SETTLEMENT, DRINKING WATER AND SANITATION:
lndon('slan B<'st Practlc<'s
Sambutan Menteri Pekerjaan Umum Saya menyambut baik atas terbitnya buku ini bersamaan dengan peringatan Hari Habitat Dunia Tahun 2005 dengan tema: "the Millennium Development Goals and the City", yang memberikan gambaran mengenai upaya pencapaian sebagian target Millennium Development Goals (MDG) di Indonesia, khususnya target 11 untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh , target 10 untuk peningkatan akses air minum dan sanitasi, serta target 1 penanggulangan kemiskinan melalui dukungan pengembangan infrastruktur perkotaan. Menyadari akan kondisi lingkungan permukiman di Indonesia saat ini yang masih memprihatinkan, ditandai dengan masih adanya lokasi perrn_ukiman kumuh dan keluarga yang belum mempunyai tempat tinggal yang layak huni , belum seluruh penduduk Indonesia memperoleh akses air minum yang aman dan akses prasarana air limbah dan persampahan yang memadai, serta masih adanya masyarakat kita yang hidup di bawah garis kemiskinan , maka buku ini diharapkan dapat mendorong dan mengingatkan kita untuk dapat bertindak secara tepat untuk memperbaiki kondisi tersebut dalam sisa waktu yang tersedia, agar dapat membawa kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik, lebih nyaman dan lebih sejahtera. Saya juga menyampaikan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah melaksanakan berbagai praktik unggulan dan telah memberikan kontribusinya dalam rangka pencapaian target MDG, khususnya di bidang permukiman, air minum dan sanitasi. Hal ini merupakan hasil pembelajaran yang baik dan masukan yang berharga untuk penyusunan program dan rencana tindak, serta upaya replikasi bagi komunitas dan daerah lainnya. Rekomendasi program dan rencana tindak sebagai mana telah disajikan dalam buku ini diharapkan menjadi acuan bagi kita semua untuk merealisasikan komitmen dan partisipasi masyarakat Indonesia, sejalan dengan upaya yang ditempuh sesama negara yang turut serta menandatangani Deklarasi Millennium pada bulan September 2000, untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh umat manusia sehingga secara global target-target MDG dapat dicapai pada tahun 2015 sesuai harapan. Namun demikian, implementasi program dan rencana tindak pencapaian sasaran MDG tersebut perlu diiringi dengan upaya sungguhsungguh dari seluruh pemangku kepentingan untuk: (i) mendayagunakan program -program yang saat ini terdapat pada departemen/ instansi terkait, dan mengembangkan programprogram percepatan di tingkat kabupaten/kota; (ii) menggalang kebersamaan untuk menjadikan penanganan lingkungan permukiman sebagai "komitmen dan gerakan bersama" , guna mewujudkan pembangunan lingkungan permukiman yang berkelanjutan; (iii) menggali potensi dan sumber daya masyarakat, swasta , dan kelompok peduli dalam mempercepat pencapaian sasaran MDG; (iv) penyiapan perangkat kebijakan dan peraturan yang menciptakan iklim kondusif dan memungkinkan semua pemangku kepentingan berperan aktif, dan melakukan pembinaan teknis yang diperlukan; serta (v) meningkatkan kelembagaan untuk memfasilitasi penyelenggaraan program dan rencana tindak tersebut, serta mengaktifkan forum -forum stakeholders Habitat yang bersifat inclusive , melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang perumahan dan permukiman , berprinsip kolaborasi, serta yang dapat menciptakan ruang untuk pengaduan yang efektif. Dengan demikian , insya-Allah target 11, target 10 dan target 1 akan lebih cepat dicapai, serta agar dapat mendorong tercapainya targettarget lainnya sesuai sasaran MDG sehingga dapat membuahkan kesejahteraan warga di seluruh Indonesia.
Djoko Kirmanto Menteri Pekerjaan Umum
Foreword Minister of Public Works I welcome warmly t he publication of this book, concurrent with World Habitat Day 2005 celebration , which this years bears the theme "the Millennium Development Goals and the City" , to provide a picture on efforts to achieve some Millennium Development Goals (MDG) targets in Indonesia, namely target 11 to improve the quality of slums, target 10 to increase the access of drinking water and sanitation , and target 1 on poverty alleviation through the support of urban infrastructure development. Acknowledging the still worrisome condition of human settlement in Indonesia, as shown by the existence of slums and number of families yet to have adequate shelter, the proportion of Indonesians who does not have access to safe drinking water and waste water treatment system , and the number of Indonesians living below the poverty line , this book is hoped to push and remind us to act quickly to improve the condition within the remaining time , so that we can bring for the Indonesian people a better, more comfortable , and more prosperous life. I also extend my honors to various parties who have conducted best pactices and given their contribution towards achieving MDG targets , especially in the field of human settlemet , drinking water and sanitation . The practices are results of a collective learning process , also valuable inputs for the formulation of programs and action plans and replication efforts in other regions . Program recommendations and action plans as presented in this book can hopefully be a guideline for all of us to accomplish the commitment and participation of the Indonesian people , in accordance to efforts taken by other nations that have ratified the Millennium Declaration in September 2000, to increase the welfare of all human beings so that globally MDG targets can be achieved as desired . Having said so , the implementation of programs and action plans to achieve MDG targets need to bee united with commited efforts from all stakeholders to: (i) optimize existing programs conducted by related departments or offices , and develop acceleration programs at the regional level; (ii) mobilize the people"s unity to make human settlement development a " collective commitment and movement," to create sustainable human settlement environment; (iii) uplift potentials and resources of communities , society, private sector, and interest groups in accelerating the achievement of MDG targets ; (iv) prepare the policy framework , including laws and regulations that create conducive environment , that enable all stakeholder to play active roles , and conduct the needed technical development; and (v) improve institutions to facilitate the implementation of formulated programs and action plans , and support inclusive Habitat stakeholder forums, involving all housing and settlement stakeholders , collaborative in principle , and able to create effective feedback mechanism . Through this , God willi ng, target 11 , target 10, and target 1 will be attained sooner, and can push for the attainment of other MDG targets so that the people"s prosperity can become reality in all of Indonesia.
Pengantar Direktur Jenderal Cipta Karya Sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam kesepakatan global pada awal tahun 2000 mengenai Millennium Development Goals (MDG) maka bersamaan dengan Peringatan Hari Habitat Dunia Tahun 2005 dengan tema: "the Millennium Development Goals and the City" , diterbitkan buku ini untuk melakukan reposisi pencapaian target MDG dan rencana tindak percepatan pencapaian target MDG, khususnya target 11 untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh , target 10 untuk peningkatan akses air minum dan sanitasi, serta target 1 penanggulangan kemiskinan melalui dukungan pengembangan infrastruktur perkotaan. Buku ini dihasilkan melalui serangkaian diskusi tematik dimulai bulan Juli 2005, Diskusi Nasional Reposisi Pencapaian Target MDG: Permukiman Kumuh, Air Minum Dan Sanitasi Serta lnfrastruktur Perkotaan, tanggal 9-10 Agustus 2005 , serta Diskusi Nasional Program dan Rencana Tindak Pencapaian Target MDG: Permukiman Kumuh, Air Minum Dan Sanitasi Serta lnfrastruktur Perkotaan, pada tanggal 6-7 September 2005, serta diikuti dengan Lokakarya Nasional Percepatan Pencapaian Sasaran MDG : Kualitas Permukiman , AksesAir Minum Dan Sanitasi , Serta lnfrastruktur Perkotaan, tanggal14-15 September 2005, yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan termasuk unsur masyarakat, LSM, para pakar, pengamat, pemerhati , dan sektor swasta , untuk menjaring masukan terhadap permasalahan struktural yang dihadapi dan arah kebijakan, serta menyusun kesepakatan bersama untuk program dan rencana tindak yang akan dilakukan dalam sisa waktu tahun 2006 2015. Selain diskusi, juga telah diperoleh berbagai inovasi dan upaya dalam rangka pencapaian target 11, target 10, dan target 1 dalam bentuk praktik-praktik unggulan yang telah dilakukan di beberapa daerah. Hal ini sangat membantu sebagai masukan yang aplikatif dalam penyusunan program dan rencana tindak pencapaian target MDG, serta upaya replikasi program di tingkat lokal. Dalam lokakarya nasional yang diselenggarakan, juga telah disepakati perlunya kelembagaan dan sistem pemantauan pencapaian target-target MDG, agar program dan rencana tindak yang dihasilkan dapat dilaksanakan dengan baik serta dievaluasi secara berkala untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran dan masukan guna perbaikan langkah yang harus dilakukan. Disamping itu, juga telah dihasilkan materi Deklarasi Habitat 2005 untuk mendorong tumbuhnya "komitmen dan gerakan bersama" di antara para pemangku kepentingan, agar terwujud sinergi pelaksanaan program dan rencana tindak sehingga diperoleh hasH yang optimal dalam rangka percepata pencapaian target MDG.
[ZQセ@
Semoga buku ini dapat mendorong upaya kita bersama untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang nyaman dan berkelanjutan , serta masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera.
Agoes Widjanarko Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
Preface Director General of Human Settlement As manifest ation of Indonesia's commitment to rati fy the global agreement regarding the Millennium Development Goals (MDGs) in 2000, and concurrent with World Habitat Day 2005 celebration with " the Millennium Development Goals and the City" as the theme, therefore this book is published to reposition Indonesia's effort toward achievi ng MDGs, especially target 11 on i mproving the quality of slums , target 10 on increasing access to drinking water and sanition , and target 1 on poverty alleviation through the support of urban infrastructure development. This book is the result of a string of thematic discussions started in July 2005, the National Discussion on Repositioning the Achievements of MDG Targets: Settlement , Drinking Water and Sanitation , and Urban Infrastructures on 9-10 August 2005, the National Discussion on Programs and Action Plans to Achieve the MDG Targets : Settlement, Drinking Water and Sanitation , and Urban Infrastructures on 6- 7 September 2005 , and lastly the National Workshop on Accelerating the Achievements of MDG Targets : Quality of Settlement, Access to Drinking Water and Sanitation, and Urban Infrastructure on 14-15 September 2005. The discussions were attended by all stakeholders , including the society, NGOs, experts , academicians , and the private sector, to formulate a common agreement regarding programs and action plans that will be conducted during 2006·2015. Aside f rom the discussion, a vari ety of innovations and effort s in achieving t arget 11 , t arget 10, and target 1 in the f orm of best practices conducted in several regions have been achieved. This is very supportive as concrete input f or the form ulation of programs and action plans to achieve the MDG t argets, also for replication efforts at t he local level. During t he nat ional workshop, consensus has also been secured regarding the need f or i nstit ut ion and monitoring system to achieve t he MDG targets , so that formulat ed programs and action plans can be well implemented and evaluated periodically t o measure its achievement, and input for improvi ng the steps can be solicited .
[Zjセ@
Furthermore, an agreement on the content for the 2005 Indonesian Habitat Declaration has been accomplished to push for a "collective commitment and movement" among stakeholders , to build synergy in the implementation of programs and action plans so that opti mal results in terms of accelarating the achievement of MDGs can be obtained. Hopefully this book can forward us together to create comfortable and sustainable settlements for a prosperous Indonesian society.
Agoes Widjanarko Director General of Human Settlement Ministry of Public Works
Daftar lsi Sambutan dari Menteri Pekerjaan Umum Daftar Singkatan
Bab 1 Pendahuluan 21 41 61 81
Tujuan Pembangunan Milenium dan Hari Habitat Dunia 2005 Kondisi Permukiman , Air Minum dan Sanitasi Indonesia tahun 2005 Laporan Pencapaian dan Kumpulan Praktik Unggulan Tantangan untuk Perbaikan
Bab 2 Pengembangan infrastruktur perkotaan yang mendukung penanggulangan kemiskinan 121 161 20 I 241
Kampung Sinar Bulan Kini Benar-benar Bersinar (Pangkalpinang) Rajin Berembug, Lingkungan pun Sehat (Cirebon) Partisipasi Warga Berhasil Tanggulangi Kemiskinan (Pasuruan) Menata Stren-Kali Surabaya
Bab 3 Peningkatan kualitas permukiman kumuh 341 401 44 1 50 I
Permukiman Sehat Berkat Program KIP Komprehensif (Nginden Jangkungan) Forum Kota Sehat Pekalongan Mengembalikan Keasrian Kawasan Code Utara (Yogyakarta) Merajut Mimpi Bersama Umtuk Sebuah Rumah ldaman (Ban jar)
Bab 4 Peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi Air Minum: 60 I 691 761 821 871
lnisiatif dan Partisipasi Masyarakat (Cibodas, Sekejengkol, dan Jambearjo) Kerja Sama Regional Untungkan Pengelolaan Air Minum (PDAM Menang Mataram dan PDAM Tirtanadi) Kemitraan , Solusi Pendanaan (PDAM Tirtanadi dan PT Tirta Artha Buanamulia , Badung) Teknologi Tepat Guna untuk Percepatan Pelayanan Air Minum (Kalirejo dan Samida) Air Minum dari Ledeng (PDAM Tirtanadi dan PDAM Buleleng)
Air Limbah 911 931 991
CBSS , Sebuah Hadiah untuk Tlogomas Pengelolaan Air Limbah Domestik di Banjarmasin Pengolahan Air Limbah lndustri Kecil Tepat Guna (Ubung)
Persampahan 1111 1141 1181 1231
Kalpataru Untuk Kampung Banjar Sari, Jakarta SMAN 34: Sekolah Peduli kampus Kompos di Cibangkong, Bandung Pengelolaan Sampah Terpadu di Tangerang
Daftar Pustaka Lampi ran
Table of Contents Foreword from the Minister of Public Works List of Abbreviations
Chapter 1 Introduction 21 41 61 81
Millenium Development Goal and World Habitat Day 1005 Conditions of Settlement, Drinking Water and Sanitation in Indonesia 1005 Report of Achievements and Best Practices Challenge for Improvement
Chapter 2 The Development of Urban Infrastructure that Support Poverty Alleviation 121 161 20 I 241
Kampung Sinar Bulan Shines Through Urban Infrastructure (Pangkalpinang) Revitalizing Community Meeting to Achieve Healthier Environment (Cirebon) Pasuruan Citizens· Participation in Alleviating Poverty (Pasuruan) Organizing the Surabaya River Flood Plain : A Resettlement Process (Surabaya)
Chapter 3 . Improving the Quality of Slum Settlements 341 401
441 so 1
Healthy Settlement From Comprehensive KIP Programs (Nginden Jangkungan) Revitalizing The Beauty of North Code (Yogyakarta) Healty City Forum of Pekalongan Collective Dream to Develope House of the Dream
Chapter 4 Increasing Access to Drinking Water and Sanitation Drinking Water: 601 691
761 821 871
Community Initiatives as the Key Support in Supplying Drinking Water (Cibodas, Sekejengkol, Jambearjo, Kalisemut, Batulapisi Dalam and Neglasari) Effective Technology to Accelerate Drinking Water Service (Kalirejo and Sam ida) Waterworks Drinking Water (PDAM Ti rtanadi and PDAM Buleleng) Partnership as a Solution to Funding Issues (PDAM Tirtanadi and PT Tirta Artha Buanamulia , Badung) Regional Co-operation for the Benefit of Drinking Water Management (PDAM Menang Mataram and PDAM Tirtanadi)
Waste Water 911 931 991
CBSS, A Gift for Tlogomas (Malang) Domestic Liquid Waste Processing in Banjarmasin Effective Processing of Small Industry's Waste (Ubung, Bali)
Waste Management 1111 1141 1181 1231
Kalpataru Award for Kampong Banjarsari, South Jakarta Public High School34: School-based Waste Awareness Compost in Cibangkong, Bandung Integrated Waste Management at Mustika Tigaraksa Housing Complex, Tangerang, Ban ten
Bibliography Attachment
Daftar Singkatan/ust of Abbreviations APBD B.E.S.T.
BAMUS-AM Bapel-SAB or BPAB
BIC BORDA BOT BPN BPS BUMDES CAP CBSS CSD CWSH DIKNAS DPR(D) EM Hidram HIPPAM HU IPA(L) ITS KIP KK KSM
KTP KUDP LSM MCK MDG Menkes NGO NSPM NTB NTT
OIM P2KP PDAM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahl Regional Budget Bina Ekonomi dan Sosial Terpadul Institute for Integrated Economic and Social Development · an Indonesian NGO Badan Musyawarah Air Minuml Drinking water advisory board at the community level Badan Pengelola Sarana Air Bersihl Working committee for clean water provision at community level Pusat lnformasi Bangunanl Building Information Center Bremen Overseas Research and Development Association. A German NGO. Build, Operate, and Transfer Badan Pertanahan Nasional/ National Land Agency Badan Pusat Statistik/ Central Statistics Bureau Badan Usaha Milik Desai Village-owned entreprise Community Action Plan Community Based Sewerage System Combined Sewerage Drainage Community Water Services and Health Pendidikan Nasional/ (Ministry of) National Education Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah)l (Regional) legislative body Effective Microorganism Hidraulik Ram Himpunan Penduduk Pemakai Air minum/ Association of drinking water users or citizens hidran umum/ general hydrant lnstalasi Pengolahan Air (Limbah)/ (Waste) water treatment installation lnstitut Teknologi Sepuluh November, Surabaya Program Perbaikan Kampung/ Kampung Improvement Program Kepala Keluarga/ (Head of) household Kelompok Swadaya Masyarakat/ Community self· supporting group or community-based organization Kartu Tanda Penduduk/ Identity Card Kalimantan Urban Development Project Lembaga Swadaya Masyarakatl Non -government, non-profit organization. Mandi Cuci Kakus/ Bath , Wash , Latrine Millennium Development Goals Menteri Kesehatan/ Ministry of Health Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/ Non· Government Organization Norma , Standar, Panduan, Manual (Province of) Nusa Tenggara Barat (Province of) Nusa Tenggara Timur Operation and Maintenance Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan/ Urban Poverty Project Perusahaan Daerah Air Minum/ Local Water Company
Perusahaan Daerah Air Minum/ Local Water Company Pajak Bumi dan Bangunanl Land and Building tax Perserikatan Bangsa-bangsal United Nations Pemerintah Daerahl Regional government Pemerintah Kota/ City government Proyek Pengawasan Kualitas Air Minuml Drinking water quality monitoring project (a GTZ project) Program Kesejahteraan Keluarga/ Family Welfare PKK program. Pegawai Negeri Sipill civil servant PNS Potensi Desai Village Potential (survey) Podes Peraturan Pemerintah/ Government Regulation PP Prasarana dan Sarana Dasar / Basic infrastructure and PSD facilities (Departemen) Pekerjaan Umum I (Ministry of) Public PU Works PUSLITBANGKIM Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukimanl Center for Settlement Research and Development , Ministry of Public Works Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerahl RPJMD Regional mid-term development plan Rencana Tata Ruang Wilayah/ Regional Spatial plan RTRW Rukun Tetangga Rukun Warga/ Smallest neighborhood RT-RW unit Sumber Daya Manusia/ Human resources SDM SE-AB Subsidi Energi ·Air Bersih/ Energy and water subsidy for the poor SIPAS Sistem lnstalasi Pengolahan Air Sederhana/ Simple Water Treatment Installation SK Surat Keputusan/ Decree Sekolah Lanjutan Tingkat Pertamal Junior High School SLTP SMA(N) I SMU(N) Sekolah Menengah Atas/Umum (Negeri)/ (Public) High School SNPK Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan/ National Strategy for Poverty Alleviation Standard Operating Procedure SOP Sistem Penyediaan Air Minum/ Drinking Water SPAM provision system ss Suspended Solid Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional/ National social· economic survey TOGA Tanaman Obat Keluarga/ Family Medicinal plants TPA Tempat Pembuangan Akhir/ Final garbage disposal site TPS Tempat Pembuangan Sampah (sementara)/ (Temporary) Garbage Disposal Site UKS Unit Kesehatan Sekolah / School Health Unit · an extracurricular activity UN Perserikatan Bangsa-bangsa/ United Nations UNESCO Badan PBB yang menangani masalah pendidikan, budaya dan sains/ United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UN-HABITAT Badan PBB yang menangani masalah permukiman dan perkotaan/ United Nations Human Settlem!'!nt Programme UN PAD Universitas Padjadjaran UPT Unit Pelaksana Teknis/ Technical Implementation Unit WSLIC Water and Sanitation for Low Income Communities Project PDAM PBB PBB Pemda Pemkot PKAGTZ
Tujuan Pembangunan Milenium dan Hari Habitat Dunia 2005 Millennium Development Goals and the 2005 World Habitat Day Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals, MDG) mencerminkan komitmen para pemimpin bangsa di dunia untuk menjamin hakhak dasar manusia. Dideklarasikan di tahun 2000, MDG berisi delapan tujuan, 18 sasaran dan 48 indikator yang menandaskan pemihakan bangsa-bangsa dan dunia internasional untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim sementara memperluas akses pendidikan , mendukung kesetaraan gender, meningkatkan kualitas kesehatan (terutama ibu dan anak) , memerangi penyakit , dan menjamin keberlanjutan lingkungan. Selain itu, MDG juga mencerminkan dukungan pada negar a-negara berkembang agar dapat mencapai posi si yang lebih bermartabat dalam pembangunan melalui kemitraan global. Semua ini dilakukan dengan tenggat waktu dan indikator yang jelas (walaupun dimungkinkan untuk menyesuaikan indikator tersebut dengan kondisi
2
I PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
Millennium Development Goals (MDGs) reflect the commitment of national leaders to guarantee basic human rights. Ratified in 2000, MDGs comprise of 8 goals, 18 targets and 48 indicators, which affirm that nations and the international world are determined to reduce extreme poverty and hunger, whilst expanding accesses to education, supporting gender equity, improving health quality (particularly of mothers and children) , fighting diseases, and ensuring environmental sustainability. In addition to that, MDGs also reflect the support for developing countries to achieve more dignified positions in the development process through global partnership. All to be conducted with clear deadline and indicators (although it is possible to adjust the indicators to local condition) so that the performance of nations in achieving MDGs can be compared.
setempat ) sehingga ki nerja bangsa-bangsa dalam mencapai MDG dapat saling diperbandingkan. Di antara sekian banyak tujuan dan sasaran MDG, ada 2 buah tujuan dan 3 buah sasaran yang terkait erat dengan kinerja sektor permukiman dan sistem pendukungnya, yaitu: Tujuan 1: mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, khususnya Target 1: mengurangi sampai setengahnya, antara tahun 1990 dan 2015, proporsi penduduk yang memili ki pendapatan di bawah 1 dolar Amerika per hari. Dan Tujuan 7 : menjamin lingkunga n hidup yang keberlanj utan, khususnya Target 10: mengurangi sampai setengahnya, sampai
Two goals and three targets of the MDGs are specifical ly related to the performance of the human settlements sector. They are: Goal1: Reduce extreme poverty and hunger, particular ly Target 1: halve, between year 1990 and 2015, the proportion of the population that earn less than US$ 1 per day. And Goal ? :Guarantee sustainable living environment, particular ly Target 10: halve, by year 2015, the proportion of the population without sustainable access to safe drinking water and sanitation, and Target 11: attain a meaningf ul improvem ent for The livelihood of 100 million slum area dwellers, by year 2020.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I3
tahun 2015 , proporsi penduduk tanpa akses yang berkelanjutan terhadap air minum dan sani tasi yang aman , dan Target 11: mencapai perbaikan yang berarti dalam kehi dupan 100 juta penghuni permukiman kumuh , sampai tahun 2020. Tahun 2005 menandakan peringatan lima tahun dideklarasikannya MDG. Lima tahun tentu waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi pencapaian MDG, apalagi tenggat waktunya t inggal 10 tahun lagi (kecuali untuk sasaran 11 ). Momentum ini digunakan oleh UN -HABITAT, sebuah lembaga PBB, untuk memfasilitasi refleksi internasional guna melihat seberapa jauh sasaran -sasaran MDG , terutama yang terkait dengan kondisi permukiman dan perkotaan, sudah tercapai. Refleksi itu dilakukan melalui perayaan Hari Habitat Dunia, yang setiap tahun jatuh hari senin Senin pertama di bulan Oktober. Untuk tujuan itu, tema Hari Habitat Dunia tahun 2005 adalah "MDG dan Perkotaan" (MDGs and the City), sedangkan perayaannya sendiri tahun ini difokuskan di Jakarta, Indonesia. Penunjukan kembali Indonesia sebagai tuan rumah (Indonesia pernah menjadi tuan rumah di tahun 1989) tidak terlepas dari penghargaan UN-HABITAT terhadap upaya yang telah dilakukan Indonesia yang terkait dengan perbaikan kawasan permukiman kumuh, dukungan dunia internasional untuk penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami bulan Desember 2004 , dan akan diluncurkannya program UN-HABITAT yang bertajuk Fasilitas Perbaikan Permukiman Kumuh (Slum Upgrading Facility) di Indonesia. Kondisi Permukiman, Air Minum dan Sanitasi Indonesia tahun 2005 Momentum
Hari
Habitat Dunia tahun
For this particular purpose, this year's theme World Habitat Day is "MDGs and the City." The celebration itself takes place in Jakarta, Indonesia. The reappointment of Indonesia as host (Indonesia was also host in 1989) is indicative of the appreciation of the UN -HABITAT (a UN agency that deals with settlements and cities) over attempts made by Indonesia to improve the condition of slum areas, the international support f or post-earthquake and t sunami reconstruction process, and the plan to launch a new UN-HABITAT program titled Slum Upgrading Facility in Indonesia. Settlements , Dri nking Water Condition i n Indonesia, 2005
and
Sanitation
The World Habitat Day momentum is utilized by Indonesia; in this case the Ministry of Public Works, to devise updating reports on Indonesia's position , particularly related to urban infrastructure, settlement, drinking water, and sanitation sectors, in the process of achieving MDGs in 2005 . Specifically for urban infrastructure, analysis is focused on the development of infrastructure to alleviate poverty.
ini juga
1 Daftar
tujuan, sasaran , dan indikator yang lengkap dapat dilihat di http:/ /millenniumindicators.un.org/unsd/mi / mi goals. asp
4
The year 2005 marks the five-year commemoration of the worldwide ratification of MDGs. Five years is surely enough time to evaluate the progress towards achieving the goals, especially if the deadline is less than 10 more years (except for target 11 ) . This momentum is used by UN·HABITAT, a UN agency that deals with human settlements development, to facilitate an international reflection to measure how far the MDGs have been achieved, from the settlements' point of view. This reflection is done through World Habitat Day celebration, which annually takes place on the first Monday in October.
I PERMUKIMAN , A IR MINUM DAN SAN ITASI
Very generally and briefly, the condition of poverty in Indonesia can be portrayed as the following : The proportion of "very poor" population (according to
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, untuk menyusun laporan updating posisi Indonesia dalam proses pencapaian MDG di tahun 2005, khususnya untuk bidang infrastruktur perkotaan, permukiman, air minum dan sanitasi. Khusus untuk bidang infrastruktur perkotaan, analisis dilakukan pada pengembangan infrastruktur untuk mendukung penganggulangan kemiskinan. Secara umum dan singkat, kondisi kemiskinan di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut. Proporsi penduduk "sangat miskin" (menurut standar lnternasional yaitu berpenghasilan lebih kecil dari $ 1 per hari) telah mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari 20,6% di tahun 1990 menjadi 7,2% di tahun 2003 . lni sudah melampaui sasaran pertama MDG , yaitu mengurangi proporsi di tahun 1990 menjadi setengahnya di tahun 2015. Walaupun demikian , menurut Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi penduduk yang hidup di bawah Garis Kemiskinan Nasional mencapai 16,7% di tahun 2004. Dan bila kita menggunakan standar "miskin" internasional, yaitu berpenghasilan lebih kecil dari $ 2 per hari, ternyata mayoritas (52, 9%) rakyat Indonesia di tahun 2003 masih termasuk "miskin." · Dalam hal permukiman, Indonesia masih mengalami banyak tantangan dan hambatan. Proporsi rumah エ。ョセァ@ yang memiliki secure tenure (hak yang sah untuk menggunakan sebuah unit hunian dalam jangka waktu tertentu, baik dengan cara memiliki ataupun menyewa) malah menurun dari 87,7% di tahun 1992 menjadi 84% di tahun 2004. Dari mereka yang memiliki sendiri rumahnya, hanya 32% yang mampu menunjukkan bukti yang sah dalam bentuk sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) di tahun 2001. Selain itu, luas kawasan kumuh di Indonesia pun meningkat cukup signifikan, dari 40.053 Hektar di tahun 1996 menjadi 47.393 Hektar di tahun 1999. Dalam hal air minum dan sanitasi , perkembangan
international standard, this is indicated by people who make less than $ 1 a day) has declined significantly, from 20.6% in 1990 to 7.2% in 2003. This is more than targeted by MDG, which is to halve the proportion between 1990 and 2015. However, according to the Central Statistical Bureau (Badan Pusat Statistik or BPS), the proportion of people living under the National Poverty Line is 16.7% in 2004. And, if we use the international standard for "poor", which is defined by people making less than $ 2 a day, the majority (52. 9%) of Indonesian people in 2003 is still poor. In terms of settlement condition, Indonesia has major challenges and constraints. The proportion of households with secure tenure (defined as the right to use a settlement unit for a certain period, either by owning or renting) had fluctuated meagerly and finally declined from 87.7% in 1992 to 84% in 2004 . Out of those who own their own house, only 32% can show legitimate proof in the form of a certificate from the National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional or BPN). Moreover, the area of slums in Indonesia has also risen significantly, from 40,053 hectares in 1996 to 47, 393 hectares in 1999. In terms of water and sanitation, Indonesia's development is more positive, although not encouraging enough. In urban areas, the scope of service of the local water companies (Perusahaan Daerah Air Minum or PDAM) has increased slightly, from 51.7%in 2000 to 53.4%in 2004. For the whole of Indonesia, the proportion of households with access to piped water has only risen 3.6%over 10 years, which is 14.7% in 1992 to 18.3% in 2002. The proportion of households with access to water from adequate sources (although without considering the distance of the source to latrines), has also increased from 65.1 % in 1992 to 78 .7%in 2002. Specifically on sanitation , the proportion of households with access to adequate sanitation facilities has increased two-fold over the 10 years: from 30.9%in 1992 to 63.5%in 200.2.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I5
Indonesia sedikit lebih positif, walaupun belum terlalu menggembirakan. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses pada sumber air yang layak, dengan mempertimbangkan jarak aman dari pembuangan tinja, meningkat dari 50% di tahun 2000 menjadi 53,4% di tahun 2004. Sementara itu, yang menggunakan air pipa baru meningkat sebanyak 3,6% selama 10 tahun, yaitu dari 14,7% di tahun 1992 menjadi 18,3% di tahun 2002. Dalam hal sanitasi, proporsi rumah tangga yang yang memiliki akses pada fasilitas sanitasi yang layak meningkat lebih dua kali lipat selama 10 tahun, yaitu dari 30,9% di tahun 1992 menjadi 63,5% di tahun 2002. Laporan Pencapaian Unggulan
dan
Kumpulan
Praktik
Dalam konteks pelaporan pencapaian MDG Indonesia di bidang-bidang tersebut di atas, diterbitkanlah dua buah buku. Buku yang pertama berjudul Permukiman, Air Minum dan Sanitasi: Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia tahun 2005. Dalam dokumen ini, dijabarkan potret situasi lebih lengkap yang terkait dengan infrastruktur perkotaan, permukiman, air minum dan sanitasi di Indonesia, termasuk analisis mengenai kecenderungan Indonesia untuk berhasil mencapai sasaran-sasaran MDG yang terkait di tahun 2015. Dokumen ini juga berisi rumusan permasalahan yang dihadapi dalam upaya mencapai . sasaran.MDG. Yang tak kalah penting, juga dijabarkan berbagai arah kebijakan, program , dan rencana tindak sektor-sektor terkait dalam upaya percepatan pencapaian sasaran-sasaran MDG tersebut. Buku yang kedua, yang saat ini berada di tangan Anda, berjudul Permukiman. Air Minum dan Sanitasi: Praktikpraktik Unggulan Indonesia. Buku ini merupakan dokumen pasangan dari buku yang pertama, yang menjelaskan faktor-faktor penentu dari keberhasilan sebagian upaya pengembangan permukiman dan sistem pendukungnya di skala lokal dan komunitas. Walaupun praktik-praktik unggulan di buku ini dapat dipelajari secara tersendiri, ia terkait secara erat
6
I PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
Report on the Progress towards MDGs Compilation of Best Practices
and
In the context of reporting Indonesia's progress towards MDGs, especially in the sectors mentioned above, two books are published. The first book is titled Settlement, Drinking Water, and Sanitation: Indonesia's Progress towards Achieving the Millennium Development Goals in 2005. In this document, a more complete situational portrait of the urban infrastructure, settlements, drinking water and sanitation condition in Indonesia will be provided, including an analysis of Indonesia's trend towards achieving the related targets of MDGs in 2015. The document also contains problem statements faced in the effort to achieve those targets. Not less important is the description of policy directions, programs, and action plans of related sectors in accelerating the progress towards achieving MDGs. The second book, which is in your hands at the moment, is titled Settlement, Drinking Water, and Sanitation: Indonesian Best Practices. This book is a counterpart of the first book, explaining the underlining success factors of a number of efforts to develop human settlements and its supporting infrastructure at the local and community level. Although the best practices presented in this book can be read on its own , they represent close connection with the policy directions , program priorities, and action plans described in the first book. The reporting of Indonesia's progress towards achieving MDG targets, also the formulation of policies, programs, and action plans as described above is inseparable from the string of open consultations conducted by the Department of Public Works in Jakarta during Augsust and September 2005. The string of consultations which involve the government , civil society, media, and academicians consist of:
dengan perumusan arah kebijakan , prioritas program, dan rencana tindak yang disampaikan di buku pertama.
1.
Proses pelaporan pencapaian sasaran MDG serta perumusan kebijakan , program dan rencana tindak di atas tidak terlepas dari serangkaian konsultasi terbuka yang diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta pada bulan Agustus dan September 2005. Rangkaian konsultasi yang mengikutsertakan komponen pemerintah, masyarakat sipil, media, dan akademisi tersebut meliputi: 1. Diskusi Nasional Reposisi Pencapaian Target MDGs: Permukiman Kumuh , Air Minum, Sanitasi , dan lnfrastruktur Perkotaan , Jakarta 9-10 Agustus 2005 2. Diskusi Nasional Rencana Tindak Pencapaian Target MDGs: Permukiman Kumuh, Air Minum, Sanitasi , dan lnfrastruktur Perkotaan, Jakarta 6-7 September 2005 3. Lokakarya Nasional Peringatan Hari Habitat Dunia : Percepatan Pencapaian Sasaran Millennium Development Goals : Kualitas Permukiman, Air Minum , Sanitasi & lnfrastruktur Perkotaan , Jakarta 14-15 September 2005.
2.
Sebagian dari praktik-praktik unggulan yang ditampilkan dalam buku ini dipresentasikan , didiskusikan , dan dianalisis faktor-faktor penentu keberhasilannya dalam Diskusi Nasional yang kedua tanggal 6-7 September 2005. Yang melakukan presentasi dan terlibat secara penuh dalam proses analisis adalah penyelenggara aktivitas di tingkat lokal sendiri . Untuk itu, narasumber utama bagi masingmasing tulisan akan dicantumkan di akhir tiap bab.
The compilation of best practices presented in this book reflects principles that ground the efforts to improve settlement conditions in the future. Among those principles are the commitment of local government to fulfill the basic rights of its citizens, the involvement and initiative of community groups, acknowledgement of local wisdoms and appropriate ways to solve problems, and a fair and just cooperation (either among local governments or
3.
National Discussion on the Repositioning of the Achievements of the MDGs : Slum Areas, Drinking Water, Sanitation and Urban Infrastructure, Jakarta 9-10August 2005 National Discussion on the Implementation Plan of the Targets of MDGs: Slum Areas, Drinking Water, Sanitation and Urban Infrastructure , Jakarta 6-7 Septembre 2005 National Workshop on World Habitat Day: Accelerating the Achievement of MDGs: Settlements, Drinking Water, Sanitation , and Urban Infrastructure, Jakarta 14-15 September 2005
Some of the best practices from this book were presented, discussed, and analyzed in the second national discussion on 6-7 September, 2005. The presentations were done by implementers at the local level, and the latter were involved fully in the analyses of the success factors of the practices. For acknowledgement , the resource persons and sources of information for each practice will be listed at the end of each chapter. Challenges for Improvement
PRAKTlK-PRAKTlK UNGGULAN INDONESIA
I7
Tantangan untuk Perbaikan
Kumpulan praktik unggulan yang ditampilkan di buku ini mencerminkan prinsip-prinsip yang mendasari upaya perbaikan kondisi permukiman dan infrastruktur pendukungnya di masa depan. Di antara prinsip-prinsip tersebut adalah komitmen pemerintah daerah untuk pemenuhan hak-hak dasar warga, pelibatan dan inisiatif yang bertumpu pada kelompok masyarakat, penghargaan pada kearifan lokal dan cara-cara penyelesaian masalah yang tepat guna, serta kerjasama yang adil dan seimbang (antar lembaga pemerintah maupun antara pemerintah dengan pihakswasta). Diakui bahwa pemilihan praktik unggulan yang ditampilkan di buku ini masih perlu penyempurnaan. Misalnya, kebanyakan praktik berlokasi di pulau Jawa. Apakah ini berarti kebanyakan praktik unggulan Indonesia memang terjadi di pulau Jawa, ataukah hal ini disebabkan oleh faktor terbatasnya komunikasi dan koordinasi antar pulau? lni adalah pertanyaan yang harus dijadikan acuan dalam perbaikan dokumen kumpulan praktik unggulan di masa depan. Kontribusi dari pelaku, penerima manfaat, dan penentu kebijakan pengembangan permukiman di tingkat lokal, di seluruh Indonesia, untuk memperkaya pilihan praktik unggulan sangat diharapkan. Dengan pilihan praktik yang lebih beragam, semua pemangku kepentingan, dari aras nasional sampai aras komunitas, akan memiliki wawasan yang lebih luas untuk mempercepat tercapainya sasaran-sasaran MDG yang terkait. Tidak ada satu jawaban tunggal yang sederhana untuk menjamin pelayanan dasar yang baik bagi seluruh rakyat, khususnya rakyat miskin. Semoga dokumen ini dapat , memberikan kontribusi yang berarti untuk tujuan tersebut.
8
I PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
between local government and the private sector). It is acknowledged that the range of practices presented in this book need to be improved. Most of the cases are from Java. Does this mean that most good practices in Indonesia is happening in Java, or is this simply caused by lack of communication and coordination between islands (or between national and non-java based local governments)?This should be the driving question in improving best practice compilations in the future . The contribution of actors, beneficiaries, and policy makers at the local level , from all of Indonesi a, is very much needed to enrich this compilation. With a wider choice of good practices, all stakeholders , from the national to the community level , will have a better perspective to accelerate the progress towards achieving MDGs. There is no single , simple answer to ensure good basic services for the whole population , especially the poor. Hopefully this document can contribute to the achievement of this goal.
Kesenjangan kota-desa adalah salah satu akar masalah kemiskinan di perdesaan dan merupakan salah-satu faktor penting penyebab urbanisasi. Bila diantisipasi dengan baik, urbanisasi dapat meningkatkan produktivitas sebuah kawasan , bahkan negara, sebagaimana dapat terlihat di negara-negara maju. Namun, tanpa penyiapan kondi si fisik (mi salnya sarana dan prasarana), sosial (misalnya tingkat pendidikan masyarakat), dan ekonomi (misalnya tingkat pendapatan bagi pekerjaan padat karya) yang memadai dan terencana , urbanisasi justru meningkatkan permasal ahan perkotaan , seperti memburuknya kualitas lingkungan hi dup, dan meningkatnya kejahatan. Untuk mengatasi gejala ini maka ditargetkan rencana tindak penurunan proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US 1 /hari menjadi setengahnya pada tahun 2015 melalui dukungan pembangunan infrastruktur perkotaan . hak dasar masyarakat dan lnfrastruktur adalah menjadi modal bagi pemenuhan hak dasar lainnya seperti pendidikan dan kesehatan . Adapun butir-butir penting yang harus dilaksanakan dalam mencapai target i ni antara lain penyediaan layanan prasarana dasar sesuai dengan isu kondisi , pendekatan dan
10
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
The urban-rural divide is the core problem rural poverty and an important factor that triggers urbanization. If well anticipated, urbanization could increase the productivity of a region, even a nation, just as could be seen in developed countries. However, without sufficient and well-planned preparation of the physical conditions (such as an adequate infrastructures and facilities), social conditions (such as the people's education level), and economy (such as workers' income level) , urbanization could only increase the city problems such as deteriorating quality of living conditions, increased crime, and other social problems. To overcome these symptoms, it is planned to halve the proportion of population making less than $1 / day in 2015 through development of urban infrastructure. Infrastructure is citizens' basic rights and the basis to fulfill other basic rights such as education and health. A number of best practices in the field of urban infrastructure show initiatives of the marginal community which involves various stakeholders. There is also a practice that shows deep understanding of the dimension and characteristics of urban poverty. All are conducted through an integrated approach that strives for the improvement of the poor's living
potensi lokal; penciptaan akses layanan kemasyarakatan kepada infrastruktur; upaya penurunan pengeluaran masyarakat miskin untuk mendapatkan akses infrastruktur; pengembangan inovasi dan teknologi untuk mendukung upaya peningkatan akses kepada layanan infrastruktur; pengembangan struktur kelembagaan/institusi untuk penyediaan infrastruktur perkotaan; penyelenggaraan prinsip good governance dan good corporate governance. Sejumlah praktik unggulan dalam bidang infrastruktur menunjukkan adanya inisiatif masyarakat marginal yang melibatkan beragam pemangku kepentingan. Ada juga praktik yang menunjukkan pemahaman yang mendalam akan dimensi dan karakteristik kemiskinan kota. Semua itu selalu dilakukan dengan pendekatan yang mengupayakan perbaikan tingkat penghidupan masyarakat miskin melalui pembenahan infrastruktur secara multi-sektoral. Hasilnya, terjadi peningkatan kualitas fisik, perbaikan struktur dan interaksi sosial, serta pertumbuhan ekonomi.
condition by developing infrastructures in a multisectoral way. The results are increased environmental quality, improvement of social structure and interaction , and economic growth. The chosen best practices are 1) Improving settlements condition along the Surabaya River bed area (Flood Plain) in East Java, 2) Developing the Kacang Pedang kolong (low water) territory, Pangkal Pinang town , province of Bangka Belitung, with a pilot project at a more micro scale in kampong Sinar Bulan; 3) Revitalizing the society's self reliance while developing an awareness on environmental infrastructure in Panembahan village , Plered subdistrict, Cirebon regency, West Java; and 4) Urban poverty reduction program i n Pasuruan, East Java The experiences presented in this chapter are expected to open new perspectives, start up a discourse , identify partnership opportunities , and assess the possibility of replication in other areas.
Praktik unggulan untuk bidang infrastruktur yang dapat menjadi bahan pelajaran adalah 1) penataan kawasan pinggiran Kali Surabaya di Jawa Timur, 2) penataan kawasan Kolong Kacang Pedang, kota Pangkal Pi nang, propinsi Bangka Belitung, dengan pilot project pada skala yang lebih mikro di kampung Sinar Bulan, kelurahan Pintu Air; 3) upaya menghidupkan kembali keswadayaan masyarakat sambil membangun kesadaran tentang prasarana lingkungan di desa Panembahan, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon, Jawa Barat; dan 4) program penanggulangan kemiskinan perkotaan mandiri di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Pengalaman sejumlah praktik unggulan yang disajikan dalam bab ini diharapkan dapat membuka wawasan baru, membuka wacana, menggali efektivitas dan mengenali peluang kemitraan serta replikasi di daerah-daerah lain.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 11
Sepuluh tahun yang lalu, tidak banyak orang tahu keberadaan kampung Sinar Bulan. Pasalnya, kampung kecil di kelurahan Pintu Air, kota Pangkalpinang, propinsi Bangka-Belitung ini memang hanyalah sebuah pemukiman kumuh biasa yang tidak tertata dan akhirnya terlantar. Di sana belum ada fasilitas umum dan sarana transportasi yang memadai, padahal penduduknya cukup padat, dan terus bertambah padat seiring waktu. Selain kondisi lingkungan yang memprihatinkan, situasi sosial dan ekonomi masyarakat Sinar Bulan saat itu juga tidak dapat dikatakan nyaman. Di sekitar tahun 1995, warga masih lazim menemui kelompok pemuda yang mabuk-mabukan sampai pagi di lingkungan kampung. Bahkan kawasan itu juga dikenal rawan kejahatan. Kondisi yang memprihatinkan ini memancing Pemda Pangkalpinang untuk membenahi Sinar Bulan. Pasalnya, kampung itu terletak di kawasan kolong Kacang Pedang, daerah perairan yang merupakan bagian dari sungai Rangkui. Kawasan ini sebenarnya adalah kawasan penyangga. Selain merupakan satusatunya lokasi yang ideal sebagai penampungan sumber air baku bagi kebutuhan seluruh kota Pangkalpinang, kolong Kacang Pedang juga dibutuhkan sebagai tempat penampungan air hujan untuk mengantisipasi banjir yang kerap terjadi di beberapa bagian kota saat musim hujan datang. Dengan berbagai upaya untuk menata kawasan kolong Kacang Pedang, termasuk membangun infrastruktur
12
I PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
Ten years ago , not many people knew of kampung Sinar Bulan's whereabouts. The reason: this small kampung, which is located in Kelurahan Pintu Air, city of Pangkalpinang, Bangka -Belitung province, was only a typical slum settlement, unorganized and neglected. There wasn't any sufficient public facilities and transportation , whereas the town's population was dense and still growing along with the passing time . Besides the poor condition of the environment, the social and economical situation faced by Sinar Bulan community was not at all pleasant. Around 1995, it was common to see people getting drunk until morning around the kampung neighborhood. The area overall
I perkotaan yang dibutuhkan oleh warga setempat dan masyarakat Pangkalpinang, akhirnya kampung Sinar Bulan, kelurahan Pintu Air, menjadi desa teladan dan mendapat penghargaan temu wicara Iomba desa/kelurahan tingkat Nasional tahun 2005.
