Volume XVII
APRIL 2017
Volume XVII APRIL 2017
daftaR isi
18
PROFIL
Terobsesi Memajukan Gorontalo Sejak Muda Sejak muda, Marten A Taha sudah terobsesi dan punya mimpi memajukan kotanya. Maka, ketika menjadi walikota, Marten berusaha mewujudkan mimpinya itu: membangun memajukan Kota Gorontalo.
5
JEJAK
Per Januari 2017, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah (Pemda) yang baru, sejumlah kewenangan pemerintah kota/kabupaten dialihkan ke provinsi. Berbagai masalah mulai muncul. Perlu dilakukan perbaikan sembari menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) atas judicial review UU Pemda.
Bangkitnya Mutiara dari Tasikmalaya
Laporan KHUSUS 35
14
Setelah Kewenangan Kota “Dipreteli”
Membangun Kota yang Beradab Tanpa Hoax
Dari kota miskin dan terbelakang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, kini mulai menggeliat, mengejar kemajuan.
INFO APEKSI
16
Seperti wabah, hoax dan juga paham radikal tiba-tiba menjalar ke kota-kota, ke hampir seluruh pelosok negeri. Perlu kesadaran dan keterlibatan semua pihak untuk membangun kota yang beradab, sonder hoax dan paham radikal.
w
Perangkat Daerah yang Melupakan Karakter Daerah
w
Struktur Pemerintahan Harus Tegak Lurus
11
w
Kelompok Kerja Membangun Kota Inklusif
25
w
Partisipasi Masyarakat Dongkrak Kualitas Pelayanan Publik
27
w
Mimpi Membangun Kota Bebas Sampah
29
w
Daerah Kehilangan Potensi Pendapatan
32
Diterbitkan oleh: Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi)
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Alamat: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia Telpon: +62-21 8370 4703 Fax: +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
9
Sejumlah Isu Strategis Dibahas di Malang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-15 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dilaksanakan di Kota Malang.
Penanggung Jawab: Ketua Dewan Pengurus Apeksi, Airin Rachmi Diany Pemimpin Redaksi: Dr. Sarimun Hadisaputra, MSi Wakil Pemimpin Redaksi: H. Soeyanto, Sri Indah Wibi Nastiti Dewan Redaksi: Dzulmi Eldin (Wali Kota Medan), Syarif Fasha (Wali Kota Jambi), Jonas Salean (Wali Kota Kupang) Burhan Abdurahman (Wali Kota Ternate), Rizal Efendi (Wali Kota Balikpapan), Mohamad Muraz (Wali Kota Sukabumi), Illiza Sa’aduddin Djamal (Wali Kota Banda Aceh), M. Abdurahman, Tri Utari dan Sukarno, Suharto, Mukhlisin Iklan: Imam Yulianto Administrasi & Distribusi: Teguh Ardhiwiratno
Volume XVII
APRIL 2017
dari REDAKsi
P
ada pertengahan Juli 2017, tepatnya tanggal 1216, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) akan menyelenggarakan Rapat Kerja
Menyambut Rakernas APEKSI di Malang
Nasional (Rakernas) di Kota Malang, Jawa Timur. Sejak Maret, baik panitia pusat maupun panitia lokal sudah mulai melakukan berbagai
persiapan. Diharapkan, dengan persiapan yang matang, Rakernas berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi yang terbaik untuk kemajuan kota-kota di Indonesia. Seluruh anggota APEKSI, wali kota dan seluruh jajarannya, diharapkan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sehingga pelaksanaan Rakernas bisa berjalan efektif dan efisien dengan hasil yang maksimal. Isu-isu strategis yang berkaitan dengan pemerintahan kota dan perkotaan akan menjadi bahasan utama dalam Rakernas tersebut, terutama yang berkaitan dengan pembentukan organisasi perangkat daerah baru yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Sebagai referensi untuk para peserta Rakernas, dalam edisi ini Majalah Kota Kita menyajikan beberapa laporan tentang implementasi dan implikasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah dalam Rubrik Laporan Utama. Laporan itu juga kami lengkapi dengan wawancara dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono. Pada rubrik lain, kami juga melaporkan berbagai persiapan yang telah dan sedang dilakukan untuk menyambut pelaksanaan Rakernas tersebut. Dengan laporan-laporan tersebut, para peserta Rakernas diharapkan memiliki tambahan referensi yang memadai demi sukses penyelenggaraan Rakernas. Dalam Rubrik Laporan Khusus, kami mengulas topik yang akhir-akhir ini sudah seperti wabah, yaitu tentang penyebaran hoax dan paham-paham radikal di berbagai kota, di berbagai daerah. Dengan laporan ini, diharapkan seluruh stakeholder kota di Indonesia memiliki referensi dan cara memadai untuk menangkal mewabahnya hoax dan paham-paham radikal di masyarakat. Sebab, jika dibiarkan, akan mengganggu dan merusak perkembangan kota. Banyak lagi laporan menarik yang terjadi dalam edisi ini, seperti profil dari sosok Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, sejarah Kota Tasikmalaya, dan berbagai kegiatan serta dinamika perkotaan lainnya. Selamat membaca.
Volume XVII APRIL 2017
Laporan Utama
Setelah Kewenangan Kota
“Dipreteli”
Per Januari 2017, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah (Pemda) yang baru, sejumlah kewenangan pemerintah kota/kabupaten dialihkan ke provinsi. Berbagai masalah mulai muncul. Perlu dilakukan perbaikan sembari menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) atas judicial review UU Pemda. Volume XVII
APRIL 2017
Laporan Utama
D
i wilayah Jawa Timur, mulai Januari 2017, para siswa SMA/SMK di sejumlah kota/ kabupaten tidak lagi bisa menikmati sekolah gratis. Salah satunya di Kota Surabaya. Selama ini, siswa SMA/SMK di Kota Pahlawan tersebut menikmati sekolah gratis. Kini, tiap bulan, para siswa SMA/ SMK di Jawa Timur harus membayar sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) sekitar 140 ribu. Pungutan SPP itu didasarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang diterbitkan pada 4 Januari 2017. SE diterbitkan setelah seluruh pemerintah kota/kabupaten di Jawa Timur menyerahkan urusan pengelolaan SMA/ SMK ke provinsi sebagai implementasi dari amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Saat masih menggunakan UU Pemda yang lama, sejumlah pemerintah kota/ kabupaten, seperti Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Jember, misalnya, memiliki program pendidikan gratis hingga ke tingkat SMA/SMK. Namun, begitu urusannya diserahkan ke provinsi, semuanya berubah. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur tak memiliki program pendidikan gratis. Akibatnya, siswa SMA/SMK di Jawa Timur kini harus mulai membayar SPP. Meskipun begitu, Pemprov Jawa Timur menjamin tidak akan ada lagi pungutan di luar SPP tersebut. Menurut Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Pemprov Jawa Timur Saiful Rachman, SPP yang dibebankan kepada para siswa SMA/SMK digunakan untuk membantu biaya operasional sekolah. Adapun, masalah penyediaan fasilitas dan gedung sekolah menjadi tanggung jawab Pemprov. “Dindik Jatim bertanggung jawab urusan penyediaan fasilitas gedung. Kami menjamin selain SPP siswa tidak akan dipungut biaya lain,” katanya. Silang Sengkarut Silang sengkarut pengalihan kewenangan urusan pengelolaan SMA/ SMK tersebut hanyalah salah satu dampak dari diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 2014 yang menggantikan UU Nomor 32
Volume XVII APRIL 2017
Mohamad Muraz, Walikota Sukabumi Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU Pemda yang baru ini, yang sedang digugat ke MK namun belum ada keputusannya, memang ada beberapa kewenangan urusan pemerintahan kota/kabupaten yang harus dialihkan ke provinsi. Selain pendidikan tingkat menengah atas, misalnya, ada urusan kelautan, kehutanan, pertambangan, hingga ke pengelolaan terminal B dan lainnya. Proses pengalihannya sudah dimulai sejak 2016, dan mulai berlaku efektif per Januari 2017. Sebagai gambaran, untuk pengalihan urusan pengelolaan SMA/SMK saja, dampak ikutan tidak sebatas beban biaya pendidikan, melainkan juga status kepegawaian para guru dan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Di Kota Sukabumi, Jawa Barat, misalnya, sedikitnya ada 5 SMA dan 4 SMK yang diserahkan ke provinsi dengan jumlah guru PNS yang mencapai 668 orang. “Para guru itu kini statusnya pegawai Pemprov, bukan lagi pegawai Pemkot Sukabumi,” ujar Walikota Sukabumi Mohamad Muraz. Di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), menurut Walikota Ibnu Sina, ada 19 SMA/SMK yang pengelolaannya dialihkan ke Pemprov Kalsel. Adapun, jumlah guru yang status kepegawaiannya dialihkan dari kota ke provinsi mencapai sekitar 1.000 orang.
“Bagi pemkot sebenarnya tidak ada masalah. Justru, yang kelabakan pasti pemrov, sebab begitu banyak urusan yang diserahkan ke sana,” ujar Ibnu Sina. Tentang kualitas penyelenggaraan pendidik an SMA/SMK yang telah diserahkan ke provinsi, baik Muraz maupun Ibnu Sina belum bisa memberikan penilaian. Sebab, secara efektif baru berjalan tiga bulan. “Ya, mudah-mudahan bisa menjadi lebih baik,” ujar Muraz. “Kalau ada masalah, kami di pemkot siap bersinergi,” imbuhnya. Yang justru muncul, menurut Ibnu Sina, adanya kekhawatiran di kalangan guru. Para guru yang kini berstatus sebagai pegawai pemprov mengkhawatirkan akan tunjangan kesejahteraan. “Mereka juga khawatir sewaktu-waktu bisa dipindahkan ke daerah lain yang jauh dari tempat tinggalnya sekarang karena sudah menjadi pegawai pemprov. Itu hal yang wajar,” ujar Ibnu Sina. Selain urusan pendidikan, pengalihan urusan pengelolaan terminal juga menyisak an masalah di beberapa kota. Di Surabaya, misalnya, Pemkot Surabaya masih enggan menyerahkan pengelolaan terminal B ke provinsi. Alasannya, beberapa terminal B yang selama ini dikelola Pemkot Surabaya menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak kecil. Pemkot Surabaya
Laporan Utama
Terminal Induk Banjarmasin. mau menyerahkan jika ada kesepakatan skema profit sharing dalam pengelolaan terminal B. Sekarang sedang dilakukan negosiasi antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim. Sementara itu, di Kota Banjarmasin dan Kota Sukabumi penyerahan pengelolaan terminal B berjalan mulus. “Secara pribadi berat juga menyerahkan, tapi itu perintah UU, mau bagaimana lagi,” ujar Ibnu Sina. Terminal Induk Kota Banjarmasin tersebut, menurut Ibnu Sina, baru selesai dibangun dan belum sempat diresmikan, namun harus sudah diserahkan ke provinsi. “Jadi kami ini hanya membangun saja,” ujarnya. Lain lagi dengan di Kota Sukabumi. Menurut Muraz, mesk ipun sudah diserahk an, terminal tipe A yang pembangunannya menelan biaya hampir Rp 50 miliar tersebut pengelolaannya masih dipercayakan ke Pemkot Sukabumi. “Anggarannya belum siap, pengelolannya belum siap. Jadi, ya dikembalikan ke kami,”
ujar Muraz. Hal tersebut dibolehkan lantaran telah memperoleh izin dari Kementerian Dalam Negeri. Karena kondisinya belum siap sepenuhnya, melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017, pemda diminta tetap membuat anggaran untuk beberapa urusan yang seharusnya sudah dilimpahkan ke provinsi dan pusat. Ketidaksinkronan pengalihan kewenangan juga terjadi di wilayah DI Yogyakarta. Salah satunya soal pengelolaan drainase dari pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon yang meliputi wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Menurut penjabat Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Rani Sjamsinarsi, selama ini penanganan IPAL Sewon tinggal diserahkan ke pemerintah daerah saat terjadi persoalan.
Namun, sejak diberlakukan UU Pemda yang baru, pengelolaannya menjadi tak jelas, siapa menangani apa. “Sebab, dalam IPAL Sewon mencakup saluran induk yang seharusnya ditangani pemerintah pusat melalui Balai Konservasi Sumber Daya Air, saluran sekunder yang ditangani pemerintah provinsi, dan saluran tersier yang ditangani pemerintah kabupaten/ kota,” ujarnya. Di wilayah Sulawesi Selatan, pengalihan urusan kelautan juga menimbulkan masalah. “Dengan aturan baru ini, pengelolaan dan pengawasan laut bisa kurang efektif, karena anggaran dan personel terbatas,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan, di Makassar, akhir Februari 2017. Pada aturan lama, terdapat pembagian kewenangan pengelolaan dan pengawasan laut, di mana untuk jarak 0-4 mil kewenangannya ada di kabupaten/kota, sementara untuk 4Volume XVII
APRIL 2017
Laporan Utama
Nelayan di Pantai Sinjai, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. 12 mil dikelola oleh provinsi, dan 12 mil ke atas kewenangannya ada di pemerintah pusat. Sekarang kewenangan kabupaten/kota dihapus dan dialihkan ke provinsi. Kebijakan baru ini dianggap memiliki banyak kelemahan, apalagi tidak ditopang dengan anggaran dan personel yang memadai. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov Sulses membentuk sejumlah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang ditempatkan di daerah guna mempermudah koordinasi dengan kabupaten/kota. “Kita memang akan mengintensifkan kerja sama dengan kabupaten/kota,” ujarnya. Tetap Sinergi Pengalihan kewenangan sesuai amanat UU Pemda yang baru yang sudah berjalan tiga bulan memang menunjukkan kelemahan atau kekurangan di sanasini. Muraz mencontohkan pengalihan kewenangan izin galian C dari kabupaten/ kota ke provinsi membuat iklim usaha di daerah tidak kompetitif. “Masyarak at daerah yang mau mengurus izin galian C kalau harus ke
Volume XVII APRIL 2017
Terminal Tipe A Kota Sukabumi. provinsi jadi repot. Kalau di Jawa mungkin jaraknya relatif dekat, bagaimana dengan yang di luar Jawa,” Muraz menjelaskan. Begitu juga dengan pengalihan kewenangan di bidang lain, seperti pengelolaan pendidikan menengah atas. Karena rentang jaraknya lebih jauh, bisa saja pengawasannya kurang intens sehingga kualitasnya menurun. Atau, para guru kesulitan mengurus kebutuhannya.
Untuk itu, menurut Muraz, harus ada sinergi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota agar pelayanan publik tidak terganggu atau kualitas pelayanannya tidak menurun. “Kami yang di kota, tentu siap membantu, siap diajak sinergi. Harus dicari cara agar tetap ada sinergi, karena yang tahu persis kondisi lapangan di daerah, kan, kami yang ada di daerah,” Muraz menjelaskan.
Laporan Utama
Pasar terapung di Banjarmasin.
Perangkat Daerah yang Melupakan Karakter Daerah Salah satu implikasi pemberlakuan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) baru. Banyak yang tidak sesuai dengan potensi dan karakter daerah.
