Jurnal Agrotek 1(6):9-15 2011 ISSN 1907-039
Sifat Fisikokimia Minyak Kasar dan Hasil Degumming dari Buah Merah (Pandanus conoideus L.) yang diekstrak secara Tradisional Merdey Physicochemical Properties of Crude Oil and Degumming Oil Extracted from Red Fruit (Pandanus conoideus L.) by Merdey Traditional Method Zita L. Sarungallo1), Murtiningrum1) dan Sritina N. P. Paiki1) 1)
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua (UNIPA), Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, Papua Barat. Abstract
This aim of the research was to study the effect of degumming on the physicochemical properties of red fruit (Pandanus conoideus L.) oil. The red fruit oil with and without degumming (crude oil), and also comercial red fruit oil as a compared were analyzed to their physichochemical characters. The result of the research showed that the degumming procces could be encrease red fruit oil quality which indicated not only by encrease of Iod number and saponofication number, but also by decrease of peroxide number. Key word : red fruit (Pandanus conoideus L.) oil, degumming, physicochemical properties. PENDAHULUAN Minyak buah merah telah dikenal sebagai sumber antioksidan alami dan dilaporkan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Kualitas minyak merah dapat ditentukan berdasarkan sifat fisikokimianya yang dipengaruhi tidak hanya oleh tingkat kematangan buah, tetapi juga tahapan dalam proses pengolahan, dan penanganan pasca pengolahannya. Proses ekstraksi minyak buah merah yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat di Papua bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Di Wamena dikenal 3 cara yaitu: (1) bakar batu yang dilakukan dengan cara membakar buah merah melalui proses bakar batu, setelah buah matang diperas dengan menggunakan sedikit air dan hasil perasan.digunakan sebagai minyak atu dicampur dengan makanan yang akan dikonsumsi (Paimin, 2005), (2). Perebusan biji buah merah dengan perbadingan air dan buah 2:1 selama 3-4 jam atau sampai minyak terekstrak sempurna, kemudian yang minyak yang dihasilkan dipanaskan kembali sehingga blondo terpisah dari minyak (Silooy, 2007), (3). Perebusan/pengukusan biji buah merah kemudian dilakukan pemisahan biji dengan pasta, selanjutnya pasta dimasak 4-5 jam sampai minyak terekstrak sempurna. Minyak yang yang dihasilkan kemudian didiamkan kemudian dipanaskan kembali selama 2-3 menit (Paimin, 2005). Sedangkan di Distrik Merdey Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, ekstraksi minyak buah merah dilakukan dengan merebus biji dengan perbandingan air dan buah 1:3 selama 3040 menit, kemudian dilumatkan dan dimasukkan ke dalam karung plastik yang selanjutnya digantung sambil dipres (Paiki, 2007). Namun pada dasarnya ekstraksi dilakukan dengan cara basah (wet rendering), yaitu biji buah merah dikukus atau direbus kemudian dilakukan pemisahan biji dengan pasta. Pasta buah merah selanjutnya dimasak sehingga minyak yang
terekstrak akan terapung di permukaan, kemudian dikumpulkan dan diendapkan sebelum dikemas. Minyak buah merah yang dihasilkan secara tradisional tersebut merupakan minyak kasar (crude oil) oleh karena itu masih mengandung gum (fosfolipid), karbohidrat dan protein (glikolipid) (Ketaren, 1989), yang dapat menyebabkan rasa lengket dan getir dalam mulut dan tenggorokan saat dikonsumsi. Komponen tersebut dapat dihilangkan melalui pemurnian dengan proses degumming yaitu suatu proses pemisahan getah/lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak, dan dapat dilanjutkan dengan netralisasi. Degumming dapat dilakukan dengan menggunakan NaCl, asam fosfat atau asam sitrat 0,05-0,2% (Gunstone and Norris, 1983; Subramanian and Nakajima, 1997). Minyak buah merah yang beredar di pasaran umumnya diolah secara tradisional, dengan atau tanpa dimurnikan. Bagaimana pengaruh proses degumming terhadap sifat fisikokimia, komposisi asam lemak dan komponen aktif minyak