan yang komersial, berdasarkan parameter sifat fisis papan komposit, maka papan komposit yang dihasilkan mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan MDF dan papan partikel yang ada di pasaran. Nilai MOR papan komposit berlapis anyaman bambu mempunyai nilai lebih tinggi 20% dari MOR kayu lapis, lebih tinggi 40% dari MOR MDF dan lebih tinggi 200% dibandingkan MOR papan partikel komersial yang diuji. Nilai MOE papan komposit berlapis anyaman bambu yang dihasilkan lebih tinggi 80% dari MOE papan partikel dan 10% dari MOE MDF, tetapi lebih rendah 40% dari MOE kayu lapis. 8.3 Saran Untuk dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan, maka perlu pengetahuan lebih lanjut mengenai pemakaian lapisan dari bahan lain atau bambu dengan jenis dan pola anyaman lain sebagai alternatif selain kayu. Hal lain yang perlu penelitian lanjutan adalah penggunaan perekat non-formaldehida lainnya guna mendapatkan papan komposit yang kuat, ramah lingkungan dan lebih ekonomis.
110
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah EM, Yamada M and Taki K. 2005. Bonding Performance of Tropical Fast-Growing Wood Species-Bondability of Six Indonesian Wood Species in Relation with Density and Wettability. Faculty of Agriculture, Shizuoka University, Japan. www.forestprod.org. [ASTM] American Society for Testing and Materials, ASTM D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Method of Testing Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standards 2002. ______ ASTM D 2395-02. Standard Test Methods for Specific Gravity of Wood and Wood-Based Materials. Annual Book of ASTM Standards 2002. ______ASTM D 4442-92. Standard Test Method for Direct Moisture Content Measurement of Wood and Wood-Based Materials. Annual Book of ASTM Standards 2002. Bekhta P, Łę cke J, Moeze, Z. 2003. Short-term effect of the temperature on the bending strength of wood-based panels. Holzals Roh-und Werkstoff. Volume 61, Number 6/December, 2003 : abstrak. http://springerLink-Journal [19 Februari 2004]. Budelman A. 1989. Paraserianthes falcataria - Southeast asia's growth champion. NFT (Nitrogen Fixing Trees) Highlights. NFTA 8905.http://www.winrock.org/factnet/factpub/p.falcataria_bckup.html [September 1989]. Cai Z, Muehl JH, Winandy, JE. 2006. Effect of panel density and mat moisture content on processing medium density fiberboard. Forest Products Journal, 1 October 2006 : abstrak. http://Goliath.ecnext.com Carll CG. 1996. Review of thickness swell in harboard siding-effect of processing : variable. Gen. Tech Rep. FPL-GTR-96. Madison, WI : U.S. Departmen of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory University of Wisconsin. ______ 1986. Wood Particle and Flakeboard : Types, Grades and Uses. USA Madison : Forest Products Laboratory University of Wisconsin. Chelak W, Newman W. 1991. MDI High Moisture Content Bonding Mechanism, Parameters, and Benefits Using MDI in Composite Wood Product. http://composites.wsu.edu/publication/Therper.pdf. Cognard P. 2004. Adhesive bonding of wood and wood based products Part 1: Basic knowledge of wood and its properties that affect bonding, requirements
111
for a good bond, adhesion to wood. http://www.specialchem4adhesives.com /editorial. 10 November 2004. Departemen Kehutanan. Statistika Kehutanan. 2006. http://www.dephut.go.id [Maret 2008] Duke
JA. 1983. Gmelina arborea Roxb. Handbook http://www.hort.purdue.edu. [update, 7 january 1998].
of
Energy
Crops.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo S A, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Products and Wood Science, an Introduction. Hermawan D. 2005. Kualitas papan partikel kenaf (Hibiscus cannabinus L) pada berbagai kadar parafin. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol 18 No 1, 2005. Houts JHV, Winistorfer PM, Wang S. 2003. Improving Dimensional Stability by Acetylation of Discrete Layers within Flakeboard. USA : Forest Product Journal 53;1 : 82-88. Hu Y, Gu J, Wang F, Liu Y, Nakao T. 2004. Dynamic modulus of elasticity of woodparticleboard composite. Di dalam Zhou X et al., editors. Proceedings of The 7th Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium. Vol II. Nanjing, China, 31 Oktober-2 November 2004. [JAS] Japanese Agricultural Standard. 2003. JAS SE-1 for Central Use Plywood. [JSA] Japanese Standard Association. 2003. Particleboards. Japanese Industrial Standard (JIS) A 5908:2003. Japan. Kai Z, Xuhe C. 2006. Potential of Bamboo-Based Panels Serving as Prefabricated Construction Materials. International Network for Bamboo and Rattan. Beijing. China Kasmudjo. 1990. Pengantar Pulp dan Kertas. Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Kawai S, Umemura K, Sasaki H, Matsuo K. 1998. Effects of the formulation of isocyanate resins on the properties of particleboard. Di dalam : Hadi Y S, compiler. Proceedings of the Fourth Pacific Rim Bio-based Composites Symposium ; Bogor, 2 – 5 November 1998. Krisdianto, Sumarni G dan Ismanto A. Sari Hasil Penelitian Bambu. www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/ [LHCF] London Hazards Centre Factsheet. www.lhc.org.uk. [Maret 1995].
Wood
based
board.
http
:
112
Lees B. 2006. Polyurethanes – What Goes Into PUs?. Materials Information Service. The Institute of Materials. www.azom.com/details.asp?ArticleID=218.