Manfaat Infrastruktur Kota Dengan minimnya infrastruktur perkotaan, khususnya jalan dan jembatan, daerah barat kota Pangkalpinang (tempat kampung Sinar Bulan berada) sulit berkembang. Pertama-tama, kawasan pinggir kolong Kacang Pedang sulit berhubungan dengan pusat kota Pangkalpinang. Kedua, hubungan antar dua kecamatan di sisi utara dan sisi selatan sungai Rangkui, yaitu masing-masing kecamatan Gerunggang dan kecamatan Rangkui, terhalang oleh sebuah badan air yang cukup besar, yaitu kolong Kacang Pedang . Kedua kondisi ini menyebabkan kawasan kolong menjadi 'terisolasi' dari perkembangan kota pada umumnya, dan hubungan antara kedua kecamatan di atas jadi terhambat. Padahal hubungan yang baik antar kawasan diyakini dapat turut meningkatkan kinerja ekonomi kota. Keputusan Pemda untuk mengembangkan kawasan Kolong Kacang Pedang dengan menyediakan infrastruktur perkotaan menuai hasil yang menggembirakan bagi Kampung Sinar Bulan. Untuk menjaga agar permukiman kumuh di kawasan pinggir kolong tidak terus berkembang ke arah badan air, Pemda Pangkalpinang sedang membangun jaringan jalan Outer Ring Road, yang sebagian di antaranya melintasi daerah dekat Sinar Bulan. Manfaatnya, kampung itu akan mudah dicapai dari kota. Selain itu, pemda juga telah selesai membangun Jembatan Pahlawan 12 menghubungkan kecamatan Rangkui dan Gerunggang yang sebelumnya terpisah. Dengan kedua infrastruktur ini, mobilitas warga kawasan barat kota untuk melakukan aktivitas ekonomi di daerah-daerah lain, termasuk pusat kota, meningkat. Terlebih lagi,
was once even known to be a dangerous crime infested place. The government of Pangkalpinang felt that this concerning condition should be ameliorated. The reason was because this kampung is located along the shores of Kacang Pedang ko/ong (low areas), territorial waters that is part of the Rangkui river. This territory is supposedly a support area for the region: besides acting as the only ideal location for water reservoir to fulfill the needs of the entire Pangkalpinang city, the Kacang Pedang ko/ong is also needed as a rain water reservoir to anticipate floods which often occur in some parts of the city when the rain season peaks. As a result of many efforts in planning and managing the Kacang Pedang kolong, including developing urban infrastructures needed by the local people and the entire Pangkalpinang society, kampung Sinar Bulan has became a model village and won an award in a national-level "Meet and Speak Contest" between villages in 2005. Benefits of Urban Infrastructure With minimum infrastructure, especially roads and bridges, the west side of Pangkalpinang city (where kampung Sinar Bulan is located) has developmentrelated problems. First, it was difficult for communities living alongside the Kacang Pedang kolong to get to the city. Second, the connection between two sub-districts on the north side and the south side , namely Gerunggung and Rangkui, is blocked by a wide water bed, the Kacang Pedang ko/ong. Both of these conditions caused the settlements alongside the ko/ong area to become 'isolated' from developments happening in other parts of the city. Furthermore, the connection between those two sub-districts was hampered. This problem hampers the development of both sub-districts and also the city, as good connections between places could certainly increase the town's economic performance.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 13
kolong Kacang Pedang, yang sebelumnya dipenuhi vegetasi liar, jadi dapat memperlihatkan potensinya sebagai kawasan wisata sungai. Pembangunan kawasan Kolong Kacang Pedang, yang dulunya merupakan bekas galian tima, tidak bisa dilepaskan dari potensi-potensi yang ad di kawasan tersebut. Kawasan Barat yang merupakan bagian dari hulu Sungai Rangkui punya keadaan fisik lingkungan yang menarik dan dapat dimanfaatkan sebagai ajang rekreasi warga. Di kawasan inilah terdapat Kolong Kacang Pedang. Sebagai badan air, kolong ini mempunyai lingkungan visual cukup baik dan merupakan ruang terbuka yang dapat dinikmati oleh warga kota. Keadaan airnya yang tenang memungkinkan untuk dilakukannya wisata perahu mengelilingi kolong dengan kafe dan restoran yang ada di sepanjang pinggir kolong.
Penataan Permukiman Infrastruktur makro di tingkat perkotaan saja tidak cukup untuk meningkatkan kondisi kehidupan warga di pinggir kolong. Untuk membangkitkan potensi warga yang sebelumnya diabaikan, Pangkalpinang juga mengembangkan program penataan kawasan permukiman, termasuk penataan batas-batas lahan, perbaikan jalan dan drainase kampung, dan pengembangan sistem air bersih. Kampung Sinar Bulanpun dipilih sebagai salah satu daerah percontohan. Sebagai bagian dari program penataan permukiman, dibangunlah sumur gali dan pompa yang sekarang menjadi sumber air utama bagi warga kampung. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan masa sebelum tahun 1995, saat warga masih menggunakan air dari kolong Kacang Pedang untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, dari mandi, cuci, sampai kakus. Saat ini di kawasan tersebut telah selesai dibangun 552 sumur gali dan sumur pompa yang 、ゥュ。ョヲエォセ@ oleh 830 keluarga. Ke depan, untuk melayani seluruh warga
14
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
The district government's decision to develop Kacang Pedang kolong by providing the needed urban infrastructures has produced out a satisfying result for kampung Sinar Bulan. To keep the settlers living alongside the kolong from moving closer to the water, Pangkalpinang is building an Outer Ring Road, of which some part passes through an area near Sinar Bulan. The benefit of this network is that the kampung will now have easy access to and from the city. Aside from the ring road, the government has also finished building the Pahlawan 12 bridge which connects Rangkui and Gerunggung sub-districts. With these two new urban infrastructures, the mobility of people from the west side of the city to conduct economic activities in other areas, including the city centre, has increased. Moreover, the Kacang Pedang kolong, which was then filled with wild vegetations , can now show off its potential as a river tourism area. The development at Kacang Pedang kolong is inseparable from the potentials of the area itself. The kolong, which is a part of the Rangkui River's headwater, has an interesting physical environment condition that could be used as a place for recreation. As a water bed , this low area has pretty good visual environment and is also an urban open space that can be enjoyed by all citizens . The calm water condition makes it possible for boating around the waters with cafes and restaurants along the river bed. Organizing the Settlement Building infrastructures at the city level alone is not enough to improve the livelihoods of people living alongside the kolong. To increase the community's potential , which had been neglected before, Pangkalpinang also developed a settlement i mprovement program , which includes managem.e nt of land plots , repair of kampung roads and drainage, and development of clean water system. Kampung Sinar Bulan was chosen as a pilot location. As a part of the settlement improvement program , wells and water pumps were built , and now have
kota, Pangkalpinang juga berencana menyediakan sumber air dari PDAM yang berasal dari Kolong Kacang Pedang sebagai sumber air baku. Saat ini telah mulai dilakukan pendalaman kolong sebagai langkah awal. Langkah ini juga terkait dengan rencana peningkatan fungsi kolong sebagai tempat penampungan air hujan serta pengendalian banjir. Hal lain yang mencolok dari penataan Sinar Bulan adalah adanya pembangunan jalan-jalan kampung yang kualitasnya bagus yang merupakan akses penting bagi warga dalam bermobilitas. Setelah jalan dibangun, warga juga mulai berbenah dengan mengadakan penataan batas-batas antar kapling tanah yang berdampak positif terhadap kepemilikan lahan. Hal ini turut memberi dampak pada naiknya tingkat penerimaan pajak bumi dan bangunan Pangkalpinang dari 80,24% di tahun 2003 menjadi 83,62% di tahun 2004. Keberhasilan Kampung Sinar Bulan sebagai pilot project kampung percontohan yang ramah lingkungan menciptakan lingkungan sekeliling Kolong Kacang Pedang sebagai sumber kehidupan dan penghidupan kampung perkotaan di Pangkalpinang. Layaklah jika Walikota Pangkalpinang, Drs H Zulkarnaen Karim MM, dan warga setempat yakin akan berhasil memberi penghargaan Adipura bagi kelurahan Pintu Air di tahun 2007 mendatang.
become the main water source of the kampung people . This condition has improved significantly compared to the times before 1995 when people still used waters from the Kacang Pedang kolong to fullfill thei r everyday needs , from bathing, washing, and even latrines . Now in the area , they have built 552 manual and pump wells that are used by 830 families . In the future , in order to serve the entire people of the town , Pangkalpinang is also planning to provide water for PDAM (the local public water company) which uses the Kacang Pedang kolong water as their main source. Now they have already begun deepening the kolong as their first step . This step is also related with the plan to increase the kolong's function as a rain water reservoir and flood control. Another significant improvement that can be seen from Sinar Bulan's development is the good quality kampung roads , whi ch is important for the people's access to transportation. After t he roads were built , the people also started to manage their land status. This gave an impact on t he i ncreased rate of Pangkalpi nang's land and buildi ng taxes (PBB) from 80,24%in the year 2003 to 83 ,62%in the year 2004. Kampung Sinar Bulan's success of becoming a model village that is environmentally friendly has made the environment around the Kacang Pedang kolong as a positive source of livelihood for Pangkalpinang's urban kampungs. It is quite proper if the Mayor of Pangkalpinang, Mr. Zulkarnaen Karim Drs MM, and the people are certain that they will succeed in giving an Adi pura award for Kelurahan Pintu Air i n the coming year of 2007.
Hasil penataan tepian kolong Kacang Pedang memungkinkan kampung seperti Sinar Bulan mencapai dan dicapai bagian-bagian lain kota Pangkalpinang
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 15
Rajin Berembug, Lingkungan pun Sehat Desa Panembahan, Kecamatan Plered, Cirebon Revitalizing Community Meetings to Achieve a Healthy Environment Panembahan Village, Plered, Cirebon
Sejak lama gotong royong telah menjadi kosa kata sehari -hari di banyak kebudayaan masyarakat Indonesia. Tanpa struktur lembaga yang berbelit maupun pendanaan yang rumit, aktifitas gotong royong dijalankan untuk menyelesaikan berbagai bentuk "kerepotan", baik kolektif maupun individual. Begitu luasnya praktik ini dikenal, tak heran jika gotong royong dianggap sebagai salah satu karakteristik dasar masyarakat Indonesia. Namun, saat ini banyak keprihatinan disuarakan menyoal menipisnya semangat gotong royong ditengah masyarakat. Dengan pemahaman bahwa nilai-nilai gotong royong erat terkait dengan aktifitas keswadayaan kolektif dan sangat bermanfaat untuk proses pembangunan tingkat lokal, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Cirebon mencoba merevitalisasi pendekatan ini. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan pelembagaan
16
I
PERMUKIMAN. AIR MINUM DAN SANITASI
Since a long time ago, gotong royong (traditional mutual cooperation) has become an everyday term in many cultures of Indonesian society. Without any confusing organizational structure or complicated budgeting, gotong royong is carried out to solve various kinds of tasks, collectively or individually. This practice is so widely spread , no wonder that gotong royong is considered as one of the basic characteristics of Indonesian people. However, now there are many concerns saying that the gotong royong spirit is dimi nishing. Gotong royong values have a close connection with collective self-supporting activities of the people, and very useful for local·level development. Therefore, the local Public Works (PU) office of Cirebon tried to revitalize this approach by re-institutionalizing community self-support principles to be integrated with projects from PU t hat is relat ed to infrastructure
keswadayaan masyarakat yang diintegrasikan dengan proyek-proyek PU yang terkait dengan penataan lingkungan. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan diantaranya adalah sosialisasi mengenai masalah keprasaranaan. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai arti penting sarana dan prasarana yang terkait dengan lingkungan tinggal mereka. Dijelaskan bahwa secara mendasar prasarana wilayah mencakup transportasi, irigasi, telekomunikasi dan energi. Sedangkan prasarana lingkungan meliputi antara lain akses lingkungan berupa gang, drainase, saluran air kotor, pelayanan air bersih dan persampahan. Selain pengembangan wawasan, disertai juga upayaupaya perbaikan perekonomian rakyat dan pelatihan manajemen. Langkah-langkah ini juga ditempuh dengan pertimbangan adanya tambahan daya tarik untuk keterlibatan masyarakat, sebab selama ini program-program pemerintah kurang mendapat dukungan masyarakat karena dinilai tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun-tahun sebelumnya, tingkat partisipasi masyarakat memang sangat rendah. Di sisi lain, kinerja pemerintah setempat pun juga rendah dan terbatas karena masalah pendanaan dan sumberdaya manusia. Akibatnya, sekitar 40% dari prasarana lingkungan yang ada di Cirebon dapat dikategorikan buruk. Rembug untuk lingkungan Bermula dari pendekatan yang berbasis Tridaya, yakni pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan lingkungan, dikembangkanlah pendekatan baru yang berdasar pada pemahaman atas kekuataan swadaya masyarakat. Proses ini diperkenalkan di Desa Panembahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon.
Ternyata menghidupkan kembali rembug masyarakat
planning and management. One of the approaches that have been taken is socializing, or disseminating , infrastructure issues. Socialization was meant to develop knowledge and understanding of the society upon the importance of infrastructure and facilities that is connected with their living environment. Basically, regional infrastructure includes transportation, irrigation, telecommunication and energy, while neighborhood infrastructure includes environment access in the form of alleys, drainage, clean water and waste disposal service. Besides developing a wider perspective on infrastructure , there have also been efforts geared towards improving the society's economy and management capacity. These steps are also taken considering that there would be an extra attraction for the society's involvement, because all this time the government's programs didn't receive many support from the society because it was considered to have nothing to do with the soci ety's prosperity. In the years before , the society's participation level was indeed very low. On the other side, local government's efforts were also low and li mited because of financial and human resource problems . The consequence was about 40% of the infrastructure in Cirebon environment could be catagorized as being in poor quality.
Rembug for the environment Started with the Tridaya concept , a new approach is developed based on the understanding of the society's self-supporting power. This process was introduced to Panembahan village, Plered sub-district, Cirebon regency. It turned out that revitalizing community rembug (social discussion meetings) was not that easy. Poor people, which are the main beneficiaries, often did not join in the rembug. When there was a government
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 17
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masyarakat miskin yang menjadi sasaran utama seringkali tidak ikut serta dalam rembug. Kalau ada pejabat seperti camat hadir dalam pertemuan, masyarakat miskin enggan ikut atau diam saja. Untuk memancing mereka agar mau menyatakan pendapatnya, seringkali strateginya camat "disembunyikan" dulu di belakang layar. Setelah mereka mau bicara, baru camat akan keluar untuk bicara bersama-sama. Kunci untuk menghidupkan kembali kegiatan rembug ini adalah ketelatenan dan kesabaran, misalnya tetap rajin bertemu dengan warga desa meskipun malam hari. Selain itu untuk setiap lokasi memerlukan pendekatan yang berbeda dan unik. Gerakan "rembug" ini juga diintegrasikan dengan langkah-langkah pemerintah terkait dengan peningkatan prasarana lingkungan, termasuk diantaranya penyusunan konsep pemberdayaan perekonomian masyarakat yang berbasis lingkungan (tahun 2001 ), penyusunan RPJMD Tahun 2003-2007, peningkatan rumah layak huni (stimulan) dan peningkatan perekonomian produktif pada tahun 2003, penataan prasarana lingkungan Desa Panembahan untuk fisik Sungai Ciwatu pada tahun 2003 serta penataan prasarana lingkungan Desa Panembahan bidang Fisik, Fasilitas Umum dan Sosial pada tahun 2003 dan 2004. Ekonomi tak ketinggalan Dukungan dalam bidang peningkatan ekonomi pun tidak ketinggalan. Sebagai contoh dana yang digulirkan pada tahun 2001 untuk mendukung usaha ekonomi masyarakat sebesar Rp. 5.000.000 untuk 5 usaha kecil produktif. Alokasi ini termasuk juga infaq untuk prasarana lingkungan. Guliran dana serupa pada tahun 2003, kali ini jumlahnya lebih besar yakni Rp. 25.000.000, dialokasikan melalui Program CAP untuk 5 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Tahun berikutnya, dana sejumlah Rp. 450.000.000
18
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
official attending the meeting, the poor became more reluctant to join in. Even if they did join in they would just stay silent. In order to elicit their opinion, the strategy was to first "hide" the Camat (head of subdistrict) attending the meetings. After the poor have spoken out, officials then came out to discuss the matter together. The key to revitalizing rembug activities is by doing it with diligence and patience, such as willingness to often conduct meetings with the village people at night. Moreover, each location needs a different and unique approach. Rembug activities could also be integrated with the government's plans related to neighborhood infrastructure development, including formulating the community's environment -based economic empowerment (year 2001 ), composing the local midrange development plan or RPJMD (year 2003-2007) , improving houses, and increasing economic productivity in the year 2003, managing the infrastructure of Ciwatu river in the Panembahan village environment year 2003 and managing the infrastructure of the Panembahan village environment at the physical, public facilities and social field in the year 2003 and 2004.
The Economy wasn't Left Behind Support for the local economy wasn't left behind. For example, an amount of fund was allocated in 2001 to support community businesses from the CBDI program as much as Rp. 5 million for 5 productive small enterprises. This aUocation also included grants for improving the neighborhood infrastructure. The same kind of fund was given again in the year 2003 , this time the amount was larger: Rp 25 million, allocated through the CAP Program for 5 KSMs (Kelompok Self-supporting Community Swadaya Masyarakat Groups). The year after, as much as Rp 450 million was allocated for managing neighborhood infrastructure, also social and religious facilities through the village
dialokasikan untuk penataan prasarana lingkungan , sosial dan keagamaan melalui APBD Desa. Pada tahun 2005 , untuk alokasi yang sama , jumlah dana yang di gulirkan mengalami peningkatan yaitu Rp . 525.000.000. Segi pemberdayaan ekonomi mendapat sokongan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) , yang pada tahun 2004 mendapat kucuran dana deposito sebesar Rp. 400.000.000 serta bantuan ekonomi bergulir yang kini tengah diproses bersama PT. Bank Syariah Mandiri. Melalui proses rembug masyarakat diajar kembali untuk membangun keberdayaannya. Sementara itu , pihak pemerintah sebagai fasilitator pun juga memetik banyak manfaat langsung dari pendekatan ini. Sebut saja misalnya perbaikan kondisi prasarana lingkungan , adanya dorongan perbaikan kapasitas manajerial pemerintah daerah , adanya contoh dalam mekanisme perancangan program terpadu dan mendorong penajaman struktur APBD. Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelembagaan swadaya masyarakat dalam penataan prasarana akan menghasilkan efek ganda, selain dapat membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah secara luas. Dukungan masyarakat itu tak lepas dari tumbuhnya pemahaman bahwa ketersediaan dan kualitas prasarana lingkungan merupakan tolok ukur kesejahteraan masyarakat
budget (APBD Desa). In 2005, for the same allocation, the amount of fund given has increased to Rp 525 million. Economic empowerment activities gained support through BUMDES (Badon Usaha Milik Desa village-owned company) , which in 2004 received a deposit as much as Rp. 400 million and a revolving economic aid that is now being processed with Bank Syariah Mandiri. By revitalizing the rembug process, communities are encouraged to rebuild their self-support. Meanwhile, the government acting as the facilitator also has gained many direct benefits from this approach, which include having a better neighborhood infrastructure condition, having better regional government managerial capacity, having a model for integrated program planning mechanism, and having a more focused regional budget allocation. Based on the description above , it can be concluded that the benefits of revitalizing and reinstitutionalizing community self-support principles in improving infrastructures are two-fold: aside from increasing community participation in regional development , the society's support is gained from increased understanding that neighborhood infrastructures are indicators of the society's
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I
19
Dulu , banyak hal telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Pasuruan , Provinsi Jawa Timur unt uk menanggulangi kemiski nan penduduknya yang mencapai hampir 12 persen dari keseluruhan jumlah penduduk (162. 333 jiwa pada tahun 2004) . Namun ketiadaan lembaga masyarakat yang berbasis partisipasi warga, selai n lembaga administrasi RT /RW, menj adi penghambat keberhasilan program tersebut. Lantas, digagaslah suatu program yang berbasis pada mobili sasi sumber daya masyarakat dengan memanfaatkan dana dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari APBD dan Pemerintah/bantuan Bank Dunia. Program itu diberi nama Program Penanggulangan Kemiski nan Perkotaan (P2KP). Setelah dua tahun implementasi , Pasuruan memutuskan meneruskan program P2KP dengan dukungan penuh APBD. Tahap selanjutnya kemudian disebut "P2KP Mandiri. " Program yang memfasilitasi kegiatan daerah dalam rangka menanggulangi kemiskinan ini disosialisasikan dan ditetapkan di 28 kelurahan dari 34 kelurahan yang ada di Kota Pasuruan . Dalam hal i ni , masyarakat miskin diberi ruang yang cukup luas untuk terlibat secara aktif dalam menyusun perencanaan pembangunan kota, khususnya dalam
20
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Much effort has been taken by the government of Pasuruan City, East Java, to deal with poverty, which reaches nearly 12% of the entire population (162,333 people in 2004) . However, the nonexistence of social organizations based on community participation , aside from the RT I RW administration , has become an obstacle in ensuring the programs' success. Then, a program based on mobilization of community resources was formulated using funds from BLM (Bantuan Langsung Masyarakat Direct Aid for the Society) , which came from the regional budget (APBD), and a World Bank loan. The program was labeled as the Urban Poverty Project (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan or P2KP). After two years of implementation, Pasuruan decided to continue P2KP with full support from APBD. This subsequent phase of the project is called P2KP "Mandiri" or Independent P2KP. The project that facilitates regional activities in order to alleviate poverty was then socialized and implemented in 28 out of 34 districts in Pasuruan. Through this project, the poor were given a chance to actively participate in making the city's development plan, especially in policy formulation and monitoring. The most important aspect was that citizens were fully
bidang penyusunan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Yang terpenting warga juga dilibatkan secara penuh untuk memonitor implementasi dari kebijakankebijakan yang telah disusun dan disepakati bersama itu. Ada. tiga hal penting yang menjadi prioritas dalam pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan P2KP Mandiri di Pasuruan, yakni kegiatan pemberdayaan sosial, ekonomi dan lingkungan yang di kenal sebagai Tridaya Masyarakat. Pemberdayaan sosial masyarakat diwujudkan dengan cara membuka akses kepada masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan (participatory development). Sehingga mereka dapat memperoleh manfaat lebih dari pembangunan perkotaan . Secara ekonomi, Pemda telah berusaha meningkatkan kapasitas dan peran pelaku-pelaku bisnis dan industri lokal agar dapat mengelola pembangunan yang berpihak pada rakyat miskin (pro-poor) di wilayahnya. lni termasuk penyediaan permukiman bagi warga tidak mampu. Kedua hal tersebut lazim dikenal dengan partnership and neighbourhood development. Sedangkan untuk pemberdayaan lingkungan pemerintah kota juga mengupayakan adanya penyiapan kerangka pengaturan dalam pembangunan kota yang berkelanjutan dengan meningkatkan kapasitas pelaku lokal atau local good governance.
involved in monitoring the implementation of the policies that had been made and agreed mutually. Three important aspects have become priority in empowering the society through P2KP Mandiri, which are social, economic and environmental empowerment, known as Tridaya. Empowerment of social aspects was implemented through participatory development by giving access to the poor to participate in decision making processes. By economic empowerment , the local government has put considerable effort to increase the capacities and roles of local businesses and industries so that they could perform pro-poor development in their area , including providing settlements for the poor. Both of these aspects are commonly known as partnership and neighbourhood development. For environmental empowerment, the city government also prepared a framework for sustainable urban development by building the capacity of local actors to engage meaningfully in local good governance.
•••• In order to make this program successful, the Pasuruan city government involved all city stakeholders, most importantly citizens at the community level, which includes RT /RW officials, public and religious figures, and the poor themselves. The city government officials and the related institutions were also fully involved. Moreover, city government also involved the private sector from companies and banks.
****
Untuk menyukseskan program ini , Pemerintah Kota (pemkot) Pasuruan juga melibatkan stakeholders kota, mulai dari tingkat komunitas warga yang terdiri atas pengurus RT /RN, tokoh masyarakat dan agama serta warga miskin itu sendiri. Juga adanya keterlibatan penuh dari dinas di jajaran pemkot dan instansi terkait. Selain itu pemkot juga melibatkan pihak swasta baik dari unsur perusahaan maupun perbankan.
Unfortunately, although this program was felt to be quite promising, there were many problems in the field. The society's awareness to willingly participate in this program was low. This was caused, among others, by the low rate of earnings of each family. The low education level of the poor also gave impact on the lack of understanding of the program. There was also a skeptical attitude from the society upon previous programs.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 21
Sayangnya, meskipun program ini dirasa cukup menjanjikan, banyak kendala yang terjadi di lapangan. Yakni masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini yang disebabkan oleh minimnya tingkat pendapatan pada masing-masing kepala keluarga (KK). Tingkat pendidikan yang rendah pada kelompok masyarakat miskin juga berdampak pada kurangnya pemahaman sosialisasi program. Adanya sikap skeptis masyarakat terhadap program-program terdahulu, meski sebenarnya program tersebut sangat bertolak belakang, sehingga terjadi pemahaman ganda terhadap program yang tengah berjalan. Untunglah, ada beberapa tengara keberhasilan dari program yang telah dijalankan itu. Di kalangan warga mulai terbentuk forum komunikasi antar mereka dari tingkat kecamatan hingga kota, termasuk juga forum komunikasi antar Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Adanya forum komunikasi warga itu berhasil memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan ketrampilan guna menunjang upaya penciptaan usaha baru dengan pemberdayaan usaha di sektor industri rumah atau industri dalam skala kecil pada keluarga miskin. Terkait dengan langkah ini berhasil juga disusun PJMPronangkis dengan pendekatan dari, oleh dan untuk masyarakat serta upaya nyata yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakat miskin. Program ini juga telah mengubah perilaku masyarakat dengan terbangunnya kesadaran kritis di kalangan mereka. Hingga setiap kali hendak menyusun kepemimpinan , warga sudah bisa mengorganisasi diri untuk melakukan pemilihan kolektif yang representatif. Dengan begitu dapat terlihat upaya nyata dari para pemimpin yang dipilih agar mengarah pada perbaikan kondisi kesejahteraan masyarakat miskin. Secara kasat mata, program P2KP Mandiri di Pasuruan membawa banyak peningkatan pada kondisi
22
I
PERMUKIMAN. AIR MINUM DAN SANITASI
Fortunately, there are successful achievements of the program. Some of the society has formed communication forums from the sub-district level to the city level. The local communication forums have successfully empowered the community in improving their skills to create new jobs at the household industry sector or small scale industry for poor families. In relation to this, a PJMPronangkis (Midterm Loan) have been successfully implemented using the approach "from, by and for the society." These are real efforts aimed to improve the prosperity of the poor. This program has also changed the behavior of the people through raising critical awareness of their surroundings. Now, every time they wanted to choose a leader, they were able to organize themselves to execute a collective and representative election. This way, real efforts of the elected leaders in making in improving the prosperity of the poor could be seen. Instantly, people can see that the P2KP Mandiri program in Pasuruan have brought improvements to the environment condition, such as road repair at seven locations with a total of 4,126 meters, improvements in the slum area, establishment of IPAL (lnstalasi Pengolahan Air Limbah Waste Water Processing Installation) in Mandaran and Bakalan villages, building of housing for senior citizens from poor families, and providing clean water through direct piped connection to houses (sambungan rumah) and public hydrants. P2KP Mandiri achievements do not cover only physical aspects , but also include other activities such as delivering financial aid to the elderly, giving out scholarships , giving technical training on entrepreneurial skills , and giving micro credit bank loans.
**** The P2KP Mandiri program in Pasuruan can be replicated in other regions, and modified according to
lingkungan antara lain dengan perbaikan jalan lingkungan sepanjang total 4.126 meter di tujuh lokasi, pebaikan lingkungan permukiman kumuh, pembangunan lnstalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Kelurahan Mandaran dan Bakalan , pembangunan rumah untuk para jompo dari kalangan miskin dan program pengadaan air bersih melalui Sambungan Rumah dan Hidran Umum. Akan tetapi pencapaian program P2KP Mandiri tidak hanya mencakup bidang· bidang pembangunan fisik saja, namun juga program lain berupa penyantunan kaum jompo, penyaluran beasiswa , pelatihan ketrampilan teknis kewirausahaan dan pembinaan kredit mikro oleh perbankan.
the human resource and financial ability of each region. But it should be remembered that the society in that area must be able to understand the universal values of humanity with assistance strategy that is adapted to the characteristics and typology of the local society. Even though available fund for a particular area is still limited, at least there should be an early stimulation for the society's organizing and participation process. Involving the society in development processes is an important factor for sustainable development.
**** Program P2KP Mandiri di Kota Pasuruan dapat menjadi replikasi pada daerah lain yang disesuaikan dengan kemampuan sumber daya dan dana masing-masing daerah. Dengan catatan , masyarakat di wilayah tersebut harus mampu memahami nilai-nilai universal kemanusiaan dengan pola dan strategi pendampingan yang disesuaikan dengan karakter dan tipologi masyarakat setempat. Meskipun dana yang tersedia di daerah tersebut masih terbatas, paling tidak ada rangsangan awal untuk proses pelibatan pengorganisasian masyarakat. Melibatkan warga masyarakat dalam pembangunan merupakan hal penting agar pembangunan dapat berkelanjutan .
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I
23
Menata Stren-Kali Surabaya: Sebuah Proses Resettlement Organizing the Surabaya River Flood Plain: A Resettlement Process
Sungai di kota besar mempunyai peran penting untuk membantu mengalirkan air buangan kota dan air hujan, mulai dari hulu sampai hilir sungai. Disamping itu sungai juga dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau.
Rivers in a big city have an important role to help flow away the city's waste water and rain water, starting from the headwaters and to the downstream. Furthermore, a river could also be used as a green open space .
Kota Surabaya adalah salah satu kota yang terletak di aliran sungai terbesar di Jawa Timur, yaitu sungai Brantas. Pada musim hujan debit air Sungai Brantas meningkat dan pada debit maksimum air sungai Brantas sering mengakibatkan sepertiga Kota Surabaya bagian selatan dan timur tergenang banjir yang tinggi dan lama. Permasalahan banjir memang tidak dapat ditangani oleh kota Surabaya secara sendiri dan tertutup, namun harus diatasi bersama dengan kota dan kabupaten di bagian hulu sungai Brantas yaitu Kediri , Mojokerto, Jombang, Sidoarjo sebagai satu kesatuan sistem yang utuh. Koordinasi ini menjadi penting karena meluapnya sungai Brantas di Surabaya juga diakibatkan oleh semakin berkurangnya daerah resapan kawasan penyangga di sepanjang daerah aliran sungai.
Surabaya is one of the cities that are passed through by the largest river in East Java, the Brantas River. In the rainy season , the Brantas River's rate of flow rises, and at the maximum rate the water often causes high and long floods in the south and the east side of Surabaya. This flood problem could not be handled by the Surabaya city exclusively, but must be handled together with cities and regencies along the Brantas riverside area , such as Kediri , Mojokerto, Jombang, and Sidoarjo as one whole system. This coordination is important because the overflow of the Brantas River in Surabaya is also caused by the decreasing capacity to absorb water area along the riverside.
Masalah Stren-Kali
Especially in areas near the Surabaya and Wonokromo rivers flood plains (later on will be called stren), water
Khusus pada kawasan sekitar bantaran (selanjutnya
24
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
The River Stren Problem
I disebut stren) Kali Surabaya dan Kali Wonokromo, daerah peresapan telah hampir hilang dan diisi bangunan -bangunan tempat tinggal dan kios-kios informal. Menjamurnya sektor informal/marjinal di lokasi-lokasi tersebut di atas menyebabkan timbulnya berbagai masalah. Secara fisik, dengan tertutupnya akses ke sungai , berbagai usaha pemeliharaan sungai , termasuk pengerukan untuk menanggulangi banjir, tidak dapat dilaksanakan seperti semestinya. Secara sosial, di daerah ini sering terjadi kerawanan sosial. Status warga stren-kali yang tidak punya legalitas pun membuat mereka enggan terlibat dalam kegiatan pembangunan setempat maupun mematuhi ketentuan daerah yang berlaku, seperti membayar PBB dan retribusi kebersihan. Sementara itu, di bidang lingkungan telah terjadi pencemaran air yang parah yang disebabkan penyempitan dan pendangkalan sungai oleh sampah dan kotoran manusia. Berangkat dari kondisi ini , Laboratorium Perumahan dan Permukiman, Jurusan Arsitektur lnstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya mengadakan studi penataan stren-kali Surabaya. Studi yang dilakukan tahun 2002 ini bertujuan mencari model untuk: 1. mengembalikan fungsi stren-kali kepada fungsi semula, sebagai daerah perlindungan, ruang terbuka hijau dan rekreasi, ruang pengawasan dan pemeliharaan fungsi sungai serta pengendalian banjir; dan bukan fungsi bermukim. 2. meningkatkan kualitas permukiman yang legal di sepanjang stren-kali. 3. melakukan pemecahan masalah secara bersama antara pemerintah kota Surabaya, pemerintah daerah asal masyarakat yang tinggal di stren-kali , dan masyarakat setempat untuk dapat mewadahi kegiatan masyarakat tersebut pada lokasi yang lebih baik. Caranya adalah dengan menganalisis kondisi eksisting masing-masing ruas stren-kali yang menjadi kawasan studi , memperoleh data penghuni stren-kali sebelum dilakukannya penataan kawasan, dan melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat untuk mendapatkan gambaran keinginan mereka untuk bekerja dan tinggal di tempat yang aman
absorption areas are almost totally gone and filled with housing and informal kiosks. The fast growth of the informal / marginal sector at those locations has caused many problems. Physically, with the blocking of access to the river, many attempts to manage the river, including excavating in order to handle floods, could not be done. Socially, this area is also an alarmi ng place . The people living i n the river stren doesn't have any legal status , making them reluctant to be involve themselves in any kind of local development activities or to obey the region's regulations , such as paying the PBB (Pajak Bumi ft Bangunan Land & Building Tax) and the garbage retribution. In the mean time , there is a very serious environmental problem : the river is narrowing and getting shallower because the water is seriously polluted with garbage and human waste. Because of this condition , the Laboratory of Housing and Settlement from the Architecture Department of lnstitut Teknologi Sepuluh November (ITS) in Surabaya made a research on how to organize the Surabaya river stren . The goal of the research that was done in 2002 was to find a model to: 1. return the river stren back to its original function as a water absorption area, open green space , recreation area, and an area for river maintenance and flood control , not a place for settlements. 2. to increase the quality of the living conditions of the legal settlements along the river stren . 3. to conduct collective problem solving between the government of Surabaya, the governments of regions from which the majority of population living on the river stren originates, and local communities on the river stren to move community activities to better areas. This is conducted by analyzing the existing condition of each river stren locations that are being researched, collecting data from river stren settlers before organizing the area, and approaching the local people to get their idea of living and working in a safer environment.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 25
Dari Pendataan sampai Menghadap DPRD Penelitian diawali dengan proses pendataan. Data yang digali meliputi data demografi (jumlah warga, asal warga, status KTP, tempat tinggal sebelumnya, tahun mulai tinggal, dan jenis pekerjaan), dan data bangunan (jumlah penghuni , kondisi fisik, dan luas lahan). Pendataan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat warga stren-kali secara langsung dengan harapan dapat memperoleh data yang valid. Selama proses pendataan ternyata ada warga yang terbuka dan yang tertutup. Mereka yang terbuka cenderung berharap akan ada penyelesaian yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi. Bahkan sebagian warga juga memberikan usulan solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan. Mereka yang tertutup ingin tetap bertahan di lokasi stren-kali, dan merasa terancam dengan rencana relokasi. Kesediaan memberikan datapun dianggap identik dengan kesiapan untuk direlokasi. Selain itu, ada juga data yang tidak bisa diperoleh, entah karena warga bekerja dari pagi sampai malam sehingga sulit ditemui, maupun karena warga yang bersangkutan sudah cukup lama meninggalkan lokasi stren-kali tersebut, sementara bangunan yang menjadi miliknya masih berada didaerah ini. Setelah pendataan, Pemda mulai mengambillangkah untuk penertiban bangunan sepanjang stren-kali dengan lokasi ruas jembatan Nginden-Wonorejo. Bentuknya adalah disebarkannya surat peringatan untuk membongkar sendiri bangunan masing-masing. Akibatnya warga di sepanjang sungai mulai resah. Wargapun menghimpun kesatuan sesama penghuni stren-kali untuk mempersiapkan diri menghadapi rencana pemerintah dengan membentuk paguyubanpaguyuban di tingkat RT-RW. Dalam pertemuanpertemuan tersebut, warga juga didampingi oleh LSM yang membantu mencari solusi yang tepat tanpa merugikan program pemerintah maupun masyarakat. Dari pertemuan-pertemuan ini dapat dihimpun beberapa opini warga mengenai keberadaan mereka di stren -kali. Untuk warga stren-kali yang telah diakui keberadaannya oleh pemerintah (Kelurahan Karah,
26
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
From Data Collecting to Approaching the Legislative The research was started with a data collecting process. The data gained included demographic data (number of residents , where did the residents came from , residential status, where did they live before , the year they began living there , and the kind of work they do) , and housing data (number of inhabitants, physical conditions , and the space width). The data gathering was done by directly involving the river flood plain residents in order to obtain a valid data. During the data gathering process , some people were open and welcoming while some others were reclusive. Those who were open and welcoming tend to have hopes that there would be a proper solution for the problem they are facing . Some even gave suggestions for solutions that may be reconsidered. Those who were reclusive wanted to stay in the riverstren location and felt threatened by the relocation plan. Willingness to give data was considered as willingness to be relocated. Besides that, there were data that couldn't be gained, either because the resident worked from early morning until late night so it was difficult to meet them, or because that they have left the river stren location for quite some time even though the house that they built was still in the area. After the data gathering, the Surabaya City government began organizing the river stren around the Nginden-Wonorejo bridge location by distributing warning letters to the residents to clear their own houses. Residents along the river became restless. The residents united in order to decide their collective stand towards the government's plan by making gatherings at the RT-RW level. In those gatherings, residents were accompanied by NGOs that facilitated them in finding a proper solution without harming the government's program or the people's interests. From the gatherings, resident's opinions upon their
Kelurahan Ketintang , Kelurahan Wonokromo, Kelurahan Sawunggaling, Kelurahan Gunungsari , Kelurahan Jagir, dan Kelurahan Ngagel Rejo) , program penertiban tersebut dinilai bertentangan dengan hak warga atas tempat tinggalnya yang sah. Pemerintahpun dinilai sewenang-wenang karena tidak memikirkan aspek-aspek yang menjadi akibatnya dari penertiban tersebut, misalnya pendidikan anak-anak, pekerjaan, keterikatan dengan warga setempat, dan lain-lain. Warga juga mengeluhkan ketidakadilan antara perlakuan-perlakuan terhadap warga dengan perlakuan terhadap pengusaha (pabrik), dimana pengusaha masih diberi waktu sampai beberapa tahun ke depan untuk mempersiapkan penertiban lokasi usahanya. Aspirasi ini datang dari mereka yang yang telah menjadi warga kota Surabaya yang sah, yang dibuktikan dengan KTP dan Kartu Keluarga. Mereka juga selama ini juga patuh pada peraturan dan perundangan yang berlaku, termasuk membayar pajak (PBB) serta retribusi kebersihan . Untuk warga stren -kali yang lokasinya tidak/belum mempunyai struktur pemerintahan, reaksinya sedikit lebih beragam. Sebagian warga (yang berlokasi mulai pintu air Jagir sampai depan Kompleks Pertokoan Mangga Dua, juga yang berlokasi di kompleks permukiman pemulung) bersedia diatur oleh pemerintah. Sebagian besar dari mereka berasal dari kota lain dengan maksud memperbaiki tarat hidupnya di Surabaya. Artinya jika nantinya harus pindah hendaknya disediakan lokasi lain yang dapat digunakan untuk mencari nafkah. Sebagian warga yang lain (yang berlokasi di depan permukiman Barata Jaya) tidak terlalu resah dengan penertiban karena sebagian besar merupakan warga yang mampu secara ekonomi. Hanya saja, warga yang berlokasi di Barata Jaya XVII menilai bahwa program penertiban strenkali dapat mematikan lapangan usaha, padahal seharusnya pemerintah berterima kasih dengan banyaknya warga yang mempunyai usaha sendiri karena hal ini berarti mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Berdasarkan hasil pertemuan-pertemuan tersebut, perwakilan warga datang dan meminta ke DPRD Jawa Timur untuk mendesak pemerintah daerah agar
existence in the river stren were gathered. For river stren residents who have been legally acknowledged by the government (Kelurahan Karah , Kelurahan Ketintang , Kelu r ahan Wonokromo , Kelurahan Sawunggaling, Kelurahan Gunungsari , Kelurahan Jagir, and Kelurahan Ngagel Rejo), the government's program to organize the stren was considered violating the residents' legal rights. The government was considered to have acted arbitrarily and without compassion because they didn't consider the consequences of that program to children's education , resident's occupations , and resident's cohesion. The residents complained about the unjust treatment they received compared with treatment received by factory owners (factory owners were given time until several years to prepare their new factory's location). This aspiration came from those who have become legal Surabaya citizens , which is proven by KTP (identity card) and Kartu Keluarga (family residence card) . They also have obeyed the prevailing laws and regulations , including paying the PBB taxes (Pajak Bumi Et Bangunan Land Et Building Tax) and the garbage retribution. For the river stren residents whose place of stay has yet to obtain any legal status , the reaction was more varied. A number of residents (those living between the Jagir watergate and the front of the Mangga Dua Market complex , also those who were located at the garbage picker settlement complex) were willing to be organized by the government. Most of these residents came from other places out of the city in order to make a better living in Surabaya. This means that if they had to move, they should be given a place that could be used to make a living. Other residents (those located in front of the Barata Jaya settlement) were not too restless with the government's program for most them were people with a better state of economy. Residents located in Barata Jaya XVII, on the other hand, considered that the river stren organizing program could hamper local productive activities, whereas the government should be thankful for the
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I
27
mempertimbangkan kembali pelaksanaan program penataan stren-kali Surabaya. Kalaupun program ini tetap berjalan, warga meminta jangka waktu 5 tahun untuk memindahkan diri. Jika pemerintah keberatan atau tidak mampu menyediakan lahan pengganti dengan alasan keterbatasan dana, maka warga bersedia membeli lahan tersebut dengan cara mengangsur, asalkan nantinya lahan tersebut benarbenar dapat menjadi hak milik warga yang dibuktikan dengan surat-surat kepemilikan yang sah. Kesepakatan yang diperoleh dari kunjungan ini adalah bahwa program penataan akan tetap berjalan , tetapi ada jaminan bahwa warga tidak akan ditelantarkan. Maksudnya, rumah/bangunan warga tidak akan digusur sebelum ada kompensasi berupa rumah susun. Dengan demikian , berdasarkan kesepakatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada akhirnya warga bersedia meninggalkan lokasi stren-kali asalkan mendapat kompensasi lahan yang lain, baik sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha. Kini, lokasi yang sudah dibangun dan ditempati oleh
28
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
fact that many river stren resrdellts ru n then- own businesses as this means real efforts to decrease unemployment. Based on those gatherings, a delegation of the residents appeared before provincial legislative of East Java and asked to give pressure to the Surabaya Government to reconsider the river stren organizing program. Even if the program should go on, the residents asked for an extended time of 5 years to find a new settlement. If the government objected or unable to provide a replacement area because of limited funding, then the residents were willing to buy that land by installments, as long as the land will at last really become their legal property. The agreement achieved from this visit was that the river program will still go on , but there is a guarantee that the residents would not be neglected or abandoned. This means that the residents , buildings, or houses would not be removed until there is compensation in the form of
warga yang tergusur adalah Rumah Susun Sewa Penjaringan Sari. Rumah Susun yang sedang dibangun untuk relokasi warga dalam jangka menengah yaitu Rumah Susun Siwalankerto.
multi ·storey, simple flats . With this agreement, it can be concluded that the residents have agreed to leave the river stren location as long as they get a compensation of receiving another location, either for a living place or a working place.
Pelajaran yang Dipetik Berdasarkan pengalaman di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Perlunya melakukan pendekatan pada pemerintah pusat, provinsi dan kota agar berperan sesuai dengan fungsinya: Pemerintah pusat dalam penanganan program rumah susun. Pemerintah provinsi dalam hal penyediaan lahan resettlement. Pemerintah kota dalam hal penataan permukiman dan prasarana dasar permukiman. 2. Perlunya mengadakan konsultasi dengan masyarakat, LSM, pemerintah pusat, provinsi dan kota. 3. Perlunya mengusahakan agar masyarakat yang tergusur tidak banyak:
Now, the location that have been built and being occupied by the removed residents is called the Rumah Susun Sewa Penjaringan Sari. The flat being built to relocate residents in a mid term time plan is called the Rumah Susun Siwalankerto.
Lessons Learned Based on the experience above, these points are concluded as strategic recommendations for handling the Surabaya river stren (flood plain) settlement: 1. Approach to the central, provincial and regional government is needed in order so that they can act according to their functions:
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 29
Untuk masyarakat yang terpaksa harus pindah disediakan rumah susun sewa yang terjangkau, atau dipindahkan pada permukiman sekitarnya dengan jarak kurang dari 2 km. Resettlement dilakukan pada area/lahan kosong terdekat atau yang disediakan oleh pemerintah kota. 4. Perlunya menghindari cara-cara agitatif yang dapat menimbulkan konfrontasi.
30
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
The central government in handling the program to build multi -storey flats The provincial government in providing the resettlement area. The regional government in managing the settlement and providing the basic infrastructures of the settlement. 2. Consult with the local community, businesses, NGOs , central , provincial and regional government. 3. There need to be an effort so that there won't be too many relocated people: those who agree to move out willingly should receive replacement residence as soon as possible . those who had to move unwillingly are provided with multi-storey flats with an affordable rent , or relocated to the surrounding areas less than 2 kilometers from their previous settlement. Resettlement should take place in the nearest empty area or in an area provided by the regional government 4. Avoid agitating approaches that could cause confrontation.