W
alikota Banjarmasin I b n u S i n a merupakah salah satu kepala daerah yang merasa masih kurang pas dengan pembentukan nomenklatur baru organisasi perangkat daerah (OPD) yang pembentukannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Alasannya, sebagai daerah berjuluk “Kota Sungai” karena memang memiliki banyak
aliran sungai, Banjarmasin tidak lagi bisa memiliki dinas yang khusus mengurusi sungai, yaitu Dinas Sumber Daya Air. “Kini dinas itu harus dilebur ke Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang,” ujar Ibnu Sina. Sebagai kota yang memiliki begitu banyak sungai, menurut Ibnu Sina, selama ini Kota Banjarmasin memiliki dinas tersendiri yang khusus mengurusi pengelolaan sungai, yaitu Dinas Sumber Daya Air. Setelah PP Nomor 18 Tahun 2016 sebagai turunan dari UU Nomor 23 Tahun
2014 diberlakukan, Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin harus menyesuaikan nomenklatur OPD sesuai aturan baru tersebut. Dari sebelumnya terdapat 30 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diciutkan menjadi 27 SKPD. Akhirnya, bersama Dinas Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang, Dinas Sumber Daya Air dilebur ke dalam dua nomenklatur baru bernama Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Perumahan dan Permukiman. “Sekarang, bagaimana bisa fokus membangun kota sungai kalau dinasnya sudah tidak ada. Padahal, potensi dan karakteristik Banjarmasin selama ini adalah kota sungai,” jelas Ibnu Sina. Dengan nomenklatur baru ini, imbuh Ibnu Sina, sumber daya air di Kota Banjarmasin kini hanya diurus oleh pejabat eselon III. “Jadi tidak memadai,” tandasnya. Karena itu, Ibnu Sina akan melakukan Volume XVII
APRIL 2017
Laporan Utama kajian akademik untuk menemukan nomenklatur yang paling ideal sesuai dengan potensi dan karakteristik Kota Banjarmasin. Secara pribadi, Ibnu Sina tetap menginginkan ada dinas sendiri yang secara khusus menangani sumber daya air. “Karena kami akan fokus membangun kota sungai, sesuai dengan potensi dan karakteristik Kota Banjarmasin,” Ibnu Sina menjelaskan. Kata Ibnu Sina, aturan baru tentang pembentukan OPD tersebut telah melupakan atau menomorduakan potensi dan karakteristik daerah. Walikota Sukabumi Mohamad Muraz juga menilai beberapa ketentuan dalam pemberlakuan PP Nomor 18 Tahun 2016 tersebut memang kurang pas. Dari segi waktu, misalnya. PP ini baru ditandatangani Presiden pada Juni 2016, namun pemerintah daerah sudah diwajibkan membentuk SKPD baru dan melantik pejabatnya pada pertengahan Desember 2016. “Ini, kan, tidak masuk akal,” ujar Muraz. Jika ketentuan itu diikuti, misalnya, begitu tutup tahun anggaran, siapa yang akan membuat laporan pertanggung jawaban SKPD yang sudah dibubarkan atau dilebur dengan SKPD lain menjadi nomenklatur baru. Pejabat SKPD nomenklatur baru tidak mungkin mempertanggungjawabkan anggaran yang dikelola oleh pejabat SKPD lama. Karena itu, menurut Muraz, banyak kepala daerah yang akhirnya “melanggar” ketentuan tersebut dengan membentuk SKPD baru dan melantik pejabatnya pada awal Januari 2017. “Termasuk Kota Sukabumi, baru Januari kami meresmikan
Ibnu Sina, Walikota Banjarmasin organisasinya dan melantik pejabatnya,” kata Muraz. Seperti halnya Ibnu Sina, Muraz juga menilai pembentukan OPD baru berdasarkan PP tersebut banyak yang tidak pas dengan potensi dan karakteristik daerah. “Tapi, bagaimana pun, ya aturan itu harus kita jalankan,” tandas Muraz. Selain itu, menurut Muraz, ketentuan pembentukan OPD baru ini juga belum didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Tidak hanya di Kota Sukabumi, menurut Muraz, kekurangan pegawai juga dirasakan di daerah-daerah lain. “Sudah delapan tahun kita moratorium penerimaan PNS. Ini dampaknya luar biasa bagi ketersediaan SDM di daerah,” ujar Muraz. Muraz mengaku saat ini Pemkot Sukabumi kekurangan sedikitnya 800 pegawai. Perhitungannya, tiap tahun
Banjarmasin, kota seribu sungai. 10
Volume XVII APRIL 2017
jumlah pegawai yang pensiun sekitar 100 orang, dan sudah delapan tahun tidak pernah ada penerimaan PNS baru. Untuk menutupi kekurangan pegawai tersebut, demikian Muraz, banyak daerah akhirnya memilih mempekerjakan tenaga honorer di berbagai SKPD. “Jadi, sekarang ini kekurangan SDM menjadi masalah serius di daerah. Selain kekurangan jumlah pegawai, daerah juga kesulitan untuk mengisi jabatanjabatan sesuai dengan nomenklatur, kepangkatan, golongan, dan keahlian kepegawaiannya karena memang sudah tidak ada lagi orang memenuhi syarat,” Muraz menjelaskan. Bagi Muraz, birokrasi yang terlalu banyak diisi oleh tenaga honorer sangat tidak menguntungkan kepentingan nasional untuk jangka panjang. Sebab, kaderisasi birokrasi untuk menjaga kepentingan nasional akan terganggu. Apalagi, tenaga honorer atau kontrak bisa berhenti kapan saja. “Kalau tiba-tiba tenaga honorer ini mogok atau berhenti bekerja, birokrasi bisa tidak jalan,” jelas Muraz. Berbagai masalah yang mengiringi pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 18 Tahun 2016 ini, menurut Muraz, akan dibahas di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Kota Malang, Jawa Timur, pertengahan Juli 2017. Dari pembahasan di Rakernas itu diharapkan muncul pemikiran-pemikiran solutif dan rekomendasi-rekomendasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.
Wawancara
Soni Sumarsono, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Struktur Pemerintahan Harus Tegak Lurus Terhitung sejak Januari 2017, sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, beberapa kewenangan pemerintah kabupaten/kota dialihkan ke provinsi. Sebenarnya banyak daerah yang keberatan sehingga mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, karena MK belum mengeluarkan putusan, amanat UU tersebut harus tetap dilaksanakan.
U
ntuk mengetahui sejauh mana proses pengalihan k e w e n a n g a n tersebut berjalan dan bagaimana dampaknya bagi pemerintah kota/k abupaten,
Majalah Kota Kita melakukan wawancara k husus dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono. Berikut petikan wawancara dengan Soni yang sedang menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta.
Bagaimana implementasi UU Pemda yang baru, terutama soal pengalihan beberapa kewenangan dari kabupaten/ kota ke pemerintahan lebih tinggi, provinsi dan pusat? Bisa Anda gambarkan? Ini, k an, memang konsekuensi pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2014, terutama yang menyangkut mekanisme pembagian urusan pemerintah daerah. Dalam masalah ini ada tiga isu sentral. Per tama, pengalihan urusan. Ada penataan kembali urusan pemerintahan, mana urusan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Ada pengalihan urusan dari kabupaten/kota ke provinsi memang paling menarik perhatian, yaitu khususnya pertambangan dan pendidikan. Yang lain-lain soal kecillah, sebenarnya, seperti pengelolaan terminal dan sebagainya. Selanjutnya apa? Yang kedua, mandat penataan daerah. Volume XVII
APRIL 2017
11
Wawancara Melalui UU ini, proses dan tahapan pembentukan daerah otonom ditata kembali. Misalnya, kalau dulu proses dan tahapnya bisa langsung ke pembentukan daerah otonom, sekarang harus melalui daerah bersama dulu. Kemudian, isu yang ketiga adalah penguatan mekanisme kontrol dan penerapan sanksi dari tingkatan pemerintah di atas ke pemerintahan di bawahnya. Dulu tidak ada sanksi, sekarang ada pengawasan dan sanksi secara berjenjang sesuai tingkatan pemerintahan, misalnya dari pusat ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/ kota. L a l u , a p a s e b e n a r n ya u r g e n s i pengalihan urusan dari kabupaten/kota ke provinsi atau bahkan ke pusat? Itu sebenarnya untuk menata ulang urusan, bukan untuk menarik kembali urusan dari daerah ke pusat atau dari k abupaten/kota ke provinsi. Jadi, urusan pemerintahan tetap berbasis pemerintahan daerah, namun tidak membedakan kota dan kabupaten, tapi disesuaikan dengan karakteristiknya. Penataan ulang ini, salah satu implikasi utamanya pada kelembagaan, terjadi perubahan nomenklatur organisasi perangkat daerah. Karena itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 sebagai dasar untuk
Soni Sumarsono. membentuk organisasi perangkat daerah. Dengan ini, sebuah urusan pemerintahan kabupaten/kota yang sudah dialihkan ke provinsi, tentu kelembagaannya tidak ada lagi di tingkat kabupaten/kota. Maka terjadilah perubahan organisasi perangkat daerah. Apakah pengalihan urusan ini juga termasuk pegawainya dan aset lainnya? Nah, ketika urusannya sudah dialihkan
Soni Sumarsono saat menjadi Plt. Gubernur DKI Jakarta. 12
Volume XVII APRIL 2017
ke provinsi, misalnya, apakah status pegawainya juga berubah menjadi provinsi, itu semata-mata teknis di lapangan sebenarnya. Mereka bisa ditarik ke provinsi, namun bisa juga sebagai pegawai di dinas yang lainnya. Tidak harus semua jadi pegawai provinsi. Misalnya, mereka statusnya bisa berubah menjadi pegawai provinsi, namun bisa juga dengan menjadi pegawai provinsi tapi ditugaskan di dinas lain, seperti dinas pertambangan sebagai unit pelaksana teknis (UPT) di kabupaten atau daerah asalnya. Jadi, di UPT berarti mereka menjadi aparat pemerintah provinsi yang ditempatkan di kabupaten. Contoh lain, guru-guru SMA/SMK yang sudah ditarik menjadi pegawai provinsi, tapi ditempatkan di UPT pendidikan di kota masing-masing. Jadi, itu soal teknis dan tidak jadi masalah. Bagaimana dengan isu, setelah pengalihan ini, akhirnya pendidikan tidak lagi gratis? K ami akui, pengalihan urusan pendidikan menengah ini dampaknya memang paling terasa di masyarakat. Sebab, sesuai janji kampanye saat pilkada, banyak kota/kabupaten yang telah menggratiskan pendidikan tingkat SMA/ SMK. Contoh, Kota Surabaya, dengan anggaran mencapai Rp 1 triliun, mampu
Wawancara
Soni Sumarsono bersalaman dengan Presiden RI Joko Widodo. memberik an program pendidik an gratis. Nah, ketika diambil alih provinsi, anggarannya tidak cukup. Sebab, alokasi anggaran pendidik an Pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya Rp 600 miliar. Seharusnya, kelebihan anggaran dari Pemkot Surabaya dihibahkan saja untuk kepentingan siswa, toh, sama-sama anggaran pemerintah. Istilahnya itu, kan, kantung kanan kantung kiri saja.
jawab k abupaten/kota tidak ada, maka penambangan liar oleh rakyat terjadi secara masif. Kok, jadi semrawut sekarang? Itu terjadi karena provinsi semakin jauh untuk mengawasinya. Seharusnya segera dibentuk UPT-UPT di kabupaten/kota untuk pengawasannya. Jadi, efek atau dampaknya terasa dari sisi proses terutama di kalangan pemerintah kabupaten/kota sendiri.
Bagaimana dengan aset daerah, ketika dialihkan, apakah ada penggantiannya? Itu implikasi, terjadi perpindahan aset dari kabupaten/kota ke provinsi. Dengan perpindahan aset ini, maka daerah memang harus menyusun kembali neraca asetnya.
Ada kalangan yang menilai telah terjadi resentralisasi melalui pemberlakuan UU Pemda yang baru ini. Benarkah seperti itu? Ya n g k e m a r i n i t u , U U Pe m d a sebenarnya konsepnya money follow mindset. Urusan pemerintahannya tidak ada basis yang jelas. Sekarang itu ditata ulang, sehingga otonomi daerah itu berbasisnya menjadi urusan pemerintah daerah. Kalau dulu tidak. Jadi, sekarang konsepnya money follow function. Kalau dulu organisasinya, sekarang sudah berubah menjadi tepat struktur tepat fungsi. Implikasi dari penata urusanurusan ini untuk memperjelas urusan mana yang ditangani kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Dulu menata
S ecara umum, apakah dampak dari pengalihan urusan pemerintahan ini sudah terlihat, dan bagaimana gambarannya? Yang sudah terasa justru di kalangan elite. Reaksi demi reaksi dari kepala daerah di kabupaten/kota yang terlihat. Contoh, soal pertambangan. Itu, kan, karena kabupaten/kota sekarang tidak merasa punya urusan, maka tanggung
kewenangan agak kacau. Sekarang yang ditata bukan kewenangan, melainkan urusan pemerintah. Jadi, kalau dulu pendekatan kewenangan, sekarang urusan. Bila dalam implementasinya di lapangan belum sempurna, menurut Anda, apa yang harus dilakukan oleh para kepala daerah? Ada tiga hal, pertama, harus menunggu regulasi. Kalau ditemukan hal yang meragukan, harus dikonsultasikan ke Kemendagri. Mereka yang ragu-ragu kadang minta persetujuan tertulis dari Kemendagri, dan itu kami berikan. Kedua, kalau belum ada PP, kepala daerah mengikuti aturan yang sebelumnya. Ikuti saja aturan yang ada, tidak usah ada kevakuman. Tegakkan poros pemerintahan, tegak lurus dari RT hingga Presiden. Sebab, kepala daerah menjadi kepanjangan tangan Presiden, sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Maka, sebaiknya kalau ada masalah tidak usah ke ranah hukum, konsultasikan ke pemerintah yang lebih tinggi hingga ke Presiden. Sebagai orangtua pemerintahan, ya Kemendagri. Volume XVII
APRIL 2017
13
JEJAK
Bangkitnya Mutiara dari Tasikmalaya
Bale Kota Tasikmalaya.
Dari kota miskin dan terbelakang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, kini mulai menggeliat, mengejar kemajuan. Sejarahnya yang panjang menjadi salah satu modal yang tak ternilai.