Liese W. 1980. Anatomy of Bamboo. In : Lessard and Choinard 1980. Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. Edisi Revisi. USA : Miller Freeman Inc. San Fransisco. Mandang YI, Pandit IKN. 2002. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Cetakan ke-2. Bogor : Yayasan Prosea dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1992. Indonesian Wood Atlas : Volume II. Bogor : Department of Forestry, Agency for Forestry Research and Development, Forest Product Research and Development Centre. Massijaya MY. 1992. Pengaruh perlakuan uap air panas (Steam Treatment) pada pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan akasia (Acacia mangium Willd.) terhadap kualitas papan serat berkerapatan sedang (MDF) [tesis]. Bogor; Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. ____________. 1997. Development of boards made from waste newspaper [disertasi]. Tokyo Japan : Tokyo University. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Bogor : IPB Press. Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta : Nafiri Offset. ________ 2005. Rangkuman penelitian bambu di pusat studi ilmu teknik UGM. Di dalam : Suhardi et al., editor. Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia; Yogyakarta 17 Januari 2005. Yogyakarta : Program Magister Teknologi Bahan Bangunan JTS FT UGM dan Perhimpunan Pencinta Bambu Indonesia Yogyakarta. hlm 11-22. Muehl JH, Krzysik AM. 1997. Effect of resin and wax on mechanical and physical properties of harboard from air-laid mats. DRVNA INDUSTRIJA 48 (1) 3-9 (1997). www.fpl.fs.fed.us/documnts/pdf1997/muehl97a.pdf. Nemli G, Aydın I and Zekoviç E. 2005. Evaluation of some of the properties of particleboard as function of manufacturing parameters. linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0261306906000318 Nugroho N, Ando N, 2000. Development of structural composite products made from bamboo II: fundamental properties of laminated bamboo lumber. www.springerlink.com/index/N0071L55X6WT7173.pdf Papadopoulos AN. 2006. “Particleboards : UF and PMDI resins,” Bioresources 1(2),201-208. www.ncsu.edu/bioresources Petrie EM. 2006. Theories of adhesives. http://www.specialchem4adhesives.com /editorial
113
________ 2004. Reactive polyurethane adhesives for bonding wood. http://www.specialchem4adhesives.com/resource/article/. [1 Maret 2005]. Pizzi A. 1983. Wood Adhesives Chemistry and Technology. New York : Marcel Dekker, INC. Priyono DJ. 2002. Sifat fisis dan keteguhan rekat empat jenis kayu hutan tanaman industri [Laporan Matakuliah Masalah Khusus Perekatan Kayu]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Richter HG, Dallwitz MJ. 2000. Commercial timbers. Acacia mangium Willd. http:/www.biodeversity.uno.edu/delta/. Setyo NI, Sudibyo GH. 2005. Pemanfaatan lamina bambu pada balok komposit glulam beton. Di dalam : Suhardi et al., editor. Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia; Yogyakarta 17 Januari 2005. hlm 63-72. Sudijono, Subyakto. 2002. Bending and shear properties of low density particleboard laminated with zephyr of tali bamboo. Di dalam : Dwianto W et al., editor. Proceeding of the International Wood Science Symposium; Serpong, 2 – 5 September 2002 :JSPS-LIPI Core University Program Suhasman. 2005. Pengaruh jenis lapisan muka dan belakang terhadap kualitas papan komposit [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [SCMRE] Smithsonian Centre for Material Reseach and Education. 2002. Microscopy: Technical information sheet: Acacia mangium. http://www.scmre.si.edu. Tsoumis G. 1991. Science and Tehnology of Wood :Structure, Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. Umemura K, Kawai S. 2002. Effect of heat and moisture on durability of isocyanate resin adhesives for wood. Di dalam : Humphrey P E, compiled. Proceedings of The 6th Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium & Workshop on The Chemical Modification of Cellulosics. Portland, Oregon, USA. USDA 1972. Reducing Particleboard Pressing Time : Exploratory Study. USDA, Forest Service Research Paper, FPL 180. U.S. Departmen of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory, Madison, Wisconsin. Wardhani IY. 2005. Kajian Sifat Dasar dan Pemadatan Bagian Dalam Kayu Kelapa (Cocos nucifera L). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Widjaja EA. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI, Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense. Bogor. Wikipedia. 2007. Paraffin. en.wikipedia.org/wiki/Paraffin [26 Maret 2008]
114
Winandy JE, Smith WR. 2006. Enhancing composite durability : using thermal treatments. Wood Protection 2006-Session IVB. Hlm 195-199. March 21-23 2006 p: 195-199 New Orleans, Louisiana, USA. www.treesearch.fs.fed.us/pubs/29273. www. tradeindia.com, 2007. www.turi.org/content/download/3462/43002/file/SomervilleGreenBlgPres.pps Zheng Y, Zhongli LP, Zhang RH, Jenkins BM, Blunk S. 2007. Particleboard quality characteristics of saline Jose Tall Wheatgrass and chemical treatment effect. University of California. Postprints. Year 2007 Paper 2494. repositories.cdlib.org/postprints/2494. ______2006. Physical Properties of Medium-density Particleboard Made from Saline Eucalyptus. Proceedings of the American Society of Agricultural and Biological Engineers International (ASABE). Paper No. 066215:1-16. St. Joseph, Mich.:ASABE
115
Lampiran 1 Sifat fisis dan mekanis papan komposit dari jenis kayu dan kadar Perekat yang berbeda
Sampel
KR
KA
PT 2
PT 24
DS 2
DS 24
MOR
s21
0.67
9.14
68.89
77.78
90.91
118.40
98
s22
0.69
9.33
64.04
76.32
84.12
112.80
119
s23
0.65
9.69
81.67
