MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS (Studi di PT. Kurnia Bumi Pertiwi – Kulon Progo Yogyakarta) Jacob Ratu1 Abstract: The high temperature in working place was on of the physical environment factors to which woman workers were usually exposed, especially in the industry whose activites produces heat. A preliminary study in PT Kurnia Bumi Pertiwi, which ws an industry producing coal briquatte indicated that woman workers exposed to the heat were deficient of drinking water and suffered anemia and it influenced working comfort.The study was conducted to find out the impact of the drinking water and iron substance in take on working comfort. It was of experimental one that use pretest-posttest control design. Its subjects were determined using purposive method and limited using inclusing criteria and it results in 23 subjects who meet the requirements. Subsequently, they were randomly classified into three treatment groups, which were the group I consisting of 7 employees with drinking water and pacebo treatment, the group II consisting of 8 employees with drinking water and Ferrous Sulfate treatment, and the group III consisting of 8 employees with drinking water and Farmabion treatment. The analysis results using one way mixed one factor design of anava, indicated that the increase in the working comfort for each of the treatment groups was significant (p<α). The working comfort of the group II and III was significantly higher than that of the group I (p<α), while the increase in the working comfort of the group II and III was not significant (p>α). Keywords: high temperature, woman workers, drinking water and iron substance. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pekerja sebagai sumber daya manusia di perusahaan memiliki peran yang strategis dalam menggerakkan proses produksi yang berlangsung di perusahaan. Siagian (2002) menyatakan bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam perusahaan. Peningkatan produktivitas hanya mungkin dilakukan oleh manusia, sebaliknya manusia pula yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemborosan atau inefisiensi. Oleh karena itu menurutnya memberikan perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu tuntutan dalam keseluruhan upaya peningkatan produktivitas kerja. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang industrinya atau lapangan pekerjaannya masih banyak menggunakan tenaga kerja manusia, peningkatan produktivitas selalu dikaitkan dan diarahkan pada
1
segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. Hal ini berarti bahwa usaha untuk meningkatkan produktivitas selalu diarahkan pada peningkatan produktivitas kerja manusia, meskipun disadari bahwa sumber daya di luar manusia seperti penggunaan peralatan dan teknologi, merupakan cara lain untuk meningkatkan produktivitas secara spektakuler (Wigjosoebroto, 2003). Untuk itu, peningkatan produktivitas-selain menekankan pada aspek input-output yang dihasilkanperlu memperhitungkan aspek kemanusiaan yang melekat pada diri pekerja. Silalahi, B dan Silalahi, R (1995), menyatakan bahwa perhatian terhadap aspek kemanusiaan sangat penting oleh karena manusia pekerja memiliki keterbatasan baik dari segi tenaga, kekuatan atau daya tahan fisik dan mental dan memiliki kepekaan tertentu terhadap rangsangan yang ditimbulkan oleh
Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja FKM Undana
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS
lingkungan kerja maupun oleh pekerjaan. Oleh karena itu memberikan perhatian pada aspek tersebut dan memelihara serta memberikan perlindungan dari risiko lingkungan kerja maupun dari pekerjaan itu sendiri termasuk menciptakan kenyamanan kerja merupakan upaya yang perlu diperhatikan untuk mencapai pekerja yang sehat dan produktif Dewasa ini Fenomena ketenagakerjaan memperlihatkan kecenderungan terus meningkatnya wanita memasuki sektor industri. Masuknya wanita ke dalam sektor industri, antara lain disebabkan oleh semakin besarnya penerimaan masyarkat pada wanita yang bekerja di luar rumah, meningkatnya spesialisasi pekerjan yang menuntut pekerjaan tertentu dikerjakan oleh wanita dan adanya hasrat untuk memperoleh penghasilan (Stichter 1990, dalam Oding, 2000) Sebagai konsekuensi logis dari masuknya wanita ke dalam sektor tersebut, tugas dan tanggung jawabnya semakin bertambah. Mereka harus dapat membagi waktu dan tenaganya untuk pekerjaan di sektor domestik dan di sektor publik. Hal ini tidak berarti akan menggeser wanita dari peran domestiknya di rumah tetapi justru menuntut mereka untuk memainkan peran ganda-di rumah dan di kantor-yang sudah tentu dengan beban yang lebih berat (Koblinsky, 1997) Setyawati (1995) menyatakan bahwa wanita yang bekerja akan menghadapi masalah di tempat kerjanya antara lain masalah kekerasan, kesusilaan (terutama bagi mereka yang belum menikah), diskriminasi pekerjaan dan upah, masalah kesehatan dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan kerja. Dalam kaitan dengan lingkungan kerja, wanita sering berhadapan dengan gangguan faktor fisik lingkungan kerja yang tidak menguntungkan.