K
ota Taksimalaya menyimpan sejarah perjuangan bangsa. Siapa sangka, bendera Merah Putih berhasil mengangkasa per tama k ali justru di langit Bumi Tasikmalaya. Bendera Pusaka itu diterbangkan bersama Pesawat Nishikoren dari Pangkalan Udara Cibeureum, Taksikmalaya, oleh Komodor Muda Udara A Adisutjipto. Semangat merebut kemerdekaan begitu menggebu yang dilakukan pemuda-pemudi k ala itu. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, mereka merebut aset negara yang dikuasai Jepang. Salah satunya Pangkalan Udara Cibeureum, Tasikmalaya, yang dibangun oleh Belanda, beserta pesawat-pesawat peninggalan Jepang yang rusak. 14
Volume XVII APRIL 2017
Bersama Opsir Muda I Basir Surya, Adisutjipto dengan ditemani teknisi lainnya berhasil memperbaiki pesawat Curen dan Nishikoren. Kedua pesawat itu kemudian bisa diterbangkan menuju Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta, 27 Oktober 1945. Pada 7 November 1945, pesawat Nishikoren juga berhasil diperbaiki dengan peralatan seadanya. S a at b i s a d i te r b a n g k a n k e m b a l i , pesawat itu dilabeli Bendera Pusaka dan Lambang Burung Garuda di bagian ekor pesawat. Pesawat diterbangkan di langit Tasikmalaya selama 30 menit. Lapangan Udara Cibeureum sekarang dikenal dengan Lapangan Udara Wiriadinata. Setelah merdeka, Tasikmalaya juga pernah menjadi Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Itu terjadi pada 1946 saat Kota
Bandung tidak aman dari serbuan tentara sekutu dan Belanda. Ini berdasarkan tulisan Dr Sobana Hardjasaputra, sejarawan Unpad yang diposting dalam mailing list Baraya Sunda. Awalnya, pusat pemerintahan bertempat di Kampung Lebak Siuh, terus kantor daruratnya ke Cisurupan (sekarang Culamega). Setidak nya, selama dua tahun 1947-1948, pemerintahan Jawa Barat dikendalikan dari Tasikmalaya. Posisi Tasik begitu strategis pada zaman kemerdekaan. Banyak pergerak an kemerdek aan dilakukan dari Tasik. Bahkan, pada zaman pendudukan Jepang, Tasikmalaya menjadi salah satu daerah pelopor perlawanan rakyat. Itulah sejarah yang diukir Tasikmalaya untuk negeri ini. Selain itu, peristiwa penting lainnya juga masih banyak yang dicatat. Kota ini juga melahirkan divisi tempur Siliwangi yang ditakuti musuh kala itu. Seiring perkembangan zaman, Tasikmalaya berkembang menjadi sebuah kota, hasil pemekaran dari Kabupaten Tasikmalaya. Tepat 2001, Tasikmalaya berhasil memekarkan diri menjadi Kota Tasikmalaya berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2001 bersama 11 daerah otonom lainnya. Wilayah Kota Tasikmalaya meliputi 10 kecamatan dan 69 kelurahan. Kota seluas 183,82 km2 ini berada di posisi strategis, di bagian tenggara wilayah Provinsi Jawa Barat, yang berjarak kurang lebih 105 km. Sebelumnya, status Tasikmalaya adalah kota administratif yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976. Sebagai walikota pertama adalah Oman Roosman. Awalnya, kota administratif Tasik ini menaungi tiga kecamatan dan 13 desa. Kepemimpinan Kota Tasik secara berurutan dilanjutkan oleh Partawinata (1985-1989), R Y Wahyu (1989-1992), dan Erdhi Hardhiana (1992-
JEJAK
Tugu Asmaul Husna, salah satu ikon Kota Tasikmalaya. 1999). Tepat pada tahun 2001, pembentukan Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom ditetapkan berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2001. Sebagai Pejabat sementara (Pj) Walikota Tasik malaya Wahyu Suradiharja, sebelum bisa dilakukan pemilihan langsung. Setelah kelengkapan kelembagaan pemerintahan terpenuhi, mulai eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pemilihan walikota bisa dilakukan secara langsung dilakukan. Yang pertama terpilih adalah Bubun Bunyamin. Dialah yang tercatat sebagai walikota pertama hasil pemilihan pada November 2002, kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayat dan Budi Budiman. Bila dilihat daya saing kota, Tasikmalaya pada 2008 memiliki daya saing ekonomi daerah tingkat kabupaten dan kota se-Indonesia pada urutan ke-143 dari 434 daerah. Enam produk unggulan yang dimiliki Kota Tasikmalaya, di antaranya kemudahan regulasi yang probisnis, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan industri air bersih, pengembangan wisata, dan pengembangan industri UMKM. Berbagai program pemerintah daerah untuk mengangkat ekonomi Tasikmalaya telah dilakukan. Di antaranya adalah menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai sentra industri kreatif, yang menempatkan
sektor industri dan perdagangan sebagai potensi utama yang didukung oleh data empirik bahwa potensi industri kecil kerajinan dan perdagangan cukup menonjol perkembangannya. Mayoritas mata pencaharian penduduk Kota Tasikmalaya bergerak di bidang perdagangan, industri, dan jasa (36 %). Tidak hanya itu, masih ada batik, bordir, kelom geulis, payung geulis, anyaman, mebel, dan lainnya. Namun, geliat pembangunan Tasik masih tertinggal. Pada 2013, kota ini masih menyandang status daerah miskin di Jawa barat. Di mana, angka transaksi masyarakat kota ini belum menggeliat. Berbagai upaya mendorong daerah ini keluar dari berbagai kesulitan ekonomi terus dilakukan. Dana dari berbagai CSR banyak dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan yang mencapai 18 persen dari jumlah penduduk. Penyaluran dana CSR juga diarahkan untuk membantu permodalan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Enam sektor itu diharapkan menjadi penar ik investasi masuk ke Kota Tasikmalaya. Semua perusahaan bisa menanamkan modal di enam sektor tersebut dan bisa mendorong ekspor produk unggulan. Negara yang tertarik kerja sama dengan Kota Tasikmalaya adalah Palestina yang tertarik untuk
memasarkan produksi beras hitam di Tasikmalaya. Tasikmalaya menjadi satusatunya kota yang pertama kali menggelar pertemuan investasi antarnegara. Intinya branding produk supaya lebih dikenal di dunia. Untuk meningkatkan dan mengembangkan daya saing daerah, Kota Tasikmalaya melangkah bareng dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat. Langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi tingkat daya saing sehingga dapat diperbaiki. Juga mendirikan lembaga Dewan Daya Saing Ekonomi Daerah Kota Tasikmalaya. Pemerintah kota juga melakukan sosialisasi dan pemahaman tentang daya saing daerah serta indikator yang menentukan tingkat daya saing daerah. Pembangunan di Kota Tasikmalaya kini sudah memiliki detail pembagian wilayah perkotaan (BWP), yang bertujuan agar pembangunan kota lebih fokus. Enam BWP seluas 18.271 ha dibagi lagi menjadi 23 subkawasan dari sepuluh kecamatan agar pembangunan on track. Ini untuk mewujudkan ruang Kota Tasik sebagai pusat kegiatan wilayah Priangan Timur yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, yang mampu memberikan tempat bisnis jasa dan industri kreatif, bisa menjadi yang termaju di Jawa Barat. Rencananya, keenam kawasan itu akan mempunyai fungsi masing-masing sesuai peruntukannya. Misalnya, kawasan pertama untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala kota dan regional. Kawasan kedua untuk bandara komersil terintegrasi, perdagangan, dan pemukiman baru. Kawasan ketiga untuk pendidikan terpadu dan pemukiman. Kawasan keempat menjadi kawasan lingkungan industri kreatif berbasis pemukiman. Kawasan kelima untuk industri terpadu dengan gudang dan pemukiman. Dan kawasan keenam untuk pusat agribisnis dan pemukiman. Posisi Tasikmalaya yang strategis, baik secara geografis maupun politis, ini lebih dikenal julukannya sebagai Mutiara dari Timur, yang dirancang akan menjadi pusat perekonomian dan pergerakan nasional di Priangan Timur. Selamat membangun Kota Tasik. Volume XVII
APRIL 2017
15
INFO APEKSI
Launching Indonesia City Expo 2017 di Kota Malang.
Sejumlah Isu Strategis Dibahas di Malang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ke-15 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dilaksanakan di Kota Malang, Jawa Timur. Sejumlah isu strategis pemerintahan kota dibahas, rekomendasinya akan disampaikan ke pemerintah pusat.
P
emerintah Kota Malang sudah melakukan berbagai persiapan untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Rakernas APEKSI dan Indonesia City Expo (ICE) yang dilaksanakan pada 1216 Juli 2017. Seluruh Komisariat Wilayah (Komwil) APEKSI menyatakan semua walikota beserta perangkatnya telah 16
Volume XVII APRIL 2017
siap untuk mengikuti rangkaian kegiatan Rakernas tersebut. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Persiapan Rakernas yang diselenggarakan pengurus APEKSI di Jakarta, 16 Maret 2017. Rapat yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra ini diikuti seluruh pengurus Komwil. Hadir dalam rapat ini Walikota Banjarmasin Ibnu Sina.
Dalam pengarahannya saat membuka rapat, Sarimun mengungkapkan bahwa tema yang diangkat dalam Rakernas adalah Membangun Kelembagaan Pemerintah Daerah yang Profesional m e l a l u i I m p l e m e n t a s i Pe r a t u r a n Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dengan tema itu, tentu isu-isu strategis yang dibahas dalam Rakernas berkaitan dengan masalah-masalah yang muncul dari mekanisme pembentukan organisasi perangkat daerah yang didasarkan pada PP tersebut. Untuk membahas isu-isu strategis tersebut, Rakernas mengundang pejabatpejabat dari Kementerian Dalam Negeri, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan pakar. “Diharapkan, dari Rakernas ini ada rekomendasi-rekomendasi untuk
INFO APEKSI
Sarimun Hadisaputra, Direktur Eksekutif APEKSI penyempurnaan penataan organisasi perangkat daerah,” ujar Sarimun. Sejak diberlakukan per Januari 2017, menurut Sarimun, pembentukan organisasi perangkat daerah atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) memang mengandung banyak masalah di lapangan. Hasil peleburan dan pembentukan SKPD baru banyak yang tidak tepat, tidak sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah. “Ini harus dicari jalan keluarnya. Idealnya, memang harus ada Undang-Undang Kota,” Sarimun menjelaskan. Di bagian lain, Sarimun juga memaparkan kesiapan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sebagai tuan rumah
Rakernas. Salah satunya, misalnya, Pemkot Malang sudah menjalin kerja sama dengan seluruh pengelola hotel di Kota Malang. Dengan demikian, seluruh peserta Rakernas akan memperoleh kemudahan dan fasilitas diskon saat berada di Kota Malang. “Panitia lokal sudah siap,” tandas Sarimun. Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, yang kehadirannya juga mewakili Komwil V, menegaskan kesiapannya untuk mengikuti Rakernas di Kota Malang. Bahkan, selaku Ketua Komwil V, Ibnu Sina menegaskan, para anggota Komwil V menyelenggarakan Rapat Koordinasi pada 12-14 April di Kota Tarakan, Kalimantan
Timur, salah satunya guna membahas kesiapan anggota mengikuti Rakernas. “Melalui R akomwil, k ami ak an menyusun rumusan-rumusan rekomendasi yang akan dibawa ke Rakernas,” ujar Ibnu Sina. Senada dengan Ibnu Sina, para pengurus Komwil yang hadir dalam rapat tersebut menyatakan kesiapannya untuk mengikuti Rakernas di Kota Malang. Masing-masing Komwil menyiapkan bahan-bahan yang akan disampaikan di forum Rakernas. Dari Kota Malang dilaporkan, Walikota Malang Mochamad Anton telah membuat berbagai persiapan yang matang agar seluruh rangkaian kegiatan Rakernas dan ICE berjalan sesuai rencana. “Sejak awal Maret kami sudah melakukan persiapanpersiapan terencana, melibatkan seluruh jajaran Pemkot Malang,” ujar Mochamad Anton. Rangkaian kegiatannya dimulai dari welcome dinner menyambut kunjungan para walikota pada 11 Juli, dilanjutkan dengan pembukaan pada 12 Juli. Dari tanggal 12 hingga 16 Juli, ada rangkaian kirab budaya dan pelaksanaan ICE. Ada juga acara penanaman pohon khas dari 98 kota peserta Rakernas. “Kami berharap Rakernas dapat menghasilkan keputusan-keputusan atau rekomendasi-rekomendasi terbaik untuk kemajuan kota di Indonesia,” tandas Mochamad Anton.
Peserta launching Indonesia City Expo 2017 di Kota Malang. Volume XVII
APRIL 2017
17
PROFIL
Terobsesi Memajukan Gorontalo Sejak Muda
Marten A Taha, Walikota Gorontalo
Sejak muda, Marten A Taha sudah terobsesi dan punya mimpi memajukan kotanya. Maka, ketika menjadi walikota, Marten berusaha mewujudkan mimpinya itu: membangun memajukan Kota Gorontalo.