94.17
114.90
144.80
102
s24
0.64
6.17
56.76
62.16
96.43
103.50
86
s25
0.63
5.77
45.61
45.61
65.88
98.65
106
Rata2
0.65
8.02
63.39
71.21
90.46
115.60
102
s41
0.68
8.81
35.92
40.78
64.63
84.91
135
s42
0.69
9.02
49.02
58.82
78.49
108.00
115
s43
0.61
9.68
50.00
65.25
84.74
117.10
77
s44
0.71
5.55
53.10
61.06
100.40
104.40
101
s45
0.66
5.71
47.01
56.48
79.83
87.13
143
Rata2
0.67
7.75
47.01
56.48
81.63
100.30
114
s61
0.66
8.97
39.05
48.57
67.80
91.80
154
s62
0.66
9.07
64.06
64.06
82.83
109.00
154
s63
0.66
9.00
33.01
37.86
67.15
92.10
156
s64
0.68
6.00
26.67
31.43
72.67
72.67
124
MOE
IB
KPS
0.86
1.97
31.95
0.87
1.07
29.42
0.44
1.26
20.01
0.74
1.64
29.08
0.70
2.98
34.84
0.72
1.78
29.06
1.07
0.91
39.71
1.53
1.97
32.58
1.35
3.28
33.13
1.32
2.81
30.97
0.11
2.96
33.92
1.08
2.38
34.06
2.03
3.75
41.70
1.11
3.33
20.75
1.60
2.90
46.56
1.58
3.63
56.24
1.58
4.11
36.15 40.28
s65
0.75
5.71
39.09
43.64
73.82
73.82
189
Rata2
0.68
7.49
40.38
45.11
72.85
87.89
155
1.58
3.54
a21
0.61
8.21
18.97
61.21
22.17
60.66
57
0.42
0.51
8.47
a22
0.62
8.10
23.73
67.80
25.62
67.39
50
0.64
0.40
12.35
a23
0.62
8.53
6.61
30.40
14.61
51.77
37
0.64
1.93
26.31
a24
0.65
7.42
20.00
38.18
29.09
57.78
89
0.53
3.67
27.57
0.53
0.90
14.83 17.91
a25
0.65
6.76
45.61
60.53
53.98
75.87
51
Rata2
0.63
7.80
22.98
51.62
29.10
62.69
57
0.55
1.48
a41
0.60
8.28
14.03
51.13
12.52
44.26
115
0.81
1.80
25.38
a42
0.75
7.65
15.21
61.29
12.71
47.11
163
1.23
1.99
25.50
a43
0.64
7.76
19.81
64.15
15.46
50.37
88
0.71
2.83
28.02
a44
0.65
6.57
11.50
19.47
15.89
44.52
115
0.71
3.24
35.37
0.86
1.36
11.61 25.18
a45
0.65
6.51
12.73
28.18
27.97
60.32
92
Rata2
0.65
7.35
14.65
44.84
16.91
49.32
115
0.86
2.25
a61
0.68
6.76
8.49
40.57
20.66
55.27
80
0.71
2.42
24.91
a62
0.71
6.39
8.26
28.44
20.59
59.53
111
0.98
1.57
20.40
0.88
2.09
22.91 35.81
a63
0.67
6.72
7.49
27.75
22.66
60.30
50
a64
0.70
6.29
11.50
27.43
15.28
41.49
165
0.86
6.90
a65
0.65
6.10
20.18
42.11
15.42
45.75
145
0.86
1.96
29.74
0.86
2.99
26.75 4.29
Rata2
0.68
6.45
11.18
33.26
18.92
52.47
110
g21
0.45
7.76
60.40
97.00
111.10
125.00
18
0.35
1.16
g22
0.42
7.27
78.56
85.00
117.70
123.70
45
0.18
1.54
10.76
g23
0.56
6.33
75.05
105.98
116.60
135.00
32
0.30
1.03
17.37
g24
0.53
6.07
92.00
108.32
122.70
127.30
39
0.14
0.78
12.11
g25
0.57
6.39
78.00
89.05
116.30
119.50
79
0.25
0.69
15.16
Rata2
0.51
6.76
76.80
97.07
116.90
126.10
43
0.24
1.04
11.94
116
Lanjutan Lampiran 1. Sampel
KR
KA
PT 24
DS 2
DS 24 108.00
MOR
0.61
6.76
55.45
65.35
77.82
g42
0.53
7.38
69.90
83.02
106.50
127.00
78
g43
0.61
6.67
64.76
80.95
91.46
112.90
85
g44
0.61
6.81
69.90
76.02
102.70
116.00
79
g45
0.49
7.88
65.00
75.00
94.61
105.00
79
71
Rata2
0.57
7.10
65.00
76.07
94.61
113.80
78
g61
0.67
7.68
20.00
95.24
25.93
99.78
114
g62
0.66
7.73
17.31
85.58
30.51
107.00
77
g63
0.64
9.17
33.40
70.23
55.46
69.32
100
g64
0.51
9.23
19.30
21.05
59.10
91.58
100
g65
0.57
7.41
80.00
93.00
106.30
120.40
95
Rata2
0.61
8.24
34.00
73.02
55.46
97.62
97
Keterangan : Kr KA PT2 PT24 DS2 DS24 MOR MOE IB KPS
PT 2
g41
MOE 0.67 0.75 0.79 0.76 0.71 0.73 0.91 0.86 0.71 0.71 0.80 0.80
IB
KPS
0.40
27.17
0.54
18.25
1.92
20.56
2.49
15.25
0.84
21.55
1.24
20.56
4.56
28.50
3.25
35.53
0.64
20.92
1.68
23.91
0.63
19.53
2.15
25.68
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal 2 jam (%) = Pengembangan tebal 24 jam (%) = Daya serap air 2 jam (%) = Daya serap air 24 jam (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2) = Internal bond (Keteguhan rekat,kgf) = Kuat pegang sekrup (kgf)
117
Lampiran 2 Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai kadar air partikel Sampel
KR
KA
PT2
PT24
DS2
DS24
IB
KPS
4.1
0.55
5.96
23.97
30.45
63.23
97.72
MOR 162
MOE 1.40
2.24
69.12
4.2
0.56
6.10
23.20
30.76
64.49
101.57
207
1.50
3.05
58.18
4.3
0.57
6.60
18.75
25.39
65.62
100.58
169
1.39
3.68
39.16
Rata2
0.56
6.22
21.97
28.87
64.44
99.95
179
1.39
2.99
55.49
7.1
0.51
6.75
14.06
24.02
30.54
91.78
196
1.44
5.35
75.68
7.2
0.56
6.65
12.57
23.10
32.41
82.38
223
1.33
4.15
72.58
7.3
0.49
6.81
13.18
22.93
33.06
91.67
251
1.72
4.30
61.41
Rata2
0.52
6.74
13.28
23.35
32.00
88.61
224
1.50
4.30
69.95
10.1
0.60
6.38
21.62
39.63
50.39
69.19
216
2.06
4.28
75.60
10.2
0.58
6.86
34.18
17.09
72.07
91.53
218
1.78
3.95
73.11
10.3
0.56
6.70
24.54
25.45
64.69
89.72
161
1.84
4.45
52.34 74.32
Rata2
0.58
6.64
26.78
27.39
62.38
83.48
199
1.89
4.22
13.1
0.66
9.14
35.92
40.78
64.63
84.91
158
2.00
3.55
44.76
13.2
0.62
6.16
49.02
58.82
78.49
108.04
150
1.69
3.15
36.04
13.3
0.63
5.77
50.00
65.25
84.74
117.07
157
1.78
3.94
40.05
Rata2
0.64
7.02
44.98
54.95
75.95
103.34
155
1.83
3.54
40.28
Keterangan : KR KA PT2 PT24 DS2 DS24 MOR MOE IB KPS
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal 2 jam (%) = Pengembangan tebal 24 jam (%) = Daya serap air 2 jam (%) = Daya serap air 24 jam (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2) = Internal bond (Keteguhan rekat,kgf) = Kuat pegang sekrup (kgf)
Lampiran 3 Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai kadar parafin Sampel
KR
KA
DS2
DS 24
PT 2
PT 24
MOR
MOE
IB
KPS
118
0%.1
0.55
6.52
63.23
97.72
23.97
30.45
166
1.45
3.40
69.12
0%.2
0.56
6.10
64.49
101.57
23.20
30.76
216
1.58
3.05
58.18
0%.3
0.57
6.60
65.62
100.58
18.75
25.40
186
1.36
3.68
59.16
0.56
6.40
64.45
99.96
21.97
28.87
189
1.46
3.38
62.15
1%.1
0.50
4.90
20.63
75.94
5.15
20.45
204
1.55
3.55
66.40
1%.2
0.54
5.48
18.25
60.50
4.95
19.60
217
1.43
3.20
63.95
1%.3
0.54
6.44
15.41
51.46
4.15
16.02
215
1.62
3.93
57.15
0.53
5.61
18.10
62.63
4.75
18.69
212
1.53
3.56
62.50
3%.1
0.56
4.95
11.10
38.63
3.02
12.51
223
1.67
3.62
76.51
3%.2
0.54
4.89
9.75
36.15
2.73
9.83
226
1.47
3.20
