AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
SIFAT ORGANOLEPTIK, SIFAT FISIK, SERTA KADAR β-KAROTEN DAN α-TOKOFEROL EMULSI BUAH MERAH (Pandanus conoideus) The Organoleptic Properties, Physical Properties, and the Level of β-carotene and α-tocopherol of Red Fruit (Pandanus conoideus) Oil Emulsion Zita Letviany Sarungallo1, Murtiningrum1, Harry Triely Uhi2, Mathelda Kurniaty Roreng1, Aprida Pongsibidang1 1
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua, Jl. Gunung Salju Amban Manokwari 98314, Papua Barat 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Badan Litbang Pertanian, Jl. Base Camp Arfai Gunung, Manokwari 98312, Papua Barat Email:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat organoleptik dan sifat fisik, serta kandungan β-karoten dan α-tokoferol dari emulsi buah merah (Pandanus conoideus). Emulsi buah merah dibuat dengan menggunakan rasio minyak dan air 7:3 dengan perlakuan jenis pengemulsi yaitu F0 (CMC (carboxyl methyl cellulose) 0,20%), F1 (Tween 80 0,5% dan CMC 0,2%), dan F2 (Tween 20 0,5% dan CMC 0,2%). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, formulasi emulsi buah merah yang paling disukai panelis adalah F1 dengan komposisi tween 80 0,50%, CMC 0,20%, sodium benzoat 0,06%, ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) 0,02%, esens orange citrus 1,5%, dan gula 15%, dengan tingkat kesukaan terhadap warna dengan nilai 4,5 (suka sampai sangat suka), rasa 3,8 (netral sampai suka), aroma 3,8 (netral sampai suka), tekstur 4,1 (suka), dan daya alir 6,1 (kental). Emulsi minyak buah merah secara fisik berwarna merah oranye, beraroma orange citrus, berasa manis, bertekstur kental, viskositas 20,5 dPa.s, pH 6,4 dan kestabilan 100% pada penyimpanan 30 hari suhu kamar. Kandungan β-karoten dan α-tokoferol masing-masing sebesar 14 mg/kg dan 229,4 mg/kg. Kata kunci: Buah merah (Pandanus conoideus), emulsi, sifat organoleptik, sifat fisik, β-karoten, α-tokoferol ABSTRACT The objective of this study was to determine the organoleptic and physical properties, and the level of β-carotene and α-tocopherol of red fruit (Pandanus conoideus) emulsion. The emulsion was made by mixing red fruit oil and water in ratio of 7:3, with addition of some emulsifiers as treatments, namely 0.20% of CMC (carboxyl methyl cellulose) (F0), 0.5% of Tween 80 and 0.2% of CMC (F1), and 0.5% of Tween 20 and 0.2% of CMC (F2). Based on the organoleptic evaluation, the most preferred formulation of red fruit emulsion was F1, which have complementary ingredients, namely 0.50% of Tween 80, 0.20% of CMC, 0.06% of sodium benzoate, 0.02% of ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA), 1.5% of orange citrus essence, and 15% of sugar. The acceptance scores of the formulation for color, taste, aroma, and texture were 4.5 (like-extremely like), 3.8 (neutral-like), 3.8 (neutral-like), and 4.1 (like), respectively, and the level of viscosity was thick with organoleptic score of 6.1 (thick). Physically, red fruit emulsion has red orange in color, citrus in aroma, sweet in taste, viscous in texture, viscosity 20.5 dPa.s, pH 6.4, and stability 100% in strorage for 30 days at room temperature. The content of β-carotene and α-tocopherol were 14 mg/kg and 229.4 mg/kg respectively. Keywords: Red fruit (Pandanus conoideus), emulsion, organoleptic and physical properties, β-carotene, α-tocopherol
177