S
eperti pemuda pada umumnya, Marten A Taha muda memiliki banyak asa dan cita-cita. Gorontalo, ketika Marten masih usia m u d a , m a s i h te r b i l a n g sebagai kota di wilayah Sulawesi Utara yang belum maju, belum berkembang. Belum banyak pembangunan di sana. Infrastruktur belum memadai. Marten muda pun merenung: suatu saat dirinya harus bisa berperan untuk memajukan kota kelahirannya ini. Karena itulah, Marten yang lahir di 18
Volume XVII APRIL 2017
Gorontalo, 29 Agustus 1957, tergolong pemuda tekun dan giat belajar demi mewujudkan cita-cita dan impiannya. Di masa-masa itu, Teni, dikenal sebagai pribadi dengan pembawaan tenang, disiplin, dan selalu meraih prestasi di bangku pendidikan. Masa pendidikan dasar hingga SMA dihabiskan di kota kelahirannya. Baru selepas SMA, Marten melanjutkan pendidikan di Kota Manado, masuk Universitas Samratulangi. Di universitas ini Marten mengambil jurusan akuntansi. Di sela-sela menempuh pendidikan, Marten tergolong pemuda yang gemar
berorganisasi. Dia aktif di organisasi kampus yang dia sadari bakal menjadi bekal menempa sukses. Marten adalah sedikit anak desa yang merantau di Manado dan sukses menggondol gelar sarjana. Setelah menyandang sarjana akuntansi, Marten bekerja di perusahaan swasta (1982-1987). Di tahun 1987, Marten dipercaya menjadi Direktur Utama PT Olah Karya Pratama. Di tengah kesibukannya menjalankan bisnis, Marten juga menyelesaikan program pendidikan Magister Ekonomi di Universitas Gajah Mada. Ini menunjukkan bahwa Marten merupakan pribadi yang tidak cepat puas dan selalu ingin menambah ilmu. Sebagai orang yang bergelut di dunia bisnis, Marten aktif di asosiasi usaha. Ia tercatat pernah menjadi Wakil Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulawesi Utara. Rupanya, sejak mahasiswa Marten sudah giat berorganisasi. Misalnya, ia pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Utara. Ia juga pernah menjadi Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Gorontalo. Dari situlah pribadi Marten berkembang sebagai sosok yang rajin dan mengikuti berbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Misalnya, Marten tercatat pernah menjadi Pembina KAHMI, Dewan Pengawas Universitas Gorontalo, Pengurus Persatuan Bola Basket Indonesia (Perbasi) Gorontalo, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gorontalo. Di samping itu, sejak 1982 Marten juga sudah aktif di organisasi Muhammadiyah, hingga akhirnya terpilih menjadi Pengurus PW Pemuda Muhammadiyah Sulut pada 1987, Ketua Majelis Ekonomi Muhammadiyah Sulut Tahun 1997, Ketua BPH Univ Muhammadiyah Gorontalo Tahun 2008 sampai sekarang. Belakangan, Marten pun mulai ikut aktif dalam kegiatan politik. Ia akhirnya
PROFIL menjadi anggota Partai Golkar sampai kemudian dipercaya menjadi Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Gorontalo. Melalui Partai Golkar pula, Marten akhirnya terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara (1997-2001). Saat menjadi anggota DPRD itulah Marten ikut memperjuangkan pemekaran wilayah untuk pembentukan Provinsi Gorontalo. Di saat-saat itulah, obsesi dan citacita lama Marten untuk memajukan Kota Gorontalo kembali berkobar. Setelah Gorontalo menjadi provinsi, dia kembali terpilih menjadi anggota DPRD Gorontalo periode 2001-2005. Selanjutnya, pada Pemilu 2009, karier politik Marten semakin mengkilap saat dipercaya menduduki jabatan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo. Dengan kedudukannya sebagai anggota Dewan, Marten terus berusaha mencari jalan untuk memajukan kota kelahirannya. Menuju Kota Smart Setelah cukup lama mengabdi sebagai
anggota DPRD Provinsi Gorontalo, akhirnya pada 2014 Marten Taha mengikuti Pilkada Kota Gorontalo. Hasilnya, dia dipercaya masyarakat untuk memimpin Kota Gorontalo. Awal Juni 2014, Marten A Taha dilantik menjadi Walikota Gorontalo. Di dunia birokrasi Marten memang terbilang baru. Namun, segudang pengalaman sebagai DPRD menjadi bekal bagi Marten untuk memimpin Kota Gorontalo. Di bawah kepemimpinannya, pembangunan Kota Gorontalo lebih fokus menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean). Program pembangunan yang dicanangkan Marten juga dimaksud untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif. Target kepemimpinan Marten adalah peningkatan taraf hidup masyarakat dan menciptakan lapangan kerja dengan membuka kesempatan berusaha yang seluas-luasnya untuk t u m b u h ny a u s a h a p e rd a g a n g a n , industri, dan jasa yang berbasis ekonomi
kerakyatan. Dia percaya, hal itulah yang mampu membawa Gorontalo mencapai pertumbuhan yang luar biasa. Sejak dipimpin Marten, banyak program pemerintah kota (pemkot) dengan sasaran mensejahterakan warganya. Contohnya adalah program di bidang pendidikan dan kesehatan. Warga dibekali dengan Kartu Sejahtera. Melalui program ini, warga mendapat layanan pendidikan dan kesehatan secara mudah dan cepat. Akses kesehatan mulai dari pukesmas hingga rumah sakit besar tersedia. Tidak hanya itu, bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Kartu Sejahtera itu bisa dioptimalkan untuk akses perizinan hingga ke lembaga keuangan. Kerja keras Marten dalam memimpin Kota Gorontalo tak perlu waktu telah menampakkan hasil. Pada 2014 dan 2015, misalnya, Pemkot Gorontalo memperoleh predikat opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini menunjukkan pemerintahan Kota
Menara Keagungan menjadi salah satu ikon Kota Gorontalo. Volume XVII
APRIL 2017
19
PROFIL Gorontalo berjalan secara akuntabel dan transparan. Sederet prestasi lainnya, antara lain penghargaan Wahana Tata Anugerah dari Kementerian Perhubungan; penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada 2015 dan 2016, di mana pengelolaan lingkungan yang bersih selalu diutamakan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada level menengah 74,43. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan nilai B. Kemudian, pada 2016, Kota Gorontalo mendapat Anugerah “Ki Hajar Dewantara” dari Kementerian Pendidik an dan Kebudayaan karena dinilai berhasil dalam program peningkatan mutu pendidikan di daerah serta program pendidikan gratis. Penghargaan lainnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Award dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Pusat. Pernah juga menerima KPK Award dalam bidang laporan harta kekayaan penyelanggara negara (LHKPN). Marten menyadari, prestasi yang diraihnya merupakan hasil dari kerja keras jajaran pemerintah kota dan kerja keras masyarakat Gorontalo. Di bawah kepemimpinan Walikota Marten, Gorantalo akan diarahkan menjadi kota “SMART”, yakni Kota yang Sejahtera, Maju, Aktif, Religius, dan Terdidik. Untuk mewujudkan itu, jajaran pemerintah kota kerap melakukan studi banding. Kini, semua layanan, tata kelola pemerintahan, sampai proses pembangunan terintegrasi dengan teknologi. Konsep smart city berbasis tek nologi informasi dan komunikasi juga sedang dipersiapkan. Ini semua untuk mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan layanan yang lebih cepat dan efisien. Konsep smart city yang sedang dikembangkan Marten untuk Kota Gorontalo meliputi smart government, smart people, smart community, dan smart healthcare. Selain itu, juga untuk layanan lainnya, seperti smart transportation, smart education, smart environmental, dan smart energy. Bagi Marten, peran teknologi informasi berbasis internet akan memberikan kemudahan layanan pemerintah kota kepada masyarakatnya. Misal, pelaporan pengelolaan keuangan daerah, pelayanan 20
Volume XVII APRIL 2017
Marten A Taha, Walikota Gorontalo pendidikan dan kesehatan, termasuk aplikasi pelayanan masyarakat yang meliputi keluhan, pengaduan, perizinan di kelurahan atau kecamatan. Semua bisa dilakukan melalui internet secara online. Diakui Marten, saat ini penerapan teknologi masih banyak menghadapi kendala, mulai dari infrastruktur teknologi yang belum lengkap, akses jaringan internet yang masih sangat sulit, keterbatasan energi, dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Untuk mengatasi kendala, saat ini Pemkot Gorontalo memperbanyak jaringan koneksi internet untuk menjangkau kelurahan. Dengan tersedianya infrastruktur internet itu, diharapkan masyarakat lebih aktif mendukung pembangunan Kota Gorontalo.
Tak lupa, Marten juga memiliki perhatian besar pada sektor pariwisata. Bahkan, sektor pariwisata dijadikan andalan mengembangkan Kota Gorontalo. Tak heran, saat ini Pemkot Gorontalo sedang giat membenahi infastruktur, salah satunya perluasan bandara. Selain bandara, pelabuhan juga terus dibenahi. Pemkot Gorontalo juga terus berusaha memperbanyak dan memperbaiki wisata alam, budaya, dan wisata buatan. Ini berkaitan dengan penetapan Provinsi Gorontalo sebagai Kota Adat ke-9 dari 19 kota seluruh Indonesia. Bagi Marten, sektor pariwisata saat ini memasuki fase culture industry atau creative industry. Karena itu, sektor pariwisata harus dipersiapkan dengan baik agar Kota Gorontalo menuai sukses di masa depan.
IKLIM
EDISI April
INDONESIA
2017
[email protected]
HEADLINE
Gembira Bersama Kelola Sampah
Menuju Cara Hidup Sehat
U
paya mengatasi permasalahan sampah terus dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui pelibatan peran masyarakat termasuk dunia pendidikan. Salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan edukasi pengelolaan sampah oleh KLHK di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (14/02/2017). Sebanyak 1.000 siswa/siswi sekolah dari 18 SD dan SMP di DKI Jakarta berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dalam kegiatan yang berjudul “Gembira Bersama Kelola Sampah Menuju Cara Hidup Sehat” ini, para peserta dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang pengelolaan sampah, antara lain membangun bank sampah, pelatihan daur ulang sampah sampah plastik, dan proses pembuatan kompos. Selain itu, anak-anak juga belajar memilah sampah dan berkreasi membuat kerajinan dari bahan baku sampah. Seluruh kegiatan ini dikemas secara interaktif dengan metode permainan. “Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepedulian dan peran aktif anak-anak sekolah dalam mengelola sampah untuk mewujudkan Indonesia Bersih Sampah 2020,“ ujar Tuti H. Mintarsih, Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya. Dalam pembukaan acara, Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan bahwa anak-anak merupakan generasi masa depan yang akan menjaga alam negeri Indonesia. “Tiga pesan utama dari saya untuk anak-anak semua yaitu, kita harus bersatu mengurus sampah dengan bergotong royong, dengan mental yang bertanggung jawab, dan mental yang produktif”, kata Siti Nurbaya. (Bersambung ke Hal. 4)
Volume XVII
APRIL 2017
21
PEKAN PERUBAHAN IKLIM 2016
Miliki 23% Ekosistem Mangrove Dunia, Indonesia Tuan Rumah Konferensi Internasional Mangrove 2017
I
ndonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Dengan panjang garis pantai sebesar 95,181 km2, Indonesia mempunyai luas mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha (tahun 2015). Jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove dunia, yaitu dari total luas 16.530.000 Ha. Dari luas mangrove di Indonesia, diketahui seluas 1.671.140,75 Ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisanya seluas 1.817.999,93 Ha sisanya dalam kondisi rusak. Data ini dikemukakan oleh Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial, Antung Deddy Radiansyah pada komunikasi publik di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, (Selasa, 14/03/2017). Dengan kondisi mangrove yang baik, vegetasi ini mampu menyumbang setidaknya sebesar USD 1.5 milyar dari perikanan saja untuk perekonomian nasional (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). “Ini belum termasuk manfaat lain seperti kayu, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dan perlindungan wilayah pesisir,” ungkap Antung. Kajian The Nature Conservancy (TNC) dan Wetlands International (WI) tahun 2012 mengungkap bahwa mangrove dengan ketebalan minimal 100 meter ke arah darat dapat mengurangi ketinggian gelombang antara 13% sampai 66%. Antung juga menyampaikan pencegahan deforestasi mangrove terkait dengan pengendalian perubahan iklim. “Indonesia dapat memenuhi seperempat dari 26% target reduksi emisi pada
2020 berdasarkan penelitian Murdiyarso et al pada 2015,” tutur Antung. Kondisi di lapangan memperlihatkan mangrove tengah menghadapi tantangan utama, berupa alih fungsi lahan. “Berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industri dan infrastruktur pantai/pelabuhan seringkali mengorbankan keberadaan mangrove,”ujar Direktur Konservasi Tanah dan Air, Muhammad Firman. Masalah lain, yaitu pemahaman masyarakat tentang mangrove yang masih rendah dan tumpang tindih kebijakan di tingkat nasional hingga daerah. Firman menambahkan, “Kondisi ini diperburuk
Bersama-Sama Cegah Bencana Banjir dan Tanah Longsor
B
encana banjir atau tanah longsor yang terjadi di Indonesia belakangan ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang saat ini terjadi adalah masih luasnya lahan kritis. Luas lahan kritis di Indonesia tahun 2016 masih seluas 24.303.294 Ha. Luas lahan kritis tersebut menurun dibandingkan tahun 2006 seluas 30.196.799 hektar. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hilman Nugroho pada acara diskusi publik di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Rabu 15 Maret 2017. Lebih lanjut Hilman menuturkan bahwa tidak mungkin hanya Kementerian atau Pemerintah sendirian menangani permasalahan lahan kritis di Indonesia. “Semua pihak harus
22
2
Volume XVII APRIL 2017
ikut terlibat dalam upaya pemulihan lahan kritis, mengingat Pemerintah melalui APBN hanya mampu melakukan rehabilitasi hutan seluas 500 ribu hektar per tahun. Kerja sama pemerintah dengan berbagai instansi BUMN, sektor swasta, serta masyarakat sangat diperlukan”, ujar Hilman. Hilman mengambil contoh bencana banjir yang melanda daerah aliran sungai Cimanuk Hulu beberapa waktu yang lalu. Hasil analisa penyebab kejadian banjir adalah curah hujan yang tinggi, yaitu 255 mm per hari yang normalnya adalah kurang dari 100 mm per hari dengan durasi selama 3 hari berturut-turut. Topografi yang berbukit disertai pemanfaatan lahan oleh manusia yang tidak memperhatikan kaidah konservasi turut mendukung terjadinya banjir. Perubahan kawasan hutan yang penuh dengan pepohonan menjadi area perkebunan minim pohon adalah salah satu contohnya. Beberapa upaya yang telah dilakukan KLHK untuk mencegah bencana banjir dan longsor, antara lain yaitu
PEKAN PERUBAHAN IKLIM 2016
dengan pencemaran oleh limbah plastik, limbah rumah tangga dan tumpahan minyak”. Bencana alam menjadi faktor lain yang tidak bisa dihindari di tengah upaya meningkatkan vegetasi mangrove. “Tidak hanya pada kawasan hutan, illegal logging juga menjadi ancaman nyata eksistensi mangrove,” lanjut Firman. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian LHK dalam pengelolaan hutan mangrove dan pantai, seperti Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mangrove dan kerjasama dengan sektor swasta. RHL mangrove yang telah terealisasi pada tahun 2010-2014 sebesar 31.675 Ha. Pada tahun 2015, dilakukan RHL mangrove seluas 430 Ha. Di tahun 2016 rehabilitasi mangrove mengalami peningkatan seluas 497 Ha. Sedangkan tahun 2017 direncanakan rehabilitasi mangrove pada areal seluas 500 Ha. Jumlah ini akan bertambah signifikan dengan adanya keterlibatan berbagai stakeholders. Penerapan teknologi yang tepat juga diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi mangrove. Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Cecep Kusmana menjelaskan bahwa, “Sudah banyak teknik-teknik RHL mangrove bisa diterapkan diantaranya metode guludan, bronjong, penahan ombak bambu, pagar bambu, maupun dengan alat pemecah ombak beton”. Selanjutnya Cecep juga menyampaikan, “ Berdasarkan penelitian, laju degradasi mangrove memang lebih cepat dibanding waktu yang dibutuhkan untuk merehabilitasinya. Diperlukan sebuah gerakan masyarakat secara nasional untuk mengatasi hal ini”. Di samping itu, harus ada koordinasi dan komitmen yang sama antar Kementerian/ Lembaga dalam penyediaan data guna tercapainya pengelolaan mangrove berkelanjutan.
melalui kegiatan penanaman pohon di daerah hulu, rehabilitasi hutan dan lahan, membuat bangunan konservasi tanah dan air seperti sumur resapan, Dam penahan, Gulli Plug, pengerukan sungai, dan mengubah budaya tani hortikultura ke tanaman kayu-kayuan. Hal yang penting diperhatikan sebagai solusi pencegahan bencana adalah kerja sama dan pembagian peran antar instansi dan individu, peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. “Penyelesaian bencana lingkungan merupakan tanggung jawab bersama dan tidak dapat diselesaikan dalam semalam, memulai dari sekarang dengan hal kecil yang dapat dilakukan diri sendiri, merumuskan hal yang sederhana yang dapat dilakukan secara nyata”, Hilman menjelaskan. Saat ini KLHK tengah menggiatkan kampanye tanam 25 pohon. Kampanye ini menganjurkan satu orang untuk menanam minimal 25 pohon selama hidupnya. Jika hal ini dilakukan 250 juta masyarakat Indonesia, maka permasalahan
Berdasarkan Perka BIG No. 54 tahun 2015 tentang Wali Data Informasi Geospasial Tematik mengamanatkan Kementerian LHK sebagai wali data mangrove untuk menyusun Satu Peta Mangrove Nasional. “Hingga saat ini telah disusun satu peta mangrove Jawa pada tahun 2013, Sumatera pada tahun 2014, Sulawesi pada tahun 2015, serta Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2016,” terang Firman. Selanjutnnya Firman menyampaikan, “Pada tahun 2017 akan disusun satu peta mangrove untuk wilayah Kepulauan Maluku. Kedepannya pada tahun 2018 akan disusun peta mangrove Kalimantan, dan pada tahun 2019 untuk kawasan Papua”. Kegiatan One Map Mangrove bertujuan untuk mendapatkan data luas existing mangrove yang disepakati secara bersama oleh lintas sektor kementerian/lembaga. “Dengan adanya One Map Mangrove ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi seluruh kementerian/lembaga dalam pemanfaatan ruang ekosistem mangrove secara terintegrasi dan terpadu,” pungkas Firman.
lahan kritis di Indonesia akan dapat terselesaikan dengan cepat. “Ada pohon ada air, ada air ada kehidupan, ada kehidupan ada kesejahteraan”, tutup Hilman. (Sumber: Biro Humas Kementerian LHK, Siaran Pers, Nomor : SP.60/HUMAS/PP/HMS.3/03/2017)
Volume XVII
3
APRIL 2017
23
(Lanjutan Hal. 1 - Gembira Bersama...)