.
/'!* •
-
セM
セCZN
Z@
·
.- :-- .......
-·jN@
NjiAセM
• -wf-
..A
セ@
'
tf r :f,..,... •
セ N@
...
t.....f' -....
_ _, , .. _ _
-
セ
L@
' •• -セ
I
N@
..
-
セ@
• . . . . ;.
..
.._
" .,
セ@
-
• ;
セ@
''Aiir.
セ@
..... -:- ..⦅ セ ·-
...
-..
.
N@
-
.
. .セ ZNM ..
N@
セ@
セ@
.+,. • •r. ...,...
_ セ@
'
• .
ᄋセ@
セN@ ,.. ., ,.., I'
• •
.
.rl
•
. ᄋ セ Z M セ@ A
•'
Ill
..
•
'
Ciri umum abad XXI adalah lebih dari setengah penduduk bumi akan berdiam di kota. Kecenderungan ini pula yang terjadi di Indonesia, sehingga pertumbuhan kota harus dibarengi dengan sarana dan prasarana permukiman yang lebih baik. Berdasarkan laporan perkembangan MDG Indonesia tahun 2003, baru 83% dari 52 juta keluarga di Indonesia telah mendiami tempat tinggal secara sah (milik atau sewa). Dari yang mendiami tempat tinggal itu , 14% diantaranya tinggal di rumah dan lingkungan yang tidak layak huni. Hanya separuh dari keluarga di Indonesia memiliki kepastian hukum atas lahan yang dimilikinya, sisanya berlandaskan pada girik (bukti pembayaran PBB) atau alat penunjukan kepemilikan lainnya. Selain itu , juga terdapat 10 ribu kantung perumahan kumuh pad a areal seluas 47,3 ribu ha. Fakta ini cukup mengkhawatirkan , karena rumah dan lingkungan permukiman yang layak merupakan salah satu hak dasar yang dijamin undang-undang. Fungsi rumah adalah wahana pembinaan kehidupan keluarga, komunitas terkectl dalam sistem sosial. Target MDG dunia untuk sektor permukiman kumuh ialah memperbaiki kualitas hid up 100 juta orang yang
32
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
A common characteristic of the 21 " century is that
more than half or the world's citizens will live in urban areas. This tendency also occurs in Indonesia . Therefore city growth must be accompanied by better settlement facilities. Based on the 2004 report of Millennium Development Goals of Indonesia 2003 , only 83% out of the 52 million families living in Indonesia reside at legal housings (owned or rented). From that number, 14% stay at improper housings and slum neighborhoods. Only half of the total Indonesian families have legal assurance of their property, while the rest lives in housings and land which legal status is proven by girik (land tax payment receipt). There are also around 10 thousand pockets of slum areas , located on 47.3 thousand hectares of land. This is a disturbing fact because decent housing and neighborhood are basic rights guaranteed by the law. The function of a house is a place to build a family, which is the smallest community in a social system. The target of the world Millennium Development Goals (MDG) for slums sector is to improve the life quality of 100 million people living in slums areas. This number has to be converted to be applicable in Indonesia.
tinggal di lingkungan tersebut. Angka ini masih harus diterjemahkan untuk kasus Indonesia. Yang jelas, landasan falsafah penanganannya adalah menempatkan masyarakat sebagai pelaku , membedakan penanganan perkotaan dan perdesaan sambil tetap menggarisbawahi keterkaitan antar keduanya, fokus pada kegiatan merumahkan masyarakat, berlandaskan pada kearifan lokal , menjadikan rumah sebagai sarana peningkatan produktifitas, serta menyediakan prasarana dan sarana sebagai pendukung percepatan perubahan. Sejumlah praktik unggulan di berbagai daerah telah menjadi bahan pelajaran yang berharga dalam rangka membangun permukiman yang layak bagi masyarakat miskin. Praktik-praktik unggulan yang diangkat untuk bidang permukiman kumuh adalah: 1) program KIP Komprehensif yang telah dijalankan dengan sukses oleh warga dari kelurahan Nginden Jangkungan, Surabaya Timur; 2) Forum Masyarakat Code Utara di Provinsi DIY yang telah merubah wajah permukiman padat pinggir kali menjadi permukiman yang asri; 3) Forum Kota Sehat di kota Pekalongan yang membagi pengalamannya membangun lingkungan perumahan yang sehat; 4) Kelompok Arisan Perumahan Koperasi Tani Margaluyu Di Desa Batu Lawang, Kota Banjar, Jawa Barat, yang mampu membangun rumah secara gotong royong, tanpa bantua dari pihak lain; dan 5) Kabupaten Tulungagung yan menciptakan lingkungan permukiman yang sehat Harapan dari proses pembelajaran praktik unggulan ini dapat membuka dan bertukar wawasan, melihat dan memahami dengan jernih permasalahan yang ada, menggali kearifan lokal, dan berkarya nyata bersama. Satu hal yang tak kalah penting adalah kesadaran bahwa untuk membuahkan sukses dibutuhkan pengalaman panjang sehingga masyarakat tidak pernah patah semangat untuk mencapai kualitas hidup yang baik untuk generasi sekarang dan mendatang.
The basic philosophy to overcome this problem is by placing the society as actors, differentiating the urban and rural managements but still underlining the correlation between the two, focusing on building houses for the community, taking the local wisdom as the basis, making houses as a facility to increase productivity, and also providing facilities to support and accelerate changes . A number of best practices from various areas serve as valuable studies in regards to the development of decent housings for the poor society. Those best practices are: 1) The comprehensive KIP Program, which was successfully run by the people from the Nginden Jangkungan Village, East Surabaya; 2) The Code Utara Society Forum in D. I. Yogyakarta Province , which has transformed the river-side slums into decent and beautiful residence; 3) The Healthy City Forum in Pekalongan , with their experience in building a healthy neighborhood; 4) The Arisan Group of the Farmers Cooperation Organization of the Margaluyu Residence in the Batu Lawang Village, Banjar, West Java, which was able to cooperatively build houses without external assistance; and 5) The Tulungagung Regency, which succeeded in creating a healthy neighborhood. These practices are expected to open and exchange perspectives, to clearly see and comprehend the existing problems, to develop the local wisdom, and cooperatively make real efforts. Another important issue is the awareness that to achieve success requires continuous experiences, so that the society never gives up on accomplishing better life quality for the present and the future generation.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 33
Permukiman Sehat Berkat Program KIP Komprehensif Kelurahan Nginden Jangkungan , Sukolilo, Surabaya
Healthy Residential Area: The Success of the Comprehensive KIP Program Nginden Jangkungan Village, Sukolilo, East Surabaya
Memasuki kampung-kampung di kelurahan Nginden Jangkungan, kecamatan Sukolilo, Surabaya Timur, maka terasa perubahan yang sangat besar. Kawasan yang rawan banjir di musim hujan akibat saluransaluran internal dan got tidak lancar, kini lebih tertata dan bersih. Sejumlah jalan telah diperbaiki dan tertata dengan paving. Beberapa got yang sebelumnya berbau kini telah bersih dan dapat mengalir lancar. Tidak hanya itu, wajah warga pun lebih berseri karena adanya harapan untuk meningkatkan penghasilan. Bapak Miswono misalnya, pembuat boneka teletubbies, kini dapat menghasilkan 300 boneka per hari, padahal sebelumnya hanya 150 boneka per hari. Jika dulu ia hanya dibantu oleh istrinya, maka kini sudah tiga orang tetangganya yang direkrut menjadi karyawan. Masyarakat
34
I
di
kelurahan
Nginden
PERMUKIMAN. AIR MINUM DAN SANITASI
Jangkungan
Entering the villages in Nginden Jangkungan Village, Sukolilo , East Surabaya , one can feel vast changes . The area which used to be easily flooded in rainy season due to bad gutter systems has become neater and cleaner. Some of the roads have been paved . Gutters are now clean and flow smoothly. Moreover, the villagers' faces look happier because of new hopes of more income . Mr. Miswono for example, a Teletubbies doll maker, now can produce 300 dolls per day, compared to only 150 dolls per day in the past. He used to be assisted only by his wife, but now he has recruited three employees , all are his neighbors. The Nginden Jangkungan community deserves to be proud because their area has undergone the Comprehensive KIP Program (Kampung Improvement Program) which was organized by the City Government of Surabaya. Actually, the City Government of
Memasuki kampung-kampung di kelurahan Nginden Jangkungan, kecamatan Sukolilo, Surabaya Timur, maka terasa perubahan yang sangat besar. Kawasan yang rawan banjir di musim hujan akibat saluransaluran internal dan got tidak lancar, ki ni lebih tertata dan bersih. Sejumlah jalan telah di perbaiki dan tertat a dengan paving. Beberapa got yang sebelumnya berbau kini telah bersih dan dapat mengali r lancar. Tidak hanya itu, wajah warga pun lebih berseri karena adanya harapan untuk meningkatkan penghasilan. Bapak Miswono misalnya , pembuat boneka teletubbies, kini dapat menghasilkan 300 boneka per hari, padahal sebelumnya hanya 150 boneka per hari. Jika dulu ia hanya dibantu oleh istrinya, maka kini sudah tiga orang tetangganya yang di rekrut menjadi karyawan. Masyarakat di kelurahan Nginden Jangkungan memang boleh berbangga, karena kawasannya telah menjalani program Perbaikan Kampung Terpadu (Kampung Improvement Program/KIP-Komprehensif) yang diselenggarakan oleh Pemerintah kota Surabaya. Sebenarnya Pemkot Surabaya telah melaksanakan KIP Komprehensif sejak tahun 1998. Lalu pada tahun 2001 telah berinisi atif untuk kembali mengembangkan program ini pada empat lokasi kelurahan, salah satunya adalah Nginden Jangkungan. Pada KIP Komprehensif 2001 , selain perbaikan fisik kampung, yang diutamakan adalah pengembangan sumber daya masyarakat, pelatihan manajemen kelembagaan , dan pelatihan keterampilan. Disamping itu ada pula peningkatan ekonomi rakyat melalui pengembangan usaha kecil menengah, pelatihan industri kecil, dan pemberian kredit modal usaha. ***
Kelurahan Nginden Jangkungan termasuk dalam wilayah Surabaya Timur, kecamatan Sukolilo . Letaknya diapit oleh dua sungai, yakni sungai Nginden Semolo di sebelah selatan dan sungai Jagi r Wonokromo di sebelah utara . Saat curah hujan t inggi datang, kawasan ini sangat rawan banjir karena saluran-
Entering the villages in Nginden Jangkungan Village, Sukolilo , East Surabaya , one can feel vast changes. The area which used to be easily flooded in rainy season due to bad gutter systems has become neater and cleaner. Some of the roads have been paved. Gutters are now clean and flow smoothly. Moreover, the villagers· faces look happier because of new hopes of more income. Mr. Miswono for example, a Teletubbies doll maker, now can produce 300 dolls per day, compared to only 150 dolls per day in the past. He used to be assisted only by his wife, but now he has recruited three employees, all are his neighbors. The Nginden Jangkungan community deserves to be proud because their area has undergone the Comprehensive KIP Program (Kampung Improvement Program) which was organized by the City Government of Surabaya . Actually, the City Government of Surabaya had begun conducting the Comprehensive KIP in 1998. In 2001 , the Government took the initiative to develop this program in four other villages; one of them being Nginden Jangkungan. In the 2001 Comprehensive KIP Program, in addition to the village physical renovation, the main target was the development of community resources, institutional management training, and skill training. There was also improvement in the people's economy through the development of middle-small industry, training of small industries, and credit loans. ***
The Nginden Jangkungan Village is located in the Sukolilo Municipality, East Surabaya. It is located between two rivers , Nginden Semolo River on the south and Jagir Wonokromo River on the nortff. Like any other area in Surabaya , in the rainy season , this area is easily flooded due to clogged gutters in Nginden. With a total area of 114.2 hectares, the residential area in Nginden Jangkungan consists of formal houses,
PRAKTIK·PRAKTI K UNGGULAN INDONESIA
I 35
saluran internal dan got-got di wilayah Nginden tidak lancar, seperti halnya dengan wilayah-wilayah lain di Surabaya. Dengan luas wilayah kelurahan sebesar 114, 2 Ha, wilayah pemukiman di Nginden Jangkungan terdiri dari perumahan formal, seperti Perumahan Nginden lntan, PTP, Perumahan Brimob, dan pemukiman kampung (yang merupakan area terbesar). Kelurahan ini terdiri dari 10 RW, dimana penggunaan lahannya didominasi perkampungan dan berbagai fasilitas umum yang ada seperti Mesjid, Sekolah Dasar dan Musholah. Berada di wilayah yang dikelilingi karnpuskampus swasta menyebabkan menjamurnya usaha kos-kosan. Berdasarkan data monografi kelurahan Nginden Jangkungan tahun 2000, maka jumlah penduduk kawasan ini berjumlah 12.046 (pria/wanita) dengan 3.104 KK. Penduduk aslinya berasal dari suku Jawa, namun kini semakin banyak warga pendatang yang membuat wilayah ini semakin padat. Kebanyakan penduduk Nginden Jangkungan bermata pencaharian sebagai karyawan (4792 orang), pensiunan (1127 orang), wiraswata (632 orang), dan tukang (113 orang) . Pada dasarnya Nginden Jangkungan merupakan kelurahan yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Ada sarana olah raga, pasar, koperasi, usaha industri. Prasarana perhubungan berupa jalan, jembatan. Juga ada sarana peribadatan dan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Swasta, Klinik KB, Puskesmas pembantu , dokter praktik, posyandu. Adapun yang menjadi masalah di kelurahan Nginden Jangkungan adalah kurangnya partisipasi dan kepedulian warga terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Selain itu ada beberapa fasilitas infrastruktur yang rusak. Dari segi perekonomian, belum ada sarana pendukung bagi aktivitas ekonomi warga setempat. Hal ini diperburuk dengan kualitas
36
I
PERMUKI MAN, AI R MINUM DAN SANITASI
such as Nginden lntan Residential Housing Complex , PTP, Brimob Housing Complex, and the village (kampong) residential area (which is the biggest area). The village consists of 10 RWs (administrative units) , where most areas are used as village residential areas and various public facilities such as mosques , elementary schools, and musho/lahs (small mosques) . The area is surrounded by private universities , thus many studio rooms/ dormitories rented for students can easily be found. Based on the 2000 monographic data of the Nginden Jangkungan Village, the population consists of 12,046 (men/women) in 3,104 families. The native inhabitants are Javanese, but more newcomers have made this area more densely populated. Most of Nginden Jangkungan inhabitants work as employees (4, 792 people), retired citizens (1, 127 people), entrepreneurs (632 people), and craftsmen (113 people). Basically, Nginden Jangkungan is a village with quite complete facilities. There are sports facilities, market places , cooperatives, and industrial facilities. Transport facilities include roads and bridges. There are also religious and health facilities such as private hospitals, family planning clinics, health community centers , doctors, and public clinics. The main problem in Nginden Jangkungan was the lack of participation and awareness of its citizen in the improvement of quality of the environment. There are also some damaged and broken facilities . In the economic sector, there were no supporting facilities for the economic activities of the local citizen. This was made worse by low human resource quality, particu larly in organization skills , administration , and finance management. To solve these problems , Comprehensive KIP is a way for the public to create a solution with the spirit of togetherness and cooperation.
saluran internal dan got-got di wilayah Nginden tidak lancar, seperti halnya dengan wilayah-wilayah lain di Surabaya. Dengan luas wilayah kelurahan sebesar 114, 2 Ha , wilayah pemukiman di Nginden Jangkungan terdiri dari perumahan formal , seperti Perumahan Nginden lntan , PTP, Perumahan Brimob , dan pemukiman kampung (yang merupakan area terbesar) . Kelurahan ini terdiri dari 10 RW, dimana penggunaan lahannya didominasi perkampungan dan berbagai fasilitas umum yang ada seperti Mesjid , Sekolah Dasar dan Musholah. Berada di wilayah yang dikelilingi kampus-
such as Nginden lntan Residential Housing Complex, PTP, Brimob Housing Complex, and the village (kampong) residential area (which is the biggest area). The village consists of 10 RWs (administrative units) , where most areas are used as village residential areas and various public facilities such as mosques, elementary schools, and mushol/ahs (small mosques). The area is surrounded by private universities, thus many studio rooms I dormitories rented for students can easily be found. Based on the 2000 monographic data of the Nginden Jangkungan Village, the population consists of 12,046 (men/women) in 3,104 families. The native inhabitants are Javanese, but more newcomers have made this area more densely populated. Most of Nginden Jangkungan inhabitants work as employees (4,792 people), retired citizens (1,127 people), entrepreneurs (632 people), and craftsmen (113 people). Basically, Nginden Jangkungan is a village with quite complete facilities. There are sports facilities, market places , cooperatives, and industrial facilities. Transport facilities include roads and bridges . There are also religious and health facilities such as private hospitals, family planning clinics, health community centers , doctors , and public clinics. The main problem in Nginden Jangkungan was the lack of participation and awareness of its citizen in the improvement of quality of the environment. There are also some damaged and broken facilities . In the economic sector, there were no supporting facilities for the economic activities of the local citizen. This was made worse by low human resource quality, particularly in organization skills, administration , and finance management. To solve these problems, Comprehensive KIP is a way for the public to create a solution with the spirit of togetherness and cooperation.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 37
saluran internal dan got-got di wilayah Nginden tidak lancar, seperti halnya dengan wilayah-wilayah lain di Surabaya. Dengan luas wilayah kelurahan sebesar 114, 2 Ha, wilayah pemukiman di Nginden Jangkungan terdiri dari perumahan formal, seperti Perumahan Nginden lntan, PTP, Perumahan Brimob, dan pemukiman kampung (yang merupakan area terbesar). Kelurahan ini terdiri dari 10 PM/, dimana penggunaan lahannya didominasi perkampungan dan berbagai fasilitas umum yang ada seperti Mesjid, Sekolah Dasar dan Musholah. Berada di wilayah yang dikelilingi kampuskampus swasta menyebabkan menjamurnya usaha kos-kosan. Berdasarkan data monografi kelurahan Nginden Jangkungan tahun 2000, maka jumlah penduduk kawasan ini berjumlah 12.046 (pria/wanita) dengan 3.104 KK. Penduduk aslinya berasal dari suku Jawa, namun kini semakin banyak warga pendatang yang membuat wilayah ini semakin padat. Kebanyakan penduduk Nginden Jangkungan bermata pencaharian sebagai karyawan (4792 orang), pensiunan (1127 orang), wiraswata (632 orang), dan tukang (113 orang). Pada dasarnya Nginden Jangkungan merupakan kelurahan yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Ada sarana olah raga, pasar, koperasi, usaha industri. Prasarana perhubungan berupa jalan, jembatan. Juga ada sarana peribadatan dan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Swasta, Klinik KB, Puskesmas pembantu, dokter praktik, posyandu. Adapun yang menjadi masalah di kelurahan Nginden Jangkungan adalah kurangnya partisipasi dan kepedulian warga terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Selain itu ada beberapa fasilitas infrastruktur yang rusak. Dari segi perekonomian, belum ada sarana pendukung bagi aktivitas ekonomi warga setempat. Hal ini diperburuk dengan kualitas
38
I PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
such as Nginden lntan Residential Housing Complex, PTP, Brimob Housing Complex, and the village (kampong) residential area (which is the biggest area). The village consists of 10 RWs (administrative units), where most areas are used as village residential areas and various public facilities such as mosques, elementary schools, and mushollahs (small mosques). The area is surrounded by private universities, thus many studio rooms/dormitories rented for students can easily be found. Based on the 2000 monographic data of the Nginden Jangkungan Village, the population consists of 12,046 (men/women) in 3, 104 families. The native inhabitants are Javanese, but more newcomers have made this area more densely populated. Most of Nginden Jangkungan inhabitants work as employees (4,792 people), retired citizens (1, 127 people) , entrepreneurs (632 people), and craftsmen (113 people). Basically, Nginden Jangkungan is a village with quite complete facilities. There are sports facilities , market places, cooperatives , and industrial facilities . Transport facilities include roads and bridges. There are also religious and health facilities such as private hospitals, family planning clinics , health community centers , doctors , and public clinics. The main problem in Nginden Jangkungan was the lack of participation and awareness of its citizen in the improvement of quality of the environment. There are also some damaged and broken facilities. In the economic sector, there were no supporting facilities for the economic activities of the local citizen. This was made worse by low human resource quality, particularly in organization skills, administration, and finance management. To solve these problems, Comprehensive KIP is a way for the public to create a solution with the spirit of togetherness and cooperation.
I saluran internal dan got-got di wilayah Nginden tidak lancar, seperti halnya dengan wilayah-wilayah lain di Surabaya. Dengan luas wilayah kelurahan sebesar 114, 2 Ha, wilayah pemukiman di Nginden Jangkungan terdiri dari perumahan formal , seperti Perumahan Nginden lntan, PTP, Perumahan Bri mob, dan pemukiman kampung (yang merupakan area terbesar). Kelurahan ini terdiri dari 10 RW, dimana penggunaan lahannya didominasi perkampungan dan berbagai fasilitas umum yang ada seperti Mesjid , Sekolah Dasar dan Musholah. Berada di wilayah yang dikelili ngi kampuskampus swasta menyebabkan menjamurnya usaha kos-kosan . Berdasarkan data monografi kelurahan Ngi nden Jangkungan tahun 2000, maka j umlah penduduk kawasan i ni berjumlah 12.046 (pria/wanita ) dengan 3.104 KK. Penduduk aslinya berasal dari suku Jawa, namun kini semakin banyak warga pendatang yang membuat wilayah ini semakin padat . Kebanyakan penduduk Nginden Jangkungan bermata pencaharian sebagai karyawan (4792 orang) , pensiunan (1127 orang) , wi raswata (632 orang) , dan tukang (113 orang) . Pada dasarnya Nginden Jangkungan merupakan kelurahan yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Ada sarana olah raga , pasar, koperasi , usaha industri. Prasarana perhubungan berupa jalan , jembatan. Juga ada sarana peribadatan dan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Swasta, Klinik KB, Puskesmas pembantu, dokter praktik, posyandu . Adapun yang menjadi masalah di kelurahan Nginden Jangkungan adalah kurangnya partisipasi dan kepedulian warga terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Selain itu ada beberapa fasilitas infrastruktur yang rusak. Dari segi perekonomian, belum ada sarana pendukung bagi aktivitas ekonomi warga setempat. Hal ini diperburuk dengan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dalam hal
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 39
Forum Kota Sehat Pekalongan, Jawa Tengah Pekalongan Healthy City Forum Sub-Inti Residence, Pekalongan, Central Java
•
Secara fisik, sosial &: budaya, berbagai kabupaten dan kota di Indonesia menghadapi permasalahan yang serupa, seperti buruknya transportasi umum, pencemaran udara, masalah dalam penyediaan &: kualitas air, kepadatan penghuni rumah, dan bertambahnya permukiman kumuh. Adapun pemecahan permasalah tersebut hanya dapat diatasi melalui pembangunan berwawasan kesehatan. Atas dasar hal tersebut, maka program Forum Kota Sehat (FKS) Kota Pekalongan , Jawa Tengah, dalam salah satu tatanan kota sehat yang dipilihnya, menunjuk salah satu kawasan sebagai Pilot Project pengembangan kawasan permukiman &: lingkungan perumahan sehat, yaitu Perumahan Sub Inti di kelurahan Panjang Wetan , Kota Pekalongan. Untuk melaksanakan program ini masyarakat bekerjasama dengan Walikota Pekalongan, DPRD Kota Pekalongan, TP PKK Kota Pekalongan dan Dinas Kesehatan kota Pekalongan.
40
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
such as Nginden lntan Residential Housing Complex, PTP, Brimob Housing c'omplex, and the village (kampong) residential area (which is the biggest area) . The village consists of 10 RWs (administrative units) , where most areas are used as village residential areas and various public facilities such as mosques, elementary schools, and mushollahs (small mosques). The area is surrounded by private universities , thus many studio rooms/ dormitories rented for students can easily be found. Based on the 2000 monographic data of the Nginden Jangkungan Village, the population consists of 12,046 (men/women) in 3,1 04 families. The native inhabitants are Javanese, but more newcomers have made this area more densely populated . Most of Nginden Jangkungan inhabitants work as employees (4, 792 people), retired citizens (1, 127 people), entrepreneurs (632 people) , and craftsmen (113 people). Basically, Nginden Jangkungan is a village with quite complete facilities. There are sports facilities, market places, cooperatives, and industrial facilities. Transport facilities include roads and bridges. There are also religious and health facilities such as private hospitals, family planning clinics, health community centers, doctors, and public clinics. The main problem in Nginden Jangkungan was the lack of participation and awareness of its citizen in the improvement of quality of the environment. There are also some damaged and broken facilities. In the economic sector, there were no supporting facilities for the economic activities of the local citizen. This was made worse by low human resource quality, particularly in organization skills, administration , and finance management. To solve these problems, Comprehensive KIP is a way for the public to create a solution with the spirit of togetherness and
Menciptakan Lingkungan Permukiman Sehat
Perumahan
dan
cooperation. Comprehensive KIP Program
Secara geografis, perumahan Sub Inti berada di Jl. kelurahan Panjang Wetan, Kusumabangsa, kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Perumahan Sub Inti dengan jumlah 147 KK termasuk dalam salah satu dari 16 RW yang ada di Panjang Wetan, yaitu RW 10. Sebagian besar penduduk di Perumahan Sub Inti berpendidikan rendah, sehingga pekerjaan yang didapat adalah sebagai tukang becak dan buruh. Kurangnya kesempatan kerja disebabkan faktor pendidikan. Ditambah lagi dengan banyaknya perusahaan tekstil di wilayah Pekalongan yang melakukan kebijakan efisiensi tenaga kerja. Tentunya kondisi ini mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat di perumahan Sub Inti, sehingga kondisi sarana dan prasarana di kawasan tersebut terkesan seadanya. Perumahan Sub Inti ini terbentuk pada tahun 1982 atas prakarsa Golkar, yang diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu khususnya tukang becak dan bakul kecil yang belum memiliki tempat tinggal. Pada saat itu perumahan dibangun sebanyak 100 unit, ukuran 3 x 5 m, dengan luas tanah standar 42 m2, diangsur sebesar Rp.150,-/hari selama 15 tahun, tanpa ada perjanjian tertulis. Saat itu kondisi jalan di sekitar perumahan belum diaspal dan belum tersedia sarana umum (air bersih, MCK, dan lain-lain). Secara bertahap mulai ada pembenahan pada tahun 1990 dengan adanya pengurukan jalan dan pembangunan Masjid Walisongo bantuan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Di tahun yang sama pula, penyediaan air bersih meningkat dari air tanah menjadi air PDAM dengan cara diantarkan dengan tangki dan dijatah berdasarkan jumlah jiwa. Lalu pada tahun 1996, Pemda memberikan bantuan pengaspalan jalan dan ditambah swadaya masyarakatyang melakukan pembenahan jalan-jalan
Comprehensive KIP Program is a development program that is based on the participation of the society in improving the village environment quality and also improving the economy of the society, while also ュ。ォセァ@ villages an integral part of the urban planning system. Comprehensive KIP is conducted using threepower pattern, which includes the development of the human resources , industry (middle -small) , and the physical condition of the environment. The benefit of KIP is that both the base and the target of the program is the whole village. It turns out that the kampung concept has universal characteristics that exist in almost all kinds of residential areas built by the people in developing countries. Most of the lower class urban people live in kampungs , therefore a strong kampung is needed considering its strategic position , and it can be accomplished through the empowerment of the people as the decision makers and the beneficiaries. About two-thirds of every urban area is residential. From this number, a kampong sits in the highest rank because it holds more than 60%of the towns· people from middle-lower class . Improvement and development of kampungs hold a strategic role in improving urban areas . In Ngi nden Jangkungan , the steps that were undergone in the program include soci alization of the program to villagers , commun i ty mapping , development of comm unity organizations (village foundation , cooperatives, and comm unity initiative groups-KSW), organization management trai ning , identification of KSW's new member, formulation and implementation of activity plans. A team from Department of Architechture , lnstitut Teknologi Sepuluh November (ITS ) Surabaya assisted t hese activities. In accordance to the target of the 2001 Comprehensive
PRAKTI K-PRAKTI K UNGGULAN INDONESIA
I 41
gang. Untuk air bersih mulai menggunakan sumur artetis yang dibangun oleh Pemda dan berada di lokasi perumahan tersebut. Selain itu juga ada bantuan 8 unit MCK yang tersebar di 4 RT dan hingga kini masih terawat dan berfungsi dengan baik. Pada tahun 2005, Pemda memberikan bantuan berupa pemasangan paving untuk jalan di sepanjang perumahan. Masyarakat juga memasang paving untuk jalan-jalan gang secara swadaya. Dalam hal pembinaan sikap dan perilaku masyarakat, telah dilakukan pengajian di lingkungan perumahan, yaitu setiap hari Selasa dan Jumat dengan mendatangkan guru (ustadz) dari luar dareah. Di kalangan remaja juga ada kegiatan , setiap setengah bulan sekali mengadakan kerja bakti di lingkungan sekitar perumahan. Sehubungan dengan pembangunan kota sehat, Walikota Pekalongan (waktu itu Drs. H. Samsudiat, MM) menegaskan bahwa pembiayaan akan dilakukan melalui APBD. Namun ada juga anggaran yang disumbangkan oleh masyarakat. Kota Pekalongan memang memiliki dana prakarsa masyarakat yang dijadikan stimulan untuk masyarakat, yang diberikan melalui kelurahan. Masyarakat dapat mengembangkan dana ini sesuai kebutuhan, termasuk untuk pembangunan fisik yang berwawasan lingkungan sehat. Menerobos Hambatan Meskipun lingkungan perumahan Sub Inti kini sudah lebih baik, namun masih menyisakan beberapa permasalahan, antara lain saluran air di sekitar perumahan sering mampat akibat lebih rendahnya lokasi perumahan dari wilayah sekitar. Kemudian ada beberapa warga yang ternyata tidak mampu merawat tempat tinggal yang dimilikinya sehingga terkesan tidak terurus, bahkan kelihatan tidak berpenghuni. Masalah selanjutnya adalah air bersih , karena meskipun sudah ada sumur artetis tetapi tidak semua
42
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
KIP Program , which was middle -lower class communities, 8 RWs out of 10 RWs were included in this program. At first , the Brimob residential area was excluded , but with the citizen's agreement, RW VI was then included. In the result of community mapping in the first period of 2001 , there was 68% data input, which was sufficiently representative to support the structuring of the village activity plan. The second step was the development of the Village Foundation and cooperative, organized through two meetings in
warga mampu menyalurkannya ke rumah masingmasing. Untuk mengatasi sejumlah masalah tersebut masyarakat sepakat merancang solusinya. Untuk saluran yang mampat, secara rutin akan diadakan pembersihan saluran secara gotong royong. Sementara bagi rumah yang tidak layak huni akan dilakukan sistem pengumpulan jimpitan warga (iuran sebesar Rp.50,- s/d Rp. 100,-/ hari) sebagai dana perbaikan. Dari uang jimpitan ini berhasil dibangun Gedung Serba Guna Perumahan Sub Inti, sebagai sarana tempat pertemuan warga. Untuk memperoleh air bersih, warga yang tidak mampu bisa memanfaatkan fasilitas air bersih dari Masjid Walisongo. Forum Kota Sehat Kota Pekalongan bersama Walikota Pekalongan juga melakukan program pendampingan berupa pelaksanaan Sarasehan K3, dimana setiap permasalahan dapat disampaikan ke Pemerintah Kota Pekalongan untuk mendapatkan perhatian dan ditindaklanjuti.
Nginden Jangkungan. From those meetings, the name Nginden Bersemi was given to the Village Foundation and cooperative. Afterwards, through several meetings, the data on proposed village activity plans were collected, and 14 KSWs were established. Among those, nine was focused on the improvement of the physical environment, three on the development of middlesmall industries, and two on the house repair activities. The budget for Comprehensive KIP Program was approximately Rp 200 millions: 40 millions for repairing the physical environment; 20 millions for improving human resources ; 14 millions for developing middle-small industry; and 26 millions for repairing houses. Related to the first objective of MDG , which is to erase poverty by developing urban infrastructures, the repair of the physical environment in the Nginden Jangkungan Village included the repair of 600 meters of village roads , 19 meters of village gutters , and 1 unit of dumpster system. Referring to the 11
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 43
Permukiman pinggir sungai biasanya identik dengan kekumuhan , kotor dan tidak tertata. Citra ini justru tidak akan kita temui ketika memasuki kampung Jetisharj o yang terletak di pinggir sungai Code bagian utara. Berjalan di pinggir sungainya justru terasa menyenangkan, karena kawasan kampung ini tertata asri dan bersih. Di sepanjang pinggir sungai tersedia akses jalan setapak dengan pagar besi yang memungkinkan anak-anak kecil bisa berlarian tanpa harus takut jatuh ke sungai. Kawasan Code Utara yang termasuk dalam kampung Jetisharjo memang telah membentuk Forum Masyarakat Code Utara (FMCU) yang ingin mewujudkan kawasan permukiman berkelayakan
44
I
PERMUKIMAN. AIR MINUM DAN SANITASI
Riverside residential areas are usually associated with slums, dirt, and disorder. We will not find this when entering the Jetisharjo village, located on the riverside of the North Code River. On the contrary, we will find it enjoyable to walk on the riverbank; because this area is well-organized and clean . Along the riverbank, there is a small pathway with iron railings so that children can run freely without worrying of falling into the river. The area of North Code, located withi n t he t erritory of the Jetisharjo village, has formed the Nort h Code Communit y Forum (FMCU ) to accomplish the establishment of a decent residential area with clean river, improved of economic potentials, art and
dengan lestarinya sungai, berkembangnya potensi ekonomi, seni dan budaya, sehingga menjadi objek wisata alternatif di Yogyakarta yang berbasis pada keunggulan sungai, kampung dan jasa. Sebelumnya, wajah kampung Jetisharjo tidak berbeda dengan kawasan pinggir sungai lainnya yang berkesan jorok dan suram. Kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari semakin padatnya kota Yogyakarta yang memiliki luasan :+: 32.5 Km2 dengan jumlah penduduk tercatat sebesar 500 ribu orang. Dampak yang ditimbulkan dari kepadatan penduduk yang tinggi tersebut adalah munculnya pola permukiman berupa permukimanpermukiman kumuh/slum. Slum tersebut sebagian besar berada pada daerah pinggiran sungai , dan ditandai dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk, buruknya sanitasi, tidak adanya akses jalan dan ekonomi , besarnya jumlah penggangguran dan anak putus sekolah , serta perjudian, perkelahian dan tindak kriminal lainnya. Kawasan bantaran sungai lebih dicitrakan sebagai sumber masalah dalam konteks pembangunan kota. Wilayah ini juga luput dari perhatian pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Biasanya permukiman bantaran sungai tidak hanya dipergunakan untuk bertempat tinggal, namun sekaligus untuk sumber produksi dalam wujud industri rumah tangga untuk menunjang nafkah hidupnya Selain itu dari kaum pedagang migran serkuler (boro) banyak yang beranggapan bahwa rumah hanya sebagai numpang tidur. Semua ini menyebabkan permukiman ini kurang teratur, kurang prasarana dan sarana, sebagian pengap dan kurang layak huni serta sensitif terhadap perubahan. Bahkan dengan letak di dekat sungai yang menjorok ke bawah, seringkali akses terhadap tempat pembuangan sampah sangat sulit sehingga penduduk membuang sampahnya ke sungai.
culture, and an area that can become one alternative of tourism objects in Yogyakarta based on the advantages of its river, village area, and services. Previously, Jetisharjo is not different compared to other riverside areas which are full of slums and dirty. This condition is correlated with the dense population in Yogyakarta, which is approximately 32.5 km 2 in area with 500 thousands in population. This means that there are 13 thousands persons per km 2on average. Moreover, in certain areas, the population number can reach twice as much. The side-effect from this dense population is that many slums areas emerge. Most slums areas are located on the riverside, with bad sanitation, no road and economic access, high !lumber of unemployment and uneducated children, gambling, fights and other criminal acts. Riverbanks are seen more as the source of problem in city development matters. The people in this densely populated area consist of natives and newcomers (circular and commuter migrants) whose income depends mostly on the city's activities. The economic level varies from poor to midlevel: from employees, becak drivers, and there are even some rich people. Usually, riverside slums are not only used for residential purposes but also as means for home industries to gain more income. Moreover, many circular entrepreneur migrants consider their house as only a place to sleep, thus paying little attention to it and causing the area to be unorganized, lacking in facilities, badly ventilated, improper for residing, and sensitive to changes. Being located very close to the river makes it gives the people low access to dumpster facilities, thus many people throw their garbage into the river. Organizing an Abandoned Environment
Menata Lingkungan YangTerabaikan
Pada dekade 90-an Pemkot Yogyakarta tidak hanya sekedar memperbaiki lingkungan kumuh secara fisik
In the 1990s, the.City Government of Yogyakarta made an effort to not only restore the slums physically, but also used the Tribina/Tridaya Concept which had been
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 45
saja, tetapi memakai konsep Tribina/Tridaya yang telah diterapkan oleh Romo Mangun pada tahun 1983 di kawasan sungai Code, kampung Ledok Gondolayu dan Terban. Tribina/Tridaya yaitu upaya pendekatan yang berupa pemberdayaan terhadap sumber daya manusia setempat dengan memperhatikan tatanan sosial kemasyarakat, penataan lingkungan fisik dan kualitas lingkungan Bekerjasama dengan Pemerintah , maka Forum Masyarakat Code Utara (FMCU) secara bertahap telah mampu menata lingkungan permukimannya termasuk penyediaan air bersih kepada warganya. Tentu yang paling awal adalah membangun kesamaan persepsi antara masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Pertemuan rutin warga kerap dilakukan sebagai forum sosialisasi. Pengajian juga menjadi forum penguatan legiti masi program FMCU dalam kerangka pandangan agama. Untuk menggalang jaringan dengan pihak luar, maka diadakan sarasehan, audiensi kepada walikota maupun DPRD, dan diskusi dengan kalangan perguruan tinggi. Berdasarkan aktivitas itu maka FMCU mempunyai mitra yang cukup luas, diantaranya adalah Dinas Sosial Kota, Kantor Lingkungan Kota, Dinas Kesehatan Kota, Dinas Prasarana Kota, Dinas Pariwisata Seni & budaya Kota, Kampraswil Prop. DIY Cipta Karya, Kimpraswil Prop. DIY Bid. Pengairan, Dinas Kebudayaan Prop. DIY, Dinas Sosial Prop. DIY, Bapedalda Prop. DIY, Badan Pariwisata Daerah Prop. DIY, AIT Bangkok melalui MPKD UGM, Kementrian Negara LH, perguruan tinggi dan pengusaha . Jalinan kerjasama ini telah membuahkan hasil yang sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Secara fisik, kawasan yang termasuk FMCU telah memiliki akses jalan setapak, pagar pengaman , jembatan yang menghubungkan dua wilayah yang terbelah sungai , dan jika malam hari telah disediakan penerangan di sepanjang pinggir sungai. Hal ini tentunya telah memperlancar dan membuka peluang lebih besar usaha ekonomi masyarakat pinggir sungai seperti
46
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
applied by Romo Mangunwijaya in 1983 in the area of Code River, the Ledok Gondolayu Village and Terban Village. Working together with the Government, the North Code Community Forum (FMCU ) periodically succeeded in organizing the neighborhood, including supplying clean water for the citizens. Of course, the first thing to do was to build the same perception between the community and all parties involved. Routine meetings were held as a socialization forum. Koran recital activities also became a support for the FMCU program in a religious point of view. To build an external network, events such as conferences, meetings with the Mayor or local legislative parliament (DPRD), and dialogues with university experts are often held. From these activities, FMCU obtained a lot of partners, such as the City Social Affairs Office, City Environment Office, City Health Office, City Facilities Office, City Tourism, Art, and Culture Office , Yogyakarta Provincial Public Works Office, Cipta Karya & Pengairan , Yogyakarta Provincial Culture Office, Yogyakarta Social Affairs Office, Yogyakarta Environmental Impact Management Agency, Local Tourism Board of Yogyakarta, Asian Institute of Technology in Bangkok through MPKD Gajah Mad University, Ministry of Environment, universities and entrepreneurs. This partnership has yielded many advantages for the local community. Physically, areas included in FMCU gained pathway access, safety railings, a bridge connecting two separated area, and night lights along the riverbank. This evidently opened bigger opportunities for the business sector on the riverside, such as dining place, laundry, food retail supplier, and motorcycle workshop. The bridge also facilitates arisan activities and joint ventures between RT I RW, which previously were separated by the river. With public bathrooms, communal septic , and trash control, the citizens no longer use the river as toilets, and the river is free from domestic waste.
warung makan , binatu, pemasok makanan angkringan dan bengkel motor. Fasilitas jembatan juga mendorong bentuk-bentuk paguyuban arisan dan usaha bersama lintas RT /RYV yang sebelumnya dibatasi sungai. Dengan adanya MCK umum , septik komunal serta pengelolaan sampah, maka warga tidak lagi buang hajat di sungai , serta sungai yang sudah menjadi latar depan terbebas dari sampah limbah domestik. Untuk peningkatan usaha masyarakat, maka lembaga keuangan FMCU telah dikembangkan sebagai koperasi simpan pinjam secara mandiri. Sementara untuk penyediaan air bersih kini telah terbentuk Usaha Air Bersih Tirta Kencana dengan 65 sambungan rumah mampu yang menjadi lumbung air bagi 500 jiwa warga. Usaha ini pula yang menjadi sumber dana abadi bagi kas pembangunan RT /RW, Posyandu Lansia dan Balita. Diharapkan potensi debit mata air 9ltl dt dapat dimaksimalkan hingga 200 sambungan rumah melalui kerjasama Pemkot dan Asean Institute Technology Bangkok di tahun 2005 ini. FMCU juga telah melakukan revitalisasi budaya melalui agenda Festival Merti Code yang digelar sejak tahun 2002 selama satu bulan penuh. Pesta rakyat ini sangat potensial untuk mengembangkan potensi ekonomi seni dan budaya masyarakat. Disamping itu kegiatan bersama ini sangat penting untuk meredam beragam konflik serta merekatkan solidaritas warga di bantaran sungai Code. Dengan keberhasilan dalam penataan lingkungan, maka kawasan Code Utara telah menjadi laboratorium alam bagi sekolah-sekolah (TK sampai SMA) , perguruan tinggi. Kawasan Code Utara di Masa Depan Penataan lingkungan tidaklah berhenti di masa Semarang, tetapi harus dipikirkan keberlanjutannya di masa depan. Forum Masyarakat Code Utara sangat sadar akan hal itu. Oleh karena itu FMCU tak pernah berhenti untuk melakukan kaderisasi serta sosialisasi
bagi masyarakat mengenai penataan lingkungan yang baik. Selain itu FMCU melibatkan componen masyarakat pinggir sungai yang berbeda kelurahan maupun kecamatan, bahkan lintas kabupaten. Sungai menjadi basis objek yang akan dikembangkan bersama kampung dengan merumuskan "wisata code" sebagai visi masyarakat bersama Pemda. Dengan terwujudnya kawasan Code sebagai tujuan wisata, maka terciptalah pasar yang bisa meningkatkan penghasilan rakyat. visi masyarakat bersama Pemda. Dengan terwujudnya kawasan Code sebagai tujuan wisata, maka terciptalah pasar yang bisa meningkatkan penghasilan rakyat. Usaha Air Bersih Tirta Kencana juga akan dikembangkan dengan bantuan dari pemerintah baik APBD maupun APBN. Semakin luasnya pelanggan, maka bisa mendukung pembiayaan pembangunan kampung. Program serupa FMCU telah dikembangkan oleh kelompok masyarakat lain, antara lain kecamatan Mergangsan yang terletak di sungai Code bagian Selatan oleh Forum Komunikasi Masyarakat Code Selatan (FKMCS). Fenomena kegiatan FMCU telah mengundang ketertarikan kelompok masyarakat lainnya untuk mengembangkan mo del serupa. Misalnya di pinggir Kali Gajahwong Kotagede, Gajahwong Papringan oleh Kopi Gajahwong (Komunitas Pinggiran Gajahwong), juga di Sunduadi oleh KOMPAC, Komunitas Pencinta Code Selatan.