Suhu tinggi di tempat kerja merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang sering memapari pekerja wanita terutama pada industri-industri yang kegiatannya menghasilkan panas di lingkungan kerja. Suhu tinggi menyebabkan beban pekerjaan semakin bertambah karena adanya tekanan panas yang harus diterima tubuh. Suhu tubuh menjadi meningkat dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan.. Selain terpapar suhu tinggi, pekerja wanita kerap berhadapan dengan masalah anemia. Tingginya kejadian anemia di kalangan wanita yang bekerja termasuk yang bekerja dalam lingkungan panas, telah banyak dilaporkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, diantaranya adalah dalam penelitian Tiarsa dan Tarwaka (1994), dan dalam penelitian Marlinae (2005), menemukan lebih dari 50 persen pekerja wanita yang terpapar panas menderita anemia. Defisiensi zat besi akibat ekskresi cairan tubuh atau keringat yang berlebihan, disamping faktor menstruasi dan rendahnya intake makanan kaya zat besi, merupakan penyebab utamanya (Jeyaratnam, 1992). Kondisi ini akan menambah beban ketidaknyamaan yang diterima pekerja wanita. Menurut Grandjean, (1996) dan Suma'mur, (1987) efek ketidaknyamanan ini akan mengakibatkan rasa letih, kantuk, terganggunya kestabilan kerja, menurunnya kerja, dan meningkatkan angka kesalahan kerja dan pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas kerja. Studi pendahuluan di PT Kurnia Bumi Pertiwi-suatu perusahaan yang memproduksi briket arangditemukan suhu lingkungan kerja telah melebihi NAB yang diperkenankan dan pekerja wanita yang terpapar suhu tinggi, mengkonsumsi air minum di bawah jumlah anjuran yang diperkenankan dan menderita anemia. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui (1) pengaruh pemberian 63
MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008
tambahan air minum terhadap kenyamanan kerja. (2) pengaruh pemberian tambahan air minum dan suplemen zat besi terhadap kenyamanan kerja. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen menggunakan rancangan eksperimental ulang (pretest-posttest control group design). Subjek penelitian adalah pekerja wantia di bagian pengepakan dan setelah diseleksi ditetapkan 23 orang. Mereka dikelompokkan secara random ke dalam tiga kelompok perlakuan yaitu: kelompok pertama mendapat air minum dan placebo (7 orang); kelompok kedua mendapat air minum dan Ferrous sulfate (8 orang), dan kelompok ketiga mendapat air minum dan Farmabion (8 orang). Tambahan air minum yang diberikan kepada tiap subjek sebanyak 3 liter/hari sedangkan suplemen zat besi yang diberikan terdiri dari Ferrous sulfate Farmabion berukuran 300mg tiap hari. Pengukuran kenyamanan kerja dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Uji normalitas data menggunakan uji-² uji homogenitas data menggunakan uji-F-max dari Hartley. Untuk menganalis perbedaan antar perlakuan dan antar amatan ulangan digunakan model analisis anava 1-jalur gabung 1-faktor, yaitu model analisis yang menggabungkan anava antar kelompok 1-jalur dengan anava amatan ulangan 1-faktor. Pengolahan dan analisis data termasuk penyetaraan data awal menggunakan bantuan komputer program statsitik seri SPS-2000 (Sutrisno Hadi, 2000). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Data Kenyamanan Kerja Data kenyamanan kerja diperoleh dari hasil jawaban subjek penelitian terhadap keluhan ketidaknyaman yang dirasakannya sebelum dan sesudah diberi perlakuan. 64