50.76
3%.3
0.56
5.18
11.10
37.39
3.32
12.81
224
1.64
2.78
63.33
0.55
5.01
10.65
37.39
3.02
11.72
224
1.59
3.20
63.53
5%.1
0.57
5.02
10.03
30.51
3.81
11.37
229
1.22
2.99
56.74
5%.2
0.54
6.08
13.60
41.73
5.43
14.38
183
1.31
3.30
64.39
5%.3
0.56
5.41
11.81
36.12
4.57
12.89
206
1.01
3.08
65.57
0.56
5.50
11.81
36.12
4.60
12.88
206
1.18
3.12
62.23
Rata2
Rata2
Rata2
Rata2
Keterangan : KR KA PT2 PT24 DS2 DS24 MOR MOE IB KPS
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal 2 jam (%) = Pengembangan tebal 24 jam (%) = Daya serap air 2 jam (%) = Daya serap air 24 jam (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2) = Internal bond (Keteguhan rekat,kgf) = Kuat pegang sekrup (kgf)
Lampiran 4 Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda
119
Sampel
KR
KA
PT 2
PT 24
DS 2
DS 24
MOR
IB
KPS
1.60
3.39
46.27 51.34
101
1.58 1.44
5.09 3.87
51.47
157
1.33
3.87
56.62
127
1.72
1.46
43.12
A1
0.54
7.17
5.65
27.33
13.55
65.57
123
A2
0.53
8.43
8.04
28.34
16.55
64.65
183
A3
0.52
7.30
8.56
27.95
16.30
63.90
A4
0.63
6.04
5.10
51.37
9.82
40.84
A5
0.63
5.71
4.26
54.71
8.95
39.14
MOE
Rata2
0.57
6.93
6.32
37.94
13.04
54.82
138
1,53
3.54
49.76
B1
0.60
5.74
9.78
24.97
17.79
47.73
389
3.78
5.33
85.54
B2
0.58
5.50
7.35
23.15
19.25
51.76
112
4.10
4.28
55.01
B3
0.61
5.30
9.13
24.20
18.29
51.12
469
3.78
5.43
55.66
B4
0.64
6.09
5.45
20.67
12.17
47.41
353
5.35
3.56
52.58
B5
0.60
6.51
5.71
14.74
14.25
42.86
471
3.19
2.80
71.04
Rata2
0.61
5.83
7.49
21.54
16.35
48.18
359
4.04
4.28
63.97
C1
0.62
4.80
2.63
11.62
9.73
29.09
334
3.20
2.18
57.28
C2
0.59
5.69
3.64
14.85
14.69
46.00
335
2.44
3.38
49.24
C3
0.58
4.81
0.55
10.68
11.55
39.63
251
3.86
5.56
72.83
C4
0.64
4.55
4.65
11.58
12.18
36.10
336
2.94
2.90
64.36
C5
0.60
5.73
6.88
15.55
13.80
43.84
326
2.69
2.90
69.04
Rata2
0.61
5.12
3.67
12.86
12.39
38.93
316
3.03
3.38
62.55
D1
0.53
7.13
3.46
12.39
14.85
52.60
234
1.48
3.22
63.50
D2
0.55
6.14
5.17
13.05
16.24
54.30
211
1.55
2.82
45.92
D3
0.73
4.51
3.88
12.33
14.87
48.46
204
1.37
3.62
56.25
D4
0.60
6.12
4.75
9.94
14.50
44.57
143
1.77
2.84
79.09
D5
0.60
5.97
4.30
11.93
15.11
49.87
156
1.94
3.22
61.21
Rata2
0.60
5.97
4.31
11.93
15.11
49.96
190
1.62
3.14
61.19
E1
0.57
5.38
6.86
13.40
22.59
55.55
368
1.52
3.70
70.35
E2
0.56
5.68
8.80
12.76
12.08
39.00
381
1.56
5.48
70.43
E3
0.55
5.18
4.97
11.39
17.24
52.58
388
5.12
2.44
72.49
E4
0.64
4.68
5.21
11.42
14.43
43.37
415
4.81
3.96
54.97 76.24
E5
0.68
4.33
3.42
9.58
10.05
31.87
378
4.34
4.22
Rata2
0.60
5.05
5.85
11.71
15.28
44.47
386
3.47
3.96
68.89
F1
0.60
5.73
4.70
14.67
13.26
56.70
166
1.05
2.15
66.79
F2
0.62
5.58
4.85
13.03
15.17
43.60
293
2.96
4.46
62.83
F3
0.63
4.26
4.77
11.88
13.09
39.93
159
2.79
4.86
50.42
F4
0.72
3.99
3.82
9.76
12.76
36.13
282
1.85
2.90
67.20
F5
0.66
5.52
3.74
7.74
10.86
32.78
241
2.67
3.59
68.88
Rata2
0.65
5.01
4.38
11.42
13.03
41.83
228
2.26
3.59
63.22
G1
0.63
5.18
5.70
13.23
9.50
35.60
333
3.12
3.11
59.38
G2
0.63
4.85
2.20
7.22
8.03
33.00
319
2.35
2.81
56.45
G3
0.60
6.42
3.09
9.61
10.74
40.07
219
4.50
2.75
63.17
G4
0.67
4.15
2.06
6.07
8.33
27.84
406
4.33
4.43
74.19
G5
0.69
5.15
3.68
7.02
7.20
26.12
383
2.15
3.28
61.11
Rata2
0.65
5.15
3.35
8.63
8.76
32.53
332
3.29
3.28
62.86
Lanjutan Lampiran 4.
120
Sampel
KR
KA
PT 2
PT 24
DS 2
DS 24
MOR
MOE
IB
KPS
H1
0.65
4.99
2.34
5.44
7.32
24.15
205
2.08
6.14
68.43
H2
0.58
6.09
2.15
7.43
10.01
32.97
242
2.47
3.88
84.03
H3
0.64
5.15
3.02
13.14
11.80
46.30
190
2.09
2.36
56.92
H4
0.69
4.71
1.82
6.68
6.41
24.54
167
1.45
3.37
62.04
H5
0.69
4.85
3.46
12.04
7.76
27.74
182
1.66
1.07
52.27
Rata2
0.65
5.16
2.56
8.95
8.65
31.14
197
1.95
3.36
64.74
I1
0.69
4.96
2.94
11.74
9.55
37.78
348
3.51
1.99
78.72
I2
0.67
7.95
4.67
10.45
11.36
41.71
232
4.56
2.37
59.83
I3
0.64
4.97
5.08
12.86
10.50
31.01
261
3.51
2.47
67.71
I4
0.74
4.14
3.16
5.56
5.00
19.67
317
4.49
2.65
82.36
I5
0.76
5.50
4.78
9.95
6.10
25.56
305
2.96
2.37
50.63
Rata2
0.69
5.50
4.12
10.11
8.50
31.14
292
3.81
2.37
67.85
J1
0.68
5.22
3.30
10.44
9.33
30.76
195
2.53
2.70
65.93
J2
0.68
4.59
2.74
6.33
7.88
27.62
194
1.97
4.86
58.58
J3
0.67
5.27
4.42
8.34
7.61
27.66
196
1.88
2.21
67.75
J4
0.70
5.08
1.44
3.61
7.60
26.71
163
1.39
2.43
78.61
J5
0.73
4.92
2.22
6.03
6.71
22.88
213
1.19
2.41
58.87
Rata2
0.69
5.02
2.83
6.95
7.83
27.13
192
1.79
2.92
65.95
Keterangan : KR KA PT2 PT24 DS2 DS24 MOR MOE IB KPS
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal 2 jam (%) = Pengembangan tebal 24 jam (%) = Daya serap air 2 jam (%) = Daya serap air 24 jam (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2) = Internal bond (Keteguhan rekat,kgf) = Kuat pegang sekrup (kgf)
Lampiran 5 Sifat fisis dan mekanis papan komposit pada berbagai suhu dan waktu pengempaan
121
Sampel
KR
KA
PT 2
PT 24
DS2
DS24
MOR
MOE
IB
KPS
A11
0.50
7.95
3.52
18.20
19.85
58.52
273
1.95
4.01
63.65
A12
0.54
7.30
1.75
17.01
16.10
49.60
305
2.28
3.61
60.30
A13
0.54
7.33
3.10
19.61
12.72
39.37
374
2.66
2.77
49.70
A14
0.53
6.98
2.79
18.27
16.22
49.18
317
2.29
3.46
57.88
A15
0.55
8.08
4.75
18.90
19.61
44.38
358
1.95
-
47.97
Rata2
0.53
7.53
3.18
18.40
16.90
48.21
326
2.23
3.46
55.90
A21
0.54
7.21
5.11
18.50
16.19
46.71
334
2.61
3.14
63.68
A22
0.55
7.22
2.71
15.87
11.49
37.52
301
2.27
4.30
43.89
A23
0.53
7.64
3.51
17.76
15.29
54.49
337
2.49
3.67
51.85
A24
0.55
7.35
3.77
17.37
14.32
46.24
324
2.45
-
53.14
A25
0.57
7.37
7.85
15.54
16.09
45.37
387
2.42
-
51.88
Rata2
0.55
7.36
4.59
17.01
14.68
46.07
337
2.45
3.70
52.89
B11
0.57
6.92
2.68
13.64
12.73
39.49
338
2.49
3.47
67.59
B12
0.58
6.30
2.28
12.93
13.21
40.08
478
3.06
4.60
30.63
B13
0.56
6.67
1.85
12.31
9.70
28.31
457
2.50
3.26
52.64
B14
0.56
6.63
2.27