48
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
To improve community businesses, the FMCU funding organization was developed into an independent saveand -loan cooperative . Whereas for the clean water supply, Clean Water Tirta Kencana with 65 houses connected provides water supply for 500 people. This also becomes a source of fundi ng for the development of local RTs and RWs, and health clinics for the elders and toddlers. The 9 liters per second water debit potential are expected to be maximized to reach 200 houses wi th the effort of joint-collaboration with the Government and AIT Bangkok in 2005 . FMCU has also undergone cultural revitalization through the Merti Code Festival , held annually since 2002 for a whole month . This event is very potential to develop the economy, art and culture. This activity is also important to decrease conflicts and increase the unity of people in Code riverbank. Having successfully organized the neighborhood, the North Code area has become a natural laboratory for schools (kindergarten to high school) and universities. North Code in the Future This activity should not stop at the present as we also have to think about the continuity in the future. FMCU are fully aware of this, therefore it never stops to socialize the issue of good environment to the community. FMCU is also involving riverside communities from different villages or municipalities, and even different regencies. The river has become the basic object to be developed alongside with kampongs in the introduction of "Code Tourism" as the
I v1s1on of the community, along with the local government. By determining Code as a tourism area , the people's income will also increase. Clean Water Ti rta Kencana will also be developed with the assistance of the government. More customers will support the kampong development. Simila r programs have also been developed by other comm unities , for example in the Mergangsan Municipality on the south area of the Code River by the South Code Community Communication Forum This FMCU phenomenon has evoked (FKMCS ). interests of other communities to develop similar programs . For example, the program in the riverside area of Gajahwong Kotagede River in Gajahwong Papri ngan by Kopi Gajahwong (Komunitas Pinggiran Gajahwong), and also in Sunduadi by KOMPAC Making (Komunitas Pencinta Code Selatan). collaborations among these areas surely will support t he accomplishment of healthy, neat, and clean riverside residential areas.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 49
Merajut Mimpi Bersama Untuk Sebuah Rumah ldaman セ・ャッューォ@
Arisan Peru mahan Koperasi tani Margaluyu
D1 Dusun Sukahunp , Desa Batu Lawang , Kecamatan Pata ruman , Kota Banjar
Weaving Collective Dreams to Build a Dream House* Margaluyu farmers' cooperative, Desa Batu Lawang, Banjar, West Jawa Memiliki sebuah rumah adalah impian bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Harga tanah yang mahal ditambah harga bangunan yang terus merangkak naik, menyebabkan nilai rumah terus membumbung tinggi. Masalah ini lebih terasa lagi bagi mereka yang berpenghasilan kecil . Bagi petani di Dusun Sukahurip misalnya , penghasilan yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tidak memungkinkan mereka untuk memiliki rumah idaman yang layak huni. Namun sejak tahun 1980-an, sebagian anggota Kelompok Tani Margaluyu , yang tergabung dalam Koperasi Pemuda Harapan Jaya mulai memiliki secercah harapan untuk menggapai mimpi mereka
50
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SANITASI
Havi ng a house is a dream for most Indonesians. Expensive property and materials have caused house value to become high . This problem is suffered particularly worse by those with low income . For farmers i n the Sukahurip Village, for example, thei r income was enough only for daily needs, thus makes it impossible for them to own a decent house. But since the 1980s, some members of Kelompok Tani Margaluyu (Margaluyu Farmers Group), united in Pemuda Harapan Jaya Cooperative, started to have a glimpse of hope to achive their dream with the idea of house arisan for their group member (arisan = traditional savings scheme based on social values,
dengan munculnya gagasan arisan rumah bagi anggota kelompok tani tersebut. Arisan rumah yang mulai diguli rkan sejak tahun 1980· an tersebut sudah membangun 27 unit rumah , dengan luas bangunan 6 x 9 meter dan 4 x 4 meter, dengan kemampuan membangun 2 rumah per tahun. Seluruh rumah selesai dibangun dalam rentang waktu lebih dari 15 tahun, satu rentang waktu yang panjang dan penuh liku. Seluruh dana yang dipergunakan adalah murni dari iuran anggota kelompok yang disetorkan , tidak ada dana pinjaman ke bank. Bahkan kini arisan rumah tersebut telah memasuki tahap kedua , dengan akan diguli rkannya pembangunan rumah di tiga RT, yaitu RT 7, RT 9 dan 10. Arisan Rumah Koptan Margaluyu telah mewujudkan mimpi-mimpi mereka akan sebuah rumah idaman secara mandiri , tanpa uluran tangan pihak lain . Kilas Balik Pada tahun 70an gaung koperasi yang sedang hangat sampai pada sebuah kelompok masyarakat di dusun Sukahurip. lsu koperasi ini disampaikan melalui penyuluhan -penyuluhan yang diberikan oleh pihak Desa, Kecamatan , dan beberapa tokoh warga Dusun Sukahurip yang ikut mewakili warganya dalam kegiatan tersebut. Beberapa hari setelah mengikuti penyuluhan tersebut, Bapak Karman , salah satu tokoh dusun, dan rekan-rekannya mensosialisasikan gagasan koperasi di lingkungannya yaitu RT 09/04, dan mendapat respon dan dukungan yang positif dari warga. Semenjak itulah warga RT 09/04 mengenal dan mengikuti koperasi. Walaupun saat itu sangat sulit untuk memperoleh ijin koperasi , namun semangat warga untuk meri ntis koperasi terus berjalan. Akhirnya pada tanggal27 Juni 1972 resmi berdiri koperasi yang dinamakan "Koperasi Tani Margaluyu" karena kebetulan mayoritas warga RT 09/04 memiliki pekerjaan di bidang pertanian terutama bertani pisang. Dengan modal awal yang diberikan secara hibah oleh salah
where all members monthly submit money, and by a draw of ticket, one or a few people are determined to be the monthly winner of the yearly sum of money collected by the group. In this case, the prize money will be used to build a house for the winner) . The house arisan activity, which started in the 1980s, has already succeeded in building 27 houses of 6 x 9 square meters and 4 x 4 square meters in area , with 2 houses per year. All houses are ready in 15 years. All of the funding used i n this activity purely came from the monthly dues of the members, not from bank credit loans. Currently, the house arisan is already in the 2nd round , and will build houses in three RTs, which are RT 7, RT 9, and RT 10. House arisan in Koptan Margaluyu has succeededly accomplished their dreams to have a house independently, without the assistance of others. Flash Back Back in the 1970s, cooperatives was boomi ng and very popular everywhere, i ncluding i n the Sukahurip Village. Cooperatives were introduced through information-sharing programs given by local village and municipality governments, and a number of public figures i n Sukahurip. Several days later, Mr. Karman , one of the local public figures , and his colleagues socialized the idea of establishi ng a cooperative in RT 09/04 and gained positive responses from the citizen. Since then, citizens of RT 09/04 have been familiar with cooperatives. Although it was very difficult to acquire a cooperative license at that time, the citizen did not give up and tried everything to establish a cooperative in their area. Finally in June 1972, a cooperative was officially founded , and was called "Koperasi Tani Margaluyu" because most of the citizens in RT 09/04 were banana farmers . With Rp 2,300 as the preliminary .capital fund given by one of the elders, other citizens had become interested and joined the cooperative as well. Since the beginning, this cooperative aimed to improve the welfare of citizen in RT 09/04. The cooperative
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 51
seorang sesepuh warga sebesar Rp 2300, - , warga lainnya ikut mendaftarkan diri menjadi anggota koperasi. Sejak awal berdirinya, koperasi ini bertujuan untuk mengutamakan kesejahteraan warga RT 09/04. Kegiatan koperasi mulai berjalan dari iuran uang yang disimpan warga mulai dari Rp 100 Rp 500 hingga sekarang. Semangat warga memang sangat besar, misalnya para lelaki tua dan muda bersama-sama mencari batu untuk dijual dan hasilnya disimpan di koperasi. Dari tumpukan batu ini pula warga mulai berpikir bagaimana kalau batu itu juga dimanfaatkan untuk membuat rumah yang mereka butuhkan. Rumah itu didirikan secara sama- sama, dibiayai secara bersamasama dan dibayar dengan cara cicilan oleh pemilik rumah. ltulah awal digulirkannya kegiatan Arisan Rumah oleh Koperasi Pemuda Harapan Jaya Koptan Margaluyu. Berawal dari Setumpuk Batu Pada tahun 80-an seiring dengan kegiatan koperasi, melalui rembug-rembug dan obrolan yang selalu mereka lakukan secara rutin, muncul sebuah kebutuhan bersama akan rumah. Namun sebagai petani dan pedagang, mereka tidak sanggup membangun rumah yang layak. Ketua kampung lalu menyampaikan ide pembuatan rumah dari tumpukan batu dengan sistem arisan. Untuk memulai kegiatan arisan tersebut dibentuklah sebuah kelompok bernama Kelompok Arisan Rumah RT 09/FWV 04. Dengan di pelopori Bapak Karman kelompok ini mulai merintis kegiatan kelompok dengan membangun komiten diantara anggota, menyusun kepengurusan dan berbagi tugas serta menyusun aturan main bersama, seperti jumlah rumah yang akan dibangun, setoran, harga rumah, dan giliran membangun. Adapun sejumlah aturan yang telah disepakati oleh anggota kelompok antara lain: - Rumah yang akan dibangun adalah 27 unit
52
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SANITASI
activity had started using the fund collected from the people, starting from only Rp 100.00 Rp 500.00, until now. The citizens were eager in running the cooperative activity, for example the men (young and old) collected stones to sell and saved the profit in cooperative. From the stones collected, people started to have ideas on what would happen they use them to build houses. The house would be built together, and would be paid in installments by the owner. That was the first act of the House Arisan conducted by Koperasi Pemuda Harapan Jaya Koptan Margaluyu. From A Pile of Stones In the 1980s, along with the cooperative activity, through small talks came the idea of the need to have a house. But as farmers and low-income entrepreneurs, they could not afford to build a decent one. After that, the village chief delivered the idea of building houses from piles of stones by using the arisan system. To start the arisan, a group called House Arisan Group of RT 09 I PM/04 was formed. Pioneered by Mr. Karman, this group started to set commitments among the members, structure the arisan committee, their job descriptions, and the arisan regulations, such as number of houses to build, number of payment, house prices, and whose turn to build. Here are several regulations agreed by the members: There will be 27 houses built. The maximum value of the house and land is five million rupiahs. If it is more than the maximum value, it will become the member's responsibility to pay. For members who already have their own lands, the Rp 5 millions will be used to build the house. For members who already have their own houses and lands, the Rp 5 millions will be used to renovate them.
-
-
-
-
-
rumah. Nilai sebuah rumah dan tanah maksimal adalah lima juta rupiah. Kelebihan dari plafon tersebut menjadi tanggung jawab individu anggota kelompok itu sendiri. Bagi anggota kelompok yang sudah memiliki tanah , dana Rp. 5 juta tersebut diperuntukan bagi pembangul']an fisiknya. Bagi yang belum memiliki tanah , dana Rp. 5 juta tersebut bisa untuk tanah selanjutnya pembangunan fisiknya oleh sendi ri. Bagi yang sudah memiliki rumah dan tanah , dana Rp. 5 juta bisa digunakan untuk rehabilitasi. Model dan bentuk rumah bebas, diserahkan
Members can decide the type of houses they want One house will be build in 6 months, before starting to build another one As time went by, the group still carries out their activities to collect materials, especially local materials that can be collected together such as stones, sand , etc. The first house was built in 1982 when the price of cement was Rp 2,300 per sack. The construction was carried out together by all members according to their abilities and "skills. Using that pattern , every house could be built approximately i n 22 days. There are tasking arrangements, that is, the men build the houses, collect stones, paint, etc , and while the women prepare meals. By building 2 houses every year in average, in 15 years 27 houses were ready, some with 6 x 9 square meters in area and others in 4 x 4 square meters. Such effort required very long time, strong will arid group commitment. To maintain the group commitment, monthly meetings are routinely held , for example on 11'h and 27'\ or every Saturday night in the cooperative multi-function hall, which was also built by the group itself. Now after 20 years of the activity, along with the improvement of welfare of several members, several houses have changed. Nevertheless, many houses deteriorated in condition. The condition of the Sukahurip village also changed, along with the increase in population . With this condition , the arisan group is planning to build more houses for the members as much as 32 units and renovate the damaged ones . Seeing the result of the arisan group in RT 9, many other citizens became interested in building houses using the system . Facilitated by the previous and current cooperative group, the house construction is now carried out in 3 RTs, which are RT 7, 9, and 10.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 53
kepada anggota kelompok masing. - Putaran giliran pembangunan rumah adalah 6 bulan untuk satu rumah. Waktu terus berjalan, kelompok tetap melakukan kegiatan dengan pengumpulan material, terutama material lokal yang bisa diambil dengan gotongroyong seperti batu, pasir, dan lain-lain. Dari pengumpulan material tersebut, rumah pertama dibangun pada tahun 1982 dengan harga semen waktu itu Rp. 2300/zak. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh seluruh anggota kelompok sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing. Dengan pola tersebut setiap rumah yang dibangun dan dapat dikerjakan kurang lebih sekitar 22 hari dari mulai pondasi hingga berdiri. Pembagian kerjanya telah diatur, yaitu para laki-laki membangun rumah, membuat kusen, adukan, mencari batu, pengecatan dan lain sebagainya, sedangkan para ibu menyiapkan makanannya. Dengan kemampuan membangun rumah yaitu ratarata 2 rumah tiap tahunnya, maka lebih dari 15 tahun telah terbangun 27 unit rumah dengan ukuran bangunan antara 6 x 9 m dan 4 x 4 m. Sebuah rentang waktu panjang, yang membutuhkan komitmen kelompok dan keinginan yang kuat. Untuk terus menjaga kekompakan dan komitmen kelompok, selalu diadakan pertemuan rutin, misalnya setiap bulan tanggal 11 dan 27, atau setiap malam minggu di gedung serba guna koperasi yang merupakan hasil upaya kelompok. Kini setelah hampir 20 tahun kegiatan itu mulai digulirkan, seiring dengan tingkat kemakmuran yang diraih anggota kelompok, maka ada sejumlah rumah yang sudah berubah. Namun masih banyak juga rumah yang sudah lapuk dimakan waktu. Kondisi Sukahurip juga berubah, dengan bertambah padatnya penduduk. Melihat kenyataan ini maka kelompok arisan ini sedang merencanakan kembali pembangunan rumah untuk anggota kelompok sebanyak 32 unit rumah serta rusak. rehabilitasi bagi rumah yang ウセ、。ィ@
54
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SAN ITASI
To Live and Keep on Growing Since 1998, Koperasi Tani Margaluyu has been legalized, and up until now all citizens of RT 09/04 are cooperative members, from newborn babies to elders. There are a lot of activities and efforts done to improve members' welfare. Until now, these activities are being developed simultaneously. The cooperative used to be involved in balandongan (a traditional tent for wedding or party) rental. But in time, balandongan is slowly diminishing and replaced by steel tents. The cooperative capital has increased immensely from Rp 2,300 to Rp 400 millions. The members are now 447 people, spread in 2 villages. They can afford to have lands as wide as 57 tumbak for 「。ョセ@ field, organized by unemployed citizen. They also have lands which are already been used for meeting halls as wide as 14.5 tumbak. Another interesting fact is that members of cooperative do not need to pay PBB (land and building taxes), because everything has already been paid by the cooperative. · The Cooperative is also able to give donations during times of disasters, donations to the Indonesian Red Cross (PMI), or donations from the village or even the regency. Cooperative members who want to provide their children with education in another city need not worry because the cooperative can be of assistance. In religious holidays, the cooperative provides basic needs, so the citizen of RT 09/FNV 04 never suffer from food crisis. Days go by and the Sukahurip village grows, its population increases, generations change, and the will to create and aspiration need to be accommodated. Thus, there are some new organizations founded, such as Koperasi Harapan Jaya for the youth, and Koperasi Gumelar for women. Although those organizations are not formally acknowledged, the community and the motivation to build their village together are maintained. The cooperative in RT 09/04 has undergone many activities, such as:
Dengan melihat hasil pembangunan kelompok arisan rumah di RT 9 tersebut, banyak warga yang lain yang tertarik dan berminat membangun rumah dengan model arisan tersebut. Untuk itu dengan difasilitasi oleh kelompok awal dan koperasi tahap sekarang sedang dibangun kelompok di 3RT, yaitu RT 7, 9 dan 10. Hid up dan Terus Berkembang Sejak tahun 1998 koperasi Tani Margaluyu resmi berbadan hukum, dan sampai saat ini seluruh warga RT 09/04 menjadi anggota koperasi, dari bayi yang baru lahir sampai orang tua. Banyak sudah kegiatan dan upaya untuk terus mensejahterakan anggota. Kegiatan ini sampai sekarang terus berkembang dan berkelanjutan. Koperasi pernah bergerak di bidang penyewaan "balandongan," tenda tradisional pesta pernikahan atau hajatan. Namun seiring perkembangan zaman, balandongan mulai tersisih dan digantikan dengan tenda-tenda besi. Modal awal koperasi berkembang dari Rp. 2.300,- menjadi Rp. 400 juta. Anggotanya sebanyak 447 orang yang tersebar di 2 desa. Mereka telah mampu memiliki tanah seluas 57 tumbak untuk perkebunan pisang yang dikelola oleh warga yang tidak memilki pekerjaan atau penghasilan. Selain itu mereka mempunyai tanah yang telah di gunakan bale pertemuan seluas 14,5 tumbak. Hal yang juga menarik adalah anggota koperasi tidak perlu membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), karena semuanya telah dibiayai oleh koperasi. Selain itu koperasi masih mampu memberikan sumbangan jika terjadi bencana alam, PMI, atau sumbangan yang datang dari desa atau bahkan kabupaten. Anggota koperasi yang hendak menyekolahkan anaknya ke luar kota juga tidak perlu khawatir, karena koperasi bisa meringankan beban tersebut. Saat memasuki hari raya, para anggota juga tidak . perlu risau kekurangan makanan, karen a koperasi akan memberikan satu karung jatah sembako sehingga boleh dikatakan warga RT09/RW 04 tidak pernah mengalami krisis pangan.
Economic Activities: 1. Chicken cattle. This activity will increase economic value for the family and also for the Dusun itself. In this activity, citizens are assisted with capital loans from the cooperative. 2. Brown sugar industry by the cooperative member. The marketing is carried out by the cooperative. 3. Chips industry (banana, pineapple, jackfruit, mango, etc), managed together by the female citizens, has gained a wide market and has become one of the main industries of the Government of Ban jar. Education and Social Activities: The cooperative and School Committee repair and provide basic education facilities in the area, and give donations to cooperative members who are studying in universities in other cities. Environment Utilization Activities: 1. In 2003 and 2004, the cooperative was given mandate from P2P West Java to undergo the SelfGenerated House Funding program. At first, it was only for 90 families, but now it has expanded to 180 families, and spread in 3 Dusuns (2 villages). 2. The independent establishment of Cooperative Building (Multi-function building) in value of Rp 30 millions generated from the members (because the condition of old building was very damaged) 3. Road management (retribution and repairing).
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 55
Hari demi hari , Dusun Sukahurip ini berkembang, penduduk bertambah generasi berganti , keinginan berkarya dan aspirasi perlu diakomodasikan , sehingga didirikan beberapa wadah seperti "Koperasi Harapan Jaya" di peruntukan bagi para Pemuda, kemudian "Koperasi Gumelar" diperuntukan bagi lbu-ibu. Walaupun tidak berbadan hukum tetapi kehidupan bermasyarakat dan motivasi untuk membangun daerah bersama terus di pertahankan satu -sama lainnya (antar koperasi) yang merupakan milik warga RT09 I 04 terse but. Koperasi-koperasi di RT09/04 telah dilakukan bermacam kegiatan , yang meliputi: Kegiatan Ekonomi : 1. Berternak ayam. Kegiatan ini akan lebih meningkatkan nilai perekonomian baik untuk keluarga maupun daerah , Untuk berternak ayam ini , warga dibantu pinjaman permodalan oleh dana koperasi. anggota 2. Usaha pembuatan Gula Aren , oleh koperasi dan pemasarannya oleh koperasi. 3. Pembuatan Aneka Kripik (Pisang, Nenas, Nangka, Mangga , dll) , dikerjakan bersama-sama oleh ibu ibu , dengan pemasaran cukup luas, dan menjadi andalan pemerintah Kota Ban jar. Kegiatan Pendidikan dan Sosial: Koperasi dan Komite Sekolah memperbaiki dan menyediakan fasilitas pendidikan dasar di wilayahnya, dan pemberian bantuan pendanaan bagi warga koperasi yang akan kuliah di luar kota. Kegiatan Pendayagunaan Lingkungan: 1. Pada tahun 2003 dan 2004 mendapat kepercayaan dari P2P Jawa Barat untuk menggulirkan Dana Perumahan Swadaya. Dari jumlah awal untuk 90 orang (KK) , sekarang sudah bertambah dan berkembang menjadi 180 orang (KK) , tersebar di 3 dusun (2 desa). 2. Pembangunan Gd . Koperasi (Gedung Serbaguna Warga) secara swadaya dan gotong royong senilai 30 Juta rupiah. (karena kondisi yang ada sudah mau roboh). 3. Pengelolaan jalan (retribusi dan perbaikan secara gotong royong) .
56
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
Di masa yang sudah sedemikian maju, ternyata kita belum bisa menutup mata bahwa masih banyak kawasan di Indonesia yang belum menyediakan sarana air bersih bagi penduduknya, terutama di wilayah pedesaan. Sebenarnya cukup banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air bersih di pedesaan , salah satunya dengan menyelenggarakan SPAM yang diharapkan nantinya dapat dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Selain itu pemerintah juga berusaha mempermudah pemanfaatan akses air bersih oleh penduduk dengan menjalankan program WSLIC-2 (Water and Sanitation for Low Income Communities Phase 2), Rural Water Supply in NTB & NTT, CWSH (Community Water Services and Health) , SB-AB (Subsidi BBM-Air Bersih) , dan SE-AB (Subsidi Energi-Air Bersih). Programprogram tersebut berbasis pada parti sipasi masyarakat, dan pemerintah hanya berperan sebagai pendukung atau fasilitator. Di samping itu ada juga program penyediaan air bersih yang dibiayai oleh NGO seperti Pro Air (PenyediaanAir Bersih di Perdesaan) . Agar seluruh kinerja dapat menjamin tersedianya air bersih dan air minum untuk masyarakat maka perlu adanya kebijakan dalam sejumlah aspek, yaitu 1) kelembagaan & peraturan , 2) pendanaan , 3)
58
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Even in such an advanced era, it was inevitable that many areas in Indonesia still could not supply their citizens with clean water facilities, particularly in rural areas. Actually, there have been efforts done by the government to fulfill the needs for clean water in villages. One of these efforts is the Drinking Water Provision System (Sistem Penyediaan Air Minum or SPAM), which hopefully could be managed independently by the community eventually. Moreover, the government has also tried to build access to clean water easier for the citizens by conducting programs such as WSLIC-2 {Water and Sanitation for Low Income Communities Phase 2) , Rural Water Supply in West and East Nusa Tenggara, CWSH (Community Water Services and Health), SB-AB {Clean Water and Oil Subsidiary), and SE-AB {Clean Water and Energy Subsidiary). These programs were based on community participation, and the government only acted as a supporter or a facilitator. In addition to that, there are also clean water supply programs which were funded by NGOs such as Pro Air (clean water supply program for villages) . To guarantee clean water and drinking water supplies to the community, especially the poor and the ones
peningkatan akses dan kualitas, 4)peningkatan air baku yang handal melalui pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai , 5) mengembangkan peran serta masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan SPAM melalui peningkatan kepedulian dan kesadaran semua pemangku kepentingan. Sejumlah praktik unggulan perihal upaya penyediaan air bersih dan air minum bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh daerah di Indonesia. Praktik unggulan ini mencakup hal inisiatif dan partisipasi masyarakat seperti yang bisa dipelajari dari desa Cibodas, Jambearjo dan Sekejengkol. Pemilihan teknologi tepat guna seperti yang dilakukan di desa Samida , Garut dan desa Sukodono, Gresik. Pengembangan jaringan kerjasama swasta dan regional , serta cara untuk meningkat kualitas air minum seperti yang dilakukan PDAM Kabupaten Buleleng, Bali dan PDAM Tirtanadi , Medan.
residing in slums areas, certain policies are needed, including in aspects such as 1) organization and rules, 2) funding, 3) access and quality improvement, 4) improvement of reliable raw water through the managing of the water resources near the river area, 5) development of community and private roles in conducting SPAM through the increasing of awareness and care of all parties involved. Several best practices on the effort to supply clean and drinking water can be set as examples for other areas in Indonesia. These best practices include community initiatives and participation in Cibodas, Jambearjo, and Sekejengkol; the selection of efficient technologies done in Samida, Garut and Sukodono, Gresik; private and regional cooperation network development, and also the measures taken to improve the drinking water quality such as what have been done by PDAM Buleleng, PDAM Bali, and PDAM Tirtanadi, Medan.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 59
Bayangkan desa Cibodas, Jawa Barat, sebelum tahun 1998. Setiap hari warga harus turun-naik lembah dan berjalan hingga tujuh kilometer untuk memperoleh dua pikul air. Untuk membuat sumur, mereka harus menggali sedalam 25 meter, tetapi di musim kemarau sumur pun tetap kering. Begitu pula yang dialami Desa Sekejengkol di Kabupaten Bandung yang rawan air bersih . Sampai tahun 1993, pemenuhan kebutuhan air dilakukan dengan menampung air hujan di drum , membuat sumur gali dengan kedalaman 25 m dan kondisi debit yang relatif kecil, dan mengambil mata air dari lembah Gunung Manglayang yang berjarak 300700 m dari desa. Demikian pula dengan Desa Jambearjo, daerah Malang Timur yang hanya bisa mendapatkan air bersih dari sungai yang letaknya cukup jauh. Kini potret ketiga desa ini telah berubah karena masyarakatnya berinisiatif untuk mengatasi persoalan rawan air. Sebenarnya masalah ini merupakan
60
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITAS I
Imagine Cibodas , West Java , before the year 1998. Every day citizens must go up and down the valley and walk the distance of 7 km only to obtain 2 buckets of water. To build a well , they had to dig 25 meter deep, but in the dry season the well would dry. The same thing happened in Sekejengkol , Bandung, West Java , that suffered from clean water crisis. Until the year 1993, to fulfill the needs for water, the citizens contained rai n water in drums , built 25 meter deep wells with relatively small water rate , and obtained water from the springs at the valley of Manglayang Mountain that was about 300-700 meters from the village. Similar to that, in Jambearjo, Malang Timur the citizens could only obtain clean water from a river faraway. Now, the faces of the three villages have changed because their communities made the initiatives to solve the water crisis problem. Actually, this problem is the responsibility of the government as the provider of public service, but it was admitted that the
tanggung jawab pemerintah sebagai pelayan publik. Namun harus diakui pemerintah masih terbatas dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM), terutama dalam hal pendanaan dan manajemen. Hal ini mengakibatkan rendahnya cakupan dan kualitas pelayanan. Di daerah yang rawan air cakupan pelayanan baru mencapai 8% masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu inisiatif masyarakat, seperti terlihat di desa Cibodas, Sekejengkol dan Jambearjo sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penyediaan air minum secara mandiri yang secara tidak langsung juga meningkatkan kesadaran pelestarian lingkungan untuk menjamin kesinambungan sumber mata air. Desa Cibodas Setelah puluhan tahun harus menghadapi kondisi krisis air, masyarakat Cibodas tidak tinggal diam. Momen kemenangan Desa Cibodas sebagai juara lllomba desa se-Jawa Barat pada tahun 1984 dipergunakan sebaikbaiknya untuk menyampaikan kesulitan masyarakat pada gubernur. Upaya tersebut ternyata memperoleh respon yang positif. Desa Cibodas lalu mendapat bantuan pipa induk sepanjang 6, 7 km, seharga Rp 37 juta. Sayangnya, untuk mendatangkan air dari sumbernya yang berjarak tujuh kilometer dibutuhkan dana sekitar Rp 132 juta. Warga kemudian berembuk dan sepakat menanggung kekurangan itu dengan meminjam pipa dan asesoris dari PT. Duta Hasta seharga Rp 175 juta.
government had li mitations in developing the drinking water supply system (SPAM Sistem Penyediaan Air Minum) , especially in funding and management. This condition resulted in small service coverage and low service quality. In areas with water deficiency, the service coverage is only 8% of the village community. Therefore, the community's initiative, just as in Cibodas, Sekejengkol and Jambearjo, is very important in providing drinking water needs independently, which would indirectly increase the awareness of environmental preservation and guarantee the continuity of water source. Cibodas For so many years the citizen of Cibodas had to deal with water deficiency situation , and they did not want to stay like that forever. The winning moment was when Cibodas received the first runner-up piize in the West Java villages competition in 1984, was -used wisely to communicate the people's problems to the governor. The response was positive; Cibodas was aided with the installation of piping 6. 7 KM long which costed 37 million rupiahs. Unfortunately, to transport water from a source that was 7 KM away, 132 million rupiahs was needed. The people of Cibodas then held meetings and agreed to hold responsibility for the remaining of the cost by borrowing the pipes and accessories f rom PT Duta Hasta which costed 175 million rupiahs. In 1998, the people of Cibodas, the majority of which were farmers, had already enjoyed the drinking water flow. Although living in the hills, the people of Cibodas had implemented the clean water management system professionally. They established clean water management board (BPAB Badan Pengelolaan Air Bersih) which was managed independently. Every year, the number of customers ォセーエ@ increasing until the year 2004 when the number reached 1, 776 out of 2,200 existing families (about 80%).
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 61
Tahun 1998 warga Cibodas yang mayoritas petani sudah menikmati aliran air minum. Meski tinggal di daerah berbukit, warga desa Cibodas menerapkan sistem pengelolaan air bersih secara profesional. Mereka membentuk Badan Pengelolaan Air Bersih (BPAB) yang dikelola secara swadaya. Setiap tahun, jumlah konsumen pun terus bertambah sehingga tahun 2004 telah mencapai 1.776 dari 2.200 keluarga yang ada (sekitar 80%). Sistem pembayarannya pun mirip dengan sistem yang dimiliki perusahaan air minum daerah. Di setiap rumah pelanggan ditempatkan meteran sehingga besarnya iuran yang harus dibayar tergantung pada jumlah pemakaian. Bagi keluarga yang kurang mampu, terdapat keringanan. Pengelolaan air secara swadaya dan swadana itu berlangsung secara transparan. Setiap pendapatan dan pengeluaran dicatat dan dilaporkan secara terbuka. BPAB Desa Cibodas pun memiliki tenagatenaga khusus, mulai dari pencatat meteran hingga teknisi yang siap memperbaiki saluran.
Desa Cibodas, Lembang Luas wilayah: 1.273.440 ha Jumlah Penduduk th . 1987 : 5 .365 jiwa Jumlah Penduduk th . 2002 : 8.781 jiwa Jumlah Kepala Keluarga (KK) th. 1987:1204 KK Jumlah Kepala Keluarga (KK) th. 2002: 2.542 KK Sumber mata air: 10 lt/dtk dan 13 1/dtk dengan sistem Perl indungan Mata Air (PMA). Jumlah KK yang dilayan i : adalah 1.776 KK, Sambungan Rumah : 1776 SR . luran yang d ikenakan : Untuk sambungan rumah min imal Rp 4000 -/bulan/KK . Pengelola : BPAB Des a Cibodas .
Peningkatan Jumlah Konsumen BPAB Desa Cibodas dari tahun 1994-2004 I Consumer Increase 2000 1800 アQセ@
1645 1698 1n6 セm@
セ@
1400
n.iiiilll
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tidak seperti perusahaan daerah air minum yang sering rugi, BPAB Desa Cibodas malah bisa mengantongi keuntungan. Selama 11 tahun, BPAB sudah bisa meraup keuntungan sebesar Rp 241 juta. Sedangkan dana pinjaman yang dahulu digunakan untuk membangun jaringan air bersih pun kini hampir lunas. Setiap keuntungan yang diperoleh dari hasil mengelola air digunakan kembali untuk membangun desa, misalnya dengan menyediakan lahan untuk pembangunan SLTP. Lahan seluas 6.400 hektar itu dibeli dari warga seharga Rp 160 juta dari hasil keuntungan mengelola air.
Pendapatan BPAP Cibodas I Water Management's Income 140,0 0 0 , . - - - - - - - - - = -==-- - - -----132, 114
QRッ
L ッャMBェ
QP
L PHM
/
イ GMNLセョBVYZU
118,416
セ MWG
80,000(-------,,rr.,,. .,..., ••- - - - - - 60,000(---6:..:4!.:. ,0.:.:73:....__ _ _ _ _ _ __ TP
L PlMセ@
1999
2000
2001
2002
2003
Akibat rawan air, masyarakat desa Sekejengkol bergotong royong membeli membeli satu blok tanah tempat keluarnya mata air Cicau. Di atas blok itulah kemudian dibuat bak penampung dan penyaring
62
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
2005
Pemakaian Air di BPAP Cibodas I Water Usage
..
300,000
Desa Sekejengkol
2004
Pendapatan (Rp 1000)
251 ,468 252, 128 256, 525 250,000 200,000 150,000 100,000 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
dengan sistem gravitasi (tanpa pampa). Sistem penyediaan air minum (SPAM) ini bernama Mitra Tirta Nirmala. Tenaga kerja dan sebagian material pembangunan SPAM ini berasal dari masyarakat, sedangkan perencanaan teknis dan pendampingan dilakukan oleh Puslitbang Permukiman Departemen PU. Berkat kerjasama ini mulai tahun 1993, air sudah mengalir ke jamban-jamban umum dan sebagian rumah. Selanjutnya, pengembangan kapasitas air SPAM Mitra Tirta Nirmala dilakukan dengan membeli satu blok tanah baru pada tahun 1996 dan penyaluran hak guna pakai pada tahun 1999 dari hasil swadaya masyarakat.
The payment system is similar to the PDAM's (local drinking water company) system. In every customer's house, water-meters were placed to measure the payments based on the meter. For poor families, there were exceptions. The independent water management was carried out transparently. All incomes and expenses were transparently recorded and reported. BPAB Cibodas has skilled labor, from meter recorders to technicians who were ready to repair damaged channels. Unlike the PDAM which often suffers from deficit, BPAB Cibodas gains profit. After 11 years, BPAB has gained profit as much as 241 million rupiahs. Whereas the loans which used to build clean water network have now almost been settled. All profits are used to develop the village. A 6,400 hectares of land was bought from the citizen at a price of 160 million rupiahs from the profit. Sekejengkol Because of the water crisis, the people of Sekejengkol cooperated to buy one block of land in which the Cicau Spring was located. On that block, containers and gravity system filter (without pump) were built. This SPAM was called Mitra Tirta Nirmala. The workers and some material for building this SPAM came from the village people , whereas technical planning and assistance were provided by Puslitbang Permukiman Department PU. Thanks to this cooperation that started in 1993, water was now flowing to public toilets and most of the houses. Next , the development of SPAM Mitra Tirta Nirmala's water capacity was done by buying one block of land in ..1996 and distributing the usage rights in 1999 independently from the village people. In the development of SPAM Mitra Tirta Nirmala , Sekejengkol, BAMUS-AM (Badan Musyawarah Air Minum an organization that supplies drinking water based on community) was established. BAMUS-AM is the highest decision-making forum in the community
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 63
Dalam perkembangan pengelolaan SPAM Mitra Tirta Nirmala, Desa Sekejengkol membentuk Badan Musyawarah Air Minum (BAMUS-AM) yaitu organisasi penyediaan air minum berbasis masyarakat. BAMUSAM merupakan wadah pengambilan keputusan tertinggi di tingkat masyarakat yang mencerminkan aspirasi pengguna layanan air minum. Anggota BAMUS adalah wakil-wakil masyarakat pengguna air minum ditambah perwakilan pemerintah yang terkait. BAMUS juga melakukan sosialisasi tentang pentingnya penyediaan air minum dan perlindungan air baku kepada seluruh masyarakat, termasuk kaum ibu dan anak sekolah. Keberhasilan kegiatan di desa Sekejengkol tidak lepas dari kiprah tokoh masyarakat yang membangkitkan motivasi masyarakat untuk bergerak bersama-sama mencari solusi dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan air minum tanpa harus menunggu penyediaan SPAM dari pemerintah daerah. Desa Jambearjo
Sejak diterapkannya program WSLIC-2 di desa Jambearjo, maka kini telah dibangun sarana air bersih melalui sambungan rumah dengan meter air untuk semua golongan masyarakat. Hingga saat ini 565 dari 910 KK di Jambearjo telah bisa menikmati air bersih. Air dialirkan dari sumbernya dengan sistem perpompaan dengan kapasitas sebesar 3 liter per detik untuk ditampung ke tandon utama yang kemudian dialirkan melalui pipa secara gravitasi sejauh 8.412 meter. Untuk menjaga kesinambungan operasional SPAM, urusan pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan sistem diserahkan secara penuh kepada masyarakat melalui Badan Pengelola Sarana Air Bersih (Bapel-SAB) yang diberi nama 'Sumber Apak'. Badan yang dipilih secara langsung oleh warga ini beranggotakan wakil masyarakat yang dinilai mampu mengelola SAB. Peran tokoh masyarakat setempat adalah kunci untuk membangun tingkat kepercayaan
64
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
that expresses the aspiration of the customers of the drinking water service. BAMUS-AM members consist of both the customer's and the government's representatives. BAMUS-AM also socializes the importance of providing drinking water and protecting raw water to all of the community, including the mothers and school children. The success of the activity in Sekejengkol was also supported by the community's public figure's encouragement to the community to work together and find the solution in order to fulfill drinking water needs without having to wait for supplies from the local government's SPAM. Jambearjo Since the WSLIC-2 program was implemented in Jambearjo, clean water facility has been built through the connection between the houses with water meter for all of the community. Until now, 565 out of 910 families in Jambearjo enjoy clean water. Water is delivered from its source using pumping system with a capacity about 3 liters per second, and then to the main tendon, and then through pipes about 8,142 meter long using gravity. To keep the operational continuity of SPAM, system management, maintenance , and development were fully given to the community through Bapel-SAB (Badan Penge/o/a Sarona Air Bersih a board for clean water facility management) that are named "Sumber Apak". The members of this board are representatives of the community who were considered to be able to manage SAB. The role of the local public figures is the key to develop trust among the community so every citizen will spur to take part in SPAM. Besides that, public figures were also needed for their development ideas and as the moderator to solve problems that may occur. With the system developed by Sumber Apak, customers have to pay monthly subscription that may
yang tinggi di kalangan warga sehingga setiap warga akan terpacu untuk berperan serta dalam SPAM. Selain itu tokoh masyarakat juga diperlukan sebagai penyumbang ide pembangunan dan penengah untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin timbul. Dengan sistem yang dikembangkan Sumber Apak, masyarakat pengguna dikenai iuran bulanan yang besarnya bervariasi, tergantung dari banyaknya pemakaian. Keluarga miskin mendapat potongan harga 50%. Berdasarkan data pemakaian air, rata-rata perbulan warga mengkonsumsi 9m 3 /KK. Rata-rata tiap konsumen menyisihkan sekitar 0,02 persen dari penghasilan mereka sebulan untuk membayar retribusi air bersih. Pada program ini, sumber pendanaan berasal dari program WSLIC-2 (72%), pemerintah (8%), dan masyarakat sendiri dalam bentuk uang (4%) dan barang. Pemerintah berperan sebagai pendamping program, yang bentuk konkritnya meliputi pemberian pelatihan manajemen dan administrasi keuangan proyek, pengorganisasian kelompok kerja dan penggalangan partisipasi masyarakat, pelatihan teknis SAB, pelatihan PHBS serta penyiapan Bapel-SAB pascaproyek. Dampak nyata keberhasilan proyek WSLIC-2 di Desa Jambearjo, Malang, terlihat pada perubahan perilaku masyarakatnya, terutama dalam bidang kesehatan. Kunjungan warga ke puskesmas yang terkait dengan penyakit diare berkurang dari 21 kunjungan pada tahun 2004 menjadi 12 kunjungan pada tahun 2005. Desa Kalisemut: Kebersamaan dalam pengelolaan airbersih Peningkatan sarana air bersih juga terjadi di Dusun Bulukubung, Desa Kalisemut yang terletak di Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang. Bersama fasilitator dalam hal ini Pemerintah, warga Desa Kalisemut merencanakan sumber air yang akan digunakan dan sistem distribusinya. Di samping itu pada saat konstruksi seluruh proses diputuskan dan
PENURUNAN PENYAKIT 01 DESA JAMBEARJO, KAB. MALANG
30 セM
• Pra Pro-,ek
25
23
• Pasca Proyek
20 15 10
5
Diare
Kulit
Disentri
vary, depended on the quantity of usage. Poor families received 50%discount. Based on water usage data, the average citizen monthly usage was 9m 3 per family. The average is that each customer spent about 0.02% of their monthly income to pay for their clean water retribution. In this program, the funding source came from WSLIC2 (72%), the government (8%), the community themselves in cash (4%) and tangible assets. The government acted as program assistant, giving management and project financial administration training, work groups organizing , and community participation raising, SAB technical training, PHBS training and Bapel-SAB post-project preparation. The real success impact of WSLIC -2 project in Jambearjo is seen in the change of community behavior, especially with regards to health. People's diarrhea-related visits to the Puskesmas (local health facility) has plummeted from 21 visits in 2004 to 12 visits in 2005 . Kalisemut Village: Unity in clean water management Improvement in clean water facility occurs also in the dusun of Bulukubung, Kalisemut Village , Kecamatan Padang, Kabupaten Lumajang. With the government
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 65
as facilitator, Kalisemut citizens planned the source of water to be used and also its distribution system. Furthermore, at the time of construction all processes were decided and implemented directly by the community, both in the provision of materials and the construction work itself. Citizens of other villages passed through by the transmission pipe participated in the stage of clean water facility development. This shows that by gotong royong (Indonesia's traditional mutual cooperation custom), clean water facility can be realized. Facilities built in Kalisemut are public hydrants (HU) and public water taps (KU). Operations and maintenance are condected by BP SAB "POLA SABERTANGAN". Dusun of Batulapisi Dalam: dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, baik dalam hal pengadaan barang dan pekerjaan konstruksi itu sendiri. Dalam tahapan pembangunan sarana air bersih, desa lain yang terlewati oleh pipa transmisi ikut bergabung dalam pembangunannya. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan kekuatan gotongroyong yang ada di masyarakat perdesaan sarana air bersih dapat terwujud. Sarana air bersih yang terbangun di Desa Kalisemut adalah berupa hidran umum (HU) dan kran umum (KU). Pelaksanaan operasional dan pemeliharaan sarana dilakukan oleh BP SAB "POLASABERTANGAN". Dusun Batulapisi Dalam Diawali inisiatif dari P2SP Sulawesi Selatan TA 2004 untuk memanfaatkan dana sisa APBN murni , proyek penyediaan air bersih di Dusun Batulapisi Dalam, Kabupaten Gowa, dapat dilaksanakan. Dana awal yang disediakan hanya sebesar Rp.19.500.000,- dari total pembangunan sebesar Rp. 35.722.000,- dengan sisa dana diharapkan dari partisipasi masyarakat dan pemerintah setempat. Ternyata dengan adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk, baik uang, material maupun tenaga, terkumpul dana senilai Rp. 32.150.000,-. sセィゥョァ。@ dapat menambah
66
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
Initiated by the P2SP project in South Sulawesi, 2004, to make use of remaining funds from the APBN, t.ne clean water provision project in Batulapisi Dalam can be realized. Initial fund provided was only Rp 19.5 million from the total development fund of Rp 35.7 million. It turned out that with community participation and the role of local government, a total amount of Rp 32.1 million can be generated in the form of money, materials, and labor. This made possible the addition of infrastructures in the form of additional transmission pipes and development of covering building for the HU. At the moment 1 HU has
prasarana berupa penambahan pipa transmisi dan pembangunan bangunan penutup untuk Hidran Umum. Saat ini telah terbangun 1 HU yang melayani 104 KK. Masyarakat juga dilibatkan secara aktif dari mulai perencanaan , pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan melalui BAMUS dan BAPEL, bahkan paska kegiatan telah dilakukan pengembangan untuk lebih memeratakan pelayanan menambahkan sebanyak 3 HU pada lokasi-lokasi strategis yang dilakukan secara bertahap. Desa Kalirejo, Kab. Gresik. Sumber air bersih di wilayah ini sangat sulit karena air tanah yang ada mengandung garam sehingga berasa asin/payau sedangkan air permukaan dari Sungai Bengawan Solo juga mempunyai kualitas yang kurang baik. Saat ini pelayanan air bersih dapat dinikmati oleh warga desa Kalirejo dengan pelaksanaan program SEAB. Sistem penyediaan air bersih di desa ini menggunakan modul kombinasi, yaitu modul SIPAS jaringan perpipaan dengan komponen tangki 3 HU 3 m sebanyak 6 unit. Untuk penempatan HU dilakukan di masing-masing dusun dan dikelola oleh HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum) TIRTO REJO Desa Kalirejo Kecamatan Dukun Kab. Gresik. Kini HIPPAM telah memasang 169 sambungan rumah. Untuk menjaga kesinambungan operasional dan pemeliharaan dari SIPAS, pengurus HIPPAM diberi bimbingan berupa pelatihan teknis sarana air bersih. Terbukti dengan adanya bimbingan ini mereka mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan operasional, seperti memperbaiki pampa intake yang sering mengalami kerusakan.
been accomplished to serve 104 families. The community was also involved actively starting from planning, implementation, and maintenance through the BAMUS and BAPEL. After the activities , development to distribute services more widely has added three more HUs at strategic locations, implemented in stages. Kalirejo Village, Gresik It was very difficult to attain clean water sources in this region because water from the soil contains high amount of salt. The quality of water from Bengawan Solo River in Central Java was also not adequate. However, today the citizens of Kalirejo enjoy clean water service through the SE-AB program. The clean water provision system in this village uses a combination of modules, which is the SIPAS module for pipe network with six units of 3 m3 volume HU tank. The location of HUs were decided by each dusun and managed by HIPPAM (Association of Drinking water Users) TIRTO REJO Desa Kalirejo , Kecamatan Dukun , Kabupaten Gresik. Now the HIPPAM has installed 169 house connections (SR), HIPPAM personnels given guidance through technical trainings for clean water facility. With this guidance they can solve operation related problems , such as fixing the often problematic intake pumps. Neglasari Village, Sumedang The SE-AB program in Kabupaten Sumedang intended to ease the burden of poor population rural areas caused by increase in fuel prices. One the target villages is Neglasari. Before, the people Neglasari has to get water from 5 kilometers away,
is in of of or
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 67
Desa Neglasari, Kab. Sumedang Program SB-AB di Kab. Sumedang dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat miskin di perdesaan akibat kenaikan harga BBM. Salah satu desa sasarannya adalah Desa Neglasari. Dahulu masyarakat desa Neglasari harus mengambil air yang berjarak 5 km dari permukiman atau memanfaatkan sumur yang jumlahnya relatif berkurang di saat musim kering. Adanya proyek penyediaan air bersih, saat ini telah terbangun 3 HU dan 400 SR yang melayani 1500 jiwa. Sama halnya dengan Desa Kalirejo, Kab. Gresik, penyediaan air bersih di desa ini dilakukan dengan menggunakan modul SIPAS. Bimbingan teknis baik dari buku petunjuk maupun dari pelatihan langsung di lapangan diberikan kepada pengurus BAPEL-SAB untuk membekali mereka dalam operasional dan pemeliharaan sistem. lnisiatif dan Partisipasi Dengan melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi sejak perencanaan, program-program tersebut terbukti mampu memberdayakan masyarakat untuk mengoperasikan dan memelihara prasarana air bersih yang telah dibangun. Bahkan di beberapa lokasi masyarakat mampu mengembangkan sistem pelayanan air minum bersih secara swadaya. Misalnya saja, masyarakat di Desa Kalisemut telah berhasil melaksanakan pengadaan dan pemasangan pipa distribusi air bersih sepanjang 2 km dengan sistem swadaya. Selain itu mereka juga telah membuat 3 hidran umum (HU) dengan 3 kran umum (KU). Masyarakat yang dulunya disibukkan dengan mencari air kini dapat leluasa bekerja, baik di dalam maupun di luar desa. Dengan tersedianya air, telah muncul usahausaha mandiri masyarakat seperti peternakan, pabrik batu bata dan warung-warung sembako.