Terdapat 11 pilihan jawaban dalam bentuk angka mulai dari angka 0 untuk menyatakan tidak mengalami keluhan sampai angka 10 untuk menyatakan selalu mengalami keluhan. Semakin rendah total nilai yang diperoleh tiap subjek menunjukan makin berkurang keluhan ketidaknyamanan atau makin tinggi tingkat kenyamanan, dan sebaliknya semakin tinggi total nilai yang diperoleh subjek menunjukan makin bertambah keluhan ketidaknyamanan atau makin rendah tingkat kenyamanan. Keluhan rasa tidak nyaman yang diamati berjumlah 23 jenis keluhan terdiri dari keluhan rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh rendahnya intake air minum dan anemia. Nilai kenyamanan yang dianalisis adalah rerata nilai kenyamanan tiap kelompok perlakuan. Hasil pengukuran kenyamanan kerja pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata Kenyaman Kerja pada Tiap Kelompok Perlakuan Jenis perlakuan Air+Placebo (I) Air+Ferrous Sulfate (II) Air+Farmabion (III)
N
Nilai Kenyamanan
SB
Min
Maks
Rerata
7
51
80
58,857
10,479
7
56
98
81,714
16.049
7
72
95
86,143
7,841
Tabel 1 menunjukkan bahwa kenaikan skor kenyamanan pada kelompok I antara 51─80 dengan rerata kenaikan sebesar 58,857, pada kelompok II antara 56─98 dengan rerata kenaikan sebesar 81,714, dan pada kelompok III antara 72─95 dengan rerata kenaikan sebesar 86,143. Hasil ini menunjukkan bahwa kenaikan kenyamanan kerja kelompok subjek yang mendapat perlakuan air minum dan Ferrous Sulfate lebih tinggi dibanding dengan kelompok subjek yang mendapat perlakuan air minum
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS
dan placebo akan tetapi kenaikannya lebih rendah dibanding dengan kelompok subjek yang mendapat air minum dan Farmabion. Kenaikan kenyamaan kerja antar kelompok perlaku tersebut dapat digambarkan dalam gambar 1. Gambar 1. Rerata Skor Kenyamanan Antar Kelompok Perlakuan 100
86,143
81,714
90 80
58,857
70 60 50 40 30 20 10 0
Placebo
FerrousSulfate
Farmabion
JenisPerlakuan
Kenaikan kenyamanan ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan keluhan ketidaknyamanan yang dialami subjek setelah diberi perlakuan. Dari 23 jenis keluhan ketidaknyamanan yang diamati, terdapat 4 jenis keluhan ketidaknyamanan yang penurunannya paling menonjol pada masing-masing kelompok perlakuan. Gambaran tentang jenis dan besarnya penurunan keluhan ketidaknyamanan pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.
Rerata Penurunan Dialami Subjek Perlakuan
Perlakuan air minum + Placebo (I) air minum + Ferrous Sulfate (II) air minum + Farmabion (III)
Jenis Keluhan yang Berdasarkan Jenis
Jenis keluhan
bibir kering haus terus mudah letih lelah / capek bibir kering haus terus lelah mata kunang-kunang mata kunang-kunang tenggorokan kering lutut gemetar haus terus
Rerata Skor Penurunan 4,72 4,57 4,28 4,14 5,28 5,14 4,71 4,43 5,71 5,57 5,29 5,28
Pada Tabel 2 diketahui bahwa pada kelompok I, penurunan jenis keluhan ketidak nyaman yang paling tinggi adalah keluhan bibir kering, kemudian diikuti keluhan haus terus, keluhan mudah letih dan keluhan lelah/capek. Pada kelompok II penurunan jenis keluhan tidak nyaman yang paling tinggi adalah keluhan bibir kering, kemudian diikuti keluhan haus terus, keluhan rasa lelah, dan keluhan mata berkunangkunang. Sementara itu pada kelompok III, penurunan jenis keluhan tidak nyaman yang paling tinggi adalah keluhan mata berkunangkunang, kemudian diikuti dengan penurunan keluhan tenggorokan kering, keluhan lutut gemetar dan keluhan haus terus. Perbedaan kenyamanan kerja antara sebelum dan sesudah perlakuan air minum dan placebo. Hasil analisis perbedaan kenyamanan kerja sebelum dan sesudah diberi air minum dan placebo disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.