Pengelolaan sampah perlu dilakukan bersama-sama secara sinergis antara masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan pengusaha. Perilaku memilah sampah pada tempatnya merupakan bentuk mental yang bertanggung jawab, dan mengolah sampah untuk dimanfaatkan kembali merupakan bentuk mental yang produktif. Anak-anak diharapkan dapat memperhatikan bagaimana cara memilah dan mengolah sampah demi mewujudkan negeri Indonesia yang bersih. Acara ini dipandu oleh Duta Lingkungan Hidup, Luisa Andrea Soemitha (Miss Earth) dan turut hadir Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), dan pihak swasta. Tidak ketinggalan hadir menghibur para perserta, yaitu penyanyi Nugie yang juga aktif di bidang kampanye lingkungan. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan meliputi upaya pengurangan dan penanganan sampah, sebagaimana dimanatkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan adanya edukasi ini, anak-anak dilatih untuk mengelola sampah dengan prinsip-prinsip 4R (Replace, Reduce, Reuse, Recycle) dalam kehidupan sehari-hari. (Sumber: Biro Humas Kementerian LHK, Siaran Pers, Nomor : SP.31/HUMAS/PP/HMS.3/02/2017)
24
Volume XVII APRIL 2017
AGENDA APEKSI
Pembentukan Kelompok Kerja untuk Kota Inklusif, kerjasama antara UNESCO dengan APEKSI.
Kelompok Kerja Membangun Kota Inklusif Kolaborasi UNESCO dengan APEKSI memfasilitasi pertukaran ide para stakeholder perkotaan untuk membangun kota inklusif di Indonesia. Masih perlu waktu untuk mewujudkannya.
U
ntuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas melalui pembentukan kebijakan-kebijakan inklusif di level lokal maupun nasional, UNESCO bekerja sama dengan APEKSI berniat membentuk Kelompok Kerja yang bertugas memfasilitasi upaya-upaya
membangun kota-kota inklusif. Per temuan Konsultasi Per tama Mengenai Rencana Pembentuk an Kelompok Kerja untuk Kota Inklusif dilaksanakan pada 30 Maret 2017 di JS Luwansa Hotel and Convention Center Jakarta. Pertemuan ini diikuti oleh Programme Specialist, SHS Unit UNESCO Irakli Khodeli, Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra, Sekretaris Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Kementerian Sosial Kanya Eka Santi, dan jaringan kota-kota inklusif. Tujuan rencana pemb e nt u k a n Kelompok Kerja ini adalah untuk mendorong keberlanjutan kegiatan dan program jaringan ini, sehingga anggota jaringan kota inklusif dapat mendiskusikan serta memberikan saran dan ide mengenai keberlanjutan kegiatan jaringan ini. UNESCO sendiri saat ini tengah mengimplementasikan proyek bertema “Mempromosikan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”. Proyek ini ber tujuan untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam memenuhi hak-hak penyandang Volume XVII
APRIL 2017
25
AGENDA APEKSI disabilitas melalui pembentuk an kebijakan-kebijakan inklusif di level lokal maupun nasional. Kegiatan ini menjadi media bagi para walikota dan pembuat kebijakan untuk bertukar ide, inovasi dan pengalaman pemerintah kota dalam mengimplementasikan kebijakan yang inklusif di tingkat lokal. Jaringan walikota Indonesia yang telah berkomitmen dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di delapan kota, yaitu Kota Ambon, Kota Banda Aceh, Kota Banjarmasin, Kota Denpasar, Kota Metro, Kota Mojokerto, Kota Padang, dan Kota Yogyakarta. Menurut keterangan Kementerian Sosial Republik Indonesia, provinsi yang telah memiliki perda kota inklusif diawali oleh Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2010, Yogyakarta tahun 2012, dan menyusul pada tahun 2013-2015 beberapa provinsi, di antaranya Provinsi Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Sulawesi. Saat ini berbagai upaya dilakukan untuk mendorong penyesuaian terhadap U n d a n g - U n d a n g N o m o r 8 Ta h u n
26
Volume XVII APRIL 2017
Peserta pembentukan Kelompok Kerja untuk Kota Inklusif. 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Indikator terwujudnya kota inklusif ada tiga, lingkungan fisik yang memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas (bagaimana srtruktur dan infrastruktur), lingkungan sosial politik masyarakat positif terhadap penyandang disabilitas, dan keterjangkauan finansial bagi pemerintah
dan swasta dari sisi akses jarak, layanan, konsistensi, dan keberlanjutan. Kolaborasi antara UNESCO, ILO, WHO, APEKSI, dan Kemensos ini adalah untuk mendukung terwujudnya keberlanjutan kota-kota inklusif di Indonesia. Adapun, rancangan peraturan turunan dari UU Nomor 8 Tahun 2016 ada 16 Perpu dan 7 Peraturan Pemerintah, di antaranya mengatur tentang perencanaan pemenuhan hak-hak disabilitas, peradilan, pendidikan, pelayanan publik, dan konsesi. Selain Perpu, ada dua Peraturan Presiden untuk komisi penyandang disabilitas, satu Peraturan Menteri sosial tentang kartu penyandang disabilitas, dan Peraturan Pemerintah untuk Komisi Nasional Disabilitas. Dalam pertemuan tersebut, diperkenalkan juga beberapa komitmen agar terbentuknya Kelompok Kerja Kota Inklusif yang membahas aturan, tujuan, keanggotaan, kepengurusan, tugas, dan fungsi pengurus. Ada juga tentang piagam jaringan walikota Indonesia menuju kota inklusif yang meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak-hak penyandang disabilitas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kegiatan ini sebagai embrio pembentukan Kelompok Kerja Kota Inklusif dengan harapan dapat memberikan komitmen ter wujudnya kota-kota ink lusif di Indonesia.
AGENDA APEKSI
Seminar Internasional Innovation in Public Services Through Open Data: Learning from Indonesian Cross Sectoral Champions di Kemenpan RB.
Partisipasi Masyarakat Dongkrak Kualitas Pelayanan Publik Pengawasan dan partisipasi masyarakat merupakan kekuatan utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkokoh penerapan e-government. Dengan adanya kontrol dan partisipasi, masyarakat dapat mengakses dengan mudah data yang terkait dengan kepentingan publik, karena adanya keterbukaan data.
D
emikian dikatakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan R e fo r m a s i B i ro k ra s i PANRB Asman Abnur yang diwakili Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa pada pembukaan seminar internasional dan pameran inovasi pelayanan publik berbasis
data terbuka di kantor Kementerian PANRB, akhir Maret 2017. Dikatakan, ada dua pesan Presiden Joko Widodo yang menjadi prioritas Menteri Asman Abnur, yakni peningkatan kualitas pelayanan publik dan penerapan e-government, terutama e-budgeting, agar penggunaan anggaran lebih transparan dan akuntabel, dapat dikontrol oleh
semua pihak, serta terhindar dari berbagai penyimpangan. “Open data dan open government selaras dengan dua pesan presiden tersebut, karena ada kesamaan prinsip yang melandasinya, yaitu partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas yang mendorong kontrol dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,” ujarnya. Lebih lanjut Diah mengatakan, keterbukaan data akan mendorong penyelenggara pelayanan publik melakukan pelayanan dengan baik, karena pengawasan publik berperan efektif. “Hal ini mempermudah dalam mewujudkan semua pelayanan pemerintahan berbasis elektronik,” imbuhnya. Menurut Guru Besar Universitas Sriwijaya ini, gerakan open data dan open government mampu menginspirasi Volume XVII
APRIL 2017
27
AGENDA APEKSI
Diah Natalisa, Deputi Pelayanan Publik Kemenpan RB penyelenggara pelayanan publik menjadi lebih terbuka kepada masyarakat, terutama terkait dengan penggunaan standar pelayanan. “Ini menjadi penting, karena keterbukaan dapat menjadi pintu masuk tersampaikannya saran, masukan, dan kritik perbaikan yang konstruktif dari masyarakat,” imbuhnya. Seminar bertema Innovation in Public Service through Open Data: Learning from Indonesian Cross-Sectoral Champions ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi dan ajang apresiasi bagi pemerintah dan organisasi sipil yang terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui data terbuka. Dikatakan juga, meskipun tidak memiliki perwakilan di daerah, namun Kementerian PANRB memiliki kewenangan yang strategis dalam menentukan arah kebijakan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. “Walaupun kantor kami tidak terlalu besar dan tidak memiliki perwakilan di daerah, tapi kami memiliki kewenangan strategis dalam bidang reformasi birokrasi, salah satunya mengembangkan jaringan dan kolaborasi,” ujar Diah. Usai membuka seminar, Diah yang didampingi Sesdep Pelayanan Publik Dwiyoga Prabowo, Asdep Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik Muhammad Imanuddin serta Walikota Pontianak H. Sutarmidji, membuka acara pameran 28
Volume XVII APRIL 2017
inovasi pelayanan publik serta berkeliling melihat beberapa stand pameran dan memberikan motivasi. Stand pameran tersebut di antaranya LAPOR!-SP4N dari Kementerian PANRB, Ombudsman RI, FITRA, Open Data Labs, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Pontianak, Pemkot Bandung serta
Pemkab Batang. Dalam kesempatan itu Diah mengapresiasi inovasi pelayanan publik yang dilakukan sejumlah daerah, seperti Kabupaten Batang, Kota Pontianak, Kota Bandung, DKI Jakarta, dan lain-lain, yang sudah melakukan keterbukaan informasi publik dan memberikan pelayanan dengan baik. Bahkan, ada beberapa daerah yang sudah siap menyambut ajakan Menteri PANRB yang akan mengembangkan mal pelayanan publik. Seperti dikatakan Walikota Pontianak Sutarmidji yang menyambut baik gagasan tersebut. “Dalam waktu dekat, kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait. Mudah-mudahan tahun 2018 mal pelayanan publik di Pontianak akan terwujud,” ujarnya. Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Asman Abnur menargetkan, setiap provinsi di seluruh Indonesia, akan memiliki mal pelayanan publik. Dengan adanya pelayanan terpadu dalam mal pelayanan publik, masyarakat akan lebih mudah dalam menjangkau berbagai jenis pelayanan publik yang dibutuhkan.
Stand pameran pelayanan publik Kemenpan RB.
AGENDA APEKSI
Seminar Expo Clean dan Laundry 2017, “Mewujudkan Indonesia Bebas Sampah 2020”.
Mimpi Membangun Kota Bebas Sampah Membangun kota terbebas dari sampah ternyata bukan perkara mudah. Masalah utamanya adalah minimnya pendanaan, regulasi, teknologi, koordinasi, dan kondisi sosial budaya masyarakat.
H
al tersebut terangkum dalam seminar Expo Clean & Expo Laundry 2017 yang berlangsung di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, 23 Maret 2017. Expo yang berlangsung selama tiga hari itu diikuti 250 pemain industri cleaning dan laundry, baik dari dalam maupun luar negeri. Selain sebagai pameran dagang berbagai produk dan teknologi kebersihan, disajikan pula berbagai seminar dengan beragam topik, seperti
Hospital Laundry and Hospital Cleaning, South East Asia Toilet (SEAT) Conference oleh Asosiasi Toilet Indonesia (ATI), pelatihan pengelola bisnis laundry, The Real Laundry Preneur, Spectrepreneur Strategi Jitu Management Laundry, Green Technologies for Homes, Cleaning Management Skill, dan lainnya. Seminar diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) bekerja sama dengan Media Artha Sentosa. Expo Clean dan Laundry 2017 mengangkat tema “Mewujudkan Indonesia Bebas Sampah 2020”.
Dalam expo itu, para produsen peralatan kebersihan memamerkan berbagai alat dan mesin kebersihan berkualitas, mulai dari komersil, industri, publik, hingga kebersihan rumah dan pribadi. Expo ini dapat menginspirasi para pengelola kebersihan dan laundry untuk memberi layanan yang lebih baik dan efisien, juga sebagai ajang melihat perkembangan teknologi, serta peralatan dan aksesoris yang semakin hari semakin canggih dan efektif. Seperti, teknologi mesin Kannegiesser, Jensen, Milnor, Image, Electrolux, Primus, Unimac, Girbau, dan Sailstar. Pemain dunia untuk layanan kebersihan dan bahan kimia seperti Ecolab, Sealed Air Diversey, Seitz, iClean juga hadir lagi. Sementara itu, seminar yang digelar APEKSI tentang persampahan diikuti 65 peserta dari 10 pemerintah kota. Para
Volume XVII
APRIL 2017
29
AGENDA APEKSI pelaku bisnis cleaning yang segmennya pemerintah kota juga mengikuti seminar ini. Seminar dibuka Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra, yang dilanjutkan dengan diskusi panel. Diskusi ini menghadirkan pembicara Kepala Badan Penerimaan Keuangan Daerah (Bapeda) Pemerintah Kota Malang Wasto. Ia mengulas best practice pengelolaan sampah di kota itu. Materi berikutnya adalah “Paradigma Pengelolaan Sampah di Indonesia” yang dibawakan Sri Bebassari dari Indonesia Solid Waste Association (InSWA). Juga menjadi pembicara adalah Deputi Pengembangan Strategi dan Kebijakan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Robin A Suryo, dan pembicara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH), Ujang Solihin. Bertindak sebagai moderator adalah Manajer Kerjasama Antar-Daerah APEKSI, Sukarno. Sebagai kata pembuka, Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra, mengungkapkan, pengelolaan sampah cara mengatasinya sudah multidimensi. Pengelolaan sampah tidak bisa lagi d i l a k u k a n s e c a r a m a n u a l, te t a p i melibatkan teknologi modern yang tepat guna. Tujuannya, agar perkotaan bisa tampil lebih manusiawi dan modern dan menjadi pusat peradaban. “Pengelola sampah harus dilakukan dengan mengotimalkan teknologi dan
Peserta seminar Expo Clean dan Laundry 2017, di Jakarta. mengurangi tenaga manusia dalam mengerjakan persampahan, mulai dari pengepulan, distribusi, sampai pengolahan akhir,” ujarnya. Sebenarnya, Indonesia sudah memiliki regulasi di bidang persampahan, UndangUndang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah, yang juga dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Sampah Rumah Tangga. Ada pula Instruksi Presiden hingga Peraturan Menteri tentang persampahan. Namun, diakui Sarimun, masih banyak kendala dalam melaksanakan program pengelolaan sampah secara benar di lapangan. Dalam diskusi panel terungkap, rekayasa pengelolaan sampah yang
Truk pengangkut sampah di Jakarta. 30
Volume XVII APRIL 2017
dilakukan Pemerintah Kota Malang, minimal saat ini, bisa digunakan contoh untuk daerah lain. Sampah di kota ini mulai dikelola dengan baik, dan bahkan bisa dimanfaatkan untuk meningkat kemakmuran warganya, mulai untuk membiayai kesehatan, tabungan, asuransi, dan tunjangan lebaran. Pengelolaan sampah di Kota Malang melibatkan masyarakat, mulai dari tahap pemilahan hingga pengelolaan dan pengolahannya. Inilah best practice pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat. Dijelaskan Wasto, Kota Malang termasuk kota dengan tingkat urbanisasi yang tinggi. Daya tarik kota ini adalah adanya 57 perguruan tinggi, dekat dengan pusat-pusat wisata dan memiliki alam dengan suhu udara terbilang dingin, banyak pusat perdagangan, iklim sosial yang kondusif, dan memiliki sejarah dan budaya yang unik. “Semua itu memberi dampak pada urbanisasi ke Kota Malang, yang ujungnya meningkatnya kebutuhan layanan dasar serta volume sampah,” ujar Wasto. Menurutnya, masyarakat urban warga Kota Malang berkontribusi terhadap volume sampah. Setiap hari kota ini menghasilkan 649 ton sampah. Dari jumlah itu, yang masuk ke tempat pembuangan akhir sejumlah 473 ton per hari. Lalu, bagaimana pemerintah melakukan pengaturan sampah? Sampah di kota ini sudah diatur dari hillir hingga hulu, namun letak keberhasilannya ada pada keterlibatan masyarakat kota, termasuk para pendatang.