68
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SAN ITASI
use wells, which water decrease significantly in the dry season. Through the clean water provision project, currently there are 3 HUs and 400 SRs, serving about 1,500 people. As in Kalirejo, the clean water provision in Neglasari was developed using the SIPAS module. Technical assistance, be if from manuals or through field trainings, were given to BAPEL-SAB personnel to help them operate and maintain the system. Initiative and Participation With the community involvement from the planning phase, those programs were proven be effective in utilizing the community in the operation and maintanance of the clean water facility that had been built. In some locations, the community has been able to develop independent clean drinking water system facilities. For example, the community in Kalisemut succeeded in independently providing and installing 2 km long pipes to distribute clean water. Aside from that, they had made 3 public hydrant (HU) with 3 public faucets (KU). The community which were once pre-occupied to find water sources, now can work freely in or outside the village. With the availability of water, the community's independent industries were growing, such as farming, stone brick factory, and mini markets.
Regional Co-operation for the Benefit of Dnnking Water Management Terbatasnya wewenang PDAM sebagai pengelola tunggal air baku pada batas wilayah kabupaten atau kota menyebabkan masyarakat di daerah-daerah yang tidak memiliki sumber air baku khawatir tidak kebagian air. Tak jarang status kepemilikan sumber air baku itu justru menjadi potensi konflik antara dua atau lebih wilayah yang dilewatinya. Untuk itulah kerja sama regional (antar wilayah) dalam SPAM merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah. Tidak hanya itu, kerja sama regional juga memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan PDAM sebagai upaya penyehatan instansi terkait dalam hal peningkatan kinerja, penambahan penyertaan modal, serta peningkatan hubungan antar pihak-pihak yang bekerjasama. Saat ini beberapa pemerintah daerah telah menerapkan kerja sama regional dalam penyediaan air minum. Di antaranya PDAM Menang Mataram yang merupakan Kerja Sarna Sistem Operasional (KSO) antara Pemerintah Kota Mataram dan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, dan PDAM Tirtanadi Medan yang merupakan KSO antara Pemkot Medan dengan delapan daerah lain di Sumatera Utara. Keberhasilan yang telah dicapai kedua PDAM tersebut patut dijadikan contoh pembelajaran bagi daerah-daerah lain.
The authority of PDAM (the local water company) as the only administrator of raw water supplies is limited to serving specific regencies or cities, causing the people in some areas to suffer from water deficiency, especially those with no water source. Often , the ownership status of raw water sources has become a potential conflict between two or more areas covered. That is the reason why regional cooperation in SPAM is an alternative to solve the issue. Not only that, regional cooperation may give positive impact in PDAM operations as an effort to improve the institutional performance, increase capital investment, and stakeholder relationships. Currently, several local governments have implemented regional co-operations in supplying drinking water. Among them are PDAM Menang Mataram , which is the Operationa l System Cooperation (KSO, Kerjasama Sistem Operasional) between the Mataram and West Lombok governmens, and PDAM Tirtanadi Medan, which is the KSO between Medan government and eight other local governments in North Sumatera . The success achieved by both PDAMs is an example for other areas.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 69
Menang Mataram: kepemilikan bersama dua wilayah
Menang Mataram: the ownership between two areas
Untuk melayani kebutuhan hampir 300 ribu jiwa akan sarana air bersih di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram, pemda kedua wilayah sepakat menggabungkan kepemilikan dan pengelolaan PDAM. Penggabungan itu ditandai dengan Keputusan Bersama Bupati dan Walikota Nomor 45 Tahun 1998 tentang Pemilikan Hak dan Kewajiban atas PDAM, yang mengganti nama yang semula PDAM Lombok · Barat menjadi PDAMMenangMataram (MM). Selain itu, badan hukum PDAM juga diubah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Mengenai prop_orsi kepemilikan, hak dan kewajiban Kabupaten Lombok Barat sebesar 65 persen dan Kota Mataram 35 persen.
To serve the need of almost 300 thousand people for clean water facilities in Kabupaten West Lombok and Mataram, the government in both areas agreed to integrate the ownership and the administration of PDAM. The ゥョエ・セイ。ッ@ is marked with the Joint Decree· of the Regent and Mayor No. 45/1998 on the rights and obligation on PDAM, which name was changed from the West Lombok PDAM to Menang Mataram PDAM (MM). Aside from that, the legal status of PDAM was changed from a local company to an Incorporated, causing the ownership proportion to become 65% for West Lombok and 35%for Mataram.
Kepemilikan bersama mendatangkan beberapa masalah, misalnya kesulitan untuk menciptakan peraturan daerah bersama sebagai produk hukum dari dua lembaga legislatif, yaitu DPRD Kabupaten Lombok Barat dan DPRD Kota Mataram. Selain itu, isu pemisahan PDAM seringkali muncul pada saat pergantian pejabat Bupati, Walikota maupun DPRD dan menjadi kendala yang cukup berat. Walau demikian, hal-hal yang yang positif telah dicapai. Selain hubungan dua pemda yang semakin erat, terjadi juga efisiensi kerja PDAM. Hasilnya, dalam empat tahun PDAM MM mampu meningkatkan laba bersih sebesar 19 persen, dengan kontribusi laba pada Pendapatan Asli Daerah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp. 925,83 juta pada tahun 2004 (lihat tabel).
Laba
Bersi h
(MIIyar Rupiah)
70
I
2000 10,35 8,59 1,76 0,35 1,41
2001 11,77 9,94 1,83 0,41 1,42
2002 13 ,05 11 ' 18 1, 87 0,47 1,40
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
2003 13,92 12, 51 1,41 0, 34 1,07
Even so, positive ッオセ」ュ・ウ@ have also been achieved ; such as the improved relationship between the two governments, and also in PDAM operational efficiency. The resu lt was that in four years, PDAM MM was able to increase the net profit over 19%, contributing Rp925.83 million to the local revenue of Mataram and West Lombok in 2004 (as seen in table below). The number of customers increased almost twice, from 24,850 connections to houses in 1998 to 46 ,832 in Tabel Kontribusi Laba Pada PAD I Contribution to
Tabel Laba Bersih I Net Profit URAIAN Pendapatan Bi aya Usaha Laba Usaha Pajak Badan
Collective ownership created some problems, such as the difficulties in creating the laws and regulations as the legal products of two legislative boards (West Lombok and Mataram). Moreover, the issue of dividing the PDAM emerged many t imes in the event of successions of regents , mayors , or local legislative members, and was becoming a difficult obstacle.
Regional Revenue 2004 15,79 13,35
2,44 0,76 1, 68
URAIAN
2000
2001
2002
2003
2004
Lombok Barat Mataram
455
600
530,95
382 , 51
601,79
245
300
308,98
205 ,96
324,04
TOTAL
700
900
839 , 93 588,47 925 , 83
Tabel Cakupan Pelayanan PDAM Menang Mataram Service Coverage TAHUN
PENDUDUK
Uiwa)
PELANGGAN (SR)
TERLAYANI
CAKUPAN
Uiwa)
(%)
2000
986 .982
32 .121
192 .726
19, 52
2001
986 .982
35 .772
214 .632
21,74
2002
1.010 .325
38 .242
229.452
22 ,71
2003
1.030.837
41 .779
250 .674
24 ,31
2004
1.030 .890
45 .552
273 .312
26 ,51
Juni 2005
1.030 .895
46 .832
280 .992
27,26
Jumlah pelanggan meningkat hampir dua kali lipat dari 24.850 sambungan rumah (SR) pada tahun 1998 menjadi 46.832 SR pada pertengahan 2005. Hingga bulan Juni 2005 cakupan pelayanan PDAM MM telah mencapai sebesar 27,26 persen. Untuk melayani daerah yang secara topografi sulit dijangkau dengan sistem perpipaan , PDAM MM juga memberikan pelayanan air minum menggunakan tangki-tangki yang kemudian distribusinya dikelola sendiri oleh masyarakat daerah atau bekerjasama dengan koperasi. Pada hitungan tahun 2004 saja, cakupan pelayanan air minum dengan sistem non-pipa di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram mencapai 40,72 persen. Dengan adanya kerja sama ini potensi konflik yang berkaitan dengan batas administrasi daerah timbul juga dapat dihindari. Pasalnya, PDAM MM mempunyai delapan sumber air baku yang terletak di wilayah Lombok Barat dan digunakan bersama untuk daerah pelayanan Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram. Kerja sama regional ternyata juga berhasil meningkatkan skala ekonomi PDAM menjadi lebih prospektif sehinnga mendorong kedua pemerintah daerah untuk menambah jumlah penyertaan modal. Saat ini (2004) angka penyertaan modal berada pada posisi 38,86 milyar USD, sedangkan modal sebelumnya sebesar 9, 38 milyar rupiah pada tahun 2000.
mid 2005. Until June 2005, the coverage of PDAM MM services was 27.26%. To serve geographically remote areas with a piping system, PDAM MM also distributes drinking water supplies using tanks, and the distribution is handled by the community itself or koperasi. In 2004, the coverage of drinking water supplies using non-piping system West Lombok and Mataram was 40.72%. This cooperation mitigates the potential conflict related to area administration authorities. The reason is that PDAM MM has eight sources of raw water located in West Lombok and used collectively to serve West Lombok and Mataram. The regional cooperation had also succeeded in improving the economical scale of PDAM, causing it to become more prospective and encouraging both governments to increase the number of their capital investment. In 2004, the capital investment figure was 38.86 billion USD (previously, in 2000, the capital investment was 9.38 billion rupiah).
Tirtanadi involves 8 regencies The operational system cooperation (KSO) of PDAM in North Sumatera Province was established by the governor, and was implemented in the form of cooperation between PDAM Tirtanadi and eight other
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 71
Tirtanadi libatkan 8 kabupaten Kerja sama sistem operasional (KSO) PDAM di Provinsi Sumatera Utara di gagas oleh Gubernur, dan diwujudkan dengan kerja sama antara PDAM Tirtanadi dengan delapan PDAM yang tersebar di wilayah provi nsi tersebut. Hal itu dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kinerja PDAMPDAM kabupaten di Sumut.
PDAMs spread across the province. It was done to overcome problems in the performance of PDAMs in North Sumatera. The problems faced by local PDAMs varied . Firstly, the service coverage were very small (below 10%). PDAM Deli Serdang, for instance, only covered 6.25%, while Mandailing Natal only covered 2. 90%. Next, the leakage level in PDAM in regencies was high, ranging between 30-60%. Other than that, the quality of drinking water produced by PDAM in Deli Serdang, Central Tapanuli, Gunung Sitoli, Tobasa and Mandailing Natal, did not conform to the health standards. Lastly, the water continuity and pressure in almost all regencies in North Sumatera was considered low, causing the customers to take turns in receiving drinking water supplies. KSO is a form of concession in drinking water management. Using this system, PDAM Tirtanadi established branches in areas with organizational structures matching the basic organizational structure. The appointment of head of those branches was fully PDAM Tirtanadi's authority, based on competency and professionalism . The KSO itself is a 25 year agreement system. After the agreement is over, all assets , including employees, will be returned to the areas to be managed.
Permasalahan yang dialami PDAM lokal beragam . Pertama, rendahnya cakupan pelayanan (di bawah 10%). PDAM Kabupaten Deli Serdang, misalnya, baru berhasil mencakup area pelayanan sebesar 6,25%, sedangkan Mandailing Natal yang hanya mencapai 2, 90%. Selanjutnya, tingkat kebocoran pada PDAM kabupaten masih tinggi, dengan kisaran antara 30% sampai 60%. Selain itu, kualitas air minum yang diproduksi PDAM di Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Tengah , Gunung Sitoli , Tobasa dan Mandailing Natal dianggap masih belum memenuhi standar kesehatan . Terakhir, konti nuitas dan tekanan air di hampir semua
72
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Regional PDAMs which is willing to undergo KSO with PDAM Tirtanadi may propose a cooperation agreement with the government of the province, and a follow-up will be done by evaluating the feasibility of the PDAM in regencies in question. Currently, eight PDAM in regencies is undergoing KSO with PDAM Tirtanadi, they are the regencies of Deli Serdang, South Tapanuli , Parapat (Simalungun), Samosir, Central Tapanuli, Gunung Sitoli (Nias and South Nias) , Tobasa and Mandailing Natal. This KSO have been running for over five years since October 1999.
kabupaten di Sumut dianggap masih rendah yang menyebabkan pelanggan harus bergiliran untuk mendapat pelayanan air minum. KSO merupakan bentuk konsesi pengelolaan air minum . Dengan sistem ini, PDAM Tirtanadi membuat "cabang" di daerah dengan struktur organisasi yang sesuai dengan struktur organisasi induk. Pengangkatan kepala cabangpun sepenuhnya menjadi wewenang PDAM Tirtanadi yang didasarkan pada kompetensi dan profesionalisme. KSO itu sendiri akan dilaksanakan dengan sistem perjanjian selama 25 tahun . Setelah perjanjian berakhir seluruh aset daerah , termasuk pegawai , akan diserahkan kembali ke daerah untuk dikelola sendiri . PDAM daerah yang berminat untuk melakukan KSO dengan PDAM Tirtanadi dapat mengajukan usulan kerja sama kepada pihak pemprov, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan evaluasi kelayakan PDAM kabupaten yang bersangkutan. Saat ini telah ada delapan PDAM kabupaten yang melakukan KSO dengan PDAM Tirtanadi , yaitu PDAM Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Selatan , Parapat (Simalungun), Samosir, Tapanuli Tengah, Gunung Sitoli (Nias dan Nias Selatan) , Tobasa dan Mandailing Natal. KSO ini telah berjalan selama lebih dari lima tahun sejak Oktober 1999.
The efforts done to sustain this cooperation include technical improvements and management restructuring. Other than KSO, PDAM Tirtanade also implements a Management System Cooperation (KSM, Kerjasama Sistem Manajemen), where the PDAM Tirtanadi allocates human resources to run the management in PDAM. Nevertheless, the gap in tariff establishment between the PDAMs, which is determined by the local governments, has become a significant impediment in running the KSO. This situation is then solved by giving subsidiary systems and the groupings of customer tariffs. With the KSO implemented, almost all of PDAM's debts could be decreased. The leakage level was also decreased significantly, averaging 27.5% in 2004. In the employee performance aspect, PDAM Tirtanadi had a ratio of employee to customers 1:287. Other than that, PDAM Tirtanadi had also performed efficiently by optimizing the production capacity. Since the beginning of KSO implementation until 2004, PDAM Kabupaten Deli Serdang and South Tapanuli for instance, could increase their production capacity,
Upaya yang telah dilakukan untuk mempertahankan kerja sama ini meliputi perbaikan teknis dan restrukturisasi manajemen. Selain KSO , PDAM Tirtanadi juga mengadakan Kerja Sarna Sistem Manajemen (KSM) , di mana pihak PDAM Tirtanadi memberikan tenaga pegawai untuk mengelola manajemen PDAM kabupaten. Namun begitu, adanya kesenjangan dalam penentuan tarif antar PDAM masing-masing kabupaten yang ditentukan oleh pemkab setempat menjadi kendala yang cukup signifikan dalam pengelolaan KSO. Kendala ini disiasati dengan cara pemberian sistem subsidi dan pengelompokan tarif pelanggan. Dengan adanya KSO, hampir seluruh utang yang harus ditanggung PDAM kabupaten mengalami penurunan.
lnstalasi Pengolahan Air Minum di PDAM Deli Serdang hasil kerjasama regional antara PDAM Deli Serdang dan PDAM Tirtanadi.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 73
Penigkatan Kinerja PDAM (%)
Work Performance ( 0/o)
ao r---------------------
エセ[Z@
Wッ エセZ_@
70 60 Uッ
so r------------------60
イMセ
ウッ
セM
Aspek Operasional T ッ
イM
SP
イMセ
RP 10
セ
セM
セ 12
セ
Mセ@
] ]セ 12
セ
M 12 13.75 ==---
2001
2003
RP
10
Total Nilai
0
Selain itu PDAM Tirtanadi juga dapat melakukan efisiensi dengan optimalisasi kapasitas produksi. Sejak dilakukannya KSO hingga akhir tahun 2004, PDAM Kabupaten Deli Serdang dan Tapanuli Selatan, misalnya, mengalami peningkatan kapasitas produksi, masing-masing sebesar 104 liter I detik dan 106 liter/detik. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, PDAM Tirtanadi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam aspek-aspek yang ditunjukkan di grafik di_bawah. Dalam lima tahun terakhir, cakupan pelayanan di cabang-cabang PDAM Tirtanadi mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Di PDAM Kabupaten Deli Serdang dan Gunung Sitoli, masingmasing kini cakupannya sebesar 28% dan 19%. Adanya KSO juga meningkatkan kualitas layanan dalam hal distribusi air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, kontinuitas distribusi air selama 24 jam, dan tekanan air di pelanggan yang cukup dan merata.
I
PE RM UKIMAN , AIR MIN UM DAN SAN ITAS I
セM@
WQ
12
12
セ
セ@
12 13 .75 :..:::..____
Finandal Aspect
Administrative Aspect Total Value
2000
2004
Tingkat kebocoran pun juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, dengan rata-rata 27,5% pada tahun 2004. Dari sisi kinerja karyawan, PDAM Tirtanadi mempunyai rasio karyawan terhadap pelanggan 1 : 287.
セ
セM
AspekAdministrasi
Tahun
74
セM
S PtMセ]
Aspek Keuangan
セ@
0 2000
Operational Aspect
TP
2001 2003 Year
2004
each by 104liter / second and 106 liter/second. Based on the performance evaluation, PDAM Tirtanadi had also signif icantly increased the aspects shown in the following graph In the last five years, the service coverage in PDAM Tirtanadi branches experienced significant improvements. PDAM Deli Serdang and Gunung Sitoli each currently has service coverage of 28% and 19%. The KSO has also improved its service quality in distri buting clean water which conforms to the health standards, water distribution continuity in 24 hours time , and sufficient water pressure for the customers .
**** The awareness of public needs and the importance of cooperation from each party have encouraged regional cooperation. In the PDAM MM case, even though all of the raw water supplies are located in West Lombok, 85%of their customers are the citizen of Mataram . If the administration of PDAM is segregated , then West Lombok would lose their market share while Mataram would lose their source of raw water. The KSO of PDAM Tirtanadi and the PDAMs of eight regencies in North Sumatera is based on the collective
Kesadaran masing-masing pihak akan adanya kepentingan bersama dan pentingnya kerja sama antar pihak telah mendorong terwujudnya kerja sama regional. Dalam kasus PDAM MM, meskipun seluruh sumber air baku berlokasi di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 85% pelanggan adalah penduduk Kota Mataram. Apabila pengelolaan PDAM dipisahkan maka Kabupaten Lombok Barat kehilangan pangsa pasar sedangkan Kota Mataram kehilangan sumber air baku. KSO PDAM Tirtanadi dengan PDAM kabupaten di Provinsi Sumut didasari oleh kepentingan bersama atas keuntungan dan kesehatan finansial. pDAM Tirtanadi memberikan bantuan dana untuk penyehatan PDAM daerah dengan nilai yang berkisar antara Rp 10- 30 juta rupiah. Sebagai timbal baliknya PDAM Tirtanadi mendapatkan keuntungan dari konsesi tersebut. Adanya komitmen dari pemda-pemda yang bekerjasama untuk dapat memperkuat posisi PDAM itulah yang dapat menjaga keberlangsungan KSO . Komitmen ini diwujudkan dalam peraturan -peraturan daerah maupun perjanjian kerja sama yang mengikat.
need for financial profit and health. PDAM Tirtanadi gives the financial aid to support the PDAMs , as much as 10-30 million rupiah. As a return , PDAM Tirtanadi gained profit from the concession. The commitment from the local governments can strengthen the position of PDAM and sustain the KSO. This commitment is manifested in regulations and also in strict agreements.
lnstalasi Pengolahan Air Minum di PDAM Tirta Lyonnaise di Sei Blumei dengan kapasitas 500 l/ dt hasil kerj asama PDAM Ti rtanadi dengan pihak swasta.
Partnership As The Solution To Funding Issue Pelanggan air bersih masih harus sering mengeluh. Selain masalah pasokan air yang kerap terhenti, protes mengenai kualitas air, kenaikan tarif dan kelambanan pelayanan kerap pula dilayangkan. Di sisi lain, PDAM sebagai penyedia layanan juga merasa berhak berkeluh kesah. Masalah keterbatasan sumberdaya manusia dan ketersediaan dana untuk pengembangan operasional menjadi pangkal kesulitan.
Clean water customers often have their complaints. Aside to the undependable supply, complaints on the water quality, the increase in tariff and slow services are also of issues. On the other hand , PDAM as the service provider feel that they also have a right to complain as well. Human resources problem and the availability of funds i n operational development are the main problems.
Untuk mengatasi masalah pembiayaan digagaslah kerjasama dengan pihak swasta. Tentu saja pilihan ini tidak serta merta mendapat sambutan positif karena tidak mudah menyelaraskan kepentingan komersial dengan kepentingan pelayanan publik. Walau demikian, kerjasama dengan swasta dapat memberikan manfaat bagi pengembangan daerah, terutama untuk mendorong daerah·daerah yang potensial atau strategis tapi memiliki keterbatasan dana. Kerjasama dengan swasta juga diharapkan dapat mendorong pengembangan dan kemandirian dunia usaha daerah.
To overcome the fund ing problems, partnership with private sector has been developed. Of course th is option does not always get positive response because it is not easy to harmonize the commercial and public services needs. Nevertheless, partnership with private sector can give contribution to local development, especially to help support potential or strategic areas with limited funds . Partnership with the private sector is also expected to boost development and independency of the traditional entrepreneurs.
Kemitraan untuk penyediaan air minum yang melibatkan peran serta swasta dan pemerintah daerah tidak memerlukan perubahan prosedur secara prinsip karena tetap berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Kemitraan ini lebih menekankan pada percepatan dan peningkatan pelayanan air bersih kepada masyarakat.
76
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
Partnership in supplying clean water which involves private parties and the local government does not need procedural changes , because basically it is still in accordance with the governmental regulations. Such partnership emphasizes the acceleration and improvement of clean water services to the community.
Mewujudkan Swasta Sebagai Mitra
Private Sector as Partner
Sejak terjadinya krisis air pada tahun 1997, kemampuan pemerintah dan keberadaan pinjaman (baik dari dalam maupun luar negeri) untuk membiayai investasi penyediaan air minum semakin terbatas. Dari segi keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi PDAM (non cost recovery). Banyak PDAM mengalami defisit kas, tidak mampu menyelesaikan kewajibannya, dan masih mempunyai utang jangka panjang yang cukup besar.
Since the crisis in 1997, the government capabilities and loans (either domestic or foreign) to fund the investment on drinking water supply are limited. Financially speaking, the current water price could not cover for operational costs of PDAM (non-cost recovery) . Many PDAMs have experienced cash deficiency, unable to cover their liabilities, and still have high long term debts.
Proses perbaikan struktur bisnis PDAM, juga masalah pengelolaan , permodalan dan perbaikan layanan air bersih membutuhkan partisipasi sektor swasta. Sayangnya menarik minat swasta bukanlah perkara gampang. Jangankan kebijakan yang berisi skema pembiayaan dan struktur keuangan, kesamaan persepsi tentang keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum pun masih belum tercapai di kalangan pemerintah Kota/Kabupaten. Saat ini , umumnya swasta mendapat pembiayaan dari bank dengan bunga komersial sehingga cenderung membebani tarif yang tinggi kepada pelanggan. Dampaknya, masyarakat sering menganggap swasta hanya mencari keuntungan semata, tanpa memperhatikan dampak yang dialami masyarakat dari kenaikan tarif air minum. Pemda/PDAM sebagai pengatur kebijakan air minum di daerah tidak mampu berbuat banyak dalam menjembatani kedua belah pihak. Ketidakjelasan antara misi sosial dan misi komersial menimbulkan ambiguitas.
The process of improving PDAM business structure , as well as management, capital , and clean water services, requires participation from the private sector. Unfortunately, it is not easy to capture the interest from the private sector. The extent of private sector's involvement in supplying drinking water has not yet reached an alignment with the government, let alone developing a policy of funding schemes and financial structure together. Currently, the private sector usually receives their fund from banks with commercial interests that cause high prices for the customers. The impact of that is that people would consider the private sector to only seek for profit and disregard what impacts of increased drinking water price would have on the customers. Local governments and PDAM as policy makers on the issue of drinking water could not afford to do much in bridging both sides. The unclear social
Mengharmonisasikan kemitraan swasta, pemda dan masyarakat merupakan salah satu isu strategis yang mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (TPM). Semua permasalahan yang muncul dalam pembinaan kerjasama antar stakeholder harus kita jawab dengan suatu payung kebijakan tanpa mengorbankan pihakpihak yang mengelola maupun masyarakat yang menerima pelayanan. Sejauh ini telah ada inisiatif dari PDAM di beberapa
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I
77
daerah untuk menggandeng swasta dalam pengelolaan layanan air minum. Sebagai contoh, akan ditampilkan PDAM Tirtanadi, Medan , yang bermitra dengan perusahaan dari Prancis dan juga PDAM Kabupaten Badung , Bali, yang bekerjasama dengan tiga perusahaan lokal untuk membentuk perusahaan patungan. PDAM Tirtanadi, Medan
PDAM Tirtanadi adalah perusahaan daerah milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Meskipun berbasis di daerah , kualitas layanannya mendapat pengakuan nasional. Beberapa penghargaan telah diraih seperti Piala Citra Pelayanan Prima tahun 2002 dan 2004, dan ISO 9001 di tahun 2000. Menghadapi sulitnya pendanaan akibat krisis moneter, PDAM Tirtanadi Medan melihat kemitraan dengan pihak swasta sebagai solusi pendanaan penyediaan air minum. Dengan strategi kemitraan yang jitu PDAM Tirtanadi berhasil menarik minat perusahaan Perancis, yaitu Lyonnaise Des Eaux. Kedua pihak ini membentuk perusahaan patungan , PT.Tirta Lyonnaise Medan untuk pengembangan instalasi baru berkapasitas 500 liter per detik serta pemasangan 5, 7 km pipa transmisi. Strategi kerjasama yang diterapkan adalah BOT (Build, Operate, and Transfer) atau Bangun , Ketola, dan Alih Milik dengan jangka waktu 25 tahun . PDAM Tirtanadi menyertakan modal sebesar 15% dalam bentuk tanah dan sisanya ditanggung oleh Lyonnaise Des Eaux Perancis. Dalam kerjasama i ni , disepakati bahwa air bersih yang diproduksi PT.Tirta Lyonnaise Medan dijual ke PDAM Tirtanadi secara bulk water melalui jaringan perpipaan , dan selanjutnya didistribusikan ke pelanggan di kota Medan dan sekitarnya. Dengan kerjasama ini , PT.Tirta Lyonnaise Medan mendapat keleluasaan untuk mengelola instalasi tersebut tanpa ada intervensi yang berarti dari PDAM Tirtanadi. Kesepakatan kerjasama tersebut juga membuat ruang lingkup tanggung jawab perusahaan swasta menjadi jelas dan perhitungan
78
I
PE RM UKIMAN AIR t-.11NUM DAN SANITASI
and commercial motives cause ambiguity. To harmonize partnership among the private sector, the government and the community is of strategic issue that may affect the Indonesian effort in accomplishing the Millennium Development Goals. All problems that arose in nourishing the cooperation between stakeholders must be responded with one policy that does not sacrifice the managing party or the community served. So far, initiatives had been taken by several PDAMs to embrace the private sector in managing drinking water services. As examples, the following are case studies of PDAM Tirtanadi Medan that partners with a French-based company, and PDAM Badung Bali which that with three local companies to build a joint venture.
PDAM Tirtanadi, Medan
PDAM Tirtanadi is a local company owned by the government of the North Sumatera Province. The company"s service quality is nationally acknowledged, eventhough it is based in a local area. Several awards have been achieved such as the Piala Citra Pelayanan Prima in 2002 and 2004, and ISO 9001 certification in 2000. Having dealt with funding difficulties due to the monetary crisis , PDAM Tirtanadi Medan sought for partnerships with the private sector as a solution to fund drinking water services. With an effective partnering strategy, PDAM Tirtanadi succeeded in impressing a French company, Lyonnaise Des Eaux. Both parties formed a joint venture , through which PT. Tirta Lyonnaise Medan developw a new installation with the capacity of 500 liter per second and the installation of transmission pipes 5. 7 KM long . The partnering strategy established was BOT (Build , Operate , and Transfer) with an agreement term of 25
years.
Grafik 1. Peningkatan Pelanggan Kota Medan Fig 1 Customer Increase in Medan
400.000 <
cQj .., セ@ 300.000 N
::r::
·-u=>.., 200.000 :;:;:) セ@
......-+
• • • • •
100.000
1999
2001
2003
2004
I
TAHUH YEAR
keuangannya dapat dilakukan secara terpisah. Kemitraan yang terbentuk antara kedua perusahaan itu membuka gerbang bagi masuknya dana segar untuk peningkatan kapasitas layanan air minum serta pengembangan jaringan pelayanan ke lokasi-lokasi yang akses air bersihnya belum optimal. Hal ini meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja Tirtanadi dan berimbas pada peningkatan jumlah pelanggan baru (lihat grafik 1). Sebagai sebuah perusahaan publik, PDAM Tirtanadi berhasil mempertahankan stabilitas keuangannya tanpa melupakan sisi pelayanan publik . Keseimbangan peran tersebut tidak terlepas dari komitmen Gubernur Sumatera Utara terhadap percepatan pencapaian TPM. Gubernur meyakini PDAM Tirtanadi mampu berperan sebagai "dokter" yang dapat menyembuhkan PDAM-PDAM lokal yang sedang " sakit" dengan penerapan prinsip good governance, sehingga perusahaan bekerja secara profesional dan terhindar dari praktek KKN (lihat bagian tentang kerjasama regional dalam penyediaan airminum). Kerjasama antara pemda dan swasta menuntut langkah proaktif untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Untuk itu, PT Tirta Lyonnaise Medan melakukan pendekatan secara komprehensif dan berkesinambungan sehingga masyarakat dapat
PDAM Tirtanadi invested 15%of the capital in land , and the rest was invested by Lyonnaise Des Eaux. In this cooperation, it was agreed that clean water produced by PT. Tirta Lyonnaise Medan is sold to PDAM Tirtanadi in bulk water through the pipes, and would be distributed to customers in Medan and surrounding areas . Through this cooperation, PT. Tirta Lyonnaise Medan had the flexibility of running the installation without meaningful interference from PDAM Tirtanadi. The agreement also constructed a clear responsibility scope for the private company and separate financial calculations. The partnership formed between both companies opened a gate for the incoming flow of fresh funding to increase the drinking water services capacity and developed a service network covering remote locations which did not have optimum access to clean water. This increased customer satisfaction and market share (fig 1). As a public company, PDAM Tirtanadi succeeded in sustaining its financial stability without neglecting the public services aspect. Suc;h balance is a result of the commitment from the governor of North Sumatera in accelerating TPM accomplishments. The governor believed that PDAM Tirtanadi was able to be the "doctor" that healed the "ill" local PDAMs in implementing good governance principles, so that the company worked professionally and could avoid corruption , collusion , or nepotism practices (as stated in the regional cooperation in supplying drinki ng water section). The cooperation between local government and private parties demand proactive measures in socializing to the community. Therefore, PT. Tirta Lyonnaise Medan conducted a comprehensive and simultaneous approach so that the community could respon to the cooperation objectives positively.
The company strived for community sympathy by
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 79
melihat maksud dan tujuan kerjasama tersebut secara positif. Perusahaan menarik simpati masyarakat dengan melibatkan karyawannya untuk hadir pada acara-acara yang diadakan warga setempat, melakukan kegiatan sosial , serta melibatkan masyarakat setempat untuk tenaga operasional seperti sekuriti dan operator.
PAM PTTirtaArtha Buanamulia, Badung PAM PT Tirta Artha Buanamulia (TAB) adalah perusahaan patungan antara PDAM Kabupaten Badung, Propinsi Bali, dengan PT Mahasara Buana, PT lntan Dyandramulya dan PT Dewata Artah Kharisma. Perusahaan ini mulai beroperasi penuh tahun 1993 dengan cakupan kerja pengelolaan air bersih di wilayah Badung Selatan . Walaupun kemitraan dalam bentuk BOT ini akan berjalan selama 20 tahun, kinerja baik yang di tunjukkan selama ini telah membuahkan hasil akreditasi ISO 9002 pad a tahun 1999. Keberhasilan menarik ketiga investor di atas merupakan hasil pendekatan proaktif Pemerintah Daerah pada pihak swasta yang memiliki kebutuhan dan kepentingan yang sejalan dalam pengelolaan Grafik 2. Peningkatan pelayanan air minum oleh PT Tirta Artha Buanamulia I Fig 2. Clean Water Service Improvement by PT Tirta Artha Buanamulia
100 80
%
F
60 1-I
40 20 o
イMNLセ@
1993 1995 1997 1999 2001 2003 Tahun
80
I
Year
--+--
Kehilangan air/ Water lost
-
Cakupan Pelayanan / Scope of Services
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
involving its employees 4n events organized by local people, social activities, and recruiting local people as operating resources such as security and operators.
PAM PTTirtaArtha Buanamulia, Badung PAM PTTirta Artha Buanamulia (TAB) is a joint venture between PDAM Badung Bali and PT Mahasara Buana, PT lntan Dyandramulya and PT Dewata Artah Kharisma. The company operated fully in 1993 with South Badung area as their working area in managing clean water. Even though this BOT partnership would take place for 20 years, the performance showed had accredit them ISO 9002 certification in 1999. The success in partnering with the three investors was a result of proactive approach from the local government to the private sector which had similar needs of administrating clean water facilities. It was inevitable that the role of private partnership involved investment. With the cooperation scheme, the three private investors collaborated in investing Rp 8.06 billion, while the PDAM Badung invested Rp6. 7 billion worth of facilities. The investment also acquired from 20% of net profit allocated for routine development. The result is that in 10 years there has been an increase in the service coverage and the decrease in leakage level (fig 2) . Aside from that, the financial condition of PT Tirta Artha Buanamulia was also satisfying. A partnership would succeed if it was conducted with good governance principles . These principles were consistently applied by PAM PT Tirta Artha Buanamulia. The management was divided into three divisions to sustain the performance accountability; Board of Directors (3 directors from the private sector and 2 ex-government employees) , Board of Supervisors (3 government employees (civil servants) and 2 persons from the private sectors), and Share Holders (45%PDAM, 55%private company). For efficiency purposes , the staffs were recruited from PDAM . Skills i mprovements were done to improve
I sarana air bersih. Tidak dapat disangkal bahwa peran mitra swasta dalam kerjasama selalu dikaitkan dengan investasi. Oalam skema kerjasama ini , tiga investor swasta berkolaborasi menanamkan investasi sebesar Rp. 8,06 milyar, sedangkan PDAM Kabupaten Badung menyertakan modal berupa prasarana dan sarana senilai Rp. 6,7 milyar. lnvestasi selanjutnya diperoleh dari 20% laba bersih yang dialokasikan untuk pengembangan rutin. Hasilnya, selama 10 tahun terjadi peningkatan cakupan pelayanan dan menurunnya tingkat kebocoran (lihat grafik). Selain itu, kondisi keuangan PT Tirta Artha Buanamulia pun memuaskan. Kemitraan akan berhasil apabila diatur oleh kelembagaan yang memenuhi prinsip good governance. Prinsip inilah yang diterapkan secara konsisten oleh PAM PT. Tirta Artha Buanamulia. Manajemen perusahaan dibagi menjadi tiga divisi untuk menjaga akuntabilitas kinerjanya, yaitu Direksi (dengan komposisi 3 orang swasta, 2 orang mantan PNS), Komisaris (3 orang PNS dan 2 orang swasta) dan Pemegang Saham (POAM 45 %, swasta 55%). Dengan pertimbangan efisiensi, karyawan direkrut dari karyawan PDAM. Peningkatan ketrampilan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sedangkan penghargaan dan sanksi (misalnya pengembalian karyawan ke POAM) diberikan untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan dalam perusahaan. Keberhasilan kerjasama tersebut, terutama dalam meningkatkan kualitas dan cakupan layanan penyediaan air bersih , mendapat dukungan dari masyarakat Badung Selatan. Hal ini disebabkan karena meskipun kualitas layanan meningkat, tarif air minum tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah sehingga tidak ada penambahan biaya.
the human resdurces quality, while awards and sanctions (by returning the employee back to PDAM, for instance) were given to increase motivation and trust. The cooperation success, mainly in improving the quality and coverage of clean water supplies, gained support from the community of South Badung. This was due to the fact that even though there were improvements in service quality, the water price was sustained in accordance with the governmental regulations. Absolute community support Partnership success may be evaluated quantitatively from the service coverage. An absolute condition is the full support from the local people and government. Other than that, partnership implementation must refer to the good governance principles, especially in terms of accountability that must be implemented by PDAM and involved partners, so that the target of providing community access to clean water is in accordance with the Millennium Development Goals. Partnership success was also influenced by the similar need in developing drinking water facilities. Aside from that, the balance between the government's and private parties' roles and authorities, was a tool to maintain and monitor partnership implementation. The cooperation mission and vision must be clear from the beginning as a platform for decision-making for partners, especially investors. Once again , it is
Dukungan masyarakat mutlak Keberhasilan suatu kemitraan dapat dievaluasi secara kuantitatif dari cakupan pelayanannya. Prasyarat mutlak keberhasilan adalah adanya dukungan penuh dari masyarakat dan juga pemerintah setempat.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 81
1
Effective Technology To Accelerate Drinking Water Services Kalirejo Village, Gresik, East Java And Samida Village, Garut, West Java Ada banyak pilihan teknologi untuk membangun prasarana air minum, mulai dari yang canggih dan mahal hingga yang sederhana, murah dan mudah dalam pembangunan maupun pengoperasiannya. Namun satu hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah keberlanjutan prasarana tersebut. Apalabila pilihan teknologi tidak sesuai dengan kemampuan pengelola maka pengoperasian dan pemeliharaannya akan mengalami masalah dan berkelanjutannya terancam.
There are various technology alternatives to build drinking water facilities , starting from the sophisticated and expensive ones, to the simple, easy and cheap ones in its development and operation. Nevertheless, one important consideration is the continuity of the facilities. When the technology is not followed by the capability of the manager to run the facility, then the operation and maintenance would suffer from problems and the continuity of the facility would be jeopardized.
Untuk itu perlu sekali diterapkan pilihan teknologi yang tepat guna terutama di daerah-daerah perdesaan di Indonesia sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan yang ada, material yang エ・イウセ、ゥ。 L@ dan kebersediaan masyarakat pengguna untuk menerima dan berpartisipasi dalam pilihan teknologi tersebut. Pilihan teknologi tepat guna, sebagaimana dipaparkan untuk kasus-kasus di bawah ini dinilai tepat karena sesuai dengan kondisi daerah dan kesulitan yang dialami.
Therefore, an effective choice of technology is needed , especially in village areas in Indonesia where there are certain levels of capability and education , availability of materials , and the willingness of the users to accept and participate in choosing the technology. The technologies chosen in the following cases are effective because they match the condition of the area and the problems faced.
Desa Kalirejo, Kab. Gresik
Before the development of drinking water facility in Kalirejo, Gresik, Central Java, the citizens usually obtained water from the Bengawan Solo river for
Sebelum adanya pembangunan prasarana air minum di
82
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Kalirejo Village, Gresik
Kalirejo, Kab. Gresik, Jawa Tengah, masyarakat menggunakan air dari sungai Bengawan Solo untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk keperluan minum dan masak masyarakat membeli air dari instalasi HIPPAM seharga Rp.B00-1000/jerigen (30 L) dengan cara bergiliran, itupun bila persediaan air mencukupi. Pembangunan prasarana air minum di Desa Kalirejo menggunakan modul kombinasi SIPAS (Sistem lnstalasi Pengolahan Air Sederhana) dengan jaringan perpipaan. Artinya air baku yang berasal dari S. Bengawan Solo diolah terlebih dahulu dalam komponen tangki HU sebesar 3 M3 sebanyak 6 unit. Tangki-tangki ini terbuat dari bahan fiberglass sehingga mudah pembangunan dan pemeliharaannya. Air baku dari S. Bengawan Solo dikumpulkan dalam bak pengumpullalu disalurkan ke dalam tangki clearator, dimana di tangki ini ditambahkan tawas sebagai koagulan. Selanjutnya air dialirkan ke tangki filter untuk menyaring flok-flok yang terbentuk. Air hasil penyaringan di tangki filter dialirkan ke tangki reservoar, di mana ditambahkan sedikit klorin sebagai desinfektan. Selanjutnya air didistribusikan ke rumahrumah dan HU. Kapasitas instalasi sendiri adalah 2.5 liter/detik. Operasi produksi dilakukan 24 jam sehari, sedangkan operasi distribusi hanya 15 jam sehari
bathing and washing purposes, while for drinking and cooking purposes the citizens usually_ bought water from the HIPPAM installation that cost them Rp 8001,000/drum (30 liters) . They bought it in turn, and that was when the water supply was sufficient. The development of drinking water facilities in Kalirejo village used the combination module of SIPAS (Simple Water Processing Installation System) with piping systems. It means that water from Bengawan Solo River is processed first in 6 units of HU tanks (each 3 m3 ). These tanks are made of fiberglass , thus building and maintaining them are easy. Raw water from Bengawan Solo River are collected in a collecting basin , and then distributed to the clearing tank where alumi num (tawas) is added as coagulant. Next, the water is run through the filter tank to filter the flocks formed. Filtered water is then run to the reservoir tank where chlorine is added as disinfectant. Then, water is distributed to houses and HU. The installation capacity itself is 2. 5 liter / second. Production is operated 24 hours a day, while distri bution is operated only 15 hours a day.
COLLECTING WELL
Tawas
SUMUR PENGUMPUL
Oistribusi
Gambar 1. Skema Sistem Prasarana Air Minum di Desa Kalirejo Kab. Gresik
Desa Samida, Kab. Garut
Di desa Samida, Kab. Garut, Jawa Barat, yang tanahnya berbukit, terdapat beberapa mata air.
DISTRIBUTION
Fig 1. Scheme of Drinking Water Facility System at Kalirejo Village, Gresik
Samida Village, Garut In the hilly Samida village in Garut, West Java, several water sources are present . Unfortunately, th ese water sources are located in valleys as deep as 90 meters below the village. Thus they are diffi cult.to reach, and slippery during raining seasons . The technology used in the facilities in Sam ida village and raw water source in
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 83
Sayangnya mata air terletak di lembah dengan sedalam paling.tidak 90 M dari permukiman. Akibatnya air sukar dijangkau oleh masyarakat, apalagi pada musim hujan karena tanahnya licin. Teknologi prasarana air minum di Desa Samida dengan sumber air baku dari mata air Ciparai menggunakan pampa Hidram (Hidraulik Ram). Debit mata air lebih kurang 0,33 liter/detik. Letak mata air lebih tinggi dari bak penampung dengan perbedaan elevasi 12,5 M dan jaraknya sekitar 20 M, selanjutnya air dinaikkan dengan pampa hidram ke bak penampung desa sebelum didistribusikan ke penduduk. Perbedaan elevasi antara pampa hid ram dan bak penampung desa sekitar 34.5 M dan jaraknya sekitar 250M. Pompa tidak membutuhkan suplai listrik atau bahan bakar tetapi digerakkan sendiri oleh tenaga air dengan memanfaatkan perbedaan elevasi dimana tiap terjunan air sebesar 1 M akan memberi head minimal sebesar 5 M, bahkan bisa mencapai 10M. Sudut normal pampa 11- 22. Efisiensi pampa hid ram sebesar 40%. Selanjutnya air dari bak penampung desa dialirkan ke tiga HU yang terletak di tiga titik yaitu satu di dekat bak penampung utama dan dua terletak di masjid masyarakat. Untuk pemeliharaannya, maka klep pampa hidram harus diganti tiap tiga bulan dan setiap sepuluh hari broncaptering harus dibersihkan dari daun-daunan.
Ciparai is the hydraulic ram pump. The water rate is approximately 0.33 liter/second. The water source is located higher than the collecting basin with elevation differences 12.5 meters and the distance is about 20 meters. Water is lifted by the pump to the collecting basin in the village before distributed to the community. The elevation difference between the pump and the collecting basin is about 34.5 meters and the distance is about 250 meters. The pump does not need any electrical power supply nor fuel, but it is run using water pressure power, using the elevation differences where every 1 meter water fall would give head pressure of minimum 5 meters, even 10 meters. The normal angle of the pump is 11- 22. The pump's efficiency is 40%. Next, water from the collecting basin is run through three HUs located in three points; one near the main collecting basin, and two in the mosque. For maintenance, the valve should be replaced every three months and the broncaptering should be cleaned from leaves every ten days. vゥャ
ャ。ァ・
セ@
Collecting
Basin
+22.5
Source +0
0 =0.75.
Bak Pl!nampung Desa
Mata air
+22,5
+0
Fig 2. Scheme of Drinking Water Facility System at Samida Village, Garut
0 =0,75.