PENDAHULUAN Minyak buah merah merupakan ekstrak buah merah (Pandanus conoideus), yang mengandung berbagai komponen aktif yaitu α-karoten, β-karoten, β-kriptosantin, dan α-tokoferol, serta asam lemak tidak jenuh, terutama asam oleat, linoleat dan palmitoleat (Murtiningrum dkk., 2005; Surono dkk., 2008). Disamping itu dilaporkan pula bahwa minyak buah merah menguntungkan kesehatan secara in vivo seperti menghambat tumor dan membunuh sel kanker (Mun’im dkk., 2006; Surono dkk., 2008), antiinflamasi dan meningkatkan sel imun (Sukandar dkk., 2005; Khiong dkk., 2009) serta meningkatkan fertilitas (Rifki, 2009). Namun pemanfaatan minyak buah merah ini sangat terbatas karena hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk minyak. Salah satu diversifikasi pangan yang semakin diminati karena memiliki keunggulan sifat fisikokimianya yaitu formulasi emulsi. Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain yang tidak bercampur dalam keadaan biasa (Winarno, 1992). Prinsip pembuatan emulsi adalah pencampuran atau homogenasi tanpa melibatkan suhu tinggi dalam waktu yang relatif singkat, sehingga komponen aktifnya terutama karotenoid dan tokoferol relatif stabil. Dengan demikian produk emulsi buah merah berpotensi untuk mengatasi kekurangan vitamin A dan vitamin E, serta dengan cita rasa yang menarik akan disukai semua kalangan, disamping dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Kajian tentang penentuan jenis pengemulsi yang dapat membentuk emulsi buah merah pada berbagai rasio minyak air telah dilakukan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengemulsi yang mampu membentuk emulsi buah merah yaitu tween 20, tween 80 dan carboxyl methyl cellulose (CMC), sedangkan pengemulsi yang tidak dapat membentuk emulsi buah merah yaitu gelatin, GMS (gliserol monostearat), lesitin, SPAN 60 (sorbitan monostearat), gum arabik, pektin dan dekstrin. Konsentrasi tween 20 dan tween 80 sebesar 0,45% sesuai untuk rasio minyak air 7:3, sedangkan konsentrasi CMC sebesar 0,25% sesuai untuk rasio minyak air 6:4 (Murtiningrum dkk., 2013). Penggunaan CMC, tween 20 dan tween 80 dalam emulsifikasi minyak buah merah hingga dapat membentuk emulsi karena dapat berfungsi sebagai pengemulsi. CMC merupakan kelompok pengemulsi yang memiliki gugus OH dan CH2CO2H (Rohman dkk., 2012). Sedangkan tween 20 dan tween 80 memiliki gugus hidroksil, oksietilen dan hidrokarbon rantai panjang, dimana terdapat perbedaan hidrokarbon penyusun tween 20 dan tween 80 yaitu berturutturut C12:0 (laurat) dan C18:1 (oleat) (Hsu dan Nacu, 2003). Emulsi buah merah dengan penggunaan CMC, tween 20 atau tween 80 memiliki kestabilan yang rendah (stabil selama 5 hari), pada hari keenam emulsi yang terbentuk mengalami
178
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
deemulsifikasi yang ditandai dengan butiran-butiran lemak mulai tampak mengapung di permukaan emulsi dan lama kelamaan terlihat dengan jelas terpisahnya fase minyak dan air (Murtiningrum dkk., 2013). Pada penelitian ini dibuat emulsi buah merah dengan menggunakan kombinasi pengemulsi CMC, tween 80 dan CMC, tween 20. Penggunaan kombinasi pengemulsi ini didasarkan pada pemikiran bahwa fungsi CMC tidak hanya sebagai pengemulsi tetapi juga dapat berfungsi sebagai penstabil sehingga diharapkan emulsi buah merah yang dihasilkan memiliki kestabilan lebih baik. Penggunaan CMC dalam industri tidak hanya berfungsi sebagai pengemulsi tetapi juga dapat berfungsi sebagai penstabil, bahan pendispersi, pengental dan bahan pembentuk gel (Bono dkk., 2009). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi CMC dan tween terhadap sifat fisik emulsi buah merah dan tingkat kesukaan panelis berdasarkan uji organoleptik. Bahan baku emulsi buah merah adalah minyak buah merah yang mengandung komponen antioksidan β-karoten dan a-tokoferol masing-masing sebesar 27 mg/kg dan 261,8 mg/kg (Murtiningrum dkk., 2011), maka pada penelitian ini juga akan ditentukan kandungan β-karoten dan -tokoferol dari emulsi buah merah. METODE PENELITIAN Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah minyak buah merah klon Monsmir asal Distrik Merdey Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Indonesia. Sedangkan bahan tambahan dalam pembuatan emulsi adalah polyoxyethylene sorbitan monolaurate (tween 20) dan polyoxyethylene sorbitan monooleate (tween 80) dari Merck (Darmstadt, Germany), carboxyl methyl cellulose (CMC), gula, esens orange citrus, butylated hydroytoluene (BHT), ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA), dan sodium benzoat menggunakan kualitas teknis. Adapun bahan kimia kualitas Pro Analysis digunakan untuk analisis β-karoten dan a-tokoferol. Ekstraksi dan Degumming Minyak Buah Merah Minyak buah merah dihasilkan dengan cara tradisional Merdey yaitu pipilan buah merah direbus dengan perbandingan air dan buah 1:3 selama 30-40 menit, kemudian dilumatkan dan dipres. Minyak yang dihasilkan kemudian disaring dan diendapkan, sebelum dilakukan pengemasan (Murtiningrum dkk., 2009). Proses degumming dilakukan dengan cara mencampurkan minyak buah merah dengan asam sitrat 0,2%, dalam penangas air pada suhu 60-70oC selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air (60oC) dan
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
pengendapan. Proses ini diulang sampai pH air pencucian netral. Minyak yang dihasilkan kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80oC dan dikemas. Pembuatan Emulsi Minyak Buah Merah Rasio minyak dan air yang digunakan dalam pembuatan emulsi ini adalah 7:3, sedangkan jenis dan konsentrasi pengemulsi yang digunakan, yaitu kombinasi pengemulsi ganda CMC 0,2% dengan tween 20 0,5%, dan CMC 0,2% dengan tween 80 0,5% (Murtiningrum dkk., 2012). Sebagai pembanding digunakan pengemulsi tunggal yaitu CMC 0,2%. Jenis dan konsentrasi pengemulsi dalam setiap formula emulsi minyak buah merah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Formula emulsi minyak buah merah Formula
Rasio minyak:air
F0 F1 F2
7:3 7:3 7:3
Konsentrasi pengemulsi Tween 80 (%) 0 0,50 0
Tween 20 (%) 0 0 0,50
CMC (%) 0,20 0,20 0,20
Konsentrasi bahan tambahan makanan lainnya yang digunakan dalam formulasi emulsi minyak buah merah, disesuaikan dengan batas penggunaan maksimum menurut peraturan Menteri Kesehatan RI (1992) yaitu sodium benzoat 0,06% sebagai pengawet, EDTA 0,02% sebagai pengkelat, BHT 0,02% sebagai antioksidan, esens 1,5% untuk meningkatkan aroma dan gula 15% sebagai pemanis. Proses pembuatan emulsi minyak buah merah dilakukan dengan cara mendispersikan pengemulsi ke dalam air (Saputra, 1996). Setiap formulasi emulsi diawali dengan melarutkan BHT dan EDTA dalam minyak buah merah dengan cara dihomogenisasi selama ±30 detik, kemudian pada tempat yang terpisah pengemulsi dilarutkan dalam air hangat, setelah itu ditambahkan gula, sodium benzoat dan esens orange citrus. Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam minyak buah merah dan dihomogenisasi kembali menggunakan homogenizer (WiseMixe HG-15A, Daihan) selama 5-10 menit. Analisis Sifat Fisik Karakterisasi fisik emulsi minyak buah merah dilakukan dengan mengukur viskositas (Viscotester VT-04, Rion), pH (EUTECH Instruments, PH 510), dan kestabilan (Yuwono dan Susanto, 2001; Nasution dkk., 2004). Pengukuran viskositas menggunakan viskosimeter yaitu dengan cara menempatkan sampel (±100 ml) dalam wadah yang diletakkan dibawah rotor alat, yang akan berputar dengan kecepatan tertentu dan nilai viskositas (desipascal.seconds = dPa.s) ditunjukkan