AGENDA APEKSI Pemerintah Kota Malang melakukan pengurangan sampah yang menjadi komitmen pelayanan kebersihan, dengan membentuk bank sampah yang bisa menjadi lapangan kerja dan tambahan penghasilan bagi rumah tangga. Programnya adalah mengembangkan sampah menjadi energi, modernisasi TPA, membangun intermediate treatment facilities (ITF), membangun budaya bersih dan plastik berbayar, klinik asuransi sampah, kampung zero waste, pengolahan plastik jadi energi minyak, gerakan menabung air (Gemar), dan lain sebagainya. Dijelaskan juga, Pemerintah Kota Malang tidak mau sendirian dalam mengelola sampah. Dilibatkanlah perguruan tinggi yang juga memiliki kontribusi terhadap menumpuknya sampah. Tidak hanya sampah, perguruan tinggi diminta untuk mengurangi pula pemanasan suhu di kota ini dengan melakukan penghijauan. “Rumusnya, warga yang datang ke Kota Malang harus membawa oksigen sendiri, jangan mengambil oksigennya orang Malang, dengan cara menanam pohon,” terang Wasto. Dari semua itu, kunci sukses pengelolaan sampah di Kota Malang, terang Wasto, 60 persen adalah kontribusi keterlibatan masyarakat. Agar masyarakat
proaktif, yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana mengubah budaya, mental, dan mindset akan sampah. Selebihnya, Pemkot Malang menerbitkan regulasi, menyiapkan teknologi, dan menyediakan pendanaan. Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang diapresiasi oleh Sri Bebassari dari Indonesia Solid Waste Association (I nSWA). Sri Bebassari menyoroti bagaimana mengelola sampah yang tepat. Setidaknya, ada lima aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek hukum, teknologi, kelembagaan, finansial, dan sosial budaya. Menurutnya, semua aspek harus saling terintegrasi untuk mencapai pengelolaan sampah yang optimal. Misalnya, pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah dan regulasi tingkat lokal, seperti di setiap lingkungan kawasan, gedung, sampai RT/RW. Untuk di tingkat nasional sudah ada UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. “Untuk kelembagaan, ini harus ada koordinasi antara lembaga pengelolaan sampah di tingkat pemerintah daerah, swasta, LSM, media massa, lembaga pendidikan, dan organisasi berbasis komunitas,” ujarnya. Sementara itu, pendanaan untuk kebersihan harus dipandang sebagai suatu
investasi, bukan biaya. Baik itu pendanaan dari pemerintah, dari masyarakat yang berasal dari retribusi, maupun swasta harus dioptimalkan. Saat ini kemampuan pendanaan pengelolaan sampah antara satu kota dengan lainnya berbeda. “Baik pemerintah daerah maupun masyarakat harus bahu-membahu untuk membiayai kebersihan,” terang Sri. Sri mengakui, yang utama dalam pengelolaan sampah adalah keterlibatan masyarakat. “Lengk apnya aturan, teknologi, pendanaan, belum menjamin sukses mengelola sampah tanpa keterlibatan masyarakat secara sukarela,” tandasnya. Masalah sosial budaya, Sri Bebassari mengungkapkan, harus ada sistem yang mampu merekayasa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Ia menilai, bidang ilmu sosial, komunikasi, dan psikologi belum berperan dalam pengelolaan sampah. Menurutnya, bila kota mampu menghasilkan sampah yang mencukupi untuk diolah menjadi energi, bisa menerapkan teknologi pengolahan sampah yang bisa menghasilk an energi listrik. Seperti yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta harus menerapkan teknologi pengolahan sampah, selain menghilangkan sampah juga untuk menghasilkan energi listrik.
Proses pengintegrasian pengolahan sampah. Volume XVII
APRIL 2017
31
AGENDA APEKSI
RDPU di Komisi XI DPR RI terkait RUU PNBP.
RUU PNBP,
Daerah Kehilangan Potensi Pendapatan Setelah sukses mengumpulkan pajak melalui tax amnesty, kini pemerintah bersama DPR kembali menggali potensi penerimaan negara di luar pajak.
P
a d a 8 Fe b r u a r i 2 0 1 7 , Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) atas undangan Komisi XI DPR RI untuk memberikan masukan terhadap RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). RDPU itu berlangsung di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta. Selain APEKSI, RDPU itu juga menghadirkan 32
Volume XVII APRIL 2017
Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Dewan Pengurus APEKSI yang menghadiri RDPU antara lain Walikota Sukabumi, Mohamad Muraz, Walikota Ternate, Burhan Abdurahman, Walikota Binjai, M. Idam, Direktur Eksekutif APEKSI, Sarimun Hadisaputra, serta didampingi staf Direktorat Eksekutif APEKSI. RDPU digelar tidak lain untuk memberikan masukan dan pertimbangan pembahasan RUU Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP), yang menjadi prioritas Komisi XI DPR. RUU itu dibahas untuk memberikan kepastian hukum pemungutan dan penyetoran PNPB. RDPU dipimpin Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng serta jajaran sekretaris Komisi dan Anggota Komisi XI DPR RI. PNBP, terang Melchias Marcus Mekeng, Ketua Komisi XI DPR RI, merupakan penyumbang pendapatan kedua terbesar setelah penerimaan pajak. RUU PNBP menjadi instrumen untuk menetapkan regulasi kebijakan pemerintah di berbagai sektor. Di mana saat ini, pengelolaan PNBP masih menghadapi berbagai masalah, seperti pungutannya tanpa dasar hukum yang kuat, hasil PNBP lambat atau tidak masuk kas negara, penggunaan langsung
AGENDA APEKSI PNBP dan dikelola di luar mekanisme. Yang pengaturannya mengacu UU Nomor 20 dan keberadaannya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan tuntutan zaman. Di sinilah perlunya melakukan revisi UU tentang PNBP, agar potensi PNBP bisa lebih ditingkatkan mengisi kas negara. Bagi daerah, munculnya draft RUU PNBP ini menjadi pilihan yang sulit. Sebab, daerah baru kehilangan beberapa pundi-pundi ekonomi dengan ditariknya beberapa kewenangan ke pemerintah yang lebih tinggi. Sekarang pemerintah daerah diminta untuk mengoleksi dan menghimpun PNBP di daerahnya dan menyetorkan ke pemerintah pusat. RUU PNBP ini memberikan kewenangan yang lebih luas ke pemerintah daerah untuk mengorganisasikan PNBP di daerahnya. Namun, daerah tidak bisa menggunakan langsung PNBP yang masuk, karena harus segera disetor ke kas negara. Ini sesuai draft RUU PNBP pasal 7 menyebutkan seluruh PNBP wajib disetor ke kas negara. Sementara penggunaannya diatur dalam pasal 33. Ini sebenarnya yang menjadi kurang bisa diterima oleh kepala daerah yang menghadiri RDPU dengan Komisi XI DPR RI. Menurut APEKSI RUU PNBP dianggap kurang mengakomodir kepentingan daerah. Sebab, banyak pengaturan yang belum disinkronisasi dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Perpajakan dan Retribusi Daerah. Di dalam pengaturannya ada pola bagi hasil untuk pemerintah kota dan kabupaten. Selain itu, RUU PNBP belum mempertimbangkan keberadaan UU Keuangan Negara. Draft RUU PNBP ini belum mendefinisik an secara jelas jenis, kelompok, penetapan tarif, penyetoran, pengembalian ke daerah sampai instansi pengelola. Apalagi sosialisasi penerimaan negara bukan pajak belum maksimal. Memang RUU ini terlihat belum sinkronisasi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memuat beberapa hal strategis dalam hubungan pemerintahan antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Di antaranya dilakukannya peralihan beberapa kewenangan strategis kabupaten/kota seper ti di bidang
Burhan Abdurahman, Walikota Ternate kehutanan, pertambangan, kelautan, pendidikan dan lainnya. Peralihan kewenangan itu jelas berdampak pada menurunnya kapasitas keuangan daerah karena dalam kewenangan yang dialihkan itu merupakan kewenangan strategis dan menjadi andalan pendapatan daerah. Kewenangan yang diberikan RUU PNBP, jelas membuat pemerintah kota dan kabupaten sulit mengeksplor sumber penerimaan baru. Seharusnya RUU PNBP ini bisa memberi ruang kepada daerah untuk dapat mengeksplor sumber penerimaan baru bagi daerah-daerah untuk membangun. Ruang gerak daerah semakin sempit untuk mengeksploitasi pendapatan. Sebab semua potensi tidak boleh lagi dipungut daerah. Di sinilah pemimpin daerah yang hadir dalam RDPU itu menginginkan pengaturan yang berkeadilan, agar daerah juga bisa mengeksploitasi sumber pendapatan baru. Bila tidak diatur secara berimbang, jelas daerah semakin
menghadapi kesulitan membiayai pembangunan daerahnya. Dengan demikian, dapat dipastikan, inti dari RUU PNBP ini sama dengan UU tentang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pihak yang mengoleksi tidak bisa menggunakan hasil PNBP lagi, atau mengusulkan penggunaan tahun berjalan, namun semua harus disetor ke kas negara terlebih dahulu. Walikota Ternate, Burhan Abdurahman, sangat menyayangkan pengaturan seperti ini yang membuat daerah tidak berdaya lagi. Di mana saat ini daerah sedang menghadapi kesulitan keuangan untuk melakukan pembangunan. Seperti di tahun 2016 hampir semua daerah tidak menerima setoran pada triwulan IV, bahkan di Ternate untuk pajak penghasilan PPH Pasal 21 dan Pasal 25 juga tertunda transfernya ke daerah, sehingga dia berharap apa yang telah diperjuangkan ke Dirjen Perimbangan Keuangan dapat direalisasi. Volume XVII
APRIL 2017
33
AGENDA APEKSI Contohnya UU tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang dianggap cukup baik mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah. “Aturan ini juga dapat menjadi bahan referensi untuk masukan draft RUU PNBP. Substansi pengaturannya jelas, tidak terlalu banyak prosedur, sangat mudah dan tidak sulit dan rakyat dapat langsung merasakan,” terang Burhan Abdurahman. Lebih lanjut, Burhan menjelaskan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 33 draft RUU PNBP, jika dibaca kembali, isinya tidak konsisten. “Satu sisi memberi peluang kepada penyelenggara untuk menggunakan secara langsung, tapi sisi lain harus disetorkan seluruhnya ke kas negara,” terangnya. Seharusnya, draft RUU ini tidak memberi ruang penggunaan langsung, jika ingin konsisten dengan Pasal 4. Masalah lain keterlambatan pencairan DAK ke pemerintah kota dan kabupaten, banyak menghadapi kendala manakala daerah dianggap tidak disiplin
dalam pelaporan, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Saat daerah sudah menyesuaikan diri dengan aturan, Kementerian Keuangan tidak lagi mengabaikan ketentuan yang dibuat. Baik APEKSI dan APKASI berharap Komisi XI DPR RI bersedia memfaslitasi agar pembangunan daerah berjalan dengan cepat sesuai harapan semua. Atas dasar pemikiran itu, Burhan Abdurahman sepakat menghilangkan adanya peluang penggunaan PNBP langsung oleh penyelenggara. Penggunaan PNBP secara langsung harus dihilangkan, penerimaan dari PNBP, sesuai Pasal 4 harus disetor ke kas negara sehingga seluruh penerimaan masuk ke kas negara. Undang-Undang Keuangan Negara juga mengatur bahwa dalam pengelolaan keuangan negara, hanya ada penerimaan negara yang langsung disetor ke kas negara dan ada pengeluaran negara yang diatur melalui APBN. “Sementara di daerah melalui APBD tidak ada penggunaan
langsung, maka sebaiknya disharing saja dan mudah-mudahan menjadi bahan pertimbangan,” tutupnya. Agar pembahasan RUU PNBP berjalan, seharusnya dibentuk tim khusus yang membicarakan teknis perhitungan agar tidak terjadi ketimpangan di daerah. Selain itu diberikan ruang bagi daerah untuk mengeksplorasi peluang penerimaan bagi daerah. Termasuk adanya pengaturan jenis PNBP yang dilaksanakan di daerah. “Dengan begitu dapat diketahui berat ringannya beban yang harus ditanggung masyarakat,” tambahnya. Meski demikian Asosiasi Pemerintah Kota S eluruh I ndonesia (A P E K S I ) mendukung lahirnya UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dalam rangka mengoptimalisasi penerimaan negara yang saat ini berada dalam kondisi krisis. APEKSI meminta agar menyusun RUU PNBP itu dapat mengundang kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Pendidikan, Kesehatan, Perhubungan, ESDM, Keuangan dan lainnya.
Wakil dari APEKSI saat RDPU di Komisi XI DPR RI. 34
Volume XVII APRIL 2017
Laporan khUsus
Membangun Kota yang Beradab Tanpa Hoax dan memang bernyanyi. Tapi, lagu yang kami nyanikan itu bukan lagu rohani, tapi lagu daerah. Itu pun saya lakukan karena permintaan panitia yang juga telah mempersiapkan konsep lagu ini di acara F8. Karena video samar-samar itu kemudian terbentuk opini bahwa saya pindah agama,” jelas Danny. Kisah Danny menjadi korban hoax tersebut disampaikan dalam acara diskusi publik yang membahas tentang pemanfaatan media sosial di Makassar, akhir Januari 2017. Menghadapi hoax seperti itu, menurut Danny, tidak perlu reaktif. “Saya menghadapi pemberitaan hoax itu dengan santai. Biar dulu ramai di medos. Setelah itu pelan-pelan saya klarifikasi, agar masyarakat paham bahwa apa yang dituduhkan kepada saya itu tidak benar,” ucap Danny. Tapi, jika tidak bijak menanggapi, menurut Danny, hoax bisa menjadi pemicu konflik sosial. Mochamad Anton, Walikota Malang
Seperti wabah, hoax dan juga paham radikal tibatiba menjalar ke kota-kota, ke hampir seluruh pelosok negeri. Perlu kesadaran dan keterlibatan semua pihak untuk membangun kota yang beradab, sonder hoax dan paham radikal.