Gambar 2. Skema Sistem Prasarana Ai r Minum di Desa Samida Kab. Garut
lndikator Keberhasilan
Tingkat keberhasilan penggunaan teknologi tepat guna dalam pembangunan prasarana air minum dapat
84
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITAS I
Success Indicators The success indicators of an effective technology usage in building a drinking water facility can be obtained of the following indicators. The first indicator is the service coverage improvement, comparing the condition during the beginning of the operation of the facility and the present condition. Significant improvements are
I dilihat dari tiga indikator berikut. lndikator pertama adalah peningkatan cakupan pelayanan, dari mulai beroperasinya prasarana hingga saat ini mengalami peningkatan yang signifikan (lihat data pada Tabel 1). Peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat telah merasakan kegunaan dari prasarana yang dibangun sehingga tidak perlu lagi berjalan jauh untuk mendapatkan air minum. lndikator kedua adalah peningkatan kualitas air minum . Pilihan teknologi tepat guna pada ketiga desa di atas menghasilkan air minum dengan kualitas yang memenuhi standar. Kualitas air hasil proses pengolahan SIPAS di Desa Kalirejo Kab. Gresik misalnya telah berhasil mengolah air baku dari S. Bengawan Solo dengan sangat baik yaitu air hasil olahan dengan kondisi visual sangat jernih dan tidak berbau. Air hasil pengolahan telah diperiksa ke laboratorium (BTKL Surabaya) dengan hasil sangat layak untuk dikonsumsi. lndikator ketiga adalah keberlanjutan prasarana. Prasarana yang dibangun pada ketiga desa ini terus berlanjut hingga saat ini karena dikelola bersama·sama dengan masyarakat, baik dengan badan yang dibentuk oleh masyarakat sendiri maupun dengan HIPPAM dan tenaga yang terlatih dari masyarakat sendiri. Hal ini dimungkinkan karena selama masa perencanaan pembangunan hingga pelaksanaan dan pengoperasian prasarana, masyarakat dilibatkan dalam segala No
DESA sオュセ@
s_ Bc!ntawan 5oto
air baku
Mula! beroperasl セRP@
Kualltas air baku
Tld.lk
Slstem penJO{ahan
...
セ@
Kualitas air hasil otahan
o N ャRQエB
]() llttt'"l ort/ h.lrt
Tintkat petayanan
1680 JM atMJ ll6KK セj@ 2000 jiwll atMJ .COO IQ( (nalk 2011
1.a 10( rnenjadi ISS 10( (naik
Harga I tariff
Rp
11
セッャ。@
c 1 KM
HmG「・エセ@
セ@
mtrun) Tlrto Rejo
QセI@
lOOOftiWG.
............
セ@
セイ。ォNエ@
t.Cf Watf'r wurcf' 0 lJ
....-r
lltf!'ff\f'Cond
199'5
Don not confOfm to U.t'l&rd5
Conform to lt&ndar
SIPAS
HydrauliC ram pump
pイq\ヲGᄋョセ@
Conform to standards
Conform to \t.an·lddrds
2 5 lltr•I\Kond
0.132 UteriW<.ond
セイ@
water Quality
... K:f'lf'vel
Tanff 'prlcf'
HU--ftp. lOO f bii'II CirJ.
v
Proc.-ssina system
COf'lsumpt1on if'Yf'l
VQAT PN
IOィoオUM・ャセケ@
16&0 poeHons or H6 or .coo 2000 セG|ッョウ@ (lncrene-d 20"() ィセ@
to ィoオセMN@
Rp1501drum bf'fore RpS00·1000) cッュセイ」L。ャ@
(sebeturnnya -4 KM)
HIPAU4 (Hwnpunwl セォNiaAエ@
Rp.IOC).1000)
ャ セャォ@
J
"'
2002
n ッカ・ュセイ@
CapoKity
2.S ltttt""l detlk 0.611U JIO< I hatl
セ@
セキ。ョsッャイK@ ウッオイ」セ@
。 エセイ@
」ッュセョ\ZヲG・エ@
ャ ョオュ@
Kapasltas
O セ@
-.JP r
-
Raw watf'r Quahty
'undaf air mlnum
セャウエN。ョ、イュ
ak" mlrun
キ セキ@
f(,".L 10f
-;:-::
, •,
•
ャ セMエォ@
Koosumsf
Jarak tempuh ke akses
D• • • •
Mata airdcengan Pompa HMnm (Hidrautlk Ram)
セャUエ。ョ、イ@
iso
The third indicator is the continuity of the facilities . The facilities developed in both cases continue to run until this day because they are managed together with the community, whether by a board formed by the community or HIPPAM and trained resources coming from the community itself. This is possible due to the level of community participation in designing, developing, and operating the facilities, including in choosing the technology to be used. This has formed a high sense of belonging and therefore the continuity of the facility can be achieved.
HIーeMイN\セエャッョ@
'"" セゥ@
saセエー@
10
N ャィエB mャエ。aゥイo
uandv air mln...m セ@
The second indicator is the drinking water quality improvement. The choice of an effective technology in both cases produces drinking water with qualities that conform to the standards. Water processed by SIPAS in Kalirejo village Gresik for example, have visually clear water and odorless. The water processed has been tested in the laboratory (BTKL Surabaya) and the result was they were edible.
DESA SAMIOA KAB. GARVT
DESA KALIREJO KAB. GRESIK
PAIWA£T£R
visible (Table 1). These improvements show that the citizens have acknowledged the benefit of the facility built, that they do not need to walk a long distance just to obtain drinking water.
(!Wnus)
SR- Rp l0001monthlt>ouw OiUoRp. J OOimonth pe-non, ?
1 KM tbf'forf' .c KH.)
10
Acce-ss d1staoceo
c
11
Manajff
HI PPAM 1H1mpuoan pセョ、オォ@ P..makd1 Au· mlnum) T•rto Rf'JO
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
85
kegiatan termasuk pilihan teknologi. Hal ini telah membentuk rasa memiliki yang tinggi pada masyarakat, sehingga keberlanjutan prasarana dapat tercapai.
Success Factors There are a number of factors in the success of the implementation of an effective technology; among them is the selection of an appropriate technology in Vulnerable areas. The technology must not require a large capital investment, and is affordable by the community. Of course, to lower the cost, local materials are used in building it. With a simple operation , the technology can be run by local workers and users. For the village areas , technical guidance is still necessary; manual/guideli nes in technical operation or direct training in field.
Penentu Keberhasilan
Ada sejumlah faktor dalam keberhasilan penerapan teknologi tepat guna, diantaranya adalah pemilihan teknologi tepat guna yang cocok untuk sebuah daerah rawan air. Teknologi itu tidak membutuhkan investasi awal yang besar, sehingga dapat dibiayai oleh masyarakat pengguna secara bergotong royong. Tentunya untuk meringankan pembiayaan dapat digunakan material lokal dalam pembangunannya. Dengan pengoperasian yang cukup sederhana, maka teknologi itu dapat dikelola oleh tenaga kerja lokal dan pengguna. Untuk di daerah pedesaan khususnya, tetap dibutuhkan bimbingan teknis berupa buku panduan pengelolaan teknis maupun pelatihan langsung di lapangan.
86
I
PERMUKIMA N, AIR MINUM DAN SANITASI
Pompa Hidram (Hidraulik Ram) sebagai Pilihan Teknologi dalam Prasarana Air Bersih di Desa Sam ida Kab . Garut
Drinking Water from Plumbs: It Is Not a Day Dream PDAM Tirtanadi, Medan, North Sumatra and PDAM Kabupaten Buleleng, Bali Masyarakat telah lama bermimpi memperoleh kualitas air dari PDAM yang layak diminum. Memang, secara teknis unit produksi PDAM didesain untuk menghasilkan air yang layak diminum. Namun dalam pengalirannya air mengalami kontaminasi karena kondisi jaringan perpipaan yang buruk dan sudah melebihi umur. Akibatnya kualitas air minum yang diproduksi PDAM saat diterima konsumen tidak lagi aman untuk langsung diminum. Saat ini telah diberlakukan PP No. 16/2005 yang salah satu pasalnya mensyaratkan pengolahan air baku menjadi air minum. Karenanya setiap pengelola Air Minum dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanannya secara bertahap. Peningkatan kualitas pelayanan yang baik telah dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan , Sumatera Utara, dan PDAM Kabupaten Buleleng, Bali. Keduanya mampu mengembangkan dirinya menjadi perusahaan penyedia air minum terbaik dan telah memperoleh
The community longed to obtain water quality that was fit for drinking from PDAM. Technically, PDAM production unit was designed to produce drinkable water. But in the distribution, the water is contaminated because of the bad condition and the aging factor of the piping system . The result is that the drinking water quality produced by PDAM was not safe to drink anymore when accepted by costumers. Currently, the PP No. 16 / 2005 has been enforced, one of which sections regulates the processing of raw water to drinking water. Thus, every drinking water administrator must increase their service quality. The improvement in the service quality was done well by PDAM Tirtanadi, Medan, North Sumatra and PDAM in the regency of Buleleng, Bali. Both have been able to develop themselves as the best drinking water supplier and achieved awards for quality and service management. PDAM Tirtanadi was one of the oldest drinki ng water
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 87
penghargaan pelayanan.
untuk
manajemen
kualitas
dan
PDAM Tirtanadi sebagai salah satu perusahaan air minum tertua di Indonesia telah memiliki 4 unit lnstalasi Pengolahan Ai r (IPA) berkapasitas total4.000 liter/detik dengan lebih dari 335 ribu sambungan. Sementara PDAM Kabupaten Buleleng yang memiliki daerah pelayanan utama di wilayah kota Singaraja telah memiliki lebih dari 18 ribu sambungan. イ[セ ァォ。エョ@ kualitas air minum yang Upaya ー・ョゥ dilaksanakan di PDAM Tirtanadi Medan dan PDAM Buleleng meliputi tiga aspek: aspek teknis (antara lai n kualitas jaringan pipa, ketersediaan air baku, t ingkat tekanan air dan kebocoran , ketersediaan peta dan jaringan , kejelasan Prosedur Operasi Standar) , aspek manajemen (antara lain kinerja perusahaan , kejelasan visi dan misi , kualitas SDM, kemampuan untuk full cost recovery, dan dukungan aspek legal) , dan aspek sosial komunikasi (komunikasi internal seperti SOP pelayanan , adanya service point , hubungan yang baik dengan stakeholder dan media, serta komunikasi eksternal berupa tingkat pendapatan yang baik, penggunaan air yang cukup tinggi , pengaduan yang rendah , dan adanya forum pelanggan).
88
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
companies in Indonesia that had 4 water processing installation units (IPA lnstalasi Pengolahan Air) with the total capacity of 4,000 Lis and more than 335 thousand connections. Meanwhile, PDAM Buleleng , which served the main area in Singaraja, had more than 18 thousand connections. The drinking water quality improvement methods done in PDAM Tirtanadi, Medan and PDAM Buleleng consisted of three aspects: technical aspect (piping system quality, raw water availability, water pressure and leakage level, map and network availability, and clear SOP Standard Operating Procedure), management aspect (company performance, clear vision and mission , human resource quality, full cost recovery ability, and legal aspect support) , and social communication aspect (internal communication such as service SOP, service point, good relation with the stakeholders and media, and external communication such as good income, high water consumption, rare complaints from the customer, and customer forum). With the three aspects seriously taken, PDAM Tirtanadi and PDAM Buleleng could achieve the following benefits 1. The Improvements in Drinking Water Quality Both PDAMs succeeded in producing and distributing the consumable water. In PDAM Tirtanadi , the drinking water quality supplies were only limited in the Malibu lndah residence area . Meanwhile in PDAM Buleleng, quality improvement for consumable water achieved 63 . 5% of the service areas in the year 2004. Their customers were 4,233 households spread in 9 different villages. 2. The Decreasing in Water Leakage Level To sustain optimum services to the customer, PDAM Tirtanadi , Medan and PDAM Buleleng have succeeded to minimize the water leakage level in the distribution network. Currently, PDAM Tirtanadi had a leakage level of 21.93% and PDAM Buleleng had succeeded in reducing the leakage level to 2%on consumable water service areas and 30%of the total service areas.
Dengan menggarap serius ketiga aspek tersebut, maka PDAM Tirtanadi dan PDAM Buleleng dapat mencapai hal-hal berikut:
1. Peningkatan KualitasAir Minum Kedua PDAM telah berhasil memproduksi dan mendistribusikan air yang siap dikonsumsi. Di PDAM Tirtanadi, pemenuhan kualitas air minum baru terbatas di wilayah percontohan perumahan Malibu lndah. Sedangkan di PDAM Buleleng, peningkatan kualitas air siap minum telah mencakup 63,5% dari daerah pelayanan pada tahun 2004. Pelanggannya sebanyak 4.233 rumah tangga yang tersebar di 9 Desa/Kelurahan.
2. Penurunan Kebocoran
3. Customer Complaints Management Communication media with the custome rs related to the ongoing account information , water tariffs , new connections , and feedbacks (including complaints ) were approaches taken by PDAM service to the community to help motivate improvements in their service quality. Success Tips The main lesson to learn from PDAM Buleleng is the importance of the PDAM's commitment in giving the best services for the community. The term 'best' would be used when the services were given continuously in sufficient amounts , the quality conformed to the health standards, and the water could directly be consumed .
Air Untuk selalu menjaga kualitas air dan Aside from that , optimalnya pelayanan preparation steps were kepada pelanggan, PDAM needed for supplying the Tirtanadi Medan dan PDAM ready-to-drink water. PDAM Buleleng telah berhasil Buleleng did it in phases in meminimalkan tingkat accordance with the PKA kebocoran air dalam GTZ (Program Pengawasan jaringan distribusi. Kini Kualitas Air Minum a PDAM Tirtanadi memiliki Peta Jaringan Ai;.)i.; nu Ai Kabupaten Buleleng drinking water quality tingkat kebocoran sebesar .... . controlli ng program) which 21,93% sedangkan PDAM started since 1992. Within Buleleng telah berhasil those phases, the program planning was introduced menurunkan tingkat kebocoran hingga 2% pada daerah and some laboratory tools were given. pelayanan air siap minum dan sebesar 30% pada daerah pelayanan keseluruhan. Medan , especially Malibu lndah Medan area , had been chosen as the primary drinking water zone through 3. Manajemen Keluhan Pelanggan ZAMP Project (which is a project between PDAM Adanya media komunikasi dengan pelanggan Tirtanadi with USAID in servicing ready-to-drink berkaitan dengan informasi rekening berjalan, tarif water) , because the piping system is new, in good air, sambungan baru, serta umpan balik (termasuk condition , and isolated with other networks so the keluhan) merupakan mendekatkan pelayanan PDAM controlling was simplified. Besides that, the water kepada masyarakat sehingga PDAM terus terpacu supply reaches 24 hours with high water rate. untuk meningkatkan kualitas layanannya.
PRAKTIK-PRAKTI K UNGGULAN INDONESIA
I 89
KiatSukses Hal utama yang bisa dijadikan pembelajaran dari PDAM Buleleng ialah pentingnya komitmen PDAM dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Dikatakan terbaik jika pelayanan bisa dilakukan secara kontinyu dalam jumlah yang mencukupi serta kualitas yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. Disamping itu , perlu penyediaan air siap melakukannya secara Pengawasan Kualitas Air dikembangkan
90
I
tahap persiapan menuju minum. PDAM Buleleng bertahap sesuai Program Minum (PKA GTZ) yang mulai
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Last but not least was the support from the local community. As it was in Malibu lndah , North Sumatra, a ready-to-drink water tariff is 20%more expensive than a regular clean water tariff. Nevertheless, the community could accept and support this project. Until this day, the customers of this program has reached 300 households.
Di lingkungan perkotaan yang padat, kebutuhan masyarakat akan air bersih kerap semakin suli t. Akti vitas domestik dan industri tak henti mencemari persediaan air, akibatnya pada musim kemarau-ketika volume air berkurang-akan terjadi pemekatan bahan pencemar. Bila terjadi pencemaran yang berlebihan, air baku tidak akan memenuhi standar untuk air minum. Pengolahan air lim bah mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih.
In dense urban areas, the community's need for clean water often becomes difficult to fulfill. Domestic and industrial activities never stop polluting the water supply. Consequently, in dry season - when the water volume decreased the pollutant in the water becomes thicker. If the water is over polluted , it will not fulfill the standard requirement of drinking water. Waste processing is highly required to fulfill community's necessity for clean water.
Upaya-upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi sanitasi lingkungan masih belum berimbang dengan proporsi penduduk. Hal ini terlihat dari jumlah sistem pengolahan limbah terpusat hanya terdapat di 7 kota dan melayani 973.000 penduduk saja. (1.31 % dari jumlah penduduk kota atau 0, 5%dari total penduduk). Padahal, menurut data tahun 2002, Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dengan lebih dari 219 juta penduduk yang tersebar di 17.500 pulau. Sekitar 74 juta (35%)
The government's effort to improve sanitation is still unequalled with the population proportion. This situation can be seen from the number of sewerage (wastes processing) systems that are centered only in 7 cities and serve only 973 ,000 citizens (1.31 % of the city population or 0.5% of the total population). To achieve target 10 of MDG , which is to halve the proportion of population with no access to safe drinking water and basic sanitation facilities , appropriate policies, programs and action plans are
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 91
penduduk tinggal di perkotaan dan diprediksikan proporsinya akan meningkat menjadi 60% pada tahun 2020. Jadi, bisa dikatakan sistem air limbah terpusat yang terdapat di tujuh kota tersebut baru dapat melayani 1, 31% dari jumlah penduduk di perkotaan atau 0,5% dari jumlah penduduk di Indonesia. Merujuk pada target 10 MDG yaitu penurunan sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015, maka dibutuhkan kebijakan dan rencana tindak lanjut yang strategis untuk mengatasi persoalan ini. lndikator keberhasilannya adalah proporsi penduduk dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak. Adapun kebijakan yang dibutuhkan mencakup aspek kelembagaan, pendanaan, peningkatan akses dan kualitas, peran serta masyarakat dan swasta serta peraturan perundangan. Sejumlah praktik unggulan dapat mendukung proses pembelajaran untuk penerapan prinsip-prinsip serupa di daerah lain. Adapun praktik unggulan yang akan disajikan adalah 1) pengelolaan limbah skala kawasan secara berkelanjutan di Banjarmasin, 2) partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan melalui pengolahan air limbah dengan menggunakan sanitasi MCK terpadu (Community Based Sewerage System) di desa Tlogomas, Malang, Jawa Timur, 3) solusi tepat guna pengolahan air limbah untuk industri kecil di kawasan permukiman padat Kelurahan Ubung, Denpasar, Bali.
92
I
PERMUKIMAN. AIR MINUM DAN SANITASI
required. Formulated policies include aspects of institutions, funding , improvement of access and · quality, community and private sector participation , and the legal framework. Good practices are presented in hope to contribute to the learning process, and open up possibilities of replication in other areas. Best practices in the waste water field are, 1) sustainable waste processing at the regional scale in Banjarmasin , 2) sustainable development through liquid waste processing using Community Based Sewerage System in Desa Tlogomas, Malang, East Java, 3) effective solution of waste processing for small industry in Ubung Village, Denpasar, Bali.
CBSS, Sebuah Hadiah untuk
ogomas
Pengolahan Limbah Cair Berbasis Masyarakat di Tlogomas, Malang, Jawa Timur
CBSS, a Gift for Tlogomas Community-Based Liquid Waste Processing
Secara sekilas lalu, masyarakat Desa Tlogomas di Malang, Jawa Timur tidak banyak berbeda dengan kebanyakan masyarakat desa lainnya di Indonesia. Sekitar 70% dari penduduknya menggeluti sektor informal sebagai mata pencaharian. Namun, sejak tahun 1986 desa ini membuat suatu langkah yang berbeda dengan desa lain. Dipelopori oleh Agus Gunarto (AG), salah seorang warga Tlogomas, desa yang berdekatan dengan Sungai Brantas ini mulai mengeml>angkan pendekatan baru dalam pengolahan limbah domestik melalui metode community based sewerage system (CBSS) . CBSS adalah metode pengolahan limbah cair rumah tangga (air cucian, air mandi dan limbah tinja) secara
At a glance, the community of Tlogomas in Malang, East Java is not different compared to other rural communities in Indonesia. About 70% of its citizens work in informal sectors. However, in 1986, this village has taken a significantly different step from other villages. Pioneered by Agus Gunarto (AG), a Tlogomas citizen, the village near Brantas River started developing new ways in processing domestic wastes through a Community-Based Sewerage System (CBSS). CBSS is a household liquid wastes (washing water, bath water, and human waste) processi ng method , centered in one location and the development is community based . In Tlogomas, the installation of the system is regional in scale and integrated in the
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 93
terpusat di suatu tempat dan pengembangannya berbasis masyarakat. Di Tlogomas, instalasi pengolahan ini berskala kawasan dan dilakukan secara terpadu. Gambaran teknis sederhananya, limbah cair yang dihasilkan oleh rumah-rumah penduduk dialirkan secara gravitasi menuju tangki AG, kemudian melalui sistem perpipaan menuju ke instalasi pengolahan. Sarana pengolahan berupa kolam-kolam pengolahan sederhana yang telah mendapatkan perlakuan secara fisik (yaitu pengendalian dan penyaringan dengan media pasir dan kerikil) dan secara biologis (yaitu penggunaan tanaman enceng gondok) sebagai media penyerap logam berat. Konstruksi dasar dan dinding bak pengolahan terbuat dari cor pc, yang dimaksudkan untuk mengurangi tingkat pencemaran air limbah dan penyerapan ke dalam tanah. Dengan diperkenalkannya CBSS, tumbuh kebiasaan baru masyarakat Tlogomas dalam pengelolaan limbah domestik. Pada waktu sebelumnya, sebagian besar masyarakat memiliki kebiasaan membuang hajat dan limbah domestik lainnya ke Sungai Berantas. Seringkali mereka membungkus kotoran dengan plastik atau kertas dan membuangnya begitu saja ke aliran sungai. Seiring berkembangnya program CBSS, mulai tumbuh penyikapan baru terhadap lingkungan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama kaum perempuan. Kondisi ini secara langsung berpengaruh pada keberlanjutan (sustainability) sarana pengolahan limbah yang sudah dibangun. Pemberdayaan masyarakat
Salah satu tuntutan dasar dari pendekatan CBSS adalah adanya partisipasi dari masyarakat sebagai basis pendukung program . Dalam kasus Desa Tlogomas, dilakukan pola pendekatan orang per orang, memanfaatkan pertemuan-pertemuan antar warga seperti arisan warga, karang taruna, pertemuan PKK, dan pertemuan lainnya. Dengan berbasis masyarakat, maka tujuan utamanya adalah
94
I
PERMUKIMAN , A IR MINUM DAN SAN ITASI
implementation. A simple technical explanation of the system is that liquid waste from houses is flowed by gravity into an AG tank, then through the piping system into the processing installation. The processing facility consist of simple processing pools that have been given physical treatments (that is, using sands and gravels as means of controlling and filtering) and biological treatment (that is, using the enceng gondok plant) as a medi um to absorb heavy metal particles. The basic construction and cubic walls are made of concrete, meant to reduce the level of wastes pollution and absorption to the soil. After CBSS was introduced , a new community habit in processing domestic waste in Tlogomas started to grow. Before, most of the citizens used to defecate and dispose other domestic wastes to Brantas River. They often wrapped their garbage with plastics or papers and simply throw them into the river. With the development of CBSS program , the citizens, especially women, are becoming more aware of the environment , health , poverty, and human resource quality. This condition directly affected to the sustainability of waste processing facilities that had been built. Community Empowerment One of the basic demands of the CBSS approach is community participation as the basis of the program. In the case of Tlogomas, personal approach was conducted , using meetings among the citizens like orison (a monthly activity involving a group of people where they draw tickets or lottery to determine the winner of the sum of money collected by all members ), korang toruno {an organization for youths), PKK (an organization for women and families), and other meetings. By using communitybased methods , the main goal is thus to make the community aware of the danger of disposing liquid waste anywhere they want.
memberikan kesadaran bagi masyarakat agar tidak membuang lim bah cair secara sembarangan. Proses pengembangan CBSS di Tlogomas adalah swadaya murni masyarakat. Awalnya program ini hanyalah inisiatif individual dari seorang warga, yang kemudian didukung oleh sejumlah warga lain yang memiliki kemauan untuk bekerja keras mengubah kondisi lingkungan desa yang lebih bersih dan sehat. Setelah berjalan sekian lama dan menunjukkan keberhasilan, baru sebagian besar anggota masyarakat memberikan dukungan aktif mereka dengan ikut membangun serta memelihara sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik tersebut. Pada rentang waktu tahun 1986 sampai tahun 1990, secara swadaya masyarakat telah mengumpulkan dana sejumlah Rp. 6 juta rupiah untuk pembangunan sarana pengolahan limbah. Pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2000, masyarakat mengeluarkan dana sebesar Rp. 9 juta rupiah untuk biaya pengembangan dan pemeliharaan.
CBSS development process in Tlogomas is purely selfgenerated by the community. In the beginning, this program was just an individual initiative from a citizen , which then was supported by a few other
3.
4. Treatment Chamber3
4.
4.
Pipa dari rumah tangga
Fish Pond
Penyuling linibah
Denah lnstalasi Pengolahan Limbah Rumah Tangga Sistem AG
Tangki Septik Paten AG
citizens who had strong will t o work hard to make the Village's environment cleaner and healthier. After some time and signs of success , more citizens gave their active supports by helping to build and maintain
PRAKTIK·PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 95
Seiring perkembangan tersebut, tujuan program pun lebih terumuskan. Tujuan pertama adalah mengubah perilaku masyarakat agar membuang limbah secara teratur dengan sarana sanitasi yang layak. Tujuan yang kedua meningkatkan kepedulian masyarakat serta kerjasama antar anggota masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah rumah tangga. Secara umum , sudah ada pencapaian dari kedua tujuan di atas. Bahkan dalam hal pengelolaan pun, langkah-langkah yang lebih tertata dapat disaksikan dengan terbentuknya lembaga/kelompok pengelola CBSS yang bertanggung jawab dalam operasi dan pemeliharaan sehingga sarana tersebut dapat beroperasi secara berkelanjutan (sustainable). Yang menarik, terlihat juga besarnya peranan kaum perempuan pada kesehatan lingkungan dan adanya peningkatan kesehatan masyarakat di desa/kelurahan ini tidak terlepas dari adanya penurunan pencemaran. Keberhasilan program CBSS, termasuk dengan adanya keterlibatan masyarakat secara aktif telah mengundang aneka bentuk bantuan lain dari pemerintah daerah maupun pihak-pihak lain. Sejak tahun 2000, bantuan-bantuan yang dialirkan oleh berbagai pihak tersebut ditujukan untuk memelihara dan mengembangkan sarana pegolahan limbah cair domestik yang telah dibangun. Program ini juga menarik perhatian daerah dan pihak-pihak lain yang kemudian mencoba melakukan replikasi program pengolahan limbah terpadu di lokasi mereka, antara lain di Singosari (Rumah Sakit Marsudi Waluyo), Leces Probolinggo, Bangil, Batu Nunggal, Cimahi dan Purwakarta (Jawa Barat) serta peternakan babi di Dampit, Malang.
the processing facilities. Between 1986 and 1990, the self-generated activity had collected Rp 6 million to build the wastes processing facilities. In the following years until2000, the community has spent Rp 9 million for the development and maintenance of the facilities. In time, the program's goals become clearer. The first goal is to change the community's habit to dispose wastes periodically with decent sanitation facilities. The second goal is to increase the community awareness and cooperation in cantrall ing the environment against the household liquid waste pollution. Generally, the two goals have been accomplished. Even in the management level, more organized steps are visible with the establishment of the CBSS organizing group that is responsible for the operation and maintenance so that the facility can operate sustainably. Interestingly, women play an important role on environmental health issues and there is an improvement on community's health in this village related to the decrease of pollution. The success of the CBSS program, including the active involvement of the community has encouraged various forms of assistance from the local governments and other parties. Since 2000, donations have come from
Strategi untuk Keberlanjutan
Perumusan strategi perlu dilakukan untuk mendukung keberlanjutan suatu program CBSS, termasuk juga
96
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Kolam fakultatif
dengan melakukan penetapan tujuan. Tujuan yang telah ditetapkan antara lain mencakup upaya-upaya untuk: 1. Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam melestarikan dan mengendalikan pencemaran limbah rumah tangga; 2. Membantu mengubah budaya perilaku masyarakat untuk dapat mengolah limbah cair rumah tangga secara layak; 3. Meningkatkan kemampuan ekonomi lokal , khususnya kaum perempuan dalam menunjang pengentasan kemiskinan; dan 4. Sebagai alternatif pola pengembangan dan hpembangunan pengolah air limbah yang berbasis masyarakat. Sedangkan strategi yang harus dilakukan menunjang keberhasilan program CBSS dapat
1. 2. 3. 4. 5. 6.
many sources to maintain and develop the domestic liquid wastes processing facilities. This program also attracted local attention and other parties who then tried to replicate the integrated waste processing in their area, such as in Singosari {Marsudi Waluyo Hospital), Leces Probolinggo, Bangil, Batu Nunggal, Cimahi, and Purwakarta {West Java) and a pig farm in Dampit, Malang. Sustainabi lity Strategy Strategic planning is required to support the sustainability of the CBSS program, including the identification of the goals of the program. The goals include: 1. To increase community awareness in the control of household waste pollution; 2. To change the behavior of the community in processing household liquid waste properly; 3. To increase local economic abilities, especially women, in supporting poverty alleviation; and 4. To serve as an alternative in building and developing the community-based waste processing facilities. The strategy required to support CBSS program can be
KELESTARIAN SUMBER DAYA AI..AM KERAGAMAN HAYATI PENGENTASAN KEMISKINAN KESEHATAN PERAN SERTA KAUM PEREMPUAN l.APANGAN KERJA
! . NATURAL RESOURCE PRESERVATION 2.DIVERSITY OF SPECIES J.POVERTY EXCLUSION 4.HEALTH 5.ROLE OF WOMEN
dijabarkan pada grafik berikut.
6.WORK
Selain penetapan strategi dan tujuan, terdapat sejumlah faktor lain yang berpengaruh terhadap
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 97
keberlanjutan program CBSS di Tlogomas. Yang pertama adalah faktor keuangan. Dukungan dana yang memadai dari pihak luar sangatlah diperlukan dalam rangka operasional dan pemeliharaan serta pengembangan system pengolahan air limbah yang telah terbangun walaupun selama ini sistem manajemen keuangan yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat setempat masih dapat mengalokasikan pengeluaran berdasarkan pendapatan yang diterima dengan baik. Faktor kedua menyangkut pengelola. Pengelolaan instalasi pengolahan limbah domestik terpadu di Kelurahan Tlogomas ini sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat. Terdapat organisasi pengelola "yang beranggotakan masyarakat sendiri yang terdiri dari penanggung jawab, sekretaris, bendahara, operator serta anggota. Faktor yang terakhir adalah faktor sosial. Dengan adanya instalasi pengolahan limbah cair domestik di Kelurahan Tlogomas ini, usaha kos-kosan warga masyarakat setempat menjadi lebih diminati oleh mahasiswa di Kota Malang. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang semakin bersih dan sehat. Tidak heran kalau masyarakat setempat tak segan-segan terlibat aktif dalam pemeliharaan instalasi pengolahan limbah tersebut. Menilik dari perubahan yang dihasilkan dan manfaat yang diberikan, tak berlebihan kiranya jika dikatakan CBSS adalah sebuah hadiah bagi Tlogomas. Hadiah bagi kerja keras, kerjasama dan kepedulian terhadap lingkungan yang telah ditunjukkan secara kolektif oleh masyarakat Desa Tlogomas.
98
I
PERMU KIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
seen on the chart below: Besides the strategic planning and goal setting mentioned above , there are some other factors that affect the sustainability of the CBSS program in Tlogomas . The first factor is finance . Good funding support from external parties is highly required for the operation , maintenance and development of the waste processing system, although the available financial management system that was established and managed by community organization can still cover the expenses based on the income they get. The second factor is management. The installation management of the domestic wastes processing in Tlogomas is fully assigned to the community. There is a management organization , consisted of a manager, secretary, treasurer, operator, and member, all from within the community. The last factor is social. With the installation of the liquid waste processing system in Tlogomas, the rented rooms or houses for students industry became more appealing for students in Malang , because the environment is now cleaner and healthier. Consequently, citizens become more actively i nvolved in maintaining the installation of the wastes processing facilities . Viewing the changes and benefits, it is not too much to say that CBSS is a gift for Tlogomas. A gift for all the hard work, cooperation , and awareness for the envi ronment that have been showed collectively by the community of Tlogomas.
Domestic Waste Water Processing in Banjarmasin Kota Banjarmasin yang berpenduduk sekitar 610.000 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,02 persen per tahun, merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dengan kegiatan ekonomi utama di sektor komunikasi, perdagangan, industri dan keuangan. Kegiatan ekonomi ini memberikan kontribusi sebesar 84 persen terhadap PDRB Kota Banjarmasin dan memperlihatkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,42 persen per tahun. Sebagai kota air, yang mempunyai karakteristik fisik berupa kawasan rawa yang dipengaruhi oleh pasang surut sungai, masalah kesehatan masyarakat umumnya terkait dengan masalah lingkungan. Ketergantungan masyarakat terhadap sungai untuk menunjang kehidupan sehari-hari seperti mandi, cuci, dan minum terhitung cukup tinggi. Dengan tingkat pelayanan air bersih perpipaan yang telah dapat melayani 81 persen penduduk kota dan tingkat pelayanan air limbah yang baru mencapai 40 persen serta kondisi lingkungan yang didominasi air, 7 dari 10 penyakit yang diderita oleh masyarakat Kota Banjarmasin, merupakan penyakit yang disebabkan oleh buruknya prasarana sanitasi yang ada. Kasus yang Sering terjadi adalah penyakit kulit dan diare.
Banja rmasin , the capital city of South Kalimantan Province , has a population of 610 thousand , with a growth rate of about 1. 02%per year. Its main economic activities are in the communication , trading , industry, and financial sectors. These economic activities give contribution of about 84% to the revenue of Banjarmasin , with relatively high economic growth rate , of about 6.42%per year. As a water city, with physical characteristic as a swamp area that is affected by the river's low and high tides , community health problems are generally linked with environment problems . With a clean water piping system that can serve 81 % of the citizen and liquid waste service that only serve 40%of the citizen, in addition to environmental condition that is dominated by water, 7 out of 10 diseases suffered by the people in Banjarmasin are caused by bad sanitation facilities. A common case is skin diseases and diarrhea. The community's dependency to the river in supporting their daily activities like bathing, washing, and drinking is very high. Since 1998, as an attempt to improve the environment and health condition in the cities, the government of Banjarmasin with World Bank funding through Kalimantan Urban Development Project (KUDP) has
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 99
conducted the development of centralized liquid waste system facility (off-site system) by developing the Banjarmasin IPAL (waste water processing installation) project. As a pilot project, the development of centralized liquid waste system facility is the first step to solve sanitation problems and control water pollution. Pollution in soil water or surface water is caused by domestic liquid waste from residence and commercial areas, which were dumped without preliminary processing.
Gam bar Pelaksanaan Pembangunan IPAL di kaw. Pekapuran Ray a
Sejak tahun 1998, sebagai upaya untuk menciptakan kondisi lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kota, Pemerintah Kota Banjarmasin dengan bantuan dana pinjaman dari Bank Dunia melalui Kalimantan Urban Development Project (KUDP), telah melaksanakan pembangunan prasarana air limbah sistem terpusat (off-site system) dengan mengembangkan proyek IPALKota Banjarmasin. mengembangkan proyek IPAL Kota Banjarmasin.
Before, most of the sanitation facilities in Banjarmasin still use local processing system (on-site system) to process domestic wastes, such as cubluk , septic tank, etc. Unfortunately, both of these systems can still cause water pollution problems.Generally, cubluk or septic tank constructions in Banjarmasin are not watertight. Furthermore , this condition is also supported by the geographical condition of Banjarmasin that is dominated by swamps and located beneath the sea level. Therefore, liquid wastes can quickly spread to other areas. Moreover, as an alternative way to dispose pervade water or domestic wastes, the community still use river or drainage for disposal.
Sebagai pilot project, pembangunan prasarana air limbah dengan sistem terpusat ini merupakan langkah awal dalam mengatasi permasalahan sanitasi dan pengendalian pencemaran air. Pencemaran pada air tanah maupun air permukaan yang disebabkan oleh buangan air limbah domestik yang berasal dari kawasan permukiman dan komersial, yang selama ini dibuang langsung ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Kebanyakan prasarana sanitasi yang ada di Banjarmasin untuk mengolah limbah domestik masih menggunakan sistem pengolahan setempat (on site system) seperti cubluk, septik tank dan lain-lain. Namun sayangnya kedua sistem ini masih memungkinkan untuk menimbulkan permasalahan pencemaran air.
100
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SANITASI
Gam bar Gedung Tempat Sosialisasi program
Sebab pada umumnya konstruksi cubluk atau septik tank di Kota Banjarmasin tidak kedap air karena kondisi tanahnya yang tidak mendukung sehingga tidak memungkinkan untuk dibuat konstruksi penampungan yang kedap air. Lebih lagi kondisi ini juga ditunjang oleh keadaan geografis Banjarmasin yang tanahnya rawa dan berada di bawah permukaan laut. Sehingga memungkinkan air limbah tersebut dapat dengan cepat menyebar ke area lain. Sedangkan sebagai alternatif pembuangan air resapan atau limbah domestik, masyarakat masih banyak yang memanfaatkan sungai atau saluran drainase untuk pembuangan. Melihat kondisi tersebut maka perlu suatu alternatif sistem pengolahan air limbah domestik yang meminimalkan terjadinya pencemaran air. Salah satunya dengan dikembangkannya sistem pengolahan terpusat (off-site system) yang masih merupakan proyek ujicoba bagi Kota Banjarmasin. Proyek ini sebenarnya sudah cukup maksimal, meski cakupan area pelayanannya masih terbatas jika dibandingkan luas seluruh kawasan Kota Banjarmasin. Yakni baru mencapai 16,5 hektar atau 0,2 persen wilayah luas kota, yang meliputi daerah komersil dan niaga di pusat kota (kawasan Jalan Lambung Mangkurat dan sekitarnya) dengan kapasitas pengolahannya 500 m3/hari. Adapun tujuan dari pembangunan sistem air limbah terpusat itu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pengendalian pencemaran air limbah domestik tersebut. Strategi pelaksanaan kegiatan ini adalah meningkatkan dukungan tidak saja berupa partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas yang akan dibangun. Tetapi juga dukungan dari pemerintah kota (eksekutif) dan legislatif berupa kebijakan-kebijakan yang mendukung keberadaan pilot project ini baik yang menyangkut aspek pembentukan kelembagaan dan legalitasnya, maupun yang menunjang operasional
Looking at this condition, an alternative domestic liquid waste processing system is needed to minimize the water pollution. One of the alternatives is to develop a centralized processing system (off-site system) that still serves as a pilot project for Banjarmasin. This project is actually quite appropriate, although the service area is still limited compared to the total area of Banjarmasin, which is about 16.5 hectares or 0.2% of the city area and includes commercial and trading areas in the center of the city (lambung Mangkurat Road and its surrounding areas) with processing capacity of 500m 3 per day. The goal of the centralized liquid waste processing system development is to improve community health condition through domestic liquid waste pollution controlling. The strategy of this program is increasing the support, not only from the community participation in using the facility to be built, but also the support from the city government (executive) and legislative in the form of policies to support this pilot project. These policies are either related to organization establishment aspect and its legality, or the project operational. In designing the system and technology to be implemented in the pilot project, the community is directly involved to determine those alternatives, including the location, assisted by a consultant to provide advice and directions. The community is also involved in planning aspects related to the project. This strategic approach is done through seminars or dissemination. Hence, besides being the target, the community will also feel that they own the waste processing facility. Therefore, aspiration from the community will be an important input for the project. ****
Success in operating the system can be seen from the liquid waste retribution that can cover the operational
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
1 101
proyek itu nantinya. Dalam perancangan sistem penyaluran dan teknologi pengolahan yang akan diterapkan dalam pilot project tersebut, masyarakat dilibatkan secara langsung untuk menentukan alternatif-alternatif tersebut . Termasuk dalam penentuan lokasi yang dibantu oleh konsultan perencana untuk memberikan advis dan arahan. Masyarakat juga dilibatkan secara langsung dalam perumusan aspek-aspek yang berkaitan dengan proyek tersebut. Strategi pendekatan ini dilakukan melalui sarana lokakarya-lokakarya ataupun desiminasi. Sehingga selain sebagai sasaran , masyarakat juga akan merasa memiliki proyek pembangunan prasarana air limbah sistem terpusat ini. Dengan begitu aspirasi dari masyarakatlah yang nantinya dijadikan masukan bagi pelaksanaan proyek ini.
and maintenance cost, although it does not cover depreciation cost (middle cost recovery). The retribution in 2003 is Rp 303.9 million , whereas in 2005 which it has reached more than Rp 244 million. With the implementation of centralized liquid waste processing system in Lambung Mangkurat area, a reduction in the number of water borne diseases suffered by the community lived in the surrounding area has occurred since 2001 . This proves that the system also improves the community health. The details can be observed on the table below:
•••• Keberhasilan dalam pengoperasian sistem ini dapat terlihat dari penerimaan retribusi air limbah telah dapat menutup biaya operasi dan pemeliharaan, walaupun belum dapat menutup biaya depresiasi (middle cost recovery). Perbandingan penerimaan retribusi dengan biaya operasi dan pemeliharaan tahun 2003 dari 303,9 juta rupiah hingga bulan Juli 2005 telah mencapai lebih dari 244 juta rupiah. Dengan dilaksanakannya sistem pengelolaan air limbah sistem terpusat di kawasan Lambung Mangkurat, sejak tahun 2001 terlihat adanya penurunan jumlah penyakit yang terkait dengan kualitas air (water borne disease) yang diderita oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan sistem ini turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Secara rinci perubahan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
102
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
Peta Daerah Pelayanan Kaw. Lambung Mangkurat (no. 1) dan Rencana Daerah Perluasan Pelayanan Kaw. Pekapuran Raya (no.2) thd Kata Banjarmasin secara Keseluruhan
According to the report of the UPT IPAL Banjarmasin manager, the effluence produced by IPAL has conformed to quality standards, as stated in the Decree of the Health Minister No.
JUMLAH PENDERITA PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN AI Dl KAWASAN LAMBUNG MANGKURAT DAN SEKITARNYAR
N
0 1
Nama Penyakit
kulit
Penderlta Tahun
Penderlta Tahun
Penderlta Tahun
Penderlta Penderlta Tahun Tahun
2002
2001
2002
2002
2002
4619
1911
1513
301
114 121 0
2
Diarea
787
903
642
546
3
Kolera
0
0
0
0
4
DBD
10
0
0
1
1
5
ISPA
10745
9640
6666
4097
2303
Sumber: Puskesmas Cempaka, Kecamatan Banjarmasin Tengah , 1005 *) Sampai dengan bulan Juni 1005
Menurut laporan pengelola UPT IPAL Banjarmasin , affluence yang dihasilkan IPAL telah memenuhi standar kualitas sesuai dengan SK Menteri Kesehatan Nomor 410/MENKES/PER/IX/1990 dan SK Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 58 Tahun 1994. Selain itu, berdasarkan monitoring affluence yang dilakukan secara periodik, kinerja IPAL berjalan dengan baik sesuai dengan hasil test UPT IPAL yang bekerjasama dengan Laboratorium Dinas Kimpraswil Provinsi Kalsel, dapat disimak seperti berikut ini :
HASIL MONITORING KUALITAS AIR LIMBAH N
0
PARAMETER
lnfluen (mg/1)
Efluen (mg/1)
Efisiensi (%)
1
BOD
150·300
10·15
>90
2
COD
120·700
30· 70
>90
3
55 (suspended solid )
150·300
<48
>90
4
NH3· N
15-10
<1
>90
Sumber: Laboratorium Dinas Kimpraswil Provinsi Kalsel, Juni 2005
Namun demikian berdasarkan evaluasi kinerja pengelolaan air limbah di kawasan Lambung Mangkurat masih saja ada beberapa pelajaran dan
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 103
kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan pilot project air limbah sistem terpusat di Banjarmasin.
410/ MENKES/ PER/ IX/ 1990 and the Decree of the Governor or South Ka limantan No. 58 / 1994.
Pertama, air limbah yang diolah ternyata masih di bawah kapasitas operasi 500 m3/hari. Hal ini disebabkan oleh estimasi air limbah yang dihasilkan sebesar 100 l/o/h pada kenyataannya masih terlalu tinggi. Berdasarkan kajian yang dilakukan pada tahun 2003, air limbah yang dihasilkan rata-rata hanya sebesar 70 l/o/h, sehingga kapasitas IPAL Lambung Mangkurat pada tahun 2004 dapat ditingkatkan untuk melayani 7100 pe.
Number of Water Borne Diseases Victi ms i n Lambung Mangkurat Area and Its Surrounding Areas
Kedua, Perda Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2001 tidak menetapkan sanksi yang mengikat. Sehingga operasional IPAL dan penarikan retribusi belum optimal. Adanya pemisahan sistem pencatatan antara rekening air bersih dan rekening air limbah yang memungkinkan terjadinya penunggakan rekening air limbah bagi warga yang tidak berlangganan air bersih. Sehingga perlu adanya revisi dan penyempurnaan perda yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan IPAL. Ketiga, walaupun secara manajemen UPT IPAL berada di bawah PDAM Bandarmasih, namun retribusi air limbah yang diperoleh langsung disetorkan ke kas daerah bukan ke kas PDAM. Sehingga pembiayaan operasional UPT IPAL tidak berasal dari PDAM, dari Pemkot Banjarmasin yang melainkan dialokasikan melalui pendanaan proyek. Hal ini menyebabkan ketergantungan pengelolaan operasional UPT IPAL pada manajemen proyek.
104
N
0
2
Disease :\arne
Vict ims
Victims
VIct ims
Victims
Year
Year
Year
Year
Year
2001
2002
2003
2004
Skin
4619
2912
2513
301
11 4
Diarrhea
787
903
642
546
121
0
0
4 ,097
2,303
Cholera
4
Victims
0
0
0
DBD
10
0
0
ISPA
10,745
9,640
6,666
2005 .)