12.96
13.42
41.53
424
2.68
-
50.28
B15
0.57
6.65
2.77
12.75
13.77
34.42
413
2.53
-
50.58
Rata2
0.57
6.63
2.37
12.92
12.57
36.77
422
2.65
3.77
50.34
B21
0.57
6.83
3.96
15.86
13.41
41.52
388
2.14
4.64
62.18
B22
0.54
6.73
2.05
13.46
2.22
39.88
467
2.88
3.28
74.78
B23
0.56
6.80
4.57
14.08
10.76
33.24
365
3.22
4.65
61.56
B24
0.56
6.78
3.52
14.46
12.13
30.01
407
3.32
-
66.17
B25
0.57
6.77
4.10
14.23
13.13
33.64
424
2.89
-
66.02
Rata2
0.56
6.78
3.64
14.42
12.33
35.66
410
2.89
4.19
66.14
C11
0.59
6.10
4.24
16.13
13.97
43.16
298
2.81
4.39
59.53
C12
0.56
4.70
3.46
17.12
12.73
38.64
413
2.29
4.42
49.61
C13
0.63
5.40
1.03
10.92
9.46
31.09
369
3.03
4.31
67.49
C14
0.59
5.40
2.91
14.72
12.07
37.63
360
2.32
-
58.88
C15
0.60
5.41
3.60
14.22
11.05
34.42
413
2.42
-
59.02
Rata2
0.59
5.40
3.05
14.62
11.86
36.99
371
2.57
4.37
58.91
C21
0.57
6.09
2.64
13.04
13.51
43.69
349
2.35
4.09
68.30
C22
0.53
5.37
2.27
14.52
13.60
40.44
402
2.63
2.93
63.95
C23
0.58
5.25
2.02
13.14
9.64
32.23
338
3.22
3.12
70.36
C24
0.55
5.56
2.31
13.56
12.27
38.81
363
3.00
-
67.54
C25
0.60
5.56
2.77
13.23
13.37
33.16
369
2.73
-
66.58
Rata2
0.57
5.57
2.40
13.50
12.48
37.67
364
2.79
3.38
67.35
D11
0.55
5.80
5.86
17.51
9.56
30.22
418
2.72
4.88
52.92
D12
0.55
5.87
1.49
16.37
11.13
33.72
419
3.27
3.02
66.75
D13
0.54
5.80
3.67
17.51
11.83
32.45
428
3.02
3.02
52.92
D14
0.55
5.82
3.67
17.13
8.89
33.44
439
3.02
-
63.10
D15
0.57
5.85
1.63
14.53
9.61
33.64
424
2.88
-
55.58
Rata2
0.55
5.83
3.26
16.61
10.20
32.69
425
2.98
3.64
58.25
Lanjutan Lampiran 5.
122
Sampel
KR
KA
PT 2
4.39
1.81
PT 24
MOR
MOE
33.25
403
3.08
0.63
D22
0.57
D23
0.58
6.68
2.57
12.04
8.43
27.95
D24
0.60
5.12
2.62
12.66
9.78
32.01
D25
0.63
5.14
1.73
12.58
10.48
28.87
Rata2
0.60
5.12
2.45
12.65
9.85
31.38
Keterangan : KR KA PT2 PT24 DS2 DS24 MOR MOE IB KPS
3.50
13.01
9.60
DS24
D21
4.29
12.96
DS2 10.94
34.84
434
IB
KPS
3.38
3.05
5.56
369
2.75
2.90
62.49
402
2.96
-
59.87
414
2.97
-
59.88
405
2.96
3.94
60.31
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal 2 jam (%) = Pengembangan tebal 24 jam (%) = Daya serap air 2 jam (%) = Daya serap air 24 jam (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2) = Internal bond (Keteguhan rekat,kgf) = Kuat pegang sekrup (kgf)
Lampiran 6 Sifat fisis dan mekanis papan komersial
59.67 59.63
123
Jenis Papan Kayu Lapis
KR
KA
DS
PT
MOE
MOR
1
0.57
12.92
41.94
3.30
40,493
346
2
0.59
12.65
37.56
3.87
43,724
378
3
0.58
12.33
38.14
4.56
40,293
296
0.58
12.63
39.21
3.91
41,504
340
1
0.69
10.56
15.01
62.52
15,509
154
2 3
0.69 0.66 0.68
10.61 11.05 10.74
14.96 15.60 15.19
73.91 69.03 68.49
15,874 17,289 16,224
134 108 132
1 2 3
0.57 0.58 0.58 0.58
12.35 11.96 11.67 12.00
240.96 232.81 253.81 242.53
75.56 73.55 89.76 79.62
7,875 9,662 9,097 8,878
54 75 60 63
1 2 3
0.69 0.70 0.67 0.69
9.92 9.85 10.45 10.07
68.29 73.04 83.81 75.05
13.31 14.94 15.12 14.46
22,663 29,334 26,683 26,227
246 328 293 289
Rata-rata Papan Partikel
Rata-rata MDF 1.6
Rata-rata MDF 0.9
Rata-rata
Keterangan : KR KA PT DS MOR MOE
= Kerapatan (g/cm3) = Kadar air (%) = Pengembangan tebal (%) = Daya serap air (%) = Modulus of rupture (Keteguhan patah, kgf/cm2) = Modulus of elasticity (Modulus elastisitas, 104 kgf/cm2)
Lampiran 7 Hasil ANOVA kerapatan papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 0.67258776 0.08407347 9.71 0.0001 Galat 36 0.31178179 0.00866061
124
Total 44 0.98436955 Kayu 2 0.26508027 0.13254014 15.30 0.0001 Perekat 2 0.16451218 0.08225609 9.50 0.0005 Interaksi 4 0.24299531 0.06074883 7.01 0.0003 Keterangan : SK = sumber keragaman DB = derajat bebas JK = jumlah kuadrat KT = kuadrat tengah Duncan Grouping Mean N F1 A 0.81768 15 1 A A 0.81058 15 2 B 0.65143 15 3 Duncan Grouping Mean N F2 A 0.81010 15 6 A A 0.79475 15 4 B 0.67485 15 2 Lampiran 8 Hasil ANOVA kadar air papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 0.45511710 0.05688964 1.16 0.3515 Galat 36 1.77098283 0.04919397 Total 44 2.22609992 Kayu 2 0.08507381 0.04253691 0.86 0.4298 Perekat 2 0.00374255 0.00187128 0.04 0.9627 Interaksi 4 0.36630073 0.09157518 1.86 0.1385 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 9 Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 51817.12861884 6477.14107736 29.68 0.0001 Galat 36 7857.18875480 218.25524319 Total 44 59674.31737364 Kayu 2 40946.10201604 20473.05100802 93.80 0.0001 Perekat 2 5618.27147418 2809.13573709 12.87 0.0001 Interaksi 4 5252.75512862 1313.18878216 6.02 0.0008 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1
125
A 88.985 15 3 A A 81.645 15 1 B 21.642 15 2 Duncan Grouping Mean N F2 A 75.868 15 2 A A 67.326 15 4 B 49.078 15 6 Lampiran 10 Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 32510.33488 4063.79186 25.87 0.0001 Galat 36 5654.242520 157.06229 Total 44 38164.577408 Kayu 2 28049.178005 14024.58900 89.29 0.0001 Perekat 2 2434.189174 1217.09458 7.75 0.0016 Interaksi 4 2026.96770756 506.74192689 3.23 0.0232 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 112.500 15 3 B 101.273 15 1 C 54.826 15 2 Duncan Grouping Mean N F2 A 96.366 15 2 A A 92.908 15 4 B 79.325 15 6 Lampiran 11 Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit dari jenis kayu
dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 152.245165 19.03064566 17.89 0.0001 Galat 36 38.299501 1.06387503 Total 44 190.544666 Kayu 2 112.574919 56.28745987 52.91 0.0001 Perekat 2 26.506276 13.25313821 12.46 0.0001 Interaksi 4 13.163969 3.29099227 3.09 0.0275 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 7.4499 15 3 A A 7.0167 15 1 B 3.8991 15 2 Duncan Grouping Mean N F2 A 7.0915 15 2 B 6.0596 15 4
126