Hasil uji-t Perbedaan Kenyamanan Kerja Sebelum dan Setelah Diberi Air Minum dan Placebo
Sumber A1B1─A1B2 (I)
Rerata
t
p
58,857
13,024
0,000
Hasil uji-t, menunjukkan terdapat kenaikan skor kenyamanan kerja sesudah perlakuan secara bermakna (p = 0,000 < 0,05), yaitu sebesar 58,857. Artinya bahwa bahwa kenyamanan kerja sesudah diberikan air minum dan placebo lebih tinggi dibanding dengan sebelum diberikan perlakuan tersebut. Hasil ini sejalan dengan pendapat Grandjean (1986) bahwa pemberian air dalam jumlah cukup kepada pekerja dapat mengurangi ketidaknyamanan akibat suhu tinggi. 65
MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008
Kenaikan kenyamanan kerja subjek setelah diberi perlakuan ini, disebabkan karena adanya ada penurunan keluhan yang dirasakan subjek. Dari 23 jenis keluhan yang ditanyakan kepada subjek, 21 jenis keluhan yang dirasakan mengalami penurunan sedangkan 2 jenis keluhan yaitu keluhan rasa tidak tenang dan keluhan kram di kaki justru meningkat sesudah diberi perlakuan. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat kuesioner diisi, subjek sedang mengalami keluhan tersebut. Untuk jenis keluhan yang mengalami penurunan, terdapat 4 jenis keluhan yang mengalami penurunan cukup menonjol seperti tampak pada tabel 2. Keluhan rasa haus dan bibir kering tersebut berkaitan dengan kebiasaan minum subjek yang kurang dari jumlah yang dianjurkan (hanya 600l-1.400ml/8jam kerja). Bekerja di tempat kerja panas ditambah kurang minum, menyebabkan tubuh mengalami peningkatan suhu tubuh disertai kehilangan banyak cairan. Dalam keadaan demikian, tubuh berusaha mempertahankan keseimbangan suhu dan cairan tubuh melalui mekanisme homeostasis yang dikendalikan oleh hipotalamus (Guyiton, 1983; Ganong, 1999). Oelh karena cairn tubuh keluar berlebihan tanpa diimbangi dengan cairan yang masuk, maka hipotalamus merangsang kelenjar ludah untuk mengeluarkan air dari kelenjar tersebut-dalam rangka mempertahankan keseimbangan cairan tubuh ke dalam aliran darah untuk dialirkan ke dalan jaringan tubuh. Akibatnya pada bagian mulut, bibir dan tenggorokan yang selalu dibasahi dengan air ludah menjadi kering. Keadaan ini menimbulkan rasa haus dan keinginan untuk minum guna membasahi mulut dan tenggorokan (Almatsier, 2004) Bersamaan itu pula, hipotalamus merangsang otot jantung untuk memompa lebih banyak darah ke kulit melebihi keadaan normal 66
untuk membawa panas keluar dengan kecepatan dapat mencapai 2,8 liter/menit (Guyiton,1983). Pada kondisi dimana fluktuasi sirkulasi darah ke kulit melebihi normal, maka menurut Grandjean (1986) dapat menimbulkan gangguan ketidaknyamanan. Banyaknya darah yang mengalir ke kulit menyebabkan jumlah darah yang dialirkan ke otot dan jaringan tubuh lainnya untuk mengangkut O2 dan zat gizi menjadi berkurang, sehingga otot dan jaringan tubuh tersebut akan mengalami kekurangan O2 dan zat gizi. Jika demikian halnya maka proses metabolisme untuk menghasilkan energi berlangsung dalam keadaan anaerob. Proses yang demikian, selain tidak efisien untuk menghasilkan energi bagi aktivias tubuh, juga dapat mempercepat penimbunan asam laktat (Ganong, 1999). Kurangnya energi dan meningkatnya asam laktat berdampak pada meningkatnya kelelahan dan keletihan otot. Saetelah subjek diberi tambahan air minum sebanyak 3 liter, maka kehilangan cairan tubuh yang berlebihan dapat dihindari, sebab cairan yang hilang melalui keringat segera diganti dengan cairan yang diminum. Dalam keadaaan demikian tidak terjadi pengambilan cairan dari kelenjar ludah untuk dialirkan ke darah, sehingga jumlah cairan dalam kelenjar ludah akan tetap dipertahankan normal untuk membasahi bagian mulut, bibir dan tenggorokan, dan bersamaan dengan hal itu rasa haus yang dirasakan akan hilang. Air yang diminum juga akan membantu mendinginkan tubuh dan kemudian yang dirasakan adalah kesegaran (Suma’mur, 1995). Perbedaan kenyamanan kerja antara sebelum dan sesudah perlakuan air minum dan Ferrous Sulfate Perbedaan kenyamanan kerja sebelum dan sesudah diberi air