Resource: Ccmpaka Clinic. Central Banjannasin . 2005 *) Unti l June 2005
Nevertheless, based on the performance evaluation of liquid waste processing in Lambung Mangkurat area, there are still some obstacles faced in conducting the pilot project of centralized liquid waste system in Banjarmasin. Firstly, the liquid waste processed is below the 3 operation capacity (500m per day). This is caused by the estimation of the liquid waste produced which in reality is still too high (100 l/o/h). Based on a study in 2003 , the average liquid waste produced is only 70 l/o/ h, thus the capacity of IPAL Lambung Mangkurat in 2004 can be increased to serve 7,100 people.
Keempat, terdapatnya pengelolaan yang terpisah antara penanganan drainase kota dan air limbah sistem terpusat, sehingga menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Sebab sebagian saluran drainase juga difungsikan sebagai Combined Sewer Drainage (CSD) , untuk mengalirkan air limbah domestik.
Secondly, the Banjarmasin City Regulation No. 4/2001 does not apply strict sanctions. As a result, the IPAL operational and retribution collecting has not yet been conducted optimally. The separation of the recording system between clean water account and liquid waste account may cause overdue in liquid waste account for the citizens who do not subscribe for clean water. Therefore , revision and completion of the City Regulation is needed in order to increase the performance of IPAL.
Terlepas dari kekurangan yang dijumpai, berdasarkan keberhasilan dalam pengelolaan air limbah sistem
Thirdly, although the management of the IPAL is under the authority of PDAM Banjarmasin, the liquid waste
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
terpusat di kawasan Lambung Mangkurat yang mengacu kepada "Konsep dan Strategi Jangka Panjang Pengelolaan Air Lim bah Kota Banjarmasin Tahun 2020" serta kebutuhan masyarakat untuk dilayani, maka kawasan perkotaan berikutnya yang mendesak untuk ditangani adalah seputar kawasan Kelurahan Pekapuran Ray a, Kecamatan Ban jar Tengah dan Ban jar Timur. Sebab dengan kepadatan penduduk 368 jiwa/hektar, ketersediaan pelayanan air minum, kondisi sanitasi yang buruk, kombinasi penggunaan lahan antara komersial dan permukiman, serta ketersediaan lahan untuk lokasi IPAL, kawasan ini layak dikembangkan sebagai perluasan pelayanan air limbah sistem terpusat. Konsep pelayanan air limbah domestik dengan sistem terpusat di kawasan Pekapuran Raya ini akan melayani wilayah seluas 207 hektar dengan total 54.800 penduduk. Yang akan dibagi dalam 5 tahap pembangunan. Pemkot Banjarmasin, dengan dukungan DPRD, akademisi dan LSM yang peduli masalah lingkungan, saat ini sedang menyiapkan modul baru (tahap I dengan area seluas 52 hektar) di kawasan niaga dan komersial. Saat ini sebagian konstruksinya telah dimulai pada tahun 2004 dan diharapkan dapat beroperasi pada akhir tahun 2005 untuk melayani 15.000 pe di Kecamatan Banjar Tengah.
retribution collected is paid to the local budget, and not to PDAM budget. Consequently, the operational fund of UPT IPAL does not come from PDAM, but from the government of Banjarmasin, which is allocated through the project funding. This yields dependencies of the management of UPT IPAL to the project management. Fourthly, there are separated managements between the city drainage management and the centralized liquid waste system, thus aggravates the implementation because the drainage functions as the Combined Sewer Drainage (CSD) to flow domestic liquid waste. Despite the flaws, based on the success of centralized liquid waste processing system in Lambung Mangkurat area that refers to "Long Term Concept and Strategy in Managing Liquid Waste in Banjarmasin in 2020" and the necessity of the community to be served , the next urban area to be managed is the surroundings of Pekapuran Raya Village, Central Banjar and East Banjar Municipalities. With the density of 368 citizen/hectare, the availability of drinking water service, bad condition of sanitation , combination of commercial and residence in using the land , and the availability of the land for the location of IPAL, this area is worth to be developed as an extension to the centralized liquid waste system service. The co.ncept of centralized domestic liquid waste system in Pekapuran Raya will serve an area of 207 hectares of wide, with a total of 54,800 citizens. It will be divided into 5 development stages. Currently, the government of Banjarmasin, with the support from of the local legislative body, academics, and environmental NGOs, is preparing a new module (phase I with an area of 52 hectares) in the trade and commercial areas. Some of its construction activities have started in 2004, and hopefully will operate by the end of 2005 to serve 15,000 people in Central Banjar. *****
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 105
Effective Processing of Small Industry Waste in
Bali
Ubung merupakan salah satu kawasan kumuh di Denpasar yang sebagian besar penduduknya adalah pendatang dengan rumah semi permanen. Seperti kawasan padat pada umumnya, selain untuk tempat tinggal, warga di kawasan itu juga memanfaatkannya untuk aktifitas kegiatan industri kecil.
Ubung is one of the slum areas in the City of Denpasar, where most of its citizens being migrants from other places, with semi-permanent homes . Like other dense areas, citizens in that area also used their homes as a place to do small industcy activities, as well as for living.
Di kawasan ini terdapat 54 industri tahu-tempe dan rumah potong ayam yang terdapat di sepanjang Gang Pucuk Sari, Kelurahan Ubung, Denpasar. Dengan kondisi seperti ini maka penanganan buangan yang dihasilkan oleh rumah penduduk dan industri kecil tersebut jika tidak digagas secara baik akan terjadi pencemaran terhadap lingkungan sekitar.
In this area, there are 54 tahu-tempe (bean curds and soybean cake) industries and chicken slaughterhouses along the Pucuk Sari Way, Ubung Village, Denpasar. With this condition, if the processing of waste from citizens' houses and from those small industries is not well planned, the environment will be polluted.
Pada awalnya, hasil limbah dan buangan dari kegiatan usaha pembuatan tahu-tempe dan pemotongan ayam di daerah ini langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hanya ada beberapa industri kecil yang telah menerapkan sistem pembuangan limbah dengan drainase. Tentu hal ini menganggu kesehatan lingkungan di sekitarnya.
1 06
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SAN ITASI
In the beginning, waste from tahu-tempe industries and chicken slaughterhouses in this area are directly disposed into the river without preliminary processing. There are some small industries that have implemented the waste drainage disposing system. Of course, this disturbs the healthiness of the environment.
LSM setempat Menanggapi persoalan itu maka mencoba menginisiasi dengan menjembatani pihak pengusaha dengan BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association ) dan Bali Fokus. Lantas sistem terciptalah persetujuan untuk membuat pengolahan air limbah dengan cara anaerobik filter dan bio-digester di dua daerah. Yakni Pucuk Sari Selatan yang melayani enam pengusaha tahu-tempe dan Pucuk Sari Utara yang melayani 10 pengusaha tahu-tempe dan lima perusahaan potong ayam . Pengelolaan air limbah ini dilakukan oleh para pengusaha yang bersangkutan dengan bantuan dana pembangunan dari BORDA dan organisasi pendamping Bali Fokus. Tujuan utama pembuatan sistem pengolahan air limbah dengan anaerobik filter dan bio-digester ini adalah untuk memperbaiki sarana sanitasi masyarakat yang menghuni kawasan Gang Pucuk Sari , Kelurahan Ubung, Denpasar. Sehingga pencemaran yang terjadi dapat direduksi secara signifikan agar masyarakat terbebas dari bau dan penyakit. Selain itu, penting sekali ditekankan kepada pelaku usaha agar memahami penanganan limbah dengan sebaik mungkin. Untuk itu, selain masyarakat umum, pengusaha juga dilibatkan untuk berperan aktif ikut membayar biaya investasi sesuai dengan porsi mereka masing-masing. Meskipun dalam praktiknya belum semua pengusaha mempunyai kesadaran untuk turut serta mengolah limbah buangan mereka . Untuk keberlanjutan kegiatan ini maka pihak pengusaha dan masing-masing kepala keluarga diwajibkan membayar Rp 5000 perbulan untuk biaya operasional dan perawatan.
To respond to this problem, a local NGO tried to link the industries with NGOs, namely BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association) and Bali Fokus. Afterwards, they agreed to develop a waste processing system with anaerobic filter and biodigester in two areas, one in South Pucuk Sari that serves six tahu-tempe entrepreneurs and the other in North Pucuk Sari that serves ten tahu-tempe entrepreneurs and five chicken slaughterhouses. This waste processing system is conducted with the involvement of the industries and funded by BORDA and Bali Fokus. The main goal in developing the system with anaerobic filter and bio-digester is to improve the sanitation facility for citizens who live in Pucuk Sari, Ubung, Denpasar. Hence, the pollution can be reduced significantly and citizens are free from stench and diseases. In addition , it is very important for the entrepreneurs to understand the methods of waste treatment. Therefore, they are also involved by participating actively and making investments in the effort according to their own capabilities , although
Adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengolahan limbah secara baik , menjadikan proyek ini dapat berjalan secara signifikan. Yakni sudah dipisahkannya sistem buangan limbah dengan drainase telah berhasil mereduksi pencemaran yang terjadi di kawasan tersebut.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 107
Sehingga masyarakat sekitar industri tahu-tempe dan pemotongan ayam itu dapat terbebas dari bau dan penyakit. Juga, adanya partisipasi warga secara menyeluruh yang melibatkan warga dari awal sampai akhir kegiatan menjadikan terbentuknya rasa tanggung jawab dan kepemilikan yang tinggi terhadap kegiatan terse but. Selain itu warga juga dapat memanfaatkan gas met han pada limbah pembuatan tahu sebagai sumber energi alternatif masyarakat, seperti untuk memasak kebutuhan sehari-hari , usaha katering dan lain sebagainya.
practically not all of them voluntarily participate. To make these activities sustainable, the entrepreneurs and all families are obligated to pay Rp 5,000 per month for operational and maintenance purposes. ****
The improvement of community awareness of the importance of a good waste processing proves that this project has run successfully. The separation of waste disposing system and drainage had succeeded in reducing pollution in that area. As a result, the community around tahu-tempe industries and chicken slaughterhouses are free from stench and diseases. In addition , ci tizens' participation and involvement from the beginning until the end of the activity has built high responsibility and sense of ownership among them. Citizens also can use methane gas found in wastes from the tahu-tempe industries as an alternative source of energy, for daily purposes such as cooking, catering, etc.
108
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
Garbage Management Lingkungan yang bersih, sehat dan asri merupakan impian bagi warga masyarakat. Untuk mewujudkan impian ini, maka sampah merupakan salah satu aspek penting yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya, tidak hanya membuat lingkungan kotor karena ウ セ ュー。ィ@ dan berbau, tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Secara umum pencemaran yang diakibatkan oleh puluhan macam sampah dapat dibagi 3 bagian utama yaitu pencemaran udara yang meliputi gas, H2S, NH3, CO®, CO, CH4, debu dan jamur. Pencemaran air yang meliputi leachate (bakteri , protozoa, virus, toxic substance (nitrit, nitrat) serta pencemaran tanah yang meliputi feaces (kotoran), ·breeding place, vector dan
A clean, healthy and beautiful environment is every society's dream . In order to reach this dream , waste is one of the important aspects that must be well organized because waste does not only make the environment dirty and foul ; it also is very dangerous for health. Generally, pollution is caused by many kinds of waste . Pollution itself can be categorized 3 types: air pollution which caused by H2S, NH3, CO , and CH4 gases, dust and fungus; water pollution which include leachate (bacterias), protozoa, virus , toxic substance ; and ground pollution which include feaces, breeding place, vectors dan glass shards. Therefore every waste I garbage pile is a potential pollutant to every
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 109
beling kaca. Dengan demikian setiap tumpukan sampah memiliki potensi untuk menjadi polutan bagi manusia yang berinteraksi langsung dengan sampah atau yang berada di sekitar penumpukan sampah. Maka untuk itu perlu pengelolaan yang seksama dan berhati-hati, baik dari pihak pemerintah maupun peran serta masyarakat. Merujuk pada target Millenium Development Goal (MDG) untuk sub bidang sampah maka diperlukan penguatan aspek kelembagaan dan pengelolaan sampah, aspek pendanaan, peningkatan akses dan kualitas, serta peran serta masyarakat & swasta. Empat daerah yang menjadi contoh kasus pengelolaan sampah yang berhasil, adalah 1) pengelolaan sampah berbasis masyarakat di kecamatan Cibangkong, Bandung, Jawa Barat, 2) pengelolaan sampah terpadu skala kawasan di Tangerang, 3) pengelolaan sampah Banjarsari di Jakarta, 4) UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) SMAN 34 di Pondok Labu, Jakarta.
11 0
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SANITASI
human who have a direct interaction with that waste or living near garbage disposals. Because of that, it needed a thorough and careful management by the government and the society. Refering to MDGs, especially target 10 on sanitation, strengthening the aspects of waste organization and management, funding , access and quality improvement, and private participation are needed. Four places that have become an example for a successful case on waste management are 1) the community based waste management in Cibangkong, City of Bandung, West Java, 2) regional scale integrated waste management in Tangerang, Banten , 3) !3anjarsari waste management in Jakarta, and 4) UKS (Unit Kegiatan Sekolah School's Extra Curricular) in Public High School34 in Pondok Labu , Jakarta.
Kalpataru Award for Kampong Banjarsari, South Jakarta Kampung Banjarsari, Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan · merupakan potret umum kampung di wilayah Jakarta. Kampung dengan penduduk sekitar 1. 500 jiwa atau 218 KK itu, tampak tak tertata rapi dan kotor. Sampah tak tertangani dengan baik. Penduduk di kampung itu, pada umumnya, masih belum mau tahu akibat pembuangan sampah sembarangan. Mereka juga tidak pernah memikirkan kemana sampah-sampah itu akan ·jalan. Penduduk belum menyadari bahwa sampahsampah yang tak terurai dapat akan mengotori sungai dan laut. Hal ini akan mengakibatkan banjir dan pencemaran. Adalah lbu Harini Bambang, ketua PKK Desa Banjarsari Kelurahan Cilandak Barat, terdorong untuk memotivasi ibu-ibu di lingkungan RW untuk melaksanakan program PKK ke-9 (kelestarian
Kampong Banjarsari, Cilandak, in South Jakarta is a typical kind of kampong in Jakarta. A kampong with about 1, 500 people or 218 families that looked messy and dirty. Garbage waste wasn't well handled. Most people in the kampong didn't know about the consequences of inattentive littering. They also never thought about where those would garbage end up. They didn't realize that wastes that couldn't decompose itself would foul the river and the sea. This would result in floods and pollution. It was Mrs. Harini Bambang, the head of PKK (women and family organization) of the Banjarsari Village, who had the will to motivate housewives in the neighborhood to implement the 9'h program of PKK, which is conserving the living environment , consistently and in a committed manner. As a retired teacher, Mrs. Harini developed an integrated waste
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 111
lingkungan hidup) secara sungguh-sungguh dan Sebagai pensiunan Guru, lbu Hariani konsisten. pola edukasi pengelolaan mengembangkan Bambang sampah terpadu seperti bagaimana melakukan pemilahan sampah di sumber, membuat kompos, membuat kertas daur ulang, mengembangkan tanaman obat keluarga (TOGA) dan lain-lain. Dalam kegiatannya lbu Harini juga melibatkan para pemulung yang dibina secara khusus (20 orang) untuk memanfaatkan barang-barang yang masih bisa di daur ulang. Ia mendekati masyarakat melalui kegiatan arisan, menjadikan rumah sebagai ruangkelas, melatih kader-kader sampah yang berjumlah 30 ibu dan 25 anak peduli sampah, menyediakan tong sampah terpisah untuk 3 jenis sampah, membuat Iomba kebersihan an tar RT. Untuk membiayai programnya, lbu Bambang memperoleh sumbangan dari UNESCO. Disamping itu ada pula dana dari hasil penjualan kompos, tanaman obat, kertas daur ulang serta dana training yang dibayar secara swa dana oleh peserta training. Kerja kerasnya ternyata membawa hasil yang menggembirakan. Berkat lbu Harini yang telah berhasil merubah perilaku warga dalam pola pembuangan sampah, hampir semua ibu-ibu di RW tersebut telah menerapkan program 3 R seperti memilah sampah di sumber, membuat kompos, daur ulang kertas dan lain-lain. Kompos yang dihasilkan digunakan untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman, sedangkan bahan kertas daur ulang telah yang menarik. diolah menjadi kerajinan tangan Upayanya cukup banyak diminati oleh masyarakat karena ada peluang untuk meningkatkan penghasilan. Selain itu teknologi yang diterapkan cukup sederhana sehingga mudah dilakukan oleh masyarakat. Volume sampah yang harus dibuang ke TPA juga berkurang sampai 50% sehingga dapat membantu meringankan beban pemerintah DKI Jakarta dalam pengangkutan dan pembuangan sampah yang saat ini terkendala akibat keterbatasan lahan TPA.
112
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
management education pattern such as how to separate garbage from the source, making compost, making recycled paper, planting medical herbs and others. In her activities, Mrs . Harini also involved garbage pickers (20 people) who had been specially educated to make use of thrown away stuffs that could still be recycled . She approached the people through gathering activities, making homes into class rooms, training garbage cadres which consist of 30 housewives and 25 children peduli sampah (care about waste), providing trash cans that are separated for 3 kinds of wastes, and launch a tidiness contest between neighborhoods. To finance her programs, Mrs. Harini received a contribution fund from UNESCO. Besides that, there were also funds earned from selling compost , medical herbs , recycled paper and training fees that were paid individually by the training participants. Her hard work apparently brought satisfying results because Mrs. Harini had successfully changed the society's attitude and behavior towards waste. Nearly all housewives in that RW had applied the 3R program such as separating garbage from the source, making compost, recycling papers and others. The compost was used to fertilize various plants, while recycled papers were made into many creative and pretty products . Therefore there is an opportunity for an increased income from selling compost , medical herbs , and creative recycled paper products. Furthermore, the technology being used was quite simple , making it easy for the people to execute. The volume of garbage that has to be diposed to the TPA (Tempat Pembuangan Akhir Final Garbage Disposal Area) have decreased by 50%. This has helped to lighten the Jakarta government's burden in picking up and disposing garbage because of the limited TPA. Now kampong Banjarsari has turned into a green area and has become a tourist destination. Mrs Harini's work, which gave her a national KALPATARU award in
Sekarang Desa Banjarsari menjadi daerah hijau dan telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata. Kiprah lbu Harini yang telah mendapatkan penghargaan KALPATARU pada tahun 2000 tersebut tidak terbatas hanya sampai disitu, saat ini desa Banjarsari telah menjadi sekolah dan laboratorium pengelolaan sampah terpadu bagi banyak pihak mulai dari anakanak sekolah , aparat pemerintah daerah , tokoh masyarakat, anggota DPR/DPRD dari berbagai kota di Indonesia bahkan tamu dari mancanegara.
2000 didn't stop just at that point. Now Banjarsari has become an integrated waste management school and laboratory for many people , including from school children , district government agencies, public figures , DPR / DPRD member board from various cities in Indonesi a and even guests from abroad.
Bak Pemilah Sampah di Lingkungan Permukiman
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 113
Public High School 34, Jakarta: School-based Waste Awareness Sampah bukan merupakan permasalahan yang hanya ditangani oleh pemerintah saja, tetapi semua pihak harus berupaya untuk menangani permasalahan tersebut. Adalah SMAN 34 yang berlokasi di Jln. Margasatwa Raya no. 1, Pondok Labu, Jakarta Selatan yang telah menyadari hal itu, dengan memasukkan program pengelolaan sampah sekolah kedalam Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dalam bentuk kegiatan ekstra sekolah. Sebelumnya kebersihan lingkungan sekolah ini tidak begitu diperhatikan, sehingga terkesan sangat kumuh. Keberadaan program ini dimulai ketika SMU 34 Jakarta mulai merintis kerjasama dengan UNESCO pada tahun 1996. Dengan adanya bantuan teknis dari UNESCO, Pembina Kelompok llmiah Remaja (KIR) SMAN 34, lbu Guru Endang Wirdaningsih, membimbing para murid untuk mengenal cara-cara pengolahan sampah secara terpadu dengan prinsip 4 R (Reduce, Recycle, Replant dan Reuse). Kegiatan ini dimaksudkan untuk untuk meminimalkan volume sampah yang dihasilkan disekolah, yaitu
114
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITAS!
Garbage is not a matter that should be handled by the government alone, but everyone else must also contribute to handle that matter. Public High School 34 in Pondok Labu , South Jakarta, realized this awareness by putting the school's waste management program into the UKS (Unit Kegiatan Sekolah School's Extra Curricular). Before , the school's environment cleanliness wasn't given much attention; therefore the school looked as if it was very dirty. This program started when Public High School 34 Jakarta started a joint program with UNESCO in 1996. With technical aid from UNESCO , Mrs. Endang Wirdaningsih , teacher and builder of the school's science group , introduced students to ways of integrated wastes management using the R4 principles (Reduce, Recycle , Replant and Reuse) . The purpose of this activity was to mm1m1ze the volume of waste produced by the school by making use of, or recycling , organic waste such as garden and paper wastes. With this kind of activity, it is expected that the knowledge and education about healthy
environment could be socialized to school-age children . The students were also expected to share their experience and knowledge about environment conservation to their families and friends particularly, and to the society around them generally. For this activity could run smoothly, the students, teachers , and school janitors have been given a special training on small scale waste management. The teachers and school janitors received the training in Banjarsari , South Jakarta, while the students obtained training by a multi-level system. Students who have been trained would then share their knowledge to younger schoolmates. This training system have been done and going on by handing it down from one generation to the next. dengan memanfaatkan atau mendaur ulang kembali sampah organik seperti sampah kebun dan sampah kertas. Dengan adanya kegiatan ini maka diharapkan pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan lingkungan sudah bisa disosialisasikan pada anak-anak di usia sekolah. Para pelajar tersebut juga diharapkan menularkan pengalaman dan pengetahuan mereka mengenai pelestarian lingkungan kepada keluarga dan ternan-ternan mereka pada khususnya dan masyarakat sekitar mereka pada umumnya. Agar dapat melancarkan semua kegiatan ini, maka para siswa, guru dan petugas kebersihan sekolah telah mendapat pelatihan khususnya masalah pengelolaan sampah skala kecil. Para guru dan petugas kebersihan mendapat pelatihan di Banjarsari , Jakarta Selatan, sedangkan para siswa dilatih dengan sistem berjenjang. Para siswa yang sudah mendapatkan pelatihan, menularkan ilmunya kepada rekan-rekan dan adik kelas mereka. Sistem pelatihan ini dilakukan secara turun-menurun dan berlanjut terus.
Aside from the activities above, in order to spread the clean living habit and environmental knowledge t o every student, the school conducts "Clean Friday." This activity is executed every Friday, when every student participated by cleaning their own classroom. The school also gave punishment to students that have been seen to throw away garbage recklessly. To support all these activities, the school developed a Griya Daur Ulang (Recycling Facility) with its tools. The funds were obtained partly from the school and partly from the Seko/ah Model Berwawasan Lingkungan DiKNAS (National Education Ministry's Model School for Environmental Awareness) project. Activities that were carried out include:
Selain kegiatan diatas, untuk menularkan Budaya Bersih dan Pengetahuan lingkungan kepada semua muri d-murid sekolah, pihak sekolah telah mengadakan kegiatan yang dinamakan Jum'at bersih. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jum'at, semua siswa
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 115
sekolah yang ada melakukan kegiatan bersih-bersih sekolah yang sudah dibagi-bagi untuk t iap-tiap kelas di sekolah . Sekolah juga memberikan sanksi kepada siswa yang terlihat membuang sampah tidak pada tempatnya . Untuk menunjang semua kegi atan tersebut pihak sekolah telah memfasilitasi kegiatan kesehatan sekolah ini dengan membangun Griya Daur Ulang dan peralatannya , yang dananya diperoleh sebagian dari sekolah dan sebagian lagi dari dana proyek Sekolah Model Berwawasan Lingkungan DiKNAS. Kegiatan yang dilakukan sekolah ini antara lain : 1.
116
Pemisahan sampah organik dan anorganik, dengan sampah pengadaan tempat pembuangan terpisah. 2. Pembuatan kompos dari 50% sampah kebun, kompos tersebut dipakai pada kebun tanaman obat. 3. Daur ulang kertas (30%dari sampah kertas) , hasil produk daur ulang yang dilakukan para siswa SMA 34 tersebut berupa bingkai toto, kotak hiasan , sampul buku catatan, kartu -kartu ucapan, dan am plop. sampul buku catatan, kartu-kartu ucapan, dan am plop. 4. Penggunaan kembali (re-use) plastik bekas untuk tempat/wadah tanaman hidroponik. 5. Pembuatan pupuk EM (Effective Microorganism) , baru dijalankan 3 bulan dan baru dipergunakan untuk lingkungan intern sekolah saja.
1. Separating organic and inorganic wastes providing separate garbage containers. 2. Making compost from 50% of the garden wastes; the compost are then used to fertilize the medicine plant garden. 3. Recycling paper (30% from the paper wastes). Recycled paper products of the students include picture frames, decoration box , notebook wrapper, greeting cards, and envelopes. 4. Reusing plastic wastes to make pots for hydroponics plants. 5. Making EM (Effective Microorganism) fertilizers. This had just been going on for 3 months and had just been used just for the internal school environment.
Dengan kerja keras dan ketekunan para siswa, guru serta karyawan SMAN 34 untuk menjalankan komitmen mereka terhadap alam , maka Departemen Pendidikan Nasional telah menjadikan sekolah ini sebagai sekolah yang berwawasan lingkungan di DKI Jakarta untuk tingkat SMA, dan pada tanggal 16 Agustus 2005 SMAN 34 telah terpilih sebagai juara I Sekolah Sehat Tingkat Nasional.
With the hard work and diligence of the students, teachers and school employers in executing their commitment to the environment, the Department of National Education announced this school as an Environmentally Aware School in Jakarta for the high school level. In August 2005, Public School 34 Jakarta was chosen as first winner of the national-level Sekolah Sehat (Healthy School) contest.
Untuk menjamin keberlanjut an kegiatan pengelolaan
To ensure the sustainability of wastes management activity in the school, besides being allocated funding
I
PERMUKIMAN, AIR MINUM DAN SANITASI
sampah tersebut selain dari bantuan dana dari sekolah tiap tahunnya, kegiatan ini juga dapat berjalan dari hasil iuran anggota kegiatan ini pada tiap bulannya dan biaya hasil dari penjualan produk daur ulang. Selain kegiatan yang dilakukan didalam sekolah para siswa-siswa SMAN 34 sering juga melaksanakan pelatihan daur ulang untuk tingkat sekolah, menyelenggarakan lokakarya lingkungan tingkat SMA, melakukan kunjungan lapangan ke berbagai lokasi untuk menambah wawasan mereka tentang limbah padat dan bagaimana mendapatkan solusinya . Uraian di atas menunjukkan bahwa sekolah merupakan agen penting untuk menanamkan kepedulian terhadap persoalan lingkungan , terutama sampah
from the school every year, income is obtained from selling the recycled products. Also , students often hold recycling trainings for other school levels , arranged environmental workshops , and make field trips to various locations to increase thei r knowledge on solid wastes.
Penggunaan Botol Plastik Bekas Sebagai Wadah Tanaman Hidroponik
•
118
Compost In Cibangkong, Bandung
Kasus longsornya TPA Leuwigajah yang telah menelan korban jiwa lebih dari 140 orang, berdampak pada proses penanganan sampah secara keseluruhan di kota Bandung. Saat ini TPA Leuwigajah tidak lagi dapat digunakan sebagai tempat pembuangan akhir karena masih memerlukan berbagai kajian dan perbaikan, sementara TPA Jelekong yang masih dapat digunakan akan segera penuh. Upaya pengurangan volume sampah dari sumbernya menjadi suatu alternatif penting untuk mengurangi beban pembuangan sampah ke TPA. Pengelolaan kompos di wilayah Cibangkong merupakan best practice yang langsung dikelola oleh masyarakat melalui fasilitasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (PUSLITBANGKIM) Dep. PU sejak tahun 1000.
The case of Leuwigajah TPA landslide that had cla imed the lives of 140 people had given an impact on the entire waste management process in Bandung City, West Java. Now the Leuwigajah TPA could no longer be used as a final disposal area because it still needs many examination and repairs , while the Jelekong TPA that is still being used now will soon be full. The effort to decrease garbage volume from the source thus becomes an important step i n order to lighten the burden of disposing garbage to the TPA. The compost management activity i n Kelurahan Cibangkong, Bandung, is directly handled by the community, and facilitated by PUSLITBANGKIM (Center of Research and Development for Settlements) of the Department of Public Works since 2000.
Wilayah fN-1 11 kelurahan Cibangkong yang relatif padat penduduk dengan bangunan yang tidak teratur,
Before , the people of RW11 neighborhood in Cibangkong, a densely populated area with cluttered
I
PERMUKIMAN . AI R MINUM DAN SAN ITASI
awalnya mengelola sampah secara sembarangan, yaitu sebagian sampah dikumpulkan oleh petugas RW ke TPS yang jaraknya cukup jauh dan sebagian lain dibuang langsung oleh masyarakat ke lahan-lahan kosong atau sungai (Cikapundung). Hal ini menyebabkan timbulnya kecenderungan pencemaran lingkungan dan tidak terangkutnya sampah dari TPS yang selalu menggunung sehingga menyebabkan bau dan lalat yang sangat mengganggu. Menghadapi kondisi ini, masyarakat di lingkungan RW 11 tidak tinggal diam. Mereka sepakat untuk mengatasi masalah sampah ini dengan mengadakan forum pertemuan warga. Melalui beberapa forum konsultasi , disepakati untuk melaksanakan pengelolaan sampah dengan titik berat pembuatan kompos dan daur ulang. Pengelolaan ini dilaksanakan oleh masyarakat (6 orang) dengan dukungan dana awal dari PUSLITBANGKIM berupa bangunan, peralatan, EM-4 dan pelatihan. Pengembangan lokasi dibantu oleh UNPAD dengan biaya Rp . 2.700.000,-. Selain itu hasil penjualan kompos dan material daur ulang merupakan sumber dana yang dapat digunakan sebagai biaya operasi dan pemeliharaan. Pengelolaan kompos di wilayah Cibangkong tersebut dapat meningkatkan cakupan pelayanan untuk 3000 jiwa. Tujuan pengelolaan kompos tersebut adalah mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA (10 m3/hari) serta memanfaatkan sampah organik menjadi kompos. Hasil yang telah dicapai adalah pengurangan sampah organik sampai 60 % yang dapat dijadikan kompos dan bahan-bahan daur ulang sehingga residu sampah hanya tinggal 12 %. Teknologi yang diterapkan cukup sederhana sehingga mudah dilakukan oleh masyarakat. Selain itu kegiatan ini dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan pihak pengelola tanpa harus membebani APBD. Namun keberlanjutan pengelolaan masih terkendala oleh pemasaran kompos yang belum memadai, meskipun hasil panen petani (pemakai kompos) saat ini meningkat 3 kali lipat dari sebelumnya. Dengan demikian diperlukan
buildings , hand led wastes recklessly. Some parts of the garbage is gathered and picked up by the RW official who brought it t o the TPS (Public Garbage Disposal) which was pretty far away, and some other parts of the garbage were t hrown away by the people to empty areas or into the Cikapundung River. This is what caused the polluted envi ronment. Also , garbage waste at the TPS is often not picked up, so it always seemed to pile up , causing t he stench an d the flies that are very disturbing .
Faced with this cond it ion , the people in RW1 1 didn't stay put. They agreed to solve this problem by maki ng a residential meeting forum . After a few consu ltation forums , they have reached an agreement to manage waste by emphasizing on compost-making and recycling. This management is conducted by the society (6 people ) with a starting fund supported by PUSLITBANGKIM in the shape of the infrastructures, tools , EM-4, and train i ng. The location development was supported by UN PAD (Padjadjaran University) with a fund of Rp . 2. 7 million . Compost management in Cibangkong could increase the service scope for 3,000 people . The purpose of compost management is to decrease · the garbage
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 119
upaya tindak lanjut antara lain bantuan pihak pemerintah kota Bandung dalam pembelian produk kompos yang telah dihasilkan oleh masyarakat Cibangkong serta kontrol kualitas kompos yang lebih memadai. Serta upaya-upaya replikasi a-gar pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA dapat meningkat secara signifikan. Untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan kompos di Cibangkong yang telah dimulai sejak tahun 2000, diperlukan dana yang memadai terutama berkaitan dengan ketersediaan biaya operasional (gaji petugas 6 orang, pemeliharaan gerobak, bahan-bahan untuk proses produksi kompos seperti EM-4, air dan lainlain), penjualan kompos dan material daur ulang serta iuran warga RW 11 (Rp 2000 - 3000/kk/bln). Saat ini warga yang membayar iuran hanya sekitar 50% Secara umum kondisi keuangan pengelolaan kompos ini adalah sebagai berikut : Secara umum biaya yang diperlukan untuk pengelolaan kompos adalah Rp 2.700.000 /bulan. Dengan hasil penjualan kompos sebanyak Rp 300.000, hasil penjualan bahan daur ulang Rp 1.400.000, dan total iuran warga sebesar Rp 800.000 per bulan, maka penghasilan yang ada hanya mencapai Rp. 2.500.000. Saat ini kekurangannya diatasi dengan cara mengurangi gaji petugas. Dengan demikian masih perlu diupayakan untuk dapat meningkatkan iuran warga dan penjualan kompos secara lebih memadai. Dari sisi pengelola, maka 6 tenaga masih dirasakan cukup memadai, namun memerlukan pendampingan terutama dalam hal manajemen pemasaran. Sementara dari sisi sosial, warga FWY 11 yang sebagian besar berpenghasilan menengah ke bawah pada dasarnya dapat menerima kehadiran instalasi produksi kompos di lingkungannya, karena selain mendapatkan kondisi lingkungan yang asri juga terbukanya lapangan kerja untuk meningkatkan penghasilan. Namun juga tidak sedikit warga yang mempermasalahkan bau disekitar i nstalasi dan transparansi keuangan.
120
I
PERMUKIMAN, A IR MINUM DAN SAN ITAS I
volume that are thrown away to the TPA (10m3/day) and to make use of organic wastes to make it into compost. The result is decreased organic waste up to 60% that could be transformed into compost and recycled garbage until the wastes residue was left only by 12%. The technology being implemented is quite simple that it was easy for the people to execute it. Besides that, this activity could open job opportunities for community members and increase the income of the people managing wastes without having to burden the APBD. However, there ゥセ@ still a problem with compost marketing, although compost users are supposedly to have increased three times. Because of this , there needs to be serious effort follow up actions, such as aid from the Bandung government to buy compost products made by Cibangkong people , and a more adequate compost quality control. There should also be more efforts to replicate this model so that the volume of garbage thrown away to the TPA can be decreased significantly. To ensure sustainability of compost management in Cibangkong, sufficient amount of fund is needed to provide operational expenses (salary for 6 workers, cart maintenance , materials for compost production process such as EM-4, water and others), compost and recycled materials marketing. Some is provided by the RW11 citizen retributions {Rp 2 , 000 to 3,000/household/month), but currently only 50% of the people pay retributions. The funds needed for compost management is Rp 2, 7 million per month, whereas income from selling the compost and recycled materials, plus retribution from the community only adds up to Rp 2.5 million per month. This shortage is covered by cutting down the workers' salary. An effort to increase the society's retribution and a more adequate marketing of the compost is very much needed. Based on evaluations of the Cibangkong compost management, there are several lessons that can be
Berdasarkan hasil evaluasi kondisi pengelolaan kompos Cibangkong yang telah dilakukan sejak tahun 2000, ada beberapa pembelajaran yang dapat digunakan sebagai bahan masukan penyusunan kebijakan persampahan . Pertama, dari kegiatan pengelolaan kompos di RW 11 kelurahan Cibangkong tersebut telah dapat mereduksi volume sampah sampai 88 % dan dihasilkan sejumlah produk kompos 300 kg/bulan dengan penghasilan hanya Rp 300.000/bln (yang terjual hanya 100 kg/bln). Untuk itu diperlukan kebijakan Pemda untuk dapat menyerap produk kompos tersebut. Kedua, upaya pengelolaan persampahan berbasis masyarakat secara langsung dapat membantu pemerintah kota Bandung mengatasi masalah keterbatasan lahan TPA karena kasus TPA Leuwigajah. Ketiga, masyarakat memiliki potensi yang cukup besar untuk melakukan sendiri pengelolaan sampah ditingkat sumber asalkan diberikan pilihan teknologi yang sederhana serta pendampingan yang memadai. Keempat, pilihan teknologi komposting telah sesuai dengan komposisi dan karakteristik sampah di Indonesia yang memiliki kandungan organik tinggi (70 80 %), kadar air tinggi (60 %) dan nilai kalor rendah (< 1300 k.cal/kg). Kelima, adanya kendala pemasaran kompos dikhawatirkan dapat mengancam keberlanjutan pengelolaan kedepannya, sehingga diperlukan kebijakan khusus ditingkat daerah dan regional untuk menyerap produk kompos yang dibuat oleh masyarakat.
used as input in formulating waste-related policies. Firstly, the RW11 neighborhood has reduced their garbage volume by 88%and the compost they produced was as much as 300 kg/month with an income of only Rp 300.000 I month (only 100 kg of compost was sold each month). Secondly, community-based waste management can help the city government to solve the problem of limited TPA caused by the Leuwigajah incident. Thirdly, communities have human resource potentials to execute their own waste management from the source as long as they are given a choice of an unsophisticated technology and an adequate assistance. Fourth, the choice of composting technology is compatible with the composition and characteristics of waste in Indonesia that contains a high level of organic substance {70 80 %), high water level {60 %) and a low degree of calories {< 1300 k.cal/kg). Fifth, there is a problem in compost marketing that is threatening the sustainability of waste management, so there need to be a special policy at the regional level so that the compost products made by the society could be well distributed.
Upaya pengurangan volume sampah sejak dari sumbernya merupakan langkah penting dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah secara keseluruhan, untuk itu diperlukan replikasi pengelolaan serupa yang berbasis masyarakat di wilayah lain dengan fasilitasi atau pendampingan dari pemerintah kota Bandung. Dukungan yang diperlukan untuk replikasi adalah proses penyiapan masyarakat, dana investasi dan 0/M awal, sosialisasi serta dukungan kebijakan terutama dalam hal penyerapan produk kompos.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 121
SATGAS KEBERS KOTA
Perumahan Mustika Tigaraksa Kabupaten Tangerang yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah, kondisinya sebenarnya relatif teratur dan tertata rapi. Untuk pembuangan sampah, awalnya sampah hanya dikumpulkan oleh petugas developer (RT /RW) ke TPS. Namun karena frekuensi pengangkutan yang tidak memadai, muncul masalah bau dan lalat yang sangat mengganggu, terutama di sekitar TPS yang tersebar di lingkungan komplek perumahan. Dengan iuran hanya Rp . 1000/KK/bulan, maka pengelolaan sampah tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kondisi tersebut menimbulkan konflik sosial dan menuai keluhan warga kepada pihak developer. Selain itu Pemda kabupaten Tangerang memiliki masalah keterbatasan angkutan
The Mustika Tigaraksa Complex in Tangerang is occupied by mostly middle class society; the living space conditions were actually quite in order and well managed. With the wastes disposal matter, at first the garbage was only being picked up by the developer officials (RT /RW) to take it to the TPS . But because of insufficient garbage pick up frequency, then came the problem of the stench and flies that were very disturbing, especially around the TPS near the housing environment. With retribution of only Rp 1,000/household/month, garbage management did not work out as planned. This condition caused social conflict and caused complaints to the developer from the community. Besides that, the Tangerang regional government has a problem of limited garbage pickup
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 123
3
(hanya 700 m /hari dari 2000 m3 /hari yang terangkut ke TPA) dan TPA (2 TPA ditutup oleh warga karena mencemari lingkungan, sementara TPA yang ada letaknya sangat jauh). Untuk mengatasi masalah tersebut maka sampah akhirnya dikelola oleh B.E.S.T (Institute for Integrated Economic and Social Development) yang melibatkan tenaga masyarakat setempat (5 orang) dengan dukungan dana awal dari BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association) dan pihak developer (lahan seluas 400 m2 ). Selain itu dana pengelolaan didapatkan dari iuran warga dan hasil penjualan kompos dan material daur ulang. Sebelum dilaksanakan maka ada proses konsultasi antar pemangku kepentingan , yaitu pertemuan dengan masyarakat untuk menentukan kebutuhan pelayan persampahan. Hasilnya lalu dikonsultasikan dengan pihak developer untuk mendapatkan lahan tempat pengolahan sampah. Pertemuan lain yang dilakukan adalah pertemuan dengan warga calon pelanggan untuk menentukan iuran pengelolaan sampah. Hasil kesepatakan tersebut dituangkan dalam kontrak antara B.E.S.T dengan developer dan masyarakat pelanggan. Mengacu pada target 11 MDGs, pengelolaan sampah secara terpadu yang dilakukan oleh B.E.S.T di lingkungan perumahan Mustika Tigaraksa di Kabupaten Tangerang tersebut dapat meningkatkan cakupan pelayanan untuk 8400 jiwa (1687 KK) . Tujuan pengelolaan sampah tersebut adalah membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA (7.2 m 3 /hari) serta memanfaatkan sampah organik
124
I
PERMUKIMAN . AIR MINUM DAN SANITASI
truck (only 700 out of 2,000 m 3 /day could be carried to the TPA). Furthermore, there is also a problem with limited TPA. Two TPAs had been -closed down by the society for polluting the environment, while the only currently available TPA is too far away. To solve this problem, the waste was eventually handled by the B.E.S.T (Institute for Integrated Economic and Social Development). B.E.S.T involved five local people with the support of starting funds from BORDA (Bremen Overseas Research and Development Association) , and an area of 400m 2 from the developer. Besides that, management funds were obtained from the society's retribution and income Pemanfaatan Biogas untuk Memasak from selling compost and recycled materials. Before being executed, there was a consultation process between stakeholders, which are meetings with the society to determine their need for garbage management service. The result was then consulted with the developer in order to obtain an area for the garbage processing. Another meeting held was the meeting with the society as customer candidates to determine the wastes management retribution . The resultsof the agreement wi:is then written in the contract between B.E.S.T. , the developer and the society as consumers. Referring to MDG, target, the integrated waste management by B.E.S.T in Mustika Tigaraksa housing environment could increase the scope of service for 8,400 people (1 ,687 families). The purpose of this waste management is to help decrease the volume of garbage that is thrown セ。ケ@ to the TPA (7.2 m3 /day) and make use of organic wastes to make compost and
I menjadi kompos dan sampah anorganik menjadi material daur ulang. Hasil yang telah dicapai adalah sampai 54 % yang dapat pengurangan sampah dijadikan kompos dan bahan-bahan daur ulang sehingga residu sampah hanya tinggal 46 %. Secara keseluruhan pengelolaan sampah yang dilakukan cukup memadai dan secara perlahan sudah mengarah pada prinsip pendanaan cost recovery (operasi dan Disamping itu pemanfaatan pemeliharaan saja). sampah ini bisa memberikan peluang kerja bagi
inorganic waste to make recycled materials. The result was a decrease in waste production by 54%that can be made into compost and recycled materials until the wastes residue was only left at 46%. The overall waste management that has been done was quite adequate and is slowly aiming towards cost recovery (for operation and maintenance only). Besides that , managing garbage gives job opportunity for the people so that they could increase their income . But Proses Komposting
masyarakat sehingga dapat meningkatkan penghasilan. Namun keberlanjutan pengelolaan masih terkendala oleh pemasaran kompos yang belum memadai , dengan demikian diperlukan upaya tindak lanjut antara lain bantuan pihak pemerintah kota Tangerang dalam pembelian produk kompos yang telah dihasilkan oleh pihak B.E.S.T serta upaya-upaya pengembangan dan replikasi agar pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA dapat meningkat secara signifikan Untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan sampah terpadu di kawasan perumahan Mustika Tigaraksa Tangerang tersebut, diperlukan dana yang memadai terutama berkaitan dengan ketersediaan biaya
sustainability of this activity is still having problems with the insufficient compost marketing. Therefore, there needs to be follow up action such as support from the Tangerang government in buying the compost products , and conducting development and replication efforts so that the total volume of garbage carried to the TPA would decrease si gnificantly. To ensure the sustainability of integrated waste management in the housing complex , there needs to be sufficient fund for operations (salary for 5 workers , garbage cart vehicle maintenance , the compost production process and recycling tools and materials, and others). Furthermore , waste management still needs assistance especially for the enterprise scale management and for increasing compost and recycled products marketing management.
PRAKTIK-PRAKTIK UNGGULAN INDONESIA
I 125
operasional (gaji petugas 5 orang , pemeliharaan motor sampah , bahan-bahan /peralatan proses produksi kompos dan daur ulang dan lain-lain). Secara umum kondisi keuangan pengelolaan kompos ini adalah sebagai berikut : biaya yang diperlukan untuk pengelolaan sampah adalah Rp 5.400.000 /bulan , biaya hasil penjualan kompos/material daur ulang Rp 500 .000 /bulan , iuran warga Rp 4000 /bulan . Dari iuran warga tersebut, Rp. 400 ,- diberikan kepada motor sampah untuk pemeliharaan . Disamping itu , pengelola sampah masih memerlukan pendampingan terutama dalam hal pengembangan skala Usaha dan peningkatan manajemen pemasaran kompos dan produk-produk daur ulang. Dukungan dari warga perumahan Mustika Tigaraksa yang sebagian besar berpenghasilan menengah merupakan modal dasar untuk keberlanjutan program ini. Akhir kata , meningkatnya komplek-komplek perumahan baru di kawasan kabupaten Tangerang perlu diantisipasi Dengan model pengelolaan sampah serupa. Pengelolaan Sampah Mustika Tigaraksa Tangerang bisa direplika untuk menerapkan pengelolaan sampah berwawasan lingkungan disetiap kawasan perumahan baru.
126
I
PERMUKIMAN , AIR MINUM DAN SAN ITASI
The support from the residents of Mustika Tigaraksa complex is the basic capital source for the sustainability of this program. Finally, the increasing amount of new housing complex in the Tangerang regency territory needs to be anticipated by replicating similar waste management models.