C 5.2146 15 6 Lampiran 12 Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit dari jenis kayu dan
kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 15840.362164 1980.045270 7.47 0.0001 Galat 36 9547.632360 265.212010 Total 44 25387.994524 Kayu 2 11551.477444 5775.738722 21.78 0.0001 Perekat 2 3430.530884 1715.26544222 6.47 0.0040 Interaksi 4 858.353835 214.58845889 0.81 0.5276 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 82.053 15 3 B 57.599 15 1 C 43.243 15 2 Duncan Grouping Mean N F2 A 73.301 15 2 B 55.269 15 4 B B 54.325 15 6 Lampiran 13 Hasil ANOVA MOR papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang
berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 45768.04929 5721.006162 9.34 0.0001 Galat 36 22059.12784 612.753551 Total 44 67827.17714 Kayu 2 19831.43387 9915.716936 16.18 0.0001 Perekat 2 22492.00546 11246.00273082 18.35 0.0001 Interaksi 4 3444.60996 861.15249049 1.41 0.2519 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 123.958 15 1 B 93.905 15 2 C 72.796 15 3 Duncan Grouping Mean N F2 A 121.115 15 6 B 102.362 15 4 C 67.180 15 2 Lampiran 14 Hasil ANOVA MOE papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang
berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 16369.54731 2046.19341 9.26 0.0001
127
Galat 36 7956.76952 221.02137 Total 44 24326.31684 Kayu 2 5946.28053 2973.14026 13.45 0.0001 Perekat 2 8667.92671 4333.96335 19.61 0.0001 Interaksi 4 1755.34007 438.83501839 1.99 0.1176 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 102.562 15 1 B 86.272 15 2 C 74.527 15 3 Duncan Grouping Mean N F2 A 102.239 15 6 A A 92.062 15 4 B 69.060 15 2 Lampiran 15 Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 3.35534409 0.41941801 2.65 0.0212 Galat 36 5.68889460 0.15802485 Total 44 9.04423869 Kayu 2 1.40626652 0.70313326 4.45 0.0188 Perekat 2 1.78656416 0.89328208 5.65 0.0073 Interaksi 4 0.16251342 0.04062835 0.26 0.9034 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 1.5685 15 1 A B A 1.4188 15 2 B B 1.1418 15 3 Duncan Grouping Mean N F2 A 1.6336 15 6 A B A 1.3475 15 4 B B 1.1481 15 2 Lampiran 16 Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Kayu dan perekat 8 2858.83652204 357.35456526 6.60 0.0001 Galat 36 1948.67701120 54.12991698 Total 44 4807.51353324 Kayu 2 1838.00548884 919.00274442 16.98 0.0001 Perekat 2 970.14291951 485.07145976 8.96 0.0007 Interaksi 4 50.68811369 12.67202842 0.23 0.9173 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 34.467 15 1
128
B 23.279 15 2 B B 19.391 15 3 Duncan Grouping Mean N F2 A 30.904 15 6 A A 26.598 15 4 B 19.635 15 2 Lampiran 17 Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 0.02122500 0.00707500 12.67 0.0021 Galat 8 0.00446667 0.00055833 Total 11 0.02569167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 0.63667 3 13 B 0.58000 3 10 B C B 0.56000 3 4 C C 0.52000 3 7 Lampiran 18 Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 0.99486667 0.33162222 0.37 0.7764 Error 8 7.15540000 0.89442500 Total 11 8.15026667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 19 Hasil ANOVA daya serap air 2 jam pengaruh kadar air partikel terhadap kualitas papan komposit SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 3170.94180000 1056.98060000 18.34 0.0006 Galat 8 461.13246667 57.64155833 Total 11 3632.07426667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 75.953 3 13 A A 64.447 3 4 A A 62.383 3 10 B 32.003 3 7
129
Lampiran 20 Hasil ANOVA daya serap air 24 Jam papan komposit pada berbagai kadar
air partikel SK DF JK KT F hitung Pr > F KA 3 787.03780000 262.34593333 2.27 0.1574 Galat 8 924.43146667 115.55393333 Total 11 1711.46926667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 21 Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai
kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 14.44143908 4.81381303 22.52 0.0003 Galat 8 1.70999875 0.21374984 Total 11 16.15143783 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 6.6886 3 13 B 5.1500 3 10 B B 4.6809 3 4 C 3.6418 3 7 Lampiran 22 Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit pada berbagai
kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 11.91394590 3.97131530 7.78 0.0093 Galat 8 4.08342822 0.51042853 Total 11 15.99737412 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 7.3777 3 13 B 5.3677 3 4 B B 5.1580 3 10 B B 4.8319 3 7 Lampiran 23 Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 7641.71969167 2547.23989722 4.29 0.0442 Galat 8 4752.29860000 594.03732500 Total 11 12394.01829167
130
Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 223.76 3 7 A B A 198.65 3 10 B A B A 179.34 3 4 B B 155.05 3 13 Lampiran 24 Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai kadar air partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 0.49206667 0.16402222 6.77 0.0138 Galat 8 0.19380000 0.02422500 Total 11 0.68586667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 1.8933 3 10 A A 1.8333 3 13 B 1.4967 3 7 B B 1.4300 3 4 Lampiran 25 Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai kadar air
partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 4.60695833 1.53565278 5.25 0.0270 Galat 8 2.33853333 0.29231667 Total 11 6.94549167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 4.6000 3 7 A A 4.2267 3 10 A B A 3.5467 3 13
131
B B 2.9900 3 4 Lampiran 26 Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai kadar air
