SERIAL PERCINTAAN ISLAMI
NASWANDI NASWAN
IKRAR CINTA DI TAJ MAHAL
Penerbit NAS PUBLISHING
SERIAL PERCINTAAN ISLAMI
IKRAR CINTA DI TAJ MAHAL Oleh: Naswandi Naswan Copyright © 2014 by Naswandi Naswan
Penerbit Nas Publishing
[email protected]
Desain Sampul: M’baydoi
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
UNTUK TEMAN-TEMANKU SEMUA ALUMNI SMAN 1 BEKASI ANGKATAN 1990 – 1991
“SESUNGGUHNYA DUNIA SELURUHNYA BENDA; DAN SEBAIK-BAIKNYA BENDA ADALAH WANITA (ISTRI) YANG SHOLEHA” (HR. MUSLIM) 3
Pengantar Penulis Alhamdulilah. Segala puji bagi Allah atas hidayah yang diberikannya, hingga membuat kita selalu mau berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan sempurna dalam hidup ini. Termasuk bagi diri saya pribadi; dan khususnya dalam penulisan novel ini. Karenanya apa yang saya tulis ini adalah sebuah usaha pembelajaran bagi diri saya sendiri; dan mudah-mudahan juga bagi para pembaca sekalian. Maka dengan ini saya meminta maaf yang sebesarbesarnya atas segala kekurangan atau kesalahan yang ada; baik itu di dalam penulisan maupun dalam hal lainnya. Sebab kesempurnaan yang hakiki itu adalah hanya milik Allah semata; dan selamanya kita ini tak akan pernah bisa mendapatkannya. Namun ini juga merupakan suatu berkah dan anugerah tersendiri bagi kita. Karena hal itulah yang telah menimbulkan berbagai jenis usaha; dan memastikan kalau roda kehidupan di dunia ini tetap terus berjalan. Sehingga seseorang itu janganlah langsung memvonis dirinya; sementara pilihan usaha masih banyak terdapat dan belum ada satu-pun yang optimal dilaksanakannya. Jadi sebetulnya pada novel ini, saya ingin menuliskan usaha seorang anak manusia untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik; dan tidak menyerah kepada keadaan yang tengah didapatinya. Tapi semua itu terserah kepada penilaian andalah sebagai pembaca; apakah novel ini sudah sesuai dengan keinginan saya tersebut. Atau masih jauh panggang dari api; alias belum ada relevansinya. Namun walau bagaimanapun saya mengucapkan Syukur Alhamdulillah atas selesainya penulisan novel ini. Karena saya akui sangat susah untuk mengetahi ataupun sekedar ‘meraba’ kehidupan (cinta) seorang remaja muslimah pada saat sekarang ini. Gaya percintaan bagaimana yang mereka inginkan, bagaimana cara mereka dalam ‘menjemput’ sebuah 4
pernikahan, macam apakah figur suami yang mereka inginkan dan bagaimana hidup yang akan mereka jalani setelah menjadi seorang istri. Hingga novel ini lebih banyak berisikan idealisme-idealisme yang saya miliki sendiri terhadap masalah tersebut; dan segala sesuatu yang saya sandar-kan kepada Kitabullah serta hadits-hadits Rosulallah. Walaupun mungkin yang saya tuliskan itu tidaklah popular dan dapat diterima oleh mudi-mudi Islam zaman sekarang. Walaupun saya masih sangat percaya dan berharap penuh; kalau masih ada gadis seperti tokoh Shafira dalam novel ini. Yang rela meninggalkan idola lamanya, yaitu para penyanyi dan bintang film Hollywood. Serta menggantikannya dengan para Ummul Mukminin dan wanita-wanita sholeha lainnya. Disamping itu diapun membuktikan dirinya kalau benarbenar seorang istri shaliha; yang merupakan sebuah perhiasan terindah di dunia ini. Dan menjadi suatu kebanggaan terbesar; serta tidak ada bandingannya bagi seorang laki-laki yang menjadi suaminya. Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman SMA saya, atas ke-peduliannya selama ini. Seperti: Edi, Mahfud, Wisnu, Panda dan lyang laininya. Serta terutama kepada anak-anak budaya, seperti: Aryani, Serry Octora, Kamal Yahya, Anne Savitri, Yana Item, Eka Wahyu, Boyke dan lain sebaginya. Dan bagi mereka yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan penulisan novel ini. Akhirnya sekali lagi saya berharap, semoga tulisan ini dapat menjadi sebuah cermin dan pembelajaran bagi kita semua; termasuk bagi saya sendiri. Pondok Soga, Juli 2013 Naswandi Naswan
5