Pemilahan Sampah
Lampiran 1 Praktik-praktik unggulan ditulis, atau ditulis ulang, berdasarkan sumber-sumber di bawah ini: Bab2 Pengembangan infrastruktur perkotaan yang mendukung penanggulangan kemiskinan 1. Kampung Sinar Bulan: Presentasi Drs . H . Zulkarnaen Karim, MM, Walikota Pangkalpinang, "Dari Pinggir kota Pangkalpinang Menuju ke Adipura 2007." 2. Kasus Pasuruan: Presentasi Muhammad Taufik, fasilitator P2KP, "Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan di Kota Pasuruan." 3. Kasus Panembahan, Cirebon: Presentasi lr. Wijayanto, Pemerintah Kota Cirebon, "Strategi Peningkatan Kualitas Lingkungan Peru mahan dan Permukiman." 4. Kasus Stren-Kali Surabaya: Laporan Lab. Perumahan dan Permukiman, ITS: Prof lr Johan Silas, lr. Purwanita Setijanti, MSc, lr. Andon Setyowibowo, MT, Erika Yuniastuti, ST.
Bab3 Peningkatan kualitas permukiman kumuh 1. Kasus Nginden Jangkungan: Presentasi Rita Ernawati, "KIP Komprehensif di Nginden Jangkungan Sukolilo" dan laporan dari Lab. Perumahan dan Permukiman ITS. 2. Kasus Banjar: Laporan lr. H. Encep R Marsadi, Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia (AKPPI) Cabang Jawa Barat, "Merajut Mimpi Bersama untuk sebuah Rumah ldaman: Sebuah proses Pembangunan Perumahan Yang Berbasis Pad a Kelompok." 3. Kasus Code, Yogyakarta): Presentasi Toto Pratopo, Forum Masyarakat Code Utara, dan laporan Dinas Prasarana Kota Yogyakarta, "Pendekatan Program Peningkatan Kualitas Permukiman dan Perumahan di Kota Yogyakarta." 4. Forum Kota Sehat Pekalongan: Presentasi Drs. H. Abdul Mu"in HS MA, Forum Kota Sehat Pekalongan, "Kondisi Permukiman dan Lingkungan Perumahan Sub Inti , Kel. Panjang Wetan , Pekalongan, Sebagai Pilot Project Pengembangan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Peru mahan Sehat." Bab4 Peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi Praktik-praktik Unggulan bidangAir Minum: Pengarah: Budi Yuwono, Basah Hernowo, Salusra Widya, S. Bellafolijani Adimihardja, Bambang Purwanto, Nuradhi Iskandar, Teti Endang lrawati, Sri Endah Nurwijayati, AgusAchyar Penulis: Budianto Prasetio, Suly Meilani Hidayati, Ratria Anggraini, Rusliana Panjaitan, Silvita Jars_il Anwar, Dian Suci Hastuti, HennyWardhani S, Lucky RetnoAndayani Praktik-praktik Unggulan bidang Sanitasi: Pengarah: lr. WidyaAlfisa, Dipl. SE, lr. KatiAndriani Darto, MPA Penulis: lr. DwityoAkoro, MURP, lr. Dodi Krispatmadi, M. Eng. Env, lr. Ida Yudiarti, Dra. Endang Setyaningrum, MT, lr. Niken Nawangsasi, MT, Dwiasti Hadiani Kodri, ST, Hotman Frian Pandiangan, ST, Mince Halimah, ST, Novi Rindani, ST, Reza Rizka Pratama, ST
Sasaran dan Tujuan Pembangunan Milenium Tujuan 1. Mengurangi kemiskinan dan kelaparan Sasaran 1: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015 Sasaran 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015 Tujuan 2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua Sasaran 3: Memastikan pada 2015 semua anak di manapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar Tujuan 3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan Sasaran 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 Tujuan 4. Menurunkan angka kematian anak Sasaran 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Tujuan 5. Meningkatkan kesehatan ibu Sasaran 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015 Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya Sasaran 7: Mengendalikan penyebaran HIV I AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015 Sasaran 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya Tujuan 7. Menjamin keberlanjutan lingkungan Sasaran 9: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional Sasaran 10: Menurunkan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015 Sasaran 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Tujuan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Millenium Development Goals and Targets Goal 1. Eradicate extreme poverty and hunger Target 1. Halve, between 1990 and 2015, the proportion of people whose income is less than one dollar a day Target 2. Halve, between 1990 and 2015, the proportion of people who suffer from hunger Goal 2. Achieve universal primary education Target 3. Ensure that, by 2015, children everywhere, boys and girls alike, will be able to complete a full course of primary schooling Goal 3. Promote gender equality and empower women Target 4. Eliminate gender disparity in primary and secondary education, preferably by 2005, and in all levels of education no later than 2015 Goal 4. Reduce child mortality Target 5. Reduce by two thirds, between 1990 and 2015, the under-five mortality rate Goal 5. Improve maternal health Target 6. Re
Lampiran 2 DAFTAR PESERTA LOKAKARYA NASIONAL PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET MDGs: Permukiman Kumuh, Air Minum, Sanitasi, dan lnfrastruktur Perkotaan Dalam Rangka Peringatan Hari Habitat Dunia tahun 2005 Jakarta, 14- 15 September 2005 Pembicara Utama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Menteri Dalam Negeri (Sekjen) Menteri Pekerjaan Umum Komisi V DPR-RI (lr. Soeharsojo) Emha Ainun Najib Penyaji, Pembahas, Pemandu lr. Agoes Widjanarko, MIP Prof. Gunawan Sumodiningrat Prof. Johan Silas DR. lr. Sujana Royat, DEA lr. Widya Alfisa, Dipl. SE lr. Aim Abdurachim, MSc. lr. Darrundono Dr. lr. Penny Lukito lr. Haryo Sasongko lr. Basah Hernowo, MA lr. lsmanto, MSc lr. Dodo Juliman lr. Joko Abisoeroso Prof. Eko Budihardjo
Dirjen Cipta Karya, Dep. PU Sekretaris KPK ITS Menkokesra Dep. PU Meneg Perumahan Rakyat Pemerhati Bappenas Depdagri Bappenas Dep. PU UN-Habitat APEKSI UNDIP
Tim Substansi lr. lr. lr. lr. lr. lr. lr.
ImamS Emawi, MCM, MSc. Endang Widayati Budi Yuwono, Dipl. SE Bambang Guritno, MPA, MSc Widya Alfisa, Dipl. SE Danny Sutjiono Dodo Juliman
Dep. PU Meneg Perumahan Rakyat Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU UN-HABITAT
Tim Perumus Kelompok Program & Rencana Tindak Bappenas lr. Basah Hernowo, MA (Ketua) Dep. PU Guratno Hartono (Sekr) ITB Prof. Benny Chatib Dep. PU lr. Sri Hartoyo, Dipl. SE Dep. PU lr. S. Bellafolijani A, M.Eng Dep. PU Handy B. Legowo BPP SPAM Deddy R P2P Jatim Bambang Sunaryo Menkokesra Nyoman Shuida Kelompok Kelembagaan dan Sistem Pemantauan UN-Habitat lr. Dodo Juliman (Ketua) ITS Prof. Johan Silas (Wakil) URDI Dr. Wicaksono Sarosa (Sekr) Depdagri lr. Haryo Sasongko Dep. PU lr. Kati Andriani Darto, MPA Kimpraswil Bangka-Belitung Suharli Menpera Baby S.D. Bappeda Boyolali R. Andolia Dep. PU DR. lr. Ramalis Subandi Dep. PU lr. lsmanto, MSc Dep. PU lr. Antonius Budiono, MCM AKPPI lr. Sonny H. Kusuma Kelompok Materi Deklaras H. Jusuf Serang Kasim (Ketua) Prof. Eko Budihardjo (Wakil) Djoko S. A. Suroso (Sekr) Enzalmi lr. Widya Alfisa, Dipl. SE Rinella Tambunan lr. Dwityo Akoro, MURP lr. Susmono lr. Darrundono lr. Danny Sutjiono Fajar E. A.
APKASI UNDIP Bappeda Tarakan Bappeda Padang Dep. PU Bappenas Dep. PU Dep. PU Pernerhati Dep. PU Dep. PU
Daftar Lengkap Peserta : A. Budiono Ade Syaiful R. Adi Subroto Agus Ahyar Agus Sarwono Ahmad Khalili Ahmad Sauqi , ST Ahmad Suganda Aian Leonard Betts Andi Zainal Andreas Sukur Anwari ldrus Ape Arief Karyawan Aris Ariyanta Bahagia Bambang Murwono Bambang Purwanto Bambang S. Bambang Yuwono Benny Goufar., ST, MM Chairul Djaelani Darmanto Daryanto Deddy Sudradjat Dedi Nuri adi Dendy Kurni adi, ST Desyrijanti Azharie Dewi Ast uti Dewi Ch., ST., MSc Dida Gardera Direktur Perkot aan Djuang Fajar S. DR. lr. Ach mad Hermanto D. , MSc Dr. lr. Bastary P. lndra Dr. lr. I.F. Poernomosidhi P H.,MSc. Dr. lr. Sujana Royat , DEA Dr. Max Antameng, MA Ora . Endang S., MT Ora . Nyimas Nl. , MSc Drs. Budi Susetyono, MPA Drs . Edib Erdiman , MSi Drs. HA. Sjarifuddin Sahi b Drs . Halasan Sitompul. ,Msi Drs. Rivai , M.St Dwityo Akoro Soeranto Eko Priastoni Emiel Wegelm Emon Kasman Etty Winarni F. Unik Wimawan I Farid Waji di , MT Fatwan Tanj ung lr, MT
Fuad Zakaria Galuh Aji N, ST Guratno Hartono Hafil Widianto Halil Asry Haryo S. Hasna Widiastuti , ST, Meng SC Henry E Heryah Hotman Frian Pandiangan lan Hamilton Ida Puspi ta lendra Sofyan Ignatius Triwidodo T K, Dipl. DA., MA. lmamAkhmad lndah Pratiwi lr. Am i ruddin . ,CES lr. Andre W. Koreh lr. Aris Riyanti , Msi lr. Bachruddin A. , Dipl. SE lr. Bachtiar Sultan lr. Bambang Sunaryo lr. Chitra Mardi Rahayuningsih , MM. lr. Dachlan F, MS lr. Dadan Krisnandar., MT lr. Daru Sukamto., MM lr. Deka Paranoan lr. Diana Kusumastuti., MT lr. Didiet Arief A. ,Msi lr. Doddy Koeswanto ., MT lr. Dodi K., M.Env.Sc lr. Dwityo Akoro S., MURP lr. Edward . ,MSc lr. Frans Pangalinan lr. FX Totok Pratowo K.CES lr. H. Emzalmi , Msi lr. H. Suryadi. S lr. Handy BL. , MSES lr. Hendarko Rudi Susanto lr. llham Muhargiady., MSc lr. ImamS. Ernawi , MCM, MSI lr. lnu Kertopati lr. lrawaty lmran , MT. lr. lryanto Susatyo ., M. Eng lr. Iwan Darma S., M.Soc.Sc lr. lwan Nusyirwan Diar. ,Dipl. HE lr. J.Wahyu K., MUM lr. Janti Damajanti Sofjan lr. Joessair Lubis., CES
lr. Johan Lukman I r. Jojo Bagio N. , M. Eng lr. K. Zulkarnai n lr. Kasrianto Tarigan lr. Kurjait Noor, Msi lr. M. Arifin lr. M.Sundoro. , M.Eng lr. Marsaulina FMP., ME lr. Michael Oscar Kadang lr. Miltiades lr. N. Sardjiono ., MM lr. Noeradhi Iskandar. , M.Eng lr. Noldy Makalew lr. Nyoman Shuida , MSc lr. Prasetyo. ,M. Eng lr. Rahmadi BS lr. RG Eko Juli S., MM lr. RG Hari Susanto ., CES lr. Rudhy Hamidjaja lr. Rudhy Hamidjaya lr. Rudy Azrul Arifi n. , MSc lr. Samsul Hadi. , MRP lr. Sen tot Harsono. , MT lr. Siswoko. , Dipl. HE lr. Sri Endah N . , MM lr. Sri Satya RD . , MM lr. Sriningsih lr. Sugeng Sentosa lr. Suharli lr. Suharyono , MT lr. Suherman ., MM lr. Sumirat ., MM lr. Susi MDS Simanjuntak lr. Tamin MZA.,MSc lr. Th .Mulyatini Respati lr. Timbul P.M. Panjaitan , MA lr. Tonno S, CES lr. Totok Prijanto, MURP lr. Tutus Rachmat S., MM lr. Umar Z. HSB , MM lr. Utuy Riwayat S. ,MM lr. Wahjudi S., MCM lr. Wartantio Pribadi , M. Eng, Sc lr. Wibisono Setio Wibowo ., MSc lr. Wihartono lr.Achid Winarno lswant o Junita Muharyani Khaidi r Yedi Kiki , ST Kusumawarhani , ST Kuswaryuni L. Harryson M. N
M. Aulawi Dzinnun M. Pangaribuan M. Z. Masngudi MirnaAmin Muhammad Adiwibowo S Mukhdar Mula Nuh MA, MS Mulya Amri Mulyadi Simatupang N. Darismanto, M.Eng Nana Terangna Nasridal Patria Nugroho Utomo Nyoman Shuda Purba Hutapea R. Andolia P R. lndra Saputra , ST R.A. Herbono Rahendra, ST Rahim Siahaan Rahmat Kawaroe Ram alis Renyansi h Retno lndramukti Reza Rizka Pratama Riche Noviasari Rido Matari lchwan Rosnandi savi tri Rusdyanti Selamet Daroyuni Shinta Puspit asanti Siswanto Sjamsur Burhan Somba Tambin g Sri M Mad1arti Sri Panardio Sri Sarwoasih , Dra . MM Subur, SST Sudibya W Sulistyo Wardani Syamsu Budiyanti Tata Bi na Udi n Toeti AS . Tonny Kartono Totok K. Prabowo Triyaka Lisdiyanta Usman , SE Wahyu Budi, ST Widia Alfisa Wiyatno ., SE , MM Wulan Komalawati , S.Si Yulianti Yvonne L. Tarore Zaenal Arifin
Lampiran 3 PESERTA DISKUSI NASIONAL REPOSISI PENCAPAIAN TARGET MDGs: Permukiman Kumuh, Air Minum, Sanitasi, dan lnfrastruktur Perkotaan Jakarta, 9-1 0 Agustus 2005 Pembicara Utama lr. Djoko Kirmanto, Dipl. HE lr. Erna Witoelar, MSi. MDGs Asia Pasifik
Menteri Pekerjaan Umum Duta Besar Khusus PBB
Penyaji, Pembahas, Pemandu lr. Syahrial Loetan , MCP lr. Agoes Widjanarko, MIP Drs. Agus Gunarto , MM Dr. lr. Bastari Panji lndra lr. Budi Yuwono, Dipl. SE lr. Endang Widayati Prof. lr. Johan Silas DR. lr. Ramalis Subandi lr. Sri Hartoyo, Dipl. SE Supartono lr. Susmono Tauchid Ahmad, ME Prof. Dr. Benny Chatib Prof. lr. Eko Budiharjo, MSc. DR. Linda Darmajanti Ibrahim, MT lr. Rahmadi BS DR. lr. Wicaksono Sarosa Yusuf Serang Kasim lr. Aim Abdurachim, MSc. lr. Hendropranoto S, MPW Parni Hadi Sri Probo Sudarmo Prof. DR. Wahyono
Bappenas Dirjen Cipta Karya Dep . PU Dinas Kebersihan Kota Malang Bappenas Dep. PU Meneg Perumahan Rakyat ITS Dep. PU Dep. PU KIKIS Dep. PU LPJES ITB Universitas Diponegoro Universitas Indonesia Pemerhati URDI APEKSI Meneg Perumahan Rakyat Pakar Jurnalis Pakar ITS
Tim Substansi lr. lr. lr. lr. lr. lr.
ImamS Ernawi, MCM, MSc. Dep. PU Endang Widayati Meneg Perumahan Rakyat Budi Yuwono, Dipl. SE Dep. PU Bambang Guritno, MPA, MSc Dep. PU Widya Alfisa, Dipl. SE Dep. PU Danny Sutjiono Dep. PU
Tim Perumus Sub Bidang Kemiskinan Dr. lr. Penny Lukito (Ketua) lr. Sri Hartoyo, Dipl. SE Drs. Fakhrul Syahmega
Bappenas (Sekr) Dep. PU Yayasan TIFA
Ketua Bappeda Depok DR. lr. Linda Darmajanti I, MT DR. lr. Nugroho Sahroni , SH Supartono lr. Rido Matari lchwan , MCP lr. Andreas Suhono, MSc lr. Arianto, Dipl. SE lr. Bambang Guritno, MPA, MSc
Kota Depok Universitas Indonesia Bappenas Kantor Menko Kesra KIKIS Dep. PU Dep. PU Dep . PU Dep. PU
Tim Perumus Sub Bidang Permukiman Kumuh Dr. lr. Bastari Panji lndra (Ketua) lr. Adjar Prajudi , MSc, MCM (Sekr) DR . lr. Wicaksono Sarosa lr. Endang Widayati Prof. lr. Johan Silas Kadis Tata Ruang & Perkim Nani Julminarni Parwoto, MDS lr. Rudi Sumekto DR. lr. Ramalis Subandi lr. Antonius Budiono, MCM lr. Wahyono Bintarto, MSc
Bappenas Dep. PU URDI Meneg Perumahan Rakyat ITS Kota Bekasi CRP World Bank PJKP Dep. PU Dep. PU Dep. PU
Tim Perumus Sub Bidang Air Minum & Sanitasi lr. Salusra Widya, MA (Ketua) lr. S. Bellafolijani A, M.Eng (Sekr) Drs. Agus Gunarto, MM Prof. Benny Chatib Ertan Maryono Prof. DR. Wahyono Hadi lr. Rina Agustin, MURP lr. Susmono lr. Tamin MZ Amin, MSC lr. Widya Alfisa, Dipl. SE lr. Dwityo Akoro, MURP Ora. Endang Setianingrum
Bappenas Dep . PU Kota Malang ITB LPJES ITS Dep . PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU
Lampiran 4
PESERTA DISKUSI NASIONAL RENCANA TINDAK PENCAPAIAN TARGET MDGs: Permukiman Kumuh, Air Minum, Sanitasi, dan lnfrastruktur Perkotaan Jakarta, 6-7 September 2005 Tim Perumus Sub Bidang Kemiskinan (lanjutan)
Pembicara Utama Menteri Negara Perumahan Rakyat Widayati) Didik J. Rachbini
(Diwakili lr. Endang Pemerhati
Penyaji, Pembahas, Pemandu lr. Bambang Guritno, MPA, MSc Dr. lr. Bambang Widianto, MA Drs. Fakhrulsyah Mega Drs . H . Zulkarnaen Karim, MM Muhammad Taufik lr. Wijayanto Karim Mahdi, SH lr. Endang Widayati Drs. Mulyono Machasi lr. Darrundono Rita Ernawati Toto Pratopo Drs . H. Abdul Mu'in HS MA Drs. Muniri, MPd Aca Hayadi lr. Budi Yuwono, Dipl. SE lr. Widya Alfisa , Dipl. SE Dr. I. Nyoman Kandun , MSc lr. Tauchid Ahmad Sudibyo, BE Surur Wahyudi llhamsyah Lubis Drs. Muhammad Helmy
Dep. PU Bappenas Yayasan TIFA Walikota Pangkalpinang PZKP Pasuruan Pemerintah Kota Cirebon BKKBN Kantor Menpera Dep. Sosial Pemerhati ITS Forum Masyarakat Code Utara Forum Kota Sehat Pekalongan Forum Kab. Sehat Tulungagung Dep. Kesehatan Dep. PU Dep. PU Dep. Kesehatan LP3ES Dinas Kesehatan Lumajang BORDA-CBS Program B.E.S.T Meneg LH
Tim Substansi lr. Imam S Ernawi, MCM, MSc. Dep. PU lr. Endang Widayati lr. Budi Yuwono, Dipl. SE lr. Bambang Guritno, MPA, MSc lr. Widya Alfisa, Dipl. SE lr. Danny Sutjiono
Kantor Menpera Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep . PU
Tim Perumus Sub Bidang Kemiskinan Dr. lr. Penny Lukito (Ketua) lr. Sri Hartoyo, Dipl. SE (Sekr) Drs. Fakhrulsyah Mega Sahroni, SH Drs . H . Zulkarnaen Karim, MM
Bappenas Dep. PU .Yayasan TIFA Kantor Menko Kesra Walikota Pangkalpinang
Muhammad Taufik lr. Wijayanto lr. Bambang Guritno, MPA, MSc DR. lr. Ramalis Subandi lr. Rido Matari lchwan , MCP lr. Andreas Suhono, MSc lr. Arianto, Dipl. SE lr. Antonius Budiono, MCM
PZKP Pasuruan Pemerintah Kota Cirebon Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU
Tim Perumus Sub Bidang Permukiman Kumuh Dr. lr. Bastari Panji lndra (Ketua) lr. Adjar Prajudi , MSc, MCM (Sekr) lr. Endang Widayati Drs. Mulyono Machasi lr. Darrundono Rita Ernawati Toto Pratopo Drs. H. Abdul Mu'in HS MA Drs. Muniri, MPd Aca Hayadi Nani Julminarni lr. Rudi Sumekto lr. Th. Sri Mulyatini Respati lr. Wahyono Bintarto, MSc lr. Noldy Makalew lr. Totok Priyanto , MUP
Bappenas Dep. PU Kantor Menpera Dep. Sosial Pemerhati ITS Forum Masyarakat Code Utara Forum Kota Sehat Pekalongan Forum Kab. Sehat Tulungagung Dep. Kesehatan CRP P3KP Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU
Tim Perumus Sub Bidang Air Minum & Sanitasi lr. Basah Hernowo, MA lr. S. Bellafolijani A, M.Eng (Sekr) Drs. Agus Gunarto, MM Dr. I. Nyoman Kandun , MSc lr. Tauchid Ahmad Sudibyo, BE Surur Wahyudi llhamsyah Lubis Drs. Muhammad Helmy lr. Rina Agustin, MURP lr. Susmono lr. Tamin MZ Amin, MSC lr. Widya Alfisa , Dipl. SE lr. Dwityo Akoro, MURP Ora . Endang Setianingrum
Bappenas Dep. PU Kota Malang Dep . Kesehatan LP3ES Dinas Kesehatan Lumajang BORDA-CBS Program B.E.S.T Meneg LH Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU Dep. PU
Daftar Lengkap Peserta Perguruan Tinggi lstiqomah Wibowo Linda Noviana, Msi , Ora Soekmana Wahyono Hadi Yose
Departemen & lnstansi Universitas Indonesia Universitas Sahid Unpak ITS Universitas Trisakti
PDAM Cecep Sulaeman Hari Sundana Rudie K Budhy Alamsyah Drs . Asep Kamaludin Ina Gustina Agoes Sujadi H. Suhaily, ST lr. Achmad Marju Kodri
PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM
Kab . Bandung Kab. Bandung Kab . Bogar Kab. Bogor Kab. Bogor Kab . Bogar Kota Mataram Kota Tangerang
LSMI Asosiasi/ Konsultan Taksudi Sungkono Tjitjik Puji Supartono Mila Nuh Imam Ahmad Drs. H. Muchtar Bahar Adji Sarnanto Sugata A. Syamsi Devin Maeztri Askhir Rasyid Retno Setyaningrum Nana Firman Iwan Imam Krismanto MZ Masngudi Muliadi Saleh
AKSINDO BHIRA KEHATI KIKIS LEAD Indonesia LP3ES LPPSE MP31 MP31 PEKA Indonesia TOBIT WWF WWF YMM Konsultan Konsultan Konsultan
Lembaga Donor Sutrisno PO Yasuyuki Hirai Parwoto Risyana S
JBIC JICA WBOJ WORLD BANK
PEMDA KAB/KOTA Abidin L H. Baharumin AK lr. Alif Tahar Sulse lriadi lrawady Medan Kamarudin Prio P lr. Suzanna H Linda Donarika Marbun,ST
Bastari Panji lndera Nugroho Tri Utomo Salusra Widya Dir. Penatagunaan Tanah lndrati lswari Dir. Ekonomi Desa Ditjen Bangdes Dida Gardera Perwakilan Rolliyah Nyoman Shuida Tonno Supranoto Djoko Basuki Perekonomian
BAPPENAS BAPPENAS BAPPENAS BPN Depdagri Depdagri KLH KLH KLH Kantor Menko Kesra Kantor Menko Kesra Kantor Menko
Dep. PU, Menpera, BPPSPAM Wibisono AdiSarwoko lwan Nursyirwan Budi Yuwono Imam S. Ernawi lsmanto Hartoyo A. Budiono Totok Priyanto Susmono Nana Terangna Ginting Ida Yudiarti S Nurhasanah S Rahim Siahaan Aris P Tamin MZ Amin J. Lubis lsmono Mohd. Ali Kati A Mamat Citra Perwitasari lndah Pratiwi Yuanita Ratih Bagus S Yanti Rubikanto
Deddy Roosadiono Agus Eric Samsuri Widianto P. Marpaung Baby Setiawati D Bintari Hazaddin Ario Rachmadi Bambang Murwono H Muh . Dimyati Danardio Agus Sumargiant Bambang Purwanto Andreas Suhono Soeroto Budi Arif Rahman Endang S Handy BL Handoko Sri Endah Tetti E. l lwan DS Galuh Naniek S Saraswati
PEMDA Propinsi
Bappeda Kota Kendari Bappeda Kota Kendari Bappeda Luwu Timur
Adi Subroto David Panggalo, SH
Dinas Permukiman
Pers
Dinas PU Depok Dinas PU Depok Distarkim Kota Bekasi Pemda Kota Tangerang
Patitis Suharno M. Hardiansyah Indonesia lhsan Simanjuntak
Bappeda DKI Jakarta BPM Prop DKI Jakarta
Business News Investor Majalah Properti SK Dialog
Ralat/ Errata Permukiman, Air Minum dan Sanitasi: Praktik-praktik Unggulan Indonesia Settlement, Drinking Water and Sanitation: Indonesian Best Practices
Bab Ill/ Chapter Ill •
Permukiman Sehat·. Berkat Program KIP Komprehensif Kelurahan Nginden Jangkuhgan, Sukolilo, Surabaya (hal 34 - 39)
• •
Healthy Residential Area: The Success of the Comprehensive KIP Program Nginden Jangkungan Village, Sukolilo, East Surabaya (page 34- 39)
Pekalongan Healthy City Forum* Sub-Inti Residence, Pekalongan, Central Java (page 40 - 43)
Permukiman Sehat Berkat Program KIP Komprehensif Kelurahan Nginden Jangkungan, Sukolilo, Surabaya
Healthy Residential Area: The Success of the Comprehensive KIP Program Nginden Jangkungan Village, Sukolilo, East Surabaya
Memasuki kampung-kampung di kelurahan Nginden Jangkungan , kecamatan Sukolilo , Surabaya Timur, maka terasa perubahan yang sangat besar. Kawasan yang rawan banjir di musim hujan akibat saluran-saluran internal dan got tidak lancar, kini lebih tertata dan bersih. Sejumlah jalan telah diperbaiki dan tertata dengan paving. Beberapa got yang sebelumnya berbau kini telah bersih dan dapat mengalir lancar. Tidak hanya itu , wajah warga pun lebih berseri karena adanya harapan untuk meningkatkan penghasilan. Bapak Miswono misalnya, pembuat boneka teletubbies, kini dapat menghasilkan 300 boneka per hari , padahal sebelumnya hanya 150 boneka per hari. Jika dulu ia hanya dibantu oleh istrinya, maka kini sudah tiga orang tetangganya yang direkrut menjadi karyawan. Masyarakat di kelurahan Nginden Jangkungan memang boleh berbangga, karena kawasannya telah menjalani program Perbaikan Kampung Terpadu (Kampung Improvement Program/KIPKomprehensif) yang diselenggarakan oleh Pemerintah kota Surabaya. Sebenarnya Pemkot Surabaya telah melaksanakan KIP Komprehensif sejak tahun 1998. Lalu pada tahun 2001 telah berinisiatif untuk kembali mengembangkan program ini pada empat lokasi kelurahan , salah satunya adalah Nginden Jangkungan. Pada KIP Komprehensif 2001 , selain perbaikan fisik kampung , yang diutamakan adalah pengembangan sumber daya masyarakat, pelatihan manajemen kelembagaan , dan pelatihan keterampilan . Disamping itu ada pula peningkatan ekonomi rakyat melalui pengembangan usaha kecil menengah , pelatihan industri kecil , dan pemberian kredit modal usaha.
Kelurahan Nginden Jangkungan termasuk dalam wilayah Surabaya Timur, kecamatan Sukolilo. Letaknya diapit oleh dua sungai, yakni sungai Nginden Semolo d i sebelah selatan dan sungai Jagir Wonokromo di sebelah utara. Saat curah hujan tinggi datang, kawasan ini sangat rawan
Entering the villages in Nginden Jangkungan Village, Sukolilo, East Surabaya, one can feel vast changes. The area which used to be easily flooded in rainy season due to bad gutter systems has become neater and cleaner. Some of the roads have been ー。カセ、N@ Gutters are now clean and flow smoothly. Moreover, the villagers· faces look happier because of new hopes of more income. Mr. Miswono for example, a Teletubbies doll maker, now can produce 300 dolls per day, compared to only 150 dolls per day in the past. He used to be assisted only by h.is wife, but now he has recruited three employees, all are his neighbors . The Nginden Jangkungan community deserves to be proud because their area has undergone the Comprehensive KIP Program (Kampung Improvement Program) which was organized by the City Government of Surabaya. Actually, the City Government of · Surabaya had begun conducting the Comprehensive KIP in 1998. In 2001, the Government took the initiative to develop this program in four other villages; one of them being Nginden Jangkungan. In the 2001 Comprehensive KIP Program, in addition to the village physical renovation, the main target was the development of community resources, institutional management training, and skill training. There was also improvement in the people's economy through the development of middle-small:- industry, training of small industries, and credit loans-; ·
The Nginden Jangkungan Village is located in the Sukolilo Municipality, East Surabaya. It is located between two rivers, Nginden Semolo River on the south and Jagii- Wonokromo River on the north. Like any other area in Surabaya, in the rainy season, this area is easily flooded due to clogged gutters in Nginden. With a total area of 114.2 hectares, the residential area in Nginden Jangkungan consists of formal houses, such as Nginden lntan Residential Housing
banj i r karena saluran -saluran internal dan got-got di wilayah Ngi nden tidak lancar, seperti halnya dengan wilayah-wilayah lain di Surabaya. Dengan luas wilayah kelurahan sebesar 114, 2 Ha, wilayah pemukiman di Nginden Jangkungan terdiri perumahan formal , seperti Perumahan dari Nginden lntan, PTP, Perumahan Brimob, dan pemukiman kampung (yang merupakan area terbesar) . Kelurahan i ni terdiri dari 10 RW, dimana penggunaan lahannya didominasi perkampungan dan berbagai fasili tas umum yang ada seperti Mesjid , Sekolah Dasar dan Musholah . Berada di wilayah yang d i kelilingi kampus-kampus swasta menyebabkan menjamurnya usaha kos - kosan. Berdasarkan data monografi kelurahan Nginden Jangkungan t ahun 2000, maka jumlah penduduk kawasan 1m berjumlah 12.046 (pria/wanita) dengan 3 . 104 KK. Penduduk asli nya berasal dari suku Jawa, namun kini semakin banyak warga pendatang yang membuat wilayah ini semakin padat. Kebanyakan penduduk Nginden Jangkungan bermata pencaharian sebagai karyawan (4792 o r ang) , pensiunan (1127 orang) , wiraswata (632 o r ang) , dan tukang (113 o r ang ). Pada dasarnya Nginden Jangkungan merupak an kelurahan yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Ada sarana olah raga , pasar, koperasi, usaha industri. Prasarana perhubungan berupa jalan, jembatan . Juga ada sarana peribadatan dan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum Swasta, Klinik KB, Puskesmas pembantu, dokter praktik, posyandu . Adapun yan g menjadi masalah di kelurahan Nginden J angkungan adalah kurangnya partisi pasi dan kepedu l ian warga terhadap peningkatan kualitas l i ngkungan. Selain itu ada beberapa fasili tas i nfrastruktur yang rusak. Dar i segi perekonomian , belum ada sarana pendukung bagi akti vitas ekonomi wa r ga set empat. Hal 1m d i perburuk dengan kuali tas sumber daya manusia yang masi h rendah dalam hal kemampuan berorgan i sasi , admin i strasi dan manajemen Untuk mengat asi masalah tesebut keuangan . maka Program Perbaikan Kampung Terpadu (KIPKomprehensi f ) merupakan cara bagi masya r akat solus i dengan semanga t untuk membua t k e bersamaan dan gotong royong .
Complex , PTP, Brimob Housing Compl e x:, and the vHlage _( kampong) residential area (which is the b i ggest area). The village consists of 10 RWs (administrative units) , where m o st areas are used as village residential areas and various public facilities such as m o sques, elementary schools, and mush ollahs (small mosq ues). T h e area is surrou n d e d b y p riv ate u n i v ersities, thu s many studio rooms / d o rm i t o ries r e nted f o r st u dents can easily b e fou nd . Based o n t h e 2 000 m onographic data of t he Ngi nden Jangku nga n Village , the population consi st s of 12, 046 ( men/w omen) in 3 ,1 04 familie s. The n a t i v e inhabi tants a r e Javanese, but more newcomers have made thi s area more den sely populated. Most of Nginden Jangkungan inhabitants wor k as employees (4 , 792 people), r e t ired citizens (1 , 127 people ) , entr epreneurs (632 people), and craftsmen (113 people). Basically, Nginden Jangkungan i s a v illage with quite coml(lete facili t ies. There are sports facilities , mar ket places, cooperatives, and ;industrial facilities. Tra nsport facilities i nclude roads and bridges. Ther e are also religious and health fac iliti es such as pri vate hospitals, family planning clinics , health community centers, doctors, and public clinics. The main p roblem in Nginden Jangkungan was the lack o f partici pation and awareness of its citizen in the impro vement of quality of the environment. There are also :. , Some damaged and broken facilities. In the economic sector, there were no for the economic activities of supporting ヲ。」ゥャエLセウ@ the local citizen : ·- This was made worse by low human reso!Jrce ·quality, particularly in エ セ N@ admi nistration , and finance organ izati o n ウォゥャ management . Tb solve these problems , Comprehensi ve KIP is a way for the public to c r eate a solution with the spi r i t of togetherness and cooper a t ion.
Program Perbaikan (KIP-Komprehensif)
Kampung. Terpadu
Program KIP-Komprehensip merupakan suatu pembangunan berdasar partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan kampung dan upaya peningkatan ekonomi masyarakat serta menjadikan kampung sebagai bagian integral dari sistem pembangunan kota. KIP-Komprehensif dilaksanakan denga_n pola Tridaya, yaitu pengembangan sumber daya manusia, usaha (kecil menengah), dan kondisi fisik lingkungan. Keunggulan dari KIP adalah yang menjadi dasar dan sasaran program adalah kampung dengan seluruh isinya. Ternyata konsep kampung punya ciri - ciri universal yang ada di hampir semua bentuk pemukiman yang diadakan sendiri oleh penduduk di negara berkembang. Sebagian besar penduduk kota lapis bawah bermukim di kampung, sehingga diperlukan kampung yang tangguh mengingat kedudukannya yang strategis, dan dapat dicapai melalui pemberdayaan warga sebagai penentu dan pemanfaat hasilnya. Kota di manapun sebagian terbesar (dua per tiga) adalah perumahan. Dari jumlah ini kampung menduduki peringkat terbesar karena menampung lebih dari 60% penduduk kota menengah ke bawah. Pembenahan dan pengembangan kampung memegang peran strategis untuk memajukan kota. Untuk kelurahan Nginden Jangkungan, maka tahapan yang dilakukan adalah sosialisasi program ke warga, kegiatan pemetaan oleh masyarakat, pembentukan kelembagaan (Yayasan Kampung, Koperasi, Kelompok Swadaya Warga-KSW), pelatihan manajemen kelembagaan, identifikasi eaton anggota KSW, penyusunan rencana kegiatan dan implementasi rencana kegiatan kampung. Berperan sebagai pendamping untuk aktivitasaktivitas tersebut adalah tim dari Jurusan Arsitektur lnstitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Sesuai dengan sasai-an program KIP Komprehensif tahun 2001 , yakni masyarakat menengah ke bawah, maka yang disertakan adalah 8 RW dari 10 RW yang ada. Sebelumnya perumahan Brimob tidak termasuk dalam program ini, namun atas kesepakatan warga akhirnya RW VI diikutsertakan. Dari hasil pemetaan masyarakat pada periode pertama tahun 2001 , ada 68% data yang masuk sehingga sudah cukup mewakili untuk mendukung
Comprehensive KIP Program· Comprehensive KIP Program is a development program that is based on the participation of the society in improving the village environment. quality and also improving the economy of the society, while also making villages an integral part of the urban planning system. Comprehensive KIP is conducted using three-power patter n , which includes the development of the human resources , industry (middle - small), and the physical condition of the environment. The benefit of KIP is that both the base and the target of the program is the whole village . It turns out that the kampung concept has universal characteristics that exist in almost all- kinds of residential areas built by the people in developing countries. Most of the lower class urban people live in kampungs , therefore a strong kampung is needed considering its strategic position , and it can be accomplished through the empowerment of the people as the decision makers and the beneficiaries . About two-thirds of · every urban area is residential. From this number, a kampong sits in the highest rank because it holds more than 60% of the towns' people from middle-lower class. Improvement .and development of kampungs hold a strategic role in improving urban areas. In Nginden Jangkungan, the steps that were undergone in the program include socialization of the program "to · villagers, community mapping, development of community organizat.lons (village foundation , cooperatives, and .community initiative groups - KSW), organization management, training , identification of KSW's new member, formulation and implementation of activity plans·. A team from Department of Architechture, lnstitut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya assisted these activities. ;;.
In accordance·· to the target of the 2001 _ C omprehensive KIP Program, wh-ich was middletower class communities, 8 RWs out of 10 RWs were included in thts program. At first, the · Brimob residential area was excluded', but with ·the citizen's agreement, RW VI was then included. In _the result · of community mapping in the first period of 20
penyusunan rencana kegiatan kampung. Tahap kedua adalah pembentukan Yayasan Kampung dan Koperasi yang diadakan dalam dua pertemuan di kelurahan Nginden Jangkungan. Berdasarkan pertemuan itu maka nama yang diberikan untuk Yayasan Kampung dan koperasi adalah "Nginden Bersemi". Setelah itu melalui serangkaian pertemuan, mulai dikoordinasikan pendataan usulan kegiatan kampung dan pembentukan kelompok swadaya masyarakat (KSW). Akhirnya terbentuk 14 KSW. Sembilan (9) diantaranya untuk kegiatan perbaikan fisik lingkungan , tiga (3) untuk kegiatan pengembangan usaha kecil menengah dan dua (2) untuk kegiatan perbaikan rumah. Adapun anggaran dana untuk KIP Komprehensif ini senilai Rp. 200 juta yang dialokasikan untuk perbaikan fisik lingkungan (hibah) Rp . 40 juta, 20 juta, peningkatan SDM (hibah) Rp. pengembangan usaha kecil menengah (bergulir) Rp. 114 juta, dan perbaikan rumah (bergulir) Rp. 26 juta. Terkait dengan pencapaian sasaran MDG, sasaran meniadakan kemiskinan melalui 1 , yaitu pembangunan infrastruktur perkotaan, maka untuk perbaikan fisik lingkungan di kelurahan Nginden Jangkungan telah dilakukan perbaikan jalan kampung sepanjang 600 m, saluran/got kampung sepanjang 19 m, dan perbaikan sistem persampahan sebanyak 1 unit. Sementara merujuk pada pencapaian sasaran MDG, sasaran 11 yaitu perbaikan hidup masyarakat miskin di perkampungan kumuh, maka telah diterapkan kegiatan pengembangan masyarakat dalam bentuk kredit usaha Kecil sebanyak 126 KSW, kursus keterampilan 3 unit, dan pelatihan manajemen 4 unit. Untuk memenuhi target MDG , terhadap air sasaran 10, yaitu kemudahan 。ォウセ@ minum dan sanitasi telah dilaksanakan kegiatan perbaikan rumah sebanyak 36 unit, perbaikan dapur 7 unit, perbaikan KM/WC 8 unit, dan penyambungan PDAM 52 unit. Belajar dari program KIP Komprehensif di kelurahan Nginden Jangkungan maka program harus dilakukan perbaikan kampung memang secara terpadu dan berkelanjutan, dengan melibatkcfn seluruh komponen masyarakat yang merupakan subjek dan obyek pembangunan. Keberhasilan implementasi Program KIP-K di Nginden Jangkungan juga telah di replikasi di 44 kampung lain di Surabaya .
Foundation and cooperative, organized through two meetings in Nginden Jangkungan. From those meetings, the name Ngi nden Bersemi was given to the Village Foundation and cooperative. Afterwards, through several meetings , the data o n proposed village activity plans were collected, and 14 KSWs were established. Among those, nine was focused on the improvement of the physical environment, three on the development of middle-small industries, and two on the house rep air activities. The budget for Comprehensive KIP Program was approximately Rp 200 millions : 40 millions for repairin g the physical environment; 20 millions for improving human resources ; 14 millions for developing middle -small industry; and 26 millions for repairing houses . Related to the first objective of MDG , which is to erase poverty by developing urban infrastructures , the repair of the physical environment in the Nginden Jangkungan Village included the repair of 600 meters of village roads, 19 meters of village gutters, and 1 unit of dumpster system . Referring to the 11 " objective of MDG , which is the improvement of the lives of the poor community in slums i'lreas , community development activities were applied in 126 KSWs, which include small industry credit loans, 3 units for skill courses, and 4 unit for management training. To accomplish the 1 0 "' objective of MDG , which is the building of easy access to water and sanitation, repair activities on houses were conducted for 36 units of houses , 7 units of kitchens, 8 units of toilet facilities , and 52 units of water piping system . From the Comprehensive KIP Program in Kelurahan Nginden Jangkungan , we learn that village lQ1provement programs must be conducted in an integrated and simultaneous manner, by involving all community elements that are both the subjects and objects of development. The government should support and give access for the program. The accomplishment of KPI-K Program implementation in Ngindeng Jangkungan has been replicated by 44 other villages in Surabaya
Pekalongan Healthy City Forum* Sub-Inti Residence , Pekalongan, Central Java Physically, socially, and culturally, many municipalities i n Indonesi a are facing similar problems, such as bad public transportati on , air pollution , water supply and quality, dense population, and the increasing number of slums. The only solution for these problems is a healthbased development. Based on that matter, the Healthy City Forum (FKS) of the city of Pekalongan, Central Java, has chosen an area as the pilot project for its program of healthy residential area development. The area chosen is the Panjang Wetan in Pekalongan. To implement this program, the community works together with the Mayor of Pekalongan, Pekalongan local legislative body, TP PKK Pekalongan, and the City Health Office of Pekalongan. Creating a Healthy Residential Area and Neighborhood Geographically, the Sub-Inti Residence is located on Kusumabangsa Road, Panjang Wetan Village, North Pekalongan Municipality, Pekalongan City, Central Java Province. The Sub-Inti Residence consists of 147 families in one of the 16 RWs located in Panjang Wetan (RW 10). Most of the citizens is low-educated, and work mainly as becak drivers and blue-collar workers. The lack of employment opportunities is caused by low level of education . Furthermore, there are many textile factories that are conducting labor efficiency policy. This condition affects the community welfare in Sub-Inti residence , thus most facilities in the area is improper. The Sub - Inti Residence was establlshed in 1982, initiated by. Golkar (the national ruling party at that time) and built for poor communities, especially becak drivers and bakul vendors who did not have a place to live. At that time, 100 houses was built, with the size of 3 x 5 square meters each, on a standard plot of 42m 2 , and with installments of Rp 150 per day fo r 15 years with no written agreement. The road condition was bad and there we r e no public facilities, such as clean water, toilets , etc.
Step by step, restorati o n w as c a r ried out in 1990 with the building o f roa ds and the Mosque Walisongo, assisted by the Amal Bakti M u slim Pancasila Foundati on. In the same year, clea n water supply was impr oved , from the use of land wate r to PDAM water, delivered in tank containers to houses based on the number of people as the quota. · In 1996, the local government and self-generated community efforts began repairing the pathways . For clean water, the community started to use the wells built by the local government. There were also 8 unit of toilets distributed in 4 RTs and still function properly until now. In 2005, the local government built paving on the roads in the residential area. The community also independently built paving for pathways. In terms of customs and behavioral improvement, several activities have been carried out , such as through Koran recitals in the neighborhood every Tuesday and Friday, with teachers from outside the residence . There are also activities among the youths every two weeks to clean the neighborhood together. Related to the development of a healthy city, The Mayor of Pekalongan at that time, Drs. H. Samsudiat, MM, emphasized that the budget for the program would be conducted through APBD (local development budget). But there was also fund donated by the community. The community can use this fund to match their needs, including physical devel.apment with health environment vision. Through the Barrier Although currently the Sub-Inti Residence is in much better condition, there are still remaining problems, . such as blocked gutters due to the residential lpcation being lower than surr ounding areas. tィ・イセ ᄋ 。イ・@ also some people who are not capable in mai ntaining the houses , t hus they became ウィセ「ケ@ and looked abandoned . The next p r oblem is dean water, which not all citizens can
afford although there is a well available . To overcome those problems, the community agreed to design a solution. For blocked gutters, there will be routine cleaning activities that will be done together. For shabby houses, renovation will be conducted with payments of Rp 50 Rp 100 per day as the funding resource (jimpitan). From the jimpitan money, a Sub-Inti Residence Multi Function Hall has also been built. To obtain clean water, poor citizens can use the clean water facilities from Walisongo Mosque. Pekalongan · ,Healthy City Forum and The Mayor also carry out a .\ Program called Sarasehan K3, where all problems can be forwarded to the government of Pekalongan, to get the proper attention and follow-up.
*Based on the paper by Drs. H. Abdul Mu'in HS, MA for M DG Accomplishment Plan Natioal Dialogue: Slums, Water, Sanitation, and City Infrastructure, . .Public Works Department, Jakarta, September 6, 2 00 5.