partikel SK DB JK KT F hitung Pr > F KA 3 1628.26509167 542.75503056 2.75 0.1120 Galat 8 1576.26020000 197.03252500 Total 11 3204.52529167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 27 Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 0.00209167 0.00069722 2.79 0.1094 Galat 8 0.00200000 0.00025000 Total 11 0.00409167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 28 Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 3.02502500 1.00834167 4.08 0.0495 Galat 8 1.97586667 0.24698333 Total 11 5.00089167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 6.4067 3 0 A B A 5.6067 3 1 B A B A 5.5033 3 5 B B 5.0067 3 3
132
Lampiran 29 Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 5931.71856667 1977.23952222 656.19 0.0001 Galat 8 24.10580000 3.01322500 Total 11 5955.82436667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 64.447 3 0 B 18.097 3 1 C 11.813 3 5 C C 10.650 3 3 Lampiran 30 Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 31.69697339 10.56565780 50.18 0.0001 Galat 8 1.68456756 0.21057095 Total 11 33.38154095 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 9.9975 3 0 B 7.8887 3 1 C 6.1142 3 3 C C 5.9978 3 5 Lampiran 31 Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 722.22142500 240.74047500 107.42 0.0001 Galat 8 17.92920000 2.24115000 Total 11 740.15062500 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 21.973 3 0 B 4.750 3 1 B B 4.603 3 5 B B 3.023 3 3
133
Lampiran 32 Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 552.96462500 184.32154167 37.73 0.0001 Galat 8 39.07846667 4.88480833 Total 11 592.04309167 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 28.870 3 0 B 18.690 3 1 C 12.880 3 5 C C 11.717 3 3 Lampiran 33 Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 1913.25420000 637.75140000 2.11 0.1770 Galat 8 2416.01706667 302.00213333 Total 11 4329.27126667 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 34 Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 0.30102500 0.10034167 7.07 0.0122 Galat 8 0.11360000 0.01420000 Total 11 0.41462500 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 1.59333 3 3 A A 1.53333 3 1 A A 1.46333 3 0 B 1.18000 3 5 Lampiran 35 Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 0.34136667 0.11378889 1.05 0.4231 Galat 8 0.86953333 0.10869167 Total 11 1.21090000 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 36 Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai kadar parafin SK DB JK KT F hitung Pr > F Parafin 3 3.64490000 1.21496667 0.02 0.9960 Galat 8 496.77140000 62.09642500
134
Total 11 500.41630000 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 37 Hasil ANOVA kerapatan papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 0.07807856 0.00867540 3.99 0.0011 Galat 40 0.08694679 0.00217367 Total 49 0.16502534 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 0.69999 5 I A A 0.69073 5 J A B A 0.65170 5 H B A B A 0.64528 5 F B A B A 0.64503 5 G B B C 0.60788 5 B B C B C 0.60683 5 C B C B C 0.60099 5 D B C B C 0.60004 5 E C C 0.57191 5 A Lampiran 38 Hasil ANOVA kadar air papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda
135
SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 0.72178527 0.08019836 2.74 0.0135 Galat 40 1.16883605 0.02922090 Total 49 1.89062132 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 2.6261 5 A A B A 2.4378 5 D B A B A 2.4125 5 B B B 2.3308 5 I B B 2.2686 5 H B B 2.2635 5 G B B 2.2592 5 C B B 2.2441 5 E B B 2.2390 5 J B B 2.2330 5 F Lampiran 39 Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan pada arah lapisan anyaman
bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 11.19524133 1.24391570 9.17 0.0001 Galat 40 5.42430439 0.13560761 Total 49 6.61954572 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 3.9973 5 D
136
A A 3.8091 5 B A A 3.6973 5 C A A 3.5826 5 A A A 3.5793 5 E B 3.0015 5 G B B 2.9523 5 F B B 2.7755 5 J B B 2.7609 5 H B B 2.6632 5 I Lampiran 40 Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan pada arah lapisan anyaman
bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 3942.78642254 438.08738028 6.84 0.0001 Galat 40 2560.73347968 64.01833699 Total 49 6503.51990222 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 54.819 5 A A B A 49.960 5 D B A B A 48.176 5 B B A B A 44.473 5 E B B C 41.826 5 F B C B C 38.931 5 C
137
C D C 32.526 5 G D C D C 31.146 5 I D C D C 31.141 5 H D D 27.128 5 J Lampiran 41 Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan pada arah lapisan anyaman
bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 6.24470117 0.69385569 5.13 0.0001 Galat 40 5.40607847 0.13515196 Total 49 11.65077964 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 2.7170 5 B A B A 2.4924 5 A B A B A 2.3892 5 E B B C 2.0884 5 F B C B C 2.0708 5 D B C B C 2.0179 5 I C C 1.8107 5 C C C 1.7960 5 G C C 1.6534 5 J C C 1.5886 5 H
138
Lampiran 42 Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan pada arah lapisan anyaman
bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 3831.46394878 425.71821653 16.45 0.0001 Galat 40 1035.33128591 25.88328215 Total 49 4866.79523470 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 37.939 5 A B 21.545 5 B C 12.857 5 C C C 11.926 5 D C C 11.711 5 E C C 11.415 5 F C C 10.112 5 I C C 8.945 5 H C C 8.632 5 G C C 6.950 5 J
139
Lampiran 43 Hasil ANOVA MOR papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 307.77615988 34.19735110 8.90 0.0001 Galat 40 153.73202780 3.84330070 Total 49 461.50818768 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 19.646 5 E A A 18.493 5 B A A 18.128 5 G A A 17.757 5 C A B A 17.059 5 I B B C 14.984 5 F C D C 14.010 5 H D C D C 13.848 5 J D C D C 13.715 5 D D D 11.698 5 A Lampiran 44 Hasil ANOVA MOE papan pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 40.80284200 4.53364911 6.52 0.0001