M
ohammad Ramdhan Pomanto, Walikota Makassar, Sulawesi Selatan, adalah salah satu pejabat yang pernah menjadi korban hoax alias berita bohong. Suatu hari di tahun 2016, Danny, panggilan akrab Walikota Makassar itu, dikabarkan telah berpindah agama. Kabar itu beredar di kalangan warga Makassar setelah
sebuah video yang menampilkan gambar Danny ikut bernyanyi dalam suatu acara di sebuah gereja diunggah (up load) di media sosial (medsos). Dalam video tersebut, tampak jelas Danny ikut bernyanyi bersama orangorang yang berada di dalam gereja. Sayangnya, meskipun gambarnya tak jelas, suara nyanyian dalam video tersebut tidak begitu jelas terdengar. “Faktanya memang saya di gereja
Pisau Bermata Dua Medsos sebagai buah dari perkembangan teknologi informasi memang telah menjadi sumber berita alternatif dari media konvensional. Sekarang, lebih banyak orang yang mengakses dan menjadikan medsos sebagai sumber berita dan informasi. Sayangnya, bak pisau bermata dua, medsos dapat dengan mudah dijadikan media untuk menyebarkan hoax, juga m e ny e b a r l u a s k a n p a h a m - p a h a m destruktif, seperti radikalisme. Itulah kenapa akhir-akhir ini dengan mudah hoax dan paham-paham radikal membanjiri kota-kota di Indonesia. Menurut Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia Anti-Hoax (KMIAH) Septiaji Eko Nugroho, pengguna Internet di Indonesia sebanyak 28 juta adalah wiraswasta, 22 juta ibu rumah tangga, dan 10 juta Volume XVII
APRIL 2017
35
Laporan khUsus
Kampung Warna-Warni Jopidan di Malang. mahasiswa. Dari total pengguna Internet, 54 persen atau 71 juta di antaranya pengguna medsos Facebook. Medsos itulah digunakan untuk menyebarluaskan hoax dan pahampaham radikal. Jika hoax adalah berita palsu, paham radikal adalah yang menganggap paham sendiri benar dan memaksakannya kepada pihak lain. Berdasarkan survei KMIAH, hoax terbanyak di medsos berkaitan dengan masalah sosial politik dan SARA. Menurut Septiaji, hoax dan paham-paham radikal yang tersebar luas melalui medsos gampang memicu konflik sosial. Bagi Walikota Malang, Jawa Timur, Mochamad Anton, kemajuan teknologi informasi memang tidak bisa dibendung lagi. Jika kemudian medsos dijadikan media untuk menyebarluaskan hoax dan paham-paham radikal, menurutnya, itu merupakan konsekuensi. “Saya sendiri, sebagai walikota, sering memperlakukan hoax sebagai kritik,” ujar walikota yang biasa disapa Abah Anton ini. Banyak Cara Menangkal Di tahun-tahun politik, seper ti pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah, menurut Abah Anton, 36
Volume XVII APRIL 2017
biasanya penyebaran hoax atau bahkan paham-paham radikal lebih intens dan masif. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menjatuhkan lawan demi politik kekuasaan. “Ini bisa menyulut konflik sosial, dan rakyat yang jadi korban,” tandas Abah Anton. Akibat lebih jauh, menurut Abah Anton, derasnya penyebaran hoax dan pahampaham radikal itu bisa mengganggu pelaksanaan program pembangunan nasional dan menghambat kemajuan daerah. Jika begitu, yang rugi adalah bangsa Indonesia secara keseluruhan. “Salah satu cara menangkalnya adalah dengan mengintensifkan program revolusi mental,” demikian Abah Anton. Dia memberi contoh, Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang sangat beragam penduduknya. Perbedaan dan keberagaman sangat dihargai di Kota Malang. Dan menjadi modal sosial yang besar untuk memajukan kota. Suku dan agama apa pun dihargai dan memperoleh perlindungan yang sama. “Pemerintah Kota Malang bertindak sebagai pelindung, fasilitator, untuk semua kalangan masyarakat yang beragam itu,” jelas Abah Anton. Pemkot Malang, lanjutnya, terus berusaha
menumbuhkan wawasan kebangsaan kepada seluruh lapisan masyarakat, baik melalui pendidikan maupun programprogram sosial lainnya. Abah Anton member i contoh, dalam setiap kegiatan hari-hari besar keagamaan, pelaksanaannya selalu melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk dari warga yang berbeda agama. Dengan begitu, menurutnya, akan selalu terjaga kebersamaan dan kerukunan warga. Dengan begitu, menurutnya, paham-paham radikal yang akan merusak kerukunan warga sulit mendapatkan tempat. Sementara itu, untuk menangkal hoax, Pemkot Malang membuat berbagai program yang juga melibatkan seluruh komponen masyarak at. M isalnya, program-program perbaikan kampung tematik yang sedang gencar digulirkan di Kota Malang. Semua dilakukan oleh komunitas-komunitas warga sendiri, dan pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator. “Intinya, warga difasilitasi untuk berkreasi secara mandiri,” ujar Anton. Dengan kemandirian dan kebersamaan, Abah Anton yakin masyarakat Kota Malang tidak akan gampang percaya dan terprovokasi oleh hoax.
Laporan khUsus Berbeda dengan Kota Malang, Pemkot Solo, Jawa Tengah, berupaya memproteksi masuknya paham radikalisme di kalangan generasi muda salah satunya dengan cara menggelar Festival Dakwah Anak. Pesertanya dari kalangan siswa SD/MI dan SMP/MTS di Solo. Adapun kegiatannya tersebut dipusatkan di serambi Masjid Baitul Hikmah Balai Kota Solo. “Kegiatan ini memang sengaja kami selenggarakan sebagai salah satu upaya untuk menangkal masuknya paham radikal terhadap anak muda atau generasi muda,” terang Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, Rohana. Menurutnya, melalui kegiatan itu anak muda Solo bisa menjadi penceramah atau dai yang profesional. Tidak hanya itu, Pemkot Solo, kata Rohana juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi anakanak dari ajaran yang keliru. “Sebab, saat ini banyak ajaran yang keliru yang membidik anak-anak cerdas, lalu otak mereka dicuci, dan diberikan ajaran radikal,” imbuhnya. Di Kota Tangerang, Banten, pemkot rutin melakukan operasi yustisi secara berkesinambungan. Menurut Walikota Tangerang Arief R Wismansyah, langkah itu dilakukan sebagai salah satu upaya tertib administrasi bagi warganya serta pencegahan terhadap aksi-aksi radikal yang dimungkinkan dapat berkembang di wilayah yang dipimpinnya. “Operasi yustisi ini tidak dilakukan sewaktu-waktu saja atau latah saat terjadi peristiwa di
Mohammad Ramdhan Pormanto, Walikota Makassar wilayah lain, tapi kita lakukan secara berkesinambungan, hanya waktunya saja yang disesuaikan,” kata walikota. Operasi yustisi dilakukan dengan menggandeng aparat pemerintah di wilayah serta instrumen lain seperti tokoh agama, aparat keamanan, dan masyarakat setempat. Menurutnya, tokoh masyarakat, RT/RW, dan aparat setempat harus dilibatkan karena mereka yang paling tahu kondisi lapangan. “Sehingga, bila memang ada yang bukan anggota masyarakat yang terdaftar secara administrasi dapat segera ditindak,” tandas Arief. Selain itu, Pemkot Tangerang juga m e n g g a l a k k a n p ro gra m - p ro gra m penyuluhan-penyuluhan dan
Operasi yustisi di Tangerang.
pemberdayaan ekonomi warga. Hal ini diyakini bisa dijadikan media penangkal berkembangnya paham radik al di masyarakat. Di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Pemkot pernah menggelar Rapat Koordinasi Antisipasi Berkembangnya Pengaruh R adik alisme Gerak an Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan Penandatangan Naskah Pernyataan Sikap Menolak ISIS. Rakor yang dihadiri oleh Wakil Walikota Mataram Mohan Roliskana dan para pimpinan SKPD Kota Mataram ini juga dihadiri pula oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Rakor digelar untuk mencari langkahlangkah tepat dalam menghadapi isu-isu radikalisme yang meresahkan masyarakat. “Kami berharap para camat, lurah, tokohtokoh agama dan masyarakat dapat mengartikulasi kepada masyarakat tentang paham-paham yang dilarang berkembang di Indonesia pada umumnya dan Kota Mataram pada khususnya,” ujar Mohan Roliskana. Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram TGH Muhtar, menyatakan, untuk menangkal berkembangnya paham-paham radikal, MUI Kota Mataram telah melakukan Safari Jumat ke 22 masjid. Dengan berbagai cara tersebut, diharapk an penyebaran hoax dan paham-paham radikal dapat dibendung sehingga terbangun masyarakat kota yang beradab. Volume XVII
APRIL 2017
37
BERITA KOTA dibuat untuk memperkenalkan pariwisata di kota ini. Ini untuk memudahkan pelaku pariwisata ataupun wisatawan menentukan pilihan kunjungan dan kuliner. Saat ini masih dalam tahap pengembangan fitur-fiturnya, yang mencakup destinasi, belanja, hotel, makanan, travel, oleh-oleh, dan hiburan. Sarana itu bisa dipakai pelaku pariwisata mempromosikan jasa dan produknya. Humas Pemkot Malang
Sensasi Jembatan Kaca di Kota Malang Untuk menikmati sensasi menyeberangi jembatan kaca tidak perlu jauh-jauh pergi ke negeri Tiongkok. Datanglah ke Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Di Kampung Warna-warni Kelurahan Jodipan itu, Pemerintah Kota Malang berencana membangun jembatan kaca yang mirip dengan Jembatan Kaca Zhangjiajie di Negeri Tirai Bambu itu. Proyek pembangunan jembatan kaca di Jodipan ini memang dimaksudkan untuk menarik wisatawan domestik berkunjung ke Kota Malang, terutama di Kelurahan Jodipan. Pembangunan proyek ini dibiayai dari dana corporate social responsibility (CSR) sebuah perusahaan cat di Kota Malang. Rencananya, jembatan itu bakal menghubungkan antara Kampung Warna-warni dan Kampung Tridi yang ada di Kelurahan Kesatrian. Kedua kampung tematik itu berdampingan dan hanya dipisahkan oleh Sungai Brantas yang melintas di antara kampung itu. Namun demikian, tidak semua lantai akan menggunakan kaca. Ada sebagian lantai yang sengaja tidak dibuat dari kaca karena alasan keamanan. Saat ini, proses pembangunan jembatan pedestrian itu masih dalam tahap perizinan. Pembangunan jembatan itu ditarget selesai pada Juli 2017, saat Kota Malang menjadi tuan rumah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Saat Rakernas digelar, jembatan itu sudah bisa difungsikan. Jembatan akan dibangun dengan panjang sekitar 20 meter dan lebar 1,5 meter. Desainnya dilakukan oleh pihak Universitas Muhammadiyah Malang. Adapun, perkampungan yang disebrangi jembatan kaca ini merupakan kampung tematik di Kota Malang, yang dulunya kumuh di bantaran Sungai Brantas. Kini, kampung tematik ini telah menjadi tujuan wisatawan dan menjadi salah satu ikon wisata kampung tematik di Kota Malang. Tidak hanya itu, agar kunjungan ke Kota Malang lebih menarik, Pemerintah Kota Malang mengembangkan aplikasi berbasis android yang disebut “Malang Menyapa”. Aplikasi yang sudah tersedia secara gratis di Google Play Store itu 38
Volume XVII APRIL 2017
Pemkot Cilegon Sukses Tangani Tuberkulosis Belum lama ini, Pemerintah Kota Cilegon diberi kehormatan memaparkan keberhasilannya menangani penyakit tuberkulosis di hadapan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek melalui video conference dalam peringatan Hari TB Sedunia. Pemaparan itu dilaksanakan di Rumah Dinas Walikota Cilegon. Penanganan tuberkolosis dilakukan melalui kegiatan Ketuk Pintu di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Kepuh, Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, serta Kelurahan Samang Raya Kecamatan Citangkil. “Hasil total satu kota 4.869, adapun jumlah orang yang di-screening atau diedukasi adalah sebanyak 14.472, dan jumlah yang terduga TB 23, jumlah terkonfirmasi bakterogis itu ada tiga, lalu jumlah terdiagnosa itu ada 20,” kata Walikota Cilegon, Tb Iman Ariyadi saat video conference di Rumah Dinas Walikota Cilegon, awal April 2017. Kegiatan Ketuk Pintu yang serentak dilaksanakan secara nasional itu sebagai bentuk deteksi dini terhadap tuberkulosis. Di Kota Cilegon, kegiatan itu dilaksanakan mulai tanggal 6-21 Maret 2017. “Dari hasil Ketuk Pintu itu juga ditemukan penyakit TB tulang, lalu kusta, juga ada jantung, buta, dan penyakit jiwa,” lanjutnya. Menurut walikota, dari total 45 kelurahan, Pemkot Cilegon sudah melaksanakan kegiatan Ketuk Pintu di 5 kelurahan. Dalam pelaksanaannya, kata Iman, kegiatan itu didanai bukan hanya dari kas daerah, tapi juga dari CSR perusahaan yang ada di Kota
BERITA KOTA Cilegon. Dalam video conference yang digelar di Balai Kota Jakarta dalam peringatan Hari TB sedunia itu juga digelar bersama daerah lain di antaranya, Provinsi Bali, Provinsi DI Yogyakarta, dan Kota Cilegon. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengapresiasi Pemkot Cilegon karena berhasil menggandeng perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. “Saya apresiasi Bapak Walikota, tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri, saya kira mereka (perusahaan) juga bisa ikut andil dalam program ini,” kata Menkes. Humas Pemkot Cilegon
Surabaya Bentuk Tim Penyelamat Aset Sudah jadi rahasia umum bahwa banyak aset pemerintah daerah yang tak terurus dan kemudian hilang. Untuk menyelamatkan aset-aset daerah yang terancam hilang, Walikota Surabaya Tri Rismaharini membentuk tim penyelamat aset. Tim berisi personel dari jajaran samping seperti kejaksaan, polisi, dan Badan Pertanahan Nasional. “Aset yang sertifikatnya sudah atas nama Pemkot Surabaya saja masih bisa lepas,” demikian Risma beralasan saat dihubungi wartawan akhir Maret 2017. Seperti diketahui, sejumlah aset Pemkot Surabaya ada yang terancam lepas. Padahal, menurut Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, selama ini pemkot telah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan aset-aset yang dimiliki. “Dari pengamanan fisik, pengamanan secara administrasi, hingga pengamanan secara hukum sudah dilakukan,” ujarnya. Bentuk pengamanan fisik, kata dia, seperti pemagaran, pematokan batas, hingga pemberian papan nama aset. Adapun, untuk pengamanan administrasi dilakukan pemberian nomor register dan pencatatan di dalam register aset. Pengamanan hukum dilakukan dengan cara pembuatan sertifikat tanah. Saat ini, tujuh aset milik Pemkot Surabaya yang terancam lepas ke tangan orang lain adalah Gelora Pancasila di Jalan Indragiri; kantor PDAM di Jalan Prof Moestopo; kantor PDAM di Jalan Basuki Rahmat 119-12; waduk di Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung; kolam renang Brantas, kerja sama dengan PT STAR; serta tanah di Jalan Upa Jiwa Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo. Humas Pemkot Surabaya
Enam Kota Dapat Open Government Asia Akhir Maret 2017, sedikitnya enam kota di Indonesia memperoleh penghargaan Open Government Asia. Keenam kota
tersebut adalah Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Makassar, dan Kota Surabaya. Adapun, Open Government Asia merupakan sebuah lembaga yang berkecimpung dalam perbaikan sistem pemerintahan di Asia. Manajer Direktur Open Government Asia Mohit Sagar, menjelaskan, penghargaan tersebut diberikan kepada kotakota yang telah menerapkan sistem keterbukaan informasi dari pemerintah setempat kepada masyarakat. “Penghargaan kami berikan kepada seluruh walikota yang bisa menerapkan dengan baik sistem keterbukaan dari pemerintah kota kepada rakyatnya,” jelas Mohit dalam pemberian penghargaan di Hotel Shangri-La, Jakarta. Dikatakannya, bukan hanya penerapan sistem keterbukaan yang baik, penghargaan juga diberikan atas dasar pelaksanaan pemerintahan melalui teknologi komputerisasi. Hal itu, kata Mohit, akan memberikan efek positif kepada masyarakat untuk dapat menggunakan teknologi dalam menerima keluhan dari masyarakat. “Ini jadi salah satu tujuan kami juga untuk dapat berbagi cerita dan teknologi yang dimiliki oleh Indonesia dan negara lain di Asia,” kata dia. Hadir dalam acara itu Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Makassar Ramdhan Pomanto, Walikota Bogor Bima Arya, Walikota Tangerang Arief Wismansyah, dan Wakil Walikota Bekasi Ahmad Syaikhu.