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS
minum dan Ferrous Sulfate sangat bermakna (p = 0,000 < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kenyamanan kerja sesudah diberi perlakuan lebih tinggi atau naik 81,741 poin dibanding dengan sebelum diberikan perlakuan tersebut. Tabel 4. Hasil Uji-t Perbedaan Kenyamanan Kerja Sebelum dan Sesudah Diberi Air Minum dan Ferrous Sulfate Sumber A2B1─A2B2 (II)
Rerata
t
p
81,741
18,082
0,000
Kenaikan kenyamanan kerja subjek setelah diberi perlakuan disebabkan karena adanya ada penurunan keluhan ketidaknyaman yang dirasakan subjek. Dari 23 jenis keluhan yang ditanyakan kepada subjek semuanya mengalami penurunan. Di antara keluhan tersebut, terdapat 4 jenis keluhan yang mengalami penurunan cukup menonjol seperti telah ditunjukkan pada tabel 2, yaitu: keluhan bibir kering menurun sebesar: 5,28, keluhan haus terus sebesar: 5,14, keluhan rasa lelah sebelum bekerja sebesar: 4,71, dan keluhan mata berkunang-kunang sebesar: 4,43. Penurunan keluhan yang dialami subjek pada kelompok ini relatif sama dengan yang dialami subjek pada kelompok placebo dalam hal penurunan keluhan bibir kering, rasa haus, lelah, kecuali keluhan mata kunang-kunang. Karena itu penjelasan tentang mekanisme penurunan keluhan yang sama ini, tidak dijelaskan lagi pada bagian ini. Pemberian Ferrous Sulfate selama penelitian sangat penting untuk meningkatkan jumlah zat besi dalam tubuh dan dapat mengurangi keluhan seseorang yang anemia, seperti keluhan lelah dan mata berkunang-kunang. Pemberian Ferrous Sulfate telah meningkatkan kadar Hb subjek sebesar 0,9 gram/dl. Jika dikaitkan dengan kenaikan kenyamanan kerja, maka kenaikan ini
dapat meningkatkan skor kenyamanan kerja subjek sebesar 81,74. Guyiton (1997) menjelaskan bahwa hemoglobin berperan dalam mengikat O2 dan mengangkut ke otot dan jaringan tubuh lain untuk proses metabolisme. Jika kadar Hb dalam darah berkurang, maka kemampuannya mengangkut O2 juga akan menurun. Sebaliknya jika kadar Hb dalam darah meningkat, maka kemampuan untuk mengangkut O2 ke otot dan jaringan tubuh yang lain akan meningkat dan sebagai akibatnya, kelelahan akan lebih lambat tiba dan keluhan akibat anemia bisa berkurang. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan kenyaman kerja. Peningkatan skor kenyamanan kerja setelah diberikan tablet zat besi mendukung hasil penelitian Hoffman dkk, (1996) tentang pemberian zat besi pada penderita anemia kronis. Dalam penelitiannya diutarakan bahwa orang yang mengalami anemia sering kurang menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres bahkan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut. Tetapi ketika diberi zat besi, mereka tiba-tiba merasa jauh lebih baik. Hal ini disebabkan karena pemberian zat besi dapat mengurangi kelelahan, sakit kepala, meningkatkan konsentrasi dan dapat merubah suasana hati menjadi jauh lebih baik. Dengan demikian jelaslah mengapa pemberian perlakuan ini dapat meningkatkan kenyamanan kerja subjek. Perbedaan Kenyamanan Kerja Antara Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pemberian Air Minum dan Farmabion Hasil analisis perbedaan kenyamanan kerja sebelum dan sesudan diberi air minum dan Farmabion disajikan pada Tabel 5 Tabel 5.