pada layar monitor alat. Kestabilan emulsi ditentukan setelah 30 hari penyimpanan emulsi pada suhu kamar dan dihitung sebagai persen pemisahan antara fase minyak dan fase air dari emulsi yang terbentuk selama 30 hari. Pengujian Organoleptik Pengujian sifat organoleptik ketiga formula emulsi dilakukan setelah 30 hari penyimpanan pada suhu kamar dengan menggunakan dua cara uji, yaitu uji hedonik dan uji penjenjangan. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap formula emulsi minyak buah merah berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan skor (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka dan (5) sangat suka. Sedangkan uji penjenjangan dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan daya alir emulsi minyak buah merah dengan skor (1) sangat tidak kental, (2) tidak kental, (3) agak tidak kental, (4) netral, (5) agak kental, (6) kental, (7) sangat kental (Soekarto, 1985). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 25 orang yang terdiri dari mahasiswa dan dosen. Analisis Kandungan β-karoten dan a-tokoferol Analisis kandungan β-karoten (AOAC, 1999) dan a-tokoferol (IUPAC, 1987) hanya dilakukan pada formulasi dengan tingkat penerimaan panelis tertinggi dan sifat fisik terbaik. Analisis Data Data hasil pengujian organoleptik dan sifat fisik emulsi minyak buah merah dianalisis ragam menggunakan program SPSS Release 8,0. Apabila perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata maka akan di uji lanjut dengan Duncan Multiple Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Emulsi Minyak Buah Merah Penggunaan jenis dan konsentrasi pengemulsi yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas emulsi minyak buah merah yang dihasilkan. Formula emulsi dengan CMC (F0) cenderung memiliki viskositas lebih tinggi (25,5 dPa.s), dibandingkan dengan formula emulsi dengan penggunaan tween 20 dan CMC (21,5 dPa.s) dan penggunaan tween 80 dan CMC (20,5 dPa.s) (Tabel 2). Gum selulosa (CMC) mampu membentuk larutan yang mengandung air dimana molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk CMC dan menghasilkan viskositas yang tinggi, sehingga CMC dapat berfungsi sebagai pengental (Hui, 1992; Mirhosseini dan Tan, 2010).
179
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
Tabel 2. Sifat fisik emulsi minyak buah merah Formulasi (jenis dan konsentrasi pengemulsi) Sifat fisik
Viskositas (dPa.s) pH Kestabilan (%) (30 hari)
F0 (CMC 0,2%)
F1 (Tween 80 0,5% + CMC 0,2%)
F2 (Tween 20 0,5% + CMC 0,2%)
25,5b
20,5a
21,5a
6,2a
6,4a
6,7a
-
100
100
Keterangan: - = Emulsi tidak stabil (rusak pada hari ke-5). Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Derajat keasaman (pH) dari ketiga formula emulsi minyak buah merah berkisar antara 6,2-6,7. Penggunaan pengemulsi baik CMC maupun tween serta interaksinya dengan bahan tambahan lain (gula, EDTA, BHT, sodium benzoat dan esens) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH emulsi minyak buah merah. pH ketiga formula emulsi minyak buah merah lebih dipengaruhi oleh derajat keasaman bahan baku (minyak buah merah) yang sama yaitu sekitar 6,5. Kestabilan ketiga formula emulsi yang diuji setelah 30 hari penyimpanan menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 2). Emulsi yang menggunakan pengemulsi tunggal yaitu CMC 0,2% (F0) telah mengalami koelesen pada hari ke-5, ditandai