Korean Chingu
Korean Chingu’s Fandoom!
Penerbit Korean Chingu Publishing
Korean Chingu’s Fandoom: Fanfiction Doomsday! Oleh: Namira Putri, Nadhifah, Erni Kristiyani, Sarah Exaudia, Ruth Kusuma, Elmaria, Shafira Bayugiri, Yeti Rachma, Salsabila, Badiah Setyowati, Carolina Ratna Sari Copyright © 2013 by Korean Chingu
Penerbit Korean Chingu Publishing www.Korean-Chingu.com
[email protected]
Desain Sampul: Nia Aulia
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Thanks to:
Korean Chingu Big Family, Namira Putri, Nadhifah, Erni Kristiyani, Sarah Exaudia, Ruth Kusuma, Elmaria, Shafira Bayugiri, Yeti Rachma, Salsabila, Badiah Setyowati, dan Carolina Ratna Sari untuk kontribusi terbaiknya dalam menggarap buku ini.
3
DAFTAR ISI
Miserable ............................................................... 5 Rhythm of the Heaven ............................................ 22 Not ‘end’ But ‘and’ ................................................ 36 Trying to Love You ................................................. 52 Kim Jongin Wanna Sleep ....................................... 71 Last Rhapsody ........................................................ 93 Dream Catcher....................................................... 110 Last Gift ................................................................. 135 SHINee dan Acara Mencuci Baju .......................... 149 Our Destiny ............................................................ 165 They’ll Follow You................................................. 181
4
Miserable Namira Putri
5
A
ku memperhatikan punggung lebarnya dan rambut hitamnya yang terlempar ke belakang seiring ia berlari. Tangannya yang lihai mendribble bola, lalu ia melangkah cepat dan sekali
melompat… bola berwarna oranye itu berhasil menerobos ring dengan mulus. Tanpa sadar aku bersorak kecil—membuatku refleks menutup bibirku sendiri. Aku tidak mau dia sadar bahwa di lapangan basket ini ada orang lain selain dirinya. Orang lain yang selalu memperhatikannya dari kejauhan. Ya, penggemar rahasianya. Sesaat kemudian kulihat ia terduduk lemas di bawah ring. Cahaya mentari senja yang menyapu tubuhnya membuat ia terlihat semakin berkilauan di mataku. Wajahnya menyiratkan lelah yang amat sangat, tetapi bisa kulihat binar-binar kepuasan di sana. Sebuah lengkung terbentuk di bibirku. Entah sejak kapan rasa kagum ini berubah, tumbuh berkembang menjadi sesuatu yang lebih luas dan berbekas. Aku tidak mengerti apa sebabnya dan mengapa harus dia yang menjadi penyebabnya— sampai kurasakan suatu sudut di hatiku menghangat setiap kali lelaki berkulit tan itu tersenyum, pipiku memanas setiap kali aku memikirkannya, dan tanpa kusadari retina mataku telah terbiasa mencari bayangnya. Lalu kutemukan suatu alasan sederhana, bahwa ternyata aku mencintainya. Aku telah jatuh
6
cinta pada Kim Jong In, seorang senior populer yang sama sekali tak terjangkau oleh duniaku. *** “Tugas matematika hari ini, seonsaengnim,” jelasku lalu mengulurkan setumpuk kertas di depan meja Han seonsaengnim. “Ah ya, terima kasih, Soo Ra-ssi,” “Baiklah, aku permi—” “Tunggu sebentar, Soo Ra-ssi, bisa tolong kau copykan kertas-kertas ini? Aku harus membagikannya pada 6 kelas tapi sebentar lagi ada rapat penting di ruang kesiswaan,” Han seonsaengnim melihat jam tangannya lalu matanya berubah membulat, “Astaga 5 menit lagi meeting dimulai… bisakah kau bantu aku, Soo Ra-ssi?” Belum sempat aku menjawab, Han Seonsaengnim telah membereskan barang-barangnya. Sebelum melangkah pergi, tangannya menunjuk setumpuk tebal kertas di ujung meja. “Tolong aku ya, Soo Ra-ssi, uangnya pasti kuganti nanti siang,” setelah berkata begitu, sosoknya benar-benar menghilang di balik pintu. Aku menghela nafas berat lalu berjalan gontai kea rah meja, mengambil setumpukan kertas yang benar-benar banyak itu. Kakiku berjalan perlahan meninggalkan ruang guru, hendak 7
menuju tempat fotokopi, namun sedetik kemudian kurasakan tubuhku menabrak sesuatu karena detik berikutnya semua kertas yang telah kubawa dengan susah payah berhamburan begitu saja di lantai koridor. “Mianhamnida!!” Aku mengacungkan kedua telapak tanganku yang terkatup di depan wajah, sambil menutup mata takut-takut. Keheningan yang singkat itu terasa sangat panjang. Kemudian telingaku menangkap suara tawa renyah yang tak asing. Terakhir yang kutahu ketika aku membuka mata, badanku kaku seluruhnya. Kim Jong In-sedang-tertawa-tepat-dihadapanku. Demi Tuhan, jika boleh, aku ingin berteriak sekarang. Tapi keadaan tidak memungkinkan untuk itu. Jadi yang bisa kulakukan hanya diam, menatap wajahnya yang memesona sambil menunggu tubuhku sendiri bereaksi. Ia berdehem sebentar sebelum benar-benar menghentikan tawanya. Refleks aku membungkuk, memunguti kertas-kertas yang berjatuhan—tidak ingin ia sadar bahwa sedari tadi aku hanya memandanginya, memperhatikan bagaimana seulas lengkung itu timbul tenggelam pada wajah sempurnanya, saat pita suaranya memperdengarkan
tawa
khas
berkharisma di saat yang sama. “Sepertinya berat,”
8
yang
lembut
sekaligus