I “Brugg…….” Suara pintu yang ditutup dengan amat keras oleh Shafira. Karena gadis itu memang sedang sangat kesal, sudah berulangkali dia mengutarakan keinginannya untuk pergi liburan ke Taj Mahal; dan berulangkali pula, Mamanya selalu saja melarangnya; tanpa suatu alasan yang jelas. Padahal dia ingin sekali dapat melihat dan menyaksikan secara langsung keindahan bangunan yang dijuluki orangorang sebagai Monumen Cinta Abadi itu. Serta menyentuh halusnya pualam dan marmer yang membentuk rumah makam termegah di dunia tersebut. Selain itu diapun amat penasaran dan ingin sekali membukti-kan kebenaran dari julukan yang diberikan oleh orang-orang itu. Maka, sambil berbaring di atas spingbed dan memandang kosong ke langit-langit kamarnya yang bercat seperti putihnya awan itu, Shafira pun terus berusaha untuk ‘mencerna’ arti dari kata-kata monumen cinta abadi tersebut. Pasti julukan itu tidaklah diberikan dengan sembarangan dan asal-asalan saja, tapi tentunya berdasarkan kepada sebuah cerita ataupun sejarah tertentu. Hingga membuat bangunan yang termasuk salah-satu dari tujuh keajaiban dunia tersebut layak untuk mendapatkannya. Karenanya dara manis itupun meyakini akan adanya spirit atau semangat dari Keabadian Cinta yang dapat dirasakannya disana. Namun getaran-getaran dan lentingan-lentingan asmara seperti apakah yang akan ditemuinya, hal itulah yang membuat keinginannya ke sana terasa makin membuncah saja. Hingga akhirnya diapun memutus-untuk pergi secara sembunyi-sembunyi dan dengan biaya sendiri. Artinya Shafira tidak akan-pamitan dan minta ijin kepada Mamanya lagi. Serta dia juga tidak-akan minta uang kepadanya, baik untuk tiket pesawat, maupun untuk biaya akomodasi lainnya. 6
Tetapi semuanya akan dikumpulkan dari uang jajan-nya sehari-hari, yang memang cukup besar itu. Karena keluarganya memang termasuk berada, Papanya adalah seorang General Menejer di sebuah perusahaan asing. Apalagi Shafira adalah anak mereka satu-satunya, hingga sebetulnya dia itu sangat dimanja dan selalu dituruti segela kemauannya. Tapi mengapa kali ini Mamanya itu sangat kekeh pada pendiriannya; dan tetap melarangnya untuk pergi liburan ke Taj Mahal. Walaupun sudah berbagai macam alasan dia kemukakan. Padahal untuk libutan ke tempat yang lebih jauh, seperti ke Menara Eifel di Paris; dia itu mengijinkan dan mau membiayainya. Namuni untuk ke negara yang masih satu benua (dengan Indonesia), dia malah tidak memperbolehkannya. Itulah yang amat membingungkan Shafira dan membuatnya tak habis pikir. Pasti ada sesuatu yang ingin disembunyi kan oleh Mamanya itu; dan tidak menginginkan dia mengetahuinya. Karenanya cewek yang tergolong hyperaktiv itupun, sangat tergoda dan begitu tergoda untuk dapat mengetahui penyebab dari larangan Mamanya tersebut. Serta membuktikan kalau hal itu adalah satu kesalahan dan merupakan sebuah tindakan egois. Tapi untuk menanyakannya secara langsung kepada Mamanya, Shafira sama-sekali tidak berani melakukannya. Karena pasti akan membuatnya sangat marah dan kecewa kepadanya. Sebab tadi saja di akhir percakapan, dia itu berkata,”Silahkan aja jika kamu tetap mau pergi ke sana Fir. Berarti kamu itu udah bisa menjaga diri; dan gak butuh perlindungan Mamah lagi”. Walaupun kata-kata itu di-ucapkannya dengan ekpresi datar dan tanpa nada emosional sama-sekali, tapi bagi Shafira; itu adalah sebuah ultimatum yang amat keras. Supaya dia jangan sekali-kali berani untuk pergi ke sana; dan jangan pernah pula membicarakannya lagi. Karena sekalipun termasuk cewek yang “Modern”, Shafira adalah seorang anak yang sangat patuh dan penurut. Dimana 7
dia selalu ‘mendengarkan’ dan tidak pernah membantah (terutama secara lisan) per-kataan orang tuanya (dalam hal ini Mamanya, karena Papanya telah menyerahkan sepenuhnya urusan mendidik dirinya kepadanya). Hingga niatnya untuk pergi ke sana secara sembunyi-sembunyi dan tanpa minta ijin kepada mamanya lagi, sepertnya amat berat dan mustahil bisa dilaksanakan. Sebab hanya untuk pergi kuliah atau sekedar jalan-jalan ke tempat yang dekat saja, dia selalu pamitan kepada wanita yang telah melahirkannya itu. Apalagi untuk pergi ke India, yang jaraknya sangat jauh itu. Maka akhirnya Shafira pun memutuskan untuk melampiaskan keinginannya tersebut dengan membaca semua tulisan mengenai Taj Mahal, baik itu melalui bukubuku maupun artikel-artikel di internet. Semoga hal itu juga, akan dapat menjelaskan penyebab dari larangan Mamanya tersebut. Dan seiring dengan malam yang makin merangkak jauh, gadis itupun akhirnya terlelap dalam tidur pulasnya.