dengan terbentuknya globula minyak yang terpisah dalam emulsi selama penyimpanan (Gambar 1). Walaupun formula F0 telah mengalami koalesen, fase minyak dan fase air belum terpisah secara nyata selama 30 hari sehingga kestabilan emulsinya tidak dapat diukur. Sedangkan penggunaan pengemulsi campuran pada formula F1 dan F2 menghasilkan emulsi yang stabil, dengan nilai kestabilan emulsi 100%, selama penyimpanan 30 hari. Prinsip dasar kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam sistem emulsi (Suryani dkk., 2002). Sedangkan Dybowska (2008) menghubungkan kestabilan dengan keseragaman ukuran molekul fase pendispersi dan fase terdispersinya dengan konfigurasi terbaik. Apabila gaya tarik menarik dan tolak menolak antar fase dalam sistem emulsi dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol dan jika kerapatan antara dua fase tinggi, maka partikelpartikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung sehingga stabilitas sistem emulsi semakin baik. Penggunaan CMC dalam emulsifikasi buah merah menghasilkan emulsi buah merah dengan tingkat kestabilan rendah diduga dipengaruhi oleh sifat pengemulsi dan rasio minyak air yang digunakan. Rasio minyak dan air yang
180
digunakan dalam pembuatan emulsi yaitu 7:3, sementara struktur CMC sangat didominasi oleh gugus hidrofilik. Akibatnya tidak dapat dipertahankan keseimbangan gaya tarik menarik dan tolak menolak antar fase dalam sistem emulsi, sehingga penggunaan CMC hanya dapat menghasilkan emulsi buah merah yang stabil selama lima hari. Berbeda dengan CMC, struktur tween 20 dan tween 80 yang memiliki hidrokarbon rantai panjang membuat emulsi buah merah yang dihasilkan lebih stabil. Pelarutan fase terdispersi dalam fase pendispersi lebih mudah terjadi dengan bertambahnya panjang rantai hidrokarbon (Marchaban, 2005; Joshi dkk., 2012). Rantai hidrokarbon dihalangi dalam pergerakan termalnya jika dua droplet air saling mendekati terlalu rapat dan gugus kepala hidrofiliknya didehidrasi sehingga terjadi kontak yang rapat. Akibat adanya tolakan hidrasi tersebut dapat menstabilkan emulsi (Viyoch dkk., 2003; Marchaban, 2005). Selain itu, diduga penggunaan kombinasi tween dan CMC lebih stabil dibandingkan dengan hanya menggunakan CMC dipengaruhi juga oleh fungsi CMC sebagai penstabil. Kemampuan CMC meningkatkan viskositas emulsi akibat dari terperangkapnya molekul air yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi. Sifat Organoleptik Emulsi Minyak Buah Merah Hasil pengujian organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan daya alir dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis dan konsentrasi pengemulsi berpengaruh nyata (p<0,05) pada warna, rasa, tekstur dan daya alir emulsi sedangkan aroma emulsi tidak memberikan pengaruh nyata. Tabel 3. Sifat organoleptik emulsi minyak buah merah Formulasi (jenis dan konsentrasi pengemulsi) F0 (CMC 0,2%)
F1 (Tween 80 0,5% + CMC 0,2%)
F2 (Tween 20 0,5% + CMC 0,2%)
Warna*
2,5b
4,5a
4,1a
Rasa*
3,0
3,8
a
3,3b
Aroma*
3,3a
3,8a
3,6a
Tekstur*
3,0
4,1
a
3,6ab
Daya alir**
5,3b
6,1a
6,4a
Parameter
b
b
Ket.: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05).
* Uji hedonik.
** Uji Penjenjangan
Secara visual warna ketiga formula emulsi sama yaitu didominasi warna oranye keruh (Gambar 1). Terbentuknya emulsi dapat dilihat dari kenampakannya yang buram atau opaque (Yuwanti dkk., 2011), sedangkan warna oranye
sebagai indikasi bahwa produk ini kaya karoten yang berasal dari bahan bakunya (minyak buah merah) yang mengandung total karoten 333-3308 mg/kg (Murtiningrum dkk., 2012).