Hasil Uji-t Perbedaan Kenyamanan Kerja Sebelum dan Setelah Diberi Air Minum dan Farmabion
Sumber A3B1─A3B2 (III)
Rerata
t
p
86,143
19,062
0,000 67
MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008
Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa terdapat kenaikan skor kenyamanan kerja secara bermakna (p=0,000<0,05). Besarnya rerata kenaikan skor kenyamanan kerja tersebut sebesar 86,143. Hasil ini menunjukkan bahwa kenyamanan kerja sesudah diberikan perlakuan lebih tinggi dibanding dengan sebelum diberikan perlakuan. Pemberian perlakuan ini juga telah meningkatkan rerata kadar Hb subjek sebesar 1,2 gram/dl. Dengan demikian kenaikan rerata kadar Hb ini dapat meningkatkan skor kenyamanan kerja sebesar 86,143. Kenaikan kenyamanan kerja subjek setelah diberi perlakuan disebabkan karena adanya ada penurunan keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan subjek. Hasil analisis terhadap 23 jenis keluhan ketidaknyamanan yang dialami subjek, menunjukkan semua keluhan tersebut mengalami penurunan. Penurunan keluhan ketidaknyamanan yang paling menonjol adalah keluhan mata berkunang-kunang, menurun sebesar: 5,71, keluhan tenggorokan kering, menurun sebesar: 5,57, keluhan lutut gemetar, menurun sebesar: 5,29, dan keluhan rasa haus, menurun sebesar: 5, 28. Keluhan mata berkunangkunang yang dialami subjek merupakan salah satu gejala awal akibat anemia, disamping keluhan letih, lesu, lelah, dan lemah. Pemberian suplemen Farmabion selama penelitian dapat mengurangi keluhan tersebut. Seperti diketahui bahwa suplemen Farmabion mengandung Ferrous Glukonate dan multivitamin dan mineral seperti vitamin C, vitamin B 12, asam folat, dan mineral seperti mangan sulfat dan tembaga sulfat sangat berperan dalam proses penyerapan dan utilisasi Fe dalam tubuh. Vitamin dan mineral ini, sangat penting untuk membantu penyerapan zat besi sehingga zat besi lebihmudah tersedia bagi tubuh untuk menjalankan fungsinya. 68
Almatsier (2004) menjelaskan bahwa vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, diantaranya membantu mereduksi besi ferri menjadi ferro dalam usus sehingga lebih mudah diabsorpsi dan meningkatkan absorpsi zat besi nonhem yang banyak terdapat dalam bahan makanan nabati. Selain itu, vitamin C berfungsi sebagai koenzim, sintesis kolagen (senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat seperti pada tulang rawan dan tendon) dan pembentukan kartinin. Jika tubuh mengalami defisiensi vitamin C, jumlah Kartinin akan menurun disertai dengan rasa lemah dan lelah. Selain fungsi vitamin C di atas, salah satu fungsi lain yang tidak kalah penting adalah berkaitan dengan aktivitas sel atau jaringan. Sediaoetama. (1987); Almatsier (2004) menjelaskan konsentrasi tertinggi vitamin C terdapat di dalam jaringan adrenal, pituaritari, dan retina dan memiliki hubungan dengan aktivitas jaringan tersebut. Dengan demikian semakin giat aktivitas jaringan tersebut semakin tinggi kebutuhan vitamin C. Lebih lanjut dijelaskan bahwa vitamin C juga dibutuhkan untuk mencegah penyakit skorbut yaitu penyakit yang dapat menyebabkan kelelahan dan rasa sakit pada tulang dan persendian (Sediaoetama, 1987; Almatsier, 2004). Kebutuhan yang cukup akan menghindari dari gejala tersebut termasuk gejala lutut gemetar yang dialami subjek penelitan Selain vitamin, beberapa mineral yang terdapat dalam suplemen Farmabion berperan sebagai kofaktor beberapa enzim yang membantu proses metabolisme dan khusus tembaga sulfat dapat mencegah anemia dengan cara membantu absorbsi zat besi, merangsang sintesis Hb, dan melepaskan simpanan besi dari feritin dalam hati (Almatsier, 2004).