buah merah akan dikaji dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengevaluasi sifat fisikokimia minyak buah merah yang diolah secara tradisional tanpa degumming (crude oil) dan yang didegumming yang dibandingkan dengan minyak buah merah yang telah dikomersilkan. METODE PENELITIAN Bahan Minyak buah merah dari jenis MMS-M merupakan hasil olahan secara tradisional yang diperoleh di Distrik Merdey Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, dan minyak buah komersil produksi Wamena yang dibeli di Apotik setempat. Sedangkan bahan kimia untuk analisis antara lain natrium thiosulfat 0,1 N, pelarut Wijs, alkohol (etanol) 95%, indikator PP 1%, asam asetat glasial, larutan pati, larutan KI 15%, dan HCl 0,5 N. Ekstraksi dan Degumming Minyak Buah Merah Minyak buah merah dihasilkan dengan cara tradisional Merdey yaitu dengan merebus biji buah merah dengan perbandingan air dan buah 1:3 selama 30-40 menit, kemudian dilumatkan dan dipres. Minyak yang dihasilkan kemudian disaring dan diendapkan, sebelum dilakukan pengemasan (Paiki, 2007). Proses degumming dilakukan dengan cara pencampuran minyak buah merah dengan asam sitrat 0,2%, dalam penangas air dengan suhu 60-70oC selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air (60oC) dan pengendapan. Proses ini diulang sampai pH air pencucian netral. Minyak yang dihasilkan kemudian dipanaskan dalam penangas air suhu 80oC untuk menguapkan air yang masih tersisa dan dikemas. Analisis minyak buah merah Karakterisasi sifat fisikokimia minyak meliputi titik cair, viskositas, berat jenis, asam lemak bebas, bilangan penyabunan, dan bilangan iod (Apriyantono dkk, 1998). Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji T (Steel and Storry, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisikokimia minyak buah merah hasil ekstraksi sebelum dan setelah didegumming dibandingkan dengan minyak buah komersil disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa karakter fisik dan kimia minyak buah merah hasil olahan tradisional Merdey tanpa dan dengan didegumming, dan minyak buah merah komersil.
PARAMETER Titik cair (oC) Viskositas (cP) Berat Jenis (g/cm3) Asam Lemak Bebas Bilangan Peroksida (mg/kg) Bilangan Penyabunan Bilangan Iod
Minyak Buah Merah Tradisional Merdey Tanpa Degumming degumming 22,3 0,577 a 20,3 0,577 a 0,90 0,028 b 0,60 0,014 a 0,9068 0.0014 a 0,9079 0,0014 a 5,27 0,174 a 7,18 0,412 b 17,6 0,612 b 13,7 0,518 a 62,50 0.0927 a 209,80 12,320 b 18,24 0,440 a 106,30 3,310 b
Komersil 20,66 0,577 a 0,62 0 a 0,9095 0,0014 a 23,59 0,810 c 16,6 0,099 b 226,30 19,037 b 116,69 5,664 b
*Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (Uji T, P<0,05)
Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukan bahwa proses pemurnian dengan degumming tidak berpengaruh nyata terhadap titik cair minyak buah merah. Walaupun demikian terdapat kecenderungan titik cair minyak yang didegumming lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan asam sitrat pada proses degumming mampu menghilangkan beberapa kandungan minor minyak khususnya komponen gum yang terdapat dalam bentuk kompleks ester (fosfatida), protein, residu, karbohidrat, air dan resin, sehingga mengakibatkan menurunnya titik cair dengan semakin pendeknya rantai karbon, serta tingginya ikatan rangkap dalam minyak buah merah yang ditandai dengan meningkatnya bilangan Iod. Wan (2000) mengemukakan bahwa titik cair minyak dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak maka semakin meningkat nilai titik cairnya. Sebaliknya titik cair minyak akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap. Murtiningrum (2004), melaporkan titik cair minyak buah merah hasil ekstraksi secara wet rendering cenderung menurun setelah dimurnikan secara konvensional yaitu dari 22,7oC menjadi 15,3oC, sedangkan titik cair minyak olein sawit berkisar 18-20oC (Gunstone and Norris, 1983). Viskositas menggambarkan tingkat kekentalan minyak atau ketidakmampuan minyak untuk mengalir, dimana makin tinggi viskositas suatu minyak maka makin kental minyak tersebut (Gardjito dan Supriyanto, 1987). Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa melalui proses degumming berpengaruh nyata dalam penurunan viskositas minyak buah merah. Penurunan viskositas ini diduga karena hilangnya komponen gum dan lendir dalam proses degumming, sehingga tingkat kemurnian minyak meningkat. Wan (2000) menjelaskan pula bahwa viskositas suatu minyak akan menurun dengan semakin rendahnya rantai asam lemak, sehingga diduga minyak hasil degumming telah mengalami pengurangan asam lemak rantai panjang yang ditandai dengan meningkatnya bilangan Iod yang mengindikasikan meningkatknya kadar asam lemak tidak jenuh. Viskositas minyak buah merah yang didegumming tidak berbeda nyata dengan minyak buah merah komersil, sehingga diduga minyak buah merah komersil telah mengalami proses pemurnian. Proses degumming tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis minyak buah merah yang dihasilkan. Menurut Ketaren, (1986) berat jenis suatu minyak menunjukkan berat molekulnya, yang dipengaruhi oleh kandungan asam lemak dari minyak tersebut. Semakin banyak asam lemak berantai rangkap yang terkandung dalam ekstrak maka semakin besar nilai berat jenisnya. Berat jenis minyak buah merah asal Distrik Merdey yang dihasilkan berkisar dari 0,9068-0,9079 g/cm3 lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis minyak buah
merah asal Wamena yang berkisar 0,60-0,66 g/cm3 (Andarwulan dkk., 2006). Hal ini diduga dipengaruhi oleh jenis dan asal buah merah. Atta dan Imaizumi (2002) melaporkan berat jenis minyak jagung 0,922 g/cm3. Proses pemurnian dengan degumming berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak minyak buah merah. Kadar asam lemak bebas minyak tanpa pemurnian 5,27%. Hal ini diduga karena selama proses pengolahan minyak buah merah secara tradisional terjadi reaksi oksidasi akibat kontak dengan oksigen selama proses pemanasan, pengepresan dan pengendapan. Mounts dan List (1996), menjelaskan bahwa asam lemak bebas pada suatu minyak selain berasal dari asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida, dapat juga berasal dari asam-asam organik rantai pendek yang berasal dari pecahan peroksida hasil reaksi oksidasi. Andarwulan dkk, (2006) melaporkan asam lemak bebas minyak yang diolah secara tradisional Wamena mencapai 21,96%, akibat penggunaan suhu yang tinggi dengan waktu pemanasan yang lama sehingga menyebabkan kerusakan hidrolisis. Dengan memodifikasi waktu pemanasan dan kontak udara yang dipersingkat dalam proses pengolahan minyak buah merah dapat menurunkan asam lemak bebas menjadi 0,09%. Atta dan Imaizumi (2002) melaporkan asam lemak bebas minyak jagung 0,13%. Kadar asam lemak bebas minyak buah merah setelah degumming (7,18%) tidak mengalami penurunan asam lemak bebas akibat penggunaan asam sitrat dalam proses degumming. Oleh karena itu minyak buah merah yang diperoleh masih perlu dilanjutkan dengan proses netralisasi. Ketaren (1986) mengemukakan bahwa kadar asam lemak dalam suatu minyak dapat diturunkan dengan cara netralisasi, dimana asam lemak bebas akan direaksikan dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Murtiningrum (2004), melaporkan asam lemak minyak buah merah hasil ekstraksi secara wet rendering cenderung menurun setelah dimurnikan secara konvensional yaitu dari 20,47% menjadi 0,28%. Minyak buah merah komersil memiliki kandungan asam lemak bebas paling tinggi (23,59%). Hal ini diduga selain dipengaruhi oleh proses pengolahan juga penanganan minyak setelah pengolahan yaitu cara pengemasan, dimana kemasan minyak buah merah yang digunakan adalah botol plastik bening sehingga memungkinkan terjadinya oksidasi oleh cahaya dan udara. Disamping itu diduga suhu penyimpanan minyak buah merah komersil yang tidak terkontrol (berfluktuasi) sehingga memungkinkan terjadinya hidrolisis