Gambar 1. Emulsi minyak buah merah dari ketiga formula (F0: CMC; F1: Tween 80+CMC; F2: Tween 20+CMC; I: ulangan 1, II: ulangan 2; : globula minyak yang terpisah)
Walaupun secara visual tampak berwarna sama, namun tingkat penerimaan panelis terhadap warna emulsi berbedabeda yaitu berkisar antara tidak suka sampai sangat suka. Warna emulsi dengan penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1) paling disukai, sedangkan warna emulsi dengan penggunaan CMC 0,2% (F0) tidak disukai (Tabel 3). Warna emulsi F0 tidak disukai panelis karena memiliki warna merah yang lebih gelap dibandingkan dengan emulsi F1 yang berwarna oranye (lebih terang). Warna formula F0 lebih gelap disebabkan karena telah terjadi penggabungan kembali globula-globula minyak, yang berwarna merah tua, dalam emulsi. Rasa emulsi minyak buah merah yang disukai yaitu penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1), sedangkan dua formula emulsi lainnya (F0 dan F2) kurang disukai. Walaupun konsentrasi gula yang berkontribusi rasa manis pada ketiga formula tersebut sama (15%), namun memberikan perbedaan yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis. Menurut Winarno (1997) semakin kental suatu bahan maka penerimaan intensitas rasanya semakin berkurang. Oleh karena itu tingkat penerimaan rasa emulsi buah merah ini dipengaruhi dengan viskositas emulsi yang dihasilkan. Penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1) memiliki viskositas terendah 20,5 dPa.s dibandingkan formula F0 dan F2 masing-masing 25,5 dPa.s dan 21,5 dPa.s (Tabel 2). Rendahnya viskositas emulsi F1 yang menggunakan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% memberikan intensitas rasa manis yang lebih tinggi karena semakin rendah viskositas emulsi maka makin cepat timbulnya rangsangan terhadap kelenjar air liur pada lidah terhadap rasa manis (Winarno, 1997). Perbedaan viskositas emulsi antara formula yang menggunakan kombinasi tween 80, CMC dan tween 20, CMC diduga disebabkan oleh perbedaan hidrokarbon
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
penyusunnya. Penyusun hidrokarbon tween 80 yaitu asam oleat (C18:1) dan hidrokarbon tween 20 yaitu asam laurat (C12:0), dimana keberadaan hidrokarbon jenuh lebih efisien dalam menstabilkan emulsi karena pelarutan fase terdispersi dalam fase pendispersi dapat dihalangi oleh keberadaan ikatan rangkap dalam hidrokarbon tidak jenuh (Hsu dan Nacu, 2003; Marchaban, 2006). Kurang efisiennya tween 80 dalam menstabilkan emulsi karena keberadaan hidrokarbon tidak jenuh berdampak pada viskositas emulsi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan tween 20 (Tabel 2). Tekstur dan daya alir emulsi buah merah yang disukai yaitu penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1), sedangkan dua formula emulsi lainnya (F0 dan F2) kurang disukai. Penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1) paling disukai karena memiliki tekstur dengan daya alir yang kental sampai sangat kental. Secara keseluruhan tingkat penerimaan panelis tertinggi terhadap emulsi buah merah pada penggunaan tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1) baik dari segi warna, rasa, aroma dan teksturnya. Disamping itu secara fisik formula tersebut (F1) memiliki kestabilan yang paling baik dibanding formula lainnya. Kandungan β-karoten dan α-tokoferol Emulsi Kandungan β-karoten dan α-tokoferol emulsi buah merah dengan penggunaan pengemulsi campuran Tween 80 0,5% dan CMC 0,2% (F1) masing-masing 14 mg/kg dan 229,4 mg/kg (Tabel 4). Emulsi buah merah memiliki kadar β-karoten lebih rendah jika dibandingkan emulsi minyak sawit merah (99-192 mg/kg), namun kadar a-tokoferol emulsi minyak buah merah lebih tinggi dibandingkan emulsi minyak sawit merah yaitu 29-55 mg/kg (Saputra, 1996). Kandungan β-karoten dan a-tokoferol dalam emulsi minyak buah merah menunjukkan bahwa diversifikasi produk buah merah ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan vitamin E yang selama ini bersumber dari minyak kelapa sawit (Han dkk., 2006; Dauqan dkk., 2011). Tabel 4. Kandungan β-karoten dan a-tokoferol emulsi minyak buah merah dengan pengemulsi ganda Tween 80 0,5% dan CMC 0,2% Minyak buah merah Parameter