“Ketika istri kesayangannya meninggal dunia saat hendak melahirkan pada tahun 1631, Shah Jahan sangat berduka. Selama 19 tahun pernikahannya, dia telah menjadi pendamping setia bagi penguasa Mughal itu. Nama kesayangannya adalah Muntaz Mahal, artinya Yang Terpilih Di Istana. Untuk mengenangnya Shah Jahan memutuskan untuk membangun makam terbaik yang pernah dibuat oleh manusia, guna abadikan istrinya tercinta sebuah Monumen Cinta Abadi. Untuk membangunnya, dia mengerahkan 20.000 pengrajin ahli dari seluruh India, Asia dan Eropa. Mereka bekerja keras selama 22 tahun, hingga menghasilkan perpaduan yang cemerlang antara gaya Islam dan Hindu”. Begitulah bunyi dari salah-satu tulisan mengenai Taj Mahal yang dibaca oleh Shafira, sesuai dengan apa yang telah ia putuskan semalam. Dan dari tulisan yang tergolong sangat 8
pendek itu, sepertinya dia telah dapat mendapatkan semua apa yang diinginkannya. Baik itu mengapa disebut sebagai Monumen Cinta Abadi, maupun sesuatu yang mungkin merupakan penyebab dari larangan Mamanya tersebut. Tentang yang pertama, sepertinya hal itu sudah amat jelas dan tak perlu dibahas lagi. Sedang untuk yang kedua, sepertinya ini disebabkan oleh ketakutan Mamanya bila tragedy yang menimpa Muntaz Mahal akan menimpanya pula. Sebab Taj Mahal itukan memang khusus dibangun oleh Shah Jahan untuk mengenang istri tercintanya yang meninggal ketika hendak melahirkan. Tetapi tulisan itu justru membuat Shafira makin bernafsu dan terobsesi untuk pergi Taj Mahal. Terutama ingin merasakan kedahsyatan cinta seperti apa yang dimiliki oleh Shah Jahan terhadap isrinya itu, Hingga ingin mengabadikannya dalam sebuah bangunan yang amat megah itu. Menurutnya hanya para pemilik Unlimited Love sajalah yang mau melakukan hal tersebut. Dan itu sudah dapat diketahuinya dari tulisan pendek di atas. Dimana sepertinya dia ikut merasakan hasrat dan gelora cinta mengebu-ngebu yang ada di ‘dada’ penguasa Mughal itu. Yang pasti akan dapat diresapi lebih mendalam lagi, bila ia telah melihat dan menyaksikan secara langsung Monumen Cinta Abadi itu. Karenanya rencana nekatannya semalam, yaitu pergi kesana secara diam-diam dan tanpa minta ijin kepada mamanya, kembali dipertimbangkan-nya lagi. “Maafkan Fira Mah. Kali ini terpaksa Fira harus melanggar larangan Mamah”, katanya dalam hati menanggapi rencananya tersebut. Tapi Shafira lupa kalau mempunyai sesuatu dalam dirinya sendiri, yang pasti akan sangat menghambat niatnya itu. Karena harusnya sekarang inipun dia sudah bisa mendapatkan uang yang lebih dari cukup untuk pergi ke sana, seandainya saja tidak mempunyai hal itu. Dan sesuatu itu adalah, karena dirinya yang amat ‘melek tehnologi’ atau 9
sangat ‘Update terhadap I T’. Hingga Shafira itu tidak boleh mendengar, apalagi melihat adanya sebuah Gadget terbaru; melainkan langsung akan membelinya. Maka di kamarnya itu terdapat puluhan HP, Smartphone, IPhone dan gadgetgadget lainnya dari berbagai macam merk, yang harganya jutaan rupiah. Hal itupun masih terus dilakukannya walaupun sudah berniat akan mengumpulkan uang untuk pergi ke Taj Mahal. Akibatnya tekadnya tadi hanya merupakan sebuah keinginan saja; dan menjadi seperti Jauh panggang dari api, alias selamanya tak mungkin akan dapat tercapai. Kenyataan inilah yang pada akhirnya membuat Shafira terpaksa harus melupakan keinginannya untuk dapat melihat dan menyaksikan secara langsung Monumen Cinta Abadi tersebut. Serta mengubur dalam-dalam hasratnya untuk ikut merasakan letupan-letupan dan gelora cinta milik sang raja dari tanah Hindustan itu. Namun walaupun begitu dia masih sangat penasaran dan ingin sekali mengetahui penyebab sebenarnya dari larangan Mamanya untuk pergi kesana. “Apa benar hal itu semata-mata karena mamah takut kalau tragedy yang menimpa Muntaz Mahal akan menimpaku pula. Atau ada sebab yang lainnya?” “Berarti kalau benar begitu, sebenarnya mamah tau banyak tentang bangunan itu. Atau janganjangan dia pernah pergi ke sana dan merahasiakannya dariku?” “Tapi gimana caranya yah, ngorek cerita dari Mama. Sedangkan dia bicaranya udah kaya semalam?” Itulah beberapa pertanyaan yang terbit dalam bathin Sharifah dan menanti untuk segera ditemukan jawabannya. Hingga cewek yang masih tercatat sebagai mahasiswi semester 10 pada salah-satu PTS di Jakarta itupun terlihat menunggu saat yang paling tepat untuk melakukannya.
10