minyak selama distribusi dan penjualan. Oleh karena itu kemasan dan suhu penyimpanan dapat merupakan salah satu titik kritis yang mempengaruhi kualitas minyak dalam pasca pengolahan minyak buah merah. Bilangan peroksida dapat mengindikasikan kerusakan pada minyak akibat proses ketengikan lemak akibat terjadinya oksidasi (Ketaren, 1986). Peroksida dapat terbentuk sebagai akibat dan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap kelompok asam lemak tidak jenuh. Semakin rendah bilangan peroksida miriyak tersebut menunjukkan kualitas minyak semakin baik. Hasil pengukuran bilangan peroksida minyak buah merah yang diperoleh dan ketiga cara ekstraksi disajikan pada Tabel 1., dimana bilangan peroksida dari minyak tanpa didegumming (17,59 mg/kg) paling tinggi diikuti dengan minyak komersil (16,62 mg/kg). Tingginya bilangan peroksida pada minyak hasil ekstraksi secara tradisional ini diduga karena adanya reaksi oksidasi selama proses penggantungan dan pengepresan akibat terjadinya kontak dengan oksigen dalam waktu yang cukup lama sehingga membentuk peroksida. Asam lemak pada umumnya semakin reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekulnya. Molekul-molekul yang aktif dari minyak akan bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan peroksida. Ditambahkan pula bahwa hasil yang diperoleh dan reaksi oksidasi dan hidrolisis antara lain peroksida dan asam lemak bebas. Dengan demikian minyak dengan bilangan peroksida tinggi memiliki tingkat kerusakan yang semakin
tinggi. Ketaren (1986) melaporkan bahwa nilai bilangan peroksida yang lebih dan 100 mgO2/lOOg dapat meracuni tubuh. Proses degumming berpengaruh nyata terhadap penurunan bilangan peroksida dari 17,59 mg/kg menjadi 13,7 mg/kg). Kadar bilangan peroksida dalam minyak dapat diturunkan dengan melakukan pemurnian minyak melalui tahapan degumming, netralisasi, pengkelatan dan pemucatan. Oleh karena itu penambahan asam sitrat pada proses degumming diduga dapat menyerap senyawa peroksida. Anderson (1996) menambahkan bahwa asam sitrat dapat bertindak sebagai pengkelat ion logam dan senyawa organologam dengan cara menginaktif logam-logam yang dapat bertindak sebagai katalis oksidasi. Murtiningrum (2004) melaporkan bahwa dengan adanya proses pemurnian maka bilangan peroksida dapat dihilangkan dari minyak buah merah. Bilangan penyabunan suatu minyak besarnya tergantung dari berat molekul minyak tersebut. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari pada minyak dengan berat molekul tinggi (Ketaren, 1986; Wan, 2000). Proses degumming berpengaruh nyata dalam peningkatan bilangan penyabunan minyak buah merah. Bilangan penyabunan minyak buah merah dengan cara tradisional tanpa degumming paling rendah (62,52), yang menunjukkan bahwa trigliserida penyusunnya terdiri dan asam lemak dengan berat molekul lebih yang lebih tinggi. Setelah didegumming terjadi peningkatan bilangan penyabunan minyak buah merah menjadi 209,82, tidak berbeda nyata dengan minyak komersil sebesar 226,33. Peningkatan ini diduga disebabkan karena hilangnya gum (fosfatida) dengan berat molekul tinggi (20.000 dalton) yang menjadi tidak larut dalam minyak akibat penambahan asam sitrat sehingga mudah untuk dipisahkan. Andarwulan dkk, (2006) melaporkan bilangan penyabunan minyak buah merah yang diolah secara tradisional Wamena adalah 255,66. Melalui memodifikasi waktu pemanasan dan kontak udara yang dipersingkat dalam proses pengolahan minyak buah merah dapat meningkatkan bilangan penyabunannya menjadi 262,62. Murtiningrum (2004), melaporkan titik cair minyak buah merah hasil ekstraksi secara wet rendering 206,83 cenderung menurun setelah didegumming menjadi 147,06 dan setelah netralisasi, pengkelatan dan pemucatan meningkat kembali menjadi 202,09. Atta dan Imaizumi (2002) melaporkan bilangan penyabunan minyak jagung 198. Bilangan Iod menyatakan besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan derajat ketidakjenuhan lemak atau banyaknya ikatan rangkap dalam minyak (Gunstone and Norris, 1983). Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa proses degumming berpengaruh nyata dalam penurunan bilangan iod minyak buah merah. Bilangan iod minyak buah merah tanpa degumming (18,24) paling rendah dibandingkan dengan yang didegumming (106,3), sementara minyak buah komersil memiliki bilangan iod tertinggi (116,69) yang mengindikasikan tingginya ikatan rangkap (tidak jenuh). Wan (2000), mengemukakan bahwa bilangan iod suatu minyak besarnya tergantung dari jenis ikatan asam lemak yang terdapat pada minyak tersebut. Oleh karena itu proses degumming dapat menurunkan senyawasenyawa yang tidak diinginkan yaitu senyawa-senyawa jenuh berupa pecahan peroksida maupun komponen-komponen gum, sehingga konsentrasi ikatan rangkap dalam minyak meningkat. Hal yang sama dilaporkan Murtiningrum (2004) bahwa bilangan iod minyak buah merah hasil ekstraksi secara wet rendering sebesar 63,12 cenderung meningkat setelah dimurnikan secara konvensional menjadi 70,68. KESIMPULAN Proses pemurnian melalui degumming dapat meningkatkan kualitas minyak buah merah yang ditunjukkan dengan peningkatan bilangan iod dari 18,24 menjadi 106,30 dan bilangan penyabunan dari 62,5 menjadi 209,80, serta penurunan bilangan peroksida dari 17,6 mg/kg menjadi 13,7 mg/kg.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dana yang diberikan melalui Penelitian Hibah Bersaing dengan Nomor Kontrak 037/SP3/PP/DP2M/II/2006. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N., N. S. Palupi dan Susanti. 2006. Pengembangan Metode Ekstraksi dan Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.). Prosiding Seminar Nasional PATPI, 2-3 Agustus 2006. Yogyakarta. h. 504-511. Anderson, D. 1996. A Primer on Oils Processing Technology. In : Hui, Y.H. (Ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley & Sons., New York. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sudarnawati, S. Budiyanto.1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Perguruan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Atta, M. B. and K. Imaizumi. 2006. Some Charactersitics of Crude Extracted from Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Seeds in Egypt. J.Oleo Sci. 51:7 (457-461). Gardjito, M. dan Supriyanto. 1987. Teknologi Pengolahan Minyak. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Gunstone, F. D. and F. A. Norris. 1983. Lipids in Food Chemistry, Biochemistry and Technology. Pergamon Press. New York. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta Mounts T.L., and G. R. List. 1996. Storage, Stability, and Transport of Fats and Oils. In : Hui, Y.H. (Editor). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley & Sons., New York. Murtiningrum. 2004. Ekstraksi Minyak dengan Metode Wet Rendering dari Buah Merah (Pandanus conoideus L) dan Pemurnian dengan Filtrasi Membran. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paiki, S. N. P 2007. Karakterisasi Fisikokimia Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus L) dari Beberapa Cara Ekstraksi. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua. Manokwari Paimin, F. R. 2005. Panduan Praktis Sembuh Penyakit Maut Berkat Buah Merah. Edisi Januari 2005. Trubus. Jakarta. Silooy, L. 2008. Karakterisasi Fisikokimia Buah Merah dan Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus L) Asal Desa Kelila Distrik Kelila Kabupaten Jayawijaya. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua. Manokwari. Subramanian, R., and M. Nakajima. 1997. Membrane Degumming of Crude Soybean and Rapeseed Oils. JAOCS, 74(8):971-975 Steel, R.G. D. dan J. H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (suatu pendekatan biometrik). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wan, P.J. 2000. Properties of Fats and Oils. In: R.D. O’Brien, W.E.Farr, and P.J.Wan (Ed.). Introduction to Fats and Oils Technology. AOCS Press, Champaign.