Emulsi minyak buah merah
Tanpa deguming*
Degumming*
β-karoten (mg/ kg)
23
27
14
a-tokoferol (mg/ kg)
111
261,8
229,4
*Murtingrum dkk. (2011)
181
Kadar β-karoten dan α-tokoferol emulsi buah merah lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakunya, minyak buah merah (Tabel 4), yang disebabkan oleh konsentrasi minyak yang digunakan dalam formulsi emulsi hanya 70%. Selain itu, dalam proses emulsifikasi seperti homogenisasi memungkinkan β-karoten minyak buah merah teroksidasi. Sistem konjugasi ikatan ganda membuat karoten sangat mudah mengalami isomerisasi dan teroksidasi selama pengolahan melalui pemanasan, tekanan tinggi serta perlakuan mekanik seperti pencampuran dan homogenisasi (Knockaert dkk., 2012). KESIMPULAN Formula emulsi buah merah yang paling disukai adalah F1 dengan komposisi tween 80 0,50%, CMC 0,20%, sodium benzoat 0,06%, EDTA 0,02%, esens orange citrus 1,5%, dan gula 15%, dengan tingkat kesukaan terhadap warna memiliki skor 4,5 (suka sampai sangat suka), rasa 3,8 (netral sampai suka), aroma 3,8 (netral sampai suka), tekstur 4,1 (suka), dan kekentalan 6,1 (kental). Emulsi buah merah secara fisik berwarna merah oranye, beraroma orange citrus, berasa manis, bertekstur kental, viskositas 20,5 dPa.s, pH 6,4 dan kestabilan 100% setelah 30 hari penyimpanan emulsi pada suhu kamar. Emulsi yang dihasilkan mengandung kadar a-karoten dan a-tokoferol masing-masing sebesar 14 mg/kg dan 229,4 mg/kg. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, atas dana yang diberikan melalui Dana Penelitian Insentif Terapan, dengan nomor kontrak 96/RT/Insentif/PPK/I/2007.
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
Dauqan, E., Sani, H.A., Abdullah, A., Muhamad, H. dan Top, A.G.M. (2011). Vitamin E and beta carotene composition in four different vegetable oils. American Journal of Applied Sciences 8(5): 407-412. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1992). Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Makanan Edisi II. Bakti Husada. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Dybowska, B.E. (2008). Properties of milk protein concentrate stabilized oil-in-water emulsions. Journal of Food Engineering 88: 507-513. Han, M., N., Top, A.G.M., May, C.Y. dan Ngan, A.A. (2006). Palm tocols (tocopherols and tocotrienols) as standard reference materials (MRM 3). MPOB Information Series. ISSN 1511-7871. MPOB TT No. 339. Hui, Y.H. (1992). Emulsifier. Dalam: Igoe, R.S. dan Hui, Y.H. (Ed). Dictionary of Food Ingredients. Chapman and Hall, New York. Hsu, J.P. dan Nacu A. (2003). Behavior of soybean oil-in-water emulsion stabilized by nonionic surfactant. Journal of Colloid and Interface Science 259: 374-381. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry (1987). Method 2.411 Identification and Determination of Tocopherols. Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats and Derivatives. Blackwell Scientific Publications, Oxford. Joshi, T., Mata J. dan Bahadur, P. (2005). Micellization and interaction of anionic and nonionic mixed surfactant systems in water. Colloids and Surfaces A: Physicochemistry Engineering Aspects 260: 209-215.
DAFTAR PUSTAKA
Khiong, K., Adhika, O.A. dan Chakravitha, M. (2009). Inhibition of NF-κB pathway as the therapeutic potential of red fruit (Pandanus conoideus Lam.) in the treatment of inflammatory bowel disease. JKM (Jurnal Kedokteran Maranatha) 9(1): 69-75.
Allen, K.E., Dickinson, E. dan Murray, B. (2006). Acidified sodium caseinate emulsion foams containing liquid fat: a comparison with whipped cream. LWT-Food Science and Technology 39(3): 225–234.
Knockaert, G., Lemmens, L., Van-Buggenhout, S., Hendrickx, M. dan Van-Loey, A. (2012). Changes in β-carotene bioaccessibility and concentration during processing of carrot puree. Food Chemistry 133: 60-67.
[AOAC] Association of Analytical Chemist (1999). Official Methods of Analysis of AOAC International. Sixteenth Edition, 5th Revision, 1999. Vol. 2. AOAC Inc. USA.