Bekasi Kota Toleran Beragama Berkat keberhasilan menjaga toleransi antarumat beragama, Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, dianugerahi penghargaan Kota Toleran Beragama oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada medio Maret 2017. Padahal, pada 2015, Komnas HAM masih memberi label daerah intoleran terhadap umat beragama kepada Kota Bekasi pada 2015 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pudar. Walikota Bekasi Rahmat Effendi menerima langsung penghargaan dari Komnas HAM di Jakarta, Kamis, 17 Maret 2017. Rahmat mendapat penghargaan karena berkomitmen melindungi kebebasan beragama bersama dengan Walikota Volume XVII
APRIL 2017
39
BERITA KOTA Bandung dan Manado. “Penghargaan ini dipersembahkan untuk semua warga Kota Bekasi,” kata Rahmat. Menurut dia, penghargaan tersebut tak lepas dari upaya pemerintah melalui proses panjang membangun peradaban di tengah pluralisme yang sudah dirintis sejak 2009. Dia menjelaskan, penghargaan yang diterima itu tidak terlepas dari keberhasilan Pemerintah Kota Bekasi menyelesaikan konflik pendirian empat gereja yang selama ini kerap mendapat penolakan keras. Gereja itu adalah Gereja Santa Clara (Bekasi Utara), Gereja Kalamiring (Jatisampurna), Gereja Mangseng (Bekasi Utara), dan Gereja Galilea (Bekasi Barat). Dengan keberhasilan itu, kata Rahmat, pemerintah daerah dianggap konsisten atas ketegasannya menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) keempat gereja tersebut dengan jaminan tidak akan mencabutnya meskipun mendapat tekanan. “Sebagai pemerintah, kami hanya berupaya mewujudkan situasi kondusif,” katanya. Meski demikian, menurut Rahmat, pemberian izin tersebut tak serta-merta asal mengeluarkan, melainkan pemohon izin harus menaati prosedur, mulai tingkat bawah sampai ke atas. Hal itu sudah dilakukan oleh empat gereja yang sempat mendapatkan penolakan. “Persyaratan sudah terpenuhi, wajar kami menerbitkannya,” katanya. Meskipun begitu, dalam perjalanannya tetap ada penolakan dari sejumlah kelompok. Tapi Rahmat menjamin tak akan mencabut izin gereja tersebut. Sebab, pemerintah bersikap adil terhadap masyarakat, juga harus menjamin kebebasan beragama dan beribadah. “Kepala daerah harus takut pada aturan dan hukum, bukan pada tekanan,” katanya. Humas Pemkot Bekasi
di sini dan dilayani dengan sistem online,” ujar Arief. Dijelaskan Arief, Pemkot Tangerang akan senantiasa membangun office channeling dengan kecamatan serta kelurahan. Sehingga, setiap informasi ataupun data akan didistribusikan ke perangkat kerja yang ada di tiap wilayah. Tujuannya agar masyarakat tidak perlu jauh-jauh mengurus berbagai kebutuhan administrasif. Arief memberi contoh, sebelumnya perbaikan data BPJS harus di kantor BPJS. Dengan pelayanan satu pintu ini, perbaikan data dapat dilakukan di kantor kecamatan. Masyarakat pun tidak perlu datang jauh-jauh dan antre. “Intinya, pemkot ingin mempermudah administrasi bagi masyarakat. Berkas-berkas yang harus banyak sekarang sudah dapat di-online-kan dan dibuat arsip digital. Masyarakat dapat mengerjakan dari rumah,” dia menjelaskan. Agar masyarakat tetap memperoleh pelayanan, Sabtu dan Minggu pun kantor pelayanan ini tetap buka meski hanya setengah hari. Ke depan, Arief menjanjikan, kalau sudah berjalan baik dan masyarakatnya banyak, bisa diperpanjang dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Humas Pemkot Tangerang
Pemkot Tangerang Resmikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang, Banten, meresmikan pengoperasian Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP), akhir Februari 2017. Dalam BPMPTSP ini terdapat 18 loket, yang terdiri atas BPMPTSP, Dinas Ketenagakerjaan, Badan Pengelola Keuangan Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan. Kepada pers, Walikota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah menyampaikan, pada intinya pemkot ingin mempermudah berbagai pelayanan administrasi ataupun perizinan bagi masyarakat. Melalui pelayanan yang dipusatkan di BPMPTSP, lanjutnya, masyarakat tak perlu repot-repot mengurusnya dari satu tempat ke tempat lain. Di BPMPTSP, semua jenis administrasi dapat terlayani. “Walaupun masih ada beberapa yang harus tetap ke dinas, di sini nanti didata dan dibantu untuk ke dinas terkait. Semua cukup
40
Volume XVII APRIL 2017
Walikota Sawahlunto Studi Pengelolaan Kota Lama Semarang Pertengahan Februari 2017, Walikota Sawahlunto, Sumatera Barat, Ali Yusuf mengunjungi Walikota Semarang, Jawa Tengah, Hendrar Prihadi untuk membahas terkait pengelolaan kota. Ali mengaku terkesan dengan kinerja Pemkot Semarang, termasuk dalam mengelola Kota Lama. Kedatangan Ali Yusuf dan rombongan untuk mengetahui lebih dalam terkait pengelolaan cagar budaya. Alasannya, Sawahlunto juga memiliki banyak cagar budaya. Selain itu, kedua kota telah ditetapkan oleh nasional sebagai kota bercagar budaya yang akan didaftarkan di Unesco. “Untuk itu, kedatangan kami untuk saling berbagi informasi
BERITA KOTA guna memenuhi kebutuhan administrasi yang dipersyaratkan oleh Unesco dalam rangka persiapan untuk bulan November mendatang di Perancis,” kata Ali Yusuf. Di mata Ali, pengelolaan cagar budaya di Kota Semarang dalam hal ini Kota Lama sudah cukup baik. Bahkan, pihak swasta juga mau membantu Pemerintah Kota Semarang untuk merawat gedung-gedung di sana. “Bangunan yang ada di Kota Lama di Semarang ini unik. Apalagi adanya pihak swasta yang rela berkorban mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam rangka pengelolaan Kota Lama. Itu yang menjadi kelebihan Kota Semarang,” imbuhnya. Keterlibatan pihak swasta diakui Walikota Semarang Hendrar Prihadi. Dalam pengelolaan Kota Lama, pihak swasta yang tergabung dalam Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BP2KL) untuk penyusunan SOP, penataan, penginventarisir bangunan dalam rangka penghidupan kembali kawasan bersejarah tersebut. “Tapi kami tidak buru-buru karena revitalisasi Kota Lama sebagai bangunan cagar budaya tersebut tidak hanya terkait bangunan fisik semata. Melainkan, bagaimana cagar budaya tersebut dapat mengangkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, Walikota Hendrar menjelaskan. Humas Pemkot Sawahlunto
Setahun, 6 Gebrakan Walikota Semarang Genap setahun sudah pasangan Hendrar Prihadi dan Hevearita Gunaryanti Rahayu (Hendi-Ita) memimpin Kota Semarang, di Jawa Tengah. Selama setahun itu, setidaknya ada 6 program menonjol yang digulirkan Walikota Semarang Hendrar Prihadi untuk memperbaiki memajukan ibu kota Provinsi Jawa Tengah itu. Keenam program tersebut memang ditujukan untuk memperbaiki layanan kepada warga Kota Semarang dan membuat kota yang mereka pimpin menjadi lebih baik. Keenam
program tersebut meliputi Program Kampung Tematik, Smart City, Kredit Terendah Se-Indonesia, Layanan Darurat 24 Jam, Penataan Pedagang, dan Penataan Kota Lama. Untuk program Kampung Tematik, setidaknya ada 415 hektare wilayah kumuh di Kota Semarang yang disulap menjadi kampung tematik, di mana setiap perkampungan berbenah sesuai tema yang tepat dengan daerahnya. Pemkot Semarang mengucurkan dana untuk program itu dan hasilnya beberapa kampung yang sudah menerapkannya justru dikenal wisatawan dan sering dikunjungi, contohnya Kampung Batik di daerah Bubakan, kemudian ada Kampung Seni di Palebon. Untuk program Smart City, Kota Semarang kini memiliki 177 sistem serta aplikasi untuk melayani warga. Penerapan teknologi dalam sistem pemerintahan membuat Kota Semarang menjadi kota pintar yang bahkan menjadi 1 dari 4 kota percontohan Smart City bersama Surabaya, Bandung, dan Makassar. Untuk program Kredit Terendah Se-Indonesia, Pemkot Semarang meluncurkan terobosan Kredit Wirausaha Bangkit Jadi Jawara (Wibawa), yaitu kredit murah bagi UMKM untuk memajukan usaha mereka dengan bunga pinjaman hanya 3% per tahun. Bahkan, pelaku UMKM dapat mengajukan pinjaman tanpa agunan. Untuk program Layanan Darurat 24 Jam, Pemkot Semarang memiliki “Si Cepat Ambulance Hebat”, yaitu mobil ambulans yang bisa diakses gratis oleh warga yang membutuhkan penanganan medis darurat melalui hotline 1500-132. Mobil tersebut memiliki fasilitas lengkap yang siaga selama 24 jam. Untuk program Penataan Pedagang, Pemkot Semarang melakukan penataan Pasar Kembang Kalisari. Para pedagang bunga yang tadinya berjualan dengan kondisi kios yang kumuh kini sudah dibangunkan kios yang bagus dan menarik wisatawan karena lokasinya yang juga tidak jauh dari Tugu Muda Semarang. Dan, untuk program Penataan Kota Lama, Pemkot Semarang melakukan dengan menjadikan destinasi wisata Kota Lama sebagai pusat berbagai kegiatan untuk menarik pengunjung. Selain itu, berbagai pihak digandeng karena Kota Lama Semarang sedang diupayakan menjadi warisan dunia UNESCO pada 2020. Humas Pemkot Semarang
Pemkot Palu Berantas Kawasan Kumuh Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, berencana memberantas kawasan kumuh menjadi layak huni secara terpadu dan terfokus. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Palu Siti Aisyah. Menurutnya, kawasan kumuh yang akan diberantas ada di Lorong Bakso, Keluarahan Besusu Barat. “Ini salah satu kawasan yang tingkat kekumuhannya paling tinggi,” kata Aisyah di Palu, seperti dikutip Antara, medio Maret 2017.
Volume XVII
APRIL 2017
41
BERITA KOTA Menurut Aisyah, tahun ini kawasan tersebut akan dibangun menjadi kawasan layak huni lengkap dengan pagar lingkungan, pagar pekuburan, fasilitas kamar mandi dan cuci, pintu gerbang, dan sumber air bersih. “Kami tuntaskan dulu ini baru kemudian pindah lagi nanti di kawasan kumuh lainnya,” kata Aisyah. Dia menuturkan, Walikota Palu Hidayat ingin agar kawasan kumuh di kota itu diberantas secara tuntas sehingga langsung kelihatan hasilnya. Saat ini, setidaknya terdapat 14 titik kawasan kumuh dengan tingkat kekumuhan yang berbeda-beda. Aisyah berharap agar masyarakat yang bermukim di kawasan yang masuk dalam kategori kumuh bersabar karena kawasan tersebut akan dibangun secara bertahap sesuai tingkat kekumuhannya. “Kami telah melakukan survei dengan melibatkan berbagai unsur di kawasan itu,” jelas Aisyah. Dalam proses pengerjaannya nanti, akan melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja. Selain pemberantasan kawasan kumuh, Pemerintah Kota Palu juga bakal memberikan bantuan berupa bahan bangunan kepada 45 rumah warga miskin yang telah disurvei dan diverifikasi sebelumnya. Program pengembangan perumahan itu diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin. Humas Pemkot Palu
di kantor Catatan Sipil Makassar. Yang menarik, meski pemilihannya tidak melibatkan KPUD setempat, namun tata caranya sama persis dengan pemungutan pilkada serentak. Waktu pemungutan suara dari pukul 08.0014.00 Wita. Penghitungan suara disaksiksan pejabat lurah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Walikota Makassar Ramdhan Pomanto pun meninjau proses pemungutan suara di sejumlah TPS di beberapa kecamatan. Dalam kesempatan itu, Ramdhan menjelaskan, pemilihan Ketua RT-RW serentak di 15 kecamatan ini merupakan pesta demokrasi yang tidak kalah meriahnya dengan pesta demokrasi di pilkada serentak. Pemilihan ini sekaligus dijadikan ajang pendidikan demokrasi bagi warganya, serta para calon membangun komitmen bersama dan tetap kompak setelah pemilihan. “Dalam pemilihan Ketua RT-RW ini semua calon menang, yang belum sempat jadi ketua, akan menjadi penasehat walikota di lorong-lorong atau daerahnya, tidak boleh disia-siakan dedikasinya untuk membangun Kota Makassar,” ujar Danny. Humas Pemkot Makassar
Pemkot Bandung akan Bangun Kampung Budaya
Pemilihan Ketua RT-RW Serentak ala Makassar Tak hanya pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilangsungkan secara serentak. Pemilihhan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua Rukun Warga (RW) pun kini dilakukan serentak, setidaknya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Akhir Februari 2017, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menggelar Pemilihan Ketua RT dan Ketua RW secara serentak di 4.981 RT dan 988 RW dari 153 kelurahan di 15 kecamatan se-Makassar. Pemilihan Ketua RT-RW ini diikuti sebanyak 7.019 calon Ketua RT dan 2.085 calon Ketua RW. Pemilihan dilakukan di 998 TPS dengan jumlah pemilih 258.162 Kepala Keluarga yang terdaftar 42
Volume XVII APRIL 2017
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat, berencana membangun Pusat Budaya Sunda di daerah Cibiru. Kawasan tersebut berkonsep Kampung Budaya yang kental dengan nuansa tradisional kesundaan. Pembangunannya akan menghabiskan anggaran sekitar Rp 15 miliar. “Konsepnya seperti Kampung Naga (di Tasikmalaya). Jadi, ada lorong kampung kiri kanan, persis kaya kampung tradisional,” ujar Walikota Bandung Ridwan Kamil di Pendopo Kota Bandung, medio Februari 2017. Emil menjelaskan, lorong-lorong tersebut akan berfungsi untuk ruang pamer perajin, juga tempat menjual produk-produk UKM tradisional. Di atasnya ada rumah tradisi dengan arsitektur Julang Ngapak untuk para seniman. Ada juga ruang serbaguna untuk pentas-pentas. Ada padepokan juga untuk latihan dan sebagainya. Jika sudah terbangun, demikian Emil, pengunjung yang datang ke sana bisa menonton kebudayaan dan bisa berinteraksi dengan seniman. “Bisa melihat karya yang sedang diproduksi, bisa beli-beli kerajinan tangan tematik sunda,” ucapnya. Untuk itu, telah disiapkan lahan 5.000 meter persegi. “Salah satu yang paling siap adalah di Cibiru, karena lahannya sudah paling siap di pinggir jalan besar dan memang memadai. Nanti, setiap tahun ditambah di mana yang memungkinkan. Di Ujung Berung masih diteruskan hanya kendalanya pembebasan lahan dan akses masuk menjadi curhatan para seniman, sehingga pembebasan untuk jalan masuknya agak repot, jadi kita seimbangkan dengan pengembangan pusat budaya wilayah lain yang paling siap,” jelasnya. Humas Pemkot Bandung
Volume XVII
APRIL 2017
43
44
Volume XVII APRIL 2017