140
Galat 40 27.80124000 0.69503100 Total 49 68.60408200 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N TREAT A 4.0400 5 B A A 3.8060 5 I A A 3.4700 5 E A B A 3.2900 5 G B A B A C 3.0260 5 C B C B D C 2.2640 5 F D C D C 1.9500 5 H D D 1.7920 5 J D D 1.6220 5 D D D 1.5340 5 A Lampiran 45 Hasil ANOVA keteguhan rekat papan pada arah lapisan anyaman bambu
yang berbeda SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 1.31475290 0.14608366 1.74 0.1109 Galat 40 3.35319816 0.08382995 Total 49 4.66795106 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 46 Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan pada arah lapisan anyaman bambu
yang berbeda
141
SK DB JK KT F hitung Pr > F Lapisan 9 1247.78176296 138.64241811 1.36 0.2395 Galat 40 4084.15087216 102.10377180 Total 49 5331.93263512 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 47 Hasil ANOVA kerapatan papan komposit pada berbagai suhu dan waktu
pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F F1 3 0.00994750 0.00331583 8.67 0.0002 F2 1 0.00056250 0.00056250 1.47 0.2341 F1*F2 3 0.00844750 0.00281583 7.36 0.0007 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 0.580000 10 140 A A 0.577000 10 160 A A 0.564000 10 120 B 0.540000 10 100 Duncan Grouping Mean N F2 A 0.569000 20 15 A A 0.561500 20 10 Lampiran 48 Hasil ANOVA kadar air papan komposit pada berbagai suhu dan waktu
pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 29.59093750 4.22727679 21.65 0.0001 Galat 32 6.24796000 0.19524875 Total 39 35.83889750 suhu 3 28.15764750 9.38588250 48.07 0.0001 waktu 1 0.19740250 0.19740250 1.01 0.3222 interaksi 3 1.23588750 0.41196250 2.11 0.1184 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 7.4430 10 100 B 6.7080 10 120 C 5.4840 10 140 C C 5.4760 10 160
142
Lampiran 49 Hasil ANOVA daya serap air 2 jam papan komposit pada berbagai suhu
dan waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 183.83596000 26.26228000 8.64 0.0001 Galat 32 97.27568000 3.03986500 Total 39 281.11164000 Suhu 3 170.04366000 56.68122000 18.65 0.0001 Waktu 1 3.01401000 3.01401000 0.99 0.3268 Interaksi 3 10.77829000 3.59276333 1.18 0.3321 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 15.7880 10 100 B 12.4480 10 120 B B 12.1670 10 140 C 10.0250 10 160 Lampiran 50 Hasil ANOVA daya serap air 24 jam papan komposit pada berbagai suhu
dan waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 7.71400918 1.10200131 7.22 0.0001 Galat 32 4.88176977 0.15255531 Total 39 12.59577895 Suhu 3 7.59276439 2.53092146 16.59 0.0001 Waktu 1 0.05886649 0.05886649 0.39 0.5389 Interaksi 3 0.06237830 0.02079277 0.14 0.9376 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 6.8519 10 100 B 6.0997 10 140 B C B 6.0049 10 120 C C 5.6570 10 160 Lampiran 51 Hasil ANOVA pengembangan tebal 2 jam papan komposit pada berbagai
suhu dan waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 1.35954075 0.19422011 1.79 0.1229
143
Galat 32 3.46498291 0.10828072 Total 39 4.82452366 Suhu 3 0.58468838 0.19489613 1.80 0.1671 Waktu 1 0.07223130 0.07223130 0.67 0.4201 Interaksi 3 0.70262108 0.23420703 2.16 0.1117 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 52 Hasil ANOVA pengembangan tebal 24 jam papan komposit pada berbagai
suhu dan waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 163.49657750 23.35665393 15.36 0.0001 Galat 32 48.66972000 1.52092875 Total 39 212.16629750 Suhu 3 107.04944750 35.68314917 23.46 0.0001 Waktu 1 12.93906250 12.93906250 8.51 0.0064 Interaksi 3 43.50806750 14.50268917 9.54 0.0001 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 17.7030 10 100 B 14.6300 10 160 B B 14.0600 10 140 B B 13.4560 10 120 Duncan Grouping Mean N F2 A 15.5310 20 10 B 14.3935 20 15 Lampiran 53 Hasil ANOVA MOR papan komposit pada berbagai suhu dan waktu
pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 52329.8552375 7475.69360 5.68 0.0003 Galat 32 42123.1831600 1316.34947 Total 39 94453.0383975 Suhu 3 50473.6528475 16824.55094 12.78 0.0001 Waktu 1 500.48550250 500.48550 0.38 0.5419 Interaksi 3 1355.71688750 451.90562 0.34 0.7942 Keterangan : sama dengan Lampiran 6
144
Duncan Grouping Mean N F1 A 415.92 10 120 A A 414.92 10 160 B 367.26 10 140 C 331.04 10 100 Lampiran 54 Hasil ANOVA MOE papan komposit pada berbagai suhu dan waktu
pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 2.48356197 0.35479457 4.34 0.0018 Galat 32 2.61413800 0.08169181 Total 39 5.09769998 Suhu 3 2.11247787 0.70415929 8.62 0.0002 Waktu 1 0.26066102 0.26066102 3.19 0.0835 Interaksi 3 0.11042308 0.03680769 0.45 0.7186 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F1 A 2.9724 10 160 A B A 2.7702 10 120 B B 2.6798 10 140 C 2.3365 10 100 Lampiran 55 Hasil ANOVA keteguhan rekat papan komposit pada berbagai suhu dan
waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 3.30539688 0.47219955 1.04 0.4282 Galat 24 10.86322500 0.45263437 Total 31 14.16862187 Suhu 3 0.68958437 0.22986146 0.51 0.6806 Waktu 1 0.00052813 0.00052813 0.00 0.9730 Interaksi 3 2.61528438 0.87176146 1.93 0.1523 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Lampiran 56 Hasil ANOVA kuat pegang sekrup papan komposit pada berbagai suhu dan
waktu pengempaan SK DB JK KT F hitung Pr > F Suhu dan waktu 7 1221.88004000 174.55429143 3.64 0.0054 Galat 32 1535.35392000 47.97981000 Total 39 2757.23396000 Suhu 3 386.62638000 128.87546000 2.69 0.0630 Waktu 1 338.72400000 338.72400000 7.06 0.0122 Interaksi 3 496.52966000 165.50988667 3.45 0.0280 Keterangan : sama dengan Lampiran 6 Duncan Grouping Mean N F2 A 61.671 20 15 B 55.851 20 10
145
146
147
148
149
150
151