Marchaban (2005). Kemampuan solubilisasi surfaktan karena perbedaan panjang rantai lipofil dan hidrofil. Majalah Farmasi Indonesia 16(2): 105-109.
Chemmunique (1980). The HLB Systems, a Time Saving Guide to Emulsifier Selection. ICI Americas Inc., Wilmington.
Mun‘im, A., Andrajati, R. dan Susilowati, H. (2006). Uji hambatan tumorigenesis sari buah merah (Pandanus Conoideus Lam.) terhadap tikus putih betina yang diinduksi 7,12 Dimetilbenz(A)Antrasen (Dmba). Majalah Ilmu Kefarmasian 3(3): 153-161.
182
Murtiningrum, Ketaren, S., Suprihatin dan Kaseno (2005). Ekstraksi minyak buah merah (Pandanus conoideus L) dengan metode wet rendering. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 15(1): 28-33. Murtiningrum, Sarungallo, Z.L. dan Paiki, S.N.P. (2009). Ekstraksi minyak: studi pada beberapa daerah sentra buah merah (Pandanus conoideus L.) di Papua. Jurnal Agrotek 1(7): 36-40. Murtiningrum, Sarungallo, Z.L. dan Roreng, M.K. (2011). Kandungan komponen aktif minyak kasar dan hasil degumming dari buah merah (Pandanus conoideus) yang diekstrak secara tradisional. Dalam: Montolalu, R. L., Andarwulan, N., Ijong, F.G., Tooy, D., Djarkasi, G.S.S., Mentang, F. dan Makapedua, D.M. (Ed). Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Manado 15-17 September 2011. Murtiningrum, Sarungallo, Z.L. dan Mawikere, N.L. (2012). The exploration and diversity of red fruit (Pandanus conoideus L.) from Papua based on it’s physical characteristics and chemical composition. Biodiversitas 13(3): 124-129. Murtiningrum, Sarungallo, Z.L. Cepeda G.N. dan Olong, N. (2013). Stabilitas emulsi minyak buah merah (Pandanus Conoideus L) pada berbagai nilai HLB (HydrophileLyphophile Balance) pengemulsi. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 23(1): 30-37. Nasution, M.Z., Suryani, A. dan Susanti, I. (2004). Pemisahan dan karakterisasi emulsifier dalam minyak cacing tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Teknologi Industri Pertanian 13(3): 108-115.
AGRITECH, Vol. 34, No. 2, Mei 2014
(Ed), G.M. Pharmaceutical, Emulsions and Suspensions. Marcel Dekker, Inc., New York. Saputra, V. (1996). Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik. Bharatara Karya Aksara, Jakarta. Sukandar, E.Y., Suwendar dan Adnyana, I.K. (2005). Uji aktivitas antiinflamasi minyak buah merah (Pandanus conoideus Lamk) pada tikus wistar betina. ACTA Pharmaceutica Indonesia 30(3): 76-79. Surono, I., Endaryanto, T.A. dan Nishigaki, T. (2008). Indonesian biodiversities, from microbes to herbal plants as potential functional foods. Journal of the Faculty of Agriculture Shinshu University 44(1.2): 23-27. Suryani, A., Sailah, I. dan Hambali, E. (2002). Teknologi Emulsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tadros, T.F. (2009). Emulsion Science and Technology. Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KgaA, Weinheim. Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuwanti, S., Raharjo, S., Hastuti, P. dan Supriyadi (2011). Formulasi mikroemulsi minyak dalam air (o/w) yang stabil menggunakan kombinasi tiga surfaktan non ionik dengan nilai HLB rendah, tinggi dan sedang. Agritech 31(1): 21-29. Yuwono, S.S. dan Susanto, H.Y. (2001). Pengujian Fisik Pangan. UNESA. University Press, Surabaya.
Rifki (2009). Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Merah (Pandanus Conoideus) terhadap Jumlah dan Motilitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus). Skripsi. Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. Salager, J.L. (2000). Emusion properties and related knowhow to attain them. Dalam: Nielloud, F. dan Mestres
183