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS
Perbedaan kenyamann kerja antar perlakuan (post test) Hasil analisis varian terhadap kenyamanan kerja setelah perlakuan menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan, sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Varians Kenyamanan Kerja (Post-Test) Sumber Variasi Antar A Antar B Inter AB
JK 1,501.000 59,965.390 1,501.000
db 2 1 2
RK 750.500 59,965.390 750.500
F
p
10,500 838.962 10,500
0,001 0,000 0,001
Tabel 6 memperlihatkan adanya perbedaan kenyamanan kerja antara yang ketiga sumber variasi yaitu variasi antar kelompok perlakuan (A), sumber variasi antar amatan ulangan (B), dan sumber variasi antar kelompok gabung antar ulangan (AB) Sumber variasi antar A menunjuk pada perbandingan kenyamanan kerja antar kelompok perlakuan tanpa memperhatikan amatan ulangan, sumber variasi antar B menunjuk pada perbandingan kenyamanan kerja antar amatan ulangan tanpa memperhatikan kelompok perlakuan, sedangkan sumber variasi inter AB menunjuk pada perbandingan kenyamanan kerja antar kelompok antar amatan ulangan. Oleh karena hipotesis penelitian untuk menguji perbedaan kenyamanan kerja antar kelompok perlakuan antar amatan ulangan, maka yang diperhatikan dalam analisis selanjutnya adalah sumber variasi inter AB. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kenyamanan kerja secara bermakna antar perlakuan (p = 0,001 > 0,05). Dengan demikian untuk mengetahui pasangan kelompok perlakuan mana yang berbeda secara signifikan dilanjutkan dengan uji lanjut pasca uji F (post hoc test) menggunakan yaitu uji-t Scheffe. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji t pada Tabel 7, menunjukkan bahwa antara pasangan kelompok I dan II
(A1B2─A2B2) terdapat perbedaan rerata skor kenyamanan kerja secara bermakna (p=0,000) dimana skor kenyamanan kerja pada kelompok II atau yang mendapat air minum dan Ferrous Sulfate lebih tinggi sebesar 22,857. Untuk pasangan kelompok I dan III (A1B2─A3B2) rerata skor kenyamaanan kerja kelompok III atau yang mendapat Air dan Farmabion adalah 27,268, lebih tinggi dari kelompok I dan perbedaannya sanagt bermakna. (p=0,000). Sedangkan antara pasangan kelompok II dan III (A2B2─A3B2) perbedaan rerata kenyamaanan kerja adalah 4,429 dan secara statsitik perbedaannya tidak signifikan (p=0,329). Tabel 7. Hasil Analisis Uji Lanjut Uji-t antar Perlakuan Terhadap Kenyamanan Kerja Sumber
Rerata
t
A1B2─A2B2 A1B2─A3B2 A2B2─A3B2
22,857 27,268 4,429
5,058 6,038 0,980
p= dua ekor 0,000 0,000 0,658
p= satu ekor 0,000 0,000 0,329
Dengan demikian dari hasil analisis ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Air minum dan Ferrous Sulfate dan perlakuan pemberian Air minum dan Farmabion lebih efektif meningkatkan kenyamanan kerja subjek dibanding dengan perlakuan pemberian Air minum saja. Sementara itu tidak signifikannya perbedaan kenyamanan kerja antar kelompok Ferrous Sulfate (zat besi murni) dan kelompok Farmabion (zat besi + multi vitamin dan mineral) kemungkinan disebabkan karena jangka waktu pemberian perlakuan yang relatif singkat. Dengan waktu yang demikian itu, efek yang timbul-yang dapat memberikan efek pembedarelatif kecil. Secara keseluruhan, keluhan ketidaknyamanan yang dialami subjek penelitan masih bersifat ringan dan belum sampai mengarah pada kondisi yang berbahaya seperti dehidrasi berat, atau penyakit akibat kerja seperti heat crams, heat exhaustion, 69
MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008
dan heat stroke. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Bettysia (1994) yang menemukan bahwa 75% tenaga kerja yang bekerja di bagian pembakaran keramik menunjukan gejala miliaria (heat crash), dan dari jumlah tersebut, sebesar 12,5%-nya menunjukan gejala heat cramps dan 28%-nya mengalami heat exhaustion. Meskipun keluhan yang dirasakan subjek penelitian masih tergolong ringan, namun tindakan preventif dengan cara memberikan perlindungan yang lebih dini perlu dilakukan untuk menghindari risiko kesehatan yang lebih besar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kenyamanan kerja pekerja wanita yang terpapar panas sesudah diberi tambahan air minum lebih tinggi dibanding dengan sebelum diberi tambahan air minum. Kenyamanan kerja pekerja wanita yang terpapar panas sesudah diberi tambahan air minum dan Ferrous Sulfate lebih tinggi disbanding dengan sebelum diberi perlakuan tersebut. Kenyamanan kerja pekerja wanita yang terpapar panas sesudah diberi tambahan air minum dan Farmabion lebih tinggi dibanding dengan sebelum diberi perlakuan tersebut. Kenyamanan kerja pekerja wanita yang terpapar panas yang mendapat tambahan air minum dan Ferrous Sulfate atau tambahan air minum dan Farmabion lebih tinggi dibanding dengan kenyamanan kerja pekerja wanita yang mendapat tambahan air minum saja Saran
Pihak perusahaan perlu menyediakan dan menempatkan air minum di dekat lokasi kerja sehingga memungkinkan air minum selalu tersedia setiap saat bagi pekerja dan hal ini perlu didukung pula dengan upaya peyuluhan dalam rangka 70
meningkatkan kesadaran para pekerja akan penting mengkonsumsi air minum sesuai anjuran selama bekerja di lingkungan panas. Mengingat pekerja wanita sangat rentan dengan anemia, maka perbaikan gizi melalui pemberian makananan di kantin perusahaan perlu ditingkatkan, dan bila perlu diberikan suplemen/ vitamin secara berkala. Diperlukan upaya re-desain lingkungan kerja fisik antara lain melalui perbaikan ventilasi dan atau penambahan alat pendingin ruangan sehingga dampak suhu tinggi dapat dikurangi sampai batas-batas yang tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Bettysia, E. S. 1994. Pengaruh Iklim Kerja terhadap Keluhan Kesehatan Tenaga Kerja dari Seksi Pembakaran Wall Tile di Pabrik Keramik dan Pengolahan Bahan Tulungagung. Skripsi IKM UNAIR. Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan penrbit Buku Kedokteran ECG Grandjean, E. 1986. Fitting the Task to the Man. London: Taylor and Francis. Guyiton,A. C. 1983. Fisiologi Kedokteran. Edisi 5.Terjemahan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. ____________ 1997. Fisiologi Manusia dan Mechanism Penyakit. Edisi III. Terjemahan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hoffman, M., W. LeGro., Janeth, S. 1996. Bebas dari Penyakit. Terjemahan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
PENGARUH PEMBERIAN AIR MINUM DAN ZAT BESI TERHADAP KENYAMANAN KERJA PADA WANITA YANG TERPAPAR PANAS
Jeyaratnam, J. 1992. Occupational Health in Developing Countries. Oxford University Press.
Siagian, S. P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Koblinsky, M., Judith, T., Jill Gay. 1997. Kesehatan Wanita sebuah Prespektif Global. UGM Press
Silalahi, Bennett dan Silalahi R. B 1995. Manajemen Keselamatan Kerja. PT. Pustaka Binaman Pressindo
Marlinae, L. 2005. The Factors which Related to Employee's Subjective Complaint at Drier Division in PT Surya Satrya Timur Corporation Banjarmasin. BErkala Kedokteran Vol.4 2005.
Suma’mur 1987 Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Penerbit Dharma Muara Agung Jakarta
Oeding, A.S. 2000. Peran Ganda dan Produktivitas kerja Perempuan. Pascasarjana UGM. Sediaoetama, A. D. 1987. Vitaminologi. Balai Pustaka. Jakarta. Setyawati, L. 1995. Stres Psikososial dan Status Kawin pada Pekerja Wanita. Makalah disampaikan pada Kongres I dan Pertemuan Ilmiah Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia. Jatim.
Suma'mur. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung Jakarta. Sutrisno Hadi. 2000.Seri Program Statistik-Versi 2000. UGM. Tiarsa dan Tarwaka. 2004. Pengujian dan Penilaian Gizi Kerja Bagi Pekerja Terpapar Panas. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta.Vol.XXVII, No.3 Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Penerbit Guna Widya. Surabaya.
71